dista ayu dwi safitri (01)

23
AYAHKU , PAPA TEMENKU Nama : DistaAyuDwi S Kelas : XII IPA-3 No.absen: 01

Upload: lazuardi-widya-susilo

Post on 18-Jan-2016

219 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Cerpen(Cerita pendek) tugas bahasa indonesa di sma negeri 2 pasuruan

TRANSCRIPT

Page 1: Dista Ayu Dwi Safitri (01)

AYAHKU , PAPA TEMENKU

Nama : DistaAyuDwi S

Kelas : XII IPA-3

No.absen: 01

Page 2: Dista Ayu Dwi Safitri (01)

AYAHKU , PAPA TEMANKU

Suara ayam mulai berkokok ,membangunkan sepasang mata kecil

yang indah . Anak perempuan itu sudah terbangun dari kelelapannya . Ain

namanya , gadis kecil yang hidup bersama kedua orang tuanya di sebuah

desa. Ibunya bernama Ani . Ia bekerja sebagai buruh pabrik , dan ayahnya

bernama Budi sebagai pegawai swasta. Hidup dengan berkecukupan tidak

membuat Ain bisa menikmati masa kecilnya yang indah. Ia sangat sayang

dengan kedua orang tuanya, itu alasannya mengapa dia lebih

mengutamakan membantu orang tuanya dibandingkan menikmati masa

kecilnya .

Pagi itu pukul setengah lima Ain terbangun dan bergegas mengambil

wudhu di belakang rumah untuk memenuhi kewajibannya sebagai umat

Islam Seperti yang diajarkan di Madrasah tempat dia mengaji. Dalam

do’anya terdengar nama orang tuanya disebut dalam kepolosan hati.

Setiap hari ia lakukan seperti itu. Setelah sholat ia melipat sajadah dan

mukenah mungilnya , lalu ia berjalan menuju dapur rumahnya yang sudah

disinggahi oleh ibunya sejak Ain belum terbangun. Seperti biasa, Ain

langsung membawa ember dan mengisinya dengan air untuk kebutuhan

ibunya memasak. Dengan tangan mungilnya, ia berusaha menaikan air itu

agar tidak tumpah . Tak lama, bocah kecil itu segera menyalahkan

tungku dan mulai menanak nasi .

“Kalau sudah selesai menanak nasi ,siap-siap berangkat sekolah , ini

sudah siang “, ibunya menyuruh .

“iya bu,“jawabnya .

Kaki kecilnya langsung berdiri ,melangkah meninggalkan dapur dan

menuju ke kamarnya. Ain menyiapkan seragam dari lipatan di dalam

almari, ia letakan di atas kasur tempat tidurnya. Setelah itu Ain beranjak

menuju kamar mandi untuk membersihkan badannya.

Page 3: Dista Ayu Dwi Safitri (01)

“Byarr … byurr .. byarr ..byurr,” terdengarsuara air yang membasuh

badannya .

Ain keluar dengan wajah yang segar dan berjalan memasuki kamarnya ,

setelah semua sudah siap Ain langsung menuju ke meja makan untuk

mengisi perutnya yang kosong.

Pagi itu tak ada yang menemaninya melahap nasi, ibunya sibuk

dengan pekerjaannya dan ayahnya belum pulang dari semalam ia

bekerja. Hal ini sudah dialaminya setiap hari, banyak alasan yang

membuat orang tuanya tidak menduduki tempat duduk di meja

makannya, apalagi ayahnya, tidak tentu kapan pulang. Terkadang dua

hari, tiga hari, bahkan pernah empat hari kerja baru ia pulang. Padahal di

tempat kerjanya hanya memperkejakan karyawan selama 12 jam, sisanya

entah kemana ayahnya pergi. Pernah sesekali ia tanyakan hal itu kepada

ibunya. Namun, ibunya hanya terdiam dan wajahnya berubah sedih

sampai meneteskan air mata, Ain tak tega melihat ibunya begitu, setelah

kejadian itu Ain mencoba menahan dirinya untuk tidak menanyakan lagi

keberadaan ayahnya.

“Ibu aku berangkat sekolah dulu yaa?” suara kecilnya.

“Iya hati-hati” jawab ibu.

“Oh.. iyaa, jangan lupa makan yaa bu,” terangnya peduli, ibunya

mengangguk dan tersenyum.

Dengan sepeda sederhananya, ia pergi ke sekolah. Ain masih kelas 5

di Sekolah Dasar Binangun jauh di Pelabuhan Pantai Panggung, Pasuruan.

Di sekolah, Ain hanyalah murid seperti pada umumnya. Suka bermain dan

bercanda dengan temannya.

Pukul 12.30 bel sekolah mulai berbunyi, menandakan waktu belajar

sudah selesai. Ain segera pulang karena ia ingin segera bertemu dengan

ayah dan ibunya. Tetapi yang sangat diharapkannya bertemu dengan

ayahnya yang jarang sekali pulang. Dengan perasaan yang dihantui oleh

Page 4: Dista Ayu Dwi Safitri (01)

harapan Ain mengayuh sepeda kecilnya dengan cepat. Sesampainya di

rumah,

“Ibuuu aku pulang …” teriaknya sambil mengusap keringat.

Kelegahan mulai terasa dalam hatinya, karena Ia melihat sepasang

sepatu kerja milik ayahnya tepat di depan pintu rumahnya. Tidak sabar

Ain langsung lari dan mencari ayahnya.

“Ayaaah … Ibuuuuuuu,” panggilnya.

“Ada apa kamu teriak-teriak nak?” keluar ibu dari kamar dengan

heran.

“Ayah mana buu?”

“Ayahmu?” katanya pelan.

“Iya bu aku lihat di depan ada sepatu kerja ayah, ayah pulang kan bu

?” jelasnya.

“Iya ayahmu tadi memang pulang, tapi sudah pergi lagi ,” jawab ibu

dengan perasaan yang miris . Ain langsung terdiam dan menundukkan

kepala .

“ mengapa ayah tidak menungguku pulang bu? Apa ayah tak ingin

melihatku sebentar pun?” tanya dengan wajah yang sedih

“Mungkin ayahmu masih banyak urusan di luar sana, jangan terlalu

kau harapkan ayahmu pulang ke rumah atau menengokmu,” tegas ibu

dengan kepala menunduk.

Melihat ibunya yang sedih Ain langsung mendekat dan memeluk

erat-erat tubuh ibunya dengan sedikit meneteskan air mata. Ain

menatapa wajah Ibunya dan menghapus air mata yang mengalir di pipi

surganya kelak. Tanpa Ia sadari Ain melihat pelipis mata Ibunya yang

bengkak.

“Pelipis mata Ibu kenapa ?” tegasnya heran .

Page 5: Dista Ayu Dwi Safitri (01)

“Tidak apa-apa, cuma bengkak sedikit, tadi nggak sengaja terpeleset

terus jatuh, jadinya begini” Jawa Ibu mengelak.

“Benar begitu buu??” Tidak percaya.

“Iyaa” pelan menegaskan.

Ain terdiam Ia tidak percaya dengan penjelasan Ibunya, pikiran negativ

mulai muncul dari angannya.

“ Apa ada hubungannya dengan kepulangan ayah tadi?” tanya dalam

hati kecilnya.

“Sudah kamu ganti baju sana, setelah itu sholat terus makan” suruh Ibu.

“Iyaa buu” berpaling dari Ibunya.

Pertanyaan itu masih menghantui fikiran gadis kecil itu. Ain langsung

menggati seragam dan langsung pergi ke kamar wandi untuk mengambi

wudhu.

“Yaa Tuuhaan buwatlah ibu bahagia dan pulangkan ayahku,” harapannya

dalam kepolosan.

Setelah selesai berdo’a Ain melipat mukenah dan sajadahnya. Ain berjalan

menuju meja makan untuk mengisi perutnya yang sudah keroncongan.

Saat melahap makanan pertanyaan itu muncul lagi di fikiran bocah kecil

itu.

“Apa Ibu dipukul oleh ayah? Tapi, mengapa ayah memukul Ibu?”

Bocah kecil itu termenung di meja makan.

“Hey.. Gendut ? kenapa kau melamun kasihan nasi dan lauk itu kau

biarkan kering?” Ejek Dudu teman kecilnya sekaligus tetangga dekat .

“haahhh . . . Ee … tidak , aku tidak melamun , kau mengagetkanku

Dudu !” Ain geram.

“Habis ku liat kau dari luar makan sambil melamun ,“jawab Dudu.

Page 6: Dista Ayu Dwi Safitri (01)

“Kebiasaan mu masuk rumah orang tanpa salam tanpa

apa,“Geramnya lagi.

“Ehh … eh .. aku tadi sudah salam dan memanggilmu , tapi karna

kau sibuk melamun, tidak kau dengarkan suaraku.” Balasnya tegas.

“Ah bisa saja kamu ngelesnya , nafsu makan ku jadi hilang setelah

kamu datang,“ Tegasnya mengejek.

“Memang kau tadi memikirkan apa?” Tanya Dudu.

“Enggak aku tidak memikirkan apa-apa.“ Tanggapnya .

“Jujur saja , aku tau kau sedang memikirkan apa??” tegas dudu

angkuh

“ Kamu oengen jadi dukun ya ? , sudah pintar baca pikiran orang

lain ? “ ejek Ain dudu menarik tangan ain dan berjalan menuju teras

depan rumah .

“ Eh Eh ngapain kamu tarik-tarik,“Ain bingung.

“Aku cerita di sini saja lebih aman , tidak ada yang mendengar

kecuali kita berdua, hahahaha,” Dudu tertawa .

“Memangnya mau cerita apa sampai-sampai tidak boleh ada yang

tau ?” Tanya ain

dengan hati-hati Dudu perlahan menjelaskan kejadian dirumah ain

siang tadi sewaktuain sekolah.

“Pasti kau tadi memikirkan pelipis mata mamak kau yang lebam, iya

kan ?” Dudu bertanya.

“Iya benar , tau dari mana kamu?” Ain bingung .

“Aku tadi tak sengaja liat mamak kau bertengkar dengan bapak

kau .“Lirih Dudu

“Iya kan?” ain tak percaya.

Page 7: Dista Ayu Dwi Safitri (01)

“Benarlah , rupanya tadi mamak kau marah pada bapak kau yang tak

pernah pulang , mamak kau membela mu gendut , dia tak tega melihat

kau yang terus menanyakan kapan bapak kau pulang ..” jelas Dudu

“Terus du?” Ain tak sabar

“Kau punya bapak pemarah , pelipis mamak kau dipukul , jadilah

seperti itu , kasian lah kau punya mamak,“ dengan logat batak campuran

Dudu menjelaskan .

Wajah Ain langsung berubah sedih dan kecewa. Ia sedih karena tidak

membayangkan ibunya dipukul , dan dia kecawa dengan kelakuan

ayahnya yang selama ini ia merindukan . Ain merasa bersalah kepada

ibunya keinginannya selama ini , membuat ibunya disakiti oleh ayahnya .

Padahal dulu Ain pernah berjanji tidak akan menanyakan kemana

ayahnya pergi kepada ibunya karena itu membuat ibunya menjadi sedih .

Namun rasa rindu pada ayahnya yang membuat Ain menayakan itu .

Tak disadari air mata Ain menetes .

“ Hei gendut sudah jangan menangis , jelek kau kalau

menangis,“Ledek Dudu

“ Tak lucu kau .” jawab Ain kesal

“memang tak lucu, aku bukan pelawak , jadi pantas kalau aku tak

lucu , aku ini kan dukun bukan?” jawabnya menghibur.

Ain tersenyum malu sambil mengusap air mata .

“ Sudahlah jangan kau menangis , sekarang yang penting kau harus

bisa buat mamakkau tersenyum bahagia,“Dudu menasehati

“Terima kasih kawan , kau memmang temanku yang paling baik ,

tapi aku tak punya mamak yang ku punya ibu …” ledek Ain sambil

tersenyum .

“sama-sama, teruslah aku godai aku,“ Dudu sedikit jengkel .

Page 8: Dista Ayu Dwi Safitri (01)

“ Alamak …. Mamakku !! “ teriak Dudu.

“ Kenapa mamak kamu?” bingung.

“ Aku tadi disuruh mamak beli beras , tapi aku lupa malah bercerita

di sini “, aku ke toko dulu ya .. ! “ tegasny bingung sambil lari tergesa-

gesa.

Ain tertawa melihat Dudu yang kebingungan , Dudu memang anak

pelupa , namun Dudu adalah slah satu satunya teman yang paling bisa

membuat Ain tertawa dengan logat bahasanya yang medok .

Ain tersenyum mengingat Dudu lalu beranjak dari depan rumah dan

menuju kamar tidur . Ain ingin memperistrirahatkan otot-otot di badanya .

Jam sudah menunjukkan pukul 15.00 .

“Kring … kring … kring,“ alarm berbunyi sangat keras,

membangunkan Ain. Ain segera menyentakkan semua mimpinya , setelah

itu badannya akan melompat dari depan kamar tidunya. Dia bergegas

mengambil wudu di kamar mandi belakang . Dengan wajah ceria ain

bergegas memakai mukenah , mulut kecilnya bergoyang, membaca

setiap doa sholat . Ain bergegas untuk berangkat mengaji di Madarsah ,

tidak jauh dari rumahnya ain harus berjalan sekitar lima menit untuk

sampai ke Madrasah AL-IKHLAS . Kaki kecilnya harus melewati gang-gang

kecil dan jembatan sungai .

“ Bu .. aku berangkat mengaji,“pamitnya dengan menyodorkan

tangannya.

“ assalamuaalaikumm .“

“waalaikuMsalam , hati-hati ya nak .. “ sambil mengelus kepala Ain

yang bertutup oleh kerudung yang sangat cantik . Ain segera

meninggalkan ibunya dirumah dan berjalan untuk menuntut ilmu akhirat .

Setiap hari Ain lakukan itu kecuali pada hari jum’at Madrasah tempat ia

belajar libur .

Page 9: Dista Ayu Dwi Safitri (01)

Dalam perjalanan menuju tempat ia mengaji ingatan tentang

kepulangan ayahnya muncul lagi, kesedihan mulai muncul dari raut wajah

mungilnya . Dia sangat kecewa dengan perilaku ayahnya yang kasar

terhadap ibunya . Ayah yang selama ini ia kagumi malah mencotohkan

perilaku yang tak pantas untuk seorang kepala keluarga .

Matahari mulai turun tak menampakkan keutuhannya lagi . Senja

datang dengan kegelapan, waktunya Ain selesai mengaji .K kaki kecil

mulai berlarian muncul dari ruangan kelas tempat ain mengaji . Ain berlari

meninggalkan kelasnya.

“Ain … Ain … “ teriak ibu guru memanggil.

Langkah Ain sontak terhenti mendengar ada yang memanggil

namanya .

“Ia menoleh dan melihat bu guru melambaikan tangannya di depan

pintu kelas .

“Ibu memanggil saya?”sambil mengkela nafas.

“Iya ,… ibu mau tanya sama kamu,“Sambil duduk di kursi depan

kelas .

“Tanya apa bu?” jawabnya penasaran .

“Kamu tahu mengapa Dudu tidak mengaji ? padahal selama ini ia

jarang sekali tidak masuk kelas , sekalipun ia tidak masuk ibunya atau

kakaknya akan mengantarkan surat , tapi sampai sekarang ibu belum

menerima surat “ jelas ibu guru.

“ Saya juga tidak mengerti bu, tapi tadi siang saya sempat bertemu

Dudu dan ngobrol lama sama dia, tapi dudu tidak membicarakan soal

mengaji ataupun izin kepada saya,“Jawab ain sambil kebingungan .

“ Oh begitu ya … nanti kalau ketemu tolong kamu tanyakan kenapa

ia tidak masuk hari ini “ ibu guru sambil memegang pundak Ain.

Page 10: Dista Ayu Dwi Safitri (01)

“ Baik bu … akan saya tanyakan nanti,“sambil menatap bu guru dan

tersenyum .

“Ya sudah tertimakasih , sebaiknya kamu cepat pulang , hari sudah

mulai malam , nanti ibumu khawatir menunggumu “ suara bu guru

khawatir .

“ Iya bu , saya pulang dulu, assalamuaalaikumm ,“ sambil

menyodorkan tangannya .

“Waalaikuumsalam , hati-hati ya,“teriak bu guru .

Ain berlali dengan kencang , ia takut ibu menghawatirkannya, apalagi

hari mulai gelap .

Tak ia hiraukan ilalalng-ilalang dan rerumputan yang menyapa

dengan melambai-lambai di pinggiran jalan yang sepi akan kendaraan

bermotor .

Setelah sesampai dirumahnya langkahnya terhenti , kaget dari

kejauhan terlihat sosok lelaki –laki berumur , tinggi dan kekar berdiri

didepan pintu bersama ibunya sekilas mirip ayahnya .

“Ayah …….” Dalam hatinya sambil mengerutkkan alisnya .

langkahnya mendekati ibuya dan sosok kekar yan berharp itu ayahnya .

“apa ayah datang lagi” pikirnya dalam hati .

“sepertinya itu ayah” tersenyum dalam hatinya.

“Ayah ….” Teriak dengan suara kecilnya dan sontak memeluk sosok

kekar itu . Wajahnya sumringan dalam rindu seorang anak . Sudah

beberapa hari tidak bertemu , tanpa kabar yang jelas.

Ia peluk erat-erat sosok kekar itu, seakan tidak ingin melepasnya .

“ Aku rindu ayah, jangan pergi lama-lama lagi ya yah ?” harapan

muncul dari mulut kecilnya.

Page 11: Dista Ayu Dwi Safitri (01)

“Ain … hei ,ini om Budi” suara muncul dari sosok kekar itu dan

ternyata itu Om Budi, bukan ayahnya . Om Budi adalah teman dekat

ayahnya sejak SMA .

Bahkan sampai sekarang masih berhubungan baik . Wajah ain

langsung berubah menjadi sedih . Perasaan rindunya bercampur dengan

kesedihan dan malu. Matanya mulai berkaca kaca . Tertunda lagi

keinginannya bertemu dengan ayahnya .

“ Ain kamu kenapa itu om budi bukan ayah kmau” terang ibu

“ Maaf Om , saya salah orang , saya pikir Om itu ayah.” Jelasnya

dalam suara lirih dan muka yang lesu .

“ Tidak masalah mungkin kamu terlalu kangen sama ayah kamu, lagi

pula Om sudah menganggap kau sebagi anak sendiri, seperti Nina,”

jawab om Budi dengan tersenyum sambil mengelus kepala Ain . Nina

adalah anak tunggal om Budi , dia seusia Ain .

“ Kamu dari mana saja jam segini kog baru pulang mengaji ?” Tanya

ibunya.

“Ibumu sangat mengkhawatirkan dari tadi dan menunggumu didepan

rumah,” sahut om Budi .

“ Iya maaf bu aku membuatmu khawatir , tadi seusai mengaji aku

dipanggil bu Heni guru mengaji Ain . Bu Heni menanyakan Dudu yang

tidak masuk mengaji hari ini .” jelas masih dengan wajah yang sedih ,

“Oh ya sudah sekarang kamu masuk dan ganti baju langsung sholat

setelah itu belajar .” suruh ibu .

“ Iya bu “ Ain

“Om, Ain kedalam dulu ya?” pamitnya tertunduk sambil berjalan

meninggalkan ibunya dan om Budi .

“Silahkan masuk di,” ibunya mempersilahkan om budi sebentar aku

buatkan minumandulu.” Tawar ibu.

Page 12: Dista Ayu Dwi Safitri (01)

“ Tidak usah repot-repot mbk, saya cuma sebentar saja .” sela om

Budi

“Ya sudah memangnya ada apa, mau mencari mas andri? Mas andri

sudah beberapa hari ini tidak pulang , entah kemana , tapi tadi siang

sempat pulang, hanya mengambil sesuatu terus pergi lagi entah

kemana,” terang ibu .

“ Tidak kok mbak , malah saya mau mengasih tau tentang kenapa

Andri belakangan ini jarang pulang ,” om Budi lirih , takut jika Ain

mendengarkan pembicaraannya .

“ Memang kamu tau ya? “ Tanya ibu.

“Mbak jangan kaget ya , saya sih pertamanya dikasih ta oleh teman

kerjanya Andri tentang dia yang jarang pulang , lalu saya sempat cari

tahu sendiri , dan ternyata andri sudah punya istri lagi selain mbk,” Jelas

om Budi dalam keprihatinan .

Ibu Ain langsung terdiam . Tak ada yang bisa ia katakana , hatinya

sangat hancur mendengar semua itu , hanya air mata yang bergerak

membasahi pipinya . tidak percaya namun semua itu terlihat memang

kenyataan .

“ saya tau ini memang membuat hatia mbak hancur tapi saya harus

memberi tahu mbag tentang semua ini, mesti pahit tapi ini memang

kenyataan” jelas om budi lagi dengan nada lirih dan sedih

Ibu hanya terdiam , dan berkali-kali mengusap air matanya, ibu tidak

membayangkan jika ain mengerti semua ini, bocah sekicil itu sudah harus

menanggung kehancuran keluarganya . apalagi selama ini ia sangat

merindukan ayahnya .

“ Andri menikah dengan seorang janda yang mempunyai dua anak ,

yang saya tahu anak pertamanya cewek seumuran Ain dan Nina . Anak

keduanya laki-laki sekitar umur lima tahunan .” om Budi tak tega.

Page 13: Dista Ayu Dwi Safitri (01)

Lagi-lagi ibu hanya terdiam , keheningan mulai muncul dari ruang

tamu .

Di kamar ain sedang belajar , tiba-tiba ia penasaran ingin tahu

maksud kedatangan om Budi . Ain kebingungan . dengan niat ingin tahu

Ain berjalan mengendap ngendap menujuruang makan yang

bersebelahan dengan ruang tamu untuk mendengarkan pembicaraan

ibunya dan om Budi . Ia berdiri tepat di balik tembok ruang tamu.

“ Sudah berapa lama Mas Andri menikah lagi dengan perempuan

itu?” suara ibu tertatih tatih .

Ain mendengarkan pembicaran itu sontak mengeluarkan air mata

dan tubuhnya terjatuh dan lemah , ia terduduk dan melirihkan tangisanya

yang bisa membuatnya ketahuan bila dia menguping pembicaraanya di

balik tembok .

“Yang saya tahu sudah dua bulan yang lalu, itu sih dari tetangga

perempuan itu,” om Budi

“ Aku tak bisa membayangkan bagaimana perasaan ain jika

mengetahui semua ini “

Ibu dengan mengusap air matanya .

“Ibbuu …,” teriak ain sambil menangis dan keluar dari balik tembok

dan berlari memeluk ibunya .

Ibunya dan Om Budi kaget melihat kemunculan Ain. Ain memeluk

ibunya dengan erat-erat , perasaannya sangat sedih .

“Ibu jangan sedih . . . aku disini menemani ibu , mencintai ibu dan

akan menjaga ibu,”Ketabahan muncul dari hati seorang anak

menenangkan ibunya .

“ Aku mencintai ibu ikhlas karena Allah ,”

Page 14: Dista Ayu Dwi Safitri (01)

Ketulusan muncul dari hati seorang anak yang belum dewasa namun

dipaksa harus menjadi dewasa karena ketidak tanggung jawaban seorang

ayah .

“Mbak jangan terlalu bersedih , kasihan Ain dia sudah kuat karena

memikirkan perasaan mbak , anak sekecil itu ,”saran om Budi

“Ibu jangan menangis , sambil mengusap airmata ibunya yang terus

mengalir .

“Ibu sayang kamu, maafkan ibu yang tidak bisa menjaga ayahmu

untukmu nak” terang ibu dalam kesedihan .

“Tidak bu , bukan ibu yang salah , semua ini karna aku yang tidak

bisa menjadi anak yang baik untuk ayah , sebab itu yang membuat ayah

mencari anak laki yang lebih baik dari aku,” merendahnya dalam

kepolosan berusaha menenangkan perasaan ibunya. Kerendahan itu

membuat hati ibunya bertambah miris dan terus meneteskan air mata.

“Sudah katakan semua tidak bersalah, semua ini memang karena

kelakuan Andri yang bejat dan tidak bertanggung jawab terhadap kalian,”

jelas Om Budi dalam emosi karena tidak tega.

Melihat ibu dan anak yang terlantarkan oleh kelakuan seorang suami

ataupun ayah mereka.

“Saya mohon sama mbak jangan terus-terusan bersedih, kasihan Ain,

kebahagiaan Ain adalah melihat mbak tersenyum,” jelasnya

menenangkan.

“Iya, sekarang nyawaku hanya kamu nak, nafasku adalah

kebahagiaanmu, kamu harapanku.” Ibu mencoba tegar.

“Iya bu, kita lewati semuanya berdua, aku dan ibu, tanpa ayah,”

kedewasaan itu muncul lagi dari mulut mungilnya, ketenangan mulai

muncul dalam ruangan itu.

Page 15: Dista Ayu Dwi Safitri (01)

“Yasudah, ini sudah malam sepertinya. Saya harus pulang dulu

mbak, jika butuh sesuatu jangan sungkan-sungkan menelponku atau

menemuiku,” terang Om Budi peduli.

“Iya, terimakasih, Di. Kamu sudah peduli dengan keluarga kami,” ibu

dalam sedihnya.

“Saya sudah menganggap mbak sebagai kakak saya. Keluarga mbak

adalah keluarga saya,” Om Budi.

“Terimakasih, Di, hati-hati” ibu bersalaman.

“Saya pulang dulu, Assalamualaikum” pamitnya.

“Waalaikumsalam” ibu.

“Hati-hati, Om” Ain. Dengan sedikit senyum Om Budi melangkah

meninggalkan rumah dengan motornya.

Di dalam kamar ibu memeluk ain lagi, ibu tak tega melihat ain yang

sangat mengharapkan kasih sayang dari ayahnya malah mendapatkan

kenyataan yang seperti ini. Apalagi ia masih kecil, masih belum pantas

menanggung masalah yang sekejam ini.

“Sekarang tinggal kita berdua jangan berharap kepada ayahmu lagi,

Ibu akan menyayangimu dan ibu juga cinta kamu ikhlas karena Allah”

ucap ibu dengan pelukannya.

Suasana di kamar malam itu sangat terasa haru dalam dinginnya

angin malam yang menyentuh kulit dan dalam kelelahan mereka terlelap

dengan hati yang terluka.

Matahari sudah mulai muncul dari peristirahatannya, Ain terbangun

dari tidur lelapnya. Dilihatnya matahari yang sudah menyinari

penglihatannya. Ia pergi mencari bunya yang semalam tidur dalam

pelukannya.

“Ibu… Ibu…” suara Ain lemas.

Page 16: Dista Ayu Dwi Safitri (01)

“Iya ibu dengar, nak” jawab ibu lantangnya. Ain berjalan menuju

dapur sambil mengusapi matanya yang masih merasa ngantuk.

“Ibu mengapa tidak membangunkanku untuk sholat subuh?”

tanyanya.

“Ibu lihat kamu sangat capek, tidurmu pulas dan tidak tega

membangunkanmu, jadinya ibu biarkan, Allag mengerti kok,” jawab ibu

menjelaskan.

“Sudah, sekarang kamu mandi, siap-siap sekolah” perintah ibu.

“baik bu,” sambil berjalan menuju kamar untuk mengambil handuk.

Tidak lama kemudian…

“Sayang, ibu berangkat kerja dulu ya, sarapannya sudah siap di meja

makan. Jangan lupa mengunci pintu.” Lantang di depan kamar mandi.

“iya bu, hati-hati” jawabnya di dalam kamar mandi.

“Asslamualaikum” Ibu.

“Waalaikumsalam,” Ain di dalam hati.

Setelah selesai semua Ain sudah siap berangkat sekolah dengan

sepeda sederhana. Waktu pukul 9.0), kring… kring... kring… Bel sekolah

berbunyi tiga kali, menandakan waktu istirahat datang. Ain dan temannya

berjalan menuju kantin untuk membeli minuman dan kue. Saat melewati

ruang guru terlihat sosok seperti ayahnya, namun Ain tidak mau ketiga

kalinya salah menebak orang karena perasaaan rindunya, lagipula

perasaan Ain kepada ayahnya sudah berubah menjadi sedikit kecewa dan

benci. Langkahnya terhenti.

“Ah… tidak mungkin itu ayah, pasti ini perasaanku saja, karena rindu

dengan ayah. Lagi pula ngapain ayah ke kantor sekolah” membatin.

“Eh kenapa?” temannya menoleh ke arah Ain melihat.

Page 17: Dista Ayu Dwi Safitri (01)

“Oh kamu melihat orang itu? Itu ayahnya Karin teman sekelas kita,”

jelas asalah satu temannya.

“Memang kenapa ain?” Tanya temannya.

“Ah tidak apa-apa, ayo kita ke kantin keburu ramai,” Ain mengelak.

“Coba kalau itu ayahku yang ingin bertemu aku, betapa senangnya

hatiku, tapi tidak mungkin” dalam hati Ain sambil berjalan menuju kantin.

Setiap harinya ain sudah mulai terbiasa hidup tanpa ayahnya begitu pula

ibunya.. Sudah lima hari berlalu sejak Ain dan ibu mengetahui ayah sudah

menikah lagi, sejak itu pula ayah tidak pernah menengoknya atau pulang.

Malah om Budi yang menyempatkan untuk menengok Ain dan ibunya di

rumah bersama istri dan anaknya, Nina.

Siang itu hari Rabu, tanggal 22 November 2012. Matahari sangat

terik. Tanpa disangka Ain bertemu dengan ayah nya di depan Pos sekolah.

“Itu memang ayah… iya, itu memang ayah.” Dalam hatinya.

“Papa.. papa…,” Karin berteriak dan berlari menuju ayah Ain dan

mereka berpelukan. Ain terkaget dalam berdirinya. Ia terdiam dan

berubah meyakinkan dirinya bahwa itu bukan ayahnya, tapi itu papanya

Karin. Namun itu berlawanan dengan kenyataan, itu memang ayah Ain.

Ain menghampiri Karin dan orang tua itu, ternyata benar itu ayah Ain.

Hatinya bertanya-tanya.

“Ayah…” Ain lirih.

“Ain…” sahut ayahnya terbengong.

“Ini benar ayah?” Ain tidak percaya.

“Papa kenal dengan Ain?” Karin bingung.

“Kenalkan ini papa aku ain, dan aku memanggilnya papa bukan

ayah” jelas Karin dengans sedikit bingung mendengar perkataan Karin,

Ain langsung tertunduk lesu dan meneteskan air mata sambil berlari

meninggalkan Karin dan papa barunya yaitu ayah Ain.

Page 18: Dista Ayu Dwi Safitri (01)

“Ain… Ain… Ain…” teriak ayahnya.

“Papa… papa… kenal dimana dengan ain?” Tanya Karin bingung.

“Karin, ain itu anak papa bersama isrtri papa yang dulu.” Jelas ayah

dengan lirih.

“Apa !! jadi…” Kari kaget dan tidak percaya Ain yang mengetahui

semua ini langsung berlari ke kelas dan mengambil tas tanpa takut

dengan guru pengawas karena jam pelajaran masih berlangsung, namun

Ain tidak kuat dengan kenyataan yang ia ketahui, ayahnya yang selama

ini ia tunggu dan meninggalkannya tanpa kabar, lalu ternyata ayahnya

sudah menikah dan mempunyai anak dan anaknya adalah Karin teman

sekelasnya. Betapa mirisnya hati anak sekecil itu , mengerti semua

masalah itu .

“Jadi ternyata ayahku adalah papa temanku?” Ain membatin.

Sesampainya di rumah Ain langsung menceritakan semua kejadian di

Sekolah kepada ibunya ,ibunya menangis melihat ain yang harus

menerima imbas dari kegagalan rumah tangganya .

“Ain dengar ibu, kita lupakan sumua tentang ayah ,tapi jangan

membenci ayahmu , bagaimanapun juga dia adalah ayahmu, yang

membesarkanmu,“ jelas ibu. “Sekarang ain adalah nafas ibu ,Ain harus

bias menjalani semua ini dengan ikhlas , masih ada ibu disini ,ibu cinta

kamu karena Allah,” ibu mencoba tegar di depan Ain, Ain juga mulai

menerima penjelasan ibunya .

“Ibu sudah bercerai dengan ayahmu, sekarang kamu harus ikhlas bila

ayahmu adalah papa teman kamu, Karin,” jelas ibu lagi.

“Iya bu .. aku cinta ibu ihklas karena Allah ,“ sambil mengusap air

mata , memeluk ibunya dengan erat dan berharap semua masalah

keluarganya sudah berakhir.