Download - 4.1 Define
31 Universitas Kristen Petra
4. PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA PROYEK
Proyek perbaikan pada work cell XCSPA dengan metode Lean Six Sigma
menggunakan tools yang terkait untuk mendukung metode tersebut. Tool yang
digunakan sebagai basis adalah metode DMAIC yang terdiri dari Define,
Measure, Analyze, Improve dan Control. Serangkaian tahapan dan hasil proyek
yang dilakukan merupakan hasil penggunaan metode DMAIC. Metode Lead Six
Sigma yang dilakukan berdasarkan adanya identifikasi waste yang ada dari 7
waste yang ada untuk pencapaian Lean Manufacturing.
4.1 Define
Tahap Define terdapat Project Charter dan Voice of Customer serta
pendukung berupa rekapitulasi permasalahan yang ada pada work cell berupa
identifikasi waste dan kejadian yang berhubungan dengan kualitas produk.
Kondisi awal pada Work Cell meliputi data hasil aktivitas produksi yang terjadi
pada kondisi sebelum dilaksanakannya proyek. Data-data tersebut meliputi data
mengenai bench dalam work cell yang ada beserta dengan waktu dan proses
produksi yang terjadi, jumlah inventori/WIP, layout, kapasitas work cell, KE.
Data lainnya yaitu berupa data mengenai MDR dan PRR yang terjadi pada
referensi produk XCSPA591 dan XCSPA791.
4.1.1 Project Charter
Project Charter dalam perbaikan work cell XCSPA memiliki komponen-
komponen diantaranya Business Impact, Problem Statement, Scope, Goal
Statement, Leader & Team, Risk Assesment, KPI, Timeline. Nama proyek yang
dijalankan adalah Reduce WIP XCS Plastic Line dengan Business Impact yang
ingin dicapai adalah implementasi SPS Rule pada work cell XCS Plastik untuk
mencapai konsep lean. Berdasarkan kondisi dan desain work cell yang ada masih
belum mengacu pada SPS Rule dan hal ini merupakan Problem Statement dari
Project Charter dari proyek Improvement workcell XCS Plastik. Scope dari
proyek yang dilakukan yaitu sebatas untuk mainline dan persiapan sub assembly.
32 Universitas Kristen Petra
Mainline pada work cell XCS Plastik mulai dari proses penggabungan komponen,
printing, inspection dan packaging. Persiapan sub assembly adalah work cell
khusus untuk membuat kompoen sub assembly yang akan disuplai ke mainline.
Contoh project charter yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 1.
Goal statement yang ingin dicapai dari proyek ini adalah tidak adanya
resiko dalam hal keselamatan, eliminasi waste, PRR, MDR dan CNQ. Risk
Assesment dari dilakukannya proyek ini adalah pemberhentian work cell selama 5
hari dan investasi untuk bench, Poka Yoke, Jidoka. KPI yang ingin dicapai adalah
penurunan MDR, PRR dan PLT dari proses produksi produk XCSPA. MDR dan
PRR yang ditargetkan adalah tidak adanya MDR dan PRR, dari kondisi
sebelumnya dengan masing-masing sejumlah 3 kasus untuk MDR dan PRR. PLT
yang sebelumnya 6 hari ditargetkan menjadi 2 hari.
Pelaksanaan proyek dilakukan oleh team yang dibentuk berdasarkan
kebutuhan dalam proyek, akan tetapi tidak semua anggota team selalu menangani
dan telibat, hanya sebatas keterkaitan dengan departemen terkait saja. Berikut ini
merupakan susunan dan fungsi dari departemen yang termasuk dalam Tim:
Tabel 4.1 Daftar Tim & Fungsional dalam Proyek Perbaikan Work Cell XCSPA
Departemen Functional
Method Engineer Memimpin proyek dan mengkoordinir anggota team,
melakukan kalkulasi perhitungan yang ada pada work
cell.
Quality Engineer Memberikan analisa dan solusi atas permasalahan
Quality yang terjadi.
Technical Antenna Melakukan pergantian komponen dan melakukan uji
coba pada komponen baru yang akan digunakan.
Manufacturing Melakukan aktivitas produksi dan melakukan kontrol
pada jalannya proses produksi.
Automation Engineering Menyediakan sarana untuk melakukan testing pada
spesifikasi khusus dari produk dalam proses produksi.
33 Universitas Kristen Petra
Tabel 4.1 Daftar Tim & Fungsional dalam Proyek Perbaikan Work Cell XCSPA
(sambungan)
Departemen Functional
Kanban Analyst Melakukan analisa mengenai Kanban yang digunakan
dalam work cell.
MTM & Ergonomic
Analyst
Melakukan analisa, penetapan dan pengukuran kerja
pada proses produksi yang dilakukan mengacu pada
standar yang ada.
Supply Chain (Planner) Melakukan perencanaan produksi dan memberikan
data informasi forecast, TAKT time.
Supply Chain (Buyer) Melakukan koordinasi dengan supplier dari
perusahaan untuk komponen yang akan digunakan.
Trainer Melakukan training kepada operator agar dapat
melakukan proses produksi sesuai dengan standard
proses yang ditetapkan.
Warehouse Melakukan penyediaan material pada lantai produksi
dalam bentuk kotak Kanban.
4.1.2 Voice of Customer
Dalam tahap Define yang dilakukan berikutnya adalah menentukan Voice
of Customer. Voice of Customer secara umum adalah kebutuhan dari konsumen
yang diinginkan dari perusahaan, secara umum terdapat 2 yaitu produk dan
service. Voice of Customer yang diinginkan dari perusahaan adalah produk yang
memenuhi kualitas dari segi fungsi dan spesifikasi produk serta jadwal
pemenuhan pesanan yang sesuai dengan perjanjian. Berdasarkan data yang ada
yaitu masih terdapat MDR dan PRR yang terjadi untuk produk XCSPA oleh
karena itu pemenuhan Voice of Customer dari segi kualitas masih belum
terpenuhi. Service yang menjadi Voice of Customer berhubungan dengan
pengiriman produk adalah waktu pengiriman produk kepada konsumen. Kondisi
saat ini waktu yang diberikan oleh konsumen adalah 10 hari dan untuk produksi
membutuhkan 6 hari belum termasuk pengiriman.
34 Universitas Kristen Petra
Efisiensi pada work cell pada saat ini untuk mainline adalah sebesar 68%,
sedangkan efisiensi yang ditargetkan mencapai 80%. Efisiensi yang kurang dari
target yang diharapkan dapat diakibatkan karena adanya waktu produksi yang
terbuang untuk menangani hal diluar proses produksi. Waktu non produksi seperti
waste yang terjadi, verifikasi mengenai produk pada line inspector, banyaknya
produk yang reject yang bila diakumulasi dapat memenuhi target. Untuk produk
yang reject, tidak masuk dalam hitungan target produk yang dicapai.
4.1.3 Proses Produksi
Proses produksi dalam work cell produk XCSPA yaitu terdiri dari 4
bench preparation dan 5 bench mainline. Setiap bench memiliki proses tersendiri
sesuai dengan urutannya, berikut Peta Proses Operasi untuk proses produksi dari
produk XCSPA pada mainline dan preparation pada Lampiran 2 – Lampiran 4.
Proses produksi produk XCSPA dibagi menjadi 2 yaitu pada preparation dan
mainline. Pada proses preparation diantaranya terdapat proses Tampo Printing
pada cover produk XCSPA, Plastic Yoke Assembly, Head Assembly, Body
Assembly dan Seal Bouchon Entre yang dilakukan dalam 4 bench. Proses Tampo
Printing pada cover adalah proses printing pada cover untuk memberi spesifikasi
pada produk. Proses preparation Plastic Yoke Assembly adalah proses perakitan
Plastic Yoke yang menjadi pusat utama gerakan aktuasi pada bagian Head produk
XCSPA. Proses Head Assembly adalah proses pemasangan head pada plastic yoke
hingga menjadi satu komponen head. Proses dalam body Assembly terdapat proses
pemasangan bouchon dan pemasangan contact block, mekanisme pemasangan
bouchon hanya pemasangan bouchon pada body. Proses pemasangan contact
block pada body dengan proses Gluing yaitu menempelkan contact block dan body
dengan menggunakan loctite. Loctite adalah sejenis lem cair yang digunakan
dengan meneteskan pada objek yang ingin ditempelkan. Setelah megalami proses
Gluing, body dan contact block yang menempel harus mengalami proses curing
terlebih dahulu selama 24 jam.
Pada proses preparation, setelah proses Gluing membutuhkan WIP dalam
jumlah besar untuk dapat memenuhi kebutuhan untuk produksi keesokkan harinya
sehingga menyebabkan waste karena jumlah WIP yang banyak. Pada proses Head
35 Universitas Kristen Petra
Preparation juga menimbulkan WIP setelah proses Head Assembly yang
merupakan waste. Pada kedua lokasi WIP ini memiliki potensi untuk dapat
dihilangkan atau dikurangi jumlah WIP yang ada, akan tetapi membutuhkan
solusi dalam perbaikan proses yang ada. Pada proses Gluing dengan
menggunakan loctite dapat berpotensi mengakibatkan resistance dari produk
tinggi apabila setelah proses Gluing tidak dilakukan proses Curing. Resistance
pada produk XCSPA yang baik harus rendah berada dibawah 25 mΩ. loctite yang
terkurung dalam body apabila tidak melalui proses Curing dapat mengakibatkan
evaporasi pada contact block. Akibat lainnya apabila tidak melakukan proses
Curing adalah contact block dapat lepas dari body yang berarti produk tidak dapat
berfungsi. Pada proses preparation terdapat Poka Yoke yang membantu proses
assembly part agar sesuai dengan susunan komponen yang benar seperti pada
proses Plastic Yoke Assy dan Head Assembly. Pada proses printing cover terdapat
jig yang membuat posisi dari cover selalu tepat, akan tetapi Tampo Stamp yang
digunakan tidak selalu menghasilkan printing yang konsisten.
Proses pada mainline yaitu terdapat 8 proses yang tergabung dalam 5
bench. Proses pertama yaitu Head to Body Assembly merupakan proses
penggabungan komponen yaitu S/A head dan S/A body menjadi 1 produk dengan
memberi key dan screw pada komponen head untuk mengunci. Proses selanjutnya
adalah pemasangan bouchon pada bagian bawah body yang dilanjutkan printing
spesifikasi produk pada body dengan menggunakan Tampo Print Machine. Proses
printing dilakukan dengan meletakkan produk sesuai dengan posisi yang tepat
sebelum melakukan proses Printing. Proses berikutnya adalah Continuity Test
pada contact block, dengan meletakkan produk pada jig dan kemudian menarik
tuas untuk diketahui hasil yang ditampilkan dari Programable Logic Controller
(PLC). Proses Testing dilanjutkan dengan Resistance Test dengan meletakkan
produk pada jig dan melakukan testing. Pada Resistance Test dilakukan 2 jenis
testing yaitu resistance test dengan kondisi non aktuasi dan kondisi dengan
aktuasi. Lolos atau tidaknya produk dilihat dari angka yang ditunjukkan dari Ohm
Meter yang harus menunjukkan angka dibawah 25 mΩ. Proses testing dengan
aktuasi menggunakan kunci yang dapat masuk kedalam head yang merupakan
komponen aksesoris dari produk XCSPA dan dengan tanpa kunci. Proses
36 Universitas Kristen Petra
berikutnya adalah pemasangan cover yaitu dengan memasangkan cover produk
untuk menutup body dengan cover yang telah diberi gasket. Cover dipasangkan
dengan proses screwing untuk mengunci cover dengan baik. Proses selanjutnya
yang dilakukan adalah melakukan testing pada Head dengan aktuasi yang
dilakukan dengan menggunakan kunci aksesoris, setelah dilakukan testing
dilakukan pembersihan pada head. Setelah proses testing untuk menguji aktuasi
produk, grease yang berada pada head keluar dan mengotori bagian head oleh
Karena itu perlu dibersihkan. Grease memiliki fungsi untuk memudahkan aktuasi
yang terjadi pada head. Proses yang dilakukan berikutnya adalah pemberian label
dating code yaitu label yang menunjukkan minggu ke berapa produk tersebut
dibuat. Proses berikutnya adalah inspeksi secara visual dan packing produk.
Produk yang telah selesai diproses, diperiksa secara visual dan dikemudian
dimasukkan dalam box packaging beserta dengan comformate certificate,
instruction card dan aksesoris.
Proses produksi pada mainline terbantu oleh beberapa jig dalam proses
assembly dan proses printing pada body. Pada proses Head to Body terdapat jig
yang membantu untuk menahan produk agar lebih mudah dalam proses assembly.
Pada proses printing body terdapat jig yang membantu ketepatan hasil printing
pada body. Pada proses testing yaitu pada continuity test terdapat indikator yang
membantu untuk memberitahukan adanya produk yang lolos atau reject. Pada
resistance test, terdapat Ohm Meter yang memberikan angka pengukuran secara
langsung untuk dapat mengtahui hasil pengukuran. Proses cover assembly
terdapat jig yang membantu proses pemasangan cover sehingga body tidak
bergerak saat pemasangan cover. Pada proses visual & packing tidak terdapat jig
atau Poka Yoke khusus yang membantu hanya terdapat fasilitas printer dan
computer untuk melakukan printing label. Date code label memiliki potensi tidak
ditempelkan oleh operator sehingga perlu dilakukan perbaikan pada proses. Proses
produksi yang terjadi pada work cell XCSPA telah dapat menerapkan flexibility
operator yang memungkinkan proses tetap berjalan meskipun adanya bench yang
menjadi bottleneck. Waste dalam work cell yang biasanya terjadi adalah operator
yang sering meninggalkan work cell untuk keperluan rework, bertanya mengenai
kondisi produk, hingga mengambil material yang habis pada work cell.
37 Universitas Kristen Petra
4.1.4 Layout Work Cell
Proses produksi produk XCSPA memiliki layout work cell dengan
konsep “U” Line pada mainline dan memiliki jarak yang berdekatan dengan
bench preparation. Proses preparation yang berdekatan memungkinkan untuk
mengatasi kekurangan material yang terjadi dan mengurangi waste yaitu
transportasi yang terjadi pada work cell. Proses curing yang membutuhkan waktu
24 jam memerlukan lokasi yang banyak yaitu sekitar 5 trolley yang memakan
lokasi total hingga 2,5 meter x 1,5 meter. Pesanan konsumen yang meningkat
dapat mempengaruhi banyaknya jumlah S/A body setelah proses gluing yang
berarti meningkatkan jumlah WIP. Pada proses persiapan dari part sub assembly
XCS Plastik menumpuk WIP setelah proses Body to Contact Block dan Head
Assembly. Setelah proses Body to Contact Block WIP terdapat jumlah WIP
sebesar maksimal 2640 pieces S/A body yang merupakan jumlah WIP terbesar
dari keseluruhan proses. Penumpukan WIP setelah proses Body to Contact Block
memiliki jumlah WIP setelah proses Head Assy adalah 6 Kanban box dengan
setiap Kanban berisi S/A head sejumlah 96 pieces, sehingga total terdapat 576
pieces WIP. Contoh layout dari work cell dan bench preparation produk XCSPA
pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1 Layout Awal Work Cell XCSPA
38 Universitas Kristen Petra
4.1.5 Quality Issue
Produk XCSPA memiliki quality issue yang terjadi sepanjang tahun 2012
yang tercatat dalam MDR yaitu Manufacturing Defect Rate. Terdapat 3 kasus
utama yang terjadi yaitu tidak adanya date code pada produk, contact block yang
digunakan salah dan kerusakan pada produk. Tidak adanya date code pada produk
tergolong permasalahan yang minor artinya permasalahan yang jarang terjadi dan
tidak memberikan dampak yang besar. Akan tetapi akibatnya untuk melakukan
deteksi pada produk yang mengalami permasalahan menjadi sulit karena tidak
dapat diidentifikasi produk yang bermasalah. Nilai PPM yaitu Product Per
Million untuk kasus tidak adanya date code adalah sebesar 76.924 unit.
Banyaknya lot yang diambil sampelnya sejumlah 165 pieces, jumlah sampel
sebanyak 13 pieces dan ditemukan 1 pieces produk yang reject. Kasus MDR yang
kedua adalah contact block yang digunakan salah yang tergolong permasalahan
yang kritikal karena dapat mengakibatkan produk tidak dapat berfungsi. Adanya
contact block untuk referensi produk XCSPA yang lainnya mengakibatkan adanya
potensi kesalahan penggunaan contact block. Nilai PPM untuk kasus contact
block yang salah yaitu sebesar 150.000 unit. Banyaknya lot yang diambil
sampelnya yaitu sebesar 440 pieces, dengan jumlah sampel sebanyak 20 pieces
dan ditemukan sebanyak 3 pieces produk XCSPA yang reject. Kasus MDR yang
ketiga adalah kerusakan pada produk XCSPA yang tergolong permasalahan yang
minor yang disebabkan karena posisi produk yang salah. Penempatan produk pada
jig untuk testing yang salah dan tetap dilakukan testing mengakibatkan adanya
kontak yang merusak produk. Nilai PPM dar kasus kerusakan produk XCSPA
yaitu 50000 unit. Banyaknya lot yang diambil untuk diambil sampelnya sebanyak
440 pieces, dengan jumlah sampel sebanyak 20 pieces dan ditemukan produk
reject 1 pieces.
Rumus Penghitungan PPM:
PPM =
(4.1)
Jumlah Sampel Lot yang digunakan untuk MDR adalah jumlah lot saat
dilakukan sampling sejumlah yang tertera pada tiket produksi yang diberikan.
39 Universitas Kristen Petra
Khusus untuk penghitungan PRR jumlah sampel lot yang digunakan adalah
jumlah lot untuk referensi produk yang sama pada bulan ditemukannya PRR.
PRR yang ada pada produk XCSPA khusunya pada referensi produk
XCSPA 591 dan XCSPA 791 terbagi menjadi 3 bagian yaitu pada RTS, RTA dan
RTE. Data mengenai produk XCSPA yang masuk dalam RTS diperoleh dari
distributor penyalur produk XCSPA dengan kasus RTS sebagai berikut:
Tabel 4.2 Kasus dan Quantity Produk RTS Pada Produk XCSPA
No Kasus Quantity
1 Unable operation 248
2 other 240
3 Intermittent 202
4 The 22 screw is bigger than the others 121
5 No clear information 69
6 Contact Problem 22
7 Does not work 5
8 It doesn't contact 2
11 Malfunction. 1
12 Matter doesn't match packing label 1
13 NC Contact Fault 1
14 Slip screw of one NC 1
Terdapat 14 kasus untuk RTS yang terjadi pada produk XCSPA yang
diterima oleh distributor. Berdasarkan data yang ada prioritas untuk penyelesaian
kasus yang terjadi adalah mengacu pada kasus dengan jumlah produk yang cukup
banyak yaitu pada kasus unable operation, other, intermittent. Penyelesaian untuk
kasus RTS yaitu dengan menukarkan produk yang bermasalah dengan produk
baru kepada konsumen dan produk yang bermasalah didata untuk diputuskan
mana yang akan dianalisa.
40 Universitas Kristen Petra
Tabel 4.3 Kasus dan Quantity Produk RTA Pada Produk XCSPA
No Kasus Quantity
1 Abnormality at contact block caused by evaporation of
loctite 64
2 Internal Diameter body plastic part is out of spec.
(smaller) 1
3 Not applicable 1
Terjadinya abnormalitas dari contact block disebabkan oleh evaporasi
dari loctite disebabkan karena setelah proses gluing dilanjutkan dengan proses
pada mainline hingga visual & packing. Setelah proses packing dilakukan, loctite
yang mengalami evaporasi terjebak dalam produk sehingga berdampak pada
contact block, oleh karena itu perlu dilakukan proses curing selama 24 jam.
Diameter body bagian dalam yang tidak sesuai dengan spesifikasi dimungkinkan
karena salah penggunaan body atau terjadi mix part pada kanban dari part body.
Tabel 4.4 Kasus RTE Pada Produk XCSPA
Defective
reference
Date
code Year Week Qty Case Defect Origin
XCSPA591 1139 2011 39 1 S/A Head issue. Un-determined
origin
XCSPA791 8B1152
8B1202 2011 52 16 Gluing issue Manufacturing
XCSPA791 8B1234 2012 34 10 Unstable
resistance Manufacturing
Kasus RTE yang terjadi terdapat 3 kasus yaitu permasalahan yaitu S/A
head issue, Gluing issue, Unstable resistance. S/A head yang bermasalah
mengakibatkan kunci untuk melakukan locking menjadi stuck yang dapat berarti
tidak berfungsinya kontak. Gluing issue berkaitan dengan proses pemberian
loctite yang tidak sesuai prosedur dan mengakibatkan kontak yang terjadi pada
contact block tidak dapat bekerja dengan baik. Resistance yang tidak stabil pada
41 Universitas Kristen Petra
contact block menjadi permasalahan karena fungsi dari produk tidak dapat selalu
stabil, dan hal ini cukup riskan karena terjadi pada produk safety.
4.2 Measure
Tahap Measure dalam proyek yaitu melakukan pengukuran hasil yang
dicapai dari aktivitas produksi meliputi Production Time (PT), Production Lead
Time (PLT), jumlah WIP, TAKT Time. Pengukuran aktivitas dan alur material
dilakukan dengan pembuatan Value Stream Mapping (VSM) mulai dari pesanan
konsumen, supplier dan proses produksi. Kejadian pada aktivitas produksi dalam
work cell yang termasuk dalam kategori masalah merupakan inputan yang
diperlukan dalam VSM. VSM yang dibuat dalam tahap ini adalah VSM current
state yang merupakan VSM dari kondisi awal alur material yang terjadi. VSM
current state menggunakan data yang diambil pada waktu bersamaan. VSM yang
dijalankan untuk proyek ini adalah mapping aliran material dan informasi
mengenai part body dengan part number W415265010111. Data-data yang
diperlukan seperti data forecast, data waktu khususnya lead time proses, jumlah
WIP yang ada antar bench dan beserta potensi masalah. Potensi masalah yang
dapat terjadi pada proses dan aliran material dapat diperoleh ketika melakukan
pengambilan data waktu proses produksi secara langsung. Proses pengambilan
data dilakukan bersama oleh tim karena data yang diperoleh adalah data pada
waktu yang sama. Data yang harus diambil setiap anggota tim pada bench work
cell XCSPA adalah data cycle time, change over time, yield, jumlah operator,
jumlah WIP dan potensi permasalahan atau perbaikan pada bench produksi.
42 Universitas Kristen Petra
Gambar 4.2 Value Stream Mapping Current State
Gluing Contact & Body Assy
CT: 13.37"CO: -Yield:100%Operator: 1
Curing
CT: 24 HCO: -Yield: 100%Operator: 0
Head to Body Assy
CT: 20"CO: -Yield: 100%Operator: 1
Bouchon & Print Body
CT: 4.60"CO: 180"Yield: 95%Operator: 1
Testing
CT: 14.8"CO: 1"Yield:99.64%Operator: 1
Cover Assy
CT: 13.81"CO: -Yield: 100%Operator: 1
Visual & Packing
CT: 18.62"CO: - Yield: 100%Operator: 1
Outgoing
CT: 8"CO: - Yield: - Operator: 1
Head Assy
CT: 19.01"CO: -Yield:100%Operator: 1
Plastic Yoke Assy
CT: 30.64 “CO: - Yield: 100%Operator: 1
Receiving Shipping
Production Planner MRP
MonthlyBy
SEA
Industrial Navi
DC
240 pcs
DailyBy
SEA
Daily Order
6 Months Forecast6 Months
Forecast
Daily Order
13.37"
0.529 d
86400"
0.02 d
20"
5.24 d
4.60"
0.015 d
14.8"
0.011 d
13.81"
0.011 d
18.62"
0.022 d
8"
1.417 d83,65 d 1.5 d
With InventoriPLT : 94.23 dPT : 1.8 dPCE : 0.019 %
Without InventoriPLT : 10.58 dPT : 1.8 dPCE : 0.17 %
9 pcs2376 pcs 7 pcs 5 pcs 10 pcs5 pcs 642
pcs684 pcs
37.9k pcs
High Order ticket
Wrong Label
Missing Accesories
Damage Body
XCSPA
High Contact
Resistance
Missing Testing
Missing Date Code
Label
No One Piece Flow
High WIP
Wrong Identific
ation
Wrong S/A Body
Jig Head Assy
Problem
Wrong Contact
Block
Contact Resistance
Issue
Wrong Body
Missing Loctite
LT: 60 Days Customer LT: 10 DaysTT: 106“
Body IW415265010111
Daily Daily
CURRENT STATE
43 Universitas Kristen Petra
Pada Value Stream Mapping yang dibuat menggunakan simbol-simbol
yang memiliki definisi masing-masing dengan terdapat 3 kelompok simbol yaitu
simbol process flow, material flow, information flow. Simbol dan definisi dari
simbol process flow dapat dilihat pada Tabel 4.5.
Tabel 4.5 Simbol Process Flow pada Value Stream Mapping
Simbol Keterangan
Simbol proses pada Process Flow Mapping untuk
menggambarkan proses.
Simbol customer/supplier
Simbol jumlah inventori atau WIP (Work In
Process)
Simbol transportasi untuk transportasi dengan truk,
dapat berupa pesawat untuk transportasi udara atau
kapal untuk transportasi laut.
Simbol Inspection point, menunjukkan proses
inspeksi yang ada pada aliran material.
Simbol operator yang biasa diikutkan dengan
jumlah operator yang ada dalam proses yang
dilakukan.
Simbol process flow yang umum untuk
menggambarkan aliran dari satu proses ke proses
berikutnya.
Simbol aliran material kepada customer atau dari
supplier.
44 Universitas Kristen Petra
Material flow adalah aliran yang menggambarkan sistem aliran dari
material yang berjalan dari satu proses ke proses berikutnya. Terdapat simbol-
simbol untuk material flow pada Tabel 4.6.
Tabel 4.6 Simbol Material Flow pada Value Stream Mapping
Simbol Penjelasan
Simbol push material flow arrow dari proses ke
proses berikutnya.
Simbol Supermarket.
Simbol pull material flow arrow dari proses ke
proses berikutnya.
Simbol untuk sistem aliran produksi dengan
konsep FIFO (First in First Out)
Information Flow adalah aliran informasi, menunjukkan sistem
penyaluran informasi yang terjadi pada perusahaan dalam aktivitas produksinya.
Terdapat information flow dalam Value Stream Mapping pada Tabel 2.3.
Tabel 4.7 Information Flow pada Value Stream Mapping
Simbol Penjelasan
Simbol untuk Electric Information Flow, jenis
informasi ini biasanya merupakan informasi yang
bergerak melalui sistem secara otomatis.
Simbol untuk Manual Information Flow, jenis
informasi ini biasanya digunakan dalam aliran
informasi yang dilakukan secara manual.
45 Universitas Kristen Petra
Tabel 4.7 Information Flow pada Value Stream Mapping (Sambungan)
Simbol Penjelasan
Simbol untuk Burst yaitu menunjukkan fokus dan
akar permasalahan yang diketahui dalam Value
Stream Mapping.
Value Stream Mapping pada kondisi current state menggambarkan
kondisi aliran material beserta dengan aktivitas yang terjadi dalam proses aliran
material pada kondisi aktual saat pengambilan data. Aliran material yang diuat
dalam VSM hanya pada 1 jenis part saja. Part body dijadikan sebagai objek
dalam pemetaan aliran material karena pada part body yang memiliki
permasalahan dari segi waste dan kualitas. Proses aliran diawali dengan adanya
pesanan dari konsumen (DC) yang memberikan data forecast untuk 6 bulan
pesanan dan memberikan pesanan aktual secara harian untuk part body. Pesanan
dari konsumen akan menuju planner dengan melalui sistem secara digital dan
kemudian akan diteruskan kepada production dalam bentuk manual order. MRP
yang dibutuhkan untuk mengetahui jumlah material yang dibutuhkan akan secara
otomatis melalui sistem akan muncul untuk dapat melakukan pemberian informasi
kepada supplier untuk pemesanan material. Melalui planner dilakukan forecast
untuk pemesanan yang akan terjadi kepada supplier dan dilakukan pesanan aktual
secara harian. Pemenuhan pesanan konsumen yaitu customer lead time sebesar 10
hari. Berdasarkan forecast permintaan konsumen diperoleh TAKT Time untuk
pemenuhan permintaan dari konsumen yaitu sebesar 34.367 pieces produk
XCSPA. Kebutuhan part body untuk 1 unit produk XCSPA membutuhkan 1
pieces part body. Data forecast yang digunakan adalah data forecast pada
referensi produk XCSPA yang menggunakan part body dengan part number
W415265010111. Penghitungan TAKT Time membutuhkan data jumlah forecast
untuk part body referensi W415265010111 selama 6 bulan dan available time
untuk melakukan proses produksi berdasarkan CAMA Orchid. Available time
untuk 6 bulan proses produksi adalah 15 hari dengan waktu kerja per harinya
adalah 13.34 jam untuk menjalankan 2 shift kerja. Berikut penghitungan TAKT
Time hingga diperoleh TAKT Time sebesar 106 detik:
46 Universitas Kristen Petra
(4.2)
= 106 detik
Pengiriman material dari supplier (Industrial Navi) memerlukan waktu
selama 60 hari dengan pengiriman melalui jalur transportasi laut yang dikirim
secara bulanan. Material yang dikirim oleh supplier akan diterima oleh bagian
receiving untuk dilakukan inspeksi pada material. Setelah melalui bagian
receiving material akan dialirkan menuju gudang yang kemudian akan dialirkan
menuju production untuk diproses menjadi produk. Tiket pesanan yang diterima
production terdapat 2 lokasi yaitu pada preparation dan mainline. Pada gudang
memiliki jumlah inventori setiap material yang tinggi yaitu untuk sejumlah 37.900
pieces body XCSPA. Jumlah inventori yang tinggi ini disebabkan karena lokasi
supplier yang jauh dari perusahaan yang berakibat pada lead time pengiriman
yang tinggi. Lead time pengiriman yang tinggi harus diimbangi dengan jumlah
inventori yang mampu untuk memenuhi kebutuhan selama waktu pengiriman
berikutnya. Terdapat sistim Kanban supermarket yang digunakan untuk
memberikan suplai produksi yaitu sebelum proses gluing dan proses head to body
assy. Sistem Kanban supermarket adalah kondisi dimana material yang tersedia
telah ada pada bench work cell sehingga produksi dapat langsung berjalan tanpa
menunggu pengisian ulang. Sistem kanban sebelum proses head assy merupakan
sisitem kanban yang akan dipenuhi apabila terdapat permintaan. Setelah melalui
bagian outgoing dilanjutkan pada bagian shipping untuk pengiriman produk
kepada konsumen. Pengiriman dilakukan secara harian dengan jalur transportasi
laut. Konsumen yang membeli produk terdiri dari distributor dari perusahaan dan
konsumen pengguna produk langsung, oleh karena itu beberapa issue dan potensi
masalah yang dapat terjadi. Potensi masalah diidentifikasi dan ditindaklanjuti
agar tidak mengakibatkan kerugian bagi perusahaan seperti recall product,
pengembalian produk dari konsumen, melakukan proses perbaikan pada produk.
WIP antar proses yang tergolong memiliki jumlah yang besar yaitu pada
WIP setelah proses curing dengan jumlah WIP 2376 pieces, setelah proses visual
47 Universitas Kristen Petra
& packing sebanyak 642 pieces dan sebelum proses gluing terdapat 240 pieces.
Jumlah WIP setelah outgoing yaitu sebanyak 684 pieces. Jumlah WIP yang
tergolong cukup tinggi dapat menjadi potensi untuk dilakukannya pengurangan
WIP dengan penggantian sistem kerja pada work cell maupun penggantian proses.
Besarnya WIP yang ada dikonversikan menjadi satuan waktu sehingga dapat
diakumulasikan menjadi PLT dengan perumusan sebagai berikut:
PLT (WIP) =
(4.3)
Penghitungan yang dilakukan menggunakan 13.34 yang merupakan jam
kerja yang diterapkan untuk 2 shift yang dikalikan dengan 3600 detik untuk
mengkonversikan nilai PLT dalam satuan hari. Penghitungan dilakukan pada
masing-masing jumlah WIP antar bench untuk diperoleh hasil konversi jumlah
WIP menjadi PLT.
PCE (Process Cycle Eficiency) pada kondisi awal work cell terdapat 2
jenis, PCE dengan perhitungan Production Lead Time (PLT) melibatkan inventori
pada gudang dan PCE tanpa melibatkan inventori pada gudang. PCE dengan
melibatkan inventori pada gudang yaitu 0.019% sedangkan perhitungan tanpa
melibatkan inventori pada gudang diperoleh 0.17%. PCE diperoleh dengan
penghitungan menggunakan rumus:
(4.4)
Besarnya Process Time (PT) pada VSM current state yaitu 1,8 hari untuk
kedua kondisi perhitungan PCE baik dengan perhitungan inventori dan tanpa
perhitungan inventori. PLT pada kedua kondisi yang memiliki perbedaan yaitu
untuk kondisi perhitungan melibatkan inventori diperoleh PLT yaitu 94,23 hari
dan dengan tidak melibatkan inventori diperoleh 10,58 hari. PCE, PT dan PLT
merupakan indikator pembanding untuk mengetahui perbedaan kondisi awal work
cell dengan kondisi yang diharapkan melalui VSM. Identifikasi besarnya PT dan
PLT dilakukan dengan penghitungan dengan dan tanpa inventori karena dapat
mengetahui apakah cukup besar PT dan PLT dalam proses produksi. Besarnya PT
48 Universitas Kristen Petra
dan PLT dapat disebabkan karena bsesarnya jumlah inventori yang ada pada
proses produksi. Dampak dari eliminasi waste yang terjadi dapat mengurangi
PLT, PT, PCE pada work cell dan dapat dibandingkan dengan kondisi awal
sebelum terjadinya eliminasi waste. PCE yang semakin rendah akan menunjukkan
work cell tersebut semakin baik. PLT yang besar disebabkan karena jumlah WIP
dan inventori yang cukup besar, dengan pengurangan inventori maupun waktu
proses dapat menurunkan PLT. Pengurangan PT dapat dilakukan dengan
melakukan identifikasi kembali proses pada setiap bench pada setiap elemen
gerakan yang dilakukan. Akan tetapi waste yang ditimbulkan oleh waste dalam
kategori inventori lebih memberikan dampak yang besar dibandingkan waste yang
ditimbulkan dari gerakan pada proses produksi. Pengurangan waste pada gerakan
proses produksi dapat mengurangi PT dan secara otomatis dapat meningkatkan
kapsitas dari work cell XCSPA.
Aktivitas value added berupa Process Time (PT) pada kondisi VSM
current state selama 1,8 hari dan aktivitas non-value added pada kondisi VSM
current state adalah selama 92,415 hari. Melalui proses mapping aliran material
dapat diketahui potensi-potensi permasalahan keseluruhan yang terkait dengan
waste dan quality issue. Pada inventori yang ada pada warehouse part body yang
ada sejumlah 37900 pieces dengan jumlah inventori yang tinggi ini merupakan
waste. Proses dari produk XCSPA masih membutuhkan proses preparation,
sehingga masih adanya kanban untuk meletakkan part body dalam jumlah 240
pieces. Pada proses Gluing memiliki potensi-potensi permasalahan yang ada yaitu
tidak adanya pemberian loctite, penggunaan body yang salah, high contact
resistance, penggunaan contact block yang salah. Tidak adanya pemberian loctite
dapat disebabkan karena human error dari operator sehingga terdapat body dan
contact block yang terpasang tanpa loctite. Secara visual tidak terlihat S/A body
yang terdapat contact block yang tidak diberi loctite, kecuali dengan memeriksa
secara langsung dengan menghentakkan S/A body. Pada proses preparation
memiliki beberapa kanban box yang berisi material untuk beberapa referensi
produk. Oleh karena itu dimungkinkan dapat terjadi kesalahan pengambilan part
body dan contact block yang tidak sesuai. Secara kasat mata, perbedaan antara
body dan contact block yang memiliki part number yang berbeda tidak terlihat
49 Universitas Kristen Petra
secara signifikan secara mayoritas dari keseluruhan referensi. Resistance dari
contact block yang tinggi dapat disebabkan dari proses gluing yang tidak sesuai
dengan prosedur. Resistance produk yang tinggi dapat terlihat pada resistance test
pada mainline dan terdapat kasus MDR mengenai resistance yang tinggi dari
produk. Resistance yang tinggi terjadi dapat dikarenakan terjadinya proses
evaporasi pada contact block karena setelah dilakukan proses gluing, dilanjutkan
proses pada mainline. Proses pada mainline yang dilakukan hingga packing pada
produk mengakibatkan loctite yang diberikan belum sempat menguap dan terjebak
dalam body sehingga terjadi evaporasi. Pemberian loctite yang belebih dapat
meningkatkan kemungkinan terjadinya evaporasi oleh karena itu untuk waktu
curing 24 jam, loctite yang diberikan hanya 1 tetes dengan jarum yang
berdiameter 5 mm.
Permasalahan yang terjadi pada proses curing adalah terjadinya
kesalahan identifikasi S/A body yang siap dan belum siap diproses, akibatnya
terdapat S/A body yang belum melewati 24 jam digunakan dalam proses. Pada
proses Head to Body Assy terdapat potensi permasalahan penggunaan S/A body
yang salah dan permasalahan pada jig. Permasalahan pada jig yang digunakan,
ketika akan melakukan proses meletakkan screw operator harus menahan jig
dengan salah satu tangan dan satu tangan memasang screw. Apabila operator tidak
menahan seharusnya dapat melakukan proses pemasangan screw dengan kedua
tangan. Desain proses yang diberikan dalam proses produksi dalam work cell
harus memiliki sistem one piece flow mengikuti SPS, sedangkan pada proses
Printing Body operator tidak melakukan demikian. Pada proses printing body
operator cenderung melakukan proses pemasangan bouchon terlebih dahulu
kemudian melakukan proses printing body untuk 1 batch WIP. Proses dalam
bench testing terdapat potensi permasalahan yaitu proses testing yang dapat
dilewatkan oleh operator. Permasalahan yang terjadi dalam proses testing adalah
kerusakan pada body XCSPA karena terjadi kesalahan dalam meletakkan body
sebelum melakukan testing. Permasalahan lainya yang terjadi adalah high contact
resistance yang terdeteksi pada proses testing yang dapat mengakibatkan
banyaknya produk yang tidak lolos.
50 Universitas Kristen Petra
Pada proses pemasangan cover terdapat permasalahan yang menjadi
MDR yaitu tidak adanya date code label, yang dimungkinkan karena adanya
human error. Pada proses visual & packing terdapat potensi pemasangan label
yang salah karena proses printing yang dilakukan secara manual berdasarkan tiket
produksi yang diberikan. Potensi permasalahan lainnya adalah aksesoris yang
seharusnya dimasukkan dalam box packing dapat terlupakan akibatnya adalah
salah satu aksesoris atau semua aksesoris tidak dimasukkan dalam box.
PLT dipengaruhi oleh besarnya PT pada setiap proses yang ada dalam
VSM, akan tetapi perlu diukur apakah bila dibandingkan dengan TAKT Time
masih lebih besar, lebih kecil atau seimbang. Berdasarkan TAKT Time yaitu
waktu yang diberikan konsumen untuk membuat 1 pieces produk, masih
memungkinkan karena secara kapasitas masih dapat memenuhi. Indikator yang
menunjukkan bahwa kapasitas work cell masih memenuhi TAKT Time dari
konsumen adalah dengan melihat apakah terdapat waktu proses per 1 produk
dalam bench melebihi TAKT time.
Gambar 4.3 Chart Waktu Siklus Bench Dibanding TAKT Time
Berdasarkan Gambar 4.3 tidak terdapat waktu proses dalam bench yang
melebihi TAKT Time sehingga secara kapasitas produksi yang ada masih dapat
memenuhi kebutuhan dari konsumen. Penghitungan kapasitas produksi
berdasarkan waktu proses paling lama dalam bench oleh karena itu pembanding
dengan TAKT Time dapat menggunakan waktu terlama proses dalam bench.
TAKT Time yang diberikan oleh konsumen adalah 106 detik untuk 1 pieces
produk yang diproduksi, sedangkan waktu proses terlama hanya pada bench XCS-
51 Universitas Kristen Petra
30 yaitu selama 25.37 detik. Kapasitas produksi yang masih dapat memenuhi
kebutuhan jumlah produk dari konsumen sehingga tidak perlu melakukan
perbaikan dengan pengurangan waktu produksi.
Identifikasi waste yang ada dalam work cell XCSPA berdasarkan 7 waste
terdapat inventori, transportasi, defect, over processing. Inventori yang menjadi
waste dalam proses produksi XCSPA dimulai dari gudang yang memiliki
inventori part body sebanyak 37900 pieces. Proses preparation memiliki jumlah
WIP sebesar 2640 pieces setelah proses gluing dan 576 pieces setelah proses head
preparation. Waste dalam hal trasportasi adalah pemindahan komponen S/A Head
dan S/A Body menuju mainline yang seharusnya tidak ada apabila proses dapat
dijadikan menjadi 1 mainline. Transportasi pada produk yang telah dikirimkan
yang ditarik kembali karena terdapat PRR dari produk XCSPA yang terkait.
Waste dalam hal defect dapat terlihat dengan adanya MDR dan PRR. MDR
mengakibatkan perlu dilakukannya proses firewall dan kemudian dilakukan
rework atau dismental pada produk. Product recall dapat mengakibatkan kerugian
biaya transportasi pengiriman barang dan waktu untuk melakukan identifikasi dan
analisa mengenai permasalahan yang ada pada produk. Waste yang terjadi pada
work cell XCSPA terkait dengan overprocessing yaitu adanya resistance test
untuk memastikan efek dari penggunaan loctite pada proses Gluing. Pada
resistance test dilakukan untuk memeriksa resistance pada 2 fungsi kontak saat
terjadi change state yaitu aktuasi dan nonaktuasi. Pada setiap kondisi baik kondisi
akstuasi dan nonaktuasi memiliki resistance yang dapat diakibatkan karena efek
penggunaan loctite. Efek yang ditimbulkan adalahnya tingginya resistance dan
dapat terjadi intermittence.
1.1 Analyze
Tahap Analyze dalam proyek dilakukan analisa mengenai permasalahan
yang terjadi berikut dengan solusi yang dapat dilakukan. Analisa permasalahan
yang terjadi dilakukan dengan tool Process Failure Mode & Effect Analysis
(PFMEA) dengan melakukan analisa pada proses produksi. Setelah melakukan
analisa dalam bentuk FMEA, dilakukan pembuatan daftar solusi, jadwal
implementasi, pelaksana dari permasalahan yang paling memberikan efek besar
52 Universitas Kristen Petra
dalam work cell. Solusi yang telah ditetapkan dijadikan visualisasi dalam bentuk
VSM future state yaitu kondisi aktivitas produksi dan aliran part body yang ingin
dicapai dari penerapan solusi. Berikut merupakan tabel hasil analisa dengan
metode FMEA dengan tipe FMEA proses pada Tabel 4.8 untuk setiap bench
sehingga dapat diketahui dampak dan potensi permasalahan.
53 Universitas Kristen Petra
Tabel 4.8 Process FMEA untuk Proses dalam Work Cell XCSPA
S/N Processes Criteria of
performance
Potential
Failure
Mode
Potential
End Effect
SE
V
Potential
Cause of
Failure
OC
C
Current
Detection
Control D
ET
RP
N
Recommended
Action(s)
1
XCS-27
(Assembly body
and contact
block)
Load one Body Presence Can't be
proceed None 1 1 1 1
Wrong
body
Customer
can't use the
product
7 Loss
consentration 4
Use
running
model
space
7 196
- Pokayoke
loading material
- Pokayoke
design
Customer
can't use the
product
7 Product
knowledge 4
Use
running
model
space
7 196
- Pokayoke
loading material
- Pokayoke
design
54 Universitas Kristen Petra
S/N Processes Criteria of
performance
Potential
Failure
Mode
Potential
End Effect
SE
V
Potential
Cause of
Failure
OC
C
Current
Detection
Control
DE
T
RP
N
Recommended
Action(s)
Customer
can't use the
product
7
Left over
during
change series
4
Use
running
model
space
7 196
- Pokayoke
loading material
- Pokayoke
design
Apply loctite Presence
No
loctite
apply
Contact
block easy to
pull out
7 Loss
consentration 4
Detect on
tester 7 196
- Additional
checking before
head assy
- Change design
to rivet instead
of loctite
Less
amount
Contact
block low
bond
strength
4 Niddle is
blocked 4
Use
niddle per
day
7 112
- Change design
to rivet instead
of loctite
Tabel 4.8 Process FMEA untuk Proses dalam Work Cell XCSPA (sambungan)
55 Universitas Kristen Petra
Tabel 4.8 Process FMEA untuk Proses dalam Work Cell XCSPA (sambungan)
S/N Processes Criteria of
performance
Potential
Failure
Mode
Potential
End Effect
SE
V
Potential
Cause of
Failure
OC
C
Current
Detection
Control D
ET
RP
N
Recommended
Action(s)
over
amount
High
resistance 7
Use niddle
bigger than
Dia 0.5
4 Tester
100% 7 196
- Standardize
Nidle Dia 0.5
- Insert to
OWS& JBS
Insert Contact
Block
Wrong
Contact
Block
Wrong
application 7
Wrong
kanban box 7
- Put on
running
area
- Tester
100%
4 196 - Pokayoke
loading material
Wrong
application 7
Left over
during
change series
7 Tester
100% 4 196
- Pokayoke
loading material
56 Universitas Kristen Petra
S/N Processes Criteria of
performance
Potential
Failure
Mode
Potential
End Effect
SE
V
Potential
Cause of
Failure
OC
C
Current
Detection
Control
DE
T
RP
N
Recommended
Action(s)
Pressing contact
block
contact
block
will
moving
Actuation
problem 7 Less pressing 4
Pressing
after
loctite
Tester
100%
7 196
- Change design
to rivet instead
of loctite
2
XCS-32 (Head
To Body
Assembly)
Tabel 4.8 Process FMEA untuk Proses dalam Work Cell XCSPA (sambungan)
57 Universitas Kristen Petra
Tabel 4.8 Process FMEA untuk Proses dalam Work Cell XCSPA (sambungan)
S/N Processes Criteria of
performance
Potential
Failure
Mode
Potential
End Effect
SE
V
Potential
Cause of
Failure
OC
C
Current
Detection
Control D
ET
RP
N
Recommended
Action(s)
Take S/A Body Correct part Wrong
Product
Wrong
application 7
Handling
during
change series
4
Visual
and
matrix of
material
7 196
- Change design
to rivet instead
of loctite
3 XCS-25 (Printing
Body)
Bad
Printing
Cosmetic
issue 4 bad setting 7 Visual 4 112
4 XCS-24 (Tester)
58 Universitas Kristen Petra
Tabel 4.8 Process FMEA untuk Proses dalam Work Cell XCSPA (sambungan)
S/N Processes Criteria of
performance
Potential
Failure
Mode
Potential
End Effect
SE
V
Potential
Cause of
Failure
OC
C
Current
Detection
Control D
ET
RP
N
Recommended
Action(s)
Pressing to start
testing Tested
No
testing
Non
conformity
product send
to customer
7 Human error 4 No
detection 7 196
Provide
integrate tester
(Continuity and
resistance test)
Move to next
resistance tester Skip
No
testing
Non
conformity
product send
to customer
7 One piece
flow 4
No
detection 7 196
Provide
integrate tester
(Continuity and
resistance test)
Testing contact
resistance Tested
No
testing
Non
conformity
product send
to customer
7 Human error 4 No
detection 7 196
Provide
integrate tester
(Continuity and
resistance test)
59 Universitas Kristen Petra
Tabel 4.8 Process FMEA untuk Proses dalam Work Cell XCSPA (sambungan)
S/N Processes Criteria of
performance
Potential
Failure
Mode
Potential
End Effect
SE
V
Potential
Cause of
Failure
OC
C
Current
Detection
Control D
ET
RP
N
Recommended
Action(s)
5 XCS-33 (Cover
Assembly)
Screw the cover Position gap IP failed 7 Low torque 4
Periodical
check LI
(QRD)
4 112 Provide QAPC
6 XCS-34 (Visual
and Packing)
Take instruction
sheet Present Missing
Lack
information
customer
4 Human error 4 No
detection 10 160
Recommend to
make pokayoke
60 Universitas Kristen Petra
Tabel 4.8 Process FMEA untuk Proses dalam Work Cell XCSPA (sambungan)
S/N Processes Criteria of
performance
Potential
Failure
Mode
Potential
End Effect
SE
V
Potential
Cause of
Failure
OC
C
Current
Detection
Control D
ET
RP
N
Recommended
Action(s)
Take conformity
sheet Present
Lack
information
customer
4 Human error 4 No
detection 10 160
Recommend to
make pokayoke
Insert key
accessories Present Missing
Customer
application 7 Human error 4
No
detection 10 280
Recommend to
make pokayoke
Correct Wrong
label
Customer
application 7 Human error 4 Visual 7 196
Recommend to
make pokayoke
XCS-26 (Rivet
XCSTA) 0
61 Universitas Kristen Petra
Tabel 4.8 Process FMEA untuk Proses dalam Work Cell XCSPA (sambungan)
S/N Processes Criteria of
performance
Potential
Failure
Mode
Potential
End Effect
SE
V
Potential
Cause of
Failure
OC
C
Current
Detection
Control D
ET
RP
N
Recommended
Action(s)
Rivet
crack
Product
lifetime 7
Machine
Setting, too
press
1
LI Patrol
and
Visual
100%
4 28 Propose to make
QRD
lack of
rivet
Product
lifetime 7
Machine
Setting, not
enough press
1
LI Patrol
and
Visual
100%
4 28 Propose to make
QRD
0
XCS-30 (Plastic
Yoke Assy) 0
62 Universitas Kristen Petra
Tabel 4.8 Process FMEA untuk Proses dalam Work Cell XCSPA (sambungan)
S/N Processes Criteria of
performance
Potential
Failure
Mode
Potential
End Effect
SE
V
Potential
Cause of
Failure
OC
C
Current
Detection
Control D
ET
RP
N
Recommended
Action(s)
Take one ressort
verrou Present Missing
Product
performance
(low force
actuation)
7 Human error 1 Visual 7 49
apply grease at
half of ressort
verrou
Present Missing
grease Lifetime 7 Human error 1 Visual 7 49
Insert reversible
lock assembly to
plastic yoke (2x)
Present Missing
Product
performance
(low force
actuation)
7 Human error 1 Visual 7 49
63 Universitas Kristen Petra
Fokus dari PFMEA yang dilakukan adalah pada kasus-kasus yang
memiliki nilai RPN yang tinggi dibandingkan nilai RPN pada kasus lainnya
dengan batasan RPN diatas 125 dibawah 1000. Kasus yang memiliki RPN yang
tinggi menjadi bagian prioritas dari perbaikan yang dilakukan. Pemilihan poin-
poin solusi dari FMEA juga mengacu pada besarnya severity dan occurence yang
mencapai angka 9 dan/atau 10. Pada bench preparation terdapat permasalahan
yang dapat terjadi yaitu ketika pengambilan body, pemberian loctite, memasukkan
contact block dan menekan contact block. Pada proses gluing yaitu pada proses
Head and Contact Block Assembly terdapat potensi kegagalan pada proses yaitu
pengambilan part body yang salah. Akibat yang ditimbulkan adalah konsumen
tidak dapat menggunakan produk XCSPA. Penyebabnya adalah kurangnya
konsentrasi dari operator, pengetahuan produk dari operator yang kurang dan
adanya part body yang tertinggal saat terjadi change series oleh operator. Apabila
kondisi operator yang maksimal tentunya meminimalisasi terjadinya penggunaan
part body yang salah oleh karena itu perlu dilakukan pembuatan Poka Yoke.
Proses deteksi pada kesalahan part body yang terjadi melalui percobaan secara
langsung dengan melihat potensi-potensi yang dapat terjadi. Poka Yoke yang
dibuat adalah Poka Yoke untuk mencegah kesalahan pengambilan part body
dengan referensi yang sesuai dan melakukan desain Poka Yoke pada jig untuk
proses assembly. Jig pada proses assembly didesain agar dapat menjadi Poka
Yoke yang dapat mencegah part body yang digunakan tidak sesuai referensi
produk.
Proses pemberian loctite memiliki permasalahan yaitu adanya
kemungkinan tidak adanya pemberian loctite dan loctite yang diberikan terlalu
banyak atau sedikit. Apabila tidak adanya pemberian loctite dapat mengakibatkan
contact block mudah dilepas, apabila kurang dalam pemberian loctite maka
kerekatan antara body dan contact block kurang. Apabila loctite diberikan secara
berlebih dapat mengakibatkan terjadinya resistance yang tinggi pada produk.
Penyebab dari tidak adanya pemberian loctite adalah kurangnya konsentrasi dari
operator yang melakukan proses produksi. Penyebab kurangnya loctite yang
diberikan, disebabkan karena pada jarum terdapat sisa loctite yang menjadi kerak,
sehingga mengurangi volume loctite yang keluar. Pemberian loctite diasumsikan
64 Universitas Kristen Petra
sama dalam penekanan botol loctite sehingga volume yang dikeluarkan juga sama.
Oleh karena itu apabila terdapat permasalahan pada jarum dapat mempengaruhi
volume loctite yang keluar. Permasalahan berikutnya adalah volume loctite yang
diberikan terlalu banyak, sehingga mengakibatkan resistance yang tinggi terjadi,
oleh karena itu perlu adanya pembatasan volume loctite yang dikeluarkan. Solusi
yang dapat dilakukan untuk membatasi volume loctite yang keluar adalah dengan
mengganti jarum pada ujung botol loctite dengan ukuran diameter 5 mm.
Penambahan informasi mengenai diameter jarum loctite yang digunakan
dimasukkan dalam Operation Work Standard (OWS) dan Job Breakdown Sheet
(JBS). Solusi untuk kasus tidak adanya pemberian loctite dapat dilakukan
pengecekan pada proses Head to Body Assembly dan untuk kedepannya dapat
dilakukan pembuatan desain body baru agar dapat dilakukan proses riveting.
Penggantian proses riveting dapat berdampak pada efisiensi karena dapat
digabungkan dalam mainline dan dapat mengurangi jumlah WIP yang ada pada
proses curing. Permasalahan mengenai kurangnya loctite yang diberikan, kembali
lagi kepada penggantian desain body agar dapat mengganti proses gluing menjadi
riveting. Efek dari pemasangan contact block yang tidak sesuai dengan standar
dapat terdeteksi pada proses testing, dimana ketika contact block mudah terlepas
maka akan terdeteksi pada proses testing dan pada proses pemasangan head.
Kurangnya loctite yang diberikan pada body untuk menempelkan contact block
disebabkan karena penggunaan jarum hingga menimbulkan kerak pada ujung
jarum.
Proses memasangkan contact block memiliki yaitu contact block yang
digunakan tidak sesuai dengan referensi produk yang diproduksi. Akibatnya dapat
merubah fungsi dari produk dan penyebabnya adalah karena terdapat kesalahan
dalam pengambilan kanban contact block dan terdapat contact block yang
tertinggal pada bench. Deteksi pada contact block yang salah terjadi ketika
contact block masuk dalam proses dan terlihat oleh operator dan pada saat testing
akan diketahui. Untuk mencegah terjadinya kesalahan penggunaan contact block
dan penggunaan contact block yang tertinggal dapat menambahkan Poka Yoke
pada rak kanban.
65 Universitas Kristen Petra
Pada proses menekan contact block dengan jig setelah proses pemberian
loctite terdapat efek dari kegagalan proses ini yaitu contact block dapat bergeser
dan akan mengakibatkan proses aktuasi bermasalah. Penyebab kegagalan proses
ini adalah kurangnya lama menekan contact block sehingga antara contact block
dengan body tidak menempel. Kegagalan proses ini dapat terdeteksi pada saat
setelah proses menekan contact block karena dapat terlihat mana yang telah
menempel dengan sempurna atau masih sebagian ketika presser diangkat. Solusi
untuk kegagalan proses yang terjadi adalah merubah proses gluing menjadi proses
riveting yang berarti perlu dilakukan penggantian desain body.
Proses pemasangan head dan body memiliki potensi kegagalan yang
menyebabkan salahnya produk atau produk yang tidak sesuai dengan spesifikasi.
Akibatnya adalah aplikasi yang salah yang ditimbulkan dari penggunaan produk
yang salah. Penyebab salahnya penggunaan part adalah material handling yang
dilakukan saat change series karena berpotensi terjadi kesalahaan penggunaan
part. Deteksi yang dilakukan adalah dengan memeriksa secara visual pada contact
block yang terpasang pada body dengan melihat karakteristik contact block untuk
referensi produk tertentu.
Proses testing yang terdiri dari 2 jenis proses testing yaitu continuity dan
resistance. Pada proses continuity test dapat terjadi proses testing yang tidak
dilakukan oleh operator yang berakibat pada produk yang tidak sesuai spesifikasi
dikirimkan kepada konsumen. Kegagalan proses ini tidak dapat dideteksi dan
disebabkan oleh human error. Pada proses pemindahan produk dari continuity test
menuju resistance test terdapat kegagalan proses yang terjadi yaitu tidak
dilakukannya sistem one piece flow berakibat tidak dilakukannya testing. Dampak
kepada konsumen adalah produk yang dikirimkan merupakan produk yang tidak
sesuai spesifikasi atau merupakan produk yang termasuk dalam kategori reject.
Untuk kegagalan ini tidak dapat dideteksi karena tidak meninggalkan indikasi
tidak dilakukannya one piece flow akan tetapi hanya dapat diketahui ketika
melihat langsung pada work cell. Proses resistance test memiliki potensi
kegagalan proses yaitu tidak dilakukannya testing dengan dampak akhir adalah
pengiriman produk kepada konsumen yang tidak sesuai dengan spesifikasi atau
produk yang tergolong kategori reject. Kegagalan proses ini tidak terdapat
66 Universitas Kristen Petra
indikasi yang dapat dideteksi dan penyebabnya adalah human error. Untuk ketiga
jenis kegagalan proses yang terjadi, solusi yang akan dilakukan adalah membuat
integrasi antara continuity test dan resistance test.
Proses visual dan packing memiliki potensi kegagalan proses yaitu tidak
adanya instruction sheet, conformity sheet dan key accessories. Kegagalan proses
lainnya adalah penggunaan label yang salah yaitu tidak sesuai dengan spesifikasi
dari produk. Tidak adanya instruction sheet dan conformity sheet yang terjadi
dapat berakibat kurangnya informasi yang diketahui konsumen untuk penggunaan
produk. Penyebab dari tidak adanya conformity sheet dan instruction sheet adalah
human error dan kesalahan ini tidak dapat dideteksi karena tidak ada indikasi
yang menunjukkan selain telah diterima konsumen. Rekomendasi solusi untuk
kasus ini adalah membuat Poka Yoke. Rencana Poka Yoke dalam bentuk sensor
yang dapat mendeteksi pengambilan instruction sheet, conformity sheet dan
accessories. Label yang salah dapat diantisipasi dengan software yang tidak dapat
dilakukan penggantian pada label yang akan dicetak.
Hasil analisa dari PFMEA merupakan hasil pemenuhan dari voice of
customer, dimana segala potensial dan kemungkinan yang dapat berakibat
merugikan konsumen yang ada pada produk. Pemberian solusi-solusi dan
penerapan solusi merupakan bentuk pemenuhan voice of customer karena
berkaitan dengan kualitas suatu produk. Solusi yang dapat memenuhi voice of
customer tentunya merupakan solusi yang dapat diimplementasikan dan
memberikan dampak dan perubahan yang diinginkan.
Berdasarkan VSM, peningkatan efisiensi dapat dilakukan dengan
menggabungkan bench preparation pada main line work cell XCSPA.
Penambahan bench yang diikuti oleh penambahan operator dapat berpotensi
meningkatkan efisiensi karena pergerakan operator memungkinkan untuk
membantu bench yang memiliki waktu proses bottleneck. Penambahan bench
dapat mengurangi jumlah operator yang digunakan secara keseluruhan
berdasarkan akumulasi jumlah operator pada bench mainline dan preparation.
Jumlah WIP setelah proses Head Assy berpotensi dihilangkan karena merupakan
waste dalam bentuk inventori sehubungan dengan penggabungan 2 bench head
preparation.
67 Universitas Kristen Petra
Bench Rivetting Contact Assy adalah proses rivet pada produk XCSTA,
proses ini dijadikan acuan untuk melakukan perbaikan pada work cell untuk
referensi produk XCSPA. Perbaikan yang dilakukan dapat berupa mengganti
proses Gluing menjadi riveting, akan tetapi memerlukan penggantian desain dari
body agar dapat mendukung proses rivet dapat dilakukan. Lokasi dari bench work
cell XCSPA berdekatan sehingga memudahkan untuk melakukan penggabungan
work cell dan tidak memakan waktu yang lama. Instalasi listrik yang fleksibel dan
penggeseran bench yang memungkinkan untuk penataan work cell yang lebih baik
untuk mencapai kapasitas yang optimal. Hari kerja yang hanya berjalan 6 hari
selama 1 minggu, dan libur pada hari minggu memungkinkan untuk melakukan
relayout yang membutuhkan waktu singkat tanpa harus menggangu aktivitas
produksi yang terjadi.
4.3 Improvement
Perbaikan yang dilakukan mengacu pada hasil analisa PFMEA yang
menghasilkan prioritas-prioritas perbaikan berikut solusinya. Perbaikan yang
dilakukan tidak melibatkan keseluruhan tim yang ada dalam proyek karena
perbaikan yang dilakukan hanya dapat dilakukan oleh beberapa departemen.
Usulan perbaikan yang dilakukan tidak secara keseluruhan diterapkan dan
terdapat usulan perbaikan yang tidak dapat dijalankan. Penentuan perbaikan yang
dijalankan dan tidak dijalankan disesuaikan dengan dampak yang ditimbulkan dari
pelaksanaan perbaikan. Perbaikan yang dilakukan merupakan bentuk penerapan
untuk mencapai voice of process yaitu apa yang dibutuhkan dalam proses untuk
mencapai voice of customer. Berdasarkan solusi yang ada dibutuhkan beberapa
modifikasi dari proses yang dibutuhkan hal ini merupakan voice of process yang
perlu diperhatikan dalam melaksanan proyek.
Pembuatan daftar perbaikan bertujuan untuk membuat satu rincian
singkat terkait opportunity yang ada, action yang dilakukan, Tool yang digunakan,
Person in Charge yang menangani dan pelaksanaan. Daftar perbaikan pada Tabel
4.9 yang dilakukan berdasarkan permasalahan dan potensi permasalahan yang ada
tidak hanya berasal dari hasil PFMEA, tetapi dari burst pada VSM yaitu pada
Tabel 4.10. Burst pada VSM dapat berupa permasalahan yang pernah terjadi yang
68 Universitas Kristen Petra
membutuhkan perbaikan. Akan tetapi tidak semua permasalahan yang muncul
ditindaklanjuti dan masih akan disesuaikan dengan prioritas pada PFMEA dan
dampak yang ditimbulkan.
Tabel 4.9 Daftar Perbaikan yang Diusulkan Berdasarkan PFMEA
No. Opportunity Action Tool PIC Status Keterangan
1
Wrong Body
(Contact &
Body Assy)
Pokayoke
Part Without
Barcode
Project Maintenance
Engineer done
implemented
for layout
phase 1
Pokayoke
Design
Localization
/ Change
tool
Technical
Antenna
in
progress
waiting
qualification
2
Missing
Loctite
(Contact &
Body Assy)
Change
Body Design
Localization/
Change tool
Technical
Antenna
in
progress
waiting
qualification
3
Contact
Resistance
Issue
(Contact &
Body Assy)
Change
Body Design
(Remove
Loctite)
Localization Technical
Antenna
in
progress
waiting
qualification
4
Wrong
Contact
Block
(Contact &
Body Assy)
Pokayoke
Part With
Barcode
Project Maintenance
Engineer
Not
Impleme
nted
Need a
investment
for barcode
scanner
5
Wrong S/A
Body (Head
& Body
Assy)
Change
Body Design
(Remove
Loctite)
Localization Technical
Antenna
in
progress
waiting
qualification
6
Missing
Testing
(Testing)
Provide
Cylinder for
Stopper
Machine
Modification
Maintenance
Engineer done
implemented
at continuity
tester
7
High
Contact
Resistance
(Testing)
Modification
Jig
Jig
Modification
Maintenance
Engineer done
implemented
at resistance
tester
Implement
Statistical
Process
Control
Control
Chart
Quality
Engineer
Not yet
impleme
nted
waiting
relayout
phase 2
8
Damage
Body
XCSPA
(Testing)
Provide
Cylinder for
Stopper
Machine
Modification
Maintenance
Engineer done
implemented
at continuity
tester
69 Universitas Kristen Petra
Tabel 4.9 Daftar Perbaikan yang Diusulkan Berdasarkan PFMEA (sambungan)
No. Opportunity Action Tool PIC Status Keterangan
9
Missing
Date Code
Label
(Cover Assy)
Provide
Pokayoke* -
Automation
Engineer
Not
Impleme
nted
Need a
investment
for date code
label
dispenser
10
Stucking Key
Due to Cam
Issue In
Head S/A
(Plastic
Yoke
Assembly)
Additional
Actuation
Test
- Quality
Engineer done
implemented
at cover
assembly
bench
11
Wrong Label
(Visual &
Packing)
Provide
Pokayoke at
Packaging
(Adopt From
XCSA/E
Project Automation
Engineer
Not yet
impleme
nted
waiting
relayout
phase 2
12
Missing
Accessories
(Visual &
Packing)
Provide
Pokayoke at
Packaging
(Adopt From
XCSA/E
Project Automation
Engineer
Not yet
impleme
nted
waiting
relayout
phase 2
Tabel 4.10 Daftar Perbaikan yang Diusulkan Berdasarkan VSM
No. Opportunity Action Tool PIC Status Keterangan
1 High WIP
(Receiving)
Localization
Tool Localization
Technical
Antenna
in
progress
waiting
qualification
2 KE = 68 %
Combine
Head
Preparation
to Main Line
Relayout Method
Engineer done
Terdapat
nilai KE
yang tidak
stabil
3
High WIP
(Head
Assembly)
Combine
Head
Preparation
to Main Line
Relayout Method
Engineer done
Terdapat
nilai KE
yang tidak
stabil
70 Universitas Kristen Petra
Tabel 4.10 Daftar Perbaikan yang Diusulkan Berdasarkan VSM (sambungan)
No. Opportunity Action Tool PIC Status Keterangan
4 High PLT
Localization Localization Technical
Antenna
in
progress
waiting
qualification
Calculate
After Loctite
(Curing)
- Method
Engineer done
Reducing
Inventory
cost 589,52
USD
5
Wrong
Identificatio
n (Curing)
Put
Indication
Under Part
- Supervisor done
Implemented
at curing
trolley
Change
Body Design
(Remove
Loctite)
Localization Technical
Antenna
in
progress
waiting
qualification
6
Running
Without
Ticket
(Visual &
Packing)
Provide
Pokayoke at
Packaging
(Adopt From
XCSA/E
Project Automation
Engineer
Not yet
impleme
nted
waiting
relayout
phase 2
7
Jig Head
Assy
Problem
(Head &
Body Assy)
Add Ball
Bearing For
Stopper
Jig
Modification
Method
Engineer/Me
chanical
Design
Not
Impleme
nted
Need a
investment
for Jig
modification
and little
improvement
impact in
reducing DT
8
High
Order/Ticket
(Visual &
Packing)
Propose
Maximum
Order 440
pcs
- Planner done
implemented
at
production
ticket
9
More Than
One Point
Schedule
Propose
Maximum
Order 440
pcs
- Planner done
implemented
at
production
ticket
One Point
Schedule - Planner
Not yet
impleme
nted
waiting
relayout
phase 2
Opportunity untuk perbaikan yang pertama adalah besarnya jumlah
inventori pada gudang yang disediakan untuk memenuhi jumlah forecast dari
konsumen. Besarnya inventori dapat dikurangi jumlah inventori yang ada dengan
mengurangi lead time untuk pengiriman, karena secara jumlah yang
mengakibatkan adanya banyaknya inventori adalah lead time pengiriman. Part
yang digunakan dalam pembuatan produk XCSPA diproduksi di Prancis, sehingga
membutuhkan lead time selama 5 bulan untuk mengirimkan part tersebut.
71 Universitas Kristen Petra
Inventori yang disediakan dalam gudang bertujuan untuk mempersiapkan part
agar dapat mencukupi kebutuhan selama lead time produksi dan pengiriman yaitu
selama 6 bulan. Solusi yang dilakukan adalah melakukan localization yaitu
memindahkan tool untuk membuat part tersebut dan menyerahkan kepada
supplier untuk digunakan memproduksi part tersebut. Tentunya supplier yang
dipilih adalah supplier yang memiliki lokasi lebih dekat sehingga lead time
pengiriman tidak tinggi. Akan tetapi untuk dapat menggunakan part tersebut
diperlukan proses kualifikasi pada part body yaitu mengirimkan sampel body
yang akan diuji di Limoges, Prancis. Pada kondisi saat ini masih dilakukan proses
pengiriman sampel kembali untuk dilakukan proses kualifikasi. Pada kondisi saat
ini penggunaan part body dengan desain baru masih belum dapat dilakukan, akan
tetapi telah terdapat contoh part body baru. Dengan melakukan penggantian
desain part body dapat menyelesaikan opportunity dari permasalahan yang
lainnya yaitu penggunaan S/A body yang salah pada proses body & contact block
assembly, identifikasi yang salah pada S/A body pada proses curing. Opportunity
dari permasalahan lainnya yang dapat diperbaiki adalah contact resistance issue
dan missing loctite. Penggantian desain dari body dimaksudkan agar mengganti
proses curing dengan proses riveting antara part body dan contact block.
Penggantian proses untuk menggabungkan part body dan contact block (Gluing)
dengan proses riveting dapat mengeliminasi dampak tingginya resistance yang
disebabkan dari evaporasi dari loctite pada contact block. Sebagai visualisasi dari
contoh part body dapat dilihat pada Lampiran 5. Secara tidak langsung
berdasarkan analisa yang dilakukan, terjadinya kejadian tidak adanya pemberian
loctite dapat dieliminasi potensi terjadinya. Penggantian proses gluing menjadi
riveting akan mengeliminasi potensi terjadinya isu resistance yang tinggi pada
produk dan mengurangi jumlah inventori pada gudang yang menyebabkan
tingginya PLT.
Opportunity perbaikan pada potensial kejadian penggunaan part body
pada proses Gluing dan S/A body yang salah pada proses Head & Body Assembly
dapat diselesaikan dengan menggunakan part body baru. Rencana perbaikan
dilakukan dengan mengganti desain part body baru dengan konsep yang
merupakan penambahan bagian pada part body. Penambahan berupa indikasi
72 Universitas Kristen Petra
yang menunjukkan perbedaan diantara tipe part body yang lain yang dapat dilihat
secara visual dan dapat dideteksi oleh sensor seperti pada Gambar 4.4.
Gambar 4.4 Body Tipe 1 dan Body Tipe 2 Produk Electroslim
Perbedaan pada karakteristik part body yang dapat dilihat secara visual
dan dapat dideteksi oleh sensor sehingga dapat mencegah operator melakukan
kesalahan. Rencana untuk part body XCSPA adalah dengan membedakan 4 jenis
part body dengan konsep yang sama yaitu dengan tonjolan sebagai karakteristik.
Untuk mendeteksi karakteristik pada part body ini diperlukan jig yang dapat
mendeteksi seperti pada mainline produk Electroslim seperti pada Gambar 4.5.
Gambar 4.5 Jig pada Mainline Produk Electroslim
Fungsi kerja dari jig yang dapat mendeteksi dengan adanya penekanan dari
tonjolan yang menjadi karakteristik dari part body tertentu sehingga secara
otomatis pada komputer yang menjadi pusat dapat memberikan informasi.
Kesalahan penggunaan part body dapat dideteksi karena pada komputer yang
terdapat software yang digunakan saat proses produksi berlangsung. Pada awal
73 Universitas Kristen Petra
proses penggantian referensi produk yang akan diproduksi, software telah siap
untuk menerima informasi dari jig. Apabila terdapat perbedaan yang ditangkap
oleh software maka akan secara otomatis terdeteksi pada monitor yang disediakan.
Implementasi pada work cell dengan desain part body demikian
membutuhkan investasi dan perubahan yang besar yang direncanakan untuk
waktu yang akan datang. Selain penggantian desain, jig dan Poka Yoke yang
mendukung harus disediakan untuk menggenapi perbaikan yang dilakukan.
Terjadinya kesalahan penggunaan S/A body dapat ditanggulangi dengan
penggantian desain part body, karena dengan penggantian body yang dapat
digunakan untuk proses riveting. Penggantian proses gluing menjadi riveting
dapat berdampak penggabungan bench preparation yaitu contact block to body
assembly dengan mainline. Penggabungan bench menjadi 1 work cell maka
penerapan sistem produksi dalam work cell dengan one piece flow dapat
dilakukan. Kemungkinan terjadinya kesalahan penggunaan S/A body dapat
dieliminasi karena referensi yang berjalan secara bersaman hanya 1 referensi
berbeda dengan kondisi sebelum perbaikan.
Opportunity perbaikan dengan adanya potensial kasus penggunaan part
body dan contact block yang tidak sesuai. Solusi yang diberikan adalah dengan
memberikan pokayoke pada rak Kanban yang dapat memberikan tanda berupa
lampu yang menyala pada jalur Kanban yang akan digunakan. Untuk dapat
menyalakan lampu menggunakan PLC yang terhubung untuk dapat memberikan
perintah lampu pada slot kanban tertentu yang menyala sesuai dengan referensi.
Perintah yang dilakukan PLC berdasarkan informasi referensi yang diberikan dari
scanner yang membaca referensi dari tiket produksi yang diberikan pada work
cell. Untuk mencegah adanya penggunaan part body yang salah karena dampak
dari sisa part body pada saat sebelum dilakukannya change series digunakan
sensor. Sensor yang digunakan diletakkan pada slot kanban yang berada pada
bench, yang sekaligus dijadikan untuk menampung part body dan contact block
yang digunakan untuk assembly. Visualisasi Poka Yoke terdapat pada Gambar 4.6.
74 Universitas Kristen Petra
Gambar 4.6 Bench Curing dengan Poka Yoke PLC Monitor (1) dan Pemberi
Petunjuk (2)
Untuk kondisi saat ini yang digunakan adalah Poka Yoke pada rak kanban
yang dapat memberikan peringatan apabila terjadi kesalahan penggunaan part.
Selain secara otomatis memberikan peringatan, Poka Yoke tersebut juga dapat
menunjukkan part yang digunakan untuk referensi produk yang telah diinputkan
pada PLC. Sistem kerja yang diterapkan adalah ketika terjadi change series
operator harus mengambil kanban pada bench dan meletakkan pada rak kanban
disebelah kanan. Tahap selanjutnya adalah memasukkan referensi produk sesuai
dengan kebutuhan pada PLC Monitor, kemudian lampu pemberi petunjuk akan
menyala untuk menunjukkan part yang digunakan. Pada rak kanban terdapat
sensor untuk mendeteksi apabila terdapat kanban yang diambil, sekaligus untuk
menjaga agar tidak terjadi kesalahan pengambilan part.
Sistem kerja sensor terintegrasi dengan PLC, pada kondisi masih terdapat
kanban box pada slot kanban yang berada pada bench maka proses scanning tidak
dapat dilakukan. Apabila tidak dapat melakukan scanning maka pada arak kanban
yang berisi beberapa tipe part body dan contact block tidak dapat menunjukkan
part yang digunakan. Untuk perbaikan yang direncanakan berikutnya adalah dapat
dilakukan penambahan barcode pada Kanban box part contact block yang
diadopsi dari bench Support PE Preparation. Perbaikan dengan menggunakan
barcode pada Kanban box part contact block membutuhkan adanya modifikasi
75 Universitas Kristen Petra
pada bench dan penambahan sistem berupa scanner yang dapat mendeteksi
barcode. Scanner yang digunakan terhubung dengan software yang dapat
mendeteksi perbedaan antara referensi yang seharusnya sedang diproduksi dengan
yang tidak. Contoh penerapan barcode yang diadopsi dari bench Support PE
preparation pada Gambar 4.7.
Gambar 4.7 Penerapan Barcode pada Kanban Box Support PE
Opportunity terjadinya kesalahan indikasi pada S/A body yang digunakan
untuk proses head to body assembly. Kesalahan indikasi karena pada lokasi yang
sama diletakkan S/A body yang telah mengalami proses curing selama 24 jam dan
ada yang belum. S/A body yang belum mengalami proses curing 24 jam dapat
meningkatkan potensi high resistance pada contact block. Solusi yang telah
diterapkan sebagai bentuk containment action adalah dengan memberikan indikasi
yang menunjukan waktu mulai proses curing setelah proses gluing. Contoh
indikasi yang diberikan pada trolley curing yaitu pada Gambar 4.8.
Gambar 4.8 Indikasi pada S/A Body Setelah Proses Curing
76 Universitas Kristen Petra
Pada indikasi petunjuk, terdapat referensi yang dituliskan pada baris
pertama untuk menunjukkan jenis S/A untuk referensi produk apa yang akan
digunakan. Pada baris kedua terdapat jumlah produk yang berada pada satu layer.
Pada baris tiga dan baris 4 merupakan waktu memulai proses gluing dan waktu
proses gluing berakhir untuk menghasilkan 1 layer. Indikasi harus tertulis waktu
memulainya proses curing sehingga ketika setelah 24 jam, dapat diketahui
referensi S/A body yang telah dapat digunakan. Pada proses selesainya curing
minimal adalah 24 jam dari selesainya proses gluing.
Penggantian desain part body yang dapat digunakan untuk proses
riveting adalah bentuk solusi yang dapat diterapkan. Penggantian proses gluing
menjadi riveting dapat berdampak penggabungan bench preparation yaitu contact
block to body assembly dengan mainline. Penggabungan bench menjadi 1 work
cell maka penerapan sistem produksi dalam work cell dengan one piece flow dapat
dilakukan. Kemungkinan terjadinya kesalahan penggunaan S/A body karena
kesalahan indikasi dapat dieliminasi karena referensi yang berjalan secara
bersaman hanya 1 referensi berbeda dengan kondisi sebelum perbaikan.
Opprtunity dari perbaikan yang dilakukan pada jig pada proses head &
body assembly yang tidak efisien secara gerakan untuk pengunaannya yaitu
operator harus menahan dengan satu tangan untuk menahan jig. Pada kondisi
aktual, menahan jig dengan tangan mengakibatkan loses waktu untuk meletakkan
screw secara langsung seperti pada Gambar 4.9. Peletakkan screw dapat dilakukan
dengan menggunakan kedua tangan operator menjadi hanya satu tangan karena
salah satu tangan operator menahan jig. Solusi yang diberikan dari permasalahan
ini adalah dengan memberikan ball bearing untuk dapat menahan jig yang
diangkat saat sebelum meletakkan screw.
77 Universitas Kristen Petra
Gambar 4.9 Proses Menahan Jig dengan Satu Tangan pada Saat Meletakkan
Screw
Penambahan ball bearing memberikan dampak yaitu operator dapat
meletakkan screw dengan kedua tangan. Solusi dari perbaikan ini tidak
direalisasikan karena dampak yang ditimbulkan kecil yaitu hanya mengurangi
beberapa detik kurang dari 5 detik. Pengurangan waktu proses tidak berpengaruh
secara signifikan pada PLT, oleh karena itu solusi ini tidak menjadi urutan
prioritas yang didahulukan untuk dilakukan.
Opportunity untuk perbaikan pada kasus missing date code label yang
disarankan sebagai solusi terdapat ide perbaikan yaitu pemberian dispenser
otomatis yang dapat mengeluarkan date code label secara otomatis. Dispenser
untuk mengeluarkan date code label diintegrasikan dengan PLC pada proses
resistance test. Sistem yang direncanakan adalah ketika kondisi dari produk
memenuhi standar resistance maka date code label akan secara otomatis keluar.
Akan tetapi mengingat resistance test hanyalah bentuk containment action untuk
menjamin produk dengan resistance tinggi diterima konsumen, maka dilakukan
pengalihan pada continuity test. Secara konsep dan sistem integrasi
memungkinkan untuk diterapkan pada work cell akan tetapi untuk dispenser dan
dampak yang ditimbulkan tidak terlalu besar. Untuk menyediaan sarana dispenser
harus mengeluarkan invenstasi bagi perusahaan dengan dampak yang kecil yaitu
hanya mempercepat proses pembuatan produk. Frekuensi terjadinya kasus missing
date code label tidak masuk dalam kategori prioritas dalam VSM oleh karena itu
dapat diabaikan.
78 Universitas Kristen Petra
Opportunity dari perbaikan dari permasalahan tidak berjalannya sistem
one piece flow pada mainline dapat dieliminasi dengan melakukan perhitungan
jumlah WIP untuk setiap bench. Pada kondisi aktual, operator melakukan proses
assembly produk pada 1 bench dalam jumlah yang tidak pasti yang melebihi 10
pieces. Sebagai bentuk perbaikan dilakukan penentuan WIP Maksimum setiap
bench pada Tabel 4.11.
79 Universitas Kristen Petra
Tabel 4.11 Penentuan Jumlah WIP Maksimum Setiap Bench
Total cyle time for 1 pieces (80% eficiency) : 102.61 sec
Plastic
Yoke
Assembly
Unit
Produced 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Time
Needed
(S)
20.3 40.597 60.896 81.19 101.49 121.79 142.09 162.39 182.69 202.99
Head
Assembly
Unit
Produced 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Time
Needed
(S)
15.91 31.813 47.72 63.63 79.534 95.44 111.35 127.25 143.16 159.07
Head to
Body
Assembly
Unit
Produced 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
80 Universitas Kristen Petra
Tabel 4.11 Penentuan Jumlah WIP Maksimum Setiap Bench (sambungan)
Total cyle time for 1 pieces (80% eficiency) : 102.61 sec
Time
Needed
(S)
16.89 33.788 50.682 67.58 84.471 101.36 118.26 135.15 152.05 168.94
Printing
&
Bouchon
Assembly
Unit
Produced 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Time
Needed
(S)
6.221 12.442 18.664 24.88 31.106 37.327 43.549 49.77 55.991 62.212
Testing
Unit
Produced 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Time
Needed
(S)
12 23.997 35.996 47.99 59.993 71.992 83.991 95.989 107.99 119.99
Cover
assembly
Unit
Produced 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
81 Universitas Kristen Petra
Tabel 4.11 Penentuan Jumlah WIP Maksimum Setiap Bench (sambungan)
Total cyle time for 1 pieces (80% eficiency) : 102.61 sec
Time
Needed
(S)
14.93 29.852 44.778 59.7 74.629 89.555 104.48 119.41 134.33 149.26
Visual &
Packing
Unit
Produced 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Time
Needed
(S)
16.37 32.732 49.098 65.46 81.831 98.197 114.56 130.93 147.29 163.66
82 Universitas Kristen Petra
Penentuan waktu siklus berdasarkan keseluruhan waktu proses 1 siklus
untuk 1 unit produk. Pertimbangan menggunakan waktu siklus 1 produk adalah
flexibility operator. Ketika telah selesai 1 unit produk selesai pada bench terakhir
maka operator yang berada ada bench terakhir akan berpindah sesuai dengan alur
flexibility operator. Apabila terdapat lebih dari 1 operator maka jumlah WIP
maksimal pada setiap bench akan membantu flexibility operator. Oleh karena itu
jumlah WIP maksimal berdasarkan waktu siklus untuk produksi 1 produk.
Berdasarkan perhitungan WIP maksimal untuk setiap bench diperoleh hanya 5
pieces untuk setiap bench kecuali pada proses plastic yoke assembly. Jumlah WIP
yang diimplementasikan pada bench plastic yoke assembly yaitu 6 pieces. Jumlah
WIP yang ditentukan berbeda dengan perhitungan karena menyesuaikan kondisi
aktual pada mainline. Pada kondisi mainline terdapat proses produksi yang sekali
berjalan dilakukan dengan 2 produk yaitu pada proses head to body assembly, jig
yang digunakan untuk memasang key dan screw didesain untuk 2 produk. Apabila
ditentukan WIP dengan kelipatan 5 maka setiap selama 1 siklus produk yang
dihasilkan akan kehilangan waktu proses assembly yang bersamaan untuk 1
produk. Waktu proses assembly yang terbuang adalah waktu proses yang tidak
termasuk penambahan komponen setiap produk meliputi proses mendorong jig,
mengangkat jig, mengunci head. Selain itu mengingat jumlah yang ada dalam
tiket produksi selalu genap, tentunya akan lebih efisien apabila melakukan
produksi dengan 2 produk. Apabila jumlah maksimal WIP dinaikkan tidak
menyesuaikan dengan perhitungan WIP maksimal sebelumnya maka terdapat
jumlah WIP yang ada pada bench tanpa maksud tertentu. Selain itu dapat
memunculkan potensi mix produk saat berganti referensi yang langsung berjalan
ketika quantity referensi sebelumnya telah terpenuhi. Apabila jumlah WIP
diturunkan maka operator akan banyak melakukan perpindahan antar bench yang
menyebabkan banyak waktu terbuang. Waktu yang terbuang akan menurunkan
efisiensi dari mainline. Penerapan yang dilakukan pada setiap bench adalah
memberikan tulisan dan lokasi WIP yang dibatasi sesuai dengan jumlah WIP
maksimal seperti pada Gambar 4.10.
83 Universitas Kristen Petra
Gambar 4.10 Implementasi Berupa Tulisan dan Penentuan Lokasi WIP Maksimal
Opportunity terjadinya testing yang tidak dilakukan oleh operator dapat
dieliminasi dengan pemberian cylinder sebagai stopper pada alat testing seperti
pada Gambar 4.11. Pada proses testing terdapat 2 proses testing yaitu continuity
test dan resistance test yang salah satunya potensial dapat terlupakan oleh
operator. Operator yang tidak melakukan prosedur kerja dengan benar yaitu tidak
melakukan proses testing secara one piece flow. Proses secara one piece flow yang
dimaksud adalah setelah melakukan continuity test kemudian dilakukan resistance
test. Fokus utama dalam perbaikan ini berdasarkan kesalahan yang dapat terjadi
yaitu dengan melakukan modifikasi jig yang dapat menjadi Poka Yoke. Poka Yoke
sekaligus jig yang digunakan adalah cylinder pada continuity test dan sensor pada
resistance test. Sistem kerja yang diterapkan yaitu setelah melakukan proses
continuity test, cylinder akan muncul dan mencegah agar operator tidak
melakukan testing pada beberapa produk terlebih dahulu.
Gambar 4.11 Cylinder Penghalang Tester untuk Turun
84 Universitas Kristen Petra
Dampak dari adanya cylinder akan menghalangi tester pada continuity
test untuk dapat turun dan menyentuh contact block. Proses yang dilakukan secara
otomatis akan berlanjut pada resistance test. Pada proses resistance test terdapat
sensor untuk mendeteksi ada tidaknya produk pada jig seperti pada Gambar 4.12.
Gambar 4.12 Sensor Pendeteksi Keberadaan Produk
Integrasi yang terjadi adalah ketika produk selesai mengalami resistance
test, produk diambil dari jig maka cylinder pada continuity tester akan tertarik
kembali pada posisi awal. Kembalinya cylinder pada posisi awal maka proses
continuity test dapat dilakukan kembali. Pada posisi produk yang berada pada jig
akan terdeteksi oleh sensor metallic yang mendeteksi ada atau tidaknya screw
pada head seperti pada Gambar 4.13. Apabila terdapat screw maka proses
continuity test dapat berjalan seperti biasa, apabila salah satu dari kedua screw
tidak ada maka hasil testing akan selalu reject.
Gambar 4.13 Sensor Metal Pendeteksi Screw
85 Universitas Kristen Petra
Terdapat opportunity terjadinya damage body dikarenakan continuity
tester menyentuh body yang disebabkan karena posisi body yang tidak sesuai
dengan jig. Posisi yang tidak sesuai dengan jig dapat dideteksi dengan hasil
testing yang menyatakan produk tersebut reject karena kedua screw tidak
menyentuh sensor. Sensor metallic merupakan bentuk solusi dari perbaikan untuk
opportunity terjadinya kasus damage body yang sekaligus dapat mendeteksi
apabila terdapat missing screw pada salah satu screw.
Opportunity terjadinya high contact resistance pada proses testing yaitu
pada resistance test dilakukan perbaikan dengan melakukan modifikasi tester.
Tester yang dimodifikasi adalah pada probe bagian ujung yang menyentuh contact
block seperti pada Gambar 4.14, dengan kondisi sebelumnya yang menyebabkan
hasil testing yang tidak konsisten. Hasil tester yang tidak konsisten dikarenakan
pada probe bagian ujung yang dapat terlepas, oleh karena itu modifikasi yang
dilakukan adalah membuat agar probe dapat permanen pada posisi yang benar.
Untuk membuat probe permanen digunakan loctite untuk memasangkan probe
dengan alas probe agar probe dapat berada pada posisi yang tetap.
Gambar 4.14 Probe pada Ujung Tester yang Telah Dimodifikasi
Modifikasi yang dilakukan tidak mempengaruhi hasil testing karena
posisi probe yang tetap dan tidak berubah-ubah seperti kondisi sebelum perbaikan
dilakukan. Untuk mengontrol hasil testing dilakukan dengan Statistical Process
Control, dengan implementasi berupa pemeriksaan pada contact resistance dan
melakukan kontrol hasil resistance test dengan control chart. Proses resistance
86 Universitas Kristen Petra
test adalah proses yang bersifat untuk menjamin contact resistance akibat proses
gluing tidak tinggi. Pengontrolan hasil resistance test dengan control chart
dilakukan untuk melihat stabil tidaknya contact resistance, apabila stabil maka
proses resistance test dapat dihilangkan dari mainline.
Opportunity perbaikan yang dapat dilakukan pada bench cover screwing
adalah dari permasalahan yang pernah terjadi yaitu tidak adanya date code label
yang menjadi indikasi waktu produk dibuat. Rencana yang disepakati adalah
pengadaan printer untuk date code label yang dapat mengeluarkan date code label
secara otomatis. Printer yang disediakan akan diintegrasikan dengan continuity
test sehinga ketika proses testing pada produk memenuhi syarat maka date code
label akan secara otomatis keluar. Untuk solusi dari perbaikan ini diputuskan
untuk tidak diimplementasikan mengingat hanya terjadi satu kali dan dampak
yang ditimbulkan tidak terlalu signifikan. Selain itu terdapat dampak lainnya dari
segi biaya untuk inventasi dan membuat sistem integrasi yang berakibat
nonaktifnya PLC pada tester untuk sementara.
Opportunity untuk perbaikan pada permasalahan produksi yang
dilakukan tanpa tiket produksi yang dilakukan pada mainline. Solusi yang dapat
dilakukan pada bench visual & packing adalah dengan mengadopsi Poka Yoke
yang ada pada mainline XCSA/E. Poka Yoke yang diadopsi adalah Poka Yoke
pada printer yang hanya dapat melakukan printing label yang berasal dari tiket
beserta dengan jumlah label yang dibutuhkan. Apabila operator tetap melakukan
produksi tanpa tiket produksi dapat terdeteksi dengan adanya WIP yang
menumpuk pada bench visual & packing. Apabila dilanjutkan proses produksi
tanpa label maka dipastikan dapat terdeteksi pada outgoing inspection karena
seluruh unit pada sejumlah lot yang produksi adalah produk tanpa label. Solusi
yang diterapkan dapat menyelesaikan ooportunity dari terjadinya permasalahan
penggunaan label yang salah karena label yang akan digunakan berdasarkan tiket
produksi. Secara otomatis label yang dicetak adalah label yang sesuai dengan
referensi yang sedang diproduksi pada mainline.
Opportunity untuk perbaikan pada permasalahan tidak adanya pemberian
aksesoris tertentu dalam packaging produk, sehingga ketika sampai pada
konsumen produk dengan kondisi tanpa aksesoris tertentu yang dimaksud. Solusi
87 Universitas Kristen Petra
yang dapat dilakukan pada bench visual & packing adalah dengan mengadopsi
Poka Yoke yang ada pada mainline XCSA/E seperti pada Gambar 4.15. Poka Yoke
yang diterapkan adalah pemberian lampu indikasi yang akan menyala berwarna
hijau ketika aksesoris belum diambil dan akan berwarna merah ketika aksesoris
yang sama diambil. Poka Yoke yang akan diterapkan tidak sepenuhnya membuat
operator tidak melakukan kesalahan akan tetapi dapat mencegah kesalahan terjadi.
Penerapan Poka Yoke sesuai dengan mainline XCSA/E dapat mengurangi dan
bahkan mengeliminasi terjadinya tidak adanaya pemberian aksesoris pada
packaging box.
Gambar 4.15 Poka Yoke untuk Aksesoris (1), Scanner (2), Label Printer (3) pada
Bench Visual & Packing XCSA/E
Sistem kerja yang berjalan dalam bentuk Poka Yoke yaitu apabila tidak
terdapat tiket produksi maka printer tidak dapat mencetak label secara manual.
Untuk inisiasi pertama kali saat terjadi change series dilakukan scanning tiket
produksi dengan scanner. Printer akan secara otomatis mencetak label apabila
operator telah mengambil aksesoris yang harus dimasukkan dalam box packaging.
Pengambilan aksesoris dapat dideteksi oleh sensor pendeteksi yang berupa lampu
hijau, lampu hijau menandakan aksesoris belum diambil dan lampu merah akan
menyala apabila dilakukan pengambilan aksesoris dilakukan berulang Penerapan
yang akan dilakukan pada bench visual & packing akan menyerupai ini dan
banyaknya sensor pendeteksi pengambilan disesuaikan dengan jumlah aksesoris
yang ada.
88 Universitas Kristen Petra
Opportunity perbaikan dari permasalahan berikutnya adalah tiket
produksi dengan jumlah order yang tinggi yang mengakibatkan penumpukan WIP
yang ada pada mainline. Penumpukan jumlah WIP akan mempengaruhi besarnya
PLT produk XCSPA, oleh karena itu perlu dilakukan pengurangan jumlah order
yang diajukan untuk setiap tiket. Jumlah order yang disarankan oleh tim kepada
planner adalah sebesar 440 pieces, jumlah tersebut berarti sejumlah 8 box produk
dengan masing-masing box berisi 55 pieces dan berada dalam 1 pallet. Kondisi
awal pada mainline yaitu terdapat 2 buah pallet yang digunakan untuk
menampung produk yang apabila hanya terdapat 1 buah pallet dapat mencukupi
jumlah produk yang diproduksi.
Opportunity perbaikan dari KE pada work cell yang sebesar 68% yang
masih belum mencapai target sebesar 80%. Solusi yang akan dijalankan untuk
fase pertama adalah melakukan relayout dengan menggabungkan bench pada
proses preparation pada mainline. Proses preparation yang digabungkan hanya
pada proses plastic yoke assembly dan head assembly. Penggabungan bench
diestimasikan dapat meningkatkan efisiensi work cell secara keseluruhan karena
flexibility operator semakin memungkinkan. Pada fase pertama bench plastic yoke
assembly dan head assembly yang terpisah dengan mainline dengan jarak kurang
lebih 2 meter digabungkan menjadi 1 mainline seperti pada Gambar 4.16.
Visualisasi kondisi aktual work cell dapat dilihat pada Lampiran 17 dan Lampiran
17.
Gambar 4.16 Layout Setelah Proses Relayout Fase 1
89 Universitas Kristen Petra
KE sebesar 68% yang diperoleh berdasarkan besarnya waktu kerja
operator keseluruhan dan waktu kerja yang digunakan oleh operator untuk
memproduksi produk yang telah dihasilkan. Akan tetapi akan dipengaruhi juga
oleh jumlah produk reject yang diproduksi karena akan mengurangi jumlah output
yang sekaligus akan mempengaruhi perhitungan waktu kerja operator. Pada bulan
januari KE 68% disebabkan karena adanya produk reject dalam 1 bulan sebanyak
728 pieces dan dipengaruhi aktivitas operator dan kejadian lainnya. Kejadian
lainnya yang mempengaruhi KE pada bulan Januari adalah adanya setup,
menunggu material, shutdown, training, rework, machine problem. Kejadian yang
disebutkan merupakan kejadian yang mempengaruhi KE karena akan mengurangi
pencapaian output. Kondisi ini merupakan kondisi awal dari work cell sebelum
dilakukan perbaikan. Untuk rincian DT, OT dan KE per harinya pada bulan
januari dapat dilihat pada Lampiran 6.
Pada bulan Februari KE 66.69% disebabkan karena adanya produk reject
dalam 1 bulan sebanyak 445 pieces dan dipengaruhi aktivitas operator dan
kejadian lainnya. Kejadian lainnya yang mempengaruhi KE pada bulan januari
adalah adanya meeting, menunggu material, training, rework, machine problem.
Kejadian yang disebutkan merupakan kejadian yang mempengaruhi KE karena
akan mengurangi pencapaian output. Kondisi ini merupakan kondisi awal dari
work cell sebelum dilakukan perbaikan. Untuk rincian DT, OT dan KE per
harinya pada bulan februari dapat dilihat pada Lampiran 7.
Pada bulan Maret KE 68% disebabkan karena adanya produk reject
dalam 1 bulan sebanyak 648 pieces dan dipengaruhi aktivitas operator dan
kejadian lainnya. Kejadian lainnya yang mempengaruhi KE pada bulan januari
adalah adanya meeting, menunggu material, shutdown, training, rework, machine
problem. Kejadian yang disebutkan merupakan kejadian yang mempengaruhi KE
karena akan mengurangi pencapaian output. Kondisi ini merupakan kondisi awal
dari work cell sebelum dilakukan perbaikan. Untuk rincian DT, OT dan KE per
harinya pada bulan maret dapat dilihat pada Lampiran 8. Pada bulan April KE
62.74% disebabkan karena adanya produk reject dalam 1 bulan sebanyak 199
pieces dan dipengaruhi aktivitas operator dan kejadian lainnya. Kejadian lainnya
yang mempengaruhi KE pada bulan januari adalah adanya setup, menunggu
90 Universitas Kristen Petra
material, shutdown, training, rework, machine problem. Kejadian yang
disebutkan merupakan kejadian yang mempengaruhi KE karena akan mengurangi
pencapaian output. Kondisi ini merupakan kondisi dari work cell setelah
dilakukan perbaikan yang bararti penggabungan bench preparation head belum
memberikan dampak. Akan tetapi apabila ditelusuri penyebabnya tidak
tercapainya KE sesuai target dapat dikarenakan adanya training operator baru,
keluar masuk operator. Toleransi diberikan terhadap kondisi work cell dengan
terdapat operator baru yang sedang dalam tahap training. Keluar masuknya
operator tidak pada setiap akhir jam dalam 1 jam, sedangkan perhitungan
diasumsikan keluar dan masuk operator pada akhir atau awal jam. Untuk rincian
DT, OT dan KE per harinya pada bulan april dapat dilihat pada Lampiran 9.
Gambar menunjukkan terdapat pemindahan posisi dari bench plastic
yoke assembly dan head assembly. Kondisi setelah penggabungan yaitu antara
bench head to body assy dengan bench head assembly berdekatan sehingga
memungkinkan untuk melakukan sistem one piece flow. Hasil relalyout dapat
dibuktikan melalui data KE yang diperoleh work cell dengan kondisi bench yang
digabungkan pada mainline. Dampak lain dari penggabungan bench plastic yoke
assembly dan head assembly adalah pengurangan jumlah WIP setelah proses head
assembly yang sebelumnya merupakan proses preparation. Pengurangan jumlah
WIP setelah proses head assembly merupakan bentuk penerapan dari adanya
opportunity untuk perbaikan pada permasalahan WIP yang tinggi setelah proses
head assembly. Proses head assembly dan plastic yoke assembly adalah proses
yang dipilih karena proses kedua proses preparation ini yang paling
memungkinkan. Proses gluing memerlukan waktu sebanyak 24 jam untuk curing
sebelum dapat dilakukan assembly sehingga tidak dapat berjalan seperti mainline
yaitu sistem one piece flow.
Opportunity dari perbaikan yang dilakukan dari permasalahan stucking
key yang disebabkan karena Cam issue pada S/A head. Sebagai bentuk solusi
yang dilakukan yaitu dengan menambahkan proses pemeriksaan aktuasi pada
produk. Pemeriksaan yang dilakukan adalah dengan melakukan proses
memasukkan key pada slot bagian atas head. Fungsi aktuasi yang diperiksa adalah
fungsi pada bagian atas karena pada bagian depan telah dilakukan pemeriksaan
91 Universitas Kristen Petra
pada proses resistance test. Untuk visualisasi proses dapat melihat pada Lampiran
10.
Opportunity untuk perbaikan dari permasalahan PLT yang tinggi dapat
dieliminasi dengan adanya lokalisasi dan untuk membuktikan dilakukan
penghitungan pada VSM future state. Lokalisasi yang dilakukan sebagai bentuk
solusi adalah lokalisasi pada part body yang telah dijelaskan sebelumnya.
Pengurangan dapat dikatakan secara signifikan karena dengan kondisi awal yang
diperoleh dari VSM future state dengan jumlah WIP part body sebanyak 37.900
pieces sedangkan dengan lokalisasi, jumlah inventori hanya 5.000 pieces.
Penentuan jumlah WIP sebanyak 5.000 pieces berdasarkan kapasitas produksi dan
PLT terbaru pada VSM future state. Selain pengurangan inventori pada gudang,
kontribusi terbesar adalah WIP pada proses curing, pada proses curing terjadi
pengurangan jumlah trolley untuk proses curing dari 5 trolley menjadi 2 trolley.
Apabila diperhitungkan berdasarkan kapasitas maksimal diperlukan 3 trolley.
Produksi maksimal per hari yaitu 1.387 pieces dengan asumsi dalam mainline
dilakukan produksi dengan 3 operator selama 2 shift yaitu 13,34 jam dengan
output setiap jamnya 104 pieces dengan efisiensi 80%. Setiap trolley mampu
menampung 33 pieces x 4 layer x 4 layer sehingga maksimum 1 trolley terdapat
528 pieces. Untuk mencukupi kapasitas maksimal per-harinya diperlukan minimal
3 trolley, akan tetapi pada penerapan hanya terdapat 2 trolley karena jumlah
trolley tersebut mengacu pada voice of customer. Berdasarkan voice of customer
yaitu TAKT time yaitu 106 detik per unit produk, maka untuk setiap harinya
diperlukan output sebanyak 453 pieces saja yang seharusnya hanya memerlukan 1
trolley. Akan tetapi kondisi aktual perlu dipertimbangkan, berdasarkan kondisi
terakhir yaitu KE 68% output yang dapat diperoleh untuk 1 hari yaitu sebanyak
1173 pieces. Bila dihitung secara kapasitas, diperlukan minimal 3 trolley untuk
dapat menampung 1173 pieces. Akan tetapi apabila menggunakan 3 trolley maka
akan berpotensi meningkatnya jumlah WIP karena masih ada lokasi kosong pada
trolley yaitu untuk 410 pieces. Akan tetapi jumlah trolley yang disediakan secara
kapasitas agar dapat berjalan bersamaan antara proses mainline dan curing.
Kelipatan pada tiket hanya 440 pieces saja, apabila tedapat 3 tiket maka
dibutuhkan 1320 pieces yang harus diproduksi lebih dari 1 hari secara perhitungan
92 Universitas Kristen Petra
kapasitas maksimal. Secara perhitungan sebaiknya memberikan 3 trolley untuk
dapat menjangkau kapasitas maksimal akan tetapi melihat dari KE yang dicapai
maka kapasitas maksimal sulit untuk dicapai. Proses adaptasi yang diterima
operator juga dapat mempengaruhi output karena adanya penambahan 2 bench
pada mainline. Selain itu trolley untuk proses gluing hanya bersifat sementara
yang nantinya akan diganti menjadi proses riveting, denga visualisasi pada
Gambar 4.17.
Gambar 4.17 Trolley untuk WIP Proses Curing
Opportunity untuk perbaikan permasalahan yang ada yaitu terdapat lebih
dari one point schedule untuk proses produksi yang dilakukan dengan sistem make
to order berdasarkan tiket produksi. Tepatnya terdapat 3 point schedule pada
kondisi sebelumnya yaitu pada S/A head preparation dan S/A body preparation
dan pada mainline. Tiket produksi diberikan pada 1 mainline dan untuk
preparation terdapat kertas yang berisi jumlah S/A yang harus diproduksi. Bentuk
eliminasi dari 3 point schedule ini dengan menjadikan hanya 1 tiket produksi
untuk keseluruhan proses. Tiket produksi dengan sistem one point schedule dapat
diterapkan ketika seluruh bench preparation dijadikan satu dengan mainline.
Perubahan yang terjadi pada mainline yaitu seperti pada penjelasan sebelumnya
terkait eliminasi proses resistance test apabila proses gluing yang telah diganti
93 Universitas Kristen Petra
riveting dapat menjamin hasil contact resistance yang stabil dan sesuai standar.
Setiap tiket produksi memiliki kuantitas tertentu dan kelipatan hingga kuantitas
maksimal. Jumlah kuantitas dari produk yang disarankan kepada planner adalah
440 pieces karena dengan 440 pieces adalah kapasitas pada pallet yang digunakan
dengan 1 unit pallet yang digunakan. Apabila dibandingkan dengan kondisi
sebelumnya dengan menggunakan 2 unit pallet dapat meningkatkan jumlah WIP
pada mainline dan outgoing inspection. Apabila dilakukan seperti kondisi
sebelumnya menjadi 880 pieces maka akan meningkatkan PLT, sedangkan
dengan kondisi 440 pieces pada Gambar 4.18, PLT akan turun dari kondisi
sebelumnya. Menurunnya PLT disebabkan karena jumlah WIP yang ada yang
berkurang.
Gambar 4.18 Pallet dengan 440 Pieces Produk (55 pieces x 8 box)
Implementasi yang dilakukan belum sepenuhnya dilakukan dan hanya
dilakukan sebagian. Penyebab dari implmentasi yang ditargetkan belum terlaksana
adalah karena menunggu konfirmasi untuk desain part body baru yang dapat
diaplikasikan dengan proses riveting. Konfirmasi desain part body harus melalui
manajer Research and Development yang berada di Prancis. Konfirmasi dapat
diberikan apabila sejumlah part body yang telah diproduksi oleh supplier
memenuhi spesifikasi yang dibutuhkan. Dengan selesainya proses kualifikasi dan
diperolehnya konfirmasi berupa persetujuan pengunaan part body yang dimaksud
94 Universitas Kristen Petra
maka proses gluing dapat diganti dengan proses riveting. Berikut terdapat susunan
bench pada Gambar 4.19 yang direncanakan apabila konfirmasi telah diberikan,
dengan visualisasi pada work cell pada Lampiran 18 dan Lampiran 19.
Gambar 4.19 Layout Akhir dari Hasil Implementasi yang Akan Dilakukan
Perubahan yang terjadi hanya pada bench contact block to body assembly
(gluing) menjadi proses riveting contact body assembly. Penggantian proses
gluing menjadi proses riveting dapat mengabungkan proses preparation yang
tersisa dengan mainline. Implementasi yang akan dilakukan diharapkan dapat
menghilangkan semua opportunity dari permasalahan yang telah terjadi sehingga
tidak terjadi kembali pada waktu yang akan datang. Secara umum permasalahan
yang berkaitan dengan lean manufacturing yaitu tingginya PLT dapat dipangkas.
Pemangkasan dilakukan dengan adanya lokalisasi yang membutuhkan lead time 1
minggu. Selain itu pengurangan jumlah WIP yang berada diantara proses yang
memberikan kontribusi pada pengurangan WIP. Permasalahan yang berhubungan
dengan kualitas dengan permasalahan utama yaitu high contact resistance yang
mengakibatkan produk tidak dapat berfungsi dengan baik dapat diselesaikan dan
dieliminasi. Permasalahan contact resistance yang tinggi mengakibatkan banyak
kerugian yang ditanggung perusahaan selain dari reject produksi yaitu dari
product recall. Eliminasi dari isu contact resistance yang tinggi secara otomatis
menghapuskan beberapa daftar kerugian yang terjadi karena dampak contact
resistance yang tinggi.
95 Universitas Kristen Petra
4.3.1 Value Stream Mapping Future State
Berdasarkan analisa yang dilakukan, bentuk VSM future state yang
menjadi bentuk implementasi usulan yang diberikan terdapat beberapa perubahan.
Perubahan yang ada merupakan kondisi yang diharapkan setelah berjalannya
solusi yang diberikan. Pada mapping aliran material yang terdapat pada VSM
future state adalah kondisi apabila seluruh improvement yang diharapkan telah
diimplementasikan. Hasil mapping VSM future state dapat dilihat pada Gambar
4.20 serta perbedaan antara kondisi VSM current state dan VSM future state
terdapat pada Tabel 4.12.
96 Universitas Kristen Petra
Gambar 4.20 Value Stream Mapping Future State
Rivetting Contact &
Body
CT: 10.8"CO: - Yield: 100%Operator: 1
Head to Body Assy
CT: 20"CO: - Yield: 100%Operator: 1
Bouchon & Printing
Body
CT: 4.6"CO: 180"Yield:95%Operator: 1
Outgoing
CT: 8"CO: - Yield: 100%Operator: 1
Testing
CT: 14.8"CO: 1"Yield: 99..64%Operator: 1
Cover Assy
CT: 13.81"CO: - Yield: 100%Operator: 1
Visual & Packing
CT: 18.62"CO: - Yield: 100%Operator: 1
Head Assy
CT: 19.1"CO: -Yield: 100%Operator: 1
Plastic Yoke Assy
CT: 30.64"CO: - Yield: 100%Operator: 1
Receiving Shipping
Production Planner MRP
WeeklyBy
SEA
Juken
DC
240 pcs
DailyBy
SEA
Daily Order
6 Months Forecast6 Months
Forecast
Daily Order
10.8"
0.529 d
20"
0.013 d
4.6"
0.013 d
14.8"
0.013 d
13.81"
0.013 d
18.62"
0.013 d
8"
0.97 d12 d
With InventoriPLT : 14.53 dPT : 0.002 dPCE : 0.00013 %
Without InventoriPLT : 2.005 dPT : 0.002 dPCE : 0.00099 %
5k pcs
LT: 7 Days Customer LT: 10 DaysTT: 106“
Body IW415265010111
0.97 d
Daily
FIFO
FIFO FIFO FIFO FIFO FIFO
FIFOMax 6
pcs
Max 6 pcs
Max 6 pcs
Max 6 pcs
Max 6 pcs
Max 6 pcs
Max 6 pcs
Lot Control 440 pcs
Lot Control 440 pcs
FUTURE STATE
97 Universitas Kristen Petra
Tabel 4.12 Perbedaan Kondisi Work Cell XCSPA pada VSM Current State dan VSM Future State
No VSM Current State VSM Future State Dampak Perbaikan Keterangan
1 Industrial Navi (Supplier) Juken (Supplier) - in progress
2 Supplier Lead Time 60
hari Supplier Lead Time 7 hari
Pengurangan lead
time sebesar 83% in progress
3 Shipping by monthly Shipping by weekly - in progress
4 39,7 k inventori
warehouse 5 k inventori warehouse
Pengurangan jumlah
inventori sebesar
87,4%
in progress
5 16 Burst 2 Burst Remaining Pengurangan Burst
sebanyak 87,5%
2 burst not
implemented
due to high
investment cost
6
Contact to Body
Assembly by Gluing
Process
Contact to Body
Assembly by Riveting
Process
Hasil resistance test
stabil dan
pengurangan WIP
pada curing sebesar
2640 pieces
done
7 Terdapat curing process Tidak terdapat curing
process
Mengurangi jumlah
WIP S/A body
sebanyak 2640 pieces
in progress
98 Universitas Kristen Petra
Tabel 4.12 Perbedaan Kondisi Work Cell XCSPA pada VSM Current State dan VSM Future State (sambungan)
No VSM Current State VSM Future State Dampak Perbaikan Keterangan
8 3 bench preparation, 1
mainline 1 mainline Reduce layout space in progress
9 Jumlah WIP antar bench
bervariasi
Jumlah WIP antar bench 6
pieces dengan sistem
FIFO
Pengurangan sebesar
98,25% WIP dengan
akumulasi
pengurangan WIP
proses curing
done
10 2 point schedule 1 point schedule - in progress
11 Maksimum lot pada Tiket
880 pieces
Maksimum lot pada tiket
440 pieces
Jumlah produk pada
tiket maksimal 440
pieces, pengurangan
WIP pada outgoing
sebesar 31,78%
done
12 PLT dengan inventori
94,23 hari
PLT dengan inventori
14,53 hari
Penurunan PLT
sebesar 84,58 % done
13 PT dengan inventori 1,8
hari
PT dengan inventori 0,002
hari
Penurunan PT
sebesar 99,88% done
14 PCE dengan inventori
0,019 %
PCE dengan inventori
0,00013%
Penurunan PCE
sebesar 99,31% done
15 PLT tanpa inventori
10,58 hari
PLT tanpa inventori 2,005
hari
Penurunan PLT
sebesar 81,04 % done
99 Universitas Kristen Petra
Tabel 4.12 Perbedaan Kondisi Work Cell XCSPA pada VSM Current State dan VSM Future State (sambungan)
No VSM Current State VSM Future State Dampak Perbaikan Keterangan
16 PT tanpa inventori 1,8
hari
PT tanpa inventori 0,002
hari
Penurunan PT
sebesar 99,88% done
17 PCE tanpa inventori 0,17
%
PCE tanpa inventori
0,00099%
Penurunan PCE
sebesar 99,41% done
18 Menggunakan part body
tipe 1
Menggunakan part body
tipe 1 dengan desain baru - in progress
19 No one piece flow process One piece flow
Proses dapat berjalan
dengan sistem one
piece flow
done
20 No Poka Yoke for body &
contact block part
Poka Yoke for body &
contact block part
Mencegah kesalahan
penggunaan part
body dan contact
block
done
21 KE 68% KE estimated > 68% - in progress
22 Tidak terdapat tes aktuasi
head pada produk
Terdapat tes aktuasi head
pada produk
Mencegah Stucking
head done
23
Tidak terdapat cylinder
untuk stopper pada
continuity tester
Terdapat cylinder untuk
stopper pada continuity
tester
Proses testing
dijalankan dengan
sistem one piece flow
done
100 Universitas Kristen Petra
Tabel 4.12 Perbedaan Kondisi Work Cell XCSPA pada VSM Current State dan VSM Future State (sambungan)
No VSM Current State VSM Future State Dampak Perbaikan Keterangan
24
Probe pada resistance
tester dengan posisi
fleksibel
Probe pada resistance
tester dengan posisi
permanen
Hasil resistance
teststabil dan akurat done
25 3 MDR, 3 PRR, CNQ
5360,1 USD
Estimate 0 MDR, 0 PRR,
CNQ < 5360,1 USD - in progress
26
Jumlah material dalam
proses dan warehouse
42.454 pieces
Jumlah material dalam
proses dan warehouse
6.156 pieces
Penurunan jumlah
material sebanyak
85,49%
in progress
101 Universitas Kristen Petra
Inventori pada gudang untuk part body W415265010111 terjadi
penurunan untuk mengurangi jumlah inventori dalam gudang sehingga menjadi
sebesar 5000 pieces dan akan mengurangi PLT secara signifikan. Forecast yang
diberikan konsumen berkisar 2500 unit produk untuk setiap minggunya. Juken
yang merupakan supplier setelah lokalisasi dan pemindahan tool dalam wilayah
yang dikategorikan lokal, memiliki lead time produksi hingga pengiriman selama
1 minggu dan interval pengiriman dapat dilakukan setiap minggu. Kondisi
inventori seharusnya adalah sejumlah 2500 pieces part, akan tetapi secara sistem
perusahaan dengan kondisi supplier lokal maka dalam sekali pemesanan dengan
jumlah part 5000 pieces atau sama dengan 2x jumlah yang dibutuhkan.
Pertimbangan dari melipatgandakan jumlah inventori adalah untuk berjaga-jaga
selama 1 minggu apabila terdapat permasalahan pada supplier dan rasio perkalian
berdasarkan lokasi dari supplier. Pada VSM future state tertera hanya 5000 unit
karena terakumulasi dengan sisa inventori sebelumnya, WIP, inventori pada
kanban dan produk jadi yang ada dalam proses.
Jumlah inventori yang berkurang diasumsikan solusi lokalisasi untuk
pembuatan part body terealisasi. Pengiriman part body berubah dari pengiriman
dalam setiap bulan menjadi setiap minggu. Sistem pemberian tiket secara manual
hanya diberikan pada mainline karena proses dapat berjalan secara one piece flow.
Secara umum proses yang akan berjalan secara one piece flow dengan bench yang
berderet adalah mainline dengan bench preparation untuk head, sedangkan proses
riveting memberikan suplai yang berjalan bersamaan. Untuk dapat menjalankan
proses suplai body yang telah mengalami proses riveting dengan membuat
conveyor dengan motor. Penerapan penggabungan bench menjadi 1 work cell
dapat meningkatkan efisensi karena terdapat proses yang menjadi bottleneck dapat
disuplai dengan baik karena adanya flexibility operator. Peningkatan efisiensi
dapat terjadi dari yang sebelumnya hanya sebesar 68%. Jumlah WIP antar bench
yang sebelumnya tidak teratur dibuat menjadi maksimal 6 pieces antar bench
dengan sistem first in first out. Perubahan jumlah WIP antar bench mempengaruhi
angka PLT pada kondisi VSM future state. Perubahan jumlah lot untuk produk
yang akan disalurkan menuju lokasi outgoing sebesar 440 pieces dan dengan
102 Universitas Kristen Petra
jumlah yang menunggu setelah proses pada outgoing inspection sebesar 440
pieces.
Berdasarkan kondisi setelah implementasi terdapat 2 permasalahan pada
VSM current state yang tidak diimplementasikan karena membutuhkan investasi
dengan dampak yang tidak terlalu besar. Oleh karena itu tidak terdapat ball
bearing untuk menahan jig dan dispenser dari date code label yang dapat keluar
secara otomatis. Penerapan one point schedule telah dilakukan sehingga pada
bagian production planning hanya perlu melakukan planning pada mainline.
Lokalisasi yang dilakukan diiringi dengan penggantian desain part body yang
memungkinkan untuk menerapkan proses riveting. Terdapat implementasi Poka
Yoke untuk mencegah kesalahan penggunaan body dan contact block pada proses
riveting. Terdapat penambahan proses pada bench cover assembly yaitu
melakukan testing aktuasi pada head dengan key. Pada bench testing terdapat
modifikasi pada tester yaitu modifikasi pada continuity tester yang terdapat
cylinder yang terintegrasi dengan resistance tester. Apabila kondisi hasil testing
produk telah stabil setelah seluruh implementasi dilakukan maka proses resistance
testing dapat dihilangkan.
Penghitungan PLT, PCE dan PT dilakukan dalam 2 kategori yaitu dengan
adanya inventori dan tidak adanya inventori pada gudang. Hasil penghitungan
PLT memperhitungkan inventori diperoleh 14,53 hari dengan PT 0,002 hari dan
PCE 0,00013%. Hasil perhitungan PLT dengan tidak memperhitungkan inventori
diperoleh 2,005 hari dengan PT 0,002 hari dan PCE 0,00099. Terjadi penurunan
pada PT, PLT dan kenaikan pada PCE yang menjadi indikator adanya dampak
yang ditimbulkan dari solusi yang dijalankan dan apabila terealisasi. Penurunan
secara signifikan dipengaruhi oleh jumlah WIP yang menurun dengan adanya
lokalisasi dan pengaturan jumlah WIP sehingga total material menjadi 6.156
pieces. Harapan setelah solusi dilaksanakan adalah tidak adanya kasus MDR dan
PRR yang terjadi untuk kasus yang sama yang telah dianalisa. Berdasarkan
penghitungan PLT dengan tanpa memperhitungkan inventori, diperoleh informasi
untuk menyelesaikan permintaan dari konsumen dapat dilakukan dalam 2 hari.
Apabila melihat dari KPI yang ada pada project charter 2 hari yang diperoleh dari
kondisi awal maka dapat memenuhi target yang ada. MDR dan PRR secara
103 Universitas Kristen Petra
otomatis berkurang atau tidak sama sekali. Penerapan solusi yang berdampak pada
biaya yang dikeluarkan untuk menangani produk yang reject termasuk Cost Non
Quality (CNQ) akan berkurang. Penggabungan bench menjadi 1 lokasi dapat
mengurangi penggunaan lokasi yang ada pada kondisis sebelumnya seperti proses
gluing yang memakan banyak lokasi untuk proses curing.
Aktivitas value added berupa Process Time (PT) pada kondisi VSM
current state selama 1,8 hari dan pada kondisi VSM future state selama 0,002
hari, sehingga terjadi penurunan sebesar 99,88% aktivitas value added. Aktivitas
non-value added pada kondisi VSM current state adalah selama 92,415 hari dan
pada kondisi VSM future state selama 14,51 hari, sehingga terjadi penurunan
sebesar 84,29%. Berdasarkan aktivitas value added dan aktivitas non-value added
terjadi penurunan dari kondisi awalnya.
4.3.2 Simulasi Pengujian Contact Block Resistance
Statistial Process Control (SPC) yang dilakukan bertujuan untuk
mengetahui apakah dengan penggantian proses dengan metode riveting dapat
mengeliminasi isu contact resistance yang tinggi. Apabila proses rivet yang akan
diterapkan dapat menghasilkan contact resistance yang stabil maka proses
resistance testing dapat dieliminasi dan isu high contact resistance dapat
dieliminasi. Berdasarkan kondisi proyek dimana proses riveting belum diterapkan
maka seharusnya belum dapat dilakukan Statistical Process Control. Akan tetapi
dibutuhkan pembuktian kondisi contact pada part body yang mengalami proses
rivet yang tidak terpengaruh evaporasi tidak memiliki contact resistance yang
tinggi. Konsep yang digunakan untuk melihat stabil atau tidaknya nilai resistance
tetap menggunakan SPC. Untuk membuktikan kondisi dari contact resistance
dengan kondisi menyerupai setelah proses rivet dilakukan simulasi dengan
kondisi yang menyerupai subassembly part setelah proses rivet. Kondisi part body
dan contact block dikondisikan menyerupai kondisi contact block setelah
mengalami proses riveting. Kondisi part body dan contact block yang digunakan
sebagai sampel pengujian adalah contact block yang diletakkan pada part body
yang diberi tisu agar posisi contact block stabil. Untuk mengetahui fungsi change
state maka head dipasangkan pada body sesuai dengan proses yang sebenarnya.
104 Universitas Kristen Petra
Apabila dengan kondisi yang menyerupai ini menunjukkan hasil yang stabil maka
solusi penerapan proses rivet dipercaya akan mereduksi bahkan mengeliminasi
contact resistance issue.
Statistical Process Control (SPC) yang dilakukan pada hasil testing
resistance pada contact block yang telah mengalami proses assembly pada body.
SPC yang dilakukan bertujuan untuk memastikan apakah resistance dari contact
block tidak melebihi 25 mΩ dan tidak memiliki variasi yang cukup besar. Apabila
nilai contact resistance memenuhi syarat, maka proses resistance test dapat
dihilangkan. Untuk melakukan pengamatan dilakukan SPC dengan menggunakan
control chart. Control chart yang digunakan adalah control chart fase 1 dari data
hasil pengujian resistance test pada proses yang stabil dengan data yang normal
distribusinya. Data resistance test berikutnya akan masuk dalam fase 2 yaitu fase
pengontrolan dengan mengamati hasil resistance test apakah terdapat nilai yang
melebihi batas spesifikasi atau tidak. Jenis control chart yang digunakan adalah
control chart x̄ dan R karena jumlah sampel yang diambil setiap jam dalam satu
hari untuk pengontrolan hanya sebanyak 5 pieces dan kontrol yang dilakukan
mempertimbangkan variasi dari hasil resistance test. Proses monitor yang
dilakukan selama 6 hari kerja dengan monitor pada pukul 08.00-17.00.
Pertimbangan melakukan pengambilan pada 6 hari kerja adalah karena
menyesuaikan dengan format date code yang ada setiap minggu. Pertimbangan
waktu pengambilan data pada pukul 08.00 – 17.00 adalah untuk memonitor
selama 1 hari secara interval pada saat jam normal kerja staf.
Tahap pertama yang diakukan adalah pengambilan data sebagai data fase
1 karena tidak adanya data historikal yang tersedia yang dapat digunakan sebagai
data fase 1 control chart. Data resistance test diperoleh dengan melakukan
pengujian pada contact block tidak dengan kondisi baru dari part body dan adanya
proses riveting. Akan tetapi kondisi contact block yang dipasangkan pada body
memiliki kondisi yang sama seperti setelah dilakukan proses riveting yaitu dengan
diberi tisu yang dapat mempertahankan posisi dari contact block seperti pada
Gambar 4.21. Pengujian contact resistance dilakukan pada 2 tipe referensi yaitu
contact block yang digunakan pada XCSPA591AB dan XCSPA791AB.
Keseluruhan data hasil testing fase 1 terdapat pada Lampiran 14.
105 Universitas Kristen Petra
Gambar 4.21 Hasil Assembly Part untuk Testing Resistance
Distribusi data hasil resistance test diuji kenormalan datanya dengan
normality test dengan pengujian Kolmogorov Smirnov. Pengujian dilakukan untuk
setiap jenis contact block yaitu contact block NC (XCSPA791AB) dan contact
block NO (XCSPA591AB). Masing masing contact block memiliki nilai
resistance pada contact 1 dan contact 2 yang diinisiasikan menjadi:
- NO1 (contact block NO contact 1)
- NO2 (contact block NO contact 2)
- NC1 (contact block NC contact 1)
- NC2 (contact block NC contact 2)
Hipotesa untuk pengujian NO1 yaitu H0 (Hipotesa Nol): data resitance
test NO1 berdistribusi normal, dan H1 (Hipotesa Alternatif) adalah data resistance
test NO1 tidak berdistribusi normal. Hasil pengujian distribusi data terdapat pada
Gambar 4.22.
Gambar 4.22 Hasil Normality Test pada Resistance Test NO1
121086420
99.9
99
95
90
80
7060504030
20
10
5
1
0.1
NO1
Pe
rce
nt
Mean 6.156
StDev 1.697
N 100
KS 0.088
P-Value 0.053
Probability Plot of NO1Normal
106 Universitas Kristen Petra
Berdasarkan hasil pengujian diperoleh p-value yaitu 0,053 lebih besar
dari level signifikansi yaitu 0,05 sehingga kesimpulan yang diperoleh adalah gagal
tolak H0 yang berarti data resitance test NO1 berdistribusi normal. Data resistance
test dari NO1 dapat digunakan sebagai data control chart fase 1 pada Lampiran
14. Data resistance test dimasukkan dalam software Minitab dan diperoleh
control chart seperti pada Gambar 4.23.
Gambar 4.23 Control Chart x̄ dan R Fase 1 Data Contact Resistance NO1
Proses selanjutnya adalah pengambilan data pada proses yang telah stabil
untuk diamati apakah terdapat data yang keluar dari batas spesifikasi. Data
Contact Resistance selama 6 hari dimasukkan dalam control chart untuk diamati
persebaran data yang terjadi apakah ada yang diluar batas kontrol atau tidak. Data
Contact Resistance NO1 selama 6 hari dapat dilihat pada Lampiran 15. Data
resistance test NO1 fase 2 ditambahkan dalam control chart fase 1 dan diperoleh
control chart seperti pada Gambar 4.24.
191715131197531
8
7
6
5
4
Sample
Sa
mp
le M
ea
n
__X=6.156
UC L=8.456
LC L=3.855
191715131197531
8
6
4
2
0
Sample
Sa
mp
le R
an
ge
_R=3.988
UC L=8.433
LC L=0
Xbar-R Chart of NO1
107 Universitas Kristen Petra
Gambar 4.24 Control Chart x̄ dan R Data Contact Resistance NO1 Fase 2
Pada R-Chart menunjukkan data contact resistance NO1 masih dalam
batas spesifikasi yang ditetapkan, sama halnya dengan data dalam x̄ Chart.
Berdasarkan control chart yang diperoleh dapat disimpulkan contact resistance
masih berada pada dalam batas spesifikasi dan masih terdapat variasi. Variasi
yang terjadi tidak terlihat terdapat trend tetapi terdapat gejolak. Gejolak yang
ditimbulkan karena efek dari komponen contact block yang memang memiliki
kondisi yang bervariasi karena proses assembly secara manual. Nilai resistance
test yang bervariasi juga dipengaruhi oleh probe pada alat testing yang mengalami
kontak langsung dengan contact block. Probe tidak menyentuh dengan benar pada
contact block akibat ketidakstabilan kondisi komponen dalam contact block yang
bersentuhan ketika terjadi aktuasi dan change state. Pada x̄ chart terdapat pola
variasi dari special cause yang memang masih dalam batas control akan tetapi
dikategorikan dalam kejadian yang tidak normal. Pada plot yang tertanda warna
merah pada Gambar 4.24 dikategorikan melanggar run rules 2 & 6. Run rules 2
yaitu 2 dari 3 data berada diatas batas dari batas peringatan 2 sigma akan tetapi
masih dalam control limit. Run rules 6 yaitu terdapat 15 data yang berada pada 1
baris pada 1 zona.
Hipotesa untuk pengujian NO2 yaitu H0 (Hipotesa Nol): data resitance
test NO2 berdistribusi normal, dan H1 (Hipotesa Alternatif) adalah data resistance
736557494133251791
8
7
6
5
4
Sample
Sa
mp
le M
ea
n
__X=5.802
UC L=8.061
LC L=3.542
736557494133251791
8
6
4
2
0
Sample
Sa
mp
le R
an
ge
_R=3.918
UC L=8.284
LC L=0
22
22
26
222
Xbar-R Chart of NO1
108 Universitas Kristen Petra
test NO2 tidak berdistribusi normal. Hasil pengujian distribusi data terdapat pada
Gambar 4.25.
Gambar 4.25 Hasil Normality Test pada Resistance Test NO2
Berdasarkan hasil pengujian diperoleh p-value yaitu 0,067 lebih besar
dari level signifikansi yaitu 0,05 sehingga kesimpulan yang diperoleh adalah gagal
tolak H0 yang berarti data resitance test NO2 berdistribusi normal. Data resistance
test dari NO2 dapat digunakan sebagai data control chart fase 1 pada Lampiran
14. Data resistance test dimasukkan dalam software Minitab dan diperoleh
control chart seperti pada Gambar 4.26.
Gambar 4.26 Control Chart x̄ dan R Fase 1 Data Contact Resistance NO2
1086420
99.9
99
95
90
80
7060504030
20
10
5
1
0.1
C25
Pe
rce
nt
Mean 5.470
StDev 1.546
N 100
KS 0.086
P-Value 0.067
Probability Plot of C25Normal
191715131197531
7
6
5
4
3
Sample
Sa
mp
le M
ea
n
__X=5.470
UC L=7.565
LC L=3.376
191715131197531
8
6
4
2
0
Sample
Sa
mp
le R
an
ge
_R=3.631
UC L=7.678
LC L=0
Xbar-R Chart of NO2
109 Universitas Kristen Petra
Proses selanjutnya adalah pengambilan data pada proses yang telah stabil
untuk diamati apakah terdapat data yang keluar dari batas spesifikasi. Data
Contact Resistance selama 6 hari dimasukkan dalam control chart untuk diamati
persebaran data yang terjadi apakah terdapat data yang diluar kontrol atau tidak.
Data Contact Resistance NO2 selama 6 hari dapat dilihat pada Lampiran 15. Data
resistance test NO2 selama 6 hari ditambahkan pada control chart fase 1
diperoleh control chart seperti pada Gambar 4.27.
Gambar 4.27 Control Chart x̄ dan R Data Contact Resistance NO2 Fase 2
Pada R-Chart menunjukkan data contact resistance NO1 masih dalam
batas spesifikasi yang ditetapkan, sama halnya dengan data dalam x̄ Chart.
Berdasarkan control chart yang diperoleh dapat disimpulkan contact resistance
masih berada pada dalam batas spesifikasi dan masih terdapat variasi. Variasi
yang terjadi tidak terlihat terdapat trend tetapi terdapat gejolak. Gejolak yang
ditimbulkan karena efek dari komponen contact block yang memang memiliki
kondisi yang bervariasi karena proses assembly secara manual. Nilai resistance
test yang bervariasi juga dipengaruhi oleh probe pada alat testing yang mengalami
kontak langsung dengan contact block. Probe tidak menyentuh dengan benar pada
contact block akibat ketidakstabilan kondisi komponen dalam contact block yang
bersentuhan ketika terjadi aktuasi dan change state.
Hasil plot pada fase 2 untuk NO1 dan NO2 menunjukkan hasil resistance
test masih dalam batas yang terkendali, meskipun masih dalam kondisi yang
736557494133251791
8
6
4
Sample
Sa
mp
le M
ea
n
__X=5.226
UC L=7.705
LC L=2.748
736557494133251791
8
6
4
2
0
Sample
Sa
mp
le R
an
ge
_R=4.30
UC L=9.09
LC L=0
Xbar-R Chart of NO2
110 Universitas Kristen Petra
menyerupai hasil proses rivet sebenarnya. Berdasarkan hasil yang diperoleh
resistance test dapat dihilangkan apabila ketika selesai implementasi proses rivet
dilakukan hasil resistance test masih stabil dalam batas kendali. Untuk kondisi
saat ini masih belum dapat dikatakan benar-benar valid apabila diputuskan bahwa
setelah proses rivet maka contact resistance akan stabil. Akan tetapi berdasarkan
tipe produk lain dengan konsep rivet contact block pada part body tidak terjadi isu
mengenai high contact resistance yang terjadi. Untuk referensi produk
XCSPA591 berpotensi stabil ketika selesai dilakukan implementasi proses
riveting.
Hipotesa untuk pengujian NC1 yaitu H0 (Hipotesa Nol): data resitance
test NC1 berdistribusi normal, dan H1 (Hipotesa Alternatif) adalah data resistance
test NC1 tidak berdistribusi normal. Hasil pengujian distribusi data terdapat pada
Gambar 4.28.
Gambar 4.28 Hasil Normality Test pada Resistance Test NC1
Berdasarkan hasil pengujian diperoleh p-value yaitu 0,150 lebih besar
dari level signifikansi yaitu 0,05 sehingga kesimpulan yang diperoleh adalah gagal
tolak H0 yang berarti data resitance test NC1 berdistribusi normal. Data resistance
test dari NC1 dapat digunakan sebagai data control chart fase 1 pada Lampiran
14. Data resistance test dimasukkan dalam software Minitab dan diperoleh
control chart seperti pada Gambar 4.29.
20151050
99.9
99
95
90
80
7060504030
20
10
5
1
0.1
NC1
Pe
rce
nt
Mean 9.974
StDev 3.494
N 100
KS 0.052
P-Value >0.150
Probability Plot of NC1Normal
111 Universitas Kristen Petra
Gambar 4.29 Control Chart x̄ dan R Fase 1 Data Contact Resistance NC1
Proses selanjutnya adalah pengambilan data pada proses yang telah stabil
untuk diamati apakah terdapat data yang keluar dari batas spesifikasi. Data
Contact Resistance selama 6 hari dimasukkan dalam control chart untuk diamati
persebaran data yang terjadi apakah terkendali atau tidak. Data Contact Resistance
NC1 selama 6 hari dapat dilihat pada Lampiran 15. Data resistance test NC1 pada
ditambahkan dalam control chart fase 1 dan diperoleh control chart seperti pada
Gambar 4.30.
Gambar 4.30 Control Chart x̄ dan R Data Contact Resistance NC1 Fase 2
191715131197531
15.0
12.5
10.0
7.5
5.0
Sample
Sa
mp
le M
ea
n
__X=9.53
UC L=13.80
LC L=5.26
191715131197531
16
12
8
4
0
Sample
Sa
mp
le R
an
ge
_R=7.40
UC L=15.65
LC L=0
Xbar-R Chart of NC1
736557494133251791
14
12
10
8
6
Sample
Sa
mp
le M
ea
n
__X=9.360
UC L=13.158
LC L=5.562
736557494133251791
16
12
8
4
0
Sample
Sa
mp
le R
an
ge
_R=6.58
UC L=13.92
LC L=0
6
5
1
Xbar-R Chart of NC1
112 Universitas Kristen Petra
Pada R-Chart menunjukkan data contact resistance NC1 terdapat data
diluar batas spesifikasi yang ditetapkan, yang menandakan masih belum stabilnya
contact resistance. Pada x̄ Chart terdapat sampel data yang tergolong variasi
special cause yang memang masih dalam batas control akan tetapi dikategorikan
dalam kejadian yang tidak normal. Variasi yang terjadi tidak terlihat terdapat
trend tetapi terdapat gejolak yang dapat dikarenakan variasi yang ditimbulkan dari
contact block yang berakibat pada probe pada resistance tester. Resistance tester
dapat membaca hasil yang bervariasi karena kondisi pada komponen yang tidak
semua sama setelah proses assembly secara manual. Nilai resistance test yang
tinggi dipengaruhi oleh probe pada alat testing yang mengalami kontak langsung
dengan contact block tidak menyentuh dengan benar pada contact block. Probe
tidak menyentuh dengan benar pada contact block akibat ketidakstabilan kondisi
komponen dalam contact block yang bersentuhan ketika terjadi aktuasi dan
change state. Pada plot yang tertanda warna merah pada Gambar 4.30
dikategorikan melanggar run rules 1,2 & 6. Run rules 1 yaitu terdapat 1 atau 2
data yang melebihi batas spesifikasi. Run rules 2 yaitu 2 dari 3 data berada diatas
batas dari batas peringatan 2 sigma akan tetapi masih dalam control limit. Run
rules 6 yaitu terdapat 15 data yang berada pada 1 baris pada 1 zona.
Hipotesa untuk pengujian NC2 yaitu H0 (Hipotesa Nol): data resitance
test NC2 berdistribusi normal, dan H1 (Hipotesa Alternatif) adalah data resistance
test NC2 tidak berdistribusi normal. Hasil pengujian distribusi data terdapat pada
Gambar 4.31.
Gambar 4.31 Hasil Normality Test pada Resistance Test NC2
20151050
99.9
99
95
90
80
7060504030
20
10
5
1
0.1
NC2
Pe
rce
nt
Mean 8.869
StDev 2.883
N 100
KS 0.082
P-Value 0.092
Probability Plot of NC2Normal
113 Universitas Kristen Petra
Berdasarkan hasil pengujian diperoleh p-value yaitu 0,092 lebih besar
dari level signifikansi yaitu 0,05 sehingga kesimpulan yang diperoleh adalah gagal
tolak H0 yang berarti data resitance test NC2 berdistribusi normal. Data resistance
test dari NC2 dapat digunakan sebagai data control chart fase 1 pada Lampiran
14. Data resistance test dimasukkan dalam software Minitab dan diperoleh
control chart seperti pada Gambar 4.32.
Gambar 4.32 Control Chart x̄ dan R Fase 1 Data Contact Resistance NC2
Proses selanjutnya adalah pengambilan data pada proses yang telah stabil
untuk diamati apakah terdapat data yang keluar dari batas spesifikasi. Data
Contact Resistance selama 6 hari dimasukkan dalam control chart untuk diamati
persebaran data yang terjadi. Data Contact Resistance NC2 selama 6 hari dapat
dilihat pada Lampiran 15. Data resistance test NC2 selama 6 hari ditambahkan
dalam control chart fase 1 dan diperoleh control chart seperti pada Gambar 4.33.
191715131197531
12
10
8
6
4
Sample
Sa
mp
le M
ea
n
__X=8.869
UC L=12.881
LC L=4.857
191715131197531
16
12
8
4
0
Sample
Sa
mp
le R
an
ge
_R=6.96
UC L=14.71
LC L=0
Xbar-R Chart of NC2
114 Universitas Kristen Petra
Gambar 4.33 Control Chart x̄ dan R Data Contact Resistance NC2 Fase 2
Pada R-Chart menunjukkan data contact resistance NC2 masih dalam
batas kontrol, akan tetapi pada x̄ Chart terdapat variasi dari special cause yang
terkendali dan tidak tekendali. Berdasarkan control chart yang diperoleh dapat
tidak terdapat data contact resistance NC2 yang berada diluar batas kendali dan
masih terdapat variasi. Variasi yang terjadi tidak terlihat terdapat trend tetapi
terdapat gejolak yang dapat dikarenakan hasil assembly komponen contact block
yang bervariasi. Nilai resistance test dipengaruhi oleh probe pada alat testing
yang mengalami kontak langsung dengan contact block yang memunculkan nilai
yang dipengaruhi dari hasil assembly komponen contact block yang dimaksud.
Oleh karena itu adanya outlier dapat diabaikan karena penyebab timbulnya nilai
outlier telah diketahui, akan tetapi secara pengamatan contact resistance masih
belum dapat dikatakan stabil. Pada plot yang tertanda warna merah pada Gambar
4.33 dikategorikan melanggar run rules 2, 5 & 6. Run rules 2 yaitu 2 dari 3 data
berada diatas batas dari batas peringatan 2 sigma akan tetapi masih dalam control
limit. Run rules 5 yaitu terdapat 6 data dalam satu baris yang stabil terus
meningkat atau menurun. Run rules 6 yaitu terdapat 15 data yang berada pada 1
baris pada 1 zona.
Hasil monitor yang diperoleh dari NC1 dan NC2 disimpulkan masih
tidak stabilnya nilai contact resistance yang dihasilkan setelah proses assembly.
Apabila mengacu pada hasil ini maka hasil proses rivet berpotensial terjadi hal
yang sama yaitu ketidakstabilan contact reisstance. Akan tetapi ketidakstabilan
736557494133251791
10
8
6
4
Sample
Sa
mp
le M
ea
n
__X=7.047
UC L=10.818
LC L=3.276
736557494133251791
15
10
5
0
Sample
Sa
mp
le R
an
ge
_R=6.54
UC L=13.82
LC L=0
5
222
226
2
2
2
2
22
2
222
2
26
66
5
Xbar-R Chart of NC2
115 Universitas Kristen Petra
yang terjadi dapat disebabkan oleh faktor variasi hasil assembly komponen
contact block dan hasil assembly contact block dan part body. Variasi hasil
assembly komponen contact block apabila dilakukan verifikasi masih berada
dalam batas kendali. Kemungkinan yang berpotensial adalah hasil assembly
dengan kondisi yang menyerupai proses rivet dapat saja berbeda dengan hasil
proses rivet sebenarnya. Masih terdapat kemungkinan setelah proses rivet
diterapkan hasil contact resistance dapat stabil tetapi perlu dilakukan kontrol pada
kondisi sebenarnya untuk agar hasil yang diperoleh valid. Secara keseluruhan
tidak terdapat hasil testing yang melebihi spesifikasi yang ditentukan yaitu 25
mΩ. Oleh karena itu implementasi proses riveting memiliki kemungkinan
mengeliminasi high contact resistance dan variasi nilai contact resistance.
Tahap Control yang terdapat dalam DMAIC tidak dapat dilakukan
karena kondisi work cell saat ini masih belum sesuai dengan rencana inplementasi
yang akan diterapkan. Apabila tetap melakukan tahap Control hasil yang
diperoleh tidaklah valid karena dilakukan pada kondisi yang belum sepenuhnya
selesai.
4.5 Analisa Biaya
Berdasarkan voice of business dengan adanya daily reject, PRR dan
MDR akan merugikan perusahanan karena terdapat biaya yang dikeluarkan yang
mengurangi profit perusahaan. Pemenuhan voice of business berarti adalah
mengeliminasi segala biaya-biaya yang tergolong CNQ (Cost Non Quality) yang
terjadi pada manufacturing. Work cell XCSPA yang berjalan dengan kondisi
sebelum dilakukannya perbaikan menimbulkan kerugian biaya yang diterima oleh
perusahaan yaitu biaya dari daily reject dan product recall. Daily reject
mengakibatkan produk yang tidak sesuai spesifikasi harus mengalami proses
dismental dan scrap. Biaya scrap masuk dalam biaya CNQ (Cost Non Quality),
oleh karena itu apabila terjadi daily reject ataupun product recall akan
meningkatkan CNQ. Product recall yang terjadi mengakibatkan biaya penalti
yang dibayarkan kepada konsumen dan kerugian mulai dari pengiriman kembali.
Setelah pengirman kembali, part yang harus dibuang karena tidak dapat
digunakan akibat dismental dan disfungsi dari part tersebut yang masuk dalam
116 Universitas Kristen Petra
CNQ. Berdasarkan data PRR dan MDR, kontribusi besar dalam kerugian adalah
karena isu dari contact resistance. Oleh karena itu analisa keuangan yang
dilakukan berdasarkan kerugian yang terjadi karena seluruh isu contact resistance.
Part body tipe 1 digunakan oleh 2 referensi produk yaitu XCSPA591AB
dan XCSPA791AB. Apabila terjadi product recall pada kedua referensi produk
tersebut maka terdapat kaitan dengan part body tipe 1. Kaitan yang ada
dikarenakan pada VSM yang menjadi fokus adalah proses aliran dari part body
tipe 1, sehingga apabila terdapat kasus product recall maka kedua referensi
tersebut yang diamati dan diperhitungkan. Produk XCSPA memiliki nilai jual
yang diberikan dari manufacturing sebesar 9,46 USD untuk referensi
XCSPA591AB dan 9,47 USD untuk referensi XCSPA791AB. Setiap referensi
memiliki pembagian nilai part, overhead cost dan profit. Referensi produk
XCSPA591AB memiliki nilai part sebesar 5,50 USD dengan total profit dan
overhead sebesar 3,95 USD. Referensi produk XCSPA791AB memiliki nilai part
sebesar 5,54 USD dengan total profit dan overhead cost sebesar 3,93 USD. Selisih
pada biaya part termasuk profit dan overhead cost dikarena perbedaan nilai yang
ada pada harga part dan harga jual yang mempengaruhi jumlah profit dan
overhead cost. Terdapat data mengenai product recall dari kedua referensi
tersebut yang berkaitan dengan isu contact resistance yaitu pada Tabel 4.13:
Tabel 4.13 Data Product Recall untuk Referensi Produk XCSPA 591 dan XCSPA
791
No Distribution Center Quantity (pieces) Quantity (pieces)
XCSPA791 XCSPA591
1 Korea 45 25
2 Taiwan 207 355
3 Jakarta (VENTURA) 0 2
4 Greece 25 17
5 Sela (HUB ASIA) 118 743
6 Dayton (US) 9 90
7 Evreux (Hub Europe) 367 1167
Total 771 2399
117 Universitas Kristen Petra
Masing-masing product recall pada setiap referensi akan dilakukan
dismental untuk dan dipilah part yang masih dapat digunakan dan tidak. Asumsi
lama proses untuk penentuan overhead untuk dismental dan pemilahan
diasumsikan sama karena proses hanya berkebalikan. Akan tetapi nilai overhead
yang digunakan hanya pada proses yang memang dilakukan. Untuk isu dari
contact resistance part yang dapat digunakan kembali adalah part head, cover,
conformity certificate, instruction sheet, aksesoris dan bouchon. Sisa part yang
tidak dapat digunakan harus ditindaklanjuti dengan scrap. Masing-masing
kalkulasi kerugian yang ditimbulkan dari product recall dapat dilihat pada Tabel
4.14 dan Tabel 4.15:
Tabel 4.14 Rincian Kerugian Biaya Akibat Product Recall XCSPA591AB
XCSPA591AB Quantity Price Total
Reject Part 2399 5,42 USD 13002,3 USD
Overhead for
Dismental 2399 0,187 USD 450,58 USD
Total Kerugian 13.453,16 USD
Tabel 4.15 Rincian Kerugian Biaya Akibat Product Recall XCSPA791AB
XCSPA791AB Quantity Price Total
Reject Part 771 5,538 USD 4269,798 USD
Overhead for
Dismental 771 0,1866 USD 143,88 USD
Total Kerugian 4413,678 USD
Harga dari part yang dapat digunakan dan tidak dapat digunakan
diperoleh dari harga standar untuk 1 produk. Rincian mengenai part yang dapat
digunakan dan tidak dapat digunakan kembali dapat dilihat pada Lampiran 11
untuk referensi produk XCSPA591, Lampiran 12 untuk referensi produk
XCSPA791. Penentuan biaya overhead untuk setiap referensi berdasarkan proses
yang dibutuhkan diperoleh sebesar 47% dari keseluruhan total biaya overhead
yang diperlukan untuk pembuatan 1 produk. Proses yang terlibat dalam 47%
118 Universitas Kristen Petra
adalah proses visual & paaking, cover assembly, gluing, plastic cap assembly dan
head to body dengan rincian waktu pada Lampiran 13. Biaya overhead untuk
pembuatan 1 produk diasumsikan sebesar 10% dari keseluruhan nilai profit dan
biaya overhead yaitu 0,395 USD pada produk XCSPA591AB dan 0,393 pada
produk XCSPA 791AB. Kemudian untuk overhead dismental masing-masing
diambil nilai 47% yaitu 0,187 USD untuk referensi XCSPA591AB dan 0,186
USD untuk referensi XCSPA791AB. Kerugian yang diterima perusahaan secara
keseluruhan yaitu 13.453,16 USD untuk product recall referensi produk
XCSPA591AB dan 4413,678 USD untuk product recall referensi produk
XCSPA791AB. Kerugian keseluruhan dikalkulasikan dengan terdapat
pengurangan dari total harga part yang dapat digunakan kembali karena adanya
adjustment jumlah part pada sistem. Besarnya harga part yang digunakan dari
kedua referensi hampir sama, akan tetapi untuk besarnya part yang tidak dapat
digunakan memiliki nilai yang lebih besar pada referensi XCSPA791AB.
Kerugian biaya yang diterima oleh perusahaan karena dampak dari
product recall dan daily reject dapat mempengaruhi besarnya jumlah CNQ yang
perlu dikeluarkan. Berdasarkan data MDR dan PRR, kasus yang terkait dengan
isu contact resistance mulai dari bulan Juli tahun 2011, oleh karena itu perlu
adanya penjabaran biaya yang telah dikeluarkan hingga tahun 2013 per bulan
April. Data rincian jumlah CNQ setiap bulan mulai dari bulan Juli 2011 hingga
bulan April 2013 pada Tabel 4.16.
Tabel 4.16 Rincian CNQ Per Bulan Mulai Bulan Juli 2011 Akibat High Contact
Resistance hingga Bulan April 2013
Month Total CNQ
Jul-11 960.37 USD
Aug-11 717.32 USD
Sep-11 112.11 USD
Oct-11 877.92 USD
Nov-11 107.37 USD
119 Universitas Kristen Petra
Tabel 4.16 Rincian CNQ Per Bulan Mulai Bulan Juli 2011 Akibat High Contact
Resistance hingga Bulan April 2013 (sambungan)
Month Total CNQ
Dec-11 469.34 USD
Jan-12 382.91 USD
Feb-12 232.96 USD
Mar-12 163.62 USD
Apr-12 82.15 USD
May-12 51.60 USD
Jun-12 46.26 USD
Jul-12 13.35 USD
Aug-12 43.17 USD
Sep-12 36.33 USD
Oct-12 17.36 USD
Nov-12 90.50 USD
Dec-12 107.10 USD
Jan-13 91.82 USD
Feb-13 270.00 USD
Mar-13 319.83 USD
Apr-13 166.70 USD
Total 5360.1 USD
Jumlah keseluruhan CNQ yang telah dikeluarkan mulai dari Juli 2011
hingga April 2013 sebesar 5360,1 USD. Pada tahun 2011 terjadi pengeluaran
biaya untuk CNQ yang cukup tinggi dikarenakan terdapat product recall yang
diterima, mayoritas terkait dengan isu contact reisistance. Pada Tahun 2012
terjadi penurunan jumlah CNQ yang terjadi akan tetapi masih ada biaya CNQ
yang dikeluarkan karena masih adanya daily reject yang terjadi. Pada awa tahun
2013 meningkat kembali biaya CNQ yang dikeluarkan dikarenakan dampak dari
product recall dari pembuatan sebelumnya dan daily reject. Target dari pelaksaan
proyek salah satunya adalah penurunan CNQ yang terjadi, akan tetapi biaya CNQ
yang terjadi yang dapat diamati adalah CNQ yang terjadi setelah relayout fase 2.
120 Universitas Kristen Petra
Apabila akan dilakukan penurunan CNQ maka usaha yang dilakukan adalah
melakukan implementasi sebagai solusi dari permasalahan contact resistance dan
melakukan pengontrolan biaya CNQ. Biaya CNQ yang terjadi memang tidak
dapat diperkirakan, akan tetapi sebagai indikator batas dapat menggunakan rata-
rata CNQ setiap bulannya yang tidak boleh dilampaui. Berdasarkan data jumlah
CNQ mulai dari Juli 2011 hingga April 2013 diperoleh rata-rata besarnya CNQ
yaitu 243,63 USD. Untuk mendukung pencapaian penurunan CNQ perlu adanya
usaha untuk menjaga agar CNQ tidak melebihi batas yang ditentukan setiap
bulannya. Overhead cost untuk melakukan dismental dan sorting pada product
recall tidak dikalkulasikan karena secara sistem tidak dilakukan. Daily reject tidak
dikalkulasikan tersendiri karena terdapat line inspector yang bertugas untuk
melakukan verifikasi pada daily reject product. Berdasarkan voice of business
jumlah CNQ yang terjadi jelas merugikan perusahaan karena biaya-biaya yang
ditimbulkan karena MDR, PRR, daily reject dan product recall. Bisnis yang
berjalan dalam bentuk manufacturing yang diharapkan adalah bisnis yang stabil
yang dapat menghasilkan keuntungan. Oleh karena itu untu mencapainya perlu
dilakukan perbaikan dan mengeliminasi penyebab terjadinya pengeluaran biaya
CNQ seperti yang telah dianalisa.
Selain kerugian biaya yang terjadi karena permasalahan kualitas pada
produk, terdapat biaya inventori yaitu part pada WIP dan inventori yang
dijabarkan pada VSM. Rincian jumlah inventori, WIP dan biaya inventori setiap
lokasi pada kondisi VSM current state yaitu pada Tabel 4.17.
Tabel 4.17 Rincian Jumlah Inventori, WIP dan Biaya Inventori Sebelum
Dilakukan Relayout
Location Quantity
(Pieces)
Price
(USD)
Biaya
Inventori
(7%)(USD)
Total
(USD)
Warehouse 37900 1.20 0.084 3849.25
Kanban 240 1.20 0.084 24.38
Gluing 9 1.20 0.084 0.91
Curing 2376 2.48 0.173 1018.92
Head Assembly 576 1.84 0.129 136.67
121 Universitas Kristen Petra
Tabel 4.17 Rincian Jumlah Inventori, WIP dan Biaya Inventori Sebelum
Dilakukan Relayout (sambungan)
Location Quantity
(Pieces)
Price
(USD)
Biaya
Inventori
(7%)(USD)
Total
(USD)
Head to Body 7 4.55 0.319 10.16
Bouchon & Print
Body 5 4.57 0.320 7.31
Testing 5 4.57 0.320 7.31
Cover Assy 10 5.07 0.355 17.99
Visual & Packing 642 5.54 0.388 1379.65
Outgoing 684 5.54 0.388 1469.91
Total Biaya Inventori 7922.46
Harga part yang ditentukan berdasarkan banyaknya jenis part yang ada
pada lokasi tertentu, sehingga dapat terjadi perbedaan jumlah harga part untuk
setiap lokasinya. Rasio dari biaya invetori sebesar 7% merupakan asumsi untuk
memperoleh nilai dari biaya inventori agar dapat mengetahui biaya yang
keluarkan karena adanya inventori. Untuk memperoleh total biaya iventori
keseluruhan keseluruhan diperoleh dengan kalkulasi sebagai berikut:
Total Inventory Cost = Qty x PP x ICR (4.5)
Keterangan:
- Qty: jumlah WIP atau inventori yang ada pada lokasi
- PP : Total Part Price untuk lokasi tertentu
- ICR: Inventory Cost Ratio
Total biaya inventori yang ada yaitu sebesar 7922,46 USD dengan
kondisi WIP dan inventori sesuai dengan VSM current state. Akan tetapi angka
tersebut masih dapat diturunkan apabila terjadi pengurangan jumlah WIP dan
inventori yang dilakukan setelah melakukan relayout fase 1. Pengurangan WIP
yang dilakukan yaitu WIP pada proses curing dan head assembly. Jumlah WIP
pada proses curing yang sebelumnya menggunakan 5 trolley dikurangi menjadi 2
trolley dengan kapasitas 1056 pieces. Pengurangan WIP pada head assembly
122 Universitas Kristen Petra
secara keseluruhan merupakan dampak dari penggabungan bench preparation
head dengan mainline. Pengurangan WIP S/A head sebesar 6 kanban dengan
masing masing berisi 96 pieces S/A head yaitu dengan total pengurangan WIP
sebanyak 576 pieces. Rincian pengurangan biaya inventori setelah relayout fase 1
terdapat pada Tabel 4.18.
Tabel 4.18 Rincian Pengurangan Biaya Inventori pada Pengurangan WIP pada
Proses Curing dan Head Preparation
Reduction Quantity
(Pieces)
Price
(USD)
Biaya
Inventori
(7%)(USD)
Total
(USD)
Curing 1056 2.48 0.173 452.85
Head Assembly 576 1.84 0.129 136.67
Total Biaya Inventori 589.52
Pengurangan WIP pada bench gluing dan head assembly sebesar 589,52
USD setelah pengurangan dengan biaya inventori setelah pengurangan WIP maka
biaya inventori menjadi 7332,94 USD. Pada kondisi layout fase 1 memberikan
kontribusi pengurangan sebesar 7,44% pada pada biaya inventori VSM future
state. Penuruan biaya inventori lebih besar setelah relayout fase 2 dilakukan.
Terdapat rincian mengenai Rincian jumlah inventori, WIP dan biaya inventori
setiap lokasi pada kondisi VSM future state yaitu pada Tabel 4.19.
Tabel 4.19 Rincian Jumlah Inventori, WIP dan Biaya Inventori Setiap Lokasi
Setelah Relayout Fase 2
Location Quantity
(Pieces)
Price
(USD)
Biaya
Inventori
(7%)(USD)
Total
(USD)
Warehouse 5000 1.20 0.084 507.82
Kanban 240 1.20 0.084 24.38
Head Assembly 6 1.84 0.129 1.42
Head to Body 6 4.55 0.319 8.71
Riveting 6 2.48 0.173 2.57
Bouchon & Print
Body 6 4.57 0.320 8.77
Testing 6 4.57 0.320 8.77
123 Universitas Kristen Petra
Tabel 4.19 Rincian Jumlah Inventori, WIP dan Biaya Inventori Setiap Lokasi
Setelah Relayout Fase 2
Location Quantity
(Pieces)
Price
(USD)
Biaya
Inventori
(7%)(USD)
Total
(USD)
Cover Assy 6 5.07 0.355 10.79
Visual & Packing 440 5.54 0.388 945.56
Outgoing 440 5.54 0.388 945.56
Total Biaya Inventori 2464.34
Pengurangan sebanyak 5458,12 USD dari kondisi VSM current state
menjadikan biaya inventori menjadi 2464,34 USD. Apabila membandingkan
secara apple to apple yaitu pada jumlah WIP pada VSM antara kondisi current
dan future terdapat perbedaan jumlah WIP. Kondisi layout fase 2 memberikan
pengurangan 68,89% pada biaya inventori bila dibandingkan dengan kondisi
VSM current state. Pada kondisi current state WIP baik berupa part dan
subassembly sejumlah 42.454 pieces dan pada kondisi future state total WIP
hanya 6.156 pieces. Berdasarkan perbandingan tersebut terdapat pengurangan
WIP sebesar 85,49% dari jumlah WIP pada kondisi future state. Dampak secara
finansial bila dibandingkan antara kondisi dan sebelum dilakukan relayout sebagai
salah satu bentuk bukti perbaikan yang dilakukan dapat berdampak signifikan.
Faktor-faktor yang memberikan dampak pada finansial adalah:
- Pengurangan WIP pada proses curing secara total setelah penggantian proses
menjadi proses riveting.
- Penggabungan bench preparation S/A head yang berdampak menghilangkan
WIP setelah proses preparation.
- Pengurangan jumlah inventori pada gudang yang menyesuaikan dengan lead
time yang telah berubah setelah adanya proses lokalisasi.
- Kalkulasi WIP yang dibutuhkan setiap bench.
Secara finansial perbaikan yang dilakukan tidak mengeluarkan biaya
yang cukup besar karena hanya terdapat sedikit perbaikan yang memerlukan biaya
dan tidak dalam nominal yang besar. Contoh biaya yang dikeluarkan seperti
pemindahan tooling pembuatan part body, biaya overtime untuk relayout yang
dilakukan diluar jam produksi.