disertasi dinamika sanksi hukum adat dalam … depan edit... · pegawai undiknas yang membantu...

38
DISERTASI DINAMIKA SANKSI HUKUM ADAT DALAM PERKAWINAN ANTAR-WANGSA DI BALI (PERSPEKTIF HAM) IDA AYU SADNYINI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015

Upload: others

Post on 27-Oct-2019

15 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: DISERTASI DINAMIKA SANKSI HUKUM ADAT DALAM … DEPAN EDIT... · Pegawai Undiknas yang membantu penyelesaian disertasi ini antara lain Pak Budiarnaya, Nyoman Sata, dan Ibu Juwita

1

DISERTASI

DINAMIKA SANKSI HUKUM ADAT DALAM

PERKAWINAN ANTAR-WANGSA DI BALI

(PERSPEKTIF HAM)

IDA AYU SADNYINI

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2015

Page 2: DISERTASI DINAMIKA SANKSI HUKUM ADAT DALAM … DEPAN EDIT... · Pegawai Undiknas yang membantu penyelesaian disertasi ini antara lain Pak Budiarnaya, Nyoman Sata, dan Ibu Juwita

i

DISERTASI

DINAMIKA SANKSI HUKUM ADAT DALAM

PERKAWINAN ANTAR-WANGSA DI BALI

(PERSPEKTIF HAM)

IDA AYU SADNYINI

NIM 1290971003

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2015

Page 3: DISERTASI DINAMIKA SANKSI HUKUM ADAT DALAM … DEPAN EDIT... · Pegawai Undiknas yang membantu penyelesaian disertasi ini antara lain Pak Budiarnaya, Nyoman Sata, dan Ibu Juwita

ii

DINAMIKA SANKSI HUKUM ADAT DALAM

PERKAWINAN ANTAR-WANGSA DI BALI

(PERSPEKTIF HAM)

Disertasi untuk Memperoleh Gelar Doktor

Pada Program Doktor, Program Studi Ilmu Hukum,

Program Pascasarjana Universitas Udayana

IDA AYU SADNYINI

NIM 1290971003

PROGRAM DOKTOR

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2015

Page 4: DISERTASI DINAMIKA SANKSI HUKUM ADAT DALAM … DEPAN EDIT... · Pegawai Undiknas yang membantu penyelesaian disertasi ini antara lain Pak Budiarnaya, Nyoman Sata, dan Ibu Juwita

iii

Lembar Pengesahan

DISERTASI INI TELAH DISETUJUI

18 Juni 2015

Promotor,

Prof. Dr. I Gusti Ayu Agung Ariani, SH., MS. NIP. 19441221 197503 2 001

Ko-Promotor I, Ko-Promotor II,

Prof. Dr. Tjok Istri Putra Astiti, SH., MS. Dr. Gede Marhaendra Wija Atmaja, SH., MHum.

NIP. 19471231 197503 2 003 NIP. 19581115 198602 1 001

Mengetahui

Ketua Program Doktor Ilmu Hukum Direktur

Program Pascasarjana Program Pascasarjana

Universitas Udayana, Universitas Udayana,

Prof. Dr. I Ketut Rai Setiabudhi,SH.,MS. Prof. Dr. dr. A. A. Raka Sudewi, Sp.S (K)

NIP. 19530919 197903 1 002 NIP 195902151985102001

Page 5: DISERTASI DINAMIKA SANKSI HUKUM ADAT DALAM … DEPAN EDIT... · Pegawai Undiknas yang membantu penyelesaian disertasi ini antara lain Pak Budiarnaya, Nyoman Sata, dan Ibu Juwita

iv

Disertasi ini Telah Diuji dan Dinilai Tahap I (Ujian Tertutup)

Oleh Panitia Penguji pada

Program Pascasarjana Universitas Udayana

pada Tanggal 4 Juni 2015

Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana

No : 1433/UN14.4/HK/2015

Tanggal : 20 Mei 2015

Panitia Penguji Disertasi adalah :

Ketua : Prof. Dr. IGusti Ayu Agung Ariani, S.H.,M.S.

Sekretaris : Prof. Dr.Tjok Istri Putra Astiti, S.H.,M.S.

Anggota :

1. Prof. Dr. Made Pasek Diantha, S.H., M.S.

2. Prof. Dr. I Nyoman Nurjaya, S.H., M.H.

3. Prof. Dr. Ketut Rai Setiabudhi,S.H., M.S.

4. Prof. Dr. I Wayan Windia, S.H., M.Si.

5. Dr. Gede Marhaendra Wija Atmaja, S.H.M.Hum.

6. Dr. I Ketut Sudantra, S.H., M.H.

Page 6: DISERTASI DINAMIKA SANKSI HUKUM ADAT DALAM … DEPAN EDIT... · Pegawai Undiknas yang membantu penyelesaian disertasi ini antara lain Pak Budiarnaya, Nyoman Sata, dan Ibu Juwita

v

Page 7: DISERTASI DINAMIKA SANKSI HUKUM ADAT DALAM … DEPAN EDIT... · Pegawai Undiknas yang membantu penyelesaian disertasi ini antara lain Pak Budiarnaya, Nyoman Sata, dan Ibu Juwita

vi

UCAPAN TERIMA KASIH

Om Dewi Saraswati, Kepada-Mulah hamba memuja. Dewi-lah

memberikan anugrah yang bisa mengubah bentuk sekehendak hati. Hamba akan

melakukan suatu usaha di bidang akademik, semoga hamba mendapat hasil yang

baik. Setelah menyembah Hyang Widhi dan Dewa-Dewi di sorgaloka, hamba

sembah Dewi Saraswati yang pandai dalam segala hal. Juga hamba sembah para

leluhur yang sudah suci, hamba panjatkan doa serta permohonan ampun sebesar-

besarnya, atas kelancangan hamba menuliskan peristiwa sejarah wangsa di Bali,

mudah-mudahan hamba dijauhkan dari segala halangan, terhindar dari pastu, dan

tiada kena tulah phamidi.

Dengan memanjatkan puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa

karena atas berkat-Nya serta didorong oleh keinginan yang amat kuat sehingga

peneliti dapat menyelesaikan penelitian disertasi yang berjudul “ Dinamika Sanksi

Hukum Adat Dalam Perkawinan Antar-Wangsa di Bali (Persepektif HAM ).

Dalam penulisan disertasi ini, peneliti menyadari akan keterbatasan kemampuan

yang dimiliki, sehingga masih banyak terdapat kekurangan dalam cara penulisan,

masih dangkal dalam mengkaji permasalahan, namun peneliti yakin bahwa

dengan usaha yang sungguh-sungguh dan kemauan yang kuat disertai semangat

yang tinggi, maka besar harapan akan terwujud hasil disertasi yang baik.

Penulis selanjutnya mengucapkan terima kasih kepada Rektor Universitas

Udayana Prof. Dr. dr. I Ketut Swastika, Sp.PD-KEMD atas kesempatan dan

fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan

pendidikan Program Doktor di Universitas Udayana. UCapan yang sama

tingginya disampaikan kepada Direktur Pascasarjana Universitas Udayana Prof.

Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K)., Asisten Direktur I, Prof. Dr. Made Budiarsa,

MA., Asisten Direktur II, Prof. Made Sudiana Mahendra, Ph.D.

Keberhasilan peneliti dalam menyelesaikan disertasi ini tidak lepas dari

bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak antara lain:

Profesor Doktor I Gusti Ayu Agung Ariani, S.H., M.S., sebagai Promotor

berdasarkan S.K. Direktur Program Pasca Sarjana Universitas Udayana No.

2095/UN14.4/HK/2013. Profesor Doktor Tjokorda Istri Putra Astiti, S.H., M.S.,

sebagai Ko Promotor 1 berdasarkan S.K. Direktur Program Pasca Sarjana

Universitas Udayana No. 2095/UN14.4/HK/2013. Doktor Gede Marhaendra Wija

Atmaja, S.H., M.Hum., sebagai Ko Promotor 2 berdasarkan S.K. Direktur

Program Pasca Sarjana Universitas Udayana No. 2095/UN14.4/HK/2013.

Profesor Dr. I Gusti Ngurah Wairocana, S.H.,M.H., sebagai Dekan Fakultas

Hukum Universitas Udayana. Profesor Dr. I Ketut Rai Setiabudhi, S.H., M.S.,

sebagai Ketua Program Studi Doktor Ilmu Hukum Universitas Udayana, sekaligus

sebagai penguji Disertasi. Profesor Dr. Made Pasek Diantha, S.H., M.S., sebagai

Penguji Disertasi. Profesor Dr. I Wayan Windia, S.H., M.Si., sebagai Penguji

Disertasi Profesor Dr. I Nyoman Nurjaya, S.H., M.H., sebagai Penguji Disertasi.

Doktor I Ketut Sudantra, S.H., M.H., sebagai Penguji Disertasi. Doktor Anak

Page 8: DISERTASI DINAMIKA SANKSI HUKUM ADAT DALAM … DEPAN EDIT... · Pegawai Undiknas yang membantu penyelesaian disertasi ini antara lain Pak Budiarnaya, Nyoman Sata, dan Ibu Juwita

vii

Agung Ayu Tini Rusmini Gorda, SH., MM., MH., selaku ketua Perdiknas yang

memberikan dukungan moril, matriil, dan sprituil. Profesor Gede Sri Darma,

D.B.A., sebagai Rektor Universitas Pendidikan Nasional Denpasar member ijin

melanjutkan studi. Dr. A.A.A. Sri Rahayu Gorda, S.H., M.M., M.H., sebagai

Dekan Fakultas Hukum Universitas Pendidikan Nasional yang memberi dorongan

terus menerus dikala jenuh. Teman-teman mahasiswa S3 seluruhnya, terutama

Angkatan pertama yang selalu memberi semangat dan dukungan. Seluruh dosen

dan pegawai di lingkungan Universitas Udayana Denpasar. Seluruh dosen dan

Pegawai Undiknas yang membantu penyelesaian disertasi ini antara lain Pak

Budiarnaya, Nyoman Sata, dan Ibu Juwita. Keluarga tercinta K. Ngr Sutharma,

S.H., (suami). Diah Ayu Widyasari dan Hendra Novianto, Agus Bayu Udayana

dan Ni Luh Made Enny Widhiyati, Putri Aryaningrum, Ngurah Alit Dananjaya

Rentaja, Yuni Antari beserta cucu-cucu tercinta. Orang tua (Ida Pedanda Putra

Jumpung dan Ida Pedanda Istri Raka Alm) beserta adik-adik semuanya. Mertua

Alm beserta ipar semuanya. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu

persatu yang telah memberi dukungan dan bantuan baik yang bersifat material

maupun spiritual sehingga disertasi ini dapat diselesaikan sebagaimana mestinya.

Saya dan keluarga mengucapkan terimakasi yang sedalam-dalamnya semoga Ida

Sang Hyang Widhi Wasa selalu melimpahkan rahmat-Nya kita semua.

Akhirnya disertasi ini dipersembahkan kepada Almamater, kepada

pembaca yang budiman, serta kepada nusa dan bangsa. Semoga bermanfaat dan

dapat menjadi setitik garam dalam samudra ilmu pengetahuan.

Denpasar, 18 Juli 2015

Peneliti

IDA AYU SADNYINI

Page 9: DISERTASI DINAMIKA SANKSI HUKUM ADAT DALAM … DEPAN EDIT... · Pegawai Undiknas yang membantu penyelesaian disertasi ini antara lain Pak Budiarnaya, Nyoman Sata, dan Ibu Juwita

viii

ABSTRAK

Dinamika Sanksi Hukum Adat Dalam Perkawinan Antar-Wangsa Di Bali

(Perspektif HAM)

Perkawinan sebagai salah satu tahap penting dalam kehidupan manusia

memiliki landasan filosofis, yuridis dan sosiologis. Landasan ini bertujuan agar

pelaksanaan perkawinan berjalan sesuai dengan harapan. Perkawinan antar-

wangsa mengalami dinamika baik peraturan maupun sanksinya. Dinamika

perkawinan antar-wangsa menimbulkan problem filosofis, yuridis, dan sosiologis.

Berdasarkan latar belakang di atas diangkat permasalahan sebagai

berikut.Bagaimana dinamika sanksi hukum adat dalam perkawinan antar-wangsa?

Apa makna perubahan sanksi hukum adat dalam perkawinan antar-wangsa

terhadap HAM perempuan? Mengapa perubahan sanksi hukum adat perkawinan

antar-wangsa berimplikasi terhadap HAM perempuan? Permasalahan dikaji

dengan menggunakan Teori Legal System, Law as a Tool of Social Engineering,

Teori Stratifikasi Sosial, Teori Living Law, Teori Bekerjanya Hukum Dalam

Masyarakat, Teori Intraksionisme Simbolik, Teori HAM Patrikularistis Relatif,

Prinsip-prinsip HAM, dan Feminist Legal Theory. Penelitian ini termasuk

penelitian hukum empiris. Lokasi penelitian Provinsi Bali.

Hasil penelitian, sanksi hukum adat perkawinan antar-wangsa terjadi

karena masyarakat Hindu menganut stratifikasi wangsa vertikal. Zaman Kerajaan

sanksi diatur dalam Manawa Dharmacastra dan lontar-lontar, sanksi dibakar di

atas rumput kering, selong, denda, upacara penurunan wangsa, reinkarnasi

menjadi binatang bertahun-tahun. Zaman Belanda sanksi diatur dalam peswara,

sanksi selong, denda, upacara patiwangi. Zaman kemerdekaan sanksi selong dan

upacara patiwangi dihapus secara yuridis fomal, tetapi kenyataan upacara

patiwangi dan sanksi sosial tetap berlaku. Perubahan sanksi disebabkan karena

perubahan politik. Makna perubahan sanksi semakin mengarah terhadap

perlindungan HAM perempuan, menyebabkan perkawinan antar-wangsa semakin

meningkat. Implikasi perubahan sanksi terhadap HAM perempuan dalam

perkawinan anuloma dan pratiloma, sudah menunjukkan perubahan ke arah

kesetaraan dan berkeadilan, namun masih ditemukan adanya diskriminasi.

Rekomendasi, pemerintah di Bali perlu melaksanakan sosialisasi

Keputusan DPRD Bali Nomor 11 tahun 1951, Bhisama PHDI Pusat Nomor 3

tahun 2002, MUDP Nomor III tahun 2010. Penghormatan dan penghargaan

terhadap martabat kemanusiaan perlu ditingkatkan dengan cara mengurangi sifat

egoisme stratifikasi wangsa yang vertikal. Pemahaman HAM tidak hanya pada

tingkat pengetahuan, namun yang terpenting pelaksanaan dalam masyarakat.

Kata Kunci: Sanksi, Wangsa, HAM.

Page 10: DISERTASI DINAMIKA SANKSI HUKUM ADAT DALAM … DEPAN EDIT... · Pegawai Undiknas yang membantu penyelesaian disertasi ini antara lain Pak Budiarnaya, Nyoman Sata, dan Ibu Juwita

ix

ABSTRACT

DYNAMICS OF CUSTOMARY LAW SANCTIONS OF INTER-CASTE

MARRIAGES IN BALI

(HUMAN RIGHT PERSPECTIVE)

Marriage as one of the important stages in human life has a philosophical

basis, juridical and sociological. The base is intended that the implementation of

marriage in line with expectations. Similarly, it does in inter-caste marriages.

Caste marriages undergo good dynamics and sanctions regulations. The dynamics

of inter-caste marriage raises philosophical problems, juridical, and sociological.

Based on the back ground mentioned above the following issues raised;

How is the dynamics of customary law sanctions in inter-caste marriage? What is

the meaning of customary law sanctions changes in inter-caste marriages for

women's rights? Why is the change of customary law sanctions on inter-caste

marriage having implications on women's rights? The problems are examined

using Legal System Theory, Law as a Tool of Social Engineering, Social

Stratification Theory, Theory of Legal Implementation in Society, Symbolic

Interactions Theory, Relative Particularistic Theory, Human Rights Principles,

Feminist Legal Theory and Law Living theory. This research includes empirical

legal research. Location of the research is Bali Province.

Customary law sanctions in caste-marriages occur because people are

Hindu community embrace vertical stratification. Sanctions of inter-caste

marriage in the monarchy era set in Manawa Dharmacastra and set in lontar;

burned on dry grass sanction, Selong, fines, lowering the caste level, to be

reincarnated to animals for years. During Dutch period the sanctions were set in

peswara that include; Selong sanctions, fines, patiwangi ceremony. In the

independence era selong sanctions and patiwangi ceremony were formal legally

revoked, but the fact patiwangi ceremonies and social sanctions remain

implemented. The changes of sanctions are due to political changes. The

meanings of sanction changes increasingly lead to the protection of women's

human rights, causing inter-caste marriages are getting increased. The

implications of changes in sanctions against the human rights of women in

Anuloma and pratiloma marriage, and it has already showed a change towards

equality and justice, but it is still found the existence of discrimination.

Goverman of Bali Province, implementation of the Council Decision No.

11 of 1951, Bhisama of Central PHDI No. 3 in 2002 and MUDP No: III year 2010

need to be socialized. Respect and appreciation for human dignity needs to be

improved by reducing the caste vertical stratification egoism. Human right

Understanding should not only be at the level of knowledge, but also most

importantly should be in the implementation of the community.

Keywords: Sanctions, caste, human rights.

Page 11: DISERTASI DINAMIKA SANKSI HUKUM ADAT DALAM … DEPAN EDIT... · Pegawai Undiknas yang membantu penyelesaian disertasi ini antara lain Pak Budiarnaya, Nyoman Sata, dan Ibu Juwita

x

RINGKASAN

DINAMIKA SANKSI ADAT DALAM

PERKAWINAN ANTAR-WANGSA DI BALI

(PERSFEKTIF HAM)

Penelitian ini bertujuan untuk mencari jawaban terhadap permasalahan

pokok sebagai berikut : 1) Bagaimanakah dinamika sanksi hukum adat dalam

perkawinan antar-wangsa? 2) Apa makna perubahan sanksi hukum adat dalam

perkawinan antar-wangsa? 3) Mengapa perubahan sanksi hukum adat perkawinan

antar-wangsa berimplikasi terhadap HAM perempuan.

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum empiris dengan

pendekatan kualitatif. Metode pendekatan yang digunakan pendekatan sosio-legal,

sejarah, dan konseptual. Penggalian data primer dilakukan dengan teknik

observasi dan wawancara, data sekunder dilakukan dengan teknik dokumentasi.

Wawancara dilakukan kepada informan dan responden yang melakukan

perkawinan dan perceraian antar-wangsa pratiloma dalam bentuk nyeburin, dan

pada gelahang. Data perkawinan antar-wangsa pada zaman Kerajaan dan zaman

Kolonial digali dari informan yang berumur delapan puluh tahunan keatas. Data

perkawinan antar-wangsa zaman Kemerdekaan sebagian besar digali dari

responden sendiri.

Page 12: DISERTASI DINAMIKA SANKSI HUKUM ADAT DALAM … DEPAN EDIT... · Pegawai Undiknas yang membantu penyelesaian disertasi ini antara lain Pak Budiarnaya, Nyoman Sata, dan Ibu Juwita

xi

Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian ini sebagai berikut:

1. Dinamika Sanksi Hukum Adat Perkawinan Antar-Wangsa

a. Sanksi hukum adat perkawinan antar-wangsa pada zaman kerajaan

(1352-1849), dibakar di atas rumput kering, sanksi labuh geni bagi

perempuan yaitu (dijatuhkan dalam api unggun) sedangkan laki-laki

dikenakan sanksi labuh batu (ditenggelamkan di laut, kakinya diikat dan

diperberat batu agar tenggelam). Ada pula dibunuh dengan cara ditusuk

dengan keris, selong seumur hidup, dan denda.

b. Sanksi hukum adat perkawinan antar-wangsa pada zaman kolonial

(1849-1945), dengan datangnya Belanda ke Bali, terjadi perubahan

hukum dalam hukum adat perkawinan antar-wangsa karena faktor Politik

Sanksi perkawinan antar-wangsa diatur dalam peswara tahun 1900

dikenakan sanksi selong seumur hidup baik laki-laki maupun perempuan

ke luar pulau Bali. Peswara tahun 1910 mengatur sanksi selong 10 tahun

kemudian berubah menjadi 6 tahun terhadap pasangan Asu Pundung ke

luar daerahnya, tetapi masih di wilayah pulau Bali. Alangkahi Karang

Hulu cukup dengan sanksi denda 50 feku (satu feku setara dengan 1000

uang kepeng bolong) ditambah penurunan wangsa. Peswara 1927

mengatur sanksi selong selama enam bulan di wilayah Pulau Bali

ditambah upacara patiwangi terhadap pasangan Asu Pundun. Perkawinan

Alangkahi Karang Hulu dikenakan sanksi denda, apabila tidak mampu

memabayar akan dikenakan sanksi selong.

Page 13: DISERTASI DINAMIKA SANKSI HUKUM ADAT DALAM … DEPAN EDIT... · Pegawai Undiknas yang membantu penyelesaian disertasi ini antara lain Pak Budiarnaya, Nyoman Sata, dan Ibu Juwita

xii

c. Sanksi hukum adat perkawinan antar-wangsa pada zaman kemerdekaan

(1945-2014)

a) Zaman Orde Lama (1945-1965) terbitnya Keputusan DPRD Bali

Nomor 11 Tahun 1945 menghapus peswara 1927, sepanjang

mengenai lembaga adat perkawinan Asu Pundung dan Alangkahi

Karang Hulu termasuk sanksi patiwangi. Sanksi yang dikenakan

pada zaman ini adalah: sanksi melakukan upacara patiwangi, tidak

boleh ke Pura Tri Kahyangan apabila belum melakukan upacara

patiwangi, tidak dperbolehkan mengadakan lamaran, tidak

diperbolehkan pulang dalam waktu yang lama, tidak diperbolehkan

melakukan upacara mepamit/ mejauman, tidak diberikan air suci

oleh pendeta, adanya penggantian nama secara resmi.

b) Zaman Orde-Baru (1966-1998) Sanksi perkawinan antar-wangsa

pada zaman ini adalah: sanksi upacara patiwangi, dibuang oleh

keluarga namun hanya beberapa bulan/sanksi dari keluarga sudah

mengendor. Etika keluarga masih melarang orang tua untuk

menyaksikan upacara perkawinan anaknya. Nama diganti secara

resmi/ simbolis saja.

c) Zaman Reformasi (1999-2014) Sanksi hukum adat perkawinan

antar-wangsa pada zaman ini masih seperti zaman sebelumnya.

Namun kualitas sanksi semakin ringan, upacara patiwangi ada yang

melakukan ada yang tidak melakukan, semakin pendek sanksi

diperbolehkan pulang, semakin pendek waktu untuk melaksanakan

Page 14: DISERTASI DINAMIKA SANKSI HUKUM ADAT DALAM … DEPAN EDIT... · Pegawai Undiknas yang membantu penyelesaian disertasi ini antara lain Pak Budiarnaya, Nyoman Sata, dan Ibu Juwita

xiii

mepamit. Sudah ada yang melakukan peminangan, sudah ada yang

melakukan upacara mepamit setelah tiga hari upacara adat

perkawinan, etika keluarga sudah memperbolehkan orang

tua/keluarga perempuan menyaksikan perkawinan anaknya.

2. Makna Perubahan Sanksi Hukum Adat Perkawinan Antar-Wangsa Terhadap

HAM Perempuan.

a. Makna perubahan sanksi hukum adat perkawinan antar-wangsa pada

zaman kerajaan. Hukuman mati yang dilakukan dengan cara labuh geni,

labuh batu, selong seumur hidup di luar wilayah Pulau Bali dan denda.

Penerapan sanksi tergantung pada kehendak raja. Pengaruh HAM belum

masuk ke Indonesia. Perintah raja adalah undang-undang yang harus

dilaksanakan.

b. Makna perubahan sanksi hukum adat perkawinan antar-wangsa pada

zaman kolonial. Hukuman mati diganti/dihapus dengan hukuman selong

seumur hidup di luar Pulau Bali, selong 10 tahun, selong 6 tahun, selong

6 bulan, denda, upacara penurunan wangsa/upacara patiwangi di Pura

Bale Agung. Perubahan sanksi disebabkan terjadinya perubahan politik.

Perubahan sanksi semakin ringan, dengan diakuinya Hak Asasi Manusia

yang paling mendasar yaitu hak untuk hidup.

c. Makna perubahan sanksi hukum adat perkawinan antar-wangsa pada

zaman kemerdekaan. Sanksi selong enam bulan, upacara penurunan

wangsa/upacara patiwangi dihapus, lembaga adat Asu Pundung dan

Alangkahi Karang Hulu juga dihapus dengan Keputusan DPRD Bali

Page 15: DISERTASI DINAMIKA SANKSI HUKUM ADAT DALAM … DEPAN EDIT... · Pegawai Undiknas yang membantu penyelesaian disertasi ini antara lain Pak Budiarnaya, Nyoman Sata, dan Ibu Juwita

xiv

Nomor 11 Tahun 1951. Perubahan ini disebabkan oleh karena politik,

yaitu dari poltik pemerintahan kolonial menjadi pemerintahan yang

merdeka. Pengakuan terhadap Universal Declaration of Human Rights

tahun 1948. Hukumpun mengalami penyesuaian dengan mengadopsi

prinsip-prinsip HAM ke dalam peraturan perundang-undangan.

Pelaksanaan Keputusan efektif untuk sementara waktu dimana sanksi

patiwangi tidak dilakukan masyarakat. Sanksi lain kemudian tumbuh

berkembang seperti tidak diperbolekan meminang perempuan yang lebih

tinggi derajatnya, tidak diperbolehkan melakukan upacara

mepamit/mejauman, tidak diperbolehkan pulang dalam jangka waktu

yang sangat lama. Sanksi tersebut mengalami perkembangan dengan

terus memperhatikan prinsip-prinsip HAM dan Kesetaraan gender serta

meningkatkan penghargaan terhadap martabat perempuan.

Perkembangan sanksi semakin ringan, namun upacara patiwangi hidup

kembali dengan cara yang bervariasi. Perubahan sanksi yang semakin

ringan menyebabkan perkawinan antar-wangsa semakin meningkat.

3. Implikasi Perubahan Sanksi Hukum Adat dalam Perkawinan Antar-Wangsa

terhadap HAM perempuan.

a. Implikasi perubahan sanksi hukum adat dalam perkawinan antar-wangsa.

a) Perkawinan anuloma, implikasi perubahan sanksi dalam perkawinan

anuloma sangat positif. Adanya pergeseran makna perkawinan

anuloma menjadi perkawinan menek wangi/naik derajatnya.

Perempuan jaba wangsa/sudra wangsa dipinang oleh laki-laki tri

Page 16: DISERTASI DINAMIKA SANKSI HUKUM ADAT DALAM … DEPAN EDIT... · Pegawai Undiknas yang membantu penyelesaian disertasi ini antara lain Pak Budiarnaya, Nyoman Sata, dan Ibu Juwita

xv

wangsa, laki-laki tri wangsa mengadakan upacara mepamit/mohon

restu dari leluhur perempuan jaba wangsa. Namanya diganti menjadi

jero diikuti nama bunga/serba harum. Anak yang dilahirkan sama

status dan namanya, dengan anak yang dilahirkan dari perempuan

yang sederajat. Anak yang dilahirkan boleh mendoakan roh ibunya

(nyumbah) yang sebelumya dilarang. Diskriminasi yang masih

terpelihara dalam perkawinan ini adalah kewajiban “jero” berbahasa

halus pada keluarga suami dan anak yang dilahirkan.

b) Perkawinan pratiloma, implikasi perubahan sanksi dalam

perkawinan pratiloma, sudah mengarah pada penghargaan terhadap

HAM perempuan. Kesetaraan dan keadilan perempuan terus

menerus diperjuangkan. Semua sanksi dalam perkawinan pratiloma

telah dihapus, namun sanksi yang timbul dari etika keluarga belum

bisa dihapus sampai sekarang. Sanksi tersebut mulai dilakukan

dengan pura-pura, hanya sebagai simbol untuk menghargai keluarga

besar. Dalam perkembangannya sudah ada perempuan tri wangsa

yang dipinang/dilamar, sudah ada yang melakukkan upacara

mepamit, orang tua sudah ada yang menyaksikan upacara adat dan

resepsi perkawinan anaknya. Dengan demikian perkawinan

pratiloma semakin meningkat.

c) Perkawinan nyeburin antar-wangsa, perkawinan nyeburin untuk

pertama kali dilakukan oleh IA Stiti yaitu kasus kawin nyeburin

antar-wangsa di Desa Wanasari. Sanksi dialami pelaku antara lain:

Page 17: DISERTASI DINAMIKA SANKSI HUKUM ADAT DALAM … DEPAN EDIT... · Pegawai Undiknas yang membantu penyelesaian disertasi ini antara lain Pak Budiarnaya, Nyoman Sata, dan Ibu Juwita

xvi

masyarakat desa dan keluarga besar menganggap perkawinan

tersebut tidak sah, rumahnya dilempari, dilarang ke Pura,

kesepekang. Kasusnya kemudian diselesaikan di Pengadilan Negeri

Tabanan. Putusan Pengadilan mensahkan perkawinan tersebut. Sejak

saat itu perkawinan antar-wangsa nyeburin semakin bertambah.

d) Perkawinan pada gelahang, perubahan sanksi dalam perkawinan

antar-wangsa menyebabkan masyarakat semakin berani melakukan

perkawinan antar-wangsa. Bahkan pada tahun 2013 telah terjadi

perkawinan pada gelahang antar-wangsa. Dengan adanya

perkawinan pada gelahang antar-wangsa berarti persoalan wangsa

tidak lagi menjadi ukuran utama dalam suatu perkawinan.

b. Implikasi Perubahan Sanksi Hukum Adat dalam Putusnya Perkawinan

Antar-Wangsa.

a) Mulih deha karena suami meninggal, disebut janda (balu). Istilah

balu digunakan karena putusnya perkawinan disebabkan salah satu

meninggal dunia yaitu dalam hal ini suami yang derajatnya lebih

rendah. Janda mulih deha sekarang sudah dapat diterima oleh

keluarga tri wangsa. Pada zaman dahulu janda pratiloma tidak

berani mulih deha. Kalau meninggal akan dibuatkan upacara sebatas

upacara ngaben. Setelah ngaben tidak ada lagi upacara lebih lanjut

seperti upacara ngerorasin/memukur untuk menyatukan rohnya

dengan leluhur yang berstana di merajan kemulan. Roh janda

Page 18: DISERTASI DINAMIKA SANKSI HUKUM ADAT DALAM … DEPAN EDIT... · Pegawai Undiknas yang membantu penyelesaian disertasi ini antara lain Pak Budiarnaya, Nyoman Sata, dan Ibu Juwita

xvii

pratiloma diantar oleh keluarga ke Pura Dalem Prajapati untuk

melakukan pengabdian/ngayah di pura.

b) Mulih deha karena perceraian, disebut janda (sapihan). Perubahan

sanksi berimplikasi terhadap janda atau sapihan mulih deha yang

semakin meningkat keberadaannya di masyarakat. Pada umumnya

keluarganya sangat mengharapkan agar janda pratiloma tersebut

kawin lagi dengan tidak memperhitungkan lagi derajat/wangsa dari

laki-laki yang mengawininya. Tujuan seperti harapan di atas

dilakukan keluarga, jika meninggal dunia, rohnya dapat dipersatukan

dengan leluhur suaminya. Hal ini erat kaitannya dengan masih

kuatnya sistem wangsa di Bali.

Page 19: DISERTASI DINAMIKA SANKSI HUKUM ADAT DALAM … DEPAN EDIT... · Pegawai Undiknas yang membantu penyelesaian disertasi ini antara lain Pak Budiarnaya, Nyoman Sata, dan Ibu Juwita

xviii

SUMMARY

DYNAMICS OF CUSTOMARY LAW SANCTIONS OF

INTER-CASTE MARRIAGES IN BALI

(HUMAN RIGHT PERSPECTIVE)

This study aims to find answers to fundamental problems below: 1) How

do the dynamics of customary law sanctions in inter-caste marriage? 2) What is

the meaning of customary law sanctions changes in inter-caste marriage? 3) Why

the change of customary law sanctions in caste- marriage has implications for the

human rights of women.

This study using the type of empirical legal research with a qualitative

approach. The approach applied includes; socio-legal approach, history, cases, and

conceptual. Primary data collection was done by using observation and interviews

and secondary data was collected by using the documentation. Interviews were

conducted to informants and respondents conduct between marriage and divorce

of inter-caste marriages form of pratiloma, nyeburin, and pada gelahang. Data on

inter-caste marriage between the Era of monarchy and the Colonial Period were

excavated from informants of eighty years and above. The data of inter-caste

marriage in Independence era were mostly excavated from the respondents

themselves.

Page 20: DISERTASI DINAMIKA SANKSI HUKUM ADAT DALAM … DEPAN EDIT... · Pegawai Undiknas yang membantu penyelesaian disertasi ini antara lain Pak Budiarnaya, Nyoman Sata, dan Ibu Juwita

xix

The conclusions gained from the result of this study are as follows:

1. Dynamics of Customary Law Sanctions of inter-caste Marriages

a. Customary Law Sanctions on inter-caste Marriage in the Monarchy Era

(1352-1849), burned on the dry grass, and melabuh geni sanctions for

women or (ousted in a bonfire) while men penalized by labuh batu

(drowned in the sea, his legs tied and aggravated by stones that make him

sink). There are also killed by being stabbed with a dagger, Selong

lifetime, and fines.

b. Customary Law Sanctions on intra-marriage in the era of Colonialism

(1849-1945), with the arrival of the Dutch to Bali, a change in the law of

customary law related to inter-caste marriages because of the political

factor. A sanction in inter-caste marriages was arranged in peswara 1900

was penalized lifetime Selong both for men and women to leave the

island of Bali. Peswara 1910 arranged Selong sanctions of 10 years later

turned into a 6-year toward spousal of Asu Pundung outside the area or

village, but still in the region of the island of Bali. Alangkahi Karang

Hulu spousal was penalized with a penalty of 50 feku (one feku is

equivalent to 1000 bronze coins) added by caste declining. Peswara 1927

regulated Selong sanctions for six months on the island of Bali plus

patiwangi ceremonies for Asu Pundung couples. Alangkahi Karang Hulu

couples were fined, Selong sanction would be applied if they were not

able to pay.

Page 21: DISERTASI DINAMIKA SANKSI HUKUM ADAT DALAM … DEPAN EDIT... · Pegawai Undiknas yang membantu penyelesaian disertasi ini antara lain Pak Budiarnaya, Nyoman Sata, dan Ibu Juwita

xx

c. Customary Law Sanctions of inter-caste marriage in the independence

era (1945-2013).

a) The Old Order Period (1945-1965) the issue of Decree No. 11 of

Provincial Parliament of Bali year 1945 revoked peswara 1927, all

cases related to the traditional institution of marriage, such as Asu

Pundung, Alangkahi Karang Hulu, including patiwangi sanctions.

Sanctions imposed in this era is: sanctions of patiwangi ceremony,

and the couple are not permitted to do worshiping to Pura Tri

Kahyangan (territorial temples) before conducting such a ceremony,

it is not allowed to offer married to, not allowed to go home to the

girl home in a very long time, not allowed to perform mepamit/

mejauman, not given Tirta / holy water by a priest, and the girl

should officially be renaming.

b) The New Order Era (1966-1998) sanction on inter-caste marriage in

this era is: sanctions on patiwangi ceremony, disposed of by the

family, but sanction of the family has been loosened in a few

months. Parents are still forbidden to see her wedding ceremony.

The name was officially changed or just a symbolic.

c) Reform Period (1999-2014). Customary law sanctions of inter-caste

marriage at this era are still like the previous times. However the

quality of the form of sanctions is milder, the patiwangi ceremony

seems to be optional (some conduct it and some don’t), the sanctions

for the permission to return home is shorter, the shorter the time to

Page 22: DISERTASI DINAMIKA SANKSI HUKUM ADAT DALAM … DEPAN EDIT... · Pegawai Undiknas yang membantu penyelesaian disertasi ini antara lain Pak Budiarnaya, Nyoman Sata, dan Ibu Juwita

xxi

implement mepamit processes. In some cases the process of

proposing has been practiced, and even mepamit ceremonies have

also been practiced and it should be done after three days of

traditional wedding ceremony, and last but not least, female family

has been permitted to witness the daughter marriage.

2. The Meaning of Changes in Customary Law Sanctions of inter-caste

marriages toward Women Human Rights.

a. Meaning of changes in customary law sanctions of inter-caste marriages

in the Age of Empire. The death penalty is carried out by means of

melabuh geni, melabuh batu, lifetime Selong outside the island of Bali,

and fines. The application of sanctions depends on the will of the king.

Human rights’ influence has not entered into Indonesia. The king's order

is law, and it should be implemented.

b. Meaning of changes in customary law sanctions in inter-caste marriage in

the Colonial Period. The death penalty is replaced / revoked with lifetime

Selong punishment outside the area of the island of Bali, 10 years Selong,

6 years Selong, 6 months Selong, fines, patiwangi ceremony at Pura Bale

Agung. Sanction changes were caused by changes in the political

situation. Changes in sanctions are getting lighter, since the recognition

of the most fundamental human rights, is the right to life.

c. Meaning of changes in customary law sanctions of inter-caste marriage

in the Independence era. Six months Selong Sanctions, patiwangi

ceremony is revoked; traditional institutions of Alangkahi Karang Hulu

Page 23: DISERTASI DINAMIKA SANKSI HUKUM ADAT DALAM … DEPAN EDIT... · Pegawai Undiknas yang membantu penyelesaian disertasi ini antara lain Pak Budiarnaya, Nyoman Sata, dan Ibu Juwita

xxii

and Asu Pundung are also revoked through the Bali Council Decree No.

11 of 1951. This change is caused by politics, namely the political

administration of the colonial to be independent of government, and

Universal Declaration of Human Rights 1948. Even the Law was

adjusted by adopting human rights principles into legislation.

Implementation of the Decision runs for the time in which patiwangi

sanctions was not carried out in public. Then other sanctions grow, such

as: it was not permitted to woo women of higher caste, there was no

allowance to perform the mepamit / mejauman ceremonies, the female

was not allowed to return home after long time. The sanctions underwent

growth with continued attention to the principles of human rights and

gender equality and to improve respect for the dignity of women. The

development of penalties is increasingly lighter, but patiwangi

ceremonies were back to life in a way that varies. The changes to the

lighter state of sanctions caused increasing number of inter-caste

marriages.

3. Implications of Customary Law Sanctions Changes in inter-caste marriages

toward women's human rights.

a. Implications of customary law sanctions changes in inter-caste marriages.

a) Anuloma marriage, the implications of sanction changes in the

Anuloma marriage are very positive. There is a shift in the meaning

of Anuloma marriage to become menek wangi marriage / rise in rank.

Women of Jaba caste / Shudra wangsa proposed by male of tri

Page 24: DISERTASI DINAMIKA SANKSI HUKUM ADAT DALAM … DEPAN EDIT... · Pegawai Undiknas yang membantu penyelesaian disertasi ini antara lain Pak Budiarnaya, Nyoman Sata, dan Ibu Juwita

xxiii

wangsa and the tri wangsa caste male conducting mepamit

ceremony/implore the blessing of Jaba caste female ancestors. Her

name will be named jero followed by a name of flower / all-fragrant.

The children who are born from her will have equal status and name

with the children born from women who are from equal caste.

Children who are born from inter-caste may pray for their mother

who previously banned. Discrimination which is still preserved in

this marriage, the obligations of "jero" is to speak in high level of

language to the husband's family and the child born from her.

b) Pratiloma marriage, the implications of sanctions changes in

pratiloma marriage, has led to an appreciation of women's human

rights. Equality of women is constantly fought. All sanctions in

pratiloma marriage have been revoked, but the sanctions arising

from family ethics cannot be removed until now. The sanctions

began to pretend, just as a symbol for a large family appreciation. In

the development, there has been a woman from tri wangsa caste to

be proposed by the male of the jaba caste and also conducted

mepamit ceremony, there have been parents who witnessed the

marriage ceremony and reception children marriage. The fact has

been increasing the number of pratiloma marriage.

c) Inter-caste nyeburin marriages, sanctions changes in nyeburin

marital were pioneered by the Ida Ayu Stiti, the case of nyeburin

inter-caste marriages in the village Wanasari. Originally the village

Page 25: DISERTASI DINAMIKA SANKSI HUKUM ADAT DALAM … DEPAN EDIT... · Pegawai Undiknas yang membantu penyelesaian disertasi ini antara lain Pak Budiarnaya, Nyoman Sata, dan Ibu Juwita

xxiv

and the family consider her marriage is invalid, her house was

pelted, she was forbidden to do worshiping to the temple,

kesepekang. Her case was then settled in Tabanan District Court.

The Court Decision legalized the marriage. Since then, nyeburin

inter-caste marriages are increasing.

d) Pada gelahang marriage, sanctions changes in inter-caste marriages

led to the increasingly number of public conduct inter-caste

marriages. Even in 2013 there has been inter-caste pada gelahang

marriage. With the inter-caste pada gelahang marriages, it means

that caste issue is no longer becoming a primary measure in a

marriage.

b. Implications of Customary Law Sanction Changes in the Rupture of

inter-caste marriage.

a) Mulih deha since her husband died is called a balu (widow), the term

widow for marriage breakdown caused by one died, in this case the

husband who comes from lower caste. The mulih deha widow has

now been accepted by tri wangsa family. In ancient times none of

pratiloma widow dared to come to her parents’ family (mulih deha).

When pratiloma widow died, only cremation ceremony would be

carried out for her. After the cremation ceremony there is no longer

such the following ceremony ngerorasin / memukur to unite her soul

with ancestors who is dedicated in the family shrine (merajan

Page 26: DISERTASI DINAMIKA SANKSI HUKUM ADAT DALAM … DEPAN EDIT... · Pegawai Undiknas yang membantu penyelesaian disertasi ini antara lain Pak Budiarnaya, Nyoman Sata, dan Ibu Juwita

xxv

kemulan). The spirit of pratiloma widow will be family delivered to

the Pura Dalem Prajapati to do the service in the temple.

b) Mulih deha because of divorce is called a widow (sapihan) and

sanction changes are implied toward widow or sapihan mulih deha

which are increasing its presence in the community. In general, the

family is expecting the pratiloma widow to remarry without taking

into account the caste of men who marries her. This is done by the

family, so that later if she dies, her spirit can be united with her

husband ancestors / as the result of the Hindu society system in Bali.

Page 27: DISERTASI DINAMIKA SANKSI HUKUM ADAT DALAM … DEPAN EDIT... · Pegawai Undiknas yang membantu penyelesaian disertasi ini antara lain Pak Budiarnaya, Nyoman Sata, dan Ibu Juwita

xxvi

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ..................................................................................... i

PRASYARAT GELAR ............................................................................... ii

LEMBAR PERSETUJUAN........................................................................ iii

PENETAPAN PANITIA PENGUJI ........................................................... iv

SURAT PERNYATAAN............................................................................ v

UCAPAN TERIMA KASIH ....................................................................... vi

ABSTRAK .................................................................................................. viii

ABSTRACT ............................................................................................... ix

RINGKASAN ............................................................................................. x

SUMMARY ................................................................................................ xviii

DAFTAR ISI .............................................................................................. xxvi

DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xxix

DAFTAR SINGKATAN ............................................................................ xxx

GLOSSARY ................................................................................................ xxxi

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xxxvii

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ...................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................... 20

1.3 Tujuan Penelitian ................................................................ 20

1.3.1 Tujuan Umum ............................................................ 20

1.3.2 Tujuan Khusus ........................................................... 21

1.4 Manfaat Penelitian .............................................................. 21

1.5 Orisinalitas ........................................................................... 22

1.6 Metode Penelitian ............................................................... 28

1.6.1 Paradigma Penelitian.................................................. 28

1.6.2 Jenis Penelitian ........................................................... 29

1.6.3 Lokasi Penelitian, Penentuan Informan dan

Responden .................................................................. 32

1.6.4 Pendekatan Penelitian ................................................ 34

1.6.5 Definisi Operasional .................................................. 36

1.6.6 Jenis Data ................................................................... 37

1.6.7 Teknik Pengumpulan Data (Data Collection) ............ 40

1.6.8 Teknik Pengolahan dan Analisis Data ....................... 46

1.6.9 Pengujian Kredibelitas Data....................................... 49

BAB II LANDASAN TEORITIK ........................................................... 52

2.1 Teori .................................................................................... 52

2.1.1 Teori Legal System dari Lawrence M.Friedman...... 52

2.1.2 Teori Law as a Tool of Social Engineering dari

Roscoe Pound .......................................................... 54

2.1.3 Teori Stratifikasi Sosial dari Soerjono Soekanto ..... 56

Page 28: DISERTASI DINAMIKA SANKSI HUKUM ADAT DALAM … DEPAN EDIT... · Pegawai Undiknas yang membantu penyelesaian disertasi ini antara lain Pak Budiarnaya, Nyoman Sata, dan Ibu Juwita

xxvii

2.1.4 Teori Bekerjanya Hukum Dalam Masyrakat dari

Williem Chambliss dan Robert B.Seidman ............. 57

2.1.5 Teori Living Law dari Eugen Ehrlich ..................... 57

2.1.6 Teori Intraksionisme Simbolik dari Herbert

Blumer. .................................................................... 58

2.1.7 Teori HAM Patrikularistis Relatif ........................... 59

2.1.8 Teori Feminist Legal Theory dari Sulistyowati

Irianto ....................................................................... 61

2.2 Konsep Hukum serta Pandangan Para Sarjana .................... 63

2.2.1 Konsep Hukum dari Soetandio Wignjosoebroto ..... 63

2.2.2 Konsep Hukum Triangular dari Werner Menski .... 64

2.2.3 Konsep Tentang Hukum Adat ................................. 66

2.2.4 Konsep Tentang Sanksi Hukum .............................. 67

2.2.5 Konsep Tentang Sanksi Adat................................... 68

2.2.6 Konsep Tentang Dinamika Sanksi........................... 70

2.2.7 Konsep Tentang Wangsa, Warna, dan Kasta .......... 72

2.2.8 Konsep Tentang Perkawinan ................................... 80

2.2.9 Konsep Tentang Perkawinan Antar-wangsa ........... 84

2.2.10 Konsep Tentangn HAM Perempuan ........................ 86

2.3 Kerangka Pikir/Desain Penelitian ........................................ 97

BAB III DINAMIKA SUBSTANSI, SANKSI, STRUKTUR,

BUDAYA HUKUM ADAT PERKAWINAN ANTAR-

WANGSA .................................................................................... 101

3.1 Dinamika substansi dan sanksi hukum adat perkawinan

antar-wangsa pada Zaman Kerajaan (1352-1849) .............. 101

3.2 Dinamika substansi dan sanksi perkawinan antar-wangsa

Zaman Kolonial (1849-1945) .............................................. 121

3.3 Dinamika substansi dan sanksi perkawinan antar-wangsa

Zaman Kemerdekaan 1945-2014 ........................................ 138

3.3.1 Substansi dan sanksi perkawinan antar-wangsa

Orde Lama (1945-1965) .......................................... 138

3.3.2 Substansi dan sanksi perkawinan antar-wangsa

dalam Orde Baru (1966-1998) ................................. 146

3.3.3 Substansi dan sanksi perkawinan antar-wangsa

dalam Zaman Reformasi 1999 – 2014 ..................... 156

3.4 Dinamika Struktur Hukum Perkawinan Antar-wangsa ....... 169

3.5 Dinamika budaya hukum perkawinan antar-wangsa .......... 176

BAB IV MAKNA PERUBAHAN SANKSI HUKUM ADAT

PERKAWINAN ANTAR-WANGSA TERHADAP HAM

PEREMPUAN ............................................................................ 206

4.1 Makna Perubahan Sanksi Zaman Kerajaan Terhadap

HAM Perempuan ................................................................. 206

4.2 Makna Perubahan Sanksi Zaman Kolonial Terhadap HAM

Perempuan ........................................................................... 223

Page 29: DISERTASI DINAMIKA SANKSI HUKUM ADAT DALAM … DEPAN EDIT... · Pegawai Undiknas yang membantu penyelesaian disertasi ini antara lain Pak Budiarnaya, Nyoman Sata, dan Ibu Juwita

xxviii

4.3 Makna Perubahan Sanksi Zaman Kemerdekaan terhadap

HAM Perempuan ................................................................. 235

4.3.1 Makna perubahan sanksi Orde Lama terhadap

HAM Perempuan (1945-1965) ............................... 235

4.3.2 Makna sanksi Orde Baru terhadap HAM

Perempuan (1966-1998) .......................................... 245

4.3.3 Makna perubahan sanksi Zaman Reformasi

terhadap HAM Perempuan (1999-2014) ................. 259

BAB V IMPLIKASI PERUBAHAN SANKSI HUKUM ADAT

PERKAWINAN ANTAR- WANGSA TERHADAP HAM

PEREMPUAN ............................................................................ 295

5.1 Implikasi Perubahan Sanksi Dalam Hukum Adat

Perkawinan Antar- Wangsa Terhadap HAM Perempuan ... 295

5.1.1 Implikasi perubahan sanksi dalam perkawinan

antar-wangsa (anuloma) terhadap HAM

Perempuan ............................................................... 295

5.1.2 Implikasi perubahan sanksi dalam perkawinan

antar-wangsa (pratiloma) terhadap HAM

Perempuan ............................................................... 308

5.1.3 Implikasi perubahan sanksi dalam perkawinan

nyeburin antar-wangsa terhadap HAM Perempuan 325

5.1.4 Implikasi perubahan sanksi dalam perkawinan

pada gelahang antar-wangsa terhadap HAM

Perempuan ............................................................... 340

5.2 Implikasi Perubahan Sanksi Dalam Putusnya Perkawinan

Antar-wangsa terhadap HAM perempuan........................... 345

5.2.1 Implikasi perubahan sanksi dalam putusnya

perkawinan antar-wangsa karena kematian suami .. 348

5.2.2 Implikasi perubahan sanksi hukum adat dalam

putusnya perkawinan karena perceraian (mulih

deha) ........................................................................ 355

BAB VI PENUTUP .................................................................................. 368

6.1 Kesimpulan .......................................................................... 368

6.2 Saran .................................................................................... 373

DAFTAR BACAAN

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 30: DISERTASI DINAMIKA SANKSI HUKUM ADAT DALAM … DEPAN EDIT... · Pegawai Undiknas yang membantu penyelesaian disertasi ini antara lain Pak Budiarnaya, Nyoman Sata, dan Ibu Juwita

xxix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Analisis Data Model Mattew B. Miles dan A. Michael

Huberman .................................................................................... 48

Gambar 2 Uji Kredibilitas Data dalam Penelitian Kualitatif ....................... 49

Gambar 3 Kerangka Teoritik ....................................................................... 62

Gambar 4 Kerangka Pikir/Desain Penelitian ............................................... 97

Gambar 5 Bekerjanya Hukum di Dalam Masyarakat .................................. 195

Gambar 6 Skema Triangular ........................................................................ 199

Page 31: DISERTASI DINAMIKA SANKSI HUKUM ADAT DALAM … DEPAN EDIT... · Pegawai Undiknas yang membantu penyelesaian disertasi ini antara lain Pak Budiarnaya, Nyoman Sata, dan Ibu Juwita

xxx

DAFTAR SINGKATAN

DPRD : Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Bali

HAM : Hak Asasi Manusia

PHDI : Parisada Hindu Dharma Indonesia

MUDP : Majelis Utama Desa Pakraman

BB : Binnenlandsch Bestuur

UDHR : Universal Declaration of Human Rights

DUHAM : Deklarasi Universal Hak Azasi Manusia

ICCPR : International Covenant on Civil and Political Rights

ICESCR : Internasional Covenan on Ekonomic, Social, Cultural Rights

CEDAW : Convention on the Elimenation of All Forms of

Discrimination against Women

MDP : Majelis Desa Pakraman

MUDP : Majelis Utama Desa Pakraman

FLT : Feminis Legal Teori

AMPERA : Amanat Penderitaan Rakyat

KOMNAS : Komisi Nasional

ICERD : International Convention on The Elimination of all Forms of

Racial Discrimination

BPPHN : Badan Perencana Pembinaan Hukum Nasional

Page 32: DISERTASI DINAMIKA SANKSI HUKUM ADAT DALAM … DEPAN EDIT... · Pegawai Undiknas yang membantu penyelesaian disertasi ini antara lain Pak Budiarnaya, Nyoman Sata, dan Ibu Juwita

xxxi

GLOSSARY

Ardhanareswari : sebutan purusa-predana, suami-istri untuk para

dewa;

Alangkahi Karang Hulu : 1) Arti arfiah, melompati kepala Raja,

maksudnya laki-laki dari wangsa sudra

mengawini perempuan kesatrya dan weisya

keturunan raja. 2) Arti simbolis, dianggap

melangkahi wilayah sacral yaitu perempuan

yang memiliki kasta yang lebih tinggi.

Asu Pundung : Artinya, menggendong anjing, maksudnya laki-

laki kesatria yang bukan dalem, weisya, dan

sudra mengawini perempuan wangsa brahmana.

Prilaku laki-laki yang berani mengawini

perempuan brahmana dipadankan dengan

prilaku anjing;

Anuloma : Artinya, perkawinan menurut garis menurun

yaitu dari laki-laki brahmana mengawini

perempuan ksatria, weisya, dan sudra;

Atma : Roh;

Awig-awig : Suatu aturan atau norma adat yang dibuat oleh

masyarakat hukum adat, dipakai sebagai

pedoman untuk mengatur kehidupan organisasi

dan bertingkah laku dalam masyarakat adat

bersangkutan;

Bale Agung : Tempat Suci yang terletak di pusat Desa

Pakraman yang ada di Bali, tempat persidangan

para Dewa dan tempat bersemayam Ida Betara

Brahma;

Balu : Sebutan bagi janda atau duda yang putus

perkawinannya disebabkan kematian salah satu

pihak;

Bareng-bareng : Bersama-sama;

Brahma : Sebutan Tuhan dalam fungsinya sebagai

pencipta segala yang ada di Bumi.

Brahmana : Fungsi sebagai pendeta atau rohaniawan;

Page 33: DISERTASI DINAMIKA SANKSI HUKUM ADAT DALAM … DEPAN EDIT... · Pegawai Undiknas yang membantu penyelesaian disertasi ini antara lain Pak Budiarnaya, Nyoman Sata, dan Ibu Juwita

xxxii

Betara : Sebutan Tuhan dalam segala manifestasi/ atau

sebutan leluhur;

Catur guru : Empat macam guru dalam ajaran Hindu yaitu 1)

guru rupaka, guru pengajian, guru, guru susrusa,

guru wisesa.

Catur wangsa : Sistem pembagian masyarakat di Bali ke dalam

empat tingkatan berdasarkan kelahiran yaitu

brahmana, ksatrya, weisya, dan sudra.

Catur Warna : Sistem pembagian masyarakat bagi umat Hindu

berdasarkan frofesi, fungsi menurut ajaran Weda

yang terdiri dari brahmana, ksatrya, wesya, dan

sudra.

Etika Keluarga : Semacam perjanjian keluarga dalam perkawinan

antara wangsa;

Gamia gemana : Delik adat, karena melakukan hubungan sexs

dengan orang yang sedarah dalam garis lurus

keatas dan kebawah serta sesama saudara

kandung Dalam KAUHP disebut Incest;

Guna : Bakat seseorang yang didapat dengan cara

belajar, bukan karena kelahiran;

Gria : Rumah tempat tinggal golongan brahmana;

Guru Rupaka : Orang tua;

Hyang Widhi : Sebutan Tuhan bagi umat Hindu;

Jaba wangsa : Golongan yang berada di luar puri atau / gria

golongan di luar tri wangsa;

Meauman : Suatu rangkaian upacara terakhir dalam

perkawinan adat Bali, dengan mengadakan

persembahyangan dan permakluman memohon

keturunannya untuk dijadikan istri atau suami;

Jelek melah : Baik buruk

Jero : 1) Sebutan rumah/tempat tinggal para arya, juga

dapat dipakai 2) untuk menyebut golongan jaba

wangsa yang menjadi istri golongan tri wangsa;

Page 34: DISERTASI DINAMIKA SANKSI HUKUM ADAT DALAM … DEPAN EDIT... · Pegawai Undiknas yang membantu penyelesaian disertasi ini antara lain Pak Budiarnaya, Nyoman Sata, dan Ibu Juwita

xxxiii

Kasta : Suatu status kehormatan yang berlaku terhadap

suatu golongan pada zaman Kolonial Belanda;

Kelungah : Kelapa yang lebih muda dari kelapa muda;

Keris : Senjata tajam yang berlekuk tiga, lima, atau

tujuh;

Labuh batu : Dibuang ke laut dengan diperberat batu;

Labuh geni : Dibakar di atas api unggun;

Lebok kepasih : Upacara pembersihan dengan cara dibuang ke

laut secara simbolis, kemudian diambil kembali

dan diganti namanya;

Letuh : Sengsara, kekeringan;

Manusapada : Manusia itu sama sederajat;

Mabyekala : Upacara pembersihan, sebelum melakukan

upacara selanjutnya;

Mati hidup : Mati hidup;

Menek wangi/urip wangi : Suatu upacara/ritual untuk perempuan yang

derajatnya lebih rendah dari wangsa suaminya,

adanya pergantian nama secara simbolis dengan

sebutan “jero” yang diikuti dengan nama bunga/

harum;

Mepamit : Suatu upacara persembahyangan memohon

pamit kehadapan Ida Betara-Betari untuk

melangsungkan perkawinan dan menetap di

rumah suami.

Mulih deha : Sebutan bagi janda atau duda oleh karena

kematian suaminya atau karena bercerai,

kembali ke rumah orang tua semasih gadis;

Nancap : Ditancapkan ketanah;

Ngaben : Upacara pembakaran jenazah pada masyarakat

Hindu di Bali;

Page 35: DISERTASI DINAMIKA SANKSI HUKUM ADAT DALAM … DEPAN EDIT... · Pegawai Undiknas yang membantu penyelesaian disertasi ini antara lain Pak Budiarnaya, Nyoman Sata, dan Ibu Juwita

xxxiv

Ngayab Banten : Suatu tanda telah selesainya proses

ritual/upacara, kemudian diakhiri dengan

ngayab, yaitu tangan digerak-gerakkan ke arah

dada;

Ngeluku : Pemberitahuan dari utusan keluarga pihak

purusa dalam perkawinan ngerorod;

Ngerorod : Kawin lari bersama;

Nyeburin : Suatu perkawinan di mana laki-laki masuk ke

dalam rumpun keluarga perempuan;

Nyerod : Perkawinan antara perempuan tri wangsa

dengan jaba wangsa;

Nyuh gading : Kelapa yang berwarna kunng /orange;

Paras-paros : Rukun

Pekala-kalaan : Upacara sahnya perkawinan;

Pepadan : Sederajat/sama

Patiwangi : Suatu upacara penurunan wangsa bagi

perempuan yang wangsa-nya lebih tinggi dari

pada wangsa suaminya, adakalanya disertai

dengan pergantian nama kemudian dipanggil

dengan sebutan baru, pada umunya nama ida,

agung, desak, gusti, tidak digunakan lagi dalam

pergaulan keluarga, namun secara administrasi

tetap digunakan nama semula;

Pedanda : Rohaniawan Hindu yang beraliran Siwa dan

Budha.

Pemerajan/Sanggah : Tempat suci untuk persembahyangan orang

Hindu;

Peswara : Keputusan Raja;

Pemangku : Rohaniawan yang meminpin persembahyangan

di pura;

Pemarisudha : Upacara penyucian;

Perarem : Hasil keputusan rapat keluarga di Desa Batu

Bulan Gianyar;

Page 36: DISERTASI DINAMIKA SANKSI HUKUM ADAT DALAM … DEPAN EDIT... · Pegawai Undiknas yang membantu penyelesaian disertasi ini antara lain Pak Budiarnaya, Nyoman Sata, dan Ibu Juwita

xxxv

Predana : Status yang berisikan hak perempuan tidak

menghitung jenis kelamin secara biologis;

Puri : Rumah atau tempat tinggal ksatria keturunan

raja;

Purusa : Status yang berisikan hak laki-laki, tidak

menghitung jenis kelamin secara biologis;

Sanggah tutuan : Peralatan upacara sebagai tempat untuk

menyembah Dewa Surya/Dewa Brahma;

Salunglung-sabayantaka : Rukun dalam keadaan apapun;

Salahang Dewa Batara : Suatu kutukan dari dewa/roh leluhur;

Sayut : Sejenis upacara tataban ;

Selong : Diasingkan ke luar pulau Bali atau ke luar kota

atau di luar daerahnya sendiri;

Semara ratih : Nama Dewa dan Dewi sebagai simbul cinta

bagi masyarakat Hindu.

Siwa : Guru rohani dari kaum brahmana;

Sudra : Fungsi sebagai pekerja, petani;

Swadharma : Suatu kewajiban yang harus dilakukan oleh

seorang istri maupun suami dalam suatu

perkawinan;

Swadikara : Hak yang akan diterima dalam suatu

perkawinan baik berbentuk materi, warisan, hak

anak/keturunan dalam perkawinan pada

gelahang;

Suputra : Anak yang baik dan patuh pada orang tua;

Tat Twam Asi : Ajaran Hindu tentang perbuatan yang selalu

menyamakan orang lain sama dengan diri

sendiri;

Tirta : Air suci yang sudah diberi doa-doa/mantram

keselamatan, dalam suatu ritual tertentu.

Tri Kaya Parisuda : Ajaran tentang kebaikan yaitu ada tiga

perbuatan baik yaitu berpikir yang baik, berbuat

yang baik dan berbicara yang baik;

Page 37: DISERTASI DINAMIKA SANKSI HUKUM ADAT DALAM … DEPAN EDIT... · Pegawai Undiknas yang membantu penyelesaian disertasi ini antara lain Pak Budiarnaya, Nyoman Sata, dan Ibu Juwita

xxxvi

Tri Hita Karana : Ajaran agama Hindu tentang adanya tiga

penyebab kesejahteraan dan keharmonisan

manusia di dunia yang meliputi unsur Tuhan,

manusia dan lingkungan;

Tri wangsa : Penggolongan masyarakat bangsawan yang

beragama Hindu di Bali;

Weisya : Fungsi sebagai pemenuhan kebutuhan ekonomi/

pedagang.

Page 38: DISERTASI DINAMIKA SANKSI HUKUM ADAT DALAM … DEPAN EDIT... · Pegawai Undiknas yang membantu penyelesaian disertasi ini antara lain Pak Budiarnaya, Nyoman Sata, dan Ibu Juwita

xxxvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Surat Pernyataan Bebas Plagiat.

Lampiran 2 : Surat Keterangan telah diedit Unit Penyunting Bahasa

Indonesia.

Lampiran 3 : Surat Pengantar Penelitian dari Program Pasca Studi Doktor

Ilmu Hukum.

Lampiran 4 : Rekomendasi Penelitian dari Pemerintah Propinsi Bali Badan

Kesatuan Bangsa dan Politik Propinsi Bali.

Lampiran 5 : Akte Perkawinan Antar-Wangsa dan Surat Pernyataan

Perceraian.

Lampiran 6 : Keputusan DPRD Bali Nomor 11 Tahun 1951.

Lampiran 7 : Awig-awig Desa Pakraman yang mengatur upacara Patiwangi.

Lampiran 8 : Foto Responden dan Informan.

Lampidan 9 : Riwayat Hidup Peneliti.