ANALISIS TINGKAT KEPATUHAN MEMBACA
LABEL PANGAN PADA MAHASISWA GIZI
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PUTRI SWASTANTI PANE
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Tingkat
Kepatuhan Membaca Label Pangan pada Mahasiswa Gizi Institut Pertanian Bogor
adalah benar karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2016
Putri Swastanti Pane
NIM I14120011
ABSTRAK
PUTRI SWASTANTI PANE. Analisis Tingkat Kepatuhan Membaca Label
Pangan pada Mahasiswa Gizi Institut Pertanian Bogor. Dibimbing oleh
Rimbawan.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat kepatuhan membaca
label pangan pada mahasiswa mayor Ilmu Gizi Institut Pertanian Bogor. Desain
penelitian yang digunakan adalah cross sectional study dengan jumlah contoh
sebanyak 90 orang. Teknik penarikan contoh dilakukan dengan metode multistage
sampling. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2016. Sebanyak 13.33%
contoh memiliki tingkat kepatuhan yang baik terhadap label pangan, 72.22%
berada pada kategori cukup, dan 14.44% memiliki tingkat kepatuhan yang kurang.
Uji korelasi Spearman menunjukkan adanya hubungan antara pengetahuan
mengenai susu dan pengetahuan mengenai label dengan jenjang semester. Uji
korelasi Spearman menunjukkan adanya hubungan antara persepsi membaca label
pangan dengan sikap terhadap klaim produk susu (p <0.05). Selain itu, adanya
hubungan antara persepsi dan sikap dengan tingkat kepatuhan membaca label
pangan. Tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05) antara pengetahuan
mengenai label pangan dengan persepsi, sikap, dan tingkat kepatuhan membaca
label pangan.
Kata kunci : pengetahuan, persepsi, sikap, susu, tingkat kepatuhan
ABSTRACT
PUTRI SWASTANTI PANE. Analysis of Compliance Level on Reading Food
Label among Nutritional Science Students of Bogor Agricultural University.
Supervised by RIMBAWAN.
The aim of this study was to analyze the compliance levels on reading food
label among nutritional science students of Bogor Agricultural University (IPB).
The design of this study was cross sectional which involved 90 sample students.
The sampling method was multistage sampling. Nutritional science students were
grouped based on difference years in entering IPB. This study was conducted on
March 2016. The result of this study showed as many as 13.33% samples had a
good compliance levels on reading food label, as many as 72.22% were in
sufficient category, and as many as 14.44% had a poor compliance levels on
reading food label. Spearman correlation test showed that there was correlation
in knowledge about milk and knowledge about food label among students with
semester levels of samples. Spearman correlation test showed that there was
significant correlation between perception of reading food label and attitude
toward to milk product claims (p<0.05). There was also correlation between
perception, attitude, and compliance levels on reading food label. There was no
correlation between knowledge about food label with perception, attitude, and
compliance levels on reading food label.
Keywords : attitude, compliance levels, knowledge, milk, perception
ANALISIS TINGKAT KEPATUHAN MEMBACA
LABEL PANGAN PADA MAHASISWA GIZI
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PUTRI SWASTANTI PANE
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Gizi
dari program studi ilmu gizi pada
Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
Judul Skripsi: Analisis Tingkat Kepatuhan Membaca Label Pangan pada
Mahasiswa Gizi Institut Pertanian Bogor
Nama : Putri Swastanti Pane
NIM : I14120011
Disetujui oleh
Dr. Rimbawan
Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Rimbawan
Ketua Departemen
Tanggal Lulus :
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
karunia-Nya sehingga karya ilmiah dengan judul Analisis Tingkat Kepatuhan
Membaca Label Pangan pada Mahasiswa Gizi Institut Pertanian Bogor berhasil
diselesaikan. Karya ilmiah ini berhasil diselesaikan berkat bantuan dan dukungan
banyak pihak kepada penulis. Oleh karena itu, penulis ucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi
ini, khususnya kepada:
1. Orang tua dan keluarga penulis yang selalu memberikan dukungan, doa, serta
motivasi kepada penulis.
2. Dr. Rimbawan selaku dosen pembimbing skripsi yang senantiasa memberikan
banyak bimbingan, wawasan, pengetahuan, dan motivasi kepada penulis.
3. Prof. Dr. Ir. Siti Madanijah, MS selaku dosen pemandu dan penguji yang
telah memberikan arahan dan pembelajaran yang berharga bagi penulis.
4. Seluruh teman-teman Gizi Masyarakat mulai dari angkatan 49 (AKG 49), 50
(AUREGIO), 51 (CREAVASTA), dan Gizi 52 yang telah berpartisipasi
dalam penelitian ini.
5. Sahabat-sahabat penulis yang selalu memberikan semangat kepada penulis
untuk menyelesaikan karya ilmiah ini.
6. Teman-teman AKG 49 atas segala doa, bantuan, semangat dan kasih
sayangnya selama ini kepada penulis.
7. Seluruh dosen dan staf Gizi Masyarakat yang telah memberikan berbagai
ilmu pengetahuan berharga dan bantuan yang memudahkan penulis dalam
menyelesaikan tugas akhir ini.
Tidak lupa penulis memohon maaf atas segala kekurangan dalam
penyusunan karya ilmiah ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun
sangat diharapkan oleh penulis. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi banyak
pihak.
Bogor, Agustus 2016
Putri Swastanti Pane
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI i
DAFTAR TABEL ii
DAFTAR GAMBAR iii
DAFTAR LAMPIRAN iii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
Tujuan Umum 2
Tujuan Khusus 2
Hipotesis 3
Manfaat Penelitian 3
KERANGKA PEMIKIRAN 4
METODE 6
Desain, Lokasi, dan Waktu 6
Jumlah dan Penarikan Contoh 6
Jenis dan Cara Pengumpulan Data 7
Pengolahan dan Analisis Data 9
Definisi Operasional 12
HASIL DAN PEMBAHASAN 13
Gambaran Karakteristik Contoh 13
Gambaran Karakteristik Keluarga 15
Sumber Memperoleh Informasi Mengenai Label Pangan 17
Pengetahuan Mengenai Susu 18
Pengetahuan Mengenai Label Pangan 19
Persepsi Mengenai Label Pangan 20
Sikap Terhadap Klaim Produk Susu 21
Tingkat Kepatuhan Membaca Label Pangan 22
Peringkat Prioritas Membaca Keterangan Label Pangan 23
Produk Susu yang Dikonsumsi Contoh 25
Hubungan antara Variabel 31
SIMPULAN DAN SARAN 37
Simpulan 37
Saran 38
ii
DAFTAR PUSTAKA 39
LAMPIRAN 42
RIWAYAT HIDUP 53
DAFTAR TABEL
1 Jenis dan cara pengumpulan data 8
2 Kategori penilaian variabel karakteristik individu dan keluarga 10
3 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin 13
4 Sebaran contoh berdasarkan usia 14
5 Sebaran contoh berdasarkan uang saku 14
6 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga 15
7 Sebaran contoh berdasarkan pendidikan orang tua 15
8 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan orang tua 16
9 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan orang tua 16
10 Sebaran contoh berdasarkan sumber memperoleh informasi label 17
11 Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan mengenai susu 18
12 Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan mengenai label pangan 19
13 Sebaran contoh berdasarkan persepsi mengenai label pangan 20
14 Sebaran contoh berdasarkan sikap terhadap klaim produk susu 21
15 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kepatuhan membaca label pangan 22
16 Sebaran contoh berdasarkan peringkat prioritas membaca keterangan
label
24
17 Sebaran contoh berdasarkan merek produk susu yang dikonsumsi 25
18 Sebaran contoh berdasarkan alasan mengonsumsi produk susu 26
19 Harga produk susu yang dikonsumsi contoh 26
20 Kelengkapan keterangan label yang tercantum pada produk susu 27
21 Perbandingan klaim produk susu dengan peraturan 28
22 Hubungan sumber informasi memperoleh label dengan pengetahuan,
persepsi, sikap, dan tingkat kepatuhan membaca label pangan
31
23 Hubungan karakteristik individu dengan pengetahuan mengenai susu
dan label pangan
32
24 Hubungan karakteristik individu dengan persepsi, sikap, dan tingkat
kepatuhan membaca label pangan
33
25 Hubungan karakteristik keluarga dengan pengetahuan mengenai susu
dan label pangan
33
26 Hubungan karakteristik keluarga dengan persepsi, sikap, dan tingkat
kepatuhan membaca label pangan
34
27 Hubungan antara pengetahuan mengenai susu, pengetahuan mengenai
label, persepsi mengenai label pangan dengan sikap terhadap klaim
produk susu
35
28 Hubungan antara pengetahuan mengenai label, persepsi mengenai label,
sikap terhadap klaim produk susu dengan tingkat kepatuhan membaca
label pangan
36
iii
DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka pemikiran 5
2 Skema proses penarikan contoh penelitian 7
DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil survei terhadap mahasiswa IPB mengenai produk pangan
kemasan yang paling sering dikonsumsi
42
2 Uji normalitas data 42
3 Hasil korelasi sumber memperoleh informasi mengenai label dengan
pengetahuan mengenai label, persepsi mengenai label, sikap terhadap
klaim produk susu, dan tingkat kepatuhan membaca label pangan
42
4 Kuesioner penelitian 43
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Keamanan pangan merupakan salah satu aspek penting yang harus
diperhatikan setiap orang untuk hidup sehat dan aman. Pangan dikatakan aman
apabila kondisi pangan secara keseluruhan baik secara jasmani dan rohani
memenuhi kriteria pangan yang aman. Pangan tersebut bebas dari segala cemaran
yang membahayakan konsumen, baik cemaran secara biologis, fisika, maupun
kimiawi. Pangan yang aman dan bergizi serta bermutu tinggi berperan penting
bagi pertumbuhan, pemeliharaan, dan peningkatan kecerdasan serta derajat
kesehatan masyarakat (Saparinto 2006).
Salah satu pesan yang tercantum dalam Pedoman Gizi Seimbang (PGS)
menyatakan pentingnya membaca label pangan. Label pangan adalah setiap
keterangan tentang pangan yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya,
atau bentuk lain yang disertakan pada pangan, dimasukkan ke dalam, ditempelkan
pada, atau merupakan bagian kemasan pangan berdasarkan Undang undang
Nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan. Membaca label pangan pada produk
kemasan dengan benar dan tepat berfungsi untuk melindungi konsumen dari
konsumsi pangan yang tidak aman. Selain itu, membaca label pangan juga
bermanfaat bagi konsumen untuk mengetahui informasi nilai gizi yang tertera
serta mengetahui kebenaran informasi produk terutama produk yang memiliki
klaim terkait gizi, kesehatan, ataupun hal lainnya.
Survei yang dilakukan oleh Badan Perlindungan Konsumen Nasional
(BPKN) pada tahun 2007 menyebutkan bahwa hanya sebesar 6.7% konsumen di
Indonesia yang memperhatikan kelengkapan label pangan suatu produk. Hasil
berbeda ditunjukkan oleh survei yang dilakukan oleh Food Safety Authority of
Ireland (2009) yang menunjukkan bahwa sebesar 25% konsumen di Irlandia
selalu membaca label pangan ketika membeli suatu produk. Penelitian yang
dilakukan oleh Zahara dan Triyanti (2009) pada mahasiswa Fakultas Kesehatan
Masyarakat di Universitas Indonesia menunjukkan bahwa mahasiswa yang patuh
membaca label informasi zat gizi dan komposisi masing-masing adalah sebesar
39.1% dan 38.9%. Kondisi ini mencerminkan bahwa konsumen yang patuh
membaca label pangan di Indonesia masih tergolong rendah, meskipun ada
perbedaan yang cukup nyata antara mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat UI
dengan konsumen di Indonesia pada umumnya.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melaporkan bahwa pada
tahun 2015 pada triwulan IV sebanyak 742 (20.62%) label pangan dari 3 598 label
produk pangan yang diidentifikasi tidak memenuhi ketentuan (TMK). Selain itu,
sebanyak 1 130 (40.56%) dari 2 786 iklan pangan juga tidak memenuhi ketentuan.
Kondisi ini mencerminkan bahwa banyak produsen yang masih tidak sadar akan
pentingnya memenuhi peraturan yang telah ditetapkan. Pangan TMK dapat
berdampak pada jaminan keamanan pangan konsumen.
Klaim gizi dan kesehatan saat ini sering ditemukan pada banyak jenis
produk pangan, khususnya produk susu. Susu merupakan pangan yang diyakini
memiliki manfaat yang baik bagi konsumen. Survei pada mahasiswa Institut
Pertanian Bogor (IPB) dilakukan pada penelitian ini untuk mengetahui produk
2
pangan kemasan yang paling banyak dikonsumsi. Mahasiswa yang mengisi survei
berjumlah 124 orang. Sebagian besar mahasiswa (47.58%) memilih susu sebagai
produk yang paling sering dikonsumsi. Oleh karena itu, susu menjadi bagian dari
penelitian ini.
Peraturan yang telah ditetapkan oleh Kepala BPOM RI Nomor 13 tahun
2016 tentang Pengawasan Klaim dalam Label dan Iklan Pangan Olahan
menyebutkan bahwa klaim dalam label dan iklan pangan olahan harus benar, tidak
menyesatkan, dan perlu dikendalikan. Peraturan mengenai klaim diperlukan agar
masyarakat dapat terlindung dari pangan yang tidak aman. Masyarakat juga perlu
dilindungi dari klaim dalam label dan iklan pangan olahan yang tidak memenuhi
persyaratan keamanan, mutu, dan gizi pangan. Oleh karena itu, industri pangan
maupun produsen yang bergerak di bidang pangan wajib menaati segala peraturan
yang telah ditetapkan agar keselamatan konsumen dapat terjaga, termasuk saat
menyatakan klaim terhadap produk yang akan dijual.
Pemahaman dan pelaksanaan aturan yang telah ditetapkan mengenai label
pangan seharusnya dijalankan oleh setiap orang, khususnya mahasiswa gizi.
Mahasiswa sebagai civitas akademika diharapkan mampu memahami, mengawasi,
dan mengaplikasikan ilmu yang telah didapatkan sebagai contoh yang baik bagi
masyarakat. Hal tersebut dapat tercermin melalui pengetahuan yang baik
mengenai label pangan serta patuh terhadap membaca label pangan dan dapat
mengaplikasikan pengetahuan tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Kebiasaan
membaca label pangan memiliki dampak positif dalam mencegah konsumsi
pangan yang tidak aman.
Tujuan Penelitian
Tujuan umum
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk menganalisis tingkat kepatuhan
membaca label pangan pada mahasiswa mayor Ilmu Gizi Institut Pertanian Bogor.
Tujuan khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Mengidentifikasi pengetahuan, persepsi, sikap terhadap klaim produk susu,
dan tingkat kepatuhan membaca label pangan pada mahasiswa mayor Ilmu
Gizi Institut Pertanian Bogor.
2. Mengidentifikasi hubungan antara jenjang semester dengan pengetahuan,
persepsi, sikap terhadap klaim produk susu, dan tingkat kepatuhan membaca
label pangan pada mahasiswa mayor Ilmu Gizi Institut Pertanian Bogor.
3. Menganalisis prioritas contoh dalam membaca keterangan label pada
kemasan pangan.
4. Mengidentifikasi merek dan harga produk susu yang dikonsumsi contoh.
5. Menganalisis kesesuaian keterangan label dan klaim yang dicantumkan pada
produk susu yang dikonsumsi contoh dengan peraturan BPOM.
6. Menganalisis hubungan pengetahuan, persepsi, sikap terhadap klaim produk
susu, dan tingkat kepatuhan membaca label pangan pada mahasiswa mayor
Ilmu Gizi Institut Pertanian Bogor.
3
Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Adanya hubungan antara jenjang semester dengan pengetahuan mengenai
label pangan, persepsi mengenai label pangan, sikap terhadap klaim produk
susu, dan tingkat kepatuhan membaca label pangan.
2. Adanya hubungan antara pengetahuan mengenai label pangan, persepsi
mengenai label pangan, sikap terhadap klaim produk susu, dan tingkat
kepatuhan membaca label pangan pada mahasiswa gizi.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat dan
mahasiswa untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman terhadap label
pangan. Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi industri
pangan sebagai bahan masukan dalam mencantumkan informasi label pangan
secara tepat dan benar sesuai dengan prosedur. Hasil penelitian ini dapat
disampaikan kepada pemerintah, khususnya Badan Pengawas Obat dan Makanan
(BPOM) untuk mengkaji sejauh mana label pangan dan klaim produk dapat
dipahami dan diterapkan oleh mahasiswa.
4
KERANGKA PEMIKIRAN
Membaca keterangan label pangan adalah salah satu aspek penting yang
harus diperhatikan konsumen sebelum membeli produk. Kebiasaan membaca
label pangan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu karakteristik individu
(usia, jenis kelamin, dan uang saku) serta karakteristik keluarga (jumlah keluarga,
pendidikan orang tua, dan pendapatan orang tua). Pengetahuan mengenai label,
persepsi, dan sikap juga dapat berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan membaca
label pangan. Selain itu, sumber informasi mengenai label dan jenjang semester
(lamanya pendidikan) dapat mempengaruhi seseorang dalam membaca label
pangan.
Usia, jenis, kelamin, dan uang saku dapat berpengaruh terhadap tingkat
kepatuhan membaca label pangan. Semakin tinggi usia, maka pada umumnya
tingkat pengetahuan akan semakin tinggi yang dapat berdampak pula pada
kebiasaan atau perilaku seseorang terhadap suatu hal, termasuk membaca
keterangan label pangan. Penelitian yang dilakukan oleh Cowburn dan Stockley
(2004) menyebutkan bahwa faktor internal berupa usia, jenis kelamin, dan
pendapatan memiliki pengaruh terhadap perilaku konsumen dalam membaca label
pangan berupa informasi nilai gizi. Keluarga merupakan sarana utama dalam
membentuk pola pikir seseorang yang nantinya akan berdampak pada
pengetahuan, persepsi, sikap, dan perilaku. Oleh karena itu, keluarga baik secara
langsung maupun tidak langsung dapat membentuk kebiasaan dalam membaca
keterangan label.
Pengetahuan, persepsi, sikap, dan perilaku merupakan variabel-variabel
yang saling berkaitan satu sama lain. Seseorang dengan pengetahuan yang baik
cenderung akan mengimplementasikan pengetahuan tersebut dengan cara pandang
(persepsi) yang baik pula. Hal tersebut selanjutnya akan berdampak pada sikap
dan cara berperilaku. Pemahaman yang kurang mengenai suatu produk cenderung
menjadi suatu hambatan dalam menggunakan produk (Signal et al. 2008).
Memiliki sikap yang baik dan peduli dalam membaca keterangan label juga akan
berdampak pada tingkat kepatuhan membaca label pangan.
Pendidikan yang lebih tinggi cenderung memiliki pengetahuan yang lebih
luas (Sumarwan 2002). Jenjang semester yang lebih tinggi biasanya memiliki
pengetahuan yang lebih tinggi pula, terutama pada program studi yang sama. Hal
ini dapat disebabkan karena semester yang lebih tinggi mendapatkan pelajaran
yang lebih banyak mengenai gizi dan label pangan dibandingkan semester dengan
jenjang yang lebih rendah. Selain itu, sumber informasi yang dimiliki juga
berdampak pada tingkat pengetahuan yang juga dapat berpengaruh terhadap
tingkat kepatuhan membaca label pangan. Seseorang yang memiliki banyak
sumber pengetahuan cenderung memiliki pengetahuan yang lebih tinggi.
5
Keterangan :
= Variabel yang dianalisis
= Hubungan yang dianalisis
Gambar 1 Kerangka pemikiran analisis tingkat kepatuhan membaca label pangan
pada mahasiswa gizi IPB
Karakteristik
individu
1. Usia
2. Jenis kelamin
3. Uang saku
Karakteristik
keluarga
1. Jumlah
keluarga
2. Pendapatan
orang tua
3. Pendidikan
orang tua
Sumber informasi
label
Jenjang semester
Pemilihan pangan
Persepsi mengenai label
pangan
Pengetahuan mengenai
label pangan
Sikap terhadap klaim
produk
Tingkat kepatuhan
membaca label pangan
6
METODE
Desain, Lokasi, dan Waktu
Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study, yaitu sebuah
desain penelitian dengan cara mengumpulkan data dalam satu waktu serta tidak
berkelanjutan. Lokasi penelitian berada di kampus Dramaga Institut Pertanian
Bogor, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Penentuan lokasi dilakukan secara
purposive yang didasarkan pada pengambilan contoh karena kampus Dramaga
IPB memiliki mahasiswa mayor Ilmu Gizi yang mendapatkan mata kuliah dengan
materi label pangan. Pengambilan data dilaksanakan pada bulan Maret 2016.
Jumlah dan Cara Penarikan Contoh
Contoh pada penelitian ini adalah mahasiswa mayor Ilmu Gizi Institut
Pertanian Bogor yang dibedakan berdasarkan angkatan ketika masuk IPB, yaitu
semester 2, 4, 6, dan 8. Jumlah contoh penelitian ditentukan menggunakan rumus
Slovin (Umar 2005). Penarikan contoh didasarkan pada jumlah populasi
mahasiswa gizi.
n =
=
= 81
Keterangan:
n = jumlah mahasiswa yang dijadikan sebagai contoh
N = jumlah populasi mahasiswa mayor Ilmu Gizi IPB semester 2, 4, 6, 8
e = batas kesalahan pengambilan contoh (10%)
Jumlah contoh penelitian dengan menggunakan rumus Slovin adalah
sebesar 81 contoh. Jumlah yang dijadikan sebagai contoh penelitian menjadi 90
orang untuk memperkecil terjadinya kesalahan dalam penarikan contoh.
Penentuan jumlah contoh setiap angkatan dilakukan secara proporsional dengan
cara acak dan ditentukan berdasarkan jumlah mahasiswa dari masing-masing
angkatan dan lapis jenis kelamin. Sebaran contoh dilakukan dengan menggunakan
teknik penarikan sampel melalui multistage sampling. Teknik penarikan sampel
dapat dilihat pada Gambar 2.
ni =
Keterangan:
ni = jumlah contoh tiap subpopulasi
Ni = total subpopulasi
N = total populasi
n = jumlah contoh yang diambil
7
Gambar 2 Skema proses penarikan contoh penelitian
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dilakukan melalui pembagian kuesioner
terstruktur kepada contoh. Contoh mengisi sendiri kuesioner yang diberikan
setelah diberikan instruksi untuk mengisi kuesioner tersebut. Pengumpulan
kuesioner dilakukan pada hari yang sama dengan pengisian kuesioner untuk
mengurangi adanya bias pada jawaban contoh. Kuesioner segera dikumpulkan
setelah contoh selesai mengisi kuesioner.
Data yang dikumpulkan pada penelitian ini meliputi data primer dan data
sekunder. Pengambilan data primer didasarkan pada kerangka pemikiran yang
telah dibuat. Data primer yang dikumpulkan yaitu karakteristik individu (usia,
jenis kelamin, dan besarnya uang saku) serta karakteristik keluarga (jumlah
keluarga, pekerjaan orang tua, pendidikan orang tua, dan pendapatan orang tua).
Data primer lain yang dikumpulkan, yaitu sumber memperoleh informasi
mengenai label, tingkat (semester) mahasiswa gizi, prioritas contoh dalam
membaca keterangan label, produk susu yang dikonsumsi contoh, alasan contoh
mengonsumsi produk tersebut, pengetahuan mengenai susu, pengetahuan
mengenai label, persepsi mengenai label, sikap terhadap klaim produk susu, dan
tingkat kepatuhan membaca label pangan.
Survei kepada mahasiswa Institut Pertanian Bogor dilakukan untuk
mengetahui produk kemasan yang paling banyak dikonsumsi oleh mahasiswa.
Sebagian besar mahasiswa (47.58%) memilih produk susu sehingga produk susu
menjadi bagian dari penelitian ini. Survei produk susu yang dikonsumsi contoh
Mahasiswa
Gizi (439
orang)
Semester 2
(81 orang)
Semester 4
(106 orang)
Semester 6
(118 orang)
Semester 8
(134 orang)
Ni
L=16 orang
P=65 orang
Ni
L=10 orang
P=96 orang
Ni
L=18 orang
P=100 orang
Ni
L=25 orang
P=109 orang
ni
L=3 orang
P=13 orang
ni
L=3 orang
P=20 orang
ni
L=3 orang
P=21 orang
ni
L=5 orang
P=22 orang
8
kemudian dilakukan di salah satu supermarket di wilayah Dramaga Bogor untuk
mengetahui harga, keterangan label pangan, dan keterangan klaim yang tertera
pada kemasan. Survei ke supermarket dilakukan setelah mengetahui merek
produk susu yang dikonsumsi oleh contoh pada penelitian ini. Survei produk susu
dilaksanakan pada bulan April 2016.
Data sekunder diperoleh dari Komisi Pendidikan Departemen Gizi
Masyarakat untuk mengetahui jumlah mahasiswa gizi mulai dari semester 2,4 ,6,
dan 8 serta data jumlah mahasiswa laki-laki dan perempuan. Selain itu, data
sekunder juga diperoleh dari jurnal, skripsi, dan bacaan lainnya sebagai acuan dan
perbandingan pada penelitian ini.
Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data
No. Variabel Jenis data Cara pengumpulan
1 Karakteristik individu -Usia
-Jenis kelamin
-Uang saku
Kuesioner
2 Karakteristik keluarga -Jumlah keluarga
-Pekerjaan orang tua
-Pendidikan orang tua
-Pendapatan orang tua
Kuesioner
3 Sumber informasi label Sumber informasi label Kuesioner
4 Prioritas membaca label Urutan prioritas membaca
keterangan label
Kuesioner
Produk susu yang
dikonsumsi
Jenis (merek) produk susu Kuesioner
5 Tingkat (semester) Semester 2, semester 4,
semester 6, semester 8
Kuesioner
6 Pengetahuan mengenai susu kandungan zat gizi pada
susu, jenis protein pada
susu, jenis karbohidrat
pada susu, manfaat susu,
jenis-jenis susu menurut
teknik pembuatannya, dan
contoh pangan turunan
susu
Kuesioner
7 Pengetahuan mengenai label
pangan
pengertian label pangan,
ketetapan peraturan
undang-undang terkait
label pangan, keterangan
yang wajib dicantumkan
pada label kemasan,
keterangan mengenai
informasi nilai gizi, syarat
pencantuman klaim pada
kemasan pangan
Kuesioner
8 Persepsi merngenai label
pangan
pentingnya memiliki
pengetahuan mengenai
label pangan, pentingnya
membaca keterangan
minimum yang wajib
dicantumkan pada kemasan
pangan dan keterangan lain
yang tercantum pada label
pangan, kejujuran produsen
dalam pencantuman label
Kuesioner
9
Tabel 1 Jenis dan cara pengumuplan data (lanjutan)
No. Variabel Jenis data Cara pengumpulan
9 Sikap terhadap klaim produk
susu
pemahaman jenis klaim
yang tertera pada produk
susu, keinginan untuk
membandingkan klaim
antar produk, kepedulian
terhadap kebenaran klaim
yang tertera pada produk
susu, dan kesadaran dalam
memperhatikan pernyataan
klaim pada TV
Kuesioner
10 Kepatuhan membaca label
pangan
kepatuhan membaca
keterangan minimum yang
wajib dicantumkan dalam
kemasan pangan, membaca
keterangan informasi nilai
gizi, kecenderungan untuk
tidak membeli kemasan
pangan yang tidak
mencantumkan keterangan
minimum yang wajib
Kuesioner
Pengolahan dan Analisis Data
Data yang telah dikumpulkan selanjutnya dianalisis secara deskriptif dan
inferensia menggunakan Microsoft Excel 2007 dan Statistical Package for Social
Science (SPSS) version 16.0 for windows. Data diolah berupa entry, coding,
editing, dan cleaning yang selanjutnya akan dilakukan analisis. Analisis statistik
deskriptif yang digunakan meliputi rata-rata, nilai maksimum, nilai minimum,
tabulasi silang, dan standar deviasi. Analisis statistik deskriptif dilakukan untuk
mengidentifikasi karakteristik individu (usia, jenis kelamin, dan besarnya uang
saku) serta karakteristik keluarga (besar keluarga, pekerjaan orang tua, pendidikan
orang tua, dan pendapatan orang tua). Selain itu, analisis statistik deskriptif juga
dilakukan untuk mengidentifikasi variabel lain, yaitu sumber memperoleh
informasi mengenai label pangan, pengetahuan mengenai susu, pengetahuan
mengenai label pangan, persepsi mengenai label pangan, sikap terhadap klaim
produk susu, dan tingkat kepatuhan membaca label pangan. Variabel-variabel
yang diteliti pada penelitian ini diberi skor penilaian sesuai skala yang digunakan
untuk masing-masing variabel.
Sebagian besar pengkategorian data didasarkan pada nilai rata-rata dan
nilai median. Perhitungan data yang memiliki distribusi normal menggunakan
nilai rata-rata dan standar deviasi, sedangkan data yang memiliki distribusi tidak
normal menggunakan nilai median dan inter quartil range (IQR) (Hastono 2008).
Pengolahan data dengan analisis statistik inferensia juga dilakukan pada penelitian
ini. Analisis statistik inferensia meliputi uji normalitas, uji korelasi, dan uji
validitas. Uji normalitas dilakukan untuk melihat sebaran data tergolong normal
atau tidak. Uji normalitas yang dilakukan adalah uji Kolmogorov-Smirnov. Data
yang normal pada penelitian ini adalah tingkat kepatuhan membaca label pangan,
sementara variabel lain memiliki sebaran data yang tidak normal. Hubungan
10
antara usia, uang saku, besar keluarga, pendidikan orang tua, dan pendapatan
orang tua dilakukan menggunakan uji Spearman. Selain itu, uji korelasi Spearman
juga dilakukan untuk melihat hubungan antara sumber memperoleh informasi
dengan pengetahuan, persepsi, sikap, dan tingkat kepatuhan membaca label
pangan. Uji korelasi Spearman juga digunakan untuk melihat hubungan antara
pengetahuan, persepsi, sikap, dan tingkat kepatuhan dengan jenjang semester.
Hubungan antara jenis kelamin dengan pengetahuan, persepsi, sikap, dan tingkat
kepatuhan membaca label pangan dilakukan dengan uji Chi Square. Hubungan
antara variabel pengetahuan, persepsi, sikap, dan tingkat kepatuhan menggunakan
uji korelasi Spearman.
Pertanyaan pada kuesioner sebagian besar merupakan pertanyaan tertutup.
Uji validitas dan realibilitas kuesioner dilakukan sebelum pengambilan data.
Sebanyak 35 orang responden dipilih untuk mengisi kuesioner. Pertanyaan yang
diuji validitas dan reliabilitasnya meliputi pengetahuan mengenai susu,
pengetahuan mengenai label pangan, persepsi mengenai label pangan, sikap
terhadap klaim produk susu, dan tingkat kepatuhan membaca label pangan. Ada
beberapa pertanyaan yang tidak valid sehingga pertanyaan-pertanyaan tersebut
dihapus agar pertanyaan yang diajukan menjadi valid. Setiap bagian pertanyaan
juga dilakukan uji realibilitas untuk mengetahui kekonsistenan pertanyaan.
Karakteristik Individu dan Keluarga
Karakteristik individu didasarkan pada usia, jenis kelamin, dan besar uang
saku, serta jenjang semester contoh. Karakteristik keluarga didasarkan pada
jumlah keluarga, pekerjaan orang tua, pendidikan orang tua, dan pendapatan orang
tua. Berikut ini merupakan tabel rujukan mengenai kategori penilaian variabel
karakteristik individu dan karakteristik keluarga.
Tabel 2 Kategori penilaian variabel karakteristik individu
No. Karakteristik contoh Kategori Acuan
1 Usia <18 tahun
18-21 tahun
>21 tahun
Nilai kuartil
data
2 Jenis kelamin Laki-laki
Perempuan
3 Uang saku <Rp800 000
Rp800 000 – Rp1 500 000
>Rp1 500 000
Nilai kuartil
data
4 Tingkat (semester) Semester 2
Semester 4
Semester 6
Semester 8
1 Jumlah keluarga ≤ 4 orang (kecil)
5-7 orang (sedang)
≥8 orang (besar)
BKKBN
(1998)
2 Pendapatan orang
tua
< Rp2 000 000
Rp2 000 000 – Rp7 500 000
>Rp7 500 000
Nilai kuartil
data
3 Pendidikan orang
tua
Tidak sekolah, Tidak tamat SD, SD/sederajat,
SMP/sederajat, SMA/sederajat, Diploma/sederajat,
S1/S2/S3
4 Pekerjaan orang tua Tidak bekerja, PNS/Polri/ABRI, BUMN, Pegawai
swasta, Petani, Buruh, Pedagang, Wirausaha, Yang
lain
11
Sumber Memperoleh Informasi Mengenai Label Pangan
Sumber memperoleh informasi mengenai label pangan terdiri dari media,
buku, teman, dan lainnya. Setiap sumber informasi diberikan nilai 1 sehingga total
maksimum nilai contoh dalam sumber memperoleh informasi mengenai label
pangan yaitu 4. Nilai minimum adalah 0.
Pengetahuan Mengenai Susu
Variabel pengetahuan mengenai susu dinilai berdasarkan kemampuan
contoh menjawab pertanyaan yang diajukan mengenai hal-hal yang berkaitan
dengan susu. Penelitian dilakukan dengan memberikan nilai 0 pada jawaban salah
dan nilai 1 pada jawaban benar. Setelah itu, skor total dari setiap variabel diindeks
menjadi skala 0-100. Bobot nilai yang sudah dijumlahkan kemudian dikategorikan
menjadi tiga menurut nilai median dan kuartil. Kategori pengetahuan susu
dibedakan menjadi tiga, yaitu baik (>80), cukup (60-80), dan kurang (<60).
Pengetahuan Mengenai Label Pangan
Variabel pengetahuan mengenai label pangan dinilai berdasarkan
kemampuan contoh menjawab pertanyaan yang diajukan. Pertanyaan yang
diajukan adalah hal-hal yang berkaitan dengan label pangan. Penilaian dilakukan
dengan memberikan nilai 0 pada jawaban salah dan nilai 1 pada jawaban benar.
Setelah itu, skor total dari setiap variabel diindeks menjadi skala 0-100. Bobot
nilai yang sudah dijumlahkan kemudian dikategorikan menjadi tiga menurut nilai
median dan kuartil. Kategori pengetahuan label dibedakan menjadi tiga, yaitu baik
(>73), cukup (53-73), dan kurang (<53).
Persepsi Mengenai Label Pangan
Variabel persepsi mengenai label pangan diukur melalui pernyataan-
pernyataan dengan hasil data ordinal. Penelitian dilakukan menggunakan skala
Likert dengan empat pilihan jawaban yaitu, “sangat tidak setuju” yang diberi skor
penilaian satu, “tidak setuju” yang diberi skor dua, “setuju” dengan skor penilaian
tiga, atau “sangat setuju” yang diberi skor penilaian empat. Skor dari setiap
pernyataan selanjutnya dikompositkan berdasarkan masing-masing variabel.
Setelah itu, skor total dari setiap variabel diindeks menjadi skala 0-100. Bobot
nilai yang sudah dijumlahkan kemudian dikategorikan menjadi tiga menurut nilai
median dan kuartil. Kategori persepsi mengenai label pangan dibedakan menjadi
tiga, yaitu baik (>93), cukup (82.75-93), dan kurang (<82.75).
Sikap Terhadap Klaim Produk Susu
Variabel sikap terhadap klaim produk susu diukur melalui pernyataan-
pernyataan dengan hasil data ordinal. Penelitian dilakukan menggunakan skala
Likert dengan empat pilihan jawaban yaitu, “sangat tidak setuju” yang diberi skor
penilaian satu, “tidak setuju” yang diberi skor dua, “setuju” dengan skor penilaian
tiga, atau “sangat setuju” yang diberi skor penilaian empat. Setelah itu, skor total
dari setiap variabel diindeks menjadi skala 0-100. Bobot nilai yang sudah
dijumlahkan kemudian dikategorikan menjadi tiga menurut nilai median dan
kuartil. Kategori sikap terhadap klaim produk susu dibedakan menjadi tiga, yaitu
baik (>80.75), cukup (69.50-80.75), dan kurang (<69.50).
12
Tingkat Kepatuhan Membaca Label Pangan
Variabel kepatuhan membaca label pangan dilakukan untuk
mengidentifikasi tingkat kepatuhan contoh dalam membaca label pangan. Empat
pilihan jawaban yang disediakan yaitu, “selalu”, “sering”, “jarang”, dan tidak
pernah. Pilihan jawaban “selalu” diberikan nilai 4, “sering diberikan nilai 3,
“jarang” diberikan nilai 2, dan “tidak pernah” diberikan nilai 1. Setelah itu, skor
total dari setiap variabel diindeks menjadi skala 0-100. Bobot nilai yang sudah
dijumlahkan kemudian dikategorikan menjadi tiga menurut nilai rata-rata (mean)
dan standar deviasi. Kategori tingkat kepatuhan membaca label pangan dibedakan
menjadi tiga, yaitu baik (>80.49), cukup (62.14-80.49), dan kurang (<62.14).
Definisi Operasional
Contoh mahasiswa gizi Institut Pertanian Bogor mulai dari semester dua, empat,
enam, dan delapan pada tahun 2016.
Label pangan keterangan yang memuat sejumlah informasi dari suatu produk
yang dikonsumsi oleh contoh yang dapat berbentuk gambar, tulisan, maupun
keduanya.
Karakteristik individu ciri khas contoh yang mungkin berpengaruh terhadap
pengetahuan label pangan, persepsi, kepatuhan membaca label pangan, dan sikap
terhadap klaim produk susu meliputi jenis kelamin, usia, dan uang saku.
Karakteristik keluarga faktor-faktor pada keluarga yang mungkin berpengaruh
terhadap pengetahuan mengenai label pangan, persepsi mengenai label pangan,
sikap terhadap klaim produk susu, dan kepatuhan membaca label pangan meliputi
jumlah keluarga, pendapatan orang tua, dan pendidikan orang tua.
Pengetahuan mengenai label pangan semua informasi yang dimiliki contoh
mengenai label pangan yang dinilai berdasarkan skala salah (0) dan benar (1) dan
dikategorikan menjadi baik, cukup, kurang. Pertanyaan yang diajukan meliputi
pengertian label pangan, ketetapan peraturan undang-undang terkait label pangan,
keterangan yang wajib dicantumkan pada label kemasan, keterangan mengenai
informasi nilai gizi, syarat pencantuman klaim pada kemasan pangan.
Pengetahuan mengenai susu semua informasi yang dimiliki contoh mengenai
susu yang dinilai berdasarkan skala salah (0) dan benar (1) dan dikategorikan
menjadi baik, cukup, kurang. Pertanyaan yang diajukan meliputi kandungan zat
gizi pada susu, jenis protein pada susu, jenis karbohidrat pada susu, manfaat susu,
jenis-jenis susu menurut teknik pembuatannya, dan contoh pangan turunan susu.
Peringkat membaca label pangan kebiasaan contoh dalam memprioritaskan
membaca keterangan pada label pangan yang pertama kali diperhatikan saat
membaca keterangan label.
Persepsi mahasiswa terhadap label pangan dan klaim produk penilaian atau
sudut pandang contoh mengenai label produk pangan. Kuesioner persepsi
mengenai label pangan dinyatakan dengan skala Likert (1=sangat tidak setuju,
2=tidak setuju, 3=setuju, dan 4=sangat setuju). Pertanyaan yang diajukan meliputi
pentingnya memiliki pengetahuan mengenai label pangan, pentingnya membaca
keterangan minimum yang wajib dicantumkan pada kemasan pangan dan
keterangan lain yang tercantum pada label pangan, kejujuran produsen dalam
pencantuman label.
13
Sikap mahasiswa terhadap klaim produk susu kecenderungan contoh dalam
bersikap terhadap klaim produk susu. Kuesioner sikap terhadap klaim produk susu
dinyatakan dengan skala Likert (1=sangat tidak setuju, 2=tidak setuju, 3=setuju,
dan 4=sangat setuju). Pertanyaan yang diajukan meliputi pemahaman jenis klaim
yang tertera pada produk susu, keinginan untuk membandingkan klaim antar
produk, kepedulian terhadap kebenaran klaim yang tertera pada produk susu, dan
kesadaran dalam memperhatikan pernyataan klaim pada TV.
Sumber memperoleh informasi mengenai label pangan semua informasi yang
diperoleh contoh melalui sumber, yaitu media, buku, teman, dan lainnya. Nilai
maksimum adalah 4 dan nilai minimum adalah 0.
Tingkat kepatuhan mahasiswa membaca label pangan kebiasaan contoh dalam
membaca label produk pangan pada kemasan. Kuesioner perilaku membaca label
pangan terdiri dari empat pilihan jawaban (1=tidak pernah, 2=jarang, 3=sering,
dan 4=selalu). Pertanyaan yang diajukan meliputi kepatuhan membaca keterangan
minimum yang wajib dicantumkan dalam kemasan pangan, membaca keterangan
informasi nilai gizi, kecenderungan untuk tidak membeli kemasan pangan yang
tidak mencantumkan keterangan minimum yang wajib.
Uang saku sejumlah uang yang diterima contoh dalam satu bulan yang digunakan
untuk memenuhi kebutuhan pangan dan non pangan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Karakteristik Contoh
Jenis Kelamin
Contoh pada penelitian ini meliputi mahasiswa perempuan dan laki-laki
dan dibagi berdasarkan jenjang semester. Sebaran contoh berdasarkan jenis
kelamin dirujuk pada Tabel 3. Berikut ini merupakan tabel rujukan hasil
perhitungan sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin.
Tabel 3 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin
Jenis kelamin Semester 2 Semester 4 Semester 6 Semester 8 Total
n % n % n % n % n %
Laki-laki 3 18.75 3 13.04 3 12.50 5 18.52 14 15.56
Perempuan 13 81.25 20 86.96 21 87.50 22 81.48 76 84.44
Total 16 100.00 23 100.00 24 100.00 27 100.00 90 100.00
Sebagian besar contoh (84.44%) berjenis kelamin perempuan, sedangkan
sisanya (15.56%) berjenis kelamin laki-laki. Tabel 3 menunjukkan bahwa
persentase sebaran contoh terbanyak berada pada jenjang semester 8, sedangkan
contoh terkecil adalah semester 2. Pembagian ini diperoleh berdasarkan
perhitungan jumlah contoh secara multistage sampling berdasarkan lapis jenis
kelamin. Penentuan jumlah contoh ini dilakukan secara proporsional.
14
Usia
Usia contoh dikategorikan berdasarkan nilai kuartil dan diperoleh tiga
kategori, yaitu <19 tahun, 19-21 tahun, dan >21 tahun. Sebaran contoh
berdasarkan usia dirujuk pada Tabel 4. Hasil yang diperoleh adalah sebagai
berikut.
Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan usia
Usia Semester 2 Semester 4 Semester 6 Semester 8 Total
n % n % n % n % n %
<19 tahun 7 43.75 3 13.04 0 0.00 0 0.00 10 11.11
19-21 tahun 9 56.25 20 86.96 23 95.83 21 77.78 73 81.11
>21 tahun 0 0.00 0 0.00 1 4.17 6 22.22 7 7.78
Total 16 100.00 23 100.00 24 100.00 27 100.00 90 100.00
Min-Maks 17-19 18-21 19-21 19-22 17-22
Rata-rata±SD 18.44±0.73 19.30±0.74 20.29±0.75 21.00±0.65 19.32±1.19
Sebagian besar contoh (81.1%) berusia diantara 19-21 tahun dengan rata-
rata usia seluruh contoh 19.32 tahun. Perbedaan usia antar contoh tidak terpaut
jauh. Contoh yang berada pada jenjang semester 2 memiliki persentase usia <19
tahun yang lebih besar dibandingkan dengan semester yang lain. Contoh yang
berada pada jenjang semester 8 memiliki persentase usia >21 tahun yang lebih
besar dibandingkan contoh pada jenjang semester lainnya.
Uang Saku
Uang saku contoh dibedakan menjadi tiga kategori, yaitu <Rp 800 000,
Rp800 000 – Rp1 500 000, dan > Rp1 500 000. Pengkategorian ini didasarkan
pada nilai kuartil data. Sebaran contoh berdasarkan uang saku dirujuk pada Tabel
5. Berikut ini merupakan tabel deskripsi uang saku contoh.
Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan uang saku
Uang saku Semester 2 Semester 4 Semester 6 Semester 8 Total
n % n % n % n % n %
< Rp800 000 3 18.75 6 26.09 6 25.00 3 11.11 18 20.00
Rp800 000 - Rp1 500 000 13 81.25 14 60.87 15 62.50 23 85.19 65 72.22
> Rp1 500 000 0 0.00 3 13.04 3 12.50 1 3.70 7 7.78
Total 16 100 23 100 24 100 27 100 90 100
Min-Maks Rp300 000 - Rp3 000 000
Rata-rata±SD Rp111 296.3±Rp358 842
Sebagian besar contoh (72.22%) memiliki uang saku yang berada pada
kategori Rp800 000 – Rp1 500 000. Contoh dengan uang saku terbesar, yaitu
lebih dari Rp1 500 000 paling banyak ditemukan pada semester 4. Uang saku
terkecil (kurang dari Rp800 000) juga paling banyak ditemukan pada semester 4.
Rata-rata uang saku contoh adalah Rp111 296.3 dengan standar deviasi adalah
Rp358 842.
15
Gambaran Karakteristik Keluarga Contoh
Besar Keluiarga
BKKBN (1998) mengkategorikan besar keluarga menjadi tiga kategori,
yaitu keluarga kecil (≤ 4 orang), sedang (5-7 orang), dan besar (≥ 8 orang).
Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga dirujuk pada Tabel 6. Berikut ini
merupakan hasil perhitungan besar keluarga.
Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga
Besar Semester 2 Semester 4 Semester 6 Semester 8 Total
keluarga n % n % n % n % n %
Kecil 9 56.25 9 39.13 9 37.50 8 29.63 35 38.89
Sedang 7 43.75 14 60.87 14 58.33 18 66.67 53 58.89
Besar 0 0.00 0 0.00 1 4.17 1 3.70 2 2.22
Tabel 6 menunjukkan bahwa sebagian besar (58.89%) keluarga contoh
berada pada kategori keluarga sedang. Hanya sebesar 2.22% keluarga contoh yang
berada pada kategori besar, dan sisanya termasuk kategori kecil. Besar keluarga
dengan kategori keluarga kecil paling banyak ditemukan di semester 2, sedangkan
kategori keluarga sedang paling banyak ditemukan pada semester 8.
Pendidikan Orang Tua
Pendidikan orang tua didasarkan pada jenjang sekolah, yaitu tidak sekolah,
tidak tamat SD, SD/sederajat, SMP/sederajat, SMA/sederajat, Diploma, dan
S1/S2/S3. Berikut ini merupakan sebaran pendidikan orang tua conrtoh.
Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan pendidikan orang tua
Kategori Semester 2 Semester 4 Semester 6 Semester 8 Total
n % n % n % n % n %
Ayah
Tidak sekolah 0 0.00 0 0.00 1 4.17 0 0.00 1 1.11
Tidak tamat SD 0 0.00 1 4.35 1 4.17 1 3.70 3 3.33
SD/sederajat 3 18.75 1 4.35 2 8.33 1 3.70 7 7.78
SMP/sederajat 0 0.00 1 4.35 4 16.67 0 0.00 5 5.56
SMA/sederajat 8 50.00 5 21.74 8 33.33 11 40.74 32 35.56
Diploma 1 6.25 0 0.00 1 4.17 1 3.70 3 3.33
S1/S2/S3 4 25.00 15 65.22 7 29.17 13 48.15 39 43.33
Total 16 100.00 23 100 24 100 27 100.00 90 100
Ibu
Tidak sekolah 0 0.00 0 0.00 0 0.00 0 0.00 0 0.00
Tidak tamat SD 0 0.00 1 4.35 1 4.17 2 7.41 4 4.44
SD/sederajat 2 12.50 1 4.3 5 5 20.83 2 7.41 10 11.11
SMP/sederajat 0 0.00 3 13.04 3 12.50 4 14.81 10 11.11
SMA/sederajat 7 43.75 7 30.43 7 29.17 11 40.74 32 35.56
Diploma 0 0.00 3 13.04 2 8.33 3 11.11 8 8.89
S1/S2/S3 7 43.75 8 34.78 6 25.00 5 18.52 26 28.89
Total 16 100 23 100 24 100 27 100 90 100
16
Tabel 7 menunjukkan bahwa hampir sebagian besar (43.33%) ayah contoh
berpendidikan Sarjana, diikuti dengan pendidikan SMA/sederajat sebesar 35.56%,
sedangkan persentase terkecil yaitu tidak bersekolah sebesar 1.11%. Pendidikan
ibu paling besar berada pada tingkat SMA/sederajat, yaitu 35.56%, lalu diikuti
dengan pendidikan Sarjana sebesar 28.89%.
Pendapatan Orang Tua
Pendapatan orang tua dibagi menjadi tiga kategori, yaitu kurang dari
Rp2 000 000, Rp2 000 000 – Rp7 500 000, dan lebih dari Rp7 500 000.
Pengkategorian ini didasarkan pada nilai kuartil dari sebaran data. Berikut ini
merupakan hasil sebaran pendapatan orang tua contoh.
Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan orang tua
Pendapatan orang tua Semester 2 Semester 4 Semester 6 Semester 8 Total
n % n % n % n % n %
< Rp2 000 000 1 6.25 4 17.39 5 20.83 7 25.93 17 18.89
Rp2 000 000 - Rp7 500 000 12 75.00 15 65.22 13 54.17 12 44.44 52 57.78
> Rp7 500 000 3 18.75 4 17.39 6 25.00 8 29.63 21 23.33
Total 16 100 23 100 24 100 27 100 90 100
Min-Maks Rp800 000 - Rp40 000 000
Rata-rata±SD Rp5 673 367±Rp 5 775 735
Tabel 8 menunjukkan bahwa lebih dari setengah orang tua contoh
(57.78%) memiliki pendapatan Rp2 000 000 – Rp7 500 000, lalu sebanyak
23.33% memiliki pendapatan lebih besar dari Rp7 500 000, sedangkan sisanya
memiliki pendapatan kurang dari Rp2 000 000. Orang tua contoh dengan
pendapatan lebih besar dari Rp7 500 000 paling banyak ditemukan pada semester
8. Pendapatan kurang dari Rp2 000 000 paling banyak ditemukan di semester 8.
Pekerjaan Orang Tua
Pekerjaan orang tua contoh dibagi menjadi tidak bekerja, PNS/Polri/ABRI,
BUMN, pegawai swasta, petani, buruh, pedagang, wirausaha, dan yang lain. Tabel
9 berikut ini merupakan rujukan sebaran contoh berdasarkan pekerjaan orang tua.
Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan orang tua
Kategori Semester 2 Semester 4 Semester 6 Semester 8 Total
n % n % n % n % n %
Ayah
Tidak bekerja 0 0.00 0 0.00 1 4.17 0 0.00 1 1.11
PNS/Polri/ABRI 4 25.00 7 30.43 5 20.83 12 44.44 28 31.11
BUMN 1 6.25 0 0.00 2 8.33 2 7.41 5 5.56
Pegawai swasta 5 31.25 6 26.09 3 12.50 3 11.11 17 18.89
Petani 0 0.00 1 4.35 0 0.00 2 7.41 3 3.33
Buruh 0 0.00 3 13.04 2 8.33 2 7.41 7 7.78
Pedagang 1 6.25 0 0.00 2 8.33 2 7.41 5 5.56
Wirausaha 2 12.50 4 17.39 5 20.83 1 3.70 12 13.33
Yang lain 3 18.75 2 8.70 4 16.67 3 11.11 12 13.33
Total 16 100.0 23 100.0 24 100.0 27 100.0 90 100.0
17
Tabel 9 Sebaran pekerjaan orang tua contoh (lanjutan)
Kategori Semester 2 Semester 4 Semester 6 Semester 8 Total
n % n % n % n % n %
Ibu
Tidak bekerja 7 43.75 16 69.57 15 62.50 22 81.48 60 66.67
PNS/Polri/ABRI 4 25.00 5 21.74 3 12.50 3 11.11 15 16.67
BUMN 0 0.00 0 0.00 0 0.00 0 0.00 0 0.00
Pegawai swasta 1 6.25 1 4.35 2 8.33 1 3.70 5 5.56
Petani 1 6.25 0 0.00 1 4.17 0 0.00 2 2.22
Buruh 0 0.00 0 0.00 1 4.17 1 3.70 2 2.22
Pedagang 2 12.50 0 0.00 1 4.17 0 0.00 3 3.33
Wirausaha 1 6.25 1 4.35 0 0.00 0 0.00 2 2.22
Yang lain 0 0.00 0 0.00 1 4.17 0 0.00 1 1.11
Total 16 100.0 23 100.0 24 100.0 27 100.0 90 100.0
Hampir sebagian besar (31.11%) ayah contoh bekerja sebagai
PNS/Polri/ABRI, diikuti oleh pegawai swasta (18.89%), dan persentase terendah
yaitu tidak bekerja (1.11%). Lebih dari setengah (66.67%) ibu contoh tidak
bekerja, diikuti persentase kedua terbesar yaitu PNS/Polri/ABRI (16.67%), dan
persentase terendah yaitu BUMN (0.00%).
Sumber Memperoleh Informasi Mengenai Label Pangan
Informasi merupakan segala sesuatu baik berupa data, fakta, maupun
pesan yang diterima sehingga menjadi makna bagi seseorang. Informasi yang
diperoleh akan membentuk pengetahuan. Sebaran contoh berdasarkan sumber
memperoleh informasi mengenai label pangan dirujuk pada Tabel 10. Berikut ini
merupakan beberapa jenis sumber informasi mengenai label yang diperoleh
contoh.
Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan sumber memperoleh informasi mengenai
label pangan
Sumber
informasi
Semester 2 Semester 4 Semester 6 Semester 8 Total
n % n % n % n % n %
Media 5 31.25 8 34.78 8 33.33 12 44.44 33 36.67
Buku 7 43.75 10 43.48 5 20.83 6 22.22 28 31.11
Teman 0 0.00 1 4.35 2 8.33 1 3.70 4 4.44
Lainnya 0 0.00 2 8.70 0 0.00 0 0.00 2 2.22
Tabel 10 menunjukkan persentase terbesar dalam mendapatkan sumber
informasi mengenai label pangan (36.67%) yaitu media. Penelitian ini belum
membedakan secara spesifik jenis media yang digunakan contoh dalam
mendapatkan informasi mengenai label pangan. Persentase terkecil (2.22%)
mengenai sumber memperoleh informasi mengenai label yang diperoleh contoh
yaitu lainnya, berupa informasi dari orang tua dan kakak. Sumber informasi media
paling banyak ditemukan pada semester 8, sedangkan buku paling banyak pada
18
semester 4. Seluruh contoh telah mendapatkan materi kuliah mengenai label
pangan sehingga seluruh contoh telah mengetahui label pangan.
Penelitian yang dilakukan oleh Widuri (2014) menunjukkan bahwa
sebanyak 34.7% contoh memperoleh informasi mengenai label pangan melalui
media internet. Sebagian yang lain (16%) mendapatkan informasi dari media
cetak, sebanyak 28.5% mendapatkan informasi dari media elektronik, sedangkan
sisanya berasal dari kerabat, keluarga, penyuluhan. Hasil dari penelitian ini dan
penelitian Widuri tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar contoh
memperoleh informasi mengenai label pangan yang berasal dari media.
Pengetahuan Mengenai Susu
Pengetahuan merupakan segala informasi yang dimiliki seseorang
terhadap suatu hal. Pertanyaan yang diajukan meliputi pertanyaan kandungan zat
gizi pada susu, manfaat susu, jenis-jenis susu menurut teknik pembuatannya, dan
contoh pangan turunan susu. Hampir seluruh contoh dapat menjawab dengan
benar mengenai kandungan zat gizi yang terdapat pada susu. Selain itu, sebagian
besar contoh juga dapat menjawab dengan benar mengenai pangan turunan susu.
Namun, banyak contoh yang masih salah menjawab pertanyaan mengenai manfaat
dan jenis susu menurut teknik pembuatannya. Sebaran contoh berdasarkan
pengetahuan mengenai susu dirujuk pada Tabel 11. Berikut ini merupakan sebaran
pengetahuan mengenai susu contoh.
Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan mengenai susu
Kategori Semester 2 Semester 4 Semester 6 Semester 8 Total
n % n % n % n % n %
Baik 0 0.00 3 13.04 3 12.50 6 22.22 12 13.33
Cukup 9 56.25 17 73.91 19 79.17 17 62.96 62 68.89
Kurang 7 43.75 3 13.04 2 8.33 4 14.81 16 17.78
Total 16 100 23 100 24 100 27 100 90 100
Min-Maks 30-80 50-90 30-90 30-100 30-100
Rata-rata±SD 55±14.60 73.48±12.28 73.33±13.07 72.59±16.07 69.89±15.54
Uji Spearman (p) 0.006*
*Nyata pada 0.05
Tabel 11 menunjukkan bahwa lebih dari setengah jumlah contoh (68.89%)
memiliki pengetahuan susu pada kategori cukup dan hanya 13.33% yang berada
pada kategori baik, sedangkan sisanya berada pada kategori kurang. Rata-rata
pengetahuan mengenai susu semester 4 lebih tinggi dibandingkan semester
lainnya. Namun, semester 8 memiliki persentase kategori baik paling besar
dibandingkan semester lainnya. Hal ini mungkin terjadi karena semester 8 telah
memperoleh pengetahuan gizi yang lebih banyak di kuliah dibandingkan semester
lainnya sehingga informasi yang diperoleh lebih banyak dibandingkan semester
lainnya. Informasi memiliki peran penting dalam meningkatkan pengetahuan
(Contento 2011). Uji Spearman yang dilakukan untuk mengetahui hubungan
antara pengetahuan mengenai susu dengan jenjang semester menunjukkan bahwa
terdapat hubungan (p<0.05) antara jenjang semester dengan pengetahuan
19
mengenai susu. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi jenjang semester, maka
pengetahuan mengenai susu semakin tinggi.
Program studi Ilmu Gizi Institut Pertanian Bogor memiliki sistem
kurikulum dengan mata kuliah Ilmu Bahan Makanan. Mata kuliah Ilmu Bahan
Makanan diberikan pada semester 3. Salah satu materi yang diajarkan adalah
mengenai susu. Tabel 11 memperlihatkan bahwa contoh yang berada pada
semester 4 memiliki rata-rata yang paling tinggi dibandingkan dengan semester
lainnya. Contoh yang berada pada semester 4 baru saja mendapatkan materi
mengenai susu pada mata kuliah Ilmu Bahan Makanan dibandingkan semester 6
dan 8, sedangkan contoh pada semester 2 belum mendapatkan mata kuliah Ilmu
Bahan Makanan. Adanya kemungkinkan contoh yang berada pada semester 4
masih mengingat dengan jelas materi mengenai susu yang diberikan pada saat
kuliah dapat menjadi penyebab rata-rata pengetahuan mengenai susu contoh
semester 4 paling tinggi dibandingkan dengan contoh pada semester 2, 6, dan 8.
Pengetahuan Mengenai Label Pangan
Pertanyaan yang terdapat pada kuesioner antara lain berupa pengertian
label pangan, ketetapan peraturan undang-undang mengenai label pangan,
keterangan yang wajib dicantumkan pada label kemasan, keterangan mengenai
informasi nilai gizi, syarat pencantuman klaim pada kemasan pangan, dan
sebagainya. Hampir seluruh contoh mampu menjawab pengertian label pangan
dan ketetapan peraturan undang-undang mengenai label pangan dengan benar.
Sebagian besar contoh menjawab dengan benar mengenai keterangan yang wajib
dicantumkan pada label kemasan pangan. Sementara itu, pertanyaan mengenai
keterangan pada informasi nilai gizi dan syarat pencantuman klaim pada kemasan
pangan memiliki proporsi yang hampir sama antara jawaban yang benar dan salah
pada contoh. Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan mengenai label pangan
dirujuk pada Tabel 12. Berikut ini merupakan sebaran pengetahuan mengenai
label pangan contoh.
Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan mengenai label pangan
Kategori Semester 2 Semester 4 Semester 6 Semester 8 Total
n % n % n % n % n %
Baik 4 25.00 4 17.39 12 50.00 6 22.22 26 28.89
Cukup 7 43.75 10 43.48 9 37.50 18 66.67 44 48.89
Kurang 5 31.25 9 39.13 3 12.50 3 11.11 20 22.22
Total 16 100.00 23 100.00 24 100.00 27 100.00 90 100.00
Min-Maks 33-80 47-73 47-80 40-100 33-100
Rata-rata±SD 57.92±13.04 55.94±9.99 68.06±10.76 64.44±13.83 62.07±12.78
Uji Spearman (p) 0.003*
*Nyata pada 0.05
Persentase terbesar (48.89%) contoh memiliki pengetahuan mengenai
label pangan pada kategori cukup dan sebanyak 28.89% berada pada kategori
baik, sedangkan sisanya berada pada kategori kurang. Rata-rata pengetahuan
mengenai label pangan contoh pada semester 6 lebih tinggi dibandingkan
20
semester lainnya, sedangkan rata-rata terendah berada pada contoh semester 4.
Tabel 12 menunjukkan bahwa terdapat hubungan (p<0.05) antara jenjang
semester dengan pengetahuan mengenai label pangan. Pendidikan yang lebih
tinggi cenderung memiliki pengetahuan yang lebih luas (Sumarwan 2002).
Tabel 12 menunjukkan bahwa rata-rata tertinggi terhadap pengetahuan
mengenai label pangan berada pada semester 6. Pembelajaran mengenai label
pangan pada program studi Ilmu Gizi Institut Pertanian Bogor pertama kali
didapatkan pada saat semester 2 pada mata kuliah Ilmu Gizi Dasar. Pemahaman
mengenai materi kuliah label pangan diberikan kembali saat mahasiswa berada di
semester 5 pada mata kuliah Evaluasi Nilai Gizi. Contoh yang berada pada
semester 6 dan 8 telah mendapatkan materi kuliah mengenai label pangan
sebanyak dua kali. Contoh yang baru saja mendapatkan materi mengenai label
pangan adalah semester 6 dan semester 2.
Pembahasan tentang pengetahuan mengenai susu pada subbab sebelumnya
juga memperoleh hasil bahwa contoh yang baru saja mendapatkan materi
mengenai susu juga memiliki rata-rata tertinggi. Hal ini dapat disebabkan karena
contoh masih mengingat dengan jelas materi kuliah yang diberikan. Sistem
memori manusia memiliki 3 tahapan, yaitu memori sensorik (sensory information
storage), memori jangka pendek (short term memory), dan memori jangka
panjang (long term memory) (Norman 2013). Informasi yang diperoleh seseorang
akan dikirim ke otak yang selanjutnya akan membuka pemikiran untuk kembali
mengingat informasi yang diterima. Adanya perbedaan dalam menafsirkan
informasi yang diterima dapat dikaitkan dengan jangka waktu objek tersebut
diterima oleh otak. Hal ini dapat menjadi alasan bahwa contoh pada semester 4
memiliki rata-rata tertinggi untuk pengetahuan mengenai susu dan semester 6
untuk pengetahuan mengenai label pangan.
Persepsi Mengenai Label Pangan
Persepsi mengenai label pangan dibuat dalam pernyataan positif.
Pernyataan yang diajukan meliputi pentingnya memiliki pengetahuan mengenai
label pangan, pentingnya membaca keterangan minimum yang wajib dicantumkan
pada kemasan pangan dan keterangan lain yang tercantum pada label pangan,
kejujuran produsen dalam mencantumkan keterangan label pada kemasan, dan
sebagainya. Sebaran contoh berdasarkan persepsi mengenai label pangan dirujuk
pada Tabel 13.
Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan persepsi mengenai label pangan
Kategori Semester 2 Semester 4 Semester 6 Semester 8 Total
n % n % n % n % n %
Baik 5 31.25 7 30.43 2 8.33 9 33.33 23 25.56
Cukup 8 50.00 10 43.48 15 62.50 12 44.44 45 50.00
Kurang 3 18.75 6 26.09 7 29.17 6 22.22 22 24.44
Total 16 100.00 23 100.00 24 100.00 27 100.00 90 100.00
Min-Maks 75-98 73-97 73-95 72-100 72-100
Rata-rata±SD 88±6.69 86.88±7.25 84.79±5.30 87.28±8.17 86.57±6.97
Uji Spearman (p) 0.771
21
Sebagian besar contoh (50.00%) memiliki persepsi yang cukup mengenai
label pangan. Sebanyak 25.56% contoh berada pada kategori baik, dan sisanya
kurang. Semester yang memiliki rata-rata tertinggi berada pada semester 2,
sedangkan rata-rata terendah berada pada semester 6. Uji hubungan yang
dilakukan menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan (p>0.05) antara jenjang
semester dengan persepsi mengenai label pangan. Hal ini menunjukkan bahwa
contoh dengan semester yang lebih tinggi belum tentu memiliki persepsi
mengenai label pangan yang tinggi (baik) pula, begitupun sebaliknya.
Persepsi merupakan suatu proses dalam menafsirkan hal-hal yang
berkenaan dengan stimuli yang diterima seseorang. Stimuli tersebut kemudian
diterjemahkan ke dalam alat indera manusia. Setiap orang cenderung memiliki
persepsi yang berbeda yang akan mempengaruhi tindakan manusia secara nyata
(Sugihartono et al. 2007). Persepsi mengenai label pangan pada penelitian ini
dianalisis untuk mengetahui sejauh mana contoh dapat menerima keberadaan
keterangan label pangan sebagai suatu hal yang penting diperhatikan sebelum
membeli kemasn pangan. Contoh dengan persepsi yang baik mengenai label
pangan cenderung merasa bahwa membaca keterangan-keterangan yang ada pada
label sebagai suatu hal yang penting. Persepsi yang baik tersebut dapat dilanjutkan
melalui sikap yang baik pula sehingga akan berdampak pada implementasi berupa
kebiasaan contoh dalam membaca keterangan label pangan. Hasil yang diperoleh
pada Tabel 13 menggambarkan bahwa hanya sebesar 25.56% contoh yang dapat
menafsirkan hal-hal yang berkenaan dengan label pangan.
Sikap Terhadap Klaim Produk Susu
Sikap terhadap klaim produk susu contoh dinilai melalui skala likert.
Sikap terhadap klaim produk susu dibuat dalam pernyataan positif. Pernyataan
yang diajukan meliputi pemahaman jenis klaim yang tertera pada produk susu,
keinginan untuk membandingkan klaim antar produk, kepedulian terhadap
kebenaran klaim yang tertera pada produk susu, dan kesadaran dalam
memperhatikan pernyataan klaim pada TV. Sebaran contoh berdasarkan sikap
terhadap klaim produk susu dirujuk pada Tabel 14. Berikut ini merupakan sebaran
hasil sikap contoh terhadap klaim produk susu.
Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan sikap terhadap klaim produk susu
Kategori Semester 2 Semester 4 Semester 6 Semester 8 Total
n % n % n % n % n %
Baik 8 50.00 3 13.04 2 8.33 9 33.33 22 24.44
Cukup 5 31.25 14 60.87 15 62.50 12 44.44 46 51.11
Kurang 3 18.75 6 26.09 7 29.17 6 22.22 22 24.44
Total 16 100.00 23 100.00 24 100.00 27 100.00 90 100.00
Min-Maks 63-93 58-93 58-88 63-95 58-95
Rata-rata±SD 80.00±9.31 74.00±8.20 72.39±7.05 77.04±8.93 75.50-8.61
Uji Spearman (p) 0.104
Lebih dari setengah (51.11%) contoh memiliki sikap dengan kategori
cukup, sementara kategori baik dan kurang memiliki persentase yang sama, yaitu
22
24.44%. Rata-rata tertinggi berada pada semester 2, sedangkan terendah pada
semester 6. Uji Spearman yang dilakukan menunjukkan bahwa tidak terdapat
hubungan nyata (p>0.05) antara jenjang semester dengan sikap terhadap klaim
produk susu. Penelitian yang dilakukan oleh Mahdavi (2012) menyatakan bahwa
sebanyak 48.4% mahasiswa gizi mengaku tidak percaya terhadap kebenaran klaim
pada suatu produk. Hanya 16.1% yang percaya terhadap kebenaran klaim pada
produk, sedangkan sisanya ragu-ragu dan tidak tahu.
Sikap merupakan suatu gambaran perasaan dari seseorang. Gambaran
perasaan tersebut dapat berupa reaksi atau respon yang masih tertutup terhadap
suatu stimulus atau objek (Soekidjo 2003). Sikap akan membentuk suatu kesiapan
atau kesediaan untuk bertindak. Sikap dapat dibentuk melalui persepsi,
pengetahuan, dan sebagainya. Sikap terhadap klaim produk susu pada contoh
diukur melalui pertanyaan mengenai gambaran perasaan contoh terhadap klaim
produk susu. Contoh yang memiliki sikap yang baik terhadap klaim produk susu
cenderung memiliki kesiapan untuk bertindak apabila keterangan klaim tidak
sesuai dengan peraturan yang ditetapkan, seperti adanya keharusan untuk
memastikan kebenaran klaim. Selain itu, contoh dengan sikap yang baik juga
cenderung untuk peduli terhadap kebenaran klaim yang tertera di iklan, seperti TV
maupun media cetak. Adanya pertimbangan untuk membeli produk susu dengan
klaim yang terkesan menyesatkan juga menjadi suatu sikap yang baik bagi contoh.
Sikap ini selanjutnya akan membawa contoh pada suatu kebiasaan dalam
memperhatikan keterangan pada label pangan, termasuk klaim yang tertera pada
produk kemasan pangan.
Tingkat Kepatuhan Membaca Label Pangan
Tingkat kepatuhan membaca label pangan merupakan kebiasaan contoh
dalam membaca keterangan label pangan. Tingkat kepatuhan membaca label
pangan dibuat dalam pernyataan positif. Pernyataan yang diajukan meliputi
kepatuhan membaca keterangan minimum yang wajib dicantumkan dalam
kemasan pangan, membaca keterangan informasi nilai gizi, kecenderungan untuk
tidak membeli kemasan pangan yang tidak mencantumkan keterangan minimum
yang wajib, dan sebagainya. Sebaran contoh berdasarkan tingkat kepatuhan
membaca label pangan dirujuk pada Tabel 15. Berikut ini merupakan tingkat
kepatuhan membaca keterangan label kemasan pangan.
Tabel 15 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kepatuhan membaca label pangan
Kategori Semester 2 Semester 4 Semester 6 Semester 8 Total
n % n % n % n % n %
Baik 4 25.00 3 13.04 3 12.50 2 7.41 12 13.33
Cukup 8 50.00 17 73.91 16 66.67 24 88.89 65 72.22
Kurang 4 25.00 3 13.04 5 20.83 1 3.70 13 14.44
Total 16 100.00 23 100.00 24 100.00 27 100.00 90 100.00
Min-Maks 47-94 53-93 56-86 63-95 47-95
Rata-rata±SD 72±13.65 71.22±9.26 68.83±7.75 77.04±8.93 71.31±9.17
uji Spearman (p) 0.692
23
Tabel 15 menunjukkan bahwa lebih dari setengah contoh (72.22%) berada
pada kategori cukup, sedangkan kategori baik dan kurang hampir sama, yaitu
13.33% dan 14.44%. Contoh dengan kategori baik paling banyak ditemukan pada
semester 2. Tabel 15 menunjukkan tidak terdapat hubungan nyata (p>0.05) antara
jenjang semester dengan tingkat kepatuhan membaca label pangan. Rata-rata
tingkat kepatuhan membaca label pangan tertinggi berada pada semester 8,
sedangkan rata-rata terendah berada pada semester 6.
Hasil penelitian ini memiliki perbedaan hasil dibandingkan dengan
beberapa penelitian yang telah dilakukan. Penelitian yang dilakukan oleh Mahdavi
et al. (2012) menunjukkan bahwa sebanyak 35.5% mahasiswa gizi sering
membaca keterangan label. Sebanyak 30.6% contoh memilih kadang-kadang,
16.1% jarang, dan 6.5% tidak pernah. Penelitian Zahara dan Triyanti (2009)
menunjukkan bahwa sebanyak 38.6% patuh dalam membaca informasi nilai gizi,
sedangkan 61.4% berada pada kategori tidak patuh. Hal ini menunjukkan bahwa
masih banyak mahasiswa yang belum patuh dalam membaca label pangan,
khususnya informasi nilai gizi. Mahasiswa belum membiasakan diri untuk
membaca keterangan label yang tercantum sebelum membeli produk kemasan
pangan.
Kebiasan seseorang dalam melakukan sesuatu merupakan cerminan
perilaku yang dapat terbentuk melalui fakor-faktor seperti pengetahuan, persepsi,
maupun sikap. Tingkat kepatuhan membaca label pangan merupakan suatu
indikator untuk mengetahui kebiasaan contoh dalam membaca keterangan pada
label kemasan pangan. Tingkat kepatuhan membaca label pangan yang baik dapat
dilihat melalui kebiasaan contoh membaca keterangan-keterangan minimum yang
harus tercantum pada kemasan pangan, meliputi nama produk, alamat produsen,
berat bersih, keterangan tanggal kadaluarsa, dan komposisi bahan pangan yang
digunakan pada produk kemasan. Selain itu, tingkat kepatuhan yang baik juga
dapat dilihat melalui kebiasaan contoh dalam membaca keterangan informasi nilai
gizi, tidak mengonsumsi pangan yang sudah kadaluarsa, dan kecenderungan untuk
tidak membeli produk yang tidak memiliki keterangan label secara benar dan
jelas. Konsumen yang baik sudah sepatutnya membaca terlebih dahulu seluruh
keterangan yang ada pada label kemasan pada setiap jenis produk yang akan
dibeli, kecuali apabila produk tersebut sudah sering dikonsumsi. Namun,
konsumen juga sebaiknya tetap memperhatikan keterangan label yang ada
meskipun produk tersebut sudah tidak asing, terutama keterangan yang dapat
selalu berubah seperti tanggal kadaluarsa.
Peringkat Prioritas Membaca Keterangan Label Pangan
Pertanyaan mengenai pemilihan prioritas membaca keterangan label
pangan dilakukan untuk mengetahui keterangan label yang pertama kali dibaca
atau diprioritaskan oleh contoh. Ada banyak keterangan label yang dapat
ditemukan di produk kemasan pangan. Keterangan yang ditanyakan meliputi
keterangan minimum yang wajib dicantumkan, yaitu nama produk, alamat
produk, komposisi bahan pangan, berat bersih, dan tanggal kadaluarsa. Selain itu,
keterangan lain mengenai informasi nilai gizi, keterangan halal, cara
penyimpanan, kode produksi, dan informasi alergen juga ditanyakan pada
24
kuesioner. Sebaran contoh berdasarkan peringkat prioritas membaca keterangan
label pangan dirujuk pada Tabel 16. Berikut ini merupakan peringkat prioritas
contoh dalam membaca keterangan label pangan.
Tabel 16 Sebaran contoh berdasarkan peringkat prioritas membaca keterangan
label pangan
Keterangan label Persentase (%) Uji Spearman (terhadap uang saku)
Nama produk 46.67 0.379
Alamat produk 0.00 0.985
Komposisi bahan pangan 1.11 0.690
Berat bersih 2.22 0.686
Tanggal kadaluarsa 30.00 0.145
Informasi nilai gizi 0.00 0.762
Keterangan halal 17.78 0.042*
Cara penyimpanan 2.22 0.410
Kode produksi 0.00 0.209
Informasi alergen 0.00 0.228
*Nyata pada 0.05
Tabel 16 menunjukkan sebanyak 46.67% contoh memilih keterangan
nama produk di urutan pertama, yang berarti bahwa hampir dari setengah jumlah
contoh memilih untuk membaca keterangan nama produk terlebih dahulu.
Tanggal kadaluarsa berada di peringkat kedua. Sementara itu, informasi alamat
produk, informasi nilai gizi, kode produksi, dan informasi alergen memiliki
persentase 0.00% yang berarti bahwa tidak satupun contoh memprioritaskan
keterangan tersebut dalam membaca keterangan label pada kemasan.
Penelitian yang dilakukan oleh Mediani (2014) pada mahasiswa juga
menunjukkan hasil yang sama. Sebagian besar contoh memilih nama produk di
urutan pertama, sedangkan alamat produk berada di urutan terakhir. Penelitian
yang dilakukan oleh Mahdavi et al (2012) pada mahasiswa di Iran menunjukkan
hasil berbeda. Lebih dari setengah contoh (84%) memilih tanggal kadaluarsa.
Nama produk berada di urutan ketiga dalam prioritas membaca keterangan label.
Keterangan minimum yang wajib dicantumkan pada produk pangan
menurut peraturan pemerintah PP No. 69 tahun 1999 meliputi nama produk,
alamat produk, komposisi bahan pangan, berat bersih, dan tanggal kadaluarsa.
Tabel 16 menunjukkan bahwa keterangan minimum yang wajib dicantumkan oleh
produsen hampir seluruhnya memiliki persentase terbesar pada peringkat lima
besar dalam hal prioritas membaca keterangan label, kecuali alamat produk yang
berada pada peringkat terakhir. Hal ini dapat disebabkan oleh pandangan contoh
yang menganggap bahwa membaca alamat produsen dinilai kurang penting.
Uji korelasi dilakukan untuk mengetahui adanya hubungan antara prioritas
contoh dalam membaca keterangan pada label pangan dengan uang saku. Tabel 16
menunjukkan bahwa hanya keterangan halal yang memiliki nilai p<0.05 dengan
koefisien korelasi negatif. Hal ini berarti bahwa semakin rendah uang saku, maka
prioritas membaca keterangan halal semakin tinggi.
25
Produk Susu yang Dikonsumsi Contoh
Sebanyak sepuluh merek produk susu dikonsumsi oleh contoh. Ada
banyak alasan contoh mengonsumsi merek tersebut, yaitu murah, enak, memiliki
kandungan zat gizi lengkap, atau lainnya. Sebaran contoh berdasarkan produk
susu yang dikonsumsi dirujuk pada Tabel 17. Berikut ini merupakan sebaran
merek produk susu yang dikonsumsi contoh.
Tabel 17 Sebaran contoh berdasarkan produk susu yang dikonsumsi
Merek produk
susu
Semester
Semester 2 Semester 4 Semester 6 Semester 8 Total
n % n % n % n % n %
A 6 37.50 16 69.57 18 75.00 18 66.67 58 64.44
B 4 25.00 5 21.74 0 0.00 2 7.41 11 12.22
C 0 0.00 0 0.00 1 4.17 4 14.81 5 5.56
D 1 6.25 1 4.35 1 4.17 1 3.70 4 4.44
E 2 12.50 1 4.35 1 4.17 0 0.00 4 4.44
F 1 6.25 0 0.00 0 0.00 1 3.70 2 2.22
G 0 0.00 0 0.00 2 8.33 0 0.00 2 2.22
H 1 6.25 0 0.00 0 0.00 1 3.70 2 2.22
I 0 0.00 0 0.00 1 4.17 0 0.00 1 1.11
J 1 6.25 0 0.00 0 0.00 0 0.00 1 1.11
Total 16 100 23 100 24 100 27 100 90 100.00
Tabel 17 merupakan merek produk susu yang dikonsumsi oleh contoh dan
telah diurutkan berdasrakan persentase konsumsi tertinggi. Lebih dari sebagian
besar contoh (64.44%) mengonsumsi produk A. Produk A paling banyak
dikonsumsi oleh contoh, baik pada contoh semester 2, semester 4, semester 6, dan
semester 8. Persentase produk A paling tinggi ditemukan pada semester 6, yaitu
sebesar 75%. Produk yang paling sedikit dikonsumsi oleh contoh adalah I dan J
dengan persentase yang sama. yaitu 1.11%. Produk I hanya dikonsumsi oleh
contoh pada semester 4, sedangkan produk J dikonsumsi oleh contoh pada
semester 2.
Pertanyaan mengenai alasan contoh memilih produk tersebut juga
ditanyakan pada penelitian ini. Tabel 18 di bawah ini menunjukkan bahwa
sebagian besar contoh (54.44%) mempertimbangkan rasa dalam mengonsumsi
produk susu. Sebanyak 23.33% contoh mengonsumsi produk susu karena
kandungan zat gizi yang ada pada produk, 17.78% alasan contoh karena harga,
dan sisanya adalah alasan lainnya berupa diet. Tabel 18 juga menunjukkan bahwa
alasan contoh mengonsumsi produk A yang merupakan produk paling banyak
dikonsumsi karena rasa yang enak. Rasa merupakan alasan utama sebagian besar
contoh mengonsumsi produk susu yang mereka pilih. Produk F dan G dikonsumsi
contoh dengan alasan lainnya, yaitu sedang menjalani diet. Kedua produk tersebut
mencantumkan klaim rendah lemak. Adanya klaim rendah lemak pada kedua
produk tersebut menjadi alasan contoh yang sedang menjalani diet memilih
produk yang mencantumkan klaim rendah lemak. Sebaran contoh berdasarkan
alasan mengonsumsi produk susu dirujuk pada Tabel 18. Berikut ini merupakan
tabel alasan contoh mengonsumsi produk susu tersebut.
26
Tabel 18 Sebaran contoh berdasarkan alasan mengonsumsi produk susu
Merek
Alasan
Murah Rasa
Kandungan zat
gizi Lainnya Total
n % n % n % n % n %
A 11 12.22 34 37.78 13 14.44 0 0.00 58 64.44
B 5 5.56 6 6.67 0 0.00 0 0.00 11 12.22
C 0 0.00 3 3.33 2 2.22 0 0.00 5 5.56
D 0 0.00 3 3.33 1 1.11 0 0.00 4 4.44
E 0 0.00 2 2.22 2 2.22 0 0.00 4 4.44
F 0 0.00 0 0.00 0 0.00 2 2.22 2 2.22
G 0 0.00 0 0.00 0 0.00 2 2.22 2 2.22
H 0 0.00 1 1.11 1 1.11 0 0.00 2 2.22
I 0 0.00 0 0.00 1 1.11 0 0.00 1 1.11
J 0 0.00 0 0.00 1 1.11 0 0.00 1 1.11
Total 16 17.78 49 54.44 21 23.33 4 4.44 90 100.00
Harga produk susu diidentifikasi secara langsung melalui survei di salah
satu supermarket di Bogor. Harga merupakan salah satu aspek penting yang
sering diperhatikan konsumen dalam membeli sebuah produk pangan. Harga
produk susu dibawah ini telah dikonversikan ke dalam satuan Rp/ml. Harga
produk kemudian dihubungkan dengan persentase produk susu yang dikonsumsi
oleh contoh untuk mengetahui adanya hubungan antara harga dengan pemilihan
produk susu. Harga produk susu dirujuk pada Tabel 19. Berikut ini merupakan
tabel harga produk susu yang dikonsumsi contoh.
Tabel 19 Harga produk susu yang dikonsumsi contoh
Produk Harga (Rp/ml) Persentase konsumsi contoh (%)
A 15.390 64.44
B 17.816 12.22
C 14.422 5.56
D 16.962 4.44
E 34.158 4.44
F 16.290 2.22
G 15.989 2.22
H 41.217 2.22
I 18.322 1.11
J 20.026 1.11
Uji Spearman (p) 0.159
Tabel 19 menunjukkan bahwa produk C memiliki harga termurah diantara
produk lainnya. Contoh yang mengonsumsi produk C hanya sebesar 5.56%.
Sementara itu, produk yang paling banyak dikonsumsi oleh contoh adalah produk
A, dengan persentase sebesar 64.44%. Produk A merupakan produk dengan harga
termurah kedua setelah produk C. Harga produk yang semakin murah tidak
menentukan keputusan pembelian contoh jika didasarkan pada Tabel 19. Uji
korelasi Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara harga
27
dengan persentase contoh mengonsumsi produk tersebut (p>0.05). Hal ini
menunjukkan bahwa harga susu yang lebih murah tidak selalu menentukan bahwa
produk tersebut banyak dikonsumsi oleh contoh, begitupun sebaliknya. Hasil ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rosalia (2015) terhadap keputusan
pembelian salah satu produk susu di Kediri. Penelitian ini menyatakan bahwa
harga tidak memiliki pengaruh yang signifikan dengan keputusan pembelian.
Sementara itu, penelitan yang dilakukan oleh Ainur (2013) menunjukkan hasil
bahwa harga memiliki pengaruh terhadap keputusan pembelian suatu produk susu
di Semarang.
Penelitian yang dilakukan oleh Kumar dan Babu (2014) di India
memperoleh hasil bahwa selain harga, ada beberapa faktor yang mempengaruhi
keputusan pembelian produk turunan susu (dairy products). Faktor-faktor tersebut
meliputi kualitas produk, ketersediaan produk di lokasi tempat tinggal konsumen,
variasi produk, merek produk, dan iklan. Informasi label yang tertera pada
kemasan produk, manfaat kesehatan, persepsi mengenai kandungan zat gizi pada
produk, dan status sosial dapat menjadi faktor-faktor yang mempengaruhi
keputusan pembelian produk (Bonaventure dan Umberger 2012). Faktor-faktor ini
dapat menjadi alasan bahwa harga tidak selalu berhubungan dengan keputusan
pembelian produk susu pada contoh.
Persentase contoh yang mempertimbangkan harga produk hanya sebesar
17.78% pada penelitian ini. Sebagian besar contoh mengonsumsi produk susu
tersebut karena rasa yang enak dan kandungan zat gizi yang ada pada produk. Hal
ini dapat menjadi alasan tidak adanya hubungan antara harga dengan produk susu
yang dikonsumsi contoh pada penelitian ini.
Selanjutnya, produk-produk susu yang dikonsumsi oleh contoh di atas
akan diidentifikasi keterangan label dan klaim yang dicantumkan oleh produsen.
Kelengkapan keterangan label yang tercantum pada produk susu dirujuk pada
Tabel 20. Berikut ini merupakan tabel kelengkapan keterangan label pada produk
susu yang dikonsumsi contoh.
Tabel 20 Kelengkapan keterangan label yang tercantum pada produk susu
No. Keterangan label
Produk Susu
A B C D E F G H I J
1 Nama produk
2 Alamat produk
3 Komposisi bahan pangan
4 Berat bersih
5 Tanggal kadaluarsa
6 Informasi nilai gizi
7 Keterangan halal
8 Cara penyimpanan
9 Kode produksi
10 Informasi alergen - - - - - - - - - -
11 Peruntukan
Peraturan pemerintah PP No. 69 tahun 1999 menyebutkan bahwa
keterangan minimum yang wajib dicantumkan pada produk pangan meliputi nama
28
produk, alamat produk, komposisi bahan pangan, berat bersih, dan tanggal
kadaluarsa. Tabel 20 menunjukkan bahwa seluruh produk susu yang dikonsumsi
contoh telah memenuhi keterangan minimum yang wajib dicantumkan. Selain itu,
ada beberapa keterangan lain yang dicantumkan pada produk-produk tersebut.
Peraturan kepala BPOM RI Nomor 13 Tahun 2016 Mengenai Pengawasan
Klaim dalam Label dan Iklan Pangan Olahan menyebutkan bahwa pangan olahan
yang mencantumkan klaim harus memuat informasi berupa: 1) informasi nilai
gizi, 2) peruntukan, 3) petunjuk cara penyiapan dan penyimpanan, khusus untuk
pangan olahan yang memerlukan petunjuk penyiapan dan penyimpanan, serta 4)
keterangan lain yang perlu dicantumkan. Tabel 20 memperlihatkan bahwa seluruh
produk susu yang dikonsumsi contoh telah mencantumkan informasi nilai gizi dan
cara penyimpanan.
Semua produk susu yang dikonsumsi contoh telah memberikan label halal
dan kode produksi pada produk, kecuali informasi alergen. Keterangan halal, kode
produksi, dan informasi alergen belum menjadi persayaratan keterangan minimum
yang harus dicantumkan pada produk, kecuali keterangan halal bagi yang
dipersyaratkan. Informasi nilai gizi, peruntukan, dan cara penyimpanan juga
bukan menjadi keterangan minimum yang wajib dicantumkan, kecuali apabila
produk tersebut mencantumkan klaim.
Berbagai macam produk susu yang dikonsumsi contoh juga
mencantumkan klaim. Klaim yang telah dicantumkan pada produk harus sesuai
dengan yang semestinya. Peraturan mengenai klaim bertujuan untuk menghindari
adanya informasi yang tidak benar sehingga keamanan konsumen dapat terjamin.
Perbandingan klaim produk susu dengan peraturan dirujuk pada Tabel 21. Berikut
ini merupakan perbandingan klaim produk susu dengan peraturan yang tercantum
pada peraturan kepala BPOM RI Nomor 13 Tahun 2016 Mengenai Pengawasan
Klaim dalam Label dan Iklan Pangan Olahan.
Tabel 21 Perbandingan klaim produk susu dengan peraturan
Produk Klaim Kesesuaian
A
Sumber vitamin A, D3, B1, B2, B6, B12
Sumber Kalsium, Fosfor
B Sumber serat pangan Tidak
sesuai Tinggi vitamin A, B1, B2, C
Tinggi kalsium
Serat pangan : merupakan sumber serat pangan yang baik
Tinggi vitamin A : dapat membantu mempertahankan keutuhan
lapisan permukaan (mukosa)
Tinggi vitamin B1 : kaya akan vitamin B1 yang dapat berperan
sebagai koenzim perubahan karbohidrat menjadi energi
Vitamin B2 : berperan sebagai koenzim dalam reaksi pembentukan
energi
Tinggi vitamin C : berperan sebagai antioksidan yang bekerja
bersama antioksidan lain terutama vitamin E*
Tinggi kalsium : yang berperan dalam pembentukan tulang dan
mempertahankan kepadatan tulang dan gigi
29
Tabel 21 Perbandingan klaim produk susu dengan peraturan (lanjutan) Produk Klaim Kesesuaian
C Sumber protein
Sumber vitamin A, B1, B2, B3, B6, B9, B12, C, D, E
Sumber kalsium, zat besi
Zat besi : merupakan komponen hemoglobin dalam sel darah merah yang
membawa oksigen ke seluruh tubuh
Kalsium : berperan dalam pembentukan dan mempertahankan kepadatan
tulang dan gigi
Protein : Merupakan komponen esensial dalam pertumbuhan dan
perkembangan anak
D Sumber omega 3
Sumber protein
Sumber vitamin A, B1, B2, C, E
Tinggi kalsium
Sumber fosfor, zink, iodium
Sumber serat pangan
Tinggi kalsium : kalsium berperan dalam pembentukan dan
mempertahankan kepadatan tulang dan gigi
Protein : membantu membangun dan memperbaiki jaringan tubuh
Vitamin A, C, E : Vitamin A dapat membantu mempertahankan
keutuhan lapisan permukaan. Vitamin C berperan dalam pembentukan dan
pemeliharaan jaringan kolagen
Iodium : Iodium penting dalam pembentukan hormon tiroid
Vitamin B1, B2 : Vitamin B1 dan B2 berperan sebagai koenzim
poerubahan karbohidrat menjadi energi
E Kurang lemak
Tinggi kalsium
F Sumber vitamin A, D3, B1, B2, B6, B12
Sumber Kalsium, Fosfor
Rendah lemak
G Sumber 7 vitamin
Sumber 3 mineral
Tinggi kalsium
Rendah lemak
H - -
I - -
J Tinggi kalsium
Sumber serat pangan (inulin)
Rendah lemak
Tinggi vitamin D, fosfor, magnesium
Tinggi kalsium : kalsium berperan dalam pembentukan dan
mempertahankan kepadatan tulang dan gigi
Konsumsi kalsium sejak dini dapat membantu memperlambat
terjadinya osteoporosis di kemudian hari apabila disertai dengan latihan fisik
yang teratur dan konsumsi gizi seimbang
*Tidak sesuai dengan peraturan
30
Klaim yang biasanya terdapat pada produk susu adalah klaim gizi dan
klaim kesehatan. Klaim gizi merupakan pernyataan yang menyatakan atau
menyiratkan bahwa produk pangan memiliki kandungan zat gizi tertentu meliputi
energi, protein, lemak, karbohidrat, vitamin, dan mineral serta turunannya yang
telah ditetapkan dalam ALG (Acuan Label Gizi). Klaim gizi terdiri dari klaim
kandungan zat gizi dan klaim perbandingan zat gizi. Klaim kesehatan merupakan
pernyataan yang menyatakan atau menyiratkan bahwa ada hubungan antara
produk pangan dengan kesehatan. Klaim kesehatan terdiri dari klaim fungsi zat
gizi, fungsi lain, dan fungsi penurunan risiko penyakit.
Hampir seluruh produk mencantumkan klaim, kecuali produk H dan I.
Klaim yang dicantumkan meliputi klaim kandungan zat gizi, klaim fungsi zat gizi,
dan klaim penurunan risiko penyakit. Tabel 21 menunjukkan bahwa hampir
seluruh produk susu yang diidentifikasi kebenaran klaim yang dicantumkan telah
sesuai dengan peraturan Kepala BPOM RI Mengenai Pengawasan Klaim dalam
Label dan Iklan Pangan Olahan tahun 2016, kecuali produk B. Salah satu klaim
yang tercantum pada produk B adalah klaim fungsi zat gizi, yaitu “tinggi vitamin
C berperan sebagai antioksidan yang bekerja bersama antioksidan lain terutama
vitamin E”. Klaim fungsi zat gizi terkait antioksidan tidak diperkenankan untuk
dicantumkan dalam kemasan pangan.
Klaim kandungan zat gizi merupakan klaim yang menyatakan atau
menggambarkan kandungan zat gizi dalam pangan. Klaim kandungan zat gizi
yang dicantumkan pada Tabel 21 untuk keseluruhan jenis produk susu adalah
klaim rendah (kurang) lemak, sumber (mengandung) vitamin dan mineral, serta
tinggi (kaya akan) vitamin dan mineral. Menurut peraturan BPOM, produsen yang
mencantumkan klaim “rendah” atau “bebas” hanya boleh digunakan pada pangan
yang telah mengalami proses tertentu sehingga kandungan zat gizi pada pangan
tersebut menjadi rendah atau bebas dari zat gizi tersebut. Adapun klaim rendah
lemak yang tercantum pada suatu produk. termasuk produk susu memiliki
kandungan lemak tidak lebih dari 3 gram per 100 gram (dalam bentuk padat) atau
1.5 gram per 100 ml (dalam bentuk cair). Seluruh produk yang mencantumkan
klaim rendah lemak pada Tabel 21 di atas telah memenuhi persyaratan ini.
Sebagian besar produk tersebut juga mencantumkan klaim kandungan zat
gizi berupa sumber protein, sumber vitamin dan mineral, sumber serat pangan,
serta tinggi vitamin dan mineral. Peraturan BPOM menyebutkan bahwa klaim
kandungan zat gizi dengan sumber protein memiliki persyaratan tidak kurang dari
20% ALG per 100 gram (dalam bentuk padat) atau 10% ALG per 100 ml (dalam
bentuk cair). Klaim sumber vitamin dan mineral memiliki persyaratan tidak
kurang dari 15% ALG per 100 gram (dalam bentuk padat) atau 7.5% ALG per
100 ml (dalam bentuk cair). Klaim dengan tinggi vitamin dan mineral memiliki
persyaratan tidak kurang dari dua kali jumlah untuk “sumber”. Serat pangan
dikatakan “sumber” apabila memenuhi persyaratan tidak kurang dari 3 gram per
100 gram. Produk-produk susu pada Tabel 21 di atas secara keseluruhan telah
memenuhi persyaratan yang ditetapkan.
Sebagian produk juga mencantumkan klaim fungsi zat gizi, khususnya
produk B, C, dan D. Klaim fungsi zat gizi merupakan jenis klaim yang
menggambarkan peran fisiologis zat gizi untuk pertumbuhan, perkembangan, dan
fungsi normal tubuh. Klaim fungsi zat gizi yang tercantum pada produk susu di
atas sudah sesuai dengan ketetapan peraturan BPOM, kecuali produk B terkait
31
dengan klaim fungsi zat gizi berupa antioksidan. Peraturan tersebut dinyatakan
pada lampiran III peraturan kepala BPOM tahun 2016 tentang Pengawasan Klaim
dalam Label dan Iklan Pangan Olahan.
Jenis klaim yang tercantum pada produk susu di atas khususnya produk J
termasuk klaim penurunan risiko penyakit. Klaim tersebut menyatakan bahwa
“konsumsi kalsium sejak dini dapat membantu memperlambat terjadinya
osteoporosis di kemudian hari apabila disertai dengan latihan fisik yang teratur
dan konsumsi gizi seimbang”. Menurut peraturan BPOM, produk yang
mencantumkan klaim penurunan risiko penyakit dengan komponen kalsium harus
mengandung setidaknya 75% AKG per hari sesuai kelompok umur. Selain itu,
kadar fosfor dalam pangan tersebut tidak boleh melebihi kadar kalsium. Kalsium
juga tidak boleh dikaitkan dengan pertambahan tinggi badan (panjang tulang).
Produk J telah memenuhi peraturan yang ditetapkan.
Hubungan antara Variabel
Hubungan Sumber Informasi Mengenai Label Pangan dengan Pengetahuan,
Persepsi, Sikap, dan Tingkat Kepatuhan Membaca Label Pangan
Analisis statistik dilakukan untuk melihat hubungan antara sumber
informasi mengenai label pangan dengan pengetahuan, persepsi, sikap, dan
tingkat kepatuhan membaca label pangan. Hasil analisis menunjukkan bahwa
tidak terdapat hubungan antara sumber informasi mengenai label pangan dengan
variabel-variabel tersebut (p>0.05). Penelitian yang dilakukan oleh Mediani
(2014) menunjukkan bahwa sebesar 37% contoh pada penelitian tersebut
memperoleh pengetahuan mengenai label pangan hanya dari satu sumber. Berikut
ini merupakan tabel rujukan mengenai hubungan sumber informasi mengenai
label pangan dengan pengetahuan, persepsi, sikap, dan tingkat kepatuhan
membaca label pangan.
Tabel 22 Hubungan sumber memperoleh informasi mengenai label pangan
dengan pengetahuan, persepsi, sikap, dan tingkat kepatuhan membaca
label pangan
No
. Variabel
Sumber memperoleh informasi mengenai label
pangan
r p
1 Pengetahuan mengenai label 0.106 0.322
2 Persepsi mengenai label 0.075 0.481
3 Sikap terhadap klaim produk susu 0.035 0.744
4 Tingkat kepatuhan membaca label
pangan 0.184 0.082
Hasil ini tidak sejalan dengan pernyataan Contento (2011) bahwa sumber
informasi memiliki peran yang penting dalam meningkatkan pengetahuan.
Penelitian yang dilakukan oleh Zahara dan Triyanti (2009) memperoleh hasil
bahwa sikap terhadap kesehatan dan label makanan memiliki hubungan dengan
tingkat kepatuhan membaca informasi nilai gizi pada mahasiswa. Sumber
informasi yang diperoleh seharusnya dapat meningkatkan pengetahuan contoh
yang akan berdampak pula pada persepsi, sikap, dan tingkat kepatuhan contoh
dalam membaca label pangan. Hal ini mungkin terjadi karena paparan dari sumber
32
informasi yang diperoleh seperti media, buku, teman, maupun yang lainnya tidak
terlalu besar. Informasi yang diperoleh tidak memberikan gambaran secara
menyeluruh mengenai label pangan sehingga tidak berpengaruh besar terhadap
contoh.
Hubungan Karakteristik Individu dengan Pengetahuan Mengenai Susu dan
Pengetahuan Mengenai Label Pangan Analisis statistik dilakukan dengan uji bivariat untuk mengetahui
hubungan antara karakteristik individu dengan pengetahuan mengenai susu dan
pengetahuan mengenai label. Karakteristik individu meliputi jenis kelamin, usia,
dan uang saku. Berikut ini merupakan hubungan karakteristik dengan
pengetahuan susu dan pengetahuan label contoh.
Tabel 23 Hubungan karakteristik individu dengan pengetahuan mengenai susu
dan label pangan
No. Karakteristik individu Pengetahuan mengenai susu Pengetahuan mengenai label
r p r p
1 Jenis Kelamin a)
-1)
0.027* -2)
0.309
2 Usia b)
0.301 0.004* 0.266 0.011*
3 Uang saku b)
0.158 0.136 -0.030 0.781 a)
Uji hubungan menggunakan Chi Square (1)
F=7.201; 2)
F=2.352) b)
Uji hubungan menggunakan Spearman
*Nyata pada 0.05
Tabel 23 menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara jenis
kelamin dengan pengetahuan mengenai susu (p<0.05). Perempuan memiliki
pengetahuan mengenai susu lebih besar dibandingkan laki-laki. Analisis
hubungan jenis kelamin menggunakan uji Chi Square. Perempuan memiliki
pengetahuan mengenai susu 7.201 poin lebih tinggi dibandingkan laki-laki.
Penelitian ini sejalan dengan Puspita (2014) bahwa perempuan memiliki tingkat
pengetahuan terhadap komposisi label pangan lebih tinggi dibandingkan laki-laki.
Usia juga menunjukkan adanya hubungan dengan pengetahuan mengenai susu
(p<0.05). Selain itu, usia juga memiliki hubungan dengan pengetahuan mengenai
label (p<0.05). Artinya, semakin tinggi usia contoh maka pengetahuan mengenai
susu dan pengetahuan mengenai label semakin baik. Hasil ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Widuri (2014) yang menyatakan bahwa usia
memiliki hubungan yang positif terhadap pengetahuan mengenai tanggal
kadaluarsa. Jenis kelamin tidak memiliki hubungan dengan pengetahuan label
karena p>0.05. Uang saku juga tidak memiliki hubungan dengan pengetahuan
mengenai susu dan label.
Hubungan Karakteristik Individu dengan Persepsi, Sikap, dan Tingkat
Kepatuhan Membaca Label Pangan
Analisis statistik dilakukan dengan uji bivariat untuk mengetahui
hubungan antara karakteristik individu dengan persepsi, sikap, dan kepatuhan
membaca label. Karakteristik individu meliputi jenis kelamin, usia, dan uang
saku. Berikut ini merupakan hubungan karakteristik individu dengan persepsi,
sikap, dan tingkat kepatuhan membaca label pangan.
33
Tabel 24 Hubungan karakteristik individu dengan persepsi, sikap, dan tingkat
kepatuhan membaca label pangan
No. Karakteristik
individu
Persepsi Sikap Tingkat kepatuhan
r p r p r p
1 Jenis Kelamin a)
-1)
0.224 -2)
0.457 -3)
0.471
2 Usia b)
0.015 0.891 0.001 0.996 0.061 0.566
3 Uang saku b)
- 0.157 0.139 0.031 0.773 0.078 0.468 a)
Uji hubungan menggunakan Chi Square (1)
F=2.992; 2)
F=1.565; 3)
F=1.506) b)
Uji hubungan menggunakan Spearman
Tabel 24 menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara karakteristik
individu (jenis kelamin, usia, dan uang saku) dengan perspesi, sikap, dan tingkat
kepatuhan (p>0.05). Penelitian ini sejalan dengan Mediani (2014) bahwa jenis
kelamin tidak memiliki hubungan dengan persepsi, sikap, dan perilaku membaca
informasi nilai gizi. Sementara itu, usia memiliki hubungan positif dengan
perilaku membaca informasi nilai gizi pada penelitian tersebut.
Hubungan Karakteristik Keluarga dengan Pengetahuan Mengenai Susu dan
Pengetahuan Mengenai Label
Karakteristik keluarga yang dianalisis meliputi besar keluarga, pendidikan
ayah dan ibu, dan pendapatan keluarga. Berikut ini merupakan hasil analisis
statistik hubungan karakteristik keluarga dengan pengetahuan mengenai susu dan
pengetahuan mengenai label.
Tabel 25 Hubungan karakteristik keluarga dengan pengetahuan susu dan
pengetahuan label
No. Karakteristik keluarga Pengetahuan susu Pengetahuan label
r p r p
1 Besar keluarga b)
0.035 0.742 0.140 0.189
2 Pendidikan ayah b)
0.228 0.030* -0.198 0.061
3 Pendidikan ibu b)
0.017 0.872 - 0.051 0.634
4 Pendapatan orang tua b)
0.112 0.295 - 0.143 0.177 b)
Uji hubungan menggunakan Spearman
Uji hubungan antara besar keluarga, pendidikan ayah dan ibu, serta
pendapatan orang tua dengan pengetahuan mengenai susu dan label dilakukan
dengan uji Spearman. Tabel 25 menunjukkan bahwa keseluruhan karakteristik
keluarga tidak memiliki hubungan yang signifikan karena p>0.005, kecuali
pendidikan ayah. Pendidikan ayah memiliki hubungan dengan pengetahuan susu.
Artinya, semakin tinggi jenjang pendidikan ayah, maka pengetahuan mengenai
susu contoh semakin baik. Penelitian yang dilakukan oleh Khan et al. (2015)
menunjukkan bahwa adanya hubungan antara jenjang pendidikan orang tua
dengan prestasi belajar anak. Orang tua yang memiliki jenjang pendidikan tinggi
pada umumnya memiliki tingkat kepedulian yang tinggi terhadap pendidikan
anak. Hal ini secara tidak langsung juga mempengaruhi tingkat pengetahuan anak
terhadap suatu hal atau objek, termasuk dalam penelitian ini berupa pengetahuan
mengenai susu dan pengetahuan mengenai label pangan.
34
Hubungan Karakteristik Keluarga dengan Persepsi, Sikap, dan Tingkat
Kepatuhan Membaca Label
Hubungan antara karakteristik keluarga dengan persepsi, sikap, dan tingkat
kepatuhan membaca label pangan dirujuk pada Tabel 26. Berikut ini merupakan
hasil analisis statistik hubungan karakteristik keluarga dengan persepsi, sikap, dan
tingkat kepatuhan membaca label.
Tabel 26 Hubungan karakteristik keluarga dengan persepsi, sikap, dan tingkat
kepatuhan membaca label
No.
Karakteristik
keluarga
Persepsi Sikap Tingkat kepatuhan
r p r p r p
1 Besar keluarga b)
-0.020 0.852 -0.002 0.983 0.074 0.488
2 Pendidikan ayah b)
-0.038 0.722 -0.121 0.255 -0.091 0.393
3 Pendidikan ibu b)
- 0.112 0.293 -0.048 0.655 0.013 0.903
4
Pendapatan orang
tua b)
- 0.140 0.188 0.041 0.701 0.084 0.433 b)
Uji hubungan menggunakan Spearman
Tabel 26 menunjukkan bahwa keseluruhan karakteristik keluarga tidak
memiliki hubungan yang signifikan karena p>0.005. Hal ini berarti bahwa
karakteristik keluarga tidak berhubungan dengan persepsi, sikap, dan tingkat
kepatuhan membaca label pangan pada contoh. Hal ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Widuri (2014) yang menyebutkan bahwa tidak satupun
variabel dari karakteristik keluarga yang memiliki hubungan dengan persepsi,
sikap, dan perilaku membaca label kadaluarsa pada kemasan pangan. Tidak
adanya hubungan antara karakteristik keluarga dengan persepsi, sikap, dan tingkat
kepatuhan membaca label pangan menggambarkan bahwa ada faktor-faktor lain
yang mempengaruhi contoh. Adanya faktor personal dan lingkungan selain
keluarga dapat mempengaruhi seseorang dalam berperilaku.
Hubungan Pengetahuan Mengenai Label dengan Persepsi Mengenai Label
Analisis statistik dilakukan untuk melihat hubungan antara pengetahuan
mengenai label dengan persepsi mengenai label. Uji korelasi menggunakan uji
Spearman. Hasil analisis menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan nyata
antara pengetahuan mengenai label dengan persepsi mengenai label pangan
(p>0.05). Hasil ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Ginting (2006)
yang memperoleh hasil bahwa pengetahuan memiliki hubungan positif dengan
persepsi mengenai label. Artinya, semakin baik pengetahuan seseorang terhadap
label, maka persepsi juga semakin baik. Grunert (2011) menjelaskan bahwa
terdapat beberapa penghalang konsumen tidak memperhatikan label pangan. Salah
satunya adalah paparan yang dapat berupa pengetahuan tidak secara pasti
berpengaruh terhadap persepsi. Hal ini didorong oleh waktu yang terbatas untuk
membaca label dan kebiasaan membeli suatu produk tertentu. Kesimpulan yang
salah terhadap label yang tertera juga dapat menjadi penghalang konsumen dalam
memilih produk pangan. Konsumen memiliki pemahaman mengenai label pangan,
namun persepsi bukan didasarkan pada label yang tertera. Hal ini dapat menjadi
alasan tidak adanya hubungan antara pengetahuan contoh dengan persepsi
terhadap label, meskipun contoh telah memiliki pengetahuan mengenai label
pangan.
35
Hubungan Pengetahuan Mengenai Susu, Pengetahuan Mengenai Label
Pangan, Persepsi Mengenai Label Pangan dengan Sikap Terhadap Klaim
Produk Susu
Analisis statistik dilakukan untuk melihat hubungan antara pengetahuan
mengenai susu, pengetahuan mengenai label, persepsi mengenai label dengan
sikap terhadap klaim produk susu. Uji korelasi menggunakan uji Spearman.
Berikut ini merupakan tabel hasil analisis hubungan antara pengetahuan mengenai
susu, pengetahuan mengenai label, persepsi mengenai label dengan sikap terhadap
klaim produk susu.
Tabel 27 Hubungan antara pengetahuan mengenai susu, pengetahuan mengenai
label, persepsi mengenai label, dengan sikap terhadap klaim produk
susu
No. Variabel Sikap
r p
1 Pengetahuan mengenai susu 0.145 0.171
2 Pengetahuan mengenai label 0.149 0.162
3 Persepsi mengenai label 0.555 0.000* b)
Uji hubungan menggunakan Spearman
*Nyata pada 0.05
Tabel 27 menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara pengetahuan
mengenai susu dengan sikap terhadap klaim produk susu, begitu pun dengan
pengetahuan mengenai label (p>0.05). Hasil berbeda ditunjukkan oleh persepsi
mengenai label dengan sikap terhadap klaim produk susu. Tabel 27 menunjukkan
terdapat hubungan yang signifikan antara persepsi mengenai label dengan sikap
terhadap klaim produk susu (p<0.05). Penelitian yang dilakukan oleh Mediani
(2014) menunjukkan bahwa persepsi memiliki hubungan yang positif dengan
sikap. Penelitian lain yang dilakukan oleh Retnaningsih et al. (2010) juga
menunjukkan hasil yang sama. Persepsi memiliki pengaruh yang positif dengan
sikap. Persepsi merupakan pandangan seseorang terhadap sesuatu dan akan
berdampak pada sikap.
Hubungan Pengetahuan Mengenai Label, Persepsi Mengenai Label, Sikap
terhadap Klaim Produk Susu dengan Tingkat Kepatuhan Membaca
Keterangan Label Pangan
Analisis statistik dilakukan untuk melihat hubungan antara pengetahuan
mengenai label, persepsi mengenai label, sikap terhadap klaim produk susu
dengan tingkat kepatuhan membaca keterangan label pada kemasan pangan. Uji
korelasi menggunakan uji Spearman. Hubungan antara pengetahuan mengenai
label dengan persepsi, sikap, dan tingkat kepatuhan membaca label pangan
dirujuk pada Tabel 28. Berikut ini merupakan tabel hasil analisis hubungan antara
pengetahuan mengenai label, persepsi mengenai label, sikap terhadap klaim
produk susu dengan tingkat kepatuhan membaca keterangan label pada kemasan
pangan.
36
Tabel 28 Hubungan antara pengetahuan mengenai label, persepsi mengenai label,
sikap terhadap klaim produk susu dengan tingkat kepatuhan membaca
keterangan label
No. Variabel Tingkat kepatuhan membaca label
r p
1 Pengetahuan mengenai label 0.191 0.071
2 Persepsi mengenai label 0.453 0.000*
3 Sikap terhadap klaim 0.581 0.000* b)
Uji hubungan menggunakan Spearman
*Nyata pada 0.05
Tabel 28 menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara pengetahuan
mengenai label dengan tingkat kepatuhan membaca label pada kemasan pangan
(p>0.05). Hasil penelitian ini dapat berarti bahwa contoh dengan pengetahuan
yang baik mengenai label pangan belum tentu memiliki tingkat kepatuhan yang
baik pula. Sebaliknya, contoh dengan pengetahuan kurang belum tentu memiliki
tingkat kepatuhan yang kurang baik. Gambaran deskriptif pengetahuan, persepsi,
sikap, dan tingkat kepatuhan contoh memperlihatkan bahwa semester 6 memiliki
rata-rata pengetahuan label lebih tinggi dibandingkan semester lainnya. Namun,
persepsi, sikap, dan tingkat kepatuhan memiliki rata-rata terendah.
Hasil yang diperoleh pada penelitian ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Zahara (2009) pada mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat di
Universitas Indonesia. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa pengetahuan
mengenai label tidak memiliki hubungan dengan tingkat kepatuhan membaca
keterangan label informasi nilai gizi pada produk. Namun, hasil penelitian
mengenai pengetahuan label pangan ini memiliki hasil yang berbeda dengan
Kennedy et al. (2005). Penelitian tersebut menjelaskan bahwa pengetahuan yang
diperoleh seseorang akan memiliki hubungan terhadap tindakan yang dilakukan.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan perbedaan hasil pada penelitian
ini. Keterangan label yang tidak menarik perhatian, tidak ada waktu untuk
membaca, keterbatasan memahami informasi yang tertera pada label, dan kurang
peduli terhadap pangan yang dikonsumsi adalah beberapa hal yang mungkin
menjadi alasan tidak memperhatikan label pangan (Signal et al. 2008). Alasan lain
yang disampaikan oleh Samson (2012) berdasarkan hasil penelitian yaitu lebih
dari setengah konsumen tidak memperhatikan label karena produk tersebut tidak
asing bagi mereka. Beberapa alasan ini dapat menjadi faktor pengetahuan tidak
berhubungan dengan tingkat kepatuhan membaca label pangan.
Tabel 26 menunjukkan adanya hubungan antara persepsi mengenai label
pangan dengan tingkat kepatuhan membaca keterangan label pada kemasan
pangan (p<0.05). Hal ini berarti bahwa semakin baik persepsi mengenai label
terhadap klaim produk susu yang dimiliki oleh contoh, maka tingkat kepatuhan
membaca keterangan label juga semakin baik. Persepsi memiliki pengaruh
terhadap perilaku atau keputusan pembelian pada konsumen (Shi et al. 2011).
Persepsi cenderung mengendalikan seseorang dalam berperilaku, termasuk
keputusan dalam kebiasaan membaca label. Hasil pada Tabel 28 mengenai
hubungan persepsi dengan tingkat kepatuhan membaca label sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Sandberg (2013) di Denmark. Penelitian tersebut
37
menjelaskan bahwa konsumen yang peduli terhadap label pangan memiliki
pengaruh yang positif dengan persepsi.
Tabel 28 juga menunjukkan bahwa terdapat adanya hubungan antara sikap
terhadap klaim produk susu dengan tingkat kepatuhan membaca keterangan label
pada kemasan pangan. Hal ini berarti bahwa semakin baik sikap terhadap klaim
produk susu yang dimiliki oleh contoh, maka tingkat kepatuhan membaca
keterangan label juga semakin baik. Penelitian yang dilakukan oleh Mediani
(2014) menunjukkan hasil yang sama. Penelitian tersebut menjelaskan bahwa
terdapat perbedaan nyata antara sikap contoh dengan perilaku membaca label
informasi gizi.
Klaim merupakan segala bentuk uraian yang menyatakan, menyarankan,
atau secara tidak langsung menyatakan perihal karakteristik tertentu suatu pangan
yang berkenaan dengan asal usul, kandungan gizi, sifat, produksi, pengolahan,
komposisi, atau faktor mutu lainnya. Keterangan klaim pada kemasan produk
pangan harus bersifat benar dan tidak menyesatkan. Keterangan klaim pada
produk susu biasanya dapat berupa klaim gizi dan kesehatan. Produk yang
memiliki klaim wajib mencantumkan keterangan informasi nilai gizi. Penelitian
yang dilakukan oleh Washi (2012) menyebutkan bahwa aspek gizi dinilai penting
untuk meningkatkan sikap yang baik terhadap label pangan. Klaim kesehatan
memiliki manfaat secara lebih positif ketika produk tersebut dinilai memiliki
kesan yang baik secara keseluruhan (Wills et al. 2012). Susu merupakan suatu
produk pangan yang diyakini memiliki manfaat baik bagi tubuh. Perhatian contoh
terhadap klaim produk pada penelitian ini dinilai baik sehingga secara tidak
langsung berhubungan dengan tingkat kepatuhan dalam membaca keterangan
label.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Sebagian besar contoh memiliki pengetahuan mengenai susu, pengetahuan
mengenai label, persepsi, sikap, dan tingkat kepatuhan yang berada pada kategori
cukup. Skor pengetahuan mengenai susu paling tinggi dimiliki oleh mahasiswa
semester 4, sedangkan skor pengetahuan mengenai label paling tinggi dimiliki
oleh mahasiswa semester 6. Skor persepsi dan sikap tertinggi dimiliki oleh
mahasiswa semester 2, sedangkan skor tingkat kepatuhan dimiliki oleh mahasiswa
semester 8. Uji korelasi yang dilakukan untuk mengetahui adanya hubungan
antara jenjang semester dengan pengetahuan, persepsi, sikap, dan tingkat
kepatuhan memperoleh hasil bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan susu
dan label dengan jenjang semester. Variabel persepsi, sikap, dan tingkat
kepatuhan tidak berhubungan nyata dengan jenjang antar semester pada contoh.
Produk susu yang paling banyak dikonsumsi oleh contoh adalah produk A.
Sementara itu, harga produk susu yang paling murah adalah produk C. Tidak ada
hubungan antara harga dengan produk susu yang dikonsumsi contoh.
Peringkat pertama dalam prioritas membaca keterangan label pangan pada
kemasan produk susu adalah nama produk, kemudian tanggal kadaluarsa.
38
Sementara itu, alamat produk, informasi nilai gizi, kode produksi, dan informasi
alergen tidak menjadi prioritas contoh dalam membaca label. Hal ini berarti
bahwa tidak satupun contoh memilih keterangan-keterangan tersebut sebagai
prioritas dalam membaca keterangan label pangan pada kemasan produk susu.
Seluruh keterangan label produk susu yang dikonsumsi contoh telah
memenuhi peraturan yang ditetapkan oleh BPOM, baik keterangan minimum
maupun keterangan lainnya. Produk susu yang dikonsumsi oleh contoh hampir
sebagian besar mencantumkan klaim, yang terdiri dari klaim gizi dan klaim
kesehatan. Pernyataan klaim yang tercantum pada seluruh produk telah memenuhi
ketentuan BPOM, kecuali produk B yang mencantumkan klaim fungsi zat gizi
terkait antioksidan. Klaim fungsi zat gizi terkait antioksidan tidak diperkenankan
untuk dicantumkan pada kemasan pangan.
Analisis hubungan antara pengetahuan, persepsi, sikap, dan tingkat
kepatuhan memperoleh hasil bahwa pengetahuan tidak memiliki hubungan yang
signifikan dengan persepsi, sikap, dan tingkat kepatuhan. Hal ini berarti bahwa
pengetahuan contoh yang baik tidak menjamin adanya persepsi, sikap, dan tingkat
kepatuhan dalam membaca keterangan label yang baik pula, begitupun
sebaliknya. Persepsi memiliki hubungan signifikan dengan sikap dan tingkat
kepatuhan, serta sikap memiliki hubungan dengan tingkat kepatuhan. Artinya,
semakin baik persepsi maka sikap contoh juga semakin baik. Sikap contoh yang
semakin baik maka tingkat kepatuhan dalam membaca keterangan label akan
semakin baik pula.
Saran
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kepatuhan contoh dalam
membaca label sebagian besar berada pada kategori cukup. Oleh karena itu,
kebiasaan dalam membaca informasi label pangan yang tertera pada produk perlu
ditingkatkan. Hal ini juga berlaku untuk konsumen lainnya, selain mahasiswa gizi.
Analisis mengenai kebenaran klaim yang tertera pada produk susu menunjukkan
bahwa masih ada klaim yang belum sesuai dengan ketentuan. Oleh karena itu,
konsumen sebaiknya cermat mengamati kebenaran klaim yang tertera pada
kemasan pangan. Selain itu, konsumen juga sebaiknya memperhatikan dengan
baik iklan produk yang disampaikan di media, seperti televisi, internet, maupun
media lainnya.
Penelitian ini belum membedakan jenis media sebagai sumber informasi
mengenai label yang diperoleh oleh contoh. Selain itu, penelitian ini belum
menanyakan alasan contoh tidak memperhatikan keterangan label pangan. Oleh
karena itu, adanya klasifikasi media sebagai sumber informasi dan pertanyaan
mengenai alasan contoh tidak memperhatikan keterangan label pangan dapat
menjadi pertimbangan untuk penelitian selanjutnya.
39
DAFTAR PUSTAKA
Ainur S. 2013. Analisis pengaruh kualitas produk, harga, dan promosi terhadap
keputusan pembelian produk susu Hi-Lo di Semarang. [skripsi]. Semarang
(ID): Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro.
[BKKBN] Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. 1998. Gerakan
keluarga berencana dan keluarga sejahtera. Jakarta (ID): BKKBN.
[BPKN] Badan Perlindungan Konsumen Nasional. 2007. Hasil kajian Badan
Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) di bidang pangan terkait
perlindungan konsumen. [internet]. Tersedia pada:
http://ditjenspk.kemendag.go.id/files/pdf/2013/06/04/hasil-kajian-badan
perlindungan-konsumen-nasional-bpkn-di-bidang-pangan-terkait-
perlindungan-konsumen-id0-1370355071.pdf.
Bonaventure B, Umberger W. 2012. Factors influencing Malaysian consumer´s
consumption of dairy product. [internet]. Tersedia pada:
http://ageconsearch.umn.edu/bitstream/124243/2/2012AC%20Boniface%2
0CP.pdf
[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2015. Laporan Kinerja Badan
Pengawas Obat dan Makanan Triwulan IV* Tahun 2015. [internet]. Indonesia
(ID): BPOM. Tersedia pada: http://www.pom.go.id/ppid/rar/2016/rtw2015-IV.pdf
_______________________________________. 2016. Peraturan Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia nomor 13
Tahun 2016 tentang Pengawasan Klaim dalam Label dan Iklan Pangan
Olahan. [internet]. Tersedia pada:
http://jdih.pom.go.id/produk/PERATURAN%20KEPALA%20BPOM/PK
BPOM%20No%2013%20Tahun%202016%20tentang%20Klaim%20pada
%20Label%20dan%20Iklan%20Pangan%20Olahan.pdf.
Contento RI. 2011. Nutrition Education, Linking Research, Theory, and Practice.
Canada: James & Barletlett, Second Edition.
Cowburn G, Stockley L. 2004. Consumer understanding and use of nutrition
labelling: A systematic review. Journal of Public Health Nutrition.
8(1):21-28.doi:10.1079/PHN2004666.
[FSAI]. Food Safety Authority of Ireland. 2009. A research study into consumers
attitudes to food labelling. Irlandia (IE): Abbey Court, Dublin.
Ginting E. 2006. Persepsi ibu tentang label makanan kemasan anak sekolah dasar
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Grunert KG. 2011. Sustainability in the food sector: A consumer behaviour
perspective. Food System Dynamics. 2(3): 207-218.
Hastono SP. 2006. Analisis Data. Depok (ID): Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia.
40
Kennedy J, Jackson V, Cowan C, Blair I, Dowell DM, Bolton D. 2005. Consumer
food safety knowledge: segmentation of irish home food preparers based
on food safety knowledge and practices. British Food Journal.
107(7):441-452. doi: 10.1108/00070700510606864.
Khan MRA, Iqbal N, Tasneem S. 2015. The influence of parents educational level
on secondary school student academic achievements in District Rajanpur.
Journal of Education and Practice. Volume 6 No. 16.
Kumar, Babu S. 2014. Factors influencing consumer buying behavior with
special reference to dairy products in Pondicherry State. International
Monthly Refereed Journal of Research in Management. Technology. 3: 65-
73.
Mahdavi AM, Abdolahi P, Mahdavi R. 2012. Knowledge, attitude, and practice
between medical and non-medical sciences students about food labeling.
Health Promotion Perspective 2012.2(2): 173-179.
Mediani NV. 2014. Pengetahuan, persepsi, sikap, dan perilaku membaca label
informasi gizi pada mahasiswa. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Norman DA. 2013. Models of Human Memory. New York (US): Academic Press.
Pemerintah Republik Indonesia. 1999. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
No. 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan. Jakarta (ID):
Sekretariat Negara.
_________________________. 2012. Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Jakarta (ID): Sekretariat Negara.
Puspita NN. 2014. Theory of Planned Behaviour (TPB): pengetahuan, persepsi,
dan niat membaca label komposisi produk pangan pada mahasiswa.
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Retnaningsih, Utami PW, Muflikhati I. 2010. Analisis faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap sikap dan perilaku membeli buku bajakan pada
mahasiswa IPB. Jurnal Ilmu Keluarga dan Konsumen. 3(1):82-88.
Rosalia SP. 2015. Pengaruh kualitas produk, harga, promosi, dan lokasi terhadap
keputusan pembelian produk susu Boneeto di Kota Kediri. [skripsi].
Kediri (ID): Universitas Nusanntara PGRI Kediri.
Samson G. 2012. Awareness of food labelling and use of the information in
purchasing food package food products among consumer in Ilala
Municipality-Dar Es Salaam. [disertasi]. Tanzania (SA): Master of Public
Health Dissertation Muhimbili University.
Sandberg KJ. 2013. Consumer response to food labels in Denmark (DK). [tesis].
Denmark: Aarhus University.
41
Saparinto C. 2006. Bahan Tambahan Pangan. Yogyakarta (ID): Kanisius.
Shi Z, Pei X, Zhigang W. 2011. Are nutrition labels useful for the purchase of a
familiar food? Evidence from Chinese consumers’ purchase of rice.
Journal of Business China. 5(3):402-421.
Signal L, Lanumata T, Robinson JA, Tavila A, Wilton J, Mhurchu CN. 2008.
Perceptions of New Zealand nutrition labels by Maori, Pacific and low-
income shoppers. Journal of Public Health Nutrition. 11(7):706-713.
Soekidjo. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta (ID: Rineka Cipta.
Solomon MR. 2002. Consumer Behavior. New Jersey (US): Prentice Hall
International.
Sugihartono et al. 2007. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta (ID): UNY Press.
Sumarwan U. 2002. Perilaku Konsumen: Teori dan Penerapannya dalam
Pemasaran. Bogor (ID): Ghalia Indonesia.
Umar H. 2005. Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Jakarta (ID):
Raja Grafindo Persada.
Washi S. 2012. Awareness of food labelling among consumers in groceries in Al-
Ain. United Arab Emirates (SA): International Journal of Marketing
Studies.4(1). doi:10.5539/ijms.v4n1p38.
Widuri RN. 2014. Pengetahuan, persepsi risiko, dan perilaku membaca label
kadaluarsa produk pangan. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Wills JM, Storcksdieck S, Kolka M. 2012. European consumers and health
claims: attitudes, understanding and purchasing behaviour. Proceedings of
the Nutrition Society. 71: 229-236.
Zahara S. 2009. Hubungan karakteristik individu, pengetahuan, dan faktor lain
dengan kepatuhan membaca label gizi, komposisi, dan kadaluarsa pada
mahasiswa FKM UI depok tahun 2009. [skripsi]. Jakarta (ID): Universitas
Indonesia.
Zahara S, Triyanti. 2009. Kepatuhan membaca label informasi zat gizi di kalangan
mahasiswa. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional. 4(2).
42
LAMPIRAN
Lampiran 1 Hasil survei terhadap mahasiswa IPB mengenai produk pangan
kemasan yang paling sering dikonsumsi
No. Jenis produk Persentase produk kemasan yang sering dikonsumsi mahasiswa
n %
1 Susu 59 47.58
2 Mi instan 30 24.19
3 Biskuit 13 10.48
4 Sereal 2 1.61
5 Minuman sari buah 3 2.42
6 Minuman isotonik 3 2.42
7 Minuman berenergi 2 1.61
8 Teh kemasan 4 3.23
9 Kopi 5 4.03
10 Keripik kentang 1 0.81
11 Wafer 2 1.61
Total 124 100.00
Lampiran 2 Uji normalitas data
Uji Normalitas
Variabel
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Pengetahuan mengenai susu 0.192 90 0.000 0.914 90 0.000
Pengetahuan mengenai label 0.140 90 0.000 0.955 90 0.004
Persepsi mengenai label 0.103 90 0.019 0.964 90 0.013
Sikap terhadap klaim produk susu 0.136 90 0.000 0.971 90 0.039
Tingkat kepatuhan membaca label pangan 0.066 90 0.200 0.992 90 0.888
Lampiran 3 Hasil korelasi sumber memperoleh informasi mengenai label dengan
pengetahuan mengenai label. persepsi mengenai label. sikap terhadap
klaim produk susu. dan tingkat kepatuhan membaca label pangan
No
. Variabel
Sumber memperoleh informasi
mengenai label pangan
r p
1 Pengetahuan mengenai label 0.106 0.322
2 Persepsi mengenai label 0.075 0.481
3 Sikap terhadap klaim produk susu 0.035 0.744
4 Tingkat kepatuhan membaca label pangan 0.184 0.082
43
ANALISIS TINGKAT KEPATUHAN MEMBACA LABEL PANGAN
PADA MAHASISWA GIZI INSTITUT PERTANIAN BOGOR
LEMBAR PERSETUJUAN
(Informed Consent)
“Saya yang bertanda tangan di bawah ini bersedia menjadi subjek penelitian dan
bersedia mengisi data berikut dengan sebenar-benarnya tanpa paksaan dari
siapapun”.
(Data yang telah diberikan oleh subjek akan dijaga kerahasiaannya dan tidak akan
disebutkan namanya serta hanya digunakan untuk kepentingan dalam penyusunan
skripsi).
Bogor, _______________ 2016
(…………………………….…)
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
44
KUESIONER PENELITIAN
ANALISIS TINGKAT KEPATUHAN MEMBACA LABEL PANGAN
PADA MAHASISWA GIZI INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Kode* :
Tanggal Pengisian Kuesioner :
Nama Responden :
No telepon/HP :
*diisi oleh peneliti
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2016
45
ANALISIS TINGKAT KEPATUHAN MEMBACA LABEL PANGAN
PADA MAHASISWA GIZI INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Assalamualaikum Wr.Wb. Salam sejahtera. Saya Putri Swastanti Pane
Jurusan Ilmu Gizi, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Saya
sedang melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Tingkat Kepatuhan
Membaca Label Pangan pada Mahasiswa Gizi Institut Pertanian Bogor”.
Penelitian ini dilakukan untuk menyusun skripsi. Identitas Saudara akan
dirahasiakan. Saya mengharapkan kesediaan Saudara untuk menjawab
pertanyaan dengan baik dan jujur. Saya mengucapkan terima kasih atas kesediaan
Saudara menjadi responden dalam penelitian ini.
A. KARAKTERISTIK INDIVIDU
A1. Nama :
A2. Jenis kelamin :
A3. Tempat dan tanggal lahir :
A4. Usia :
A5. Uang saku :
A6. Semester :
B. KARAKTERISTIK KELUARGA
B1. Jumlah keluarga inti
(ayah, ibu, anak) :
a. ≤ 4 orang
b. 5-7 orang
c. ≥8 orang
B2. Jumlah tanggungan
keluarga :
B3. Pendapatan orang tua :
B4. Pendidikan orang tua : B4a. Ayah :
a. Tidak sekolah
b. Tidak tamat SD
c. SD/sederajat
d. SMP/sederajat
e. SMA/sederajat
f. Diploma/sederajat
g. S1/S2/S3
B4b. Ibu :
a. Tidak sekolah
b. Tidak tamat SD
c. SD/sederajat
d. SMP/sederajat
e. SMA/sederajat
46
f. Diploma/sederajat
g. S1/S2/S3
B5. Pekerjaan orang tua : B5a. Ayah :
a. Tidak bekerja
b. PNS/Polri/ABRI
c. BUMN
d. Pegawai swasta
e. Petani
f. Buruh
g. Pedagang
h. Wirausaha
i. Yang lain (sebutkan) :
B5b. Ibu :
a. Tidak bekerja
b. PNS/Polri/ABRI
c. BUMN
d. Pegawai swasta
e. Petani
f. Buruh
g. Pedagang
h. Wirausaha
i. Yang lain (sebutkan) :
C. KEBIASAAN MENGONSUMSI SUSU
C1. Apakah Anda pernah mengonsumsi susu?
a. Ya (lanjut ke pertanyaan C2)
b. Tidak (pertanyaan selesai)
C2. Berapa kali biasanya Anda mengonsumsi susu dalam seminggu?
a. Setiap hari
b. 4-6 kali
c. 2-3 kali
d. 1 kali
C3. Merek produk susu yang biasanya Anda konsumsi adalah.....
(sebutkan secara lengkap merek susunya, jenis, dan rasanya. Misal : susu
kental manis merek X rasa cokelat, susu cair merek Y full cream).
C4. Alasan Anda mengonsumsi merek produk tersebut karena.....
a. Murah dan terjangkau
b. Enak
c. Memiliki kandungan zat gizi lengkap
d. Lainnya (sebutkan)
47
D. PENGETAHUAN MENGENAI SUSU
Di bawah ini merupakan pengetahuan mengenai susu. Pilihlah salah satu
jawaban (benar atau salah) dari setiap butir pertanyaan yang diberikan dengan
cara memberikan tanda silang pada jawaban yang Anda anggap benar.
C1. (B/S) Susu merupakan produk pangan yang harus dikonsumsi agar
hidup sehat.
C2. (B/S) Salah satu pesan gizi seimbang yaitu harus mengonsumsi susu
setiap hari.
C3. (B/S) Jenis protein yang paling banyak terkandung pada susu adalah
kasein dan whey protein.
C4. (B/S) Lemak pada susu dapat dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan
margarin.
C5. (B/S) Susu merupakan pangan sumber kalsium.
C6. (B/S) Laktosa merupakan bentuk monosakarida yang ada pada susu.
C7. (B/S) Lactose intolerance dapat terjadi karena kekurangan enzim
maltase.
C8. (B/S) Salah satu cara dalam proses pembuatan susu adalah
pasteurisasi, yaitu suatu perlakuan dengan cara memanaskan susu dengan
suhu di bawah titik didih untuk mematikan mikroorganisme yang ada.
C9. (B/S) Susu UHT merupakan susu pasteurisasi melalui pemanasan
dengan suhu yang sangat rendah (<100oC) sehingga memiliki jangka
waktu penyimpanan yang cukup lama.
C10. (B/S) Semua contoh ini termasuk pangan olahan susu, yaitu nata de
coco, yoghurt, dan keju.
E. PERTANYAAN MENGENAI LABEL PANGAN
E1. Apakah Anda mengenal istilah label pangan?
a. Ya (lanjut ke pertanyaan E2)
b. Tidak (pertanyaan selesai)
E2. Sumber informasi yang Anda dapatkan mengenai label pangan berasal
dari......(jawaban boleh lebih dari satu)
a. Media (Internet, koran, majalah, TV, dsb)
b. Buku
c. Kuliah
d. Teman
e. Lainnya (sebutkan) :
E3. Berikan peringkat (1-10) terhadap keterangan label berikut mulai dari
yang paling Anda prioritaskan dalam membaca keterangan pada produk.
Keterangan Peringkat
Berat bersih
Tanggal kadaluarsa
Cara penyimpanan
Kode produksi
Informasi alergen
Keterangan Peringkat
Nama produk
Alamat produk
Komposisi bahan pangan
Informasi nilai gizi
Keterangan halal
48
F. PENGETAHUAN MENGENAI LABEL PANGAN
Berikut ini merupakan pertanyaan terkait label pangan. Pilihlah salah satu
jawaban (benar atau salah) dari setiap butir pertanyaan yang diberikan dengan
cara memberikan tanda silang pada jawaban yang Anda anggap benar.
F1. (B/S) Label pangan adalah setiap keterangan mengenai pangan yang
berbentuk gambar, tulisan, atau kombinasi keduanya.
F2. (B/S) Salah satu pasal yang terkait dengan label pangan tercantum
pada UU No. 18 tahun 2012 tentang pangan.
F3. (B/S) Keterangan minimum yang wajib dicantumkan oleh produsen
produk sesuai dengan undang-undang yang berlaku saat ini meliputi nama
produk, berat bersih, nama dan alamat produsen, informasi nilai gizi,
komposisi bahan yang digunakan, dan tanggal kadaluarsa.
F4. (B/S) Keterangan halal termasuk salah satu keterangan minimum yang
wajib dicantumkan oleh produsen berdasarkan undang-undang yang
berlaku saat ini.
F5. (B/S) Urutan keterangan zat gizi apabila pelabelan kandungan zat gizi
dicantumkan yaitu, jumlah keseluruhan energi (berdasarkan jumlah energi
yang berasal dari lemak, protein, dan karbohidrat), protein, jumlah
keseluruhan lemak, lemak jenuh, kolesterol, jumlah keseluruhan
karbohidrat, serat, gula, vitamin, dan mineral.
F6. (B/S) Pada label informasi gizi, keterangan zat gizi dinyatakan dalam
bentuk persentase (%) terhadap AKG.
F7. (B/S) Kandungan kalium bukan merupakan keterangan yang wajib
dicantumkan dalam informasi nilai gizi.
F8. (B/S) Kandungan natrium bukan merupakan keterangan yang wajib
dicantumkan dalam informasi nilai gizi.
F9. (B/S) Ukuran takaran saji bukan merupakan keterangan yang wajib
dicantumkan dalam informasi nilai gizi.
F10. (B/S) Suatu produk dapat dikatakan sumber mineral apabila
memenuhi minimal 20% Acuan Label Gizi (ALG) per 100 g (dalam
bentuk padat) atau 10% ALG per 100 ml (dalam bentuk cair).
F11. (B/S) Suatu produk dikatakan rendah lemak apabila kandungan
lemak pada produk tersebut tidak lebih dari 3 gram per 100 g (dalam
bentuk padat) atau 1.5 g per 100 ml (dalam bentuk cair).
F12. (B/S) Klasifikasi klaim yang tercantum dalam peraturan yang
berlaku, meliputi: 1) Klaim gizi, 2) Klaim kesehatan, dan 3) Klaim indeks
glikemik.
F13. (B/S) Klaim kesehatan terdiri dari: 1) Klaim kandungan zat gizi, 2)
Klaim fungsi zat gizi, 3) Klaim fungsi lain, dan 4) Klaim penurunan risiko
penyakit.
F14. (B/S) “Kalsium dapat membantu pemeliharaan kesehatan tulang dan
gigi” merupakan jenis klaim kandungan zat gizi.
F15. (B/S) “Serat pangan dapat berkontribusi untuk pemeliharaan
kesehatan saluran pencernaan” merupakan jenis klaim fungsi lain.
49
G. PERSEPSI LABEL PANGAN DAN KLAIM PRODUK
Berikut ini merupakan pernyataan mengenai persepsi label pangan dan
klaim produk. Pilihlah salah satu jawaban yang menurut Anda paling sesuai
dengan persepsi Anda dengan memberi centang pada salah satu kolom STS,
TS, S, atau SS.
No. Pernyataan STS TS S SS
G1 Menurut saya, pengetahuan mengenai
keterangan minimum yang harus dicantumkan
pada produk pangan penting untuk diketahui
setiap konsumen.
G2 Menurut saya, membaca nama produk penting
dilakukan ketika membeli sebuah produk
pangan kemasan.
G3 Menurut saya, membaca alamat produsen
penting dilakukan ketika membeli sebuah
produk pangan kemasan.
G4 Menurut saya, membaca komposisi bahan
pangan penting dilakukan ketika membeli
sebuah produk pangan kemasan.
G5 Menurut saya, membaca jumlah berat besih
penting dilakukan ketika membeli sebuah
produk pangan kemasan.
G6 Menurut saya, membaca tanggal kadaluarsa
penting dilakukan ketika membeli sebuah
produk pangan kemasan.
G7 Tidak membaca label pangan berarti
mengabaikan pesan gizi seimbang.
G8 Saya akan merasa lebih aman mengonsumsi
makanan yang saya beli setelah membaca
keterangan label yang tertera pada kemasan
pangan.
G9 Saya akan merasa ragu mengonsumsi pangan
apabila tidak mencantumkan komposisi bahan
pangan.
G10 Saya akan merasa ragu mengonsumsi pangan
apabila tidak mencantumkan tanggal
kadaluarsa.
G11 Pemahaman mengenai keterangan informasi
nilai gizi yang tertera pada produk pangan
penting bagi setiap konsumen.
G12 Menurut saya, setiap konsumen harus paham
mengenai maksud keterangan klaim yang
tertera pada suatu produk.
G13 Menurut saya, produk yang mencantumkan
klaim kesehatan harus dibuktikan
kebenarannya.
50
No. Pernyataan STS TS S SS
G14 Menurut saya, produsen harus secara benar,
jelas, dan jujur terhadap klaim yang akan
dicantumkan pada produknya.
G15 Produk dengan klaim yang menyesatkan
harus segera ditarik dari pasaran.
Keterangan :
STS : Sangat Tidak Setuju
TS : Tidak Setuju
S : Setuju
SS : Sangat Setuju
H. SIKAP TERHADAP KLAIM PRODUK SUSU
Berikut ini merupakan pernyataan mengenai sikap terhadap klaim produk
susu. Pilihlah salah satu jawaban yang menurut Anda paling sesuai dengan sikap
Anda dengan memberi centang pada salah satu kolom STS, TS, S, atau SS.
No. Pernyataan STS TS S SS
H1 Saya memahami jenis klaim yang tercantum
pada produk susu yang saya konsumsi.
H2 Klaim yang dicantumkan pada produk susu
mempengaruhi saya untuk membeli produk
tersebut ketika berbelanja.
H3 Apabila beberapa produk susu mencantumkan
klaim, saya akan membandingkan klaim yang
tertera antar produk tersebut.
H4 Saya percaya bahwa memperhatikan klaim
produk susu merupakan suatu pertimbangan
yang baik dalam membeli susu.
H5 Saya harus membuktikan kebenaran klaim
yang dicantumkan pada produk susu.
H6 Saya merasa kesal ketika menemukan klaim
yang tidak sesuai dengan yang seharusnya.
H7 Saya peduli dengan kebenaran klaim iklan
produk susu yang muncul di TV.
H8 Saya harus membuktikan keterangan klaim
pada produk susu yang ditayangkan di TV
dengan keterangan yang tertera di kemasan.
H9 Ketika iklan di TV mengenai keterangan
klaim terhadap produk susu terkesan
menyesatkan, saya akan mempertimbangkan
untuk membeli produk tersebut meskipun
iklan terkesan menarik.
H10 Saya akan mempertimbangkan untuk protes
kepada produsen apabila pencantuman klaim
produk tidak sesuai dengan peraturan.
51
Keterangan :
STS : Sangat Tidak Setuju
TS : Tidak Setuju
S : Setuju
SS : Sangat Setuju
I. TINGKAT KEPATUHAN MEMBACA LABEL PANGAN
Berikut ini merupakan pernyataan mengenai tingkat kepatuhan membaca label
pangan. Pilihlah salah satu jawaban yang menurut Anda paling sesuai dengan
perilaku Anda dengan memberi centang pada salah satu kolom TP, J, Sr, atau S.
No. Pernyataan TP J Sr S
I1 Saya membaca peraturan mengenai label pada produk
pangan.
I2 Saya membaca keterangan nama produk pada produk
pangan yang akan dibeli.
I3 Saya membaca keterangan asal produk pada produk
pangan yang akan dibeli.
I4 Saya membaca keterangan berat bersih pada produk
pangan yang akan dibeli.
I5 Saya membaca keterangan kadalurasa pada produk
pangan yang akan dibeli.
I6 Saya membaca keterangan komposisi bahan pangan
pada produk pangan yang akan dibeli.
I7 Saya membaca keterangan halal pada produk pangan
yang mencantumkan label halal.
I8 Saya membaca keterangan persentase energi total
pada informasi nilai gizi yang tertera pada produk
pangan.
I9 Saya membaca keterangan persentase lemak total
pada informasi nilai gizi yang tertera pada produk
pangan.
I10 Saya membaca keterangan persentase protein pada
informasi nilai gizi yang tertera pada produk pangan.
I11 Saya membaca keterangan persentase karbohidrat
total pada informasi nilai gizi yang tertera pada
produk pangan.
I12 Saya membaca keterangan persentase natrium pada
informasi nilai gizi yang tertera pada produk pangan.
I13 Saya membaca keterangan persentase AKG vitamin
dan mineral yang tertera pada produk pangan.
I14 Saya membaca keterangan takaran saji pada informasi
nilai gizi yang tertera pada produk pangan.
I15 Saya membaca keterangan persentase jumlah per
sajian pada informasi nilai gizi yang tertera pada
produk pangan.
52
No. Pernyataan TP J Sr S
I16 Saya tidak membeli produk pangan apabila tidak
ditemukan keterangan nama produk.
I17 Saya tidak membeli produk pangan apabila tidak
ditemukan keterangan asal produk.
I18 Saya tidak membeli produk apabila tidak ditemukan
keterangan berat bersih produk.
I19 Saya tidak membeli produk pangan apabila tidak
ditemukan keterangan kadaluarsa produk..
I20 Saya tidak membeli produk apabila tidak ditemukan
keterangan komposisi bahan pangan.
I21 Saya tidak membeli produk apabila tidak ditemukan
keterangan takaran saji pada informasi nilai gizi.
I22 Saya tidak mengonsumsi produk pangan yang telah
kadaluarsa meskipun kondisi produk masih terlihat
baik.
I23 Saya menghimbau dan mengajak orang lain untuk
berhati-hati membeli produk ketika saya menemukan
produk yang tidak mencantumkan tanggal kadaluarsa.
I24 Saya tidak membeli produk apabila ada istilah yang
tidak saya mengerti meskipun saya tertarik pada
produk tersebut.
I25 Saya menyatakan protes kepada produsen apabila
keterangan label produk tidak sesuai dengan
peraturan yang telah ditetapkan.
Ket :
TP : Tidak Pernah
J : Jarang
Sr : Sering
S : Selalu
53
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Padang Sidempuan, 10 April 1994 dari pasangan
Bapak Zainal Bahri Pane dan Zubaidah Siregar. Penulis merupakan anak ketiga
dari tiga bersaudara. Pendidikan formal penulis dimulai dari Taman Kanak-Kanak
(TK) Asiyah Busthanul Athfal Padang Sidempuan pada tahun 1999-2000,
SDN 12 Padang Sidempuan pada tahun 2000-2006, SMPN 1 Padang Sidempuan
pada tahun 2006-2009, dan SMA Panca Budi Medan pada tahun 2009-2012.
Penulis kemudian diterima menjadi mahasiswa Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi
Manusia, Institut Pertanian Bogor melalui jalur SNMPTN Undangan pada tahun
2012.
Penulis pernah menjadi pengurus organisasi mahasiswa Ecoagrifarma
Divisi Infokom pada tahun 2013. Selain itu, penulis juga pernah menjadi
volunteer di salah satu rumah belajar di Bogor. Penulis juga mengikuti beberapa
kegiatan kepanitiaan, seperti panitia Masa Perkenalan Fakultas (MPF), Pemilihan
Raya (Pemira) Fakultas, dan Nutrition Fair. Tahun 2015 penulis melaksanakan
Kuliah Kerja Nyata berbasis Profesi (KKN-P) di Desa Beberan, Kecamatan
Palimanan, Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat. Selanjutnya, penulis
melaksanakan Praktik Kerja Lapang (PKL) Manajemen Sistem Penyelenggaraan
Makanan dan Dietetik di RSUP Persahabatan Jakarta. Penulis pernah menjadi
asisten praktikum Evaluasi Nilai Gizi dan Konsultasi Gizi.