digital 20308615 s42559 pengaturan laju

81
UNIVERSITAS INDONESIA PENGATURAN LAJU HISAP FILTER DALAM SISTEM PRODUKSI BIOMASSA Nannochloropsis sp. MENGGUNAKAN TEKNIK FILTRASI KONTINYU DALAM ALIRAN SIRKULASI KULTUR MEDIA SKRIPSI GESTI APRILIA FITRIANI 0806319652 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNOLOGI BIOPROSES DEPOK JUNI 2012 Pengaturan laju..., Gesti aprilia Fitriani, FTUI, 2012

Upload: fitirany

Post on 19-Dec-2015

34 views

Category:

Documents


16 download

DESCRIPTION

ghuyhj

TRANSCRIPT

  • UNIVERSITAS INDONESIA

    PENGATURAN LAJU HISAP FILTER DALAM SISTEM

    PRODUKSI BIOMASSA Nannochloropsis sp. MENGGUNAKAN

    TEKNIK FILTRASI KONTINYU DALAM ALIRAN

    SIRKULASI KULTUR MEDIA

    SKRIPSI

    GESTI APRILIA FITRIANI

    0806319652

    FAKULTAS TEKNIK

    PROGRAM STUDI TEKNOLOGI BIOPROSES

    DEPOK

    JUNI 2012

    Pengaturan laju..., Gesti aprilia Fitriani, FTUI, 2012

    PerpustakaanNoteSilakan klik bookmarks untuk melihat atau link ke hlm

  • ii Universitas Indonesia

    UNIVERSITAS INDONESIA

    PENGATURAN LAJU HISAP FILTER DALAM SISTEM

    PRODUKSI BIOMASSA Nannochloropsis sp. MENGGUNAKAN

    TEKNIK FILTRASI KONTINYU DALAM ALIRAN

    SIRKULASI KULTUR MEDIA

    SKRIPSI

    Diajukan untuk melengkapi sebagian persyaratan menjadi Sarjana Teknik

    di Departemen Teknik Kimia FTUI

    GESTI APRILIA FITRIANI

    0806319652

    FAKULTAS TEKNIK

    PROGRAM STUDI TEKNOLOGI BIOPROSES

    DEPOK

    JUNI 2012

    Pengaturan laju..., Gesti aprilia Fitriani, FTUI, 2012

  • iii Universitas Indonesia

    Pengaturan laju..., Gesti aprilia Fitriani, FTUI, 2012

  • iv Universitas Indonesia

    Pengaturan laju..., Gesti aprilia Fitriani, FTUI, 2012

  • v Universitas Indonesia

    KATA PENGANTAR

    Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas

    karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada

    waktunya. Berkat rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah seminar

    dengan judul Pengaturan Laju Hisap Filter dalam Sistem Produksi

    Biomassa Nannochloropsis sp. Menggunakan Teknik Filtrasi Kontinyu

    dalam Aliran Sirkulasi Kultur Media untuk memenuhi tugas skripsi, salah

    satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Teknik pada Departemen Teknik

    Kimia Fakultas Teknik Universitas Indonesia.

    Penulis menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai

    pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah

    sulit bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis

    mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

    (1) Ir. Dianursanti, MT selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan

    waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan

    skripsi ini;

    (2) Ir. Rita Arbianti, M.Si., selaku dosen pembimbing akademik yang telah

    menyediakan waktu dan membantu permasalahan akademik perkuliahan

    selama ini;

    (3) Ir. Yuliusman M.Eng selaku kordinator skripsi Teknik Kimia FTUI;

    (4) Para dosen Departemen Teknik Kimia FTUI yang telah memberikan ilmu

    dan wawasannya;

    (5) Orangtua yang selalu memberi dukungan dan semangat selama

    mengerjakan skripsi ini di rumah;

    (6) Rekan satu bimbingan: Destya Nilawati, Prima A., Ingrid C. E. Inthe,

    Harnadiemas F., Prima Ernest, Nimatulloh, dan Bhakti Yoga yang sudah

    membantu dalam pencarian sumber dan saling bertukar wawasan serta

    informasi yang ada;

    (7) Ius Pratama selaku laboran yang membimbing kami selama penelitian di

    Laboratorium Rakayasa Bioproses;

    Pengaturan laju..., Gesti aprilia Fitriani, FTUI, 2012

  • vi Universitas Indonesia

    (8) Yunia Selviliana selaku teman terdekat saya yang selalu memberi semangat

    dan kasih sayangnya kepada saya;

    (9) Semua teman-teman yang tidak dapat disebutkan satu demi satu, yang

    selalu memberikan informasi dan bantuan semangat;

    (10) Semua pihak yang telah membantu penyusunan makalah skripsi ini secara

    langsung maupun tidak langsung;

    Penulis menyadari bahwa dalam makalah skripsi ini masih terdapat

    banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran

    yang membangun sehingga dapat menyempurnakan skripsi ini dan

    melaksanakan perbaikan di masa yang akan datang. Semoga tulisan ini dapat

    bermanfaat bagi para pembaca dan bagi dunia pendidikan dan ilmu

    pengetahuan.

    .

    Depok, 11 Juli 2012

    Penulis

    Pengaturan laju..., Gesti aprilia Fitriani, FTUI, 2012

  • vii Universitas Indonesia

    Pengaturan laju..., Gesti aprilia Fitriani, FTUI, 2012

  • viii Universitas Indonesia

    ABSTRAK

    Nama : Gesti Aprilia Fitriani

    Program Studi : Teknologi Bioproses

    Judul : Pengaturan Laju Hisap Filter dalam Sistem Produksi Biomassa

    Nannochloropsis sp. Menggunakan Teknik Filtrasi Kontinyu

    dalam Aliran Sirkulasi Kultur Media

    Topik penelitian mengenai mikroalga menjadi perhatian utama para ilmuwan

    karena kemampuannya terhadap fiksasi CO2 dan juga kandungan biomassa yang

    dapat dimanfaatkan dalam berbagai kepentingan. Mikroalga yang diusulkan pada

    penelitian ini adalah Nannochloropsis sp. karena merupakan salah satu mikroalga

    yang potensial dan memiliki kandungan biomassa yang besar. Fokus penelitian ini

    adalah peningkatan produksi biomassa dengan mengatur laju hisap filter pada

    perlakuan teknik filtrasi kontinyu dalam sistem kultivasi Nannochloropsis sp.

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam rangka upaya meningkatkan

    produktivitas biomassa Nannochloropsis sp. pada ukuran reaktor yang lebih besar,

    teknik filtrasi kontinyu terbukti berhasil meningkatkan produksi biomassa hingga

    1,71 kali dari proses kultivasi kontrol (tanpa filtrasi).

    Kata kunci:

    Nannochloropsis sp., produksi biomassa, Teknik Filtrasi, sistem kultivasi,

    fotobioreaktor

    Pengaturan laju..., Gesti aprilia Fitriani, FTUI, 2012

  • ix Universitas Indonesia

    ABSTRACT

    Name : Gesti Aprilia Fitriani

    Study Program : Teknologi Bioproses

    Title : Arrangement of Filter Suction Rate in Biomass Production

    Using Continuous Filtration Technique in Media Culture

    Circulation Flow

    Topics of research on microalgae major concern scientists because of its

    ability to CO2 fixation and also the content of the biomass that can be utilized in a

    variety of interests. Microalgae are proposed in this study were Nannochloropsis

    sp. because it is one of the potential of microalgae and has a large biomass

    content. The focus of this study is the increase in biomass production by

    regulating the rate of suction filter in the treatment of continuous filtration

    techniques in the cultivation system of Nannochloropsis sp. The results showed

    that in an effort to increase the biomass productivity of Nannochloropsis sp. on

    the size of the larger reactor, continuous filtration technique proved successful in

    increasing the production of biomass to 1.71 times that of the control cultivation.

    Key words:

    Nannochloropsis sp., biomass production, filtration method, cultivation system,

    photobioreactor

    Pengaturan laju..., Gesti aprilia Fitriani, FTUI, 2012

  • x Universitas Indonesia

    DAFTAR ISI

    HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS iii

    HALAMAN PENGESAHAN iv

    KATA PENGANTAR v

    HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS

    AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS vii

    ABSTRAK viii

    ABSTRACT ix

    DAFTAR ISI x

    DAFTAR GAMBAR xii

    DAFTAR TABEL xiii

    BAB 1 PENDAHULUAN 1

    1.1. Latar Belakang 1 1.2. Rumusan Masalah 5 1.3. Tujuan Penelitian 5 1.4. Batasan Masalah 5 1.5. Sistematika Penulisan

    5

    BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 7

    2.1. Mikroalga Nannochloropsis sp. 7 2.2. Fotobioreaktor 9 2.3. Fase Pertumbuhan Mikroalga 10 2.3.1. Fase Tunda (Lag Phase) 10 2.3.2. Fase Eksponensial (Log Phase) 10 2.3.3. Fase Penurunan Laju Pertumbuhan 11 2.3.4. Fase Stasioner 11 2.3.5. Fase Kematian 11 2.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan

    Nannochloropsis sp.

    12

    2.4.1. Jenis Medium/Nutrisi 12 2.4.2. Pencahayaan 12 2.4.3. Kondisi Operasi 13 2.5. Fotosintesis Pada Mikroalga 15 2.5.1. Definisi Fotosintesis 15 2.5.2. Proses Fotosintesis 15 2.6. Teknik Filtrasi 18

    BAB 3 METODE PENELITIAN 21

    3.1. Diagram Alir Penelitian 21 3.2. Alat dan Bahan Penelitian 22 3.3. Variabel dalam Penelitian 23

    Pengaturan laju..., Gesti aprilia Fitriani, FTUI, 2012

  • xi Universitas Indonesia

    3.3.1. Variabel Bebas 23 3.3.2. Variabel Terikat 23 3.3.3. Variabel Tetap 23 3.4. Prosedur Penelitian 24 3.4.1. Tahap Perangkaian Fotobioreaktor 24 3.4.2. Sterilisasi Peralatan 24 3.4.3. Pembuatan Medium Walne 25 3.4.4. Pembiakan Kultur Murni 26 3.4.5. Penentuan Jumlah Inokulum Nannochloropsis sp. 26 3.4.6. Pembuatan Kurva Kalibrasi 28 3.4.7. Pelaksanaan Penelitian 28 3.4.8. Pengambilan Data 29 3.5. Pengolahan Data

    30

    BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 36

    4.1. Pembahasan Umum 36 4.2. Data Penelitian 38 4.2.1. Penentuan Laju Hisap Filter 38 4.2.2. Pengaruh Perlakuan Filtrasi Terhadap Pertumbuhan

    Nannochloropsis sp.

    40

    4.2.2.1. Pengaruh Pengaturan Laju Hisap Filter dalam Perlakuan Filtrasi terhadap Berat Kering Sel

    (X)

    40

    4.2.2.2. Pengaruh Pengaturan Laju Hisap Filter dalam Perlakuan Filtrasi terhadap Laju Pertumbuhan

    ()

    42

    4.2.2.3. Pengaruh Pengaturan Laju Hisap Filter dalam Perlakuan Filtrasi terhadap [HCO3

    -] dalam

    medium

    43

    4.2.2.4. Pengaruh Pengaturan Laju Hisap Filter dalam Perlakuan Filtrasi terhadap Fiksasi CO2 oleh

    Nannochloropsis sp.

    45

    4.2.2.5. Pengaruh Pengaturan Laju Hisap Filter dalam Perlakuan Filtrasi terhadap CTR oleh

    Nannochloropsis sp.

    45

    4.2.2.6. Pengaruh Pengaturan Laju Hisap Filter dalam Perlakuan Filtrasi terhadap qCO2 oleh

    Nannochloropsis sp.

    47

    4.2.3. Analisis Kandungan Biomassa dari Sel Nannochloropsis sp. Hasil Kultivasi

    48

    BAB 5 KESIMPULAN 50

    5.1. Kesimpulan 50 5.2. Saran 51

    DAFTAR PUSTAKA 52

    Pengaturan laju..., Gesti aprilia Fitriani, FTUI, 2012

  • xii Universitas Indonesia

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 2.1. Nannochloropsis sp. 7

    Gambar 2.2. Ilustrasi Morfologis Sel Nannochloropsis sp. 8

    Gambar 2.3. Fase Pertumbuhan Mikroalga 10

    Gambar 2.4. Fotosintesis Pada Mikroalga 15

    Gambar 2.5. Proses Reaksi Terang 15

    Gambar 2.6. Siklus calvin 15

    Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian 21

    Gambar 3.2. Skema peralatan 24

    Gambar 4.1. Berat Kering Sel (X) pada Berbagai Laju Hisap Filter 39

    Gambar 4.2. Laju Pertumbuhan Maksimum (max) pada Berbagai Laju

    Hisap Filter 40

    Gambar 4.3. Pengaruh Pengaturan Laju Hisap Filter dalam Perlakuan

    Filtrasi terhadap Berat Kering Sel Nannochloropsis sp. 41

    Gambar 4.4. Pengaruh Pengaturan Laju Hisap Filter dalam Perlakuan

    Filtrasi terhadap Laju Pertumbuhan Nannochloropsis sp. 43

    Gambar 4.5. Pengaruh Pengaturan Laju Hisap Filter dalam Perlakuan

    Filtrasi terhadap [HCO3-] Nannochloropsis sp.

    44

    Gambar 4.6. Konsentrasi CO2 yang Masuk dan Keluar pada Metode Filtrasi

    dan Kontrol 45

    Gambar 4.7. Pengaruh Pengaturan Laju Hisap Filter dalam Perlakuan

    Filtrasi dan Kontrol terhadap CTR Nannochloropsis sp. 46

    Gambar 4.8. Pengaruh Pengaturan Laju Hisap Filter dalam Perlakuan

    Filtrasi dan Kontrol terhadap qCO2 Nannochloropsis sp. 47

    Pengaturan laju..., Gesti aprilia Fitriani, FTUI, 2012

  • xiii Universitas Indonesia

    DAFTAR TABEL

    Tabel 1.1. Komposisi Biomassa Mikroalga 2

    Tabel 1.2. Beberapa Jenis Produk Berbasis Mikroalga 2 Tabel 1.3. Kandungan Biomassa Mikroalga Nannochloropsis sp. 3

    Tabel 2.1. Perbandingan Antara Penggunaan Sistem Open Pond dengan

    Sistem Photobioreactor 9

    Tabel 2.2. Jejak Rekam Penelitian Budidaya Alga dalam Sistem Filtrasi 20

    Tabel 3.1. Komposisi Walne 26

    Tabel 3.2. Penentuan kadar protein dengan metode Lowry 32

    Tabel 4.1. Hasil Uji Kandungan Biomassa Nannochloropsis sp. 48

    Pengaturan laju..., Gesti aprilia Fitriani, FTUI, 2012

  • 1 Universitas Indonesia

    BAB 1

    PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang Masalah

    Topik penelitian tentang mikroalga telah menjadi perhatian utama di

    kalangan ilmuwan beberapa tahun belakangan ini dalam rangka mengurangi efek

    pemanasan global. Mikroalga pada tahun-tahun mendatang diprediksi akan

    semakin menonjol mengingat semakin banyak pihak yang tertarik pada

    pembudidayaan mikroorganisme fotosintetik ini. Selain karena mempunyai nilai

    ekonomi yang tinggi, mikroalga mudah didapat dan dikembangkan. FBR

    (fotobioreaktor) merupakan reaktor yang dirakit dari bahan tembus pandang

    yang dilengkapi dengan instalasi suplay media dan emisi gas untuk membudidaya

    mikroalga dalam rangka penyerapan gas CO2. Teknologi FBR yang diterapkan

    pada mikroalga dinilai efektif mereduksi emisi CO2 karena kemampuan mikroalga

    dalam mengabsorbsi CO2 dalam proses fotosintesisnya (Chen et al., 2006).

    Beberapa keuntungan penggunaan mikroalga dalam proses pengolahannya

    berjalan alami seperti prinsip ekosistem alam sehingga sangat ramah

    lingkungan dan tidak menghasilkan limbah sekunder. Keunggulan lainnya

    adalah pada proses ini daur ulang nutrien berjalan sangat efisien dan

    menghasilkan biomassa (protein, karbohidrat, protein, klorofil, beta karoten, dan

    mineral) yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan (De la noue et

    al., 1992). Tabel 1.1 dan 1.2 merupakan total biomass dari beberapa mikroalga

    dan manfaat biomassa mikroalga.

    Pengaturan laju..., Gesti aprilia Fitriani, FTUI, 2012

  • 2

    Universitas Indonesia

    Tabel 1.1. Komposisi Biomassa Mikroalga

    Mikroalga Komposisi biomassa (% bobot kering)

    Protein Karbohidrat Lemak

    Scenedesmus obliquus 50-56 10-17 12-14

    Chlorella vulgaris 51-58 12-17 14-22

    Spirogyra sp. 6-20 33-64 11-21

    Nannochloropsis sp. 52,11 16 27,64

    Dunaliella salina 57 32 6

    Tetraselmis maculata 52 15 3

    Spirulina platensis 46-63 8-14 4-9

    Spirulina maxima 60-71 13-16 6-7 (Sumber: Becker, 1994 dan Riedel, 2008)

    Tabel 1.2. Beberapa Jenis Produk Berbasis Mikroalga

    Produk Aplikasi

    Biomassa Biomassa Makanan sehat

    Functional food

    Pakan tambahan

    Aquakultur

    Remediasi tanah

    Pewarna dan

    antioksidan

    Xantofil

    Lutein

    -karoten Vitamin C dan E

    Makanan tambahan

    Pakan tambahan

    Kosmetik

    Asam lemak

    (fatty acid)

    Arachidonic acid (AA)

    Eicosapentaenoic acid (EPA)

    Docosahexaenoic acid (DHA)

    -linoleic acid (GLA) Linoleic acid (LA)

    Makanan tambahan

    Polimer Polisakarida

    Pati

    Makanan tambahan

    Pakan tambahan (Sumber: Spolaore, P., et al., 2006)

    Pada penelitian yang diusulkan, mikroalga yang digunakan adalah

    Nannochloropsis sp., salah satu spesies potensial yang tergolong dalam Family

    Eustigmatophyceae karena kandungan biomassa yang tinggi apabila dibandingkan

    dengan mikroalga lain. Tabel 1.2. di bawah ini menjelaskan tentang persentase

    kandungan biomassa dari mikroalga Nannochloropsis sp.

    Pengaturan laju..., Gesti aprilia Fitriani, FTUI, 2012

  • 3

    Universitas Indonesia

    Tabel 1.3. Kandungan Biomassa Mikroalga Nannochloropsis sp.

    Komposisi % dari berat kering mg dari 100 g berat kering

    Lipid 18,4

    Protein 28,8

    Karbohidrat 37,6

    Mineral:

    Ca 972

    K 533

    Na 659

    Mg 316

    Zn 103

    Fe 136

    Mn 3,4

    Cu 35

    Ni 0,22

    Co < 0,1 (Sumber: M. M. Rebolloso-Fuentes et al, 2001)

    Dengan demikian, dengan adanya pembudidayaan mikroalga

    Nannochloropsis sp. ini dapat membawa dampak yang positif untuk menghasilkan

    biomassa yang dapat dijadikan sumber alternatif dan juga fiksasi CO2. Dalam

    pertumbuhannya mikroalga Nannochloropsis sp. memanfaatkan energi cahaya

    menjadi energi ATP dan pembentukan senyawa karbon Setiap jenis mikroalga

    memiliki kekhasan tersendiri dalam menunjukkan kepekaannya terhadap sistem

    pencahayaan yang diberikan, yang ditunjukkan melalui kemampuan memproduksi

    biomassanya. Oleh karena itu, cahaya merupakan faktor penting untuk

    pertumbuhan Nannochloropsis sp.

    Pada saat mengkultur mikroalga dalam fotobioreaktor, efek self-shading

    (peristiwa penutupan satu sel oleh sel lain yang menyebabkan tidak meratanya

    cahaya dan CO2 yang didapatkan mikroalga) dalam kultur akan tercapai pada

    rentang waktu tertentu. Hal itu dapat mengakibatkan laju pertumbuhan tidak

    maksimum. Pada penelitian sebelumnya, mikroalga Chlorella vulgaris dikultivasi

    dengan intensitas cahaya tetap serta tanpa perlakuan apapun, dan biomassa yang

    diproduksi pada jam ke-100 sebesar 3,13 g/L (Rachma N, 2008).

    Pada penelitian ini akan difokuskan upaya peningkatan produksi biomassa

    dengan menggunakan teknik filtrasi kontinyu dimana merupakan teknik

    memerangkap sel secara kontinyu untuk meminimalkan adanya pengaruh self-

    shading yang terjadi saat kultivasi. Perlakuan ini bertujuan untuk mengatur

    Pengaturan laju..., Gesti aprilia Fitriani, FTUI, 2012

  • 4

    Universitas Indonesia

    densitas sel dalam kultur mikroalga yang dapat meratakan pemberian cahaya dan

    dapat mencukupi kebutuhan sel selama kultivasi. Perlakuan serupa juga pernah

    dilakukan oleh Rachma pada tahun 2008 dengan perlakuan filtrasi dan berhasil

    meningkatkan biomassa sebesar 1,22 kali lipat dari perlakuan tanpa filtrasi.

    Selain perlakuan filtrasi, pada penelitian ini juga akan dilakukan pengaturan

    laju hisap filter pada aliran sirkulasi kultur media. Perlakuan ini akan dilakukan

    variasi laju hisap filter yang terus ditingkatkan sesuai dengan peningkatan

    pertumbuhan mikroalga pada fotobioreaktor. Hal ini dilakukan untuk mengurangi

    terjadinya penutupan sel satu dan lainnya yang terjadi pada kultur dan juga

    menjaga agar cahaya yang diberikan dapat terserap baik oleh sel Nannochloropsis

    sp. Pengaturan laju hisap filter ini akan mempengaruhi besarnya sel yang

    terperangkap di dalam filter yang dapat mempengaruhi kepadatan sel, sehingga

    intensitas cahaya yang selalu konstan dapat mereduksi penggunaan cahaya serta

    didapatkan laju pertumbuhan yang maksimum (Heru D, 2010) dan juga

    diharapkan mikroalga Nannochloropsis sp. dapat tersaring lebih optimal sehingga

    kemungkinan mikroalga untuk lolos dari penyaringan sangat kecil.

    Di Departemen Teknik Kimia Universitas Indonesia, perlakuan yang sama

    pernah dilakukan oleh Dianursanti pada tahun 2009 pada mikroalga Chlorella

    vulgaris. Hasil yang didapat dengan perlakuan filtrasi secara kontinyu dalam

    fotobioreaktor menghasilkan peningkatan produksi yang lebih besar yaitu sebesar

    1,25 kali dari proses kultivasi kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan

    filtrasi telah berhasil mengatur kondisi densitas sel sedemikian rupa sehingga

    intensitas cahaya yang diberikan dapat tetap mencukupi kebutuhan sel selama

    proses kultivasi. Dalam hal ini, dapat pula dikatakan bahwa perlakuan filtrasi ini

    terbukti dapat meminimalkan efek self-shading.

    Penelitian ini dilakukan tidak hanya berhenti pada peningkatan produksi

    biomassa, namun juga akan dilakukan pengujian kandungan biomassa dari

    mikroalga Nannochloropsis sp. untuk mengetahui efek dari perlakuan metode

    filtrasi dengan pengaturan laju hisap filter terhadap peningkatan jumlah mikroalga

    Nannochloropsis sp. Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat dijadikan salah

    satu bahan acuan untuk diterapkan dalam skala yang lebih besar atau skala

    industri.

    Pengaturan laju..., Gesti aprilia Fitriani, FTUI, 2012

  • 5

    Universitas Indonesia

    1.2. Rumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang tersebut, hal yang menjadi permasalahan adalah

    bagaimana menentukan laju hisap filter optimum agar kondisi densitas sel

    Nannochloropsis sp. dalam filter dapat dijaga pada intensitas cahaya yang

    diberikan dan menghasilkan produk biomassa yang besar dan juga fiksasi CO2

    yang efisien?

    1.3. Tujuan Penelitian

    Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah, tujuan dari penelitian ini,

    yaitu:

    Mendapatkan laju hisap filter optimum untuk meningkatkan produksi

    biomassa Nannochloropsis sp.

    Mendapatkan biomassa Nannochloropsis sp. yang optimum dengan

    menggunakan teknik filtrasi kontinyu.

    Menguji kandungan biomassa Nannochloropsis sp. pada perlakuan teknik

    filtrasi kontinyu.

    1.4. Batasan Masalah

    Batasan masalah pada penelitian ini, yaitu:

    Jenis mikroalga yang digunakan pada penelitian ini adalah Nannochloropsis

    sp.

    Jenis medium yang digunakan adalah Walne.

    Sistem reaktor yang digunakan adalah fotobioreaktor tunggal dengan volume

    18 L.

    Metode pencahayaan yang digunakan adalah pencahayaan kontinyu.

    1.5. Sistematika Penulisan

    Sistematika penulisan yang digunakan adalah sebagai berikut:

    Bab I Pendahuluan

    Pengaturan laju..., Gesti aprilia Fitriani, FTUI, 2012

  • 6

    Universitas Indonesia

    Pada bab pendahuluan ini terdiri atas latar belakang, rumusan

    masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika

    penulisan.

    Bab II Tinjauan Pustaka

    Tinjauan pustaka berisikan ulasan mengenai Nannochloropsis sp.,

    fotobioreaktor, fotosintesis, dan metode pemanenan.

    Bab III Metode Penelitian

    Pada bab ini berisi tentang diagram alir penelitian, alat dan bahan

    yang digunakan, dan prosedur penelitian.

    Bab IV Pembahasan

    Bab ini berisikan mengenai analisis penelitian, baik dari data yang

    diperoleh, hasil pengamatan dan pembahasan untuk tiap metode

    pemanenan serta pengaruhnya terhadap nutrisi yang dikandung.

    Bab V Kesimpulan dan Saran

    Bab kesimpulan dan saran terdiri atas kesimpulan yang dapat

    ditarik dari penelitian ini dan saran yang dapat diberikan untuk

    penelitian selanjutnya.

    Pengaturan laju..., Gesti aprilia Fitriani, FTUI, 2012

  • 7 Universitas Indonesia

    BAB 2

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Mikroalga Nannochloropsis sp.

    Mikroalga adalah alga kecil (ukuran 2-20m) berupa tanaman talus yang

    memiliki klorofil sehingga mampu melakukan fotosintesis. Mikroalga

    bereproduksi secara aseksual melalui pembelahan sel. Mikroalga terdiri dari

    banyak spesies yang hampir semuanya merupakan organisme akuatik. Mikroalga

    ini banyak dikultur diberbagai negara terutama negara yang memiliki industri

    akuakultur seperti Indonesia, Thailand, Taiwan, Jepang, Ekuador dan beberapa

    negara di kawasan benua Eropa. Terdapat begitu banyak spesies dari mikroalga,

    diantaranya adalah Nannochloropsis sp.

    Nannochloropsis sp. adalah alga bersel satu yang termasuk dalam kelas

    Eustigmatophyceae yang di kenal sebagai marine chlorella dan umumnya

    dibudidayakan di pembenihan-pembenihan ikan sebagai pakan rotifer.

    Nannochloropsis sp. mempunyai peranan penting dalam suatu kegiatan

    pembenihan karena kandungan nutrisinya yang tinggi (Wisnu, 2006).

    Gambar 2.1. Nannochloropsis sp.

    (Sumber: Diadi Diouf et al., n.d)

    Klasifikasi sel Nannochloropsis sp. digolongkan sebagai berikut (Adehoog,

    2001 dan Fitzsimmons, 2001):

    Kingdom : Protista

    Pengaturan laju..., Gesti aprilia Fitriani, FTUI, 2012

  • 8

    Universitas Indonesia

    Super Divisi : Eukaryotes

    Divisi : Chromophyta

    Sub Divisi : Alga

    Kelas : Eustigmatophyceae

    Genus : Nannochloropsis

    Spesies : Nannochloropsis sp.

    Ilustrasi morfologi Nannochloropsis sp. dapat dilihat pada Gambar 2.1.

    Gambar 2.2. Ilustrasi Morfologis Sel Nannochloropsis sp.

    (Sumber: Waggoner dan Speer, 1999)

    Sel Nannochloropsis sp. berukuran 2 - 4 mikron, berwarna hijau, bentuk bulat

    memanjang, memiliki kloroplas yang mengandung klorofil a dan c serta pigmen

    fucoxanthin (Reed Mariculture Inc., 2001). Dinding sel Nannochloropsis sp.

    terbuat dari komponen selulosa yang kuat dan merupakan karbohidrat komplek

    yang bermanfaat untuk mengikat zat-zat toksik sehingga dapat dikeluarkan dari

    dalam tubuh serta mempunyai kemampuan mengikat aktivitas sistem kekebalan

    tubuh, juga memiliki 2 flagel (heterokontous) yang salah satu flagel berambut

    tipis, sehingga dapat bergerak aktif (Waggoner dan Speer, 1999). Sel

    Nannochloropsis sp. memiliki kloroplas dan nukleus yang dilapisi oleh membran

    dan tidak selalu terdapat di perairan umum. Kloroplas ini memiliki stigma (bintik

    mata) di sitoplasma yang sensitif terhadap cahaya (Bold dan Wynne, 1985). Sel

    Nannochlorpsis sp. berkembang baik secara aseksual dengan cara pembelahan sel

    atau pemisahan autospora dari sel induknya dan mempunyai toleransi terhadap

    lingkungan sangat tinggi. Menurut Wahyuni et al. (2001), bahwa sel

    Nannochloropsis sp. tumbuh dengan baik dengan pH 7-9 dengan kekuatan cahaya

    Pengaturan laju..., Gesti aprilia Fitriani, FTUI, 2012

  • 9

    Universitas Indonesia

    5000-200.000 lux (sesuai dengan volume budidaya), suhu 23-36oC dan salinitas

    15-45 ppt.

    2.2. Fotobioreaktor

    Fotobioreaktor adalah reaktor yang digunakan sebagai tempat

    perkembangbiakan mikroalga yang dirancang dengan sistem yang diberikan

    pencahayaan. Fotobioreaktor dibagi menjadi dua sistem berdasarkan letak

    penempatannya, yaitu sistem terbuka dan tertutup. Fotobioreaktor terbuka

    beroperasi di luar ruangan, yang biasanya berupa kolam, danau, lagun, atau kolam

    buatan, sedangkan fotobioreaktor tertutup dilakukan di dalam ruangan.

    Fotobioreaktor tertutup memiliki berbagai bentuk dan ukuran, seperti tubular, flat

    plate, dan kolom. Berikut adalah tabel perbandingan kelebihan dan kekurangan

    sistem fotobioreaktor (Tabel 2.2.):

    Tabel 2.1. Perbandingan Antara Penggunaan Sistem

    Open Pond dengan Sistem Photobioreactor

    Faktor Open pond Photobioreactor

    Ruang yang dibutuhkan Tinggi Rendah

    Kehilangan air Sangat tinggi Rendah

    Kehilangan CO2 Tinggi Rendah

    Konsentrasi O2 Rendah Tinggi, terjadi build up

    Temperatur Bervariasi Membutuhkan pendingin

    Pembersihan Tidak perlu Perlu

    Kontaminasi Tinggi Tidak ada

    Kualitas biomassa Bervariasi Tergantung produksi

    Evaporasi Tinggi Tidak ada

    Biaya pemanenan Tinggi Lebih rendah

    Kebutuhan energi (W) 4000 1800 (Sumber: Harun R. et al., 2010)

    Pengaturan laju..., Gesti aprilia Fitriani, FTUI, 2012

  • 10

    Universitas Indonesia

    2.3. Fase Pertumbuhan Mikroalga

    Gambar 2.3. Fase Pertumbuhan Mikroalga

    (Sumber: Wirosaputro, 2002)

    2.3.1. Fase Tunda (Lag Phase)

    Lag phase adalah suatu tahap setelah pemberian inokulum ke dalam media

    kultur dimana terjadi penundaan pertumbuhan yang dikarenakan Nannochloropsis

    sp. memerlukan pembelahan. Pada fase ini laju pertumbuhan spesifik adalah pada

    level sub-maksimum yang sering diamati. Pertumbuhan lag terjadi karena adanya

    sel non viable dan spora dalam inokulum. Pertumbuhan lag terjadi karena adanya

    masa adaptasi fisiologis akibat perubahan kondisi nutrisi untuk alga. Fase lag tida

    terjadi dalam kultivasi jika inokulum yang digunakan sudah berada pada fase

    eksponensial.

    Dalam fase ini tidak terjadi pertambahan jumlah sel. Fase ini adalah fase

    penyesuaian yaitu suatu masa ketika sel-sel kekurangan metabolit dan enzim

    akibat dari keadaan tidak menguntungkan dalam pembiakan terdahulu,

    menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru. Enzim-enzim dan zat antara

    terbentuk dan terkumpul sampai konsentrasi yang cukup untuk kelanjutan

    pertumbuhan.

    2.3.2. Fase Eksponensial (Log Phase)

    Pada fase ini, sel-sel membelah dengan cepat dan terjadi pertambahan

    dalam jumlah sel. Selam fase ini, sel-sel berada dalam keadaan yang stabil. Bahan

    L

    og

    Ju

    mla

    h S

    el

    Fas

    e L

    ag

    Fas

    e L

    og

    Fas

    e P

    enuru

    nan L

    aju

    Per

    tum

    bu

    han

    Fas

    e S

    tasi

    oner

    Fas

    e K

    em

    atia

    n

    Waktu

    Pengaturan laju..., Gesti aprilia Fitriani, FTUI, 2012

  • 11

    Universitas Indonesia

    sel baru terbentuk dengan konstan dan massa bertambah secara eksponensial. Hal

    ini bergantung dari satu atau dua hal yang terjadi, yaitu apabila zat makanan

    dalam pembenihan habis maka hasil metabolisme yang beracun akan tertimbun

    dan menghambat pertumbuhan. Kultur dalam fase pertumbuhan eksponensial

    tidak hanya berada dalam keseimbangan pertumbuhan tetapi jumlah dari sel-sel

    dalam kultur ini bertambah dengan kecepatan yang relatif konstan.

    2.3.3. Fase Penurunan Laju Pertumbuhan

    Pada fase ini, tetap terjadi pertambahan sel namun laju pertumbuhannya

    menurun. Hal ini dikarenakan terjadinya kompetisi yang sangat tinggi di dalam

    media hidup karena zat makanan yang tersedia tidak sebanding dengan jumlah

    populasi akibat dari pertambahan yang sangat cepat pada fase eksponensial

    sehingga hanya sebagian dari populasi yang mendapatkan makanan yang cukup

    dan dapat tumbuh serta membelah.

    2.3.4. Fase Stasioner

    Fase stasioner adalah fase pemberhentian pertumbuhan. Pada fase ini,

    jumlah sel kurang lebih tetap. Hal ini disebabkan oleh habisnya nutrisi dalam

    medium atau karena menumpuknya hasil metabolisme yang beracun sehingga

    mengakibatkan pertumbuhan berhenti. Dalam kebanyakan kasus, pergantian sel

    terjadi dalam fase stasioner, dimana adanya kehilangan sel yang lambat karena

    kematian yang diimbangi dengan pembentukan sel-sel yang baru melalui

    pembelahan. Bila hal ini terjadi, maka jumlah sel akan bertambah secara lambat,

    meskipun jumlah sel hidup tetap.

    2.3.5. Fase Kematian (Death Phase)

    Dalam fase ini, jumlah populasi ini menurun. Selama fase ini, jumlah sel

    yang mati per satuan waktu secara perlahan-lahan bertambah dan akhirnya

    kecepatan sel-sel yang mati menjadi konstan.

    Pengaturan laju..., Gesti aprilia Fitriani, FTUI, 2012

  • 12

    Universitas Indonesia

    2.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Nannochloropsis sp.

    2.4.1. Jenis Medium/Nutrisi

    Seperti halnya makanan pada manusia, medium perkembangbiakkan pada

    alga merupakan tempat diserapnya nutrisi bagi pertumbuhan alga yang nantinya

    akan mempengaruhi metabolisme pada alga. Agar Nannochloropsis sp. dapat

    hidup, maka medium pembiakannya harus memiliki berbagai nutrisi yang

    diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Terdapat berbagai jenis

    medium yang dapat digunakan sebagai media hidup mikroalga hijau

    Nannochloropsis sp., seperti Walne, Guillard f/2, dan lain sebagainya. Semua

    jenis medium tersebut memiliki kandungan unsur hara yang dibutuhkan untuk

    pertumbuhan mikroalga hijau Nannochloropsis sp., seperti N, P, K, S, Ca dan

    mineral lainnya. Kebutuhan unsur hara bagi kehidupan alga secara garis besar

    terbagi dua, yaitu unsur hara makro dan unsur hara mikro. Unsur hara makro

    terdiri dari N, P, K, S, Na, Si, dan Ca, sedangkan unsur hara mikro terdiri dari Fe,

    Zn, Mn, Cu, Mg, Mo, Co, dan B. Unsur N, P, dan Fe dapat meningkatkan

    kenaikan jumlah sel. Sulfur dapat membantu akselerasi pembelahan sel,

    sedangkan Mg dan Fe membantu meningkatkan klorofil. Menurut Richmond, A.

    E. (1990), kekurangan unsur P dapat menurunkan kadar protein dan klorofil a,

    akan tetapi dapat meningkatkan karbohidrat.

    2.4.2. Pencahayaan

    Cahaya merupakan faktor utama yang mempunyai peranan penting untuk

    pertumbuhan mikroalga sebagai sumber energi untuk pertumbuhan mikroalga dan

    fotosintesis. Intensitas yang baik bagi mikroalga untuk melakukan fotosintesis

    berkisar antara 2000 - 3000 lux. Cahaya matahari yang diperlukan oleh mikroalga

    dapat diganti oleh lampu TL. Penggunaan cahaya yang berasal dari lampu TL

    karena didasari oleh kebutuhan intensitas cahaya pada penelitian ini dimana jika

    cahaya pada lampu TL dapat diatur sesuai dengan intensitas yang dibutuhkan.

    Selain itu lampu TL mempunyai kestabilan intensitas cahaya jika dibandingkan

    dengan cahaya yang bersumber dari cahaya matahari. Faktor pencahayaan terbagi

    menjadi tiga bagian, yaitu pencahayaan kontinu, pencahayaan alterasi dan

    pencahayaan gelap-terang (fotoperiodesitas). Sebenarnya faktor pencahayaan ini

    Pengaturan laju..., Gesti aprilia Fitriani, FTUI, 2012

  • 13

    Universitas Indonesia

    juga dapat dibagi lagi menjadi pencahayaan dengan panjang gelombang tertentu

    dan pencahayaan dengan intensitas tertentu. Namun, kali ini hanya akan dibahas

    mengenai pencahayaan dengan intensitas tertentu.

    1. Pencahayaan Kontinu

    Istilah pencahayaan kontinyu adalah Nannochloropsis sp. yang diiluminasi

    dengan cahaya tampak secara terus-menerus hingga mencapai fase stationernya.

    Menurut penelitian yang telah dilakukan, perlakuan ini memberikan hasil laju

    pertumbuhan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan pencahayaan gelap-

    terang (fotoperiodesitas).

    2. Pencahayaan Terang-Gelap

    Istilah pencahayaan terang-gelap adalah Nannochloropsis sp. yang

    diiluminasi dengan cahaya tampak (370-900 nm) dengan mengatur kondisi terang

    selama 8 jam dan kondisi gelap selama 16 jam, seperti kondisi alami (periode

    cahaya matahari). Dari penelitian yang telah dilakukan, perlakuan ini memberikan

    efisiensi cahaya yang paling besar dibandingkan dengan pencahayaan kontinu,

    namum laju pertumbuhannya masih sedikit di bawah pencahayaan kontinu.

    3. Pencahayaan Alterasi

    Alterasi adalah perubahan perlakuan cahaya kontinu dengan memberikan

    intensitas cahaya yang semakin tinggi seiring dengan pertambahan jumlah sel dari

    dalam penelitian ini. Perlakuan pencahayaan alterasi didasarkan pada semakin

    banyaknya jumlah sel biomassa dari Nannochloropsis sp. maka kultur akan

    semakin pekat, sehingga cahaya yang diberikan tidak lagi diterima secara merata

    oleh semua sel (terbatas pada sel yang ada di depan sumber cahaya). Usaha ini

    telah dibuktikan dapat meningkatkan laju pertumbuhan optimal dan menghasilkan

    biomassa dengan jumlah yang lebih tinggi dibandingkan dengan pencahayaan

    kontinu tanpa alterasi pada cyanobacterium A. Cylindrica (Wijanarko, 2003).

    2.4.3. Kondisi Operasi

    1. Karbondioksida (CO2) dan Oksigen (O2)

    Karbondioksida diperlukan oleh fitoplankton untuk memenbantu proses

    fotosintesis. Karbondioksida dengan kadar 1-2 % biasanya sudah cukup

    digunakan dalam kultur fitoplankton dengan intensitas cahaya yang rendah. Kadar

    Pengaturan laju..., Gesti aprilia Fitriani, FTUI, 2012

  • 14

    Universitas Indonesia

    karbondioksida yang berlebih dapat menyebabkan pH kurang dari batas optimum

    sehingga akan berpengaruh terhadap pertumbuhan fitoplankton (Taw, 1990).

    Selain karbon dioksida, oksigen juga diperlukan untuk proses respirasi pada

    mikroorganisme tidak dapat berfotosintesis jika tidak terdapat cahaya sebagai

    sumber energi hingga diperlukan juga udara dari luar sebagai sumber oksigen

    dalam proses respirasi.

    2. pH

    Derajat keasaman atau pH digambarkan sebagai keberadaan ion hidrogen.

    Variasi pH dapat mempengaruhi metabiolisme dan pertumbuhan kultur mikroalga

    antara lain mengubah keseimbangan karbon anorganik, mengubah ketersediaan

    nutrien dan mempengaruhi fisiologi sel. Kisaran pH untuk kultur alga biasanya

    antara 7-9, kisaran optimum untuk alga laut berkisar antara 7,8-8,5. Secara umum

    kisaran pH yang optimum pada kultur Nannochloropsis sp. antara 7-9. Untuk

    mencegah perubahan pH media dalam kultur alga, perlu ditambahkan EDTA

    (Ethyl Diamine Tetra Acetat) ke dalam media, hal ini disebabkan karena EDTA

    dapat berfungsi sebagai buffer sehingga pH menjadi stabil.

    3. Temperatur

    Suhu merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan

    fitoplankton. Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses kimia, biologi dan

    fisika, peningkatan suhu dapat menurunkan suatu kelarutan bahan dan dapat

    menyebabkan peningkatan kecepatan metabolisme dan respirasi fitoplankton

    diperairan. Secara umum suhu optimal dalam kultur fitoplankton berkisar antara

    20-24oC. Suhu dalam kultur diatur sedemikian rupa bergantung pada medium

    yang digunakan. Suhu di bawah 16oC dapat menyebabkan kecepatan pertumbuhan

    turun, sedangkan suhu diatas 36oC dapat menyebabkan kematian. Beberapa

    fitoplankton tidak tahan terhadap suhu yang tinggi. Pengaturan suhu dalam kultur

    fitoplankton dapat dilakukan dengan mengalirkan air dingin ke botol kultur atau

    dengan menggunakan alat pengatur suhu udara (Taw, 1990). Temperatur optimum

    bagi perkembangan Nannochloropsis sp. adalah 23-36oC.

    Pengaturan laju..., Gesti aprilia Fitriani, FTUI, 2012

  • 15

    Universitas Indonesia

    4. Salinitas

    Kisaran salinitas yang berubah-ubah dapat mempengaruhi dan menghambat

    pertumbuhan dari mikroalga. Beberapa mikroalga dapat tumbuh dalam kisaran

    salinitas yang tinggi tetapi ada juga mikroalga yang dapat tumbuh dalam kisaran

    salinitas yang rendah. Pengaturan salinitas pada medium yang diperkaya dapat

    dilakukan dengan pengenceran dengan menggunakan air tawar. Kisaran salinitas

    yang dimiliki oleh Nannochloropsis sp. antara 32-36 ppt, tetapi salinitas paling

    optimum untuk pertumbuhan Nannochloropsis sp. adalah 33-35 ppt.

    2.5. Fotosintesis Pada Mikroalga

    2.5.1. Definisi Fotosintesis

    Fotosintesis adalah suatu proses biokimia yang dilakukan tumbuhan,

    alga, dan beberapa jenis bakteri untuk menghasilkan makanan dengan

    memanfaatkan energi cahaya. Hampir semua makhluk hidup bergantung dari

    energi yang dihasilkan dalam fotosintesis. Akibatnya fotosintesis menjadi

    sangat penting bagi kehidupan dibumi. Fotosintesis juga berjasa menghasilkan

    sebagian besar oksigen yang terdapat di atmosfer bumi. Organisme yang

    menghasilkan energi melalui fotosintesis disebut sebagai fototrof.

    2.5.2. Proses Fotosintesis

    Fotosintesis merupakan proses menggabungkan CO2, H2O menjadi

    gula dengan menggunakan energi cahaya dengan menggunakan organel yang

    disebut kloroplas (Gambar 2.4.). Proses fotosintesis dibagi menjadi dua reaksi

    yaitu :

    Pengaturan laju..., Gesti aprilia Fitriani, FTUI, 2012

  • 16

    Universitas Indonesia

    Gambar 2.4. Proses Umum Fotosintesis: Kerjasama Reaksi Terang Dan Gelap

    (Sumber: Campbell et al. 1999)

    Reaksi Terang

    Reaksi terang berlangsung pada sistem membran kompleks/grana yang

    tersusun dari protein kompleks, elektron carrier dan molekul lemak. Reaksi

    terang mengkonversi energi menjadi berbagai produk. Pada langkah pertama

    adalah konversi foton menjadi bentuk elektron tereksitasi pada molekul antenna

    pigmen yang terdapat pada sistem antenna. Baik molekul donor maupun molekul

    akseptor akan melekat pada protein kompleks pusat reaksi.

    Gambar 2.5. Proses Reaksi Terang

    (Sumber: Campbell et al. 1999)

    Pengaturan laju..., Gesti aprilia Fitriani, FTUI, 2012

  • 17

    Universitas Indonesia

    Secara umum, terdapat tiga reaksi utama yang terjadi pada reaksi terang yaitu :

    1. Oksidasi H2O, menurut persamaan :

    (2.1)

    2. Reduksi NADP+, menurut persamaan :

    (2.2)

    3. Sintesis ATP, menurut persamaan :

    (2.3)

    Jika tiga persamaan diatas digabungkan maka akan didapat persamaan untuk

    reaksi terang :

    (2.4)

    Pada keadaan terang, fotosistem II mengumpan elektron ke fotosistem I.

    Elektron ini akan ditransfer dari fotosistem II ke fotosistem I oleh intermediate

    carrier. Reaksi tersebut adalah transfer elektron dari molekul air ke NADP+,

    menghasilkan bentuk yang tereduksi yaitu NADPH.

    Efek dari reaksi terang adalah konversi energi radian menjadi energi bebas

    redoks dalam bentuk NADPH dan transfer energi grup fosfat dalam bentuk ATP.

    Pada reaksi terang, transfer elektron tunggal dari air menjadi NADP+ melibatkan

    sekitar 30 ion logam dan 7 grup aromatik. Ion logam termasuk 20 ion Fe, 5 ion

    Mg, 4 ion Mn dan 1 ion Cu. Aromatik termasuk quinine, pheophytin, NADPH,

    tyrosine dan flavoprotein.

    NADPH dan ATP yang terbentuk pada reaksi terang menyediakan energi

    untuk reaksi gelap fotosintesis, yang dikenal sebagai siklus Calvin atau siklus

    fotosintetik reduksi karbon.

    Reaksi Gelap

    Siklus Calvin merupakan suatu siklus dalam proses fotosintesis yang

    termasuk dalam reaksi gelap. Mikroalga mengambil CO2 dari lingkungan dan

    mereduksinya menjadi karbohidrat melalui siklus Calvin. Proses ini merupakan

    serangkaian reaksi biokimia yang mereduksi karbon dan menyusun ulang ikatan

    menghasilkan karbohidrat dari molekul CO2. Untuk fiksasi karbon (fiksasi gas

    CO2 yang bebas berdifusi menjadi bentuk yang non-volatil berupa reduced sugar)

    dibutuhkan ATP (energi) dan NADPH (reducing power). ATP dan NADPH yang

    Pengaturan laju..., Gesti aprilia Fitriani, FTUI, 2012

  • 18

    Universitas Indonesia

    dihasilkan dalam proses fotosintesis memicu berbagai proses biokimia. Pada

    tumbuhan proses biokimia yang terpicu adalah siklus calvin yang mengikat

    karbon dioksida untuk membentuk ribulosa (dan kemudian menjadi gula seperti

    glukosa). Reaksi ini disebut reaksi gelap karena tidak bergantung pada ada

    tidaknya cahaya sehingga dapat terjadi meskipun dalam keadaan ada cahaya.

    Berikut adalah skema yang menunjukan siklus Calvin.

    Gambar 2.6. Siklus calvin

    (Sumber: Campbell et al. 1999)

    2.6. Teknik Filtrasi

    Filtrasi merupakan suatu metode pemanenan, dimana medium dan mikroalga

    dialirkan melalui filter yang kemudian mikroalga akan tersaring/terfilter,

    sedangkan medium akan tetap mengalir melewati filter. Alga yang tersaring

    dalam filter akan menghasilkan pasta alga (Danquah, 2009). Filter yang telah

    terisi mikroalga inilah yang kemudian dipisahkan untuk diambil biomassanya.

    Filter dapat dibuat dari bahan sponge, kanvas, nilon, dakron, logam atau

    fiberglass.

    Pengaturan laju..., Gesti aprilia Fitriani, FTUI, 2012

  • 19

    Universitas Indonesia

    Ada dua bentuk dasar filtrasi yang digunakan, yaitu filtrasi permukaan dan

    filtrasi kedalaman. Filtrasi permukaan (surface filtration) menghasilkan cake pada

    permukaan media filter, sedangkan pada filtrasi kedalaman (deep bed filtration)

    mikroalga yang tersaring berada di dalam media filter. Berdasarkan alirannya,

    filtrasi dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu filtrasi kontinyu dan filtrasi semi-

    kontinyu. Filtrasi kontinyu berlangsung secara terus menerus dimana filter

    digunakan terus menerus, dan ketika telah penuh oleh padatan filter diambil dan

    langsung diganti dengan filter yang berbeda, sedangkan filtrasi semi-kontinyu

    berlangsung dalam beberapa saat. Berdasarkan jenisnya, filtrasi dapat dibedakan

    menjadi beberapa macam, yaitu dead end filtration, mikrofiltrasi, ultrafiltrasi,

    filtrasi bertekanan, filtrasi vakum, and tangential flow filtration (TFF) (Harun,

    2009). Filtrasi konvensional hanya mampu menangkap mikroalga dengan ukuran

    >70 m (Brennan, 2009), sedangkan untuk mikroalga yang berukuran

  • 20

    Universitas Indonesia

    Tabel 2.2. Jejak Rekam Penelitian Budidaya Alga dalam Sistem Filtrasi

    Mikroalga Sistem Kultivasi

    Filtrasi Mikrofiltrasi Ultrafiltrasi

    Chlorella vulgaris Nuzulliany

    R. (2008)

    Darmawan

    H. (2010)

    Pratama I.

    (2011)

    M.R. Bilad

    (n.d.)

    Haslea ostrearia

    N. Rossignol (1999) Skeletonema

    costatum

    Phaeodactylum

    tricornutum

    M.R. Bilad

    (n.d.)

    Nannochloropsis sp. Riset yang

    dilakukan

    Pengaturan laju..., Gesti aprilia Fitriani, FTUI, 2012

  • 21 Universitas Indonesia

    BAB 3

    METODE PENELITIAN

    3.1. Diagram Alir Penelitian

    Penelitian ini diawali dengan tahap persiapan yang terdiri dari perangkaian

    alat pada reaktor tunggal, pembuatan medium, pembiakan kultur murni

    Nannochloropsis sp. dan penentuan jumlah inokulum. Tahap selanjutnya adalah

    tahap pelaksanaan penelitian dengan mengembangbiakkan kultur

    Nannochloropsis sp. Skemanya ialah sebagai berikut:

    Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian

    Mencari max,opt Aliran Hisap Alat Filter untuk tiap X

    I = 2000 - 3000 lux

    X0 = 0,37; 0,66; 0,85; 0,91 (g/L)

    t = 0; 1,5; 3; 4,5; 6; 7,5; 9; 10,5

    T = 29oC ; CO2 = 5%

    Tahap Awal

    1. Studi literatur

    2. Kalibrasi alat

    3. Penentuan UG optimum

    Pre-culture

    1. Persiapan peralatan

    2. Pembuatan medium Walne

    3. Pembiakan kultur murni

    Nannochloropsis sp. dalam medium

    Walne

    4. Penentuan jumlah inokulum

    Pengambilan dan Pengolahan Data

    OD Reaktor, OD Filtrat, pH, Ib

    Pengambilan Data

    OD Reaktor, OD Filtrat, pH, Ib, yCO2 in, yCO2 out

    Pengolahan Data

    Pembahasan dan Kesimpulan

    Pengaturan Laju hisap filter Alat Filter

    Memvariasikan max,opt yang didapat pada penelitian awal secara kontinyu untuk laju

    pertumbuhan maksimum produksi biomassa

    Pembanding : Xo = 0,374 g/L tanpa filtrasi (Ingrid,

    2012)

    Pengaturan laju..., Gesti aprilia Fitriani, FTUI, 2012

  • 22

    Universitas Indonesia

    3.2. Alat dan Bahan Penelitian

    Peralatan-peralatan yang akan digunakan pada penelitian ini, antara lain:

    1. Fotobioreaktor flat transparan berbentuk akuarium dengan volume total 18 L

    yang dilengkapi dengan aliran input dan output gas CO2 dan udara.

    2. Air Flow dengan kapasitas 140 L/m merek Resun LP-100.

    3. Tabung gas CO2 yang dilengkapi dengan regulator.

    4. Flowmeter udara dan flowmeter CO2.

    5. Sponge berfungsi sebagai filter.

    6. Breeding Sponge Filter sebagai tempat memasangkan sponge/filter.

    7. Lampu Philips hallogen 20W/12V/50Hz dan transformator 220V primer/12V

    sekunder dengan intensitas maksimum sebagai sumber iluminasi.

    8. T-Septum yang terbuat dari bahan gelas sebagai titik indikator konsentrasi

    CO2 yang masuk ke dalam fotobioreaktor.

    9. Peralatan glassware yang terdiri dari erlenmeyer 100 cm3 sebagai discharge

    gas CO2 dan udara output fotobioreaktor, pipet ukur 5 cm3, pipet pasteur,

    gelas ukur 10 cm3, 100 cm

    3 botol sampel sel, dan beaker glass 20 cm

    3 dan

    100 cm3.

    10. Selang silikon dan selang plastik sebagai rangkaian peralatan dan konektor

    rangkaian.

    11. Syringe 1001 RT Hamilton 1 cm3 (inlet-outlet) untuk mengambil sampel

    input dan output CO2.

    12. pH meter HANNA Model HI 8014 dengan larutan buffer 4 dan 7.

    13. Set Lightmeter Lxtron LX-103 sebagai penghitung kekuatan intensitas

    cahaya, dengan satuan Lux.

    14. Spectro UV-VIS RS Spectrometer, LaboMed. Inc untuk menghitung

    OD/absorbansi.

    15. Unit Gas Chromatography TCD Shimadzu GC-8A untuk mengukur

    konsnetrasi gas CO2 input dan output fotobioreaktor, Recorder C-R6A

    Chromatograph untuk mendapatkan printout dari hasil GC, serta tabung gas

    (carrier gas) Argon.

    Bahan penlitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

    Pengaturan laju..., Gesti aprilia Fitriani, FTUI, 2012

  • 23

    Universitas Indonesia

    1. Starter mikroalga hijau Nannochloropsis sp.

    2. Bahan-bahan untuk jenis-jenis medium tertera pada Tabel 3.1.

    3. Gas CO2 sebagai bahan untuk fotosintesis mikroalga

    4. Air laut (seawater) untuk membuat medium Walne

    5. Alkohol 70% untuk sterilisasi peralatan

    3.3. Variabel dalam Penelitian

    Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

    3.3.1. Variabel Bebas

    Variabel ini merupakan variabel yang diset pada harga tertentu. Variabel

    bebas yang ditentukan dalam penelitian ini adalah waktu pengambilan data (t),

    berat kering sel awal (Xo) dan variasi kecepatan hisapnya. Selain itu, terdapat pula

    variabel semi bebas yaitu variabel yang besarnya kita tentukan sendiri namun

    pada penentuannya tergantung pada besar variabel lainnya. Variabel semi bebas

    pada penelitian ini adalah intensitas cahaya (I) yang diberikan pada

    Nannochloropsis sp. Intensitas yang digunakan adalah intensitas optimum yang

    diperoleh dari penelitian Ingrid C. E. Inthe (2012).

    3.3.2. Variabel Terikat

    Variabel ini merupakan variabel yang diukur nilainya setelah diberikan

    harga tertentu pada variabel bebas. Variabel terikat pada penelitian ini adalah

    kerapatan biomassa Nannochloropsis sp., jumlah kerapatan sel (OD) reaktor dan

    filtrat, Ib, konsentrasi CO2 (in, out), dan pH.

    3.3.3. Variabel Tetap

    Variabel tetap dalam penelitian ini adalah kecepatan superfisial CO2, dan

    intensitas cahaya yang digunakan.

    3.4. Prosedur Penelitian

    3.4.1. Skema Peralatan

    Fotobioreaktor yang digunakan pada penelitian adalah fotobioreaktor

    dengan volume 18 L. Sistem reaktor yang digunakan adalah sistem batch, dimana

    Pengaturan laju..., Gesti aprilia Fitriani, FTUI, 2012

  • 24

    Universitas Indonesia

    pada waktu tertentu, sebagian sel Nannochloropsis sp. yang terserap dalam filter

    diambil setiap 12 jam sekali dan dengan begitu volume dalam fotobioreaktor akan

    semakin berkurang. Gambar di bawah ini adalah sketsa fotobioreaktor yang akan

    digunakan.

    Gambar 3.2. Skema peralatan

    3.4.2. Sterilisasi Peralatan

    Sterilisasi bertujuan untuk menghilangkan kontaminan yang berada di

    peralatan yang akan digunakan, sehingga pertumbuhan Nannochloropsis sp. tidak

    terhambat. Adapun langkah-langkah untuk sterilisasi alat adalah sebagai berikut:

    1. Pencucian peralatan

    CO2

    Y

    Keterangan:

    1. Fotobioreaktor (PBR)

    2. Breeding Sponge Filter

    (a/b)

    3. Pompa Udara

    4. Flowmeter Udara (a/b)

    5. Flowmeter CO2

    6. Tabung Gas CO2

    7. Sparger Biasa

    8. Cabang

    9. Sponge/Busa (Filter)

    1

    8

    4a

    3

    4b

    5

    6

    2a

    7

    2b

    9

    Pengaturan laju..., Gesti aprilia Fitriani, FTUI, 2012

  • 25

    Universitas Indonesia

    Peralatan yang akan digunakan dicuci terlebih dahulu dengan air sabun

    kemudian dibilas dengan air sampai tidak terdapat sabun yang menempel.

    2. Pengeringan

    Setelah peralatan dicuci dan dibilas sampai bersih, kemudian dikeringkan

    dengan menggunakan tisu atau kompressor udara. Selanjutnya peralatan yang

    sudah kering tersebut ditutup dengan alumunium foil, untuk mencegah

    masuknya kontaminan.

    3. Sterilisasi

    Peralatan dari kaca disterilisasi dalam oven dengan suhu 100oC selama 1 jam.

    4. Penyimpanan

    Peralatan kaca/logam dan plastik yang telah disterilisasi disimpan dalam

    lemari penyimpanan kedap udara yang dilengkapi dengan lampu UV.

    3.4.3. Pembuatan Medium Walne

    Dalam penelitian ini medium yang digunakan sebagai kultur media

    pertumbuhan Nannochloropsis sp. adalah medium Walne. Medium ini dipilih

    karena cukup baik untuk media hidup Nannochloropsis sp. Untuk keperluan

    pembuatan medium sintetik yang dalam penelitian ini menggunakan Walne, maka

    diperlukan senyawa-senyawa kimia yang merupakan komposisi medium.

    Komposisi tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini:

    Pengaturan laju..., Gesti aprilia Fitriani, FTUI, 2012

  • 26

    Universitas Indonesia

    Tabel 3.1. Komposisi Walne

    (Sumber: Culture Collection of Algae and Protozoa)

    3.4.4. Pembiakan Kultur Murni

    Kultur murni yang didapat dibiakkan lagi sebelum dapat digunakan dalam

    penelitian, selain untuk memperbanyak persediaan Nannochloropsis sp., juga

    diharapkan Nannochloropsis sp. beradaptasi dalam medium baru sebelum

    digunakan. Cara pembiakan mikroalga Nannochloropsis sp.:

    1. Persiapan medium dan peralatan pembiakan (wadah, selang udara, tutup

    wadah) dan disterilkan terlebih dahulu.

    2. Stock murni Nannochloropsis sp. kemudian dimasukkan ke dalam wadah

    steril dan dicampur dengan medium Walne yang sudah steril.

    3. Kultur tersebut kemudian di-bubbling dengan menggunakan kompresor udara

    dan CO2. Pada tahap ini juga harus diberikan cahaya, namun intensitas cahaya

    diatur cukup kecil kurang lebih 1000 satu kali.

    4. Pembiakan dapat dilakukan selama satu minggu atau lebih bila bertujuan

    untuk memperbanyak persediaan yang ada, tetapi untuk mencapai lag time

    hanya diperlukan 2-3 hari.

    Stok Senyawa Larutan Stok

    (1) Trace metal solution (TMS) per 100 ml ZnCl2 2,1 g

    CoCl2.6H2O 2,0 g

    (NH4)6Mo7O24.4H2O 0,9 g

    CuSO4.5H2O 2,0 g

    (2) Vitamin solution per 100 ml Cyanocobalamin 10,0 mg

    Thiamine 10,0 mg

    Biotin 200,0 g

    (3) Nutrient solution per litre FeCl3.6H2O 1,3 g

    MnCl2.4H2O 0,36 g

    H3BO3 33,6 g

    EDTA (disodium salt) 45,0 g

    NaH2PO4.2H2O 20,0 g

    NaNO3 100,0 g

    TMS Stock (1) 1,0 ml

    Medium per litre

    Vitamin solution (2) 0,1 ml

    Nutrient solution (3) 1,0 ml

    Sterilised seawater 1,0 L

    Pengaturan laju..., Gesti aprilia Fitriani, FTUI, 2012

  • 27

    Universitas Indonesia

    3.4.5. Penentuan Jumlah Inokulum Nannochloropsis sp.

    Penentuan jumlah inokulum penting dalam penelitian ini, karena berkaitan

    langsung dengan jumlah sel Nannochloropsis sp. yang terdapat dalam kultur.

    Jumlah inokulum perlu diketahui agar dapat dilihat perubahan jumlahnya dan hal

    ini berkaitan dengan besar intensitas cahaya yang dibutuhkan. Langkah-langkah

    perhitungan :

    1. Kultur yang akan dihitung jumlah inokulumnya, diaduk sampai semua

    endapan Nannochloropsis sp. merata dalam medium.

    2. Sampel inokulum diambil secukupnya jika menggunakan mikroskop atau

    diambil sebanyak 5 mL jika menggunakan spektrofotometer.

    3. Perhitungan sel dapat dilakukan dengan menggunakan mikroskop maupun

    spektrofotometer, dengan catatan untuk perhitungan menggunakan

    spektrofotometer telah dibuat kurva kalibrasi OD vs Nsel

    a) Menggunakan Mikroskop

    Sampel diteteskan pada Neubauer Improved secukupnya (2 tetes

    pada ruang atas/bawah). Sampel ini kemudian ditutup dengan kaca

    preparat.

    Sampel dihitung dengan menggunakan mikroskop (perbesaran 100x,

    diusahakan seluruh bagian bilik hitung terlihat dengan jelas). Alat

    pencacah yang digunakan untuk perhitungan adalah counter manual.

    Jumlah inokulum untuk setiap bilik dan ruangan dihitung rata-ratanya,

    kemudian dihitung dengan rumus

    ...(3.1)

    Bila menggunakan pengenceran maka nilai N dikali faktor

    pengenceran, misal penegenceran 4x, maka

    ...(3.2)

    b) Menggunakan Spektrofotometer

    Spektrofotometer diatur pada panjang gelombang 540 nm. Untuk

    melihat nilai OD pada penelitian ini digunakan spectrofotometer

    single beam, dan cahaya tampak (VIS) sebagai sumber cahaya yang

    akan diabsorbsi oleh Nannochloropsis sp.

    10.000rata-rata seljumlah sel/ml N

    410.000rata-rata seljumlah sel/ml N

    Pengaturan laju..., Gesti aprilia Fitriani, FTUI, 2012

  • 28

    Universitas Indonesia

    Spektrofotometer dikalibrasi dengan kuvet berisi medium pada

    panjang gelombang yang sama, kemudian diatur agar absorbansinya

    menunjukkan angka 0,000 (nol).

    Sampel dimasukan ke dalam kuvet, kemudian diuji dalam

    spektrofotometer. Data yang diambil adalah nilai absorbansi pada

    rentang 0 0,2, jika melebihi dari rentang tersebut maka sampel harus

    diencerkan sampai nilai absorbansinya mencapai rentang tersebut.

    Nilai OD 0 - 0,2 berada pada nilai T (Transmission) 15 - 65.

    Kemudian jumlah selnya dapat diketahui dari kurva kalibrasi OD vs

    Xsel. Jika dilakukan pengenceran maka jumlah selnya dikalikan jumlah

    pengenceran yang dilakukan.

    3.4.6. Pembuatan Kurva Kalibrasi

    Pembuatan kurva kalibrasi ini bertujuan untuk memudahkan perhitungan

    sampel yang memiliki jumlah sel yang banyak dengan hanya mengatur

    absorbansinya (OD) menggunakan spektrofotometer cahaya tampak.

    Kurva kalibrasi yang dibuat adalah kurva OD vs Xsel. Pembuatan kurva

    diawali dengan membuat beberapa sampel dengan nilai OD yang berbeda-beda.

    Satu nilai OD dibuat secara triplo sehingga pengukuran menjadi lebih akurat.

    Sampel yang telah disiapkan kemudian di hitung berat kering sel Nannochloropsis

    sp. menggunakan mikroskop. Setiap sampel dihitung tiga kali sehingga diperoleh

    hasil yang lebih akurat.

    Setelah diperoleh berat kering sel dari masing-masing sampel kemudian di

    buat kurva antara OD vs Xsel yang selanjutnya digunakan sebagai dasar dalam

    perhitungan nilai berat kering sel (Xsel) dari hasil kultivasi. Kurva OD vs Xsel yang

    diperoleh dapat dilihat pada gambar berikut.

    3.4.7. Pelaksanaan Penelitian

    Kondisi operasi pada penelitian ini yaitu: udara yang mengandung 5 %

    CO2 dan dengan suhu ruang 29 oC. Selain itu, kecepatan superfisial gas UG yang

    disesuaikan berdasarkan hasil uji hidrodinamik, penyesuaian intensitas cahaya

    yang digunakan untuk kultivasi Nannochloropsis sp. dan diperoleh dari

    Pengaturan laju..., Gesti aprilia Fitriani, FTUI, 2012

  • 29

    Universitas Indonesia

    eksperimen Ingrid C. E. Inthe (2012), serta variasi laju hisap filter system. Pada

    eksperimen dengan perlakuan filtrasi aliran sirkulasi kultur media yang ditujukan

    untuk mengurangi self-shading dengan memerangkap sebagian sel dalam filter,

    perlu dilakukan observasi pengaruh daripada laju hisap filter terhadap

    peningkatan produk biomassa dan laju pertumbuhannya dengan mencari laju

    hisap filter optimum pada tiap jumlah X0 dari 0,37 0,91 g/L.

    Pertama-tama selalu dilakukan tindakan aseptic dengan menggunakan

    alkohol 70 % untuk menghindari adanya kontaminan yang dapat berpengaruh

    pada pertumbuhan mikroalga. Penelitian utama yang dilakukan adalah pemberian

    perlakuan pengaturan laju hisap filter dengan berbagai variasi kecepatan untuk X0

    = 0,37; 0,66; 0,85 dan 0,91 (g/L) dalam fotobioreaktor kolom gelembung

    berukuran 18 L untuk mencari kecapatn hisap paling maksimum dari tiap jumlah

    inokulum. Kemudian dilakukan pengaturan laju hisap pada kecepatan hisap

    optimum dengan X0 = 0,37 g/L dan menggunakan pencahayaan kontinyu

    kemudian sebagai pembanding dilakukan sistem reaktor tanpa filtrasi dengan

    kerapatan dan pencahayaan yang sama untuk melihat pengaruh dari pengaturan

    laju hisap filter alat filter (Heru D, 2010).

    Parameter penentuan laju hisap paling optimum dari suatu X ini adalah

    pertumbuhan maksimum sel. Untuk menentukan laju pertumbuhan maksimum

    dilakukan running dalam rentang 10,5 jam. Dengan pertimbangan bahwa pada

    rentang waktu tersebut sudah dapat menggambarkan profil laju pertumbuhan

    Nannochloropsis sp.

    3.4.8. Pengambilan Data

    Data yang diambil adalah OD reaktor dan filter, pH, Ib, yCO2in, dan yCO2out.

    Proses pengambilan data yang dilakukan adalah sebagai berikut.

    1. Sampel diambil dari kultur media sekitar 5 10 ml pada 3 botol yang berbeda

    dari reaktor untuk diukur absorbansinya bersamaan dengan mengambil nilai

    pH-nya. Kemudian dirata-ratakan nilainya. Dari nilai rata-rata absorbansi

    yang didapat tersebut dapat dilihat nilai Xsel nya pada kurva kalibrasi OD vs

    Xsel. Data nilai pH dilakukan untuk melihat aktivitas sel mikroalga dari

    konsentrasi [HCO3-].

    Pengaturan laju..., Gesti aprilia Fitriani, FTUI, 2012

  • 30

    Universitas Indonesia

    2. Pengambilan data Ib dilakukan dengan menggunakan luxmeter yang

    diletakkan di belakang fotobioreaktor.

    3. Bersamaan dengan perlakuan di atas, biomassa yang terperangkap dalam

    filter juga di ambil dengan cara memindahkannya dari media kultur ke dalam

    wadah berisi medium Walne melalui proses pemerasan sebelum diukur OD

    dalam kultur media tersebut.

    4. Langkah-langkah pengambilan data diulangi setiap interval waktu yang telah

    ditetapkan (untuk sampel dari media kultur selama 1,5 jam sekali dan filtrat

    selama 1,5 jam sekali).

    5. Pengambilan data lipid dilakukan dengan metode Soxhlet dengan prosedur

    berikut:

    Sampel yang sudah dihaluskan, ditimbang 5-10 gram dan kemudian

    dibungkus atau ditempatkan dalam Thimble (selongsong tempat

    sampel), di atas sample ditutup dengan kapas.

    Pelarut yang digunakan adalah n-heksana dengan titik didih 69C.

    Selanjutnya labu kosong diisi butir batu didih. Fungsi batu didih ialah

    untuk meratakan panas.

    Setelah dikeringkan dan didinginkan, labu diisi dengan n-heksana

    sebanyak 175 ml. Pelarut yang baik dalam ektraksi soxhlet adalah pelarut

    yang mempunyai titik didih rendah seperti n-heksana yang mempunyai

    titik didih 69oC agar cepat menguap sehingga tidak menyebabkan

    kerusakan pada alat dan juga tidak membutuhkan watu yang lama untuk

    melakukan satu sirkulasi ektraksi.

    Soxhlet disambungkan dengan labu dan ditempatkan pada alat pemanas

    listrik serta kondensor . Alat pendingin disambungkan dengan soxhlet. Air

    untuk pendingin dijalankan dan alat ekstraksi lemak mulai dipanaskan .

    Ketika pelarut dididihkan, uapnya naik melewati soxhlet menuju ke pipa

    pendingin. Air dingin yang dialirkan melewati bagian luar kondensor

    mengembunkan uap pelarut sehingga kembali ke fase cair, kemudian

    menetes ke thimble. Pelarut melarutkan lemak dalam thimble, larutan sari

    ini terkumpul dalam thimble dan bila volumenya telah mencukupi, sari

    akan dialirkan lewat sifon menuju labu. Proses dari pengembunan hingga

    Pengaturan laju..., Gesti aprilia Fitriani, FTUI, 2012

  • 31

    Universitas Indonesia

    pengaliran disebut sebagai refluks. Proses ekstraksi lemak kasar dilakukan

    selama 6 jam.

    Setelah proses ekstraksi selesai, pelarut dan lemak dipisahkan melalui

    proses penyulingan dan dikeringkan.

    6. Pengambilan data klorofil dan beta karoten

    Sampel dicampurkan aseton dengan perbandingan 1:1 dalam tabung 10

    ml.

    Kemudian ditambahkan glass bead.

    Sonikasi dalam sonikator selama 45 menit.

    Di-sentrifuge 30 menit

    Untuk klorofil, ukur absorbansi sampel pada panjang gelombang 645 nm

    & 663 nm (dengan larutan standarnya adalah aseton).

    Untuk beta karoten, absorbansi yang digunakan adalah pada panjang

    gelombang 450 nm.

    7. Pengambilan data protein menggunakan prosedur Lowry (1951) sebagai

    berikut.

    Larutan protein standar (BSA 200 g/mL) dan dH2O dicampurkan dalam

    jumlah tertentu (Tabel 3.2) dalam tabung reaksi sehingga diperoleh

    berbagai konsentrasi antara 20-200 mg dalam larutan standar 1 mL.

    Pada tabung lain dicampurkan juga sampel protein dan dH2O sehingga

    volume total larutan sampel 2,0 mL.

    Kemudian larutan Biuret 5 mL ditambahkan ke dalam masing-masing

    tabung yang berisi larutan protein (standar dan sampel) dan segera

    divortex. Campuran reaksi diinkubasi pada suhu kamar tepat 10 menit.

    Untuk menghitung waktu reaksi digunakan stopwatch, dan waktu

    dihitung saat menambahkan larutan Biuret. Agar waktu reaksinya

    seragam untuk tiap sampel, ketika menambahkan larutan Biuret pada

    tabung berikutnya diberikan selang waktu tertentu.

    Kemudian pada menit ke-10 sebanyak 0,5 mL reagen Folin ditambahkan

    ke dalam campuran reaksi dan segera dikocok menggunakan vortex.

    Larutan diinkubasi pada suhu kamar selama 30 menit setelah

    penambahan reagen Folin.

    Pengaturan laju..., Gesti aprilia Fitriani, FTUI, 2012

  • 32

    Universitas Indonesia

    Serapan masing-masing larutan diukur tepat pada menit ke-30 yang

    ditetapkan pada panjang gelombang 750 nm.

    Tabel 3.2. Penentuan kadar protein dengan metode Lowry

    Blanko Larutan standar Sampel protein

    No. Tabung 1 2 3 4 5 6 7 8

    Standar BSA (mL) - 0,8 1,2 1,5 1,8 - - -

    Sampel protein (L) - - - - - 5 50 200

    Aquades (mL) 2 1,2 0,8 0,5 0,2 1,995 1,95 1,8

    Larutan Biuret (mL) 5

    Reagen Folin (mL) 0,5

    3.5. Pengolahan Data

    Data X (Berat Kering Sel) yang diperoleh dari pengukuran nilai absorbansi

    digunakan untuk melihat tingkat pertumbuhan Nannochloropsis sp. selama

    pembiakan. Persamaan yang digunakan untuk menghitung laju pertumbuhan

    spesifik adalah Persamaan Monod sebagai berikut

    dt

    dX

    X

    1 ...(3.3)

    = laju pertumbuhan spesifik (jam-1)

    X = berat kering sel (g/L)

    t = waktu (jam)

    Data pH yang diambil digunakan untuk mengetahui tingkat metabolisme

    Nannochloropsis sp. yang ditunjukkan dengan meningkatnya produksi [HCO3-]

    dalam fotobioreaktor. Produksi [HCO3-] diiringi pelepasan [H

    +], sehingga

    persamaan yang digunakan adalah persamaan Handerson-Haselbach, yaitu

    23

    2 CO

    HHCOKCO

    ...(3.4)

    123 2 HCOKHCO CO ...(3.5)

    pHCO COKHCO 1023 2 ...(3.6)

    Untuk menentukan nilai Ka dan konsentrasi CO2 digunakan pendekatan Hukum

    Henry,

    T

    CO

    COCOP

    yCOHP 2

    22 2 ...(3.7)

    Pengaturan laju..., Gesti aprilia Fitriani, FTUI, 2012

  • 33

    Universitas Indonesia

    1ln1ln

    22

    2

    , T

    ToC

    T

    ToB

    T

    ToA

    H

    HHHH

    OCO

    CO ...(3.8)

    1ln1ln

    22

    2

    , T

    ToC

    T

    ToB

    T

    ToA

    H

    HKKK

    OCO

    CO ...(3.9)

    Selanjutnya, konsentrasi HCO3- dapat ditentukan dengan menggunakan

    persamaan:

    1ln1exp

    1ln1exp

    10

    2

    2

    2

    3

    T

    ToC

    T

    ToB

    T

    ToA

    T

    ToC

    T

    ToB

    T

    ToA

    Py

    H

    KHCO

    HHH

    KKK

    pH

    TCO

    CO

    CO ...(3.10)

    Keterangan:

    PT = Tekanan Operasi (atm)

    yCO2 = fraksi gas CO2

    KCO2 = 4,38 x 10-7

    HCO2 = 2900 KPa/mol

    T = Temperatur operasi

    T0 = Temperatur standar

    Ak = 40.557 Bk = -36.782 Ck = 0

    Ah = 22.771 Bh = -11.452 Ch = - 3.117

    Data persentase CO2 yang diambil, akan diolah untuk mengetahui jumlah gas

    CO2 yang dipindahkan ke dalam satuan volume medium yang dibutuhkan untuk

    metabolisme sel dalam satuan waktu, atau disebut CTR (Carbon Transfer Rate).

    Persamaan untuk perhitungannya adalah sebagai berikut

    22 COCOyCTR ...(3.11)

    dimana

    TRV

    PMAU

    medium

    COG

    CO

    22

    ...(3.12)

    Dengan

    UG = kecepatan superfisial gas yang diumpankan (L/jam)

    A = luas permukaan reaktor yang menghadap ke sumber cahaya (m2)

    Pengaturan laju..., Gesti aprilia Fitriani, FTUI, 2012

  • 34

    Universitas Indonesia

    MCO2 = massa molekul relatif CO2 (g/mol)

    P = tekanan operasi (atm)

    Vmedium = volume medium (L)

    R = konstanta Rydberg (0,08205 L.atm/mol.K)

    T = suhu operasi (K)

    Selain itu, data persentase CO2 juga digunakan untuk menghitung laju gas

    CO2 yang dipindahkan karena adanya aktivitas kehidupan biologi dalam satu

    satuan waktu (qCO2). Persamaan yang digunakan adalah

    X

    y

    X

    CTRq COCOCO

    22

    2

    ...(3.13)

    Dimana

    X = berat kering sel per satuan volume (g/L)

    yCO2 = selisih konsentrasi CO2 masuk dan keluar reaktor

    CTR = (g/L.jam)

    Data kandungan-kandungan yang diperoleh akan diolah sebagai berikut:

    1. Lipid

    %100%

    sampelberat

    kosongbotolberatakhirbotolberatlipid ...(3.14)

    2. Klorofil

    645663 55,225,12/ AALmgaklorofil ...(3.15)

    663645 64,49,22/ AALmgbklorofil ...(3.16)

    645663 76,1734,7/ AALmgbaklorofil ...(3.17)

    3. Beta karoten

    227/10427,31000/

    450 bklorofilaklorofilA

    Lmgkarotenbeta

    ...(3.18)

    4. Protein

    Kurva kalibrasi dibuat untuk menghitung kadar protein yang terdapat pada

    sampel. Kurva yang dibuat berdasarkan data berat sampel BSA terhadap

    Pengaturan laju..., Gesti aprilia Fitriani, FTUI, 2012

  • 35

    Universitas Indonesia

    absorbansi (750 nm). Berdasarkan kurva kalibrasi yang diperoleh (dapat

    dilihat pada lampiran),

    kadar protein dihitung sebagai berikut:

    12055,000079667,0750 CA ...(3.19)

    dengan C adalah kadar protein.

    Hasil seluruh pengolahan data untuk tiap metode pemanenan selanjutnya akan

    dibandingkan melalui grafik pertumbuhan sel terhadap waktu, metabolisme

    terhadap waktu, dan fiksasi karbon dioksida terhadap waktu, serta kandungan

    nutrisi terhadap metode pemanenan agar dapat diamati pengaruh dari metode

    pemanenan terhadap jumlah biomassa dan kandungan nutrisinya.

    Pengaturan laju..., Gesti aprilia Fitriani, FTUI, 2012

  • 36 Universitas Indonesia

    BAB 4

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Pada bab ini akan dijelaskan mengenai pelaksanaan penelitian, data

    yang diperoleh, pengolahan data, dan analisa dari data yang telah diperoleh

    tersebut.

    4.1. Pembahasan Umum

    Pada penelitian yang dilakukan, mikroalga Nannochloropsis sp. akan

    dikultivasi dengan teknik filtrasi kontinyu dengan mengatur laju hisap filter

    untuk memproduksi biomassa Nannochloropsis sp. pembudidayaan

    Nannochloropsis sp. dilakukan dalam sebuah fotobioreaktor kolom

    gelembung dengan volume 18 L. Penelitian ini akan ditekankan pada

    pengaturan laju hisap filter dalam aliran sirkulasi kultur media dengan

    teknik filtrasi kontinyu untuk mengendalikan densitas sel agar laju

    pertumbuhan Nannochloropsis sp. dalam kultur media tetap terjaga

    maksimum dan sel dapat secara merata mendapatkan sumber cahaya yang

    diberikan saat kultivasi. Hasil yang didapat akan dibandingkan dengan

    kultur media dalam kultivasi tanpa perlakuan filtrasi (kontrol) dengan

    kondisi yang sama yang dilakukan oleh Ingrid C. E. Inthe (2012).

    Fotobioreaktor yang akan digunakan adalah fotobioreaktor tembus

    cahaya yang dilengkapi dengan filter yang terbuat dari busa berpori

    (sponge) yang didisain agar cahaya yang diberikan dari sumber iluminasi

    dapat secara merata diterima oleh mikroalga selama masa kultivasi untuk

    menghindari terjadinya efek self-shading dimana terjadi peristiwa

    penutupan sel yang menyebabkan tidak meratanya cahaya yang diberikan

    dan CO2 yang didapatkan oleh mikroalga saat kultivasi. Penggunaan filter

    ini berfungsi untuk menyerap sejumlah sel biomassa dalam fotobioreaktor

    agar kepekatan sel dapat berkurang dan peluang sel-sel dalam mendapatkan

    cahaya dan nutrisi dari medium juga sangat cukup.

    Kebutuhan nutrisi untuk proses kultivasi mikroalga Nannochloropsis

    sp. pada penelitian ini terdapat di medium Walne. Medium Walne

    Pengaturan laju..., Gesti aprilia Fitriani, FTUI, 2012

  • 37

    Universitas Indonesia

    merupakan medium yang biasa digunakan sebagai medium air laut untuk

    pertumbuhan marine algae, terutama diatom (Zeily N., et al., 2010).

    Pembiakan kultur murni Nannochloropsis sp. dalam medium Walne pada

    tahap pre-culture dilakukan untuk mengkondisikan mikroalga melewati

    masa adaptasi (lag phase) dan siap berada pada fase eksponensial (log

    phase) saat proses kultivasi dimulai.

    Tahap selanjutnya adalah penentuan kecepatan superfisial untuk

    fotobioreaktor bervolume 18 L. Proses ini dilakukan untuk mengetahui

    kecepatan alir udara optimum yang diberikan pada proses kultivasi untuk

    mendapatkan pertumbuhan mikroalga Nannochloropsis sp. yang

    maksimum. Pada penelitian ini kecepatan alir udara yang digunakan adalah

    sebesar 7 L/min atau dengan UG sebesar 12,036657 m/jam (LAMPIRAN B).

    Penentuan laju hisap filter dilakukan untuk mengetahui kemampuan

    optimum filter dalam menyerap sel biomassa. Tahap awal dalam penelitian

    ini adalah dengan mengkultivasi sel Nannochloropsis sp. dengan 4 variasi

    berat kering sel (X0), yaitu 0,37; 0,66; 0,85 dan 0,91 (g/L) pada intensitas

    cahaya sebesar 3000 lux dengan mengatur laju hisap filter untuk

    memperoleh laju pertumbuhan spesifik paling maksimum.

    Pada tahap awal penelitian dilakukan penentuan kurva OD540 vs X.

    Penentuan kurva OD540 vs X ini bertujuan untuk memudahkan perhitungan

    berat kering sel selama masa kultivasi. Panjang gelombang yang digunakan

    dalam pengukuran optical density (OD) mikroalga adalah 540 nm (Jorge et

    al., 2003).

    Penelitian baru dapat dimulai setelah semua kondisi operasi

    ditetapkan. Data yang diambil mencakup ODsel, ODfiltrat, pH, yCO2 in dan

    out, dan Ib pada rentang waktu yang telah ditentukan. Pengambilan data

    ODsel berfungsi untuk melihat adanya peningkatan berat kering sel selama

    masa kultivasi dan diambil selama 6 jam sekali. Sedangkan untuk

    pengambilan data ODfiltrat berfungsi untuk mengetahui berat kering sel yang

    terperangkap dalam filter yang juga bertujuan untuk mengurangi kepadatan

    dalam kultur dana diambil setiap 12 jam sekali. Pengambilan data pH

    dilakukan untuk perhitungan terhadap konsentrasi substrat [HCO3-] yang

    Pengaturan laju..., Gesti aprilia Fitriani, FTUI, 2012

  • 38

    Universitas Indonesia

    terdapat dalam medium. Sedangkan untuk mengetahui besarnya energi

    cahaya yang tersedia dan dikonversi untuk pertumbuhan Nannochloropsis

    sp. Serta untuk mengetahui besarnya fiksasi CO2 oleh Nannochloropsis sp.

    maka dilakukan pengambilan data yCO2 in dan out.

    4.2. Data Penelitian

    Data hasil penelitian yang dilakukan akan disajikan dalam bentuk

    angka dan grafik. Untuk data dalam bentuk angka, akan disajikan dalam

    lampiran dibagian akhir skripsi.

    4.2.1 Penentuan Laju Hisap Filter

    Tahap ini dilakukan untuk menentukan laju hisap filter yang

    optimum (max,opt) untuk mendapatkan laju pertumbuhan mikroalga

    Nannochloropsis sp. yang maksimal (max). Pertama-tama menentukan 4

    variasi berat kering sel awal (X0) Nannochloropsis sp., yaitu: 0,37; 0,66;

    0,85 dan 0,91 (g/L) untuk kultivasi pada intensitas 3000 lux dengan

    pengaturan laju hisap filter untuk memperoleh laju pertumbuhan maksimum

    pada inokulum. Di bawah ini merupakan grafik yang menjelaskan mengenai

    berat kering sel (X) maksimum pada masing-masing X untuk beberapa

    pengaturan laju hisap filter.

    Pengaturan laju..., Gesti aprilia Fitriani, FTUI, 2012

  • 39

    Universitas Indonesia

    Gambar 4.1. Berat Kering Sel (X) pada Berbagai Laju Hisap Filter

    Laju hisap filter yang optimum (max,opt) akan didapatkan ketika laju

    pertumbuhan maksimum dari mikroalga Nannochloropsis sp. pada X

    tertentu dalam fotobioreaktor mencapai nilai optimum. Apabila laju hisap

    filter dinaikkan, maka akan terjadi penurunan laju pertumbuhan sel seperti

    terlihat pada grafik di bawah ini.

    Pengaturan laju..., Gesti aprilia Fitriani, FTUI, 2012

  • 40

    Universitas Indonesia

    Gambar 4.2. Laju Pertumbuhan Maksimum (max) pada Berbagai Laju Hisap Filter

    Dari grafik terlihat bahwa laju hisap filter optimum didapat ketika laju

    pertumbuhan mikroalga Nannochloropsis sp. mencapai kondisi maksimum

    pada waktu tertentu saat kultivasi. Dengan adanya pengaturan laju hisap

    filter, maka tingkat kejenuhan kultur di dalam fotobioreaktor dapat

    diminimalkan dan sel mendapatkan cahaya yang cukup saat kultivasi.

    Grafik di atas akan menjadi acuan pada saat kultivasi bahwa laju hisap filter

    akan terus ditingkatkan sesuai perkembangan jumlah sel selama kultivasi.

    4.2.2 Pengaruh Perlakuan Filtrasi Terhadap Pertumbuhan

    Nannochloropsis sp.

    4.2.2.1. Pengaruh Pengaturan Laju Hisap Filter dalam Perlakuan

    Filtrasi terhadap Berat Kering Sel (X)

    Data yang diperoleh dari penelitian ini adalah nilai OD (optical density)

    yang diukur menggunakan spektrofotometer UV/VIS dengan panjang

    Pengaturan laju..., Gesti aprilia Fitriani, FTUI, 2012

  • 41

    Universitas Indonesia

    gelombang sebesar 540 nm. Nilai OD ini yang kemudian akan

    dikonversikan menjadi nilai X (berat kering sel) menggunakan persamaan

    yang terdapat pada kurva kalibrasi OD540nm vs X (LAMPIRAN A). Seiring

    bertambahnya lama waktu kultivasi, maka berat kering sel akan semakin

    bertambah. Sebagai data pembanding, Nannochloropsis sp. dikultur dengan

    kondisi yang sama akan tetapi tanpa adanya perlakuan filtrasi. Untuk lebih

    memperjelas, grafik di bawah ini merupakan hubungan antara berat kering

    sel terhadap waktu yang diperoleh dari penelitian ini.

    Gambar 4.3. Pengaruh Pengaturan Laju Hisap Filter dalam Perlakuan Filtrasi terhadap

    Berat Kering Sel Nannochloropsis sp.

    Proses kultivasi dengan perlakuan filtrasi dalam penelitian ini

    cenderung menghasilkan perolehan biomassa yang lebih tinggi

    dibandingkan dengan proses kultivasi yang tidak mengalami perlakuan apa-

    apa (kontrol). Hal ini karena pada perlakuan filtrasi, terjadinya efek self-

    shading pada sel dapat lebih diminimalkan. Perlakuan filtrasi merupakan

    metode memerangkap sel selama masa kutivasi. Adanya perlakuan ini

    memungkinkan Nannochloropsis sp. tetap mendapatkan pencahayaan yang

    lebih baik seiring dengan bertambahnya jumlah biomassa selama proses

    kultivasi.

    Pada awal pertumbuhannya, kedua metode tidak ada perbedaan yang

    signifikan, akan tetapi pada jam ke-30 dan seterusnya pertumbuhan sel

    Nannochloropsis sp. jauh lebih tinggi perbedaannya dibandingkan kontrol.

    Oleh karena itu, metode filtrasi dapat menghasilkan pertumbuhan yang lebih

    Pengaturan laju..., Gesti aprilia Fitriani, FTUI, 2012

  • 42

    Universitas Indonesia

    baik dibandingkan dengan metode kontrol. Hal itu terbukti dengan

    peningkatan biomassa sebesar 1,71 kali lipat dari metode kontrol. Hasil ini

    menunjukkan adanya pengurangan efek self-shading yang terjadi saat

    kultivasi berlangsung selama 204 jam yang mengakibatkan seluruh sel yang

    di kultur dalam fotobioreaktor mendapatkan cahaya yang merata.

    Perlakuan yang sama pernah dilakukan oleh Heru Darmawan pada

    tahun 2010 menggunakan mikroalga Chlorella vulgaris. Hasil yang didapat

    menunjukkan bahwa perlakuan filtrasi menggunakan pengaturan laju hisap

    filter mampu memberikan peningkatan sebesar 1,43 kali lipat dibandingkan

    dengan perlakuan tanpa filtrasi (Heru D, 2010).

    Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa perlakuan filtrasi dengan

    pengaturan laju hisap filter lebih baik daripada tanpa perlakuan filtrasi

    untuk peningkatan produksi biomassa mikroalga.

    4.2.2.2. Pengaruh Pengaturan Laju Hisap Filter dalam Perlakuan

    Filtrasi terhadap Laju Pertumbuhan ()

    Laju pertumbuhan Nannochloropsis sp. dalam memproduksi biomassa

    saat proses kultivasi seharusnya berada pada fase logaritmik dimana laju

    pertumbuhan berada pada titik maksimal. Lalu seiring bertambahnya waktu

    akan terus menurun hingga memasuki fasa stasioner. Pada persamaan (3.3)

    menunjukkan laju pertumbuhan dipengaruhi waktu dan berat kering sel.

    Pada waktu tertentu (awal-awal kultivasi), laju pertumbuhan

    Nannochloropsis sp. berbanding terbalik dengan berat kering yang

    dihasilkan pada rentang waktu tertentu. Hal tersebut dapat diamati dari

    grafik di bawah ini.

    Pengaturan laju..., Gesti aprilia Fitriani, FTUI, 2012

  • 43

    Universitas Indonesia

    Gambar 4.4. Pengaruh Pengaturan Laju Hisap Filter dalam Perlakuan Filtrasi terhadap

    Laju Pertumbuhan Nannochloropsis sp.

    Hasil yang didapat pada penelitian mengenai laju pertumbuhan, pada

    jam ke-6 metode filtrasi menghasilkan laju pertumbuhan maksimum yang

    lebih tinggi daripada metode kontrol. Pada penelitian yang pernah dilakukan

    oleh Heru pada tahun 2010 juga hasil yang didapat menunjukkan bahwa laju

    pertumbuhan maksimum dicapai pada perlakuan filtrasi. Seiring

    bertambahnya jumlah sel yang mengakibatkan kejenuhan pada sel dalam

    reaktor, metode filtrasi membantu mengurangi kepadatan sel. Metode

    filtrasi secara kontinyu selama masa kultivasi dalam reaktor dilakukan

    sebagai upaya pengaturan densitas sel menggunakan media filter. Selain itu,

    tingkat kompetisi antar sel saat memperoleh nutrisi dan sumber cahaya jauh

    lebih rendah sehingga proses metabolisme dapat dilakukan secara maksimal.

    4.2.2.3. Pengaruh Pengaturan Laju Hisap Filter dalam Perlakuan

    Filtrasi terhadap [HCO3-] dalam Medium

    [HCO3-] merupakan parameter untuk mengetahui jumlah karbonat yang

    tersedia dan dapat dikonsumsi oleh Nannochloropsis sp. untuk

    pertumbuhannya. Pada proses fotosintesis Nannochloropsis sp., CO2 tidak

    diserap dalam bentuk gas melainkan dalam bentuk karbonat. Proses

    fotosintesis yang terjadi di dalam kultur diawali dengan pembentukan ion

    karbonat akibat reaksi antara CO2 dengan air.

    Pengaturan laju..., Gesti aprilia Fitriani, FTUI, 2012

  • 44

    Universitas Indonesia

    Dalam hal ini, yang berperan penting dalam proses fotosintesis yang

    terjadi saat kultur Nannochloropsis sp. adalah [HCO3-]. [HCO3

    -] inilah yang

    kemudian akan bereaksi dengan H2O membentuk senyawa organik seperti

    glukosa dan ion OH-.

    Nilai [HCO3-] mempengaruhi nilai pH yang diukur dengan

    menggunakan pH meter. Peningkatan jumlah sel dalam kultur cenderung

    meningkatkan jumlah pH kultur.

    Gambar 4.5. Pengaruh Pengaturan Laju Hisap Filter dalam Perlakuan Filtrasi terhadap

    [HCO3-] Nannochloropsis sp.

    Sistem filtrasi yang digunakan dalam kultivasi menyebabkan kepadatan

    sel di dalam fotobioreaktor berkurang sehingga kebutuhan sel akan

    bikarbonat yang merupakan sumber karbon untuk pertumbuhan sel menjadi

    meningkat. Hal ini diindikasikan dari meningkatnya pH selama waktu

    kultivasi. Dengan ketersediaan [HCO3-] yang cukup ini menyebabkan

    aktivitas metabolisme sel pada fotosintesis semakin baik dan diindikasikan

    dengan meningkatnya pH akibat meningkatnya OH- yang merupakan

    fotosintesis (Maudhi, 2011). Pada penelitian sebelumnya, pengaruh filter

    terhadap konsentrasi bikarbonat menunjukkan hasil yang lebih baik

    daripada perlakuan tanpa filtrasi (Dianursanti, 2012). Seharusnya hal itu

    juga tergambar melalui data yang dilakukan saat ini, akan tetapi data

    (Gambar 4.5.) yang didapat menunjukkan bahwa pada perlakuan tanpa

    Pengaturan laju..., Gesti aprilia Fitriani, FTUI, 2012

  • 45

    Universitas Indonesia

    filtrasi menghasilkan aktivitas sel yang lebih baik daripada perlakuan

    filtrasi.

    4.2.2.4. Pengaruh Pengaturan Laju Hisap Filter dalam Perlakuan

    Filtrasi terhadap Fiksasi CO2 oleh Nannochloropsis sp.

    Perubahan konsentrasi antara gas CO2 in dan out menunjukkan adanya

    fiksasi CO2 yang terjadi saat proses kultivasi berlangsung. Selisih antara

    konsentrasi gas CO2 in dan out merupakan besarnya konsentrasi gas CO2

    yang terfiksasi atau terserap oleh Nannochloropsis sp. Berikut merupakan

    grafik yang menjelaskan tentang perubahan konsentrasi CO2 in dan out

    selama kultivasi berlangsung.

    Gambar 4.6. Konsentrasi CO2 yang Masuk dan Keluar pada Metode Filtrasi dan Kontrol

    Gas CO2 yang terserap atau yang terfiksasi oleh mikroalga

    Nannochloropsis sp. pada metode filtrasi sangat tinggi dibandingkan dengan

    metode kontrol. Hal itu disebabkan akan tingginya pertumbuhan sel di

    dalam fotobioreaktor yang mengakibatkan CO2 yang terserap besar. Metode

    filtrasi dengan pengaturan laju hisap filter ini membantu sel dapat tetap

    berkembangbiak dengan optimal seiring bertambahnya jumlah sel yang

    sebagian terserap di media filter pada rentang waktu tertentu.

    4.2.2.5. Pengaruh Pengaturan Laju Hisap Filter dalam Perlakuan

    Filtrasi terhadap CTR oleh Nannochloropsis sp.

    CTR (carbon transfer rate) merupakan banyaknya gas CO2 yang

    ditransferkan dalam suatu volume medium kultur yang dibutuhkan oleh

    Pengaturan laju..., Gesti aprilia Fitriani, FTUI, 2012

  • 46

    Universitas Indonesia

    metabolisme sel selama satu satuan waktu tertentu (Wijanarko et al, 1997).

    Rumus yang digunakan untuk menghitung konsentrasi bikarbonat CTR

    adalah:

    ...(4.2)

    Gambar 4.7. Pengaruh Pengaturan Laju Hisap Filter dalam Perlakuan Filtrasi dan Kontrol

    terhadap CTR Nannochloropsis sp.

    Pada Gambar 4.7. untuk perlakuan filtrasi, nilai CTR cenderung

    meningkat seiring bertambahnya waktu. Hal itu dikarenakan kultur

    Nannochloropsis sp. tidak mengalami kejenuhan yang berarti di dalam

    fotobioreaktor. Perlakuan teknik filtrasi kontinyu dengan pengaturan laju

    hisap filter ini mampu mengendalikan densitas sel, oleh karena itu tingkat

    kejenuhan dalam fotobioreaktor dapat diminimalisir. Sedangkan untuk

    perlakuan kontrol, CTR menurun seiring bertambahnya waktu kultivasi.

    Kejenuhan yang terjadi pada perlakuan ini akan mengakibatkan tidak

    seimbangnya peningkatan jumlah sel dengan besarnya fiksasi konsentrasi

    CO2 yang membuat medium lama-kelamaan jenuh dengan CO2 terlarut

    karena sel dapat memproduksi sumber karbonnya sendiri (Heru D, 2010).

    Hal itu dapat menyebabkan CO2 yang mengalir sebagian terserap dan

    sebagian lewat begitu saja menuju outlet. Pada perlakuan teknik filtrasi

    secara kontinyu nilai CTR rata-rata yang digunakan untuk aktivitas biologi

    tampak le