digital surya 14 desember 2013

2
join facebook.com/suryaonline PAPAN IMPIAN RAKYAT HAL 2 DIGITAL NEWSPAPER edisi pagi surabaya.tribunnews.com surya.co.id | SABTU, 14 DESEMBER 2013 | Terbit 2 halaman Spirit Baru Jawa Timur follow @portalsurya yang umumnya ada sekarang. Perubahan ini dilakukan dengan seminimal mungkin dalam mengubah susunan mata kuliah yang ada. Diperlukan revitalisasi kurikulum yang berorientasi pada pembelajaran technopreneurship yang merancang sebuah proses pembelajaran yang tepat, sehingga mampu menghasilkan mahasiswa yang lulus memiliki usaha sendiri yang dikembangkan. Susunan mata kuliah dan metode pengajarannya perlu didisain sedemikian hingga sejalan dengan proses pengembangan usaha. Pengembangan kompetensi akademis mahasiswa merupakan basis yang kuat untuk pengembangan ide-ide inovatif mahasiswa. Namun mahasiswa perlu dibekali dengan kompetensi lain, yaitu kompetensi memulai dan menjalankan bisnis, serta kompetensi lunak yang diperlukan untuk mendukungnya. Oleh karena itu, Recognition and Mentoring Program (RAMP) Institut Pertanian Bogor (IPB) menggagas workshop revitalisasi kurikulum technopreneurship (RKT), di IPB International Convention Center (IICC), Kota Bogor, 13- 14 September 2013. Workshop RKT 2013 dihadiri oleh 36 peserta dari 29 perguruan tinggi, yakni UB, UGM, UMM, Unand, Undip, Unej Unhalu, Unib, Unila, Unipa, Unisri, Unja, Unkhair, Unlam, Unmul, Unpad, Unpar, Unram, Unri UNS, Unsoed, Unsri, Unsyiah, Untag, Unud, USU, UTM, UWKS, dan Instiper. Narasumber dari Departemen Teknologi Industri Pertanian Institut Pertanian Bogor (TIN IPB) yang telah menerapkan mata kuliah berorientasi technopreneurship dan Dikti, yaitu Ketua Departemen TIN - IPB, Prof Nastiti S Indrasti beserta dosen-dosen TIN- IPB, Direktur RAMP IPB Dr Aji Hermawan, MM, dan Direktur Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan Ditjen Dikti Kemdikbud Dr Illah Sailah, MS. Metode pembelajaran inovatif melalui metode experiential learning dan student center learning sangat diperlukan untuk menopang kelahiran lulusan wirausaha ini. Kurikulum kewirausahaan yang perlu dibentuk adalah kurikulum yang mengintegrasikan pembelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada disiplin ilmu masing- masing dengan pembelajaran kewirausahaan yang inovatif yang mampu melahirkan wirausaha pada bidang yang terkait dengan disiplin ilmunya. Untuk maksud tersebut, RAMP-IPB merancang program yang disebut Revitaliasi Kurikulum berorientasi Technopreneurship (RKT). Program ini bermaksud mendukung departemen/ jurusan/ program studi di perguruan tinggi untuk merevitalisasi dan menerapkan mata-kuliah yang terkait dengan technopreneurship. Melalui program RKT ini diharapkan para dosen tersebut dapat merancang pembelajaran dengan kurikulum terstruktur yang akan membekali mahasiswa dengan pengetahuan, keahlian, dan sikap yang terkait dengan proses pengembangan usaha berbasis inovasi teknologi. Dengan berfokus pada satu departemen maka rancangan kurikulum yang dihasilkan akan lebih spesifik dan rinci, dan hasilnya dapat langsung dilaksanakan. Hasil pembelajaran dari datu departemen ini merupakan sebuah pengalaman yang berharga bagi pengembangan pada jenjang universitas, yang pada akhirnya dapat menjadi pelajaran yang berharga bagi universitas-universitas di Indonesia untuk menghasilkan wirausaha pada konteks Indonesia. Tujuan Revitaliasi Kurikulum berorientasi Technopreneurship 2013 adalah untuk merancang kurikulum yang mampu menghasilkan lulusan wirausaha berbasis pada kompetensi akademik yang dimiliki pada bidang teknologi industri pertanian. Selain itu, memperbaharui isi dan metode mata kuliah agar berorientasi pada dimensi- dimensi yang dibutuhkan untuk melahirkan wirausaha berbasis teknologi. Tujuan lainnya, untuk menghasilkan lulusan yang sudah memulai start-up atau bisnis baru yang berbasis pada kompetensi akademik di bidang teknologi industri pertanian. Sedangkan luaran rancangan kurikulum diharapkan dapat menghasilkan lulusan wirausaha yang yang terkait dengan disiplin ilmu teknologi industri pertanian. Rancangan rencana pengajaran mata kuliah inti dan pendukungnya yang masing-masing menunjukkan peranannya dalam tahapan- tahapan melahirkan wirausaha. Rancangan implementasi kurikulum dan rancangan evaluasinya. Sasaran dari kegiatan ini adalah program studi yang memiliki mandat dalam pengembangan agroindustri di Indonesia. Peserta workshop berkesempatan memperoleh fasilitasi pendanaan untuk merevitalisasi kurikulum berorientasi technopreneurship dengan syarat mengirimkan proposal sesuai format yang telah ditetapkan. Berdasarkan seleksi terhadap proposal masuk pada Program Revitalisasi Kurikulum Technopreneurship 2013, tujuh proposal dipilih untuk mendapatkan fasilitasi pengembangan kurikulum technopreneurship. (joe/ant) REVITALISASI KURIKULUM SURYA ONLINE - Kurikulum pendidikan di Indonesia, tidak pernah berkesinambungan setelah era-80-an. Setiap ganti Menteri Pendidikan selalu ganti aturan. Entah setan mana yang mengobrak-abrik sistem pendidikan bangsa kita ini. Yang jelas, tidak semakin baik tetapi justru semakin membuat generasi masa depan tidak jelas arah dan tujuan serta kemampuannya. Terakhir, Menteri Pendidikan Muh Nuh menghapus Ujian Nasional (Unas) untuk Sekolah Dasar (SD), disamping itu merubah Unas untuk SLTA sebagai syarat masuk Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Akibat ketidaksinambungan sistem pendidikan ini, kerugian moral dan material dialami seluruh rakyat Indonesia usia pendidikan. Kerugian moral itu dialami karena hasil akhir dari sistem pendidikan tidak hanya tidak mempunyai kualitas yang bagus tetapi juga tingkat kematangan hasil pendidikan tidak dapat dibuktikan dan dirasakan. Hal itu karena aplikasi sistem pendidikan tidak terarah dan instan. Sementara kerugian material, tidak terkira lagi. Disamping mahalnya pendidikan jaman sekarang, buku-buku pelajaran setiap tahun ganti sehingga masyarakat harus membelikan anak-anaknya untuk buku-buku baru karena buku-buku kakaknya tidak bisa digunakan lagi. Yang terbaru adalah ide untuk membuat proses pendidikan mahasiswa sebagai technopreneur dapat dimulai selama masa perkuliahan, sehingga setelah lulus mahasiswa sudah mempunyai usaha sendiri yang siap untuk dijalankan dan dikembangkan. Proses melahirkan lulusan wirausaha seperti ini memerlukan kurikulum yang berbeda dengan kurikulum

Upload: portal-surya

Post on 30-Nov-2014

554 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

 

TRANSCRIPT

Page 1: Digital surya 14 desember 2013

join facebook.com/suryaonline

papan impian rakyat

hal

2

DIGITAL NEWSPAPER

edisi pagisurabaya.tribunnews.com surya.co.id | SABTU, 14 DESEMBER 2013 | Terbit 2 halaman

Spirit Baru Jawa Timur

follow @portalsurya

yang umumnya ada sekarang. Perubahan ini dilakukan dengan seminimal mungkin dalam mengubah susunan mata kuliah yang ada.

Diperlukan revitalisasi kurikulum yang berorientasi pada pembelajaran technopreneurship yang merancang sebuah proses pembelajaran yang tepat, sehingga mampu menghasilkan mahasiswa yang lulus memiliki usaha sendiri yang dikembangkan. Susunan mata kuliah dan metode pengajarannya perlu didisain sedemikian hingga sejalan dengan proses pengembangan usaha. Pengembangan kompetensi akademis mahasiswa merupakan basis yang kuat untuk pengembangan ide-ide inovatif mahasiswa.

Namun mahasiswa perlu dibekali dengan kompetensi lain, yaitu kompetensi memulai dan menjalankan bisnis, serta kompetensi lunak yang diperlukan untuk mendukungnya. Oleh karena itu, Recognition and Mentoring Program (RAMP) Institut Pertanian Bogor (IPB) menggagas workshop revitalisasi kurikulum technopreneurship (RKT), di IPB International Convention Center (IICC), Kota Bogor, 13-14 September 2013.

Workshop RKT 2013 dihadiri oleh 36 peserta dari 29 perguruan tinggi, yakni UB, UGM, UMM, Unand, Undip, Unej Unhalu, Unib, Unila, Unipa, Unisri, Unja, Unkhair, Unlam, Unmul, Unpad, Unpar, Unram, Unri UNS, Unsoed, Unsri, Unsyiah, Untag, Unud, USU, UTM, UWKS, dan Instiper.

Narasumber dari Departemen Teknologi Industri Pertanian Institut Pertanian Bogor (TIN IPB) yang telah menerapkan mata kuliah berorientasi technopreneurship dan Dikti, yaitu Ketua Departemen TIN - IPB, Prof Nastiti S Indrasti beserta dosen-dosen TIN-IPB, Direktur RAMP IPB Dr Aji Hermawan, MM, dan Direktur Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan Ditjen Dikti Kemdikbud Dr Illah Sailah, MS.

Metode pembelajaran inovatif melalui metode experiential learning dan student center learning sangat diperlukan untuk menopang kelahiran lulusan wirausaha ini.

Kurikulum kewirausahaan yang perlu dibentuk adalah kurikulum yang mengintegrasikan pembelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada disiplin ilmu masing-masing dengan pembelajaran kewirausahaan yang inovatif yang mampu melahirkan

wirausaha pada bidang yang terkait dengan disiplin ilmunya.

Untuk maksud tersebut, RAMP-IPB merancang program yang disebut Revitaliasi Kurikulum berorientasi Technopreneurship (RKT). Program ini bermaksud mendukung departemen/ jurusan/ program studi di perguruan tinggi untuk merevitalisasi dan menerapkan mata-kuliah yang terkait dengan technopreneurship.

Melalui program RKT ini diharapkan para dosen tersebut dapat merancang pembelajaran dengan kurikulum terstruktur yang akan membekali mahasiswa dengan pengetahuan, keahlian, dan sikap yang terkait dengan proses pengembangan usaha berbasis inovasi teknologi.

Dengan berfokus pada satu departemen maka rancangan kurikulum yang dihasilkan akan lebih spesifik dan rinci, dan hasilnya dapat

langsung dilaksanakan. Hasil pembelajaran dari datu departemen ini merupakan sebuah pengalaman yang berharga bagi pengembangan pada jenjang universitas, yang pada akhirnya dapat menjadi pelajaran yang berharga bagi universitas-universitas di Indonesia untuk menghasilkan wirausaha pada konteks Indonesia.

Tujuan Revitaliasi Kurikulum berorientasi Technopreneurship 2013 adalah untuk merancang kurikulum yang mampu menghasilkan lulusan wirausaha berbasis pada kompetensi akademik yang dimiliki pada bidang teknologi industri pertanian.

Selain itu, memperbaharui isi dan metode mata kuliah agar berorientasi pada dimensi-dimensi yang dibutuhkan untuk melahirkan wirausaha berbasis teknologi.

Tujuan lainnya, untuk menghasilkan lulusan yang sudah memulai start-up atau bisnis baru yang berbasis pada kompetensi akademik di bidang teknologi industri pertanian.

Sedangkan luaran rancangan kurikulum diharapkan dapat menghasilkan lulusan wirausaha yang yang terkait dengan disiplin ilmu teknologi industri pertanian. Rancangan rencana

pengajaran mata kuliah inti dan pendukungnya yang masing-masing menunjukkan peranannya dalam tahapan-tahapan melahirkan wirausaha. Rancangan implementasi kurikulum dan rancangan evaluasinya.

Sasaran dari kegiatan ini adalah program studi yang memiliki mandat dalam pengembangan agroindustri di Indonesia.

Peserta workshop berkesempatan memperoleh fasilitasi pendanaan untuk merevitalisasi kurikulum berorientasi technopreneurship dengan syarat mengirimkan proposal sesuai format yang telah ditetapkan.

Berdasarkan seleksi terhadap proposal masuk pada Program Revitalisasi Kurikulum Technopreneurship 2013, tujuh proposal dipilih untuk mendapatkan fasilitasi pengembangan kurikulum technopreneurship. (joe/ant)

rEVitaLiSaSikUrikULUmSURYA Online - Kurikulum

pendidikan di Indonesia, tidak pernah berkesinambungan setelah era-80-an. Setiap ganti Menteri Pendidikan selalu ganti aturan. Entah setan mana yang mengobrak-abrik sistem pendidikan bangsa kita ini. Yang jelas, tidak semakin baik tetapi justru semakin membuat generasi masa depan tidak jelas arah dan tujuan serta kemampuannya.

Terakhir, Menteri Pendidikan Muh Nuh menghapus Ujian Nasional (Unas) untuk Sekolah Dasar (SD), disamping itu merubah Unas untuk SLTA sebagai syarat masuk Perguruan Tinggi Negeri (PTN).

Akibat ketidaksinambungan sistem pendidikan ini, kerugian moral dan material dialami seluruh rakyat Indonesia usia pendidikan. Kerugian moral itu dialami karena hasil akhir dari sistem pendidikan tidak hanya tidak mempunyai kualitas yang bagus tetapi juga tingkat kematangan hasil pendidikan tidak dapat dibuktikan dan dirasakan. Hal itu karena aplikasi sistem pendidikan tidak terarah dan instan. Sementara kerugian material, tidak terkira lagi. Disamping mahalnya pendidikan jaman sekarang, buku-buku pelajaran setiap tahun ganti sehingga masyarakat harus membelikan anak-anaknya untuk buku-buku baru karena buku-buku kakaknya tidak bisa digunakan lagi.

Yang terbaru adalah ide untuk membuat proses pendidikan mahasiswa sebagai technopreneur dapat dimulai selama masa perkuliahan, sehingga setelah lulus mahasiswa sudah mempunyai usaha sendiri yang siap untuk dijalankan dan dikembangkan.

Proses melahirkan lulusan wirausaha seperti ini memerlukan kurikulum yang berbeda dengan kurikulum

Page 2: Digital surya 14 desember 2013

join facebook.com/suryaonline follow @portalsurya

SURYA Online - Banyaknya iklan perumahan baik di media maupun pada spanduk di jalan raya sekilas mengindikasikan bahwa salah satu kebutuhan vital bagi manusia, yaitu papan atau tempat tinggal atau perumahan seperti telah teratasi.

Padahal, jumlah backlog atau kekurangan perumahan di Indonesia diperkirakan telah mencapai lebih dari 15 juta rumah pada Tahun 2013 ini, belum lagi harga rumah yang kerap mencekik dan tidak bisa dibeli, terutama oleh rakyat yang tergolong masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

Harga rumah yang melambung dan tidak terjangkau oleh sebagian orang dianalisis, antara lain karena melonjaknya harga tanah secara gila-gilaan pula.

LSM Indonesia Property Watch menyatakan, pembentukan bank tanah merupakan solusi yang harus segera diambil dalam rangka mengatasi kekurangan perumahan rakyat di berbagai daerah di Indonesia.

“Adalah sebuah keharusan dengan tingkat urgensi yang tinggi bagi Pemerintah untuk segera menyiapkan bank tanah milik Pemerintah agar perumahan rakyat dapat dijamin ketersediaannya,” kata Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch Ali Tranghanda.

Menurut Ali Tranghanda, konsep bank tanah bukanlah hal baru, apalagi langkah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan membangun rumah susun sederhana sewa di Waduk Pluit dan Ria Rio merupakan konsep awal tersedianya bank tanah yang dimiliki oleh Pemprov DKI Jakarta.

Pemerintah, ujar dia, dapat mengeluarkan peraturan agar semua Pemda menyiapkan bank tanah sebesar 20 persen untuk kemudian dibangun rumah rakyat. “Pengembang yang membuat master plan perumahan harus menyediaan zona untuk kawasan perumahan rakyat dipadukan dengan Undang-Undang Hunian Berimbang yang sampai saat ini belum juga keluar peraturan pemerintahnya,” katanya.

Ia berpendapat bahwa masalah dana seharusnya bukan masalah bagi pemda bila ada keseriusan dan bebas dari korupsi para pejabatnya. Belum lagi, menurut dia, tanah-tanah BUMN yang sebagian dapat digunakan

untuk penyediaan perumahan rakyat, baik rusun maupun rumah horizontal.

“Semua seharusnya tidak menjadi permasalahan yang berlarut-larut. Hanya dibutuhkan keseriusan pemerintah,” ucapnya.

Sebelumnya, Ali Tranghanda menyatakan bahwa kenaikan harga tanah yang terus melesat pada saat ini terutama di kawasan Jabodetabek dan kota-kota besar lain, dinilai akan memperburuk sektor perumahan nasional.

Menurut dia, hal tersebut berpotensi memperburuk sistem perumahan nasional sehingga bisa membuat segmen menengah ke bawah terancam tidak dapat memiliki rumah, khususnya di Jabodetabek. Selain itu, lanjut dia, program subsidi pemerintah yang berfokus kepada kaum MBR tidak membuahkan hasil yang optimal.

Ia mempertanyakan ketidakjelasan blue print perumahan dari Pemerintah, terutama dalam hal menyediakan perumahan, khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah. “Kebijakan perumahan nasional berjalan tanpa arah dan tujuan yang jelas, bahkan tidak ada blue print perumahan yang seharusnya menjadi sebuah panduan dalam penyediaan rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah,” kata Ali.

Menurut Ali, Pemerintah sebagai penyedia perumahan rakyat seharusnya bertanggung jawab penuh dalam hal proteksi dan intervensi ke pemerintah, bahkan sekaligus bertanggung jawab membangun rumah

rakyat. Namun, ujar dia, Pemerintah saat ini menyerahkan sepenuhnya pembangunan rumah kepada pengembang swasta.

“Alih-alih membereskan sistem perumahan nasional, malahan Pemerintah memuluskan jalan program mobil murah yang sarat konsumtif,” katanya.

Ia mengingatkan bahwa perumahan sebagai salah satu dari tiga kebutuhan pokok masyarakat, yang juga salah satu ukuran kesejahteraan rakyat.

Perhatian MenurunTidak hanya dari suara

LSM, bahkan Direktur Utama Perumnas Himawan Arief juga menyatakan bahwa perhatian Pemerintah terhadap sektor perumahan rakyat dalam beberapa tahun terakhir mengalami penurunan drastis sehingga antara kebutuhan dan ketersediaan papan setiap tahun berjalan tidak seimbang.

Himawan menyatakan bahwa anggaran negara cukup memadai untuk membangun rumah rakyat, tetapi perhatian Pemerintah sangat kurang. Sementara di sisi lain, sikap masyarakat sudah apatis dan pasrah.

Ia mengatakan selama tujuh tahun memimpin Perumnas,

tidak pernah secara khusus ada perhatian terhadap sektor papan, misalnya melalui penyelenggaraan sidang kabinet membahas perumahan rakyat. Sementara kebijakan Pemerintah di bidang ekonomi lebih mengarah pada sektor-sektor lainnya, seperti penerbangan, penyeberangan, dan infrastruktur lainnya.

Perum Perumnas ingin mengambil lagi peran membangun dan mengelola rumah rakyat seperti yang pernah dilakukan perusahaan BUMN itu sejak 1974 hingga 1990-an. Ini berarti mengembalikan tujuan pendirian Perum Perumnas Tahun 1974, yaitu Perumnas menyediakan perumahan rakyat untuk masyarakat menengah dan menengah bawah.

“Saat ini peran Perumnas dikecilkan. Kalau mau benahi masalah perumahan, mari kita maksimalkan kembali peran Perumnas sebagai penyedia rumah rakyat dan rumah murah. Tak usah buat badan baru, perbaiki kekurangan dan maksimalkan peran Perumnas,” katanya.

Ia lebih lanjut mengatakan bahwa daerah-daerah dengan lahan luas kini sudah menjadi simpul-simpul dan pusat pertumbuhan ekonomi dan dikuasai oleh para

pengembangan perumahan. Pemerintah Indonesia

dinilai harus bisa mencontoh negara lain, seperti Singapura, yang mengurus perumahan rakyatnya dengan baik. Memastikan 80 persen perumahan rakyat disediakan oleh Pemerintah.

“Kalau Pemerintah membiarkan, harga rumah makin hari bertambah melambung tinggi dan semakin tidak terjangkau oleh rakyat kecil,” katanya.

Selaras dengan Perumnas, Indonesia Property Watch mendesak Pemerintah untuk dapat membedakan antara perumahan publik dan komersial karena hal tersebut selama ini sangat bergantung pada swasta.

Menurut Direktur Indonesia Property Watch, dalam penyediaan perumahan publik sebaiknya Pemerintah tidak menyerahkan kepada swasta karena akan sangat terikat dengan mekanisme pasar yang ada.

Artinya, ujar dia, harga rumah akan selalu dinaikkan dan sampai kapan pun hal tersebut dinilai tidak akan menyelesaikan masalah backlog (kekurangan perumahan) di Tanah Air.

Ia berpendapat bahwa setiap kenaikan harga rumah sebesar 10 persen akan menggerus daya cicil masyarakat sebesar 10 persen dan mengurangi pangsa pasar permintaan rumah hingga sebesar 5 persen. Dengan kenaikan harga rumah sampai 20 persen, pangsa pasar akan menurun hingga sebesar 10 persen.

“Dengan kondisi saat ini ‘backlog’ perumahan tidak dapat lagi dihitung sebesar 15 juta rumah, tetapi akan membengkak menjadi 21,7 juta unit pada tahun 2014,” ujarnya.

Sebagaimana diberitakan, Real Estat Indonesia (REI) menyatakan bahwa pihak swasta lebih berperan dalam pembangunan sektor perumahan jika dibandingkan dengan Pemerintah, padahal program “backlog” (kekurangan rumah) di Tanah Air dinilai masih besar.

“Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh REI, yang dikerjakan oleh Pemerintah hanya 5 persen, sedangkan 95 persen ditangani oleh swasta, dan sekitar 80 persennya dilakukan oleh anggota REI,” kata Ketua Umum REI Setyo Maharso dalam jumpa pers tentang Musyawarah Nasional REI 2013 di Jakarta, Rabu (20/11/2013). (antara)

SABTU, 14DESEMBER 2013 | surya.co.id | surabaya.tribunnews.com 2

papan impian rakyat