disertasi suwignya utama - repository.ipb.ac.id · menguraikan konsep pemberdayaan dari segi...

73
TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pemberdayaan (Empowerment) Berdasarkan kajian terhadap berbagai pustaka tentang konsep pemberdayaan (empowerment) di antaranya yaitu Zimmerman dan Rappaport (1995), Perkins dan Zimmerman (1995), Pranarka dan Moeljarto (1996), Horvath (1999), Ashman dan Kay (2000), Ife (2002), Adi (2003), Wong (2003), Suharto (2005) dan sumber lainnya, pengertian pemberdayaan (empowerment) pada hakekatnya merupakan upaya yang dilakukan terhadap individu, kelompok atau komunitas lokal yang kurang mampu agar mereka memiliki kemampuan, kekuatan, pengaruh, kontrol, penguasaan dan akses yang lebih besar terhadap sumber- sumberdaya sehingga bisa memperbaiki dan meningkatkan kualitas kehidupannya secara mandiri. Kemampuan mengandung makna individu, kelompok, atau komunitas yang berdaya, memiliki pengetahuan, mempunyai motivasi, melihat adanya peluang dan bisa memanfaatkannya serta mampu mengambil keputusan dan bertindak secara tepat sesuai dengan situasi yang dihadapinya. Pemberdayaan menunjukkan dimensi proses dan dimensi hasil (outcome) pada subyek yang diberdayakan. Dimensi proses dari pemberdayaan merupakan berbagai upaya yang dilakukan terhadap subyek yang diberdayakan. Dimensi hasil menunjukkan sejauhmana tingkat keberdayaan dari subyek tersebut. Kajian pustaka berikut ini menguraikan konsep pemberdayaan dari segi maknanya, prosesnya, strateginya, tingkat keberdayaannya, serta kaitannya dengan penyuluhan. Konsep empowerment yang diartikan sebagai pemberdayaan, adalah sebuah konsep yang lahir sebagai bagian perkembangan alam pikiran masyarakat dan kebudayaan Barat. Konsep ini dipandang sejiwa dengan aliran-aliran pada paruh kedua abad ke-20 yang dikenal sebagai aliran post-modernisme. Akar terdalam yang lebih jauh berkaitan dengan gelombang pemikiran baru yang dikenal sebagai gerakan Aufklarung ataupun Enlightenment. Sebagai aliran alternatif dari aliran keagamaan yang deterministis, maka muncul penguatan pada pemikiran kebebasan, rasio dan individu sehingga melahirkan pemikiran liberalisme, rasionalisme dan individual-isme. Konsep empowerment sesungguhnya sudah

Upload: lyanh

Post on 17-Mar-2019

233 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Disertasi Suwignya Utama - repository.ipb.ac.id · menguraikan konsep pemberdayaan dari segi maknanya, prosesnya, strateginya, tingkat keberdayaannya, serta kaitannya dengan penyuluhan

14

TINJAUAN PUSTAKA

Konsep Pemberdayaan (Empowerment)

Berdasarkan kajian terhadap berbagai pustaka tentang konsep

pemberdayaan (empowerment) di antaranya yaitu Zimmerman dan Rappaport

(1995), Perkins dan Zimmerman (1995), Pranarka dan Moeljarto (1996), Horvath

(1999), Ashman dan Kay (2000), Ife (2002), Adi (2003), Wong (2003), Suharto

(2005) dan sumber lainnya, pengertian pemberdayaan (empowerment) pada

hakekatnya merupakan upaya yang dilakukan terhadap individu, kelompok atau

komunitas lokal yang kurang mampu agar mereka memiliki kemampuan, kekuatan,

pengaruh, kontrol, penguasaan dan akses yang lebih besar terhadap sumber-

sumberdaya sehingga bisa memperbaiki dan meningkatkan kualitas kehidupannya

secara mandiri. Kemampuan mengandung makna individu, kelompok, atau

komunitas yang berdaya, memiliki pengetahuan, mempunyai motivasi, melihat

adanya peluang dan bisa memanfaatkannya serta mampu mengambil keputusan dan

bertindak secara tepat sesuai dengan situasi yang dihadapinya. Pemberdayaan

menunjukkan dimensi proses dan dimensi hasil (outcome) pada subyek yang

diberdayakan. Dimensi proses dari pemberdayaan merupakan berbagai upaya yang

dilakukan terhadap subyek yang diberdayakan. Dimensi hasil menunjukkan

sejauhmana tingkat keberdayaan dari subyek tersebut. Kajian pustaka berikut ini

menguraikan konsep pemberdayaan dari segi maknanya, prosesnya, strateginya,

tingkat keberdayaannya, serta kaitannya dengan penyuluhan.

Konsep empowerment yang diartikan sebagai pemberdayaan, adalah sebuah

konsep yang lahir sebagai bagian perkembangan alam pikiran masyarakat dan

kebudayaan Barat. Konsep ini dipandang sejiwa dengan aliran-aliran pada paruh

kedua abad ke-20 yang dikenal sebagai aliran post-modernisme. Akar terdalam

yang lebih jauh berkaitan dengan gelombang pemikiran baru yang dikenal sebagai

gerakan Aufklarung ataupun Enlightenment. Sebagai aliran alternatif dari aliran

keagamaan yang deterministis, maka muncul penguatan pada pemikiran

kebebasan, rasio dan individu sehingga melahirkan pemikiran liberalisme,

rasionalisme dan individual-isme. Konsep empowerment sesungguhnya sudah

Page 2: Disertasi Suwignya Utama - repository.ipb.ac.id · menguraikan konsep pemberdayaan dari segi maknanya, prosesnya, strateginya, tingkat keberdayaannya, serta kaitannya dengan penyuluhan

15

melekat dalam awal gerakan modern untuk menemukan alternatif tersebut.

Empowerment Eropa modern merupakan aksi emansipasi dan liberalisasi manusia

dari totaliterisme keagamaan. Emansipasi dan liberalisasi serta penataan terhadap

segala kekuasaan dan penguasaan itulah yang kemudian menjadi substansi dari

konsep empowerment. Pola dasar dari gerakan pemberdayaan mengamanatkan

perlunya power, dan menekankan keberpihakan kepada the powerless. Gerakan ini

ingin agar semua dapat mempunyai kekuatan yang menjadi modal dasar dari

proses aktualisasi eksistensi manusia (Pranarka & Moeljarto, 1996). Pemberdayaan

tidak bisa dilepaskan dari konsep “power” yang menurut Kamus Oxford Advanced

Learner’s diartikan sebagai “ability to do or act” atau kemam-puan untuk

melakukan sesuatu atau untuk bertindak. Arti yang lain yaitu “control over others”

atau kemampuan mengontrol terhadap pihak lain.

Konsep ”pemberdayaan” atau empowerment mencakup pengertian yang

sangat luas. Pemberdayaan dari perspektif pembangunan masyarakat (community

development) dikemukakan oleh Ife (2002) yang memberikan definisi kerja

”empowerment aims to increase the power of the disadvantaged”. Pemberdayaan

bertujuan untuk meningkatkan daya / kekuatan dari kelompok yang kurang

beruntung. Pernyataan ini mengandung dua konsep yaitu “power” atau daya dan

“disadvantaged” yaitu pihak yang kurang beruntung / lemah. Konsep daya

mengacu kepada pemberian daya kepada individu atau kelompok, mendorong

mereka untuk memperoleh daya ke dalam tangannya, dan mendistribusikan daya

dari pihak yang punya kepada pihak yang tidak punya. Pemberdayaan dari segi

politik meliputi empat perspektif yaitu pluralis, elit, struktural dan post-struktural.

Perspektif pluralis menyatakan bahwa pemberdayaan merupakan proses membantu

kelompok dan individu yang kurang beruntung untuk bersaing secara lebih efektif

dengan kepentingan lainnya, dengan membantu mereka belajar dan menggunakan

ketrampilannya. Perspektif elit menyatakan bahwa pember-dayaan menghendaki

keberpihakan kekuatan elit kepada kelompok yang kurang beruntung. Dari

perspektif struktural, pemberdayaan bisa dicapai secara efektif hanya apabila

bentuk-bentuk ketimpangan struktural bisa diatasi. Dari perspektif post-struktural,

pemberdayaan menjadi proses mempertanyakan dan mengubah diskursus, yang

Page 3: Disertasi Suwignya Utama - repository.ipb.ac.id · menguraikan konsep pemberdayaan dari segi maknanya, prosesnya, strateginya, tingkat keberdayaannya, serta kaitannya dengan penyuluhan

16

menekankan pengertian subyektif dan konstruksi pandangan serta menawarkan

alternatif pemikiran terhadap pemberdayaan.

Definisi pemberdayaan menurut Shardlow (1998) yang diacu dalam Adi

(2003) yaitu : “…such a definition of empowerment is centrally about people

taking control of their own lives and having the power to shape their future” .

Pemberdayaan pada prinsipnya menyangkut orang yang memiliki kontrol terhadap

kehidupannya sendiri dan memiliki daya untuk membentuk masa depannya.

Definisi pemberdayaan dari perspektif pendidikan menurut O’Brien dan Whitmore

(1989) diacu dalam Morley (1995) yaitu :

“Empowerment is an interactive process through which less powerful people experience personal and social change, enabling them to achieve influence over the organizations and institutions which affect their lives, and the communities in which they live.”

Pemberdayaan adalah proses interaktif di mana orang yang kurang berdaya

mengalami perubahan secara pribadi dan sosial, yang memungkinkan mereka

memperoleh pengaruh terhadap organisasi dan institusi yang mempengaruhi

kehidupannya, dan pengaruh terhadap komunitas di mana mereka hidup.

Pemberdayaan dari perspektif psikologi sosial menurut Cornell Empowerment

Group (1989) diacu dalam Perkins dan Zimmerman (1995) didefinisikan sebagai :

”Empowerment is an intentional ongoing process centered in the local community, involving mutual respect, critical reflection, caring, and group participation, through which people lacking an equal share of valued resources gain greater access to and control over those resources”

Pemberdayaan adalah suatu proses yang dirancang secara terus menerus pada

komunitas lokal yang melibatkan rasa saling menghargai, refleksi kritis, kepe-

dulian, dan partisipasi kelompok, di mana orang-orang yang berada dalam keku-

rangan sumberdaya yang bernilai akan bisa memperolah akses yang lebih besar

kepada dan kontrol yang lebih tinggi terhadap sumber-sumberdaya tersebut.

Selanjutnya Perkins dan Zimmerman (1995) menekankan bahwa dengan

proses pemberdayaan masyarakat memperoleh kontrol yang lebih besar terhadap

kehidupannya, partisipasi yang demokratis dalam komunitasnya dan pengertian

yang lebih kritis dari lingkungannya. Teori pemberdayaan menekankan dua hal

yaitu proses dan hasil, di mana tindakan, aktivitas, atau struktur mungkin bisa

Page 4: Disertasi Suwignya Utama - repository.ipb.ac.id · menguraikan konsep pemberdayaan dari segi maknanya, prosesnya, strateginya, tingkat keberdayaannya, serta kaitannya dengan penyuluhan

17

memberdayakan dan hasil dari proses itu adalah tingkat keberdayaan. Proses

pemberdayaan pada level individu termasuk partisipasi dalam organisasi

komunitas. Pada level organisasi proses pemberdayaan meliputi pengambilan

keputusan kolektif dan kepemimpinan. Proses pemberdayaan pada level komunitas

bisa meliputi tindakan kolektif untuk mengakses pemerintah dan sumberdaya

komunitas lainnya.

Menurut Horvath (1999) pemberdayaan mengacu pada proses di mana

orang, organisasi, dan komunitas memperoleh penguasaan terhadap kehidupannya.

Pemberdayaan menjadi bukti melalui kekuatan sosial pada level individu,

organisasi dan komunitas. Pada level individu, pemberdayaan adalah kebebasan

seseorang untuk memutuskan tujuan apa yang harus diraih dan kapasitas untuk

meraihnya tanpa mendapatkan frustasi. Pemberdayaan berhubungan dengan

perasaan kemampuan untuk mengubah situasi dengan pengharapan hasil yang

positif dari usaha yang dilakukan. Pemberdayaan dari perspektif psikologis

merupakan hubungan antara perasaan kompetensi diri, kehendak untuk, dan

kemauan untuk mengambil tindakan sosial. Hal ini merupakan konsep yang lebih

sempit dari pemberdayaan karena efek atau dampaknya belum terjadi.

Pemberdayaan dari segi psikologis dapat menjadi pemberdayaan yang

sesungguhnya ketika tersedia dukungan lingkungan.

Wong (2003) membahas konsep pemberdayaan ekonomi yang dilakukan

oleh Bank Dunia sebagai solusi mengatasi masalah kemiskinan. Dengan

menggunakan pendekatan model feminist, Wong menguraikan daya (power)

sebagai konsep yang relasional atau saling berhubungan. Model feminist

menekankan multi dimensi dari daya pada berbagai level yaitu individu, kelompok,

regional, nasional dan internasional. Kerangka pendekatan feminist menyarankan

empat dimensi daya yaitu : daya dari dalam (power from within), daya kepada

(power to), daya dengan (power with), dan daya terhadap (power over). Empat

dimensi dari daya ini juga sejalan dengan uraian Chambers (2004) yang

mengaitkan empat dimensi daya dalam konteks pembangunan. Daya dari dalam

(power from within) juga dikenal sebagai daya personal. Daya ini berkaitan dengan

daya psikologis dalam benak orang dan memfokuskan kepada perasaan diri,

Page 5: Disertasi Suwignya Utama - repository.ipb.ac.id · menguraikan konsep pemberdayaan dari segi maknanya, prosesnya, strateginya, tingkat keberdayaannya, serta kaitannya dengan penyuluhan

18

misalnya kepercayaan diri, harga diri, dan respek diri. Komponen-komponen daya

internal ini meliputi pengakuan identitas, pengembangan nilai diri, pengembangan

penerimaan diri, dan pengembangan saling percaya (trust) menurut pengetahuan

individu. Tujuan utamanya untuk mengem-bangkan kemampuan mengatasi tekanan

internal. Daya kepada (power to) mengacu pada kapasitas untuk mengambil

tindakan. Daya ini menekankan kapasitas generatif produktif dari individu, dan

memiliki tiga tujuan yang saling berkaitan yaitu dimaksudkan sebagai pembebasan,

partisipasi, dan memobilisasi perubahan. Daya dengan (power with) menekankan

pada dorongan kolektif di mana orang bekerjasama satu sama lain untuk

memecahkan masalah dan mencapai tujuan, yang bisa dilakukan melalui tindakan

bekerjasama/kolaborasi, rasa solidaritas dan tindakan kolektif. Daya ini juga

menyangkut pengembangan kapasitas, jaringan sosial dan kekuatan organisasi.

Daya ini dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa secara berkelompok bisa

dilakukan walaupun secara individu tidak bisa. Daya terhadap (power over)

merupakan kekuatan bertahan atau kekuatan untuk mengontrol. Daya ini bisa

negatif karena melawan seseoarang atau suatu kelompok untuk melakukan sesuatu

melawan keinginannya. Akan tetapi daya ini juga bisa positif sebab melampaui

kondisi dominan dan struktur yang tidak sama.

Menurut Ashman dan Kay (2000) dari perspektif pekerjaan sosial, pember-

dayaan merupakan proses membantu individu, keluarga, kelompok, dan komunitas

untuk meningkatkan aspek personal, interpersonal, sosioekonomi, dan kekuatan

politik mereka serta untuk mengembangkan pengaruh terhadap perbaikan

kehidupan-nya. Pekerja sosial tidak menyerahkan daya kepada orang, tetapi

mereka membantu orang lain untuk membuat pilihan sehingga memberikan kontrol

yang lebih besar terhadap permasalahan yang dihadapinya, sehingga memperbaiki

kualitas hidupnya. Pekerja sosial membantu orang menjadi berdaya dalam dua

jalan, yaitu dengan pencapaian pemberdayaan personal dan pemberdayaan sosial.

Orang memiliki keberdayaan personal ketika mereka mampu secara langsung

mengontrol apa yang terjadi dalam kehidupannya. Sedangkan keberdayaan sosial

adalah kondisi di dalam lingkungan sosial di mana orang memiliki akses terhadap

kesempatan dan sumberdaya untuk membuat pilihan pribadi dan untuk memelihara

Page 6: Disertasi Suwignya Utama - repository.ipb.ac.id · menguraikan konsep pemberdayaan dari segi maknanya, prosesnya, strateginya, tingkat keberdayaannya, serta kaitannya dengan penyuluhan

19

kontrol terhadap lingkungannya. Keberdayaan personal akan terbatas apabila orang

tidak memiliki keberdayaan sosial.

Model teoretis pemberdayaan psikologis (psychological empowerment)

mencakup komponen intra-personal, interaksional, dan komponen perilaku.

Komponen intrapersonal pemberdayaan mengacu kepada bagaimana orang berpikir

tentang kapasitasnya untuk mempengaruhi sistem sosial dan politik yang penting

bagi mereka. Hal ini merupakan persepsi diri yang termasuk domain persepsi

kontrol yang spesifik, efikasi diri, motivasi untuk melakukan kontrol dan persepsi

terhadap kompetensi. Komponen interaksional dari pemberdayaan mengacu kepada

transaksi antara individu dengan lingkungannya yang memungkinkan individu

untuk menguasai sistem sosial dan sistem politik. Hal ini temasuk pengetahuan

tentang sumberdaya yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan, pengertian terhadap

agen penyebab, pengertian yang kritis terhadap lingkungannya, pengembangan

ketrampilan pengambilan keputusan dan pemecahan masalah yang di-perlukan

untuk merespon lingkungannya. Komponen perilaku mengacu kepada aksi spesifik

yang diambil individu untuk menampilkan pengaruh terhadap lingkungan sosial

dan politik melalui partisipasi dalam organisasi dan kegiatan komunitas

(Zimmerman et al., 1993 dan Zimmerman, 1995).

Pemberdayaan psikologis mengacu kepada pemberdayaan pada tingkat

analisis individu. Konstruk pemberdayaan psikologis ini mencakup persepsi

tentang kontrol personal, pendekatan yang proaktif terhadap kehidupan, dan

pemahaman yang kritis terhadap lingkungan sosio politiknya (Zimmerman, 1995).

Proses Pemberdayaan

Menurut Adi (2002) pemberdayaan bisa dilihat sebagai program ataupun

sebagai proses. Pemberdayaan sebagai program dilihat dalam tahapan-tahapan

kegiatan guna mencapai tujuan yang biasanya sudah ditentukan jangka waktunya.

Sedangkan pemberdayaan sebagai proses yaitu kegiatan yang berkesinambungan

sepanjang hidup seseorang. Pemberdayaan individu sebagai proses yang relatif

terus berjalan sepanjang usia manusia yang diperoleh dari pengalaman individu

tersebut dan bukannya suatu proses yang berhenti pada suatu masa saja. Demikian

Page 7: Disertasi Suwignya Utama - repository.ipb.ac.id · menguraikan konsep pemberdayaan dari segi maknanya, prosesnya, strateginya, tingkat keberdayaannya, serta kaitannya dengan penyuluhan

20

pula dalam komunitas, proses pemberdayaan akan berlangsung selama komunitas

itu masih tetap ada dan mau berusaha memberdayakan mereka sendiri.

Menurut Suharto (2005) proses pemberdayaan pada umumnya dilakukan

secara kolektif. Namun demikian tidak semua intervensi pekerjaan sosial dapat

dilakukan melalui kolektivitas. Dalam konteks pekerjaan sosial, pemberdayaan

dapat dilakukan melalui tiga aras atau matra pemberdayaan yaitu aras mikro, aras

mezzo dan aras makro. Pemberdayaan pada aras mikro dilakukan terhadap klien

secara individu. Pemberdayaan pada aras mezzo dilakukan terhadap sekelompok

klien atau melalui media kelompok sebagai media intervensi. Pada aras makro,

pemberdayaan dilakukan pada sistem lingkungan yang lebih luas.

Dalam penelitiannya tentang manajemen publik di India, Kilby (2004)

menekankan pentingnya pendekatan proses pemberdayaan dibandingkan orientasi

terhadap hasil suatu program. Hal ini dimaksudkan agar kelompok sasaran program

pemberdayaan bisa memiliki kontrol yang lebih besar terhadap kehidupannya.

Pemberdayaan menyangkut pilihan, pengambilan keputusan dan kemampuan untuk

mempengaruhi pihak lain. Pemberdayaan menyangkut orang yang memiliki

pilihan-pilihan yang luas, dan mempunyai tingkat keterlibatan dan kontrol yang

lebih besar terhadap seluruh bagian kehidupan keluarga dan komunitasnya. Hal ini

sangat berbeda dengan pengalaman pembangunan di India pada masa lalu yang

mengutamakan pada hasil, ternyata bertolak belakang dengan tujuan pemberdayaan

karena justru menghasilkan ketidakberdayaan.

Penelitian Sidu (2006) menunjukkan bahwa proses pemberdayaan masya-

rakat sekitar kawasan hutan lindung Jompi masih sangat lemah, terutama dipe-

ngaruhi secara nyata oleh masih rendahnya kemampuan pelaku pemberdayaan,

kurang tersedianya modal fisik dan modal sosial yang cenderung melemah/rendah.

Proses pemberdayaan yang masih lemah tersebut terutama dalam hal keterlibatan

warga masyarakat dalam perencanaan, pengorganisasian dan evaluasi program

pemberdayaan yang belum optimal.

Strategi Pemberdayaan

Page 8: Disertasi Suwignya Utama - repository.ipb.ac.id · menguraikan konsep pemberdayaan dari segi maknanya, prosesnya, strateginya, tingkat keberdayaannya, serta kaitannya dengan penyuluhan

21

Pengembangan model pemberdayaan dalam strategi pemberdayaan yang

berbasis komunitas, menurut Ife (2002) terdiri dari tujuh jenis daya yang saling

berinteraksi yaitu :

(1) Daya terhadap pilihan personal dan kesempatan hidup, yang menyangkut daya

untuk membuat keputusan yang menyangkut kehidupannya.

(2) Daya terhadap definisi kebutuhan, yaitu menyangkut daya untuk merumuskan

kebutuhan mereka sendiri yang menghendaki pengetahuan dan keahlian yang

relevan sehingga memerlukan pendidikan dan akses terhadap informasi.

(3) Daya terhadap ide-ide, yang menyangkut daya untuk berpikir secara mandiri

dan mengungkapkan idenya, dan kapasitas untuk berdialog serta

menyumbangkan idenya pada budaya publik.

(4) Daya terhadap institusi sosial, yang menyangkut perubahan institusi agar

menjadi lebih bisa diakses, responsif dan bisa dipertanggungjawabkan kepada

seluruh lapisan.

(5) Daya terhadap sumber-sumber daya, yang menyangkut memaksimalkan daya

efektif orang terhadap distribusi dan penggunaan sumberdaya, dan mengurangi

ketidakadilan akses terhadap sumberdaya.

(6) Daya terhadap aktivitas ekonomi, yang menyangkut kemampuan untuk

mempunyai kontrol dan akses terhadap mekanisme produksi, distribusi dan

pertukaran.

(7) Daya terhadap reproduksi, yang menyangkut proses reproduksi kepada generasi

selanjutnya dalam aspek biologis, sosial, ekonomi dan politik.

Tingkat Keberdayaan

Keberdayaan merupakan hasil proses pemberdayaan terhadap subyek

individu, kelompok atau masyarakat. Berbagai riset tentang pemberdayaan

mengindikasikan beberapa konstruk yaitu penguasaan dan kontrol, mobilisasi

sumberdaya, konteks sosio politik, dan partisipasi. Hasil pemberdayaan tingkat

individu bisa berupa persepsi kontrol terhadap situasi tertentu dan ketrampilan

mobilisasi sumberdaya. Hasil pemberdayaan organisasi bisa berupa pengembangan

jaringan organisasi, pertumbuhan organisasi dan daya ungkit kebijakan. Hasil

pemberdayaan tingkat komunitas meliputi adanya pluraslime, adanya koalisi, dan

Page 9: Disertasi Suwignya Utama - repository.ipb.ac.id · menguraikan konsep pemberdayaan dari segi maknanya, prosesnya, strateginya, tingkat keberdayaannya, serta kaitannya dengan penyuluhan

22

sumberdaya komunitas yang bisa diakses. Pada level komunitas, pemberdayaan

mengacu kepada tindakan kolektif untuk memperbaiki kualitas kehidupan dalam

masyarakat dan terhadap hubungan di antara organisasi-organisasi sosial.

Masyarakat yang berdaya bukan hanya kumpulan individu yang berdaya

(Zimmerman, 1995; Perkins & Zimmerman, 1995).

Menurut Suharto (2005) keberhasilan pemberdayaan masyarakat dapat

dilihat dari keberdayaan mereka yang menyangkut kemampuan ekonomi,

kemampuan mengakses manfaat kesejahteraan, dan kemampuan kultural dan

politis. Ketiga aspek tersebut dikaitkan dengan empat dimensi kekuasaan

(keberdayaan), yaitu kekuasaan di dalam (power within), kekuasaan untuk (power

to), kekuasaan atas (power over) dan kekuasaan dengan (power with). Indikator-

indikator dari keberdayaan dengan demikian yaitu : (1) kebebasan melakukan

mobilitas, (2) kemampuan membeli komoditas kecil, (3) kemampuan membeli

komoditas besar, (4) kemampuan dalam pembuatan keputusan-keputusan rumah

tangga, (5) kebebasan relatif dari dominasi keluarga, (6) kesadaran hukum dan

politik, (7) keterlibatan dalam kampanye dan protes, dan (8) kepemilikan atas

jaminan ekonomi dan kontribusi terhadap keluarga.

Hasil kajian Javan (1998) terhadap komunitas di Charlotte, North Carolina

menyimpulkan bahwa tingkat keberdayaan menurut persepsi komunitas

merupakan konstruk yang multi-peubah dan terdiri dari tiga komponen yaitu (1)

manajemen komunitas (tingkat kapasitas komunitas untuk mengelola keperluannya

secara efektif), (2) partisipasi komunitas (tingkat partisipasi komunitas pada

kegiatan yang diselenggarakan berbagai pihak), dan (3) perasaan terhadap

komunitas (perasaan memiliki dan menjadi bagian komunitas). Terdapat hubungan

yang yang nyata dan positif antara faktor pengembangan sosial ekonomi terhadap

komunitas dengan persepsi terhadap keberdayaan komunitas. Selanjutnya faktor-

faktor lain yang berpengaruh terhadap persepsi pemberdayaan bagi komunitas yaitu

faktor budaya, politik, sejarah, geografis dan biologis.

Berdasarkan penelitian Panda (2000) tentang pemberdayaan wanita melalui

program manajemen sumberdaya alam (lahan, daerah aliran sungai, kehutanan dan

sumberdaya air) pada dua desa di India, diperoleh hasil bahwa tingkat keberdayaan

Page 10: Disertasi Suwignya Utama - repository.ipb.ac.id · menguraikan konsep pemberdayaan dari segi maknanya, prosesnya, strateginya, tingkat keberdayaannya, serta kaitannya dengan penyuluhan

23

mereka berada pada level cukup sampai sedang. Panda menggunakan lima peubah

untuk mengukur tingkat keberdayaan yaitu : (1) daya/kekuatan yang meliputi

kemampuan-kemampuan untuk : membuat keputusan rumah tangga, mengontrol

sumberdaya, mengontrol sumber kekuatan, dan mengatasi hubungan kekuasaan;

(2) otonomi dan kemandirian yang meliputi kemampuan-kemampuan untuk :

bertindak secara bebas, memiliki kesadaran kritis untuk bertindak secara efektif dan

efisien, memiliki percaya diri, dan memiliki visi ke depan; (3) hak (entitlement)

yang meliputi hak memiliki sumberdaya secara adil, dan hak untuk mengakses

sumberdaya secara adil; (4) partisipasi yang meliputi kemampuan-kemampuan

untuk : mempengaruhi keputusan, menyediakan sumberdaya untuk proyek, dan

menerima tanggungjawab dan bertindak secara bebas, dan (5) kepedulian dan

pengembangan kapasitas yang meliputi kemampuan-kemampuan untuk :

melakukan aktivitas ekonomi, melakukan kegiatan sosial, dan melakukan kegiatan

politik.

Salah satu bentuk tingkat keberdayaan petani yaitu “kemandirian” petani.

Menurut Sumardjo (1999) tingkat kemandirian petani yaitu kualitas sumber daya

manusia petani berupa tingkat kesiapan petani dalam menghadapi dan mendukung

pembangunan pertanian berkelanjutan atau dengan kata lain tingkat kemandirian

petani menghadapi era globalisasi. Kemandirian petani diukur melalui aspek

kognitif, afektif dan psikomotorik terhadap modernitas petani, efisiensi, dan daya

saing petani. Hasil penelitian Sumardjo menunjukkan bahwa faktor-faktor

eksternal petani selengkapnya yang terbukti secara nyata berpengaruh terhadap

tingkat kemandirian petani secara berturut-turut dari yang paling nyata : (1)

aksesibilitas petani terhadap input usaha tani; (2) aksesibilitas petani terhadap

pasar; (3) kualitas penyuluhan; (4) aksesibilitas petani terhadap sumberdaya

informasi / inovasi; (5) lingkungan fisik sumber daya alam; (6) penetrasi produk

lain ke dalam kebutuhan rumah tangga petani; (7) desakan perkembangan sektor di

luar pertanian terhadap sektor pertanian dan pedesaan; dan (8) implementasi

kebijakan pembangunan pertanian setempat. Sejumlah faktor internal juga terbukti

secara nyata berpengaruh terhadap tingkat kemandirian petani, secara berturut-turut

dari yang paling nyata : (1) ciri-ciri perilaku komunikasi petani yang relatif terbuka;

Page 11: Disertasi Suwignya Utama - repository.ipb.ac.id · menguraikan konsep pemberdayaan dari segi maknanya, prosesnya, strateginya, tingkat keberdayaannya, serta kaitannya dengan penyuluhan

24

(2) kualitas kepribadian petani; (3) status sosial ekonomi petani; (4) motivasi

ekstrinsik yang ada pada petani; dan (5) motivasi intrinsik petani yang

bersangkutan.

Menurut Agussabti (2002) yang mengkaji kemandirian petani dalam

pengambilan keputusan adopsi inovasi (kasus pada petani sayuran di Jawa Barat)

ditemukan bahwa terdapat tiga faktor penting yang secara positif mempengaruhi

kemandirian petani dalam pengambilan keputusan adopsi inovasi yaitu : (1) tingkat

kesadaran petani terhadap kebutuhannya; (2) karakteristik individu petani yang

meliputi : motivasi berprestasi, persepsi terhadap inovasi, keberanian mengambil

resiko, serta kreativitas; dan (3) akses petani terhadap informasi.

Dalam konteks pengelolaan hutan bersama antara masyarakat dengan pihak

pemerintah, hasil penelitian Bhattacharya dan Basnyat (2003) tentang Joint Forest

Management (JFM) di India menunjukkan bahwa program tersebut ditujukan untuk

pemberdayaan komunitas sekitar hutan baik secara sosial maupun ekonomi.

Berdasarkan perspektif komunitas, hasil pemberdayaan merupakan kemampuan

untuk membuat keputusan-keputusan tanpa dukungan atau pengaruh dari pihak lain

dan juga mempunyai pendapatan yang memadai untuk keberlanjutan kehidupannya

melalui program pengelolaan hutan bersama. Keberdayaan mencakup empat

dimensi pemberdayaan yaitu individu, sosial, politik dan ekonomi. Salah satu

faktor penting pemberdayaan yaitu pengembangan kapasitas masyarakat setempat.

Hasil-hasil Penelitian Keberdayaan Masyarakat Sekitar Hutan di Indonesia

Berdasarkan hasil kajian Badan Litbang Propinsi Jawa Tengah (2006),

diperoleh gambaran bahwa tingkat kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan

hutan di Jawa Tengah rata-rata masih rendah. Rendahnya kesejahteraan

masyarakat tidak terlepas dari rendahnya keterampilan masyarakat untuk

melakukan usaha ekonomi produktif yang tidak bersinggungan dengan kawasan

hutan, sehingga alternatif yang ditempuh yaitu melakukan tekanan terhadap hutan

untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Untuk memecahkan persoalan

tersebut perlu dilakukan upaya-upaya pemberdayaan usaha alternatif masyarakat

serta memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk memanfaatkan lahan

Page 12: Disertasi Suwignya Utama - repository.ipb.ac.id · menguraikan konsep pemberdayaan dari segi maknanya, prosesnya, strateginya, tingkat keberdayaannya, serta kaitannya dengan penyuluhan

25

kawasan hutan yang memungkinkan untuk usaha ekonomi produktif. Kesejahteraan

masyarakat sekitar hutan merupakan kunci keberhasilan dalam upaya

menumbuhkan kesadaran dan tanggungjawab mengelola dan melestarikan hutan.

Senada dengan hal tersebut, Sidu (2006) yang meneliti tentang

pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan hutan lindung Jompi di Kabupaten

Muna, juga memperoleh kesimpulan bahwa tingkat keberdayaan masyarakat sekitar

kawasan hutan lindung Jompi tergolong rendah, terutama dipengaruhi secara nyata

oleh rendahnya proses pemberdayaan dan kurang tersedianya modal fisik. Tingkat

keberdayaan warga masyarakat yang rendah tersebut terutama terkait dengan masih

rendahnya pengetahuan, sikap dan ketrampilan warga masyarakat dalam

memahami dan mengidentifikasi kebutuhan dan potensi yang dimiliki, sumber-

sumber daya produktif, penggunaan teknologi baru, mencari dan memanfaatkan

informasi dan peluang usaha baru. Selanjutnya perpaduan faktor-faktor yang secara

nyata mempengaruhi keberdayaan masyarakat seperti faktor proses pemberdayaan,

modal fisik, kemampuan pelaku pemberdayaan, modal sosial dan modal manusia

merupakan model pemberdayaan masyarakat yang efektif sekitar kawasan hutan

lindung Jompi. Jalur efektif dalam meningkatkan keberdayaan warga masyarakat

sekitar kawasan hutan lindung Jompi adalah dengan memperbaiki proses

pemberdayaan yang didukung oleh kemampuan pelaku pemberdayaan dan

ketersediaan modal fisik yang memadai.

Penelitian tentang pemberdayaan masyarakat sekitar hutan lainnya

dilakukan oleh Pardosi (2005) di Kalimantan Timur yang menyimpulkan bahwa

peladang berpindah (PB) mengalami kekurangberdayaan dan disebabkan oleh : (a)

pendidikan dan jumlah penghasilan yang rendah; (b) desakan penggunaan lahan

perladangan dari perusahaan dan ketiadaan hasil hutan non kayu; (c) tidak adanya

alternatif usaha baru; (d) kebutuhan yang diperlukan berkaitan dengan usaha

perladangan yang kurang terpenuhi; (e) kemampuan peladang berpindah

menggunakan kelembagaan sosial, ekonomi, adat dan politik yang rendah; (f)

infrastruktur yang buruk; dan (g) penyuluhan yang sudah dilaksanakan masih

buruk. Faktor-faktor determinan peningkatan keberdayaan peladang berpindah

adalah (a) kualitas sumber daya pribadi PB; (b) kekuatan motivasi PB; (c) tingkat

Page 13: Disertasi Suwignya Utama - repository.ipb.ac.id · menguraikan konsep pemberdayaan dari segi maknanya, prosesnya, strateginya, tingkat keberdayaannya, serta kaitannya dengan penyuluhan

26

pemenuhan PB; (d) kualitas pendukung PB; (e) kualitas lingkungan eksternal PB;

dan (f) kualitas penyuluhan memberdayakan PB.

Menurut Santosa (2004) yang melakukan penelitian terhadap petani tepian

hutan pada hutan rakyat dan hutan adat (di Propinsi Sumatera Utara) serta hutan

negara (di Propinsi Jawa Tengah), ditemukan lebih dari setengah petani tepian

hutan masih berperilaku non adaptif dan memiliki ketergantungan tinggi terhadap

hutan. Hal tersebut menyiratkan pemahaman dan kemampuan petani tepian hutan

secara umum tergolong rendah ditinjau dari kemampuan memenuhi kebutuhan

pokok dan kesadaran pentingnya fungsi pelestarian sumberdaya hutan. Ditemukan

pula lingkungan sosial mempunyai pengaruh besar dan positif terhadap perilaku

adaptif. Selain itu ditemukan adanya hubungan yang positif dan kuat antara

perilaku adaptif dengan tingkat kesejahteraan petani.

Pemberdayaan dan Penyuluhan

Dari perspektif penyuluhan pembangunan, Slamet (2003a) berpendapat

bahwa pemberdayaan masyarakat adalah ungkapan lain dari tujuan penyuluhan

pembangunan. Pengertian pemberdayaan masyarakat adalah bagaimana membuat

masyarakat mampu membangun dirinya sendiri, mampu membangun/memperbaiki

kehidupannya sendiri, atau masyarakat yang mampu meningkatkan kualitas

hidupnya secara mandiri, tidak tergantung dari ”belas kasih” pihak lain. Mampu

dalam hal ini berarti berdaya, tahu, mengerti, paham, termotivasi, berkesempatan,

melihat peluang, dapat memanfaatkan peluang, berenergi, mampu bekerja sama,

tahu berbagai alternatif, mampu mengambil keputusan, berani menghadapi resiko,

mampu mencari dan menangkap informasi, dan mampu bertindak sesuai situasi.

Menurut Black (2000) terdapat empat strategi utama atau model dalam

penyuluhan pertanian yaitu model linier ’top-down’ transfer teknologi, model

pendekatan partisipatif ’bottom-up’, model menasehati satu lawan satu atau tukar

menukar informasi, dan model formal atau pendidikan dan pelatihan secara

terstruktur. Disimpulkan bahwa tidak ada model yang mencukupi kalau digunakan

secara sendiri. Perlu mempertimbangkan berbagai strategi dalam pelaksanaannya.

Apabila dilihat dalam spektrum antara peningkatan level ketrampilan individu

Page 14: Disertasi Suwignya Utama - repository.ipb.ac.id · menguraikan konsep pemberdayaan dari segi maknanya, prosesnya, strateginya, tingkat keberdayaannya, serta kaitannya dengan penyuluhan

27

sebagai sumbu vertikal dan peningkatan kompleksitas situasi pada sumbu

horisontal, maka ketika situasi menjadi lebih kompleks, penekanan dalam

penyuluhan harus lebih menekankan kepada pemberdayaan orang dan kelompok

untuk menggunakan proses yang berkelanjutan dari eksperimen, pembelajaran dan

pengembangan sumberdaya manusia. Penekanan terhadap pemberdayaan individu

dan kelompok digunakan untuk mencapai pembelajaran yang mandiri dan kreatif

untuk mencapai tujuannya.

Konsep Komunitas dan Masyarakat

Berdasarkan kajian pustaka tentang konsep komunitas dan masyarakat dari

Sanders (1958), Ross & Lapin (1967), Wileden (1970), Tonnies (1974), Carry

(1976), Haggstorm (1976), Warren (1977), dan Lewis (1979) maka bisa ditarik

kesimpulan bahwa makna konsep komunitas (community) adalah sekelompok

orang yang tinggal pada suatu wilayah spasial / geografi tertentu di mana mereka

saling berbagi kepentingan atau fungsi yang sama, dan merupakan suatu sistem

sosial yang saling tergantung, mereka saling berinteraksi dan melakukan aksi

secara kolektif dalam proses sosial yang dijalaninya. Sedangkan konsep

masyarakat bisa dipandang sebagai suatu komunitas yang telah memiliki

pembagian peran dan fungsi secara lebih jelas, dan para anggotanya lebih

terspesialisasi. Dalam konsep masyarakat, sumberdaya publik cenderung

berkurang, dan hubungan antar individu lebih dikarenakan adanya kepentingan

tertentu. Dalam konteks penelitian ini penulis lebih memilih menggunakan istilah

“masyarakat sekitar hutan” walaupun sebenarnya karakteristik “komunitas” lebih

mendekati kondisi yang ada saat ini. Hal ini karena pertimbangan istilah

“masyarakat” lebih umum digunakan dalam berbagai kebijakan dan peraturan

bidang kehutanan. Kajian pustaka terhadap konsep komunitas dan masyarakat

dilakukan dengan paparan mengenai konsep komunitas, karakteristik komunitas,

modal sosial dalam komunitas, perubahan sosial individu pada komunitas,

pengembangan masyarakat, konsep komunitas vs masyarakat, dan uraian tentang

masyarakat sekitar hutan.

Konsep Komunitas (community)

Page 15: Disertasi Suwignya Utama - repository.ipb.ac.id · menguraikan konsep pemberdayaan dari segi maknanya, prosesnya, strateginya, tingkat keberdayaannya, serta kaitannya dengan penyuluhan

28

Menurut Carry (1976) konsep komunitas mengacu pada orang-orang yang

tinggal dalam suatu hubungan spasial satu sama lain dan mereka saling berbagi

kepentingan dan nilai-nilai. Komunitas dalam hal ini merupakan suatu unit aksi

dan arena dari suatu proses. Warren (1977) lebih menekankan komunitas sebagai

sekelompok orang dengan perasaan bersama atau memiliki basis interaksi bersama.

Komunitas berdasarkan pendekatan ekologi merupakan sekelompok orang yang

berbagi tempat / ruang bersama-sama. Orang-orang terikat dalam kebersamaan

bukan karena perasaan bersama, tetapi karena pertimbangan keperluannya dan

saling bekerjasama melalui keterkaitan yang disebabkan pembagian kerja. Namun

pada saat yang sama saling berkompetisi memenuhi kebutuhan dalam sumberdaya

yang terbatas. Komunitas juga dipandang dari perspektif sebagai sistem sosial

yang terbuka, yang terus-menerus menerima input dari lingkungan dan

memberikan output kepada lingkungan yang lebih luas.

Definisi komunitas (community) menurut Wileden (1970) yaitu :

“A rural community consists of the people in a local area tributary to the center of their common interests. The community is the smallest geographycal unit of organized association of the chief human activities”.

Komunitas pedesaan terdiri dari orang-orang pada wilayah lokal yang terikat

kepada pusat-pusat kepentingan bersama. Komunitas merupakan unit geografi

terkecil dari asosiasi yang terorganisir dari aktifitas manusia.

Definisi komunitas (community) menurut Ross dan Lappin (1967) mengacu

kepada dua kelompok orang yaitu : (1) sekelompok orang dalam suatu wilayah

geografis tertentu yang spesifik. Organisasi komunitas biasanya dilakukan kepada

komunitas dalam lingkungan geografis yang sempit. (2). Sekelompok orang yang

berbagi kepentingan atau fungsi yang sama misalnya kesejahteraan, pertanian,

pendidikan, dan agama. Menurut Ndraha (1990) yang mendasarkan pada

perspektif ilmu pembangunan masyarakat, konsep komunitas juga memiliki dua

arti yaitu : (1) sebagai kelompok sosial yang bertempat tinggal di lokasi tertentu,

memiliki kebudayaan dan sejarah yang sama; dan (2) sebagai satuan pemukiman

yang terkecil.

Page 16: Disertasi Suwignya Utama - repository.ipb.ac.id · menguraikan konsep pemberdayaan dari segi maknanya, prosesnya, strateginya, tingkat keberdayaannya, serta kaitannya dengan penyuluhan

29

Haggstrom (1976) memandang bahwa komunitas tampak dalam dua bentuk.

Pertama komunitas sebagai obyek merupakan sistem yang saling tergantung antara

ketetanggaan, pekerjaan dari organisasi birokrasi, kelompok-kelompok

kepentingan, partai politik dan sub sistem lainnya yang terikat bersama oleh proses-

proses misalnya transportasi, komunikasi, dan sirkulasi uang. Kedua, komunitas

kelihatan sebagai suatu komunitas yang bertindak, yaitu sebuah entitas yang

menghendaki aksi secara kolektif dan memulai satu atau lebih perjalanan proses

sosial.

Menurut Sanders (1958) komunitas (community) bisa dipandang sebagai

sebuah tempat, sebagai sebuah pekerjaan dan pusat pelayanan, sebagai sebuah

arena interaksi dan sebagai sebuah sistem sosial. Komunitas sebagai tempat

ditandai dengan kenampakan fisiknya, yaitu pola tempat tinggal, kompetisi ruang

dan adanya batas dari komunitas itu. Komunitas sebagai pusat pelayanan bagi

orang-orang merupakan tempat di mana orang bekerja untuk kehidupannya.

Komunitas sebagai suatu tempat di mana para aktor dari berbagai kelompok umur,

ras, etnik, dan jenis kelamin saling berinteraksi, dengan ciri utama unsur lokalitas

mampu memenuhi kebanyakan kebutuhan anggotanya. Komunitas sebagai sistem

sosial merupakan perpaduan dari unsur-unsur yaitu ekologi / lingkungan alamiah;

demografi / kependudukan; budaya yang meliputi nilai-nilai, tradisi, norma-norma

dan sistem kepercayaan; kepribadian yang meliputi sikap dan motivasi; serta

unsur waktu.

Menurut Lewis (1979) dalam pandangan bidang Ilmu Geografi Sosial

terdapat dua pendekatan utama terhadap konsep komunitas. Pertama, pendekatan

sistem ekologi di mana struktur komunitas muncul dalam bentuk spasial dan

temporal. Populasi dalam komunitas bisa memenuhi kebutuhan dari sebagian besar

komponennya dan berbeda dengan sistem lainnya. Tujuan ekologi manusia yaitu

untuk menyelidiki proses-proses bagaimana keseimbangan biotik (biotic balance)

dan keseimbangan sosial (social equillibrium) bisa tercapai. Pendekatan demikian

mengandung dua penjelasan tentang kehidupan komunitas yaitu : (a) aspek a biotik

atau sub sosial yang berdasarkan proses-proses kompetisi, invasi dan suksesi. (b)

aspek sosial budaya yang berdasarkan kerjasama dan hubungan komensalistik.

Page 17: Disertasi Suwignya Utama - repository.ipb.ac.id · menguraikan konsep pemberdayaan dari segi maknanya, prosesnya, strateginya, tingkat keberdayaannya, serta kaitannya dengan penyuluhan

30

Kedua, pendekatan komunitas dari segi sosio-geografis, yang berpandangan

komunitas sebagai sebuah sistem sosial, yaitu sebagai sebuah sistem spasial

terkecil yang masih mencakup ciri utama dari masyarakat (society). Untuk

menganalisis sistem sosial bisa melalui dua pendekatan yaitu :

(a) Pendekatan aksi kolektif memandang komunitas sebagai tempat di mana

terdapat ikatan budaya dan psikologis tertentu di antara anggota-anggotanya

yang muncul dalam keberadaan tujuan lokal dan penciptaan motivasi bersama

terhadap tujuan.

(b) Pendekatan kedua yang memandang komunitas sebagai sistem sosial lebih

menekankan pendekatan kelompok sosial. Dalam pandangan ini komunitas

merupakan tempat di mana individu saling berinteraksi dan menerima porsi

yang lebih besar dari kebutuhan fisikal, psikologikal, dan sosiologikalnya.

Pende-katan dalam analisis komunitas terutama menekankan tentang

identifikasi bentuk interaksi yang mengintegrasikan individu ke dalam

komunitas dan tahapan-tahapan yang dilaluinya.

Elemen-elemen Pokok Komunitas

Analisis komunitas memerlukan pengetahuan mengenai elemen-elemen

penyusunnya. Boyle (1981) mengidentifikasi elemen-elemen utama yang

menyusun komunitas yaitu :

(1) Elemen budaya yang meliputi bahasa, peran dan status memberikan pengaruh

terhadap individu dalam memberikan makna terhadap lingkungannya.

(2) Elemen sosial yang meliputi komposisi dan distribusi populasi, kelas sosial,

proses sosial, komunikasi, dan perubahan sosial yang akan berpengaruh dalam

penentuan dinamika dan perilaku sosial untuk identifikasi kebutuhan dan

permasalahan komunitas.

(3) Elemen psikologis yang meliputi motivasi, kebutuhan dan konsep diri yang

berpengaruh terhadap tindakan individu. Persepsi dan sikap juga berpengaruh

pada implikasi program terhadap kehidupan individu.

Page 18: Disertasi Suwignya Utama - repository.ipb.ac.id · menguraikan konsep pemberdayaan dari segi maknanya, prosesnya, strateginya, tingkat keberdayaannya, serta kaitannya dengan penyuluhan

31

(4) Elemen ekonomi meliputi produksi dan jasa yang terkait dengan setiap fase

pembangunan komunitas akan berpengaruh terhadap kehidupan ekonomi setiap

komunitas.

(5) Elemen politik meliputi struktur kekuasaan, pengambilan keputusan, mana-

jemen, dan sistem hukum akan berpengaruh terhadap implementasi program

menuju perubahan sesuai tujuannya.

(6) Elemen lingkungan meliputi aspek fisik (lahan dan ruang), aspek teknologi, dan

aspek ekologis dari sumber-sumberdaya akan berpengaruh dalam pelaksanaan

program untuk memenuhi kebutuhan komunitas.

Karakteristik Komunitas

Menurut Ife (2002) komunitas dipahami sebagai suatu bentuk organisasi

sosial yang memiliki lima karakteristik yaitu :

(1) Skala kemanusiaan. Komunitas menyangkut interaksi pada skala yang bisa

dikontrol dan digunakan oleh individu. Orang saling tahu satu sama lain dan

interaksi bisa dilakukan satu sama lain.

(2) Identitas dan kepemilikan. Dalam komunitas anggotanya memiliki rasa saling

memiliki, bisa diterima dan dihargai dalam kelompok serta ada kepatuhan

terhadap tujuan kelompok.

(3) Kewajiban. Komunitas menghendaki kewajiban tertentu terhadap anggotanya,

yaitu harapan bahwa orang akan berkontribusi dengan berpartisipasi aktif dalam

kehidupan dan pemeliharaan kegiatan komunitas.

(4) Paguyuban (Gemeinschaft). Komunitas memungkinkan orang berinteraksi satu

sama lain dalam berbagai peran yang luas, dan mendorong interaksi terhadap

orang lain secara keseluruhan, bukan hanya dalam peran dan kategori yang

terbatas.

(5) Budaya. Di dalam komunitas, orang akan menjadi penghasil yang aktif dari

budayanya, di mana ekspresi budaya lokal berbasis komunitas sangat dihargai.

Pemahaman konsep komunitas berbeda-beda sesuai teori yang digunakan

dalam pendekatan studi yang bersangkutan. Berdasarkan pandangan antropologi,

menurut Redfield (1963) diacu dalam Ndraha (1990) memandang komunitas

Page 19: Disertasi Suwignya Utama - repository.ipb.ac.id · menguraikan konsep pemberdayaan dari segi maknanya, prosesnya, strateginya, tingkat keberdayaannya, serta kaitannya dengan penyuluhan

32

sebagai realitas sosial yang diidentifikasikan sebagai pemukiman kecil penduduk,

bersifat mandiri (self contained) dan yang satu berbeda dengan yang lainnya.

Karakteristik komunitas bisa diuraikan sebagai berikut :

(1) Komunitas memiliki kesadaran kelompok yang kuat.

(2) Komunitas tidak terlalu besar sehingga setiap anggota berkesempatan mengenal

secara pribadi satu sama lain, tetapi tidak terlalu kecil sehingga mereka dapat

melakukan usaha secara efisien.

(3) Komunitas bersifat homogen.

(4) Komunitas bersifat hidup mandiri (self-sufficient).

Modal Sosial dalam Komunitas

Upaya pemberdayaan terhadap individu dalam komunitas manusia yang

hidup pada tempat tertentu sangat terkait dengan konsep modal sosial (social

capital). Menurut Fukuyama (2000), modal sosial didefinisikan secara sederhana

sebagai seperangkat nilai-nilai atau norma-norma informal yang telah digunakan

dan menjadi bagian dari anggota kelompok tersebut sehingga bisa mendorong

kerjasama diantara mereka. Jika anggota mengharapkan untuk berperilaku jujur

dan bisa diandalkan, maka mereka bisa saling percaya (trust) satu sama lain.

Saling percaya ini merupakan semacam perekat yang membuat suatu kelompok

atau organisasi lebih efisien.

Sebuah masyarakat terdiri dari sejumlah institusi, hubungan-hubungan yang

tercipta, sikap dan nilai yang membimbing interaksi di antara orang-orang dan

memiliki kontribusi terhadap pembangunan ekonomi dan sosial. Modal sosial

merupakan semacam perekat yang mengikat semua orang dalam masyarakat itu.

Dalam modal sosial dibutuhkan adanya nilai saling berbagi, serta pengorganisasian

peran-peran yang diekspresikan dalam hubungan personal, kepercayaan (trust), dan

tanggungjawab bersama sehingga suatu komunitas lebih dari sekumpulan individu

(The World Bank 1998, diacu dalam Syahyuti 2006).

Konsep modal sosial didefinisikan sebagai varian entitas, terdiri dari

beberapa struktur sosial yang memfasilitasi tindakan dari para pelakunya, apakah

dalam bentuk personal atau korporasi dalam suatu struktur sosial. Modal sosial

Page 20: Disertasi Suwignya Utama - repository.ipb.ac.id · menguraikan konsep pemberdayaan dari segi maknanya, prosesnya, strateginya, tingkat keberdayaannya, serta kaitannya dengan penyuluhan

33

inheren dalam struktur relasi antar individu. Struktur relasi dan jaringan inilah

yang menciptakan berbagai ragam kewajiban sosial, menciptakan iklim saling

percaya, membawa saluran informasi, dan menetapkan norma-norma dan sangsi

sosial bagi para anggotanya (Coleman 1990, diacu dalam Hasbullah 2006).

Hasbullah (2006) mengkaji konsep awal pemikiran modal sosial sampai

pada konsep modern modal sosial. Modal sosial pada awal pemikirannya bermula

dari Adam Smith pada abad 18 yang memasukkan unsur ”social contract” dalam

kajian ekonominya. Kontrak sosial memiliki unsur penting meliputi karakteristik

jaringan sosial, pola-pola imbal balik, dan kewajiban bersama. Kajian modal sosial

selanjutnya yaitu bagaimana dalam suatu unit sosial terjadi pola-pola hubungan

timbal balik yang didasari oleh prinsip kebajikan bersama (social virtues), simpati

dan empati (altruism) serta tingkat kohesivitas hubungan antar individu dalam

suatu kelompok (social cohesivity). Konsep modern modal sosial pada prinsipnya

memandang modal sosial sebagai investasi untuk mendapatkan sumber daya baru.

Sumber daya adalah sesuatu yang bisa digunakan untuk dikonsumsi, disimpan dan

diinvestasikan. Sumberdaya untuk investasi disebut modal. Modal sosial cukup

luas dan kompleks. Modal sosial lebih menekankan kepada potensi kelompok dan

pola hubungan antar individu dalam suatu kelompok dan antar kelompok dengan

ruang perhatian pada jaringan sosial, norma, nilai dan kepercayaan antar sesama

yang lahir dari anggota kelompok dan menjadi norma kelompok.

Selanjutnya Hasbullah (2006) menguraikan beberapa unsur pokok dalam

modal sosial yang menekankan pada kemampuan masyarakat dalam suatu

kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Unsur-unsur pokok modal sosial

tersebut yaitu : (1) partisipasi dalam suatu jaringan hubungan sosial; (2) saling

tukar kebaikan antar individu dalam suatu kelompok dalam nuansa altruisme atau

semangat saling membantu dan mementingkan kepentingan orang lain; (3) rasa

saling percaya (trust) yaitu suatu bentuk keinginan mengambil resiko dalam

hubungan sosialnya didasari perasaan yakin bahwa orang lain akan melakukan

seperti yang diharapkan; (4) norma sosial yaitu sekumpulan aturan yang

diharapkan dipatuhi oleh anggota masyarakat pada entitas sosial tertentu; (5) nilai-

nilai yaitu sesuatu ide yang telah turun temurun dianggap benar dan penting oleh

Page 21: Disertasi Suwignya Utama - repository.ipb.ac.id · menguraikan konsep pemberdayaan dari segi maknanya, prosesnya, strateginya, tingkat keberdayaannya, serta kaitannya dengan penyuluhan

34

anggota kelompok masyarakat; dan (6) tindakan yang proaktif yaitu keinginan yang

kuat dari anggota kelompok untuk tidak saja berpartisipasi tetapi mencari jalan bagi

keterlibatan mereka dalam suatu kegiatan masyarakat.

Perubahan Sosial dari Individu dalam Komunitas

Menurut Lewis (1979) konsep perubahan sosial pada skala individu bisa

didefinisikan sebagai proses di mana individu berubah dari cara hidup tradisional

ke dalam cara hidup yang lebih kompleks, bersentuhan dengan teknologi yang

semakin pesat, dan gaya hidup yang berubah secara cepat. Selanjutnya Rogers dan

Burdge (Lewis, 1979) mengidentifikasi perubahan sosial dan membandingkan

antara norma tradisional dan modern dalam komunitas (Tabel 1.)

Tabel 1. Norma tradisional dan modern dalam komunitas

Modern community Traditional community

Sikap positif terhadap perubahan Kurangnya sikap yang mendukung perubahan

Teknologi berkembang Teknologi lebih sederhana

Tingkat pendidikan dan keilmuan tinggi Tingkat pendidikan dan keilmuan serta kemampuan membaca rendah

Kosmopolitan : interaksi dengan orang luar tinggi

Sedikit komunikasi dengan orang luar

Empati : kemampuan melihat dirinya dalam peran orang lain

Kemampuan empati rendah

After : Rogers and Burdge : Social Change in Rural Societies. Prentice Hall. 1972. p 15

Pengembangan Masyarakat dan Prinsip-prinsipnya

Menurut Ross dan Lappin (1967), pekerjaan yang terkait dengan komunitas

memiliki tiga kelompok besar yaitu pengembangan komunitas (community

development), organisasi komunitas (community organization) dan hubungan

komunitas (community relations). Pada negara berkembang, terminologi yang

sering digunakan sebagai usaha untuk menyediakan kemajuan komunitas yaitu

terminologi pengembangan komunitas. Definisi tentang pengembangan komunitas

menurut PBB ditujukan kepada suatu pemanfaatan di bawah suatu program dengan

teknik dan pendekatan yang menggantungkan kepada komunitas lokal sebagai unit

tindakan dan yang mencoba mengkombinasikan bantuan dari luar dengan usaha-

Page 22: Disertasi Suwignya Utama - repository.ipb.ac.id · menguraikan konsep pemberdayaan dari segi maknanya, prosesnya, strateginya, tingkat keberdayaannya, serta kaitannya dengan penyuluhan

35

usaha dan kemandirian lokal yang terorganisir, dan berkaitan dengan mencari

stimulasi inisiatif lokal dan kepemimpinan sebagai instrumen utama dalam

perubahan. Di negara agraris dalam kelompok negara berkembang, penekanan

utama terhadap perbaikan kehidupan dasar dari komunitas, termasuk kepuasan

terhadap kebutuhan non materi.

Di Amerika Utara, istilah yang sering digunakan untuk menandakan

perencanaan dan kegiatan komunitas yaitu ”community organization” atau

organisasi komunitas. Definisi organisasi komunitas adalah proses membawa dan

memelihara penyesuaian yang lebih efektif dan progresif antara sumberdaya

kesejahteraan sosial dan kebutuhan kesejahteraan sosial dalam lingkungan geografi

atau fungsi tertentu. Tujuannya konsisten dengan tujuan pekerjaan sosial yaitu

fokus utama kepada kebutuhan dan bagaimana memenuhi kebutuhan manusia

(Ross & Lappin, 1967)

Makna dari organisasi komunitas secara terminologi berarti suatu proses di

mana komunitas mengidentifikasi kebutuhannya, menyusun prioritas kebutuhan

tersebut, mengembangkan kepercayaan dan kemauan untuk bekerja mencapai

tujuan itu, menemukan sumber-sumberdaya (internal & eksternal) berkaitan dengan

kebutuhan / tujuan, melakukan tindakan yang diperlukan, dan mengembangkan

sikap saling bekerjasama dan tindakan dalam komunitas. Beberapa prinsip yang

berkaitan dengan organisasi komunitas diungkapkan oleh Ross dan Lappin (1967)

diantaranya adalah :

(1) Ketidakpuasan dengan kondisi saat ini menjadi pemicu pengembangan

komunitas.

(2) Ketidakpuasan tersebut difokuskan dalam perencanaan dan tindakan yang

berkaitan dengan permasalahan spesifik.

(3) Ketidakpuasan yang dirasakan dalam komunitas harus disadari bersama oleh

para anggotanya.

(4) Pengorganisasian komunitas melibatkan pemimpin formal / informal yang

diterima oleh kebanyakan kelompok.

(5) Pengembangan komunitas memiliki tujuan dan metode yang diterima secara

luas.

Page 23: Disertasi Suwignya Utama - repository.ipb.ac.id · menguraikan konsep pemberdayaan dari segi maknanya, prosesnya, strateginya, tingkat keberdayaannya, serta kaitannya dengan penyuluhan

36

(6) Program yang disusun harus mampu menggugah aspek emosi anggota.

(7) Pengembangan komunitas menyertakan sisi good will (potensi) komunitas.

(8) Pengembangan komunitas membentuk jalur komunikasi yang efektif antara

kelompok dengan komunitas.

(9) Pengembangan komunitas harus mendukung dan memperkuat kelompok yang

bekerja secara bersama-sama.

(10) Pengembangan komunitas secara fleksibel dalam prosedur organisasinya

tanpa mengganggu pengambilan keputusan yang sudah rutin.

(11) Pengembangan komunitas dilakukan dalam tahapan yang kegiatannya saling

berkaitan.

(12) Pengembangan komunitas diarahkan untuk mengembangkan pemimpin yang

efektif.

(13) Pengembangan komunitas dilakukan untuk mengembangkan kekuatan,

stabilitas dan prestise dalam komunitas.

Sejalan dengan Ross dan Lappin tersebut, dalam kerangka pengembangan

komunitas (community development), Wileden (1970) menyarankan empat prinsip

utama dalam pengembangan komunitas yaitu :

(1) Prinsip kebutuhan (need), di mana jantung dari setiap program pengembangan

komunitas adalah kebutuhan yang diketahui. Tanpa adanya penghargaan atas

kebutuhan itu, akan sangat sulit atau tidak mungkin bisa menjalankan program

pengembangan komunitas dengan baik.

(2) Prinsip kesesuaian terhadap tujuan, menekankan hanya apabila felt need

dinyatakan bersesuaian dengan tujuan maka dasar aksi komunitas bisa

dilakukan. Tujuan yang dibuat harus bisa diterima secara luas.

(3) Prinsip keterlibatan menekankan pentingnya individu pemimpin lokal

dilibatkan. Anggota komunitas juga harus diinformasikan dan dilibatkan.

(4) Prinsip kerjasama menekankan bahwa keberhasilan program pengembangan

komunitas sangat tergantung juga dari kerjasama antara individu dan kelompok

dalam komunitas.

Page 24: Disertasi Suwignya Utama - repository.ipb.ac.id · menguraikan konsep pemberdayaan dari segi maknanya, prosesnya, strateginya, tingkat keberdayaannya, serta kaitannya dengan penyuluhan

37

Selanjutnya Wileden (1970) menyatakan terdapat tiga alasan dalam

mempelajari kehidupan komunitas lokal yaitu : (1) komunitas lokal memiliki

banyak kontribusi terhadap kehidupan modern, sementara kita bisa belajar dari

kondisi masa lalu dan masa sekarang (bukan masa depan); (2) kebanyakan dari kita

hidup dan berasal dari komunitas lokal; (3) kehidupan masa depan sangat

tergantung pada landasan akar rumput, yaitu komunitas lokal.

Konsep Komunitas vs Masyarakat

Toennies (1974) di dalam artikelnya “Gemeinschaft and Gesellschaft”

membedakan dua konsep, yaitu „Gemeinschaft“ diartikan sebagai „community“

atau komunitas sedangkan „Gesellschaft“ diartikan sebagai „society“ atau

masyarakat. Komunitas (community) dalam hal ini mengacu kepada kesatuan yang

sempurna dari kehendak manusia. Pada komunitas dijumpai adanya saling

ketergantungan dalam hubungan tersebut. Komunitas mengambil bentuk

berdasarkan hubungan darah, berdasarkan lokalita habitat yang ditempati, dan

berkaitan dengan kepercayaan bersama. Sedangkan konsep masyarakat (society)

menyangkut suatu konstruksi buatan dari kumpulan kehidupan manusia sehingga

para individu bisa secara damai tinggal bersama. Dalam konsep masyarakat ini

tindakan individual lebih menonjol. Barang-barang yang ada telah dimiliki oleh

individu tertentu, dan apa yang mereka miliki dinikmati oleh mereka sendiri-

sendiri. Jadi secara umum dapat dikatakan bahwa pada komunitas, individu-

individu pada dasarnya menyatu walaupun sebenarnya terpisah karena berbagai

faktor. Sedangkan dalam konsep masyarakat, pada dasarnya individu-individu

terpisah satu sama lain walaupun disatukan oleh beberapa faktor.

Menurut Koentjaraningrat (1990) dari perspektif ilmu antropologi, konsep

”komunitas” (community) didefinisikan sebagai suatu kesatuan hidup manusia,

yang menempati suatu wilayah yang nyata, dan yang berinteraksi menurut suatu

sistem adat istiadat, serta yang terikat oleh suatu rasa identitas komunitas. Jadi ciri-

ciri suatu komunitas meliputi adanya kesatuan wilayah, kesatuan adat istiadat, rasa

identitas komunitas, dan rasa loyalitas terhadap komunitas sendiri. Sedangkan

konsep ”masyarakat” dapat dirumuskan sebagai kesatuan hidup manusia yang

berinteraksi menurut suatu sistem adat-istiadat tertentu yang bersifat kontinu, dan

Page 25: Disertasi Suwignya Utama - repository.ipb.ac.id · menguraikan konsep pemberdayaan dari segi maknanya, prosesnya, strateginya, tingkat keberdayaannya, serta kaitannya dengan penyuluhan

38

yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama. Kedua istilah komunitas dan

masyarakat tersebut memang saling bertumpang tindih, tetapi istilah masyarakat

adalah istilah umum bagi suatu kesatuan hidup manusia, dan karena itu bersifat

lebih luas daripada istilah komunitas. Masyarakat adalah semua kesatuan hidup

manusia yang bersifat mantap dan yang terikat oleh satuan adat istiadat dan rasa

identitas bersama, tetapi komunitas bersifat khusus karena adanya ciri tambahan

ikatan lokasi dan kesadaran wilayah.

Berdasarkan pandangan ilmu sosiologi konsep ”societies” atau masyarakat

merupakan salah satu tipe struktur sosial yang komprehensif dan kompleks pada

saat ini. Masyarakat mengacu kepada suatu kelompok orang yang tinggal di dalam

wilayah teritorial yang sama dan saling berbagi budaya tertentu. Dengan adanya

kebudayaan bersama ini maka anggota masyarakat biasanya memiliki nilai-nilai

dan norma-norma yang sama serta biasanya memiliki bahasa yang sama (Hughes et

al., 2002).

Masyarakat Jawa menurut Tinjauan Aspek Budaya

Menurut Koentjaraningrat (1990) kata ”kebudayaan’ atau ”culture” berasal

dari bahasa Sanskerta ”buddhayah” yaitu bentuk jamak dari ”buddhi” yang berarti

budi atau akal. Sehingga kebudayaan diartikan sebagai hal-hal yang bersangkutan

dengan akal. Dalam pandangan lain, budaya sebagai perkembangan majemuk dari

budi-daya atau daya dari budi yang berupa cipta, rasa dan karsa. Sedangkan

kebudayaan dalah hasil dari cipta rasa dan karsa itu. Pada akhirnya menurut

pandangan ilmu antropologi, kebudayaan adalah ”keseluruhan sistem gagasan,

tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang

dijadikan milik diri manusia dengan belajar”. Selanjutnya Koentjaraningrat

mengutip pendapat seorang ahli hukum adat yaitu Van Vollenhoven yang membagi

Indonesia ke dalam 19 daerah atau wilayah lingkungan hukum adat. Khusus untuk

P. Jawa terbagi ke dalam tiga wilayah lingkungan hukum adat yaitu Jawa Tengah

dan Timur, Surakarta dan Yogyakarta, dan Jawa Barat.

Selanjutnya menurut Koentjaranigrat (1984), diacu dalam Gauthama (2003)

menyatakan bahwa keberagaman budaya Jawa (Jawa Tengah dan Jawa Timur)

Page 26: Disertasi Suwignya Utama - repository.ipb.ac.id · menguraikan konsep pemberdayaan dari segi maknanya, prosesnya, strateginya, tingkat keberdayaannya, serta kaitannya dengan penyuluhan

39

berdasarkan wilayah kebudayaan (culture area) yaitu : (1) Nagarigung (sekitar

Purworejo, Temanggung, Magelang, Boyolali, Yogyakarta, Surakarta dan

Karanganyar); (2) Mancanagari (sekitar Madiun, Nganjuk, Jombang, Kediri dan

Trenggalek, Blitar dan Malang); (3) Banyumasan (sekitar Cilacap, Purwokerto,

Banyumas, Banjarnegara dan Purbalingga); dan (4) Pesisiran. Kebudayaan

Pesisiran selanjutnya dibedakan menjadi Pesisiran Kilen (sekitar wilayah Tegal,

Pemalang, Pekalongan, dan Kendal) dan Pesisiran Wetan (kira-kira meliputi

wilayah Jepara, Pati, Blora, Cepu, Rembang, Tuban, Lamongan, Surabaya,

Pasuruan, Probolinggo, Situbondo).

Gauthama (2003) telah melakukan penelitian terhadap pemahaman atau

pandangan masyarakat Jawa terhadap falsafah hidup yang telah mereka kenal

secara turun temurun. Masyarakat Jawa memiliki sistem orientasi nilai budaya yang

terdiri dari lima hakekat pokok yaitu : (1) hakekat hidup, (2) hakekat kerja, (3)

hakekat waktu, (4) hakekat hubungan manusia dengan sesamanya, dan (4) hakekat

hubungan manusia dengan alam sekitarnya. Dari hasil temuannya diketahui bahwa

umumnya mereka mengenal atau memahami falsafah-falsafah tersebut. Hanya saja

besar kecilnya tingkat pemahaman tidak sama tergantung dari pengaruh akulturasi

budaya yang terjadi pada masyarakat di wilayah itu dengan budaya lain dari luar.

Masyarakat Jawa yang berdiam di wilayah Nagarigung umumnya masih

memahami dan bersikap sesuai dengan semua hakekat pokok falsafah hidup yang

dimilikinya. Masyarakat Jawa yang berdiam di wilayah kebudayaan Mancanagari

dan Banyumasan sebagian besar masih memahami dan bersikap sesuai dengan

falsafah yang dimiliki, khususnya berkaitan dengan hakekat hidup, hakekat kerja,

hakekat waktu dan hakekat hubungan manusia dengan sesamanya. Masyarakat

Jawa di wilayah Pesisiran Kilen masih memahami secara baik semua hakekat

kehidupan, meskipun tidak sekuat pemahaman masyarakat Jawa Nagarigung.

Berbagai bentuk falsafah hidup tersebut dapat dimanfaatkan untuk mendukung

kebijakan peningkatan sumber daya manusia melalui peningkatan mental, moral

dan etika masyarakat Jawa yang saat ini mulai dirasakan merosot.

Masyarakat Sekitar Hutan

Page 27: Disertasi Suwignya Utama - repository.ipb.ac.id · menguraikan konsep pemberdayaan dari segi maknanya, prosesnya, strateginya, tingkat keberdayaannya, serta kaitannya dengan penyuluhan

40

Istilah yang digunakan dalam bidang kehutanan untuk merujuk orang-orang

yang tinggal di dalam dan atau di sekitar hutan kebanyakan adalah istilah

”masyarakat”, dan sangat jarang digunakan istilah ”komunitas”. Hal ini bisa dilihat

dalam berbagai pustaka dan dokumen yang kebanyakan menggunakan istilah

”masyarakat”. Beberapa istilah yang digunakan diantaranya yaitu : masyarakat,

masyarakat desa hutan, masyarakat di dalam dan di sekitar kawasan hutan,

masyarakat di sekitar hutan, masyarakat lokal, dan masyarakat setempat.

Menurut Winarto (2006) yang mengumpulkan berbagai definisi dan istilah

dari peraturan-peraturan bidang kehutanan, beberapa istilah dan definisi yang

berkaitan dengan masyarakat sekitar hutan adalah sebagai berikut :

(a) Masyarakat adalah kelompok orang warga negara Republik Indonesia yang

tinggal di dalam atau sekitar hutan dan yang memiliki ciri sebagai suatu

komunitas, yang didasarkan pada kekerabatan, kesamaan, mata pencaharian

yang berkaitan dengan hutan (profesi), kesejarahan, keterikatan tempat tinggal

bersama serta faktor ikatan komunitas lainnya..

(b) Masyarakat desa hutan adalah kelompok masyarakat setempat, terutama

masyarakat tradisional, baik yang berada di dalam hutan maupun di pedesaan

sekitar hutan.

(c) Masyarakat di dalam dan di sekitar hutan adalah kelompok-kelompok

masyarakat baik yang berada di dalam hutan maupun di pedesaan sekitar hutan.

(d) Masyarakat di sekitar hutan adalah masyarakat setempat terutama masyarakat

yang dalam bersikap, berpikir dan bertindak selalu berpegang teguh pada norma

dan adat kebiasaan yang ada secara turun temurun.

(e) Masyarakat lokal adalah kelompok masyarakat di dalam suatu kawasan

geografis tertentu, mencakup kelompok asli dan kelompok tradisional, dan juga

kelompok pendatang yang melakukan pemukiman swakarsa.

Istilah lainnya yaitu ”masyarakat setempat” yang menurut Peraturan

Menteri Kehutanan No. P.01/MENHUT-II/2004 tentang Pemberdayaan Masya-

rakat Setempat di dalam dan di sekitar Hutan Dalam Rangka Social Forestry

didefinisikan sebagai masyarakat yang tinggal di dalam dan atau sekitar hutan yang

Page 28: Disertasi Suwignya Utama - repository.ipb.ac.id · menguraikan konsep pemberdayaan dari segi maknanya, prosesnya, strateginya, tingkat keberdayaannya, serta kaitannya dengan penyuluhan

41

merupakan kesatuan komunitas sosial didasarkan pada mata pencaharian yang

bergantung pada hutan, kesejarahan, keterikatan tempat tinggal serta pengaturan

tata tertib kehidupan bersama dalam wadah kelembagaan.

Teori Kelompok

Berdasarkan hasil kajian berbagai pustaka tentang konsep kelompok dari

berbagai perspektif baik sosiologi maupun psikologi sosial, diperoleh kesimpulan

bahwa konsep kelompok mengacu pada suatu organisasi sosial yang berupa

kumpulan individu dan memiliki karakteristik : adanya hubungan atau interaksi

sosial satu sama lain, adanya saling ketergantungan, adanya identitas dan perasaan

bersatu, saling berbagi tujuan tertentu dan harapan terhadap perilaku satu sama lain.

Kelompok sebagai sistem sosial merupakan suatu kesatuan dari berbagai unsur

yang berhubungan satu sama lain dan berproses secara fungsional menghasilkan

suatu output tertentu. Sebagai suatu sistem sosial maka kelompok memiliki

struktur sebagai aspek statis dan mempunyai proses sebagai aspek dinamisnya.

Konsep lain yang terkait dengan kelompok yaitu “dinamika kelompok” yang

bertujuan untuk mempelajari sifat kelompok, hukum perkembangan kelompok, dan

hubungannya dengan individu, kelompok lain serta institusi yang lebih besar.

Dinamika kelompok ditujukan untuk memahami perilaku individu dengan melihat

komponen dan interaksi yang terjadi di dalam kelompok. Unsur-unsur yang

mempengaruhi dinamika kelompok yaitu : tujuan kelompok, struktur kelompok,

fungsi tugas, pembinaan dan pengembangan kelompok, kekompakan kelompok,

suasana kelompok, ketegangan kelompok, keefektifan kelompok, dan maksud

tersembunyi. Kelompok tani seharusnya memiliki peran sebagai faktor yang

memperlancar pembangunan pertanian. Namun beberapa penelitian tentang

kelompok tani hutan di Jawa menunjukkan bahwa peran kelompok masih lemah

dalam mencapai tujuan yang seharusnya. Kelompok belum bisa berdiri sebagai

mitra yang sejajar dengan Perhutani. Bisa disimpulkan sementara bahwa dinamika

kelompok tani hutan belum seperti yang diharapkan. Kajian pustaka tentang konsep

kelompok akan diuraikan mulai dari pengertian kelompok, karakteristik kelompok,

Page 29: Disertasi Suwignya Utama - repository.ipb.ac.id · menguraikan konsep pemberdayaan dari segi maknanya, prosesnya, strateginya, tingkat keberdayaannya, serta kaitannya dengan penyuluhan

42

kelompok sebagai sistem sosial, dinamika kelompok dan tinjauan tentang

kelompok tani / kelompok tani hutan.

Menurut Cartwright dan Zander (1968) kelompok didefinisikan sebagai

kumpulan individu-individu yang memiliki hubungan satu sama lain sehingga

membuat mereka saling tergantung secara nyata dalam derajat tertentu. Dari

definisi tersebut konsep kelompok mengacu kepada sebuah kelas dalam entitas

sosial yang umumnya memiliki sifat saling ketergantungan di antara anggota-

anggota kelompok tersebut. Kelompok akan saling berbeda biasanya karena sifat

dan besarnya saling ketergantungan di antara anggotanya.

Popenoe (1989) berdasarkan perspektif sosiologi, mendefinisikan kelompok

sosial sebagai dua atau lebih orang yang memiliki identitas tertentu dan perasaan

bersatu dan mereka berbagi tujuan tertentu dan berbagi harapan-harapan tentang

perilaku satu sama lain. Definisi kelompok selengkapnya menurut Popenoe adalah :

”A social group can be defined as two or more people who have a common identity and some feeling of unity, and who share certain goals and expectations about each other’s behavior”.

Menurut Hughes et al. (2002) kelompok dari sudut pandang sosiologi

adalah dua orang atau lebih yang terikat satu sama lain dalam pola interaksi sosial

yang relatif stabil dan mereka saling berbagi perasaan sebagai kesatuan. Bagi ahli

sosiologi, kelompok berbeda dengan konsep agregat dan kategori. Agregat hanya

merupakan kumpulan orang-orang yang berada pada suatu tempat pada waktu

tertentu misalnya orang-orang yang sedang belanja di mal, atau orang-orang yang

sedang mengantri membeli tiket sepak bola. Sedangkan kategori (sosial) adalah

koleksi orang-orang yang memiliki karakteristik yang sama misalnya secara fisik

atau secara pola perilaku, yang signifikan secara sosial. Misalnya kategori menurut

umur, jenis kelamin, ras, pekerjaan dan pendidikan.

Norlin dan Chess (1997) mengemukakan bahwa kelompok sosial adalah

sebuah bentuk organisasi sosial yang eksklusif dan mengorganisir dirinya, yang

terdiri dari dua atau lebih anggota yang saling mengidentifikasikan dan berinteraksi

satu sama lain secara personal sebagai individu, dan memiliki perasaan bersama

kelompok sebagai entitas sosial, dan dipengaruhi oleh tindakan anggotanya yang

Page 30: Disertasi Suwignya Utama - repository.ipb.ac.id · menguraikan konsep pemberdayaan dari segi maknanya, prosesnya, strateginya, tingkat keberdayaannya, serta kaitannya dengan penyuluhan

43

berhubungan dengan kelompok, serta didominasi oleh tindakan tertentu yang

ekspresif. Definisi kelompok sosial selengkapnya yaitu :

“Social group is an exclusive, self-organizing form of social organization comprised of two or more members who identify and interact with one another on a personal basis as individuals, possess a shared sense of the group as a social entity, are affected by the group related actions of members, and in which expressive actions dominate”.

Menurut Johnson dan Johnson (1987), diacu dalam Sarwono (2005) sebuah

kelompok adalah dua individu atau lebih yang berinteraksi tatap muka (face to face

interaction), yang masing-masing menyadari keanggotaannya dalam kelompok,

masing-masing menyadari keberadaan orang lain yang juga anggota kelompok, dan

masing-masing menyadari saling ketergantungan secara positif dalam mencapai

tujuan bersama.

Kelompok sosial bisa dibagi ke dalam bermacam-macam jenis, misalnya

kelompok primer vs kelompok sekunder dan kelompok formal vs kelompok

informal. Kelompok primer biasanya berukuran kecil, memiliki berbagai tujuan,

memiliki interaksi sosial yang lebih intensif dan lebih erat, serta memiliki rasa

identitas kelompok yang tinggi. Kelompok primer ini sering disebut face-to-face

group yaitu kelompok sosial yang anggotanya saling mengenal dari dekat dan

karena itu hubungannya erat. Dalam pandangan Tonnies kelompok primer ini

bersifat Gemeinschaft. Kualitas komunikasi dalam kelompok primer bersifat dalam

dan meluas, bersifat personal, dan menekankan hubungan interpersonal. Kelompok

sekunder merupakan kelompok karena spesialisasi yang dirancang untuk mencapai

tujuan praktis, anggotanya dihubungkan terutama dengan hubungan sekunder.

Hubungan sekunder ini biasanya berdasarkan spesialisasi, kurang memiliki

kehangatan emosional, dan hanya melibatkan ssedikit aspek dari kepribadian

anggotanya. Kelompok sekunder mempunyai interaksi sosial yang biasanya tidak

langsung, jauh dari formal dan kurang bersifat kekeluargaan. Hubungan dalam

kelompok sekunder biasanya lebih obyektif. Fungsi kelompok sekunder adalah

untuk mencapai tujuan tertentu dalam masyarakat secara obyektif dan rasional.

Kelompok sekunder ini lebih bersifat Gesellschaft. Pembagian kelompok lainnya

yaitu ke dalam kelompok formal (kelompok resmi) dan kelompok informal (tidak

Page 31: Disertasi Suwignya Utama - repository.ipb.ac.id · menguraikan konsep pemberdayaan dari segi maknanya, prosesnya, strateginya, tingkat keberdayaannya, serta kaitannya dengan penyuluhan

44

resmi). Perbedaan yang utama yaitu kelompok informal tidak didukung oleh

peraturan-peraturan tertulis seperti kelompok formal. Kelompok informal juga

mempunyai pembagian tugas, peranan-peranan dan hierarkhi tertentu, serta norma

pedoman tingkah laku anggotanya serta konvensi-konvensinya, tetapi tidak

dirumuskan secara tegas dan tertulis seperti kelompok formal (Popenoe, 1989;

Norlin & Chess, 1997; Gerungan, 2004; Rakhmat, 2004).

Karakteristik Kelompok

Kelompok sosial menurut Norlin dan Chess (1997) memiliki enam

karakteristik penting yaitu :

(1) Ukuran (size). Sebagai suatu bentuk organisasi sosial, ukuran kelompok

biasanya kecil.

(2) Struktur tujuan (goal structure). Kelompok sosial ditandai dengan level

minimal dari pembagian peranan. Interaksi antar anggota biasanya dari orang

ke orang dan berasal dari kepribadian secara menyeluruh dan bukan dari peran

secara sempit. Sehingga struktur tujuan biasanya lebih secara implisit daripada

eksplisit.

(3) Identitas (identity). Semua anggota kelompok saling berbagi identitas

kelompok dan memiliki persepsi kelompok secara menyeluruh. Rasa persatuan

dalam kelompok diekspresikan dalam penggunaan kata “kita” dalam kegiatan

yang terkait dengan kelompok.

(4) Efek terhadap perilaku individu (effect on individual behavior). Kelompok

sosial menampilkan sosialisasi yang nyata dan fungsi kontrol sosial terhadap

anggota-nya.

(5) Mengorganisir diri (self-organizing). Hubungan antara anggota kelompok dan

hasil interaksinya berasal dari sisi internal anggotanya. Kegiatan kelompok

didorong utamanya dari sisi emosional anggotanya dan bukan dari faktor yang

rasional.

(6) Ekslusif (exclusive). Kelompok sosial merupakan bentuk yang paling ekslusif

dari organisasi sosial. Hal ini ditunjukkan dari potensi stabilitas kelompok dan

pola sosialisasi dari anggotanya.

Page 32: Disertasi Suwignya Utama - repository.ipb.ac.id · menguraikan konsep pemberdayaan dari segi maknanya, prosesnya, strateginya, tingkat keberdayaannya, serta kaitannya dengan penyuluhan

45

Berdasarkan perspektif psikologi sosial, Gerungan (2004) mengemukakan

empat ciri-ciri kelompok sosial tidak resmi dan yang agak kecil yaitu :

(1) Terdapat dorongan (motif) yang sama pada individu-individu yang menye-

babkan terjadinya interaksi ke arah tujuan yang sama.

(2) Terdapat reaksi-reaksi dan kecakapan yang berlainan antar anggota kelompok.

Sehingga akan muncul pembagian tugas serta struktur tugas tertentu. Akan

terbentuk pula norma-norma yang khas dalam interaksi kelompok ke arah

tujuan-nya.

(3) Pembentukan dan penegasan struktur kelompok yang jelas dan terdiri dari

peranan dan kedudukan hierarkhis yang semakin berkembang.

(4) Terjadinya penegasan dan peneguhan norma-norma pedoman tingkah laku

anggota kelompok yang mengatur interaksi dan kegiatan anggota kelompok

dalam merealisasikan tujuan kelompok.

Kelompok sebagai Sistem Sosial

Sistem sosial merupakan entitas sosial yang dicirikan oleh individu-individu

atau unit sosial lainnya yang berproses secara fungsional saling terkait satu sama

lain. Sistem sosial yang berkembang secara penuh berarti bahwa seluruh

komponen dari sistem itu secara fungsional saling berkaitan (Norin & Chess,

1997). Menurut Cartwright dan Zander (1968) salah satu orientasi teoretis dalam

mempelajari dinamika kelompok yaitu pendekatan teori sistem. Dalam pandangan

ini kelompok dilihat sebagai suatu sistem yaitu merupakan sistem orientasi, sistem

saling keterhubungan dari posisi-posisi dan peran-peran, dan sistem komunikasi.

Kelompok dipandang sebagai sistem yang terbuka, yang dianalogikan dari konsep

biologi. Teori sistem menekankan kepada berbagai jenis input ke dalam sistem dan

output keluar sistem.

Menurut Slamet (2006), sistem sosial adalah suatu kesatuan dari banyak

unsur yang dapat menghasilkan suatu output tertentu. Sistem terbentuk oleh

adanya komponen-komponen atau unsur-unsur yang berhubungan satu sama lain

membentuk suatu jaringan. Masing-masing komponen mempunyai fungsi sendiri

yang berbeda satu dengan lainnya. Fungsi komponen yang satu dipengaruhi oleh

fungsi komponen lain yang berhubungan dengannya. Kualitas output sistem

Page 33: Disertasi Suwignya Utama - repository.ipb.ac.id · menguraikan konsep pemberdayaan dari segi maknanya, prosesnya, strateginya, tingkat keberdayaannya, serta kaitannya dengan penyuluhan

46

tergantung pada kualitas fungsi setiap komponen. Kalau salah satu komponen tak

ada atau tak berfungsi maka fungsi sistem akan terganggu atau tak berfungsi sama

sekali. Kelompok sebagai sistem sosial memiliki beberapa ciri misalnya dalam

kelompok terdapat orang-orang yang saling berinteraksi; mempunyai pola perilaku

yang teratur dan sistematis; bisa diidentifikasi bagian-bagiannya; dan bisa dilihat

sebagai sistem sosial.

Sistem sosial terdiri dari interaksi yang terpola dari para anggotanya.

Sistem sosial merupakan interaksi dari beragam individu yang hubungannya satu

dengan yang lain diorientasikan kepada definisi dan mediasi dari pola simbol-

simbol terstruktur dan harapan-harapan. Dalam sistem sosial, terdapat interaksi

yang spesifik antara anggota dan bukan anggota. Dalam sistem sosial terdapat dua

hal pokok yaitu elemen yang menyusun sistem sosial dan proses yang berhubungan

dengan unsur tersebut. Model kelompok sebagai sistem sosial dikenal dengan The

Processually Articulated Structural Model (PAS Model). Elemen merupakan suatu

komponen utama penyusun sistem sosial, dan proses bisa dilihat sebagai artikulasi

umum yang sangat penting dalam analisis suatu aksi sosial (Loomis, 1960; Loomis

& Loomis, 1961) .

Menurut Loomis (1960) elemen-elemen pokok sistem sosial meliputi

sembilan unsur yakni :

(1) Tujuan (end, goal and objective) adalah suatu bentuk perubahan di mana

anggota sistem sosial berharap untuk mencapainya melalui interaksi yang

sesuai.

(2) Keyakinan (belief) merupakan suatu proposisi tentang suatu aspek dari kondisi

alam ini yang diterima sebagai kebenaran.

(3) Sentimen atau perasaan (sentiment) sebagai sesuatu yang berkaitan dekat

dengan keyakinan dan berkombinasi dengan keyakinan dalam bidang empiris

namun secara analitis terpisah dalam sistem sosial. Sentimen mewakili apa

yang dirasakan tentang lingkungan oleh anggota sistem sosial.

(4) Norma (norms) dalam suatu sistem sosial adalah berbagai aturan yang

menentukan apa yang bisa diterima dan apa yang tidak bisa diterima dalam

sistem sosial.

Page 34: Disertasi Suwignya Utama - repository.ipb.ac.id · menguraikan konsep pemberdayaan dari segi maknanya, prosesnya, strateginya, tingkat keberdayaannya, serta kaitannya dengan penyuluhan

47

(5) Sanksi (sanctions) sebagai elemen dalam sistem sosial mengacu kepada

penghargaan dan hukuman yang diberrikan kepada anggota sistem sosial

sebagai upaya memaksakan kepatuhan kepada norma dan tujuan.

(6) Peranan kedudukan (status-role). Kedudukan (status) atau posisi mewakili

elemen dan merupakan apa yang diharapkan oleh aktor dalam situasi tertentu.

Peranan (role) mewakili proses.

(7) Kewenangan / kekuasaan (power & authority) mengacu kepada kapasitas untuk

mengontrol orang lain.

(8) Jenjang sosial (social rank). Dalam masyarakat selalu terdapat jenjang-jenjang

atau perbedaan kedudukan tertentu. Masing-masing jenjang menunjukkan

perbedaan kedudukan dan prestise yang terkandung di dalamnya.

(9) Fasilitas (facility) merupakan wahana atau alat yang perlu untuk mencapai

tujuan kelompok. Karena orang-orang mempunyai tujuan maka perlu disiapkan

fasilitas apa oleh sistem sosial untuk mencapai tujuannya.

Elemen-elemen sistem sosial yang berhubungan satu sama lain pada suatu

waktu tidak akan tetap demikian. Proses-proses yang terjadi akan menghubungkan,

menstabilkan, dan mengubah arah hubungan di antara elemen-elemen dalam kurun

waktu tertentu, yang merupakan alat untuk memahami sistem sosial sebagai suatu

proses dinamis yang berkelanjutan (Loomis,1960; Loomis & Loomis, 1961) .

Proses sosial yang termasuk proses utama (master process) karena

melibatkan beberapa elemen menurut Loomis (1960) terdiri dari enam butir yaitu :

(1) Komunikasi (communication) yaitu suatu proses di mana informasi, keputusan,

dan perintah disebarkan kepada para anggota dan merupakan suatu cara di

mana pengetahuan, pendapat-pendapat dan sikap-sikap dibentuk atau

dimodifikasi dengan interaksi.

(2) Memelihara batas (boundary maintenance) adalah proses di mana identitas

sistem sosial dipelihara dan pola karakteristik interaksi dipertahankan.

(3) Kaitan sistemik (sistemic linkage) sebagai proses di mana satu atau lebih

elemen-elemen dari paling tidak dua sistem sosial dihubungkan sehingga dua

sistem tersebut dengan cara tertentu atau pada suatu kejadian tertentu dipandang

sebagai sebuah unit.

Page 35: Disertasi Suwignya Utama - repository.ipb.ac.id · menguraikan konsep pemberdayaan dari segi maknanya, prosesnya, strateginya, tingkat keberdayaannya, serta kaitannya dengan penyuluhan

48

(4) Pelembagaan (institutionalization) adalah suatu proses di mana organisasi

dengan struktur tertentu dan aksi sosial serta interaksinya bisa diperkirakan

keberlangsungannya.

(5) Sosialisasi (socialization) adalah proses di mana warisan sosial dan budaya

dise-barluaskan.

(6) Kontrol sosial (social kontrol) adalah proses di mana penyimpangan

dihilangkan atau dengan cara tertentu diselaraskan dengan keberfungsian dari

kelompok sosial.

Proses sosial dapat dianalogikan dengan proses fisiologi yang terjadi pada

tubuh hewan dan manusia. Kalau proses ini tidak ada atau tidak baik, maka hewan

akan sakit/mati. Unsur-unsur proses sosial (6 buah) itu juga merupakan peubah

yang kondisinya bisa baik, tetapi bisa juga tidak baik. Sistem sosial yang sehat

(dinamis, produktif, efektif) adalah yang unsur-unsurnya berproses atau berfungsi

secara baik. Sistem sosial yang tidak dinamis (tidak produktif, tidak efektif, dan

lain-lain) biasanya yang salah satu atau lebih dari unsur prosesnya tidak berfungsi

secara baik, atau salah satu atau beberapa unsur pokoknya tidak dalam kondisi yang

baik. Untuk meningkatkan dinamika sistem sosial bisa dilakukan dengan cara

memperbaiki unsur pokok dan atau unsur proses sosial yang keadaannya kurang

baik (Slamet, 2006).

Dinamika Kelompok

Studi tentang kelompok memiliki tujuan di antaranya yaitu untuk bisa

memahami dan memperbaiki perilaku anggota kelompok. Menurut Cartwright dan

Zander (1968) studi tentang dinamika kelompok lebih intensif dilakukan pada abad

ke-20. Dinamika kelompok secara luas bisa dipahami dari tiga sudut pandang yaitu

:

(1) Dinamika kelompok mengacu kepada suatu ideologi politik yang berkaitan

dengan cara-cara kelompok seharusnya diorganisir dan dikelola. Ideologi ini

menekankan pentingnya kepemimpinan yang demokratis, partisipasi anggota

dalam pengambilan keputusan, dan keuntungan yang diperoleh bagi masyarakat

dan bagi individu karena aktivitas kerjasama dalam kelompok.

Page 36: Disertasi Suwignya Utama - repository.ipb.ac.id · menguraikan konsep pemberdayaan dari segi maknanya, prosesnya, strateginya, tingkat keberdayaannya, serta kaitannya dengan penyuluhan

49

(2) Dinamika kelompok juga mengacu kepada seperangkat teknik, seperti

permainan peran, buzz-sessions, observasi dan umpan balik dari proses

kelompok, yang digunakan secara luas dalam program pelatihan untuk

meningkatkan keterampilan dalam berhubungan dengan orang lain dan

pengelolaan konferensi dan komite.

(3) Dinamika kelompok mengacu kepada suatu bidang keilmuan yang ditujukan

untuk memperoleh pengetahuan tentang sifat kelompok, hukum-hukum

perkembangannya, dan hubungan keterkaitannya dengan individu, kelompok

lainnya dan institusi yang lebih besar.

Berdasarkan berbagai pandangan tersebut, Cartwright dan Zander (1968)

mengusulkan definisi dinamika kelompok sebagai “bidang penyelidikan yang

ditujukan untuk memperluas pengetahuan tentang sifat kelompok, hukum

perkembangan kelompok, dan keterkaitannya dengan individu, kelompok lain dan

institusi yang lebih besar”. Dinamika kelompok bisa diidentifikasikan dari empat

karakteristik yaitu : (a) menekankan kepada hasil riset empiris yang secara teoritis

nyata, (b) memberikan perhatian kepada dinamika dan saling keterkaitan antar

fenomena, (c) memiliki relevansi yang luas dengan semua ilmu sosial, (d) hasil

penemuannya berpotensi untuk diterapkan dalam usaha meningkatkan

keberfungsian kelompok dan konsekuensinya terhadap individu dan masyarakat.

Terminologi “dinamika kelompok” dipopulerkan oleh Lewin (1890-1947)

yang memberikan kontribusi besar melalui penelitian dan teori dinamika kelompok.

Dinamika kelompok diistilahkan dengan “Field Theory” atau teori lapangan yang

mendasarkan idenya bahwa untuk memahami perilaku, perlu dilihat bagaimana

komponen-komponen dan dinamika interaksi yang terjadi. Istilah lapangan dalam

teori ini berarti mewakili lingkungan keseluruhan individu. Perilaku menurut

Lewin dihasilkan dari tegangan antara persepsi diri individu dengan lingkungan

yang dihadapinya. Lingkungan total dari individu (life spaces) harus dipahami

untuk bisa mengerti tentang perilaku seseorang. Lewin menyimpulkan bahwa

ketika individu berpartisipasi dalam aktivitas di lingkungannya (keluarga,

pekerjaan, dan lain-lain), maka perilaku diwujudkan melalui gerakan melalui

lingkungannya yang membawa pengaruh positif atau negatif dan didorong oleh

Page 37: Disertasi Suwignya Utama - repository.ipb.ac.id · menguraikan konsep pemberdayaan dari segi maknanya, prosesnya, strateginya, tingkat keberdayaannya, serta kaitannya dengan penyuluhan

50

persepsinya berdasarkan kebutuhan psikologis yang mendasarinya (Shepherd,

1964; Cartwright & Zander 1968; Daniels, 2003).

Menurut Shepherd (1964), Lewin juga mengembangkan sistem konseptual

individu yang dapat diaplikasikan pada kelompok kecil. Teori lapangan atau

dinamika kelompok memiliki lima asumsi dasar yaitu:

(1) Fenomena yang dipelajari adalah apa yang dipersepsikan individu dalam

lingkungannya, di mana asumsi ini menuju pada konsep lapangan psikologis

atau ruang kehidupan individu.

(2) Individu menempati sebuah posisi dalam ruang kehidupannya yang

berhubungan dengan suatu obyek.

(3) Individu memiliki orientasi terhadap suatu tujuan, yang biasanya melibatkan

perubahan posisi antara individu dengan obyek.

(4) Individu berperilaku tertentu untuk mencapai tujuan tersebut.

(5) Dalam proses bergerak menuju tujuan tersebut individu mungkin menemui

halangan yang harus dihindari, yang memungkinkan terjadinya perubahan

dalam tujuan, dalam ruang kehidupan atau keduanya.

Analisis terhadap dinamika suatu kelompok bisa dilakukan dengan melihat

dimensi atau unsur-unsur yang mempengaruhi dinamika kelompok tersebut.

Unsur-unsur yang mempengaruhi dinamika kelompok yaitu : (1) tujuan kelompok,

(2) struktur kelompok, (3) fungsi tugas, (4) pembinaan dan pengembangan

kelompok, (5) kekompakan kelompok, (6) suasana kelompok, (7) ketegangan

kelompok, (8) keefektifan kelompok, dan (9) maksud tersembunyi. Pengukuran

terhadap setiap unsur tersebut dilakukan dengan beberapa indikator yang

menggambarkan intensitas dari unsur-unsur tersebut. Nilai kumulatif dari setiap

unsur tersebut secara keseluruhan menggambarkan dinamika suatu kelompok

(Shepherd, 1964; Cartwright & Zander, 1968; Beal et al., 1974; Slamet, 2006).

Tujuan kelompok merupakan apa yang ingin dicapai oleh kelompok, yaitu

merupakan target yang akan dicapai di mana kegiatan-kegiatan kelompok ditujukan

ke sana. Tujuan kelompok juga menyediakan kerangka di mana keputusan yang

Page 38: Disertasi Suwignya Utama - repository.ipb.ac.id · menguraikan konsep pemberdayaan dari segi maknanya, prosesnya, strateginya, tingkat keberdayaannya, serta kaitannya dengan penyuluhan

51

rasional harus dibuat untuk mengarahkan jumlah dan jenis kegiatan uang harus

dilakukan (Beal et al.,1974; Slamet, 2006)

Struktur kelompok adalah bagaimana kelompok itu berinteraksi di

dalamnya untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Struktur kelompok terdiri dari

bagian-bagian kelompok dan juga hubungan antar bagiannya, yang terbagi ke

dalam empat tipe yaitu : (a) aliran informasi, (b) aliran pekerjaan, (c) kewenangan,

dan (d) mobilitas orang (Cartwright & Zander, 1968; Slamet, 2006).

Fungsi tugas adalah hal-hal yang harus dilakukan oleh kelompok agar

tujuan kelompok dapat tercapai. Setiap posisi dalam kelompok yang diketahui oleh

anggota lainnya akan memberikan kontribusi terhadap pencapaian tujuan

kelompok, dan kontribusi ini mewakili dari fungsi yang ditetapkan (Cartwright &

Zander, 1968; Slamet, 2006).

Pembinaan dan pengembangan kelompok diartikan sebagai usaha-usaha

yang dilakukan untuk menjaga kelompok agar tetap hidup. Usaha-usaha

pembinaan dan pengembangan kelompok bisa dilakukan dengan mendorong dan

mengembangkan partisipasi, aktivitas, koordinasi, komunikasi, menentukan

standar, melakukan sosialisasi, menyediakan fasilitas dan mendapatkan anggota

baru (Slamet, 2006).

Kekompakan kelompok merupakan kesatuan dan persatuan kelompok serta

komitmen yang kuat dari seluruh anggota kelompok. Beberapa faktor yang

mempengaruhi kekompakan kelompok yaitu : kepemimpinan, rasa afiliasi anggota,

nilai dari tujuan kelompok, homogenitas, keterpaduan, kerjasama dan besarnya

kelompok (Slamet, 2006).

Suasana kelompok adalah sikap mental dan perasaan-perasaan (suasana

hati) yang secara umum ada dan meresap dalam anggota kelompok (Beal et al.,

1974; Slamet, 2006). Suasana kelompok dipengaruhi oleh faktor-faktor yaitu :

adanya ketegangan, keramahan, suasana bebas atau terkontrol, keadaan lingkungan

fisik, dan situasi kepemimpinan pada kelompok.

Ketegangan kelompok merupakan segala sesuatu yang menimbulkan

ketegangan yang terasa dalam kelompok, baik yang bersumber dari dalam

Page 39: Disertasi Suwignya Utama - repository.ipb.ac.id · menguraikan konsep pemberdayaan dari segi maknanya, prosesnya, strateginya, tingkat keberdayaannya, serta kaitannya dengan penyuluhan

52

kelompok maupun dari luar kelompok. Kelompok kadang-kadang juga

menggunakan kete-gangan atau tekanan terhadap anggotanya untuk membawa

kepada kesamaan kepercayaan, sikap, nilai dan perilaku. Beberapa kelompok

bahkan menerapkan tekanan ini sebagai bagian dari fungsi kelompok yang sah

(Cartwright & Zander, 1968; Slamet, 2006).

Keefektifan kelompok atau keberhasilan kelompok dinilai akan cenderung

meningkatkan dinamika kelompok. Keefektivan kelompok ini bisa dilihat dari

berbagai sudut, yaitu : dari hasil atau produktivitasnya, dari segi moral kelompok,

dan dari tingkat kepuasan anggota-anggotanya (Slamet, 2006). Beal et al. (1974)

menggunakan istilah produktivitas kelompok , yang bisa dilihat dari beberapa sudut

pandang, misalnya dari kelompok sendiri. Biasanya kelompok yang secara efektif

memiliki tujuan yang realistis, serta secara efektif dan efisien mencapai tujuannya

dikatakan sebagai kelompok yang produktif.

Maksud terselubung merupakan program-program, tugas-tugas atau tujuan-

tujuan yang tidak diketahui atau tidak disadari oleh para kelompok. Maksud

terselubung juga penting artinya bagi kehidupan kelompok. Dalam hal ini

kelompok bisa bekerja untuk maksud-maksud yang secara terbuka atau maksud-

maksud yang terselubung pada saat yang sama. Sumber dari adanya maksud

tersembunyi ini bisa berasal dari anggota kelompok, pimpinan kelompok atau

kelompok itu sendiri (Slamet, 2006).

Kelompok Tani dan Kelompok Tani Hutan

Berdasarkan Kamus Rimbawan (Winarto, 2006), kelompok tani

didefinisikan sebagai berikut :

(1) Kumpulan petani dalam suatu wadah organisasi yang tumbuh berdasarkan

kebersamaan, keserasian, kesamaan profesi dan kepentingan dalam

memanfaatkan sumber daya alam yang mereka kuasai dan berkeinginan untuk

bekerjasama dalam rangka untuk meningkatkan produktivitas usaha tani dan

kesejahteraan anggota dan masyarakat.

(2) Kumpulan petani yang terikat secara informal atas dasar keserasian dan

kebutuhan bersama di dalam pengaruh seorang kontak tani sebagai pemimpin

di kelompok.

Page 40: Disertasi Suwignya Utama - repository.ipb.ac.id · menguraikan konsep pemberdayaan dari segi maknanya, prosesnya, strateginya, tingkat keberdayaannya, serta kaitannya dengan penyuluhan

53

Mardikanto (1992) mendefinisikan kelompok tani sebagai ”kumpulan

orang-orang tani atau petani, yang terdiri atas petani dewasa (pria/wanita) maupun

petani taruna (pemuda/pemudi), yang terikat secara informal dalam suatu wilayah

kelompok atas dasar keserasian dan kebutuhan bersama serta berada di lingkungan

pengaruh dan pimpinan seorang kontak-tani. Pengertian kelompok tani ini

termasuk pula gabungan kelompok-kelompok tani yang dibentuk atas dasar

permufakatan di antara para petani bersangkutan.

Kebanyakan organisasi petani berdasarkan fungsinya dapat dikategorikan

menjadi legislatif, ekonomi, pendidikan, dan sosial. Fungsi legislasi dilakukan

untuk mengatasi masalah ekonomi, dengan menjadi kelompok penekan. Kelompok

petani sebagai penekan juga memiliki program pelayanan ekonomi, misalnya

simpan pinjam uang untuk pembelian pupuk, asuransi dan biaya lain. Kelompok

yang berorientasi pendidikan melakukan berbagai kegiatan program pendidikan

melalui pertemuan-pertemuan lokal, dan diskusi kelompok. Kelompok yang

berorientasi sosial melakukan kegiatan pertemuan lokal, kegiatan sosial, dan

kegiatan pengembangan komunitas (Rogers, 1960).

Penelitian Kartasubrata et al. (1995) tentang program perhutanan sosial di

lingkungan Perhutani di Jawa, mendefinisikan Kelompok Tani Hutan (KTH)

sebagai asosiasi dari orang-orang yang tinggal di dalam dan di sekitar hutan dan

meng-organisir kegiatan menggunakan lahan hutan. Asosiasi tersebut tumbuh dan

ber-kembang dari, oleh dan untuk anggotanya guna mencapai kesejahteraan dan

keuntungan bersama. KTH merupakan bagian dari mekanisme untuk berpartisipasi

dalam program Perhutanan Sosial. KTH dibentuk pada lokasi-lokasi di mana ada

program Perhutanan Sosial. Kebanyakan KTH beranggotakan 15 sampai 25 rumah

tangga tani. KTH mempunyai kegiatan rutin yaitu pertemuan bulanan sebagai

tempat transfer pengetahuan dan sebagai forum komunikasi antara petani dengan

Perhutani. KTH sebagai sarana bagi anggotanya untuk meningkatkan modal bagi

kegiatan ekonomi yang tidak bisa dicapai secara individual.

Menurut Perhutani (2001) desa hutan adalah wilayah desa yang secara

geografis dan administratif berbatasan dengan kawasan hutan atau sekitar kawasan

hutan. Masyarakat desa hutan adalah sekelompok orang yang bertempat tinggal di

Page 41: Disertasi Suwignya Utama - repository.ipb.ac.id · menguraikan konsep pemberdayaan dari segi maknanya, prosesnya, strateginya, tingkat keberdayaannya, serta kaitannya dengan penyuluhan

54

desa hutan dan melakukan kegiatan yang berinteraksi dengan sumberdaya hutan

untuk mendukung kehidupannya. KTH sendiri merupakan kelompok masyarakat

tani yang sudah sejak lama mengerjakan lahan hutan Perhutani melalui skema

tumpangsari, dan saat ini turut mengelola hutan dengan pengelolaan bersama

Perhutani.

Kelompok-kelompok tani hutan pada umumnya bergabung menjadi

lembaga yang lebih formal yaitu Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) yang

berbasis di desa. LMDH kemudian menjalin kerjasama dengan Perhutani dalam

rangka program Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat (PHBM).

Namun demikian yang berperan aktif sebagai pelaksana dalam mengelola hutan

sebenarnya adalah KTH-KTH tersebut (TPKHR, 2006).

Kelompok Tani sebagai Faktor Pelancar Pembangunan

Menurut Mosher (1966) agar pembangunan pertanian semakin maju

diperlukan keterpaduan antara elemen-elemen yaitu proses produksi, petani, lahan

pertanian, dan bisnis pertanian. Pembangunan pertanian juga memerlukan faktor-

faktor yang mendasar yaitu tersedianya pasar untuk produk pertanian, adanya

teknologi pertanian, tersedianya sarana produksi dan peralatan secara lokal, adanya

insentif bagi petani, dan dukungan sistem transportasi. Sedangkan faktor-faktor

yang mempercepat pembangunan pertanian (accelerators), yaitu pendidikan untuk

pengembangan, kredit produksi, kegiatan kelompok oleh petani, perbaikan dan

perluasan lahan pertanian dan perencanaan bagi pembangunan pertanian.

Selanjutnya Mosher menekankan bahwa kelompok tani adalah salah satu

faktor yang mempercepat (yang memperlancar) pembangunan pertanian. Petani

secara individu membuat sebagian besar keputusan tentang apa yang akan

dihasilkan, bagaimana metode budidayanya, dan sarana produksi yang diperlukan.

Di lain pihak pemerintah memiliki pengaruh yang besar terhadap petani. Di antara

dua pihak tersebut terdapat aktivitas yang penting yang mempercepat pembangunan

pertanian, yaitu kegiatan kelompok oleh petani di lingkungan komunitas lokal atau

regional dan nasional. Beberapa kelompok tani terbentuk secara informal.

Beberapa kelompok tani terbentuk secara lebih terorganisir untuk memenuhi

Page 42: Disertasi Suwignya Utama - repository.ipb.ac.id · menguraikan konsep pemberdayaan dari segi maknanya, prosesnya, strateginya, tingkat keberdayaannya, serta kaitannya dengan penyuluhan

55

kebutuhannya yang tidak bisa dipenuhi apabila petani berdiri sendiri. Kelompok

tani juga bisa terbentuk untuk tujuan yang tradisional tanpa partisipasi dari orang di

luar kelompok. Untuk mendorong kegiatan kelompok petani bisa dilakukan

empat macam kegiatan yaitu : (a) membantu dalam pengorganisasian; (b)

membantu bahan-bahan dan peralatan yang diperlukan; (c) bantuan teknis dan

manajerial; dan (d) bantuan keuangan (Mosher, 1966).

Hasil-hasil Penelitian Kelompok dan Kelompok Tani di Indonesia

Berdasarkan penelitian Soebiyanto (1998) pada kelompok tani di Jawa

Tengah, dinamika kelompok tani masih tergolong sedang. Dari model peranan

kelompok dalam mengembangkan kemandirian petani, dinamika kelompok

pengaruhnya kecil dan tidak nyata terhadap kemandirian petani dan

ketangguhannya berusaha tani apabila tanpa melalui pemberdayaan petani.

Pemberdayaan petani ke arah ketangguhannya berusahatani akan lebih efektif bila

dilakukan melalui peningkatan kemandirian petani. Jadi tingkat pemberdayaan

petani berpengaruh nyata terhadap kemandirian petani dan ketangguhannya

berusaha tani.

Penelitian pemberdayaan masyarakat miskin melalui pendekatan kelompok

oleh Tampubolon et al. (2006) menunjukkan bahwa dinamika kehidupan

Kelompok Usaha Bersama (KUBE) dipengaruhi terutama oleh :

(1) Faktor karakteristik individu : (a) tingkat pendidikan anggota, (b) modal awal

yang dimiliki, (c) pelatihan yang diikuti, (d) motivasi;

(2) Faktor pola pemberdayaan yaitu : (a) proses pendampingan, (b) bantuan yang

diterima, (c) proses pembentukan kelompok pada awalnya;

(3) Faktor lingkungan sosial yaitu : (a) norma dan nilai budaya yang berlaku dalam

masyarakat, (b) peluang atau ketersediaan pasar, (c) keterkaitan dan hubungan

kelompok dengan tokoh formal dan informal dalam masyarakat, (d) jaringan

kerjasama yang dibangun.

Dinamika kehidupan kelompok (KUBE) berpengaruh nyata terhadap tingkat

keberhasilan kelompok, yang meliputi keberhasilan dari aspek ekonomi dan aspek

sosial.

Page 43: Disertasi Suwignya Utama - repository.ipb.ac.id · menguraikan konsep pemberdayaan dari segi maknanya, prosesnya, strateginya, tingkat keberdayaannya, serta kaitannya dengan penyuluhan

56

Berdasarkan hasil-hasil penelitian yang dilakukan Pusat Studi

Pembangunan IPB terhadap program social forestry di Perhutani sejak 1984

diperoleh gambaran permasalahan salah satu aspek sosial yaitu pembentukan

Kelompok Tani Hutan (KTH) sebagai aktivitas kunci dalam program social

forestry di Jawa. Kelompok Tani Hutan merupakan asosiasi orang-orang yang

tinggal di dalam dan sekitar hutan dan mengorganisir sendiri untuk aktivitasnya

dalam bidang sosial dan ekonomi untuk mencapai kesejahteraan anggotanya dan

berpartisipasi dalam manajemen hutan secara berkelanjutan melalui prinsip bekerja

bersama dari dan oleh anggota. Gambaran KTH secara umum masih bertahan

untuk eksistensi kehidupannya. Kelompok masih lemah dalam perannya sebagai

inisiator aktivitas ekonomi untuk manfaat kesejahteraan anggotanya. Kelompok

juga masih lemah dalam perannya untuk mengembangkan, menyatukan dan

mewakili aspirasi anggotanya terhadap Perhutani. Dengan kata lain, KTH masih

jauh dari apa yang diharapkan (Saragih & Sunito, 1994).

Menurut Suharjito et al. (2000) pengembangan kelompok tani hutan tidak

terlepas dari program Perhutanan Sosial yang diluncurkan oleh Perhutani di Jawa

pada tahun 1986. Program Perhutanan Sosial ini merupakan penyempurnaan dari

program-program sebelumnya yang dikenal dengan prosperity approach, yaitu

intensifikasi tumpang sari (yang dikembangkan tahun 1972) dan Pembangunan

Masyarakat Desa Hutan (PMDH). Pada waktu itu KTH dibangun untuk

meningkatkan komunikasi timbal balik antara petani dan Perhutani sehingga

dicapai persamaan persepsi dan hubungan yang harmonis untuk mewujudkan mitra

sejajar. Kelompok juga dimanfaatkan sebagai wadah saling belajar antar petani dan

mengembangkan usaha bersama.

Teori Kepemimpinan

Kajian pustaka terhadap konsep-konsep kepemimpinan dari Hersey et al.

(1996), Schermerhorn et al. (1997), Korman (1977), Bass (1981), Robbins (2002)

dan Sarwono (2005), memberikan gambaran yang sangat luas tentang makna

kepemimpinan tersebut. Kepemimpinan merupakan suatu proses atau perilaku

pemimpin dalam mempengaruhi dan mengarahkan individu atau kelompok untuk

Page 44: Disertasi Suwignya Utama - repository.ipb.ac.id · menguraikan konsep pemberdayaan dari segi maknanya, prosesnya, strateginya, tingkat keberdayaannya, serta kaitannya dengan penyuluhan

57

melakukan sesuatu sesuai dengan tujuan yang dikehendaki. Perkembangan

pemikiran tentang kepemimpinan berawal dari teori kepemimpinan dengan

pendekatan sifat, pendekatan sikap dan pendekatan situasi. Penyajian telaah

pustaka tentang konsep kepemimpinan di bawah ini akan dimulai dari pengertian

kepemimpinan, makna kepemimpinan, dan perkembangan pemikiran tentang

kepemimpinan.

Pengertian Kepemimpinan

Dinamika dalam suatu kelompok akan sangat terkait peran pemimpin

kelompok dalam menggerakkan para anggotanya untuk mencapai tujuan yang

diinginkan. Oleh karena itu membahas mengenai konsep kepemimpinan menjadi

penting sebagai upaya mengurai konsep tersebut dan menyusunnya menjadi

peubah dalam penelitian ini.

Menurut Hersey et al. (1996) kepemimpinan adalah proses mempengaruhi

aktivitas individu atau kelompok dalam usahanya mencapai tujuan dalam situasi

tertentu. Dari definisi ini maka proses kepemimpinan merupakan fungsi dari

pemimpin, pengikut, dan peubah situasi. Robbins (2002) menyatakan

kepemimpinan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok untuk

pencapaian tujuan. Bentuk pengaruh tersebut dapat secara formal seperti tingkat

manajerial pada suatu organisasi.

Menurut Schermerhorn et al. (1997) kepemimpinan adalah kasus spesial

dari kemampuan mempengaruhi secara interpersonal yang menyebabkan individu

atau kelompok mengerjakan apa yang ingin dilakukan oleh pemimpin.

Kepemimpinan muncul dalam dua bentuk yaitu kepemimpinan formal dan

kepemimpinan informal. Kepemimpinan formal diperoleh individu karena ditunjuk

atau dipilih dalam posisi tertentu oleh otoritas formal dari organisasi.

Kepemimpinan informal dimiliki individu dan menjadi berpengaruh karena

memiliki kemampuan yang dibutuhkan oleh orang lain.

Korman (1977) menekankan kepemimpinan dari tiga segi yaitu pertama,

perilaku kepemimpinan dalam organisasi merupakan bagian dari perilaku spesifik

karena posisi kepemimpinan yang ditetapkan oleh organisasi. Kedua, perilaku

Page 45: Disertasi Suwignya Utama - repository.ipb.ac.id · menguraikan konsep pemberdayaan dari segi maknanya, prosesnya, strateginya, tingkat keberdayaannya, serta kaitannya dengan penyuluhan

58

kepemimpinan tidak hanya fungsi dari permintaan untuk perilaku yang dibuat

suatu sistem sosial, tetapi juga fungsi dari tipe individu yang terlibat (karakteristik

individu). Ketiga, kepemimpinan merupakan proses mempengaruhi sehingga perlu

dikaji kondisi di mana orang menerima pengaruh dari orang lain.

Menurut Sarwono (2005) kepemimpinan adalah suatu proses, perilaku atau

hubungan yang menyebabkan suatu kelompok dapat bertindak secara bersama-

sama atau secara bekerja sama atau sesuai dengan aturan atau sesuai dengan tujuan

bersama. Sebaliknya yang dinamakan pemimpin adalah orang yang melaksanakan

proses, perilaku atau hubungan tersebut.

Konsep kepemimpinan menurut Bass (1981) menyangkut inti dari

kecenderungan, kepribadian yang muncul dalam praktek, pengaruh untuk

ketundukan, hubungan yang mempengaruhi, pembedaan kekuatan (power),

persuasi, tindakan mempengaruhi, pengaruh terhadap pencapaian tujuan, efek dari

interaksi, posisi dan status, pembedaan peran, penguatan, dan inisiasi struktur.

Makna Kepemimpinan

Berdasarkan kajian terhadap berbagai definisi kepemimpinan dari para ahli,

Bass (1981) menyimpulkan bahwa definisi kepemimpinan sangat banyak dan

hampir sebanyak orang yang mendefinisikannya. Namun demikian dari hasil

kajiannya terdapat kesamaan yang bisa dijadikan bahan klasifikasi makna

kepemimpinan. Bass mengklasifikasikan makna kepemimpinan ke dalam sebelas

kelompok yaitu :

1. Kepemimpinan sebagai fokus kepada proses kelompok.

Pemimpin dipengaruhi oleh kebutuhan dan harapan anggota kelompok.

Sebaliknya, mereka fokus perhatiannya dan melepaskan energi kelompoknya ke

jalan yang dikehendaki.

2. Kepemimpinan sebagai kepribadian dan efek yang ditimbulkannya.

Pemimpin adalah orang yang memiliki jumlah paling besar dari sifat-sifat

kepribadian dan karakter yang dikehendaki.

3. Kepemimpinan sebagai seni menumbuhkan kepatuhan.

Page 46: Disertasi Suwignya Utama - repository.ipb.ac.id · menguraikan konsep pemberdayaan dari segi maknanya, prosesnya, strateginya, tingkat keberdayaannya, serta kaitannya dengan penyuluhan

59

Kepemimpinan adalah proses di mana individu memiliki kemampuan

mendorong bawahan untuk berperilaku sesuai yang dikehendakinya.

4. Kepemimpinan sebagai praktek mempengaruhi.

Kepemimpinan merupakan proses mempengaruhi aktivitas kelompok dalam

usahanya menetapkan tujuan dan mencapai tujuan itu. Pemimpin merupakan

individu yang bertindak memberikan pengaruh yang lebih daripada anggota

kelompok lainnya.

5. Kepemimpinan sebagai aksi berperilaku.

Kepemimpinan adalah sebagai perilaku individu di mana dia terlibat dalam

mengarahkan aktivitas kelompok. Perilaku kepemimpinan biasanya berupa

aktivitas di mana pemimpin bertindak mengarahkan dan mengkoordinasikan

pekerjaan anggota kelompok.

6. Kepemimpinan sebagai bentuk persuasi.

Persuasi atau membujuk/mengajak/meyakinkan merupakan instrumen yang

kuat untuk membentuk harapan dan kepercayaan dalam situasi sosial.

Kepemimpinan sebagai aktivitas meyakinkan orang untuk bekerjasama dalam

mencapai tujuan tertentu.

7. Kepemimpinan sebagai bentuk hubungan kekuasaan.

Kekuasaan dipandang sebagai salah satu bentuk hubungan yang saling

mempengaruhi. Bisa diamati bahwa pemimpin cenderung melakukan trans-

formasi kesempatan kepemimpinan ke dalam hubungan kekuasaan. Kepemim-

pinan merupakan suatu bentuk hubungan antar orang di mana seseorang ber-

tindak atas permintaan orang lainnya.

8. Kepemimpinan sebagai alat untuk mencapai tujuan.

Kepemimpinan merupakan proses menyusun situasi sehingga berbagai macam

anggota kelompok, termasuk pemimpinnya, dapat mencapai tujuan yang

ditetapkan yang secara ekonomi maksimum dengan waktu kerja minimal.

Hubungan fungsional di mana kepemimpinan eksis, yaitu di mana pemimpin

dipersepsikan oleh kelompok sebagai mengontrol cara-cara mencapai kepuasan

kelompok. Kepemimpinan berkaitan dengan faktor manusia yang mengikat

kelompok bersama-sama dan memotivasi kelompok menuju tujuan.

9. Kepemimpinan sebagai efek yang ditimbulkan dari interaksi.

Page 47: Disertasi Suwignya Utama - repository.ipb.ac.id · menguraikan konsep pemberdayaan dari segi maknanya, prosesnya, strateginya, tingkat keberdayaannya, serta kaitannya dengan penyuluhan

60

Pemimpin yang sesungguhnya dari perspektif psikologi adalah seseorang yang

bisa membuat perbedaan antar individu, yang bisa membawa perbedaan dalam

kelompok sehingga bisa mengungkapkan kepada kelompok apa yang menjadi

tujuan bersama. Kepemimpinan bisa didpandang sebagai hubungan

interpersonal di mana orang lain bisa menuruti / mematuhi karena

menginginkannya dan bukan karena diharuskan untuk patuh.

10. Kepemimpinan sebagai pembedaan peran.

Kepemimpinan bisa dipandang sebagai interaksi antara seseorang dengan

kelompok, atau antara seseorang dengan anggota kelompok. Masing-masing

pelaku dalam interaksi akan memainkan peranan, dan peran-peran itu harus

dibagi satu sama lain. Pembagian peran memerlukan pengaruh, dan itu

dilakukan oleh pemimpin yang mempengaruhi dan anggota lainnya

memberikan respon. Kepemimpinan juga bisa dilihat sebagai peranan dalam

skema hubungan antar manusia dan sebagai harapan yang timbal balik antara

pemimpin dan anggota lainnya. Kepemimpinan sebagai pembedaan peran

membutuhkan suatu cara mengintegrasikan berbagai peran dari kelompok dan

memelihara kesatuan tindakan dalam usaha kelompok mencapai tujuannya.

11. Kepemimpinan sebagai kegiatan memulai struktur.

Pemimpin kelompok sebagai anggota yang memulai interaksi, dan mengajak

anggota ke dalam tindakan yang memulai struktur dalam interaksi sebagai

bagian proses memecahkan masalah.

Perkembangan Pemikiran tentang Kepemimpinan

Menurut Hersey et al. (1996), pendekatan terhadap kepemimpinan bergerak

melalui tiga fase dominan dalam teori kepemimpinan yaitu pendekatan sifat (trait),

sikap (attitudinal) dan situasi (situational).

Teori kepemimpinan berdasarkan sifat (trait) Analisis ilmiah tentang

kepemimpinan dimulai dari pemimpin itu sendiri. Sifat-sifat apakah yang membuat

seseorang menjadi pemimpin. Misalnya Davis merumuskan empat sifat umum

yang nampaknya mempunyai pengaruh terhadap keberhasilan kepemimpinan

organisasi yaitu : (1) kecerdasan, (2) kedewasaan dan keluasan hubungan sosial, (3)

motivasi diri dan dorongan berprestasi, dan (4) sikap-sikap hubungan kemanusiaan.

Page 48: Disertasi Suwignya Utama - repository.ipb.ac.id · menguraikan konsep pemberdayaan dari segi maknanya, prosesnya, strateginya, tingkat keberdayaannya, serta kaitannya dengan penyuluhan

61

Hersey et al. (1996) menyimpulkan bahwa riset empiris menyarankan bahwa

kepemimpinan merupakan proses dinamis, sangat bervariasi dari situasi yang satu

ke situasi lainnya dengan perubahan pada pemimpin, pengikut dan situasinya. Oleh

karena itu walaupun sifat-sifat tertentu mungkin membantu atau menghambat

kepemimpinan dalam suatu situasi, ternyata tidak ada sifat-sifat umum yang

meyakinkan keberhasilan kepemimpinan. Kurangnya validitas pendekatan sifat ini

mendorong pendekatan lainnya terhadap kepemimpinan.

Teori kepemimpinan berdasarkan sikap (attitudinal). Pendekatan sikap

dalam kepemimpinan dimulai tahun 1945 dengan studi dari Ohio State dan studi

Michigan sampai pertengahan 1960 dengan pengembangan managerial Grid.

Pendekatan sikap dicirikan oleh adanya instrumen misalnya kuesioner untuk

mengukur sikap atau predisposisi terhadap perilaku pemimpin.

Teori kepemimpinan berdasarkan situasi. Pendekatan situasi dalam

kepemimpinan memfokuskan pada perilaku pemimpin yang diamati dan perilaku

anggota kelompok dalam berbagai situasi. Penekanan kepada perilaku dan

lingkungan membuka kemungkinan bahwa individu bisa ditraining untuk

menyeduaikan gaya perilaku kepemimpinannya dalam berbagai situasi. Oleh

karena itu dipercaya bahwa kebanyakan orang dapat meningkatkan keefektifan

dalam peranan kepemimpinannya melalui pendidikan, pelatihan dan

pengembangan.

Perkembangan baru teori kepemimpinan. Upaya mengembangkan teori

kepemimpinan dilandasi pertimbangan bahwa teori sebelumnya dirasakan tidak

bisa menjawab berbagai permasalahan kepemimpinan saat ini. Patterson (2003)

dari Regent University mengembangkan teori kepemimpinan “Servant

Leadership” atau kepemimpinan yang melayani. Dalam teori kepemimpinan yang

melayani terdapat beberapa konstruk yaitu cinta, kerendahan hati, sifat

mementingkan kepentingan orang lain, memiliki visi, kepercayaan, pemberdayaan

dan pelayanan.

Kepemimpinan pada Masyarakat Indonesia

Page 49: Disertasi Suwignya Utama - repository.ipb.ac.id · menguraikan konsep pemberdayaan dari segi maknanya, prosesnya, strateginya, tingkat keberdayaannya, serta kaitannya dengan penyuluhan

62

Kepemimpinan dalam konteks masyarakat di Indonesia menurut Gani

(2003) pada dasarnya mengacu kepada apa yang dikenal dengan Hasta Brata,

Trilogi Kepemimpinan dan Tri Dharma dengan gaya yang paternalistik dan

autoritatif. Pemimpin di Indonesia memiliki peran sebagai bapak yang harus

bersifat bijaksana dan jujur. Karakteristik kepemimpinan Hasta Brata disebut juga

sebagai delapan perilaku pemimpin atau delapan jalan kepemimpinan yaitu : (1)

bintang – memberikan inspirasi; (2) matahari – jujur, memotivasi dan memiliki

daya / spirit; (3) bulan – memiliki ambisi, memberi arah dan tuntunan; (4) angin –

yaitu lincah, akurat, menyukai kerja bersama dan menciptakan nuansa yang

menyenangkan; (5) api – yaitu kuat dan menentukan; (6) awan – jujur, adil dan

terbuka; (7) lautan – lapang dan berpandangan luas; (8) bumi – bersifat keras dan

bisa diandalkan. Selanjutnya Gani (2003) mengacu pada Bratawijaya (1997)

menekankan bahwa pemimpin di Indonesia juga harus memiliki peran sebagai

komandan (kuat dan berani), sebagai ibu (menerima aspirasi dalam proses

pengambilan keputusan), sebagai teman (berhubungan sangat dekat, toleransi, mau

berdialog dan berdiskusi), sebagai ksatria (malu untuk berbuat korupsi, kolusi dan

nepotisme), sebagai pendidik (selalu belajar, sabar dan obyektif), sebagai pendeta

(menjaga moral nilai dan norma), sebagai pioner (kreatif, pandai, memiliki strategi,

baik hati, patuh dan gigih. Pemimpin sebagai ksatria juga harus berorientasi

kepada Tri Dharma yaitu perilaku berbagi, bertanggungjawab dan introspeksi diri.

Aspek kepemimpinan dalam suatu kelompok sangat berkaitan erat dengan

anggota kelompok. Dalam berkelompok setiap anggota tentu memiliki motivasi

atau dorongan tertentu. Oleh karena itu menelaah motivasi yang dimiliki anggota

kelompok menjadi sangat penting. Di bawah ini akan diulas mengenai konsep

motivasi dan kebutuhan manusia, yang akan menjadi salah satu komponen dari

satu peubah yaitu potensi sumberdaya individu petani anggota kelompok.

Teori Motivasi dan Kebutuhan Manusia

Page 50: Disertasi Suwignya Utama - repository.ipb.ac.id · menguraikan konsep pemberdayaan dari segi maknanya, prosesnya, strateginya, tingkat keberdayaannya, serta kaitannya dengan penyuluhan

63

Motivasi

Berdasarkan kajian pustaka terhadap konsep motivasi dan konsep

kebutuhan dari Thoha (1985), Boyle (1989), Vago (1989), Steers et al. (1991),

Doyal dan Gough (1991), dan Gerungan (2004), maka motivasi individu pada

prinsipnya merupakan seluruh pengertian yang merupakan penggerak, alasan atau

dorongan untuk berbuat sesuatu. Istilah motivasi kadang digunakan silih berganti

dengan kebutuhan (need), keinginan (want), dan dorongan (drive). Sedangkan

konsep kebutuhan (need) sering diartikan sebagai dorongan atau pernyataan dari

dalam diri manusia yang memulai timbulnya dorongan. Kebutuhan mengacu

kepada kekuatan motivasi yang didorong oleh kondisi dalam diri individu untuk

memenuhi sesuatu yang dirasakan kurang.

Motivasi individu merupakan dorongan untuk berbuat sesuatu bisa berasal

dari dalam (intrinsik) dan dari luar (ekstrinsik). Menurut Gerungan (2004) motif

merupakan seluruh pengertian yang melingkupi semua penggerak, alasan, atau

dorongan dalam diri manusia yang menyebabkan ia berbuat sesuatu. Motif

manusia merupakan dorongan, keinginan, hasrat dan tenaga penggerak lainnya

yang berasal dari dalam dirinya untuk melakukan sesuatu.

Menurut Vago (1989) dalam hubungannya dengan dorongan menuju

perubahan, motivasi merupakan perilaku yang mengandung maksud dan tujuan

tertentu yang diperoleh melalui pengalaman dari proses belajar. Motivasi

merupakan jalan untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan, sehingga muncul

dalam berbagai tipe dan level. Beberapa motif terkait dengan budaya dan

keberadaannya atau ketiadaannya merupakan fungsi dari karakteristik budaya

tertentu.

Motivasi menurut Steers et al. (1991) memiliki tiga unsur yang mencirikan

yaitu : (1) apa yang memberikan energi pada perilaku manusia; (2) apa yang

menuntun atau sarana dari perilaku; dan (3) bagaimana perilaku dipelihara.

Menurut Thoha (1985) perilaku manusia itu hakikatnya berorientasi kepada

tujuan dengan kata lain bahwa perilaku seseorang itu pada umumnya dirangsang

oleh keinginan untuk mencapai beberapa tujuan. Perilaku merupakan lingkaran

Page 51: Disertasi Suwignya Utama - repository.ipb.ac.id · menguraikan konsep pemberdayaan dari segi maknanya, prosesnya, strateginya, tingkat keberdayaannya, serta kaitannya dengan penyuluhan

64

saling ketergantungan dari unsur-unsur motivasi dan tujuan. Atau sesuai teori

Luthans perilaku terdiri dari tiga unsur yakni kebutuhan (need), dorongan (drive)

dan tujuan (goal). Istilah motivasi kadang-kadang dipakai silih berganti dengan

istilah-istilah kebutuhan (need), keinginan (want), dorongan (drive), atau impuls.

Menurut Steers et al. (1991) teori motivasi secara umum dibagi menjadi dua

kelompok besar yaitu yang berkaitan dengan isi (content theory) dan proses

(process theory).

Teori motivasi content theory meliputi Teori Hierarki Kebutuhan Maslow,

Teori Motivasi Alderfer (ERG Theory), Teori Motivasi Herzberg dan Teori

Motivasi Prestasi McClelland. Teori Maslow menyatakan bahwa kebutuhan

mempengaruhi aktivitas manusia sampai kebutuhan itu dipenuhi. Kebutuhan

manusia tersusun dalam hierarki dari yang sangat dasar (makanan, tempat tinggal)

sampai yang paling tinggi (aktuallisasi diri). Menurut Maslow, individu

termotivasi dari lima kebutuhan yang dikelompokkan menjadi kebutuhan : (1) fisik,

(2) keamanan, (3) afiliasi sosial, (4) penghargaan dan (5) aktualisasi diri.

Berdasarkan Teori Aldefrer, kebutuhan manusia dapat dikategorikan dalam tiga

kelompok yaitu : (1) kebutuhan akan keberadaan (existence), (2) kebutuhan

berhubungan dengan orang lain (relatedness), dan (3) kebutuhan untuk

berkembang (growth). Teori Motivasi Herzberg menyatakan bahwa kepuasan

dalam bekerja dinamakan motivator dan selalu berhubungan dengan isi jenis

pekerjaan (job content). Motivator membangkitkan semangat kerja terdiri dari

keberhasilan, penghargaan, pekerjaannya sendiri dan tangggungjawab serta

peningkatan Sedangkan faktor ketidakpuasan dalam bekerja (hygiene factor) selalu

disebabkan faktor yang tidak berhubungan dengan isi pekerjaan misalnya

kebijakan, gaji, hubungan kerja, dan gaya kepemimpinan. Teori Motivasi Prestasi

McClelland menyatakan bahwa manusia memiliki empat kebutuhan yang dipelajari

yaitu : (1) kebutuhan untuk berprestasi (n- Ach), (2) kebutuhan akan kekuasaan (n-

Pow), (3) kebutuhan untuk berafiliasi (n-Aff), dan (4) kebutuhan akan kemandirian

(n-Aut). Kebutuhan berprestasi merupakan perilaku dalam kompetisi dengan

standar tinggi. Kebutuhan kekuasaan adalah kebutuhan mengontrol lingkungan,

mempengaruhi perilaku orang lain, dan bertanggungjawab terhadap orang lain.

Page 52: Disertasi Suwignya Utama - repository.ipb.ac.id · menguraikan konsep pemberdayaan dari segi maknanya, prosesnya, strateginya, tingkat keberdayaannya, serta kaitannya dengan penyuluhan

65

Kebutuhan afiliasi adalah rasa ketertarikan kepada orang lain dan untuk diterima

orang lain. Kebutuhan kemandirian yaitu keinginan untuk menjadi mandiri /

merdeka.

Teori Motivasi berdasarkan proses (process theories of motivation) menurut

Steers et al. (1991) memandang perilaku sebagai sebagai hasil dari (atau setidaknya

bagian dari) proses keputusan manusia. Dua teori proses yang penting yaitu Teori

Harapan Vroom dan Model Motivasi kerja Porter-Lawler.

Teori Vroom yang dirancang untuk situasi pekerjaan mengasumsikan

bahwa individu mengambil pilihan secara sadar dan rasional tentang perilaku

kerjanya. Karyawan secara rasional akan mengevaluasi berbagai perilaku kerja

dan akan memilih mana yang mereka percaya akan memberikan imbalan dari hasil

kerja kerja yang paling bernilai (misalnya promosi). Porter dan Lawler

menyempurnakan Teori Vroom, dan menyatakan bahwa usaha-usaha yang

dilakukan tidak selalu menghasilkan kinerja. Usaha-usaha yang dilakukan tidak

selalu menghasilkan kinerja karena individu mungkin tidak memiliki kemampuan

menyelesaikan tugas dan mungkin individu tidak memiliki pengertian yang baik

tentang tugas yang harus dilakukan. Jadi antara kinerja dan kepuasan kerja

mungkin tidak berhubungan satu sama lain. Keadaan tugas memiliki pengaruh

terhadap kaitan antara kepuasan dan kinerja.

Menurut Lippitt et al. (1958) yang mengkaji tentang dinamika perubahan

terencana, sistem klien memiliki kekuatan perubahan yang merupakan dorongan

(motivasi) dari sistem klien menuju perubahan yang dikehendaki. Empat tipe

motivasi yang bisa mendorong sistem klien menuju perubahan yaitu : (1) Sistem

klien mungkin merasa tidak puas terhadap kondisi pada saat ini; (2) Ketidakpuasan

tersebut bisa jadi berasal dari persepsi terhadap adanya perbedaan antara apa yang

ada dengan apa yang diharapkan; (3) Kadang-kadang tekanan dari luar diperlukan

terhadap sistem klien agar membuat perubahan perilakunya; dan (4) Dimungkinkan

juga bahwa kehendak dari dalam akan menyebabkan tekanan untuk perubahan.

Kebutuhan (need)

Page 53: Disertasi Suwignya Utama - repository.ipb.ac.id · menguraikan konsep pemberdayaan dari segi maknanya, prosesnya, strateginya, tingkat keberdayaannya, serta kaitannya dengan penyuluhan

66

Kebutuhan (need) sering diartikan sebagai pernyataan dari dalam diri

manusia yang memulai timbulnya dorongan. Dalam hal ini kebutuhan mengacu

kepada kekuatan motivasi yang didorong oleh kondisi ketidakseimbangan atau

ketegangan di dalam diri individu karena adanya sesuatu yang dirasakan kurang

terpenuhi. Konsep ”need” atau kebutuhan juga digunakan secara eksplisit dan

implisit untuk mengacu kepada kategori tertentu yaitu tujuan (goal) yang dipercaya

sesuatu yang umum. Dalam hal ini apabila kebutuhan tidak bisa dipenuhi secara

tepat maka akan mengakibatkan gangguan yang serius kepada manusia. Konsep

kebutuhan dasar terkait dengan menghindari gangguan yang serius atas kehidupan

manusia. Kebutuhan dasar manusia merupakan hal yang harus dipenuhi agar

manusia terhindar dari gangguan yang serius atas kelangsungan hidupnya. Dalam

pandangan ini seseorang agar bisa bertindak dan bertanggungjawab, paling tidak

harus memiliki badan yang sehat dan kemampuan mental untuk melakukan sesuatu

dan menentukan pilihan. Untuk menjadi mandiri, seseorang harus memiliki

kemampuan untuk membuat pilihan tentang apa yang harus dilakukan dan

bagaimana melakukannya. Menurut konsep kebutuhan ini maka kesehatan fisik

merupakan kebutuhan dasar. Di samping itu kemandirian (autonomy) juga

merupakan kebutuhan dasar, sehingga kemandirian individu perlu dipelihara dan

ditingkatkan (Doyal & Gough, 1991).

Menurut Boyle (1981) konsep kebutuhan (need) juga sangat terkait dengan

penyusunan program. Dalam pengembangan program pendidikan yang efektif,

perlu dipertimbangkan kebutuhan dari individu termasuk pula kondisi dan situasi

lingkungan yang mencerminkan permasalahan dan kebutuhan tersebut. Dalam hal

ini konsep ”kebutuhan” biasanya berkaitan dengan orientasi individu, sedangkan

”permasalahan” biasanya berorientasi kepada komunitas atau berdasarkan situasi.

Sesuai dengan asal katanya, ”kebutuhan” merupakan persyaratan secara fisik atau

psikologis untuk memelihara keseimbangan suatu organisme. Definisi kebutuhan

sendiri bisa dikategorikan ke dalam empat kelompok yaitu :

(1) Kebutuhan dasar manusia yang meliputi kebutuhan fisiologis, keamanan, sosial,

harga diri dan aktualisasi diri.

Page 54: Disertasi Suwignya Utama - repository.ipb.ac.id · menguraikan konsep pemberdayaan dari segi maknanya, prosesnya, strateginya, tingkat keberdayaannya, serta kaitannya dengan penyuluhan

67

(2) Kebutuhan yang dirasakan (felt need) dan kebutuhan yang dinyatakan

(expressed need). Kebutuhan yang dirasakan adalah sesuatu yang dipercayai

diperlukan oleh individu. Konsep ini bisa sebut juga sebagai ”keinginan”.

Kebutuhan yang nyata bisa jadi tidak diketahui oleh individu. Oleh karena itu

perlu membantu individu untuk mengenali atau merasakan kebutuhan nyata

agar bisa memotivasi mereka untuk belajar.

(3) Kebutuhan normatif adalah apabila terjadi defisiensi atau gap antara standar

yang dikehendaki dan kondisi yang ada saat ini.

(4) Kebutuhan komparatif yaitu membandingkan karakteritik dari pihak yang

menerima pelayanan dan pihak lain yang tidak memperoleh pelayanan.

Menurut Vago (1989) persepsi terhadap kebutuhan (perceived needs) sangat

mempengaruhi penerimaan terhadap perubahan dalam masyarakat. Kebutuhan itu

sendiri sifatnya subyektif. Perubahan terhadap kondisi lingkungan cenderung

menciptakan ke-butuhan yang nyata atau kebutuhan obyektif.

Selanjutnya Doyal dan Gough (1991) memberikan saran pemikiran

mengenai komponen dan indikator yang perlu diperhatikan untuk pemenuhan

kebutuhan dasar manusia, yaitu dalam bidang kesehatan fisik meliputi : (a)

kesempatan untuk bertahan hidup (harapan hidup, tingkat kematian), dan (b)

kesehatan fisikal (kecacatan, defisiensi gizi anak, penyebaran penyakit, tingkat

kesehatan). Kebutuhan dalam bidang kemandirian / otonomi yaitu : (a) kesehatan

jiwa (depresi / penyakit mental), (b) kerugian dari aspek kognitif (kurangnya

pengetahuan, tingkat kemampuan membaca, kurangnya keterampilan dasar,

kurangnya kemampuan membaca), dan (c) kesempatan aktivitas ekonomi

(pengangguran, kurangnya waktu produktif). Sedangkan kebutuhan antara bisa

dikelompokkan menjadi : (1) kecukupan bahan makanan dan air bersih, (2)

perumahan yang memadai, (3) lingkungan kerja yang aman, (4) lingkungan fisik

yang aman, (5) pelayanan kesehatan yang memadai, dan kebutuhan antara

selanjutnya yang sangat menunjang otonomi secara emosional yaitu (6) keamanan

bagi anak-anak, (7) hubungan primer yang signifikan, (8) keamanan secara fisik,

dan (9) keamanan dari aspek ekonomi.

Page 55: Disertasi Suwignya Utama - repository.ipb.ac.id · menguraikan konsep pemberdayaan dari segi maknanya, prosesnya, strateginya, tingkat keberdayaannya, serta kaitannya dengan penyuluhan

68

Konsep Social Forestry atau Kehutanan Masyarakat

Berdasarkan kajian konsep social forestry dari beberapa pustaka di

antaranya yaitu FAO (1978), Korten (1987), Dove (1995), Thompson (1999),

Wiersum (1994), Awang (2003), Suharjito et al. (2003), dan Lin (2004), bisa

ditarik kesimpulan bahwa social forestry atau kehutanan masyarakat merupakan

sistem pengelolaan sumberdaya hutan yang meliputi penanaman pohon, pemanenan

dan pemasaran dengan dikombinasikan usaha tanaman perdagangan / tanaman

pangan / tanaman pakan ternak yang menghendaki peran aktif masyarakat lokal

dalam rangka memenuhi kebutuhan mereka untuk meningkatkan kesejahteraannya

dan tetap menjaga kelestarian hutannya. Konsep social forestry dikenal dengan

beberapa istilah misalnya community forestry, farm forestry, dan participatory

forestry yang memiliki makna yang sama atau senada. Dalam tulisan ini penulis

menggunakan terjemahan istilah “kehutanan masyarakat” untuk mengacu kepada

konsep social forestry tersebut. Istilah “social forestry” sendiri sebenarnya telah

banyak digunakan baik dalam kalangan akademis maupun kalangan praktis.

Penggunaan istilah tersebut di kalangan praktis bahkan disebutkan pada salah satu

peraturan kehutanan, yaitu Permenhut No. P.01/Menhut-II/2004 tentang

Pemberdayaan Masyarakat Setempat di dalam dan atau Sekitar Hutan Dalam

Rangka Social Forestry. Konsep kehutanan masyarakat adalah merupakan sistem

pengelolaan sumberdaya hutan yang memiliki ciri-ciri yaitu : prosesnya menuntut

partisipasi komunitas lokal atau bahkan komunitas lokal sebagai pelaku utama;

menghargai potensi dan kemampuan lokal; menggunakan orientasi pemberdayaan

terhadap masyarakat lokal; menggunakan teknik budidaya secara kombinasi

tanaman hutan dan tanaman pertanian, perkebunan, peternakan; dan

memperhatikan kelestarian lingkungannya. Sedangkan hasil yang diharapkan yaitu

perbaikan kehidupan masyarakat lokal, terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat

serta bisa memberikan keuntungan ekonomi kepada komunitas lokal. Sistematika

kajian pustaka tentang konsep kehutanan masyarakat pada tulisan ini dimulai dari

latar belakang munculnya konsep tersebut, pengertian tentang kehutanan

masyarakat, perkembangan kebijakannya di Indonesia dan perkembangan

Page 56: Disertasi Suwignya Utama - repository.ipb.ac.id · menguraikan konsep pemberdayaan dari segi maknanya, prosesnya, strateginya, tingkat keberdayaannya, serta kaitannya dengan penyuluhan

69

kebijakan kehutanan masyarakat di Jawa terutama pada areal hutan yang dikelola

Perhutani.

Latar Belakang Munculnya Konsep Social Forestry

Indonesia dikenal sebagai negara dengan kekayaan sumberdaya alam hayati

yang tinggi, baik dalam jumlah maupun keanekaragamannya. Indonesia

menduduki peringkat kedua dunia dalam keanekaragaman hayati setelah Brazil dan

merupakan salah satu negara megabiodiversity (Bappenas, 2003 diacu dalam

Kartodihardjo, 2006). Namun demikian kerusakan sumber daya alam hayati

termasuk kerusakan hutan meningkat dari tahun ke tahun dan menjurus kepada

krisis ekologi. Salah satu penyebab utama kenapa sumberdaya hutan mengalami

kerusakan (deforestasi) diidentifikasi oleh Kartodihardjo (2006) di antaranya adalah

kegiatan produksi komersial sebagai penyebab utama. Kegiatan ini termasuk

produksi kayu, kelapa sawit dan tanaman perkebunan lain. Hingga Juni 1998,

penebangan kayu komersial melalui HPH telah merusak hutan seluas 16,57 juta ha.

Implikasi dari deforestasi menimbulkan akibat lanjutan yang berpengaruh kepada

kehidupan masyarakat. Deforestasi memperluas lahan kritis di dalam dan di luar

kawasan hutan. Lahan kritis akan menyebabkan penurunan produktivitas lahan

untuk pertanian dan perkebunan, dan penurunan produktivitas berdampak pada

produksi pangan dan pertanian sehingga berdampak langsung pada pendapatan

ekonomi di tingkat masyarakat.

Permasalahan berikutnya dari sistem pengelolaan sumberdaya alam hutan

yang nyata dijumpai yaitu terjadinya marginalisasi komunitas lokal sehingga

menimbulkan kemiskinan komunitas sekitar hutan. Kartodihardjo (2006) menyata-

kan fenomena tersebut sebagai alienasi sistem sosial dari praktek pengelolaan

sumberdaya alam di Indonesia saat ini. Sumberdaya alam hanya diperlakukan

sebagai komoditi dan alat produksi, tanpa memperhatikan sub sistem sosio-kultural

yang seharusnya merupakan bagian dari sistem alam dan kehidupan. Alienasi

masyarakat dari sumber daya alam dilakukan dengan mengabaikan konsep lokal

tentang hak pengelolaan di dalam hukum nasional dan terutama dalam

implementasi pembangunan.

Page 57: Disertasi Suwignya Utama - repository.ipb.ac.id · menguraikan konsep pemberdayaan dari segi maknanya, prosesnya, strateginya, tingkat keberdayaannya, serta kaitannya dengan penyuluhan

70

Komunitas lokal yang tidak memperoleh tempat memadai dalam

pengelolaan hutan saat ini, padahal ketergantungan mereka terhadap sumberdaya

alam sangat tinggi, menimbulkan kemunduran kehidupan mereka atau fenomena

kemiskinan. Disinyalir bahwa perkembangan penduduk, pengangguran,

kemiskinan dan kerusakan hutan merupakan lingkaran setan (vicious circle) yang

merugikan seluruh komponen yang berkompeten dengan pembangunan regional

(Simon, 1994 diacu dalam TPKHR, 2006). Menurut Awang (2004) tingkat

kemiskinan penduduk Indonesia yang masih tinggi dan di Jawa diketahui bahwa

sekitar 46 persen desa-desa miskin berada di sekitar kawasan hutan negara. Hal ini

merupakan indikasi bahwa masalah kemiskinan masyarakat di sekitar hutan

merupakan akibat dari adanya sistem pengelolaan hutan yang dilakukan dengan

tidak memberikan penekanan kepada kehidupan dan akses komunitas lokal

terhadap sumber daya alam hutan.

Dua fenomena besar tadi yaitu kerusakan sumberdaya hutan dan

kemiskinan masyarakat sekitar hutan mengarah kepada suatu bentuk kebijakan

pengelolaan hutan yang mempertimbangkan peran masyarakat, yang kemudian

dikenal dengan kehutanan masyarakat. Konsep kehutanan masyarakat atau dikenal

dengan istilah umum “social forestry”, tentu dipengaruhi oleh seperangkat

pengetahuan yang membentuk konsep tersebut dan melandasi lahirnya berbagai

bentuk kebijakan dalam bidang kehutanan masyarakat.

Pengertian Kehutanan Masyarakat

Konsep kehutanan masyarakat memiliki beberapa istilah yang berbeda-beda

menurut beberapa ahli. Dalam konteks pengelolaan sumberdaya alam Korten

(1987) menggunakan istilah community based resource management (CBRM).

Korten mengemukakan beberapa landasan pemikiran pentingnya CBRM yaitu

sebagai berikut :

(1) Bahwa setiap komunitas mengembangkan sistem pemanfaatan sumber-sumber

daya lokal untuk memenuhi kebutuhannya.

Page 58: Disertasi Suwignya Utama - repository.ipb.ac.id · menguraikan konsep pemberdayaan dari segi maknanya, prosesnya, strateginya, tingkat keberdayaannya, serta kaitannya dengan penyuluhan

71

(2) Community based resource management (CBRM) memiliki fungsi

memobilisasi sumber-sumberdaya yang ada dan menggunakannya secara

produktif, adil dan lestari untuk kebutuhan komunitas lokal.

(3) Namun fungsi birokrasi justru menciptakan gangguan yang membahayakan

karena menimbulkan marginalisasi komunitas lokal.

(4) Keberhasilan dari CBFM tergantung kebijakan dan perubahan institusi.

Terdapat beberapa alasan kenapa harus ada komitmen terhadap CBRM yaitu :

a) Keanekaragaman lokal : komunitas hidup dalam keanekaragaman alam,

ekologi sosial dan pilihan-pilihan individu.

b) Sumberdaya lokal : komunitas lokal yang sudah memiliki komitmen

terhadap suatu gagasan akan dapat memobilisasi sumber-sumberdaya dalam

jumlah besar dan merealisasikan gagasannya.

c) Akuntabilitas : pertanggungjawaban suatu kegiatan akan ditanggung oleh

penduduk lokal yang melaksanakannya.

Sementara itu FAO (1978) memperkenalkan istilah community forestry

(CF) sebagai segala macam keadaan yang melibatkan penduduk lokal dalam

kegiatan pembangunan kehutanan, dengan tujuan untuk : memenuhi kebutuhan

kayu bakar dan hasil hutan lainnya bagi rumah tangga pedesaan; memenuhi

kebutuhan pangan dan stabilitas lingkungan untuk kelangsungan produksi; dan

menambah pendapatan dan peluang kerja di pedesaan (Wiersum, 1994).

Kehutanan masyarakat menurut Wiersum (1994) dapat dibedakan menjadi

dua konsep yaitu social forestry dan community forestry. Social forestry

merupakan stategi pembangunan atau intervensi dari rimbawan profesional dan

organisasi pembangunan lainnya dengan tujuan untuk mendorong peran aktif dari

penduduk lokal dan merupakan diversifikasi aktivitas manajemen hutan pada skala

kecil dengan maksud untuk memperbaiki kondisi kehidupan penduduk lokal.

Sedangkan konsep “community forestry” didefinisikan sebagai berbagai aktivitas

manajemen hutan yang dilakukan oleh penduduk pedesaan sebagai bagian dari

strategi mencukupi kebutuhan hidupnya. Pembedaan makna keduanya mengandung

arti bahwa social forestry sebagai strategi pembangunan bertujuan untuk

mendorong praktek communiy forestry.

Page 59: Disertasi Suwignya Utama - repository.ipb.ac.id · menguraikan konsep pemberdayaan dari segi maknanya, prosesnya, strateginya, tingkat keberdayaannya, serta kaitannya dengan penyuluhan

72

Menurut Awang (2004) konsep sosial forestry didefinisikan sebagai suatu

kegiatan penanaman pohon, pemanenan dan pengolahan, di mana sistem

penanamannya dengan salah satu atau dikombinasikan dengan tanaman

perdagangan, tanaman pangan, tanaman pakan ternak, melibatkan penduduk secara

individu atau komunal, untuk tujuan pemenuhan kebutuhan subsisten, komersial

masyarakat, dan untuk kebutuhan lingkungan.

Sementara itu Suharjito et al. (2000) lebih melihat pengertian dari praktek

kehutanan masyarakat (konsep social forestry / community forestry) sebagai suatu

“sistem pengelolaan hutan yang dilakukan oleh individu, komunitas atau kelompok,

pada lahan negara, lahan komunal, lahan adat atau lahan milik (individual/rumah

tangga) untuk memenuhi kebutuhan individu / rumah tangga dan masyarakat, serta

diusahakan secara komersial ataupun sekedar untuk subsistensi”.

Menurut Thompson (1999) kegiatan kehutanan masyarakat harus melibat-

kan partisipasi komunitas kehutanan lokal, keluarga atau beberapa tipe kelompok

komunitas lokal dalam aktivitas yang melibatkan pohon-pohon atau hutan di mana

partisipan memperoleh produk atau pendapatan lokal dari usahanya. Nilai

partisipasi lokal dalam usaha reforestasi kehutanan sangat penting. Keberhasilan

program kehutanan masyarakat harus melibatkan komunitas lokal yang tinggal di

sekitar hutan dalam perlindungan, pengembangan dan pengelolaan sumber daya

hutan. Proyek juga harus menyediakan keuntungan langsung untuk memperoleh

partisipasi dari komunitas. Hal yang sangat penting diperhatikan yaitu apakah

kebutuhan dasar dari penduduk miskin di sekitar hutan telah dipertimbangkan atau

diperhatikan.

Dalam pandangan Dove (1995) kehutanan masyarakat telah bergeser dari

fokus awal pada kendala biologis dari hutan dan pohon, kepada kendala sosio

ekonomi dari komunitas dan pada saat ini pada kendala institusi kehutanan.

Beberapa permasalahan penting dalam kehutanan masyarakat ternyata tidak banyak

terkait dengan aspek biologi secara umum, tetapi lebih banyak terkait dengan

analisis sistem, formasi negara dan topik lain yang biasanya tidak berhubungan

dengan kehutanan. Hal ini menunjukkan bahwa faktor utama yang berpengaruh

terhadap keberhasilan dan kegagalan intervensi kehutanan masyarakat yaitu faktor

Page 60: Disertasi Suwignya Utama - repository.ipb.ac.id · menguraikan konsep pemberdayaan dari segi maknanya, prosesnya, strateginya, tingkat keberdayaannya, serta kaitannya dengan penyuluhan

73

orang/masyarakat dan politik, dan bukan faktor teknis kehutanan. Jadi masalah

masyarakat sekitar hutan dan lingkungan perlu mendapat perhatian yang utama.

Berdasarkan pengalaman penerapan kehutanan masyarakat di Myanmar,

Lin (2004) menemukan bahwa kebijakan kehutanan masyarakat menemui kendala

yang serius akibat kurangnya ketrampilan sosial dan sikap profesional di antara staf

lokal, ketidakpastian kepemilikan lahan dan kurangnya pendekatan pemberdayaan

terhadap komunitas. Untuk mengatasi kendala tersebut disarankan agar mengguna-

kan pendekatan pemberdayaan lokal ditambah dengan kepastian hak atas lahan

yang transparan dan akuntabel serta menggunakan pendekatan pengelolaan yang

sesuai (viable common property regime). Pendekatan pemberdayaan harus

menekankan penghargaan pendapat masyarakat lokal dan representasi dalam

konteks ekonomi-sosial lokal, mengembangkan jaringan lokal menuju institusi

yang federal dan menghormati keputusan lokal.

Menurut Glasmeier dan Farrigan (2005) kehutanan masyarakat yang

diistilahkan sebagai “community forestry” pada kebanyakan negara berkembang

dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat. Sehingga akses ter-

hadap sumberdaya dianggap sebagai kunci yang sangat penting. Selanjutnya

Glasmeier dan Farrigan mengutip pendapat Prado (1995) yang menyatakan bahwa

perkembangan kehutanan masyarakat yang mendasar pada negara berkembang

akan mengalami evolusi dan berproses dalam tiga tahapan yaitu : (1) partisipasi

komunitas dalam proses pengambilan keputusan untuk memanfaatkan sumberdaya;

(2) pelepasan kontrol terhadap areal hutan oleh pemerintah kepada komunitas

sehingga mereka bisa mengelola untuk memenuhi kebutuhan dasarnya; dan (3)

pengelolaan oleh komunitas dengan kegiatan yang memberikan nilai tambah

dengan penanaman, pemrosesan dan pemasaran hasil hutan dengan kontrol

pemerintah secara terbatas. Pada tahap kedua, pelepasan kontrol oleh pemerintah

kepada komunitas bisa mengambil bentuk : (a) tanggungjawab pengelolaan

diberikan penuh kepada komunitas; (b) menyewakan hutan kepada perusahaan

berbasis komunitas atau individu untuk tujuan produksi; dan (c) kemitraan antau

kerjasama antara pemerintah dengan komunitas di mana kedua pihak berbagi

pembiayaan dan keuntungan dari pengelolaan itu. Pada tahap ketiga, diharapkan

Page 61: Disertasi Suwignya Utama - repository.ipb.ac.id · menguraikan konsep pemberdayaan dari segi maknanya, prosesnya, strateginya, tingkat keberdayaannya, serta kaitannya dengan penyuluhan

74

keuntungan dari kehutanan masyarakat melampaui nilai sumberdaya hutan itu

sendiri, dengan memberikan kesempatan dan pengalaman kelompok untuk

menjalankan proyek lainnya sehingga memberikan keuntungan untuk ditanamkan

pada sektor-sektor lain.

Dalam perspektif birokrasi kehutanan, kehutanan masyarakat yang

diistilahkan sebagai “social forestry” merupakan sistem pengelolaan sumberdaya

hutan pada kawasan hutan negara dan atau hutan hak, yang memberi kesempatan

kepada masyarakat setempat sebagai pelaku dan atau mitra utama dalam rangka

meningkatkan kesejahteraannya dan mewujudkan kelestarian hutan (Peraturan

Menteri Kehutanan No. P.01/Menhut-II/2004).

Teori Akses Dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam

Glasmeier dan Farrigan (2005) menyatakan bahwa akses terhadap

sumberdaya alam merupakan kunci yang sangat penting dalam kehutanan

masyarakat. Sejalan dengan itu Ribot dan Peluso (2003) mengutarakan teori akses

yang berkaitan dengan cara-cara komunitas memperoleh manfaat dari sumberdaya

alam. Akses didefinisikan sebagai “the ability to derive benefits from things” atau

kemampuan untuk memperoleh manfaat dari sesuatu. Kemampuan (ability)

memiliki kemiripan / persamaan dengan daya (power) yang didefinisikan dalam

dua bentuk yaitu sebagai 1) kapasitas dari pelaku / aktor untuk mempengaruhi

kegiatan dan ide orang lain, dan 2) daya sebagai sesuatu yang muncul dari dalam

diri orang. Teori akses lebih memfokuskan kepada konsep “ability” atau

kemampuan dari pelaku, dibandingkan dengan konsep “rights” atau hak yang

harus dimiliki pelaku dalam teori tentang kepemilikan (property theory). Akses

meliputi segala upaya dimana individu memiliki kemampuan untuk memperoleh

manfaat dari sumberdaya. Sedangkan konsep ‘property’ menyangkut klaim atau

hak yang diakui secara sosial, baik secara hukum, tradisi atau kesepakatan bersama.

Beberapa aspek yang bisa membentuk atau berpengaruh terhadap akses yaitu

meliputi : 1) akses terhadap teknologi, 2) akses terhadap modal, 3) akses terhadap

pasar, 4) akses terhadap kesempatan kerja, 5) akses terhadap pengetahuan, 6) akses

terhadap kewenangan, 7) akses melalui identitas sosial, dan 8) akses melalui

negosiasi hubungan sosial lainnya.

Page 62: Disertasi Suwignya Utama - repository.ipb.ac.id · menguraikan konsep pemberdayaan dari segi maknanya, prosesnya, strateginya, tingkat keberdayaannya, serta kaitannya dengan penyuluhan

75

Perkembangan Kebijakan Kehutanan Masyarakat di Indonesia

Berdasarkan catatan Awang (2004) dan Hindra (2005), terdapat beberapa

periode konsep dan pelaksanaan pendekatan sosial kemasyarakatan dalam bidang

pengelolaan sumberdaya hutan di Indonesia (Jawa dan luar Jawa) yang digagas

oleh perusahaan dan pemerintah yaitu :

(1) Periode 1972-1984 : Pendekatan kesejahteraan.

Pendekatan kesejahteraan (prosperity approach) ini digunakan oleh Perhutani

di Jawa untuk mengatasi berbagai konflik, dengan cara pemanfaatan lahan

untuk tumpangsari dengan tanaman pertanian maupun pengembangan ternak.

Kegiatan belum menunjukkan hasil yang memuaskan, dengan dominasi

kegiatan fisik.

(2) Periode 1984-1986 : Persiapan dan penelitian kehutanan sosial di Jawa.

Periode ini dilakukan penelitian yang berkaitan dengan aspek sosiologi dan

antropologi masyarakat sekitar hutan yang melibatkan Fahutan IPB, Fahutan

UGM dan Perhutani. Inisiatif dari peneliti asing juga sangat berperan yaitu

Francis Seymour dan Nancy Peluso yang didukung Ford Foundation.

(3) Periode 1982-2000 : Implementasi PMDH dan Perhutanan Sosial (PS).

Pada periode ini Perhutani menerapkan program Pembangunan Masyarakat

Desa Hutan (PMDH) yang meliputi dua bentuk yaitu perhutanan sosial pada

lahan hutan negara dan partisipasi masyarakat di luar kawasan hutan negara.

Program ini untuk membangun hutan pada lahan kosong, untuk memberi

peluang kerja dan pendapatan masyarakat.

(4) Periode 1992-2000 : HPH Bina Desa / PMDH

Pada periode ini dikeluarkan kebijakan HPH Bina Desa Hutan bagi para

pemegang HPH di luar Jawa. Para pemegang HPH harus membina palilng

sedikit 1 desa dalam setahun. HPH menyediakan ilmu pengetahuan dan

teknologi (IPTEK) dan dana untuk memberdayakan aspek ekonomi

rakyat.untuk hutan di luar Jawa. Program ini banyak mengalami kegagalan

karena pedoman kerja tidak tepat, konsultan yang belum ahli, pencetakan

Page 63: Disertasi Suwignya Utama - repository.ipb.ac.id · menguraikan konsep pemberdayaan dari segi maknanya, prosesnya, strateginya, tingkat keberdayaannya, serta kaitannya dengan penyuluhan

76

demplot di luar kawasan padahal ladang masyarakat dalam kawasan, dan target

menjadikan peladang menetap.

(5) Periode 1995-2003 : Hutan Kemasyarakatan (HKm)

Program hutan kemasyarakatan melalui SK Menhut No. 622/Kpts-II/1995 dan

fokus pada kegiatan rehabilitasi hutan dan mengatur pembagian manfaat antara

masyarakat dengan pemerintah. Program ini muncul karena desakan publik agar

institusi kehutanan lebih peduli terhadap masyarakat miskin sekitar hutan.

Namun perangkat kelembagaan belum dikembangkan, dan menemui hambatan

masalah perizinan. Kemudian pada tahun 1998 muncul SK Menhutbun No.

677/Kpts-II/1998 di mana masyarakat melalui koperasinya bisa mengajukan

permohonan untuk mendapat hak pengusahaan atas kawasan hutan. Ekses

negatif yang muncul dari HKm ini adalah penebangan kayu oleh koperasi yang

luasnya 100 ha – 1000 ha dan kebanyakan dilakukan pada hutan-hutan di

Kalimantan Timur, Kalimantan Barat dan Jambi. Pada tahun 1999 muncul

kebijakan baru yaitu SK Menhutbun No. 865/Kpts-II/1999 yang mengubah hak

pengusahaan menjadi ijin pemanfaatan, dengan menggunakan salah satu prinsip

yaitu masyarakat sebagai pelaku utama, serta ditentukan sistem dan

kelembagaan pengelolaannya. Pada tahun 2001 muncul kebijakan baru yaitu

SK Menhut No. 31/Kpts-II/2001 yang menekankan prinsip antara lain bahwa

masyarakat sebagai pelaku utama, pemerintah sebagai fasilitator, perencanaan

partisipatif, manajemen berkeadilan, dan pemberdayaan.

(6) Periode 2001 – sekarang : PHBM (di Jawa)

Sebagai dampak dari reformasi, antara lain adalah meningkatnya dorongan

publik tentang transparansi pengelolaan hutan, maka Perhutani membuat

kebijakan tentang Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat

(PHBM) melalui SK Dewan Direksi Perum Perhutani No. 136/2001 yang

menekankan pengelolaan bersama antara Perhutani dengan masyarakat dengan

jiwa atau prinsip berbagi. PHBM dimaksudkan untuk memberi arah

pengelolaan sumber daya alam yang memadukan aspek ekonomi, ekologi dan

sosial secara proporsional.

Page 64: Disertasi Suwignya Utama - repository.ipb.ac.id · menguraikan konsep pemberdayaan dari segi maknanya, prosesnya, strateginya, tingkat keberdayaannya, serta kaitannya dengan penyuluhan

77

(7) Periode 2003-sekarang : Kehutanan sosial (seluruh Indonesia)

Sejak pertengahan tahun 2003, Presiden Megawati mencanangkan program

sosial forestri sebagai program andalan untuk menyelesaikan masalah-masalah

sektor kehutanan. Kelompok Kerja (Pokja) Nasional Sosial Forestri dibentuk,

dan sosialisasi pemikiran pokja dilakukan di daerah-daerah. Beberapa daerah

tidak sejalan dengan pemikiran Pokja karena dinilai masih sentralistik dan

belum mampu menyelesaikan masalah kehutanan di daerah. Akhirnya muncul

kebijakan pada tahun 2004 yaitu Permenhut No. P.01/Menhut-II/2004 tentang

Pemberdayaan Masyarakat Setempat di dalam dan atau Sekitar Hutan Dalam

Kerangka Social Forestry. Peraturan ini dimaksudkan untuk memayungi

kebijakan kehutanan masyarakat yang sudah ada. Ciri pokok yaitu pengelolaan

berbasis pemberdayaan, rambu-rambu yaitu : tidak mengubah status dan fungsi

kawasan, tidak memberikan hak kepemilikan, dan strategi pokok melalui

kelola kawasan, kelola kelembagaan dan kelola usaha.

Kebijakan kehutanan pada akhir tahun 2004 yaitu adanya lima program

prioritas Departemen Kehutanan. Salah satunya yaitu bahwa program

kehutanan masyarakat merupakan kebijakan untuk memberdayakan ekonomi

komunitas di dalam dan di sekitar hutan. Kebijakan ini merupakan penerapan

dari UU 41 tahun 1999 tentang Kehutanan yang mengamanatkan di antaranya

bahwa : (1) pemegang konsesi hutan harus bekerjasama dengan komunitas lokal

di sekitar hutan (pasal 30); (2) kegiatan rehabilitasi lahan harus menerapkan

pendekatan partifipatif agar bisa memberdayakan komunitas di sekitar hutan

(pasal 42 ayat 2); dan (3) pengelolaan hutan harus memperhatikan kebutuhan

komunitas sebagai kunci suksesnya, sehingga orientasi pengelolaan harus

diubah dari produksi kayu kepada orientasi pemanfaatan sumberdaya berbasis

pemberdayaan komunitas.

Perkembangan Kebijakan Kehutanan Masyarakat di Jawa

Pengelolaan hutan di Jawa oleh negara ditandai dengan kedatangan Gubernur

Jenderal Hindia Belanda yaitu Daendels di Jawa pada tahun 1808. Daendels

menetapkan sistem dan organisasi eksploitasi hutan di Jawa dengan

Page 65: Disertasi Suwignya Utama - repository.ipb.ac.id · menguraikan konsep pemberdayaan dari segi maknanya, prosesnya, strateginya, tingkat keberdayaannya, serta kaitannya dengan penyuluhan

78

mendeklarasikan bahwa : (a) seluruh hutan menjadi domain negara dan dikelola

untuk keuntungan negara, (b) pengelolaan hutan menjadi cabang-cabang atau

wilayah dilakukan oleh pegawai pemerintah, (c) areal hutan dibagi ke dalam petak-

petak untuk ditebang dan ditanami kembali sesuai rotasinya, dan (d) pembatasan

akses bagi masyarakat desa sekitar hutan untuk mengambil kayu jati bagi keperluan

komersial, dan mengijinkan mereka mengumpulkan kayu yang mati dan hasil hutan

non kayu. Pada tahun 1865 diterbitkan undang-undang kehutanan yang pertama

untuk wilayah Jawa. Kemudian diikuti oleh undang-undang agraria (The Agrarian

Law) atau dikenal dengan istilah Domeinverklaring tahun 1870 yang menyatakan

bahwa seluruh tanah yang tidak bisa dibuktikan kepemilikannya oleh rakyat dan

seluruh lahan hutan merupakan domain (milik) negara. Hal ini menjadi dasar

pengelolaan hutan hingga saat ini dengan basis kehutanan ilmiah (scientific

forestry). Kemudian sampai pada Undang-undang kehutanan tahun 1927

menyatakan dengan jelas antara pengertian kayu milik rakyat dan kayu yang

tumbuh pada hutan negara. Pada tahun 1930 diperkenalkan penanaman hutan

dengan sistem tumpang sari, yaitu petani sekitar hutan menanam tanaman

pertanian selama satu sampai dua tahun di sela-sela tanaman hutan (Peluso, 1992).

Upaya pengembangan kehutanan masyarakat di Jawa yang dilakukan

Perhutani telah dimulai pada tahun 1970-an sampai awal tahun 1980-an, dengan

pembiayaan dari Perhutani sendiri. Walaupun Perhutani memiliki komitmen

pendanaan untuk pelaksanaan kehutanan masyarakat ini, namun kebanyakan

proyek kehutanan masyarakat belum berhasil mengurangi kemiskinan atau

menghentikan penjarahan hutan (Peluso, 1992).

Perkembangan kebijakan tentang kehutanan masyarakat oleh Perhutani di

Jawa secara kronologis dirangkum oleh Sardjono (2006) sebagaimana disajikan

pada Tabel 2. Bilamana mengamati perkembangan pendekatan dari awal yaitu

Tumpang Sari hingga PHBM sebagaimana disajikan dalam Tabel 2., maka

beberapa hal yang dipertimbangkan nyata pergeserannya adalah :

a) Petak-petak kawasan hutan yang ’dipangkukan’ dalam wilayah administrasi

desa sebagai dasar penetapan kerjasama pengelolaan;

Page 66: Disertasi Suwignya Utama - repository.ipb.ac.id · menguraikan konsep pemberdayaan dari segi maknanya, prosesnya, strateginya, tingkat keberdayaannya, serta kaitannya dengan penyuluhan

79

b) Kesediaan pihak perusahaan untuk mendiskusikan komoditi pendamping dan

khususnya berbagi hasil hutan (kayu dan non-kayu) dengan masyarakat;

c) Kelembagaan pengelolaan pada tingkat desa (LMDH) yang didukung oleh

Peme-rintah Daerah (dalam hal ini adalah ketersediaan forum multipihak pada

level administratif desa dan di atasnya untuk mendukung implementasi

PHBM).

Tabel 2. Deskripsi dan analisis pendekatan sosial dalam pengelolaan hutan oleh Perum Perhutani selama empat dasawarsa terakhir

Periode Istilah Pendekatan

Sosial

Substansi Konsep Pendekatan a.l. Catatan Komparasi

< 80-an Tumpang Sari • Penanaman palawija diantara tanaman pokok oleh petani;

• Pemeliharaan tanaman pokok oleh petani tanpa memperoleh hasil kayu;

• Petani memiliki waktu terbatas untuk pengelolaan lahan hutan (3 tahun)

• Pada wilayah tertentu dari kawasan hutan dan kelompok sasaran terbatas

• Desain ditetapkan perusahaan

Sejak mid. 80-an

Perhutanan Sosial

• Penanaman palawija diantara tanaman pokok oleh petani dengan jarak tanam lebih lebar dari tumpang sari biasa;

• Disamping palawija juga bisa ditanam buah-buahan yang dapat dimanfaatkan petani

• Kayu tetap menjadi bagian dari Perum Perhutani

• Pada wilayah tertentu dari kawasan hutan dan kelompok sasaran terbatas;

• Desain ditetapkan perusahaan;

Periode 90-an

PMDH (Pembangunan Masyarakat Desa Hutan)

• Pengelolaan hutan dikaitkan dengan program pembangunan pedesaan dan pembinaan masyarakat secara lebih luas;

• Kegiatan dapat meliputi aspek agraris (dalam arti luas, termasuk tumpang sari) dan non-agraris

• Pada sebagian kawasan hutan atau di luar kawasan;

• Bantuan perusahaan didasarkan pada ke-butuhan dan juga kemampuan perusahaan;

• Sasaran kelompok atau masyarakat desa.

Sejak akhir 90-an (hingga kini)

PHBM (Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat)

• Pelibatan masyarakat dalam bentuk Kelompok Tani Hutan (KTH) dan/atau LMDH serta parapihak lainnya dalam pengelolaan hutan (a.l. Pemerintah Daerah untuk memfasilitasi);

• Masyarakat memperoleh bagian/persentase keuntungan penjualan kayu/ hasil hutan lainnya yang dikuasai Perhutani;

• Masyarakat dapat mengusahakan ruang sela diantara tanaman pokok dengan fasilitasi perusahaan.

• Seluruh kawasan perusahaan (KPH) dalam wilayah desa dikerjasamakan dengan masyarakat tanpa perubahan status lahan;

• Sasaran masyarakat desa keseluruhan ataupun anggota KTH;

• Desain dikonsultasikan/didiskusikan bersama dengan masyarakat/ anggota LMDH serta parapihak teridentifikasi

Sumber : Sardjono (2006)

Page 67: Disertasi Suwignya Utama - repository.ipb.ac.id · menguraikan konsep pemberdayaan dari segi maknanya, prosesnya, strateginya, tingkat keberdayaannya, serta kaitannya dengan penyuluhan

80

Menurut Perhutani (2007) setelah enam tahun Program PHBM yang

diluncurkan pada tahun 2001 dirasakan mengalami beberapa permasalahan dan

kendala yaitu : (1) sinergitas dengan PEMDA dan stakeholder belum maksimal; (2)

masih berbasis pada kegiatan kehutanan; (3) pelaksanaan bagi hasil yang

merupakan ciri PHBM belum dirasakan secara merata; (4) kurang fleksibel; (5)

perilaku aparat di lapangan belum sebagai fasilitator dan untuk keperluan bersama;

(6) kebutuhan dasar masyarakat desa hutan berupa pangan, papan dan energi dan

pendampingan belum terprogram dengan baik; tuntutan ketahanan pangan belum

dikoordinir dan dilaksanakan dengan baik di lapangan; dan (7) adanya tuntutan

kenaikan Index Pembangunan Manusia sebagai parameter yang diacu pemerintah

dari 66,72 menjadi 76,1. Oleh karena itu Perhutani pada tahun 2007 meluncurkan

program Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat Plus (PHBM Plus)

melalui Keputusan Direksi Perum Perhutani Nomor : 268/KPTS/DIR/2007 tentang

Pedoman Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat Plus (PHBM Plus)

tanggal 8 Maret 2007. PHBM Plus adalah suatu sistem pengelolaan sumber daya

hutan dengan pola kolaborasi yang bersinergi antara Perum Perhutani dan

masyarakat desa hutan atau para pihak yang berkepentingan delam upaya mencapai

keberlanjutan fungsi dan manfaat sumber daya hutan yang optimal dan peningkatan

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang bersifat fleksibel, partisipatif, dan

akomodatif.

Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Sumberdaya Hutan

Tinjauan Konsep Partisipasi

Berdasarkan kajian terhadap beberapa literatur tentang konsep partisipasi

diantaranya yaitu Colfer dan Wadley (1996), Khan (1997), Pretty dan Vodouhё

(1997), Van den Ban dan Hawkins (1999), Singh (2000), Slamet (2003), Kesby

(2005), Thompson et al. (2005) dan Syahyuti (2006), maka bisa disimpulkan

bahwa partisipasi memiliki makna sebagai keikutsertaan masyarakat dalam

pembangunan, yang menyangkut pengambilan keputusan dalam tahapan

perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan menikmati hasilnya. Partisipasi

mewujudkan dirinya dalam tujuh tipologi atau tingkatan mulai dari yang bersifat

pasif, informatif, konsultatif, insentif, fungsional, interaktif dan mandiri. Secara

Page 68: Disertasi Suwignya Utama - repository.ipb.ac.id · menguraikan konsep pemberdayaan dari segi maknanya, prosesnya, strateginya, tingkat keberdayaannya, serta kaitannya dengan penyuluhan

81

umum partisipasi bisa dipandang sebagai cara mencapai tujuan dalam

pembangunan atau bisa juga sebagai tujuan yang ingin dicapai dalam pembangunan

yaitu peningkatan kapasitas individu untuk mampu meningkatkan kualitas

kehidupannya.

Menurut definisi World Bank (Colfer & Wadley, 1996) partisipasi adalah

proses melalui mana para pihak terkait (stakeholders) mempengaruhi dan berbagi

kontrol terhadap inisiatif pembangunan dan pengambilan keputusan dan sumber-

sumberdaya yang berpengaruh terhadap mereka. Slamet (2003) memberikan

makna dari partisipasi sebagai ikut sertanya masyarakat dalam pembangunan, ikut

dalam kegiatan-kegiatan pembangunan, dan ikut serta memanfaatkan dan

menikmati hasil-hasil pembangunan. Menurut Van den Ban dan Hawkins (1999),

partisipasi petani dalam penyuluhan diartikan sebagai keikutsertaan petani atau

para wakilnya dalam pengambilan keputusan mengenai tujuan, kelompok sasaran,

pesan-pesan dan metode serta evaluasi kegiatan. Singh (2000) dalam kajiannya

terhadap kehutanan masyarakat memberikan makna partisipasi sebagai derajat

keikutsertaan dari stakeholder lokal dalam proses pengambilan keputusan di dalam

seluruh tahapan proyek. Keterlibatan masyarakat bisa dalam bentuk kontribusi

tenaga kerja, uang atau keduanya untuk tujuan bersama dan keikutsertaan dalam

pertemuan yang membicarakan berbagai hal untuk keperluan bersama. Thompson

et al. (2005) dalam konteks pengelolaan sumberdaya alam mendefinikan partisipasi

sebagai sebuah proses dimana berbagai stakeholder (pemerintah, dunia usaha,

kelompok pecinta lingkungan lokal dan nasional, pemimpin lokal dan masyarakat

setempat) secara bersama-sama merumuskan isu-isu kritis, mengembangkan tujuan

bersama, saling bertukar informasi, merumuskan usulan kegiatan, dan saling

berbagi sumberdaya dan tanggungjawab untuk implementasi dan evaluasinya.

Syahyuti (2006) mendefinisi-kan partisipasi sebagai proses di mana seluruh pihak

dapat membentuk dan terlibat dalam seluruh inisiatif pembangunan. Maka

pembangunan yang partisipatif adalah proses yang melibatkan masyarakat secara

aktif dalam seluruh keputusan substansial yang berkenaan dengan kehidupan

mereka.

Page 69: Disertasi Suwignya Utama - repository.ipb.ac.id · menguraikan konsep pemberdayaan dari segi maknanya, prosesnya, strateginya, tingkat keberdayaannya, serta kaitannya dengan penyuluhan

82

Kajian terhadap konsep partisipasi secara umum akan mengelompok ke

dalam dua klasifikasi pemikiran yaitu partisipasi sebagai cara (means) dan

partisipasi sebagai tujuan akhir (ends). Dalam konteks pembangunan masyarakat,

partisipasi bisa dipandang sebagai masukan dan dapat juga dipandang sebagai

keluaran. Dikotomi pemikiran ini terutama membedakan antara alasan efisiensi

dengan alasan pemberdayaan. Alasan efisiensi memandang partisipasi sebagai alat

untuk mencapai hasil suatu kegiatan yang lebih baik. Sedangkan alasan

pemberdayaan memandang partisipasi sebagai proses menambah kapasitas individu

untuk meningkatkan kualitas kehidupannya dan memfasilitasi perubahan sosial

untuk kemaslahatan kelompok marginal. Sebagai tujuan, partisipasi komunitas

dipandang sebagai keharusan bagi individu dan kesejahteraan manusia, atau

sebagai kebutuhan dasar bagi manusia (Cleaver, 1999; Khan, 1997; Syahyuti,

2006).

Partisipasi bisa juga dikelompokkan menjadi dua macam yaitu partisipasi

horisontal dan partisipasi vertikal. Partisipasi horisontal yaitu partisipasi sesama

warga atau anggota suatu perkumpulan, sedangkan partisipasi vertikal yaitu

partisipasi yang dilakukan oleh masyarakat sebagai suatu keseluruhan dengan

pemerintah. Partisipasi masyarakat juga erat kaitannya dengan kemampuannya

berkembang secara mandiri. Masyarakat yang berkemampuan demikian bisa

membangun desanya dengan atau tanpa partisipasi vertikal dengan pihak lain.

Partisipasi masyarakat juga dapat meningkatkan upaya peningkatan taraf hidupnya

(Ndraha, 1990).

Berdasarkan perspektif politik, Kesby (2005) menyatakan bahwa partisipasi

merupakan suatu bentuk daya / kekuasaan. Pembagian daya / kekuasaan tersebut

melalui pendekatan partisipatif akan membentuk kapasitas seseorang untuk mampu

menganalisa dan merubah kehidupannya sehingga menyediakan pendekatan praktis

untuk memfasilitasi pemberdayaan. Pendekatan partisipatif dimaksudkan untuk

mengurangi dan menghindari adanya hubungan berdasarkan kekuasaan yang

terdapat dalam penelitian atau pembangunan, serta membawa pemikiran untuk

memberikan kesempatan bersuara bagi kaum marginal untuk mencapai level

keterlibatan tertentu dalam perencanaan, pelaksanaan dan menikmati dampak dari

Page 70: Disertasi Suwignya Utama - repository.ipb.ac.id · menguraikan konsep pemberdayaan dari segi maknanya, prosesnya, strateginya, tingkat keberdayaannya, serta kaitannya dengan penyuluhan

83

program. Walaupun pendekatan partisipatif telah menjadikan kinerja yang lebih

baik dari seseorang yang berdaya dalam suatu intervensi program, namun masih

diperlukan seseorang secara berkelanjutan menampilkan kemampuan dan

keberdayaannya dalam kehidupan sehari-harinya.

Tipologi Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan

Partisipasi menurut para ahli diklasifikasikan kedalam beberapa tipologi

atau tingkatan. Terdapat tujuh tipologi partisipasi yang menggambarkan

bagaimana masyarakat berpartisipasi dalam program dan proyek pembangunan.

Adapun tujuh tipologi tersebut berturut-turut semakin dekat kepada bentuk yang

ideal (Khan, 1997; Pretty & Vodouhё (1997); Pretty 1995 diacu dalam Syahyuti

2006) yaitu :

(1) Partisipasi pasif atau manipulatif (Passive Participation). Tipe ini merupakan

bentuk partisipasi yang paling lemah. Masyarakat berpartisipasi dengan cara

diberitahu apa yang sedang atau telah terjadi. Pengumuman sepihak oleh

pelaksana proyek tidak memperhatikan tanggapan masyarakat sebagai sasaran

program. Informasi yang dipertukarkan terbatas pada kalangan profesional di

luar kelompok sasaran.

(2) Partisipasi informatif (Participation in Information Giving). Masyarakat

berpartisipasi dengan cara menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan

pihak proyek melalui survey kuesioner atau semacamnya. Masyarakat tidak

memiliki kesempatan untuk terlibat dan mempengaruhi proses keputusan.

Akurasi hasil studi juga tidak dibahas bersama masyarakat.

(3) Partisipasi konsultatif (Participation by Consultation). Masyarakat

berpartisipasi dengan cara berkonsultasi, sedangkan tenaga ahli dari luar

mendengarkan serta menganalisa masalah dan pemecahannya. Dalam pola ini

belum ada peluang untuk pembuatan keputusan bersama. Ahli dari luar tidak

ada kewajiban untuk mengambil pandangan masyarakat untuk ditindaklanjuti.

(4) Partisipasi insentif (Participation for Material Incentive). Masyarakat

berpartisipasi dengan memberikan sumberdaya misalnya jasa tenaga kerja dan

memperoleh imbalan berupa bahan pangan, upah, atau insentif lainnya.

Page 71: Disertasi Suwignya Utama - repository.ipb.ac.id · menguraikan konsep pemberdayaan dari segi maknanya, prosesnya, strateginya, tingkat keberdayaannya, serta kaitannya dengan penyuluhan

84

Masyarakat tidak dilibatkan dalam proses pembelajaran yang dilakukan.

Masyarakat juga tidak memiliki andil untuk melanjutkan kegiatan setelah

insentif dihentikan.

(5) Partisipasi fungsional (Functional Participation). Masyarakat berpartisipasi

dengan membentuk kelompok sebagai bagian dari proyek, setelah ada

keputusan-keputusan utama yang disepakati. Pada tahap awal, masyarakat

tergantung dari pihak luar, tetapi secara bertahap kemudian menunjukkan

kemandiriannya.

(6) Partisipasi interaktif (Interactive Participation). Masyarakat berperan dalam

proses analisis untuk perencanaan kegiatan dan pembentukan atau penguatan

kelembagaan. Masyarakat memiliki peran untuk mengontrol atas pelaksanaan

keputusan-keputusan mereka, sehingga memiliki andil dalam keseluruhan

proses kegiatan.

(7) Mandiri (Self-Mobilization). Masyarakat mengambil inisiatif sendiri secara

bebas (tidak dipengaruhi oleh pihak luar) untuk merubah sistem atau nilai-nilai

yang mereka junjung. Mereka mengembangkan kontak dengan lembaga-

lembaga lain untuk mendapatkan bantuan dan dukungan teknis serta

sumberdaya yang diperlukan. Masyarakat juga memegang kendali atas

pemanfaatan sumberdaya yang ada atau digunakan.

Berdasarkan tipologi tersebut, penggunaan terminologi “partisipasi” dalam

pembangunan harus selalu dikaitkan dengan tipologi partisipasi yang mana.

Apabila tujuan dari pembangunan adalah untuk tercapainya pembangunan yang

berkelanjutan (sustainable development), maka menurut Pretty dan Vodouhё

(1997), paling tidak tingkat partisipasi yang harus terpenuhi yaitu partisipasi

fungsional.

Beberapa Syarat agar Masyarakat Berpartisipasi

Partisipasi masyarakat sangat diperlukan demi berhasilnya pembangunan.

Oleh karena itu perlu dipikirkan apa syarat-syarat yang diperlukan agar masyarakat

dapat berpartisipasi dalam pembangunan. Menurut Slamet (2003), terdapat tiga

syarat agar masyarakat bisa berpartisipasi yaitu pertama adanya kesempatan dalam

Page 72: Disertasi Suwignya Utama - repository.ipb.ac.id · menguraikan konsep pemberdayaan dari segi maknanya, prosesnya, strateginya, tingkat keberdayaannya, serta kaitannya dengan penyuluhan

85

pembangunan, kedua adanya kemampuan untuk memanfaatkan kesempatan itu,

dan ketiga adanya kemauan untuk berpartisipasi. Menurut Ife (2002) terdapat

beberapa jalan untuk mendorong terjadinya partisipasi. Masyarakat akan

berpartisipasi dalam pembangunan pada kondisi yang tepat. Beberapa kondisi

tersebut yaitu :

(1) Masyarakat akan berpartisipasi apabila mereka merasa bahwa aktivitas tersebut

dianggap penting.

(2) Masyarakat harus merasakan bahwa kegiatannya akan membuat perbedaan.

(3) Masyarakat harus diberikan nilai dan penghargaan atas berbagai bentuk

partisipasi yang dilakukannya.

(4) Masyarakat harus diberikan kemampuan untuk berpartisipasi dan didukung

dalam kegiatan partisipasinya.

(5) Struktur dan proses dalam pembangunan tidak boleh menjauhkan dari

masyarakat (alienating).

Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Hutan

Berdasarkan hasil penelitian Salam et al. (2005) beberapa faktor yang diper-

lukan demi berlangsungnya partisipasi petani yang berkelanjutan dalam

pengelolaan kehutanan yang partisipatif adalah bahwa partisipasi berkelanjutan

memiliki korelasi secara positif dan nyata dengan : (1) tingkat kepuasan peserta

terhadap jenis yang ditanam dalam arealnya; (2) tingkat kepercayaan peserta

bahwa kebutuhannya untuk memperoleh hasil diperhatikan; (3) tersedianya

pelatihan terhadap berbagai aspek teknis kehutanan partisipatif; dan (4) kontribusi

sumbangan dana peserta kepada dana penanaman kelompok. Sedangkan

keberlanjutan partisipasi memiliki hubungan yang negatif dan nyata dengan adanya

gangguan terhadap kepentingan masyarakat lokal dalam penerapan program

kehutanan partisipatif, dan jangka waktu yang lama dari saat perjanjian kerjasama

sampai pemanenan hasil kayu.

Dalam konteks kehutanan masyarakat, Beukeboom (1994) menekankan

pentingnya partisipasi komunitas lokal untuk terjaminnya kelestarian hasil hutan

dan jasa lingkungan lainnya. Program-program kehutanan masyarakat mendasarkan

kepada partisipasi komunitas lokal di dalam perencanaan dan penerapan rencana

Page 73: Disertasi Suwignya Utama - repository.ipb.ac.id · menguraikan konsep pemberdayaan dari segi maknanya, prosesnya, strateginya, tingkat keberdayaannya, serta kaitannya dengan penyuluhan

86

pengelolaan lahannya. Partisipasi dari komunitas ini juga menjamin bahwa

perencaaan pengelolaan lahan telah sesuai dengan kendala-kendala lingkungan dan

aspek sosial. Seymour (1991) menekankan bahwa partisipasi masyarakat dalam

kehutanan masyarakat bermakna mengambil bagian dalam pengambilan keputusan,

dan tidak hanya sekedar berperan sebagai tenaga kerja. Selanjutnya partisipasi

masyarakat menurut Bhattacharya dan Basnyat (2003) harus difokuskan kepada

kegiatan kehutanan mulai dari perencanaan, penerapan, monitoring dan evaluasi

dengan pembagian hasil yang adil sehingga tercapai pendapatan masyarakat secara

berkelanjutan sebagai salah satu kriteria penting dalam pemberdayaan.

Apabila dikaitkan dengan prinsip-prinsip keterkaitan antara masyarakat

dengan hutan, Colfer et al. (1995) menyatakan bahwa peran penting partisipasi

dalam pengelolaan hutan yang lestari sangat terkait dengan sistem budaya untuk

kesejahteraan masyarakat dikombinasikan dengan keberagaman sistem tersebut

antar ruang dan waktu. Tanpa partisipasi aktif dari para aktor dalam pengelolaan

hutan, tidak akan ada mekanisme yang sesuai untuk mengkomunikasikan aspek-

aspek budaya yang relevan terhadap pemangku kepentingan lainnya. Berdasarkan

pandangan para aktor kehutanan, salah satu fungsi penting dari partisipasi adalah

dalam hal penyediaan ruang bagi masyarakat lokal untuk mengontrol kecepatan dan

arah perubahan dalam kehidupan masyarakat lokal yang berbasis kepada

sumberdaya hutan.

Berdasarkan hasil penelitian Colfer dan Wadley (1996) di kawasan Suaka

Margasatwa Danau Sentarum (Kalimantan Barat), yang merupakan hutan konser-

vasi, tingkat partisipasi masyarakat lokal dalam pengelolaan sumberdaya alam

hutan secara lestari berada pada tipologi enam dan tujuh atau partisipasi interaktif

dan mandiri. Masyarakat lokal terlibat dalam analisis bersama dan membentuk

kelompok lokal baru atau memperkuat kelompok yang sudah ada. Kelompok lokal

ini memiliki kontrol terhadap keputusan lokal. Masyarakat juga mempunyai

inisiatif untuk merubah sistem yang ada.