doktrin agama neo-liberalisme tentang subsidi bbm

6
Subsidi BBM dan “Agama” Neo-Liberalisme Oleh Emeraldy Chatra Bahwa kenaikan harga BBM yang diluar dugaan telah menyisakan penderitaan masyarakat, terutama golongan duafa, sudah sangat jelas. Mulai sejak harga dinaikkan awal bulan hingga hari ini cerita berpendar pada masalah yang sama: masyarakat mengeluhkan tingginya harga, data penerima subsidi kacau, atau orang miskin banyak yang tidak mendapatkan haknya akibat kekeliruan data. Kenaikan harga minyak dunia menjadi rasionalisasi yang paling diandalkan pemerintah dalam menaikkan harga BBM. Memang, beberapa minggu sebelumnya harga minyak dunia mencapai rekor tertinggi sepanjang sejarah, melebihi US$ 70 per barrel. Kenaikan harga itu secara kebetulan beriringan dengan terjangan badai tropis ke wilayah Amerika Serikat dan menghancurkan rigs milik AS di Teluk Mexico yang tiap hari memompa minyak dari perut bumi. Namun sebenarnya kejadian-kejadian di atas hanyalah sebuah momentum untuk mewujudkan gagasan yang sudah diproduksi jauh sebelumnya. Kabar-kabar bahwa subsidi BBM akan dikurangi dan akhirnya dihapus sudah muncul sejak Megawati masih berkuasa. 1

Upload: sultanes-temujin

Post on 10-Sep-2015

218 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

Daripada terbuang sayang. Ini artikel lama yang pernah dimuat di Padang Ekspres

TRANSCRIPT

Fawa BBM dari Agama Neo-Liberalisme

Subsidi BBM dan Agama Neo-Liberalisme OlehEmeraldy ChatraBahwa kenaikan harga BBM yang diluar dugaan telah menyisakan penderitaan masyarakat, terutama golongan duafa, sudah sangat jelas. Mulai sejak harga dinaikkan awal bulan hingga hari ini cerita berpendar pada masalah yang sama: masyarakat mengeluhkan tingginya harga, data penerima subsidi kacau, atau orang miskin banyak yang tidak mendapatkan haknya akibat kekeliruan data.Kenaikan harga minyak dunia menjadi rasionalisasi yang paling diandalkan pemerintah dalam menaikkan harga BBM. Memang, beberapa minggu sebelumnya harga minyak dunia mencapai rekor tertinggi sepanjang sejarah, melebihi US$ 70 per barrel. Kenaikan harga itu secara kebetulan beriringan dengan terjangan badai tropis ke wilayah Amerika Serikat dan menghancurkan rigs milik AS di Teluk Mexico yang tiap hari memompa minyak dari perut bumi.Namun sebenarnya kejadian-kejadian di atas hanyalah sebuah momentum untuk mewujudkan gagasan yang sudah diproduksi jauh sebelumnya. Kabar-kabar bahwa subsidi BBM akan dikurangi dan akhirnya dihapus sudah muncul sejak Megawati masih berkuasa. Bahkan, kalau ditelusuri jauh kebelakang, rencana sudah dibuat sejak Presiden Suharto menandatangani Letter of Intent (LoI) dengan IMF 15 Januari 1998. IMF menginginkan seluruh subsidi dicabut, walaupun pelaksanaannya bisa saja bertahap. Kesepakatan inilah awal terjadinya kepahitan yang sekarang makin mendera kaum duafa di Indonesia.Campur tangan IMF dalam perekonomian Indonesia bukan hanya soal pinjam meminjam uang karena saat itu harga dollar membubung tinggi. LoI lebih tepat dikatakan deklarasi masuknya paham neo-liberalisme ke sumsum tulang belakang rakyat yang sedang sekarat akibat kesalahan pemerintahnya sendiri. Paham yang sama juga sudah dimasukkan ke Amerika Latin awal tahun 90-an, dengan dalih menolong, dan akibatnya pun sama saja. Kemelaratan meningkat secara signifikan.Agama Neo-LiberalismeNeo-liberalisme dianalogikan oleh Susan George ketika bicara dalam Conference on Economic Sovereignty in a Globalising Word di Bangkok Maret 1999 sebagai sebuah agama. Seperti agama sesungguhnya, neo-liberalisme mempunyai kitab suci yang ditulis para nabi-nabinya. Ia juga punya konsep dosa, yaitu segala sesuatu yang tidak boleh dilakukan karena menghalang-halangi imperium bisnis global meraup untung (ingat penolakan IMF terhadap gagasan Presiden Suharto membuat currency board system CBS - untuk menstabilkan harga rupiah). Ia juga memiliki konsep sorga, yaitu kemakmuran ekonomi apabila doktrin-doktrinnya diamalkan, meski sorga itu hanya kebohongan bagi 80% masyarakat dunia yang malah jadi semakin miskin.Disamping itu, para rabbi-rabbinya kini berkeliaran hampir di seluruh negara. Mereka masuk ke lapisan atas birokrasi pemerintahan (jadi mentri atau penasehat kepala negara), jadi rektor dan profesor di perguruan tinggi, atau memimpin partai politik dan lembaga-lembaga swadaya masyarakat (LSM). Tugas mereka menghidupkan terus-menerus ajaran neo-liberalisme, menanamkan nilai-nilainya, walaupun dibahasakan dengan cara berbeda-beda. Media massa pun banyak yang secara tidak sadar diperalat jadi corong propagandanya.Agama yang paling banyak menimbulkan kehancuran ini berkembang dari nabi-nabi ekonomi seperti Keynes, Hayek dan Friedman. Dari merekalah keluar doktrin pasar bebas (free market) yang merambah ke seluruh dunia dengan nama globalisasi. Meskipun pikiran neo-liberalisme sudah muncul sebelum tahun 50-an, ia baru dapat respon yang berarti tiga puluh tahun kemudian. Mulanya ajaran ini sangat tidak populer.Kalau saja tahun 80-an PM Inggris Margaret Thatcher dan Presiden AS Ronald Reagan tidak mengukuhkan diri mereka sebagai penerus ajaran neo-liberalisme dan mengglobalkannya, akibat yang dirasakan masyarakat dunia, khususnya di negara-negara berkembang mungkin tidak separah sekarang. Thatcher terang-terangan mengatakan ia pengikut Hayek dan menerima kebenaran teori Darwinisme Sosial yang menyatakan bahwa secara alamiah yang kuatlah yang harus menang.Kolaborasi dua kekuatan dunia ini memaksa pemimpin berbagai negara menerima ajaran tersebut, kendati akibatnya mereka menjadi rabbi-rabbi neo-liberalisme yang berfungsi sebagai agen-agen penindas bagi bangsanya sendiri. Hanya kepala negara keras kepala dan kritis yang berani menolak agen pemasaran neo-liberalisme, IMF, mengulurkan obat berisi racun ke negaranya. Mahattir Muhammad, mantan PM Malaysia adalah contoh paling tepat untuk kepala negara jenis itu. Dengan tegas ia menolak bantuan IMF ketika negara-negara lain di Asia Tenggara ramai-ramai menerima.Doktrin JahatAda lima doktrin jahat neo-liberalisme yang melahirkan penderitaan kalangan miskin. Pertama, pemerintah harus membuat pasar sebebas mungkin, tak peduli apapun akibat sosialnya. Pintu bagi perdagangan dan masuknya modal asing harus dibuka selebar-lebarnya. Sekat-sekat tarif (tariff barrier) yang disebabkan cukai harus dihapus. Kedua, belanja publik untuk pelayanan sosial seperti pendidikan dan kesehatan harus dikurangi. Demikian juga jaringan pengaman sosial (social safety-net) untuk orang-orang miskin, subsidi pemeliharaan jalan, jembatan, hingga suplay air harus diperkecil dalam konteks mengurangi peran pemerintah. Tapi bukanlah dosa kalau pemerintah memberi subsidi dan mengurangi pajak untuk kepentingan bisnis. Oskar Lafontaine, mantan Mentri Keuangan Jerman disebut sebagai orang kapir terhadap ajaran Keynesian (unreconstructed Keynesian) oleh koran Finansial Times karena berani mengusulkan pajak yang lebih tinggi untuk perusahaan, dan pengurangan pajak bagi rakyat miskin.Ketiga, peraturan pemerintah yang akan mengurangi keuntungan bisnis harus dihapus (di-deregulasi), termasuk aturan-aturan yang mempersulit bisnis mengeksploitasi sumber daya alam.Keempat, seluruh perusahaan milik negara harus diprivatisasi atau dijual ke pihak swasta. Alasannya, agar tercapai efisiensi, meski akibatnya kesejahteraan terkonsentrasi di tangan segelintir orang yang mempunyai uang. Mereka umumnya investor asing.Kelima, habisi konsep barang publik(public good) atau komunitas dan ganti dengan istilah tanggungjawab individual (individual responsibility). Rakyat miskin harus ditekan agar mencari solusi sendiri untuk masalah pelayanan kesehatan, pendidikan dan jaminan sosial. Mereka harus berjuang sendiri, tidak boleh diproteksi oleh komunitas. Kata-kata bagusnya, jangan manjakan orang miskin!. Kalau mereka gagal, semuanya tanggungjawab mereka secara pribadi karena mereka bodoh dan malas.Agenda Jendral Kapitalis?Pengamalan secara utuh ajaran neo-liberalisme sudah pasti menyebabkan habisnya peran pemerintah sebagai pemegang amanat penderitaan rakyat. Mereka boleh tetap ada dan menikmati privilege sebagai elit pemegang kekuasaan, namun kekuasaan sesungguhnya sudah beralih ke tangan para jendral kapitalis atau penguasa jaringan bisnis global. Mulai dari kepala-kepala negara hingga pemerintah setingkat camat secara tidak sadar bertekuk lutut pada kemauan para jendral tersebut.Naiknya harga BBM karena pengurangan subsidi boleh jadi benar-benar terkait dengan kenaikan harga minyak dunia. Tapi tidak tertutup kemungkinan bukan itu alasan yang sesungguhnya. Kita percaya pada alasan yang dikemukakan karena itulah yang paling sering diulang-ulang media. Kalau dilihat substansi ajaran neo-liberalisme, tak ada salahnya mencurigai adanya agenda-agenda para jendral kapitalis yang tersembunyi di balik kebijakan itu. Masalahnya, seberapa jauh publik telah dipasok dengan informasi yang dapat membangun diskusi lebih terbuka dan jujur? Kurangnya penyebaran informasi tandingan menyebabkan masyarakat terpaksa pasrah, kendati masa depan benar-benar sudah kabur.PAGE 2