dosen.univpancasila.ac.iddosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/...sri widyastuti !!!! ii !!!...
TRANSCRIPT
Sri Widyastuti
!!
i
EKUITAS HUBUNGAN PELANGGAN
MERAIH KEUNGGULAN BERSAING !
!
!
!
!
!
Sri Widyastuti !
!
!
!
!
!
!
!
!
"#$!%&!&'#((!
)*+,!!
!
Sri Widyastuti !
!
!!
ii
!
!
!
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta
Pasal 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi pencipta atau pemegang hak cipta untuk mengumumkan
atau memperbanyak ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasannya menurut perundang-undangan yang berlaku.
Ketentuan Pidana
Pasal 72 (1) Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).
(2) Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau hak terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/ atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
!!!!!!!!!!!!!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
Sri Widyastuti
!!
iii
EKUITAS HUBUNGAN PELANGGAN
MERAIH KEUNGGULAN BERSAING
Penulis : Sri Widyastuti Editor: Iskandar Hadi © Sri Widyastuti, 2019 Desain Sampul dan Layout : Firmansyah Hak cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan cara apapun tanpa ijin tertulis dari penerbit ISBN: 978-602-70083-8-0 x + 248 halaman Penerbit: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pancasila Press Jln. Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan 12640 Telp. (021) 7272606, Fax. (021) 7270133 www.univpancasila.ac.id Email: [email protected]
Sri Widyastuti !
!
!!
iv
KATA PENGANTAR
uku ini mengulas tentang manajemen hubungan pelanggan. Menarik, karena
paradigma membangun dan mengelola hubungan dengan pelanggan adalah
sangat penting dalam pasar yang kompetitif. Perusahaan dapat mempertahankan
kelangsungan hidupnya, maka setiap hubungan jangka panjang dapat didorong dari
kepuasan pelanggan. Penting pula mengukur seberapa baik sebuah perusahaan
atau organisasi menciptakan dan mengelola hubungan pelanggan. Sebuah
perusahaan tidak dapat mulai memperbaiki hubungan dengan pelanggannya sampai
mengetahui seberapa sehat hubungan sekarang, bagaimana kelemahan dan
kekuatan hubungan tersebut, dengan pelanggan yang mana hubungan dapat sangat
kuat dan hubungan mana yang terancam bahaya, aspek hubungan mana yang
harus didukung dan hal apa yang menarik atau tidak menarik bagi pelanggan.
Perusahaan kecil karena sifat alaminya, berada dalam posisi yang lebih baik
untuk mengenal pelanggan dan memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi dari
pelanggan mereka daripada perusahaan besar yang berhubungan dengan
pelanggan dengan cara yang sangat berbeda. Perusahaan kecil berada dalam
posisi terbaik untuk membangun hubungan sejati dengan pelanggan-pelanggannya.
Perusahaan kecil mampu memberikan nilai yang diukur dengan tingkat pelayanan,
keahlian para karyawan, memperlakukan pelanggan dengan perasaan yang tumbuh
dalam diri pelanggan saat berhubungan dengan perusahaan kecil.
Di era digitalisasi sekarang ini makin banyak perusahaan yang berbisnis
melalui jaringan internet. Mereka menyadari bahwa harus berusaha sedapat
mungkin menyamai suasana di luar internet, mereka tidak dapat hanya
mengandalkan teknologi untuk menghantarkan pelayanan online. Jika mereka
memang berfokus pada teknologi, mereka hanya menyediakan setengah dari nilai
yang dibutuhkan atau diinginkan pelanggan. Mereka mungkin mampu
menghantarkan kebutuhan fungsional, tetapi mereka melewatkan kebutuhan
emosional.
B
Sri Widyastuti
!!
v
Para manajer yang secara natural memiliki pandangan jangka panjang yang
berbasis hubungan tentang kinerja perusahaan dan memiliki pemahaman mendalam
tentang nilai yang diperoleh dari mengembangkan hubungan yang solid. Mereka
juga melihat kontribusi hubungan tersebut bagi pengembangan keunggulan
kompetitif perusahaan.
Buku ini sangat menarik, khususnya bagi mereka yang sedang mendalami
bidang manajemen pemasaran. Silakan baca, cermati dan mendiskusikannya. (*)
Dipati Ukur, Bandung, Januari 2019
Dr. Hj. Yevis Marty Oesman,S.E., M.P.
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
Sri Widyastuti !
!
!!
vi
SEKAPUR SIRIH
egala puji bagi Allah SWT. Sang penguasa semesta alam yang Maha
Pengasih dan Maha Penyayang yang senantiasa menuntun langkah-langkah
kami menuju perbaikan diri untuk selalu mengharap keridhoan-MU. Ya Allah,
terimakasih telah memberikan kekuatan kepada penulis dalam menyelesaikan buku
berjudul: Ekuitas Hubungan Pelanggan: Meraih Keunggulan Bersaing.
Banyak perusahaan yang mampu mengembangkan hubungan sejati dan tahan
lama dengan pelanggan mereka sepanjang waktu, di mana pelanggan selalu
kembali pada perusahaan yang sama. Kembalinya pelanggan pada perusahaan
yang sama, tidak sekadar karena layanan yang hebat, tetapi lebih karena merasa
disambut dengan baik. Inilah pemasaran berbasis hubungan, yang didorong oleh
keinginan untuk menyelaraskan pola kebiasaan pelanggan dan keinginan yang
tulus, untuk perusahaan atau organisasi lebih mengerti dan melayani pelanggan.
Banyak inisiatif untuk mengembangkan hubungan yang memberikan sumbangan
bagi pencapaian loyalitas pelanggan atau penyampaian nilai, salah satunya
contohnya adalah Customer Relationship Management (CRM) yang dijalankan oleh
perusahaan kecil, dimana perusahaan-perusahaan kecil jauh lebih hangat dan dan
akrab menawarkan hubungan bersifat pribadi, memberikan pelayanan yang sangat
baik dan membuat orang merasa nyaman. Buku ini menjabarkan bagaimana
perusahaan membangun hubungan dengan pelanggan dan mengapa hubungan
tersebut penting dalam menjamin sukses bisnis jangka panjang.
Atas terbitnya buku ini, penulis mempunyai harapan dan semangat ditunjang
usaha dan doa, maka atas izin Allah SWT dan bantuan dari berbagai pihak insha
Allah tugas apapun dapat diselesaikan. Penulis berterima kasih kepada semua pihak
yang telah berkontribusi dan memberikan dukungan. Namun yakin dan sadar bahwa
tiada satu pun yang sempurna, demikian pula dengan buku ini. Saran yang
konstruktif sangat diharapkan guna penyusunan buku yang lebih baik di masa
mendatang.
Depok, Januari 2019
Sri Widyastuti!
S
Sri Widyastuti
!!
vii
!
DAFTAR ISI
Halaman
COVER................................................................................................................. i
KATA PENGANTAR............................................................................................. iv
SEKAPUR SIRIH.................................................................................................. vi
DAFTAR ISI......................................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR............................................................................................... ix
DAFTAR TABEL................................................................................................... x
BAB I : HUBUNGAN PEMASARAN PADA PERUSAHAAN KECIL............ 1
1.1 Konsep Pemasaran Hubungan................................................. 2
1.2 Perkembangan Konsep Hubungan Pelanggan......................... 11
1.3 Hubungan Pelanggan yang Sejati............................................. 19
BAB II : EKUITAS MEMBENTUK HUBUNGAN PELANGGAN..................... 29
2.1 Nilai Pemegang Saham............................................................ 31
2.2 Sifat Hubungan Pelanggan....................................................... 41
2.3 Mengukur Hubungan Pelanggan.............................................. 54
2.4 Hubungan Pelanggan yang Solid.............................................. 59
BAB III : HUBUNGAN PELANGGAN YANG MEMBURUK............................ 69
3.1 Hubungan yang Berisiko........................................................... 70
3.2 Hubungan Pelanggan Mulai Rapuh.......................................... 78
3.3 Pelanggan Anonim Tanpa Kontak............................................ 85
BAB IV : HUBUNGAN PEMASARAN PADA PERUSAHAAN KECIL............ 91
4.1 Suatu Keistimewaan yang Diperoleh Pelanggan...................... 93
4.2 Nilai Pelanggan bagi Perusahaan Kecil.................................... 97
4.3 Kekraban Hubungan pada Bisnis Kecil..................................... 105
4.4 Kendala Membina Hubungan bagi Perusahaan Kecil............... 112
BAB V : RELEVANSI MEREK DALAM HUBUNGAN PELANGGAN............ 121
5.1 Mengenali Merek yang Populer................................................ 123
5.2 Relevansi Sebuah Merek.......................................................... 136
5.3 Membangun Merek melalui Sponsorship.................................. 152
Sri Widyastuti !
!
!!
viii
BAB VI : MENJALIN HUBUNGAN DENGAN PELANGGAN MENUJU DIGITALISASI...................................................................................
161
6.1 Pelanggan yang Menggunakan Internet................................... 163
6.2 Hubungan Berbasis Teknologi.................................................. 180
6.3 Menciptakan Keakraban dalam Komunitas............................... 197
BAB VII MERAIH KEUNGGULAN BERSAING DALAM HUBUNGAN PELANGGAN....................................................................................
209
7.1 Prinsip Hubungan dalam Rantai Nilai....................................... 212
7.2 Melemahnya Pemasaran Hubungan......................................... 221
7.3 Terintegrasi pada Pemasaran Hubungan................................ 227
Daftar Pustaka...................................................................................................... 233
Glosarium.............................................................................................................. 237
Indeks................................................................................................................... 245
Biodata Penulis..................................................................................................... 248
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
Sri Widyastuti
!!
ix
!
!
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.1 4 P – Sudut Pandangan yang Berbeda!!!!!!!!!!!. 9
Gambar 1.2 Hasil dari Penciptaan Nilai!!!!!!!!!!!!!!!!... 24
Gambar 5.1 Strategic Brand Management!!!!!!!!!!!!!!!.. 123
Gambar 5.2 Kemajuan Konsep Merek!!!!!!!!!!!!!!!!!. 125
Gambar 5.3 Brand Resonance Pyramid!!!!!!!!!!!!!!!!.. 138
Gambar 5.4 Piramida Brand Awareness!!!!!!!!!!!!!!!!. 140
Gambar 6.1 Langkah-langkah untuk Menciptakan Hubungan Online yang
Sejati!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!
191
Gambar 6.2 Evaluasi Website untuk Memicu Pemngebangan suatu
Hubungan!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!
205
Gambar 7.1 Hubungan Pelanggan!!!!!!!!!!!!!!!!!!... 213
Gambar 7.2 Model Penciptaan Nilai Pemegang Saham!!!!!!!!!.. 215
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
!
! !
!
Sri Widyastuti !
!
!!
x
!
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1 Segmen Pelanggan Online!!!!!!!!!!!.!!!!!. 179
!
!
Sri Widyastuti
!!
1
BAB I PENDAHULUAN
embangun dan mengelola hubungan dengan pelanggan adalah sangat
penting dalam pasar yang kompetitif sekarang ini. Banyak perusahaan
mampu mengembangkan hubungan sejati dan tahan lama dengan pelanggan
mereka, sepanjang waktu. Beberapa contoh dalam kehidupan akan terus
kembali pada perusahaan yang sama; bukan hanya karena mereka menawarkan
layanan yang hebat, tetapi lebih karena terjalin keakraban di antara keduanya,
pelanggan merasa disambut dengan baik ketika memasuki kantor/toko. Inilah
kehasan pemasaran berbasis hubungan. Perusahaan bertugas untuk
mengembangkan hubungan pelanggan jangka panjang. Perusahaan juga
mengerti mengapa hal ini menjadi sebuah ide yang baik dalam mengartikan
hubungan sebuah perusahaan bagi pelanggan, karena hasil yang didapat dari
pendekatan dengan pelanggan tersebut sangat luar biasa potensialnya.
Perusahaan harus mempertahankan kelangsungan hidupnya, maka setiap
hubungan jangka panjang dapat didorong dari kepuasan pelanggan. Hal tersebut
dikarenakan kepuasan terkait pada interaksi dengan penyedia layanan yang
harus selalu dievaluasi, Bena (2010).!Pelanggan mampu menciptakan hubungan
yang sangat dekat dan bertahan lama dengan perusahaan tertentu dan
pelanggan dalam banyak industri yang berbeda menyatakan bahwa hubungan
yang sejati dengan pelanggan memang sesuatu yang riil terjadi. Banyak
perusahaan yang meraih kesuksesan dalam mengelola hubungan tersebut,
maka banyak faktor yang berperan dalam penciptaan dan pemeliharaan
hubungan pelanggan.
Buku ini bukan hanya penjabaran tentang pemasaran, namun pemasaran
yang berfokus pada pelanggan. Kebanyakan orang yang mempunyai
kepercayaan yang sama pada pemasaran yang berfokus pada pelanggan dan
memandang buku ini sebagai sebuah eksplorasi hubungan pelanggan. Sebelum
sebuah organisasi dapat mempraktikkan pemasaran yang menggunakan
pendekatan berbasis hubungan, maka pemilik dan manajernya harus mengerti
M
Sri Widyastuti !
!
!!
2
dan menerima apa arti hubungan dengan perusahaan bagi pelanggan. Beberapa
mungkin bahkan ragu bahwa untuk memiliki hubungan yang sejati dengan
sebuah perusahaan tertentu. Melalui bab-bab dalam buku ini akan dijelaskan
pandangan tentang bagaimana pelanggan membangun hubungan dengan
perusahaan dan sebailknya, serta mengapa hubungan tersebut penting dalam
menjamin sukses bisnis jangka panjang.
1.1 Konsep Pemasaran Hubungan
Customer Relationship Management (CRM) merupakan program yang
dapat meningkatkan kualitas layanan perusahaan yang prima. Misalnya
perbankan, program CRM positif mempengaruhi tingkat kualitas pelayanan
perbankan, jika perbankan dapat menjalin keakraban hubungan dengan
nasabah, hal tersebut akan meningkatkan tingkat kualitas layanan. Oleh karena
itu, penting bagi perbankan untuk menarik dan mempertahankan nasabah
melalui hubungan pelanggan yang erat. Perbankan perlu menerapkan strategi
CRM yang efektif, Rootman, et al (2008). Terbentuknya hubungan pelanggan
sangat dipengaruhi bukan hanya oleh tingkat pelayanan yang diberikan oleh
perusahaan, namun juga oleh tingginya tingkat emosi yang dihubungkan dengan
saat mereka membutuhkan jasa perusahaan. Buku Thomas, Lynch The
Undertaking : Life Studies From the Dismal Trade. Lynch menggambarkan
hubungan antara penyedia jasa dan pelanggannya yang sesungguhnya lebih dari
sekadar pelanggan, semua mengenal individu pelanggan sendiri dan
perusahaan. Membangun hubungan yang unik yang lebih erat dengan pelanggan
sangat penting bagi perusahaan, Lindgreen, et al, (2006). Penelitian Mendoza, et
al, (2007), menunjukkan bahwa perusahaan menganggap penerapan
manajemen hubungan pelanggan sebagai faktor yang akan memungkinkan
mereka untuk bertahan hidup dalam kondisi pasar yang baru, yang mendukung
hubungan dengan pelanggan mereka
Konsep kepercayaan dan komitmen merupakan prinsip inti dari konsep
pemasaran hubungan. Prinsip ini sudah digunakan sejak pertengahan abad ke-
20 yang memandang pemasaran sebagai satu set peralatan yang berhubungan
dengan produk, harga, distribusi dan promosi. Jika tujuan akhir dari aktivitas
pemasaran adalah kepuasan pelanggan dan kepuasan tersebut dicapai melalui
Sri Widyastuti
!!
3
penciptaan nilai bagi pelanggan, maka banyak perusahaan kecil telah
mempraktikkan “Pemasaran Hubungan” selama berabad-abad tanpa menyadari
apa yang mereka lakukan. Biasanya perusahaan kecil menganggap bahwa
pelanggan mereka sungguh-sungguh penting, hal ini yang menumbuhkan
kecintaan pada perusahaan tersebut jangka panjang.
Pemberian hadiah dari perusahaan kepada pelanggannya adalah sentuhan
manis yang membuat pelanggan akan terus berhubungan dengan perusahaan
dan mereka akan merekomendasikan pada kerabat. Dengan memperlakukan
pelanggan sedemikian rupa dan menghargai bisnis, perusahaan kecil ini telah
berhasil dalam mencapai apa yang seharusnya menjadi tujuan pemasaran yaitu
kepuasan pelanggan. Hal inilah yang membuat pelanggan kembali, dan
membuat mereka merekomendasikan pada teman-teman, kerabat dan rekan
bisnis mereka. Beberapa perusahaan kecil memperlakukan pelanggan secara
natural, perusahaan melakukan dengan pelanggan dan tidak ada yang istimewa
atau mereka sudah memberikan layanan yang akrab yang sudah menjadi adat
kebiasaan. Perlakuan kepada pelangga memang benar-benar istimewa, dimana
selama ini pelanggan jarang mengalami perlakuan istimewa. Begitu pelanggan
mengalami perlakuan istimewa tersebut, mereka siap memenuhi seluruh
kebutuhannya hanya pada perusahaan dan menjadi pendukung terbesar
perusahaan.
Pada saat seorang pelanggan menyatakan sebuah bisnis sebagai
“bisnisku”. Hal ini merupakan bukti yang nyata bahwa telah terjadi hubungan
yang sejati. Tantangan yang akan banyak diungkapkan dalam buku ini adalah
untuk dapat menggali lebih luas konsep hubungan pelanggan pada perusahaan
kecil yang lebih banyak diwarnai hubungan kedekatan antar pribadi dibandingkan
perusahaan besar yang umumnya tidak memperhatikan hubungan antar pribadi.
Membangun hubungan dalam konteks perusahaan kecil akan menjadikan
relevan dan cocok untuk diterapkan dalam konteks perusahaan besar, maka
terdapat potensi yang besar bagi perusahaan-perusahaan besar untuk sungguh-
sungguh dekat dengan pelanggannya.
Kesepakatan yang harus dibentuk adalah pertama-tama seluruh organisasi
besar harus mau menerima bahwa membangun hubungan adalah hal yang
sanagt penting. Mereka harus juga menghargai perbedaan antara hubungan
sejati dengan pelanggan dan hubungan yang semu karena uang, yang dibangun
Sri Widyastuti !
!
!!
4
melalui berbagai program promosi berhadiah. Selanjutnya mereka harus
memperoleh pemahaman yang lengkap tentang apa arti sebuah hubungan dari
perspektif pelanggan. Jika perusahaan besar melakukannya, maka konsep
tersebut menjadi relevan dan strategi pemasaran berbasis hubungan dapat
diterapkan dengan sukses. Memahami hubungan pelanggan adalah
sebagaimana pelanggan memandang dan mendefinisikan hubungan dengan
perusahaan tersebut. Bagi sebuah perusahaan, untuk menerapkan program
pemasaran berbasis hubungan dengan bersandar pada definisi manajemen
perusahaan itu sendiri dan interpretasi tentang apa saja yang merupakan sebuah
hubungan. Sebagai contoh, banyak perusahaan, benar-benar merasa sudah
betul ketika program pemasaran yang sering mereka lakukan dengan
menghadiahi pelanggan setia berupa “poin-poin” merupakan faktor penting
sebuah hubungan. Juga ketika pelanggan yang telah berbisnis bertahun-tahun
dengan perusahaan, maka hal tersebut telah terjadi sebuah hubungan.
Pemasaran mulai berfokus pada kepuasan pelanggan dan memberikan
pelayanan prima bagi pelanggannya, merupakan nilai bagi keuntungan jangka
panjang perusahaan dari para pelanggannya. Bisnis yang pada awal abad ke-20
berorientasi pada produksi menuju pada bisnis yang berorientasi pada hubungan
setelah 100 tahun kemudian. Konsep pemasaran berbasis hubungan telah
berkembang pada tahun-tahun terakhir ini, dan mengakibatkan meningkatnya
kompetisi dan tuntutan pelanggan akan pelayanan yang lebih istimewa serta
perhatian yang lebih besar akan kebutuhan individual pelanggan. Perkembangan
itu juga akibat menyadari kelemahan dari pendekatan bisnis yang cenderung
berpandangan bahwa pelanggan adalah target yang pasif. Perusahaan telah
meluncurkan berbagai program serta berinisiatif membangun hubungan dengan
pelanggan. Di antara beberapa program tersebut sukses, namun banyak juga
yang mengalami kegagalan, karena umumnya tidak memandang hubungan dari
perpektif pelanggan.
Didorong oleh keinginan untuk menyelaraskan pola kebiasaan pelanggan
dan keinginan yang tulus untuk lebih memahami dan melayani pelanggan,
banyak inisiatif untuk membangun hubungan yang memberikan sumbangan bagi
pencapaian loyalitas pelanggan atau penghantaran nilai bagi pelanggan. Banyak
perusahaan menciptakan klub-klub belanja atau program “kartu member” yang
Sri Widyastuti
!!
5
bertujuan menarik pelanggan untuk membeli kembali produk/jasa perusahaan.
Akibatnya sebagian besar pelanggan sekarang ini akan membawa dalam dompet
atau tas tangan mereka beberapa kartu yang membuktikan “keanggotaan”
mereka dalam berbagai “klub”, seperti supermarket, departement store,
perusahaan, penerbangan, salon, hotel dan banyak yang lain menawarkan
berbagai program keanggotaan, sehingga pelanggan sering merasa “terjerat
dalam klub sampai mati”. Pertanyaannya adalah apakah teknik “pemasaran
hubungan” semacam itu berhasil?. Bagi perusahaan program itu memang
berhasil dalam upaya menarik pelanggan untuk memanfaatkan kartu
keanggotaan dan meningkatkan penggunannya.
Gronroos (1993) mengamati bahwa membangun hubungan, misalnya
antara karyawan dan pelanggan, dapat dibagi menjadi dua bagian: untuk
menarik pelanggan dan untuk membangun hubungan dengan pelanggan
sehingga tujuan ekonomi organisasi dicapai melalui hubungan pemasaran.
Hubungan pemasaran yang didukung oleh karyawan dari suatu organisasi telah
muncul selama bertahun-tahun sebagai topik yang menarik pada pemasaran
yang berfokus pada membangun hubungan jangka panjang antara karyawan
dengan perusahaan dan pelanggan pada setiap bisnis mereka, Maznah & Ali,
(2010). Membangun hubungan jangka panjang yang kokoh dengan pelanggan
memerlukan usaha yang penuh konsentrasi pada semua karyawan dan pihak
manajemen untuk mengetahui apa yang dapat dibutuhkan pelanggan dan
bagaimana memuaskan pelanggan serta apa yang dihargai oleh pelanggan.
Dalam membangun hubungan sejati, yang dekat dan berjangka panjang dengan
pelanggan, dibutuhkan lebih dari sekadar program belanja, lebih dari sebuah
database yang memungkinkan untuk mengirim surat secara teratur dengan
target minat pelanggan yang terefleksi dari apa yang mereka beli akhir-akhir ini,
lebih dari sekadar mengunci pelanggan dengan suatu perjanjian dalam
membership yang membuat mereka tidak punya pilihan selain kembali pada
perusahaan. Ternyata tidak satupun dari pendekatan untuk membangun
hubungan pelanggan ini cukup memadai untuk diterapkan, karena tidak satupun
dapat menjawab pertanyaan mendasar tentang apa yang merupakan sebuah
hubungan dalam sudut pemikiran pelanggan. Unsur yang hilang adalah
kandungan emosi yang biasanya dihubungkan antara orang dengan sebuah
hubungan.
Sri Widyastuti !
!
!!
6
Memahami pelanggan dan mengidentifikasi apa yang menjadi kebutuhan
mereka tidak pernah terdengar dalam banyak bisnis di awal abad 20, ketika
pemasaran berorientasi pada produksi. Levitt (1986) mendefinisikan kualitas
hubungan sebagai sebuah paket nilai intangible, yang menambah produk atau
layanan dengan hasil yang diharapkan dalam sebuah pertukaran antara pembeli
dan penjual. Konsep yang lebih umum dari kualitas hubungan menggambarkan
kedalaman secara menyeluruh dan suasana iklim hubungan pemasaran,
Johnson, (1999). Perusahaan umumnya berfokus pada apapun yang dapat
diproduksi dan dapat dijual. Kecil sekali perhatian yang diberikan pada apa yang
diinginkan pelanggan mereka. Pada jaman ketika pemakai barang sedikit
jumlahnya, pelanggan bersedia membeli hampir apa saja dengan harga yang
masuk akal tanpa memperdulikan atribut atau kualitas produk tersebut. Orientasi
pada produk ini berlangsung sampai tahun 1920-an. Ketika para pembuat barang
menghadapi kompetisi yang semakin meningkat, maka akibatnya mereka mulai
menekankan pada upaya penjualan yang agresif sebagai fondasi inisiatif
pemasaran mereka. Namun, masih sedikit perhatian yang diberikan pada
kebutuhan individual atau mencoba untuk memahami kebutuhan pelanggan.
Sebagian besar perusahaan tampaknya masih menganut pandangan pada
orientasi penjualan dalam menjalankan bisnis mereka. Sayangnya masih banyak
yang menerapkan pendekatan penjualan dari pada pemasaran, termasuk pada
industri manufaktur. Searah dengan perkembangan bisnis pada pertengahan
abad ke-20 banyak perusahaan mulai mengambil pandangan pemasaran yang
lebih berfokus pada pelanggan. Mereka banyak yang mulai menyadari bahwa
seharusnya memproduksi apa yang dibutuhkan dan diinginkan pelanggan
mereka. Orientasi ini kemudian dikenal sebagai konsep pemasaran. Konsep ini
didasarkan pada 3 tujuan yang meliputi orientasi pelanggan, koordinasi dan
integrasi dari semua aktivitas pemasaran yang difokuskan pada kemampuan
organisasi untuk menghasilkan penciptaan nilai bagi pemegang saham, melalui
keuntungan jangka panjang yang dihasilkan.
Pada perusahaan yang lebih berfokus semata-mata pada pelanggan dan
kebutuhannya, kebutuhan tersebut biasanya diterjemahkan sebagai produk yang
baik kualitasnya dengan harga yang terjangkau. Pandangan baru tentang
pemasaran mulai muncul tahun 1950-an, yang sebagian besar dimotori oleh
Sri Widyastuti
!!
7
industri barang-barang konsumsi yang cepat jual dan barang-barang kemasan.
Pandangan itu merupakan suatu terobosan baru dalam pemikiran pemasaran.
Pemasaran yang dilakukan dalam banyak perusahaan sebagai sesuatu yang
dilakukan pada orang-orang dengan memasarkannya pada pelanggan mereka.
Berjalan selama 40 tahun berikutnya, konsep pemasaran secara erat
dihubungkan dengan 4P’s dari Mc Carthy – Product, Price, Promotion, Place
(produk, harga, promosi, tempat). Implikasi dari pandangan ini adalah bahwa jika
perusahaan dapat memadukan keempat elemen tersebut dengan tepat, maka
akan mereka dapat menikmati sukses pemasarannya.
Pandangan tentang apa yang akan memuaskan pelanggan agak sempit
cakupannya. Asumsinya adalah jika dapat membuat layanan tersebut secara
luas, maka perusahaan akan sukses, karena pelanggan dianggap sebagai pihak
yang pasif jika dibombardir dengan iklan dan mereka akan memberikan respon
yang baik terhadap penawaran perusahaan. Nilai dari konsep pemasaran terletak
bahwa konsep tersebut yang pada akhirnya memberikan perhatian penuh pada
pelanggan. Hal ini disebabkan meningkatnya perang tarif/fee/iuran di
perusahaan, juga kesadaran bahwa pelanggan mungkin harus dibujuk untuk
memanfaatkan produksi dan layanan perusahaan. Ketika bidang pemasaran
menjadi semakin berkembang, para manajer dan akademisi mulai menyadari
bahwa ada kemungkinan pelanggan tidak sepasif yang mereka perkirakan.
Sesungguhnya pelanggan mengetahui nilai sebuah layanan perusahaan ketika
mereka merasakannya. Pelanggan tidak percaya begitu saja pada iklan, juga
pelanggan memiliki berbeda, mereka memiliki karakteristik tersendiri. Sesuatu
yang dipandang menarik oleh pelanggan mungkin dianggap tidak menarik oleh
pelanggan lain.
Pada akhir tahun 1960-an, para pembisnis mulai memberi perhatian lebih
dekat dan lebih strategis pada pemasaran. Era baru pemasaran muncul, suatu
era yang didominasi oleh kemajuan luar biasa pada pendekatan strategis
terhadap segmentasi pasar, produk, jasa dan posisi merek, diferensiasi produk
yang ditawarkan dan mengerti apa yang diinginkan dan dibutuhkan pelanggan.
Sampai pertengahan tahun 1980-an konsep pemasaran yang terefleksi dalam
perpaduan unsur 4P’s dalam pemasaran sangat berkembang dalam pemikiran
dan praktik pemasaran. Mengapa ahli-ahli pemasaran dan manajer praktisi di
perusahaan besar mulai menaruh perhatian pada upaya membangun hubungan
Sri Widyastuti !
!
!!
8
jangka panjang dengan pelanggan kurang dari 20 tahun yang lalu, yang kegiatan
tersebut telah dilakukan oleh perusahaan-perusahaan kecil secara alami dan
turun-menurun? Referensi tentang hubungan pelanggan dan membangun
hubungan mulai muncul dalam literatur dan menjadi fokus dari banyak penelitian
pemasaran. Konsep pemasaran walaupun masih relevan, dan telah banyak
dikembangkan dengan memasukkan dimensi hubungan.
Jika memandang produk inti atau jasa sebagai hal utama dari apa yang
ditawarkan perusahaan pada pelanggannya, maka dapat juga dipertimbangkan
suatu set proses dan sistem yang penting untuk ketersediaan produk atau jasa
inti yang efektif. Produk intinya adalah mewakili inti produk yang diperdagangkan
oleh perusahaan tersebut. Contohnya, untuk memasuki bisnis perusahaan, kita
harus memiliki rekening tabungan, namun perusahaan yang lainpun memilikinya.
Produk inti membuat kita siap untuk memulai, namun belum siap untuk
berkompetisi. Proses yang mendukung ketersediaan produk atau jasa inti
termasuk penjadwalan, pengaturan karyawan, pengurusan rekening,
penghantarannya, sistem pemesanan dan sistem transfer sebagainya.
Kebanyakan perusahaan menyediakan hal ini, sehingga mereka dapat menjual
produk inti mereka secara efisien dan nyaman. Gambar 1.1 menunjukkan suatu
pandangan lain tentang pemasaran, berdasarkan set 4P’s yang berbeda.
Sukses pelaksanaan pemasaran tidak hanya memberikan bukti untuk
sebuah konsep, tetapi juga lebih penting dalam menciptakan keunggulan
kompetitif (Kotorov, 2003). Karena perusahaan pesaing didorong untuk
melakukan hal yang sama. Ketika membangun hubungan dengan pelanggan,
kepuasan merupakan unsur yang penting. Berdasarkan hal itu, loyalitas
pelanggan dapat dibangun dalam rangka berupaya mengembangkan hubungan
yang stabil, saling menguntungkan dan jangka panjang (Ravald, Gronroos,
1996). P tentang apa yang kita tawarkan mengacu pada Performa, yang penting
adalah apakah kita melakukannya dengan sebenarnya memberikan kinerja
terbaik kepada pelanggan, Gronroos (1990). Contohnya bagaimana perusahaan
dapat menepati janji-janjinya. Jika Transmart memberikan layanan kepada
pelanggan yang membeli kulkas baru akan diantar pukul 4 sore ini, apakah dapat
benar-benar mengantarnya? Jika penerbangan Citilink dijadwalkan untuk tiba di
Denpasar pukul 07.00 pagi apakah penerbangannya dapat tepat waktu? Pada
Sri Widyastuti
!!
9
nasabah perbankan syariah apakah transaksi keuangan sudah pada rekening
banknya benar? Pada Hotel Budget apakah ruangannya bersih?.
Gambar 1.1 4 P – Sudut Pandangan yang Berbeda Sumber: Barnes, (2003).
Perusahaan harus mempertimbangkan karyawan yang bekerja bagi
perusahaan. Banyak perusahaan menjadikan pelanggan tidak puas karena
ketidakmampuan mereka dalam menghantar produk atau jasa, walaupun produk
intinya cukup dapat diterima atau bahkan sangat istimewa. Walaupun mereka
telah memiliki sistem, prosedur dan proses untuk menghantar produk atau jasa
inti, mereka tidak melakukannya dengan sebenar-benarnya. Pelanggan bertemu
dengan karyawan yang mewakili perusahaan, dirumah dan kantor, lewat telepon
juga melalui internet. Bagaimana interaksi ini berlangsung? Bagaimana
pelanggan memandang karyawan kita? Apakah karyawan kita suka menolong,
kompeten, penuh pengertian, peduli, sopan?. Pengalaman interaksi dengan
karyawan dapat membuat pelanggan bertahan atau meninggalkan perusahaan.
Banyak pelanggan kembali berbisnis dengan sebuah perusahaan karena
Produk Inti dari apa yang ditawarkan pada
pelanggan
Proses Sistem dan aktivitas
yang mendukung ketersediaan produk
atau jasa inti
Person Orang interaksi
dengan pegawai - bagaimana pelanggan
diperlakukan dalam interaksi bisnis
Performa Menyediakan produk
sesuai yang dijanjikan
menjadikannya benar
Kemampuan Untuk
menambahkan nilai
Kemampuan Untuk
membedakan
Sri Widyastuti !
!
!!
10
terkesan dengan cara para karyawan memberikan layanan terbaik dalam
memperlakukan mereka.
2 poin penting yang berhubungan dengan strategi pemasaran sampai sini
sudah diulas. Poin pertama adalah kemampuan perusahaan untuk mengatasi
persaingan yang semakin meningkat seiring dengan berpindahnya fokus pada
produk inti, dimana dalam banyak industri sekarang ini tidak memiliki perbedaan
pada produk/jasa yang ditawarkan kepada pelanggan. Poin kedua adalah
memberikan perhatian yang lebih besar pada efek dari interaksi pelanggan dari
para karyawan perusahaan. Di samping itu juga konsentrasi pada pelaksanaan
jasa dan interaksi dengan pelanggan akan menjadikan perusahaan dalam
menghantarkan nilai bagi pelanggannya atau lebih tepatnya nilai yang sangat
berbeda.
Faktor-faktor yang berperan dalam meningkatkan kesadaran para ahli
pemasaran tentang manfaat pemberian perhatian pada hubungan dengan
dengan pelanggan, diantaranya:
! Pertama, perkembangan sistem informasi.
Perhitungan nilai ekonomis dari “perpindahan pelanggan” menjadi sebuah
perhitungan yang nyata. Perusahaan telah memiliki teknologi informasi dan
komunikasi sampai pada titik di mana para manajer banyak yang mampu
mengkalkulasi paling tidak menaksir kasar nilai seorang pelanggan, sehingga
mampu menaksir kerugian yang dialami karena kehilangan pelanggan
tersebut. Suatu perubahan pola pikir bahwa sebuah perusahaan dengan
bekerja keras dan menghabiskan banyak uang untuk menarik pelanggan
baru yang sesungguhnya hanya untuk menggantikan pelanggan yang pergi.
Hal ini menjadi sangat tidak menarik, karena mengakibatkan kerugian yang
diderita karena beralihnya pelanggan tersebut menjadi sangat jelas.
Hasilnya, banyak perusahaan mulai untuk pertama kalinya memusatkan
perhatian pada strategi-strategi untuk memuaskan dan mempertahankan
pelanggan yang ada, pada saat yang sama juga mencoba menarik
pelanggan baru. Banyak perusahaan pertama kali mampu mengelola
pelanggan sebagai sebuah aset atau investasi.
! Kedua, perkembangan industri jasa.
Sri Widyastuti
!!
11
Banyak yang mulai menyadari bahwa dengan memiliki produk dan layanan
yang hebat dan harga murah tidaklah cukup bagi perusahaan. Para ahli
pemasaran mulai lebih memperhatikan sisi keakraban dari interaksi mereka
dengan pelanggan. Hal ini terlihat dari sisi penekanan pada sektor pelayanan
yang tumbuh dengan cepat dan pada pelayanan dalam bidang bisnis secara
umum. Keputusan pelanggan untuk terus berbisnis dengan sebuah
perusahaan sebagian besar dipengaruhi oleh bagaimana pelanggan tersebut
diperlakukan dan bahkan perasaan apa yang telah tumbuh dalam diri mereka
saat berbisnis dengan perusahaan. Pada kemajuan dalam pelayanan,
pemikiran pemasaran mulai menyadari bahwa banyak faktor yang berperan
bagi seorang pelanggan untuk kembali atau tidak bertransaksi lagi dengan
perusahaan. Di sinilah diperlukan untuk membuka pandangan baru yang
lebih holistik tentang apa sebenarnya pemasaran itu dan apakah faktor-faktor
yang berperan dalam memberikan kepuasan pada pelanggan.
! Ketiga, perubahan sifat persaingan.
Beberapa tahun yang lalu, perusahaan yang mampu memberikan produk
dan layanan yang berkualitas tinggi mendapat keuntungan di atas pesaing-
pesaingnya. Sekarang ini, di kebanyakan banyak industri jasa, pelayanan
jasa yang dibantu dengan teknologi, menyebabkan begitu banyak perubahan
dalam industri, sehingga perusahaan harus mampu berkompetisi dalam level
yang amat berbeda dari apa yang pernah mereka lakukan di masa lampau.
Persaingan tersebut tidak saja bersifat global, namun telah meningkat
menjadi sebuah taraf persaingan yang baru. Secara umum meningkatnya
standar pelayanan membuat pelayanan jasa tersebut dapat diselesaikan
tanpa kesalahan atau gangguan. Kebanyakan perusahaan mampu
“melakukannya dengan benar” dalam menyediakan jasa atau produk inti
mereka. Perusahaan-perusahaan yang bersaing sekarang membangun
hubungan sejati dengan pelanggan dengan menyadari bahwa melakukannya
dengan benar adalah tidaklah cukup.
! Keempat, kepuasan pelanggan.
Pandangan bahwa pemasaran yang sukses berarti menawarkan produk dan
jasa yang prima dengan harga yang memadai, sekarang tidaklah mencukupi
lagi. Hal ini bukan berarti bahwa produk dan harga tidak penting, produk dan
harga itu penting, namun memiliki harga dan produksi dan jasa yang baik
Sri Widyastuti !
!
!!
12
tidaklah cukup untuk menjamin sukses pemasaran dalam bentuk loyalitas
pelanggan dalam hubungan jangka panjang yang saling menguntungkan.
Kepuasan pelanggan jangka panjang seharusnya menjadi tujuan dari semua
aktivitas pemasaran, dan bagi semua organisasi. Faktor dari pendekatan
berbasis hubungan dalam berbisnis adalah pemahaman tentang apa yang
diinginkan dan dibutuhkan pelanggan dan memandang pelanggan sebagai
aset jangka panjang yang akan memberikan keuntungan yang terus menerus
selama kebutuhan mereka dapat dipuaskan.
1.2 Perkembangan Konsep Hubungan Pelanggan
Pelanggan memiliki kebebasan untuk berbisnis dengan siapapun
perusahaan apapun yang mereka inginkan. Pada jaman ketika banyak produk
dan jasa dapat dengan mudah ditiru oleh pesaing, perusahaan harus
menemukan cara untuk membuat mereka berbeda dari pesaing sehingga
pelanggan akan terus memilih mereka. Para pemasar di awal tahun abad ke-21
menerima prinsip bahwa pelanggan adalah aset jangka panjang dan merupakan
investasi dari sebuah perusahaan. Dengan demikian sangat penting untuk
melakukan investasi dan mengelola investasi tersebut untuk memastikan bahwa
pelanggan akan kembali berbisnis dengan perusahaan. Upaya membuat
pelanggan kembali dan setia adalah tantangan bagi bisnis yang beroperasi di
industri yang penuh persaingan.
Semakin berkembang perusahaan yang memberikan penekanan pada
upaya mempertahankan pelanggan melalui pelayanan istimewa dan
meningkatkan pengetahuan tentang masing-masing pelanggan secara individual.
Hal tersebut dimaksudkan untuk dapat lebih memuaskan pelanggan. Kehilangan
pelanggan amatlah mahal karena biaya yang harus dikeluarkan lebih besar untuk
menarik pelanggan baru, termasuk waktu yang dihabiskan karyawan untuk
mengatur rekening dan file pelanggan baru dan juga waktu untuk mengenal
mereka lebih dalam. Dalam hal lain, kehilangan pelanggan juga amat merugikan,
apabila pelanggan yang tidak puas tersebut bercerita tentang ketidakpuasannya
pada teman-teman dan anggota keluarga mereka.
Membicarakan teknologi sebagai pendukung fungsi pemasaran memang
sangat menarik dan menantang. Proses asimilasi teknologi ke dalam fungsi
Sri Widyastuti
!!
13
pemasaran sedang mendapatkan perhatian dari berbagai kalangan, terutama
para praktisi. Kita sepakat bahwa pemasaran membutuhkan teknologi untuk
menjawab tantangan dinamika bisnis. Banyak yang bisa ditawarkan dari
penggabungan dua unsur tersebut dari mulai segmentasi sampai perhitungan
untung rugi program loyalitas. Di industri perbankan, teknologi telah menjadi
keunggulan bersaing. Para pemain industri berlomba-lomba untuk meningkatkan
pemanfaatan teknologi untuk semakin mempermudah dan memuaskan nasabah.
Dalam industri perbankan, teknologi akan berasimilasi dengan customer data
management, contact channel management, dan enterprise-wide management.
Bagi pemain besar industri perbankan, asimilasi yang paling nyata adalah
contact channel management. Dalam hal ini para pemain berusaha untuk
menggarap channel dengan sangat serius seperti ATM, iBanking, SMS Banking,
pembukaan kantor cabang, PDA, kios, telepon. Seluruh layanan ini masih
bersifat transaksi. Artinya, mereka tidak memiliki hubungan yang besifat
relationship. Enterprise-wide management akan berhubungan dengan front office
dan back office. Asimilasi paling menarik adalah bagaimana memanfaatkan
customer data management untuk mengubah hubungan yang bersifat
transactional menjadi relational. Di sini, kita sudah membicarakan ekuitas
pelanggan. Semakin besar ekuitas pelanggan semakin memberikan keuntungan
bagi perusahaan. Manfaat pengetahuan ekuitas pelanggan memberikan cara
baru untuk berkompetisi.
Pada jasa perhotelan jaringan hotel Ritz Carlton telah memperoleh reputasi
yang sangat baik, karena cara mereka mengkombinasikan perhatian karyawan
pada pelanggan secara detil dan teknologi untuk membangun hubungan dengan
tamu pelanggannya. Jaringan hotel tersebut menggunakan databasenya sebagai
dasar untuk lebih memuaskan tamu pelangganya. Ketika seorang tamu di hotel
Ritz Carlton mana saja meminta coklat hangat di malam hari, bantal ekstra atau
barang lain atau pelayanan khusus, staf hotel mencatat permintaan tersebut
pada sebuah “catatan permintaan pelanggan”. Setiap satu hari berakhir, semua
perhatian tersebut dimasukan dalam data base perusahaan yang sangat luas.
Ketika tamu menginap di salah satu jaringan hotel yang terdapat di berbagai
belahan dunia, mereka akan menemukan ruangan dan pelayanan yang
disesuaikan dengan permintaan pribadi pelanggan. Tamu pelanggan
kemungkinan besar akan kembali, bukan karena ruangan di Ritz-Carlton lebih
Sri Widyastuti !
!
!!
14
baik dari hotel berbintang lain (walaupun mungkin demikian), tetapi karena
bagaimana mereka diperlakukan di Ritz-Carlton dengan sangat istimewa dan
invudual karena perusahaan meluangkan waktu untuk mengingat kebutuhan
khusus mereka.
Contoh lainnya adalah penyedia jasa pengiriman express terbesar di dunia
“Federal Express”. Sejak kelahirannya pada tahun 1973, FedEx telah
membanggakan diri akan kemampuannya menentang model bisnis yang menjadi
dasar industri pada saat itu. Perusahaan tersebut telah menanamkan usaha dan
sumber dana yang sangat besar pada pengembangan sistem berbasis teknologi
untuk menyederhanakan interaksi pelanggan dengan perusahaan dan juga untuk
menambahkan nilai bagi pelanggan. FedEx mampu melacak paket mereka pada
seluruh lingkaran pengiriman dan mengetahui secara pasti di mana paket
mereka berada dan kapan pengiriman akan dilaksanakan. FedEx juga
menawarkan pilihan-pilihan pada pelanggan tentang bagaimana melacak paket
mereka, termasuk melalui telepon, melalui website dan dengan menggunakan
software FedEx yang dirancang secara khusus. Pelanggan juga mampu
memesan order pengiriman secara online, permintaan penjemputan yang
terjadwal dan meningkatkan kecepatan pemrosesan invoice dengan
menggunakan software FedEx. Teknologi ada di mana-mana, perusahaan
membaca dan melihat dampaknya pada kehidupan sehari-hari. Jika digunakan
dengan benar, teknologi dapat memberikan dampak yang amat positif pada
hubungan pelanggan dengan perusahaan. Akan tetapi, dalam terlalu banyak
kasus, teknologi yang diterapkan untuk meminimalkan biaya daripada untuk
menambahkan nilai dan akhirnya untuk meningkatkan kepuasan pelanggan.
Sudah banyak perusahaan jasa yang telah dengan sukses menggunakan
teknologi untuk memperkuat hubungan dengan pelanggan mereka. Pelayanan
otomatis tersebut mempunyai banyak manfaat positif bagi FedEx, termasuk
pengurangan ongkos dalam menangani permintaan pelanggan. Dalam perspektif
pelanggan, keuntungan yang diperoleh pelanggan adalah termasuk
berkurangnya tingkat kecemasan, karena mereka dapat merasakan keyakinan
bahwa paket akan tiba tepat waktu pada tujuan yang diinginkan. Di sinilah FedEx
telah menjalankan proses bisnis yang secara relatif biasa saja namun penting,
logistik dan distribusi yang membuatnya lebih manusiawi. Sistem jasa
Sri Widyastuti
!!
15
penghantaran barang FedEx membuat paket tiba pada tujuan tepat waktu dan
menjamin pelayanan berkualitas tinggi. Disinilah peranan para karyawan sangat
penting sebagai kurir dan customer service representative yang membuat
adanya kunci perbedaan pada layanan pengiriman. Jadi, FedEx telah
mengkombinasikan teknologi tingkat tinggi dengan interaksi antar manusia
dengan menghasilkan sebuah bisnis yang memberikan pelayanan istimewa pada
pelanggannya.
Menjalankan bentuk-bentuk hubungan yang berbeda adalah tepat untuk
digunakan dalam latar belakang yang berbeda. Seperti telah dibuktikan oleh
banyak jaringan makanan cepat saji, seperti Mc Donald, Kentucky Fried
Chickcen adalah sungguh mungkin untuk menciptakan loyalitas pelanggan,
terutama melalui penciptaan keterikatan pelanggan dengan merek tersebut.
Memang sulit untuk dilakukan, karena kecilnya kesempatan untuk mengenali
pelanggan seperti di toko swalayan dan restoran cepat saji, sebab pelanggan
adalah “anonim”. Situasi semacam itu menghadirkan tantangan dalam
membangun sebuah hubungan dan menyatakan bahwa membangun hubungan
pelanggan tidaklah selalu mungkin terjadi.
Berpindah dari pemasaran berbasis transaksi pada pemasaran berbasis
hubungan tidaklah mudah bagi industri perusahaan, karena membutuhkan
pandangan yang berbeda tentang pelanggan dan yang akan menciptakan
sukses jangka panjang bagi sebuah organisasi. Dalam beberapa tingkatan,
membawa pandangan pemasaran sebagai sebuah “kotak peralatan” kepada
pandangan yang menyatakan bahwa pemasaran sesungguhnya adalah sebuah
cara berfikir tentang bagaimana berurusan dengan pelanggan. Bagi banyak
pebisnis perlu mendefinisi ulang tentang konsep pemasaran. Berdasarkan
sejarah (dan sampai hari ini di banyak organisasi) pemasaran dipandang sebagai
sebuah fungsi yang jelas atau departemen dalam sebuah perusahaan dengan
tanggung jawab pada urusan-urusan yang telah dilakukan pemasaran secara
tradisional dalam mengembangkan produk/jasa, mengiklankan dan promosi,
menentukan harga, berhubungan dengan pelanggan dan lain sebagainya.
Ketika para manajer mulai berpikir untuk menutup departemen pemasaran
adalah sesuatu yang kemungkinan akan terjadi. Hal ini dimaksudkan bukan
membuang fungsi pemasaran, tetapi berpikir secara lebih luas tentang apa
sebenarnya pemasaran itu, inti dari pemasaran saat ini adalah meningkatkan
Sri Widyastuti !
!
!!
16
kepuasan pelanggan melalui penciptaan nilai bagi pelanggan. Pandangan
modern tentang pemasaran adalah pemasaran merupakan tugas setiap orang
dalam suatu organisasi, dan setiap pekerjaan memiliki potensi untuk
mempengaruhi kepuasan pelanggan secara langsung maupun tak langsung.
Tugas ini adalah terlalu penting dan kompleks untuk dikerjakan sendirian oleh
departemen pemasaran. Semua karyawan harus segera menyadari keuntungan
bagi perusahaan untuk mempertahankan pelanggan dalam jangka panjang dan
mengenali cara-cara untuk memperbaiki hubungan dengan pelanggan pada saat
mereka melayani pelanggan tersebut.
Saat ini pemasaran memiliki arti bahwa perusahaan-perusahaan harus
sungguh-sungguh mengerti apa yang diperlukan untuk menciptakan kepuasan
pelanggan. Hal ini berarti bahwa organisasi yang berorientasi pemasaran
mengajarkan pada karyawan mereka untuk menampilkan manajemen jasa yang
konsisten pada pelanggan dengan mengatakan “Kami sungguh peduli pada anda
dan akan memenuhi kebutuhan anda.” Para petugas keamanan, operator
telepon, customer service, petugas penerima rekening/teller, petugas
pembukuan, pengurus rumah tangga, mereka semua berada dalam pemasaran.
Mereka bertemu atau tidak dengan pelanggan atau bahkan berinteraksi dengan
pelanggan lewat telepon, mereka dapat secara positif atau negatif
mempengaruhi kepuasan pelanggan. Pemasaran bukanlah sebuah departemen,
tetapi sebuah pemikiran, bagaimana cara memandang sebuah bisnis dan budaya
yang meresap dalam sebuah organisasi yang berhasil. Pelanggan akan
mengatakan pada anda bahwa mereka dapat merasakan ketika sebuah
perusahaan berorientasi pada pemasaran, mereka dapat mengenali perusahaan
yang bersungguh-sungguh dalam menciptakan kepuasan pelanggan.
Banyak perusahaan membutuhkan waktu tahun-tahun belakangan ini untuk
menyadari secara ekonomis dalam berkonsentrasi membuat pelanggan kembali
dan kembali lagi, dan fokus perhatiannya pada cara mempertahankan
pelanggan. Hal ini mensyaratkan bahwa manajemen dan para karyawan dalam
perusahaan harus menyadari bahwa melakukan penjualan bukanlah tujuan akhir
dari interaksi dengan pelanggan. Faktanya adalah bahwa ada situasi yang
memungkinkan terjadinya interaksi dengan pelanggan, tetapi tidak disertai
penjualan langsung, nampaknya tidak masuk akal bagi orang yang meyakini
Sri Widyastuti
!!
17
bahwa menjual adalah segalanya. Peralihan dari pemasaran berbasis transaksi
ke pemasaran berbasis hubungan mempunyai banyak implikasi bagi bisnis.
Pemasaran tidak lagi dapat dipandang sebagai fungsi terpisah yang menugaskan
seseorang untuk bertanggungjawab terhadap pelanggan, sementara orang lain
dalam perusahaan menjalankan tugas-tugas rutin mereka. Namun, pandangan
pemasaran didefinisikan kepada setiap orang di perusahaan, dimana setiap
orang bertugas untuk memuaskan pelanggan.
Merekomendasikan untuk menutup departemen pemasaran adalah belum
tentu benar adanya, karena selalu ada kebutuhan untuk mengelola kegiatan-
kegiatan pemasaran. Manajemen harus memastikan bahwa ketika produk dan
jasa baru dilempar ke pasar, maka manajemen harus memasang iklan dan
melaksanakan promosi, harus menetapkan harga sebuah barang dan berapa
diskon yang ditawarkan. Manajemen di perusahaan juga harus diberi tanggung
jawab dalam pengembangan strategi yang terkoordinasi untuk mencapai
kepuasan pelanggan. Di sini selalu ada kebutuhan untuk memformalkan fungsi
pemasaran, dan hal yang lebih penting lagi adalah kebutuhan yang terus-
menerus di banyak perusahaan untuk memastikan bahwa pandangan
pemasaran tentang dunia telah masuk dalam keseluruhan organisasi, mulai dari
CEO sampai petugas penerima rekening/teller pada perbankan.
Fokus pemasaran telah berubah dengan menambahkan konsep
meningkatkan jumlah pelanggan maupun mempertahankan pelanggan, karena
dengan mempertahankan pelanggan, maka dapat dicapai kepuasan pelanggan
jangka panjang melalui penciptaan nilai bagi pelanggan. Pada kenyataannya
aktivitas pemasaran tidak pernah begitu tersebar luas dan beragam seperti kalau
perusahaan yang berkonsentrasi pada membangun hubungan sejati dengan
pelanggan. Ketika pelanggan merasa menerima sesuatu yang bernilai, mereka
akan menganugerahi perusahaan dengan loyalitas. Model sesungguhnya sangat
sederhana, pelanggan tidak akan berbisnis dengan perusahaan lagi, jika mereka
tidak merasa puas. Untuk menciptakan kepuasan pelanggan, perusahaan harus
menawarkan sesuatu yang bernilai. Penciptaan nilai bagi pelanggan adalah
penting, tetapi harus fokus untuk menunjukannya sejak awal bahwa nilai dapat
diciptakan dengan berbagai cara.
Pertanyaan yang timbul adalah mengapa pelanggan kembali? Jika
pelanggan mendapati produk/jasa dengan harga/tarif yang sama di mana-mana,
Sri Widyastuti !
!
!!
18
apa yang menjadi faktor pembedanya?. Pelanggan akan kembali ke perusahaan
yang membuat mereka merasa nyaman dan yang memperlakukan mereka
dengan baik. Ketika hal lain dirasakan sama (harga, produk/jasa, garansi,
penghantaran dan sebagainya) perlakuan terhadap pelanggan dan perasaan
yang tumbuh sebelum, selama dan sesudah transaksi terjadi akan menjadi faktor
penentu apakah pelanggan akan kembali lagi ke produk atau jasa perusahaan.
Apakah pelanggan kembali berbisnis dengan sebuah perusahaan dan sering
tidak ada hubungannya dengan apa yang dijual atau berapa harga yang
diberikan untuk suatu produk atau jasa. Keputusan pelanggan ditentukan oleh
bagaimana mereka diperlakukan ataupun perasaan apa yang tumbuh dalam diri
pelanggan ketika berurusan dengan perusahaan.
Poin ini menjadi sangat jelas ketika diterapkan pada perusahaan roti
(Barnes, 2003). Untuk menetapkan apa yang dicari oleh seorang manajer
supermarket ketika berurusan dengan pemasok, untuk mengidentifikasi faktor
apa yang berperan pada hubungan yang solid dan memuaskan antara pemasok
dan manajer supermarket. Serangkaian wawancara yang mendalam dengan
manajer supermarket dan manajer toko bahan pangan, meminta mereka
menceritakan pada tentang hubungan mereka tentang produk yang cepat laku
seperti soft drink, produk susu dan produk-produk bakeri. Kebanyakan mereka
senang berhubungan dengan wakil perusahaan yang meyakinkan bahwa produk
tersebut tiba pagi-pagi sekali, tampil bersih dan yang selalu menelpon mereka
dari waktu ke waktu, bukan untuk menjual sesuatu pada mereka, tetapi untuk
menanyakan apakah segalanya berjalan lancar dan apakah ada yang mereka
butuhkan. Kesimpulannya adalah bahwa kualitas layanan yang baik dari
pemasok lebih penting daripada kategori produk. Akan tetapi satu hal yang
mengejutkan adalah bahwa selama wawancara, sangat sedikit manajer yang
menyebut mengenai bakeri. Para manajer menerangkan bahwa memiliki roti
yang baik dan segar adalah hal yang sewajarnya dalam bisnis bakeri. Jika
perusahaan tidak dapat memasok roti segar, janganlah menyebut diri sebagai
pengusaha bakeri. Mungkin roti bukanlah alat persaingan yang penting dalam
bisnis bakeri, melainkan kedekatan hubungan di antara supermarket dan
pemasoknya menjadi faktor yang lebih penting.
Sri Widyastuti
!!
19
1.3 Hubungan Pelanggan yang Sejati
Proposisi nilai perusahaan adalah janji yang akan diberikan perusahaan
kepada pelanggan yang mampu meyakinkan mereka bahwa perusahaan akan
memberikan nilai pada mereka. Pernyataan proposisi inilai menunjukkan
keuntungan yang ditawarkan, siapa yang ditawarki dan mengapa perusahaan
yang terbaik dalam hal spesifik tersebut. Suatu hal yang penting saat
mengembangkan proposisi nilai perusahaan sehingga menjadi jelas dan ringkas.
Proposisi nilai ini memiliki kekuatan dan menarik perhatian, dan ini membuat
perusahaan ingin tahu lebih banyak lagi, sehingga mampu menciptakan
perbedaan yang kuat antara perusahaan dan pesaingnya. Langkah-langkah yang
dilakukan antara lain: menarik prospek yang tepat dan meningkatkan tidak hanya
kuantitas tapi kualitas prospek yang prospektif, mendapatkan pangsa pasar di
segmen yang ditargetkan, membantu perusahaan dalam meningkatkan alat yang
akan membantu perusahaan meraih lebih banyak kesempatan bisnis,
memperbaiki efisiensi operasional.
Klub-klub member sering dianggap sebagai program loyalitas karena klub-
klub ini bertujuan untuk membuat pelanggan membelanjakan lebih banyak uang
mereka pada satu penyedia jasa, dan ada pemberian hadiah saat poinnya sudah
memenuhi syarat. Kebanyakan dari kita saat ini adalah anggota dari beberapa
jenis program “poin”. Entah itu klub belanja sebuah departemen store, program
bagi penumpang pesawat, atau klub jaringan retail. Pada dasarnya, diperlukan
lebih dari sekadar janji untuk memberi diskon atau barang gratis untuk mendapat
loyalitas pelanggan. Program loyalitas berguna dalam meningkatkan uang yang
dibelanjakan pelanggan yang dinikmati oleh perusahaan, namun di sisi lain
dapatkah klub belanja ini dianggap sebagai hubungan yang sejati dengan
pelanggan.
Pelanggan yang membeli dari departemen store atau terbang dengan
perusahaan penerbangan tertentu untuk mengumpulkan poin telah menjalin
suatu hubungan dengan perusahaaan tersebut, tetapi begitu pesaing
menawarkan konsep yang lebih baik, mereka akan bergabung pula dengan
pesaing tersebut. Program pemasaran atau program loyalitas dalam bentuk
diskon akan menarik pelanggan dengan menawarkan hadiah atau diskon (gratis
setiap pembelian ke-10) sebagai pengganti bagi porsi yang lebih besar dari total
Sri Widyastuti !
!
!!
20
kategori belanja pelanggan. Hubungan klub belanja ini dapat berkembang
menjadi hampir mendekati hubungan yang sejati, jika perusahaan mengerti apa
yang diperlukan untuk menjalin hubungan tersebut. Salah satu hasil nyata dari
menjalankan program klub belanja atau “klub-klub” pelanggan dalam bentuk lain
adalah penciptaan suatu database yang tempat dalam penyimpanan sejumlah
data pelanggan, data pembelian mereka, dan informasi lain yang dapat
dikumpulkan oleh perusahaan tersebut. Database tersebut merupakan sumber
yang sangat berharga bagi perusahaan, karena tidak hanya memungkinkan
perusahaan mengenal pelanggannya dengan lebih baik dan belajar banyak hal
yang akan menggerakan program pemasaran, tetapi juga memungkinkan
pelaksanaan operasi pemasaran secara langsung.
Dengan database semacam itu, perusahaan dapat (seperti yang selalu
terjadi di perusahaan yang menyimpan “laporan pelanggan”) menyeleksi
pelanggan tertentu pada pemasaran khusus, berdasarkan karakteristik dan pola
transaksi mereka. Database yang berasal dari suatu program belanja
menciptakan kesempatan bagi usaha pemasaran yang lebih efisien dan terarah.
Hal itu mengarah pada hubungan jangka panjang yang lebih erat. Program
belanja dan database pelanggan tidak merupakan keharusan untuk menciptakan
hubungan jangka panjang yang kuat dengan pelanggan. Hubungan yang kuat
dan tahan lama dengan pelanggan ditemukan di perusahaan lokal yang
berteknologi rendah, di mana karyawan dapat mengenal pelanggan dengan
sangat baik serta interaksi yang terjadi merupakan suatu kebiasaan, alamiah dan
bersifat pribadi.
Sebagai tambahan dari program belanja, ada banyak cara untuk
menghalangi pelanggan berbisnis dengan pesaing, namun cara seperti ini tidak
dapat dianggap sebagai hubungan sejati. Salah satu contohnya adalah dengan
mengunci pelanggan dengan perjanjian yang membuat pelanggan mengalami
kerugian jika meninggalkan perusahaan. Perusahaan melakukan hal ini ketika
mereka memberikan penalti bagi pelanggan yang memindahkan hipotek atau
produk lain ke bank lain. Mengunci pelanggan dengan cara ini selama lima tahun
akan merusak sebuah hubungan, karena tak seorangpun nasabah yang ingin
“terperangkap” dalam situasi semacam ini.
Sri Widyastuti
!!
21
Para manajer dalam organisasi jasa keuangan kadang-kadang
mengindikasikan bahwa mereka merasa mempunyai hubungan dengan
pelanggan, jika pelanggan tersebut memiliki empat atau lebih produk/jasa
perusahaan. Pandangan tentang hubungan ini menarik, karena suatu hubungan
dapat mencerminkan volume belanja atau jumlah produk yang mereka beli.
Faktanya mereka tidak mengatakan apapun tentang indikator kuat atau sehatnya
suatu hubungan. Pandangan ini hanya sedikit mengetahui tentang apa yang
memotivasi pelanggan dalam melakukan pembelian. Mungkin saja pelanggan
yang memiliki empat atau lebih produk/jasa perusahaan juga akan memiliki lebih
dari empat produk bank lain atau baru saja membeli produk asuransi lain di
Internet, atau tidak sabar menunggu saat Kartu Kredit harus diperbarui, untuk
dapat segera berbelanja.
Salah satu unsur fundamental dari hubungan dengan pelanggan adalah
fokus pada ketahanan pelanggan. Unsur lainnya adalah penghargaan terhadap
nilai seorang pelanggan. Tujuan dari hubungan yang sejati dengan pelanggan
adalah kepuasan jangka panjang yang melampaui transaksi individual. Bagi
dunia bisnis, untuk menciptakan hubungan pelanggan yang bermakna, mereka
harus memiliki pengertian yang murni tentang apa yang mendasari sebuah
hubungan. Hubungan tidak termasuk memasukkan pelanggan dalam sebuah
database, mengunci pelanggan atau memasang rintangan-rintangan, sehingga
pelanggan tidak dapat keluar. Tidak juga berasal dari menaikkan nilai kerugian
yang harus ditanggung pelanggan jika mereka beralih sehingga mereka tidak
punya pilihan lain selain tetap tinggal dengan perusahaan. Walaupun istilah
pemasaran database punya pilihan lain selain tetap tinggal dan walaupun istilah
pemasaran database dan pemasaran langsung sering digunakan sebagai
sinonim dari pemasaran hubungan, hal tersebut bukanlah alat yang memadai
untuk menciptakan hubungan yang bermakna dengan pelanggan. Sementara
sebuah database yang baik dapat menolong membangun hubungan sementara
dengan menyimpan informasi-informasi penting tentang pelanggan, database
tersebut tidak dapat menjadi pengganti bagi hubungan yang sejati dengan
pelanggan.
Demikian juga halnya, ketika klub belanja kadang-kadang mampu menarik
pelanggan. Klub tersebut dapat menjadi kontraproduktif karena sebagian
pelanggan dirasakan sebagai gangguan dalam kehidupan mereka. Penciptaan
Sri Widyastuti !
!
!!
22
pandangan pemasaran berbasis hubungan dalam sebuah perusahaan
mensyaratkan bahwa semua karyawan memusatkan perhatian lebih dari sekadar
melakukan pemasaran secara benar. Pada kenyataannya, sangat penting bagi
perusahaan adalah adanya produk inti yang memiliki kualitas yang dapat
diterima, karena amatlah sulit untuk bahkan mustahil untuk menarik pelanggan
untuk membeli barang yang kualitasnya jelek. Harganya pun harus dapat
diterima dan dikombinasikan dengan produk inti tersebut, sehingga menjadi
barang yang layak beli. Iklan sebaiknya efektif dalam menciptakan minat dan
memberikan pesan yang benar tentang perusahaan dan produknya, serta
distribusi haruslah efisien dan memberikan kemudahan. Tetapi jika hanya
memusatkan perhatian pada hal-hal ini saja, dan mengganggap bahwa inilah
pemasaran, maka perusahaan telah melewatkan beberapa poin yang mendasar.
Dalam lingkungan yang berbasis hubungan, sebuah perusahaan harus
berfokus pada lebih dari sekadar transaksi dan lebih dari melakukan penjualan.
Harus ada kesepakatan dalam perusahaan bahwa setiap pelanggan merupakan
sebuah aliran pendapatan dan keuntungan jangka panjang yang potensial bagi
sebuah perusahaan. Pelanggan yang terus berbisnis dengan sebuah
perusahaan dalam jangka panjang lebih menguntungkan karena banyak alasan,
yaitu:
! Yang pertama, dibutuhkan biaya yang besar untuk merekrut dan melayani
pelanggan baru karena akan lebih besar pengeluaran awal yang digunakan
untuk menarik pelanggan untuk pertama kalinya; iklan yang menarik, metode
pembayaran, proses aplikasi dan biaya awal lain.
! Yang kedua, ketika pelanggan merasa lebih nyaman dengan sebuah
perusahaan, mereka mungkin akan membelanjakan lebih banyak uang untuk
produk atau jasa tambahan. Mereka cenderung untuk memberi perusahaan
tersebut bagian yang lebih besar dari total belanja mereka pada kategori
layanan atau produk tetrtentu. Inilah fenomena yang sekarang ini secara luas
disebut peningkatan “share of wallet” (proporsi shopper).
! Yang ketiga, pelanggan jangka panjang juga akan menganjurkan teman atau
anggota keluarga untuk berbisnis dengan perusahaan yang membuat
mereka merasa puas dengan pelayanan dan nilai yang diterima. Orang-
Sri Widyastuti
!!
23
orang yang mendapatkan rekomendasi ini merupakan suatu aliran
penghasilan baru yang potensial bagi perusahaan.
Perusahaan dapat memperhatikan nilai dari pelanggan setia jangka
panjang, termasuk potensi mereka untuk merekomendasikan bisnis tersebut.
Perusahaan memahami bahwa pemegang saham dimaksimalkan dengan
membangun basis klien yang setia dalam jangka waktu lama. Mereka yang
berkonsentrasi untuk memaksimalkan jumlah transaksi akan terkunci terus-
menerus dalam “perpindahan” pelanggan atau perginya pelanggan yang harus
dibayar dengan harga mahal dan tidak efisien. Basis pelanggan yang loyal
dibentuk dengan menciptakan berbagai cara untuk memuaskan pelanggan.
Ada suatu saat tertentu di mana, tanpa mempedulikan kualitas pelayanan,
pelanggan harus kembali pada pemasok yang sama. Dalam kasus monopoli,
kepuasan pelanggan mungkin tidak menjadi perhatian perusahaan tersebut.
Usaha-usaha kecil kadang dilakukan untuk meningkatkan kualitas layanan, tetapi
usaha ini jarang mengubah persepsi pelanggan tentang pemasok dan tidak
berpengaruh apapun untuk memperkokoh suatu hubungan. Perusahaan listrik
yang beroperasi dalam pasar yang bersifat monopoli merupakan suatu contoh
ketika pelanggan mempunyai sedikit pilihan. Monopoli yang sebenarnya masih
terjadi dalam industri yang dikontrol secara sistem atau dalam situasi di mana
layanan disediakan oleh pemerintah atau pejabat publik yang berwenang. Tetapi
pelanggan juga menemui situasi yang mereka anggap sebagai monopoli, ketika
mereka mendapati bahwa mereka tak punya pilihan, atau ketika prospek untuk
beralih pemasok tidak memungkinkan. Situasi semacam ini terjadi ketika kita
akan memenuhi kebutuhan konvensional seperti listrik dan gas alam, dan juga
layanan publik yang sebelumnya tidak memiliki pesaing.
Kebanyakan pelanggan akan menganggap layanan televisi kabel sebagai
suatu monopoli, walaupun secara teknis ada beberapa alternatif di pasaran.
Banyak pelanggan juga menganggap bahwa bank mendekati monopoli karena
kesulitan yang mereka alami dalam memindahkan rekening ke bank lain, juga
karena mereka menganut pandangan bahwa bank-bank pada dasarnya sama.
Mempertahankan seorang pelanggan ketika dia merasa bahwa dia tidak memiliki
alternatif tidak dapat dianggap sebagai sebuah hubungan.
Dalam menggambarkan hubungan pelanggan dengan perusahaan listrik,
banyak pelanggan memandang itu bukanlah sebuah hubungan, bagi pelanggan
Sri Widyastuti !
!
!!
24
beranggapan hanyalah sebuah rekening tagihan. Apakah pelanggan merasa
bahwa mereka menerima nilai dari organisasi monopoli semacam itu? Mungkin
tidak. Sedikitnya kontak yang terjadi dengan karyawan organisasi tersebut dan
tidak adanya input sewaktu proses penghantaran produk/jasa adalah situasi yang
tidak kondusif untuk penciptaan nilai pelanggan. Pencapaian kepuasan
pelanggan dalam jangka panjang akan melibatan proses penghantaran nilai
tanpa henti, maka perusahaan harus bertanya nilai apakah yang didapat
pelanggan dari interaksi dengan sebuah perusahaan.
Gambar 1.2 Hasil dari Penciptaan Nilai Sumber: Barnes, (2003).
Nilai tercipta ketika pelanggan menerima lebih dari yang diiklankan secara
istimewa, ketika mereka menerima lebih dari yang seharusnya diberikan. Sebuah
produk yang baik dengan harga yang bersaing tidak diterjemahkan sebagai nilai
bagi pelanggan. Hal ini tidak selalu berarti produk tersebut diupgrade atau diberi
tambahan-tambahan; sebenarnya pelanggan jarang memberi ukuran
berdasarkan hal-hal tersebut. Namun, penciptaan nilai sering terjadi ketika
pelanggan menerima sesuatu yang lebih dari orang yang melayani mereka,
ketika mereka diperlakukan sebagai orang penting, dihormati dan dihargai.
Karyawan dapat menciptakan nilai dengan bahasa isyarat sederhana dan
melakukan sedikit lebih banyak dari yang seharusnya, ketika seorang tenaga
penjual menawarkan untuk membungkus sebuah bingkisan atau membawakan
paket ke mobil (bahkan jika paket tersebut berasal dari toko lain). Pelanggan
"#$%#!&%'#!()$%*''%*!
+),-%.%*!()$%*''%*!
/-&-*'%*!()$%*''%*!
"#$%#!&%'#!()0)'%*'!1%2%0!
Sri Widyastuti
!!
25
merasa lebih dari sekadar hanya transaksi, ketika tenaga penjual tersebut
melanjutkan dengan memastikan bahwa pelanggan merasa puas dengan barang
yang dibelinya, di sinilah pelanggan merasa dirinya dianggap penting.
Proposisi nilai adalah konsep yang berfokus pada apa yang dapat
ditawarkan perusahaan pada pelanggan yang dianggap bernilai, dan sebagai
hasilnya akan memberikan kontribusi pada kepuasan pelanggan yang
meningkat. Alasan yang membuat pelanggan beralih dari satu perusahaan ke
perusahaan lain. Proporsi nilai dapat memecahkan masalah pelanggan atau
memuaskan kebutuhan pelanggan. Dimana setiap proporsi nilai berisi gabungan
produk dan atau jasa tertentu untuk melayani kebutuhan segmentasi
pelanggan spesifik. dalam hal ini, proporsi nilai merupakan kesatuan, suatu
gabungan manfaat-manfaat yang ditawarkan perusahaan kepada pelanggan.
Beberapa proporsi nilai menjadi inovatis dan mewakili sebuah penawaran baru
atau justru mengubah penawaran yang ada. proporsi nilai lain mungkin sama
saja dengan penawaran pasar yang ada tetapi dengan fitur dan atribut yang
berbeda. Sebuah nilai tambah atau value added dapat membuat paradigma
pelanggan berubah dari suatu produk ke produk yang lain, nilai tambah inilah
yang mempengaruhi besar kecilnya sebuah penjualan produk, setiap perusahaan
akan berfikir secara kreative untuk selalu menjadi pemuas nafsu dari sang
pelanggan.
Proporsi nilai menciptakan nilai untuk segmen pelanggan melalui paduan
dari beberapa elemen elemen berbeda dalam yang melayani segmen tersebut,
daftar elemen yang sangat panjang berikut dapat berkontribusi pada penciptaan
nilai pelanggan. Beberapa proporsi nilai memenuhi kebutuhan pelanggan yang
belum pernah diterima oleh pelanggan atau memiliki sifat baru, contohnya
perusahaan android dan apple. selalu bersaing dalam menciptakan fitur-fitur
andalan mereka untuk meraih hati pelanggan. Hampir setiap tahun ada saja fitur
terbaru yang dikeluarkan oleh perusahaan tersebut, yang dapat membuat para
pelanggan setia mereka selalu memburu dan terus memburu produk untuk
memuaskan sebuah keinginan. Selain itu juga upaya meningkatkan sebuah
kinerja produk untuk mendapatkan hasil yang terbaik selalu didimodififikasi setiap
waktu ke waktu, salah satu contohnya adalah perusahaan PC/Laptop.
Perusahaan ini selalu memodifikasi ketangguhan maupun kecepatan kinerja dari
sebuah produk yang mereka ciptakan. sasaran utama mereka adalah para
Sri Widyastuti !
!
!!
26
pecinta games, disign grafis, web programmer dan yang paling selalu menunggu
modivikasi sebuah produk dari PC/Laptop adalah sang animator. Pelanggan
selalu ingin dan ingin memiliki alat kerja yang selalu mendukung setiap aktivitas
yang mampu untuk dapat meningkatkan produktivitas kerjanya.
Menyesuaikan produk atau jasa/kustomisasi untuk memenuhi kebutuhan
spesifikasi pelanggan individu atau segmen pasar juga dapat menciptakan
sebuah nilai. Akhir akhir ini banyak perusahaan yang skala besar maupun skala
UKM memanjakan pelanggan mereka dengan menciptakan sebuah produk
sesuai dengan keinginan setiap individu pelanggan, contohnya: pembuatan
kustomisasi dari produk sepatu, tas dan baju. Adapun desain itu penting tetapi
sulit untuk mengukur keinginan pelanggan. sebuah produk terlihat menonjol
karena designnya yang fantastik, design dapat menjadi salah satu nilai tambah
dari sebuah produk, contohnya adalah perusahaan fashion, hampir setiap saat
para designer selalu memutar otak untuk menciptakan sebuah kreativitas yang
mampu memanjakan para pelanggan untuk selau modis dan tampil beda ketika
para pelanggan menggunakan produk mereka.
Harga adalah ukuran atau tolak ukur dari sebuah produk, dari segi harga
inilah setiap produk mampu untuk menentukan segmentasi pasarnya. Banyak
perusahaan yang menjadikan harga menjadi daya tarik pelanggan untuk
menggunakan produk mereka. Perusahaan yang mampu merubah paradigma
dari segmentasi pelanggan tentang sebuah produk, contohnya adalah sebuah
maskapai penerbangan. Dahulu maskapai penerbangan hanya dapat dinikmati
oleh para pelanggan menengah keatas dengan harga yang cukup mahal, namun
saat ini hampir seluruh pelanggan bisa menikmati penerbangan tanpa harus
merogoh kantong yang lebih dalam untuk menikmati sebuah penerbangan.
Namun di awal tahun 2019 harga tiket penerbangan kembali menjadi mahal,
namun karena sudah menjadi kebutuhan sarana transportasi penerbangan,
pelanggan tidak melihat faktor harga dalam melihar proposisi nilai maskapai
penerbangan.
Selanjutnya sebuah produk yang penuh resiko dapat membuat para
pelanggan enggan untuk memakai jasa/produk dari sebuah perusahaan,
sehingga perusahaan harus menciptakan sebuah aturan agar mampu
memanjakan setiap pelanggan mereka. Pelanggan akan merasa nyaman serta
Sri Widyastuti
!!
27
tidak akan ragu ketika mengambil keputusan untuk memilih produk/jasa mana
yang akan mereka gunakan. Garansi dan jaminan asuransi adalah sebuah fitur
atau layanan yang mampu menarik hati dan dapat merubah pikiran pelanggan
ketika memutuskan untuk menggunakan sebuah layanan jasa ataupun
menggunakan sebuah produk.
Kepuasan adalah merupakan tanggapan pelanggan atas telah terpenuhi
kebutuhannya oleh perusahaan. Hal ini menunjukkan penilaian bahwa suatu
bentuk keistimewaan dari suatu barang atau jasa ataupun barang/jasa itu sendiri,
memberikan tingkat kenyamanan yang terkait dengan pemenuhan suatu
kebutuhan, termasuk pemenuhan kebutuhan di bawah harapan atau pemenuhan
kebutuhan yang dapat melebihi harapan pelanggan. Disinilah proposisi nilai yang
disampaikan oleh perusahaan dapat membuat pelanggan puas. Mencapai tingkat
kepuasan pelanggan tertinggi adalah tujuan utama pemasaran perusahaan. Hu,
et al (2009) menyampaikan bahwa dalam persaingan yang ketat, memuaskan
pelanggan hanya garis dasar dari layanan perusahaan dan hanya dapat
mencukupi untuk bertahan hidup.
Kualitas pelayanan dan kepuasan terkait dengan loyalitas pelanggan,
Rashid, (2015). Terpenuhinya suatu kebutuhan, menciptakan suatu kenyamanan
adalah kepuasan, membentuk produk dan layanan mereka sedemikian rupa,
sehingga mereka bisa memaksimalkan kepuasan pelanggan dan
mempertahankan loyalitas pelanggan mereka pada pencapaian yang lebih tinggi.
Namun makna pemenuhan tidak lagi sejelas makna kepuasan. Apa yang
memuaskan satu pelanggan mungkin tidak memuaskan pelanggan yang lainnya,
karena pada kenyataannya, apa yang bisa memuaskan pelanggan di satu situasi
mungkin tidak bisa memuaskan pelanggan yang sama di lain situasi. Misalnya
tentang makan di sebuah restoran, ada kebutuhan rasa produk masakan yang
disajikan, lokasi restaoran, suasana restoran, fasilitas restoran dan kebutuhan
pelanggan lainnya. Inilah tantangan perusahaan untuk menciptakan produk dan
jasa yang dapat memerikan nilai bagi pelanggan dan membuat pelanggan itu
puas. Kualitas layanan merupakan strategi bersaing yang sangat diperlukan
untuk mempertahankan basis pelanggan. Hazra & Kailash, (2009) menguji
hubungan kualitas pelayanan dengan loyalitas pelanggan, komitmen dan
kepercayaan dari perspektif pelanggan.
Sri Widyastuti !
!
!!
28
Sebuah perspektif strategis pada manajemen kerelasian pelanggan dan
menekankan pada pemberian nilai pelanggan yang unggul adalah dengan
memperhatikan interaksi antara pelanggan dan perusahaan dan
mengkoordinasikan kemampuan organisasi yang kompleks di sekitar pelanggan,
Cravens & Piercy, (2013). Istilah pemasaran hubungan mulai muncul pada
literatur pemasaran pada akhir tahun 1980-an. Banyaknya perusahaan yang
menjalankan fungsi pemasaran hubungan atau mulai menjalankan program-
program pemasaran, secara progresif. Penggunaan kata hubungan memiliki
gambaran yang jelas tentang bagaimana kebanyakan orang akan memiliki
hubungan dengan seseorang atau suatu organisasi. Pandangan sejak dahulu
sampai sekarang pun demikian, bahwa kata hubungan memiliki makna spesial
bagi kebanyakan orang dan hanya berlaku dalam situasi spesial di mana terjadi
hubungan yang tulus dan terjadi ikatan emosional antara dua orang atau lebih.
Membangun hubungan yang benar dengan pelanggan yang tepat adalah
fokus penting bagi perusahaan, karena telah menciptakan nilai bagi pelanggan
sasaran perusahaan menangkan nilai dari sasaran, pelanggan dalam bentuk
laba dan ekuitas pelanggan. Fokus ini adalah hasil dari kesadaran bahwa
tanggung jawab yang paling penting dari manajemen adalah meningkatkan
investasi pemegang saham di perusahaan tersebut. Sementara ada alasan yang
yang lebih baik untuk menyatakan bahwa kepentingan dari tiang penopang
perusahaan lain termasuk karyawan, pelanggan dan komunitas yang lebih luas
seharusnya juga dilindungi. Pusat perhatian dari kebanyakan perusahaan publik
besar sekarang ini terpusat pada penciptaan nilai bagi pemegang saham, namun
belum ada definisi yang diterima secara umum tentang apa yang terlibat dalam
nilai bagi pemegang saham.
Sri Widyastuti
!!
29
BAB II EKUITAS MEMBENTUK HUBUNGAN PELANGGAN
seberapa baik sebuah perusahaan atau organisasi menciptakan dan
mengelola hubungan pelanggan, maka mereka tidak dapat mulai
memperbaiki hubungan dengan pelanggannya sampai ia mengetahui seberapa
sehat hubungan mereka saat ini. Untuk itu harus diketahui kelemahan dan
kekuatan hubungan tersebut, dengan pelanggan yang mana hubungan amat
kuat dan hubungan mana yang lemah dan terancam bahaya; aspek hubungan
mana yang harus ditopang; dan hal apa yang menarik atau tidak menarik bagi
pelanggan. Untuk memahami seberapa baik sebuah perusahaan menciptakan
dan menjalin hubungan sejati dengan pelanggan, pertama-tama manajemen
harus menganut pandangan bahwa hubungan adalah langkah lanjutan yang
penting untuk menciptakan nilai pemegang saham jangka panjang, dan sekaligus
juga merupakan hasil dari penciptaan kepuasan pelanggan melalui penawaran
pelayanan istimewa. Jadi, untuk benar-benar memahami seberapa baik kinerja
perusahaan dalam area hubungan pelanggan, maka harus juga memastikan
bahwa harus tersedia informasi tentang seberapa baik perusahaan tersebut
menawarkan nilai bagi pelanggan dan kualitas pelayanannya, demikian juga
tingkat kepuasan pelanggan yang telah dicapai.
Lukas (2006), mendefinisikan manajemen hubungan pelanggan adalah: (1)
Suatu aktivitas yang melibatkan seluruh sumber daya manusia dalam
perusahaan untuk mempertahankan pelanggan yang ada; (2) Suatu strategi yang
ditujukan untuk mengelola dan menjaga hubungan dengan pelanggan; (3) Suatu
upaya perusahaan untuk mengetahui keinginan dan kebutuhan pelanggan.
Sedangkan Temporal (2002), menjelaskan bahwa Customer Relationship
Management/CRM merupakan kolaborasi dengan setiap pelanggan yang mampu
menciptakan kondisi yang tidak merugikan salah satu pihak (win-win solution);
atau merupakan suatu strategi merek ofensif dan defensif. Dengan menjadi lebih
dekat dengan pelanggan, perusahaan akan memiliki kesempatan untuk menjual
lebih banyak kepada mereka, keluarga atau teman-teman mereka. Pelanggan
S
Sri Widyastuti !
!
!!
30
yang merasa puas dengan produk dan layanan dasar perusahaan, serta merasa
perusahaan akan terus menerus memahami kebutuhan-kebutuhan mereka akan
menolak pindah ke pesaing.
Walaupun banyak perhatian telah dicurahkan pada penciptaan hubungan
dengan pelanggan pada tahun-tahun belakangan ini, namun sangat kurang
usaha yang ditunjukan untuk mengukur hubungan-hubungan tersebut. Ketika
membahas pengukuran, fokusnya cenderung pada perilaku pelanggan yang
dihasilkan oleh hubungan tersebut daripada berfokus pada sifat atau seberapa
sehat hubungan itu. Banyak tulisan tentang pengukuran suatu hubungan pada
kenyataannya merefleksikan pandangan yang agak sempit tentang hubungan
pelanggan seperti yang terjadi dalam dunia pemasaran sekarang ini. Banyak
perusahaan yang tampaknya puas mendefinisikan hubungan pelanggan sekadar
sebagai perilaku pembelian yang berulang atau ketahanan pelanggan, dan
mereka cenderung untuk memandang pola perilaku pelanggan yang melibatkan
pelanggan yang membeli kembali dari perusahaan tersebut dari waktu ke waktu
sebagai bukti telah terjadi sebuah hubungan. Untuk mendefinisikan hubungan
pelanggan berdasar perilaku tidaklah cukup, demikian juga setiap usaha untuk
mengukur kekuatan hubungan pelanggan tanpa memiliki komponen yang
signifikan untuk mengukur emosi pelanggan.
Dengan melakukan program riset yang mengukur secara teratur kekuatan
atau kesehatan sebuah hubungan yang dimiliki perusahaan dengan para
pelanggannya, manajemen sedang menunjukan komitmennya untuk menaksir
seberapa baik kinerja perusahaan, bukan dengan indikator finansial yang mudah
diukur – yang telah menjadi alat pengukur kinerja perusahaan dari generasi ke
generasi tetapi dengan mengukur hal-hal yang tak kasat mata yang saat ini
makin banyak digunakan oleh perusahaan-perusahaan yang progresif untuk
mengukur seberapa baik mereka memenuhi tujuan jangka panjang dari berbagai
kelompok pemegang saham. Kita akan memulai tujuan utama dari manajemen,
yaitu penciptaan nilai bagi pemegang saham. Dengan demikian, kita dapat
memiliki perspektif yang lebih baik tentang apa yang dibutuhkan manajemen
untuk menjadi yakin bahwa mereka benar-benar memahami seberapa baik
kinerja perusahaan dalam memelihara hubungan sejati dengan pelanggannya.
Sri Widyastuti
!!
31
2.1 Nilai Pemegang Saham
Customer Relationship Management (CRM) memiliki tiga landasan,
Storbacka & Lehtinen (2002) Konsep pertama dari CRM adalah penciptaan nilai
pelanggan yang tujuannya tidak hanya untuk memaksimalkan pendapatan dalam
transaksi tunggal, melainkan keunggulan bersaing yang tidak hanya berdasarkan
harga, tetapi juga berdasarkan kemampuan perusahaan untuk membantu
menghasilkan nilai pelanggan dan untuk membina hubungan jangka panjang
dengan pelanggan. Konsep kedua adalah dengan melihat produk sebagai suatu
proses, dalam hal ini perbedaan antara barang dan jasa sudah tidak berarti lagi.
Produk dilihat sebagai suatu entitas yang mencakup pertukaran antara proses
yang dijalankan perusahaan dengan proses yang dijalankan oleh pelanggan.
Melalui pertukaran ini kompetensi perusahaan sebagian dipindahkan ke dalam
penciptaan motivasi pelanggan. Karena itu diferensiasi produk menjadi
diferensiasi proses, sehingga dapat membuka peluang yang tak terbatas dalam
menghasilkan berbagai macam hubungan. Konsep ketiga adalah tanggung
jawab perusahaan dapat membina hubungan yang lebih kuat hanya jika
perusahaan bertanggung jawab dalam membangun hubungan tersebut dan
menawarkan para pelanggannya untuk menghasilkan nilai untuk bagi pelanggan
sendiri.
Pada tahun-tahun belakangan ini, korporasi banyak memberikan perhatian
pada penciptaan nilai pemegang saham. Fokus ini adalah hasil dari kesadaran
bahwa tanggung jawab yang paling penting dari manajemen adalah
meningkatkan investasi pemegang saham di perusahaan tersebut. Sementara
ada alasan yang yang lebih baik untuk menyatakan bahwa kepentingan dari tiang
penopang perusahaan lain termasuk karyawan, pelanggan dan komunitas yang
lebih luas seharusnya juga dilindungi. Pusat perhatian dari kebanyakan
perusahaan publik besar sekarang ini terpusat pada penciptaan nilai bagi
pemegang saham, namun belum ada definisi yang diterima secara umum
tentang apa yang terlibat dalam nilai bagi pemegang saham. Bagaimana
tepatnya manajemen dapat menciptakan nilai bagi pemegang saham?.
Secara historis, nilai bagi pemegang saham disamakan dengan nilai saham
sekarang ini. Seperti masih banyak dilakukan di banyak perusahaan. Manajemen
dianggap meningkatkan nilai bagi pemegang saham, jika harga sahamnya naik
Sri Widyastuti !
!
!!
32
setiap triwulan. Kinerja korporat dan kompensasi bagi CEO sangat terkait dengan
ukuran finansial jangka pendek sebagai hasil dari modal yang ditanamkan, harga
per lembar saham, dan biaya operasi. Timbul kekecewaan yang makin besar
terhadap pengukuran kinerja perusahaan yang berfokus pada historis, ukuran
finansial jangka pendek untuk membimbing investor dan untuk menaksir
penciptaan nilai bagi pemegang saham. Beberapa pemikir manajemen, seperti
Mitzberg (1993) dan Peter Drucker (1999), secara terbuka mengkritik
perusahaan yang mengkaitkan kompensasi bagi CEO dengan pergerakan jangka
pendek harga saham dan mengkritik pengukuran kinerja perusahaan yang hanya
didasarkan pada unsur finansial dan historis. Mereka menyatakan bahwa tujuan
semacam itu mungkin tidak sungguh-sungguh menambahkan nilai bagi
pemegang saham jangka panjang.
Ekuitas pelanggan menjadi panduan para pemasar untuk mengetahui
apakah program loyalitas memberikan keuntungan bagi perusahaan. Ekuitas
menjadi sangat penting karena berdasarkan kajian terbaru menunjukkan bahwa
kontribusi konsumen pada masa lalu tidak selamanya mencerminkan manfaat
untuk perusahaan pada masa datang. Jadi, dibutuhkan sebuah pengukuran yang
dapat mengukur secara objektif keuntungan dari tiap konsumen untuk
perusahaan. Customer Lifetime value (CLV) diusulkan sebagai sebuah
pengukuran baru untuk menghitung kontribusi tiap konsumen terhadap
profitabilitas perusahaan pada masa datang. Pengukuran ini jarang digunakan
oleh perusahaan karena kurangnya bukti empiris terhadap dampak peningkatan
pendapatan dan profitabilitas perusahaan. Beberapa perusahaan fokus pada
peningkatan pendapatan melalui penambahan jumlah konsumen. Walapun
konsumen baru hanya melakukan pembelian sekali. Mengadopsi cara seperti ini
bukanlah strategi yang optimal. Perusahaan seharusnya fokus pada
pengidentifikasian seberapa banyak konsumen akan berkontribusi untuk
profitabilitas perusahaan pada masa datang. Ini adalah fokus dari CLV.
Customer Lifetime Value (CLV) atau Nilai Umur Pelanggan adalah nilai
yang direpresantikan oleh pelanggan untuk perusahaan selama seluruh periode
menjadi pelanggan di perusahaan. CLV mencakup semua transaksi moneter
yang telah dilakukan sampai saat ini (profitabilitas pelanggan, CP), yang telah
diberikan pelanggan kepada perusahaan serta segala sesuatu yang akan
Sri Widyastuti
!!
33
berpotensi dihasilkan di masa depan. CLV adalah Key Performance
Indicators/KPI yang penting dan termasuk dalam area administrasi bisnis,
supaya dapat merencanakan program pemasaran lebih baik dan
mengoptimalkan struktur biaya dalam manajemen pelanggan. Misalnya, CLV
tinggi dapat disertai dengan anggaran pemasaran yang tinggi sehingga
pengembalian investasi yang diharapkan (ROI) berada pada tingkat yang relatif
tinggi. Selanjutnya investasi dalam Manajemen Hubungan Pelanggan dapat
dilakukan verifikasi.
Istilah nilai umur pelanggan sering digunakan untuk menggambarkan
transisi dari pemasaran transaksi ke manajemen hubungan pelanggan. Nilai
seorang individu difokuskan pada kurang, sedangkan manfaat tindakan untuk
mempertahankan hubungan pelanggan semakin diukur dalam bentuk
perhitungan yang berasal dari bidang perhitungan investasi dan pemasaran B2B.
CLV didasarkan pada metode nilai modal, yang mencakup bunga pada nilai dari
awal investasi. CLV merupakan perluasan model untuk akuisisi pelanggan dan
hubungan.
Sebagai model yang diperluas, CLV juga dapat mewakili berbagai tahap akuisisi
dan pemeliharaan pelanggan untuk menyelaraskan kegiatan pemasaran dengan
kebutuhan pelanggan tertentu. Untuk tujuan ini, lamanya waktu seseorang
menjadi pelanggan dibagi ke dalam siklus pelanggan yang berbeda. Misalnya,
kontak pelanggan pertama, pengaturan hubungan, individualisasi, cross-selling
atau retargeting. Bagaimana fase individu dirancang tergantung pada tujuan
survei. Berbagai opsi dibentuk misalnya, akuisisi pelanggan baru, layanan
pelanggan yang ada atau ekuitas pelanggan dapat digunakan sebagai indikator
kinerja modern untuk seluruh basis pelanggan. Aspek terakhir adalah dasar
teoritis untuk perhitungan CLV sehingga keseluruhan kepentingan pelanggan
untuk perusahaan dianggap sebagai investasi dengan laba yang diharapkan.
Contoh perhitungan nilai umur pelanggan (customer lifetime value):
t : lamanya hubungan bisnis. et adalah pendapatan dari satu pelanggan.
at : biaya yang dikeluarkan untuk layanan pelanggan.
i : tingkat perhitungan yang menggunakan durasi seluruh hubungan pelanggan
sebagai kuantitas perhitungan.
Nilai rata-rata sering digunakan untuk seluruh siklus pelanggan.
Sri Widyastuti !
!
!!
34
Dalam model lain, aspek seperti faktor sosiodemografi (pendapatan, latar
belakang sosial atau nilai referensi lainnya) atau data yang diberikan oleh
pelanggan sebagai nilai informasi dapat dimasukkan dalam perhitungan.
Perhitungan dasar CLV: CLV = total t pada saat t0 * (et – at / (1 + i) * t)
Contoh yang disederhanakan misalkan CLV pelanggan dari pelanggan penyedia
telepon seluler harus dihitung. Durasi hubungan bisnis t diasumsikan 10 tahun.
sejalan dengan itu, tingkat perhitungan adalah 10%, yaitu 0,1 untuk digunakan
dalam rumus. setiap dua tahun pelanggan membeli smartphone baru senilai $
400 (et). produsen menerapkan $ 50 (at) per tahun untuk layanan pelanggan
dalam bentuk korespondensi, percakapan telepon, dan email. karena et dan at
adalah nilai yang harus terkait dengan periode orang yang menjadi pelanggan,
mereka dihitung sebelumnya: 5 * 400 sama dengan $ 2000 dan 50 * 10 sama
dengan $ 500. Nilai-Nilai-nilai tersebut digunakan dalam rumus CLV, maka =
(2000 – 500 / (1 + 0,1) * 10)
oleh karena itu, CLV klien adalah $ 148,51 per tahun.
Alternatif lain dapat dimasukkan di sini. jika pelanggan memiliki, misalnya,
merekrut pelanggan lain, ini dapat dimasukkan dalam perhitungan, nilai seperti
tingkat penjualan kembali atau promosi penjualan silang juga dapat digunakan
dan masih ada berbagai model untuk menghitung nilai umur pelanggan. Misalkan
di divisi kartu kredit, perusahaan memungkinkan untuk mendapatkan data
tentang kontribusi margin setiap nasabah. Katakanlah kontribusi margin seorang
nasabah Rp 2.500.000,- per tahun, biaya retensi Rp1.000.000,- per tahun,
retention rate 50% (program loyalitas selama 2 tahun) jumlah transaksi per tahun
30 kali, dengan discount rate 15% maka kita bisa mendapatkan CLV si nasabah
Rp 2.990.752 untuk tahun berikutnya. Jadi, perusahaan akan mendapatkan
peningkatan kontribusi margin dari nasabah untuk tahun berikutnya menjadi Rp
2.990.752,-. Gabungan nilai seumur hidup pelanggan dari semua pelanggan baru
dan pelanggan potensial. Ekuitas pelanggan bisa menjadi ukuran kinerja
perusahaan yang lebih baik daripada penjualan terbaru atau pangsa pasar. Jika
penjualan dan pangsa pasar mencerminkan masa lalu, ekuitas pelanggan
memperkirakan masa depan.
Pada tahun-tahun belakangan ini, telah mucul gerakan yang makin
berkembang, baik di dalam dan di luar profesi akuntan, yang berfokus pada
Sri Widyastuti
!!
35
pengembangan ukuran tambahan untuk mengukur kinerja perusahaan, dan
sebagai pengembangannya, juga mengukur nilai bagi pemegang saham serta
penerimaan di kalangan komunitas akuntansi dan investasi terhadap legitimasi
pengukuran nonfinansial yang intangible sebagai basis untuk mengevaluasi
kinerja perusahaan.
Secara historis, perusahaan-perusahaan telah mengukur hal-hal yang
mudah dan dapat diukur secara terpercaya atau dapat diperoleh secara otomatis
untuk tujuan akuntansi. Perusahaan mengukur penjualan karena mereka harus
mengeluarkan invoice bagi pelanggan dan harus membayar pajak. Mereka
mengukur produktivitas setiap karyawan, karena hal itu merupakan basis bagi
kompensasi dan karena peningkatan produksi adalah sesuatu yang baik. Mereka
mengukur sesuatu ini yang dapat diukur dengan mudah dan dapat dihitung
dengan unit hitung yang mudah diterima: rupiah, menit, dan detik, jumlah
pelanggan yang berpindah, jumlah keluhan dan sebagainya. Hal yang terlewat
dari proses ini adalah pengukuran hal-hal yang relevan bagi manajemen strategis
dari hubungan pelanggan. Hasilnya adalah kebanyakan perusahaan tidak
memiliki cukup informasi yang diperlukan untuk menaksir seberapa baik mereka
menciptakan dan memelihara hubungan dengan pelanggan. Fokus pada sebuah
penilaian yang berimbang telah muncul pada tahun 1990-an saat pasar saham,
badan yang menerbitkan aturan-aturan, organisasi akuntan profesional,
beberapa perusahaan, dan berbagai kritikus mulai menyadari bahwa
mendasarkan pengukuran pada riwayat secara historis dan finansial tidaklah
mencukupi untuk merefleksikan kinerja sesungguhnya dari perusahaan itu, atau
kemampuannya untuk menciptakan nilai bagi pemegang saham di masa depan
bagi para investor yang jangka waktunya jauh melampaui triwulan depan.
Ekuitas pelanggan memiliki akar pada banyak konsep pemasaran yang
berbeda pada pemasaran langsung dan pemasaran basis data, mutu layanan,
pemasaran hubungan, ekuitas merek. Akan tetapi, fokusnya yang unik terletak
pada pemahaman nilai oleh pelanggan terhadap perusahaan dan cara mengelola
pelanggan sebagai asset strategis untuk meningkatkan keseluruhan nilai
perusahaan bagi pemegang saham. Ekuitas pelanggan dapat dilihat sebagai nilai
seumur hidup dari basis pelanggan yang ada plus nilai seumur hidup mendatang
yang diharapkan dari pelanggan yang baru didapatkan. Model Customer Lifetime
Value (CLV) basis ini dapat dimodifikasi untuk menggabungkan beberapa
Sri Widyastuti !
!
!!
36
dimensi lain, seperti resiko pelanggan individual, efek sosial dari omongan mulut,
dan efek persaingan serta efek lingkungan yang dapat mengurangi tingkat
bertahannya pelanggan. Satu isu dari Journal Service Research dikhususkan
untuk artikel-artikel tentang topic ekuitas pelanggan termasuk sumbangan yang
diberikan para akademisi puncak yang mengerjakan topic itu.
Kotler & Keller (2012) memberikan cara mengimplementasikan manajemen
ekuitas pelanggan. Rakitlah data konsumen keseluruhan-industri, pada level-
individual. Informasi pelanggan yang dihimpun oleh semua pesaing industri dapat
memberikan pemahaman tentang pertimbangan-pertimbangan yang penting,
seperti andil persyaratan individual, manfaat kooperasi industri yang luas dapat
menutup biaya yang disebabkan karena hilangnya pengetahuan yang khas
perusahaan. Telusurilah efek pemasaran terhadap neraca, jangan sekedar
membuat laporan pendapatan. Prinsip-prinsip akunting yang mengenal asset
pelanggan itu dibutuhkan. Tantangannya adalah bahwa kalkulasi CLV tergantung
pada asumsi-asumsi tentang banyak faktor, seperti arus pendapatan di masa
mendatang, alokasi biaya yang tepat pada pelanggan, faktor rabat, dan
kehidupan ekonomi pelanggan yang diharapkan. Bentuklah pendapatan masa
depan yang memadai. Keputusan tentang waktu dan probabilitas arus
pendapatan mempunyai implikasi penting. Maksimalkan (jangan sekedar
mengukur) CLV. Pemasar harus mengimplementasikan prakarsa pemasaran
untuk memaksimalkan nilai waralaba pelanggan (misalnya, program loyalitas,
reaktivasi pelanggan, dan penjualan silang). Cocokkan organisasi dengan
kegiatan manajemen pelanggan. Sebagai contoh, beberapa pengecer catalog
atau perusahaan kartu kredit umumnya memisahkan calon tim akuisisi dari tim
konversi pelanggan dari mereka yang bertanggung jawab atas kelanggengan
pelanggan. Tim lain bahkan bisa ditugaskan untuk bekerja pada reaktivasi
pelanggan yang menjanjikan. Hargailah kepekaan informasi pelanggan.
Perhatian untuk pendesentralisasian penyimpanan informasi pelanggan dan
perolehan data yang memihak pelanggan, pada komputer pribadi (PC) atau kartu
cerdas. Juga serahkan kepada konsumen hak untuk mengaudit dan menguji
kecermatan profil mereka. Kembangkan CRM dari suatu alat efisiensi menjadi
alat peningkatan layanan. Implementasi CRM yang paling sukses mengevaluasi
kembali dan merapihkan semua proses bisnis yang berhadapan dengan
Sri Widyastuti
!!
37
pelanggan; kembangkan dan motivasilah semua layanan dan berikan dukungan
kepada pribadi; dan seleksilah serta jalinkan teknologi-teknologi yang memadai.
Pada level senior manajemen di beberapa perusahaan memberikan
perhatian yang bergeser kepada pengukuran dan pelaporan kinerja perusahaan
pada hal-hal yang lebih intangible, hal-hal yang tidak dilaporkan dalam rupiah
atau menit dan biasanya tidak diukur dalam kebanyakan perusahaan, meliputi
kepuasan dan ketahanan pelanggan, perpindahan pelanggan, standar pelayanan
pelanggan, perpindahan karyawan, pelatihan karyawan, pengembangan produk
baru, inovasi, kemitraan dan aliansi strategis. Perpindahan pada penggunaan
merupakan ukuran aset kunci semakin penting bagi perusahaan. Penciptaan nilai
jangka pendek berfokus pada pengelolaan harga saham, sehingga penjualan
dan keuntungan dapat terpenuhi. Harga saham mudah berubah, yang terkait
dengan laporan pemasukan setiap triwulan, manajemen perusahaan
perdagangan publik seringkali terdorong untuk mendapatkan pemasukan dan
keuntungan jangka pendek melalui promosi yang mungkin, yang pada
kenyataannya memiliki efek mengurangi biaya loyalitas pelanggan jangka
panjang. Mereka juga melakukan pemotongan biaya, yang seringkali dilakukan
dengan mengurangi staf, yang berakibat terganggunya pelayanan pelanggan.
Efek jangka pendeknya adalah mendapatkan keuntungan dan target finansialpun
tercapai. Tetapi hal ini tidak berarti memberikan nilai bagi pemegang saham,
kecuali mungkin bagi pemegang saham yang berharap mendapatkan
keuntungan jangka pendek dari keterlibatan mereka di pasar modal.
Nilai sejati bagi pemegang saham diciptakan dengan memberikan jaminan
bahwa perusahaan akan dapat bertahan dalam hangka panjang dan terus
mengalami pertumbuhan. Karena itu, penciptaan nilai bagi pemegang saham
sangat terkait dengan loyalitas pelanggan, karena loyalitas inilah yang akan
memberikan aliran pendapatan yang diperlukan untuk memicu pertumbuhan
penjualan. Pelanggan memberikan pemasukan dan mereka akan terus
menghasilkan pemasukan selama mereka dipuaskan. Kepuasan pelanggan
jangka panjang menghasilkan hubungan pelanggan. Sesungguhnya, hubungan
pelanggan sejati tidak akan berkembang jika pelanggan tidak terus-menerus
dipuaskan dan diperlakukan dengan sebaik-baiknya oleh perusahaan.
Jadi keterkaitannya sangat jelas, dimana manajemen harus menaruh
perhatian pada penciptaan nilai bagi pelanggan yang akan menghasilkan
Sri Widyastuti !
!
!!
38
kepuasan pelanggan, mengarah pada terciptanya hubungan pelanggan, dan
menyebabkan pelanggan tetap bertahan dan terus berhubungan dengan
perusahaan dalam jangka panjang. Karena itu, titik awal langkah untuk
memahami hubungan pelanggan sejati dan dampaknya pada keuntungan jangka
panjang dan nilai bagi pemegang saham, adalah memahami bagaimana
perusahaan dapat menciptakan nilai bagi para pelanggannya.
Adalah penting bagi pelaku pemasaran dan orang-orang lain di perusahaan
untuk memahami hubungan antara berbagai komponen dalam rangkaian yang
menghubungkan penciptaan nilai pelanggan sampai pada nilai bagi pemegang
saham. Secara sederhana, pemasaran pada intinya adalah menciptakan nilai
bagi pelanggan. Banyak perusahaan yang menyatakan bahwa mereka telah
menciptakan nilai atau menambahkan nilai bagi pelanggan, akan tetapi, fakta
yang menyedihkan adalah sedikit perusahaan yang sungguh-sungguh
memahami pelanggan mereka dengan cukup baik untuk mengetahui secara rinci
bagaimana mereka dapat menciptakan atau menambahkan nilai dengan cara
yang dapat dikenali dan dihargai pelanggan. Banyak perusahaan yang terjebak
dalam usaha untuk menciptakan nilai bagi pelanggan. Hasilnya, sementara
perusahaan harus mengeluarkan banyak biaya untuk menerapkan dan
menghantarkan hal itu, pelanggan menanggapi dengan dingin karena hal-hal itu
tidak mereka rasakan sebagai penambahan nilai dari apa yang ditawarkan, atau
yang disebut oleh banyak perusahaan sebagai proposisi nilai.
Dengan demikian hal ini memerlukan riset yang diarahkan untuk memahami
nilai sebagaimana didefinisikan oleh pelanggan. Pelanggan melihat nilai di
banyak tempat dan dalam banyak cara. Nilai bukan hanya berarti uang. Nilai
dapat diciptakan dan ditambahkan bagi pelanggan melalui berbagai aksi dan
aktivitas yang berbeda dari perusahaan. Penciptaan nilai tidak memerlukan
modifikasi produk atau potongan harga. Pada kenyataannya, dalam banyak
kasus, harga yang lebih rendah tidak bermanfaat dalam menciptakan proposisi
nilai yang dipandang menarik oleh pelanggan. Akan lebih masuk akal bagi
perusahaan untuk berfokus pada penciptaan nilai bagi pelanggan melalui
perbaikan penghantaran nilai, meningkatkan kontribusi pada komunitas di mana
pelanggan tinggal, dan membuat pelanggan mudah berurusan dengan mereka.
Sri Widyastuti
!!
39
Nilai terkait dengan bagaimana pelanggan dilayani, bagaimana mereka
diperlakukan, dan perasaan apa yang tumbuh dalam diri pelanggan.
Nilai dapat ditambahkan dengan melakukan perbaikan pada sistem dan
proses penghantaran jasa perusahaan tersebut. Lagi-lagi, riset biasanya berguna
untuk menetapkan kualitas pelayanan yang diharapkan dan tidak diharapkan
oleh pelanggan. Adalah penting untuk mengukur kualitas pelayanan dalam
berbagai tingkat dan tidak hanya berfokus pada sisi teknis dari penghantaran
jasa tersebut. Walaupun tidak cukup waktu dan tempat untuk meninjau secara
rinci pengukuran kualitas pelayanan, cukuplah dikatakan bahwa pelanggan
mendefinisikan pelayanan lebih dari sekadar ketersediaan fungsional produk
atau jasa. Hal penting lainnya adalah meneliti sifat produk inti, sistem dan proses
yang digunakan perusahaan untuk menunjang penghantaran jasa, ketepatan dan
waktu penghantaran jasa, interaksi antara pelanggan, perusahaan, dan
karyawan serta sistem yang diterapkan.
Nilai yang diciptakan perusahaan bagi pelanggannya memberikan
kontribusi pada tingkat kepuasan pelanggan terhadap perusahaan, bagaimana
perusahaan melakukan bisnis, dan produk atau jasa apa yang harus ditawarkan.
Lagi-lagi kepuasan pelanggan tidak hanya ditentukan oleh apa yang kelihatan.
Banyak perusahaan berusaha memuaskan pelanggannya dari waktu ke waktu
tetapi mengukur konsep ini dengan terlalu sederhana. Kita harus bertanya,
kepuasan dengan apa? Sebagai contoh, sangatlah mungkin bahwa seorang
pelanggan cukup puas dengan produk atau jasa inti perusahaan dan bahkan
dengan layanan penunjang seperti penghantaran dan rekening tagihan, tetapi
sangat tidak puas dengan perlakuan para staf tersebut sehingga mereka
menolak berhubungan dengan perusahaan tersebut. Kepuasan adalah sebuah
fungsi dari interaksi pelanggan dengan perusahaan dalam sejumlah tingkatan
yang berbeda. Semua tingkatan ini harus dipertimbangkan jika berkeinginan
untuk memiliki gambaran yang akurat tentang kepuasan dan faktor-faktor yang
memberikan kontribusi pada kepuasan tersebut.
Hubungan pelanggan adalah hasil dari kepuasan pelanggan jangka
panjang. Jika seorang pelanggan tidak puas dalam berhubungan dengan sebuah
perusahaan, kecil kemungkinannya untuk berkembang menjadi sebuah
hubungan yang dekat, positif, dan sejati (kecuali dalam situasi khusus). Butuh
beberapa waktu bagi sebuah kesadaran untuk berkembang menjadi keakraban
Sri Widyastuti !
!
!!
40
dan keakraban menjadi hubungan yang spesial. Kepuasan adalah salah satu
kondisi yang diperlukan untuk menumbuhkan hubungan sejati. Perusahaan perlu
mengetahui seberapa jauh mereka telah menciptakan hubungan dengan para
pelanggannya. Mereka perlu mengetahui seberapa sehat hubungan yang berada
dalam bahaya. Mereka perlu mengetahui seberapa sehat hubungan mereka
dengan pelanggan dibandingkan hubungan pelanggan dengan pesaing.
Pelanggan yang bertahan lama merupakan aset perusahaan yang paling
berharga, aset yang akan menghasilkan keuntungan yang bagus di masa depan.
Dengan mengetahui berapa banyak saham yang terdapat dalam hubungan
pelanggan mereka, perusahaan ini akan dapat memahami dengan sangat baik
tentang bagaimana hubungan ini dapat memberikan hasil bagi pemegang saham
di masa depan melalui kontribusi mereka pada aliran pendapatan yang dapat
diandalkan oleh perusahaan.
Pengukuran konsep seperti kualitas pelayanan, kepuasan pelanggan dan
ekuitas hubungan pelanggan, harus secara erat dihubungkan dengan strategi.
Banyak perusahaan telah menetapkan strategi “pemasaran hubungan”
perusahaan dengan berdasar pada pemikiran bahwa mereka akan mencapai
sukses melalui penciptaan dan peningkatan hubungan pelanggan. Untuk
sementara kita akan mengesampingkan pertanyaan berikut: apakah banyak
perusahaan benar-benar menyadari sifat hubungan pelanggan dan apa yang
diperlukan untuk menciptakannya dan menopangnya. Jika sebuah perusahaan
menganut strategi semacam itu, maka mereka harus mengukur kesuksesan
mereka bagaimana menerapkan strategi tersebut.
Hal ini tetap menciptakan masalah lain, yakni memutuskan bagaimana
mengukur kinerja terhadap tujuan yang tidak kasat mata tersebut. Bagaimana
mengetahui bahwa telah terjadi hubungan yang sejati? Bagaimana mengetahui
apakah hubungan itu telah membaik atau justru memburuk? Ide untuk mengukur
sesuatu yang tidak kasat mata seperti suatu hubungan, akan segera
menciptakan skeptisme dalam pikiran para manajer. Namun demikian, ada
kemajuan dalam tahun-tahun belakangan ini terhadap diterimanya ide bahwa
indikator kinerja yang tak kasat mata lainnya dapat dilakukan dan seharusnya
diukur, maka akan lebih banyak lagi perusahaan yang mengukur kepuasan
Sri Widyastuti
!!
41
pelanggan dan hubungan pelanggan yang menjadi langkah kecil di sepanjang
perjalanan bisnis perusahaan.
2.2 Sifat Hubungan Pelanggan
Hubungan pelanggan, seperti juga hubungan antar manusia, terbentuk
seiring berjalannya waktu. Baik komponen perilaku dan psikologis atau sikap
harus ada untuk mengindikasikan bahwa telah terjadi suatu hubungan. Dengan
kata lain, pelanggan tidak hanya harus menunjukkan loyalitas dalam bentuk
perilaku pembelian yang berulang dan proposisi shopperan yang tinggi, tetapi
harus juga memiliki komitmen pada perusahaan. Komponen emosi atau sikap ini
sesungguhnya lebih penting. Terjalinnya ikatan emosional yang kuat antara
perusahaan dari pelanggannya bahkan situasi di mana tidak terjadi perilaku
pembelian, sangat penting. Ini terbukri dalam industri tertentu, misalnya
pembelian ulang yang terjadi dalam waktu yang sangat lama, seperti dalam
kasus industri pemakaman. Tentu saja, bentuk lain dari perilaku positif mungkin
saja terjadi walaupun tidak terjadi pembelian. Sebagai contoh, walaupun sebuah
keluarga mungkin tidak membeli lebih dari satu rumah dari agen real estate, hal
ini tidak mencegah mereka untuk merekomendasikan agen tersebut ke teman-
teman mereka yang membutuhkan rumah baru. Hubungan jangka panjang yang
terjadi mungkin tidak dimanifestasikan dalam bentuk pembelian yang berulang.
Nilai bagi perusahaan, dan kontribusi yang dihasilkan bagi nilai pemegang
saham, datang dalam bentuk berita positif dari mulut ke mulut yang
menghasilkan bisnis perekomendasian.
Jadi, eksekutif pemasaran harus memiliki informasi tidak hanya tentang
perilaku dalam bentuk kontak dengan pelanggan yang dapat diamati, tetapi juga
(dan lebih penting) untuk memiliki informasi tentang keadaan koneksi emosional
dengan pelanggan dan wawasan tentang perilaku mereka yang tidak dapat
diamati terhadap perusahaan dan merek perusahaan tersebut. Bagaimana
tentang hubungan yang membuat beberapa orang bingung atau ragu pada
pemikiran bahwa hubungan dapat diukur, atau katakanlah dikelola? Mengutip
Brian Quinn (1991), Untuk dapat memahammi atau mengelola suatu fenomena,
pertama-tama fenomena tersebut haruslah digambarkan dan diukur. Banyak
perusahaan yang mengaku menerapkan pemasaran hubungan tetapi tidak
memahami inti dari suatu hubungan, terutama tentang bagaimana pelanggan
Sri Widyastuti !
!
!!
42
mendefinisikan hubungan tersebut. Menggambarkan suatu hubungan berarti
memecahkan hubungan tersebut dalam karakteristik dan komponen hubungan
pentingnya. Yang terpenting bagi sebuah hubungan adalah konsep emosional.
Sulit untuk memahami sebuah hubungan sejati bila tidak ditandai dengan adanya
faktor emosi. Jika interaksi antara perusahaan dan pelanggan tidak ditandai oleh
emosi tertentu, maka tidak terjadi suatu hubungan. Respon pelanggan dalam
kasus semacam itu adalah, “ini bukan suatu hubungan, saya jarang berfikir
tentang mereka, saya tidak pernah mendengar dari mereka, mereka tidak peduli
pada saya.” Hubungan sejati dengan perusahaan memang benar-benar ada
dalam konteks segala aspek kehidupan kita, ditandai dengan ikatan emosional
seperti kepercayaan, perasaan tertarik, komitmen, empati, kepedulian dan
komunikasi dua arah.
Sebuah hubungan mirip dengan kecantikan, karena kemungkinan hanya
sebatas kulit. Dalam beberapa kasus hal ini benar, namun tergantung pada mata
yang memandangnya. Dengan kata lain, tidak terjadi suatu hubungan jika
pelanggan tidak mengatakannya. Juga, seperti konsep lain yang serupa dan
terkait, hubungannya bisa jadi ada dalam satu kontinum. Beberapa hubungan
dianggap dan diberi rating oleh pelanggan sebagai lebih kuat dari hubungan
lainnya, lebih dekat, lebih tahan lama, dan lebih mungkin bertahan, dan
sebagainya. Tidak dapat disangkal bahwa hubungan bersifat pribadi, emosional
dan berlangsung sementara. Hubungan sukar untuk didefinisikan atau
digambarkan. Tetapi seorang individu dapat mengetahui ketika terjadi suatu
hubungan. Sebagai contoh, ketika peserta dalam grup fokus diminta
menggambarkan hubungan mereka dengan pemasok listrik, kebingungan mucul
di wajah mereka, dan seorang peserta mungkin mengatakan hal semacam ini,
“Saya tidak mempunyai hubungan dengan mereka, bagi saya mereka hanyalah
sebuah rekening!”. Oleh karena itu, hubungan seperti halnya kualitas, pelayanan,
nilai, dan konsep lain yang terkait dengan pemasaran, sangat tergantung pada
pandangan pelanggan. Konsep-konsep ini juga memiliki karakteristik yang sama
dengan konsep sikap yang kompleks yang diukur secara teratur oleh ahli
psikologi klinis sehingga mereka dapat menaksir sikap pada obyek, konsep, ide
dan prilaku tertentu.
Sri Widyastuti
!!
43
Seringkali ada hubungan dalam bentuk lain yang dimiliki perusahaan
dengan pelanggannya. Hubungan ini adalah kontak yang berlangsung sebentar
saja yang tidak layak mendapat label “hubungan”. Termasuk di dalamnya adalah
makan di restoran pinggir jalan atau di kafe bandara dalam perjalanan bisnis atau
liburan. Sangat kecil kemungkinannya terjadi kontak yang terus-menerus atau
berkembang menjadi hubungan yang sejati. Belakangan ini, banyak perusahaan
telah menjalankan program bagi shopper atau klub-klub untuk mendorong
pembelian yang berulang, sisi perilaku dari sebuah hubungan. Alat pemasaran ini
bisa diberi label “semu” atau “palsu”. Program tersebut diadakan untuk
mendorong pelanggan agar kembali dan kembali lagi, dengan janji hadiah bagi
“loyalitas” mereka. Apa yang membedakan program semacam itu dengan
hubungan pelanggan sejati adalah kemungkinan tidak adanya hubungan
emosional dengan perusahaan. Ini tidak bermaksud mengatakan bahwa koneksi
emosional semacam itu dapat berjalan beriringan dengan frequency-marketing
atau program member kartu, hal itu mungkin saja terjadi. Pada kenyataannya,
keanggotaan dalam program semacam itu mungkin berkembang menjadi
hubungan sejati. Tetapi program semacam itu tidak sinonim dengan tidak
mengarah secara natural pada hubungan pelanggan sejati. Program bagi penumpang pesawat dan program “loyalitas lain dirancang
untuk menghasilkan suatu perilaku, yaitu pembelian yang berulang dan efek
yang terkait yaitu “proposisi shopper yang mengikat.” Ini tidak lebih dari sekadar
versi modern dari database yang ekuivalen dengan program menukar perangko
yang mencapai puncak popularitasnya pada tahun 1950an. Pada kenyataannya,
sangat menarik bahwa S&H Green Stamps telah diluncurkan kembali dalam versi
elektronik untuk bersaing dengan program pemasaran seperti Air Miles. Tetapi
program semacam itu harus dipandang sebagai insentif untuk meningkatkan
pembelian yang berulang, bukan bukti dari hubungan pelanggan sejati.
Hubungan pelanggan biasanya dipandang oleh manajer yang progresif
dalam banyak perusahaan sebagai aset yang harus dikelola secara strategis.
Dalam ekonomi baru, aset yang paling berharga telah berubah dari aset keras ke
aset lunak, dari hal nyata ke hal tak nyata. Daripada membangun pabrik dan
peralatan, perusahaan sekarang ini bersaing dalam hal ide dan membangun
hubungan. Betsey Nelson, FCO dari Macromedia Inc., sebuah perusahaan
perangkat lunak, menghitung nilai berdasarkan seberapa dekat perusahaannya
Sri Widyastuti !
!
!!
44
pada pelanggan. Dia menyatakan, “Kita melihat nilai hubungan seiring
berjalannya waktu.... Satu hal yang kami tahu bahwa sangatlah berharga bagi
kami untuk memiliki hubungan tersebut.” Nelson meneruskan pernyataannya
bahwa minatnya adalah pada “pemacu inti dari nilai” (core drive of value). Hal ini
mungkin (atau harus) diteliti paling tidak pada dua level. Nelson berfokus pada
penciptaan nilai bagi pemegang saham, dan dalam konteks itu ia tertarik pada
apa yang memacu nilai pelanggan jangka panjang. Tetapi tanda yang luar biasa
penting bagi nilai pemegang saham adalah penciptaan nilai bagi pelanggan. Jika
sebuah perusahaan tidak berhasil menciptakan nilai bagi pelanggannya, maka
sebaiknya perusahaan melupakan pencapaian keputusan atau nilai pelanggan
jangka panjang yang mengarahkan pada suatu hubungan yang akhirnya
mengarah pada nilai bagi pemegang saham.
Hubungan pelanggan mungkin dipandang sebagai komitmen pelanggan
jangka panjang atau loyalitas, yang merupakan hasil dari fakta bahwa pelanggan
puas tidak hanya pada produk atau jasa perusahaan, tetapi juga oleh bagaimana
mereka diperlakukan oleh perusahaan dan para karyawannya serta perasaan
yang tumbuh sebagai hasil kontak dan asosiasi mereka dengan perusahaan.
Jadi, hubungan berasal dari kepuasan pelanggan yang terus meneru. Brian
Quinn mengutip CEO Readers Digest, Barnes (2003) yang mengatakan
“Hubungan kami dengan pelanggan adalah kunci sukses bagi seluruh
perusahaan.” Jacques Nasser, Presiden dan CEO dari Ford Motor Company,
berbicara tentang bisnis otomotif, baru-baru ini menyatakan bahwa “industri ini
telah mengalami transformasi dari industri mur dan baut menjadi industri
pelanggan, dan dari industri transaksi menjadi bisnis hubungan.” Namun hanya
sedikit perusahaan yang mengukur seberapa sehat hubungan mereka. Hanya
sedikit perusahaan mengetahui kerugian dari hilangnya pelanggan atau hasil
yang mereka peroleh dari mengelola solidnya hubungan jangka panjang.
Untuk memahami bagaimana hubungan pelanggan terbentuk, maka harus
mengetahui faktor-faktor apa yang memberikan kontribusi pada kepuasan
pelanggan. Banyak perusahaan yang mendemonstrasikan pandangan yang
sangat sempit terhadap faktor ini, dan mengasumsikan, bahwa jika mereka
memproduksi produk inti dengan benar dan menghantarkannya dengan cepat
dan nyaman, pelanggan akan merasa puas. Pemicu kepuasan pelanggan jauh
Sri Widyastuti
!!
45
lebih kompleks , karena harus menghargai bahwa kepuasan pelanggan tidak
hanya ditentukan oleh aspek fungsional dari produk dan pelayanan konsumen,
tetapi oleh komponen yang lebih lunak, lebih kabur yang terkait dengan
bagaimana pelanggan diperlakukan dan perasaan apa yang tumbuh dalam diri
pelanggan. Yang penting adalah inti kepuasan pelanggan merupakan penciptaan
nilai, oleh karena itu harus bertanya bagaimana kita menciptakan nilai bagi
pelanggan.
Pentingnya hubungan dengan pelanggan tidak terbatas pada situasi-situasi
di mana pelanggan dapat melakukan kontak dengan sebuah perusahaan dengan
para karyawannya. Pada kenyataannya, penerapan yang paling relevan dan
menarik dari pemikiran tentang hubungan terletak pada area hubungan dengan
merek produk atau jasa. Pelanggan menjalin hubungan dengan merek seperti
yang mereka lakukan dengan perusahaan dan organisasi lain. Pelanggan
mengembangkan loyalitas pada merek, yang lebih dari sekadar pembelian yang
berulang, dan seiring berjalannya waktu timbul ikatan emosional dengan sebuah
merek. Nama-nama mapan seperti Kraft, Kellogg, Volvo, Michelin, Lux dan Tide
adalah contoh merek-merek yang telah berhasil mengembangkan ikatan
emosional. Merek-merek semacam itu telah menambahkan makna bagi
kehidupan orang-orang yang membeli dan menggunakannya. Selanjutnya,
pelanggan mengembangkan keterikatan emosional dengan tim olah raga dan
grub musik rock. Loyalitas yang tak tergoyahkan dari para penggemar di propinsi
Jawa Barat terhadap Persiba adalah bukti dari hubungan semacam itu, seperti
juga popularitas internasional yang luar biasa dari klub-klub sepakbola Eropa
seperti Juventus dan Manchester United. Hal-hal ini juga merupakan merek.
Demikian juga, tidaklah cukup bagi eksekutif pemasaran untuk meneliti konsep-
konsep seperti karakteristik dan kepribadian merek, mereka harus memiliki
wawasan tentang hubungan dengan merek. Diskusi panjang lebar tentang
hubungan merek akan kita lakukan pada bab selanjutnya.
Sejauh ini telah membahas empat konsep yang merupakan pelengkap bagi
pemahaman menyeluruh tentang konsep hubungan pelanggan, yaitu nilai,
kepuasan, hubungan, dan hasil yang didapat. Pengukuran berfokus pada
penciptaan nilai bagi pemegang saham. Penting bagi manajemen untuk
memahami dari perspektif pelanggan seberapa baik kinerja perusahaan dalam
area-area ini. Jika \tidak mengukur hal-hal semacam itu, perusahaan tidak dapat
Sri Widyastuti !
!
!!
46
mengetahui seberapa baik mereka menciptakan nilai bagi pelanggan dan
bagaimana memelihara hubungan pelanggan yang positif. Banyak manajer yang
mungkin tidak percaya bahwa mengukur konsep-konsep yang intagible semacam
itu dapat dilakukan. Padahal itu mungkin pada kenyataannya, pengukuran
penting untuk mendapatkan umpan balik. Jika manajemen tidak mengukur
elemen strategis integral semacam itu, manajemen tidak dapat mengetahui apa
yang mendasari hubungan pelanggan, seberapa baik perusahaan menciptakan
relasi, dan bagaimana perusahaan mendapat manfaat dari relasi itu. Hanya
dengan mengukur seberapa sehat suatu hubungan pelanggan, manajemen
dapat memahami bagaimana hubungan itu dapat diperkuat dan ditingkatkan.
Bagaimana manajer senior dari beberapa perusahaan mengetahui tentang
pemahaman mereka mengetahui cara terbaik untuk mengelola hubungan
pelanggan. Dalam banyak kasus, responnya adalah dilakukan dengan
mengumpulkan data menganalisa volume pembelian dari seorang pelanggan.
Beberapa manajer menyimpulkan bahwa pelanggan yang membeli lebih banyak
produk dan jasa pastilah memiliki hubungan yang lebih kuat dengan perusahaan.
Mengapa mereka terus membeli produk perusahaan jika mereka tidak memiliki
hubungan dengan perusahaan tersebut? Masalahnya pandangan tersebut
berbasis output dari suatu hubungan. Perilaku pelanggan, seperti terefleksi
dalam jumlah produk yang mereka beli, berapa sering mereka membeli atau
berapa banyak yang mereka belanjakan, adalah hasil dari suatu hubungan,
bukan hubungan itu sendiri. Jika suatu hubungan kuat, mereka akan membeli
lebih banyak dan lebih sering. Dengan berfokus pada definisi perilaku dari suatu
hubungan, banyak manajer mengabaikan sisi sikap dan emosional yang penting
dari suatu hubungan.
Dalam kasus yang berfokus pada hasil, ide tentang mengukur suatu
hubungan masih dapat diterima. Masalahnya adalah manajer yang
berpandangan pada perilaku, tidak memahami bahwa berfokus pada ukuran
hasil perilaku membuat mereka mengukur hal yang salah (atau paling tidak, tidak
cukup mengukur hal-hal yang penting). Pengukuran ini juga tidak menunjukkan
pemahaman fundamental tentang sifat dari suatu hubungan sejati, hubungan
yang dibangun berdasarkan emosi. Mengukur kekuatan atau kesehatan
hubungan tidaklah sama dengan mengukur kepuasan pelanggan atau kualitas
Sri Widyastuti
!!
47
pelayanan, hal yang sering dilakukan perusahaan, dan beberapa melakukannya
dengan baik. Tetapi mengukur kepuasan pelanggan dan kualitas pelayanan
tidaklah cukup. Mengukur kepuasan pelanggan tanpa mengukur faktor-faktor
yang memberikan kontribusi pada kepuasan menghasilakan sebuah angka
global, “kita berada” pada angka 8.2, secara rata-rata, dari skala 10. Tetapi
hanya sedikit memberikan informasi pada pelanggan tentang apa yang
memberikan kontribusi pada skor tersebut, atau apa yang dapat mereka lakukan
untuk mencapai angka 8.5 dalam enam bulan. Hasil yang luar biasa yang dapat
dinikmati perusahaan dengan memberikan kepuasan total pada pelanggan
dengan nilai ideal 10.
Mengukur kualitas pelayanan adalah suatu tindakan ke arah yang tepat dan
memungkinkan perusahaan untuk mempelajari lebih mendalam apa saja yang
memberikan kontribusi pada kepuasan pelanggan. Perusahaan yang
melakukannya dengan baik meneliti kualitas pelayanan pada serangkaian
dimensi pelayanan, melihat pada penghantaran jasa fungsional, ketepatan
waktu, keakuratan pemenuhan, sifat cepat tanggap, dan kemudian pada interaksi
antara pelanggan dan karyawan, seberapa ramah mereka, seberapa cakap,
penuh pengertian, sopan, dan lain sebagainya. Tetapi mengukur kepuasan dan
kualitas pelayanan, walaupun memberikan informasi yang berharga pada
manajemen tentang bagaimana kinerja perusahaan dalam menciptakan
pelanggan yang puas, loyal, dan berkomitmen, hanya memberi sedikit informasi
yang diperlukan untuk menciptakan hubungan pelanggan yang sejati dalam
jangka panjang. Hal ini karena banyak faktor lain selain pelayanan, yang
memberi kontribusi kepada kepuasan, membutuhkan lebih dari sekadar
memberikan penghantaran jasa yang istimewa untuk menciptakan hubungan.
Pertanyaan penting yang harus ditanyakan adalah: seberapa baik perusahaan
menciptakan nilai bagi pelanggan? Hal ini menunjukan bahwa nilai dapat
diciptakan dalam berbagai cara yang berbeda, dengan penyediaan pelayanan
yang istimewa merupakan salah satu diantaranya.
Kita semua pernah mendengar suatu ungkapan klise bahwa “Anda tidak
dapat mengelola apa yang tidak dapat Anda ukur.” Hal ini dapat diterapkan pada
penaksiran hubungan pelanggan. Kuncinya adalah tidak hanya memahami
bahwa pengukuran itu penting, namun secara persis tahu apa yang harus diukur.
Salah satu masalah paling sulit yang dihadapi manajemen dalam menerapkan
Sri Widyastuti !
!
!!
48
dan mengelola pendekatan pemasaran berbasis hubungan adalah kurangnya
informasi tentang nilai pelanggan, maka untuk itulah program pengukuran yang
terintegrasi harus diarahkan.
Kebanyakan perusahaan bahkan tidak dapat mulai menghitung nilai
hubungan pelanggan atau kerugian karena hilangnya pelanggan. Walaupun
presentase besar perusahaan mengakui pentingnya hubungan pelanggan dan
kontribusinya pada penciptaan nilai bagi pemegang saham, kebanyakan tidak
memiliki ide apa yang dikontribusikan dan bagaimana seharusnya dilakukan. Jika
ingin membujuk manajemen dengan hasil yang didapat dari investasi dalam
membangun hubungan dalam istilah yang dapat diukur. Membangun hubungan
pelanggan adalah sangat masuk akal hanya jika usaha tersebut sesuai dengan
dampaknya pada penciptaan nilai pelanggan jangka panjang. Nilai pemegang
saham di masa depan sangat tergantung pada pelanggan loyal yang dapat
diandalkan perusahaan untuk memberikan aliran pendapatan. Lalu hal apa yang
memberikan kontribusi pada nilai pelanggan jangka panjang? Lebih dari sekadar
jumlah total dari yang diharapkan akan dibelanjakan pelanggan pada perusahaan
tersebut sepanjang hidupnya. Walaupun merupakan komponen yang penting, hal
ini adalah pandangan yang cukup sempit tentang nilai pelanggan.
Program loyalitas adalah salah satu strategi pemasaran yang paling populer
dikembangkan perusahaan di berbagai industri. Meskipun prevalensi dari
program ini, hanya ada dalam jumlah terbatas penelitian yang berfokus pada
tahap sebelum pelaksanaan program. Setiap perusahaan bisa membandingkan
perubahan Customer Equity yang bersangkutan dengan investasi yang
dibutuhkan untuk meluncurkan dan mempertahankan loyalitas di masa depan,
program yang dirasakan baik oleh pelanggan pada gilirannya akan menciptakan
sikap loyalitas yang kuat dan keuntungan pelanggan yang lebih tinggi, (Asnan, et
al, 2009). Program loyalitas bisa klasifikasinya menjadi dua jenis: berbasis
imbalan moneter dan perlakuan khusus berbasis imbalan. Persepsi pelanggan
dari utilitas program loyalitas berbeda antara dua jenis penghargaan, dan
bergantung pada hubungan antara pelanggan dan perusahaan. Program yang
dirasakan baik oleh pelanggan akan menciptakan loyalitas sikap kuat dan lebih
tinggi. Menggunakan pengaturan penerbangan penumpang dan nasabah bank,
hasil penelitian pada penghargaan moneter yang dirasakan untuk menyediakan
Sri Widyastuti
!!
49
utilitas yang lebih tinggi persepsi pelanggan dalam hubungan
kontrakdibandingkan non-kontraktual hubungan. Namun, penelitian ini gagal
untuk memberikan empiris dukungan bahwa imbalan perlakuan khusus yang
dianggap memberikan persepsi utilitas yang lebih tinggi dari pelanggan non-
kontrak hubungan dibandingkan dengan yang kontrak. Penelitian juga model
konsumen beralih menggunakan Rantai Markov, dan mengungkapkan bahwa
utilitas program yang lebih tinggi persepsi adalah terkait dengan loyalitas sikap
yang lebih tinggi, sehingga meningkatkan ekuitas pelanggan. Perusahaan
dianjurkan untuk memasukkan unsur-unsur afektif ke dalam program loyalitas
mereka, di samping elemen moneter.
Pelanggan yang sungguh-sungguh loyal memberikan kontribusi langsung
pada aliran pendapatan yang mengalir ke kantong perusahaan dalam dua cara.
Pertama adalah melalui ketahanan. Jika pelanggan bertahan untuk tetap
berhubungan dengan perusahaan selama bertahun-tahun, maka perusahaan
atau merek akan mendapatkan keuntungan dari kunjungan pelanggan yang
terus-menerus, mungkin selama bertahun-tahun. Inilah inti dari motivasi
menciptakan loyalitas pelanggan. Dalam penjabaran paling sederhana,
anggaplah seorang pelanggan membeli rata-rata 3 mobil seumur hidupnya dan
membelanjakan rata-rata 200 juta rupiah setiap pembelian, maka pelanggan
tersebut bernilai 600 juta rupiah pada seumur hidupnya. Hal ini menunjukan
dengan jelas bahwa hubungan pelanggan yang lebih dekat dan kuat pasti akan
mengarah pada kemungkinan yang lebih besar bagi pelanggan untuk bertahan
bahwa pelanggan akan lebih loyal dan jauh lebih lama untuk tetap bertahan
sebagai pelanggan. Oleh karena itu, nilai pelanggan jangka panjang lebih dari
sekadar proyeksi ke depan secara sederhana dari tingkat shopperan sekarang
ini. Idealnya, seharusnya mampu mengkalkulasi kemampuan menghasilkan
keuntungan pelanggan dalam jangka panjang. Tetapi hanya sedikit perusahaan
yang mampu menghitung biaya yang dikeluarkan untuk melayani pelanggan
tertentu, dan bahkan lebih sedikit lagi yang mampu menghubungkan biaya
tertentu dengan pelanggan tertentu. Dengan tidak adanya informasi tentang
biaya ini, maka masuk akal bila perusahaan hanya berfokus pada nilai potensial
pelanggan dari segi pemasukan yang langsung diberikan atau dipengaruhi
pelanggan.
Sri Widyastuti !
!
!!
50
Tetapi komponen kedua dari nilai langsung pelanggan dalam jangka
panjang adalah terkait dengan konsep proporsi pengeluaran. Pelanggan yang
merasakan suatu kedekatan dan hubungan dengan perusahaan atau merek tidak
hanya akan tetap menjadi pelanggan, tetapi juga akan memberi perusahaan
shopperan yang lebih banyak dari total bisnis dalam kategori tersebut. Inilah
yang disebut fenomena proporsi shopper. Hasil riset yang menunjukan bahwa
pelanggan bank, sebagai contoh, akan memberikan proporsi yang lebih besar
dari total bisnis mereka kepada institusi finansial mereka, jika terjalin hubungan
yang kuat antara bank dengan pelanggan tersebut. Jadi, bukan saja pelanggan
akan bertahan lebih lama, tetapi ia juga akan membelanjakan lebih banyak, dan
dengan demikian menambahkan nilai pelanggan jangka panjang.
Terdapat konsep lain yang bahkan lebih sulit untuk diukur, tentang
mengapa pelanggan loyal jangka panjang lebih berharga. Hal ini terkait dengan
fakta bahwa pelanggan loyal lebih siap untuk membayar harga yang lebih mahal
saat mereka telah mengenal perusahaan dan para pelanggannya dan hampir
tidak mungkin berselisih tentang harga. Mereka lebih mudah dipuaskan dan lebih
cepat dibujuk. Mereka juga lebih mudah menerima produk dan jasa baru yang
diperkenalkan perusahaan. Aspek finansial, aspek yang lebih langsung dari pada
nilai pelanggan jangka panjang, sesungguhnya dapat diukur secara obyektif
dengan menggunakan data pelanggan internal. Penelitian tentang data
pelanggan di banyak organisasi menunjukan bahwa pelanggan yang telah lama
berhubungan dengan perusahaan tersebut, kecil kemungkinannya untuk
memencarkan bisnisnya dan lebih mungkin untuk membeli produk dengan harga
yang lebih tinggi serta memberi perusahaan proporsi yang lebih besar dari total
shopperan mereka dalam satu kategori. Mereka terus-menerus kembali dalam
berbisnis dan hanya memerlukan sedikit usaha atau biaya pemasaran. Maka
sudah jelas bahwa pelanggan tersebut adalah aset perusahaan yang paling
berharga.
Aspek lain dari nilai pelanggan loyal yang lebih sulit untuk diamati dan
diukur tetapi pada kenyataannya memberikan kontribusi lebih besar pada nilai
pelanggan jangka panjang adalah konsep yang terkait dengan berita dari mulut
ke mulut dan lingkaran pengaruh. Pelanggan yang memiliki hubungan yang solid
dan saling menguntungkan dengan perusahaan, dimana mereka diperlakukan
Sri Widyastuti
!!
51
dengan baik dan diperlakukan sebagai orang yang penting dan dihargai, dengan
demikian akan dengan senang hati bercerita pada teman-teman, keluarga dan
kolega-kolega. Mereka akan menjadi pendukung perusahaan dan membawa
bisnis dalam volume yang sangat besar. Simon Cooper, mantan CEO dari Delta
Hotels, akan memotivasi para karyawannya untuk memberikan pelayanan yang
luar biasa pada para tamu dengan mengatakan pada mereka bahwa setiap tamu
bisnis di Delta Hotel memiliki nilai potensial sepanjang hidup mereka. Pada
kenyataannya, para pelaku bisnis yang paling sering berpergian sekalipun akan
membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk mencapai volume bisnis dari harga
kamar saja. Tetapi mungkin saja ada pelanggan yang mampu mempengaruhi
kebijakan perjalanan dinasnya. Atau ada pelanggan yang termasuk anggota
eksekutif nasional dari suatu organisasi profesional, yang harus memutuskan
tempat konvensi tahunan. Karena itu, mudah dipahami bila seorang tamu
memiliki potensi untuk mempengaruhi lebih dari total penjualan di masa depan.
Contoh ini mengilustrasikan konsep ganda dari bisnis perekomendasian dan
lingkaran pengaruh. Namun hanya sedikit perusahaan yang berusaha untuk
mengukur sejauh mana pelanggan siap untuk terlibat dalam perilaku memberikan
rekomendasi tersebut.
Tindakan pelanggan di masa depan terkait dengan kondisi relasinya
dengan organisasi tersebut. Dua aspek utama dari tindakan di masa depan
adalah pertama, kemungkinan organisasi tersebut menjadi pemasok utama
produk atau jasa bagi si pelanggan, dan kedua, kemungkinan si pelanggan
merekomendasikan organisasi tersebut pada teman dan keluarganya.
Pengukuran ini seharusnya dimasukan dalam kuisioner survei untuk memberikan
wawasan pada pola shopperan di masa depan dan perilaku tindakan yang
dihasilkan. Mengkalkulasikan nilai jangka panjang seorang pelanggan bukanlah
prospek yang mudah bagi kebanyakan organisasi. Sebagian besar organisasi
tidak memiliki cara untuk mengukur biaya yang dikeluarkan untuk melayani
pelanggan atau mengetahui biaya yang langsung terlibat dalam pelayanan
tersebut. Kendalanya jika perusahaan tertarik untuk mengkalkulasi kemampuan
setiap pelanggan dalam menghasilkan keuntungan. Banyak perusahaan bahkan
tidak memiliki kemampuan untuk mengumpulkan data penjualan, jadi mereka
tidak tahu berapa volume pemasukan yang diberikan setiap pelanggan, atau
katakanlah keuntungan dari bisnis tersebut. Hal ini sulit dilakukan, terutama
Sri Widyastuti !
!
!!
52
dalam lingkungan ritel yang kebanyakan pelanggannya adalah anonim. Masalah
ini telah mendorong banyak organisasi ritel untuk membentuk fregment-buyer
club sehingga kebanyakan dari shopperan yang dilakukan anggota klub tersebut
dapat dipantau melalui penggunaan kartu dalam berbelanja. Ini bukanlah cara
yang paling akurat untuk menaksir nilai seorang pelanggan, tetapi ini adalah
langkah yang benar. Tentu saja banyak kekurangan dalam informasi yang
dikumpulkan, seperti juga ada kekurangan dalam pendekatan menggunakan
database untuk menaksir nilai pelanggan jangka panjang.
Perusahaan yang berada dalam posisi dalam kemampuannya melacak
pembelian seorang pelanggan tertentu, dapat menaksir dengan cukup akurat
nilai jangka panjang dari seorang pelanggan. Dengan memiliki data pembelian
pelanggan tertentu, mempunyai catatan historis tentang pembeliannya, dan
mampu memperkirakan usia pelanggan tertentu, maka perusahaan dapat
membuat asumsi tentang beberapa lama pelanggan tersebut akan tetap menjadi
pelanggan dan berapa banyak orang yang akan dipengaruhinya. Informasi ini
akan lebih baik, jika dilengkapi dengan data tentang kemampuan menghasilkan
keuntungan dari pelanggan tersebut. Dengan demikian perusahaan dapat
memperkirakan kontribusi yang mungkin diberikan pelanggan tersebut baik
langsung maupun tidak langsung terhadap penjualan dan keuntungan
perusahaan di masa depan. Perkiraan ini akan menjadi lebih akurat jika
perusahaan juga memiliki informasi tentang seberapa puas pelanggan tersebut
dalam berhubungan dengan perusahaan dan kondisi hubungannya dengan
pelanggan. Secara meyakinkan bahwa pelanggan yang lebih puas dan yang
memiliki hubungan yang dekat dan sehat dengan perusahaan, secara signifikan
lebih besar kemungkinannya untuk tetap menjadi pelanggan dan membelanjakan
lebih banyak serta merekomendasikan perusahaan pada teman-teman dan
kenalan-kenalannya.
Perusahaan yang mengandalkan pengumpulan data otomatis pada saat
penjualan, mampu mengumpulkan data penjualan seorang pelanggan, dan
bahkan membuat semacam perkiraan tentang kemampuan menghasilkan
keuntungan dari penjualan tersebut. Tetapi mereka biasanya tidak memiliki cara
untuk mengetahui proporsi dari bisnis pelanggan yang mereka nikmati. Sebuah
bank, yang mengamati adanya peningkatan dalam saldo rekening dan investasi
Sri Widyastuti
!!
53
pelanggan, mungkin mengira bahwa ia memiliki presentase yang makin
mengingkat dari bisnis pelanggan tersebut, atau bahkan mungkin memiliki semua
bisnis pelanggan, atau bahkan berpikir bahwa ia memiliki hubungan dengan si
pelanggan. Tanpa mengetahui kehidupan pelanggan secara terinci, pada
kenyataannya mungkin bank tersebut mendapati porsi yang makin menurun dari
bisnis pelanggan, padahal bisnis mereka dan keluarganya berkembang secara
cepat. Pada kenyataannta ternyata pelanggan secara sistematis menempatkan
bisnis finansialnya pada institusi lain.
Salah satu indikator yang paling penting dari kinerja perusahaan dalam
menciptakan dan menjalin hubungan sejati dengan pelanggannya adalah
kemampuan perusahaan untuk menghantarkan berbagai aspek nilai bagi
pelanggannya. Hal ini penting untuk menyadari bahwa ada beberapa komponen
yang berbeda dari nilai. Masing-masing komponen memberikan kontribusi pada
keseluruhan penaksiran dari total nilai yang ditawarkan perusahaan pada
pelanggannya. Untuk mengilustrasikan poin ini, dengan gambaran hasil yang
diperoleh dari sejumlah proyek bagi klien-klien di sektor teknologi. Dengan
menggunakan metode kuantitatif, dioutuskan bahwa pelanggan dan klien-klien
dari sektor ini biasanya mengidentifikasi tujuh sumber nilai yang berbeda, yang
diberi label sebagai berikut : (1) nilai berbasis harga, (2) nilai akses atau
kenyamanan, (3) nilai berbasis pelayanan, (4) nilai berbasis komunitas, (5) nilai
yang memampukan, (6) nilai kejutan, (7) nilai hubungan. Masing-masing
komponen dari keseluruhan nilai yang ditawarkan kemudian dituangkan dalam
serangkaian pernyataan setuju atau tidak setuju yang memungkinkan untuk
diukur sejauh mana pelanggan merasa bahwa perusahaan yang terlibat berhasil
dalam menciptakan bentuk nilai tersebut bagi pelanggan-pelanggannya.
Dalam riset pelanggan diminta untuk mengindikasikan seberapa penting
bagi mereka perusahaan dalam industri ini dalam menciptakan bentuk nilai bagi
pelanggannya. Sebagai contoh, seberapa penting bagi Anda bahwa perusahaan
X mempermudah Anda untuk berhubungan dengannya? Dari proyek pengukuran
hubungan pelanggan yang lebih besar terhadap komponen tersebut,
dikembangkan dua petunjuk penting yang terkait dengan masing-masing
komponen nilai, seberapa penting setiap komponen bagi pelanggan dalam
segmen tertentu, dan seberapa besar kepercayaan mereka akan kemampuan
perusahaan dalam menciptakan bentuk nilai tersebut. Dilengkapi dengan
Sri Widyastuti !
!
!!
54
informasi ini, maka bukan hanya mampu memberitahu perusahaan tentang
seberapa baik mereka menciptakan masing-masing bentuk nilai, tetapi juga
mampu menunjukan betapa pentingnya masing-masing komponen bagi setiap
segemen pasar yang menjadi target perusahaan. Selain itu juga dapat
menggunakan berbagai teknik data analisis untuk menunjukan komponen nilai
mana yang lebih penting dari yang lain dalam mempengaruhi kepuasan
pelanggan. Hasil dari riset yang dilaksanakan dapat memberikan rekomendasi
bagi perusahaan, bahwa mereka harus mengkonsentrasikan usaha mereka pada
komponen nilai yang paling penting bagi pelanggan. Dengan berfokus pada
komponen-komponen nilai yang penting, maka perusahaan dapat menilai dimana
kinerja perusahaan kurang baik, sehingga manajemen dapat meningkatkan
penawaran pada pelanggan di komponen tersebut, sehingga dapat
meningkatkan posisi kompetitif mereka dibandingkan dengan pesaing.
2.3 Mengukur Hubungan Pelanggan
Ekuitas pelanggan menjadi panduan para pemasar untuk mengetahui
apakah program loyalitas memberikan keuntungan bagi perusahaan. Ekuitas
menjadi sangat penting karena berdasarkan kajian terbaru menunjukkan bahwa
kontribusi konsumen pada masa lalu tidak selamanya mencerminkan manfaat
untuk perusahaan pada masa datang. Jadi, dibutuhkan sebuah pengukuran yang
dapat mengukur secara objektif keuntungan dari tiap konsumen untuk
perusahaan. Customer Lifetime Value (CLV) diusulkan sebagai sebuah
pengukuran baru untuk menghitung kontribusi tiap konsumen terhadap
profitabilitas perusahaan pada masa datang. Pengukuran ini jarang digunakan
oleh perusahaan karena kurangnya bukti empiris terhadap dampak peningkatan
pendapatan dan profitabilitas perusahaan. Beberapa perusahaan fokus pada
peningkatan pendapatan melalui penambahan jumlah konsumen. Walapun
konsumen baru hanya melakukan pembelian sekali. Mengadopsi cara seperti ini
bukanlah strategi yang optimal. Perusahaan seharusnya fokus pada
pengidentifikasian seberapa banyak konsumen akan berkontribusi untuk
profitabilitas perusahaan pada masa datang. Ini adalah fokus dari CLV. Misalkan
di divisi kartu kredit, perusahaan memungkinkan untuk mendapatkan data
tentang kontribusi margin setiap nasabah. Katakanlah kontribusi margin seorang
Sri Widyastuti
!!
55
nasabah Rp 2.500.000 per tahun, biaya retensi Rp1.000.000 per tahun, retention
rate 50% (program loyalitas selama 2 tahun) jumlah transaksi per tahun 30 kali,
dengan discount rate 15% maka bisa mendapatkan CLV nasabah Rp 2.990.752
untuk tahun berikutnya. Jadi, perusahaan akan mendapatkan peningkatan
kontribusi margin dari nasabah untuk tahun berikutnya menjadi Rp 2.990.752
Pemahaman tentang hubungan pelanggan sebagian dapat diperoleh dari
menganalisa dan menerjemahkan data yang terkumpul dari ratusan group
terarah dan survei pelanggan. Selanjutnya dapat menginterpretasikan bahwa
kebanyakan perusahaan mengetahui hubungan pelanggan terlalu sempit.
Fokusnya adalah berusaha untuk lebih memahami apa yang merupakan
hubungan sejati, seperti didefinisikan oleh pelanggan. Karena hubungan pada
dasarnya adalah konsep psikologi. Salah satu kesimpulan paling nyata yang
dapat ditarik dari psikologi sosial adalah hubungan merupakan gagasan
multidimensi yang pengukurannya harus didekati sebagi rangkaian dimensi yang
relevan. Penting untuk memecah suatu hubungan antara pelanggan dengan
sebuah perusahaan menjadi serangkaian dimensi, yaitu kepercayaan, dapat
dipercaya, cepat tanggap, komunikasi, hormat, kasih sayang, pemahaman, dan
karakteristik lain yang dapat diasosiasikan dengan hubungan macam apapun.
Untuk mengukur hubungan pelanggan, maka harus mengukur dimensi-dimensi
dari sebuah hubungan.
Namun banyak konsultan dan peneliti hanya mengukur aspek perilaku atau
aspek hasil dari hubungan pelanggan tanpa memberi perhatian pada komponen
emosi mendasar yang menentukan hubungan sejati. Gordon Wyner dari Mercer
Management Consultant menyatakan bahwa hubungan pelanggan diukur
dengan mengajukan minimal pertanyaan-pertanyaan berikut ini :
• Siapa pelanggan tersebut?
• Bagaimana penyedia jasa membuat kehadirannya diketahui pelanggan?
• Seberapa dalam hubungannya dengan pelanggan?
• Berapa lama hubungan telah berlangsung?
• Siapa lagi yang berpartisipasi dalam hubungan tersebut?
Pertanyaan-pertanyaan ini menarik, tetapi tidak memberi jawaban inti
tentang apa sesungguhnya hubungan sejati antara pelanggan dengan
perusahaan. Wyner mengusulkan untuk mengukur cara pelanggan melakukan
Sri Widyastuti !
!
!!
56
kontak dengan penyedia jasa, penggunaan media sampai pesan iklan, proporsi
pembelanjaan dan pengukuran yang terkait, pembelian yang berulang,
pembelian portofolio, kepuasan pelanggan, lamanya suatu hubungan, dan
interaksi dengan perantara. Daftar ini tidaklah memadai untuk mengukur
kekuatan dan kesehatan suatu hubungan karena tidak memberikan perhatian
yang nyata pada sisi yang lebih lunak dari suatu hubungan yaitu sisi emosional
yang paling penting.
Biasanya untuk mengukur komponen sentral dari hubungan pelanggan,
dapat mengandalkan skala linkert yang berupa serangkaian pernyataan setuju
atau tidak setuju, skala tersebut dihasilkan dari grub terarah atau wawancara
mendalam atau yang disusun dengan berdasarkan pada deretan skala psikologis
yang digunakan untuk mengukur berbagai konsep seperti kepercayaan atau
kesamaan minat. Contoh pernyataan setuju atau tidak setuju semacam itu
disajikan sebagai berikut:
• “saya merasa bahwa___________sungguh peduli pada saya.”
• “_____________sungguh memahami kebutuhan saya.”
• “saya diperlakuakn dengan hormat oleh___________.”
• “saya sering merasa terintimidasi ketika berurusan dengan_________.”
• “saya merasa bisnis saya aman dengan____________.”
• “saya berurusan dengan__________karena saya menginikannya, bukan
karena terpaksa.”
• “memindahkan bisnis saya ke bank lain tidak sebanding dengan usaha
yang saya lakukan.”
• “saya dapat mengandalkan____________untuk berada di sana ketika
saya membutuhkan mereka.”
• “saya tampaknya tidak pernah mampu untuk menghubungi___________.”
• “saya merasa nyaman berhubungan dengan______________.”
• “____________adalah bagian penting dari komunitas di mana saya
tinggal.”
• “berurusan dengan_____________seperti berurusan dengan teman.”
• “saya sungguh-sungguh tidak akan berurusan dengan______________
jika tidak terpaksa.”
Sri Widyastuti
!!
57
• “karyawan-karyawan pada______________sungguh-sungguh memahami
bisnis mereka.”
• “_____________adalah sebuah perusahaan yang memahami orang
macam saya.”
Di kebanyakan proyek pengukuran hubungan, biasanya mengukur
hubungan dengan perusahaan pada 12 sampai 15 dimensi hubungan. Dimensi-
dimensi tersebut biasanya diseleksi untuk mendapatkan dimensi yang paling
cocok bagi klien-klien suatu industri berdasarkan riset kualitatif bersama klien
pelanggan dan berdasarkan keputusan mengenai dimensi mana yang paling
mungkin memberikan kontribusi pada kepuasan dan ketahanan pelanggan.
Selanjutnya bergantung pada cakupan proyek tersebut dan pada faktor-
faktor seperti apakah hubungan dengan pesaing juga diukur, maka mendesain
sebuah kuisioner yang berisi serangkaian seri yang terdiri dari tiga atau empat
pernyataan setuju atau tidak setuju yang terkait dengan masing-masing dimensi
hubungan. Kemudian kuisioner diberikan pada saat survei pelanggan, dan
jumlah skor dapat dikalkulasikan untuk setiap dimensi hubungan. Kemudian
dapat diambil kesimpulan mengenai sejauh mana pelanggan mempercayai
perusahaan, sejauh mana pelanggan melihat perusahaan sebagai perusahaan
yang dapat dipercaya atau responsif terhadap kebutuhan mereka, peduli atau
memiliki nilai-nilai yang sama.
Dalam upaya untuk memusatkan perhatian pada dimensi inti hubungan,
ada tiga aspek lain dari hubungan pelanggan yang telah terbukti berfungsi
sebagai pelengkap, tidak hanya pada pemahaman dari hubungan sejati, tetapi
pada pengukuran kesehatan hubungan tersebut, yaitu kedekatan, sentuhan
emosional, dan kekuatan suatu hubungan. Kedekatan tampaknya mendasari
banyak aspek dari hubungan. Ahli psikologi sosial telah mengembangkan
pendekatan pada pengukuran kedekatan dalam hubungan antarpribadi, yang
sesuai diterapkan untuk mengukur hubungan pelanggan. Jadi, pendekatan
apapun untuk menaksir kesehatan suatu hubungan pelanggan harus melibatkan
pengukuran tentang kedekatan hubungan tersebut. Mengukur kaitan kepuasan
pelanggan dengan hubungan juga cocok untuk diterapkan, berkaitan dengan
pandangan bahwa kedua konsep tersebut saling terkait, yaitu mustahil bagi
Sri Widyastuti !
!
!!
58
pelanggan untuk merasa betul-betul puas dengan sebuah hubungan tanpa
merasakan kedekatan hubungan.
Sebuah hubungan tidak dapat dianggap ada tanpa muatan emosi, maka
harus berfokus pada sentuhan emosional dari hubungan untuk menaksir
kedekatan, karena hal itulah yang memungkinkan hubungan untuk tetap
bertahan. Indeks sentuhan emosional dapat dikembangkan, terdiri dari sejumlah
emosi atau perasaan positif atau negatif yang melibatkan responden untuk
mengindikasikan tingkatan pengalaman yang mereka alami dalam setiap
hubungan mereka dengan perusahaan atau merek tertentu. Penting juga untuk
mempertimbangkan kekuatan atau kedalaman relatif dari sebuah hubungan
pelanggan. Beberapa pendekatan dapat digunakan untuk mengidentifikasi aspek
ini, yang mengindikasikan kemungkinan hubungan tersebut terus berlanjut.
Pengukuran tentang kekuatan hubungan dapat juga melibatkan pertanyaan
kedalaman interaksi pelanggan dengan perusahaan dengan memasukan
pengukuran terhadap proporsi dari kategori bisnis mereka yang diberikan pada
perusahaan tersebut. Juga, dapat menunjuk pada seberapa kuat sebuah
hubungan dirasakan oleh pelanggan dengan meneliti persepsi mereka tentang
kemungkinan bahwa mereka akan masih berhubungan dengan perusahaan di
masa depan dan apakah mereka akan merekomendasikan perusahaan itu ke
orang lain. Ketiga variabel tersebut merupakan indikator kekuatan sebuah
hubungan yang dimiliki pelanggan terhadap suatu perusahaan atau merek.
Meskipun tidak ada dua proyek pengukuran hubungan pelanggan yang
identik, tetapi ada beberapa kesamaan dalam pendekatan yang dapat diambil.
Sebagai contoh, dalam pendekatan yang diuraikan secara garis besar,
nampaknya mungkin mendapatkan cara pengumpulan informasi sebagai berikut:
kebanyakan riset berbentuk survei, disampaikan melalui telepon, melalui surat,
atau melalui website perusahaan. Pengumpulkan informasi tentang sifat
hubungan antara pelanggan dengan perusahaan (komponen perilaku, termasuk
frekuensi kontak, lamanya hubungan dan proporsi shopperan), dimensi
hubungan inti, indikator kekuatan sebuah hubungan (kedekatan, kemungkinan
untuk terus berhubungan dengan perusahaan, dan kemungkinan untuk
merekomendasikan), kepuasan pelanggan, persepsi pelanggan tentang nilai
yang tercipta pada berbagai komponen nilai, dan variabel kategori yang biasa
Sri Widyastuti
!!
59
digunakan yang memungkinkan untuk meneliti hasil yang didapat dari segmen
pelanggan tertentu.
Dari riset ini akan memberikan wawasan yang pasti tentang faktor-faktor
yang memberikan kontribusi pada hubungan pelanggan sejati, bagaimana kinerja
perusahaan dalam menciptakan hubungan semacam itu dengan pelanggan, di
bagian mana hubungan itu kuat dan di bagian mana hubungan tersebut lemah,
dan tindakan apa yang terbukti paling efektif dalam memperbaiki hubungan di
masa depan. Dengan setiap kali menggunakan pendekatan yang hampir sama,
maka dapat menciptakan indeks gabungan dari keseluruhan kekuatan dari
hubungan tersebut. Indeks ini dibandingkan antara satu segmen pelanggan
dengan segmen pelanggan lain dan memungkinkan klien tersebut untuk melacak
kinerja perusahaan setiap waktu dalam meningkatkan hubungan pelanggan.
2.4 Hubungan Pelanggan yang Solid
Ekuitas pelanggan adalah nilai bersih sekarang dari arus keuntungan masa
depan dari semua pelanggan. Brand Equity lebih berfokus pada produk sebagai
pendorong peningkatan nilai pemegang saham, sedangkan ekuitas pelanggan
berfokus pada pelanggan, (Bick, 2009). (Kotler & Keller, 2012), “ customer equity
is a complementary concept to brand equity that reflects the sum of lifetime
values of all customers for a brand. Nilai pelanggan seumur hidup/Customer Life
Time Value (CLTV), didefinisikan sebagai aliran jumlah pendapatan masa depan
yang berasal dari akuisisi, retensi, dan proyeksi ekspansi, dan biaya yang terkait
dengan pelanggan, (Gupta, Lehmann dan Stuart, 2004 dalam Bick, 2009).
(Karat, Zeithaml, dan Lemon, 2001 dalam Sunghyup, 2009), menyatakan bahwa
nilai jangka panjang perusahaan sangat ditentukan oleh nilai dari hubungan
pelanggan perusahaan, yang disebut ekuitas pelanggan. (Wen, Chen, & Qianpin,
2012), menyatakan bahwa model CLV merupakan cara yang efisien dan efektif
untuk mengevaluasi hubungan perusahaan dengan pelanggan. (Xavier & André,
2009) meneliti bahwa perusahaan yang mengikuti pendekatan maksimisasi CLV
memiliki basis pelanggan yang lebih kecil dan kurang menguntungkan
dibandingkan yang mengikuti strategi maksimisasi Customer Equity.
Manajemen perlu diyakinkan tentang nilai dari berinvestasi dalam
penciptaan dan pemeliharaan hubungan pelanggan. Untuk itu, mereka harus
dapat melihat hasil dari investasi semacam itu. Harus jelas terlihat bahwa
Sri Widyastuti !
!
!!
60
meluncurkan program manajemen yang akan membawa pelanggan sepanjang
skala ekuitas dari skor semula katakanlah, 76 ke skor 85 akan menghasilkan
hasil tertentu bagi perusahaan. Dibutuhkan sebuah investasi dari perusahaan
yang secara strategis mengelola hubungan pelanggannya. Investasi ini dapat
berbentuk sumber daya manusia, komunikasi , dan program peningkatan
pelayanan yang dirancang untuk menciptakan nilai bagi pelanggan, yang
mengarah pada kepuasan yang lebih besar dan kemungkinan yang lebih besar
bagi pelanggan untuk bertahan melalui penciptaan hubungan. Hasil yang
diperoleh dari hubungan yang kuat dan dekat berasal dari beberapa sumber,
terutama, tetapi tidak eksklusif : (1) bertambah besarnya kemungkinan
pelanggan akan tetap menjadi pelanggan, (2) lamanya waktu pelanggan akan
tetap menjadi pelanggan, (3) pelanggan akan memberikan presentase yang lebih
besar dari bisnisnya pada perusahaan dan (4) kemungkinan yang lebih besar
bahwa pelanggan akan merekomendasikan perusahaan pada teman dan
anggota keluarga. Kami dapat dengan jelas menunjukan bahwa hubungan yang
lebih kuat, seperti terefleksi dalam kedekatan yang lebih besar, sentuhan
emosional yang lebih positif, dan nilai keseluruhan yang lebih tinggi dari indeks
ekuitas sebuah hubungan, akan memberikan hasil yang lebih besar pada setiap
output atau ukuran hasil yang didapat.
Konsep mengenai pelanggan sebagai aset yang harus dikelola dan nilai
yang harus diukur kini diterima dan diakui oleh para akademisi dan praktisi. Ini
fokus pada customer relationship management membuatnya sangat penting
untuk memahami pelanggan seumur hidup value (CLV) karena CLV model
merupakan cara yang efisien dan efektif untuk mengevaluasi perusahaan
hubungan dengan pelanggan. Penilaian CLV sangat penting bagi perusahaan
dalam melaksanakan berorientasi pelanggan layanan. Dalam tulisan ini kami
menyediakan tinjauan kritis dari literatur tentang proses pengembangan dan
aplikasi dari CLV.
Dalam studi ini, kami telah meninjau sejumlah model CLV dan membahas
kebutuhan untuk penggunaan dan manfaat dari CLV. Karena bukti empiris
sangat langka dalam domain CLV kami percaya bahwa penelitian yang signifikan
masih diperlukan untukmencapai kesimpulan yang pasti tentang efek CLV
meningkat. Melalui studi, kami berharap kami telah menyediakan pandangan
Sri Widyastuti
!!
61
yang lebih luas dan lebih dalam dari penelitian tentang CLV. (Bernd, et al, 2011;
Michael & David, 2011), meneliti bahwa nilai pelanggan yang tinggi memiliki
basis pelanggan yang kuat, Sebaliknya, Customer Equity Sustainability Ratio
/CESR menunjukkan apakah perusahaan mengejar penciptaan nilai jangka
panjang atau realisasi keuntungan jangka pendek. Pengelolaan retensi nasabah,
dan tergantung pada variasi karakteristik pelanggan dan kepemilikan pelanggan
terhadap perusahaan, serta taktik spesifik yang dipilih oleh perusahaan.
Efek dari persepsi pelanggan utama, bahwa persepsi nilai pelanggan, merek,
dan pendorong ekuitas hubungan pelanggan mempengaruhi loyalitas dan
penjualan masa depan, (Verena, et al, 2008). (Abhijith, et al, 2009), menyatakan
bahwa kualitas dan harga - hubungan prestise berfungsi sebagai pendorong dari
nilai ekuitas. Apabila berhasil memanfaatkan pendorong ini, akan membantu
mengevaluasi dalam menjamin ekuitas positif yang pada gilirannya berpengaruh
pada niat untuk membeli produk tertentu. (Sunghyup, 2009), meneliti adanya
pengaruh ekuitas merek dalam pembentukan ekuitas pelanggan secara langsung
dan tidak langsung melalui nilai dan ekuitas hubungan, hubungan ekuitas
memiliki dampak kuat pada ekuitas pelanggan. Nilai, merek, dan ekuitas
hubungan (RE) merupakan komponen ekuitas pelanggan (CE). Penerapan
model CE untuk proses perencanaan strategis pusat konvensi dapat memberikan
peta jalan untuk meningkatkan CE di seluruh kegiatan nilai, merek dan
hubungan, (Kimberly & Radesh, 2008). Upaya perusahaan untuk mengurangi
peralihan pelanggan dengan mengatasi kelaziman yang tidak terkendali dan
mengupayakan program retensi pemasaran perusahaan, (Mark & IpKin, 2009).
Penggunaan kreatif dari ekuitas pelanggan bisa menarik bagi UKM melalui
akuisisi pelanggan, retensi pelanggan dan menjual lebih kepada pelanggan yang
ada lebih menguntungkan dari pada pencarian pelanggan baru, (Ward, 2009).
Ekuitas pelanggan dalam Islam ditunjukkan dalam kerjasama (ta’awun), yang
merupakan salah satu landasan etika dalam muamalah secara Islami,
(Hermawan & Muhammad, 2006). Dalam Islam, tolong-menolong adalah
kewajiban setiap Muslim. Konsep tolong-menolong tidak hanya dilakukan dalam
lingkup yang sempit, untuk menjaga agar tolong-menolong ini selalu dalam
koridor “kebaikan dan takwa” diperlukan suatu sistem yang benar-benar sesuai
“syariah”. Islam sebagai suatu falsafah hidup secara lengkap telah
mendefinisikan dasar-dasar kegiatan yang berkaitan dengan aspek muamalah.
Sri Widyastuti !
!
!!
62
Keyakinan agama dan sikap konsumen adalah elemen kunci untuk
menggambarkan sekelompok dari keinginan dan kemampuannya untuk
mengatur. Struktur perbankan Islam muncul untuk memenuhi kebutuhan
keuangan umat Islam yang harus mengikuti larangan transaksi berbasis bunga,
Hag, dan Smithson, 2003, (dalam Ahasanul, Khaliq & Syeada, 2010).
Selanjutnya (Ahasanul, Khaliq & Syeada, 2010) menyatakan, bahwa konsumen
Malaysia memiliki sikap positif terhadap perbankan Islam dilihat dari faktor
demografis, atribut jasa dan pengaruh religius.
Contoh diambil dari dari perusahaan telekomunikasi, layanan finansial dan
bisnis toko kelontong, menunjukan bahwa dengan menciptakan hubungan
pelanggan yang lebih dekat, sebuah perusahaan dapat memperoleh hasil yang
cukup besar dalam berbagai bentuk. Tampak jelas bahwa pelanggan yang
menganggap hubungan mereka dengan penyedia jasa telekomunikasi, bank atau
supermarket sebagai sangat dekat secara signifikan lebih mungkin dipuaskan
dalam hubungan mereka dengan perusahaan-perusahaan tesebut, dan langkah
pertamanya dalam penciptaan hubungan jangka panjang. Hubungan yang lebih
dekat juga merupakan hubungan yang lebih kuat, mengindikasikan bahwa
hubungan tersebut lebih mungkin untuk bertahan lama.
Pelanggan-pelanggan yang merasa paling dekat dengan penyedia jasa di
masing-masing industri ini juga secara signifikan lebih mungkin untuk
memberikan lebih banyak bisnis mereka pada perusahaan tersebut. Mereka
merasa kurang dekat lebih mungkin untuk memencarkan bisnis mereka.
Sebagai contoh, dalam bisnis perbankan, pelanggan-pelanggan yang merasa
sangat dekat dengan penyedia jasa utama mereka memberikan sebesar 94,3%
dari bisnis perbankan mereka, sementara mereka yang merasa kurang dekat
memberikan hanya 88,4%. Dalam area ketahanan pelanggan dan
perekomendasian, angka-angka yang diperoleh bahkan lebih mengesankan.
Hanya 64,0% dari pelanggan bank yang merasa tidak terlalu dekat dengan bank,
yakin bahwa mereka akan masih menjadi pelanggan dalam waktu dua tahun ke
depan, dibandingkan dengan 94,3% pelanggan yang merasa sangat dekat.
Demikian juga 83,6% dari mereka yang merasa sangat dekat dengan
perusahaan mengatakan bahwa mereka sangat mungkin untuk
merekomendasikan bank mereka ke teman-teman dan anggota keluarga.
Sri Widyastuti
!!
63
Presentase dari mereka yang merasa tidak terlalu dekat adalah 36,0%, sebuah
angka yang seharusnya membuat para bankir bangkit dan memberi perhatian
karena hal itu mewakili masa depan dari hak waralaba pelanggan.
Dengan mempertimbangkan pengukuran semacam ini, manajemen dapat
mengkalkulasikan hasil yang diperoleh dari meningkatkan kedekatan pada
hubungan pelanggan. Analisa yang serupa mungkin dapat dilakukan dengan
meneliti muatan emosional dari hubungan atau berfokus pada skor total dari
ekuitas hubungan. Menggunakan input data semacam itu sebagai pengeluaran
mingguan atau tahunan dan membuat asumsi yang masuk akal tentang lamanya
seorang menjadi pelanggan dan jumlah pelanggan yang mendapatkan
rekomendasi memungkinkan perusahaan untuk memberikan atribut nilai tertentu
pada bisnis pelanggan yang sedang berlangsung dan aliran bisnis dan bisnis
perekomendasian dengan baik di masa depan. Jadi, adalah mungkin untuk
mengkalkulasikan nilai hubungan pelanggan jangka panjang dan menentukan
kerugian yang diderita suatu perusahaan ketika pelanggan berpindah ke
perusahaan lain.
Mengukur ketahanan hubungan pelanggan pada satu titik saja tidaklah
memadai. Studi pendahuluan menandai titik awal dari pelaksanaan pengukuran
dan akan mengidentifikasi bagian mana dari suatu hubungan kuat dan bagian
mana yang lemah, dan segmen pelanggan yang paling mudah menerima
penguatan suatu hubungan. Hasilnya juga akan menunjuk ke area-area yang
perlu diperbaiki untuk memperkuat suatu hubungan. Kemudian, strategi-strategi
harus dikembangkan dan diterapkan, khususnya dalam bentuk pengembangan
program komunikasi, memperbaiki sistem dan proses, dan kebijakan sumber
daya manusia yang berpikiran maju.
Ini bukanlah akhir dari pelaksanaan pengukuran ini adalah awal.
Pengukuran harus dilakukan berulangkali, mungkin setiap triwulan atau setiap
enam bulan sekali, untuk mengidentifikasi kelemahan yang harus diperbaiki, atau
idealnya diatasi. Penetapan tersebut juga memampukan manajemen untuk
memahami kondisi perusahaan dibandingkan dengan perusahaan di industri lain
dan dibandingkan dengan pesaing. Program pengukuran seperti diusulkan di sini
mampu mengidentifikasi hasil yang diharapkan dari menerapkan strategi
manajemen hubungan pelanggan. Hasil yang diperoleh dapat diukur dalam
terminologi peningkatan kepuasan pelanggan dan penguatan hubungan
Sri Widyastuti !
!
!!
64
pelanggan. Hal itu dapat diamati dalam bentuk proporsi pengeluaran yang lebih
besar dari pelanggan, loyalitas dan ketahanan yang meningkat, serta
bertambahnya kecenderungan untuk merekomendasikan perusahaan pada
orang lain.
Memperkenalkan sebuah program untuk mengukur kesehatan suatu
hubungan pelanggan secara teratur akan memberikan informasi yang sangat
berharga untuk menuntun manajemen dalam menerapkan dan mengelola
program hubungan pelanggan. Pertama, sebuah program pengukuran seperti
yang telah digambarkan di bab ini, akan mengidentifikasi secara keseluruhan
kesehatan dari hubungan pelanggan dan memampukan perusahaan untuk setiap
saat melacak pengukuran yang penting semacam itu, untuk menentukan apakah
program manajemen hubungan berhasil menciptakan hubungan yang lebih kuat
dan dekat dengan pelanggan. Kedua, program tersebut akan memungkinkan
manajemen untuk memecah hubungan tersebut menjadi dimensi-dimensi
komponen untuk menentukan bagian mana dari hubungan yang kuat dan bagian
mana yang lemah. Meneliti hubungan dalam berbagai dimensinya juga berguna
dalam menentukan dimensi yang mana yang paling memberikan kontribusi pada
keseluruhan kesehatan dari hubungan dan kepuasan pelanggan.
Biasanya, analisis terhadap data yang terkumpul akan mengungkapkan
posisi keseluruhan dari “indeks ekuitas hubungan” dari suatu perusahaan, yang
terbentuk dari berbagai dimensi dan indikator hubungan. Analisis itu juga akan
mengungkapkan dimensi mana dari hubungan yang paling penting dalam
memprediksi dan menjelaskan keseluruhan skor indeks suatu hubungan. Hal ini
kemudian memampukan manajemen untuk berfokus pada dimensi-dimensi dari
hubungan yang paling penting bagi pasar yang menjadi target perusahaan dan
meneliti kinerja relatif perusahaan pada tiap dimensinya. Adalah hal biasa untuk
mendapati sebuah perusahaan memiliki kinerja yang bagus dalam sejumlah
dimensi hubungan dan kurang bagus dalam dimensi lain. Jika analisa
dimensional mengungkapkan, sebagai contoh, bahwa sebuah perusahaan tidak
memiliki kinerja yang bagus dalam dimensi seperti cepat tanggap dan
komunikasi, manajemen harus menerapkan solusi yang meningkatkan kinerja
pada dimensi tersebut.
Sri Widyastuti
!!
65
Analisa terhadap informasi yang diperoleh dari program pengukuran
hubungan pelanggan juga akan memungkinkan manajemen untuk menentukan
seberapa baik kinerja perusahaan dalam membangun hubungan yang solid
dengan segmen pelanggan tertentu. Hal yang biasa, sebagai contoh, untuk
mendapati bahwa kelompok pelanggan tertentu memiliki hubungan yang lebih
kuat dan lebih dekat daripada kelompok pelanggan lain. Hal ini menunjukan pada
manajemen di bagian mana hubungan tersebut paling lemah dan berada dalam
bahaya untuk dilepas. Analisa tersebut mengungkapkan segmen pelanggan yang
paling mungkin meninggalkan perusahaan atau beralih ke pesaing dan segmen
di mana hubungan yang terjadi adalah hubungan yang dangkal atau palsu.
Dengan berfokus pada hubungan-hubungan yang paling rapuh, manajemen
dapat melaksanakan program untuk memperbaiki hubungan tersebut, dengan
mengasumsikan bahwa nilai pelanggan jangka panjang yang tepat dapat
dihasilkan dengan melaksanakan program tersebut.
Analisa lebih lanjut tentang data pengukuran hubungan akan
mengungkapkan segmen-segmen pelanggan yang memiliki jenis hubungan
tertentu dengan perusahaan. Sebagai contoh, beberapa pelanggan mungkin
cukup puas dalam berhubungan dengan perusahaan, walaupun hubungan
mereka bukanlah hubungan yang benar-benar dekat. Seringkali, sebagai
tambahan untuk meminta pelanggan untuk mengindikasikan seberapa dekat
hubungan mereka dengan sebuah perusahaan, kami bertanya pada mereka
seberapa dekat hubungan yang mereka inginkan. Umumnya, kami mendapati
bahwa sekitar 30% sampai 40% responden akan mengindikasikan bahwa
hubungan mereka sudah pas dalam kedekatan; dengan kata lain, kedekatan
hubungan mereka saat ini dan kedekatan yang mereka inginkan adalah sama.
Biasanya, 50% sampai 60% atau lebih akan mengindikasikan bahwa mereka
menginginkan hubungan yang lebih dekat dengan perusahaan, dan dengan
demikian memberikan petunjuk yang jelas pada manajemen bahwa perusahaan
tersebut harus lebih dekat pada pelanggan-pelanggannya.
Hal yang menarik adalah bahwa kami selalu menemukan sekitar 10% dari
responden yang mengindikasikan bahwa mereka menginginkan hubungan yang
kurang dekat dibandingkan dengan kedekatan mereka saat ini. Hasil-hasil ini
mengingatkan saya pada peserta dari grub terarah di mana saya menjadi
moderator bertahun-tahun yang lalu, yang mengatakan pada grubnya bahwa dia
Sri Widyastuti !
!
!!
66
memiliki hubungan yang “ideal” dengan banyaknya hubungan yang baginya,
sangat memuaskan. Ketika diminta untuk menggambarkan hubungan tersebut,
dia berkata, “Hubungan sederhana saja, Saya tidak menelpon mereka dan
mereka tidak menelpon saya.” Jelaslah, bahwa pelanggan yang menginginkan
hubungan yang lebih jauh dengan perusahaan harus diperlakukan secara
berbeda dari mereka yang menginginkan untuk dihubungi secara teratur.
Dengan meneliti keadaan atau kesehatan hubungan pelanggan dalam
segmen pelanggan tertentu, sebuah perusahaan berada dalam posisi untuk
meneliti apa yang sesungguhnya merupakan nilai dari perspektif anggota dari
setiap segmen. Nilai yang diperoleh dari menguatkan atau membuat hubungan
yang lebih dekat dengan segmen tertentu akan mengarahkan manajemen pada
solusi yang paling menguntungkan. Sebagai contoh, analisa terhadap hasil yang
diperoleh dari suatu program pengukuran hubungan pelanggan akan
mengungkapkan bahwa hubungan dengan pelanggan yang sangat mudah
menyerah adalah kurang kuat dari yang seharusnya. Dengan meneliti detail dari
suatu hubungan dan mengembangkan strategi yang tepat untuk mendukung
dimensi-dimensi yangpaling lemah, manajemen dapat mengarahkan sumber
daya pada program yang akan memberikan hasil yang paling menguntungkan.
Pendekatan untuk mengukur ekuitas suatu hubungan pelanggan yang telah
dijelaskan dalam bab ini, dapat diterapkan dalam sejumlah area terkait. Meskipun
kita cenderung untuk menggambarkan pendekatan menggunakan penyedia jasa
skala besar seperti bank dan supermarket seperti yang telah dicontohkan, prinsip
yang sama dapat diterapkan pada hubungan merek. Prinsip membangun
hubungan adalah sama, apakah kita berbicara tentang hubungan dengan
pengecer dan penyedia jasa lain atau dengan merek nasional dan internasional
seperti Nike, Zara, dan H&M. Demikian juga, pendekatan yang sama dapat
digunakan pada stakeholder lain dari perusahaan yang diminati manajemen.
Banyak perusahaan sekarang ini mengarahkan perhatian pada hubungan
mereka dengan karyawan, pemegang saham, pemasok, donor dan kelompok
lainnya. Prinsip-prinsip yang melekat pada program pengukuran hubungan kami
dapat juga diterapkan pada konteks-konteks tersebut dan konteks-konteks lain.
Saat semakin banyak perusahaan yang mengarahkan perhatian mereka
untuk berhubungan dengan pelanggan dan pihak-pihak lain melalui internet,
Sri Widyastuti
!!
67
mereka menjadi semakin peduli dengan apa yang dilakukan interaksi berbasis
teknologi ini terhadap hubungan pelanggan. Bank-bank sebagai contoh,
seharusnya sangat tertarik untuk mengetahui apakah hubungan pelanggan
mereka menguat atau melemah ketika pelanggan beralih dari pendekatan
perbankan berbasis kantor cabang dan ATM, ke pendekatan berbasis internet.
Apakah perusahaan besar yang menggunakan katalog seperti Bukalapak dan
Sophie berhasil dalam menciptakan dan memelihara hubungan melalui internet. Pendekatan pada pengukuran hubungan pelanggan yang teleh
digambarkan bab ini memberikan manajemen arah yang jelas untuk memperbaiki
keadaan hubungan pelanggan mereka. Ini adalah pendekatan yang strategis,
yang berfokus pada memahami kebutuhan tingkat tinggi pelanggan dan
menciptakan hubungan yang memuaskan dan bermakna dengan mereka
sebagai alat untuk memastikan sukses jangka panjang perusahaan. Hasil riset ini
dapat diwujudkan dalam tindakan karena memberi pada manajemen gambaran
yang jelas tentang detil dari hubungan perusahaan dengan segmen penting dari
pelanggan. Jadi, strategi-strategi yang berbeda dapat dikembangkan bagi
manajemen dan pengelolaan hubungan dengan setiap segmen. Hasilnya dapat
diwujudkan dalam tindakan yang di dalamnya hubungan dipecah-pecah menjadi
unsur-unsurnya dan diteliti muatan emosionalnya. Karena itu adalah mungkin
untuk melaporkan pada manajemen bahwa pelanggan dalam segmen yang
penting kurang mempercayai perusahaan, tidak merasa bahwa perusahaan
cukup responsif, dan mengatakan bahwa mereka jarang mendengar dari
perusahaan tersebut. Hasil-hasil semacam ini memiliki implikasi yang jelas bagi
manajemen, tidak hanya dalam hal bagaimana perusahaan melaksanakan
program pemasarannya –pada kenyataannya, implikasinya mungkin kurang
bermanfaat bagi departemen pemasaran dan lebih bermanfaat bagi departemen
lain di perusahaan tersebut, tetapi khususnya di area seperti pelatihan karyawan,
level pelatihan dan penempatan staf, strategi mengontak pelanggan, komunikasi
pemasaran, sistem pengahantaran jasa, level pelayanan pelanggan, dan bahkan
sponsorship dan hubungan dengan komunitas. Pendekatan pada pengukuran hubungan pelanggan memungkinkan
manajemen untuk menyatukan konsep-konsep yang amat penting seperti
penciptaan nilai pelanggan, kepuasan pelanggan, hubungan dan nilai pemegang
saham. Pendekatan itu memungkinkan mengukur konsep-konsep mana yang
Sri Widyastuti !
!
!!
68
rumit ini dan membawa mereka pada level tindakan. Hal ini juga memungkinkan
perusahaan menghitung hasil yang diperoleh dari investasi dalam peningkatan
ekuitas hubungan pelanggan, dan karenanya menciptakan hubungan langsung
dengan penciptaan nilai pemegang saham. Pengetahuan semacam itu dalam
perusahaan tentunya memberikan keunggulan kompetitif strategis.
Sri Widyastuti
!!
69
BAB III HUBUNGAN PELANGGAN YANG MEMBURUK
etika hubungan pribadi memburuk, maka disadari bahwa hubungan
adalah sesuatu yang mudah berubah. Bahkan hubungan yang paling
kuat pun melewati masa-masa sulit, dan kadang-kadang begitu saja terpisah.
Hubungan yang telah berlangsung bertahun-tahun seringkali karena berbagai
alasan harus berakhir, dan digantikan oleh hubungan baru yang mungkin
bertumbuh menjadi hubungan yang sama kuatnya, hubungan dekat yang mampu
bertahan menghadapi ujian waktu. Ada kesejajaran antara hubungan pribadi
dengan teman-teman, keluarga, tetangga dan teman-teman sekerja, dan
hubungan dalam konteks komersial sebagai pelanggan dari berbagai
perusahaan dan organisasi lain. Metafora yang diterapkan pada hubungan
pribadi dapat diaplikasikan juga pada hubungan kita sebagai pelanggan. Sebagai
pelanggan dari berbagai perusahaan, kita menghadapi tantangan yang sama dari
manajemen dan pemeliharaan hubungan seperti yang dihadapi dalam konteks
hubungan antar pribadi. Banyak peristiwa yang terjadi dari waktu ke waktu yang
membuat hubungan dengan perusahaan-perusahaan menjadi “putus”. Kadang-
kadang malahan tergoda untuk memindahkan sebagian bisnis dari perusahaan
yang telah menjadi langganan selama bertahun-tahun ke perusahaan baru yang
membujuk kita.
Dampak perubahan sosial dan teknologi pada suatu hubungan adalah para
mitra menghadapi tantangan baru dalam menstabilkan dan menjalani suatu
hubungan menghadapi situasi sosial yang berubah-ubah, Duck & Wood (1995),
Mereka mungkin dapat juga menulis tentang hubungan antara pelanggan dan
perusahaan. Hubungan dengan perusahaan biasanya tidak sestabil hubungan
kita dengan teman-teman dan tetangga-tetangga, karena hubungan pelanggan
dengan perusahaan kurang begitu terasa, dan membutuhkan kerja keras dari
pihak-pihak yang terlibat jika kita menginginkan hubungan tersebut berhasil dan
tahan lama. Dari perspektif bisnis, penting bagi manajemen untuk menyadari
K
Sri Widyastuti !
!
!!
70
bahwa hubungan pelanggan adalah hubungan yang rapuh dan dinamis.
Hubungan berubah dalam setiap interaksi. Masing-masing mitra berisiko
melakukan atau mengatakan sesuatu yang mungkin menyinggung perasaan
pihak lain, yang menyebabkan hubungan tersebut melewati masa-masa sulit.
Mungkin diperlukan suatu usaha untuk memperbaiki hubungan tersebut, atau
pelanggan mungkin membutuhkan waktu untuk menenangkan diri dan tidak
mengunjungi perusahaan tersebut selama beberapa minggu. Seperti juga dalam
hubungan antarpribadi, pihak yang menyinggung perasaan mitranya mungkin
tidak menyadari hal itu atau bertanya-tanya mengapa mitranya menjauh.
Perusahaan yang terlibat mungkin tidak melihat atau mendengar dari pelanggan
tersebut untuk beberapa waktu, atau dalam banyak kasus bahkann tidak
menyadari bahwa ada gangguan dalam apa yang dahulunya adalah hubungan
yang positif.
Fakta memperhatikan rapuhnya suatu hubungan pelanggan, bahwa
hubungan tersebut terus berubah dan salah satu pihak mungkin memutuskan
untuk mengakhiri hubungan tersebut atau membuat beberapa perubahan.
Berlawanan dengan pandangan yang populer, putusnya hubungan antara
pelanggan dengan perusahaan dalam konteks komersial. Sangat mudah terjadi.
Para manajer harus mewaspadai bahwa beberapa hubungannya dengan
pelanggan berada dalam bahaya. Kita harus mampu mengidentifikasi tanda-
tanda yang menunjukan bahwa hubungan tersebut berada dalam bahaya untuk
berakhir. Menunjuk pada fakta bahwa dalam situasi tertentu bahkan lebih sulit
untuk memulai suatu hubungan yang sejati. Beberapa keadaan tidak kondusif
untuk menciptakan dan memelihara hubungan yang dekat dan berjangka
panjang. Seperti telah kita amati sebelumnya, beberapa pelanggan tidak
menginginkan hubungan semacam itu. Mereka hanya berbisnis, tidak
berhubungan dekat atau berteman. Manajemen perlu memahami pelanggan
semacam itu dan mewaspadai situasi-situasi yang mungkin tidak mengarah pada
hubungan pelanggan jangka panjang.
3.1 Hubungan yang Berisiko
Dalam upaya membangun hubungan yang kuat dengan para pelanggan
bisnis, maka Relationship harus memiliki tiga karakteristik. Pertama, relationship
Sri Widyastuti
!!
71
itu adalah suatu proses berkelanjutan jangka panjang tidak mungkin membangun
suatu relationship hanya dalam satu malam. Dalam hal ini tidak bisa melakukan
komunikasi yang sifatnya intim tetapi lebih pada yang sifatnya umum. Kedua
adalah komitmen, komitmen akan kuat apabila masing-masing pihak perusahaan
dan pelanggan rela melakukan investasi, baik investasi dalam uang, waktu,
kesetiaan, dan sebagainya. Ketiga, di dalam relationship itu ada ketergantungan,
ketergantungan yang baik adalah yang sifatnya volunteer (sukarela) yaitu sebuah
kondisi di mana pelanggan merasakan adanya manfaat dan ketergantungan
tersebut bukan karena dipaksa oleh pihak lain.
Proses yang dihadapi pelanggan harus melahirkan suatu kenyamanan, dan
kesan yang tak terlupakan, sehingga secara alami juga akan membentuk suatu
proses alami pelanggan. Dengan adanya hubungan ini, maka pelanggan akan
memperoleh manfaat, yaitu: pelanggan senang membeli pada orang yang
dikenalnya, karena merasa resikonya berkurang atau disebut dengan confidence
benefit. Kedua adalah social benefit, yaitu setelah memiliki relationship, maka
pelanggan tidak akan merasa asing terhadap suatu tempat dan kondisi,
meskipun banyak orang, dan yang ketiga adalah special treatment benefit,
karena dianggap sebagai pelanggan yang loyal, maka pelanggan tersebut
memperoleh pelayanan istimewa, special deals, discount, pelayanan yang cepat
bahkan diantar ke rumah, dan sebagainya. Di sinilah perusahaan dapat
mengidentifikasi bagian mana dari hubungan tersebut yang kuat dan bagian
mana yang lemah. Dengan memecah hubungan menjadi dimensi atau komponen
gagasan, maka perusahaan dapat mengisolasikan faktor-faktor yang
menyebabkan rusaknya suatu hubungan yang dulunya adalah hubungan
pelanggan yang sangat kuat. Perusahaan dapat menggali lebih dalam faktor-
faktor yang mengarah pada penciptaan dan pemeliharaan hubungan. Sekali
meneliti kesehatan suatu hubungan pada saat ini, mungkin akan mengambil
kesimpulan bahwa suatu hubungan menjadi lemah, karena perusahaan
mengalami kegagalan dalam menciptakan jenis-jenis nilai yang dianggap penting
oleh pelanggan tertentu yang merupakan hal penting bagi penciptaan hubungan
sejati yang positif.
Beberapa segmen pelanggan akan memiliki hubungan yang lebih kuat
atau lebih dekat dengan perusahaan dibandingkan dengan segmen pelanggan
yang lain. Perusahaan-perusahaan yang memahami dan menghargai nilai dari
Sri Widyastuti !
!
!!
72
hubungan pelanggan sejati juga perlu menaksir seberapa sehat hubungan
mereka dengan pelanggan dari waktu ke waktu. Biasanya, mereka tidak hanya
akan mendapati bahwa kekuatan hubungan berbeda-beda antara segmen yang
satu dengan segmen pasar yang lain, namun juga akan mendapati bahwa
segmen tertentu akan menginginkan hal yang berbeda dari hubungan tersebut.
Komponen-komponen atau dimensi-dimensi yang berbeda akan menjadi lebih
penting dalam memicu keseluruhan kepuasan bagi segmen pasar yang berbeda-
beda, hanya dengan menganalisa seberapa baik perusahaan tersebut dapat
mengidentifikasi hubungan yang tidak berfungsi dengan baik, hubungan mana
yang rapuh dan di mana terdapat bahaya perpindahan pelanggan.
Perusahaan-perusahaan seharusnya secara periodik meneliti hubungan
pelanggan mereka sehingga mereka dapat mengetahui seberapa baik mereka
mengelola dan memelihara hubungan pelanggan sejati yang positif dari waktu ke
waktu. Dengan informasi tersebut, sebuah perusahaan dapat mulai melangkah
pada pertanyaan-pertanyaan penting berikut ini:
1. Seberapa pentingkah bagi perusahaan untuk menyelamatkan atau
memperkuat hubungan dengan segemen tertentu dari kelompok
pelanggan?
2. Hasil apa yang diperoleh perusahaan jika berhasil memperkuat suatu
hubugan?
3. Berapa biaya yang harus dikeluarkan perusahaan untuk sampai pada
tingkat hubungan yang kuat dan menghasilkan deviden?
4. Aktivitas-aktivitas, program-program, prosedur-prosedur dan peralatan apa
yang mungkin paling berguna untuk memperkuat suatu hubungan?
Sekali perusahaan berhasil mengidentifikasi hubungan pelanggan mana
yang perlu didukung, informasi pelanggan tertentu seharusnya tersedia untuk
menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas. Perusahaan yang memiliki database
pelanggan yang baik tentang perilaku pembelian dan kemampuan
mendatangkan keuntungan, biasanya dapat membuat keputusan tentang hasil
apa yang mungkin diperoleh, paling tidak dalam hal peningkatan penjualan, jika
mereka berhasil membawa suatu indeks ekuitas suatu hubungan bagi suatu
segmen pelanggan tertentu.
Sri Widyastuti
!!
73
Informasi yang dibutuhkan perusahaan terkait dengan keadaan hubungan
yang dirasakan pelanggan. Manajemen perusahaan dengan sistem informasi
yang baik akan memiliki akses untuk mendapat data secara otomatis, terkait
dengan berbagai indikator yang akan memberikan petunjuk mengenai keadaan
suatu hubungan saat ini. Petunjuk-petunjuk itu dapat ditemui dalam variabel-
varibel seperti pembelian pelanggan, kunjungan pelanggan, kemampuan
mendatangkan keuntungan, dan keluhan pelanggan. Tidak peduli apakah
informasi tersebut dapat berasal dari pemantauan secara teratur terhadap
kesehatan suatu hubungan melalui pengukuran ekuitas hubungan, pengamatan
terhadap indikator-indikator dalam database pelanggan, atau keduanya,
manajemen harus mengambil keputusan tentang perbaikan atau penguatan
suatu hubungan pelanggan. Dapatkah kita mengubah segala sesuatunya dan
mulai memperbaiki hubungan dengan pelanggan atau segemen pelanggan
tertentu? Hubungan mana yang harus diselamatkan, yang harus segera
mendapatkan perhatian? Hubungan mana yang harus dibiarkan melemah atau
bahkan berakhir? Ringkasnya, di bagian mana perusahaan harus
menginvestasikan usaha untuk menciptakan dan memelihara suatu hubungan?
Ketika sebuah hubungan mulai melemah atau terancam berakhir, ada
tanda-tanda yang dapat diamati bahwa pelanggan akan meninggalkan
perusahaan atau paling tidak mulai mencari-cari perusahaan lain untuk berbisnis.
Jika telah mengukur kekuatan atau kesehatan suatu hubungan pelanggan,
menggunakan jenis-jenis ukuran yang telah kita bahas, dimensi-dimensi
hubungan komponen-komponen nilai yang dihantarkan, kedekatan hubungan,
kesediaan memberikan rekomendasi, kesediaan untuk tetap menjadi pelanggan,
dan lain sebagainya. Perusahaan akan mempunyai dasar untuk membandingkan
keadaan suatu hubungan saat ini. Hasil pengukuran di masa lalu yang
seharusnya, jika memungkinkan, disimpan dalam file data pelanggan, atau paling
tidak dikumpulkan dan dilaporkan pada setiap segmen pelanggan. Melalui
analisa semacam itu perusahaan dapat mengidentifikasi bagian hubungan yang
terlemah dan di mana ekuitas hubungan secara keseluruhan mungkin meleset di
masa lalu.
Salah satu tanda yang paling jelas dari melemahnya suatu hubungan
adalah makin sedikitnya uang yang dibelanjakan pelanggan; akan tetapi, hal ini
dapat dihubungkan dengan banyak faktor selain ketidakpuasan dengan proposisi
Sri Widyastuti !
!
!!
74
nilai perusahaan atau meningkatnya aktivitas persaingan. Seperti gaya hidup dan
lingkaran hidup berubah, demikian juga kebutuhan dan pilihan pelanggan. Orang
tua yang membelanjakan beberapa ratus dolar untuk membeli sepatu bagi
anaknya akan mulai mengurangi pengeluarannya ketika anaknya menjadi
mandiri. Pemasukan dapat bertambah atau berkurang seiring berjalannya waktu.
Perubahan tingkat pendapatan dan jabatan dapat berdampak sangat besar pada
pengeluaran. Sebuah keluarga yang baru saja kehilangan pekerjaan, cenderung
untuk mengurangi pengeluaran pada hal-hal yang tidak penting, seperti makan di
luar, bepergian, dan pakaian yang mahal. Sebagai akibatnya, sisi perilaku
hubungan antara perusahaan yang menjual barang-barang tersebut dengan
pelanggannya seringkali menjadi tegang, namun tidak banyak yang dapat
dilakukan perusahan atau penyedia jasa tersebut. Dalam situasi semacam ini,
sisi emosional dari hubungan tersebut mungkin masih sekuat biasanya,
meskipun tingkat pengeluaran menurun.
Dalam situasi yang lainnya, turunnya tingkat pengeluaran pelanggan tetap
mungkin merupakan lampu merah bagi perusahaan yang berkomitmen untuk
mempertahankan hubungan pelanggan yang solid. Jadi, sistem informasi yang
efektif akan menginformasikan secara teratur data mengenai, sebagai contoh,
pelanggan tetap yang dianggap berharga tetapi pengeluarannya menurun,
katakanlah, 20% dari periode yang sama tahun lalu. Seringkali turunnya tingkat
pengeluaran merefleksikan melemahnya hubungan pelanggan dan
mengindikasikan bahwa pelanggan memencarkan bisnisnya pada sejumlah
besar pemasok. Jadi proporsi yang dibelanjakan pelanggan pada perusahaan
menurun. Hal ini mengindikasikan tingkat loyalitas dan ekuitas hubungan yang
lebih rendah, dan mungkin menandai makin memburuknya hubungan tersebut di
masa depan.
Banyak tanda disintegrasi sering muncul jika hubungan pelanggan dalam
bahaya karena ketidakpuasan pelanggan. Tingkat penjualan yang menurun dan
meningkatnya keluhan serta kontak yang makin jarang dari pelanggan,
seharusnya memperingatkan perusahaan bahwa perilaku pelanggan bisa jadi
diakibatkan lebih dari sekadar perubahan gaya hidup dan lingkaran hidup yang
biasa. Di perusahaan yang lebih kecil, para karyawan seringkali dapat
memperhatikan perubahan dalam pola shopperan atau pengeluaran pelanggan.
Sri Widyastuti
!!
75
Seorang karyawan akan berkata pada karyawan lain, “Kita tidak melihat Tuan A
berbelanja di sini belakangan ini.” Perusahaan yang lebih besar harus
mengandalkan database untuk mengindikasikan ketika tingkat pembelian
pelanggan menurun atau pelanggan yang dulunya berbelanja secara teratur
sekarang jarang berbelanja di situ. Pelanggan yang tidak muncul selama
beberapa bulan, padahal biasanya dia berbelanja seminggu sekali, adalah
merupakan tanda yang jelas bahwa telah terjadi sesuatu yang membutuhkan
perhatian manajemen. Tantangannya adalah untuk memulai kontak atau
komunikasi yang akan banyak mengungkapkan perasaan pelanggan terhadap
perusahaan dan hubungan mereka. Jika kontak tidak dibuat, hubungan itu
mungkin makin memburuk, sementara pelanggan tersebut berada dalam proses
untuk menjalin hubungan dengan perusahaan lain.
Tanda-tanda lainnya yang sangat jelas menunjukan suatu hubungan
pelanggan berada dalam bahaya adalah meningkatnya keluhan yang diterima
perusahaan. Keluhan adalah tanda bagi perusahaan bahwa pelanggan tersebut
memerlukan sesuatu yang lain dari apa yang diterimanya. Jika keluhan ini juga
disertai dengan pembelian yang menurun dan kontak yang makin jarang, dapat
diasumsikan bahwa hubungan tersebut sedang melemah. Kebijakan
konvensional perusahaan yang progresif saat ini adalah keluhan pelanggan
dianggap sebagai kesempatan untuk memperbaiki keadaan. Jika pelanggan
tidak di dorong untuk menyampaikan keluhannya, manajemen seringkali tidak
menyadari bahwa hubungan tersebut berada dalam situasi yang sulit. Keluhan
yang cepat diselesaikan dan memuaskan pelanggan seringkali menghasilkan
tingkat loyalitas pelanggan yang lebih tinggi dan hubungan tersebut berpotensi
menjadi indikator kuat daripada sebelum masalah tesebut menimbulkan keluhan.
Indikator melemahnya hubungan pelanggan hampir mirip dengan indikator
hubungan antar pribadi. Keluhan dan jarangnya kontak adalah indikator bahwa
hubungan melemah. Dalam bisnis, hasil perspektif jangka pendek perusahaan
adalah bahwa pelanggan akan membeli lebih sedikit dari perusahaan tersebut.
Tetapi implikasi jangka panjang adalah jauh lebih penting. Dalam konteks
hubungan antarpribadi, seorang mitra yang kecewa atau tidak puas dengan
suatu hubungan, besar kemungkinannya akan mengkontribusikan lebih sedikit
waktu, enerji dan usaha untuk mempertahankan hubungan tersebu. Tantangan
yang dihadapi perusahaan ketika menemui melemahnya suatu hubungan adalah
Sri Widyastuti !
!
!!
76
untuk memperkuat kembali hubungan tersebut. Akan tetapi, sebelum itu, penting
untuk menentukan hubungan mana yang membutuhkan perhatian dan tindakan.
Ketika suatu hubungan mulai melemah, insting pertama yang muncul
adalah mencoba untuk mendapatkan kembali bisnis pelanggan tersebut dan
membangun hubungan. Hal ini sangat masuk akal jika hubungan tersebut cukup
berharga untuk diperjuangkan. Akan tetapi, ada pelanggan-pelanggan yang
mungkin tidak ingin dipertahankan oleh perusahaan. Perusahaan harus
menganalisa secara hati-hati nilai dari suatu hubungan, baik saat ini maupun di
masa depan, dan memutuskan apakah mungkin lebih baik membiarkan
hubungan itu makin melemah atau bahkan berakhir. Hubungan yang ingin
diperbaiki kembali adalah hubungan yang dulunya kuat dan dekat, tetapi karena
beberapa alasan menjadi lemah. Mungkin hubungan ini adalah hubungan
dengan pelanggan yang berharga bukan hanya karena apa yang mereka beli,
namun juga rekomendasi yang mereka berikan pada orang lain, atau pelanggan
yang meningkatkan moral karyawan karena interaksi dan umpan balik yang
positif, atau yang meningkatkan citra perusahaan karena aktivitas dan peranan
mereka dalam komunitas.
Suatu hubungan makin tidak cukup berharga untuk diselamatkan karena
beberapa alasan. Salah satu alasan yang paling jelas adalah karena hubungan
tersebut tidak menguntungkan secara ekonomis. Jika pelanggan membutuhkan
biaya yang lebih besar untuk dilayani daripada keuntungan yang mereka berikan
pada perusahaan, mungkin lebih baik untuk membiarkan hubungan tersebut
berakhir, kecuali jika pelanggan tersebut dapat didorong untuk lebih banyak
berbelanja. Hal ini mengandaikan bahwa kita tidak mempertimbangkan alasan
yang lebih halus untuk membuat pelanggan tersebut cukup berharga untuk
dipertahankan. Akan tetapi, sebuah perusahaan seharusnya mempertimbangkan
banyak faktor sebelum membuat keputusan berdasarkan nilai hubungan
tersebut. Pertama, pola shopper dan pengeluaran pelanggan sekarang ini
mungkin merupakan indikasi bagi perilakunya di masa depan, tetapi bisa juga
tidak demikian. Misalnya seorang mahasiswa berusia 20 tahun yang membayar
sekolahnya dengan hasil kerjanya selama musim panas dan pinjaman
mahasiswa serta menggunakan layanan paling dasar pada suatu bank.
Pelanggan ini merupakan pelanggan yang berpotensi menghasilkan keuntungan
Sri Widyastuti
!!
77
di masa depan saat dia lulus, mendapatkan pekerjaan, membeli rumah, mulai
melakukan investasi, dan membutuhkan lebih banyak produk dan jasa. Akan
tetapi, banyak institusu finansiall melakukan investasi yang sangat kecil dalam
melayani dan membangun hubungan dengan pelanggan tersebut karena dalam
jangka pendek ia tidak memberikan kontribusi yang besar pada institusi tersebut.
Kedua adalah apa yang saya sebut “nilai historis pelanggan”. Inilah yang sering
saya temui di perusahaan kecil yang tidak mampu menggunakan database yang
canggih dan mahal yang akan memampukan mereka untuk mengkalkulasikan
nilai dari seorang pelanggan. Mereka mungkin berusaha keras untuk
mempertahankan pelanggan yang telah berbisnis dengan mereka selama
bertahun-tahun, karena pelanggan tersebut telah memberikan kontribusi pada
pertumbuhan dan sukses bagi perusahaan dan perusahaan merasa wajib untuk
mempertahankan hubungan itu.
Memutuskan hubungan mana yang pantas diselamatkan mengasumsikan
bahwa perusahaan akan memperhatikan hubungan tersebut dengan sangat
cermat, terutama pada perkiraan alasan apakah hubungan tersebut berharga
untuk diselamatkan. “berharga” disini biasanya didefinisikan sebagai harga
moneter –apakah pelanggan ini menghasilkan cukup banyak uang bagi kita?
Manajemen membutuhkan informasi yang tepat untuk membuat penaksiran
semacam itu. Kebanyakan bisnis memiliki banyak informasi tentang pelanggan-
pelangganya. Aplikasi kredit, catatan pembelian, catatan pembayaran, keluhan,
dan permintaan-permintaan pelanggan adalah sumber informasi yang berharga
yang dapat digunakan untuk melayani pelanggan dengan lebih efektif dan
membantu untuk mengidentifikasi melalui prilaku pembelian yang berubah, dan
kapan suatu hubungan berada dalam bahaya. Kunci untuk memastikan jenis
informasi semacam ini adalah kemuthakiran informasi dan kemudahan akses.
Dengan menggunakan teknologi yang makin meningkat untuk manajemen
database, lebih mudah bagi bisnis untuk mengembangkan dan mempertahankan
informasi pelanggan yang mendetil. Tanpa informasi ini, adalah sulit untuk
menentukan apa dan mengapa pola pembelian berubah, atau hubungan mana
yang harus kita coba selamatkan.
Sri Widyastuti !
!
!!
78
3.2 Hubungan Pelanggan Mulai Rapuh
Manajemen harus mewaspadai saat hubungan pelanggan sangat rapuh,
ketika ada ancaman nyata bahwa pelanggan akan berpindah ke pesaing. Faktor-
faktor yang menandai, terlihat dari banyak kasus adalah terjadinya suatu
perubahan, yaitu ketika bahayanya sangat nyata bahwa suatu hubungan akan
berakhir. Konsekuensinya, penting bagi manajemen untuk mengelola transisi dari
satu tingkatan hubungan ke tingkatan yang lain. Hubungan yang terjalin dengan
suatu perusahaan berada dalam bahaya ketika karyawan yang telah melayani
kelompok pelanggan tertentu tidak berada lagi disitu untuk melayani mereka. Ada
suatu bahaya yang melekat dalam keputusan perusahaan untuk memindahkan
karyawan tersebut ke departemen, kantor, atau cabang lain. Pelanggan yang
biasa dilayani karyawan tersebut mungkin mulai melihat-lihat pilihan lain,
termasuk berpindah ke perusahaan lain. Situasi yang sama terjadi ketika
karyawan memutuskan berhenti untuk kemudian pindah ke pesaing,
memutuskan untuk pensiun atau berhenti sementara.
Perusahaan menjadi rapuh pada saat-saat semacam itu, khususnya ketika
hubungan pelanggan dengan karyawan lebih kuat daripada hubungannya
dengan perusahaan. Kasus ini mungkin terjadi ketika karyawan berperan penting
dalam penghantaran jasa. Sebagai contoh, ketika terjadi kontak yang sering
antara karyawan dengan pelanggan dan karyawan tersebut terus berperan
dalam penghantaran jasa, pelanggan mungkin akan ikut berpindah ketika
karyawan tersebut berpindah. Misalnya, kecil kemungkinan seorang kasir sebuah
supermarket untuk membawa pelanggan berpindah ketika dia berpindah ke
supermarket pesaing beberapa blok jauhnya dari perusahaan asalnya. Tetapi
seorang petugas reparasi kendaraan yang ahli atau penata rambut yang populer,
akan sangat mungkin membawa serta pelanggan ketika dia mendirikan bisnisnya
sendiri atau pindah ke pesaing. Hubungan pelanggan juga terancam berakhir
ketika jasa yang diberika oleh karyawan yang pindah bersifat pribadi, seperti
fisioterapis atau penata rambut. Karyawan tersebut biasanya membawa
beberapa pelanggan bersamanya. Perusahaan juga menghadapi situasi yang
berisiko jika produk atau jasa yang dijual adalah sebbuah komoditas dalam
pikiran pelanggan. Pelanggan mungkin merasa bahwa tidak menjadi masalah
Sri Widyastuti
!!
79
dari perusahaan mana dia membeli produk tersebut dan cenderung untuk
berpindah ke perusahaan baru karyawan tersebut.
Suatu persentase yang sangat besar dari keluarga berpindah ke rumah
baru setiap tahun, kebanyakan ke kota dan desa yang bermil-mil jauhnya. Ketika
pelanggan pindah, kehidupannya berubah, banyak hubungan lama berakhir
namun hubungan baru dimulai. Di satu sisi adalah mustahil untuk tetap
berhubungan dengan beberapa penyedia jasa, karena kebanyakan penyedia
jasa tersebut membutuhkan kehadiran fisik pelanggan atau memerlukan
kepemilikan yang besar. Tetapi di sisi lain, adalah mungkin bagi penyedia jasa
lain untuk mentransfer hubungan tersebut dengan pelanggan di lokasi yang baru.
Pelanggan harus mengakhiri hubungan dengan dokter, dokter gigi, mekanik, jasa
pemotong rumput, dan pembersih rumah ketika mereka pindah ke kota lain. Akan
tetapi, banyak organisasi regional atau nasional yang beroperasi di banyak
tempat, berhasil memindahkan bisnis pelanggan dan hubungan tersebut ke
lokasi yang baru. Hal ini terjadi dalam kasus hubungan dengan bank dan
penyedia jasa lain, yang walaupun tidak memiliki cabang di lokasi yang baru,
dapat menangani bisnis pelanggan secara elektronik melalui telepon dan
internet.
Beberapa tahun yang lalu, ketika seorang pelanggan berpindah ke kota
atau desa yang lain, bisnisnya juga turut menghilang. Sekarang ini, banyak bisnis
dapat dipertahankan dan hubungan dilindungi jika perusahaan mampu
mentransfer hubungan itu ke kantor cabang yang lebih dekat dengan lokasi yang
baru, atau jika hubungan jarak jauh dapat dikelola melalui teknologi. Ini adalah
contoh yang baik ketika teknologi dapat digunakan secara efektif untuk
melanjutkan suatu hubungan. Sebagai contoh, dalam dunia perbankan, konsep
memindahkan rekening pelanggan ke kantor cabang tertentu adalah kuno,
terutama pada saat pelanggan tidak pernah mengunjungi cabang tersebut dan
tidak mengenal karyawan-karyawannya. Di masa depan, rekening tidak akan lagi
“berdomisili” pada satu cabang saja. Namun, rekening itu adalah rekening
dengan bank, bukan dengan cabangnya. Mengikuti pelanggan kemanapun
mereka pindah adalah hal mudah, tetapi tantangan bagi bank tersebut adalah
untuk memastikan bahwa hubungan pelanggan tersebut adalah hubungan
dengan bank dan bukan hubungan dengan staf atau kantor cabang tertentu.
Sri Widyastuti !
!
!!
80
Hubungan sebuah perusahaan dengan pelanggannya juga berada dalam
bahaya ketika perusahaan tersebut memutuskan untuk menutup toko,cabang
atau kantornya. Perusahaan harus memiliki strategi untuk memindahkan
hubungan pelanggan ke lokasi yang baru. Lagi-lagi, hal ini bukanlah menjadi
masalah ketika interaksi pelanggan dengan perusahaan adalah melalui teknologi
atau sistem dan proses jarak jauh. Sebagai contoh, kebanyakan pelanggan tidak
merasa bingung ketika sebuah perusahaan asuransi memindahkan kantor
cabang lokalnya. Mereka mungkin bahkan tidak menyadari bahwa telah terjadi
perpindahan. Hal sama terjadi juga dengan klien-klien dari sebuah call center.
Mereka juga tidak peduli di mana lokasi call center tersebut. Tetapi ketika sebuah
rangkaian ritel menutup salah satu tokonya dan membuka toko lain di lokasi
baru, atau ketika sebuah bank menutup cabangnya, pelanggan memiliki
kesempatan untuk berpindah ke perusahaan lain. Hubungan ini menjadi rapuh
sampai pelanggan dengan sukses dipindahkan ke lokasi yang baru. Sebagai
contoh, pikirkanlah situasi yang tercipta ketika sebuah rangkaian supermarket
menutup salah satu toko di lingkungan perumahaan, dan problem yang dihadapi
toko tersebut dalam memindahkan hubungan pelanggan ke lokasi toko yang baru
kurang dari satu mil jauhnya.
Rangkaian, yang akan kita sebut supermarket, adalah perusahaan
makanan dan pengembang real estate besar di Kanada. Bulan itu adalah bulan
November, dan Supermart telah membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk
melakukan lobi politik demi mendapatkan ijin pembangunan supermarket dan
pusat perbelanjaan baru di tanah kosong di ujung timur sebuah kota besar.
Supermart telah beroperasi di lingkungan perumahan kecil sejak tahun 1990-an.
Pada akhir tahun 1998, toko ini mendapatkan saingan dari sejumlah pesaing
besar dalam satu atau dua mil dari lokasi toko tersebut, sebuah daerah di mana
populasinya telah berkembang dengan sangat cepat pada tahun-tahun
belakangan ini, dan Supermart berpikir bahwa telah terlalu banyak supermarket
di daerah tersebut.
Pelanggan lama di toko kecil di Victoria Avenue merasa kecewa karena
mereka hanya menerima informasi berupa poster kecil yang ditempelkan di toko
tersebut, dan tidak menerima informasi lebih lanjut tentang penutupan
supermarket “mereka” dan pembukaan supermarket baru. Dengan begitu
Sri Widyastuti
!!
81
banyaknya pilihan supermarket, termasuk supermarket baru yang kira-kira dua
mil jauhnya, banyak pelanggan loyal Supermart memutuskan untuk berpindah ke
supermarket lain. Seorang pelanggan menyatakan bahwa dia merasa bahwa
seorang teman baik telah pindah ke rumah baru dan menyelenggarakan pesta
untuk merayakan kepindahan tersebut dan dia tidak diundang.
Hubungan pelanggan berada dalam situasi sulit ketika pelanggan merasa
bahwa mereka diperlakukan tidak adil. Hal ini terjadi lebih sering dari yang
diperkirakan perusahaan. Pelanggan memiliki kebutuhan fundamental akan
keadilan –untuk diperlakukan adil. Pelanggan siap untuk mengakhiri hubungan
saat mereka merasa bahwa orang lain diperlakukan dengan lebih baik,
khususnya ketika mereka tidak mengerti mengapa demikian. Pelanggan sebuah
perusahaan minyak yang diberi diskon yang cukup besar hanya karena
mengancam untuk memindahkan bisnisnya ke pesaing. Pelanggan lama yang
tidak mengeluh, menjadi kecewa ketika mereka mendapati bahwa pelanggan lain
diberi diskon sementara mereka tidak diberi diskon sama sekali. Saya
mengamati situasi yang sama dalam bisnis telepon interlokal di mana orang yang
suka berpindah ditawari insentif moneter yang mengesankan untuk kembali ke
perusahaan telepon tersebut. Pelanggan yang tidak pernah meninggalkan
perusahaan merasa dikhianati ketika pelanggan yang jelas-jelas tidak setia diberi
hadiah karena ketidaksetiaan mereka.
Hal ini merupakan dilema bagi bisnis, suatu hal yang sulit dipantau.
Pelanggan merasakan perlakuan yang berbeda, tetapi sama seperti reaksi
pelanggan, perasaan itu sulit dilihat dan dideteksi perusahaan jika pelanggan
tidak menyampaikan keluhan. Menurut pengalaman saya, perasaan negatif
disuarakan lebih keras oleh pelanggan yang lebih lama berhubungan dengan
perusahaan, atau bila pelanggan menganggap dirinya telah menjadi pelanggan
yang loyal. Pelanggan merasa lukanya lebih dalam jika telah terjadi hubungan
yang sejati. Reaksi yang sering terdengar dalam riset dengan pelanggan yang
kecewa adalah, “Bagaimana mereka dapat melakukan hal ini terhadap saya,
setelah saya memberikan semua bisnis selama bertahun-tahun?”. Banyak
perusahaan mengkonfirmasikan keluhan pelanggan sebagian besar dimulai
dengan, “Saya dan keluarga telah menjadi pelanggan perusahaan Anda selama
lebih dari 30 tahun, dan...”
Sri Widyastuti !
!
!!
82
Ini adalah situasi yang sulit. Dari waktu ke waktu, perusahaan menaksir
hubungan yang mereka miliki dengan pelanggan tertentu, atau lebih mungkin
dengan segmen pelanggan tertentu, dan memutuskan bahwa hubungan tersebut
tidak menguntungkan dan harus diubah atau diakhiri. Problem yang paling jelas
dalam situasi ini terkait dengan informasi yang tersedia yang menjadi dasar bagi
perusahaan untuk mengambil keputusan dan proses yang harus diikuti.
Biasanya,seseorang dari departemen keuangan perusahaan tersebut akan
memutuskan bahwa perusahaan tidak mendapat keuntungan dari pelanggan
atau sekelompok pelanggan. Suatu proposal diajukan untuk mengurangi sumber
daya yang difungsikan untuk melayani pelanggan tersebut atau sama sekali
mengakhiri hubungan dengan pelanggan tersebut. Bank-bank dan perusahaan
lain menghadapi situasi ini ketika mereka memutuskan untuk menutup cabang,
memberikan sedikit pelayanan pada pelanggan tertentu, atau membebankan
biaya pada layanan yang sebelumnya diberikan secara gratis.
Pertama, perusahaan harus yakin bahwa data yang menjadi dasar
pengambilan keputusan tidak hanya akurat tetapi juga komplit. Terkait dengan
diskusi kita sebelumnya tentang sulitnya mengkalkulasi nilai pelanggan jangka
panjang, perusahaan harus yakin bahwa mengakhiri suatu hubungan dengan
pelanggan yang tampak kurang berharga tidak membahayakan hubungan
dengan pihak lain, semisal dengan pelanggan yang lebih berharga yang
kebetulan mengenal pelanggan yang kurang berharga tersebut. Pikirkanlah
bahaya yang melekat pada keputusan yang hanya didasarkan pada data
finansial yang jelas-jelas tidak memberikan gambaran yang lengkap.
Kedua, bisnis harus memikirkan efek negatif yang sering timbul sebagai
akibat dari keputusan untuk mengakhiri atau mengubah secara drastis suatu
hubungan dengan pelanggan tertentu. Bank-bank seringkali menghadapi kritik
politik dan kritik dari publik ketika mereka menutup cabang di komunitas
pinggiran kota dan lingkungan perumahan di perkotaan. Pesan yang diterima
adalah bahwa pelanggan tidak lagi berharga bagi bank, yang dipandang sebagai
penyedia jasa publik. Situasinya menjadi tidak lebih baik ketika perusahaan
menerapkan sebuah program untuk mengubah cara mereka melayani
pelanggan. Ketika penghantaran jasa tidak lagi diberikan gratis, atau ketika
Sri Widyastuti
!!
83
pelanggan harus melakukan sendiri sesuatu yang sebelumnya dilakukan oleh
karyawan perusahaan, reaksinya seringkali negatif.
Terkait dengan contoh diatas, ini adalah situasi saat sebuah perusahaan
memutuskan untuk tidak lagi melanjutkan hubungan dengan seorang pelanggan
atau klien, walaupun hubungan tersebut mungkin menguntungkan. Beberapa
perushaan walaupun mulai menghadapi fakta bahwa mereka tidak menginginkan
semua pelanggan dan beberapa pelanggan mungkin membebani perusahaan
dengan biaya intangible yang lebih besar daripada yang disadari manajemen.
Makin banyak manajemen perusahaan, terutama yang bergerak dalam
penyediaan jasa profesional, memutuskan untuk tidak mempertahankan
hubungan dengan pelanggan yang menimbulkan masalah dengan moral
karyawan. Perusahaan tidak lagi mengijinkan karyawan baik profesional maupun
pribadi dirusak oleh pelanggan yang terlalu banyak menuntut dan tidak
profesional. Pemilik sebuah perusahaan public relation di Jakarta mengambil
langkah yang tidak biasa baru-baru ini dengan memecat pelanggan karena
sejumlah kejadian, yang menunjukan bahwa klien tersebut hanya tertarik untuk
menyuruh-nyuruh stafnya seperti pembantu. “hubungan ini tidak berjalan baik
karena beberapa alasan.” Katanya pada klien tersebut. Tetapi yang terutama
adalah karena Anda adalah seorang yang tak tahu tatakrama.” Mengakhiri
hubungan yang tidak produktif ini sangat berpengaruh positif pada moral dan
produktivitas karyawan, dan mungkin memberikan lebih baik lebih banyak waktu
untuk bekerja bagi klien yang lebih memuaskan dan enak diajak kerja sama.
Dalam banyak situasi, seperti digambarkan secara garis besar di bawah ini,
menciptakan dan mempertahankan hubungan yang kuat dan dekat dengan
pelanggan memberikan tantangan yang sulit bagi perusahaan. Manajer harus
mengambil keputusan strategis yang dikembangkan dengan baik untuk mencoba
menciptakan lingkungan yang kondusif bagi terbentuknya hubungan pelanggan
sejati.
Kita akan mengarahkan perhatian pada berbagai isu mutakhir dalam
menciptakan dan memelihara hubungan dengan pelanggan di internet.
Tantangan ini adalah salah satu contoh tentang makin banyaknya problem yang
disebabkan oleh interaksi dnegan pelanggan melalui teknologi. Dapat
didefinisikan, hubungan berbasis teknologi melibatkan lebih sedikit kontak
dengan karyawan perusahaan, baik tatap muka maupun melalui telepon, dan
Sri Widyastuti !
!
!!
84
lebih banyak interaksi teknologi dalam bentuk sistem IVR, kartu debit, mesin
perbankan otomatis, kios interaktif, dan website perusahaan. Kebanyakan dari
pelayanan ini yang dulunya dikerjakan oleh karyawan sekarang harus dikerjakan
oleh pelanggan sendiri lewat interaksi dengan teknologi perusahaan.
Hubungan berbasis teknologi sulit untuk diciptakan dan dipelihara, ini
tampak jelas dalam interaksi dengan internet. Riset menunjukan bahwa
pelanggan cenderung untuk merasa menerima lebih sedikit dari nilai saat
pelayanan dihantarkan lewat teknologi, mungkin karena tidak adanya input dari
manusia –input yang biasanya dihubungkan dengan usaha yang dikeluarkan.
Hubungan manajemen Pelanggan terkait dengan teknologi, tetapi lebih baik tidak
terlalu mengandalkan teknologi atau CRM karena tidak secara otomatis dapat
menggantikan hubungan pelanggan dengan perusahaan. CRM merupakan suatu
strategi yang mengintegrasikan seluruh proses dan memudahkan perusahaan
mencari data, memilih serta mengakuisisi apa yang diinginkan dengan adanya
hubungan antara front office dengan back office. Tetapi, kita harus melihat lebih
dulu memperhatikan strutktur bisnis, perilaku pelanggan, karyawan, maupun
budaya kerjanya, karena teknologi tidak dapat memecahkan persoalan secara
otomatis. "!"#$%&'()$*&+,
Selama ini persepsi orang terhadap CRM berbeda-beda, dimana orang
teknologi berpendapat bahwa teknologi adalah nomor satu dalam penerapan
hubungan manajemen pelanggan. Sebaliknya, orang pemasaran atau konsultan
mengatakan bahwa manajemen strategi pemasaran adalah yang utama dalam
CRM. Lukas, (2006) mengatakan bahwa kunci sukses penerapan CRM adalah
orang (karyawan), proses, dan baru kemudian teknologi. Orang/karyawan adalah
kunci yang utama, hal ini memperhatikan kata-kata hubungan manajemen
pelanggan diperhatikan maka relationship is about people to people, hubungan
antara orang dengan orang, inilah yang menjadi kunci utamanya. Kunci kedua
adalah proses yang berorientasi pada kepuasan dan loyalitas pelanggan,
misalnya, bagaimana strategi sales, marketing, atau customer servicenya. Kunci
ketiga, teknologi yang dibutuhkan, misalnya analitis, operasional, komputer, SMS
(short message service), atau apa saja, yang penting adanya teknologi dapat
digunakan untuk fokus pada pelanggan dan mudah dalam penggunaanya.
Semua upaya perusahaan yang dilakukan dalam manajemen hubungan
Sri Widyastuti
!!
85
manajemen pelanggan tidak lain untuk membangun, meningkatkan dan
mempertahankan pelanggan yang setia.
Hasil penciptaan pelayanan yang mudah diakses melalui teknologi ini
adalah hubungan pelanggan mulai memudar karena pelanggan tidak lagi
memiliki kontak langsung dengan perusahaan atau karyawan-karyawannya.
Mereka tidak lagi bertemu dengang teller di kantor cabang atau berbicara dengan
petugas penerima pesan dari suatu perusahaan katalog. Bagi pelanggan baru,
tidak ada kesempatan untuk membangun hubungan yang sejati dan emosional
dengan perusahaan. Hubungan antara pelanggan dengan bank atau perusahaan
telepon sepenuhnya berdasar ada kenyamanan, dengan sedikit atau tanpa
muatan afektif. Pelanggan melihat keberadaan sistem baru ini memungkinkan
mereka memiliki kontrol atas penghantaran pelayanan, fasilitas akses, dan
membuat mereka lebih nyaman untuk memperoleh pelayanan rutin. Tetapi
banyak pelanggan yang merasa marah dengan fakta bahwa sistem semacam itu
menyebabkan erosi hubungan yang terjadi di masa lalu. Mereka merindukan
hubungan yang lebih dekat dan seseorang yang dapat dimintai bantuan ketika
mereka membutuhkannya. Hasilnya adalah makin meningkatnya sinisme dan
kecenderungan untuk berpindah penyedia jasa. Tantangan bagi perusahaan
yang meluncurkan sistem semacam itu adalah bagaimana mengembangkan
hubungan pelanggan yang lebih dekat melalui teknologi dan mempertahankan
karakteristik sejati dari hubungan pelanggan yang bersifat lebih pribadi, seperti
dijalankan dengan sangat baik oleh perusahaan kecil. Manajemen harus
memastikan bahwa pelanggan menikmati kenyamanan dan produktivitas
perusahaan yang disediakan oleh kemajuan teknologi.
3.3 Pelanggan Anonim Tanpa Kontak
Lovelock & Wirtz (2011) membuat perbedaan yang signifikan antara
“anggota” dan pelanggan “anonim”. Pelanggan yang menjadi “anggota”
meninggalkan jejak ketika mereka membeli sesuatu dari perusahaan atau jika
tidak melakukan interaksi, pelanggan anonim bagaikan kapal di kegelapan
malam. Kita tidak tahu siapa mereka –mereka tidak memiliki rekening kita dan
bukan anggota dari klub shopper kita. Sekarang ini, kebanyakan perusahaan
memiliki beberapa metode untuk melacak interaksi mereka dengan sebagian
besar pelanggan mereka. Secara historis, bank, perusahaan telepon,
Sri Widyastuti !
!
!!
86
perusahaan kartu kredit, dan pemasok listrik mampu “mengenal” semua
pelanggannya karena sifat dari bisnis-bisnis ini adalah pelanggan harus memiliki
rekening. Sementara kita dapat memperdebatkan seberapa baik mereka
mengenal pelangganya, tidak dapat diingkari bahwa paling tidak mereka
mengenal siapa pelanggan mereka.
Bandingkanlah situasi ini dengan banyak bisnis lain, di mana kebanyakan
pelanggannya membayar tunai atau berinteraksi dengan perusahaan secara
tidak langsung. Kasus ini muncul dalam sistem transit publik, bioskop, koran dan
banyak penyedia jasa layanan pribadi, seperti dry cleaner dan salon kecantikan.
Hal ini juga terjadi pada pabrik besar yang menjual produk mereka melalui toko
ritel dan jarang memiliki kesempatan untuk berinteraksi langsung dengan orang
yang membeli, menggunakan atau mengkonsumsi produk mereka. Dalam
situasi-situasi ini membangun hubungan pelanggan adalah sulit, namun tidak
mustahil. Ketika pelanggannya adalah pelanggan anonim, sebuah perusahaan
tidak mampu menjalankan aktivitasnya untuk memperkuat suatu hubungan. Klub
belanja, yang tidak hanya dimaksudkan untuk menawarkan insentif bagi
pelanggan agar terus menjadi pelanggan dan meningkatkan pembelian mereka,
tetapi juga untuk memberi perusahaan database informasi tentang pelanggan
dan prilaku serta karakteristik mereka. Perusahaan transportasi menjual pada
pelanggan mereka tiket musiman dan karena itu menciptakan daftar pelanggan;
klub olahraga dan perusahaan entertaiment juga melakukan hal yang sama.
Perusahaan barang konsumsi seperti Kraft, Kellog dan Nike mencoba untuk
mempersolid pelanggan atau tepatnya hubungan pelanggan dengan merek
mereka, dengan membuat kontak tersebut bersifat pribadi melalui website dan
berbagai klub.
Lama tidak bertemu tidak selalu membuat hati berdebar-debar. Perusahaan
yang mencoba untuk menjalin hubungan yang bermakna dengan pelanggan
dalam jarak jauh menghadapi tantangan yang besar. Ada beberapa elemen
fundamental yang hilang, terutama kontak dan komunikasi yang teratur. Makin
banyak perusahaan yang berbisnis di seluruh belahan dunia, menjalin kontak
dengan pelanggan yang tidak pernah mengunjungi kantor atau toko mereka dan
yang tidak pernah bertatap muka atau bahkan tidak pernah berbincang-bincang
dengan para karyawan. Tentu saja, perusahaan retail yang menggunakan
Sri Widyastuti
!!
87
katalog telah menjalankan bisnis seperti ini selama bertahun-tahun. Perusahaan-
perusahaan lain begitu berhasil dalam menghantarkan produk inti mereka
sehingga tidak ada alasan fungsional untuk melakukan kontak dengan pelanggan
mereka. Ini adalah karakteristik dari apa yang saya sebut pelayanan “yang
memang harus terjadi”, seperti yang disediakan oleh penyedia jasa publik, di
mana keluhan terbesar pelanggan mungkin adalah “Saya tidak pernah
mendengar dari mereka.”
Saya telah lama tergugah oleh tantangan membina hubungan yang
dihadapi oleh perusahaan dan organisasi, yang memberi pada pelanggan
mereka apa yang saya sebut pelayanan yang memang harus terjadi; pelayanan
yang diberikan pada pelanggan secara terus-menerus biasanya melalui
teknologi, tanpa inisiatif dan pelanggan untuk melakukan pembelian. Contohnya
meliputi jasa seperti, televisi kabel, listrik, layanan telepon, gas, air dan bahan
bakar pemanas rumah. Apakah pelayanan ini terus digunakan atau jarang
digunakan, pelayanan ini selalu tersedia bagi pelanggan. Bagi beberapa layanan
ini, seperti televisi kabel, pelanggan membayar jumlah uang sama setiap bulan
untuk layanan tersebut, tidak peduli seberapa banyak mereka menggunakannya.
Contoh yang lebih baru adalah layanan internet. Pelanggan dapat
menjelajah dunia online kapan saja mereka mau tanpa harus setiap kali meminta
dilayani. Ketika orang menjadi semakin tergantung pada teknologi untuk
menghantarkan layanan secara konstan dan dengan kualitas yang konsisten,
lebih banyak pelayanan yang dianggap memang harus terjadi. Banyak aspek dari
perbankan dan shopper pribadi menjadi hal yang memang seharusnya terjadi
pada saat lebih banyak orang menggunakan telepon dan internet untuk
menjalankan kewajiban seperti membayar rekening, transfer rekening, dan
aplikasi peminjaman.
Mengapa saya menyebut layanan ini sebagai “yang memang harus terjadi?”
sederhana saja, kebanyakan pelanggan jarang atau bahkan tidak pernah berpikir
tentang layanan tersebut. Kita tidak berjalan ke sebuah kamar sebelum
menyalakan lampu, dan berfikir apakah kita harus membeli listrik tersebut.
Banyak dari kita tidak pernah berfikir dua kali tentang asuransi, tidak pernah
berfikir bahwa asuransi rumah dan kendaraan selalu bekerja melindungi kita, dan
bahwa kita sesungguhnya membayar untuk perlindungan tersebut. Banyak
pelanggan berfikir tentang layanan semacam itu hanya ketika mereka harus
Sri Widyastuti !
!
!!
88
memperbaharui atau membayar layanan tersebut atau ketika mucul masalah,
seperti ketika listrik mati, penyedia jasa internet mengalami gangguan dan kita
tidak dapat mengakses internet, atau kita mengalami kecelakaan dan harus
mengklaim polis asuransi kita. Perusahaan-perusahaan dalam sektor layanan
yang memang harus terjadi tidak mendapatkan keuntungan dengan melakukan
kontak dengan pelanggan, dan oleh karena itu membuat jarak yang makin lebar
dengan pelanggan dan membuat pelanggan merasa bahwa mereka tidak
memiliki hubungan dengan penyedia jasa tersebut.
Sebagai tambahan pada fakta bahwa layanan yang memang harus terjadi
terus tersedia bagi pelanggan meskipun kita hanya memakainya kadang-kadang
saja dan tidak membutuhkan inisiatif dari pelanggan untuk membeli kembali,
pelayanan ini biasanya dihantarkan melalui hubungan berdasarkan kontrak dan
seringkali diasosiasikan dengan perusahaan penyedia jasa publik yang
beroperasi dalam lingkungan monopoli. Penghantaran layanan sering hanya
melibatkan sedikit kontak dengan manusia dan lebih cenderung melibatkan
teknologi. Tingkat kegagalan yang rendah menjadi ciri dari layanan yang
memang harus terjadi ini, dan ketika terjadi kegagalan, timbul kekecewaan yang
sangat besar karena pelanggan telah terbiasa dengan ketersediaan layanan ini
ketika mereka membutuhkannya.
Layanan yang memang harus terjadi juga ditandai dengan rendahnya
keterlibatan pelanggan, yaitu mereka hanya memiliki sedikit informasi dalam
mencari atau membandingkan alternatif ketika mencari pemasok. Salah satu
alasannya adalah tidak adanya pesaing. Demikian juga, pelanggan memandang
semua pemasok pada dasarnya sama dalam hal kualitas pelayanan dan cara
mereka dihantarkan. Sebagai akibatnya, layanan yang memang harus terjadi
dipandang sebagai komoditas dan sulit dibedakan di pasaran. Pelanggan
memutuskan membeli berdasar harga dan tidak begitu memperhatikan layanan
penunjang dan teknologi yang digunakan oleh perusahaan. Kebanyakan
pemasok dari layanan ini juga cenderung memandang diri mereka sebagai
komoditi, bersaing merebut pasar berdasarkan harga dan tidak berusaha untuk
membedakan diri mereka dari pesaing dalam hal layanan penunjang, performa
teknis, perasaan apa yang mereka tumbuhkan dalam diri pelanggan, dan
bagaimana mereka berinteraksi dengan pelanggan.
Sri Widyastuti
!!
89
Jasa inti dianggap penting. Sementara layanan yang memang harus terjadi
memiliki tiga karakteristik yang sama dengan layanan pada umumnya –tidak
kasat mata, dapat menjadi rusak, dan memiliki kepemilikan –layanan tersebut
berbeda karena mereka bersifat homogen karena mereka menyediakan jasa inti
yang sama pada semua pelanggan. Tidak seperti layanan lain, yang tidak dapat
dipisahkan dari orang yang menghantarkan jasa tersebut, layanan yang memang
harus terjadi dihantar secara anonim, tidak menonjol dan biasanya tanpa kontak
dengan manusia. Pertanyaan yang muncul apakah penyedia jasa layanan yang
memang harus terjadi perlu mengembangkan hubungan dengan pelanggan dan
jika memang demikian, bagaimana mereka dapat membangun hubungan
tersebut. Interaksi dengan pelanggan yang terjadi biasanya bersifat negatif
karena biasanya merupakan akibat dari kegagalan penyedia jasa untuk
menyediakan jasa, atau muncul masalah dengan rekening atau layanan
penunjang. Baik penyedia jasa maupun pelanggan dapat merasa dianggap
sebagai memang seharusnya demikian dan cenderung untuk memandang satu
sama lain secara negatif karena hubungan semacam itu. Pelanggan seringkali
merasa terjebak dalam situasi layanan yang memang harus terjadi karena
kurangnya alternatif, dan sebagai akibatnya cenderung untuk berpindah ke
pesaing begitu mereka muncul. Kesediaan untuk berpindah ini seharusnya
mendorong penyedia jasa layanan yang memang harus terjadi untuk meneliti
hubungan yang mereka miliki dengan pelanggan. Bahkan jika pesaing yan
muncul sangat sedikit dan nampaknya akan terus demikian, sebuah organisasi
seharusnya melihat pada jangka panjang –membangun hubungan dengan
pelanggan tidak terjadi dalam semalam.
Salah satu tantangan dalam situasi ini adalah bahwa pelanggan
sesungguhnya tidak memiliki alasan untuk menginginkan suatu hubungan
dengan pemasok. Tidak memiliki alasan untuk menginginkan suatu hubungan
dengan pemasok. Dari sudut pandang pelanggan, selama produk atau jasa
dihantarkan dengan hargga yang masuk akal dan layanan dapat dipercaya dan
konsisten, tidak dibutuhkan lagi sesuatu yang ekstra. Akan tetapi bagi organisasi
yang menyediakan layanan yang memang harus terjadi, ada banyak alasan
untuk mengembangkan hubungan pelanggan yang kuat. Bahkan jika perusahaan
tersebut beroperasi dalam situasi monopoli (atau mendekati monopoli), selalu
ada kemungkinan muncul pesaing. Karena teknologi baru yang muncul dalam
Sri Widyastuti !
!
!!
90
tahun-tahun belakangan ini secara potensial terus bertambah, tidak ada industri
atau organnisasi yang kebal terhadap persaingan. Deregulasi di pasar layanan
telepon interlokal merupakan ancaman bagi organisasi yang dulunya memegang
hak monopoli. Sebagai akibatnya, perusahaan telekomunikasi harus bersaing
secara eksklusif dan membuat diversifikasi usaha untuk melepaskan
ketergantungan pada bisnis telepon interlokal.
Kesimpulannya seringkali adalah perusahaan belum menunjukan dengan
baik nilai tambahan yang dapat diciptakan bagi pelanggan dengan “menjadi lebih
dekat dengan perusahan”. Tantangannya adalah menciptakan lebih banyak
“manfaat hubungan” karena pelanggan biasnya telah menyadari manfaat proses
dan manfaat fungsional dari apa yang ditawarkan perusahaan. Pada
kenyataannya, fakta bahwa pelanggan-pelanggan ini tidak tertarik untuk
mempererat suatu hubungan menunjukan bahwa mereka sadar dan puas
dengan manfaat yang tercipta pada level fungsional. Tantangan bagi perusahaan
adalah untuk menaikan standar dan untuk membuat manfaat hubungan yang
lebih lunak menjadi lebih relevan bagi pelanggan.
Pesan dari bab ini sangat jelas. Hubungan pelanggan harus dikelola.
Hubungan itu tidak akan terus-menerus berlangsung, menghasilkan aliran
pendapatan yang sangat penting untuk meningkatkan nilai bagi pemegang
saham, tanpa kerja keras dari pihak perusahaan yang terlibat. Agar suatu
hubungan tetap kuat dan stabil, hubungan tersebut harus terus dipantau.
Manajemen harus terus mengawasi keadaan hubungannya dengan pelanggan,
segmen pelanggan, dan setiap pelanggan yang penting. Tetapi hal ini juga
berarti bahwa perusahaan harus waspada terhadap situasi yang mengganggu
suatu hubungan Perusahaan harus waspada terhadap situasi yang mengganggu
suatu hubungan. Perusahaan yang serius dalam menciptakan dan
mempertahankan suatu hubungan pelanggan akan memiliki strategi-strategi
untuk mengelola transisi dari hubungan kapan pun terjadi perubahan.
Perusahaan yang mengelola hubungan pelanggannya dengan baik juga akan
menyadari bahwa mereka tidak dapat memiliki hubungan yang kuat dan positif
dengan semua pelanggannya, dan kenyataannya memang tidak seharusnya
demikian. Membangun hubungan adalah sulit, maka perusahaan harus mampu
mengatasi tantangan ini jika mereka ingin mendapatkan manfaat jangka panjang.
Sri Widyastuti
92
BAB IV HUBUNGAN PEMASARAN PADA PERUSAHAAN KECIL
etiap orang mempunyai cerita tentang pengalaman mereka berhubungan
dengan perusahaan kecil. Apakah itu toko disudut jalan, kedai makanan,
ataupun pompa bensin di lingkungan perumahan Anda. Kebanyakan dari kita
berhubungan dengan perusahaan kecil dalam berbagai produk dan jasa. Kita
semua mengalami pengalaman positif dengan perusahaan kecil, khususnya
dengan toko ritel kecil di kota kecil dan lingkungan perumahan, di mana pemilik
atau salah satu karyawannya memperlakukan kita dengan spesial atau
melakukan suatu kebaikan yang tak terduga bagi kita. Yang menarik adalah
kebanyakan pemilik dan manajer perusahaan-perusahaan kecil ini tampak
terkejut ketika saya mengangkat topik ini. Reaksi mereka adalah bahwa tidak ada
yang spesial dalam perlakuan mereka terhadap pelanggan; mereka hanya
melakukannya secara alami, mereka selalu melakukan hal yang demikian;
memperlakukan pelanggan sebagaimana mereka ingin diperlakukan.
Perusahaan-perusahaan kecil adalah ahli dalam bidang membangun hubungan
pelanggan secara alami –dan seringkali mereka bahkan tidak mengetahui hal itu.
Dalam bab ini dibahas secara khusus perusahaan kecil dalam pasar dan
keuntungan yang mereka miliki, bagaimana menjalin hubungan dengan
pelanggan-pelanggan mereka. Perusahaan kecil berada dalam posisi terbaik
untuk membangun hubungan sejati dengan pelanggan-pelanggannya. Ada
banyak alasannya, dapat dikatakan bahwa perusahaan kecil karena sifat
alaminya, berada dalam posisi yang lebih baik untuk mengenal pelanggan dan
memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi dari pelanggan mereka daripada
perusahaan besar yang berhubungan dengan pelanggan dengan cara yang
sangat berbeda dan semua bisnis kecil sukses dalam membangun hubungan
yang kuat dan dekat dengan pelanggan mereka. Pada kenyataannya, sering
mengalami perlakuan buruk dari perusahaan kecil dan sebagai akibatnya kita
tidak pernah kembali pada mereka misalnya saat memikirkan pelayanan yang
S
Sri Widyastuti
93
buruk di restoran, salon atau penyedia jasa servis yang sama sekali tidak
melakukan apapun untuk mengelola ketahanan pelanggan atau mendorong
perkembangan dari hubungan jangka panjang. Jadi perusahaan kecil tidak selalu
melakukannya dengan benar walaupun mereka berada dalam posisi yang lebih
baik untuk melakukan hubungan yang baik dengan pelanggannya.
Pertanyaan utama yang akan kita bahas dalam bab ini memiliki dua
bagian. Bagian pertama berhubungan dengan apa yang dimiliki perusahaan kecil
yang mungkin tidak dimiliki oleh perusahaan besar dalam hal kemampuan untuk
mengelola hubungan sejati dengan pelanggan. Bagian kedua berhubungan
dengan apa yang dapat dipelajari perusahaan besar dari perusahaan kecil dan
apakah perusahaan besar tersebut dapat menerapkan beberapa teknik yang
digunakan perusahaan kecil untuk mengelola hubungan dengan pelanggan
mereka. Ketika orang yang berpartisipasi diskusi terbatas kami berbicara
mengapa mereka kembali pada perusahan kecil, mereka mengatakan hal
seperti, “Mereka mengenal nama saya”. “Mereka mengetahui kebutuhan saya
bahkan sebelum saya menyebutkannya”, “Mereka bertindak seolah-olah mereka
benar-benar menginginkan bisnis saya”, “Mereka memperlakukan saya dengan
istimewa.” Dari perkataan orang untuk menggambarkan interaksi mereka dengan
perusahaan kecil, jelaslah bahwa ada perasaan dan emosi positif yang tumbuh
dalam interaksi mereka dengan perusahaan-perusahaan kecil tersebut.
4.1 Suatu Keistimewaan yang Diperoleh Pelanggan
Dalam menjalin suatu hubungan dengan pelanggan, perusahaan harus
mengetahui karakteristik tertentu yang dikumpulkan untuk membuktikan bahwa
suatu hubungan itu dapat bertahan sepanjang hayat sehingga dapat memberikan
sumbangan yang positif terhadap hubungan tersebut. Hollensen (2003) terdapat
dimensi kunci dalam membangun sebuah hubungan, yaitu (1) ikatan, merupakan
bagian dari suatu hubungan di mana kedua pihak menjalin kesepakatan
membentuk suatu kesatuan untuk mencapai tujuan; (2) kepercayaan, yaitu suatu
keyakinan di mana masing-masing pihak akan bersepakat untuk menepati janji
dan tidak akan sampai merugikan pihak lainnya; (3) empati, yaitu dimensi dan
hubungan bisnis yang memungkinkan kedua pihak melihat situasi dan kondisi
dari sudut pandang pihak lawannya yang dapat diartikan sebagai usaha
memahami hasrat dan keinginan seseorang mitra untuk selalu berhubungan; (4)
Sri Widyastuti
94
resiprokal, yaitu di mana kedua pihak saling memberikan sesuatu yang
menguntungkan bagi keduanya.
Sudah dibahas sebelumnya tentang konsep nilai dan cara pelanggan
menaksir nilai yang mereka terima. Karena harga hanyalah suatu komponen
dalam proposisi nilai, dan seringkali secara relatif bukan hal yang penting, kita
harus memikirkan nilai yang diterima pelanggan dari bisnis kecil karena harga
yang ditetapkan perusahaan kecil seringkali tidak dapat bersaing dengan harga
yang ditetapkan perusahaan besar. Banyak perusahaan kecil menetapkan harga
yang lebih tinggi dari pesaing mereka yang lebih besar. Pelanggan seringkali
siap mengabaikan harga yang lebih tinggi dan terus menerus kembali. Karena
yang nilai disampaikan dalam berbagai cara yang berbeda, tidak hanya berarti
mendapatkan produk atau jasa dengan harga termurah.
Perusahaan kecil melakukan tugas memenuhi kebutuhan pelanggan yang
lebih tinggi dengan lebih baik dan sebagai hasilnya mereka dapat
mempertahankan pelanggan, bahkan jika perusahaan yang lebih besar mampu
menyampaikan aspek yang lebih fungsional dari proposisi nilai dengan lebih baik.
Perusahaan kecil disi adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan
memenuhi kriteria kekayaan bersih dan hasil penjualan tahunan serta
kepemilikan sebagaimana diatur dalam undang-undang. Kegiatan ekonomi
rakyat yang berskala kecil adalah kegiatan ekonomi yang dimiliki dan dapat
menghidupi sebagian besar rakyat. Di sini termasuk usaha kecil informal dan
usaha kecil tradisional. usaha yang mempunyai jumlah tenaga kerja kurang dari
50 orang, atau berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995[1] kategori
usaha kecil adalah yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp.
200.000.000,00 (tidak termasuk tanah dan bangunan); penjualan paling banyak
Rp. 1.000.000.000,00; milik Warga Negara Indonesia, bukan afiliasi badan usaha
lain (berdiri sendiri), dan berbentuk usaha perorangan, badan usaha,
atau koperasi.
Perusahaan kecil dapat lebih baik memberikan produk dan layanan dengan
nilai terbaik kepada pelanggan dibandikan dengan perusahaan besar. Nilai ini
diukur dengan tingkat pelayanan, keahlian para karyawan, bagaimana pelanggan
diperlakukan dan perasaan yang tumbuh dalam diri pelanggan saat berbisnis
dengan perusahaan kecil. Perusahaan kecil dapat memberikan tingkat pelayanan
Sri Widyastuti
95
khusus, atau membuat produk mereka istimewa, untuk memenuhi keputusan dan
kebutuhan tiap pelanggan. Perusahaan-perusahaan kecil, dengan kemampuan
mereka untuk mendekati pelanggan, mampu memuaskan pelanggan dan
mendapatkan kesetiaan mereka. Sangat sedikit perusahaan kecil yang
mempunyai klub shopper atau program loyalitas. Kedekatan antara bisnis-bisnis
kecil dengan pelanggannya seringkali kedekatan yang tulus, serupa dengan
perasaan dekat yang dirasakan orang dalam hubungan pribadi yang kuat.
Karena dengan ketulusan hubungan tersebut, pelanggan bersedia kembali
berbisnis dengan perusahaan tersebut tanpa program loyalitas atau skema
pemberian hadiah. Hadiah intrinsik berasal dari perlakuan baik yang mereka
terima dan rasa nyaman dalam berinteraksi adalah lebih penting bagi pelanggan,
daripada poin-poin dan tabungan yang merupakan hal biasa dalam persaingan di
sektor lain.
Nilai sebagai perolehan pelanggan dibandingkan pemberiannya,
perusahaan-perusahaan kecil menghantarkan nilai yang dipandang menarik oleh
banyak pelanggan. Akan tetapi ketika melihat pada model pemicu kepuasan
pelanggan dan memandang kebutuhan pelanggan melampaui produk atau jasa
inti, kita dapat memahami dengan lebih baik mengapa perusahaan kecil dapat
menghantarkan nilai lebih baik daripada beberapa perusahaan besar. Nilai
diciptakan oleh suasana dan perhatian yang diberikan pelanggan. Ketika
karyawan mengingat kesukaan pelanggan, hal ini membuat pelanggan merasa
spesial, dipentingkan urusannya, dan merasa lebih dekat dengan setiap
karyawan. Contohnya adalah supermarket yang lebih besar dapat menyediakan
pilihan yang lebih banyak, lebih banyak jasa dan produk, dan bahkan harga yang
lebih murah dari perusahaan kecil. Akan tetapi, beberapa orang memilih untuk
berbelanja di toko yang lebih kecil di lingkungan perumahan mereka. Alasannya
seringkali sederhana seperti perasaan akrab yang muncul saat mereka melewati
pintu toko tersebut. Pelanggan lama merasa senang karena karyawan toko
tersebut mengenal nama mereka dan mengingat pilihan-pilihan mereka.
Keramahan seringkali membuat pelanggan merasa nyaman, dan mereka akan
mengabaikan diskon dan lebih banyak pilihan untuk mendapatkan pengalaman
belanja yang lebih menyenangkan.
Dengan siapa sebenarnya pelanggan berhubungan: dengan karyawan atau
dengan bisnis. Dalam kasus perusahaan kecil, hal ini seringkali tumpang tindih
Sri Widyastuti
96
karena pemilik atau manajer bekerja pada bisnis tersebut dan jumlah karyawan
yang lebih sedikit berarti bahwa pelanggan selalu dilayani oleh orang yang sama.
Demikian juga, di perusahaan kecil, karyawan dipilih, dilatih dan diawasi
langsung oleh pemilik. Sebagai tambahan, jika pelanggan memiliki problem atau
keluhan, maka dapat langsung berbicara dengan pemilik (jika tidak, karyawan
dapat melakukannya) daripada menunggu informasi melewati beberapa lapis
manajer. Struktur manajemen yang lebih sederhana dapat memungkinkan
pelanggan merasa lebih dekat pada karyawan dan pemilik bisnis tersebut.
Jika perusahaan-perusahaan kecil jauh lebih hangat dan menawarkan
hubungan bersifat pribadi, memberikan pelayanan yang sangat baik dan
membuat orang merasa nyaman, mengapa tidak setiap orang berbisnis dengan
perusahaan kecil setiap waktu? Karena perusahaan yang lebih besar mungkin
lebih baik dalam menciptakan nilai tertentu daripada perusahaan yang lebih kecil.
Pertama, seperti telah kita sebut sebelumnya, perusahaan besar menyediakan
lebih banyak pilihan. Bagi banyak orang hal ini penting karena mereka ingin
melengkapi belanjaan secepat mungkin tanpa harus meminta bantuan orang lain.
Kedua, banyak pelanggan menyukai kenyamanan berbisnis dengan perusahaan
besar karena perusahaan tersebut biasanya menyediakan lebih dari satu macam
layanan di bawah satu atap. Sebagai contoh, banyak orang mendapati
kenyamanan dan menghemat waktu karena dapat membeli kebutuhan mereka,
mencetak film, dry cleaning, dan menyewa film di satu lokasi.
Pelanggan yang lain menginginkan hubungan yang bersifat pribadi dan siap
membayar lebih mahal dengan berbelanja di toko kecil. Bagi beberapa
pelanggan hubungan jenis inilah yang mereka inginkan. Beberapa pelanggan
tidak menginginkan hubungan yang tidak terlalu dekat dengan toko ritel dan puas
berbelanja di toko besar dan mempertahankan hubungan tersebut sebagai
interaksi fungsional. Akan tetapi, pelanggan yang sama mungkin menginginkan
hubungan yang lebih baik dekat dengan penyedia jasa finansialnya. Hal ini
seringkali merupakan pilihan yang bersifat pribadi. Handito (2002) membagi
pelanggan dalam tiga kategori, yaitu cost and convinient customer, feature and
benefit prevent customer, dan extra ordinary value seeker customer. Artinya, kita
sering melihat adanya segolongan pelanggan yang cenderung mencari barang
(produk dan jasa) yang murah dan gampang, namun ada juga yang berpikir:
Sri Widyastuti
97
"Tidak apa-apa membayar agak mahal asalkan saya mampu", dan ada juga
pelanggan yang mencari sesuatu nilai tambah walaupun repot tidak apa-apa.
Beberapa pelanggan berbelanja berdasarkan harga yang lebih murah.
Mereka lebih memilih berbisnis dengan Wal-Mart daripada dengan toko dekat
dengan rumah, karena mereka berfokus pada membeli dengan harga termurah,
ini adalah nilai yang diciptakan Wal-Mart dengan sangat baik. Pelanggan ini
mungkin akan mencari cara lain untuk memenuhi kebutuhannya yang lebih tinggi
atau kebutuhan ini dibiarkan tidak terpenuhi. Akhirnya, kadang-kadang
masalahnya kembali pada biaya, sementara banyak dari pelanggan menyatakan
bahwa mereka akan membayar lebih mahal dengan berbelanja di toko kecil
karena perasaan positif yang mereka dapatkan dengan berbisnis di sana.
Beberapa pelanggan berharap untuk melakukan lebih banyak bisnis dengan toko
kecil, tetapi juga karena budget yang terbatas, tidak mampu melakukannya.
4.2 Nilai Pelanggan bagi Perusahaan Kecil
Proses yang dihadapi pelanggan harus menghasilkan suatu kenyamanan,
dan kesan yang tak terlupakan sehingga akan membentuk suatu proses alami
pelanggan. Dengan adanya hubungan ini, maka pelanggan akan memperoleh
manfaat, yang dibagi lagi menjadi tiga manfaat, yaitu : pelanggan senang
membeli pada orang yang dikenalnya, karena merasa resikonya berkurang atau
disebut dengan confidence benefit, social benefit, yaitu setelah memiliki
relationship, maka pelanggan akrab terhadap suatu tempat meskipun banyak
orang, dan special treatment benefit, pelanggan memperoleh special deals,
discount, pelayanan yang cepat bahkan diantar ke rumah, dan sebagainya,
karena telah menjadi pelanggan yang loyal.
Marilah melihat lebih dekat bagaimana perusahaan kecil menciptakan nilai
bagi pelanggan-pelanggannya. Berikut ini adalah tinjauan dari faktor-faktor yang
diidentifikasi dengan memisahkan bisnis-bisnis kecil dengan pesaing mereka
yang lebih besar. Jika hal ini merupakan keuntungan kompetitif strategis dari
bisnis-bisnis kecil, maka kita harus berfikir bisakah perusahaan-perusahaan
besar meminjam teknik-teknik yang digunakan perusahaan kecil. Dapatkan
perusahaan besar mengadaptasi kualitas perusahaan kecil dalam
mengembangkan hubungan yang lebih dekat dengan pelanggan mereka?.
Perusahaan kecil memiliki beberapa keuntungan yang memungkinkan mereka
Sri Widyastuti
98
memberi layanan dan nilai yang lebih baik daripada perusahaan yang lebih
besar. Perusahaan kecil lebih inovatif terutama karena mereka tidak dibatasi
dengan prosedur dan kebijaksanaan perusahaan yang kaku. Ketika muncul
suatu ide, perusahaan kecil dapat bertindak dengan lebih cepat karena lebih
sedikit orang yang terlibat dalam proses pengambilan keputusan. Mereka tidak
membutuhkan persetujuan dari kepala kantor atau bahkan dari manajer
departemen. Inovasi ini terkait dengan jiwa wiraswasta dan pengambilan resiko
yang pada awalnya menciptakan banyak bisnis kecil. Aktivitas kewirausahaan,
walaupun dianjurkan di beberapa bisnis besar, tidak terjadi karena struktur dan
batasan-batasan yang dianggap penting untuk dapat beroperasi yang dijalankan
dengan efisien.
Terkait dengan inovasi adalah kemampuan perusahaan kecil untuk
memberikan respon dengan cepat pada perubahan pasar dan perubahan
ekonomi, fleksibilitas dari sedikitnya jumlah staf, deskripsi kerja yang
didefinisikan secara luas, dan komunikasi terbuka yang terjadi di kebanyakan
bisnis kecil, memungkinkan mereka untuk memberikan respon terhadap
perubahan dengan lebih cepat daripada beberapa perusahaan besar yang
bergantung pada dewan direktur atau pemegang saham. Karena terdapat lebih
sedikit lapisan manajemen di perusahaan kecil pelanggan seringkali merasa
lebih dekat dengan bisnis tersebut dan dengan mereka yang mau bekerja di
sana, kedekatan ini didemostrasikan melalui percakapan antara pelanggan dan
pelaku bisnis bukan hanya topik percakapan tersebut tetapi juga nada dan
emosi. Hal ini juga didemonstrasikan oleh hal-hal kecil yang dilakukan pelaku
bisnis bagi para pelanggannya dan sebaliknya. Ketika sebuah bisnis melakukan
hal-hal kecil yang istimewa bagi pelanggan, pelanggan merasa ada yang
istimewa dalam hubungan tersebut. Usaha pemulihan dan hubungan dapat
berkembang ketika seorang karyawan diberi wewenang untuk membuat
keputusan atau dapat langsung menemui pimpinan untuk mendapatkan
persetujuan.
Ketika terjadi kedekatan dan hubungan yang sejati, banyak pelanggan akan
melakukan hal-hal kecil yang menunjukkan pada para staf bahwa mereka peduli.
Saat-saat istimewa seperti ulang tahun seringkali diingat karena bingkisan-
bingkisan kecil dan kartu-kartu. Hal ini penting karena memberi para staf umpan
Sri Widyastuti
99
balik yang positif yang menunjukan bahwa perhatian mereka pada hal-hal detil
dan kerja keras ekstra akan dihargai oleh pelanggan. Contohnya hubungan
antara pelanggan dan penata rambut mereka, dokter gigi, ahli kesehatan dan
penyedia jasa yang “intim” lainnya. Hubungan-hubungan ini dapat disejajarkan
dengan hubungan mereka dengan perusahaan-perusahaan kecil, yaitu bahwa
pelanggan merasa dekat dengan karyawan yang sering melayaninya dan akan
kembali karena ia merasakan adanya kedekatan, atau dalam istilah pelanggan;
“tingkat kenyamanan”. Hubungan ini spesial karena melewati batasan hubungan
klien karyawan ke arah hubungan yang lebih dekat dan intim. Kita hanya perlu
melihat hal ini dalam jenis percakapan antara banyak orang dengan penata
rambut mereka dan dokter mereka untuk memahami bahwa pelanggan merasa
dekat dengan pelaku-pelaku bisnis kecil ini.
Penata rambut seringkali mengatakan bahwa klien mereka berbicara pada
mereka tentang hal-hal yang tidak dapat mereka ceritakan pada orang lain.
Percakapan antara pelanggan dengan penyedia jasa semacam ini menunjukkan
bahwa terjadi sebuah koneksi, atau hubungan, yang membuat pelanggan
merasa spesial. Tidak semua bisnis kecil memungkinkan terjadinya interaksi
semacam ini. Tetapi, banyak karyawan perusahaan kecil yang mengenal nama
pelanggan mereka. Ketika mereka sedang tidak melayani klien tersebut mereka
menginformasikan pada karyawan yang lain tentang kesukaan klien tersebut.
Juga, dalam perusahaan kecil, karyawan lebih mempunyai kesempatan untuk
berbicara tentang diri pelanggan dan kebutuhan mereka, sehingga ia tahu
tentang pribadi dan hal-hal kecil yang penting bagi pelanggan tetapnya. Judith
Beinstein menunjukkan bahwa topik-topik yang bersifat pribadi dan masalah-
masalah keluarga, masalah sosial, masalah kesehatan dan liburan, muncul
dalam percakapan antara pelanggan dan penyedia jasa tertentu. Bernstein juga
menunjukan bahwa penyedia jasa seperti penata rambut merasa perlu memberi
kesempatan pada pelanggan untuk mendiskusikan pokok-pokok persoalan yang
tidak dapat mereka diskusikan dengan orang lain, dan bahwa ketika orang
merasa enak dengan percakapan tersebut, mereka cenderung untuk kembali.
Karyawan seringkali mengetahu kebutuhan dari keluarga bahkan teman-
teman pelanggan, ini tergantung pada sifat pelayanan, contohnya karyawan pada
toko kelontong dekat rumah akan mengamati keluarga baru yang datang ke
daerah mereka, membesarkan anak-anak mereka, menjadi tua dan memiliki
Sri Widyastuti
100
cucu. Hal ini khususnya terjadi di daerah pinggiran, di mana pemilik toko tinggal
dekat dengan pelanggan mereka dan dapat mengantisipasi kebutuhan
pelanggan mereka melalui perubahan dalam siklus kehidupan keluarga, struktur,
pekerjaan dan pendapatan. Karyawan-karyawan di perusahaan kecil mungkin
memiliki berbagai fungsi dalam pendekatan mereka pada pekerjaan dan karena
itu mampu bereaksi dengan cepat terhadap suatu situasi tanpa harus berurusan
dengan kebijakan perusahaan yang mungkin membutuhkan persetujuan seorang
manajer. Hal ini meningkatkan perasaan akan kemampuan merespon yang
sangat dihargai pelanggan. Hal ini juga membuat pemulihan dari pelayanan yang
buruk jauh lebih mudah karena karyawan mampu menunjukan bahwa mereka
mampu memuaskan pelanggan dan bahwa mereka berorientasi pada tindakan
dan secara tulus tertarik untuk memecahkan masalah yang dihadapi pelanggan.
Banyak bisnis kecil dipandang sebagai institusi yang berada dalam
komunitas lokal. Dukungan dan komitmen mereka terhadap komunitas lokal telah
menimbulkan kecintaan pelanggan pada mereka. Seiring waktu berjalan, mereka
telah menjadi bagian integral dari lingkungan masyarakat tempat mereka
beroperasi atau segmen pasar yang mereka layani. Jadi, mereka menempati
posisi penting dalam kehidupan masyarakat. Pengaruh dari pemilik atau manajer
binis-bisnis kecil, yang dalam banyak kasus beroperasi dalam lingkungan
kewirausahaan, tidak boleh dianggap remeh. Individu yang beroperasi dalam
situasi ini mampu menunjukan fleksibilitas dan mampu mengambil keputusan
dengan cepat. Karena manajer atau pemilik juga bekerja di toko tersebut, ia
dapat menunjukan kepemilikan sejati. Gaya manajemen yang siap membantu
tampak jelas dan masalah-masalah terselesaikan. Untuk itu hasilnya, pelanggan
mendapati bahwa lingkungan tersebut lebih responsif dan pelanggan menjadi
ramah karena mereka merasa didengarkan. Manajer-manajer ini tahu bagaimana
menangani suatu situasi tanpa harus melihat kebijakan perusahaan atau
meminta ijin dari kantor regional.
Bisnis kecil seringkali menampilkan kepribadian dari orang-orang yang
memiliki dan mengelola bisnis tersebut. Jadi, perusahaan kecil mengembangkan
kepribadian sejati mereka sendiri, kepribadian yang sulit dipisahkan dari orang
yang bekerja di situ. Berlawanan standar korporasi besar dengan banyak unit di
mana masing-masing komponen harus menyesuaikan dengan image
Sri Widyastuti
101
perusahaan, perusahaan kecil dipimpin oleh kepribadian, yang menjadikan
mereka tidak dapat dibedakan dari orang yang memiliki dan bekerja di sana.
Mereka adalah perusahaan itu sendiri dalam tingkatan yang jauh lebih besar
daripada karyawan sebuah bank atau perusahaan penerbangan. Seringkali
perusahaan kecil menerapkan kebijakan pintu terbuka, baik formal maupun
informal, ketika karyawan ataupun pelanggan merasa mampu berkomunikasi
secara langsung dengan manajer atau pemilik perusahaan ketika muncul
masalah atau untuk mendapatkan informasi. Perasaan semacam itu
mengirimkan pesan pada pelanggan bahwa “kami dapat diakses”. Bahkan
seorang pelanggan yang tidak pernah memiliki problem dengan perusahaan
tersebut mempunyai perasaan bahwa jika problem benar-benar muncul, problem
tersebut akan dipecahkan dengan baik. Dengan kata lain, pelanggan yakin
bahwa perusahaan siap, mau dan mampu untuk menolong ketika mereka
membutuhkan bantuan. Ini merefleksikan suatu komitmen pada pelanggan yang
tidak selalu didapati di perusahaan besar dengan prosedur tertentu yang harus
diikuti.
Pada umumnya, dalam perusahaan kecil proses pengambilan keputusan
internal bersifat fleksibel, karena kurangnya birokrasi dalam perusahaan tersebut.
Pengambilan keputusan ini mungkin terkait dengan produk atau penawaran jasa
atau proses dan kebijakan yang mereka sampaikan pada pelanggan mereka.
Sebagai contoh, sebuah perusahaan kecil lebih fleksible daripada kebanyakan
organisasi yang lebih besar dalam mengubah jam buka, misalnya, untuk
memenuhi permintaan pelanggan, atau dalam memesan barang khusus yang
tidak didapati pelanggan di toko tersebut. Sebagai contoh, jika pelanggan
memesan sebuah produk baru yang spesifik, perusahaan kecil seringkali mampu
untuk memutuskan dengan cepat untuk menawarkan produk baru tersebut,
sementara organisasi besar biasanya memerlukan persetujuan dari manajer
regional atau kepala kantor.
Pengambilan keputusan dalam perusahaan kecil juga memberi respon
yang lebih cepat dalam menangani masalah dan keluhan pelanggan. Sebagai
manfaat tambahan, perusahaan kecil mampu melacak dan memonitor trend lokal
dan memberikan respon yang cepat pada perubahan yang mungkin terjadi dalam
pola pembelian atau aktivitas kompetitif. Keputusan juga diambil oleh pemilik
perusahaan berdasarkan pemikiran yang paling menguntungkan perusahaan.
Sri Widyastuti
102
Dalam perusahaan yang lebih besar, manajer produk, sebagai contoh,
cenderung mengambil keputusan yang akan secara positif mempengaruhi
produk atau divisi spesifik mereka, tetapi mungkin tidak berpengaruh terhadap
perusahaan secara keseluruhan. “Efek silo” ini terjadi di banyak perusahaan
besar. Di perusahaan kecil umumnya terlalu sedikit orang yang terlibat sehingga
silo ini tidak berkembang. Karyawan di perusahaan kecil cenderung untuk serba
bisa dan mampu menangani masalah yang terkait dengan berbagai area di
perusahaan tersebut.
Perusahaan kecil biasanya lebih berfokus pada keuntungan jangka panjang
dibandingkan perusahaan besar. Perusahaan besar dan terutama bergerak
dalam perdagangan keperluan publik, terus-menerus menekankan pada
pertumbuhan penjualan produk yang positif yang dievaluasi setiap 3 bulan.
Perusahaan kecil, walaupun dibangun untuk menghasilkan keuntungan bagi
pemilik, tidak beroperasi di bawah tekanan semacam ini. Karena itu, mereka
mampu membuat keputusan yang mungkin tidak menghasilkan keuntungan
langsung namun yang akan mendatangkan keuntungan lebih besar di masa
depan. Berdasarkan pengalaman saya, pemilik bisnis kecil biasanya mempunyai
firasat yang tajam tentang apa yang akan paling menguntungkan perusahaan
dalam jangka panjang. Mereka memberikan respon berdasarkan intuisi, tanpa
memperhitungkan nilai moneteer dari pelanggan tersebut atas apakah mereka
mendapat keuntungan dari transaksi tersebut. Mungkin ini adalah fungsi yang
disebabkan tidak adanya sistem informasi canggih di perusahaan kecil, tetapi
kebanyakan tidak bergitu berfokus pada apakah transaksi tersebut
menguntungkan dan lebih berfokus untuk menyenangkan pelanggan, karena
mengetahui bahwa hal ini akan menghasilkan keuntungan langsung maupun tak
langsung yang lebih besar di masa depan.
Pemilik perusahaan kecil bersikap lebih fleksibel dan toleran terhadap risiko
dibandingkan manajer perusahaan besar. Sikap itu adalah, jika kita tidak
mencoba kita tidak akan pernah tahu apakah itu akan berhasil. Salah satu hasil
dari sikap dan kepemimpinan seperti ini adalah bahwa karyawan merasa diberi
wewenang untuk mengambil keputusan. Mereka mengambil keputusan tanpa
takut harus mengganti kerugian jika mereka mengambil keputusan yang salah,
asalkan keputusan diambil dengan tujuan untuk memuaskan pelanggan. Hal ini
Sri Widyastuti
103
sangatlah berbeda organisasi yang memiliki birokrasi di mana fokus para
karyawan adalah untuk mengamankan dan menguntungkan diri mereka sendiri.
Lebih mudah bagi staf perusahaan kecil untuk bertanggung jawab dalam
memelihara hubungan dengan pelanggan. Sebagai contoh, jika seorang
pelanggan tetap tidak mengunjungi salon selama beberapa bulan terakhir,
karyawan mungkin akan mulai bertanya-tanya apa sebabnya. Apakah karena
pengalaman buruk yang dia terima ketika terakhir kali dia menata rambutnya?
Apakah dia sakit? Apakah keluarganya sakit? Apakah dia sedang berlibur?
Karyawan akan mengetahui bahwa mereka tidak melihat pelanggan tersebut
untuk beberapa waktu dan akan mampu mengambil tindakan yang tepat, jika
diperlukan. Sebagai contoh, jika hubungan mereka adalah hubungan yang dekat,
karyawan tersebut mungkin akan menelpon untuk menawarkan bantuan.
Hasilnya adalah hubungan yang makin kuat karena pelanggan akan tahu bahwa
perusahaan tersebut sungguh peduli.
Stew Leonard, pemilik perusahaan keluarga dan menjalankan bisnis toko
kelontong di Norwalk, Connecticut, adalah contoh yang baik tentang bagaimana
bisnis kecil dapat terus berhubungan dengan para pelanggannya, Barnes (2003).
Setiap bulan, manajer toko tersebut mengadakan pertemuan informal yang
cukup lama dengan 12 orang dari seluruh pelanggannya. Ke 12 orang tersebut
dapat mengajukan berbagai pertanyaan tentang perbaikan apa yang dapat
dilakukan untuk meningkatkan tingkat pelayanan toko tersebut. Mereka
mendapatkan sedikit bayaran untuk berpartisipasi, dan manajemen mendapatkan
wawasan yang amat penting tentang bagaimana mereka dapat memperbaiki
pengalaman belanja para pelanggan. Sementara informasi yang diterima toko
tersebut jelas amat penting dalam memahami bagaimana meningkatkan
hubungan pelanggan, manfaat lain yang didapat adalah bahwa orang-orang yang
berpartisipasi dalam riset tersebut tidak diragukan lagi akan menceritakan
pengalaman mereka terlibat dalam riset tersebut pada teman-teman dan
keluarga mereka. Hal ini mengirimkan pesan pada pelanggan bahwa pendapat
mereka dihargai dan bahwa toko tersebut sungguh-sungguh ingin menjalin
hubungan dengan mereka.
Dalam perusahaan kecil, nilai diciptakan bagi pelanggan melalui hubungan
pribadi yang dekat dengan karyawan dan pihak manajemen, dan berkembanglah
ikatan emosional di antara mereka. Tampak jelas bahwa perusahaan besar
Sri Widyastuti
104
dapat menciptakan nilai bagi pelanggan dengan banyak cara dan bentuk yang
berbeda. Salah satu pertanyaan yang layak diajukan perusahaan besar adalah
pada tingkat mana mereka mampu meniru jenis nilai yang diciptakan oleh
perusahaan kecil. Akan tetapi, perlu diingat bahwa tidak semua perusahaan
besar mampu melakukan hal ini, ataupun meniru dengan persis jenis nilai yang
diciptakan oleh perusahaan kecil. Juga, segmen pelanggan tertentu tidak
menginginkan pelayanan yang bersifat pribadi yang diciptakan oleh perusahaan
kecil. Jadi sementara perusahaan besar harus meneliti dan belajar tentang cara
perusahaan kecil menciptakan nilai unik mereka sendiri bagi pelanggan, ada
batasan-batasan tentang berapa banyak strategi bisnis kecil yang dapat ditiru di
lingkungan perusahaan besar.
Secara keseluruhan, ada bukti yang kuat untuk menyatakan bahwa
keuntungan yang diperoleh perusahaan kecil seringkali berasal dari gaya
manajemen dari pemilik atau pengelola perusahaan tersebut. Gayanya secara
langsung berdampak pada budaya organisasi, yang kemudian secara langsung
mempengaruhi pengalaman pelanggan dalam berurusan dengan perusahaan
tersebut. Kepemimpinan yang ditujukan oleh pemilik/ manajer terefleksikan
dalam cara perusahaan beroperasi dan menghadapi pelanggannya. Jadi, kita
tidak dapat memisahkan antara perusahaan dan orang-orang yang bekerja di
sana. Inilah fakta yang secara persis memberikan kontribusi pada kemudahan
membangun hubungan pelanggan dalam konteks ini.
Pengelolaan bisnis kecil seringkali dipandang pelanggan dalam konteks
binsis maupun sosial. Sebagai contoh, pemilik perusahaan kecil mungkin
menghadiri kebaktian di gereja lokal atau melatih tim baseball. Interaksi dalam
lingkungan binsis antara pengelola perusahaan kecil dan pelangganya mungkin
berfokus pada topik sehari-hari seperti cuaca, mobil, keluarga, atau skor
pertandingan baseball tadi malam. Pelanggan jarang membahas soal pembelian.
Dengan kata lain, interaksi di antara mereka telah berkembang dari konteks
bisnis menjadi konteks sosial.
Dalam konteks pelanggan dengan sebuah perusahaan kecil, pelanggan
lebih mungkin memahami bahwa bisnis mereka mempengaruhi sukses
perusahaan secara keseluruhan. Jika mereka berpindah ke perusahaan lain,
perusahaan kecil tersebut akan menderita. Hal ini menimbulkan rasa bersalah
Sri Widyastuti
105
ketika, tidak peduli apapun alasannya, mereka memilih untuk memindahkan
bisnis mereka ke tempat lain. Hal inilah yang terjadi pada toko buku independen
kecil ketika bermunculan toko buku online. Sementara menikmati variasi dan
harga murah yang ditawarkan oleh toko-toko besar, banyak pembaca yang
merasa sangat bersalah dengan menurunnya omset penjualan dari toko buku
independen kecil yang dimiliki penduduk lokal.
4.3 Kekraban Hubungan pada Bisnis Kecil
Sementara kita sering berpikir bahwa hubungan kita dengan keluarga dan
teman adalah lebih dekat dibandingkan hubungan kita dengan para pelaku
bisnis, kita dapat menempatkan kedua jenis hubungan tersebut dalam suatu
rangkaian kesatuan mulai dari yang paling dekat dan intim sampai yang paling
jauh. Seorang individu mungkin merasa lebih dekat dengan salah satu
saudaranya dibandingkan dengan saudaranya yang lain, atau merasa lebih dekat
dengan orang tua dan kakek mereka daripada dengan saudara kandung.
Demikian juga, seorang pelanggan mungkin merasa lebih dekat dengan kedai
makanan yang sering ia kunjungi saat makan siang untuk membeli sandwich,
daripada dengan pompa bensin tempatnya membeli bensin sekali seminggu,
khususnya bila pompa bensin tersebut dilengkapi dengan mesin otomatis
sehingga pelanggan dapat melayani diri mereka sendiri.
Sementara pelanggan tampak loyal pada sebuah supermarket karena dia
membeli kebutuhannya di sana setiap minggu, pelanggan tersebut mungkin tidak
merasa cukup dekat dengan toko atau staf toko tersebut, sebaliknya ia merasa
lebih dekat dengan karyawan-karyawan di kedai makanan karena mereka
mengenal namanya. Apakah hal ini dikarenakan pelanggan itu lebih sering
mengunjungi kedai makanan dibandingkan supermarket? Memang, frekuensi
kontak juga berpengaruh, namun kedai makanan kecil tersebut mempunyai
kualitas yang membuat pelanggan dekat padanya, seperti perhatian pada
kualitas, hubungan yang bersifat pribadi, pelayanan yang ramah dan pengenalan
akan kebutuhan pribadi pelanggan.
Ketika pelanggan berbelanja di supermarket besar, lebih kecil kemungkinan
bahwa mereka akan menjalin suatu hubungan dengan para staf. Alasannya
adalah karena gaya pelayanan supermarket tersebut yang hampir seluruhnya
bersifar swalayan. Sangat mungkin terjadi tidak ada pembicaraan dengan para
Sri Widyastuti
106
karyawan saat berbelanja di supermarket, atau hanya berbicara sedikit dengan
kasir pada saat keluar. Biasanya pembicaraan terjadi ketika pelanggan
menanyakan suatu produk atau menunjukan kesalahan harga pada scanner. Hal
ini sangatlah berbeda dari interaksi yang terjadi antara pelanggan toko kelontong
kecil dengan karyawan toko. Di sana karyawan yang sama akan melayani
pelanggan dari waktu ke waktu dan akan mengenal pelanggan dengan cukup
baik sehingga mereka dapat terlibat dalam percakapan yang nyata. Sejalan
dengan waktu, pelanggan seringkali mengungkapkan lebih banyak hal tentang
kehidupan pribadi mereka pada karyawan perusahaan kecil karena mereka
merasa telah mengenalnya. Keterbukaan pelanggan untuk membicarakan
masalah pribadinya mengilustrasikan kedekatan hubungan tersebut seperti yang
terjadi antara penata rambut dan langganannya. Hubungan dekat diakui lebih
solid dan lebih mungkin bertahan lama. Hubungan itu lebih mungkin terbentuk
ketika pelanggan cukup sering melakukan kontak dengan penyedia jasa,
pelayanannya bersifat sangat pribadi, dan kedua belah pihak memiliki minat dan
tujuan yang sama.
Perusahaan kecil tampaknya mempunyai kemampuan alamiah untuk
menjadi dekat dengan pelanggan dan membangun hubungan dengan mereka.
Pada kenyataannya, membangun hubungan seringkali terjadi sebagai
perkembangan alamiah dari kepribadian pemilik atau karyawan perusahaan
tersebut. Karena pemilik dan karyawan perusahaan terus bertemu dengan
pelanggan yang sama dalam jangka waktu yang lama, mereka menjadi kenal
satu sama lain. Elemen terpenting dalam proses membangun dan memelihara
suatu hubungan, yakni komunikasi terjadi secara alamiah pada orang-orang yang
berbisnis. Telah lama disadari bahwa komunikasi sangat penting untuk
membangun hubungan yang kuat dan bermakna. Saat hubungan berkembang
seiring berjalannya waktu dan mereka menjadi lebih dekat satu sama lain,
mereka memahami makna tindakan atau perkataan seseorang. Saat pelanggan
dan karyawan memiliki lebih banyak kesempatan untuk berinteraksi, percakapan
mereka menjadi lebih bermakna dan berkembanglah pemahaman yang lebih
mendalam satu sama lain. Sebagai hasilnya, kedua belah pihak merasa lebih
dekat dan terbentuklah suatu hubungan, sehingga, karyawan dan pemilik
perusahaan tersebut seringkali mengetahui apa yang diinginkan pelanggan
Sri Widyastuti
107
bahkan sebelum mereka mengatakannya. Sebagai contoh, persewaan video
lingkungan perumahan menyisihkan sebuah film bagi pelanggannya, karena ia
merasa pelanggan tersebut ingin menyewanya. Sifat intuitif dari hubungan tidak
terjadi secara mendadak atau terjadi begitu saja, namun hal itu perlu
berkembang dari komunikasi yang penting untuk membangun kedekatan dalam
suatu hubungan.
Bukan hanya level komunikasi tersebut yang penting bagi hubungan antara
perusahaan kecil dengan pelanggan-pelanggan mereka, tetapi cara mereka
berkomunikasi seringkali berpengaruh, nada suara, emosi yang terlibat dalam
percakapan tersebut, minat yang tulus terhadap apa yang dikatakan pelanggan,
jarang bisa ditiru oleh staff perusahaan besar. Perusahaan kecil pada umumnya
memiliki hubungan yang lebih dekat dengan pelangganya. Tetapi ada beberapa
perusahaan kecil yang tidak mampu melakukannya. Mereka tampaknya tidak
pernah mampu menjadi dekat dengan pelanggan atau menyediakan jenis
pelayanan yang membuat pelanggan ingin kembali. Pada kenyataannya,
beberapa di antaranya justru membuat orang menjauh. Mengapa hal ini terjadi?
Ada beberapa alasan, yang paling jelas adalah mereka tidak menginginkan
hubungan yang dekat dengan pelanggan. Alasan mungkin adalah kepribadian.
Beberapa pemilik perusahaan kecil sangat tertutup dan tidak menikmati
hubungan yang mereka miliki dengan pelanggan. Pemilik perusahaan yang
memiliki kepribadian macam ini biasanya mempekerjakan karyawan yang
berkepribadian sama dengannya, dan secara keseluruhan pelanggan akan
merasakan hubungan yang dingin dan kaku.
Alasan lain, beberapa perusahaan kecil tidak menyadari pentingnya
melayani pelanggan dengan sangat baik. Karena berbagai alasan, beberapa
bisnis kecil tidak berfokus untuk mengenal pelangganya dan memuaskan
keinginan para pelanggan. Hal ini seringkali terjadi ketika bisnis kecil tersebut
menjalankan usaha secara monopoli, seperti dapat terjadi di daerah pedesaann
di mana pelanggan memiliki pilihan yang sangat terbatas, atau di daerah yang
lebih besar di mana hanya terdapat satu pemasok untuk jenis produk atau jasa
tertentu. Mencapai kepuasan pelanggan dan mengembangkan hubungan
dengan pelanggan tidaklah mudah. Perusahaan kecil mungkin memiliki
keuntungan dalam hal ini, namun hal itu bukanlah merupakan jaminan bahwa
mereka akan sukses. Saya sekarang ingin memperkenalkan pada Anda dua
Sri Widyastuti
108
perusahaan keluarga kecil yang sangat mirip dalam cara mereka menjalankan
bisnisnya, walaupun mereka dipisahkan oleh lautan Atlantik. Kedua perusahaan
ini tidak pernah mendapatkan pelatihan formal manajemen dalam hal pemasaran
atau pelayanan pelanggan. Keduanya telah menjalankan bisnis mereka selama
50 tahun atau lebih dan menikmati loyalitas dan pengabdian pelanggan mereka.
Beberapa pelanggan mereka adalah anak atau cucu dari orang-orang yang
biasanya berbelanja kebutuhan dan makanan khusus di toko tersebut. Keduanya
dijalankan oleh anak-anak dan cucu-cucu dari pendiri toko tersebut, dan
keduanya akan mengatakan pada Anda bahwa mereka tidak melakukan sesuatu
yang spesial. Mereka hanya menjalankan bisnis seperti yang biasa mereka
lakukan.
Toko makanan serba ada Caviston adalah perusahaan keluarga kecil yang
menjual khususnya bahan pangan, ikan, dan daging unggas yang berlokasi di
Glasthule, dekat Dublin, Irlandia, Barnes (2003). Saat mengenal Peter Caviston
dan keluarganya, tampak jelas bagi saya bahwa hubungan mereka dengan
pelangganya mirip dengan hubungan yang dijalin toko bahan pangan kecil dekat
rumah saya. Hal ini memperkuat pandangan saya bahwa interaksi antara
perusahaan kecil dengan pelanggannya mempunyai kesamaan, walaupun
mereka beroperasi di tempat yang berbeda. Toko Caviston adalah suatu contoh
yang bagus tentang bagaimana sebuah bisnis kecil dapat tumbuh dan
berkembang bahkan pada saat ekonomi berubah secara cepat, gaya hidup
pelanggan berubah, dan kompetisi meningkat. Caviston mulai sebagai penjual
ikan dan sekarang telah berkembang menjadi toko makanan serba ada yang
menjual keju, ikan, daging unggas, bahan-bahan makanan, makanan siap saji,
makanan panggang dan berbagai makanan lezat dari seluruh dunia. Walaupun
telah berkembang besar, toko tersebut tetap mempertahankan kualitas
pelayanan yang tinggi, staf yang ramah, dan perhatian pada kebutuhan
pelanggan. Pengetahuan pemilik tentang makanan lezat dan bagaimana
menyajikan memungkinkan mereka memenuhi kebutuhan pelanggan mereka
dengan baik. Sementara pelanggan dapat saja berbelanja di toko besar di kota
untuk membeli produk yang sama, mereka tetap saja kembali ke Caviston karena
pelayanan pelanggan adalah hal yang diutamakan di sana.
Sri Widyastuti
109
Para staf di Caviston terkenal karena keramahan, sifat responsif dan
pendekatan yang bersifat pribadi dalam melayani pelanggan. Penjualan ikan dan
produk-produk lain seringkali disertai dengan obrolan dan saran tentang
bagaimana menyajikan produk tersebut. Kecakapan para karyawan sangat
penting dalam menarik dan mempertahankan pelanggan. Mereka mengandalkan
Caviston untuk mendapatkan produk segar, berkualitas dan berbagai pilihan
produk. Perusahaan kecil ini tetap mempertahankan kualitas berbelanja yang
sering dihubungkan dengan masa lalu, di mana para staf dan pemiliknya ramah
dan mengenal pelanggan secara pribadi. Caviston dapat beradaptasi dengan
baik dengan lingkungan tempat mereka beroperasi. Pemilik dan staf yang dapat
mereka harapkan dari toko tersebut. Caviston melakukannya tanpa beriklan
sama sekali, walaupun Caviston terkenal di lingkungan tersebut karena mereka
mensponsori tim rugby dan festival tahunan James Joyce, dan mereka juga
terkenal karena demonstrasi memasak di dalam toko. Caviston mengandalkan
reputasi mereka sebagai nilai jual dan pelanggan mereka, untuk menyebarkan
berita positif dari mulut ke mulut. Sebagai pengakuan akan kualitas layanan
mereka, Caviston dinobatkan sebagai “toko makanan Irlandia tahun ini” pada
tahun 1994.
Untuk lebih memahami atribut yang digunakan Caviston untuk bertumbuh
dan mencapai sukses mereka, sebuah tim riset dari University College Dublin
mengadakan wawancara dengan pelanggan Caviston. Pelanggan memberikan
jawaban yang hampir sama. Pertama. Mereka mengatakan bahwa karyawan
Caviston suka menolong dan mudah didekati para karyawan mendengarkan
pelanggan dan membuat mereka merasa senang. Karena hak ini, pelanggan
mengatakan bahwa mereka mampu menjalin sebuah hubungan dengan para
karyawan. Pelanggan juga mengatakan bahwa Caviston memiliki reputasi yang
sangat baik dan dapat dipercaya, sebagai hasil dari kebijakan yang berorientasi
pada pelanggan. Akhirnya, pelanggan mengatakan bahwa Caviston membuat
belanja terasa menyenangkan dan tanpa masalah.
Dengan hanya dipisahkan oleh lautan Atlantik pada ujung sebelah timur
Kanada, di kota yang dikenal karena penduduknya kebanyakan orang keturunan
Irlandia, terletak Belbin’s Grocery of St.John’s, Barnes (2003) contoh terbaik lain
tentang perusahaan keluarga yang mampu bertahan menghadapi ujian waktu
dan persaingan. Mereka lebih dikenal karena kualitas pelayanan dan perhatian
Sri Widyastuti
110
mereka pada pelanggan. Pelanggan diperlakukan dengan hormat dan diberi
pelayanan terbaik tanpa memperdulikan berapa banyak uang yang mereka
belanjakan. Belbin telah melayani basis pelanggan tetap mereka selama lebih
dari 50 tahun. Beroperasi mulai dari toko ritel yang sangat kecil sampai
berkembang seperti sekarang ini, Belbin memiliki spesialis dalam menghantar
barang belanjaan ke rumah pelanggan, sementara banyak dari pengunjung
tetapnya datang ke toko untuk berbelanja, pelanggan yang lain lebih senang
memanfaatkan jasa penghantaran Belbin, suatu pelayanan yang terus
berkembang dalam jaman saat penghantaran ke rumah telah menjadi sesuatu
yang ketinggalan jaman. Biasanya para pelanggan ini menelpon Belbin untuk
memesan belanjaan, namun kini mereka mengirim pesanan lewat fax atau
website Belbin.
Dua aspek dari cara Belbin beroperasi memberi contoh pada saya tentang
apa sebenarnya arti hubungan pelanggan bagi pelanggan itu sendiri. Robert
Belbin, yang sekarang meneruskan usaha kakeknya menjalankan 113, bersama
saudara laki-laki dan sepupunya, menceritakan tentang salah satu pelanggannya
yang telah membeli kebutuhan-kebutuhannya dari Belbin selama 40 tahun atau
lebih. Pelanggan tersebut yang sekarang telah menjadi janda dan hidup
sendirian, menelpon Belbin setiap minggu dan memesan barang belanjaan yang
sama. Barang-barang tersebut diambil dari rak, di masukan kedalam kotak, dan
diantar dengan truk Belbin. Ketika tiba di apartemen, pengemudi truk biasanya
diundang untuk menemani pelanggan lama tersebut minum teh. Pengemudi truk
membantu dia mengatur belanjaannya dan bercakap-cakap dengan wanita
tersebut selama beberapa menit.
Ketika bertanya pada Robert Belbin apakah dia mendapat keuntungan
dengan mengantar belanjaan pada pelangganya, responnya sudah dapat
ditebak, “Mungkin saya tidak mendapat keuntungan” jawabnya ‘Tetapi saya tidak
akan berhenti”. Kami berhutang padanya. Setelah berbisnis dengan Belbin,
pelanggan mengetahui bahwa mereka bisa andalkan Belbin. Hal yang menarik
adalah bahwa Tuan Belbin tidak merasa melakukan sesuatu yang istimewa.
Namun, memang begitulah cara dia berbisnis. Sementara menghantarkan
pesanan pelanggan setiap minggu tidak menguntungkan dipandang dari
perspektif finansial, namun apa yang ditunjukan Belbin tentang pentingnya
Sri Widyastuti
111
seorang pelanggan adalah sebuah indikasi yang baik tentang bagaimana ia
memperlakukan setiap pelanggannya dan mengapa bisnisnya tetap berkembang
melalui masa-masa ekonomi sulit dan persaingan meningkat. Perasaan
pelanggan dalam berhubungan dengan Belbin adalah daya penggerak bisnis
tersebut dan alasan mengapa pelanggan mampu berhubungan dengan Belbin
dalam jangka waktu lama dan sebagai hasilnya merekomendasikan Belbin pada
orang lain.
Belbin juga mempunyai pelanggan yang dilayaninya secara teratur yang
membutuhkan penghantaran ke rumah selama jam-jam kantor karena mereka
bekerja purna waktu dan menghargai jasa penghantaran yang ditawarkan Belbin.
Apa yang membuat Belbin berbeda dari toko kelontong lain adalah beberapa
pelanggan potensial memberikan kunci rumah mereka pada Belbin. Kunci-kunci
tersebut tersimpan aman dalam kotak di kantor Belbin, di mana para personil
penghantaran, seringkali pemilik toko itu sendiri, dapat membuka kotak tersebut
sewaktu-waktu diperlukan. Selama penghantaran, karyawan Belbin tidak hanya
membawa barang belanjaan ke dalam rumah, tetapi seringkali mengatur barang
yang mudah busuk ke dalam kulkas dan barang-barang lain di lemari sehingga
pelanggan tidak perlu melakukan hal ini ketika mereka pulang dari kantor.
Tingkat kepercayaan yang tinggi dari para pelanggan Belbin terhadap toko
tersebut berkembang karena Belbin telah memperlakukan pelanggan dengan adil
dan responsif selama bertahun-tahun. Sementara beberapa orang mengatakan
bahwa situasi semacam itu sulit ditiru, contoh dari Belbin menunjukan pada kita
bahwa masih ada situasi semacam itu. Sungguh situasi tersebut sangat mirip
dengan situasi yang terjadi di komunitas pedesaan dalam waktu belum lama
berselang, ketika toko kelontong lokal sangat dihormati dan merupakan bagian
integral dari suatu komunitas.
Bagaimana pengalaman berbelanja di Caviston atau Belbin dibandingkan
dengan pengalaman yang dialami pelanggan saat berbelanja di toko atau
supermarket besar? Cukuplah untuk dikatakan bahwa pelanggan akan menerima
lebih banyak pelayanan dan saran yang bersifat pribadi saat mereka berbelanja
di toko kelontong yang lebih kecil, bahkan jika dia tidak terlalu sering
mengunjungi toko tersebut. Pelanggan yang mengunjungi kedua toko tersebut
untuk pertama kalinya akan mengalami perhatian keramahan pelayanan yang
tidak akan dialami oleh pelanggan lama suatu toko yang lebih besar.
Sri Widyastuti
112
Seringkali karyawan perusahaan kecil terlibat dalam percakapan dengan
pelanggan bahkan jika ia bukanlah pelanggan tetap. Hal ini seringkali di
sebabkan oleh sedikitnya jumlah staf dan fakta bahwa banyak pemilik bisnis kecil
juga terlibat dalam melayani pelanggan. Alasan terbesarnya, karena pemilik
perusahaan bersifat ramah dan mereka mempekerjakan karyawan yang juga
memiliki pendekatan yang sama dalam melayani dan mempedulikan pelanggan.
Dan mereka sungguh-sungguh peduli! Pemilik dan karyawan di Caviston maupun
Belbin sungguh peduli tentang perasaan pelanggan mereka dan apa yang
dipikirkan pelanggan saat meninggalkan toko tersebut.
4.4 Kendala Membina Hubungan bagi Perusahaan Kecil
Perusahaan-perusahaan kecil akan tetap ada dan bisa jadi akan selalu
mampu menjalankan bisnis dengan memperlakukan pelanggan secara pribadi,
yang memungkinkan mereka membangun hubungan yang paling sejati dengan
pelanggan. Tetapi, dengan kemajuan teknologi, perusahaan yang lebih besar
saat ini mampu menawarkan pada pelanggan cara dan teknik membangun
hubungan pelanggan yang sama dengan yang digunakan perusahaan kecil.
Berbicara tentang topik manajemen hubungan pemasaran, Stephen Hoare,
penulis di The Times of London,mengamati bahwa seorang pelanggan sekarang
ini dapat mengharapkan untuk menerima e-mail dari toko buku online yang
menjelaskan rincian novel terbaru yang ditulis oleh pengarang favoritnya, atau
menerima pesan pada telepon selularnya dari gedung bioskop lokal yang
menginformasikan ketersediaan kursi untuk menonton film malam itu, atau akan
mendengar pesan dari penata rambutnya yang mengingatkan dia akan perjanjian
mereka sore itu dan menawarkan untuk mengirimkan taksi. Dengan kemajuan
yang cepat dalam teknologi interaktif, banyak perusahaan besar yang mampu
mengadaptasi teknologi dan taktik untuk menyamai perilaku perusahaan yang
jauh lebih kecil. Untuk mengungkap beberapa kemajuan tersebut, mari kita
menyimak apa yang terjadi dalam perdagangan ritel, terutama ritel buku.
Belakangan ini, sebagai akibat kemajuan teknologi, penjualan buku
tradisional menghadapi persaingan jenis baru, paling tidak dalam hal lokasi.
Penjual buku tradisional sekarang ini tidak hanya berkompetisi dengan penjual
buku di kota yang sama. Pesaing terberat bagi kebanyakan toko buku
Sri Widyastuti
113
independen kecil berasal dari Internet. Tetapi bahkan kompetisi lokal telah
berubah. Pada kebanyakan kota di Amerika Utara, toko-toko yang mempunyai
nama besar seperti Barnes dan Noble, Borders and Chapters, telah datang ke
kota dan menciptakan cara yang berbeda dalam membeli buku. Tetapi tidak
berhenti disitu saja. Perusahaan ritel besar seperti Wal-Mart dan Costco, yang
sebelumnya tidak begitu besar dalam bisnis buku, sekarang ini menjual buku
dalam persentase yang sangat besar.
Toko buku kecil di lingkungan perumahan telah menawarkan tempat bagi
orang-orang yang senang melewatkan waktu dengan santai berjalan-jalan sambil
melihat-lihat buku, berkonsultasi dengan staf yang cakap atau mengobrol dengan
pelanggan lain tentang karya terbaru pengarang favorit mereka, Barnes (2003).
Sementara ada beberapa toko buku yang bertahan, tetapi terjadi perpindahan
yang dramatis di mana pelanggan membeli buku dari toko besar dan internet.
Sulit untuk dipahami mengapa orang yang jelas-jelas menikmati pengalaman
berbelanja buku di toko buku kecil tiba-tiba menghentikan kebiasaannya. Peter
Desbarats, Profesor Jurnalisme di Kanada, berbicara tentang perasaan bersalah
yang dia alami setelah membeli beberapa buku dari penjual buku di Internet dan
dari sebuah toko besar, perasaan itu muncul ketika dia menyadari bahwa toko
buku di dekat rumahnya tempat ia telah berbelanja selama 12 tahun, telah
ditutup. Mengapa merasa bersalah? Debarats merasa bahwa dia telah
mengkhianati hubungan yang telah dia bina dengan kedua kakak-beradik pemilik
toko buku tersebut. Dalam artikelnya dia menulis “Saya tidak berani bercerita
pada mereka bahwa saya tidak hanya mengunjungi salah satu dari dua toko
Chapters yang ada di pinggiran London, tetapi saya juga telah membeli beberapa
buku dari Chapters melalui internet.”
Lebih dan lebih banyak lagi orang yang membeli buku dari Internet dan
toko-toko buku besar. Mengapa? Seringkali karena harga bukunya lebih murah,
dan penghantarannya ditawarkan gratis. Tetapi pesaing baru ini juga
menciptakan nilai dengan cara lain. Mereka memiliki akses pada jutaan judul,
dan toko-toko besar memiliki berbagai koleksi yang mungkin hanya dapat
diimpikan oleh kebanyakan toko buku independen. Dalam banyak kasus, toko-
toko besar juga telah berhasil menciptakan suasana rileks dan perasaan sebagai
suatu komunitas. Di kanada, toko besar Chapters dilengkapi dengan Starbucks
coffee shop. Buku dan kopi tentu saja adalah kombinasi yang sangat berhasil,
Sri Widyastuti
114
dan Starbucks, dengan kursi malas dan perapian terbuka, berusaha untuk paling
tidak menciptakan kembali suasana rilek yang dialami pelanggan ketika
berbelanja di toko buku lokal.
Penjualan buku online mencoba untuk menciptakan suatu yang mendekati
hubungan pelanggan sejati. Keuntungan fungsional dari penjual buku online
sangat jelas memiliki berbagai variasi, memiliki akses pada judul-judul yang sulit
didapat, harga yang lebih murah, dan penghantaran gratis yang sering
ditawarkan sebagai insentif. Tetapi keuntungan kompetitif yang mereka ciptakan
tidak berakhir di sini. Website Amazon.com, Barnesand-noble.com dan
Chapters.ca. dikenal sebagai website yang sangat ramah pada pengguna
internet. Dengan bersikap responsif, segera menjawab pesanan, terus
menginformasikan pada pelanggan tentang status pesanan mereka, dan
memungkinkan pelanggan untuk melacak pengiriman secara online, maka
perusahaan-perusahaan tersebut menambahkan nilai. Dengan bersikap
interaktif, menyarankan pada pembaca judul buku tertentu yang mungkin mereka
sukai, dan memungkinkan pembaca untuk berbicara dengan pembaca lain
tentang buku yang telah mereka baca dan membaca ulasan yang merupakan
kontribusi pelanggan lain, penjual buku online pun, bertindak seperti karyawan
toko buku di lingkungan perumahan.
Beberapa orang bersedia meninggalkan hubungan dengan toko buku lokal
kecil dengan tujuan untuk menghemat uang dan memperoleh akses pada
inventaris yang jauh lebih besar. Atau mungkin mereka berharap untuk
mendapatkan keuntungan dari kedua belah pihak jika cukup banyak orang yang
terus mengunjungi toko buku kecil. Mereka dapat tetap pergi ke sana untuk
berjalan-jalan dan terlibat dalam percakapan, untuk kemudian pulang ke rumah
dan memesan buku dari penjual buku online. Dengan kata lain, penjual di toko
buku kecil tersebut bertindak dalam beberapa hal sebagai konsultan bagi para
kutu buku tersebut. Sayangnya, terlalu banyak pelanggan yang berpikiran sama,
dan toko buku kecil tersebut tidak memperoleh uang dari orang yang keluar-
masuk tanpa membeli apapun. Beberapa penulis bahkan telah meremalkan
hilangnya toko buku di lingkungan perumahan.
Nilai baru apa yang dapat diciptakan perusahaan keil untuk
mempertahankan pelanggan mereka yang telah menjadi pelanggan yang loyal
Sri Widyastuti
115
selam bertahun-tahun? Dan apa yang dapat mereka lakukan untuk bertahan
terhadap kompetisi baru dalam bentuk yang berbeda? Tantangannya adalah
untuk melihat bagaimana perusahaan kecil akan mampu mempertahankan
hubungan yang telah mereka bina dengan pelanggan selama bertahun-tahunm
dan apakah hubungan berbasis emosi tersebut cukup kuat untuk menghadapi
persaingan dari bisnis baru berbasis internet, yang dapat menawarkan
keuntungan yang jelas dalam penciptaan nilai dalam bentuk yang lebih rendah.
Beberapa organisasi besar sangat berhasil dalam mempertahankan
suasana yang mirip dengan perusahaan kecil. Salah satu contohnya adalah Tim
Horton, rangkaian toko kopi dan donat yang mempunyai lebih dari 1700 toko di
Kanada dan 100 toko di Amerika, membuatnya menjadi salah satu perusahaan
waralaba terbesar di Amerika yang bergerak dalam bidang penjualan kopi dan
roti yang selalu baru. Didirikan pada tahun 1964, perusahaan itu diberi nama Tim
Horton, yang merupakan seorang pemain hoki profesional yang juga merupakan
salah satu partner dari pendiri perusahaan tersebut.
Tim Horton sangat berhasil dalam memposisikan tokonya tidak hanya
sebagai tempat untuk membeli kopi dan donat, Barnws (2003). Di banyak kota,
mengunjungi Tim Horton terdekat merupakan kebiasaan sehari-hari yang penting
bagi orang-orang Kanada. Hal ini terbukti dengan panjangnya antrian pelanggan
yang harus minum kopi Horton sebelum berangkat kerja. Perusahaan
menggunakan slogan “Selalu segar:” dan selalu memastikan bahwa kopi dan roti
yang disajikan keadaan sesegar mungkin. Akan tetapi, bukan hanya sekadar
kualitas produk yang tinggi yang membuat Tim Horton berkembang dan menjadi
institusi yang begitu sentral dalam budaya orang-orang Kanada. Seperti telah
saya instruksikan dalam bab-bab buku ini, sukses perusahaan ini sangat terkait
dengan ikatan hubungan yang terjalin antara merek Tim Horton dan pelanggan-
pelanggannya. Beberapa pelanggan secara teratur memberikan tip pada
karyawan Tim Horton sesuatu yang tidak lazim terjadi di kafe lain.
Bagaimana organisasi sebesar Tim Horton mampu terus menawarkan
pelayanan berkualitas tinggi? Salah satunya, Tim Horton mempunyai komitmen
untuk membuat masing-masing toko menjadi tempat pertemuan yang ramah. Hal
ini dicapai dengan mempekerjakan karyawan yang berbakat dan berkualitas
serta menawarkan gaji yang menarik dan lingkungan kerja yang nyaman bagi
mereka, dan hasilnya adalah rendahnya perpindahan karyawan. Hal ini
Sri Widyastuti
116
memungkinkan karyawan memiliki waktu dan kesempatan untuk mengenal
pelanggan-pelangganya dan mengetahui nama mereka. Pelayanan yang bersifat
pribadi tidak berhenti di sana. Karena tingginya tingkat loyalitas pelanggan dan
kunjungan yang berulang, karyawan menjadi sangat mengenal kesukaan spesifik
pelanggan tetapnya.
Menjadi hal biasa bagi karyawan di toko Tim Horton untuk mengenali
pelanggan bukan dengan namanya, melainkan apa yang biasa dibelinya. Jadi,
ketika pelanggan tetap mendekati counter untuk dilayani, ada kemungkinan ia
akan disapa dengan “Roti dobel porsi besar, benar kan?” Indikasi bahwa
karyawan mengenali pelanggan disambut oleh pelanggan dengan sebuah
senyum dan perasaan puas, karena mengetahui bahwa karyawan tersebut
mengenalnya dengan cukup baik sehingga dapat mengingat apa yang biasa ia
pesan (secangkir besar kopi dengan dobel krim dan gula). Pengenalan akan
kebiasaan pelanggan ini seringkali berlanjut dengan sajian kopi oleh staf dengan
takaran gula dan krim yang benar serta donat yang favorit pelanggan tersebut,
yang siap disajikan pada waktu yang sama setiap harinya. Jadi, para pelanggan
mampu untuk mampir dengan cepat dan mengambil snack mereka tanpa harus
menunggu. Semua hal ini dilakukan dengan senyuman ramah dan perhatian
yang tulus pada pelanggan.
Dalam kebanyakan organisasi besar, pelanggan tidak akan mengharapkan
munculnya karakteristik perusahaan kecil pada level toko lokal. Tetapi itulah yang
terhadi pada toko Tim Horton. Salah satu alasannya adalah bahwa hampir
semua toko dimiliki oleh penduduk lokal dan beroperasi melalui persetujuan
waralaba. Jadi pemilik dan manajer mempunyai gaya manajemen yang sama
dan mampu memahami kesukaan pelanggan mereka. Mereka juga berkomitmen
untuk meningkatkan komunitas lokal. Tim Horton sangat mendukung even-even
lokal, mensponsori tim sepakbola dan tim hoki anak-anak serta beramal dalam
berbagai bentuk, anak-anak yang berpartisipasi dalam program yang disponsori
oleh Tim Horton dikenal secara afektif sebagai “Timbis” seperti nama donat di
toko tersebut.
Demikian juga, Tim Horton mendukung yayasan anak-anak Tim Horton
yang menyediakan aktivitas berkemah bagi anak-anak dari keluarga kurang
mampu. Anak-anak yang diseleksi untuk mengikuti perkemahan tersebut tinggal
Sri Widyastuti
117
di komunitas tempat Tim Horton beroperasi, dan gereja lokal, sekolah-sekolah
dan organisasi-organisasi lain membantu menyeleksi anak-anak yang paling
pantas mengikuti perkemahan tersebut. Untuk mendukung usaha tersebut, sekali
setahun Tim Horton mengadakan “hari berkemah” di mana seluruh hasil
penjualan kopi disumbangkan pada yayasan tesebut. Pada tahun 1999, secara
total berhasil dikumpulkan 2,7 juta dollar Kanada.
Hal yang mengesankan dan membangkitkan minat adalah orang-orang
Kanada, dalam persentase sangat besar telah menjalin hubungan dengan Tim
Horton. Kunjungan ke salah satu toko perusahaan tersebut adalah hal rutin dari
kebiasaan sehari-hari mereka. Mereka dikenali oleh para staf, dan staf tersebut
tersenyum pada mereka dan menyebutkan apa yang biasa mereka pesan.
Banyak dari mereka yang akan duduk di toko teresebut, meminum kopi dan
bercakap-cakap dengan pengunjung tetap lain yang biasa datang pada saat
yang sama. Atau sembari “Tetap mengendarai mobil” dalam perjalanan ke
tempat kerja, mereka dapat mengambil secangkir kopi “Tim”, seringkali sampai
melewatkan kopi gratis di kantor mereka. Tim Horton adalah rangkaian waralaba
independen yang telah berhasil menciptakan keterikatan emosional antara
pelanggan dengan merek mereka, sehingga pelanggan tidak akan pernah berfikir
beralih ke toko lain.
Untuk sungguh-sungguh memahami keberhasilan Tim Horton, kita perlu
memikirkan bagaimana perusahaan tersebut menciptakan nnilai bagi para
pelanggannya, dan bagaimana, tidak seperti banyak perusahaan besar lain,
perusahaan tersebut mampu bertindak seolah-olah mereka adalah sekumpulan
perusahaan kecil. Tim Horton telah berhasil menciptakan perasaan sebagai satu
komunitas bagi banyak pelanggan tetapnya. Interaksi dengan staf dan pelanggan
lain merupakan saat-saat yang bermakna. Interaksi itu adalah hal rutin dalam
kehidupan sehari-hari mereka. Walaupun kopi adalah produk utama perusahaan
tersebut, perjalanan ke Tim Horton bukanlah hanya mengenai secangkir kopi.
Hal itu telah menjadi sesuatu yang harus dilakukan bagi jutaan orang Kanada
dan Amerika setiap hari.
Fakta bahwa toko Tim Horton ada dimana-mana, banyak kota di Kanada
memiliki lusinan toko tersebut, dan banyak toko sekarang berlokasi di rumah
sakit, bandar udara, arena-arena olahraga dan bangunan publik yang lain
menciptakan nilai kenyamanan, tetapi suatu yang mendekati nilai komunitaslah
Sri Widyastuti
118
yang menarik banyak orang ke sana. Tim Horton telah menjadi serupa dengan
toko-toko tua di masa lampau, di mana penduduk kota berkumpul di sekeliling
perapian atau api unggun, atau British pub di mana penduduk lokal berkumpul
untuk membicarakan kejadian hari itu. Dukungan perusahaan pada kegiatan
amal lokal dan perkemahan untuk anak-anak memperkuat koneksi tersebut.
Dengan mempelajari hubungan antara perusahaan kecil dengan pelanggan
mereka, kita dapat menunjuk pada beberapa hal yang dapat dilakukan
perusahaan besar untuk memperbaiki hubungan pelanggan mereka. Tampak
jelas dari riset kami pada grup terarah bahwa hubungan yang dirasa paling dekat
dan paling loyal hampir selalu adalah hubungan dengan perusahaan kecil.
Orang-orang yang berpartisipasi dalam riset tersebut menyatakan bahwa mereka
menghargai cara staf menyapa nama mereka dan mengingat pilihan-pilihan
mereka dari satu kunjungan yang lain. Sangat sering, orang yang sama
mengatakan bahwa mereka tidak memiliki hubungan dengan perusahaan besar
karena mereka merasa hanya dianggap sebagai angka-angka belaka. Hal ini
menunjukan suatu pada kita tentang bagaimana pelanggan ingin di perlakukan.
Isyarat sederhana seperti menyapa nama pelanggan penting bagi membangun
suatu hubungan karena hal itu menghasilkan pelanggan yang lebih puas. Tetapi
bagaimana perusahaan besar dapat mengingat nama pelangganya dan
mengingat mereka dari satu kunjungan ke kunjungan yang lain, jika mereka
mempunyai begitu banyak pelanggan? Salah satu caranya adalah dengan
menggunakan database yang terinci dan peralatan untuk melacak kesukaan dan
kebiasaan pelanggan.
Sementara kini banyak perusahaan telah menggunakan teknologi database
untuk meningkatkan kontak dengan pelanggan dan untuk membangun
hubungan, hal itu seringkali justru tidak memuaskan pelanggan karena merasa
privasinya terganggu dengan surat-surat, telepon-telepon yang tidak lebih hanya
sebagai bujukan agar mereka membeli lebih banyak. Akan tetapi, teknologi ini
dapat membawa pelanggan lebih dekat dengan perusahaan dengan memberikan
banyak data tentang riwayat pelanggan tersebut, kebiasaan berbelanja, gaya
hidup dan hubungan yang terinci. Tetapi memiliki database yang canggih tidak
selalu mungkin dan bukan merupakan suatu keharusan. Seperti contoh tentang
Sri Widyastuti
119
Tim Horton, adalah mungkin bagi sebuah perusahaan besar untuk membangun
hubungan sejati yang sukses dengan jutaan pelanggan anonim.
Karyawan-karyawan perusahaan besar perlu didorong untuk berfikir dalam
level komunitas yang memutuskan segala sesuatu dengan mengutamakan
pelanggan. Hal ini berbeda dengan cara berfikir di level korporat. Pikirkanlah
contoh tentang seorang vice-president pemasaran dari sebuah perusahaan ritel
besar. Orang ini bertanggung jawab untuk keseluruhan aktivitas pemasaran dari
perusahaan tersebut, tetapi beberapa sering dia mengunjungi toko dan berbicara
langsung dengan para pengunjung? Berdasar pengalaman saya, tugas-tugas ini
dialihkan pada karyawan-karyawan yang kurang senior. Tetapi jika vice-president
tersebut adalah orang yang pada akhirnya bertanggung jawab pada pengambilan
keputusan, bukankah seharusnya dia langsung terlibat dalam proses tersebut,
daripada hanya mengandalkan laporan tertulis dari junior manager atau
konsultan? Hanya dengan melakukan pendekatan ini maka ia dapat merasa
yakin bahwa dia benar-benar memahammi pelanggan dan masalah-masalah
mereka.
Seorang manajer produk yang meluncurkan pelayanan baru untuk wanita –
wanita muda berusaia 13 sampai 18 tahun harus berfikir dan merasa
sebagaimana seorang remaha melakukannya. Manajer produk tersebut harus
benar-benar mamahami kebiasaan belanja kelompok sasarannya, masalah-
masalah yang dihadapi remaja setiap hari, apa yang penting dan yang tidak
penting bagi mereka. Pengetahuan mendalam tentang informasi semacam itu
tidak dapat diperoleh hanya dengan sekadar membaca, melainkan harus dialami.
Perusahaan besar perlu memiliki kebijakan sumber daya yang mendorong
para karyawan untuk berpikir tentang dampak keputusan yang mereka ambil
terhadap sukses perusahaan secara keseluruhan, dan bukan hanya sekadar
sukses pada departemen tertentu atau rangkaian produk tertentu. Akan tetapi,
kebijakan saja tidak akan menghilangkan efek silo (hanya berpikir tentang dirinya
atau departemennya sendiri) yang telah saya bahas sebelumnya. Para atasan
harus melangkah lebih jauh dengan mempekerjakan dan mempertahankan
orang-orang yang mampu melihat gambaran yang lebih luas. Dan mereka harus
memiliki program training yang terus-menerus mendorong pemikiran yang lebih
luas. Memiliki karyawan yang multifungsi mengurangi cara berfikir yang hanya
Sri Widyastuti
120
peduli pada produk atau departemennya sendiri, dan menolong perusahaan
mengambil pendekatan jangka panjang untuk mengelola hubungan pelanggan.
Sponsorship juga memberikan kesempatan pada perusahaan besar untuk
memposisikan dirinya sebagi perusahaan yang memikirkan komunitas dan
merupakan bagian integral dari sukses komunitas tempatnya beroperasi.
Sebagai contoh, Tim Horton telah mencapai hal ini dengan mensponsori program
olahraga pemuda. Kita akan membahas dengan lebih terinci di Bab 11 tentang
bagaimana dapat menggunakan sponsorship secara lebih efektif untuk memicu
kedekatan dengan pelanggan. Hal ini melibatkan proses seleksi dalam memilih
sponsorship yang akan meningkatkan asosiasi antara perusahaan dengan
komunitas tempatnya beroperasi.
Para karyawan di perusahaan besar perlu memiliki wewenang untuk
mengambil keputusan. Hal ini melibatkan gaya manajemen desentralisasi yang
dapat mendelegasikan pengambilan keputusan. Tetapi hal ini saja tidak cukup.
Karyawan perlu mengetahui bahwa jika mereka membuat keputusan yang salah
mereka tidak akan disalahkan, dengan syarat mereka melakukannya dengan
mengutamakan kepentingan pelanggan. Ini bukan berarti bahwa karyawan
tersebut tidak bertanggung jawab, melainkan mereka perlu merasa bahwa
mereka dipercaya dan tidak terus-menerus dipantau. Situasi semacam ini dapat
membantu perusahaan itu untuk menyamai proses pengambilan keputusan
yang terjadi di banyak perusahaan kecil.
Perusahaan besar harus menjalin komunikasi dengan pelanggannya.
Menindaklanjuti hal itu, perusahaan harus terus-menerus mengontak pelanggan
melalui telepon, kartu ulang tahun, dan cara-cara lainnya, dan juga pemanfaatan
e-mail atau layanan telepon 1-800, pelanggan perlu merasa bahwa mereka dapat
mengontak perusahaan ketika mereka memerlukan sesuatu, dan bahwa
perusahaan dapat menanggapi apapun yang menjadi permasalahan mereka.
Perusahaan besar dapat mengadaptasi strategi-strategi yang digunakan oleh
perusahaan-perusahaan kecil yang memampukan mereka untuk menjadi lebih
dekat dengan pelanggan-pelanggannya. Jika digunakan secara tepat, strategi-
strategi ini dapat memberikan keuntungan kompetitif, perusahaan besar lebih
memahami jenis-jenis hubungan yang berada dalam bahaya paling besar dan
strategi-strategi apa yang harus digunakan untuk menghadapinya.
Sri Widyastuti
!!
121
BAB V RELEVANSI MEREK DALAM HUBUNGAN PELANGGAN
erusahaan yang berfokus sepenuhnya pada mengembangkan hubungan
pelanggan konvensional dan gagal untuk mengembangkan hubungan
dengan stakeholder perusahaan yang lain, dan dalam konteks lain,
menempatkan diri mereka dalam bahaya kompetitif. Hubungan adalah hal
fundamental bagi sukses jangka panjang sebuah perusahaan. Tema yang
konsisten dari buku ini adalah keberadaan hubungan pelanggan yang kuat dan
sejati menawarkan pada perusahaan sebuah mekanisme untuk mengembangkan
dan mendukung keunggulan kompetitif. Tetapi konsep hubungan pelanggan tidak
terbatas pada situasi-situasi ketika perusahaan bertemu dengan para
pelanggannya baik langsung maupun menggunakan teknologi.
Di bab ini akan kita kupas hubungan pelanggan sebagian besar dalam
konteks perusahaan dan organisasi lain yang berinteraksi langsung dengan
perusahaan, melalui hubungan antarpribadi antara pelanggan dan para
karyawan perusahaan tersebut. Hubungan komersial itu sangat mirip dengan
hubungan pribadi dalam kehidupan kita, yaitu antara pelanggan dengan merek.
Penggunaan merek telah menjadi konsep penting yang mendapat perhatian dari
para manajer senior. Hal ini menjadi makin penting karena banyak perusahaan
mulai menerapkan strategi penggunaan merek yang pada akhirnya dimaksudkan
untuk menciptakan ikatan antara pelanggan dan merek tersebut. Kecuali jika
strategi ini didasarkan pada pemikiran yang mengacu pada penciptaan hubungan
pelanggan, mereka tidak akan berhasil. Merek yang paling sukses adalah merek
yang memiliki hubungan bermakna yang kuat dengan pelanggannya dan publik
pada umumnya.
Kedua, kita akan mengembangkan konsep hubungan pelanggan pada
arah baru yang menarik dengan menerapkan pandangan kita tentang hubungan
pada koneksi yang dirasakan pelanggan terhadap berbagai peristiwa,
kepribadian, dan apa yang disebut oleh penjual sebagai “properti”. Sponsorship
P
Sri Widyastuti !
!
!!
122
adalah bisnis besar, karen banyak organisasi besar membuat keputusan bernilai
jutaan dolar setiap tahunnya tentang ke mana mereka akan membelanjakan
anggaran sponsorship mereka, event apa yang akan disponsori, atlet atau
penyanyi mana yang akan dikontrak, selebriti mana yang akan menjadi juru
bicara bagi perusahaan atau merek mereka. Setiap individu pelanggan memiliki
koneksi emosional dengan klub-klub olahraga, event-event olahraga dan orang-
orang terkenal. Tantangannya adalah untuk memaksimalkan kesesuaian antara
suatu merek dengan pilihan yang tersedia atau kesesuaian untuk disponsori.
Kunci untuk melakukan hal ini adalah memastikan pelanggan memiliki hubungan
yang cocok dengan merek atau properti yang telah diseleksi.
Sementara pelanggan harus menjadi perhatian yang paling utama,
perusahaan harus juga memiliki hubungan yang solid pada banyak level dan
dengan banyak stakeholder. Pada intinya, hubungan yang solid harus terjadi
dengan semua stakeholder dan dalam semua konteks di mana bisnis beroperasi.
Saat a mengembangkan konsep ini lebih lanjut, harus mengingat prinsip-prinsip
membangun hubungan yang ditekankan dalam pembahasannya. Seharusnya
menjadi jelas mengapa membangun hubungan yang solid dengan pelanggan
adalah hal yang penting, walaupun di masa depan kita mungkin akan semakin
kurang berinteraksi langsung dengan mereka. Pada kenyataannya, pada situasi
ketika jarang berinteraksi langsung dengan pelanggan, pengembangan dan
pemeliharaan hubungan sejati mungkin bahkan jauh lebih penting karena
tantangan dan kerapuhan bisnis dengan pelanggan tersebut.
Bisnis jasa menjadi jelas bahwa dimensi-dimensi dan sifat-sifat mendasar
suatu hubungan adalah sama, tidak peduli konteks di mana konsep itu
diterapkan. Inti dari pendekatan terhadap pengembangan dan pemeliharaan
suatu hubungan adalah sama, apakah kita berbicara dalam hubungan tatap
muka profesional atau dalam konteks pelayanan pribadi, hubungan dengan
sebuah ritel, hubungan dengan merek, atau hubungan dengan karyawan,
pemasok, pemegang saham atau yang lainnya. Salah satu poin kunci yang telah
kita tekankan adalah bahwa semua hubungan adalah berbasis emosi,
kepercayaan, komitmen, empati, dan elemen emosional penting lainnya harus
terdapat di dalamnya.
Sri Widyastuti
!!
123
5.1 Mengenali Merek yang Populer
Strategi mengelola merek perusahaan dimulai dengan mengukur dan
mengelola ekuitas merek. Strategi mengelola merek kemungkinan memiliki
dampak positif atau negatif pada nilai merek di portofolio merek yang dimiliki
perusahaan. Keputusan strategi mengelola merek adalah relevan untuk semua
bisnis termasuk pemasok, perusahaan, pedagang besar, distributor dan
pengecer. Cravens & Piercy, (2013), menyatakan langkah-langkah dalam strategi
mengelola merek sebagai berikut:
Gambar 5.1 Strategic Brand Management (Cravens, dan Piercy, 2013)
Langkah pertama adalah strategi mengidentifikasikan merek yang dapat
berhubungan dengan produk, organisasi, seseorang, atau simbol. Identitas ini
menentukan apa bagian dari identitas itu yang harus dikomunikasikan kepada
target audiens dan bagaimana hal ini akan tercapai. Brand positioning
merupakan tindakan merancang (designing) penawaran dan citra perusahaan
(company’s offering and image) untuk menempati tempat khusus di benak target
pasar. Pernyataan positioning merek menggambarkan informasi tentang identitas
yang akan digunakan untuk posisi merek di mata dan pikiran pembeli yang
ditargetkan. Selanjutnya sebuah merek dikelola dari awal peluncuran dan
sepanjang siklus hidup merek. Sementara strategi merek dapat diubah dari
waktu ke waktu, tujuannya adalah untuk mengejar inisiatif yang konsisten,
membangun kekuatan merek dan menghindari kerusakan merek.
Brand positioning adalah sebuah kondisi yang menggambarkan bagaimana
sebuah merek berbeda dari para pesaingnya dan di mana, atau
bagaimana, merek tersebut berada di benak pelanggan. Dari sini perusahaan
!
Sri Widyastuti !
!
!!
124
diarahkan untuk memahami bahwa istilah positioning selalu berhubungan erat
dengan istilah marketing lainnya yaitu diferensiasi produk atau Product
Differentiation. Oleh karena itu, strategi pemosisian merek melibatkan
pembentukan asosiasi merek di benak pelanggan atau dikenal dengan
istilah brand associations untuk membuat audiens dapat mempersepsikan merek
produk atau jasa dengan cara tertentu. Dimana asosiasi merek adalah segala hal
yang berkaitan dengan ingatan mengenai merek. Asosiasi itu tidak hanya eksis,
namun juga memiliki suatu tingkat kekuatan. Keterkaitan pada suatu merek akan
lebih kuat apabila dilandasi oleh banyaknya pengalaman atau wujud untuk
mengkomunikasikannya. Portofolio merek organisasi atau sistem merek
kemudian dikelola dan dikoordinasi dengan tujuan untuk mencapai kinerja sistem
yang optimal, selanjutnya dapat meningkatkan perluasan identitas merek inti
untuk tambahan lini produk baru, atau ke kategori produk baru.
Terdapat banyak konsultan merek dan perusahaan dot.com yang telah
membelanjakan jutaan dolar untuk membuat merek-mereka populer dengan
mengiklankannya di tempat yang paling mudah terlihat. Penggunaan merek telah
menjadi cukup populer. Tujuannya adalah unutk menanamkan merek mereka
pada pikiran pelanggan dan pengunjung situs mereka. Tetapi pernahkah mereka
berhenti untuk bertanya apakah merek itu?. Setiap saat merek diluncurkan,
perusahaan baru berdiri setiap hari, dan produk-produk baru bermunculan di
pasar. Masing-masing produk memiliki nama, tetapi apakah mereka memiliki
merek? Perusahaan memiliki memiliki nama, namun membutuhkan beberapa
waktu lagi sebelum memiliki sebuah merek.
Merek menjadi lebih dari sekedar sebuah nama atau sebuah logo seperti
sebuah hubungan lebih dari sekedar interaksi. Pada kenyataannya, konsep
merek dan hubungan adalah sejajar dalam hal emosi yang dihubungkan dengan
keduanya. Merek lebih dari sekadar identitas perusahaan atau nama dari
perusahaan itu. Merek bukanlah sebuah desain atau paket, merek adalah
hubungan emosional antara sebuah perusahaan, pelanggan, dan publik. Merek
bukanlah apa yang dijual, merek adalah siapa kita, siapa yang mewakili kita, dan
apa makna kita bagi orang-orang. Sebuah merek adalah hubungan yang
diketahui dan dikenal pelanggan dan merek adalah sebuah pengalaman aktif.
Sri Widyastuti
!!
125
Pelanggan benar-benar menjalin hubungan sejati dengan merek. Merek
memiliki makna khusus bagi orang-orang dan merek adalah bagian dari
kehidupan mereka. Kebanyakan pelanggan mungkin akan menganggap ide
bahwa mereka dapat menjadi “dekat” dengan merek kosmetik atau snack ringan
sebagai tanda kelemahan. Namun kita semua memiliki merek yang selalu kita
pakai dan pakai lagi, yang telah kita pakai selama bertahun-tahun yang mampu
mendefinisikan siapa kita. Teman-teman dan keluarga kita tidak dapat
membayangkan kita menggunakan kosmetik lain, mengendarai mobil lain, atau
menggunakan merek lain dari sepatu lari yang biasa kita pakai.
Tidak ada keraguan bahwa pelanggan mengembangkan suatu kedekatan
dengan merek, baik dengan perusahaan maupun produknya. Pelanggan akan
menggambarkan produk dan jasa favorit mereka serta perusahaan yang merasa
disenangi dengan istilah emosional yang makin rumit. Bagi pelanggan yang telah
menyukai suatu merek, mereka menganggap merek bukan lagi sekadar suatu
benda mati atau perusahaan. Secara progresif mereka makin menganggap
merek tersebut sebagai suatu benda hidup atau bahkan memiliki karakteristik
manusia saat hubungan mereka semakin mendalam. Kita dapat
mengkonseptualisasikan merek saat sebuah merek meningkat melalui empat
tingkatan dalam perjalanan dari sekadar sebuah nama sampai menjadi mitra
hubungan sejati. Dalam banyak cara, cara memandang suatu merek juga sejajar
dengan cara merek tersebut dipandang dalam siklus pemasaran selama
bertahun-tahun dan cara pelaku bisnis mengukur sukses dari usaha pengenalan
merek mereka.
Gambar 5.2 Kemajuan Konsep Merek (Barnes, 2003)
Kesadaran Merek
Karakteristik Merek
Kepribadian Merek
Hubungan Merek
Sri Widyastuti !
!
!!
126
Tujuan awal setelah sebuah merek diluncurkan adalah untuk
membangkitkan kesadaran merek. Pada kenyataannya sulit untuk
mengembangkan suatu hubungan dengan pelanggan yang tidak pernah
mendengar nama sebuah merek. Banyak perusahaan masing mengukur
keefektifan iklan terutama dari derajat kesadaran pelanggan akan merek- mereka
yang berfokus untuk mengukur apakah pelanggan perlu dibantu untuk mengingat
suatu merek. Langkah pertama untuk mengembangkan sebuah hubungan merek
adalah untuk memastikan bahwa pelanggan yang menjadi sasaran menyadari
akan keberadaan merek tersebut. Hal ini menjelaskan mengapa demikian besar
anggaran yang dikeluarkan dalam iklan peluncuran sebuah merek.
Merek itu harus dikenal karena sesuatu dan terhubungkan dengan sesuatu
yaitu dalam karakteristik tertentu. Pertanyaan yang diajukan adalah kata sifat
yang tepat yang sering digunakan orang untuk menggambarkan merek tersebut
kepada orang lain? Apakah modern atau kuno, tua atau muda, maskulin atau
feminin, lembut atau keras, progresif atau lamban berubah? Berfokus pada
pertanyaan-pertanyaan tersebut memungkinkan untuk mengidentifikasi
karakteristik suatu merek seperti yang dilihat oleh pelanggan. Hal tersebut akan
terkait dengan pemosisian merek tersebut sebagaimana didefinisikan oleh
pelanggan yang memilikinya. Positioning adalah tindakan merancang penawaran
dan citra perusahaan agar mendapatkan tempat khusus dalam pikiran pasar
sasaran. Tujuannya adalah menempatkan merek dalam pikiran konsumen untuk
memaksimalkan manfaat potensial bagi perusahaan. Positioning merek (brand
positioning) yang baik membantu memandu strategi pemasaran dengan cara
memperjelas esensi merek, tujuan apa yang dapat diraih pelanggan dengan
bantuan merek, dan bagaimana menjalankannya secara unik. Banyak riset yang
ditujukan untuk menentukan bagaimana posisi suatu merek dibandingkan posisi
merek pesaingnya dalam hal sesuatu yang dianggap sebagai karakteristik merek
yang menonjol. Jatmiko & Setyawati (2015) posisi merek, kesadaran merek,
perceived quality, asosiasi merek, brand loyality, terhadap keputusan pembelian
sepeda motor Yamaha. Salah satu cara untuk meningkatkan loyalitas pelanggan
ini adalah dengan cara mengkuatkan kembali Brand Positioning yang selama ini
dianggap dapat menumbuhkan kepercayaan dan kesetiaan pelanggan,
(Gunawan, 2013).
Sri Widyastuti
!!
127
Tujuan positioning adalah terciptanya kesuksesan suatu proposisi nilai yang
terfokus pada pelanggan, yang merupakan suatu alasan kuat mengapa pasar
sasaran harus membeli produk bersangkutan.
1. Kerangka Referensi Kompetitif.
Dari titik awal dalam mendefinisikan kerangka referensi yang kompetitif pada
suatu positioning merek adalah bagaimana menentukan keanggotaan
kategori (category membership) produk atau sekumpulan produk dengan
mana suatu merek bersaing dan yang berfungsi sebagai pengganti dekat.
2. Titik Perbedaan (Point of Difference) dan Titik Paritas (Point of Parity).
Setelah pemasar menetapkan kerangka referensi kompetitif untuk positioning
dengan mendefinisikan pasar sasaran pelanggan yang tepat dan sifat
persaingan, selanjutnya dapat mendefinisikan asosiasi titik perbedaan dan
asosiasi titik paritas yang tepat. Titik Paritas (Point of Parity) merupakan filter
utama bagi suatu perusahaan untuk masuk ke industri tertentu. POPs
merupakan atribut atau benefit utama yang wajib dimiliki oleh semua
perusahaan dalam suatu industri, misalnya salon, semua salon sudah
sewajarnya menawarkan jasa perawatan rambut. Bila ada salon yang tidak
menawarkan jasa perawatan rambut, maka tidak bisa ikut berkompetisi
dalam industri salon. Titik Perbedaan (Point of Difference) adalah upaya
untuk membuat setiap perusahaan dapat bertahan dalam persaingan
dengan menonjolkan perbedaan atau keunikan dibanding dengan
pesaingnya. Di tengah-tengah ‘keseragaman’ yang ditawarkan oleh
pemasar-pemasar dalam suatu industri, PODs menjadikan produk atau jasa
‘bersinar’ dan menarik perhatian pasar. Dalam contoh industri salon tersebut
misalnya, salon Johnny Andrean misalnya memiliki keunikan yang tidak
dimiliki salon lain, dengan menawarkan harga yang cenderung lebih murah
dengan kualitas jasa yang tidak kalah dengan salon yang satu level
dengannya. Di samping itu, Johnny Andrean mudah ditemukan hampir di
setiap mall, baik mall kelas menengah ke bawah maupun kelas atas.
3. Menetapkan Keanggotaan Kategori. Pemasar harus memberitahu konsumen
tentang keangotaan kategori suatu merek tertentu. Mungkin situasi yang
paling jelas adalah peluncuran produk-produk, terutama ketika identifikasi
kategori itu sendiri tidak jelas. Ada juga situasi dimana konsumen
Sri Widyastuti !
!
!!
128
mengetahui keanggotaan kategori merek, tetapi mungkin tidak yakin bahwa
merek itu merupakan anggota sah kategori tersebut. Pendekatan ini
merupakan satu cara untuk menekankan titik perbedaan merek, sehingga
konsumen mengetahui keanggotaan sebenarnya dari suatu merek.
4. Memilih PODs dan POPs. Titik paritas digerakkan oleh kebutuhan
keanggotaan kategori (untuk menciptakan kategori POPs) dan kebutuhan
menghilangkan PODs pesaing (untuk menciptakan POPs kompetitif). Selain
perbedaan, dua pertimbangan penting lainnya dalam memilih titik perbedaan
adalah bahwa konsumen menginkan PODs dan bahwa perusahaan
mempunyai kapabilitas untuk menghantarkannya.
5. Menciptakan PODs dan POPs. PODs ini selanjutnya akan menjadi dasar
dalam menentukan targer pasar dan positioning bagi produk atau jasa. PODs
yang diciptakan akan ditujukan kepada target pasar yang relevan dengan
value yang ditonjolkan. Selanjutnya, pemasar akan menentukan positioning
yang sesuai dengan karakter target pasarnya. Dengan positioning yang kuat
dan berfondasi pada PODs tadi, maka pemasar akan dapat ‘unjuk gigi’
kepada target pasarnya, dengan mengkomunikasikan keunikannya yang
tidak dimiliki oleh pesaing lainnya walaupun mereka menawarkan benefit
utama yang sama (POPs). Salah satu kesulitan umum dalam menciptakan
positioning merek yang kuat dan kompetitif adalah bahwa banyak atribut dan
manfaat yang membentuk titik paritas dan titik perbedaan yang berkorelasi
negatif. Sebagian besar seni dan ilmu permasaran berhubungan dengan
trade off, dan begitu juga dengan positioning. Pendekatan terbaik yang jelas
adalah mengembangkan produk atau jasa yang bekerja dengan baik pada
dua dimensi tersebut.
Langkah selanjutnya dalam perjalanan menuju hubungan merek adalah
untuk mulai memberi merek tersebut dengan karakteristik manusia, yang disebut
dengan kepribadian merek. Relationship, adalah tingkatan yang terakhir dalam
tangga merek. Pada tingkatan ini merek sudah memiliki pertalian dengan
pelanggannya, sehingga merek memiliki efek yang lebih besar, karena ada
penguatan-penguatan dari lingkungannya. Dalam kondisi seperti ini merek
memiliki gema merek (brand resonance), gema merek ditandai dengan intensitas
dan keterkaitan psikologis yang mendalam antara pelanggan dengan merek,
Sri Widyastuti
!!
129
sehingga menimbulkan tingkat loyalitas. Secara spesifik, gema merek
mencakup: (i) perilaku setia (behavior loyality), (ii) pengamatan sikap (attitudinal
attachment), (iii) kesadaran komunitas (sense of community), dan (iv) pengikatan
secara aktif (active engagement).
Merupakan langkah yang penting, jika ada pengakuan bahwa pelanggan
mengembangkan hubungan dengan merek. Pelanggan dapat berfikir bahwa
merek memiliki karakteristik yang serupa dengan orang yang bisa diajak menjalin
hubungan dekat. Pada kenyataannya, akan cenderung mengembangkan
hubungan dengan merek yang memiliki karakteristik sama dengan asosiasi
seseorang. Merek tidak hanya menggambarkan orang tersebut dalam istilah
demografik (usia, pekerjaan, status perwakinan, anak-anak dirumah), tetapi juga
gaya hidup mereka (di mana mereka berlibur, mobil apa yang mereka kendarai,
program TV apa yang mereka lihat, buku apa yang mereka baca) dan
kepribadian orang tersebut (apakah orang itu ramah, masam, suka bergaul,
pemalu, baik, peduli, terbuka, segan). Sebagai perkembangannya, peserta riset
mempresentasikan gambaran mendetail dari kepribadian sebuah merek, yang
dapat digunakan untuk memposisikan merek tersebut melawan merek pesaing
dan untuk mengesahkan strategi pemosisian (positioning strategy) dari
departemen pemasaran.
Tingkat terakhir dari evolusi sebuah merek dari sekadar nama menjadi
contoh kesuksesan adalah tercapainya hubungan merek. Pada poin ini
pelanggan telah mencapai kedekatan dengan sebuah merek sehingga merek
tersebut sama pentingnya dengan toko retail atau laundry di sudut jalan, merek
menjadi bagian penting dari kehidupan pelanggan. Status sebuah merek yang
mapan, merek yang berhasil menjalin hubungan tahan lama dengan banyak
pelanggan, harus diperjuangkan bukan dibeli, pengelolaan hubungan merek
membutuhkan kerja keras dan investasi dalam kualitas. Hubungan merek tidak
dapat dibeli dengan mengeluarkan banyak uang untuk iklan yang mendukung
peluncuran sebuah merek. Kebanyakan pemimpin merek di pasar telah berada di
sana selama bertahun-tahun, memberikan produk dan jasa berkualitas secara
konsisten pada pelanggan mereka. Kekecualian dalam hal ini adalah merek-
merek yang tampaknya begitu saja muncul, dan menjadi pemimpin di sektor
mereka, kebanyakan belum ada atau sedang dikembangkan 10 atau 15 tahun
yang lalu. Merek-merek seperti Microsoft, Starbucks, Intel, dan Amazon.com
Sri Widyastuti !
!
!!
130
memiliki keuntungan sebagai yang pertama muncul di sektor yang baru. Karena
posisi perusahaan sebagai pemimpin pasar, merek mereka sama berharganya
dengan merek perusahaan yang telah menghabiskan berpuluh-puluh tahun untuk
mengelola hubungan merek mereka.
Seiring berjalannya waktu, saat merek menjadi mapan dan
mengembangkan hubungan dengan pelanggan mereka, merek tersebut
memperoleh ekuitas merek. Kita cenderung berpikir bahwa ekuitas adalah
konsep finansial yang secara historis diasosiasikan dengan aset tangible. Ekuitas
merek adalah nilai akumulatif yang telah dikumpulkan merek tersebut karena
loyalitas pelanggannya. Konsep ekuitas layak dipakai karena loyalitas seorang
pelanggan merupakan aset perusahaan yang paling berharga. Ekuitas sebuah
merek tidak terletak pada merek itu sendiri, melainkan pada hubungannya
dengan pelanggannya. Ekuitas ditentukan oleh kedekatan dan kekuatan
hubungan pelanggan dengan merek yang menciptakan nilai bagi merek tersebut,
kemampuan merek untuk mendukung loyalitas pelanggan dan aliran pendapatan
yang kuat di masa depan.
Pada kenyatannya sebuah merek memang sudah dianggap sebagai aset
(equity) oleh sebuah perusahaan atau yang lebih dikenal dengan istilah ekuitas
merek, Kotler & Keller, (2012). Selanjutnya Aaker, 2001 (dalam Widjaja, dkk,
2007) memandang ekuitas merek sebagai suatu perangkat dari lima kategori
aset yang terdiri dari: (1) kesetiaan merek (brand loyality), (2) kesadaran merek
(brand awareness), (3) mutu yang dirasakan (perceived quality), (4) asosiasi
merek (brand association), dan (5) aset kepemilikan lainnya (property brand
assets) seperti pola, merek dagang, dan saluran distribusi. Dalam pengertian
umum, sebagai akibat dari kekuatan dan ekuitas merek yang diiklankan,
konsumen mungkin lebih bersedia untuk menambah komunikasi merek, proses
komunikasi ini lebih baik, serta memiliki kemampuan yang lebih besar untuk
kemudian mengingat atau menyertai komunikasi kognitif, reaktif dan afektif,
(Kotler & Keller, 2009).
Mengingat manfaat yang menguntungkan, maka (Kotler & Keller, 2009).
menjelaskan pentingnya membangun merek, agar merek tersebut memiliki
ekuitas (brand equity). Sejalan dengan hal tersebut, proses untuk membangun
merek mencakup beberapa tahapan yaitu: (i) brand identity adalah konsep
Sri Widyastuti
!!
131
merek atau identitas merek yang berasal dari sudut pandang pemilik merek, (ii)
brand awareness adalah tahapan untuk mendapatkan pengenalan merek, yang
tercapai jika target pelanggan mengetahui, dan mengingat merek, (iii) brand
image adalah kesan (impression) pelanggan mengenai merek, untuk itu
pemasaran harus mengakumulasikan kesan positif terhadap merek, (iv) brand
promise adalah manfaat yang dinikmati oleh pelanggan jika membeli dan
mengonsumsi produk. Merek yang memberikan sebuah janji kepada konsumen,
apa yang akan didapatkan konsumen ketika membeli merek perusahaan.
Contohnya: Nike menawarkan atletis, kinerja, kekuatan, kesehatan yang baik,
dan kesenangan. (v) brand experience adalah kondisi dimana pelanggan
bersedia membeli produk secara regular atau periodik, karena merasa cocok
dengan produk tersebut. Perusahaan harus dapat menciptakan pengalaman
merek yang positif, penting untuk memastikan bahwa sebanyak mungkin kontak
dengan perusahaan tetap positif. Kontak harus menarik, mengejutkan, menarik,
positif, dan/atau saling menguntungkan. (vi) adalah kondisi dimana pelanggan
selalu memiliki produk tertentu pada setiap kesempatan pembelian. Suatu ukuran
keterkaitan pelanggan kepada sebuah merek. Ukuran ini mampu memberikan
gambaran tentang mungkin tidaknya seorang pelanggan beralih ke merek lain
yang ditawarkan oleh pesaing, terutama jika pada merek tersebut didapati
adanya perubahan, baik menyangkut harga ataupun atribut lainnya. Seorang
pelanggan yang sangat loyal kepada suatu merek tidak akan dengan mudah
memindahkan pembeliannya ke merek lain, apa pun yang terjadi dengan merek
tersebut. Bila loyalitas pelanggan terhadap suatu merek meningkat, kerentanan
kelompok pelanggan tersebut dari ancaman dan serangan merek produk pesaing
dapat dikurangi. (vii) brand equity adalah nilai merek di pasar, dan brand equity
yang memiliki dimensi financial.
Merek (Brand Equity), menurut Aaker (dalam Lubis, 2013) ekuitas merek
adalah seperangkat asset dan liabilitas yang terkait dengan suatu merek, nama
dan simbol yang mampu menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh
sebuah produk atau jasa baik pada perusahaan ataupun pada pelanggan.
Menurut Simamora, mengemukakan bahwa ekuitas merek adalah nilai tambah
yang diberikan merek kepada produk. Ekuitas merek (Brand Equity) adalah nilai
tambah yang diberikan pada produk dan jasa, Kotler & Keller, (2009). Ekuitas
yang tinggi menjadi idaman setiap merek, hal itu berarti bahwa merek-merek
Sri Widyastuti !
!
!!
132
tersebut memiliki kedekatan dengan pasar pelanggan. Apabila suatu merek di
dalam benak konsumen mempunyai persepsi dan nilai yang positif, maka
konsumen akan mempersepsikan merek tersebut sebagai merek yang
berkualitas dan mempunyai mutu yang bagus. Menurut Irawati, Ika, ekuitas
merek (brand equity) adalah nilai tambah yang diberikan pada produk dan jasa
yang dapat tercermin dalam cara konsumen berpikir, merasa, dan bertindak
dalam hubungannya dengan merek, dan juga harga, pangsa pasar, dan
profitabilitas yang diberikan merek bagi perusahaan.
Merek dibangun oleh konsumen di benaknya, bukan oleh perusahaan,
inilah cara dimana konsumen merasakan sebuah merek yang dapat
mereprentasikan dirinya. Sebenarnya tidaklah penting janji yang akan
disampaikan perusahaan mengenai merek, karena yang lebih penting adalah
bagaimana konsumen merasakan merek produk atau jasa yang ditawarkan
perusahaan. Perusahaan harus berupaya keras untuk melakukan aktivitas-
aktivitas dalam mengembangkan persepsi konsumen yang lebih akurat yang
dapat merefleksikan merek, karen kalau tidak melakukan aktivitas tersebut merek
akan mengalami stuck yang pada akhirnya akan dilupakan orang. Sebagai
contoh bagaimana konsumen mempersikan aktivitas merek Indomie, maka
perusahaan harus memiliki persepsi terhadap semua aktivitas merek Indomie
dengan menciptkan persepsi-persepsi spesifik konsumennya untuk menjadi
selera di setiap kesempatan.
Menurut Durianto (dalam Khasanah, 2013), semakin kuat ekuitas merek
suatu produk, maka akan semakin kuat pula daya tariknya bagi konsumen untuk
membeliproduk tersebut dan pada akhirnya akan memberikan keuntungan yang
terus meningkat kepada perusahaan. Aaker dalam Tjiptono & Chandra (2013)
mengklasifikasikan merek ke dalam lima ketegori : (1) loyalitas merek, (2)
kesadaran merek, (3) persepsi kualitas, (4) asosiasi merek, (5) asset merek
lainnya. Ekuitas merek menjadi topik hangat bagi eksekutif perusahaan atau
marketer dan akademis terutama ketika memperhitungkan kinerja jangaka
panjang sebuah bisnis. Oleh karena itu ekuitas merek memilik manfaat yang
sangat besar baik bagi perushaan maupun konsumen. Manfaat ekuitas merek
menurut Hasan (2013), yaitu:
1. Dapat membantu membedakan produk dari produk yang ditawarkan pesaing.
Sri Widyastuti
!!
133
2. Dapat menjadi pengganti kualitas dan menciptakan image positif dalam
pikiran pelanggan, membantu memikat para pelanggan baru.
3. Dapat mencegah penurunan market share selama perang harga dan
promosi, memberikan waktu pada perusahaan untuk merespon atau
menanggapi ancaman persaingan.
4. Jika tangibilitas suatu produk semakin besar, maka semakin besar
pentingnya ekuitas merek sebagai sumber diferensiasi keunggulan dalam
bersaing.
5. Dapat membantu pelanggan mengurangi risiko evaluasi kualitas dalam
keterlibatannya dengan keputusan pembelian.
6. Dapat menjadi penjelas bagi pelanggan yang masih ragu – ragu mengenai
pengalaman dan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan kualitas
produk.
7. Dapat mendorong pelanggan membayar harga dengan harga sangat mahal
karena kemampuannya mengurangi ketidakpastian.
Setelah perusahaan dapat membangun sebuah brand equity (ekuitas
merek), maka selanjutnya perusahaan harus memahami bagaimana cara atau
tahapan proses dalam mengembangkan ekuitas merek produk tersebut (Kotler &
Keller, 2002). Perkembangan brand equity paling tidak mengikuti enam tahapan
yang akan di jekaskan sebagai berikut, Hasan (2013) :
Tahap 1 : Produk Unbranded. Pada tahap pertama “barang diperlakukan sebagai
barang komoditi atau kasus dimana konsumen enggan untuk membuat
perbedaan merek, misalnya tusuk gigi. Di negara-negara berkembang, informasi
tentang produk umumnya dibatasi dan karenanya konsumen memiliki
pengetahuan merek produk sangat sedikit. Ekuitas merek nyaris tidak ada pada
tahap ini.
Tahap 2 : Merek sebagai Referensi. Produsen meningkatkan daya saing produk
di pasar untuk membedakan produk mereka dari yang lain. Pelanggan belajar
tentang produk dari pegetahuan yang berhubungan dengan informasi produk.
Pada tahap ini, upaya membangun ekuitas merek berfokus pada kesadaran
merek, yang berhubungan dengan atribut produk, dan manfaat fungsional.
Meningkatkan kekuatan asosiasi merek adalah tujuan utama dari bauran
pemasaran.
Sri Widyastuti !
!
!!
134
Tahap 3 : Merek sebagai Kepribadian. Ketika banyak produsen membuat klaim
rasional/atribut fungsional, diferensiasi di antar merek. Pelanggan memilih merek
sejalan dengan kepribadian, nilai-nilai emosional dari brand dan target gaya
hidup konsumen. Dengan demikian, kepribadian konsumen dan merek mulai
digabungkan agar nilai merek menjadi ekspresi diri konsumen. Pada tahap ini,
manajemen harus memberikan perhatian yang terus menerus ke pasar untuk
menciptakan kepribadian yang tepat untuk merek dan memperbaruinya ketika
diperlukan.
Tahap 4 : Merek sebagai Ikon. Pada tahap ini, konsumen memiliki pengetahuan
merek dan menggunakan manfaat simbolik sebagai identitas. Manajemen
menghubungkan merek dengan nilai tertentu untuk memperluas persepsi merek
global, yang dinotasikan sebagai simbol fisik, seperti M pada McDonald. Ikon
memudahkan identifikasi simbolis dari sebuah merek dan tidak peduli pada
bahasa lokal (apa) yang digunakan. Beberapa asosiasi seperti Michael Jordan
dan Nike menunjukkan satu set asosiasi sekunder yang sangat positif.
Tahap 5 : Perusahaan sebagai Merek. Merek memiliki identitas komposit dan
tersedia banyak jalur komunikasi antara konsumen dalam tahap ini. Dengan
munculnya penetrasi internet memungkinkan lebih banyak konsumen untuk
mengetahui apa yang mereka inginkan. Konsumen jadi lebih bersemangat untuk
terlibat dalam proses penciptaan merek dalam membangun sikap mereka
terhadap merek. Di sisi penawaran, pasar cenderung menjadi lebih luas, sebagai
segmentasi berbasis kebutuhan menjadi lebih umum dibanding dukungan
berbagai merek individu, penggunaan asosiasi perusahaan dan sikap terhadap
merek yang dikembangkan dalam tahap ini.
Tahap 6 : Merek sebagai Kebijakan. Pada tahap akhir, merek dan perusahaan
diidentifikasikan dengan etika, sosial dan politik. Konsumen berkomitmen
berbagai pandangan untuk merek-merek dan perusahaan yang terkait dengan
mereka. Risiko dari melibatkan isu-isu etis, politik, dan sosial adalah menjauhkan
konsumen terutama jika mereka tidak suka terhadap sudut pandang perusahaan.
Pada tahap ini, perusahaan memilihi fokus favorabilitas asosiasi merek untuk
menarik pelanggan potensial.
Perusahaan-perusahaan harus menyadari bahwa ada ekuitas pada merek
yang mapan. Ekuitas tersebut adalah jumlah total aspek positif dari hubungan
Sri Widyastuti
!!
135
merek tersebut dengan pelanggannya, dikurangi dengan aspek negatif dari
hubungan tersebut. Dengan kata lain, merek yang mapan memiliki aspek positif
dan aspek negatif tertentu. Ini adalah fakta yang harus dipertimbangkan ketika
sebuah perusahaan berfikir untuk mengganti nama sebuah merek atau
menghilangkan sebuah merek dari rangkaian produknya. Keputusan yang baru-
baru ini diambil oleh Procter & Gamble dan Unilever untuk mengurangi jumlah
merek dalam rangkaian produknya menimbulkan masalah semacam ini.
Bagaimana kita menentukan merek mana yang harus dihilangkan? Jawabannya:
Kita menghilangkan merek yang memiliki paling sedikit ekuitas merek dan yang
memiliki hubungan merek yang terlemah.
Ketika perusahaan melakukan merger, manajemen seringkali ingin
mengubah nama dan menciptakan identitas yang sungguh-sungguh baru,
Barnes, (2005). Hal itu terjadi dewasa ini dengan demutualisasi dari perusahaan-
perusahaan asuransi jiwa dan privatisasi perusahaan publik yang sebelumnya
dimiliki dan dioperasikan oleh negara. Jadi, ketika perusahaan farmasi Ciba dan
Sandoz merger, hasilnya adalah Novartis. Mutual Life of Canada menjadi Clarica
setelah demutualisasi. Telecom Eireann menjadi eircom ketika nilai sahamnya
menurun. Tantangan dari semua hal ini terkait dengan dampak hubungan merek
terhadap perubahan suatu merek atau penetapan suatu merek baru. Apa makna
dari nama seperti Novartis dan Clarica bagi orang-orang? Mungkin mereka
memiliki makna tertentu bagi manajer senior yang terlibat dalam keputusan untuk
mengubah merek, tetapi mungkin hanya sedikit berarti bagi pelanggan dan publik
sampai merek tersebut menjadi mapan. Masalahnya adalah apakah ekuitas yang
melekat pada merek sebelumnya menjadi hilang dan apakah ekuitas baru ini
harus mulai membangun hubungan pelanggan dan ekuitas dari awal lagi. Tidak
ada hubungan merek dengan merek baru kecuali perusahaan berhasil
memindahkan hubungan dengan merek terdahulu ke merek baru.
Dalam kasus Telecom Eireann, pada pertengahan tahun 1999, perusahaan
menghadapi tantangan untuk menampilkan wajah segar pada saat perusahaan
diambil alih oleh investor. Sewaktu memindahkan perusahaan tersebut dari
perusahaan telepon yang dimiliki pemerintah Irlandia menjadi perusahaan publik
yang harus bersaing, manajemen harus mentransfer ekuitas emosional positif
dari merek Telecom Eireann pada merek baru Eircom. Sementara itu mereka
barusaha meninggalkan hal-hal yang diasosiasikan dengan kondisi saat menjadi
Sri Widyastuti !
!
!!
136
perusahaan yang progresif, profesional, dan ramah. Tantangan pertama adalah
untuk menciptakan kesadaran yang luas akan merek Eircom, dan kemudian
menggunakan strategi yang akan secara sukses menjalin hubungan positif
antara merek baru tersebut dengan orang Irlandia.
5.2 Relevansi Sebuah Merek
Di pasar yang serba kompetitif seperti sekarang ini, merek mempunyai
peranan penting bagi kelangsungan hidup sebuah perusahaan. Selain itu merek
bukan hanya dianggap sebagai sebuah nama, logo ataupun simbol. Lebih dari itu
merek merupakan nilai yang ditawarkan sebuah produk bagi konsumen yang
memakainya. Bahkan pada tataran yang lebih tinggi merek dapat memainkan
sejumlah peran penting untuk meningkatkan hidup konsumen dan nilai keuangan
perusahaan. Dengan kata lain bahwa merek dapat menjadi sumber penghidupan
perusahaan, karena itu merek merupakan salah satu keputusan strategis yang
harus diperhatikan oleh perusahaan. Selanjutnya Kotler & Keller (2012)
menyatakan bahwa: merek dapat memberikan manfaat yang besar bagi
produsen maupun konsumen, merek dapat menjadikan satu tingkat tertentu
dimana pembeli yang puas dapat lebih mudah memilih produk tersebut,
sehingga merek mampu menambah nilai bagi konsumen. Merek mempunyai
karakteristik yang dapat membedakan suatu produk dengan produk yang lainnya.
Simamora, (2008) merek memiliki berbagai karateristik sebagai berikut:
mencerminkan manfaat dan kualitas, singkat dan sederhana, mudah dibaca
didengar, diucapkan, dibaca dan diingat, memilki kesan yang berbedadari merek-
merek yang sudah ada dan mudah diterjemahakan ke dalam bahasa asing dan
tidak mengandung konotasi negatif dalam bahasa asing, serta dapat didaftarkan
dan mendapat perlindungan hukum sebagai hak paten.
Banyak merek yang mulai dengan hanya sekadar nama dan pada saat itu
hanya sedikit bermakna bagi pelanggan – merek-merek seperti Xerox, Intel dan
Nike sebagai contohnya. Namin seiring berjalannya waktu, merek-merek ini telah
menjadi beberapa dari merek-merek yang paling sukses dan dihargai di dunia.
Apa yang menjadi puncak dalam perjalanan membangun sebuah brand?
Menurut branding guru, Keller, itu adalah brand resonance. Dalam piramida
Costumer-Based Brand Equity (CBBE), brand resonance bertengger di posisi
Sri Widyastuti
!!
137
puncak. Apa sebenarnya brand resonance? Dalam bukunya yang berjudul
Strategic Brand Management ia menjelaskan bahwa brand resonance
merupakan langkah akhir dalam model CBBE yang berfokus pada relationship
tertinggi dan tingkat identifikasi pelanggan terhadap sebuah merek.
Menurut Keller, (2008) brand resonance mengacu pada sifat-sifat alamiah
dari hubungan yang erat tersebut. Tapi tentu tidak berhenti sampai di situ, hal
tersebut juga menunjuk pada keadaan ketika pelanggan merasa “nyambung”
dengan suatu merek. Kalau istilah Amalia (2006), ini adalah keadaan ketika
seseorang merasa sebuah brand telah menjadi soulmate-nya. Ketika seorang
pelanggan merasa sangat terhubung dengan sebuah merek dan
mengidentifikasikan dirinya dengan merek tersebut, itulah yang kita sebut sebuah
brand resonance. Nah, brand resonance merupakan hasil dari dua hal, yaitu
awareness dan brand image. Pada saat awareness dan brand image terbangun
dengan sangat baik, hal tersebut akan beresonansi dalam bentuk-bentuk
hubungan yang lebih emosional antara merek tersebut dengan pelanggannya.
Apple, Harley-Davidson, dan eBay merupakan contoh-contoh merek yang
memiliki resonansi tinggi. Gambar 5.2 menunjukkan gema merek dalam bentuk
piramida yang dijelaskan dengan tahap pengembangan merek dan tujuan
penetapan merek untuk setiap tahap.
Resonance memperlihatkan hubungan dan tingkat identifikasi pelanggan
dengan merek. Judgements fokus pada pendapat pelanggan berdasarkan kinerja
dan citra perusahaan, sedangkan feelings menunjukkan adanya respon
emosional pelanggan dalam hubungannya dengan merek. Kinerja berkaitan
dengan kepuasan pelanggan karena terpenuhinya kebutuhan fungsional.
Imagery berkaitan dengan kepuasan kebutuhan psikologis pelanggan, adapun
salience berhubungan dengan kesadaran merek. Tanpa adanya merek,
konsumen menjadi kurang merasa aman dari kemungkinan buruk di luar
harapannya. Seperti yang diungkapkan oleh Kenapp 2001 (dalam Maya Widjaja,
2007) bahwa tujuan utama dari merek sejati adalah untuk menambah nilai
manusia. Selanjutnya merek sejati adalah pemberian manfaat kepada
pelanggan, dan merek yang terdiferensiasi lebih mudah untuk dikomunikasikan
secara efisien kepada konsumen.
Sri Widyastuti !
!
!!
138
Gambar 5.3 Brand Resonance Pyramid, Kotler & Keller (2012)
Tingkatan merek beserta dimensi-dimensinya dijabarkan Keller (2008)
sebagai berikut: ”Identity, adalah tingkatan pertama pada tangga merek, pada
tingkatan ini merek menetapkan identitas, sehingga pelanggan merasa perlu
untuk mencatatnya (noticeable) tujuannya adalah untuk mendapatkan
pengenalan dan kesadaran (awareness) dari pelanggan dalam eksistensinya
atau keberadaan dari merek. Pengenalan merek pada dasarnya mengacu pada
kemampuan pelanggan untuk mengenali (recognize) dan mengingatkan kembali
(recall) merek”. Persepsi tentang sebuah merek yang ingin perusahaan
sampaikan kepada konsumen sehingga membentuk persepsi dari konsumen
terhadap merek tersebut
Meaning, adalah tingkatan kedua pada tangga merek, pada tingkatan ini
merek dijabarkan dengan cara menciptakan kinerja merek (brand performance)
dan citra merek (brand image), kinerja merek dihasilkan oleh produk, yang
sebenarnya menjadi jantung dari ekuitas merek. (Keller, 2008): atribut-atribut
produk secara professional harus memuaskan seluruh pelanggannya, produk
harus benar-benar berfungsi baik dan ekspektasi pelanggan harus berhasil
dipenuhi oleh produk, terlepas dari produk itu berupa barang, jasa, organisasi,
!!
!"#$%&%'"(
)*+,-"%.#(((((((/""01%,#(
2"34$3-&%'"(((((((((((((((((((5-&,"36((
((7&01"%'"(
83&%+(8*10+1%,(80$'9#(!
83&%+1%,(:;<"'.1="(&.(>&'?(7.&,"
5%."%#"(@'.1="(A$6&0.6(
2$#1.1="B(@''"##1;0"((!"&'.1$%#(
2$1%.C$4C2&31.6(D(E144"3"%'"(
E""FB(8$&3+(83&%+(@G&3"%"##(
HI(!"0&.1$%#?1F#(J("#$%!$&'(%!)'(!$*+!
,-.!
KI(!"#F$%#"(J("#$%!$&'(%!)'(.
LI(M"&%1%,(J("#$%!$/-!)'(.!
NI(5+"%.1.6(J("#'!$/-!)'(.!
7.&,"($4(83&%+(E"="0$F-"%.!
Sri Widyastuti
!!
139
atau orang. Kinerja merek dibentuk melalui: (i) ingredients & supplementary
feature; (ii) relability, durability, serviceability dari produk (iii) efektivitas, efisiensi
dan empati dari pelayanan; (iv) gaya dan desain; (v) harga.
Sedangkan citra merek berhubungan dengan bagaimana pelanggan
memikirkan merek secara abstrak. Citra merek adalah yang konsumen pikirkan
dan rasakan ketika mendengar atau melihat sebuah merek. Citra konsumen yang
positif terhadap suatu merek lebih memungkinkan konsumen untuk melakukan
pembelian. Merek yang lebih baik juga menjadi dasar untuk membangun citra
perusahaan yang positif. Komponen citra merek adalah sebagai berikut: product
attribute, berupa hal-hal yang berkaitan dengan merek tersebut, seperti
kemasan, rasa, harga dn lain-lain, consumer benefits, berupa fungsi produk dari
merek tersebut, dan brand personality, berupa asosiasi mengenai sebuah merek
apabila merek tersebut layaknya manusia. Citra merek dapat muncul secara
langsung dari pengalaman pribadi atau secara tidak langsung berasal dari cerita
atau pengalaman orang lain. Ada 4 kategori yang dikaitkan dengan citra merek,
yaitu: (i) profil pengguna (user profile); (ii) situasi pembelian dan penggunaan
(purchase & usage situation); (iii) personality dan nilai; (iv) sejarah, warisan dan
pengalaman (history, heritage dan experience).
Response adalah tingkatan ketiga dalam tangga merek, pada tingkatan ini
makna merek yang dibentuk pada tingkatan kedua akan menuai tanggapan dari
pelanggan. Tanggapan dari pelanggan mencakup penilaian merek (brand
judgment) dan perasaan merek (brand feeling). Penilaian merek fokus pada opini
dan evaluasi pelanggan secara personal terhadap merek. Opini tersebut
mencakup penilaian konsumen terhadap kinerja dan citra merek secara
keseluruhan yang tercermin dalam: (i) kualitas merek; (ii) kredibilitas merek; (iii)
pertimbangan reaksi konsumen secara emosional dan sosial terhadap merek.
Perasaan merek menggambarkan bagaimana merek mempengaruhi perasaan
konsumen terhadap merek, juga perasaan konsumen terhadap orang lain, baik
pengaruh postif maupun pengaruh negatif, emosi terhadap merek lain didapat
ketika konsumen mengkonsumsi dan menggunakan produk. Perasaan merek
akan mencakup perasaan: (i) tenang dan damai (warmth), (ii) senang dan
gembira (fun), (iii) mengejutkan (excitement), (iv) aman dan nyaman (security),
(v) diterima lingkungan (social approval), (vi) percaya diri dan bangga (self
respect).
Sri Widyastuti !
!
!!
140
Resonansi sebuah merek itu sendiri bisa terlihat dalam dua sisi. Pertama,
intensitas, yaitu kedalam ikatan psikologis antara pelanggan dengan suatu
merek. Hal ini yang sering kita sebut dengan loyalitas. Kedua, tingginya aktivitas
yang didorong oleh loyalitas tersebut. Mulai dari seberapa banyak ia melakukan
pembelian produk, dan sesering apa pembelian tersebut dilakukan. Loyalis sejati
adalah seseorang menunjukkan keempat atribut yang digambarkan sebagai
himpunan bagian dari resonansi merek. Brand awareness memiliki beberapa
tingkatan dari tingkatan yang paling rendah (tidak menyadari brand) sampai
tingkatan yang paling tinggi yaitu Top of Mind, yang bisa digambarkan dalam
sebuah piramida. Piramida brand awareness dari rendah sampai tingkat tertinggi
adalah sebagai berikut:
Gambar 5.4 Piramida Brand Awareness (Durianto et al. 2004)
Penjelasan dari gambar tersebut adalah sebagai berikut:
1. Unware of Brand (tidak menyadari merek) adalah tingkat paling rendah dalam
piramida brand awareness di mana konsumen tidak menyadari adanya
suatu merek.
2. Brand Recognition (pengenalan merek) adalah tingkat minimal brand
awareness, di mana pengenalan suatu merek muncul lagi setelah dilakukan
pengingatan kembali lewat bantuan (aided recall).
3. Brand Recall (pengingatan kembali merek) adalah pengingatan kembali merek
tanpa bantuan (unaided recall).
4. Top of Mind (puncak pikiran) adalah merek yang disebutkan pertama kali oleh
konsumen atau yang pertama kali muncul dalam benak konsumen, atau merek
Sri Widyastuti
!!
141
tersebut merupakan brand utama dari berbagai merek yang ada dalam benak
konsumen.
Secara spesifik Keller, (2009) membagi brand resonance ke dalam empat
kategori, yaitu:
1. Behavioral loyalty merupakan perilaku yang menunjukkan loyalitas pada
sebuah merek. Seperti apa perilaku tersebut? Tentu dengan melakukan
pembelian. Namun, tentunya bukan sembarang pembelian, melainkan
pembelian berulang dengan volume tertentu. Dengan kata lain, kategori ini
menunjuk pada seberapa sering mereka melakukan pembelian dan berapa
banyak yang dibeli. Nah, pelanggan yang loyal ini nilainya luar biasa. Para
ahli di Amerika Serikat memperkirakan bahwa nilai pengguna komputer yang
sophisticated itu mencapai US$ 45.000. Orang yang masuk dalam kategori
ini adalah mereka yang membeli perangkat computer atau software baru tiap
dua tahun. Bandingkan nilai mereka dengan nilai pengguna biasa yang
hanya US$ 25.000. Mereka ini adalah orang-orang yang menunda
melakukan pembelian perangkat dan software selama mungkin. Barangkali
kalau belum rusak ya belum beli. Melihat nilai pelanggan setia yang begitu
tinggi, siapapun tentu setuju bahwa behavioral loyalty merupakan hal yang
penting.
2. Untuk menciptakan resonansi juga dibutuhkan attitudinal attachment. Sebuah
ikatan personal yang kuat antara pelanggan dengan sebuah merek.
Pelanggan tidak cukup hanya memiliki sikap positif terhadap sebuah merek.
Mereka harus melangkah lebih jauh, yaitu memandang sebuah merek
sebagai sesuatu yang istimewa dalam konteks yang lebih luas. Hal inilah
yang terjadi pada penggemar produk merek Apple. Mereka sangat bangga
menggunakan iPhone, merasa MacBook-nya adalah alat kerja yang akan
membuat mereka sukses, dan lain sebagainya. Mereka juga tak sabar
menanti update-update baru dari Apple.
3. Perlu afiliasi dengan sesama pelanggan dengan memperhatikan sense of
community para pelanggannya. Identifikasi diri terhadap sebuah komunitas
merek dapat menunjukkan sebuah fenomena sosial yang penting. Sense of
community adalah keadaan di mana pelanggan merasa bersaudara atau
berafiliasi dengan orang-orang yang berasosiasi dengan merek tersebut.
Hubungan ini bisa melibatkan sesama pengguna merek atau pelanggan,
Sri Widyastuti !
!
!!
142
atau malah ikut melibatkan karyawan dan perwakilan sebuah merek.
Pelanggan = Pembela Merek No. 1
4. Kategori terakhir sekaligus penegasan paling kuat dari brand loyalty adalah
kemauan pelanggan menginvestasikan sumber dayanya untuk berhubungan
dengan merek (active engagement). Sumber daya ini bisa dalam bentuk
waktu, energi, atau uang yang tentunya di luar dari pengeluaran untuk
mengonsumsi merek tersebut. Pada level ini seorang pelanggan tidak saja
setia membeli produk merek kesayangannya, tetapi juga meluangkan waktu
untuk ikut dalam klub merek tersebut. Begitu hal tersebut terjadi, pelanggan
itu telah bertransformasi menjadi duta merek yang membantu
mengomunikasikan tentang merek tersebut sekaligus memperkuat ikatan
merek dengan yang lain. Merek mana yang tidak ingin memiliki pelanggan
seperti ini? Pelanggan seperti inilah yang sering disebut penggemar fanatik
sebuah merek. Seorang pelanggan merek tertentu membela habis-habisan
merek kesayangannya di media sosial. Mereka lah sosok pelanggan yang
telah berubah menjadi duta merek. Orang-orang yang secara aktif
membangun kedekatan dengan merek favoritnya dan bersedia menjadi
pembela nomor satu.
Dalam ekuitas merek (CBBE) model berbasis pelanggan yang diusulkan
oleh Keller (2008), resonansi merek secara resmi diusulkan. Kemudian, Keller
(2008) didefinisikan merek resonansi sebagai hubungan antara konsumen dan
merek, atau sejauh mana konsumen merasakan merek, dan ada perbedaan
resonansi emosional "potensi" konsumen dengan merek, yang dapat dibagi
menjadi empat tingkatan , yang lampiran, loyalitas perilaku, rasa komunitas, dan
keterlibatan aktif. Keller (1993) menunjukkan bahwa untuk beresonansi dengan
merek tertentu, konsumen perlu tidak hanya sering menggunakan produk dari
merek, tetapi juga harus aktif khawatir tentang informasi yang berkaitan dengan
merek, membentuk keterikatan psikologis yang kuat untuk merek. Loyalitas
konsumen disebabkan oleh merek resonansi dapat dinyatakan dalam dua cara,
yaitu loyalitas perilaku dan loyalitas emosional. Ia percaya bahwa loyalitas
emosional mengharuskan adanya loyalitas perilaku, tetapi sebaliknya mungkin
tidak benar.
Sri Widyastuti
!!
143
Merek menjadi berharga bagi pelanggan dan pemiliknya hanya jika mereka
memiliki makna. Seperti juga hubungan lain, mereka menjadi bermakna seiring
berjalannya waktu. Kita berbicara tentang hubungan yang bermakna seperti
hubungan yang tahan lama dan memiliki peranan penting dalam kehidupan kita.
Hal yang sama berlaku juga bagi merek. Merek-merek yang paling penting bagi
kita telah menambahkan makna pada kehidupan kita sehari-hari. Beberapa
merek menjadi bagian kehidupan kita. Tetapi hanya sedikit merek yang memiliki
status semacam itu dalam kehidupan sebagian besar pelanggan, dan beberapa
pelanggan lebih mungkin untuk mengembangkan hubungan merek dibanding
pelanggan lain.
Susan Fourneir dari Harvard Business School mengklaim bahwa pelanggan
tidak membeli lagi merek tertentu hanya karena mereka menyukainya tau karena
produk dan jasa tersebut mempunyai performa yang baik. “Mereka terlibat dalam
hubungan dengan sejumlah merek karena mereka mendapat manfaat dari
makna yang ditambahkan merek-merek tersebut pada kehidupan mereka.
Beberapa makna ini bersifat fungsional dan berfaedah; makna yang lain lebih
bersifat psikologis dan emosional. Akan tetapi semuanya memiliki maksud
tertentu dan berpusat pada ego dan oleh karena itu sangat signifikan bagi orang
yang terlibat di dalamnya. Tetapi bagaimana makna tercipta? Bagaimana
beberapa merek dapat menempati tempat yang sangat sentral dalam kehidupan
kita? Merek menjadi lebih bermakna saat kita meningkatkan pengalaman kita
dengan mereka. Makna tidak dapat dengan mudah diciptakan melalui iklan dan
komunikasi dalam bentuk lain, yang lebih efektif dalam menciptakan kesadaran
merek. Saat pelanggan berbagi pengalaman dengan merek tertentu, merek itu
mulai menjadi sesuatu, mewakili sesuatu. Penyebutan merek itu menciptakan
gambaran tertentu dalam pikiran pelanggan. Merek yang memiliki hubungan
bermakna dengan pelanggan mengambil tempat yang menonjol dan sentral
dalam kehidupan pelanggan tersebut. Hubungan emosional yang solid mulai
berkembang. Merek itu menjadi teman yang loyal dan dapat dipercaya, merek
yang dapat diandalkan untuk memenuhi harapan pelanggan setiap saat.
Dengan demikian, merek yang melaluinya pelanggan dapat diidenitifikasi,
adalah merek yang secara kuat dapat mengidentifikasi kepribadian pelanggan,
menciptakan nilai yang sangat besar bagi pelanggan. Nilai di ciptakan pada level
emosional yang tertinggi dan berakar dalam ingatan dan kepribadian dari individu
Sri Widyastuti !
!
!!
144
pelanggan. Merek-merek tertentu adalah “cocok” bagi pelanggan, dan merek
yang paling sukses telah berhasil menciptakan hubungan emosional. Contohnya
adalah Kraft; rangkaian produk bermereknya menempati peranan sentral dalam
kehidupan dan rumah banyak pelanggan. Hubungan emosional dengan Kraft
bagi beberapa pelanggan mungkin mengingatkan mereka kembali akan masa
kanak-kanak mereka ketika Kraft di asosiasikan dengan sandwich selai kacang
dan roti marshmallow saat berkemah dengan ayah dan ibu. Makna sebuah
merek adalah pengalaman dan nilai bersama. Ada banyak kesalahan konsep tentang apa sebenarnya merek itu.
Beberapa orang menganggapnya sebagai produk tertentu, orang lain berfikir itu
adalah nama sebuah perusahaan. Pendapat itu mungkin akurat, tergantung
konteks di mana nama produk atau perusahaan dipakai. Salah satu definisi
tentang merek sejati adalah “cara hidup”. Merek bukan hanya sekadar sebuah
kata, tetapi sebuah hasrat, komitmen dan janji unik yang dipenuhi setiap hari.” Ini
bukanlah deskripsi yang jelek tentang emosi yang ada dalam merek sejati.
Benar-benar seperti sebuah hubungan.
Scott Bedbury, Senior Vice President of Marketing dari Starbuck,
menawarkan sebuah cara pandang yang menarik, yang mencerminkan kuatnya
merek Starbuck dan fakta bahwa dia terlibat dalam mengenalkan dan
mengkampanyekan semboyan Nike “Just Do It” pada akhir tahun 1980-an dan
awal tahun 1990-an. Salah satu usulan Bedbury adalah bahwa merek yang besar
harus memiliki fokus jangka panjang, yang mengimplikasikan bahwa merek
harus siap untuk menginvestasikan sumber daya yang diperlukan untuk
membangun sebuah merek. Strategi semacam itu akan memampukan sebuah
merek “dikenal di seluruh dunia, melewati rintangan budaya, berbicara pada
beragam segmen pelanggan secara simultan, menciptakan skala ekonomi, dan
memungkinkan Anda beroperasi pada ujung spektrum – dimana Anda dapat
memperoleh keuntungan yang solid dalam jangka waktu lama.
Bedbury juga menyatakan bahwa sebuah merek yang besar mengetahui
anggapan pelanggan terhadap merek tersebut. Tetapi pandangan dari senior
executive ini tidak dapat menjelaskan apa anggapan pelanggan terhadap merek
tersebut dalam pikiran pelanggan. Hanya dengan menggunakan sumber daya
yang diperlukan untuk bertanya pada pelanggan apa arti merek tersebut bagi
Sri Widyastuti
!!
145
mereka dan bagaimana hubungan mereka dengan merek tersebut, maka
manajemen dapat memahami arti merek tersebut. Prinsip lain dari Bedburry
adalah “Suatu merek besar adalah cerita yang tidak pernah selesai diceritakan.”
Merek tersebut adalah cerita yang metaphor yang terus berkembang. Hal ini
terkait dengan sesuatu yang amat dalam –penghargaan fundamental manusia
terhadap mitologi.” Dia juga mengatakan bahwa “Cerita-cerita tersebut
menciptakan hubungan bagi manusia dan menciptakan konteks emosional yang
dibutuhkan orang untuk menempatkan diri mereka sendiri dalam pengalaman
yang lebih luas.”
Ekuitas merek adalah sebuah konsep yang sering digunakan untuk
mendeskripsikan merek, walaupun konsep itu sering disalahartikan. Konsep ini
dideskripsikan sebagai persepsi total dari sebuah merek meliputi kualitas relatif
dari produk dan jasa, performa finansial, loyalitas pelanggan, kepuasan, dan
keseluruhan penghargaan terhadap sebuah merek. Semuanya tentang
bagaimana perasaan pelanggan, karyawan, dan stakeholder lain terhadap
sebuah merek. Definisi merek dan ekuitas merek bersama-sama menyoroti
koneksi emosional yang dapat melekat pada sebuah merek. Keberadaan koneksi
emosional inilah yang menciptakan sebuah merek; jika tidak, merek itu hanyalah
sebuah nama produk atau nama perusahaan.
Lalu, bagaimana sebuah perusahaan dapat menjadi sebuah merek? Jack
Myers, seorang konsultan dari Myers Consulting Group di New York,
menyatakan bahwa harus ada empat elemen dalam sebuah merek: diferensiasi,
relevansi, komunikasi yang efektif, dan secara konsisten memenuhi janji. Ia
menyatakan: Di masa yang rumit, kacau dan penuh perubahan, kita berpaling
pada merek yang akrab dan terpercaya sebagai mercusuar untuk menuntun kita
dan memberi kita kepastian dan kenyamanan.” Keberadaan kepercayaan dan
janji inilah yang menciptakan sebuah merek. Sebagai contoh, pelanggan tahu
apa yang mereka harapkan ketika membeli sekaleng Cola, mengunjungi Disney
World, atau membawa keluarga ke McDonald untuk makan siang pada hari
sabtu.
Merek besar mengandalkan makna bagi pelanggan untuk memastikan
kesuksesan. Merek besar menciptakan nilai dengan menciptakan makna. Ketika
merek mendapatkan status saat pelanggan memiliki hubungan sejati dengan
mereka, nilai uang tidak terlalu perlu ditekankan; pelanggan loyal Heinz sudah
Sri Widyastuti !
!
!!
146
merupakan naluri bagi pelanggan. Mereka tidak menunggu sampai Heinz
menurunkan harga. Merek besar dengan hubungan pelanggan yang solid
menjual barang dengan harga penuh dengan presentase yang jauh lebih besar
dari total volume bisnis mereka, daripada merek yang kurang terkenal yang
harus bersaing harga. Merek-merek seperti Channel dan Gucci jarang
memberikan diskon. Hubungan merek yang sulit tidak didasarkan pada
persaingan harga; tetapi didasarkan pada emosi dan nilai-nilai yang memiliki
makna tertentu bagi pelanggan.
Membangun hubungan dengan merek menjadi makin penting saat
pelanggan kurang memiliki kontak langsung dengan karyawan perusahaan
langganannya. Pandangan tentang hubungan merek lebih mudah dihargai dan
dimengerti dalam konteks merek yang muncul dalam pikiran kita ketika
mendengar kata “merek” yaitu merek-merek yang melingkupi kehidupan kita
setiap hari. Kita menemui merek seperti Coca-Cola, Xerox, Mars, Yoplait, Kraft
dan Ford di setiap tikungan jalan. Merek-merek lain muncul dan menjadi terkenal
dalam waktu yang relatif singkat – Nike, Starbuck, dan Amazon.com. Apa yang
membuat merek tersebut menjadi bukan sekadar nama? Pada tingkatan mana
dari level penerimaan dan penyebaran produk tersebut di pasaran, suatu produk
layak disebut sebagai merek sejati? Saya percaya, itu adalah ketika penyebutan
merek tersebut menimbulkan makna tertentu; ketika pelanggan maupun non-
pelanggan melekatkan suatu arti penting peran merek tersebut dalam kehidupan
mereka, ketika sebuah merek dapat benar-benar dikatakan mewakili sesuatu.
Untuk mencapai sukses, perusahaan-perusahaan tersebut – kebanyakan
adalah pabrikasi barang-barang konsumsi yang cepat laku – harus
mengembangkan citra merek yang mampu berbicara ke pelanggan, yang
membawa pesan bahwa produk ini cocok bagi pelanggan. Jaringan distribusi
yang ada mungkin berarti kebanyakan dari kita menjalani hidup tanpa pernah
bertemu dengan seseorang dari Kellog, berbicara dengan perwakilan dari
Folgers, atau bertatap muka dengan pembuat kecap dari Heinz. Namun kita
mengenal merek-merek tersebut, dan mereka telah memiliki peran penting dalam
kehidupan dan rumah banyak orang. Merek-merek ini telah mengembangkan
hubungan merek yang pertama. Mereka harus melakukannya karena pihak retail
lah yang mengontrol distribusi dan yang bertemu langsung dengan pelanggan.
Sri Widyastuti
!!
147
Pemanufakturan merek-merek ini mengembangkan hubungan jangka panjang
yang sejati. Pabrikasi produk konsumsi melakukan sedikit kontak dengan
pelanggan produk mereka. Kontak biasanya dilakukan melalui iklan,
pengepakan, dan display di dalam toko. Jaringan distribusi biasanya membawa
produk ke pelanggan tanpa kontrol dari pemanufakturan. Intinya, mereka telah
mendelegasikan kontak dengan pengguna langsungny pada pihak retail, yang
langsung bertemu dengan pelanggan-pelanggannya. Mereka membangun
reputasi merek mereka dengan berbasis kualitas produk dan pesan emosional
yang disampaikan melalui iklan.
Sekarang ini teknologi telah mengubah segalanya. Kini, hubungan merek
yang dulu sebagian besar merupakan hubungan tanpa kontak, tiba-tiba berubah
menjadi lebih mirip dengan hubungan pelanggan konvensional, yang ditandai
dengan kontak langsung dengan pelanggan. Melalui penerapan teknologi, merek
seperti Heinz, Del Monte, Crest, Nestle, Campbell, dan Ivory, berada pada posisi
yang lebih baik dari sebelumnya untuk menjalin dan memelihara hubungan yang
ssejati degnan pelanggan. Mereka sekarang mampu untuk menyentuh langsung
pelanggannya melalui website, call center, e-mail, klub resep, klub anak-anak,
dan newsletter. Perusahaan pemanufakturan yang jarang melakukan kontak
dengan pengguna langsungnya, saat ini memposisikan diri mereka sebagai ahli
pemasaran hubungan. Mereka yang memprediksi akhir dari loyalitas merek
benar-benar salah. Merek-merek barang konsumsi besar tetap hidup dengan
baik, dan hubungan pelanggannya akan makin menguat di masa depan.
Ide tentang hubungan merek menjadi terkait dengan konteks lain.
Pikirkanlah tentang perusahaan yang beroperasi dalam apa yang kita sebut
situasi pelayanan yang “memang harus terjadi.” Mereka hanya memiliki sedikit
kontak dengan pelanggannya. Merek memiliki masalah yang sama dengan
pemanufakturan barang konsumsi: mereka jarang bertemu dengan
pelanggannya. Perusahaan-perusahaan ini, karena tidak memiliki kesempatan
untuk menjalin hubungan pelanggan-karyawan, harus meminjam ilmu dari ahli
hubungan merek seperti Nike, Coca-Cola, dan Michelin.
Demikian juga perusahaan yang berhubungan dengan pelanggannya
terutama atau secara eksklusif melalui teknologi, Barnes (2003). Banyak
perusahaan secara sistematis menghilangkan kontak manusia dari hubungan
mereka dengan pelanggan. Dengan alasan produktivitas dan efisiensi, hal ini
Sri Widyastuti !
!
!!
148
berpotensi merusak hubungan dengan pelanggan yang tidak dapat diperbaiki
lagi. ketika semua perusahaan bahan bakar memasang pompa otomatis yang
memungkinkan saya untuk menggesekan kartu VISA saya dan memompa bensin
saya sendiri dan pergi tanpa pernah berbincang dengan seorang karyawan,
insentif apa yang saya dapat untuk kembali dan kembali lagi ke pompa bensin
Shell? Tidak ada, kecuali jika perusahaan tersebut berhasil menciptakan
hubungan antara saya dan merek mereka. Mereka harus memberi saya sebuah
alasan, dan alasannya mungkin terletak pada perasaan saya terhadap merek
tersebut.
Pelanggan saat ini membeli banyak variasi produk dan jasa melalui internet.
Saat perdagangan elektronik mulai diterima secara luas, pelanggan akan makin
jarang bertemu dengan perusahaan dalam level antarpribadi. Dalam situasi
semacam ini, pelanggan akan lebih banyak berhubungan dengan merek
perusahaan daripada dengan karyawan-karyawan di organisasi tersebut, bahkan
pada kenyataannya bukan hanya tidak pernah bertemu dengan karyawan atau
berbicara dengan mereka, namun mengetahui sangat sedikit tentang perusahaan
tersebut atau di mana lokasi perusahaan itu. Bagi pelanggan, merek hanyalah
sekadar merek. Tantangannya di sini adalah bagaimana membangun dan
memelihara hubungan yang kuat dan dekat dengan pelanggan yang tidak pernah
mereka lihat, yang mempunyai amat banyak pilihan, dan hanya memiliki sedikit
loyalitas pada perusahaan. Dalam situasi ini, konsep membangun merek memiliki
makna yang sama sekali baru.
Tiga kategori perusahaan yang telah sangat berhasil dalam menciptakan
hubungan merek yang kuat dengan pelanggan mereka adalah – hubungan
merek terjadi karena kecil kemungkinan bagi pelanggan untuk menjalin
hubungan dengan karyawan perusahaan, karena mereka jarang bertemu atau
karena mereka berhubungan dengan perusahaan di banyak lokasi yang berbeda.
Perusahaan seperti Telkomsel, dan VISA berurusan dengan produk yang
intangible, ketika penawaran satu perusahaan dengan perusahaan lain tidak
berbeda satu sama lain. Akan tetapi perushaan-perusahaan ini telah berhasil
membangun reputasi akan pelayanan, kualitas dan inovasi yang membuat
pelanggan mempercayai mereka dan mereasa bahwa mereka dapat
mengendalikan perusahaan tersebut, Barnes (2003). Toko-toko ritel besar juga
Sri Widyastuti
!!
149
berhasil dalam membangun hubungan pelanggan yang kuat yang memastikan
bahwa pelanggan akan mengalami perasaan yang sama tak peduli toko mana
yang mereka kunjungi. Perusahaan-perusahaan seperti IKEA, Transmart, dan
Hypermart, telah berhasil menciptakan makna bagi pelanggan mereka dengan
menawarkan pengalaman berkualitas yang konsisten. Toko-toko lain seperti
L.L.Bean, Lands’End, dan Amazon.com melakukan hal yang sama dalam jarak
jauh dan dalam lingkungan virtual.
Akhirnya, perusahaan penyedia jasa yang besar lainnya menciptakan
pengalaman merek yang berkembang bagi banyak perusahaan, menjadi
hubungan yang tahan lama. Mereka melakukannya dengan membuat
pengalaman tersebut tak terlupakan. Pengalaman semacam itu bukan hanya
mampu diberikan oleh perusahaan hiburan dan perusahaan penerima tamu
seperti Four Seasons, Disney dan Seabourn Cruises. Sebuah perusahaan
seperti Xeroc telah membuktikan bahwa pelayanan yang biasa seperti fotokopi
dapat diubah menjadi merek yang mewakili sesuatu dengan menawarkan pada
klien servis yang efisien dan ramah dengan konsistensi yang luar biasa.
Hubungan merek bersifat pribadi dan kontekstual. Beberapa pelanggan
akan mengembangkan hubungan merek yang lebih kuat dari yang lain, tetapi hal
ini tidak berbeda dengan hubungan pelanggan dalam konteks lain, di mana
seperti kita amati sebelumnya, tidak semua pelanggan menginginkan hubungan
yang dekat. Tetapi bagi beberapa pelanggan, merek menempati tempat yang
sentral dalam kehidupan mereka. Merek yang mereka gunakan dan mereka
andalkan adalah komponen penting yang mendefinisikan mereka sebagai
individu. Merek yang membuat pelanggan ingin mengembangkan hubungan
dekat, tergantung pada kategori produk dan jasa apa yang penting bagi
pelanggan tersebut. Seorang pegolf mungkin mengembangkan hubungan yang
kuat dengan merek seperti Callaway atau Titleist, namun merek ini bahkan
mungkin tidak pernah dikenal oleh orang yang bukan pemain golf. Sementara
saya mungkin tahu atau bahkan mengagumi merek mapan seperti Harley-
Davidson. Saya tidak pernah memiliki hubungan dengan merek ini karena
sepeda motor tidak begitu penting bagi saya. Bagi keluarga muda, merek seperti
Johnson & Johnson mungkin mencapai status suatu hubungan, tetapi kekuatan
hubungan itu akan berkurang saat anak-anak bertumbuh dewasa.
Sri Widyastuti !
!
!!
150
Hubungan merek sejati adalah spesifik bagi setiap individu dan didasarkan
pada pengalamannya seiring berjalannya waktu. Hubungan merek tidak
dikembangkan sendirian atau sebagian besar oleh program pemasaran yang
efektif, atau paling tidak pemasaran dalam artian tradisional. Sementara iklan,
insentif harga, dan keistimewaan suatu produk baru akan merangsang minat dan
rasa ingin mencoba, sebuah hubungan tidak akan terjadi kecuali jika terjadi
kecocokan antara pelanggan dengan merek tersebut. Merek tersebut harus
menpati janji yang mereka iklankan, dan harus tepat digunakan oleh pelanggan.
Apa yang diwakili oleh merek itu harus mencerminkan nilai bagi pelanggan, jadi,
The Body Shop akan berhasil mengembangkan hubungan yang solid dengan
pelanggannya, sementara Revion akan sukses dengan pelanggan lain.
Hubungan terjadi berdasarkan pengalaman dengan produk itu. Sementara iklan
dapat menciptakan kesadaran dan menanamkan karakteristik dan bahkan
kepribadian suatu merek, iklan hanyalah memberi sekadar gambaran. Hubungan
merek terjadi hanya jika pelanggan mereasa puas dengan performa merek
tersebut dan perasaan apa yang tumbuh dalam dirinya yang berhubungan
dengan merek tersebut.
Pelanggan mengharapkan pemilik atau pembuat merek tersebut melakukan
kewajibannya dengan baik. Seperti telah kita lihat sebelumnya bahwa hubungan
sejati berlangsung dua arah, pelanggan mengharapkan konsistensi perilaku dan
kualitas. Saat hubungan berkembang dan menguat, pelanggan melihat merek
mereka sebagai komponen penting dari hidup mereka. Pelanggan mempercayai
dan mengandalkan merek dan merek itu menjadikan bagian dari hidup mereka
sebagai individu. Mereka menyayangi merek favorit mereka sekuat seperti dalam
hubungan antarpribadi. Mereka merasa terpukul dan terluka jika mereka favorit
mereka menghilang dari pasar atau formulanya diubah sehingga “tidak sama
seperti sebelumnya.” Perusahaan yang membuat produk bermerek menghadapi
risiko yang sama seperti yang dihadapi oleh perusahaan penyedia jasa ketika
mereka membuat perubahan dalam cara mereka beroperasi atau
menghantarkan jasa. Jadi, perubahan posisi merek perubahan pengepakan dan
perubahan formula semuanya adalah keputusan strategis yang penuh dengan
risiko karena mereka cenderung merusak hubungan merek yang telah mapan.
Sri Widyastuti
!!
151
Kraft telah mengubah dirinya dari sebuah perusahan pemanufaktur produk
tradisional menjadi sebuah perusahaan yang menghargai hubungan yang dimiliki
pelanggan dengan merek Kraft. Perusahaan merancang ulang bungkus dari
produk yang menjadi pemimpin pasar. Kraft Dinner, untuk membuatnya tampak
lebih modern dan populer. Kraft Dinner (yang dikenal di luar Kanada sebagai
Kraft Macaroni dan Cheese) adalah produk yang paling sering dibeli di Kanada
dengan lebih dari 90 juta kotak terjual setiap tahunnya. Pada saat yang sama,
perusahaan tersebut meluncurkan kampanye iklan yang berfokus pada aspek
emosional dari produk tersebut untuk “membangkitkan dan menggugah ingatan
sehingga pelanggan yang berhenti membeli akan mencobanya lagi.” Perusahaan
ini sedang mencoba membangun hubungan emosional yang mendalam antara
pelanggan dengan merek Kraft.
Salah satu tim olah raga yang paling terkenal di dunia adalah Manchester
United, tim sepakbola inggris yang telah menjadi legenda dan secara konsisten
berada di puncak atau mendekati puncak juara Liga. Baru-baru ini mereka telah
menerapkan strategi untuk mentransfer ekuitas positif dari merek Manchester
United melalui cara lain yaitu dengan membuka sejumlah toko ritel di negara-
negara lain, termasuk Irlandia, Timur Tengah, dan Asia Tenggara. Manajer
penjualan barang-barang dagangan klub ini menyatakan “Hal terpenting dari
membuka toko ritel adalah memungkinkan kita untuk menyajikan pengalaman
bersama Manchester United (dan) kita mencoba untuk memberi para pendukung
kesempatan untuk menjadi dekat dengan klub.” Tampak seperti sebuah
hubungan bagi saya. Dengan cara yang sama, Nike telah menjadi merek paling
sukses di dunia dalam menjalin hubungan emosional dengan pelanggan-
pelanggannya. Yang paling mengagumkan adalah, mereka melakukannya dalam
kategori produk sepatu yang berpotensi untuk diperlakukan sebagai item
komoditi. Bagaimanapun, Nike tidak pernah menjadikannya komoditi selama 30
tahun usianya. Tanda “swoosh” dikenal di seluruh dunia, dan anggaran iklannya
adalah mimpi semua agen periklanan, dengan pengeluaran tahunan senilai
ratusan juta dolar.
Nike telah mengembangkan strategi komunikasi yang unik, dan terkenal
sejak perusahaan tersebut berdiri, mereka selalu memilih tokoh olahraga terkenal
untuk mempromosikan produknya. Selama bertahun-tahun, mereka telah
memakai Dennis Rodman, Charles Barkley, John McEnroe, Michael Jordan, dan
Sri Widyastuti !
!
!!
152
yang terbaru adalah Tiger Woods, Barnes (2003). Selama mereka
mempromosikan Nike, masing-masing berada di puncak permainan mereka dan
masing-masing memberikan citra kehebatan, ketenangan, dan kesempurnaan.
Scoot Bedbury menyatakan bahwa sementara kecil kemungkinan pelanggan
menganggap hal ini sebagai suatu jenis kesombongan, mereka pastilah
mengingat tembakan Michael Jordan pada detik terakhir yang membawa
kemenangan bagi timnya yang membuat emosi mereka bangkit. Sebuah merek
menjangkau pelanggan dengan kekuatan yang menghubungkan pengalaman. Ini
adalah poin hubungan emosional yang lebih penting dari sebuah produk. Dan hal
yang lebih penting dari sebuah produk adalah merek. Inilah hubungan emosional
yang berhasil dibangkitkan oleh Nike.
5.3 Membangun Merek melalui Sponsorship
Salah satu cara paling efektif untuk membangun huubungan antara sebuah
merek dan pelanggannya atau publik umum adalah untuk terlibat dalam
sponsorship yang tepat dan berhubungan dengan orang yang tepat pula.
Perusahaan diasosiasikan dengan “properti” tertentu saat menjadi sponsor
sehingga dalam cara tertentu, mereka dapat memperoleh keuntungan bagi
merek mereka. Kecuali dalam situasi amal, perusahaan mengharapkan hasil
yang nyata dari asosiasi mereka dalam even olahraga, pameran seni,
pertunjukan dan aktivitas di masyarakat. Jika tidak, mengapa mereka
meminjamkan namanya? Oleh karena itu semua keputusan yang berkaitan
dengan sponsorship dan asosiasi harus didekati secara strategi. Properti atau
asosiasi apa yang oleh perusahaan dinilai “tepat”. Bagaimana sebuah
perusahaan memutuskan dari begitu banyaknya kesempatan setiap tahun?
Keputusannya harus di dasarkan pada kecocokan.
Banyak perusahaan besar mempunyai banyak pilihan properti saat mereka
menjadi sponsor. Beberapa di antaranya memiliki cakupan nasional dan mungkin
termasuk meminjamkan nama perusahaan untuk turnamen golf atau bahkan
sebuah tour profesional, menjadi sponsor utama dari siaran televisi yang
menayangkan event besar seperti Super Bowl, atau mensponsori kompetisi IPA
tingkatan SMU. Perusahaan seringkali diminta mempertimbangkan untuk
melekatkan nama mereka pada stadion olahraga, teater, pusat seni, atau
Sri Widyastuti
!!
153
bangunan-bangunan di kampus. Banyak kesempatan lain yang muncul pada
level lokal atau regional, di mana selalu terdapat kampus, orkestra simfoni, dan
klub-klub senior yang cukup berharga untuk didukung. Banyak perusahaan akan
setuju bahwa tuntutan untuk mensponsori jauh melebihi anggaran yang tersedia.
Sementara perusahaan sering dihubungkan dengan event dan organisasi
sebagai sponsorship korporat, ada juga situasi-situasi lain di mana prinsip-prinsip
sponsorship juga dapat diterapkan. Hal ini paling jelas terlihat ketika sebuah
perusahaan mensponsori peserta individual atau sebuah tim dalam sebuah
event, seperti ketika visa mensponsori tim papan luncur Kanada atau ketika
sebuah perusahaan mensponsori tour nasional dari sebuah grup rock atau
konser seorang pianis. Prinsip-prinsip yang sama dapat diterapkan ketika sebuah
perusahan menseleksi juru bicara bagi merek mereka atau memilih “model”
untuk iklan mereka.
Dalam semua kasus ini, perusahaan yang menjadi sponsor tertarik dalam
menciptakan asosiasi dengan seorang individu, organisasi, sebuah properti, atau
sebuah event, sehingga perusahaan akan mendapatkan beberapa keuntungan.
Keuntungan ini sulit untuk diukur dan hampir pasti berhubungan dengan opini.
Untuk menerapkan perspektif buku ini, perusahaan harus menjalin hubungan
dengan sebuah properti, event atau seorang individu untuk meningkatkan
reputasi dan citranya, sehingga dapat memperbaiki hubungan-hubungannya
dengan pelanggan dan dengan publik. Apakah asosiasi ini akan meningkatkan
popularitas merek? Akankah terjadi transfer ekuitas emosional dari properti atau
individu yang disponsori pada perusahaan atau merek yang menjadi sponsor.
Anggaran belanja sponsorship seharusnya dipandang sebagai investasi
oleh perusahaan dalam memperkuat ekuitas sebuah merek. Jika sponsorship ini
dirasakan oleh kelompok yang menjadi sasaran – sebagian besar adalah
pelanggan – sebagai hal yang kurang cocok atau bahkan menyinggung, potensi
untuk merusak merek cukup tinggi. Namun dalam presentase sangat besar
perusahaan yang telah berdiskusi dengan saya mengenai pokok persoalan ini
pada tahun-tahun terakhir ini, ketika saya menyebutkan sponsorship, mereka
terbelalak dan biasanya menyeringai atau tertawa. Hal ini karena dalam banyak
perusahaan keputusan untuk menjadi sponsor bukanlah hal yang strategis.
Banyak contoh, perusahaan mengeluarkan jutaan dolar untuk mensponsori
Sri Widyastuti !
!
!!
154
turnamen golf, festival opera atau tim rugby karena CEO menyukai golf, opera
atau rugby.
Seseorang bisa menyatakan bahwa adalah hak prerogatif seorang CEO
untuk memutuskan ke mana uang sponsor harus disalurkan. Saya tidak setuju.
Sponsorship adalah keputusan pemasaran yang sama pentingnya seperti iklan.
Sponsorship adalah alat yang berharga untuk membangun dan memperkuat
suatu hubungan antara pelanggan yang menjadi target perusahaan dengan
merek perusahaan tersebut. Sponsorship dapat membangun hubungan
emosional antara pelanggan dengan merek melalui transfer ekuitas emosional
dari properti atau selebriti ke merek yang menjadi sponsor. Beberapa sponsorhip
memang bersifat komersial seperti Air Canada mensponsori Grand Pix racing
atau Bell Canada’s mensponsori turnamen golf Canadian Open. Sponsorship
lainnya bersifat amal, seperti sebuah perusahaan mensponsori orkestra simfoni
atau paduan suara anak-anak, atau berorientasi sosial, seperti perusahaan yang
memberikan kontribusi pada yayasan rumah sakit dan universitas. Perusahaan
sekarang ini makin memperlakukan keputusan yang terkait dengan sponsorship
secara strategis dan bahkan terlibat dalam “amal strategis”, mengindikasikan
bahwa mereka menginginkan hasil sebagai ganti dari investasi sponsorship,
bahkan sponsorship yang tidak menyolok secara komersial, seperti kontribusi
pada universitas dan rumah sakit anak-anak.
Sangat terkait dengan keputusan untuk mensponsori adalah keputusan
yang berhubungan dengan asosiasi perusahaan. Sebuah perusahaan harus
mendekati secara strategis keputusan yang terkait dengan orang atau organisasi
yang ingin diasosiasikan. Situasi ini muncul ketika perusahaan menyeleksi
individu-individu, artis, atau atlet yang karir atau performanya mungkin mereka
sponsori, orang yang mungkin mereka pilih sebagai juru bicara bagi produk atau
merek mereka, dan perusahaan lain yang mungkin mereka pilih sebagai partner
atau menjalankan program pemasaran loyalitas bersama-sama. Sebagai contoh,
ketika perusahaan penerbangan memilih rangkaian hotel dan perusahaan
persewaan mobil yang ingin mereka jadikan partner dalam program bagi
penumpang pesawat mereka. Prinsip yang dijelaskan secara garis besar pada
sesi ini berkaitan dengan masalah mencocokkan mereka perusahaan dengan
individu, tim, organisasi atau perusahaan lain untuk mendapatkan kesesuaian,
Sri Widyastuti
!!
155
yang akan meningkatkan hubungan antara merek dengan konsumen targetnya
dan segemen pasarnya.
Secara tradisional, perusahaan menaksir keefektifan dari keputusan untuk
mensponsori melalui pengukuran seperti kesadaran dan kenangan akan event
tersebut dan jumlah orang yang hadir. Ukuran yang digunakan untuk mengukur
hasil yang diperoleh dari sponsorship biasanya adalah ukuran kasar dan tidak
berfokus pada hubungan yang ingin diperkuat dengan sponsorship atau asosiasi.
Apakah event tersebut menarik penonton 10% lebih banyak dari tahun lalu
adalah tidak relevan dalam hal apakah perusahaan yang menjadi sponsor
mendapatkan manfaat nyata. Masalah utama yang harus diperhatikan adalah
apakah pelanggan dan orang-orang memandang perusahaan dan merek
tersebut dengan lebih baik karena diasosiasikan dengan event tertentu. Ukuran
yang banyak digunakan perusahaan untuk mengukur hasil sponsorship, jika
mereka memang mengukurnya, adalah peninggalan dari pengukuran
sebelumnya yang diasosiasikan dengan penaksiran dari keefektifan iklan. Adalah
mengejutkan bahwa evaluasi sponsorship tidak mengalami banyak kemajuan
dari tingkat tersebut. Mengetahui berapa banyak orang yang menghadiri suatu
event, atau berapa yang menonton melalui televisi, atau beberapa yang membeli
soft drink kita pada saat istirahat bukanlah dasar yang memadai untuk
memutuskan apakah uang sponsorship telah dimanfaatkan dengan baik.
Sponsorship tidak hanya berarti menawarkan pada pelanggan waktu yang
menyenangkan dengan memberi mereka sebuah event atau sebuah
pengalaman. Dengan mensponsori sebuah properti seperti konser rock dan
festival seni, atau turnamen tenis, sebuah merek harus mencoba untuk
membangkitkan ekuitas yang melekat pada properti itu dengan cara yang akan
meningkatkan hubungan pelanggan dengan perusahaan dan mereknya. Karena
itu, ekuitas emosional yang melekat pada properti yang disponsori bukan hanya
harus bersifat positif, namun harus juga cocok.
Seperti yang telah kita tetapkan, pelanggan jelas-jelas telah menjalin
hubungan dan ikatan emosional pada perusahaan dan merek-merek besar.
Seharusnya juga menjadi jelas bahwa pelanggan dapat memiliki hubungan atau
kedekatan yang serupa pada berbagai properti, event dan kepribadian yang
dapat dinyatakan seseorang, adalah juga merupakan bentuk lain dari merek.
Duane Knapp membuka bukunya The Brand Mindset dengan kutipan dari Martha
Sri Widyastuti !
!
!!
156
Stewart : “Saya adalah sebuah merek.” Pada saat membuat keputusan
sponsorship strategis, perusahaan harus memanfaatkan ekuitas dalam
hubungan yang dimiliki oleh pelanggan dan orang-orang lain dengan event atau
properti yang disponsori dan mentransfernya pada merek tersebut. Dengan kata
lain, perushaan harus memastikan bahwa hubungan yang dimiliki pelanggan
dengan properti yang disponsori dan merek yang menjadi sponsor, cocok dan
saling memperkuat.
Beberapa kesempatan sponsorship lebih bermakna bagi segmen tertentu
dibanding yang lain. Kunci bagi perusahaan yang menjadi sponsor adalah untuk
mensponsori properti dan event yang paling bermakna bagi segmen yang
menjadi target mereka dan yang akan menghasilkan transfer terbesar dari
ekuitas emosional. Sponsorship yang tepat dapat lebih memperkuat hubungan
pelanggan yang sebenarnya telah kuat dengan perusahaan yang menjadi
sponsor. Sponsorship juga memungkinkan perusahaan untuk menjalin hubungan
yang lebih kuat dengan pelanggan yang hubungannya dengan perusahaan
tersebut. Dalam kasus semacam itu terjadilah “transfer makna”. Karena itu,
makna dan ekuitas emosional yang melekat pada properti yang disponsori
berpindah dari properti ke merek yang menjadi sponsor. Untuk melengkapi
prosesnya, pelanggan memperoleh makna dari properti atau event dengan
mengkonsumsi produk atau jasa sponsor atau dengan merasa adanya asosiasi
dengan merek tersebut.
Pendekatan strategis harus diambil untuk mencocokan properti yang
disponsori dengan merek. Perusahaan dan strategi merek mereka harus
mengembangkan pendekatan pada sponsorship strategis dan asosiasi yang
meliputi definisi dan tujuan sponsorship dan hasil yang diperoleh, evaluasi
tentang kecocokan dengan properti atau orang yang disponsori dan identifikasi
dari properti optimal yang diasosiasikan oleh merek. Ini membutuhkan
pengukuran dan deskripsi singkat dari ekuitas hubungan yang melekat pada
properti dan orang yang ingin diasosiasikan perusahaan. Hal itu dapat dicapai
dengan mengembangkan profil hubungan dari properti yang disponsori dan
mencocokannya dengan profil korporat perusahaan tersebut dan ekuitas
hubungan merek. Kemudian, dengan menggunakan alat ukur dan analisa
canggih dikembangkan suatu kartu laporan yang akan mengidentifikasi properti
Sri Widyastuti
!!
157
atau orang yang paling cocok untuk disponsori oleh merek suatu perusahaan.
Hanya jika loyalitas emosional yang dimiliki segmen yang menjadi target
terhadap properti dan juru bicara yang disponsori, dan hubungan mereka dengan
merek dapat diketahui, maka dapat diambil suatu keputusan yang
memungkinkan pencocokan yang optimal antara properti yang disponsori, event
dan juru bicara, dengan merek perusahaan tersebut.
Pendekatan terhadap sponsorship strategis meneliti kecocokan antara
perusahaan yang menjadi sponsor dan mereknya dan rangkaian pilihan properti
yang tersedia. Banyak perusahaan seringkali harus mengambil keputusan untuk
mensponsori. Barnes, (2003) di perusahaan kecil hal ini melibatkan apakah
mensponsori tim liga kecil lokal dalam perjalanan mereka menuju kejuaraan
negara, atau mendukung tarian wisuda dari SMA lokal. Akan tetapi, pada
perusahaan besar, keputusan tersebut seringkali melibatkan jutaan dolar.
Haruskah kita mensponsori Kejuaraan Tenis Terbuka Amerika, Amerika Cup
Race, Tur nasional dari Three Tenors? Siapa yang harus kita pilih sebagai juru
bicara : Kelsey Grammer, Bill Cosby, atau Shania Twain? Mana yang harus kita
pilih; mensponsori pimpinan dari Pemasaran Strategis di Universitas Ohio atau
mensponsori stadion baru yang memasang nama perusahaan kita?
Dengan mengurangi kemungkinan untuk menyeleksi properti yang tidak
cocok dengan perusahaan kita, sebuah perusahaan atau merek dapat
memaksimalkan hasil yang diperoleh dari keputusan untuk mensponsori. Dengan
mengoptimalkan kecocokan antara properti dan perusahaan atau merek yang
menjadi sponsor, sebuah perushaan dapat memaksimalkan hasil yang mereka
dapat dari keputusan untuk mensponsori dalam hal transfer ekuitas yang lebih
besar dari properti ke sponsor, perasaan asosiasi dan loyalitas yang lebih kuat,
dan umumnya hubungan pelanggan yang lebih solid. Idealnya, respon pelanggan
yang tertarik terhadap sponsorship perusahaan terhadap suatu event atau
properti adalah komentar seperti berikut ini –“ini luar biasa; mereka tertarik pada
hal yang sama dengan saya.”
Agar kita dapat mencapai seleksi yang optimal dari kesempatan untuk
mensponsori, hal ini harus dipandang dari salah satu dari empat pendekatan.
pendekatan pertama meliputi semua sponsorship dengan motif komersial yang
jelas, seperti tur nasional sebuah kelompok musik rock, balapan Formula One,
dan siaran televisi Super Bowl. Bagi organisasi besar, pengenalan merek adalah
Sri Widyastuti !
!
!!
158
fokus dari sponsorship jenis ini. Pendekatan kedua termasuk sponsorship yang
kurang bersifat komersial dan lebih karena alasan komunitas, seperti orkestra
simfoni, galeri seni, dan bazar makanan. Dasar pemikiran dari sponsorship ini
adalah mengasosiasikan perusahaan dengan event atau organisasi yang
dianggap berharga oleh masyarakat di situ. Melalui asosiasi terjadilah transfer
ekuitas makna dan emosi dari properti yang disponsori ke merek yang menjadi
sponsor. Tipe ketiga dari pendekatan untuk mensponsori dikategorikan dalam
sumbangan perusahaan tersebut seperti sumbangan pada yayasan dan
sumbangan amal yang lain. Tujuan dari sponsorship tipe ini seringkali
diasosiasikan dengan amal dan tanggung jawab sosial. Penerapan keempat dari
sponsorship melibatkan penyeleksian juru bicara dan pendukung merek tersebut;
orang-orang dan kelompok yang akan diasosiasikan dengan merek. Hal ini dapat
diseleksi melalui ketiga pendekatan yang telah dibahas. Juru bicara tersebut juga
harus diseleksi secara strategis untuk memastikan kecocokan yang optimal
antara mereka dengan perusahaan atau dengan yang akan diwakili atau
diasosiasikan. Sebagai contoh, Nike, sangat berhati-hati dalam memilih juru
bicara, ini untuk memastikan bahwa mereka cocok dengan posisi dan budaya
dari merek itu.
Perusahaan besar seperti Volvo mungkin dapat diasosiasikan dengan tenis,
khususnya dengan tur profesional kejuaraan wanita. Terutama, Volvo memiliki
kesempatan untuk menjadi sponsor utama dari turnamen tahunan di Hilton Head.
Bagaimana Volvo mengambil keputusan untuk mensponsori turnamen ini?
Sebagai tambahan dari faktor pertimbangan yang kelihatan seperti biaya,
penonton, dan pemirsa televisi, perusahaan tersebut harus mempertimbangkan
aspek lain dari keputusan tersebut. Ini terkait dengan isu yang lebih lunak
tentang dampak apa yang akan muncul dari mengasosiasikan tenis wanita,
khususnya suatu turnament terhadap hubungan antara merek Volvo dan segmen
pelanggan yang menjadi targetnya. Akankah pelanggan menemukan kecocokan
antara Volvo dan tenis wanita? Sifat hubungan apakah yang dimiliki pelanggan
target dengan tenis pada umumnya dan secara khusus dengan turnamen di
Hilton Head? Kita mungkin dapat mengembangkan analisa kita untuk meneliti
kecocokan antara hubungan pelanggan target dengan Volvo, dan hubungan
Sri Widyastuti
!!
159
mereka dengan merek dan perusahaan lain yang mungkin juga menjadi sponsor
turnamen tersebut.
Dalam proyek riset untuk menentukan penggunaan terbaik anggaran
sponsorship dan properti atau individu mana yang paling cocok untuk
diasosiasikan dengan perusahaan, data dikumpulkan pada tiap-tiap level dari
model untuk mengembangkan indikasi yang dapat dianalisa untuk menentukan
tingkatan dan sifat dari korelasi dan keterkaitan di antara mereka. Melanjutkan
contoh tenis di atas, peserta riset akan di beri indeks tunggal (pelanggan yang
menjadi target) untuk menentukan perilaku, sikap, dan keterlibatan emosional
mereka dengan tenis. Hal ini termasuk pentingnya tenis bagi seorang individu,
perilakunya yang terkait dengan tenis (penonton, pemain, pelatih, pembaca
tentang tenis, anak mereka bermain tenis dan sebagainya) dan kedekatan
emosional mereka dengan tenis (kedekatan, memori, peranan sentral dalam
kehidupan mereka dsb.
Indeks serupa dapat dibuat untuk setiap properti tenis yang
dipertimbangkan untuk disponsori. Indeks ini dapat meliputi pengukuran perilaku
yang terkait dengan kontak responden dengan properti tersebut (mengunjungi,
menonton, membaca tentang, dsb), juga sikap dan hubungan emosional mereka
dengan properti atau event. Jika perusahaan mempertimbangkan sejumlah
pilihan untuk disponsori, untuk tiap-tiap properti, sebuah indeks keseluruhan dari
hubungan pelanggan dengan properti tersebut akan dikalkulasi. Properti-properti
ini mungkin termasuk Turnamen Hilton Head, kejuaraan NCAA, U.S terbuka, tim
tenis olimpiade dan program tenis kecil. Selanjutnya, hubungan pelanggan
dengan merek diukur, meliputi dimensi hubungan, kedekatan yang diinginkan,
sentuhan emosional hubungan, frekuensi shopperan, kemungkinan untuk
memberikan rekomendasi, dan proporsi pengeluaran, Barnes (2003). Dari
pengukuran hubungan merek, dibuat sebuah indeks single yang meliputi semua
ukuran yang bervariasi ini. Hal ini merupakan indeks ekuitas hubungan
pelanggan dengan merek.
Analisa data yang mendetil dan canggih akan memungkinkan
pengidentifikasian terhadap segmen pelanggan yang terlibat dengan tenis,
beberapa akan sangat terlibat dalam banyak aspek dari tenis, yang lain terlibat
dalam aspek tertentu, dan beberapa hanya terlibat dalam sedikit aspek.
Kemudian sifat hubungan yang dimiliki setiap segmen dengan merek dapat
Sri Widyastuti !
!
!!
160
diinvestigasi. Dengan demikian manajer merek dapat memahami tingkatan
keterlibatan sponsor dengan tenis dan dengan properti tenis khususnya yang
merupakan sarana untuk memprediksi sebuah hubungan yang dekat dan loyal
dengan merek tersebut, yang selanjutnya akan memberikan variabel dari hasil
yang diperoleh seperti keinginan untuk membeli atau membeli kembali, aktivitas
perekomendasian dan loyalitas. Efek bersih dari tindakan sponsorship ini adalah
eksekutif Volvo berada dalam posisi yang jauh lebih baik untuk menentukan hasil
yang dapat diperoleh dari tenis secara umum dan dengan properti tenis tertentu.
Hal ini kemudian dapat dibandingkan dengan manfaat yang diperoleh dari
asosiasi dengan olahraga lain atau dengan opera Metropolitan atau dengan
program nasional kompetisi matematika tingkat universitas.
Hubungan dengan merek didasarkan pada emosi. Merek menjadi seperti
teman lama, hal yang dapat kita andalkan pada saat kita membutuhkan dan
membantu mendefinisikan siapa kita. Tidak ada ekuitas dalam sebuah merek
kecuali jika dan sampai terjalin hubungan merek yang kuat. Itulah sebabnya
mengapa merek baru tidak memiliki nilai jangka panjang sampai mereka memiliki
pelanggan yang merasakan ikatan emosional dengan merek tersebut.
Sponsorship adalah bidang yang seringkali diabaikan atau tidak dipergunakan
secara strategis di banyak perusahaan. Namun, sponsorship adalah sebuah
aspek manajemen yang dapat dibuat menjadi sangat strategis dengan
menerapkan prinsip-prinsip suatu hubungan. Dengan mengenali ekuitas
emosional dalam hubungan yang dimiliki pelanggan dengan berbagai tim
olahraga, organisasi seni, event dan orang-orang, perusahaan dapat membuat
suatu asosiasi dengan properti yang dapat meningkatkan hubungan mereka
sendiri dengan pelanggan target dengan meningkatkan dan memperkuat koneksi
mereka dengan properti yang mereka sponsori. Area ini sangat berpotensi untuk
dikembangkan di masa depan saat perusahaan menjadi lebih strategis dalam
menggunakan anggaran belanja sponsorship mereka. Mulailah mengembangkan
konsep hubungan pelanggan lebih jauh lagi, pada kelompok lain yang penting
bagi sukses sebuah organisasi dan penting bagi manajemen strategis dari fokus
hubungan dalam sebuah organisasi.
Sri Widyastuti
!!
161
BAB VI MENJALIN HUBUNGAN DENGAN PELANGGAN MENUJU
DIGITALISASI novasi dalam tahun-tahun terakhir ini yang memberi dampak sangat
besar pada perilaku pelanggan dan cara berbisnis adalah internet.
Penggunaan web, aplikasi telah secara radikal mengubah harapan pelanggan
tentang kenyamanan, kecepatan, harga, servis, dan kemampuan
membandingkan antar produk atau jasa. Seperti juga supermarket menggantikan
toko kelontong tradisonal dan mal besar memberikan kenyamanan serta banyak
pilihan di bawah satu atap lebih dari yang kita bayangkan, internet menyajikan
cara berbisnis yang sangat berbeda pada abad ke-21. Dampak internet terhadap
prilaku pelanggan bukan hanya semakin banyak pelanggan yang menggunakan
internet untuk melakukan pembelian. Pelanggan mengakses internet untuk
mendapatkan informasi tentang produk, jasa, biaya dan keistimewaan sebelum
mereka membeli. Makin banyak pembeli mobil dan barang-barang besar lainnya
yang mencari informasi tentang harga ritel dan membandingkan produk secara
online sebelum mereka pergi ke dealer. Jasa klinik perawatan kesehatan
menawarkan kepada pasien fasilitas untuk bertemu dokter sesuai janji yang
telah dibuat sebelumnya, datang dengan dilengkapi informasi terakhir tentang
penyakit yang mereka derita, yang mereka download dari website John Hopkins
atau Mayo Klinik, Barnes (2003). Kini pelanggan dilengkapi dengan banyak
informasi, sebagai hasil dari informasi berkualitas yang melimpah dan dapat
diperoleh dengan gratis di internet. Untuk menghadapi perubahan yang sangat
radikal, perusahaan harus berfikir ulang tentang kebutuhan untuk
mengembangkan hubungan yang lebih kuat dengan pelanggan mereka melalui
penciptaan strategi e-commerce yang didasarkan pada fundamental hubungan
pelanggan.
I
Sri Widyastuti !
!
!!
162
Ide untuk berhubungan dengan seorang atau sebuah bisnis melalui internet
pada awalnya tampak bertentangan dengan segala hal yang kita tahu tentang
hubungan. Bagaimana kita dapat menjadi dekat dengan seseorang jika kita
tinggal di kota yang berbeda atau di belahan dunia lain dan hanya melakukan
kontak melalui teknologi? Bagaimana kita berbagi emosi yang sangat penting
bagi penciptaan hubungan? Pandangan bahwa kita dapat membangun
kepercayaan dan loyalitas melalui medium yang sangat baru dan berbeda seperti
internet mungkin membingungkan banyak orang, akan tetapi, setiap hari semakin
banyak perusahaan dan orang-orang sukses melakukannya. Banyak bisnis
makin meningkatkan keberadaanya di internet dan melakukan porsi yang lebih
besar dari bisnis mereka lewat internet lebih dari yang kita bayangkan. Banyak
binsis lain hanya berlangsung di internet, yang disebut pure-play. Mereka bersifat
benar-benar global; pelanggan mungkin tidak mengetahui di mana lokasi
mereka, tetapi itu bukanlah masalah. Banyak perusahaan yang berfokus pada
internet, khususnya perusahaan konsultasi internet mengklaim mampu
memperkuat hubungan pelanggan, sebagian besar melalui komunikasi jarak jauh
dan menggunakan perangkat lunak CRM yang canggih. Akan tetapi, seperti akan
kita lihat, hal ini tidak semuanya mengarah pada penciptaan hubungan
pelanggan sejati.
Walaupun internet menjanjikan perubahan yang memaksa perusahaan
mengubah caranya berbisnis, cara berbisnis tersebut masih harus diatur oleh
prinsip-prinsip yang menuntun pada penciptaan dan pemeliharaan hubungan
pelanggan dalam konteks konvensional. Harus terdapat pondasi hubungan sejati
jika perusahaan yang berbisnis di internet ingin mendapatkan kesuksesan.
Mungkin adalah hal yang mustahil untuk tidak terlibat dalam penggunaan internet
dan harapan para investor terhadapnya. Pikirkanlah cakupan media dari IPO
para pemula di Internet. Banyak yang go public dengan modal jutaan dollar
namun hanya melakukan sedikit penjualan dan tanpa harapan untuk balik modal
selama beberapa tahun. Akan tetapi, mungkin berguna untuk sedikit mengurangi
kegembiraan dan menganggap bahwa internet hanyalah salah satu cara untuk
mencapai pelanggan.
Prinsip membangun hubungan melalui internet adalah sama; hanya
jalannya yang berbeda. Kita harus menciptakan nilai bagi pelanggan, melakukan
Sri Widyastuti
!!
163
apa yang diperlakukan untuk mencapai kepuasan pelanggan jangka panjang,
dan memberi mereka alasan untuk berbisnis secara teratur atau bahkan secara
eksklusif. Salah satu masalahnya adalah menciptakan hubungan yang solid dan
dekat dengan pelanggan secara online seperti yang dilakukan oleh banyak
perusahaan di luar internet. Tetapi kelemahan penggunaan internet adalah
“berselancar” surfing yang memiliki implikasi bahwa medium tersebut digunakan
untuk berpindah secara cepat dari situs satu ke situs yang lain untuk mencari
informasi atau mendapatkan tawaran terbaik. Tantangan bagi perusahaan yang
berbisnis di internet adalah untuk menghentikan pelanggan berselancar dan
mendorong mereka untuk menandai situs perusahaan tersebut dan
menggunakannya secara teratur – pendeknya, untuk menjalin jenis hubungan
yang membuat pelanggan kembali dan kembali lagi, hal ini tidak berbeda dengan
apa yang terjadi di Web.
Di sini akan dijabarkan kesamaan dan perbedaan antara menjalin
hubungan pelanggan melalui jaringan bisnis tradisional dan menjalin hubungan
melalui internet. Kita akan melihat riset mutakhir dalam area ini dan kita dapat
menciptakan nilai bagi pelanggan dan menjadi dekat dengan mereka dengan
menggunakan internet secara efektif. Kita harus selalu mengingat bahwa kita
masih berada pada tingkatan awal dari penggunaan medium ini. Masih ada
banyak yang perlu dipelajari, dan ada banyak prediksi bahwa banyak
perusahaan akan gagal untuk mendapatkan klien-klien yang mendukung
keberadaan mereka di internet. Pada kenyataannya, riset Forrester baru-baru ini
meramalkan bahwa perusahaan yang beroperasi secara eksklusif di internet
akan gulung tikar dalam waktu setahun.
6.1 Pelanggan yang Menggunakan Internet
Customer Relationship Management merupakan kombinasi dari proses
bisnis dan teknologi yang tujuannya untuk memahami pelanggan dan berbagai
prospektif untuk membedakan produk dan jasa perusahaan secara kompetitif,
Tiwana (2003). Fokus dari customer relationship management itu sendiri adalah
untuk memperbaiki tingkat kepuasan pelanggan, meningkatkan minat pelanggan
dan meningkatkan pendapatan dari pelanggan yang ada, dalam menghadapi
tingginya tingkat persaingan, globalisasi dan perputaran pelanggan serta
perkembangan biaya pengakuisisian pelanggan. Dengan diterapkannya CRM,
Sri Widyastuti !
!
!!
164
memungkinkan perusahaan untuk memiliki kapabilitas untuk memahami perilaku
perubahan pelanggan dengan lebih baik dan untuk nenentukan tipe komunikasi
yang bagaimana yang seharusnya dijalankan dalam menghadapi pelanggan.
Pada dasarnya CRM bertujuan mengenali Pelanggan yang terbaik dan
memberikan kepercayaan terhadap Pelanggan, memetivasi pelanggan,
memenuhi harapan mereka dan membuat hidup mereka berubah, maka
Pelanggan suatu perusahaan tidak boleh diperlakukan secara sama, Storbacka
& Lehtinen, (2005).
Manajemen hubungan pelanggan memiliki 3 (tiga) komponen utama
menurut Lukas (2006) yang saling berintegrasi, yaitu:
1. Orang (People). Peran yang sangat penting dalam hubungan manajemen
Pelanggan adalah orang atau manusia sebagai pelaksana. Di dalam dimensi
manusia, faktor kunci yang harus diperhatikan adalah seperti struktur
organisasi, peran dan tanggung jawab, budaya perusahaan, prosedur, dari
program change management secara menyeluruh. Perusahaan tidak boleh
sama, sekali meremehkan pentingnya keterlibatan staf garis depan dalam
membangun dan menjalankan program hubungan manajemen Pelanggan.
2. Proses (Process). Proses manajemen hubungan pelanggan (Lukas,2006),
adalah sebagai berikut:
a. Identifikasi. Sebuah perusahaan pertama kali sebaiknya melakukan
identifikasi siapa pelanggan berdasarkan data yang ada yang dapat
menguntungkan perusahaan dan mengapa dia menguntungkan. Ada
beberapa hal yang perlu diketahui tentang pelanggan, seperti:
• Firmagrafik, yaitu informasi tentang pelanggan atau perusahaan
yang melakukan bisnis dengan kita, seperti misalnya : Indotimat,
bidang, bisnis, kode pos, kode bisnis, jumlah karyawan, penjualan
tahunan.
• Demografi dan psikografi, terutama informasi yang menyangkut
contact person (pelanggan,), seperti umur, sex, dan pendekatan
psikologis yang diinginkan.
• Infografi, bagaimana contact person menginginkan cara interaksi
dalam mendapatkan informasi mengenai dirinya.
Pada tahap identifikasi ini bertujuan untuk menentukan kriteria secara
Sri Widyastuti
!!
165
tepat siapa Pelanggan yang akan dibidik, lebih tepatnya who will be our
most profitable consumers. Perusahaan harus dapat
mengimplementasikan pengetahuan (knowledge) tentang pelanggan ke
setiap area di perusahaan tersebut, dan manajemen di level tertinggi
sampai pada setiap pegawai yang berhubungan langsung dengan
pelanggan. Proses identifikasi ini ditujukan untuk mengenai lebih jauh
mengenai pelanggan yang pernah dan akan berbisnis dengan kita. Jika
perusahaan tidak memiliki kemampuan untuk mengenali keunikan
pelanggan sebagai suatu individu yang berbeda satu sama lain, maka
perusahaan tidak dapat melakukan proses berikutnya. Inti dari hubungan
manajemen Pelanggan pada tahap ini adalah memilah-milah dari sekian
banyak pelanggan yang ada, pelanggan mana yang paling
menguntungkan.
b. Diferensiasi (Differentiation). Pada tahap differensiasi ini perusahaan
harus dapat mengsegmentasikan pelanggan berdasarkan tingkah laku,
demografi, ekspektasi pelanggan, mengenali siapa pelanggan yang
benar-benar profitable dan yang tidak profitable. Tidak seluruh pelanggan
memberikan keuntungan, karena boleh jadi pelayanan dari produk yang
ditawarkan tidak sesuai dengan harapan pelanggan. Secara sederhana
pelanggan dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu;
• Most Valuable Customer (MVC) adalah pelanggan yang saat ini
memberikan profit besar bagi perusahaan.
• Most Growable Customer (MGC) adalah pelanggan yang akan
menjadi sangat berharga bila kita mampu menjalin lebih banyak lagi
bisnis dengan mereka (meski saat ini belum begitu berharga).
• Below Zero Customer (BCZ) adalah pelanggan yang membuat rugi
karena biaya untuk melayani mereka lebih besar dan pendapatan
yang diterima.
Pengelompokkan pelanggan menjadi berbagai kelompok ditujukan agar
perusahaan dapat membuat strategi layanan dan memfokuskan
energinya pada kelompok yang tepat. Perusahaan dapat membuat
kritenia berdasarkan motivasi Pelanggan tersebut bagi perusahaan dan
tempat tinggal, umur, ras, jenis kelamin, kebutuhan, keinginan, tingkah
Sri Widyastuti !
!
!!
166
laku, pendapatan, dan sebagainya.
c. Interaksi (Interaction). Perusahaan harus dapat membuat rencana terbaik
untuk berinteraksi dengan pelanggan kemudian membuat program
kesetiaan pelanggan, cross selling, dan sebagainya. Setelah dapat
membedakan para pelanggan berdasarkan kritenia yang telah
ditentukan, maka proses selanjutnya adalah melakukan interaksi timbal
balik antara pelanggan dengan perusahaan, sehingga perusahaan dapat
mempelajari lebih lanjut dan mendalam mengenai keinginan dan
kebutuhan pelanggan dengan menggunakan peran teknologi sehingga
interaksi-interaksi terekam dengan baik. Semakin lama interaksi terjadi,
semakin tahu satu sama lain, semakin enggan pelanggan pindah ke
pesaing karena berat untuk memulai hubungan baru. Interaksi dapat
dilakukan dengan e-mail, telepon, Fax, surat, tatap muka, dan
sebagainya.
d. Personalisasi (Personalization/Customization). Personalisasi yang
dimaksud adalah membuat produk atau program memotivasi pelanggan
yang disesuaikan dengan keinginan pelanggan secara terus menerus
dengan menggunakan semua informasi yang telah didapat sebelumnya.
Konsep CRM secara sederhana adalah memperlakukan pelanggan yang
berbeda dengan cara yang berbeda. Filososfi yang lebih dalam adalah
memperlakukan pelanggan dengan cara seperti apa yang ia inginkan.
• Hubungan manajemen pelanggan menyadari bahwa motivasi
pelanggan berbeda-beda mewakili nilai perusahaan yang juga
berbeda. Oleh karena itu pelanggan tidak boleh diperlakukan secara
sama. Jadi, tujuan CRM adalah mengenai pelanggan terbaik dan
mempercayainya dengan meningkatkan pemahaman perusahan
akan kebutuhan mereka secara individu, memenuhi harapan mereka
terhadap perusahaan, dan membuat hidup mereka berubah.
• Dalam melakukan personalisasi, perusahaan dapat melakukan
empat pendekatan, yaitu pertama, perusahaan berbicara dengan
pelanggan untuk mengetahui kebutuhan mereka berdasarkan pilihan
yang sudah ada. Kedua, perusahan menyediakan produk dasar yang
dapat disesuaikan dengan kebutuhan pelanggan tanpa intervensi
Sri Widyastuti
!!
167
dan pelanggan. Ketiga, perusahaan menyediakan produk dasar dan
tambahan yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan pelanggan,
dan yang terakhir adalah perusahaan merubah barang atau layanan
dengan cara mengamati pelanggan untuk memenuhi kebutuhannya.
3. Teknologi (Technology).
Perkembangan lingkungan bisnis yang sangat dinamis mempengaruhi setiap
perusahaan, baik perusahaan besar, menegah maupun perusahaan kecil.
Salah satu perkembangan tersebut adalah perkembangan teknologi yang
secara cepat, dimana akan mempengaruhi secara signifikan perkembangan
bisnis dan menyebabkan strategi unggulan yang dipilih sebelumnya tidak
memadai lagi. Oleh karena itu, pemilihan dan penentuan strategi baru
diperlukan bagi perusahaan agar lebih kompetitif (Sin et al., 2005). Hal
tersebut seperti yang dikemukakan Sin et al., (2005) bahwa teknologi
mempengaruhi posisi persaingan penuh. Upaya perusahaan untuk bertahan
hidup dan berkembang dalam lingkungan bisnis global sangat bergantung
pada kompetensi perusahaan dalam memanfaatkan segala potensi teknologi
dalam menerobos berbagai hambatan dan mengubah potensi yang
terkandung dalam teknologi. Teknologi sebagai pemberdayaaan organisasi
dalam merespon dan memenuhi tuntutan bisnis serta mewujudkan inovasi
memerlukan pengembangan yang terencana dan terarah sesuai dengan misi
perusahaan. Ketersedianya teknologi dalam suatu organisasi tentunya akan
meningkatkan implementasi CRM (Sin, et al., 2005).
Hubungan manajemen pelanggan terkait dengan teknologi tetapi
sebaiknya tidak terlalu mengandalkan teknologi atau CRM karena tidak
secara otomatis dapat menggantikan hubungan pelanggan dengan
perusahaan. CRM merupakan suatu strategi yang mengintegrasikan seluruh
proses dan memudahkan perusahaan mencari data, memilih serta
mengakuisisi apa yang diinginkan dengan adanya hubungan antara front
office dengan back office. Tetapi, kita harus melihat lebih dulu strutktur
bisnis, perilaku Pelanggan, karyawan, maupun budaya kerjanya, karena
teknologi tidak dapat memecahkan persoalan begitu saja. Selama ini
persepsi orang terhadap CRM berbeda-beda. Orang teknik berpendapat
bahwa teknologi adalah nomor satu dalam penerapan hubungan manajemen
Pelanggan. Sebaliknya, orang pemasaran atau konsultan mengatakan
Sri Widyastuti !
!
!!
168
bahwa strategi pemasaran adalah yang utama dalam CRM. Senada dengan
Lukas, (2006) mengatakan bahwa kunci sukses penerapan CRM adalah
orang (karyawan), proses, dan baru kemudian teknologi. Orang adalah yang
utama, jika kata-kata hubungan manajemen Pelanggan diperhatikan maka
relationship is about people to people, hubungan antara orang dengan orang.
inilah yang pertama. Kedua adalah proses yang berorientasi pada kepuasan
dan loyalitas pelanggan. Misalnya, strategi sales, marketing, atau customer
servicenya seperti apa. Ketiga, teknologi yang dibutuhkan, misalnya analitis,
operasional, komputer, SMS (short message service), atau apa saja, yang
penting teknologi dapat digunakan dengan fokus pada pelanggan dan mudah
dalam penggunaanya. Pada akhirnya, semua upaya yang dilakukan
hubungan manajemen Pelanggan tidak lain untuk membangun,
meningkatkan dan mempertahankan pelanggan yang setia.
Dalam e-commerce, biaya manajemen hubungan pelanggan dapat
dipertahankan relatif kecil dibandingkan dengan pengecer yang dijual bebas.
Terutama email, media sosial, penelusuran organik, dan tindakan terkait dapat
memetakan struktur biaya yang menghasilkan CLV tinggi. Menurut sebuah studi dari
2013, mesin pencari tampaknya memiliki CLV yang tinggi, dimana pengguna sering
menggunakan mesin pencari untuk mencari produk, layanan, dan merek. Jadi, nilai
CLV adalah sekitar 50% lebih tinggi dibandingkan dengan di pencarian berbayar.
Pemasaran email sangat menarik bagi perusahaan muda dan perusahaan baru,
karena nilai CLV yang tinggi, sehingga diharapkan dapat menekan biaya pengiriman
yang rendah. Secara umum, startup bisnis yang menggunakan CLV dapat melacak
kinerja di awal perusahaan untuk memaksimalkan keuntungan. Cara dan sarana
untuk mencapai nilai CLV yang tinggi dapat beragam, yaitu mulai dari penawaran
yang dipersonalisasi, peningkatan layanan pelanggan melalui program sponsor dan
program kesetiaan, hingga menurunkan akuisisi, logistik, atau proses internal
lainnya.
Kecepatan inovasi internet yang telah menyebar di masyarakat benar-benar
mengesankan. Di kebanyakan negara berkembang, kita akan melihat sebagian
besar penduduk dan semua anak sekolah menggunakan internet secara teratur.
Seperti selalu terjadi ketika mengamati perilaku pelanggan, terdapat beberapa
pola penggunaan yang menarik di antara kelompok pengguna. Kelompok usia
produktif merupakan pengguna internet terbanyak di Indonesia. Menurut survei
Sri Widyastuti
!!
169
Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), hampir separuh dari
total pengguna internet di Indonesia merupakan masyarakat dalam kelompok
usia 19-34 tahun (49,52%). Sedangkan kelompok pengguna terbanyak kedua
merupakan kelompok usia 35-54 tahun (29,55%), kelompok pengguna usia 13-
18 tahun (16,68%), dan pengguna dengan usia di atas 54 tahun (4,24%). Internet
saat ini tidak hanya digunakan untuk bekerja dan keperluan pendidikan, tetapi
juga semakin dekat dengan kebutuhan sehari-hari. Hal tersebut tecermin dari
jumlah pengguna yang kian bertambah dan angka penterasi yang kian tinggi.
Jumlah pengguna internet di Indonesia pada 2017 mencapai 143,26 juta jiwa
dengan penetrasi mencapai 54,6% dari populasi.
Kegiatan jual beli secara online yang didorong oleh pertumbuhan industri e-
commerce di Tanah Air turut meningkatkan jumlah pembeli melalui platform
tersebut. Salah satu portal kode diskon untuk situs-situs belanja online di
Indonesia, CupoNation, memprediksi jumlah pembeli online sampai akhir tahun
ini akan tumbuh signifikan. Jumlah online shopper di Indonesia terus meningkat
selama beberapa tahun terakhir. Di tahun 2018, jumlah online shopper
diperkirakan mencapai 11,9 persen dari total populasi di Indonesia pertumbuhan
pembeli secara online atau online shopper di Indonesia terjadi dalam tiga tahun
terakhir. Pada tahun 2016, jumlah pembeli online mencapai 9,6 persen dari
jumlah populasi dan meningkat menjadi 10,7 persen pada tahun
2017. Persentase tersebut didapat dengan membagi jumlah populasi dan jumlah
pembeli secara online di Indonesia setiap tahunnya. Pertumbuhan jumlah
pembeli online ini didukung oleh pendapatan dari pasar e-commerce Indonesia,
di mana ada 6,1 miliar dollar AS pada 2016 dan mencapai 7,5 miliar dollar AS
untuk tahun 2017. Tahun ini diperkirakan pendapatan pasar e-commerce bisa
mencapai 9,1 miliar dollar AS. Data dalam penelitian ini bersumber dari lembaga
statistik internasional bernama Statista. Data yang ditampilkan berasal dari total
pendapatan bersih pasar e-commerce yang dibagi ke dalam beberapa sektor
utama.
Berkembangnya internet menyebabkan sebagian besar orang yang
bepergian dengan pesawat terbang yang memiliki akses internet sudah
menggunakan aplikasi untuk membeli tiket secara online. Hal ini terutama
penting dalam perjalanan udara, karena kebanyakan wisatawan tertarik dengan
konten-konten yang ditawarkan di aplikasi berupa tulisan, foto, hingga video,
Sri Widyastuti !
!
!!
170
yang tidak bisa mereka tampilkan di aplikasi sebelumnya. Mereka juga bisa
menampilkan konten ringan yang berhubungan dengan hal yang tengah ramai
dibicarakan, seperti mudik lebaran atau Piala Dunia. Salah satu perusahaan
penyedia jasa layanan tiket secara online yaitu startup travel online Traveloka.
Berdiri sejak tahun 2012, saat ini Traveloka telah bekerja sama dengan 85
maskapai penerbangan yang melayani 100.000 rute di Asia Pasifik dan Eropa,
serta 100.000 pilihan hotel yang ada di dalam dan luar negerii. Pada awal bulan
April 2018, startup travel online Traveloka telah melakukan perubahan yang
cukup signifikan terhadap tampilan aplikasi mobile mereka di perangkat Android
dan iOS. Langkah ini diyakini bisa mengakomodasi jumlah layanan mereka yang
kian banyak, serta menampilkan konten inspirasi liburan yang lebih menarik bagi
pengguna mereka.
Selain di Indonesia, sejak tahun 2015 Traveloka juga sukses
mengembangkan bisnisnya ke lima negara di kawasan Asia Tenggara, yaitu
Thailand, Singapura, Malaysia, Filipina dan Vietnam. Memasuki pertengahan
2017 ini, jumlah pengunduh aplikasi Traveloka berhasil meningkat hingga 50
persen. Bila tahun lalu baru diunduh sebanyak 10 juta, saat ini sudah
mencapai 15 juta pengunduh, di mana mayoritasnya merupakan pengguna
aktifTraveloka gencar memberikan promo harga untuk pelanggannya yang
melakukan transaksi melalui aplikasi mobile. Strategi ini rupanya cukup
berhasil menggiring masyarakat untuk mengunduh aplikasi mereka. Berbagai
promo menarik seperti diskon memang lebih banyak dihadirkan di
aplikasi mobile. Penawaran ini membuat banyak pelanggan Traveloka beralih
dari website ke aplikasi. Lebih dari 50 persen transaksi di Traveloka sudah
bersumber dari aplikasi. Sepanjang tahun 2018 ini, Traveloka memang telah
menghadirkan berbagai layanan baru, seperti layanan penjualan tiket bus, fitur
pencarian tempat makan, serta penyewaan mobil. Berbagai layanan baru
tersebut diharapkan bisa melengkapi layanan utama mereka yang telah ada
sebelumnya, yaitu pemesanan tiket pesawat dan hotel. Untuk memudahkan
pengguna dalam mengakses semua layanan tersebut, Traveloka pun merasa
harus mengganti halaman utama dari aplikasi mereka. Kini pelanggan bisa
mengatur halaman utama tersebut agar hanya menampilkan beberapa layanan
favorit. Hal lain yang berusaha diakomodasi oleh Traveloka dengan aplikasi baru
Sri Widyastuti
!!
171
tersebut adalah bagaimana mereka bisa menampilkan berbagai konten inspirasi
liburan.
Makin banyak perusahaan yang berbisnis di Internet menyadari bahwa
mereka harus berusaha sedapat mungkin menyamai suasana di luar internet;
mereka tidak dapat hanya mengandalkan teknologi untuk menghantarkan
pelayanan online. Jika mereka memang berfokus pada teknologi, mereka hanya
menyediakan setengah dari nilai yang dibutuhkan atau diinginkan pelanggan.
Mereka mungkin mampu menghantarkan kebutuhan fungsional, tetapi mereka
melewatkan kebutuhan emosional. McKinsey Consulting telah membagi
pelanggan online ke dalam segmen-segmen yang memberikan pemahaman
yang berharga tentang berbagai tipe pelanggan pada siapa pelaku bisnis online
dapat mengarahkan tawaran mereka. McKinsey dan Media Metrix menganalisa
perilaku online dengan menggunakan sampel 50.000 pelanggan aktif online dari
panel Media Metrix. Mereka membagi pasar internet menjadi 6 segmen yang
aktif yang disebut Simplifiers, Surfers, Bargainers, Connector, Routiners, dan
Sporsters. Karakteristik dari segmen-segmen ini, termasuk persentase total
pengguna internet dari masing-masing segmen, ditampilkan dalam
Menurut penelitian, kategori segemen pelanggan yang berbeda bersama
dengan deskripsi singkatnya adalah:
1. Penyederhanaan/Simplifiers. Konsumen yang paling menarik, karena mereka
menyumbang lebih dari 50 persen dari semua transaksi online. Tetapi
simplifiers sulit untuk dilayani dan mudah hilang, karena mereka
menginginkan kemudahan akses dan kenyamanan ujung ke ujung.
Penyederhanakan seperti informasi produk yang tersedia, layanan
pelanggan yang dapat diandalkan, dan pengembalian yang mudah, dan
mereka merespons secara positif terhadap bukti apa pun — yang
disampaikan melalui iklan atau pesan di tempat — bahwa lebih mudah atau
lebih cepat untuk melakukan bisnis secara online daripada offline.
Mereka tidak menyukai e-mail yang tidak diminta, ruang obrolan yang
tidak mengundang, jendela sembul yang dimaksudkan untuk mendorong
pembelian impulsif, dan fitur-fitur lain yang menyulitkan pengalaman on-dan
off-line mereka.
Beberapa situs memberikan simplifiers segala yang mereka inginkan:
penelitian lain yang kami lakukan menunjukkan bahwa pembeli on-line yang
Sri Widyastuti !
!
!!
172
berat pun berpikir bahwa layanan pelanggan off-line lebih baik daripada
rekan on-line-nya. Proses pemesanan satu-klik Amazon.com adalah contoh
yang baik dari fitur yang dirancang untuk simplifiers. “End-to-End”
kenyamanan yang dicari orang. Mereka menghabiskan rata-rata 7 jam per
bulan tetapi memiliki masa kerja online terpanjang. Oleh karena itu jika
seorang pemasar internet ingin mempertahankan penjualan dari segmen ini,
mereka harus memberikan kenyamanan ujung ke ujung seperti kemudahan
akses, ketersediaan informasi, dll.
2. Peselancar/Surfers: Untuk menarik dan mempertahankan surfers, sebuah
situs membutuhkan desain dan fitur yang mutakhir, pembaruan konstan,
merek online yang kuat, dan bermacam-macam produk dan layanan.
Peselancar hanya untuk 8 persen dari populasi pengguna tetapi untuk 32
persen dari seluruh waktu yang dihabiskan secara on-line - jauh lebih banyak
daripada segmen lainnya - dan mereka mengakses ke atas sebanyak empat
kali lebih banyak halaman daripada rata-rata pengguna. Peselancar
menggunakan internet karena berbagai alasan (misalnya, untuk menjelajahi,
berbelanja, menemukan informasi, dan dihibur), tetapi bergerak cepat di
antara situs, terus mencari pengalaman online baru. Mereka melakukan
kegiatan menjelajahi dunia maya yang biasanya disebut dengan browsing.
Surfing biasanya bertujuan untuk mencari informasi, mendownload ,
menggunakan jejaring social seperti facebook, twitter dan lain-lain, atau
hanya sekedar untuk bersenang-senang saja/ hiburan. Untuk menarik dan,
yang lebih penting, mempertahankan surfers, sebuah situs harus
menawarkan merek on-line yang kuat, desain dan fitur mutakhir, pembaruan
terus-menerus, dan beragam produk dan layanan.
Tawar-menawar/Bargainers: segmen yang suka melakukan tawar-menawar
terutama peduli pada upaya mendapatkan penawaran yang bagus. Meskipun
mereka hanya membuat 8 persen dari populasi online aktif dan
menghabiskan lebih sedikit waktu online daripada rata-rata pengguna,
mereka menghasilkan 52 persen dari semua kunjungan ke eBay, misalnya,
mencurahkan seluruh bagian untuk buletin, grup obrolan, perpustakaan, dan
peluang untuk memberikan sumbangan ke badan amal. Konsumen yang
secara ekonomi merasa tidak aman di masa krisis namun mereka
Sri Widyastuti
!!
173
menyikapinya dengan sangat rasional dan dengan perencanaan yang baik.
Bargainers adalah jenis konsumen yang adaptif, artinya cakap melakukan
penyesuaian-penyesuain ketika kemampuan daya belinya terpangkas.
Mereka tahu persis bahwa daya beli yang menurun harus diikuti dengan
pengurangan konsumsi, pengurangan pengeluaran, seleksi produk secara
lebih cermat, atau bahkan brand switching kalau diperlukan, karena itu
disebut smart consumers.
Orang-orang ini didorong oleh pencarian untuk penawaran. Situs favorit
lainnya termasuk uBid dan Priceline.com (dua situs lelang lainnya) serta situs
informasi keuangan Quote.com. Tawar-menawar menikmati pencarian untuk
harga bagus, kontrol atas transaksi, dan rasa komunitas yang ditawarkan
situs-situs seperti eBay. Untuk mengekstraksi penjualan dari segmen ini,
situs tidak hanya menarik bagi mereka pada tingkat rasional tetapi juga pada
tingkat emosional, memuaskan kebutuhan mereka akan harga kompetitif,
kegembiraan "pencarian," dan keinginan untuk komunitas.
3. Konektor/Connectors. Segmen ini menggunakan Internet terutama untuk
berhubungan dengan orang lain melalui layanan obrolan seperti ICQ dan
melalui situs-situs seperti Blue Mountain Arts, yang memungkinkan mereka
mengirim kartu ucapan elektronik secara gratis. Penghubung cenderung
pemula: 40 persen telah online selama kurang dari dua tahun, dan hanya 42
persen telah melakukan pembelian secara online (terhadap 61 persen secara
keseluruhan). Konektor mencoba mencari tahu apa yang tersedia untuk
mereka dan apa yang memiliki nilai. Pemasar harus fokus pada cara untuk
membentuk kebiasaan Penghubung sehingga mereka beralih ke segmen
yang lebih menarik, seperti Simplifiers. Salah satu pendekatan adalah
membantu Konektor menemukan jalan mereka di Internet, mendapatkan
kepercayaan mereka saat mereka pergi. Readersdigest.com sangat pandai
dalam pendekatan ini, memberikan bantuan khusus kepada pelanggan di
atas usia 50 tahun. Situs ini mencakup fitur yang menjelaskan bagaimana
pengguna dapat melindungi diri mereka sendiri secara online dan bagaimana
e-mail bekerja serta penjelasan sederhana teknologi, "netiket "Pelajaran, dan
fitur seperti" Buat buletin keluarga di PC Anda! " Wal-Mart Stores, Staples,
dan merek berbasis batu bata dan mortir lainnya yang menjadikan alamat
Internet mereka sangat terlihat pada pengemasan, iklan, dan pengiriman
Sri Widyastuti !
!
!!
174
surat memiliki keunggulan dengan connectors, yang kurang pengalaman
membuat mereka bersedia menerima saran dari pemandu tepercaya tentang
on-line konten.
4. Perute/Routiners: Mereka terutama pergi ke internet untuk mendapatkan
informasi. Sesuai namanya, orang-orang ini adalah pengunjung rutin yang
suka berita. Biasanya berita dan informasi keuangan dan menghabiskan
lebih dari 80 persen waktu on-line untuk menjelajahi sepuluh situs favorit
mereka. Edisi interaktif Wall Street Journal dan situs on-line MSNBC adalah
di antara situs yang paling populer untuk anggota grup ini. Konten superior
dan eksklusif dari situs-situs tersebut membuat Routiners merasa seperti
orang dalam. Orang-orang ini mengunjungi lebih sedikit domain tetapi
menghabiskan waktu hampir dua kali per halaman daripada yang lain. Perute
menginginkan konten yang unggul dan rasa mereka mendapatkan "sesuatu
yang istimewa."
5. Sportsters: Sportster berperilaku seperti Perute, tetapi tertarik pada situs
olahraga dan hiburan. Mereka melihat konten sebagai hiburan, sehingga
situs harus segar, berwarna, dan interaktif untuk menarik mereka. Halaman
beranda populer dari situs olahraga ESPN.com, misalnya, menampilkan hasil
olahraga, jajak pendapat, ruang obrolan, permainan fantasi, pembaruan
berita, dan siaran radio. Mereka menghabiskan rata-rata 7,1 jam
(dibandingkan 9,8 rata-rata). Tantangan bagi perusahaan adalah mengubah
penggunaan ini menjadi pendapatan, biasanya dengan memindahkan
pengunjung dari konten "gratis" ke langganan berbayar.
Menghasilkan pendapatan dari upaya Sportsters dan Routiners untuk
menemukan informasi adalah tantangan nyata. Cara yang jelas untuk
menemuinya, meskipun mungkin yang paling sulit adalah mengubah
pengunjung dari konsumen konten gratis menjadi pelanggan yang
membayar. Quote.com, misalnya, menyediakan beberapa informasi gratis
tetapi menawarkan jauh lebih banyak kepada pelanggan yang dibayar di
situs. ESPN.com menghasilkan pendapatan yang signifikan dari biaya
berlangganan untuk liga olahraga fantasi. Pilihan lain termasuk pembuatan
tautan ke situs berbasis transaksi dan penggunaan iklan dan promosi
bertarget untuk memengaruhi perilaku pembelian offline para pengunjung.
Sri Widyastuti
!!
175
Apa pun pendekatan yang dilakukan pemasar, mereka harus menghindari
upaya menjangkau semua segmen dengan satu penawaran dan dengan
demikian melemahkan pengalaman Internet sehingga tidak menarik bagi siapa
pun, apalagi segmen inti mereka. Mereka lebih baik menumbuhkan pelanggan
segmen inti yang berulang kali membeli item yang lebih besar dari nilai rata-rata.
Pada waktunya, teknologi baru akan memungkinkan pemasar untuk
menampilkan konten dan produk yang paling menarik bagi segmen pengguna
tertentu. Pada akhirnya, segmen berdasarkan demografi akan memberi jalan
kepada penawaran yang diinformasikan oleh selera dan kebutuhan individu.
Electronic Commerce (Perniagaan Elektronik), sebagai bagian dari
Electronic Business (bisnis yang dilakukan dengan menggunakan electronic
transmission), oleh para ahli dan pelaku bisnis dicoba dirumuskan definisinya.
Secara umum e-commerce dapat didefinisikan sebagai segala bentuk transaksi
perdagangan/perniagaan barang atau jasa (trade of goods and service) dengan
menggunakan media elektronik. Jelas, selain dari yang telah disebutkan di atas,
bahwa kegiatan perniagaan tersebut merupakan bagian dari kegiatan bisnis,
maka kesimpulannya adalah e-commerce is a part of e-business. E-commerce
adalah kegiatan-kegiatan bisnis yang menyangkut konsumen (consumers),
manufaktur (manufactures), service providers dan pedagang perantara
(intermediaries) dengan menggunakan jaringan-jaringan komputer (computer
networks) yaitu internet. Penggunaan internet dipilih oleh kebanyakan orang
sekarang ini karena kemudahan-kemudahan yang dimiliki oleh jaringan internet.
Penggunaan layanan jasa berupa e-commerce yang dapat dinikimati oleh
konsumen maupun perusahaan sendiri maka segala layanan yang diinginkan
oleh para konsumen dapat segera ditindaklanjuti secepat mungkin, sehingga
perusahaan tersebut akan mampu memberikan pelayanan terbaik bagi para
konsumen. Selama ini juga konsumen yang ingin membeli produk diharuskan
untuk mendatangi tempat penjual produk dan hal tersebut sangat tidak efisien
bagi para konsumen yang memiliki kesibukan yang sangat padat. Dengan
adanya layanan e-commerce maka konsumen dapat mengakses serta
melakukan pemesanan produk dari berbagai tempat dengan mudah.
Salah satu fenomena e-commerce yang mulai berkembang pesat di
Indonesia adalah situs jual beli online. Situs jual beli di Indonesia sebenarnya
sudah lama bermunculan, namun belakangan ini situs jual beli semakin marak.
Sri Widyastuti !
!
!!
176
Banyak orang yang tertarik untuk melakukan jual beli secara online di situs jual
beli online. Melalui situs jual beli ini, pengusaha dapat menjangkau target market
yang jauh lebih luas dengan biaya yang lebih murah. Banyak pengusaha yang
memasarkan barang dagangan maupun jasa secara online. Berdasarkan laporan
Global Trends in online shopping tahun 2013 yang dilakukan oleh Nielsen, para
konsumen di Indonesia menghabiskan lebih 9% dari seluruh penghasilan per
bulannya untuk berbelanja secara online. Persentase itu lebih banyak daripada
beberapa tahun yang lalu. Selama penelitian yang dilakukan oleh Nielsen,
kepercayaan konsumen online di Indonesia jumlahnya menurun sebanyak 2%,
setara dengan konsumen online di Kolombia dan Chile. Jumlah itu relatif lebih
sedikit dibandingkan dengan negara-negara lain, yaitu Korea Selatan terjadi
penurunan sebanyak 6%, Kanada dan Amerika Serikat 3%, dan 1% di Perancis.
BukaLapak adalah situs jual beli online yang merupakan salah satu online
market place terkemuka di Indonesia adalah yang dimiliki dan dijalankan oleh PT
Bukalapak. Seperti halnya situs layanan jual-beli online dengan model bisnis
consumer-to-consumer (C2C ), BukaLapak menyediakan sarana jual-beli dari
konsumen ke konsumen di mana pun. Siapa pun dapat membuka toko online
di Bukalapak dan melayani pembeli dari seluruh Indonesia untuk transaksi
satuan maupun banyak. BukaLapak tidak berperan sebagai pelapak barang,
melainkan sebagai perantara antara pelapak dan pembeli. Adanya biaya ekstra
(termasuk pajak dan biaya lainnya) atas segala transaksi yang terjadi di
BukaLapak berada di luar kewenangan BukaLapak. Sebagai perantara, biaya
ekstra (termasuk pajak dan biaya lainnya) akan diurus oleh pihak-pihak yang
bersangkutan (baik pelapak atau pun pembeli) sesuai ketentuan yang berlaku di
Indonesia. Bukalapak memiliki slogan jual-beli online mudah dan terpercaya
karena BukaLapak memberikan jaminan 100% uang kembali kepada pembeli jika
barang tidak dikirimkan oleh pelapak.
Pelanggan dapat membuat akun BukaLapak yang dapat dipergunakan
untuk membeli barang dari penjual lain dan dapat berjualan dengan membuka
toko online di Bukalapak dengan akun yang telah dibuat. BukaLapak
menggunakan sistem pemasangan iklan baris, dan iklan tersebut bisa terlihat,
jika pembeli ingin membeli produk tertentu. Memiliki berbagai banyak keunggulan
diantaranya memiliki grafik gambar yang lebih bagus, membantu interaksi
Sri Widyastuti
!!
177
penjual dan pembeli dengan fitur chatting, memperlihatkan stok barang, daftar
iklan tersusun rapi, fitur pilihan jasa logistik pengiriman barang, akumulasi jumlah
biaya pembelian dan ongkos pengiriman dan keunggulan fitur lainnya yang
menjamin keamanan transaksi antara penjual dan pembeli, untuk mengamankan
dan membantu proses transaksi BukaLapak juga sudah menerapkan konsep
rekening bersama dengan nama BukaLapak Payment System. BukaLapak
Payment System memungkinkan orang-orang untuk bertransaksi dengan aman,
lancar dan bebas dari penipuan. Situs jual beli BukaLapak memberikan ruang
antara penjual dan pembeli untuk berkomunikasi melalui fitur chatting yang
sudah tersedia. Fitur chatting ini memungkinkan konsumen untuk bisa bertanya
mengenai keadaan produk, kualitas, bentuk dan berbagai macam pertanyaan
seputar produk lainnya.
Pengguna BukaLapak ada dua yaitu pengguna yang telah terdaftar sebagai
anggota BukaLapak dan pengguna yang hanya sebagai membeli barang tanpa
terdaftar sebagai anggota BukaLapak. Pengguna yang terdaftar sebagai anggota
BukaLapak kebanyakan adalah UKM yang ingin menjual barangnya secara
online dan adapun pembeli yang terdaftar yaitu pelanggan yang telah
berlangganan online shopping di Bukalapak, penggguna yang belum terdaftar
sebagai anggota tidak bisa membuka lapak di Bukalapak, pengguna ini hanya
bisa berbelanja di situs jual beli online BukaLapak. Target pasar utama
BukaLapak adalah Usaha Kecil Menengah (UKM). BukaLapak bertujuan
membantu para pebisnis UKM dalam memasarkan produk yang mereka miliki,
sehingga pebisnis UKM dapat menjangkau pasar Nasional yang dapat
memasarkan produk hingga keseluruh Indonesia. Selain itu BukaLapak
menyediakan tempat untuk semua bidang bisnis produk di Bukalapak dan ingin
menyasar orang-orang mempuyai rutinitas yang padat. Produk yang bisa dijual di
situs jual beli BukaLapak memiliki beberapa kategori produk, yaitu kategori
produk promo, handphone, komputer, elektronik, kamera, hobi & koleksi,
olahraga, sepeda, fashion, perlengkapan bayi, rumah tangga, personal care,
food, onderdil mobil, motor, mobil, industrial, perlengkapan kantor, tiket & voucer,
musik, batu cincin, dan buku,dll.
Pertumbuhan penduduk Indonesia yang mulai berbelanja secara online
atau e-commerce terus meningkat. Berdasarkan hasil riset Google dan lembaga
riset pasar asal Jerman, GfK, berbelanja online merupakan sesuatu yang sudah
Sri Widyastuti !
!
!!
178
umum di Indonesia. Bahkan, menurut Google tahun 2017 angkanya mencapai
81 juta jiwa dari total pengguna internet yang mencapai 100 juta jiwa di
Indonesia. Sekarang belanja online tidak hanya dilakukan penduduk di kota-
kota besar. Warga daerah juga sudah mulai melakukan transaksi belanja
online. Mengembangkan bisnis belanja online ini, merupakan peluang usaha
baru untuk menggerakkan roda perekonomian. Berdasarkan hasil riset tersebut,
Google merumuskan hal penting bagi konsumen online dan pelaku usaha
dalam menjalankan bisnis e-commerce untuk menari berbagai kelompok
konsumen.
Berikut temuan Google dalam bisnis belanja online di Indonesia :
1. Secara umum konsumen Indonesia mulai beralih metode pembayaran.
Sekarang dengan semakin seringnya mereka berbelanja online, konsumen
sudah mulai beralih dari bayar di tempat ke internet banking atau transfer
ATM.
2. Inovator (pendapatan lebih tinggi, banyak perangkat) : 64 persen dari hasil
riset Google menemukan orang lebih suka mendapatkan info langsung dari
toko online. Sementara, 74 persen tertarik membeli dengan harga murah.
3. Early adopters (pendapatan lebih rendah, banyak perangkat) : 46 persen
orang lebih suka mencari secara online menggunakan mesin telusur
sementara 66 persen dapat terpikat dengan harga murah.
4. Gagap teknologi (pendapatan lebih tinggi, satu perangkat) : 36 persen lebih
suka mendapatkan info langsung dari merk, tetapi lebih memilih membayar
melalui ATM.
5. Late blommers (pendapatan lebih rendah, satu perangkat) : 58 persen
mementingkan kemudahan dan 74 persen sangat mengutamakan harga
murah.
Hasil riset semacam ini menunjukan fakta bahwa pengguna internet
mendemonstrasikan perbedaan perilaku yang biasa dijumpai di pasar manapun.
Mencoba memberikan perlakuan yang sama pada semua segmen justru
mendatangkan bencana. McKinsey menyatakan karena kemampuan
menghasilkan keuntungan di Internet sangat bergantung dari pembelian kembali
pelanggan dan ukuran transaksi yang lebih tinggi dari rata-rata, maka
memenangkan basis pelanggan loyal dari salah satu segmen lebih besar
Sri Widyastuti
!!
179
kemungkinannya untuk mendatangkan keuntungan daripada mencoba
memenangkan semua segmen. Menurut McKinsey segmen tersebut adalah
Simplifiers, Surfers, Bargainers, Connectors, Routiners dan Sporters. Para
Simplifiers melewatkan sedikit waktu di internet tetapi setengah dari transaksi
online melibatkan mereka. Mereka memiliki tujuan tertentu dalam pikiran
mereka, dan mereka ingin menyelesaikan dengan cepat dan mudah. Mereka
adalah pengguna internet yang berpengalaman, dan mereka ingin pelaku binis di
internet mempermudah urusan mereka di internet. Mereka menginginkan
kenyamanan total : kemudahan akses, ketersediaan informasi yang dapat
dipercaya, dan mudah untuk kembali. Para Surfers merupakan segmen yang
kecil tetapi mereka menggunakan 32% waktunya di internet. Mereka berpindah
dari satu situs ke situs lain dengan cepat, hanya menggunakan sedikit waktu di
tiap situs. Untuk menarik mereka kembali, dibutuhkan sesuatu yang baru dan
bervariasi. Tantangannya adalah untuk membuat mereka bertahan cukup lama di
suatu situs.
Tabel 6.1 Segmen Pelanggan Online Segmen Prosentase
pengguna internet
Jam aktif/ bulan
Domain unik yang
diakses/bulan
Halaman yang
diakses/bulan
Prosentase pembelian
Simplifiers Surfers Bargainers Connectors Routiners Sporters Rata-rata
20 8 8
36 15 4
7,1 30,2 8,3 5,7 8,2 7,1 9,8
62 224 43 54 32 47 74
1021 4852 1295 791 624
1023 1398
87 71 64 42 50 51 61
Sumber: Barnes (2003)
Para Bargainers menggunakan internet dengan satu tujuan; mendapatkan
tawaran terbaik yang tersedia. Pengguna tersebut hanyalah persentase kecil dari
pengguna internet. Tetapi 52% dari pengunjung eBay adalah para Bargainers
dan seringkali menggunakan priceline.com, uBid.com, Quote.com. mereka
adalah shopper klasik yang mencari harga termurah dari sangat bergairah dalam
melakukan pembandingan. Para Connectors adalah pendatang baru di internet.
Mereka baru belajar menggunakan media tersebut dan mencoba menemukan
apa yang tersedia bagi mereka secara online dan bagaimana mereka
mendapatkan nilai. Mereka menggunakan internet untuk berhubungan dengan
orang-orang lain melalui jalur chatting dan mengirimkan kartu ucapan online.
Sri Widyastuti !
!
!!
180
Para Connectors membutuhkan suatu jaminan ketika menggunakan internet, dan
merek-merek mapan offline mampu menyediakan hal ini. Karena itu, pemilik
merek-merek bersar mempunyai keuntungan untuk menarik segmen pelanggan
ini ke situs online mereka. Mereka dapat menuntun pengguna internet bari ini
untuk berbelanja secar online dengan menghantarkan strategi terintegrasi yang
memberikan panduan pada segmen ini.
Para Routiners menggunakan internet berdasarkan kebiasaan. Mereka
mengunjungi paling sedikit website dan melewatkan lebih banyak waktu pada
setiap website. 80% dari waktu online dihabiskan dengan mengunjungi 10 situs
paling top mereka, kebanyakan berita dan layanan finansial. Para Sportsters
serupa dengan Routiners dalam hal mereka tidak terlalu suka berpetualang.
Mereka melewatkan lebih sedikit waktu online tetapi mengunjungi lebih banyak
situs, memilih untuk berkonsentrasi pada situs olahraga dan hiburan.
6.2 Hubungan Berbasis Teknologi
Sheth, et al (2002) mengungkapkan bahwa CRM mempunyai tiga tipe
program, yaitu continuity marketing, one to one marketing dan partnering
program. Ketiga program tersebut mempunyai bentuk yang berbeda-beda yakni
untuk pemakai akhir, pelanggan distributor, atau pelanggan business to business
(B2B). Perhatian yang besar untuk mempertahankan pelanggan telah
menyebabkan banyak perusahaan berusaha mengembangkan continuity
marketing program yang ditujukan untuk mempertahankan pelanggan dan
meningkatkan loyalitas mereka. Bagi Pelanggan dalam pasar massal program ini
biasanya berbentuk program kartu keanggotaan dan juga kartu loyalitas di mana
Pelanggan sering diberi penghargaan yang dapat berupa layanan khusus secara
individu, poin untuk upgrades, diskon, serta pembelian silang. Untuk pelanggan
distributor, continuity marketing program dilaksanakan dalam bentuk program-
program penambahan yang berkelanjutan mulai dari program manajemen Just in
Time (JIT) sampai kepada respon pelanggan, temasuk di dalamnya proses
pemesanan elektronik dan perencanaan sumber material. Dalam pasar bisnis,
program ini berbentuk program pelanggan khusus atau perjanjian sourcing
khusus termasuk single sourcing, dual sourcing, dan network sourcing, serta
perjanjian sourcing Just in Time, Sheth, et al (2002). Dasar dan program
Sri Widyastuti
!!
181
continuity marketing adalah untuk mempertahankan pelanggan dan
meningkatkan loyalitas melalui pelayanan khusus jangka panjang yang
berpotensi untuk meningkatkan nilai melalui saling mempelajari masing-masing
pihak. One to One Marketing atau pendekatan pemasaran secara individual
merupakan suatu program yang ditujukan pada pemenuhan pemuasan
kebutuhan yang dimiliki oleh pelanggan yang unik dan secara individual. Suatu
konsep yang dahulu biasa terdapat dalam business to business marketing saat
ini juga diimplementasikan dalam konteks pasar massal dan pelanggan
distributor. Dalam pasar massal, informasi pelanggan secara individu dapat
diperoleh dengan biaya rendah sehubungan dengan tingginya tingkat
perkembangan teknologi informasi dan ketersediaan data. Dengan
menggunakan, informasi online dan database, interaksi pelanggan individu, para
pemasar mencoba untuk memenuhi kebutuhan unik dan pelanggan secara
masal. Informasi pelanggan individu digunakan untuk membangun pemasaran
interaktif dan program pasca pemasaran dalam mengembangkan pelanggan,
Sheth, et al (2002). Untuk pelanggan distributor, program ini berbentuk customer
business development. Hubungan ini memerlukan tindakan kooperatif dalam
penciptaan nilai. Dalam konteks pasar bisnis, dikenal dengan program key
account management dimana para pemasar membentuk tim pelanggan yang
menjembatani sumber daya perusahaan sesuai dengan kebutuhan pelanggan
individual. Program ini memerlukan alokasi sumber daya yang ekstensif dan
perencanaan gabungan dengan pelanggan. Program ini dilaksanakan untuk
pelanggan domestic yang berlokasi ganda.
Tipe ketiga dari program CRM adalah hubungan kemitraan antara
pelanggan dan para pemasar untuk melayani kebutuhan ppmakai akhir. Dalam
pasar masal terdapat dua tipe partnering program yaitu Co-branding dan Affinity
Partnering. Co-branding dua pemasaran menggabungkan sumber daya dan
keahlian merek untuk mengalokasikan produk dan jasa lanjutan untuk pelanggan
pasar masal, Sheth, et al (2002). Affinity partnering program mirip dengan Co-
branding hanya saja para pemasar tidak menciptakan merek baru tetapi
menggunakan strategi endorsement. Biasanya program ini mencoba untuk
mengambil keuntungan dan keanggotaan pelanggan dalam satu kelompok untuk
melakukan pembelian silang terhadap produk atau jasa lainnya. Pada pelanggan
distributor, program ini diimplementasikan melalui logsitics partnering dan usaha
Sri Widyastuti !
!
!!
182
pemasaran kooperatif. Pada kemitraan tersebut pemasar dan pelanggan
distributor bekerja sama dan berkolaborasi dalam mengelola inventori dan supply
logistic serta bersatu dalam usaha pemasaran gabungan. Untuk pelanggan
bisnis, partnering program berupa Co-design, Co-development, dan kegiatan Co-
marketing yang saat ini kurang popular untuk digunakan (Sheth, et al. 2002).
Yang dilakukan diantaranya yaitu melakukan kerjasama dengan perusahaan lain
untuk melayani kebutuhan pelanggan dan memberikan atau menyediakan
layanan lain yang dibutuhkan pelanggan.
Dalam perusahaan distribusi, hubungan pelanggan sangatlah penting
dalam menciptakan kesetiaan pelanggan. Dalam hal ini jalinan hubungan akan
menciptakan nilai motivasi lebih kepada pelanggan dibandingkan dengan faktor
lain seperti harga dan fitur produk, karenanya akan meningkatkan lifetime value
bagi pelanggan. Perusahaan distribusi berusaha untuk memberikan lebih dari
sekedar kepuasan pelanggan dan memastikan memberikan nilai melalui suatu
jalinan hubungan daripada hanya berdasarkan transaksional saja. Penelitian
menunjukkan bahwa kepuasan pelanggan saja tidak cukup untuk membangun
motivasi pelanggan. CRM dalam industri distribusi produk didasarkan kepada
prinsip dasar yang menyatakan bahwa layanan yang baik tidak menjamin
kepuasan pelanggan dan kepuasan pelanggan tidak menjamin motif pelanggan
untuk tetap melakukan pembelian. Karena itu timbullah kebutuhan akan
hubungan pelanggan yang kuat untuk membangun loyalitas. Dengan demikian
dalam industri distribusi CRM merupakan suatu proses yang berkelanjutan dalam
mengelola moment of truth dan mencari peluang dalam menciptakan motivasi
pelanggan dengan tujuan membangun motivasi pelanggan berdasarkan interaksi
konstan antara pelanggan dengan produk dan karyawan. Terdapat beberapa
prinsip dasar CRM dalam industri distribusi yaitu tercapainya tujuan dasar dan
CRM hanya apabila perusahaan menjalin suatu hubungan dengan seluruh
pelanggan perusahaan; semua karyawan terlibat dalam jalinan hubungan
pelanggan yang berdasarkan database dan preferensi pelanggan; konsistensi
antara produk yang ditawarkan dengan penyampaian produk; memahami
pandangan, keinginan dan kebutuhan pelanggan, adanya reliabilitas terhadap
produk dan pelayanannya; memastikan bahwa pelanggan memperoleh semua
informasi mengenai produk dan jasa yang ditawarkan pihak perusahaan;
Sri Widyastuti
!!
183
pemberian penghargaan kepada pelanggan setia.
Selanjutnya tentang bagaimana berkembangnya pelayanan berbasis
teknologi, dan sistem melayani diri sendiri seperti di internet dan meningkatnya
aktivitas perdagangan di Internet seharusnya meningkatkan kualitas dari
pelayanan pelanggan. Beberapa pelanggan sangat menghargai pilihan untuk
mengakses pelayanan bank atau membeli parabot rumah tangga atau mencari
informasi tentang asuransi mobil dari rumah mereka pada tengah malam. Akan
tetapi, harus diingat bahwa internet (seperti kebanyakan teknologi) menciptakan
nilai terutama pada tiga level terbawah dari model pemicu kepuasan pelanggan.
Hal ini terjadi karena banyak perusahaan yang memiliki bisnis online berfokus
pada menawarkan harga yang murah, penghantaran jasa yang efisien, akses
pada inventaris yang luas, dan kenyamanan. Internet memang memungkinkan
pelanggan untuk mengakses produk atau jasa inti yang mereka butuhkan:
transaksi finansial, pemesanan tiket pesawat,dll. Internet juga memberikan
layanan pendukung dengan memampukan pelanggan mengakses informasi atau
mentransfer dana atau pembelian produk. Internet pada umumnya juga
memampukan pelayanan diberikan secara efisien dan cepat, mengarah pada
kesimpulan bahwa pelayanan tersebut akurat secara teknis.
Dengan demikian saat internet kini digunakan oleh banyak perusahaan,
internet menciptakan nilai dalam bentuk akses dan kenyamanan. Jika fokusnya
adalah menawarkan harga terendah, jelaslah bahwa mereka berusaha untuk
menciptakan nilai berdasarkan uang. Tetapi Internet mungkin menghilangkan,
atau membuat sulitnya berinteraksi dengan karyawan perusahaan dan
berkurangnya perhatian pada perasaan pelanggan saat berinteraksi. Relatif
sedikit perusahaan yang berusaha menciptakan hubungan pelanggan sejati
secara online. Pada kenyataannya, pada tahap awal penggunaan internet untuk
menciptakan ikatan dengan pelanggan, banyak perusahaan cenderung
menciptakan emosi negatif daripada emosi positif. Sebagai akibatnya, sangat
sedikit perusahaan yang mampu menciptakan hubungan yang dekat dan kuat
dengan pelanggan onlinenya.
Banyaknya tinjauan tentang website “yang sangat baik” mengevaluasi
keberadaan dari berbagai situs perusahaan hampir secara eksklusif pada aspek
fungsional mereka. Mereka mengatakan itu cukup. Tetapi menjadi fungsional
saja tidaklah cukup. Hubungan bukanlah fungsional, mereka bersifat emosional.
Sri Widyastuti !
!
!!
184
Pada umumnya, hal yang memacu kepuasan pelanggan, sedikit atau tidak ada
hubungannya dengan aspek fungsional dari apa yang kita jual. Untuk berhasil di
Internet, perusahaan harus tidak sekadar dapat diterima secara fungsional.
Perasaan yang terkait dengan hubungan antarpribadi sangat berpengaruh pada
elemen-elemen lain dari interaksi tersebut. Bagaimana pelanggan diperlakukan
oleh atau berinteraksi dengan wakil sebuah organisasi sangat penting bagi
manajemen pelanggan yang efektif. Akan tetapi, meningkatnya penggunaan
internet, berarti komponen sosial dari interaksi pelanggan secara sistematis
dihilangkan. Dan sejumlah besar perusahaan online tampaknya tidak mengenali
pentingnya emosi ini dalam suatu interaksi. Perusahaan yang beroperasi secara
online biasanya menganggap bahwa Internet menunjuk pada akurasi dan
efisiensi dari penghantaran jasa, tetapi banyak yang mengabaikan nilai berharga
yang ditambahkan melalui kontak dengan karyawan. Dalam dunia yang
mengagumkan yang tercipta di internet, perusahaan perlu menggantikan
hilangnya kontak dengan manusia ini melalui rancangan website yang kreatif dan
ketersediaan sistem yang paralel dan mendukung.
Teknologi memungkinkan orang-orang dan organisasi untuk berkomunikasi
dengan lebih mudah dengan orang lain di seluruh dunia dan dalam “waktu yang
nyata” (real time). Regis McKenna menggunakan istilah ini untuk menunjuk pada
cara kita menerima informasi sekarang ini – tepat pada saat kejadiannya. Kita
mengalami real time ketika kita melihat siaran langsung liputan TV tentang suatu
peristiwa, menarik uang tunai dari ATM , atau chatting di internet. Kita
menggunakan teknologi untuk menjadi dekat dengan teman atau keluarga kita
yang tinggal ribuan mil jauhnya dengan mengirimkan foto bayi yang baru lahir
melalui e-mail sesaat setelah bayi tersebut dilahirkan. Teknologi dan komunikasi
baru memungkinkan dokter di suatu belahan dunia untuk membimbing seorang
ahli medis untuk melakukan operasi yang rumit di suatu daerah terpencil ribuan
mil jauhnya.
Teknologi merambah semua aspek kehidupan kita. Kendaraan kita memiliki
sistem GPS yang menerima signal dari satelit untuk memberitahu kita ketika
mobil kita perlu diservis atau membimbing kita melalui lalu lintas yang
membingungkan di kota asing. Perusahaan penerbangan memperkenalkan
sistem pemesanan online yang memungkinkan pelanggan tidak hanya membeli
Sri Widyastuti
!!
185
tiket secara online tetapi juga mencetak tiket masuk dan nomor bagasi dengan
printer rumah atau kantor mereka, dan karena itu memungkinkan mereka untuk
menghindari antrian panjang di airport, meletakan bagasi mereka yang sudah
ditandai di sabuk berjalan, dan langsung berjalan menuju gerbang. Penjual buku
online sekarang ini mengirim e-mail secara rutin ke pelanggan tetapnya ketika
mereka memiliki koleksi buku baru yang mungkin disukai pelanggan. Investor
yang cemas dapat menerima e-mail dari broker lewat telepon selular mereka,
menginformasikan pergerakan terakhir dari portofolio, tidak peduli dimana lokasi
mereka.
Teknologi serupa yang memungkinkan sebuah kehidupan diselamatkan
dan memungkinkan kakek dan nenek melihat cucu mereka yang baru dilahirkan
di belahan dunia lain telah digunakan untuk mengubah cara perusahaan
menghantarkan jasa dan produk dan cara orang berbelanja. Sementara teknologi
memungkinkan banyak pelanggan untuk mengakses produk dan jasa yang tidak
dapat mereka peroleh di area lokasi mereka beberapa tahun yang lalu, teknologi
tersebut juga membantu beberapa perusahaan memisahkan diri dari pelanggan
mereka.
Banyak pelanggan yang mendapati hubungan berbasis teknologi dingin dan
tidak bersifat pribadi. Dalam banyak kasus, perasaan yang dialami pelanggan
serupa dengan yang dialami pelanggan dalam jasa yang memang seharusnya
terjadi. Pelanggan tidak merasa dekat dengan pemasok dan sering merasa
bahwa mereka tidak mendapatkan pelayanan yang sesuai dengan harga yang
mereka bayar. Beberapa pelanggan mungkin merasa marah karena harus
berurusan dengan teknologi dan sedapat mungkin menghindarinya. Sementara
mungkin lebih nyaman bagi kebanyakan dari kita untuk menggunakan ATM,
pompa bensin otomatis, penjual tiket otomatis di bandara, beberapa orang
memilih untuk langsung berhubungan dengan para karyawan. Mereka
merasakan suatu tingkat kenyamanan dalam berhubungan dengan orang yang
nyata.
Mari berfikir sejenak implikasi dari penerapan teknologi dalam usaha untuk
menambah nilai bagi pelanggan. Pelanggan biasanya menghargai nilai
kenyamanan yang tercipta karena pengenalan banyak teknologi baru. Tetapi ada
kelemahan yang penting: dengan berhubungan dengan pelanggan hanya melalui
teknologi, kita menghilangkan kontak dengan manusia, kesempatan untuk
Sri Widyastuti !
!
!!
186
bercakap-cakap dan kesempatan untuk “membaca” situasi. Mengutip seorang
penumpang di Newark Internasional Airport yang baru saja menggunakan kios
tiket untuk check ini dan memperoleh tiket masuk, “Lebih cepat bahkan ketika
tidak ada antrian sekalipun. Saya tidak harus berbicara pada seorangpun.” Tepat
sekali! Penumpang tersebut telah meringkas baik keuntungan maupun
kekurangan penghantaran jasa berbasis teknologi. Hal yang sama berlaku juga
untuk internet.
Marilah berfikir tentang industri perbankan, dimana dalam waktu 20 tahun
terakhir telah mengalami perubahan dramatis dalam cara berbisnisnya. ATM
yang diperkenalkan pada kebanyakan pelanggan pada tahun 1980-an,
memungkinkan pelanggan tidak mengunjungi kantor cabang selama berbulan-
bulan. Ini adalah hal yang mengagumkan dari teknologi karena pelanggan dapat
melakukan transaksi rutin perbankan mereka sewaktu-waktu dan dari sejumlah
lokasi. Bank-bank tidak lagi membutuhkann terlalu banyak staf untuk melayani
pelanggan dan dapat berkonsentrasi untuk melayani pelanggan yang paling
menguntungkan. Beberapa pelanggan tentu saja menolak dan bahkan marah
terhadap penggunaan teknologi dan ingin terus mengunjungi kantor cabang
setiap minggu serta dilayani oleh orang yang nyata. Bagi pelanggan-pelanggan
tersebut, bank terus mempekerjakan orang di baris depan. Dengan
diperkenalkannya perbankan melalui telepon dan yang lebih baru internet
perbankan, pelanggan tidak perlu meninggalkan rumahnya untuk melaksanakan
berbagai transaksi, industri perbankan lebih menguntungkan dari sebelumnya
dan banyak pelanggan mendapatkan apa yang mereka inginkan dari bank –
pelayanan yang efisien dan nyaman. Banyak pelanggan menganggap ini adalah
langkah yang tepat bagi industri yang dulu ditandainya dengan jam-jam operasi
yang tidak nyaman dan antrian yang panjang.
Akan tetapi, dalam tahun-tahun belakangan ini, teknologi serupa yang
memungkinkan bank memberikan pelayanan lebih baik pada pelanggan telah
membuat pelanggan tersebut mendapatkan lebih banyak informasi tentang
pelayanan bank yang tersedia dan membuat mereka lebih mudah untuk membeli
produk dari berbagai bank yang berbeda. Sekarang, pelanggan dapat
mengajukan pinjaman dan produk kredit lain pada bank tradisional yang memiliki
layanan online dan layanan finansial lain dari perusahaan seperti
Sri Widyastuti
!!
187
WingspanBank.com dan ING Bank yang hanya menawarkan pelayanan di
internet, sehingga tidak perlu terbebani dengan jaringan kantor cabang seperti
bank konvensional. Sampai lahirnya perbankan berbasis internet, proses yang
harus diikuti pelanggan untuk mengajukan hipotek, melibatkan persetujuan dari
kantor cabang dengan sedikit pilihan bank yang tersedia. Internet telah
memberikan kekuatan dan kebebasan bagi pelanggan dan memperluas pilihan
mereka sampai pada proporsi global. Lokasi sekarang tidak begitu penting, dan
batasan geografis tidak lagi memungkinkan bank dan bisnis-bisnis lain untuk
menjerat orang yang tidak memiliki pilihan dan memiliki anggapan yang salah
bahwa “hubungan” itu adalah suatu loyalitas. Dalam beberapa tahun setelah
internet mulai dikenal umum, internet telah merevolusi industri lama dan
memperkenalkan pemain baru yang tidak memiliki sejarah dalam industri
tersebut tetapi yang pasti mewakili masa depan.
Membujuk pelanggan untuk memindahkan bisnis atau kontrak mereka
dengan sebuah perusahaan online menciptakan tantangan yang berat. Hal ini
jelas menunjukan kelemahan dalam strategi yang mendorong pelanggan untuk
mengurangi kontak langsungnya dengan perusahaan sebagai ganti
memindahkan bisnis ke internet. Strategi semacam itu mendorong pelanggan
untuk mencari-cari pilihan dan membuat perusahaan menghadapi pesaing yang
tidak pernah dijumpai pelanggan sebelumnya. Banyak pelaku bisnis, termasuk
banyak bankir, akan mengungkapkan kepuasan mereka. Hal itu merefleksikan
makin diterimanya penggunaan internet dalam bidang perbankan, yang
bagaimanapun juga lebih murah bagi bank daripada menggunakan layanan
tradisional yang melibatkan pembayaran karyawan yang lebih mahal dan
pemeliharaan gedung. Mendorong perpindahan hubungan pelanggan ke internet
adalah contoh yang baik dari pemikiran jangka pendek. Riset menunjukan bahwa
sekali orang Amerika memindahkan bisnis perbankannya ke internet, mereka
memberikan kurang dari setengah bisnis perbankan pada bank utama mereka, di
mana sebelumnya mereka memberikan 80% kepada bank tersebut sebelum
berpindah ke dunia online. Dengan memindahkan pelanggan mereka ke internet
dan karenanya mengurangi biaya dan membuat bank makin “nyaman”, bank
harus berhadapan dengan pesaing, seringkali tanpa strategi untuk
mempertahankan hubungannya dengan pelanggan. Teknologi telah menjadi
pedang bermata dua.
Sri Widyastuti !
!
!!
188
Jika dilihat kembali prinsip-prinsip seharusnya bahwa hal mendasar dari
membangun hubungan adalah sama, tak peduli apa konteksnya. Kita
menciptakan nilai bagi pelanggan, dan membangun suatu hubungan. Salah satu
cara menciptakan nilai ialah dengan memberikan pelayanan yang istimewa pada
pelanggan melaui penggunaan internet. Mereka berjuang untuk memahami
bagaimana menghantarkan jasa secara online. Tidaklah mengejutkan jika
hasilnya adalah pelayanan pelanggan tidak lebih baik di internet, namun mungkin
juga tidak lebih buruk dari situasi lain. Ketika semua memiliki cerita tentang
pengalaman pelayanan yang buruk yang terjadi dalam interaksi kita dengan
berbagai tipe perusahaan dalam banyak situasi yang berbeda. Tidak ada alasan
untuk mengharapkan bahwa pelanggan akan lebih baik dengan pelayanan di
Internet. Perusahaan akan tetap membuat kesalahan dalam berurusan dengan
pelanggan.
Beberapa tahun yang lalu didapat hasil penelitian yang menunjukan bahwa
presentase besar dari pesan telepon yang ditinggalkan bagi departemen
penjualan di perusahaan industri Kanada tidak pernah dibalas. Barangkali
telepon ini berasal dari pelanggan atau pelanggan prospektif yang ingin membeli
sesuatu. Penemuan ini mengherankan, tetapi tidak mengejutkan. Hal yang sama
terjadi secara online. Banyak pengguna internet dapat menceritakan pada Anda
tentang pesan e-mail yang tidak pernah dibalas, jalur telepon 1-800 yang
mengarah pada voice mail system yang tidak dapat ditembus, dan tombol
“hubungi kami” yang tidak mengarahkan ke manapun. Hasilnya adalah rasa
frustasi bagi pengunjung situs perusahaan itu dan kecenderungan untuk tidak
lagi berhubungan dengan perusahaan tersebut, Barnes, (2003).
Memberikan pelayanan yang istimewa pada pelanggan di Internet bahkan
lebih penting daripada di luar internet. Pelanggan atau calon pelanggan
melakukan segala sesuatunya sendirian. Ketika mengunjungi website
perusahaan tersebut, pelanggan harus melayani dirinya sendiri. perusahaan
tidak berada di sana untuk membantu dan tidak dapat membaca situasinya, tidak
dapat mengantisipasi kebutuhan akan informasi dan tidak dapat merasakan
frustasi. Hal termudah bagi pelanggan, ketika dia menemui kesulitan, adalah
meninggalkan produk atau layanan. Perusahaan harus menyadari hal ini dan
Sri Widyastuti
!!
189
mengambil langkah-langkah untuk memastikan bahwa pelanggan mendapat
bantuan dan mengalami kualitas pelayanan yang membuat mereka kembali lagi.
Seperti telah disebutkan, internet telah disinonimkan dengan berselancar
(surfing), karena banyak pelanggan terbiasa berpindah dengan cepat dari satu
website yang lain dengan fasilitas yang hebat dan sedikit loyalitas. Ada banyak
bukti bahwa pelanggan melihat-lihat barang belanjaan di Internet tanpa membeli,
berjalan-jalan di toko online dan meletakan barang belanjaan di keranjang
namun tidak pernah membelinya. Berbagai laporan penelitian memperkirakan
sebanyak dua pertiga dari pelanggan yang meletakkan barang belanjaan di situs
sebuah toko ritel di internet tidak membeli barang-barang tersebut. Mereka
meninggalkan kereta belanjaan mereka di tengah-tengah lorong virtual.
Bayangkan kebingungan yang terjadi jika persentase yang sama dari shopper
meninggalkan kereta belanjaannya di depan kasir di supermarket di lingkungan
perumahan dan berjalan keluar tanpa membeli. Mengapa banyak hal ini terjadi?
Penjelasan pertama yang paling masuk akal adalah banyak situs yang sulit
dijelajahi sehingga membuat pelanggan sulit untuk melengkapi transaksi
sehingga mereka berhenti berusaha karena frustasi. Penjelasan kedua adalah
perjalanan shopping virtual terjadi di rumah pribadi seseorang, yang membuat
mudah untuk pergi tanpa membeli apa-apa tanpa takut mendapat malu.
Karena itu, salah satu tantangan untuk mendapatkan lebih banyak orang
berbelanja di Internet adalah mengatasi keengganan untuk menyelesaikan
pembelian. Mengunjungi sebuah situs tidaklah cukup. Perusahaan perlu mampu
membujuk pengunjung agar bertahan cukup lama di situs tersebut dan
melakukan pembelian. Hubungan online dibangun lebih dari sekadar mengklik
untuk mengetahui rating dan mencetak halaman. Konsep untuk “menarik
pengunjung” ke website adalah persamaan modern dari toko kelontong
konvensional yang menarik pengemudi untuk berhenti. Hubungan online tidak
berbeda dari hubungan pelanggan yang digambarkan sepanjang buku ini yaitu
berpusat pada perasaan emosi. Kesulitannya adalah pada mentransfer perasaan
itu ke lingkungan online.
Riset yang dilakukan Bristol Group mengungkapkan beberapa fakta
menarik tentang sifat dari hubungan online. Pengguna Internet yang membeli
pakaian, buku, dan CD secara online diminta untuk membandingkan hubungan
mereka dengan toko kelontong online dengan toko kelontong konvensional yang
Sri Widyastuti !
!
!!
190
menjual produk yang sama. Sangat menarik, bahwa tingkat kepuasan dalam
berhubungan dengan kedua tipe toko ritel tersebut sama, tetapi hubungan online
tidak sedekat dan lebih kecil kemungkinannya untuk bertahan di masa depan,
mendukung pandangan bahwa hubungan online masih bersifat sementara. Fakta
bahwa tingkat kepuasan antara berbelanja di toko konvensional dan toko online
adalah sama mengkonfirmasikan pengamatan yang dibuat sebelumnya bahwa
pelanggan menghargai penciptaan dari tipe yang berbeda dari nilai dalam dua
situasi yang berbeda. Sementara mereka menghargai kenyamanan, akses dan
efisiensi yang ditawarkan oleh penjual online, mereka menempatkan lebih
banyak nilai pada hubungan antarpribadi, aspek emosi dari hubungan offline,
Barnes (2003)
Tabel 10.3 Kepuasan dan Hubungan Online
Pelanggan Internet
Pelanggan Offline
Kepuasan (skala 10 point) Kedekatan (skala 10 point) Sangat mungkin merekomendasikan Sangat mungkin tetap menjadi pelanggan dua tahun dari sekarang
8,0 4,9 48% 43%
8,1 5,9 56% 62%
Sumber: Barnes (2003)
Banyak perusahaan mengaku mampu membantu klien untuk mengembangkan
hubungan di internet, seperti agency.com, Scient, BroadVision, NUA, Matchlogic,
dan Vignette. Perusahaan-perusahaan semacam itu memang mempunyai
kemampuan untuk mengembangkan hubungan yang kuat dengan pelanggan,
tetapi dalam banyak kasus definisi mereka tentang hubungan yang lebih kuat
didasarkan pada kunjungan yang berulang pada suatu situs, lebih banyak
halaman yang dicetak, shopperan yang lebih banyak, dan sebagainya. Mereka
semua adalah indikator sukses sebuah situs yang berdasarkan perilaku dan
hanya sedikit terkait dalam membangun hubungan. Seperti telah saya katakan
sepanjang buku ini, tipe perilaku ini mungkin mengindikasikan hubungan kuat
yang berdasarkan emosi, tetapi perilaku tersebut mungkin tidak mengarah pada
terjadinya suatu hubungan.
Sri Widyastuti
!!
191
Gambar 6.1 Langkah-langkah untuk Menciptakan Hubungan Online yang
Sejati, Barnes (2003).
Dengan banyaknya pilihan-pilihan dan informasi yang tak terbatas bagi
pelanggan di Internet, membangun hubungan tampaknya mustahil atau tidak
berharga. Bagaimanapun juga, pesaing hanya sejauh satu atau dua klik-an saja.
Sementara membangun hubungan di internet membutuhkan beberapa proses
dan keahlian-keahlian baru, penting untuk memastikan bahwa pelanggan puas,
dan penciptaan nilai memberikan kontribusi yang besar pada hal ini. Marilah
melihat 10 cara perusahaan yang dapat memberikan kontribusi pada
pengembangan hubungan pelanggan sejati secara online.
Pelayanan pelanggan dan kepuasan yang dihasilkan penting bagi
pengembangan hubungan online. Kita telah mengenal untuk beberapa waktu
bahwa memberikan pelayanan yang luar biasa dan memastikan bahwa
pelanggan puas adalah hal penting untuk memperbaiki hubungan dan ketahanan
pelanggan dalam situasi apapun. Saat Internet mulai diterima, suatu bagian
penting dari interaksi dengan pelanggan dan pihak lain, perusahaan berjuang
untuk menarik dan mempertahankan pelanggan. Banyak hal yang mengarah
pada kepuasan dalam bisnis tradisional dapat diterapkan pada hubungan di
Internet. Sementara komponen penting dari pelayanan yang luar biasa, nilai,
interaksi, dan pelayanan purna jual mungkin sama, penghantaran dan
komunikasi sangat berbeda dalam lingkungan Internet. Di banyak organisasi,
pengembangan dan pemeliharaan hubungan pelanggan untuk meningkatkan
kualitas pelayanan sebagai respon terhadap Internet masih tetap rendah.
Sebagai contoh, hubungan yang dibangun sebelum penerapan teknologi, mulai
memudar karena pelanggan online tidak lagi memiliki kontak langsung dengan
1. Memberikan pelayanan yang hebat 2. Mendapatkan kepercayaan pelanggan3. Memahami pelanggan online 4. Berkomunikasi 5. Menyesuaikan dengan kebutuhan pelanggan dan
menjalin hubungan yang bersifat pribadi 6. Menjadi responsif 7. Menciptakan perasaan sebagai satu komunitas 8. Berintegrasi 9. Menciptakan keterlibatan 10. Menawarkan pilihan
Sri Widyastuti !
!
!!
192
perusahaan atau karyawan-karyawannya. Sementara hubungan di Internet tidak
memiliki pijakan yang kuat, bisa jadi perusahaan justru membuat hubungan
tersebut menghadapi bahaya yang lebih besar dengan memberikan pelayanan
yang buruk. Namun tampaknya inilah yang sesungguhnya sedang terjadi.
Ketika kita berbicara tentang layanan pelanggan online, kita berurusan dengan
hal yang membuat pelayanan offline terlaksana dengan baik: email, konfirmasi
pemesanan, ketersediaan inventaris, membiarkan pelanggan tahu bahwa stock
suatu barang telah habis, memberitahukan biaya pengiriman sebelum pelanggan
membeli, dan sebagainya.
Banyak orang yang mengakses internet saat ini adalah pengguna baru
yang tidak begitu nyaman menggunakannya. Persentase relatif kecil dari
pengguna internet yang melakukan pembelian online menunjukkan bahwa
beberapa masih enggan untuk memberikan informasi kartu kredit mereka. Pada
riset yang diadakan Bristol Group yang telah disinggung sebelumnya, hanya 22%
orang Amerika dan 17% orang Kanada yang setuju bahwa “Saya merasa
nyaman memberikan informasi pribadi melalui internet, Barnes, (2003). Selain
kekuatiran tentang keamanan dalam memberikan informasi tentang kartu kredit
dan informasi finansial lainnya, banyak orang juga kuatir tentang kurangnya
privasi di Internet. Untuk meyakinkan pelanggan bahwa informasi yang mereka
berikan tidak akan disalahgunakan dan bahwa privasi mereka akan dihormati,
beberapa perusahaan kini memberikan garansi pada situs mereka yang
mengkonfirmasikan ketaatan mereka pada kode etik berkaitan dengan
keamanan informasi. Amazon.com menempatkan garis pedoman pada situs
mereka dan memberikan daftar hak-hak pelanggan. Keduanya dimaksudkan
untuk menyampaikan pesan bahwa situs itu aman. Amazon.com juga
memberikan garansi bahwa jika privasi pelanggan disalahgunakan, mereka akan
mengambil tanggung jawab penuh jika terjadi kerugian akibat kartu kredit yang
disalahgunakan.
Salah satu peraturan penting yang harus diingat oleh pedagang online dan
pihak lain yang berbisnis di internet adalah bahwa mereka masih berurusan
dengan pelanggan. Apa yang memuaskan pelanggan dalam lingkungan offline
juga akan memuaskan mereka di Internet. Terlalu sering, perusahaan terlampau
terpikat pada internet dan kemampuan teknisnya sehingga lupa bahwa mereka
Sri Widyastuti
!!
193
berurusan dengan orang yang sama dengan yang mereka layani secara offline.
Mereka mendelegasikan tanggung jawab untuk pengembangan dan pengelolaan
website mereka pada staf teknis yang berfokus pada teknologi dan bukan pada
pelanggan. Hasilnya adalah bahwa pelanggan seringkali terlupakan. Nasihat
terbaik adalah kembali pada dasar penciptaan nilai pelanggan dan kepuasan
pelanggan. Berpikirlah seperti seorang pelanggan, maka perusahaan yang
beroperasi di Internet harus memahami psikologis pelanggan. Website tidak
hanya harus indah dipandang secara teknis, tetapi juga mudah digunakan. Situs
tersebut harus mengurangi rasa frustasi pelanggan dan menyediakan dorongan
yang positif bagi keputusan pelanggan untuk berhubungan dengan perusahaan.
Komunikasi adalah satu keistimewaan penting dari suatu hubungan. Adalah
mustahil untuk melihat suatu hubungan berkembang tanpa komunikasi yang
teratur antara pihak-pihak yang terlibat. Hal ini juga berlaku di Internet. Dengan
pelanggan bertanggung jawab terhadap suatu interaksi, terserah pada
perusahaan untuk memastikan bahwa terjadi komunikasi dua arah yang sesuai.
Komunikasi tersebut harus memungkinkan pelanggan untuk mengontak
perusahaan dengan mudah, dan ikatan komunikasi dengan pelanggan haruslah
tulus. Komunikasi melalui Internet melibatkan lebih dari sekadar mengirim e-mail
pada pelanggan yang merupakan pengingat semu berbasis teknologi
berdasarkan perilaku pelanggan di masa lalu. E-mail ini sama dengan e-mail
sampah dan diperlakukan sama dengannya. Hati-hatilah tidak mengandalkan
teknologi untuk mengelola komunikasi dengan pelanggan online. Perhatikanlah
situs Amazon.com. Sekali seseorang membeli buku secara online, Amazon.com
“mengingat” buku apa yang Anda beli dan merekomendasikan buku serupa yang
mungkin ingin Anda beli. Melalui perangkat lunak penyaring-kolaboratif, situs
tersebut juga menginformasikan buku lain yang dibeli oleh pelanggan yang
membeli buku yang sama. Dengan menggunakan pendekatan ini, Amazon.com
mampu mengenal pelanggan dan buku apa yang disukai dan yang tidak disukai.
Pendekatan ini tidak selalu efektif dalam membuat pelanggan terkesan.
Ketika seseorang membeli buku pertamanya dari Amazon.com. ini adalah buku
mengenai pentingnya roti secara sosial dan kultural dalam berbagai budaya,
yang cukup sulit diperoleh, karena buku itu penting untuk mengerjakan tugas
pada saat itu. Dia tertarik benar-benar tertarik pada roti dan kemungkinan tidak
akan pernah membeli buku lain yang membahas subyek yang sama. Tetapi
Sri Widyastuti !
!
!!
194
sekarang, setiap kali dia mengunjungi situs Amazon.com, situs itu
merekomendasikan buku lain tentang roti yang mungkin diminati, buku tentang
memanggang roti yang sehat, tentang nilai gizi dari roti suatu etnis dan tentang
memilih mesin pembuat roti. Rekomendasi dari mesin yang sangat menggaggu
dan menimbulkan frustasi, dan walaupun mungkin itu bukanlah suatu bencana;
rekomendasi itu adalah suatu gangguan yang diakibatkan oleh usaha untuk
membangun “hubungan” melalui komunikasi yang bersifat pribadi.
Komunikasi dengan pelanggan melalui e-mail tidak efektif dan bisa menjadi
efektif jika komunikasi itu adalah komunikasi yang sejati dan menawarkan pada
pelanggan berita atau informasi yang berharga. Seperti juga komunikasi yang
lain, komunikasi itu harus tulus dan dirancang untuk memenuhi kebutuhan
tertentu dari pelanggan. Jika tidak demikian hubungan itu bersifat pemaksaan.
Pelanggan atau calon pelanggan pada kesempatan-kesempatan tertentu akan
melihat newsletter, informasi tentang suatu event yang akan berlangsung,
tawaran spesial, berita yang bersifat pribadi atau hubungan ke situs yang
relevan, pemberitahuan tentang produk baru atau artikel yang mungkin mereka
minati, karena mengenali bahwa pelanggan adalah penting dan
mendemonstrasikan minat pada mereka. Membuat pelanggan mudah mengontak
perusahaan juga merupakan aspek penting dalam mengelola website. Saya
curiga bahwa kegagalan untuk membuat pelanggan mudah melakukan kontak
dan kegagalan untuk memberikan respon terhadap kontak yang dibuat
pelanggan adalah penyebab timbulnya frustasi dalam diri pelanggan terhadap
perusahaan online. Kebanyakan perusahaan yang serius untuk berkomunikasi
dengan pelanggan online akan memberikan alamat e-mail pada website mereka,
seringkali di belakang tombol “hubungi kami” yang harus di klik. Terlalu banyak
perusahaan walaupun tampaknya bermaksud baik, membuat pelanggan sulit
mengontak mereka, atau membuatu suatu kontak menjadi rumit.
Banyak yang menggunakan kesempatan untuk mengumpulkan informasi
tentang pelanggan. Sebelum mengijinkan pelanggan untuk mengirim pesan e-
mail, mereka mengajukan serangkaian pernyataan sehingga mereka bisa
menempatkan pelanggan tersebut dalam sebuah data base, mungkin untuk
melakukan kontak lebih lanjut. Hasilnya seringkali adalah pelanggan yang sulit
menjawab pertanyaan yang seringkali tidak bermakna tentang dari mana mereka
Sri Widyastuti
!!
195
tahu tentang perusahaan tersebut dan produk apa yang mereka minati, akan
menghentikan usahanya untuk mengontak perusahaan tersebut. Mereka marah
karena privasinya terganggu dan segan untuk memberikan informasi pribadi
hanya untuk menjawab sebuah pertanyaan. Akibatnya, perusahaan tersebut
mungkin kehilangan pelanggan. Pastilah aktivitas semacam itu membuat banyak
hubungan yang gagal untuk berkembang.
Perusahaan lainnya, membuat orang secara teknis mustahil untuk mengirim
pesan e-mail. Kebanyakan perusahaan yang serius untuk berkomunikasi, akan
memberi sejumlah pilihan kepada pengunjung situs mereka, untuk melakukan
kontak. Tidak semua pelanggan ingin mengirimkan pesan e-mail dan menunggu
jawaban. Beberapa perusahaan menyediakan ruang chatting online di mana
pelanggan dapat bertukar pesan dengan karyawan perusahaan pada saat itu
juga. Banyak perusahaan menyediakan layanan telepon bebas pulsa sehingga
pengunjung situs itu dapat berbicara dengan karyawan. Tetapi memberi pilihan
pada pengunjung tidaklah cukup jika pilihan itu tidak berjalan dengan baik.
Situasi tersebut akan dibahas berikut ini.
1. Bagaimana Menyesuaikan dengan Keinginan Pelanggan dan Membangun
Hubungan yang Bersifat Pribadi. Tantangan bagi manajemen ketika
menggunakan internet sebagai jalur penghantar pelayanan adalah untuk
mendesain ukuran personalisasi dalam kontak tersebut. Membuat sebuah
kontak sepribadi mungkin adalah sebuah cara untuk membangun kontak
yang terus-menerus dan awal dari sebuah hubungan. Banyak perusahaan
berbasis Internet mengundang pengunjung situs mereka untuk merancang
halaman Web secara khusus dengan informasi yang menjadi minat mereka
sehingga relevan bagi mereka. Ini adalah merupakan cara yang efektif untuk
membangun hubungan antara pelanggan dan perusahaan. Misalnya memiliki
my Bluebird, myYahoo! mySchwab, dan mySAP.
Perusahaan seperti Furniture.com memberikan pengalaman yang
bersifat pribadi selangkah lebih jauh dengan menyediakan akses untuk
menghubungi 20 konsultan desain melalui telepon, e-mail atau chatting
langsung. Konsultan seperti Diane McGowan tidak dibayar berdasar komisi,
tetapi mereka mengidentifikasi pelanggan yang membutuhkan pertolongan
dan menawarkan bantuan. Dia memantau situs Furniture.com dan sering
bertanya pada pengunjung apakah dia dapat membantu. Bantuan yang
Sri Widyastuti !
!
!!
196
diberikan adalah memberikan informasi terinci tentang produk yang diminati
pengunjung dan bahkan dapat mengirim contoh material dengan catatan
tangan yang bersifat pribadi. Tingkat pelayanan pribadi dilengkapi dengan
obsesi perusahaan pada kualitas dan menciptakan pengalaman yang tepat
bagi pelanggan, memberikan kontribusi pada tingginya tingkat pembelian
yang berulang dan loyalitas pelanggan.
2. Bagaimana Menjadi lebih Responsif. Tidak menjawab sebuah e-mail dari
pelanggan mengirimkan pesan bahwa pelanggan tersebut tidak cukup
penting bagi perusahaan untuk mendapatkan jawaban. Banyak cara yang
lebih cepat untuk mengakhiri suatu hubungan dengan pelanggan. Dalam
penelitian (Barnes, 2003) terhadap 325 website Inggris, hanya 62% yang
memberikan respon terhadap pertanyaan e-mail sederhana. Sedangkan
sisanya yang 38% tidak memberikan respon sama sekali. Perusahaan
mendorong pelanggan untuk “hubungi kami” dan kemudian pelanggan tidak
pernah mendengar tanggapan dari mereka, atau membutuhkan waktu
berhari-hari untuk mendapat jawaban sederhana. Pikirkanlah bagaimana
rasa frustasi yang timbul dalam diri pelanggan dan hilangnya kesempatan
bagi perusahaan untuk mendapatkan pelanggan tersebut.
Banyak perusahaan membuat diri pelanggan berada dalam kesulitan
dengan tidak memiliki sumber daya atau sistem yang memampukan mereka
menangani sejumlah besar pesan e-mail. Hal sama juga berlaku bagi
perusahaan yang membuat pelanggan mustahil mengontak mereka melalui
cara yang lebih konvensional. Pelanggan telah mencoba mengontak
perusahaan untuk menelpon mereka pada jalur 1-800, hanya untuk
mendapati bahwa adalah mustahil untuk berbicara dengan manusia.
Seringkali ketika mencoba menelpon salah satunya, setelah mendapatkan
layanan bebas pulsa perusahaan tersebut dari websitenya. Setelah menekan
serangkaian angka (“jika X, tekan 1; jika Y, tekan 2 dsb”), sampai pada titik
dimana disarankan untuk “mengirim e-mail pada alamat berikut ini..........”!.
Jika sebuah perusahaan serius untuk terlibat di Internet, mereka harus
menyediakan sistem paralel yang memungkinkan pelanggan melakukan
kontak, mereka harus menginstal sumber daya dan sistem yang
memungkinkan mereka untuk menangani sejumlah kontak dengan cepat dan
Sri Widyastuti
!!
197
efisiensi, dan mereka harus menempatkan kebijakan dan proses yang
memastikan bahwa setiap pesan dijawab dengan baik. Jika pelanggan
mengabaikan pelanggan, mereka akan beralih ke tempat lain ketika akhirnya
perusahaan memberikan respon.
6.3 Menciptakan Keakraban dalam Komunitas
Banyak perusahaan sangat berkeinginan untuk menciptakan sebuah
“komunitas” dalam lingkungan online. Komunitas dalam artian tradisional
biasanya adalah sekelompok individu yang tinggal berdekatan satu sama lain
dan memiliki kesamaan dan mensyaratkan sekumpulan hubungan, dan mungkin
itu merupakan definisi yang baik bagi sebuah komunitas. Jika mengecek ke
search engine yang populer dan mengetik kata “komunitas online”, maka akan
mendapati ribuan bahkan jutaan website. Saat menelusuri daftar ini, akan
didapati banyak perusahaan mengklaim bahwa mereka mempunyai kemampuan
untuk mengembangkan “komunitas online”. Tetapi lihatlah lebih lanjut maka akan
diketahui bahwa definisi mereka tentang komunitas online didasarkan pada
jumlah kunjungan ke suatu situs, jumlah pesan yang ditinggalkan dalam sebuah
diskusi kelompok, dan sebagainya, semuanya adalah ukuran perilaku.
Sebuah komunitas online sejati harus memiliki kemampuan untuk
mengembangkan keterikatan emosional antara merek, komunitas, dan
pelanggan. Untuk melakukan hal ini, maka harus berkomunikasi dengan
pelanggan dan pelanggan berkomunikasi dengan pelanggan lain. Harus ada
pertukaran ide tentang topik yang menarik bagi mereka semua. Peusahaan
harus mampu mencapai titik di mana pelanggan ingin membantu pelanggan lain
memecahkan masalah mereka. Perusahaan harus menempatkan strategi-
strategi yang memungkinkan terciptanya suatu keterikatan. Jupiter
Communication menyarankan untuk menggunakan e-mail dan ruang chatting,
menawarkan website yang bersifat pribadi, dan menawarkan kalender organisasi
untuk membantu pelanggan merencanakan jadwalnya.
Contoh yang sangat bagus tentang komunitas Internet disediakan oleh
eBay, yang mampu memposisikan dirinya sebagai “komunitas perdagangan
personal terbesar di dunia.” Rata-rata eBay menerima kunjungan 1,5 milyar
orang per bulan. Pengunjung situs eBay mampu untuk melelang barang di eBay,
dan pembeli potensial dapat menawar barang tersebut, lalu pembeli dengan
Sri Widyastuti !
!
!!
198
tawaran tertinggilah yang memperoleh barang tersebut, Barnes (2003). Pertama-
tama tampaknya hal ini seperti komoditisasi produk, dengan harga menjadi faktor
pembeda utama, tetapi eBay telah memberikan layanan tambahan berupa
komponen manusia dalam interaksi tesebut. Wakil perusahaan bersiap 24 jam
sehari, dan 7 hari seminggu, untuk membantu memecahkan masalah pelanggan.
Formulir umpan balik juga disediakan sehingga pembeli dan penjual dapat
meninggalkan catatan untuk individu yang telah berinteraksi dengan mereka.
myFamily.com adalah contoh lain tentang perusahaan yang mulai berbisnis di
Internet yang mencoba untuk menjadikan dirinya sebagai komunitas online.
myFamily.com telah memposisikan dirinya sebagai “pemimpin dalam pelayanan
yang menawarkan bagi para keluarga pengalaman komunikasi untuk tetap
berhubungan dan memperkuat keluarga tersebut. MyFamily.com menjembatani
jarak dan waktu melalui Website pribadi gratis di mana keluarga dapat
mengadakan perbincangan keluarga, menciptakan album foto keluarga secara
online, dan mempertahankan kalender event keluarga.
Salah satu kata yang populer di Internet adalah strategi “klik dan
bergabunglah”. Hal ini diilhami oleh pedagang tradisional “susunlah batubata dan
bergabunglah”, yang dianut toko ritel dan yang lain untuk membangun kantor
cabang mereka di lingkungan yang dekat dengan tempat pelanggan tinggal,
bekerja, dan berbelanja. Strategi klik dan bergabunglah menyoroti kebutuhan
akan strategi integrasi yang mengkombinasikan distribusi tradisional dengan
internet. Perusahaan yang mampu mengkombinasikan keberadaan mereka di
luar Internet dengan penawaran online yang efektif, mungkin mendapatkan
keuntungan kompetitif di masa depan. Perusahaan berbasis katalog besar
seperti Land’s End dan L.L. Bean dengan distribusi dan sistem pemenuhan yang
mapan adalah salah satu contohnya. Perusahaan ini tahu bagaimana mengelola
hubungan dalam jarak jauh dan melayani pelanggan dengan sempurna tanpa
pernah bertemu langsung dengan kebanyakan pelanggan.
Organisasi harus menyediakan banyak jalur bagi interaksi dan komunikasi
pelanggan. Website tentu saja adalah komponen yang jelas dari sebuah
interaksi, tetapi jalur komunikasi dapat juga meliputi katalog, kios, toko kelontong
tradisional, dan televisi dalam waktu dekat. Sebuah strategi yang terintegrasi
akan menjadi kunci untuk bertahan hidup karena pelanggan menginginkan dan
Sri Widyastuti
!!
199
menuntut fleksibilitas pada metode mereka berbelanja. Beberapa perusahaan
mengambil keuntungan dari integrasi dengan menggabungkan strategi internet
pada jaringan yang mapan dari toko ritel. Perusahaan ritel besar seperti Wal-Mart
dan Sears mengambil waktu untuk memperbaiki strategi internet mereka dan
sekarang mampu mengambil keuntungan dari strategi Web tersebut. Beberapa
ritel besar, termasuk The Gap and Chapters, sekarang memasang komputer di
toko mereka sehingga pelanggan dapat memesan secara online. Poin dari
program belanja diperoleh melalui berbelanja di toko maupun secara online.
Pelanggan ditawari pilihan apakah barang belanjaan mereka diantar ke rumah
atau ke toko terdekat. Produk yang tidak sesuai dapat dikembalikan ke toko.
Prinsip penuntunnya adalah fleksibilitas dan kenyamanan melalui integrasi.
Website harus berintegrasi dengan proses bisnis lain. Sebagai contoh, pada
situs e-commerce. Pelanggan harus mampu berinteraksi langsung dengan
perusahaan. Jika mereka menghadapi kesulitan, pelanggan seharusnya
mempunyai pilihan untuk menelpon perwakilan perusahaan tanpa harus memulai
kembali. Untuk melangkah lebih jauh, menempatkan panggilan telepon di
Internet harus tersedia. Dengan cara ini, pelanggan dan wakil perusahaan dapat
memecahkan problem tersebut bersama-sama. Perusahaan juga harus cepat
memberikan respon terhadap pesan e-mail yang dikirim oleh pelanggan yang
kecewa, jika tidak perasaan kecewa itu akan makin besar.
Supaya mencapai keberhasilan bisnis di internet, perusahaan sedapat
mungkin harus menciptakan pengalaman positif bagi pelanggannya, karena
menciptakan pengalaman negatif akan membuat pelanggan tidak kembali.
Mereka dapat berpaling dengan lebih mudah di lingkungan online lainnya, di
mana kenyamanan bukan lagi sebuah keuntungan seperti yang terjadi di luar
Internet. Penjualan di Internet yang berhasil seperti Dell Computer telah
menyadari bahwa sedapat mungkin memberikan pengalaman positif pada
pelanggan yang akan menjadi jaminan bisnis yang berulang, berita positif dari
mulut ke mulut, dan manfaat lain dari hubungan pelanggan yang solid. Mereka
menggambarkan pengalaman pelanggan sebagai “jumlah total dari interaksi
yang dimiliki pelanggan dengan sebuah perusahaan: produk, orang-orang dan
proses. Hal itu bermula dari saat mereka melihat iklan sampai saat mereka
menerima penghantaran barang – dan lebih banyak lagi hubungan akan terjadi.
Tetapi yang penting adalah totalitas pengalaman pelanggan dengan perusahaan
Sri Widyastuti !
!
!!
200
dengan berbicara dengan perwakilan call center, mengunjungi website, membeli
PC, memiliki sebuah PC. Di sinilah pengalaman pelanggan merefleksikan semua
interaksi tersebut.
Internet memberikan kesempatan pada perusahaan untuk menciptakan
keterlibatan pelanggan. Sebagai contoh, FedEx membuat pelanggan dapat
melacak pengiriman barang secara online. Pelanggan mengalami perasaan
nyaman karena dapat mengetahui sewaktu-waktu dimana barang kiriman berada
dalam perjalanannya. Pelanggan akan terpesona ketika mengikuti perjalanannya
mulai dari titik penyortiran di Kanada dan ke Denver, Honolulu, sampai akhirnya
ke kantor FedEx di Sidney, di sinilah pelanggan terlibat dalam kemajuan
perjalanannya. Hal ini menyebabkan ketika mengunjungi situs FedEx beberapa
kali akan mengalami sejumlah emosi, termasuk bagaimana mengetahui kapan
paket itu akan tiba di tujuan dan ditandatangani oleh Jack atau Marry di meja
depan – nama nyata sebagai verifikasi!. Internet memahami pelanggan sebagai
bagian dari kelompok yang melakukan semuanya sendiri yang merasakan
kegairahan karena mampu mengecek status pesanan mereka sewaktu-waktu.
Gateway.com mengindikasikan bahwa kemampuan untuk mengecek kemajuan
pesanan mereka menarik pengunjung ke situs Gateway, karena seseorang akan
mengecek sebuah pesanan lima kali dalam periode dua minggu yang dibutuhkan
komputer untuk tiba dibandingkan satu panggilan telepon dalam periode yang
sama sebelum adanya internet.
Dasar pemikiran fundamental dari segmentasi pasar adalah bahwa semua
pelanggan tidak dapat diperlakukan sama. Tidak semua orang ingin
menggunakan internet atau bahkan memiliki akses internet. Hal ini harus
dipertimbangkan ketika menentukan nilai yang diciptakan oleh internet dan
teknologi pada umumnya. Jadi, ketika menerapkan e-commerce, perusahaan
seharusnya mengembangkan sistem alternatif dan sistem yang paralel untuk
menghantarkan muatan emosional yang menjadi ciri hubungan pelanggan sejati.
Di sinilah perusahaan dengan “klik dan bergabunglah” memiliki keuntungan
kompetitif, membuat pelanggan terus membeli secara online maupun offline,
tergantung mana yang mereka pilih. Idealnya, strategi terbaik adalah
menggabungkan keduanya, memberikan pilihan pada pelanggan untuk
menggunakan salah satu atau keduanya. Sistem yang fleksibel semacam ini
Sri Widyastuti
!!
201
memungkinkan pelanggan untuk mengakses baik pilihan penghantaran jasa
berbasis teknologi ataupun yang lebih konvensional, penghantaran jasa oleh
seorang karyawan, sementara juga memungkinkan pengguna baik jalur
tradisional maupun jalur baru. Tanpa kesempatan untuk melakukan kontak
secara personal dan komponen afektif yang dihasilkan, suatu organisasi dapat
membuat diri mereka kecewa dan kemungkinan dianggap sebagai layanan yang
memang seharusnya terjadi dan untuk menjadi komoditi. Hal ini dapat dilihat
secara historis dalam kasus perusahaan penyedia jasa publik seperti perusahaan
listrik atau telepon, dan yang kian meningkat sekarang ini, yakni layanan finansial
berbasis teknologi industri perbankan berada dalam bahaya untuk menjadi
komoditi dengan masuknya dunia online. Ernst &Young LLP menyatakan bahwa
produk finansial hampir secara ideal dapat disebut komoditi, dan contoh dari
trend komoditi amat melimpah. Contoh yang mereka berikan termasuk
berkurangnya marjin keuntungan produk hipotik dan kesulitan yang dialami
pelanggan untuk membedakan produk saham karena informasi yang terlalu
melimpah. Perusahaan yang meletakan semua telurnya dalam satu keranjang
internet berada dalam bahaya untuk gagal mengembangkan strategi diferensiasi
yang efektif.
Bagaimana membangun hubungan lebih dekat. Perusahaan bisa
menciptakan website e-commerce yang fungsional, pelanggan akan datang
untuk berbelanja. Perusahaan mengatakan, “Kami perlu menjadi lebih dekat
dengan pelanggan kami.” Untuk itu website akan memecahkan masalah, karena
website akan memudahkan pelanggan melihat barang-barang yang mereka jual.
Dan mereka juga mengatakan. Berbisnis melalui internet lebih murah daripada
memproduksi secara massal dan mengirimkan banyak katalog di sinilah perlu
orang-orang memiliki pemahaman yang jelas tentang makna kedekatan,
khususnya dalam konteks internet. Tindakan yang salah adalah menekankan
aspek fungsional dari website dan mengharapkan untuk mampu membangun
hubungan pelanggan yang dekat pada hubungan pelanggan yang sejati. Seperti
halnya pemilik restoran yang menyimpulkan bahwa lokasi sebagai satu-satunya
faktor ketika memutuskan untuk membuka sebuah restoran baru. Lokasi
memang penting, tetapi itu bukan satu-satunya faktor strategis untuk
membedakan restoran tersebut lebih baik dari pesaing. Pelanggan harus
memahami nilai apa yang akan mereka peroleh dengan berurusan dengan
Sri Widyastuti !
!
!!
202
sebuah perusahaan yang berbasis internet. Bentuk nilai yang diperoleh dari
suatu interaksi mungkin datang dari sejumlah area yang berbeda, dimana
pelanggan harus terlebih dahulu merasakan bahwa nilai diciptakan dari interaksi
sebelum mereka dapat mulai merasa dekat dengan sebuah perusahaan.
Perusahaan yang berbisnis di internet harus mengajukan jenis pertanyaan yang
sama dengan apa yang harus ditanyakan oleh semua perusahaan dalam konteks
apapun ketika menetapkan sebuah strategi hubungan pelanggan.
Dalam sebuah riset Internasional tentang sikap dan penggunaan pelanggan
terhadap Internet, Barnes (2003). Bristol Group bertanya pada lebih dari 1600
responden di Kanada dan Amerika, apakah mereka yang melakukan bisnis
dengan perusahaan secara online merasa lebih dekat dengan perusahaan
tersebut. Hanya sepertiga lebih sedikit yang mengatakan bahwa mereka
merasakannya. Ini adalah penemuan yang penting karena hal tersebut
menunjukkan bahwa membuat website saja tidak cukup. Kesimpulannya bahwa
berbisnis secara online memiliki potensi untuk mempengaruhi pelanggan secara
negatif. Untuk mengatasi perasaan ini, pelanggan harus dibuat merasa bahwa
interaksi online menyerupai interaksi personal. Perusahaan harus merancang
aspek-aspek dalam strategi Internet mereka yang akan mendorong
berkembangnya hubungan pelanggan yang dekat dan tahan lama yang ditandai
dengan tingginya tingkat muatan emosional yang dibentuk. Tantangan bagi
perusahaan yang berpindah ke internet adalah untuk mempertahankan
hubungan yang mereka nikmati dalam bentuk offline sementara mereka
mendapatkan manfaat dari berhubungan dengan pelanggan secara online.
Strategi terintegrasi ini sudah menjadi menjadi model bisnis yang tumbuh dengan
cepat. Bank dan perusahaan lain yang sekarang berhubungan dengan
pelanggan baik secara online dan offline perlu mengetahui apakah mereka
berhasil dalam mempertahankan hubungan yang kuat dan positif dengan
pelanggan, saat pelanggan tersebut berpindah untuk berurusan dengan mereka
secara online. Mereka perlu berfikir seberapa baik mereka dalam menciptakan
hubungan yang dekat dan sejati dalam setting online.
Semua perusahaan yang berbisnis di internet sebaiknya menaksir seberapa
bagus mereka menetapkan dan memelihara hubungan pelanggan. Seberapa
jauh pengunjung situs tersebut mendapatkan informasi yang mereka butuhkan?
Sri Widyastuti
!!
203
Apakah mereka puas dengan penggunaan situs tersebut? Dan seberapa besar
kontribusi yang diberikan situs tersebut kepada hubungan yang lebih dekat
antara perusahaan dan pelanggannya? Pertanyaan-pertanyaan penting ini harus
diajukan jika internet hendak dijadikan sarana yang penting dalam memberikan
kontribusi penciptaan hubungan dengan pelanggan. Hal ini bukan sebagai faktor
penghalang tetapi menjadi faktor pendukung terciptanya hubungan tersebut.
Barner (2000) menyatakan banyak perusahaan berfokus pada aspek fungsinal
dan kegunaan dari website mereka, namun banyak laporan tentang banyaknya
pelanggan yang berhenti mencoba untuk berbisnis dengan perusahaan secara
online, dimana 39% pelanggan gagal membeli karena situs tersebut terlalu sulit
untuk dijelajahi; 56% usaha untuk mencari informasi gagal; 62% dari pelanggan
memiliki pengalaman “Saya menyerah” dalam 60 hari terakhir. Kesimpulannya
banyak perusahaan membuat pengunjung sangat sulit untuk mempergunakan
situs mereka dengan memuaskan, memperoleh informasi yang mereka
butuhkan, dan untuk menyelesaikan urusan bisnis. Sebagai akibatnya, banyak
perusahaan yang mulai mengarahkan perhatian untuk membuat situs mereka
lebih mudah digunakan, mendesain atau mendesain ulang situs mereka dengan
memperhatikan kebutuhan pelanggan.
Jika internet akan menjadi alat yang memberikan kontribusi pada
penciptaan dan pemeliharaan hubungan sejati dengan pelanggan, maka
perusahaan harus memberikan perhatian yang lebih besar pada keberadaan
Web mereka dalam membangun hubungan. Untuk menentukan seberapa efektif
sebuah Web dan sejauh mana kontribusinya pada penciptaan hubungan
pelanggan sejati, maka harus meneliti dampaknya pada pelanggan lebih dari
sekadar level fungsional. Website sebaiknya lebih dari sekadar efektif secara
fungsional; namun harus memberikan pengalaman yang tepat, yang
menunjukkan pada pelanggan bahwa perusahaan memperhatikan dan peduli
terhadap bisnis mereka, dari membuat mereka merasa nyaman dalam
berhubungan dengan perusahaan. Pendeknya, situs tersebut harus mendukung
usaha perusahaan untuk menghantarkan nilai pada serangkaian level yang
ditawarkan. Penelitian Barner (2000) pada 50 atribut dari website dan
mengelompokannya dalam 9 area evaluasi, termasuk pelayanan pelanggan,
pemberian hadiah, promosi spesial, dan pelayanan purnajual. Tujuannya adalah
untuk sedapat mungkin menciptakan pengalaman yang paling memuaskan bagi
Sri Widyastuti !
!
!!
204
pelanggan, sebuah pengalaman yang akan membuat mereka kembali dan
kembali lagi. Adapaun sarannya kepada pelaku bisnis online khususnya
meliputi:
• Jangan hanya menempatkan halaman katalog di website
• Selalu puaskan pelanggan dengan membuat pengalaman tanpa cacat.
• Milikilah pengalaman pelanggan dengan membuat situs itu mudah, intuitif
dan dapat diakses; pentingnya personalisasi perlu diperhatikan.
• Hindarilah faktor-faktor penghalang dalam penggunaan situs.
• Dapatkan kepercayaan pelanggan dengan membiarkan mereka
menyingkapkan kebutuhan informasi mereka sendiri dan menawarkan saran
pada setiap langkah dari pengalaman mereka.
Saran tersebut berguna bagi perusahaan yang memulai perjalanan
bisnisnya di dunia online. Penting juga bagi perusahaan untuk menggunakan
keberadaan Web-nya guna menciptakan nilai bagi pengunjung dan pelanggan
pada tiap-tiap level dari model pemicu kepuasan pelanggan. Gambar 6-2
menampilkan contoh-contoh dari tipe-tipe kriteria yang dapat diterapkan pada
setiap level untuk menaksir sejauh mana keefektifan situs perusahaan tersebut
dalam menciptakan hubungan pelanggan sejati.
Kinerja internet sangat baik dalam menyajikan produk atau jasa inti, namun
pada kenyataannya, banyak perusahaan membatasi keterlibatannya di internet
untuk menyediakan jasa atau informasi yang paling mendasar, hal ini akan sama
dengan menempatkan brosur perusahaan di situs tersebut. Tanpa membuat
penawaran mereka berbeda dari situs pesaing, perusahaan tersebut pada intinya
mengkomoditisasi penawarannya dan bersaing dalam harga, yang tampaknya
merupakan hal yang menarik bagi banyak situs. Ketersediaan proses dan
layanan penunjang adalah fokus dari kebanyakan evaluasi Web yang menunjuk
pada isu fungsional. Seberapa mudah untuk menjelajahi situs dan
menyelesaikan urusan bisnis? Pada level ini, penekanannya adalah pada aspek
teknis atau desain situs, kecepatan situs tersebut, kemampuannya untuk
menjelajah dengan efektif, ketersediaan informasi yang diinginkan, dan
kemudahan untuk mencetak grafik. Kinerja teknis dari situs dievaluasi
berdasarkan apakah pelanggan mampu memperoleh apa yang dia inginkan,
dalam waktu yang tepat, dan dalam bentuk yang dapat diterima. Apakah
Sri Widyastuti
!!
205
mungkin untuk menyelesaikan suatu transaksi, memperoleh informasi, dan
menerima produk pada saat dibutuhkan? Sebuah situs perusahaan juga dapat
memfasilitasi interaksi antara perusahaan dengan karyawan-karyawannya.
Kemampuan untuk mengirimkan pesan e-mail untuk mendapatkan respon yang
sesuai, melakukan kontak melalui nomer 1-800 atau dengan chatting langsung
dan menciptakan kontak yang bersifat lebih pribadi antara pelanggan dan
perusahaan, semuanya adalah bagian dari penghantaran pelayanan pada level
ini.
Gambar 6.2 Evaluasi Website untuk Memicu Pemngebangan suatu Hubungan,
Barnes (2003)
Produk atau jasa inti Pembelian secara online Menawarkan harga termurah Menyediakan banyak pilihan Akses pada informasi yang diperlukan Presentasi produk secara visual Pilihan pelayanan penghantaran
Proses dan sistem pendukung Penghantaran dan pengaturan rekening Pilihan kredit Pernyataan tentang keamanan Ketersediaan jalur telepon 1-800 Akses e-mail Kecepatan dan kemampuan suatu situs untuk dijelajahi Keterkaitan yang cocok
Performa teknis Keakuratan informasi Kemampuan untuk terhubung dengan situs terkait Stok barang Penghantaran yang efisien Penghantaran yang tepat waktu
Interaksi dengan perusahaan dan staff Menjawab e-mail dengan cepat Layanan bebas pulsa untuk mendapat bantuan Chatting langsung dengan pegawai Ketersediaan komunikasi reguler
Elemen emosional Keinteraktifan Kemampuan untuk melibatkan orang lain Keterlibatan dalam melacak pesanan Ruang chatting Menyesuaikan dengan kebutuhan pelanggan Personalisasi Pengenalan orang yang kembali berkunjung Penciptaan komunitas online
Sri Widyastuti !
!
!!
206
Respon emosional pelanggan pada perusahaan dibangkitkan pada setiap
level, dimana emosi negatif yang paling umum dijumpai yang terkait dengan
penggunaan situs adalah rasa frustasi. Perusahaan yang serius melakukan
bisnis harus berusaha sedapat mungkin mengurangi emosi negatif semacam itu
dan menggantikannya dengan emosi seperti rasa senang dan puas. Banyak
yang dapat dilakukan pada level terakhir ini untuk memastikan bahwa emosi
yang terlibat cukup kondusif pada hubungan pelanggan sejati, namun jika tidak
maka pengunjung suatu situs tidak dapat diharapkan kembali ke situs tersebut
untuk berbisnis.
Sementara Internet telah berkembang dengan cepat di masyarakat dan
sekarang presentase penggunannya semakin berkembang dengan cepat,
beberapa orang menolak menggunakannya dan tidak pernah bergabung dengan
dunia online. Beberapa cara yang dapat digunakan perusahaan untuk dapat
menghapus pandangan bahwa Internet hanyalah sekadar teknologi dan
menggunakannya untuk membangun hubungan pelanggan sejati. Siapa yang
akan menjadi pemenang dalam menciptakan hubungan sejati tersebut?
Beberapa perusahaan yang telah mulai lebih dulu memiliki keuntungan alami.
Perusahaan katalog dan perusahaan ritel multi level seperti L.L Bean,
Lands’End, J.Crew dan Eddie Bauer telah mengetahui bagaimana berurusan
dengan pelanggannya lewat teknologi dan memiliki keuntungan yang jelas dalam
mengelola hubungan secara online demikian juga perusahaan ritel tradisional
yang telah memiliki merek mapan akan merasa yakin karena merek tersebut
memiliki pengaruh yang kuat yang memampukan mereka melewati masa transisi
ini, Barnes (2000). Perusahaan menambahkan internet dalam jalur pelayanan
mereka untuk menghantar produk dan jasa pada pelanggan. Akhirnya mereka
hanya berbisnis di Internet dan tidak memiliki kantor secara fisik mungkin,
selanjutnya mereka menghadapi tugas yang lebih sulit untuk membangun
kredibilitas dengan pelanggan online mereka. Beberapa seperti eBay,
Amazon.com, eToys dan Garden.com, menjadi sukses karena mereka
melakukannya dengan benar dan memiliki keuntungan sebagai perusahaan
pertama yang bergerak dalam sektor tersebut.
Perusahaan terbaikpun membuat kesalahan, dimana erusahaan harus
memberi tahu pelanggan kapan situs tersebut terakhir kali diperbarui, juga pesan
Sri Widyastuti
!!
207
jenis apa yang dikirimkan dan apa perlunya menempatkan pesan tersebut di
internet?. Perusahaan lain telah melakukan hal yang sama, yang menghalangi
kepuasan pelanggan dan kemungkinan untuk mengunjungi situs itu kembali,
pesan e-mail yang tidak dijawab, pesan melalui katalog online tidak kunjung tiba,
janji penghantaran tidak pernah tepat, juga konfirmasi tentang diterimanya pesan
begitu terlambat sehingga barangnya sudah sampai. Semua contoh-contoh
tersebut hanyalah manifestasi kesalahan di internet secara rutin dibuat pula oleh
perusahaan di dunia offline. Hal ini seharusnya memberitahu tentang bagaimana
interaksi dengan pelanggan seharusnya dikelola di dunia online. Prinsip-
prinsipnya pada dasarnya sama. Internet adalah medium yang baru, dan banyak
pelanggan yang belum terbiasa dengannya. Mereka memerlukan bantuan,
karena mereka dengan mudah menjadi frustasi karena tidak terbiasa dengan
teknologi. Hal-hal ini adalah alasan bagi perusahaan untuk memberi perhatian
pada perasaan pelanggan terhadap tampilan mereka di internet dan mengambil
langkah yang tepat untuk sedapat mungkin menciptakan pengalamannya yang
paling positif.
Pelanggan mungkin melihat meningkatkan penggunaan internet
memampukan mereka untu mengontrol penghantaran servis, memfasilitasi akses
dan membuat mereka lebih nyaman untuk memperoleh layanan rutin. Tetapi
banyak pelanggan yang marah karena sistem semacam itu merusak hubungan
yang telah terjalin di masa lalu. Tantangan bagi perusahaan ketika mereka
meluncurkan sistem semacam itu adalah untuk mengembangkan hubungan
pelanggan yang lebih dekat melalui teknologi. Pengenalan internet sebagai alat
untuk menghantarkan komponen tertentu dari pelayanan seharusnya dianggap
sebagai bagian penting dari strategi perusahaan jangka panjang. Titik fokus
seharusnya pada penggunaan teknologi untuk merancang secara khusus
kebutuhan bagi masyarakat, untuk memungkinkan efisiensi yang lebih besar,
konsistensi, dan nilai, selain itu juga membuat pelanggan merasa dikenal dan
diperlakukan secara pribadi. Hal ini seharusnya dikombinasikan dengan usaha
untuk membagi pelanggan dalam segmen-segmen, memampukan mereka untuk
memilih bagaimana atau kapan atau apakah mereka akan menggunakan
teknologi yang telah disiapkan. Penekanannya haruslah pada mengintegrasikan
penggunaan internet di semua aspek yang terkait dengan bagaimana
perusahaan berinteraksi dengan pelanggan. Banyak perusahaan dengan
Sri Widyastuti !
!
!!
208
sengaja memindahkan pelanggannya ke dunia online, justru membahayakan
hubungan mereka dengan pelanggan. Karena itu, perlu diambil langkah-langkah
untuk melindungi mereka dan untuk menggunakan strategi yang tepat guna
mempertahankan dan memperkuat hubungan yang ada. Strategi penggunaan
internet sebuah perusahaan harus menghasilkan penciptaan nilai bagi pelanggan
dan pengunjung lain situs tersebut. Dengan strategi batu loncatan yang paling
penting bagi suatu hubungan, maka diharapkan terjalinnya hubungan pelanggan
sejati sepanjang hayat.
Sri Widyastuti
!!
209
BAB VII MERAIH KEUNGGULAN
BERSAING DALAM HUBUNGAN PELANGGAN andangan tentang hubungan pelanggan sejati yang telah tersaji dalam
buku ini lebih ditekankan sebagai sebuah filosofi manajemen daripada
seperangkat peralatan untuk bisa diterapkan. Dalam hal ini suatu pemasaran
hubungan sangat berbeda dengan apa yang dipraktikkan oleh banyak
perusahaan, untuk mempraktik pemasaran berbasis hubungan atau bahkan lebih
baik manajemen berbasis hubungan, maka eksekutif dan pimpinan organisasi
harus berfokus pada pengelolaan dan peningkatan hubungan sejati dengan
pelanggan dan pihak lain. Hal ini merupakan pandangan jangka pendek demi
mendapatkan sukses jangka panjang. Konsep pemasaran ini bukan yang
didefinisikan secara sempit, tetapi lebih mendekati konsep seperti budaya
perusahaan dan kepemimpinan. Para manajer yang secara natural memiliki
pandangan jangka panjang yang berbasis hubungan tentang kinerja perusahaan
akan memiliki pemahaman mendalam tentang nilai yang diperoleh dari
mengembangkan hubungan yang solid dan kontribusi hubungan tersebut bagi
pengembangan keunggulan kompetitif perusahaan. Dalam perusahaan yang
benar-benar berfokus pada hubungan, dalam membina hubungannya dengan
para pelanggan, perusahaan juga perlu melibatkan kelompok lain yang kritis bagi
pelanggan. Hal tersebut memperkuat strategi untuk memperluas hubungan
perusahaan dengan karyawan, pemasok, dan kelompok lain yang dapat
mempengaruhi pencapaian keberhasilannya.
Nykamp (2001) mendefinisikan CRM sebagai suatu fokus dalam
menghasilkan nilai optimal bagi para pelanggan melalui bagaimana cara
perusahaan berkomunikasi dengan pelanggan, bagaimana perusahaan
memasarkannya, dan bagaimana perusahaan melayani mereka, serta melalui
media tradisional yang meliputi produk, harga, promosi dan distribusi. Pelanggan
termotivasi melakukan pembelian tidak hanya berdasarkan harga dan produknya
saja, tetapi berdasarkan keseluruhan yang mencakup produk dan harga serta
P
Sri Widyastuti !
!
!!
210
seluruh interaksi mereka dengan perusahaan. Jika perusahaan dapat
menyampaikan interaksi pemasaran, penjualan, jasa, serta dukungan secara
konsisten maka perusahaan akan diberikan penghargaan berupa loyalitas
pelanggan, merupakan hal yang sangat penting dalam keunggulan bersaing.
Pandangan hubungan tentang suatu organisasi adalah pandangan yang
sangat kaya. Prinsip fundamental bahwa perusahaan akan mendapatkan hasil
dari mengelola hubungan yang solid dan sejati dengan pelanggannya dapat
diterapkan dengan sama baiknya pada kelompok lain. Sementara hasil yang
didapat jelas berbeda, perusahaan mengambil pendekatan strategis pada
pengelolaan hubungan yang dekat dengan para karyawan, pemasok, dealer,
media, pemegang saham, dan komunitas juga akan memperoleh manfaat yang
solid dari pengelolaan hubungan tersebut. Kalau kita membawa pandangan
tentang hubungan ini ke dalam konteks organisasi, jelas akan menjauhkan dari
pandangan pemasaran yang klasik. Hal ini sangat sesuai pandangan yang
dikemukakan sebelumnya bahwa pandangan tentang hubungan pelanggan sejati
lebih dari sekadar pandangan pemasaran hubungan. Saat publik yang menjadi
sasaran pada penerapan pendekatan strategis ini, maka dapat menawarkan
wawasan yang berharga bagi para perancang strategi dan manajer sumber daya
manusia, hubungan politik, hubungan media, dan departemen-departemen
lainnya dalam perusahaan.
Di sini akan ditinjau secara strategis tentang bagaimana perusahaan dapat
menjalin hubungan dengan pelanggan dan pihak lain, suatu komponen yang
penting bagi strategi pertumbuhan perusahaan dan sukses jangka panjang. Juga
dijabarkan tentang bagaimana sebuah perusahaan dapat memposisikan dan
membuat dirinya berbeda dan bagaimana dia menciptakan hubungan pelanggan.
Juga meneliti konsep segmen hubungan; mengeksplorasi pandangan bahwa
semua pelanggan berbeda dan oleh karena itu membutuhkan jenis hubungan
yang berbeda. Berdasarkan konsep yang telah dieksplorasi sebelumnya
bagaimana memulai menerapkan pandangan perusahaan yang luas tentang
pengelolaan hubungan pelanggan, bagaimana mendapatkan keuntungan dari
stakeholder internal, dan bagaimana memastikan bahwa pelanggan tetap
menjadi pusat dari segala inisiatif. Perusahaan yang memiliki keunggulan
kompetitif senantiasa memiliki kemampuan dalam memahami perubahan struktur
Sri Widyastuti
!!
211
pasar dan mampu memilih strategi pemasaran yang efektif, maka perusahaan
dapat meraih keuntungan ekonomis di atas laba yang mampu diraih oleh pesaing
di pasar dalam industri yang sama. Senge (2000) menyatakan, keunggulan
bersaing yang terus bertahan adalah kemampuan organisasi untuk belajar lebih
cepat dari pada pesaingnya. Sementara itu Noe, et al. (2010), keunggulan
kompetitif adalah kemampuan perusahaan untuk membuat produk atau
penawaran layanan yang lebih dihargai oleh pelanggan dibandingkan dengan
perusahaan pesaing. James Masciarelli dari Archer Consulting, Barnes (2000)
mengatakan, “Pada akhirnya, satu-satunya keunggulan kompetitif yang dapat
menopang perusahaan adalah hubungan dengan pelanggan, partner bisnis dan
karyawan. Sebuah komitmen untuk mengembangkan hubungan yang efektif
yang memperkuat struktur organisasi tersebut dalam jangka panjang. Para
karyawan adalah kelompok yang sangat penting bagi sukses sebuah
perusahaan. Terlalu banyak perusahaan yang berkata bahwa karyawan sangat
penting namun gagal untuk menindaklanjuti dengan menerapkan kebijakan
sumber daya manusia yang memampukan mereka untuk mengembangkan
hubungan yang kuat dengan para karyawan. Para pemasok juga merupakan
elemen penting dalam penciptaan produk dan jasa, tetapi perusahaan sering
tidak berusaha cukup keras untuk mengembangkan hubungan dengan pemasok.
Hanya ketika pemasok gagal memenuhi deadline atau meninggalkan bisnis
barulah perusahaan mulai berfikir tentang pentingnya memiliki pemasok yang
dapat dipercaya. Stakeholder lain, seperti anggota jaringan, pemegang saham,
media dan komunitas di mana perusahaan beroperasi, juga penting bagi sukses
jangka panjang perusahaan. Perusahaan harus sunguh-sunguh berusaha untuk
menjalin hubungan dengan masing-masing stakeholder tersebut. Jika tidak,
maka perusahaan berbeda dalam situasi yang berbahaya, khususnya sekarang
ini jika aturan-aturan bisnis di banyak industri telah berubah dengan munculnya
Internet dan e-commerce. Tanpa hubungan yang kuat dengan berbagai
stakeholder, makin mudah bagi pesaing untuk memasuki pasar. Pemasaran
kerelasian berkontribusi positif terhadap keunggulan bersaing. Kontribusi
tersebut merupakan upaya perusahaan untuk menciptakan daya saing
perusahaan dengan mengimplementasikan pemasaran kerelasian. Hal ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Gharehbashloni & Seify (2014) dan
Sri Widyastuti !
!
!!
212
Kandampully & Duddy (1999), yang menyatakan bahwa pemasaran kerelasian
berpengaruh positif terhadap keunggulan bersaing perusahaan.
7.1 Prinsip Hubungan dalam Rantai Nilai
Hubungan pelanggan sangat penting bagi sukses sebuah perusahaan,
demikian juga hubungan dengan pihak-pihak lain. Perusahaan tidak beroperasi
sendirian. Mereka bergantung pada stakeholder lain untuk memenuhi kewajiban
mereka pada pelanggan. Misalnya peran pemasok sangat penting untuk
memastikan bahwa tersedia cukup input untuk menghasilkan output produk dan
jasa bagi pelanggan. Para karyawan memberikan mekanisme untuk memberikan
layanan pelanggan dengan pendekatan humanistik yang penting bagi
kemampuan perusahaan untuk menciptakan hubungan sejati dengan pelanggan.
Bagi beberapa perusahaan, dealer merupakan saluran interaksi yang dimiliki
perusahaan dengan pelanggan, tanpa memperhitungkan hubungan tidak
langsung yang mereka miliki. Stakeholder penting bagi perusahaan yaitu
pemegang saham, karena mereka menyediakan modal yang diperlukan
perusahaan untuk menjalankan operasi dan memungkinkan perusahaan
bertumbuh. Anggota komunitas juga sangat penting bagi perusahaan karena
perusahaan berinteraksi banyak dengan mereka. Dalam berbagai situasi,
komunitas seharusnya dipandang sebagai sumber dukungan sosial dan
karyawan di masa depan. Secara tradisional pemasok dan berujung pada
pemegang saham dan komunitas, partner-partner ini dipandang sebagai rantai
linier. Pelanggan menjadi bagian terpenting yang dipandang sebagai pusat dari
operasi perusahaan dan stakeholder lain berada di sana untuk mendukung
perusahaan memenuhi kebutuhan pelanggan. Hal ini diilustrasikan pada Gambar
7.1.
Perusahaan menyadari bahwa sangat penting upaya untuk memperkuat
hubungan dengan masing-masing stakeholder dan bahwa pendekatan
terintegrasi untuk mengembangkan hubungan-hubungan ini adalah satu-satunya
cara yang efektif untuk memastikan bahwa hubungan itu tumbuh dan terus
berkembang. Akan tetapi, dengan begitu beragamnya stakeholder dan
kebutuhan yang beragam pula, mungkin sulit untuk menjalin hubungan yang
solid dengan semua kelompok stakeholder. Dengan menyadari pentingnya para
Sri Widyastuti
!!
213
karyawan sebagai pendukung perusahaan dalam menjalankan strategi yang
efektif untuk membangun hubungan pelanggan. Penting untuk menciptakan nilai
pemegang saham dan menunjang profitabilitas jangka panjang perusahaan
Bagaimana perusahaan dapat mencapainya. Penting untuk mempertimbangkan
model komprehensif dari faktor-faktor yang mengarah pada nilai pemegang
saham dan menggunakan berbagai input dari karyawan dan pelanggan, maka
dapat memahami apa yang menggerakkan pasar dan kinerja finansial.
Gambar 7.1 Hubungan Pelanggan, Barnes (2003)
Sukses jangka panjang perusahaan tergantung pada kemampuan mereka
untuk memuaskan pelanggan sampai pada titik di mana mereka bukan hanya
terus berbisnis dengan perusahaan, tetapi menjadi pendukung yang antusias dari
perusahaan. Kemampuan perusahaan untuk mencapai level yang tinggi dari
kepuasan pelanggan sebagian besar berada di tangan karyawan. Jika karyawan
tidak memberikan pelayanan yang istimewa dan menunjukan komitmen pada
pelanggan, maka tingkat pelayanan akan menurun dan pelanggan akan
berpindah ke pesaing. Sukses perusahaan dalam menghantarkan pelayanan
yang istimewa tergantung pada kemampuannya untuk memuaskan karyawan
dan mendorong mereka berkomitmen untuk memuaskan pelanggan dalam
jangka panjang, para karyawanlah yang berinteraksi setiap hari dengan
pelanggan. Mereka memiliki kapasitas untuk menjalin atau merusak suatu
hubungan melalui kontak mereka dengan pelanggan.
Sri Widyastuti !
!
!!
214
Karyawan yang puas menghasilkan pelanggan yang puas dan
menampilkan kinerja perusahaan yang memuaskan investor. Sebuah
perusahaan yang mampu menciptakan lingkungan kerja yang positif dengan
karyawan yang memiliki motivasi dan komitmen, berada dalam posisi yang lebih
baik untuk memberikan jenis pelayanan yang membuat pelanggan terus kembali
ke perusahaan. Maka kepuasan pelanggan dan nilai bagi pemegang saham
dimulai dengan pengelolaan hubungan sejati dengan karyawan. Organisasi
memiliki pandangan pemasaran tentang fungsi sumber daya manusia, maka
harus ada pemahaman yang luas dalam perusahaan bahwa orang-orang yang
bekerja memiliki potensi untuk memengaruhi kepuasan pelanggan dan
kemungkinan untuk membangun hubungan pelanggan jangka panjang. Seluruh
program kegiatan yang diarahkan pada penciptaan kepuasan karyawan secara
tidak langsung terkait dengan kepuasan pelanggan.
Dalam menciptakan hubungan pelanggan yang diinginkan, karyawan
harus siap untuk bekerja ekstra demi memenuhi kebutuhan pelanggan. Hal ini
tidak akan terjadi jika karyawan tidak termotivasi untuk menampilkan kinerja
terbaik mereka. Motivasi itu tidak harus terkait dengan hadiah finansial, karena
masalahnya bukan uang. Berapa yang dibayarkan pada karyawan dan
keuntungan yang diberikan pada mereka, mungkin penting untuk membuat
mereka bekerja, tetapi untuk mendapatkan hasil terbaik dari investasi tergantung
pada bagaimana memperlakukan mereka. Karyawan perlu tahu bahwa intervensi
mereka membuat sebuah perbedaan dan pekerjaan mereka dihargai. Mereka
akan tahu hanya jika manajemen membuat prioritas kemudian
mengkomunikasikannya pada mereka.
Mengumpulkan informasi tentang sikap karyawan merupakan kesempatan
bagi perusahaan tidak hanya untuk mengetahui seberapa sehat sikap dan
hubungan dengan karyawan, tetapi juga untuk mendapatkan data penting yang
akan berfungsi sebagai alat untuk memprediksi makin berkembangnya kualitas
pelayanan pelanggan dan kepuasan pelanggan. Program riset dan komunikasi
yang terintegrasi secara total dapat menyatukan elemen-elemen penting bagi
kesuksesan sebuah perusahaan. Hasilnya akan memberikan kemampuan
manajemen mengidentifikasi langkah-langkah yang harus diambil untuk
memperbaiki tingkat kepuasan dan hubungan pelanggan serta karyawan.
Sri Widyastuti
!!
215
Perbaikan akan datang melalui pengembangan dan penerapan program
komunikasi, perbaikan sistem dan proses, dan kebijakan sumber daya manusia
yang berpikir ke depan. Untuk mencapai hal tersebut harus diadakan riset
tentang iklim perusahaan, sikap karyawan, hubungan, dan kepuasan.
Selanjutnya, diadakan riset tentang kepuasan, kualitas pelayanan, dan hubungan
pelanggan. Hal ini termasuk ukuran teknis tentang kualitas pelayanan dan citra
perusahaan seperti juga informasi tentang hubungan pelanggan dan persepsi
tentang nilai. Setelah data dikumpulkan, keterkaitan antara berbagai sumber
informasi dapat diidentifikasi. Kemudian dapat dipikirkan bagaimana peningkatan
kepuasan dan sikap karyawan dapat diterjemahkan menjadi kepuasan
pelanggan yang meningkat dan menjadi hubungan yang makin solid dengan
pelanggan. Model ini diilustrasikan pada Gambar 7.2 berikut:
Gambar 7.2 Model Penciptaan Nilai Pemegang Saham, Barnes (2003)
Menyatukan pemasaran dan fungsi sumber daya manusia merupakan
program penting yang dilakukan agar perusahaan memperoleh wawasan yang
lebih mendalam tentang definisi yang lebih luas tentang apa itu pemasaran. Hal
ini lebih dari sekadar fungsi pemasaran konvensional yang terdiri dari iklan,
menetapkan harga dan mengembangkan produk, namun berkembang pada
pelayanan pelanggan, penambahan nilai pada apa yang ditawarkan pada
pelanggan, dan aspek-aspek strategis lain tentang apa yang dilakukan dan
bagaimana perusahaan dapat beroperasi dengan baik. Pandangan yang
terintegrasi ini merupakan tambahan pada bagaimana perusahaan dapat
mendorong karyawan berkomitmen untuk memuaskan pelanggan. Manajemen
Kondisi Kerja Modal Hubungan dengan Perusahaan Memahami Tujuan Memahami
Pelanggan
Nilai yang Dirasakan Kualitas Pelayanan Hubungan
dengan Perusahaan
Harga Saham Marjin Operasi Return on Equity
Turnover Berkurang Komitmen pada Pelanggan
Produktivitas yang Meningkat
Ketahanan Pelanggan Bisnis Perekomendasian
Meningkatnya Proporsi Pembelanajaan
Meningkatnya Investasi Memperbaiki Posisi Tunai
Basis Ases yang Lebih Besar
Kepuasan Karyawan
Kepuasan Pelanggan
Kepuasan Pemegang
Saham
Sri Widyastuti !
!
!!
216
senior yang berkomitmen pada integrasi pelanggan dan karyawan akan
mendapatkan keuntungan yang besar di masa depan. Adalah penting untuk
secara terus-menerus mampu mengukur dampak dari hubungan karyawan
terhadap sikap dan ketahanan pelanggan serta dampak yang dihasilkan pada
indikator performa perusahaan. Sekali data telah dikumpulkan dari pelanggan
dan karyawan, maka dapat dibuat model yang terintegrasi, yang mengaitkan
karyawan dengan model dari hasil penelitian kita sebelumnya. Pada poin ini,
manajemen senior akan memahami faktor-faktor yang paling penting dalam
menciptakan nilai pemegang saham jangka panjang, dan dapat menentukan
hasil yang diperoleh perusahaan sebagai hasil meningkatkan kepuasan
pelanggan dan memperkuat hubungan pelanggan. Hasil yang diperoleh akan
terbukti dalam bentuk proporsi pengeluaran pelanggan yang lebih besar, loyalitas
dan ketahanan yang meningkat, dan meningkat kemauan untuk
merekomendasikan perusahaan pada orang lain. Dengan menganalisis data
kepuasan dan hubungan dengan karyawan, manajemen dapat melihat hasil
dalam bentuk meningkatnya hubungan pelanggan dan nilai pemegang saham
yang diperoleh dari investasi dalam rekrutmen karyawan, training, motivasi,
pengenalan, dan program pemberian hadiah.
Riset yang mengejutkan yaitu employee-customer profit model telah
memicu banyak diskusi tentang dampak dari kepuasan karyawan terhadap
keuntungan perusahaan secara keseluruhan. Sears telah menjadi salah satu
perusahaan yang menonjol dalam mengembangkan dan menerapkan ukuran
nonfinansial untuk menaksir dampak kepuasan karywan terhadap kepuasan
pelanggan, juga kepuasan pelanggan terhadap profitabilitas. Sebagai contoh,
Sears telah mampu menghitung hubungan dan mendemonstrasikan bahwa
peningkatan 5 poin pada sikap karyawan menghasilkan peningkatan 0,5% pada
pertumbuhan pendapatan. Hubungan terjalin pada level toko, dan perusahaan
mengetahui bahwa jika mereka dapat menaikan 5 unit dari sikap karyawan, hal
ini akan menghasilkan kenaikan 1,3 unit dari kesan pelanggan dan kenaikan 0,5
dalam pertumbuhan pendapatan toko. Sears begitu yakin akan model mereka,
sehingga mereka telah menerapkan sebuah rencana insentif bagi manajemen
senior yang didasarkan pada tiga mata rantai dalam rangkaian tersebut.
Sri Widyastuti
!!
217
Sepertiga dari kompensasi didasarkan pada ukuran karyawan, sepertiga pada
ukuran pelanggan, dan sepertiga terakhir dari ukuran finansial.
Pelajaran yang sangat berharga adalah jika sebuah keterkaitan dapat
ditemukan pada level kepuasan, apakah keterkaitan tersebut juga ditemukan
pada level hubungan? Apakah mungkin untuk mengukur hubungan karyawan
dan mengaitkannya pada hubungan pelanggan, lalu mengaitkannya lebih lanjut
pada pengukuran finansial tradisional seperti pendapatan dan harga saham? Ini
masuk akal secara intuitif dan menyarankan pengembangan model yang
terintegrasi yang mengaitkan tiga mata rantai dari rangkaian tersebut. Jika hal ini
bisa terjadi, perusahaan akan mampu memprediksi keuntungan di masa depan.
Sebagai contoh, sebuah perusahaan dapat mengukur kekuatan hubungan
mereka dengan pelanggan dan mengetahui jika kekuatan hubungan tersebut
telah meningkat sekian level karena strategi yang mereka gunakan, mereka
dapat dalam jangka waktu tertentu meningkatkan keuntungan, misalnya 5%.
Perusahaan dapat memperkirakan keunggulan kompetitif yang diperoleh dari
mengembangkan dan menerapkan model integrasi seperti itu. Ketiga keterkaitan
model Sears menunjuk pada arah strategis yang berhubungan dengan
pengelolaan fungsi sumber daya manusia. Sebagai contoh, setiap karyawan
harus diberi informasi tentang pentingnya kepuasan pelanggan dan faktor-faktor
yang menggerakkannya. Hasil dari program riset yang terintegrasi tersebut akan
memiliki implikasi yang penting bagi pengembangan program pelatihan,
pemberian hadiah dan motivasi karyawan, serta komunikasi internal.
Pada kenyataannya, jika perusahaan mengambil pendekatan yang
mengaitkan antara hubungan karyawan dengan hubungan pelanggan dan pada
nilai pemegang saham, perusahaan juga perlu menerapkan pendekatan yang
serupa, yakni merawat dan mengelola hubungan dengan karyawan. Perusahaan
secara progresif mempertimbangkan pembuatan model paralel yang akan
berjalan berdampingan dengan program hubungan pelanggan dalam sebuah
organisasi yang akan ditunjukan pada penciptaan hubungan sejati yang kuat dan
dekat dengan karyawan. Hal ini sangat penting bagi penciptaan hubungan
pelanggan dan menyarankan prinsip yang persis sama yang harus digunakan,
termasuk penekanan pada penciptaan nilai yang tepat bagi pelanggan dan
perhatian pada model pemicu kepuasan karyawan.
Sri Widyastuti !
!
!!
218
Pemasok sangat penting dalam memungkinkan perusahaan untuk
memenuhi komitmen mereka pada pelanggan, namun pemasok kadangkala
diabaikan dalam pengukuran sebuah perusahaan dan hubungan-hubungannya,
kemungkinan karena seleksi pemasok terlalu sering dianggap berada pada level
operasi dan bukan pada level strategis dan seringkali berdasar pada pemasok
yang dapat memberikan produk dengan harga termurah.tetapi tanpa hubungan
yang kuat dengan pemasok, sebuah perusahaan mungkin berada dalam situasi
yang sangat berbahaya dan tidak diinginkan. Jika hubungan perusahaan dengan
pemasok lemah, tidak akan ada kepastian kapan suatu produk akan tiba dan
karena itu tidak ada janji yang dapat diberikan pada pelanggan. Sebagai contoh,
jika perusahaan mengatakan pada pelanggan bahwa pengiriman akan tiba pada
hari Rabu, karena hubungan dengan pemasok lemah, pengiriman tidak akan tiba
sebelum hari Sabtu. Jika pelanggan datang untuk mengambil pesannya dan
pesanan tersebut belum tiba, akan muncul rasa frustasi dan rasa tidak percaya.
Hal ini tidak akan terjadi sebelum pelanggan merasa tidak puas dan berpikir
untuk memindahkan bisnisnya ke pesaing. Jadi, dapat dipercaya merupakan
alasan kuat untuk mengembangkan hubungan pemasok.
Hasil apa yang diperoleh perusahaan dari hubungan baik dengan
pemasok? Dapat mengandalkan untuk mengantar tepat waktu adalah salah satu
hasilnya. Tidak disangsikan lagi, akan ada saatnya sebuah perusahaan perlu
mengirim barang dengan segera. Tanpa sebuah hubungan yang kuat, akan lebih
sulit untuk mendapatkan barang yang dibutuhkan. Dari sudut pandang pemasok,
jika mereka mendapatkan lebih banyak pesanan dari yang dapat mereka proses,
kepada siapa mereka akan mengirim barang tersebut? Akankah mereka
mengirim kepada perusahaan yang selalu menawarkan untuk mendapatkan
harga yang lebih murah, atau kepada perusahaan dengan siapa mereka telah
berhubungan selama bertahun-tahun dan yang selalu tepat dalam membayar
rekening? Tentu jawabannya bisa ditebak.
Bagaimana sebuah perusahaan mengembangkan hubungan yang kuat
dengan pemasoknya?. Meskipun bagi banyak perusahaan, harga adalah faktor
yang sangat penting dalam mendapatkan pemasok, tetapi harga tidak selalu
menjadi fokus diskusi. Bisa jadi ucapan terimakasih secara periodik lewat telepon
pada mereka, karena telah bersusah payah memenuhi pesanan tertentu padahal
Sri Widyastuti
!!
219
mereka harus memenuhi jadwal deadline yang ketat, menjadi faktor penentu. Ini
sama halnya seperti memperlakukan pemasok seperti perusahaan
memperlakukan pihak lain dalam hubungan yang berharga.
Lalu, bagaimana mengukur hubungan yang telah dikembangkan dengan
pemasok? Bagaimana melakukannya tergantung pada seberapa besar
perusahaan dan berapa pemasok yang dimiliki. Sebuah perusahaan berukuran
medium dengan sejumlah kecil pemasok mungkin berharap dapat melibatkan
perusahaan riset untuk mengadakan wawancara yang mendalam, sementara
perusahaan yang jauh lebih besar dengan banyak pemasok mungkin
mengadakan riset kuantitatif berskala lebih besar. Dengan berfokus pada
penelitian eksplorasi maka harus pada dimensi yang sama dari hubungan yaitu
kepercayaan, komitmen, empati dan dimensi lain. Penelitan dapat dilakukan
secara periodik untuk menentukan apakah suatu hubungan telah diperkuat dan
dimana dibutuhkan perhatian tambahan.
Beberapa perusahaan jarang melakukan kontak langsung dengan
pengguna langsungnya. Sebagai gantinya, mereka bergantung pada anggota
jaringan distribusi, ritel dan dealer untuk menjual produk dan jasa mereka. Dalam
kasus semacam itu, partner distribusi mewakili perusahaan menghadapi
pelanggan. Sebagai contoh, perusahaan seperti Indomie, bekerja melalui retailer
berarti mereka harus memiliki hubungan merek yang kuat dengan pengguna
langsungnya. Sangat penting bagi industri di mana para pabrikan bergantung
pada jaringan dealer untuk secara periodik mengukur seberapa sehat hubungan
perusahaan dengan dealer. Juga masalah penting dalam jaringan distribusi
dimana agen dan pihak-pihak lain dapat menjadi pesaing, seperti dalam industri
perjalanan. Perusahaan penerbangan, rangkaian hotel, resort dan perusahaan
pelayaran perlu menyadari pentingnya berhubungan dengan agen perjalanan.
Dalam situasi semacam ini, penekanan yang besar seharusnya diberikan
untuk mendidik dealer dan memberikan pelatihan pada mereka untuk
memastikan bahwa kebutuhan pengguna langsungnya dapat terpenuhi. Teknik
penjualan harus dipastikan pada level pelayanan yang konsisten dari dealer ke
dealer, tanpa peduli di mana lokasinya. Tanpa program pelatihan dealer, level
konsistensi tidak akan pernah tercapai. Konsistensi juga dapat dicapai dengan
menggunakan mekanisme dalam memilih dealer. Tidak semua dealer dipakai,
karena ada individu dan perusahaan yang tidak tepat untuk mewakili
Sri Widyastuti !
!
!!
220
perusahaan. Memilih dealer yang kurang diinginkan membahayakan sukses
finansial perusahaan jangka panjang, sebab akan membahayakan hubungan
perusahaan dengan pengguna langsungnya.
Hubungan dengan dealer dan retailer seharusnya juga dianggap sama
pentingnya dengan hubungan dengan karyawan, seperti halnya para karyawan,
retailer dan dealer seringkali dipandang sebagai wakil perusahaan di mata para
pelanggan. Karena itu, prinsip-prinsip yang sama, harus diterapkan oleh
perusahaan. Banyak perusahaan besar, pabrikan kendaraan, memiliki program
hubungan dealer yang mapan yang berfokus pada pemeliharaan hubungan yang
kuat dengan para dealer. Hal ini dikarenakan perusahaan telah mendelegasikan
kontak dengan pelanggan-pelanggannya melalui retail independen. Walaupun,
melalui teknologi, para pabrikan dapat melakukan tugas untuk berhubungan
dengan pengguna langsungnya secara lebih baik daripada di masa lampau,
dimana dealer masih berperan penting dalam mendistribusikan produk. Para
“penjaga gerbang” ini memiliki potensi untuk menjalin atau merusak hubungan
merek yang dimiliki perusahaan oelh perusahaan sekelas Toyota.
Selanjutnya perusahaan perlu mempertahankan hubungan yang dekat,
solid dengan sejumlah pihak lain untuk mencapai sukses jangka panjang.
Sebagai contoh, hubungan yang kuat dengan pemegang saham sangat penting,
karena pemegang saham ikut memiliki perusahaan dan akan berada dalam
bahaya finansial jika perusahaan tidak bertumbuh seperti yang diharapkan.
Banyak perusahaan menjalankan program hubungan dengan investor untuk
memastikan bahwa pemegang saham mendapatkan informasi tentang
perkembangan perusahaan. Perusahaan perlu menjalin komunikasi reguler
dengan para pemegang saham sehingga mereka mengetahui arah strategi
perusahaan dan tidak terkejut ketika terjadi situasi yang tidak diinginkan.
Mengembangkan hubungan komunitas berarti mendemonstrasikan
komitmen bagi komunitas untuk meningkatkan kualitas kehidupan individu di
lingkungan tersebut. The Body Shop telah menunjukkan kepedulian terhadap
lingkungan dengan menerapkan program daur ulang dalam perusahaan, seperti
juga penolakan mereka untuk menggunakan produk yang telah diujikan pada
binatang di laboratorium. Di sisni, perusahaan yang berfokus pada
pengembangan dan pemeliharaan hubungan yang positif dengan pemegang
Sri Widyastuti
!!
221
saham, komunitas dan kelompok-kelompok lain, harus menerapkan prinsip-
prinsip manajemen hubungan pelanggan. Seperti juga pengelolaan hubungan
pelanggan sejati didasarkan pada penciptaan hubungan emosional antara
perusahaan dan para pelanggannya, demikian jugalah yang terjadi dengan
hubungan-hubungan dalam bentuk lain. Prinsip-prinsip dan dimensi-dimensi
yang sama menjadi penuntun mereka; penciptaan nilai yang menimbulkan
kepercayaan dan komitmen, dan komunikasi dua arah yang teratur. Menerapkan
prinsip-prinsip ini pada pengembangan berhubungan dengan pemegang saham,
hubungan dengan komunitas dan program hubungan media, memberikan
wawasan tentang bagaimana dapat membangun hubungan yang lebih kuat
dengan kelompok stakeholder yang penting ini.
7.2 Melemahnya Pemasaran Hubungan
Pandangan tentang membangun hubungan pelanggan yang dijelaskan
berbeda dengan “pemasaran hubungan” seperti yang dipraktikkan dalam banyak
perusahaan, terutama perusahaan besar, atau pandangan yang berfokus pada
teknologi dari manajemen hubungan pelanggan/CRM (Customer Relationship
Management), telah dikaitkan secara erat pada tahun-tahun belakangan ini
dengan penggunaan perangkat lunak dan database untuk mengarahkan aktivitas
pemasaran pada penciptaan suatu hubungan. Penyebutan penciptaan hubungan
pelanggan sejati dengan istilah pemasaran karena hubungan tersebut banyak
kemiripannya dengan pemasaran. Hubungan semacam itu hanya menjadi tugas
dari departemen pemasaran bukannya pada seluruh perusahaan, maka
dipastikan bahwa usaha itu akan gagal. Pemahaman pikiran pemasaran mutakhir
dalam bidang pemasaran hubungan, membahas masalah-masalah yang harus
diperhatikan yaitu konsep tentang pemasaran hubungan, konsep yang
didasarkan pada hubungan yang tulus dan sejati dan tidak tercampur baur
dengan konsep yang tidak pernah dimaksudkan untuk diasosiasikan dengan
terminologi pemasaran hubungan. Mereka menyatakan bahwa pemasaran
hubungan kuat dalam teori tetapi sulit untuk dipraktikkan.
Banyak perusahaan secara jelas telah menerapkan pemasaran hubungan
tanpa memahami apa yang merupakan sebuah hubungan sejati. Sebagai contoh,
Hubungan sejati didasarkan pada pengungkapan informasi pribadi. Hal ini
seringkali tidak terjadi pada perusahaan yang memiliki database pelanggan
Sri Widyastuti !
!
!!
222
terperinci yang memuat informasi tentang pribadi pelanggan, riwayat pembelian,
riwayat kredit, dan semacamnya. Perusahaan-perusahaan tersebut sangat
mencerminkan pengumpulan informasi pelanggan tetapi tidak siap untuk
mengungkapkan hal yang sama pada pelanggan, suatu hal yang akan terjadi
pada hubungan sejati. Jaminan suatu produk tertentu tidak diungkapkan
sepenuhnya sampai terjadi penjualan. Pelanggan mungkin mengalami masalah
dengan produk tersebut dan menghubungi pabrikan untuk mendapat ganti, tetapi
diberitahu bahwa garansi tidak berlaku lagi karena pejabat yang berwenang dari
pihak pabrikan tidak melayani perbaikan produk. Pada saat itu sudah sangat
terlambat bagi pelanggan untuk melakukan sesuatu dan sebagai akibatnya
muncul perasaan frustasi dan tidak percaya pada produk tersebut.
Perusahaan tidak memahami apa yang sesungguhnya menciptakan suatu
hubungan, yaitu bagaimana kita mencoba untuk memasukkan unsur
kepercayaan dan keintiman pelanggan dalam hubungan itu. Banyak perusahaan,
yang mengaku bahwa mereka membangun suatu hubungan yang sesungguhnya
mencoba untuk meningkatkan penjualan. Banyak program hubungan
sesungguhnya dirancang untuk memberi hadiah bagi pembelian dan
meningkatnya pembelanjaan daripada untuk membangun hubungan sejati.
Pelanggan yang menjadi anggota program bagi penumpang pesawat atau
program bagi para tamu, menerima hadiah karena jumlah volume bisnis yang
mereka berikan pada perusahaan penerbangan atau hotel, walaupun volume
bisnis tersebut mungkin tidak ada hubungannya dengan loyalis sejati. Pelanggan
yang benar-benar loyal dan memberikan 100% bisnisnya pada perusahaan,
tetapi yang volume shopperannya rendah, tidak menerima perlakuan yang sama.
Program semacam itu akan sedikit memberikan pengaruh pada penciptaan
hubungan. Marilah kita sebut sebagaimana apa adanya mereka – program
berhadiah – karena mereka dengan sangat efektif memberi hadiah pada
pelanggan yang paling banyak memberi uang pada perusahaan.
Program berhadiah memiliki potensi untuk merangsang pengembangan
suatu hubungan. Hal itu dapat diterima karena dengan melakukan pembelian
yang berulang dan ingin mendapat hadiah, pelanggan memiliki kesempatan
untuk mengenal perusahaan dengan lebih baik, yang akan mengarah pada
penciptaan hubungan. Hilton Honors, program bagi tamu Hilton Hotel, lebih dari
Sri Widyastuti
!!
223
10 tahun yang lalu. Dengan seringnya menginap di Hilton Hotel selama bertahun-
tahun, maka telah mengembangkan hubungan yang dekat khususnya dengan
dua buah hotel, The Toronto Hilton dan Conrad International di Dublin. Di kedua
hotel tersebut akan merasa disambut oleh karyawan-karyawan yang telah
dikenal bertahun-tahun, Barnes (2003). Pelanggan akan kembali ke hotel
tersebut lebih karena merasa disambut dengan hangat daripada keuntungan
yang diperoleh karena mengikuti program berhadiah.
Hubungan yang sejati ditandai dengan komunikasi dua arah, jika program
“pemasaran hubungan” sungguh-sungguh ditunjukan untuk membangun
hubungan, perusahaan harus membalas telepon dan membuat pelanggan
mudah berhubungan dengan mereka. Terlalu sering, program pemasaran
hubungan digerakkan oleh database yang menentukan kepada siapa surat-
menyurat atau komunikasi yang “bersifat pribadi” harus ditunjukan, tetapi ketika
pelanggan mencoba menghubungi perusahaan, ia dibingungkan oleh voice mail
yang memberi instruksi untuk menekan 1 untuk ini dan 2 untuk itu. Mereka sering
merasa menemui jalan buntu ketika rekaman suara menganjurkan mereka untuk
mengajukan pertanyaan lewat e-mail, untuk mendapatkan pelayanan yang lebih
cepat. Perlakuan semacam itu jelas mengirimkan sebuah pesan pada pelanggan
bahwa perusahaan tidak ingin berurusan dengan mereka dan ini terjadi pada
saat perusahaan seharusnya berusaha membangun hubungan. Hal ini
menunjukkan bukti dari kebingungan tentang terminologi pemasaran hubungan.
Akhirnya, perusahaan yang perspektif hubungan pelanggannya
didasarkan pada penggunaan database untuk menggali data yang bertujuan
menjalin kontak dengan pelanggan, seringkali bersalah karena menyebarkan
informasi yang diberikan pelanggan pada orang lain. Mereka mengganggu acara
makan malam dengan penawaran barang melalui telepon dan membombardir
calon pelanggan dengan e-mail. Hal ini tidak akan terjadi dalam hubungan
pelanggan sejati. Perusahaan-perusahaan tersebut tidak menghormati privasi
pelanggannya, dan juga tidak melindungi informasi yang telah dipercayakan
pada mereka.
Dengan alasan untuk mengembangkan hubungan dengan pelanggan
perusahaan sebagai aset perusahaan yang paling berharga dan kunci masa
depan mereka telah mendelegasikan tanggung jawab pengembangan hubungan
pelanggan pada para pengembang perangkat lunak dan para teknisi. Dimana
Sri Widyastuti !
!
!!
224
bertujuan untuk menyiapkan kebutuhan tersembunyi terhadap produk atau jasa
perusahaan. Pandangan semacam itu tidak berfokus pada pelanggan sama
sekali. Tujuannya amat sederhana, yakni untuk menjual lebih banyak barang dan
jasa perusahaan. Perusahaan terlalu banyak menekanan pada penggunaan
teknologi untuk mengelola hubungan pelanggan. Kepercayaan pada database,
model prediksi, dan penggalian data sesungguhnya dimaksudkan untuk
meningkatkan efisiensi untuk menyampaikan pesan atau tawaran yang tepat bagi
pelanggan yang tepat pula, dan karenanya memungkinkan pelanggan yang
menerima pesan tersebut akan mengunjungi pasar dan tertarik pada produk atau
jasa yang ditawarkan. Hal tersebut tidak ada hubungannya dengan
mengembangkan hubungan pelanggan sejati.
Dalam penerapan program yang bertujuan untuk menciptakan hubungan
sejati dengan pelanggan, kebanyakan perusahaan membutuhkan filosofi
manajemen baru, suatu filosofi yang secara jelas memiliki fokus pada hasil
jangka panjang dari pendekatan untuk berbisnis. Oleh karena itu, para manajer
harus mengubah pandangan mereka tentang bagaimana mencapai kesuksesan
bisnis, melakukan penjualan bukanlah tujuan utama. Mempertahankan
pelanggan untuk terus kembali kepada produk dan jasa perusahaan, kesuksesan
dalam memuaskan kebutuhan yang lebih tinggi adalah menentukan sukses
jangka panjang sebuah perusahaan. Namun banyak perusahaan masih terjebak
dalam pemikiran jangka pendek. Mereka digerakan untuk mencapai target
penjualan bulan ini atau target keuntungan per lembar saham setiap triwulan.
Sesungguhnya, perusahaan dapat saja memberi penghargaan pada manajer
berdasarkan pencapaian tujuan jangka pendek tersebut, tanpa banyak berpikir
apakah dengan melakukannya, kita memberikan kontribusi pada pengelolaan
hubungan pelanggan jangka panjang. Mengapa penting bagi sebuah perusahaan
untuk mencapai target jangka pendek, di sinilah tidak terjadi ekuitas pelanggan
dalam pandangan jangka pendek, akan tetapi target itu memang harus
ditetapkan dengan memperhatikan kontribusinya pada pengembangan hubungan
pelanggan sejati.
Mencapai tujuan jangka pendek sesungguhnya tidak menguntungkan bagi
penciptaan hubungan pelanggan sejati. Beberapa perusahaan tampaknya tidak
memahami hal ini, mereka tidak mengatur atau beroperasi dengan cara yang
Sri Widyastuti
!!
225
akan meningkatkan hubungan pelanggan sejati. Pada kenyataannya, mereka
hanya berfokus pada peningkatan penjualan. Mereka berjuang untuk mencapai
sukses jangka pendek dan memberi hadiah pada karyawan dan manajer karena
keberhasilannya mencapai target jangka pendek. Mereka seringkali hanya
berfokus pada harga dan peralatan pemasaran lainnya untuk meningkatkan
penjualan. Mereka tampaknya tidak memahami potensi untuk peningkatan
pendapatan kotor dan mendorong pelanggan untuk membeli kembali dan
merekomendasikan bisnis perusahaan tersebut dalam menciptakan hubungan
pelanggan sejati dengan pelanggan. Inilah pandangan yang sempit tentang
pelanggan dan apa sesungguhnya pemasaran itu.
Bahayanya sangat nyata, jika perusahaan tidak berhati-hati dalam
mengatakan sesuatu yang bertujuan untuk mengembangkan hubungan dengan
pelanggan namun tidak menepatinya. Walaupun hanya sedikit perusahaan yang
mampu menepati janjinya, banyak perusahaan lebih senang mengobral janji
untuk menunjukan bahwa mereka tertarik pada hubungan pelanggan. Untuk
kembali pada topik teknologi dan interaksinya dengan pelanggan, sesuatu yang
akan dihadapi setiap hari. Seringkali pelanggan dibiarkan menunggu karena
telpon sekarang ini sedang sibuk melayani pelanggan lain, pelanggan seperti
dibiarkan menunggu selamanya sambil terpaksa mendengarkan musik yang
tidak ingin didengar, atau lebih buruk lagi rekaman iklan dari produk atau jasa
perusahaan. Secara periodik, musik atau iklan tersebut diselingi dengan suara
lembut yang menyarankan kita untuk tetap menunggu karena telepon anda
penting bagi kami. Jika telepon penting, mereka pasti telah menjawabnya saat itu
juga. Perusahaan harus menyelidiki berapa banyak bisnis yang hilang karena
penerapan teknologi yang tidak benar dan karenanya kehilangan harapan untuk
menjalin hubungan dengan pelanggan.
Batik Air dan perusahaan penerbangan terkait dengannya memulai
kebiasaan untuk berterimakasih pada penumpang setiap kali mereka melakukan
perjalanan bisnis dengan pesawat tersebut. Ini menyatakan betapa Batik Air
menghargai pilihan mereka untuk melakukan penerbangan dengan pesawat
tersebut. “Karena kami tahu Anda memiliki pilihan.” Sayangnya, secara jelas
terlihat bahwa pengumuman ini dibuat hanya karena kebijakan perusahaan,
bahkan pada rute-rute yang dimonopoli perusahaan. Pada rute-rute semacam itu
pengumuman itu mendapatkan cemoohan karena ditujukan untuk mengingatkan
Sri Widyastuti !
!
!!
226
pelanggan bahwa mereka tidak punya pilihan kecuali terbang dengan Batik Air.
Karena itu, apa yang secara teori tampak merupakan pesan yang manis, terasa
kosong dan tak bermakna, yang sesungguhnya menjebak pelanggan.
Perusahaan yang berkomitmen terhadap pandangan berbasis hubungan
harus melakukan latihan segmentasi hubungan dengan tujuan untuk
memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang pelanggan dan apresiasi
terhadap fakta bahwa kelompok pelanggan yang berbeda menginginkan
hubungan yang berbeda dengan perusahaan yang mereka kontak. Untuk
memahami sifat segmen hubungan, dalam riset pelanggan perusahaan harus
memasukan jenis-jenis pengukuran hubungan. Perusahaan dapat menghasilkan
profil yang sangat kaya dari. Profil tersebut kemudian dapat membimbing strategi
manajemen untuk memperkuat hubungan yang lemah dan untuk mengidentifikasi
di bagian mana hubungan tersebut paling kuat. Selain demografi standar dan
psikografis/gaya hidup sebagai dasar untuk segmentasi pasar, dapat juga
membentangkan profil hubungan dengan informasi terperinci tentang keadaan
hubungan klien dengan pelanggannya.
Dalam bekerja bersama klien, kami biasanya menghasilkan 5 atau 6
segmen yang nyata dari basis pelanggan. Kemudian kami menghasilkan profil
terperinci yang terbukti sangat berguna bagi manajemen dalam merencanakan
strategi hubungan. Dalam survey perlu data demografik yang terperinci, data
tentang pelanggan pada tiap-tiap segmen dan pola interaksi mereka dengan
perusahaan, termasuk pembelanjaan, tipe produk dan jasa yang dibeli, frekuensi
pembelian dan kontak. Tergantung bagaimana data dikumpulkan dan apakah
tersedia data pelanggan dari database perusahaan, banyak informasi dapat
diterapkan pada komponen-komponen profil ini. Sebagai tambahan, survei
pelanggan yang memberi masukan pada latihan segmentasi dapat menghasilkan
informasi berharga tentang hubungan pelanggan dengan perusahaan lain dalam
industri tersebut, penggunaan produk dan jasa yang mereka miliki, dan gaya
hidup mereka, termasuk aktivitas di waktu senggang, liburan dan penggunaan
media. Semua hal ini sangat berguna dalam mengembangkan profil yang kaya
dari segmen pelanggan yang mulai memungkinkan perusahaan untuk berkata
bahwa mereka memahami pelanggan. Tetapi nilai sebenarnya dari segmentasi
Sri Widyastuti
!!
227
hubungan berasal dari informasi yang diperoleh tentang sifat dan kesehatan
suatu hubungan pelanggan.
Salah satu informasi yang paling penting tentang nilai yang diciptakan
perusahaan bagi pelanggannya dapat secara rutin bertanya pada pelanggan
untuk mengindikasikan seberapa penting perusahaan yang mereka hubungi
menciptakan berbagai bentuk nilai. Kemudian meminta mereka untuk
memberikan rating pada perusahaan yang menjadi klien kami tentang sejauh
mana perusahaan menciptakan nilai bagi pelanggan-pelanggannya. Dengan
kemudian dapat menambahkan komponen nilai untuk ditambahkan pada profil
hubungan. Akhirnya, bagi perusahaan-perusahaan besar, yang telah melakukan
riset, suatu komponen penting yang mengukur seberapa sehat hubungan mereka
dengan pelanggan. Dilengkapi dengan data, yang menunjukkan posisi untuk
menyiapkan profil yang penuh wawasan bagi masing-masing segmen pelanggan
yang bukan hanya mengindikasikan kesehatan hubungan secara keseluruhan
seperti diukur oleh kepuasan pelanggan dan keseluruhan indeks ekuitas
hubungan, tetapi juga mengindikasikan sifat suatu hubungan. Bagi setiap
segmen pelanggan dapat mengindikasikan, sentuhan emosional dari hubungan
tersebut, di bagian mana hubungan tersebut kuat dan di bagian mana lemah,
dimensi hubungan yang mana yang penting dalam mempengaruhi keseluruhan
kepuasan, hubungan mana yang berada dalam bahaya, dan sebagainya. Riset
semacam ini akan menunjukan pada manajemen suatu arah yang akan menuju
pada suatu strategi untuk menangani hubungan yang rapuh, hubungan yang kuat
dan memerlukan intervensi minimum, dan hubungan yang memungkinkan sulit
untuk diselamatkan lagi.
7.3 Terintegrasi pada Pemasaran Hubungan
Membangun kepercayaan dari masyarakat perlu diprioritaskan baik
terhadap produk maupun perusahaan yang didorong pada faktor pelayanan
kepada pelanggan. Dalam perspektif manajemen pemasaran strategik
permasalahan tersebut dapat diatasi dengan penerapan Customer Relationship
Management( CRM) karena strategi ini berkorelasi dengan penciptaan kepuasan,
penciptaan keunggulan bersaing, peningkatan kualitas pelayanan dan hubungan
jangka panjang yang saling menguntungkan antara perusahaaan dengan
pelanggan. Untuk dapat mengimplementasikan strategi tersebut maka perlu
Sri Widyastuti !
!
!!
228
dianalisis faktor-faktor yang mempengaruhinya. Permasalahan yang
dikemukakan adalah bagaimana faktor yang fokus pada pelanggan inti, factor
organisasional, faktor teknologikal berpengaruh terhadap CRM dan bagaimana
pengaruh CRM terhadap kinerja perusahaan.
Komponen yang penting untuk menerapkan pandangan berbasis hubungan
sangat luas cakupannya dan membutuhkan input dan usaha keras dari semua
departemen. Kebanyakan dari hal yang memberikan kontribusi pada sukses
pendekatan berbasis hubungan hanya sedikit atau tidak ada hubungannya
dengan pemasaran seperti dilakukan oleh banyak perusahaan. Namun,
beberapa departemen harus terlibat dalam mengembangkan dan menerapkan
strategi hubungan, karena ini adalah filosofi berkenaan dengan bagaimana kita
memperlakukan pelanggan, bagaimana kita melayani mereka, bagaimana
menciptakan nilai bagi mereka bukan hanya tentang pemasaran. Departemen
lain paling tidak sama pentingnya dengan pemasaran dalam mencapai tujuan
dari membangun hubungan pelanggan.
Penerapan pemasaran hubungan tidak dapat hanya diserahkan pada
departemen pemasaran. Dalam konsep CRM yang perlu dipahami adalah bahwa
kekuatan sistem CRM terletak pada pendayagunaa sumber daya manusia,
karena yang akan memegang peran sentral dalam menjalankan sistem CRM itu
sendiri adalah sumber daya manusia. Senada dengan pernyataan tersebut,
Ferdinand (2000) mengatakan bahwa sumber daya perusahaan, salah satunya
adalah sumber daya manusia, maka harus dikelola dengan upaya-upaya yang
sistematis untuk menghasilkan superior value bagi pelanggan. Peralatan dari
fungsi pemasaran sangat penting jika pondasi yang solid harus dipasang sebagai
dasar untuk membangun hubungan pelanggan. Perusahaan harus memiliki
produk, harga, distribusi dan komunikasi yang tepat jika kita ingin memiliki
kesempatan untuk membangun hubungan sejati dengan pelanggan. Namun hal-
hal ini saja tidaklah cukup untuk memastikan bahwa sudah terbangun suatu
hubungan. Pada jaman di mana peralatan pemasaran menjadi makin bersifat
komoditas, kita harus melihat aspek lain tentang bagaimana perusahaan
berinteraksi dengan pelanggan dan dengan apa yang dapat ditawarkan untuk
menciptakan keunggulan kompetitif. Makin banyak perusahaan yang
Sri Widyastuti
!!
229
membangun hubungan berdasarkan aspek yang lebih ringan tentang bagaimana
berinteraksi dengan pelanggan.
Bagi perusahaan yang mempertimbangkan untuk menerapkan strategi
berbasis hubungan, salah satu poin kunci adalah bekerja bersama dengan klien,
dan harus ada komitmen dari perusahaan secara keseluruhan untuk melihat
penerapan strategi ini, mulai dari inisiatif sampai selesai. Dalam banyak kasus,
ini hanya dapat terjadi jika manajemen senior, terutama presiden dan CEO,
menyetujui ide ini. Tanpa dukungan mereka, tidak cukup tenaga pendorong
untuk mengatasi rintangan yang dihadapi selama tahap penerapan. Seringkali,
manajemen madyalah yang mendapat tugas untuk melanjutkan inisiatif ini. Salah
satu masalah dalam pendelegasian tanggung jawab adalah bahwa mereka yang
bertanggung jawab untuk menerapkan strategi cenderung melihat situasi
tersebut dengan “Pandangan yang hanya terarah pada diri sendiri” dan seringkali
menghadapi kesulitan untuk melihat semua permasalahan yang dihadapi. Jika
departemen pemasaran yang menggerakan insiatif seperti yang seringkali terjadi
mereka cenderung untuk melihat dunia bisnis melalui kacamata pemasaran dan
seringkali gagal untuk mengenali pentingnya melibatkan departemen
sumberdaya manusia, operasi, dan keuangan. Dengan apresiasi terhadap
bagaimana tindakan, program, dan kebijakan dari departemen-departemen lain
dari perusahaan menumbuhkan suatu perasaan dalam diri pelanggan, ada
sedikit harapan bahwa program hubungan pelanggan akan diterapkan dengan
sukses.
Sebuah model yang dapat digunakan untuk mendekati pelanggan dari
sudut pandang semua stakeholder perusahaan. Pikirkan yang mendasarinya
adalah bahwa pelanggan harus menjadi pusat dari segala interaksi, dengan
semua stakeholder berfokus pada memuaskan pelanggan dan semua keputusan
yang diambil harus memperhatikan pelanggan. Model ini juga dapat diterapkan
pada operasi internal dari perusahaan. Keterkaitan emosional hanya bisa
diciptakan dalam lingkungan pelayanan ketika ada ikatan emosional antara
karyawan dan pelanggan. Tanpa komitmen manajemen dan karyawan untuk
memahami dan memperbaki interaksi pelanggan dengan perusahaan, segala
inisiatif apapun akan gagal bahkan sebelum dimulai. Departemen sumber daya
manusia harus dilibatkan dalam penerapan cara berfikir yang baru mulai dari
Sri Widyastuti !
!
!!
230
awal. Dibutuhkan suatu pelatihan dan kompensasi yang berfokus pada sukses
jangka panjang perusahaan.
Mendinamisasikan strategi, sumber daya manusia, teknologi, dan proses
seluruhnya penting bagi CRM, namun sumberdaya manusia itulah yang
membangun hubungan langsung dengan pelanggan. Sin et al., (2005)
mengatakan bahwa bagian tersulit untuk berorientasi pada CRM bukanlah
teknologi tetapi pengelolaan sumber daya manusia. Pemasaran internal, dimana
sumberdaya manusia dan pemasaran bertemu akan menanamkan kepada para
karyawan mengenai pentingnya layanan dan orientasi pelanggan. Keempat
proses pemasaran internal yang signifikan meliputi pelatihan dan pendidikan
pasar,komunikasi internal, sistem penghargaan dan keterlibatan pegawai. Jika
tujuannya dalah jangka pendek, komisi dan hal-hal semacamnya mungkin akan
memaksa karyawan untuk membuat keputusan yang tidak memperhatikan
penciptaan hubungan jangka panjang dengan pelanggan.
Buttle (2007) bahwa CRM adalah strategi inti dalam bisnis yang
mengintregasikan proses-proses dan fungsi-fungsi internal dengan semua
jaringan eksternal untuk menciptakan serta mewujudkan nilai bagi para
konsumen sasaran secara profitable dan CRM didukung oleh data konsumen
yang berkuaitas dan teknologi informasi. Departemen TI (Teknologi Informasi)
harus dilibatkan dalam keseluruhan proses penerapan, mereka dipandang
sebagai pemasok informasi bagi proses tersebut dan tidak bertanggung jawab
untuk menggerakan penerapan tersebut. Bisa saja terjadi departemen TI, yang
karena berbagai alasan, telah terlalu jauh dilibatkan dalam penerapan
pendekatan tersebut, dengan hasil akhirnya strategi pemasaran hubungan
menjadi penerapan yang mirip dengan model pemasaran hubungan pelanggan
(CRM), di mana pembangunan hubungan pelanggan sejati digantikan oleh
inisiatif yang digerakkan oleh database yang diarahkan pada pelanggan yang
tidak sadar dan tidak apresiatif.
Komitmen sumberdaya organisasi harus mengikuti setelah pembuatan
desain struktur organisasional dan mengintegrasikan komponen-komponen
organisasi yang terlibat secara tepat. Khususnya, sumberdaya pemasaran,
keahlian teknis, serta sumberdaya yang meningkatkan keistimewaan layanan
semuanya memang harus ada. Kesuksesan akuisisi, pengembangan, retensi dan
Sri Widyastuti
!!
231
reaktivasi pelanggan seluruhnya memerlukan komitmen perusahaan terhadap
waktu dan sumberdaya menuju pengidentifikasikan dan pemuasan kebutuhan
para pelanggan kunci (Sin, et al., 2005). Departemen TI harus mampu
merancang dan menerapkan sistem informasi yang memenuhi persyaratan
strategi membangun hubungan perusahaan tersebut. Dalam beberapa kasus,
beberapa informasi penting mungkin telah tersedia; pada saat lain, mungkin
informasi itu tersedia dalam format yang belum pernah digunakan. Semua
tergantung pada departemen TI untuk mengidentifikasi informasi apa yang
tersedia sekarang ini dan memahami apa yang harus dilakukan untuk
mengubahnya dalam format yang akan mendukung strategi berbasis hubungan
yang baru. Sisi pengoperasian bisnis harus dilibatkan untuk memastikan bahwa
sistem dan proses telah dimanfaatkan secara optimal
Salah satu pemikiran kunci dari strategi berbasis hubungan adalah cara
perusahaan memperlakukan pelanggan. Ini adalah dasar untuk membuat
perusahaan berbeda dari pesaing. Jika perusahaan memperlakukan pelanggan
dengan benar, kemungkinan mereka untuk menjadi pelanggan yang terus-
menerus kembali akan meningkat. Model pemicu kepuasan pelanggan untuk
pertama kalinya, ini berarti lebih dari sekadar menjual produk yang baik dengan
harga yang baik pula. Itu juga berarti memberikan pada pelanggan penawaran-
penawaran lain yang menambah nilai bagi pelanggan dan juga sangat
menekankan pada penciptaan pengalaman yang positif bagi pelanggan setiap
kali dia melakukan kontak dengan perusahaan. Dengan melakukan pendekatan
ini, menjadi mungkin untuk membuat perusahaan berbeda dari pesaingnya.
Berbagai definisi CRM sudah dijabarkan dan dikupas pada bab-bab
sebelumnya bahwa relationship marketing dan CRM memiliki definisi yang
hampir sama, yaitu (1) berpusat pada hubungan penjual -pelanggan (2)
hubungan tersebut sifatnya jangka panjang dan (3) kedua pihak mendapat
manfaat di dalam hubungan yang dibuat (simbosis mutualisme). Sedangkan
CRM dan konsep relationship marketing bisa dianggap sebagai budaya atau nilai
organisasional yang berbeda dengan menempatkan hubungan pembeli-penjual
di pusat pemikiran strategik atau operasional perusahaan. Walaupun CRM dan
relationship marketing memilikikesamaan tetapi kedua konsep tersebut juga
memiliki perbedaan-perbedaan penting. Adapun perbedaan tersebut adalah (1)
relationship marketing adalah lebih bersifat strategik sedangkan CRM digunakan
Sri Widyastuti !
!
!!
232
di dalam pengertian yang lebih taktis (Ryals & Payne, 2001; Zablah et al., 2004);
(2) relationship marketing adalah relatif lebih bersifat emosional dan perilaku,
terpusat pada variabel-variabel misalnya ikatan, empati, timbal balik, dan
kepercayaan (Yau, et al., 2000), sedangkan CRM lebih bersifat manajerial,
difokuskan pada bagaimana manajemen bisa membuat usaha-usaha yang
terpadu di dalam upaya menarik, memelihara dan meningkatkan hubungan
pelanggan; (3) relationship marketing tidak hanya sekedar mencakup hubungan
suplier-pelanggan (Gummesson, 2002), tetapi meliputi pembangunan hubungan
dengan stakeholder, misalnya suplier, pegawai internal, pelanggan, dan bahkan
pemerintah (Morgan & Hunt, 1994). sedangkan CRM lebih ditujukan untuk
membangun hubungan dengan para pelanggan kunci (Tuominen et al., 2004).
Untuk mengembangkan strategi berbasis hubungan, perusahaan harus
berkomitmen untuk menciptakan nilai bagi pelanggan. Definisi dari nilai harus
dipandang dari sudut pandang pelanggan, bukan dari sudut pandang
perusahaan, karena pelanggan mungkin mendefinisikan nilai secara sangat
berbeda. Perusahaan harus menawarkan bentuk nilai yang berbeda pada
segmen pelanggan yang berbeda untuk menciptakan nilai melalui hubungan
yang dimiliki perusahaan dengan pelanggan. Hal ini meliputi emosi positif yang
ditumbuhkan dalam diri pelanggan saat berhubungan dengan perusahaan; bukan
hasil langsung dari produk atau harga yang ditetapkan perusahaan. Ini
merupakan hasil dari memperlakukan pelanggan dengan hormat dan membuat
mereka merasa istimewa. Ketika berhasil mencapai tahap loyalitas pelanggan
sejati, dengan semua hasil yang telah diperoleh, perusahaan juga mencapai
tingkatan yang sangat diinginkan saat pelanggan mulai menyebut penyedia jasa
mereka sebagai “hotel saya” dan “mobil saya”. Dengan emosi positif dari
pelanggan tersebut dapat menyebutkan dirinya unggul dalam persaingan. Sesuai
dengan teori yang dikemukakan oleh Gharehbashloni & Seivy et al. (2014) dan
Kandampully & Duddy (1999), yang menyatakan pemasaran kerelasian
berpengaruh positif signifikan terhadap keunggulan bersaing perusahaan dan
selaras pula dengan penelitian Marina (2017) bahwa pada akhirnya perusahaan
yang menerapkan pemasaran kerelasian berpengaruh terhadap keunggulan
bersaing positif dan signifikan, artinya semakin tinggi nilai pemasaran kerelasian
akan meningkatkan keunggulan bersaing.
Sri Widyastuti
!!
233
DAFTAR PUSTAKA
Abhijith, H., Mary, A.R. and Christopher D.H., 2009. Examining the customer
equity framework from a consumer perspective. Brand Management. Palgrave Macmillan 1350-23IX Vol. 17, 3, 165–180.
Ahasanul, H., Khaliq A. and Syeada, I.J. 2010. Shariah observation: advertising practices of Bank Muamalat in Malaysia. Journal of Islamic Marketing. Bingley. Vol. 1, Edisi 1; pg. 70.
Amalia, E. M. 2006. Membangun Brand Image, (ON-LINE), http://www.swa.co.id/ sekunder/konsultasi/pemasaran/branding/details.php?cid=4&id=1 26
Andri Donnal Putera, Kompas.com dengan judul "Jumlah Pembeli "Online" Indonesia Capai 11,9 Persen dari Populasi", https://ekonomi.kompas.com/read/ 2018/09/07/164100326/jumlah-pembeli-online-indonesia-capai-119-persen-dari -populasi.
Asnan F., Teddy P., & Tengku E.B. 2009. Designing competitive loyalty programs: How types of program affect customer equity. Journal of Targeting, Measurement and Analysis for Marketing. 17, 307 – 319.
Barnes, J. G. 2003. Establishing meaningful customer relationships: Why some companies and brands mean more to their customers. Managing Service Quality, Vol.13. No. 3, pp. 178-186.
Barnes, J.G. 2003. Secret of Customer Relationship Management, Rahasia Manajemen Hubungan Pelanggan, Ed II. Yogyakarta. Penerbit Andi.
Bena, I. 2010. Evaluating customer satisfaction in banking services. Management & Marketing. Vol. 5, Edisi 2; pg. 143, 8 pgs.
Bernd S., Manuel B. and Lutz H. 2011. Customer equity sustainability ratio: A new metric for assessing a firm’s future orientation. Journal of Marketing. Vol. 75, 118 –131.
Bick, G.N.C. 2009. Increasing shareholder value through building customer and brand equity. Journal of Marketing Management, Vol. 25, No. 1-2, Pp. 117-141.
Carthy, M.C. and Jerome. E. 1985. Dasar-dasar pemasaran. Jakarta. Penerbit Erlangga.
Chan, S. 2003. Relationship Marketing: Inovasi Pemasaran yang Membuat Pelanggan Bertekuk Lutut, Jakarta: Gramedia.
Cravens, W. D. and Piercy, F.,N. 2013. Strategic Marketing, Tenth Edition, Mc Graw-Hill Irwin, New York.
Duck, S. and Wood, Y. 1995. Under-studied relationships. SAGE Publications, Pp 280.
Durianto, dkk. 2004. Brand Equity Tren Strategy Memimpin Pasar. Jakarta PT.Gramedia Pustaka Utama.
Fandy, T. 2008. Strategi Pemasaran, Edisi Kedua. Yogyakarta: Penerbit Andi. Ferdinand, A.T. 2000. Manajemen pemasaran: Sebuah pendekatan stratejik.
Research Paper, Program Studi Magister Manajemen, Universitas Diponegoro, Semarang, pp. 1-56.
Sri Widyastuti !
!
!!
234
Gharehbashloni, R. and Seify, M. 2014. Investigating the effect of relationship marketing on competitive advantage: Isfahan’s REFAH Chain Stores. International Journal of Academic Research in Business and Social Sciences, Vol. 4, No. 2. ISSN: 2222-6990.
Gronross, C. 1990. Service Management and Marketing, Lexington Books, Lexington.
Gummesson, E., 2002, Total Relationship Marketing, Elsevier Ltd, Ohio.Hollensen, Svend, 2003. Marketing Management: A Relationship Approach, USA: Prentice Hall.
Gunawan. 2013. Pengaruh brand positioning terhadap loyalitas pelanggan surat kabar pikiran rakyat (Survey terhadap pembaca surat kabar Pikiran Rakyat di Kota Bandung), Edunomic, Jurnal Ilmiah Pend. Ekonomi, Volume 1 Nomor 2, Hal. 136-141.
Hasan, A. 2013. Marketing dan Kasus – Kasus Pilihan. Yogyakarta: Penerbit CAPS (Center for Academic Publishing Service).
Hazra, S.G. and Kailash B. L. S. 2009. Impact of service quality on customer loyalty, commitment and trust in the Indian banking sector. IUP Journal of Marketing Management. Vol. 8, Edisi 3/4; pg. 74, 22 pgs.
Hermawan, K. dan Muhammad, S. 2006. Marketing Syariah, Bandung: Mizan Pustaka, 166-167. http://www.drdobbs.com/architecture-and-design/segmenting-the-e-market/184411413
https://www.beritasatu.com/iptek/433988/aplikasi-traveloka-tembus-15-juta-pengunduh
https://www.hestanto.web.id/clv/ https://id.techinasia.com/perubahan-aplikasi-mobile-traveloka Hu, H.H. 2009. Relationships and impacts of service quality, perceived value,
customer satisfaction, and image: Ån empirical study. The Service Industries Journal. Vol. 29, No. 2, pp 111–125.
Jatmiko and Setyawati, L.S. 2015. Pengaruh Brand Positioning dan Brand Equity terhadap Keputusan Pembelian Sepeda Motor Yamaha. Jurnal Ekonomi, Volume 6 Nomor 2, Hal 18-32.
Johnson, J.L. 1999. Relationship quality in business-to-business service context. Journal of Marketing, Vol. 24 No. 3, pp. 45-67.
Kandampully, J., and Duddy, R., 1999, Competitive advantage through anticipation, innovation and relationhips. Management Decision. Vol. 37 ISSN 1, pp. 51– 56.
Katadata.co.id dengan judul ["Usia Produktif Mendominasi Pengguna Internet"] , https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2018/02/23/usia-produktif-mendominasi-pengguna-internet
Keller, K. L. 2008. Strategic Brand Management, Building, Measuring,and Managing Brand Equity, 3 rd Edition, Prentice Hall.
Khasanah, I. 2013. Analisis pengaruh ekuitas merek terhadap keputusan pembelian mie instan Sedap di Semarang. Jurnal Dinamika Manajemen, 4(1),hal.93-102
Kimberly, S.S. and Radesh, P. 2008. Applying customer equity to the convention industry. International Journal of Contemporary Hospitality Management. Bradford:. Vol. 20, Iss. 6; pg. 631.
Sri Widyastuti
!!
235
Kotler, P. & Keller, K.L. 2012. Marketing Management Edisi 14, Global Edition. Pearson
Kotler, P. & Keller, K.L. 2009. Manajemen Pemasaran. 1 jld.Edisi 12.: Indeks, Jakarta.
Kotorov, R. 2003. Customer manajemen hubungan: pelajaran strategis dan arah masa depan. Business Process Management Journal, vol. 9, no. 5, hal 566-571.
Lubis, S. M. 2013. Pengaruh kualitas pelayanan terhadap kepuasan. pelanggan Arumas Hotel Lubuk Sikaping. E-Jurnal Apresiasi Ekonomi. Vol, 1. No, 2, Hal 183-191.
Lukas, A.P. 2006. Makalah Seminar. Customer and Partner Relationship Management. Telematic Research Group.
Lovelock, C. and Wirtz, J. 2011. Service Marketing, Global Edition, Seventh Edition, Pearson.
Marina, 2017. Pemasaran kerelasian dan keunggulan bersaing unit bisnis kargo PT. Garuda Indonesia. Jurnal Manajemen Transportasi & Logistik - Vol. 04 No. 03, pp 267-276
Mark, S. R. and IpKin A.W. 2009. Modeling customer equity, servqual, and ethnocentrism: a Vietnamese case study. Journal of Service Management, Vol. 20 No. 5, pp. 544-560.
Maznah, W.O. and Ali, M.N.M. 2010. Brand loyalty and relationship marketing in Islamic Banking System. Canadian Social Science. Montreal: Vol. 6, Edisi 1; pg. 25, 8 pgs.
Mc Carthy, E.J. and Perreault, W.D. 1996. Dasar-Dasar Pemasaran. Jakarta : Erlangga.
Michael, B., and David A. S., (2011). Modeling customer lifetimes with multiple causes of churn. Marketing Science 30(5), pp. 881–902
Mintzberg, H. 1993. Structure in Fives, Designing Effective Organizations, New Jersey : Prentice hall.
Mohammed, A. A. and Rashid, B. 2012. Customer Relationship Management (CRM) in Hotel Industry: A framework Proposal on the Relationship among CRM Dimensions Marketing Capabilities and Hotel Performance. International Review of Management and Marketing , Vol. 2, No. 4, 2012,Pp 220-230.
Morgan, R. and Hunt, S., 1994, The commitment-trust theory of relationship marketing, Journal of Marketing. Vol. 58. No 3, pp. 20-38. Buttle, F., 2007, Customer Relationship Management (Manajemen Hubungan Pelanggan) : Concept and Tools. Bayumedia Publishing, Malang.
Noe, R., Hollenbeck, J., Gerhart, B. and Wright, P. (2010) Human Resource Management: Gaining a Competitive Advantage. McGraw Hill, New York.
Nykamp, M., 2004, The customer differential: The complete guide implementing customer relationship management. New York. AMACOM.
Ryals, L. and Payne, A., 2001, Customer relationship management in financial services: Towards information-enabled relationship marketing, Journal of Strategic Marketing, Vol. 9, pp. 534-42.
Senge, P., 2000, School That Learn A Fifth Dicipline: Fieldbook for educator, Parent, Everyone Who Care About Education. New York.
Sheth, J.N, Parvatiyar, P. and Shainesh, G., 2002. Customer Relationship Management: Emerging Concepts, Thools, and Application. New Delhi: Tata-McGrawHill.
Sri Widyastuti !
!
!!
236
Sin, L., Tse, A. and Yim, F. (2005), CRM: Conceptualisation and scale development, European Journal of Marketing, Vol. 39 Nos 11/12, pp. 1264-1290.
Simamora, B. (2008). Riset Pemasaran, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama Storbacka, K. and Lehtinen, J. 2002, Customer Relationship Management,
Creating Competitive Advantage through Win-win Relationship Strategies, Mc Graw-Hill Book Co, Singapore.
Sunghyup, S.H. 2009. Managing long-term customer value in the theme park industry: a customer equity-based approach. Journal of Travel and Tourism Research (Online). Kusadasi-Avdin: pg. 28, 27 pgs.
Temporal, P. 2006. Asia’s Star Brands. John Wiley & Sons (Asia) Pte Ltd, Singapore
Tjiptono, F. dan Chandra, G., 2012, Pemasaran Strategik. Yogyakarta, ANDI. Tiwana, A. 2003. The Knowledge Management Toolkit, Second Edition, Prentice
Hall. Tuominen, H., et. al. 2004. Adolescents’ achievement goal orientations, goal
appraisals, and subjective well-being: A person-centered approach. Finland: University of Helsinki, Finland, Finnish Institute of Occupational Health. http://self.uws.edu.au.
Verena V., Heiner E. and Ramaseshan, B. 2008. Customer equity drivers and future sales. Journal of Marketing. American Marketing Association, Vol. 72,98–108.
Widjaja, M., Wijaya, S. dan Jokom, R. 2007. Analisis penilaian konsumen terhadap ekuitas merek Coffee Shops Di Surabaya, Jurnal Manajemen Perhotelan, Vol.3, No.2, Hal 89-101.
Wen C., Chen C. and Qianpin L. 2012. Customer lifetime value: A review, social behavior and personality. Social Behavior And Personality, 40(7), 1057-1064.
Xavier, D. and André B. 2009. Moving from customer lifetime value to customer equity. Quant Mark Econ 7, Springerlink.com, 289-320.
Yau, O., Lee, J., Chow, R., Sin, L. and Tse, A. 2000. Relationship marketing: The Chinese way, Business Horizon, Vol. 43 No. 1, pp. 16-24.
Zablah, A.R., Bellenger, D.N. and Johnston, W.J. 2004. An evaluation of divergent perspectives on customer relationship management: Towards a common understanding of an emerging phenomenon, Industrial Marketing Management, Vol. 3 No. 6. Pp.475-89.
Sri Widyastuti
!!
237
!!!
GLOSARIUM
A
Aset : Semua sumber ekonomi atau kekayaan yang dimiliki oleh suatu entitas yang diharapkan dapat memberikan manfaat usaha di masa yang akan datang.
Aset Kepemilikan Lainnya (Property Brand Assets)
: Ekuitas merek yang dapat memberikan nilai, baik bagi perusahaan maupun bagi konsumen.
Asosiasi Merek (Brand Association)
: Segala hal yang berkaitan dengan ingatan mengenai merek. Asosiasi itu tidak hanya eksis, namun juga memiliki suatu tingkat kekuatan. Keterkaitan pada suatu merek akan lebih kuat apabila dilandasi pada banyak pengalaman atau penampakan untuk mengkomunikasikannya.
B
Behavioral Loyalty : Perilaku yang menunjukkan loyalitas pada sebuah merek dengan melakukan pembelian berulang dengan volume tertentu.
Below Zero Customer (BZC)
: • Pelanggan yang membuat rugi karena biaya untuk melayani mereka lebih besar dan pendapatan yang diterima.
Brand Equity : Persepsi total dari sebuah merek meliputi kualitas relatif dari produk dan jasa, performa finansial, loyalitas pelanggan, kepuasan, dan keseluruhan penghargaan terhadap sebuah merek. Semuanya tentang bagaimana perasaan pelanggan, karyawan, dan stakeholder lain terhadap sebuah merek.
Brand Experience : Kondisi dimana pelanggan bersedia membeli produk secara regular atau periodik, karena merasa cocok dengan produk tersebut.
Brand Identity : Persepsi tentang sebuah merek yang ingin perusahaan sampaikan kepada konsumen sehingga membentuk persepsi dari konsumen terhadap merek tersebut.
Brand Image : Apa yang konsumen pikirkan dan rasakan ketika mendengar atau melihat sebuah merek. Citra konsumen yang positif terhadap suatu merek lebih memungkinkan konsumen untuk melakukan pembelian. Merek yang lebih baik juga menjadi dasar untuk membangun citra perusahaan yang
Sri Widyastuti !
!
!!
238
positif. Brand Loyalty : Suatu ukuran keterkaitan pelanggan kepada
sebuah merek. Ukuran ini mampu memberikan gambaran tentang mungkin tidaknya seorang pelanggan beralih ke merek lain. Kemauan pelanggan menginvestasikan sumber dayanya untuk berhubungan dengan merek (active engagement).
Brand Personality : Asosiasi mengenai sebuah merek apabila merek tersebut layaknya manusia.
Brand Promise : Merek yang memberikan sebuah janji kepada konsumen, apa yang akan didapatkan konsumen ketika membeli merek perusahaan. Nike menawarkan atletis, kinerja, kekuatan, kesehatan yang baik, dan kesenangan.
Brand Recognition (pengenalan brand)
: Tingkat minimal brand awareness, di mana pengenalan suatu brand muncul lagi setelah dilakukan pengingatan kembali lewat bantuan (aided recall).
Brand Recall (pengingatan kembali brand)
: Pengingatan kembali brand tanpa bantuan (unaided recall).
Brand Switching : Perilaku konsumen yang menunjukkan pergantian dari merek produk yang biasa dikonsumsi dengan produk merek lain.
Business to Business : C
Co-Branding : Suatu strategi aliansi dimana satu produk atau jasa secara bersamaan diberi dua merek atau lebih dengan tujuan meningkatkan nilai ekuitas merek dari penggabungan kekuatan merek-merek yang berkolaborasi.
Consumer-to-Consumer : Merupakan salah satu model e-commerce dalam hal ini konsumen menjual secara langsung pada konsumen yang lain, atau dapat dapat juga dikatakan sebagai transaksi jual-beli antar konsumen. Konsumen juga membentuk komunitas pengguna atau penggemar suatu produk.
CRM : Pendekatan pelanggan yang berfokus pada pengembangan dan pemeliharaan hubungan jangka panjang dengan pelanggan untuk dapat memberikan nilai tambah bagi keduanya, baik untuk pelanggan maupun untuk perusahaan.
CRM : Sistem informasi yang terintegrasi yang digunakan untuk merencanakan, menjadwalkan, dan mengendalikan aktivitas-aktivitas prapenjualan dan
Sri Widyastuti
!!
239
pascapenjualan dalam sebuah organisasi Customer Lifetime Value (CLV)
: Nilai yang diwakili oleh pelanggan untuk perusahaan selama seluruh periode menjadi pelanggan di perusahaan itu. CLV mencakup semua transaksi moneter yang telah dilakukan hingga saat ini (profitabilitas pelanggan, CP) yang telah diberikan pelanggan kepada perusahaan serta apa saja yang akan berpotensi dihasilkan di masa depan.
Customer Relationship Management
: Inti proses bisnis lintas fungsional yang terkait dengan pencapaian nilai pemegang saham, ditingkatkan melalui pengembangan hubungan efektif dengan pelanggan utama dan segmen pelanggan.
Customer Relationship Management
: Strategi tingkat korporasi, yang berfokus pada pembangunan dan pemeliharaan hubungan dengan pelanggan.
Customer Service : Setiap kegiatan yang ditujukan untuk memberikan kepuasan melalui pelayanan yang diberikan seseorang kepada kliennya dalam menyelesaikan masalah dengan memuaskan. Pelayanan yang diberikan termasuk menerima keluhan atau masalah yang sedang dihadapi.
D
Digitalisasi (digitizing) : Merupakan sebuah terminologi untuk menjelaskan proses alih media dari bentuk tercetak, audio, maupun video menjadi bentuk digital.
Digitalisasi informasi
: Proses mengubah berbagai informasi, kabar, atau berita dari format analog menjadi format digital sehingga lebih mudah untuk diproduksi, disimpan, dikelola, dan didistribusikan.
E
Ekuitas Pelanggan : Gabungan nilai seumur hidup pelanggan dari semua pelanggan baru dan pelanggan potensial. Ekuitas pelanggan bisa menjadi ukuran kinerja perusahaan yang lebih baik.
E-commerce/ Electronic Commerce
: Penyebaran, pembelian, penjualan, pemasaran barang dan jasa melalui sistem elektronik seperti internet atau televisi, www, atau jaringan komputer lainnya.
H
Hubungan Merek : Hubungan sejati dan spesifik dengan merek bagi
Sri Widyastuti !
!
!!
240
setiap individu dan didasarkan pada pengalamannya seiring berjalannya waktu. Hubungan merek tidak dikembangkan sendirian atau sebagian besar oleh program pemasaran yang efektif, atau paling tidak pemasaran dalam artian tradisional.
I
Internet : Suatu jaringan komunikasi global yang menghubungkan milyaran jaringan komputer secara terbuka dengan menggunakan sistem standar global transmission control protocol/ internet protocol suite (TCP/ IP).
K
Karakteristik Merek : Merek mempunyai karakteristik yang dapat membedakan suatu produk dengan produk yang lainnya.
Kepuasan Pelanggan : Perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan kinerja (hasil) produk yang dipikirkan terhadap kinerja yang diharapkan.
Kesadaran Merek (Brand Awareness)
: Kesanggupan konsumen (atau calon pembeli) dalam mengingat kembali (recognize) atau mengenali (recall) bahwa suatu merek merupakan suatu bagian dari kategori produk tertentu. Kemampuan seorang pelanggan untuk mengingat suatu merek tertentu atau iklan tertentu secara spontan atau setelah dirangsang dengan kata-kata kunci.
Keunggulan Kompetitif/ Bersaing
: Kemampuan yang diperoleh melalui karakteristik dan sumber daya suatu perusahaan untuk memiliki kinerja yang lebih tinggi dibandingkan perusahaan lain pada industri atau pasar yang sama.
Konektor/Connectors : Segmen ini menggunakan Internet terutama untuk berhubungan dengan orang lain melalui layanan obrolan, mencoba mencari tahu apa yang tersedia untuk mereka dan apa yang memiliki nilai.
M
Manajemen : Sebuah proses perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya untuk mencapai sasaran secara efektif dan efesien.
Menciptakan Nilai Bagi Pelanggan
: Perusahaan tidak hanya ingin mendapatkan pelanggan yang menguntungkan, tetapi
Sri Widyastuti
!!
241
membangun hubungan yang akan mempertahankan dan menumbuhkan "pangsa pelanggan“
Most Growable Customer (MGC)
: Pelanggan yang akan menjadi sangat berharga bila kita mampu menjalin lebih banyak lagi bisnis dengan mereka (meski saat ini belum begitu berharga).
Most Valuable Customer (MVC)
: • Pelanggan yang saat ini memberikan profit besar bagi perusahaan.
N
Nilai Pelanggan/ Customer Value
: Selisih antara manfaat yang diperoleh pelanggan dari suatu produk atau jasa dengan upaya dan pengorbanan yang dilakukannya untuk mendapatkan dan menggunakan produk itu. Setiap pelanggan memiliki terminologi tersendiri mengenai suatu nilai tawaran, di mana nilai tersebut dapat memenuhi kebutuhan khusus dari pelanggan tersebut. Dengan memahami kebutuhan mereka, maka perusahaan dapat memenuhi value yang dimaksud pelanggan dan dengan begitu akan mendorong mereka untuk terus melakukan pembelian terhadap produk atau jasa perusahaan.
P
Pelanggan
: seseorang yang menjadi terbiasa untuk membeli dari anda. Kebiasaan itu terbentuk melalui pembelian dan interaksi yang sering selama periode waktu tertentu.
Pemasaran : Aktivitas, serangkaian institusi, dan proses menciptakan, mengomunikasikan, menyampaikan, dan mempertukarkan tawaran yang bernilai bagi pelanggan, klien, mitra, dan masyarakat umum
: Proses di mana perusahaan menciptakan nilai bagi pelanggan dan membangun hubungan pelanggan yang kuat untuk menangkap kembali nilai dari pelanggan
Penyederhanaan/ Simplifiers
: Segmen pengguna internet yang sulit untuk dilayani dan mudah hilang, karena mereka menginginkan kemudahan akses dan kenyamanan ujung ke ujung. Penyederhanakan seperti informasi produk yang tersedia, layanan pelanggan yang dapat diandalkan, dan pengembalian yang mudah, dan mereka merespons secara positif terhadap bukti apa pun yang disampaikan melalui iklan atau pesan di tempat, bahwa lebih mudah atau lebih cepat untuk melakukan bisnis secara online
Sri Widyastuti !
!
!!
242
daripada offline. Persaingan : Suatu proses sosial di mana sesorang atau
sekelompok orang yang berusaha mengalahkan pihak lain tanpa menggunakan ancaman atau kekerasan.Tujuannya mencapai sesuatu yang lebih daripada yang lainnya, baik itu dalam bentuk harta benda maupun dalam bentuk popularitas.
Persepsi : Tindakan menyusun, mengenali, dan menafsirkan informasi sensoris guna memberikan gambaran dan pemahaman tentang lingkungan.
Personalization/ Customization
: Membuat produk atau program memotivasi pelanggan yang disesuaikan dengan keinginan pelanggan secara terus menerus dengan menggunakan semua informasi yang telah didapat sebelumnya.
Perusahaan : Organisasi yang didirikan oleh seseorang atau sekelompok orang atau badan lain yang kegiatannya melakukan produksi dan distribusi guna memenuhi kebutuhan ekonomis manusia. Berbagai faktor produksi, yaitu manusia, alam dan modal digabungkan untuk melakukan kegiatan produksi dan distribusi.
Perusahaan Kecil : Kegaiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih dan hasil penjualan tahunan serta kepemilikan sebagaimana diatur dalam undang-undang. Kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil adalah kegiatan ekonomi yang dimiliki dan dapat menghidupi sebagian besar rakyat. Di sini termasuk usaha kecil informal dan usaha kecil tradisional.
Peselancar/Surfers : Segmen pengguna internet karena berbagai alasan (misalnya, untuk menjelajahi, berbelanja, menemukan informasi, dan dihibur), tetapi bergerak cepat di antara situs, terus mencari pengalaman online baru. kegiatan menjelajahi dunia maya /Internet yang biasanya disebut dengan browsing. Surfing biasanya bertujuan untuk mencari informasi, mendownload , menggunakan jejaring social seperti facebook, twitter dan lain-lain, atau hanya sekedar untuk bersenang-senang saja/ hiburan.
Point of Difference/ PODs
: Menjadi dasar dalam menentukan targer pasar dan positioning bagi produk atau jasa. PODs yang diciptakan akan ditujukan kepada target pasar yang relevan dengan value yang ditonjolkan
Point of Parity/POPs : Sebagai filter utama bagi satu perusahaan untuk masuk ke industri tertentu. POPs merupakan atribut atau benefit utama yang wajib dimiliki oleh semua perusahaan dalam suatu industri.
Posisi Merek/Brand : Tindakan merancang (designing) penawaran dan
Sri Widyastuti
!!
243
Positioning
citra perusahaan (company’s offering and image) untuk menempati tempat khusus di benak target pasar.
Proposisi Nilai : Konsep yang berfokus pada apa yang dapat ditawarkan perusahaan pada pelanggan yang dianggap bernilai, dan sebagai hasilnya akan memberikan kontribusi pada kepuasan pelanggan yang meningkat.
R
Retensi Pelanggan : Bentuk keterkaitan batin antara pelanggan dengan produsen yang ditandai dengan pembelian yang berulang dan pada dasarnya bersifat jangka panjang
Routiners : Segmen ini menggunakan Internet untuk mendapatkan informasi. Sesuai namanya, orang-orang ini adalah pengunjung rutin yang suka berita.
S
Segmen pelanggan : Strategi pemasaran untuk membagi pelanggan pada kotak-kotak tertentu melalui sebuah ukuran yang telah ditentukan.
Sponsorship : Dukungan finansial atau materi pendukung kepada suatu organisasi, orang, atau aktivitas yang dipertukarkan dengan publisitas merek dalam suatu hubungan kerjasama. Sponsorship dapat membedakan sekaligus meningkatkan nilai suatu merek.
Sporters : Segmen ini menggunakan Internet untuk melihat konten sebagai hiburan, sehingga situs harus segar, berwarna, dan interaktif untuk menarik mereka.
Strategi : Pendekatan secara keseluruhan yang berkaitan dengan pelaksanaan gagasan, perencanaan, dan eksekusi sebuah aktivitas dalam kurun waktu tertentu.
T
Tawar-menawar/ Bargainers
: Segmen pengguna internet yang suka melakukan tawar-menawar terutama peduli pada upaya mendapatkan penawaran yang bagus. Konsumen yang secara ekonomi merasa tidak aman di masa krisis namun mereka menyikapinya dengan sangat rasional dan dengan perencanaan yang baik. Bargainers adalah jenis konsumen yang adaptif, artinya cakap melakukan penyesuaian-penyesuain
Sri Widyastuti !
!
!!
244
!!!!!!!!!!!!!!!!!!! !
ketika kemampuan daya belinya terpangkas. Mereka tahu persis bahwa daya beli yang menurun harus diikuti dengan pengurangan konsumsi, pengurangan pengeluaran, seleksi produk secara lebih cermat, atau bahkan brand switching kalau diperlukan, karena itu disebut smart consumers.
Teknologi : Keseluruhan sarana untuk menyediakan barang-barang yang diperlukan bagi kelangsungan dan kenyamanan hidup manusia. Penggunaan teknologi oleh manusia diawali dengan pengubahan sumber daya alam menjadi alat-alat sederhana.
: Teknologi komputer, telekomunikasi, informasi, transportasi, dan teknologi lain telah menciptakan cara baru yang menarik untuk mempelajari dan melacak pelanggan dan menciptakan produk dan jasa yang disesuaikan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan perorangan.
Top of Mind (Puncak Pikiran)
: Merek yang disebutkan pertama kali oleh konsumen atau yang pertama kali muncul dalam benak konsumen, atau merek tersebut merupakan merek utama dari berbagai merek yang ada dalam benak konsumen.
U
Unware of Brand (tidak menyadari merek)
: Tingkat paling rendah dalam piramida brand awareness di mana konsumen tidak menyadari adanya suatu merek.
Sri Widyastuti
!!
245
A Aset,10,12,37,40,43,50,60,130,223. Aset Kepemilikan Lainnya (Property Brand Assets),130. Asosiasi Merek,130,132,133,134. B Behavioral Loyalty,141. Below Zero Customer (BZC),165. Brand Equity, 59,130,131,133,136 Brand Experience,131. Brand Identity,130. Brand Image,131,137,138. Brand Loyalty,142,136. Brand Personality,139, Brand Promise,131. Brand Recognition,140. Brand Recall,140. Brand Switching,173. Business to Business,181. C Co-Branding,181. Consumer to Consumer,176. Customer Relationship Management/ CRM,2,29,31,36,84,180,181,182,227,288,230,231,232. Customer Lifetime Value/CLV,32,33, 34,35,36,54,55,59,60,61,168. Customer Service,15,16,168. D Digitalisasi,161. E E-commerce,161,168,169,175,177, 178,199,200,201. Ekuitas merek,123,130,131,132,133, 135,138,142,145. Ekuitas Pelanggan,13,28,32,33, 34,35,49,54,59,61,224. Ekuitas Hubungan Pelanggan,40,61, 68,227.
H Hubungan merek,45,66,125,126,128, 129,130,134,135,143,145,146,147, 148,149,150,156,157,158,159,160, 219,220. Hubungan pelanggan,1,2,3,4,5,8,12, 14,15,19,21,23,29,30,33,35,37,38,39,40,41,43,44,45,46,47,48.49,53,54, 55,56,57,58,59,60,61,62,63,64,65,66,67,68,84,85,86,89,90,91,102,103, 109,111,113,117,119,121,130,135, 146,147,149,155,156,157,158,159, 160,161,162,163,164,167,168,182, 183,187,189,191,199,200,201,202, 203,204,206,207,208,209,210,212, 213,214,215,216,221,223,224,225,226,227,228,229,230,232. I Internet,9,21,66,67,79,83,84,112,113,114,134,148,161,162,163,168,169, 171,172,173,174,175,178,179,183, 184,186,187,188,189,190,191,192, 193,195,196,197,198,199,200,201, 202,203,204,206,207,208,211,. K Karakteristik Merek,125,126. Kepuasan Pelanggan,1,2,3,4,11,12, 14,16,17,23,24,25,27,29,37,38,39,41,44,45,46,47,54,56,57,58,63,64,67, 94,107,137,163,182,183,184,193, 204,207,213,214,215,216,217,227. Kesadaran Merek(Brand Awareness),125,126,130,132,133, 137,143. Keunggulan Kompetitif/Bersaing, 8,13,31,68,121,133,209,210,211,212,217,227,228,232. Konektor/Connectors,171,173, 174,179,180. M Manajemen,2,4,5,16,17,28,29,30,31,32,33,35,36,37,45,46,47,48,54,59,60
INDEKS !
Sri Widyastuti !
!
!!
246
63,64,65,66,67,69,70,73,75,77,78,83,84,85,90,95,97,99,102,103,107,111,115,119,134,135,145,160,164,165, 166,167,168,180,184,195,209,214, 215,216,221,224,226,227,229,232. Menciptakan Nilai Pelanggan,24,227. Most Growable Customer (MGC), 165. Most Valuable Customer (MVC),159. N Nilai Pelanggan/Customer Value, 24,25,28,31,38,44,48,49,50,52,59,61,65,82,96,141,193. P Pelanggan,1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12,13,14,15,16,17,18,19,20,,21,22,23,24,25,26,27,28,29,30,31,32,33,34,35,36,37,38,39,40,41,42,43,44,45,46,47,48,49,50,51,52,53,54,55,56,57,58, 59,60,61,62,63,64,65,66,68,69,70,71,72,73,74,75,76,77,78,79,80,81,82, 83,84,85,86,87,88,89,90,91,92,93,94,95,96,97,98,99,100,101,102,103, 104,105,106,107,108,109,110,111, 112,113,114,115,116,117,118,119, 120,121,122,123,124,125,126,127, 128,129,130,131,132,133,134,135, 136,137,138,139,140,141,142,143, 145,147,148,149,151,152,153,154, 155,156,157,158,159,160,161,162, 163,164,165,166,167,168,170,171, 172,173,174,175,176,177,178,179, 180,181,182,183,184,185,186,187, 188,189,200,201,202,203,204,205, 206,207,208,209,210,211,212,213, 214,215,216,217,218,219,220,221, 223,224,225,226,227,228,229,230, 231,232. Pemasaran,1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11, 12,13,15,16,17,19,20,21,22,27,28,30,33,35,36,38,40,41,42,43,45,48,50, 61,67,84,91,107,111,118,125,126, 129,131,133,147,150,154,157,167, 168,181,182,209,210,211,212,214, 215,218,219,220,221,223,225,227,228,229,230,232.
Penyederhanaan/Simplifiers,171,173,174,179,180. Persaingan,18,27,36,74,90,94,109, 110,111,114,127,133,146,163,167, 232. Persepsi,23,48,49,58,61,84, 124,132,134,138,145,167,215. Personalization/Customization,166. Perusahaan,1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12,13,14,15,16,17,18,19,20,21,22,23,24,25,26,27,28,29,30,31,32,33,34,35,36,37,38,39,40,41,42,43,44,45,46 ,47,48,49,50,51,52,53,54,55,57,58, 59,60,61,62,63,64,65,66,67,68,69,70,71,72,73,74,75,76,77,78,79,80,81, 82,83,84,85,86,87,88,89,90,91,92,93,94,95,96,97,98,99,100,101,102,103,104,105,107,108,109,110,111,112, 113,114,115,116,117,118,119,120, 121,122,123,124,125,126,127,128, 130,131,132,133,134,135,136,137, 138,139,144,145,146,147,148,149, 150,151,152,153,154,155,156,157, 158,159,160,161,162,163,164,165, 166,167,168,174,175,180,181,182, 183,184,185,186,187,188,189,190, 191,192,193,194,195,196,197,198, 199,200,201,202,203,204,205,206, 207,208,209,210,211,212,213,214, 215,216,217,218,219,220,221,222, 223,224,225,226,227,228,229,230, 231,232. Perusahaan Kecil,3,8,77,85,91,92, 93,94,95,96,97,98,99,100,101,102, 103,104,105,106,107,108,110,111, 114,115,116,117,118,119,120,157, 167. Peselancar/Surfers,171,173,174,179, 180. Point of Difference/PODs, 127,128. Point of Parity/POPs, 127,128. Posisi Merek/Brand Positioning, 123,126,150. Proposisi Nilai,19,25,26,27,73. R Retensi Pelanggan,61. Routiners, 171,173,174,179,180.
Sri Widyastuti
!!
247
S Segmen Pelanggan,25,59,63,65, 66,82,90,144,158,159,179,180,226, 227,232. Sponsorship,121,122,152,153,154, 155,156,157,158,159,160. Sporters,167,168,172,173. Strategi/Strategis,10,17,27,28,29,32,35,37,40,43,46,48,54,59,60,61,63,66,67,68,80,84,90,96,103,119,120,121,123,124,126,129,136,137,144,150, 151,152,153,154,156,157,158,160, 161,165,167,168,170,180,181,187, 197,198,199,200,201,202,207,208, 209,210,211,213,215,217,218,220, 226,227,228,229,230,231,232.
T Tawar-menawar/Bargainers, 171,173,174,179,180. Teknologi,10,11,12,13,14,15,20,37, 53,67,69,77,79,80,63,84,85,87,88,89,111,117,121,147,162,163,166,167, 168,171,173,175,178,180,181,183, 184,185,186,187,191,193,200,201, 206,207,220,221,224,225,226,230. Top of Mind (Puncak Pikiran),140. U Unware of Brand (tidak menyadari merek),140. !!!
!!
!
Sri Widyastuti !
!
!!
248
TENTANG PENULIS
Sri Widyastuti
adalah penulis kelahiran Pati, 25 April 1962. Staf Pengajar di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pancasila. Menempuh S1 di Universitas Islam Indonesia Yogyakarta Fakultas Ekonomi Manajemen Perusahaan. Kemudian melanjutkan S2 SekolahTinggi Ilmu Ekonomi. IPWI Jakarta, Manajemen Pemasaran dan S2 di Universitas Indonesia Program Pasca Sarjana Kajian Wilayah Timur Tengah Islam, Manajemen Perbankan Syariah, serta S3 Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjadjaran, Program Doktor Ekonomi, Konsentrasi Manajemen Bisnis, 2010-2013. Aktif dalam penelitian dengan ID SCOPUS: 57203513578 Melaksanakan Pengabdian kepada Masyarakat dengan aktif sebagai Dewan Pengurus DPP IAEI (Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia), Sekretaris Departemen Penelitian Manajemen Perbankan Syariah, 2015- 2019 dan Ketua Komisariat IAEI Universitas Pancasila 2015-1019 Ketua Komisariat FEB UP-ISEI Cabang Jakarta 2017-2021. Mengikuti berbagai seminar nasional dan internasional, diantaranya Presenter, 1st International Conference on Managing Sustainable Tourism ICEBM, Lombok Indonesia on 2nd-4th October 2017. How The Halal Tourism Industry can be Improving The Nations Competitiveness: A literature reviews. Presenter, 5th Global Islamic Marketing Conference – Kuala Lumpur, Malaysia, 2014. Developing Customer Equity through Brand Image of Islamic Banking. Participant, Discussion On “ Managing Doctoral Degree at International Level 21st’ January 2011 - Nation University of Singapore. Selain mengajar dan meneliti, tercatat sebagai Direktur, PT. Absyir Inti Usaha, General Trading, 2010 - sekarang. !