dilema identitas etnis tionghoa dalam film televisi...

18
DILEMA IDENTITAS ETNIS TIONGHOA DALAM FILM TELEVISI (FTV) INDONESIA (Analisis Semiotik Tentang Representasi Identitas Etnis Tionghoa Di Singkawang Dalam FTV Bakpao Ping Ping) NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana S-1 Program Studi Ilmu Komunikasi Disusun oleh : CHLARAS SLISTYARINI NIM. L 100 080 169 PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2013

Upload: vodang

Post on 11-Mar-2019

240 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: DILEMA IDENTITAS ETNIS TIONGHOA DALAM FILM TELEVISI …eprints.ums.ac.id/23059/11/02._Naskah_Publikasi.pdf · etnis Tionghoa digambarkan dalam film di Indonesia, membuat hal itu menarik

DILEMA IDENTITAS ETNIS TIONGHOA DALAM FILM TELEVISI (FTV) INDONESIA

(Analisis Semiotik Tentang Representasi Identitas Etnis Tionghoa Di Singkawang Dalam FTV Bakpao Ping Ping)

NASKAH PUBLIKASI

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

Guna Mencapai Gelar Sarjana S-1

Program Studi Ilmu Komunikasi

Disusun oleh :

CHLARAS SLISTYARINI

NIM. L 100 080 169

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2013

Page 2: DILEMA IDENTITAS ETNIS TIONGHOA DALAM FILM TELEVISI …eprints.ums.ac.id/23059/11/02._Naskah_Publikasi.pdf · etnis Tionghoa digambarkan dalam film di Indonesia, membuat hal itu menarik

ii

Page 3: DILEMA IDENTITAS ETNIS TIONGHOA DALAM FILM TELEVISI …eprints.ums.ac.id/23059/11/02._Naskah_Publikasi.pdf · etnis Tionghoa digambarkan dalam film di Indonesia, membuat hal itu menarik

Abstrak

Chlaras Slistyarini, L100080169, DILEMA IDENTITAS ETNIS TIONGHOA DALAM FILM TELEVISI (FTV) INDONESIA (Analsis Semiotik Tentang Representasi Etnis Tionghoa Di Singkawang Dalam FTV Bakpao Ping Ping), Skripsi, Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Komunikasi dan Informatika, Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2008. Film merupakan bagian dari media massa yang mampu merepresentasikan aspek-aspek dari kehidupan nyata. Film adalah bagian dari kajian ilmu komunikasi yang fokus pada studi komunikasi massa. Tema mengenai etnis Tionghoa memang cenderung tabu diperbincangkan mengingat latar belakang bangsa Indonesia dan etnis Tionghoa, namun perkembangan jaman mengubah persepsi tersebut dikala pasca era reformasi. Film ini menyajikan problematika kehidupan etnis Tionghoa di Indonesia yang mengalami dilema akan identitasnya baik identitas personal, identitas sosial, dan identitas kultural. Film dijadikan objek dalam penelitian ini karena di dalam film banyak terdapat tanda-tanda terselubung yang dapat dianalisis secara lebih mendalam. Tujuan dari penelitian ini adalah memberikan bentuk representasi identitas etnis Tionghoa di Singkawang melalui tanda-tanda dalam film televisi Bakpao Ping Ping. Metode analisis yang digunakan peneliti adalah metode analisis semiotika model Roland Barthes. Metode ini mampu mengupas film melalui tanda yang ada di dalamnya dengan pembagian makna denotasi, konotasi, dan mitos. Dalam analisis ini peneliti menampilkan adegan-adegan yang berkaitan dengan dilema identitas etnis Tionghoa. Dari penelitian ini didapatkan kesimpulan bahwa dilema identitas etnis Tionghoa terjadi karena beberapa hal. Dalam FTV Bakpao Ping Ping ini masalah fisik menjadi masalah karena berkaitan dengan unsur rasial yang memberi pengaruh besar pada karakter etnis Tionghoa. Identitas kultural dalam FTV Bakpao Ping Ping ini mengungkap kedilemaan etnis Tionghoa yang tetap mempertahankan identitas kulturalnya dengan tradisi-tradisi yang dianutnya walaupun sebagai etnis yang minoritas. Maka dapat disimpulkan bahwa etnis Tionghoa Singkawang tetap memegang teguh tradisi ketionghoaannya meskipun telah lama menjadi satu dengan tradisi-tradisi di Indonesia. Maka identitas kultural di sini mengacu pada sistem integrasi budaya tetap bergabung dengan identitas baru sebagai orang Indonesia, tetapi tidak dapat meninggalkan tradisi lamanya sebagai etnis Tionghoa. Dilema itu bergejolak dalam diri etnis Tionghoa Indonesia yang mana di representasikan dalam film televisi Bakpao Ping Ping adalah bentuk ketidakmampuan dalam mencapai kemakmuran. Kata kunci: Analisis Semiotika, Dilema, Identitas, Etnis Tionghoa, Film

Bakpao Ping Ping.

iii

Page 4: DILEMA IDENTITAS ETNIS TIONGHOA DALAM FILM TELEVISI …eprints.ums.ac.id/23059/11/02._Naskah_Publikasi.pdf · etnis Tionghoa digambarkan dalam film di Indonesia, membuat hal itu menarik

A. PENDAHULUAN Isu tentang etnis di Indonesia erat

kaitannya dengan keberagaman suku, ras, dan budaya yang tersebar di Indonesia. Namun, pada kenyataannya bahwa perbedaan di Indonesia masih menjadi sebuah masalah yang belum dapat terselesaikan dengan baik. Bak dua sisi mata koin, keanekaragaman budaya yang ada di Indonesia dapat menjadi kekuatan sekaligus bumerang bagi bangsa ini.

Salah satu etnis di Indonesia yaitu etnis Tionghoa. Berkaitan dengan etnis Tionghoa di Indonesia banyak sekali terdapat persoalan, salah satunya adalah persoalan mengenai “ketionghoaan” sebagai jati diri yang dianggap bermasalah. Etnis Tionghoa merupakan kaum minoritas dibandingkan dengan etnis lokal yang berada di Indonesia. Akibatnya, etnis Tionghoa seringkali mengalami diskriminasi dari etnis lokal atau pribumi. Pribumi yang secara harfiah dapat diartikan sebagai putra daerah. Istilah ini mencerminkan semangat nasionalis bangsa Indonesia yang menekankan rasa bangga terhadap tanah air mereka (Dawis, 2010: 15).

Banyak etnis Tionghoa di Indonesia tidak lagi menggunakan kebudayaan leluhur mereka. Di samping itu, sebuah traktat yang dikeluarkan oleh pemerintah pada tahun 1968 mengimbau orang Indonesia Tionghoa untuk mengganti nama Tionghoa meraka menjadi nama Indonesia untuk menunjukkan komitmen mereka terhadap negara. Dengan adanya kebijakan tersebut akibatnya etnis Tionghoa yang lahir di Indonesia sesudah tahun 1966 hanya berbicara, menulis, dan membaca dalam bahasa Indonesia (Dawis, 2010: 1).

Tidak semudah membalikkan telapak tangan, untuk berbaur secara total dengan negara yang baru perlu adanya penyesuaian. Salah satu alasannya adalah identitas. Identitas etnis Tionghoa di Indonesia masih sering dipertanyakan yang secara tidak

langsung mengakibatkan dilema pada diri etnis Tionghoa di Indonesia. Dilema adalah situasi sulit yang mengharuskan orang menentukan pilihan antara dua kemungkinan yang sama-sama tidak menyenangkan atau tidak disukai; situasi yang sulit dan membingungkan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008: 329). Dilema itu dapat terlihat dari bagaimana mereka dihadapkan dengan pribadi yang secara fisik dan budaya adalah Tionghoa tetapi mereka harus menjadi “Indonesia”. Dikatakan menjadi Indonesia dimaksudkan dengan mengubah tata cara hidup mereka dengan mengikuti sistem yang ada di Indonesia. Hal tersebut juga dipengaruhi oleh adanya penerapan rekategorisasi yang akan berdampak negatif. Brown (2000) menyatakan bahwa proses rekategorisasi dimana kelompok etnis minoritas harus menerima nilai-nilai dan kepercayaan kelompok lain yang lebih tinggi (superordinate), atau dengan kata lain terjadi penyerahan identitas kultural kelompok etnis minoritas yang berdampak negatif (Faturochman dkk, 2012: 160).

Menilik perkembangan film yang menggunakan etnis Tionghoa, pada tahun 2010 hadirlah film televisi Bakpao Ping Ping. Dalam film ini Viva Westi sebagai sutradara mengangkat kehidupan etnis Tionghoa di Singkawang, Kalimantan Barat. Film ini menyabet beberapa penghargaan diajang Festival Film Indonesia yang diadakan tanggal 6 Desember 2011 lalu yaitu sebagai FTV terbaik. Film ini menceritakan tentang bagaimana kehidupan etnis Tionghoa di Singkawang.

Film disini adalah film dengan jenis fiksi, seperti yang diketahui bahwa jenis film terbagi menjadi beberapa jenis yang diantaranya, film dokumenter yang menyajikan fakta, film ekperimental yaitu film yang tidak memiliki plot tetapi tetap terstruktur. Berbeda dengan dua jenis film tersebut film fiksi merupakan film yang terikat dengan plot. Film fiksi sering

1

Page 5: DILEMA IDENTITAS ETNIS TIONGHOA DALAM FILM TELEVISI …eprints.ums.ac.id/23059/11/02._Naskah_Publikasi.pdf · etnis Tionghoa digambarkan dalam film di Indonesia, membuat hal itu menarik

menggunakan cerita rekaan di luar kejadian nyata serta memiliki konsep peradegan yang telah dirancang sejak awal (Pratista, 2008: 6).

Berdasarkan keunikan bagaimana etnis Tionghoa digambarkan dalam film di Indonesia, membuat hal itu menarik untuk dapat diteliti. Berbicara mengenai etnis Tionghoa di Indonesia dan digambarkan melalui film, sebelumnya ada penelitian terdahulu yang relevan milik Setyo Nugroho , mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sebelas Maret (UNS) tahun 2004. Penelitian tersebut berjudul Representasi Budaya Tionghoa di tengah Pluralitas Etnis di Betawi (Studi Pesan Dalam Film “Ca Bau Kan” Menggunakan Analisa Semiologi Komunikasi). Dengan rumusan masalah tanda-tanda apa yang terdapat dalam film Ca Bau Kan yang merupakan representasi budaya Tionghoa di Betawi dan Bagaimana tanda-tanda itu merepresentasikan budaya masyarakat Tionghoa di Betawi?. Inti dari kajian ini adalah pengamatan fokus pada representasi budaya Tionghoa yang ingin disampaikan pembuat film kepada audiencenya dengan menggunakan metode analisa semioligi komunikasi. Penelitian tersebut menghasilkan kesimpulan bahwa terbagi delapan bentuk representasi budaya, yang diantaranya Agama/kepercayaan/mitos dan perilaku ritual, proses belajar, berlatih bekerja sama, penghargaan dan pengakuan, hubungan antar relasi, hubungan dalam keluarga, hubungan dalam pluralitas.

Selain itu, ada juga penelitian terdahulu yang diteliti oleh Rinasari Kusuma, mahasiswa Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sebelas Maret (UNS) tahun 2007. Penelitian tersebut berjudul Representasi Asimilasi Etnis Cina Ke Dalam Budaya Padang (Analisis Semiotika Komunikasi Tentang Faktor Pendukung dan Penghambat Asimilasi dalam Film

“Jangan Panggil Aku Cina”). Penelitian ini merumuskan tentang makna-makna apa sajakah yang terdapat pada tanda-tanda mengenai faktor pendukung dan penghambat asimilasi etnis Cina ke dalam Budaya Padang dalam film “Jangan Panggil Aku Cina”.

Sedangkan, penelitian yang dilakukan peneliti adalah pengamatan yang berkaitan dengan Representasi Identitas Etnis Tionghoa Di Singkawang Yang Digambarkan Dalam Film Televisi (FTV) Bakpao Ping Ping dengan menggunakan metode semiotika dengan pendekatan teknik analisis Semiotika Roland Barthes.

Sesuai dengan latar belakang tersebut maka rumusan masalah yang akan diteliti adalah Bagaimana representasi identitas etnis Tionghoa di Singkawang dalam film televisi Bakpao Ping Ping?. Penelitian ini mencoba melakukan analisis terhadap identitas etnis Tionghoa yang direpresentasikan dalam FTV Bakpao Ping Ping. Terkait dengan rumusan masalah tersebut maka tujuan penelitian ini adalah Memberikan bentuk representasi identitas etnis Tionghoa di Singkawang melalui tanda-tanda dalam film televisi Bakpao Ping Ping. B. TINJAUAN PUSTAKA 1. Film sebagai Representasi Realitas

Dalam sebuah film maka terdapat narasi dan struktur yang akan membangun film tersebut. Film ibarat cermin dari realitas yang sebenarnya dan hal itu berupa representasi. Representasi yaitu bagaimana dunia ini dikonstruksi dan direpresentasikan secara sosial kepada kita. Representasi dan makna kultural memiliki materialitas tertentu, mereka melekat pada bunyi, prasasti, objek, citra, buku, majalah, dan program televisi (Barker, 2011: 9).

Di dalam film kehidupan manusia digambarkan kembali berdasarkan apa yang ada dalam kenyataannya, hal ini biasa

2

Page 6: DILEMA IDENTITAS ETNIS TIONGHOA DALAM FILM TELEVISI …eprints.ums.ac.id/23059/11/02._Naskah_Publikasi.pdf · etnis Tionghoa digambarkan dalam film di Indonesia, membuat hal itu menarik

disebut dengan hipperealitas (kenyataan dalam kenyataan). Namun tidak semua aspek kehidupan dapat di masukkan dalam film, dikarenakan bisa jadi ada unsur subjektivitas dari pembuat film dan merepresentasikannya. Dengan adanya hal tersebut membuat audiens melihat dan mengartikan objek dalam film sebagai suatu hal yang dianggap nyata.

Film membangun cara pandang audiencenya. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan representasi identitas etnis Tionghoa dalam Film Bakpao Ping Ping. Bagaimana identitas merupakan suatu hal yang berharga sekali. Dalam film ini banyak sekali diperlihatkan tentang kebimbangan etnis Tionghoa di Singkawang yang konsep pandang mereka berada pada kota-kota besar seperti Jakarta dan Taiwan. Sebagaimana defenisi representasi, maka peneliti akan meneliti unsur-unsur yang berupa tanda, bunyi, atau segala sesuatu yang menghubungkan atau memproduksi sesuatu yang dapat ditangkap indera, dibayangkan, atau dirasakan dalam bentuk fisik tertentu.

Adapun jenis-jenis film dapat dikelompokkan pada jenis film dokumenter, film fiksi, dan film eksperimental.

a. Film Dokumenter Kunci utama dari film dokumenter

adalah penyajian fakta. Film dokumenter berhubungan dengan orang-orang, tokoh, peristiwa, dan lokasi yang nyata. Film dokumenter tidak menciptakan suatu peristiwa atau kejadian namun merekam peristiwa yang sungguh-sungguh terjadi atau otentik.

b. Film Fiksi Berbeda dengan film dokumenter,

film fiksi terikat oleh plot. Film fiksi sering menggunakan cerita rekaan di luar kejadian nyata sera memiliki konsep pengadeganan yang telah dirancang sejak awal. Struktur cerita film juga terikat hukum kasualitas.

c. Film Eksperimental

Jenis film ini sangat berbeda dengan dua film sebelumnya. Para sineas eksperimental umumnya bekerja di luar industri film utama (mainstream) dan bekerja pada studio independen atau perorangan. Film eksperimental tidak memiliki plot namun tetap memiliki struktur. Strukturnya sangat dipengaruhi oleh insting subyektif sineas seperti gagasan, ide, emosi, serta pengalaman batin mereka (Pratista, 2008: 4-8).

Film Bakpao Ping Ping yang digunakan sebagai subjek penelitian ini sendiri merupakan film fiksi yang tepatnya fiksi drama keluarga. Sehingga ceritanya sudah disetting sedemikian rupa dengan naskah. Begitu pula pada adegan-adegannya yang sudah dirancang dari awal.

2. Identitas

Setiap individu membutuhkan cara untuk mencari, memperkenalkan dan kemudian mempertahankan apa yang disebut dengan identitas, Berbicara mengenai identitas maka tak lekang dengan kehidupan sehari-hari. Apa yang kita lakukan, apa yang kita punya, menunjukkan kepada identitas itu sendiri. Salah satu contoh yang paling dekat adalah nama, Nama merupakan identitas yang dimiliki setiap pribadi untuk membedakan satu sama lainnya.

Identitas dari Stryker dan Burke (2000) menyebutkan bahwa terdapat tiga penggunaan untuk kata identitas secara umum. Yang pertama adalah berkaitan dengan budaya, seperti penggunaan kata identitas untuk menjelaskan etnisitas seseorang. Penggunaan kata identitas yang kedua adalah berkaitan dengan kategori-kategori kolektif yang berkaitan dengan struktur sosial, seperti kelompok ras, kelompok jenis kelamin, dan lain-lain. Sementara penggunaan kata identitas yang ketiga berkaitan dengan multiperan yang

3

Page 7: DILEMA IDENTITAS ETNIS TIONGHOA DALAM FILM TELEVISI …eprints.ums.ac.id/23059/11/02._Naskah_Publikasi.pdf · etnis Tionghoa digambarkan dalam film di Indonesia, membuat hal itu menarik

dilakukan dalam kehidupan (Faturochman dkk, 2012: 109).

Masalah identitas dalam konteks kehidupan etnis Tionghoa Indonesia sangatlah kompleks. Berbagai permasalahan timbul dari aspek sosial, ekonomi, hingga kebudayaan. Persoalan yang seringkali dihubung-hubungkan dengan “masalah Cina” adalah soal sebutan apakah yang dirasa paling sesuai untuk orang-orang Tionghoa di Indonesia, apakah mereka disebut Cina, Tionghoa, Chinese, ataukah Cino?. Etnis Tionghoa merasa bahwa sebutan “Cina” tidak ubahnya kutukan yang harus mereka tanggung, meski mereka tidak sepenuhnya mengerti mengapa kutukan itu selalu dialamatkan kepada mereka (Afif, 2012: 4). Penyebutan yang seperti itu dianggap sebuah sebutan yang mengarah kepada diskriminasi etnis Tionghoa di Indonesia.

Identitas kelompok etnis Tionghoa di Indonesia terbagi menjadi dua yaitu etnis Tionghoa totok dan etnis Tionghoa peranakan. Etnis Tionghoa totok merupakan etnis Tionghoa pendatang atau asli dari tanah leluhur Tiongkok. Sedangkan yang disebut sebagai Tionghoa peranakan adalah mereka yang memiliki ciri-ciri :

a. Lahir di Indonesia dari ibu dan ayah orang Tionghoa, namun masih memiliki identitas Cina.

b. Lahir dari perkawinan campuran antara laki-laki Tionghoa dengan wanita pribumi dan diakui sah oleh sang ayah, serta diberi nama keluarga (she).

c. Lahir dari perkawinan campuran antara laki-laki pribumi dengan wanita Tionghoa, karena pengaruh sosial-ekonomi anak tersebut kemudian diberi nama keluarga dan mendapat kedudukan di lingkungan komunitas Tionghoa.

d. Lahir dari perkawinan antara laki-laki dan wanita keturunan dari

perkawinan campuran antara wanita/laki-laki Tionghoa dengan wanita/laki-laki pribumi (Afif, 2012: 163). Identitas dalam film Bakpao Ping

Ping ini sendiri digambarkan dengan adanya cerita dalam film tersebut yang berkaitan dengan individu yang dilema akan identitasnya. Masalah identitas yang akan dibahas dalam film ini berupa bagaimana identitas personal, identitas sosial, dan identitas kultural yang digambarkan melalui karakter peran yang dimainkan dalam ceritanya.

3. Etnis dan Ras

Salah satu kekayaan Indonesia adalah keberagaman budayanya. Keberagaman budaya tersebut didukung oleh sub-budaya yang terdiri dari berbagai macam adat istiadat, kesenian tradisional, dan tidak terkecuali etnis dan ras. Dari banyaknya aspek kehidupan di Indonesia maka sering kali timbul kecemburuan sosial. Ada tiga jenis modal yang menentukan kekuasaan dan ketidaksetaraan sosial. Pertama, modal ekonomi, kedua: modal sosial yang berupa hubungan-hubungan sosial, ketiga: modal budaya. Yang terpenting dari ketiga modal tersebut adalah modal budaya dibandingkan dengan modal ekonomi dan modal sosial. Modal budaya sulit berubah-ubah karena telah terbentuk bertahun-tahun (Tilaar, 2007: 93). Dapat dikatakan bahwa modal budaya itu bersifat turun temurun yang terkadang tidak dapat dihindari. Dari berbagai macam modal budaya tersebut maka terciptalah keberagaman budaya.

Budaya juga dipengaruhi oleh kehidupan masyarakat itu sendiri. Di antara masyarakat pembentuk itulah dapat dilihat pembeda antara etnis dan ras. Dimana konsep etnis dan ras seringkali salah diartikan sehingga menimbulkan kerancuan makna. Ras adalah suatu kelompok manusia yang agak berbeda dengan kelompok-

4

Page 8: DILEMA IDENTITAS ETNIS TIONGHOA DALAM FILM TELEVISI …eprints.ums.ac.id/23059/11/02._Naskah_Publikasi.pdf · etnis Tionghoa digambarkan dalam film di Indonesia, membuat hal itu menarik

kelompok lainnya dalam segi ciri-ciri fisik bawaan; disamping itu, banyak juga ditentukan oleh pengertian yang digunakan oleh masyarakat. Jadi, ras merupakan kelompok atau kategori orang-orang yang mengidentifikasi diri mereka sendiri, atau diidentifikasi oleh orang-orang lain, sebagai perbedaan sosial yang dilandasi oleg ciri-ciri fisik atau biologis (Liliweri, 2011: 336).

Di Indonesia terdapat banyak sekali etnis. Sensus penduduk terbaru yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan bahwa terdapat sekitar 1.128 suku bangsa yang hidup di Indonesia (Afif, 2012: 44). Ciri lain yang bisa dijumpai dari masyarakat multi budaya adalah kecenderungan diantara masing-masing suku bangsa untuk mengekspresikan identitas budaya budaya mereka melalui cara-cara spesifik seolah-olah satu dengan yang lainnya tidak saling berhubungan (Afif, 2012: 45). Dengan kata lain bahwa dari banyaknya jumlah suku bangsa tersebut mereka hidup dengan kebudayaan dan tradisi mereka masing-masing.

Konsep ras atau pembentukan ras mencakup argument yang menitikberatkan pada garis keturunan. Ras adalah suatu konstruksi social dan bukan suatu kategori universal atau kategori esensial biologis atau kultural (Barker, 2011: 204).

Jadi, dapat dipahami jika pengertian etnik dan ras dapat dipilah, dan etnik dapat dipahami lebih sebagai suatu kelompok yang terbentuk dasar kesamaan karakteristik yang sifatnya lebih “kebudayaan” daripada ras yang mengacu pada ciri-ciri ragawi (Liliweri, 2011: 336). Berdasarkan penuturan tersebut dapat dikatakan bahwa konsep etnis jauh lebih besar dibandingkan ras dan ras itu sendiri termasuk didalam etnis.

C. Metodologi Penelitian 1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif bersifat menjelaskan. Menggunakan defenisi yang sederhana, penelitian kualitatif adalah yang bersifat interpretif (menggunakan penafsiran) yang melibatkan banyak metode, dalam menelaah masalah penelitiannya (Mulyana, 2007: 5).

2. Sumber Data

Sumber data berupa data korpus Film Televisi Bakpao Pingping produksi PT. Demigisela Citra Sinema tahun 2010.

3. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dalam

penelitian ini adalah dengan cara mengamati dan melihat film televisi (FTV) Bakpao Pingping secara baik dan seksama. Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah: a. Data Korpus

Data korpus berupa potongan gambar yang diambil dari scene film yang mengandung representasi identitas berdasarkan kategori identitas personal, identitas sosial, dan identitas kultural. b. Data Pendukung

Teknik yang digunakan adalah pengumpulan bahan-bahan atau artikel-artikel, situs internet dan dari buku-buku yang mengkaji tentang etnis Tionghoa. Selain itu juga dapat dilihat dan dikaji melalui aspek sinematografi.

4. Teknik Analisis Data

Barthes merumuskan tentang konsep denotasi dan konotasi. Dalam kehidupan sosial budaya, pemakai tanda tidak hanya memaknai sebagai denotasi, yakni makna yang dikenal secara umum. Oleh Barthes denotasi disebut sebagai sistem pertama. Sedangkan konotasi adalah makna kiasan atau seperti apa yang diungkapkan Barthes

5

Page 9: DILEMA IDENTITAS ETNIS TIONGHOA DALAM FILM TELEVISI …eprints.ums.ac.id/23059/11/02._Naskah_Publikasi.pdf · etnis Tionghoa digambarkan dalam film di Indonesia, membuat hal itu menarik

dalam (Hoed, 2008: 12) bahwa konotasi adalah makna latar belakang pengetahuannya, atau konvensi baru yang ada dalam masyarakatnya, konotasi merupakan segi ideologi tanda. Tidak hanya itu jika konotasi berlanjut selama beberapa waktu tergantung pada intensitasnya akan terbentuk “mitos” yang akan berlanjut menjadi ideologi (Hoed, 2008: 162).

Sementara itu dijelaskan juga pada Fiske (2004), bahwa tatanan yang menggambarkan relasi antara penanda dan petanda di dalam tanda, dan antara tanda dengan referennya dalam realitas eksternal. Barthes menyebut tatanan ini sebagai denotasi. Sebagai contoh ketika menggambar jalan dengan dua sudut yang berbeda bisa dengan berbeda soft focus, angle, tata pencahayaan maka dapat menghasilkan makna yang berbeda pula. Makna yang ditimbulkan inilah yang berupa konotasi. Konotasi adalah bagian manusiawi dari proses ini, ini mencakup seleksi atas apa yang masuk dalam bingkai (frame), fokus, rana, sudut pandang kamera, mutu film, dan seterusnya. Denotasi adalah apa yang difoto, sedangkan konotasi adalah bagaimana memfotonya (Fiske, 2004: 119).

Dengan menggunakan semiotika Barthes maka peneliti juga dihadapkan dengan adanya analisis mitos. Dalam penelitian film Bakpao Ping Ping yang dapat diteliti adalah mengenai mitos yang terdapat dalam kategori identitas personal, identitas sosial, dan identitas kultural.

D. Hasil Analisis Dan Pembahasan

Banyak cara yang dapat digunakan sebagai media penyampaian pesan salah satunya adalah dengan media film. Film mampu merepresentasikan kehidupan nyata dengan berbagai aspek yang dimilikinya seperti tanda-tanda, simbol, atau pesan yang ada di dalamnya. Sebagai bagian dari komunikasi massa film memiliki cara sendiri untuk menyampaikan pesan dan hal

itu didukung oleh aspek naratif dan aspek sinematografi sehingga pesan dapat sampai ke penonton.

Aspek naratif adalah aspek yang berisi cerita yang mana terdapat rangkaian cerita yang saling berhubungan satu sama lainnya dan itu terikat oleh logika sebab-akibat (kausalitas) yang terjadi dalam suatu ruang dan waktu (Pratista, 2008: 33). Aspek naratif itu sendiri terbagi menjadi beberapa bagian yaitu pelaku cerita, permasalahan dan konflik, serta tujuan. Sedang pada aspek sinematografi adalah aspek yang mendukung naratif serta estetik sebuah film salah satunya seperti kegiatan merekam. sehingga dapat terbentuk rangkaian gambar yang bercerita (Pratista, 2008: 89).

Metode semiotika dalam hal ini yang digunakan adalah metode semiotika Roland Barthes yang mana pemaknaan menggunakan aspek denotasi, konotasi dan mitos. Mitos menurut Roland Barthes adalah berbasis kelas; maknanya dikonstruksi oleh dan untuk kelas yang dominan secara sosial, namun mitos diterima oleh kelas subordinat, bahkan meski mereka pun menentang kepentingan kelas dominan itu lantaran kelas subordinat “dinaturalisasikan” (Fiske, 2004: 183). Maksud dari naturalisasi tersebut adalah pengalamiahan atau seakan-akan alami, misalnya dalam konsep film ini bahwa leluhur cina itu makmur.

Berhubungan dengan fokus penelitian yaitu hal yang berkenaan dengan persoalan identitas, maka korpus-korpus dalam penyajian data dapat dianalisis berdasarkan kategori-kategori isi cerita berikut;

a. Identitas Personal (Personal Identity)

b. Identitas Sosial (Social Identity) c. Identitas Kultural (Cultural

Identity).

a. Identitas Personal (Personal Identity) Identitas personal (Personal Identity)

seperti terbentuk dari interaksi sosial antara

6

Page 10: DILEMA IDENTITAS ETNIS TIONGHOA DALAM FILM TELEVISI …eprints.ums.ac.id/23059/11/02._Naskah_Publikasi.pdf · etnis Tionghoa digambarkan dalam film di Indonesia, membuat hal itu menarik

satu individu dengan individu lainnya di mana masing-masing pihak lebih menekankan ciri-ciri, atribut-atribut, dan kepentingan subjektif mereka. Selain itu, identitas personal juga terbentuk dari pemahaman diri (self-understanding) yang sifatnya lebih intim dan langsung, maka ia lebih mewakili aspek-aspek esensial dan krusial dari diri individu yang nampak dalam pertanyaan-pertanyaan seperti “siapakah saya sesungguhnya?”, “hal-hal apa saja yang bernilai dan baik buat saya?”, “apa yang semestinya saya lakukan dan tidak yang itu?”, dan sebagainya. Dengan kata lain, identitas personal itu bersifat membedakan antara satu individu dengan individu lainnya semata-mata berdasar pada keunikan masing-masing dan bukan ciri-ciri yang diturunkan dari keanggotaan dalam sebuah kelompok sosial (Afif, 2011: 21).

Di dalam analisis identitas personal, penulis mengkategorikan beberapa permasalahan identitas personal dalam FTV Bakpao Ping Ping sebagai berikut:

1. Atribut-atribut fisik 2. Keinginan/cita-cita 3. Kontribusi keluarga 4. Pengaruh keadaan sosial

1. Atribut-atribut fisik

Salah satu yang ditekankan dalam identitas personal adalah berupa atribut-atribut yang dimiliki oleh individu. Maka dari itu penulis mengkategorikan bahwa atribut-atribut fisik memiliki hubungan dengan identitas personal. Atribut-atibut fisik mencirikan atau mengidentifikasikan individu melalui bentuk fisik atau yang terlihat saja.

Kategorisasi atribut-atribut fisik ini terlihat pada korpus 6. Pada level denotasi korpus 6, sutradara ingin menekankan pendapat A Seng. A Seng merasa bahwa selama ini Indonesia tidak memberikannya kontribusi lebih untuk dia menjadi kaya,

yang dia tau hanya kekayaan ada di Jawa. Seperti dalam dialog berikut: A Seng : “Indonesia ga bikin kita kaya

Pa, kaya cuma di Jawa. Apa ga sadar kalo mata kita sipit?”

Babah (Apa) : “Kalo liat jangan cuma pake mata ya, pake hati, pake utek. Mata boleh sipit ha, tapi hati harus tetep besar.”

Di sini A Seng sebagai etnis Tionghoa mempermasalah fisiknya terutama mata yaitu “sipit”. Keadaan fisiknya mempengaruhi mentalnya sebagai etnis Tionghoa yang secara tidak langsung “menghujat” Indonesia yang tidak peduli akan kesejahteraannya sebagai etnis Tionghoa Singkawang.

Sedangkan pada level konotasi, “hujatan” A Seng kepada Indonesia membuatnya merasa gelisah akan identitas personalnya sebagai etnis Tionghoa. Hal ini menunjukkan bahwa A Seng merasa dibuat tidak adil ketika dia memiliki mata yang sipit.

Berbicara mengenai atribut fisik yang dimiliki A Seng pada identitas personal maka mengingatkan pada konsep ras. Di mana diketahui bahwa konsep ras selalu menitikberatkan pada adanya garis keturunan. Selain itu ras juga mengacu pada hal yang menyinggung soal biologis dan fisik. Ras adalah konstruksi sosial dan bukan suatu kategori universal atau kategori esensial biologis atau kultural (Barker, 2010: 203). Sehingga identitas personal seseorang tersebut hanya dilihat sebatas yang terlihat dari luar saja atau bersifat fisik.

Allport mengindikasikan dalam Samovar dkk (2010:187) bahwa antropolog awalnya membagi ras dalam tiga kelompok besar Mongoloid, Kaukasoid, dan Negro, namun selanjutnya yang lain ditambahkan. Kategori ini membagi manusia ke dalam kelompok semata-mata berdasarkan penampilan fisik. Biasanya berhubungan

7

Page 11: DILEMA IDENTITAS ETNIS TIONGHOA DALAM FILM TELEVISI …eprints.ums.ac.id/23059/11/02._Naskah_Publikasi.pdf · etnis Tionghoa digambarkan dalam film di Indonesia, membuat hal itu menarik

dengan ciri-ciri fisik luar seperti warna kulit, tekstur rambut, penampilan wajah, dan bentuk mata.

2. Keinginan atau Cita-cita

Keterkaitan antara keinginan atau cita-cita dengan identitas personal terletak pada selera pribadi yang dimiliki oleh individu. Setiap individu tentu berhak memilih pilihan hidup mereka sesuai dengan apa yang diinginkan. Keinginan individu tidak hanya sesuai dengan apa yang individu itu inginkan tetapi juga bisa atas dasar melihat individu lain. Identitas personal disini terlihat ketika A Seng mengidolakan aktor yang bukan dari Indonesia melainkan dari Cina. Sebagaimana diketahui bahwa selera pribadi merupakan bagian dari atribut-atribut identitas personal itu sendiri. Jadi hal ini semata-semata adalah salah satu cara A Seng untuk mewujudkan kehidupan di Taiwan. Bisa jadi ini merupakan salah satu bentuk kerinduan. Kerinduan akan tanah air bayangan yang diterjemahkan sebagai keinginan untuk meniru tokoh-tokoh yang mereka lihat di layar (Dawis, 2010:11).

Pada korpus 3 dan korpus 4 dari segi denotasinya, sutradara ingin mempertegas tentang keinginan A Seng yang terobsesi dengan aktor Andy Lau dan ingin ke Taiwan. Andy Lau merupakan aktor kawakan dari Hongkong yang sangat terkenal dalam seri-seri perfilman Asia kala itu. Masa kejayaan Andy Lau adalah antara tahun 1983- 1999. Andy Lau mulai terkenal semenjak dia membintangi film "The Return of The Condor Heroes"(1983). Hampir 140 film dibintanginya (www.wowkeren.com/seleb/andy_lau/film/ diakses tanggal 27/11/2012 pukul 20:43). Hal itu terpapar dari dialog pada korpus 3 yaitu;

“Ping, aku udah gede Apa ga bisa ngelarang aku. Bosen jualan bakpao, bosen sama Singkawang, apalagi ma jemuran ini

dan rumah petak. Aku bakal ngetop kaya Andy Lau, haha Andy Lau”

Selain itu disambung juga dengan perkataan “Ping, orang itu harus punya cita-cita, cita-cita!” dengan kata-kata Perkataan A Seng ini di pacu oleh keinginan besarnya yang terobsesi dengan aktor Andy Lau.

Andy lau adalah aktor kawakan yang berhasil meraup sukses di Indonesia pada saat memerankan Yoko dalam film The Return of The Condor Heroes"(1983). Namun terkait dengan permasalahan A Seng yang sangat mengidolakan Andy Lau atau penyisipan Andy Lau sebagai pendukung keinginan A Seng dalam dalam Film Bakpao Ping Ping ini bisa jadi karena faktor karakter A Seng yang senang bermain judi. Tidak heran jika A Seng mengidolakan Andy Lau karena ada yang melatarbelakanginya seperti kemungkinan dengan beberapa film yang di perankan oleh Andy Lau yang berkaitan dengan dewa judi seperti film God Of Gamblers (1989), God Of Gamblers 2: Knight of Gamblers (1991). Dimana dalam kedua film tersebut Andy Lau berperan sebagai Ksatria Judi.

Sumber: http://ichall-

movie.blogspot.com/2011/04/god-of-gamblers-2-knight-of-gamblers.html/

diakses pada tanggal 21/01/2013 pukul 19:47

3. Kontribusi keluarga Dalam pembentukan jati diri individu

sejatinya banyak dipengaruhi oleh lingkup keluarga. Bimbingan dari anggota keluarga

8

Page 12: DILEMA IDENTITAS ETNIS TIONGHOA DALAM FILM TELEVISI …eprints.ums.ac.id/23059/11/02._Naskah_Publikasi.pdf · etnis Tionghoa digambarkan dalam film di Indonesia, membuat hal itu menarik

sudah dimulai semenjak individu tersebut masih muda. Bagaimana mereka diajarkan berperilaku pantas untuk laki-laki dan perempuan. Interaksi dengan anggota keluarga besar mengajarkan perilaku yang pantas antar usia dan keluarga jugalah yang pertama kali menanamkan konsep identitas pribadi atau kelompok (Samovar, 2010: 195). Oleh sebab itulah peneliti merasa perlu mengkategorikan kontribusi keluarga adalah hal yang penting untuk pembentukan identitas personal itu sendiri.

Pada korpus 11, menunjukkan bahwa terjadi percekcokan antara A Seng dan Ai Lani mengenai Ping Ping. Ping Ping yang segera dinikahkan dan dibawa ke Taiwan. A Seng yang tadi semangat menjadikan Ping Ping sebagai amoy tiba-tiba ingin membatalkan perjanjiannya dengan Ai Lani. Pada level denotasi, memperlihatkan perseteruan antara A Seng, Ai Lani, dan bodyguardnya pria Taiwan. Di sini terlihat terjadi tarik menarik antara A Seng dan bodyguard.

Pada level konotasi, menggunakan

long shot agar adegannya benar-benar terlihat jelas bagaimana si A Seng menarik tangan Ping Ping dari bodyguard yang menjaganya. Korpus ini menunjukkan ketidaksetujuan A Seng terhadap Ping Ping yang akan dijadikan istri oleh pria Taiwan. Ketika ditanya kenapa A Seng tiba-tiba begitu hal itu ternyata karena dia tidak ingin seperti Ama-nya yang akhirnya sampai mati di Taiwan. Keadaan ini tentu menempatkan A Seng pada traumatik atau bentuk

ketakutan dari pengalaman masa lalu A Seng, sehingga dia tidak ingin Ping Ping juga mengalaminya. Ini dipicu oleh ketidaktahuan A Seng bahwa Ama-nya juga menjadi amoy, yang dia tahu Ama-nya meninggalkan Babah (Apa) karena kemiskinan. A Seng menolak tentang amoy yang sebelumnya ia banggakan sebagai batu loncatan agar nanti ia juga akan merasakan berada di Taiwan. Amoy sebenarnya memiliki makna yaitu sebutan untuk anak gadis etnis Tionghoa. Tetapi dalam konsep film Bakpao Ping Ping makna tersebut bergeser dengan makna bahwa amoy adalah anak gadis Tionghoa yang akan dinikahkan dengan pria-pria Taiwan melalui biro jodoh.

4. Pengaruh Keadaan Sosial

Keadaan sosial juga dapat mempengaruhi identitas personal. Identitas merupakan konsep yang abstrak, kompleks, dan dinamis. Kemudian identitas merupakan hal yang dinamis dan beragam. Artinya identitas merupakan suatu hal yang statis, namun berubah menurut pengalaman hidup anda (Samovar, 2010: 184-185). Sebagai contoh ketika kita berada dikampus maka identitas kita adalah seorang mahasiswa, dan jika di rumah identitas kita adalah sebagai seorang anak. Jadi yang dimaksud penulis bahwa pengaruh keadaan sosial memiliki keterkaitan dengan identitas personal adalah identitas personal kita akan berubah sesuai dengan keadaan sosial kita.

Pada korpus 5, dimana pada level denotasi A Seng bercerita tentang keinginannya ke Taiwan dengan Ai Lani tantenya. A Seng mengeluarkan isi hatinya kepada Ai Lani. Ai Lani yang semula hanya menganggap itu hanya lelucon A Seng akhirnya mengerti, Ai Lani pun menjelaskan apa yang harus A Seng lakukan untuk bisa ke Taiwan. Berikut adalah dialog yang memaparkan tentang isi hati A Seng:

Ai Lani : “Kamu ngapain di Taiwan?”

9

Page 13: DILEMA IDENTITAS ETNIS TIONGHOA DALAM FILM TELEVISI …eprints.ums.ac.id/23059/11/02._Naskah_Publikasi.pdf · etnis Tionghoa digambarkan dalam film di Indonesia, membuat hal itu menarik

A Seng : “A Seng bosen di sini, di sini tu ga ada masa depan, A Seng ga mau jualan bakpao.”

Sedang pada level konotasi korpus ini menjelaskan tentang bagaimana keinginan A Seng bisa ke Taiwan itu dapat tercapai. Di mana sebagai etnis Tionghoa A Seng merasakan tidak ada masa depan sebagai pedagang tepatnya penjual bakpao. A Seng merasa sebagai penjual bakpao bukanlah jati dirinya, dia beranggapan bahwa dia bisa lebih dari seorang penjual bakpao saja. Taiwan dianggap dapat memberikan kemakmuran jauh lebih baik dibandingkan di Singkawang.

b. Identitas Sosial (Social Identity)

Berkaitan dengan identitas sosial (social identity), maka setiap individu akan mengalami hal yang berhubungan dengan identitas sosialnya. Identitas sosial itu lebih mengutamakan kepentingan kelompok. Pada teorinya, Brown dalam (Afif, 2011: 24) identitas sosial mengasumsikan bahwa setiap individu yang tergabung dalam kelompok senantiasa membutuhkan self image yang positif, terlebih lagi ketika dia sedang berhadapan dengan individu dari kelompok lain. Sehingga dapat dikatakan bahwa identitas sosial dapat dipengaruhi atau dibentuk oleh lingkungan.

Penulis di sini mengkategorikan identitas sosial yang ada di dalam FTV Bakpao Ping Ping, sebagai berikut:

1. Aspek Sosial dan Ekonomi 2. Leluhur sebagai rujukan identitas 3. Penggunaan Bahasa

1. Aspek Sosial dan Ekonomi

Aspek ekonomi adalah dapat menjadi masalah yang pelik dan kerap terjadi di dalam kehidupan bermasyarakat. Permasalahan pada aspek ekonomi pada umumnya sering timbul pada kalangan atau golongan menengah ke bawah. Maka

peneliti beranggapan bahwa aspek ekonomi memiliki keterkaitan dalam pembentukan identitas sosial diri individu yang sejatinya adalah makhluk sosial. Dalam FTV Bakpao Ping Ping aspek ekonomi terlihat dari beberapa dialog yang terkait dengan keadaan ekonomi etnis Tionghoa dalam film ini.

Pada korpus 4 level denotasi menunjukkan pertengkaran antara Babah dan A Seng. Setiap kali ditinggal Babah (Apa) pergi, A Seng selalu pergi ke tempat bermain judi. Tetapi A Seng hanya menanggapi amarah Babah (Apa) dengan santai. Hal ini tentu membuat Babah (Apa) nya gerah akan sifat A Seng yang tidak bisa dibilangin. Pada korpus terdapat dialog yang berbunyi:

Babah (Apa) : “Jaman susah begini, kamu maen judi terus ha?”

A Seng : “Kalo ga mau susah, jangan jualan bakpao!”

Pada level kononasi korpus 4 ini menyiratkan bahwa Babah (Apa) tidak senang dengan perilaku A Seng yang kian menjadi. A Seng senang sekali bermain judi padahal keadaan sedang susah. Tetapi A Seng yang acuh tak acuh dengan keadaannya malah menjawab dengan santai. A Seng berfikir yang membuat susah keadaannya adalah karena dia jualan Bakpao. Di sini A Seng berada di level dimana dia tidak mengetahui mana yang baik dan yang buruk. Bisa jadi judi merupakan bentuk pelarian tidak terima dengan keadaan. Bahwa yang dia tahu dengan berjudi dia juga mendapatkan uang lebih banyak dari hasil jualan bakpaonya.

Judi tidak bisa dilepaskan dari kebudayaan pria Tionghoa. Seperti yang dikatakan Afu dalam (Dawis, 2010:145) bahwa semua orang Tionghoa suka berjudi. Dimana ada orang Tionghoa pasti ada perjudian. Dalam FTV Bakpao Ping Ping judi dimainkan adalah mah jong, permainan Tionghoa yang dimainkan empat pemain dan menggunakan keping segi empat

10

Page 14: DILEMA IDENTITAS ETNIS TIONGHOA DALAM FILM TELEVISI …eprints.ums.ac.id/23059/11/02._Naskah_Publikasi.pdf · etnis Tionghoa digambarkan dalam film di Indonesia, membuat hal itu menarik

bertuliskan aksara, lambang, dan gambar Tionghoa, yang dimainkan untuk menyatukan orang dalam sebuah perayaan imlek (Dawis, 2010: 146). Namun sesuai dengan perkembangan jaman maka judi mah jong tidak hanya dimainkan pada hari-hari tertentu saja tetapi bisa dalam kehidupan sehari-hari.

2. Leluhur sebagai rujukan identitas

Subkategori ini membahas keterkaitan kepercayaan terhadap leluhur sebagai suatu hal yang memengaruhi pembentukan identitas sosial individu. Hal yang demikian dilihat dari sisi individu yang begitu bangga akan identitasnya berkat keikutsertaan leluhurnya. Dengan kebanggaan ini maka menimbulkan rasa percaya diri bahwa seakan-akan individu tersebut benar-benar memiliki ikatan dengan leluhur dengan segala sesuatu yang dipercayainya.

Hal ini ditunjukkan pada korpus 6, yang mana pada level denotasi terlihat perdebatan antara A Seng dan Babah (Apa) tentang identitas mereka. A Seng merasa bangga dengan Taiwan karena dia menganggap Taiwan sebagai tanah leluhurnya. Sedang Babah (Apa) yang notabene yang lahir di Singkawang menganggap bahwa Indonesia lah tanah leluhurnya. Hal ini terlihat pada dialog berikut:

A Seng : “Taiwan bukan negeri orang Pa, itu tanah leluhur kita.”

Babah (Apa) : “Dari lahir, Apa sudah bernafas dengan udara Singkawang, minum dengan air Singkawang, dan belajar berjalan di tanah Singkawang, anak cucu kita akan bilang Indonesia adalah tanah leluhur kita.”

Namun, A Seng tetap saja bersikeras untuk menjunjung tinggi Taiwan sebagai tanah leluhurnya.

Pada level konotasi, korpus ini menunjukkan bahwa terjadi silang pendapat antara A Seng dan Babah (Apa). Perbedaan pendapat antara ayah dan anak ini berada pada level kegelisahan dimana mereka berada di dua budaya. Di sini tampak adanya transisi budaya sosial yang dialami oleh kedua personal tersebut yaitu A Seng dan Babah (Apa). A Seng sangat membangga-banggakan Taiwan, sedangkan Babah (Apa) merasa bahwa dia adalah bagian dari leluhur Indonesia. Pada penelitian-penelitian sebelumnya umumnya Tionghoa Indonesia ingin berbaur menjadi seorang yang dikatakan Indonesia, tetapi lain halnya dengan FTV ini A Seng lebih berat ke Taiwan dibandingkan di Singkawang.

Dari awal film Bakpao Ping Ping ini seringkali disebut kata Taiwan. Etnis Tionghoa dalam film ini terus memandang ke Taiwan sebagai leluhur mereka. Pada dasarnya etnis Tionghoa Singkawang dan Taiwan berasal dari tempat yang sama yaitu Teluk Fujian salah satu provinsi di RRC. Seperti yang dikatakan dalam buku Orang Cina Khek dari Singkawang (2005) dalam (http://id.fjta.com/Indonesia/intro.aspx?typeid=10/ diakses pada tanggal 21/01/2013 pukul 21:29) yaitu tidak hanya yang kita kenal yaitu ‘orang China’ saja. Orang Tionghoa di Indonesia datang dari dua propinsi yaitu Fujian dan Guangdong. 3. Penggunaan Bahasa

Bahasa merupakan komponen dari identitas sosial itu sendiri. Bahasa digunakan ketika satu individu berinteraksi dengan individu lainnya. Dalam FTV Bakpao Ping Ping, terdapat permasalahan mengenai bahasa yang digunakan di Singkawang dan bahasa yang digunakan di Taiwan. Keadaan ini mempengaruhi identitas sosial individu yang dilema akan nasibnya di Indonesia dan di Taiwan.

Hal ini tampak pada korpus 5, pada korpus 5 di level denotasi menunjukkan

11

Page 15: DILEMA IDENTITAS ETNIS TIONGHOA DALAM FILM TELEVISI …eprints.ums.ac.id/23059/11/02._Naskah_Publikasi.pdf · etnis Tionghoa digambarkan dalam film di Indonesia, membuat hal itu menarik

perbincangan antara A Seng dengan Ai Lani. Ketika A Seng mengutarakan keinginannya ke Taiwan, Ai Lani malah menertawakannya sambil berkata

“A Seng kamu gimana bisa ke Taiwan, kamu sehari-hari ngomong pake bahasa Ke, di sana itu pake bahasa Mandarin. Apa kamu bisa bahasa Mandarin?”

A Seng yang ingin sekali ke Taiwan tidak mempermasalahkan bahasa meskipun dia benar-benar tidak bisa. Dia berusaha meyakinkan Ai Lani kalau dengan belajar dia akan bisa.

Pada level konotasi, korpus ini menunjukkan kalau bahasa itu adalah masalah yang penting. A Seng belum mengetahui akan serumit itu jika dia ingin ke Taiwan. Di sini terlihat bahwa terdapat perbedaan sosial yaitu bahasa sangat memberikan pengaruh. Sedari kecil A Seng hanya mengenal bahasa Cina Ke dan bahasa Indonesia saja. Sebagai etnis Tionghoa peranakan maka A Seng tidak terbiasa dengan bahasa Mandarin. Sama halnya dengan apa yang diungkapkan etnis Tionghoa bahwa mereka berkeinginan untuk tinggal di Tiongkok, Hong Kong, atau Taiwan yaitu tempat dimana mereka dapat secara leluasa melaksanakan kebebasan kebudayaan mereka. Akan tetapi mereka juga mengakui bahwa pada akhirnya memilih untuk tinggal di Indonesia karena tidak dapat berbicara bahasa Mandarin (Dawis, 2010: 9).

Di atas disebutkan tentang bahasa Ke dan bahasa Mandarin. Kedua bahasa tersebut merupakan bahasa yang umum digunakan oleh etnis Tionghoa. FTV Bakpao Ping Ping menceritakan tentang etnis Tionghoa di Singkawang, Kalimantan Barat. Sehingga dapat dikatakan bahwa etnis Tionghoa di sini merupakan rumpun bahasa Melayu-Polinesia yaitu bahasa yang biasa digunakan di daerah Taiwan. Bahasa ini juga dipergunakan di Malaysia dan seluruh

kepulauan di Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Yang kemudian membedakan antara bahasa Mandarin dengan bahasa Ke atau dikenal dengan bahasa Hakka adalah jika bahasa mandarin merupakan bahasa persatuannya sedangkan bahasa Ke (Hakka) adalah bahasa daerahnya (Taniputera, 2008: 24).

C. Identitas Kultural (Cultural Identity)

Identitas sepenuhnya bersifat sosial dan kultural, hal ini disebabkan oleh beberapa alasan berikut ini. Pertama, pandangan tentang bagaimana seharusnya menjadi seseorang adalah pertanyaan kultural, sebagai contoh adalah individualisme merupakan ciri khas masyarakat modern. Kedua, sumber daya yang membentuk materi bagi proyek identitas, yaitu bahasa dan praktik kultural, berkarakter sosial. Walhasil, apa yang dimaksud dengan perempuan, anak, orang Asia atau orang tua dibentuk secara berbeda pada konteks-konteks kultural yang berbeda pula (Barker, 2010: 176).

Identitas kultural atau identitas budaya merupakan elemen utama dalam komunikasi antarbudaya. Chuang mengatakan (Samovar dkk, 2010:200) bahwa identitas budaya menjadi kabur di tengah-tengah integrasi budaya, interaksi bikultur, pernikahan antar ras, dan proses adaptasi yang saling menguntungkan. Kemudian hal ini diperkuat dengan pendapat Martin, Nekayama, dan Flores yang menyatakan kesetujuannya dengan berkata bahwa “orang yang hidup ‘diantara’ identitas budaya meningkat jumlahnya, yaitu orang yang memiliki lebih dari satu identitas etnis, ras, atau agama (Samovar dkk, 2010:201). Dalam penelitian ini penulis mengkategorikan identitas kultural di dalam FTV Bakpao Ping Ping salah satunya yang berkaitan dengan masalah identitas adalah aspek religi.

12

Page 16: DILEMA IDENTITAS ETNIS TIONGHOA DALAM FILM TELEVISI …eprints.ums.ac.id/23059/11/02._Naskah_Publikasi.pdf · etnis Tionghoa digambarkan dalam film di Indonesia, membuat hal itu menarik

Pada korpus 10 level denotasi sutradara memperlihatkan A Seng dan Babah (Apa) menaburkan abu Ama di laut. Gambar diambil dengan medium shot yang mana terlihat bagian fisik dari pinggang hingga ke atas. Sutradara ingin memperlihatkan kedukaan pada adegan ini sehingga ditambahkan efek warna yang sedikit gelap.

Pada level konotasi korpus 18

menunjukkan kedukaan terlihat dari baju yang dikenakan A Seng dan Babah (Apa) yang berwarna putih. Warna putih untuk etnis Tionghoa memiliki arti yang mana melambangkan kesedihan (budayahijau.blogspot.com/ diakses pada tanggal 28/11/12 pukul 22:20). Orang yang berkabung (istilahnya Hao Lam) mengenakan pakaian serba putih, topi putih yang terbuat dari kain blacu. Selain itu juga dipasang Ha di lengan baju kiri tanda berkabung. Ha adalah tanda perkabungan yang dijahit segi empat dengan dua warna dan dilekatkan pada bagian lengan pakaian yang berkabung, warnanya ada bermacam-macam misalnya putih dan hitam, putih dan biru. Pemilihan warna berdasarkan statusnya dalam keluarga tersebut. Tujuan mereka memakai pakaian berkabung adalah untuk meringankan penderitaan orang yanag meninggal, semakin kental tradisi itu dijalankan maka semakin ringan penderitaannya (https://sites.google.com/a/saumimansaud.org/www/kematian/ diakses tanggal 02/11/2012 pada pukul 09:46).

Tradisi membuang abu orang yang meninggal di laut sesuai dengan permintaan

atau pesan yang ditinggalkan oleh Almarhum. Tetapi juga untuk memetingkan aspek kesehatan maka etnis Tionghoa biasanya membuang abu orang meninggal ke laut. Jenazah orang yang meninggal bisa saja mengandung bibit penyakit yang menular, jika dikebumikan kemungkinan untuk menyebarnya bibit penyakit ini masih tetap ada, tetapi hal ini dapat dicegah bilamana jenazah tersebut dikremasi. Kemudian juga pada hal ekonomi biasanya dilakukan bagi yang kurang mampu. Dengan begitu bila jenazah diperabukan dan abu jenazah disempurnakan, ditaburkan ke laut, tentu masalah pemindahan makam, mahalnya harga tanah, tingginya biaya perawatan tidak perlu dipikirkan lagi (www.reocities.com/Athens/olympus/2532/tradisi.html / diakses 02/11/2012 pada pukul 10:03). E. Kesimpulan

Film Televisi (FTV) Bakpao Ping Ping menceritakan tentang gambaran etnis Tionghoa yang merasa dilema atau kebimbangan dalam pencarian identitasnya karena memiliki dua budaya sekaligus. Dalam FTV ini terpapar seorang Tionghoa menentukan jati dirinya sebagai etnis Tionghoa yang harus berkiblat ke asal usul dirinya di Taiwan atau tetap menjadikannya etnis Tionghoa Indonesia. Hal ini bukanlah persoalan yang mudah untuk ditentukan karena hal ini sudah berlangsung sejak lama.

Kajian perihal dilema etnis Tionghoa dalam FTV Bakpao Ping Ping yang didukung oleh aspek naratif dan sinematografi ini menggunakan analisis semiotik model Roland Barthes yaitu dengan kajian pada level denotasi, konotasi dan mitos. Dengan kajian tersebut dirasa mampu untuk mengungkapkan dilema identitas etnis Tionghoa dalam FTV Bakpao Ping Ping. Berikut adalah kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian dan merupakan jawaban dari rumusan masalah

13

Page 17: DILEMA IDENTITAS ETNIS TIONGHOA DALAM FILM TELEVISI …eprints.ums.ac.id/23059/11/02._Naskah_Publikasi.pdf · etnis Tionghoa digambarkan dalam film di Indonesia, membuat hal itu menarik

yaitu bagaimana representasi identitas etnis Tionghoa di Singkawang dalam film televisi Bakpao Ping Ping.

Dilema etnis Tionghoa yang terlihat dalam konsep FTV Bakpao Ping Ping terjadi pada kondisi internal dan eksternal etnis Tionghoa. Kondisi dilema tersebut dapat dilihat karena etnis Tionghoa Indonesia masih terpengaruh oleh tradisi-tradisi etnis Tionghoa yang kental dan kejayaan Taiwan. Etnis Tionghoa Indonesia seringkali membandingkan keadaan mereka dengan etnis Tionghoa Taiwan yang lebih maju. Puncaknya bahwa etnis Tionghoa di Indonesia belum sepenuhnya menjadi Indonesia. Tidak semua etnis Tionghoa makmur. Dilema itu bergejolak dalam diri etnis Tionghoa Indonesia yang mana di representasikan dalam film televisi Bakpao Ping Ping yaitu dalam bentuk ketidakmampuan dalam mencapai kemakmuran atau kesejahteraan.

F. Saran

Dari hasil penelitian dan kesimpulan yang peneliti dapatkan, maka dapat disampaikan beberapa saran yaitu sebagai berikut: 1. Bagi Komunikator (Produser Film,

Sutradara) Indonesia merupakan negara yang multikultural dengan memiliki banyak suku, budaya, dan agama. Berdasarkan itu pula Indonesia seringkali diterpa isu sara dan akhirnya menimbulkan konflik. Sebagai sineas diharapkan bisa memproduksi film yang sarat pesan moral, nilai budaya, dan pengetahuan sebagai alat pemersatu bangsa. Tidak hanya tentang etnis Tionghoa Indonesia saja tetapi bisa dengan mengambil dari segi budaya lain yang ada di Indonesia dan mengaplikasikannya dalam bentuk film.

2. Bagi Komunikan (Masyarakat) Diharapkan penikmat dunia perfilman lebih cerdas memilih film yang berkualitas dan mendidik anak bangsa serta dapat menerapkannya sebagai panduan dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu penikmat dunia perfilman sebaiknya lebih kritis terhadap isi pesan film yang kadang kala merugikan dan tidak memberikan kontribusi positif pada bangsa ini.

3. Bagi Akademisi Saran untuk peneliti baru yang menyukai penelitian tentang etnis dan budaya, masih banyak hal yang dapat digali mengenai aspek budaya dalam sebuah film. Seperti penelitian yang dilakukan peneliti yang berkaitan tentang identitas etnis Tionghoa. Bagi peneliti yang menginginkan objek yang sama maka bisa diteliti lebih dalam lagi dengan metode penelitian analisis yang sama atau berbeda semisal analisis wacana. Ada beberapa isu yang menarik dan dapat diteliti lebih dalam lagi, salah satunya adalah film Bakpao Ping Ping juga mengangkat isu perempuan etnis Tionghoa di Singkawang. Peneliti baru dapat menelitinya dengan tambahan yaitu dengan berbagai referensi buku ataupun sumber-sumber lainnya. Semoga penelitian ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan dan wawasan serta dapat menjadi bahan referensi kelak dalam penelitian selanjutnya

G. DAFTAR PUSTAKA BUKU: Afif, Afthonul. 2012. Identitas Tionghoa

Muslim Indonesia : Pergulatan mencari jati diri. Depok: Kepik.

Barker, Chris. 2011. Cultural Studies Teori Dan Praktik. Yogyakarta: Kreasi Wacana.

Cheng, Kho Gaik. 2011. Mau Dibawa Kemana Sinema Kita: Beberapa

14

Page 18: DILEMA IDENTITAS ETNIS TIONGHOA DALAM FILM TELEVISI …eprints.ums.ac.id/23059/11/02._Naskah_Publikasi.pdf · etnis Tionghoa digambarkan dalam film di Indonesia, membuat hal itu menarik

Wacana Seputar Film Indonesia. Jakarta: Salemba Humanika.

Dawis, Aimee. 2010. Orang Indonesia Tionghoa Mencari Identitas. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Faturochman dkk. 2012. Psikologi Untuk Kesejahteraan Masyarakat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Fiske, John. 2004. Cultural and Communication Studies. Yogyakarta: Jalasutra.

Hoed, Benny H. 2008. Semiotik dan Dinamika Sosial Budaya. Depok: Komunitas Bambu

Liliweri, Alo. 2011. Gatra-Gatra Komunikasi Antar Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Mulyana, Deddy. 2004. Komunikasi Efektif Suatu Pendekatan Lintasbudaya. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Pratista, Himawan. 2008. Memahami Film. Yogyakarta: Homerian Pustaka

Samovar, Larry A dkk. 2010. Komunikasi Lintas Budaya (Communication Between Cultures) jilid 7. Jakarta: Salemba Humanika.

Taniputera, Ivan. 2008. History of China.Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Tilaar. 2007. Mengindonesiakan Etnisitas dan Identitas Bangsa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.

___________2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

WEBSITE:

www.wowkeren.com/seleb/andy_lau/film/ diakses tanggal 27/11/2012 pukul 20:43

http://ichall-movie.blogspot.com/2011/04/god-of-gamblers-2-knight-of-gamblers.html/ diakses pada tanggal 21/01/2013 pukul 19:47

http://id.fjta.com/Indonesia/intro.aspx?typeid=10/ diakses pada tanggal 21/01/2013 pukul 21:29

budayahijau.blogspot.com/ diakses pada tanggal 28/11/12 pukul 22:20

https://sites.google.com/a/saumimansaud.org/www/kematian/ diakses tanggal 02/11/2012 pada pukul 09:46

www.reocities.com/Athens/olympus/2532/tradisi.html / diakses 02/11/2012 pada pukul 10:03

SKRIPSI

Nugroho, Setyo. 2004. Representasi Budaya Tionghoa di tengah Pluralitas Etnis di Betawi (Studi Pesan Dalam Film “Ca Bau Kan” Menggunakan Analisa Semiologi Komunikasi. Skripsi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UNS. Surakarta: Tidak Dipublikasikan.

Kusuma, Rinasari. 2007. Representasi Asimilasi Etnis Cina Ke Dalam Budaya Padang (Analisis Semiotika Komunikasi Tentang Faktor Pendukung dan Penghambat Asimilasi dalam Film “Jangan Panggil Aku Cina”). Skripsi Pada Program Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UNS. Surakarta: Tidak Dipublikasikan

15