Transcript

BAB IPENDAHULUAN

Keseimbangan cairan dan elektrolit melibatkan komposisi dan perpindahan berbagai cairan tubuh. Cairan tubuh adalah larutan yang terdiri dari air dan zat terlarut. Elektrolit adalah zat kimia yang menghasilkan partikel-partikel bermuatan listrik yang disebut ion jika berada dalam larutan. Cairan dan elektrolit masuk ke dalam tubuh melalui makanan, minuman, dan cairan intravena (IV) dan didistribusi ke seluruh bagian tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit berarti adanya distribusi yang normal dari air tubuh total dan elektrolit ke dalam seluruh bagian tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit saling bergantung satu dengan lainnya; jika salah satu terganggu, maka demikian pula lainnya.Karena cairan dan elektrolit yang menciptakan lingkungan intraseluler dan ekstraseluler bagi semua sel dan jaringan tubuh, maka ketidakseimbangan cairan dan elektrolit dapat terjadi pada semua golongan penyakit.Syok adalah sindrom klinis akibat kegagalan sirkulasi sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan oksigen jaringan. Sindroma klinis ini disebabkan oleh ketidak seimbangan antara kebutuhan oksigen dan pasokan oksigen ke jaringan. Terganggunya pasokan oksigen merupakan problem primer pada syok hipovolemik, syok kardiogenik, syok obstruktif dan syok distributif. Syok diatasi dengan resusitasi cairan. Tujuan resusitasi cairan adalah untuk memperbaiki gangguan sirkulasi, sehingga kebutuhan oksigen jaringan dapat terpenuhi.

BAB IIANATOMI DAN FISIOLOGI CAIRAN

A. Anatomi Cairan TubuhAir merupakan bagian terbesar pada tubuh manusia, persentasenya dapat berubah tergantung pada umur, jenis kelamin dan derajat obesitas seseorang. Pada bayi usia < 1 tahun cairan tubuh adalah sekitar 80-85% berat badan dan pada bayi usia > 1 tahun mengandung air sebanyak 70-75 %. Seiring dengan pertumbuhan seseorang persentase jumlah cairan terhadap berat badan berangsur-angsur turun yaitu pada laki-laki dewasa 50-60% berat badan, sedangkan pada wanita dewasa 50 % berat badan. Hal ini terlihat pada tabel berikut :UsiaKilogram Berat (%)

3 bulan80

6 bulan70

1-2 tahun59

11-16 tahun58

Dewasa58-60

Dewasa dengan obesitas40-50

Dewasa kurus70-75

Dikutip dari : Garner MW: Physiology and pathophysiology of the body fluid, St.Louis, 1981, Mosby.Air adalah pelarut bagi semua zat terlarut dalam tubuh baik dalam bentuk suspensi maupun larutan. Air tubuh total (TBW, total body water), yaitu persentase dari berat air dibandingkan dengan berat badan total, bervariasi menurut jenis kelamin, umur dan kandungan lemak tubuh. Air membentuk sekitar 60% dari berat seorang pria dan sekitar 50% dari berat badan wanita. Pada orangtua, TBW sekitar 45% sampai 50% dari berat badannya. Karena lemak pada dasarnya bebas air, maka makin sedikitnya lemak akan mengakibatkan makin tingginya persentase air dari berat badan orang itu. Sebaliknya, jaringan otot memiliki kandungan air yang tinggi. Oleh karena itu dibandingkan dengan orang kurus, orang gemuk mempunyai TBW yang relatif lebih kecil dibandingkan berat badannya. Secara proporsional, wanita umumnya mempunyai lebih banyak lemak, dan lebih sedikit otot jika dibandingkan dengan pria, sehingga kandungan airnyapun lebih kecil dibandingkan dengan berat badannya. Orang yang lebih tua juga mempunyai persentase lemak tubuh yang lebih tinggi jika dibandingkan orang muda. Akhirnya TBW paling tinggi pada bayi baru lahir, yaitu 75% dari berat badan totalnya. Persentase ini akan cepat menurun sampai menjadi sekitar 60% pada akhir tahun pertama, dan kemudian berangsur-angsur turun sampai mencapai proporsi orang dewasa pada usia menjelang dewasa.Seluruh cairan tubuh didistribusikan ke dalam kompartemen intraselular dan kompartemen ekstraselular. Pada orang dewasa kira-kira 40% berat badannya atau dua pertiga dari TBW-nya berada di dalam sel atau disebut sebagai cairan intraseluler (ICF). Sisanya yaitu sepertiga TBW atau 20% dari berat badan, berada di luar sel, disebut sebagai cairan ekstraseluler (ECF). Bagian cairan ekstraseluler dibagi lagi menjadi bagian cairan interstitiel-limfe (ISF) yang terletak diantara sel (15%) dan cairan intravaskuler (IVF) atau plasma (5%). Selain ISF dan IVF, sekresi khusus seperti cairan serebrospinal, cairan intraokuler, dan sekresi saluran cerna, membentuk sebagian kecil (1% sampai 2% dari berat badan) dari cairan ekstraseluler yang disebut sebagai cairan transeluler.1. Cairan intra selulerCairan yang terkandung di antara sel disebut cairan intraselular. Pada orang dewasa, sekitar duapertiga dari cairan dalam tubuhnya terdapat di intraselular (sekitar 27 liter rata-rata untuk dewasa laki-laki dengan berat badan sekitar 70 kilogram), sebaliknya pada bayi hanya setengah dari berat badannya merupakan cairan intraselular.2. Cairan ekstraselulerCairan yang berada di luar sel disebut cairan ekstraselular. Jumlah relatif cairan ekstraselular berkurang seiring dengan usia. Pada bayi baru lahir, sekitar setengah dari cairan tubuh terdapat di cairan ekstraselular. Setelah usia 1 tahun, jumlah cairan ekstraselular menurun sampai sekitar sepertiga dari volume total. Ini sebanding dengan sekitar 15 liter pada dewasa muda dengan berat rata-rata 70 kg. Cairan ekstraseluler dibagi menjadi :a. Cairan interstitialCairan yang mengelilingi sel termasuk dalam cairan interstitial, sekitar 11-12 liter pada orang dewasa. Cairan limfe termasuk dalam volume interstitial. Relatif terhadap ukuran tubuh, volume ISF adalah sekitar 2 kali lipat pada bayi baru lahir dibandingkan orang dewasa.b. Cairan intravaskulerMerupakan cairan yang terkandung dalam pembuluh darah (contohnya volume plasma). Rata-rata volume darah orang dewasa sekitar 5-6L dimana 3 liternya merupakan plasma, sisanya terdiri dari sel darah merah, sel darah putih dan platelet.

c. Cairan transelulerMerupakan cairan yang terkandung diantara rongga tubuh tertentu seperti serebrospinal, perikardial, pleura, sendi sinovial, intraokular dan sekresi saluran pencernaan. Pada keadaan sewaktu, volume cairan transeluler adalah sekitar 1 liter, tetapi cairan dalam jumlah banyak dapat masuk dan keluar dari ruang transeluler.Selain air, cairan tubuh mengandung dua jenis zat yaitu elektrolit dan non elektrolit. Elektrolit merupakan zat yang terdisosiasi dalam cairan dan menghantarkan arus listrik. Elektrolit dibedakan menjadi ion positif (kation) dan ion negatif (anion). Jumlah kation dan anion dalam larutan adalah selalu sama.1. KationKation utama dalam cairan ekstraselular adalah sodium (Na+), sedangkan kation utama dalam cairan intraselular adalah potassium (K+). Suatu sistem pompa terdapat di dinding sel tubuh yang memompa keluar sodium dan potassium ini.2. AnionAnion utama dalam cairan ekstraselular adalah klorida (Cl-) dan bikarbonat (HCO3-), sedangkan anion utama dalam cairan intraselular adalah ion fosfat (PO43-).Karena kandungan elektrolit dalam plasma dan cairan interstitial pada intinya sama maka nilai elektrolit plasma mencerminkan komposisi dari cairan ekstraseluler tetapi tidak mencerminkan komposisi cairan intraseluler.1. NatriumNatrium sebagai kation utama didalam cairan ekstraseluler dan paling berperan di dalam mengatur keseimbangan cairan. Kadar natrium plasma: 135-145mEq/liter.12 Kadar natrium dalam plasma diatur lewat beberapa mekanisme:a. Left atrial stretch reseptorb. Central baroreseptorc. Renal afferent baroreseptord. Aldosterone (reabsorpsi di ginjal)e. Atrial natriuretic factorf. Sistem renin angiotensing. Sekresi ADHh. Perubahan yang terjadi pada air tubuh total (TBW=Total Body Water)Kadar natrium dalam tubuh 58,5mEq/kgBB dimana + 70% atau 40,5mEq/kgBB dapat berubah-ubah. Ekresi natrium dalam urine 100-180mEq/liter, faeces 35mEq/liter dan keringat 58mEq/liter. Kebutuhan setiap hari = 100mEq (6-15 gram NaCl). Natrium dapat bergerak cepat antara ruang intravaskuler dan interstitial maupun ke dalam dan keluar sel. Apabila tubuh banyak mengeluarkan natrium (muntah, diare) sedangkan pemasukkan terbatas maka akan terjadi keadaan dehidrasi disertai kekurangan natrium. Kekurangan air dan natrium dalam plasma akan diganti dengan air dan natrium dari cairan interstitial. Apabila kehilangan cairan terus berlangsung, air akan ditarik dari dalam sel dan apabila volume plasma tetap tidak dapat dipertahankan terjadilah kegagalan sirkulasi.2. KaliumKalium merupakan kation utama (99%) di dalam cairan ekstraseluler berperan penting di dalam terapi gangguan keseimbangan air dan elektrolit. Jumlah kalium dalam tubuh sekitar 53 mEq/kgBB dimana 99% dapat berubah-ubah sedangkan yang tidak dapat berpindah adalah kalium yang terikat dengan protein didalam sel. Kadar kalium plasma 3,5-5,0 mEq/liter, kebutuhan setiap hari 1-3 mEq/kgBB. Keseimbangan kalium sangat berhubungan dengan konsentrasi H+ ekstraseluler. Ekskresi kalium lewat urine 60-90 mEq/liter, faeces 72 mEq/liter dan keringat 10 mEq/liter.3. KalsiumKalsium dapat dalam makanan dan minuman, terutama susu, 80-90% dikeluarkan lewat faeces dan sekitar 20% lewat urine. Jumlah pengeluaran ini tergantung pada intake, besarnya tulang, keadaan endokrin. Metabolisme kalsium sangat dipengaruhi oleh kelenjar-kelenjar paratiroid, tiroid, testis, ovarium, da hipofisis. Sebagian besar (99%) ditemukan didalam gigi dan + 1% dalam cairan ekstraseluler dan tidak terdapat dalam sel.4. MagnesiumMagnesium ditemukan di semua jenis makanan. Kebutuhan unruk pertumbuhan +10 mg/hari. Dikeluarkan lewat urine dan faeces.5. KarbonatAsam karbonat dan karbohidrat terdapat dalam tubuh sebagai salah satu hasil akhir daripada metabolisme. Kadar bikarbonat dikontrol oleh ginjal. Sedikit sekali bikarbonat yang akan dikeluarkan urine. Asam bikarbonat dikontrol oleh paru-paru dan sangat penting peranannya dalam keseimbangan asam basa.Zat lain yang dibutuhkan oleh tubuh selain air dan elektrolit ada zat non elektrolit. Zat non elektrolit merupakan zat seperti glukosa dan urea yang tidak terdisosiasi dalam cairan. Zat lainya termasuk penting adalah kreatinin dan bilirubin.B. Asupan dan Kehilangan Cairan dan Elektrolit pada Keadaan NormalHomeostasis cairan tubuh yang normalnya diatur oleh ginjal dapat berubah oleh stres akibat operasi, kontrol hormon yang abnormal, atau pun oleh adanya cedera pada paru-paru, kulit atau traktus gastrointestinal. Pada keadaan normal, seseorang mengkonsumsi air rata-rata sebanyak 2000-2500 ml per hari, dalam bentuk cairan maupun makanan padat dengan kehilangan cairan rata-rata 250 ml dari feses, 800-1500 ml dari urin, dan hampir 600 ml kehilangan cairan yang tidak disadari (insensible water loss) dari kulit dan paru-paru.Perubahan cairan tubuh dapat dikategorikan menjadi 3, yaitu1. Perubahan volumea. Defisit VolumeDefisit volume cairan ekstraselular merupakan perubahan cairan tubuh yang paling umum. Penyebab paling umum adalah kehilangan cairan di gastrointestinal akibat muntah, penyedot nasogastrik, diare dan drainase fistula. Penyebab lainnya dapat berupa kehilangan cairan pada cedera jaringan lunak, infeksi, inflamasi jaringan, peritonitis, obstruksi usus, dan luka bakar. Keadaan akut, kehilangan cairan yang cepat akan menimbulkan tanda gangguan pada susunan saraf pusat dan jantung. Pada kehilangan cairan yang lambat lebih dapat ditoleransi sampai defisi volume cairan ekstraselular yang berat terjadi.DehidrasiDehidrasi sering dikategorikan sesuai dengan kadar konsentrasi serum dari natrium menjadi isonatremik (130-150 mEq/L), hiponatremik (150 mEq/L). Dehidrasi isonatremik merupakan yang paling sering terjadi (80%), sedangkan dehidrasi hipernatremik atau hiponatremik sekitar 5-10% dari kasus.1) Dehidrasi Isotonis (isonatremik) terjadi ketika kehilangan cairan hampir sama dengan konsentrasi natrium terhadap darah. Kehilangan cairan dan natrium besarnya relatif sama dalam kompartemen intravaskular maupun kompartemen ekstravaskular.2) Dehidrasi hipotonis (hiponatremik) terjadi ketika kehilangan cairan dengan kandungan natrium lebih banyak dari darah (kehilangan cairan hipertonis). Secara garis besar terjadi kehilangan natrium yang lebih banyak dibandingkan air yang hilang. Karena kadar natrium serum rendah, air di kompartemen intravaskular berpindah ke kompartemen ekstravaskular, sehingga menyebabkan penurunan volume intravaskular.3) Dehidrasi hipertonis (hipernatremik) terjadi ketika kehilangan cairan dengan kandungan natrium lebih sedikit dari darah (kehilangan cairan hipotonis). Secara garis besar terjadi kehilangan air yang lebih banyak dibandingkan natrium yang hilang. Karena kadar natrium tinggi, air di kompartemen ekstraskular berpindah ke kompartemen intravaskular, sehingga meminimalkan penurunan volume intravaskular.b. Kelebihan volumeKelebihan volume cairan ekstraselular merupakan suatu kondisi akibat iatrogenic (pemberian cairan intravena seperti NaCl yang menyebabkan kelebihan air dan NaCl ataupun pemberian cairan intravena glukosayang menyebabkan kelebihan air) ataupun dapat sekunder akibat insufisiensi renal (gangguan pada GFR), sirosis, ataupun gagal jantung kongestif.9,10 Kelebihan cairan intaseluler dapat terjadi jika terjadi kelebihan cairan tetapi jumlah NaCl tetap atau berkurang.2. Perubahan konsentrasia. HiponatremiaJika < 120 mg/L maka akan timbul gejala disorientasi, gangguan mental, letargi, iritabilitas, lemah dan henti pernafasan, sedangkan jika kadar < 110 mg/L maka akan timbul gejala kejang, koma. Hiponatremia ini dapat disebabkan oleh euvolemia (SIADH, polidipsi psikogenik), hipovolemia (disfungsi tubuli ginjal, diare, muntah, third space losses, diuretika), hipervolemia (sirosis, nefrosis). Keadaan ini dapat diterapi dengan restriksi cairan (Na+ 125 mg/L) atau NaCl 3% ssebanyak (140-X)xBBx0,6 mg dan untuk pediatrik 1,5-2,5 mg/kg. Koreksi hiponatremia yang sudah berlangsung lama dilakukan secara perlahan-lahan, sedangkan untuk hiponatremia akut lebih agresif. Untuk menghitung Na serum yang dibutuhkan dapat menggunakan rumus :Na= Na1 Na0 x TBWNa = Jumlah Na yang diperlukan untuk koreksi (mEq)Na1 = 125 mEq/L atau Na serum yang diinginkanNa0 = Na serum yang actualTBW = total body water = 0,6 x BB (kg)b. HipernatremiaJika kadar natrium > 160 mg/L maka akan timbul gejala berupa perubahan mental, letargi, kejang, koma, lemah. Hipernatremi dapat disebabkan oleh kehilangan cairan (diare, muntah, diuresis, diabetes insipidus, keringat berlebihan), asupan air kurang, asupan natrium berlebihan. Terapi keadaan ini adalah penggantian cairan dengan 5% dekstrose dalam air sebanyak : {(X-140) x BB x 0,6}: 140.12

c. HipokalemiaJika kadar kalium < 3 mEq/L. Dapat terjadi akibat dari redistribusi akut kalium dari cairan ekstraselular ke intraselular atau dari pengurangan kronis kadar total kalium tubuh. Tanda dan gejala hipokalemia dapat berupa disritmik jantung, perubahan EKG (QRS segmen melebar, ST segmen depresi, hipotensi postural, kelemahan otot skeletal, poliuria, intoleransi glukosa. Terapi hipokalemia dapat berupa koreksi faktor presipitasi (alkalosis, hipomagnesemia, obat-obatan), infuse potasium klorida sampai 10 mEq/jam (untuk mild hipokalemia ;>2 mEq/L) atau infus potasium klorida sampai 40 mEq/jam dengan monitoring oleh EKG (untuk hipokalemia berat; 5 mEq/L, sering terjadi karena insufisiensi renal atau obat yang membatasi ekskresi kalium (NSAIDs, ACE-inhibitor, siklosporin, diuretik). Tanda dan gejalanya terutama melibatkan susunan saraf pusat (parestesia, kelemahan otot) dan sistem kardiovaskular (disritmik, perubahan EKG). Terapi untuk hiperkalemia dapat berupa intravena kalsium klorida 10% dalam 10 menit, sodium bikarbonat 50-100 mEq dalam 5-10 menit, atau diuretik, hemodialisis.3. Perubahan komposisia. Asisdosis respiratorik (pH< 3,75 dan PaCO2> 45 mmHg)Kondisi ini berhubungan dengan retensi CO2 secara sekunder untuk menurunkan ventilasi alveolar. Kejadian akut merupakan akibat dari ventilasi yang tidak adekuat termasuk obstruksi jalan nafas, atelektasis, pneumonia, efusi pleura, nyeri dari insisi abdomen atas, distensi abdomen dan penggunaan narkose yang berlebihan. Manajemennya melibatkan koreksi yang adekuat dari defek pulmonal, intubasi endotrakeal, dan ventilasi mekanis bila perlu. Perhatian yang ketat terhadap higiene trakeobronkial saat post operatif adalah sangat penting.b. Alkalosis respiratorik (pH> 7,45 dan PaCO2 < 35 mmHg)Kondisi ini disebabkan ketakutan, nyeri, hipoksia, cedera SSP, dan ventilasi yang dibantu. Pada fase akut, konsentrasi bikarbonat serum normal, dan alkalosis terjadi sebagai hasil dari penurunan PaCO2 yang cepat. Terapi ditujukan untuk mengkoreksi masalah yang mendasari termasuk sedasi yang sesuai, analgesia, penggunaan yang tepat dari ventilator mekanik, dan koreksi defisit potasium yang terjadi.c. Asidosis metabolik (pH27 mEq/L)Kelainan ini merupakan akibat dari kehilangan asam atau penambahan bikarbonat dan diperburuk oleh hipokalemia. Masalah yang umum terjadi pada pasien bedah adalah hipokloremik, hipokalemik akibat defisit volume ekstraselular. Terapi yang digunakan adalah sodium klorida isotonik dan penggantian kekurangan potasium. Koreksi alkalosis harus gradual selama perode 24 jam dengan pengukuran pH, PaCO2 dan serum elektrolit yang sering.C. Patofisiologi Cairan TubuhTiga kategori umum dari perubahan yang menjelaskan abnormalitas cairan tubuh adalah: volume, osmolalitas, dan komposisi. Meskipun gangguan-gangguan pada ketiga hal ini saling berhubungan, tapi sesungguhnya masing-masing merupakan bagian yang terpisah.Ketidakseimbangan volume terutama mempengaruhi cairan ekstraseluler (ECF) dan menyangkut kehilangan atau bertambahnya natrium dan air dalam jumlah yang relatif sama, sehingga berakibat kekurangan atau kelebihan volume ECF. Misalnya, kehilangan cairan ECF isotonik yang mendadak, seperti yang terjadi pada diare, diikuti dengan penurunan yang bermakna pada volume cairan intraseluler (ICF). Cairan tidak akan berpindah dari ICF ke ECF selama osmolalitas pada kedua kompartemen tetap sama. Gangguan volume ECF umumnya diketahui dari gejala dan tanda klinis.Ketidakseimbangan osmotik terutama mempengaruhi ICF dan menyangkut kehilangan atau bertambahnya natrium dan air dalam jumlah yang relatif tidak seimbang. Jika hanya air saja yang hilang, atau bertambahnya air yang berasal dari ECF, maka konsentrasi partikel-partikel yang aktif secara osmotik akan berubah. Ion natrium merupakan 90% dari partikel-partikel yang aktif secara osmotik pada ECF, dan umumnya mencerminkan osmolalitas dari kompartemen cairan tubuh. Jika konsentrasi natrium pada ECF menurun, maka air berpindah dari ECF ke ICF (menyebabkan pembengkakan sel) sampai tercapainya kembali keseimbangan osmolalitas pada kedua kompartemen. Sebaliknya jika konsentrasi natrium pada ECF naik, maka air akan berpindah dari ICF ke ECF (menyebabkan pengkerutan sel), sampai tercapai kembali keseimbangan osmolalitas pada kedua kompartemen. Gangguan osmotik umumnya berkaitan dengan hiponatremi dan hipernatremi, sehingga nilai natrium serum penting untuk mengenali keadaan ini.Kekurangan volume ECF atau hipovolemia didefinisikan sebagai kehilangan cairan tubuh isotonik, yang disertai kehilangan natrium dan air dalam jumlah yang relatif sama. Kekurangan volume isotonik seringkali disalahartikan sebagai dehidrasi.Kekurangan volume cairan adalah keadaan yang umum terjadi pada berbagai keadaan dalam klinik. Keadaan ini hampir selalu berkaitan dengan kehilangan cairan tubuh melalui ginjal atau diluar ginjal. Penurunan volume cairan lebih cepat terjadi jika kehilangan cairan tubuh yang abnormal disertai dengan penurunan asupan.Penyebab tersering kekurangan volume cairan adalah kehilangan sebagian dari sekresi saluran cerna (total 8L/ hari). Kehilangan yang bermakna dapat terjadi pada muntah yang berkepanjangan, penyedotan nasogastrik, diare berat, fistula, atau perdarahan. Karena konsentrasi natrium pada cairan ini tinggi, maka kehilangan cairan ini merupakan gabungan dari kekurangan natrium dan air. Sekresi lambung juga mengandung ion kalium dan hidrogen dalam jumlah besar, maka kekurangan volume di atas sering disertai alkalosis dan hipokalemia. Kehilangan sekresi saluran cerna bagian bawah, yang mengandung banyak bikarbonat selain natrium dan kalium, sering mengakibatkan kekurangan volume cairan yang disertai asidosis metabolik dan hipokalemia.Penyebab-penyebab kekurangan volume cairan lain yang sering terjadi adalah tersimpannya cairan pada cedera jaringan lunak, luka bakar berat, peritonitis atau obstruksi saluran cerna. Terkumpulnya cairan di dalam ruang non ECF dan non-ICF disebut penempatan pada ruang ketiga. Yang dimaksud adalah distribusi cairan yang hilang ke ruang tertentu dimana tidak mudah terjadi pertukaran dengan ECF. Pada prinsipnya cairan menjadi terperangkap dan tidak dapat dipakai oleh tubuh. Penumpukan volume cairan yang cepat dan banyak pada ruang-ruang seperti itu berasal dari volume ECF sehingga dapat mengurangi volume sirkulasi darah efektif.

D. Cairan Intravena1. Cairan KristaloidCairan ini mempunyai komposisi mirip cairan ekstraseluler (CES = CEF). Keuntungan dari cairan ini antara lain harga murah, tersedia dengan mudah di setiap pusat kesehatan, tidak perlu dilakukan cross match, tidak menimbulkan alergi atau syok anafilaktik, penyimpanan sederhana dan dapat disimpan lama.Kriteria cairan kristaloida. Mengandung zat dengan Berat Molekul rendah ( 35 50%Shock berat, perfusi sangat buruk, tensi tak terukur, nadi tak teraba dan gangguan kesadaran

Tabel IIClassLost EBVTekanan DarahNadiTanda Lain

I< 15 %( 100Agak gelisahNapas 20 30

III30 40 %(20-30 ml/kg)Sistolik turun> 120Cap. Refill lambatOliguriaGelisah, bingungNapas : 30 40

IV> 40 %( >30 ml/kg)Sistolik sangat turun>140Kulit dingin keabu-abuanAnuriaBingung lethargy

Sumber : Klasifikasi dari Stene-Gieseck (1991) & ACS (1993)

Tabel IIIKELAS IKELAS IIKELAS IIIKELAS IV

Kehilangan darah< 750 cc< 15% EBV750 cc 1500 cc15-30 % EBV1500- 2000 cc30-40% EBV > 2000 cc> 40% EBV

Denyut nadi< 100 x/m> 100 x/m> 120 x/m> 140 x/m

Tekanan darahNormalMulai menurunSangat menurunTak terukur

Tekanan nadiNormalMenurunSangat menurunSangat menurun

Frequensi pernapasan14 2020 305 15> 40

Produksi urine( ml/jam )> 3020 305 - 15Tidak ada

Kesadaran Sedikit cemasCemasCemas-bingungKesadaran mulai menurunLesu coma

Replacement therapyKristaloidKristaloidKristaloid + darahKristaloid + darah

Sumber : ATLS2. Atasi Syoka. Cairan infus 20-40 ml/kg secepatnyab. Dapat diulang

BAB VSIMPULAN

Syok adalah suatu sindrom klinis yang terjadi akibat gangguan hemodinamik dan metabolik ditandai dengan kegagalan sistem sirkulasi untuk mempertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital tubuh. Hal ini muncul akibat kejadian pada hemostasis tubuh yang serius seperti perdarahan yang masif, trauma atau luka bakar yang berat (syok hipovolemik), infark miokard luas atau emboli paru (syo kardiogenik), sepsis akibat bakteri yang tidak terkontrol (syok septik), tonus vasomotor yang tidak adekuat (syok neurogenik) atau akibat respons imun (syok anafilaktik).Ada dua tindakan yang dilakukan dalam mengatasi keadaan hipovolemia yaitu menanggulangi penyakit yang mendasari dan penggantian cairan yang hilang. Untuk mengetahui jumlah cairan yang akan diberikan perlu diketahui prediksi cairan yang hilang dari tubuh. Pada hipovolemia, cairan yang hilang berasal dari cairan ekstraseluler (intravaskuler dan interstisium) oleh karena cairan yang hilang adalah cairan isotonik. Dalam keadaan normal, osmolaritas cairan interstisium dan intravaskuler adalah sama, maka penghitungan cairan yang hilang didasarkan pada persen berkurangnya plasma (cairan intravaskular).Pemilihan cairan sebaiknya didasarkan atas status hidrasi pasien, konsentrasi elektrolit, dan kelainan metabolik yang ada. Berbagai larutan parenteral telah dikembangkan menurut kebutuhan fisiologis berbagai kondisi medis. Terapi cairan intravena atau infus merupakan salah satu aspek terpenting yang menentukan dalam penanganan dan perawatan pasien. Bila perdarahan sebaiknya diganti dengan darah juga. Bila persediaan darah tidak ada, dapat diberikan cairan koloid atau cairan kristaloid seperti NaCl isotonis atau cairan ringer-laktat.

DAFTAR PUSTAKA

Aru W. Sudoyo, Bambang Setiyohadi, Idrus Alwi, Marcellus Simadibrata K., Siti Setiati, 2006. Keseimbangan Cairan dan Elektrolit dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta: FKUI.

Fakultas Kedokteran Unpad. 2003. Protokol Tindakan Bedah. Bandung: Unpad Press.

Graber, M. A. 2003. Terapi cairan, Elektrolit dan Metabolik Ed.2. Jakarta: Farmedia.

Harnawatiaj, 2008. Terapi Cairan Intravena (Kristaloid) pada Syok Hipovolemik dalam http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/04/16/terapi-cairan-intravena/.

Hartanto, Widya W. 2007. Terapi Cairan dan Elektrolit Perioperatif. Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran.

Kaswiyan, U. 2000. Terapi Cairan Perioperatif. Bagian Anestesiologi dan Reanimasi. Bandung: Fakultas Kedokteran Unpad/ RS. Hasan Sadikin.

Latief, A.S., dkk. 2002. Petunjuk Praktis anestesiologi: terapi cairan pada pembedahan. Ed. Kedua. Jakarta: Bagian anestesiologi dan terapi intensif, FKUI.

Leksana, E. 2004. Terapi Cairan dan Elektrolit. Semarang: Smf/bagian anestesi dan terapi intensif FK Undip.

Muhardi, Indro Mulyono, Adji Suntoro, O.E. Tampubolon. 1989. Syok Hipovolemik dalam Penatalaksanaan Pasien di Intensive Care Unit. Jakarta: FKUI. Hal:79-82.

Silvia A. Price, Orraine M. Wilson.1995. Gangguan Cairan dan Elektrolit dalam Patofisiologi konsep Klinis Proses- Proses Penyakit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Sunatrio, S. 2000. Resusitasi cairan. Jakarta: Media Aesculapius.

Toni Ashadi, 2008. Terapi Cairan Intravena (Kristaloid) pada Syok Hipovolemik dalam http://www.tempointeraktif.com/medika/arsip/012001/sek-1.htm24


Top Related