Download - 273893316 Askep Tonsilitis
LAPORAN PENDAHULUAN
TONSILITIS
A. KONSEP TEORI
1. PENGERTIAN
Tonsilitis merupakan inflamasi atau pembengkakan akut pada tonsil atau amandel
( Reeves, Roux, Lockhart, 2001 ).
Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin
Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang terdapat di dalam
rongga mulut yaitu : tonsil faringeal ( adenoid ), tonsil palatina ( tosil faucial), tonsil
lingual ( tosil pangkal lidah ), tonsil tuba Eustachius ( lateral band dinding faring /
Gerlach’s tonsil ) ( Soepardi, Effiaty Arsyad,dkk, 2007 ).
Tonsilitis akut adalah radang akut yang disebabkan oleh kuman streptococcus beta
hemolyticus, streptococcus viridans dan streptococcus pyogenes, dapat juga disebabkan
oleh virus (Mansjoer, 2000).
Tonsilektomi adalah suatu tindakan pembedahan dengan mengambil atau
mengangkat tonsil untuk mencegah infeksi selanjutnya( Shelov, 2004 ).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa tonsilitis merupakan suatu peradangan pada tonsil
yang disebabkan karena bakteri atau virus,prosesnya bisa akut atau kronis.
2. ANATOMI DAN FISIOLOGI
Cincin waldeyer merupakan jaringan limfoid yang mengelilingi faring. Bagian
terpentingnya adalah tonsil palatina dan tonsil faringeal (adenoid). Unsur yang lain
adalah tonsil lingual, gugus limfoid lateral faring dan kelenjar-kelenjar limfoid yang
tesebar dalam fosa rosenmuller, di bawah mokosa dinding posterior faring dan dekat
orifisum tuba eustachius.
Massa jaringan limfoid yang terletak di dalam fosa tonsil pada kedua sudut orofaring dan di
batasi oleh pilar anterior (otot palatoglosus) dan pilar posterior (otot palatofaringeus). Tonsil terbentuk
oval dengan panjang 2-5 cm, masing-masing tonsil mempunyai 10-30 kriptus yang
meluas ke dalam jaringan tonsil. Tonsil tidak selalu mengisi seluruh tonsil fosa
tonsilaris, daerah yang kosong diatasnya dikenal sebagaii fosa supratonsiliar tonsil
terletak di lateral orofaring.
Dibatasi oleh:
a. Lateral - m. Konstriktor faring superior
b. Anterior - m. Palatoglosus
c. Psterior - m. Palatofaringeus
d. Superior - palatum mole
e. Inferior - tonsilingual
Secara mikroskopik tonsil terdiri atas 3 komponen yaitu jaringan ikat folikel
germinativum ( merupakan sel limfoid) dan jaringan interfolikel ( terdiri dari jaringan
limfoid).
a. Fosa tonsil
Fosa tonsil atau sinus tonsil dibatasi oleh otot-otot orofaring, yaitu batas
anterior adalah otot palatoglosus, batas lateral atau dinding luarrnya adalah otot
konstriktor faring superior. Pilar anterior mempunyaii bentuk seperti kipas pada
rongga mulut mulai palatum mole, tuba eustachius, dan dasar tengkorak dan ke arah
bawah meluas hingga dinding lateral esofagus. Sehingga pada tonsilektomi harus
hati-hati agar pilar posterior tidak terluka. Pilar anterior dan pilar posteior bersatu di
bagian atas pada palatum mole, kearah bawah terpisah dan masuk ke jaringan di
pangal lidah dan dinding lateral faring.
b. Kapsul tonsil
Bagian permukaan lateral tonsil ditutupi oleh suatu membran jaringan ikat,
yang disebut kapsul. Walaupun para pakar anatomi menyangkal adanya kapsul ini.
Tetapi para klinisi menyatakan bahwa kapsul adalah jaringan ikat putih yang
menutupi 4/5 bagian tonsil mempunyai pembuluh getah bening eferan, sedangkan
pembuluh getah bening aferen tidak ada.
Tonsil merupakan jaringan limfoid yang mengndung sel limfosit, 0,1-0,2% dari keseluruhan
limfosit tubuh pada orang dewasa. Proporsi limfosit B dan T pada tonsil adalah 50% ; 50%,
sedangkan di darah 55- 75% : 15- 30%. Pada tonsil terdapat sistim imun komplek terdiri atas sel M
(sel membran ), makrofag, sel dendrit APCs ( antigen presenting cells) yang berperan dalam proses
transportasi antigen kesel limfosit sehingga tejadi sntesis imuoglobin spesifik. Juga terdapat sel
limfosit B, limfosit T, sel plasma dan sel pembawa IgC.
3. KLASIFIKASI TONSILITIS
a. Tonsillitis akut
Tonsilitis akut dengan gejala tonsil membengkak dan hiperemis permukaan
nya yang diliputi eksudat (nanah) berwarna putih kekuning- kuningan.
Dibagi lagi menjadi 2, yaitu :
1) Tonsilitis viral
Ini lebih menyerupai common cold yang disertai rasa nyeri tenggorok. Penyebab
paling tersering adalah virus Epstein Barr.
2) Tonsilitis Bakterial
Radang akut tonsil dapat disebabkan kuman grup A stereptococcus beta
hemoliticus yang dikenal sebagai strept throat, pneumococcus, streptococcus
viridian dan streptococcus piogenes. Detritus merupakan kumpulan leukosit,
bakteri yang mulai mati.
Dari kedua Tonsilitis viral dan Tonsilitis Bakterial dapat menimbulkan
gejala perkembangan lanjut tonsillitis akut yaitu :
Tonsilitis folikularis dengan gejala tonsil membengkak dan hiperemis
dengan permukaannya berbentuk bercak putih yang mengisi kripti tonsil yang
disebut detritus. Detritus ini terdiri dari leukosit, epitel yang terlepas akibat
peradangan, dan sisa-sisa makanan yang tersangkut.
Infiltrat peritonsiler dengan gejala perkembangan lanjut dari tonsiitis akut.
Perkembangan ini sampai ke palatum mole (langit-langit), tonsil menjadi
terdorong ke tengah, rasa nyeri yang sangat hebat , air liur pun tidak bisa di telan.
Apabila dilakukan aspirasi (penyedotan dengan spuit/ suntikan) di tempat
pembengkakan di dekat palatum mole (langit- langit) akan keluar darah.
Abses peritonsil dengan gejala perkembangan lanjut dari infiltrat
peritonsili. Dan gejala klinis sama dengan infiltrat perintonsiler. Apabila dilakukan
aspirasi (penyedotan dengan spuit/ suntikan) di tempat pembengkakan di dekat
palatum mole (langit- langit) akan keluar nanah.
b. Tonsilitis membranosa
Tonsilitis membranosa dengan gejala eksudat yang menutupi permukaan
tonsil yang membengkak tersebut meluas menyerupai membran. Membran ini
biasanya mudah diangkat atau di buang dan berwarna putih kekuning- kuningan.
Tonsilitis lakunaris dengan gejala bercak yang berdekatan, bersatu dan
mengisis lakuna (lekuk-lekuk) permukaan tonsil.
2) Tonsilitis Difteri
Penyebabnya yaitu oleh kuman Coryne bacterium diphteriae, kuman yang
termasuk Gram positif dan hidung di saluran napas bagian atas yaitu hidung,
faring dan laring.
3) Tonsilitis Septik
Penyebab streptococcus hemoliticus yang terdapat dalam susu sapi sehingga
menimbulkan epidemi. Oleh karena di Indonesia susu sapi dimasak dulu dengan
cara pasteurisasi sebelum diminum maka penyakit ini jarang ditemukan.
c. Angina Plout Vincent
Penyebab penyakit ini adalah bakteri spirochaeta atau triponema yang didapatkan
pada penderita dengan higiene mulut yang kurang dan defisiensi vitamin C. Gejala
berupa demam sampai 39° C, nyeri kepala, badan lemah dan kadang gangguan
pecernaan.
d. Tonsilitis kronik
Faktor predisposisi timbulnya tonsilitis kronis ialah rangsangan yang menahun
dari rokok, beberapa jenis makanan, higiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca
kelemahan fisik dan pengobatan tonsilitis yang tidak adekuat kuman penyebabnya
sama dengantonsilitis akut tetapi kadang-kadang kuman berubah menjadi kuman
golongan gram negatif.(Soepardi,Efiary Arsyad,dkk 2007)
4. ETIOLOGI
Tonsilitis disebabkan karena virus dan bakteri, mikroorganisme atau jamur, Ada
berbagai macam virus dan bakteri yang dapat menyebabkan terjadinya radang amandel,
termasuk virus yang menyebabkan mononucleosis (virus Epstein-Barr) dan bakteri yang
menyebabkan terjadinya radang tenggorokan (Streptococcus pyogenes).
Virus Epstein-Barr, juga disebut Virus herpes manusia 4 adalah virus dari famili
herpes (yang juga terdapat virus herpes simplex dan Sitomegalovirus), dan merupakan
salah satu virus yang paling umum pada manusia. Banyak orang terinfeksi dengan Virus
Epstein-Barr yang sering asimtomatik tetapi umumnya menyebabkan mononukleosis.
Virus Epstein-Barr berasal dari nama Michael Epstein dan Yvonne Barr, yang bersama
dengan Bert Achong, menemukan virus ini tahun 1964.
Streptococcus pyogenes ialah bakteri Gram-positif bentuk bundar yang tumbuh
dalam rantai panjang dan merupakan penyebab infeksi Streptococcus Grup A.
Streptococcus pyogenes menampakkan antigen grup A di dinding selnya dan beta-
hemolisis saat dikultur di plat agar darah. Streptococcus pyogenes khas memproduksi
zona beta-hemolisis yang besar, gangguan eritrosit sempurna dan pelepasan hemoglobin,
sehingga kemudian disebut Streptococcus Grup A (beta-hemolisis). Streptococcus
bersifat katalase-negatif
Menurut Adams George (1999), tonsilitis bakterialis supuralis akut paling sering
disebabkan oleh streptokokus beta hemolitikus grup A.
a. Pneumococcus
b. Staphilococcus
c. Haemalphilus influenza
d. Kadang streptococcus non hemoliticus atau streptococcus viridens.
Menurut Iskandar N (1993). Bakteri merupakan penyebab pada 50 % kasus.
a. Streptococcus B hemoliticus grup A
b. Streptococcus viridens
c. Streptococcus pyogenes
d. Staphilococcus
e. Pneumococcus
f. Virus
g. Virus influenza serta herpes
Menurut Firman S (2006) penyebabnya adalah infeksi bakteri streptococcus atau
infeksi virus. Tonsil berfungsi membantu menyerang bakteri dan mikroorganisme
lainnya sebagai tindakan pencegahan terhadap infeksi. Tonsil bisa dikalahkan oleh
bakteri maupun virus, sehingga membengkak dan meradang, menyebabkan tonsillitis.
5. MANIFESTASI KINIS
Menurut Megantara, Imam 2006, Gejalanya berupa nyeri tenggorokan (yang
semakin parah jika penderita menelan) nyeri seringkali dirasakan ditelinga (karena
tenggorokan dan telinga memiliki persyarafan yang sama).
Gejala lain :
a. Demam
b. Tidak enak badan
c. Sakit kepala
d. Muntah
Menurut Mansjoer, A (1999) gejala tonsilitis antara lain :
a. Pasien mengeluh ada penghalang di tenggorokan
b. Tenggorokan terasa kering
c. Pernafasan bau
d. Pada pemeriksaan tonsil membesar dengan permukaan tidak rata, kriptus membesar
dan terisi detritus
e. Tidak nafsu makan
f. Mudah lelah
g. Nyeri abdomen
h. Pucat
i. Letargi
j. Nyeri kepala
k. Disfagia (sakit saat menelan)
l. Mual dan muntah
Gejala pada tonsillitis akut :
a. Rasa gatal / kering di tenggorokan
b. Lesu
c. Nyeri sendi
d. Odinafagia
e. Anoreksia
f. Otalgia
g. Suara serak (bila laring terkena)
h. Tonsil membenkak
Menurut Smelizer, Suzanne (2000), Gejala yang timbul sakit tenggorokan, demam,
ngorok, dan kesulitan menelan.
Menurut Hembing, (2002) :
a. Dimulai dengan sakit tenggorokan yang ringan hingga menjadi parah, sakit saat
menelan, kadang-kadang muntah.
b. Tonsil bengkak, panas, gatal, sakit pada otot dan sendi, nyeri pada seluruh badan,
kedinginan, sakit kepala dan sakit pada telinga.
c. Pada tonsilitis dapat mengakibatkan kekambuhan sakit tenggorokan dan keluar nanah
pada lekukan tonsil.
6. PATOFISIOLOGI
Bakteri dan virus masuk masuk dalam tubuh melalui saluran nafas bagian atas,
akan menyebabkan infeksi pada hidung atau faring kemudian menyebar melalui sistem
limfa ke tonsil. Adanya bakteri dan virus patogen pada tonsil menyebabkan terjadinya
proses inflamasi dan infeksi sehingga tonsil membesar dan dapat menghambat keluar
masuknya udara. Infeksi juga dapat mengakibatkan kemerahan dan edema pada faring
serta ditemukannya eksudat berwarna putih keabuan pada tonsil sehingga menyebabkan
timbulnya sakit tenggorokan, nyeri telan, demam tinggi bau mulut serta otalgia yaitu
nyeri yang menjalar ke telinga. (Nurbaiti 2001).
7. PATHWAYS KEPERAWATAN
Streptococcus hemolitikus tipe A
Virus hemolitikus influenza
Reaksi antigen dan antibody dalam tubuh
Antibody dalam tubuh tidak dapat melawan antigen kuman
Virus dan bakteri menginfeksi tonsil
Epitel terkikis
Inflamasi tonsil
Nyeri saat menelan Respon inflamasi Pembengkakan tonsil
Anoreksia Termoregulasi hipotalamus Sumbatan jalan nafas dan cerna
Intake tidak ↑ Suhu tubuh Tindakan tonsilektomi Adekuat penumpukan sekret
Kurang pengetahuan
Terputusnya pembuluh darah
Terputusnya keutuhan jaringan Luka terbuka
Perdarahan Pertahanan tubuh menurun
Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan
Hipertermi
Ansietas
Resiko bersihan jalan nafas tidak
efektif
Resiko InfeksiResiko kekurangan volume cairan
Nyeri akut
8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk memperkuat diagnosa
tonsilitis akut adalah pemeriksaan laboratorium meliputi :
a. Leukosit : terjadi peningkatan
b. Hemoglobin : terjadi penurunan
c. Usap tonsil untuk pemeriksaan kultur bakteri dan tes sensitifitas obat.
Pemeriksaan Penunjang menurut Firman S (2006), yaitu :
a. Tes Laboratorium
Tes laboratorium ini digunakan untuk menentukan apakah bakteri yang ada dalam
tubuh pasien merupkan bakteri grup A, karena grup ini disertai dengan demam
renmatik, glomerulnefritis, dan demam jengkering.
b. Pemeriksaan penunjang
Kultur dan uji resistensi bila diperlukan.
c. Terapi
Dengan menggunakan antibiotic spectrum lebar dansulfonamide,antipiretik, dan obat
kumur yang mengandung desinfektan.
Indikasi tonsilektomi dan adenoidektomi :
a. Sumbatan hidung yang menetap oleh adenoid
b. Sumbatan rongga mulut oleh tonsil yang membesar
c. Cor pulmonal
d. Peritonsil yang berulang
e. Infeksi kelenjar limfe leher berulang
f. Kecurigaan tumor tonsil
g. Sindrom “sleep apnea”
h. Tonsil sebagai fokal infeksi dari organ penting lainnya.
9. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan tonsilitis secara umum, menurut Firman S, 2006 :
a. Jika penyebabnya bakteri, diberikan antibiotik peroral (melalui mulut) selama 10
hari, jika mengalami kesulitan menelan, bisa diberikan dalam bentuk suntikan.
b. Pengangkatan tonsil (tonsilektomi) dilakukan jika :
1) Tonsilitis terjadi sebanyak 7 kali atau lebih / tahun.
2) Tonsilitis terjadi sebanyak 5 kali atau lebih / tahun dalam kurun waktu 2 tahun.
3) Tonsilitis terjadi sebanyak 3 kali atau lebih / tahun dalam kurun waktu 3 tahun.
4) Tonsilitis tidak memberikan respon terhadap pemberian antibiotik.
Menurut Mansjoer, A (1999) penatalaksanan tonsillitis adalah :
a. Penatalaksanaan tonsilitis akut
1) Antibiotik golongan penicilin atau sulfanamid selama 5 hari dan obat kumur atau
obat isap dengan desinfektan, bila alergi dengan diberikan eritromisin atau
klindomisin.
2) Antibiotik yang adekuat untuk mencegah infeksi sekunder, kortikosteroid untuk
mengurangi edema pada laring dan obat simptomatik.
3) Pasien diisolasi karena menular, tirah baring, untuk menghindari komplikasi
kantung selama 2-3 minggu atau sampai hasil usapan tenggorok 3x negatif.
4) Pemberian antipiretik.
b. Penatalaksanaan tonsilitis kronik
1) Terapi lokal untuk hygiene mulut dengan obat kumur / hisap.
2) Terapi radikal dengan tonsilektomi bila terapi medikamentosa atau
terapi konservatif tidak berhasil.
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Wawancara
1) Kaji identitas klien
2) Kaji adanya riwayat penyakit sebelumnya dan penyakit keluarga (tonsillitis)
3) Apakah pengobatan adekuat
4) Kapan gejala itu muncul
5) Apakah mempunyai kebiasaan merokok
6) Bagaimana pola makannya
7) Apakah rutin / rajin membersihkan mulut
b. Pemeriksaan fisik
1) Aktivitas / istirahat
Gejala :
(a) Kelemahan
(b) kelelahan (fatigue)
2) Sirkulasi
Tanda :
(a) Hiperfentilasi (respons terhadap aktivitas)
3) Integritas Ego
Gejala :
(a) Stres
(b) Perasaan tidak berdaya
Tanda :
Tanda- tanda ansietas, mual : gelisah, pucat, berkeringat, perhatian menyempit.
4) Eliminasi
Gejala :
Perubahan pola berkemih
Tanda :
Warna urine mungkin pekat
5) Makanan dan cairan
Gejala :
(a) Anoreksia
(b) Masalah menelan
Tanda :
(a) Membran mukosa kering
(b) Turgor kulit jelek
6) Nyeri / kenyamanan
Gejala :
(a) Nyeri pada daerah tenggorokan saat digunakan untuk menelan.
(b) Nyeri tekan pada daerah sub mandibula.
(c) Faktor pencetus : menelan ; makanan dan minuman yang dimasukkan
melalui oral, obat-obatan.
Tanda :
Wajah berkerut, berhati-hati pada area yang sakit, pucat, berkeringat, perhatian
menyempit.
2. DIAGNOSA
a. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi pada faring dan tonsil
b. Nyeri berhubungan dengan pembengkakan pada tonsil
c. Ansietas
d. Resti infeksi b.d kerusakan jaringan.
e. resiko Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake yang kurang
ditandai dengan TB/ BB tidak seimbang , pasien tidak dapat menghabiskan makanan
yang disajikan.
f. Resiko Kekurangan volume cairan b/d intake yang kurang ditandai dengan turgor
jelek, kulit kering, produksi urine < 30 cc / jam, mual muntah, kadar elektrolit
menurun.
g. Resiko Bersihan jalan nafas tak efektif berbungan dengan pembesaran tonsil
3. INTERVENSI
a. Dx 1: Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi pada faring dan tonsil
Tujuan : Suhu tubuh kembali normal
Kriteria hasil :
1) Suhu tubuh dalam rentang normal
2) Suhu kulit dalam batas normal
3) Nadi dan pernafasan dalam batas normal
Intervensi:
1) Pantau suhu pasien (derajat dan pola); perhatikan menggigil/ diafpresis
Rasional: Pada demam dapat membantu dalam diagnosis misal kurun demam
lanjut berkahir dari 24 jam.
2) Pantau suhu lingkungan, batasi tempat tidur sesuai indikasi
Rasional: Suhu ruangan harus diubah untuk mempertahankan suhu mendekati
normal dapat membantu mengurangi demam.
3) Berikan kompres mandi hangat
Rasional: Digunakan untuk mengurangi demam dengan sentralnya pada
hipotalamus.
b. Dx 2: Nyeri berhubungan dengan pembengkakan pada tonsil
Tujuan : Dapat hilang atau berkurang
Kriteria hasil :
1) Mengenal faktor penyebab
2) Mengenali serangan nyeri
3) Tindakan pertolongan non analgetik
4) Mengenali gejala nyeri
5) Menunjukan posisi/ekspresi wajah rileks
Intervensi:
1) Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 1-10), frekuensi dan
waktu. Menandai non verbal, misal: gelisah, takikardi, meringis.
Rasional: Mengindikasi kebutuhan untuk intervensi dan juga tanda-tanda
perkembangan/resolusi komplikasi.
2) Dorong pengungkapan perasaan
Rasional: Dapat mengurangi ansietas dan rasa takut, sehingga mengurangi
persepsi akan intensitas rasa takut.
3) Lakukan tindakan paliatif, misal: pengubahan posisi, masase.
Rasional: Meningkatkan relaksasi/menurunkan ketegangan pasien.
4) Instruksikan pasien untuk menggunakan visualisasi/ bimbingan imajinasi,
relaksasi progresif, teknik nafas dalam.
Rasional: Meningkatkan relaksasi dan perasaan sehat.
c. Cemas berhubungan dengan rasa tidak nyaman
NOC : Kontrol Cemas
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan pengurangan cemas selama 3 x 24
jam diharapkan tidak ada masalah dengan kecemasan dengan skala 4
sehingga rasa cemas dapat hilang atau berkurang
Kriteria hasil :
1) Ansietas berkurang
2) Monitor intensitas kecemasan
3) Mencari informasi untuk menurunkan kecemasn
4) Memanifestasi perilaku akibat kecemasan tidak ada
NIC : Pengurangan Cemas
1) Sediakan informasi yang sesungguhnya meliputi diagnosis, treatmen dan
prognosis.
2) Tenangkan anak / pasien.
3) Kaji tingkat kecemasan dan reaksi fisik pada tingkat kecemasan. (takhikardi,
eskpresi cemas non verbal)
4) Berikan pengobatan untuk menurunkan cemas dengan cara yang tepat.
5) Instruksikan pasien untuk melakukan teknik relaksasi
d. Resti infeksi b.d kerusakan jaringan.
Hasil yang di harapkan: Bebas dari tanda-tanda infeksi.
Intervensi :
1) Anjurkan untuk melakukan nafas dalam.
R/ Meningkatkan mobilisasi.
2) Pantau suhu tubuh secara teratur.
R/ Dapat mengindikasikan perkembangan sepsis.
3) Observasi daerah kulit yang mengalami kerusakan.
R/ Mendeteksi dini perkembangan infeksi.
e. Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan nyeri
telan yang ditandai dengan :
1) Klien mengatakan sakit pada daerah leher ( tenggorokan ), sakit bertambah jika
dibuat menelan
2) Klien masih belum mendapat diet kecuali ice cream
3) K/u lemah
4) Terdapat luka di daerah tenggorokan, warna merah
Tujuan :
1) Jangka pendek : Dalam waktu 1 – 2 jam nyeri berkurang sampai dengan hilang.
2) Jangka panjang : Dalam waktu 1 – 7 hari kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria Hasil :
Peningkatan masukan oral
Intervensi :
1) Tentukan kalori harian
Rasional : Dengan mengetahui kalori yang dibutuhkan dapat mengetahui
jumlah diit yang diperlukan.
2) jelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat
Rasional :.Nutrisi yang adekuat dapat meningkatkan daya tahan tubuh dan
mempercepat penyembuhan luka.
3) Beri dorongan individu untuk makan, khususnya makanan lunak.
Rasional :.Asupan makanan yang cukup dan adekuat dapat meningkatkan daya
tahan tubuh.
4) Berikan kesenangan, suasana makan yang rileks
Rasional :.Suasana yang nyaman meningkatkan semangat klien untuk makan.
5) Sajikan makanan porsi kecil tapi sering
Rasional : Makanan dalam porsi kecil dapat mengurangi intensitas dalam
menelan
4. IMPLEMENTASI
Implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang
spesifik. Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang
telah diterapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit pemulihan
kesehatan dan memfasilitasi koping (Nursalam: 2001).
5. EVALUASI
Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan keadaan pasien
(hasil yang diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan
(Nursalam, 2001).
DAFTAR PUSTAKA
Adams, George L. 1997. BOISE Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta:EGC.
Arsyad, Efiaty Soepardi, dkk. 1995. Penatalaksanaan Penyakit Dan Kelainan THT.
Jakarta:Gaya Baru.
Arsyad, Efiaty Soepardi, dkk. 2000. Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT Edisi IV. Jakarta:Gaya
Baru.
Doengoes, Marilynn D. 1999. Rencana Asuhan Keparawatan. Jakarta:EGC.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta:Media Aeus Calpius.
Ngastiyah. 1997. Perawatan anak Sakit. Jakarta:EGC.
Pracy R, dkk.1985. Pelajaran Ringkasan Telinga hidung Tenggorokan.Jakarta:Gramedia.
Price, Silvia.1995.Patofisiologi Konsep Klinis Proses PenyakitJakarta:EGC.
Wilkinson, Judith.2000. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC danKriteria
hasil NOC Edisi 7.Jakarta:EGC.