dinamika masyarakat dan kebudayaan

11
DINAMIKA MASYARAKAT DAN KEBUDAYAAN A. Konsepsi-konsepsi Khusus mengenai Pergeseran Masyarakat dan Kebudayaan Semua konsep yang diperlukan apabila ingin menganalisis proses-proses pergeseran masyarakat dan kebudayaan, termasuk lapangan penelitian ilmu antropologi dan sosiologi yang disebut dinamika sosial (social dynamis). Di antara konsep-konsep yang terpenting ada mengenai proses belakar kebudayaan oleh warga masyarakat bersangkutan, yaitu internalisasi (internalization), sosialisasi (socialization), dan enkulturasi (enculturation). Ada juga proses perkembangan kebudayaan umat manusia pada umumnya dan bentuk-bentuk kebudayaan yang sederhana, hingga bentuk-bentuk makin lama makin kompleks, yaitu evolusi kebudayaan (cultural evolution). Kemudian ada proses penyebaran kebudayan secara geografi, terbawa oleh perpindahan bangsa-bangsa di muka bumi, yaitu proses difusi (diffusion). Proses lain adalah proses belajar unsur-unsur kebudayaan asing oleh warga masyarakat, yaitu proses akulturasi (acculturation) dan asimilasi (assimilation). Akhirnya ada proses pembaruan atau inovasi (innovation), yang berkaitan erat dengan penemuan baru (discovery dan invention). B. Proses Belajar Kebudayaan Sendiri 1. Proses Internalisasi 1

Upload: zatyhulwani

Post on 17-Dec-2015

9 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

dinamika masyarakat, kebudayaan

TRANSCRIPT

DINAMIKA MASYARAKAT DAN KEBUDAYAAN

A. Konsepsi-konsepsi Khusus mengenai Pergeseran Masyarakat dan Kebudayaan

Semua konsep yang diperlukan apabila ingin menganalisis proses-proses pergeseran masyarakat dan kebudayaan, termasuk lapangan penelitian ilmu antropologi dan sosiologi yang disebut dinamika sosial (social dynamis). Di antara konsep-konsep yang terpenting ada mengenai proses belakar kebudayaan oleh warga masyarakat bersangkutan, yaitu internalisasi (internalization), sosialisasi (socialization), dan enkulturasi (enculturation). Ada juga proses perkembangan kebudayaan umat manusia pada umumnya dan bentuk-bentuk kebudayaan yang sederhana, hingga bentuk-bentuk makin lama makin kompleks, yaitu evolusi kebudayaan (cultural evolution). Kemudian ada proses penyebaran kebudayan secara geografi, terbawa oleh perpindahan bangsa-bangsa di muka bumi, yaitu proses difusi (diffusion). Proses lain adalah proses belajar unsur-unsur kebudayaan asing oleh warga masyarakat, yaitu proses akulturasi (acculturation) dan asimilasi (assimilation). Akhirnya ada proses pembaruan atau inovasi (innovation), yang berkaitan erat dengan penemuan baru (discovery dan invention).

B. Proses Belajar Kebudayaan Sendiri

1. Proses InternalisasiProses Internalisasi adalah proses panjang sejak seorang individu dilahirkan sampai ia hampir meninggal. Individu belajar menanamkan dalam kepribadiannya segala perasaan, hasrat, nafsu, dan emosi yang diperlukan sepanjang hidupnya.Manusia mempunyai bakat yang telah terkandung dalam gennya untuk mengembangkan berbagai macam perasaan, hasrat, nafsu, dan emosi dalam kepribadian individunya, tetapi wujud dan pengaktifan dari berbagai macam isi kepribadiannya itu sangat dipengaruhi oleh berbagai macam stimulasi yang berada dalam sekitaran alam dan lingkungan sosial maupun budayanya. Perasaan pertama yang diaktifkan dalm kepribadian seorang bayi saat dilahirkan adalah perasaan puas dan tidak puas. Lingkungan yang berbeda dengan kandungan ibu memberi pengalaman tidak puas yang pertama kepada si individu baru itu. Baru setelah ia dibungkus selimut dan diberi kesempatan untuk menyusu, maka rasa tidak puas itu hilang. Kemudian setiap kali ia terkena pengaruh-pengaruh lingkungan yang menyebabkan rasa tidak puas tadi ia akan menangis, tetapi setiap kali diberi selimut dan susu (yang mendatangkan rasa puas tadi) ia merasa nyaman. Secara sadar si bayi telah belajar untuk tidak hanya mengalami, tetapi juga mengetahui cara mendatangkan rasa puas, yaitu dengan menangis.Tiap hari dalam hidupnya berlalu, bertambahlah pengalamannya mengenai bermacam-macam perasaan baru, dan belajarlah ia merasakan kegembiraan, kebahagiaan, simpati, cinta, benci, keamanan, harga diri, kebenaran, perasaan bersalah, dosa, malu dan sebagainya. Selain perasaan-perasaan tersebut, juga berbagai macam hasrat seperti hasrat untum mempertahankan hidup, bergaul, meniru, tahu, berbakti, keindahan, dipelajarinya melalui proses internalisasi menjadi bagian kepribadian individu.

2. Proses SosialisasiProses sosialisasi berkaitan dengan proses belajar kebudayan dalam hubungan dengan sistem sosial. Dalam proses itu seorang individu dari masa anak-anak hingga masa tuanya belajar pola-pola tindakan dalam interakssi dengan segala macam individu sekelilingnya yang menduduki beraneka macam peranan sosial yang mungkin ada dalam kehidupan sehari-hari.Kita dapat mengerti cara menyelami dan mencoba mencapai pengertian tentang suatu kebudayaan dengan belajar dari jalannya proses sosialisasi baku yang lazim dialami oleh sebagian individu dalam kebudayaan bersangkutan. Itulah sebabnya proses sosialisasi merupakan suatu proses yang sudah sejak lama mendapat perhatian besar dari banyak ahli antropologi sosial.Sebagai ilustrasi dari suatu proses sosialisasi, berikut ini sebuah contoh dari pengalaman-pengalaman seorang bayi Indonesia dalam suatu keluarga golongan pegawai tinggi di kota. Dari permulaan hidupnya si bayi sudah harus menghadapi beberapa individu dalam lingkungan masyarakat yang kecil, ialah ibunya, seorang bidan atau juru rawat yang membantu ibunya semenjak ia lahir hingga ia berumur kira-kira seminggu, ibu dari ibunya dan dari ayahnya. Dalam kontak dengan keempat orang tadi ia mengalami tingkah laku mereka yang berdasarkan perhatian dan cinta. Kemudian ia juga belajar kebiasaannya yang pertama, ialah makan dan tidur pada saat yang tetap. Tidak lama kemudian ia mendapat perhatian dari kakak-kakak yang biasanya berjumlah banyak, dan dari beberapa saudara tua lain yang menumpang pada orang tuanya, dan sering kali juga seorang wanita pembantu rumah tangga yang mempunyai tugas khusus untuk memeliharanya. Dalam golongan-golongan lain masyarakat Indonesia atau banyak masyarakat lain, tokoh wanita seperti yang tersebut terakhir, biasanya tidak ada. Selama tumbuhnya pada tahun-tahun pertama, kedua dan ketiga dari hidupnya, dengan susah payah dan disertai banyak konflik, seorang anak harus menyesuaikan segala keinginan dirinya sendiri dengan tokoh-tokoh tadi. Hubungannya dengan lingkungan sosialnya menjadi lebih intensif bila ia mengembangkan bahasanya sehingga ia dapat menguraikan isi hatinya dengan lebih jelas dan dapat lebih mudah menerima maksud dan pendirian individu-individu lain.Selama masa kanak-kanak tersebut ia juga berkenalan dengan tokoh-tokoh lain, yakni para paman dan bibinya, para tetangga serta kenalan-kenalan ayah-ibunya, dan karena rumah di Indonesia sering kali mempunyai halaman yang luas, maka dengan bermain-main bersama anak tetangganya di halaman ia mengalami suatu proses sosialisasi yang luas. Dalam hal itu misalnya seorang anak belajar mengenai arti dari umur dalam berbagai macam peranan sosial. Kakak-kakak dan teman-temannya yang lebih tua sering kali dimenangkan atau mempunyai berbagai hak yang lebih banyak; sering kali juga ia dipaksa mengikuti kemauan individu-individu lain sekitarnya yang lebih tua, dengan berbagai macam ancaman. Suatu bentuk ancaman yang khas agar anak-anak menurut, caranya menakut-nakuti dengan makhluk-makhluk yang mengerikan, seperti momok, hantu dan sebagainya. Cara memaksa supaya seorang anak menurut seperti itu tidak terdapat misalnya dalam masyarakat di Amerika, di mana paksaan terhadap anak-anak dilakukan dengan cara-cara lain.Ketika seorang anak mulai sekolah, ia mulai belajar mengenai perbedaan antara jenis kelamin pria dan wanita. Menginjak usia remaja, hasrat birahinya mulai berkembang. Untuk itu ia harus belajar menyesuaikan diri dengan segala aturan kebudayaan, adat-istiadat yang ada di masyarakat. Demikian pula aturan-aturan itu dapat kita teliti dan analisis pengaruhnya pada para individu, dan untuk selanjutnya dapat kita ikuti dengan teliti segala situsi sekitar individu-individu lain dalam lingkungan sosialnya, serta unsur-unsur kebudayan yang lazim mempengaruhi diri orang Indonesia dalam golongan pegawai yang hidup dalam masyarakat kota.Proses sosialisasi dalam golongan-golongan sosial yang lain (dalam lingkungan sosial dari berbagai suku bangsa di Indonesia atau dalam lingkungan sosial bangsa-bangsa lain di dunia) dapat menunjukkan proses sosialisasi yang sangat berbeda. Tokoh ayah dalam keluarga kaum buruh di Amerika misalnya tidak begitu penting dalam proses sosialisasi pertama dari bayi, karena ayah sudah berangkat ke pabrik pagi-pagi sebelum si bayi bangun, sedangkan siang hari ia tidak pulang untuk makan, dan baru kembali pada malam hari saat bayi sudah akan tidur. Hanya pada hari Sabtu dan Minggu bayi mengalami pengaruh kehadiran ayahnya.Demikianlah para individu dalam masyarakat yang berbeda akan mengalami proses sosialisasi yang berbeda pula karena proses sosialisasi banyak ditentukan oleh susunan kebudayaan dan lingkungan sosial yang bersangkutan.Kalau sekarang keadaan kita balik; dengan mengikuti secara teliti proses sosialisasi yang lazim dialami oleh para individu dalam suatu masyarakat, mungkin kita menemukan salah satu metode lagi yang akan memberikan kepada kita suatu pengertian yang luas tentang gejala dan masalah yang hidup dalam masyarakat dan kebudayaan yang bersangkutan.Memang sejak beberapa lama, beberapa orang sarjana ilmu antropologi budaya telah mencoba metode penelitian tersebut. Selama melakukan field work mereka antara lain mengumpulkan bahan mengenai, misalnya:1) adat-istiadat pengasuhan anak,2) tingkah laku seks yang lazim dilakukan dalam suatu masyarakat,3) riwayat hidup secara detail dari beberapa individu dalam suatu masyarakat.Pengumpulan bahan mengenai adat-istiadat pengasuhan anak, atau secara teknis disebut child training practices, sekarang sudah banyak dilakukan oleh para sarjana ilmu antropologi. Adat-istiadat pengasuhan anak itu antara lain: cara memandikan dan membersihkan bayi, cara mempelajari disiplin buang air, cara melatih disiplin makan, adat-istiadat penyapihan, cara menggendong bayi dan anak-anak, cara mendisiplin anak dan sebagainya.

3. Proses EnkulturasiIstilah yang sesuai untuk kata enkulturasi adalah pembudayaan (dalam bahasa Inggris digunakan istilah institutionalization).[footnoteRef:1] Proses enkulturasi adalah proses seorang individu mempelajari dan menyesuaikan alam pikiran serta sikapnya dengan adat, sistem norma, dan peraturan yang hidup dalam kebudayaannya. [1: Dalam bahasa Indonesia sekarang istilah institutionalization sering diterjemahkan dengan pelembagaan. Hal itu salah, karena lembaga adalah istilah Indonesia untuk institute, dan bukan untuk institution, yang mempunyai arti yang lain sama sekali. Istilah Indonesia untuk institution adalah pranata.]

Proses enkulturasi sudah dimulai sejak kecil dalam alam pikiran warga suatu masyarakat; mula-mula dari orang-orang di dalam lingkungan keluarganya, kemudian dari teman-temannya bermain. Sering kali ia belajar dengan meniru berbagai macam tindakan. Dengan berkali-kali meniru maka tindakannya menjadi sautu pola yang mantap, dan norma yang mengatur tindakannya dibudayakan. Caranya dengan mendengar berbagai orang dalam lingkungan pergaulannya pada saat-saat yang berbeda-beda, menyinggung atau membicarakan norma tadi. Sudah tentu ada norma yang diajarkan kepadanya dengan sengaja tidak hanya dalam lingkungan keluarga dan di luar keluarga, tetapi juga secara formal di sekolah. Di samping aturan-aturan masyarakat dan negara yang diajarkan di sekokah melalui berbagai mata pelajaran seperti tata negara, ilmu kewarganegaraan dan sebagainya, juga aturan sopan-santun bergaul dan lain-lainnya dapat diajarkan secara formal.Sudah tentu dalam suatu masyarakat ada pula individu yang mengalami berbagai hambatan dalam proses internalisasi, sosialisasi, dan enkulturasinya, yang menyebabkan bahwa hasilnya kurang baik. Individu itu tidak dapat menyesuaikan kepribadiannya dengan lingkungan sosial sekitarnya, menjadi kaku dalam pergaulannya, dan condong untuk senantiasa menghindari norma-norma dan aturan-aturan masyarakatnya. Hidupnya penuh peristiwa konflik dengan orang lain. Individu-individu serupa disebut deviants.

C. Proses Evolusi Sosial

1. Proses Microscopic dan Macroscopic dalam Evolusi SosialProses evolusi dari suatu masyarakat dan kebudayaan dapat dianalisis oleh seorang peneliti seolah-olah dari dekat secara detail (microscopic), atau dapat juga dipandang seolah-olah dari jauh dengan hanya memperhatikan perubahan-perubahan yang tampak besar saja (macroscopic). Proses evolusi sosial-budaya yang dianalisis secara detail akan membuka mata peneliti untuk berbagai macam proses perubahan yang terjadi dalam dinamika kehidupan sehari-hari tiap masyarakat di dunia. Proses-proses ini disebut dalam ilmu antropologi proses-proses berulang (recurrent processes). Proses-proses evolusi sosial budaya yang dipandang seolah-olah dari jauh hanya akan menampakkan kepada peneliti perubahan-perubahan besar yang terjadi dalam jangka waktu yang panjang. Proses-proses ini disebut dalam ilmu antropologi, proses-proses menentukan arah (directional processes).[footnoteRef:2] [2: Hal yang terurai di atas diambil dari karangan E.Z. Vogt, On the Concept of Structure and Process in Cultural Anthropology, American Anthropologist, LXII, 1960: hlm. 18-33. Istilah directional yang berarti yang memberi arah.]

2. Proses-proses Berulang dalam Evolusi Sosial BudayaPerhatian terhadap proses-proses berulang dalam evolusi sosial-budaya, sebenarnya timbul bersama dengan perhatian ilmu antropologi terhadap faktor individu dalam masyarakat, yaitu sejak masa sekitar 1920. Sikap, perasaan, dan tingkah laku khusus para individu dalam masyarakat tadi yang mungkin bertentangan dengan adat istiadat yang lazi, diabaikan saja atau tidak mendapat perhatian layak. Memang, sikap individu yang hidup dalam banyak masyarakat terutama adalah mengingat keperluan diri-sendiri; dengan demikian ia sedapat mungkin akan mencoba menghindari adat atau aturan bila tidak cocok dengan keperluan pribadinya. Ini terpaksa kita akui dan dapat dilihat di sekitar kita sendiri atau dalam kehidupan masyarakat kita sendiri. Di seluruh dunia tidak ada suatu masyarakat yang semua warganya seratus persen taat kepada adat untuk selamanya. Kita mengerti bahwa justru keadaan-keadaan yang menyimpang dari adat ini sangat penting artinya, karena penyimpangan demikian merupakan pangkal dari proses-proses perubahan kebudayaan masyarakat pada umumnya. Sudah tentu masyarakat pada umumnya tidak membiarkan saja penyimpangan-penyimpangan dari para warganya itu, dan itulah sebabnya dalam tiap masyarakat ada alat-alat pengendalian masyarakat yang bertugas untuk mengurangi penyimpangan tadi. Masalah ketegangan antara keperluan individu dan masyarakat selalu akan ada dalam tiap masyarakat, dan walaupun ada kemungkinan bahwa ada suatu masyarakat yang tenang untuk suatu jangka waktu tertentu, tetapi pada suatu saat, tentu, ada juga berbagai individu yang membangkang, dan ketegangan-ketegangan masyarakat akan menjadi recurrent lagi. Akhirnya, kalau penyimpangan-penyimpangan tadi pada suatu ketika menjadi demikian recurrent sehingga masyarakat tidak dapat mempertahankan adatnya lagi, maka masyarakat terpaksa memberi konsekuensinya, dan adat serta aturan diubah sesuai dengan desakan keperluan-keperluan baru dari individu dalam masyarakat.Faktor ketegangan antara adat-istiadat dari suatu masyarakat dengan keperluan para individu di dalamnya itu menyebabkan perlu adanya dua konsep yang harus dibedakan dengan tajam oleh para peneliti masyarakat, terutama para ahli antropologi dan sosiologi. Konsep antara dua wujud dari tiap kebudayaan, yaitu: (i) kebudayaan sebagai suatu kompleks dari konsep norma-norma, pandangan-pandangan dan sebagainya, yang abstrak (yaitu sistem budaya) dan (ii) kebudayaan sebagai suatu rangkaian dari tindakan yang konkret di mana individu saling berinteraksi (yaitu sistem sosial). Kedua sistem tersebut sering ada dalam keadaan konflik satu dengan lain, dan suatu pengertian mengenai konflik antara kedua sistem yang ada dalam tiap masyarakat itu menjadi pangkal untuk mencapai pengertian mengenai dinamika masyarakat pada umumnya.

3. Proses Mengarah dalam Evolusi KebudayaanPerubahan-perubahan besar dalam abad ke-19 telah menjadi perhatian utama para sarjana ilmu antropologi budaya dalam arti umum. Pada masa sekarang, gejala ini menjadi perhatian khusus dari subilmu dalam antropologi, yaitu ilmu prehistori. Ilmu ini mempelajari sejarah perkembangan kebudayaan manusia dalam jangka waktu yang panjang dan juga oleh para sarjana ilmu sejarah yang mencoba merekonstruksi kembali sejarah perkembangan seluruh umat manusia dan harus juga bekerja dengan jangka waktu yang panjang.

7