bab iv hasil dan pembahasan 4.1 4.1

42
45 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Timur Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Timur merupakan Unit Pelaksana Teknis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di bidang pelestarian Cagar Budaya yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Direktorat Jenderal Kebudayaan. Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) bertugas melaksanakan pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan cagar budaya dan yang diduga cagar budaya yang berada di wilayah kerjanya. Adapun fungsinya berdasarkan Permendikbud No. 30 Tahun 2015 dari BPCB adalah melaksanakan penyelamatan dan pengamanan, zonasi, pemeliharaan, pengembangan, pemanfaatan, dokumentasi dan publikasi, pelaksanaan kemitraan di bidang pelestarian cagar budaya dan yang diduga cagar budaya. Di Indonesia terdapat 12 wilayah kerja BPCB, salah satunya Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Timur terletak di Jl. Trowulan No. 1 Mojokerto, Jawa Timur (https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcb/). Wilayah kerja Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Timur seluruh barang bersejarah yang ada di Jawa Timur. Salah satunya adalah Museum Trinil merupakan museum purbakala yang berada di Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. 4.1.2 Sejarah Museum Trinil Museum Trinil terletak di Dukuh Pilang, Desa Kawu, Kecamatan Kedunggalar, Kabupaten Ngawi, Provinsi Jawa Timur atau 15 km dari Kota

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

12 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 4.1

45

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Timur

Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Timur merupakan

Unit Pelaksana Teknis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di bidang

pelestarian Cagar Budaya yang berada dibawah dan bertanggung jawab

kepada Direktorat Jenderal Kebudayaan. Balai Pelestarian Cagar Budaya

(BPCB) bertugas melaksanakan pelindungan, pengembangan, dan

pemanfaatan cagar budaya dan yang diduga cagar budaya yang berada di

wilayah kerjanya. Adapun fungsinya berdasarkan Permendikbud No. 30

Tahun 2015 dari BPCB adalah melaksanakan penyelamatan dan

pengamanan, zonasi, pemeliharaan, pengembangan, pemanfaatan,

dokumentasi dan publikasi, pelaksanaan kemitraan di bidang pelestarian

cagar budaya dan yang diduga cagar budaya. Di Indonesia terdapat 12

wilayah kerja BPCB, salah satunya Balai Pelestarian Cagar Budaya

(BPCB) Jawa Timur terletak di Jl. Trowulan No. 1 Mojokerto, Jawa Timur

(https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcb/). Wilayah kerja Balai

Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Timur seluruh barang bersejarah

yang ada di Jawa Timur. Salah satunya adalah Museum Trinil merupakan

museum purbakala yang berada di Kabupaten Ngawi, Jawa Timur.

4.1.2 Sejarah Museum Trinil

Museum Trinil terletak di Dukuh Pilang, Desa Kawu, Kecamatan

Kedunggalar, Kabupaten Ngawi, Provinsi Jawa Timur atau 15 km dari Kota

Page 2: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 4.1

46

Ngawi menuju Solo. Museum ini menempati lahan seluas ± 2,5 ha. Trinil

merupakan sebuah nama kawasan yang menjadi penemuan fosil dari masa

pliosen, sekitar 1,5 juta tahun yang lalu, hingga zaman pleistosen berakhir,

yaitu sekitar 10.000 tahun sebelum masehi. Kawasan tersebut tmeliputi tiga

desa yaitu, Desa Kawu, Desa Gemarang, dan Desa Ngancar (Tim Dinas

Pariwisata, Pemuda dan Olahraga Pemerintah Kabupaten Ngawi, 2020).

Sejarah berdirinya Museum Trinil berawal dari penemuan fosil

Pithecantrhpus Erectus (pada saat ini dikenal dengan sebutan spesies Homo

Erectus) oleh Eugene Dubois, seorang pejabat kedokteran tantara kolonial

Belanda pada tahun 1891-1893. Selama penelitian tersebut, Eugene Dubois

juga menemukan banyak sisa tulang binatang antara lain tulang gajah purba

stegodon, Cervidae, bahkan Dubois menemukan spesies baru yang diberi

nama Duboisia. Guna memperingati kejadian tersebut dibuatlah tugu berisi

gambar anak panah dengan arah timur laut yang bertuliskan P.e. 175 m,

1891/95, yang memiliki arti Pithecanthropus erectus (P.e.) ditemukan

sekitar 175 meter dari monument tersebut,mengikuti arah tanda panah, pada

ekskavasi yang dilakukan dari tahum 1891 hingga 1895.

Gambar 4. 1 Tugu anak panah

Page 3: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 4.1

47

Museum Trinil berdiri tidak lepas dari jasa Wirodiharjo

(Wirobalung) yang mengumpulkan temuan fosil di sekitar Bengawasan

Solo sejak tahun 1967. Temuan-temuan tersebut disimpan di rumahnya

hingga 1/3 bagian rumahnya terisi fosil-fosil. Pada tahun 1980/1981

Pemerintah Daerah Ngawi mendirikan museum mini untuk menampung

seluruh fosil yang berada di rumah Wirodiharjo (Kementerian Pendidikan

dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan Balai Pelestarian Cagar

Budaya Mojokerto Wilayah Kerja Provinsi Jawa Timur, 2015).

Pemerintah Provinsi Jawa Timur selanjutnya mendirikan sebuah

bangunan di sekitar monumen temuan pertama Pithecantropus Erectus.

Bangunan yang diresmikan bertepatan dengan 100 tahun ditemukannya

Pitecantropus Erectus ini selanjutnya disebut Museum Trinil. Museum ini

diresmikan oleh Gubernur Jawa Timur, Soelarso pada tanggal 20

November 1991. Museum ini terletak di bantaran Sungai Bengawasan Solo

sehingga mengingatkan para wisatawan bahwa di sekitar bantaran sungai

inilah dahulu manusia purba tinggal dan membangun kebudayaannya.

Gambar 4. 2 Denah Museum Trinil

Page 4: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 4.1

48

4.1.3 Visi dan Misi Museum Trinil

a) Visi

Memberdayakan museum untuk mewujudkan peran museum sebagai

tonggak pelestarian cagar budaya”.

b) Misi

1. Meningkatkan kepedulian masyarakat tentang peran museum

menuju kemandirian ekonomi yang berdaulat untuk kepentingan

sebesar-besarnya untuk kesejahteraan masyarakat dengan tetap

mempertahankan kelestariannya;

2. Mewujudkan pengelolaan museum sesuai standar internasional;

3. Mewujudkan pelayanan prima;

4. Mewujudkan museum sebagai sarana edukasi dan rekreasi;

5. Mewujudkan pengkajian dan pengembangan museum yang

berkualitas.

4.1.4 Struktur Organisasi Museum Trinil

Gambar 4. 3 Struktur Organisasi Museum Trinil

Berikut ini tugas dan tanggung jawab dari masing-masing bidang

yang ada dalam struktur organisasi Museum Trinil yang sesuai dengan

Tenaga Administrasi Tenaga Teknis

Kepala Museum

Page 5: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 4.1

49

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2015 tentang

Museum:

1. Kepala Museum, mempunyai tugas dan tanggung jawab terhadap

seluruh proses pengelolaan museum sesuai dengan visi dan misi

museum yang meliputi memimpin, mengawasi, mengkoordinasi dan

mengendalikan pelaksanaan museum sesuai wilayah kerjanya.

2. Tenaga Administrasi, mempunyai tugas mengelola ketenaga kerjaan,

surat menyurat, pengamanan, dan registrasi koleksi,

3. Tenaga Teknis, mempunyai tugas:

a) Melakukan kegiatan pencatatan dan pendokumentasian koleksi;

b) Melaksanakan tugas yang bertangung jawab dalam pengelolaan

koleksi;

c) Melakukan kegiatan pemeliharaan dan perawatan koleksi;

d) Melakukan kegiatan perancangan dan penataan museum;

e) Melakukan kegiatan edukasi dan penyampaian informasi koleksi;

dan;

f) Melakukan kegiatan komunikasi dan pemasaran program-program

museum.

4.1.5 Perlakuan Akuntansi Aset Bersejarah pada Museum Trinil

4.1.5.1 Pengakuan Aset Bersejarah Pada Museum Trinil

4.1.5.1.1 Pemahaman Aset Bersejarah Dalam Sudut Pandang

Informan

Pemahaman mengenai makna aset bersejarah

sangatlah penting dalam menganalisis penerapan akuntansi

Page 6: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 4.1

50

pada Museum Trinil. Dikarenakan makna atau definisi aset

dapat mempengaruhi aspek pengakuan, penilaian, penyajian

dan pengungkapannya”. Para informan memiliki cara pandang

yang berbeda-beda mengenai makna aset bersejarah. Bapak

Agus selaku Pengelola Museum Trinil mengatakan bahwa:

“Aset bersejarah adalah aset yang wajib kita lindungi dari

hasil temuan-temuan masyarakat contohnya berupa fosil

tersebut yang sarat akan nilai sejarahnya nantinya dari

temuan tersebut diserahkan pemerintah yang akhirnya bisa

menjadi aset pemerintah yang wajib kita lindungi”.

Selanjutnya Bapak Sony selaku Unit Dokumentasi

Publikasi Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa

Timur menjelaskan lebih detail mengenai dari aset bersejarah

sebagai berikut: “Aset bersejarah kalau bicara menurut

Undang-Undang ya ada Undang-Undang No. 11 Tahun 2010

tentang Cagar Budaya dan Undang-Undang No. 05 Tahun

2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. Yang dimaksud dengan

aset kebudayaan (aset bersejarah) semua tinggalan masa lalu

yang merupakan hasil dari cipta, rasa, karsa hasil karya

manusia. Aset itu mulai dari pra sejarah kemudian lanjut ke

masa klasik (masa kerajaan) lanjut lagi ke masa islam

kemudian lanjut ke masa kolonial. Aset-aset yang memang

usianya minimal 50 tahun”.

Page 7: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 4.1

51

Pendapat yang sama juga disampaikan oleh Ibu Marlia

Yulianti Rosyidah selaku Analisis Pelestarian Manusi Purba

yang menyatakan: “Aset bersejarah adalah bukti kehidupan

masa lalu yang memiliki umur di atas 50 tahun yang

mengandung nilai sejarah, budaya, dan ilmu pengetahuan”.

Dari ketiga informan tersebut dapat diketahui bahwa

aset dikatakan sebagai aset bersejarah berupa temuan benda

yang berasal dari masa lampau yang memiliki minimal rentan

usia, dan sarat akan nilai sejarahnya yang secara khusus

mengacu pada Undang-Undang No. 11 Tahun 2010 tentang

Cagar Budaya dan Undang-Undang No. 05 Tahun 2017

tentang Pemajuan Kebudayaan, peraturan tersebut berisikan

aturan untuk melindungi, memanfaatkan dan

mengembangakan kebudayaan Indonesia. Dengan demikian,

dapat disimpulkan bahwa para informan memiliki

pemahaman yang sama yaitu aset bersejarah sebagai aset.

4.1.5.1.2 Karakteristik Aset Bersejarah Pada Museum Trinil

Langkah selanjutnya yaitu mengetahui karakteristik

dari aset bersejarah pada Museum Trinil yang memiliki

koleksi benda bersejarah dalam jumlah yang banyak, beragam

bentuk, dan beragam jenis ”. Dimana aset ini sebagai barang

peninggalan bersejarah yang memiliki usia yang cenderung

sangat lama. Dalam kesempatan ini ketika ditanya mengenai

karakteristik aset bersejarah Bapak Agus selaku Pengelola

Page 8: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 4.1

52

Museum Trinil menyatakan: “Aset bersejarah minimal

usianya 50 tahun ke atas, bahkan bisa lebih, itu nanti bisa

diakui sebagai aset negara atau benda cagar budaya yang

wajib dilindungi”.

Bapak Sony selaku Unit Dokumentasi Publikasi juga

mengutarakan pendapat yang sama mengenai karakteristik

asset bersejarah, sebagai berikut: “Sesuai undang-undang,

memiliki usia minimal 50 tahun, mewakili masa gaya yang

meliputi masa prasejarah, masa kolonial, masa klasik seperti

itu. Kemudian aset tersebut juga unik, secara fisik tidak bisa

diperbarui karena memang pembuatannya rentan waktu 50

tahun”.

Lebih lanjut Ibu Marlia Yulianti Rosyidah selaku

Analisis Pelestarian Manusi Purba menyatakan pendapat

mengenai karakteristik dari sebuah aset bersejarah, sebagai

berikut: “Yang kita lindungi itu kan cagar budaya kriteria

untuk dikategorikan sebagai cagar budaya memiliki usia

paling sedikit 50 tahun serta memiliki aspek pendidikan dan

pengetahuan”.

Dari ketiga informan tersebut dapat disimpulkan

bahwa karakteristik dari sebuah aset untuk dapat diakui

sebagai aset bersejarah haruslah memenuhi kriteria umur

seperti yang dicantumkan dalam Undang-Undang No. 11

Tahun 2010 tentang cagar budaya. Sesuai hasil wawancara,

Page 9: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 4.1

53

karakteristik asset bersejarah haruslah memenuhi

karakteristik yang diantaranya sebagai berikut:

1. Berusia 50 tahun atau lebih (≥50 tahun);

2. Mewakili masa gaya paling singkat berusia 50 tahun;

3. Memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan,

Pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan; dan

4. Memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian

bangsa.

4.1.5.1.3 Perolehan Aset Bersejarah Pada Museum Trinil

Terkait perolehan aset bersejarah yang mana aset

tersebut memiliki bermacam-macam cara perolehannya ada

yang donasi, warisan, bahkan rampasan, berikut pernyataan

Bapak Sony selaku Unit Dokumentasi Publikasi: “Cara

perolehannya ada pelaporan, masyarakat melaporkan ada

objek bersejarah kemudian kita melakukan peninjauan, ada

juga yang melakukan penelitian disuatu lokasi dan disitu ada

indikasi penemuan yang sifatnya temuan lepas. Selanjutnya

ada juga yang sifatnya hibah, kalau hibah biasanya dimiliki

masyarakat dan masyarakat menyerahkan dengan sukarela”.

Dari pernyataan di atas diketahui bahwa ada beberapa

proses perolehan aset bersejarah yaitu melalui hibah maupun

proses penemuan (laporan). Lebih lanjut Bapak Agus selaku

Pengelola Museum Trinil menyebutkan bahwa: “Temuan

mengenai fosil kebanyakan dari hasil temuan masyarakat di

Page 10: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 4.1

54

sekitar Museum Trinil yang tidak disengaja kemudian hasil

temuan tersebut diserahkan ke pihak museum”.

Sementara itu Ibu Marlia Yulianti Rosyidah selaku

Analisis Pelestarian Manusi Purba Menyatakan bahwa: “Ada

yang diserahkan dari penduduk dan juga ada kita

mendapatkan langsung. Saat kita mendapatkan langsung

beda dengan dari hasil penduduk karena informasi

arkeologisnya sudah berkurang karena kita tidak tahu benda

tersebut berada di lapisan apa padahal untuk mengetahui

usianya berapa itu melalui lapisannya tersebut”.

Dari ketiga informan diatas dapat disimpulkan bahawa

sebagian besar benda-benda bersejarah yang ada di Museum

Trinil bersumber dari laporan dan hibah. Selanjutnya benda-

benda tersebut dipilah-pilah oleh tim khusus guna untuk

memastikan keaslian benda dan untuk mengetahui usia dari

benda tersebut, sehingga dapat diketahui benda tersebut

sebagai aset bersejarah atau bukan setelah dilakukan

pendaftaran, verifikasi dan penetapan benda bersejarah.

4.1.5.1.4 Pengakuan Aset Bersejarah Pada Museum Trinil

Setelah mengetahui makna, karakteristik, dan cara

perolehan aset bersejarah berikutnya dapat dipastikan apakah

aset atau benda cagar budaya dapat diakui sebagai aset

bersejarah. Pengakuan aset bersejarah merupakan penetapan

secara resmi aset untuk digolongkan sebagai aset bersejarah”.

Page 11: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 4.1

55

Menurut Bapak Sony selaku Unit Dokumentasi Pubilikasi

mengemukakan mengenai pengakuan aset bersejarah pada

Museum Trinil, sebagai berikut: “Kalau dibilang aset saya

rasa aset mbak, sementara ini masuk sebagai objek yang

diduga sebagai cagar budaya karena objek-objek itu belum

ditetapkan. Trinil itu sebagian besar dari masa pra sejarah

selain ada hasil kebudayaan berupa unit fosil-fosil yang

berasal dari hewan maupun tumbuhan. Memang sepertinya

belum masuk ke pencatatan kalau di kami namanya BMN tapi

sudah tercatat sebagai registrasi yang ada di BPCB”.

Lebih lanjut Ibu Marlia Yulianti Rosyidah selaku

Analisis Pelestarian Manusi Purba menyatakan: “Menurut

saya termasuk aset, karena koleksi-koleksi tersebut sebagai

benda cagar budaya yang ditetapkan untuk dilindungi dan

menjadi daya tarik bagi pengunjung baik dari aspek wisata,

pendidikan, dan pengetahuan”.

Dari argument di atas, dapat diketahui bahwa Museum

Trinil dapat diakui sebagai aset karena memenuhi kriteria

cagar budaya yang wajib dilindungi. Meskipun benda-benda

tersebut belum ditetapkan dan masih sebagai Objek Didga

Cagar Budaya tapi sudah tercatat sebagai registrasi di BPCB.

Suatu aset bersejarah akan dapat diakui sebagai aset

apabila berwujud dan memenuhi beberapa kriteria yang

terdapat dalam PSAP No. 07 Tahun 2010, sebagai berikut:

Page 12: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 4.1

56

1. Memiliki manfaat dan masa manfaat

Dalam menentukan apakah suatu asset mempunyai

manfaat, maka suatu entitas harus menilai manfaat

ekonomi masa depan yang dapat diberikan oleh aset

tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung

untuk kegiatan operasional perusahaan”. Aset bersejarah

mempunyai daya tarik tersendiri yang memancing para

pengunjung untuk datang melihat dan mencari tahu apa

sejarah yang ada dibalik benda bersejarah tersebut. Sepeti

yang disampaikan oleh Bapak Agus selaku pengelola

Museum Trinil menyatakan: “Manfaatnya masyarakat

bisa mengenang sejarah dari Trinil sebelumnya

masyarakat belum tahu apa itu manusia purba semenjak

ada museum ini ada tahapan perkenalan terhadap

masyarakat. Dan juga ada manfaat ekonomi untuk

masyarakat disini”.

Manfaat dari aset bersejarah sudah dirasakan oleh

masyarakat luas, baik itu dalam bentuk manfaat ilmu

pengetahuan dimana asset bersejarah memberikan suatu

pengetahuan mengenai kejadian-kejadian penting di masa

lampau sebagai wujud memperbanyak ilmu pengetahuan,

dan manfaat ekonomi dalam bentuk tambahan pendapatan

bagi pedagang di area sekitarnya. Pada dasarnya aset

bersejarah merupakan barang yang langka, barang yang

Page 13: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 4.1

57

harus dilindungi agar tidak rusak. Undang-undang Nomor

11 Tahun 2010 pasal 85 ayat 1 menjelaskan bahwa

pemerintah, pemerintah daerah dan setiap orang dapat

memanfaatkan cagar budaya untuk kepentingan agama,

social, pendidikan, ilmu pengetahuan, teknologi,

kebudayaan, pariwisata. Memang pada dasarnya aset

bersejarah harus diperhatikan pengelolannya, karena

mempunyai manfaat untuk masyarakat luas. Dengan

demikian dapat disimpulkan bahwa aset bersejarah

Museum Trinil memiliki manfaat baik secara langsung

maupun tidak langsung yaitu berupa wisata pendidikan

dan manfaat ekonomi untuk masyarakat sekitar”.

2. Biaya perolehan aset dapat diukur dengan andal

Barang berwujud yang memenuhi kualifikasi untuk

diakui sebagai aset dan dikelompokkan sebagai aset tetap,

pada awalnya harus diukur berdasarkan biaya

perolehannya. Bila aset tetap diperoleh dengan tanpa

nilai, biaya aset tersebut sebesar nilai wajar pada saat aset

tersebut diperoleh (PSAP No. 07 Tahun 2010 paragraf 23

dan 24).

Benda-benda bersejarah Museum Trinil

kebanyakan berasal dari hibah. Hibah merupakan

penyerahan aset dengan sukarela. Pemerintah hanya

memberikan sebatas imbalan jasa ke pada masyarakat

Page 14: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 4.1

58

yang menermukan benda-benda bersejarah tersebut,

seperti yang diungkapkan Bapak Agus selaku Pengelola

Museum Trinil, sebagai berikut: “Temuan-temuan itu

nanti dari pemerintah memberikan kompensasinya, hal

seperti itu layak dihargai berapa”.

Lebih lanjut Bapak Sony Selaku Unit Dokumentasi

Publikasi BPCB Jawa Timur menyebutkan bahwa:

“Misalkan masyarakat menyerahkan temuannya, ada

namanya ganti untung berapa objek yang diserahkan ke

pihak BPCB tapi tetap saja itu bukan perolehan dari

benda bersejarah. Misalnya arca secara rupiah berapa,

terus logam mulia mas itu nilainya pasti lebih tinggi

daripada objek uang mungkin secara fisik serupa tapi

terbuat dari batu, itu ada tim penilainya sendiri”.

Dari penjelasan di atas menunjukkan bahwa

pemerintah hanya memberikan kompensasi atau ganti

untung kepada masyarakat yang menyerahkan temuannya.

Biaya yang dikeluarkan saat diperolehnya aset bersejarah

bukan menjadi harga dasar penentuan nilai perolehan

awal asset, tetapi diakui belanja tahunan instansi tersebut”.

3. Tidak dimaksudkan untuk dijual dalam operasi normal

entitas

Tujuan utama dari perolehan aset tetap adalah

untuk digunakan oleh pemerintah dalam mendukung

Page 15: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 4.1

59

kegiatan operasionalnya dan bukan dimaksudkan untuk

dijual (PSAP No. 07 Tahun 2010 paragraf 17). Aset

bersejarah tidak untuk dijual dalam operasi normal entitas

maupun dalam keadaan tidak normal entitas karena

adanya hokum yang membatasi atau melarang

pelepasannya untuk dijual. Museum Trinil diharapkan

untuk dimiliki dalam waktu yang tak terbatas guna

generasi mendatang dapat menikmatinya”.

4. Diperoleh atau dibangun maksud untuk digunakan

Perolehan benda bersejarah dimulai sejak tahun

1967 dimana Wirodiharjo (Wirobalung) yang

mengumpulkan temuan fosil di sekitar Bengawan di

rumahnya hingga pemerintah daerah membuat museum

guna menampung semua temuan tersebut yang diberi

nama Museum Trinil. Benda-benda bersejarah Museum

Trinil diperoleh dengan maksud untuk dilestarikan,

dirawat, dipelihara, dan dipertahankan nilainya untuk

kepentingan publik. Sehingga seluruh benda yang dimiliki

dapat digunakan dalam bidang pendidikan dan

pengetahuan. Hal ini sesuai dengan karakteristik dari aset

bersejarah dimana aset bersejarah biasanya diharapkan

untuk dipertahankan untuk waktu yang lama (PSAP No.

07 Tahun 2010 paragraf 67).

Page 16: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 4.1

60

Berdasarkan hasil pembahasan di atas, dapat

disimpukan bahwa koleksi-koleksi yang ada di Museum

Trinil dapat digolongkan sebagai aset bersejarah walaupun

masih masuk sebagai objek yang diduga sebagai cagar

budaya. Aset tersebut sebagai saksi bisu sejarah kehidupan

masa lampau yang memiliki peranan penting dalam

pengembangan sejarah dan ilmu pengetahuan aset tersebut.

Sehingga perhatian khusus dalam pengelolaan untuk aset

bersejarah harus diutamakan

4.1.5.2 Penilaian Aset Bersejarah Pada Museum Trinil

4.1.5.2.1 Penilaian Aset Bersejarah Pada Museum Trinil

Penilaian aset bersejarah tidak akan lepas dari

pengakuan aset bersejarah yang dilakukan oleh suatu entitas.

Penilaian aset bersejarah merupakan tahapan yang

dibutuhkan dalam menentukan harga dari suatu aset ”.

Penilaian aset bersejarah tidaklah mudah seperti penilaian

aset tetap lainnya. Dikarenakan aset bersejarah memiliki

banyak nilai yang terkandung didalamnya. Hal ini dibuktikan

dari hasil wawancara dengan Bapak Agus selaku Juru

Pelihara Museum Trinil yang menyatakan: “Tidak bisa

dinilai mbak, kalau difinansial barang-barang tersebut luar

biasa sebetulnya kalau ketahuan kolektor. Cuma karena dari

hasil temuan masyarakat diserahkan ke pemerintah

Page 17: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 4.1

61

finansialnya adalah sebatas kita memberi kompensasi kepada

masyarakat”.

Ibu Marlia Yulianti Rosyidah selaku Analisis

Pelestarian Manusi Purba menyampaikan pendapat mengenai

penilaian asset bersejarah dalam satusn rupiah, sebagai

berikut: “Bisa saja, misalnya untuk pemberian kompensasi

untuk penemunya, asalkan ada semacam standar

penilaiannya”.

Standar penilaian aset bersejarah di Indonesia diatur

dalam PSAP No. 07 Tahun 2010 tentang akuntansi aset tetap.

Lebih lanjut mengenai penilaian aset bersejarah pada

Museum Trinil Bapak Sony selaku Unit Dokumentasi

Publikasi dalam wawancaranya menyatakan: “Tidak semua

objek dilakukan penilaian, kita lakukan penilaian hanya

ketika ada kegiatan, seperti penyerahan dari masyarakat

sebagai penghargaan untuk masyarakat. Tapi untuk menilai

sebuah objek secara rupiah berapa itu butuh tim appraisal

(Penilai) tersendiri. Macam-macam parameternya termasuk

nilai kejujuran itu juga termasuk, tetapi di dalam aset nama

BMN setahu saya keterangannya tidak ternilai, tidak ada

nilai rupiah disitu”.

Dari ketiga informan di atas, dapat dilihat bahwa

penilaian aset bersejarah pada Museum Trinil tidak ada

nilainya. Pemberian kompensai yang dikeluarkan saat

Page 18: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 4.1

62

diperolehnya aset bersejarah bukan menjadi dasar penentuan

awal aset melainkan menjadi belanja yang dikeluarkan

pemerintah dan sebagai penghargaan untuk masyarakat yang

sudah menemukan aset tersebut.

Selanjutnya Ibu Heni selaku Pengelola Barang Milik

Negara (BMN) menyatakan: “Dihitung dari jumlahnya saja

karena belum ada tim penilai yang bisa menilai seberapa

tinggi sebarapa besaran nilai benda bersejarah itu. Jadi,

dalam Sistem Manajemen dan Akuntansi Barang Milik

Negara (SIMAK BMN) itu hanya dituangkan dalam

kuantitasnya saja”.

Tidak ada nilai rupiah yang melekat dari aset

bersejarah karena mengingat sifat dari aset bersejarah yang

lebih dikaitkan dengan nilai sejarahnya yang tidak di

moneteri. Penilaian pada aset bersejarah masih memiliki

kendala dalam penerapannya dilapangan. Diperlukannya tim

penilai khusus yang bisa menilai seberapa besar nilai yang

dilekatkan dalam suatu benda bersejarah. Salah satu faktor

yang menyebakan sulitnya menilai aset bersejarah adalah

adanya anggapan tabu mencampurkan sejarah dengan perihal

ekonomi bagi ahli sejarah, arkeologi, dan ahli ekonomi

sekalipun (Agustini dan Putra, 2011). Jika dinilai dalam

bentuk moneter maka tidak akan ada nilai nominal yang

mampu mewakili nilai dari suatu benda peninggalan sejarah”.

Page 19: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 4.1

63

4.1.5.2.2 Penyusutan Aset Bersejarah Pada Museum Trinil

Penyusutan adalah alokasi yang sistematis atas nilai

suatu aset tetap yang dapat disusutkan selama masa manfaat

aset yang bersangkutan (Peraturan Pemerintahan Republik

Indonesia Nomor 71 Tahun 2010 Tentang Standar Akuntansi

Pemerintahan, 2012)”. Aset bersejarah diharapakan

dipertahankan untuk waktu yang tak terbatas, sehingga

penyusutan terhadap aset bersejarah tidak dapat dilakukan,

seperti penjelasan dari Bapak Sony selaku Unit Dokumentasi

Publikasi, berikut ini: “Kalau pendapat pribadi nilainya

semakin tinggi, anggap saja semakin lama suatu objek itu

nilai evaluasinya itu semakin tinggi makanya ketika di dalam

akuntansi di kami itu nilainya tidak ternilai atau tidak

terhitung. Kalo disusutkan kelihatannya tidak, kecuali seperti

aset bangunan itu mungkin, tapi kalau yang aset bersejarah

ini tidak mungkin”.

Pendapat yang sama juga diungkap oleh Ibu Heni

selaku Pengelola Barang Milik Negara (BMN), yaitu: “Aset

bersejarah tidak disusutkan, karena tidak bernilai nominal,

beda lagi untuk jenis aset bersejarah lainnya, seperti gedung

atau tempat ibadah kalau dilaporkan dalam akun bangunan

maka akan disusutkan”.

Page 20: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 4.1

64

Pengelola Museum Trinil yaitu Bapak Agus

mengutarakan pendapat mengenai penyusutan pada asset

bersejarah, sebagai berikut: “Mungkin semakin lama semakin

berkembang ya mbak, nilai asetnya bertambah gitu”.

Sebagimana yang telah dijelaskan oleh ketiga

informan, penyusutan untuk aset bersejarah tidak dapat

dilakukan karena nilai dari aset bersejarah akan terus

meningkat, tidak ada nilai pasti yang menggambarkan aset

tersebut. Sesuai dengan pernyataan Aversano dan Ferrone

(2012) bahwa tidak perlu diletakkan tentang informasi

penyusutan aset bersejarah karena nilainya tidak berkurang

seiring waktu melainkan meningkat setiap tahun.

4.1.5.3 Penyajian dan Pengungkapan Aset Bersejarah Pada Museum

Trinil

Penyajian dan pengungkapan merupakan langkah akhir dalam

proses akuntansi yaitu menyampaikan informasi dalam bentuk laporan

keuangan untuk pihak-pihak yang berkepentingan dan membutuhkan.

Pemerintah kabupaten/kota bekerja sama dengan setiap orang dalam

melakukan pendaftaran terhadap benda, bangunan, struktur, dan

lokasi yang diduga sebagai Cagar Budaya meskipun tidak memiliki

ataupun menguasainya. Untuk hasil pendaftaran Cagar Budaya harus

dilengkapi dengan deskripisi dan dokumentasinya, jika Cagar Budaya

tersebut tidak didaftarkan oleh pemiliknya dapat diambil alih oleh

Page 21: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 4.1

65

Pemerintah dan/Pemerintah Daerah (Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya) ”.

Setelah dilakukan pendaftaran kemudian diserahkan kepada

Tim Ahli Cagar Budaya untuk dikaji kelayakannya sebagai Cagar

Budaya atau bukan Cagar Budaya, yang bertujuan untuk

mengidentifikasi dan mengklarifikasi terhadap benda, struktur, lokasi,

dan satuan ruang geografis yang diusulkan untuk ditetapkan sebagai

Cagar Budaya. Tim Ahli Cagar Budaya dibantu oleh unit pelaksana

teknis atau satuan kerja perangkat daerah yang bertanggung jawab di

bidang Cagar Budaya. Selama proses tersebut benda, struktur, atau

lokasi hasil penemuan atau yang didaftarkan, dilindungi dan

diperlakukan seperti Cagar Budaya”.

Selanjutnya Bupati/wali kota mengeluarkan penetapan status

Cagar Budaya paling lama 30 hari setelah rekomendasi diterima dari

Tim Ahli Cagar Budaya. Setelah tercata dalam Register Nasional

Cagar Budaya, pemilik Cagar Budaya berhak memperoleh jaminan

hokum berupa surat keterangan status Cagar Budaya, dan surat

keterangan kepemilikan berdasarkan bukti yang sah ”.

Pencatatan yang dibuat untuk benda bersejarah yang ada di

Museum Trinil berupa Inventarisai sebagai Objek yang Diduga Cagar

Budaya yang dibuat oleh unit Dokumentasi Publikasi Balai

Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Timur. Dinas Pariwisata

Pemuda dan Olahraga (DISAPARPORA) Kabupaten Ngawi yang

Page 22: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 4.1

66

menaungi museum tidak menyajikan aset bersejarah Museum Trinil

dalam laporan keuangannya serta tidak melakukan pengungkapan.

Bapak Sony selaku Unit Dokumentasi Publikasi mengatakan,

“Disini ada kegiatan yang namanya inventarisasi objek, yang ada

disana kita lakukan pendataan, nanti secara berskala ada kegiatan

namanya verifikasi itu mungkin 5 tahun sekali kita lakukan

pengecekan ulang bagaimana kondisi yang ada disana”.

Tabel 4. 1 Potongan Data Fosil yang telah diinventarisasi dan dikonversai di Situs

Trinil Museum Trinil

No.

No. Inventaris

No.

Museum

Koleksi

Jenis

Ukuran (cm)

P L T ∅

1. 412/NGW/2016 491 Fr. Vertebrae Mamalia 6,91 3,99 2,98

2. 413/NGW/2016 492 Fr. Radius Bovidae 8,97 3,91 4,46

3. 414/NGW/2016 493 Fr. Tulang kaki Proboscidea 16,08 4,37 2,93

4. 415/NGW/2016 494 Fr. Tulang

Panjang

Mamalia 8,6 4,58 3,85

5. 416/NGW/2016 495 Fr. Vertebrae

Thoracalis

Bovidae 6,8 9,5 7,9

6. 417/NGW/2016 496 Fr. Proximal

Radius Sinistra

Bovidae 6.72 10,5 5,31

7. 418/NGW/2016 497 Fr. Vertebrae Mamalia 5, 47 3,87

8. 419/NGW/2016 498 Fr. Antler Cervus sp. 11,2 2,38

9. 420/NGW/2016 499 Fr. Tulang

Kaki

Mamalia 10,72 6,46 3,7

10. 421/NGW/2016 500 Metacarpal Felidae 18,17 3,63 2,36

Sumber: BPCB Jawa Timur

Page 23: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 4.1

67

Dari tabel 4.1 menunjukkan dimana pemberian nomor

inventaris dilakukan secara berturut-turut dari awal fosil sudah di

indentifikasi, yang meliputi nomor inventaris (dengan format angka 3

digit, kode daerah ngawi yang disingkat “NGW”, dan tahun

pemberian nomor inventaris yaitu 2016), selanjutnya nomor museum,

nama koleksi, jenis fosil, terakhir ukuran fosil.

Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Timur selaku

pengelola aset bersejarah Museum Trinil mengakui museum Trinil

sebagai objek yang diduga cagar budaya dan tidak menyajikannya

dalam laporan keuangan manapun dalam catatan Barang Milik Negara

(BMN) dengan alasan belum ada laporan khusus dari pihak museum

sehingga pihak pengelola Barang Milik Negara (BMN) tidak berani

membuat laporan tersebut.

Lebih lanjut Ibu Heni selaku Unit Pengelola Barang Milik

Negara (BMN) mengatakan, “Kalau barang bersejarah itu masuk ke

dalam laporan barang bersejarah, tidak masuk neraca karena dicatat

kuantitasnya saja soalnya tidak ada nilainya. Untuk koleksi Trinil

dicatat dibagian Dokumentasi belum masuk BMN”.

Terlepas dari pencatatan yang telah dilakukan terhadap aset

bersejarah diatas, telah memberikan gambaran yang cukup bahwa

entitas pengelola telah melaporkan apa saja aset yang mereka miliki

seperti potongan inventarisasi di atas. Hal tersebut dilakukan untuk

melindungi secara fisik aset bersejarah agar dapat menjamin

Page 24: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 4.1

68

pelestarian aset serta untuk membuktikan keberadaan dan penguasaan

aset”.

4.2 Pembahasan

4.2.1 Pengakuan Aset Bersejarah

4.2.1.1 Pemahaman aset bersejarah dari sudut pandang informan

Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan, bahwa

pandangan tentang pemahaman aset bersejarah dapat dilihat dari

kasus Museum Trinil. Sebagaimana yang diungkapkan oleh informan

mengenai definisi aset bersejarah, mereka menyakini bahwa aset

bersejarah adalah suatu benda yang memiliki nilai sejarah, dan ilmu

pengetahuan yang muncul pada masa lalu dikarenakan umur dan

kondisinya aset tersebut harus dilindungi. Nilai sejarah adalah

bagaimana asset bersejarah berkiprah sebagai bukti adanya kejadian

masa lampau yang penting. Ilmu pengetahuan asset bersejarah adalah

pengetahuan akan kejadian-kejadian yang sudah lampau yang

memiliki kisah yang berarti dengan maksud untuk mempelajari

peristiwa tersebut”. Pernyataan dari ketiga informan tersebut erat

kaitannya dengan definsi cagar budaya, berdasarkan Undang-Undang

No.11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya bab 1 Pasal 1 menyatakan

bahwa: “Cagar Budaya adalah warisan budaya yang bersifat

kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya,

Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya dan Kawasan Cagar

Budaya di darat atau di air yang perlu dilestarikan keberadaanya

Page 25: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 4.1

69

karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan,

pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan”.

Dalam pemahaman asset bersejarah informan menjelaskan

terdapat beberapa masa asset bersejarah yang dimulai dari masa

prasejarah, masa klasik, masa islam dan masa kolonial. Masa

prasejarah dimana masa tersebut catatan sejarah yang tertulis belum

tersedia, dikatakan bermula dimana manusia mulai hidup, bukti-bukti

prasejarah diperoleh dari barang-barang dan tulang-tulang didaerah

penggalian situs sejarah. Masa klasik adalah masa kala masyarakat

Yunani dan Romawi mengembang dan memegang pengaruh yang

besar di seluruh Eropa, Afrika Utara, dan Timur Tengah, dimana

manusia baru mengenal alat/benda dan teknologi yang sederhana.

Masa islam adalah masa dimana sejarah tentang islam dan

berkembang pesat. Kemudian masa kolonial adalah masa penjajahan

oleh orang-orang asing karena ingin menguasai sumber daya negera

lain.

Dapat dipahami atas dasar tersebut bahwa aset bersejarah

merupakan aset dengan batasan umur yang memiliki unsur budaya,

sejarah, dan pendidikam atas kejadian peristiwa masa lalu. Maka dari

itu aset bersejarah ini patut untuk dilestarikan dan dilindungi oleh

pemerintah agar bermanfaat untuk generasi sekarang maupun

mendatang.

Page 26: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 4.1

70

4.2.1.2 Karakteristik Aset Bersejarah Pada Museum Trinil

Aset bersejarah memang mempunyai karakteristik yang langka

dan unik. Terlepas dari karakteristik aset bersejarah yang telah

disampaikan oleh ketiga informan di atas menyebutkan bahwa suatu

aset haruslah berusia minimal 50 tahun untuk dapat dimasukkan ke

dalam kategori aset bersejarah, disamping itu informan menekankan

bahwa suatu aset bersejarah harus mewakili masa gaya yang meliputi

masa prasejarah, masa kolonial, masa klasik. Akan tetapi, aset tidak

dapat langsung di masukkan ke dalam kategori aset bersejarah,

walaupun suatu aset memiliki umur minimal 50 tahun dan mewakili

masa gaya, aset juga harus memenuhi karakteristik lainya seperti yang

diatur di dalam PSAP No. 07 Tahun 2010 paragraf 66 menyatakan

beberapa karakteristik yang dianggap sebagai ciri khas dari aset

bersejarah sebagai berikut”:

1) Nilai kultural, lingkungan, Pendidikan dan sejarahnya tidak

mungkin secara penuh dilambangkan dengan nilai keuangan

berdasarkan harga pasar

2) Peraturan dan hokum yang berlaku melarang atau membatasi

secara ketat pelepasannya untuk dijual

3) Tidak mudah untuk diganti dan nilainya akan terus meningkat

selama waktu berjalan walaupun kondisi fisiknya semakin

menurun

4) Sulit untuk mengestimasikan masa manfaatnya. Untuk beberapa

kasus dapat mencapai ratusan tahun.

Page 27: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 4.1

71

Sementara itu, menurut Agustini dan Putra (2011) menyatakan

aset bersejarah memiliki karakteristik yang hampir sama dengan aset

tetap lainnya. Adapun kesamaan tersebut antara lain:

1. Berwujud

2. Berharga atau bernilai

3. Keduanya memiliki manfaat ekonomik atau potensi jasa

4. Timbul atas kejadian masa lalu

5. Dikuasi atau dikendalikan entitas

Dari persamaan tersebut, terdapat berberapa karakteristik aset

tetap yang tidak dapat ditemukan dalam karakteristik aset bersejarah

sebagaimana yang dijelaskan oleh informan mengenai karakteristik

aset bersejarah yaitu nilai penting berupa pendidikan dan

pengetahuan. Penjelasan tersebut merupakan bagian dari pengertian

benda cagar budaya dan salah satu kriteria benda cagar budaya yang

di atur di dalam Undang-Undang No.11 Tahun 2010 tentang Cagar

Budaya”.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa suatu aset

bersejarah merupakan bagian yang tidak dapat lepas dari istilah cagar

budaya. Karaktersitik umum aset bersejarah mungkin dapat

ditemukan pada aset tetap lainnya. Tetapi aset bersejarah memiliki

karakteristik khusus yang tidak dapat ditemukan pada aset tetap

lainnya yaitu nilai penting berupa nilai sejarah, ilmu pengetahuan,

agama, dan/kebudayaan.

Page 28: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 4.1

72

4.2.1.3 Perolehan Aset Bersejarah Pada Museum Trinil

PSAP No. 07 Tahun 2010 paragraf 68 menyatakan pemerintah

mempunyai banyak aset berserjarah yang diperoleh selama bertahun-

tahun dengan cara perolehan beragam termasuk pembelian, donasi

(hibah), warisan, rampasan ataupun sitaan. Berdasarkan keterangan

dari ketiga informan, cara perolehan benda-benda bersejarah Museum

Trinil sesuai dengan apa yang dijelaskan dalam PSAP No. 07 Tahun

2010. Koleksi-koleksi Museum Trinil diperoleh sebagian besar

berasal dari hibah, dimana masyarakat menyerahkan dengan sukarela

benda temuan kepada Museum dan ada juga cara perolehan melalaui

proses penemuan disuatu lokasi yang diindikasi terdapat objek

bersejarah.

Terkait proses penemuan benda bersejarah Undang-Undang

No.11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya Pasal 23 ayat (1) dan (2)

menyatakan bahwa: “Setiap orang yang menemukan benda yang

diduga Benda Cagar Budaya, bangunan yang diduga Bangunan

Cagar Budaya, struktur yang diduga Struktur Cagar Budaya,

dan/atau lokasi yang diduga Situs Cagar Budaya wajib

melaporkannya kepada instansi yang berwenang di bidang

kebudayaan, Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan/atau

instansi terkait paling lama 30 hari sejak ditemukannya. Temuan

yang tidak dilaporkan oleh penemuannya dapat diambil alih oleh

Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah”.

Page 29: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 4.1

73

Lebih lanjut, pemerintah berkewajiban unuk melakukan

pencarian benda bersejarah atau lokasi yang diduga cagar budaya.

Pencarian tersebut dapat dilakukan dengan penggalian, penyelaman,

dan pengangkatan di darat maupun di air. Dengan demikian, dapat

disimpulkan bahwa cara perolehan koleksi-koleksi Museum Trinil

sesuai dengan standard yang berlaku. Temuan tersebut sejalan dengan

Agustini dan Putra (2011) bahwa aset bersejarah tergolong asset yang

cukup khas karena cara perolehannya yang bermacam-macam, tidak

selalu dari hasil pembangunan tapi ada juga melalui pembelian,

donasi, warisan, rampasan dan sitaan.

4.2.1.4 Pengakuan Aset Bersejarah Pada Museum Trinil

“Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan dengan

informan tentang bagaimana pengakuan aset bersejarah Museum

Trinil. Pengakuan aset bersejarah Museum Trinil sebagai barang

berwujud, mempunyai manfaat yang tidak terbatas dari segi ekonomi

untuk masyarakat sekitar dan pendidikan untuk wisatawan yang

berkunjung. Akan tetapi, nilai Museum Trinil tidak dapat diukur,

tidak ada nilai dimaksud agar benda-benda yang ada di Museum

Trinil tidak diperjual belikan.

Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan No. 07 Tahun

2010 paragraf 18 menyatakan bahwa, “Pengakuan aset tetap akan

andal bila aset tetap telah diterima atau diserahkan hak

kepemilikannya dan atau pada saat penguasaannya berpindah”.

Page 30: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 4.1

74

Lebih lanjut Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan No.

07 Tahun 2010 paragraf 67 menjelaskan juga bahwa aset bersejarah

biasanya dibuktikan dengan peraturan perundang-undangan yang

berlaku mengenai bagaimana aset dapat diakui lebih spesifik

dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 yang

berikaitan dengan karakteristik khusus dan penetapan benda-benda

cagar budaya”.

Apabila terdapat temuan benda bersejarah dan benda temuan

tersebut setelah diteliti oleh tim ahli dapat memenuhi karakteristik

aset bersejarah, maka benda bersejarah akan diakui sebagai aset

bersejarah oleh pemerintah setelah surat ketetapan oleh

Bupati/Walikota, Gubernur atau Dinas Pendidikan dan Kebudayaam

telah turun. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010

pasal 38 tentang penetapan cagar budaya menjelaskan koleksi yang

memenuhi kriteria cagar budaya dicatat di dalam Register Nasional

Cagar Budaya. Sesuai yang dijelaskan oleh informan bahwa benda-

benda bersejarah Museum Trinil memenuhi karakteristik aset

bersejarah dan telah tercatat pada Registrasi di BPCB Jawa Timur

dengan status sebagai Objek Diduga Cagar Budaya.

Dengan ditetapkannya suatu benda sebagai aset bersejarah

maka yang menjadi titik fokus adalah bagaimana aset ini dikelola

semaksimal mungkin untuk memberi pelayanan yang terbaik bagi

masyarakat. Agar hal ini dapat tercapai maka dibutuhkan kerjasama

antara pemerintah dan pihak pengelola untuk bersama-sama

Page 31: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 4.1

75

melestarikan aset besejarah sebagai wujud kepedulian terhadap nilai-

nilai sejarah dan budaya.

4.2.2 Penilaian Aset Bersejarah Pada Museum Trinil

4.2.2.1 Penilaian Aset Bersejarah Pada Museum Trinil

Berdasarkan hasil wawancara dapat dilihat bahawa selain

pengakuan aset, penilaian juga salah satu aspek penting dalam

penerapan akuntansi untuk aset. Penilaian aset bersejarah pada

Museum Trinil sulit dilakukan walaupun PSAP No. 07 Tahun 2010

memberikan beberapa alternative mengenai penilaian aset bersejarah

yaitu dengan biaya perolehan atau nilai wajar pada aset tersebut

diperoleh. Infornan menjelaskan mengenai kesulitan menentukan nilai

dari aset bersejarah, seperti yang diungkapkan oleh informan bahwa

sampai sekarang belum ada yang dapat menentukan berapa nilai dari

aset bersejarah tersebut. Aset bersejarah memiliki nilai yang tak

ternilai yang berarti aset bersejarah bernilai sangat tinggi yang tak

terhingga nilainya atau nilai aset bersejarah tersebut tidak dapat

diukur berdasarkan perolehan awalnya. Maka, untuk mendukung

pernyataan dari imforman tersebut menurut (Ridha & Basri, 2018)

kesulitan dalam menentukan nilai dari aset bersejarah dikaitkan

dengan makna dari asset bersejarah adalah manfaat di masa yang akan

datang dalam bentuk nilai sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan,

agama dan kebudayaan yang terjadi akibat peninggalan sejarah.

Makna tersebut tidak langsung berkaitan dengan aspek ekonomi

Page 32: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 4.1

76

sehingga tidak mudah untuk menilai besarnya jumlah rupiah yang

melekat pada aset bersejarah”.

Pemberian kompensai kepada penemu aset bersejarah bukan

menjadi dasar penentuan awal aset melainkan menjadi belanja yang

dikeluarkan pemerintah. Biaya yang dikeluarkan untuk perawatan aset

bersejarah juga akan dibebankan menjadi belanja pemerintah. Hal ini

sesuai dengan PSAP No. 07 Tahun 2010 paragraf 70, menyatakan:

“Biaya untuk perolehan, konstruksi, peningkatan, rekonstruksi harus

dibebankan dalam laporan operasional sebagai beban tahun

terjadinya pengeluaran tersebut. Beban tersebut termasuk seluruh

beban yang berlangsung untuk menjadikan aset bersejarah tersebut

dalam kondisi dan lokasi yang ada pada periode berjalan”.

Aset bersejarah lebih menonjolkan nilai-nilai ilmu pengetahuan

yang terkandung dari aset bersejarah tersebut dan nilai sejarah yang

mewakili peristiwa yang dihasilkan kolesi benda bersjarah khususnya

Museum Trinil. Sebagaimana yang dijelaskan dalam PSAP No. 07

Tahun 2010 paragraf 66 mengenai ciri khas suatu aset bersejarah

yakni: “Nilai kultural, lingkungan, pendidikan dan sejarahnya yang

tidak mungkin secara penuh dilambangkan dengan nilai keuangan

berdasarkan harga pasar”.

Jadi, perlakuan akuntansi mengenai penilaian aset bersejarah

pada Museum Trinil sesuai dengan standar yang berlaku yaitu PSAP

No. 07 Tahun 2010 bahwa aset bersejarah bukanlah aset yang tidak

Page 33: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 4.1

77

memiliki nilai, tapi aset bersejarah lebih mengutamakan pada nilai

yang tak terlihat berupa nilai sejarahnya dan pendidikan.

Model penilaian lainnya diungkapkan dalam Financial

Reporting Statement (FRS) 30 yang menyatakan model penilaian aset

bersejarah yaitu: “Penilaian (valuation) aset bersejarah dapat

dilakukan dengan metode apapun yang tepat dan relevan”.

Jadi, Financial Reporting Statement (FRS) 30 tidak

memberikan persyaratan apapun untuk penilaian yang dilakukan

dalam menilai aset bersejarah. Financial Reporting Statement (FRS)

lebih menyarankan untuk menggunakan metode penilaian yang tepat

dan lebih bermanfaat untuk menghasilkan informasi yang relevan.

Penilaian aset bersejarah pada Museum Trinil dinilai tak ternilai

karena semakin lama umur dari aset bersejarah maka nilainya tak

terhingga serta sebagai perlindungan aset bersejarah agar tidak

diperjual belikan. Temuan ini sejalan dengan pendapat Aversano dan

Christianes (2014) yang berpendapat bahwa asset bersejarah berbeda

dengan asset pada umummya karena asset bersejarah tidak dapat

diproduksi ulang, digantikan, dan tidak memungkinkan kondisinya

untuk diperdagangkan.

4.2.2.2 Penyusutan Aset Bersejarah Pada Museum Trinil

Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan terhadap

ketiga informan dapat dilihat bahwa, aset bersejarah pada Museum

Trinil tidak dilakukan penyusutan karena tidak ada nilainya meskipun

umur aset terus bertambah dan kondisi fisik menurun maka nilai dari

Page 34: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 4.1

78

aset bersejarah tersebut semakin tinggi, sebagaimana dijelaskan

dalam PSAP No. 07 Tahun 2010 paragraf 66 menyatakan, “Tidak

mudah untuk diganti dan nilainya akan terus meningkat selama waktu

berjalan walaupun kondisi fisiknya semakin menurun; sulit untuk

mengestimasikan masa manfaatnya. Untuk beberapa kasus dapat

mencapai ratusan tahun”.

Informan juga mengungkapkan untuk aset bersejarah misalnya

gedung atau bangunan jika dilaporkan dalam akun bangunan maka

akan tetap dinilai dan disusutkan. Pernyataan tersebut sesuai dengan

PSAP No. 07 Tahun 2010 paragraf 71 yang menyatakan beberapa aset

bersejarah yang memberikan manfaat lainnya kepada pemerintah

selain nilai sejarahnya, sebagai contoh bangunan bersejarah yang

digunakan untuk ruang perkantoran. Maka aset tersebut akan

diterapkan prinsip-prinsip yang sama seperti aset tetap lainnya. Tidak

ada nilai dalam aset bersejarah membuat aset bersejarah tidak

dilakukan penyusutan kecuali aset bersejarah digunakan untuk

kegiatan operasional perusahaan dan dilaporkan bukan sebagai aset

bersejarah, maka akan diterapkan sesuai dengan standar.

4.2.3 Penyajian dan Pengungkapan Aset Bersejarah

Penyajian dan pengungkapan adalah unsur penting lainnya dalam

laporan keuangan. Melalui penyajian dan pengungkapan, entitas dapat

menyampaikan informasi penting bagi pihak yang membutuhkan

(Anggraini, 2014)”. Menurut PSAP No. 07 Tahun 2010 paragraf 65 dan 69

menyatakan: “Tidak mengharuskan pemerintah untuk menyajikan aset

Page 35: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 4.1

79

bersejarah di neraca namun aset tersebut diungkapkan dalam Catatan

atas Laporan Keuangan. Aset bersejarah harus disajikan dalam bentuk

unit, misalnya jumlah unit koleksi yang dimiliki atau jumlah unit

monumen, dalam Catatan atas Laporan Keuangan dengan tanpa nilai”.

Selanjutnya Financial Reporting Standard (FRS) 30 paragraf 6

menyatakan, “Untuk aset bersejarah yang tidak dilaporkan di neraca,

alasannya harus dijelaskan dan Catatan atas Laporan keuangan harus

menjelaskan makna dan sifat dari aset bersejarah yang tidak dilaporkan di

neraca”.

Sebernarnya dari kedua standar standar tersebut tidak

mengharuskan untuk menyajikan aset bersejarah di neraca, tetapi harus

disajikan dan diungkapan secara detail pada Catatan atas Laporan

Keuangan. Sama halnya dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 06

Tahun 2017 tentang Penatausahaan Barang Milik Negara Berupa Aset

bersejarah yang menyatakan, “Aset bersejarah tidak disajikan di neraca,

namun aset tersebut harus harus diungkapkan dalam CaLBMN maupun

CaLK. Aset bersejarah dicatat dalam kuantitasnya tanpa nilai, contoh:

jumlah unit koleksi yang dimiliki atau jumlah unit monument”.

Pernyataan tersebut sesuai yang dijelaskan oleh informan bahwa

cara penatausahaan di SIMAK BMN, barang bersejarah tidak masuk

neraca karena tidak ada nilainya dan dicatat keuantitasnya saja. Museum

Trinil merupakan aset bersejarah yang dikelola oleh dua instansi yaitu

Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga (DISAPARPORA) Kabupaten

Ngawi dan Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Timur. Aset

Page 36: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 4.1

80

bersejarah Museum Trinil tidak dicatat dalam laporan keuangan

DISAPARPORA Ngawi, berdasarkan keterangan dari pihak Kasubag

umum selaku staf Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga Kabupaten

Ngawi hanya mencatat aset-aset gedung Museum Trinil saja dalam

Laporan Keuangannya dan itu pun sudah melebur menjadi satu Laporan

Keuangan Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga se-Kabupaten Ngawi.

Sedangkan pihak Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Timur

selaku pengelola aset-aset koleksi Museum Trinil hanya melakukan

Inventarisasi sebagai Objek Diduga Cagar Budaya. Tabel 4.1

menggambarkan contoh bagaimana Museum Trinil diungkapkan dalam

catatan Inventarisasi.

Meskipun pihak BPCB Jawa Timur tidak menyajikan museum

Trinil dalam laporan keuangan maupun dalam catatan BMN. Setidaknya

BPCB Jawa Timur sudah melaporkan aset tersebut dalam data

invemtarsasi objek. Dengan demikian tercapailah tujuan dari pelaporan

keuangan yaitu akuntabilitas kepada masyarakat atas pengelolaan yang

dilakukan, bukan untuk menunjukkan nilai dari aset bersejarah Museum

Trinil dan bagaimana metode penilainnya. Berikut ringkasan penjelasan

kesesuaian penerapan akuntansi aset bersejarah pada Museum Trinil

dengan Standar yang berlaku:

Page 37: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 4.1

81

Tabel 4. 2 Kesesuaian Penerapan Akuntansi Aset Bersejarah pada Museum Trinil

Berdasarkan Klasifikasi Pengakuan Aset Bersejarah

No.

Klasifikasi

Standar Akuntansi

Aset Bersejarah

Penerapan akuntansi

aset bersejarah pada

Museum Trinil

Tingkat

Kesesuaian

Sesuai Tidak

sesuai

1. Pengakuan

aset bersejarah

PSAP No. 07 Tahun

2010 paragraf 18:

Pengakuan aset tetap

akan andal bila aset

tetap telah diterima atau

diserahkan hak

kepemilikannya dan

atau pada saat

penguasaannya

berpindah

PSAP No. 07 Tahun

2010 paragraf 15:

Untuk dapat diakui

sebagai aset tetap harus

dipenuhi kriteria sebagai

berikut:

a) Berwuujud,

b) Mempunyai masa

manfaat,

c) Biaya perolehan aset

dapat diukur secara

andal,

d) Tidak dimaksudkan

untuk dijual dalam

operasi normal

entitas.

Undang-Undang No.

11 Tahun 2010 tantang

cagar budaya pasal 5

tentang kriteria cagar

budaya:

a. Berusia 50 tahun

Aset bersejarah

Museum Trinil diakui

jika data-datanya

lengkap dan sudah

tercatat di Registrasi

BPCB Jawa Timur

sebagai Objek

Diduga Cagar

Budaya

Museum Trinil

sebagai barang

berwujud,

mempunyai manfaat

yang tidak terbatas

dari segi ekonomi

untuk masyarakat

sekitar dan

pendidikan untuk

wisatawan yang

berkunjung. Akan

tetapi, nilai Museum

Trinil tidak dapat

diukur, tidak ada nilai

dimaksud agar benda-

benda yang ada di

Museum Trinil tidak

diperjual belikan”

Karakteristik aset

bersejarah Museum

Trinil berusia

minimal 50 tahun dan

mewakili masa gaya

yang meliputi masa

Page 38: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 4.1

82

atau lebih;

b. Mewakili masa gaya

paling singkat

berusia 50 tahun;

c. Memiliki arti khusus

bagi sejarah, ilmu

pengetahuan,

Pendidikan, agama,

dan/atau

kebudayaan; dan

d. Memiliki nilai

budaya bagi

penguatan

kepribadian bangsa.

prasejarah, masa

kolonial, masa klasik

Sumber: Standar Akuntansi Aset Bersejarah dan Data diolah, 2021

Berdasarkan tabel 4.2 pengakuan aset bersejarah, Museum Trinil

diakui sebagai aset bersejarah yang berwujud ,memiliki manfaat yang

harus dilindungi dan dipelihara dalam jangka waktu yang tidak terbatas

yang lebih terikat dengan data inventaris sebagai Objek Diduga Cagar

Budaya”. Karakteristik benda koleksi Museum Trinil memiliki usia 50

tahun lebih karena ditemukan pada masa pra sejarah serta memiliki arti

khusus bagi sejarah, dan ilmu pengetahuan. Hal ini sesuai yang diatur oleh

PSAP No. 07 Tahun 2010 dan Undang-Undang No. 11 Tahun 2010.

Tabel 4. 3 Kesesuaian Penerapan Akuntansi Aset Bersejarah pada Museum Trinil

Berdasarkan Klasifikasi Penilaian Aset Bersejarah

No.

Klasifikasi

Standar Akuntansi

Aset Bersejarah

Penerapan akuntansi

aset bersejarah pada

Museum Trinil

Tingkat

Kesesuaian

Sesuai Tidak

sesuai

2. Penilaian aset

bersejarah

PSAP No. 07 Tahun

2010 paragraf 66:

Nilai kultural,

lingkungan, pendidikan

Sampai sekarang

belum ada yang dapat

menentukan berapa

nilai dari aset

Page 39: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 4.1

83

dan sejarahnya yang

tidak mungkin secara

penuh dilambangkan

dengan nilai keuangan

berdasarkan harga

pasar

Financial Reporting

Statement (FRS) 30:

Penilaian (valuation)

aset bersejarah dapat

dilakukan dengan

metode apapun yang

tepat dan relevan

PSAP No. 07 Tahun

2010 paragraf 70:

Biaya untuk perolehan,

konstruksi,

peningkatan,

rekonstruksi harus

dibebankan dalam

laporan operasional

sebagai beban tahun

terjadinya pengeluaran

tersebut. Beban

tersebut termasuk

seluruh beban yang

berlangsung untuk

menjadikan aset

bersejarah tersebut

dalam kondisi dan

lokasi yang ada pada

periode berjalan

PSAP No. 07 Tahun

bersejarah. Tidak ada

nilai rupiah yang

melekat dari aset

bersejarah karena Aset

bersejarah lebih

menonjolkan nilai

ilmu pengetahuan dan

sejarahnya.

Penilaian aset

bersejarah pada

Museum Trinil dinilai

tak ternilai karena

semakin lama umur

dari aset bersejarah

maka nilainya tak

terhingga serta sebagai

perlindungan aset

bersejarah agar tidak

diperjual belikan

Imbalan jasa yang

diberikan kepada

masyarakat yang

menemukan benda

bersejarah sebagai

penghargaan kepada

masyarakat bukan

sebagai harga dasar

penentuan nilai

perolehan awal aset

tetapi sebagai belanja

tahunan pemerintah

Aset bersejarah

Page 40: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 4.1

84

2010 paragraf 71:

Beberapa aset

bersejarah yang

memberikan manfaat

lainnya kepada

pemerintah selain nilai

sejarahnya, sebagai

contoh bangunan

bersejarah yang

digunakan untuk ruang

perkantoran. Maka aset

tersebut akan

diterapkan prinsip-

prinsip yang sama

seperti aset tetap

lainnya

Museum Trinil tidak

dilakukan penyusutan.

Kecuali aset

bersejarah yang

digunakan untuk

kegiatan operasional

dan dilaporkan bukan

sebagai aset bersejarah

maka dilakukan

penyusutan.

Sumber: Standar Akuntansi Aset Bersejarah dan Data Diolah, 2021

Berdasarkan tabel 4.3 dari segi penilaian aset bersejarah, pengelola

Museum Trinil tidak menerapkan metode penilaian apapun baik

menggunakan metode penilaian perolehan maupun nilai wajar. Akan

tetapi, hasil penelitian ini menunjukkan tidak semua aset bersejarah dapat

dinilai dengan satuan moneter karena yang dapat diambil dari aset

bersejarah ialah nilai manfaat dari sejarah tersebut. Selanjutnya biaya-

biaya yang dikeluarkan seperti biaya perolehan dan perawatan Museum

Trinil akan dibebankan menjadi belanja yang dikeluarkan pemerintah.

Penyusutan aset bersejarah Musem Trinil tidak dapat dilakukan karena

nilai dari aset bersejarah akan terus meningkat, kecuali aset bersejarah

misalnya gedung atau bangunan jika dilaporkan dalam akun bangunan

maka akan tetap dinilai dan disusutkan”. Ini berarti pihak pengelola

Museum Trinil telah menjalankan apa yang telah diatur dalam Standar

Akuntansi yang berlaku.

Page 41: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 4.1

85

Tabel 4. 4 Kesesuaian Penerapan Akuntansi Aset Bersejarah pada Museum Trinil

Berdasarkan Kkasifikasi Penyajian dan Pengungkapan Aset Bersejarah

No.

Klasifikasi

Standar Akuntansi

Aset Bersejarah

Penerapan akuntansi

aset bersejarah pada

Museum Trinil

Tingkat

Kesesuaian

Sesuai Tidak

sesuai

3. Penyajian dan

pengungkapan

aset bersejarah

PSAP No. 07 Tahun

2010 paragraf 65:

Pernyataan ini tidak

mengharuskan

pemerintah untuk

menyajikan aset

bersejarah di neraca

namun aset tersebut

diungkapkan dalam

Catatan atas Laporan

Keuangan

PSAP No. 07 Tahun

2010 paragraf 69:

Aset bersejarah harus

disajikan dalam bentuk

unit, misalnya jumlah

unit yang dimiliki atau

jumlah unit monumen,

dalam Catatan atas

Laporan Keuangan

dengan tanpa nilai.

Financial Reporting

Standard (FRS) 30

paragraf 6:

Untuk aset bersejarah

yang tidak dilaporkan

di neraca, alasannya

harus dijelaskan dan

Catatan atas Laporan

keuangan harus

menjelaskan makna

dan sifat dari aset

bersejarah yang tidak

dilaporkan di neraca

Museum Trinil tidak

diungkapkan dalam

Catatan atas Laporan

Keuangan BPCB Jawa

Timur maupun Dinas

Pariwisata Pemuda

dan Olahraga

Kabupaten Ngawi

BPCB JawaTimur

maupun Dinas

Pariwisata Pemuda

dan Olahraga

Kabupaten Ngawi

tidak menyajikan

Museum Trinil dalam

Catatan atas Laporan

Keuangan dalam

bentuk unit.

Aset bersejarah

Museum Trinil tidak

dilaporkan dalam

laporan keuangan

BPCB Jawa Timur

dan Dinas Pariwisata

Pemuda dan Olahraga

Kabupaten Ngawi

Page 42: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 4.1

86

PMK 06 Tahun 2017

tentang

Penatausahaan

Barang Milik Negara:

Aset bersejarah tidak

disajikan di neraca,

namun aset tersebut

harus diungkapkan

dalam CaLBMN

maupun CaLK. Aset

bersejarah dicatat

dalam kuantitasnya

tanpa nilai, contoh:

jumlah unit koleksi

yang dimiliki atau

jumlah unit monument

Aset bersejarah

Museum Trinil belum

masuk dalam

pencatatan BMN Balai

Pelestarian Cagar

Budaya Jawa Timur,

jadi tidak diungkapkan

dalam CaLBMN

maupun CaLK.

Sumber: Standar Akuntansi Aset Bersejarah dan Data Diolah, 2021

Berdasarkan tabel 4.4 penyajian dan pengungkapan aset bersejarah,

Museum Trinil diungkapkan di dalam data inventarisasi sebagai Objek

Diduga Cagar Budaya dan tidak disajikan dalam bentuk unit. Maka dari itu

dapat disimpulkan terkait penyajian dan pengungkapan pada Museum

Trinil yang diterapkan oleh pihak pengelola yaitu BPCB Jawa Timur tidak

sesuai dengan Penatausahaan Barang Milik Negara dan PSAP No. 07

Tahun 2010, yang mengamanatkan untuk mengungkapkan aset bersejarah

di dalam Catatan atas Laporan Keuangan dalam bentuk unit dengan tanpa

nilai”.