dimensi v

327
DIMENSI-DIMENSI KEHIDUPAN BERAGAMA Studi tentang Paham/Aliran Keagamaan, Dakwah dan Kerukunan Editor: Nuhrison M. Nuh KEMENTERIAN AGAMA RI BADAN LITBANG DAN DIKLAT PUSLITBANG KEHIDUPAN KEAGAMAAN JAKARTA, 2011

Upload: nudly-skaterz

Post on 18-Jul-2015

475 views

Category:

Education


23 download

TRANSCRIPT

Page 1: Dimensi v

i

DIMENSI-DIMENSIKEHIDUPAN BERAGAMA

Studi tentang Paham/Aliran Keagamaan,Dakwah dan Kerukunan

Editor:Nuhrison M. Nuh

KEMENTERIAN AGAMA RIBADAN LITBANG DAN DIKLAT

PUSLITBANG KEHIDUPAN KEAGAMAANJAKARTA, 2011

Page 2: Dimensi v

ii

Perpustakaan Nasional: katalog dalam terbitan (KDT)

dimensi-dimensi kehidupan beragama (studi tentang paham/alirankeagamaan, dakwah dan kerukunan)/Puslitbang Kehidupan KeagamaanBadan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RIEd. I. Cet. 1. -------Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, 2011xxxvi + 288 hlm; 15 x 21 cm

ISBN : 978-979-797-331-5

Hak Cipta pada Penerbit

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh isi buku ini dengan caraapapun, termasuk dengan cara menggunakan mesin fotocopy,tanpa izin sah dari penerbit

Cetakan Pertama, Nopember 2011

DIMENSI-DIMENSI KEHIDUPAN BERAGAMA (Studi tentangPaham/Aliran Keagamaan, Dakwah dan Kerukunan)

Editor:Nuhrison M. NuhDesain cover dan Lay out oleh:Zabidi

Penerbit:Puslitbang Kehidupan KeagamaanBadan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RIJl. MH. Thamrin No. 6 JakartaTelp/Fax. (021) 3920425, 3920421

Page 3: Dimensi v

iii

Kata PengantarKepala Puslitbang Kehidupan Keagamaan

Puji syukur kepada Allah SWT., Tuhan Yang MahaEsa, “Penerbitan Naskah Buku Kehidupan Keagamaan” iniakhirnya dapat diwujudkan. Penerbitan buku ini, merupakanhasil kegiatan penelitian dan pengembangan PuslitbangKehidupan Keagamaan, Badan Litbang dan DiklatKementerian Agama RI pada tahun 2010. Kami menghaturkanucapan terimakasih kepada para pakar dalam menulis prolog,juga kepada para editor buku ini yang secara tekun telahmenyelaraskan laporan hasil penelitian menjadi sebuah bukuyang telah diterbitkan, yang hasilnya dapat dibaca olehmasyarakat secara luas.

Pada tahun 2011 ini ditetapkan 9 (sembilan) naskahbuku untuk diterbitkan, yang meliputi judul-judul bukusebagai berikut:1. Dimensi-Dimensi Kehidupan Beragama: Studi tentang

Paham/Aliran Keagamaan, Dakwah dan Kerukunan,editor: Nuhrison M. Nuh.

2. Perkembangan Paham Keagamaan Lokal di Indonesia,editor: Achmad Rosidi.

3. Perkembangan Paham Keagamaan Transnasional diIndonesia, editor: Ahmad Syafi’i Mufid.

4. Keluarga Harmoni dalam Perspektif Berbagai KomunitasAgama, editor: Kustini.

5. Kepuasan Jamaah Haji terhadap Kualitas Penyeleng-garaan Ibadat Haji Tahun 1430 H/2009 M, editor: ImamSyaukani.

6. Bantuan Sosial Kementerian Agama RI bagi RumahIbadat dan Ormas Keagamaan, editor: Muchit A Karim.

Page 4: Dimensi v

iv

7. Pendirian Rumah Ibadat di Indonesia (PelaksanaanPeraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri DalamNegeri No. 9 dan 8 Tahun 2006), editor: M. Yusuf Asry.

8. Potret Kerukunan Umat Beragama di Provinsi JawaTimur, editor: Haidlor Ali Ahmad.

9. Islam In A Globalized World, penulis M. Atho Mudzhar.

Untuk itu, kami menyampaikan terimakasih setinggi-tingginya kepada para peneliti yang telah “merelakan”karyanya untuk kami terbitkan, serta kepada semua pihakyang telah memberikan kontribusi bagi terlaksananyaprogram penerbitan naskah buku kehidupan keagamaan ini.Semoga penerbitan karya-karya hasil penelitian ini dapatmemberikan kontribusi bagi pengembangan khazanah sosialkeagamaan, serta ikut memberikan pencerahan kepadamasyarakat secara lebih luas tentang pelbagai perkembangandan dinamika sosial kegamaan yang terjadi di Indonesia.Penerbitan buku ini dapat dilakukan secara simultan danberkelanjutan setiap tahun, untuk memberikan cakrawala danwawasan kita sebagai bangsa yang memiliki khasanahkeagamaan yang amat kaya dan beragam.

Tentu saja tidak ada gading yang tak retak, sebagaiusaha manusia, penerbitan ini pun masih menyimpanberbagai kekurangan baik tampilan dan pilihan huruf, dimanapara pembaca mungkin menemukan kejanggalan dankekurangserasian. Dalam pengetikan, boleh jadi jugaditemukan berbagai kesalahan dan kekeliruan yangmengganggu, dan berbagai kekeliruan dan kejanggalanlainnya.Untuk itu kami mohon maaf. Tetapi yakinlah,berbagai kekurangan dan kekhilafan itu bukan sesuatu yangdisengaja. Itu sepenuhnya disebabkan kekurangtelitian paraeditor maupun tim pengetikan. Semoga berbagai kekurangan

Page 5: Dimensi v

v

dan kelemahan teknis itu dapat dikurangi pada penerbitanberikutnya.

Akhirnya, ucapan terimakasih kami haturkan kepadaKepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RIyang telah memberikan arahan demi tercapainya tujuan dansasaran penerbitan naskah buku kehidupan keagamaan ini.

Jakarta, November 2011

KepalaPuslitbang Kehidupan Keagamaan

Prof. H. Abd. Rahman Mas’ud, Ph.DNIP. 19600416 198903 1 005

Page 6: Dimensi v

vi

Page 7: Dimensi v

vii

SambutanKepala Badan Litbang Dan Diklat

Kementerian Agama RI

Kami menyambut baik diterbitkannya buku : ”Dimensi-Dimensi Kehidupan Beragama: Studi tentang Paham/AliranKeagamaan, Dakwah dan Kerukunan” ini, karena beberapaalasan: Pertama, penerbitan buku ini merupakan salah satumedia untuk mensosialisasikan hasil-hasil penelitian danpengembangan yang dilakukan oleh Badan Litbang danDiklat Kementerian Agama, dalam hal ini PuslitbangKehidupan Keagamaan. Kedua, dapat memberikan informasifaktual dari lapangan tentang Paham/Aliran keagamaanyang muncul di Kabupaten Garut, dakwah yang dilakukanoleh lembaga keagamaan dalam menghadapi derasnya aruswisata di Kota Batu Malang, dan hubungan yang harmonisantara NU, Muhammadiyah dan LDII, di Desa Awar-AwarKecamatan Asem Bagus, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur.

Buku ini memuat tiga judul hasil PenelitianKompetitif Kehidupan Keagamaan yang diadakan padatahun 2010. Tiga hasil penelitian ini dipilih dari 15 hasilpenelitian yang terpilih untuk diberi dana oleh Badan Litbangdan Diklat Kementerian Agama dalam hal ini PuslitbangKehidupan Keagamaan. Tiga hasil penelitian ini mewakili tigabidang yang terdapat di Puslitbang Kehidupan Keagamaanyaitu bidang Pemikiran, Paham/Aliran, dan GerakanKeagamaan, bidang Pengamalan dan Pelayanan Keagamaandan bidang Hubungan Antar Umat Beragama.

Enda Nurhamidah meneliti tentang: ”Faktor-FaktorPenyebab Muncul dan Berkembangnya Aliran Keagamaan di

Page 8: Dimensi v

viii

Kabupaten Garut: Studi Kasus terhadap Amanat Keagungan Ilahi(AKI) Syamsoe dan Darul Islam Fillah”. Hasil penelitiannyamengungkapkan bahwa faktor penyebab munculnya aliranAmanat Keagungan Ilahi (AKI) Syamsoe antara lain; karenafaktor psikologis, ekonomi, pendidikan dan pemahamanagama yang rendah, sedangkan munculnya Darul Islam Fillahdisebabkan oleh faktor sejarah, psikologis, pendidikan/pahamkeagamaan yang rendah dan faktor ekonomi.

Dr Barizi meneliti tentang: ”Religi Masyarakat Wisata:Eksplorasi Diskursif Mengenai Dakwah Agama di MasyarakatWisata Songgoriti, Kota Batu Malang, Jawa Timur.” Temuanpenelitiannya antara lain; dakwah agama di Songgoritimengambil bentuk yang toleran dan terbuka karenakeberadaan masyarakat dan wisata penginapan itu telahmenyejarah. Budaya wisata yang toleran dan terbuka”memaksa” para penggiat agama, dai/muballigh dan penginjil,untuk melakukan dakwah dengan cara dan materi yangsekiranya tidak mengganggu tatanan sosial masyarakat wisataSonggoriti yang menyejarah itu.

Terakhir sdr Mohammad Isfironi meneliti tentang:”Harmoni Dalam Perbedaan: Studi Konstruksi Sosial KerukunanAntar Warga NU, Muhammadiyah dan LDII di Desa Awar-AwarAsembagus Situbondo”. Penelitiannya antara lainmengungkapkan bahwa harmoni dimanapun bisa diciptakan,karena harmoni bukanlah sesuatu yang bersifat given, namunmerupakan produk ikhtiar warga masyarakat. Harmonidalam kultur pendalungan merupakan sebuah modelkonstruksi sosial melalui kehidupan sehari-hari. Harmonidiantara warga NU, Muhammadiyah dan LDII di Desa Awar-Awar didorong terutama oleh pemahaman keagamaan wargatentang perbedaan-perbedaan praktik keagamaan.

Page 9: Dimensi v

ix

Pemahaman keagamaan warga terbentuk melalui prosessosialisasi yang dialektik antar berbagai komponenmasyarakat, baik warga biasa maupun elit. Perspektif elittentang ajaran yang diyakini sangat memiliki pengaruhterhadap pemahaman keagamaan warga. Pengaruh elit dankemungkinan penerimaan warga secara personal akan ide-idekeagamaan yang cenderung toleran dimungkinkan karenadidukung oleh kultur pendalungan yang memilikikarakteristik terbuka, akomodadtif, spontan, memiliki ikatankekeluargaan yang kuat dan paternalistik.

Melalui informasi yang dimuat dalam buku ini,diharapkan berbagai pihak dapat memberikan penilaian yangjujur, adil dan obyektif. Dengan demikian diharapkan dapatmengurangi, kalau tidak mungkin menghilangkan samasekali, gesekan-gesekan yang tidak perlu diantara kelompok-kelompok agama, maupun antara elit agama denganpemerintah. Sehingga dengan demikian dapat diciptakankehidupan yang harmonis dikalangan intern umat Islam, danantara umat Islam dengan pemerintah.

Kami berharap, buku ini dapat bermanfaat danmenambah kelengkapan referensi tentang Paham/Alirankeagamaan, model dakwah di daerah pariwisata dan

Page 10: Dimensi v

x

kerukunan intern umat Islam yang sudah ada sebelumnya.

Jakarta, November 2011KepalaBadan Litbang dan Diklat

Prof.Dr.H. Abdul Djamil MANIP. 19570414 198203 1 003

Page 11: Dimensi v

xi

PrologSebuah Pencarian menuju Equilibrium Baru?

Oleh: Prof. Dr. H.M. Atho MudzharGuru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Saya menyambut baik diterbitkannya buku Dimensi-Dimensi Kehidupan Beragama oleh Puslitbang KehidupanKeagamaan Badan Litbang dan Diklat, Kementrian Agama RI.Tema yang diusung oleh buku ini bukan saja menarik, tetapimemang amat penting bagi bangsa Indonesia terutama ketikamenatap ke depan membayangkan atau berkontemplasibagaimana sebaiknya format kehidupan keagamaan yangmampu menopang pilar-pilar Negara Kesatuan RepublikIndonesia.

Tiga artikel yang dimuat dalam edisi ini yaitu tentangfaktor penyebab muncul dan berkembangnya alirankegamaan sempalan di Garut, dakwah keagamaan dikalangan masyarakat wisata di Batu, Malang, dan pola-polakerukunan antar berbagai kelompok di kalangan umat Islamdi Situbondo, secara teoritik semuanya bermuara pada satutema besar yaitu bagaimana agama-agama yang mapan(established religions atau organized religions) mampu atau tidakmampu menawarkan kepada komunitas kampong-dunia(global village), khususnya kepada pasar-raya keagamaan(religious market place) suatu konstruk tenda-pengayom suci(sacred canopy) yang sanggup memberikan keamanan (security)bagi kehidupan manusia dan memberitahukan makna danmaksud kehadirannya di dunia ini serta sekaligusmemberikan jawaban terhadap berbagai persoalan yangdihadapi manusia dalam kehidupannya di dunia ini.

Konsep metafora tentang tenda-pengayom suci (sacredcanopy) ini biasanya dinilai ampuh ketika masyarakat yang

Page 12: Dimensi v

xii

diayomi itu masih homogin, terbatas jumlahnya, dan terletakjauh dari interaksi dengan masyarakat luar. Kemudian ketikamasyarakat itu semakin besar jumlah anggotanya, semakinheterogin, dan mulai berinteraksi dengan msyarakat danbudaya lain, maka metafora sacred canopy itu menghadapisejumlah tantangan. Masyarakat yang heterogen tidak lagimudah puas mendapatkan jawaban dari satu sumber,sehingga mendorong lahirnya upaya pencarian jawabanalternatif. Munculnya gerakan keagamaan sempalan adalahsalah satu bentuknya. Interaksi dengan masyarakat danbudaya luar yang semakin intensif lantaran kemajuanteknologi transportasi dan informasi menyebabkan konsep-konsep dan ide-ide dari suatu tradisi keagamaan denganmudahnya diperbandingkan, dinilai, dimodifikasi,dipertukarkan, atau bahkan dibuang oleh pemilik asalnya.

Apalagi ditambah adanya kenyataan atau sekurang-kurangnya penilaian bahwa suatu konsep dari suatu tradisikeagamaan seringkali juga memiliki bias atau kedekatandengan budaya tertentu (religious affinity). Konsep-konsepkeagamaan agama Hindu misalnya, dinilai mempunyai biasatau kedekatan tertentu dengan budaya masyarakat India.Sebagai akibatnya, ketika sebagian pemeluk agama Hindu itukeluar dari India atau ketika agama Hindu ditawarkan kepadamasyarakat di luar India, maka evaluasi dan kritik pundengan sendirinya muncul terhadap konsep agama yangdianggap bias itu. Demikian pula, konsep-keonsep keagamaanIslam seringkali dinilai mempnyai bias atau kedekatantertentu dengan budaya Timur Tengah, sehingga mendapatevaluasi dan kritik ketika ketika agama Islam dibawa ke luaratau dilihat oleh orang luar Timur. Konsep-konsep keagamaanKristen pun demikian pula; konsep-konsep Kristen sekarangini dinilai mempunyai bias atau kedekatan tertentu dengan

Page 13: Dimensi v

xiii

budaya Barat, sehingga mendapatkan evaluasi dan kritikketika Kristen dibawa ke luar atau dinilai masyarakat bukanBarat, meskipun Kristen itu awalnya bukan dari Barat.

Terhadap berbagai tantangan itu, yang untukmudahnya kita sebut saja tantangan modernisasi terhadapagama, maka muncullah berbagai macam gerakan. Pertama-tama tentu adalah gerakan dari dalam organisasi agama(organized religions) itu sendiri yang sifatnya merespon balikterhadap kritik bias agama atau yang dalam sosiologi disebutreligious affinity itu. Penafsiran ulang pun dilakukan terhadapberbagai doktrin keagamaan untuk menunjukkan bagaimanaagama-agama itu bersifat universal dan tidak bias dengankultur tertentu. Hasil penafsiran ulang itu pun kemudiandisosialisasikan melalui kegiatan dakwah dan missionaryyang boleh jadi masyarakat menerima atau menolaknya,tergantung kebutuhan actual mereka. Masih sebagai gerakandari dalam organisasi agama, sebagian lain tidak berupayamelakukan penafsiran ulang tetapi justru merevitalisasibentuk pemahaman tradisional (revitalization of the traditionalforms) dan melakukan pengetatan dalam pelaksanaannyadengan menjadikannya sebagai pembatas antara pemelukatau bukan pemeluk agama itu. Inilah yang kemudianmenimbulkan gerakan fanatisme atau ektrimisme dalam suatukomunitas agama (dalam bahasa Arab dapat disebut sebagaiMutasyaddidun). Jumlah mereka biasanya tidak banyak,tetapi cukup berpengaruh karena claim sebagai nucleus dalamlingkarangan komunitas pembela agamanya. Jika kelompoknucleus dari suatu komunitas agama ini bertemu dengannucleus dari komunitas agama lain, biasannya tidak banyakyang dapat mereka negosiasikan.

Jenis gerakan lain yang muncul menjawab tantanganmodernisasi ialah pencarian jawaban alternative, sehingga

Page 14: Dimensi v

xiv

muncullah aliran-aliran sempalan dalam agama. Kelompok inimerasa tidak puas dengan jawaban yang ditawarkan oleh arusutama; tenda-pengayom suci (sacred canopy) dinilainya tidaklagi mampu memberikan jaminan keselamatan yang lengkap.Gerakan keagamaan sempalan dapat mengambil bentukinnovasi baru (splinter groups) yang sering disebut sebagaigenerative religious movement, tetapi dapat pula berbentukupaya penggabungan serba sedikit dari bebagai tradisi yangada yang biasa disebut syncretism. Nampaknya semua agamabesar (organized religions) di dunia ini tidak terlepas dariterpaan gerakan sempalan ini. Ada tradisi agama yang seolah-olah membiarkan kehadiran sempalan itu di dalam dirinya,tetapi ada juga yang langsung bereaksi dengan membuangnyadari kesatuan kommunitasnya sehingga seolah-olahkomunitas itu tidak pernah terkena terpaan sempalan,meskipun sesungguhnya hal yang terjadi ialah sikap tiadakompromi terhadap sempalan. Gerakan sempalan yangmuncul dari dalam ini dikategorikan sebagai endogenousreligious movements, yang tujuan utamanya (yang diumumkan)biasanya ingin mengubah salah satu atau lebih dari aspek-aspek agama yaitu sistem teologi, sistem simbol, praktek ritualdan pengamalan, dan organisasi.

Munculnya gerakan keagamaan tidak selalu hanyakarena factor-faktor keagamaan di dalam, melainkan dapatjuga bergabung dengan factor lain yang sifatnya inginmengubah system lingkungan yang ada di sekitarnya.Biasanya suatu organized religion mempunyai empatkepentingan yang dituntut harus ada dalam lingkungan disekitarnya, dan kalau tidak maka agama itu akan melakukangerakan yang bersifat keluar yang disebut exogenous religiousmovements. Keempat kepentingan itu ialah: pertama, bahwalingkungan sekitar harus memberikan jaminan akan

Page 15: Dimensi v

xv

keberlangsungan hidup agama itu dan jika tidak maka agamaitu akan memunculkan reaksi; kedua, bahwa kepentingan-kepentingan ekonomi agama itu harus terlayani dan jika tidakmaka agama itu akan berreaksi; ketiga, bahwa lingkungan ituharus memberikan ruang yang cukup untuk agama ituberperan dan jika tidak maka agama itu akan bereaksi; dankeempat, bahwa lingkungan sekitar itu harus berideologisesuai dengan agama itu dan jika tidak maka agama itu akanbereaksi.1 Ketika suatu gerakan keagamaan yang bersifatexogenous itu muncul, biasanya agama itu keluar denganmenggandeng gerakan-gerakan sosial pada umumnya sambilmemberikan legitimasi keagamaan atas gerakan-gerakan itu.

Jenis gerakan lain dalam rangka merespon tantanganmodernisasi terhadap agama ialah sekularisasi kegiatan publicdan privatisasi agama.Untuk mengurus soal-soal public,masyarakat pemeluk suatu agama tidak ingin lagi bertanyakepada konsep yang ditawarkan oleh sacred canopy, tetapilangsung disusunnya sendiri, bahkan dengan kewaspadaanpenuh agar tawaran jawaban dari sacred canopy jangansampai ada yang masuk ke dalamnya. Jalan ini biasanyaditempuh oleh masyarakat suatu negara-bangsa yang parawarganya heterogin dari segi agama agar mereka dapat hidupbersama dalam tata aturan yang sama. Sebagaikonsekwensinya, masalah-masalah kehidupan keagamaan(ritual, hukum agama tentang makanan, dll.) harus disimpandalam kehidupan pribadi, tidak boleh dibicarakan sebagaimasalah public atau di depan public, sehingga pendidikanagama pun tidak boleh diajarkan di sekolah-sekolah yangdiselenggarakan pemerintah. Hal-hal yang bersifat agama itu

1 Jeffrey K. Hadden, “Religious Movement”, dalam E. F. Borgottadan M. L. Borgotta, Encyclopedia of Sociology, Macmillan PublishingCompany, 1992).

Page 16: Dimensi v

xvi

baru boleh dibuka ketika mereka berkumpul dengan sesamamereka.

Jenis gerakan lainnya ialah membentuk lembaga-lembaga baru yang menggantikan fungsi-fungsi agama,terutama fungsi-fungsi psikologis dan sosialnya. Suatu konsepdan system kebangsaan yang diperlakukan sedemikian rupadapat menggantikan fungsi-fungsi psikologis dan socialagama.Bahkan ajaran atheisme yang diajarkan dan dikemassebagai dogma sedemikian rupa dapat menghasilkan prilakupemeluknya hampir sama dengan prilaku masyarakatterhadap agama. Biasanya para sosiolog menyebutkanadanya lima fungsi social agama (the social functions of religion),yaitu: pertama, fungsi sebagai perekat social bagi parapemeluknya karena mempercayai hal yang sama danberibadah dengan cara yang sama secara berulang-ulang;kedua, fungsi memberikan arti atau nilai bagi hidup manusiadengan memperkenalkan konsep pahala dan adanyakehidupan setelah kehidupan di dunia ini; ketiga, sebagaipemberi dukungan psikologis dalam siklus kehidupanmanusia baik suka maupun duka; keempat, fungsi sebagaicontrol social melalui ajaran nilai dan hukum agama; dankelima, fungsi mendorong perubahan social melaluibimbingan etika dan hukum agama yang terus mengajakpemeluk agama untuk memperhatikan nasib sesama.2Sebagian fungsi-fungsi sosial agama ini sekarang dapatdipenuhi oleh lembaga-lembaga baru bentukan masyarakatmodern, seperti ilmu psikoterapi untuk memberi dukunganpsikologis, hukum positif untuk melakukan kontrol sosial,ideology kebangsaan untuk menjadi perekat social,humanisme untuk memberi arti hidup manusia, dsb. Mungkin

2 Ian Robertson, Sociology, (Worth Publishers.Inc, 1977, pp. 407 ff.

Page 17: Dimensi v

xvii

satu-satunya fungsi agama yang tidak tergantikan ialah fungsimemberikan tawaran untuk kebahagian hidup di akheratnanti.

Jenis gerakan lainnya ialah gerakan menggantikan ataumembuang agama itu sama sekali, termasuk gerakanmelarang agama dipeluk oleh suatu masyarakat di suatunegeri. Gerakan ini biasanya dapat terjadi hanya dengantekanan politik dan kekuasaan, karena agama nampaknyatidak dapat dihilangkan dari kehidupan manusia di dunia ini.Teori sekulariasi yang mengatakan bahwa pada akhirnyaagama akan hilang dari permukaan bumi seiring dengankemajuan dan sekularisasi kehidupan umat manusia, sejauhini belum terbukti bahkan semakin nyata telah terbantahkan.Masyarakat Amerika yang paling sekuler dan amat maju ituadalah juga lahan subur bagi kehidupan keagamaan.Meskipun penganut agama yang pergi ke gereja secara teraturmungkin sedikit, tetapi sebagian besar mereka tetap mengakuimemiliki agama tertentu dalam dirinya.3

Gerakan-gerakan keagamaan tersebut dilakukan untukmencari keseimbangan baru dalam sistem sosial yang ada.Seperti halnya pemberlakuan hukum dan sanskinya dalammasyarakat dimaksudkan untuk menciptakan keseimbanganbaru dalam masyarakat, maka terjadinya gerakan sempalandan respon terhadap gerakan itu juga bertujuan untukmencari keseimbangan baru dalam suatu masyarakat.Keseimbangan masyarakat itu biasanya disebut dengan social

3 Uraian ini dikembangkan dari diskusi Lester R. Kurtz tentang thesacred canopy dan hasil langsung tantangan modern terhadap tradisiagama. Lihat Lester R. Kurtz, Gods in The Global Village: The World’sreligions in sociological perspective (Pine Forge Press, Thausand Oaks,California, 1995), pp. 10 ff, and 159 ff.

Page 18: Dimensi v

xviii

equilibrium, yaitu suatu posisi keseimbangan di mana berbagaikekuatan atau kecenderungan yang saling bertentangankemudian dapat saling menetralisir satu sama lain (a state ofbalance in which opposing forces or tendencies neutralize each other).Ketika keseimbangan itu tidak tergannggu, keadaan itudisebut static equilibrium, dan ketika keseimbangan ituterganggu dan gangguan itu kemudian diakomodasi sebagaivarian di dalamnya, maka keadaan kedua itu disebut denganmoving equilibrium dan itulah yang disebut perubahan socialyang tertib (an orderly process of social change).4

Kita harus mendiskusikan lebih lanjut apakahkerukunan umat beragama itu adalah sebanding dengan staticatau moving equilibrium ini? Masalahnya terdapat istilah lainyang juga menunjuk pengertian yang dekat dengan itu yaitusocial integration yang berarti prinsip-prinsip yang digunakanpara warga masyarakat untuk saling berhubungan satu samalain (principles in which individuals or actors are related to oneanother in a society) dan system integration yang berarti salinghubungan antar bagian-bagian dalam masyarakat(relationships between parts of a society or social system).Tetapi ada masalah lain lagi, integrasi social tidak berartidengan sendirinya menunjuk kepada harmoni, karena dapatmengakomodasi konsep order dan conflict sekaligus.5

Di sinilah sulitnya mendefinisikan harmony ataukerukunan umat beragama itu, termasuk kerukunan umatberagama di Indonesia. Apakah harmoni berarti suatukeadaan hubungan antar atau internal umat beragama dimana sama sekali tidak ada konflik di dalamnya? Apakah itu

4 Lihat Gordon Marshall, Oxford Dictionary of Sociology (OxfordUniversity Press, Oxford-New York, 1998), p. 199.

5 Lihat Gordon Marshall, Oxford Dictionary of Sociology..., p. 614.

Page 19: Dimensi v

xix

mungkin? Ataukah suatu keadaan hubungan antar atauinternal umat beragama di mana masih terjadi konflik-konflikkecil di dalamnya, tetapi selalu saja dapat segera ditemukanconsensus sebagai solusinya? Dengan demikian apakahharmoni itu adalah upaya terus menerus untukmemperbanyak jumlah consensus dan memperkecil jumlahkonflik? Dalam beberapa kali diskusi kecil antara saya danSaudara Lodwick Gultom, seorang wakil Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) dalam rapat-rapat perumusan draftPeraturan Bersama Mentri Agama dan Mentri Dalam NegeriNo. 9 dan 8 Tahun 2006, kami berkesimpulan ada enamkeadaan sebagai indicator kerukunan umat beragama, yaitu:1. Saling menerima keberadaan umat beragama lain (the

principles of coexistence);2. Kemauan saling mengerti kebutuhan umat beragama lain

(the willingness to understand each other’s need;3. Saling percaya dan tidak saling mencurigai antar sesame

umat beragama (reciprocal trust and the absence of prejudices);4. Ada kemauan tumbuh dan berkembang bersama (the

willingness to grow together);5. Rela berkorban untuk kebaikan bersama (the willingness to

sacrifice its own interests for a shared goals); dan6. Mau mengedepankan nilai-nilai ajaran universal agama (the

willingness to put priorities on the universal teachings ofreligion).

Dari indikator-indikator di atas nampak bahwa mewujud-kan suatu kerukunan umat beragama di Indonesia bukanlahsekedar upaya pencapaian equilibrium baru, tetapi lebih dariitu mengisi equilibrium itu dengan kualitas-kualitas tertentu.Demikianlah sasaran untuk mewujudkan kerukunan antarumat beragama di Indonesia, dan sebanding itu pula sasaranuntuk mewujudkan kerukunan internal umat beragama.

Page 20: Dimensi v

xx

Dalam hubungan ini data-data lapangan yang disajikan dalamtiga buah srtikel yang dimuat dalam buku Dimensi-DimensiKehidupan Beragama ini, mungkin dapat dibaca denganmenerapkan konsep-konsep teoritik yang telah diuraikan diatas. Wallahu a’lam.

Ciputat, 12 November 2011

Page 21: Dimensi v

xxi

Prakata Editor

Sejak tahun 2007 Badan Litbang dan DiklatKementerian Agama melalui Puslitbang KehidupanKeagamaan memberikan kesempatan kepada para penelitidiluar lingkungan Badan Litbang dan Diklat KementerianAgama RI untuk ikut berkompetisi untuk memperebutkandana yang disediakan oleh Badan Litbang dan DiklatKementerian Agama dalam melakukan penelitian dengantema-tema tertentu.

Pada tahun 2010 melalui tema “Kebebasan danPerlindungan Beragama dalam Perspektif Agama-Agama” telahterpilih 15 (lima belas) judul penelitian, dengan peneliti yangtersebar dari provinsi Aceh di kawasan Barat Indonesia, danprovinsi Nusa Tenggara Barat serta provinsi Sulawesi Utaradari kawasan Timur Indonesia.

Penelitian kompetitif ini bertjuan untuk memberipeluang kepada para peneliti di luar lingkungan BadanLitbang dan Diklat Kementerian Agama RI untukberpartisipasi melakukan penelitian secara mandiri. Selain itudalam rangka memperoleh produk hasil penelitian yangbermutu dan kontributif bagi pengembangan kebijakan dibidang Pemikiran, Paham/Aliran Keagamaan dan GerakanKeagamaan, Pengamalan dan Pelayanan Keagamaan sertaHubungan Antar Agama.

Buku ini memuat tiga buah hasil penelitian yang dipilihdari lima belas hasil penelitian kompetitif yang mendapatbiaya dari Puslitbang Kehidupan Keagamaan tahun 2010.Dipilihnya tiga naskah ini berdasarkan pertimbangan hasilpenelitiannya dianggap baik dan mewakili tiga bidang yang

Page 22: Dimensi v

xxii

ada di Puslitbang Kehidupan Keagamaan. Adapun ketigajudul penelitian tersebut adalah: 1. Faktor-Faktor PenyebabMuncul dan Berkembangnya Aliran Keagamaan di KabupatenGarut (Studi Kasus terhadap Amanat Keagungan Ilahi (AKI)Syamsoe dan Darul Islam Fillah) oleh Endah Nurhamidah”. 2.Religi Masyarakat Wisata: Eksplorasi Diskursif Mengenai DakwahAgama di Masyarakat Wisata Songgoriti Kota Batu Malang JawaTimur, oleh Dr. Barizi.”3. “Harmoni Dalam Perbedaan (StudiKonstruksi Sosial Kerukunan Antar Warga NU, Muhammadiyahdan LDII di Desa Awar-Awar Asembagus Situbondo)” olehMohamad Isfironi.

Di Indonesia paham dan aliran keagamaan, melaluiinteraksi sosial di tengah-tengah masyarakat telah melahirkanberbagai gerakan baik yang positif maupun yang negatif.Paham/aliran keagamaan yang negatif banyak bermunculanpada akhir-akhir ini, dimana keberadaan mereka tidak jarangmenimbulkan konflik.

Kemunculan paham/aliran keagamaan yang olehsebagian masyarakat dianggap sesat tidak mengenal wilayahdan daerah meskipun jumlah penduduk yang beragama Islamdi daerah tersebut tergolong banyak seperti halnya diKabupaten Garut. Di daerah ini terdapat aliran AmanatKeagungan Ilahi (AKI) Syamsoe dan gerakan keagamaanDarul Islam Fillah pimpinan Sensen Komara. Kedua alirandan gerakan keagamaan ini sebenarnya telah dilarang dandibekukan oleh kejaksaan, namun sampai saat ini masih tetapeksis. Berdasarkan pertimbangan tersebutlah penelitimengadakan penelitian yang berjudul: “Faktor-FaktorPenyebab dan Munculnya Aliran Keagamaan di KabupatenGarut (Studi Kasus terhadap Amanat Keagungan Ilahi (AKI)Syamsoe dan Darul Islam Fillah)”.

Page 23: Dimensi v

xxiii

Masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah : (a)Apa faktor yang menjadi penyebab berkembangnya AliranAmanat Keagungan Ilahi (AKI) Syamsoe dan Darul IslamFillah; (b) Bagaimana tanggapan masyarakat terhadapkeberadaan Aliran Amanat Keagungan Ilahi (AKI) Syamsoedan Darul Islam Fillah; (c) Apa langkah yang perlu diambiluntuk menanggulangi aliran dan gerakan keagamaantersebut.

Temuan penelitian ini antara lain: faktor yangmendorong munculnya aliran Amanat Keagungan Ilahi dangerakan keagamaan Darul Islam Fillah adalah faktor sejarah.Masyarakat di Kecamatan Leles sebelum memeluk Islamadalah penganut agama Hindu, sebagai bukti sejarahditemukannya candi Cangkuang. Keberadan candi inimempengaruhi kehidupan keagamaan mereka selanjutnya,dimana pengaruh agama Hindu tidak mungkin hilangseluruhnya. Kepercayaan terhadap klenik masih hadirditengah-tengah masyarakat kecamatan Leles. Keberadaancandi Cangkuang dan kampung Pulo yang syarat denganperaturan nenek moyang yang tidak boleh diabaikan sepertimemukul gong, memelihara hewan berkaki empat, penghunirumah harus enam kepala keluarga, dimana hal-hal seperti inilebih dekat dengan kepercayaan sinkretis.

Pengaruh agama Buddha dan Hindu di Kecamatan Lelesini, dan keberadaan lingkungan yang sarat dengan tempat-tempat yang dikeramatkan, memberi peluang munculnyaaliran Amanat Keagungan Ilahi (AKI) Syamsoe, dimanaajarannya dekat dengan ajaran agama Buddha dan Hinduyang sarat dengan sinkretisme. Mengenai kehadiran gerakankeagamaan Darul Islam Fillah, tidak terlepas dari sejarahmunculnya gerakan Darul Islam pimpinan Kartosoewirjo di

Page 24: Dimensi v

xxiv

daerah Malangbong Garut. Menurut Sensen Komaraperjuangannya untuk meneruskan perjuangan Kartosoewirjo,karena mereka yakin akan kebenaran ajaran yang dibawa olehKartosoewirjo, sehingga keberadaan DI tidak mungkin akanhilang begitu saja, meskipun sang proklamator telah lamadihukum mati.

Faktor kedua karena faktor psikologis. Seseorang yangmemiliki keinginan dan khayalan terlalu tinggi, melakukanritual dan bersemedi ditempat-tempat yang dianggap bisamembawa mereka mendapatkan sesuatu yang dapatmemuaskan batin. Kemudian tanpa disadari, mereka merasadirinya telah berhubungan dengan Jibril, Tuhan dan makhlukdari alam gaib. Hasil dari semedi ini lalu disebarkan kepadasaudara terdekat, teman kemudian menyebar, sehingga orang-orang disekitarnya merasakan keyakinan akan kekuatan danmanfaat dari apa yang diajarkannya. Semakin banyak yangtertarik dan mendukungnya, ia akan terus mengembangkankonsep-konsepnya sebagaimana yang dilakukan oleh SensenKomara. Dia mengaku dirinya mendapat wahyu, danmengklaim bahwa dirinya diangkat oleh Tuhan sebagai nabidan rasul. Sedangkan pengikut AKI Syamsoe, menganggapbahwa Syamsoe merupakan penjelmaan Tuhan, sehinggamakamnya dijadikan keramat oleh para pengikutnya, karenamereka merasakan kekuatran gaib ketika sesudah melakukankegiatan ritus dimakam AKI Syamsoe.

Faktor ketiga karena masalah ekonomi. Dengan berpura-pura bermaksud memperbaiki keadaan serta memoleskegiatannya dengan bahasa agama, seperti pentingnya jihaddan pengorbanan material untuk merealisasikan cita-citaideal, seseorang bisa mendapat simpati dan dukungan dariorang yang memang merindukannya. Para jamaah AKI

Page 25: Dimensi v

xxv

Syamsoe rata-rata mereka datang karena terpenuhinya urusanmereka seperti bagi mereka yang bergiat dibidang bisnismengharapakan agar mendapatkan keuntungan yang banayk,dalam berkarir ingin mendapatkan jabatan yang tinggi.Terpenuhinya kebutuhan materi ini menjadikan pengikut AKImendapatkan kepuasan tersendiri, dan membuat masyarakatkecamatan Leles dibuat berdiam diri dengan sogokan berupabantuan-bantuan yang diberikannya.

Faktor keempat adalah karena rendahnya pengetahuandan pemahaman agama. Rendahnya pengetahuan seseorangtentang ajaran Islam merupakan faktor dominan membuatorang masuk dan mengikuti aliran sesat. Puberitaskeberagaman merupakan lahan subur bagi aliran sesat.Seorang baru merasakan nikmatnya beragama dan belummempunyai pegangan yang kuat dalam beragama, begitudisuguhkan satu paham keagamaan yang baru besarkemungkinan akan diterimanya. Ketidakpuasan denganpaham dan keadaan Islam yang sedang dalam posisi lemahdan terhina dan juga kecewa terhadap kemungkaran sosial,membuat orang mencari paham Islam alternatif. Ketikaditawari dengan paham yang zahir idealis dan praktistentunya akan menjadi pilihan dan tumpuan harapan bagiorang yang sedang mencarinya.

Kota Batu oleh bangsa Belanda dijuluki dengan SwissKecil di Pulau Jawa karena alam pegunungannya yangsejuk.Di objek wisata Songgoriti, misalnya terdapat CandiSonggoroto dan patung Ganesha, penginggalan KerajaanSingosari serta tempat peristirahatan yang dibangun sejakZaman Belanda. Rencananya Pemerintah Kota Batu akanmerombak kawasan wisata Songgoriti menjadi hotel raksasa.Konsepnya, kamar-kamar villa di rumah-rumah penduduk

Page 26: Dimensi v

xxvi

difungsikan layaknya kamar hotel. Sedangkan gang-gangmenuju perkampungan dihias menyerupai koridor hotel. Lalupemandian Tirta Nirwana, Songgoriti dijadikan kolam renangfasilitas hotel.

Sebagai kota wisata terlepas dari panorama alampegunungannya yang eksotik, Batu mengindikasikan sajian-sajian negatif seperti peristirahatan atau penginapan short time,yang (mungkin) menyajikan menu seks bebas atau pornografi,atau masages tanpa minyak urut lengkap dengan ”rileksasisauna surga dunia”, atau warung makan tanpa nasi, ataubeberapa kenikmatan dunaiwi yang artifisial lainnya. Gejala-gejala negatif dan artifisial ini cukup mengemuka manakalakita menoleh ke kanan-kiri banyaknya villa, hotel, dan rumahpijat yang memajang sepanjang jalan raya Batu.

Membanjirnya nilai-nilai hidup wisatawan ke kota Batu,menyarankan para penggiat agama (terutama parada’i/muballigh dan penginjil) untuk ”mengaktifkan” kembalinilai-nilai agama yang relevan dengan daerah wisata yangada. Dekonstruksi atau rekonstruksi nilai-nilai agama yangada memerlukan kertja aktif para da’i dan penginjil dalammenciptakan suasana keagamaan yang relevan. Untuk itulahmaka riset dengan judul” Religi Masyarakat Wisata: EksplorasiDiskursif Mengenai Dakwah Agama di Masyarakat WisataSonggoriti Kota Batu Jawa Timur” urgen dilakukan.

Permasalahan yang diangkat dalam penelitian iniadalah: (a) Bagaimana bentuk kontestasi agama dan aktivitaskeagamaan masyarakat wisata Songgoriti, ditengah-tengahpenetrasi sosial budaya wisatawan? (b). Bagaimana potretkeberagamaan masyarakat wisata Songgoriti, di tengah-tengah penetrasi sosial budaya wisatawan? (c). Bagaimanadakwah (pelayanan) agama para da’i/muballigh dan penginjil

Page 27: Dimensi v

xxvii

sehingga terbentuk kehidupan beragama yang harminis dimasyarakat wisata Songgoriti? (d). Bagaimanakah masa depanagama seharusnya di ketengahkan ditengah keberagamaanmasyarakat wisata Songgoriti, sehingga ia bermakna bagikesejatian religi masyarakat wisata?.

Penelitian ini menginformasikan bahwa potret agamadan keberagamaan di Songgoriti, meski sangat individual,antara kesalehan dan kemaksiatan berjalan secara ”harmonis”,hal ini bisa diidentifikasi kedalam tiga potret. Pertama potretsimbolis. Simbolisme agama ini adalah sebentuk bahasa yangberbicara akan suatu identitas. Yakni sebagai responsi, jikabukan resistensi, terhadap perilaku industri wisata yangcendrung dekaden. Di sini simbolisme berfungsi sebagai alatperangsang atau stimulus bagi suatu perilaku sosial yangrelegius, dalam pandangan mereka pemakai simbol tersebut.Meski adanya simbol ini bisa ditafsiri sebagai bentuk”proyek” kebudayaan dan politik. Potret simbolis inimengejawantah dalam pengajian, tahlilan, yasinan, TPQ dansekolah diniyah, dan kebaktian-kebaktian yang senantiasadiadakan. Kedua potret ideologis. Potret ini diwakili olehpemerintah yang di bidangi oleh seksi Penamas dan PKPontren Kementerian Agama Kota Batu yang memperolehapresiasi dari Wakil Walikota. Potret politis ini kemudianmelahirkan Fokus Babinrohis Kota Batu. Ketiga potretmoderat. Potret ini lebih mengutamakan prinsip-prinsiprasional dalam pemaknaan agama. Kritisisme agama, baikpada konsep maupun aktivitas manusia, adalah keniscayaandalam hal mana agama ditempatkan dalam realitas sosialmasyarakat wisata yang terus berkembang secara evolutif.Potret ini bisa dibaca pada para sarjana dan ustadz yangmengajarkan agama ke arah yang bisa diterima oleh semuakalangan dengan tidak menafikan golongan lain. Materi

Page 28: Dimensi v

xxviii

dakwah dengan tema akhlak, Islam dan kebangsaan, yangmenjadi mainstream pelaku dakwah adalah salah satu contohpotret ketiga ini.

Dakwah agama di Songgoriti mengambil bentuk yangtoleran dan terbuka karena keberadaan masyarakat danwisata penginapan itu telah menyejarah. Budaya wisata yangtoleran dan terbuka ”memaksa” para penggiat agama,da’i/muballigh dan penginjil, untuk melakukan dakwahdengan cara dan meteri yang sekiranya tidak menggangutatanan sosial masyarakat wisata Songgoriti yang menyejarahitu.

Masa depan agama atau agama masa depan yang kinitengah digotong oleh masyarakat Songgoriti, adalah sebentukrelegiusitas berupa pendidikan dan pembiasaan nilai-nilaiagama sejak dini melalui TPQ dan Pendidikan Diniyah di TPQBaiturrahim. Melalui ini, agama tidak saja dikaji tetapidipraktekkan. Dengan kata lain agama kini mulaidikembalikan ke ”rumah”nya sebagai sitem nilai dan makanamelalui proses internalisasi menyeluruh. Nilai-nilai danmakna-makna diejawantahkan kedalam diri setiap individudan sosial masyarakat beragama, khususnya para siswa danpelajar. Mereka dikenalkan akan nilai keadilan, kesamaan,keseimbangan, kedamaian, ketenteraman, kesejahteraan,kepedulian, kerjasama, tolong menolong, saling menghormati,saling menghargai, dan berlomba-lomba dalam kebaikan(fastabiqul-khayrat).

Menurut Mohamad Isfironi peristiwa-peristiwakerusuhan dan kekerasan yang bernuansa agama tidak bisahanya dilihat dari sudut pandang konfliktual, fakta sejarahlebih menunjukkan bagaimana kerukunan lebih dominandalam menjalin hubungan antar agama dan intern umat

Page 29: Dimensi v

xxix

beragama. Di beberapa tempat di Indonesia desa maupun kotamasih banyak yang menunjukkan betapa masyarakatnyasangat rukun dan toleran, harmoni masih menjadi landasansosial masyarakat.

Kerusuhan yang terjadi di Situbondo pada tahun 1996yang menghanguskan beberapa gereja yang tersebar diseluruh kawasan Kabupaten Situbondo bukanlah merupakankerusuhan agama. Intrik dan rekayasa politik yang menjadipemicu kerusuhan tersebut jauh lebih mungkin menjadipenyebab karena Situbondo merupakan basis pendudkungPartai Persatuan Pembangunan (PPP) yang secara tradisionalwarganya adalah Nahdhiyin. Karena itu di desa awar-awaryang bertradisi Pendalungan yang walaupun tempramental,namun juga memiliki basis budaya harmoni yang dipengaruhietnik Jawa. Namun oleh karena harmoni bukanlah sesuatuyang bersifat given (terberi), maka menelaah bagaimanaproses pengkonstruksian harmoni di masyarakat danbagaimana pula mereka mempertahankannya menjadipenting untuk diteliti.

Masalah yang menjadi focus dari penelitian ini adalah:(a) Bagaimana pandangan warga NU, Muhammadiyah danLDII terhadap realitas keagamaan di dea Awar-AwarAsembagus Situbondo? (b) Faktor apa saja yang mendorongterciptanya kerukunan antar warga NU, Muhammadiyah danLDII di desa Awar-awar Asembagus Situbondo? (c)Bagaimana kerukunan antar warga NU, Muhammadiyah danLDII mempengaruhi kehidupan masyarakat di desa awar-awar Asembagus Situbondo?.

Temuan dari penelitian ini antara lain: Harmoni dalamkultur pendalungan merupakan sebuah model konstruksisosial melalui kehidupan sehari-hari. Harmoni diantara warga

Page 30: Dimensi v

xxx

NU, Muhammadiyah dan LDII di desa Awar-AwarKecamatan Asembagus Kabupaten Situbondo didorong olehterutama pemahaman keagamaan warga tentang perbedaan-perbedaan praktek keagamaan. Pemahaman leagamaan wargaterbentuk melalui proses sosialisasi yang dialektik antarberbagai komponen masyarakat, baik warga biasa maupunelit. Perspektif elit tentang ajaran yang diyakini sangatmemiliki pengaruh terhadap pemahaman warga. Pengaruhelit dan kemungkinan penerimaan warga secara personal akanide-ide keagamaan yang cendrung toleran dimungkinkankarena di dukung oleh kultur pendalungan yang memilikikarateristik terbuka, akomodatif, spontan, memiliki ikkatankekeluargaan yang kuat dan paternalistik.

Dari sisi ekonomi masyarakat desa Awar-Awar adalahpetani (ladang) tebu disamping pertanian lain yang jumlahnyatidak seberapa. Pemilihan terhadap perkebunan tebu bagimasyarakat adalah pilihan rasional berdasarkan suatu prosespenyesuaian dengan kondisi tanah dan potensi gula denganpabrik gula yang telah ada pada zaman Belanda. Polaproduksi pertanian tebu yang mendorong munculnyaorganisasi serikat petani tebu merupakan faktor yang cukupmempengaruhi kecendrungan warga untuk selalumempertahankan sifat kebersamaan dan toleransi dalamsegala hal. Nilai-nilai kebersamaan yang didorong olehperilaku produksi ekonomi semaacam ini pada akhirnyamenciptakan sebuah ”harmoni” yang merupakan sebuahkesadaran kolektif (collective consciosness) disamping faktorlain seperti sosial budaya dan politik.

Harmoni dalam perbedaan yang terjadi diantara wargaNU, Muhammadiyah dan LDII dengan kultur hybrid yangmultikulturaldirekonstruksi secara sosial dalam tiga momen

Page 31: Dimensi v

xxxi

yaitu eksternalisasi berupa pemahaman ajaran agama melaluiormas, momen objektivasi terjadi saat interaksi antar wargamelalui lembaga sosial dan momen internalisasi yaituidentifikasi diri melalui sosialisasi. Harmoni dalam kehidupankeagamaan ini pada akhirnya mempengaruhi danmemperkuat seluruh aspek kehidupan warga baik ekonomi,sosial-budaya dan politik.

Tak ada gading yang tak retak, maka saran dan kritikdari para pembaca sangat kami harapkan demipenyempurnaan buku ini pada masa yang akan datang. Kamiberharap semoga buku ini dapat menambah wawasan parapembaca, serta bagi pihak-pihak yang berkompeten dapatmemanfaatkannya sesuai dengan kebutuhan.

Jakarta, November 2011Editor

Nuhrison M.Nuh

Page 32: Dimensi v

xxxii

Page 33: Dimensi v

xxxiii

DAFTAR ISI

Kata Pengantar Kepala PuslitbangKehidupan Keagamaan ___ iii

Sambutan Kepala Badan Litbang dan DiklatKementerian Agama RI ___ vii

Prolog ___ xiPrakata Editor ___ xxiDaftar Isi ___ xxxiii

BAGIAN IFaktor-Faktor Penyebab Muncul dan Berkembangnya AliranKeagamaan di Kabupaten GarutStudi Kasus pada Amanat Kagungan Ilahi (AKI) Syamsoe danDarul Islam Fillah

Oleh: Enda Nur Hamidah _____ 1

1. Pendahuluan _____ 32. Paham/Aliran Sesat di Indonesia _____ 213. Gambaran Umum Wilayah Penelitian _____ 394. Amanat Keagungan Ilahi _____ 515. Darul Islam Fillah _____ 796. Faktor Penyebab Kemunculan Aliran ______ 977. Penutup _____ 105

BAGIAN IIRELIGI MASYARAKAT WISATAEksplorasi Diskursif mengenai Dakwah Agama di MasyarakatWisata Songgoriti Kota Batu Jawa Timur

Oleh: Ahmad Barizi _____ 111

Page 34: Dimensi v

xxxiv

1. Pendahuluan _____ 1132. Sekilas mengenai Wisata Songgoriti Kota Batu _____ 1293. Potret Dakwah Agama dan Keagamaan

di Daerah Wisata Songgoriti _____ 1454. Penutup _____ 195

BAGIAN IIIHARMONI DALAM PERBEDAANStudi Konstruksi Sosial Kerukunan Antar Warga NU,Muhammadiyah dan LDII di Desa Awar-Awar AsembagusSitubondo

Oleh: Muhammad Isfironi _____ 203

1. Pendahuluan _____ 2052. Profil Desa Awar-Awar dengan Tradisi Harmoni _____

__ 2213. Pandangan Warga terhadap Realitas Keagamaaan di Desa

Awar-Awar Asembagus Situbondo _____ 2374. Faktor-Faktor yang Mendorong Terciptanya Harmoni

di Desa Awar-Awar Asembagus Situbondo _____ 2535. Harmoni dan Kehidupan Masyarakat di Desa Awar-Awar

Asembagus Situbondo _____ 2696. Penutup _____ 283

Page 35: Dimensi v

1

BAGIAN I

Faktor-Faktor Penyebab Munculdan Berkembangnya Aliran Keagamaan

di Kabupaten Garut

Studi Kasus pada Amanat Kagungan Ilahi (AKI) Syamsoedan Darul Islam Fillah

Oleh : Enda Nur Hamidah

Page 36: Dimensi v

2

Page 37: Dimensi v

3

Latar Belakang MasalahIslam hadir untuk memberikan rahmat untuk

seluruh umat manusia, tanpa membedakan agama, ras, danstrata sosial seseorang. Islam adalah sistem nilai bukankonsep dan idiologi. Tujuan Islam adalah mentranspor-masikan ajaran-ajaran Islam kepada masyarakat yang belumatau kurang Islami. Islam dapat berdampingan denganpaham-paham lain tanpa menghilangkan esensi dari ajaranitu sendiri, terutama dalam posisi yang tidak dominan. Islampada dasarnya sanggup berdampingan secara damai dantoleran. Ia akan bereaksi jika paham-paham itu menggangguatau menimbulkan konflik dalam masyarakat, Dalamkondisi demikian tidak bisa dielakan timbulnya reaksi kerasdari masyarakat.

Sistem nilai yang bersumber dari wahyu itu, diaktua-lisasikan dalam realita kehidupan, tidak sekedar menjadialternatif teoritis yang ideal dan abstrak. Sejarah Islammenunjukan bahwa gerakan-gerakan Islam kultural disamping struktural merupakan alternatif yang diprioritaskandalam masyarakat muslim, mengingat perkembangan duniasekarang, yang didominsi oleh kapitalisme dan sekularisme.

Ajaran Islam yang di bawa ke Indonesia, melaluipendekatan perdagangan dan juga pendekatan sosialkultural. Masyarakat pada saat itu sebagian besar memelukagama Hindu. Datangnya Islam mengakibatkan terjadinya

Pendahuluan

1

Page 38: Dimensi v

4

perubahan pemahaman di tengah-tengah masyarakatIndonesia.1

Perubahan yang terjadi merupakan hasil prosessosial dalam masyarakat, oleh karena itu proses sosial dapatdikatakan sebagai sebuah tanda adanya ”kehidupan” dalamsebuah masyarakat. Menurut Soerjono Soekanto bentukutama dari proses sosial terwujud dalam proses interaksisosial karena proses interaksi sosial merupakan syarat utamaterjadinya aktivitas sosial2. Sementara itu, bentuk-bentuk laindari proses sosial hanya merupakan bentuk-bentuk khususdari interaksi sosial.

Gillin menyebutkan bahwa interaksi merupakanhubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkuthubungan antara orang-perorang, antara kelompok-kelompok manusia maupun hubungan antara orangperorang dengan kelompok manusia.3 Interkasi sosial padakenyataannya dapat lahir dalam berbagai bentuk. Ia munculdalam bentuk yang positif yang mengantarkan sebuahkelompok masyarakat ke dalam sebuah hubungan yangharmonis dan tentram. Namun demikian, di pihak lain iajuga muncul dalam bentuk hubungan sosial yang negatifsehingga tidak jarang munculnya kekerasan dimasyarakat.

Di Indonesia aliran dan paham keagamaan melaluiinteraksi sosial di tengah-tengah masyarakat telah melahir-kan berbagai gerakan baik yang positif maupun yangnegatif. Gerakan/paham aliran keagamaan yang negatifbanyak bermunculan akhir-akhir ini, dimana keberadaanmereka tidak jarang menimbulkan konflik, seperti aliran IsaBugis yang menganggap umat Islam sekarang masih dalamperiode Makkah, Inkarus-Sunnah yang tidak mengakui haditsNabi, Lembaga Kerasulan (LK) yang menganggap bahwaimam mereka adalah Rasul saat ini, Darul Arqam yang

1A. Jamil, Sejarah Islam, (Semarang : Toha Putra, 1986), hlm. 132Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta : Raja Grafindo Persada,

1999), h. 67.3Ibid.,

Page 39: Dimensi v

5

menganggap pemimpin mereka sebagai Imam Mahdi danmemperoleh wahyu melalui mimpi-mimpi, Ahmadiyahyang menganggap Mirza Ghulam Ahmad sebagai Nabi,agama "Salamullah" made in Lia Aminuddin, yang mengakuawam dalam hal agama namun mendapatkan wahyu dariMalaikat Jibril.

Aliran, paham keagamaan yang tersebar ini meng-atasnamakan Islam, namun ajarannya sangat bertentangandengan ajaran Islam sehingga tidak jarang hal ini memicureaksi keras dari para pemeluk agama Islam yang merasaagamanya dinodai. Kehadiran aliran sesat di Indonesiamemunculkan keresahan di masyarakat, yang tidak jarangmenimbulkan konflik di antara umat Islam itu sendiri.Tentunya hal ini tidak diharapkan kehadirannya dan untukmeminimalisir konflik harus dicarikan solusinya. Olehkarena itu diperlukan penelitian yang mendalam untukmencari solusi atas kemunculan berbagai aliran, paham yangmenyesatkan tersebut, agar mereka bisa dikembalikan padaajaran Islam yang sesuai dengan al-Qur’an dan SunnahRasulullah SAW.

Kemunculan aliran, paham yang keagamaan yangoleh sebagian masyarakat dianggap sesat tidak mengenalwilayah dan daerah meskipun jumlah pemeluk agama Islamdi daerah tersebut tergolong banyak seperti halnya diKabupaten Garut Jawa Barat ada 2.416.574 jiwa pemelukagama Islam dengan jumlah ulama 2.335 orang, mubaligh3.607 orang dan penyuluh agama 22 orang. Dengandilengkapi sarana dan prasarana beribadah yaitu 4.777mesjid, 872 pondok pesantren dengan jumlah santri 97.483orang4. Potensi umat yang demikian besar itu belum bisamembendung masuk dan berkembangnya penyebaranaliran, paham keagamaan yang dianggap sesat oleh sebagianmasyarakat.

4 Sumber : Kantor Kementerian Agama Kabupaten Garut tahun 2009 yang diaksesdari Internet tanggal 20 Mei 2010 jam. 18.00 dengan alamat Web. www.depag.go.id.

Page 40: Dimensi v

6

Berdasarkan penelitian pendahuluan di KabupatenGarut telah berdiri aliran Daarul Islam Fillah pimpinanSensen Komara dan Amanat Keagungan Ilahi (AKI) Samsyoeyang pendirinya adalah Rd. Mohamad Syamsoe OesmanBulganon Abdullah (Alm). Kedua aliran dan gerakankeagamaan ini telah dilarang dan dibekukan oleh pihakkejaksaan5, namun sampai saat ini masih tetap eksis. Jika halini dibiarkan maka tidak menutup kemungkinan akanmemunculkan aliran-aliran yang baru, yang tentunya hal iniakan semakin meresahkan masyarakat. Dalam hal ini paraulama sudah melakukan usaha pencegahan namun meng-alami kegagalan, sehingga perlu diadakan penelusurantentang akar kemunculan dan faktor-faktor apa saja yangmembuat lembaga ini begitu kuat untuk terus menyebarkanajarannya.

Berdasarkan penelitian pendahuluan munculnyabeberapa aliran di Kabupaten Garut Jawa Barat ini adabeberapa duagaan yaitu a) budaya yang sarat dengan”klenik” bisa memicu mereka untuk membuat ajaran-ajaranbaru b) hubungan kedekatan masyarakat juga memudahkanmereka untuk direkrut c) tingkat pemahaman keagamaanmasyarakat masih rendah. Dugaan-dugaan ini masih perludiuji kebenarannya dengan terus dilakukan penelitian yanglebih lanjut, oleh karena itu penulis memandang perlumengkaji dan meneliti faktor-faktor apa saja yang memicumunculnya aliran-aliran sesat khususnya di wilayah GarutJawa Barat. Berdasarkan hal tersebut di atas mendorongpenulis untuk melakukan penelitian dengan judul”FAKTOR-FAKTOR YANG MENJADI PENYEBAB

5 Merujuk pada surat keputusan Kejaksaan Tinggi Se-Jawa Barat No: Kep.45/K2.3/12/1979; surat keputusan dari Kejaksaan Negeri Subang No : KEP.D/K2.24/Dks.3/5/91; Kejaksaan Negeri Purwakarta No: KEP.525/K.2.20/Dks.3/5/1991; Kejaksaan Negeri Tasikmalaya No:B.6334.0.2.17/Dsp.5/12/2008; Kejaksaan Negeri Serang No: Kep-002/K.2/22-21/1982;dan Surat ketua MUI Tasikmalaya No: 119/MUI-TSM/X/2008 tanggal 28 Oktober 2008dan Hasil keputusan rapat BAKORPAKEM Tasikmalaya tanggal 15 Oktober 2008menyatakan kegiatan ritual AKI telah menyimpang dari ajaran Islam. (untuk keputusanAliran Amanat Keagungan Ilahi (AKI) Syamsoe). Merujuk pada surat Pelaporan MUI GarutNo : 41/MUI-GRT/VI/2009-1431.H

Page 41: Dimensi v

7

MUNCULNYA ALIRAN SESAT DI KABUPATEN GARUTJAWA BARAT (Studi Kasus pada Aliran AmanahKeagungan Ilahi (AKI) Syamsoe dan Daarul Islam Fillah)”

Rumusan MasalahBerdasarkan uraian di atas maka masalah penelitian

ini dirumuskan sebagai berikut; a) apa faktor yang menjadipenyebab berkembangnya Aliran Amanat Keagungan Ilahi(AKI) Syamsoe dan Daarul Islam di Kabupaten Garut JawaBarat?; b) Bagaimana Tanggapan Masyarakat sekitarterhadap Aliran Amanah Keagungan Illahi (AKI) Syamsoedan Daarul Islam Fillah di Kabupaten Garut Jawa Barat?; c).Apa langkah yang perlu diambil untuk menanggulangiperkembangan aliran sesat di Garut ?

Tujuan PenelitianAdapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk

mendeskrifsikan faktor-faktor penyebab munculnya aliranAmanat Keagungan Ilahi (AKI) Syamsoe di KabupatenGarut Jawa Barat; Faktor-faktor penyebab munculnyagerakan Daarul Islam Fillah pimpinan Sensen Komara diKabupaten Garut Jawa Barat; baik ditinjau dari sisi ekonomi,pendidikan, lingkungan alam, intervensi faktor luar dankegiatan-kegiatan masyarakat di Kabupaten Garut JawaBarat. Ingin mendeskrifsikan tanggapan masyarakat sekitarterhadap Aliran Amanah Keagungan Ilahi (AKI) Syamsoedan Daarul Islam Fillah di Kabupaten Garut Jawa Barat, danmencari solusi untuk mengatasi berkembangnya alirantersebut.

Signifikansi PenelitianPentingnya penelitian ini adalah untuk menjelaskan

apa sebenarnya penyebab munculnya aliran/gerakan yangdianggap sesat oleh masyarakat. Adapun manfaat penelitianini adalah a) Secara ilmiah penelitian ini dapat memperkayapengetahuan tentang aliran-aliran dan gerakan-gerakan

Page 42: Dimensi v

8

dalam Islam yang ada di Indonesia; b) Secara institusionalpenelitian ini bisa dijadikan bahan untuk membuat kebijakandalam membuat keputusan, sehingga kebijakan-kebijakanyang dikeluarkan oleh pemerintah memiliki landasanilmiahnya; c) Secara Sosiologis penelitian ini bisa dijadikanbahan informasi bagi masyarakat karena aliran atau gerakanini secara ilmiah cukup menarik bagi sebagian orang.

Kerangka TeoriAli Shariati menyodorkan analisis sosiologis dalam

memahami gerak keagamaan masyarakat. Menurut beliaudalam gerak keagamaan masyarakat terdapat proses dialek-tikal. Pendapatnya ini didasarkan pada pengamatan danpengkajiannya terhadap Kecendrungan keagamaan masya-rakat sebelum datangnya Islam dari zaman ke zaman yangsecara berurutan melahirkan Nabi-Nabi yang menganjurkanagama sesuai dengan tuntutan zaman yang selalumenghendaki keseimbangan.6

Selanjutnya Ali Shariati menyimpulkan bahwa Nabiselain Muhammad SAW dengan ajaran agamanya masing-masing melancarkan kekuatannya hanya ke arah satu sisisaja, berlawanan dengan arah penyimpangan masyarakatpada zamannya sehingga setelah selama beberapa waktumenjadi suatu kekuatan positif yang membawa masyarakatkembali ke posisi keseimbangannya, ia justru menjelmamenjadi kekuatan negatif yang menyimpang. Namun dalamkasus dua aliran di Garut di atas ia justru menjelma menjadikekuatan negatif yang menyimpang.

Islam yang diturunkan kepada Muhammad SAW,satu-satunya agama yang melancarkan kekuatannyasekaligus ke beberapa arah yang bertentangan, menghabisipermainan yang berulang itu dan terus hadir sebagai

6Bustanuddin Agus, Agama dalam Kehidupan Manusia, (Jakarta : Raja GrafindoPersada, 2005), hlm. 5.

Page 43: Dimensi v

9

kekuatan positif yang menyeimbangkan sampai akhirzaman.7

Pemahaman Islam di zaman Rasulullah, kemudianpada era sahabat hingga saat ini tentunya mengalamiperbedaan. Semakin jauh dengan zaman Nabi, pemahamanumat Islam terhadap ajaran Islam akan melahirkan berbagaimacam interpretasi. Islam yang dipahami hari ini telahbanyak mengalami campuran dari pendapat para ulama,ustadz, guru yang menghasilkan penafsiran yang berbeda-beda, sehingga tidak jarang dalam sejarah Islam terdapatperbedaan pemahaman sampai membentuk alirantersendiri8. Hal itu dapat terjadi karena pengaruh budayadan lingkungan kehidupan.

Pada mulanya, aliran-aliran dalam Islam dipicu olehpersoalan politik yang menyangkut peristiwa pembunuhan‘Ustman bin Affan yang berujung pada penolakanMuawiyah terhadap pembaitan Ali bin Abi Tahlib sebagaikhalifah. Ketegangan antara Ali dan Mu’awiyah mengkristalmenjadi perang Siffin (perang saudara) yang berakhirdengan keputusan tahkim (arbitrase). Sikap Ali yangmenerima tipu muslihat Amr bin al-Ash utusan dari pihakMu’awiyah dalam tahkim merupakan keadaan terpaksayang tidak disetujui oleh pihak tentaranya. Merekaberpendapat bahwa permasalahan itu bukan diputuskandalam bentuk tahkim akan tetapi putusan hanya datang dariAllah SWT dengan kembali pada hukum-hukum yang adapada Al-Qur’an, sehingga mereka memandang Ali bin AbiThalib telah berbuat salah lalu mereka meninggalkan Alimaka nama golongan ini dalam sejarah Islam disebut kaumKhawarij.9 Dari sinilah bermunculan aliran-aliran danfaham-faham baru seperti halnya Murji’ah, Jabariah,Qadariah, Mu’tazilah, Syi’ah, Sunni, salaf dan sampai

7Ibid.,8Ahmad Sahidin, Aliran-Aliran dalam Islam, (Bandung : Salamadani, 2009), hlm. 1.9Rosihan Anwar dan Abdul Rozak, Ilmu Kalam, (Bandung : Rosdakarya, 2003), hlm.

27-28.

Page 44: Dimensi v

10

sekarang juga banyak bermunculan aliran-aliran dan paham-paham baru.

Selanjutnya pada awal abad ke-20 M muncul gerakanpembaharuan Islam, yang dimotori oleh: MuhammadAbduh, Muhammad Rasyid Ridha, Muhammad Iqbal danMuhammad Ali Jinnah yang membawa pengaruh terhadapgerakan-gerakan Islam yang ada di Indonesia yang hinggakini banyak bermunculan. Cikal bakal munculnya pahamdan gerakan-gerakan Islam di Indonesia awalnya diSumatera dan Aceh yang ditandai dengan adanya kaumPaderi yang dirintis oleh ulama Nusantara yang belajar diMekkah.10

Paham-paham yang berkembang ini tidak jarangmenimbulkan konflik dimasyarakat karena ajaran-ajaranyang dimunculkannya bertentangan dengan paham yangdianut masyarakat setempat. Sementara kata sesat bahasaInggrisnya adalah Heresy yang secara harfiah berartimemulai. Sementara dalam Oxford English Dictionary sesatartinya adalah "pandangan atau doktrin teologis ataukeagamaan yang dianggap berlawanan atau bertentangandengan doktrin-doktrin ajaran agama11. Jadi setiap doktrin-doktrin teologis agama yang bertentangan dengan doktrinkeagamaan itu sendiri dikatakan sesat dan menyimpang,penyimpangan bukan hanya pada agama tertentu saja akantetapi semua agama apabila di dalamnya ada pertentangandari doktrin agama itu sendiri maka yang melakukanpenyimpangan itu dikatakan sesat.

Secara istilah pengertian sesat atau Adh-dhalâl bisadidefinisikan sebagai penyimpangan dari Islam dan kufurterhadap Islam.12 Dengan demikian, semua bentukpenyimpangan theologis keagamaan merupakan bagian dari

10Azyumardi Azra, Jaringan Ulama TimurTengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVIII,(Bandung : Mizan, 1999), hlm. 25.

11hhtp// www.wikipedia.com dalam bahasa Indonesia, diakses pada tanggal 6September 2010. jam 21.45

12Ibid.,

Page 45: Dimensi v

11

kesesatan. Akan tetapi, dalam Islam tidak semua pendapatyang berbeda pelakunya bisa divonis sesat. Perbedaanpendapat disebut ikhtilaf sementara pendapat yangbertentangan dengan ajaran Islam disebut inhiraf. Diskusitentang hal ini telah banyak dilakukan ulama sebagaimanayang dirumuskan oleh Majelis Ulama Indonesia. Al-Quransendiri menjelaskan bahwa perbuatan berhukum padahukum thaghut (hukum selain dari yang diturunkan olehAllah) merupakan perbuatan kufur. Namun, tidak semuapelakunya divonis kafir, tetapi ada juga yang dinilai fasikatau zalim.

Kriteria suatu paham atau aliran bisa dinilai sesatapabila memenuhi salah satu kriteria dari 10 kriteria dibawah ini, yaitu:13

1. Mengingkari salah satu dari rukun iman yang 6 (enam)yakni beriman kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, Hari Akhirat, Qadha dan Qadar;serta Rukun Islam yang 5 (lima), yakni: mengucapkandua kalimah syahadat, mendirikan salat, mengeluarkanzakat, berpuasa pada bulan Ramadhan, menunaikanibadah haji.

2. Meyakini dan atau mengikuti akidah yang tidak sesuaidengan dalil syariah (Al-Quran dan as-Sunah)

3. Meyakini turunnya wahyu setelah al-Quran.4. Mengingkari otentisitas dan atau kebenaran isi al-Quran5. Melakukan penafsiran al-Quran yang tidak berdasarkan

kaidah-kaidah tafsir.6. Mengingkari kedudukan hadis Nabi sebagai sumber

ajaran Islam7. Menghina, melecehkan dan atau merendahkan para nabi

dan rasul. .

13Fatwa MUI Bidang Aqidah dan Aliran Keagamaan Diakses dari hhtp://www.mui.or.id/mui_in/hikmah.php.id=53&pg=3.

Page 46: Dimensi v

12

8. Mengingkari Nabi Muhammad saw. sebagai nabi danrasul terakhir.

9. Mengubah, menambah dan atau mengurangi pokok-pokok ibadah yang telah ditetapkan oleh syariah, sepertihaji tidak ke Baitullah, salat fardhu tidak 5 waktu.

10. Mengkafirkan sesama Muslim tanpa dalil syar’i, sepertimengkafirkan Muslim hanya karena bukankelompoknya.

Kriteria-kriteria ini bukan hal baru. Para ulama sejakdahulu telah membahasnya. Meski demikian, siapapun tidakboleh dengan mudah mengatakan orang lain sesat. Penilaiansesat itu serupa dengan penilaian kafir. Abu Hurairah danIbn Umar menuturkan bahwa Rasulullah saw bersabda:

مرئ قال ألخیھ یا كافر فقد باء بھا أحدھما إن كان أیما اعت علیھ كما قال وإال رج

“Siapa saja yang berkata kepada saudaranya (yang Muslim), “Haikafir,” maka sungguh tuduhan itu berlaku kepada salah seorangdari keduanya, jika memang tuduhan itu benar; jika tidak, tuduhanitu kembali ke pihak penuduh.” (HR. al-Bukhari, Muslim danAhmad).

Justifikasi sesat itu harus dilakukan melalui prosespembuktian (tabayyun). Jika sudah terbukti sesat denganbukti-bukti yang meyakinkan, maka harus dikatakan sesat,seperti Ahmadiyah. Kemudian mengajak mereka melaluidakwah agar bertobat dan kembali pada yang haq, yaituIslam.

Sementara agama Islam itu adalah agama yangdibawa oleh para utusan Allah dan disempurnakan padamasa Rasulullah SAW14. Yang memiliki sumber pokok al-

14Rachmat Safe’I, Al-Hadits Aqidah, Akhlak, Sosial dan Hukum, (Bandung : PustakaSetia, 2003), hlm. 19.

Page 47: Dimensi v

13

Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW, sebagai petunjukkepada umat manusia sepanjang masa sebagaimana dalamHadits yang diriwayatkan oleh Bukhari yaitu:

عن ابي عبد الرحمن عبدهللا بن عمر بن الخطاب رضي سمعت رسول هللا صلى هللا علیھ وسلم هللا عنھما قال

شھادة ان ال الھ بني االسالم على خمسیقول, اقام الصالة و ایتاء الز كاةالهللا و ان محمد ارسول هللا و ا

)رواه البخاري و مسلم(وصوم رمضان ,البیتوحجDari Abdurahman Abdullah Ibn Umar bin Khatab r.a iaberkata Rasulullah SAW bersabda, “ Islam didirikan atas limaperkara, yakni bersaksi tiada Tuhan selain Allah dansesungguhnya Muhammad SAW adalah utusan-Nya,mendirikan shalat, menunaikan zakat, melaksanakan ibadahhaji ke baitullah apabila mampu, dan berpusa di bulanRamadhan15.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif,pendekatan yang digunakan adalah fenomenologis naturalistik.Pemilihan pendekatan ini didasarkan atas pertimbanganbahwa data yang hendak dicari adalah data yang meng-gambarkan akar kemunculan aliran sesat di wilayah Garutdan pelaksanaan proses ajaran mereka. Disamping itupendekatan ini juga bertujuan untuk memperoleh pemaham-an dan penafsiran secara mendalam dan natural tentangmakna dari fenomena yang ada di lapangan. Ditegaskan

15Musthafa Dieb Al-Bugha dan Muhyidin Mistu, Al-Wafi Fi syarhil Arba’in An-Nawawiyah,terj. Muhil Dhofir, Al-Wafi Menyelami 40 hadits arb’in, (Jakarta : Al-I’tishom, 2007),hlm. 13.

Page 48: Dimensi v

14

bahwa penelitian kualitatif lebih menekankan pada aspekproses dari pada hanya sekedar hasil dan menurutnyapenelitian kualitatif memiliki medan yang alami sebagaisumber data langsung sehingga bersifat naturalistik.Penelitian ini berusaha untuk mendeskripsikan proses ajarandan pemahaman aliran sesat yang ada di wilayah KabupatenGarut terutama aliran Amanat Keagungan Ilahi (AKI) Samsoedan Daarul Islam Fillah. Penelitian juga akan mencari datadari masyarakat perihal pendapat mereka mengenai keduaaliran ini. Analisis terhadap gerakan ini akan ditinjau darifaktor politik, ekonomi, pendidikan, lingkungan, intervensipihak luar dan kegiatan-kegiatan masyarakat. “Analisisterhadap topik penelitian ini diharapkan akan bisamemberkan gambaran yang lebih jelas terhadap dua gerakandi Garut. Selanjutnya, berdasar deskripsi dan analisisterhadap data maka para pemuka agama dapat menjadikanpenelitian ini sebagai bahan rujukan untuk menyusunprogram dalam membina mereka”.

Sesuai dengan metode penelitian yang dipilih, pene-litian ini tidak berangkat dari suatu hipotesis untuk diujikeberlakuannya atau Kecocokannya di lapangan. Tetapi yangdilakukan justru peneliti langsung masuk ke lapangan danberusaha mengumpulkan data selengkap mungkin sesuaidengan pokok permasalahan yang akan diteliti. Dalampenelitian kualitatif, peneliti langsung mengumpulkan datadalam situasi yang sesungguhnya. Oleh karena itu, penelitiharus turun sendiri ke lapangan, aktif mendengar,mengamati, bertanya, mencatat, terlibat, menghayati, berfikirdan menarik inferensi dari apa yang diperoleh di lapangan.

Untuk mengetahui secara rinci mengenai berbagaiperistiwa fenomena tentang perkembangan kedua aliransesat di Kabupaten Garut maka penelitian ini menggunakanrancangan studi kasus. Dikemukakan bahwa studi kasus

Page 49: Dimensi v

15

adalah kajian yang rinci atas satu latar, atau satu subjek, atausatu tempat penyimpanan dokumen atau satu peristiwatertentu. Dasar menggunakan rancangan studi kasusmemungkinkan bagi peneliti untuk mempertahankankarakteristik holistik dan bermakna dari peristiwa-peristiwakehidupan nyata yang diamati.

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Garut JawaBarat dengan mengambil dua aliran/paham yangberkembang di Kabupaten Garut yaitu Aliran AmanahKeagungan Ilahi (AKI) Syamsoe dan Daarul Islam Fillah.Pertimbangan pemilihan kedua aliran ini adalah didasarkanpada konflik yang sedang berkembang di masyarakatKabupaten Garut dan juga sedang hangat diperbincangkanoleh berbagai kalangan sehingga menarik peneliti untukterus menelusuri kedua aliran ini untuk dicarikan solusi bagipenyelesaian konflik yang ada.

Tehnik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini ada tigatahap. Pada tahap pertama, dilakukan orientasi dimanapeneliti perlu mengumpulkan data secara umum dan luastentang hal-hal yang menonjol, menarik, penting danberguna untuk diteliti lebih mendalam. Tahap kedua, penelitimengadakan eksplorasi pengumpulan data yang dilakukanlebih terarah sesuai dengan fokus penelitian sertamengetahui sumber data atau informan yang kompeten danmempunyai pengetahuan yang cukup banyak tentang halyang akan diteliti. Dalam hal ini peneliti telah menggunakanteknik snowball sampling. Tahap ketiga, peneliti melakukanpenelitian terfokus yaitu mengembangkan penelitian

Page 50: Dimensi v

16

eksploratif kepada fokus penelitian yaitu pada masalahfaktor-faktor kemunculan aliran sesat di Kabupaten Garut.

Untuk mengumpulkan data, dilakukan langkah-langkah:

Pengamatan/Observasi Lapangan

Pengamatan dalam penelitian ini adalah pengamatanpartisipasi moderat (moderate participation) dalam artiketerlibatan peneliti dalam posisi yang seimbang sebagaiorang dalam dan orang luar, antara pengamat dan peranserta (Moleong:1993). Pelaksanaan pengamatan dilakukanmengikuti petunjuk Spradley (1980:33) yang membagi tigatahapan observasi, yaitu dimulai dari obserasi deskriptif(deskriptif observations) secara luas menggambarkan secaraumum situasi tentang pengembangan ajaran dan pemaham-an aliran sesat yang ada di Kabupaten Garut. Setelahdiadakan analisis terhadap data hasil perekaman secaraumum, selanjutnya diadakan penyempitan pemilihanpengumpulan data dan mulai mengadakan observasiterfokus (focussed observation) untuk menemukan kategori-kategori seperti aktivitas-aktivitas para pemeluk aliranAmanat Keagungan Ilahi (AKI) Samsoe dan Daarul IslamFillah dan bahan kajiannya.

Wawancara

Wawancara digunakan untuk menggali data secaramendalam tentang factor-faktor munculnya aliran sesat diKabupaten Garut Jawa Barat. Oleh karena itu, penggunaan-nya tidak dilakukan secara ketat, artinya pertanyaan dapatberkembang sesuai dengan jawaban informan penelitian. Halini sesuai dengan pendapat Bog & Taylor mengatakan bahwawawancara kualitatif memiliki ciri-ciri tak berstruktur, tak

Page 51: Dimensi v

17

dibakukan dan terbuka (open-ended)16. Wawancara dilakukandengan pihak-pihak terkait yaitu dari kuncen atau pimpinanaliran itu sendiri (bisa juga dengan pengikutnya),denganPengadilan Negeri Kabupaten Garut, MUI, KUA Kecamatan.Leles yang diwakili oleh PENAMAS, KUA Kecamatan.Pangatikan yang diwakili oleh PENAMAS, PengadilanNegeri Kabupaten Garut, Aparat Pemerintah Leles dan jugamasyarakat sekitar tempat aliran itu berada maupun denganmasyarakat Kabupaten Garut yang lainnya.

Telaah Dokumen

Dokumen yang digunakan dalam penelitian iniadalah dokumen resmi lembaga sebagai bukti fisik dari suatukegiatan yang telah dilaksanakan baik berupa catatan, fotokegiatan maupun rekaman audio visual. Dokumen-dokumenyang dipelajari dalam penelitian ini meliputi: a) datamengenai lembaga-lembaga aliran sesat b) data mengenaiajaran yang berupa buku-buku, foto copy.

Analisis Data

Analisis data dilakukan berdasarkan model analisisinteraktif sebagaimana dikembangkan oleh Miles danHuberman17. Analisis data pada model ini terdiri dari 4komponen yang saling berinteraksi yaitu: pengumpulan data,reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan danverifikasi. Keempat komponen itu merupakan siklus yangberlangsung secara terus-menerus antara pengumpul data,reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan danverifikasi data.

16Al Wasilah Haedar, Pokoknya Kualitatif, (Jakarta: Dunia Pustaka, 2008), hal 141.17Ibid., hal. 158.

Page 52: Dimensi v

18

Langkah-langkah analisis data model analisisinteraktif dalam penelitian ini dijelaskan sebagai berikut:

Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan jalan observasi,wawancara dan dokumentasi. Data-data lapangan itu dicatatdalam catatan lapangan berbentuk deskriptif tetang apa yangdilihat apa yang didengar dan apa yang dialami ataudirasakan oleh subjek penelitian. Catatan deskriptif adalahcatatan data alami apa adanya dari lapangan tanpa adanyakomentar atau tafsiran dari peneliti tentang fenomena yangdijumpai. Dari catatan lapangan peneliti perlu membuatcatatan refleksi. Catatan refleksi merupakan catatan daripeneliti sendiri yang berisi komentar, kesan pendapat danpenafsiran terhadap fenomena yang ditemukan.

Reduksi Data

Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan,pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakandan transformasi data kasar yang muncul dari catatanlangsung. Reduksi data berlangsung secara terus-menerusselama penelitian berlangsung. Reduksi data merupakanbentuk analisis yang diperlukan dan mengorganisasikan datayang diperlukan sesuai fokus permasalahan penelitian.

Selama proses pengumpulan data, reduksi datadilakukan melalui proses pemilihan, pemusatan, penye-derhanaan, abstraksi dan tranfarasi data kasar yang diperolehdengan menggunakan catatan tertulis di lapangan. Selanjut-nya membuat ringkasan, mengkode, penelurusan tema-tema,membuat gugus-gugus, membuat partisi dan menulis catatanKecil (memo) pada kejadian seketika yang dirasa penting.

Page 53: Dimensi v

19

Penyajian data

Penyajian data yang paling sering digunakan dalampenelitian kualitatif adalah berbentuk teks naratif dari catatanlapangan, teks naratif dari catatan lapangan seringkalimembingungkan peneliti jika tidak digolong-golongkansesuai dengan topik masalah. Penyajian data merupakantahapan untuk memahami apa yang sedang terjadi dan apayang harus dilakukan selanjutnya, untuk dianalisis dandiambil tindakan yang dianggap perlu.

Verifikasi dan Penarikan Kesimpulan

Kegiatan verifikasi dan menarik kesimpulan sebenar-nya hanyalah sebagian dari satu kegiatan dari konfigurasiyang utuh, karena penarikan kesimpulan juga diverivikasisejak awal berlangsungnya penelitian hinggga akhirpenelitian yang merupakan suatu proses berkesinambungandan berkelanjutan. Verifikasi dan penarikan kesimpulanberusaha mencari makna dari komponen-komponen yangdisajikan dengan mencatat pola-pola, keteraturan, penjelasan,konfigurasi, hubungan sebab akibat, dan proposisi dalampenelitian. Dalam melakukan verifikasi dan penarikankesimpulan, kegiatan peninjauan kembali terhadap penyajiandata dan catatan lapangan melalui diskusi dengan temansejawat adalah hal yang penting.

Berdasarkan uraian di atas, secara umum analisisdata dalam penelitian ini dilakukan melalui pentahapansebagai berikut: a) mencatat semua temuan fenomena dilapangan baik melalui pengamatan, wawancara dan doku-mentasi dalam bentuk catatan lapangan; b) Menelaahkembali catatan hasil pengamatan, wawancara dan studidokumentasi serta memisahkan data yang dianggap pentingdan tidak penting, pekerjaan ini diulang kembali untukmemeriksa kemungkinan kekeliruan klasifikasi; c) Mendes-

Page 54: Dimensi v

20

kripsikan data yang telah diklasifikasikan, untuk kepenting-an penelaahan lebih lanjut dengan memperhatikan fokus dantujuan penelitian; d) Membuat analisis akhir yangmemungkinkan dalam laporan untuk kepentingan penulisanpenelitian ini.

Page 55: Dimensi v

21

Pengertian Paham / AliranPaham dan aliran adalah dua kata yang sering

diucapkan seseorang dengan maksud yang sama, seakantidak ada bedanya. Karena memang keduanya sama-samamengandung arti adanya suatu pemikiran yang dianut olehsebagian orang dalam sebuah komunitas atau kelompoktertentu, namun demikian ada sisi-sisi perbedaan dari duakata tersebut.18Perbedaan itu terletak pada makna yangterkandung di dalamnya.

Kata paham lebih berkonotasi pada suatu alurpemikiran yang menganut prinsip tertentu, tidak terorganisirdan tidak memiliki pemimpin pusat, namun mereka memilikitokoh sentral, sementara aliran lebih menekankan pada suatupemahaman yang terorganisir, ada ketua, pengurus dananggotanya, mempunyai aturan-aturan tertentu dan biasanyaanggotanya lebih taklid dan mengiyakan semua apa yangdikatakan pemimpinnya tanpa ada reserve yang ditandaidengan segala sesuatu dogmatis, anti kritik, dan cenderungmerasa paling benar.19

18Hartono Ahmad Jaiz, Aliran dan Paham Sesat di Indonesia, (Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 2002), hlm ix.

19Ibid.,

Paham/Aliran Sesatdi Indonesia

2

Page 56: Dimensi v

22

Ajaran/paham dalam agama adalah prinsip keyakin-an yang diperoleh melalui nalar dan kontemplasi terhadaprealitas teks/wahyu ilahi, yang kemudian berperan besardalam menegaskan keberagamaan. Sedangkan pengertiankeberagamaan itu sendiri adalah sikap, tindakan orangberagama yang berlandaskan pada prinsip keyakinan. Orangkerap memiliki perbedaan paham dalam hal keagamaandisebabkan relativnya kemampuan nalar&kontemplasi ketikaia berusaha memahami realitas teks ilahi. Hal ini dapat puladisebabkan oleh heterogennya sosial-kultural keberagamaanmasyarakat mencakup horizon kehidupannya.20 Sehinggaapa yang disebut dengan keberagaman pemahaman ini padagilirannya menjadi keniscayaan yang sulit dibantah, dalamterm Islam perbedaan pendapat disebut dengan rahmat,namun dalam tataran kehidupan praktis kerap kali ragampemahaman ini rentan terhadap pertentangan sehingga padaakhirnya mengakibatkan benturan dalam masyarakat.Benturan bukan saja dengan kelompok eksternal, melainkandapat terjadi pula di lingkungan internal dalam satukelompok yang sama. Ketika paham keagamaan sudahmengkristal menjadi sebuah prinsif keyakinan, maka ekspresikeberagamannya menjadi termanifestasikan sebagai sebuahdoktrin atau apa yang lazim disebut dengan idiologikeagamaan.

Jika melihat pengertian antara paham dan aliran yangdikemukakan di atas maka orang yang memiliki pahambelum tentu ia memiliki aliran, tetapi setiap orang yangmemiliki aliran pasti ia memiliki paham yang diyakininya,perbedaan keduanya terletak pada pengorganisasian ataupelembagaan. Paham itu lebih dititikberatkan pada sisipemaknaan terhadap suatu perkara sementara aliran itusuatu paham yang dilembagakan.

20E.E Evans Pritchard, Teori-teori tentang Agama, (Yogyakarta : PLP2M, 1984), hlm.26-30.

Page 57: Dimensi v

23

PengertianSesat

Pengertian sesat secara bahasa menurut beberapapendapat seperti Abu Amru seperti dikutip al-Azhari dan IbnManzhur, Abu Manshur yang dikutip Ibn al-‘Arabi yangdikutip al-Qurthubi, menyatakan bahwa asal dari al-dhalâladalah al-ghaib (tersembunyi). Menurut al-Alusi dan AbuHilal al-‘Askari, asal dari dhalâl adalah al-halâk (rusak).21

Kata al-dhallal dan bentukannya banyak sekali ter-dapat di dalam al-Quran dan hadits. Al-Quran menyatakankata al-dhallal dan bentukannya minimal sebanyak 191 kali di105 ayat. Di antaranya juga menggunakan makna bahasa diatas.22 Ibn al-Kamal dan al-Jurjani menyatakan bahwa al-dhallâl adalah ketiadaan sesuatu yang mengantarkan padaapa yang dituntut; atau jalan yang tidak mengantarkankepada yang dicari/dituju.23

Al-Qurthubi mengatakan bahwa al-dhallâl hakikatnyaadalah pergi meninggalkan kebenaran, diambil dari tersesat-nya jalan, yaitu menyimpang dari jalan yang seharusnya. Ibn‘Arafah berkata, “al-Dhalâl, menurut orang Arab, adalahberjalan di jalan yang bukan jalan yang dimaksud (bukanjalan yang mengantarkan pada maksud dan tujuan).”24 AbuJa’far, seperti dinukil oleh ath-Thabari, mengatakan, “Jadi,setiap orang yang menyimpang dari jalan yang dimaksud-kan, dan menempuh selain jalan yang lurus, menurut orangArab, ia sesat, karena ketersesatannya dari arah jalan yangseharusnya.” Walhasil, al-dhalâl secara tradisi tidak lainadalah penyimpangan dari jalan yang bisa mengantarkanpada tujuan yang diinginkan, atau penyimpangan dari jalanyang seharusnya.

21Lihat, Abu Hilal al-‘Askari, al-Furûq al-Lughawiyah, 1/392; al-Alusi, Rûh al-Ma’ânî, tafsir QS. al-Fâtihah: 7.

22Lihat QS Thaha [20]: 52; QS asy-Syuara’ [26]: 20; QS al-Baqarah [2]: 282; QS ar-Ra’d [13]: 14; QS al-An’am [6]: 94; QS al-Qamar [54]: 47).

23Lihat, Murtadha az-Zabidi, Tâj al-‘Urûs, 1/7250, bagian adh-dhalâl wa adh-dhalâlah; Al-Jurjani, at-Ta’rifât, bag. adh-dhalâlah.

24 Lihat, al-Qurthubi, al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur’ân, tafsir QS. Yûnus: 52.

Page 58: Dimensi v

24

Adapun jalan yang dimaksud tentu saja jalankebenaran (tharîq al-haqq) atau jalan yang lurus (tharîq al-mustaqim), yang tidak lain adalah Islam itu sendiri. Menurutar-Raghib al-Asfahani, al-dhalâl adalah penyimpangan darijalan yang lurus. Al-Qurthubi ketika menafsirkan surat al-A’raf ayat 60, menyatakan bahwa al-dhalâl adalahpenyimpangan dari jalan kebenaran. al-Dhalâl bisa terjadidalam masalah aqidah maupun hukum syari’ah. dalamma’rifah akan wahdaniyah Allah, kenabian, dsb yangditunjukkan dalam QS an-Nisa: 136 dan al-dhalâl dalam al-’ulûm al-’amaliyyah seperti ma’rifah tentang hukum-hukumsyariah, yang merupakan ibadah.

Jadi kesimpulannya dari pengertian-pengertian diatas bahwa aliran sesat adalah suatu pemahaman yangmenyimpang dari jalan kebenaran baik dalam bidanghukum, syari’ah maupun dalam ma’rifah akan wahdaniyahAllah dan juga kenabian yang sifat gerakannya terorganisir,ada ketua, pengurus dan anggotanya, mempunyai aturan-aturan tertentu dan biasanya anggotanya lebih taklidterhadap pimpinan/Imamnya dan mengiyakan semua apayang dikatakan pemimpinnya tanpa ada reserve yangditandai dengan segala sesuatu dogmatis, anti kritik, dancenderung merasa paling benar.

Keberagaman Aliran/Paham di IndonesiaAliran/paham yang berkembang di Indonesia

beragam bentuknya, ada yang lebih cenderung padapergerakan-pergerakan garis keras dan ada juga yangcenderung berupa aliran kepercayaan/kebatinan, masing-masing memiliki karakteristik tersendiri dalam penyebaranajarannya dan juga memiliki sudut pandang yang berbedajuga terhadap ajaran perihal ketuhanan. Untuk lebih jelasmaka dalam kajian ini akan dipaparkan mengenai alirankepercayaan dan juga pergerakan-pergerakan yang ter-himpun dalam lembaga atau perorangan yang sudahdinyatakan sesat oleh Majelis Ulama Indonesia dan oleh

Page 59: Dimensi v

25

karenanya dinyatakan sebagai terlarang oleh pengadilansetempat.

Aliran KepercayaanTempat timbulnya sebuah aliran kepercayaan di

Indonesia tidak lagi menjadi persoalan di abad modern ini,mengingat kebudayaan sudah merupakan suatu reaksi yangditimbulkan dari keadaan sebelumnya. Aliran kepercayaanatau yang lebih populernya dikenal dengan aliran kebatinandipahami sebagian masyarakat Indonesia sebagai sub sistemfalsafah bangsa Indonesia. Jika ditinjau dari sejarahnya alirankepercayaan baik yang terorganisir maupun yang tidakterorganisir adalah merupakan kelanjutan dari sistem keper-cayaan agama asli di Indonesia yaitu anisme dan dinamisme.Sekitar 400 M orang-orang India datang ke Indonesia untukberniaga, perniagaan mereka sampai ke tanah Jawa. Disamping berniaga mereka menyebarkan agama Hindu danBuddha, maka terjadilah akulturasi antara animisme dandinamisme sehingga terjadinya percampuran kepercayaanagama, ini tidak terlepas dari pola pikir dan olah rasamasyarakat pada masa itu, dan tidak menutup kemungkinanbahwa kepercayaan hasil budaya sampai saat ini masihdianut oleh sebagian besar masyarakat Indonesia.

Dengan datangnya agama Hindu dan Buddha yangdibawa oleh orang-orang India, kedua agama ini berkembangdengan pesat dan dianut oleh masyarakat setempat, karenaagama Hindu dan Buddha sesuai dengan jiwa dan budayapenduduk Indonesia. Kejayaan agama Hindu dan Buddha inilumayan lama dari abad ke IV M sampai abad ke XIV M.Perkembangan ini membawa kesan yang mendalam bagisebagian orang jawa, sehingga mereka mengagungkan danmenjadi kebanggaan dan kebesaran dalam diri merekakarena aliran kebatinan itu telah melahirkan kerajaan-kerajaan Jawa yang besar seperti Sanjaya, Sailendra,Singasari, Majapahit dan yang lainnya yang membawapengaruh besar terhadap perkembangan bangsa Indonesiaselanjutnya.

Page 60: Dimensi v

26

Kemudian Islam datang pada abad ke XIV M yangdibawa oleh orang-orang Persia dan Gujarat. KedatanganIslam mengakibatkan agama Hindu dan Buddha mengalamikemunduran, sedikit demi sedikit kepercayaan Hindu danBuddha mulai tergeser oleh agama Islam. Ajaran Islam yangdisebarkan ini mempunyai sistem nilai yang fleksibel danuniversal, hal ini pula yang memikat orang-orang untukmasuk Islam. Akan tetapi Islam yang dibawa ke Indonesiabukan Islam yang murni adanya, akan tetapi sudah banyaktercampur dengan budaya, sehingga cepatnya prosespersebaran Islam di Indonesia akibat dari peran pemahaman”mistik”.25 Jadi Islam yang datang ke Indonesia bukan lagiIslam murni tapi Islam yang sudah berakulturasi denganbudaya-budaya luar.26 Sehingga terjadi percampuradukanajaran antara agama dengan kepercayaan terhadap ”TuhanYang Maha Esa”. Oleh karena yang memegang jabatanpenting di dalam pemerintahan Indonesia adalah parapriyayi, untuk itu kedudukan kepercayaan kepada TuhanYang Maha Esa semakin mantap dan terus berkembang baiksecara terorganisir maupun tidak terorganisir.

Menurut Mukti Ali timbulnya banyak alirankebatinan di zaman modern ini bukanlah sesuatu yang aneh,aliran kebatinan muncul sebagai suatu reaksi terhadapketakutan dilanda pengaruh asing di abad modern olehkarena itu, kaum kebatinan kembali menghidupkan nilaikeasliannya. Dalam menghadapi pembangunan, golongankebatinan seringkali melihat masyarakat terlalu mengejarintelektualisme dan materialisme, untuk itu mereka mencarijalan kealam kerohanian.27 Maka dapat disimpulkan bahwakebatinan merupakan pengintegrasian nilai-nilai asli yangterdesak oleh arus modernisasi. Itulah sebabnya kebatinan

25Mistik memiliki kekuatan besar bagi orang-orang Indonesia. Dimana orangIndonesia banyak menaruh perhatiannya pada ahli-ahli mistik dibanding pada ahli teolog(kalam) scolastik maupun hukum-hukum Islam.

26Mukti Ali, The Spread of Islam In Indonesia, (Yogyakarta : Nida, 1970), hlm. 29.27Ibid., hlm. 135.

Page 61: Dimensi v

27

merupakan gerakan protes dan kritik terhadapperkembangan zaman.

Adapun karakteristik aliran kepercayaan dalampandangan Rahmat Subagja yaitu pengintegrasian diri,maksudnya adalah usaha untuk mengkonsentir seluruhtenaga seseorang pada suatu sentrum batin, kemudianmengurangi atau menghilangkan rasa dengan jalan menge-kang hawa nafsu dan kebutuhan hidupnya yang alami.Transformasi unsur ini merupakan suatu cara kesatuan yangbisa berbentuk 1) kesatuan etnis yang dalam kesatuan iniakan tercetak manusia berbudi luhur; 2) kesatuan cosmosdalam kesatuan ini rasa diri manusia hapus karenatenggelam ditelan oleh kesatuan alam semesta; 3) kesatuanyang bersifat phanteis kesatuan ini sebenarnya sama dengankesatuan cosmos, hanya saja jiwa cosmos diganti denganistilah ”Tuhan”jadi disini terjadi apa yang disebut denganmenunggaling kawula gusti.

Selanjutnya dalam aliran kepercayaan terdapatpenafsiran terhadap daya gaib luar biasa setelah melaluitahap-tahap ke-1 dan ke-2. Daya gaib dalam alirankepercayaan dalam semua bentuk ajaran mempunyai maknamengatasi alam materi seperti, kepercayaan akan ramalan-ramalan, penafsiran terhadap lambang-lambang, dimanahidup itu diliputi dengan simbol-simbol magis dankepercayaan akan karma yaitu hukum menegaskan bahwasemua perbuatan ada konsekuensinya baik sekarang maupunyang akan datang. Adapun tujuan dari kebatinan itu sendiriadalah berusaha agar dirinya dititis dzat Tuhan untukkesempurnaan hidup. Dalam ajaran kebatinan mistik itudipelajari karena mistik merupakan sebuah jalan untukmenuju kepada persatuan dengan Tuhan.28

Dalam pandangan Koentjaraningrat, kebatinantermasuk ke dalam agama karena dalam analisisnya bahwa

28 Rahmat Subagja, Aliran Kepercayaan di Indonesia, (Surabaya : Pustaka Jaya, 1987),hlm. 23.

Page 62: Dimensi v

28

dalam aliran kepercayaan juga terdapat beberapa komponendiantaranya adalah:1) Emosi keagamaan, dalam kebatinan emosi agama

dianggap sebagai sesuatu yang datang dari dunia gaibdan itu merupakan sesuatu yang harus dipuja dandiminta tolong, dianggap suci dan berkuasa sertamenakutkan, sistem keyakinan dalam kebatinan Tuhan itutak dapat dibicarakan karena manusia merupakanpercikan Tuhan.

2) Sistem ritus atau upacara, dalam kebatinan ritus atauupacara adalah berupa semedi, kungkum, melek malam,mati geni, dan lain sebagainya.

3) Peralatan ritual dan upacara dalam kebatinan yangdigunakan bisa berupa pendopo, Gunung, hutan, tepisamudera, sungai-sungai, kuburan-kuburan orangkeramat, gua dan lain sebagainya. Adapun untuk alatritus yang digunakan bisa berupa lilin, wewangian,pusaka, kembang dan lain sebaginya.

4) Umat beragama penganut kebatinan terdapat dalamwadah lembaga keorganisasian atau paguyuban.

Dari penjelasan-penjelasan di atas, ternyata alirankepercayaan atau kebatinan ini lebih cenderung pada duniamistik, yang tentunya hal ini memiliki ciri dan khas tersendirisehingga tidak bisa digolongkan kepada Islam. Akan tetapijika melihat analisis dari Koentjaraningrat bahwa merekamemiliki agama tersendiri yang memang bukan agama Islam,mereka memiliki penafsiran akan Tuhan dalam konteksnyayang berbeda dengan ajaran Islam. Oleh karena itu harusdiadakan pembinaan dan pemahaman terhadap orang-orangaliran kepercayaan bahwa antara Islam dan alirankepercayaan memiliki pemaknaan yang berbeda akan Tuhanoleh karena itu sudah selayaknya ia memiliki naungan agamatersendiri.

Page 63: Dimensi v

29

Gerakan Islam KontemporerKajian tentang pemikiran dan gerakan Islam di

Indonesia menunjukkan bahwa perkembangannya tidak bisadilepaskan dari perkembangan dan perubahan yang terjadidalam masyarakat indonesia khususnya dan perubahanglobal yang turut pula mempengaruhinya. Pengaruh globaltersebut secara tidak langsung berpengaruh pada adanyaKecenderungan yang lebih terbuka terhadap arus pemikiranditingkat internasional, baik studi yang dilakukan oleh kaumorientalis maupun Islamisis yang memberikan warna padastudi-studi keislaman di Nusantara. Studi yang dilakukanoleh kaum orientalis terhadap Islam misalnya yang menuaikritik keras dari Edward W. Said pada akhirnya menumbuh-kan semangat Islamisme, baik dalam hal gerakan maupunpemikiran Islam.29 Gerakan Islam tidaklah homogen danmonolitik, namun banyak variasinya, Said menyatakanbahwa:

”thus far being a coherent movement, the ”return to Islam”embodies a number of political actualities. For UnitedStates it represents an image of disruption to be resisted atsome time, encouraged at others. We speak of the anti-communist Saudi Muslim, of the valiant Muslim rebels ofAfganistan, of reasonable Muslim Like Sedate, the Saudiloyal family Zia Al-Haqq. Yet also rail the Khomeini Islammilitant and Qaddafi’s Islamic Third way and our morbidfascination with Islamic punishment (as administered byKhalkhali) we paradoxically strengthen it’s power as anauthority maintaining device”.30

Pernyataan Said di atas sebenarnya hendak menun-jukkan bahwa dalam melihat fenomena Islam baik dalampemikiran maupun gerakan (aksi) tidaklah bisa digenera-lisasi, sebab ada keunikan-keunikan dalam tiap-tiap

29Zuly Qodir, Pembaharuan Pemikiran Islam,Wacana dan Aksi Islam Indonesia,(Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2006), hlm. 4-5.

30Boby S. Sayyid, A Fundamental Fear, Euro centrism and Emergence of Islamism, (Londonand New York : Zed Book, 1997), hlm. 36, bisa dilihat juga pada Zuly Qodir, PembaharuanPemikiran Islam, Wacana dan Aksi Islam Indonesia, hlm. 5.

Page 64: Dimensi v

30

kelompok yang menamakan dirinya sebagai gerakanpembaharuan dalam Islam.

Dalam konteks tertentu lahirnya pemikiran dangerakan Islam agaknya tidak bisa dilepaskan dengan adanyaproses transnasional yang menumbuhkan gelombangdemokratisasi dan civil society akibat adanya relasi-relasiantar masyarakat sipil di Asia dan Eropa.31 Dimana gerakantransformasi tersebut mengusung tema-tema sepertidemokrasi, kesetaraan gender, serta citizenship. Pertemuanantara berbagai gerakan di level global turut pulamemberikan pengaruh pada adanya perubahan-perubahandi dalam Negeri. Perubahan-perubahan tersebut memberikaninspirasi pada Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) untuksaling bertemu dalam komitmen demokrasi dan penguatanmasyarakat sipil. Inilah salah satu karakteristik tumbuhnyagerakan civil society di Indonesia.

Apa yang terjadi dalam konteks internasional dengandemikian turut pula memberikan kontribusi pada lahirnyasebuah pemikiran, termasuk pemikiran Islam di Indonesia.Berkaitan dengan perkembangan sosial yang terjadi makakelahiran sebuah pemikiran dan gerakan keislaman yangterwujud dalam organisasi-organisasi keagamaan, sepertiSarekat Islam (SI) yang dipimpin oleh HOS Cokroaminotodan Agus Salim, sebelumnya bernama Sarekat Dagang Islam(SDI), dan juga pertumbuhan-pertumbuhan organisasi-organisasi seperti Muhamadiyyah, NU (Nahdatul Ulama),PERSIS (Persatuan Islam), PUI (Persatuan Umat Islam) danyang lainnya. Selain dari itu, tumbuh gerakan-gerakan yangsifatnya organisasi dan mendapatkan pengesahan daripemerintah. Berbagai gerakan keagamaan yang apabiladilacak secara historis, sebenarnya telah lahir sejak lama.Beberapa gerakan keagamaan yang bisa disebut sebagaigerakan keagamaan kontemporer sekalipun memiliki afiliasidengan gerakan-gerakan lama, muncul kepermukaan dengan

31Anders Uhlin, Oposisi Berserak, (Bandung : Mizan, 1998), hlm. 172-195.

Page 65: Dimensi v

31

membawa misi, tujuan dan model gerakannya masing-masing.

Beberapa gerakan keagamaan yang muncul dansangat keras ”suaranya” misalnya KISDI (Komite Indonesiauntuk Solidaritas Dunia Islam) yang diketuai oleh AhmadSumargono, PPMI (Persatuan Pekerja Muslim Indonesia)diketuai Eggy Sudjana. Khusus tentang Negara IslamIndonesia (NII) yang dicetuskan oleh M. S. Kartosoewirjopada tanggal 7 Agustus 1949. Pada mulanya Kartosoewiryoadalah aktivis Sarikat Islam (SI) kemudian karena adapandangan-pandangannya yang berbeda maka ia dikeluar-kan dari SI (Sarekat Islam).

Selain NII, gerakan-gerakan Islam yang berkembangdi Indonesia adalah gerakan LDII (Lembaga Dakwah IslamIndonesia), HTI (Hizbut Tahrir Indonesia) yang diketuaiIsmail Yusanto, Jemaah Tablig, Laskar Jundullah, ForumKomunikasi Ahlu Sunnah Wal Jamaah diketuai oleh Ja’farUmar Thalib (sudah membubarkan diri secara organisasi),FPI (Front Pembela Islam) diketuai Habib Rizieq, IkhwanulMuslimin, HAMMAS, dan MMI (Majelis MujahidinIndonesia) yang diketua Abu Bakar Ba’asir kemudianmengundurkan diri dan membentuk lembaga baru JamaahAnshorut Tauhid.

Hampir semua gerakan Islam ini bergerak dengancara-cara militer, dalam arti melawan siapa saja yangdianggap menghalang-halangi sehingga tidak jarang kalau-pun nyawa yang harus jadi tanggungannya mereka beraniuntuk melakukannya.32 Namun demikian, seiring perkem-bangan pemikiran dan juga pemahaman yang dimiliki olehsetiap orang, terkadang dari pergerakan-pergerakan ini jugabisa melahirkan pergerakan-pergerakan baru seperti halnyaNII (Negara Islam Indonesia) sepeninggalan Imam pertama-nya Kartosoewirjo banyak memiliki sempalan sebagaimanayang muncul di Kabupaten Garut Jawa Barat. NII (Negara

32Mansour Fakih, Jalan Lurus, Manifesto Intelektual Organik,( Yogyakarta : Insist Press,2002), hlm. ix-xi

Page 66: Dimensi v

32

Islan Indonesia) di Garut ada beberapa nama yaitu DaarulIslam atau yang lebih dikenal dengan DI/TII, yang digagasKartosuwiryo, Daarul Islam Fisabilillah, ada juga Darusalamyang merupakan cikal bakal lahirnya pesantren Darusalam diCipari Pangatikan Garut dan ada juga Darul Islam Fillahyang kini dipimpin Sensen Komara. Keberadaan gerakan inimenjadi wacana perbincangan di masyarakat yangmenimbulkan kehawatiran di kalangan para ulama. Kekha-watiran ini juga berkembang di kalangan warga NII (NegaraIslam Indonesia) yang lainnya, dimana mereka meng-hawatirkan akan keotentikan ajaran-ajarannya telah menyim-pang sehingga menimbulkan keresahan di masyarakat, halini sebagaimana dikatakan al-Haidar dalam BukunyaPemikiran Politik Proklamator Negara Islam IndonesiaKartosoewirjo.

Pada tingkat internasional muncul Hizbut Tahrirpada mulanya lahir di Mesir yang merupakan sempalan darigerakan Ikhwanul Muslimin, karena perbedaan persepsiantara Taqiyudin an-Nabhani dengan Hasan al-Bana.Akhirnya Taqiyudin An-Nabhani yang merupakan muridHasan Al-Bana memisahkan diri dan mendirikan gerakanbaru yang melahirkan HT (Hizbut Tahrir) yang penyebaran-nya mencapai tingkat internasional, kemudian masuk keIndonesia dengan nama Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).Begitupun dengan pergerakan-pergerakan yang lainnya, halini tidak menutup kemungkinan bisa juga melahirkanpergerakan-pergerakan baru di Indonesia.

Adapun karakteristik dalam penyebaran ajarankeagamaannya adalah mereka yang usianya masih muda,memiliki semangat yang tinggi akan penegakan Islam atauNegara Islam akan tetapi tidak diimbangi denganpemahaman kaidah-kaidah Islam sehingga dalam penafsiran-nya banyak terjadi penyimpangan dari nas aslinya dan jugatidak jarang sebagian dari gerakan-gerakan Islam inimengkafirkan orang diluar golongannya. Memiliki rasaempati yang tinggi terhadap kondisi perusakan moral sepertihalnya yang kita saksikan sekarang ini, sehingga menimbul-

Page 67: Dimensi v

33

kan kekecewaaan terhadap situasi yang sedang terjadiakhirnya menimbulkan reaksi yang keras dalam penang-anannya. Hal ini tidak jarang menjadikan kehawatiran yangmencekam dimasyarakat. Bagi mereka bila jiwa harusdikorbankan sebagai bentuk persembahan dan pengabdianterhadap Islam atau tepatnya mereka kenal dengan ”jihadfisabilillah” selain itu harta mereka korbankan juga, yang padaakhirnya gerakan ini tidak mengalami kesulitan dalampembiayaan dalam melancarkan aksi-aksinya demi tercapai-nya apa yang mereka cita-citakan.Sejarah Kemunculan Aliran-Aliran / Paham dalam Islam

Keanekaragaman pemahaman terhadap ajaran-ajaranagama di msyarakat disebabkan oleh perbedaan dalammemahami dan menginterpretasikan sumber pemahaman itusendiri yang akhirnya melahirkan berbagai paham/alirankeagamaan (Geertz:1968). Konflik keagamaan di masyarakatdapat timbul karena perbedaan dalam memahamai sumberpemahaman itu sendiri yang bercampur dengan aspek-aspeklain dalam kehidupan sosial masyarakat. Dalam konflikagama, perbedaan doktrin dan paham yang dianut dijadikansebagai acuan dan pegangan dalam menghadapi lingkungandi masyarakat. Perbedaan-perbedaan ini tidak jarang diantara umat Islam itu sendiri saling menuduh kafir, murtaddan zindik (atheis) terhadap lawannya atau orang yangberbeda dengannya. Dalam sejarahnya perlawanan salingmengkafirkan ini berlanjut hingga pertumpahan darah diantara umat Islam itu sendiri.33

Perbedaan pendapat pada manusia adalah suatukenyataan yang tidak bisa dipungkiri. Kalau manusia sejakkecil memandang alam sekitarnya dengan pandanganphilosofis, sedangkan orang berbeda-beda, maka kelanjutan-nya adalah gambaran dan imaginasi manusia juga berbeda-beda. Semakin jauh orang melangkah dalam civilisasi dankebudayaan, maka semakin jauh pula perbedaan itu,

33MuhammadAl-Ghazali dan Murtadha Muthahhari, Agar Kita Tidak Sesat :menyikapi Maraknya Aliran Sesat di Indonesia, (Bandung : Pustaka Hidayat, 2008), hlm. 30-36.

Page 68: Dimensi v

34

sehingga dari sinilah timbul berbagai aliran-aliran.34Adapunsebab perbedaan itu bisa muncul dikarenakan: a) kejanggalansesuatu persoalan; b) Lain Kecondongan dan watak; c)Perbedaan lapangan Ilmu; d) Mengikuti orang-orang yangterdahulu; dan e) Perbedaan pengetahuan dancakrawala.35Jelaslah bahwa keberagaman itu bukan sesuatuyang harus dinafikan keberadaanya, seperti halnya orangbuta yang ramai-ramai memegang gajah, diantara merekaada yang memegang telinganya maka mereka bilang kalaugajah itu lebar dan tipis sehingga bisa dilipat, ada yangmemegang kakinya mereka berpendapat bahwa gajah itupanjang dan besar, dari penjelasan-penjelasan mereka jelassangat berbeda tergantung mereka menafsirkan apa yangmereka temukan, begitupun dalam kehidupan, namun meskidemikian perbedaan itu harus tetap berpedoman pada nas al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW.

Jika berkaca pada sejarah bahwa kemunculan aliran-aliran dalam Islam diilhami dari munculnya gerakankhawarij. Gerakan ini muncul karena adanya ke kekacauanpolitik antara Ali bin Abi Tholib dan Mua’wiyyah yang telahmelakukan tahkim dalam mencari penyelesaian permasa-lahannya. Dimana tahkim ini dimenangkan oleh kelompokMu’awiyyah, namun kelompok khawarij ini tidak setujudengan diadakannya tahkim kepada selain hukum Allah,sehingga kelompok ini tidak mengakuinya dan ia memisah-kan diri. Setelah khawarij muncul lalu bermunculan pulakelompok-kelompok Islam yang lainnya, hingga sekarangdengan beragam karakter yang dibawanya.

Kriteria SesatSaat ini aliran-aliran serta paham-paham sesat dan

menyimpang sedang tumbuh subur dan berkembang diIndonesia. Lebih dari 250 aliran sesat di Indonesia dan 50 di

34A. Hanafi, Pengantar Theology Islam, (Jakarta : Al-Husan Zikra, 1995), hlm. 54.35Ibid., hlm. 54-55.

Page 69: Dimensi v

35

antaranya berkembang di Jawa.36 Selain merusak akidah dancitra agama, aliran-aliran ini merusak tatanan sosial, merusakhubungan keluarga, persatuan umat dan cara berpikirmasyarakat, bahkan ada yang mengancam kelangsunganNKRI, seperti Al-Qiyadah Al-Islamiyah yang dakwahnyamelalui fase sembunyi-sembunyi, fase terangan-terangan,fase perang terhadap seluruh yang tidak masukkelompoknya, fase kemenangan, dan sampai kepada fasependirian pemerintahan sendiri.37

Para ulama umumnya dan MUI khususnya telahbanyak menghabiskan tenaga, waktu, pikiran, dan bahkandana untuk meluruskan dan mengatasi masalah ini.Sehubungan dengan mudarat yang ditimbulkan aliran danpaham sesat ini, Presiden Susilo Bambang Yudoyono telahmenyatakan dukungannya terhadap fatwa-fatwa MUI danmenyatakan bahwa fatwa agama hanya bisa dikeluarkan olehMUI. Karena itu, tanggung jawab MUI khususnya dantanggung jawab para ulama dan da’i umumnya semakinbesar dalam masalah ini. Jika selama ini, MUI dan para ulamamengurusi dan mengeluarkan fatwa terhadap berbagai aliransesat berdasarkan tanggung jawab sebagai ulama memeliharadan menjaga kesucian agama serta memelihara akidah umat,maka ke depan MUI dan para ulama selain mengurusi alirandan paham sesat juga memikul tanggung jawab membangunbangsa dan menindaklanjuti harapan bangsa.

Menurut Ramli Abdul Wahid Anggota Komisi FatwaMUI I Sumut dikatakan bahwa kepedulian pemerintahterhadap masalah agama ini harus disambut dengansungguh-sungguh karena menyangkut pemeliharaan Agama.Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat (PAKEM) diKejaksaan yang sudah lama kurang aktif dapat diberdayakankembali bekerja sama dengan MUI dan Kepolisian dalamupaya meredam, membendung, dan mengantisipasi muncul

36Ramli Abdul Wahid, Kriteria Aliran Sesat Penanganannya, diakses dariwww.Google.com pada hari Rabu 22 September 2010 Jam. 14.30, hlm. 1

37Ibid.,

Page 70: Dimensi v

36

dan berkembangnya aliran dan paham sesat. Masyarakatperlu dibekali dengan pengetahuan tentang kriterianya,indikasi awal yang mencurigakan dan langkah-langkahmembendungnya. Senada dengan hal ini dikatakan olehRidwan Ketua I MUI Kecamatan Leles Kabupaten Garut,dalam penanganan masalah AKI (Amanat Keagungan Ilahi)Syamsoe juga tidak mendapatkan respon dari pihakKejaksaan Negeri Garut atas surat yang dilampirkannya, olehkarena itu permasalahan AKI Syamsoe ini hanya ditanganioleh MUI Kecamatan Leles yang bekerjasama denganPENAMAS Leles serta Kapolsek Kecamatan Leles untukmemberhentikan penyebarannya.

Sebagai indikasi awal yang dapat menimbulkanKecurigaan terhadap satu paham atau pengajian bisa melaluitanda-tanda yaitu pengajian dilaksanakan secara rahasia-rahasia, tertutup kepada selain jamaahnya, gurunya tidakdikenal sebagai ahli agama, tidak pernah menekuni ilmuagama, dan tidak dikenal sebagai orang yang rajin beribadah,tetapi tiba-tiba menjadi pengajar agama. Adanya bai‘atbahkan, ada janji yang harus ditandatangani oleh anggotapengajian tersebut.38

Cara ibadah yang diajarkan aneh dan tidak lazim.Adanya tebusan dosa dengan sejumlah uang yang diserah-kan kepada guru atau pimpinan jamaah. Kadang-kadang,pengajian sesat ini mengharuskan adanya sedekah lebihdahulu sebelum berkonsultasi dengannya. Adanya penyerah-an sejumlah uang, seperti Rp 300.000, dan orang yangmenyerahkannya pasti masuk sorga. Adanya sumbanganyang tidak lazim sebagaimana layaknya sumbangan sebuahpengajian. Misalnya, 10% atau 5% dari penghasilan harusdiserahkan kepada guru atau pimpinan pengajian.Pengajiannya tidak mempunyai rujukan yang jelas, hanyapenafsiran-penafsiran gurunya saja. Pengajiannya tidakmemakai Hadis Nabi Saw dan juga dalam penafsiran-penafsiran atau ayat-ayat yang dibahasnya seputar Jihad dan

38Ramli Abdul Wahid, Kriteria Aliran Sesat, hlm. 3

Page 71: Dimensi v

37

Infak atau ayat-ayat Qur’an yang disesuaikan dengankebutuhan kelompok mereka supaya anggotanya menjaditambah kuat (militansinya tinggi) terhadap lembaga pengaji-an yang diikutinya. Hal ini bisa memuluskan lembaga-lembaga yang dianggap sesat ini untuk mencapai tujuannya.

Di antara kriteria sesat yang menonjol sekarangadalah pengakuan menjadi Nabi, menerima wahyu dariAllah, dan kedatangan Malaikat Jibril. Temuan dalampenelitian ini menunjukkan bahwa di Kabupaten GarutSensen Komara mengaku bahwa dirinya sebagai rosul39 danMoch. Syamsoe yang lebih dikenal dengan AKI Syamsoemengaku mendapatkan Wahyu di Pantai Carita Banten.40 Dizaman Nabi Muhammad SAW, seorang yang mengaku Nabidihukum untuk dibunuh. Musailamatul Kazzab dan al-Aswad al-‘Insi dihukum bunuh karena keyakinan sesatmereka, mengaku sebagai Nabi. Bahkan, Abu Bakarmemerangi orang murtad dan orang yang enggan membayarzakat. Akan tetapi sekarang ini, hal itu tidak dapat dilakukankarena akan berhadapan dengan tuntutan demokrasi dan hakasasi manusia.

Penetapan sesat sebuah ajaran atau gerakan,memerlukan proses pembuktian (tabayyun). Jika sudahterbukti sesat dengan bukti-bukti yang meyakinkan, makaharus dikatakan sesat, seperti Ahmadiyah, aliran keper-cayaan Amanat keagungan ilahi (AKI) Syamsoe, NII (NegaraIslam Indonesia) atau DI Fillah pimpinan sensen Komara.

39 Hasil pemeriksaan Kaporles Garut yang dilansir dalam Galamedia Garut Tanggal16 Agustus 2009.

40 Prosedur Tetap Amanat Keagungan Ilahi Sepanjang Zaman hal. 6

Page 72: Dimensi v

38

Page 73: Dimensi v

39

Kondisi Geografis Dan Demografis

Kabupaten Garut secara geografis terletak di ProvinsiJawa Barat bagian Selatan pada koordinat 6 56’49”-745’00” Lintang Selatan dan 107 25’8”-1087 7’30” BujurTimur. Kabupaten Garut memiliki luas wilayah administratifsebesar 306.519 Ha (3.065,19 km2) dengan batas-batas sebagaiberikut: sebelah Utara dengan Kabupaten Bandung dan Ka-bupaten Sumedang; sebelah Timur dengan Kabupaten Tasik-malaya sebelah Selatan dengan Samudera Indonesia; dansebelah Barat dengan Kabupaten Bandung dan KabupatenCianjur.

Kabupaten Garut memiliki wilayah seluas 306.519 Hayang terdiri dari area persawahan 65.233 Hektar, tegalan100.145 Hektar, perkebunan 28.220 Hektar, hutan 109.760Hektar, kolam 1.601 Hektar, semak/pengembala 747 Hektar,dan perkampungan 8.283 Hektar. Area daerah KabupatenGarut adalah pegunungan dengan suhu udara antara 15°-25°C. Sebagian wilayahnya yang dikelilingi oleh pegunungan,diantaranya di sebelah selatan gunung Cikurai, sebelah Utaragunung Guntur, sebelah timur gunung Galungggung, dan

Gambaran Umum

Wilayah Penelitian

3

Page 74: Dimensi v

40

sebelah Barat adalah Gunung Papandayan yang merupakangunung berapi yang aktif yang kini kondisinya awas. Karenaitu wilayah Garut ini memiliki suhu cukup dingin denganfrekuensi curah hujan rata-rata berkisar antara 2.589 mmdengan bulan basah 9 bulan dan bulan kering 3 bulan,sedangkan di sekeliling daerah pegunungan mencapai 3500-4000 mm. Variasi temperatur bulanan berkisar antara 24ºC -27ºC.

Karena letaknya yang strategis, Kabupaten Garutdapat ditempuh dengan berbagai moda transportasi darat.Sejak tahun 1988 bermunculan jasa angkut travel serta busmalam dari dan menuju arah Jakarta.

Pada awal abad ke-20, Kota Garut mengacu padapola masyarakat yang heterogen sebagai akibat arusurbanisasi. Keanekaragaman masyarakat dan pertumbuhanKota Garut erat kaitannya dengan usaha-usaha perkebunandan objek wisata di daerah Garut. Orang Belanda yangberjasa dalam pembangunan perkebunan dan pertanian didaerah Garut adalah K.F Holle. Untuk mengenang jasa-jasanya, pemerintah Kolonial Belanda mengabadikan namaHolle menjadi sebuah jalan di Kota Garut, yakni jalan Holle(Jl.Mandalagiri) dan kini diabadikan dengan patung Hollesetengah dada yang dibangun ditengah-tengah alun-alunKabupaten Garut. Pembukaan perkebunan-perkebunan ter-sebut diikuti pula dengan pembangunan hotel-hotel padaTahun 1917. Hotel-hotel tersebut merupakan tempat meng-inap dan hiburan bagi para pegawai perkebunan atauwisatawan yang datang dari luar negeri. Hotel-hotel di KotaGarut, yaitu Hotel Papandayan, Hotel Villa Dolce, HotellBelvedere, dan Hotel Van Hengel. Di luar Kota Garutterdapat Hotel Ngamplang di Cilawu, Hotel Cisurupan diCisurupan, Hotel Melayu di Tarogong, Hotel Bagendit diBanyuresmi, Hotel Kamojang di Samarang dan Hotel

Page 75: Dimensi v

41

Cilauteureun di Pameungpeuk. Berita tentang Indahnya KotaGarut tersebar ke seluruh dunia, yang menjadikan KotaGarut sebagai tempat pariwisata. Sehingga siapapun sangatmudah untuk masuk ke Kabupaten Garut ini.

Kabupaten Garut merupakan wilayah yang dinamis,berbagai dinamika terus berlangsung, baik yang diharapkanmaupun yang tidak diharapkan. Dalam perkembangannya,Kabupaten Garut tumbuh dan mengalami perubahan yangcukup signifikan. Hingga tahun 2009 Kabupaten Garutmemiliki 42 Kecamatan, 21 Kelurahan dan 403 Desa.

Sebagai Kabupaten yang areal wilayahnya cukup luastentu mempunyai banyak permasalahan intern dan eksterndalam berbagai hal dan salah satu diantaranya permasalahankeagamaan. Dengan segala kekuatan, kelemahan, peluangdan ancaman yang ada, Pemerintah Kabupaten Garut denganpenerapan arah kebijakan pembangunan dan strategi yangtepat, bertekad untuk meningkatkan daya guna dan hasilguna penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pem-bangunan dan pelayanan kepada masyarakat terutama dalampembinaan keagamaan kepada masyarakat yang ada diwilayah Kabupaten Garut.

Masyarakat Kabupaten Garut adalah majemuk (pluralsocieties), terdiri dari berbagai etnis, golongan dan agama.Diantara etnis terbesar di kota Garut adalah etnis Sundasebagai penduduk asli, etnis Jawa, etnis Cina, etnis Padangdan etnis Batak. Bahasa yang digunakan oleh kebanyakanmasyarakat Garut adalah bahasa Sunda. Agama pendudukmayoritas adalah Islam

Page 76: Dimensi v

42

Tabel IJumlah Penganut Agama di Kabupaten Garut 41

Agama JumlahIslam 2.220.516Protestan 1.788Hindu 193Buddha 1.289JUMLAH 2.225.241

Jika ditinjau dari aspek pendidikan Kabupaten Garutmemiliki 313 TK, 380 RA, 1524 SD, 177 MI, 145 SLTP, 176MTs, 49 SMU, 64 MA, 38 SMK dan 12 PT.42 Yang ditunjangdengan sarana dan prasarana peribadatan yaitu 4.777 Mesjid,6.963 langgar, 2.878 Musholla, 5 Gereja, 1 Vihara.43 Namunfasilitas ini kurang dimanfaatkan secara optimal olehmasyarakat, sehingga tidak jarang faktor pendidikan danjuga perekonomian bisa menjadi penyebab dari terhambat-nya pembangunan di Kabupaten Garut.

Dari aspek agama Kabupaten Garut tergolong masya-rakat religius bermata pencaharian sebagai petani. Wilayahpembangunan dibagi menjadi tiga yaitu: wilayah GarutSelatan, yang merupakan daerah pantai dan pariwisata,daerah pertanian tanaman keras dan daerah nelayan.Karakter masyarakatnya cukup keras, tingkat pemahamanagamanya masih rendah dan juga tingkat pendidikan masihrendah. Pemerintah kurang serius menangani wilayah inidalam program pembinaan keagamaan. Dampaknya daerah

41Sumber Kantor Urusan Agama Kabupaten Garut tahun 2009 yang diakses dariwww.depag.go.id

42Sumber BPS Kabupaten Garut Tahun 200943Sumber Kementerian Agama Kabupaten Garut 2009

Page 77: Dimensi v

43

ini dijadikan fokus perluasan bagi penyebaran DI Fillah yangjumlah pengikutnya terbilang banyak yang dipimpin olehSensen Komara di Pangatikan. Sensen dengan lantangmenyuarakan ajaran-ajaran DI Fillah yang kontroversial,sehingga rawan menimbulkan kekerasan di masyarakat.

Wilayah Garut Tengah, yang merupakan basis paraulama besar yang berpengaruh dari berbagai organisasikeagamaan. Keadaan masyarakatnya termasuk kategori yangtelah maju, oleh karena itu pembinaan keagamaan diarahkankepada trilogi kerukunan beragama. Didaerah ini secaraintensif diadakan pembinaan untuk terus dikembangkannyalembaga-lembaga pendidikan keagamaan.

Wilayah Garut Utara yang merupakan pintu gerbangKabupaten Garut, kepadatan penduduknya lebih tinggi sertamasyaraktnya sudah lebih maju. Panatisme golongan ataupaham keagamaan agak menonjol, namun lembaga-lembagakeagamaan dan pondok pesantren tumbuh dengan baik.Dalam pembinaan daerah ini dititik beratkan pada motivasi,stimulasi melalui jalan lembaga dan tenaga keagamaan yangada di daerah tersebut.

Perkembangan aliran dan gerakan keagamaan yangdianggap sesat oleh sebagian masyarakat dan ulama iniberkembang didaerah Garut Selatan dan Garut Utara,namun di Garut tengah atau Garut kota tidak ada perkem-bangan aliran dan gerakan keagamaan yang dianggapmenyesatkan. Perkembangan gerakan dan aliran keagama-an di Kabupaten Garut ini yang perkembangannya hanyadidaerah-daerah tertentu, hal ini tidak terlepas dari sejarahkeagamaan di Kabupaten Garut.

Penyebaran atau kemunculan Islam di KabupatenGarut tidak terlepas dari peran Prabu Kian Santang yaituanak dari prabu Siliwangi, dimana Prabu kian Santang

Page 78: Dimensi v

44

pembawa ajaran agama Islam pertama kalinya didaerahGarut yaitu di daerah Limbangan yang dulunya merupakanpusat pemerintahan Kabupaten Garut. Setelah dipindahkandi Kota Garut maka Limbangan Ini hanya merupakan salahsatu Kecamatan yang ada di Garut. Dalam penyebaranIslam Kian Santang menyebarkan Islam dimulai dariwilayah Garut Utara yaitu wilayah Limbangan. Di daerahLeles Islam disebarkan oleh Arif Muhammad dari kerajaanMataram, dimana masyarakat Leles ini pada awalnyamenganut agama Hindu.

Dalam melakukan penyebaran Islam Kian Santanglebih cenderung para daerah-daerah gunung dan pantai, iatidak langsung merambah kedaerah tengah. Setelah menye-barkan Islam di daerah Utara Kian Santang memperluaspenyebaran Islamnya ke wilayah Selatan Garut yangmerupakan daerah pantai, yaitu di daerah Pamengpek,Pekenjeng, Bungbulang dan daerah-daerah yang lainnyayang berada di wilayah Selatan Garut, setelah itu barupenyebaran Islam di Garut ini disebarkan ke wilayah tengahKabupaten Garut yaitu yang dibawa oleh Prabu WijayaKusuma atau lebih dikenal dengan sebutan Sunan Cipancar,ia merupakan Cucu dari Prabu Kian Santang. Daerah GarutTengah juga dihuni oleh para ulama yang sudah memilikipemikiran yang sudah modern seperti halnya MustapaKamil, Anwar Musadad dan tokoh-tokoh Islam yang lainnya.

Prabu Kian Santang yang merupakan anak dari PrabuSiliwangi dimana agama yang dianut Prabu Siliwangi bukanIslam begitupun dengan Kian Santang sebelum memelukIslam, pengaruh ajaran animisme dan dinamisme begitumelekat. Begitupun dengan Kian Santang yang tentunyatidak begitu lepas dari ajaran-ajaran terdahulu dan adatkerajaan hal ini mempengaruhi cara penyebaran Islam yangdilakukan oleh Kian Santang sangat wajar jika didaerah

Page 79: Dimensi v

45

Garut Utara dan Selatan tingkat kepercayaan masyarakatterhadap ajaran animisme dan dinamisme masih melekatdengan kuat. Masyarakat yang tinggal didaerah inipunmasih sangat mempercayai terhadap kepercayaan leluhurnyadan juga terhadap benda-benda peninggalan kerajaan. Olehkarena itu jika ada ajaran baru yang lebih cenderungterhadap ajaran-ajaran animisme dan dinamisme hal ini akansangat mudah diterima oleh masyarakat Garut Utara danSelatan. Maka tidak heran jika penyebaran ajaran AmanatKeagungan Ilahi yang ajarannya cenderung mirip denganajaran-ajaran animisme dan dinamisme mudah diterima olehmasyarakat.

Adapun aliran dan gerakan keagamaan yangterkadang menimbulkan kontroversi keberadaannyadimasyarakat, bermunculan dan berkembang di KabupatenGarut pada masa revolusi dimana para penyebar Islam lebihbersifat nasionalis. Ajaran-ajaran Islam yang dibawa iniditerima juga oleh masyarakat dengan mudahnya, sepertihalnya ajaran Islam yang dibawa oleh Kartosoewirjo yanglebih menggunakan simbol-simbol Islam seperti lembagayang dibentuknya yaitu Negara Islam Indonesia yangdikenalkan dengan sebutan Daarul Islam (DI), panggilanterhadap pemimpin dengan sebutan Imam padahalKartosoewirjo dalam pemahaman agama sangat terbatas danjuga ia tidak ada keturunan Kiyai. Ayahnya merupakanpekerja Candu pada pemerintahan Belanda dan jugapendidikan yang ditempuh Kartosoewirjo pendidikannasionalis bukan agama, ia belajar agama pada HOSCokroaminoto dan pada ulama-ulama yang ada di Garutketika ia masih menjadi anggota organisasai SI. Ajaran-ajaran agama yang memakai simbol-simbol agama lslam inidianggap oleh masyarakat Garut bertentangan denganNegara Kesatuan Republik Indonesia. Selain itu karenamertua Kartosoewirjo yang seorang kiyai di daerah

Page 80: Dimensi v

46

Malangbong Garut ini berpengaruh terhadap penerimaanmasyarakat terhadap ajaran DI ini.

Setelah menetap di Malangbong Garut Kartosoewirjomenikah dengan Siti Dewi Kalsum anak Kiyai Ardiwisastrasekaligus sebagai guru ngajinya. Dalam perjalanan politiknyadi SI (Sarekat Islam) Kartosoewirjo beserta temannya K.H.Yusuf Tauzirie dikeluarkan karena memiliki pandangan-pandangan yang berbeda, sehingga akhirnya kedua tokoh inimembentuk KPK PSII {Komite Pertahanan Kebenaran) yangmenganut sikap potitik Hijrah disegala bidang.

Dalam perjalanan politik selanjutnya antara YusufTauzirie dan Kartosoewirjo memiliki pandangan yangberbeda, yang pada akhirnya mengilhami Kartosoewirjomendirikan Negara Islam Indonesia, namun sahabatnya iniyaitu Yusuf Tauzirie tidak menyetujuinya dan menolak.-terhadap pendirian Nll yang lebih dikenal dengan sebutanDI (Darul Islam), karena ketidaksetujuan itu menjadikanYusuf Tauzirie diserang habis-habisan oleh pihakKartosoewirjo.

Dalam penyebaran ajarannya Kartosoewirjo melaku-kannya di daerah Utara di Malangbong Garut lalu kedaerahSelatan. Kartosoewirjo tidak melakukan penyebaranajarannya kedaerah Garut Tengah karena daerah GarutTengah merupakan pusat perintahan dimana para tokohpolitik dan agama yang ada di Kabupaten Garut sepertiAnwar Musadad, Mustapa Kamil berada didaerah GarutTengah, sehingga dalam penyebarannya Kartosoewirjomelakukan ke daerah Utara dan Selatan, sebagaimana yangkini dilakukan juga oleh penerusnya Sensen Komarapimpinan DI Fillah. Dia melakukan penyebarannya diLimbangan Garut Utara, namun DI Fillah didaerahLimbangan diamuk warga dan sekretariatnya dibakarkarena dilimbangan banyak santri dan para ulama yang

Page 81: Dimensi v

47

merasa Islam dilecehkan oleh ajaran-ajaran Sensen, laluSensen juga menyebarkan DI Fillah didaerah Selatan karenadidaerah ini banyak cucu-cucu keturunan DI pada massaKartosoewirjo. Oleh karena itu tidak heran jika dalamperluasannya Sensen melakukannya ke daerah Selatan.

Sepintas dari fakta di atas bahwa perkembangankeagamaan di Kabupaten Garut diwarnai juga dari sepakterjang keberadaan tokoh-tokoh agama dan tokoh politik. Halini juga menjadikan tumbuh dan berkembangnya Islamekstrim di Kabupaten Garut, seperti halnya Gerakan DarulIslam Fillah pimpinan Sensen Komara, meskipun dikatakanoleh Yusep Djuanedi ketua LPESYI Kabupaten Garut bahwagerakan DI Fillah Sensen Komara ini tidak sama dengangerakan DI Kartosoewirjo atau tidak ada hubungannyadengan DI Kartosoewirjo, namun pada kenyataanya bahwaayahnya Sensen merupakan Bupati NII Kabupaten Garutpada masa pimpinan Kartosoewirjo, sehingga tidak bisadibantahkan bahwa adanya keterkaitan antara DIKartosoewirjo dengan DI Fillah pimpinan Sensen. Selainsepak terjang para tokohnya terdahulunya yang mewarnaikeberadaan Islam di Kabupaten Garut hari ini, ketidak-merataan dalam pembinaan keagamaan di Kabupaten Garutsangat potensial untuk dimasuki gerakan-gerakan Islamekstrim.

Adapun untuk pelaksanaan ibadah sholat yang limawaktu sebagian Kecil (40%) taat menjalankan shalat limawaktu, melaksanakan shalat juma’t, melaksanakan shalatHari Raya Idul Fitri dan Idul Adha, selain itu juga merekarajin menghadiri pengajian-pengajian yang diadakan olehkelompok masing-masing baik yang sifatnya rutin maupunyang insidental seperti halnya peringatan hari besar agamaIslam.

Page 82: Dimensi v

48

Tradisi Masyarakat Garut

Meskipun shalat dilaksanakan, masyarakat diKabupaten Garut masih sering menjalankan upacara-upacaratradisi, terutama masyarakat yang ada di pedesaan, sedang-kan masyarakat diperkotaannya sudah jarang, kecuali padaacara-acara tertentu yang berkenaan dengan perkawinan dankematian. Upacara-upacara tradisi yang dilakukan olehmasyarakat Garut mencakup upacara siklus hidup, upacarahari suci, upacara ekologi, dan upacara non siklik.

Adapun upacara siklus hidup biasanya dilakukanoleh sebagian besar masyarakat adalah pada upacara empatbulanan orang hamil, nujuh bulanan, kelahiran bayi,selamatan perkawinan, sunatan, dan upacara-upacarakematian yaitu a) Nyusur tanah yang merupakan suatuupacara selamatan berkenaan dengan hari pertama orangmeninggal dunia, upacara ini biasanya dilakukan padamalam hari sesudah dilakukannya penguburan jenazah yangdilakukan bersamaan dengan tahlilan pada hari pertama.Tujuan dari acara ini adalah memohonkan ampun bagialmarhum (orang yang meninggal) atas segala dosa yangpernah dilakukannya semasa dia hidup. Dalam acaratersebut biasanya dihidangkan makanan besar biasanyakeluarga yang ditinggalkan menyembelih kambing atausetidak-tidaknya menyembelih ayam; b) ”Tiluna” yangdiperingati pada hari ketiga pada kematian seseorang,dimana pada sore atau malam harinya mereka mengadakantahlilan; c) ”Tujuhna” diperingati pada hari ketujuh padakematian seseorang; d) ”matang puluh” diperingati pada harikeempat puluh kematian seseorang; e) ”Natus” diperingatipada hari keseratus pada kematian seseorang. Bagi beberapaorang atau kalangan masyarakat yang perekonomiannyamenengah ke atas biasanya mereka mengadakan ”newu”

Page 83: Dimensi v

49

peringatan kematian seseorang pada hari keseribu dan ”haul”peringatan hari kematian seseorang disetiap tahunnya.44

Upacara non-siklus yang umumnya dikerjakan olehsebagian besar warga Garut diantaranya selamatan rumahbaru, pindah rumah, mengawali penanaman padi, memanenpadi, sedekah laut terutama bagi masyarakat nelayan daerahGarut Selatan. Selain itu juga sebagian masyarakat yang adadi Kabupaten Garut melakukan upacara khusus setiaptanggal 14 maulud melakukan ziarah ke makam Prabu KianSantang yang merupakan putra Prabu siliwangi. Daerah inidikenal dengan ”Makam Godok” yang terletak di timur kotaGarut, tepatnya di lereng gunung Karacak yang berada didesa Lebak Agung Kecamatan Karangpawitan Garut.

Kini makam Godog banyak didatangi para peziarah,oleh sebagian orang makam ini memang sangatdikeramatkan, karena keberadaan Kian Santang disejajarkandengan wali yang berjasa dalam menyebarkan Islam di pulauJawa. Mereka yang datang ke makam Godog ini bukan hanyamasyarakat Garut saja akan tetapi masyarakat dari luar Garutmalah dari luar Sundapun datang berziarah ke makamGodog ini.45

Menurut kepercayaan sebagian besar masyarakattatar Sunda khususnya yang berada di daerah Garut, bahwaKian Santang adalah penyebar Islam di wilayah Pajajaran,dan menurut mitos masyarakat Garut bahwa Kian Santangpernah berjumpa dengan Ali bin Abi Thalib, sehinggadengan cerita-cerita dan mitosnya yang kuat inilahmenjadikan sebagian masyarakat mempercayai sebagaibentuk penghargaan akan jasa-jasanya dalam penyebaranIslam, maka setiap tanggal 14 Maulud makam Godog ini

44Wawancara dengan Yuyus Susilawati masyarakat Kabupaten Garut pada tanggal29 September 2010

45Darpan dan Budi suhardiman, Seputar Garut, hlm. 112

Page 84: Dimensi v

50

selalu penuh diziarahi dan dikeramatkan oleh sebagianmasyarakat.46

Selain makam Godog di Kabupaten Garut terdapatbeberapa tempat yang sarat akan mitos dan ”klenik” dimanakeberadaannya dikeramatkan oleh masyarakat setempat,seperti halnya Kabupaten Uyutan Cikuray, yang terletak dikaki gunung Cikurai tepatnya di desa Pamalayan, KecamatanCigedug. Di Kabupaten Uyutan Cikuray juga terdapat rumahadat Ciburuy, dimana dalam adatnya diperingati upacara”seba”.47 Kampung Dukuh yang berada di Kecamatan Cikeletdaerah Garut Selatan, masyarakatnya jauh dari kemewahanmereka sangat menjaga tradisi leluhurnya, sehingga tidakheran di Kampung Dukuh ini tidak ada listrik, prasastiCigedug yang oleh sebagian orang dikeramatkan, situbagendit, dan juga tempat-tempat yang lainnya.

Banyaknya tempat-tempat yang dikeramatkan olehmasyarakat di Kabupaten Garut, menggambarkan akankeberadaan masyarakat Garut yang dekat dengan duniamistik dan ”klenik” sehingga dengan mudahnya masyarakatGarut akan mempercayai dan menerima apabila datangajaran-ajaran baru yang sifatnya ”kelenik” dan syarat denganmistik. Selain itu juga tempat-tempat yang dikeramatkan bisamemicu orang membuat ajara yang baru, sebagaimana yangdialami oleh AKI Syamsoe karena ia sering bertapa di Guadan mesjid Banten maka dalam pertapaanya ia menerimawangsit atau wahyu sehingga ia mengajarkan ajarannya. Jikahal ini tidak diantisipasi sedini mungkin maka tidakmenutup kemungkinan akan terus berkembang ajaran-ajaranyang baru. Maka harus ada pengawasan terhadap tempat-

46Ibid.,47Upacara yang diselenggarakan setiap bulan Muharam yang harus diikuti oleh

seluruh masyarakat Ciburuy tak terKecamatanuali bagi masyarakatnya yang sedang merantauharus datang juga. Mereka sangat disiplin dalam menjaga adat. Sikap masyarakt Ciburuy yangdisiplin dalam menjaga adatnya ini disebut tukuh Ciburuy.

Page 85: Dimensi v

51

tempat yang dianggap keramat supaya tidak menimbulkanatau memunculkan ajaran-ajaran yang baru denganmemperhatikan aspek budaya lokal, supaya tidakbersinggungan dengan adat yang sudah diyakininya.

Page 86: Dimensi v

52

Page 87: Dimensi v

53

Gambaran Lokasi WilayahLeles merupakan salah satu dari dua tempat yang

dijadikan objek penelitian, dikarenakan Leles menjaditempat/sekretariat Aliran Amanat Keagungan Ilahi (AKI)Syamsoe. Jaraknya dengan kota Garut sejauh 14Km, denganluas wilayah adalah 7,351 Ha. Kecamatan Leles terdiri dari 12Desa/Kelurahan yaitu Desa/ Kelurahan Leles, Ciburial,Jangkurang, Sukarame, Lembang, Cangkuang, Salam-nunggal, Kandangmukti, Margaluyu, Cipancar, Harumandan Dano. Jumlah penduduk yakni 76.195 Jiwa, terdiri darilaki-laki 38.830 jiwa dan perempuan 37.365 jiwa. Lajupertumbuhan penduduk sebesar 1,11%.

Agama penduduk mayoritas adalah Islam sebanyak69.049 orang dan hanya 5 orang penganut protestan. Saranaibadat yang ada berupa masjid sebanyak 36 buah. Di wilayahini ada 3 pondok pesantren.

Sarana pendidikan di Kecamatan Leles ini cukupbagus. Sarana pendidikan yang ada yakni 4 buah sekolah TK,3 buah RA, 50 buah SD, 2 buah MI, 5 sekolah SMP, 4 sekolahMTs, 3 sekolah SMA, 2 buah MA, 1 buah SMK, dan sebuahPerguruan Tinggi. Dalam mendidik anak-anak rata-ratamereka menyekolahkan di pagi hari di sekolah-sekolahumum dan sore harinya mereka sekolah di Madrasah

Amanat Keagungan

Ilahi

4

Page 88: Dimensi v

54

Diniyah, ada juga yang sesudah maghrib mereka melakukanpengajian di rumah-rumah ustad/kiyai setempat. Matapencahariannya adalah agribisnis dan perdagangan. Hasilpertanian yang ada seperti padi, cabe besar, kubis, tomat,kentang, nangka, alpukat, pepaya, sayuran dan jagung.48

Di Kecamatan Leles terdapat peninggalan sejarahberupa candi yang terletak di desa Cangkuang. Maka, canditersebut dinamakan Candi Cangkuang.49 Juga terdapat desaadat yang disebut dengan Kampung Pulo.50 Kampung inimemiliki ciri khas yang membedakan dengan desa-desa yanglainnya. Di desa Cangkuang ini terdapat Aliran/ paham yangdipandang menyimpang dari ajaran Islam dan juga membuatsebagian masyarakat menjadi resah.

Amanat Keagungan IlahiAliran/paham ini bernama Amanat Keagungan Ilahi

(AKI) Syamsoe yang didirikan oleh Rd. Mohamad SyamsoeOesman Bulganon Abdullah. Amanat Keagungan Ilahiadalah petunjuk dari Tuhan Yang Maha Esa yang diterimaoleh AKI Mohammad Syamsoe di Masjid Banten padatanggal malam 12 Maulud atau 29 Mei 1969.

48 Oom Supriatna, dkk, Mengenal Kabupaten Garut, (Garut : Harikul, 2009), hlm. 35.49 Candi Cangkuang ini berada di desa cangkuang yang berasal dari nama sebuah

pohon yang bernama pohon cangkuang (Pandanus Furcatus) yang banyak disekitar makamembah Dalem Arif Muhammad. Konon menurut cerita masyarakat setempat Embah DalemArif Muhammad dan teman-temannyalah yang membendung daerah ini sehinggaterbentuklah sebuah danau yang dinamakan Situ Cangkuang. Embah Dalem Arif Muhamadberasal dari kerajaan Mataram dari Jawa Timur ia datang bersama rombongannya untukmenyerang VOC di Batavia dan menyebarkan ajaran Islam salah satunya di desa Cangkuangyang pada saat itu penduduknya telah menganut agama Hindu. Di desa tersebut terdapatsebuah Candi Hindu yang telah dipugar yang diberi nama Candi Cangkuang. Meskipunpenduduk setempat telah menganut agama Islam namun mereka masih menjalankansebagian ajaran agama Hindu.

50 Merupakan kampung adat yang ada di Jawa Barat, yang penghuninyamemegang teguh adat tradisi para leluhur dimana salah satu adatnya yaitu dilarang memukulgong, dilarang memelihara ternak yang berkaki empat. Para penghuni kampung pulo adalahketurunan Arif Muhammad (penyebar Islam pertama di Leles) dimana penghuninya tidakboleh lebih dari enam orang jika lebih maka mereka harus keluar dan mendirikan dirumah diluar kampung pulo, yang lebih berhak tinggal di kampung ini adalah anak keturunanperempuan.

Page 89: Dimensi v

55

Pada awalnya aliran ini merupakan Aliran”kepribadian” yang mencampuradukan semua ajaranAgama/Kepercayaan yaitu antara Islam dengan Hindu danKong Fu Tse yang dilakukan secara bersama-sama oleh parapemeluk ajaran ini. Semula aliran ini berada di daerahBandung, karena Moch. Syamsoe ini berdomisili di Bandung.Akhirnya aliran ini dilarang oleh Kejaksaan Tinggi JawaBarat berdasarkan SK No: Kep-45/K2. 3/12/1979 tanggal 4Desember 1979. Pada tahun 1982 Moch Syamsoe ini pindahke daerah Banten dan disana dia mendapatkan”wangsit” dari”Allah” dalam pandangan aliran ini lalu aliran ini berubahnama menjadi aliran ”Amanat Keagungan Tuhan” yangajarannya sama dengan ajaran aliran ”kepribadiaan”. LaluKejaksaan Negeri Serang melarang aliran ini berdasarkan SKNo: KEP-002/K.2/22-2/82 pada tanggal 24 Pebruari 1982.Pada tahun 1991 Moch. Syamsoe kembali menyebarkanajarannya di Kabupaten Subang dan Purwakarta dengannama ajarannya Amanat Keagungan Ialhi yang ternyatamasih sama dengan ajaran-ajaran terdahulunya laluKejaksaan Tinggi Subang pun melarang Aliran ini untukmenyebarkan ajaran-ajaran dan dilarang melakukan segalabentuk kegiatan berdasarkan SK No: Kep-01/k2.24/Dks.3/5/91 pada tanggal 1 Mei 1991 dan SK KejaksaanNegeri Purwakarta Nomor: KEP-525/K2. 20. 2/Dks.3/5/1991 dikeluarkan pada tanggal 30 Mei 1991.

Karena banyaknya surat peringatan dan SuratKeputusan lembaga ini untuk menyebarkan ajaran dankegiatan-kegiatannya maka AKI Syamsoe biasa ia disapamelegalkan alirannya ini dalam bentuk wadah berupayayasan yang diberi nama Yayasan Kharisma Usada Mustika(Yaskum), dimana garapan utama Yayasan Kharisma UsadaMustika (Yaskum) ini lebih menitik beratkan padapembinaan mental dan spiritual. Baru tahun 1996 berbadanhukum dan diberi nama Yaskum.

Dalam aktifitasnya, Yaskum tidak merambah soal-soal fikih. Tapi, lebih pada aksi sosial, antara lain pengobatanbaik secara medis maupun spiritual, penanganan korban

Page 90: Dimensi v

56

narkoba, memberikan beasiswa, dan mendirikan usahamandiri. Kini, jumlah anggotanya kurang lebih 4 juta orangyang tersebar di 27 provinsi.51Sehingga penyebaran aliran initerus mengalami peningkatan anggotanya mesti tidak jarangmeresahkan dan sampai menimbulkan korban padapengikutnya.52

Moch. Syamsoe merupakan pensiunan ABRI. Iatinggal di Garut Jawa Barat menempati tanah warisan dariorang tuanya yang asli Garut. Setelah berdomisili di GarutAKI Syamsoe menyebarkan aliran Kepercayaannya tepatnyadi Kampung Pasirgeulis Desa Cangkuang Leles KabupatenGarut Jawa Barat hingga AKI Syamsoe dimakamkan diKampung Pasirgeulis yang kini makamnya sering dijadikantempat berziaran oleh para pengikutnya. Dari kegiatan inimenurut sebagian orang suka dilakukannya ritual-ritual yangmenjadikan makam AKI ini dikeramatkan oleh pengikutnyadengan kejadian ini menjadikan warga resah.

Kegiatan-kegiatan besar AKI Syamsoe kini dipusat-kan di sekitar komplek Makam Moch. Syamsoe yangmengatasnamakan YASKUM (Yayasan Kharisma UsadaMustika) terutama pada tanggal 12 Maulud suka diadakankegiatan rutin karena pada tanggal ini tepatnya AKI Moch.Syamsoe menerima wahyu di Pantai Carita Banten, adapunkegiatan itu berupa Bakti Sosial berupa pengobatan gratis,pembagian sembako dan juga penyantunan beasiswa bagianak-anak warga Cangkuang dan sekitarnya, selain itu jugasuka diadakan penyembelihan kambing yang jumlahnyatidak sedikit. Sejalan dengan pengakuan Nopi (21) tahunwarga Cangkuang ini sering menyaksikan penyembelihan

51Sumber Majalah Sir’ah, Terbitan Sabtu 26 Desember 2006, edisi ke-60.52Sebagaimana yang dialami oleh Mohammad Alih Sobari. Warga kampung

Bobojong, desa Petir, Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor yang dihakimi oleh wargasekitar karena ia dianggap menyebarkan aliran sesat yaitu dia biasa didatangai orang-oranguntuk berobat ”Konsultasi perdukunan” dan juga warga sekitar menganggap bahwa Alih inijuga sering melakukan dzikir bersama teman-temannya dimalah hari dengan ruangan gelap(lampunya dimatikan) dan juga mengajarkan kalau shalat itu cukup niat saja. Sehingga wargamerasa kesal dengan ajaran-ajarannya lalu ia dihakimi warga (sumber : Majalah Syir’ah edisike-60 tahun 2006)

Page 91: Dimensi v

57

kambing dengan jumlah diatas 100 ekor lalu dagingnyadibagikan kepada masyarakat setempat. Dari kegiatan-kegiatan sosial inilah para pengikut AKI mengajak danmenyebarkan ajarannya.

Seiring dengan berbagai kegiatan sosial yang dilaku-kannya, masyarakat sekitar tidak begitu menghi-raukankeberadaan AKI ini dan juga ajaran-ajaran serta ajakan daripara jamaahnya. Jumlah pengikut di wilayah Leles inisangatlah sedikit menurut Cecep (Penamas Leles) bahwaanggotanya sekitar 20-30 orang namun yang menghadiriundangan dalam kegiatan-kegiatan banyak, sehingga dariberbagai fenomena ini menjadikan ulama sangat kahawatirakan aqidah umat Islam. Ia meminta para ulama melakukandiskusi untuk menutup dan melarang lembaga ini dalammelakukan segala bentuk kegiatannya.

Selain kegiatan-kegiatan sosial yang dilakukannyaalirannya ini juga dalam memberikan pelayanannya sangatsantun sebagaimana yang dilakukan di wilayah Bandungyang dipimpin oleh Kurnia wahyu. Dalam pelayanannyaKurnia wahyu memberikan pelayanan konsultasi kerohanianatau tepatnya sebagian orang menyebutnya praktek”perdukunan” dimana yang datang itu adalah masyarakatyang sedang kesusahan orang-orang yang terlibat masalahdalam hidupnya, seperti yang terbelit utang piutang, inginkemudahan dalam bisnis, karir, jodoh dan nasib. Dalamprakteknya aliran ini hampir sama disetiap wilayah yaitumengobati orang-orang yang sedang mengalami kesusahan,akhirnya dari sinilah para pimpinan ini memasukan ajaran-ajaran AKI, sehingga tidak sedikit aliran ini mendapat responyang positif dari masyarakat meskipun banyak ajarannyayang menyimpang dari ajaran-ajaran Islam, seperti sholathanya cukup dengan niat saja, tidak diwajibkannya puasaramadhan karena sudah ada ketentuan puasa bagi jamaah inidan adanya penebusan dosa yaitu diharuskannya untukmemotong kambing bagi orang yang sudah masuk ke dalamkelompok ini.

Page 92: Dimensi v

58

Menurut para pemimpin AKI ini apabila pasiennyayang bertanya karena mereka mengalami kerugian dalamberbisnis atau karir yang kurang bagus itu disebabkan karenamereka masih ada dalam kegelapan dan memiliki dosa tujuhturunan, oleh karena itu diharuskan memotong kambingsebagai bentuk penebusan atas dosa-dosa yang merekalakukan selama ini. Ini tentunya sangat menyimpang danbertentangan dari ajaran-ajaran Islam.

Dituturkan oleh Tuti (penunggu makam AKISyamsoe) bahwa masyarakat yang datang untuk berobat danyang mempercayai terhadap ajaran-ajaran AKI ini beragammulai dari orang-orang kantoran, para pejabat, aparatKepolisian, TNI dan dari kalangan masyarakat umum.Mereka datang untuk meminta pertolongan untuk mengatasipermasalahan yang sedang dihadapinya. Senada denganpengakuan Komariah (54) tahun warga Cangkuang ini seringmenyaksikan yang datang ke Makam AKI Syamsoe dari luarkota dengan membawa mobil, penampilan pakaiannyaberdasi. Pengikut AKI yang berada di Cangkuang adalahpara buruh tani dan ladang atau masyarakat sekitar komplekmakam AKI Syamsoe.

Kehidupan beragama yang beragam dan banyaknyaorang-orang ”modern” yang tertarik masuk ke dalam alirankebatinan tersebut menunjukan bahwa manusia tidak bisahanya hidup dengan materi dan rasio. Bagi mereka, hidup itudengan hati dan memerlukan keyakinan, jiwa yang butuhkebersamaan, ruhani yang butuh kenikmatan dan cinta.Kebutuhan manusia pada keyakinan kepada yang gaib,kebersamaan dalam hidup masyarakat yang dirasakan dalampelaksanaan ritual. Kepuasan ruhani adalah kebutuhanmendasar manusia, kalau mereka tidak mendapatkannya lagidalam agama resmi, mereka akan mencari atau menciptakanagama baru yang dapat mengisi kebutuhan tersebut.53

53Bustanuddin Agus, Agama Dalam Kehidupan Manusia, (Jakarta : PT Raja GarpindoPersada, 2005), hlm. 321-322

Page 93: Dimensi v

59

Begitupun dengan para pengikut AKI Syamsoemungkin mereka tidak mendapatkan solusi atau ketenangandalam agama yang mereka anut, akhirnya mereka mencariajaran yang bisa menjadikan terpenuhinya segala apa yangdiinginkan dan diharapkannya, maka tidak heran jikakelompok AKI ini banyak disukai dari berbagai kalangankarena ajaran-ajarannya bisa menjawab atau bisa menjadialternatif bagi mereka yang tidak mendapatkan kepuasandalam agama yang mereka anut selama ini.

Menurut pengamatan tokoh agama dan aparatpemerintah di Kabupaten Garut, aliran ini memiliki pahamyang mencampur adukan semua agama. Mereka menitik-beratkan pada ajaran kebatinan sehingga ajaran/pahamIslam yang berupa simbol ataupun gerakan54 itu tidakpenting lagi. Mereka mengedepankan”eling” (ingat) kepada”Tuhan Yang Maha Esa” dengan melakukan dzikir-dzikiryang biasa mereka lakukan di ruangan-ruangan gelap atau diKuburan AKI M. Syamsoe itu sendiri. Selain itu mereka jugamengadakannya di gua-gua yang ada di Indonesia yangsudah disurvai terlebih dahulu yang dinilai layak atau tidak.Kegiatan di gua itu disebut dengan kegiatan ”I’tikaf”.Kegiatan-kegiatan dzikir yang dilakukan ditengah malam diruangan gelap itu mereka sebut dengan ”Laporan Kepada

54Gerakan Sholat dan ibadah-ibadah yang berupa gerakan yang lainnya merekasudah menganggap itu tidak wajib, hasil wawancara dengan Tuti Penunggu komplek MakanAKI. M. Syamsoe yang dilakukan pada tanggal 19 Agustus 2010 jam. 13-16.30 di Rumahsekitar Makan AKI. M. Syamsoe, beliau mengatakan bahwa buat apa kita sholat kalauseandainya dengan kita sholat kita masih takut sama Allah, itu perbuatan ria, dari pada kitasholat lebih baik tidak karena hati kita sudah kotor dan kalau ingat sama Allah itu jauh lebihbaik. Adapun untuk simbol mereka tidak mewajiban pemakaian baju yang menutupi auratbeliau mencontohkannya dengan pakaian yang peneliti kenakan pada saat wawancara yaituterhadap kerudung, buat apa kita memakai pakaian yang menutupi seluruh tubuh kita tapikalau hati kita kotor ataupun mengikuti pengajian-pengajian yang dilakukan di mesjis ataumajelis ta’lim-majelis ta’lim. beliau beranggapan kalau seandainya kita pergi kepengajiandengan alasan “dari pada ngomongin orang lebih baik kepengajian” perkataan ini katamereka adalah ria, dari pada pergi ngaji lebih baik diam saja di rumah. Begitupun denganibadah-ibadah yang lainnya, sehingga para pengikut ini hanya mengamalkan sebuah amalanyang ditulis oleh AKI M. Syamsoe (wawancara ini dilakukan dalam bahasa Sunda tapi penulistelah mentranslitnya ke bahasa Indonesia)

Page 94: Dimensi v

60

TUHAN”.55 Kegiatan demikian itulah yang membuat resahmasyarakat dan umat Islam di Garut.

Dikatakan oleh Ketua GARIS DPW Suryana, jumlahpengikut aliran ini sudah menyebar diseluruh Indonesiadengan jumlah pengikut ± 20.000 orang. Hal senadadikatakan oleh Cecep (Penamas Leles). Ketua YASKUMdengan optimis mengaku anggota mereka sudah mencapai 4juta anggota.56

Yayasan YaskumSebuah yayasan dibentuk legal formal yang difungsi-

kan untuk mewadahi aktivitas pengikut Amanat KeagunganIlahi. Yayasan tersebut dinamakan dengan Yaskum (YayasanKharisma Usada. Sebagai badan hukum, Yaskum beralamat-kan di Jl. Kembangan Baru No 17-19 Kembangan UtaraJakarta Barat.

AKI Pimpinan Kurnia WahyuTerhadap kelompok ini pernah dilakukan penelitian

oleh M Yusuf Asry, peneliti Puslitbang KehidupanKeagamaan. Disebutkan dalam temuannya, bahwa AKIKurnia Wahyu yang beralamatkan di Komplek BumiParahyangan Kencana Jl. Rajawali Raya Blok C 13 No 7-9Kecamatan Cangkuang Kabupaten Bandung ini tidakdianggap sesat. Menurut telaah MUI Kabupaten Bandung,AKI pimpinan Kurnia Wahyu tidak ditemukan adanyapenyimpangan ajaran agama Islam, karena sudah mengalamitransformasi. Hal tersebut diindikasikan dengan adanyaperubahan nama kelompok itu, yakni Majelis DzikirShalawatan Al-Mutathahhirin. Kelompok ini mengadakanacara shalawatan secara rutin secara berjamaah, diikuti olehanggota-anggotanya. Acara dimulai setelah shalat Isya’,dimulai dengan pembacaan wirid, pengajaran (ta’lim) dari

55Muhamad Iqbal Iskandar yang dlansiroleh majalah Syir’ah edisi 60-26 Desember2009.

56Sumber Majalah Syir’ah edisi ke-60 tahun 2006

Page 95: Dimensi v

61

para sesepuh, sharing pengalaman hidup, taushiyah dandiakhiri dengan doa penutup. Rangkaian acara itu dilakukanuntuk mensyukuri nikmat Allah atas semua limpahan nikmatyang telah dikaruniakan kepada umat manusia, mendekat-kan diri kepada Sang Pencipta sesuai dengan ajaran Al-Qur’an dan hadits nabi.

Kegiatan tersebut diselenggarakan setiap bulannyapada tanggal 1 dan 17 bulan masehi.57 Keanggotaankelompok ini terdiri dari siapa saja yang berminat, didahuluidengan rangkaian acara pewarisan terlebih dahulu. Ajarandzikir yang dilakukan oleh anggota harus dikondisikansebagai berikut:a. Berusaha mendekatkan diri kepada Allah swt.b. Berusaha menjauhkan diri dari sikap sombong atau

takabur.c. Berusaha menjauhkan diri dari sifat khianat.d. Berusaha saling menolong sesama, tidak memandang dari

kelompok atau sukunya.e. Tuntunan ini bukan dinamakan aliran kepercayaan, bukan

golongan, bukan kebathinan, juga bukan partai politikatau organisasi atau sejenisnya.

f. Orang-orang yang telah menerima dan merasakantuntunan ini hanya khusus untuk dirinya sendiri dantidak menyangkut orang lain.

g. Memohon dan meminta hanya kepada Allah swt, bukankepada benda/materi.

h. Tidak bersikap merasa paling benar dan lainnya salah.i. Menjunjung budi pekerti luhur, sopan santun, rendah hati

terhadap sesama makhluk.j. Membiasakan mawas diri dan tidak merugikan orang lain.k. Membantu program pemerintah dalam rangka mencipta-

kan keamanan dan ketertiban.l. Bertanggungjawab terhadap apa yang telah dilakukannya.

57 Pedoman Dasar Majelis Dzikir, disusun oleh Pimpinan dan Sahabat pada tahun2009.

Page 96: Dimensi v

62

AKI Kurnia Wahyu juga memperhatikan aktivitassosial berupa santunan kepada para anggotanya, berupapelayanan konsultasi kerohaniahan. Juga kepada masyarakatumum yang memiliki persoalan-persoalan hidup untukdibantu mencarikan solusinya, seperti orang-orang yangterlilit hutang, persoalan usaha (bisnis), jodoh, keturunan dansebagainya.

AKI Pimpinan AndreasKelompok ini beralamatkan di Kemayoran Jakarta

Pusat. Aliran ini dianggap sesat karena mencampuradukkanajaran semua agama. Aliran ini menitikberatkan pada ajarankebatinan, seperti ajaran Islam yang berupa simbol ataugerakan menjadi tidak penting, tetapi lebih mengedepankan”eling” kepada Tuhan Yang Maha Esa. Aktivitas yangdilakukan dengan cara dzikir-dzikir di tempat-tempat yangsunyi dan gelap, atau di makam Aki Syamsoe.

Dasar dan Tujuan Amanat Keagungan Ilahi (AKI) SyamsoeAmanat Keagungan Ilahi (AKI) Syamsoe memiliki

dasar dan tujuan yaitu:a. Amanat keagungan Ilahi adalah sebagai petunjuk ilahi

Tuhan yang Maha Esa yang harus disampaikan kepadasetiap manusia.

b. Amanat Keagungan Ilahi selaras dengan falsafah sertaideologi bangsa Indonesia yaitu Pancasila. Oleh karenanyaKeluarga Besar Amanat Keagungan Ilahi (AKI) sangatmenjunjung tinggi Pancasila sebagai Dasar Negara, sertanilai-nilai luhur kepribadian bangsa antara lain, budiluhur, sopan santun, ramah tamah, toleran, kekeluargaandan gotong royong.

c. Mendasarkan fungsi sila pertama yaitu Ketuhanan YangMaha Esa. Mengajak seluruh umat (Bangsa Indonesia)terutama yang masih kegelapan hatinya kepada Tuhan.

Page 97: Dimensi v

63

Untuk mengerti, merasakan, melaksanakan, kehendak-kehendak Tuhan Yang Maha Esa.

d. Mengajak umat manusia (bangsa Indonesia) untukmengenal Tuhan, ma’rifat kepada Tuhan dan dengan caraIman, ibadah, percaya, sujud menyembah, memohon,berdo’a, meminta hanya kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.Tidak kepada benda berwujud antara lain benda pusaka,benda keramat, makam-makam keramat, jimat-jimat, isim,penguasa-penguasa gelap, dewa-dewa, dayang, punden,siluman, karuhun, dan yang lain sejenisnya. Yang manahanya akan merusak manusia dan menimbulkankemurahan Tuhan.

e. Bertujuan membangun sumber daya manusia, khususnyabangsa Indonesia seutuhnya, yaitu membangun jiwanyadan badannya. Demi kejayaan bangsa Indonesia.

Dasar dan tujuan AKI ini memiliki nilai dan karakteryang positif. Mereka menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasiladan menjunjung tinggi kesatuan NKRI serta juga nilai-nilailuhur kepribadian bangsa, seperti bersikap sopan santun,ramah, toleran, kekeluargaan, dan gotong royong. Sungguhkondisi ini adalah suatu kondisi harmonis yang didambakanoleh setiap manusia yang hidup di dunia serba nisbi ini.Namun nilai-nilai positif ini akan menjadi konflik dimasyarakat apabila dalam menjalankannya ada yangbertentangan dengan nilai dan norma agama yang dianutnya.Begitupun dengan ajaran AKI Syamsoe ini, dimana nilai-nilaitheologiesnya yang bertentangan dengan nash pokok,menjadikan ajaran ini diponis sesat oleh sebagian masyarakatdan menjadikan konflik keagamaan ditengah-tengahmasyarakat.

Hal-hal di atas, pada hakekatnya meletakan dasarkewajiban bagi setiap manusia untuk saling mencintaiterhadap sesama, mencintai terhadap ibu pertiwi, bangsa danNegara. Kecintaan semacam ini, pada dasarnya adalahKecintaan yang tumbuh karena rasa sayang yang bersifatkekal. Namun Kecintaan ini juga harus mendapatkan

Page 98: Dimensi v

64

tanggapan dari pihak lain, sehingga ada manfaat yang sama-sama dirasakan dan juga keselarasan dengan norma-normaagama yang berlaku.

Lambang AKI SYAMSOELambang dalam keluarga besar Amanat Keagungan

Ilahi dibuat oleh pendiri AKI Mohammad Syamsoe yangmenurut ceritanya adalah atas petunjuk Tuhan. Makna yangterkandung dalam lambang itu adalah sebagai berikut: setiapinsan yang sudah menerima Sinar Kasih Kuasa Tuhan, agarbisa kembali kepada Tuhannya. Hendaklah berusaha untukmelaksanakan suci ucap, suci hati, suci akhlak. Berusahauntuk menyelamatkan sesama yang masih kegelapan hatinyadengan tidak memilih suku bangsa dan agama.

Menurut riwayat mereka, lambang tersebut merupa-kan petunjuk ilahi, karena suatu ketika pernah muncul dilangit di daerah pantai Carita kawasan Banten pada malam14 September 2003 yang disaksikan saksi-saksi oleh banyakorang.58 AKI SYAMSOE kemudian menerima wahyu dariTUHAN, yang mereka sebut dengan Panggilan Tuhan, yangartinya kalimat Firman Tuhan sebagai berikut:

Kun fayakunAllah BerfirmanDengarkanlah oleh dirimu!Aku sengaja Aku robahkan rasa hatimuUntuk dirimu mengerti Siapa aku? Siapa dirimu?Akulah yang berkuasa di dunia ini, la ilaha illallah,Akulah yang menjadikan seluruh alam semestaberikut isi-isinya dan mahluk-mahluknya, AllahuAkbar, maka bersyukurlah dirimu kepada-Ku dansampaikanlah kekuasaan-Ku dan nikmat-Ku yangdirimu telah menerimanya, Allahu Akbar,selamatkanlah sesama umatmu di dunia yang

58PROTAP (prosedurTetap) Amanat Keagungan Ilahi (AKI) Sepanjang Zamanhlm. 13.

Page 99: Dimensi v

65

masih kegelapan hatinya di atas kekuasaan-Ku. Lailaha illallah huwallah akbar, salamun qaolammirrobbirohim (di buat di Jakarta tanggal 04 Mei 1989)”.59

Sebagai pengikut, Amanat Keagungan Ilahi tidakmembuat aturan dengan tanda bukti berupa kartu tandaanggota, semata-mata lillahita’ala. Dalam keanggotaanAmanat Keagungan Ilahi (AKI) Syamsoe sebelumnya harusmendapat dulu pewarisan yang harus diamalkan oleh setiappengikutnya.

Adapun untuk mengamalkan ajaran AmanatKeagungan Ilahi (AKI) Syamsoe harus ada bai’at/pewarisan.60 Kaum hawa hendaklah hanya terima diwarisoleh imam hawa, kaum adam hendaknya hanya diwarisi olehimam kaum adam Kecuali dalam keadaan darurat (terpaksa).Dalam menyampaikan pewarisan hendaknya harus ada saksipaling sedikit satu orang. Apalagi mewarisi yang bukanmuhrimnya. Untuk tempat pewarisan pada dasarnya bisadilakukan dimana saja, tetapi pilih tempat yang terbaik dariyang ada. Syukur bisa ditempat-tempat ibadah atau pos-poskeluarga besar amanat keagungan Ilahi dengan tanpamenggangu orang-orang yang beribadah.

Syarat-syarat dan tata tertib pewarisan adalah:a)bersedia dan ikhlas serta ridho hanya akan yakin, iman,sujud, menyembah, percaya ibadah, memohon, meminta,berdo’a kepada Tuhan Yang Maha Esa; b) bersedia danikhlas untuk berhenti dari yakin, iman, kultus, percaya,sujud, patuh, menyembah, memohon, berdo’a dari benda-benda berwujud, makam keramat, jimat, pusaka-pusaka danlain-lainnya; c) bersedia beramal baik dan atau berkurban;

59Firman ini diterima AKI dan ditulis oleh AKI Syamsoe di Jakarta pada tanggal4 Mei 1989.

60Pewarisan adalah suatu proses upacara dalam rangka menyampaikan Sinar KasihKuasa Tuhan (Nur Ilahi) kepada seseorang. Adapun yang berhak menyampaikan pewarisanadalah seseorang yang sudah berstatus Imam (Imam Turjaun, Imam Nulkarim, maupunFirman). Sementara yang menerima dari pewarisan ini adalah seluruh insan manusia baikkaum adam maupun hawa tanpa membedakan asal usul suku bangsa, dan agama. Batasanumur yang bisa menerima pewarisan adalah mulai dari usia 10 tahun

Page 100: Dimensi v

66

dan d) bersedia memakai pakaian yang bersih syukurbersedia memakai baju putih bersih.

Adapun tatacara pemberian pewarisan adalah imampewaris dan calon yang akan diwarisi duduk berhadapan(duduk seperti orang yang hendak sujud), kemudian keduabelah tangan yang akan diwarisi dipegang oleh imampewaris, kemudian imam pewaris harus memberi aba-abakepada yang akan diwarisi antara lain:a) pasrah yang pastikepada Tuhan Yang Maha Esa; b) mata dipejamkan; c) ikutikata-kata berikut ini. Lalu imam pewaris mengucapkan do’apewarisan dengan sesuai do’a pada keyakinan dari yangakan diwarisi itu. Setelah dirasakan cukup, maka prosespewarisan selesai ditutup oleh imam pewaris mengucapkanaba-aba “PAS” Allahu Akbar 3x. Seraya mengusapkan keduatelapak tangan yang diwarisi tersebut kemukanya sendirisebanyak 3x, maka selesailah proses pewarisan yangdimaksud.

Ajaran Amanat Keagungan IlahiDo’a Pewarisan

Bagi yang beraga Islam adalah sebagai berikut:”Allah hu Akbar, Allah Hu Akbar, Allah Hu Akbar,A’uwdzu billahi minasy-Syaitoonir-rojiim, Bismillahirrahma-niirahiim.Asyhadu anlaa illaha illallah, Wa asyhadu annaMuhammada-rasulullah, Allahumma sholli alla syayyidinaMuhammad, Wa ‘alla aliy syaidina Muhammaad.Demi Allah Rasulullah Wallahi, Allah Hu AkbarDemi Allah Rasulullah Wallahi, Allah Hu AkbarDemi Allah Rasulullah Wallahi, Allah Hu AkbarLillahi ta’alaLaa hawla walaa quwwata illa billahil aliyyil adziemYa Allah, ya Allah, ya Allah…sampai secukupnyaAllah Hu Akbar, Allah Hu Akbar, Allah Hu Akbar”

Bagi orang yang mengerti tapi tidak beragama,do’anya sebagai berikut:

Page 101: Dimensi v

67

Ta Tuhan Yang Maha KuasaYa Tuhan Yang Maha AdilYa Tuhan Yang Maha PengasihYa Tuhan Yang Maha PenyayangYa Tuhan Yang Maha PelindungYa Tuhan Yang Maha PenyelamatSaya berjanji:Akan setia bakti kepada-Mu ya Tuhan, seumur hidupku,bilamana ternyata saya mengingkari janji saya, demi Tuhansaya siap menerima hukumannya.Ya Tuhan, Ya Tuhan, Ya Tuhan……Sampai secukupnyaDitutup dengan Tuhan Maha Besar, Tuhan Maha Besar,Tuhan Maha Besar”.

Bagi yang beragama Kristen, do’anya adalah sebagaiberikut:”Bapak kami yang disurga dikuduskanlah nama-MuDatanglah kerajaan-Mu jadilah kehendak-MuDi bumi seperti di surga berikanlah kami pada hari iniMakanan kami yang secukupnyaDan ampuni kami akan kesalahan kami seperti jugamengampuni orang yang bersalah kepada kami.Dan janganlah membawa kami ke dalam percobaan, tetapilepaskanlah kami dari pada yang jahat.Karena engkaulah yang empunya kerajaan dan kuasakemuliaan sampai selama-lamanya. Amin ……………Demi Allah Bapak Allah Putra dan roh kudusDemi Allah Bapak Allah Putra dan roh kudusDemi Allah Bapak Allah Putra dan roh kudusYa Allah, Ya Allah, Ya Allah sampai secukupnya…Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar”.

Bagi pemeluk agama Katolik, yakni:Aku percaya akan Allah,Bapak yang Maha Kuasa,Pencipta langit dan bumiDan akan Yesus KristusPutra-Nya yang tunggal, Tuhan kita,

Page 102: Dimensi v

68

Yang dikandung dari roh kudusDilahirkan oleh perawan maria,Yang menderita sengsara,Dalam pemerintahan Pontius Pilatus,Disalibkan, wafat dan dimakamkan,Yang turun ketempat penantian,Pada hari ketiga bangkit dari antara orang mati,Yang naik ke surgaDuduk disebelah kanan Allah Bapak,Yang Maha KuasaDari situ ia akan datangMengadili orang yang hidup dan yang mati,Aku percaya akan roh kudus,Gereja katolik yang kudusPersekutuan para kudus,Pengampunan dosa,Kebangkitan badan,Kehidupan kekal,Demi Allah Bapak, Allah Putra, dan Roh KudusDemi Allah Bapak, Allah Putra, dan Roh KudusDemi Allah Bapak, Allah Putra, dan Roh KudusYa Allah, Ya Allah, Ya Allah…………sampai secukupnyaAllah Maha Besar, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar

Dikatakan oleh AKI Syamsoe bahwa Misi ilahi itutidak semudah yang anda katakan. Para pemimpin/sesepuhdalam keluarga besar Amanat Keagungan Ilahi adalah misiilahi, yang diharapkan oleh umat-umat banyak maka, jadilahpara pemimpin/sesepuh yang benar-benar pimpinan yangberani dan bertanggung jawab lahir dan batin dunia akhirat.Disiplin mati di atas kejujuran, tidaklah anda merasaberuntung? Bahwa anda bisa disuruh Tuhan, dengansendirinya Tuhan akan menjamin-Nya kepada diri anda.Sudahkah terfikir oleh para pemimpin/sesepuh? Adamaksud apa Tuhan dengan alam kita?

Manusia-manusia dirubah-rubahkan, yakin Tuhanada maksud-maksud tertentu, kita dirubah-rubahkan untukmembawa berita-berita kekuasaan-Nya, bahkan disuruh

Page 103: Dimensi v

69

untuk menyebarluaskan. Tetapi bila para pimpinan/sesepuhmasih saja takut, mutlak Tuhan tidak akan membenarkan-Nya. Kelak nanti, para pemimpin/sesepuhlah yang akanselalu mendapatkan kehancuran dikemudian.

Tidak berhasil kesuksesannya dan tiada kesatuanyang kuat. Akibatnya, para sesepuh/pimpinan tidak adakemajuan seperti yang diharapkannya oleh dirinya masing-masing, semoga Allah memberikan lindungan dan petunjuk-Nya, jika ingin maju Asalkan para sesepuh/pimpinan siaplillahita’ala dari segala apapun resiko.61

MaklumatMaklumat dimaksud berasal dari Aki Syamsoe,

diperuntukan kepada seluruh insan-insan nulkarim darikaum adam dan hawa, dimana saja anda berada, harusbersikap:

Waspada: KetatTerhadap isu-isu yang sifatnya akan mengacaukan,

yang paling berbahaya dari umat-umat dalam. Tujuan kitabersama adalah menuju kesucian, bukan mencari kesalahandari orang lain, yakinlah kepada dirimu sendiri. Amin Yarobbal alamin.62

Perihal Taubat (Tugas Mandi)Setiap insan yang telah menerima pewarisan

diwajibkan untuk mandi lafadz. Di keluarga besar AmanatKeagungan Ilahi selanjutnya di sebut sebagai Mandi Taubat.Adapun maksud dan Tujuan dari mandi Taubat ini adalah:(a) untuk memberi kekuatan agar dapat melawan pengaruh-pengaruh kuasa gelap terutama yang selama ini telahbersama-sama dalam hidupnya; (b) bertujuan untuk

61Ini merupak misi penguat bagi para pemimpin Amanat Keagungan Ilahi (AKI)Syamsoe supaya mereka memiliki kontribusi lebih dan juga militansi yang tinggi terhadapajarannya

62Maklumat ini di buat oleh AKI. M. Syamsoe di Bandung pada tanggal 1 Mei 1983.

Page 104: Dimensi v

70

bertaubatan nasuha, menghentikan dari perihal sifat danperbuatan musyrik; (c) membersihkan jasad dari sifat-sifatdan unsur-unsur kemusyrikan

Yang memberikan (yang membuatkan lafadz) mandiadalah seorang Imam yang berstatus firman, adapun yangbertugas untuk memandikan adalah seorang yang berstatusImam (Turjaun Nulkarim). Untuk insan hawa dimandikanoleh Imam hawa, sementara untuk insan adam dimandikanoleh Imam Laki-laki. Setelah selesai dimandikan maka wajibuntuk sembahyang dengan disaksikan di tempat ibadah/musholla.

Perihal Puasa63

Puasa diwajibkan bagi setiap insan agar menjadiorang yang bertaqwa. Adapun jenis puasa dimaksud adalah:a. Puasa mutih: puasa hanya makan nasi putih dan minum

air putihb. Puasa Garam: berpuasa tidak makan dan minum dari

semua unsur makanan dan minuman yang mengandunggaram

c. Puasa Gula: berpuasa tidak makan atau minum darisemua unsur makanan dan minuman yang mengandunggula

d. Puasa Buah: berpuasa hanya makan buah sajae. Puasa Hanya Minum: berpuasa tidak makan dari unsur

makanan dan hanya minum saja.f. Puasa dari yang bernyawa: Puasa dari tidak makan dan

tidak minum dari unsur yang bernyawag. Puasa sayuran: Puasa hanya makan daun-daun dan

sayuranh. Puasa Umbi-Umbian: Puasa hanya makan umbi-umbiani. Puasa Berbicara: Tugas berpuasa tidak berbicaraj. Puasa Bersetubuh: Tugas berpuasa untuk tidak

bersetubuh

63Sumber PROTAP (ProsedurTetap) Amanat Keagungan Ilahi Sepanjang Zaman,hlm. 23

Page 105: Dimensi v

71

k. Puasa tidak keluar rumah: Tugas puasa untuk tidak keluarrumah

l. Puasa tidak mandi: tugas puasa untuk tidak mandim. Puasa makanan pokok: berpuasa dari unsur-unsur

makanan pokok.Waktu Puasa64

Adapun untuk waktu puasanya adalah sebagaiberikut:a). 3 hari untuk anak-anakb). 7 hari untuk kaum hawa (wanita) dewasac). 9 hari standar untuk orang dewasad). 17 hari dalam tugas tertentue). 27 hari dalam tugas tertentuf). 31 hari dalam tugas tertentug). 45 hari dalam tugas tertentuh). 99 hari dalam tugas tertentu

Dalam menentukan lamanya puasa dalam tugas-tugas berpuasa tersebut sangat dominan, ditentukan olehpimpinannya berdasarkan atas SIR (petunjuk dzat illahi).Yang berhak memberikan tugas-tugas puasa adalahsesepuh/pemimpin/pengayom dalam pembinaannya. Ada-pun jenis-jenis tugas puasa yang harus diberikan olehpimpinan secara standar umum adalah puasa mutih, garam,gula, buah, dan makanan pokok. Adapun untuk tugas puasayang lainnya harus berdasarkan petunjuk “SIR” dzat illahiroobi dari sesepuh/pengayom asuhannya. Sesepuh/pengayom tidak dibenarkan memberikan tugas-tugas puasayang dirinya tidak pernah menjalankannya.

SyukuranSyukur adalah diwajibkan bagi setiap insan yang

sudah menerima Nur Ilahi/pewaris firman Allah.65 Hidup iniadalah ibadah, agar ibadahmu itu membuahkan hasil yangbaik maka ibadahmu harus diiringi rasa cukup dan

64Ibid., hlm. 23-2465Bilaman kamu telah menerima nikmat-nikmat-Ku yang cukup banyak, maka

bersyukurlah dirimu kepada-Ku agar terputuslah dari hal yang mengancam dirimu.

Page 106: Dimensi v

72

senantiasa bersyukurlah dirimu kepada Tuhan Yang MahaKuasa. Agar hatimu dan jiwamu menjadi tenang. Itulahtanda-tanda orang yang tahu diri. Jenis-Jenis syukuran dikalangan AKI Syamsoe:Syukuran awala) Memotong hewan kurban jantan bagi kaum adam dan

hewan kurban betina bagi kaum hawa masing-masing 1ekor

b) Pemotongan hewan syukuran awal menggunakan lapadzdari kertas yang ditulis/dibuat oleh sesepuh/pengayomyang sudah mendapat hak syukuran

c) Pelaksanaan pemotongan dilakukan oleh petugas Imamkurban, dan diharuskan disaksikan oleh insan yangbersyukur, dalam hal yang bersangkutan tidak bias hadirdapat diwakilkan kepada sesepuh asuhannya ataukerabat/familinya yang sudah diwarisi dengan catatanbenar-benar ikhlas

d) Aspek hukum syukuran awal bagi kaum adam yangsudah berkeluarga meliputi kepada istri dan anak-anakkandungnya yang belum dewasa (akil balig) tetapi tidaktermasuk anak tiri

e) Kaum hawa yang melakukan syukuran awal aspekhukumnya hanya berlaku untuk dirinya sendiri sekalipunyang bersangkutan telah berkeluarga

f) Kaum adam yang istrinya sedang mengandung atau kaumhawa yang sedang mengandung dilarang keras untukmelaksanakan segala bentuk syukuran memotong hewan.

Syukuran pribadia) Diwajibkan kepada setiap insan-insan yang sudah

melaksanakan syukuran awal atau berstatus Imam turjaunbagi kaum adam maupun hawa.

b) Memotong hewan kurban jantan bagi kaum adam danhewan betina bagi kaum hawa, masing-masing 1 ekor.

c) Nilai syukuran pribadi harus lebih tinggi dari syukuranawal.

d) Aspek hukumnya bagi dirinya sendiri, tidak adakaitannya dengan orang lain.

Page 107: Dimensi v

73

e) Pemotongan hewan kurban didasari kepada lafadz yangterbuat dari kain.

f) Pembuat lafadz adalah sesepuh/Firman yang sudahmemiliki hak syukuran.

g) Pelaksanaan pemotongan harus dilakukan oleh pribadi-nya sendiri dibantu oleh Imam kurban dan tidak bisauntuk diwakili oleh siapapun dengan alas an apapun.

h) Bagi kaum hawa yang sedang hamil atau kaum adamyang istrinya sedang hamil dilarang keras untukmelaksanakan segala bentuk syukuran.

Syukuran MasalahDalam menjalani kehidupan ada kalanya mengalami

problem/masalah yang cukup rumit, salah satu jalankeluarnya adalah melaksanakan syukuran masalah/problem.Dengan harapan apa yang menjadi problem dan kesulitanyang dimaksud mendapatkan pertolongan dari Tuhan YangMaha Esa yaitu jalan yang terbaik. Hajat syukuran besarKecilnya sangat tergantung dari berat ringannya suatupermasalahan, jenis hewan syukuran juga tidak tergantungseperti dalam syukuran awal maupun pribadi.

Hewan syukuran problem yang bersifat usaha/perdagangan dan sejenisnya, bagi insan adam hewankurbannya adalah kambing betina, bagi insan hawakurbannya adalah kambing jantan. Bila usahanya akanditinggalkan lebih besar syukurannya adalah kambingsejodoh. Apabila dalam hal problem-problem yang dimaksudtidak menyangkut usaha/perdagangan dan sejenisnyasyukuran hewan kurbannya, bagi insan adam hewankurbannya tetap kambing jantan, bagi insan hawa hewankurbannya tetap kambing betina.

lafadz syukuran terbuat di atas kain, pembuatanlafadz adalah pengayom/sesepuh/sesepuh madzhab(sesepuh) yang telah memiliki hak syukuran.

Syukuran PenyakitSyukuran penyakit dimaksudkan adalah salah satu

usaha-usaha/usulan-usulan kepada Tuhan agar sekiranya

Page 108: Dimensi v

74

Tuhan berkenan untuk meringankan beban penderitaanakibat penyakit tersebut. Syukur-syukur Tuhan berkenanuntuk memberikan kesembuhan

Nilai syukuran penyakit besar Kecilnya juga sangattergantung dari berat dan ringannya penyakit, hewansyukuran penyakit bagi insan adam, yaitu seekor kambingjantan. Hewan syukuran penyakit bagi insan hawa yaituseekor kambing betina, lafadz syukuran di atas kain yangmembuat lafadz syukuran adalah pengayom, sesepuhmadzhab (sesepuh yang sudah menerima hak syukuran).

Syukuran besarSyukuran besar adalah syukuran dengan memotong

hewan syukuran sapi dengan jenis sapi betina. Syukuranbesar ada dua nilai yaitu nilai 1766 dan 2767. Syukuran besardimaksudkan adalah nilai syukuran tertinggi yang tidak bisauntuk diulang lagi bilamana ada kesalahan, lafadz syukuranbesar, hanya bisa dilakukan melalui: (a) Pulau Jawa diBandung yaitu Sesepuh 1 Madzhab Bandung; (b) PulauSumatera di Palembang yaitu sesepuh 1 madzhab Palembangdan (c) di Jakarta melaluui F.40 yaitu sesepuh F.40 Jakarta.

Syukuran Tutup Tahun/PengampunanDilakukan pada menjelang akhir tahun Masehi yaitu

pada bulan Desember, mengenai tanggalnya dapat dimulaidari tanggal 17 Desember sampai dengan tanggal 31Desember setiap tahunnya.

Makna syukuran-syukuran tutup tahun adalahsebagai tanda mensyukuri atas segala nikmat-nikmat Allahselama satu tahun, sekaligus mohon ampunannya atas segalapersoalan-persoalan kita bersama, syukuran tutup tahun bisadiselenggarakan secara kolektif 9 insan bila keadaan sangatmemprihatinkan untuk pelaksanaannya tetap menggunakanlafadz kain, pemotongannya oleh yang bersangkutan atau

66Hak AKI dari nilai syukuran besar 17 adalah AKI nilai = 4 (pahala), Nilai sapi 7ekor, dimana bagian untuk AKI itu adalah kepala kambing yang dimasukan kedalam sumur

67HAK AKI dari nilai syukuran besar 27 adalah AKI nilai = 9 (pahala), Nilai sapi9-12 ekor

Page 109: Dimensi v

75

yang dipercaya bila secara kolektif tidak diwajibkan untukbersholawat, bila dilaksanakan secara pribadi hewankurbannya adalah jantan bila yang bersangkutan insan adamhewan kurbannya betina bila yang berkurban insanhawa.lafadz syukuran tetap dibuat/ditulis oleh sesepuh/pengayom, Kecuali yang tidak ada/tidak punya sesepuhdapat memotong hewan kurbannya tanpa lafadz.

Syukuran BersyukurSyukuran bersyukur ini bisa dilaksanakan kapan saja,

dapat dilakukan oleh siapa saja dalam rangka mensyukurinikmat-nikmat Allah yang diterimanya. Hewan kurbanjantan bila yang bersyukur insan adam, hewan kurban betinabila yang bersyukur insan hawa, untuk pelaksanaanmemotong sendiri dipimpin oleh Imam kurban lafadz tertulisdi atas kain.

Terdapat waktu larangan melakukan syukuran, yaitu:a) Bulan safar setiap Tahunnya.

AKI melarang segala bentuk syukuran memotong hewanuntuk dilaksanakan

b) Bulan Ramadhan setiap Tahun.AKI melarang segala bentuk syukuran memotong hewanuntuk dilaksanakan

c) Kaum adam yang istrinya sedang hamil.AKI melarang untuk melaksanakan syukuran tunggusampai istrinya melahirkan

d) Bagi Imam kurban yang istrinya sedang hamil.AKI melarang untuk melaksanakan pemotongan, harusdigantikan oleh sahabat-sahabat Imam kurban atau olehFirman.

e) Bila imam kurban berhalangan hadir.Bisa digantikan oleh seseorang yang penting dua-duanyasama-sama ikhlas. Hak imam kurban adalah kulit dansholawat pemotongan. Besar Kecilnya disesuaikan situasidan kondisi melalui kebijaksanaan sesepuh/pengayom.

Kegiatan syukuran ini dalam pemotongan hewannyadi Kabupaten Garut dan dagingnya dibagikan ke masyarakat

Page 110: Dimensi v

76

sekitar, sehingga hal ini juga menjadikan kegiatan-kegiatanmereka tidak mendapatkan perlawanan dari masyarakatsekitar, karena mereka merasa terbantu dan mereka jugamerasakan manfaat yang sangat besar dengan kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh kelompok AKI Syamsu iniyang dibungkus dengan lembaga legal yaitu Yayasan.

Perihal Khalwat GuaKhalwat Gua ini dilakukan dibeberapa gua yang

terlebih dahulu dilakukan survai layak dan tidaknya gua iniuntuk dipakai. Adapun ketentuan Khalwat Gua ditentukandalam PROTAP (ProsedurTetap) AmanatKeagungan Ilahipasal 20 yaitu:a) Jadwal telah ditetapkan oleh orang tua kita bersama yaitu

AKI Moc. Syamsoeb) Dalam pelaksanaannya para pemegang jadwal gua harus

mengadakan koordinasi dengan pemimpin ataupengayom gua minimal 1 minggu sebelumnya

c) Sesepuh/pengayom asuh peserta gua harus memberikanpenjelasan-penjelasan yang tuntas sejelas-jelasnya bagipara peserta khalwat tentang syarat-syarat dan prosedurtata tertib untuk Khalwat Gua.

Khalwat Gua ini diwajibkan bagi insanulkarimseumur hidup satu kali. Penyelenggaraannya adalah dimulaipada tanggal malam 1Ramadhan dan diakhiri pada tanggal25 Ramadhan, yaitu selama 2 hari dua malam masuk mulaijam 21.00 malam dan keluar jam 21.00 malam. Bagi parapeserta diwajibkan memakai pakaian putih-putih danmemakai lafadz kepala, dimana lafadz ini ditulis di atas kainyang dibuat atau ditulis oleh sesepuh atau pengayomasuhnya.

Hakikat dari Khalwat Gua adalah belajar berpasrahdiri secara total terhadap Tuhan Yang Maha Esameninggalkan dari segala urusan dan kebutuhan hidupnyaselama 2 hari 2 malam. Setelah selesai seluruh rangkaianpelaksanaan Khalwat Gua ditutup dengan syukuranmemotong hewan jantan yang baik, pemotongan dilakukanoleh pengayom/ sesepuh gua.

Page 111: Dimensi v

77

Hari-Hari Besara. Hari Tahun baru Hijriyah (1Syuro) diperingati dalam

bentuk renungan-renungan suci, tafakur secara masing-masing di pos-pos kesucian

b. Peringatan hadirnya petunjuk kesucian ”NUR ILAHI”bertepatan dengan peringatan 12 Maulud, lahirnya Nabibesar Muhammad SAW. Diperingati dengan cara yangbesar dan meriah secara berjamaah dan AKBAR.

c. Peringatan 27 Rajab (Isra Mi’raj) Nabi besar MuhammadSAW diperingati secara berjamaah. Biasanya sebelumtanggal 27 rajab diadakan peringatan-peringatan Tawab,Itikaf-itikaf mesjid.

d. Peringatan Wafatnya orang tua kita bersama yaitu AKI M.Syamsoe pada tanggal 7 juni

e. Peringatan 17 ramadhan turunnya wahyu Al-Qur’anulkarim yang pertama kali di gua hira diperingati secaraintern dan sederhana (Tafakur, itika, berdzikir, di posmasing-masing)

f. Peringatan 14 September lahirnya orang tua kita bersamayaitu AKI M. Syamsoe. Diperingati secara sederhana dipos masing-masing.

g. Peringatan 17 Hafid (Dzulhijah). Hari kemenangan dalamkeluarga besar Amanat Keagungan Ilahi atas suatuperistiwa didaerah Cilegon Banten Jawa Barat tahun 1978.

Itulah ajaran-ajaran yang ada di keluarga besarAmanat Keagungan Ilahi (AKI) Syamsoe. Jika merujuk pada10 kriteria sesat yang ditetapkan oleh MUI, maka ajaran-ajaran AKI ini termasuk ke dalam beberapa kriteria sesatdiantaranya yaitu:a) Mengingkari rukun Iman dan Rukun Islam yaitu dengan

tidak melaksanakan sholat yang lima waktu.Mempercayai turunnya wahyu dari selain yang di bawaoleh Nabi Muhammad SAW.

b) Meyakini dan mengikuti aqidah yang tidak sesuai dengandalil Syariat Islam, dimana ajaran AKI ini mengajarkantatacara berpuasa yang bertentangan dengan kaidah-kaidah Syari’ah seperti puasa mutih, puasa minum dan

Page 112: Dimensi v

78

puasa-puasa yang lainnya yang tentunya hal ini tidak adasyariatnya dalam Islam.

c) Meyakini turunnya wahyu setelah al-Qur’and) Mengubah, menambahkan dan mengurangi pokok-pokok

ibadah yang telah ditetapkan oleh syariat seperti shalatfardu yang 5 waktu tidak wajib. Ketentuan puasa yangberbeda, perihal syukuran, itikaf dan yang lainnya.

Dari hasil penjelasan dan analisis di atas makadiharapkan ada penyelesaian untuk meluruskan danmengembalikan mereka untuk menjalankan ajaran-ajaranIslam sebagaimana yang telah disyariatkan.

Respon MasyarakatDikatakan oleh Nopi (21) ketika diwawancara dia

mengetahui tentang ajaran Amanat Keagungan Ilahi dariselebaran atau hasil Investigasi GARIS (Gerakan ReformisIslam) Kabupaten Garut. GARIS (Gerakan Islam Reformis)Kabupaten Garut menginformasikan dari hasil investigasinyaterhadap tokoh masyarakat dan Ketua DKM yang ada diKecamatan. Leles Kabupaten Garut, hal ini dimaksudkanuntuk disampaikan lagi kepada warga masyarakat yanglainnya. Sehingga keberadaan ajaran ini diketahuimasyarakat sebagai ajaran sesat. Namun dari selebaran yangdibagikan itu tidak semua masyarakat Leles mengetahuinyasebagaimana yang penulis tanyakan kepada Nia Fitria (24)tahun, dia tidak mengetahui tentang aliran AKI ini.

Dari hasil wawancara terhadap masyarakat Lelesterutama yang ada di Cangkuang pendapatnya sangatberagam sebagaimana dikatakan oleh Warsiman (57) tahundia buruh tani dan sekolahnya hanya tamatan SDmengatakan bahwa ”selama mereka tidak mengganggu dantidak merugikan kita itu tidak apa-apa asalkan kita tidakmengikuti ajaran mereka karena mereka itu memusingkankami. Kelompok AKI juga suka memberikan bantuan kepadakami, memberikan beasiswa dan juga suka membagikandaging kurban jadi bagi saya itu sangat baik, apalagi keadaanekonomi masyarakat sekarang ini sedang dalam kesulitan”.Lain lagi yang dikatakan Nopi (21) tahun dia mengharapkan

Page 113: Dimensi v

79

bahwa aliran ini dibubarkan karena ajarannya aneh-aneh.Senada dengan Nopi Wawan (39) tahun lulusan salah satuperguruan tinggi mengatakan bahwa ”merasa hawatirdengan keadaan kelompok AKI ini, akan menggoyahkanaqidah masyarakat, tatacara ibadahnya pun sangat berbedadengan Islam oleh karena itu kelompok ini sebaiknyadibubarkan, dan juga kegiatan-kegiatan Bakti Sosial yangdilakukan kelompok AKI ini memiliki misi untuk membawawarga Leles mengikuti ajaran AKI”, dengan hal ini dia benar-benar mengharapkan agar kelompok ini ditindak secarategas, karena sampai saat ini masih tetap melakukankegiatan-kegiatannya dan masih banyak yang datang kemakam AKI untuk melakukan ziarah.

Dari pendapat masyarakat Leles di atas sangatlahberagam, jika diperhatikan bahwa kemiskinan hari inimembuat mereka tidak peduli lagi dengan lingkungansekitar meskipun hal itu sangat bertentangan dengan nilaidan norma-norma agama, mereka tidak bereaksi tatkaladisuguhkan berbagai macam bantuan. Oleh karena itu dalamtahap penyelesaian masalah AKI ini tidak cukup denganberdiskusi dengan pimpinan AKI dan memaksa merekauntuk membubarkan kelompok mereka, namun cara-carakelompok AKI melakukan pendekatan kepada masyarakat-pun harus dijadikan alternatif dalam penyelesaian masalahAKI ini. Selain itu juga masalah pendidikan masyarakat akanmempengaruhi terhadap keberadaan aliran dan paham yangberkembang dimasyarakat. Karena kebodohan mereka men-jadikan mereka tidak berdaya dengan keadaan yang terjadidilingkungan sekitar mereka.

Page 114: Dimensi v

80

Lokasi Geografis danKondisi Demografis Kecamatan Pangatikan

Kecamatan Pangatikan merupakan bagian dariwilayah yang ada di Kabupaten Garut Jawa Barat denganluas wilayah 1.972 Ha dengan batas wilayah administratifWanaraja, Karangtengah, Sukawening, Banyuresmi, danKabupaten Tasikmalaya. Kecamatan Pangatikan ini terdiridari 8 Desa/Kelurahan yaitu Sukamulya, Karangsari,Sukarasa, Babakan Loa, Cihuni, Cimaragas, Citangtu, danSukahurip. Awalnya Kecamatan Pangatikan masuk kewilayah Kecamatan Wanaraja namun ketika ada pemekaranwilayah maka Pangatikan menjadi Kecamatan tersendiri,oleh karena itu struktur pemerintahannya masih dalam tahapperapihan termasuk untuk KUA dan penyuluhnya masih adadi Kecamatan Wanaraja.

Adapun hasil pertanian adalah bawang putih,bawang merah, kacang merah, cabe, kedelai, jagung, jerukdan padi yang ditunjang dengan hasil perkebunan seperticengkeh, kopi, teh dan tembakau. Sementara peternakanbesar sebanyak 12.595 dan unggas berjumlah 109.000. untukbudi daya di Kecamatan Pangatikan ini ada budidaya Ikanair tawar.

Jumlah penduduk di Kecamatan Pangatikan 36.658jiwa dengan penduduk Laki-laki sebesar: 18.746 Jiwa dan

Darul Islam Fillah

5

Page 115: Dimensi v

81

penduduk perempuan berjumlah: 17.912 Jiwa. Jumlah perdesanya mencapai 4.582 Jiwa penduduk. Dengan kepadatanpenduduk per km² adalah 1.858.92. Agama yang dianut 100%Islam yaitu 36.658 Jiwa.

Fasilitas pendidikan TK, RA, 47: SD, 27:MI, 0: SMP, 2:MTs, 4: SMA, 01: MA, 1: SMK, 1: PT, 0, dengan dilengkapifasilitas mesjid sebanyak 16 dan juga pondok pesantrensebanyak 5 buah. Di antara pesantren-pesantren yang ada diPangatikan ini ada pesantren yang terkenal yaitu pesantrenCipari pimpinan KH. Yusuf Taujiri. Pesantren Cipari iniulamanya cukup terkenal dikalangan ulama-ulama Garut,karena mesjid yang ada dicipari ini juga pernah menjadi saksisejarah pada masa pemberontakan DI/TII di wilayah GarutJawa Barat.

Gambaran Darul Islam (DI) di Kabupaten GarutMesjid Cipari ini merupakan mesjid yang fenomenal,

dalam sejarah mesjid ini telah ada sejak tahun 1895, Mesjidini keadaanya masih tetap biasa-biasa saja yang berada dikomplek Pesantren Cipari. Setelah wafat K.H. Harmaen,maka keberadaan pesantren Cipari ini digantikan olehanaknya yaitu K.H. Jusuf Tauzirie yang sekaligus sahabatnyaKartosoewirjo namun karena berbeda pandangan dalammasalah ”hijrah” dan lembaga ”suffah”, maka Kartosoewirjomenggempur mesjid dan pesantren yang ada dicipari ini,sehingga pada saat pemberontakan DI/TII mesjid ini dijadi-kan tempat persembunyian oleh masyarakat setempat.Keberadaan mesjid Cipari ini menjadi sangat berarti bagipenduduk wilayah Cipari dan juga masyakat sekitarnya.68

Di Kecamatan Pangatikan ini sebagian besarpenduduknya melakukan aktifitas di sawah dan ladangmereka ada juga yang menggarap kolam ikan deras. Dalammenggarap sawah dan ladangnya biasanya mereka mengerja-kan dengan cara tradisional, yaitu dengan dicangkul, dandibajak dengan menggunakan kerbau atau sapi, tapi ada juga

68Darpan dan Budi Suhardiman, Seputar Garut, (garut : Komunitas srimangati, 2007)hlm. 117-118.

Page 116: Dimensi v

82

yang sudah menggunakan traktor karena letak sawah punterhampar luas disepanjang jalan raya menuju Pangatikan,sawah ini dinamakan sawah gede.

Keberadaan masyarakat Pangatikan ini cukup damai,namun akhir-akhir ini sekitar tahun 2006 mereka digegerkandengan aliran sesat yang ada di Kecamatan. PangatikanBabakan Cipari yaitu gerakan Darul Islam Fillah pimpinanSensen Komara. Selama ini mereka tidak merasakan adagelagat-gelagat yang aneh yang ada disekitar mereka karenagerakan-gerakan DI Fillah ini cukup eksklusif dari kalanganmasyarakat pada umumnya, namun pada tanggal 17 Januari2008 masyarakat Babakan Cipari dikagetkan lagi dengan aksiSensen dan dua menterinya yaitu Endi Rustandi dan DedenRahayu dengan pengibaran bendera NII merah-putih ber-gambar bulan-bintang disekitar rumahnya Sensen Komara,dan juga ada beberapa permasalahan yang muncul yaituadanya mesjid ad-Diror (mesjid tandingan).

Awal munculnya konflik ketika pembangunanrenovasi mesjid al-Hasan yang -dianggap mesjid diror(tandingan) dan kamuplase untuk mengkelabui warga-dalam penyebaran ajarannya. Mesjid terletak di babakanCipari sekitar rumah Sensen Komara, yang dibangun dariuang Umat DI Fillah, mereka tidak mau menerima bantuandari masyarakat yang bukan jamaahnya.69 Akhirnya daripembangunan ini terjadi konflik dan juga beberapa pema-haman gerakan Sensen ini tercium terutama ajaran-ajaranyang menyimpang.

Ketika pembangun mesjid ini dilakukan para pekerja-nya tidak melaksanakan shalat Jum’at padahal waku itu hariJum’at,70 dari fenomena inilah warga mencurigai gerakan-gerakan Sensen yang aneh. Akhirnya kelompok ini dilapor-kan oleh MUI Kabupaten. Garut ke Kaporles Garut untukdiproses secara hukum. Karena kasus ini masuk ke dalamkasus pidana yaitu Penpres No.1/1965 jo psl. 156.a KUHP

69Wawancara dengan H. Diat Hadiat Penamas Wanaraja Tanggal 14 September2010

70Pekerja merupakan anggota DI Fillah Pimpinan Sensen Komara

Page 117: Dimensi v

83

tentang pelanggaran dan penodaan Agama, maka kasus inidilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Garut untuk dilakukanpenyidikan dan berkasnya dilimpahkan kepengadilan untukdisidangkan, akhirnya dari hasil sidang Endi Rustandisebagai menteri Keuangan dan juga Deden Rahayu sebagaiMensesneg telah divonis penjara selama 3,5 tahun namunSensen tidak ditahan karena mengalami gangguan Jiwa(Hasil Pemerikasaan Rumah Sakit Jiwa Bandung). Selainkedua menterinya di atas yang divonis dan dipenjarakanadalah tiga orang pengurus DI Fillah yang lainnya yaituWawan Setiawan, Abdul Rosyid serta Wowo Wahyudindivonis hukuman 3,5 tahun penjara karena pelanggaranhukum pidananya.

Dari hasil pelaporan ini akhirnya masyarakatkhususnya di Kecamatan Pangatikan dan umunya di wilayahKabupaten Garut mengetahui bahwa ajaran Sensen Komaraini menyimpang dan juga menyesatkan, namun meskipuntelah ada yang dipenjarakan keberadaan dan kegiatan-kegiatan jamaah ini sampai saat ini masih terus berjalan danjuga masih tetap menjadi perbincangan dimasyarakat.71

Menengok kebelakang bahwasanya di KabupatenGarut tepatnya di Malangbong Garut telah dideklarasikan-nya Negara Islam Indonesia (NII) yang di bawa olehKartosoewirjo (1907-1962), awalnya dia merupakan tokohpolitik dari Partai Sarikat Islam Indonesia (PSII) danMasyumi yang kemudian mencoba merealisasikan cita-citanya untuk mendirikan Negara Islam Indonesia.Kartosoewirjo yang lahir di Cepu, Jawa Tengah menikahi SitiDewi Kalsum di Cisitu Malangbong, anak seorang ulamaMalangbong yaitu Ardiwisastra yang awalnya merupakanGuru ngajinya ketika dia berada di Malangbong Garut, yangmana mertuanya ini mendukung terhadap cita-citanya.Disinilah Kartosuwirjo banyak melakukan kegiatan-kegiatanuntuk mendirikan Negara Islamnya termasuk mendirikanlembaga suffah, yang mendidik kader-kader politik. Pada

71Wawancara dengan Diat Hadiat, PENAMAS KUA Wanaraja, sekaligustetangganya Sensen Komara. Pada tanggal 14 September 2010

Page 118: Dimensi v

84

tanggal 7 Agustus 1949 12 Syawal 1368 Hijriah Kartosoewirjomemproklamasikan NII di Malangbong Garut denganmengumandangkan lagu kebangsaan nya yaitu:”Tujuh Agustus empat sembilanSaat turun kurnia Tuhan,Diproklamirkan negara kitaKeseluruh dunia rayaLenyaplah penjajahDurjana nistaLahirlah keadilan yang EsaTegak teguhkan negara kitaNegara Islam Indonesia”Namun deklarasi ini tidak mendapat persetujuan darisahabatnya yaitu Jusuf Tauzirie yang memang sama-samadikeluarkan dari SI (Sarekat Islam) atas pemikiran-pemikiranyang bertolak belakang dengan SI (Sarekat Islam), dariketidak setujuannya K.H. Jusuf Tauzirie ini Kartosoewitjomelakukan perlawanan terhadap K.H. Jusuf Tauzirie, denganpertempuran-pertempuran ini banyak masyarakat di daerahCipari yang menjadi korban sehingga sawah-sawah dipenuhidengan gelimpangan mayat dan juga kolam-kolam ikanwarnanya menjadi merah akibat darah yang ditumpahkanatas pemberontakan Kartosoewirjo.72 Dalam pandanganBahtiar Efendi bahwa pendirian Negara Islam Indonesia yangdilakukan oleh Kartosoewirjo tidak dilandasi dengan idiologiIslam yang kuat, namun ia lebih Kecewa atas perjanjianRenville yang dianggapnya merugikan umat Islam, untuk itudia memberontak terhadap pemerintahan kafir Soekarno.

Atas dasar Islam-Jawanya yang kental inilahdiperkirakan bahwa Kartososewirjo tidak begitu kuat dalamidiologi Islamnya, apalagi latar belakang keluarga danpendidikan dia bukan dari kalangan ulama dan pendidikanyang ditempuhnya lebih beraliran kiri, dia belajar Islam saatbergabung dengan HOS Cokroaminoto dan ketika ia berada

72Al-Chaidar, Pemikiran Politik Proklamator Negara Islam Indonesia S.M. Kartosoewirjo,(Jakarta : Darul Falah, 1999), hlm. xxvi-xxvii

Page 119: Dimensi v

85

di Malangbong Garut. Dari Islam-Jawanya yang dianutdikatakan bahwa Kartosoewirjo ini menurut beberapasumber dikatakan pernah melakukan tapa Geni selama 40hari di Gua Walet Gunung Kidul Jogyakarta, sehinggaKartosoewirjo ini dikenal dikalangan NII sebagai ImamMahdi, ratu adil, Sultan Heru Tjokro, dan satria sakti.Kartosoewirjo meyakinkan kepada pengikutnya atas tapanyaitu sebagaimana yang telah dilakukan oleh Rasulullah SAWwaktu dia mendapatkan wahyu di Gua Hiro.73Padahal yangdilakukan oleh Rasulullah itu atas perintah Allah SWT,sementara yang dilakukan oleh Kartosoewirjo tanpa adaperintah dari Allah hal ini tentunya tidak bisa disamakan,pemikiran-pemikiran Katrosoewirjo yang tidak mendasar inijuga bisa mengilhami pemikiran-pemikiran yang tidakmendasar yang muncul dari penerus-penerus Kartosoewirjo.

Sepeninggalan Kartosoewirjo semangat untukmendirikan Negara Islam Indonesia kembali tidak pernahpadam, kaderisasi diantara sebagian anggotanya sepertinyatidak pernah putus. Pengusung cita-cita DI/ NII itu bolehterpecah belah karena alasan idiologi atau kepentinganpribadi imamnya, namun mereka tetap mengatakan bahwamereka meneruskan cita-cita imamnya yaitu Kartosoewirjo,sebagaimana yang terjadi di Kabupaten Garut bahwa DIsangat beragam ada yang menamakan DI Fillah, ada DIFisabilillah ada juga Darusalam yang merupakan cikal bakalketidak setujuan K.H. Jusuf Tauzirie terhadap pembentukanNII Kartosoewirjo, namun yang mendapat sorotan tajam dariberbagai kalangan baik masyarakat, maupun para ulamakiyai, dan aparat pemerintah adalah DI Fillah pimpinanSensen Komara yang ia katakan sebagai DI Fillah penerusKartosoewirjo. Karena ajaran-ajarannya yang menyimpangdari ajaran Islam DI Fillah ini dianggap sesat danmenyesatkan.

Kepemimpinan Sensen Komara merupakan warisandari ayahnya yaitu Bakar Misbah yang dulunya merupakan

73www.google.com yang dilansir Tempo Online NII antara Realita dan Fitnah,diakses pada hari Rabu 8 September 2010 jam. 15.45

Page 120: Dimensi v

86

Bupati NII Garut yang pertamakali dideklarasikan olehKartosoewirjo. dan juga kakeknya yaitu H. Mughnimerupakan petinggi NII/DI di Kabupaten.Garut juga.Sepeninggalan ayahnya Sensen bergabung dengan keturunanpengikut Darul Islam (DI), mereka menghidupkan kembaliNegara Islam Indonesia yang pernah dideklarasikan olehKartosoewirjo. Sensen merupakan anak kedua dari BakarMisbah ia mendeklarasikan dirinya sebagai Imam ke-15 dirumahnya berukuran 11 x 11 meter yang berdindingkanBambu dan berlantaikan papan. Rumah ini menjadi pusatkegiatan Jamaah NII/DI Fillah yang merupakan IstanaNegara bagi warga DI Fillah di Kabupaten Garut.

Sensen Komara mengatakan bahwa NII/DI Fillahyang dipimpinnya merupakan DI Fillah untuk meneruskanperjuangan Bapak yaitu Kartosoewiryo, dimana dirumahnyajuga terdapat Foto Kartosoewirjo namun anggota DI yanglainnya menolak hal ini, karena DI Kartoseowiryo tidakpernah mengajarkan ajaran-ajaran yang aneh. Diungkapkanjuga oleh ketua LP3SYI Kabupaten. Garut bahwa DI FillahSensen Koamara berbeda dengan DI Kartosoewirjo dan tidakada hubungannya dengan DI Kartososewirjo. Jika melihatfakta ini dalam pandangan penulis diduga jangan-janganketua LP3SYI Kabupaten Garut ini juga merupakan pengikutDI Kartosoewirjo yang tidak setuju dengan DI Fillah Sensenyang mengalami penyimpangan, dihawatirkan akanternodainya DI kartosoewirjo maka ia mengatakan bahwa DIFillah Sensen tidak ada hubungannya dengan DIKartosoewirjo, ia mengatakan dan meyakinkan hal inidengan menggunakan simbol-simbol lembaga keagamaanyang dipimpinnya hal ini ditujukan untuk semakinmeyakinkan kalau DI Kartosoewirjo itu benar dan bolehuntuk terus diikuti.

Untuk menopang kehidupan warganya NII/DI Fillahini mempunyai usaha ayam potong. Ini usaha bersama yangkeuntungannya digunakan untuk operasional dan buatmenopang ekonomi negara. Rakyat NII "tak dibebani pajakseperti di negara lain” dalam pengakuan Sensen dan jugaAkses transportasi dan jaringan telepon yang dimiliki NII,

Page 121: Dimensi v

87

digunakan untuk meluaskan jangkauan. Sensenmenghimpun keturunan pengikut Darul Islam di 42Kecamatan di seantero Garut untuk menjadi warga NII."Mereka mau bergabung karena wasiat orang tua untukmeneruskan perjuangan Darul Islam," kata Sensen.74

Keluarga Sensen semuanya merupakan pengikutNII/DI Fillah yang setia dimana saudara kandungnyaGimGim Bin Bakar Misbah dia menjabat sebagai menteripertahanan DI Fillah dan juga saudara-saudara lainnyamerupakan aktivis dan penggerak DI Fillah pimpinan SensenKomara baik di wilayah Garut maupun diluar wilayahGarut.75 Selain itu juga dalam wawancara dengan PENAMASKUA Wanaraja dikatakan bahwa Sensen Komara memilikisenjata yang disimpan diwilayah Garut disekitar KecamatanPangatikan senada dengan hal ini Sensen juga pernahmengungkapkan yang dilansir dalam majalah Tempo bahwadia memiliki pesawat tempur tipe F-16 dan Sukhoi," katanya.Namun ia tidak mau memberitahukan keberadaan pesawateksklusif itu-karena merupakan rahasia negara katanya.

Ajaran Darul Islam Fillah Pimpinan Sensen Komara binBakar Misbah

Para pengikut jaringan Darul Islam (DI) Fillahmembantah ajaran yang dibawa khalifah Sensen merupakanaliran sesat. “Yang selama ini saya pahami, tidak ada ajaranyang dilakukan bertentangan dengan syariat Islam padaumumnya, cuma kami meyakini bahwa setiap umat adaimamnya, dan bagi kami Sensen adalah imam dalamkerasulan kami,” ujar warga Desa Sindang Lengu DesaPayindangan Kecamatan. Pakenjeng, Mukmin Ismail 37tahun. Ajaran NII/DI Fillah yang dibawa Sensen, lanjutMukmin, membawa umat menuju kemaslahatan. Berdasar-kan perjanjian Hudaibiyah, menerangkan empat point

74Dilansir dari Majalah Tempo online diterbitkan tanggal 16 Agustus 201075Sumber : Diat Hadiat Penamas KUA wanaraja

Page 122: Dimensi v

88

penting yakni kembali ke NKRI, hentikan huruhara, amarmakruf serta jihad fillah.

Adapun anggapan bahwa Drs. Sensen merupakanRasul dan Nabi terakhir ujar Mukmin, merupakan salahbesar. “Kalau kami percaya itu, maka kami semua kafirdong. Yang benar, Sensen itu pimpinan kerasulan yang adaditiap zaman, dan kami percaya itu,” ungkapnya. Merekayang kebanyakan mata pencahariannya sebagai pedagangakan menanti keputusan Sensen sebagai imam mereka untukkelanjutan kasus tersebut. “Sebagai umat, kami tidak bisamengambil keputusan sendiri. Kami menunggu perlindung-an dari imam kami, yaitu Drs. Sensen Komara bin BakarMisbah,” katanya.

Sementara itu, Sensen yang ditemui di KaporlesGarut menyatakan dengan tegas bahwa dirinya sebagaiRasul. “Keyakinan itu saya dapat setelah membaca SuratYasin. Sin dalam kalimat Yasin merupakan inisial dari namasaya yaitu Sen sen, berarti saya ini Rasul,” yang di utus olehAllah. Selain pengakuannya sebagai Rasul Sensen jugamemberikan pengajaran-pengajaran atau doktrin-doktrinkeagamaan yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam.

Kalimat SyahadatKalimat syahadat dimaksud berbunyi ”ASYHADU

ANLAAILAAHA ILLALLOH-WAASYHADU ANNA DRS.SEN-SEN KOMARA BIN BAKAR MISBAH BIN H. MUGNIROSULULLOH”.76 Dan juga kalimat Adzan dan Iqomat kata-kata Muhammad diganti dengan kalimat Drs. SensenKomara. 77

Syahadat ini berbunyi sangat berbeda dengansyahadat-syahadat yang lazim kita ucapkan, dimana padaakhir kalimatnya ada pengakuan terhadap seorang imamyang derajatnya sama dengan Nabi. Pengucapan syahadat inibagi kalangan NII/Darul Islam Fillah memiliki makna

76Surat Pernyataan Mubahalah yang dibuat oleh Gimgim bin Bakar Misbah AnggotaDI Fillah.

77Tempo Online diterbitkan 16 Agustus 2010 diakses hari rabu tanggal 22September 2010 jam 18.40

Page 123: Dimensi v

89

tersendiri yaitu sebagai bentuk pengakuan, penghormatanterhadap imam mereka, mereka mengumpamakan ataumengkiyaskan kepada shalawah yang biasa kita ucapakandimana ada yang memakai kata ”syayidina” ada juga yangtidak. Dimana penggunakaan kata ”syayidina” ini sebagaibentuk penghargaan, pengagungan terhadap RasulullahSAW, begitupun dengan kelompok ini,. Sebagai bentukpengahargaan, penghormatan dan juga pengakuan terhadapImam maka mereka mengganti syahadatnya denganmenyebutkan imam dibelakangnya. Selain itu juga menurutMukmin bahwa Ismail (Petinggi NII/DI Fillah Wilayah GarutSelatan-Pakenjeng) mengaku bahwa kelompoknya mengakuiMuhammad sebagai nabi terakhir. Penggantian namaMuhammad menjadi Sensen Komara dalam kalimat syhadatmerupakan bentuk penghormatan kepada pimpinannya yangdianggap sebagai rosul. Beliau telah membawa keadilan bagiumat. Sampai kiamat pun rosul itu pasti ada, kalau nabi yangterahir itu Muhammad, tidak ada lagi," ujarnya di MapolresGarut.

Sholat 5 waktu tidak wajibDalam gerakan dakwah mereka terkenal dengan

Fase-Fase atau tahapan-tahapan dakwah, yaitu merekamengulang terhadap sejarah dimana pada saat RasulullahSaw, melakukan dakwahnya. Rasulullah Saw memilikitahapan-tahapan, begitupun dengan gerakan DI Fillahpimpin Sensen Komara ini, namun alih-alih mencontohRasulullah SAW dalam berdakwah mereka malah banyakpenyimpangannya. Seperti halnya mereka membagi fasedakwahnya dalam beberapa tahap yang pertama faseMakiyyah dimana pada fase ini belum diwajibkannya sholat,sehingga bagi jama’ah ini sholat yang lima waktu itu tidakwajib untuk dilaksanakan.

Dalam pandangan mereka bahwa sekarang ini yanglebih diwajibkan adalah berjihad, amar ma’ruf nahyi mungkar,bukan sholat. Kewajiban berjihad atau amar ma’ruf nahyimungkar lebih utama diatas segala-galanya. Bukan hanyaharta yang berani mereka persembahkan bahkan jiwapun

Page 124: Dimensi v

90

mereka siap korbankan. Untuk melakukan amar ma’ruf nahyimungkar ini, doktrin-doktrin yang diberikan sungguh sangatluar biasa sehingga doktrin yang sudah ada tidak goyahdengan isu-isu yang beredar, sebagaimana yang diungkap-kan Wawan warga Pakenjeng bahwa dia tidak akanmelakukan apa-apa sebelum ada perintah dari imam kamiyaitu Drs. Sensen Komara.

Bagi DI Fillah sholat itu bukan sebuah kewajibanyang diwajibkan sekarang ini adalah ”Jihad fisabilillah/ AmarMa’ruf Nahyi Mungkar”.78 Dalam pengakuan Sensen jugamengaku dirinya sudah tidak pernah menunaikan salat limawaktu lagi dalam dua tahun belakangan. Hal itu dilakukandirinya untuk berkonsentrasi pada i'tikaf tentang ajaran DIFillah yang merupakan bagian dari NII, yang saat ini sedangdijalankan dirinya."Saya sedang i'tikaf mencari pencerahanlagi, karena itu saya tidak pernah salat lagi dalam dua tahunbelakangan," ujar Sensen.79

Arah Kiblat SholatBagi anggota atau jamaah aliran Darul Islam Fillah ini

kiblat sholat mereka ke Timur bukan ke arah Barat, karenabagi aliran ini dikarenakan sekarang fase dakwahnya masihfase Makiyyah, maka selain kewajiban sholat belum diwajib-kan bahwasanya Rasulullah SAW juga sebelum hijrah keMadinah kiblatnya ke Baitul Maqdis, sehingga bagi parajamaah Darul Islam Fillah pimpinan Sensen Komara ini arahkiblat sholatnya ke arah Timur bukan ke Barat Kecamatankecuali kalau Islam ini sudah futuh yaitu Fase Madaniyyahmaka sholat baru diwajibkan dan juga arah kiblat di arahkanke arah Barat (Baitullah).80 Namun ketika ditemui olehMaporles Kabupaten Garut Sensen pun melontarkan bahwadia sebagai panglima tertinggi angkatan perang DI Fillah

78Wawancara dengan Diat Hadiat PENAMAS KUA Wanaraja tanggal 14September 2010.

79Dilansir dari Tribun Jabar Online yang diterbitkan pada hari senin 5 Oktober2009.

80 Wawancara dengan Diat Hadiat PENAMAS Wanaraja tanggal 14 September2010.

Page 125: Dimensi v

91

mengubah arah kiblat menjadi timur berdasarkan peta duniadan mimpi yang pernah dialaminya. “Pada peta, SaudiArabia terletak di timur Indonesia, sehingga kiblat harusdigeser ke timur. Selain itu, saya pernah mimpi naik pesawatudara F-16 menuju Mekkah dengan arah ke timur,”imbuhnya.81

Itulah ajaran dan paham yang disoroti oleh pihak-pihak terkait yaitu dari kalangan MUI, kepolisian danKejaksaan Negeri Garut ini yang dianggap jelas-jelasmenyimpang dari ajaran Islam. Oleh karena itu paham-paham ini berusaha untuk diluruskan yaitu dengandiadakannya dialog dan juga tindakan-tindakan hukum,namun demikian mereka hanya sebentar saja menjalankanIslam yang sebenarnya dan meninggalkan ajaran-ajaranmereka, namun secara sembunyi-sembunyi mereka tetapmelakukan lagi kegiatan-kegiatan dan menjalankan lagiajaran yang diyakininya benar.

Bersumpah (Mubahalah)Karena ajaran-ajaran yang menyesatkan ini sehingga

gerakan DI Fillah ini mendapat peringatan dari KejaksaanNegeri Garut dan juga dari pihak MUI serta dari LP3SYIKabupaten Garut akibat tuduhan-tuhan yang terlontarakhirnya kelompok DI Fillah ini menantang mengajakMubahalah (sumpah serapah) kepada pihak-pihak terkaityang menganggapnya bahwa mereka adalah sesat danmenyesatkan, mubahalah ini dilakukan di Kecamatan.Pangatikan yang disaksikan oleh Ratusan Jamaah DI Fillahdan tokoh Masyarakat pada hari Kamis 22 April 2010. Darisitu terjadi mubahalah terhadap LP3SYI Kabupaten Garut,akhirnya kedua belah pihak ini membuat surat pernyataanterhadap sumpahnya masing-masing.82

81Pikiran Rakyat Online yang diterbitkan pada tanggal 30/09/2009 diakses tanggal09/10/2010. jam. 14.30

82Mubahalah ini dilakukan dengan Lembaga Pengkajian – Penegakan dan PenerapanSyari’at Islam Kabupaten Garut oleh K.H. Endang Yusuf Djunaedi, LC. Adapun isinyaberupa Pernyataan dari kedua belah pihak. Dari pihak Daarul Islam Fillah yang diwakili oleh

Page 126: Dimensi v

92

Selain paham-pahamnya yang tidak sesuai denganajaran Rasulullah SAW, di NII/DI Fillah pimpinan sensenKomara ini diwajibkannya untuk berinfak. Mereka punmenjanjikan jika negara ini sudah futuh maka jangankankebutuhan pribadi kebutuhan anggota keluarga punditanggung oleh pemerintahan.

Jumlah anggota yang diklaim oleh Sensen sendirimenyatakan bahwa pengikutnya diseluruh Indonesia sudahmencapai 30 Juta orang, sementara dikawasan Garut dansekitarnya mencapai 5.000 orang. Asumsi tersebutdidapatnya berdasarkan surat maklumat yang dia edarkanmenjelang Pemilu tahun 1999. “Pada saat itu, saya sebarkansurat kepada umat agar golput pada pemilu, Saat itu, angkagolput mencapai 30 juta orang. Sehingga, semua orang yanggolput waktu itu menjadi umat saya,” ucapnya. Bahkan,Sensen juga meyakini para pemimpin di Indonesia termasukrasul. “Ada 12 Imam di Indonesia, dan semuanya rasul.

Gimgim Mulyana Alias Agim Bin Bakar Misbah menyatakan bahwa ajarannya tidak sesatadapun isi pernyataan Mubahalah adalah :

”Saya Atas nama Jamaah sebagai Menteri Pertahanan Daarul Islam Fillah dengan inibermubahalah /bersumpah Wallahi-Bilaahi-Tallohi Adiem, Bahwa Ajaran Darul Islam Fillahyang Pernah Kami Yakini :

1. SYAHADAT atau TASYAHUD ”ASHADU ANLAAILAAHA ILLALOOH-WA ASYHADU ANNA DRS. SENSEN KOMARA BIN BAKAR MISBAH BIN H.MUGNI ROSULULLAH”

2. Tidak melaksanakan sholat wajib lima waktu atau tarikus sholat dan sebelumnyamelaksanakan sholat menghadap kiblat ke arah timur

Adalah keyakinan yang benar dan tidak sesat, dan kepada pihak yang menyatakansalah atau sesat keyakinan tersebut harus bertanggung jawab dan menerima laknat.

Dan apabila keyakinan kami tersebut salah MENURUT SYARI’AT ISLAM danSEBAGAI ALIRAN SESAT MENYESATKAN serta membahayakan umat Islamberdasarkan hasil musyawarah pengkajian/tabayyun Lembaga Pengkajian-Penegakan danPenerapan Syari’at Islam (LP3SYI) Kabupaten Garut kami siap menerima LAKNATALLAH dalam bentuk apapun baik di dunia maupun di akhirat kelak.

Selanjutnya demi terciptanya situasi yang kondusif dan terpeliharanya UkhuwahIslamiah dalam kehidupan bermasyarakat kami berjanji :

1. Akan Mengikrarkan Syahadatain atau Tasyahud yang benar berdasarkan syariatIslam sebagaimana lazimnya yang diikrarkan umat islam.

2. Akan melaksanakan sholat 5 waktu dengan menghadap kiblat ke arah Barat3. Akan melaksanakan ajaran Islam secara murni dan Konsekuensi berdasarkan

firman Allah dan sunnah Rasululloh sesuai kemampuan.Begitupun sebaliknya dari pihak LP3SYI juga membuat pernyataan.

Page 127: Dimensi v

93

Susilo Bambang Yudhoyono, Gus Dur, dan tokoh lainnyajuga rasul karena jadi pemimpin bagi warganya,”.83

Dalam penyebarannya NII beragam namun lumayanunik, bagi kalangan pelajar dan Mahasiswa biasanya merekamenawarkan bantuan-bantuan dalam menyelesaikan per-masalahan pengajaran disekolah dan di Kampus, barusetelah diajak diskusi dan dianggap sudah siap dari sisi fikroh(pemikiran) maka mereka yang menjadi sasaran ini diajakuntuk berbai’at dan mereka layaknya orang non Islam yangmau masuk Islam harus disaksikan oleh saksi dalamberbaia’tnya.84 Namun dimasyarakat Kabupaten Garut dalampenyebarannya DI Fillah ini yaitu dengan mengajaksilaturahmi para keluarga yang dulunya pernah masuk DIKartosoewiryo, sehingga bukan sesuatu yang aneh bagimereka keberadaan DI ini dan secara otomatis merekapunmau bergabung karena kita tahu bahwa deklarasi DI sendiripertamakalinya juga dilakukan di Malanbong Garut,sehingga puing-puing sejarah ini tidak bisa hilang begitu saja,Mereka yang menerima ajaran ini rata-rata pendidikannyaSD dan yang paling tinggi S-1 itupun hanya satu atau duaorang sebagai pimpinan tinggi mereka, namun sebagaijamaah rata-rata pendidikan mereka dikategorikan rendah.Dalam wawancara yang dilakukan penulispun bahwamustahil di Kabupaten Garut ini ditiap Kecamatan tidak adaDI-nya, namun DI yang dianutnya tentunya berbeda-beda,karena tadi sudah adanya perpecahan dan yang palingbanyak diyakini yaitu DI Kartosoewirjo, hal ini diungkapkanoleh Ketua Penamas Wanaraja (Diat Hadiat).

Dalam pemberian doktrin dikalangan NII/DIbiasanya mereka mengikuti beberapa tahapan kaderisasi,namun pada pemberian materi terkadang merekamemberikan materi tanpa jeda hal ini dimaksudkan supayaanggota tidak terkontaminasi dengan pikiran-pikiran dari

83Dilansir dari pikiran Rakyat diterbitkan tanggal 30/09/2009 dan juga dilansir dariTribun Jabar Online yang diterbitkan pada hari senin 5 Oktober 2009.

84Sebagaimana yang dialami oleh Islah mantan anggota NII Daerah Bandung.

Page 128: Dimensi v

94

luar dan juga doktrinnya supaya melekat kuat diingatan parajamaahnya.85

Meskipun gerakan ini sudah dibekukan dan dibubar-kan, namun sampai saat ini mereka tetap menjalankanaktivitasnya, tetapi mereka lebih berhati-hati. Karena bebe-rapa pengurus tinggi dari jamaah ini ada yang sudahdipenjarakan. Ketertarikan para jamaah terhadap ajaran iniadalah karena konsep yang ditawarkan adalah menjelaskandan melaksanakan-walaupun parsial- ayat-ayat al-Qur’andalam kehidupan masyarakat kaum muslimin secara nyata.Sehingga romantisme yang selama ini hanya dapatdibayangkan dalam cerita-cerita, legenda bahkan mitos, kinihadir dan hidup dapat dirasakan dalam diri jamaah. Ayat-ayat al-Qur’an mutasyabihat dapat ditafsirkan secara mudah,seperti al-Qur’an ada kata fir’aun maka keadaan sekarang inidiumpamakan adalah masa umat Fir’aun. Begitupun Rasulmereka memahami Rasul itu adalah para pimpinan mereka,para ahli sihir Fir’aun adalah para ulama-ulama yangmengelilingi para penguasa yang dzalim. Ketika Nabi Musamelemparkan tongkatnya untuk menunduk-kan sihir makamereka mengartikan hal ini adalah dapat dipatahkannyahujjah-hjjah yang disampaikan ulama-ulama Orde Baru.

Konsep-konsep, pengertian-pengertian, faham-faham,tafsir-tafsir yang diajarkan dalam DI Fillah adalah luar biasa,sehingga membuat para kaum muslimin takjub dibuatnya.Karena bagi mereka tidak terpikirkan sebelumnya bisamenafsirkan al-Qur’an dengan mudahnya meskipun merekatidak pernah belajar Islam dipesantren tapi dengan mudah-nya mereka bisa menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an. Lagi pulakaum muslimin di Indonesia kini terjebak oleh budayasinkretisme yang berurat akar hingga ketingkat strukturalkekuasaan. Kemungkaran sosial hari ini yang dirasakanmasyarakt menjadikan DI Fillah ini sebagai alternatif pilihanjalan yang benar.

85Wawancara dengan Diat Hadiat Penamas KUA Wanaraja Tanggal 14 September2010

Page 129: Dimensi v

95

Kurangnya pemahaman, pengetahuan serta ilmu,ketika mereka tidak lagi sempat memperoleh pendidikanIslam karena latar pendidikan formal (SD,SLTP, SLTA) yangteramat sedikit mempelajari Islam, kesibukan urusan mencarinafkah dan kesibukan dunia yang lainnya yang membuatumat Islam sangat menaruh perhatian penuh kepada parada’i yang mengajarkan kepada mereka tentang pemahamanIslam secara praktis.

Sistem pemerintahan dalam tubuh Daarul IslamFillah atau NII ini sama halnya seperti layaknya NegaraRepublik Indonesia yaitu ada presiden atau yang merekakenal dengan sebutan Imam, ada wakilnya ada menteri-menterinya juga. Dalam pemerintahannya merekamengqiyaskan pada penciptaan langit yang tujuh lapis, makadalam pemerintahan Struktur Teritorial terbagai ke dalam 7wilayah yaitu:KT: Komandemen Tertinggi / Imam NegaraKPWB: Komandemen Perang Wilayah BesarKW: Komandemen WilayahKD: Komandemen DaerahKB: Komandemen KabupatenKC: Komandemen KecamatanKD: Komandemen Desa

Untuk kepengurusan dan pengokohan terhadapNegaranya ini mereka sering mengadakan pertemuan yangdiadakan seminggu sekali, untuk tempat disesuaikan denganwilayang masing-masing dan juga pimpinan masing-masing,namun untuk pemusatan pertemuan mereka mengadakanpertemuan di rumah Sensen atau bagi mereka adalah IstanaImam.

Darul Islam Fillah ini anggotanya bukan hanyatersebar diwilayah Garut saja melainkan dari berbagaipelosok daerah. Seperti Indramayu, Sumedang, Majalengka,Kuningan. Tasikmalaya, Cirebon dan wilayah yang lainnya,

Page 130: Dimensi v

96

hal ini diperoleh dari yang datang kerumah Sensen yangditanya oleh warga babakan Pangatikan.86

Dari penjelasan di atas sudah sangat jelaslah bahwagerakan DI Fillah pimpinan Sensen Komara ini ajaran danpaham yang disebarkannya bertentangan dengan ajaranIslam dan menyesatkan masyarakat. Merujuk kepada kriteriasesat yang ditetapkan oleh MUI maka ajaran Sensen initermasuk ke dalam kriteria yaitu:a) Mengingkari salah satu rukun Islam yaitu meninggalkan

sholat lima waktub) Meyakini atau mengikuti aqidah yang tidak sesuai

dengan dalil syar’ic) Melakukan penafsiran al-Qur’an yang tidak berdasarkan

kaidah-kaidah tafsird) Mengingkari Nabi Muhammad SAW sebagai Nabi dan

Rosul terakhire) Mengubah, menambah dan atau mengurangi pokok-

pokok ibadahf) mengkafirkan sesama muslim tanpa dalil syar’i

Tanggapan Masyarakat

Tanggapan masyarakat tentang keberadaan DarulIslam Fillah pimpinan Sensen Komara di Babakan CipariKecamatan Pangatikan ini, hampir serentak mengataknbahwa gerakan ini sesat dan menyesatkan, Bagi masyarakatGarut DI Fillah bukan organisasi baru, namun ia telah adasejak awal kemerdekaan yang pertamakali dideklarasikanoleh Kartosoewirjo, namun DI Fillah Sensen ini sangat jauhdan menyimpang karena dia mengaku rosul dan juga arahsholat kiblatnya ke Timur, Syahadat, lafadz sholat danIqomah yang ada kata Muhammadnya diganti denganSensen Komara, tidak mewajibkan sholat tentu saja merekasangat marah dengan ajaran-ajaran ini. sampai-sampai

86Wawancara dengan Diat Hadiat tanggal 14 September 2010 dimana diamengatakan bahwa pada waktu itu akan diadakannya diskusi atau tabayun terhadap DI Fillah,maka pimpinan-pimpinan dari berbagai daerah berdatangan, sebagai tetangga Diat inimenanyakan kepada orang-orang yang datang asala mereka dari mana.

Page 131: Dimensi v

97

kemarahan warga ini berujung pada pengeroyokan terhadapjamaah Darul Islam Fillah di wilayah Cisompet, namun aksimereka diamankan oleh pihak kepolisian setempat.

Pengikut-pengikut Sensen ini tidak menampakan diridan mereka sangat pintar sekali menjaga rahasia sehinggawarga Pangatikan yang ikut ajaran Sensen ini susahdiketahui, namun ada juga beberapa yang diketahui juga olehmasyarakat dan warga sekitar karena beberapa aktivitasmereka yang mencolok sehingga beberap warganyateridentifikasi juga oleh masyarakat sekitar. Selain diPangatikan pengikut Sensen ini juga banyak yang dari luardaerah Kabupaten. Garut. Namun penyebarannya sekarangini difokuskan di daerah Garut Selatan yaitu Cisompet,Pamengpek dan wilayah sekitarnya yaitu wilayah pinggiran-pinggiran Garut, yang jaraknya 100 kilo dari Kota Garut.

Karena permasalahannya sudah ditangani olehpengadilan maka masyarakat dan juga pihak-pihak ulamasudah merasa tidak ada kewajiban lagi untuk mengembali-kan mereka akhirnya terlontar dari pengurus KUA Wanaraja”untuk apa mereka diurusi mereka orang gila”. Begitupundengan pihak MUI yang ditemui penulis mengatakan bahwasekarang permasalahannya sudah ditangani oleh pengadilanjadi biarkan saja mereka menanganinya.

Dalam hal ini bukan permasalahan orang gila ataukarena permasalahan sudah ditangani secara hukum lalumereka akan selesai dan bubar begitu saja. Anggota DI Fillahini memiliki karakter yang keras dan juga militansi sertaloyalitas terhadap lembaga mereka yang tinggi, sehinggayang harus kita pikirkan adalah keberadaan mereka itubukan hanya segelintir orang dan juga kekuatan sertajaringan yang dibangun bukan hanya di wilayah Garut saja,sebagaimana dikatakan Diat Hadiyat disinyalir bahwa DIFillah pimpinan Sensen ini ada keterkaitannya dengan NIIKW-9 pimpinan Panji Gumilang, dimana Adik Sensen yaituGimgim bin Bakar Misbah menikah dengan guru yangmengajar di Pondok Pesantren al-Zaitun dan kini ia menetapdi Indramayu meskipun secara struktur Gimgim inimerupakan menteri pertahanan DI Fillah pimpinan Sensen

Page 132: Dimensi v

98

Komara, dengan ini menandakan bahwa mereka memilikijaringan yang sangat kuat dan juga memiliki jamaah yangjumlahnya tidak sedikit, jadi jika dibiarkan begitu saja danhanya mengandalkan tindakan hukum semata, maka tidakmenutup kemungkinan lambat laun gerakan ini akanmenjadi bola panas yang liar yang bisa pecah secara tiba-tibasehingga bisa mengancam ketentraman dan kesatuan NegaraRepublik Indonesia.

Page 133: Dimensi v

99

Dapat dipastikan bahwa munculnya paham dimasyarakat tidaklah datang begitu saja secara tiba-tiba, akantetapi tentu ada sebab-sebab yang menimbulkannya. Segalaperistiwa dan kejadian seperti adanya mahluk hidupbukanlah timbul dengan sendirinya dan tidak pula tumbuhtanpa benih tetapi merupakan kesudahan dari suatupendahuluan serta akibat-akibat dari munculnya sesuatu.

Mengetahui sebabnya, dalam hal ini sangat pentingbukan untuk menghilangkan ”kebenaran” saja seperti dalampepatah, akan tetapi untuk menetapkan terapinya atas dasardiagnosanya. Sebab tidak ada pengobatan Kecuali sesudahadanya diagnosa dan tidak akan ada diagnosa Kecualidengan menjelaskan sebab-sebab munculnya terlebih dahulu.

Dari penjelasan dan paparan hasil penelitian di atasmaka dapat dianalisis bahwa ada beberapa faktor yangmendorong munculnya aliran sesat dan menyesatkan diKabupaten Garut Jawa Barat dalam penelitian ini yaitu ajaranAmanat Keagungan Ilahi (AKI) Syamsoe dan Darul IslamFillah Pimpinan Sensen Komara ini diantaranya yaitu:

Faktor SejarahMasyarakat di Kecamatan Leles sebelum memeluk

Islam yang di bawa oleh Muhammad Arif mereka menganut

Faktor Penyebab

Kemunculan Aliran

6

Page 134: Dimensi v

100

agama Hindu, sebagai bukti sejarah ditemukannya CandiCangkuang. Keberadaan candi ini mempengaruhi terhadapkehidupan keagamaan mereka selanjutnya, tentunya penga-ruh agama terdahulu tidak mungkin hilang begitu saja.Sehingga kepercayaan kepada hal-hal yang sipatnya “klenik”tidak bisa dielakan untuk bisa hadir ditengah-tengahmasyarakat Leles. Apalagi dengan keberadaan CandiCangkuang dan juga adanya kampung Pulo yang syaratdengan peraturan-peraturan terdahulunya yang tidak bolehdiabaikan, jika diabaikan maka mereka akan menanggungakibatnya, seperti memukul gong, memelihara hewanberkaki empat dan juga penghuni rumah harus enam kepalakeluarga. Tentunya hal-hal seperti ini lebih dekat dengankepercayaan sinkretis.

Pengaruh-pengaruh agama Buddha dan Hindu ini diKecamatan leles dan juga keberadaan lingkungan KabupatenGarut yang sarat akan tempat-tempat yang dikeramatkan, halini menjadi gambaran akan kemunculan aliran kepercayaanyaitu aliran Amanat Keagungan Ilahi (AKI) Syamsoe, dimanaajaran-ajarannya mendekati ajaran-ajaran agama Buddha danHindu dan juga syarat dengan dunia sinkretis sebagaimanayang dialami oleh pimpinannya AKI Syamsoe bahwa ia telahmenerima wahyu di Pantai Carita Banten lewat “Wangsit”.Jadi keberadaan dan kuatnya aliran ini syarat akan faktorsejarah pada masyarakat priangan khususnya KabupatenGarut. Bukan hanya aliran Amanat keagungan ilahi saja yangkeberadaan dan penyebarannya bisa bertahan sampai saat iniyang dipengaruhi oleh faktor sejarah tapi aliran Darul IslamFillah pimpinan Sensen Komara pun dilatar belakangi olehsejarah dari munculnya DI/TII pimpinan Kartosoewiryo,sebagaimana dikatakan oleh Sensen kalau perjuangannyahari ini adalah meneruskan perjuangan Bapak yaitu yangdimaksudkan Kartosoewirjo. Meskipun ajaran-ajarannyadipandang oleh ketua LP3SYI sangatlah berbeda dan tidakada hubungannya dengan DI Kartosoewirjo.

Di Kabupaten Garut hampir disetiap Kecamatan pastiada anggota Darul Islam ini dikatakan oleh Diat Hadiat,karena DI Fillah yang dideklarasikan oleh Kartosoewirjo

Page 135: Dimensi v

101

didukung pula oleh mertuanya sebagai ulama besar didaerahMalangbong Garut. Mereka meyakini kebenaran ajaran yangdi bawa oleh Kartosoewirjo sehingga keberadaan DI ini tidakhilang begitu saja meskipun sang proklamator telah lamadihukum mati.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa sejarah terdahuluini faktor yang sangat kuat mempengaruhi keberadaan keduaaliran ini untuk terus berjalan dan bertahan dalammenjalankan tujuannya yang didukung oleh para pengikutyang setia dengan militansi yang tinggi, mereka tidak goyahdengan keadaan dan situasi meskipun diantara merekapimpinannya ada yang diadili di pengadilan.

Faktor Psikologis

Jika ditinjau dari faktor Psikologis atau kejiwaanseseorang yang memilki mimpi atau hayalannya yang terlalutinggi, ia melakukan semedi dan juga melakukan ritual-ritualditempat-tempat yang dianggap bisa membawa merekamendapatkan sesuatu sehingga terjadinya kepuasan batin.Sehingga dengan tidak sadar ia merasa dirinya telahberhubungan dengan Jibril, Tuhan, makhluk dan alam gaib,hasil persemedian ini lalu disebarkan kepada saudaraterdekat, teman lalu menyebar hingga menjadikan orang-orang disekitarnya merasakan keyakinan dan kekuatan sertamanfaat dari apa yang diajarkannya.

Semakin banyak yang tertarik dan mendukungnya,ia pun terus mengembangkan konsep-konsepnya sebagai-mana yang dilakukan oleh Sensen setelah dia meninggalkansholat ia bermimpi lagi untuk mendapatkan ilham tentangpengajaran DI Fillah dengan melakukan i’tikaf. Setelahpendukungnya sampai mengkultuskannya, ia pun menklaimmacam-macam, termasuk klaim mendapat wahyu danbahkan klaim diangkat Tuhan menjadi Nabi dan Rosul,sampai kadang-kadang kultus dari para pengikutnya yangberlebihan sebagaimana yang dilakukan para pengikut ajaranAmanat Keagungan Ilahi, ia sampai mengkultuskan kalauAKI Syamsoe itu sebagai jelmaan Tuhan, sehingga tidak

Page 136: Dimensi v

102

jarang makamnya dijadikan keramat oleh para pengikutnya,karena mereka merasakan kekuatan “gaib” ketika sesudahmelakukan kegiatan ritus dimakam AKI syamsoe.

Begitupun dengan pengakuan Sensen kalau dirinyaadalah seorang Rasul, hal ini juga karena faktor Psikologis,sehingga hasil pemeriksaan dari RSHS Bandung menyatakankalau Sensen Komara ini mengalami gangguan jiwa dalamkasusnya ia tidak ditahan. Oleh karena itu tempat-tempatyang dianggap keramat dan juga berindikasi membahayakanumat harus ada pengawasan yang ketat dari pihak-pihakterkait supaya tempat-tempat tersebut tidak dijadikantempat-tempat yang berindikasi untuk tumbuhnya ajaranbaru yang menyesatkan dan meresahkan dimasyarakat.

Faktor Materi/Ekonomi dan Intervensi dari Luar

Faktor materi telah membuat banyak orang sesat.Dengan berpura-pura bermaksud untuk memperbaikikeadaan serta memolesnya dengan bahasa Agama, sepertimenawarkan pentingnya jihad dan pengorbanan materialuntuk merealisasikan cita-cita ideal, seorang bisa mendapatsimpati dan dukungan dari orang yang memang merindu-kannya. faktor lain menyebabkan pikiran orang yang lemahiman menjadi liar. Intervensi dari luar pun tidak mustahiluntuk tujuan mendangkalkan akidah umat, mengaburkanajaran Agama, dan memecah belah umat Islam. Sepertikomunis tetap merupakan bahaya laten yang pada saattertentu menyusup ke dalam masyarakat dengan bajuAgama. Demikian juga pihak-pihak yang tidak mengingin-kan bangsa ini bersatu dan kuat, sehingga di KabupatenGarut ini kedua aliran ini muncul dan tetap bertahan karenafaktor ekonomi masyarakat yang lemah ditambah intervensidengan iming-iming akan mendapatkan kesejahteraandengan motif agama yang dibawanya sehingga tidak jarangmasyarakat merasa terpikat dengan hal ini.

Para jamaah setia AKI Syamsoe rata-rata merekadatang karena terpenuhinya urusan mereka seperti dalamberbisnis ingin mendapatkan keuntungan yang tinggi, dalam

Page 137: Dimensi v

103

berkarier ingin mendapatkan jabatan yang tinggi dan lainsebagainya. Pemenuhan kebutuhan materi ini menjadikanpara pengikut AKI mendapatkan kepuasan tersendiri danjuga masyarakat Leles dibuat berdiam diri dengan sogokanbantuan-bantuan yang diberikannya.

Faktor Pendidikan Agama

Kebodohan terhadap ajaran Islam adalah faktordominan membuat orang bisa masuk dan mengikuti aliransesat. Dari sisi lain, faktor ekonomi telah berhasil membuatorang berpindah agama, apalagi sekadar mengikuti pahamyang menyimpang. ”Puberitas” keberagamaan merupakanlahan subur bagi aliran sesat. Seorang yang baru merasakannikmatnya beragama dan belum mempunyai pegangan yangkuat dalam beragama, begitu disuguhkan satu pahamkeagamaan yang baru besar kemungkinan akan diterimanya.Ketidakpuasan dengan paham dan keadaan Islam yangsedang dalam posisi lemah dan terhina dan juga Kecewaterhadap kemungkaran sosial, membuat orang mencaripaham Islam alternatif. Ketika ditawari dengan paham yangsecara zahir idealis praktis tentunya akan menjadi pilihandan tumpuan harapan bagi orang yang sedang mencarinya.

Langkah Penanggulangan

Problem kedewasaan dalam menyelesaikan per-masalahan yang terkait dengan idiologi harus mendapatkanperhatian yang serius. Upaya untuk menangkal provokasikelompok-kelompok tertentu dalam penanganan masalahharus dicarikan penangkal dan counter-nya. Tokoh-tokohagama sebenarnya mempunyai posisi strategis dalam hal ini,oleh karena itu intensifikasi komunikasi dalam menyampai-kan pesan-pesan agama harus dilakukan dengan santun bisamenjadi jalan keluar, dengan pendewasaan itu masyarakattidak mudah dihasut dengan jargon dan isu-isu agama.

Page 138: Dimensi v

104

Adapun penanganan-penanganan yang sudah dansedang dilakukan di Kabupaten Garut terhadap ajaran AKISyamsoe dianataranya yaitu:1. Semasa AKI Syamsoe masih hidup KOMANDO DISTRIK

MILITER 0611 melayangkan surat perihal laporan laporanpenanganan masalah AKI pada tanggal 22 September 1994yang berdasarkan pula pada Surat himbauan untukmelarang penyebaran ajaran AKI dari Kejaksaan TinggiJawa Barat.

2. M. Syamsoe pimpinan kelompok AKI melayangkan suratpribadinya kepada Lettu Djodjo pada tanggal 29September 1994 untuk menghentikan penyebaran AKI diwilayah Garut Jawa Barat dan akan membatalkanpembangunan sekretariat AKI di wilayah Garut.

3. Pada tahun 2010 kelompok AKI ini telah mengaktifkankembali segala kegiatannya maka pada hari kamis tanggal5 Agustus 2010, pihak MUSPIDA, MUI, KUA, Kapolsekdan Penyuluh Agama Islam Kecamatan Leles mendatangikomplek makam AKI untuk mengadakan diskusi danmemberitahukan surat pribadi M. Syamsoe untukmenghentikan penyebaran paham AKI.

4. Membuat surat pernyataan untuk tidak menyebarkan danmenutup Makam AKI untuk dijadikan tempat berjiaraholeh para pengikutnya karena diduga bahwa makam AKIsering dijadikan tempat-tempat ritual dan jugadikeramatkan sehingga hal ini membahayakan aqidahumat, surat pernyataan pun tidak menjadikan kelompokini menutup dan berhenti untuk menjalankan segalaajarannya. Sampai saat ini makam AKI masih terusdidatangi oleh jamaahnya untuk dilakukannya itikaf dimushola yang menghadap ke Makam AKI Syamsoe.

5. Melaporkan ke Kapolsek Leles. Kuncen yang menunggukomplek Makam pun dijadikan saksi oleh para penyidikuntuk memaparkan apa yang sering terjadi di Makam AKISyamsoe ini, akhirnya dari hasil penyidikan oleh Kapolsekmaka dikeluarkan surat larangan untuk tidakmenyebarkan ajaran-ajaran ini, tapi surat dari

Page 139: Dimensi v

105

kepolisisanpun tidak menjadikan mereka berhenti untukmelakukan segala bentuk kegiatan mereka.

6. Melakukan AKSI di Komplek Makam AKI Syamsoe yangdilakukan oleh pihak GARIS (Gerakan Reformis Islam),sebagai Lembaga Swadaya Masyarakat GARIS merasaterpanggil untuk meluruskan penyimpangan-penyim-pangan yang ada dimasyarakat, namun cara-cara yangdilakukannya kadang menimbulkan kekerasan dankonflik agama. Merekapun melontarkan ancamannyakalau kelompok AKI ini tidak membubarkan diri danmakamnya masih dipakai dan dikeramatkan makamereka akan menduduki rumah dan komplek makamAKI Syamsoe, alih-alih akan menduduki makan AKISyamsoe sampai hari ini tidak terlaksana padahal kegiatankelompok AKI masih terus berjalan. Ketika penulis sedangmelakukan wawancara dengan Ketua I MUI Leles(Ridwan) dikatakan kalau keberadaan GARIS itudibiyayai oleh kelompok AKI sehingga mereka merasaberhutang budi dan kelompok GARIS diketahui melaku-kan kerjasama dengan kelompok AKI YASKUMmengadakan BAKTI SOSIAL Kesehatan, akhirnyaperkataan mereka seperti harimau ompong dan hal inijuga membuat Kecewa para ulama yang ada di KecamatanLeles.

7. Melakukan sosialisasi bahwa ajaran ini sesat dan tidakboleh diikuti. Namun karena sosialisasi tidak meratasehingga tidak semua warga mengetahui kalau ajaran AKIini sesat dan tidak boleh diikuti.

Sementara penanganan yang dilakukan untukkelompok DI Fillah pimpinan Sensen Komara adalah:1. Mengajak diskusi dengan pimpinan dan juga para

pengikut DI Fillah yang dilakukan oleh pihak MUIKabupaten Garut. Dikatakan oleh sekretaris MUIKabupaten Garut bahwa mereka mengadakan diskusidengan Sensen mengenai ajarannya, karena tidakdiperoleh titik temu maka pihak MUI Kabupaten Garutmelaporkan ke Kapolres Kabupaten Garut.

Page 140: Dimensi v

106

2. Dijatuhi hukuman oleh pengadilan Negeri Garut. Setelahdilaporkan oleh pihak MUI maka kelompok DI Fillahdiproses secara hukum dan perkaranya masukkepengadilan Negeri Garut sehingga para pengurusnyadijatuhi hukuman 3,5 tahun penjara, namun hukuman initidak menjadikan mereka berhenti dan mundur dari DIFillah melainkan menjadikan gerakan ini terus eksismenjalankan misi-misinya apalagi gerakan ini mendapat-kan kekuatan dan dukungan dari pesantren al zaitunIndramayu dan para petinggi DI Fillah yang lainnyadiluar wilayah Garut.

3. Menerima Tantangan Mubahalah. Kelompok DI Fillahmerasa tidak ada jalan keluar dari permasalahannya danmereka merasa ajarannya benar, maka mereka menantangpihak ulama yang diwakilioleh LP3SYI dan MuspidaKabupaten Garut untuk mengajak Mubahalah. Makakelompok inipun melakukan mubahalah yang disaksiskanoleh para pengikut DI Fillah di aula Kecamatan Wanaraja,yang isinya dari mubahalah itu adalah pernyataan kalauajarannya sesat maka mereka siap menerima laknat dariAllah SWT. Setelahnya dilakukan mubahalah merekatidak mendapatkan kejadian apapun hasil mubahala inimemperkuat akan keyakinan jamaah DI Fillah kalauajarannya ini adalah ajaran yang benar.

4. Melakukan sosialisasi di Mesjid al-Hasan sebagai mesjidbasis pengikut DI Fillah.

Langkah-langkah yang dilakukan di atas tidak membuahkanhasil yang optimal, mereka sampai hari ini masih terusmenjalankan dan menyebarkan ajaran-ajarannya. Akhirnyakarena kesal dengan langkah-langkah yang dilakukan tidakmembuahkan hasil, pihak ulama yang diwakili oleh MUI danjuga orang-orang yang ada di Kementerian Agamamembirkan dan untuk DI Fillah mereka menyerahkannyaterhadap tindakan hukum, karena dengan diproses secarahukum itu sudah merupakan jalan bagi mereka untukmeyelesaikan permasalahan aliran sesat yang ada diKabupaten Garut.

Page 141: Dimensi v

107

Oleh karena itu beberapa langkah yang dilakukanbelum optimal, maka para ulama dan pemerintah KabupatenGarut harus memiliki konsep yang jelas untuk menanganipersoalan Islam ekstrim yang menyebar di Kabupaten Garut,karena jika tidak memiliki konsep yang jelas dalampenanganannya maka tidak menutup kemungkinan Garutakan menjadi lahan subur untuk menyebarkan ajaran-ajaranIslam ekstrim.

Page 142: Dimensi v

108

KesimpulanBerdasarkan analisis dan pembahasan terhadap data

yang dikumpulkan, beberapa faktor yang menyebabkankemunculan paham/aliran sesat adalah sebagai berikut: a)Faktor Psikologis/psikis; b) Faktor Ekonomi/Materi dan jugaIntervensi pihak luar; c) Faktor pendidikan/ pemahanAgama yang rendah.

Sedangkan faktor-faktor kemunculan Darul IslamFillah pimpinan Sensen Komara disebabkan oleh beberapafaktor diantaranya; faktor sejarah, faktor Psikologis, faktorpendidikan /pemahaman keagamaan yang rendah danfaktor ekonomi. Faktor-faktor inilah yang menjadikangerakan ini muncul dan berkembang hingga sekarang ini.Oleh karena itu faktor-faktor ini bisa dijadikan alternatifuntuk mendiagnosa dalam membuat kebijakan-kebijakandalam penyelesaian dan penanganan masalah-masalah Islamekstrim yang berkembang di Kabupaten Garut khususnyauntuk menangani aliran AKI Syamsoe dan Darul IslamFillah.

Perhatian ulama yang serius dan ketegasan aparatpemerintahan (cq. Kandepag Kabupaten Garut) untukmenangani aliran-aliran sesat sangat dibutuhkan untukmenjaga ketentraman masyarakat.

Penutup

7

Page 143: Dimensi v

109

Rekomendasi

Bertolak dari hasil analisis dan kesimpulan penelitiandapat ditarik, beberapa saran, yaitu:1. Diadakan sosialisasi sejak dini mengenai bahaya aliran

dan paham yang menyesatkan.2. Menyusun buku dan menyebarkan sebagai langkah

sosialisasi di masyarakat melalui lembaga pendidikan(sekolah dan pesantren) tentang karakteristik aliran-aliransesat serta indikasi-indikasi awal penyebarannya.

3. Adakan pengawasan secara ketat terhadap tempat-tempatyang dianggap keramat seperti gua dan tempat yangsering dikunjungi masyarakat, karena tempat-tempat inibisa dijadikan fasilitas bagi mereka untuk bersemedidalam memperoleh wangsit.

4. Mengadakan pembinaan bagi para da’i dan PenyuluhAgama mengenai ajaran-ajaran dan juga paham-pahambaik yang sudah lama maupun yang bermunculansekarang-sekarang ini supaya mereka bisa memberikanjawaban ketika mereka berdiskusi, dimana apologi-apologi mereka bisa dipatahkan, sehingga mereka maukembali lagi ke jalan yang benar yaitu Islam.

Page 144: Dimensi v

110

Daftar Pustaka

Abduh, Umar Membongkar Gerakan Sesat NII di Balik PesantrenMewah Al-Zaytun, (Jakarta: LPPI, 2002)

Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemah, (Bandung:Syamil, 2004)

A. Jamil, Sejarah Islam, (Semarang: Toha Putra, 1986)Ahmad Sahidin, Aliran-Aliran dalam Islam, (Bandung :

Salamadani, 2009)Al-Chaidar, Pemikiran Politik Proklamator Negara Islam

Indonesia S.M. Kartosoewirjo, (Jakarta: Darul Falah,1999)

________ , Sepak Terjang KW-9 Abu Toto Menyelewengkan NKA-NII Pasca S.M. Kartosoewirjo, (Jakarta: Madani Press,2000)

Azra, Azyumardi, Jaringan Ulama TimurTengah dan KepulauanNusantara Abad XVIII, (Bandung: Mizan, 1999)

A. Hanafi, Pengantar Theology Islam, (Jakarta : Al-Husan Zikra,1995)

Al Wasilah, Haedar, Pokoknya Kualitatif, (Jakarta: DuniaPustaka, 2008)

Anders Uhlin, Oposisi Berserak, (Bandung: Mizan, 1998)Boby S. Sayyid, A Fundamental Fear, Euro centrism and

Emergence of Islamism, (London and New York: ZedBook, 1997)

Bustanuddin Agus, Agama Dalam Kehidupan Manusia, (Jakarta:Raja Grafindo, 2005)

Darpan dan Suhardiman Budi, Seputar Garut, (Garut:Komunitas Srimangati, 2007)

Pritchard, E.E Evans Teori-teori tentang Agama, (Yogyakarta:PLP2M, 1984).

Hamka, Perkembangan Kebatinan di Indonesia, (Jakarta: BulanBintang, 1971).

Ahmad Jaiz Hartono, Aliran dan Paham Sesat di Indonesia,(Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2002

Page 145: Dimensi v

111

O. Santoso Kholid, Jejak-Jejak sang Pejuang Pemberontak,(Bandung: Segaarys, 2006)

Fakih Mansour, Jalan Lurus, Manifesto Intelektual Organik,(Yogyakarta: Insist Press, 2002)

Moeloeng, Metode Penelitian Pendidikan, (Jakarta: PustakaSetia, 2000)

Mudzhar, M Atho, Pendekatan Studi Islam dalam Teori danPraktek, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998)

Al-Ghazali, Muhammad dan Muthahhari, Murtadha, AgarKita Tidak Sesat: Menyikapi Maraknya Aliran Sesat diIndonesia, (Bandung: Pustaka Hidayat, 2008)

Ali Mukti The Spread of Islam In Indonesia, (Yogyakarta: Nida,1970)

Ibrahim Najih, Mitsaq Al-‘Amal al-Islamy, terj. Abu Ayub Al-Anshary, Mitsaq Alam Islam, (Solo: Al-Alaq, 2005)

Safe’i Rachmat, Al-Hadits Aqidah, Akhlak, Sosial dan Hukum,(Bandung: Pustaka Setia, 2003),

Soekanto Soerjono, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1999

Supriatna, Oom, dkk, Mengenal Kabupaten Garut, (Garut:Harikul, 2009)

F. O’Dea Thomas, Sosiologi Agama Suatu Pengantar Awal,(Jakarta: Rajawali Press, 1996)

Anwar Rosihan dan Rozak, Abdul, Ilmu Kalam, (Bandung :Rosdakarya, 2003)

Rozak Rahmat Subagja, Aliran Kepercayaan di Indonesia,(Surabaya: Pustaka Jaya, 1987)

Qodir Zuly, Pembaharuan Pemikiran Islam,Wacana dan AksiIslam Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006)

Media Online:hhtp//www.wikipedia.com dalam bahasa Indonesia, diakses

pada tanggal 6 September 2010. jam 21.45hhtp://www. mui.or.id/mui_in/hikmah.php.id=53&pg=3.hhtp://www.Google.com pada hari Rabu 22 September 2010

Jam. 14.30.Sumber Majalah Sir’ah, Terbitan Sabtu 26 Desember 2006,

edisi ke-60.

Page 146: Dimensi v

112

PROTAP (prosedurTetap) Amanat Keagungan Ilahi (AKI)Sepanjang Zaman

Majalah Tempo online diterbitkan tanggal 16 Agustus 2010Tribun Jabar Online yang diterbitkan pada hari senin 5

Oktober 2009.Pikiran Rakyat Online yang diterbitkan pada tanggal

30/09/2009 diakses tanggal 09/10/2010hhtp//www.kemenag.go.id

Page 147: Dimensi v

113

BAGIAN II

RELIGI MASYARAKAT WISATA

Eksplorasi Diskursif mengenai Dakwah Agama diMasyarakat Wisata Songgoriti Kota Batu Jawa Timur

Oleh : Ahmad Barizi

Page 148: Dimensi v

114

Latar Belakang Masalah

Tema pluralisme dan multikulturaslime akhir-akhirini kian menaiki puncak diskursus di semua lini kehidupan.Tak terkecuali dalam konteks keber-“agama”-an manusia.Sebab, kiranya pluralisme agama dan multikulturalismeadalah keniscayaan historis yang sengaja didisain oleh Tuhanuntuk didiskusikan sekaligus direnungi makna dan nilainya.

Adalah Jacob B. Agus (1971: 429), pemikir YahudiAmerika modern, memaknai pluralisme sebagai“pemahaman akan kesatuan dan perbedaan, yaitu kesadaranmengenai suatu ikatan kesatuan dalam arti tertentu bersama-sama dengan kesadaran akan keterpisahan dan perpecahankategoris.” Di sini berarti bahwa keunikan setiap agamamemberikan kesaksian tentang keanekaragaman tanggapanyang mungkin terhadap Tuhan. Keanekaragaman adalahnilai yang memerkokoh seluruh komunitas ruhani yangpluralistik.

Senada dengan J.B. Agus adalah Abraham J. Heschel(1966: 182) yang mengungkapkan bahwa “Allah berfirmandalam banyak bahasa.” Ia menyampaikan diri-Nya dalamberbagai lembaga. Firman Allah tidak pernah berakhir. Tidakada firman yang merupakan firman Allah yang terakhir.”

Pendahuluan1

Page 149: Dimensi v

115

Tak pelak, mendiskusikan pluralisme dan multikulturalismeagama adalah kebutuhan mendasar bagi manusia.

Menyapa keniscayaan pluralisme dan multikultura-lisme adalah naif bila sebagian penganut agama berusahamemerluas eksklusivitas pandangannya sendiri, denganmenyatakan identitas dan membuktikan kredibilitasnya,demi kelangsungan eksistensinya. Sikap eksklusif dalamberagama biasanya dimotori oleh suatu keinginan mengons-truksi agama yang dipeluknya menjadi penguasa suatu dunia“monoreligius” yang pada gilirannya memancing timbulnyapertikaian dan perpecahan. Usaha dakwah yang berlebihandalam menafsirkan Kitab Suci adalah salah satu penyebabterjadinya “kekerasan agama,” selain pemahaman dan sikap“fundamentalis” yang lebih mengagungkan simbol-simboldan ritual-ritual agama secara artifisial daripada menyuara-kan substansi dan nilai agama (religiusitas) itu sendiri secarauniversal.

Kecuali itu, sentimen keagamaan makin mengeras/mengkristal manakala didukung kekuatan (rekayasa) politikyang menebarkan “virus-virus” ketidakadilan di tengah-tengah masyarakat. Tidak jarang kekerasan keagamaan yangmelibatkan pengerahan massa itu terjadi di saat individu-individu dalam masyarakat beragama itu merasa “terpinggir-kan” oleh penetrasi sosial-budaya yang menjajah. Terutamabila penetrasi sosial-budaya yang ada cukup menyesakkanhimpitan ekonomi-sosial-politik masyarakat asli (pribumi),oleh hadirnya masyarakat urban yang elitis.

Memang, agama sebagai sistem kepercayaan akhir-akhir ini “digugat” karena kegagalan peran sosialnya. Agamatampil ke permukaan dengan wajah ganda, sebagai kekuatankonstruktif sekaligus destruktif, sebagai pendorong per-damaian sekaligus kerusuhan. Eksistensi sosial agama selalumelahirkan kerangka nilai (value judgement) yang berwajahganda, antara yang meyakini sebagai kemestian danmengambil sikap kontraproduktif (Ahmad Barizi, 2004: 73).

Page 150: Dimensi v

116

Peter L. Berger (1991: 3-35), misalnya, menyatakanbahwa setiap masyarakat manusia adalah suatu usahapembangunan dunia (world development). Agama menempatisuatu tempat tersendiri dalam usaha ini. Di sini, tampaknyaia ingin mengemukakan bahwa terdapat hubungan dialektisantara agama dengan organisasi masya-rakat-sosial dalampembangunan dunia manusia. Relasi agama dan sosial,demikian Berger, merupakan dialektika fundamental yangterdiri dari tiga momen, yaitu eksterna-lisasi, objektivasi, daninternalisasi. Melalui eksterna-lisasi, maka masyarakatmerupakan produk manusia. Melalui objektivasi, masyarakatmenjadi realitas sui generis, unik. Dan melalui internalisasi,maka manusia merupakan produk masyarakat.

Ini menunjukkan bahwa dunia manusia, termasukdunia keberagamaannya, tidak bisa terprogram dengansempurna dengan konstruksi manusia sendirian. Karena itu,kedirian manusia harus diekspresikan ke dalam duniasekelilingnya.

Sementara itu, kini pembangunan dunia bergerak kearah globalisasi yang menuntut masyarakat untuk lebihterbuka, dan bahkan individualistik. Pada masyarakat globalini agama cenderung mengalami alienasi, terpinggirkan darikesejatian dirinya sendiri di tengah-tengah penetrasi sosial-budaya yang mendesak. Batu, Jawa Timur, misalnya, sejakditetapkan sebagai Kota pada tahun 2002 di bawahkepemimpinan Wali Kota I, Drs. H.M. Imam Kabul, M.Si.M.Hum (2002-26 Agustus 2007, wafat saat menjabat), telahditetapkan sebagai kota wisata. Penetapan Kota Batu sebagaikota wisata makin menemukan artikulasinya di bawahkepemimpinan Wali Kota sekarang, Eddy Rumpoko (24Desember 2007-sekarang) dengan berdirinya wisata malamBNS (Batu Night Spectaculer).

Kota Batu, oleh bangsa Belanda pada zamanpenjajahan dulu, pernah dijuluki sebagai De Klein Switzerlandatau Swiss Kecil di Pulau Jawa karena alam pegunungannya

Page 151: Dimensi v

117

yang sejuk. Di objek wisata Songgoriti, misalnya, terdapatCandi Songgoroto dan patung Ganesha, peninggalanKerajaan Singosari serta tempat peristirahatan yangdibangun sejak zaman Belanda. Bahkan, rencananyaPemerintah Kota Batu akan “memermak” kawasan wisataSonggoriti menjadi hotel raksasa. Konsepnya, kamar-kamarvilla di rumah-rumah penduduk difungsikan layaknyakamar hotel. Sedangkan gang-gang menuju perkampunganakan dihias menyerupai koridor hotel. Lalu, pemandian TirtaNirwana, Songgoriti, dijadikan kolam renang fasilitas hotel(Radar Malang, 12 Juni 2010).

Sebagai kota wisata, terlepas dari panorama alampegunungannya yang eksotik, Batu mengindikasikan sajian-sajian negatif seperti peristirahatan-/penginapan short time,yang (mungkin) menyajikan menu seks bebas ataupornografi, atau massages tanpa minyak-urut lengkap dengan“rileksasi sauna surga-dunia”, atau warung makan tanpanasi, dan/atau beberapa kenikmatan duniawi yang artifisiallainnya. Gejala-gejala negatif dan artifisial ini cukupmengemuka manakala kita menoleh ke kanan-kiri banyaknyavilla, hotel, dan rumah pijat yang memajang sepanjang jalanraya Batu.

Membanjirnya nilai-nilai hidup wisatawan ke Batu,Jawa Timur, ini menyarankan para penggiat agama (terutamapara da’i/mubaligh dan penginjil) untuk “mengaktifkan”kembali nilai-nilai agama yang relevan dengan daerah wisatayang ada. (De/Re)-kontruksi nilai-nilai agama yang adamemerlukan kerja aktif para da’i dan penginjil dalammenciptakan suasana keagamaan yang relevan. Untuk itulahmaka riset dengan judul “Religi Masyarakat Wisata:Eksplorasi Diskursif Mengenai Dakwah Agama diMasyarakat Wisata Songgoriti Kota Batu Jawa Timur” urgendilakukan. Urgensi ini sedikitnya bisa dibaca padabagaimana suatu pemeluk agama itu sejatinya berdialektikadengan perubahan globalisasi dalam bingkai wisata yang

Page 152: Dimensi v

118

banyak menyajikan sajian-sajian artifisial dan bahkan negatifdi atas? Bagaimana suatu konstruksi keagamaan masyarakatyang ada “merubah” atau justru “dirubah” oleh penetrasiglobalisasi wisata? Apakah benar bahwa agama yang adamampu menggerakkan, mengarahkan, dan memandutindakan pembangunan wisata yang ada? Ataukah, ia justrumenjadi alat legitimasi bagi kekuasaan pembangunan wisatayang ada? Dan, bagaimana pula suatu komunitas agama bisaharmoni dengan semua hal yang berkaitan dengan wisataitu? Apa dan bagaimana para da’i/mubaligh dan penginjilmelakukan aktivitas dakwah bagi pemeluknya, sehinggaharmoni itu terjadi?

Pertanyaan-pertanyaan di atas menyarankan peneli-tian ini untuk secara seksama melihat kontestasi agama danaktivitas keagamaan, potret keberagamaan, pelayanan(dakwah) agama, dan konstruksi agama ke depan yangrelevan bagi keberadaan daerah wisata, khususnya KotaBatu, Jawa Timur, sebagaimana bakal diurai di bawah.Sebagai kajian yang seksama, penelitian ini tidak sajadiangankan mampu menginformasikan suatu faktakeagamaan tetapi sekaligus mampu menguak akar-akarhistoris dan antropologis keberagamaan masyarakat wisataKota Batu tersebut.

Rumusan Masalah

1. Bagaimana bentuk kontestasi agama dan aktivitaskeagamaan masyarakat wisata Songgoriti, Kota Batu, ditengah-tengah penetrasi sosial-budaya wisatawan?

2. Bagaimana potret keberagamaan masyarakat wisataSonggoriti, Kota Batu, di tengah-tengah penetrasi sosial-budaya wisatawan?

3. Bagaimana dakwah (pelayanan) agama para da’i/mubaligh dan penginjil sehingga terbentuk kehidupan

Page 153: Dimensi v

119

4. beragama yang harmonis di masyarakat wisataSonggoriti, Kota Batu?

5. Bagaimanakah masa depan agama seharusnya dike-tengahkan di tengah keberagamaan masyarakat wisataSonggoriti, Kota Batu, sehingga ia bermakna bagikesejatian Religi Masyarakat Wisata?

Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini difokuskan kepada tigahal penting dari fenomena keberagamaan masyarakat wisataSonggoriti, Kota Batu, yaitu orientasi (visi, misi, dan tradisiorganisasi keagamaan masyarakat Songgoriti), sistem(formulasi organisasi/perkumpulan/majelis keagamaanmasyarakat Songgoriti), dan sikap-perilaku (implementasinilai-nilai keberagamaan masyarakat Songgoriti). Tiga halpenting ini terutama berkaitan dengan dakwah ataupelayanan agama yang diketengahkan oleh para da’i/mubaligh dan penginjil. Sedangkan yang menjadi informandari penelitian ini adalah pemerintah, tokoh agama (da’i/mubaligh dan penginjil, sebagai infroman utama), danmasyarakat beragama di kawasan wisata Songgoriti, KotaBatu, Jawa Timur.

Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menggali, mengetahui,dan mendeskripsikan secara historis dan antropologis:Pertama, bentuk perkumpulan agama dan aktivitaskeagamaan masyarakat Songgoriti. Kedua, makna per-kumpulan agama dan aktivitas keagamaan bagi prosespembangunan kesalehan pribadi dan sosial “masyarakatwisata” Songgoriti. Ketiga, aspek dakwah dan pelayananagama yang disajikan oleh para da’i/mubaligh dan penginjil.Keempat, formulasi ideal sistem perkumpulan agama danaktivitas keagamaan bagi masyarakat wisata Songgoriti ditengah-tengah penetrasi sosial-budaya wisata global.

Page 154: Dimensi v

120

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapkandapat menjadi masukan bagi pemerintah, khususnyaKemenag Kota Batu, Kanwil Kemenag Jawa Timur, danKementerian Agama RI, dalam melakukan pembinaankeagamaan bagi masyarakat dan bangsa Indonesia dalammengejawantahkan suksesnya cita-cita reformasi danpembangunan kepribadian bangsa yang kokoh dari penetrasiglobalisasi-wisata yang negatif. Kecuali itu, melaluipenelitian ini pula diharapkan menjadi “suplemen” bagimereka yang “demam kajian agama dan sosial-budaya”untuk menumbuhkan wawasan keagamaan secara lebihrasional, bukan sekadar pada kesalehan fisikal-formal tanpasubstansi tetapi lebih kepada penghayatan sosial danspiritual yang bermakna. Sehingga dengan begitu, hidup inilebih bermakna dan toleran bagi pembangunan soliterismepribadi dan sosial manusia di tengah-tengah penetrasi sosialbudaya global.

Signifikansi

Letak signifikansi penelitian ini diangankan bukansekadar menemukan bentuk-bentuk fisikal keberagamaanmasyarakat wisata Songgoriti, Batu-Jawa Timur, di tengah-tengah penetrasi sosial-budaya wiasatawan global. Melain-kan ini adalah sebuah studi penjelajahan (discovery studies)mengenai seluruh dialog ruhani keberagamaan masyarakatwisata Songgoriti, secara historis dan antropologis, yang disatu pihak cukup toleran dan damai menyapa aneka sajianwisata-global yang artifisial dan negatif. Terutama berkaitandengan dakwah atau pelayanan keagamaan yang disajikanoleh para da’i/mubaligh dan penginjil, sehingga agamabegitu menyejarah di Songgoriti, Kota Batu. Hal ini urgendilihat secara ilmiah melalui penelitian apakah relasi harmonikeberagamaan masyarakat wisata Songgoriti itu merupakanbuah dari penghayatan kesejatian keagamaan yang diyakini-nya? Dengan kata lain, apakah harmoni keagamaan yangselama ini mengemuka itu memang lahir dari sebuah

Page 155: Dimensi v

121

kesadaran baru akan nilai-nilai agama yang terbuka kepadakebutuhan-kebutuhan dasar manusia untuk pertumbuhan,keseimbangan, dan harmoni? Ataukah sebaliknya, ia sebagaiakibat penetrasi sosial-budaya wisata global yang pragmatisdan hedonistik yang tak mampu dibendung? Lalu, jikademikian, apa dan bagaimana para da’i atau misionarimemerankan diri, dan/atau diperankan oleh kekuatan-kekuatan lain di luar sistem keagamaan yang diyakininya,misalnya kekuatan politik yang berkuasa? Di sini, saya kiraperlu dicarikan titik relevansinya melalui penelitian yangberbasis kepada konstruksi keberagamaan masayarakatwisata, sebagaimana dimaksud pada rumusan masalah diatas.

Kerangka Teori

Kata “religi” seringkali disepadankan dengankeyakinan (belief), yaitu salah satu bentuk dari sistemideologis di mana keberadaan sistem itu sendiri merupakansebentuk wujud kebudayaan (Clifford Geertz, 1992: 1).Artinya, religi itu merupakan bagian dari dan dalam lingkupkebudayaan. Tetapi, tidak semua keyakinan dapat dikatakansebagai religi. Suatu bentuk keyakinan bisa dikatakan sebagaireligi bila ada “upacara” yang dikaitkan dengan keyakinanitu, yaitu religi yang menyeluruh terbentuk (Raymond Firth,1972: 216).

Upacara keagamaan sejatinya merupakan pernyataansimbolik yang teratur mengenai suasana ruhani orangberagama. Karena itu, sebagaimana diungkap oleh A. R.Radclife-Brown (1965: 242), upacara-upacara atau ritual-ritualagama memerlihatkan fungsi sosial, yakni mengatur,memertahankan, dan memindahkan sentimen-sentimen yangmenjadi landasan kelangsungan dan ketergantungan sekalianorang dalam masyarakat yang bersangkutan, dari satugenerasi ke generasi berikutnya.

Page 156: Dimensi v

122

J. van Baal (1971: 242) mendefenisikan religi sebagai:“suatu sistem simbol yang dengan simbol itu manusiaberkomunikasi dengan jagad rayanya. Simbol-simbol ituadalah sesuatu yang serupa dengan model-model yangmenjembatani berbagai kebutuhan yang saling bertentanganuntuk pernyataan diri dengan penguasaan diri. Bila tujuan(yakni obyek yang dikomunikasikan itu) menyerupai sesuatuyang tidak dilukiskan dengan kata-kata lisan, maka simbol-simbol itu berfungsi sebagai perisai yang melindungi(menghalangi) seseorang dari kecenderungannya yang amatsangat untuk memeragakannya secara langsung.”

Singkatnya, berbagai defenisi yang diberikan olehpara filosof, sosiolog, dan antropolog mengerandakankesimpulan bahwa religi atau agama merupakan kesatuanmengenai keyakinan dan peribadatan yang menekankan cirikolektif atau sosial. Artinya, dalam agama terdapat duakemungkinan yang senantiasa melekat padanya yaitu antaravertikal dan horizontal, ritual/individual dan sosial, fisik/jasmani dan ruhani, dan seterusnya. Agama merupakan jalanbagi harmoni dua kemungkinan ini secara seimbang dan adildalam pengertiannya yang luas dan menyeluruh.

Y. M. Yinger (1957), sebagaimana dikutip Betty R.Scharf (1995: 94), mengemukakan bahwa semua manusiamemerlukan nilai-nilai mutlak untuk pegangan hidup, danbahwa nilai-nilai itu merupakan jawaban terhadap persoalan-persoalan terakhir mengenai hidup dan mati. Kebutuhanmanusia akan nilai-nilai (agama) meniscayakan perubahansesuai konteks yang mengitarinya. Sehingga dalam formulasiagama—dalam konteksnya sebagai fenomena kebudayaan—di masyarakat juga mengalami apa yang dikenal dalamstruktur keagamaan manusia dengan: mitos, sekularisasi,spiritualisasi, dan religiusiasi.

Peter L. Berger (1991: 3-35) mengemukakan bahwasetiap masyarakat manusia adalah suatu usaha pem-bangunan manusia (world development). Agama menempati

Page 157: Dimensi v

123

suatu tempat tersendiri dalam usaha ini. Menurutnya,terdapat hubungan dialektis antara agama dan organisasisosial-masyarakat dalam pembangunan dunia manusia.Hubungan manusia dengan masyarakat ini adalah suatuproses dialektik funda-mental yang terdiri dari tiga momen,yaitu eksternalisasi, obyektivasi, dan internalisasi. Eksternali-sasi adalah pencurahan kedirian manusia secara terusmenerus ke dalam dunia, baik dalam aktivitas fisis maupunmental-nya. Obyektivasi adalah disandangnya produk-produk aktivitas itu (baik fisis maupun mental), suatu realitasyang berhadapan dengan produsen-nya semula, dalambentuk kefaktaan (faktisitas) yang eksternal terhadap, danlain dari, para produser sendiri. Sedang internalisasi adalahperesapan kembali realitas tersebut oleh manusia, danmentransfor-masikannya sekali lagi dari struktur-strukturdunia obyektif ke dalam struktur-struktur kesadaransubyektif. Melalui eksternalisasi, maka masyarakat merupa-kan produk manusia. Melalui obyektivasi, maka masyarakatmenjadi realitas sui generis, unik. Dan melalui internalisasi,maka manusia merupakan produk masyarakat.

Apa yang diungkap Berger di atas menunjukkanbahwa dunia manusia, termasuk dunia keberagamaannya,tidak bisa terprogram dengan sempurna melalui konstruksisendirian. Artinya, kedirian manusia harus diekspresikan kedalam dunia sekelilingnya. Di sinilah sesungguhnya suatukonstruksi agama dan keberagamaan, terutama bagimasyarakat wisata, perlu dilihat/dibaca kembali orientasifilosofis, historis-antropologis, dan kerangka nilai (valuesystem) yang mendasarinya.

Satu hal yang penting dikemukakan di sini berkaitandengan konstruksi agama dan keberagamaan manusia didunia adalah bahwa suatu masyarakat pada dasarnyabersifat religius. Meski harus diakui bahwa sifat religius ituterbentuk oleh berbagai hal yang tak bisa disepakati olehmasing-masing pengkaji agama (Betty R. Scharf, 1995: 29).

Page 158: Dimensi v

124

Apa yang diungkap oleh Betty R. Scharf di atasmengenai sifat religius manusia sebagai sesuatu yangfundamental dalam kehidupan menjadi menarik manakalakita membaca apa yang disebut oleh John Naisbitt danPatricia Aburdene dengan Megatrends 2000 bahwa abad iniadalah era kebangkitan agama (John Naisbitt dan PatriciaAburdene, 1990: 254-292). Era global, meski penuh sesakdengan kontestasi-kontestasi dunia artifisial, diramalkan olehNaisbitt dan Aburdene, akan memunculkan tarikan-tarikankembali ke alam religi di mana manusia memerolehkedamaian dan harmoni di dalamnya. Bahkan, bila saatnyatiba dan saya kira sudah tiba, manusia akan merasa nyamandan aman berada di bawah asuhan kelompok-kelompokkeagamaan pemimpin kecil yang penuh semangat daneksentrik, ketika mereka telah lelah bergelayutan dengankontestasi dunia artifisial yang membosankan. Tegasnya,mereka lari ke agama untuk menemukan kedamaian danharmoni tadi.

Sachiko Murata & William Chittik, dua guru besar diState University of New York Amerika Serikat (dalam TheVision of Islam, 1994), mengemukakan bahwa obat untukmengatasi berbagai problem masyarakat, seperti kelaparan,penyakit, penindasan, polusi dan berbagai penyakit sosiallainnya, adalah to return to God through religion (kembalikepada Tuhan melalui agama).

Mengapa harus kembali kepada Tuhan melaluiagama, dan tidak kembali saja kepada ideologi-ideologitertentu, misalnya ideologi kapitalisme yang mendominasiperadaban global, dan yang telah dijadikan ”tuhan” olehsebagian masyarakat? Kapitalisme ternyata mempunyai tigaasumsi dasar, yaitu: (1) kebebasan individu; (2) kepentingandiri (selfishness); dan (3) pasar bebas. Sebagai dampak darikapitalisme tersebut antara lain melahirkan berbagai masalahyang dihadapi oleh dunia sebagaimana dikatakan oleh

Page 159: Dimensi v

125

Seyyed Hossein Nasr (1975)dengan nestapa manusia modern(the plight of modern man).

Kembali kepada Tuhan melalui agama berartikembali kepada pandangan hidup asasi manusia itu sendiri,karena ia merupakan fitrah insani. Karena itu, jika seseoranghendak mempertanyakan apa sebenar-nya pandangan hidup-nya yang asasi, maka setidak-tidaknya ada empat pertanyaanmendasar yang perlu dijawab, yaitu: (1) apa yang akandiperbuat seseorang dengan pribadinya? (2) apa yang akandiperbuat olehnya terhadap lingkungan fisiknya? (3) apamakna lingkungan sosial bagi dirinya dan apa pula yangakan diperbuat olehnya di lingkungan sosialnya? (4) apayang akan diperbuat terhadap keturunannya atau generasimendatang?

Apa yang harus diperbuat seseorang terhadapdirinya sendiri? Dalam Qs. al-Tahrîm [66]: 6, dinyatakanbahwa manusia beriman hendaknya menjaga, memelihara,dan memperbaiki kualitas diri dan keluarganya agar tidakmengalami kesengsaraan hidup (neraka). Menjaga, meme-lihara dan memperbaiki kualitas diri sendiri ditinjau dariaspek fisik-biologis, berarti menjaga dan meningkatkankualitas kesehatan anggota tubuhnya. Sedangkan ditinjaudari aspek psikologis dan ruhani menyangkut upayapengembangan dan peningkatan kualitas IQ (IntelligentQuotient), EQ (Emotional Quotient), CQ (Creativity Quotient),dan SQ (Spiritual Quotient).

Membaca kontestasi keberagamaan masyarakatwisata Songgoriti, Kota Batu, yang cukup toleran, damai, danharmoni itu maka membutuhkan pembacaan serius padapenghayatan dan pengamalan keagamaannya ditinjau dariaspek-aspek psikologis dan ruhani di atas. Sebab,menghadapi desakan-desakan wisata-global (sebagaimanadigambarkan di atas) seseorang tidak cukup hanyamengembangkan dan meningkatkan kualitas IQ, EQ, CQ,tetapi juga sangat penting untuk meningkatkan kualitas SQ.

Page 160: Dimensi v

126

Pendidikan IQ menyangkut peningkatan kualitas Head agarseseorang menjadi cerdas, pintar dan lain-lain. PendidikanEQ menyangkut peningkatan kualitas Heart agar menjadiorang yang berjiwa pesaing, sabar, rendah hati, menjagaharga diri (self-esteem), berempati, cinta kebaikan, mampumengendalikan diri/nafsu (self control), dan tidak terburu-buru dalam mengambil keputusan. Pendidikan CQmenyangkut peningkatan kualitas Hand agar seseorang dapatmenjadi agent of change, mampu membuat inovasi ataumenciptakan hal-hal yang baru. Sedangkan pendidikan SQmenyangkut peningkatan kualitas Honest agar menjadi orangyang beriman dan bertaqwa kepada Allah, berakhlak mulia,memiliki sifat dan bersikap sidiq, amanah, tabligh, fathonah, danlain-lain. Melalui pendidikan SQ seseorang di sampingdiharapkan memahami atau bahkan menguasai Iptek, jugasekaligus siap hidup dan bekerja di masyarakat dalampancaran dan kendali ajaran dan nilai-nilai agamanya.

Melalui kerangka teori di atas kiranya bangunanReligi Masyarakat Wisata bisa dilihat pola dan sistem yangdibangun sesuai dengan apa yang sebenarnya dicita-citakanoleh agama itu sendiri. Tentu apa yang menjadi konstruksireligi pada masyarakat wisata Songgoriti itu tidak bisa lepasdari aspek sosial, ideologi, ekonomi, politik, dan budaya sertapendidikan yang melatarinya. Semua ini perlu diungkapsebagai pengayaan bagi proses dialektika kehidupan dankeberagamaan manusia di mana dan kapan saja ia berada.

Metode Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan dengan bentuk studikasus (case study) pada masyarakat wisata Songgoriti, KotaBatu, Jawa Timur. Songgoriti dipilih sebagai sampelpenelitian karena letak dan potensi daerah ini cukuprepresentatif untuk meggambarkan Kota Batu sebagai KotaWisata. Sebab, ia adalah wilayah villa dan sentra wisata KotaBatu. Kecuali itu, peneliti kini menetap di Malang, yang

Page 161: Dimensi v

127

kerap berwisata ke Songgoriti dalam kepenatan kerjaataupun “simpati ilmiah” akan harmoni alam danmasyarakatnya.

Sebagai preliminary research, yakni penelitian dasaruntuk melakukan eksplorasi sistem keberagamaan masyara-kat wisata Songgoriti, Kota Batu. Tentu dengan studi modeldemikian, penelitian ini mengimplikasikan pengamatanholistik tapi kurang mendalam karena dua hal yang “meliliti”peneliti, yaitu singkatnya waktu dan minimnya dana.Meskipun begitu, penelitian ini akan diperkaya denganpartisipasi langsung (partisipation research) selama beberapawaktu yang disediakan kepada peneliti untuk melihatlangsung bagaimana keberagamaan masyakat wisataSonggoriti itu “(meng/ber)-ada.”

Untuk itu, penelitian ini layak didekati dengan cara-cara sebagai berikut: Pertama, memelajari dokumen (termasuklaporan-laporan) dari Kemenag, Dinas Pariwisata, dankelurahan. Studi dokumenter ini tidak saja melulu bersifatarsiparis-filologis, tetapi juga diusahakan menghubungibeberapa peneliti ahli yang dimungkinkan, dalam rangkamencari banding untuk ketajaman-ketajaman deskripsimaupun analisa (discource analysis).

Kedua, wawancara secara mendalam denganpemerintah (terutama pejabat Kemenag, KUA, danKelurahan), tokoh atau pemuka agama, dan beberapamasyarakat beragama (khususnya Islam dan Kristen) darijamaah perkumpulan agama dan aktivitas keagamaannya.Melalui wawancara tanpa rencana (unstandardized interview)dan tidak berstruktur, namun mengarah (focused interview),diharapkan mampu mengungkapkan data yang sifatnyainformatif, seperti ide-ide, pandangan atau pendapat pribadi,dan semacamnya. Secara mendalam artinya melihat gejala-gejala kemasyarakatan dalam realitas kehidupan agama diSonggoriti sehari-hari. Untuk kepentingan penelitian ini,peneliti akan terjun di lapangan dan hidup bersama mereka,

Page 162: Dimensi v

128

selama beberapa hari atau minggu, untuk menyelamikeadaan yang sebenarnya.

Ketiga, melakukan pengamatan terhadap berbagaiperkumpulan agama dan aktivitas keagamaan masyarakatseperti pengajian, shalat, ceramah-ceramah agama, dankehidupan sehari-hari. Selain itu, beberapa dokumen pentingakan “direkam” untuk dipelajari dan dicatat serta dianalisissecara mendalam bagi pemenuhan validitas data penelitianini.

Sebagai gambaran terhadap bentuk penelitian iniadalah peneliti akan mencoba menganalisa data dengan carasebagai berikut: tiga hal penting dalam penelitian ialahkonsep, kenyataan sosial, dan penelitian di lapangan akandicoba disatukan dalam data, analisa data, dan deskripsiuntuk kemudian menjadi suatu kerangka teori.

Sistematika Pembahasan

Penelitian ini menyajikan potret keberagamaan dandakwah agama pada masyarakat wisata Songgoriti, KotaBatu, Jawa Timur, yang terdiri dari beberapa bab danmasing-masing bab terpetak ke dalam sub-sub bab yang lebihrinci. Dimulai dari Bab I merupakan pendahuluan, yangterdiri dari: latar belakang masalah, rumusan masalah, ruanglingkup, tujuan dan kegunaan penelitian, signifikansi,kerangka teori, metode penelitian, dan sistematikapembahasan.

Bab II mendeskripsikan mengenai lokasi penelitiandan kependudukan, yang terdiri dari: sejarah, letak geografisdan iklim, keadaan pemerintahan, agama dan keagamaan diwisata Songgoriti, Kecamatan Kota Batu dan sekitarnya.

Bab III mengurai hasil penelitian mengenai PotretDakwah Agama dan Keagamaan di Daerah WisataSonggoriti, yang diurai ke dalam sub-sub bab sebagai berikut:kondisi sosial-budaya: menengok ke arah trend globalisasi-

Page 163: Dimensi v

129

industri wisata, simbolisme agama (masjid, mushalla TPQ,dan GKMI), pola dakwah agama dan keagamaan, materi danmetode dakwah agama dan keagamaan, masa depan agama(dialektika pemikiran pemerintah dan ulama).

Bab IV merupakan bab penutup yang berisikesimpulan dan saran-saran.

===oOo===

Page 164: Dimensi v

130

Sejarah Songgoriti Batu

Mendengar nama Kota Batu, Jawa Timur, makasepintas terbayang akan kesejukan alam dan panorama yangindah, ditambah kesan akan buah apelnya. Memang, sejakabad ke-10, Batu dan sekitarnya telah dikenal sebagai tempatperistirahatan bagi kalangan keluarga kerajaan, karenawilayahnya adalah daerah pegunungan dengan kesejukanudara yang nyaman, juga didukung oleh keindahanpemandangan alam sebagai ciri khas daerah pegunungan.

Sebagaimana ditulis Muchammad Farhan Fauzidalam www.batu.go.id Dikatakkan bahwa pada waktupemerintahan Raja Sindok, seorang petinggi Kerajaanbernama Mpu Supo diperintah Raja Sindok untuk mem-bangun tempat peristirahatan keluarga kerajaan di pe-gunungan yang didekatnya terdapat mata air. Dengan upayayang keras, akhirnya Mpu Supo menemukan suatu kawasanyang sekarang lebih dikenal sebagai kawasan WisataSonggoriti.

Sekilas mengenai

Wisata Songgoriti Kota

Batu

2

Page 165: Dimensi v

131

Atas persetujuan Raja, Mpu Supo yang konon kabar-nya juga sakti mandraguna itu mulai membangun kawasanSonggoriti sebagai tempat peristirahatan keluarga kerajaanserta dibangunnya sebuah candi yang diberi nama CandiSupo.

Di tempat peristirahatan tersebut terdapat sumbermata air yang mengalir dingin dan sejuk seperti semua mataair di wilayah pegunungan. Mata air dingin tersebut seringdigunakan mencuci keris-keris yang bertuah sebagai bendapusaka dari kerajaan Sendok. Oleh karena sumber mata airyang sering digunakan untuk mencuci benda-benda kerajaanyang bertuah dan mempunyai kekuatan supranatural (magic)yang maha dasyat, akhirnya sumber mata air yang semulaterasa dingin dan sejuk akhirnya berubah menjadi sumber airpanas. Dan sumberair panas itupun sampai saat ini menjadisumber abadi di kawasan Wisata Songgoriti.

Wilayah Kota Batu yang terletak di dataran tinggi dikaki Gunung Panderman dengan ketinggian 700 sampai 1100meter di atas permukaan laut, berdasarkan kisah-kisah orangtua maupun dokumen yang ada maupun yang dilacakkeberadaannya, sampai saat ini belum diketahui kepastian-nya tentang kapan nama "B A T U" mulai disebut untukmenamai kawasan peristirahatan tersebut.

Dari beberapa pemuka masyarakat setempat memangpernah mengisahkan bahwa sebutan Batu berasal dari namaseorang ulama pengikut Pangeran Diponegoro yang bernamaAbu Ghonaim, atau disebut sebagai Kyai Gubug Angin, yangselanjutnya masyarakat setempat akrab menyebutnya denganpanggilan Mbah Wastu. Dari kebiasaan kultur Jawa yangsering memperpendek dan mempersingkat mengenaisebutan nama seseorang yang dirasa terlalu panjang, jugaagar lebih singkat penyebutannya serta lebih cepat bilamemanggil seseorang, akhirnya lambat laun sebutan Mbah

Page 166: Dimensi v

132

Wastu dipanggil Mbah Tu, menjadi Mbatu atau Batu, sebagaisebutan yang digunakan untuk Kota Dingin di Jawa Timur.

Membaca peran Abu Ghonaim sebagai ulama yangmembuka alas Batu, sebagaimana dijelaskan oleh Dra. Hj.Anis Choirun Nisak, Kepala Seksi Penamas dan PekapontrenKementerian Agama, Kota Batu (wawancara pada Selasa, 21September 2010), bahwa beliau adalah berasal dari JawaTengah. Sebagai pengikut Pangeran Diponegoro yang setia,Abu Ghonaim dengan sengaja meninggalkan daerah asalnyaJawa Tengah dan hijrah ke kaki Gunung Panderman untukmenghindari pengejaran dan penangkapan dari serdaduBelanda (Kompeni). Sehingga, demikian Anis, dapat dikata-kan bahwa masyarakat Songgoiriti, Batu, khususnya adalahpenduduk migran dari Jawa Tengah.

Abu Ghonaim atau Mbah Wastu yang memulai kehidup-an barunya bersama dengan masyarakat yang ada sebelum-nya serta ikut berbagi rasa, pengetahuan, dan ajaran yangdiperolehnya semasa menjadi pengikut Pangeran Dipone-goro. Akhirnya, banyak penduduk dan masyarakat sekitar-nya yang lain berdatangan dan menetap untuk berguru,menuntut ilmu dan belajar agama kepada Mbah Wastu.

Sebagai wilayah pegunungan yang subur, Songgoriti,Kota Batu dan sekitarnya juga memiliki panorama alam yangindah dan berudara sejuk, yang memantik orang untukdatang, beristirahat, dan menginap. Untuk keperluan itu,Songgoriti sejak abad ke-19 telah menjadi daerah wisata bagiBelanda, dengan banyak membangun villa. Tak salah bilakemudian Belanda menjulukinya sebagai De Klein Switzerlandatau Swiss Kecil di Pulau Jawa karena alam pegununganyang sejuk. Hal ini bisa dibaca pada situs dan arsitekturbangunan peninggalan Belanda, atau yang bernuansakanEropa, masih bisa kita lihat di Batu.

Page 167: Dimensi v

133

Batu, kini telah menjadi KOTA sejak tahun 2002. Banyakperubahan yang terjadi di sana. Termasuk di dalamnyaadalah lambang kota yang menyimpan makna-makna yangkiranya penting diungkap di sini. Pertama, bagian depan: 1).Gambar KERIS, berwarna keemasan dengan posisi tegakyang melambangkan jiwa ksatria, kekuatan, ketajaman pikir,batin, dan perjuangan yang pantang menyerah sertakepribadian yang berbudaya untuk mencapai KOTA BATUke depan; 2). Gambar CANDI, melambangkan sistempemerintahan Kota Batu yang tertib, rapi, dan teratur; 3).Gambar RANTAI, berwarna hitam yang melambangkanpersatuan dan kesatuan dalam NKRI (Negara KesatuanRepublik Indonesia). Rantai itu berjumlah TIGA, yang berartibahwa hubungan manusia dengan Tuhan, manusia, dan alamsebagai satu kesatuan tak terpisahkan. Kedua, bagian tengah:1). Gambar BINTANG, melambangkan Ketuhanan YangMaha Esa, yang berarti meskipun berbeda suku, agama, danpandangan hidup tetap menjunjung tinggi kerukunan umatberagama; 2). Gambar GUNUNG, yang melambangkankekuatan dan kebesaran yaitu Kota batu berada di lerenggunung Panderman, gunung Arjuno, dan gunung Welirangyang memiliki kekayaan alam yang cukup besar terutamamata air yang menyatu menjadi Sungai Brantas, sertaberanekaragam flora dan fauna sehingga menjadi daya tarikwisata; 3). Warna Dasar HIJAU, dengan gambar petak-petaksawah melambangkan Kota Batu adalah daerah agraris,mengandung arti filosofi “Gemah Ripah Loh Jinawi” (daerahyang subur) dan sebagian besar masyarakatnya adalahbertani (agro-industri); 4). Gambar AIR, melambangkankehidupan yang lestari; dan Gambar PADI dan KAPAS, yangmelambangkan pangan dan sandang yang terdiri dari padiberjumlah 17 dan kapas berjumlah 10, yang mempunyaimakna tanggal dan bulan peresmian Kota Batu. Ketiga, bagiandasar: 1). Bentuk PERISAI, yang memiliki 5 sisi yang

Page 168: Dimensi v

134

melambangkan pemerintah Kota Batu berdasarkan Pancasilasebagai Dasar Negara Republik Indonesia; 2). WarnaMERAH PUTIH, yang melambangkan bendera Indonesia; 3).Tulisan KOTA BATU, yang berarti sebutan bagi Kota danPemerintah Kota Batu; 4). Tulisan HAKARYO GUNOMAMAYU BAWONO, merupakan makna Condro Sengkoloyang mengandung arti “Berkarya Guna MembangunNegara.” Condro Sengkolo adalah Tahun Jawa sebagai tandaperesmian Pemerintah Kota Batu dengan nilai kata,Hakaryo=4, Guno=3, Mamayu=9, dan Bawono=1. Jumlahnyaadalah 17, sebagai tanggal peresmian Kota Batu, denganjumlah suku kata 11 yang berarti Dasar Hukum PeresmianKota Batu diatur oleh UU Nomor 11 Tahun 2001.

Jadi, setiap bentuk kata, bahasa, warna, dan lukisan yangada pada Lambang Kota Batu mempunyai makna tersendiri,sebagaimana ia juga ada pada setiap kota dan kabupaten diIndonesia. Kini lambang itu cukup bermakna, terutamaberkaitan dengan Kota Batu sebagai kota wisata, industripertanian (agro indutry), dan (ke depan) sebagai kotapendidikan.

Letak Geografi dan Iklim

Secara umum, Kota Batu dapat dibagi menjadi 2 bagianutama, yaitu daerah lereng/bukit (dengan proporsi lebihluas) dan daerah daratan. Luas kawasan Kota Batu secarakeseluruhan + 19.908,72 ha, atau sekitar 0,42 persen luas JawaTimur. Sebagai daerah yang memiliki topografi perbukitanlebih luas, maka Batu mengesankan udara pegunungan yangsejuk, air terjun baik yang dingin maupun yang panas, kolamrenang yang alami, dan villa-villa yang berjejer di sekitarnya.Topografi pegunungan Batu juga mengindikasikan sebagaidaerah yang dingin.

Page 169: Dimensi v

135

Tanah Batu, secara georafis dibagi ke dalam 4 jenistanah. Pertama, jenis tanah Andosol, berupa lahan tanah yangpaling subur. Meliputi kecamatan Batu seluas 1.831,04 ha,kecamatan Junrejo seluas 1.526,19 ha, dan kecamatan Bumiajiseluas 2.873,89 ha. Kedua, jenis Kambisol, berupa tanah yangcukup subur. Meliputi kecamatan Batu seluas 889,31 ha,kecamatan Junrejo seluas 741,25 ha, dan kecamatan Bumiajiseluas 139,81 ha. Ketiga, jenis Alluvial, berupa tanah kurangsubur dan mengandung kapur. Meliputi kecamatan Batuseluas 239,86 ha, kecamatan Junrejo seluas 199,93 ha, dankecamatan Bumiaji seluas 376,48 ha. Keempat, jenis Latosol,meliputi kecmatan Batu seluas 260,34 ha, kecamatan Junrejoseluas 217,00 ha, dan kecamatan Bumiaji seluas 408,61 ha.

Adapun letak geografis Kota Batu, di antara batas-bataswilayah yang ada adalah sebagai berikut: sebelah Utara:kabupaten Mojokerto dan Pasuruan, sebelah Selatan:kabupaten Malang dan Blitar, sebelah Barat: kabupatenMalang, dan sebelah Timur: kabupaten Malang. Yang dalamastronomi, Kota Batu terletak di antara 122°17’ sampaidengan 122°57’ Bujur Timur dan 7°44’ sampai dengan 8°26’Lintang Selatan.

Sedangkan mengenai iklim yang ada di Kota Batu, akanhalnya di daerah-daerah lain adalah hanya mengikuti/mengenai dua musim, yaitu musim hujan dan musim panas.Meski harus diakui, sebagai daerah pegunungan denganudara yang sejuk dan dingin, Batu menyimpan kabut putihterutama pada pagi hari dan menjelang matahari terbenam.

Di Songgoriti sendiri, yang berada di bawah kaki BukitPanderman, terdapat beberapa wisata yang menarik selainvilla-villa yang eksotik, yaitu pemandian air panas dandingin, paralayang (terutama pada hari Sabtu dan Minggu),dan kuliner khas Batu. Kecuali itu, Songgoriti dikelilingi olehvilla-villa dan hotel-hotel berbintang lima, seperti Cakra,

Page 170: Dimensi v

136

Kusuma, Santika, dan Purnama. Di samping juga banyaksekali hotel-hotel kecil yang menyajikan kesan menarik untukdisinggahi, yang dipermak model antik dan kuno.

Keadaan Pemerintahan

Kota Batu, Jawa Timur, kini telah memasuki tahun ke-8pada tahun 2010. Batu, ditetapkan sebagai Kota pada tahun2002 silam di bawah kepemimpinan Walikota I, Drs. H.M.Imam Kabul, M.Si, M.Hum yang wafat pada 26 Agustus 2007.Sejak walikota pertama, Batu telah ditetapkan sebagai kotawisata dan menemukan artikulasinya di bawah walikotayang sekarang, yaitu Drs. H. Eddy Rumpoko (24 Desember2007-sekarang).

Batu, selain sebagai kota wisata, sesuai dengan visinyake depan diangankan sebagai sentra pertanian danpendidikan. Vis ini kemudian disebut dengan Tri Asa KotaBatu, yaitu sentra pertanian, wisata, dan pendidikan. Karenaitu, maka menuju ke arah itu pemerintah Kota Batusenantiasa menggerakkan Tri Daya yang ada secara kreatif,inovatif, dan bersih, sebagaimana ia menjadi jargon sistempengelolaan pemerintahan. Tri daya dimaksud adalah SDM(Sumber Daya Manusia), SDA (Sumber Daya Alam), dan SDB(Sumber Daya Budaya).

Sebagai sentra pertanian, Batu mengembangkan apayang disebut dengan istilah hortikultura dengan programutama: 1). Pengembangan perdagangan hasil pertanian, dan2). Penguatan industri pertanian (agro-industri). Hal ini bisadilihat dari beragam hasil-hasil pertanian di Batu yang telahdipasarkan melalui produk-produk industri, seperti yangbanyak dipajangkan di pinggir-pinggir jalan dari dan keBatu. Yaitu, misalnya, yang paling terkenal adalah anekamacam keripik (apel, singkong, nangka, tales/bentoel, daungbayem, kentang, dan lain-lain), aneka macam dodol (apel,

Page 171: Dimensi v

137

nanas, durian, sirsak, salak, nangka, strawbery, dan lain-lain),aneka macam minuman (sari apel, sari wortel, saribengkuang, sari anggur, sari markuisa, sari leci, sari sirsak,dan lain-lain, yang kadang-kadang macam-macam minumanitu dicampur satu sama lain seperti sari apel-leci, sari apel-markuisa, sari apel-anggur, dan sebagainya). Singkatnya, bilakita ke Batu akan ditemukan di sepanjang jalan ke dan dariarah Batu aneka camelan khas, yang lebih dikenal dengananeka khas Malang Raya, yang terdiri dari kota Batu, kotaMalang, dan kabupaten Malang.

Aneka industri pertanian di Batu memang cukuppotensial dan produktif. Kecuali aneka camelan di atas,sentra pertanian lainnya seperti wortel, tomat, kentang,bawang, dan sayuran lainnya, merupakan industri pertanianyang paling banyak digerakkan. Hal ini karena sesuai denganiklim, cuaca, dan udara di Batu yang dingin dan sejuk.Singkatnya, sistem pertanian yang ada telah melalui olahindustri yang memadai sehingga hasil-hasil pertanian di sanamencapai kualitas unggul.

Sebagai sentra wisata, kota Batu yang memilikipanorama yang eksotik dan menarik memantik orang untukdatang. Lambang gunung yang ada pada lambang kota Batu,melambangkan kekuatan dan kebesaran kota Batu yangberada pada lereng gunung Panderman, Arjuno, danWelirang. Kawasan wisata yang berada di bawah ketigagunung tersebut, menyimpan kekayaan alam yang cukupbesar terutama mata air yang menyatu menjadi SungaiBrantas, dengan aneka flora dan fauna tersendiri. Karena itu,mata air yang memancar di Batu, seperti yang ada diSonggoriti, terdapat mata air panas dan dingin sekaligus.Suatu bentuk kekayaan alam dengan panorama yang eksotikuntuk memantik para wisatawan.

Page 172: Dimensi v

138

Dan sebagai sentra pendidikan, kota yang hanyaberjarak sekitar 10 kilometer dari kota Malang, merupakandaerah yang banyak dihuni oleh pelajar dan mahasiswa.Tidak sedikit para pelajar dan mahasiswa yang memilihindekos di Batu, dengan berbagai alasan yang dimiliki.Sekarang, pemerintah kota Batu telah menjalin kerjasama dibidang pendidikan untuk meningkatkan kapabilitas sumber-daya manusia melalui jalur pendidikan. Bahkan, rencananyapemerintah juga akan membentuk sekolah-sekolah unggulanbertaraf nasional dan internasional yang sesuai dengankarakteristik kota Batu, sebagai sentra pertanian, pariwisata,dan kerajinan (www.pemkotbatu.artilambang. Arti LambangKota Batu, written by Administrator, Friday, 05 February 2010,01:17 dan diakses pada Selasa, 28 September 2010).

Jumlah sekolah dan madrasah di kota Batu cukupbanyak, meski tidak sebanyak kota-kabupaten lain di JawaTimur. Menurut laporan administrator pemerintah kota Batu,yang telah apdated pada Rabu, 24 Pebruari 2010, pukul 02:14WIB, di Batu terdapat sebanyak 81 Playgroup/TK/RA,sebanyak 78 SD (negeri dan swasta), sebanyak 13 MI,sebanyak 24 SMP (negeri dan swasta), sebanyak 2 MTs(negeri dan swasta), sebanyak 7 SMA/SMU (negeri danswasta), sebanyak 2 MA (negeri dan swasta), sebanyak 11SMK (negeri dan swasta).

Dari jumlah Playgroup/TK/RA sebanyak 81, 49 lembagaberada di kecamatan kota Batu dan 4 lembaga yang ada diKelurahan Songgokerto. SD sebanyak 78, 59 berada dikecamatan kota Batu dan 3 berada di Kelurahan Songgokerto.MI sebanyak 13, 11 berada di kecamatan kota Batu dan taksatu pun ada MI di kelurahan Songgokerto. SMP sebanyak24, 17 berada di kecamatan kota Batu dan tidak ada yangberada di kelurahan Songgokerto. MTs. sebanyak 2 danhanya 1 lembaga yang berada di kecamatan kota Batu.

Page 173: Dimensi v

139

SMA/SMU sebanyak 7, semuanya berada di kecamatan kotaBatu. MA sebanyak 2, semuanya berada di kecamatan kotaBatu. Dan SMK sebanyak 11, 8 berada di kecamatan kotaBatu.

Di Padukuan Songgoriti sendiri terdapat 2 RW dan 7 RT,dengan pembagian sebagai berikut yaitu: RW 1 terbagi kebeberapa RT, yaitu RT 1 ketuanya adalah Mistam, RT 2ketuanya adalah Manan, dan RT 3 ketuanya Nasukan.Sedangkan RW 2 terbagi kepada: RT 1 ketuanya adalahSujibto, RT 2 ketuanya adalah Sujito, RT 3 ketuanya adalahSuwandi, dan RT 4 ketuanya adalah Feri (wawancara denganMistam, ketua RT 1 RW 1 Songgoriti, Songgokerto, padaSabtu, 2 Oktober 2010).

Kecuali tiga sentra di atas, Batu juga dikenal dengan kotabunga. Di kecamatan Bumiaji, ditemukan aneka industritanaman bunga dengan berbagai corak dan warna. Bunga-bunga hasil pertanian di Batu tidak saja dijual ke berbagaikota di Indonesia, terutama Bali, tetapi juga telah diekspor kemancanegara teruatama Singapura dan Malaysia. Industribunga di Batu terutama banyak dipakai sebagai penghiashotel-hotel yang ada, selain untuk perkawinan, seminar, danhajatan lain. Karena itu, Batu dikenal pula dengan kota hoteldan villa.

A. Agama dan Keagamaan di Songgoriti Batu

Wisata Songgoriti merupakan salah satu dusun dariKelurahan Songgokerto, Kecamatan Kota Batu, Jawa Timur.Dari jumlah penduduk 6611 jiwa pada tahun 2010 diKelurahan Songgokerto, yang memeluk agama Islamsebanyak 5205 orang, Kristen sebanyak 1138 orang, Katholiksebanyak 244 orang, Budha sebanyak 13 orang, dan Hindusebanyak 18 orang (Data Kelurahan Songgokerto, kecamatanKota Batu, 2010).

Page 174: Dimensi v

140

Bila dibaca lebih lebar akan jumlah penduduk dilihatdari agama dan keagamaan pada tingkat kecamatan di KotaBatu adalah sebagai berikut:

Tabel 1Jumlah Penduduk Kota Batu

No Kecamatan Islam Katolik Kristen Hindu Budha1 Batu 73.968 2.479 3.493 218 2922 Junrejo 38.997 426 945 46 3443 Bumiaji 49.873 342 542 357 6

J u m l a h 162.838 3.247 4.980 621 642Sumber: Departemen Agama, Kota Batu, 2006/2007

Sedangkan tempat-tempat ibadah dirinci menurutkecamatan dan jenisnya adalah sebagai berikut:

Tabel 2

Jumlah Tempat Ibadah di Kota BatuNo Kecamatan Masjid Langgar Gereja Vihara Pura1 Batu 45 181 14 3 12 Junrejo 35 109 4 2 13 Bumiaji 49 138 5 - 2

J u m l a h 129 428 23 5 4Sumber: Departemen Agama, Kota Batu, 2006/2007

Dan jumlah pondok pesantren yang dirinci menurutkecamatan di Kota Batu adalah sebagai berikut:

Tabel 3

JumlahPondok Pesantren Kota Batu

No Kecamatan 2006 20071 Batu 6 9

Page 175: Dimensi v

141

2 Junrejo 9 113 Bumiaji 4 5

J u m l a h 19 25Sumber: Departemen Agama, Kota Batu, 2006/2007

Sedangkan tempat-tempat ibadah adalah Masjidsebanyak 3, Langgar/Mushalla sebanyak 10, dan Gerejasebanyak 3. Di Songgoriti sendiri terdapat 1 (satu) Masjid, 3(tiga) Langgar/Mushalla, dan 1 (satu) Gereja (Wawancaradengan Inol Ertadiansjah, S.H, selaku Sekretaris KelurahanSonggokerto, Batu, pada Kamis, 23 September 2010). Danpada satu Langgar/Mushalla diselenggarakan TPQ (TamanPendidikan Alqur’an) Baiturrahim yang berada sekitar 100meter dari GKMI (Gereja Kristen Muria Indonesia) yangberada di Jl. Arumdalu Gg. Macan, Songgoriti, sekitar 100mdari mulut gang.

Masjid Baiturrahmah, yang terletak di Jl. Jeruk, sebagaisatu-satunya masjid di Songgoriti, menampung sedikitnya500 jama’ah. Meski diakui, sebagaimana diungkapkan Imamdan sekaligus Takmir Masjid, Ustadz Imam, begitu ia disapa,yang jama’ah baru sebagian. Lelaki asal Jember yang tinggaldi batu sejak tahun 1989 dan menjadi pengasuh PonpesNurul Qalbu, Junrejo, Batu, menuturkan akan lemahnyakesadaran masyarakat dalam menjalankan shalat jama’ah(Wawancara pada Jum’at, 8 Oktober 2010, di MasjidBaiturrahmah, Songgoriti, Batu).

Masjid ini tidak jelas kapan didirikan. Tapi yang jelasmasjid ini diresmikan pada tanggal 1 Muharram 1410 H, olehH. Djajusman, sebagaimana terdapat pada batu keramikperesmian masjid.

Menurut Mistam, selaku Ketua RT. 01 RW. 01Songgoriti, di Songgoriti terdapat 1 Masjid, 4 mushalla, 1TPQ, 1 Gereja Protestan, 1 PAUD, 1 TK, dan 1 SD. Sedangkan

Page 176: Dimensi v

142

kegiatan keagamaan yang biasa dilakukan adalah tahlilandan yasinan, selain peringatan hari-hari besar Islam sepertimaulid Nabi Muhammad Saw., nuzulul Qur’an, isra’ mi’raj,dan halal bi halal. Termasuk juga hari-hari besar Kristen,seperti natalan dan kenaikan Isa Al-Masih. Kecuali itu, diSonggoriti ada selamatan desa yang diselenggarakan olehseluruh warga di pasarean Babadhok dan air terjun, sebagaitanda syukur kepada yang Maha Kuasa (wawancara padaSabtu, 9 Oktober 2010 di rumah Mistam, Jl. Jeruk Songgoriti,Batu).

Adapun para ustadz yang biasa menjadi juru dakwahdi Songgoriti, demikian Mistam, adalah Kasdari (ModinSonggoriti), Saifuddin, Ali Sakri, Khajir, Imam, dan Rosyad.Keenam tokoh agama ini “menyapa” masyarakat Songgoritidengan banyak memberikan taushiyah rohani, agar umattetap baik dan toleran. Sedangkan pendeta yang“menunggui” GKMI adalah Yesyikal Sanghat, asal NTT,yang baru menetap di Songgoriti sekitar 9 bulanan. Antaramasjid dan gereja, menurut Mistam, “berdampingan” secaraharmonis karena masyarakat Songgoriti yang begitu terbukaterhadap perbedaan agama dan keagamaan serta budaya.

Aktivitas kelembagaan agama dan keagamaan ber-jalan seperti pada umumnya. Anak-anak terutama pada pagihari ia pergi ke sekolah dan madrasah, dan pada sore hari iamengaji di TPQ Baiturrahim. TPQ ini ini didirikan padatahun 2001 oleh masyarakat Songgoriti sendiri. Sampaisekarang, siswa yang mengaji di TPQ ini telah mencapai 140siswa dengan dipandu tidak kurang dari 14 orang ustadz danustadzah. Ustadz dan ustadzah tersebut adalah AliyulMujib,Sumarni, M. Qodri, Ngadiono, Sulastri, Mariasih, Sasmi, SriWitami, Hanimun Farida, Krismiati, Rahayu Winarni,Agustinova Putri A., Tri Ita NA., dan M. Basyir.

Page 177: Dimensi v

143

Adapun struktur atau susunan pengurus TPQBaiturrahim, Songgoriti, ini adalah sebagai berikut:

Pelindung : Lurah SonggokertoPenasehat : Safirudin R.K e t u a : MisdiBP3 : H. TubiantoSekretaris : Hani OgyaBendahara : Moch. LasimPerlengkapan : Sugiono K.Kepala Madrasah : Sumarni

Aktivitas anak-anak TPQ Baiturrahim, Songgoriti, inimemberi arti tersendiri bagi keberagamaan masyarakat yangada. Tidak jarang gadis remaja di sana memakai jilbab dalamkeseharian mereka, meski mereka juga menawarkan villa-villa yang dimilikinya dengan ramah. Seolah-olah tidak adapersoalan yang mengganggu bagi sistem agama dankeberagamaan mereka di tengah-tengah tamu wisata yangberagam. Mereka mau menginap, atau sekadar beristirahatsejenak sekadar melepas kepenatan fisik dan nafsu, sembarimembawa “asesoris dunia” yang tidak dibenarkan agama,tidaklah menjadi soal. Sebagaimana diakui Mistam,“Masyarakat Songgoriti mayoritas penghasilannya dari villa,sehingga dengan itu mereka tidak tahu-menahu tentangpenyewa villa, sebagai pasangan suami-istri ataukah tidak,yang penting mereka bayar, tidak mengganggu masyarakatitu tidak apa-apa.”

Begitu juga dengan mereka yang beragama Kristen,pada Minggu pagi mereka ramai-ramai menuju Gereja, baikyang di Songgoriti maupun yang ada di Kota Batu karenajarak yang tidak terlalu jauh. Bisa ditempuh dengan sepedamotor dan sepeda gayuh (sepeda ontel). Aktivitas agama dankeberagamaan demikian mengindikasikan masih adanyakesadaran beragama bagi masyarakat Songgoriti. Meski,

Page 178: Dimensi v

144

sebagai catatan Pendeta Yesyikal Sanghat, masih memerlu-kan pendalaman dalam menjalankan agamanya secaramenyeluruh (wawancara pada Minggu, 10 Oktober 2010, dirumahnya Jl, Jeruk, Songgoriti, Batu).

Gereja ini didirikan pada tahun 1976 oleh Dr. EdiPaimon, yang sekarang menjadi Rektor Sekolah TinggiTeologi (STT), Cipanas, Jakarta. Sekarang, pengurus gereja iniadalah sebagai berikut:

Pendeta : Yesyikal, S.Th.K e t u a : Tatan HPSekretaris : 1. Rudi Hidayat

2. Imam UtomoBendahara : Edison NdeoBid. Pelayanan : Miani MariaBid. PWG : IkaBid. Diakonia : SriBid. Kesaksian : Bambang

Aktivitas gereja sementara ini adalah kebaktian yangdilaksanakan pada hari-hari tertentu. Yang jelas, umatKristiani datang ke gereja ini utamanya pada setiap Minggupagi untuk beribadah. Kecuali itu, di sini juga dilaksanakanacara-acara kebaktian yaitu: kebaktian keluarga, yangdilaksanakan setiap hari Rabu; kebaktian khusus ibu-ibu,yang dilaksanakan setiap hari Kamis; dan kebaktian pemuda,yang dilaksanakan setiap hari Sabtu. Kebaktian-kebaktiandipimpin langsung oleh Pendeta Yesyikal, S.Th., selakupimpinan tertinggi di gereja ini.

Page 179: Dimensi v

145

Page 180: Dimensi v

146

Kondisi Sosial-Budaya: Trend Globalisasi-Industri Wisata

~ Hakaryo Guno Mamayu Bawono ~

Ungkapan bahasa Jawa ini merupakan maknaCondro Sengkolo yang terdapat pada lambang Kota Batu,Jawa Timur. Condro Sengkolo (1934) adalah Tahun Jawasebagai peresmian Pemerintah Kota Batu, dengan nilai kataHakaryo=4, Guno=3, Mamayu=9, dan Bawono=1. Semuanyaberjumlah 17, sebagai tanggal peresmian Kota Batu. Denganjumlah suku kata 11, berarti dasar hukum peresmian KotaBatu yang diatur dalam UU Nomor 11 Tahun 2001.

Hakaryo Guno Mamayu Bawono, artinya berkarya gunamembangun negara. Titah patriotik ini menjadi landasanpembangunan Kota Batu sebagai kota yang senantiasaberbenah ke arah pembangunan negara yang lebih sejahtera,adil, dan makmur secara merata. Karena itu, aspekpengembangan ekonomi sebagai cikal kesejahteraan rakyatbetul-betul digalakkan. Di sini berarti, pertumbuhan ekonomi

Potret Dakwah Agama

dan Keagamaan

di Daerah Wisata Songgoriti

3

Page 181: Dimensi v

147

dan kesejahteraan (duniawi) menjadi ukuran utama keber-hasilan pembangunan kota di Batu. Maka aspek-aspek lainyang tidak menyokong pertumbuhan ekonomi dan kesejah-teraan (duniawi) “diminimalisir”, termasuk pembangunanagama dan keagamaan.

Kota Batu, Jawa Timur, yang memiliki kekayaan alamyang eksotik menemukan artikulasinya melalui pembangun-an wisata. Karena itu, pemerintah Kota Batu sejak ditetapkansebagai kota, menjadikan daerahnya sebagai salah satu sentrawisata di Jawa Timur. Selain itu, sebagaimana diungkap dimuka, Kota Batu juga menggalakkan ekonomi pertaniansebagai pemasok aneka macam makanan dan minuman khasdaerah Batu. Sehingga, dengan begitu, ungkapan kotasebagai sentra pertanian dan wisata menyatu di Kota Batu.

Memasuki era globalisasi-industri wisata dewasa inimasyarakat Songgoriti, khususnya dan Kota Batu padaumumnya, mau tidak mau, juga dituntut untuk meresponkeadaan yang mendera mereka. Tuntutan ke arah kerjaprofesional dan kompetensi individual mengharuskanmasyarakat di sana untuk berbenah. Untuk itu, pemerintahKota Batu, melalui salah satu seksi sosial-ekonomikecamatan, melakukan apa yang disebut dengan “inventari-sasi potensi daerah” dari berbagai aspek, utamanya di bidangpertanian dan wisata serta pemberdayaan SDM sebagaiusaha ke arah peningkatan ekonomi masyarakat. Hal ini bisadibaca pada pengembangan wisata Songgoriti, sebagaimanadisebutkan di muka pada bagian awal penelitian ini, yangrencananya pemerintah Kota Batu akan “memermak”kawasan wisata Songgoriti menjadi hotel raksasa. Konsep-nya, kamar-kamar villa di rumah-rumah penduduk difungsi-kan layaknya kamar hotel. Sedangkan gang-gang menujuperkampungan akan dihias menyerupai koridor hotel. Lalu,

Page 182: Dimensi v

148

pemandian Tirta Nirwana, Songgoriti, dijadikan kolamrenang fasilitas hotel (Radar Malang, 12 Juni 2010).

Mersepon potensi industri wisata di Batu dengankekayaan panorama alam pegunungannya yang eksotik,pemerintah nampaknya banyak mengeluarkan ijin bagipendirian tempat-tempat peristirahatan berupa: hotel, villa,dan rumah pijat. Bahkan, dalam pengamatan penelititerdapat banyak tempat peristirahatan/penginapan shorttime, yang (mungkin) menyajikan menu seks bebas ataupornografi, atau massages tanpa minyak-urut lengkap dengan“rileksasi sauna surga-dunia”, atau warung makan tanpanasi, dan/atau beberapa kenikmatan duniawi yang artifisiallainnya. Gejala-gejala negatif dan artifisial ini cukupmengemuka manakala kita menoleh ke kanan-kiri banyaknyavilla, hotel, dan rumah pijat yang memajang sepanjang jalanraya Batu.

Membanjirnya nilai-nilai hidup wisatawan ke Batu,Jawa Timur, ini menyarankan para penggiat agama (terutamapara da’i/mubaligh dan penginjil) untuk “mengaktifkan”kembali nilai-nilai agama yang relevan dengan daerah wisatayang ada. (De/Re)-kontruksi nilai-nilai agama yang adamemerlukan kerja aktif para da’i/mubaligh dan penginjildalam menciptakan suasana keagamaan yang relevan.

Apa yang dilakukan pemerintah di atas merupakansebentuk respon terhadap globalisasi-industri wisata yangpotensial untuk “mendongkrak” hadirnya wisatawan, parainvestor, dan peningkatan kesejahteraan warga setempat. Takpelak, masyarakat termasuk para da’i/mubaligh danpenginjil, disarankan segera berbenah jika ingin survive ditengah-tengah gemuruh globalisasi-industri wisata ini. WaliKota Batu, Drs. Edy Rumpoko, sebagaimana ditegaskan olehDra. Anis Khaerunnisa, Kepala Seksi Penamas danPekapontren, Kementerian Agama, Kota Batu, seringkali

Page 183: Dimensi v

149

mengungkapkan akan pentingnya kesejahteraan (duniawi)bagi masyarakat ketimbang kedamaian religius yang miskindan melarat. Pada hasil wawancara dengan Anis, di ruangkerjanya pada Selasa, 21 September 2010, pukul13.45-15.30,beliau mengungkapkan sedikit kekecewaan terhadap kebija-kan pemerintah mengenai industri wisata tanpa mempe-dulikan nilai-nilai agama.

.... bahwa hendaknya para pemuka masyarakat di Batu untuk selaluberpikir kontekstual, bagaimana agama berimplikasi positif bagikesejahteraan masyarakat. Menafsirkan agama sejatinya harus dilihatpula konteks di mana masyarakat ada dan berada. Bukankah Islammengajarkan bahwa “kefakiran/kemiskinan bisa menyebabkanseseorang jatuh pada kekafiran,” demikian sabda Nabi Saw. Ini yangselalu dikampanyekan oleh pemerintah untuk menekan para pemukaagama melakukan “intervensi” bagi kebijakan industri wisata yang ada.

..... Tapi ada satu yang hal yang ironi dalam kehidupan para kyai di sini.Kyai itu kan juga manusia. Butuh makan dan kesejahteraan. Wali Kota itucerdas membaca psikologi kyai. Mereka diajaklah umrah ke Mekkah danMadinah, lalu mampir ke Singapura sekadar jalan-jalan dan belanja. Apamakna dari itu? Ya, bisa dibacalah.. bahwa kyai sudah rujuk denganpemerintah atau bahkan sudah “berada di bawah genggamanpemerintah.”

Karena itu, demikian Anis, bahwa pendidikan danpendidikan agama merupakan modal utama bagi masyarakatuntuk hidup jaya secara benar di tengah-tengah industriwisata yang kian menjalar ini. Apalagi, tegasnya, gejala“kehidupan wisata” kini telah mendominasi di wilayah KotaBatu, bahkan Malang Raya (Kota Malang, KabupatenMalang, dan Kota Batu). Yaitu gaya hidup (life style) danpergaulan anak muda yang kian memarginalkan kesejatiandirinya sebagai manusia. Hubungan antar individu semakinrenggang. Masyarakat yang semula agraris dan komunal

Page 184: Dimensi v

150

berangsur-angsur berubah menjadi masyarakat yangbercorak individualistik.

Hadirnya rumah-rumah industri, perdagangan, danpariwisata telah menarik “urbanisasi,” ialah perpindahanpenduduk dari daerah-daerah lain di luar Malang Raya, yangpada giliriannya terjadi percampuran dan persaingan.Akhirnya, Kota Batu tak lagi menjadi milik dan dimiliki olehsuku Condro Sengkolo, tetapi juga Jawa Timur, Madura, Bali,dan sebagainya. Para pejabat di lingkungan pemerintahandaerah Tingkat II di Jawa Timur, misalnya, seperti sekretarisdaerah (Sekda) dan setingkatnya, banyak memiliki rumahperistirahatan (hotel dan villa) di Batu. Apalagi sejak“meletusnya” Lumpur Lapindo banyak mayarakat/penduduk Surabaya dan sekitarnya pindah ke Malang Raya,terutama Kota Batu. Lebih-lebih etnis Cina, di Batu, merekaadalah “penguasa ekonomi.” Singkatnya, Batu kini menjadirepresentasi kota yang cukup heterogen dalam suku danagama.

Selain memasok cukup banyak urbanisasi, banyaknyarumah industri, perdagangan, warung makan, dan cafe sertapariwisata di sana juga berimplikasi kepada tersedianyalapangan kerja, yang ditandai dengan banyaknya penyewaanrumah-rumah penduduk untuk para karyawan, parapedagang makanan dan pakaian, dan mahasiswa. Satu halyang perlu diapresiasi dengan keadaan seperti itu adalahhampir seluruh bahan baku rumah industri dan perdagangandi Kota Batu berasal dari Malang Raya, kecuali ikan danbahan-bahan bangunan, yang secara ekonomi cukup meng-untungkan penduduk setempat. Sehingga para pendudukasli bisa menjadi karyawan dan pegawai di rumah dandaerahnya sendiri. Tidak perlu indekos di rumah-rumah milikorang lain.

Page 185: Dimensi v

151

Alih-alih kerja, dari agraris ke industri (agro danwisata), ini mengharuskan masyarakat Songgoriti, Kota Batu,mengubah pola hidup yang dijalani. Dari kerja yang semulatidak perlu berdandan, dan necis, kini ia harus mamputampil keren layaknya pegawai kantoran yang profesional,terutama sebagai pramusaji dan pramuwisata. Dari polasederhana dalam berpenampilan ke corak yang semakintrendi dan mode. Dari sistem hubungan langsung secara fisikalke sistem hubungan langsung secara fungsional melaluihandphone tanpa hadirnya fisik. Artinya, seolah-olah di eraglobalisasi-industri wisata ini segala sesuatu bisa dan bahkanharus berubah.

Bukan hanya pola hidup (life style) yang berubahpada masyarakat Songgoriti, tetapi maind set-nya pun ikutberubah. Seperti dikatakan Mistam, ketua RT/RW 1/1Songgoriti, Songgokerto, bahwa “masyarakat Songgoritimayoritas penghasilannya dari villa, sehingga dengan itumereka tidak tahu menahu tentang penyewa villa bersuamiistri atau tidak, yang penting mereka bayar, tidak meng-ganggu masyarakat itu tidak apa-apa” (wawancara denganMistam, pada Sabtu, 9 Oktober 2010). Mereka tidak peduli,apakah pola hidup sebagai pramuwisata itu bertentangandengan ajaran dan nilai agamanya ataukah tidak, tidaklahmenjadi soal. Yang penting mereka bekerja dan memerolehuang. “Saya jual, Anda beli,” begitu kira-kira paradigmakehidupan mereka.

Dalam konteks ketertiban pramuwisata, di Songgorititerdapat Organisasi Paguyuban Pramuwisata (OPP) danPaguyuban Pemilik Villa (P2V). OPP diketuai oleh Anton.Tujuan dari OPP ini, demikian Mistam, adalah “demikenyamanan para tamu yang datang ke Songgoriti. OPPterdiri dari para remaja dan pemuda yang bertugas sebagaipenyambut tamu atau mengantarkannya, yang disebut

Page 186: Dimensi v

152

“pramuwisata,” yaitu orang yang mencari tamu atau meng-antarkan tamu ke villa yang ia ingini.”

Menurut Kacong, begitu biasa lelaki tegap perkasadisapa dan mantan Ketua OPP, menjelaskan akan pentingnyadan keberadaan organisasi tersebut sebagai berikut:

Pertama, Guide atau pramuwisata adalah orang yang mencari tamuatau mengantarkan tamu ke villa yang ia ingini.

Kedua, pramuwisata yang ada di Songgoriti ini sekitar 300 orang.Mereka tidak meminta bayaran kepada tamu atau yang mereka antar,namun mereka sudah mendapatkan 20% dari harga orang yang mempunyaivilla yang disewa oleh tamu. Dan mereka sudah tahu berapa harga villa ataukamar yang disewakan itu. Kadang juga para tamu hanya memberi rokokatau yang lainnya, pokoknya mereka tidak meminta bayaran dari tamu.Karena tujuan adanya pramuwisata ini hanya untuk memberikan yang baikkepada para tamu yang datang ke wisata Songgoriti ini.

Ketiga, pramuwisata berada 24 jam penuh. Selain itu, pramuwisataharus mengikuti aturan-aturan yang sudah disepakati, yaitu sopan santun,ramah terhadap tamu, tidak memaksa, tidak boleh menentukan harga, danharus peka terhadap tamu (mengerti apa yang dingini), dan lain sebagainya.

Keempat, orang yang masuk ke wisata Songgoriti tidak bolehmemakai atribut (TNI, Polisi, PNS, seragam sekolah, dan lain-lain), supayapara tamu yang datang ke wisata Songgoriti ini merasa enak dan nyaman,karena mereka datang ke sini hanya mencari kedamaian, maka kami harusmemberikan service yang enak dan memuaskan (wawancara denganKacong, pada Sabtu, 9 Oktober 2010).

Aturan-aturan wisata Songgoriti demikian cukup dipatuhioleh mereka yang terlibat dalam pengelolaan wisata.Termasuk oleh para pemilik villa, pramuwisata sendiri(tukang ojek), para penjual aneka makanan di sana. Aturan-aturan itu bersifat mengikat, karena dibuat beradasarkankesepakatan warga dan bukan karena pemerintah. Sehinggadi sana terjadi timbal balik, atau meminjam istilah Moh.Rosyad, kepala KUA Kecamatan Bumiaji dan mubaligh di

Page 187: Dimensi v

153

Songgoriti, apa yang disebut dengan “simbiosis-mutualis”antara industri wisata (persewaan villa) dan kesejahteraanmasyarakat setempat. Karena itu, wisata Songgoriti begitudingin dan damai selama ini (wawancara dengan Moh.Rosyad, di ruang lobi Hotel Aster, Batu, pada Rabu, 27Oktober 2010, pukul: 12.45-14.15).

Sedangkan paguyuban pemilik villa diketuai oleh TitutPujiari. Titut menjelaskan tujuan adanya paguyuban ituadalah hanya untuk keamanan dan kenyamanan masyarakatdan para tamu yang datang ke wisata Songgoriti. Hal inipenting, demikian Titut, karena masyarakat Songgoritimayoritas penghasilannya adalah dari villa, sehingga merekamenjadikan rumah-rumahnya yang ada sebagai villa yangsiap menerima tamu. “Harganya variatif. Ada yang sampaiRp. 2.500.000/malam dan ia termasuk kelas atas denganfasilitas yang lengkap, di antaranya kolam renang. Kelasmenengah, rata-rata seharga Rp.1.000.000-1.500.000/malam.Ada juga harga Rp. 500.000/malam. Dan bahkan, ada pulaRp. 60.000/malam. Artinya, harga itu bergantung padkeadaan villa dan hari-hari atau malam-malam tertentu. Yangramai adalah pada hari Sabtu dan Minggu, atau hari-harilibur lainnya,” demikian ungkap Titut Pujiari (wawancarapada Sabtu, 9 Oktober 2010, di rumah Jl. Jeruk, Songgoriti).

Adanya organisasi paguyuban pramuwisata dan pemilikvilla ini tidaklah sampai kepada hal-hal yang sifatnya privasidari para tamu. Tamu bebas masuk dan menginap. Yangpenting mereka bayar dan tidak mengganggu atau berbuatonar di daerah wisata. Karena itu, hal-hal yang sifatnyapribadi cukup aman di sana termasuk soal norma agama.Mereka tidak memedulikan apakah tamu yang datang itusuami istri ataukah tidak.

… Saya tidak mengurus tentang status perkawinan mereka mas, karenadi sini ini adalah wisata. Mereka datang ke sini untuk bersenang-senang,maka mereka harus diberikan service yang memuaskan, mengenakkan,sehingga mereka merasa nyaman dan tidak rugi datang ke wisataSonggoriti, Kota Batu ini (wawancara dengan Titut Pujiari pada Sabtu, 9Oktober 2010, di rumahnya Jl. Jeruk, Songgoriti).

Page 188: Dimensi v

154

Menanggapi aroma negatif mengenai industri wisata diSonggoriti, Yesyikal, S.Th., pendeta GMKI (Gereja KristenMuria Indonesia), berkomentar demikian:

... Saya tidak sepakat dengan penyewa villa yang bukan suami istri beradadalam satu kamar, karena agama manapun itu jelas tidak membolehkan danbertentangan dengannya. Maka dengan hal tersebut, saya seringmengimbau khususnya kepada umat Kristiani untuk tidak menerima merekayang bukan suami-istri, atau dicek KTP-nya.

… Ya bagaimana lagi mereka (masyarakat Songgoriti) butuh uang, yabagaimana caranya memeroleh uang, meskipun mereka sama halnyadengan membawa sampah ke dalam rumah. Memang uangnya baik, tapibelum tentu baik (wawancara dengan Pendeta Yesyikal, S.Th, pada Sabtu,30 Oktober 2010).

Di sini berarti bahwa industri wisata telah membawaperubahan-perubahan mendasar pada nilai-nilai, ide-ide,pemikiran-pemikiran, dan aktualita-aktualita material yangada. Perubahan-perubahan itu sedikitnya bisa dilihat padaaspek-aspek krusial di dalam masyarakat, seperti ekonomi,sosial-budaya, dan pendidikan dan agama (keberagamaan).Aspek ekonomi, misalnya, kehadiran industri wisata (hotel,villa, dan cafe) di Songgoriti merubah pola hidup merekayang semula menggantungkan diri pada pertanian beralih kesektor wisata dan perdagangan serta jasa. Perubahan inibarangkali, dan mungkin senyatanya, bukan suatu pilihanmelainkan keterpaksaan di tengah-tengah himpitan ekonomiglobal dan industri wisata yang semakin mendesak bersamasempitnya lahan pertanian dan perkebunan.

Semakin padatnya perumahan dan penginapan diwilayah ini juga merupakan implikasi dari trend globalisasi-industri wisata. Di mana-mana dibangun rumah penginapanatau villa bagi para tamu wisata, karyawan dan pedagang,serta mahasiswa. Hal ini telah berpengaruh pula pada

Page 189: Dimensi v

155

pelapisan sosial-ekonomi dalam kehidupan masyarakatSonggoriti. Lapisan sosial tersebut membentang ke dalamtiga tingkatan. Pertama, lapisan atas yang ditempati oleh parapemilik perusahaan, para manager, dan para pejabat sertapemilik villa kelas atas. Lapisan atas ini, kadang tidak tinggaldi wilayah ini karena banyaknya “rumah usaha” yangditebarkan di berbagai daerah. Mereka datang ke Songgoritihanya sekadar “mengontrol” rumah usaha dan villa yangdimilikinya.

Kedua, lapisan menengah yang diduduki oleh PNSdan pegawai perusahaan swasta. Lapisan menengah inisangat sibuk dan waktunya nyaris tersita dengan rutinitasprofesional yang dipikulkan kepadanya. Mereka seakan takpunya waktu untuk berbagi dengan orang lain, kecualimelalui janji yang dibuat sebelumnya di sela-sela waktudinas karena padatnya pekerjaan yang menuntut segerauntuk diselesaikan dan kebutuhan masyarakat yang memintauntuk dilayani.

Ketiga, lapisan bawah yakni para pekerja pramu-wisata dan pemilik villa kelas bawah yang tidak memilikipekerjaan tetap. Mereka secara sosial-ekonomi sejatinyatertekan di tengah arus globalisasi-industri wisata yangmenuntut kerja-kerja profesional, tidak memiliki pilihankecuali bertahan untuk hidup (the survival life) sebagai tukangojek atau pramuwisata villa. Seperti dikatakan Moh. Rosyad,Kepala KUA Kecamatan Bumiaji dan ulama Songgoriti yangdisebut-sebut oleh Anis Khaeirunnisa sebagai yang palingmengetahui tentang keberagamaan di Batu, mengatakandemikian:

Identitas kota wisata itu hanya milik para elite. Belum berimplikasi secarasignifikan dan positif bagi masyarakat bawah, baik secara ekonomi maupunbudaya (kecuali budaya negatif). BNS (Batu Night Spectacular), misalnya,itu arena wisata yang ditempatkan di Batu. Pemilik tempat wisata tersebutadalah pribadi, seorang pengusaha yang identik dengan Wali Kota Batu,

Page 190: Dimensi v

156

Edy Rumpoko. Anda bisa tanyakan itu (kepada wali kota, peneliti)! Di siniada wisata penangkaran satwa, louncing-nya memakai dana APBD,anggaran pemerintah kota tetapi pemilik tempat wisata itu adalah pribadipengusaha yang dekat dengan wali kota. Jadi, beberapa tempat wisata diBatu ini tidak satu pun milik pemerintah Kota Batu, kecuali PemandianSelekta. Ini yang perlu diklarifikasi, bahkan kalau perlu ditata kembalitujuan dari industri wisata di Batu.

... Akhirnya, masyarakat hanya “ketinggalan” sampah. Mereka hanyamenjadi kuli angkut, tukang ojek, dan kerja-kerja kasar lainnya. Yangmenikmati adalah para pemilik modal. Kaum kapitalis, termasuk (mungkin)adalah wali kota sendiri. Maka cukup ironi, bila Batu disebut kota wisatasementara itu semua milik para pengusaha, kaum kapitas, yang rata-ratamempunyai kedekatan khusus dengan wali kota, Edy Rumpoko. Anda lihat,semua hotel dan villa yang bagus-bagus itu adalah milik pribadi dan bukanpemerintah. Itu artinya apa? (wawancara dengan Moh. Rosyad, di ruanglobi Hotel Aster, Batu, pada Rabu, 27 Oktober 2010, pukul: 12.45-14.15)

Perspektif ekonomi global ini mengharuskan orang untukkaya. Karena hanya mereka yang kaya—diakui atau tidak—memeroleh pengakuan lebih dari masyarakat. Nilai-nilaitradisional seperti ketokohan dan kharisma seseorang yangsemula diukur dengan keturunan dan kekerabatan bergeserke nilai-nilai modernitas dengan uang dan jabatan. Nilai danharga seseorang diukur oleh dan dengan uang. Hanya olehdan dengan uang seseorang bisa memeroleh segala yangdiinginkan.

Ekonomi global yang mendera sebagian masyarakatSonggoriti menyebabkan mereka menjadi pribadi yangsepenuhnya dan secra absolut terasing. Teralienasi dari dirinya.Mereka sudah menjadi masyarakat mekanik dan industria-listik yang cenderung bergerak dari warga negara yang takterkoordinir pada kesadaran individu. Mereka “seakan-akan”dengan mudah dapat diredusir menjadi unit-unit matematik,dengan mudah dapat diukur melalui angka-angka,kepribadiannya dapat diungkapkan dalam kartu identitas(punched card). Mereka, khususnya para pegawai pabrik dan

Page 191: Dimensi v

157

industri, seolah-olah tidak lagi mengalami dirinya sendiridan pencipta aktivitas-aktivitasnya sendiri, tetapi semuatindakan dan dampaknya menjadi majikannya, yang merekataati, atau bahkan mereka sembah.

Apa yang saya ungkap di atas menggambarkan bahwamasyarakat Songgoriti, yang terjangkiti virus globalisasi-industri wisata, kebanyakan telah tidak merasakan dirinyasebagai pencipta dan pusat, melainkan sebagai abdi darisuatu golem yang mereka ciptakan sendiri. Tidak jarang bilakemudian mereka muncul sebagai budak-penyembahidentitas di luar dirinya, yakni kenikmatan duniawi yangartifisial adanya. Lebih dari itu, adalah mereka menjadibudak dari ambisi-ambisi materi. Uang, misalnya, merupa-kan tanda keterasingan. Sebab, siapa saja yang mempunyaiuang bisa memeroleh apa saja, entah ia membutuhkan atautidak. Namun bagi mereka yang tidak memiliki uang bakalmati kelaparan. Hal ini berarti keterasingan memuat duasegi. Yaitu, keterasingan dari alam di satu sisi danketerasingan manusia dari manusia di sisi lain. Keterasinganyang pertama bisa dijelaskan bahwa segala barang/bendabisa dibeli dengan uang dan hanya demi uang, barang/bendaitu kehilangan nilainya sendiri; nilainya hanya uang saja.Juga manusia yang sejatinya harus saling membantu,mendukung, membuthkan, dan menghargai, berubahmenjadi pribadi yang hanya saling mempergunakan. Oranglain dipandang sebagai “saingan,” alat untuk memenuhikebutuhan.

Seperti diungkap di atas bahwa tamu wisata yang datangke dan menginap di Songgoirti haruslah diperlakukan sepertipemilik villa, yaitu sebagai majikan yang harus dilayani dandihormati. Pramuwisata dan pemilik villa diminta harusmelayani tamu-tamu wisata, siang dan malam, dengan baikdan menyenangkan. Tak peduli mereka dari mana dan mau

Page 192: Dimensi v

158

“ngapaian” di kamar-kamar villa Songgoriti. Para tamuwisata adalah raja yang siap dilayani oleh pramuwisata danpemilik villa.

Menyoal terjadinya alienasi pada masyarakat globalisasi-industri wisata pada umumnya dan masyarakat Songgoiritikhususnya, Khoirul Rosyadi (2000) sebagaimana dikutipAhmad Barizi dan Imam Tholkhah (2004:167), dapatdiklasifikasikan ke dalam tiga hal. Pertama, otoritas anonim-konformitas. Otoritas anonim adalah otoritas yang tidak jelasatau otoritas yang kehilangan ciri khasnya. Sebuah otoritasyang tidak kelihatan. Atau otoritas yang teralienasi. Perspek-tif ini seseorang tidak boleh menuntut “seorang pribadi,”tidak juga ide, dan moral. Namun ia harus melebur diri pada“sesuatu pusat otoritas” yang sangat otoriter. Pada kondisidemikian, seseorang mengalami kehilangan citra diri.Seseorang menjadi “benda” yang menjadi bagian dari“sesuatu.” Otoritas anonim ini akan terlaksana melaluiprinsip konformitas, yakni tindakan atau aktivitas yangkesemuanya didasarkan pada faktor-faktor di luar pribadi-pribadi mereka dan otonom.

Kedua, prinsip non-frustasi. Sifat dari prinsip ini adalahketergesaan mendapatkan segala sesuatu (kesenangan) yangmenyebabkan seseorang memilih jalan pintas. Manusiaglobal-industrial (wisata) tidak pernah berkenan menundakesenangan-kesenangannya dengan terlebih-dahulu bertahandengan usaha-usaha kreatif. Dia menginginkan segera segalasesuatu, yakni kesenangan dan kebahagiaan duniawi tanpaharus bekerja keras secara aktif dan evolutif. Ketergesaan dankeinginan yang tak mau “difrustasikan” ini cenderungmenyebabkan manusia teralienasi.

Ketiga, hilangnya kesadaran beragama. Iman sebagaiekspresi mental dan spiritual manusia beragama tidak lagimenjadi tungku penyulut aktivitas-aktivitas bermakna,

Page 193: Dimensi v

159

melainkan kehampaan keterasingan dirinya. Manusiademikian biasanya dihantui oleh bayangan-bayangankecemasan, kekhawatiran, ketakutan, dan ketergantungankepada sesuatu di luar dirinya selain Tuhan.

“Beruntung,” pada masyarakat Songgoriti masih adasekelompok orang yang memiliki kepedulian terhadap gejalahidup urban dan wisatawan yang teralienasi itu. Yakni,adanya masjid, mushalla/TPQ, dan gereja yang masih“bersuara” meski hanya sebatas ritual dan pengajian-pengajian agama secara rutin. Tetapi, sedikit atau banyak,simbol keberadaan masjid, mushalla/TPQ, dan gerejamenandakan masih hidupnya masyarakat beragama diSonggoriti.

Simbolisme Agama di Songgoriti: Masjid, Mushalla TPQ,dan GKMI

“Manusia adalah animal symbolicum,” kata Ernst Cassirersebagaimana diungkap F.W. Dillistone dalam karyanya, ThePower of Symbols (London: SCM Press, Ltd., 1986). Dikatakanbahwa hampir tidak mungkin masyarakat itu ada tanpasimbol (lambang). Setiap komunikasi, dengan bahasa atausarana lain, pasti menggunakan lambang. Istilah lambangsangat penting dalam filsafat, sosiologi, psikologi, dankesenian (budaya).

Simbol atau lambang, demikian Dillistone, bisamengantarkan manusia mencapai potensi dan tujuantertinggi hidupnya. Ungkapan simbolis merupakan jalanmenuju pemaknaan sejati mengenai pengalaman manusiadan kemanusiaan. Bagi Robert N. Bellah dalam Dillistone(1986: 5), “Kita tidak dapat membedakan kenyataan darisimbolisasinya. Karena kita manusia, hanya dapat berpikirdengan simbol-simbol, hanya dapat memaknai pengalamanapa pun dengan simbol-simbol.”

Page 194: Dimensi v

160

Membaca sistem agama dan keberagamaan masyarakatwisata Songgoriti, terutama berkaitan dengan dakwahagama, juga tidak bisa dipisahkan dari simbol-simbol yangada. Melalui sistem simbol-simbol yang ada itu mampumenjawab tiga persoalan krusial dalam keberagamaanmasyarakat wisata Songgoriti. Tiga persoalan itu adalah,pertama: masalah integrasi (bagaimanakah suatu masyarakatyang menyatakan diri sebagai ‘manusia beragama’ dapatmengintegrasikan dirinya dengan kehidupan sosial-wisatayang “negatif”?); kedua: masalah legitimasi (bagaimanakahsuatu pemerintahan bisa memeroleh legitimasi darikomunitas ‘manusia beragama’, atau sebaliknya bagaimana-kah pemerintah “menggeser” peran-peran agama danlembaga-lembaganya ke ranah yang paling pribadi sehinggasatu sama lain tidak boleh saling mengganggu?), dan ketiga:masalah identitas (bagaimanakah seorang ‘individuberagama’ di tengah-tengah industri wisata itu masih dapatmendefinisikan identitasnya?).

Masyarakat wisata yang nota-bene mengalami “diferen-siasi fungsional” secara sosial-keagamaan, memantikmunculnya tiga persoalan di atas. Tiga persoalan itusedikitnya bisa dijawab melalui, dan ini barangkali yangutama bagi eksistensi agama dan keagamaan masyarakat,simbol-simbol agama yang ada. Meski pada simbol-simbolitu juga memunculkan ketidakpastian yang besar tentangbagaimana simbol-simbol itu muncul, bagaimana simbol-simbol itu berpengaruh, dan (bahkan) bagaimana simbol-simbol itu kerapkali memudar artinya.

Di Songgoriti, sebagaimana diungkap di muka, terdapat1 Masjid, 1 TPQ, dan 1 Gereja. Ketiganya merupakan simbolutama adanya kehidupan agama dan keagamaan diSonggoriti. Melalui ketiga simbol itu pula dapat dikatakan

Page 195: Dimensi v

161

bahwa masyarakat Songgoriti sejatinya adalah masyarakatreligius, dengan nilai dan kadar tertentu.

Salah satu yang mengemuka adalah MasjidBaiturrahmah yang terletak di Jl. Jeruk, Songgoriti. Masjid inimerupakan satu-satunya masjid di daerah Songgoriti. Iamenjadi sentra utama umat Islam dalam melaksanakankegiatan-kegiatan keagamaan, terutama shalat jama’ah,shalat jum’at, dan tahlilan serta diba’an.

Sebagai sentra utama bagi keagamaan umat Islam,masjid merupakan simbol yang menandai adanya aktivitaskeagamaan di Songgoriti di tengah-tengah kampung wisatayang “aduhai” eksotiknya. Masyarakat menjadikan masjidsebagai konsolidasi keagamaan umat yang toleran terhadapindustri wisata yang menderanya. Artinya, MasjidBaiturrahmah menjadi media dakwah yang secara simbolismemiliki arti tersendiri bagi keberagamaan masyarakatSonggoriti yang toleran dan terbuka itu.

Sebagaimana diungkap oleh Ustadz Imam, seorangkhatib shalat Jum’at, pada tanggal 8 Oktober 2010, di MasjidBaiturrahmah, Songgoriti, bahwa mencari aib orang lainmerupakan dosa yang bisa menghapuskan kebaikan diri sendiri.Mencari aib (kesalahan-kesalahan) orang lain berarti membangunketidakpercayaan pada orang lain sekaligus membuka jalanpermusuhan dengannya. Karena itu, demikian Ustadz Imam, hidupbila hanya diisi dengan “menggunjingkan orang lain” menjadikandiri dan kehidupannya berada di atas istana keretakan dankehancuran (materi khutbah Juma’at, 8 oktober 2010).

Bersama pentingnya untuk tidak mencari-cari kesalahanorang lain, Ustadz Imam juga menyinggung masalah-masalah kehidupan manusia yang perlu dihindari, sepertihati yang keras, panjang angan-angan, berbuat zhalim,memakan harta anak yatim, dan perbuatan dosa lainnya.

Page 196: Dimensi v

162

Hati yang keras, misalnya, merasa benar sendiri dan mutlakditaati dalam segala hal termasuk dalam beribadah danberagama.

Selain beberapa hal di atas, sebagaimana diungkapUstadz Imam (wawancara [seusai shalat] pada Jum’at, 8Oktober 2010), tema-tema yang seringkali didakwahkanadalah makna takwa, pentingnya menjalin persatuan dankesatuan, dan hakikat iman dalam kehidupan bermasyarakat,berbangsa, dan bernegara. Tema-tema itu seringkali menjadifokus dakwah oleh para pemuka agama di mana relasikehidupan masyarakat mensyaratkan adanya toleransi danketerbukaan.

Arti penting masjid Baiturrahmah, Songgoriti, meskiberada di gang sempit yang diberi nama Jalan Jeruk, inicukup memberikan makna tersendiri bagi keberagaamaanmasyarakat. Meski, harus diakui pula bahwa masjid yangsejatinya memiliki makna yang lebih luas, baik secara teoritismaupun praktis/pragmatis, belum optimal pemanfaatannya.Sistem pengelolaan dan pemanfaatan masjid masih bersifattradisional.

Dengan kata lain, sementara ini Masjid Baiturrahmahmasih hanya sebagai sarana ibadah dan dakwah yangsifatnya tradisional dan konvensional, seperti ceramah danpengajian. Belum merambah kepada yang lebih luas,sebagaimana diuraikan oleh Muh. E. Ayub dalam NanaRukmana (2002:50), misalnya, masjid sebagai saranapendidikan agama dan keagamaan, masjid sebagai saranasilaturrahmi yang produktif, sebagai sarana perumusanstrategi dan permusyawaratan, masjid sebagai pembinaanpersatuan umat Islam, masjid sebagai pembinaan kaderIslam, masjid sebagai sarana perpustakaan Islami, masjidsebagai sarana pengumpulan zakat, infaq, dan shadaqah(baitul mal), masjid sebagai pusat pengembangan seni dan

Page 197: Dimensi v

163

olahraga yang Islami, masjid sebagai sentra kebudayaanIslam, masjid sebagai pusat penelitian dan pengembangandakwah Islam, dan masjid sebagai pusat pengembangan danpengkajian lektur keagamaan (naskah-naskah yangbernafaskan Islam).

Adanya masjid yang hanya difungsikan sebagai saranaibadah dalam pengertiannya yang sempit, mengingatkan kitapada apa yang pernah ditulis oleh Supardi (2001: 9-12) bahwamasjid bagi umat Islam dewasa ini laksana kolam dan ikan.Ada kolam yang bagus dan ikannya banyak. Ada kolam yangtidak terawat, tapi ikannya juga banyak. Ada kolam bagus,tapi tidak ada ikannya. Ada pula kolam yang tidak terawatdan ikannya pun sudah sirna ditelan makhluk-makhluklainnya. Begitu pula masjid, demikian Supardi, ada masjidyang besar dan bagus dan jamaahnya banyak. Ada masjidbagus, angker, tapi jamaahnya tidak banyak (sedikit, danbahkan sepi jamaah). Ada masjid yang kurang bagus (kurangterawat) dan jamaahnya banyak. Celakanya, bila ada masjidyang kurang terawat dan telah ditinggalkan oleh jamaahnyakarena “tergerus” ke bawah globalisasi-industri yangdekaden, seperti pergaulan bebas, narkoba, dan seks di luarnikah.

Membaca Masjid Baiturrahmah bagi kehidupan sosial-masyarakat wisata Songgoriti, tak lebih dari sekadar simbolyang berusaha mendayuhkan “aura” religius di tengah-tengah tamu wisata yang bermacam-macam. Kerja religiusmasjid masih membutuhkan energi tambahan bagi pengem-bangan ke arah penemuan kesejatian manusia, meminjamistilah Nasr (1976), agar tidak terjerat ke dalam lubang splitpersonality (pribadi yang pincang).

Lalu, mushalla yang menyelenggarakan tamanpendidikan Alqur’an (TPQ) Baiturrahim, yang terletak di Jl.Arumdalu Gang Macan, Songgoriti. TPQ yang baru didirikan

Page 198: Dimensi v

164

pada 2001 ini sampai sekarang telah menampung 140 siswa,dengan sistem pembelajaran yang dibagi dua yaitupembelajaran Al qur’an dan diniyah. Kegiatan lain yang biasadiadakan oleh Yayasan TPQ Baiturrahim ini adalah drumbendan hadrah (musik Islam).

Akan halnya masjid, mushalla itu seakan bergeraksendiri dengan sistem pembelajaran Alqur’an dan diniyahyang ada. Tujuannya adalah semata-mata membekali anakdidik sejak awal akan pendidikan Alqur’an dan keagamaansesuai dengan tuntunan agama. Tetapi, sistem pembelajaranyang ada juga “cuek” terhadap fenomena-fenomena sekitaryang memasok tamu wisata secara mudah dan terbuka.Mushalla TPQ hanya berpretensi terhadap anak didik an sich,pada penduduk kampung/warga setempat, tidak lebihdaripada itu. Karena itu, anak-anak dan remaja-remajaSonggoriti tidak berani “nakal” di kampungnya sendiri.

Hal ini, sebagaimana dikatakan Moh. Rosyad, bahwa“tatanan sosial di Songgoriti tertata rapi. Yang nakal-nakal,hidup di luar Songgoriti” (wawancara dengan Moh. Rosyad,di ruang lobi Hotel Aster, Batu, pada Rabu, 27 Oktober 2010,pukul: 12.45-14.15).

Sama juga dengan Gereja, yang dikenal dengan GKMI(Gereja Kristen Muria Indonesia), menjadi simbol utama bagiumat Kristiani untuk menjalankan ibadah pada setiapMinggu pagi. Kecuali itu, gereja ini juga menyelenggarakanbeberapa kebaktian seperti: kebaiktian keluarga yangdilaksanakan pada setiap hari Rabu; kebaktian khusus ibu-ibu yang dilaksanakan pada setiap hari Kamis; dankebaktian pemuda yang dilaksanakan pada setiap hari Sabtu(wawancara dengan Pendeta Yesyikal, S.Th, pada Sabtu, 30Oktober 2010).

Page 199: Dimensi v

165

Gereja ini, sebagaimana diakui Yesyikal, belum bisamenjalankan fungsinya secara maksimal. Ini terjadi karenaperan politik pemerintah cukup dominan dan tradisi masya-rakat Songgoiriti yang telah mengakar. Gereja, dan jugamasjid barangakali, menurutnya baru berfungsi sebagailembaga yang mengurusi urusan-urusan agama (sakral),seperti keimanan, ibadat, ritual, dan sebagainya. Aspek-aspeklain yang menyangkut keduniaan (profan) belum dapat“disentuh,” atau dengan kata lain, belum ada integrasi antaraagama dan dunia wisata. Masing-masing berjalan sendiri-sendiri.

Bila di Songgoriti terjadi suatu kehidupan yangharmonis, antara agama dan dunia wisata itu bukanlahkarena peran-peran para da’i/mubaligh dan penginjil. Tetapi,itu terjadi karena kehidupan wisata yang telah menyejarah diSonggoriti. “Saya,” demikian Yesyikal, “memiliki otoritaskeagamaan berdasarkan pengangkatan atau penunjukkankepada posisi-posisi birokrasi keagamaan yang diciptakannegara. Karena itu, secara fungsional tidak memilikipengaruh lebih besar sebagaimana fungsionaris agama yangeklesiastik, yang bisa memainkan peran lebih strategis dansentral dalam beragama secara menyeluruh. Tetapi, lagi-lagiini adalah tugas dan tidak bisa ditolak” (wawancara denganPendeta Yesyikal, S.Th, pada Sabtu, 30 Oktober 2010).

Tetapi, demikian Yesyikal, keberadaan Gereja ini barumenjadi simbol/lambang dialog teologi (theological dialogue).Yakni, suatu bentuk usaha ke arah pemahaman teologis danfilosofis mengenai Tuhan, hubungan sesama manusia danalam, dan tanggungjawab manusia dalam masyarakat. Dialogteologi ini juga kadang menjangkau hal-hal yang lebih luas,seperti makna tradisi keagamaan seseorang dalam kontekspluralisme keagamaan yang meniscaya di negeri ini. Karenaitu, menurutnya, dialog mengenai kehidupan harmonis dan

Page 200: Dimensi v

166

damai di dalam masyarakat itu penting untuk kelangsunganhidup bersama dan secara bersama-sama.

Adanya masjid, mushalla, dan gereja di Songgoritimenunjukkan akan adanya kehidupan dan kebutuhankepada agama. Agama masih merupakan kebutuhan men-dasar, alamiah, dan fitrati bagi segenap manusia, sama akanhalnya kebutuhan-kebutuhan lainnya yang tidak mendasar.Kebutuhan-kebutuhan mendasar, alamiah, dan fitrati ini,misalnya, manusia butuh makan dan minum, menjadi lebihbaik, lebih mapan, lebih kaya, lebih terkenal, lebih cantik, dankebutuhan-kebutuhan lainnya. Meski menuju ke arah itusemua kelelahan dan kesulitan menerpa, manusia tak pedulidan tetap berusaha mencapainya. Masalahnya adalahkeinginan dan kebutuhan itu semua, apa hakikat danmengapa pula ia begitu menikmatinya? Pertanyaan-per-tanyaan ini memerlukan jawaban yang tidak sederhana,karena ia berada dalam setiap lubuk dan tabiat manusiasecara umum. Di sinilah arti penting agama, yang ajaran-ajarannya banyak mengurai hukum dan etika dalamkehidupan, melalui representasi simbol-simbol itu tadi.

Adapun kebutuhan-kebutuhan yang bukan alamiah,tidak mendasar, dan tidak fitrati, misalnya, adalah kebiasaan-kebiasaan atau adat-istiadat yang dilakukan oleh kebanyakanmanusia, akan tetapi mereka sejatinya memiliki kemampuanuntuk melepaskan diri daripadanya, atau menggantikannyadengan yang lain, seperti kebiasaan merokok, minumteh/kopi, minum minuman keras, seks, dan kesenanganduniawi (sesaat) lainnya. Itu semua menjadi kebutuhan-kebutuhan yang kadang (sangat) dicari dan diingini olehmanusia seperti halnya kebutuhan-kebutuhan fitriah.Kebiasaan-kebiasaan ini, sedikit-demi sedikit, bisa menjadikebutuhan alamiah kedua bagi manusia bila ia tidak segeramelepaskannya, atau mendidik generasi mendatang dengan

Page 201: Dimensi v

167

pendidikan agama (Islam) yang sempurna dan berdayagunabagi kelangsungan dirinya yang sejati.

Atas dasar itulah barangkali simbolisme agama padasetiap sudut kehidupan manusia mejadi penting dihidupkan.Sebab, melalui simbol-simbol agama itu manusia kembali kearah kesejatian dirinya yang sempurna, sebagai kebutuhanpaling mendasar, alamiah, dan fitrati tadi, sebagaimana setiapagama mengajarkan bahwa kebutuhan manusia akan agamaadalah kebutuhan mendasar dari sebuah perjanjian azaliyang dibentuk sejak sebelum ia dilahirkan ke dunia (Qs. Al-Tin/95: 7-8).

Masjid, mushalla, dan gereja di Songgoriti, dalampengamatan peneliti telah mengalami reduksi dan sinkretismelalui “adaptasi-dialektis” dengan buadaya wisata yangada. Karena untuk menyatalaksanakan ajaran-ajarannya,simbol rumah ibadah itu tampaknya tidak bisa mengelak dari“lumpur” wisata yang meluber ke sana. Karena itu,manajemen pengelolaan dan pengembangan rumah ibadahmemerlukan langkah-langkah strategis yang dinamis kedepan agar ia tidak mengalami apa yang disebut WilliamMcInner (1990: 77), mengalami pengrusakan tidak saja daribawah tapi juga pemusnahan dari atas. Maksudnya, bahwaagama itu datang dan mengambil tempat di bumi, tapi iabagaikan debu yang mengandung sentuhan keagungan. Iaberarkar di bumi, tapi secara misterius mendapatkan energidari yang Ilahi. Sebaliknya, kecenderungan untuk memer-mainkan Tuhan sama universalnya dengan kecenderunganuntuk digoda manusia. Kepura-puraan fatalnya sama dengankecurangan, dan ia selalu menyelinap di dalam pemikirandan tindakan keagamaan.

Bersama itu pula, adanya sistem simbol sebagai sistemnilai dalam konteks kepercayaan (baca: keimanan)menyarankan untuk diejawantahkan ke dalam perilaku sosial

Page 202: Dimensi v

168

tertentu. Dalam konteks ini, interrelasi keberagamaan diSonggoriti seakan mengalami dilema bahwa seseorang tidakmungkin menjadi penganut agama yang sejati dan sekaligusmenjadi warga yang baik dari ideologi wisata yangmengaburkan nilai-nilai agamanya. Kecenderungan yangmuncul adalah seseorang mesti “mengaburkan” nilai imansejati (kaffah, meminjam terminologi Islam radikal) untukmasuk diterima sebagai warga yang baik dari institusi negaradan ideologi pemerintahan yang ada.

Dilema, begitu istilah yang pas disematkan pada masya-rakat beragama di daerah wisata Songgoriti. Sebagaimanadiungkapkan Dra. Hj. Anis Khaerunnisa, Kepala SeksiPenamas dan Pekapontren, Kementerian Agama, Kota Batu,bahwa sebenarnya kehidupan agama dan keagamaaan diBatu, khususnya di kawasan wisata Songgoriti, cukup mem-prihatinkan. Bagaimana tidak. Sebagaimana Anda katakantadi bahwa kesalehan dan kemaksiatan bisa ber-dampingansecara “harmonis” itu betul, sekilas dipandang begitu. Tetapiingat, bahwa tokoh-tokoh agama sebenarnya resah melihatfenomena-fenomena itu kecuali (maaf) di luar Islam, yangsengaja menularkan virus-virus maksiat terutama bagi anak-anak muda. Agama di sama mayoritas Islam, tetapi minumdan seks biasa” (Wawancara pada Selasa, 21 September 2010,pukul13.45-15.30 Wib, di ruan kerja Kasi Penamas danPekapontren, Kemeterian Agama, Kota Batu).

Simbol-simbol agama itu menarik dicari maknanya yangrelevan dengan perkembangan zaman. Sebab, sebagaimanadiungkap Dillistone (2002: 17-18) mengutip tulisan menarikyang berjudul “Symbols of Life” dalam The Listener (4 April1985), bahwa:

Abad ini telah menyaksikan gerak mundur dari simbolisme keagamaan. Kitaberada di dalam batas-batas sempit sebuah dunia urban, sekular:mekanistis, teknologis, dan rasionalistis. Akibatnya ialah disintegrasi ruhani

Page 203: Dimensi v

169

yang merusak kemampuan kita untuk menganggapi simbol-simbol kuno.Akan tetapi, simbol-simbol ini tidak akan lenyap.

Kita menyaksikan kebangkitannya kembali, dan hampir semuanya di dalamgerakan-gerakan perdamaian, baik di Timur maupun di Barat. Di situ,penggunaan simbolisme yang dianggap oleh orang luar menggelikan,membingungkan, atau mengancam, menempatkan diri dalam perlawananlangsung terhadap akronim-akronim rumus dan eufemisme-eufemismeperang—MIRV, MAD, pertahanan strategis, tanggapan fleksibel, dansebagainya.

Maka, di Greenham mereka menjalin jaringan wol pada kawat, danmenyematkan pakaian bayi supaya prajurit tidak akan ragu-ragu mengenaiangkatan-angkatan mendatang yang terancam. Di Jerman Timur para tokohpenganjur perdamaian mementaskan drama-drama simbolis di dalamgereja-gereja. Di Molesworth akhir minggu ini beribu-ribu orang, pria danwanita serta anak-anak, akan membawa benda-benda yang berbunyi(lonceng, rebana, kerincing) pada waktu mereka bergerak untuk membentuksebuah lingkaran(bunyi) simbolis di sekeliling pangkalan. Kemudian merekaakan memncangkan spanduk yang memuat nama-nama orang yang merekacintai, dengan dihiasi pita-pita pelangi—harapan sesudah badai.

Semua simbol itu akan mencapai dan menyentuh kita semua, yang tinggaldi rumah sambil makan telur Paskah—hidup baru. Meletakkan kelinciPaskah di atas meja—kesuburan. Membaca buku-buku kita—“pohon-pohonbunga bungur di tanah yang mati.” Atau pergi ke gereja yang penuh berhiasbunga pada hari Minggu Paskah untuk merayakan—dengan cara yangsama-sama tidak rasional—kebangkitan.

Apa yang ditulis Dillistone mengenai simbol dalamagama merupakan pembacaan yang saksama bahwa betapasimbol itu harus bergerak ke arah pemaknaan yang relevandengan kehidupan. Melalui pemaknaan yang relevan itullahsuatu kepercayaan tidak akan kehilangan “elan vital”-nya ditengah-tengah komunitas urbanik, yang bersifat mekanik danteknologik tadi. Membaca keberadaan simbol-simbol agamadi Songgoriti, seperti masjid, TPQ, dan geraja, kiranya sampaisekarang belum mampu mengejawantahkan diri, meminjamistilah A.N. Whitehead dalam bukunya Symbolism (1928: 9)

Page 204: Dimensi v

170

sebagai “simbolisme organik” yang menyebabkan adanyaperalihan dari simbol kepada makna itu, yang disebutreferensi.

Masjid, TPQ, dan gereja di Songgoriti seakan belum“mengambil bagian dalam realitas yang membuatnya dapatdimengerti.” Kenapa dikatakan demikian? Karena sistempengelolaan dan penyelenggaraan agama yang ada masih“terpisah” secara diametral dari eksotika kehidupan masya-rakat wisata secara umum. Artinya, antara aspek agama dankehidupan dunia wisata berjalan sendiri-sendiri. Satu samalain “cuek” terhadap yang lainnya, tidak peduli agamaberbicara apa dan wisata menyajikan apa.

Satu ironi yang paling mengemuka adalah penyakitadaptasi (diseases of adaptation), yang menuntut segenapsimbol agama dan bahkan para pemuka agama sekali pununtuk terus menerus melakukan penyesuaian baru. Ini terjadikarena luasnya perubahan yang terjadi di masyarakat wisata,meliputi berbagai aspek kehidupan mereka, termasukkehidupan beragama. Implikasinya bisa ditebak, yaitualienasi—sebagaimana diungkap di atas. Masyarakat wisataseakan “terpisah” dari pengalamannya sendiri yang fitrati,yakni manusia yang bekerja dan hidup laksana robot yangbergerak secara monoton, tanpa emosi, tanpa nilai, dan tanpamakna.

Pola Dakwah Agama dan Keagamaan di Songgoriti

Panggilan dakwah bagi para pemuka agama, saya kiraadalah panggilan suci yang senantiasa harus ditegakkan.Islam, misalnya, menyeru para pemeluknya untukmenyampaikan ajaran-ajaran agamanya meskipun hanyasatu ayat (ballighû ‘annî wa law âyah, sampaikan daripadaku(Muhammad) meskipun satu kalimat, hadis NabiMuhammad Saw.). Bahkan dakwah, menurut Abdullah

Page 205: Dimensi v

171

Afandi dalam M. Natsir (t.th.: 5), telah menjadi amalanMuslim dari masa ke masa. Tidak memilih tempat, dari tepi-tepi pantai sampai ke lereng-lereng gunung. Artinya, dakwahadalah tugas sejarah yang meniscaya bagi setiap Muslimyang memercayai risalah Muhammad Saw.

Setiap dakwah agama pasti memiliki prinsip dan arahyang berbeda-beda. Tetapi salah satu fungsi dakwah adalahbagaimana merubah situasi dari sesuatu yang tidak baikmenjadi baik, dari kegelapan menuju sinar yang terang,dalam konteks keimanan.

Seiring dengan proses industri wisata yang sekuler, dimana ideologi sekularisasi dapat berarti tersingkirnya agamadari ranah aktivitas sosial dan pengalaman kemanusiaanyang diatur dengan norma-norma keagamaan menyempit,atau terjadinya desakralisasi terhadap ranah-ranah inisehingga watak-watak sakral-keagamaan semakin lenyap,maka dakwah agama di Songgoriti mengalami hal yangdemikian. Atau, dengan kata yang lebih sederhana danditerima, dakwah agama di sana mengambil pola kulturaldaripada organisasi sosial-keagamaan yang mengekspresikandiri sebagai kekuatan politik-keagamaan.

Kenapa demikian? Sebagaimana diakui AnisKhaerunnisa dan Moh. Rosyad, industri wisata danrasionalisasi pemerintahan kota wisata menjadikan lembaga-lembaga agama tidak lagi dominan kekuasaannya. Meskiharus diakui juga, demikian Rosyad yang Kepala KUA itu,tersingkirnya lembaga keagamaan ke dalam suborganisasinegara lebih bersifat teknis-administratif, karena intervensipemerintahan wisata ini tidak sampai menentukanpersoalan-persoalan dasar kehidupan beragama.

.... Kekuasaan pemerintah kota wisata ini memang berpengaruh. Tapi, dakwahagama tetap (harus) tampil meyakinkan. Artinya, kebutuhan akan agamamasih menemukan ruang yang lebar di hati masyarakat beragama. Contohnya

Page 206: Dimensi v

172

ini, yaitu terbentuknya FOKKUS BABINROHIS (Forum Komunikasi danKonsultasi Pembinaan Kerohanian Islam) Kota Batu, sekarang ini (wawancaradengan Moh. Rosyad, di lobi Hotel Aster, Batu, pada Rabu, 27 Oktober 2010).

Lahirnya FOKKUS BABIBNROHIS, dideklarasikan diHotel Aster, Batu, pada Rabu, 27 Oktober 2010, di manapeneliti juga termasuk penggagas dan pengurus, inimerupakan sebuah respon—terutama para fungsionarisIslam—akan keberadaan agama dan keagamaan di tengah-tengah industri kota wisata yang kian sekuler. Yang menjadimainstream adanya forum ini adalah bagaimana “mengem-balikan” kebijakan-kebijakan pemerintahan dan keagamaankepada norma-normanya yang sejati. Sebagaimana diungkapoleh Wakil Walikota Batu, Drs. H.A. Budiono, dalamsambutan pembukaan FOKKUS BABINROHIS, pada Rabu,27 Oktober 2010, di Hotel Aster, mengatakan bahwa:

... Organisasi ini bagaimana menjadi mitra dalam

membentengi kota (Batu) dari hal-hal negatif yang bakal

menerpanya. Kasus Dolly, misalnya, merupakan pemasok

aids terbesar di Indonesia. Wisata Pataya, Thailand,

sejatinya tidak ada apa-apanya kecuali prostitusi dan judi

yang dilegalkan. Ini sungguh mengerikan...

Yah, kota Batu sementara ini “aman-aman” saja dari

image seperti itu dan itu kita perlu jaga. Jangan sampai

apa yang pernah terjadi di Viva dan Gangsiran, Punten,

sebagai pusat prostitusi itu terbuka kembali di sini.

Karena itu, organisasi ini bagi Wawali (baca: wakil wali

kota Batu) sebagai kawan dalam membentengi umat dari

hal-hal negatif.

Page 207: Dimensi v

173

Pola dakwah kultural ini bisa dibaca pada Dzikir Akbaryang diselenggarakan bersama Majelis Dzikir Al-Khidmah,Surabaya, pada tanggal 30 Oktober 2010 di Alun-alun KotaBatu. Dzikir akbar yang dihadiri lebih dari seribu jama’ah inimengetuk pikir dan hati (‘aql dan qalb) masyarakat untukmembangun kota wisata Batu melalui dua dimensi ini. WakilWalikota Batu, Drs. H.A. Budiono, mantan Ketua Lakpesdamdan Pengurus Ansor NU Kota Batu, mengatakan bahwadzikir akbar bukanlah “cuci piring” setelah kemaksiatan,tetapi itu sebagai usaha ke arah yang mulia bahwa Batusejatinya adalah kota yang religius.

Dakwah kultural ini penting ditegakkan, secara perlahantapi pasti, sebagai respon terhadap budaya kapitalis yangkini tengah “berhamburan” datang ke kota Batu. Sebab,budaya kapitaslis di mana uang, demikian Budiono, telahmenjadi kejayaan ini perlu segera ditanggapi. Melalui ini,dengan meyakinkan jamaah, Budiono menyitir firman AllahYang artinya, “Dan katakanlah (hai Muhammad), telah datangkebenaran dan hancurlah kebatilan. Sesungguhnya kebatilan itupasti hancur/binasa.”

Apa yang diusung oleh wakil walikota Batu mengenaipentingnya dakwah kultural ini juga menyemai parada’i/mubaligh dan penginjil yang biasa mengisi pengajiandan acara-acara keagamaan di Songgoriti. Secara kultural,dakwah agama di Songgoriti menemukan artikulasinyasecara beradab. Komunikasi yang beradab inilah kemudianmelahirkan komunikasi yang damai, harmonis, toleran, danterbuka, baik sesama penganut agama maupun dengan yangberlainan agama.

Karena itu, sebagaimana diungkap Ustadz Imam,seorang imam masjid Baiturrahman bahwa “kami memangberhati-hati dalam merancang pesan-pesan agama. Yakni,

Page 208: Dimensi v

174

melalui hikmah (bi al-hikmah)” (wawancara Jumat, 8 Oktober2010). Artinya, dakwah yang di sampaikan betul-betuldisesuaikan dengan dan memerhitungkan karakteristikwarga Songgoriti. Bukan saja tingkat pendidikan danpenghasilannya, tetapi juga nilai-nilai, norma-norma, danpandangan-pandangan hidup mereka.

Karena itu, sebagaimana dikatakan juga oleh Moh.Rosyad, pola dakwah yang dsampaikan memaksa parada’i/mubaligh dan penginjil untuk berkomunikasi secaradialogis, di mana saya—ungkapnya—harus memerlakukanjamaah sebagai mitra yang setara, bukan obyek untukdimanipulasi.

... Saya sering blusukan ke daerah-daerah wisata itu. Hampir semuatokoh masyarakat di sini kenal saya. Karena saya berusahamemerlakukan mereka secara human, bagian dari saya dan makhlukTuhan juga. Tugas saya sebagai pemuka agama, bila bisa dikatakandemikian, hanya bisa meminimalisir agar kemaksiatan itu tidak menjalardan menyebar. Itu saja.

... Songgoriti sebagai wisata penginapan sangat tidak mungkindihapus/ditiadakan. Karena di sana terjadi simbiosis-mutualis, antaraindustri wisata dan kesejahteraan masyarakat. Jadi, menghilangkannyasangat tidak mungkin, karena sudah menyejarah..

Saya juga tahu, di mana TPS (tempat pembuangan sperma) ituberada...ha..ha (sambil dia ketawa lepas). Tetapi, lagi-lagi itu tidak elokdibicarakan. Yang penting bagaimana kita berusaha ke arah yang lebihbaik melalui komunikasi yang intensif. Dan itu tidak perlu harus memakaiacara formal, seperti pengajian akbar dan dzikir akbar. Yah.. itu boleh-boleh saja, selagi dananya ada.

Lagi-lagi, saya katakan bahwa tugas kita hanya menyampaikannyadengan komunikasi yang dirasa cocok untuk disampaikan (wawancaradengan Moh. Rosyad, di lobi Hotel Aster, Batu, pada Rabu, 27 Oktober2010).

Page 209: Dimensi v

175

Demikian juga yang disampaikan Pendeta Yesyikal,S.Th., bahwa ia hanya menyampaikan dakwah agama secarakultural. Di mana umat diperlakukan secara apa adanya,mengerti akan hak dan kewajibannya. Terutama akankebutuhan mendesak yang perlu diperolehnya bagi kelang-sungan hidupnya sendiri dan keluarganya. Tak banyak yangbisa dilakukan kecuali menyampaikan yang baik danmencegah yang tidak baik.

Apa yang menjadi pola dakwah agama di Songgoriti ini,kiranya dapat dikategorikan kepada apa yang pernah ditulisJalaluddin Rakhmat (1991: 62-63) mengenai pentingnyakomunikasi yang beradab. Komunikasi yang beradab,menurutnya, adalah hubungan kita dengan para pembaca(dalam konteks ini, antara da’i/mubaligh atau penginjil danumat/jama’ah) adalah hubungan “Aku-Anda” (I-Thourelationship), bukan hubungan “Aku-Obyek” (I-Itsrelationship). Yakni, kita mengakui jatidiri orang lain, meng-hargai apa yang mereka hargai. Kita berempati dan berusahamemahami realitas dari perspektif mereka. Pengetahun kita,demikian Kang Jalal, tentang khalayak bukanlah dimaksud-kan untuk “menipu” mereka, tetapi untuk memahamimereka, bernegoisasi dengan mereka, dan bersama-samamemuliakan kemanusiaan kita.

Hal ini sejalan dengan kaidah ushuliyyah yangmenyatakan pentingnya menyampaikan sesuatu sesuaidengan kadar dan keadaan yang mengitarinya (balllighû al-risâlah bi muqtadlâ ahwâlihim aw bi qadri /uqûlihim, sampaikan-lah risalah itu kepada mereka sesuai dengan keadaan merekadan tingkat kecerdasan mereka). Artinya, dakwah agama itudisarankan untuk disampaikan dengan pola yang beradab:sesuai dengan realitas masyarakat dakwah.

Page 210: Dimensi v

176

Materi dan Metode Dakwah Agama dan Keagamaan diSonggoriti

Apa yang menjadi kaidah bersama di Songgoriti begitudijunjung tinggi, terutama kebersamaan dan persatuanmasyarakat. Karena keberadaan masyarakat Songgoritidinilai memiliki sejarah tersendiri yang unik dari kampungwisata lainnya. Status Songgoiriti sebagai daerah wisatapenginapan dengan villa dan hotel yang ada telahmenyejarah. Artinya, kampung wisata Songgoriti memilikikeunikan tersendiri dibandingkan dengan obyek-obyekwisata lainnya di Batu.

Salah satu aspek keunikan yang ada adalah masyarakatbetul-betul terlibat dan menikmati akan hasil wisata villa danhotel. Karena itu, ungkapan wisata dari, oleh, dan untukmasyarakat hanya terjadi di Songgoriti. Lalu, kesamaan dankebersamaan dalam “menjamu” wisatawan begitu tertatadalam norma kesepakatan yang mengikat. Satu denganlainnya, tidak pernah terjadi perebutan kapling wisata. Yangada adalah saling pengertian satu sama lain, termasuk dalammenjalankan agama dan keagamaan masing-masing.

Secara normatif, bicara mengenai materi dan metodedakwah agama di Songgoriti, tidak ada materi-materi danmetode-metode khusus yang mengikat bagi para da’i/mubaligh dan penginjil di sana. Masing-masing berusaha“mengadaptasi” diri sesuai dengan keadaan dan kepentinganyang ada. Ustadz Imam, misalnya, berpegangteguh padakitab-kitab akhlak-tasawuf seperti Ihyâ’ ‘Ulûm al-Dîn, ‘Izhzhahal-Nâsyyiîn, dan al-Hikam. Sedangkan kitab-kitab fiqh yangmenjadi rujukan ustadz Imam adalah Fath al-Mu’în dan Fathal-Wahhâb. Dan untuk kitab-kitab hadis, beliau merujukkepada Shahih Bukhari dan Shahih Muslim, dua kitab yangmu’tabar di dunia hadis (Wawancara dengan Ustadz Imam

Page 211: Dimensi v

177

pada Jum’at, 8 Oktober 2010, di Masjid Baiturrahmah,Songgoriti, Batu).

Sedangkan tema dakwah yang seringkali disampaikankepada masyarakat Songgoriti adalah tema-tema yangberkaitan dengan akhlak dan tasawuf. Tema-tema sepertibahaya minum khamar (baca: narkoba), riba (baca: korupsi),dan menyakiti orangtua (baca: pembangkangan terhadapnorma Ilahi), demikian ustadz Imam, adalah tema-tema yangmenarik dikemukakan. Kenapa? Karena tema-tema itu tidaksaja berkaitan dengan hukumnya, persoalan halal dan haram,tetapi juga menyangkut soal akhlak manusia.

Mainstream ustadz Imam dengan menekankan akhlaksebagai tema dakwahnya kiranya perlu diapresiasi. Sebab,akhlak itu berkaitan dengan tatakelola hati manusia. Beliauseringkali menyitir hadis Nabi Saw., “Ingatlah, bahwa di dalamtubuh manusia itu ada segumpal daging. Bila daging itu baik, makabaik pula kerja tubuh itu. Namun, bila daging itu jelek, maka jelekpulalah perilaku tubuh itu. Ketahuilah bahwa daging itu adalahhati.”

Apresiasi itu penting karena tema itu menemukanmomentumnya di tengah globalisasi dan industri wisatayang kian memarjinalkan dimensi kesejatian manusia.Akhlak, sebagai bagian dari ajaran-ajaran tasawuf, meminjamistilah Naisbitt dan Aburdene dalam Megatrends 2000,merupakan jawaban terhadap ilmu pengetahuan danteknologi yang menampilkan industri wisata dengan tidakmemberikan makna tentang kehidupan. Globalisasi industriwisata yang merasuk ke Songgoriti dirasakan ustadz Imamtelah mengakibatkan semakin akutnya anomali nilai-nilai.

Atau, meminjam istilah Jurgen Habermas, filsuf dan ahlifilsafat sosial dari Jerman, sebagaimana dikutip AzyumardiAzra dalam Muhammad Wahyuni Nafis [ed.] (1996: 287)

Page 212: Dimensi v

178

bahwa ekspansi dan globalisasi kapitalisme tidak hanyamendorong kehidupan yang materialistik dan hedonistik,tetapi juga mengakibatkan terjadi intrusi massif kontrol-kontrol administratif rasional ke dalam semakin banyaksektor kehidupan. Di sini, ustadz Imam sadar bahwa globali-sasi industri wisata tak mungkin bisa dilawan karenakeberadaannya yang sudah menyejarah dan “menyejahtera-kan” kecuali dengan siraman akhlak.

Siraman akhlak ini penting karena mengajarkan budidan pekerti yang luhur. Karena budi dan pekerti luhur inilahIslam begitu cepat berkembang di Nusantara yang dibawaoleh para sufi. Hamka (1990: 154) menjelaskan akanpentingnya akhlak ini sebagai alat dan materi dakwah.Dikatakan bahwa yang berkesan orang itu bukan padapidato, bukan pada ceramah, dan bukan pada tulisan,melainkan pada budi dan pekerti yang luhur.

Lebih jauh Hamka (1990: 156-157) menjelaskan akan artipenting akhlak sebagai alat dan materi dakwah, bahwa ketikaRasulullah Saw. mengutus Muadz ibn Jabal sebagaiGubernur di Yaman, beliau berpesan demikian:

Yassirû wa lâ tu’assirûBasysyirû wa lâ tunaffirûPermudah, jangan dipersukar!Gembirakan, jangan dibuat kesan yang menyebabkanjauh!

Hadis Nabi Saw. yang lain juga mewanti-wanti padada’i/mubaligh untuk berdakwah dengan hati, bukan denganlogika.

Taallafû al-nâs wa arfaqû bihimDekatkan hati hati kepada manusia,dan dapatkan jiwa kepada mereka (Hamka, 1990: 156).

Page 213: Dimensi v

179

Jadi, akhlak merupakan fondasi material dakwah yangtelah dititihkan Nabi saw. dalam dakwah agama. Apa yangmenjadi komitmen Ustadz Imam dengan materi akhlaksebagai materi dakwah di Songgoriti kiranya perlu diapre-siasi. Sebab, akhlak di mana dan kapan pun senantiasa akanmenjadi solusi bagi segenap problematika umat danmasyarakat di dunia. Tidak salah bila Rasulullah Saw.pertama kali diutus adalah dalam rangka menyepurnakanakhlak yang mulia (hadis Nabi Saw.: innamâ bu’itstuliutammima makârim al-akhlâq, saya diutus hanya untukmenyempurnakan akhlak yang mulia).

Di sini Ustadz Imam seakan sadar, atau berusahamenyadarkan diri dan orang lain (al-yaqzhah), bahwa akhlaksebagai salah satu dimensi tasawuf adalah yang paling pasuntuk didakwahkan kepada mereka yang kini tengah“dibuai” globalisasi dan industri wisata yang kianmemarginalkan ARTI DIRI dalam kaitannya dengan Tuhan,manusia, dan alam. Tentu akhlak di sini tidak saja berkaitandengan etika, tetapi juga estetika, keindahan. Akhlak tidaksaja bicara soal baik dan buruk, tapi juga sesuatu yang indah.Sebab, akhlak itu selalu terkait dengan JIWA, ruh dan intuisi.Ia tidak hanya membangun dunia yang bermoral, harmonis,dan toleran, tetapi juga sebuah dunia yang indah dan penuhmakna. Singkatnya, karena akhlak itu tidak hanya berusahamenciptakan manusia yang hidup dengan benar, rajinberibadah, tapi juga bisa merasakan indahnya hidup dannikmatnya ibadah.

Akhlak sebagai materi dakwah di kampung wisataSonggoriti ini juga urgen diketengahkan, karena kehidupanwisata yang serba pragmatis, instan, materialistik, danhedonistik, pada akhirnya memantik hasrat spiritualismeyang hanya bisa disembuhkan melalui akhlak dan tasawuf.Sebagai yang ditulis K.H.Said Agil Siradj (2006: 48)

Page 214: Dimensi v

180

Di era modern ini, berbagai krisis menimpakehidupan manusia—mulai dari krisis sosial, krisisstruktural, sampai krisis spiritual. Dan semuanya bermuarapada persoalan makna hidup manusia. Modernitas dengansegenap kemajuan teknologi dan pesatnya industrilisasimembuat manusia kehilangan orientasi. Kekayaan materikian menumpuk, tetapi jiwa mengalami kekosongan. Seiringdengan logika dan orientasi yang kian modern, kerja danmateri lantas menjadi aktualisasi kehidupan masyarakat.Gagasan tentang makna hidup menjadi berantakan.Akibatnya, manusia ibarat sebuah mesin. Semuanya diukuratas dasar materi. Manusia pun makin terbawa arus derasdesakralisasi dan dehumanisasi.

Ekses negatif dari modernitas inilah, demikian AgilSiradj, yang menjadi pemicu bagi tumbuhnya hasrat padaspiritualisme, yang di Barat dikenal dengan istilah non-organized religion, atau spiritualisme Timur. Hal ini wajarkarena ketika seluruh kehidupan begitu melelahkan danmembosankan, di mana kebudayaan melahirkan keger-sangan ruhaniah, maka pendulum pun akan berbalik kepadanilai-nilai spiritual. Manusia lantas menggemari kearifantradisional, yang mengembalikan nilai-nilai kemanusiaanpada dimensi fitrahnya, yang menebar harum semerbakhidup bermakna. Dalam dakwah Islam, akhlak/tasawuf lalumenemukan arti.

Apa pun makna yang berkaitan dengan materi akhlaksebagai materi dakwah, yang perlu digarisbawahi di siniadalah materi ini cukup berpretensi untuk menggerakkanpotensi diri manusia kepada sesuatu yang lebih baik danbermoral. Meskipun akhlak sendiri bukanlah semata-mataajaran tentang moral, tetapi mencakup keseluruhan aspekruhani manusia yang etik dan estetik (al-khulq, bukan al-khalq).

Page 215: Dimensi v

181

Ditinjau dari aspek pendidikan, akhlak merupakansolusi material dan metodologikal pendidikan yang pentingdibelajarkan pada masyarakat dalam membangun budaya-nya, termasuk budaya wisata di Songgoriti. Kenapa penting?Karena pendidikan akhlak merupakan materi dan metodependidikan yang membimbing manusia ke dalam harmonidan keseimbangan total. Materi dan metode ini bertumpupada basis keharmonisan dan pada kesatuan dengan totalitasalam. Karena itu, perilaku akhlâqî akan menampak sebagaimanifestasi CINTA dan kebermaknaan dalam segala halkehidupan. Yang dituju adalah kecerdasan emosional danspiritual, bukan semata kecerdasan akademik, kecerdasanotak, dan skill, yang kadang banyak menimbulkan masalahakibatnya.

Berbeda dengan ustadz Imam adalah Moh. Rosyad. Diabanyak mengusung tema Islam dan Kebangsaan. Tema inipenting diketengahkan, menurutnya, karena pasca runtuh-nya Orde Baru telah melahirkan banyak mazhab dan alirandalam Islam. Islam seakan menjadi pasar aliran dan mazhab,di mana satu dengan lainnya saling mengklaim bahwa alirandan mazhab dirinyalah yang paling benar.

Ajaran pokok dari Islam dan kebangsaan, demikian MohRosyad, ini adalah terletak pada makna Islam itu sendiri.Sembari mengacu kepada materi basic training HMI(Himpunan Mahasiswa Islam), Rosyad menjelaskan bahwaal-islâm adalah pengakuan secara pribadi dan sosial kepadaAllah, yang merupakan proses internalisasi sehinggamerupakan suatu landasan keyakinan tanpa ragu bagipengembangan pribadi dan masyarakat. Ia juga berkaitandengan îmân, yakni sebagai keyakinan yang tumbuh dalamperbuatan dan merupakan eksternalisasi dari penyerahandiri kepada Allah, dalam bentuk-bentuk perbuatan-perbuatan yang baik. Ia juga pada akhirnya berkaitan dengan

Page 216: Dimensi v

182

taqwâ, sebagai puncak perkembangan pribadi danmasyarakat (wawancara dengan Moh. Rosyad, di lobi HotelAster, Batu, pada Rabu, 27 Oktober 2010, pada pukul 12.45-14.15).

Apa yang menjadi mainstream Moh. Rosyad dalammembawakan dakwah Islam dan kebangsaan ke masyarakatSonggoriti, dengan berpijak kepada arti-arti intrinsik daninstrumental dari al-Islâm beserta kaitannya, di atas perludiapresiasi. Di tengah-tengah komunitas agama dan ke-agamaan yang plural serta kehidupan wisata yangindividualistik-materialistik, maka tema itu menarik. Taqwâ,misalnya, yang tujuannya adalah membentuk manusia yangmuttaqîn, yaitu orang yang mampu menjaga diri darikejahatan dan menghormati/menepati kewajiban, cukup ber-alasan bila disampaikan kepada masyarakat yang demikianplural dan individualistik-materialistik. Ujungnya, dalamkonteks kebangsaan dan transformasi tatakelola sosial adalahterbentuknya suatu masyarakat yang tertib dan aman, tetapidinamis karena dipenuhi dengan individu-masyarakat yangmenghormati dan menepati kewajibannya masing-masing.

Inilah kemudian, mengenai Islam dan kebangsaan, selarasdengan falsafah orang Madura, “lakōnah lakōnèh, kennengahkennengèh”—kerja secara profesional dan proporsional. Disini menggambarkan hidup bermasyarakat secara bebas dantoleran, dengan gambaran masyarakat yang egalitarian disegala bidang kehidupan. Masyarakat tidak saja menjadiobyek dakwah, tetapi ia sekaligus mitra dan pelaku dakwahagama yang aktif.

Kecuali itu, demikian Moh Rosyad, tema itumenggambarkan akan pentingnya pembangunan masyarakatwisata yang “disinari” nilai-nilai Rabbâniyyah, dengan lagi-lagi mengutip makna-makna instrumental al-Islâm, yaknimanusia dan masyarakat harus melepaskan diri dari

Page 217: Dimensi v

183

menuhankan tuhan-tuhan selain Allah. Tiadanya tuhanselain Allah itu mengandung doktrin kebebasan bagimanusia. Doktrin kebebasan ini, demikian Moh. Rosyad,berlaku secara konsisten dalam sistem kekuasaan.

Konsistensi doktrin kebebasan yang dimiliki Moh.Rosyad sebagai materi dakwah, di Kota Batu, dia lalu dikenalsebagai pribadi yang paling “keras” menyuarakan aspirasimasyarakat. Termasuk dia, bersama-sama dan dikomandanioleh Dra. Anis Khaerunnisa selaku Kasi Penamas KemenagBatu dan para ulama yang konsisten terhadap ajaran-ajaranagamanya, sebagai pengusung pentingnya wisata religi diKota Batu. Konsep wisata Batu yang religius itu, sampaisekarang masih berupa draf “Strategi Kebijakan danImplementasi Pembangunan Kota Wisata Batu YangReligius.” Konsep ini, demikian Anis, sudah pernahdibicarakan dengan Komisi C DPRD Kota Batu pada bulanMaret 2010, di Pemerintahan Kota Batu (wawancara denganDra. Hj. Anis Khaerunnisa, Kasi Penamas KementerianAgama, Kota Batu, pada Selasa, 21 September 2010, pukul13.45-15.30 Wib).

Menurut Anis, Moh. Rosyad adalah pegawaiKementerian Agama Kota Batu dan ulama muda yang paling“berani” menyuarakan hal itu kepada pemerintah. Sebab,model pembangunan (wisata) yang hanya mengedepankandan mengandalkan unsur-unsur ekonomi dan fisik semata,lambat-laun akan terkikis oleh erosi mental dan spiritualyang dangkal. Karena itu, diperlukan pembangunan wisatayang juga menyelaraskan ekonomi dan non-ekonomi, fisikdan non-fisik, yakni wisata yang berbasis agama.

Moh. Rosyad menjelaskan bahwa pembangunan wisatadi Batu, dengan mengedepankan pentingnya wisata religius,demikian:

Page 218: Dimensi v

184

... Kampanye kota wisata itu hanya life service aje, omong kosong.Karena yang esensial dari wisata itu kan untuk menyejahterakan rakyat.Ini yang perlu digarap, yang mestinya diutamakan. Artinya, kota wisatatidak/belum berimplikasi positif terhadap kesejahteraan warga secarasignifikan. Pengusaha asli daerah dibiarkan, tidak diperhatikan. Malahpara pengusaha luar yang diperhatikan. Obyek-obyek wisata itu milikpengusaha, pemilik modal, yang secara pribadi memiliki kedekatankhusus dengan wali kota.

Dulu, income pertanian luar biasa. Hampir tidak ada warga Batu yangberminat menjadi PNS (pegawai negeri sipil). Coba sekarang, tanah-tanah warga sudah mulai kering dan bahkan hilang dibeli pengusaha danpemilik modal dari luar..

Lebih tragis lagi, adalah ulama-ulama yang ada telah terkooptasi olehpemerintah. Mereka tidak kritis lagi. Apalagi anggota-anggota DPRD-nya,yang memang lembaga politik dan sifatnya adalah kompromi dankepentingan (jangka pendek).Sekarang ini, kalau mau jujur telah berkembang mosi tidak percayakepada pemerintah mengenai pembangunan wisata ini. Kamu perlusampaikan itu kepada Bapak Wali Kota, kamu perluwawancarai...(pintanya kepada peneliti). Karena hampir semua obyekwisata adalah milik pribadi (pengusaha/pemilik modal), bukan milikpemerintah kota, kecuali wisata Songgoriti yang memang telahmenyejarah dan secara signifikan berkorelasi positif dengankesejahteraan warga pemilik villa dan remaja yang bekerja sebagaipramuwisata. Tetapi di Songgoriti sendiri masih perlu ditata kembali agarpotensi konflik yang sebenarnya ada tidak sampai muncul ke permukaan.Karena itu, dakwah agama tetap dilakukan dengan dan secara bertahap.Yang penting bi al-hikmah, mengandung hikmah karena kehidupanorang itu tidak bisa berubah/dirubah secara bim-salabim.. (wawancaradengan Moh. Rosyad, di lobi Hotel Aster, Batu, pada Rabu, 27 Oktober2010, pada pukul 12.45-14.15).

Apa yang menjadi konsistensi dan komitmen Moh.Rosyad secara kritis ini mengenai wisata di Batu inimerupakan penghayatannya akan makna Islam dankebangsaan. Sebagaimana diakuinya, bagi Moh. Rosyadmemerjuangkan dakwah ini memang penuh resiko. Tetapi

Page 219: Dimensi v

185

itu harus dijalankan dan didakwahkan, dan jangan sampaiterlambat. Mengapa demikian? Agar kehidupan beragamadan berbangsa ini memiliki maknanya yang relevan danberimplikasi secara signifikan bagi semua warga masyarakat.

Metode dakwah yang digunakan, sebagaimanadikemukakan oleh Ustadz Imam:

… Bicara mengenai metode dakwah yang sering saya lakukan adalahmetode al-hikmah, metode al-maw’izhah, dan metode mujâdalah.Pertama,metode al-hikmah, atau ungkapan bi al-hikmah ini berlaku bagi seluruhmanusia sesuai dengan perkembangan akal, pikiran, dan budayanya, yangdapat diterima oleh orang yang berpikir sederhana serta dapat menjangkauorang yang lebih tinggi pengetahuannya. Sebab, yang dipanggil adalahpikiran, perasaan, dan kemauan. Dengan begitu, dipahami bahwa al-hikmah berarti meletakkan sesuatu pada tempatnya dan pada tujuan yangdikehendaki dengan cara yang mudah dan bijaksana.

Kedua, metode al-maw’izah al-hasanah, merupakan cara berdakwah yangdisenangi, mendekatkan manusia kepadanya dan tidak menjerakanmereka, memudahkan dan tidak menyulitkan. Singkatnya, ia adalah suatumetode yang mengesankan obyek dakwah, bahwa peranan juru dakwahadalah sebagai teman dekat yang menyayanginya, dan yang mencarisegala hal yang bermanfaat baginya dan membahagiakannya. Al-Maw’izhah al-Hasanah adalah sesuatu yang dapat masuk ke dalam kalbudengan penuh kelembutan, tidak berupa larangan terhadap sesuatu yangtidak harus dilarang, tidak menjelek-jelekkan atau membongkar kesalahan.Sebab, kelemah-lembutan dalam menasehati seringkali dapat meluluhkanhati yang keras dan menjinakkan kalbu yang liar. Seorang da’i, selainmemberi nasehat kepada orang lain, juga kepada diri dan keluarga sendiri,bahkan harus lebih dahulu menasehati diri dan keluarganya, baru oranglain. Nasehat itu harus pula dibarengi dengan contoh kongkrit denganmaksud untuk ditiru oleh umat yang dinasehati, sebagaimana yangdilaksanakan oleh Nabi Muhammad Saw., seperti pelaksanaan shalat dansebagainya. Selain itu, dipahami pula bahwa dakwah yang disampaikan itutidak hanya teori, tetapi juga praktik nyata yang dilakukan oleh da’i itusendiri.

Ketiga, metode al-mujâdalah, yakni metode diskusi. Dalam melaksanakandakwah dengan model diskusi ini, seorang da’I selain harus menguasai

Page 220: Dimensi v

186

ajaran Islam dengan baik juga harus mampu menahan diri dari sikapemosional dalam mengemukakan argumennya. Dia tidak bolehmenyinggung perasaan dan keyakinan orang lain, sebab akan merugikanda’i sendiri, sehingga usaha dakwahnya dapat mengalami kegagalan.Yang paling baik ialah bahwa seorang da’i harus mampu bersikap lemahlembut dan menghargai pendapat orang lain sehingga tercipta suasanayang kondusif di medan diskusi (Wawancara dengan Ustadz Imam padaJum’at, 8 Oktober 2010, di Masjid Baiturrahmah, Songgoriti, Batu).

Metode dakwah yang dikembangkan oleh Ustadz Imamdi atas dengan menekankan kepada bi al-hikmah (bijaksanadan kebijaksanaan), al-maw’izhah (nasehat yang baik), danmujâdalah (diskusi secara terbuka), merupakan penggalandari Qs. Al-Nahl/16: 125, yang artinya: “Serulah kepada jalanTuhanmu dengan hikmah, dan nasehat-nasehat yang baik, daanbertukarpikiranlah (diskusi/debat) kepada mereka dengan cara yanglebih baik. Sesungguhnya Tuhanmu lebih mengetahui siapa yangsesat dari jalan-Nya, dan Dia-lah yang mengetahui siapamemeroleh petunjuk.”

Hikmah artinya bijaksana. Kebijaksanaan itu lahir karenabudi pekerti yang baik (al-akhlâq). Metode ini cukup relevandan signifikan karena mengedepankan akhlak sebagaipijakan utama dakwah. Karena melalui itu, yakni akhlak danhikmah, seorang da’i/mubaligh bakal memeroleh simpatidari masyarakat. Melalui akhlak dan hikmah diyakini hatiyang tertutup bakal terbuka. Karena itu pula Nabi Saw.bersabda, “Kallimû al-nâs bi qadr ‘uqûlihim, berbicarah padamanusia itu sesuai dengan kadar akalnya.” Hadis Nabi Saw.yang lain mengatakan demikian, “Umirnâ an nukallimu al-nâsa‘alâ qadr ‘uqûlihim, kami diperintah supaya berbicara kepadamanusia menurut kadar akal (kecerdasan) mereka masing-masing.”

Yang menjadi perhatian Qs. al-Nahl/16: 125 di atasadalah masyarakat dakwah. Menurut Muhammad Abduh

Page 221: Dimensi v

187

dalam al-Manâr, Juz III, sebagaimana dikutip M. Natsir (t.th.:159), masyarakat dakwah itu dibagi ke dalam tiga tingkatankecerdasan. Pertama, golongan cendekiawan yang cintakebenaran, dapat berpikir secara kritis, dan cepat menangkaparti persoalan. Mereka ini harus dipanggil dengan hikmah,yakni dengan alasan-alasan, dengan dalîl dan hujjah yangdapat diterima oleh kekuatan akal mereka. Kedua, golonganawam yakni orang kebanyakan yang belum dapat berpikirsecara kritis dan mendalam, belum dapat menangkappengertian-pengertian yang tinggi-tinggi. Mereka inidipanggil dengan maw’izhah hasanah, dengan anjuran dandidikan yang baik-baik dengan ajaran-ajaran yang mudahdipahami. Ketiga, golongan yang tingkat kecerdasannya diantara kedua golongan tersebut di atas, belum dapat dicapaidengan hikmah, tetapi juga tidak bisa didekati dengan atauseperti orang awam. Mereka suka membahas sesuatu, tetapihanya dalam batas-batas tertentu, tidak sampai mendalam.Mereka itu layak dipanggil/diseru dengan mujâdalah billatîhiya ahsan, yakni dengan tukar-pikiran (diskusi/debat) kearah yang lebih, untuk mendorong supaya berpikir secarasehat dan dengan cara-cara yang lebih baik.

Kiranya Allah Swt. telah membaca bahwa metode-metode itu cukup adalah yang paling cocok untuk senatiasadipakai di medan dakwah, tak terkecuali pada masyaraktwisata Songgoriti. Titah Ilahi pada Qs. al-Nahl/16: 125,berupa perintah (shighah fi’il amr) menunjukkan arti pentingmetode itu dalam dakwah, terutama metode bi al-hikmah,yang disebut pertama kali dalam perintah dakwah itu.

Muhammad Abduh mendefenisikan al-hikmah, denganilmu yang sahih yang mampu menggerakkan kemauanuntuk melakukan sesuatu perbuatan/amal yang berguna (al-hikmah hiya al-‘ilm al-shahîh al-muharrik li al-irâdah ilâ al-amal al-nâfi’). Karena itu, pemilik hikmah disebut al-hakîm ialah

Page 222: Dimensi v

188

orang yang mengerti benar tentang seluk-beluk (rahasia)strategi dan teknik mengerjakan sesuatu dan dia mahirmengenainya (al-hakîm: man yuhsin daqâ’iq al-shinâ’ât wayufqihuhâ).

Singkatnya, metode dakwah yang dikembangkan olehkebanyakan da’i/mubaligh dan penginjil adalah metode-metode yang relevan dan signifikan untuk dikembangkansesuai dengan kenyataan (realitas) dakwah yang mengitari-nya. Pendeta Yesyikal, S.Th., dia menyampaikan dakwahsesuai dengan komunitas Kristiani yang dihadapi, dengantidak banyak menyinggung kehidupan sosial yang sudahharmonis dan toleran serta terbuka pada masyarakat wisataSonggoriti. Meskipun dalam beberapa hal, demikianYesyikal, dia kurang sependapat dengan perilaku masyarakatwisata yang cenderung pragmatis dan materialistik.Sebagaimana ia sampaikan di atas, mengenai tamu wisatayang bukan suami istri masuk dalam satu kamar villa diSonggoriti yang diumpakannya dengan membawa sampahke dalam rumah dan itu hal biasa bagi pemilik villa yangmengaku beragama di Songgoriti.

Masa Depan Agama di Wisata Songgoriti: DialektikaPemikiran Pemerintah dan Ulama

Stark dan Glock, sebagaiman dikutip Ancok dan Suroso(1995: 77), mengidentifikasi lima dimensi religiusitas. Pertama,dimensi pengetahuan agama (intellectual involvement), yangmencakup pengetahuan tentang agama dan keberagamaan.Orang yang beragama akan memiliki sejumlah pengetahuandasar tentang keyakinan, ritus, kitab suci, dan tradisi (Qs. Al-Isrâ’/: 36).

Kedua, dimensi praktik keagamaan (ritual involvement),yang mencakup perilaku pemujaan dan ketaatan yangmenunjukkan komitmen terhadap agamanya. Dimensi ini

Page 223: Dimensi v

189

meliputi ritual, berupa tindakan keagamaan yang sifatnyaformal dan suci, dan ketaatan berupa tindakan persembahandan komteplasi personal yang spontan dan pribadi.

Ketiga, dimensi pengalaman keagamaan (experientialenvolvelment), yang mencakup pengalaman, perasaan,persepsi, dan sensasi yang berkaitan dengan perilakukeagamaannya. Dimensi ini merupakan orientasi transendenyang berkaitan dengan komunikasi antara manusia denganTuhan.

Keempat, dimensi keyakinan keagamaan (ideologicalinvolvement), yang mencakup pandangan teologis danmengakui kebenaran doktrin agamanya. Pada dimensi ini,semua agama berarti memertahankan seperangkat keper-cayaan yang harus ditaati oleh penganutnya.

Kelima, dimensi pengamalan keagamaan (consequentialinvolvement), berupa akibat keyakinan, praktik ritual,pengalaman, dan pengetahuannya tentang agama yangdianut.

Apa yang diidentifikasi Stark dan Glock mengenaireligiusitas ini adalah identik dengan konsepsi kâffah, dalamsistem keberagamaan kita (Islam), yang di dalamnyamengandung nilai-nilai Islam (itu sendiri), iman, dan ihsan.Ber-Islâm, berarti menjalankan totalitas ajaran Islam, baikdalam iqrâr, perkataan, dan perbuatan. Nilai-nilai iman ataukeimanan dimaksud adalah aqidah atau kepercayaanterhadap hal-hal fundamental, seperti masalah iman kepadaAllah, malaikat, rasul, kitab suci, dan hari akhir serta takdir.Sedang nilai-nilai Islam atau keislaman ialah syarî’ah, atausistem peribadatan yang menunjukkan kepatuhan danrealisasi terhadap kepercayaannya, baik secara vertikal(individual) maupun horizontal (sosial). Dan nilai-nilai ihsanatau keihsanan adalah berbuat dan berakhlak baik, yang

Page 224: Dimensi v

190

dengannya menunjukkan kualitas seseorang seperti berbuatadil, bijak, membela kebenaran, berlaku jujur, amanah (bisadipercaya), peduli sesama, suka menolong, dermawan, danseterusnya.

Untuk menuju ke arah regiusitas yang kaffah, makapendidikan dan pembiasaan adalah urgen dilakukan.Artinya, bagaimana agama itu berbicara/berkomunikasisecara langsung kepada penganutnya. Analogi yang patutdisitir pada dimensi religiusitas ini adalah hal seks,bagaimana vagina itu membuka katupnya sendiri tanpaharus disela lewat sensasi protektif yang arogan atau dagelanpanggung yang artifisial. Di sini, agama harus diajarkan sejakdini, dari bangku sekolah.

TPQ Baiturrahim, Songgoriti, yang mengajarkanpendidikan Alqur’an dan agama/keagamaan sejak dini (usiaTK/SD sampai sekolah menengah) kepada anak-anakkampung wisata Songgoriti kiranya perlu di apresiasi. Anak-anak yang kampungnya menjadi wisata peristirahatandengan aneka sajian yang dibawa oleh wisatawan kedalamnya, tidak menyurutkan orangtua dan siswa sendiriuntuk mengaji dan belajar agama di TPQ. Setiap hari anak-anak kampung wisata Songgoriti ini masih menunjukkankemauannya untuk belajar Alqur’an dan agama (diniyah),pada sore hari.

Kebiasaan anak-anak kampung wisata Songgoriti untukmengaji dan belajar agama ini merupakan “petanda” masihhidupnya tradisi agama di daerah wisata, yang nota-benemasyarakatnya hidup dalam situasi global dan industriwisata yang cenderung pragmatis, materialistik, danhedonistik. Di tengah-tengah kehidupan wisata yang globaldan industrialistik ini masih ditemukan adanya kesadaranakan generasi religius, dengan tampilnya anak-anak TPQBaiturrahim.

Page 225: Dimensi v

191

Praktik pembelajaran Alqur’an dan pendidikan agama/keagamaan (diniyah) di TPQ Baiturrahim, Songgoriti, inimenunjukkan adanya secercah aktivitas keagamaan wargadengan tingkat religiusitas sebagaimana adanya. Meski anak-anak itu hidup di tengah-tengah globalisasi danindustrialisasi wisata yang menerpa kampungnya, merekatetap konsisten menjalankan aktivitasnya sebagai manusiapembelajar Alqur’an dan agama di TPQ. Dan tentu saja,kesadaran akan pentingnya pembelajaran Alqur’an danagama/keagamaan bagi siswa TK/SD sampai sekolahmenengah ini pasti dibarengi dengan kesadaran orangtuauntuk mendidik anak-anaknya dengan sesuatu yang bersifatreligius dan menjadi manusia religius.

Kecuali itu, di kampung wisata Songgoriti juga diadakanacara-acara keagamaan seperti tahlillan dan yasinan padasetiap malam Jum’at. Pada malam itu, tamu yang datang danpemilik villa tidak diperkenankan menyalakan bunyi-bunyian apa pun kecuali setelah acara tahlilan dan yasinanselesai. Yakni, antara pukul 18.00-20.00 WIB semua wargadan tamu villa tidak dibolehkan menyalakan tape atautelevisi yang sekiranya mengganggu acara keagamaan warga.

Sebagaimana dikatakan Mistam, ketua RT/RW 01/01Songgoriti, demikian:

... Pengajian-pengajian agama juga banyak dilaksanakan di Songgoriti.Misalnya, tahlilan, yasinan, dan diba’an oleh warga, yang kadang jugaada ceramah oleh ulama atau da’i sekitar. Materi dakwah juga biasanyadikaitkan dengan problematika kehidupan masyarakat warga Songgoritisendiri dengan tidak menyinggung hal-hal yang mengakibatkan adanyadisintegrasi atau ketidakharmonisan warga. Dan warga di sini sejatinyaadalah agamis, religius (wawancara dengan Mistam, pada Sabtu, 9Oktober 2010).

Tradisi pembiasan agama pada anak-anak TPQBaiturrahim dan pengajian-pengajian warga di atas

Page 226: Dimensi v

192

merupakan salah satu indikator potret agama di masa depanatau masa depan agama di Songgoriti, Kota Batu. Agamamasa depan menuntut aplikasi ajaran daripada teoritisipemikiran abstrak. Tradisi ini juga merupakan simbolismeagama masa depan yang memusatkan perhatian padahubungan langsung antara individu dan realitas transenden.Pada masyarakat globalisasi-industri wisata ini, agama yangdiminati adalah agama yang secara langsung mampumenginjeksi kepekaan etik pada pribadi dan sosial, bukanpada penafsiran ritualis dan retorik. Hal ini bisa dibaca padabagaimana mereka mengejawantahkan nilai-nilai keagamaandan agama yang dipeganginya secara human, toleran, danterbuka dalam menanggapi globalisasi-industri wisata.

Termasuk pada umat Kristiani, yang pada hari Minggupagi mereka datang ke GKMI (Gereja Kristen MuriaIndonesia) untuk melaksanakan ibadah. GKMI ini juga secararutin melaksanakan kebaktian-kebaktian terhadap keluarga,ibu-ibu, dan pemuda Kristiani pada setiap Rabu, Kamis, danSabtu. Ini mengindikasikan adanya kehidupan agama dankeagamaan di Songgoriti sesuai dengan agama dankepercayaannya masing-masing.

Apa yang saya ungkap mengenai keberagamaan diSonggoriti ini, dengan siswa/siswi TPQ Baiturrahim danpengajian-pengajian agama serta kebaktian-kebaktian bagiumat Kristiani sebagai representasinya, ingin menegaskanbahwa pada era globalisasi-industri ke depan sudah saatnyaagama untuk dikembalikan ke “rumah”-nya sebagai sistemnilai dan makna. Nilai-nilai dan makna-makna itu harusmengejawantah ke dalam diri setiap individu dan sosialmasyarakat beragama, seperti nilai keadilan, kesamaan,keseimbangan, kedamaian, ketentraman, kesejahteraan,kepedulian, kerjasama, tolong menolong, saling meng-hormati, saling menghargai, dan berlomba-lomba dalam

Page 227: Dimensi v

193

kebaikan (fastabiqul-khayrât). Meminjam teori Berger (1991:bab 1), internalisasi nilai-nilai dan makna-makna agamabagaimana benar-benar “merasuk” ke dalam jiwa masing-masing pemeluk agama. Ini yang dalam pengamatan penelitimasih memerlukan kerja keras terutama oleh para pemukaagama (da’i/mubaligh dan penginjil).

Kerja keras para pemuka agama kadang menuaikebuntuan manakala berhadapan dengan kebijakan pemerin-tah dan kehiduapn wisata yang menyejarah sekaligusmenyejahterakan. Dialektika kompromistis yang dilakukansebagian ulama kepada pemerintah merupakan tandaketakberdayaan mereka terhadap pemerintah yang sekulerdan kapitalis, ditambah kesenjangan ekonomi masyarakatyang memintanya untuk tunduk kepada pemilik modal dankeepentingan ekonomi pragmatis.

Moh. Rosyad, ulama Songgoriti dan Kepala KUABumiaji, Kota Batu, menegaskan akan ketidakberdayaanulama dan kaum santri dalam merespon kebijakanpemerintah dalam konteks pembangunan wisata, demikian:

... ulama-ulama yang terstruktur, seperti MUI dan pengurus partai yang banyak darikaum santri (baca: PKB) sudah terkooptasi oleh pemerintah. Pemerintah itu cerdasdalam membaca psikologis kyai dan partai, mereka diajaklah jalan-jalan ke dunia Arab(sambil umrah) dan mampir di Singapura untuk melihat perkembangan kota dan wisatadi sana. Bahkan, katanya mereka juga pernah diajak ke Bali dan Lombok (Senggigi)

Apalagi soal partai dan para anggota DPRD. Mereka itu adalah lembaga politik yangujung-ujungnya adalah kepentingan pribadi dan partai. Jadi, di sini kurang dan bahkantidak ada lembaga penyeimbang (baca: koreksi) terhadap kebijakan-kebijakanpemerintah termasuk mengenai pengembangan daerah wisata yang mempribadi,bukan milik pemkot.

Dakwah agama kemudian berjalan apa adanya, meskisesungguhnya keinginan beberapa yang masih memilikinilai-nilai idealis dan religius tetap konsisten mengusungakan pentingnya wisata religius itu. Tetapi juga perlu

Page 228: Dimensi v

194

disadari bahwa Batu ini bukan Mesir, bukan Arab, tetapiBatu ya Batu yang memiliki corak dan tradisi sendiri.

Pernyataan-pernyataan Moh. Rosyad, dan juga AnisKhaerunnisa’ di beberapa dialog dan wawancara yangdiadakan oleh peneliti menunjukkan ketidakberdayaan peranulama dalam merespon pengembangan wisata di Batu. Duniawisata yang banyak menyajikan sajian-sajian kepuasanduniawi dan hiburan-hiburan yang bukan hanya sekadarpelepas lelah atau pengisi waktu santai merupakan tantangansekaligus peluang bagi para da’i/mubaligh dan penginjiluntuk berbuat. Sebab, dalam sajian-sajian dan hiburan-hiburan wisata—apa pun bentuk—selalu terkandung nilai-nilai. Sajian dan hiburan wisata dapat mendorongdemoralisasi, agresi, dan despiritualisasi. Ketika kita melihatanak-anak remaja dan mahasiswa dimana cafe dan diskotik,misalnya, sebagai tempat “tongkrongan” dan bukan lagimasjid dan perpustakaan sebagai tempat berteduh danberdiskusi, maka di sana dampak negatif pasti terlihat.

Merespon ketidakberdayaan ulama (da’i/mubalighdan penginjil) dalam merespon kebijakan wisata itu, makaredefenisi ulama sebagai agen sosialisasi nilai-nilai agamaperlu dilakukan. Mereka ditantang untuk bersaing denganagen-agen wisata yang global. Sekarang para kyai danpendeta tidak cukup hanya membacakan kisah-kisah dalamAlqur’an dan Injil, sirah Nabi-nabi atau buku-buku agama,tetapi mereka harus mengemasnya dengan memanfaatkanteknologi informasi dan disain dakwah yang memadai yangmampu memantik orang untuk kembali ke agama.

Apa yang menjadi mainstream ulama untuk,meminjam istilah Sachiko Murata & William Chittik (dalamThe Vision of Islam, 1994) to return to God through religion(kembali kepada Tuhan melalui agama) dalam kontekswisata religius di Batu kiranya sampai sekarang masih

Page 229: Dimensi v

195

menemui jalan buntu. Draf wisata religius yang dikomandaniSeksi Penamas dan Pekapontren Kementerian Agama KotaBatu belum memeroleh tanggapan yang serius untukdirespon. Pemerintah masih berkutat pada kebijakan industriwisata yang secara ekonomi memantik kesejahteraan nyata-duniawi kepada masyarakat.

Tujuan dari draf wisata religius itu adalah untukmenyusun langkah yang terarah dalam upaya mewujudkanaspirasi rakyat Kota Batu. Masyarakat sejatinya menghendakiterciptanya masyarakat yang mantap dalam suasana damai,berkeadilan, demokratis, berkualitas, sejahtera lahir danbatin, yang didukung oleh kondisi masyarakat yang sehat,berilmu, berbudaya, mandiri, terbuka, berperilaku egaliter,dan berakhlak mulia berlandaskan iman dan takwa (IMTAK)kepada Tuhann Yangmaha Esa (DrafStrategi Kebijakan danimplementasi Pembangunan Kota Wisata Batu Yang Religius,Departemen Agama Kota Batu, 2010: 2).

Rumusan strategik yang diintrodusir oleh Kementeri-an Agama Kota Batu akan pentingnya pembangunan wisatayang religius adalah sebagai bentuk respon terhadapkebijakan pemerintah mengenai pengembangan wisata diBatu. Rumusan itu mengamanatkan bahwa segala aspekpembangunan di Batru hendaknya diorientasikan kepadapembangunan peradaban luhur yang berdasarkan nilai-nilaikeimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Yang diperjuangkan oleh Kementerian Agama KotaBatu untuk membangun kota wisata yang religius—selainmemang merupakan tupoksi Kementerian Agama—adalahsebentuk keprihatinan kaum santri/kyai dan pendetamengenai apa yang disebut sebagai gejala-gejala demo-ralisasi, agresi, dan despiritualisasi. Bagi kaum santri/kyaidan pendeta pembanguan moral dan spiritual itu pentingditempatkan pada arus utama pembangunan kota wisata,

Page 230: Dimensi v

196

tetapi sebaliknya bagi pemerintah yang penting adalahbagaimana menarik investor dan pengusaha untuk memaju-kan pembangunan fisik (wisata) yang berdampak padaperekonomian yang menyejahterakan lahir.

Satu ironi dan barangkali suatu petanda kesalahandalam pembangunan wisata di Batu adalah bahwa obyek-obyek wisata yang ada di Batu adalah milik pribadi, bukanpemerintah kota yang bersentuhan langsung denganmasyarakat. Sebagai milik pribadi, industri wisata hanyamementingkan keuntungan kapital yang kadang bertentang-an dengan norma dan nilai agama yang ada. Industri wisataakhirnya menyeruduk dan bahkan bisa melengserkan normadan nilai agama itu.

Dialektika orientasi wisata yang berbeda antaraulama dan pemerintah diakui Moh. Rosyad sebagai kritikatas pembangunan wisata yang dirasakan kurang bermanfaatbagi masyarakat, kecuali Songgoriti. Akibatnya, demikianRosyad, mosi tidak percaya terhadap pemerintah sekarangmulai mengemuka. Terbentuknya Fokkus Babinrohis (ForumKomunikasi dan Konsultasi Pembinaan Kerohanian Islam)Kota Batu ini bisa dibaca sebagai autokritik terhadap industriwisata yang tengah dikampanyekan oleh pemerintah.

Hal positif yang bisa diambil dari terbentuknyaforum itu adalah mengecilnya sekat-sekat mazhab dalamIslam. Islam tidak lagi disektarianisasi dan dideologisasi.Para pemuka Islam tidak lagi memandang mazhabnya(ta’ashshub bi al-madzhab), kelompoknya. Di situ hadir ketuaNU Cabang Kota Batu, K.H. Abdurrahman dan ketuaMuhammadiyah Cabang Kota Batu, K.H. Abdurrahim.Abdurrahman dan Abdurrahim berjalan secara beriringandan berdampingan secara harmonis tanpa mementingkanmazhab dan golongannya. Lalu, di sini Islam dilihat sebagaisesuatu yang tunggal sekaligus terbuka dan siap membuka

Page 231: Dimensi v

197

diri terhadap pandangan yang bermacam-macam. Indahsekali dan semoga jaya!

Page 232: Dimensi v

198

Kesimpulan

Songgoriti, Kota Batu, Jawa Timur yang mem-bentangkan keasrian dan kesejukan telah mengundang dayatarik tersendiri bagi globalisasi dan industrialisasi. Sebagaikota, Batu mengidentifikasi dirinya sebagai sentra wisata,pertanian, dan pendidikan telah menimbulkan implikasi-implikasi yang serius di bidang penghayatan agama dankeagamaan.

Potret agama dan keagamaan di Songgoriti, meskisangat individual dan antara kesalehan dan kemaksiatanberjalan secara “harmonis”, bisa diidentifikasi ke dalam tigapotret. Pertama, potret simbolis. Simbolisme agama ini adalahsebentuk bahasa yang berbicara akan suatu identitas. Yaknisebagai responsi, jika bukan resistensi, terhadap perilakuindustri wisata yang cencederung dekaden. Di sini,simbolisme berfungsi sebagai alat perangsang atau stimulusbagi suatu perilaku sosial yang religius, dalam pandanganmereka pemakai simbol tersebut. Meski, adanya simbol inibisa ditafsiri sebagai sebentuk “proyek” kebudayaan danpolitik. Potret simbolis ini mengejawantah dalam pengajian-pengajian, tahlilan, yasinan, TPQ dan sekolah diniyah, dankebaktian-kebaktian yang senantiasa diadakan. Kedua, potret

Penutup

4

Page 233: Dimensi v

199

ideologis. Potret ini diwakili oleh pemerintah yang dibidangioleh Seksi Penamas dan Pekapontren Kementerian AgamaKota Batu yang memeroleh apresiasi dai Wakil Wali Kota,Drs. H. Budiono, yang kebetulan dia sebagai Pengurus Ansordan Mantan Ketua Lakpesdam NU, Kota Batu. Potret politisini kemudian melahirkan Fokkus Babinrohis Kota Batu, yangdideklarasikan di Hotel Aster, Batu, pada Rabu, 27 Oktober2010 dan dilanjutkan dengan Dzikir Akbar pada 30 Oktober2010 di Alun-alun Kota Batu. Hal ini bisa dimengerti darilogika bahwa seseorang (baca: Wawali Kota Batu) yangmemiliki kekuasaan dan kekayaan maka segala bentukusahanya cenderung merupakan refleksi politis yangsenantiasa bermakna ganda: satu sisi ia memang sejatinyaingin masyarakatnya agamis, tetapi di sisi lain bagaimanamasyarakat itu melalui proteksi religius menjadi tunduk dibawah kekuasaan dan kekayaan yang dimilikinya. Atau,tegasnya—di samping ada niat suci untuk membangun KotaBatu yang religius—keinginan Wawali Kota Batu untuk majusebagai orang nomor satu di Batu juga perlu dibaca. Ketiga,potret moderat. Pada potret ini lebih mengutamakan prinsip-prinsip rasional dalam pemaknaan agama. Kritisisme agama,baik pada konsep maupun aktivitas manusia, adalahkeniscayaan dalam hal mana agama ditempatkan dalamrealitas sosial masyarakat wisata yang terus berkembangsecara evolutif. Artinya, tingkat-tingkat kompleksitas sosialdan budaya paling baik dimengerti dalam kerangka pandangevolusioner, dan tampaknya mau tidak mau agama(keberagamaan) juga harus dinilai dalam kerangka panda-ngan semacam ini. Potret ini bisa dibaca pada para Sarjanadan ustadz yang mengajarkan agama ke arah yang bisaditerima oleh semua kalangan dengan tidak menafikangolongan yang lain. Materi dakwah dengan tema akhlak,Islam, dan kebangsaan, yang menjadi mainstream pelakudakwah adalah salah satu contoh potret ketiga ini.

Page 234: Dimensi v

200

Dakwah agama di Songgoriti mengambil bentukyang toleran dan terbuka karena keberadaan masyarakat danwisata penginapan itu telah menyejarah. Budaya wisata yangtoleran dan terbuka “memaksa” para penggiat agama, da’i/mubaligh dan penginjil, untuk melakukan dakwah dengancara dan materi yang sekiranya tidak mengganggu tatanansosial masyarakat wisata Songgoiriti yang menyejarah itu.Karena itu, materi-materi dakwah yang senantiasadiketengahkan oleh para da’i/mubaligh adalah akhlak,bagaimana sejatinya seseorang hidup berkorelasi denganTuhan, manusia, dan alam secara baik. Di sana kemudiandiajarkan bagaimana manusia bisa menghargai danmemahami perbedaan: agama, suku, ras, dan pandanganhidup masing-masing secara toleran dan terbuka. Tidaksaling mengganggu, apalagi menghujat. Juga cara dakwahyang ditampilkan adalah dakwah bi al-hikmah, artinyabijaksana. Sebab, hanya bi al-hikmah, budi pekerti yang baik(al-akhlâq) diyakini bakal lahir di Songgoriti. Metode inicukup relevan dan signifikan karena mengedepankan akhlaksebagai pijakan utama dakwah. Melalui akhlak dan hikmahseorang da’i/mubaligh dan penginjil memeroleh simpati darimasyarakat, hati yang tertutup menjadi terbuka.

Masa depan agama atau agama masa depan yangkini tengah digotong oleh masyarakat Songgoriti, kota Batu,adalah sebentuk religiusitas berupa pendidikan danpembiasaan nilai-nilai agama sejak dini melalui TPQ danPendidikan Diniyah di TPQ Baiturrahim. Melalui ini, agamatidak saja dikaji, tetapi dipraktikkan. Artinya, dengan katalain, agama kini mulai dikembalikan ke “rumah”-nya sebagaisistem nilai dan makna melalui proses internalisasimenyeluruh (atau lembaga pendidikan Alqur’an dandiniyah). Nilai-nilai dan makna-makna diejawantahkan kedalam diri setiap individu dan sosial masyarakat beragama,khususnya para siswa dan pelajar, seperti di antaranya

Page 235: Dimensi v

201

mereka juga dikenalkan nilai keadilan, kesamaan, keseim-bangan, kedamaian, ketentraman, kesejahteraan, kepedulian,kerjasama, tolong menolong, saling menghormati, salingmenghargai, dan berlomba-lomba dalam kebaikan (fastabiqul-khayrât).

Saran-saran

Dari hasil pengamatan peneliti mengenai potretagama dan keagamaan, dakwah agama, dan masa depanagama di wisata Songgoriti, Kota Batu, ada beberapa halyang perlu segera dilakukan perbaikan-perbaikan. Pertama,kurikulum pengajian agama hendaknya perlu disusun secarasistemik dan metodologis sehingga tidak terkesansekehendak da’i/mubaligh dan penginjil.

Kedua, pengajian-pengajian, tahlilan, yasinan,diba’an, dan dzikir akbar yang senantiasa ada dan mengadadi wisata Songgoriti, kiranya perlu diarahkan tidak saja padakesejukan hati dari katarsis psikologis yang artifisial, tetapibagaimana ia menjadi elan vital bagi semangat hidup yanglebih bermakna dengan harmoni antara wisata yang sekulerdan kehidupan religius, kerja dan do’a, pribadi dan sosial,dunia dan akhirat.

Ketiga, keterlibatan pemerintah dalam pengejawan-tahan wisata religius perlu ditagihkan sehingga ia menjaditeladan bagi wisata-wisata lainnya. Misalnya, denganmenarik investeor dan wisatawan Arab yang peduli terhadapwisata teligius.

Keempat, dalam konteks dakwah agama kiranyaperlu dilakukan secara kaffah atau menyeluruh terhadapelemen masyarakat dalam situasi waktu dan lokasi yangberagam. Di sini, pemerintah dan masyarakat Songgoriti,kota Batu, perlu menata kembali konsepsi dakwah dan

Page 236: Dimensi v

202

penegasan secara harmoni antara dunia putih dan duniahitam, antara dunia malaikat dan dunia setan.

Kelima, pendidikan agama dan keagamaan sejakdini melalui proses pembiasaan (proses pembudayaan) yangmempribadi pada setiap masyarakat perlu dikembangkan kearah dakwah yang menyeluruh kepada para pemilik danpenghuni villa.

Page 237: Dimensi v

203

Daftar Pustaka

Agus, Jacob B., Dialogue and Tradition: The Challenges ofContemporary Judeo-Christian Thought (New York:Abelard Schuman, 1971).

Azra, Azyumardi, Konteks Berteologi di Indonesia: PengalamanIslam (Jakarta: Paramadina, 1999).

-----, “Neo-Sufisme dan Masa Depannya,” dalam MuhammadWahyuni Nafis (ed.), Rekonstruksi dan Renungan ReligiusIslam (Jakarta: Paramadina, 1996).

-----, “Multifaith Education,” dalam Republika, 17 Pebruari2005.

Barizi, Ahmad, “Membangun Kesadaran dan KearifanUniversal,” dalam HARMONI, Jurnal Multikultural danMultireligius Puslitbang Kehidupan BeragamaBalitbang Agama & Diklat Keagamaan Depag RI,Volume III, Nomor 9, Januari-Maret 2004.

Barizi, Ahmad, Malaikat di Antara Kita (Jakarta: Himah-Mizan,2004).

Bellah, Robert N., Beyond Belief: Esai-esai Tentang Agama diDunia Modern, terj. Rudy Harisyah Alam (Jakarta:Paramadina, 2000).

Breslauer, S. Daniel, The Ecumenical Perspective and TheModernization of Jewish Religion (Missoula, Mont:Scholars Press, 1978).

Dillistone, F.W., The Power of Symbols (London: SCM PressLtd., 1986). Buku ini diterjemahkan ke dalam bahasaIndonesia oleh A. Widyamartaya, Daya Kekuatan Simbol(Yogyakarta: Kanisius, 2002).

Grose, George B. & Hubbard, Benjamin J. [eds.], Tiga AgamaSatu Tuhan: Sebuah Dialog, terj. Santi Indra Astuti(Bandung: Mizan, 1998).

Page 238: Dimensi v

204

Heschel, Abraham J., The Inscurity of Freedom: Essays inApplied Religion (New York: Farrar, Straus and Giroux,1966).

Lyden, John, Enduring Issues in Religion (San Diago:Greenhaven Press, In., 1995).

Naisbitt, John & Aburdene, Patricia, Megatrends 2000: SepuluhArah Baru untuk Tahun 1990-an, penj. FX Budijanto(Jakarta: Binarupa Aksara, 1990).

Nasr, Seyyed Hossein, Islam dan Nestapa Manusia Modern, terj.Anas Mahyudin (Bandung: Pustaka ITB, 1983).

Permata, Ahmad Norma [ed.], Metodologi Studi Agama(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000).

Scharf, Betty R., Kajian Sosiologi Agama, penj. MachnunHusein (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1995).

Whitehead, A.N., Symbolism (Cambridge: CambridgeUniversity Press, 1928).

Zahra, Abu [ed.], Politik Demi Tuhan: Nasionalisme Religiusdi Indonesia (Bandung: Pusataka Hidayah, 1999).

Page 239: Dimensi v

205

Page 240: Dimensi v

206

BAGIAN III

Harmoni dalam Perbedaan

Studi Konstruksi Sosial Kerukunan Antar Warga NU,Muhammadiyah dan LDII di Desa Awar-Awar Asembagus

Situbondo

Oleh : Muhammad Isfironi

Page 241: Dimensi v

207

Page 242: Dimensi v

208

Latar Belakang

Realitas sosial dalam kehidupan berbangsa danbernegara pada akhir - akhir ini banyak mendapat perhatian,sorotan, dan keprihatinan dari para tokoh masyarakat, tokohagama, cendikiawan, pengamat, dan politisi, baik nasionalmaupun internasional. Sejak tahun 1998, bangsa Indonesiamengalami liberalisasi politik dengan skala yang belumpernah dialami sebelumnya. Reformasi telah memunculkankeberanian dari setiap warga Negara untuk menyampaikanaspirasi, kepercayaan, agama dan identitasnya secara bebastanpa tekanan. Tidak dapat dipungkiri bahwa pada masayang lalu, semua itu harus disesuaikan dengan kepentingannasional dan pembangunan. Perbedaan pendapat adalahtabu, menonjolkan kesukuan dianggap mengancam identitasnasional, keyakinan dan agama yang sah adalah yang telahtercantum dalam undang-undang. Sesudah bergulirnyareformasi sejak tahun 1998, dinamika politik di daerahmemasuki babak baru. Aktor, institusi dan budaya lokalbermunculan kembali dan mulai memainkan peran di dalampolitik lokal dengan pola-pola yang berbeda dari sebelumnya(Nordholt: 2007).

Dalam skala yang lebih luas, globalisasi dunia telahmenjadi suatu kekuatan besar yang membutuhkan responyang tepat karena ia memaksa suatu strategi bertahan hidup

Pendahuluan

1

Page 243: Dimensi v

209

(survival strategy) dan strategi pengumpulan kekayaan(accumulative strategi) bagi berbagai kelompok danmasyarakat (Featherstone, 1991). Pasar menjadi dominan danmemperluas orientasi masyarakat dan mobilitas batas-batassosial budaya. Pasar juga mengaburkan batas-batas itu akibatberubahnya orientasi ruang dalam masyarakat (Appandurai,1994 sebagaimana dikutip Abdullah: 2007). Dengan kemajuanteknologi informasi, dunia telah terintegrasi dengan tatananglobal, sehingga batas-batas antara Indonesia, Belanda,Brazil, Italia mencair akibat arus orang, barang, informasi,ide-ide dan nilai yang semakin lancar, padat dan intensif.Kondisi di atas pada akhirnya mempengaruhi seluruh segikehidupan masyarakat, politik, sosial, budaya, dan agama.Dalam kehidupan beragama, hubungan individu dan agamatak ubahnya menjadi semacam hubungan nasabah dan bankyang sewaktu-waktu bisa mengalami rush. Lantas kebera-gamaan menjadi kering kerontang, sekedar verbalisme yanghanya menekankan ritual-ritual yang tidak setangkupdengan kesadaran pencerahan diri.

Sementara itu, kecenderungan dan citra masyarakatIndonesia yang religius berkebalikan dengan kenyataan dilapangan. Setelah kran demokrasi terbuka, justru menunjuk-kan parasnya yang keras, kaku dan cenderung brutalterhadap kelompok lain yang dipandang tidak se-aqidah, baikitu antar umat beragama maupun intern umat beragama.Serentak, ilmuwan, agamawan bahkan politisi menanggapi,bahwa ada masalah dengan pemahaman agama kita. Tidakada agama yang mengajarkan kebencian kepada sesamamanusia siapapun orangnya dan agamanya, demikianmereka umumnya berfatwa. Ironinya fatwa-fatwa agamabukan mendorong perilaku yang toleran, justru sebaliknyanampak ada hubungan yang kuat antara fatwa dan tindakanyang intolerant (Assyaukanie: 2009). Respon masyarakatterhadap Jama’ah Ahmadiyah, Jama’ah Lia Eden, LDII dan

Page 244: Dimensi v

210

kelompok-kelompok lain yang dianggap sesat cukupmencemaskan, dan fatwa sesat justru mendorong eskalasikekerasan. Kekerasan ini juga menunjukkan bahwa Negaradan pemerintah yang seharusnya menjamin perlindunganatas hak setiap warga negaranya untuk memeluk agama yangdiyakininya dan menjalankan keyakinan agamanya tersebutbelum melakukan tugasnya dengan baik.

Tentu, upaya untuk memperbaiki kehidupankeagamaan bukan hanya menjadi tugas pemerintah, namunmenjadi tanggung jawab seluruh komponen bangsa termasukmasyarakat/umat beragama. Sangat disayangkan, responterhadap persoalan keagamaan lebih banyak dalam tataranhubungan antar agama, sementara hubungan intern umatberagama87 yang memiliki persoalan yang cukup pelikkurang dicarikan jalan keluarnya. Ajaran fastabiqu al-khairat(berlomba dalam kebaikan), nampak hanya sekedar sloganyang lebih kentara sebagai persaingan politik antar agamadan antar ormas agama ketimbang sebagai sebuah ekspresikerukunan sejati.

Peristiwa-peristiwa kerusuhan dan kekerasan yangbernuansa agama tidak bisa hanya dilihat dari sudutpandang konfliktual, fakta sejarah lebih menunjukkanbagaimana kerukunan lebih dominan dalam menjalinhubungan antar agama dan intern umat beragama. Dibeberapa tempat di Indonesia desa maupun kota masihbanyak yang menunjukkan betapa masyarakatnya sangatrukun dan toleran, harmoni masih menjadi landasan sosial

87 “Permasalahan bangsa Indonesia saat ini adalah masalah kerukunan beragama,masalah ini memiliki dua dimensi yaitu kerukunan intern umat beragama dan kerukunanantar umat beragama , kerukunan intern umat beragama antara lain diusik oleh lahirnyagerakan-gerakan sempalan yang sesat, menyimpang, dan juga sempalan yang tidak sesat tetapitidak lazim dalam kehidupan berbangsa Indonesia.” Prof. Dr. H. M. Atho Mudzhar dalamsambutannya pada diskusi buku Ilusi Negara Islam: Ekspansi Gerakan Islam Transnasionaldi Indonesia bertenpat di Komplek TMII Jakarta, Selasa (09/02/2010)

Page 245: Dimensi v

211

masyarakat. Konflik di daerah lain seperti: Poso (mulai 1998),Ambon (mulai 1998), Maluku Utara (2000), juga di Situbondo(1996) seyogyanya dilihat dalam konteks karena masyarakattidak normal akibat timbunan permasalahan sosial sebagaiakibat salah urus dari penguasa, sehingga harmoni yangmenjadi kecenderungan masyarakat terkoyak.

Kerusuhan yang pernah terjadi di Situbondo padatahun 1996 yang menghanguskan beberapa gereja yangtersebar di seluruh kawasan Kabupaten Situbondo bukanlahmerupakan kerusuhan agama. Intrik dan rekayasa politikyang menjadi pemicu kerusuhan tersebut jauh lebih mungkinmenjadi penyebab karena Situbondo merupakan basispendudung Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang jugasecara tradisional warganya adalah Nahdliyin. (Baca: Anamdkk, 2006) Karena itu di Desa Awar-Awar yang bertradisipendalungan yang walaupun temperamental, namun jugamemiliki basis budaya harmoni yang dipengaruhi etnik Jawa.Namun, oleh karena harmoni bukanlah sesuatu yang bersifatgiven (terberi), maka menelaah bagaimana prosespengkonstruksian hormoni di masyarakat dan bagaimanapula mereka mempertahankannya menjadi penting untukditeliti.

Tertarik dengan kearifan masyarakat dalam memprak-tikkan kerukunan intern umat beragama, penulis inginmengangkat satu fenomena kerukunan antara wargaNahdlatul Ulama88 (baca: NU), Muhammadiyah89 (baca: MD)

88 Nahdlatul Ulama di sini adalah nama sebuah organisasi sosial keagamaan yangmemiliki anggota terbesar di Indonesia yang memiliki orientasi pemahaman keagamaan yangdisebut oleh pakar sebagai kelompok Islam tradisional. NU didirikan oleh KHM. HasyimAsy’ari, pendiri dan pengasuh pertama Pondok Pesantren Tebuireng Jombang pada tahun1926 dengan tujuan mempertahankan Islam ala Ahlussunnah wal al Jama’ah.

89 Muhammadiyah adalah nama organisasi sosial keagamaan yang memiliki anggotaterbesar kedua di Indonesia didirikan oleh KH.Akhmad Dahlan tahun 1912 di Yogyakartadengan tujuan melakukan upaya pemurnian Islam atau disebut sebagai gerakan Islam Puritan.

Page 246: Dimensi v

212

dan warga Lembaga Dakwah Islam Indonesia (baca: LDII)90

di Desa Awar-Awar Asembagus Kabupaten Situbondo dibawah judul : “HARMONI DALAM PERBEDAAN (StudiKonstruksi Sosial Kerukunan Antar Warga NU,Muhammadiyah dan LDII di Desa Awar-Awar AsembagusSitubondo)”

Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian

Masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagaiberikut: Benarkah terciptanya kerukunan antara warga NU,Muhammadiyah dan LDII di Desa Awar-Awar merupakanmanifestasi dari kesadaran yang ditimbulkan daripemahaman keagamaan diantara mereka ataukah ada faktor-faktor lain yang mendorong ke arah kerukunan? Darirumusan masalah tersebut dirumuskan beberapa pertanyaanpenelitian sebagai berikut :

1. Bagaimana pandangan warga NU, MD & LDII terhadaprealitas keagamaan di Desa Awar-Awar AsembagusSitubondo ?

2. Faktor apa saja yang mendorong terciptanya kerukunanantar warga NU, MD & LDII di Desa Awar-AwarAsembagus Situbondo ?

3. Bagaimana kerukunan antar warga NU, MD & LDIImempengaruhi kehidupan masyarakat di Desa Awar-Awar Asembagus Situbondo ?

90 LDII yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Lembaga Dakwah IslamIndonesia yang Cikal bakalnya didirikan pada tanggal 3 Januari 1972 di Surabaya, JawaTimur dengan nama Yayasan Karyawan Islam (YAKARI). Pada musyawarah besar[MUBES] YAKARI tahun 1981, nama YAKARI diganti menjadi Lembaga KaryawanIslam [LEMKARI]. Pada musyawarah besar [MUBES] LEMKARI tahun 1990, sesuaidengan arahan Jenderal Rudini sebagai Menteri Dalam Negeri [Mendagri] waktu itu, namaLEMKARI yang sama dengan akronim Lembaga Karate-Do Indonesia, diubah menjadiLembaga Dakwah Islam Indonesia

Page 247: Dimensi v

213

Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalahnya, tujuan penelitian iniadalah mendiskripsikan fenemona harmoni masyarakat DesaAwar-Awar Kecamatan Asembagus Kabupaten Situbondo.Sedangkan berdasarkan pertanyaan penelitiannya makatujuan penelitian ini dalam dirinci sebagai berikut :

1. Mendiskripsikan pandangan warga NU, MD & LDIIterhadap realitas keagamaan di Desa Awar-AwarAsembagus Situbondo.

2. Mengungkapkan faktor-faktor yang mendorong tercipta-nya kerukunan antar warga NU, MD & LDII di DesaAwar-Awar Asembagus Situbondo ?

3. Mendiskripsikan kerukunan antar warga NU, MD &LDII mempengaruhi kehidupan masyarakat di DesaAwar-Awar Asembagus Situbondo.

Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini sebagaimana termaktubdalam fokus masalah dan pertanyaan penelitian yaitumencakup pandangan keagamaan, faktor-faktor yang men-dorong terciptanya harmoni dalam perbedaan dan pengaruh-nya pada kehidupan masyarakat warga NU, MD dan LDII diDesa Awar-Awar dalam kontek masyarakat KabupatenSitubondo yang merupakan daerah santri yang terdapatpondok pesantren hampir di semua wilayah kabupaten.

Signifikansi

Dengan penelitian ini penulis ingin memahami secaralebih mendetil bagaimana individu dalam masyarakat dilokasi penelitian membentuk sebuah harmoni sementaramereka memiliki keyakinan yang berbeda dalammenjalankan agama (Islam) nya. Studi ini diharapkan

Page 248: Dimensi v

214

memiliki dua kegunaan, yaitu: pertama, memberikaninformasi kualitatif mengenai aspek-aspek hubungan internumat beragama, sehingga kebijakan keagamaan yang diambildapat lebih mengukuhkan harmoni bukan merusaknya.Kedua, dari segi kemasyarakatan dapat memberikaninformasi baru atau mungkin istilah baru yang memperkayapenelitian empiris yang pernah dilakukan terutama tentanghubungan intern umat beragama dalam hal ini adalah internAgama Islam.

Tinjauan Pustaka

Tema penelitian ini tentu bukanlah yang pertama,namun umumnya kajian merupakan kerukunan antar umatberagama, bukan intern umat beragama. Biasanya subjekkerukunan intern umat Islam dibahas dalam kontekkehidupan yang lebih luas seperti karya Nur Syam (2005)yang berjudul Islam Pesisir. Karya ini memberikansumbangan kepada kita untuk semakin memahamikehidupan keagamaan Islam di Jawa. Berbeda dengan kajianlainnya yang membahas Islam di pedalaman, namun karyaNur Syam ini memotret Islam di wilayah pesisir tepatnyamasyarakat Palang Tuban Jawa Timur. Dengan momotretupacara tradisi dalam masyarakat Jawa (Tuban) pada tigakelompok Islam yaitu NU, Muhammadiyah dan Abangan,dimana mereka dapat hidup secara toleran dan bahkanketiganya dapat saling bertemu di berbagai medan budayayang berbeda. Dengan pendekatan etnografi yang bertumpupada wawancara mendalam dan observasi partisipan, NurSyam melihat wong NU dapat bertermu dengan wongAbangan di medan budaya di sumur keramat dan makamuntuk upacara nyadran dan manganan. Wong NU bertemudengan Wong Muhammadiyah di Masjid dalam rangkaberibadah kepada Allah. Melalui bertemunya ketigakelompok di atas di berbagai medan budaya, maka

Page 249: Dimensi v

215

perubahan-perubahan pun dapat terjadi seiring dengansemakin gencarnya proses Islamisasi kultural yang sedangberlangsung. Ada perubahan dari festival kerakyatansindiran ke kegiatan pengajian atau tahlilan atau yasinan.Kontribusi karya ini adalah memberikan satu tambahantipologi yang disebut “Islam Kolaboratif” yaitu hubunganantara Islam dan budaya lokal yang bercorak akulturatif-sinkretik sebagai sebuah konstruksi bersama antara agen(elit-elit lokal) dengan masyarakat dalam sebuah prosesdialektika yang terjadi secara terus menerus.

Islam Pesisir, karya Nur Syam di atas dapat dipandangsebagai satu bentuk konstruksi kerukunan intern Islamsehingga temuan-temuannya juga dapat dijadikan rujukanuntuk menganalisis fenomena kerukunan di Awar-Awar.Perbedaannya adalah di Awar-Awar yang menjadi lokasirencana penelitian ini memotret konstruksi kerukunan wargaNU, MD dan LDII atau Harmoni dalam Perbedaan.

Karya kedua adalah hasil penelitian yang dilakukan olehAhmad Jamhari Rahmawan dkk. dengan judul “FaktorKerukunan Antar Umat Beragama Di Desa Balun KecamatanTuri Kabupaten Lamongan Sebagai Solusi Konflik AntarUmat Beragama Di Indonesia”. Riset ini bertujuan untukmengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kerukunanantar umat beragama di Desa Balun Kecamatan TuriKabupaten Lamongan. Desa Balun ini dipandang yang palingunik di Kabupaten Lamongan. Di desa ini terdapat tigaagama yang dipeluk oleh warganya, yaitu: Islam, Hindu, danKristen. Karena pada umumnya, untuk ukuran suatu desa diLamongan, Desa Balun dikatakan sangat heterogen.Penelitian ini bertujuan untuk mencari faktor-faktorpenyebab kerukunan antar umat beragama di Desa BalunKecamatan Turi Kabupaten Lamongan. Denganmengandalkan wawancara terhadap para tokoh sebagai

Page 250: Dimensi v

216

metode pengumpulan datanya, ditemukan faktor yangmenyebabkan kerukunan beragama di Desa BalunKecamatan Turi Kabupaten Lamongan adalah adanya faktorsejarah, sehingga ada kedekatan emosi dan komunikasi, jugafaktor nilai-nilai yang tidak berbenturan yaitu Islam (NU),Kristen (GKJW), dan Hindu. Juga karena struktur masyarakatpedesaan yang masih bergantung pada tokoh.

Riset ini lebih menekankan pada kajian elit untukmelihat faktor-faktor yang mendorong kerukunan antar umatberagama di Desa Balun Lamongan. Sementara rencanapenelitian di Awar-Awar tidak hanya elit namun konstruksiyang dibangun oleh warga sebagaimana tergambar dalamkehidupan sehari-hari (everyday life).

Penelitian ketiga adalah karya Mas’ud (2010) yangberjudul Nahdlatul Ulama and Muhammadiyah, Two ofIndonesia’s Muslim Giants: Tension Within Intimacy (Harmony).Penelitian ini berfokus pada bentuk hubungan yang terjadiantara NU dan Muhammadiyah dan resolusi konflik yangdiambil oleh kedua organisasi tersebut untuk mengatasikonflik yang terjadi. Konflik yang terjadi antara warga NUdan Muhammadiyah bukan karena faktor ideology ataufaham keagamaan, tetapi karena faktor kepentingan sosialdan politik. Mas’ud dalam penelitiannya melihat ada duaresolusi konflik yang dibangun, pertama dengan caramerubah cara pandang yang lebih moderat dalammemahami perbedaan pemikiran yang terkait dengankhilafiyah dan memfokuskan corak berfikirnya pada isu-isukontemporer. Kedua, dengan membuka pemikiran yangdatang dari luar dengan mempromosikannya kepada paracendekiawan muslim yang berasal dari pengurus internal,baik yang tergabung dalam struktur organisasi maupundalam LSM yang dimiliki oleh kedua organisasi tersebut.Asumsi-asumsi yang muncul dalam penelitian ini penulis

Page 251: Dimensi v

217

anggap relevan digunakan untuk memotret harmoni yangterjadi antara warga Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah danLDII di Desa Awar-Awar Asembagus.

Adapun penelitian dengan subjek hubungan internummat beragama dengan lokus Kabupaten Situbondo,sampai laporan penelitian ini disusun, penulis belum berhasilmendapatkannya.

Kerangka Teori

Fokus penelitian ini adalah melihat faktor-faktorterciptanya harmoni di masyarakat Desa Awar-AwarKecamatan Asembagus Kabupaten Situbondo sementaramereka memiliki faham keagamaan yang berbeda. Untuk itudisini perlu dijelaskan tentang konsep harmoni. Secaraetimologi kata “harmoni” mempunyai makna keselarasan(Waspodo, 2001: 38). Sekurang-kurangnya ada enam cirimasyarakat harmonis itu secara sosiologis yaitu; Pertama,harmoni memiliki ciri ekualitas dan uniformalitas. Kedua,harmoni juga mencirikan adanya tanggung jawab bersamadalam kehidupan bermasyarakat. Ketiga, harmoni juga harusdilihat dari sisi keterbukaan. Keempat, yaitu keadilan. Kelima,harmoni selalu mencerminkan kebebasan. (Waspodo, 2001:40-41).

Dalam budaya Jawa, harmoni dimaknai sebagai kondisihidup yang serasi dan selaras dalam hubungan interaksinya.Hidup rukun adalah suatu keharusan dalam rangkamencapai tujuan ketenteraman dan kedamaian satu samalain. Harmoni juga berarti harus bisa mengatasi perbedaan-perbedaan, bisa bekerja sama dan saling menerima untukmencapai tujuan hidup. Rukun berarti mengatasi perbedaan,bekerja sama, saling menerima, hati tenang dan hidupharmonis. (Mulder, 1984: 82) Kerukunan merupakan cerminadanya hubungan timbal balik yang ditandai oleh sikap

Page 252: Dimensi v

218

saling menerima, saling mempercayai, saling menghormatidan menghargai serta sikap saling memaknai bersama-sama.

Secara sosiologis, harmoni telah menjadi ciri khaskehidupan di desa. Segala keputusan yang diambil selalumengacu kepada harmoni. Hal ini terlihat dari institusimusyawarah seperti “rembuk desa” yang sangat kentaldalam kehidupan masyarakat desa. Institusi rembuk desa inijuga diperkuat dengan ritual-ritual yang mengokohkan sifatkomunal masyarakat desa. Upacara bersih desa, selamatandesa yang ada merupakan manifestasi sekaligus buktiorientasi harmoni, karena selamatan merupakan ritual yangmemiliki tujuan untuk mempertahankan harmonitersebut.(Beatty, 1999; Isfironi 2009) Dalam kontekshubungan agama-agama, Indonesia merupakan contoh baikdari isu-isu tentang agama, tantangan dan harapan terhadapterciptanya harmoni di dalam kehidupan beragama yangberaneka (Suseno: 2005, 9).

Konsep berikutnya adalah komunitas91 atau wargaNahdlatul Ulama, Muhammadiyah dan LDII. Agar tidakterjadi generalisir yang berlebihan, maka perlu ditegaskanbahwa konsep warga ketiga ormas keagamaan diatas dibatasipada warga Desa Awar-Awar Asembagus Situbondo. Hal inipenting karena tujuan penelitian yang bersifat kualitatif tidakmencari hukum umum dari suatu fenomena, namun untukmenghasilkan suatu pemahaman atas suatu fenomena, yaituharmoni diantara para warga ketiga ormas keagamaandimaksud.

91 Pengertian komunitas di dalam penelitian ini mengacu pada Raymond Williams(1988). Secara baku komunitas menunjuk pada suatu sistem sosial dengan suatu polahubungan yang dibedakan secara langsung dengan sistem sosial yang lebih formal, lebihabstrak dan bersifat instrumental. Pandangan ini berakar dari Pandangan Tönnies (1887)yang membedakan Gemeinschaft dan Gessellschaft yang menegaskan dua sifat yang berbeda,yang satu personal/emosional sementara yag lain institusional/rasional.

Page 253: Dimensi v

219

Fenomena kerukunan antara warga NU, Muhammadi-yah dan LDII di Desa Awar-Awar dalam rencana penelitianini akan didiskripsikan dengan menggunakan perspektifteori Konstruksi Sosial dari Peter L. Berger dan ThomasLuckman. Berger dan Luckman memahami masyarakatsebagai sebuah konstruksi kultural atau simbolik. Masya-rakat itu bukanlah sebuah sistem, sebuah mekanisme,maupun sebuah pola organis; ia merupakan sebuahkonstruksi simbolik atau sebuah kecerdasan kesadaran dalammenyusun ide-ide, makna-makna, dan bahasa.

“Human existence is ... an ongoing externalization. Aman externalize himself, he construct the world.... In theprocess exsternalization , he projects his own meaninginto reality. Symbolic universes, which proclaim that allreality is humanly meaningful and call upon the entirecosmos to signify the validity of human existence,constitute the farthest reaches of this projection” (Bergerand Luckman, 1966: 121-122)

(Eksistensi manusia adalah .....sebuah proseseksternalisasi yang berlangsung terus-menerus. Sementaramanusia mengeksternalisasikan dirinya sendiri, dia meng-konstruksi dunia... di dalam sebuah proses eksternalisasi, diamerancang maknanya sendiri di dalam realitas. Universum-universum simbolik, yang mempermak-lumkan bahwa semuakenyataan secara insaniah bermakna dari segi manusia danyang berseru kepada seluruh kosmos untuk menunjukkanvaliditas eksistensi manusia, mengkons-titusikan batas-batasterjauh dari proyeksi ini)

Di dalam bukunya The Sacred Canopy: Elements of aSociological Theori of Religion, Peter L. Berger menggambarkansecara garis besar proses konstruksi tersebut dibentuk :

Page 254: Dimensi v

220

“The fundamental dialectic process of society consists ofthree moments,or steps. These area externalization,objectivation, and internalization .... Externalization is theon going outpouring of human being into the world, bothin the physical and the mental activity of men.Objectivation is the attainment by the products of thisactivity ... of a reality that confronts its original producersas a facticity external to and other than themselves.Internalization is the reappropriation by men in this samereality, transforming it once again from structures of theobjective world into structures of the subjectiveconsciousness. It is through externalization that society isa human product. It is through objectivation that societybecomes a reality sui generis. It is through internalizationthat man is a product of society. (Berger, 1967: 4)

(Proses dialektik fundamental masyarakat terdiri dari tigamomen atau tahapan, yaitu externalisasi, objektivikasidan internalisasi.... Eksternalisasi adalah pencurahansecara terus menerus manusia dalam dunia, baik didalam kegiatan fisik maupun mental manusia. Objektivi-kasi adalah pencapaian melalui produksi aktivitas ini...dari realitas yang menghadapi sifat dasar penciptanyasendiri sebagai sebuah faktisitas eksternal untuk danselain mereka sendiri. Internalisasi adalah pengambilankembali oleh individu di dalam realitas yang sama di sini,mentranformasikan sekali lagi dari struktur duniaobjektif di dalam struktur struktur kesadaran subjektif.Melalui eksternalisasi itu masyarakat merupakan sebuahproduk manusia. Melalui objektivikasi masyarakattersebut menjadi realitas sui generis. Melalui internalisasimanusia itu merupakan produk dari masyarakat).

Page 255: Dimensi v

221

Metode Penelitian

1. Perspektif PenelitianPenelitian ini berspektif kualitatif etnografik yang beradapada paradigma fenomenologi sosial (konstruk-sionis).Sebagaimana dikatakan penelitian kualitatif diarahkanuntuk memberikan pengertian (interpretation) terhadapsuatu gejala berdasarkan makna yang dikonsepsikan danyang diekspresikan oleh manusia. (Denzin & Lincoln:2000; Guba & Lincoln: 1985; Newman: 2000) Oleh karenatujuan penelitian ini mengungkap makna yangtersembunyi dalam fenomena kerukanan antar wargaNU, Muhammadiyah dan LDII, maka perspektifinterpretatif ini dipandang sangat relevan.

2. Pemilihan Lokasi

Penelitian ini di lakukan di Desa Awar-Awar KecamatanAsembagus Kabupaten Situbondo. Lokasi ini dipilihdengan suatu pertimbangan pertama, bahwa secarakeseluruhan seluruh wilayah kabupaten Situbondodikenal dengan daerah “santri” dengan basis sejumlahpondok pesantren besar maupun kecil baik di desamaupun di kota. Namun demikian kehidupan keagama-an di Situbondo cukup plural dari segi keagamaan. Pusatperibadatan agama Kristen dan Katolik nampak tersebardi seluruh wilayah, juga rumah sakit Elisabet. Di internalumat Islam, mayoritas masyarakatnya mengaku sebagaiwarga NU, namun Muhammadiyah dan LDII jugaberkembang dengan baik. Kedua, desa Awar-Awarmerupakan satu desa yang sangat nampakkerukunannya. Di desa Awar-Awar yang menjadi fokuslokasi penelitian ini dari segi keagamaan warganyamerupakan anggota salah satu dari tiga organisasi sosialkeagamaan yaitu NU, MD dan LDII. Tentu disamping ituada penganut Kristen dan Katolik. Mereka hidup rukun

Page 256: Dimensi v

222

walaupun salah satu dari mereka ada yang mayoritas danminoritas. Terutama LDII yang di tempat lain sepanjangpengetahuan penulis sulit untuk hidup berdampingan.

3. Data dan Sumber Data

Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah nilaidan makna yang dikonsepsikan oleh informan penelitian,yaitu masyarakat desa Awar-Awar KecamatanAsembagus Kabupaten Situbondo tentang penciptaanharmoni dalam perbedaan.

4. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini dalam pengumpulan datanya mengandal-kan wawancara kepada subjek penelitian, yaitu wargaNU, MD dan LDII baik dalam kategori elit maupunwarga biasa. Dengan wawancara mendalam diharapkanakan dapat mengungkap motif dibalik tindakan darisudut pandang pelaku. Dalam mengumpulkan data,peneliti akan memulai dari beberapa key informan yaitupamong desa, pemuka masyarakat, pemuka NU, MD danLDII.

Memulai wawancara untuk suatu topik yang cukupsensitif tidak bisa dilakukan dengan tergesa-gesa,karenanya penulis dalam melakukan pengumpulan datamengandalkan suatu momentum yang tepat untukmenemui para informan. Karenanya hampir semuawawancara dilakukan dengan cara yang sangat informalterutama untuk informan warga masyarakat. Hanyadengan tokoh LDII saja yang penulis rasakan agak formaldan kaku pada awalnya. Hal ini dapat dimengerti, karenasaat penelitian ini dilakukan di beberapa daerah, melaluiberita telah terjadi pengrusakan fasilitas ibadahkelompok-kelompok yang dipandang sesat. Disamping

Page 257: Dimensi v

223

itu kesan yang penulis tangkap selama penelitian, wargaLDII jarang menerima tamu untuk tujuan penelitian.

Dalam beberapa hal yang perlu dikonfirmasi, penulismenggunakan teknik observasi secara langsung misalnyasoal bagaimana sikap warga saat menghadiri acarahajatan yang umumnya diwarnai acara-acara yangbernuansa keagamaan. Bagaimana mereka bersikapterhadap materi acara yang tidak sesuai dengan praktikkeagamaan yang diyakini.

Beruntung penulis dapat mengikuti beberapa momentumyang melibatkan warga NU, MD dan LDII yakni saatpemilu kepala daerah, saat acara-acara semacam ”aparlo”(hajatan) dan saat-saat mereka membicarakan soal-soalpertanian.

5. Teknik Analisis.

Proses analisa data dimulai dengan menelaah data yangtelah dikumpulkan kemudian dipelajari dan ditelaah.Selanjutnya dilakukan reduksi data yang dilakukandengan membuat abstraksi. Langkah selanjutnya adalahmenyusun/memproses dalam satuan (Unitizing),kategorisasi dan penafsiran data. Dalam perspektifsimbolik-interpretatif data-data tersebut adalah data yangberhubungan dengan simbol-simbol yang tersedia didepan umum dan dikenal oleh warga masyarakat yangbersangkutan. Simbol-simbol itulah yang harus diangkat(ditafsir) maknanya oleh peneliti.

Menurut Spradley (2006), tahapan atau urutannyasebagai berikut: memilih masalah, mengumpulkan datakebudayaan, menganalisa data kebudayaan, memformu-lasikan hipotesis etnografis dan terakhir menuliskanetnografis. Namun yang terpenting sesungguhnyabukanlah pada urutan, namun karena etnografi menuntut

Page 258: Dimensi v

224

arus balik yang konstan dari satu tahap ke tahap yanglain, sehingga lima tugas dalam urutan itu harus berjalansemua dalam waktu yang sama.

Kembali kepada pendapat Geertz, bahwamengerjakan etnograft itu bukanlah soal metode-metode,teknik-teknik dan prosedur-prosedur namun merupakanupaya intelektual dalam menetapkan hubungan,menyeleksi informan-informan, mentranskrip teks-teks,mengambil silsilah-silsilah, memetakan sawah-sawah,mengisi sebuah buku harian dan seterusnya dalamrangka menguraikan dalam atau lukisan mendalam (thickdescription).(1973: 6)

Page 259: Dimensi v

225

Sejarah Singkat Desa Awar-Awar

Nama Awar-Awar mungkin dikenal orang karena didesa itu ada sebuah Pusat Latihan Tempur angkatan darat(Puslatpur) dan tempat pendadaran calon Rider AngkatanDarat. Kalau hal itu dianggap sebagai sesuatu yang unikbukan berarti tidak ada sesuatu yang menarik untuk diteliti.Bila mengacu pada tema penelitian ini, nampak daya tarikdesa ini adalah kehidupan sosial keagamaannya. Desa inisecara umum tidak berbeda dengan wilayah lain diSitubondo yang memiliki tradisi ”santri92” dengan pengertianunik.

Tidak ada cerita sejarah masa lalu yang mungkin dapatdikatakan relevan dengan topik penelitian ini. Alih-alihrelevan malah bertentangan. Menurut berbagai sumber tekssejarah, Situbondo merupakan daerah penting di wilayahpantai utara bagian timur pulau Jawa. Pada masa lalu di

92 Berbeda dengan pengertian santri dari Geertz, pengertian santri di sini mencukupsantri dan abangan dalam konsepsi Geertz. Hal ini misalnya nampak pada kebiasaan-kebiasaan berpakaian yang tidak berbeda antara santri dan abangan kecuali soal ketertibanmenjalankan ibadah. Namun soal keterampilan membaca kitab suci Qur’an, abangan diSitubondo berbeda dengan di Modjokuto.

Profil Desa Awar-Awardengan Tradisi Harmoni

2

Page 260: Dimensi v

226

wilayah ini terdapat pelabuhan-pelabuhan yang sebagianmasih beroperasi sampai saat ini, seperti PelabuhanPanarukan, Kalbut dan Jangkar, bahkan saat ini sedangdibangun kembali Pelabuhan Internasional Panarukan. DiPanarukan inilah pada masa lalu tepatnya pada abad XIVmerupakan pelabuhan penting Kerajaan Majapahit. DiPanarukan pernah berdiri Kerajaan Keta yang sekarangdiabadikan menjadi nama sebuah desa di Kecamatan Suboh.Sebagaiamana diceritakan dalam Negarakertagama pupuhXLIX/3, untuk menaklukkan Keta ini Majapahitmenggunakan kekuatan bersenjata.

Secara politik, wilayah Situbondo pada masa lalumerupakan daerah kekuasaan Wirabhumi. Karakter orang-orang di daerah ini relevan dengan namanya yaitu orang-orang yang memiliki sifat ksatria yang gagah perkasa dantidak gampang tunduk kepada siapa saja yang inginmenguasai mereka. Memiliki harga diri dan kehormatanyang tinggi dan ingin merdeka dari tekanan siapapun yangdatang dari luar.

Tercatat juga dalam sejarah, di wilayah ini sering terjadipeperangan. Bahkan perang terbesar yaitu perang Paregregyang akhirnya meruntuhkan Majapahit pecah di kawasan ini.Sejak Wikramawardhana menghancurkan kekuatan BhreWirabhumi dalam perang Paregreg daerah Wirabhumiterlepas dari jangkauan pengawasan Majapahit. Merekacenderung menyusun kekuatannya sendiri bahkan saat Islammulai menyebar di Jawa pada abad XVI kawasan Wirabhumiberada pada cengkeraman raja-raja lokal yang masihberagama Hindu.

Kalau ditelusuri lebih lanjut di dalam teks-teks sejarah,kisah-kisah di kawasan Wirabhumi ini cukup banyakmengandung muatan ”rekayasa” politik yang sering diakhiridengan pecahnya pertempuran yang mengakibatkan

Page 261: Dimensi v

227

jatuhnya korban rakyat kecil. Misalnya dalam kisahpemberontakan Patih Mangkubhumi Nambidi awal abadXIV, merupakan rekayasa dari tokoh Mahapatih yangberambisi menjadi Patih Mangkubhumi. Namun denganmanuver politik yang canggih, Mahapatih berhasilmenumpas Nambidi dan pasukannya. Akhirnya setelahperistiwa tersebut, Mahapatih diangkat menjadi PatihMangkubhumi Majapahit (Mulyana, 1979)

Dari uraian di atas dapat ditangkap sebuah petunjuktentang kecenderungan-kecenderungan perilaku masyarakatdi kawasan ini yang memiliki sifat fanatik terhadap nilai-nilaidan keyakinan-keyakinannya, juga termasuk terhadapagamanya. Ada kecenderungan nativis yang tidak mudahmenerima pengaruh dari luar yang tidak sesuai denganwatak budaya yang heroik yang terbentuk akibat backgroundsejarah politiknya yang dipenuhi intrik dan rekayasa politik.

Kenyataan-kenyataan masa lalu ini pula yang menurutpenulis cukup memiliki peran dalam membentukpemahaman dan kreativitas dalam rangka membentuk/mengkonstruksi suatu model konsensus kehidupan dimasyarakat di wilayah Situbondo secara umum dan hal ininampak tidak ada perbedaan dengan kondisi di Desa Awar-Awar yang berada di bagian timur Kabupaten Situbondo.Dengan demikian kalau saat ini terbentuk sebuah tradisiharmoni di desa Awar-Awar merupakan sebuah proses yangcukup panjang. Benang merahnya adalah fanatisme terhadapketenteraman atau harmoni di wilayahnya. Sejarahpeperangan dan rekayasa politik harus dipahami dalamrangka pertahanan diri dari pengaruh pihak-pihak asing.

Kondisi Geografis

Secara geografis wilayah Desa Awar-Awar masukwilayah Kecamatan Asembagus Kabupaten Situbondo. Pada

Page 262: Dimensi v

228

masa yang lalu tercatat dalam sejarah wilayah Asembagusmerupakan wilayah penghasil kapas yang bermutu.Takheran apabila dimasa Presiden Soekarno nama Asembaguscukup dikenal. Secara geografis Kabupaten Situbondoterletak di pantai utara Jawa Timur bagian timur, kuranglebih 7˚35΄ dan 7˚44΄ di sebelah selatan khatulistiwa danberada diantara 113˚30΄ dan 114˚42΄ bujur timur. LuasKabupaten Situbondo 1.638,50 km² yang hampirkeseluruhan-nya terletak di pesisir dengan panjang pantaisekitar 140 km. (BPS; Situbondo Dalam Angka)

Desa Awar-Awar Asembagus berada di kawasanSitubondo timur yang merupakan daerah dataran rendahyang berbeda dari kawasan selatan yang terletak dikecamatan Arjasa yang merupakan lereng utara gunungRaung. Juga kawasan Sumbermalang yang merupakan lerengpegunungan Argopuro dengan puncak gunung Rengganis.Perpaduan antara dataran rendah dan dataran tinggi inilahyang mengakibatkan temperatur tahunan kawasan ini cukuppanas antara 24,7˚ - 27,9˚ C. Namun demikian curah hujanberkisar 994 mm hingga 1.503 mm dan di Asembagustermasuk dengan curah hujan tertinggi 171 mm pada bulanJanuari. Untuk di Desa Awar-Awar curah hujan dapatmencapat 237 mm/th. Dengan jumlah hari curah hujanterbanyak 90 hari (Monografi Desa Awar-Awar Juli-Desember 2009)

Kondisi desa-desa di sekitar Desa Awar-Awar secarageografis tidak berbeda kecuali Desa Bantal dan Kedungloyang memiliki dataran tinggi. Sehingga tidak mengherankankalau variasi jenis perkerjaan atau mata pencarian di desa-desa tersebut relatif sama. Jadi masyarakat Awar-Awardengan masyarakat desa-desa di sekitarnya sesungguhnyaberada pada wilayah yang secara geografis satu, pemisahanberdasarkan wilayah administratif desa tidak menjadikan

Page 263: Dimensi v

229

mereka berbeda secara substansial. Hal ini penting untukdipahami berkenaan dengan tema penelitian ini, karenapenunjukan lokasi penelitian desa Awar-Awar memilikipertimbangan secara wilayah pusat gerakan LDII ada di desaini dan tokoh-tokoh penting Muhammadiyah berasal daridesa ini.

Adapun batas-batas Wilayah administratif Desa Awar-Awar dengan desa-desa disekitarnya adalah sebagai berikut :Sebelah Barat : Desa TrigoncoSebelah Utara : Desa PeranteSebelah Timur : Desa BantalSebelah Selatan : Desa Bantal dan Desa Kedunglo

Dengan kondisi geografis sebagaimana diuraikan diatas, dapat dipahami bahwa kawasan ini cukup terbukaterhadap masuknya para pendatang dari berbagai daerahkarena mudah ditempuh dan dekat dengan pusat kegiatansosial wilayah Situbondo bagian timur yang pada masa lalumemang merupakan wilayah kawedanaan Asembagus.

Kondisi geografis merupakan salah satu diantarafaktor-faktor yang mempengaruhi tindakan-tindakanekonomi di masyarakat. Tindakan sosial (Sociales Handels)menurut Weber (1978: 340) berhubungan dengan ekonomidengan cara yang berbeda-beda. Dalam pemahamansosiologi ekonomi, masyarakat dibangun berdasarkaninteraksi timbal balik dengan ekonomi, keduanya satu samalain saling mempengaruhi. Masyarakat sebagai realitaseksternal-objektif akan menuntun individu dalam melakukankegiatan ekonomi seperti apa yang boleh diproduksi,bagaimana memproduksinya dan dimana memproduksinya.Tuntutan tersebut biasanya berasal dari budaya, termasuk didalamnya hukum dan agama. Oleh karena tindakan ekonomimerupakan tindakan rasional, maka rasionalitas masyarakatsangat tergantung kepada rasionalitas tindakan-tindakan

Page 264: Dimensi v

230

ekonominya yang menjadi orientasi para aktor, apakahmurni untuk kepentingan ekonomi yang berupa kesenanganatau dalam rangka mencari keuntungan. Jelasnya bahwatindakan ekonomi adalah suatu bentuk dari tindakan sosial,tindakan ekonomi juga disituasikan secara sosial sehinggapada akhirnya institusi-institusi ekonomi dikonstruksikansecara sosial.

Kondisi Ekonomi dan Kependudukan

Kondisi geografi sebagaimana diuraikan di atas cukupmemberi makna secara ekonomi bagi masyarakatnya. Aksesjalan menuju desa Awar-Awar hampir seluruhnya telahberaspal. Kondisi ini mendorong kegiatan ekonomi yangcukup dinamis. Hampir di sepanjang jalan menuju desaAwar-Awar dipenuhi toko-toko yang menjual segala macamkebutuhan warga. Sekurang-kurangnya desa Awar-Awarterbilang cukup heterogen dari segi mata pencaharianpenduduknya. Dengan demikian batas-batas secara budayadapat dikatakan cair karena tidak terlalu terikat pada suatutradisi dengan batas-batas secara fisik seperti tradisi Jawa,atau Bali.

Berdasarkan data yang diolah dari monografi, matapencaharian masyarakat desa Awar-Awar Kecamatanasembagus Situbondo dapat dikategorikan sebagaimana tableberikut :

Tabel IJumlah Penduduk Berdasarkan

Mata Pencarian

NO MATA PENCARIAN/PEKERJAAN JUMLAH1. Petani Pemilik Tanah 858 orang2. Petani Penggarap Sawah 517 orang3. Buruh Tani 270 orang

Page 265: Dimensi v

231

4. Pengrajin / Industri Kecil 7 orang5. Buruh Industri 87 orang6. Buruh Bangunan 79 orang7. Buruh Pertambangan 15 orang8. Padagang 86 orang9. Pengangkutan 93 orang10. Pegawai Negeri Sipil 73 orang11. TNI 86 orang12. Pensiunan TNI/PNS 10 orang

Diolah Dari Data Monografi Desa tahun 2009

Dari jenis pekerjaan di atas, maka kalau kita memasukiwilayah Desa Awar-Awar, maka nuansa pedesaan akansangat terasa. Disepanjang jalan menuju desa banyakpendudukan hilir mudik mengangkut hasil pertanian ataumembawa rumput untuk ternak mereka. Bila sore hari akannampak pula ciri khas Situbondo yang disebut kota santri.Masyarakat desa Awar-Awar lebih suka menggunakan kainsarung dan peci sebagai pakaian sehari-hari. Hampir semuaeven sosial dan budaya nampak mereka gunakan sarung danpeci bahkan saat nonton tayangan piala dunia yang baru lalumereka juga mengenakan kain sarung.

Selain jenis pekerjaaan di atas, penduduk Desa Awar-Awar cukup banyak yang beternak. Berikut data yang diolahberdasarkan monografi desa :

Tabel II

Jumlah Penduduk Yang Bermata Pencarian Beternak

NO JENIS TERNAK PETERNAK TERNAK1. Sapi biasa 453 orang 902 ekor2. Kambing 58 orang 233 ekor3. Domba 175 orang 701 ekor4. Ayam Buras 634 orang 2472 ekor

Page 266: Dimensi v

232

5. Itik 3 orang 76 ekor6. Merpati 7 orang 36 ekor

Dari data di atas, bukan berarti penduduk Desa Awar-Awar hanya bermata pencarian tunggal, namun diantaramereka utama para petani juga merupakan peternak. Danternak ini bagi masyarakat Desa Awar-Awar merupakan caramereka menabung setiap hasil kerja yang mereka perolehuntuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang relatif besardari soal biaya sekolah anak sampai untuk ongkos naik haji.

Pertumbuhan penduduk di Situbondo secara umum1,04 per tahun, sedangkan pertumbuhan penduduk JawaTimur mencapai 1,20 % pertahun. Kondisi idealpertumbuhan di Situbondo, menurut Muktas, petugasBKKBN Situbondo adalah 0,9 %93. Kondisi ini dapatdimaknai bahwa di Situbondo masih cukup banyak terdapatpersoalan-persoalan sosial yang harus diselesaikan, terutamasoal jumlah pengangguran yang sangat fluktuatif. Kondisi iniumumnya akan mempengaruhi atau mendorong persoalansosial yang lainnya. Jumlah pencari kerja di Awar-Awarberdasarkan data monografi desa 2009 ada 51 orang laki-lakidan 20 orang perempuan.

Kondisi Sosial dan Keagamaan

Untuk memahami bagaimana karakter sosial darimasyarakat Desa Awar-Awar, penulis menganggap samadengan karakter masyarakat Situbondo secara umum. Darisudut pandang sosio-antropologi, masyarakat Situbondomemiliki identitas kultural yang cukup khas dan merekasangat bangga dengan identitas ke-Situbondoan-nya.Kebanggaan ini cukup dijunjung oleh seluruh warga, baik

93 Wawancara : Jum’at 1 Oktober 2010.

Page 267: Dimensi v

233

warga pribumi ataupun keturuan Cina atau Arab. Identitaske-Situbondo-an termanifestasi dalam kebahasaan, tatapergaulan, hubungan patron-klien, bahkan keagamaan.Tidak heran kalau mereka menyebut Situbondo sebagai kotaSANTRI94 yang memiliki konotasi keagamaan yang cukupkuat. Istilah santri ini oleh masyarakat Situbondo telahdimaknai sendiri dan hanya mereka sendiri yang memahami.Dan umumnya mereka menginginkan orang lain untukmenghargai dan menghormati identitas tersebut. Menuruthemat penulis istilah “santri” ini telah menjadi semacam“siri” pada masyarakat Suku Bugis di Sulawesi Selatan, tentuperlu diadakan penelitian lebih lanjut untuk ini.

Dari sudut pandang budaya, wilayah Situbondobiasanya dikelompokkan dalam wilayah budayaPendalungan. Kalaupun konsep ini masih debatable dikalangan para ahli, namun dapat dipahami sebagai fenomenabudaya dimana masyarakatnya dibentuk melaluipencampuran budaya antar etnik, terutama antara etnik Jawadan etnik Madura. Secara etimologis konsep pendalunganberasal dari kata dalung yang berarti “dulang besar yangterbuat dari logam” (KBBI, 1995). Dari kata dalung kemudianmuncul konsep pendalungan yang kira-kira maknasimboliknya adalah wilayah besar yang menampungberagam kelompok etnik dengan latar belakang budayaberbeda yang kemudian berdasarkan proses interaksimenghasilkan proses hibridisasi budaya. Apakah budaya diSitubondo termasuk budaya hybrid perlu dilakukanpenelitian yang lebih mendalam, namun untuk kepentinganpenelitian ini penulis menggunakannya untuk memberikategori pada budaya di Situbondo.

94 Istilah SANTRI juga merupakan akronim dari (Sehat Aman Nyaman Tertib RapiIndah). Akronim ini berfungsi juga sebagai motto dalam rangka lomba kebersihan untukmemperebutkan piala Adipura dari Pemerintah Pusat.

Page 268: Dimensi v

234

Secara administratif, kawasan kebudayaanpendalungan meliputi Kabupaten Pasuruan, Probolinggo,Lumajang, Jember, Banyuwangi, Bondowoso dan Situbondo.Wilayah ini seringkali juga disebut sebagai kawasan tapalkuda, yakni suatu kawasan di Jawa Timur yang membentukmirip ladam atau sepatu besi kuda. Sebagaimana juga terjadidi tempat lain, di kawasan ini mengalami proses intrusikultur. Masyarakat dalam konsep Berger (1966) merupakanproduk manusia, dan sebaliknya manusia merupakanproduk masyarakat. Dialektika ini terjadi dalam tiga momentsimultan, yaitu ‘prose internalisasi’ yaitu penyesuaian diridengan dunia sosio-kultural sebagai produk manusia, ‘prosesobjektivasi’ yaitu pelembagaan dunia intersubjektif danakhirnya proses ketiga ‘internalisasi’ dimana individu meng-identifikasi dengan lembaga-lembaga sosial atau organisasisosial di tempat dimana mereka menjadi anggotanya. Darisini, pendalungan sebagai sebuah identitas produk manusiamengalami tiga proses terus menerus, ‘penyesuaian’,‘pelembagaan’ dan sekaligus proses ‘internalisasi’ sebagai-mana juga terjadi pada budaya yang lainnya.

Secara sosio-kultural wilayah pendalungan memilikikarakteristik tertentu yang menjadi kantung pendukungIslam Kultural dan kaum abangan. Islam kultural dimotorioleh para Kiai dan kaum abangan dimotori oleh tokoh-tokohpolitik dan tokoh-tokoh yang tergabung dalam alirankepercayaan (Sutarto, 2006). Di kawasan ini, terutama diSitubondo, nampak peran Kiai sangat menonjol dalammendorong perubahan sosial. (Isfironi, 2002)

Dua kelompok etnik yang berbeda Jawa dan Madurayang hidup bersama di wilayah melting pot ini menghasilkanbudaya hybrid yang unik. Tipologi orang madura yangcenderung bertemperamen tinggi, terbuka, kekerabatan kuatdan pekerja keras. Sebaliknya orang Jawa cenderung lebih

Page 269: Dimensi v

235

bersifat lebih penyabar, hemat dan cermat namun jugapekerja keras. Hal ini menurut Kuntowijoyo (1980) sangatdipengaruhi oleh kondisi geografis yang berbeda. Madurayang kering (berladang) membuat orang Madura lebihindividual dibandingkan dengan orang Jawa. Sedang orangJawa yang berasal dari daerah pertanian sawah membentuksifat komunal dan akrab dengan alam. Perbedaan karakter inidi Situbondo tidak memiliki pengaruh, sebab pada akhirnyaterjadi akulturasi. Keduanya saling memahami bahkansebagian besar masyarakat Situbondo berkomunikasi dengandua bahasa “Madura” dan “Jawa”.

Desa Awar-Awar dan sekitarnya, sebagai wilayahtujuan baru yang nota bene tempat bertemunya berbagaietnik, yang oleh karena batas-batas kebudayaannya cair,tentu makna-makna suatu simbol mengalami redefinisi.Orientasi nilai baru dalam tata ruang telah menunjukkansuatu pergeseran kepentingan dan pusat kekuasaan.Karenanya kebudayaan atau tradisi suatu masyarakat perludilihat sebagai pengalaman nyata yang maknanya dibentuksecara menyatu dalam keseharian manusia.

Dunia hari ini dapat disebut sebagai dunia tanpa batas.Batas-batas geografis dan simbolis mengenai “kami” dan“mereka” tidak lagi seperti saat Geertz pada tahun 1952meneliti Mojokuto. Saat itu orang Mojokuto tahu betul batas-batas abangan, santri dan priyayi; yang menyangkut dimanamereka tinggal, kemana mereka pergi, apa yang merekaminati dan kebiasaan sehari-hari. Bagaimana seseorangdikelompokkan dalam “in group” ataupun “out group” saatitu merupakan sesuatu yang jelas, bukan saja karenakebiasaan dan sifat-sifat yang berbeda, tetapi juga karenalokasi dimana mereka tinggal jelas berbeda. (Abdullah: 2007)

Saat penelitian ini dilakukan Masyarakat desa Awar-Awar bukanlah sebuah “bounded system” dengan batas-batas

Page 270: Dimensi v

236

yang jelas. Munculnya batas-batas kultural baru yangdidasarkan pada basis konstruksi yang berbeda, tentumengubah batas-batas kelompok dan kebudayaan yangdidefinisikan di dalam kelompok atau oleh kelompok lain.Dalam konteks perubahan kebudayaan sebagaimanadiuraikan di atas itulah tradisi harmoni di masyarakat desaAwar-Awar dibangun.

Berdasarkan agama yang dipeluk, penduduk DesaAwar-Awar dapat dikatakan homogen atau mayoritaspenduduknya beragama Islam. Hal ini dapat dilihat dari dataresmi desa, dari 3694 jiwa penduduk yang beragama Islamada 3673 orang. Sisanya 5 orang penganut Katholik, 12 orangProtestan, dan 4 orang beragama Hindu. Tentang tipologiketaatannya pada agama tidak berbeda dari tipologi Geertz,Abangan, Santri dan Priyayi. Namun kategori ini sudah tidakseterang fenomena Mojokuto tahun 50-an, terutama untukabangan di Situbondo sangat sulit untuk diidentifikasiapabila hanya memperhatikan performa dalam kehidupansehari-hari terutama dalam berpakaian.

Ada satu ciri khas masyarakat di wilayah Pendalunganatau Situbondo pada khususnya adalah ekspresipenghormatan terhadap Kiai/tokoh agama yang cenderungfanatis. Dalam banyak penelitian seringkali dikatakan bahwaKiai adalah agent of change atau Cultural Broker karenaperannya dalam proses perubahan di masyarakat. Peran inidapat dipahami karena sebagaimana dikatakan Geertz (1981)para Kiai selain merupakan pimpinan pesantren jugamemiliki power bahkan memiliki prestise tinggi di kalanganmasyarakat. Tidak mengherankan apabila di Situbondo, Kiaiselalu hadir dalam setiap gerak kehidupan masyarakat baikyang bernuansa ukhrawi maupun duniawi. Konsep-konsepbarakah dan karamah, laknat dan kutukan sangat umumdikenal di masyarakat Situbondo. Dengan peran yang multi

Page 271: Dimensi v

237

fungsi inilah, para Kiai di Situbondo menjadi pusatsolidaritas (center of solidarity), lebih-lebih di lingkunganmasyarakat yang pathernalistik.

Dengan citra Kiai yang sedemikian kuat, dapatdiasumsikan bahwa dinamika masyarakat di Situbondosangat ditentukan oleh dinamika para Kiai dan pesantrennya.Atas dasar asumsi inilah pada peristiwa kerusuhan 10Oktober 1996, yaitu insiden pembakaran sejumlah gereja,para Kiai menjadi tertuduh. Namun dalam laporan TimPencari Fakta yang dibentuk oleh GP Anshor Jawa Timur, haltersebut merupakan upaya sistematis untuk merusak citraKiai karena di wilayah ini merupakan basis pendukung PPPdan pada awal reformasi 1998 menjadi basis pendukungPartai Kebangkitan Bangsa yang didirikan oleh Gus Dur.

Awar-Awar : Profil Desa dengan Tradisi Harmoni

Tradisi harmoni di kalangan masyarakat Desa Awar-Awar harus dipandang dalam perspektif proyek identitasdari Castell (2004). Harmoni di desa Awar-Awar sebagaisebuah proyek merupakan suatu identitas kultul baru yangdikonstruksi oleh dua etnik dominan yaitu Madura dan Jawayang tidak lagi terkungkung pada budaya etnik tertentutetapi sangat dipengaruhi oleh besarnya komunitas yangdominan di suatu wilayah sosialisasi budaya. Orang-orangetnik Madura yang sebagian besar berbudaya santri, keras,ekspresif dan bersifat paternalistik, berhasil mewarnaiperilaku masyarakat di wilayah pendalungan ini. MasyarakatJawa yang jumlahnya lebih sedikit dibandingkan denganmasyarakat Madura berhasil mewarnai budaya komunikasi.

Identitas kultur khas pendalungan ini merupakankompromi dua kultur dominan yang telah bertahun-tahunmembangun suatu bentuk pencampuran yang bercitramultikultur. Proses reproduksi kebudayaan secara aktif

Page 272: Dimensi v

238

sangat mungkin terjadi di kawasan ini. Melalu proses iniberbagai kelompok yang memiliki latar belakang kebudayaanyang berbeda mengharuskan adanya adaptasi. MenurutAbdullah (2007: 41-42) proses budaya semacam ini pentinguntuk dilakukan karena alasan-alasan, pertama: pada tataransosial akan terlihat proses dominasi dan subordinasi budayaterjadi secara dinamis yang memungkinkan kita menjelaskandinamika kebudayaan secara mendalam. Kedua, pada tataranindividu akan dapat diamati proses resistensi di dalamreproduksi identitas kultural sekelompok orang di dalamkonteks sosial budaya tertentu.

Apa yang terjadi di Desa Awar-Awar menampakkansebuah fenomena munculnya identitas baru yang relatif unikyang disebut pendalungan itu. Di Desa Awar-Awar sebagaikawasan melting pot, tradisi dan identitas masing-masingsuku berhubungan secara dialektis dimana setiap kulturmembawa dan berusaha mempertahankan tradisinyamasing-masing. Untuk mempertahankan kultur masing-masing terjadi suatu proses sosialisasi ke dalam komunitas-nya masing-masing. Melalui sosialisasi ini terjadi prosesinternalisasi nilai-nilai kehidupan sosial budaya masing-masing masyarakat. Oleh karena proses sosialisasi ini terjadidi kawasan budaya melting pot, bukan di wilayah kulturasalnya yaitu Jawa dan Madura, maka akan terjadi semacamintrusi kultural yang sedikit banyak akan menggeruskemapanan struktur kognitifnya.

Dalam proses interaksi kultural tersebut masing-masing kelompok menyadari baik cepat atau lambat merekaakan mengalami proses perubahan, namun masing-masingmemperoleh kepuasan dengan mengembangkan konsepsipemikiran dengan cara bertahan pada ideologi tradisionalnyamasing-masing. Artinya dalam proses intrusi kultural darikedua belah pihak terjadi upaya saling bertahan. Pada

Page 273: Dimensi v

239

momentum seperti ini memungkinkan timbulnya resistensisosial akibat dipicu oleh pilihan tindakan untuk memper-tahankan struktur kognitif yang mengalami disonansimekanisme perubahan kultural yang menyentuh kehidupansehari-hari suatu masyarakat. Dalam proses sosialisasitersebut masing-masing memiliki kecenderungan memper-kokoh konstruksi identitas kultural pada lokalitasnyamasing-masing.

Masyarakat Madura yang cenderung memilikikekerabatan yang kuat, untuk mempertahankan identitaskulturalnya mereka cenderung mempertahankan pola tinggalkelompok dalam pola taniyan lanjeng (halaman rumah yangbersambung di depan deretan rumah) walaupun tidak samapersis. Dengan cara ini mereka tetap dapat mempertahankandiri dari berbagai hal termasuk keamanan lingkungannya.Sebagaimana para pendahulunya, mereka juga merupakanpara pekerja keras dan ulet. Bagi mereka “Hidup itu harusbekerja, memahami cara kerja dan menghargai kerja orang”.(Yuswandi, 2008: 58)

Di sisi lain, masyarakat Jawa juga masih cenderungmempertahankan kultur Jawa dengan memegang teguhharmoni, yakni kondisi hidup yang serasi dan selaras dalamhubungan interaksinya. Hidup rukun adalah suatukeharusan dalam masyarakat dalam rangka mencapai tujuanketenteraman dan kedamaian satu sama lain. Harmoni jugaberarti harus bisa mengatasi perbedaan-perbedaan, bisabekerja sama dan saling menerima untuk mencapai tujuanhidup. Bagi orang Jawa, menjadi ”Jawa” berarti harusmenjadi manusia yang beradab, memahami bagaimanaseharusnya bertingkah laku yang baik. Hidup yang benaradalah hidup sebagai orang Jawa, memperlihatkan tingkahlaku yang halus, sopan, sabar, berkata-kata yang pantas danmempertahankan tatanan yang teratur.

Page 274: Dimensi v

240

Masyarakat dengan dua budaya tersebut di wilayahpertemuan (melting pot) saling berinteraksi, berkomunikasidan mengkonstuksi sistemnya sendiri. Dalam prosesinteraksi tersebut terjadi dialog untuk membangun makna-makna yang dipertentangkan, dipadukan atau salingdipertukarkan posisinya. Proses inilah yang disebut sebagai“atribusi makna-makna” atau “hibridisasi”. Hasil dari prosessaling tukar menukar nilai dan pandangan hidup ini yangmenghasilkan budaya baru yaitu yang disebut“pendalungan”.

Secara umum budaya baru yang menjadi ciri-ciri wargadi wilayah Pendalungan termasuk di dalamnya warga DesaAwar-Awar dapat diidentifikasi sebagai berikut: Pertama,masyarakatnya cerderung bersifat terbuka dan mudahberadaptasi. Kedua, sebagian besar bersifat ekspresif,cenderung keras, temperamental, transparan dan tidak sukaberbasa-basi. Ketiga, cenderung pathernalistik sehinggakeputusan bertindaknya mengikuti keputusan yang diambiloleh para tokoh yang dijadikan panutan seperti Kiai atauyang dianggap sepuh atau dituakan. Keempat, menjunjungtinggi hubungan primer, memiliki ikatan kekerabatan yangrelatif kuat, sehingga penyelesaian persoalan seringkalidilakukan secara beramai-ramai (keroyokan). Kelima, sebagianbesar masih terkungkung oleh tradisi lisan tahap pertama(primary orality) yang memiliki ciri-ciri suka mengobrol,ngrasani (membicarakan aib orang lain), dan bersolidaritasmekanis (takut menyimpang dari pikiran dan pendapat yangberlaku umum ). Keenam, sebagian besar agraris tradisional,berada di pertengahan jalan antara masyarakat tradisionaldan masyarakat industri, tradisi dan mitos mengambiltempat yang dominant dalam kesehariannya (Sutarto, 2006).

Dalam konteks budaya sebagaimana yang diuraikan diatas inilah, tradisi harmoni dikonstruksikan dalam

Page 275: Dimensi v

241

kehidupan sehari-hari masyarakat desa Awar-AwarKecamatan Asembagus Situbondo. [.]-

Page 276: Dimensi v

242

Konsepsi Individu tentangKerukunan Antar Warga

Kerukunan antar warga yang memiliki perbedaansecara kultural agama dan mungkin dari segi ras bukanlahmerupakan suatu hal yang bersifat terberi (given), melainkanmerupakan suatu hasil ikhtiyar diantara orang-orang yangterlibat di dalamnya. Demikian pula fenomena kerukunanantar umat beragama--- baik intern maupun antar umatberagama--- di negeri ini bukan merupakan sesuatu yangdatang begitu saja, namun merupakan buah pemahamanindividu-individu tentang perbedaan-perbedaan diantaramereka.

Kerukunan beragama dapat dipahami sebagaihubungan sesama umat beragama yang dilandasi sikaptoleransi, saling pengertian, saling menghormati, saling

Pandangan Warga terhadap

Realitas Keagamaaan

di Desa Awar-Awar

Asembagus Situbondo

3

Page 277: Dimensi v

243

menghargai kesetaraan dalam pengamalan ajaran agamanyadan kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsadan bernegara (Mudzhar: 2010). Definisi di atas biladicermati, kerukunan memiliki sifat aktif, bukan hal yangpasif karena untuk mencapainya diperlukan suatu sikap-sikap tertentu yang menghasilkan suatu perilaku rukun.Suatu misal, kerukunan di masyarakat tidak akan terwujudapabila para warganya tidak saling mengerti,dan toleranserta menghargai perbedaan-perbedaan diantara mereka. Ituartinya konsepsi masing-masing individu terhadap arti danmakna kerukanan akan menjadi penentu terciptanyakerukunan yang dimaksud.

Pada masa yang lalu, kehidupan beragama di desaAwar-Awar tidaklah seharmoni sebagaimana sekarang-- saatpenelitian ini dilakukan. Asumsinya bahwa harmoni sebagaisebuah identitas bukanlah merupakan sesuatu yang bersifatterberikan, namun merupakan dikonstruksi secara sosial.Sebagai sebuah konstruksi, maka harmoni murupakan suatuyang berada pada tipologi project identity. Manuel Castell(2004) dalam bukunya The Power of Identity. menyebutkanbahwa Identitas adalah sumber makna dan pengalamanorang-orang. (Identity is people’s source of meaning andexperience).

Castell (2004: 6-12) menjelaskan tiga cara identitasdibentuk: pertama yang disebut dengan Legitimizing Identity.Dikenalkan oleh institusi dominan masyarakat untukmenyebarkan dan merasionalisasi dominasi mereka vis a visaktor sosial. Kedua, Resistence Identity. Diturunkan oleh aktor-aktor yang berada dalam posisi atau kondisi didevaluasi danatau distigmatiasi oleh logika dominasi, membangunperlindungan, perlawanan dan pertahanan diri atas dasarprinsip berbeda dari atau menentang yang selanjutnyamerembet ke institusi masyarakat. Ketiga, disebut dengan

Page 278: Dimensi v

244

Project Identity. Terbentuk ketika aktor sosial baru denganmendefinisikan kembali posisi mereka dalam masyarakat,mencari transformasi struktur sosial secara menyeluruh.Misalnya gerakan feminisme, perlawanan terhadap identitasperempuan dan hak-hak perempuan, menantangpatriakisme, keluarga patriakal dan masuk dalam strukturproduksi, reproduksi, seksualitas dan personalitas dalamsejarah masyarakat.

Untuk memahami harmoni yang tercipta diantara parawarga di Desa Awar-Awar model konstruksi Castells di atassangat tepat digunakan sebagai pisau analisis, terutamaproject identity. Di sini harmoni yang diartikan sebagai damaidalam perbedaan, dapat dipahami sebagai sebuah upayayang terus berlangsung dalam rentangan waktu yangpanjang yang tiada henti. Bagaimana sebuah harmonitercipta dalam suatu kurun waktu tertentu sangatdipengaruhi bagaimana interaksi masyarakat berjalan.

Dalam pandangan konstruksi sosial, suatu realitasmerupakan sesuatu yang dibentuk secara sosial. KarenanyaFaucoult (1990) mengatakan bahwa pengetahuan merupakanproduk dari hubungan sosial dan selalu mengalamiperubahan. Dengan demikian, pengetahuan bukanmerupakan realitas yang independen tetapi hanyamerupakan partisipan dalam konstruksi realitas. Demikianpula dengan harmoni yang merupakan proyek identitas,adalah sesuatu yang tidak datang begitu saja namunmerupakan hasil konstruksi dari anggota warganya.

Masyarakat Desa Awar-Awar, sebagaimana dijelaskanpada bab sebelumnya berkultur campuran hybrid etnikutama Madura dan Jawa. Dengan sifatnya yang cenderungterbuka, warga desa Awar-Awar dapat memahamiperbedaan-perbedaan dalam kehidupan sehari-hari.Perbedaan suku bangsa, budaya bahkan agama adalah

Page 279: Dimensi v

245

karunia Tuhan. Konsepsi tentang perbedaan terutama dalamhal agama ini tidak banyak terungkap dalam bentukperkataan, namun perilakunya menggambarkan bahwamereka saling maklum terhadap perbedaan-perbedaan itu.”Mulai lambek oreng di nak rokon, tak toman atokar, apa pole soalagemma”, (mulai dulu orang di sini rukun tidak pernahbertengkar, apalagi soal agama) begitu ungkap H. Isnain.(Wawancara tgl. 9 Oktober 2010)

Bagaimana pemahaman konsep dari warga tentangkerukunan intern ummat Islam di Awar-Awar akan lebihmudah untuk dipahami dari bagaimana pemahaman merekatentang fungsi agama itu sendiri. Beberapa fungsi agamatersebut antara lain fungsi edukatif, fungsi penyelamatan,fungsi pengawasan sosial, fungsi pemupuk persaudaraandan fungsi transformatif. Fungsi-fungsi agama memilikitingkat pengaruh dan menunjukkan watak otoritatif dariagama. Pertimbangan keagamaan seringkali menjadipertimbangan utama seorang dalam menilai suatu peristiwadan bagaimana harus bersikap mengambil tindakan.Legitimasi agama berada pada level tertinggi (Berger danLuckman, 1966) karena memberikan kepastian menjaminsetiap tindakan penganutnya akan kebahagiaan di akhirat.

Bagaimana warga menempatkan agama di tempat yangpenting dalam kesadaran mereka tergambar pada kebiasaandalam berkomunikasi yang selalu diselingi dengan istilah-istilah agama, seperti mengucapkan salam dan berjabattangan saat berjumpa. Kebiasaan ini sepanjang observasiyang dilakukan tidak ada perbedaan diantara warga NU, MDataupun LDII. Misalnya kebiasaan berjabat tangan(musafahah) setelah selesai shalat tidak hanya dilakukan olehwarga NU namun juga di lingkungan MD dan LDII. Artinyatradisi musafahah sudah menjadi kebiasaan bersama wargamasyarakat Desa Awar-Awar Asembagus Situbondo.

Page 280: Dimensi v

246

Musafahah memang bukan hal yang bersifat fundamental,namun lebih bersifat tradisi untuk lebih menguatkan ikatansolidaritas sosial. Dalam hal ini LDII lebih miripMuhammadiyah dalam praktiknya.95

Kebiasaan berpakaian masyarakat, yang seringkalimenjadi unsur yang ditonjolkan sebagai identitas, tidak adayang berbeda. Penggunaan sarung dan peci untuk priautamanya saat shalat fenomenanya sama di masjid NU, MDmaupun LDII, demikian pula wanitanya. Yang nampak adaperbedaan adalah tradisi yang mengiringi ibadah-ibadahwajib. Dalam komunitas NU nampak lebih semarak sepertimembaca shalawat sebelum adzan, dan menyenandungkanbacaan-bacaan shalawat atau yang semacamnya sebelumiqamah (tanda shalat akan dimulai) diperdengarkan. Hal ininampaknya tidak menjadi sesuatu yang dapat memicukonflik diantara warga.

Bagaimana mereka saling memaklumi praktik-praktiktradisi yang berkenaan dengan ajaran agama dapat dilihatketika salah satu warga ada yang menyelenggarakan hajatan.Para hadirin mengikuti saja apa seremonial yang dirancangoleh tuan rumah, tanpa mempermasalahkan apakah sesuaidengan keyakinannya atau tidak. Dan mereka tidak sekedarmemaklumi tapi mengikuti dengan aktif. Saat pembacaanshalawat Barjanzi mahalul qiyam (membaca shalawat sambilberdiri), para hadirin dari MD dan LDII mengikuti bacaan itudengan mantap, walaupun di komunitasnya sendiri tidakpernah dilakukan, demikian pula sebaliknya. Mereka hanyaberseloroh ”oreng NU abit mon maca shalawat” (orang NUlama kalo baca shalawat). Di saat yang lain justru orang NU

95 Dari penelusuran penulis, anggota LDII rata-rata awalnya merupakan anggotaperserikatan Muhammadiyah. Hal ini diakui oleh tokoh LDII Awar-Awar H. Arif yang saatkuliah di Malang merupakan aktifis mahasiswa Muhammadiyah. (Wawancara tgl. 9 Oktober2010.

Page 281: Dimensi v

247

berseloroh ”nyaman mon oreng Muhammadiyah, tak bit abit,acara dulu mareh” (enak kalo orang Muhammadiyah taklama, acara cepat selesai). Mereka ucapkan dengan senyumdan direspon senyuman oleh yang lain.

Bagi masyarakat Desa Awar-Awar, agama (dan simbol-simbol agama) tidak hanya perlu diamalkan namun jugasebagai identitas yang harus dipertahankan secara kuat.Hampir di setiap rumah warga di Desa Awar-Awar terutamayang beretnis Madura di depannya selalu dibangunmushalla. Mushalla ini dapat berupa bangunan permanenatau semacam gasebo yang terbuat dari bambu. Bangunan iniselain berfungsi sebagai tempat ibadah, juga memiliki fungsisosial, seperti tempat menerima tamu, tempat istirahat,tempat ngobrol dengan sanak famili terutama yang beradapada satu halaman (taneyan hanjeng). Dari tempat-tempatsemacam inilah di Desa Awar-Awar proses sosialisasi nilai-nilai agama, budaya dan sosial diinternalisasi oleh warga danselanjutnya ter-eksternalisasi dalam kehidupan sehari-harisehingga diyakini sebagai suatu realitas objektif yangmenuntun warga bertindak.

Bagaimana warga masyarakat desa menghadapikenyataan perbedaan di masyarakat tentang keyakinanterhadap pemahaman keagamaan dan praktik keagamaandapat dilihat dari ekspresi kehidupan sehari-hari merekamulai dari cara berpakaian sampai antusiasme menjalankanritual keagamaan. Telah tumbuh semacam kesadarandiantara warga bahwa perbedaan penafsiran ajaran agamamerupakan sebuah keniscayaan. Tidak perlu dibesar-besarkan bagaimana cara orang ibadah semua ada dasarnya.Bahkan tidak sedikit diantara warga menerapkan semacam”sinkretisme” dalam praktik keagamaan mereka, sehinggaada tipologi Muhammadi NU. Mereka melakukan amal

Page 282: Dimensi v

248

ibadah layaknya orang NU namun beramal sosial dengan”gaya” Muhammadiyah.

Sebutkan salah satu contoh yaitu Bapak K, yangmerupakan warga Muhammadiyah bahkan menjadipengurus di tingkat desa. Dikenal sebagai anggota yang kritiskarena baginya kebenaran tidak boleh dilihat dari golonganmana yang mengatakannya, namun kebenaran ditetapkansebagai kebenaran siapapun yang mengatakan. Dalampraktik keagamaannya ia selalu melihat dasar rujukan yangdigunakannya. Katanya :”saya ikut shalawat nariyah karenadengan berdzikir hati saya menjadi tenang, dan ini jelas adadalam al-Qur’an”. ”Apalagi dengan membaca shalawat sayaakan peroleh syafa’at di akhirat, dan saya butuh itu karenajelas amal saya tidak akan bisa untuk membeli tiket surga”.

Harmoni diantara warga dari sudut pandangkeagamaan, tidak hanya memperlihatkan fungsi idiologi dariagama, namun nampak pula adanya internalisasi nilai-nilaibudaya yang telah mengambil posisi dalam masyarakat.Perbedaan eksisting sosial-budaya inilah yang menghasilkanpengalaman keagamaan menjadi variatif. Sebagaimana telahdisebutkan dalam bab sebelumnya, dari perspektif sosial-budaya masyarakat Desa Awar-Awar adalah masyarakatpendalungan, yaitu masyarakat yang memiliki kulturcampuran antara dua budaya dominan yang ada yaituMadura dan Jawa. Bila berada di wilayah yang dominanMadura, maka pengaruh adat istiadat, tata perilaku, adatistiadat, budi pekerti kultur Madura sangat kuat.Karakteristik Madura-Jawa nampak pada cara merekaberkomunikasi, yaitu menggunakan Bahasa Jawa campurMadura, dengan (terutama) logat dan perbendaraan Madurayang nampak. Masyarakat Desa Awar-Awar adalah masuk

Page 283: Dimensi v

249

dalam kategori ini, sehingga membawa pengaruh terhadapsikap dan perilaku, tata krama dan pergaulan sehari-hari. 96

Berbeda dengan masyarakat di pusat lingkarankonsentris budaya pendalungan ini yang menggunakanbahasa Jawa meskipun berasal dari komunitas yang berbeda.Penggunaan bahasa Jawa ini ditandai dengan semakinmengaburnya penggunaan bahasa asal komunitas untukdigantikan dengan bahasa Jawa walaupun dalam bentukyang kasar (ngoko).

Watak akomodatif, toleran dan menghargai perbedaandiatara warga inilah yang kemudian mendorong sebuahsikap yang toleran pula terhadap perbedaan keyakinan ataucara menjalankan ibadah serta orientasi ormas keagamaan-nya. Apakah watak tersebut dipengaruhi oleh pemahamanwarga tentang agamanya. Sampai pada tingkat tertentu,jawabannya adalah ya. Dari hasil wawancara dengan parainforman, sekurang-kurangnya mereka cenderung memilihpendapat yang moderat terhadap soal-soal yang seringmenjadi perdebatan seperti jumlah rakaat shalat tarawih,ushalli, bacaan shalawat serta tajyizul mayyit (perawatanjenazah).

Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa bagimasyarakat Desa Awar-Awar, agama merupakan sumbervitalitas moral, dimana segala perilaku mengacu padakepercayaan yang dianutnya. Dengan kepercayaan tersebutmenurut Geertz (1992: 50) agama mengungkapkan cirifundamental dari kenyataan. Agama dalam pemahaman

96 Tidak ditemukan data resmi jumlah penduduk dari segi etnik. Namun penulisdapat merasakan nuansa Madura memang lebih terasa dalam pergaulan sehari-harimasyarakat. Hal ini cukup berbeda dengan desa lain di dalam kecamatan yang sama yaituAsembagus. Salah satu contoh penggunaan kata yang khas di kawasan ini adalah penggunaankata “kamu” menjadi “situ” bukan bokna, atau sampean. Penggunaan kata ini tidak dikenaldi Madura maupun di Jawa.

Page 284: Dimensi v

250

warga bukan hanya soal metafisika atau etika, agama adalahetos dan pandangan dunia. Sebagai etos dan pandangandunia, agama dalam skema teori konstruksi sosial telahtereksternalisasi dalam ajaran dan keyakinan ormaskeagamaan NU, MD dan LDII.

Konsepsi Elit Komunitas tentang Kerukunan Antar Warga

Secara umum karakateristik masyarakat desa dan kotaberbeda, demikian pula tipe kondisi diantara keduanya.Perbedaan-perbedaan tersebut yang terlihat cukup jelasadalah pada faktor kondisi geografis dan tingkat kemajuanwilayah yang disebabkan oleh industrialisasi. Secara sosial,struktur masyarakat Indonesia memiliki ciri yang unik.Secara horizontal biasanya ditandai oleh kenyataan adanyakesatuan-kesatuan sosial berdasarkan perbedaan-perbedaansuku bangsa, perbedaan-perbedaan agama, adat sertaperbedaan-perbedaan kedaerahan. Secara vertikal ditandaioleh adanya perbedaan-perbedaan lapisan sosial atas danbawah yang cukup tajam (Baca: Nasikun, 2007). Dengankarakteristik demikian dapat dikatakan bahwa masyarakatIndonesia secara sosial bersifat majemuk.

Kemajemukan tersebut juga dapat dilihat di desa Awar-Awar yang menjadi lokus penelitian ini. Secara horizontaltidak cukup untuk dikatakan homogen. Dari segi etnikmisalnya, dapat dikatakan cukup seimbang antara etnik Jawadan Madura. Penduduk yang beretnik Madura seringkalimengidentifikasi sebagai warga asli Awar-Awar, sementarayang beretnik Jawa disebutnya sebagai pendatang. Menuruthemat penulis warga beretnik Madura di Situbondo jugapendatang yang kemungkinannya merupakan bagian dariimigrasi besar-besaran ke wilayah Besuki (Banyuwangi,Jember, Panarukan (Situbondo), Bondowoso) antara tahun1870 – 1971. (Nawiyanto:2007) Jadi soal istilah penduduk asli

Page 285: Dimensi v

251

dan pendatang dapat dikatakan soal klaim siapa yangterlebih dahulu mendiami kawasan ini.

Elit NU, MD dan LDII di Desa Awar-Awar umumnyamendasarkan argumentasinya atau klaimnya berdasarkanajaran agama utamanya yang diambil dari ayat-ayat al-Qur’an dan as-Sunnah. Kerukunan atau toleransi dipahamidengan skala pemahaman yang relatif sama, terutamakerukunan atau toleransi dengan penganut agama non-Islam.Dalam hal ini mereka menangkap bahwa kerukunandalam Islam diberi istilah "tasamuh " atau toleransi. Sehinggayang di maksud dengan toleransi ialah kerukunan sosialkemasyarakatan, bukan dalam bidang aqidah Islamiyah(keimanan), karena aqidah telah digariskan secara jelas dantegas di dalam Al- Qur'an dan Al-Hadits. Dalam bidangaqidah atau keimanan seorang muslim hendaknya meyakinibahwa Islam adalah satu-satunya agama dan keyakinan yangdianutnya sesuai dengan firman Allah SWT. dalam Surat Al-Kafirun (109) ayat 1-6 yang artinya: "Katakanlah, " Hai orang-orang kafir!". Aku tidak menyembah apa yang kamu sembah. Dantiada (pula) kamu menyembah Tuhan yang aku sembah. Dan akubukan penyembah apa yang biasa kamu sembah Dan kamubukanlah penyembah Tuhan yang aku sembah. Bagimu agamamudan bagiku agamaku".

Jawaban yang diberikan oleh para elit NU, MD danLDII sangat normatif dan penulis nilai sangat standart darisudut pandang keagamaan. Misalnya perbedaan-perbedaandalam ritual dipandang sebagai bukan soal prinsip ataudalam terminologi yang mereka gunakan sebagai yangbersifat furu’ (cabang), bukan merupakan soal ushul (dasar)fundamental agama Islam. Hal-hal yang pada masa lalu yangsering mengundang perdebatan diantara para tokoh dan ditingkat masyarakat adalah soal ushalli, talqin, bacaanshalawat barzanji dan rakaat shalat tarawih. Pandangan para

Page 286: Dimensi v

252

elit ormas yang cenderung longgar cukup mempengaruhipraktik keagamaan di desa Awar-Awar yang umumnyadipraktikkan sesuai dengan keinginan pribadi masing-masing. Hal ini diakui oleh ust.Ilyas saat penulis mengkonfir-masi praktik keagamaan masyarakat, dikatakan: “Sekarangnampaknya tergantung yang bersangkutan, suka ya dilaku-kan, gak suka ya tak dilakukan” (Wawancara tgl. 11 Oktober2010)

Fenomena toleransi diantara atau intern umat Islamkhususnya di desa Awar-Awar sesungguhnya tidak jauhberbeda atau cenderung menampilkan wajah yang samadengan fenomena umumnya. Secara umum kerukunan internumat Islam di Indonesia harus berdasarkan atas semangatukhuwah Islamiyyah (persaudaraan sesama muslim) yangtinggal di Negara Republik Indonesia, sesuai dengan firman-Nya dalam Surat Al-Hujurat (49) ayat 10. Kesatuan danpersatuan intern umat Islam diikat oleh kesamaan aqidah(keimanan), akhlak dan sikap beragamanya didasarkan atasAl-Qur'an dan Al-Hadits.

Adanya perbedaan pendapat di antara umat Islamadalah rahmat asalkan perbedaan pendapat itu tidakmembawa kepada perpecahan dan permusuhan (perang).Adalah suatu yang wajar perbedaan pendapat disebabkanoleh masalah politik, seperti peristiwa terjadinya golonganAhlu Sunnah dan golongan Syi'ah setelah terpilihnyaKhalifah Ali bin Abi Thalib, juga munculnya partai- partaiIslam yang semuanya menjadikan Islam sebagai asaspolitiknya.

Background sejarah Islam ini juga sering menjadisasaran tafsir para tokoh untuk melegitimasi tindakan-tindakan aktual di masyarakat. Dengan demikian hasilpenafsirannya akan sangat tergantung pada kapasitas yangbersangkutan dalam bidang agama. Semakin luas wawasan

Page 287: Dimensi v

253

keagamaan seseorang semakin mungkin dilakukan dialogyang menghasilkan sebuah pemahaman yang pada akhirnyaakan mempengaruhi sikapnya terhadap praktik-praktikkeagamaan yang berbeda.

Hal yang cukup dapat dipandang sebagai unsurpembeda adalah kebesaran hati para tokoh-tokoh ormasuntuk menimba ilmu agama dan tidak menganggappemahamannya sebagai yang terbaik dan final. H. Arief,misalnya mangaku sering ngaso’agi (belajar secara langsung)kepada para kyai dan ustadz yang dipandang lebihmemahami beberapa persoalan keagamaan yang tidakdipahami. “Ketika saya tidak paham dengan bagaimanamembaca dan menafsirkan ayat-ayat suci al-Qur’an sayatidak segan-segan mengaji atau bertanya kepada para ustadzatau kyai dalam NU yang memang umumnya dipandangpaling menguasai”, demikian penjelasan H. Arief saat penulisbertanya tentang bagaimana memperdalam pemahamankeagamaan.

Untuk warga LDII, mereka pada waktu-waktu tertentujuga dapat mengikuti pengajian umum dengan mubaligh dariluar kelompok mereka, terutama dari Pondok Pesantrean,seperti Pondok Sukorejo. Ustadz Musirin MZ pernahdiundang untuk mengisi siraman rohani pada acaraPeringatan Maulid Nabi. Dengan demikian menurut H. Arif,diharapkan warga LDII dalam menjalankan ajaran Islamtidak hanya ikut-ikutan saja melainkan memahami ilmunya.

Konsepsi para elit ormas ini nampak seirama dengankonsepsi warga tentang kehidupan harmoni diantara mereka.Hal ini dapat dipahami bahwa elit ormas yang merupakanrepresentasi dari ormas itu sendiri memiliki legitimasi yangsangat kuat sebagai referensi pemahaman warga. Legitimasimenjadi sebuah institusi tidak lagi sebatas sebuah order,tetapi juga meaningful order atau nomos. Menurut Berger dan

Page 288: Dimensi v

254

Luckman (1966), legitimasi elit ormas menempati tingkatketiga, karena mereka dipandang sebagai orang yang fasihberbicara dengan hal ikhwal agama. Bahkan oleh karenabudaya di Awar-Awar menempatkan elit ormas yangbiasanya dipanggil dengan sebutan Kyai, ustadz atau sebutanlain seperti Haji dipandang sebagai representasi dari agama,maka tingkat legitimasi mereka lebih dari sekedar tingkatketiga. Dengan kepercayaan yang sedemikian rupa elit ormasdapat dipandang sebagai juru bicara agama yang merupakansymbolic universes atau tatanan simbolik yang koheren.

Konsepsi Elit Desa Awar-Awar tentang Kerukunan AntarWarga.

Untuk bagian ini, penulis akan mendiskripsikandengan agak berbeda dari diskripsi sebelumnya. Karenanyatidak ada satupun kutipan hasil wawancara atau pengamatanyang dimunculkan. Hal ini sengaja penulis lakukan denganpertimbangan agar laporan penelitian ini terutama untukbagian C pada bab ini tidak perlu lagi harus dimodifikasi saatdisajikan kepada sidang pembaca. Oleh karenanya itupenulis lebih memilih untuk menuliskan atau menyajikanhasil pengumpulan dan analisis data secara reflektif.

Tidak ada perbedaan yang cukup mencolok konsepsikerukunan antar warga diantara elit ormas dan elit desa. Halini dapat dipahami karena keduanya sama-sama mewakilimasyarakatnya walau dalam posisi yang berbeda, yangpertama posisinya sebagai pemimpin ormas keagamaan danyang kedua merupakan aparat pemerintahan desa. Kalaukonsepsi para elit ormas mengenai kerukunan intern ummatberagama lebih mendasarkan pendapatnya yang utama padalandasan normatif yang berasal dari agama, dimana agama

Page 289: Dimensi v

255

dan bagaimana mereka memberikan tafsir terhadap ajaranagama dari kitab suci atau sumber otoritas yang lain.

Sedangkan elit desa lebih melihat dari sudut pandangkeamanan atau stabilitas dan teknis birokratis serta politikdalam arti politik praktis. Masyarakat rukun artinya kondisidesa aman. Bila kondisi desa aman, maka segala kegiatanbirokrasi desa juga akan lebih mudah untuk dijalankan. Olehkarenanya elit birokrasi desa lebih banyak mengambiluntung dari kondisi harmoni yang tercipta terutama untukmeningkatkan citra pemerintahan desa dimata tingkatpemerintahan yang lebih tinggi.

Bahkan pada masa orde baru, elit birokrasi desa lebihmenonjol berperan sebagai kepanjangan tangan pemerintahpusat melalui pemerintah daerah/bupati.97 Dengan berbagaistrateginya orde baru telah mengubah kehidupan di desayang awalnya didasarkan pada sentiment paguyuban,dirubah menjadi sebuah institusi yang katanya “rasional”.Perubahan ini telah mengingkari “rasa keadilan” masyarakat.Proses yang menggunakan strategi tranplantasi itu telahmenimbulkan dampak negatif yang tidak kecil. Dalam hal initermasuk telah menghancurkan energi sosial kreatif yangsejatinya diperlukan sebagai modal dasar bagi terbentuknyaNegara Bangsa ini. (Baca: Zakaria dalam Gunawan dkk. 2005,325-350)

Di era reformasi, ---walaupun status desa telahdikembalikan sebagai kesatuan masyarakat hukum melalui

97 Birokratisasi desa dalam sistem Pemerintahan \Nasional saat itu, melaluipemberlakuan Undang-Undang No. 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan di Desa (LembaranNegara Tahun 1979 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3153 ataudisebutUUPD No. 5/1979, telah menimbulkan dampak negatif yang tidak kecil. Dalamstrategi Birokratisasi Desa itu, meskipun otonomi desa juga disinggung, setidaknya pasal 18UUD 1945 menjadi konsiderans UUPD No. 5/1979, desa tidak hanya diubah statusnya,yakni dari “masyarakat hukum” menjadi “sekumpulan orang yang tinggal bersama..”, tetapijuga di dalamnya dicangkokkan sebuah institusi baru, yaitu : “pemerintahan desa”.

Page 290: Dimensi v

256

UU No. 22/1999--- cara-cara yang digunakan pada masa ordebaru masih cukup kental mewarnai perilaku para birokratdesa. Tugas pemberdayaan masyarakat yang sesungguhnyajuga merupakan tugas pemerintahan desa sangat sulit untukdicarikan contohnya di lapangan. Walhasil tugas pemerin-tahan desa lebih banyak disibukkan untuk mengurusi hal-halsemacam tagihan pajak, berbagai macam perijinan yangdibutuhkan oleh warga, surat tanah dan hal-hal lain yangsangat bersifat teknis administratif.

Dalam bidang keagamaan, oleh karena otoritas yangdimilikinya, pengurus ormas keagamaan cukup dominandimata warga. Hal ini dapat dipahami dari pengakuan wargabahwa tidak pernah ada inisiatif dari desa berkenaan dengankegiatan keagamaan. Demikian pula soal harmoni diantarawarga NU, Muhammadiyah dan LDII belum ada forumsemacam forum kerukunan. Birokrasi desa lebih memeran-kan pelayanan terhadap warga secara adil tanpa memandangpemahaman keagamaannya. Hal ini lebih disebabkan karenapemahaman tentang fungsi Negara dalam persoalan ke-agamaan, setelah reformasi para birokrat cenderung meng-hindari urusan keagamaan karena salah satu ruh reformasiadalah kebebasan dalam menjalankan agama dan keper-cayaan masing-masing. Mengatur soal praktik-praktikkeagamaan dapat dituduh mencampuri hal-hal yang di luarkewenangan.

Kondisi harmoni di dalam masyarakat tidak jarangmenjadi suatu komoditas bagi para birokrat, karena denganmelakukan publikasi maka apresiasi dalam bentuk programpembangunan desa akan lebih mudah untuk didapatkan.Dalam pengertian inilah, birokrat desa lebih banyak men-dapatkan untung dari kondisi harmoni di dalam masyarakat.Sebagaimana diperoleh dari informan yaitu salah satupimpinan ormas Islam, bahwa Pak Camat sering menjadikan

Page 291: Dimensi v

257

contoh kerukunan di Desa Awar-Awar untuk “dipamerkan”kepada pejabat kabupaten. Kalaupun ada kegiatan-kegiatanyang dipelopori dari pihak desa biasanya kurang mendapatsambutan hangat.

Dari kondisi hubungan antara pemerintahan desa dankomunitas di atas menyiratkan adanya ketegangan yangnyaris abadi sebagai warisan kesalahan orde baru dalammengatur desa. Rakyat tidak pernah dilibatkan dalam meng-ambil keputusan dalam merumuskan kebijakan pembangun-an. “Tidak ada partisipasi atau mobilisasi rakyat yang bersifattetap, yang ada adalah bentuk partisipasi yang secara tetapmelibatkan begitu banyak warga Negara sehubungan denganpelaksanaan kebijakan nasional dan bukan pembuatankebijakan itu…”. (Jackson (1978) sebagaimana dikutipZakaria, 2005: 330-331)

Partisipasi warga desa, dikatakannya pula lebihcenderung diatur oleh otoritas tradisional atau dalam kontekspenelitian ini otoritas ormas keagamaan dan pengelompokanpatron-klien alih-alih melalui kelompok yang sama sepertikelas. Mobilisasi warga yang efektif hanya ditujukan untuklangkah-langkah jangka pendek, seperti pemilihan umumdari pilkades sampai pilpres dan demonstrasi. Hasil peneliti-an Bijlmer dan Reurink (1988) menyimpulkan bahwaketerbatasan pemerintah yang menonjol adalah ketidak-mampuannya untuk memobilisasi rakyat yang berkorbandemi program-program nasional tertentu dan untuk mem-peroleh target-target yang memerlukan partisipasi yangbenar-benar sukarela dari rakyat secara keseluruhan.

Page 292: Dimensi v

258

Setelah pada bab sebelumnya didiskripsikan bagai-mana pandangan warga dan elit di Desa Awar-awar tentangkerukunan diantara warga NU, MD dan LDII, bab berikutakan menjelaskan lebih lanjut faktor-faktor mendorongkecenderungan tersebut. Seturut dengan pendapat TimPengkajian Kerukunan Hidup Antar Umat Beragama, faktor-faktor yang dapat mendorong terciptanya harmoni diantarawarga di Desa Awar-awar antara lain: pertama, adanya polahidup kekerabatan; kedua, adanya kelompok umat akarrumput/paguyuban; ketiga, adanya lembaga-lembaga swa-daya masyarakat; keempat, nilai-nilai luhur yang dihayatioleh masyarakat; kelima, adanya kerukunan hidup antar umatberagama dan keenam adanya tokoh agama dan tokohmasyarakat yang berpengaruh (Muchtar, 2003: 225).

Faktor-Faktor yang

Mendorong

Terciptanya Harmonidi Desa Awar-Awar

Asembagus Situbondo

4

Page 293: Dimensi v

259

Namun untuk kepentingan laporan penelitian ini,penulis diskripsikan faktor-faktor determinan terbentuknyaharmoni diantara warga berdasarkan pembagian tugas yaitufaktor ekonomi, sosial, budaya dan politik. Pembagian inisesungguhnya telah mencakup kelima faktor di atas. Faktor-faktor ini merupakan kondisi materiil individu yangkemudian mempengaruhi pengetahuannya. Dengan kesada-rannya individu memaknai dirinya dan objek-objek dalamkehidupannya berdasarkan sifat-sifat yang didapatnya.Bagian ini akan menjelaskan bagaimana faktor-faktor itumempengaruhi pengetahuan dan selanjutnya secara terusmenerus tereksternalisasi dalam dunianya dan menjadisesuatu yang objektif di luar dirinya.

Faktor Ekonomi

Yang dimaksud faktor ekonomi di sini setara denganpengertian sosiologi ekonomi, yaitu hubungan antara masya-rakat yang di dalamnya terjadi interaksi sosial denganekonomi. Sebagaimana dijelaskan dalam bab kedua, bahwamata pencaraharian masyarakat Desa Awar-Awar adalahbertani dan beternak serta sebagiannya lagi berprofesisebagai pedagang. Interaksi yang berlangsung di bidangekonomi ini berlangsung proses mempelajari nilai, norma,peran dan semua persyaratan lainnya yang diperlukan untukmemungkinkan partisipasi yang efektif di masyarakat.

Tipologi agraris masyarakat Desa Awar-awar menjadi-kan kemungkinan sosialisasi berjalan secara efektif, walau-pun tidak sempurna. Sebagaimana lazim dalam masyarakatagraris, posisi dan peran di masyarakat penguasaan lahanpertanian sangat menentukan. Perbedaan kepemilikan lahaninilah yang menjadi kriteria stratifikasi sosial secara ekonomi.Pola hubungan kerja yang mereka bangun rasional, tidaknampak adanya diskriminasi atau membeda-bedakan

Page 294: Dimensi v

260

berdasarkan golongan, faham keagamaan tertentu. Pola inipula yang dijalankan oleh keluarga H.Isnain98 yang cukupdikenal sebagai petani tebu yang memiliki lahan yang cukupluas. Beberapa areal tanahnya dikerjakan oleh para petanipenggarap yang notabene tetangga dengan memberikaongkos kerja tertentu yang disepakati. Sejauh ini hubungankerja dibangun berdasarkan azas manfaat dan salingmenguntungkan, jauh dari kesan eksploitatif. Pola-polahubungan kerja yang demikian nampaknya yang mendorongproses sosialisasi nilai-nilai Islam yang menjadi kecen-derungan warga, terutama prinsip-prinsip mu’amalat yangadil. Dengan pola hubungan kerja yang demikian terjadiproses internalisasi nilai-nilai agama dan pemahamankeagamaan yang tereksternalisasi dalam ormas keagamaan.

Apabila dilihat secara geografis, ekonomi atau matapecaharian masyarakat desa Awar-awar adalah masyarakatpetani. Untuk saat ini tentu telah terjadi diversifikasi profesiakibat pendidikan dan perubahan orientasi masyarakat.Namun kesan umum sebagai masyarakat pedesaan yanghidup dari pertanian sawah dan tanaman tebu sangatnampak di desa Awar-awar. Hal ini sesuai dengan datamonografi desa yang menyebutkan areal tanah sawahdengan irigasi teknis mencapai 279,82 ha yang cukupdominan dibandingkan dengan jumlah keseluruhan lahan didesa Awar-Awar. Karenanya menjelaskan kehidupanekonomi masyarakatnya tidak berbeda dengan masyarakatagraris lainnya.

Dengan kondisi objektif yang teramati diatas, cukupmeyakinkan kalau penulis cenderung menyebut sistem matapencaharian dan ekonomi serta mempertimbangkan proses-proses sosial yang terjadi, maka masyarakat desa Awar-Awar

Wawancara tanggal 11 Oktober 2010.

Page 295: Dimensi v

261

dapat dikategorikan sebagai pedesaan atau agraris. Apa ciri-ciri utama masyarakat desa Awar-Awar, secara umumnyadapat dihubungkan dengan ciri-ciri masyarakat desa diIndonesia. Orang umumnya membayangkan masyarakatdesa itu sebagai tempat orang bergaul dengan rukun, tenangdan selaras. Pandangan ini tidak salah, walaupun harusdiberi catatan bahwa di dalam masyarakat desa juga terdapatpertengkaran-pertengkaran (konflik) mengenai pertentangan(kontroversi) dan persaingan (kompetisi) (Koentjaraningratdalam Sajogyo (ed.) 2002: 25). Memahami pertengkaran-pertengkaran ---yang umumnya tidak nampak di permu-kaan--- di dalam masyarakat desa tersebut penting terutamauntuk menjelaskan perubahan-perubahan kebudayaan.

Hal lain yang seringkali dipersepsikan orang kotaterhadap orang desa adalah adalah kondisi desa yangtenteram. Boeke (Sajogyo: 2002, 25) menggambarkannyadengan ungkapan yang inspriratif yaitu: ”Desa itu bukantempat untuk bekerja, tetapi tempat ketenteraman. Ketentra-man itu pada hakikatnya hidup yang sebenarnya bagi orangtimur”. Statemen ini tidak dimaksudkan bahwa orang desatidak suka bekerja keras, justru sebaliknya masyarakat desaAwar-Awar adalah masyarakat yang suka bekerja keras,sehingga walaupun tanah yang mereka miliki tidak sesuburdaerah lain di Jawa, namun dapat produktif dengan tanamantebu serta palawija dan sebagian kecil menanam padi. Sayangsekali penulis tidak mendapat data tentang siapa saja yangmengelola lahan di wilayah Desa Awar-Awar, apakah hanyaorang-orang warga desa ataukah justru lebih banyak orang diluar desa.

Ada 70 % tanah irigasi teknis di Desa Awar-awarditanami tebu dan sisanya ditanami palawija dan padi. Disini nampak rasionalitas warga--yang walaupun merekahidup secara tradisional-- mewarnai keputusan pilihan

Page 296: Dimensi v

262

bercocok tanam. Dari beberapa informan dapat diketahui,alasan lebih memilih tebu adalah kenyataan bahwa untukmendapatkan air warga harus mengebor mencari air tanahdengan biaya yang tidak murah, sementara air dari irigasiteknis tidak mungkin untuk mengairi sawah karena memilikikadar belerang yang tinggi. Alasan lain yang paling rasionaladalah bila menanam tebu lebih rendah modal kerja yangharus dikeluarkan dengan resiko yang lebih rendahdibandingkan dengan menanam padi. Menanam tebudengan tanah kurang lebih satu hektar hanya membutuhkanmodal kerja lima juta rupiah setiap musim tanam (satutahun) dengan hasil bersih 15 s.d 20 juta. Sementara kalaumenanam padi sekali tanam untuk satu hektar tanahmembutuhkan modal kerja kurang lebih delapan juta rupiahdengan hasil bersih hanya tiga sampai dengan lima jutaartinya ada hasil bersih 15 juta per tahun. Pilihan wargauntuk lebih memilih menanam tebu dapat dipandang sebagaihasil upaya adaptasi warga terhadap realitas alam sertapotensi wilayah Kecamatan Asembagus yang memangterdapat satu pabrik gula yang telah berdiri sejak jamanBelanda.

Sebagaimana lazimnya sebuah desa, sistem ekonomi-nya tentulah bukan merupakan berdasarkan pada sistem“ekonomi liberal”, dimana jiwa individualisme sangatdiutamakan, walaupun pada kasus-kasus tertentu ada pulayang individualis. Berkenaan dengan watak-watak masya-rakat pedesaan, Koentjaraningrat dalam Sajogyo (ed), (2002:30) mengutip M. Mead seorang antropolog yang meng-analisis bahan dari 13 masyarakat dari berbagai tempat didunia. Penelitian ini bermaksud untuk mengungkap sampaidimanakah ketiga belas masyarakat itu menunjukkan dalamkebudayaan dan adapt-istiadatnya, jiwa gotong-royong, jiwapersaingan dan jiwa individualis. Dari analisis yang dilaku-kan Mead terbukti bahwa lepas dari sifat terpencil atau

Page 297: Dimensi v

263

terbukanya lokasi, lepas dari mata pencaharian hidupnya,lepas dari sifat sederhana atau kompleks dari masyarakatnya,dari antara ketiga belas masyarakat itu adda enam yangmenilai tinggi jiwa gotong-royong, tiga yang menilai tinggijiwa persaingan, sedangkan empat yang menilai tinggiindividualisme. Artinya jiwa utama masyarakat desa adalahgotong royong. Fenomena ini masih sangat mudahditemukan di desa Awar-Awar. Gotong-royong dalambanyak hal masih sangat kental terutama dalam hal yangbersifat keagamaan atau hal-hal lain yang di’sakral’kan,seperti selamatan atau kenduri.

Dari kecenderungan jiwa atau watak masyarakat desatersebut, maka dalam sistem pengerahan tenaga kerjakalaupun sangat terikat dengan struktur kelompok-kelom-pok primer dalam masyarakat, tetapi jiwa gotong-royong danjiwa berbakti merupakan ciri watak atau kepribadian dariwarga Desa Awar-Awar. Hubungan keluarga diantara wargaserta didukung oleh tata kesopanan yang dijalankan nampakmenjadi pendorong watak gotong royong.

Watak-watak gotong royong ini juga dapat dilihatbagaimana para warga yang bertani tebu menyalurkanaspirasinya berkenaan dengan soal “rendemen” denganpabrik gula atau saat memperjuangkan harga gula kepadapemerintah. Mereka secara aktif berorganisasi melalui APTR(Asosiasi Petani Tebu Rakyat). Melalui asosiasi inilah parawarga melakukan dialog untuk mengambil keputusan-keputusan bersama tentang masa depan pertanian tebu.Forum petani tebu ini dalam pelaksanaannya disampingfungsinya untuk mengorganisir kepentingan warga soaltanaman tebu, juga berfungsi sebagai forum dialog wargatentang hal-hal sosial kemasyarakatan lain, juga persoalankeagamaan. Melalui forum ini pula proses intersubjektif

Page 298: Dimensi v

264

pemberian makna terhadap perbedaan praktik keagamaandiantara mereka dibangun.

Dari uraian sub bab di atas dapat disimpulkan bahwafaktor ekonomi dalam pengertian warga melakukan kegiatanproduksi menjadi faktor pendorong terciptanya harmonidiantara para warga di Desa Awar-Awar. Kegiatan ekonomiwarga merupakan suatu bentuk interaksi yang di dalamnyaterdapat suatu sistem yang komplek yang terdiri dari bagian-bagian yang saling berhubungan dan saling bergantung, dansetiap bagian saling berpengaruh secara signifikan terhadapbagian-bagian lainnya. Dalam asumsi fungsionalismestruktural setiap bagian-bagian tersebut seperti ekonomi danagama dari sebuah masyarakat eksis karena bagian tersebutmemiliki fungsi penting dalam memelihara eksistensi danstabilitas masyarakat secara keseluruhan.

Aktivitas ekonomi sebagaimana diuraikan merupakanwadah dari sebuah proses dialektika individu danmasyarakat sebagaimana yang dimaksudkan sebagai tahapinternalisasi dimana proses sosialisasi pandangan dunia,nilai-nilai tentang kerukunan intern ummat beragamaberlangsung. Kegiatan warga di bidang ekonomi ini jugamempengaruhi kesadaran warga (individu). Apa yangdiserap manusia dari pengalaman hidupnya bersamamanusia-manusia yang lainnya inilah yang disebut denganmasyarakat. Hubungan individu dan masyarakat merupakanhubungan dialektika, keduanya saling mengandaikan.Lingkungan ekonomi adalah ranah dimana sebuah tindakanatau praktik sosial tertentu menjadi masuk akal. Kita tidakbisa memahami tindakan-tindakan sekelompok orang --dalam hal ini tindakan kerukunan atau harmoni-- tanpamemahami terlebih dahulu struktur sosialnya.

Faktor Sosial-Budaya

Page 299: Dimensi v

265

Untuk menjelaskan faktor fosial-budaya yang men-dorong terciptanya harmoni perlu dijelaskan hubunganagama dan budaya. Seturut dengan apa yang dilukiskanGeertz, pemahaman keagamaan sangat dipengaruhi olehbagaimana memandang apa itu agama dalam manifestasiempirisnya. Geertz melihat agama sebagai suatu sistemkebudayaan. Kebudayaan tidak didefiniskan sebagai polakelakuan, tetapi pola bagi (model for) kelakuan, yaitu yangterdiri atas serangkaian aturan-aturan, resep-resep, rencana-rencana, dan petunjuk-petunjuk yang digunakan manusiauntuk mengatur tingkah lakunya.

Di dalam buku ini Geertz mendefinisikan agamasebagai: “(1) sebuah sistem-sistem simbol yang berlakuuntuk (2) menetapkan suasana hati dan motivasi-motivasiyang kuat, yang meresapi, dan yang tahan lama dalam dirimanusia dengan (3) merumuskan konsep-konsep mengenaisuatu tatanan umum eksistensi dan (4) membungkus konsep-konsep ini dengan semacam pancaran faktualitas, sehingga(5) suasana hati dan motivasi-motivasi itu tampak khasrealistis”( Geertz :2992, 5)

Clifforz Geertz memperkanalkan suatu perspektif barudi bidang antropologi untuk melengkapi perspektif sebelum-nya. Dibandingkan dengan gurunya Turner yang lebihmengarah kepada antropologi sosial, maka Geertz lebihmasuk ke dalam dunia budaya atau kajian antropologibudaya terutama kajian hubungan antara agama dan budayayang telah menghasilkan karya-karya misalnya The Religionof Java99, Islam Observed dan juga Religion as a Cultural. Bahkanthe The Religion of Java dianggap sebagai karya besar yangkemudian menjadi inspirasi banyak antropolog yangberminat pada kajian hubungan antara agama dan budaya.

99 Diterjemahkan dalam bahasa Indonesia menjadi Abangan, Santri, Priyayi dalamMasyarakat Jawa.

Page 300: Dimensi v

266

Walaupun dianggap banyak cacat dalam asumsi-asumsiteorinya oleh para pengkritiknya, tidak dapat dipungkirikarya ini justru melegenda. Agak sulit mencari karya tentanghubungan agama dan budaya yang tidak memulai darimembahas buku ini.

Perspektif simbolik merupakan kelanjutan tidaklangsung dari perspektif fenomenologi-interpretatif di dalamkajian agama yang memiliki kesamaan, yaitu inginmemahami apa yang ada di balik fenomena. Ia tidak hanyaberhenti pada fenomena saja, namun terus bergerak menataplebih mendalam dunia noumena yang sering dikonsepsikansebagai pemahaman interpretatif.

Kebudayaan dalam perspektif simbolik dimengertisebagai keseluruhan pengetahuan manusia yang dijadikanpedoman atau penginterpretasi keseluruhan tindakanmanusia. Kebudayaan adalah pedoman bagi kehidupanmasyarakat yang diyakini kebenarannya oleh masyarakattersebut. Kebudayaan yang dimaksudkan di sini tidak samadengan konsepsi Koentjaraningrat sebagai aliran evolusionis-me atau adaptasionisme yang memandang kebudayaansebagai kelakuan atau hasil kelakuan atau cipta, rasa, dankarsa manusia. Di ini kebudayaan lebih bersifat bendawiyang tentu sama dapat dilihat fisiknya. Kebudayaan bukankelakuan atau produk kelakuan melainkan seperangkatpengetahuan yang dimiliki manusia sebagai makhluk sosialyang dijadikan manusia untuk menginterprerasikan dunia disekelilingnya. Karenanya budaya dalam pengertian inimencakup sistem pengetahuan, nilai, symbol dan maknayang hidup di dalam kehidupan manusia.

Geertz memberikan pengertian kebudayaan sebagaimemiliki dua elemen, yaitu kebudayaan sebagai sistemkognitif serta sistem makna dan kebudayaan sebagai sistemnilai. Sistem kognitif serta sistem makna merupakan

Page 301: Dimensi v

267

representasi pola dari atau model of, sedangkan sistem nilaiadalah representasi kenyataan -- sebagaimana wujud nyatakelakukan manusia sehari-hari, maka “pola bagi” ialahrepresentasi dari apa yang menjadi pedoman bagi manusiauntuk melakukan tindakan itu. Contohnya adalah upacarakeagamaan yang dilakukan oleh suatu masyarakat merupa-kan “pola dari”, sedangkan ajaran yang diyakinikebenarannya sebagai dasar atau acuan melakukan upacarakeagamaan adalah “pola bagi” atau model untuk.

Timbul pertanyaan bagaimana menghubungkan poladari dan pola bagi dari system kognitif dengan sistem nilai,yaitu kaitan antara bagaimana menerjemahkan sistempengetahuan dan makna menjadi sistem nilai atau mener-jemahkan sistem nilai menjadi sistem pengetahuan danmakna. Menurut Geertz, kebudayaan pada intinya terdiridari tiga hal utama, yaitu sistem pengetahauan atau kognitif,sistem nilai atau sistem evaluatif dan simbol yangmemungkinkan pemaknaan atau interpretasi. Adapun titikpertemuan antara pengetahuan dan nilai yang dimungkinkanoleh simbol ialah yang dinamakan makna (system of meaning).Dengan demikian, melalui sistem makna sebagai perantara,sebuah simbol dapat menerjemahkan pengetahuan menjadinilai dan menerjemahkan nilai menjadi pengetahuan.

Dengan perspektif Geertz diatas, posisi budayapendalungan yang menjadi karakteristik masyarakat DesaAwar-Awar sebagai “pola dari”, sedangkan ajaran yangdiyakini kebenarannya sebagai dasar atau acuan melakukankegiatan keagamaan adalah “pola bagi”. Karakteristikpendalungan yang terbuka, ekspresif, memiliki ikatankekerabatan yang kuat, serta memiliki solidaritas mekanikmerupakan “pola dari” perilaku harmoni. Sedangakankeyakinan-keyakinan yang berasal dari ajaran-ajaranagamanya merupakan “pola bagi” perilaku harmoni. Dengan

Page 302: Dimensi v

268

demikian harmoni diantara warga NU, MD dan LDII di DesaAwar-awar dapat dimengerti merupakan hasil konstruksiwarga di dalam kehidupan sehari-hari yang menggambarkanhubungan agama dan budaya sebagai wujud nyatakelakukan manusia sehari-hari dan representasi dari apayang menjadi pedoman bagi manusia untuk melakukantindakan itu.

Hubungan-hubungan sosial-budaya pada masyarakatdesa Awar-awar yang diwujudkan dalam berbagai ekspresikebudayaan simbolik yang pada gilirannya akan menentu-kan dinamika sekaligus integrasi yang bersifat komplementeryakni saling bergantung dan bisa juga sebaliknya. Hal inipulalah yang ditemukan oleh Geertz dalam penelitiansosialnya terhadap masyarakat Mojokuto. (Baca: Geertz,2003). Dengan pendekatan interpretif, Geertz melihatbeberapa perbedaan antara struktur dan kultur (pedesaan,pasar dan jajaran birokrasi) dalam simbol asosiatif, yakniabangan, santri dan priyayi, dimana perwujudan struktursosial masing-masing menimbulkan dinamika kehidupantersendiri.

Namun tipologi sosial model Geertz di atas tentu tidakbisa di cangkokkan sepenuhnya untuk masyarakat DesaAwar-Awar. Apa yang digambarkan Geertz pada masyarakatModjokuto tentu sudah mengalami perubahan disampingkondisi sosial budayanya berbeda dengan di Jawa Timurbagian timur. Budaya pendalungan adalah budaya hasilakulturasi dua budaya Jawa dan Madura. Karenanya orangJawa dan orang Madura di wilayah ini tentu berbeda denganJawa dan Madura di tempat asalnya masing-masing.Misalnya apa yang digambarkan oleh Kuntowijoyo (2002)bahwa orang Madura cenderung individual karena kondisigeografis yang kering di daerahnya, sedang orang Jawadikatakan lebih bersifat komunal dan akrab dengan alam

Page 303: Dimensi v

269

karena orang Jawa berasal dari tanah yang subur (wilayahpertanian sawah). Hal ini, sebagaimana dapat diamati diJawa Timur bagian timur atau lebih spesifik di KabupatenSitubondo, orang-orang Jawa dan Madura sudah menjadiorang yang berbeda dengan karakteristik yang menggambar-kan akulturasi, saling menyerap satu sama lain yang dalamtulisan ini disebut dengan budaya pendalungan. Masing-masing etnik yang mendiami wilayah ini nampak tidakberusaha untuk saling mempertahankan identitaspartikularistik tradisionalnya.

Secara sosial kekuatan masyarakat di wilayah iniadalah kekerabatannya yang cukup kuat lebih cenderungbersifat komunal, terbuka dan suka bekerja keras. Etika sosialseperti tata krama, sopan santun atau budi pekerti orangpendalungan berakar pada nilai-nilai yang diusung dari duakebudayaan Jawa dan Madura. Produk kesenian di wilayahini juga cukup memiliki distingsi dibanding dengan Jawa danMadura. Beberapa yang dapat dicatat di Situbondo adalahkesenian ”keket” dan ”ojung”, keduanya adalah kesenianyang biasanya ditampilkan saat upaya meminta hujan.Menurut seorang seniman Asembagus, Bapak Sutiono100

untuk ”keket” telah diakui di tingkat nasional sebagaiproduk budaya dari Kabupaten Situbondo selain keduaproduk budaya itu tidak ada penjelasan yang meyakinkan.Latar belakang sosial dan kultural pendalungan inilah yangmempengaruhi kesadaran masyarakat dalam mengkons-truksi pemahamannya tentang kehidupan harmoni.

Faktor Politik

Berdasarkan data yang berhasil dikumpulan dapatdianalisis, bahwa pada masa lalu faktor politik justru menjadi

100 Wawancara tgl. 1 Nopember 2010.

Page 304: Dimensi v

270

faktor yang melemahkan harmoni. Di era orde baru terjadifragmentasi di masyarakat berdasarkan afiliasi politik. ElitMuhammadiyah yang kebanyakan Pegawai Negeri sipilcenderung mengarahkan warganya untuk memilih Golkar.Sebaliknya Warga Nahdlatul Ulama yang lebih banyakberprofesi sebagai petani lebih cenderung memilih PartaiPersatuan Pembangunan dengan alasan ideologis. SedangkanLDII yang saat itu bernama LEMKARI, oleh karena lembagaini dibidani tokoh orde baru dipandang sebagai lembagaunderbow golkar. Namun demikian saat itu tidak sampaiterjadi perseteruan yang mengarah kepada kekerasan fisik,hanya saja cukup menghangatkan suasana terutamamenjelang PEMILU. Hal ini sangat mungkin karenaperseteruan politik sesungguhnya hanya pada tingkat elit.Sementara di tingkat akar rumput tidak terjadi suatuperseteruan yang serius karena faktor sosial-budayasebagaimana telah diuraikan di atas.

Pandangan-pandangan agama saat itu lebih cen-derung digunakan sebagai legitimasi pilihan-pilihan politik.Hal ini menyebabkan penilaian pandangan keagamaan yangberbeda tidak lagi murni persoalan agama, namun selalubernuansa politik. Saat orde baru tumbang, masyarakat DesaAwar-Awar seolah lepas dari tekanan politik yangmengharuskan menjatuhkan pilihannya pada salah satupartai. Reformasi merupakan momentum kembalinyaharmoni di masyarakat dan pilihan politik diposisikansebagai hak tiap-tiap warga yang tidak boleh diintervensiapalagi dengan paksaan dan kekerasan. Saat ini warga lebihmelihat perhelatan politik sebagai sebuah permainan, siapayang menang dan siapa yang kalah tidaklah penting tetapimenjaga harmoni adalah pilihan. Harmoni menjadi sebuahkesadaran kolektif (collective consiousness) yang mengarahkantingkah laku warga.

Page 305: Dimensi v

271

Apa yang membedakan setiap upaya dialog yangdilakukan oleh masing-masing ormas keagamaan, saat iniadalah tidak ada lagi kecurigaan kepentingan politik praktis.Masing-masing warga bebas mengekspresikan keyakinankeagamaannya dalam kultur masyarakat setempat tanpakecurigaan sehingga yang berbeda pandangan dapat meneri-ma sebagai sebuah keniscayaan yang bukan persolanfundamental dari agama. Perbedaan hanya pada perbedaanaksentuasi, orientasi dan pendekatan. Warga Desa Awar-Awar lebih melihat perbedaan NU, MD dan LDII sebagaisebuah pilihan menjalankan ibadah dengan tenang. Untukbermu’amalah (relasi sosial), diserahkan kepada pribadimasing-masing dan integritas pada budaya harmoni adalahkuncinya.

Perkembangan dalam sepuluh tahun terakhir di desaAwar-awar cenderung menguatkan asumsi di atas. Tidakadanya konflik yang dipicu oleh persaingan politik dapatdipandang sebagai bukti bahwa perubahan konsepsimasyarakat terhadap politik praktis sangat mempengaruhisikap mereka terhadap perbedaan pilihan politik. Untuktidak menyebut perbedaan politik sebagai satu-satunyadeterminan konflik antar warga, penulis melihat faktorperbedaan politik ini faktanya mempengaruhi atau men-dorong tebukanya konflik dengan alasan perbedaan-per-bedaan praktik keagamaan. Hal ini diakui oleh salah seorangmantan ketua partai PPP, H. Muizzu Farojan, bahwa faktorperbedaan pilihan politik memang menjadi alasan orang-orang untuk mempermasalahkan perbedaan praktikkeagamaan. (Wawancara tanggal 21 Oktober 2010)

Karenanya untuk memberikan gambaran yang lebihmemadai tentang pengaruh politik terhadap pembentukanharmoni dapat dibagi berdasarkan rentangan waktu, yaitusaat orde baru dan pada saat reformasi. Sebagaimana telah

Page 306: Dimensi v

272

digambarkan pada bab pertama tulisan ini bahwa reformasiyang bergulir sejar 1998 telah mendorong terjadinyaperubahan pada hampir semua aspek kehidupan masyarakat,politik, sosial budaya dan keagamaan. Kebebasan berserikatdan berkumpul serta berpendapat yang dahulu ditekan dansangat dibatasi menyeruak ke permukaan seolah air bah yangsiap menghanyutkan apa saja.

Pada era orde baru, orientasi politik dalam pengertianpengelolaan kepentingan bersama dalam pelaksanaanbersifat sangat sentralistik. Dengan ideologi pembangunan,pemerintahan orde baru telah menerapkan tafsir tunggalterhadap arah, sasaran dan tujuan pembangunan. Matinyakreativitas masyarakat di daerah untuk mengembangkanwilayahnya sesuai dengan kebutuhan riil masyarakat adalahpengaruh yang sampai saat ini masih terasa.

Kalaupun reformasi --sebagaimana sering dikatakanoleh berbagai kalangan-- justru banyak menjadikan tatananatau order menjadi terganggu, namun kebebasan setiapindividu yang pada masa lalu merupakan barang mahal, saatreformasi kebebasan berekspresi dibuka kembali. Ormaskeagamaan adalah organisasi yang sah sebagai organisasiyang dibentuk oleh masyarakat berdasarkan UU No. 8 tahun1985. Berkenaan dengan pilihan politik dalam pemilihanlangsung dari pilkades sampai pilpres warga desa Awar-awar nampak sudah memiliki kesadaran untuk tidakmenghubungkan pilihan-pilihan politik dengan afiliasi ormaskeagamaannya. Mereka cenderung mengembalikan fungsiawal ormas keagamaan yang bukan merupakan organisasisayap partai politik.101

101 Dalam pasal 1 angka 4 Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri DalamNegeri No. 9 dan 8 tahun 2008 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah dalamPemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat, ormas keagamaandidefinisikan sebagai: “… organisasi non pemerintah bervisi kebangsaaan yang dibentuk

Page 307: Dimensi v

273

Uraian di atas menjelaskan apa yang warga Awar-Awar alami misalnya pada pemilihan kepada desa yangakhirnya terpilih Bapak Bahrito yang saat ini menjadi KepalaDesa. Sebagaimana yang diceritakan oleh salah seorangwarga MD bahwa saat pemilihan adalah warga MD yanglain, sebut saja Sr. menjadi tim sukses salah satu calon yaituH. Untung dengan memanfaatkan pertemuan-pertemuamwarga . Warga MD memandang arahan tersebut sebagaitindakan yang kurang simpatik dan melanggar ketentuanorganisasi. Nampaknya hal ini memiliki korelasi denganamatan penulis saat pilbub Kabupaten Situbondo yang barulalu, atau pemilihan legislatif pada tahun lalu, nampak sekalibahwa warga MD tidak terkonsentrasi pada satu pilihanorang atau partai tertentu.

Hal di atas menggambarkan bahwa institusi ormaskeagamaan memiliki satu legitimasi yang dihasilkan padakesadaran tingkat kedua dan ketiga.102 Namun tidak berartibahwa manusia dalam hal ini tidak semua warga MD dapatmemberikan penjelasan-penjelasan atas pilihan-pilihannyaitu. Dalam kondisi ini seseorang dapat memandang sebuahtindakan itu salah atau benar karena memiliki stock ofknowledge sendiri dari pengalaman hidupnya secara pribadi.Kesadaran subjektif ini dapat merasakan bahwa apa yangbenar dalam masyarakat belum tentu benar baginya, walau iatidak bisa menjelaskannya mengapa. Demikian pula

berdasarkan kesamaan agama oleh warga Negara Republik Indonesia secara sukarela,berbadan hukum, dan telah terdaftar di pemerintah daerah setempat dan bukan organisasisaap partai politik”.

102 Menurut Berger manusia memiliki tiga tingkatan kesadaran. Tingkatan pertamaadalah kesadaran pre-reflektif, kesadaran yang mamaknai sebuah objek langsung berdasarkansensai yang dirasakannya ketika berhubungan dengan objek tersebut. Tingkatan kedua adalahkesadaran reflektif, kesadaran yang menyadari bahwa objek-objek yang berada dalamkehidupannya memiliki konsistensi dalam kehadirannya. Tingkatan ketiga adalah kesadaranteoritis, kesadaran yang merumuskan objek-objek tersebut dalam proposisi-proposisi teoritisyang logis. Baca: Berger dan Pulberg. “Reification and Sociological Critiqe of Consciusness”History and Theory, Vol. 4, No. 2, 1965, hal. 204

Page 308: Dimensi v

274

sebaliknya apa yang dipandang salah oleh masyarakat belumtentu pula dipandang salah olehnya. Dorongan yangdemikian inilah yang dinamakan sebagai dorongankesadaran pre-reflektif.

Page 309: Dimensi v

275

Bagaimana sebuah masyarakat dapat dipertahankan,dalam perspektif fungsionalisme akan sangat diperngaruhioleh berfungsi tidaknya nilai-nilai yang ada di masyarakat.Harmoni akan tetap menjadi sebuah pola kultural dimasyarakat sejauh memiliki fungsi dalam kehidupan.Walhasil, dengan kehidupan keagamaan yang harmoni,kehidupan ekonomi, sosial-budaya dan politik menjadinampak indah dan berjalan positif semakin mendewasakancara hidup masing-masing warga. Harmoni adalah rahmatbagi kehidupan warga. Bagaimana harmoni dalam kehidup-an keagamaan mempengaruhi kehidupan ekonomi, sosial-budaya dan politik masyarakat, berikut akan didiskripsikanketerkaitannya dengan pendekatan konstruksi sosial, tepat-nya bab ini menjelaskan tentang bagaimana nilai-nilaiharmoni yang telah diinternalisasi oleh warga kemudianmenjadi rujukan nilai dalam kehidupan ekonomi, sosial-budaya dan politik.

Harmoni dan

Kehidupan Masyarakat

di Desa Awar-Awar

Asembagus Situbondo

5

Page 310: Dimensi v

276

Kehidupan Ekonomi

Kehidupan ekonomi yang dimaksudkan disini adalahmata pencaharian masyarakat Desa Awar-Awar. Secarasosiologis kehidupan ini berupa interaksi-interaksi sosial danekonomi yang dipengaruhi oleh pemahaman dan sikapkeagamaan diantara warga masyarakat. Sejak munculnyabuku yang ditulis oleh Max Weber, The Protestant Ethic and TheSpirit of Capitalism (1930)103, penelitian-penelitian yangmenghubungkan agama dan ekomoni secara langsungataupun tidak langsung mengacu pada tesis-tesis yangterdapat pada buku ini yang dikenal dengan ”hipotesis etikaprotestan”. Dalam hal ini agama tidak dilihat hanya sebagaisebuah refleksi tingkah laku, namun agama dipandangsebagai penyebab munculnya kesadaran manusia terhadapkegiatan ekonomi. Hal inilah yang dikemudian diyakinibahwa proses agama dipandang dapat mempengaruhipembangunan dan perubahan ekonomi di dalam masyarakat.

Berbagai penelitian mengenai hubungan agama danekonomi memberikan petunjuk bahwa nilai-nilai agamadalam kehidupan sosial masyarakat memberikan pengaruhdalam menentukan sikap. Beberapa penelitian yangdimaksud antara lain Geertz (1962), Castle (1967),Kuntowijoyo (1971), Muhaimin (1990) dan Abdullah (1994).Penelitian ini dapat dikategorikan sebagai varian yang laindari penelitian di atas tentu dengan konteks/lokus penelitianyang lain pula dalam konteks petani tebu di wilayah budayaPendalungan. Jumlah pedagang yang tertera dalam datamonografi desa Awar-awar hanya terdapat 86 warga yangmata pencahariannya sebagai pedagang, sementara terdapat858 warga sebagai petani pemilik tanah dan 517 warga

103 Buku ini telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia dengan judul EtikaProtestan dan Semangat Kapitalisme ter. Yusup Priyasudiarja (Surabaya: PustakaPromethea, 2000)

Page 311: Dimensi v

277

sebagai petani penggarap sawah, karenanya karakteristikmasyarakat agraris lebih nampak dalam kehidupan sehari-hari masyarakat desa Awar-Awar dan sekitarnya. Hal initidak berarti bahwa warga masyarakat desa Awar-Awartidak memiliki etos ekonomi modern yang dicirikan denganindustri dan rasionalisasi dalam bidang ekonomi. Namun,oleh karena tujuan pembahasan pada bab ini adalahmemberikan penjelasan tentang bagaimana nilai-nilaiharmoni dalam beragama berimplikasi pada faktor ekonomimasyarakat, maka bagaimana etos ekonomi masyarakat tidakakan dibahas, melainkan terbatas pada bagaimana harmonimenjadi orientasi dalam berekonomi.

Harmoni dalam keagamaan warga masyarakat desaAwar-Awar dapat ditempatkan sebagai inspirasi bagi praktikkehidupan masyarakat. Dalam perspektif Durkheimian,agama merupakan pendorong integrasi masyarakat. Sifatkekeluargaan yang menjadi ciri masyarakat utamamasyarakat agraris pada akhirnya mempengaruhi corak/pola hubungan ekonomi. Mengikuti istilah Boeke, desa itubukan tempat bekerja tetapi tempat kerukunan. Hal ini dapatdipahami bahwa kerukunan merupakan sebuah kerangkakerja budaya, dimana seluruh aktifitas manusia yang lainmengacu pada kerangka ini.

Kalau ada pendapat bahwa untuk memajukan desaadalah dengan mendorong mereka bekerja keras, penulispandang sebagai hal yang kurang tepat. Karenanya untukmemahami motivasi kerja masyarakat desa adalah denganmempelajari sistem perangsang. Sistem itu biasanya bekerjasedemikian rupa sehingga dapat memperbesar kegiatanorang bekerja, memperbesar keinginan orang untukmenabung dan melakukan kegiatan-kegiatan lainnya. Adatdan kebiasaan bekerjanyalah yang menentukan motivasibekerja.

Page 312: Dimensi v

278

Dalam masyarakat desa yang berdasar bercocok tanamseperti menanam tebu yang memiliki masa tanam sekalidalam setahun, biasanya bekerja dalam masa-masa tertentu,tetapi mengalami kelegaan bekerja dalam masa-masa yanglain dalam satu lingkaran pertanian. Di dalam masa-masapaling sibuk tenaga keluarga batih atau keluarga luasbiasanya juga tidak cukup untuk dapat menyelesaikan segalapekerjaan di ladang. Dalam masa-masa yang demikian parawarga petani di Desa Awar-Awar menyewa tenaga tambahanatau dapat menyewa tenaga bantuan. Hal ini sesungguhnyamerupakan hal yang umum terjadi di wilayah-wilayah padatpenduduk seperti di Jawa dan Bali. Jumlah buruh tani (baikyang tidak memiliki, tetapi juga yang sebenarnya masihmemilki tanah sendiri), secara umum mengalami pening-katan, dalam skala kecil di Desa Awar-Awar ada per-bandingan yang menunjukkan pola penggunaan negarasesuai dengan masa kerja dalam setiap musim tanam.Jumlah petani pemilik tanah ada 858 orang, 517 orang petanipenggarap sawah dan 270 orang buruh tani. Hal inimenunjukkan bahwa para petani pemilik tanah danpenggarap juga melakukan pekerjaannya sendiri dalam masakelegaan bekerja dan sebaliknya baru menggunakan buruhtani bila masa bekerja mulai meningkat. Cara menyewatenaga buruh tani yang banyak itu baik yang berdasarkanadat-adat lama seperti sistem bawon, maupun yangberdasarkan adat yang lebih baru, ialah upah dengan uang.

Tata cara bekerja sebagaimana diuraikan di atasmenunjukkan adanya pengaruh nilai-nilai agama dan budayayang mempengaruhi kesadaran setiap warga. Melalui prosessosialisasi di berbagai momen budaya apa yang diistilahkanBoeke bahwa desa bukan tempat bekerja namun tempatketenteraman menemui konteksnya pada tradisi bertani tebuwarga Desa Awar-Awar. Dengan menggunakan bahasamadura, para warga seringkali mengungkapkan dengan

Page 313: Dimensi v

279

kata-kata :”Jek sampek masalah dunya marosak taretanan”(jangan sampai urusan dunia merusak persaudaraan). Olehkarena sebagian besar warga Desa Awar-Awar beretnisMadura, maka tidak mengherankan kalau sebagian tata caraberproduksinya tidak jauh berbeda dengan tempat asalmereka, yaitu di Pulau Madura. (Baca: Kuntowijoyo: 2002)Sementara yang berasal dari etnis Jawa yang merupakandaerah pertanian sawah tentu harus menyesuaikan dengankondisi kesuburan tanah yang tidak sama walaupun tidaksekering tanah di pulau Madura.

Pola produksi pertanian tebu yang mendorongmunculnya organisasi serikat petani tebu merupakan faktoryang cukup mempengaruhi kecenderungan warga untukselalu mempertahankan sifat kebersamaan dan toleransidalam segala hal. Nilai-nilai yang didorong oleh perilakuproduksi ekonomi semacam ini pada akhirnya menciptakansebuah “harmoni” yang merupakan sebuah kesadarankolektif (collective consciousness) disamping faktor lain sepertisosial-budaya dan politik. Sebagai collective consciousness,pada tahap internalisasi, harmoni menjadi pedoman tindakansetiap warga dalam berproduksi.

Kehidupan Sosial-Budaya

Sebagaimana dipahami, harmoni adalah kondisihubungan antar warga yang intim walaupun ada perbedaan-perbedaan. Sebuah kehidupan sosial diandaikan dalamperspektif Èmile Durkheim (1858-1917) akan terbangunkarena adanya solidaritas sosial yang merupakan suatukeadaan hubungan antara individu dan/atau kelompok yangdidasarkan pada perasaan moral dan kepercayaan yangdianut bersama dan diperkuat oleh pengalaman emosionalbersama. Solidaritas menekankan pada keadaan hubunganantar individu dan kelompok dan mendasari keterikatan

Page 314: Dimensi v

280

bersama dalam kehidupan dengan didukung nilai-nilai moraldan kepercayaan yang hidup dalam masyarakat. Wujudnyata dari hubungan bersama akan melahirkan pengalamanemosional, sehingga memperkuat hubungan antar mereka.

Solidaritas berdasarkan hasilnya menurut Durkheim,dapat dibedakan antara solidaritas positif dan solidaritasnegatif. Solidaritas negatif tidak menghasilkan integrasiapapun, dan dengan demikian tidak memiliki kekhususan,sedangkan solidaritas positif dapat dibedakan berdasarkanciri-ciri: pertama, yang satu mengikat individu padamasyarakat secara langsung, tanpa perantara. Padasolidaritas positif yang lainnya, individu tergantung darimasyarakat, karena individu tergantung dari bagian-bagianyang membentuk masyarakat tersebut, kedua: solidaritaspositif yang kedua adalah suatu sistem fungsi-fungsi yangberbeda dan khusus, yang menyatukan hubungan-hubunganyang tetap, walaupun sebenarnya kedua masyarakat tersebuthanyalah satu saja. Keduanya hanya merupakan dua wajahdari satu kenyataan yang sama, namun perlu dibedakan,ketiga: dari perbedaan yang kedua itu muncul perbedaanyang ketiga, yang akan memberi ciri dan nama kepada keduasolidaritas itu. Ciri-ciri tipe kolektif tersebut adalah individumerupakan bagian dari masyarakat yang tidak terpisahkan,tetapi berbeda peranan dan fungsinya dalam masyarakat,namun masih tetap dalam satu kesatuan.

Selanjutnya pandangan Durkheim mengenaimasyarakat adalah sesuatu yang hidup, masyarakat berpikirdan bertingkah laku dihadapkan kepada gejala-gejala sosialatau fakta-fakta sosial yang seolah-olah berada di luarindividu. Fakta sosial yang berada di luar individu memilikikekuatan untuk memaksa. Pada awalnya, fakta sosial berasaldari pikiran atau tingkah laku individu, namun terdapat pulapikiran dan tingkah laku yang sama dari individu-individu

Page 315: Dimensi v

281

yang lain, sehingga menjadi tingkah laku dan pikiranmasyarakat, yang pada akhirnya menjadi fakta sosial. Faktasosial yang merupakan gejala umum ini sifatnya kolektif,disebabkan oleh sesuatu yang dipaksakan pada tiap-tiapindividu.

Harmoni sebagai salah satu bentuk solidaritas sudahpasti akan sangat menentukan kehidupan masyarakat secaraekonomi, sosial-budaya dan politik. Secara ekonomi kondisiharmoni diantara warga yang memiliki keyakinankeagamaan yang berbeda akan memberikan kesempatanuntuk melakukan usaha-usaha ekonomi tanpa terhalangioleh sentimen-sentimen subjektif keagamaan. Secara sosialbudaya pengaruhnya nampak pada semakin integratifnyasetiap hubungan diantara warga. Kesadaran salingmembantu, baik pikiran maupun harta benda masih sangatterasa di Desa Awar-awar. Sebuah acara hajatan di sebuahkeluarga direspon oleh warga yang lainnya seolah haltersebut hajatan bagi seluruh desa minimal di sekitarlingkungan yang memiliki hajatan. Sehingga ketidaksuksesansebuah acara hajatan akan menjadi aib bagi seluruh warga,karenanya upaya membantu mensukseskan acara tersebutmerupakan suatu kewajiban.

Kebersamaan yang harmonis juga nampak pada acara-acara yang khas komunitas tertentu, seperti “tahlilan” yangkhas dari warga NU, selalu juga diikuti dengan tertib tanpainterupsi dari warga yang lain. Demikian pula sebaliknya,tidak adanya tahlilan saat ada kematian salah satu anggotakeluarga tidak dipandang sebagai sebuah kesalahan olehkelompok yang lainnya, karenanya para warga tetapberkumpul untuk berta’ziyah sampai mengantarkan kepemakaman.

Momen budaya lainnya yang menjadi media sosialisasiserta praktik harmoni sosial adalah acara hajatan atau

Page 316: Dimensi v

282

perayaan pernikahan yang dalam bahasa orang Awar-Awardisebut aparlo (dari kata perlu atau keperluan artinyahajatan). Acara ini sepintas lalu biasa-biasa saja sepertiumumnya hajatan, namun rangkaian kegiatan dari awalhingga selesai yang dapat berlangsung selama berbulan-bulan merupakan sebuah peristiwa atau moment sosialisasinilai-nilai kebersamaan dalam masyarakat. Setiap aparlo,dapat penulis amati nampak seperti sebuah perhelatan yangpanjang dan melibatkan banyak orang. Mulai dari acarapertunangan sampai resepsi pernikahan. Seluruh pekerjaanperhelatan dilakukan oleh hampir seluruh tetangga dansanak saudara. Sungguh sebuah perjumpaan massal yangmempertemukan berbagai warga yang dilakukan dengansepenuh hati dengan penuh kegembiraan. Masing-masingpengunjung biasanya membawa oleh-oleh atau hadiah yangumumnya berupa sembako atau sejumlah uang untukmembantu warga yang memiliki hajat.

Oleh-oleh atau hadiah yang dalam istilah lokalnyaadalah gibe’en (bawaan) selain berfungsi sebagai satu bentuksolidaritas sosial, namun juga sebagai semacam “ikatan”,karena setiap barang atau uang yang diberikan pada saatnyaharus dikembalikan saat yang membawa gibe’an tadi jugamelakukan hajatan pernikahan, khitanan, hajian. Yang unikdari tradisi ini adalah setiap barang yang dibawa akandiumumkan oleh tuan rumah melalui pengeras suaralengkap dengan jumlah serta statusnya pangesto anyar(sumbangan baru) atau kembalian (sumbangan balasan). Tidakmenghiraukan tradisi ini dapat dianggap sebagai yang tidaktahu adat, dan hal itu berarti aib dan yang bersangkutan bisadicap mokong (membangkang). Namun sejalan denganperkembangan zaman peraturan bawaan ini sebagai sudahtidak terlalu mengikat terutama bagi masyarakat pendatang.Dalam tradisi ini tidak nampak bahwa mereka memilikipandangan keagamaan yang berbeda. Harmoni dalam

Page 317: Dimensi v

283

kehidupan beragama justru memberikan energi tambahanuntuk mempertahankan tradisi “aparlo” di desa Awar-awar.

Sebagai medan budaya, “aparlo” dapat mempertemu-kan berbagai macam paham keagamaan bahkan agama yangberbeda. Juga menjadi ajang pertemuan yang memungkinkanberbagai lapisan masyarakat dapat bertemu. Menghadiriundangan aparlo dapat dimaknai pengakuan secara sosialdan budaya yang bersumber pada pengakuan atas praktikkeagamaan diantara mereka. Di sini agama dapat dipahamisebagaimana Geertz sebagai sistem kebudayaan, karenanyatidak terpisah dari masyarakat.Agama dipahami tidak hanyaseperangkat nilai yang tempatnya di luar manusia, tetapiagama juga merupakan sistem pengetahuan dan sistemsimbol yang memungkinkan terjadinya pemahaman.

Dalam tradisi “aparlo” misalnya terlihat tidak hanyasebagai sistem symbol yang berdiri sendiri, tetapi ada sistemnilai yang mendasari pelaksanaan upacara itu, dan juga adasistem kognitif yang memungkinkan nilai itu diinterpretasi-kan untuk menjadi tindakan-tindakan dan selebihnyaterdapat sistem makna bagi para pelakunya. Dalam “aparlo”ada seperangkat tata cara yang tidak berdiri sendiri, tetapiberhimpitan dengan keyakinan-keyakinan pelakunya yangmenjelaskan bahwa ada pedoman untuk melakukannya.“Aparlo” sebagai sebuah tradisi dibangun oleh nilai-nilaikehidupan harmonis yang bersumber dari keyakinanagamanya.

Kondisi harmoni diantara para warga desa semakinmemperkuat watak kekeluargaan yang memang telahmenjadi ciri khas warga desa. Hal ini dapat ditujukkandengan cukup banyak organisasi sosial dan keagamaan yangsecara dialektik akan dapat meningkatkan intensitaskomunikasi sosial-budaya masyarakat.

Page 318: Dimensi v

284

Kehidupan Politik

Politik yang dimaksud dalam penelitian ini mengacupada pengertian pertama, politik sebagai usaha-usaha yangditempuh warga untuk membicarakan dan mewujudkankebaikan bersama (Surbakti: 1999, 1-2)104. Pengertian keduaadalah politik dalam arti politik praktis, yaitu proses atauupaya-upaya untuk memperoleh kekuasaan politik sepertiPemilu Legislatif atau Pemilihan Kepada Desa, KepalaDaerah atau Pemilihan Presiden. Dalam konteks penelitianini, pengertian pertama mencakup usaha-usaha bersamaantar warga untuk mencapai atau mendukung kepentingan-kepentingan bersama. Walaupun secara konseptual yangdimaksud dengan kepentingan bersama ini masih kabur,namun secara operasional berkaitan dengan topik utamapenelitian ini adalah bahwa yang dimaksud dengankepentingan bersama adalah harmoni. Dalam hal ini harmonidipandang sebagai nilai-nilai yang diperjuangkan dalammasyarakat Desa Awar-awar yang agraris yang diwadahibudaya pendalungan yang memiliki karakteristik utamanyaterbuka, memiliki kekerabatan yang kuat, mudahberadaptasi, ekspresif, temperamental dan memiliki tradisikomunikasi yang baik sangat dipengaruhi oleh tradisi jawayang menjadi penyangga tradisi pendalungan.

Sebagaimana umumnya kehidupan di desa yang dalamkehidupan sehari-harinya diwarnai dengan semangatkebersamaan, musyawarah dan gotong royong, di desaAwar-awar fenomena tersebut juga mudah kita jumpai.

104 Sekurang-kurangnya ada lima pandangan mengenai politik menurut RamlanSurbakti dalam buku ini, yaitu pertama, politik adalah usaha-usaha yang ditempuh warganegara untuk membicarakan dan mewujudkan kebaikan bersama. Kedua, politik adalah segalahal yang berkaitan dengan penyelenggaraan Negara dan pemerintahan. Ketiga, Politik sebagaikegiatan yang diarahkan untuk mencari dan mempertahankan kekuasaan di masyarakat.Keempat, politik sebagai kegiatan yang berkaitan dengan perumusan dan pelaksanaankebijakan umum. Dan Kelima, politik sebagai konflik dalam rangka mencari dan/ataumempertahankan sumber-sumber yang dianggap penting.

Page 319: Dimensi v

285

Forum-forum untuk merumuskan kegiatan bersama tidakselalu bersifat formal seperti LMD, Ta’mir Masjid,Musyawarah ormas NU, MD, LDII atau lembaga formal lainyang bersifat insidentil seperti PNPM Mandiri. Masyarakatjuga menggunakan memanfaatkan forum arisan, tahlilan danbahkan cangkru’an (tempat berkumpul warga, biasanyasebuah warung kopi atau semacamnya) dan ruang publiklainnya sebagai forum rembuk desa. Peneliti beberapa kaliberkesempatan ikut duduk-duduk cangkru’an di sebuahwarung nasi sebelah barat balai desa. Tema-tema yangdiangkat dalam forum “ruang publik” itu cukup variatifmulai yang bersifat basa-basi, tentang harga sembako,kebijakan kepada desa, sampai kriteria calon anggota wakilrakyat, presiden, gubernur atau bupati dan tema-temalainnya mengikuti wacana aktual yang berkembang.

Soal-soal perbedaan praktik keagamaan umumnyatidak dibahas di forum ruang publik semacam cangkru’antersebut. Penulis menangkap keengganan warga membahassoal perbedaan praktik keagamaan lebih didorong olehkeingingan warga untuk tidak merusak harmoni yang ada,kecuali kalau topiknya memang yang ingin diketahui olehpara peserta rembukan. Disamping alasan agar tidakmerusak harmoni, alasan lainnya agar tidak salingmenyinggung perasaan warga terutama para tokoh-tokohormas di Desa Awar-Awar yang umumnya merupakanorang-orang yang cukup disegani dan dihormati serta dituakan. “Tak nyaman takok cangkolan” (Tak enak, takutdianggap tidak sopan) begitu kata mereka. Disamping itusebagaimana telah dijelaskan pada bagian sebelumnya bahwawarga desa Awar-awar umunya memiliki hubungankekerabatan, dan umumnya yang menjadi tokoh-tokohormas di sana merupakan keluarga yang juga dituakandalam struktur keluarga. Misalnya banyak keluarga H. Fauziyang tokoh NU justru merupakan jama’ah Muhammadiyah

Page 320: Dimensi v

286

ataupun LDII, demikian pula sebaliknya H. Arief yang LDIIbanyak memiliki keluarga di Muhammadiyah, bahkan masihada hungan keluarga dengan Ust. Ilyas, yang dipandang olehmasyarakat sebagai orang yang alim dalam bidang agamadan sering juga dipanggil dengan sebutan Kyai.105

Demikian pula soal pilihan politik, dalam sebuahtaniyan lanjeng bisa ada dua atau tiga bendera partai yangdipasang di depan rumah. Pilihan politik lebih dipandangsebagai keberagaman cara, bukan visi perjuangan. Kalaupunada “persemonan” selalu dilakukan dalam kerangkaberkelakar atau bahasa setempat “agejek”. Misalnya si Ayang diketahui sebagai tim sukses partai tertentu akan seringditanya oleh warga yang lain :”berempa mbokna oleh pese ?”(berapa kamu dapat uang?) yang diakhiri dengan tertawabersama.

Kondisi di atas apakah kemudian dapat dimaknai pulabahwa di desa Awar-Awar tidak terdapat konflik sosial ?Seturut pendapat David Lockwood (Nasikun, 2007: 17)bahwa setiap situasi sosial senantiasa mengandung di dalamdirinya dua hal, yakni tata tertib sosial yang bersifat normatifdan substratum yang melahirkan konflik-konflik. Keduanya,tata tertib dan konflik adalah dua hal yang melekat bersama-sama di dalam setiap sistem sosial. Kenyataan yang dapatdilihat dipermukaan yang tenang sebagai akibat adanya tatatertib dan sistem nilai yang disepakati bersama oleh paraanggota masyarakat tidak berarti lenyapnya konflik di dalammasyarakat.

105 Ada dua Istilah yang mirip di sini yaitu “Kyai” dan “Kiaji”. Yang pertamamengacu pada pengertian orang yang memiliki ilmu yang mendalam dalam bidang agamawalaupun tidak mengasuh pondok pesantren namun memiliki santri karena biasanyamengasuh mushalla. Sedangkan Kiaji, adalah sebutan untuk pemimpin ritual do’a bersama,tahlilan dan semacamnyadi lingkungan masing-masing..

Page 321: Dimensi v

287

Dari hasil pengamatan dan wawancara, dapatdipahami faktor sosial terutama kekerabatan dan budayaewuh pakewuh di desa Awar-Awar mampu menekan hasratperseorangan sehingga stabilitas sosial terjamin. Keenggananmasyarakat untuk membicarakan konflik diantara merekaseperti layaknya orang enggan membicarakan kericuhanyang terjadi di dalam keluarganya Namun yang menarikadalah bagaimana warga menyalurkan hasrat individual tadisekaligus menjaga agar harmoni tidak terganggu. Jalankeluarnya adalah suatu pola komunikasi antar warga yangterus dibangun dan hal ini dapat mendapat tempat dalamtradisi masyarakat pendalungan yang suka kumpul-kumpulngobrol di warung kopi atau sejenisnya. Keunggulan forumngobrol di “ruang publik’ ini adalah sifat kesukarelaannyatanpa ada yang mengatur dan dominan dalam mengarahkanarah pembicaraannya. Kapasitas seseorang dalam menjelas-kan suatu masalah dapat langsung mendapat legitimasikarena tidak ada kecurigaan adanya interest-interest tertentu.Misalnya saat mereka menginginkan suatu kriteria calonbupati mereka mendiskusikan tanpa ada kecurigaan bahwasatu sama lain sebagai tim sukses cabub-cabub yang ada. Danpada kesempatan itu penulis kebetulan diminta pendapatpula tentang kondisi-kondisi yang memungkinkan seorangbupati dapat menjalankan tugasnya dengan baik. Penulisdapat mengutarakan pendapat yang diselingi interupsi-interupsi serta canda-tawa sehingga diskusi mengalir dengankesimpulan diserahkan kepada pribadi masing-masing.

Kegiatan semacam itu merupakan sosialisasi nilai-nilaiserta norma-norma yang berlaku di masyarakat. Saatsosialisasi inilah proses identifikasi diri dalam perspektifkonstruksi sosial berlangsung. Disamping melalui medanbudaya yang bersifat non-formal seperti di atas, sosialisasijuga berlangsung dalam momen-momen yang lebih resmidan lebih sakral seperti saat acara akad nikah, selamatan

Page 322: Dimensi v

288

kematian (tahlilan) atau pemakaman jenazah. Dengan pola-pola yang variatif ini sosialisasi berjalan menjadi lebih smoothdan mudah diterima. Sehingga saat masyarakat melakukanmusyawarah berkenaan dengan pengaturan kehidupanbersama di luar program pemerintah (desa), pendapatmasyarakat telah mengerucut pada satu pilihan yang telahsering mereka bicarakan pada ruang-ruang publik tersebut.

Kondisi Indonesia secara umum, saat ini dan sejak bergulir-nya reformasi, dari segi proses sudah lebih demokratisdibandingkan dengan masa-masa sebelumnya. Secarasubstantif kondisinya masih menunjukkan kebalikannya.Dengan reformasi sistem pemerintahan nampak baru, namunproduknya masih produk lama. Sumber kekuasaan itu tetapberasal dari pemerintah. Pemerintah (desa) secara politistidak mungkin untuk ditentang atau dikritik kecuali hal-halyang bersifat teknis. Hal sangat dimungkinkan karena wargalebih cenderung untuk memilih menerima apa adanya olehkarena didorong untuk mempertahankan keseimbangan danharmoni dalam kehidupan di wilayah mereka. Para elitormas yang sesungguhnya juga memiliki kekuatan untukmenggerakkan warga juga lebih memilih seperti yang lebihbanyak diinginkan oleh warganya. Demikianlah bahwaharmoni telah menjadi orientasi warga dalam hampir semuasegi kehidupan termasuk soal politik yang justru palingberpotensi konflik.[.]

Page 323: Dimensi v

289

Kesimpulan

Harmoni dimanapun bisa diciptakan, karena harmonibukanlah sesuatu yang berisifat terberi (given), namunmerupakan produk ikhtiar warga masyarakat. Harmonidalam kultur pendalungan merupakan sebuah modelkonstruksi sosial melalui kehidupan sehari-hari. Harmonidiantara warga NU,MD dan LDII di Desa Awar-awarKecamatan Asembagus Kabupaten Situbondo didorong olehterutama pemahaman keagamaan warga tentang perbedaan-perbedaan praktik keagamaan. Pemahaman keagamaanwarga terbentuk melalui proses sosialisasi yang dialektikantar berbagai komponen masyarakat, baik warga maupunelit. Perspektif elit tentang ajaran yang diyakini sangatmemiliki pengaruh terhadap pemahaman warga. Pengaruhelit dan kemungkinan penerimaan warga secara personalakan ide-ide keagamaan yang cenderung tolerandimungkinkan karena didukung oleh kultur pendalunganyang memiliki karakteristik terbuka, akomodatif, spontan,memiliki ikatan kekeluargaan yang kuat dan pathernalistik.

Dari sisi ekonomi masyarakat Desa Awar-Awar adalahpetani (ladang) tebu disamping pertanian lain yangjumlahnya tidak seberapa. Pemilihan terhadap perkebunantebu bagi masyarakat adalah pilihan rasional berdasarkan

Penutup

6

Page 324: Dimensi v

290

suatu proses penyesuaian dengan kondisi tanah dan potensiproduksi gula dengan pabrik gula yang telah ada sejak jamanBelanda. Pola produksi pertanian tebu yang mendorongmunculnya organisasi serikat petani tebu merupakan faktoryang cukup mempengaruhi kecenderungan warga untukselalu mempertahankan sifat kebersamaan dan toleransidalam segala hal. Nilai-nilai yang didorong oleh perilakuproduksi ekonomi semacam ini pada akhirnya menciptakansebuah “harmoni” yang merupakan sebuah kesadarankolektif (collective consciousness) disamping faktor lain sepertisosial-budaya dan politik.

Secara administratif Desa Awar-Awar KecamatanAsembagus Kabupaten Situbondo masuk dalam wilayahkultur Pendalungan. Kultur pendalungan adalah kulturcampuran antara Jawa dan Madura. Budaya campuran hasilhibridisasi yang bersifat multikultural merupakan budayayang terus berproses. Karenanya bentuk ini rapuh dan selalumengalami perubahan. Kultur pendalungan ibarat pelangiyang sangat dipengaruhi oleh spektrum warna yangmembentuknya. Spektrum warna pelangi senantiasimencerminkan harmoni keindahan. Sebagai budaya hybridyang multikultural, budaya pendalungan merupakan masadepan masyarakat majemuk secara keseluruhan. Harmoninampak lebih dimungkinkan pengupayaannya dalamkonteks budaya hybrid seperti halnya warga Desa Awar-awar Asembagus Kabupaten Situbondo.

Harmoni dalam perbedaan yang terjadi diantara wargaNU, MD, dan LDII dengan kultur hybrid yang multikulturaldikonstruksi secara sosial dalam tiga momen eksternalisasiyaitu pemahaman ajaran agama melalui ormas, momenobjektivasi terjadi saat interaksi antar warga melalui lembagasosial dan momen internalisasi yaitu identifikasi diri melaluisosialisasi. Harmoni dalam kehidupan keagamaan ini pada

Page 325: Dimensi v

291

akhirnya mempengaruhi dan memperkuat seluruh aspekkehidupan warga baik ekonomi, sosial-budaya dan politik.

Realitas, sebagaimana dikonstruksikan oleh Berger danLuckman yang dalam hal ini harmoni dibentuk secara sosial.Masyarakat adalah sebuah kenyataan objektif sekaligussubjektif. Sebagai kenyataan objektif, masyarakat berada diluar diri manusia dan berhadapan dengan manusia.Sedangkan sebagai kenyataan subjektif, individu berada didalam masyarakat atau sebagai bagian yang tidak dapatdipisahkan. Dengan kata lain individu adalah pembentukmasyarakat dan masyarakat adalah pembentuk individu.Harmoni, sebagai kenyataan sosial memiliki sifat ganda danbukan tunggal, yaitu kenyataan objektif dan subjektif.Sebagai kenyataan objektif berada di luar individu warga dansebagai kenyataan subjektif berada di dalam diri warga.

Saran

Berdasarkan temuan-temuan dalam penelitian ini dapatdirekomendasikan hal-hal sebagai berikut : pertama, perlunyadidorong terus dialog antar warga melalui pendekatanbudaya masing-masing karena kebudayaan memiliki dua sisisebagai sistem kognitif serta sistem makna dan kebudayaansebagai sistem nilai. Kedua, pemerintah dan pihak-pihak yangberkewajiban untuk melakukan pembinaan terhadap wargahendaknya lebih menggunakan pendekatan yang bersifatetnografis untuk memahami karakteristik masyarakat objekdakwah. Ketiga, berdasarkan masukan dari elit komunitasNU, MD dan LDII Kementrian Agama sebagai representasipemerintah diharapkan lebih pro-aktif menjembatani dialogantar warga misalnya melalui pengiriman da’i atau pelatihanda’i dari berbagai ormas keagamaan.

Dalam pensosialisasian, pendiseminasian, penegakan,dan penyuburan kerukunan umat beragama ini, sebetulnya

Page 326: Dimensi v

292

Kementerian Agama menduduki posisi yang penting dansangat menentukan. Sebagai Kementerian yang diberi tugasmengatur dan menangani persoalan serta urusan keagamaanbagi seluruh rakyat Indonesia, tentunya Kementerian Agamaharus terus membuka mata dan memperhatikan masalah-masalah kehidupan umat beragama, baik yang berskala kecilmaupun besar. Problem itu, tentunya sangat berkaitandengan relasi umat agama di Indonesia yang terdiri atasmultiagama, multiorganisasi, multiperspektif.

Page 327: Dimensi v

293

Daftar Pustaka

Berger dan Pulberg. 2000. Etika Protestan dan SemangatKapitalisme (Pent. Yusup Priyasudiarja, Surabaya:Pustaka Promethea.

H. Arif, Tokoh LDII Awar-Awar tgl. 9 Oktober 2010.