doc3

97
1 Penyakit Jantung Hipertensi A. Pengertian Penyakit jantung hipertensi atau Hipertensi heart disease (HHD) adalah istilah yang diterapkan untuk menyebutkan penyakit jantung secara keseluruhan, mulai dari left ventricle hyperthrophy (LVH), aritmia jantung, penyakit jantung koroner, dan penyakit jantung kronis (CHF), yang disebabkan karena peningkatan tekanan darah, baik secara langsung maupun tidak langsung. Penyakit jantung hipertensi adalah suatu penyakit yang berkaitan dengan dampak sekunder pada jantung karena hipertensi sistemik yang lama dan berkepanjangan. Penyakit jantung hipertensi merujuk kepada suatu keadaan yang disebabkan oleh peningkatan tekanan darah (hipertensi). Hipertensi yang berkepanjangan dan tidak terkendali dapat mengubah struktur miokard, pembuluh darah dan sistem konduksi jantung. Perubahan- perubahan ini dapat mengakibatkan hipertrofi ventrikel kiri, penyakit arteri koroner, gangguan sistem konduksi, disfungsi sistolik dan diastolik miokard yang nantinya bermanifestasi klinis sebagai angina (nyeri dada), infark miokard, aritmia jantung (terutama fibrilasi atrium) dan gagal jantung kongestif. B. Etiologi Tekanan darah tinggi meningkatkan beban kerja jantung, dan seiring dengan berjalannya waktu hal ini dapat menyebabkan penebalan otot jantung. Karena jantung memompa darah melawan tekanan yang meningkat pada pembuluh darah yang meningkat, ventrikel kiri membesar dan jumlah darah yang dipompa jantung setiap menitnya (cardiac output) berkurang. Tanpa terapi, gejala gagal jantung akan makin terlihat.

Upload: ade-satria-apriadi

Post on 18-Dec-2015

17 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

Penyakit Jantung Hipertensi A. PengertianPenyakit jantung hipertensi atau Hipertensi heart disease (HHD) adalah istilah yang diterapkan untuk menyebutkan penyakit jantung secara keseluruhan, mulai dari left ventricle hyperthrophy (LVH), aritmia jantung, penyakit jantung koroner, dan penyakit jantung kronis (CHF), yang disebabkan karena peningkatan tekanan darah, baik secara langsung maupun tidak langsung.Penyakit jantung hipertensi adalah suatu penyakit yang berkaitan dengan dampak sekunder pada jantung karena hipertensi sistemik yang lama dan berkepanjangan.Penyakit jantung hipertensi merujuk kepada suatu keadaan yang disebabkan oleh peningkatan tekanan darah (hipertensi). Hipertensi yang berkepanjangan dan tidak terkendali dapat mengubah struktur miokard, pembuluh darah dan sistem konduksi jantung. Perubahan-perubahan ini dapat mengakibatkan hipertrofi ventrikel kiri, penyakit arteri koroner, gangguan sistem konduksi, disfungsi sistolik dan diastolik miokard yang nantinya bermanifestasi klinis sebagai angina (nyeri dada), infark miokard, aritmia jantung (terutama fibrilasi atrium) dan gagal jantung kongestif.

B. EtiologiTekanan darah tinggi meningkatkan beban kerja jantung, dan seiring dengan berjalannya waktu hal ini dapat menyebabkan penebalan otot jantung. Karena jantung memompa darah melawan tekanan yang meningkat pada pembuluh darah yang meningkat, ventrikel kiri membesar dan jumlah darah yang dipompa jantung setiap menitnya (cardiac output) berkurang. Tanpa terapi, gejala gagal jantung akan makin terlihat.Tekanan darah tinggi adalah faktor resiko utama bagi penyakit jantung dan stroke. Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan penyakit jantung iskemik ( menurunnya suplai darah untuk otot jantung sehingga menyebabkan nyeri dada atau angina dan serangan jantung) dari peningkatan suplai oksigen yang dibutuhkan oleh otot jantung yang menebal.Tekanan darah tinggi juga berpenaruh terhadap penebalan dinding pembuluh darah yang akan mendorong terjadinya aterosklerosis (peningkatan kolesterol yang akan terakumulasi pada dinding pembuluh darah). Hal ini juga meningkatkan resiko seangan jantung dan stroke. Penyakit jantung hipertensi adalah penyebab utama penyakit dan kematian akibat hipertensi.

C. PatofisiologiPatofisiologi dari penyakit jantung hipertensi adalah satu hal komplek yang melibatkan banyak faktor yang saling mempengaruhi, yaitu hemodinamik, struktural, neuroendokrin, seluler, dan faktor molekuler. Di satu sisi, faktor-faktor ini memegang peranan dalam perkembangan hipertensi dan komplikasinya, di sisi lain peningkatan tekanan darah itu sendiri dapat memodulasi faktor-faktor tersebut. Adapun patofisiologi berbagai efek hipertensi terhadap jantung berbeda-beda dan akan dijelaskan berikut ini.1. Hipertrofi ventrikel kiriHipertrofi ventrikel kiri (left ventricular hypertrophy / LVH) terjadi pada 15-20% penderita hipertensi dan risikonya meningkat dua kali lipat pada pasien obesitas. Hipertrofi ventrikel kiri merupakan pertambahan massa pada ventrikel (bilik) kiri jantung. Hal ini merupakan respon sel miosit terhadap stimulus yang menyertai peningkatan tekanan darah. Hipertrofi miosit terjadi sebagai mekanisme kompensasi peningkatan tekanan afterload. Stimulus mekanis dan neurohormonal yang menyertai hipertensi akan mengaktivasi pertumbuhan sel miokard, ekspresi gen dan berujung kepada hipertrofi ventrikel kiri. Selain itu aktivasi sistem renin-angiotensin akan menyebabkan pertumbuhan intestitium dan komponen sel matriks.Berbagai bentuk hipertrofi ventrikel kiri telah diidentifikasi, di antaranya hipertrofi ventrikel kiri konsentrik dan hipertrofi ventrikel kiri ekstenstrik. Pada hipertrofi ventrikel kiri konsentrik terjadi peningkatan massa dan ketebalan serta volume dan tekanan diastolik. Pasien dengan hipertrofi ventrikel kiri konsentrik umumnya memiliki prognosis yang lebih buruk. Adapun pada hipertrofi ventrikel kiri eksentrik terjadi peningkatan hanya pada lokasi tertentu, misalnya daerah septal. Walaupun hipertrofi ventrikel kiri bertujuan untuk melindungi terhadap stress yang ditimbulkan oleh hipertensi, namun pada akhirnya dapat menyebabkan disfungsi miokard sistolik dan diastolik.2. Abnormalitas atrium kiriAbnormalitas atrium kiri meliputi perubahan struktural dan fungsional, sangat sering terjadi pada pasien hipertensi. Hipertensi akan meningkatkan volume diastolik akhir (end diastolic volume / EDV) di ventrikel kiri sehingga atrium kiri pun akan mengalami perubahan fungsi dan peningkatan ukuran. Peningkatan ukuran atrium kiri tanpa disertai gangguan katup atau disfungsi sistolik biasanya menunjukkan hipertensi yang sudah berlangsung lama / kronis dan mungkin berhubungan dengan derajat keparahan disfungsi diastolik ventrikel kiri. Pasien juga dapat mengalami fibrilasi atrium dan gagal jantung.3. Gangguan katupHipertensi berat dan kronik dapat menyebabkan dilatasi pada pangkal aorta sehingga menyebabkan insufisiensi katup. Hipertensi yang akut mungkin menyebabkan insufisiensi aorta, yang akan kembali normal jika tekanan darah dikendalikan. Selain menyebabkan regurgitasi (aliran balik) aorta, hipertensi juga akan mempercepat proses sklerosis aorta dan regurgitasi katup mitral.4. Gagal jantungGagal jantung merupakan komplikasi yang sering terjadi pada hipertensi kronis. Pasien dengan hipertensi dapat menunjukkan gejala-gejala gagal jantung namun dapat juga bersifat asimptomatis (tanpa gejala). Prevalensi (gagal jantung) disfungsi diastolik asimptomatis pada pasien hipertensi tanpa disertai hipertrofi ventrikel kiri adalah sebanyak 33 %. Peningkatan tekanan afterload kronik dan hipertrofi ventrikel kiri dapat mempengaruhi fase relaksasi dan pengisian diastolik ventrikel.Disfungsi diastolik sering terjadi pada penderita hipertensi, dan terkadang disertai hipertrofi ventrikel kiri. Hal ini disebabkan oleh peningkatan tekanan afterload, penyakit arteri koroner, penuaan, disfungsi sistolik dan fibrosis. Disfungsi sistolik asimptomatis biasanya mengikuti disfungsi diastolik. Setelah beberapa lama, hipertrofi ventrikel kiri gagal mengkompensasi peningkatan tekanan darah sehingga lumen ventrikel kiri berdilatasi untuk mempertahankan cardiac output. Dalam waktu yang lama, fungsi sistolik ventrikel kiri akan menurun. Penurunan ini mengaktifkan sistem neurohormonal dan renin-angiontensin, sehingga meretensi garam dan air dan meningkatkan vasokonstriksi perifer, yang akhirnya malah memperburuk keadaan dan menyebabkan disfungsi sistolik.Apoptosis (kematian sel terprogram yang dirangsang oleh hipertrofi miosit dan ketidakseimbangan stimulus dan inhibitornya) diduga memainkan peranan penting dalam peralihan fase terkompensasi menjadi fase dekompensasi. Peningkatan mendadak tekanan darah dapat menyebabkan edema paru tanpa adanya perubahan fraksi ejeksi ventrikel kiri. Secara umum dilatasi ventrikel kiri (asimtomatik atau simtomatik) dapat memperburuk keadaan dan meningkatkan risiko kematian. Disfungsi ventrikel kiri serta dilatasi septal dapat menyebabkan penebalan ventrikel kanan dan disfungsi diastolik.5. Iskemia miokardPada pasien hipertensi dapat timbul iskemia miokard yang bermanifestasi sebagai nyeri dada / angina pektoris. Hal ini dikarenakan hipertensi menyebabkan peningkatan tekanan di ventrikel kiri dan transmural, peningkatan beban kerja yang mengakibatkan hipertrofi ventrikel kiri. Suplai oksigen yang tidak sanggup memenuhi kebutuhan otot jantung yang membesar akan menyebabkan nyeri dada. Hal ini diperparah jika terdapat penyulit seperti aterosklerosis.6. Aritmia jantungAritmia jantung yang sering ditemukan pada pasien hipertensi adalah fibrilasi atrium, kontraksi prematur ventrikel dan takikardia ventrikel. Berbagai faktor berperan dalam mekanisme arituma seperti miokard yang sudah tidak homogen, perfusi buruk, fibrosis miokard dan fluktuasi pada saat afterload.Sekitar 50% pasien dengan fibrilasi atrium memiliki penyakit hipertensi. Walaupun penyebab pastinya belum diketahui, namun penyakit arteri koroner dan hipertrofi ventrikel kiri diduga berperan dalam menyebabkan abormalitas struktural di atrium kiri. Fibrilasi atrium dapat menyebabkan disfungsi sistolik dan diastolik serta meningkatkan risiko komplikasi tromboembolik seperti stroke.Kontraksi prematur ventrikel, aritmia ventrikel dan kematian jantung mendadak ditemukan lebih sering pada pasien dengan hipertrofi ventrikel kiri. Penyebab aritmia seperti ini diduga akibat proses penyakit arteri koroner dan fibrosis miokard yang berjalan bersamaan.

D. Manifestasi KlinisPada tahap awal, seperti hipertensi pada umumnya kebanyakan pasien tidak ada keluhan. Bila simtomatik, maka biasanya disebabkan oleh:1. Peninggian tekanan darah itu sendiri seperti berdebar-debar, rasa melayang (dizzy) dan impoten2. Cepat capek, sesak napas, sakit dada, bengkak kedua kaki atau perut. Gangguan vaskular lainnya adalah epistaksis, hematuria, pandangan kabur karena perdarahan retina, transient cerebral ischemic3. Penyakit dasar seperti pada hipertensi sekunder: polidipsia, poliuria, kelemahan otot pada aldosteronisme primer, peningkatan berat badan cepat dengan emosi yang labil pada sindrom Cushing. Feokromositoma dapat muncul dengan keluhan episode sakit kepala, palpitasi, banyak keringat, dan rasa melayang saat berdiri (postural dizzy)

E. Pemeriksaan Penunjang1. Pemeriksaan Laboratoriuma. Urinalisis: protein, leukosit, eritrosit dan silinderb. Pemeriksaan darah lengkap: hemoglobin / hematokrit, elektrolit darah: kalium, BUN / kreatinin, Gula darah puasa, serta pemeriksaan total kolesterolc. Pemeriksaan TSH: bisa meningkat pada pasien dengan hipotiroidisme dan menurun pada hipertiroidisme2. Pemeriksaan Radiologia. EKG: menunjukan hipertropi ventrikel kiri (LVH) pada sekitar 20 50% kasusb. Foto dada: memperlihatkan adanya kardiomegali, tambahan untuk dilatasi LVH, pada penyakit dengan stadium lanjut, serta penumpulan sudut kostofrenikus pada pasien yang mengalami efusi pleurac. CT scan, MRI, dan MRA (magnetic resonance angiografi) abdomen dan dada: memperlihatkan adanya massa adrenal atau membuktikan adanya koarktasio aorta . CT scan dan MRI jantung, walaupun tidak dilakukan secara rutin telah membuktikan secara eksperimental terjadinya LVHd. TTE (transthoracic echocardiography) bisa sangat berguna dalam mengenali gambaran penyakit jantung hipertensi, dengan indikasi konfirmasi gangguan jantung atau murmur atau hipertensi dengan kelainan katup.

F. PenatalaksanaanPenatalaksanaan (pencegahan dan pengobatan) Hipertensi secara garis besar dibagi menjadi dua jenis, yaitu:1. Penatalaksanaan Non FarmakologisTabel Modifikasi gaya hidup untuk mengatasi hipertensi

Penurunan berat badanMemperoleh dan mempertahankan BMI ideal, dan pencegahan obesitas

Reduksi garam< 5 gr NaCl / hari

Adaptasi rencana diet jenis-DASHDiet yang kaya buah-buahan, sayur-sayuran, konsumsi makanan rendah asam lemak jenuh dan kolesterol

Pengurangan konsumsi alkoholMengurangi konsumsi alcohol bagi mereka yang mengkonsumsi alcohol

Aktivitas fisikAktivitas latihan fisik secara teratur, seperti jalan cepat selama 30 menit / hari

2. Pentalaksanaan FarmakologisGolongan obat-obatan yang diberikan pada klien dengan hipertensi sepertiobat diuretika, penyekat beta, antagonis kalsium, atau penghambat ACE, vasodilator langsung, dapat digunakan dengan memperhatikan keadaan penderita dan penyakit lain yang ada pada penderita

Referensi Panggabean M.(2002). Dalam: Sudoyo A, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2. Jakarta: EGC

DVT ( Deep Vein Thrombosis )

Trombosis vena dapat terjadi pada vena dalam maupun vena superfisial pada keempat ekstremitas.1 Pada 90% kasus, trombosis vena dalam dapat berkembang menjadi emboli paru, dan kondisi yang beresiko tinggi menyebabkan kematian.1,2 Trombosis vena dalam atau deep vein thrombosis (DVT) dan emboli paru dikelompokkan menjadi satu dan sering disebut sebagai tromboemboli vena/ venous thromboembolism (VTE).1Angka kejadian VTE mendekati 1 per 1000 populasi setiap tahunnya.3,4 Pada satu pertiga kasus VTE bermanifestasi sebagai emboli paru, sedangkan dua pertiga lainnya hanya sebatas DVT.1,3,4 Angka kematian pada kasus DVT sebesar 6% dan 12% pada kasus emboli paru terhitung sejak 1 bulan diagnosis DVT dan emboli paru ditegakkan.4 Pada sebuah studi didapatkan fakta bahwa angka kematian akibat emboli paru sebesar 30%, termasuk kasus emboli paru yang terdiagnosa dari autopsi.3Pembentukan, pembesaran dan perombakan tromboemboli vena bergantung pada keseimbangan antara rangsangan trombogenik dan mekanisme protektif (trombolitik).1 Pada tahun 1859, Rudolph Virchow menyimpulkan bahwa faktor rangsangan trombogenik adalah stasis aliran darah, perubahan pada dinding pembuluh darah, dan hiperkoagulabilitas.1,2 Mekanisme terbentuknya trombus akibat faktor rangsangan trombogenik, terutama yang berkaitan dengan kerusakan dinding pembuluh darah, dapat tergambar secara jelas pada trombosis arteri, namun pada vena, mekanisme tersebut masih belum jelas.2 Contohnya pada penelitian Sevitt, tidak ada bukti rusaknya dinding pembuluh darah vena pada 49 dari 50 kasus.2 Hal ini menjadi menarik untuk diangkat, dan dibahas pada makalah ini untuk menjelaskan mekanisme terjadinya trombosis vena terutama pada vena-vena yang masih intak.Manifestasi klinik dari trombosis vena antara lain nyeri pada kaki, tenderness, bengkak, diskolorasi, distensi vena, penonjolan vena superfisial, dan sianosis. Namun diagnosis DVT secara klinik tidak spesifik karena masing-masing gejala diatas dapat disebabkan oleh kelainan-kelainan nontrombotik.1,5 Bahkan pada beberapa kasus, DVT dapat terjadi tanpa gejala, hingga akhirnya berkembang menjadi emboli paru dan menimbulkan kematian secara tiba-tiba.1. Gejala klinik DVT yang tidak khas dan komplikasinya yang mengarah ada kematian, bahkan dapat terjadi secara tiba-tiba membuat DVT menjadi kasus yang menarik dan penting untuk dibahas, terutama untuk dapat mendiagnosa DVT secara tepat.DVT dapat secara efektif diterapi dengan antikoagulan dan juga heparin dengan berat molekul rendah, namun pemberian terapi tersebut meningkatkan risiko terjadinya perdarahan masif.1,5 Penegakan diagnosa DVT secara objektif harus dilakukan untuk menghindari risiko terjadinya hal tersebut. Tes objektif yang dapat dipakai untuk mendeteksi DVT adalah penilaian D-Dimer, dan imaging (seperti: ultrasonografi vena, venografi, CT scan, atau MRI).1,5 Bila ditemukan faktor risiko terjadinya DVT pada suatu kasus yang asimptomatik, terapi profilaksis dapat diberikan. Penggunaan profilaksis terhadap DVT jauh lebih efektif untuk menekan angka kematian akibat DVT yang berkembang menjadi emboli paru dibandingkan penatalaksanaan yang baru dilakukan saat diagnosa ditegakkan.1 Karena itulah penatalaksanaan DVT dan profilaksis DVT juga menjadi hal yang menarik untuk dibahas pada makalah ini.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 DefinisiTrombosis vena adalah terbentuknya bekuan darah di dalam vena, yang sebagian besar tersusun atas fibrin dan sel darah merah dengan sebagian kecil komponen leukosit dan trombosit.1,6,7,8 Trombosis vena paling banyak terjadi pada vena dalam dari tungkai (deep vein thrombosis/DVT ), dan dapat menjadi emboli paru.6 2.2 EpidemiologiAngka kejadian VTE mendekati 1 per 1000 populasi setiap tahunnya.3,4,6 Pada satu pertiga kasus, bermanifestasi sebagai emboli paru, sedangkan dua pertiga lainnya hanya sebatas DVT.1,3,4,6 Pada beberapa penelitian juga didapatkan bahwa kejadian VTE meningkat sesuai umur, dengan angka kejadian 1 per 10.000 20.000 populasi pada umur dibawah 15 tahun, dan meningkat secara eksponensial sesuai dengan umur hingga 1 per 1000 kasus pada usia diatas 80 tahun.3,4,6 Insidensi VTE pada ras Asia dan Hispanic dilaporkan lebih rendah dibandingkan dengan ras Kaukasians, Afrika-Amerika, Latin, dan Asia Pasifik.4 Angka insidensi yang lebih rendah ini masih belum dapat dijelaskan, namun diduga berkaitan dengan rendahnya prevalensi faktor predisposisi genetik, seperti faktor V Leiden.4 Tidak ada perbedaan insidensi antara pria dan wanita, walaupun penggunaan kontrasepsi oral dan terapi sulih hormon post menopause merupakan faktor resiko terjadinya VTE.4

2.3 Etiologi dan Faktor RisikoBerdasarkan Triad of Virchow, terdapat 3 faktor stimuli suatu tromboemboli yaitu kelainan dinding pembuluh darah, perubahan aliran darah dan perubahan daya beku darah.1,2,6. Selain faktor stimuli, terdapat juga faktor protektif yang berperan yaitu inhibitor faktor koagulasi yang telah aktif (contoh: antithrombin yang berikatan dengan heparan sulfat pada pembuluh darah dan protein C yang teraktivasi), eliminasi faktor koagulasi aktif dan kompleks polimer fibrin oleh fagosit mononuklear dan hepar, serta enzim fibrinolisis. Terjadinya VTE merefleksikan ketidakseimbangan antara faktor stimuli dengan faktor protektif.1 Faktor risiko terjadinya VTE dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu faktor risiko didapat (acquired) dan faktor risiko yang diturunkan (inherited), seperti pada tabel 1.Tabel 1. Faktor Risiko Terjadinya VTE1,6Didapat (aquired)Diturunkan (inherited)Campuran Keduanya

Bertambahnya usiaDefisiensi antitrombinTingginya kadar PCI (PAI-3)

Tindakan pembedahan (ortopedi, bedah saraf, laparotomi,dll)Defisiensi Protein CTingginya kadar salah satu faktor pembekuan darah dibawah ini: VIII, IX, XI

TraumaDefisiensi Protein STingginya kadar fibrinogen

Kateter vena sentralFaktor V Leiden (FVL)Tingginya kadar TAFI (Thrombin Activated Fibrinolysis Inhibitor)

KeganasanProthrombin G20210AMenurunnya kadar TFPI (Tissue Factor Pathway Inhibitor)

Sindrom antifosfolipidKelompok Golongan darah non-OResistensi protein C teraktivasi pada absennya FVL

PuerperiumDisfibrinogenemiaHiperhomosisteinemia

Imobilisasi lama (tirah baring, paralisis ekstremitas)Faktor XIII 34val

Kehamilan

Obesitas

Kontrasepsi oral

Terapi sulih hormon

Penyakit myeloproliferatif

Polisitemia vera

Infark miokard

Varises

Pengaruh beberapa faktor risiko didapat terhadap terjadinya trombosis vena dijelaskan sebagai berikut:1. Tindakan operatifFaktor resiko yang potensial terhadap timbulnya trombosis vena adalah operasi dalam bidang ortopedi dan trauma pada bagian panggul dan tungkai bawah.7,9 Pada operasi di daerah panggul, 54% penderita mengalami trombosis vena, sedangkan pada operasi di daerah abdomen terjadinya trombosis vena sekitar 10%-14%.10,11Beberapa faktor yang mempermudah timbulnya trombosis vena pada tindakan operatif, adalah sebagai berikut7 :a. Terlepasnya plasminogen jaringan ke dalam sirkulasi darah karena trauma pada waktu di operasi.b. Statis aliran darah karena immobilisasi selama periode preoperatif, operatif dan post operatif.c. Menurunnya aktifitas fibrinolitik, terutama 24 jam pertama sesudah operasi.d. Operasi di daerah tungkai menimbulkan kerusakan vena secara langsung di daerah tersebut.2. Kehamilan dan persalinan12Selama trimester ketiga kehamilan terjadi penurunan aktifitas fibrinolitik, statis vena karena bendungan dan peningkatan faktor pembekuan VII, VIII dan IX.Pada permulaan proses persalinan terjadi pelepasan plasenta yang menimbulkan lepasnya plasminogen jaringan ke dalam sirkulasi darah, sehingga terjadi peningkatkan koagulasi darah.3. Infark miokard10 Pada infark miokard penyebabnya adalah dua komponen yaitu kerusakan jaringan yang melepaskan plasminogen yang mengaktifkan proses pembekuan darah dan adanya statis aliran darah karena istirahat total.

4. Immobilisasi yang lama dan paralisis ekstremitas.Immobilisasi yang lama akan menimbulkan statis aliran darah yang mempermudah timbulnya trombosis vena.5. Obat-obatan konstrasepsi oralHormon estrogen yang ada dalam pil kontrasepsi menimbulkan dilatasi vena, menurunnya aktifitas antitrombin III dan proses fibrinolitik dan meningkatnya faktor pembekuan darah. Keadaan ini akan mempermudah terjadinya trombosis vena.6. Obesitas dan varisesObesitas dan varises dapat menimbulkan statis aliran darah dan penurunan aktifitas fibrinolitik yang mempermudah terjadinya trombosis vena.7. Proses keganasan8Sel tumor dapat menyebabkan upregulasi banyak faktor koagulasi, down regulasi sistem protein fibrinolitik dan mengekspresikan beberapa sitokin atau protein regulator yang berkaitan dengan pembentukan trombus, sehingga rentan terhadap keadaan protrombotik

Keadaan ini menyebabkan gangguan keseimbangan sistem koagulasi/antikoagulasi, kerusakan endotel pembuluh darah dan mengaktivasi trombosit. Profil dari tumor juga berpengaruh, karena beberapa jenis sel tumor mensekresikan faktor koagulasi seperti TFs (faktor III) dan trombin (faktor IIa). Juga dijumpai peningkatan faktor koagulasi dan protein regulator pada peritoneum pasien dengan kanker ovarium (faktor XII, faktor XI, faktor XIII, faktor II-reseptor faktor II, faktor VII, faktor X dan faktor I, fibrin, heparin cofactor II dan reseptor endothelial protein-C.

2.4 Manifestasi KlinikTrombosis vena terutama mengenai vena-vena di daerah tungkai antara lain vena superfisialis pada tungkai, vena dalam di daerah betis atau lebih proksimal seperti v. poplitea, v. femoralis dan v. iliaca. Sedangkan vena-vena di bagian tubuh yang lain relatif jarang terjadi DVT .1,7Manifestasi klinik trombosis vena dalam tidak selalu jelas, kelainan yang timbul tidak selalu dapat diramalkan secara tepat lokasi / tempat terjadinya trombosis.1,7Trombosis di daerah betis mempunyai gejala klinis yang ringan karena trombosis yang terbentuk umumnya kecil dan tidak menimbulkan komplikasi yang hebat. Sebagian besar trombosis di daerah betis bersifat asimtomatis, akan tetapi dapat menjadi serius apabila trombus tersebut meluas atau menyebar ke proksimal. Trombosis vena dalam pada ekstremitas inferior dapat menimbulkan Homans sign yaitu nyeri pada betis atau fosa poplitea saat dorsofleksi sendi pergelangan kaki, tanda ini sensitif namun tidak spesifik.1,6Trombosis vena dalam akan mempunyai keluhan dan gejala apabila menimbulkan : bendungan aliran vena. peradangan dinding vena dan jaringan perivaskuler. emboli pada sirkulasi pulmoner.

Keluhan dan gejala trombosis vena dalam dapat berupa1,6,7,14,151. NyeriIntensitas nyeri tidak tergantung kepada besar dan luas trombosis. Trombosis vena di daerah betis menimbulkan nyeri di daerah tersebut dan bisa menjalar ke bagian medial dan anterior paha.Keluhan nyeri sangat bervariasi dan tidak spesifik, bisa terasa nyeri atau kaku dan intensitasnya mulai dari yang enteng sampai hebat. Nyeri akan berkurang kalau penderita istirahat di tempat tidur, terutama posisi tungkai ditinggikan.2. PembengkakanTimbulnya edema disebabkan oleh sumbatan vena di bagian proksimal dan peradangan jaringan perivaskuler. Apabila pembengkakan ditimbulkan oleh sumbatan maka lokasi bengkak adalah di bawah sumbatan dan tidak nyeri, sedangkan apabila disebabkan oleh peradangan perivaskuler maka bengkak timbul pada daerah trombosis dan biasanya di sertai nyeri. Pembengkakan bertambah kalau penderita berjalan dan akan berkurang kalau istirahat di tempat tidur dengan posisi kaki agak ditinggikan.3. Perubahan warna kulitPerubahan warna kulit tidak spesifik dan tidak banyak ditemukan pada trombosis vena dalam dibandingkan trombosis arteri. Pada trombosis vena perubahan warna kulit di temukan hanya 17%-20% kasus. Perubahan warna kulit bisa berubah pucat dan kadang-kadang berwarna ungu.4. Sindroma post-trombosis.Penyebab terjadinya sindroma ini adalah peningkatan tekanan vena sebagai konsekuensi dari adanya sumbatan dan rekanalisasi dari vena besar. Keadaan ini mengakibatkan meningkatnya tekanan pada dinding vena dalam di daerah betis sehingga terjadi imkompeten katup vena dan perforasi vena dalam.Semua keadaan di atas akan mengkibatkan aliran darah vena dalam membalik ke daerah superfisilalis apabila otot berkontraksi, sehingga terjadi edema, kerusakan jaringan subkutan, pada keadaan berat bisa terjadi ulkus pada daerah vena yang di kenai.Manifestasi klinis sindroma post-trombotik yang lain adalah nyeri pada daerah betis yang timbul / bertambah waktu penderitanya berkuat (venous claudicatio), nyeri berkurang waktu istirahat dan posisi kaki ditinggikan, timbul pigmentasi dan indurasi pada sekitar lutut dan kaki sepertiga bawah.

2.5 Diagnosis BandingDiagnosis banding pada pasien yang dicurigai menderita DVT secara klinis antara lain : penegangan atau robeknya otot, kaki terkilir, limfangitis atau obstrunsi limfatik, refluks vena, kista popliteal, selulitis, pembengkakan kaki pada paralisis ekstremitas, abnormalitas sendi lutut. Diagnosa DVT tidak dapat diekslusikan tanpa pemeriksaan objektif.1

2.6 Penegakan DiagnosisAnamnesis dan pemeriksan fisik merupakan hal yang sangat penting dalam pendekatan pasien dengan kecurigan mengalami DVT. Keluhan utama DVT biasanya adalah kaki bengkak dan nyeri. Pada pemeriksan fisik tanda-tanda klasik seperti edema kaki unilateral, eritema, hangat, nyeri, pembuluh darah superfisial teraba, dan Homans sign positf tidak selalu ditemukan.1,6 Pemeriksan laboratorium didapatkan peningkatan kadar D-dimer dan penurunan Antihrombin (AT). D-dimer adalah produk degradasi fibrin. Konsentrasi D-dimer dibawah level tertentu atau bahkan negatif mengindikasikan tidak adanya trombosis.6 Pemeriksaan D-dimer dapat dilakukan dengan ELISA ataupun dengan latex agglutination assay. Hasil negatif dari pemeriksaan ini sangat berguna untuk eksklusi DVT, sedangkan nilai positif, walaupun dapat menandakan adanya trombosis, namun tidak spesifik untuk DVT.6Pemeriksaan radiologis merupakan pemeriksaan yang penting untuk mendiagnosis DVT. Ada 3 jenis pemeriksaan yang akurat, yang dapat menegakkan diagnosis trombosis vena dalam, yaitu:7,9,14

1. VenografiSampai saat ini venografi masih merupakan pemeriksaan standar untuk trombosis vena. Akan tetapi teknik pemeriksaanya relatif sulit, mahal dan bisa menimbulkan nyeri dan terbentuk trombosis baru sehingga tidak menyenangkan penderitanya.Prinsip pemeriksaan ini adalah menyuntikkan zat kontras ke dalam di daerah dorsum pedis dan akan terlihat gambaran sistem vena di betis, paha, inguinal sampai ke proksimal ke v. iliaca.2. Flestimografi impendansPrinsip pemeriksaan ini adalah mengobservasi perubahan volume darah pada tungkai. Pemeriksaan ini lebih sensitif pada tombosis vena femrlis dan iliaca dibandingkan vena di betis.3. Ultra sonografi (USG) DopplerPada akhir abad ini, penggunaan USG berkembang dengan pesat, sehingga adanya trombosis vena dapat di deteksi dengan USG, terutama USG Doppler. Pemeriksaan ini memberikan hasil sensivity 60,6% dan spesifity 93,9%. Metode ini dilakukan terutama pada kasus-kasus trombosis vena yang berulang, yang sukar di deteksi dengan cara objektif lain.PATOFISIOLOGI DVTPada tahun 1859, Virchow mengemukakan bahwa faktor utama terbentuknya trombosis vena adalah (1)hiperkoagulabilitas, (2)perubahan / kerusakan pada dinding pembuluh darah, (3)stasis aliran darah, dan sampai saat ini ketiga faktor tersebut masih berperan penting pada trombosis vena dan dikenal sebagai Triad Virchow. 1,2

3.1 Perubahan Daya Beku DarahDalam keadaan normal terdapat keseimbangan dalam sistem pembekuan darah dan sistem fibrinolisis. Kecendrungan terjadinya trombosis, apabila aktifitas pembekuan darah meningkat atau aktifitas fibrinolisis menurun. Trombosis vena banyak terjadi pada kasus-kasus dengan aktifitas pembekuan darah meningkat, seperti pada hiper koagulasi, defisiensi antitrombin III, defisiensi protein C, defisiensi protein S dan kelainan plasminogen.13, 16

3.2 Kerusakan Dinding Pembuluh DarahPermukaan vena maupun arteri yang menghadap ke lumen dilapisi oleh sel endotel. Bila tidak ada kerusakan atau inflamasi pada dinding pembuluh darah, trombosit tidak akan melekat pada dinding pembuluh darah, hal ini terutama dikarenakan tidak adanya reseptor pada endotel yang utuh untuk berikatan dengan trombosit, selain itu juga karena endotel menghasilkan beberapa substansi yang menjaga trombosit pada kondisi tak teraktivasi, seperti prostasiklin dan nitrit oksida.2 Apabila endotel mengalami kerusakan, maka jaringan sub endotel akan terpapar. Keadaan ini akan menyebabkan sistem pembekuan darah di aktifkan dan trombosir akan melekat pada jaringan sub endotel terutama serat kolagen, membran basalis dan mikrofibril. Trombosit yang melekat ini akan melepaskan adenosin difosfat dan tromboksan A2 yang akan merangsang trombosit lain yang masih beredar untuk berubah bentuk dan sitsaling melekat. Kerusakan sel endotel sendiri juga akan mengaktifkan sistem pembekuan darah.13Meskipun demikian, pada kasus-kasus terdiagnosa DVT, jarang ditemukan adanya kerusakan langsung pada dinding pembuluh darah. Terbentuknya trombosis pada vena yang masih intak diduga akibat pengaruh adanya inisiasi koagulasi oleh tissue factor (TF), sebuah protein transmembran tipe I, dan faktor koagulasi VIIa yang mengubah Faktor X menjadi Xa dan memulai sistem koagulasi seperti pada gambar 2. Sejumlah TF beredar dalam darah bersamaan dengan suatu membran mikrovesikel. Pada sebuah studi eksperimental didapatkan bahwa TF yang berikatan dengan mikrovesikel berperan dalam proses trombosis dengan mengikat trombosit pada lesi di dinding pembuluh darah. Selain berikatan dengan trombosit, mikrovesikel tersebut juga bergabung dengan trombosit aktif. Dengan menyatukan trombosit-trombosit, mikrovesikel tersebut mentransfer TF ke plasma membran dan kemudian memicu proses pembentukan trombin dan deposisi fibrin pada tempat trombosis. Selain itu, peningkatan jumlah TF-mikrovesikel juga berhubungan dengan hiperkoagulasi, dengan didukung sebuah studi yang menyatakan bahwa DVT tanpa kerusakan dinding pembuluh darah terjadi secara bilateral. Kompleks TF-mikrovesikel juga dapat berikatan pada sel endotel, karena sel endotel juga mempunyai P-selectin seperti pada trombosit/keping darah. Seperti pada platelet, sel endotel juga menghasilkan phospatydilserin yang membantu fusi dan ikatan TF dan menginisiasi proses koagulasi.2Skema-skema diatas menerngkan bahwa sel endotelial menjadi aktif unutk menyokong pembentukan trombus vena. Terdapat beberapa stimuli yang dapat mengaktifkan sel endotel, diantaranya, infeksi, kateter intravaskular, inflamasi dan mediator lokal seperti TNF, serta stasis aliran darah.2

3.3 Stasis Vena2Aliran darah pada vena cenderung lambat, bahkan dapat terjadi stasis terutama pada daerah-daerah yang mengalami imobilisasi dalam waktu yang cukup lama. Hal ini dapat menimbulkan gangguan mekanisme pembersih terhadap aktifitas faktor pembekuan darah sehingga memudahkan terbentuknya trombin.

Selain itu, stasis vena juga dapat menyebabkan desaturasi hemoglobin dan mengarah pada suatu keadaan hipoksia pada endotelium. Suplai nutrisi endotelium berasal dari perfusi langsung sel-sel darah di dalam lumen. Keadaan hipoksia pada endotelium dapat menyebabkan berbagai respon seluler, mulai dari tidak ada respon, aktivasi sel, hingga kematian sel. Keadaan iskemia dapat memicu aktivasi sel endotelial untuk mengekpresikan P-selectin, yang kemudian memungkinkan kompleks TF-mikrovesikel untuk menginisiasi koagulasi dan trombosis.

Pengobatan trombosis vena diberikan pada kasus-kasus yang diagnosisnya sudah pasti dengan menggunakan pemeriksaan yang objektif, oleh karena obat-obatan yang diberikan mempunyai efek samping yang kadang-kadang serius.10, 17,18 Penatalaksanaan DVT baik non-farmakologis dan farmakologis diarahkan untuk dapat mencapai tujuan-tujuan sebagai berikut1,7,15:1. Mencegah meluasnya trombosis dan timbulnya emboli paru.2. Mengurangi morbiditas pada serangan akut.3. Mengurangi keluhan post flebitis4. Mengobati hipertensi pulmonal yang terjadi karena proses tromboemboli.

4.1 Non FarmakologisPenatalaksanaan non farmakologis terutama ditujukan untuk mengurangi morbiditas pada serangan akut. Untuk mengurangi keluhan dan gejala trombosis vena pasien diajurkan untuk: istirahat di tempat tidur (bedrest), meninggikan posisi kaki, dan dilakukan pemasangan stoking dengan tekanan kira-kira 40mmHg.7,15,19Meskipun stasis vena dapat disebabkan oleh imobilisasi lama seperti pada pasien-pasien dengan bedrest, namun tujuan bedrest pada pasien-pasien dengan DVT adalah untuk mencegah terjadinya emboli pulmonal. Prinsipnya sederhana, pergerakan berlebihan dari tungkai yang mengalami DVT dapat membuat klot terlepas dan berjalan ke paru. Dahulu, pasien dengan DVT aktif diharuskan bedrest selama 7-10 hari. Namun, pada penelitian Patrtsch dan Blattler dengan design kohort melaporkan bahwa ambulasi dini dapat mengurangi nyeri dan pembengkakan segera. Ambulasi dini dilakukan pada pasien DVT yang belum terdiagnosa PE dan tidak memiliki kelainan kardiopulmoner. Ambulasi dini juga disarankan pada pasien dengan kondisi hiperkoagulasi dan dilakukan sekitar 24jam setelah menerima terapi antikoagulan.19Nyeri dan pembengkakan biasanya akan berkurang sesudah 24 48 jam serangan trombosis. Apabila nyeri sangat hebat atau timbul flagmasia alba dolens di anjurkan tindakan embolektomi. Pada keadaan biasa, tindakan pembedahan pengangkatan thrombus atau emboli, biasanya tidak di anjurkan.7,15

4.2 FarmakologisMeluasnya proses trombosis dan timbulnya emboli paru dapat di cegah dengan pemberian anti koagulan dan obat-obatan fibrinolitik. Pada pemberian obat-obatan ini di usahakan biaya serendah mungkin dan efek samping seminimal mungkin. Pemberian anti koagulan sangat efektif untuk mencegah terjadinya emboli paru, obat yang biasa di pakai adalah heparin.Prinsip pemberian anti koagulan adalah save dan efektif. Save artinya anti koagulan tidak menyebabkan perdarahan. Efektif artinya dapat menghancurkan trombus dan mencegah timbulnya trombus baru dan emboli. Pada pemberian heparin perlu di pantau waktu tromboplastin parsial atau di daerah yang fasilitasnya terbatas, sekurang-kurangnya waktu pembekuan.

4.2.1 Pemberian Heparin Heparin 5000iu bolus (80 iu/KgBB), bolus dilanjutkan dengan drips konsitnus 1000 1400 iu/jam (18 iu/KgBB), drip selanjutnya tergantung hasil APTT. 6 jam kemudian di periksa APTT untuk menentukan dosis dengan target 1,5 2,5 kontrol.1. Bila APTT 1,5 2,5 x kontrol dosis tetap.2. Bila APTT < 1,5 x kontrol dosis dinaikkan 100 150 iu/jam.3. Bila APTT > 2,5 x kontrol dosis diturunkan 100 iu/jam.

Penyesuaian dosis untuk mencapai target dilakukan pada hari ke 1 tiap 6 jam, hari ke 2 tiap 2 - 4 jam. Hal ini di lakukan karena biasanya pada 6 jam pertama hanya 38% yang mencapai nilai target dan sesudah dari ke 1 baru 84%. Heparin dapat diberikan 710 hari yang kemudian dilanjutkan dengan pemberian heparin dosis rendah yaitu 5000 iu/subkutan, 2 kali sehari atau pemberian anti koagulan oral, selama minimal 3 bulan. Pemberian anti koagulan oral harus diberikan 48 jam sebelum rencana penghentian heparin karena anti koagulan orang efektif sesudah 48 jam.

4.2.2 Pemberian Low Molecular Weight Heparin (LMWH)1Pemberian obat ini lebih di sukai dari heparin karena tidak memerlukan pemantauan yang ketat, sayangnya harganya relatif mahal dibandingkan heparin. Saat ini preparat yang tersedia di Indonesia adalah Enoxaparin (Lovenox) dan (Nandroparin Fraxiparin). Tabel 2. Regimen LMWH dalam penatalaksanaan DVT1Nama ObatDosis

Enoxaparin1mg/kgBB, terbagi 2 dosis per hari

Dalteparin200UI/kgBB, satu kali sehari

Tinzaparin175UI/kgBB, satu kali sehari

Nadroparin6150UI terbagi 2 dosis, untuk BB 50-70kg4100 UI terbagi 2 dosis, bila BB 70kg

Reviparin4200 UI terbagi 2 dosis, untuk BB 46-60kg3500 UI terbagi 2 dosis bila BB 35-45kg6300 UI terbagi 2 dosis, bila BB > 60kg

Fondaparinux7,5mg satu kali sehari untuk BB 50-100kg5mg satu kali sehari untuk BB 100kg

LMWH diberikan secara subkutan satu atau dua kali sehari, dan lebih dipilih dibanding pemberian heparin kontinu secara intravena, terutama pada pasien-pasien dengan trombosis vena tanpa komplikasi yang dapat rawat jalan.Walaupun demikian, unfractionated heparin intravena tetap menjadi antikoagulan inisial pada pasien dengan gagal ginjal. Beberapa regimen LMWH yang telah terbukti efektif dalam menatalaksana trombosis vena dapat dilihat pada tabel 2.

4.2.3 Pemberian Antikoagulan Oral1,7 , 16Pemberian terapi antikoagulan jangka panjang diperlukan untuk mencegah rekurensi. Obat yang biasa di pakai adalah antagonis vitamin K, seperti sodium warfarin. Pemberian Warfarin di mulai dengan dosis 6 8 mg (single dose) pada malam hari. Dosis dapat dinaikan atau di kurangi tergantung dari hasil INR (International Normolized Ratio). Target INR : adalah 2,0 3,0

Cara penyesuaian dosisINRPenyesuaian1,1 1,4 hari 1, naikkan 10%-20% dari total dosis mingguan.Kembali : 1 minggu1,5 1,9hari 1, naikkan 5% 10% dari total dosis mingguan. Kembali : 2 minggu 2,0 3,0tidak ada perubahan.Kembali : 1 minggu 3,1 3,9hari :kurang 5% 10% dari dosis total mingguan.Mingguan : kurang 5 150 dari dosis total mingguanKembali : 2 minggu4,0 5,0hari 1:tidak dapat obatmingguan: kurang 10%-20% TDMkembali : 1 minggu> 50 : - Stop pemberian warfarin. - Pantau sampai INR : 3,0 - Mulai dengan dosis kurangi 20%-50%. kembali tiap hari.

Lama pemberian anti koagulan oral adalah 6 minggu sampai 3 bulan apabila trombosis vena dalam timbul disebabkan oleh faktor resiko yang reversible. Sedangkan kalau trombosis vena adalah idiopatik di anjurkan pemberian anti koagulan oral selama 3-6 bulan, bahkan biasa lebih lama lagi apabila ditemukan abnormal inherited mileculer.Kontra indikasi pemberian anti koagulan adalah7,10 :1. Hipertensi : sistilik > 200 mmHg, diastolik > 120 mmHg.2. Perdarahan yang baru di otak.3. Alkoholisme.4. Lesi perdarahan traktus digestif. Pemberian trombolitik selama 12-14 jam dan kemudian di ikuti dengan heparin, akan memberikan hasil lebih baik bila dibandingkan dengan hanya pemberian heparin tunggal.Peranan terapi trombolitik berkembang dengan pesat pada akhir abad ini, terutama sesudah dipasarkannya streptiknase, urokinase dan tissue plasminogen activator (TPA). TPA bekerja secara selektif pada tempat yang ada plasminon dan fibrin, sehingga efek samping perdarahan relatif kurang. Brenner menganjurkn pemberian TPA dengan dosis 4 ugr/kgBB/menit, secara intra vena selama 4 jam dan Streptokinase diberikan 1,5 x 106 unit intra vena kontiniu selama 60 menit. Kedua jenis trombolitik ini memberikan hasil yang cukup memuaskan.11, 16Efek samping utama pemberian heparin dan obat-obatan trombolitik adalah perdarahan dan akan bersifat fatal kalau terjadi perdarahan sereral. Untuk mencegah terjadinya efek samping perdarahan, maka diperlukan monitor yang ketat terhadap waktu trombo plastin parsial dan waktu protombin, jangan melebihi 2,5 kali nilai kontrol.BUERGER DISEASES ( Tromboangitis Obliterans)PENDAHULUANSebenarnya Penyakit Buerger (Tromboangitis Obliterans) merupakan penyakit oklusi pembuluh darah perifer yang lebih sering terjadi di Asia dibandingkan di Negara-negara barat. Penyakit ini merupakan penyakit idiopatik, kemungkinan merupakan kelainan pembuluh darah karena autoimmune, panangitis yang hasil akhirnya menyebabkan stenosis dan oklusi pada pembuluh darah.Laporan pertama Tromboangitis Obliterans telah dijelaskan di Jerman oleh von Winiwarter pada tahun 1879 dalam artikel yang berjudul A strange form of endarteritis and endophlebitis with gangrene of the feet. Kurang lebih sekitar seperempat abad kemudian, di Brookline New York, Leo Buerger mempublikasikan penjelasan yang lebih lengkap tentang penyakit ini dimana ia lebih memfokuskan pada gambaran klinis dari Tromboangitis Obliterans sebagai presenile spontaneous gangrene.Hampir 100% kasus Tromboangitis Obliterans (kadang disebut Tromboarteritis Obliterans) atau penyakit Winiwarter Buerger menyerang perokok pada usia dewasa muda. Penyakit ini banyak terdapat di Korea, Jepang, Indonesia, India dan Negara lain di Asia Selatan, Asia tenggara dan Asia Timur.Prevalensi penyakit Buerger di Amerika Serikat telah menurun selama separuh dekade terakhir, hal ini tentunya disebabkan menurunnya jumlah perokok, dan juga dikarenakan kriteria diagnosis yang lebih baik. Pada tahun 1947, prevalensi penyakit ini di Amerika serikat sebanyak 104 kasus dari 100 ribu populasi manusia. Data terbaru, prevalensi pada penyakit ini diperkirakan mencapai 12,6 20% kasus per 100.000 populasi.Kematian yang diakibatkan oleh Penyakit Buerger masih jarang, tetapi pada pasien penyakit ini yang terus merokok, 43% dari penderita harus melakukan satu atau lebih amputasi pada 6-7 tahun kemudian. Data terbaru, pada bulan Desember tahun 2004 yang dikeluarkan oleh CDC publication, sebanyak 2002 kematian dilaporkan di Amerika Serikat berdasarkan penyebab kematian, bulan, ras dan jenis kelamin (International Classification of Diseases, Tenth Revision, 1992), telah dilaporkan total dari 9 kematian berhubungkan dengan Tromboangitis Obliterans, dengan perbandingan laki-laki dan perempuan adalah 2:1 dan etnis putih dan hitam adalah 8:1.

DEFINISIPenyakit Buerger atau Tromboangitis Obliterans (TAO) adalah penyakit oklusi kronis pembuluh darah arteri dan vena yang berukuran kecil dan sedang. Terutama mengenai pembuluh darah perifer ekstremitas inferior dan superior. Penyakit pembuluh darah arteri dan vena ini bersifat segmental pada anggota gerak dan jarang pada alat-alat dalam.Penyakit Tromboangitis Obliterans merupakan kelainan yang mengawali terjadinya obstruksi pada pembuluh darah tangan dan kaki. Pembuluh darah mengalami konstriksi atau obstruksi sebagian yang dikarenakan oleh inflamasi dan bekuan sehingga mengurangi aliran darah ke jaringan.Gambar 3. Buerger DiseaseETIOLOGIPenyebabnya tidak jelas, tetapi biasanya tidak ada faktor familial serta tidak ada hubungannya dengan penyakit Diabetes Mellitus. Penderita penyakit ini umumnya perokok berat yang kebanyakan mulai merokok pada usia muda, kadang pada usia sekolah . Penghentian kebiasaan merokok memberikan perbaikan pada penyakit ini.Walaupun penyebab penyakit Buerger belum diketahui, suatu hubungan yang erat dengan penggunaan tembakau tidak dapat disangkal. Penggunaan maupun dampak dari tembakau berperan penting dalam mengawali serta berkembangnya penyakit tersebut. Hampir sama dengan penyakit autoimune lainnya, Tromboangitis Obliterans dapat memiliki sebuah predisposisi genetik tanpa penyebab mutasi gen secara langsung. Sebagian besar peneliti mencurigai bahwa penyakit imun adalah suatu endarteritis yang dimediasi sistem imun.PATOGENESISMekanisme penyebaran penyakit Buerger sebenarnya belum jelas, tetapi beberapa penelitian telah mengindikasikan suatu implikasi fenomena imunologi yang mengawali tidak berfungsinya pembuluh darah dan wilayah sekitar thrombus. Pasien dengan penyakit ini memperlihatkan hipersensitivitas pada injeksi intradermal ekstrak tembakau, mengalami peningkatan sel yang sangat sensitive pada kolagen tipe I dan III, meningkatkan serum titer anti endothelial antibody sel , dan merusak endothel terikat vasorelaksasi pembuluh darah perifer. Meningkatkan prevalensi dari HLA-A9, HLA-A54, dan HLA-B5 yang dipantau pada pasien ini, yang diduga secara genetic memiliki penyakit ini.Akibat iskemia pembuluh darah (terutama ekstremitas inferior), akan terjadi perubahan patologis : (a) otot menjadi atrofi atau mengalami fibrosis, (b) tulang mengalami osteoporosis dan bila timbul gangren maka terjadi destruksi tulang yang berkembang menjadi osteomielitis, (c) terjadi kontraktur dan atrofi, (d) kulit menjadi atrofi, (e) fibrosis perineural dan perivaskular, (f) ulserasi dan gangren yang dimulai dari ujung jari.MANIFESTASI KLINISGambaran klinis Tromboangitis Obliterans terutama disebabkan oleh iskemia. Gejala (symptom) yang paling sering dan utama adalah nyeri yang bermacam-macam tingkatnya. Pengelompokan Fontaine tidak dapat digunakan disini karena nyeri terjadi justru waktu istirahat. Nyerinya bertambah pada waktu malam dan keadaan dingin, dan akan berkurang bila ekstremitas dalam keadaan tergantung. Serangan nyeri juga dapat bersifat paroksimal dan sering mirip dengan gambaran penyakit Raynaud. Pada keadaan lebih lanjut, ketika telah ada tukak atau gangren, maka nyeri sangat hebat dan menetap.Manifestasi terdini mungkin klaudikasi (nyeri pada saat berjalan) lengkung kaki yang patognomonik untuk penyakit Buerger. Klaudikasi kaki merupakan cermin penyakit oklusi arteri distal yang mengenai arteri plantaris atau tibioperonea. Nyeri istirahat iskemik timbul progresif dan bisa mengenai tidak hanya jari kaki, tetapi juga jari tangan dan jari yang terkena bisa memperlihatkan tanda (sign) sianosis atau rubor, bila bergantung. Sering terjadi radang lipatan kuku dan akibatnya paronikia. Infark kulit kecil bisa timbul, terutama pulpa phalang distal yang bisa berlanjut menjadi gangren atau ulserasi kronis yang nyeri.Tanda (sign) dan gejala (symptom) lain dari penyakit ini meliputi rasa gatal dan bebal pada tungkai dan penomena Raynaud ( suatu kondisi dimana ekstremitas distal : jari, tumit, tangan, kaki, menjadi putih jika terkena suhu dingin). Ulkus dan gangren pada jari kaki sering terjadi pada penyakit buerger (gambar 4). Sakit mungkin sangat terasa pada daerah yang terkena.Gambar 4. Manifestasi Klinis Buerger DiseasePerubahan kulit seperti pada penyakit sumbatan arteri kronik lainnya kurang nyata. Pada mulanya kulit hanya tampak memucat ringan terutama di ujung jari. Pada fase lebih lanjut tampak vasokonstriksi yang ditanda (sign)i dengan campuran pucat-sianosis-kemerahan bila mendapat rangsangan dingin. Berbeda dengan penyakit Raynaud, serangan iskemia disini biasanya unilateral. Pada perabaan, kulit sering terasa dingin. Selain itu, pulsasi arteri yang rendah atau hilang merupakan tanda (sign) fisik yang penting.Tromboflebitis migran superfisialis dapat terjadi beberapa bulan atau tahun sebelum tampaknya gejala (symptom) sumbatan penyakit Buerger. Fase akut menunjukkan kulit kemerahan, sedikit nyeri, dan vena teraba sebagai saluran yang mengeras sepanjang beberapa milimeter sampai sentimeter di bawah kulit. Kelainan ini sering muncul di beberapa tempat pada ekstremitas tersebut dan berlangsung selama beberapa minggu. Setelah itu tampak bekas yang berbenjol-benjol. Tanda (sign) ini tidak terjadi pada penyakit arteri oklusif, maka ini hampir patognomonik untuk tromboangitis obliterans.Gejala klinis (Symptoms) Tromboangitis Obliterans sebenarnya cukup beragam. Ulkus dan gangren terjadi pada fase yang lebih lanjut dan sering didahului dengan udem dan dicetuskan oleh trauma. Daerah iskemia ini sering berbatas tegas yaitu pada ujung jari kaki sebatas kuku. Batas ini akan mengabur bila ada infeksi sekunder mulai dari kemerahan sampai ke tanda (sign) selulitis.Gambar 5 merupakan gambar jari pasien penyakit Buerger yang telah terjadi gangren. Kondisi ini sangat terasa nyeri dan dimana suatu saat dibutuhkan amputasi pada daerah yang tersebut.Gambar 5. Ujung jari pada Buerger DiseasePerjalanan penyakit ini khas, yaitu secara bertahap bertambah berat. Penyakit berkembang secara intermitten, tahap demi tahap, bertambah falang demi falang, jari demi jari. Datangnya serangan baru dan jari mana yang bakal terserang tidak dapat diramalkan. Morbus buerger ini mungkin mengenai satu kaki atau tangan, mungkin keduanya. Penderita biasanya kelelahan dan payah sekali karena tidurnya terganggu oleh nyeri iskemia.KRITERIA DIAGNOSISDiagnosis pasti penyakit Tromboangitis Obliterans sering sulit jika kondisi penyakit ini sudah sangat parah. Ada beberapa kriteria yang dapat dijadikan kriteria diagnosis walaupun kriteria tersebut kadang-kadang berbeda antara penulis yang satu dengan yang lainnya.Beberapa hal di bawah ini dapat dijadikan dasar untuk mendiagnosis penyakit Buerger :1. Adanya tanda (sign) insufisiensi arteri2. Umumnya pria dewasa muda3. Perokok berat4. Adanya gangren yang sukar sembuh5. Riwayat tromboflebitis yang berpindah6. Tidak ada tanda (sign) arterosklerosis di tempat lain7. Yang terkena biasanya ekstremitas bawah8. Diagnosis pasti dengan patologi anatomiSebagian besar pasien (70-80%) yang menderita penyakit Buerger mengalami nyeri iskemik bagian distal saat istirahat dan atau ulkus iskemik pada tumit, kaki atau jari-jari kaki.Gambar 6. Kaki dari penderita dengan penyakit Buerger. Ulkus iskemik pada jari kaki pertama, kedua dan kelima. Walaupun kaki kanan penderita ini kelihatan normal, dengan angiographi aliran darah terlihat terhambat pada kedua kakinya.Gambar 7. Tromboplebitis superficial jempol kaki pada penderita dengan penyakit buerger.Penyakit Buergers juga harus dicurigai pada penderita dengan satu atau lebih tanda (sign) klinis berikut ini :a. Jari iskemik yang nyeri pada ekstremitas atas dan bawah pada laki-laki dewasa muda dengan riwayat merokok yang berat.b. Klaudikasi kakic. Tromboflebitis superfisialis berulangd. Sindrom RaynaudDIAGNOSIS BANDINGPenyakit Buerger harus dibedakan dari penyakit oklusi arteri kronik aterosklerotik. Keadaan terakhir ini jarang mengenai ekstremitas atas. Penyakit oklusi aterosklerotik diabetes timbul dalam distribusi yang sama seperti Tromboangitis Obliterans, tetapi neuropati penyerta biasanya menghalangi perkembangan klaudikasi kaki.PEMERIKSAAN PENUNJANGTidak terdapat pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk mendiagnosis penyakit Buerger. Tidak seperti penyakit vaskulitis lainnya, reaksi fase akut (seperti angka sedimen eritrosit dan level protein C reaktif) pasien penyakit Buerger adalah normal.Pengujian yang direkomendasikan untuk mendiagnosis penyebab terjadinya vaskulitis termasuk didalamnya adalah pemeriksaaan darah lengkap; uji fungsi hati; determinasi konsentrasi serum kreatinin, peningkatan kadar gula darah dan angka sedimen, pengujian antibody antinuclear, faktor rematoid, tanda (sign)-tanda (sign) serologi pada CREST (calcinosis cutis, Raynaud phenomenon, sklerodaktili and telangiektasis) sindrom dan scleroderma dan screening untuk hiperkoagulasi, screening ini meliputi pemeriksaan antibodi antifosfolipid dan homocystein pada pasien buerger sangat dianjurkan.Angiogram pada ekstremitas atas dan bawah dapat membantu dalam mendiagnosis penyakit Buerger. Pada angiografii tersebut ditemukan gambaran corkscrew dari arteri yang terjadi akibat dari kerusakan vaskular, bagian kecil arteri tersebut pada bagian pergelangan tangan dan kaki. Angiografi juga dapat menunjukkan oklusi (hambatan) atau stenosis (kekakuan) pada berbagai daerah dari tangan dan kaki.

Gambar 8. Sebelah kiri merupakan angiogram normal. Gambar sebelah kanan merupakan angiogram abnormal dari arteri tangan yang ditunjukkan dengan adanya gambaran khas corkscrew pada daerah lengan. Perubahannya terjadi pada bagian kecil dari pembuluh darah lengan kanan bawah pada gambar (distribusi arteri ulna).Penurunan aliran darah (iskemi) pada tangan dapat dilihat pada angiogram. Keadaan ini akan memgawali terjadinya ulkus pada tangan dan rasa nyeri.

Gambar 9. hasil angiogram abnormal dari tanganMeskipun iskemik (berkurangannya aliran darah) pada penyakit Buerger terus terjadi pada ekstrimitas distal yang terjadi, penyakit ini tidak menyebar ke organ lainnya , tidak seperti penyakit vaskulitis lainnya. Saat terjadi ulkus dan gangren pada jari, organ lain sperti paru-paru, ginjal, otak, dan traktus gastrointestinal tidak terpengaruh. Penyebab hal ini terjadi belum diketahui.Pemeriksaan dengan Doppler dapat juga membantu dalam mendiagnosis penyakit ini, yaitu dengan mengetahui kecepatan aliran darah dalam pembuluh darah.Pada pemeriksaan histopatologis, lesi dini memperlihatkan oklusi pembuluh darah oleh trombus yang mengandung PMN dan mikroabses; penebalan dinding pembuluh darah secara difus. LCsi yang lanjut biasanya memperlihatkan infiltrasi limfosit dengan rekanalisasi.Metode penggambaran secara modern, seperti computerize tomography (CT) dan Magnetic resonance imaging (MRI) dalam diagnosis dan diagnosis banding dari penyakit Buerger masih belum dapat menjadi acuan utama. Pada pasien dengan ulkus kaki yang dicurigai Tromboangitis Obliterans, Allen test sebaiknya dilakukan untuk mengetahui sirkulasi darah pada tangan dan kaki.TERAPI (TREATMENT)Terapi (treatment) medis penderita penyakit Buerger harus dimulai dengan usaha intensif untuk meyakinkan pasien untuk berhenti merokok. Jika pasien berhasil berhenti merokok, maka penyakit ini akan berhenti pada bagian yang terkena sewaktu terapi (treatment) diberikan. Sayangnya, kebanyakan pasien tidak mampu berhenti merokok dan selalu ada progresivitas penyakit. Untuk pembuluh darahnya dapat dilakukan dilatasi (pelebaran) dengan obat vasodilator, misalnya Ronitol yang diberikan seumur hidup. Perawatan luka lokal, meliputi mengompres jari yang terkena dan menggunakan enzim proteolitik bisa bermanfaat. Antibiotic diindikasikan untuk infeksi sekunder.Terapi (treatment) bedah untuk penderita buerger meliputi debridement konservatif jaringan nekrotik atau gangrenosa , amputasi konservatif dengan perlindungan panjang maksimum bagi jari atau ekstremitas, dan kadang-kadang simpatektomi lumbalis bagi telapak tangan atau simpatetomi jari walaupun kadang jarang bermanfaat.Revaskularisasi arteri pada pasien ini juga tidak mungkin dilakukan sampai terjadi penyembuhan pada bagian yang sakit. Keuntungan dari bedah langsung (bypass) pada arteri distal juga msih menjadi hal yang kontroversial karena angka kegagalan pencangkokan tinggi. Bagaimanapun juga, jika pasien memiliki beberapa iskemik pada pembuluh darah distal, bedah bypass dengan pengunaan vena autolog sebaiknya dipertimbangkan.Gambar 10. Bypass arteriSimpatektomi dapat dilakukan untuk menurunkan spasma arteri pada pasien penyakit Buerger. Melalui simpatektomi dapat mengurangi nyeri pada daerah tertentu dan penyembuhan luka ulkus pada pasien penyakit buerger tersebut, tetapi untuk jangka waktu yang lama keuntungannya belum dapat dipastikan.Simpatektomi lumbal dilakukan dengan cara mengangkat paling sedikit 3 buah ganglion simpatik, yaitu Th12, L1 dan L2. Dengan ini efek vasokonstriksi akan dihilangkan dan pembuluh darah yang masih elastis akan melebar sehingga kaki atau tangan dirasakan lebih hangat.Terapi (treatment) bedah terakhir untuk pasien penyakit Buerger (yaitu pada pasien yang terus mengkonsumsi tembakau) adalah amputasi tungkai tanpa penyembuhan ulcers, gangrene yang progresif, atau nyeri yang terus-menerus serta simpatektomi dan penanganan lainnya gagal. Hidarilah amputasi jika memungkinkan, tetapi, jika dibutuhkan, lakukanlah operasi dengan cara menyelamatkan tungkai kaki sebanyak mungkin.Beberapa usaha berikut sangat penting untuk mencegah komplikasi dari penyakit buerger: Gunakanlah alas kaki yang dapat melindungi untuk menghindari trauma kaki dan panas atau juga luka karena kimia lainnya. Lakukanlah perawatan lebih awal dan secara agresif pada lula-luka ektremis untuk menghindari infeksi Menghindar dari lingkungan yang dingin Menghindari obat yang dapat memicu vasokontriksiPROGNOSISPada pasien yang berhenti merokok, 94% pasien tidak perlu mengalami amputasi, apalagi pada pasien yang berhenti merokok sebelum terjadi gangren, angka kejadian amputasi mendekati 0%. Hal ini tentunya sangat berbeda sekali dengan pasien yang tetap merokok, sekitar 43% dari mereka berpeluang harus diamputasi selama periode waktu 7 sampai 8 tahun kemudian, bahkan pada mereka harus dilakukan multiple amputasi. Pada pasien ini selain umumnya dibutuhkan amputasi tungkai, pasien juga terus merasakan klaudikasi (nyeri pada saat berjalan) atau fenomena raynauds walaupun sudah benar-benar berhenti mengkonsumi tembakau.RAYNAUDS DISEASEA. PendahuluanRaynauds disease (RAY-noz) merupakan suatu keadaan yang menyerang pembuluh darah pada ektremitas yang terdiri dari tangan, kaki, hidung dan telinga ketika terdapat dingin dan stress. Ini dinamakan oleh Maurice Raynaud (1834 - 1881), seorang terapis dari Perancis yang menyatakan pertama kali pada tahun 1862Raynauds Disease merupakan salah satu penyakit yang menyerang pembuluh darah arteri, dimana penyebabnya merupakan non-aterosklerotik. Non-aterosklerotik merupakan salah satu penyebab penyakit arteri dimana penyakit hanya menyerang susunan pembuluh darah arteria pada lapisan media arteria dan arteri perifer. Ada beberapa macam penyakit arterial yang disebabkan oleh Non-sterosklerotik tersebut antara lain salah satunya adalah gangguan vasospastik pada pembuluh darah arteri dimana keluhan tersebut dinamakan Raynauds Disease. Raynauds disease tersebut banyak terjadi pada kalangan wanita muda yang hidup diiklim yang dingin. Raynauds Disease terbagi menjadi dua antara lain Primary dan Secondary Raynauds. Raynauds Disease banyak menyerang pada wanita muda dan wanita dewasa diiklim dingin. Factor penyebab dari Raynauds Disease ini idiopathic atau belum diketahui, tapi penyakit ini terjadi saat terdapat factor pencetus antara lain suhu dingin dan stress . (http://www.raynauds.demon.co.uk/raynauds.html)

C.Patologi Raynauds DiseaseMenurut Sylvia A.Price dan Lorraine M.Wilson, 1992 Raynauds syndrome adalah keadaan vasospatik yang disebabkan oleh vasospasme dari arterial dan arteriola kecil kulit dan subkutan.Ada 2 bentuk Raynauds syndrome:

1.Primer (idio patik) atau sering disebut Raynauds Spastik.Perjalanan Primary Raynauds biasanya jinak, karena sifat vasospasme yang intermitten.

2.Sekunder atau sering disebut Raynauds ObstruktifDisebabkan oleh penyakit obstruktif difus yang di sebabkan kondisi-kondisi penyerta seperti Skleroderma.Menurut Colema SS dan Anson BJ, 1961Kondisi-kondisi vasospastik antara lain:1.Raynauds PhenomenonKondisi pucat pada jari-jari tangan atau kaki yang terjadi dengan atau tanpa disertai cyanosis karena rangsangan suhu dingin.2.Raynauds Disease disebut juga Primary RaynaudsTimbul ketika Raynauds Phenemenon terjadi yang tanpa disertai adanya penyakit causative. Sering terjadi pada wanita muda jika kasus memberat akan timbul gangrene atau perubahan atropic yang hanya terbatas pada kulit bagian distal jari-jari kaki atau tangan.3.Raynauds Syndrome disebut juga Secondary RaynaudsTimbul ketika Raynauds Phenomenon disertai dengan penyakit lain seperti : a.Connective Tisue Dsorders seperti Lupus Erythematous, Scleroderma, Arthritis, dan lain-lain.b.Neorologic Disordersc.Penyumbatan Arterial Disordersd.Blood Dyscrasiase.Carpal Tunnel Syndrome

Menurut Cotran Robbins dan Kumar, 19951.Raynauds DiseaseMenunjukan pucat paroxysmal atau sianosis jari tangan atau kaki dan kadang-kadang ujung hidung dan talinga (bagian-bagian akral) dusebabkan oleh vasospasme berat pada wanita muda yang sehat.2.Raynauds PhenemoenonMenunjukan insufisiensi arterial pada extremitas sekunder terhadap penyempitan arteri akibat belbagai penyebab termasuk:a.Atero sclerosisb.Lupus Sistemikc.Sklerosis Sistemi (skleroderma)d.Penyakit Buerger

D.Patofisiologis : Raynauds Disease sering terjadi pada kebanyakan wanita muda yang hidup diiklim yang dingin. Raynauds disease juga ditandai oleh perubahan fisik dari warna kulit yang dicetuskan oleh rangsangan dingin atau emosi.Ketika tangan atau kaki terangsang dingin atau emosi maka mula-mula akan terjadi Fase Pucat yang disebabkan vasokonstriksi. Vasokonstriksi ini terjadi karena spasme pada pembuluh darah. Akibat dari spasme pembuluh darah maka kaki atau tangan tidak dapat menerima aliran darah yang cukup dan bahkan tidak cukup untuk menjaga nutrisi yang cukup. Pada kasus yang parah, maka pembuluh darah itu terus menerus menyempit selama bertahun-tahun, sehingga nutrisi sangat tidak tercukupi atau berkurang yang kemungkinan besar akan menyebabkan iskemik pada jaringan dan jari-jari tangan atau kaki dapat menyebabkan ganggren. Tapi pada kasus yang lebih jinak, hanya terjadi sumbatan sementara pada pembuluh darah pada sebagian jaringan. Pembuluh-pembuluh darah juga tidak dapat mengalir mengalir ke tangan atau kaki, begitupun nutrisinya juga sangat tidak mencukupi. Disini juga akan terjadi iskemik pada jaringan, tetapi iskmik tersebut hanya berlangsung beberapa menit dan akan terjadi Hyperemia Re-aktif. Setelah Hyperemia Re-aktif akan terjadi Fase Sianotik. Dimana fase ini terjadi mobilitas bahan-bahan metabolic abnormal yang mampu memperberat atau menambah rasa sakit, dimana rasa sakit tadi semakin lama akan terus bertambah sakit. Setelah Fase Sianotik terjadi Fase Rubor. Fase ini terjadi akibat dilatasi pembuluh darah pada tangan atau kaki dan mungkin juga diakibatkan Hyperemia Re-aktif yang mampu menimbulkan warna merah yang sangat pada tangan atau kaki. Kadang-kadang juga mampu menimbulkan perasaan baal atau kesukaran dalam pergerakan motorik halus dan suatu sensasi dingin.

E.Etiologi:Etiologi Raynauds Disease tidak ada penyebab yang dikenal atau idiopatik (tidak jelas). Baik untuk Primary Raynauds maupun Secondary Raynauds. Raynauds disease ini merupakan respon berlebihan dari vasomotor sentral dan local normal terhadap dingin atau emosi.

F.Tanda dan gejala : Tanda dan gejala pada Raynauds Disease yang akut antara lain hanya terjadi kesukaran dalam pergerakan halus (perasaan baal) dan kadang kesukaran dalam suatu sensasi dingin. Pada Raynauds Disease yang kronis terdapat tanda-tanda antara lain Cyanosis, tapering (jari meruncing), serta ganggren pada ujung-ujung jari dengan jari-jari lebih mengkilap dan flattened pulps.

G.Prognosis :Pada Raynauds Disease terjadi vasospasme yang tampaknya vasospasme tersebut berkaitan dengan dinamika local dinding arteria dan tampaknya juga menunjukkan respon berlebihan dari vasomotor sentral dan local normal terhadap rangsangan dingin atau emosi.

H.Prosedur DiagnostikTeknik Pemeriksaan FisikPemeriksaan fisik banyak tergantung pada data-data relatif tentang derajat penyakit arteria, sehingga data-data yang diperoleh harus bersifat subjektif. Macam-macam teknik pemeriksaan dibedakan 2 macam:1.Tes Invasif yang terdiri dari:a.Dilakukan perabaan denyut pada berbagai temapt disatu sisi tubuh dengan dibandingkan secara relatif terhadap sisi kontralateral, untuk mengetahui kekuatan kekuatan dan kesamaan.Cara : Denyut nadi dapat dibandingkan sebelum dan sesudah berolahraga. Secara khas pada bagian distal dari suatu lesi obstruksi akan menghilang setelah berolahraga.Sistem skor : Derajat kekuatan denyut nadi merupakan ukuran yang subjektif. Skor-skor : 0 = tidak ada denyut1 = ada denyut, tapi kekuatannya sangat kurang 2 = ada denyut, tapi kekuatannya berkurang sedang3 = ada denyut, tapi kekuatannya sedikit berkurang4 = ada denyut yang normal.b.Tes menggantung dan menggangkat ektremitas sangat berguna untuk mengevaluasi penyakit oklusif, oleh karena aliran yang menlntasi lesi obstruktif bersifat bergantung pada tekanan dan sangat peka terhadap pengaruh gravitasi.Perkiraan derajat oklusi : Bergantung pada waktu yang diperlukan untuk menimbulkan pucat setelah pengangkatan dan rubor karena menggantung. Pada keadaan normal, tidak ada warna pucat yang diamati dalam 60 detik setelah ekstremitas diangkat dan warna akan kembali seperti semula dalam 10 detik.c.Evaluasi pada tes sensasi, kekuatan otot dan temperatur kulit.2.Tes-tes Non-Invasif terdiri dari: a.Doppler Ultrasound Mengetahui kecepatan dan aliran darah arterial karena dalam Doppler ultrasound akan menampilkan keseluruhan frekuensi spectrum sinyal. Dimana pada penyakit arteria menimbulkan kelainan jelas dalam kecepatan dan pola aliran. b.Scanning DupplexMerupakan gabungan antara informasi dari aliran darah intravaskular dengan Doppler dan morfologi pembuluh darah dengan gambaran ultrasonic yang merupakan alat diagnostik vascular yang ampuh.c.CT-Scan (Computed Tomography-Scan)Bermanfaat untuk men-diagnosis dan mengevaluasi aneurisme dan diseksi aorta, dan untuk mengevaluasi pasca bedah serta untuk mendapatkan gambar dibagian luar dari lumen pembuluh darah, seperti hematoma atau thrombus mural.d.Pletismography segmental.Berguna untuk mengukur perubahan-perubahan yang terjadi dalam volume denyut, serta dilakukan selama istirahat dan segera setelah berolahraga.

I.Pengobatan Raynauds disease Pengobatan pada Raynauds disease ini ditujukan untuk menghilangkan factor presipitasi seperti rangsangan dingin atau merokok atau juga emosi yang juga bisa juga diikuti dengan cyanosis dan hyperemia. Pengobatan-pengobatan yang dapat dilakukan antara lain :a.Pemakaian sarung tangan atau kaos kaki (gloves atau mittens), ditujukan untuk melindungi tangan atau kaki dari udara dingin.b.Pasien sebisa mungkin berhenti merokok.c.Terapi obat-obatan antara lain: 1)Alpha-Receptor (memblok factor pembawa)2)Nitroglycerin ointment (berupa salep)3)Nifedipine (memblok saluran kalsium sehinggga mampu mengurangi spasme)4)Beta-blockers and ergotamine.d.Tindakan Simpatektomi. Dalam tindakan ini dilakukan pemblokan reflek simpatik. Tindakan ini dilakukan dengan cara memotong serabut-serabut preganglionik dalam rantai simpatik setinggi thoracal 2 dan thoracal 3 yang menyela impuls saraf simpatik yang berasal dari medulla spinalis dari tangan atau kaki tersebut terutama berasal dari gangguan stellatum namun pada tindakan ini gangguan stellatumnya tidak dibuang, sebab dengan pembuangan serabut simpatik post ganglionik tadi akan menyebabkan pembuluh-pembuluh darah menjadi sangat sensitive terhadap noreepinefrin dan epinefrin darah sirkulasi. Bila sampai terjadi hal ini maka pada tangan tetap timbul Raynauds Disease setiap kali terjadi rangsangan pada kelenjar adrenal J.Intervensi Fisioterapi Pada Raynauds disease yang kronis hanya mampu dilakukan dengan tindakan Simpatektomi seperti telah dijelaskan sebelumnya.Pada Raynauds disease yang akut dengan penanganan fisioterapis antara lain 1.Ultra Sound TheraphyUltra Sound therapy merupakan teknologi yang menggunakan gelombang suara sehingga menghasilkan energi mekanik. Frekuensi yang sering digunakan Ultra Sound adalah 0,7 MHz 3 Mhz dengan intensitas kurang lebih 2 W/ cm2. Efek Ultra Sound antara lain : a.Mengurangi nyeri Pengurangan nyeri dapat terjadi karena perbaikan sirkulasi darah, dimana dalam perbaikan sirkulasi darah perifer sebagai konsekuensi adanya pengaruh panas didalam jaringan. Serta pengurangan derajat keasaman karena stimulasi serabut afferen.b.Meningkatkan permiabilitas jaringanDari efek vibrasi menyebabkan cairan jaringan mampu menembus membran sel sehingga mampu merubah konsentrasi ion dan mempermudah rangsangan sel. Didalam sel kandungan protoplasma meningkat sehingga proses pertukaran cairan secara fisiologis terpacu.c.Relaksasi otot (meningkatkan ektensibilitas jaringan penyambung)Diperoleh dari penurunan sensitvitas muscle spindle terhadap stretch reflek oleh pengaruh thermal.d.Pengaruh mekanik Gelombang UltraSound Therapy menimbulkan adanya peregangan dan pemampatan dalam jaringan sehingga terjadi variasi tekanan dan timbul pengaruh mekanik. Mampu menyebabkan peningkatan permiabilitas dari jaringan otot dan meningkatkan proses metabolisme.Indikasi dan Kontraindikasi : Indikasi : Kelainan pada jaringan tulang, sendi dan otot, Keadaan post traumatic seperti kontusio, distorsi, luxation, serta fraktur, Keadaan Rheumatoid Arthritis pada stadium tak aktif seperti Arthritis, Bursitis, kapsulitis, tendonitis, Kelainan penyakit pada sirkulasi darah seperti neuopathie phantom pain, HNP, Raynauds disease, Buergers disease, suddeck dystrophy, serta odema.Kontraindikasi : Absolud seperti mata, jantung, uterus pada wnaita hamil, serta testis. Relatif seperti post laminectomy, hilangnya sensibilitas, endhorprothese, tumor, post traumatic, tromboplhebitis dan varises, septis inflammation, serta Diabetes Mellitus. Penatalaksanaan : Area yang akan diobati dibersihkan dengan alcohol. Cek apakah tranduser sudah mengeluarkan arus dengan meneteskan sedikit air keatas tranduser. Kemudian pada daerah yang akan diobati diberikan medium tertentu. Intensitas yang digunakan tergantung luas area yang akan diobati. Apabila area kecil maka yang sering digunakan intensitasnya kurang lebih 2 W/cm2. Waktu 1cm2 / menit. Frekuensi kurang lebih 2 3 kali perminggu. Tranduser yang digunakan era kecil atau besar tergantung luas area yang diobati. Setelah selesai tranduser dibersihkan dengan alkhohol.. 2.Infra Red Sinar infra red merupakan gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang 7700 4 juta Amstrong. Klasifikasi sinar infra red : a.Berdasarkan panjang gelombang : Gelombang panjang / non penetrating ( panjang gelombang 12.000 150 ribu A0, daya penetrasi sampai lapisan superficial epidermis yaitu 0,5 mm) dan gelombang pendek / penetrating (panjang gelombang 7700 12.000 A0, daya penetrasi lebih dalam yaitu sampai jaringan subkutan pada pembuluh darah kapiler, pembuluh limfe, ujung-ujung saraf dan jaringan lain dibawah kulit.b.Berdasarkan type : Type A (panjang gelombang 780 1500 mm, penetrasi dalam), Type B (panjang gelombang 1500 3000 mm, penetrasi dangkal), Type C (panjang gelombang 3000 kurang lebih 10.ribu mm, penetrasi dangkal).Indikasi dan Kontraindikasi :Indikasi : kondisi peradangan setelah subakut (seperti kontusio, muscle strain sprain, trauma sinovitis), arthritis (seperti RA, OA, myalgia, lumbago, neuralgia, neuritis), gangguan sirkulasi darah (tromboangitis obliterans, tromboplebitis, Raynauld Disease), penyakit kulit (seperti folli kulitis, furuncolosi, wound), serta persiapan massage dan exercise.Kontraindikasi : daerah dengan insufesiensi pada darah, gangguan sensibilitas pada kulit, adanya kecenderungan terjadinya pendarahan.Efek Infra Red :Efek Fisiologis : meningkatkan proses metabolisme, vasodilatasi pembuluh darah, pigmentasi, pengaruh saraf sensorik, pengaruh terhadap jaringan otot, destruksi jaringan, menaikkan temperatur tubuh, mengaktifkan kerja kelenjar keringat.Efek terapeutik : relief of pain, muscle relaksasi, meningkatkan suplai darah, menghilangkan sisa-sisa hasil metabolisme. Penatalaksanaan : Alat yang akan digunakan dipanaskan selama 5 menit terlebih dahulu. Kemudian daerah yang akan diobati dibersihkan dengan air sabun dan dikeringkan dengan handuk. Kemudian pilih apakah dengan menggunakan sinar Infra red luminous (jarak 35-45 cm,) atau dengan IR non-luminous (jarak 45-60 cm). Waktu yang digunakan 10 - 30 menit, tetapi tetap disesuaikan dengan jenis penyakitnya.

3.Parafin bath atau wax bath atau rendaman paraffin.Parafin biasa ditambah parafin oil kemudian dipanaskan sampai cair atau meleleh kurang lebih 550 C. Pengobatan ini terdiri dari beberapa cara antara lain : rendaman anggota yang diobati kedalam paraffin yang telah meleleh, menggunakan kuas atau sikat yang dicelupkan pada paraffin yang meleleh kemudian dioleskan pada anggota yang diobati, paraffin pack. Area yang diobati akan menjadi kemerah-merahan (erytema), lemas (supel), dan berkeringat. Hal ini memungkinkan untuk diberikan massage, stretching dan terapi manipulasi yang lunak. Toleransi pasien berkisar antara 47,8 0 C 54 0 C, sehingga sebelum digunakan temperatur paraffin diturunkan hingga kurang lebih 47 0 C.Indikasi dan Kontraindikasi :Indikasi : paska trauma, bengkak atau kekakuan, pasca fraktur, sprain atau strain, arthritis kronis,.Kontraindikasi : luka terbuka, gangguan sensibilitas kulit. 4.LASER (Light Amplification by Stimulated Emission and Radiation)Merupakan teknologi berupa sinar yang dilipatgandakan melalui emisi radiasi dari perangsangan substansi khusus, dimana setiap benda memancarkan emisi pada gelombnag yang berbeda. Untuk tujuan terapik dalam bidang fisioterapi, emisi yang banyak digunakan adalah emisi dari He dan Neon, atau campuran dari keduanya yang mempunyai spectrum 6,328 A0, serta Infra Red Laser dengan panjang gelombang 9040 A0. Klasifikasi LASER menurut FDA (Food And Drug Administration) yaitu :a.Kelas 1 : LASER tidak merusak.b.Kelas 2 : Merusak setelah 1000 detik kontak. c.Kelas 3 : Merusak mata pada radiasi langsung.d.Kelas 4 : Merusak mata dan kulit baik pada radiasi langsung. maupun langsung.Klasifikasi LASER yang lain adalah berdasarkan kekuatannya (power) a.Hot LASER, adalah LASER dengan kekuatan tinggi, satuan powernya dalam Watt, efek utamanya adalah panas.b.Cold LASER adalah LASER kekuatan rendah, efek utamanya adalah efek non-thermal.Efek Biologis terhadap jaringan tubuh manusia antara lain : a.Efek Biostimulasi : apabila stimulus LASER bersifat ringan ditujukan pada suatu sel maka akan mempengaruhi plasma sel yang berarti pula merubah ketegangan membran sel tersebut. Perubahan tegangan sel tadi merupakan suatu frekuensi oscilasi pada membran sel sehingga mempengaruhi pembebasan ion Calsium (Ca+) yang merangsang prostaglandin dan zat-zat algogenic lainnya untuk menghambat proses peradangan, sehinggga dapat berfungsi menormalisir jaringan yang cedera melalui reaksi radang. b.Laser sebagai katalisator : Stimulasi LASER yang tinggi akan merangsang mitochondria sel, sehingga sintesa ATP dan ADP akan meningkat serta memacu Ferric sulphide system (dalam mitochondria) yang akan diikuti peningkatan aktivitas sel-sel macrophage, sel schwan, fibrocytes lainnya. Dari perubahan aktivitas tersebut secara keseluruhan akan memberikan efek terapeutik yang sesuai dengan tujuan terapi yang dikehendaki.c.Efek Biostimulasi : LASER mampu membebaskan enzim-enzim endorphins dan aktifnya kembali sel-sel macrophage serta mampu mengurangi pengeluaran nociceptor sebagai kelanjutan dari perbaikan system microvaskuler. Tujuan LASER ini antara lain : vasodilatasi khususnya pada level microvaskuler, peningkatan aktivitas enzim akibat super dilatasi local pada kapiler dan membuat normalisasi keseimbangan intra dan ekstra seluler, stimulasi mekanisme pertahanan yang akan menyebabkan peningkatan aktivitas anti bacterial (stimulasi macrophage), stimulasi fibroblast untuk penyembuhan proses peradangan pada jaringan lunak akibat trauma, stimulasi suppressor T-Cell pada saat produksi antibody yang tidak seimbang dapat menormalisir komplek imun, peningkatan energi sel intrinsic bertujuan untuk menjaga sel dari keadaan patologis yang mengakibatkan menajdi nekrotik, pelepasan semua aktivitas perusakan menjadikan keadaan symptom bertambah buruk.Penatalaksanaan fisioterapi : Pada area yang akan diobati dibersihkan dahulu dengan alkhohol, kemudian area tersebut diukur misal area tersebut berukur 4 cm2 maka area tersebut dibagi menjadi 4 section yang masing-masing mempunyai luas 1 cm2 dan penempatan atau aplikasi probe harus tegak lurus dengan area yang diobati sehingga memberikan nilai absorbsi yang besar. Setelah parameter atau pengukuran atau aplikasi ditentukan berdasarkan pembagian section tadi, maka probe dapat ditempatkan sedikit kontak dengan kulit atau diberikan jarak dengan kulit sekitar 15 mm diatas permukaan kulit, namun probe tetap tegak lurus dengan area yang diobati. Indikasi dan Kontraindikasi : Indikasi : Kerusakan Kulit (dermatological disorder), penyakit atau kondisi reumatoid, terutama rheumatoid pada jaringan lunak, gangguan atau kelainan post traumatic, gangguan sirkulasi, kelainan-kelainan yang merupakan indikasi terapi melalui trigger point.Kontraindikasi : penyinaran langsung pada mata, sekurang-kurangnya 4 6 bulan setelah pemberian radioterapi, kelenjar endokrin, epilepsy, demam, tumor, dan kehamilan.HIPERTENSI PADA ANAKTINJAUAN TEORITIS2.1 KONSEP MEDIS2.1.1 PENGERTIANHipertensi pada anak adalah keadaan di mana tekanan darah sistolik dan atau diastolik rata-rata berada pada persentil besar sama dengan 95 menurut umur dan jenis kelamin, yang dilakukan paling sedikit dalam tiga kali pengukuran.2.1.3 ETIOLOGIBeberapa penyebab hipertensi pada anak bervariasi sesuai dengan variasi umur di antaranya penyakit ginjal, ujar Dr.Sandy Ruslan,Sp.PD(Bagian penyakit dalam FKUI) kategori utamanya adalah penyakit ginjal. Hampir 80% penyebab hipertensi pada anak berasal dari penyakit ginjal. Penyebab lain gangguan hormonal karena penyakit endokrin, gangguan saraf karena tumor, infeksi atau trauma otak, pemakaian obat kortikosteroid dan obat tetes hidung, serta penyakit jantung dan pembuluh darah yang dapat menimbulkan hipertensi pada bayi maupun anak.Kenaikan curah jantung atau kenaikan tahanan menyababkan kenaikan tekanan darah, walaupun dari salah satu faktor ini naik sedang yang lain turun, tekanan darah mumgkin tidak naik.Beberapa anak dari orangtua yang hipertensi dapat mengekresi metabolik katekolamin urin yang lebih tinggi atau dapat berespon pada pembebanan natrium dengan penambahan berat badanyang lebih besar dan penambahan tekanan darah dari pada mereka yang tanpa riwayat hipertensi.Anak dan remaja muda dengan tekanan diatas persentil Ke-90 menurut umur sering menjadi orang dewasa dengan tekanan darah yang tinggiEtiologi lainnya pada hipertensi Misalnya tekanan darah naik. Pada bayi baru lahir paling sering dihubungan dengan kateterisasi arteri umbilikalis tinggi dan penyumbatan arteri rnalis karena pembentukan trombus.Anak dengan hipertansi sekunder mempunyai kelainan ginjal sekitar 75-80%. Infeksi saluran kencing, penderita ini sering terkait dengan lesi obtruktif saluran kencing. Hipertansinya dapat disertai dengan retansi natrium, sekresi renin atau penurunan produsi bradikinin. Anak denagan kenaikan tekanan darahselam episode akut, infeksi dapat midah menimbulkan hipertensi esensial. Lesi parenkim ginjal lain yang disetai hipertensi umumnya terjadi penurunan laju filtrasi glomerulus dari nefritis dapat menyebabkan penimbunan garam dan air, sedangkan lesi masa (kista, tumor padat, hematom) dapat menggangu perfusi bagian ginjal dan merangsang produksi renin oleh aparatus jukstaglomerulosa. Pada tumor wilms dan sel tumor juksta glomerulosa (hemangioparisitoma) mensekresi renin atau penekan substansi tanpa pengendalian umpan balik.Pada penyakit jantung dan pembuluh darah bawaan sejak lahir atau yang disebut koarktasio aorta juga dapat menyebabkan hipertensi pada bayi maupun anak. Penyakit ini ditandai dengan tekanan darah pada lengan atas lebih tinggi dari tekanan darah pada tungkai, denyut nadi perifer melemah atau sulit diraba dan terdengar suara bising jantung. Koartasio aorta dan stenosis arteri renalis, menimbulkan hipertensi melalui perangsangan sistem renin-angiotensin-aldosteron. Angiotensin I diubah menjadi angiotensin II oleh enzim pengubah angiotensin (angiotensin comperting enzim = ACE). Angiotensin comperting enzym menyebabkan degradasi metabolik kinin penyebab vasodilatasi. Anngiotensin II adalah vasokosntriktor kuat dan merangsang sekresi aldosteron. Kedua berpegaruh dalam kenaikan tekanan darah.Hipertensi sistolik dan takikardi sering ada pada hipertiroidisme, tetapi tekanan diastolik biasanya tidak naik. Hiperkalsemia sebagai akibat hiperparatiroidisme atau bukan sering menyebabkan kenaikan ringan pada tekanan darah karena bertambahnya tonus vaskuler. Gangguan adenokortikal (tumor yang mensekresi aldosteron, hiperplasia adrenal, sindrom cushing) dapat menyebkan hipertensi jika ada kenaikan pengaruh dari mineralokortikoid karena bertambahnya aldosteron, atau kortisol.Tumor yang mensekresi katekolamin menyebabkan hipertensi karena pengaruh epinefrin dan norepinefrin pada jantung dan vaskuler.Efek toksik dari obat dapat menaikan tekanan darah. Obat inhalasi, tetes hidung atau dekongestan hidung umumnya menghasilkan vasokonstriksi perifer dan berbagai tingkat rangsangan jantung yang dapat menimbulkan tekanan darah yang tinggi dan menimbulkan kejang-kejang atau perdarahan inntrakranial2.1.4 TANDA DAN GEJALAUmumnya tanpa keluhan, namun pada kondisi tertentu dapat saja terdapat keluhan yang timbul pada anak adalah mimisan, sakit kepala, yang tidak tahu sebabnya, pusing, penglihatan tiba-tiba kabur, nyeri perut, mual-mual, muntah, napsu makan berkurang, gelisah, berat badan turun, sesak nafas, nyeri dada dan keringat berlebihan, pertumbuhan dan perkembangan yang terlambat.Karena itu, penting untuk melakukan deteksi dini dengan pengukuran tekana darah secara rutin pada anak usia 3 tahun ke atas, paling tidak setahun sekali.2.1.5 PATOFISIOLOGIHipertensi pada anak umumnya disebabkan oleh penyakit ginjal (hipertensi sekunder). Terjadinya hipertensi pada penyakit ginjal adalah karena :1. Hipervolemia.Hipervolemia oleh karena retensi air dan natrium, efek ekses mineralokortikoid terhadap peningkatan reabsorpsi natrium dan air di tubuli distal, pemberian infus larutan garam fisiologik, koloid, atau transfusi darah yang berlebihan pada anak dengan laju filtrasi glomerulus yang buruk. Hipervolemia menyebabkan curah jantung meningkat dan mengakibatkan hipertensi. Keadaan ini sering terjadi pada glomerulonefritis dan gagal ginjal.2. Gangguan sistem renin, angiotensin dan aldosteron.Renin adalah enzim yang diekskresi oleh sel aparatus juksta glomerulus. Bila terjadi penurunan aliran darah intrarenal dan penurunan laju filtrasi glomerulus, aparatus juksta glomerulus terangsang untuk mensekresi renin yang akan merubah angiotensinogen yang berasal dari hati, angiotensin I. Kemudian angiotensin I oleh angiotensin converting enzym diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II menimbulkan vasokonstriksi pembuluh darah tepi, dan menyebabkan tekanan darah meningkat. Selanjutnya angiotensin II merangsang korteks adrenal untuk mengeluarkan aldosteron. Aldosteron meningkatkan retensi natrium dan air di tubuli ginjal, dan menyebabkan tekanan darah meningkat.3. Berkurangnya zat vasodilatorZat vasodilator yang dihasilkan oleh medula ginjal yaitu prostaglandin A2, kilidin, dan bradikinin, berkurang pada penyakit ginjal kronik yang berperan penting dalam patofisiologi hipertensi renal. Koarktasio aorta, feokromositoma, neuroblastoma, sindrom adrenogenital, hiperaldosteronisme primer, sindrom Cushing, dapat pula menimbulkan hipertensi dengan patofisiologi yang berbeda. Faktor-faktor lain yang dapat menimbulkan hipertensi sekunder pada anak antara lain, luka bakar, obat kontrasepsi, kortikosteroid, dan obat-obat yang mengandung fenilepinefrin dan pseudoefedrin.

2.1.7 KOMPLIKASIKomplikasinya pada organ tubuh lain sangat besar, seperti pembengkakan jantung, gangguan ginjal, gangguan saraf, gangguan penglihatan sampai dapat terjadinya kebutaanBeberapa ahli dan organisasi hipertensi internasional menganjurkan agar anak anak mulai usia 3 tahun dilakukan pengukuran tekanan darah setahun sekali untuk mengetahui ada tidaknya hipertensi agar penanganan dapat dilakukan sedini mungkin. Sehingga pembengkakan jantung, gagal ginjal, gangguan saraf dan kebutaan dini pada anak kita sebagai generasi penerus bangsa dapat dihindari.a. Ensefalopati hipertensifb. Payah jantungc. Gagal jantungd. Retinopati hipertensif yang dapat mengkibatkan kebutaan.2.1.8 PEMERIKSAAN PENUNJANGa. Riwayat dan pemeriksaan fisik secara menyeluruhb. Pemeriksaan retinac. Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kerusakan organ seperti ginjal dan jantung.d. EKG untuk mengetahui hipertropi ventrikel kirie. Urinalisa untuk mengetahui protein dalam urin, darah, glukosaf. Pemeriksaan : renogram, pielogram intravena arteriogram renal, pemeriksaan fungsi ginjal terpisah dan penentuan kadar urin.g. Foto dada dan CT scan2.1.9 PENATALAKSANAANBaik pendekatan non farmakologis maupun farmakologis, pengobatan berguna dalam menatalaksana penderita dengan kenaikan tekanan darah. Intervensi akan difokuskan pada faktor faktor penting pada pencegahan. Karena banyak penderita dengan kenaikan tekanan darah ringan adalah pada kegemukan. Pengurangan berat badan dapat berakibat penurunan hingga 5 10 mmHg pada tekanan sistolik, dan penurunan 5 mmHg pada tekanan diastolik. Pengurangan masukan natrium sering akan menurunkan tekanan darah sekitar 5 mmHg. Program latihan aerobik yang tetap teratur juga ternyata menurunkan tekanan darah pada kelompok penderita dengan hipertensi essensial ringan. Mengingat manfaat ini dan pengaruh yang tidak diinginkan dari banyak obat obat anti hipertensi, program terapi non farmakologis yang diawasi dengan baik harus diresepkan dengan baik pada penderita hipertensi essensial. Bila penderita tidak mau bekerjasama dengan pendekatan tanpa obat atau pengurangan tekanan tidak memadai harus diberikan obat anti hipertensi.Untuk anak dengan hipertensi sekunder dan untuk penderita dengan hipertensi essensial, terapi farmakologis akan sangat diperlukan. Sejumlah obat anti hipertensi tersedia untuk obat gawat darurat hipertensif dan untuk terapi lama (Tabel 1).Pada penurunan tekanan darah, penderita selama krisis hipertensi, penting untuk memilih obat dengan mula kerja cepat dan tetap mengevaluasi hasil tekanan darah. Karena ensefalopati hipertensi merupakan komplikasi gawat darurat hipertensi yang mungkin terjadi, obat anti hipertensif dengan efek samping sistem saraf sentral minimal harus dipilih agar menghindari keracunan antara gejala penyakit dan pengaruh buruk obat. Pemberian anti hipertensi intravena lebih disukai agar memungkinkan titrasi penrunan tekanan darah ketika obat diturunkan. Karena penurunan tekana darah terlalu cepat mengganggu perfusi jaringa yang cukup. Tekanan darah harus dikurangi sekitar sepertiga dari penurunan total yang direncanakan dalam enam jam pertama dan jumlah sisanya dalam 48 72 jam berikutnya.HIPERTENSIA. Definisi Hipertensi

The Joint National Community on Preventation, Detection evaluation and treatment of High Blood Preassure dari Amerika Serikat dan badan dunia WHO dengan International Society of Hipertention membuat definisi hipertensi yaitu apabila tekanan darah seseorang tekanan sistoliknya 140 mmHg atau lebih atau tekanan diastoliknya 90 mmHg atau lebih atau sedang memakai obat anti hipertensi. Pada anak-anak, definisi hipertensi yaitu apabila tekanan darah lebih dari 95 persentil dilihat dari umur, jenis kelamin, dan tinggi badan yang diukur sekurang-kurangnya tiga kali pada pengukuran yang terpisah.B.Insiden Hipertensi Insiden hipertensi makin meningkat dengan meningkatnya usia. Ini sering disebabkan oleh perubahan alamiah di dalam tubuh yang mempengaruhi jantung, pembuluh darah dan hormon. Hipertensi pada yang berusia kurang dari 35 tahun akan menaikkan insiden penyakit arteri koroner dan kematian prematur (Tambayong, 2000)C.Penyebab Hipertensi secara Epidemiologi Hipertensi adalah masalah kesehatan masyarakat. Hipertensi yang tidak terkontrol dapat memicu timbulnya penyakit degeneratif, seperti gagal jantung congestive, gagal ginjal, dan penyakit vaskuler. Hipertensi disebut silent killer karena sifatnya asimptomatik dan setelah beberapa tahun menimbulkan stroke yang fatal atau penyakit jantung. Meskipun tidak dapat diobati, pencegahan dan penatalaksanaan dapat menurunkan kejadian hipertensi dan penyakit yang menyertainya.1 Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, diketahui hampir seperempat (24,5%) penduduk Indonesia usia di atas 10 tahun mengkonsumsi makanan asin setiap hari, satu kali atau lebih. Sementara prevalensi hipertensi di Indonesia mencapai 31,7% dari populasi pada usia 18 tahun ke atas. Dari jumlah itu, 60% penderita hipertensi berakhir pada stroke. Sedangkan sisanya pada jantung, gagal ginjal, dan kebutaan.2 Pada orang dewasa, peningkatan tekanan darah sistolik sebesar 20 mmHg menyebabkan peningkatan 60% risiko kematian akibat penyakit kardiovaskuler.1 Berdasarkan American Heart Association (AHA, 2001), terjadi peningkatan rata-rata kematian akibat hipertensi sebesar 21% dari tahun 1989 sampai tahun 1999. Secara keseluruhan kematian akibat hipertensi mengalami peningkatan sebesar 46%.1 Data Riskesdas menyebutkan hipertensi sebagai penyebab kematian nomor 3 setelah stroke dan tuberkulosis, jumlahnya mencapai 6,8% dari proporsi penyebab kematian pada semua umur di Indonesia.2 Hipertensi perlu diwaspadai karena merupakan bahaya diam-diam. Tidak ada gejala atau tanda khas untuk peringatan dini bagi penderita hipertensi. Selain itu, banyak orang merasa sehat dan energik walaupun memiliki hipertensi. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, sebagian besar kasus hipertensi di masyarakat belum terdiagnosis.Tekanan darah adalah kekuatan yang ditimbulkan oleh jantung yang berkontraksi seperti pompa, sehingga darah terus mengalir dalam pembuluh darah. Kekuatan itu mendorong dinding pembuluh arteri atau nadi. Tekanan darah diperlukan agar darah tetap mengalir dan mampu melawan gravitasi serta hambatan dalam dinding arteri. Tanpa adanya kekuatan secara terus menerus dalam sistem peredaran, darah segar tidak dapat terbawa ke otak dan jaringan seluruh tubuh.3 Tekanan darah yang paling rendah terjadi saat tubuh dalam keadaan istirahat atau tidur dan akan naik sewaktu latihan atau berolahraga. Hal ini disebabkan dalam latihan atau olahraga diperlukan aliran darah dan oksigen yang lebih banyak untuk otot otot.3 Jika terdapat hambatan misalnya karena penyempitan pembuluh arteri, tekanan darah akan meningkat dan tetap pada tingkat yang tinggi,3,4 semakin besar hambatan tekanan darah akan semakin tinggi.4

D.Gejala Klinis Peninggian tekanan darah kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala pada hipertensi esensial dan tergantung dari tinggi rendahnya tekanan darah, gejala yang timbul dapat berbeda-beda. Kadang-kadang hipertensi esensial berjalan tanpa gejala, dan baru timbul gejala setelah terjadi komplikasi pada organ target seperti pada ginjal, mata, otak dan jantung.9,17 Perjalanan penyakit hipertensi sangat berlahan. Penderita hipertensi mungkin tidak menunjukkan gejala selama bertahun tahun. Masa laten ini menyelubungi perkembangan penyakit sampai terjadi kerusakan organ yang bermakna. Bila terdapat gejala biasanya hanya bersifat spesifik, misalnya sakit kepala atau pusing.18 Gejala lain yang sering ditemukan adalah epistaksis, mudah marah, telinga berdengung, rasa berat di tungkuk, sukar tidur, dan mata berkunang-kunang.9 Apabila hipertensi tidak diketahui dan dirawat dapat mengakibatkan kematian karena payah jantung, infark miokardium, stroke atau gagal ginjal. Namun deteksi dini dan parawatan hipertensi dapat menurunkan jumlah morbiditas dan mortalitas.Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala berikut: sakit kepalakelelahanmualmuntahsesak nafasgelisahpandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata, jantung dan ginjal.

F.Pengobatan Hipertensi 1. Diuretic{Tablet Hydrochlorothiazide (HCT), Lasix (Furosemide)} Merupakan golongan obat hipertensi dengan proses pengelua