ANOMALI GEOMAGNET; KAITANNYA DENGAN ZONE MINERALISASI
DI DAERAH MALINGPING, BAYAH DAN SEKITARNYA, KABUPATEN LEBAK,
PROPINSI BANTEN
W.H. Simamora *)
SARI
Anomali geomagnet daerah Malingping-Bayah dan sekitarnya yang berkisar antara -650 nT hingga 270 nT dibagi
menjadi tiga kelompok. Kelompok anomali rendah berkisar dari -650 hingga -250 nT, kelompok anomali sedang berkisar
dari -250 nT hingga + 50 nT, dan kelompok anomali tinggi berkisar dari + 50 hingga +270 nT. Zone anomali rendah di
daerah ini diperkirakan akibat pengaruh batuan terobosan bersifat asam yang terletak pada kedalaman dari 500 m hingga
2000 m. Hal ini diperkuat dengan dijumpainya batuan terobosan granodiorit Cihara (Tomg) yang terletak pada jalur
anomali rendah. Batuan terobosan ini diduga mempunyai peran dalam proses mineralisasi logam sulfida, emas (Au) dan
perak (Ag) yang terdapat di daerah Cikotok dan Cirotan.
Kata kunci : anomali geomagnet, Malingping, Granodiorit Cihara
ABSTRACT
Magnetic anomaly in the Malingping - Bayah and surrounding areas, ranging from -650 nT to +270 nT, can be divided into
three groups. The first group is the low anomaly with a value range from -650 nT to -250 nT, the second group is middle
anomaly with a value range from -250 nT to + 50 nT, and the third group is high anomaly with a value range from + 50 nT
to +270 nT.
Low anomaly zone is thought to be the effect of intrution of acid rocks which is located in 500 to 2000 m depth. This is
supported by the existing of granodiorite intrusion of Cihara (Tomg) that also coincides with low anomaly zone. The
granodiorite intrusion is thougt to have played an important role in sulfide, gold (Au), and silver (Ag) mineralization which
is found in the Cikotok and Cirotan areas.
Keywords : Geomagnetic anomalies, Malingping, granodiorite of Cihara
*) Pusat Survei Geologi
PENDAHULUAN
Secara geografis daerah penelitian, yang terletak di
sebelah barat laut Pelabuhanratu berada di pantai
selatan Pulau Jawa. Daerah ini dibatasi oleh
koordinat 6°36’ - 7°00’ LS dan 106°00’ - 106°24’
BT (Gambar1), dan termasuk ke dalam wilayah
Kabupaten Lebak dengan Ibu Kota Rangkasbitung,
Propinsi Banten.
Daerah ini termasuk Lembar Peta Leuwidamar, dan
dapat dicapai dengan angkutan darat dari dua rute,
yaitu rute Bandung - Sukabumi - Cibadak - Cikidang -
Cisolok - Bayah dengan waktu tempuh antara 10 -
12 jam dan rute Bandung - Jakarta - Serang -
Pandeglang - Malingping - Bayah dengan waktu
tempuh 8 - 10 jam.
Pada daerah ini, ditemukan singkapan-singkapan
batuan terobosan berupa diorit, dasit, granodiorit,
serta andesit di bagian selatan lembar. Secara
geofisika, hal ini menarik untuk diteliti, sebab
diharapkan berkaitan dengan mineral ekonomis,
terlebih lagi terdapatnya emas di daerah Cikotok dan
Pongkor yang masih terdapat pada lembar ini.
Tulisan ini bertujuan untuk mengenali struktur
geologi bawah permukaan daerah penelitian, dengan
harapan dapat mengetahui secara jelas sebaran
lateral dan vertikal batuan terobosan, dan ketebalan
Formasi Cikotok (Temv) yang diterobos oleh batuan
terutama Granodiorit Cihara (Tomg) yang
diperkirakan sebagai pembawa mineral bijih seperti
emas (Au), perak (Ag), dan mineral bijih lain yang
terdapat di daerah tersebut.
METODE PENELITIAN
Penelitian Geomagnet ini dilakukan pada tahun
anggaran 2005-2006 di daerah Bayah-Malingping
dan sekitarnya. Kegiatan ini merupakan bagian dari
tolok ukur Penelitian Geofisika Busur Magmatik
JSDG Vol. XVI No. 5 September 2006 285
Geo-Resources
J G S M
dipastikan stabil. Oleh karena itu, suatu
lokasi yang ditentukan sebagai titik
pangkal (BS) Pengukuran Magnet perlu
diamati secara menerus terlebih dahulu
selama 24 jam untuk mengetahui apakah
pengukuran di tempat tersebut cukup
stabil.
Titik Pangkal (BS) daerah penelitian
terletak di lapangan sepak bola di Desa
Polotot Malingping, jauh dari perumahan
penduduk dan terbebas dari benda-benda
yang bersifat magnet. Pengukuran titik
pengamatan intensitas medan magnet
total daerah penelitian dilakukan dengan
jarak antara 1-2 km dengan membuat
lintasan pengukuran berarah hampir
utara-selatan.
Koordinat titik pengukuran ditentukan
dengan menggunakan GPS (Global
Positioning System) merek Garmin,
sedangkan peta kerja menggunakan peta
t o p o g r a f i s k a l a 1 : 2 5 . 0 0 0
Banten Selatan, Pusat Penelitian dan Pengembangan
Geologi.
Penelitian geomagnet dilakukan dengan mengukur
intensitas medan magnet total, sedangkan alat ukur
yang dipergunakan berupa dua set peralatan Proton
Precision Magnetometer merek Geometrics model
G-856 dan G-826 digital.
Magnetometer G-856 dipasang pada titik pangkal
(BS) pengukuran magnet, dengan tujuan untuk
mengukur variasi medan magnet total di BS tersebut.
Alat ini diset secara otomatis untuk mengukur setiap
10 menit. Data pengukuran ini berfungsi sebagai
variasi harian intensitas medan magnet daerah
penelitian, dan juga untuk mengetahui apabila
sewaktu-waktu terjadi badai magnet (magnetic
storm). Pengukuran ini dilakukan selama
pengukuran intensitas medan magnet lapangan
berlangsung.
Untuk menentukan lokasi titik pangkal pengukuran,
perlu diperhatikan beberapa hal, yaitu menghindari
adanya pengaruh benda-benda yang bersifat magnet
seperti besi, atap seng, tiang listrik, mesin,
kendaraan bermotor, dan lain lain. Hasil pembacaan
pengukuran alat magnet di lokasi BS harus
0105 30` BT 0
106 00` BT 0106 30` BT
0106 30` BT
0106 00` BT0
105 30` BT
05 00` LS
06 00` LS
07 00` LS
Lokasi penelitian
Serang
Pandeglang
Rangkasbitung
Bogor
Sukabumi
Tangerang
JAKARTA
Pelabuhanratu
S E
T
S
D
L A
U
N A
L A U T J A W A
M D A I NA
S A U E R H D I
Skala
0 50 Km2010 30 40
Malingping
Bayah
Gambar 1. Lokasi penelitian.
BAKOSURTANAL dan peta topografi skala 1: 50. 000
AMS.
Data pengukuran merupakan data mentah, sehingga
perlu dilakukan pengolahan sebelum pengkonturan
dan interpretasi lebih lanjut.
Metode pengolahan data yang dilakukan di dalam
pekerjaan ini dapat dilihat pada alur seperti pada
Gambar 2.
GEOLOGI
Geologi Regional
Daerah penelitian merupakan bagian zone kompleks
hasil subdaksi yang terjadi pada zaman Kapur Akhir -
Tersier Awal (Hamilton, 1979), dengan arah jurus
sesar imbrikasi barat - timur, barat daya - timur laut.
Kompleks ini membentuk satuan busur vulkanik yang
tersebar dari Jampang (kompleks bancuh yang ber-
arah timur laut - barat daya), Bayah dan sepanjang
pantai barat Pulau Sumatera (bancuh pada fore-
arc dengan arah barat laut - tenggara) (Hamilton,
1978a dalam Hamilton, 1979, Gambar 3).
Di daerah ini bukan hanya struktur imbrikasi yang
berkembang, tetapi juga sesar geser mendatar (utara
timur laut - selatan barat daya) (Sujatmiko dan
U
JSDG Vol. XVI No. 5 September 2006286
Geo-Resources
J G S M
Santosa, 1992). Sesar imbrikasi yang berkembang di
daerah Bayah bagian selatan diduga merupakan
lingkungan fore-arc, sedangkan di utara Bayah
merupakan volcanic arc.
Struktur imbrikasi yang dijumpai di Jampang
mempunyai pola struktur dan umur yang sama
(Kapur) seperti yang dijumpai di daerah Luk Ulo
mélange, di Pegunungan Meratus dan Pulau Laut
(ofiolit) (Katili, 1989). Struktur imbrikasi di Bayah
selatan terbentuk pada Eosen - Oligosen (Sujatmiko
dan Santosa, 1992).
Geologi Setempat
Batuan yang ditemukan di daerah penelitian terdiri
atas batuan berumur Tersier dan Kuarter (Sujatmiko
dan Santosa, 1992). Batuan Tersier terdiri atas
batuan malihan, terobosan, gunung api, dan
sedimen, sedangkan batuan Kuarter terdiri atas
batuan sedimen, gunung api, dan terobosan
(Gambar 4).
Sedimen Tersier terdiri atas konglomerat, batupasir,
batupasir kuarsa, batupasir gampingan, batupasir
tufan, batulempung, batulempung tufan,
batugamping, serpih, napal, tuf, tuf gampingan, tuf
breksi, tuf dasit, breksi, batuapung, kayu
terkersikkan, dan batubara, yang tersebar dalam
Formasi Bayah (Teb), Cicarucup (Tet), Cijengkol (Toj),
Citarate (Tmt), Cimapag (Tmc), Sareweh (Tms),
Badui (Tmd), Genteng (Tpg), Cimanceuri (Tpm), dan
Formasi Cipacar (Tpc).
Formasi Bayah merupakan satuan batuan sedimen
tertua di daerah ini dan terbagi menjadi tiga anggota,
yaitu Anggota konglomerat, Lempung, dan Anggota
batugamping dengan ketebalan total sekitar 2000 m.
Formasi ini menindih selaras Formasi Ciletuh di
Lembar Jampang, dan tertindih selaras oleh Formasi
Cicarucup.
Batuan Gunung api Tersier yang terdapat di daerah
penelitian berupa Formasi Cikotok (Temv) dan Tufa
Citorek (Tpv). Formasi Cikotok yang terdiri atas breksi
DATA LAPANGAN
GEOMAGNETIKLAPANGAN
GPS FISIKA BATUAN
BASELintang dan
BujurKerentanan
FIELD
KoreksiVariasi Harian
KoreksiIGRF
AnomaliMagnet KISI
Peta Anomali MagnetPemodelan Penampang LAPORAN
BAGAN ALUR PENGOLAHAN DATA GEOMAGNET
Gambar 2. Bagan alur pengolahan data geomagnet.
gunung api, tuf, lava, batuan terubah,
dan urat kuarsa yang mengandung
mineral kalsit, emas, perak, tembaga,
seng, timbal, turmalin, magnetit, dan
pirit. Formasi ini menindih tak selaras
Formasi Bayah, menjemari dengan
Formasi Cicarucup, Cijengkol serta
Formasi Citarate, dan tertindih tak
selaras oleh Formasi Cimapag.
Formasi Cikotok diterobos Granodiorit
Cihara yang diduga salah satu
penyebab terbentuknya batuan
malihan berderajat rendah di daerah
ini. Tufa Citorek dari tuf batuapung, tuf
sela, tuf kaca, breksi tufaan, dan lava.
Tuf Citorek diduga terletak selaras di
atas Formasi Cimanceuri.
Batuan malihan berupa Satuan Batuan
Metamorf (Tomm) dijumpai di daerah
penelitian. Batuan ini yang terdiri atas
sekis, genes, dan amfibolit tersingkap
di bagian utara tubuh Granodiorit
Cihara dan diduga berumur Oligo-
Miosen.
JSDG Vol. XVI No. 5 September 2006 287
Geo-Resources
J G S M
0100 1 0109 00
010
00
0-10
SUMAT
REA
Rift Jura
rn
Ms
zok u
Ga
it e
oi
m
B ta bara g n t a s t ra iP le z i ua o o k m
ta a Ba s b rata t p r s figr ni Ka u Pa i k
Batas Sela antg an t K pur Pasifikr i a
K LIMA NA NTA
t n g raBa as te g aa t r gr ni Kapu Batas bara lautt
Bancuh Ketapang
Te e at n a a npi s l a p p raTe i r b g an te g hrs e a i n a
A AJ W
un
p
gaf
-
Pcak
unggunn ‘ ore
arc’
u‘S
ture’on
Palege
dBancuh anbusur Ktp
‘Basement’ u ap nggung nr ’‘fo e -arc
l aada ah cekung np‘Kt back arc’
Dasar SamuderaJura - Paleogen
Fragmen Kontinen0 200 400 600 800 1000 Km
Skala
Gambar 3. Unsur-unsur tektonik Indonesia Zaman Kenozoikum (Hamilton, 1979). Sebaran bancuh (mélange) di sebelah barat Pulau Sumatera berarah barat laut - tenggara, Bayah (Banten) Jampang (Jawa Barat) dan Pegunungan Meratus (Kalimantan).
U
Beberapa batuan terobosan yang tersingkap di
lembar ini, yaitu Granodiorit Cihara, diorit kuarsa,
dasit, andesit, dan basal. Granodiorit Cihara (Tomg)
yang berumur Oligo-Miosen berbentuk tubuh
terobosan yang cukup luas dan berupa pipa
bercirikan batuan granitoid dan menerobos satuan
batuan berumur Eosen hingga Miosen Awal,
terutama Formasi Cikotok dan Bayah. Diorit kuarsa
(Tmqd) yang berumur Miosen Tengah hingga Miosen
Akhir berbentuk lakolit di Gunung Malang,
sedangkan di tempat lain berupa retas atau stock.
Satuan Andesit (Tma) yang berumur Miosen Akhir,
berbentuk retas atau lensa (lakolit).
Batuan Sedimen Kuarter yang dijumpai di daerah
penelitian yang terdiri atas Formasi Bojong (QPb)
berumur Plistosen Awal, dan diduga menjemari
dengan Batuan Gunung api Endut. Breksi Tapos
(Qvb) yang berumur Plistosen berupa breksi gunung
api bersusunan andesit-basal dan aglomerat. Breksi
ini menjemari dengan Lava Halimun dan menindih
tak selaras satuan batuan yang lebih tua. Lava
Halimun (Qvl) berumur Plistosen, bercirikan lava
bersusunan basal dan andesit. Batuan Gunung api
Kuarter (Qv) berupa breksi gunung api yang kurang
mampat, tufa, lava, dan aglomerat menindih tak
selaras satuan batuan yang lebih tua. Batuan
terobosan Kuarter dijumpai berupa basal (Qb),
berbentuk retas dan retas lempeng, atau seperti
lelehan lava. Endapan termuda yang dijumpai di
daerah penelitian berupa aluvium (Qa) dan endapan
pantai (Qc).
JSDG Vol. XVI No. 5 September 2006288
Geo-Resources
U
J G S M
Struktur Geologi
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Djamal drr.
(2005, Gambar 5) dikompilasi dengan pemetaan
geologi struktur bisa diungkap dalam batuan Tersier
berupa lipatan (timur-barat, barat laut-tenggara dan
utara-selatan), sesar naik (barat barat laut-timur
tenggara dan timur-barat), sesar geser mendatar
(utara-selatan, barat daya-timur laut), dan sesar
normal (timur-barat) (Djamal drr., 2005; Sujatmiko
dan Santosa, 1992). Kronologi masing-masing sesar
tersebut masih belum dapat dipisah dengan jelas.
Sujatmiko dan Santosa (1992) membuat fase-
deformasi yang terjadi di daerah ini, namun mereka
tidak melakukan dating batuan intrusif dan vulkanik.
Fase deformasi Miosen Tengah terjadi di daerah
Bayah dan bagian utaranya, dengan karakteristik
sebagai berikut: Perlipatan berarah timur-barat pada
Formasi Citarate, Cimapag dan Cikotok, sesar turun
dan sesar geser berarah timur laut-barat daya, terjadi
pengkubahan di tengah lembar akibat terobosan
dasit dan diorit kuarsa, serta hadirnyai urat-urat
kuarsa yang mengandung sulfida.
Fase deformasi Miosen Akhir terjadi di bagian utara,
tengah, dan selatan lembar. Di bagian selatan lembar
terjadi perlipatan kuat dengan arah timur-barat dan
sesar geser, sesar turun dan sesar naik dengan arah
barat laut-tenggara pada Formasi Citarate dan
Formasi Cimapag.
Di tengah lembar terbentuk perlipatan busur, sesar
geser, serta sesar turun dengan arah timur-barat dan
timur laut-barat daya, serta terobosan dasit, diorit
kuarsa, dan andesit pada Formasi Sareweh dan
Formasi Cimapag. Di utara lembar, deformasi
dicirikan oleh perlipatan lemah pada Formasi Badui,
terobosan diorit kuarsa, dasit, dan andesit.
Fase deformasi Pliosen Akhir - Plistosen terjadi di
bagian selatan, tengah, dan utara Lembar
Leuwidamar. Di bagian selatan lembar berupa sesar
naik dengan arah timur-barat. Pengkubahan lanjut
terjadi pada Kompleks Bayah. Di tengah lembar
berupa perlipatan dengan arah timur-barat pada
Formasi Badui dan Formasi Sareweh, sesar geser,
sesar turun dan sesar diagonal dengan arah utara-
selatan atau timur laut-barat daya. Di bagian utara
lembar, deformasi dicirikan oleh perlipatan dengan
arah timur laut-barat daya pada Formasi Genteng,
Bojongmanik, Badui, dan Sareweh, serta sesar turun
dan sesar geser dengan arah utara-selatan dan barat
laut-tenggara.
Medan Anomali Magnet
Medan magnet di permukaan bumi merupakan
interaksi antara magnet bumi utama, medan magnet
variasi kerentanan magnet batuan, magnet remanen
dan variasai harian akibat aktivitas matahari.
Medan anomali magnet pada setiap titik ukur
merupakan hasil pengurangan intensitas medan
pengamatan lapangan dengan harga rata-rata
intensitas medan magnet bumi untuk daerah
tersebut atau dengan rumus :
h = H ? Hvh ? Ho
h = Medan anomali magnet
H = Intensitas medan hasil pengamatan
Hvh = Koreksi harian
Ho = Acuan internasional intensitas medan
magnet bumi untuk daerah yang
bersangkutan atau International
Geomagnetic Reference Field (IGRF)
Koreksi IGRF dan Variasi Harian
Koreksi ini dilakukan untuk menghilangkan pengaruh
medan magnet bumi, karena tujuan pengukuran
medan magnet ini untuk mendapatkan anomali
medan magnet yang disebabkan oleh massa batuan.
Hasil pengukuran di lapangan merupakan gabungan
medan magnet. Oleh karena itu pengaruh medan
magnet luar perlu dihilangkan, sehingga yang tersisa
merupakan komponen magnet pada tubuh batuan itu
sendiri.
Nilai intensitas total magnet bumi di lokasi penelitian
adalah 4400 nT seperti terlihat pada Gambar 6 dan 7
yang digunakan sebagai acuan dalam penelitian
geomagnet di daerah Malingping dan sekitarnya.
HASIL PENELITIAN
Penelitian yang dilakukan selama 35 hari telah
menghasilkan sebanyak 255 titik pengukuran.
Sebaran titik pengukuran tersebut dapat dilihat
pada Gambar 8.
Data hasil pengukuran selanjutnya diproses untuk
menghasilkan nilai anomali magnet. Koreksi harian
magnet diperoleh dari hasil pengukuran koreksi
harian yang dilakukan di BS setiap 10 menit,
sedangkan nilai International Geomagnetic
Reference Field (IGRF) untuk lokasi titik pengukuran
dihitung dengan menggunakan program Anymod
2005.
JSDG Vol. XVI No. 5 September 2006 289
Geo-Resources
J G S M
Gam
bar 4. Geologi daerah penelitian yang disederhanakan (S
ujatmiko dan S
. Santosa,1992).
cTpQ
v
Tp
mt
Tm
cT
mc
Qp
vQ
pv
Tpc
Qv
Qc
Tp
c
Tp
mt
Tpm
t
Tpm
t
Qp
v
Qp
v Qp
vT
pm
t
Tp
mt
Qb
Tm
c
Tm
c
Tm
c
Tem
v
Te
mv
Tem
v
Tem
v
Tm
c
Toj
Teb
Teb
Te
bTe
bTo
j
To
j
Te
b
Teb
Teb
Tp
mT
pm
Tp
m
To
mg
Tm
da
Tmda
Tm
qd
Tm
qd
Tm
a
Tm
da
dTm a
Qb
Qb
Qb
Qb
Qb
Tm
t
Tm
a
Tm
t
To
j
To
j
To
j
Qa
Tm
s
Tm
c
Toj
Tm
c
Tm
c
Tm
c
Tp
v
Tm
t
Tm
tT
md
Tm
c
Tp
v
Qa
Tm
t
Toj
Te
tQ
vb Tm
cQb
Qvb
Tp
g
Tm
b
Tm
d
Tm
a
Tp
m
Toj
Tem
v
Tm
t
Teb
Tm
t
Tm
mo
UD
UD
DD
UU
U
D
D
UD
UD
A
B
UD
D
C UD
E
F
40
’
45
’
50
’
55
’ 7°00’ LS
10
6°0
0’ B
T 0
5’
10
’ 1
5’
20
’
10
6°0
0’ B
T6° 5’ S3 L
10
6°1
0’ B
T
10
6°2
5’ B
T
7°0
0’ L
S
Tm
s
Ci Lahan
ngka
U
g
Ci Peucanpuri
Ma
ling
pi
gn
Cim
inya
k
Le
ba
ksiu
ra
Pa
ma
ay
n
Ub
ruk
e
Ci Pagr
Cih
ara
CH
ri
a a
Ci Siih
Ci M
anca
rC
ima
nd
iri
BA
YA
H
Ci Sawarna
Ci a eB r no
Cik
oto
k
Ci a urM d
ii
C D
kit
G. B
atu
Bo
jon
gm
an
ik
Cip
an
cu
r
G. M
ala
ng
PR
. Ma
ka
m
G. C
inu
tug
G. S
og
e
G. T
um
ba
l
G. P
ep
en
de
ma
n
G. B
alu
kbu
k
PR
. Cik
oro
mo
ng
PR
. Ipis
Ma
ng
un
Mara
Md
u
a
ur
U. K
ran
gbolo
ng
a
M
S A
U D
E R
A H
I N D
I A
10
5°3
0’
10
6°0
0’
10
6°3
0’ B
T
°’
10
63
0 B
T1
06
°00
’1
05
°30
’
5°0
0’ L
S
6°0
0
7°0
0’ L
S
Loka
si penelitia
n
Se
ran
g
Pa
nd
eg
lan
g Ra
ng
kasb
itun
g
Bo
go
r
Su
kab
um
i
Tan
ge
ran
g
JAK
AR
TA
Pe
lab
uh
an
ratu
Ba
yah
Ma
ling
pin
g
Selat Sunda
Laut Ja
wa
Sa
mudra
Hin
dia
02
46
81
0 K
m
Ska
la
KE
TE
RA
NG
AN
En
da
pa
n P
erm
uka
an
Alu
viu
m d
an
en
da
pa
n p
an
tai
Ba
tua
n S
ed
ime
n T
ers
ier
Fo
rma
si Ba
yah
Qa
Teb
Fo
rma
si C
icaru
cu
pTe
t
Fo
rma
si C
ijen
gko
lTo
j
Fo
rma
si Cita
rate
Tm
t
Tm
c
Tm
s
Tm
d
Tm
b
Tp
m
Fo
rma
si Cim
ap
ag
Fo
rma
si S
are
we
h
Fo
rma
si Ba
du
i
Fo
rma
si Bo
jon
gm
an
ik
Fo
rma
si Cim
an
ceu
ri
Tp
c
Te
mv
Qvb
Tom
g
Tm
gd
Fo
rma
si C
ipa
ca
r
Ba
tua
n G
un
un
g A
pi T
ersie
r
Fo
rma
si Cik
oto
k,Cito
rek
Ba
tua
n G
un
un
g A
pi K
ua
rter
Bre
ksi Ta
po
s d
an
lava
Ha
limu
n
Ba
tua
n T
ero
bo
sa
n
Gra
no
dio
rit Cih
ara
Dio
rit Ku
ars
a
Tm
da
Dia
sit
Tm
aA
nd
esit
Qb
Tom
m
Ba
sa
l
Ba
tua
n M
alih
an
Me
tam
orf
An
tiklin
Sin
klin
Se
sar G
ese
r Ju
rus
UDS
esa
r No
rma
l
Se
sa
r Na
ik
AB
Su
ng
ai
Ja
lan
raya
Bu
kit
Gu
nu
ng
Ko
ta/D
esa
Pe
na
mp
an
g p
em
od
ela
n M
ag
ne
t
Ci Liman
Tp
mt
Tp
mt
Tu
f Ma
ling
pin
g
Tem
v
Cin
an
gka
Tem
v
U
JSDG Vol. XVI No. 5 September 2006290
Geo-Resources
J G S M
Gam
bar
5. S
trukt
ur g
eolo
gi d
aera
h pe
nelit
ian
(Bur
lian
Dja
mal
drr
., 20
05)
JSDG Vol. XVI No. 5 September 2006 291
Geo-Resources
J G S M
25
-25
0-5
50 000
40000
5
900 1000 11001200
1300 14001500
200
100
00
-100
-200
800
INTERNATIONAL GEOMAGNETICREFERENCE FIELD 1999
Total Intensity (nano tesla)
Magnetic Inclination (degrees)
Magnetic Declination (degrees)
45000
-25
5
40000
45000
400 00
4 0 00 0
0
-50
0
5-
5
45000
25
-25
Gambar 7. Kontur nilai intensitas total, inklinasi magnet dan deklinasi magnet daerah Indonesia berdasarkan IGRF 1999.
Gambar 6. Kontur nilai Intensitas Total ( nT) EPOCH 2000 yang dikeluarkan oleh Badan Meteorologi dan Geofisika Departemen Perhubungan.
JSDG Vol. XVI No. 5 September 2006292
Geo-Resources
INTENSITAS TOTAL (nT)
J G S M
Gam
bar
8. P
eta
loka
si p
enel
itian
dan
seb
aran
titik
pen
guku
ran
geom
agne
t dae
rah
Ban
ten
Sel
atan
.
U
JSDG Vol. XVI No. 5 September 2006 293
Geo-Resources
J G S M
Proses ini menghasilkan nilai anomali untuk masing-
masing titik pengukuran, dengan nilai terendah -
648,4 nT terdapat pada lokasi peng-ukuran nomor
84 dekat Desa Mangun, dan nilai tertinggi sebesar
273,1 nT terdapat pada lokasi pengukuran nomor 52
di dekat Desa Cipancar (Gambar 8).
Selanjutnya data terolah di atas diproses lagi dengan
perangkat lunak surface mapping system (Golden
Software, 2002) untuk memperoleh peta kontur
anomali magnet seperti terlihat pada Gambar 9.
PEMBAHASAN
Penafsiran anomali magnet dilakukan secara
kualitatif dan kuantitatif (pemodelan). Penafsiran
kualitatif dilakukan terhadap data geomagnetik yang
telah berupa peta anomali magnet. Penafsiran
kuantitatif dilakukan dengan membuat sayatan
penampang pada peta anomali magnet, pemodelan
dibuat memotong struktur atau arah lain sesuai
dengan tujuan penelitian. Penafsiran kuantitatif
dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui geometri
lapisan batuan di bawah permukaan bumi yang
mencakup struktur, ketebalan, dan kedalaman suatu
lapisan berdasarkan pada perbedaan kerentanan
magnet batuan.
Penafsiran Kualitatif
Peta anomali magnet (Gambar 9) merupakan refleksi
sifat intensitas kerentanan magnet batuan yang
terdapat di daerah tersebut. Nilai anomali magnet
tinggi pada suatu daerah menggambarkan bahwa di
daerah tersebut lapisan batuannya mempunyai sifat
kemagnetan yang cukup tinggi. Sedangkan nilai
anomali magnet rendah menggambarkan kandungan
magnet batuan di daerah tersebut rendah.
Secara umum anomali magnet di daerah penelitian
dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu kelompok
anomali tinggi, kelompok anomali sedang, dan
kelompok anomali rendah.
Kelompok anomali magnet rendah, dengan nilai -
250 nT sampai -650 nT digambarkan dengan warna
biru (Gambar 9).
Secara geologis daerah ini ditempati oleh batuan
sedimen Formasi Citarate (Tmt), Cimapag (Tmc),
Bayah (Teb), Cijengkol (Toj), dan Formasi Badui
(Tmd) serta Batuan gunung api Formasi Cikotok
(Temv), Tuf Malingping (Tpmt), Breksi Topas, dan
Halimun. Batuan Malihan (Tomm) dan batuan
terobosan, Granodiorit Cihara (Tomg), Diorit Kuarsa
(Tmqd), dan Dasit (Tmda) terdapat di daerah
C iko tok , Desa Mangun, Gunungbu leud,
Langkapeucang, Ubruk, dan Pasir Makam. Kelompok
anomali ini membentuk cekungan-cekungan anomali
yang apabila diperhatikan merupakan suatu
rangkaian anomali magnet rendah yang menempati
bagian tengah daerah penelitian dengan arah hampir
barat-timur dengan pembelokan ke arah utara
Gunung Malang.
Kelompok anomali magnet sedang dengan nilai -250
nT sampai +50 nT digambarkan dengan warna
hijau. Kelompok anomali ini dijumpai di beberapa
tempat, yaitu di sekitar pantai selatan antara Cihara-
Cimandiri-Bayah yang menerus ke sebelah utara
Desa Mangun, di sekitar Gunung Gede, Gunung
Cinutug di bagian utara daerah penelitian, antara
Kota Malingping - Desa Lebaksiu, dan di sebelah
timur Gunung Batu. Kelompok anomali sedang ini
mencerminkan intensitas kerentanan magnet batuan
Formasi Cikotok (Temv), Cijengkol (Toj), Cimanceuri
(Tpm), Citarate (Tmt), dan Formasi Bayah (Teb), Tuf
Malingping (Tpmt), dan Formasi Cimapag (Tmc), dan
batuan gunung api Breksi Topas (Qvb). Pola
kelompok anomali ini membentuk pola melajur dan
bulatan-bulatan anomali.
Kelompok anomali magnet tinggi dengan nilai +50
nT sampai +300 nT digambarkan dengan warna
kuning sampai merah. Kelompok ini dijumpai di
daerah Gunung Batu dan Desa Cipancar di bagian
barat daerah penelitian, sedangkan di bagian timur
daerah penelitian dijumpai di Desa Cinangka. Litologi
batuan yang tersingkap di permukaan pada kelompok
anomali tinggi ini berupa batuan Formasi Cijengkol
(Toj) dan batuan terobosan Basal (Qb) di daerah Desa
Cinangka. Batuan Tuf Malingping (Tpmt), batuan
gunung api Breksi Topas (Qvb) dan batuan terobosan
Basal (Qb) di daerah Gunung Batu dan Desa Cipancar
di bagian barat. Pola anomali kelompok ini
memperlihatkan bentuk bulatan-bulatan anomali.
Selain bentuk pola anomali yang telah disebut di atas,
dijumpai pula pola lajur anomali dengan landaian
yang tajam dan mempunyai arah kelurusan tertentu.
Lajur anomali ini diperkirakan sebagai akibat adanya
JSDG Vol. XVI No. 5 September 2006294
Geo-Resources
J G S M
perbedaan jenis batuan atau merupakan garis sesar
(?) yang terdapat di daerah tersebut.
Ada beberapa lajur anomali yang menonjol, yaitu :
Lajur anomali berarah hampir barat-timur, dijumpai
di beberapa tempat antara lain di sebelah selatan
Cikotok, sebelah selatan dan utara Desa
Gunungbu l e ud , s e b e l ah s e l a t a n De s a
Langkapeucang, sebelah utara Kota Malingping dan
sebelah selatan Desa Lebaksiu.
Lajur anomali berarah hampir tenggara-barat laut
dijumpai di sebelah timur dan timur laut Desa
Gunungbuleud, sebelah barat dan barat laut Desa
Gunungbuleud, sebelah timur Desa Ubruk, daerah
Pasir Makam, dan sebelah timur Desa Lebaksiu.
Lajur anomali berarah barat daya - timur laut
dijumpai di sebelah selatan Malingping, sebelah
selatan gunung Malang, sebelah barat dan timur
Desa Mangun. Lajur anomali dengan arah hampir
utara-selatan dijumpai antara lain di sebelah timur
Gunung Batu, Desa Cipancar, Desa Ubruk, Pasir
Makam, Gunung Gede, dan sebelah timur
Gunungbuleud.
Lajur anomali yang ditafsirkan sebagai kelurusan
magnet, memperlihatkan beberapa arah yang sama
dengan struktur geologi yang terdapat pada peta
geologi lembar Leuwidamar skala 1 : 250.000
(Sujatmiko dan Santosa,1992 Gambar 4), dan juga
pada arah struktur geologi hasil penelitian yang
dilakukan oleh Djamal drr., 2005 (Gambar 5).
Beberapa kesamaan arah kelurusan antara lain
kelurusan magnet berarah hampir tenggara-barat
laut (Gambar 8) dengan sesar geser jurus berarah
tenggara-barat laut terdapat di daerah Pasir Makam
(Gambar 5).
Kelurusan magnet berarah barat-timur yang terdapat
di sebelah selatan Desa Langkapeucang dan
kelurusan magnet yang berarah barat timur terdapat
di sebelah selatan Desa Gunungbuleud (Gambar 8)
dengan sesar naik yang terdapat di selatan Pasir
Makam (Gambar 4 dan 5).
Kelurusan magnet berarah barat daya timur laut yang
terdapat di daerah Desa Mangun (Gambar 8) dengan
sesar geser jurus berarah barat daya-timur laut
terdapat di sebelah timur Desa Mangun (Gambar 4
dan 5).
Bulatan anomali berbentuk cembungan dan
cekungan, baik pada kelompok anomali bernilai
positif maupun kelompok anomali bernilai negatif di
daerah penelitian, menggambarkan adanya
konsentrasi batuan dengan sifat kemagnetan yang
tinggi maupun sifat kemagnetan yang rendah.
Pada peta anomali magnet dijumpai dua bentuk
bulatan anomali positif dan negatif yang
berpasangan, yaitu di daerah Cikotok dengan arah
hampir utara-selatan dan di daerah Desa Cipancar
dengan arah hampir barat timur (Gambar 9). Bulatan
anomali yang berpasangan ini diharapkan
merupakan refleksi tubuh batuan terobosan dengan
kandungan mineral sulfida di daerah tersebut.
Penafsiran Kuantitatif
Untuk mengetahui struktur bawah permukaan di
daerah penelitian, dibuat tiga penampang (Gambar 4
dan 9). Adapun pemodelan dibuat berdasarkan
pertimbangan geologi maupun kerentanan magnet
seperti terlihat pada pemodelan tegak A-B (Gambar
10), Penampang C - D (Gambar 11), dan penampang
E-F ( Gambar 12).
Penampang A - B
Penampang ditarik sepanjang 16 km (Gambar 10)
melalui pantai Ujung Karangbolong sampai hulu
sungai Cimadur sebelah utara Cikotok (Gambar 4),
memotong anomali magnet dengan nilai antara -
450 nT sampai +250 nT yang berbentuk bulatan
undakan dan cekungan anomali. Di permukaan,
penampang ini secara geologis ditempati oleh batuan
Formasi Citarate (Tmt), Bayah (Teb), Cijengkol (Toj),
dan Formasi Cikotok (Temv), serta batuan terobosan
basal (Qb). Untuk mengetahui struktur bawah
permukaan batuan yang dilalui oleh penampang A-B
ini, dilakukan pemodelan dengan Program Gravmag
mempergunakan pendekatan nilai Kerentanan (K)
yang terdapat pada Tabel 1.
Hasil pemodelan memperlihatkan struktur bawah
permukaan (Gambar 10). Anomali magnet di sebelah
kiri penampang A-B, dimulai dengan nilai -150 nT
yang cenderung naik hingga +250 nT membentuk
suatu kurva cembung pada Km 7, yang secara drastis
turun sampai -450 nT pada Km 11. Hal ini
disebabkan oleh pengaruh tiga lapisan batuan
JSDG Vol. XVI No. 5 September 2006 295
Geo-Resources
J G S M
Gam
bar 9. Peta kontur anomali m
agnet selang 25 nT daerah penelitian.
U
JSDG Vol. XVI No. 5 September 2006296
Geo-Resources
J G S M
Tabel 1. Nilai Rapat Massa ? dan Nilai Kerentanan (K) Batuan dan Beberapa Mineral.
Diikuti dari : Hunt, C.P. Moskowitz, B.M., Benerjee, 1995. Magnetic properties of rocks and mineral. In: Ahrens, T (Ed), Rock
Physics and Phase Relation, A. Handbook of Physical Constant.American Geophysical union, pp 189-203.
dengan nilai kerentanan magnet berbeda. Lapisan
batuan bernilai K = 0,0023 SI ditafsirkan sebagai
Formasi Citarate (Tmt) yang juga tersingkap di
permukaan. Lapisan batuan dengan K = 0,0025 SI
ditafsirkan sebagai Formasi Bayah (Teb), dan
lapisan batuan dengan nilai K = 0,18 SI berdasarkan
analisis fisika batuan (Tabel 1) termasuk kelompok
batuan beku basa. Hal ini didukung oleh tersingkap-
nya batuan terobosan basal (Qb) di sekitar km 7.
Anomali rendah mencapai - 450 nT yang terdapat di
sebelah kanan penampang A-B, yang dimulai sekitar
km 9 sampai ujung penampang A-B disebabkan oleh
beberapa lapisan batuan. Pada permukaan, lapisan
batuan dengan K = 0,0026 SI ditafsirkan sebagai
Formasi Cikotok (Temv), dan selanjutnya diselingi
lapisan batuan dengan nilai K = 0,0023 SI yang
ditafsirkan sebagai Formasi Citarate (Tmt). Ketebalan
kedua lapisan batuan ini mencapai lebih kurang 800
m. Di bawah kedua Formasi ini dijumpai lapisan
batuan dengan nilai K = 0,0024 SI dengan
ketebalan sekitar 500 m yang ditafsirkan sebagai
lapisan Formasi Cijengkol (Toj). Formasi Bayah (Teb)
yang terletak di bawahnya dengan nilai K = 0,0025
ditafsirkan mempunyai ketebalan mencapai 600 m.
Di bawah Formasi Bayah ini diperoleh lapisan batuan
dengan nilai K = 0,072 SI.
Batuan dengan nilai K 0,072 SI
ini termasuk kelompok batuan
beku asam (Tabel 1).
Hasil pemodelan penampang
A - B t e r s e b u t d i a t a s ,
menggambarkan bahwa nilai
anomali magnet yang mencapai
+250 nT dan membentuk suatu
kurva cembung adalah akibat
adanya batuan terobosan
bersifat basa yang muncul ke
permukaan dengan nilai K =
0,18 SI.
Nilai anomali magnet mencapai -
450 nT yang terdapat di sebelah
kanan penampang A-B dimulai
dari km 9 dan disebabkan oleh
perselingan lapisan batuan
sedimen Tersier yang mencapai
ketebalan 2000 m. Batuan ini
terdiri atas Formasi Cikotok
(Temv), Citarate (Tmt), Cijengkol
(Toj), dan Formasi Bayah (Teb)
yang dialasi oleh batuan beku
asam.
Adanya landaian yang cukup
tajam pada lengkung anomali
dari +250 nT ke nilai anomali
magnet -450 nT antara km 6 dan
km 11 pada penampang A-B
disebabkan oleh perbedaan
m a s s a b a t u a n d e n g a n
kerentanan yang berbeda akibat
terobosan batuan beku basa
diatas.
Batuan/Mineral Rapat Massa Tc Jg
103 Kg m-3Volume (k) Massa (x) (0C) Am2 kg-1)
(10-6 SI) (10-6m3kg-1)
Batuan Beku
Andesit 2,61 170,000 6,5
Basal 2,99 250-180,000 8,4-6,100
Diorit 2,85 630-130,000 22-4,400
Gabro 3,03 1,000-90,000 24-30,000
Granit 2,64 0-50,000 0-1,900
Batuan Beku Asam (rata2) 2,61 38-82,000 1,4-3,100
Batuan Beku Basa (rata2) 2,79 550-120,000 20-4,400
Batuan Sedimen
Lempung 1,70 170-250 10,0-25,0
Batubara 1,35 25,00 1,90
Gamping 2,11-2,9 2-25,000 0,1-1,200
Batupasir) 2,24 0,20,900 0,931
Batuan Sedimen (rata2) 2,19 0-50,000 0,2,000
Batuan Malihan
Amfibolit 2,96 750,00 25
Genes 2,80 0-25,000 0-900,0
Kuarsit 2,60 4,40 170
Sekis 2,64 26-3,000 1-110
Batusabak 2,79 0-38,000 0-1,400
Batuan Malihan (rata2) 2,76 0-73,000 0,2,600
Mineral Magnet
Magnet
(Fe304; Ferrimagnetic ) 5,18 106-5x106 20x103 - 110x103575-585 90,92
Hematite (a Fe2O3; Canted 5,26 500-40,000 10-760 675 0,4
antiferromagnetic )
Maghemite (g Fe2O3; 4,90 2x106-2,5x106 40x103-50x103-600 70-80
ferrimagnetic )
Ilmenite (FeTiO3; 4,72 2,200-3,800,000 69.000 -233
antiferromagnetik )
Pyrite (FeS2) 5,02 35-5,000 1-100
Pyrrhotite (Fe7S8; ferrimagnetic ) 4,62 3,200,000 46-80x.103320 20
Geothite (a FeOOH; 4,27 1,100-12,000 26-280 -120 <1
antiferromagnetic )
Mineral non Magnet
Kuarsa (SiO2) 2,65 ((-(13-17) ((-(.5-.6)
Kalsit (CaCO3) 2,83 ((-(7.5-39) ((-(0.3-1.4)
Halit (NaCl) 2,17 ((-(10-16) ((-(0.48-0.756)
Galena (PbS) 7,50 -33 -0,44
Kerentanan Magnet
JSDG Vol. XVI No. 5 September 2006 297
Geo-Resources
J G S M
Gambar 10. Penampang grafik anomali magnet lintasan A-B (a) dan penampang struktur bawah permukaan hasil pemodelan dengan program Gravmag pada lintasan A-B (b).
-1,0 1,0 3,0 5,0 7,0 9,0 11,0 13,0 15,0 17,0 k m
J a r a k
nT
= obs
= calc
-450
-350
-250
-150
-50
50
150
250
Tmt Teb Tmt Toj Qb Temv Tmt Temv
Litologi batuan di permukaan
-4,00
-3,50
-3,00
-2,50
-2,00
-1,50
-1,00
-,50
,00
,50
Kd
lm
an
(m
ea
a
k)
-4,00
-3,50
-3,00
-2,50
-2,00
-1,50
-1,00
-,50
,00
,50
la
(m
Ke
da
am
n
k)
TmtTeb
Teb
Temv TemvTmt
Toj
K= 0,0023 SI
K = 0,0025 SI
Tmt
K = 0,0024 SI
K = 0,0023 SIK = 0,0026 SIK = 0,0026 SI
K = 0,0025 SI
K = 0,072 SIK = 0,18 SI
A B
(Sujatmiko dan S. Santosa, 1992)
KETERANGAN
Fm. Citarate (K = 0,0023 SI )Tmt
Teb
Toj
Temv
Fm. Bayah ( K = 0,0025 SI)
Fm. Cijengkol (K = 0,0024 SI )
Fm. Cikotok ( K = 0,0026 SI )
Batuan Terobosan Bersifat Basa ( K = 0,18 SI )
Batuan terobosan bersifatasam ( K = 0,072 SI )
Anomali magnet diamati
Anomali Magnet dihitung
Sesar diperkirakan
Batuan terobosan bersifat asam
Batuan terobosan bersifat basa
a
b
A
B
Penampang C - D
Penampang ini ditarik sepanjang 16,5 km (Gambar
11) melalui pantai sebelah timur Desa Cimandiri
(Gambar 4), memotong kontur anomali magnet
dengan nilai antara 0 nT sampai -500 nT yang
berbentuk cekungan anomali. Di permukaan,
penampang ini secara geologis ditempati oleh batuan
Formasi Bayah (Teb), Cijengkol (Toj), dan Formasi
Cikotok (Temv), serta batuan terobosan Dasit
(Tmda).
Hasil pemodelan memperlihatkan struktur bawah
permukaan (Gambar 11). Anomali magnet yang
mencapai nilai -500 nT dan membentuk cekungan
anomali antara km 4 sampai km 10 pada
penampang C-D, diakibatkan oleh adanya bentuk
tubuh batuan yang mempunyai sifat kerentanan
magnet (kerentanan K = 0,057 SI) yang mengalasi
batuan sedimen Tersier di atasnya seperti dijelaskan
di atas. Lapisan batuan dengan K= 0,057 SI
dinyatakan sebagai batuan terobosan Dasit (Tmda)
sesuai dengan yang tersingkap di sekitar km 5 dan
km 14 pada penampang CD. Batuan terobosan yang
tersingkap antara km 5 sampai sekitar km 8 pada
penampang CD cukup dangkal (sekitar 500 m dari
permukaan), dan selanjutnya secara tiba-tiba pada
km 9, batuan ini turun mencapai kedalaman sekitar
2000 m. Adanya penurunan secara tajam
diperkirakan sebagai akibat adanya struktur patahan
di daerah tersebut. Pada km 14 pada penampang CD,
batuan terobosan ini menerobos ke atas, sehingga
muncul di permukaan seperti yang tersingkap dalam
peta geologi (Gambar 4).
Penampang E - F
Penampang ini ditarik sepanjang 32,5 km (Gambar
12) melalui pantai sebelah timur Desa Ubruk sampai
ke sebelah timur Desa Ciminyak di bagian utara
(Gambar 4). Penampang ini memotong anomali
magnet dengan nilai antara - 350 nT sampai +250
nT yang berbentuk tinggian dan rendahan. Pada
permukaan, penampang ini ditempati oleh batuan
vulkanik Tersier (Tpmt) dan batuan vulkanik Kuarter
( Qpv). Hasil pemodelan memperlihatkan struktur
bawah permukaan seperti terlihat pada Gambar 12.
Adanya anomali magnet bernilai antara -250 nT dan
JSDG Vol. XVI No. 5 September 2006298
Geo-Resources
J G S M
-350 nT yang membentuk cekungan anomali dari
Km 6 sampai Km 14 pada penampang E - F,
mencerminkan suatu lapisan batuan dengan nilai
kerentanan K = 0,067 SI pada kedalaman sekitar
1000 m di bawah lapisan batuan vulkanik Tersier
(Tpmt). Lapisan ini ditafsirkan sebagai batuan
terobosan.
Nilai anomali magnet antara -250 nT sampai +250
nT berbentuk kerucut, antara Km 14 sampai ujung
penampang dengan puncaknya terletak di sekitar Km
22, pada penampang E-F mencerminkan bentuk
tubuh batuan yang mempunyai sifat kerentanan
magnet (kerentanan K = 0,18 SI) pada kedalaman
sekitar 1500 m di bawah lapisan batuan vulkanik
Tersier (Tpmt). Puncak anomali magnet dengan nilai
mencapai +250 nT berbentuk kerucut yang terdapat
sekitar Km 22 pada penampang E - F, diakibatkan
oleh adanya penonjolan batuan dengan kerentanan K
= 0,18 SI pada kedalaman sekitar 500 m di bawah
lapisan batuan vulkanik Tersier. Dari hasil pemodelan
pada penampang EF diperoleh dua lapisan yang
berbeda kerentanannya pada kedalaman antara 500
m dan 1500 m di bawah lapisan batuan vulkanik
Tersier, yaitu K = 0,067 SI. Berdasarkan analisis
sifat fisika batuan (Tabel 1) kerentanan K= 0,067 SI
termasuk kelompok batuan beku asam, sedangkan
K= 0,18 SI ditafsirkan sebagai batuan terobosan
bersifat basa. Daerah kontak antara kedua lapisan
batuan ini diperkirakan sebagai garis (zone) patahan.
Dari hasil penafsiran kualitatif dan kuantitatif dapat
diperoleh gambaran struktur bawah permukaan di
daerah ini.
Pola anomali dengan nilai rendah -250 nT sampai -
650 nT berwarna biru pada peta anomali (Gambar
9), menempati hampir bagian tengah daerah
penelitian.
Sebaran anomali magnet bernilai rendah ini
mencerminkan adanya suatu jalur batuan di bawah
permukaan dengan sifat kemagnetan yang cukup
rendah. Apabila dikaitkan dengan hasil pemodelan
tiga penampang A - B, C - D, dan E - F yang dibuat
memotong anomali magnet rendah pada tiga tempat
yang berbeda, terlihat bahwa anomali magnet
rendah ini dipengaruhi oleh nilai kerentanan magnet
yang rendah pada daerah tersebut. Hal ini di
tafsirkan sebagai pengaruh batuan sedimen Tersier
dengan kerentanan magnet K berkisar antara 0,0024
SI 0,0026 SI yang muncul ke permukaan dan batuan
terobosan dengan intensitas kerentanan magnet K =
0,072 SI pada penampang A - B, kerentanan magnet
K = 0,067 SI pada penampang C - D dan K = 0,067
pada penampang E - F.
Apabila dikaitkan dengan kelurusan anomali
(Gambar 9) dan arah sesar (Gambar 5) yang terdapat
di daerah tersebut, seolah-olah daerah anomali
bernilai rendah tadi terletak pada jalur kelurusan
atau sesar yang berarah hampir barat-timur.
Ditemukannya batuan dengan nilai K 0,067 SI -
0,072 SI pada kedalaman antara 500 sampai 2000
m pada penampang pemodelan A - B dan E - F
menafsirkan adanya batuan terobosan yang bersifat
asam. Hal ini ditunjang oleh hasil pemodelan pada
penampang C - D dimana batuan terobosan dasit
(Tmda) mempunyai nilai K = 0,057 SI yang
tersingkap di permukaan.
Berdasarkan hal ini, jalur anomali magnet rendah
yang mendominasi bagian tengah daerah penelitian,
dengan arah hampir barat-timur diperkirakan sebagai
jalur yang ditempati oleh batuan terobosan bersifat
asam pada kedalaman antara 500 sampai 2000 dari
permukaan. Diperkirakan batuan terobosan ini
menerobos zone sesar yang berarah hampir barat-
timur.
Menjadi menarik untuk dikaji lebih jauh, karena jalur
anomali bernilai rendah ini ternyata melalui daerah
penambangan emas Cikotok dan singkapan batuan
Granodiorit Cihara (Tomg) yang terdapat di
pertengahan Sungai Cihara (Gambar 4). Menurut
Suparka (1980) batuan terobosan Granodiorit Cihara
(Tomg) yang tersingkap di sebelah utara Sungai
Cihara tersusun oleh mineral kuarsa (35 %),
plagioklas (40 %), orthoklas (10 %), amfibol (10 %),
dan mineral bijih (2 %). Emas dan perak yang
terdapat di Cikotok dan Cirotan ditemukan dalam
urat-urat kuarsa yang kompak (Koolhoven, 1929
dalam Tatis drr., 1968). Dari fakta-fakta ini sudah
barang tentu sifat kemagnetan batuan tersebut cukup
rendah. Berdasarkan hal di atas diperkirakan bahwa
jalur anomali bernilai rendah yang dibahas di atas
merupakan jalur batuan beku bersifat asam
(terobosan ?) yang bertindak sebagai pemicu adanya
mineralisasi di daerah tersebut.
JSDG Vol. XVI No. 5 September 2006 299
Geo-Resources
J G S M
-1,0 1,0 3,0 5,0 7,0 9,0 11,0 13,0 15,0 17,0 k m
J a r a k
= obs
nT
= calc
-500
-400
-300
-200
-100
0.0
Qa Teb Toj Tmda Toj Temv Teb Temv Toj
Tm
da
Toj
k m
-4,00
-3,50
-3,00
-2,50
-2,00
-1,50
-1,00
-,50
,00
,50
Ke
da
lam
an
(km
)
-1,0 1,0 3,0 5,0 7,0 9,0 11,0 13,0 15,0 17,0 k mJ a r a k
-4,00
-3,50
-3,00
-2,50
-2,00
-1,50
-1,00
-,50
,00
,50
Ke
da
lam
an
(km
)
K = 0,0025 SI
I
K = 0,00 4 S2 = 0K 0,0 24 SI
K = 0,0026 S
I
002
K =
0,
5 S
I
=0
26
K
,00S
I
0
04
S
K=
,02
I
K = 0,057 SI
c D
Litologi batuan di permukaan(Sujatmiko dan S. Santosa, 1992)
KETERANGANEndapan permukaan (K = 0,0003 SI )
Qa
Teb
Toj
Fm. Bayah ( K = 0.0025 SI)
Fm. Cijengkol (K = 0.0024 SI )
Temv Fm. Cikotok ( K = 0,0026 SI )
Batuan terobosan bersifat asam( K = 0,057 SI )
Anomali magnet diamati
Anomali magnet dihitung
Sesar diperkirakan
TojTojTeb TebTemv
Batuan terobosan bersifat asam
cD
a
b
Gambar 11. Penampang grafik anomali magnet lintasan C-D (a) dan penampang struktur bawah permukaan hasil pemodelan dengan program Gravmag pada lintasan C-D (b).
-2,0 2,0 6,0 10,0 14,0 18,0 22,0 26,0 30,0 34,0 k m
-2,0 2,0 6,0 10,0 14,0 18,0 22,0 26,0 30,0 34,0 k mJ a r a k (km)
Ke
da
lam
an
(Km
)
-350
-250
-150
-50
50
150
250nT
= obs = clc
Tpmt Tpmt TpmtQpvQpv
Ke
da
lam
an
(Km
)
-4,50
-3,50
-2,50
-1,50
-,50
,50
-4,50
-3,50
-2,50
-1,50
-,50
,50
K = 0,18 SI
K = 0,067 SI
K = 0,092 SI
K = 0.087 SI
?
KETERANGAN
Batuan vulkanik Tersier (K =0,092 SI)
Batuan vulkanik Quarter ( K = 0,087 SI)
Batuan terobosan bersifat basa ( K = 0,18 SI )
Batuan terobosan bersifat asam( K = 0,067 SI )
Anomali magnet diamati
Anomali magnet dihitung
Sesar diperkirakan
Litologi batuan dipermukaan(Sujatmiko dan S. Santosa, 1992)
?
E F
Batuan terobosan bersifat basa
Batuan terobosan bersifat asam
Batuan vulkanik Tersier
Batuan vulkanik Quarter
E
F
a
b
Gambar 12. Penampang grafik anomali magnet lintasan E-F (a) dan penampang struktur bawah permukaan hasil pemodelan dengan program Gravmag pada lintasan E-F (b).
JSDG Vol. XVI No. 5 September 2006300
Geo-Resources
J G S M
KESIMPULAN
nAnomali magnet rendah yang terdapat di daerah
penelitian, selain disebabkan oleh nilai
kerentanan magnet batuan sedimen dan batuan
gunung api juga disebabkan oleh batuan
terobosan bersifat asam.
nPada penampang A-B ditemukan dua batuan
terobosan dengan kerentanan magnet berbeda,
yaitu K = 0,18 SI yang ditafsirkan sebagai
batuan terobosan bersifat basa. Hal ini diperkuat
dengan tersingkapnya batuan terobosan basal
(Qb) pada penampang A-B dan batuan dengan K
= 0,072 SI yang diperkirakan sebagai batuan
terobosan bersifat asam. Daerah kontak antara
kedua batuan ini ditafsirkan sebagai zone sesar.
nPada penampang C-D dan E-F di ditemukan
batuan dengan K = 0,057 SI dan K = 0,067 SI
pada kedalaman antara 500 sampai 2000 m
yang ditafsirkan sebagai batuan terobosan
bersifat asam.
nBatuan terobosan bersifat asam yang terdapat
pada ketiga penampang, diperkirakan sebagai
jalur batuan terobosan yang terbentuk pada zone
sesar, yang umumnya berarah barat-timur.
Adanya batuan terobosan Granodiorit Cihara
(Tomg) dengan ikutan jebakan emas di daerah
Cikotok dan Cirotan terletak pada jalur anomali
rendah ini. Batuan terobosan ini diperkirakan
berperan besar dalam proses terjadinya
mineralisasi logam sulfida di daerah tersebut,
seperti emas (Au) dan perak (Ag) di daerah
Cikotok dan Cirotan.
nUntuk lebih mengetahui geometri batuan
terobosan dengan rinci, disarankan agar
dilakukan penelitian lebih mendalam pada zone
anomali magnet rendah dengan metode gaya
berat dan geolistrik di daerah tersebut.
nSelain itu disarankan juga agar dilakukan
penelitian geomagnet ke arah utara daerah
penelitian, dengan tujuan untuk mengetahui
penyebaran anomali magnet bernilai rendah di
bagian utara, termasuk daerah penambangan
emas Pongkor.
Ucapan Terima Kasih
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Kepala
Pusat Survei Geologi, yang telah memberikan
kesempatan untuk melakukan penelitian dan
penulisan karya ilmiah ini.
ACUAN
Djamal, B., Hasan, R.S., Sumanang, Hartono,U., 2005, Laporan Geologi Daerah Bayah dan Sekitarnya,
Kabupaten Lebak Propinsi Banten. Laporan Teknis tidak diterbitkan, Pusat Penelitian dan
Pengembangan Geologi.
Golden Software, 2002, Surfer Mapping System, Golden, Colorado.
Hamilton, W., 1979, Tectonics of the Indonesian Region, US Government Printing Office, Washington, 69.p
Hunt, C.P., Moskowitz, B.M., Benerjee, 1995, Magnetic properties of rocks andmineral. In: Ahrens, T (ed), Rock
Physics and Phase Relation, Handbook of Physical Constant. American Geophysical Union, pp
189-203.
Katili, J.A., 1989, Evolution of the Southeast Asian Arc Complex, Geol. Indon., Vol. 12, No. 1, Jakarta, p. 119.
Sujatmiko dan Santosa, S., 1992, Peta Geologi Lembar Leuwidamar, Jawa, skala 1 ; 100.000, Pusat
Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.
Suparka, S., 1980, Batuan Intrusi Cihara dalam hubunganya dengan Mineralisasi Sulfida di Daerah Banten
Selatan Jawa Barat, Proyek Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya mineral dan Air. Sub
Proyek Sumber Daya Mineral Logam Dasar. NO. 08/LGPN/80.
Tatis, R., Badri. A. S., Sangadji, H. G., 1968, Ekplorasi, Penambangan dan Pengolahan Biidjih Emas pada PN.
Aneka Tambang Unit Pertambangan Emas Tjikotok Banten Selatan Djawa Barat. Laporan Kerdja
Praktek AGP.
JSDG Vol. XVI No. 5 September 2006 301
Geo-Resources
¦
J G S M