ANALISIS SENSORIK DAGING LANDAK JAWA
(HYSTRIX JAVANICA)
NURUL FUADY ABBAS
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Sensrorik
Daging Landak Jawa (Hystrix javanica) adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2014
Nurul Fuady Abbas
NIM B04100027
ABSTRAK
NURUL FUADY ABBAS. Analisis Sensorik Daging Landak Jawa (Hystrix
javanica). Dibimbing oleh DENNY WIDAYA LUKMAN dan SRIHADI
AGUNGPRIYONO.
Landak Jawa (Hystric javanica) merupakan hewan endemik di Indonesia.
Daging landak telah banyak dikonsumsi terutama di Jawa. Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengukur sikap subjektif dan tingkat kesukaan konsumen terhadap
daging landak jawa jantan dan betina berdasarkan sifat-sifat organoleptik.
Pengujian yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan uji perbandingan dan
uji kesukaan. Pengujian secara organoleptik (panel test) dilakukan kepada 15
orang panelis. Daging domba digunakan sebagai daging pembanding dalam kedua
uji yang dilakukan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik
organoleptik daging landak yaitu bau, kekenyalan, aroma, dan rasa relatif lebih
baik dari daging domba, sedangkan keempukan daging landak jantan atau betina
secara signifikan lebih baik daripada daging domba (p<0.05). Keempukan daging
landak jantan lebih baik daripada betina dibandingkan dengan daging domba.
Hasil uji hedonik menunjukkan bahwa panelis secara signifikan lebih menyukai
daging landak dibandingkan dengan daging domba, sedangkan daging jantan lebih
baik dari daging betina.
Kata kunci: Hystric javanica, uji kesukaan (hedonik), uji perbandingan.
ABSTRACT
NURUL FUADY ABBAS. Sensoric Analysis of Javanese Porcupine (Hystrix
javanica) Meat. Supervised by DENNY WIDAYA LUKMAN and SRIHADI
AGUNGPRIYONO.
Javanese porcupine (Hystric javanica) is an endemic animal in Indonesia.
People in several places in Java has been consuming porcupine’s meat. This study
was aimed to measure the consumers’ subjectivity and hedonic on porcupine’s
meat (male and female) based on sensory characteristics. The tests conducted in
this study involved comparative and hedonic tests which were carried out by 15
panelists. Mutton was used as comparative meat in the both tests. The result
showed that the organoleptic characteristics of porcupine’s meat, i.e., odor,
tenderness, aroma, and taste, were relatively better than mutton, whereas the
tenderness of porcupine’s meat, even male or female, were significantly better
than mutton (p<0.05). The tenderness of male porcupine’s meat better than
female’s one compared to mutton. The result of hedonic test showed that the
panelists more prefered significantly porcupine’s meat compared to mutton,
whereas the preference to male’s meat was better than the female’s one.
keywords: Hystric javanica, hedonic test, comparative test.
ANALISIS SENSORIK DAGING LANDAK JAWA
(HYSTRIX JAVANICA)
NURUL FUADY ABBAS
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan pada
Fakultas Kedoktera Hewan
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi : Analisis Sensorik Daging Landak Jawa (Hystrix javanica)
Nama : Nurul Fuady Abbas
NIM : B04100027
Disetujui oleh
Dr med vet Drh Denny W. Lukman, MSi Prof Drh Srihadi Agungpriyono, PhD, PAVet (K)
Pembimbing I Pembimbing II
Diketahui oleh
Drh Agus Setiyono, MS PhD, APVet
Wakil Dekan FKH IPB
Tanggal lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-
Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian
yang dilaksanakan pada bulan September 2013 ini adalah analisis daging, dengan
judul Analisis Sensorik Daging Landak Jawa (Hystrix javanica).
Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada Bapak Dr
med vet Drh Denny Widaya Lukman, MSi dan Bapak Prof Drh Srihadi
Agungpriyono, PhD, PAVet (K) selaku pembimbing. Serta Bapak Drh
Supratikno, Msi, PAVet yang telah membantu selama pengumpulan data hingga
penyelesaian skripsi. Kepada dosen pembimbing akademik Ibu Drh Okti Nadia
Poetri, MSc, MSi terima kasih telah memberikan pengarahan kepada penulis
sampai akhir perkuliahan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua
pegawai laboratorium atas bantuan selama penelitian hingga penulisan skripsi ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada orang tua tercinta, Drs
Abbas H dan Ir Sitti Halima MM yang telah banyak memberikan dukungan baik
moral, spiritual maupun materi sehingga penulis dapat menyelesaikan kewajiban
belajar selama ini. Adik tercinta Nurul Fadhilah Abbas terima kasih atas doa dan
dukungannya selama penulis menjalankan perkuliahan hingga penulisan skripsi
ini. Zahir Syah, SE terima kasih perhatian dan dukungannya selama ini.
Penulis ucapkan terima kasih juga kepada teman-teman kuliah yang selalu
memberi dukungan, bantuan, kerjasama dan semangat sehingga penulis dapat
menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Serta semua pihak yang telah
membantu penulis dalam menyelasaikan penelitian ini yang tidak dapat
disebutkan satu persatu.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, September 2014
Nurul Fuady Abbas
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 3
Landak Jawa (Hystrix javanica) 3
Khasiat Daging Landak 4
Daging Domba 5
Kualitas Daging 5
Analisis Sensorik 6
METODE PENELITIAN 7
Waktu dan Tempat 7
Materi 7
Bahan dan peralatan 7
Metodologi 7
HASIL DAN PEMBAHASAN 9
Uji Perbandingan` 9
Uji Kesukaan 10
SIMPULAN DAN SARAN 11
DAFTAR PUSTAKA 11
LAMPIRAN 14
RIWAYAT HIDUP 16
DAFTAR TABEL
1 Klasifikasi famili Hystricidae (Old World Porcupine) 4
2 Jenis daging dan nomor kode contoh 8
3 Hasil uji sensorik bau, kekenyalan, aroma, rasa, dan keempukan
daging landak dibandingkan dengan daging domba 9
4 Hasil uji sensorik kesukaan daging landak dibandingkan dengan
daging domba 10
DAFTAR GAMBAR
1 Landak Jawa (H. javanica) 3
DAFTAR LAMPIRAN
1 Kuisioner penelitian analisis sensorik pada daging mentah 14
2 Kuisioner penelitian analisis sensorik pada daging matang 14
3 Kuisioner penelitian terhadap uji kesukaan panelis 15
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Jumlah penduduk Indonesia mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
Pada tahun 2011, mencapai 241 juta jiwa dan meningkat pada tahun 2012
sebanyak 255 juta jiwa (BPS 2013). Laju peningkatan jumlah penduduk dan
perbaikan taraf hidup masyarakat Indonesia akan mendorong peningkatan
kebutuhan pangan, dan konsumsi menu makanan rumah tangga bertahap
mengalami perubahan ke arah peningkatan konsumsi protein hewani.
Daging merupakan salah satu bahan pangan yang menjadi sumber protein
hewani. Tingginya tingkat konsumsi daging disebabkan nilai gizi yang terkandung
di dalam daging lebih banyak bila dibandingkan dengan bahan pangan lainnya.
Selain itu, daging mempunyai asam amino esensial yang lebih lengkap bila
dibandingkan dengan protein yang berasal dari nabati.
Berdasarkan data statistik tahun 2011, rata-rata konsumsi daging penduduk
Indonesia sebanyak 2.76 kg/kapita/tahun, sedangkan tahun 2012 mencapai 3.14
kg/kapita/tahun dan diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan
bertambahnya penduduk (BPS 2012). Selain daging sapi, muncul trend di
masyarakat Indonesia untuk mengonsumsi pangan asal hewan selain ternak. Salah
satu hewan yang menjadi alternatif sebagai sumber daging adalah landak. Daging
landak sudah terkenal dan telah lama dikonsumsi oleh masyarakat di daerah Jawa
Tengah dan Jawa Timur sebagai sumber protein hewani. Masyarakat
mempercayai bahwa dengan mengkonsumsi daging landak dapat mencegah
osteoporosis dan meningkatkan vitalitas tubuh. Hati dan empedunya dapat
menyembuhkan penyakit asma serta gerusan duri dapat digunakan sebagai obat
sakit gigi dan bisul (Hadi dan Astri 2012).
Pemerintah Malaysia dengan penduduknya mayoritas muslim, sejak tahun
2005 telah menggalakkan peternakan landak raya (H. brachyura) dan pada tahun
2008 tepatnya di Banting, Selangor, Malaysia landak raya telah berhasil
diternakkan secara komersial. Akibatnya jumlah dan populasi landak raya dapat
dipertahankan dan ditingkatkan secara signifikan. Peningkatan populasi landak
raya ini tentunya dilakukan oleh pihak Malaysia dengan cara sistem pembiakan
teratur dan aplikasi bioteknologi pembiakan terkini sehingga dapat meningkatkan
kegunaan spesies ini secara lestari. Didasarkan pada hal tersebut maka dapat
dimungkinkan pula jika usaha pelestarian dan pemanfaatan yang sama dapat
diterapkan pada landak jawa (Aripin dan Mohammad 2008).
Landak merupakan mamalia yang memiliki rambut tebal berbentuk duri
tajam dan termasuk ke dalam ordo Rodentia. Di alam liar, landak beraktivitas di
malam hari (nocturnal) dan hidup berkelompok. Seekor landak dapat melahirkan
satu hingga tiga ekor anak bergantung pada spesiesnya. Landak hampir tersebar
di seluruh belahan dunia seperti di Amerika Utara, Amerika Tengah, Amerika
Latin, Eropa Selatan, Afrika, dan Asia Selatan hingga Asia Tenggara. Di
Indonesia, penyebaran landak meliputi Sumatera, Kalimantan, Jawa, dan Bali.
Umumnya, landak raya (H. brachyura) tersebar di Pulau Sumatera dan
Kalimantan sedangkan landak jawa (H. javanica) tersebar di Pulau Jawa. Di
2
Kalimantan pun terdapat landak butun (H. crassispinis) dan angkis ekor panjang
(Trichys fasciculata) yang merupakan satwa asli Kalimantan.
Landak jawa merupakan satwa endemik Indonesia yang tersebar di beberapa
provinsi seperti Jawa Tengah, Bali, dan Nusa Tenggara. Tubuhnya tertutup oleh
rambut-rambut yang keras dan tajam berwarna hitam kecoklatan dan coklat putih
(Suyanto 2002). Landak jawa memiliki potensi yang tinggi sebagai ternak harapan
untuk didomestikasikan oleh masyarakat Indonesia khususnya masyarakat Jawa
Tengah, Bali, dan Nusa Tenggara.
Landak jawa memiliki panjang tubuh yang besar sekitar 37-47 cm dan bobot
badan 10-15 kg. Sebagian besar tubuh bagian atas ditutupi bulu panjang yang
keras berwarna hitam keputihan dan tajam, rambut pendek berwarna coklat
kehitaman di bagian leher serta tubuh bagian bawah. Matanya kecil berwarna
kehitaman dan telinga berbentuk seperti kepingan uang logam.
Landak secara umum adalah herbivora, dan menyukai daun, batang,
khususnya bagian kulit kayu. Landak dianggap sebagai hama tanaman pertanian
tapi meskipun demikian, orang juga menjadikan landak sebagai salah satu bahan
pangan (Lunde dan Aplin 2008). Kandungan gizi dalam daging landak sangat
baik untuk kesehatan manusia. Daging landak jawa memiliki kadar kolesterol
yang rendah dan memiliki kandungan gizi yang dipercaya menguatkan stamina
dan menyembuhkan penyakit asma (Karima 2012).
Selain nilai gizi, tentunya sifat fisik dan organoleptik juga sangat
menentukan kualitas daging. Sifat organoleptik daging berperan penting dalam
penilaian visual yang dilakukan oleh konsumen yang menentukan daya terima
konsumen. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan mempelajari mutu daging
landak jantan dan betina melalui uji organoleptik.
Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengukur sikap subjektif dan tingkat
kesukaan konsumen terhadap daging landak jawa (H. javanica) jantan dan betina
berdasarkan sifat-sifat organoleptik dengan menggunakan daging domba sebagai
pembanding.
Manfaat
Penelitian ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan dan informasi
awal tentang mutu daging landak jawa jantan dan betina terhadap daya terima dan
tingkat kesukaan konsumen. Selain itu, hasil penelitian ini juga dapat menambah
referensi tentang mutu daging landak jawa jantan dan betina untuk dijadikan
sebagai satwa harapan penghasil daging yang dapat memenuhi kebutuhan protein
hewani yang bebas kolesterol di masyarakat.
3
TINJAUAN PUSTAKA
Landak jawa (Hystrix javanica)
Landak jawa (H. javanica) termasuk hewan kelas mamalia yang mengerat
dan merupakan hewan endemik dari Indonesia. Meskipun tidak terdaftar sebagai
hewan yang terancam eksistensinya di alam, landak jawa diburu orang karena di
beberapa tempat merusak tanaman budidaya, namun daging landak juga dicari
orang untuk dibuat sate di beberapa tempat (Lunde dan Aplin 2008). Hewan ini
hidup di daerah dataran rendah dan merupakan rodensia dengan ukuran yang
besar.
Gambar 1 Landak Jawa (H. javanica) (Lunde dan Aplin 2008)
Menurut Nowak (1999), landak Jawa termasuk ke dalam genus Hystrix dengan
nama latin Hystrix javanica. Spesies ini masuk ke dalam subfamili Hystricinae,
famili Hystricidae. Landak Jawa termasuk ke dalam subordo Hystricomorpha, ordo
Rodentia. Secara sistematis klasifikasi landak jawa adalah sebagai berikut:
Kelas : Mammalia
Ordo : Rodentia
Subordo : Hystricomorpha
Famili : Hystricidae
Subfamili : Hystricinae
Genus : Hystrix
Spesies : Hystrix javanica
Landak jawa banyak ditemukan di hutan, dataran rendah, kaki bukit, dan
area pertanian. Pakan landak jawa dapat berupa rumput, daun, ranting, akar, buah-
buahan, sayur-sayuran bahkan landak juga dapat mengunyah tanduk rusa untuk
memenuhi kebutuhan mineral dalam tubuhnya.
Klasifikasi famili Hystricidae terbagi menjagi 3 genus utama yaitu Trichys,
Atherurus, dan Hystrix. Hystrix terbagi menjagi 3 subgenus yaitu Hystrix,
Acanthion, dan Thecurus (Weers 2005). Klasifikasi landak Jawa (H. javanica)
pada tingkatan genus Hystrix dan subgenus Acanthion dapat dilihat pada Tabel 1.
4
Tabel 1 Klasifikasi famili Hystricidae (Old World Porcupine) (Weers 2005;
Nowak 1999)
Genus Sub genus Spesies
Trichys - Trichys fasciculata
Atherurus - Atherurus africanus
Atherurus macrourus
Hystrix Hystrix
Acanthion
Thecurus
Hystrix cristata
Hystrix africaeaustralis
Hystrix indica
Hystrix (Acanthion) brachyura
Hystrix (Acanthion) javanica Hystrix (Thecurus) sumatrae
Hystrix (Thecurus) crassispinis
Hystrix (Thecurus) pumila
Khasiat Daging Landak
Hampir seluruh bagian tubuh landak memiliki khasiat bila dimakan. Hati
landak jika dibakar berkhasiat untuk menyembuhkan penyakit asma dan diabetes.
Kulitnya dapat dibuat menjadi asem-asem sedangkan daging dan ekornya baik
untuk meningkatkan vitalitas pria. Dengan kandungan penguat stamina dan
kitotefin yang berguna bagi penderita asma, juga memiliki gen yang dapat
mempercepat penyembuhan luka. Landak jawa bagi beberapa masyarakat di
Indonesia dapat dikonsumsi karena perdagingannya yang tebal, dagingnya
bertekstur lembut, seratnya halus, dan rendah lemak. Meskipun belum terbukti
secara ilmiah, daging landak juga dipercaya sebagai obat tradisonal untuk
mencegah keropos tulang. Hati dan empedunya berkhasiat menghilangkan sakit
asma, dan gerusan duri untuk obat sakit gigi dan bisul (Hadi dan Astri 2012).
Dalam segi kehalalan, landak jawa dapat ditinjau dari aspek morfologinya
yaitu tidak memiliki gigi taring dan tidak bercakar. Selain itu, kehalalannya dapat
didasarkan pada Surat Al Baqarah: 29 “Dialah Allah yang menjadikan segala
yang ada dibumi untuk kamu”, dan dalam Surat Al Baqarah: 168 “Hai manusia,
makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi”, serta Surat Al
An'am: 110 “Mengapa kamu tidak mau memakan (binatang-binatang yang halal)
yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya, padahal sesungguhnya Allah
telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkanNya atasmu, kecuali apa
yang kamu terpaksa memakannya”. Dari ketiga Surat dapat dipahami bahwa
semua yang ada di bumi ini dapat dimakan kecuali terdapat pengecualian tertentu.
Demikian juga tidak ada dalil yang secara khusus mengharamkan landak. Apabila
tidak ada dalil yang mengecualikan suatu makanan dari keumumannya (bahwa
makanan itu haram), maka makanan tersebut tetap pada hukum asalnya, yaitu
mubah atau boleh dikonsumsi. Yang menghalalkan landak adalah Imam Asy
Syafi’i dan para pengikut mazhabnya, Imam Laits bin Sa’ad, dan Imam Abu
Tsaur. Demikian pula sebagian mazhab Hanbali seperti Imam Asy Syaukani, dan
Imam Ash Shan’ani.Sedangkan dari kalangan Maliki ada beberapa riwayat
pendapat, tetapi yang kuat mazhab ini membolehkan memakan landak.
5
Daging Domba
Daging domba mempunyai andil yang besar di dalam menunjang
kelangsungan hidup masyarakat. Meskipun harganya relatif mahal, tetapi
konsumen makin sadar akan nilai daging sebagai makanan yang protein
hewaninya tinggi (Murtidjo 1993). Daging yang berkualitas baik adalah daging
yang memenuhi persyaratan gizi dan menarik konsumen yaitu segar, warna
menarik dan tidak berlendir, sangat empuk, bercitarasa sempurna dan kesan jus
ketika dimasak, memiliki kalori yang rendah dan memiliki densitas nutrisi yang
tinggi (Indriana 2004).
Daging domba memiliki warna merah pucat, serat-serat daging halus yang
sangat rapat jaringannya, konsistensi cukup padat dan memiliki lemak yang
berwarna putih. Daging domba memiliki serat yang lembut dan samar. Tekstur
daging domba lunak dan lembut, dan memiliki aroma yang khas (Pratiwi 2012).
Kandungan nutrisi daging domba terdiri dari protein 20.8%, lemak 5.7%, energi
167 kkal/100, dan kolesterol 66 mg/100 g (Noor 2008).
Kualitas Daging
Daging adalah salah satu bahan pangan sumber protein hewani yang sangat
dibutuhkan oleh manusia, karena zat-zat makanan yang dikandungnya sangat
diperlukan untuk kehidupan manusia terutama bagi anak-anak yang sedang
tumbuh. Sebagai bahan pangan, daging dapat menimbulkan kepuasan atau
kenikmatan bagi yang memakannya karena kandungan gizinya lengkap seperti
protein hewani, air, energi, vitamin dan mineral, sehingga keseimbangan gizi
untuk hidup dapat terpenuhi (Hafid 2008).
Daging merupakan bahan makanan yang penting dalam memenuhi
kebutuhan gizi, selain mutu proteinnya yang tinggi, pada daging terdapat pula
kandungan asam amino esensial yang lengkap dan seimbang (Lawrie 2003).
Komposisi kimia daging terdiri dari air 56%, protein 22%, lemak 24%, dan
substansi bukan protein terlarut 3.5% yang meliputi karbohidrat, garam organik,
substansi nitrogen terlarut, mineral, dan vitamin. Kualitas daging dipengaruhi oleh
beberapa faktor, baik pada waktu hewan masih hidup maupun setelah dipotong.
Pada waktu hewan hidup, faktor penentu kualitas dagingnya adalah cara
pemeliharaan, meliputi pemberian pakan, tata laksana pemeliharaan, dan
perawatan kesehatan. Kualitas daging juga dipengaruhi oleh perdarahan pada
waktu hewan dipotong dan kontaminasi sesudah hewan dipotong. Kualitas daging
akan berpengaruh pada penyimpanan suhu dingin, dan penyimpanan pada suhu
dingin dapat mengakibatkan terjadinya pemendekan otot (Suryati dan Wresdiyati
2004). Adapun sifat-sifat daging yang berpengaruh terhadap kualitas daging
adalah daya ikat air (water hoding capacity), warna (color), kesan jus (juiciness),
keempukan (tendernees), susut masak (cooking loss), cita rasa (flavor), struktur,
firmness dan tekstur (Nurwantoro dan Mulyani 2003). Kualitas daging
dipengaruhi oleh banyak faktor dan faktor tersebut dapat dikontrol, dimanipulasi
dan dikuasai atau dimanfaatkan oleh manusia untuk menciptakan daya guna dan
hasil guna yang optimal (Rugayah 2008).
6
Analisis Sensorik
Analisis sensorik merupakan salah satu cara yang digunakan untuk
mengetahui daya terima suatu produk serta untuk menilai mutu suatu bahan
pangan dan penelitian organoleptik merupakan penilaian dengan cara memberi
rangsangan terhadap organ tubuh (Soekarto 1985). Pengujian sifat organoleptik
menggunakan uji mutu hedonik yaitu uji hedonik yang lebih spesifik yang
biasanya bertujuan untuk mengetahui respon panelis terhadap sifat mutu
organoleptik yang umum, misalnya tekstur, bau/rasa dan warna. Sedangkan uji
kesukaan merupakan salah satu jenis uji penerimaan (Rahayu 1998). Pada
prinsipnya terdapat 3 jenis uji organoleptik, yaitu uji pembedaan (discriminative
test), uji deskripsi (descriptive test) dan uji afektif (affective test). Uji yang
digunakan adalah uji pembedaan untuk memeriksa apakah ada perbedaan diantara
sampel-sampel yang disajikan (Anonim 2006).
Kekenyalan
Kekenyalan merupakan bagian pembentuk tekstur yang diperhitungkan
konsumen dalam menilai kesukaan dan penerimaan daging serta produknya.
Kekenyalan adalah kemampuan produk pangan untuk kembali kebentuk asal
sebelum pecah (Montolalu et al. 2013).
Aroma dan Rasa
Aroma daging menstimulasi aliran saliva dan jus alat pencernaan, sehingga
aroma merupakan respon psikologis dan fisiologis pada saat makan daging.
Aroma dideteksi bila sejumlah material volatil menstimulasi ujung-ujung syaraf
hidung. Total sensasi adalah rangsangan kombinasi rasa (gustatory) dan bau
(olfactory). Secara fisiologis persepsi rasa melibatkan empat basis sensasi yaitu
asin, manis, asam, dan pahit oleh ujung-ujung syaraf pada permukaan lidah
(Nurwantoro dan Mulyani 2003).
Keempukan
Keempukan merupakan faktor penting penentu kualitas daging. Persepsi
keempukan selama mastikasi terkait dengan aspek-aspek kelumatan terhadap
lidah dan pipi yang sangat bervariasi, ketahanan terhadap tekanan gigi yang
berhubungan dengan daya yang dibutuhkan untuk menusukkan gigi ke dalam
daging. Kemudahan fragmentasi yaitu ekspresi kemampuan gigi memotong
serabut-serabut otot dan jumlah residu setelah pengunyahan yang dapat dideteksi
sebagai jaringan ikat yang tertinggal setelah hampir seluruh sampel terkunyah
yang berasal dari perimisial atau epimisial (Nurwantoro dan Mulyani 2003).
Menurut Suradi (2006), kapasitas mengikat air merupakan faktor mutu yang
penting karena berpengaruh langsung terhadap keadaan fisik daging seperti
keempukan, warna dan tekstur daging.
Keempukan merupakan faktor penting yang dipertimbangkan dalam atribut
palatabilitas daging dan berkaitan erat dengan tingkat penerimaan konsumen
(Chambers dan Bowers 1993). Keempukan seringkali menyebabkan
ketidakpuasan konsumen terhadap kualitas daging (Purchas et al. 2002).
Pengukuran keempukan pada daging dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara
7
lain secara organoleptik dengan menggunakan panelis terlatih (Lorenzen et al.
2003).
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner
dan Laboratorium Anatomi Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2013.
Materi
Penelitian ini menggunakan 2 ekor landak jawa (Hystrix javanica) dewasa
berumur ± 1 tahun yang terdiri atas 1 ekor landak jantan dan 1 ekor landak betina
dengan bobot badan 8-10 kg. Sebagai pembanding digunakan daging domba
betina yang berumur 14 bulan.
Bahan dan Peralatan
Bahan yang digunakan dalam pengamatan uji organoleptik meliputi air,
kopi bubuk, kantong plastik, air minum, kertas label kode, dan kertas kue.
Peralatan yang digunakan antara lain kompor gas, panci untuk merebus daging,
termometer, pisau, dan nampan.
Metodologi
Seleksi Panelis
Syarat umum untuk menjadi panelis adalah mempunyai perhatian dan minat
terhadap pekerjaan ini, selain itu panelis harus dapat menyediakan waktu khusus
untuk penilaian serta mempunyai kepekaan yang dibutuhkan. Pengujian
organoleptik ini dilakukan kepada 15 orang panelis dan dipilih secara acak yang
terdiri dari 5 orang laki-laki dan 10 orang perempuan berumur antara 22 tahun dan
50 tahun.
Penyembelihan dan Penyimpanan Daging Landak
Landak dipuasakan selama 24 jam dengan tujuan agar diperoleh bobot
tubuh kosong (BTK), yaitu bobot tubuh yang telah dikurangi isi saluran
pencernaan, saluran kencing dan empedu, mempermudah proses penyembelihan
terutama bagi ternak yang agresif atau liar (Soeparno 1994). Setelah itu,
dilakukan proses penyembelihan dengan cara leher landak disembelih
menggunakan pisau yang yang tajam sesuai dengan syariat Islam. Setelah itu,
tubuh landak dikuliti untuk memisahkan antara kulit duri dengan daging. Daging
8
yang akan digunakan dalam pengamatan analisis sensorik selanjutnya dikemas
dalam kantong plastik, ditutup, diberi label dan disimpan di dalam lemari
pembeku dengan suhu minimum -18 ºC.
Persiapan Sampel
Sampel daging mentah dipotong seragam dan sama besar serta diberi kode
tertentu, sedangkan untuk daging yang matang, daging landak dan daging domba
dimasukkan ke dalam kantong plastik dan diberi label kemudian direbus selama
30 menit dengan suhu internal daging 85 ºC hingga warna daging berubah dari
warna merah menjadi coklat muda, kemudian masing-masing daging dipotong
seragam dan sama besar dan diberi kode tertentu lalu semua sampel daging
diletakkan pada kertas kue yang telah diberi label sesuai dengan kode sampel
untuk diberikan kepada panelis. Setiap meja pengujian disediakan kopi bubuk
dengan tujuan untuk menetralisir penciuman pada uji pengujian organoleptik.
Desain Penelitian
Pengujian yang dilakukan dengan menggunakan uji perbandingan dan uji
kesukaan. Uji perbandingan digunakan untuk mengetahui apakah ada perbedaan
diantara satu atau lebih sampel dengan sampel baku dan untuk memperkirakan
besarnya perbedaan yang ada. Uji kesukaan (uji hedonik) digunakan untuk
memilih satu produk di antara produk lain secara langsung. Pengujian secara
organoleptik (panel test) dilakukan kepada 15 orang panelis sesuai petunjuk
pengujian organoleptik (Setyaningsih et al. 2010). Dua buah jenis daging landak
jantan dan betina dan daging domba sebagai kontrol dipotong kecil-kecil. Contoh
dihidangkan di piring kertas dengan diberi kode seperti Tabel 2.
Tabel 2 Jenis daging landak dan nomor kode contoh
Jenis daging Nomor kode contoh
Domba R
Landak Jantan 458
Landak Betina 652
Panelis diminta untuk membandingkan 2 contoh yang akan dibandingkan
dengan contoh baku yang diberi tanda “R” terhadap karakteristik bau dan
kekenyalan untuk sampel daging mentah dan aroma, rasa, serta keempukan untuk
sampel daging matang dengan memberikan skor 1 sampai 9 (angka 1
menunjukkan skala amat sangat lebih baik dari R, 2 menunjukkan skala sangat
lebih baik dari R, 3 menunjukkan skala lebih baik dari R, 4 menunjukkan skala
agak lebih baik dari R, 5 menujukkan skala sama baiknya dengan R, 6
menunjukkan skala agak lebih buruk dari R, 7 menujukkan skala lebih buruk dari
R, 8 menujukkan skala sangat lebih buruk dari R dan angka 9 menunjukkan skala
amat sangat lebih buruk dari R). Selain itu, panelis juga diminta menilai
kesukaannya terhadap sampel daging dengan memberikan skor 1 sampai 9 (angka
1 menunjukkan skala amat sangat tidak suka, 2 menunjukkan skala sangat tidak
suka, 3 menunjukkan skala tidak suka, 4 menujukkan skala agak tidak suka, 5
menujukkan skala netral, 6 menunjukkan skala agak suka, 7 menunjukkan skala
suka, 8 menunjukkan skala sangat suka dan angka 9 menunjukkan skala amat
sangat suka).
9
Analisis Data
Data uji sensorik dianalisis secara deskriptif dan perbedaan antara daging
landak jantan dan betina dianalisis dengan menggunakan uji t-student.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Uji Perbandingan
Hasil uji sensorik menunjukkan bahwa secara umum bau, kekenyalan,
aroma, rasa, dan keempukan mulai dari sama sampai agak lebih baik dari daging
domba. Bila dibandingkan antara daging landak jantan dan betina, secara umum
sifat sensorik bau, kekenyalan, aroma, rasa dan rasa daging jantan relatif lebih
baik daripada daging betina, namun tidak berbeda nyata (p>0.05). Keempukan
daging jantan relatif lebih baik nyata (p<0.05) dari daging betina dibandingkan
dengan daging domba. Hasil uji sensorik dapat dilihat lebih jelas pada Tabel 3.
Tabel 3 Hasil uji sensorik bau, kekenyalan, aroma, rasa, dan keempukan daging
landak dibandingkan dengan daging domba
No Karakteristik Skor rata-rata sampel daging landak
Jantan Betina
1. Bau 4.47 5.07
2. Kekenyalan 4.40 4.07
3. Aroma 3.87 4.27
4. Rasa 4.20 4.20
5. Keempukan 4.53* 4.93*
* berbeda nyata (p<0.05)
Kualitas daging ditentukan oleh penerimaan konsumen terhadap sifat-sifat
daging yang meliputi ciri-ciri visual dan sensorik, termasuk daging yang diperoleh
harus aman untuk dikonsumsi dan berasal dari ternak yang sehat, serta status
kesejahteraan ternak selama sistem produksi yang baik (Becker 2000). Kualitas fisik
daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan sesudah pemotongan. Faktor yang dapat
mempengaruhi kualitas daging sebelum pemotongan antara lain genetik, spesies,
bangsa, tipe ternak, jenis kelamin, umur, pakan termasuk bahan aditif (hormon,
antibiotik, dan mineral), dan stres. Faktor setelah pemotongan yang
mempengaruhi kualitas daging antara lain metode pelayuan, stimulasi listrik,
metode pemasakan, pH karkas dan daging, bahan tambahan termasuk enzim
pengempuk daging, hormon, antibiotik, lemak intramuskuler atau marbling,
metode penyimpanan dan preservasi, macam otot daging dan lokasi pada suatu
otot daging (Soeparno 2005).
Keempukan daging merupakan penentu terpenting pada kualitas daging
terutama pada penerimaan konsumen untuk membeli dan mengonsumsi daging.
Kesan secara keseluruhan keempukan daging meliputi tekstur dan melibatkan tiga
aspek. Aspek pertama, awal kemudahan gigi dalam menetrasi ke dalam daging.
Kedua, kemudahan daging dipecah menjadi beberapa bagian kecil. Ketiga, jumlah
10
residu yang tertinggal setelah dikunyah (Lawrie 2003). Keempukan daging
banyak ditentukan oleh tiga komponen daging, yaitu struktur miofibrilar dan
status kontraksinya, kandungan jaringan ikat dan jaringan silangnya, daya ikat air
oleh protein serta juiciness daging. Fiems et al. (2000) menambahkan bahwa nilai
keempukan daging sangat dipengaruhi oleh faktor penanganan ternak sebelum
pemotongan, pakan ternak, nilai pH, dan perlemakan.
Secara umum diketahui bahwa daging hewan jantan memiliki tekstur yang
lebih kasar dari daging hewan betina. Daging (otot) yang banyak bergerak,
misalnya daging di bagian betis, akan memiliki tekstur lebih kasar dan menjadi
kurang empuk jika dibandingkan dengan daging (otot) yang terletak pada bagian
yang jarang digerakkan, misalnya daging dari bagian punggung. Pada bobot tubuh
dan karkas yang sama ternak jantan mengandung lebih banyak daging dan tulang
serta lebih sedikit lemak dibandingkan ternak berjenis kelamin betina (Colomer-
Rocker et al. 1992).
Peningkatan jumlah jaringan ikat didalam daging akan menurunkan
keempukan daging sementara keberadaan lemak marbling akan meningkatkan
keempukannya. Marbling adalah istilah populer untuk lemak intramuskuler.
Secara visual, marbling terlihat sebagai butiran lemak putih yang tersebar diantara
daging. Keberadaan marbling tidak saja mempengaruhi penampakan tetapi juga
meningkatkan keempukan produk olahan daging. Hasil yang diperoleh
menyatakan bahwa keempukan daging jantan relatif lebih baik nyata (p<0.05) dari
daging betina dibandingkan dengan daging domba, berbeda dengan literatur yang
menyatakan bahwa daging hewan betina lebih empuk dibandingkan dengan
daging hewan jantan karena pada daging hewan betina mengandung lebih banyak
lemak sehingga akan meningkatkan keempukan daging. Hal tersebut mungkin
disebabkan oleh perbedaan laju pertumbuhan pada umur yang sama antara ternak
jantan dan ternak betina (Soeparno 1994).
Uji Kesukaan (Hedonik)
Hasil uji kesukaan (hedonik) pada daging landak jantan dan betina
menunjukkan bahwa daging landak agak disukai dibandingkan dengan daging
domba, namun daging landak jantan lebih nyata (p<0.05) agak disukai
dibandingkan dengan daging landak betina. Hasil uji kesukaan (hedonik) dapat
dilihat lebih jelas pada Tabel 4.
Tabel 4 Hasil uji sensorik kesukaan daging landak dibandingkan dengan daging
domba
Karakteristik Skor rata-rata sampel daging landak
Jantan Betina
Kesukaan 5.60* 5.47*
* berbeda nyata (p<0.05)
Keempukan daging merupakan penentu terpenting pada kualitas daging
terutama pada penerimaan konsumen untuk membeli dan mengonsumsi daging.
Hal tersebut menunjukkan bahwa keempukan suatu daging dapat mempengaruhi
tingkat kesukaan konsumen terhadap daging yang dikonsumsi.
11
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Hasil uji perbandingan yang telah dilakukan menunjukkan bahwa secara
umum karakteristik organoleptik daging landak, yaitu bau, kekenyalan, aroma,
dan rasa relatif lebih baik dari daging domba, sedangkan keempukan daging
landak secara signifikan lebih baik daripada daging domba (p<0.05). Keempukan
daging jantan nyata lebih baik (p<0.05) dari daging betina dibandingkan dengan
daging domba sebagai daging kontrol. Hasil uji kesukaan (hedonik) menunjukkan
bahwa panelis lebih menyukai daging landak dibandingkan dengan daging domba,
sedangkan daging landak jantan relatif lebih baik dari landak betina terhadap
daging domba.
Saran
Saran yang dapat diberikan untuk penelitian selanjutnya adalah perlu
dilakukan penelitian lebih lanjut tentang uji kesukaan daging landak serta daya
terima konsumen terhadap produk ini karena sangat erat kaitannya dengan selera
konsumen. Perlu juga dilakukan penelitian uji nilai gizi yang berasal dari spesies
landak yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Statistik Indonesia 2012. [internet]. [diunduh:
2013 Sep 14]. Tersedia pada:http://www.bps.go.id/tab_sub/view/php?kat=
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Perkembangan beberapa indikator utama
sosial-ekonomi Indonesia. [internet]. [diunduh 2013 Sep 14]. Tersedia
pada:http://www.bps.go.id/aboutus.php?booklet=1
Anonim. 2006. Pengujian organoleptik (evaluasi sensori) dalam industri pangan.
[internet]. [diunduh 2013 Sep 14]. Tersedia pada:
http://www.Ebookpangan.com.
Aripin SNA, Mohammad AJ. 2008. Landak raya diternak secara komersial. Berita
Minggu: 2-3
Becker T. 2000. Consumer perception of fresh meat quality: a framework for
analysis. British Food J. 102 : 158-176
Chambers E, Bowers. 1993. Consumers perception of sensory quality in muscles
food. Food Technol. 47:116–120.
Colomer-Rocker, Kirton AH, Mercer GJK, Duganzich DM. 1992. Carcass
composition of New Zealand Saanen goats slaughtered at different weights.
Small Ruminant Res. 7:161–173.
12
Fiems LO, De Campeneere S, De Smet S, Van de VG, Vanaker JM, Boucque CV.
2000. Relationship between fat depots in carcasses of beef bulls and effect
on meat colour and terderness. Meat Sci. 56:41-47.
Hafid H. 2008. Strategi pengembangan peternakan sapi potong di Sulawesi
Tenggara dalam mendukung pencapaian swasembada daging Nasional. Di
dalam: Orasi Ilmiah Pengukuhan Guru Besar. Kendari (ID): Universitas
Haluoelo.
Hadi D, Astri. 2012. Khasiat daging landak untuk kesehatan [internet]. [diunduh
2013 Sep 12]. Tersedia pada: http://www.tanyaibnu.com.
Indriana AM. 2004. Pengaruh pemberian gula dan waktu Istirahat sebelum
pemotongan terhadap sifat sensori daging domba. [skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Karima IW. 2012. Kualitas fisik daging dan mikrostruktur otot landak jawa
(Hystrix javanica) yang diberi penambahan konsentrat pada pakan [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Kartasudjana R, Suprijatna. 2006. Manajemen Ternak Unggas. Jakarta (ID):
Penebar Swadaya.
Lawrie RA. 2003. Ilmu Daging. Parakkasi, penerjemah. Jakarta (ID): UI Pr.
Lorenzen CL, Miller RK, Taylor JF, Neely TR, Tatum JD, Wise JW, Buyck MJ,
Reagan JO, Savell JW. 2003. Beef customer satisfication: trained sensory
panel ratings and Warner-Bratzler shear force value. J Anim Sci. 81 :143 – 149.
Lunde D, Aplin K. 2008. Hystrix javanica: daftar merah spesies terancam
IUCN 2008. [internet]. [diunduh 2013 Sep 12]. Tersedia pada:
http://IUCN 2008.
Montolalu S, Lontaan N, Sakul S, Mirah A. 2013. Sifat fisiko kimia mutu
organoleptik bakso broiler dengan menggunakan tepung ubi jalar (Ipomoea
batatas L). J Zoo. 32:85.
Murtidjo BA. 1993. Memelihara Kambing sebagai Ternak Potong dan Perah.
Yogyakarta (ID): Kanisius.
Noor RR. 2008. Kandungan nutrisi daging kambing. [internet]. [diunduh 2013
Sep 13]. Tersedia pada: http://web.ipb.ac.id/~lppm/.
Nowak RM. 1999. Walkers Mammals of The World. Baltimore (US): The Johns
Hopkins Univ Pr.
Nurwantoro, Mulyani S. 2003. Buku Ajar Dasar Teknologi Hasil Ternak.
Semarang (ID): Universitas Diponegoro.
Pratiwi A. 2012. Penentuan Kualitas Pangan dan Uji Organoleptik pada Daging.
Semarang (ID): Universitas Diponegoro.
Purchas RW, Burnham DL, Morris ST. 2002. Effects of growth potential and
growthpath on tenderness of beef longissimus muscle from bulls and steers. J
Anim Sci. 80:3211 – 3221.
Rahayu W P. 1998. Petunjuk Penilaian Organoleptik. Bogor (ID): Fakultas
Teknologi Pertanian IPB.
13
Rugayah N. 2008. Keempukan daging sapi pada lama pelayuan dan jenis otot
yang berbeda. Penelitian Mimbar Akademik XVIII:28.
Setyaningsih D, Apriyantono A, Sari MP. 2010. Analisis Sensori untuk Industri
Pangan dan Agro. Bogor (ID): IPB Pr.
Soekarto ST. 1985. Penilaian Organoleptik (untuk Industri Pangan dan Hasil
Pertanian). Jakarta (ID): Bharata Karya Aksara.
Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada
University Pr.
Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada Pr.
Suradi K. 2006. Perubahan sifat fisik daging domba broiler post mortem selama
penyimpanan temperatur ruang. JIT. 6(1):23-27
Suryati MA, Wresdiyati T. 2004. Sifat fisik daging domba yang diberi perlakuan
stimulasi listrik voltase rendah dan injeksi kalsium klorida. Media Petern.
27(3):101-106
Suyanto A. 2002. Mamalia di Taman Nasional Gunung Halimun Jawa Barat.
Jakarta (ID): Biodiversity Conservation Project
Weers Van DJ. 2005. A taxonomic revision of the Pleistocene Hystrix
(Hystricidae, Rodentia) from Eurasia with notes on the evolution of the
family. Contrib Zool. 74(3/4):301-12.
14
LAMPIRAN
Lampiran 1. Kuisioner penelitian analisis sensorik pada daging mentah
Instruksi:
Anda telah menerima contoh daging. Anda telah menerima contoh baku
yang diberi tanda “R” yang akan dibandingkan dengan 2 contoh. Berilah tanda
checklist () tingkat perbedaan yang ada. Selain itu, Anda diminta memberikan
skor berdasarkan skala perbandingan berikut:
Skala Perbandingan skala numerik
Amat sangat lebih baik dari R 1
Sangat lebih baik dari R 2
Lebih baik dari R 3
Agak lebih baik dari R 4
Sama baiknya dengan R 5
Agak lebih buruk dari R 6
Lebih buruk dari R 7
Sangat lebih buruk dari R 8
Amat sangat lebih buruk dari R 9
Lampiran 2. Kuisioner penelitian analisis sensorik pada daging matang
Instruksi:
Anda telah menerima contoh daging. Anda telah menerima contoh baku
yang diberi tanda “R” yang akan dibandingkan dengan 2 contoh. Berilah tanda
checklist () tingkat perbedaan yang ada. Selain itu, Anda diminta memberikan
skor berdasarkan skala perbandingan berikut:
Meja nomor :
Tanggal :
Nama panelis :
Jenis contoh : Daging (mentah)
Karakteristik yang diuji Kode contoh
458 652
Bau
Kekenyalan
Meja nomor :
Tanggal :
Nama panelis :
Jenis contoh : Daging (mentah)
15
Skala Perbandingan skala numerik
Amat sangat lebih baik dari R 1
Sangat lebih baik dari R 2
Lebih baik dari R 3
Agak lebih baik dari R 4
Sama baiknya dengan R 5
Agak lebih buruk dari R 6
Lebih buruk dari R 7
Sangat lebih buruk dari R 8
Amat sangat lebih buruk dari R 9
Lampiran 3. Kuisioner penelitian terhadap uji kesukaan panelis
Selanjutnya Anda diminta untuk memberikan penilaian terhadap 2 contoh
dan berikan tanda checklist () pada pernyataan yang sesuai dengan penilaian
Anda
Penilaian Kode contoh
458 652
1. Amat sangat tidak suka
2. Sangat tidak suka
3. Tidak suka
4. Agak tidak suka
5. Netral
6. Agak suka
7. Suka
8. Sangat suka
9. Amat sangat suka
Karakteristik yang diuji Kode contoh
458 652
Aroma
Rasa
Keempukan
16
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 30 April 1992 di Kota Pangkajene, Sulawesi
Selatan.Penulis merupakan putri pertama dari dua bersaudara. Penulis merupakan
anak dari pasangan Bapak Drs. Abbas H dan ibu Ir. Sitti Halima, MM.
Penulis mengawali pendidikan dasar pada tahun 1998 di Sekolah Dasar
Negeri 1 Polewali, Kabupaten Polewali Mandar dan diselesaikan pada tahun
2004. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Pertama di
SMP Negeri 1 Kota Polewali, Kabupaten Polewali Mandar dan selesai pada tahun
2007. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah
Atas Negeri 1 Kota Polewali, Kabupaten Polewali Mandar, Provinsi Sulawesi
Barat dan diselesaikan pada tahun 2010.
Pada tahun 2010 penulis terdaftar di Institut Pertanian Bogor sebagai
mahasiswa Program Sarjana Jurusan Kedokteran Hewan di Fakultas Kedokteran
Hewan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk
IPB) sampai sekarang.
Selama perkuliahan, penulis aktif dalam Himpunan Minat dan Profesi
(Himpro) Ruminansia di Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor dan
penulis aktif di Clan Sapi Potong dalam himpro tersebut. Penulis juga mengikuti
beberapa kepanitian didalam kegiatan himpro Ruminansia FKH IPB.