Download - 2. Isi Laporan Kasus.doc
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen
bawah rahim sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri
internum.1. Sebab-sebab terjadinya plasenta previa tak diketahui, tetapi faktor-
faktor predisposisi antara lain umur dan paritas merupakan faktor predisposisi yang
sangat penting karena vaskularisasi desidua yang berkurang mungkin karena
infeksi, bekas-bekas luka endometrium bertambah dengan bertambahnya umur dan
paritas serta besarnya plasenta, jika plasenta demikian besarnya, maka
implantasinya akan meluas sampai segmen bawah rahim, misalnya pada
eritroblastosis fetalis atau hamil kembar.1,2
Gejala utama plasenta previa adalah perdarahan tanpa sebab, tanpa rasa
nyeri dan biasanya berulang (painless, recurrent bleeding), darahnya berwarna
merah segar, bagian terbawah janin tinggi (floating) dan sering dijumpai kelainan
letak janin, perdarahan pertama (first bleeding) biasanya tidak banyak dan tidak
fatal kecuali bila dilakukan periksa dalam sebelumnya, tetapi perdarahan berikutnya
biasanya lebih banyak.2
Insidens plasenta previa sekitar 1 dari 500 kelahiran hidup dan yang terjadi
pada trimester II (16-20 minggu) sekitar 5%. Sekitar 90% kejadian plasenta previa
ini ditindaklanjuti dengan terminasi per abdominam.3 Berdasarkan data kelahiran
di Amerika Serikat pada tahun 2001, kejadian plasenta previa adalah 1 dari 305
persalinan (Martin and co workers, 2002). Sekitar 93.000 persalinan di Nova
Scotia, Crane dkk (1999) menemukan insidens 0,33 % (1 dari 300). Di Parkland
Hospital, insidennya adalah 0,26 % (1 dari 390) untuk lebih dari 169.000 persalinan
selama 12 tahun terakhir3,4
Di Indonesia, plasenta previa masih merupakan salah satu penyebab utama
mortalitas maternal dan perinatal. Sebagian besar mortalitas tersebut disebabkan
oleh keterlambatan penanganan, sehingga pasien tidak sempat mendapat
penanganan yang adekuat sebelum sampai ke rumah sakit rujukan, atau sampai ke
1
rumah sakit rujukan dalam kondisi yang sudah buruk. Belum semua rumah sakit
rujukan memiliki fasilitas perawatan intensif yang memadai untuk menangani kasus
eklampsia pada khususnya, sehingga pengetahuan mengenai pengenalan faktor
resiko untuk dapat mendeteksi secara dini plasenta previa sangat diperlukan agar
tidak terjadi keterlambatan penanganan pertama dan rujukan.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk mengangkat laporan kasus
mengenai pasien dengan plasenta previa. Kasus yang kami bahas yaitu pasien
wanita, 35 tahun, dengan diagnosis masuk G1P0A0 hamil 37-38 minggu dengan
HAP e.c. Susp. Plasenta Previa belum inpartu janin tunggal hidup letak lintang.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3. 1. Definisi
Plasenta previa adalah implantasi plasenta pada segmen bawah rahim (SBR) yang
menutupi sebagian atau seluruh bagian orifisium uteri internum (OUI).2 Dari pengertian
ini didapat dua hal yaitu :
- implantasi plasenta letak rendah
- implantasi plasenta sepanjang atau didepan orificium uteri internum3
Plasenta previa merupakan salah satu penyebab perdarahan ante partum yang
terjadi pada kehamilan lanjut (pada trimester III), selain dari solusio plasenta, dan
perdarahan yang belum jelas sumbernya.1
3. 2. Tipe Plasenta Previa 3
Ada 4 tipe plasenta previa yaitu :
1. tipe 1 : plasenta letak rendah
pinggir plasenta berimplantasi di segmen bawah rahim
2. tipe 2 : plasenta previa marginal
plasenta mencapai OUI tetapi tidak menutup OUI
3. tipe 3 : plasenta previa parsial
plasenta menutupi sebagian OUI atau plasenta tidak menutupi OUI seluruhnya
ketika berdilatasi
4. tipe 4 : plasenta previa totalis
plasenta menutupi seluruh OUI ketika berdilatasi penuh
Klasifikasi plasenta previa ini didasarkan atas terabanya jaringan plasenta
melalui pembukaan jalan lahir pada waktu tertentu. Karena klasifikasi ini tidak
didasarkan pada keadaan anatomik melainkan fisiologik, maka klasifikasinya akan
berubah setiap waktu. Plasenta previa totalis pada pembukaan 4 cm mungkin akan
berubah menjadi plasenta previa parsialis pada pembukaan 8 cm. Tentu saja observasi
seperti ini tidak akan terjadi dengan penanganan yang baik.1
3
Gambar 1. Plasenta Previa
Gambar 2. Tipe Plasenta Previa
4
3. 3. Epidemiologi
Insidens plasenta previa sekitar 1 dari 500 kelahiran hidup dan yang terjadi pada
trimester II (16-20 minggu) sekitar 5%. Sekitar 90% kejadian plasenta previa ini
ditindaklanjuti dengan terminasi per abdominam.3
Berdasarkan data kelahiran di Amerika Serikat pada tahun 2001, kejadian plasenta
previa adalah 1 dari 305 persalinan (Martin and co workers, 2002). Sekitar 93.000
persalinan di Nova Scotia, Crane dkk (1999) menemukan insidens 0,33 % (1 dari 300).
Di Parkland Hospital, insidennya adalah 0,26 % (1 dari 390) untuk lebih dari 169.000
persalinan selama 12 tahun terakhir.4
3. 4 Etiologi 2
Penyebab pasti plasenta previa masih belum bisa dipastikan. Beberapa hipotesis
menyatakan bahwa kondisi berikut berkaitan dengan terjadinya plasenta previa :
- adanya jaringan parut pada endometrium (uterus)
- plasenta yang besar seperti pada kehamilan kembar (gemelli)
- bentuk uterus yang abnormal
- pembentukan plasenta yang abnormal
3. 5. Patofisiologi
Normalnya plasenta berimplantasi di fundus uteri dan aliran darah di fundus lebih
baik dari segmen bawah uterus. Adanya implantasi abnormal dapat diakibatkan
jaringan parut / skar pada uterus dan kerusakan pada uterus.3 Vaskularisasi yang
berkurang atau perubahan atropi pada desidua akibat persalinan yang lampau dapat
menyebabkan plasenta previa, dimana plasenta yang letaknya normal akan memperluas
permukaannya sehingga mendekati atau menutupi sama sekali pembukaan jalan lahir.1
3.6. Faktor Resiko 3
1. Riwayat operasi seksio sesaria sebelumnya (dihubungkan dengan kejadian
plasenta akreta)
2. paritas yang tinggi (multiparitas)
3. usia ibu tua
4. kehamilan kembar (gemelli)
5. merokok (penggunaan tembakau)
5
6. tindakan instrumentasi pada uterus
3.7. Gejala 3
a. Perdarahan bercak pada timester pertama dan kedua
b. perdarahan pervaginam pada usia kehamilan 27-32 minggu tanpa disertai nyeri
(“Sentinel bleed”), dengan warna darah merah terang, jumlahnya bervariasi
dari perdarahan sedikit sampai banyak. Hal ini dapat dipicu akibat hubungan
seksual atau kontraksi uterus.
c. Abdomen lemas, tidak nyeri tekan
3. 8 Screening dan Diagnosis 1,2
Pada setiap perdarahan ante partum, pertama kali harus dicurigai bahwa
penyebabnya adalah plasenta previa sampai kemudian ternyata dugaan itu salah.
a. Anamnesis
Perdarahan jalan lahir pada kehamilan setelah 22 minggu berlangsung tanpa
nyeri, tanpa penyebab, terutama pada multigravida. Banyaknya perdarahan tidak dapat
dinilai dari anamnesis melainkan dari pemeriksaan hematokrit.
b. Pemeriksaan luar
Bagian terbawah janin biasanya belum masuk pintu atas panggul. Apabila
presentasi kepala, biasanya kepala masih terapung di atas pintu atas panggul atau
mengolak ke samping dan sulit didorong ke dalam pintu atas panggul. Tidak jarang
tedapat kelainan letak janin seperti letak lintang atau letak sungsang.
c. Pemeriksaan Inspekulo
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui apakah perdarahan berasal dari ostium
uteri eksternum atau dari kelainan serviks dan vagina, seperti erosio porsionis uteri,
karsinoma poliposis servisis uteri, varises vulva, dan trauma. Apabila perdarahan
berasal dari ostium uteri eksternum, adanya plasenta previa harus dicurigai.
6
d. Penentuan letak plasenta tidak langsung
Penentuan letak plasenta secara tidak langsung ini dapat dilakukan dengan
radiografi, radioisotop, dan ultrasonografi. Adanya plasenta previa dapat dideteksi
melalui USG selama kunjungan Ante Natal Care atau setelah tejadinya perdarahan
pervaginam.2
- Diagnosis sebelum usia kehamilan 20 minggu :
Dengan pemeriksaan ultrasonografi rutin (USG) keadaan plasenta letak rendah atau
plasenta previa dapat diketahui
- Diagnosis setelah usia kehamilan 20 minggu :
Umumnya plasenta previa ini akan terdiagnosis jika sudah terjadi perdarahan per
vaginam. Dokter dapat mengkonfirmasi melalui pemeriksaan abdominal ultrasonografi
dan transvaginal ultrasonografi. Pemeriksaan tambahan lain dapat dengan MRI
(Magnetic Resonance Imaging) dimana pemeriksaan ini tidak menggunakan radiasi
sehingga cukup aman bagi janin.2
e. Penentuan letak plasenta secara langsung
Pemeriksaannya adalah secara langsung meraba plasenta melalui kanalis
servikalis. Namun pemeriksaan ini sangat berbahaya karena dapat menimbulkan
perdarahan banyak. Oleh karenanya pemeriksaan ini dilakukan apabila penanganan
pasif ditinggalkan dan ditempuh penanganan aktif. Pemeriksaannya harus dilakukan
dalam keadaan siap operasi. Pemeriksaan Dalam di Meja Operasi (PDMO) yaitu :
- Perabaan fornises. Pemeriksaan ini hanya bermakna bila janin dalam presentasi
kepala. Sambil mendorong sedikit kepala janin ke arah pintu atas panggul,
perlahan-lahan seluruh fornises diraba dengan jari. Perabaannya terasa lunak
apabila antara jari dan kepala janin terdapat plasenta, dan akan terasa padat /
keras bila diantara jari dan kepala janin tidak terdapat plasenta.
- Pemeriksaan melalui kanalis servikalis. Apabila kanalis servikalis telah terbuka,
perlahan-lahan jari telunjuk dimasukkan ke dalam kanalis servikalis, dengan
tujuan meraba kotiledon plasenta.
7
3.8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan tergantung dari jumlah perdarahan uterus abnormal, apakah
janin sudah viabel atau belum untuk hidup diluar uterus, besarnya plasenta yang
menutupi serviks, posisi janin di dalam rahim, dan paritas.1
Pada kehamilan awal, transfusi dapat diberikan untuk menggantikan kehilangan
darah ibu. Obat-obatan dapat diberikan untuk mencegah persalinan yang pre term, dan
memperpanjang masa kehamilan sampai mencapai 36 minggu.
Tindakan operatif (seksio sesaria) merupakan penatalaksanaan pada kasus
plasenta previa ini karena dapat mengurangi risiko kematian ibu dan bayi.
Berdasarkan usia kehamilan, ada dua tindakan yang dilakukan yaitu :
1. Tindakan Ekspektatif 5
Tujuan : agar janin tidak lahir prematur dan upaya diagnosis dilakukan secara
non invasif.
Syarat terapi ekspektatif :
- kehamilan pre term dengan perdarahan sedikit yang kemudian berhenti
- belum ada tanda inpartu
- keadaan umum ibu cukup baik (kadar hemoglobin dalam batas normal)
- janin masih hidup
Rawat inap, tirah baring dan berikan antibiotika profilaksis
Pemeriksaan USG untuk menentukan implantasi plasenta, usia kehamilan,
profil biofisik, letak dan presentasi janin.
Perbaiki anemia dengan pemberian Sulfas ferosus atau Ferous fumarat per
oral 60 mg selama 1 bulan.
Pastikan tesedianya sarana untuk melakukan transfusi
Jika perdarahan berhenti dan waktu untuk mencapai 37 minggu masih lama,
pasien dapat dirawat jalan (kecuali rumah pasien di luar kota atau diperlukan
waktu > 2 jam untuk mencapai rumah sakit) dengan pesan segera kembali ke
rumah sakit jika terjadi perdarahan.
Jika perdarahan berulang, pertimbangkan manfaat dan risiko ibu dan janin
untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut dibandingkan dengan terminasi
kehamilan.
8
2. Tindakan Aktif 5
Rencanakan terminasi kehamilan jika :
- janin matur
- janin mati atau menderita anomali atau keadaan yang mengurangi
kelangsungan hidupnya (misalnya anensefali)
- pada perdarahan aktif dan banyak, segera dilakukan terapi aktif tanpa
memandang maturitas janin.
Jika terdapat plasenta letak rendah dan perdarahan yang terjadi sangat sedikit,
persalinan per vaginam masih mungkin dilaksanakan. Jika tidak, tindakan
melahirkan dengan seksio sesaria.
Pemilihan cara persalinan tergantung dari derajat plasenta previa, paritas, dan
banyaknya perdarahan. Persalinan per vaginam dapat dilakukan pada
multigravida dengan plasenta letak rendah, plasenta previa marginalis, atau
plasenta previa parsialis pada pembukaan lebih dari 5 cm yang dapat
ditanggulangi dengan pemecahan selaput ketuban. Persalinan per vaginam
bertujuan agar bagian terbawah janin menekan plasenta dan bagian plasenta
yang berdarah selama persalinan berlangsung, sehingga perdarahan berhenti.
Apabila pemecahan selaput ketuban tidak berhasil, dapat dilakukan cara lain
dengan pemasangan cunam Willett dan versi Braxton –Hicks.1
Jika persalinan dengan seksio sesaria dan terjadi perdarahan dari tempat
plasenta :
- jahit tempat perdarahan
- pasang infus oksitosin 10 IU dalam 500 ml cairan intravena (NaCl
atau RL) dengan kecepatan 60 tetes per menit
Jika perdarahan terjadi pasca persalinan, segera lakukan penanganan yang
sesuai (ligasi arteri atau histerektomi)
3. 9 Prognosis
Dengan penanganan yang baik seharusnya kematian ibu karena plasenta previa
rendah sekali, atau tidak ada sama sekali. Sejak diperkenalkannya penanganan pasif
pada tahun 1945, kematian perinatal berangsur-angsur dapat diperbaiki. Walaupun
9
demikian, hingga kini kematian perinatal yang disebabkan prematuritas tetap
memegang peranan utama.
10
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien
Nama : Ny. W
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 36 tahun
Status Nikah : Menikah
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Palembang/Indonesia
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Kelurahan Air Batu, Talang Kelapa
MRS : 27 Juni 2013/11.00 WIB
3.2 Anamnesis
Anamnesis Umum (27 Juni 2013, pkl 11.30 WIB).
Riwayat Obstetri : G1 P0 A0
No Tempat
Bersalin
Tahun Hasil
Kehamilan
Jenis
Persalinan
ANAK
kelamin Berat Keadaan
1. Hamil ini
Riwayat kehamilan sekarang
Haid : Teratur, siklus 28 hari
Banyaknya : Biasa
HPHT : 14 Oktober 2012.
Taksiran persalinan : 7 Juli 2013
Lama hamil : 37-38 Minggu
Periksa hamil : Tidak periksa
11
Riwayat Persalinan
Dikirim oleh : Sp.OG dengan Surat Pengantar
His mulai sejak tanggal : -
Darah lendir sejak tanggal : -
Ketuban : -
Riwayat Perkawinan : 1 kali; lama 7 tahun
Riwayat Sosial ekonomi : Sedang
Riwayat gizi : Sedang
Anamnesis Khusus
Keluhan Utama : Keluar darah dari kemaluan
Riwayat Perjalanan Penyakit :
± 1 hari yang lalu os mengeluh keluar darah dari kemaluan, warna merah segar,
banyaknya 1-2x ganti celana dalam basah, nyeri (-). R/ perut mules yang menjalar ke
pinggang (-), R/ trauma (-), R/ keluar air-air (-), R/ post koital (-), R/ keputihan(-), R/
minum jamu-jamuan / obat-obatan (-). Os mengaku hamil cukup bulan dan gerakan
anak masih dirasakan.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit ginjal sebelumnya disangkal
Riwayat penyakit anemia sebelumnya disangkal
Riwayat trauma pada abdomen sebelumnya disangkal
Riwayat pernah merokok sebelumnya (-)
3.3. Pemeriksaan Fisik
Status Present
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 130/90 mmHg.
Nadi : 86 x/mnt
12
Frekuensi pernafasan : 22 x/mnt
Suhu : 37.0°C
Berat badan : 58 kg
Tinggi badan : 152 cm
Bentuk badan : Asthenikus
Konjungtiva palpebra : Pucat -/-
Sklera : Ikterik -/-
Gizi : Sedang
Payudara hiperpigmentasi : (+/+)
Jantung : Gallop (-), murmur (-)
Paru-paru : Wheezing (-), ronki (-)
Hati dan lien : Sulit dinilai
Edema pretibial : (-/-)
Varices : (-/-)
Refleks fisiologis : (+/+)
Refleks patologis : (-/-)
Status Obstetri
Pemeriksaan Luar :Tanggal : 27 Juni 2013, pukul 11.30 wib
Palpasi : Leopold I : 3 jari di bawah proccesus xiphoideus (31 cm)
Leopold II : teraba balotmen kepala pada fosa iliaka kanan dan bokong
pada fosa iliaka kiri
Leopold III : bagian terbawah janin (-)
Leopold IV : -
DJJ : 125x/menit
Pemeriksaan:
Tanggal 27 Juni 2013 pukul 13.00 WIB
- Vaginal Toucher : tidak dilakukan
- Pemeriksaan USG : Kesan : terdapat jaringan lunak yang hiperekhoik menutupi
hampir seluruh jalan lahir
- Pemeriksaan Panggul: Tidak dilakukan
13
3.4. Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal 27 Juni 2013
Darah Urine
Hb : 11,6 gr/dl Sedimen : +
Ht : 34 gr% sel epitel : 1-2/lpb
Leukosit : 9300/mm3 leukosit : 0-1/lpb
LED : 30 mm/jam eritrosit : -
Trombosit : 240.000/mm3 silinder : -
Hitung jenis : 1/0/0/61/11/7 kristal : -
Gol. Darah : B Protein : -
Bleeding Time: 2” Glukosa : -
Clooting Time: 6” Keton : -
Nitrit : -
3.5. Diagnosis Kerja
G1 P0 A0 hamil 37-38 minggu dengan HAP e c Susp Plasenta Previa Partial belum
inpartu, Janin Tunggal Hidup Letak Lintang dan Riwayat Infertilitas 7 Tahun/
3.6. Prognosis
Ibu : dubia
Anak : dubia
3.7. Penatalaksanaan
Aktif
Infus RL gtt xx/mnt
Observasi DJJ, his, tanda vital ibu dan tanda-tanda perdarahan
Injeksi Ceftriaxone 1 gr i.v (skin test)
Pemeriksaan laboratoris darah rutin, urin rutin, dan crossmatch
Pro Tranfusi Whole Blood durante Operasi
Terminasi Perabdominal (Sectio Cesarea)
14
3.8.Follow UP
28 Juni 2013
Pkl. 06.00
S : kepala pusing
O : KU : Baik, compos Mentis
VS : TD 130/90 mmHg, HR 84x/m, RR 21x/m, T 360C
Status Obstetri
TFU 3 jari bawah procesus xhipoideus, melintang, Puka, DJJ 135x/mnt,
Pemeriksaan dalam : tidak dilakukan
A : G1 P0 A0 hamil 37-38 minggu dengan HAP e c Susp Plasenta Previa Partial
belum inpartu, Janin Tunggal Hidup Letak Lintang
P : -
IVFD RL gtt XX/mnt
Injeksi antibiotik Ceftriaxone 2x1 gram IV
Obeservasi Vital sign
Informed consent dengan keluarga
Diet rendah garam, rendah protein.
28 Juni 2013
Pkl. 13.00
Dilakukan opersai SSTP dengan indikasi plasenta previa partial dan letak lintang.
- Operasi dimulai
- pasien terlentang dalam anestesi spinal
-Dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik pada daerah operasi
-Dilakukan insisi pfanenstil dari kulit hingga mukosa, fascia dirobek secara tumpul
sampai menembus peritoneum
-Dilakukan insisi semilunar pada segmen bawah uterus, kemudian diperluas secara
tumpul
-Ketuban dipecahkan, jernih
Pkl 13.15
Lahir Bayi perempuan, BB : 2600gr; PB : 48cm
15
Pkl.13.20
-Plasenta dilahirkan lengkap, didapatkan 1 tali pusat dengan 1 plasenta
-Dilakukan penjahitan uterus secara jelujur dengan benang asucryl
-Dilakukan penjahitan plika secara jelujur dengan plain
-Perdarahan dirawat, luka operasi ditutup lapis demi lapis
Pkl 13.45
-Operan selesai
Pkl 14.00
- Pasien masuk recovery room
Pkl 15.00
- Pasien dipindahkan ke bangsal kebidanan
29 Juni 2013
S : Nyeri luka post op
O : KU : Baik, compos Mentis
VS : TD 120/80 mmHg, HR 80x/m, RR 20x/m, T 36,60C
Status Obstetri
TFU sepusat, kontraksi baik, perdarahan (-), lochia rubra (+)
A : P1 A0 Post SSTP hari ke-1
P :
- IVFD RL + Induxin 2 Amp gtt XX/mnt selama 12 jam
- Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gr (IV)
- Inj. Metronidazole 3 x 500 mg (Infus)
- Inj. Asam Traneksamat 3x250 mg (IV)
- Inj.Keterolac 3 x 30 mg (IV)
- Lactamam 3 x 1 tab
16
30 Juni 2013
S : Nyeri luka post op berkurang
O : KU : Baik, compos Mentis
VS : TD 120/80 mmHg, HR 78x/m, RR 22x/m, T 36,60C
Status Obstetri
TFU sepusat, kontraksi baik, perdarahan (-), lochia rubra (+)
A : P1 A0 Post SSTP hari ke-2
P :
- IVFD RL gtt XX/mnt
- Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gr (IV)
- Inj. Metronidazole 3 x 500 mg (Infus)
- Inj. Asam Traneksamat 3x250 mg (IV)
- Inj.Keterolac 3 x 30 mg (IV)
- Lactamam 3 x 1 tab
1 Juli 2013
S : Nyeri luka post op berkurang
O : KU : Baik, compos Mentis
VS : TD 120/80 mmHg, HR 86x/m, RR 20x/m, T 36,40C
Status Obstetri
TFU 1 jari dibawah pusat, kontraksi baik, perdarahan (-), lochia rubra (+)
A : P1 A0 Post SSTP hari ke-3
P :
- Ciprofloxacin Tab 500 mg 2x1
- Asam mefenamat Tab 500mg 3x1
-Becomp C Tab 1x1`
17
BAB IV
ANALISA KASUS
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik penderita didiagnosis dengan
G1P0A0 hamil 37-38 minggu dengan pendarahan ante partum e.c susp plasenta previa
partial belum inpartu janin tunggal hidup dengan letak lintang Dari anamnesis, pasien
ini hamil untuk yang pertama kalinya sehingga didiagnosa sebagai G1P0A0. Dari Hari
Pertama Haid Terakhir yaitu Oktober 2012 maka taksiran persalinan menurut Naegele
adalah Juli 2007, pada saat ini pasien sedang hamil 37-38 minggu. Pada kasus ini
pasien datang dengan keluhan utama pendarahan dari kemaluan sejak 1 hari SMRS.
Kemungkinan diagnosis yang dapat difikirkan adalah abortus, plasenta previa, solutio
plasenta dan plasenta letak rendah. Pada kasus ini dengan usia kehamilan 37-38 minggu
diagnosa abortus dapat disingkirkan karena abortus terjadi pada usia kehamilan kurang
20 minggu. Plasenta letak rendah mulai pendarahan pada akhir kehamilan atau pada
akhir persalinan, karena itu diagnosa ini dapat disingkirkan. Pendarahan yang terjadi
berwarna merah segar banyaknya 1-2 kali ganti celana dalam tanpa keluhan nyeri pada
perut yang menjalar ke pinggang. Sehingga diagnosa solutio plasenta dapat
disingkirkan, karena pendarahan yang disebabkan oleh solutio plasenta selain biasanya
didahului oleh trauma, darahnya berwarna merah tua dan disertai nyeri perut yang terus
menerus.. Diagnosis belum inpartu dapat ditegakkan bila ada belum his yang teratur
minimal dua sampai tiga kali dalam 10 menit lamanya 25 detik, belum adanya
pendataran dan pembukaan cerviks dan disertai dengan keluarnya darah lendir. Pada
kasus ini pasien belum inpartu sedangkan pendataran dan pembukaan cerviks tidak
dapat dinilai karena tidak dilakukan vagina toucher. Vagina toucher tidak dilakukan
karena ditakutkan dapat terjadi pendarahan yang lebih berat yang disebabkan tindakan
tersebut. Keluarnya darah lendir tidak dapat dinilai karena adanya pendarahan
pervaginam sehingga mengaburkan apakah sudah keluar darah lendir atau belum.
Diagnosis janin tunggal hidup letak lintang diperoleh dari diketahui dari pemeriksaan
leopold I-II. Untuk mengetahui apakah janin masih hidup digunakan dopler untuk
mendengar DJJ dan didapatkan DJJ 125 x/menit. Prognosis pada kasus plasenta previa
adalah dubia. Ini berarti prognosis tidak dapat dipastikan mengingat Hb ibu yang
sedikit rendah tapi tidak menjadi jaminan terhadap perdarahan yang mungkin terjadi
18
kemudian dalam terminasi kehamilan. Prognosis janin juga tidak dapat dipastikan
meskipun diyakini tidak didapatkan tanda gawat janin, tapi dengan alasan yang sama
seperti ibu bahwa perdarahan selama terminasi kehamilan bisa saja terjadi dan janin
tidak dalam masa prematur lagi tetapi dapat dipikirkan bahwa janin tersebut
kemungkinan mengalami gangguan sirkulasi uteroplasentar dalam rahim ibunya.
Penatalaksanaan pada kasus plasenta previa ada dua macam yaitu ekspektatif dan aktif.
Kedua penatalaksanaan ini mempunyai indikasi masing-masing. Penatalaksaan
ekspektatif dilakukan yaitu pada pendarahan yang sedikit Hb >8 gr % usia kehamilan
<37 minggu, janin hidup dan belum inpartu. Sedangkan penatalaksanaan aktif
dilakukan bila keadaan umum jelek dan syok, usia kehamilan >37 minggu atau TBJ
>2500gram, inpartu dan janin mati. Pada penderita ini dilakukan penatalaksanaan aktif
karena pada kasus ini karena sudah mencapai usia kehamilan >37 minggu, janin hidup.
Kemudian pasien dirawat, dengan mobilisasi bertahap kemudian dilakukan juga
observasi terhadap DJJ, his, vital sign ibu dan tanda-tanda pendarahan yang bertujuan
untuk mengawasi keadaan janin dan ibu. Pemberian RL gtt xx/mnt sebagai profilaksis
untuk menggantikan cairan yang hilang akibat perdarahan. Injeksi ceftriaxone 1 gr i.v
(skin test) sebagai profilaksis terhadap infeksi melalui jalan lahir akibat pendarahan
tersebut. Rencana USG dilakukan untuk mengkonfirmasi diagnosa plasenta previa dan
usia kehamilan secara pasti supaya dapat dilakukan penatalaksanaan selanjutnya.
Penyebab plasenta previa pada pasien ini diduga karena riwayat umur.BAB
VKESIMPULANBerdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik diagnosis pasien
pada kasus ini sudah tepat.
1. Etiologi pada pasien ini adalah umur. Hal ini berdasarkan hasil anamnesa dimana
pasien telah berumur 36 tahun
2. Penatalaksanaan pada pasien ini sudah tepat, yaitu penatalaksanaan aktif, Infus RL
gtt xx/mnt, Observasi DJJ, his, tanda vital ibu dan tanda-tanda perdarahan,
Injeksi Ceftriaxone 1 gr i.v (skin test), Pemeriksaan laboratoris darah rutin, urin
rutin, dan crossmatch, Pro Tranfusi Whole Blood durante Operasidan Terminasi
Perabdominal (Sectio Cesarea)
19
20