laju cahaya
Embed Size (px)
TRANSCRIPT

DAFTAR ISI
BAB I CAHAYASumber Cahaya 3Kecepatan Cahaya 3Pemantulan 6Pembiasan 9Prinsip Huygens 13Prinsip Fermat 14
BAB II OPTIK GEOMETRISPemantulan __Pembiasan __Cermin __Lensa __Prisma __
BAB III OPTIK FISISInterferensi __Koherensi __Difraksi __Polarisasi __Diagram Fasor __
BAB IV INSTRUMEN OPTIKMata __Kaca Pembesar __Kamera __Mikroskop __Teleskop __Scanner __
1

BAB 1 CAHAYA
Sumber CahayaKecepatan CahayaPemantulanPembiasanPrinsip HuygensPrinsip Fermat
2

BAB I
CAHAYA
A. Sumber Cahaya
Matahari bersinar, lampu menyala, kunang-kunang, bintang di malam hari, semua adalah
sumber cahaya yang umum diketahui. Pada umumnya, sumber cahaya adalah energi
termal. Sebuah benda pada suhu tertentu akan memancarkan energi pada spektrum
tertentu. Contoh sederhana dari sumber radiasi termal adalah sinar matahari. Kromosfer
matahari bersuhu 6000 K memancarkan energi sampai permukaan Bumi. Sekitar 44%
dari energi tersebut adalah cahaya tampak.
Gambar 1. Kunang-kunang, yang memancarkan sinar untuk saling mengenali atau untuk memberi tanda kawin, menggunakan panjang gelombang sinar yang berbeda, tergantung pada spesiesnya. Selain itu, pada beberapa spesies, kunang-kunang jantan yang mula-mula menyorotkan sinar untuk menarik sang betina, sementara pada spesies lainnya, sang betina yang “memanggil.” Sebagian kunang-kunang menggunakan cahaya mereka untuk mempertahankan diri. Mereka mengeluarkan sinar sebagai tanda pada musuh bahwa mereka bukan makanan yang lezat.
B. Kecepatan cahaya
Kecepatan cahaya dalam ruang hampa adalah 299.792.458 m/s (kadang dibulatkan
menjadi 300.000 km/s). Nilai ini menjadi ketetapan karena satu meter sekarang sudah
didefinisikan berdasarkan kecepatan cahaya, yaitu: 1 meter adalah jarak yang ditempuh
cahaya setelah bergerak 1
299.792.458 detik. Semua gelombang elektromagnetik lain
seperti gelombang radio atau sinar-X diyakini bergerak pada kecepatan yang sama persis
dengan kecepatan ini ini dalam ruang hampa.
3

Gambar 2. Spektrum Gelombang Elektromagnetik
Sepanjang sejarah, para ahli Fisika telah berusaha untuk mengukur kecepatan cahaya.
Galileo mencoba untuk mengukur kecepatan cahaya dalam abad ketujuh belas. Percobaan
awal untuk mengukur kecepatan cahaya dilakukan oleh Ole Romer, seorang fisikawan
Denmark, pada tahun 1676. Menggunakan teleskop, Romer mengamati gerakan Jupiter
dan salah satu bulannya, Io. Romer mengamati terdapat penyimbangan dari orbit Io, ia
menghitung bahwa cahaya membutuhkan waktu sekitar 22 menit untuk melintasi
diameter orbit Bumi. Sayangnya, ukurannya tidak diketahui pada waktu itu. Jika Romer
tahu diameter orbit bumi pada waktu itu, ia akan mendapatkan kecepatan cahaya sebesar
227.000.000 m/s.
4

Gambar 3. Diameter Orbit Bumi sebagaimana digambarkan Romer
Léon Foucault menggunakan cermin berputar dalam percobaannya dan mendapatkan nilai
298.000.000 m/s pada tahun 1862. Albert A. Michelson melakukan percobaan untuk
mengukur kecepatan cahaya pada tahun 1877 sampai kematiannya pada 1931. Dia
menyempurnakan metode Foucault pada tahun 1926 menggunakan cermin berputar yang
lebih baik untuk mengukur waktu yang dibutuhkan cahaya untuk melakukan perjalanan
bolak-balik dari Mt. Wilson ke Mt. San Antonio di California. Dari pengukuran tersebut,
diperoleh kecepatan cahaya sebesar 299.796.000 m/s.
Kecepatan efektif cahaya pada benda transparan tertentu berbeda-beda dalam zat
transparan tertentu selalu kurang dari kecepatannta di ruang hampa. Sebagai contoh,
kecepatan cahaya dalam air adalah sekitar 3/4 dari kecepatan cahaya di vakum. Namun,
proses perlambatan cahaya dalam zat transparan diperkirakan bukan dari perlambatan
kecepatan cahaya yang sebenarnya, melainkan dari proses absorpsi dan re-emisi cahaya
oleh partikel bermuatan dalam zat.
5

C. Pemantulan
Ketika gelombang dari tipe apapun mengenai sebuah penghalang datar seperti misalnya
sebuah cermin, gelombang-gelombang baru dibangkitkan dan bergerak menjauhi
penghalang tersebut. Fenomena ini disebut pemantulan. Pemantulan terjadi pada bidang
batas antara dua medium berbeda seperti misalnya sebuah permukaan udara kaca, dalam
kasus di mana sebagian energi datang dipantulkan dan sebagian ditransmisikan. Gambar 4
memperlihatkan sebuah sinar cahaya yang mengenai sebuah permukaan udara kaca yang
mulus. Sudut θ1 antara sinar datang garis normal (garis yan tegak lurus permukaan)
disebut bidang datang. Sinar yang dipantulkan terletak di dalam bidang datang tersebut
dan membentuk sudut θ2 dengan garis normal yang sama dengan sudut datang seperti
ditunjukkan pada gambar.
θ1=θ2
hasil ini dikenal dengan nama hukum pemantulanan. Hukum pemantulan berlaku untuk
semua jenis gelombang.
Pecahan energi cahaya yang dipantulkan pada sebuah bidang batas seperti misalnya pada
permukaan udara kaca dengan cara rumit bergantung pada sudut datang, orientasi vektor
medan listrik yang berubungan dengan gelombang dan laju cahaya relatif di dalam
medium pertama (udara) dan di dalam medium kedua (kaca). Laju cahaya di dalam
medium seperti misalnya kaca, air atau udara ditentukan oleh indeks bias n, yang
didefinisikan sebagai perbandingan laju cahaya dalam ruang hampa c terhadap laju
tersebut dalam medium v.
n= cv
6
Gambar 4. Sudut pantul sama dengan sudut datang

Pada kasus khusus di mana sudut datang garis normal (θ1=θ2=0o ), intensitas yang
dipantulkan adalah
I=( n1−n2
n1 +n2)
2
I0
Dimana I 0 adalah intensitas datang n1dan n2adalah indeks bias dari kedua media. Untuk
kasus tertentu pemantulan cahaya dari bidang batas permukaan udara kaca dimana n1=1
dan n2=1,5. Persamaan 3 memberikan I=I 0/25. Jadi hanya 4% dari energi dipantulkan,
sisanya ditransmisikan.
Sebuah berkas kumpulan sempit sinar cahaya datar sebuah sumber titik P yang
dipantulkan dari sebuah permukaan data. Sesudah pemantulan, sinar-sinar tersebut
menyebar secara tepat seolah olah sinar-sinar tersebut datang dari titil P’ dibelakang
permukaan. Titik P’ disebut bayangan dari titik P. Ketika sinar datang itu memasuki mata,
mereka tidak bisa dibedakan dari sinar=sinar yang menyebar dari sebuah sumber P’
seakan-akan tidak ada permukaan yang memantulkannya. Kita akan mempelajari
pembentukan bayangan melalui permukaan yang memantulkan dan membiaskan pada
bab berikutnya. Pemantulan dari permukaan (licin) disebut pemantulan spekuler (cermin).
Pemantulan spekuler tersebut berbeda pemantulan difusi (menyebar). Karena permukaan
yang kasar, sinar-sinar yang memasuki mata sesudah memantul dari berbagai titik
berbeda pada permukaan, sehingga tidak ada bayangan.
Mekanisme fisis pemantulan cahaya dapat dimengerti melalui penyerapan dan radiasi
ulang cahaya oleh atom-atom di dalam medium yang memantulkan. Ketika cahaya yang
berjalan di udara mengenai permukaan gelas, atom-atom di dalam gelas menyerap cahaya
dan meradiasikannya kembali cahaya tersebut dengan frekuensi yang sama ke semua
arah. Gelombang-gelombang yang diradiasikan kembali oleh atom-atom kaca
menginterferensikan secara konstruktif pada sebuah sudut yang sama dengan sudut
datang untuk menghasilkan gelombang yang terpantul.
7

Hukum pemantulan dapat diturunkan dari prinsip Huygens. Gambar 5 memperlihatkan
bidang gelombang datar AA’ yang mengenai sebuah cermin pada titik A. Seperti terlihat
dari gambar, sudut φ1 antara bidang gelombang dan cermin adalah sama dengan sudut
datang θ1, yang merupakan sudut antara yang tegak lurus cermin dan sinar-sinar yang
tegak lurus terhadap bidang gelombang-bidang gelombang tersebut. Menurut prinsip
Huygens, setiap titik pada bidang gelombang yang diberikan dapat dianggap sebagai titik
dari anak gelombang sekunder. Posisi pada bidang gelombang sesudah waktu t ditentukan
dengan membangun anak gelombang denga radius ct dengan pusatnya pada bidang
gelombang AA’. Gelombang-gelombang kecil yang tidak mengenai cermin membentuk
bagian gelombang baru BB’. Dengan konstruksi yang serupa, bidang gelombang
C”CC’didapatkan dari gelombang-gelombang kecil Huygens yang berasal dari bidang
gelombang B”BB’. Gambar 12 adalah pembesaran dari sebagian gambar 5 yang
menunjukkan bagian asli bidang gelombang AP yang mengenai cermin selama waktu t.
Pada saat ini, gelombang kecil dari P mencapai cermin pada titik B, dan gelombang kecil
dari titik A mencapai titik B’’. Gelombang yang dipantulkan BB’’ membentuk sudut φ r
dengan cermin yang besarnya sama denga sudut θr antara sinar yang dipantulkan dan
garis normal terhadap cermin. Segitiga-segitiga ABP dan BAB” dua-duanya adalah
segitiga siku-siku dengan sudut AB dan sisi-sisi yang sama AB”=BP=ct. Jadi, segitiga-
segitiga sebangun, dan sudut φ1 dan φr sama. Mengisyaratkan sudut datang sama dengan
sudut pantul.
Hukum pemantulan
1. Sinar datang, sinar pantul, dan garis normal berpotongan pada satu titik dan terletak
pada satu bidang datar.
2. Sudut datang sama dengan sudut pantul.
8
Gambar 5. Gelombang datar yang dipantulkan pada sebuah cermin datar

D. Pembiasan
Gambar pembiasan cahaya menurut hukum Snell terlihat pada gambar 6.
Gambar 6. Pembiasan sinar dari medium 1 ke medium 2
Sinar yang mengenai benda transparan akan dibiaskan. Hasil pembiasan tergantung pada
kerapatan material obyek. Sinar bias dihitung dengan acuan vektor normal dari obyek
seperti yang terlihat pada gambar 6. Perhatikan sinar b yang berasal dari medium satu,
kecepatan sinar di medium satu adalah c1 dan membentuk sudut datang θ1 terhadap garis
normal, mengenai dan melewati obyek dengan medium dua, kecepatan sinar pada
medium dua adalah c2 dan sudut pembiasan yang terbentuk antara sinar bias dengan
normal adalah θ2, maka hukum Snell dinyatakan pada di bawah ini.
sin (θ1 )c1
=sin (θ2 )
c2
c adalah satu banding n sehingga persamaan diatas dapat ditulis dengan
sin (θ1 ) n1=sin (θ2 ) n2
dimana :
θ1 dan θ2 = sudut datang dan sudut pantul
c1 dan c2 = kecepatan sinar di medium asal dan tujuan
n1 dan n2 = index bias medium asal dan tujuan sinar
9

Jika sudut biasnya 90º maka sinar tidak dibiaskan tetapi dipantulkan secara sempurna.
Untuk mencari arah sinar yang sudah dibiaskan (d), seperti yang terlihat pada gambar 6 di
dapat dengan persamaan berikut.
d=δc+(1−δ )(−U m)
δ= 1
√ c12
c22 ×|c|2−|c−U n|
2
c= b
|b ∙U n|
Dimana : d = sinar bias.
δ = jarak antara cahaya yang dibiaskan dengan garis normal.
Un= normal bidang
c1= kecepatan pada medium 1
c2= kecepatan pada medium 2
b = sinar dating yang mengenai suatu permukaan obyek
Pembiasan cahaya adalah peristiwa penyimpangan atau pembelokan cahaya
karenamelalui dua medium yang berbeda kerapatan optiknya. Arah pembiasan cahaya
dibedakan menjadi dua macam yaitu :
a. Mendekati garis normal
Cahaya dibiaskan mendekati garis normal jika cahayamerambat dari medium
optik kurang rapat ke mediumoptik lebih rapat, contohnya cahaya merambat
dariudara ke dalam air.
10

Gambar 7. Pembiasan mendekati garis normal
b. menjauhi garis normal
Cahaya dibiaskan menjauhi garis normal jika cahayamerambat dari medium
optik lebih rapat ke mediumoptik kurang rapat, contohnya cahaya merambat
dari dalam air ke udara.
Gambar 8. Pembiasan menjauhi garis normal
Syarat-syarat terjadinya pembiasan :
1) cahaya melalui dua medium yang berbedakerapatan optiknya;
2) cahaya datang tidak tegaklurus terhadap bidangbatas (sudut datang lebih
kecil dari 90O)
ketika sudut datang bertambah hingga sudut datang kritis θc dicapai dimana sudut biasnya
adalah 90o. Untuk sudut-sudut datang yang lebih besar dari sudut kritis ini, tidak ada sinar
yang dibiaskan. Semua energi dpantulkan. Fenomedna ini disebut pemantulan internal
total.
11

Sudut kritis dapat dicari melalui indeks bias dari kedua medium, untuk sin θ1 dan θ2 sama
dengan 90o
sin θ1=( n2
n1)sin θ2
dengan menetapkan θ2=90o, kita dapatkan
sin θc=n2/n1
Cahaya datang yang berasal dari air (medium optik lebih rapat) menuju ke
udara (medium optik kurang rapat) dibiaskan menjauhi garis normal (berkas cahaya
J).
Pada sudut datang tertentu, maka sudut biasnya akan 90O dan dalam hal ini berkas
bias akan berimpit dengan bidang batas (berkas K). Sudut datang dimana hal ini
terjadi dinamakan sudut kritis (sudut batas). Sudut kritis adalah sudut datang yang
mempunyai sudut bias 90O atau yang mempunyai cahaya bias berimpit dengan
bidang batas.
Apabila sudut datang yang telah menjadi sudut kritis diperbesar lagi, maka cahaya
biasnya tidak lagi menuju ke udara, tetapi seluruhnya dikembalikan ke dalam
air (dipantulkan)(berkas L). Peristiwa inilah yang dinamakan pemantulan internal
sempurna Syarat terjadinya pemantulan internal sempurna :
1) Cahaya datang berasal dari zat yang lebih rapat menuju ke zat yang lebih
renggang.
2) Sudut datang lebih besar dari sudut kritis.
Beberapa peristiwa pemantulan sempurna dapat kita jumpai dalam kehidupan sehari-
hari, diantaranya :
12
Gambar 9. Sudut kritis dan pemantulan internal total.

a. Terjadinya fatamorgana
b. Intan dan berlian tampak berkilauan
c. Teropong prisma
d. Periskop prisma
e. Serat optik, digunakan pada alat telekomunikasi atau bidang kedokteran. Serat ini
digunakan untuk mentransmisikan percakapan telefon, sinyal video, dan data
komputer.
pembiasan internal total hanya terjadi ketika cahaya berasal pada medium dengan indeks
bias yang lebih besar. Secara matematis, jika n2 lebih besar daripada n1 , persamaan di
atas tidak bisa dipenuhi karena tidak ada sudut nyata yang sinusnya lebih besar dari 1.
E. Prinsip Huygens
Gambar 4 memperlihatkan sebagian bidang gelombang (wave front) seperti yang
memancar dari sebuah sumber titik. Bidang gelombang adalah kumpulan titik-titik
dengan fase konstan, jika jari-jari bidang gelombang adalah r pada saat t, jari-jarinya pada
saat t + Δt adalah r + c Δt, dimana c adalah laju gelombang. Namun jika sebagian
gelombang itu dihadang oleh hambatan atau jika gelombang melewati medium berbeda,
seperti gambar 5, penentuan bidang gelombang baru pada saat t + Δt menjadi jauh lebih
sulit.
Perambatan gelombang apapun melalui ruang dapat digambarkan menggunakan metode
geometris yang ditemukan oleh Christian Huygens kira-kira tahun 1678 yang sekarang
dikenal sebagai Prinsip Huygens atau Konstruksi Huygens;
13
Gambar 10. Bidang gelombang lengkung dari sebuah sumber titik

“setiap titik pada bidang gelombang primer (utama) bertindak sebagai sebuah sumber
anak gelombang (wavelets) sekunder yang kemudian berkembang dengan laju dan
frekuensi sama dengan gelombang primernya”
Gambar 10. Penerapan prinsip Huygens pada perambatan gelombang datar
Gambar 10 menunjukkan penerapan prinsip Huygens pada perambatan gelombang datar
dan gelombang sferis. Tentu saja jika tiap-tiap titik pada bidang gelombang adalah benar-
benar sumber titik, maka akan ada gelombang-gelombang pada arah yang berlawanan.
Huygens mengabaikan gelombang-gelombang balik ini.
Prinsip Huygens kemudian dimodifikasi oleh Fresnel sedemikian sehingga bidang
gelombang baru dihitung dari bidang gelombang lama dengan memakai superposisi anak
gelombang dengan memperhatikan amplitudo dan fase relatifnya. Kirchhoff kemudian
memperlihatkan bahwa prinsip Huygens-Fresnel adalah konsekuensi dari persamaan
gelombang,sehingga menempatkan prinsip tersebut dalam rangka matematis yang
mantap. Kirchhoff menunjukkan bahwa intensitas dari anak gelombang-anak gelombang
tersebut tergantung pada sudutnya dan bernilai nol pada arah berlawanan.
F. Prinsip Fermat
Prinsip Fermat (atau kadang disebut juga least time principle) menyatakan bahwa:
Untuk bergerak dari satu titik ke titik tertentu, cahaya akan mengikuti jalur dengan waktu
tempuh paling kecil.
14

Penurunan hukum pemantulan Snellius dengan Prinsip Fermat
Gambar 11. Pemantulan
Panjang jalur antara A dan B adalah
L=√a2+x2+√b2+(d−x )2
Karena kecepatan cahaya konstan pada medium yang sama, waktu terkecil yang
dibutuhkan akan diperoleh jika jarak tempuh minimum juga. Ini dapat kita peroleh
dengan membuat turunan pertama fungsi L terhadap x sama dengan nol.
dLdx
=12
2 x
√a2+x2+
12
2 (d−x )(−1)
√b2+(d−x )2=0
Diperoleh:
x
√a2+x2=
( d−x )
√b2+(d−x )2sin θi=sinθ rθi=θr
Penurunan Hukum Pembiasan Snellius dengan Prinsip Fermat
Hukum pembiasan Snellius dapat diturunkan dengan membuat turunan pertama fungsi
waktu sama dengan nol. Kecepatan cahaya di medium renggang v lebih tinggi dari
kecepatan cahaya di medium rapat v ' . Indeks bias medium didefinisikan sebagai n=c /v.
15

Gambar 12. Pembiasan
t=√a2+x2
v+ √b2+ (d−x )2
v '
dtdx
= x
v √a2+x2− d−x
v ' √b2+(d−x )20=
sin θ1
v−
sin θ2
v '
n1
n2
=sin θ2
sinθ1
16