Download - #02# riba dan jenis jenisnya
[1]
Chapter 2
Riba dan Jenis-Jenisnya
[2]
[3]
Riba dan
Jenis-Jenisnya
Sahabat shariapreneur yang baik hatinya,
pembahasan kita kali ini sangat penting untuk dicermati.
Karena persoalan ini sangat terkait langsung dengan
aktivitas bisnis. Sangat penting juga karena Allah dan
rasul-Nya menyatakan perang terhadap para pelaku riba
ini. Dosanya sangat besar, jauh lebih besar daripada
dosa pelaku Zina. Naudzubillah.
Mari sama-sama kita simak dan pahami semoga
setelah memahaminya kita akan mudah untuk menjauhi
perbuatan riba tersebut.
Secara bahasa riba bermakna tambahan (al-
ziyadah). Secara istilah riba memiliki definisi yang
diambil berdasarkan dalil-dalil syari’at yang
membicarakan tentang transaksi-transaksi riba.
[4]
Para ulama telah banyak mengemukakan definisi
riba, dimana satu dengan yang lainnya saling
melengkapi. Menurut Syaikh Muhammad Ahmad ad-
Daur riba adalah pertambahan akibat pertukaran jenis
tertentu, baik yang disebabkan oleh kelebihan dalam
pertukaran dua harta yang sejenis di tempat pertukaran
(majlis at-tabâdul), seperti yang terjadi dalam ribâ al-
fadhl, ataupun disebabkan oleh kelebihan tenggang
waktu (al-ajal), sebagaimana yang terjadi dalam ribâ
an-nasî’ah.
Kita akan dapat mengerti lebih jelas lagi tentang
riba dengan memahami secara konkrit tentang jenis-
jenis aktivitas ribawi berdasarkan nash-nash syari’ah
yang akan disampaikan sebentar lagi.
Hukum RibaHukum RibaHukum RibaHukum Riba
Seluruh ‘ulama bersepakat mengenai keharaman
riba, baik yang dipungut sedikit maupun banyak. Al-
Quran dan Sunnah dengan sharih (jelas) telah
menerangkan keharaman riba dalam berbagai
bentuknya; dan seberapapun ia dipungut. Allah swt
berfirman;
[5]
šÏ% ©!$# tβθè= à2ù' tƒ (#4θt/ Ìh�9 $# Ÿω tβθãΒθà) tƒ āωÎ) $yϑ x. ãΠθà) tƒ ”Ï% ©!$#
çµäÜ ¬6y‚tFtƒ ß≈ sÜ ø‹¤±9 $# zÏΒ Äb§yϑ ø9 $# 4 y7 Ï9≡sŒ öΝ ßγ‾Ρ r' Î/ (# þθä9$s% $yϑ ‾Ρ Î) ßìø‹ t7ø9 $#
ã≅ ÷WÏΒ (#4θt/ Ìh�9$# 3 ¨≅ ymr&uρ ª! $# yìø‹t7 ø9 $# tΠ§� ymuρ (# 4θt/ Ìh�9$# 4 yϑ sù …çνu !% y ×πsà Ïã öθtΒ
ÏiΒ ÏµÎn/ §‘ 4‘yγtFΡ $$sù …ã&s# sù $tΒ y# n= y™ ÿ…çνã� øΒ r&uρ ’ n< Î) «! $# ( ï∅tΒ uρ yŠ$tã
y7 Í×‾≈ s9 'ρé' sù Ü=≈ysô¹r& Í‘$Ζ9$# ( öΝèδ $pκ� Ïù šχρà$ Î#≈ yz
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak
dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang
kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila
keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan
mereka Berkata (berpendapat), “Sesungguhnya jual beli
itu sama dengan riba,” padahal Allah telah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-
orang yang telah sampai kepadanya larangan dari
Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba),
maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu
(sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah)
kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba),
maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka;
mereka kekal di dalamnya”. [TQS Al Baqarah (2): 275].
[6]
βÎ* sù öΝ©9 (#θè= yèø" s? (#θçΡsŒù' sù 5> ö� ysÎ/ zÏiΒ «!$# Ï&Î!θß™u‘ uρ ( βÎ) uρ óΟçFö6è?
öΝ à6n= sù â¨ρâ â‘ öΝ à6Ï9≡uθøΒ r& Ÿω šχθßϑ Î= ôàs? Ÿωuρ šχθßϑ n= ôà è? ∩⊄∠∪
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah
kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum
dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka
jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba),
maka ketahuilah, bahwa Allah dan rasul-Nya akan
memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari
pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu
tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya”. (TQS Al
Baqarah [2]: 279).
Di dalam Sunnah, Rasulullah Muhammad saw
جل وھو يعلم أشد من ست وث!ثين درھم ربا يأكله الر
زنية
“Satu dirham riba yang dimakan seseorang, dan
dia mengetahui (bahwa itu adalah riba), maka itu lebih
berat daripada 60 (enam puluh kali) zina”. (HR. Ahmad
dari Abdullah bin Hanzhalah).
ه الربا ث!ثة وسبعون بابا جل أم , أيسرھا مثل أن ينكح الر
جل المسلم با عرض الر وإن أربى الر
[7]
“Riba itu mempunyai 73 pintu, sedang yang paling
ringan seperti seorang laki-laki yang menzinai ibunya,
dan sejahat-jahatnya riba adalah mengganggu
kehormatan seorang muslim”. (HR. Ibn Majah).
با وموكله لعن رسول هللا صلى هللا عليه وسلم آكل الر
ھم سواء : وقال , وكاتبه وشاھديه
“Rasulullah saw melaknat orang yang memakan
riba, yang memberi makan dengan riba, penulisnya, dan
dua orang saksinya. Beliau bersabda; Mereka semua
sama”. (HR. Muslim)
Di dalam Kitab al-Mughniy, Ibnu Qudamah
mengatakan, “Riba diharamkan berdasarkan Kitab,
Sunnah, dan Ijma’. Adapun Kitab, pengharamannya
didasarkan pada firman Allah swt, ”Wa harrama al-
riba” (dan Allah swt telah mengharamkan riba) (Al-
Baqarah:275) dan ayat-ayat berikutnya. Sedangkan
Sunnah; telah diriwayatkan dari Nabi saw bahwasanya
beliau bersabda, “Jauhilah oleh kalian 7 perkara yang
membinasakan”. Para shahabat bertanya, “Apa itu, Ya
Rasulullah?”. Rasulullah saw menjawab,
“Menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang
diharamkan Allah kecuali dengan haq, memakan riba,
memakan harta anak yatim, lari dari peperangan,
menuduh wanita-wanita Mukmin yang baik-baik
[8]
berbuat zina”. Juga didasarkan pada sebuah riwayat,
bahwa Nabi saw telah melaknat orang yang memakan
riba, wakil, saksi, dan penulisnya”. (HR. Imam Bukhari
dan Muslim)… Dan umat Islam telah bersepakat
mengenai keharaman riba.”
Imam al-Syiraaziy di dalam Kitab al-Muhadzdzab
menyatakan; riba merupakan perkara yang
diharamkan. Keharamannya didasarkan pada firman
Allah swt, “Wa ahall al-Allahu al-bai` wa harrama al-
riba” (Allah swt telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba) (Al-Baqarah:275), dan juga
firmanNya, “al-ladziina ya`kuluuna al-riba laa
yaquumuuna illa yaquumu al-ladziy yatakhabbathuhu
al-syaithaan min al-mass” (orang yang memakan riba
tidak bisa berdiri, kecuali seperti berdirinya orang yang
kerasukan setan)”. (al-Baqarah:275)….. Ibnu Mas’ud
meriwayatkan sebuah hadits, bahwasanya Rasulullah
saw melaknat orang yang memakan riba, wakil, saksi,
dan penulisnya”. (HR. Imam Bukhari dan Muslim)
[9]
JenisJenisJenisJenis----Jenis Transaksi RibaJenis Transaksi RibaJenis Transaksi RibaJenis Transaksi Riba
Untuk memperoleh pemahaman yang utuh
tentang riba maka kita dapat memperolehnya langsung
melalui berbagai macam jenis praktek transaksi riba
yang telah dijelaskan melalui nash.
(1) Riba al-Fadhl
Riba al-Fadhl adalah tambahan harta yang terjadi
karena pertukaran barang tertentu yang sejenis. Riba ini
hanya terjadi dalam enam jenis harta. Ubadah bin
Shamit menuturkan bahwa Rasul saw. pernah bersabda:
ة والبر ب ة بالفض عير الذھب بالذھب والفض البر والشعير والتمر بالتمر والملح بالملح مث! بمثل سواء . بالش
بسواء يدا بيد فإذ اختلفت ھذه اIصناف فبيعوا كيف شئتم اذاكان يدا بيد
”Emas dengan emas, perak dengan perak,
gandum dengan gandum, sya‘ir dengan sya‘ir, kurma
dengan kurma, dan garam dengan garam; sama,
seimbang, dan kontan. Jika berbeda jenis barangnya,
maka perjualbelikanlah sesuai dengan cara yang kalian
suka apabila dilakukan secara kontan" (HR. Muslim).
Kelebihan (riba) dalam pertukaran dua harta
sejenis tersebut bisa terjadi dalam tiga bentuk, yaitu:
[10]
Pertama, dengan kualitas yang sama tetapi
berbeda jumlah, misalnya sekilo kurma baik dengan
satu setengah kilo kurma yang sama.
Kedua, jumlah sama tetapi kualitasnya berbeda,
semisal satu gram emas 22 karat dengan satu gram
emas 24 karat.
Ketiga, jumlah dan kualitas berbeda, seperti
sepuluh gram emas 22 karat dengan delapan gram emas
24 karat. Atau kita juga tidak boleh menukar 10 kg
kurma kualitas jelek dengan 5 kg kurma kualitas bagus,
karena pertukaran kurma dengan kurma harus setakar
atau setimbang.
Telah menceritakan kepada kami Abu Nu'aim
telah menceritakan kepada kami Syaiban dari Yahya
dari Abu Salamah dari Abu Sa'id radliallahu 'anhu
berkata: Kami diberikan kurma yang bercampur (antara
yang baik dan yang jelek) dan kami menjual dua sha'
dengan satu sha'. Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda:
O صاعين بصاع وO درھمين بدرھم
“Tidak boleh menjual dua sha' dibayar satu sha'
dan dua dirham dengan satu dirham.” (HR. Bukhari)
Dalam banyak hadis, emas dan perak disebutkan
selain dalam konteks zatnya juga dalam konteks
[11]
pertukaran atau sebagai alat tukar dan alat pembayaran.
Karena itu, uang yang ada saat ini, sekalipun esensinya
berbeda, konteksnya sebagai alat tukar dan alat
pembayaran sama dengan emas dan perak itu.
Karena itu pula, terkait dengan pertukaran mata
uang (sharf) bisa terjadi riba di dalamnya. Misalnya
praktik penukaran uang receh yang marak terjadi
menjelang hari raya idul fitri, dimana pecahan Rp.
100.000,- ditukar dengan sembilan pecahan Rp. 10.000,-,
hal ini masuk dalam kategori ribâ al-fadhl ini dan haram
dilakukan.
(2) Riba an-Nasi’ah
Riba an-nasi’ah adalah tambahan harta yang
terjadi karena adanya tenggang waktu. Riba ini bisa
terjadi pada sharf (pertukaran) maupun pinjam-
meminjam (al-qardh). Bentuknya bisa meliputi tiga
bentuk. Yaitu:
Pertama, pada sharf, yaitu pertukaran (jual beli)
dua mata uang berbeda. Semisal rupiah dengan dolar,
tetapi tidak dilakukan secara tunai. Dalilnya adalah
hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.
Hadis riwayat Barra' bin Azib ra.: ia berkata: Dari
Abul Minhal ia berkata: Seorang kawan berserikatku
menjual perak dengan cara kredit sampai musim haji
lalu ia datang menemuiku dan memberitahukan hal itu.
[12]
Aku berkata: Itu adalah perkara yang tidak baik. Ia
berkata: Tetapi aku telah menjualnya di pasar dan tidak
ada seorang pun yang mengingkarinya. Maka aku (Abul
Minhal) mendatangi Barra' bin 'Azib dan menanyakan
hal itu. Ia berkata: Nabi SAW tiba di Madinah sementara
kami biasa melakukan jual beli seperti itu, lalu beliau
bersabda:
كان يدا بيد ف! بأس به وما كان نسيئة فھو ربا
“Selama dengan serah-terima secara tunai, maka
tidak apa-apa. Adapun yang dengan cara kredit maka
termasuk riba”. (HR. Muslim)
فخذوه وماكان نسيئة فذروه ماكن يدابيد
”Apa yang dilakukan secara tunai maka ambillah.
Apa yang dilakukan secara tempo (kredit) maka
tinggalkanlah." (HR. Bukhari).
Kedua, pinjam-meminjam untuk jangka waktu
tertentu dengan syarat ada tambahan pada saat
pengembalian. Bunga bank dan aktivitas rentenir di
tengah-tengah masyarakat saat ini jelas termasuk riba
jenis ini. Meski kadang-kadang ada juga yang menyebut
tambahan tersebut sebagai infak atau biaya
administrasi (dipaksakan banget ☺). Intinya ada
tambahan pada pinjaman (qard) yang disyaratkan, dan
itu adalah riba nasi’ah.
[13]
Ketiga, pinjam-meminjam tanpa syarat tambahan
saat pengembalian, namun ketika jatuh tempo belum
bisa dibayar, lalu diberi tempo dengan kompensasi ada
tambahan. Saat ini, tambahan itu sering disebut denda
keterlambatan angsuran, termasuk denda
keterlambatan angsuran pada jual beli secara kredit.
Ada yang berpendapat, jika tidak disyaratkan sejak
awal, yaitu karena inisiatif peminjam sendiri, apalagi
dalam bentuk selain uang, hal itu boleh karena
merupakan hadiah. Pendapat ini keliru. Tambahan yang
termasuk ribâ itu tidak mesti tambahan berupa uang.
Semua bentuk tambahan berupa manfaat lain yang
muncul dari pinjam-meminjam itu, termasuk riba.
Fadhalah bin ‘Ubayd menuturkan, Rasulullah saw.
pernah bersabda:
با كل قرض جر منفعة فھو وجه من وجوه الر
"Setiap pinjaman yang menarik suatu manfaat
maka itu termasuk salah satu bentuk riba." (HR. al-
Bayhaqi).
Yahya bin Abi Ishaq al-Huna’i menuturkan: Aku
pernah bertanya kepada Anas bin Malik tentang
seseorang yang meminjami saudaranya harta, lalu
saudaranya itu memberinya hadiah. Anas berkata,
Rasulullah saw. pernah bersabda:
[14]
ابة إذا أقرض أحدكم قرضا فأھدى له أو حمله على الد
ف! يركبھا وO يقبله إO أن يكون جرى بينه وبينه قبل
ك ذل
”Jika salah seorang di antara kalian meminjamkan
suatu pinjaman (utang), lalu peminjam memberinya
hadiah atau membawanya di atas hewan tunggangan
maka jangan ia menaikinya dan jangan menerima
hadiah itu, kecuali yang demikian itu biasa terjadi di
antara keduanya sebelum pinjam-meminjam itu". (HR.
Ibn Majah).
Anas juga menuturkan bahwa Rasul saw. pernah
bersabda:
إذا أقرض ف! يأخذ ھدية Jika seseorang memberikan pinjaman maka
janganlah ia mengambil hadiah. (HR. Al-Bukhari).
Berdasarkan nash-nash tersebut, Imam
Taqiyuddin an-Nabhani menyatakan, bahwa pinjaman
yang memunculkan suatu manfaat, jika hal itu telah
disyaratkan, maka tanpa ada perbedaan sedikitpun,
haram. Demikian juga jika seseorang meminjami tanpa
ada syarat, lalu peminjam mengembalikan dengan ada
tambahan uang atas uang yang ia pinjam. Adapun jika
peminjam memberi hadiah (selain uang) sebagai
[15]
tambahan atas apa yang ia pinjam maka perlu dilihat,
jika kebiasaannya (tanpa ada pinjaman) adalah suka
memberi hadiah terhadap orang itu, maka tidak apa-apa
dan orang itu (pemberi pinjaman) boleh menerimanya;
jika tidak, sesuai dengan hadis Anas di atas, maka
pemberi pinjaman itu tidak boleh menerimanya.
Untuk mempertajam pemahaman tentang
transaksi-transaski riba kami sampaikan beberapa
contoh transaksi riba sebagai berikut:
Misalnya, jika si A mengajukan utang sebesar Rp.
20 juta kepada si B dengan tempo satu tahun. Sejak
awal keduanya telah menyepakati bahwa si A wajib
mengembalikan utang ditambah bunga 15%, maka
tambahan 15% tersebut merupakan riba yang
diharamkan, ini riba nasi’ah.
Termasuk riba qardh (hutang piutang) adalah, jika
kedua belah pihak menyepakati ketentuan apabila pihak
yang berutang mengembalikan utangnya tepat waktu
maka dia tidak dikenai tambahan, namun jika dia tidak
mampu mengembalikan utangnya tepat waktu maka
temponya diperpanjang dan dikenakan tambahan atau
denda atas utangnya tersebut. Contoh yang kedua inilah
yang biasa disebut riba jahiliyah karena banyak
dipraktekkan pada zaman pra-Islam.
[16]
Sementara riba utang yang muncul dalam jual-beli
yang tidak tunai contohnya adalah apabila si X membeli
motor kepada Y secara tidak tunai dengan ketentuan
harus lunas dalam tiga tahun. Jika dalam tiga tahun
tidak berhasil dilunasi maka tempo akan diperpanjang
dan si X dikenai denda berupa tambahan sebesar 5%,
misalnya.
Perlu diketahui bahwa dalam konteks utang, riba
atau tambahan diharamkan secara mutlak tanpa
melihat jenis barang yang diutang. Maka, riba jenis ini
bisa terjadi pada segala macam barang. Jika si A
berutang dua liter bensin kepada si B, kemudian
disyaratkan adanya penambahan satu liter dalam
pengembaliannya, maka tambahan tersebut adalah riba
yang diharamkan. Demikian pula jika si A berutang 10 kg
buah apel kepada si B, jika disyaratkan adanya
tambahan pengembalian sebesar 1kg, maka tambahan
tersebut merupakan riba yang diharamkan.
Kesimpulan
Dapat kita simpulkan bahwa riba biasanya terjadi
dalam utang-piutang dan transaksi penukaran barang
atau jual-beli.
Riba dalam utang adalah tambahan atas utang,
baik yang disepakati sejak awal ataupun yang
ditambahkan sebagai denda atas pelunasan yang
[17]
tertunda. Riba utang ini bisa terjadi dalam qardh (utang-
piutang) ataupun jual-beli secara tempo/kredit. Semua
bentuk riba dalam utang tergolong riba nasi’ah karena
muncul akibat tempo (penundaan).
Riba dalam jual beli terjadi karena pertukaran
tidak seimbang di antara barang ribawi yang sejenis
(seperti emas 5 gram ditukar dengan emas 5,5 gram).
Jenis ini yang disebut sebagai riba fadhl. Riba dalam
jual-beli juga terjadi karena pertukaran antar barang
ribawi yang tidak kontan, seperti emas ditukar dengan
perak secara kredit. Praktek ini digolongkan ke dalam
riba nasi’ah atau secara khusus disebut dengan istilah
riba yad.
1) Besarnya Dosa Riba
Sebagaimana telah disebutkan dalam nash-nash di
atas. Mereka yang melakukan riba yaitu pemakan riba,
pemberi makan riba, penulis dan dua orang saksi riba
menanggung dosa yang sangat besar di sisi Allah.
Bahkan dosa tersebut jauh lebih besar dari dosa
berzina, mencuri dan minum khamr. Jika kita merasa
‘jijik’ melihat pelacur, pencuri, peminum khamr karena
dosanya maka harusnya kita jauh merasa lebih ‘jijik’ lagi
terhadap para pelaku riba tersebut. Sebab dosa mereka
jauh lebih besar lagi.
[18]
Bahkan satu dirham yang mereka peroleh dari
transaksi riba dosanya lebih besar dari 60 kali zina
sesuai hadits riwayat Ahmad di atas.
Ilustrasinya:
Apabila ada seorang pebisnis yang melakukan
pinjaman dari bank atau lembaga keuangan lainnya atau
dari individu untuk menjalankan aktivitas bisnisnya,
sebesar Rp. 10 M misalnya. Maka kita dapat mengetahui
seberapa besar dosa riba yang harus ditanggungnya.
Jika Rp. 10 M itu menghasilkan riba 12%/tahun atau
1%/bulan maka jumlah bunga atau riba yang harus
dibayar oleh seorang pebisnis adalah Rp. 100 Jt/bln.
Berapa banyak dosa riba yang diterimanya dalam
sebulan:
1 dirham = 2,975 gram perak, senilai kurang lebih
Rp 70.000,- (harga saat tulisan ini dibuat oktober 2013).
Riba yang harus di bayar oleh pengusaha tersebut setiap
bulan adalah sebesar 100 Jt. maka dosanya = (Rp 100
jt/Rp. 70.000) x 60 zina = 85.715 kali/bulan berzina.
Dosa yang harus ditanggungnya setiap hari adalah
sebanyak 2.857 kali berzina atau rata-rata 2 kali berzina
dalam 1 menit. Dapat anda bayangkan besarnya dosa
riba bagi mereka yang melakukannya. Setiap menit
mengalir dosa besar yaitu 2 kali dosa zina kepada
dirinya. Naudzubillah tsumma naudzubillah.
[19]
Selama ia tidak bertobat dan meninggalkan
aktivitas riba, maka selama itu pula ia terus menerus
menerima dosa ribanya. Hal paling besar dari dosa Riba
adalah tidak selamatnya seorang muslim dari siksa
neraka selama-lamanya jika mereka berpaling (ingkar
atau kufur) terhadap dosa besar riba dan tetap
mengambil riba padahal mereka mengetahui hal itu
adalah dosa besar. Kekufurannya terhadap larangan
riba sama saja kekufurannya terhadap Allah yang
menjatuhkan dirinya kepada kemurtadan. Oleh karena
kekufuranya itulah Allah akan mengazab mereka
selama-lamanya di Neraka. Mereka kekal di dalamnya.
Meski mereka sholat, puasa, zakat, shadaqah dan
amalan lainnya. Karena tidak ada gunanya amal-amal
tersebut jika ia sudah berstatus murtad (keluar dari
Islam karena kekufurannya). Sebagaimana difirmankan
pada akhir ayat al-Baqarah 275:
ï∅tΒ uρ yŠ$tã y7 Í× ‾≈ s9'ρé' sù Ü=≈ ysô¹r& Í‘$Ζ9$# ( öΝ èδ $pκ� Ïù šχρà$ Î#≈ yz
Orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu
adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di
dalamnya. (TQS. Al-Baqarah [2]: 275)
Naudzubillah, semoga kita terjauhkan sejauh-
jauhnya dari melakukan riba. Amin.
***