Download - Ade Sofian
-
KAJIAN PRIORITAS PENANGANANJARINGAN JALAN DI KOTA SERANG
BERDASARKAN INDEKS KINERJA JALAN
TESIS
Oleh:ADE SOFIAN
NPM: 2007831001
PROGRAM MAGISTER TEKNIK SIPILKONSENTRASI PENGELOLAAN JARINGAN JALAN
KERJASAMAPUSAT PEMBINAAN KEAHLIAN DAN TEKNIK KONSTRUKSI
DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUMDENGAN
PROGRAM PASCASARJANAUNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN
BANDUNG2009
-
KAJIAN PRIORITAS PENANGANAN JARINGAN JALAN DI KOTASERANG BERDASARKAN INDEKS KINERJA JALAN
ADE SOFIAN2007831001
PERSETUJUAN TESIS
Santoso Urip Gunawan, Ir., MT ......................................................Pembimbing
Hartanto Soebeno, Ir., M.Sc ......................................................Penguji
Dr. H. Dadang Mohamad, Ir., MSCE ......................................................Penguji
-
(Q.S Al-Araf: 55 - 56)
4 Kemampuan tentang rumusan Manusia Agung(the 8th habbit, Prof. Stephen Covey, 2005)
Secara fisik ia memiliki disiplinSecara intelektual ia memiliki visi
Secara emosional ia memiliki semangat berkaryaSecara spiritual ia memiliki nurani yang aktif dan sensitif
Kupersembahkan untuk yang tercinta:I s t r i k u Ratu Eva Fahriah, SSTP u t r a k u Devsa Rievky Sofiandan Putriku Farah Aqilla Sofian
-
iKAJIAN PRIORITAS PENANGANAN JARINGAN JALAN DI KOTASERANG BERDASARKAN INDEKS KINERJA JALAN
ADE SOFIAN2007831001
PEMBIMBING:SANTOSO URIP GUNAWAN, Ir., MT
KERJASAMA ANTARAPROGRAM MAGISTER TEKNIK SIPIL
KONSENTRASI PENGELOLAAN JARINGAN JALANUNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN
DENGANPUSAT PEMBINAAN KEAHLIAN DAN TEKNIK KONSTRUKSI
DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUMBANDUNG - 2009
ABSTRAK
Kajian ini bertujuan untuk menyusun prioritas penanganan jaringan jalandi Kota Serang agar kondisi kinerja jalan yang ada dapat tetap terpelihara denganbaik. Penentuan prioritas penanganan jaringan jalan ini didasari atas indekskinerja jaringan jalan. Ruas jalan yang diprioritaskan untuk ditangani adalah ruasjalan dengan indeks kinerja terendah untuk kemudian dilakukan usulan jenispenanganan ruas jalan tersebut dan estimasi kebutuhan anggarannya .
Dengan menggunakan Analisis Multi Kriteria dalam penilaian kinerjajaringan jalan, khususnya metode proses analisis hirarki/Analytical HierarchyProcess (AHP) untuk menentukan bobot dari kriteria-kriteria penilaian kinerjajaringan jalan. Dalam metode ini digunakan lima kriteria, yaitu (1) kondisi jalandan bangunan pelengkap, (2) kondisi lalulintas, (3) kondisi jaringan, (4) aspekekonomi dan manajemen, dan (5) aspek lingkungan jalan. Berdasarkan persepsistakeholders, kriteria (1) menjadi prioritas kesatu dengan bobot 0,353, berturut-turut selanjutnya kriteria (2) 0,220, kriteria (4) 0,189, kriteria (3) 0,152, dankriteria (5) 0,086. Hasil dari indeks kinerja ruas jalan diperoleh prioritaspenanganan ruas jalan di Kota Serang adalah (1) Jalan Ustad Udzer Yahya dengannilai indeks sebesar 5,66, (2) Jalan RSU dengan nilai indeks sebesar 5,94, dan (3)Jalan Ksatria Dalam dengan nilai indeks sebesar 6,47, ketiga ruas jalan tersebutmenunjukkan indeks kinerja jalan terendah.
Analisis penilaian kinerja jaringan jalan didasarkan pada rekapitulasiskoring variabel, bobot relatif dan prediksi kondisi jalan. Dari ketiga dasartersebut, dihasilkan bahwa penilaian urutan prioritas, usulan jenis penanganan danestimasi anggaran berdasarkan bobot relatif lebih cocok digunakan untukmenangani ruas jalan yang dipilih.
Kata kunci: prioritas penanganan, proses analisis hirarki, indeks kinerja jalan.
-
ii
THE STUDY PRIORITY OF HANDLING THE URBAN ROAD NETWORKIN SERANG CITY BASED ON ROAD PERFORMANCE INDEX
ADE SOFIANSTUDENT REG: 2007831001
ADVISOR:SANTOSO URIP GUNAWAN, Ir., MT
JOINT OPERATION BETWEENMASTERS DEGREE IN CIVIL ENGINEERING
MAJORING HIGHWAY NETWORKPARAHYANGAN CATHOLIC UNIVERSITY
ANDCENTRE FOR EXPERTISE DEVELOPMENT AND CONSTRUCTION ENGINEERING
MINISTRY OF PUBLIC WORKSBANDUNG - 2009
ABSTRACT
This piece of study aims to prioritise of handling the urban road networkin Serang city so that the conditions of road performance can be taken good careof properly. The determination of this priority scheme for urban road network isbased upon a performance index of the road network. The road sections prioritisedfor maintenance are the ones with the lowest performance index and then to carryon handling proposal and budget estimated that roads.
By employing the Multi Criteria Analysis in rating road networkperformance, in particular the method featuring the analytical hierarchy process toestablish the value of the various criteria used for the evaluation of road networkperformance, this method makes use of 5 (five) criteria, namely (1) the conditionof roads and supplementary structures; (2) traffic conditions; (3) networkconditions; (4) economic and management aspects; (5) road environment aspects.Based on the stakeholders perception yields the following: criterion (1) could bea first priority with estimated 0.353, furthermore in a row criterion (2) 0.220,criterion (4) 0.189, criterion (3) 0.152, and finally criterion (5) 0.086. Theoutcome of the road performance index yields the maintenance priority of roadsin the city of Serang, which runs as follows: (1) Jalan Ustad Udzer Yahya withinindex value 5,66, (2) Jalan RSU within index value 5,94, and (3) Jalan KsatriaDalam within index value 6,47; these three roads occupy the lowest position onthe road performance index.
Analysis in rating road network performance based upon at variablescoring recapitulation, outcome relative, and road condition predictability. Theprority series rating, handling propose, and budget estimate based on an outcomerelative be agreeable to used of handling the urban road network.
Key phrases: priority of handling, analytical hierarchy process, road performance index.
-
iii
PRAKATA
Bismillahirrahmaanirrahiim.
Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan topik
Kajian Prioritas Penanganan Jaringan Jalan di Kota Serang Berdasarkan
Indeks Kinerja Jalan. Penulisan tesis ini merupakan salah satu syarat dan bagian
dari studi di Program Pascasarjana Magister Teknik Sipil Program Studi
Pengelolaan Jaringan Jalan di Universitas Katolik Parahyangan Bandung.
Beberapa pihak yang secara langsung maupun tidak langsung, baik
secara moril maupun materil, yang telah memberikan bantuan dan dukungan yang
sangat berharga bagi penulis atas tersusunnya tesis ini, penulis menghaturkan
terima kasih dan penghargaan kepada:
1. Bapak Santoso Urip Gunawan, Ir., MT, yang telah memberikan bimbingan
selama penulisan tesis ini.
2. Bapak Hartanto Soebeno, Ir., M.Sc., dan Bapak Dr. H. Dadang Muhammad
Masoem, Ir., MSCE, selaku pembahas atas saran-sarannya.
3. Bapak Aloysius Tjan, Ph.D, selaku Ketua Program Pascasarjana Magister
Teknik Sipil beserta staf atas bantuannya.
4. Pimpinan dan staf di Pusat Pembinaan Keahlian dan Teknik Konstruksi,
Departemen Pekerjaan Umum, yang telah memberikan fasilitas kepada penulis
selama mengikuti pendidikan.
5. Bapak Bupati Serang yang telah memberikan kesempatan kepada penulis
untuk mengikuti pendidikan pada Program Kerjasama antara Universitas
Katolik Parahyangan Bandung dengan Pusat Pembinaan Keahlian dan Teknik
Konstruksi, Departemen Pekerjaan Umum.
6. Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Serang yang
telah memberikan dorongan dan restu untuk menempuh pendidikan ini.
7. Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Dinas Pekerjaan Umum,
dan Dinas Perhubungan Kota Serang beserta staf bantuannya.
-
iv
8. Seluruh rekan-rekan Program Studi Teknik Pengelolaan Jaringan Jalan
Angkatan 2007 dan rekan-rekan pada Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah Kabupaten Serang atas segala bantuan dan perjuangannya bagi penulis
dalam penyusunan tesis ini.
9. Semua pihak yang tak dapat disebutkan satu persatu atas segala bantuan dalam
penyusunan tesis ini.
Secara khusus, dengan rasa hormat dan sayang, penulis menghaturkan
terima kasih setulus-tulusnya dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:
1. Istri tercinta Ratu Eva Fahriah, SST dan buah cinta tersayang Devsa Rievky
Sofian serta Farah Aqilla Sofian yang telah memberikan semangat, perhatian,
pengorbanan dan doanya yang begitu besar sebagai sumber motivasi bagi
penulis dalam menyelesaikan pendidikan di Kota Bandung ini.
2. Orang tua tercinta Ibunda Siti Chodijah, Ayahanda Erman Yahya dan Mimih
Hj. Etin Sabit, atas cinta kasih dan doanya yang begitu tulus dan ikhlas yang
selalu menyertai penulis dalam menjalani hidup ini. Tiada hal yang paling
indah selain membuat Mamah, Bapak dan Mimih bahagia.
3. Kakak-kakak dan adik-adik penulis yang telah memberikan dorongan,
semangat, dan doa restunya.
Akhirnya penulis berharap semoga hasil penelitian ini bermanfaat
sebagai bahan pengetahuan yang berarti walaupun sangat kecil serta menjadi
bekal yang lebih baik bagi penulis dalam pengabdian sebagai abdi masyarakat dan
abdi aparatur pemerintah.
Bandung, Maret 2009
Penulis,
Ade Sofian
-
vDAFTAR ISI
ABSTRAK .................................................................................................... i
ABSTRACT .................................................................................................. ii
PRAKATA .................................................................................................... iii
DAFTAR ISI ................................................................................................. v
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ......................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xiii
DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN ..................................................... xiv
BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................ 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................. 1
1.2 Perumusan Masalah .......................................................................... 5
1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................. 5
1.4 Ruang Lingkup Studi dan Batasan Penelitian ..................................... 7
1.5 Metodologi Penelitian ....................................................................... 8
BAB 2 KAJIAN PUSTAKA ......................................................................... 11
2.1 Sistem Transportasi .......................................................................... 11
2.2 Pengelolaan Prasarana Jalan ............................................................. 12
2.2.1 Sistem Jaringan Jalan 13
2.2.2 Hirarki dan Klasifikasi Jaringan Jalan .. 15
2.2.3 Kelas Jalan 17
2.2.4 Aksesibilitas dan Mobilitas .. 18
2.2.5 Kapasitas ... 19
2.2.6 Kecepatan . 21
2.2.7 Volume Lalulintas 22
2.3 Penyelenggaraan Sistem Jaringan Jalan ........................................... 22
2.4 Standar Pelayanan Minimal di Bidang Jalan .................................... 23
2.5 Wewenang Penanganan Jaringan Jalan ............................................ 24
2.6 Struktur Keuangan Pemerintah Daerah ............................................ 25
2.7 Prioritas Kegiatan Penanganan Jalan ................................................ 28
-
vi
2.7.1 Jenis dan Prioritas Penanganan Jalan 28
2.7.2 Waktu Penanganan Pemeliharaan Jalan 29
2.8 Metode Prediksi Markovian ............................................................. 31
2.9 Kinerja Ruas Jalan ............................................................................ 32
2.10 Konsep Analisis Multi Kriteria (AMK) 35
2.10.1 Pembobotan dan Skoring .. 35
2.10.2 Proses Analisis Hirarki . 36
2.10.3 Pemeriksaan Konsistensi .. 40
2.11 Uji Kecukupan Data .. 41
2.12 Kriteria dan Variabel Penilaian Indeks Kinerja Jaringan Jalan . 42
2.13 Pembentukan Matrik Kinerja . 43
2.14 Proses Perhitungan Indeks Kinerja Jaringan Jalan 43
BAB 3 GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI ..................................... 45
3.1 Wilayah Administrasi Kota Serang .................................................. 45
3.2 Kondisi Aspek Sosial dan Ekonomi ................................................. 48
3.3 Kondisi Aspek Tata Ruang, Sumber Daya Alam dan
Lingkungan Hidup ............................................................................ 51
3.3.1 Tata Ruang 51
3.3.2 Sumber Daya Alam .. 53
3.3.3 Lingkungan Hidup 53
3.4 Kondisi Aspek Prasarana dan Sarana Transportasi Wilayah ............ 54
3.5 Isu Strategis ... 58
BAB 4 DATA DAN ANALASIS KINERJA JARINGAN JALAN .............. 60
4.1 Data Kinerja Jaringan Jalan .............................................................. 60
4.2 Penyajian Data Sekunder .................................................................. 63
4.3 Penyajian Data Ruas Jalan ................................................................ 64
4.4 Kinerja Berdasarkan Standar Pelayanan Minimum (SPM) .............. 65
4.5 Pembobotan Kriteria dan Variabel ................................................... 65
4.6 Skoring Penilaian Kondisi Kinerja Ruas Jalan ................................. 71
4.7 Skoring Penilaian Kinerja Jaringan Jalan oleh Responden .............. 81
4.8 Perhitungan Indeks Kinerja Jalan (IKJ) ............................................ 85
-
vii
4.9 Prioritas Penanganan Ruas Jalan ...................................................... 88
4.9.1 Urutan Prioritas . 89
4.9.2 Prioritas dan Usulan Jenis Penanganan . 89
4.10 Estimasi Kebutuhan Anggaran .. 92
4.11 Prediksi Kondisi Perkerasan Jalan Selama Lima Tahun ... 94
4.12 Analisis Kinerja Ruas Jalan ... 100
4.12.1 Penilaian Kriteria dan Variabel ............................................. 101
4.12.2 Penilaian Prioritas, Usulan Penanganan dan Estimasi
Anggaran Berdasarkan Rekapitulasi Skoring Variabel ......... 102
4.12.3 Penilaian Prioritas, Usulan Penanganan dan Estimasi
Anggaran Berdasarkan Bobot Relatif ................................... 103
4.12.4 Penilaian Prioritas, Usulan Penanganan dan Estimasi
Anggaran Berdasarkan Prediksi Kondisi Jalan ......... ........... 104
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 107
5.1 Kesimpulan ....................................................................................... 107
5.2 Saran ................................................................................................. 108
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 109
LAMPIRAN ................................................................................................. 111
-
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Ruas-ruas Jalan di Kecamatan Serang, Kota Serang .............. 3
Gambar 1.2 Lokasi Ruas Jalan di Kota Serang yang ditinjau . 4
Gambar 1.3 Indeks Kinerja Jaringan Jalan .. 6
Gambar 1.4 Bagan Alir Metodologi Penelitian ... 10
Gambar 2.1 Sistem Transportasi ................................................................ 12
Gambar 2.2 Pembagian Fungsi Jalan .. 15
Gambar 2.3 Struktur Pendanaan Wilayah Otonomi 26
Gambar 2.4 Skema Mekanisme Penyusunan Anggaran . 27
Gambar 2.5 Hubungan Antara VCR dengan Kecepatan Tempuh .. 33
Gambar 2.6 Skala Penilaian Variabel Kinerja Jaringan Jalan . 36
Gambar 2.7 Skema Proses Analisis Hirarki 37
Gambar 3.1 Peta Administratif Kota Serang ............................................... 47
Gambar 3.2 Diagram Kecelakaan di Kabupaten Serang ............................ 58
Gambar 4.1 Ilustrasi Jumlah Responden Sesuai Kriteria dan Rangking ..... 63
Gambar 4.2 Bobot Kriteria Berdasarkan Kelompok Stakeholders . 66
Gambar 4.3 Bobot Relatif Kriteria Seluruh Responden .. 68
Gambar 4.4 Pembobotan Seluruh Kriteria dan Variabel . 69
Gambar 4.5 Hasil Pembobotan Variabel . ......................... 70
-
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Kriteria dan Variabel Penilaian Indeks KinerjaJaringan Jalan .......................................................................... 6
Tabel 2.1 Persyaratan Ruas Jalan Dalam Sistem Jaringan Primerdan Sekunder ... 14
Tabel 2.2 Pengelompokkan Jalan Menurut Fungsi ................................. 16
Tabel 2.3 Pengelompokkan Jalan Menurut Status .................................. 17
Tabel 2.4 Hubungan Fungsi, Status dan Wewenang Pembinaan Jalan .. 17
Tabel 2.5 Kelas Jalan Menurut Muatan Sumbu Terberat (MST) ........... 18
Tabel 2.6 Kecepatan Rencana pada Sistem Primer BerdasarkanKelas Jalan dan Lebar Lajur .................................................... 18
Tabel 2.7 Kecepatan Rencana pada Sistem Sekunder BerdasarkanKelas Jalan dan Lebar Lajur .................................................... 18
Tabel 2.8 Kapasitas Dasar ...................................................................... 20
Tabel 2.9 Penyesuaian Kapasitas untuk Pengaruh Lebar Jalur Lalulintaspada Jalan Perkotaan ............................................................... 20
Tabel 2.10 Faktor Penyesuaian Kapasitas untuk Pemisahan Arah ........... 20
Tabel 2.11 Faktor Penyesuaian Kapasitas untuk PengaruhHambatan Samping dan Lebar Bahu pada Jalan Perkotaan ... 21
Tabel 2.12 Faktor Penyesuaian Kapasitas untuk Ukuran Kotapada Jalan Perkotaan ............................................................... 21
Tabel 2.13 Daftar Konversi Satuan Mobil Penumpang (SMP) ................ 22
Tabel 2.14 Standar Pelayanan Minimal Bidang Jalan di Indonesia .. 24
Tabel 2.15 Penentuan Kondisi Ruas Jalan ................................................ 29
Tabel 2.16 Standar Tingkat Pelayanan Jalan .............................................. 33
Tabel 2.17 Skala Penilaian Antar Kriteria ................................................ 39
Tabel 2.18 Contoh Matrik Perbandingan Berpasangan ............................. 40
Tabel 2.19 Nilai Indeks Random ... 41
Tabel 2.20 Kriteria, Variabel dan Indikator Penilaian Indeks KinerjaJaringan Jalan ... 42
Tabel 2.21 Contoh Pembentukan Matrik Kinerja .. 43
Tabel 2.22 Contoh Perhitungan Indeks Kinerja Ruas Jalan ... 44
Tabel 3.1 Luas Daerah dan Pembagian Daerah Administrasidi Kota Serang ........................................................................ 48
Tabel 3.2 Jarak Antar Kecamatan (dalam km) di Kota Serang .............. 48
Tabel 3.3 Jumlah dan Kepadatan Penduduk di Kota Serang .................. 49
-
xTabel 3.4 PDRB Kabupaten Serang Atas Dasar Harga BerakuMenurut Lapangan Usaha (dalam jutaan rupiah) ................. 50
Tabel 3.5 Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten Serang Atas Dasar HargaKonstan 2000 Menurut Lapangan Usaha (dalam persen) ....... 50
Tabel 3.6 Panjang Jalan Menurut Status, Jenis Permukaan, Kondisi danKelas Jalan di Kota Serang pada Tahun 2006-2008 ................ 56
Tabel 3.7 Banyaknya Kecelakaan lalulintas per Bulandi Kabupaten Serang ............................................................... 58
Tabel 4.1 Distribusi Penyebaran Kuesioner ........................................... 60
Tabel 4.2 Perangkingan Kriteria Menurut Kelompok Responden ......... 62
Tabel 4.3 Daftar Ruas Jalan Terpilih ...................................................... 64
Tabel 4.4 Kondisi Ruas Jalan Terpilih pada Tahun 2008 ........................ 64
Tabel 4.5 Hasil Analisis Kinerja Berdasarkan SPM ............................... 65
Tabel 4.6 Bobot Kelompok Stakeholders Terhadap Kriteria ................. 66Tabel 4.7 Proses Pembobotan Kriteria Seluruh Responden ................... 67
Tabel 4.8 Pembobotan Variabel Kinerja Jaringan Jalan ......................... 69
Tabel 4.9 Proses Pembobotan Variabel Seluruh Responden .................. 71
Tabel 4.10 Skoring Kondisi Perkerasan ................................................... 72
Tabel 4.11 Penilaian Skoring Kondisi Jembatan ...................................... 73
Tabel 4.12 Skoring Kondisi Jembatan ....................................................... 73
Tabel 4.13 Penilaian Skoring Kondisi Hambatan Samping ..................... 73
Tabel 4.14 Skoring Kondisi Hambatan Samping ..................................... 74
Tabel 4.15 Penilaian Skoring Kondisi Geometrik .................................... 74
Tabel 4.16 Skoring Kondisi Geometrik .................................................... 74
Tabel 4.17 Penilaian Skoring Kondisi Trotoar dan Bahu Jalan ................. 75
Tabel 4.18 Skoring Kondisi Trotoar ......................................................... 75Tabel 4.19 Skoring Kondisi Bahu Jalan ................................................... 75
Tabel 4.20 Skoring Rata-rata Variabel Kondisi Trotoar/Bahu jalan/Pedestrian .................................................................................. 76
Tabel 4.21 Penilaian Skoring Volume Lalulintas ..................................... 77
Tabel 4.22 Skoring Volume Lalulintas ...................................................... 78
Tabel 4.23 Penilaian Skoring Kondisi Kecepatan Operasi ........................ 78
Tabel 4.24 Skoring Kondisi Kecepatan Operasi ...................................... 78
Tabel 4.25 Penilaian Skoring Indeks Aksesibilitas dan Indeks Mobilitas .. 79
Tabel 4.26 Skoring Indeks Aksesibilitas .................................................. 79
-
xi
Tabel 4.27 Skoring Indeks Mobilitas ......................................................... 79
Tabel 4.28 Penilaian Skoring Tingkat Kecelakaan ................................... 80
Tabel 4.29 Skoring Tingkat Kecelakaan .................................................... 80
Tabel 4.30 Realisasi Anggaran Sektor Transportasi .................................. 81
Tabel 4.31 Skoring Alokasi Anggaran ...................................................... 81
Tabel 4.32 Jumlah Jawaban Penilaian Variabel Oleh Responden ............ 82
Tabel 4.33 Skoring Penilaian Variabel Oleh Responden ......................... 83
Tabel 4.34 Rekapitulasi Skoring Variabel Ruas Jalan .............................. 84
Tabel 4.35 Bobot Relatif Ruas Jalan ........................................................ 85
Tabel 4.36 Matrik Kinerja Jalan di Kota Serang ...................................... 86
Tabel 4.37 Indeks Kinerja Jalan di Kota Serang ...................................... 87
Tabel 4.38 Perbandingan Urutan Prioritas Kinerja Ruas Jalan ................ 88
Tabel 4.39 Urutan Prioritas Penanganan Ruas Jalan di Kota Serang ....... 89
Tabel 4.40 Prioritas Jenis Penanganan Ruas Jalan di Kota SerangBerdasarkan Kriteria atau Variabel Pembentuknya ................ 91
Tabel 4.41 Kebutuhan Anggaran Berdasarkan Jenis Penanganandan Jenis Konstruksinya/m2 ..................................................... 93
Tabel 4.42 Estimasi Kebutuhan Anggaran ............................................... 93
Tabel 4.43 Kondisi Perkerasan Tahun 2007 .............................................. 94
Tabel 4.44 Kondisi Perkerasan Tahun 2008 .............................................. 94
Tabel 4.45 Prediksi Kondisi Jalan Ustad Udzer Yahya ......................... 97
Tabel 4.46 Prediksi Kondisi Jalan RSU ......... 97
Tabel 4.47 Prediksi Kondisi Jalan Ksatria Dalam . 97
Tabel 4.48 Prediksi Kondisi Jalan Ki Mas Jong ... 97
Tabel 4.49 Prediksi Kondisi Jalan Komp. Kejaksaan ... 98
Tabel 4.50 Prediksi Kondisi Jalan Bhineka .. 98Tabel 4.51 Prediksi Kondisi Jalan Ki Uju . 98
Tabel 4.52 Prediksi Kondisi Jalan Tb. Makmun . . 98
Tabel 4.53 Prediksi Kondisi Jalan KM. Idris .... 99
Tabel 4.54 Prediksi Kondisi Jalan Ciwaru Raya . ..... 99
Tabel 4.55 Prediksi Kondisi Jalan KH. Jamhari ....... 99
Tabel 4.56 Prediksi Kondisi Jalan Jayadiningrat ...... 99
Tabel 4.57 Prediksi Kondisi Jalan Aliman . .. 100
Tabel 4.58 Prediksi Kondisi Jalan Empat Lima . ...... 100
-
xii
Tabel 4.59 Hasil Analisis Urutan Prioritas, Usulan Jenis Penanganan
dan Estimasi Anggaran Berdasarkan Rekapitulasi
Skoring Variabel .................................................................... . 103
Tabel 4.60 Hasil Analisis Urutan Prioritas, Usulan Jenis Penanganan
dan Estimasi Anggaran Berdasarkan Bobot Relatif ............... 104
Tabel 4.61 Hasil Analisis Urutan Prioritas, Usulan Jenis Penanganan
dan Estimasi Anggaran Berdasarkan Prediksi Kondisi Jalan .. 105
-
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Formulir Kuesioner ................................................................. 111
Lampiran 2 Rekapitulasi Perhitungan Bobot Antar Kriteria dan Variabel .. 118
Lampiran 3 Perhitungan Antar Kriteria Oleh Responden ........................... 119
Lampiran 4 Perhitungan Antar Variabel pada Kriteria 1 Oleh Responden .. 124
Lampiran 5 Perhitungan Antar Variabel pada Kriteria 2 Oleh Responden .. 129
Lampiran 6 Perhitungan Antar Variabel pada Kriteria 3 Oleh Responden .. 132
Lampiran 7 Perhitungan Antar Variabel pada Kriteria 4 Oleh Responden .. 134
Lampiran 8 Perhitungan Antar Variabel pada Kriteria 5 Oleh Responden .. 136
Lampiran 9 Nilai Rasio Volume dan Kapasitas ......................................... 138
Lampiran 10 Nilai Indeks Aksesibilitas dan Indeks Mobilitas .................... 139
Lampiran 11 Tabel statistic Uji - t ................................................................ 140
Lampiran 12 Analisa Biaya Harga Satuan Pekerjaan .................................. 141
Lampiran 13 Estimasi Kebutuhan Anggaran ............................................... 149
-
xiv
DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN
%
maks
AHP
AKU
AMK
APBD
APBN
BPS
BAPPEDA
C
CI
Co
CR
DAK
DASK
DAU
DIPDA
DISHUB
Dishubparkominfo
DPRD
DPU
DUPDA
e
EMP
FCcs
FCsf
FCsp
FCw
HV
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
Persen
Eigenvalue maksimumAnalytical Hierarchy Process
Arah Kebijakan Umum
Analisis Multi Kriteria
Anggaran Pendapatan Belanja Daerah
Anggaran Pendapatan Belanja Negara
Badan Pusat Statistik
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
Kapasitas
Consistensy Index / Indeks Konsistensi
Kapasitas Dasar
Consistensy Ratio / Rasio Konsistensi
Dana Alokasi Khusus
Dokumen Anggaran Satuan Kerja
Dana Alokasi Umum
Daftar Isian Proyek Daerah
Dinas Perhubungan
Dinas Perhubungan Pariwisata Komunikasi dan
Infromasi
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Dinas Pekerjaan Umum
Daftar Usulan Proyek Daerah
Besarnya Toleransi
Ekivalen Mobil Penumpang
Faktor Penyesuaian Ukuran Kota
Faktor Penyesuaian Hambatan Samping
Faktor Penyesuaian Pemisahan Arah
Faktor Penyesuaian Lebar Jalan
Heavy Vehicle / Kendaraan Berat
-
xv
IKJ
IRI
jaring asmara
JAP
JAS
JKP
JKS
JLP
JLS
Ki
KK
km
L
LPP
LV
m
MC
mm
MKJI
MST
n
N
otda
p
P1
P2
P3
P4
P5
PAD
PDRB
permendagri
Pi
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
Indeks Kineja Jalan
International Roughness Index
Penjaringan Aspirasi Masyarakat
Jalan Arteri Primer
Jalan Arteri Sekunder
Jalan Kolektor Primer
Jalan Kolektor Sekunder
Jalan Lokal Primer
Jalan Lokal Sekunder
Bobot Relatif Kriteria (konstanta)
Kepala Keluarga
Kilometer
Panjang Segmen Jalan
Laju Pertumbuhan Penduduk
Low Vehicle / Kendaraan Ringan
Meter
Motor Cycle / Sepeda MotorMilimeter
Manual Kapasitas Jalan Indonesia
Muatan Sumbu Terberat
Ukuran Matrik / Jumlah Sampel Data Minimum
Jumlah Responden
Otonomi Daerah
Peluang Kuesioner yang Dapat Diolah
Kinerja Kriteria 1
Kinerja Kriteria 2
Kinerja Kriteria 3
Kinerja Kriteria 4
Kinerja Kriteria 5
Pendapatan Asli Daerah
Pendapatan Domestik Regional Bruto
Peraturan Menteri Dalam Negeri
Kinerja Ruas Jalan
-
xvi
PKL
PKW
PP
q
Q
RAPBD
RASK
RCI
RI
Rp.
RSU
RTRW
Sij
SMP
SPM
SWP
TT
UTM
UU
V
VCR
Vol
Wj
Z
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
Pusat Kegiatan Lingkungan
Pusat Kegiatan Wilayah
Peraturan Pemerintah
Peluang Kuesioner yang Tidak Dapat Diolah
Arus Lalulintas
Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah
Rencana Anggaran Satuan Kerja
Road Condition Index / Indeks Kondisi Jalan
Random Index / Indeks RandomRupiah
Rumah Sakit Umum
Rencana Tata Ruang Wilayah
Skoring Variabel Ruas Jalan
Satuan Mobil Penumpang
Standar Pelayanan Minimal
Sistem Wilayah Pengembangan
Waktu Tempuh Rata-rata
Universal Transfer Mercantor
Undang Undang
Kecepatan Rata-rata
Volume Capacity Ratio / Rasio Volume Kapasitas
Volume
Bobot Variabel
Nilai Distribusi Normal Baku pada tertentu
-
xvii
-
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jalan sebagai salah satu prasarana perhubungan pada hakekatnya
merupakan unsur penting dalam pembangunan ekonomi, perkembangan antar
daerah yang seimbang, pemerataan hasil pembangunan dan pengembangan sosial
budaya dalam rangka mewujudkan sasaran pembangunan dan dalam upaya
memelihara persatuan dan kesatuan bangsa. Oleh karena itu, jalan harus
dikembangkan melalui serangkaian program pembangunan yang menyeluruh,
terarah, dan terpadu serta berlangsung terus-menerus. Agar peran tersebut dapat
dilaksanakan dengan baik dibutuhkan jaringan jalan yang mampu melayani
kebutuhan pergerakan orang maupun barang.
Kota sebagai titik simpul untuk distribusi, memiliki peran yang besar
dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi, dalam hal ini penyediaan jasa
transportasi harus lebih ditingkatkan untuk diandalkan sebagai pendukung
perekonomian kota dalam memberikan pelayanannya. Pertumbuhan dan
perkembangan pada suatu lahan akan menghasilkan bangkitan dan tarikan
perjalanan baru. Adanya perubahan dalam permintaan perjalanan mengakibatkan
diperlukannya sarana dan prasarana perangkutan, seperti penambahan kapasitas
jaringan jalan, terminal, halte, dan sebagainya. Jika pertambahan permintaan ini
tidak diantisipasi dengan ketersediaan sarana dan prasarana transportasi yang
cukup dan disertai dengan pengaturan transportasi yang baik, maka akan
membawa dampak negatif bagi transportasi, berupa kemacetan lalulintas dan
dampak lingkungan (polusi) yang akan berpengaruh terhadap jaringan jalan di
sekitar daerah tersebut. Dengan demikian adanya peningkatan pergerakan, baik
orang maupun barang, akan berakibat pada tuntutan kinerja ataupun penyediaan
jaringan jalan yang lebih baik.
Seiring dengan perubahan statusnya menjadi Ibukota Propinsi,
berdasarkan UU Nomor 32 Tahun 2007 tanggal 10 Agustus 2007, tentang
-
Pembentukan Kota Serang, Kota Serang menjadi pusat administrasi dan birokrasi
bagi Propinsi Banten. Transportasi Kota Serang juga mengalami perubahan, baik
pada fungsi jaringan jalan maupun pada manajemen lalulintas. Sistem transportasi
yang baik merupakan salah satu kebutuhan yang penting dalam menunjang
perkembangan dan kelancaran aktivitas sosial ekonomi penduduk pada umumnya.
Salah satu prasarana untuk mendukung sistem transportasi kegiatan
perkotaan adalah jaringan jalan, yang merupakan urat nadi perhubungan darat atau
pergerakan di darat. Mobilitas perekonomian sangat bertumpu pada tingkat
pelayanan jaringan transportasi jalan, karena lalulintas orang dan muatan barang
sebagian besar masih diangkut melalui jaringan prasarana jalan. Penurunan
tingkat pelayanan dan kapasitas jalan sangat mempengaruhi kelancaran
pergerakan ekonomi dan menyebabkan biaya yang tinggi terhadap pemakai jalan.
Oleh karena itu konstruksi perkerasan dan geometrik jaringan jalan harus
dipertahankan agar berada dalam kondisi stabil dan baik, kuat menahan beban
lalulintas dan cukup aman, serta berfungsi baik dalam menjaga keselamatan
penggunanya. Untuk itu perlu dilakukan penelitian mengenai penilaian kinerja
jaringan jalan, agar penanganan jaringan jalan tepat pada sasaran sesuai prioritas.
Hingga saat ini Pemerintah Kota Serang maupun Kabupaten Serang
belum pernah melakukan penilaian terhadap kinerja jaringan jalannya dan
menerapkan prioritas penanganan hanya berdasarkan kondisi fisik perkerasannya
saja dimana kondisi rusak berat menjadi prioritas utama. Untuk memberikan
gambaran mengenai kinerja jaringan jalan di Kota Serang, perlu dilakukan studi
untuk menilai kinerja jaringan jalan terpilih yaitu yang berada pada wilayah
Kelurahan Serang dan Kelurahan Cipare, Kecamatan Serang, dikarenakan
jaringan jalan tersebut dianggap sebagai penunjang pusat kegiatan antara
Pemerintah Kota dan Propinsi, seperti terlihat pada Gambar 1.1 dan Gambar 1.2.
Berdasarkan konsep indeks kinerja jaringan jalan menurut Widiantono, 2005,
maka kinerja jaringan jalan dapat dinyatakan dengan kriteria kondisi jalan dan
bangunan pelengkap, kondisi lalulintas, kondisi jaringan, aspek ekonomi dan
manajemen, serta aspek lingkungan jalan. Kriteria-kriteria tersebut dijadikan dasar
penilaian terhadap kinerja ruas jalan di Kota Serang.
-
KEC. CIPOCOK JAYA
KEC. TAKTAKAN
KEC. SERANG
U
Gam
bar1.1R
uas-ruasJalandiK
ecamatan
Serang,Kota
Serang(D
PUK
ota.Serang,2008)
-
Keterangan:
RuasJalan
yangditinjau
Gam
bar1.2LokasiR
uasjalandiK
otaSerang
yangdiTinjau
-
51.2 Perumusan Masalah
Pokok permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai
berikut:
1) Kondisi fisik dan operasional jaringan jalan di Kota Serang belum terpelihara
dengan benar.
2) Belum adanya penerapan metode prioritas penanganan ruas jalan berdasarkan
penilaian indeks kinerja jaringan jalan.
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan persoalan, penelitian ini
bertujuan untuk:
1) Menentukan nilai indeks kinerja ruas jalan terpilih;
2) Menentukan skala prioritas jenis penanganan ruas jalan;
3) Menghitung nilai estimasi kebutuhan anggaran dari usulan penanganan ruas
jalan tersebut.
Prioritas penanganan ruas jalan dapat digunakan oleh Pemerintah Kota
Serang agar kinerja jalan dapat terpelihara. Penentuan bobot kriteria dan bobot
variabel dalam prioritas penanganan ruas jalan menggunakan metode Analytical
Hierarchy Process (AHP). Metode AHP digunakan karena dapat dimanfaatkan
untuk membantu pengambilan keputusan yang melibatkan kriteria yang majemuk
(multi kriteria). AHP mendeskripsikan suatu pendekatan terstruktur dalam
pengambilan keputusan sebagai suatu pilihan di antara sejumlah alternatif yang
dianggap mampu memenuhi serangkaian tujuan.
Untuk menyelesaikan masalah dalam penelitian ini diperlukan adanya
sejumlah kriteria yang memungkinkan dalam penilaian indeks kinerja jaringan
jalan. Setiap kriteria penilaian indeks kinerja jaringan jalan terdapat beberapa
variabel. Variabel-variabel ini dijadikan sebagai alternatif-alternatif dalam
penanganan ruas jalan. Beberapa kriteria dan variabel yang digunakan dalam
penilaian indeks kinerja ini ditunjukkan pada Tabel 1.1 dan Gambar 1.3.
-
6Tabel 1.1 Kriteria dan Variabel Penilaian Indeks Kinerja Jaringan Jalan(Widiantono, 2005)
No. Kriteria Variabel
1 Kondisi Jalan dan BangunanPelengkap
1.1 Kondisi Perkerasan1.2 Kondisi Geometrik1.3 Kondisi Jembatan1.4 Kondisi Drainase1.5 Trotoar/Bahu Jalan/Pedestrian
2 Kondisi Lalulintas
2.1 Volume Lalulintas2.2 Kecepatan Operasi2.3 Marka dan Rambu2.4 Hambatan Samping
3 Kondisi Jaringan3.1 Aksesibilitas3.2 Mobilitas3.3 Tingkat Kecelakaan
4 Aspek Ekonomi dan Manajemen4.1 Alokasi Anggaran4.2 Sistem Informasi Jaringan Jalan4.3 Tingkat Pencapaian Program
5 Aspek Lingkungan Jalan5.1 Tingkat Kebisingan5.2 Tingkat Polusi Udara5.3 Kondisi Lansekap Jalan
Gambar 1.3 Indeks Kinerja Jaringan Jalan (Widiantono, 2005)
- Kondisi Perkerasan- Kondisi Geometrik- Kondisi Jembatan- Kondisi Drainase- Trotoar/Bahu Jalan/Pedestrian
- Tingkat Kebisingan- Tingkat Polusi Udara- Kondisi Lansekap Jalan
- Volume Lalulintas- Kecepatan Operasi- Marka dan Rambu- Hambatan Samping
- Aksesibilitas- Mobilitas- Tingkat Kecelakaan
- Alokasi Dana- Sistem Informasi Jaringan Jalan- Tingkat Pencapaian Program
Kondisi Jaringan
Aspek Ekonomi danManajemen
Aspek LingkunganJalan
Kondisi Lalulintas
Kondisi Jalan danBangunan Pelengkap
Indeks KinerjaJaringan Jalan
-
71.4 Ruang Lingkup Studi dan Batasan Penelitian
Bagian ini akan membahas mengenai ruang lingkup dan batasan masalah
dari penelitian ini. Ruang lingkup materi bahasan ini adalah sebagai berikut:
1) Melakukan tinjauan terhadap variabel-variabel kinerja jaringan jalan, melalui
kajian literatur yang relevan dengan topik tersebut.
2) Mengumpulkan persepsi stakeholders dari wakil perencana, pelaksana, dan
masyarakat mengenai kriteria tingkat pelayanan jaringan jalan.
3) Melakukan analisis terhadap data persepsi stakeholders yang telah
dikumpulkan.
4) Melakukan penilaian kinerja dan menentukan prioritas penanganan dari hasil
indeks kinerja ruas jalan terendah terhadap ruas jalan terpilih di Kota Serang.
5) Melakukan usulan jenis penanganan berdasarkan urutan prioritas penilaian
kinerja jalan terhadap ruas jalan terpilih.
Adapun kajian terhadap batasan masalah dari penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1) Kajian hanya dibatasi pada kinerja jaringan jalan perkotaan, yang dalam
penelitian ini dipilih daerah studi kasus di Kota Serang.
2) Data yang digunakan semaksimal mungkin berupa data primer dan sekunder
yang relevan dengan tujuan studi, sehingga akan memudahkan dalam aplikasi
lebih lanjut dalam pengambilan keputusan untuk penanganan jalan perkotaan.
3) Stakeholders yang dipilih sebagai responden untuk menilai kriteria kinerja
jaringan jalan perkotaan dari wakil perencana adalah Badan Perencanaan dan
Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten/Kota Serang. Wakil pelaksana
adalah Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Kabupaten/Kota Serang, Dinas
Perhubungan Pariwisata Komunikasi dan Informatika (Dishubparkominfo)
Kota Serang dan Dinas Perhubungan (Dishub) Kabupaten Serang. Responden
dipilih juga dari wakil masyarakat, antara lain, Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM), para praktisi dan profesional di bidang jalan.
4) Metode Analisis Multi Kriteria (AMK), khususnya AHP, digunakan dalam
proses penentuan bobot kriteria (weighting), sedangkan proses skoring, yang
idealnya dilakukan oleh kelompok tenaga ahli (panel expert), dilakukan oleh
-
8peneliti sendiri dengan alasan bahwa semua variabel-variabel kriteria adalah
kuantitatif dan kualitatif yang skoringnya dapat dilakukan dengan
membandingkan besaran yang ditampilkan oleh setiap alternatif.
1.5 Metodologi Penelitian
Seperti diperlihatkan pada bagan alir Gambar 1.4, metodologi dalam
penelitian ini akan menggabungkan beberapa tahapan, antara lain pemilihan
responden, pengumpulan data, analisis, dan rekomendasi sebagai masukan
pengambilan keputusan dalam prioritas penanganan jaringan jalan perkotaan.
Penelitian penilaian kinerja jaringan jalan dimulai dengan melakukan kajian studi
literatur mengenai variabel-variabel kriteria terhadap kinerja jaringan jalan dan
pengumpulan data sekunder.
Untuk memperoleh data primer dalam penelitian mengenai persepsi
penilaian kinerja jaringan jalan dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-
pertanyaan dalam bentuk suatu kuesioner kepada sejumlah responden. Responden
yang dipilih untuk memberikan penilaian bobot terhadap kriteria kinerja jaringan
jalan terdiri atas tiga golongan pihak yang terkait. Jumlah kuesioner yang
disebarkan seluruhnya berjumlah 40 (empat puluh) buah dengan rincian 15 (lima
belas) buah untuk wakil perencana, 15 (lima belas) buah untuk wakil pelaksana
dan untuk wakil masyarakat sebanyak 10 (sepuluh) buah. Survei ini diperlukan
untuk menentukan persepsi responden terhadap bobot kriteria dan variabel dalam
penilaian kinerja jaringan jalan. Penilaian ini dijadikan dasar untuk menentukan
prioritas penanganan ruas jalan dari hasil indeks kinerja ruas jalan sesuai
karakteristik wilayah setempat dan melakukan usulan penanganan ruas-ruas jalan
terpilih atas hasil penilaian tersebut.
Teknik survei yang digunakan adalah dengan mendatangi responden dan
para responden diminta untuk menilai kriteria kinerja jaringan jalan. Kriteria
kinerja jaringan jalan yang dinilai oleh responden adalah kondisi jalan dan
bangunan pelengkap, kondisi lalulintas, kondisi jaringan, aspek ekonomi dan
manajemen, serta aspek lingkungan jalan. Formulir isian yang berisikan
pertanyaan kuesioner disajikan pada Lampiran 1. Sedangkan survei sekunder
dikumpulkan dari berbagai instansi yang terkait dengan penyelenggaraan jaringan
-
9jalan seperti DPU yang berkaitan dengan data kondisi jaringan jalan dan Dishub
yang berkaitan dengan kondisi arus lalulintas di Kota Serang. Selain itu
dibutuhkan juga data sistem jaringan transportasi selain jalan, dampak
pengembangan wilayah, tingkat kecelakaan, dan data sosial ekonomi lainnya dari
BPS di Kota Serang.
Selanjutnya dihasilkan kesimpulan dan rekomendasi/saran atas hasil
analisis data mengenai prioritas penanganan jaringan jalan di Kota Serang.
Perhatian utama penelitian ini dititikberatkan pada kegiatan peningkatan dan
pemeliharaan ruas jalan dengan menggunakan metode AMK sebagai salah satu
bentuk untuk pengambilan keputusan.
-
10
Gambar 1.4 Bagan Alir Metodologi Penelitian
MULAI
Menentukan Jenis KriteriaYang Akan Digunakan
Menentukan Ruas Jalan TerpilihBerdasarkan Tingkat Kepentingan
Pengumpulan Data PrimerBerupa Kuesioner dari Responden
Pengumpulan Data Sekunderdari Instansi Terkait
Menghitung Bobot Relatifdari masing-masing Kriteria dan Variabel
(menggunakan program Expert Choice 11)
Penilaian Skoring Kondisi Ruas JalanTerpilih:- Kondisi Perkerasan- Kondisi Jembatan- Kondisi Hambatan Samping- Kondisi Geometrik- Kondisi Trotoar/Bahu Jalan/Pedestrian- Volume Lalulintas- Kecepatan Operasi- Indeks Aksesibilitas- Indeks Mobilitas-Tingkat Kecelakaan- Alokasi Anggaran
Menghitung Bobot Relatif SecaraKeseluruhan
(BRVr x BRKr)
Penilaian Skoring Rata-rata Variabel OlehResponden:- Kondisi Drainase- Marka dan Rambu- Sistem Informasi Jaringan Jalan- Tingkat Pencapaian Program- Kebisingan- Polusi Udara- Kondisi Lansekap Jalan
Bobot Relatif Setiap Kriteria dari Ruas JalanTerpilih = skoring variabel / n variabel
Rekapitulasi Skoring Variabel (18 variabel)dari Ruas Jalan Terpilih ;
Menghasilkan Urutan Prioritas
Matrik Kinerja Jalan(P1; P2; P3; P4; P5)
Indeks Kinerja Jalan (IKJ) ; MenghasilkanUrutan Prioritas
Prioritas dan Usulan Jenis PenangananBerdasarkan Kriteria / Variabel
Pembentuknya
Estimasi Kebutuhan Anggaran BerdasarkanJenis Penanganan dan Jenis Konstruksinya
Analisis Kinerja Ruas Jalan TerhadapPenilaian Urutan Prioritas, Usulan Jenis
Penanganan dan Estimasi Anggaran
Kesimpulan dan Saran
SELESAI
Prediksi Kondisi Perkerasan JalanSelama Lima Tahun ; Menghasilkan Urutan
Prioritas
-
11
BAB 2
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Sistem Transportasi
Sistem transportasi terdiri atas sistem pergerakan, yang terjadi sebagai
akibat adanya sistem kegiatan, yang didukung oleh tersedianya jaringan
transportasi (sistem jaringan), serta dipengaruhi oleh sistem kelembagaan yang
ada. Sistem adalah gabungan beberapa komponen atau objek yang saling
berkaitan (Tamin, 2000). Sebagai suatu sistem, elemen-elemen transportasi yang
terdiri atas sistem kegiatan, sistem jaringan, dan sistem pergerakan saling
mempengaruhi. Perubahan pada salah satu sistem atau beberapa sistem akan
mempengaruhi sistem lainnya (Kusbiantoro, 2007).
Sistem kegiatan merupakan perwujudan dari ruang dengan isinya,
terutama manusia dengan segala kegiatannya (bekerja, sekolah, belanja) yang
dilakukan di suatu guna lahan (perkantoran, perumahan, perdagangan). Untuk
memenuhi kebutuhannya, manusia melakukan perjalanan antar guna lahan dengan
menggunakan sistem jaringan transportasi. Perjalanan antar guna lahan
menimbulkan berbagai interaksi sehingga menghasilkan pergerakan lalulintas.
Sistem jaringan merupakan sarana dan prasarana transportasi yang dapat
mendukung terjadinya pergerakan, misalnya jaringan jalan, moda transportasi
(mobil, kereta api, pesawat terbang), terminal, pelabuhan, dan sebagainya.
Keseluruhan sistem tersebut juga terkait dengan sistem kelembagaan, seperti
peraturan, perundangan, kebijakan, lembaga pemerintah dan sebagainya
(Kusbiantoro, 2007). Selain itu, seluruh sistem tersebut terkait juga dengan sistem
lingkungan yang terwujud dari aspek ekonomi, sosial, budaya, politik dan
keamanan, serta teknologi. Sistem transportasi dapat ditunjukkan seperti pada
Gambar 2.1.
-
12
Gambar 2.1 Sistem Transportasi (Kusbiantoro, 2007)
2.2 Pengelolaan Prasarana Jalan
UU Nomor 32 Tahun 2004, tentang Pemerintah Daerah, menyatakan
bahwa efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah perlu
ditingkatkan. Perhatian utama pada aspek-aspek hubungan antar susunan
pemerintahan dan antar pemerintahan daerah, potensi dan keanekaragaman
daerah, peluang dan tantangan persaingan global dengan memberikan
kewenangan yang seluas-luasnya kepada daerah disertai dengan pemberian hak
dan kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah (otda) dalam kesatuan sistem
penyelenggaraan pemerintahan negara. Pemerintah daerah dalam hal ini
mempunyai kewenangan yang luas dalam penyelenggaraan sistem
pemerintahannya, termasuk dalam penyelenggaraan bidang prasarana jalan.
Kewenangan yang luas bagi daerah dalam penyelenggaraan bidang
prasarana jalan, menyebabkan terjadinya perubahan dalam pengelolaan dan
pendanaan prasarana jalan di Indonesia. Untuk jalan yang berstatus propinsi dan
kabupaten/kota, dimana keputusan untuk mempertahankan atau meningkatkan
kinerja dari jaringan jalan banyak ditentukan oleh daerah, diperlukan strategi
SistemKegiatan
SistemJaringan
SistemPergerakan
SistemKelembagaan :
- Legal- Organisasi- Sumber
DayaManusia
- Pendanaan
Sistem Eksternal : Ekonomi, Sosial, Politik, Budaya, Fisik, Teknologi
Sistem Internal : Ekonomi, Sosial, Politik, Budaya, Fisik, Teknologi
Lokal
Regional
Nasional / InternasionaI
-
13
khusus bagi daerah untuk menyusun program yang menjadi kewenangannya, agar
jalan yang ada dapat dipelihara dan berfungsi sesuai peruntukkannya.
2.2.1 Sistem Jaringan Jalan
UU Nomor 38 Tahun 2004, tentang Jalan, Pasal 1 Ayat 4, menjelaskan
bahwa jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,
termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi
lalulintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah
permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api,
jalan lori, dan jalan kabel.
Pada Pasal 7, disampaikan mengenai konsep sistem jaringan jalan di
Indonesia. Sistem jaringan jalan didefinisikan sebagai kesatuan ruas-ruas jalan
yang saling menghubungkan dan mengikat pusat-pusat pertumbuhan dengan
wilayah yang berada dalam pengaruh pelayanannya, dalam satu hubungan tata
jenjang (hirarki). Dalam penataan jaringan jalan, agar tersusun sistem jaringan
jalan yang baik, harus diperhatikan tata jenjang jaringan. Tata jenjang jaringan
jalan akan mengarah pada susunan sistem pelayanan jasa angkutan jalan, yang
kemudian menjadi sistem sirkulasi yang menghubungkan lalu lintas di jalan.
Sistem jaringan jalan terdiri dari sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan
jalan sekunder. Persyaratan jaringan primer dan sekunder terlihat pada Tabel 2.1.
Sistem jaringan jalan primer merupakan sistem jaringan jalan dengan
peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah
di tingkat nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang
berwujud pusat-pusat kegiatan. Sistem jaringan jalan primer bersifat menerus
yang memberikan pelayanan lalulintas tidak terputus walaupun masuk ke dalam
kawasan perkotaan. Pusat-pusat kegiatan adalah kawasan perkotaan yang
mempunyai jangkauan pelayanan nasional, wilayah, dan lokal.
Jaringan jalan primer menghubungkan secara menerus kota jenjang
kesatu, kota jenjang kedua, kota jenjang ketiga, dan kota jenjang dibawahnya
sampai ke persil dalam satu satuan wilayah pengembangan. Jaringan jalan primer
menghubungkan kota jenjang kesatu dengan kota jenjang kesatu antar satuan
wilayah pengembangan. Jaringan jalan primer tidak terputus walaupun memasuki
-
14
kota. Jaringan jalan primer harus menghubungkan kawasan primer. Suatu ruas
jalan primer dapat berakhir pada suatu kawasan primer. Kawasan yang
mempunyai fungsi primer antara lain: industri skala regional, terminal
barang/pergudangan, pelabuhan, bandar udara, pasar induk, pusat perdagangan
skala regional/ grosir.
Sistem jaringan sekunder merupakan sistem jaringan jalan dengan
peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk masyarakat di dalam kawasan
perkotaan. Kawasan perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama
bukan pertanian, dengan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan,
pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, serta
kegiatan ekonomi.
Tabel 2.1 Persyaratan Ruas Jalan Dalam Sistem Jaringan Primer dan Sekunder(Departemen PU, 2000)
FungsiJalan
KecepatanRencana(km/jam)
LebarJalur
LalulintasKapasitas
Jalan Masuk TingkatKegiatan
TingkatKenyamanan
KeamananKeterangan
JAP > 60 > 9 m
> volumeLL rata-
rata
Di batasi secaraefisien
Tidak bolehterganggukegiatanlokal, LLlokal dan LLulang alik
2
Jalan arteritidak bolehputuswalaupunmemasukikota
JKP > 40 > 7 m> volumeLL rata-
rata
Di batasisehingga kec.Renc. dankapasitas tdkterganggu
- 2Tidakterputuswalaupunmemasukikota
JLP > 20 > 6 m - - - 1,5Tidakterputuswalaupunmemasukidesa
JAS > 30> 8 m
volumeLL rata-
rata- - 1,5
Tidak bolehterganggu LLlambat
JKS > 20 > 7 m - - - 1,5 -JLS > 10 > 5 m - - - 1,0 -
Secara teknis dapat dikatakan bahwa sistem jaringan jalan primer adalah
sistem jaringan jalan antar kota (interurban road), sedangkan sistem jaringan jalan
sekunder adalah sistem jaringan jalan perkotaan (urban road). Pembagian sistem
antar kota dan dalam kota ini sangat penting untuk memudahkan dalam
manajemen lalulintas dan penanganan jalan.
-
15
2.2.2 Hirarki dan Klasifikasi Jaringan Jalan
Hirarki jalan untuk kawasan perkotaan atau jalan dalam kota mempunyai
klasifikasi terhadap fungsi, status, kelas dan tipe jalan. Klasifikasi terhadap fungsi
jalan adalah menyangkut tentang pelayanan umum yang ditinjau dari segi
letak/kedudukan atau posisi dari ruas jalan tersebut terhadap kepentingan atau
nilai ekonomi serta strategisnya dari sudut pandang pengembangan wilayah.
Secara teknis pada dasarnya fungsi jalan adalah menyediakan akses
keluar/masuk guna lahan (access function) dan kelancaran lalulintas (mobility
function) dalam rangka menunjang semua kegiatan masyarakat dan pemerintah
yang memerlukan adanya perpindahan orang, barang, dan kendaraan dari satu
tempat ke tempat lain karena tidak semua kegiatan dapat dilakukan dalam satu
lokasi saja. Pengelompokan fungsi jalan dilakukan dalan konteks efisiensi
operasional dimana fungsi akses dan fungsi mobilitas dipisahkan dalam hirarki
jalan yang akan bersinergi dalam sistem jaringan jalan. Secara skematis, fungsi
dasar transportasi dari prasarana jalan disampaikan pada Gambar 2.2 berikut ini.
Gambar 2.2 Pembagian Fungsi Jalan (Departemen PU, 2000)
Menurut UU Nomor 38 Tahun 2004, tentang Jalan, Pasal 8, jalan umum
menurut fungsinya dikelompokkan menjadi:
1) Jalan Arteri; adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama
dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan
masuk dibatasi secara berdaya guna.
Jalan Lokal Jalan Kolektor Jalan Arteri
FungsiMobilitas
Fung
siA
kses
ibili
tas
-
16
2) Jalan Kolektor; adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-
rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi.
3) Jalan Lokal; adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat
dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah
jalan masuk tidak dibatasi.
4) Jalan Lingkungan; adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah.
Jalan lokal akan lebih banyak memberikan fungsi aksesibilitas kepada
sejumlah ruang kegiatan yang ada disekitarnya. Jalan kolektor akan berfungsi
sebagai pengumpul dan pendistribusi perjalanan dimana fungsi akses dan
mobilitas merata. Sedangkan jalan arteri disediakan sebagai media pergerakan
lalulintas yang besar dengan memaksimalkan fungsi mobilitas. Secara umum
pengaturan fungsi tersebut disampaikan pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2. Pengelompokkan Jalan Menurut Fungsi(UU No. 38 th. 2004)
No. Fungsi Jalan Fungsi Pelayanan Jarak Kecepatan Jalan Masuk
1 Arteri Angkutan utama Perjalanan jarak jauh Kecepatan rata-rata tinggi
Jumlah jalan masukdibatasi secara efisien
2 Kolektor Angkutanpengumpul/pembagi
Perjalanan jaraksedang
Kecepatan rata-rata sedang
Jumlah jalan masukdibatasi
3 Lokal Angkutan setempat Perjalanan jarakpendek
Kecepatan rata-rata rendah
Jumlah jalan masuktidak dibatasi
4 Lingkungan Angkutan lingkungan Perjalanan jarakpendek
Kecepatan rata-rata rendah
-
Klasifikasi terhadap status jalan adalah menyangkut institusi mana yang
jadi pembina dari jalan tersebut yang mempunyai wewenang dari segi
pembiayaan, pembangunan, dan pemeliharaannya. Jalan umum menurut statusnya
dikelompokkan ke dalam jalan nasional, jalan propinsi, jalan kabupaten, jalan
kota, dan jalan desa. Ketentuan mengenai pengelompokan jalan dimaksudkan
untuk mewujudkan kepastian hukum penyelenggaraan jalan sesuai dengan
kewenangan pemerintah dan pemerintah daerah. Secara umum pengelompokkan
status jalan tersebut disampaikan pada Tabel 2.3 sedangkan hubungan dengan
fungsi dan wewenang pembinaan jalan dapat dilihat pada Tabel 2.4
-
17
Tabel 2.3 Pengelompokkan Jalan Menurut Status (UU No. 38 th. 2004)No. Status Jalan Lingkup Status
1 Nasional - Jalan arteri primer dan kolektor primer yang menghubungkan antar ibukota Propinsi- Jalan strategis Nasional- Jalan tol
2 Propinsi - Jalan kolektor primer yang menghubungkan ibukota Propinsi dengan ibukotaKabupaten/Kota
- Jalan kolektor primer yang menghubungkan antar ibukota Kabupaten/Kota- Jalan strategis Propinsi
3 Kabupaten - Jalan lokal primer yang menghubungkan ibukota Kabupaten dengan ibukota Kecamatan- Jalan lokal primer yang menghubungkan antar ibukota Kecamatan- Jalan lokal primer yang menguhubungkan ibukota Kabupaten dengan PKL- Jalan lokal primer yang menghubungkan antar PKL- Jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder dalam wilayah Kabupaten- Jalan strategis Kabupaten
4 Kota - Jalan sekunder yang menghubungkan antar pusat pelayanan dalam Kota- Jalan sekunder yang menghubungkan antara pusat pelayanan dengan Persil- Jalan sekunder yang menghubungkan antar Persil- Jalan sekunder yang menghubungkan antar pusat permukiman di dalam Kota
5 Desa - Jalan umum yang menghubungkan kawasan di dalam Desa dan/atau antar permukiman- Jalan lingkungan
Tabel 2.4 Hubungan Fungsi, Status Dan Wewenang Pembinaan Jalan(UU No. 38 th. 2004)
SistemJaringan Fungsi Status
WewenangPembinaan
Jalan Arteri
KP-1Jalan Nasional (termasuk
jalan tol)Menteri PU
Jalan KolektorKP-2KP-3
Jalan Provinsi PemerintahProvinsi
Sistem Primer
Jalan Lokal/Lingkungan Jalan Kabupaten PemerintahKabupatenSistem Sekunder Jalan Arteri
Jalan KolektorJalan Lokal
Jalan Lingkungan
Jalan Kota PemerintahKota
Keterangan:
KP-1 = Kolektor Primer yang menghubungkan antar Ibukota PropinsiKP-1 = Kolektor Primer yang menghubungkan Ibukota Propinsi dengan Ibukota Kabupaten/KotaKP-3 = Kolektor Primer yang menghubungkan antar Ibukota Kabupaten/Kota
2.2.3 Kelas Jalan
Seperti yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 43 tahun 1993
tentang prasarana dan lalulintas jalan, berdasarkan muatan sumbu terberat (MST),
kelas jalan dibagi menjadi 5 (lima) kelas, yaitu kelas I, II, IIIA, IIIB dan IIIC
seperti disajikan pada Tabel 2.5. Sedangkan menurut kecepatan rencana, khusus
-
18
untuk jalan di perkotaan dibedakan lagi berdasarkan sistem jaringannya, seperti
disajikan pada Tabel 2.6 dan Tabel 2.7. Kecepatan yang dimaksud adalah
kecepatan maksimum yang ditetapkan untuk perencanaan dimana korelasi segi-
segi fisiknya akan mempengaruhi operasi kendaraan.
Tabel 2.5 Kelas Jalan Menurut Muatan Sumbu Terberat (MST)(PP No. 43 th. 1993)
Kelas Jalan MST Lebar Kendaraan Panjang Kendaraan
I > 10,00 Ton 2,50 m 18,00 m
II 10,00 Ton 2,50 m 18,00 m
IIIA 8,00 Ton 2,50 m 18,00 m
IIIB 8,00 Ton 2,50 m 12,00 m
IIIC 8,00 Ton 2,10 m 9,00 m
Tabel 2.6 Kecepatan Rencana pada Sistem PrimerBerdasarkan Kelas Jalan dan Lebar Lajur (PP No. 43 th.1993)
Kecepatan Rencana (km/jam)Sistem Jaringan Kelas Jalan Lebar Lajur (m)
Datar Bukit Pegunungan
Arteri I, II, IIIA 3,00 3,50 70 120 60 80 40 70
Kolektor IIIA, IIIB 3,00 3,50 60 90 50 60 30 50Sistem
PrimerLokal III,C 3,00 3,50 40 - 70 30 50 20 30
Tabel 2.7 Kecepatan Rencana pada Sistem SekunderBerdasarkan Kelas Jalan dan Lebar Lajur (PP No. 43 th.1993)
Sistem Jaringan Kelas Jalan Lebar Lajur (m) Kecepatan Rencana (km/jam)
Arteri I, II, IIIA 3,50 30 60
Kolektor IIIA, IIIB 3,25 3,50 30 40Sistem
SekunderLokal III,C 3,25 3,50 30 40
2.2.4 Aksesibilitas dan Mobilitas
Aksesibilitas dan mobilitas merupakan suatu ukuran potensial (bersifat
abstrak) atau kesempatan untuk melakukan perjalanan dan berupa konsep yang
menghubungkan antara sistem pengaturan tata guna lahan secara geografis dan
populasi penduduk dengan sistem jaringan transportasi yang menghubungkannya.
Aksesibilitas juga merupakan suatu ukuran kenyamanan atau kemudahan
mengenai cara lokasi tata guna lahan berinteraksi satu sama lain dan mudah atau
susahnya lokasi tersebut dicapai melalui sistem jaringan transportasi (Tamim,
2000). Pernyataan mudah atau susah merupakan hal yang sangat subjektif dan
kualitatif. Mudah bagi seseorang belum tentu mudah bagi orang lain, begitu juga
-
19
dengan pernyataan susah. Oleh karena itu, diperlukan kinerja kuantitatif (terukur)
yang dapat menyatakan aksesibilitas atau kemudahan. Ada yang menyatakan
bahwa aksesibilitas dapat dinyatakan dengan jarak. Jika suatu tempat berdekatan
dengan tempat lain, dikatakan aksesibilitas antara kedua tempat tersebut tinggi.
Sebaliknya, jika kedua tempat itu berjauhan, aksesibilitas antar keduanya rendah.
Jadi tata guna lahan yang berbeda pasti mempunyai aksesibilitas yang berbeda
pula karena aktifitas tata guna lahan tersebut tersebar dalam ruang secara tidak
merata (heterogen).
2.2.5 Kapasitas
Kapasitas jalan adalah arus lalulintas maksimum yang dapat
dipertahankan (tetap) persatuan jam pada suatu bagian jalan dalam kondisi
tertentu, misalnya karakteristik geometrik, lingkungan, komposisi lalulintas dan
sebagainya, yang dapat ditentukan dalam satuan massa penumpang untuk tiap
satuan waktu (smp/jam). Faktor-faktor yang berpengaruh dalam penentuan
kapasitas jaringan jalan adalah karakteristik geometrik dan kondisi lalulintas.
Untuk jalan dua-lajur dua-arah, kapasitas ditentukan untuk arus dua arah
(kombinasi dua arah), tetapi untuk jalan dengan banyak lajur, arus dipisahkan
perarah dan kapasitas ditentukan perlajur.
Nilai kapasitas diamati melalui pengumpulan data lapangan selama
memungkinkan dan juga diperkirakan dari analisis kondisi iringan lalulintas, dan
secara teoritis dengan mengasumsikan hubungan matematik antara kerapatan,
kecepatan dan arus lalulintas. Kapasitas dinyatakan dalam satuan mobil
penumpang (smp). Rumus dasar untuk menentukan kapasitas jalan perkotaan dan
jalan luar kota, disajikan pada persamaan 2.1 dan persamaan 2.2
C = Co x FCw x FCsp x FCsf (untuk jalan perkotaan) .......................... (2.1)
C = Co x FCw x FCsp x FCsf x FCcs (untuk jalan luar kota) ................. (2.2)
dengan:
C = Kapasitas (smp/jam)
Co = Kapasitas Dasar (smp/jam), disajikan pada Tabel 2.8
-
20
FCw = Faktor penyesuaian lebar jalan, disajikan pada Tabel 2.9
FCsp = Faktor penyesuaian pemisahan arah (hanya untuk jalan tak terbagi),disajikan pada Tabel 2.10
FCsf = Faktor penyesuaian hambatan samping dan bahu jalan,disajikan pada Tabel 2.11
FCcs = Faktor penyesuaian ukuran kota, disajikan pada Tabel 2.12
Tabel 2.8 Kapasitas Dasar (MKJI, 1997)Tipe Jalan Kapasitas Dasar (C) (smp/jam) Catatan
Empat-lajur terbagi atau jalan satu arah 1.650 Perlajur
Empat-lajur tak terbagi 1.500 Perlajur
Dua-lajur tak terbagi 2.900 Total dua arah
Tabel 2.9 Penyesuaian Kapasitas untuk Pengaruh Lebar Jalur Lalulintas padaJalan Perkotaan (MKJI, 1997)
Lebar Jalur Lalulintas Efektif (Wc)Tipe Jalan (m) FCw
Per lajur3,00 0,923,25 0,963,50 1,003,75 1,04
Empat-lajur terbagi atau jalan satuarah
4,00 1,08Per lajur
3,00 0,913,25 0,953,50 1,003,75 1,05
Empat-lajur tak terbagi
4,00 1,09Total dua arah
5,00 0,566,00 0,877,00 1,008,00 1,149,00 1,2510,00 1,29
Dua-lajur tak terbagi
11,00 1,34
Tabel 2.10 Faktor Penyesuaian Kapasitas untuk Pemisahan Arah (MKJI, 1997)
Pemisahan Arah SP %-% 50-50 55-45 60-40 65-35 70-30
Dua-lajur 2/2 1,00 0,97 0,94 0,91 0,88FCspEmpat-lajur 4/2 1,00 0,985 0,97 0,955 0,94
-
21
Tabel 2.11 Faktor Penyesuaian Kapasitas untuk Pengaruh Hambatan Samping danLebar Bahu pada Jalan Perkotaan (MKJI, 1997)
Faktor Penyesuaian untuk Hambatan Samping dan Lebar Bahu (FCsf)
Lebar Bahu Efektif / WsTipe Jalan
Kelas
Hambatan
Samping 0,5 1,0 1,5 2,0
VL 0,96 0,98 1,01 1,03
L 0,94 0,97 1,00 1,02
M 0,92 0,95 0,98 1,00
H 0,88 0,92 0,95 0,98
4/2 D
VH 0,84 0,88 0,92 0,96
VL 0,96 0,99 1,01 1,03
L 0,94 0,97 1,00 1,02
M 0,92 0,95 0,98 1,00
H 0,87 0,91 0,94 0,98
4/2 UD
VH 0,80 0,86 0,90 0,95
VL 0,94 0,96 0,99 1,01
L 0,92 0,94 0,97 1,00
M 0,89 0,92 0,95 0,98
H 0,82 0,86 0,90 0,95
2/2 UD atau jalan
satu arah
VH 0,73 0,79 0,85 0,91
Tabel 2.12 Faktor Penyesuaian Kapasitas untuk Ukuran Kota pada JalanPerkotaan (MKJI, 1997)
Ukuran Kota (juta penduduk) Faktor Penyesuaan untuk Ukuran Kota (FCcs)
< 0,1 0,86
0,1 - 0,5 0,90
0,5 - 1,0 0,94
1,0 - 3,0 1,00
> 3,0 1,04
2.2.6 Kecepatan
Kecepatan tempuh merupakan salah satu faktor yang berpengaruh dalam
menggambarkan kualitas dari suatu ruas jalan dalam menampung arus lalulintas.
Kecepatan tempuh dalam suatu ruas jalan didefinisikan sebagai kecepatan rata-
rata yang ditempuh kendaraan ringan (LV) selama melalui ruas jalan tersebut.
Faktor yang mempengaruhi kecepatan tempuh adalah volume lalulintas,
komposisi kendaraan, karakteristik geometrik jalan, serta faktor hambatan
samping. Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) menggunakan kecepatan
tempuh sebagai ukuran utama kinerja segmen jalan, karena mudah dimengerti dan
diukur serta merupakan masukan yang penting untuk biaya pemakai jalan dalam
-
22
analisis ekonomi. Rumus dasar menentukan kecepatan tempuh disajikan dalam
persamaan 2.3
V = L / TT .................................................................................... (2.3)
dengan:
V = Kecepatan rata-rata LV (km/jam)
L = Panjang segmen jalan (km)
TT = Waktu tempuh rata-rata LV sepanjang segmen jalan (jam)
2.2.7 Volume Lalulintas
Volume dapat didefinisikan sebagai jumlah kendaraan yang melalui
suatu titik (satu lajur atau total lajur) tiap satuan waktu. Jumlah kendaraan ini
dapat dibedakan berdasarkan arah arus yaitu 2 arah, 1 arah, arus lurus dan arus
belok serta berdasarkan jenis kendaraan, seperti kendaraan penumpang, truk,
kendaraan komersil dan sepeda motor. Dengan berbagai jenis kendaraan, maka
perlu dikonversikan menjadi kendaraan standar, yaitu satuan mobil penumpang
(SMP). Tabel 2.13 menyajikan daftar konversi satuan mobil penumpang.
Tabel 2.13 Daftar Konversi Satuan Mobil Penumpang (SMP) (MKJI, 1997)SMPNo. Jenis Kendaraan KelasKendaraan Ruas Jalan Simpang
1 Sedan/Jeep, Oplet, Minibus, Pick-Up Ringan (LV) 1,00 1,00
2 Bus Standar, Truk Sedang, Truk Berat Berat (HV) 1,20 1,30
3 Sepeda Motor MC 0,25 0,40
4 Becak, Sepeda, Gerobak UM 0,80 1,00
2.3 Penyelenggaraan Sistem Jaringan Jalan
Tujuan penyelenggaraan transportasi jalan menurut UU Nomor 14
Tahun 1992, tentang Lalulintas dan Angkutan Jalan, Pasal 3, adalah mewujudkan
lalulintas dan angkutan jalan yang selamat, aman, cepat, lancar, tertib dan teratur,
nyaman dan efisien, mampu memadukan moda transportasi lainnya, menjangkau
seluruh pelosok wilayah daratan, untuk menunjang pemerataan, pertumbuhan dan
stabilitas sebagai pendorong, penggerak, dan penunjang pembangunan nasional
dengan biaya yang terjangkau oleh daya beli masyarakat. Mampu memadukan
moda transportasi lainnya adalah kemampuan moda lalulintas dan angkutan jalan
-
23
untuk memadukan moda transportasi perkeretaapian, laut, dan udara satu dengan
lainnya, antara lain dengan menghubungkan dan mendinamisasikan antar terminal
atau simpul-simpul lainnya dengan ruang kegiatan.
Ada beberapa aspek penting sehubungan dengan tujuan penyelenggaraan
transportasi jalan menurut UU Nomor 14 Tahun 1992, tentang Lalulintas dan
Angkutan Jalan. Diantaranya adalah aspek pemerataan aksesibilitas ke seluruh
wilayah, keselamatan dalam pengoperasian jaringan jalan, efektivitas jaringan
jalan sebagai penunjang pembangunan, dan keterpaduan dengan sistem jaringan
transportasi lainnya. Aspek pemerataan aksesibilitas adalah kemampuan
menjangkau seluruh pelosok wilayah daratan. Lalulintas dan angkutan jalan
memiliki kemampuan pelayanan sampai ke seluruh pelosok wilayah daratan.
2.4 Standar Pelayanan Minimal di Bidang Jalan
Untuk menjamin tersedianya pelayanan publik bagi masyarakat, maka
berdasarkan Pasal 3 ayat 3 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2000,
tentang Pembagian Kewenangan Pemerintah Pusat dan Propinsi, daerah wajib
melaksanakan Standar Pelayanan Minimal (SPM). Jadi di setiap bidang pelayanan
harus ditetapkan suatu standar oleh Departemen Teknis terkait yang wajib
dilaksanakan oleh daerah. Untuk bidang jalan Departemen PU telah mengeluarkan
SPM bidang jalan, seperti yang ada pada Tabel 2.14.
SPM di bidang jalan ini dikembangkan dalam sudut pandang publik
sebagai pengguna jalan, di mana ukurannya merupakan indikator umum yang
diinginkan oleh pengguna. Basis SPM dikembangkan dari tiga keinginan dasar
para pengguna jalan, yaitu kondisi jalan yang baik (tidak ada lubang), tidak macet
(lancar sepanjang waktu), dan dapat digunakan sepanjang tahun (tidak banjir
waktu musim hujan). SPM tersebut terbagi menjadi dua bidang pelayanan, yakni
untuk jaringan jalan dan ruas jalan. Konsep untuk jaringan jalan adalah kondisi
pelayanan prasarana jalan secara sistem untuk wilayah tertentu, sedangkan
tinjauan untuk ruas dilakukan secara individual ruas per ruas. Dalam SPM
jaringan jalan terdapat tiga aspek bidang pelayanan, yaitu aspek aksesibilitas,
aspek mobilitas, dan aspek kecelakaan. SPM untuk setiap ruas jalan terdiri atas
dua bidang, yaitu kondisi fisik dan kondisi pelayanan jalan (operasional).
-
24
Tabel 2.14 Standar Pelayanan Minimal Bidang Jalan di Indonesia(Departemen Kimpraswil, 2001)
Standar PelayananKuantitasNo. Bidang Pelayanan
Cakupan Konsumsi/ProduksiKualitas
Keterangan
Jaringan JalanKepadatan Penduduk
(jiwa/km2)Indeks Aksesibilitas
Sangat Tinggi >50.000 > 5
Tinggi > 1.000 > 1,5Sedang > 500 > 0,5Rendah > 100 > 0,15
A AspekAksessibilitasSeluruhJaringan
Sangat Rendah < 100 > 0,05
Panjang Jalan / LuasWilayah
PDRB per kapita(juta Rp/kapita/tahun) Indeks Mobilitas
Sangat Tinggi > 10 > 5Tinggi > 5 > 2Sedang > 2 > 1Rendah > 1 > 0,5
B AspekMobilitasSeluruhJaringan
Sangat Rendah < 1 >0,2
Panjang Jalan / 1000Penduduk
Pemakai Jalan Indeks Kecelakaan 1 Kecelakaan / 100.000km/ KendaraanKepadatan Penduduk
(jiwa/km2)Sangat Tinggi > 5.000
Tinggi > 1.000Sedang > 500Rendah > 100
1.
C AspekKecelakaanSeluruhJaringan
Sangat Rendah < 100
Indeks Kecelakaan 2 Kecelakaan / km /tahun
Ruas JalanLebar JalanMinimum
Volume Lalulintas(Kendaraan/hari) Kondisi Jalan
2 x 7 m LHR > 20.000 Sedang; IRI < 6;RCI > 6,5
7 m LHR > 10.000 Sedang; IRI < 6;RCI > 6,5
6 m LHR > 8.000 Sedang; IRI < 8;RCI > 5,5
4,5 m LHR > 3.000 Sedang; IRI < 10;RCI > 4,5
2.
A Kondisi Jalan
4,5 m LHR < 3.000 Sedang; IRI < 6;RCI > 3,5FungsiJalan Pengguna Jalan
Kecepatan TempuhMinimum
ArteriPrimer
Lalulintas RegionalJarak Jauh 25 km/jam
KolektorPrimer
Lalulintas RegionalJarak Sedang 20 km/jam
LokalPrimer Lalulintas Lokal 20 km/jam
ArteriSekunder
Lalulintas KotaJarak Jauh 25 km/jam
KolektorSekunder
Lalulintas KotaJarak Sedang 25 km/jam
B KondisiPelayanan
LokalSekunder
Lalulintas Lokal Kota 20 km/jam
2.5 Wewenang Penanganan Jaringan Jalan
Secara konseptual, sesuai dengan UU Nomor 38 Tahun 2004, tentang
Jalan, jalan kota adalah jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang
menghubungkan antarpusat pelayanan dalam kota, menghubungkan pusat
-
25
pelayanan dengan persil, menghubungkan antarpersil, serta menghubungkan
antarpusat permukiman yang berada di dalam kota. Secara umum wewenang
pengaturan jalan kota, seperti yang tercantum dalam UU Nomor 38 Tahun 2004,
tentang Jalan, meliputi merumuskan kebijakan penyelenggaraan jalan kota
berdasarkan kebijakan nasional di bidang jalan dengan memperhatikan keserasian
antar daerah dan antar kawasan, menyusun pedoman operasional penyelenggaraan
jalan kota, menetapkan status jalan kota, serta menyusun perencanaan jaringan
jalan kota.
Wewenang pembinaan jalan kota meliputi memberikan bimbingan,
penyuluhan, serta pendidikan dan pelatihan para aparatur penyelenggara jalan
kota, memberikan izin, rekomendasi, dispensasi dan pertimbangan pemanfaatan
ruang manfaat jalan, ruang milik jalan dan ruang pengawasan jalan, dan
mengembangkan teknologi terapan di bidang jalan kota. Dalam bidang
pembangunan jalan, wewenang pemerintah kota sesuai dengan prinsip otonomi
daerah meliputi perencanaan teknis, pemrograman dan penganggaran, pengadaan
lahan, serta pelaksanaan konstruksi, pengoperasian dan pemeliharaan jalan kota,
serta pengembangan dan pengelolaan manajemen pemeliharaan jalan kota. Dalam
bidang pengawasan jalan kota, wewenang pemerintah kota meliputi evaluasi
kinerja penyelenggara jalan kota serta pengendalian fungsi dan manfaat hasil
pembangunan jalan kota.
2.6 Struktur Keuangan Pemerintah Daerah
Sejalan dengan disahkannya UU Nomor 32 Tahun 2004, tentang
Pemerintah Daerah, dan UU Nomor 33 Tahun 2004, tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, maka terjadi penyerahan sebagian
urusan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah yang berimbas pada terjadinya
desentralisasi fiskal. Dengan adanya desentralisasi fiskal, pemerintah daerah
diberi kewenangan untuk memanfaatkan sumber keuangan sendiri dan didukung
dengan perimbangan keuangan antara pusat dan daerah. Hal ini mencerminkan
pembagian kekuasaan di bidang pemerintahan yang lebih luas kepada daerah,
memberikan kepastian sumber dana pemerintah daerah dalam melaksanakan
fungsinya, serta kebebasan dalam menggunakan dana tersebut.
-
26
Berdasarkan ketentuan dalam perundangundangan tersebut, maka
pendanaan untuk keperluan rutin dan pembangunan disetiap daerah bersumber
Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan, Pinjaman Daerah dan lain-
lain penerimaan yang sah. PAD diperoleh dari hasil pajak daerah, hasil retribusi
daerah, hasil perusahaan milik daerah, dan pengelolaan kekayaan daerah lainnya
yang dipisahkan serta lain-lain PAD yang sah. Dana perimbangan merupakan
bentuk transfer dana dari pemerintah pusat, yang ditujukan untuk mengurangi
ketidakmampuan daerah dalam membiayai kebutuhan pengeluarannya dari PAD.
Dana perimbangan terdiri atas bagian daerah (dana bagi hasil pajak dan sumber
daya alam), Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). DAU
merupakan dana yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN) yang pengalokasiannya dimaksudkan untuk menciptakan pemerataan
kemampuan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya.
Dalam APBN, jumlah DAU sekurang-kurangnya 25% dari Penerimaan Dalam
Negeri dan dialokasikan ke daerah dengan persentase pembagian 10% untuk
Propinsi dan 90% untuk Kabupaten/Kota. Struktur pendanaan daerah seperti
terlihat pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3 Struktur Pendanaan Wilayah Otonomi (UU No. 33 th. 2004)
DAK merupakan dana yang berasal dari APBN, yang dialokasikan ke
daerah untuk membantu pembiayaan kebutuhan khusus, yaitu kebutuhan yang
tidak dapat diperkirakan dengan menggunakan rumus alokasi umum dan
kebutuhan yang merupakan komitmen atau prioritas nasional. Saat ini, DAK
Minimal 25%APBN
Dana Sektoral(DAK)
Dana Umum(DAU)
Dana Perimbanganlainnya
Pendapatan AsliDaerah (PAD)
Pinjaman Daerah
APBDPropinsi
DanaSektoral
90%10%
APBDKab & Kota
-
27
difokuskan untuk membiayai kegiatan sektor pendidikan, kesehatan dan
infrastruktur. Pendanaan yang bersumber pada pinjaman daerah diutamakan untuk
membiayai kebutuhan daerah yang berkaitan dengan penyediaan prasarana. Dana
pinjaman daerah dapat diperoleh melalui beberapa lembaga keuangan, baik dalam
negeri maupun luar negeri, sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Selanjutnya,
pengalokasian dana dalam era otonomi daerah ini, lebih banyak ditentukan sendiri
oleh daerah. DAU yang digabungkan dalam bentuk dana Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah (APBD) bersama dengan PAD dan pinjaman daerah serta
pendapatan sah lainnya, tidak lagi berupa dana sektoral, namun berupa dana
umum yang pengalokasiannya disesuaikan dengan prioritas daerah. Dengan
diterbitkannya Permendagri Nomor 13 Tahun 2006, tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah, maka terjadi perubahan yang sangat mendasar dalam bidang
pengelolaan keuangan daerah. Perubahan-perubahan tersebut diantaranya meliputi
istilah Daftar Usulan Proyek Daerah (DUPDA) dan Daftar Isian Proyek Daerah
(DIPDA) menjadi Rencana Anggaran Satuan Kerja (RASK) dan Dokumen
Anggaran Satuan Kerja (DASK). Penyusunan DASK diawali dengan penyusunan
Arah dan Kebijakan Umum (AKU) APBD oleh Pemerintah Daerah bersama
dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang didasarkan pada hasil
penjaringan aspirasi masyarakat (Jaring Asmara) dan berpedoman pada rencana
strategis daerah dan/atau dokumen perencanaan daerah lainnya yang ditetapkan
oleh daerah. Skema mekanisme penyusunan anggaran disajikan pada Gambar 2.4.
Gambar 2.4 Skema Mekanisme Penyusunan Anggaran (Permendagri, 2006)
Pemda danDPRD
Kepala Daerah
Kepala SatuanKerja
Kondisi Ekonomidan Keuangan
Prinsip AnggaranKerja
Renstra danKebijakan Daerah
Arah KebijakanUmum ( AKU)
Strategi danPrioritas Daerah
RASK
RAPBD
APBD
DASK
-
28
2.7 Prioritas Kegiatan Penanganan Jalan
Prioritas kegiatan mempertahankan aset (assets preservation) merupakan
langkah yang wajar dalam kondisi dana yang terbatas. Pilihan kedua langkah yang
diambil jika memungkinkan penyempurnaan terhadap aset (assets enhancement),
dan langkah selanjutnya jika dana tersedia maka dilakukan penambahan aset baru.
Kegiatan pemeliharaan jalan yang sudah ada harus diutamakan, jika dibandingkan
dengan pembangunan jalan baru. Bahwa kegiatan yang diprioritaskan adalah
program penanganan jalan yang dananya harus disediakan setiap tahun sebagai
kegiatan wajib dilakukan (mandatory action).
Alokasi dana pada ruas jalan yang kondisinya masih baik atau jenis
penanganan pemeliharaan rutin dalam penelitian ini menjadi prioritas. Prioritas
selanjutnya adalah program pemeliharaan berkala/periodik, dan kemudian
kegiatan peningkatan jalan. Jika kegiatan pembangunan jalan baru tetap
dibutuhkan maka akan menjadi prioritas terakhir. Kegiatan pembangunan jalan
baru, pelebaran jalan yang umumnya hanya diperlukan di kedua sisi jalan
eksisting 1-2 meter akan lebih diprioritaskan, jika dibandingkan pembangunan
jalan baru ataupun peningkatan MST jalan yang membutuhkan lebar penanganan
antara 4,5 - 6 meter lebar jalan.
2.7.1 Jenis dan Prioritas Penanganan Jalan
Penyusunan kebutuhan penanganan jaringan jalan perkotaan secara
umum terdapat kaidah penentuan. Untuk mencapai target 100% jalan mantap
konstruksi, maka ruas jalan yang saat ini berada dalam kondisi baik ditangani
dengan pemeliharaan rutin, kondisi sedang ditangani dengan pemeliharaan
berkala, dan kondisi rusak ditangani dengan peningkatan struktur perkerasan jalan
(restructuring). Target 100% jalan mantap layanan lalulintas, maka ruas jalan
yang ada saat ini dalam kondisi macet ditangani dengan peningkatan kapasitas
atau pelebaran jalan. Sedangkan untuk kebutuhan pembangunan jalan baru akan
lebih ditentukan oleh tingkat aksesibilitas dan mobilitas wilayah bersangkutan.
Untuk menentukan kondisi konstruksi jalan Ditjen Binamarga
memanfaatkan parameter IRI. Penentuan kondisi jalan dan penanganannya seperti
terlihat pada Tabel 2.15.
-
29
Tabel 2.15 Penentuan Kondisi Ruas Jalan (Departemen Kimpraswil, 2002)Kondisi Jalan IRI (m/km) Kebutuhan Penanganan
Baik IRI rata-rata 4,5 Pemeliharaan RutinSedang 4,5 IRI rata-rata 8,0 Pemeliharaan BerkalaRusak 8,0 IRI rata-rata 12,0 Peningkatan JalanRusak Berat IRI rata-rata > 12,0 Peningkatan Jalan
Untuk menyusun prioritas penanganan ruas jalan, maka ruas jalan yang
berkinerja rendah akan diprioritaskan dahulu penanganannya daripada ruas jalan
yang berkinerja tinggi. Penyusunan prioritas penanganan jalan ini tidak akan
terlepas dari kondisi ruas jalan yang ada saat ini dan peranan ruas jalan tersebut.
Persaingan alokasi dana antar ruas jalan harus dilakukan sesuai peran ruas jalan di
wilayah tersebut. Ruas jalan yang memiliki peran lebih besar, harus mendapatkan
prioritas lebih tinggi untuk ditangani.
2.7.2 Waktu Penanganan Pemeliharaan Jalan
Tujuan penanganan jalan adalah untuk menjaga kondisi fisik dan
operasional dari jaringan jalan agar tetap dalam kondisi baik sehingga dapat
dioperasikan atau memberikan pelayanan sebagaimana mestinya. Tingkat
kemantapan jalan ditentukan oleh dua kriteria, yaitu mantap secara konstruksi dan
mantap dalam layanan lalulintas. Kemantapan konstruksi terdiri atas jalan mantap
konstruksi dan jalan tak mantap konstruksi. Jalan mantap konstruksi adalah jalan
dengan kondisi konstruksi di dalam koridor mantap yang mana untuk
penanganannya hanya membutuhkan pemeliharaan berkala dan bertujuan tidak
untuk menambah nilai struktur konstruksi yang ada. Sedangkan jalan tak mantap
konstruksi adalah jalan dengan kondisi di luar koridor mantap yang mana untuk
penanganan minimumnya adalah pemeliharaan berkala dan penanganan
maksimumnya berupa peningkatan jalan dengan tujuan untuk menambah nilai
struktur konstruksi. Kemantapan layanan lalulintas jalan terdiri atas jalan mantap
layanan dan jalan tak mantap layanan. Jalan mantap layanan adalah jalan dengan
kondisi lalulintas di dalam koridor mantap yang mana untuk penanganannya tidak
diperlukan penambahan lebar jalan. Sedangkan jalan tak mantap layanan adalah
jalan dengan kondisi lalulintas di luar koridor mantap yang mana untuk
penanganannya diperlukan penambahan lebar jalan. Frekuensi penanganan
pemeliharaan jalan dikelompokkan dalam beberapa kategori (Tranggono, 2005)
-
30
berdasarkan jenis kegiatan pemeliharaan. Kategori kegiatan pemeliharaan
menurut waktu penanganannya terdiri atas pemeliharaan rutin, periodik, dan
darurat.
Pemeliharaan rutin adalah pemeliharaan dengan waktu penanganan yang
dilakukan dengan interval penanganan kurang dari 1 (satu) tahun. Pemeliharaan
rutin ini dibedakan atas kegiatan yang direncanakan secara rutin (cylic) dan
kegiatan yang tidak direncanakan, yang bergantung pada kejadian kerusakan
(reactive). Pemeliharaan rutin dapat pula dikatakan pekerjaan ringan karena
pekerjaan ini tidak membutuhkan alat berat namun pekerjaannya tersebut
dilakukan untuk jalan yang berkondisi baik yang tersebar dalam suatu jaringan
jalan. Jenis kegiatan dalam pekerjaan ini antara lain dapat berupa penambalan
lapis permukaan dan pemotongan rumput.
Pemeliharaan periodik, frekuensi pemeliharaan dilakukan periodik
dengan interval penanganan beberapa tahun. Pemeliharaan ini dilakukan baik
untuk menambah nilai struktural/memperbaiki nilai fungsionalnya, meliputi
kegiatan bersifat pencegahan, pelaburan, pelapisan tambah, dan rekonstruksi
perkerasan serta pekerjaan drainase. Pekerjaan ini dilakukan untuk jalan kondisi
sedang.
Pekerjaan darurat adalah frekuensi pemeliharaan yang tidak dapat
diperkirakan sebelumnya, karena kejadian tersebut tidak dapat diperkirakan atau
diprediksi. Pemeliharaan yang termasuk kegiatan ini adalah perbaikan sementara
jalan yang tertutup akibat longsoran, banjir, atau bekas kecelakaan kendaraan.
Rehabilitasi jalan merupakan kegiatan penanganan terhadap setiap
kerusakan yang tidak diperhitungkan dalam desain, yang berakibat menurunnya
kondisi kemantapan pada bagian/tempat tertentu dari suatu ruas jalan dengan
kondisi pelayanan mantap. Dengan rehabilitasi, maka penurunan kondisi
kemantapan tersebut dapat dikembalikan pada kondisi kemantapan sesuai rencana
yang diperkirakan. Kegiatan ini dilaksanakan untuk mengatasi kerusakan-
kerusakan pada segmen tertentu yang mengakibatkan penurunan yang tidak wajar
pada kemampuan pelayanan jalan. Pekerjaan ini dilaksanakan bila pekerjaan
pemeliharaan yang secara tetap dan seharusnya dilaksanakan tersebut diabaikan
atau pemeliharaan berkala/pelapisan ulang terlalu lama ditunda sehingga keadaan
-
31
lapisan semakin memburuk. Yang termasuk dalam kategori ini adalah perbaikan
terhadap kerusakan lapisan permukaan seperti lubang-lubang, dan kerusakan
struktural seperti amblas, asalkan kerusakan tersebut kurang dari 15-20% dari
seluruh perkerasan yang biasanya berkaitan dengan lapisan aus baru.
Pembangunan kembali secara total biasanya diperlukan bila kerusakan struktural
sudah tersebar luas sebagai akibat dari diabaikannya pemeliharaan, atau kekuatan
desain yang tidak sesuai, atau karena umur yang telah terlampaui.
Peningkatan jalan adalah suatu kegiatan untuk memperbaiki kondisi
jalan yang kemampuannya tidak mantap atau kritis, sampai suatu kondisi
pelayanan yang mantap sesuai dengan umur rencana yang ditetapkan. Kegiatan ini
merupakan kegiatan penanganan jalan yang dapat meningkatkan kemampuan
strukturnya sesuai dengan umur jalan tersebut. Pekerjaan ini untuk meningkatkan
standar pelayanan dari jalan yang ada; baik yang berupa membuat lapisan menjadi
lebih halus, seperti pengaspalan terhadap jalan yang belum diaspal atau
menambah Lapisan Tipis Aspal Beton-Lataston (Hot Roller Sheet); atau
menambah lapisan struktur lain seperti Lapis Penetrasi Maca