digital surya 26 desember 2013

2
ATURAN ATAU PRESTASI DIGITAL NEWSPAPER edisi pagi surabaya.tribunnews.com surya.co.id | KAMIS, 26 DESEMBER 2013 | Terbit 2 halaman Spirit Baru Jawa Timur join facebook.com/suryaonline follow @portalsurya HAL 2 NARKOBA DI INDONESIA SURYA ONLINE - Korupsi memang tidak mungkin bisa diberantas bersih dari muka bumi ini. Bahkan dinegeri yang secanggih Amerika pun tidak lepas dari korupsi walaupun sejatinya ditutup-tutupi dengan sedemikian rupa. Namun di Indonesia sudah mencapai titik nadir, bahkan perilaku korupsi ini tidak hanya dilakukan beberapa gelintir golongan seperti jaman Soeharto, sekarang semua golongan sudah tergoda untuk melakukan korupsi. Fatalnya lagi, perilaku korupsi itu justru membayangi penguasa, mulai dari eksekutif, yudikatif dan legislatif. Hal itu terungkap dari kekecewaan Jaksa Agung Basrief Arief yang tidak bisa disembunyikan ketika berbica- ra mengungkap kasus Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Praya, Subri, yang ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ketika melaku- kan konferensi pers catatan akhir tahun di Jakarta, Senin (23/12/2013). Akhir Tahun 2013 yang seharusnya diakhiri dengan prestasi yang membanggakan, justru ditutup dengan malu yang mencoreng muka Korps Adhyak- sa, sebagai palang pintu terakhir keadilan di Negeri tercinta. Walaupun, kata Basrief Arief, berbagai cara sudah dilakukan untuk meminimalisasi perilaku korup dari penegak hukum dibawahnya, seperti pemberi- an remunerasi dan peningkatan pengawasan, tetapi tetap saja mental korup itu masih lebih menggoda aparatnya untuk berbuat tidak benar. “Sebenarnya kita harapkan pada Tahun 2013 berakhir de- ngan kinerja baik. Akan tetapi mendapatkan hantaman keras terkait dengan kasus itu,” kata Basrief terlihat kecewa. Akhirnya tidak ada kata lain yang lebih tepat selain maaf yang sebesar-besarnya kepada masya- rakat Indonesia jika Kejaksaan belum mencapai kesempurnaan pengadilan yang diharapkan dan diamanatkan rakyat. Menurut Basrief, sepanjang 2013, Kejagung melalui Bidang Pengawasan telah menjatuhkan sanksi terhadap 98 jaksa nakal yang melanggar kode etik. “Para jaksa dijatuhi sanksi karena melanggar berbagai disiplin kepegawaian.” Ke-98 jaksa yang dijatuhi sanksi itu terdiri atas, 36 jaksa mendapatkan hukuman ringan, 46 hukuman sedang dan 16 jak- sa terkena sanksi berat. Selain itu, Kejagung juga menghukum pegawai yang nakal, seperti di bagian tata usaha. Tercatat 60 pegawai yang dihukum, terdiri atas tiga orang terkena hukuman ringan, 35 orang terkena hukuman sedang, serta 22 orang terkena hukuman berat. Empat orang jaksa telah mendapat penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama tiga tahun, pembebasan dari jabatan fungsional jaksa, tiga orang, pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebanyak tiga orang. Pembebasan dari jabatan struktural sebanyak tiga orang serta pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS sebanyak dua orang jaksa. Sanksi untuk pegawai non- jaksa, sebanyak 11 orang telah dilakukan penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama tiga tahun, enam orang dila- kukan pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri, serta enam orang dilakukan pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS. Basrief Arief menyesalkan prestasi Kejaksaan pada akhir 2013 tercoreng dengan adanya penangkapan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Praya, Subri, oleh Komisi Pemberantasan Korupsi yang diduga menerima suap terkait dengan perkara pemalsuan sertifikat dengan terdakwa Sugiharta alias Along. Wakil Ketua Dewan Per- wakilan Daerah Laode Ida menegaskan bahwa tertangkap tangannya Kajari Praya, NTB, Subri oleh Komisi Pemberan- tasan Korupsi menjadi bukti jajaran kejaksaan cenderung memproyekkan kasus-kasus korupsi di daerah. Peningkatan Prestasi Kendati citra Kejagung tercoreng atas perilaku oknum jaksanya, ada juga prestasi dari keberhasilan yang telah dilaku- kan oleh Kejagung selama 2013, yang antara lain mengamankan keuangan negara dari tindak pidana korupsi yang mencapai angka Rp 403.102.000.215 dan 500.000 dolar AS. “Penyela- matan keuangan negara tahap penyidikan dan penuntutan sebesar Rp 403 miliar,” kata Basrief Arief. Uang yang berhasil diselamatkan itu, katanya, meningkat dibandingkan pada Tahun 2012 sebesar Rp 302.609.167.229 dan 500 dolar AS, serta pada Tahun 2011 sebesar Rp198.210.963.791 dan 6.760,69 dolar AS. Demikian pula kasus tindak pidana korupsi yang disidik pada Tahun 2013 mencapai 1.646 kasus atau meningkat dibandingkan pada Tahun 2012 sebanyak 1.401 kasus dan 2011 tercatat 1.624 kasus. Untuk tingkat penyelidikan pada Tahun 2013 sebanyak 1.696 kasus, pada Tahun 2012 tercatat 833 kasus, dan 2011 sebanyak 699 kasus. “Dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi oleh Ke- jaksaan mengalami peningkatan, baik dari segi jumlah penangan- an perkara korupsi maupun jumlah penyelamatan keuangan negara tahap penyidikan dan penuntutan,” paparnya. Basrief juga menyebutkan dalam kurun waktu Januari 2012 sampai November 2013, Kejaksaan telah melaksanakan eksekusi pidana badan 815 terpidana. Menyoroti soal laporan Koalisi Masyarakat Antikorupsi/ Indonesian Corruption Watch (ICW) yang menyebutkan terdapat 57 terpidana belum dieksekusi. Setelah dilakukan klarifikasi dan pendataan, ternyata 20 terpidana sudah dieksekusi. Lima terpidana diputus bebas/ontslag oleh Mahkamah Agung RI, dua terpidana belum berkekuatan hukum tetap, serta dua tidak terdapat perkara tindak pidana korupsi atas nama yang dilaporkan di Kejaksaan Tinggi yang bersang- kutan. “Sebanyak 25 terpidana masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) dan tiga orang dalam kondisi sakit,” tuturnya. Dari hasil yang dibeberkan Kepala Kejaksaan Agung Basrief Arief tersebut, ternyata sangat jauh dari yang dikorupsi oleh koruptor-koruptor di Indonesia. Tengok saja kasus yang dituduhkan kepada Bupati Banten Ratu Atut Choisiah, dimana proyek yang digarap kroni-kroninya dari APBD mencapai Rp 1,6 triliun. Belum lagi okum korutor yang lain, tentu saja jika uang- uang tersebut benar-benar dibunakan untuk pembangunan negeri ini, pasti rakyat akan mendapatkan manfaat yang luar biasa. Pendidikan murah, pangan murah, sandang murah dan papan murah. Semoga ke depan makin banyak penegak hukum kita yang insyaf. (parmin) PEMBERANTASAN KORUPSI 2013 PENEGAK HUKUM BELUM BERSIH

Upload: portal-surya

Post on 28-Nov-2014

1.029 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

 

TRANSCRIPT

Page 1: Digital surya 26 desember 2013

ATURAN ATAU PRESTASI

DIGITAL NEWSPAPER

edisi pagisurabaya.tribunnews.com surya.co.id | KAMIS, 26 DESEMBER 2013 | Terbit 2 halaman

Spirit Baru Jawa Timursurabaya.tribunnews.com surya.co.id

Spirit Baru Jawa TimurSpirit Baru Jawa Timur

join facebook.com/suryaonline follow @portalsurya

HAL

2

nARKOBA Di inDOneSiA

SURYA Online - Korupsi memang tidak mungkin bisa diberantas bersih dari muka bumi ini. Bahkan dinegeri yang secanggih Amerika pun tidak lepas dari korupsi walaupun sejatinya ditutup-tutupi dengan sedemikian rupa. Namun di Indonesia sudah mencapai titik nadir, bahkan perilaku korupsi ini tidak hanya dilakukan beberapa gelintir golongan seperti jaman Soeharto, sekarang semua golongan sudah tergoda untuk melakukan korupsi. Fatalnya lagi, perilaku korupsi itu justru membayangi penguasa, mulai dari eksekutif, yudikatif dan legislatif.

Hal itu terungkap dari kekecewaan Jaksa Agung Basrief Arief yang tidak bisa disembunyikan ketika berbica-ra mengungkap kasus Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Praya, Subri, yang ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ketika melaku-kan konferensi pers catatan akhir tahun di Jakarta, Senin (23/12/2013).

Akhir Tahun 2013 yang seharusnya diakhiri dengan prestasi yang membanggakan, justru ditutup dengan malu yang mencoreng muka Korps Adhyak-sa, sebagai palang pintu terakhir keadilan di Negeri tercinta.

Walaupun, kata Basrief Arief, berbagai cara sudah dilakukan untuk meminimalisasi perilaku korup dari penegak hukum dibawahnya, seperti pemberi-

an remunerasi dan peningkatan pengawasan, tetapi tetap saja mental korup itu masih lebih menggoda aparatnya untuk berbuat tidak benar.

“Sebenarnya kita harapkan pada Tahun 2013 berakhir de-ngan kinerja baik. Akan tetapi mendapatkan hantaman keras terkait dengan kasus itu,” kata Basrief terlihat kecewa.

Akhirnya tidak ada kata lain yang lebih tepat selain maaf yang sebesar-besarnya kepada masya-rakat Indonesia jika Kejaksaan belum mencapai kesempurnaan pengadilan yang diharapkan dan diamanatkan rakyat.

Menurut Basrief, sepanjang 2013, Kejagung melalui Bidang Pengawasan telah menjatuhkan sanksi terhadap 98 jaksa nakal yang melanggar kode etik. “Para jaksa dijatuhi sanksi karena melanggar berbagai disiplin kepegawaian.”

Ke-98 jaksa yang dijatuhi sanksi itu terdiri atas, 36 jaksa mendapatkan hukuman ringan, 46 hukuman sedang dan 16 jak-sa terkena sanksi berat. Selain itu, Kejagung juga menghukum pegawai yang nakal, seperti di bagian tata usaha.

Tercatat 60 pegawai yang dihukum, terdiri atas tiga orang terkena hukuman ringan, 35 orang terkena hukuman sedang, serta 22 orang terkena hukuman berat.

Empat orang jaksa telah mendapat penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama tiga tahun, pembebasan dari

jabatan fungsional jaksa, tiga orang, pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebanyak tiga orang.

Pembebasan dari jabatan struktural sebanyak tiga orang serta pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS sebanyak dua orang jaksa.

Sanksi untuk pegawai non-jaksa, sebanyak 11 orang telah dilakukan penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama tiga tahun, enam orang dila-kukan pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri, serta enam orang dilakukan pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS.

Basrief Arief menyesalkan prestasi Kejaksaan pada akhir 2013 tercoreng dengan adanya penangkapan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Praya, Subri, oleh Komisi Pemberantasan Korupsi yang diduga menerima suap terkait dengan perkara pemalsuan sertifi kat dengan terdakwa Sugiharta alias Along.

Wakil Ketua Dewan Per-wakilan Daerah Laode Ida menegaskan bahwa tertangkap tangannya Kajari Praya, NTB, Subri oleh Komisi Pemberan-tasan Korupsi menjadi bukti jajaran kejaksaan cenderung memproyekkan kasus-kasus korupsi di daerah.

Peningkatan PrestasiKendati citra Kejagung

tercoreng atas perilaku oknum jaksanya, ada juga prestasi dari keberhasilan yang telah dilaku-

kan oleh Kejagung selama 2013, yang antara lain mengamankan keuangan negara dari tindak pidana korupsi yang mencapai angka Rp 403.102.000.215 dan 500.000 dolar AS. “Penyela-matan keuangan negara tahap penyidikan dan penuntutan sebesar Rp 403 miliar,” kata Basrief Arief.

Uang yang berhasil diselamatkan itu, katanya, meningkat dibandingkan pada Tahun 2012 sebesar Rp 302.609.167.229 dan 500 dolar AS, serta pada Tahun 2011 sebesar Rp198.210.963.791 dan 6.760,69 dolar AS.

Demikian pula kasus tindak pidana korupsi yang disidik pada Tahun 2013 mencapai 1.646 kasus atau meningkat dibandingkan pada Tahun 2012 sebanyak 1.401 kasus dan 2011 tercatat 1.624 kasus. Untuk tingkat penyelidikan pada Tahun 2013 sebanyak 1.696 kasus, pada Tahun 2012 tercatat 833 kasus, dan 2011 sebanyak 699 kasus.

“Dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi oleh Ke-jaksaan mengalami peningkatan, baik dari segi jumlah penangan-an perkara korupsi maupun jumlah penyelamatan keuangan negara tahap penyidikan dan penuntutan,” paparnya.

Basrief juga menyebutkan dalam kurun waktu Januari 2012 sampai November 2013, Kejaksaan telah melaksanakan eksekusi pidana badan 815 terpidana.

Menyoroti soal laporan Koalisi Masyarakat Antikorupsi/Indonesian Corruption Watch (ICW) yang menyebutkan terdapat 57 terpidana belum dieksekusi. Setelah dilakukan klarifi kasi dan pendataan, ternyata 20 terpidana sudah dieksekusi.

Lima terpidana diputus bebas/ontslag oleh Mahkamah Agung RI, dua terpidana belum berkekuatan hukum tetap, serta dua tidak terdapat perkara tindak pidana korupsi atas nama yang dilaporkan di Kejaksaan Tinggi yang bersang-kutan. “Sebanyak 25 terpidana masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) dan tiga orang dalam kondisi sakit,” tuturnya.

Dari hasil yang dibeberkan Kepala Kejaksaan Agung Basrief Arief tersebut, ternyata sangat jauh dari yang dikorupsi oleh koruptor-koruptor di Indonesia. Tengok saja kasus yang dituduhkan kepada Bupati Banten Ratu Atut Choisiah, dimana proyek yang digarap kroni-kroninya dari APBD mencapai Rp 1,6 triliun. Belum lagi okum korutor yang lain, tentu saja jika uang-uang tersebut benar-benar dibunakan untuk pembangunan negeri ini, pasti rakyat akan mendapatkan manfaat yang luar biasa. Pendidikan murah, pangan murah, sandang murah dan papan murah. Semoga ke depan makin banyak penegak hukum kita yang insyaf. (parmin)

PeMberanTasan korUPsi 2013

PENEGAK HUKUM BELUM BERSIH

Page 2: Digital surya 26 desember 2013

KAMIS, 26 DESEMBER 2013 | surya.co.id | surabaya.tribunnews.com 2

join facebook.com/surya- follow @portalsurya

Rehabilitasi dinilai sebagai cara jitu dalam pemberantasan nar-kotika, setidaknya itu lah yang diyakini lembaga penanganan narkotika di negeri ini, Badan Narkotika Nasional. Dengan rehabilitasi, BNN meyakini bisa mengurangi jumlah penyalah guna dan mewujudkan program Indonesia Bebas Narkotika pada 2015.

Karena dengan cara rehabi-litasi, permintaan akan barang haram tersebut berkurang, sehingga ketersediaannya menipis hingga habis.

Karena itu, Kepala BNN Anang Iskandar menilai penya-lah guna lebih baik direhabili-tasi ketimbang dihukum pidana sebab dihukum pidana justru akan menyediakan penjara sebagai tempat berkumpulnya pengedar dan bandar yang berpotensi akan semakin gencar dalam bisnis narkoba tersebut.

“Justru kalau dihukum, ban-dar dan pengedar narkoba akan senang karena demandnya tetap ada, sementara kalau direhabilitasi akan nangis-nangis dia karena kehilangan pasar,” katanya baru-baru ini.

Langkah rehabilitasi untuk penyalah guna semakin dikam-panyekan oleh BNN juga karena melihat sejumlah negara yang jumlah penyalah gunanya terus berkurang, seperti di Portugal dan di negara-negara Asia.

Menurut Anang, langkah

rehabilitasi selaras dengan tujuan atau roh Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 dalam Pasal 4 huruf d tentang Narkotika yang menyatakan bahwa negara menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi penyalah guna dan pecandu narkotika.

Pada kenyataannya, jumlah penyalah guna yang mendapat penanganan rehabilitasi masih sekitar 18.000 orang dari seluruhnya yang mencapai empat juta orang.

Sementara itu, panti rehabilitasi yang ditangani BNN hanya ada tiga, di antaranya dua di Lido Sukabumi dan di Badokka Makassar dan satu panti baru yang diresmikan di Tanah Merah, Samarinda.

Berdasarkan data BNN, hingga 27 November 2013, data residen (penyalah guna yang direhabilitasi) di Lido hanya

Penanganan narkoba di indonesia

ATURAN atau PRESTASI

sekitar 709 yang didominasi laki-laki 669 orang dan perempuan 40 orang. Semen-tara di Badokka total penghuni 305 orang, laki-laki 286 orang dan perempuan 19 orang. Sedangkan sisanya ditangani pihak swasta. Itu pun belum termasuk yang antre setiap bulannya sekitar 100 calon residen di Panti Rehabilitasi, Lido, Sukabumi. Sehingga, jum-lah panti masih dirasa sangat kurang untuk menampung empat juta penyalah guna di seluruh Indonesia.

Perbedaan PandanganLangkah dekriminalisasi yang

diupayakan BNN sebetulnya ingin mengubah paradigma masyarakat tentang penyalah guna narkotika, yakni meng-gunakan narkotika merupakan perbuatan melanggar hukum pidana, namun hukumannya bukan hukuman penjara, mela-inkan hukuman rehabilitasi.

Namun yang masih terpatri

dalam sudut pandang masyara-kat, bahkan aparat Kepolisian adalah menggunakan narkotika harus ditangkap dan dipenjara yang semakin membuat mereka takut untuk mengakui dan melapor kepada institusi pene-rima wajib lapor atau disebut dengan depenalisasi.

Konsep depenalisasi sudah ditunjukkan dalam Undang-Un-dang Nomor 35 Tahun 2009 Pa-sal 28 ayat (2) dan (3) beserta aturan turunan lainnya, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2011 tentang wajib lapor bagi pecandu narkotika.

Dalam pasal tersebut, secara konseptual perbuatan me-ngonsumsi narkoba tetap lah merupakan hal yang melanggar hukum, namun ketika penyalah guna narkoba melaporkan diri kepada institusi penerima wajib lapor, baik di Puskesmas atau rumah sakit yang sudah ditunjuk Kementerian Kesehat-an, maka orang tersebut bisa lepas dari tuntutan pidana.

Namun untuk mengubah paradigma ini tidak semudah membalikan telapak tangan agar mereka secara sadar mau melaporkan diri. Apalagi bagi Korps Kepolisian keberhasilan menangkap pengguna narkoba adalah prestasi besar.

“Wajib lapor kan masih kurang bergairah karena masyarakat masih takut dan ngumpet karena secara empiris para penyalah guna narkoba untuk diri sendiri kan ditangkap dan dimasukkan penjara,” kata mantan Kapolwil-tabes Surabaya itu.

Untuk itu, paradigma harus diubah bahwa apabila penyalah guna narkoba menyerahkan diri, maka tidak akan dipenja-ra, dengan begitu, masyarkat akan banyak yang melapor. Anang menilai depenalisasi akan berjalan baik apabila adanya penggabungan antara rehabilitasi medis dan sosial.

“Kita berikan insentif pascarehabilitasi dengan mengembalikan cara berpi-kirnya sebagaimana manusia yang sehat dengan pelatihan dan suntikan modal agar bisa bekerja kembali,” katanya.

Selain itu, belum bulatnya suara akan rehabilitasi untuk para penyalah guna di antara sejumlah lembaga hukum masih menjadi kendala bagi BNN. Untuk itu diperlukan kebersa-maan mengatasi persoalan besar Bangsa ini, yakni dari ketegasan pemimpin dan pelaksanaan di lapangan penerapan ide bagus dan terobosan cemerlang dari BNN. (ant)

SURYA Online - Penanganan barang haram Narkoba di Indonesia masih menjadi pertentangan yang sangat ta-jam, antara melaksanakan aturan atau Undang-Undang atau prestasi kerja dari korps Kepolisian.