perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id prevalensi anak ...... · hasil penelitian menunjukkan...

122
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user PREVALENSI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI WONOGIRI TAHUN 2012 SKRIPSI Oleh : Nurul Wachidah Syam K 5108044 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA JULI 2012

Upload: trinhdung

Post on 07-Feb-2018

222 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

PREVALENSI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI WONOGIRI

TAHUN 2012

SKRIPSI

Oleh :

Nurul Wachidah Syam

K 5108044

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

JULI 2012

Page 2: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ii

Page 3: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iii

PREVALENSI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI KABUPATEN

WONOGIRI TAHUN 2012

Oleh :

Nurul Wachidah Syam

K5108044

SKRIPSI

Ditulis dan Diajukan untuk Memenuhi Syarat Mendapatkan Gelar

Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Luar Biasa

Jurusan Ilmu Pendidikan

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

Juli 2012

Page 4: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iv

Page 5: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

v

Page 6: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vi

MOTTO

# ...niscaya Alloh akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan

orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat...#

( Terjemahan Q.S Al-Mujadilah(58): 11)

# Tuhan tak akan memberi kita kekurangan tanpa kelebihan karena Tuhan telah

mengkombinasikan antara kelebihan dengan kekurangan untuk menjadi

sempurna#

( Penulis)

Page 7: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vii

PERSEMBAHAN

Karya ini penulis persembahkan kepada:

Bapak dan Ibu

Terimakasih atas do’a, asuhan, kasih sayang dan cinta kalian yang tak terbatas.

Beruntungnya aku karena Alloh telah menitipkankku pada kalian.

Kedua adikku, Isna dan Eshan

Terima kasih atas doa, cinta dan kebahagiaan yang telah kalian berikan. Kita

saudara selamanya.

Mbah Uti dan Alm. Mbah Kung

Terimakasih untuk doa dan semangatnya.

Sahabat Romantis 12, Dian, Wiwit, Isni, Rima, Esti, Putri, Dahlia,

Shanti, Tita, Gandis, dan Siska.

Kita tidak dapat memilih keluarga tapi kita dapat memilih teman untuk menjadi

keluarga. Kalianlah teman yang menjadi keluargaku.

Tim Inklusi Wonogiri, Dian, Isni, Tia, Eka, Priske, dan Enggar

Semangat dan perjuangan kita sungguh-sungguh luar biasa kawan.

Teman-teman PLB 2008

Terimakasih atas semangat dan perjuangannya.

Semoga kita bisa menjadi pendidik yang sejati untuk mereka yang luar biasa.

Sukses untuk kita semua..!!!

”Almamater”

Page 8: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

viii

ABSTRAK

Nurul Wachidah Syam. K5108044. PREVALENSI ANAK BERKEBUTUHAN

KHUSUS DI KABUPATEN WONOGIRI TAHUN 2012. Skripsi, Surakarta:

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta,

Juli. 2012.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) prevalensi anak berkebutuhan

khusus di Kabupaten Wonogiri tahun 2012, (2) klasifikasi anak berkebutuhan

khusus berdasarkan kelainannya, (3) klasifikasi anak berkebutuhan khusus

berdasarkan umurnya, (4) prosentase anak berkebutuhan khusus di setiap

kecamatan, (5) jumlah anak berkebutuhan khusus yang sudah terlayani

pendidikannya.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dengan jenis

penelitian survey, dan dianalisis menggunakan statistik deskriptif, dimana

perhitungan statistik dilakukan menggunakan frekuensi dan persentase. Untuk

data yang bersifat kualitatif disajikan dalam bentuk deskripsi untuk

menggambarkan hasil dari analisis data kuantitatif.. Populasi dalam penelitian ini

adalah seluruh anak yang diduga berkebutuhan khusus di Kabupaten Wonogiri.

Sampel yang digunakan adalah sampel populasi, adapun teknik pengambilan

sampel menggunakan teknik sampling jenuh karena seluruh anggota populasi

dijadikan sebagai sampel. Teknik pengumpulan data menggunakan angket.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan

khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak 1860 anak, dengan jenis kelamin

laki-laki 1252 anak ( 67,31%) dan jenis kelamin perempuan sebanyak 608 anak

(32,69%). (2) klasifikasi anak berkebutuhan khusus berdasarkan kelainannya, (a)

tunanetra sebesar 11 anak (0,61%); (b) tunarungu sebesar 99 anak (5,32%); (c)

tunagrahita sebesar 174 anak (9,35%); (d) tunadaksa sebesar 38 anak (2,04%); (e)

tunalaras sebesar 158 anak (8,49%); (f) kesulitan belajar sebesar 1.335 anak

(71,77%); (g) berbakat sebesar 32 anak (1,72%); dan (h) tunaganda sebesar 13

anak (0,70%). (3) klasifikasi anak berkebutuhan khusus berdasarkan umur

diperoleh: (a) usia 7 tahun sebanyak 220 anak (11,82%); (b) 8 tahun sebanyak 267

anak (14,35%); (c) 9 tahun sebanyak 297 anak (15,97%); (d) 10 tahun sebanyak

319 anak (17,15%); (e) 11 tahun sebanyak 322 anak (17,31%); (f) 12 tahun

sebanyak 233 anak (15,52%); (g) 13 tahun sebanyak 108 anak (5,80%); (h) 14

tahun sebanyak 54 anak (2,89%); (i) 15 tahun sebanyak 21 anak (1,13%); (j) 16

tahun sebanyak 10 anak (0,59%); (k) 17 tahun sebanyak 5 anak (0,26%); (l) 18

tahun sebanyak 4 anak (0,21%). (4) prosentase anak berkebutuhan khusus di tiap

kecamatan, (a) Baturetno terdapat 18 anak (0,97%); (b) Batuwarno terdapat 97

anak (5,22%); (c) Bulukerto terdapat 106 anak (5,70%); (d) Eromoko terdapat 109

anak (5,86%); (e) Girimarto terdapat 136 anak (7,31%); (f) Giritontro terdapat 45

anak (2,42%); (g) Giriwoyo terdapat 7 anak (0,38%); (h) Jatipurno terdapat 34

anak (1,83%); (i) Jatiroto terdapat 38 anak (2,04%); (j) Jatisrono terdapat 162

anak (8,71%); (k) Karangtengah terdapat 22 anak (1,18%); (l) Kismantoro

terdapat 45 anak (2,41%); (m) Manyaran terdapat 13 anak (0,69%); (n) Ngadirojo

terdapat 106 anak (5,70%); (o) Nguntoronadi terdapat 15 anak (0,81%); (p)

Page 9: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ix

Paranggupito terdapat 15 anak (0,81%); (q) Pracimantoro terdapat 84 anak

(4,52%); (r) Puhpelem terdapat 8 anak (0,44%); (s) Selogiri terdapat 111 anak

(5,97%); (t) Sidoharjo terdapat 92 anak (4,94%); (u) Slogohimo terdapat 218 anak

(11,72%); (v) Tirtomoyo terdapat 50 anak (2,68%); (w) Wonogiri terdapat 314

anak (16,89%); (x) Wuryantoro terdapat 15 anak (0,81%). (5) jumlah anak

berkebutuhan khusus yang sudah terlayani pendidikannya sebanyak 1850 anak

(99,47%) sedangkan yang belum mendapat layanan pendidikan sebanyak 10 anak

(0,53%).

Kata kunci: anak berkebutuhan khusus, prevalensi, klasifikasi

Page 10: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

x

Page 11: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xi

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala

karunia, rahmat dan bimbingan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

penyusunan skripsi yang berjudul Prevalensi Anak Berkebutuhan Khusus di

Kabupaten Wonogiri Tahun 2012.

Skripsi ini disusun serta diajukan dalam rangka memenuhi salah satu

syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penulis menyadari bahwa proses penulisan skripsi ini tidak lepas dari

dukungan serta bantuan dari berbagai pihak yang terlibat dalam penelitian dan

penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin

mengucapkan terimakasih kepada :

1. Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M. Pd, selaku Dekan Fakultas Keguruan dan

Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan

izin dalam melakukan penelitian;

2. Prof. Dr.rer.nat. Sajidan, M.Si, selaku Pembantu Dekan I Fakultas Keguruan dan

Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan

izin dalam melakukan penelitian;

3. Drs. Amir Fuady, M.Hum, selaku Pembantu Dekan III, Fakultas Keguruan dan

Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan

izin dalam melakukan penelitian;

4. Drs. Rusdiana Indianto, M.Pd, selaku Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta,;

5. Drs. Hermawan, M.Si, selaku Ketua Program Studi Pendidikan Luar Biasa

Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas

Sebelas Maret Surakarta, sekaligus sebagai Pembimbing II atas bimbingan,

nasehat, dan kesabarannya;

Page 12: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xii

6. Priyono,S.Pd, M.Si, selaku Sekertaris Program Studi Pendidikan Luar Biasa

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta,;

7. Dewi Sri Rejeki, S. Pd, M.Pd selaku Pembimbing Akademik yang telah

memberikan bimbingan serta pengarahan;

8. Bapak Ibu Dosen Pendidikan Luar Biasa Universitas Sebelas Maret yang telah

memberikan pengalaman serta ilmunya;

9. Prof. Dr. Sunardi, M.Sc, selaku Pembimbing I atas bimbingan, saran, dan

nasehat yang diberikan sampai selesainya skripsi ini;

10. Drs. H. Siswanto M.Pd, selaku Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Wonogiri

yang telah memberikan ijin penelitian.

11. Dra Sri Mulyati, M.Pd, selaku Kepala Bidang Pendidikan TK/SD Dinas

Pendidikan Wonogiri beserta stafnya yang selalu meluangkan waktu guna

terselesaikannya penelitian ini.

12. Kepala UPTD Dinas Pendidikan seKabupaten Wonogiri yang telah bersedia

membantu menyalurkan angket.

13. Seluruh Bapak/Ibu guru SD dan SLB yang telah bersedia memberikan

informasi melalui pengisian angket.

14. Keluarga dan teman-teman atas do’a dan semangatnya.

15. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu

peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.

Akhir kata, semoga skripsi ini berguna dan bermanfaat bagi pihak yang

bersedia membacanya dan bagi penulis khususnya.

Surakarta, Juli 2012

Penulis

Page 13: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiii

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul ................................................................................................... i

Halaman Pernyataan .......................................................................................... . ii

Halaman Pengajuan ........................................................................................... iii

Halaman Persetujuan Pembimbing .................................................................. iv

Halaman Pengesahan Penguji ............................................................................ . v

Halaman Motto ................................................................................................... vi

Halaman Persembahan ....................................................................................... vii

Abstrak ............................................................................................................... viii

Kata Pengantar .................................................................................................... xi

Daftar Isi ............................................................................................................xiiii

Daftar Tabel .................................................................................................... xvi

Daftar Gambar ................................................................................................. xvii

Daftar Lampiran .............................................................................................. xviii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1

A. Latar Belakang Masalah ...................................................................... 1

B. Identifikasi Masalah ............................................................................ 4

C. Pembatasan Masalah ............................................................................ 4

D. Perumusan Masalah ............................................................................ 4

E. Tujuan Penelitian ................................................................................ 5

Page 14: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiv

F. Manfaat Penelitian .............................................................................. 5

BAB II KAJIAN PUSTAKA ........................................................................... 6

A. Kajian Teori dan Hasil Penelitian yang Relevan ................................ 6

1. Prevalensi…………... .................................................................... 6

2. Anak Berkebutuhan Khusus…………... ........................................ 7

3. Anak Tunanetra ............................................................................. 13

4. Anak Tunarungu ............................................................................ 19

5. Anak Tunagrahita ............................................................................ 29

6. Anak tunadaksa ............................................................................... 37

7. Anak Tunalaras ................................................................................ 44

8. Anak Berkesulitan Belajar ............................................................... 53

9. Anak berbakat .................................................................................. 61

10. Hasil Penelitian Yang Relevan ...................................................... 71

B. Kerangka Berpikir ............................................................................... 73

C. Hipotesis ............................................................................................... 74

BAB III METODE PENELITIAN................................................................... 75

A. Tempat dan Waktu Penelitian .............................................................. 75

B. Rancangan/Desain Penelitian .............................................................. 76

C. Populasi dan Sampel ........................................................................... 77

D. Teknik Pengumpulan Data ................................................................... 78

E. Analisis Data ........................................................................................ 83

BAB IV HASIL PENELITIAN ...................................................................... 85

A. Deskripsi Data ...................................................................................... 85

Page 15: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xv

B. Hasil Penelitian .................................................................................... 87

C. Pembahasan ......................................................................................... 97

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN .......................................... 102

A. Simpulan ............................................................................................. 102

B. Implikasi ............................................................................................. 103

C. Saran ..................................................................................................... 104

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 105

LAMPIRAN .................................................................................................... 109

Page 16: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xvi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 : Distribusi Frekuensi ABK Berdasarkan Kelainan .................. 72

Tabel 2.2 : Distribusi Frekuensi ABK Berdasarkan Usia .......................... 72

Tabel 3.1 : Jenis Kegiatan dan Waktu Penelitian ...................................... 76

Tabel 4.1 : Daftar Nama Kecamatan di Kabupaten Wonogiri ................... 86

Tabel 4.2 : Distribusi Frekuensi Prevalensi Siswa SD/MI/SLB di Kabupaten

Wonogiri tahun 2012................................................................ 88

Tabel 4.3 : Distribusi Frekuensi Prevalensi Anak Berkebutuhan di Kabupaten

Wonogiri tahun 2012................................................................ 89

Tabel 4.4 : Distribusi Frekuensi Prevalensi Anak Berkebutuhan Berdasarkan

Kelainannya .......................................................................... 90

Tabel 4.5 : Distribusi Frekuensi Prevalensi Anak Berkebutuhan Berdasarkan

Umur .......................................................................... 92

Tabel 4.6 : Distribusi Frekuensi Prosentase Anak Berkebutuhan Khusus di

Tiap Kecamatan ....................................................................... 94

Tabel 4.7 : Distribusi Frekuensi Anak Berkebutuhan Khusus yang Sudah

Terlayani Pendidikannya dan yang Belum Terlayani

Pendidikannya .......................................................................... 96

Page 17: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xvii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 : Skema Kerangka Berfikir ....................................................... 73

Grafik 4.1 : Prosentase Siswa di Kabupaten Wonogiri ............................... 88

Grafik 4.2 : Prevalensi Anak Berkebutuhan Khusus di Kabupaten Wonogiri 89

Grafik 4.3 : Prosentase Anak Berkebutuhan Khusus Berdasarkan

Kelainannya .......................................................................... 91

Grafik 4.4 : Prosentase Anak Berkebutuhan Khusus Berdasarkan Umur ... 93

Grafik 4.5 : Prosentase Anak Berkebutuhan Khusus di Tiap Kecamatan ... 95

Grafik 4.6 : Prosentase Anak Berkebutuhan Khusus yang Sudah Terlayani

Pendidikannya dan yang Belum Terlayani Pendidikannya ...... 96

Page 18: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 :Instrumen Penelitian SD .................................................... 110

Lampiran 2 :Instrumen Penelitian SLB .................................................. 114

Lampiran 3 :Data SLB B C YMS Wonogiri ........................................... 121

Lampiran 4 :Data SD N II Krisak ........................................................... 128

Lampiran 5 :Data SDN V Giritontro....................................................... 131

Lampiran 6 :Data SDN III Wonokerto ................................................... 135

Lampiran 7 :Rekapitulasi Data Kecamatan Eromoko............................. 139

Lampiran 8 :Rekapitulasi Data Kecamatan Ngadirojo ........................... 143

Lampiran 9 :Rekapitulsi Data Kecamatan Jatiroto ................................. 147

Lampiran 10 :Data Anak Berkebutuhan Khusus yang Belum Mendapat Layanan

Pendidikan ........................................................................... 149

Lampiran 11 :Rekapitulasi Data Siswa di Kabupaten Wonogiri .............. 150

Lampiran 12 :Rekapitulasi Data Anak Berkebutuhan Khusus ................. 151

Lampiran 13 :Rekapitulasi Data Anak Berkebutuhan Khusus Berdasarkan

Umur .................................................................................... 152

Surat Ijin

Page 19: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam rangka mensukseskan program wajib belajar pendidikan dasar

sembilan tahun dan perwujudan hak azasi manusia, pelayanan pendidikan anak

berkebutuhan khusus perlu lebih ditingkatkan.

Kirk dan Gallagher mengemukakan definisi anak berkebutuhan khusus

sebagai anak yang menyimpang dari rata-rata atau normal dalam karakteristik

mental, kemampuan sensoris, karakteristik neuromotor atau fisik, perilaku sosial,

kemampuan berkomunikasi, atau gabungan dari berbagai variabel tersebut.

Sedangkan menurut Direktorat Pendidikan Luar Biasa mengemukakan bahwa

peserta didik berkelainan adalah peserta didik yang secara signifikan (berarti)

mengalami kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik,

mental, intelektual, emosional, dan/atau sosial, sehingga mereka memerlukan

pendidikan khusus.

Dengan demikian, meskipun seorang peserta didik mengalami kelainan

atau penyimpangan tertentu, tetapi kelainan/penyimpangannya tidak signifikan

sehingga mereka tidak memerlukan pendidikan khusus, peserta didik tersebut

bukan termasuk peserta didik yang memiliki kelainan.

Selama ini pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus lebih banyak

diselenggarakan secara segregasi di Sekolah Luar Biasa (SLB) dan Sekolah Dasar

Luar Biasa (SDLB). Sementara itu lokasi SLB dan SDLB pada umumnya berada

di Ibu Kota Kabupaten, padahal anak-anak berkebutuhan khusus tersebar tidak

hanya di Ibu Kota Kabupaten, namun hampir diseluruh daerah (Kecamatan/Desa).

Akibatnya sebagian anak berkebutuhan khusus tersebut tidak bersekolah karena

lokasi SLB dan SDLB yang ada jauh dari tempat tinggalnya, sedangkan sekolah

reguler terdekat belum memiliki kesadaran untuk menerima anak dengan

berkebutuhan khusus karena merasa tidak mampu melayaninya.

Sebagian lain yang selama ini dapat diterima di sekolah reguler tersebut,

tetapi karena ketiadaan pelayanan khusus bagi mereka, akibatnya mereka

Page 20: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

berpotensi tinggal kelas yang pada akhirnya akan putus sekolah. Akibat lebih

lanjut program wajib belajar pendidikan sembilan tahun akan sulit tercapai.

Dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 dan Undang-Undang

Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional bab III ayat 5

dinyatakan bahwa setiap warga negara mempunyai kesempatan yang sama

memperoleh pendidikan. Hal ini menunjukkan bahwa anak berkelainan berhak

pula memperoleh kesempatan yang sama dengan anak lainnya (anak normal)

dalam pendidikan. Hal ini telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun

2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 5 dinyatakan bahwa: (1)

setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan

yang bermutu; (2) warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental,

intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan layanan khusus; (3)

warga negara di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang

terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan khusus; (4) warga negara yang

memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan

khusus; dan (5) setiap warga negara berhak mendapat kesempatan meningkatkan

pendidikan sepanjang hayat.

Lebih lanjut dipertegas pada pasal 32, bahwa: (1) pendidikan khusus

merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam

mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial,

dan/ atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa; (2) pendidikan layanan

khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik di daerah terpencil, dan/atau

mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi

(dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen disebut

dengan istilah daerah khusus). Hal ini menunjukkan bahwa secara yuridis,

pemerintah sangat serius dalam meningkatkan mutu sumber daya manusia di

Indonesia. Setiap warga negara diberi hak untuk memperoleh pendidikan yang

bermutu dan sepanjang hayat, baik bagi warga negara yang berkelainan (cacat),

normal, maupun yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa; baik yang

tinggal di perkotaan, pedesaan, maupun di daerah terpencil atau terbelakang,

Page 21: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

masyarakat adat yang terpencil, dan/atau mengalami bencana alam, bencana

sosial, serta tidak mampu dari segi ekonomi.

Perlunya perhatian terhadap pendidikan anak berkebutuhan khusus

disebabkan jumlah mereka yang ternyata tidak sedikit. Kementrian Kesehatan

Republik Indonesia (2010) menyebutkan bahwa WHO memperkirakan jumlah

anak berkebutuhan khusus di Indonesia sekitar 7-10% dari total populasi anak.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Nasional tahun 2007, terdapat

82.840.600 jiwa anak dari 231.294.200 jiwa penduduk Indonesia, dimana sekitar

8,3 juta jiwa diantaranya adalah anak berkebutuhan khusus.

Joglo Semar (2010) menjelaskan data dari Direktorat Pembinaan Sekolah

Luar Biasa Kementrian Pendidikan Nasional menyebutkan Anak Berkebutuhan

Khusus (ABK) di Indonesia mencapai sebanyak 324.000 orang. Dari 324.000

ABK, baru 75.000 anak yang sudah tersentuh pendidikan, sedangkan sisanya

sebanyak 249.000 belum tersentuh pendidikan.

Kompas (2012) menyebutkan bahwa pada tahun 2012 jumlah anak

berkebutuhan khusus di Indonesia tercatat mencapai 1.544.184 anak, dengan

330.764 anak (21,42 persen) berada dalam rentang usia 5-18 tahun. Dari jumlah

tersebut, hanya 85.737 anak berkebutuhan khusus yang bersekolah. Artinya,

masih terdapat 245.027 anak berkebutuhan khusus yang belum mengenyam

pendidikan di sekolah, baik sekolah khusus ataupun sekolah inklusi.

Dari data diatas diketahui bahwa masih banyak anak berkebutuhan khusus

yang belum terlayani pendidikannya. Oleh karena itu untuk mendapatkan data

yang lebih akurat dan dapat digunakan untuk dasar pembuatan kebijakan dalam

pemerataan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus maka peneliti

memfokuskan penelitian dengan judul “Prevalensi Anak Berkebutuhan Khusus Di

Kabupaten Wonogiri Tahun 2012”.

Page 22: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

B. Identifikasi Masalah

Dari uraian pada latar belakang penelitian tersebut, ada beberapa masalah

yang berhubungan dengan anak berkebutuhan khusus, yaitu:

1. Pelayanan pendidikan bagi Anak Bekebutuhan Khusus (ABK) yang masih

perlu ditingkatkan.

2. Letak SLB dan SDLB yang berada di Ibu Kota Kabupaten padahal

keberadaan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) tersebar di Kecamatan/Desa.

3. Sekolah umum/reguler yang berada didekat rumah Anak Berkebutuhan

Khusus (ABK) belum mampu melayani peserta didik dengan berkebutuhan

khusus.

4. Jumlah anak berkebutuhan khusus yang tidak sedikit dan masih banyak yang

belum terlayani pendidikannya.

C. Pembatasan Masalah

Dari identifikasi masalah yang telah diuraikan, peneliti tidak akan meneliti

semua masalah tersebut. Dalam penelitian ini masalah yang akan dibahas hanya

jumlah dan klasifikasi anak berkebutuhan khusus yang berusia 7-18 tahun.

D. Perumusan Masalah

Bertolak dari latar belakang penelitian, identifikasi dan batasan masalah

tersebut, maka dapat dirumuskan masalah dalam penelitian yaitu sebagai berikut:

1. Berapa prevalensi anak berkebutuhan khusus di Kabupaten Wonogiri tahun

2012?

2. Bagaimana klasifikasi anak berkebutuhan khusus berdasarkan kelainanannya?

3. Bagaimana klasifikasi anak berkebutuhan khusus berdasarkan umurnya?

4. Berapa prosentase anak berkebutuhan khusus di tiap kecamatan?

5. Berapa jumlah anak berkebutuhan khusus yang sudah terlayani

pendidikannya?

Page 23: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:

1. Prevalensi anak berkebutuhan khusus di kabupaten Wonogiri tahun 2012.

2. Klasifikasi anak berkebutuhan khusus berdasarkan kelainanannya.

3. Klasifikasi anak berkebutuhan khusus berdasarkan umurnya.

4. Prosentase anak berkebutuhan khusus di tiap kecamatan.

5. Jumlah anak berkebutuhan khusus yang sudah terlayani pendidikannya.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan baik secara

teoretis maupun praktis sebagai berikut:

1. Secara teoretis hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk:

a. Memberikan informasi tentang prevalensi siswa berkebutuhan khusus.

b. Dijadikan studi lanjutan yang relevan tentang siswa berkebutuhan khusus.

c. Menjadi bahan kajian ke arah pengembangan pendidikan bagi siswa

berkebutuhan khusus.

2. Secara praktis hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk:

a. Informasi bagi pemerintah kabupaten Wonogiri sebagai bahan landasan

membuat kebijaksanaan dalam pelayanan pendidikan siswa berkebutuhan

khusus.

b. Informasi bagi peneliti tentang prevalensi siswa berkebutuhan khusus di

kabupaten Wonogiri.

Page 24: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori Dan Hasil Penelitian Yang Relevan

1. Prevalensi

Prevalensi merupakan istilah yang sering digunakan untuk menggambarkan

jumlah suatu kondisi tertentu dalam masyarakat. Banyak penelitian dalam dunia

pendidikan, kesehatan, dan sosial menggunakan istilah prevalensi untuk

menunjukkan jumlah suatu kondisi dalam masyarakat. Berikut diuraikan beberapa

pengertian prevalensi.

Sunardi (1995) menjelaskan bahwa prevalensi dari suatu gejala adalah jumlah

orang dalam populasi tertentu yang menunjukkan gejala yang dimaksud pada saat

tertentu.

Menurut artikata.com prevalensi adalah jumlah keseluruhan kasus penyakit

yang terjadi pada suatu waktu tertentu di suatu wilayah.

www.kamuskesehatan.com menjelaskan prevalensi adalah seberapa sering

suatu penyakit atau kondisi terjadi pada sekelompok orang. Prevalensi dihitung

dengan membagi jumlah orang yang memiliki penyakit atau kondisi dengan

jumlah total orang dalam kelompok.

Kadri (2010) menyebutkan bahwa prevalensi adalah jumlah keseluruhan orang

yang menggambarkan kondisi tertentu yang menimpa sekelompok penduduk

tertentu (point prevalence), atau pada periode tertentu (period prevalence) tanpa

melihat kapan kondisi itu mulai dibagi dengan jumlah penduduk yang mempunyai

resiko tertimpa penyakit pada waktu titik tertentu atau periode tertentu.

Dari beberapa pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa prevalensi

adalah jumlah keseluruhan orang yang menggambarkan kondisi tertentu dalam

populasi tertentu pada waktu titik tertentu atau pada periode waktu tertentu.

Menghitung prevalensi anak berkebutuhan khusus sangat diperlukan dalam dunia

pendidikan guna memenuhi kebutuhan pendidikan mereka yang memerlukan

pelayanan khusus.

Page 25: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

2. Anak berkebutuhan khusus

a. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus

Terdapat istilah yang sering membingungkan masyarakat, yaitu istilah

anak cacat atau anak yang menyandang ketunaan (handicapped children)

dengan istilah anak luar biasa atau berkelainan. Kebingungan tersebut

disebabkan antara lain karena penyelenggaraan pendidikan luar biasa

berlangsung di sekolah luar biasa, dan anak-anak yang bersekolah di SLB

pada umumnya anak-anak cacat atau yang menyandang ketunaan, sehingga

anak luar biasa diidentikkan dengan anak-anak cacat. Padahal, anak luar biasa

atau berkelaian memiliki arti generik, yakni baik yang sub-normal (di bawah

normal/cacat) maupun yang upnormal (di atas normal/berbakat). Sejalan

dengan perkembangan jaman, istilah anak luar biasa diperhalus dengan istilah

anak berkebutuhan khusus. Hal ini dilihat dari kebutuhan anak luar biasa yang

membutuhkan pelayanan khusus sesuai dengan karakteristiknya. Berikut ini

dijelaskan beberapa pengertian anak berkebutuhan khusus.

Menurut Kirk, Heward & Orlansky dalam Efendi (2006:2) anak

berkelainan adalah siswa yang dianggap memiliki kelainan penyimpangan dari

kondisi rata-rata anak normal umumnya, dalam hal fisik, mental, maupun

karakteristik perilaku sosialnya

Wardani, Astati, Hernawati, Somad (2007) menjelaskan:

Anak luar biasa adalah anak yang mempunyai sesuatu yang luar biasa

yang secara signifikan membedakannya dengan anak-anak seusia pada

umumnya. Keluarbiasaan yang dimiliki anak tersebut dapat merupakan

sesuatu yang positif, dapat pula yang negatif. Dengan demikian,

keluarbiasaan itu dapat berada di atas rata-rata anak normal, dapat pula

berada di bawah rata-rata anak normal (hlm. 1.3).

Menurut Abdurrachman dan Sudjadi S (1994) secara statistika, yang

dimaksud dengan anak luar biasa atau anak berkelainan ialah “anak yang

menyimpang dari kriteria normal atau rata-rata, baik penyimpangan ke atas

maupun penyimpangan ke bawah; sedangkan anak yang menyandang

ketunaan atau cacat ialah hanya yang menyimpang ke bawah dari kriteria

normal” (hlm. 8).

Page 26: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

Menurut direktorat pendidikan luar biasa (2004)

anak berkebutuhan khusus adalah anak yang dalam proses pertumbuhan/

perkembangannya secara signifikan (bermakna) mengalami kelainan/

penyimpangan (fisik, mental-intelektual, sosial, emosional) dibandingkan

dengan anak-anak lain seusianya sehingga mereka memerlukan pelayanan

pendidikan khusus (hlm. 5).

Dari beberapa pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa anak

berkebutuhan khusus adalah anak yang mengalami kelainan/ penyimpangan

dari kondisi rata-rata anak seusianya dalam hal fisik, mental, dan intelektual

sehingga dalam pendidikannya membutuhkan pelayanan khusus.

b. Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus

Tujuan dilakukannya klasifikasi berkebutuhan khusus bukan untuk

memisahkan mereka dari anak normal tetapi hanya untuk keperluan

pembelajaran bukan untuk keperluan pendidikan.

Amin & Dwidjosumarto dalam Efendi (2006) Menurut klasifikasi dan

jenis kelainan, anak berkebutuhan khusus dikelompokkan ke dalam kelainan

fisik, kelainan mental, dan kelainan karakteristik sosial.

1) Kelainan fisik

Kelainan fisik adalah kelainan yang terjadi pada satu atau lebih

organ tubuh tertentu. Akibat kelainan tersebut timbul suatu keadaan pada

fungsi fisik tubuhnya tidak dapat menjalankan tugasnya secara normal.

Tidak berfungsinya anggota fisik terjadi pada: a) alat fisik indra, misalnya

pada indra penglihatan (tunanetra), indra pendengaran (tunarungu), dan

organ bicara (tunawicara); b) alat motorik tubuh, misalnya kelainan otot

dan tulang (poliomyelitis), kelainan pada sistem saraf di otak yang

berakibat gangguan pada fungsi motorik (cerebral palsy), kelainan anggota

badan akibat pertumbuhan yang tidak sempurna, misalnya lahir tanpa

tangan/ kaki, amputasi, dan lain-lain. Untuk kelainan pada alat motorik

tubuh ini dikenal dalam kelompok tunadaksa.

2) Kelainan mental

Page 27: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

Anak berkelainan dalam aspek mental adalah anak yang memiliki

penyimpangan kemampuan berpikir secara kritis, logis dalam menanggapi

dunia sekitarnya. Kelainan pada aspek mental ini dapat menyebar ke dua

arah, yaitu kelainan mental dalam arti lebih (supernormal) dan kelainan

mental dalam arti kurang (subnormal). Kelainan mental dalam arti lebih

atau anak unggul, menurut tingkatannya dikelompokkan menjadi: a) anak

mampu belajar dengan cepat (rapid learner), b) anak berbakat (gifted), dan

c) anak genius (extremelly gifted).

Anak yang berkelainan mental dalam arti kurang atau tunagrahita,

yaitu anak yang diidentifikasi memiliki tingkat kecerdasan yang

sedemikian rendahnya (di bawah normal) sehingga untuk meniti tugas

perkembangannya memerlukan bantuan atau layanan secara khusus,

termasuk di dalamnya kebutuhan program pendidikan dan bimbingannya.

3) Kelainan perilaku sosial

Kelainan perilaku atau tunalaras adalah mereka yang mengalami

kesulitan untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan, tata tertib,

norma sosial, dan lain-lain. Manifestasi dari mereka yang dikategorikan

dalam kelainan perilaku sosial ini, misalnya kompensasi berlebihan,

sering bentrok dengan lingkungan, pelanggaran hukum/ norma maupun

kesopanan.

Klasifikasi anak yang termasuk dalam kategori mengalami

kelainan perilaku sosial di antaranya anak psychotic dan neurotic, anak

dengan gangguan emosi dan anak nakal (delinquent). Berdasarkan

sumber terjadinya tindak kelainan perilaku sosial secara penggolongan

dibedakan menjadi: a) tunalaras emosi, yaitu penyimpangan perilaku

sosial yang ekstrem sebagai bentuk gangguan emosi, b) tunalaras sosial,

yaitu penyimpangan perilaku sosial sebagai bentuk kelainan dalam

penyesuaian sosial karena bersifat fungsional (hlm. 4).

Kirk dan Gallagher dalam Abdurrahman dan Sudjadi (1994)

mengklasifikasikan anak luar biasa ke dalam lima kelompok, yaitu:

Page 28: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

1) Kelainan mental, meliputi anak-anak

a) Yang memiliki kapasitas intelektual luar biasa tinggi (intellectually

superior) dan

b) Yang lamban dalam belajar (mentally retarded);

2) Kelainan sensoris, meliputi anak-anak dengan

a) Kerusakan pendengaran (auditory impairments) dan

b) Kerusakan penglihatan (visual impairments);

3) Gangguan komunikasi, meliputi anak-anak dengan

a) Kesulitan belajar (learning disabilities) dan

b) Gangguan dalam berbicara dan berbahasa (speech and language

impairments);

4) Gangguan perilaku, meliputi anak-anak dengan

a) Gangguan emosional (emosional distrubance) dan

b) Ketidaksesuaian perilaku sosial atau tunalaras (social maladjusment);

dan

5) Tunaganda, cacat berat meliputi macam-macam kombinasi kecacatan,

seperti: cerebral palsy dengan tunagrahita, tunanetra dengan tunagrahita,

dan sebagainya (hlm. 10).

Dembo dalam Abdurrachman dan Sudjadi S (1994) mengklasifikasikan

untuk keperluan pembelajaran dikemukakan seperti berikut ini:

1) Tunagrahita (mental retardation);

2) Berkesulitan belajar (learning disabilities);

3) Gangguan perilaku atau gangguan emosi (behavior disorders);

4) Gangguan bicara dan bahasa (speech and language disorder);

5) Kerusakan pendengaran (hearing impairments);

6) Kerusakan penglihatan (visual impairments);

7) Kerusakan fisik dan gangguan kesehatan (physical and other health

impairments);

8) Cacat berat atau cacat ganda (severe and multiple handicaps); dan

Page 29: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

9) Berkecerdasan luar biasa tinggi atau berbakat (gifted and talented) (hlm.

11).

Menurut Abdurrachman dalam Wardani, dkk (2007) kategori

keluarbiasaan berdasarkan jenis penyimpangan yang dibuat untuk keperluan

pembelajaran adalah sebagai berikut:

1) Kelompok yang mengalami penyimpangan dalam bidang intelektual,

terdiri dari anak yang luar biasa cerdas (intellectually superior) dan anak

yang tingkat kecerdasannya rendah atau yang disebut tunagrahita.

2) Kelompok yang mengalami penyimpangan atau keluarbiasaan yang terjadi

karena hambatan sensoris atau indra, terdiri dari anak tunanetra dan

tunarungu.

3) Kelompok anak yang mendapat kesulitan belajar dan gangguan

komunikasi.

4) Kelompok anak yang mengalami penyimpangan perilaku, yang terdiri dari

anak tunalaras dan penyandang gangguan emosi.

5) Kelompok anak yang mempunyai keluarbiasaan/ penyimpangan ganda

atau berat dan sering disebut sebagai tunaganda (hlm. 1.5).

Berdasarkan klasifikasi para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa

klasifikasi siswa berkebutuhan khusus adalah:

1) Tunanetra;

2) Tunarungu;

3) Tunawicara;

4) Tunagrahita;

5) Tunadaksa;

6) Tunalaras;

7) Tunaganda;

8) Kesulitan belajar; dan

9) Berbakat.

Page 30: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

c. Penyebab Anak Berkebutuhan Khusus

Faktor penyebab terjadinya kelainan pada seseorang sangatlah beragam,

berikut dijelaskan beberapa faktor penyebab terjadinya kelainan.

Menurut Efendi (2006) faktor penyebab terjadinya kelainan pada

seseorang sangat beragam jenisnya, namun dilihat dari masa terjadinya,

kelainan itu sendiri dapat diklasifikasikan menjadi:

1) Kelainan yang terjadi sebelum masa kelahiran (prenatal), berdasarkan

periodisasinya dapat terjadi pada periode embrio, periode janin muda, dan

periode janin aktini (Arkandha). Faktor lain yang mempengaruhi terhadap

kelainan anak pada masa prenatal ini antara lain penyakit kronis, diabetes,

anemia, kanker, kurang gizi, toxemia, rh factor, infeksi (rubella. Syphilis,

toxoplasmosis, dan cytomegalic inclusion disease/ CID), radiasi, kelaianan

genetik, kelainan kromosom, obat-obatan dan bahan kimia lainnya yang

berinteraksi dengan ibu anak semasa hamil.

2) Kelainan saat anak lahir (neonatal), yakni masa dimana kelainan itu terjadi

pada saat anak dilahirkan. Ada beberapa sebab kelainan saat anak

dilahirkan, antara lain anak dilahirkan sebelum waktunya (prematurity),

lahir dengan bantuan alat (tang verlossing), posisi bayi tidak normal,

analgesia dan anesthesia, kelahiran ganda, asphyxia, atau karena kesehatan

bayi yang bersangkutan.

3) Kelainan yang terjadi setelah anak lahir (postnatal), yakni masa di mana

kelainan itu terjadi setelah bayi dilahirkan, atau saat anak dalam masa

perkembangan. Ada beberapa sebab kelainan setelah anak dilahirkan,

antara lain infeksi, luka, bahan kimia, malnutrisi, deprivation factor dan

meningitis, stuip, dan lain-lain (hlm. 12-13).

Menurut Wardani, dkk (2007) mengelompokkan penyebab terjadinya

keluarbiasaan berdasarkan waktu terjadinya seperti berikut:

1) Penyebab Prenatal, yaitu penyebab yang beraksi sebelum kelahiran.

Artinya, pada waktu janin masih berada dalam kandungan, mungkin sang

ibu terserang virus, misalnya virus rubella, mengalami trauma atau salah

Page 31: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

minum obat, yang semuanya ini berakibat bagi munculnya kelaianan pada

bayi.

2) Penyebab Neonatal, yaitu penyebab yang muncul pada saat atau waktu

proses kelahiran, seperti terjadinya benturan atau infeksi ketika

melahirkan, proses kelahiran dengan penyedotan (di-vacuum), pemberian

oksigen yang terlampau lama bagi anak yang lahir premature.

3) Penyebab Postnatal, yaitu penyebab yang muncul setelah kelahiran,

misalnya kecelakaan, jatuh atau kena penyakit tertentu (hlm. 1.18).

Dari pendapat diatas maka penyebab anak berkebutuhan khusus dapat

dibedakan menjadi tiga berdasarkan waktu terjadinya yaitu sebelum kelahiran

(prenatal), pada saat kelahiran (neonatal), dan setelah kelahiran (postnatal).

3. Anak Tunanetra

a. Pengertian

Penglihatan adalah sumber penyerapan informasi. Kita bergantung

pada penglihatan untuk menjaga diri, mengenal orang dan objek,

mengendalikan kemampuan motorik, dan tingkah laku sosial. Penglihatan

juga penting dalam perkembangan anak-anak karena 80% dari yang

dipelajari anak-anak adalah melalui penglihatan. Pada kenyataannya tidak

semua manusia diberi indra penglihatan yang normal atau yang biasa

disebut tunanetra. Masyarakat umumnya mengartikan bahwa tunanetra

sama dengan orang buta yaitu orang yang tidak bisa melihat sama sekali.

Hal ini kurang benar karena yang disebut tunanetra tidak semuanya buta.

Berikut dijelaskan beberapa pengertian tentang tunanetra.

Menurut Abdurrachman dan Sudjadi (1994) anak tunanetra adalah

“mereka yang meskipun sudah mengalami perbaikan penglihatannya

masih rusak sehingga memerlukan penyesuaian-penyesuaian dalam materi

visual dan metode-metode khusus dalam pengajaran” (hal.54).

Menurut Direktorat Pendidikan Luar Biasa (2004) tunanetra adalah

“anak yang mengalami gangguan daya penglihatannya, berupa kebutaan

Page 32: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

menyeluruh atau sebagian, dan walaupun telah diberi pertolongan dengan

alat-alat bantu khusus, mereka masih tetap memerlukan pelayanan

pendidikan khusus” (hlm. 6-7).

Menurut Somantri (2006) anak tunanetra adalah “individu yang indera

penglihatannya (kedua-duanya) tidak berfungsi sebagai saluran penerima

informasi dalam kegiatan sehari-hari seperti halnya orang awas” (hlm. 65).

Menurut Barraga dalam Wardani, dkk (2007) anak yang mengalami

ketidakmampuan melihat adalah “anak yang mempunyai gangguan atau

kerusakan dalam penglihatannya sehingga menghambat prestasi belajar

secara optimal, kecuali jika dilakukan penyesuaian dalam metode-metode

penyajian pengalaman belajar, sifat-sifat bahan yang digunakan, dan/ atau

lingkungan belajar” (hlm. 4.5).

Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian anak

tunanetra adalah individu yang memiliki gangguan dalam penglihatannya

baik berupa buta total atau hanya sebagian dari penglihatannya.

b. Penyebab

Banyak kejadian yang dapat menyebabkan kerusakan pada struktur

jaringan penglihatan, dan kerusakan pada struktur ini setidak-tidaknya

dapat menyebabkan fungsi penglihatan menjadi lebih terbatas.

Somantri (2006) Secara ilmiah ketunanetraan anak dapat disebabkan

oleh berbagai faktor, apakah itu faktor dalam diri anak (internal) ataupun

faktor dari luar anak (eksternal). Hal-hal yang termasuk faktor internal

yaitu faktor-faktor yang erat hubungannya dengan keadaan bayi selama

masih dalam kandungan. Kemungkinannya karena faktor gen (sifat

pembawa keturunan), kondisi psikis ibu, kekurangan gizi, keracunan obat,

dan sebagainya. Sedangkan hal-hal yang termasuk faktor eksternal

diantaranya faktor-faktor yang terjadi pada saat atau sesudah bayi

dilahirkan. Misalnya: kecelakaan, terkena penyakit siphilis yang mengenai

matanya saat dilahirkan, pengaruh alat bantu medis (tang) saat melahirkan

sehingga sistem persyarafannya rusak, kurang gizi atau vitamin, terkena

Page 33: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

racun, virus trachoma, panas badan yang terlalu tinggi, serta peradangan

mata karena penyakit, bakteri, ataupun virus.

Menurut Efendi (2006) etiologi timbulnya ketunanetraan disebabkan

oleh faktor endogen dan faktor eksogen. Ketunanetraan karena faktor

endogen, seperti keturunan (herediter), atau karena faktor eksogen seperti

penyakit, kecelakaan, obat-obatan dan lain-lainnya.

Sedangkan menurut Wardani, dkk (2007) faktor penyebab tunanetra

didasarkan pada faktor internal dan eksternal.

1) Faktor internal

Merupakan penyabab ketunanetraan yang timbul dari dalam diri

individu, yang sering disebut juga faktor keturunan.

2) Faktor eksternal

Merupakan penyebab ketunanetraan yang berasal dari luar diri

individu. Penyebab ketunanetraan yang dikelompokkan pada faktor

eksternal ini, antara lain sebagai berikut:

a) Penyakit rubella dan syphilis,

b) Glaukoma (tekanan yang berlebihan pada bola mata),

c) Retinopati diabetes,

d) Retinoblastoma (tumor ganas yang terjadi pada retina),

e) Kekurangan vitamin A,

f) Terkena zat kimia,

g) Kecelakaan.

Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa ketunanetraan

disebabkan oleh faktor internal yang berasal dari dalam diri individu atau

keturunan dan faktor eksternal yang berasal dari luar diri individu yang

dikarenakan penyakit atau kecelakaan.

c. Karakteristik

Karakteristik anak tunanetra dapat dilihat dari beberapa segi karena

tidak semua anak tunanetra memiliki karakteristik yang sama.

Page 34: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

Menurut Direktorat Pendidikan Luar Biasa (2004) karakteristik

tunanetra adalah sebagai berikut:

1) Tidak mampu melihat,

2) Tidak mampu mengenali orang pada jarak 6 meter,

3) Kerusakan nyata pada kedua bola mata,

4) Sering meraba-raba/ tersandung waktu berjalan,

5) Mengalami kesulitan mengambil benda kecil di dekatnya,

6) Bagian bola mata yang hitam berwarna keruh/ besisik/ kering,

7) Peradangan hebat pada kedua bola mata,

8) Mata bergoyang terus.

Menurut Wardani, dkk (2007):

1) Karakteristik anak tunanetra dalam aspek akademis Tilman & Osborn

menemukan beberapa perbedaan antara anak tunanetra dan anak awas.

a) Anak tunanetra menyimpan pengalaman-pengalaman khusus,

seperti halnya anak awas, namun pengalaman-pengalaman tersebut

kurang terintegrasikan.

b) Anak tunanetra mendapatkan angka yang hampir sama dengan

anak awas, dalam hal berhitung, informasi, dan kosakata, tetapi

kurang baik dalam hal pemahaman (comprehension) dan

persamaan.

c) Kosakata anak tunanetra cenderung merupakan kata-kata yang

definitif.

2) Karakteristik anak tunanetra dalam aspek pribadi dan sosial

a) Ketunanetraan tidak secara langsung menyebabkan timbulnya

masalah kepribadian. Masalah kepribadian cenderung diakibatkan

oleh sikap negatif yang diterima anak tunanetra dari lingkungan

sosialnya.

b) Anak tunanetra mengalami kesulitan dalam menguasai ketrampilan

sosial karena ketrampilan tersebut biasanya diperoleh individu

melalui model atau contoh perilaku dan umpan balik melalui

penglihatan.

c) Beberapa karakteristik sebagai akibat langsung maupun tidak

langsung dari ketunanetraannya adalah curiga terhadap orang lain,

mudah tersinggung, dan ketetergantungan pada orang lain.

3) Karakteristik anak tunanetra dalam aspek fisik/indera dan

motorik/perilaku

a) Dilihat secara fisik, akan mudah ditentukan bahwa orang tersebut

mengalami tunanetra. Hal itu dapat dilihat dari kondisi matanya

yang berbeda dengan mata orang awas dan sikap tubuhnya yang

kurang ajeg serta agak kaku.

b) Anak tunanetra umumnya menunjukkan kepekaan yang lebih baik

pada indera pendengaran dan perabaan dibandingkan dengan anak

awas.

Page 35: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

c) Dalam aspek motorik/perilaku, gerakan anak tunanetra terlihat

agak kaku dan kurang fleksibel, serta sering melakukan perilaku

stereotip, seperti menggosok-gosok mata dan menepuk-nepuk

tangan.

Suran & Rizzo; Johnson, Christie, &Yawkey dalam Hildayani, dkk,

(2010) membagi karakteristik anak yang mengalami gangguan penglihatan

dari beberapa segi:

1) Perkembangan motorik

Anak yang mengalami gangguan penglihatan memperlihatkan

keterlambatan awal dalam perkembangan motorik dibandingkan

dengan anak yang dapat melihat. Keterlambatan itu seperti

mengangkat diri sendiri dengan lengan (posisi tiarap), mengangkat diri

sendiri ke posisi duduk, berdiri dengan bantuan furniture, serta berjalan

sendiri.

2) Faktor bahasa

Karena anak yang buta kurang memiliki pengalaman mengenai

asosiasi visual, pengolahan kosa kata berlangsung secara lambat. Anak

yang buta juga mengalami kesulitan untuk memahami komunikasi

nonverbal.

3) Kemampuan konseptual

Kelemahan kemampuan konseptual atau kognitif pada anak buta lebih

disebabkan oleh kurangnya pengalaman belajar yang tepat daripada

disebabkan oleh kelemahan yang bersifat bawaan.

4) Kegiatan bermain

Anak yang buta jarang terlibat dalam permainan yang mengandalkan

keterampilan motorik kasar dan halus. Dalam bermain pura-pura, tema

yang ditampilkan juga kurang imajinatif.

5) Faktor personal dan sosial

Masalah kepribadian bukanlah kondisi bawaan dari orang buta.

Masalah-masalah muncul lebih karena cara masyarakat

memperlakukan mereka. Reaksi masyarakat terhadap orang butalah

Page 36: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

yang menentukan apakah penyesuaian diri mereka kurang atau tidak

(hlm. 8.6-8.9).

Meskipun pendapat tentang karakteristik anak tunanetra bermacam-

macam tetapi dari pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa

karakteristik anak tunanetra dapat dilihat dari berbagai aspek yaitu:

1) Aspek akademis/konseptual/kognitif.

2) Aspek motorik.

3) Aspek pribadi dan sosial.

d. Klasifikasi

Untuk memudahkan dalam pemberian pelayanan sesuai kebutuhannya

maka anak tunanetra perlu diklasifikasikan sesuai tingkat ketunaannya.

Kirk dalam Abdurrachman dan Sudjadi (1994) mengklasifikasikan

anak tunanetra untuk keperluan pembelajaran dibedakan menjadi dua

kategori yaitu anak buta dan lemah penglihatan. Anak buta hanya dapat

dididik dengan menggunakan indera-indera yang lain sedangkan anak

lemah penglihatan sisa penglihatannya masih dapat dimanfaatkan dalam

memperoleh keterampilan-keterampilan (hlm.45)

Menurut Efendi (2006) klasifikasi anak tunanetra ditinjau dari

ketajaman untuk melihat bayangan benda dapat dikelompokkan menjadi

sebagai berikut:

1) Anak yang mengalami kelainan penglihatan yang mempunyai

kemungkinan dikoreksi dengan penyembuhan pengobatan atau alat

optik tertentu.

2) Anak yang mengalami kelainan penglihatan, meskipun dikoreksi

dengan pengobatan atau alat optik tertentu masih mengalami kesulitan

mengikuti kelas reguler sehingga diperlukan kompensasi pengajaran

untuk mengganti kekurangannya.

3) Anak yang mengalami kelainan penglihatan yang tidak dapat dikoreksi

dengan pengobatan atau alat optik apapun, karena anak tidak mampu

lagi memanfaatkan indra penglihatannya.

Page 37: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

Somantri (2006) anak tunanetra juga dapat dikelompokkan menjadi

dua macam:

1) Buta

Dikatakan buta jika anak sama sekali tidak mampu menerima

rangsang cahaya dari luar (visusnya=0).

2) Low vision

Bila anak masih mampu menerima rangsang cahaya dari luar, tetapi

ketajamannya lebih dari 6/21, atau jika anak hanya mampu membaca

headline pada surat kabar (hlm.66).

Menurut Wardani, dkk (2007) tunanetra dapat diklasifikasikan

berdasarkan:

1) Berdasarkan tingkat ketajaman penglihatannya tunanetra dapat

dibedakan menjadi:

a) Tunanetra dengan ketajaman penglihatan 6/20m-6/60m atau 20/70

feet-20/200 feet, yang disebut kurang lihat;

b) Tunanetra dengan ketajaman penglihatan antara 6/60 m atau

20/200 feet atau kurang, yang disebut buta;

c) Tunanetra yang memiliki visus 0 atau yang disebut buta total

(totally blind).

2) Berdasarkan saat terjadinya, tunanetra diklasifikasikan menjadi

tunanetra sebelum dan sejak lahir, tunanetra batita, tunanetra balita,

tunanetra pada usia sekolah, tunanetra remaja, dan tunanetra dewasa.

3) Berdasarkan adaptasi pendidikannya, tunanetra diklasifikasikan

menjadi:

a) Ketidakmampuan melihat taraf sedang (moderate visual disability);

b) Ketidakmampuan melihat taraf berat (severe visual disability);

c) Ketidakmampuan melihat taraf sangant berat (profound visual

disability) (hlm.4.16).

Dari pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan anak tunanetra dapat

diklasifikasikan menjadi low vision dan buta.

4. Anak Tunarungu

a. Pengertian

Istilah tunarungu atau gangguan pendengaran tidak terbatas pada

individu-individu yang kehilangan pendengaran sangat berat saja,

melainkan mencakup seluruh tingkat kerusakan pendengaran. Untuk itu

perlu diketahui terlebih dahulu pengertian dari tunarungu.

Page 38: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

Menurut Direktorat Pendidikan Luar Biasa (2004) tunarungu adalah

“anak yang kehilangan seluruh atau sebagian daya pendengarannya

sehingga tidak atau kurang mampu berkomunikasi secara verbal dan

walaupun telah diberikan pertolongan dengan alat bantu dengar masih

tetap memerlukan pelayanan pendidikan khusus” (hlm. 11).

Menurut Somantri (2006) tunarungu adalah “mereka yang kehilangan

pendengaran baik sebagian (hard of hearing) maupun seluruhnya (deaf)

yang menyebabkan pendengarannya tidak memiliki fungsional di dalam

kehidupan sehari-hari” (hlm. 94).

Menurut Efendi (2006):

Tunarungu atau kelainan pendengaran adalah kondisi dimana dalam

proses mendengar terdapat satu atau lebih organ telinga bagian luar,

organ telinga bagian tengah, dan organ telinga bagian dalam

mengalami gangguan atau kerusakan disebabkan penyakit, kecelakaan,

atau sebab lain yang tidak diketahui sehingga organ tersebut tidak

dapat menjalankan fungsinya dengan baik (hlm.57).

Menurut Hallahan dan Kauffman dalam Wardani, dkk (2007)

menyatakan bahwa tunarungu (hearing impairmrnt) merupakan satu istilah

umum yang menunjukkan ketidakmampuan mendengar dari yang ringan

sampai yang berat sekali yang digolongkan kepada tuli (deaf) dan kurang

dengar (a hard of hearing) (hlm. 5.3).

Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa anak tunarungu adalah

anak yang kehilangan pendengaran baik sebagian atau seluruh

pendengarannya.

b. Penyebab

Banyak informasi tentang sebab-sebab terjadinya kerusakan organ

pendengaran yang menyebabkan penderitanya mengalami ketunarunguan.

Berikut dijelaskan beberapa penyebab ketunarunguan.

Somad dan Hernawati (1995) mengelompokkan faktor-faktor

penyebab ketunarunguan sebagai berikut:

1) Faktor dalam diri anak

Page 39: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

a) Disebabkan oleh faktor keturunan dari salah satu atau kedua

orangtuanya yang mengalami ketunarunguan.

b) Ibu yang mengandung menderita penyakit campak jerman

(rubella).

c) Ibu yang sedang mengandung menderita keracunan darah atau

toxaminia.

2) Faktor luar diri anak

a) Anak mengalami infeksi pada saat dilahirkan atau kelahiran.

b) Meningitis atau radang selaput otak.

c) Otitis media (radang telinga bagian tengah).

Sedangkan menurut Efendi (2006) penyebab ketunarunguan adalah

sebagai berikut:

1) Ketunarunguan sebelum lahir (prenatal) disebabkan oleh:

a) Heredites atau keturunan,

b) Maternal rubella,

c) Pemakaian antibiotika over dosis,

d) Toxoemia.

2) Ketunarunguan saat lahir (neonatal) disebabkan oleh:

a) Lahir prematur,

b) Rhesus factors,

c) Tang verlossing.

3) Ketunarunguan setelah lahir (postnatal) disebabkan oleh:

a) Penyakit meningitis cerebralis,

b) Infeksi,

c) Otitis media kronis.

Somantri (2006) menjelaskan penyebab ketunarunguan ada beberapa

faktor, yaitu:

1) Pada saat sebelum dilahirkan

a) Salah satu atau kedua orang tua anak menderita tunarungu atau

mempunyai gen sel pembawa sifat abnormal, misalnya dominat

genes, recesive gen, dan lain-lain.

Page 40: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

b) Karena penyakit; sewaktu ibu mengandung terserang suatu

penyakit, terutama penyakit-penyakit yang diderita pada saat

kehamilan tri semester pertama yaitu pada saat pembentukan

ruang telinga. Penyakit itu ialah rubella, moribili, dan lain-lain.

c) Karena keracunan obat-obatan; pada suatu kehamilan, ibu

meminum obat-obatan terlalu banyak, ibu seorang pecandu

alkohol, atau ibu tidak menghendaki kehadiran anaknya

sehingga ia meminum obat penggugur kandungan, hal ini akan

dapat menyebabkan ketunarunguan pada anak yang dilahirkan.

2) Pada saat kelahiran

a) Sewaktu melahirkan, ibu mengalami kesulitan sehingga

persalinan dibantu dengan penyedotan (tang).

b) Prematuritas, yakni bayi yang lahir sebelum waktunya.

3) Pada saat setelah kelahiran (post natal)

a) Ketulian yang terjadi karena infeksi, misalnya infeksi pada otak

(meningitis) atau infeksi umum seperti difteri, morbili, dan

lain-lain.

b) Pemakaian obat-obatan ototoksi pada anak-anak.

c) Karena kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan alat

pendengaran bagian dalam, misalnya jatuh (hlm.94-95).

Wardani, dkk (2007) menjelaskan penyebab terjadinya tunarungu:

1) Penyebab terjadinya tunarungu tipe konduktif

a) Kerusakan/gangguan yang terjadi pada telinga luar yang dapat

disebabkan, antara lain oleh hal-hal berikut:

b) Tidak terbentuknya lubang telinga bagian luar (traesia meatus

akustikus externus) yang dibawa sejak lahir (pembawaan).

c) Terjadinya peradangan pada lubang telinga luar (otitis externa).

2) Kerusakan/gangguan yang terjadi pada telinga tengah, yang dapat

disebabkan antara lain oleh hal-hal berikut:

a) Ruda paksa, yaitu adanya tekanan/benturan yang keras pada telinga

seperti jatuh, tabrakan, tertusuk, dan sebagainya.

b) Terjadinya peradangan/ inspeksi pada telinga tengah (otitis media).

c) Otosclerosis, yaitu terjadinya pertumbuhan tulang pada kaki tulang

stapes.

d) Tympanisclerosis, yaitu adanya lapisan kalsium/zat kapur pada

gendang dengar (membran timpani) dan tulang pendengaran.

Page 41: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

e) Anomali congenital dari tulang pendengaran atau tidak

terbentuknya tulang pendengaran yang dibawa sejak lahir.

f) Disfungsi tuba eustachius (saluran yang menghubungkan rongga

tellinga dengan rongga mulut), akibat alergi atau tumor pada

nasopharynx.

3) Penyebab terjadinya tunarungu tipe sensorineural

a) Disebabkan oleh faktor genetik (keturunan).

b) Disebabkan oleh faktor non genetik antara lain:

(1) Rubella (Campak Jerman)

(2) Ketidaksesuaian antara darah ibu dan anak

(3) Meningitis (radang selaput otak)

(4) Trauma akustik.

Dari beberapa pendapat diatas dapat diambil kesimpulan bahwa

penyebab ketunarunguan adalah:

1) Pada saat sebelum dilahirkan

a) Keturunan.

b) Ketika mengandung ibu menderita penyakit seperti rubella.

c) Pada saat hamil ibu mengkonsumsi obat secara berlebihan, minum

alkohol, minum obat penggugur kandungan, dll.

2) Pada saat kelahiran

a) Kelahiran dibantu dengan alat bantu kelahiran seperti tang, dll.

b) Prematuritas.

3) Pada saat setelah kelahiran (post natal)

a) Anak terkena infeksi, misalnya infeksi pada otak (meningitis) atau

infeksi umum seperti difteri, morbili, dan lain-lain.

b) Pemakaian obat-obatan ototoksi pada anak-anak.

c) Karena kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan alat

pendengaran bagian dalam, misalnya jatuh.

Page 42: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

c. Karakteristik

Setiap anak memiliki karakteristik yang berbeda begitu pula dengan

anak tunarungu, mereka memiliki beberapa karakteristik yang berbeda

anatara tunarungu satu dengan yang yang lain. Berikut penjelasan tentang

karakteristik anak tunarungu dari beberapa ahli.

Somad dan Hernawati (1995) melihat karakteristik anak tunarungu dari

berbagai segi:

1) Karakteristik dalam segi intelegensi

Pada dasarnya kemampuan intelektual anak tunarungu sama seperti

anak yang normal lainnya. Ada yang tinggi, rata-rata, dan rendah.

Akan tetapi perkembangan intelegensi anak tunarungu tidak sama

cepatnya dengan mereka yang mendengar terutama dalam hal bahasa.

Prestasi anak tunarungu lebih rendah dari anak normal dalam mata

pelajaran yang diverbalisasikan. Untuk aspek inelegensi yang

bersumber pada penglihatan dan yang berupa motorik tidak banyak

mengalami hambatan, bahkan dapat berkembang dengan cepat.

2) Karakteristik dalam segi bahasa dan bicara

Kemampuan berbicara dan bahasa anak tunarungu berbeda dengan

anak yang mendengar, hal ini disebabkan perkembangan bahasa erat

kaitannya dengan kemampuan mendengar. Karena anak tunarungu

tidak bisa mendengar bahasa, kemampuan berbahasanya tidak akan

berkembang bila ia tidak dididik atau dilatih secara khusus. Akibat dari

ketidakmampuannya dibandingkan dengan anak yang mendengar

dengan usia yang sama, maka dalam perkembangan bahasanya akan

jauh tertinggal.

Bicara dan bahasa anak tunarungu pada awalnya seringkali sukar

ditangkap, akan tetapi bila bergaul lebih lama dengan mereka kita akan

terbiasa dengan cara bicara mereka sehingga akan mempermudah kita

dalam memahami maksud bicara anak tunarungu itu.

3) Karakteristik dalam segi emosi dan sosial

Page 43: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

Ketunarunguan dapat mengakibatkan terasing dari pergaulan sehari-

hari. Akibat dari keterasingan tersebut dapat menimbulkan efek-efek

negatif seperti:

a) Egosentrisme yang melebihi anak normal.

b) Mempunyai perasaan takut akan lingkungan yang lebih luas.

c) Ketergantungan terhadap orang lain.

d) Perhatian mereka lebih sukar dialihkan.

e) Mereka pada umumnya memiliki sifat yang polos, sederhana, dan

tanpa banyak masalah.

f) Mereka lebih mudah marah dan cepat tersinggung.

Menurut Direktorat Pendidikan Luar Biasa (2004) karakteristik siswa

tunarungu adalah sebagai berikut:

1) Secara nyata tidak mampu mendengar,

2) Terlambat perkembangan bahasa,

3) Sering menggunakan isyarat dalam berkomunikasi,

4) Kurang/ tidak tanggap bila diajak berbicara,

5) Ucapan kata tidak jelas,

6) Kualitas suara aneh/ monoton,

7) Sering memiringkan kepala dalam usaha mendengar,

8) Banyak perhatian terhadap getaran,

9) Keluar cairan nanah dari kedua telinga (hlm.11).

Sedangkan menurut Wardani, dkk (2007) karakteristik anak tunarungu

meliputi 3 aspek:

1) Karakteristik anak tunarungu dalam aspek akademik adalah

sebagai berikut.

Keterbatasan dalam kemampuan berbicara dan berbahasa

mengakibatkan anak tunarungu cenderung memiliki prestasi yang

rendah dalam mata pelajaran verbal dan cenderung sama dalam

mata pelajaran yang bersifat nonverbal dengan anak normal

seusianya.

2) Karakteristik anak tunarungu dalam aspek sosial-emosional adalah

sebagai berikut.

a) Pergaulan terbatas dengan sesama tunarungu, sebagai akibat

dari keterbatasan dalam kemampuan berkomunikasi.

b) Sifat egosentris yang melebihi anak normal, yang ditunjukkan

dengan sukarnya mereka menempatkan diri pada situasi

berpikir dan perasaan orang lain, sukarnya menyesuaikan diri,

Page 44: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

serta tindakannya lebih terpusat pada “aku/ego” sehingga kalau

ada keinginan, harus selalu dipenuhi.

c) Perasaan takut (khawatir) terhadap lingkungan sekitar, yang

menyebabkan ia tergantung pada orang lain serta kurang

percaya diri.

d) Perhatian anak tunarungu sukar dialihkan, apabila ia sudah

menyenangi suatu benda atau pekerjaan tertentu.

e) Memiliki sifat polos, serta perasaannya umumnya dalam

keadaan ekstrem tanpa banyak nuansa.

f) Cepat marah dan mudah tersinggung, sebagai akibat seringnya

mengalami kekecewaan karena sulitnya menyampaikan

perasaan/keinginannya secara lisan ataupun dalam memahami

pembicaraan orang lain.

3) Karakteristik tunarungu dari segi fisik/kesehatan adalah sebagai

berikut.

Jalannya kaku dan agak membungkuk (jika organ keseimbangan

yang ada pada telinga bagian dalam terganggu); gerak matanya

lebih cepat; gerakan tangannya cepat/ lincah; dan pernapasannya

pendek; sedangkan dalam aspek kesehatan, pada umumya sama

dengan orang normal lainnya (hlm.5.23-5.24).

Dari pendapat ahli diatas dapat disimpulkan bahwa karateristik anak

tunarungu meliputi segi intelektual, segi bahasa dan bicara, segi sosial-

emosional, dan segi kesehatan.

d. Klasifikasi

Ketajaman pendengaran seseorang diukur dan dinyatakan dalam satuan

bunyi deci-Bell (disingkat dB). Pengunaan satuan tersebut untuk

membantu dalam interpretasi hasil tes pendengarn dan mengelompokkan

dalam jenjangnya. Untuk menetapkan seseorang dalam kelompok

tunarungu tertentu berdasarkan kehilangan ketajaman pendengaran, jika

dicermati sangat bervariasi. Antara ahli satu dengan yang lain berbeda,

biasanya didasarkan pada keahlian yang dimiliki atau untuk kepentingan

tujuan tertentu. Berikut klasifikasi anak tunarungu dari beberapa ahli.

Menurut Efendi (2006) ditinjau dari kepentingan tujuan

pendidikannya, secara terinci anak tunarungu dapat dikelompokkan

menjadi sebagai berikut:

Page 45: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

1) Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 20-30 dB (slight

losses),

2) Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 30-40 dB (mild

losses),

3) Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 40-60 dB

(moderate losses),

4) Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 60-75 dB (severe

losses),

5) Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran 75 dB keatas

(profoundly losses).

Dwidjosumarto dalam Somantri (2006) mengklasifikasikan tunarungu

menurut tarafnya dapat diketahui dengan tes audiometris. Untuk

kepentingan pendidikan ketunarunguan diklasifikasikan sebagai berikut:

1) Tingkat I, kehilangan kemampuan mendengar antara 35 sampai 54 dB.

2) Tingkat II, kehilangan kemampuan mendengar antara 55 sampai 69

dB.

3) Tingkat III, kehilangan kemampuan mendengar antara 70 sampai 89

dB.

4) Tingkat IV, kehilangan kemampuan mendengar 90 dB ke atas

(hlm.95).

Sedangkan Wardani, dkk (2007) ketunarunguan dapat diklasifikasikan

sebagai berikut.

1) Berdasarkan tingkat kehilangan pendengaran, ketunarunguan dapat

diklasifikasikan sebagai berikut;

a) Tunarungu ringan, mengalami kehilangan pendengaran 27-40 dB

(mild hearing loss).

b) Tunarungu sedang, mengalami kehilangan pendengaran antara 41-

55 dB (moderate hearing loss).

c) Tunarungu agak berat, mengalami kehilangan pendengaran antara

56-70 dB (moderately severe hearing loss).

Page 46: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

d) Tunarungu berat, mengalami kehilangan pendengaran antara 71-90

dB (severe hearing loss).

e) Tunarungu berat sekali, mengalami kehilangan pendengaran lebih

dari 90 dB (profound hearing loss).

2) Berdasarkan saat terjadinya, ketunarunguan dapat diklasifikasikan

sebagai berikut.

a) Ketunarunguan prabahasa (prelingual deafness), terjadi sebelum

kemampuan bicara dan bahasa berkembang.

b) Ketunarunguan pasca bahasa (post lingual deafness), terjadi

beberapa tahun setelah kemampuan bicara dan bahasa berkembang.

3) Berdasarkan letak gangguan pendengaran secara anatomis,

ketunarunguan dapat diklasifikasikan sebagai berikut.

a) Tunarungu tipe konduktif, kehilangan pendengaran yang

disebabkan oleh terjadinya kerusakan pada telinga bagian luar dan

tengah.

b) Tunarungu tipe sensorineural, kehilangan pendengaran yang

disebabkan oleh terjadinya kerusakan pada telinga dalam serta

saraf pendengaran.

c) Tunarungu tipe campuran, gabungan dari tipe konduktif dan

sensorineural.

4) Berdasarkan etiologi atau asal usulnya ketunarunguan diklasifikasikan

sebagai berikut.

a) Tunarungu endogen, tunarungu yang disebabkan oleh faktor

genetik (keturunan).

b) Tunarungu eksogen, tunarungu yang disebabkan oleh faktor non

genetik (keturunan).

Berdasarkan pendapat diatas klasifikasi tunarungu untuk kepentingan

dalam pembelajaran berdasarkan tingkatannya maka dapat disimpulkan

sebagai berikut:

1) Tunarungu ringan, mengalami kehilangan pendengaran 27-40 dB (mild

hearing loss).

Page 47: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

2) Tunarungu sedang, mengalami kehilangan pendengaran antara 41-55

dB (moderate hearing loss).

3) Tunarungu agak berat, mengalami kehilangan pendengaran antara 56-

70 dB (moderately severe hearing loss).

4) Tunarungu berat, mengalami kehilangan pendengaran antara 71-90 dB

(severe hearing loss).

5) Tunarungu berat sekali, mengalami kehilangan pendengaran lebih dari

90 dB (profound hearing loss).

5. Anak Tunagrahita

a. Pengertian

Di dalam dunia ini, terdapat anak yang disebut normal karena

perkembangannya sama dengan teman sebayanya, tetapi juga ada anak

yang di atas normal dan di bawah normal karena perkembangannya lebih

cepat atau lebih lambat dibanding teman sebayanya. Anak yang

perkembangannya lebih lambat dibanding teman sebayanya baik dalam

perkembangan intelegensi maupun sosial sering disebut anak terbelakang

mental atau tunagrahita. Pemahaman yang jelas tentang siapa anak

tunagrahita merupakan dasar yang penting untuk dapat memberikan

pelayanan khusus sesuai kebutuhannya. Berikut dijelaskan beberapa

pengertian tunagrahita menurut ahli.

American Association on Mental defeciency (AAMD) dalam

Abdurrachman dan Sudjadi (1994) mendefinisikan retardasi mental

sebagai kelainan yang (1) meliputi fungsi intelektual umum di bawah rata-

rata (subaverage), yaitu IQ 84 ke bawah berdasarkan tes individual, (2)

muncul sebelum usia 16 tahun, dan (3) menunjukkan hambatan dalam

perilaku adaptif (hlm.20).

Menurut Amin (1995) anak tunagrahita adalah

Mereka yang kecerdasannya jelas berada di bawah rata-rata.

Disamping itu mereka mengalami keterbelakangan dalam

menyesuaikan diri dengan lingkungan. Mereka kurang cakap dalam

memikirkan hal-hal yang abstrak, yang sulit-sulit, dan yang berbelit-

Page 48: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

belit. Mereka kurang atau terbelakang atau tidak berhasil bukan untuk

sehari dua hari atau sebulan atau dua bulan, tetapi untuk selama-

lamanya, dan bukan hanya dalam satu dua hal tetapi hampir segala-

galanya, lebih-lebih dalam pelajaran seperti: mengarang,

menyimpulkan isi bacaan, menggunakan simbol-simbol, berhitung,

dan dalam semua pelajaran yang bersifat teoritis. Dan juga mereka

kurang/ terhambat dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan

(hlm.11).

Direktorat Pendidikan Luar Biasa (2004) berpendapat tunagrahita

(retardasi mental) adalah “anak yang secara nyata mengalami hambatan

dan keterbelakangan perkembangan mental intelektual jauh di bawah rata-

rata sedemikian rupa sehingga mengalami kesulitan dalam tugas-tugas

akademik, komunikasi maupun sosial, dan karenanya memerlukan layanan

pendidikan khusus” (hlm. 16).

Sedangkan Somantri (2006) menjelaskan “anak tunagrahita merupakan

kondisi di mana perkembangan kecerdasannya mengalami hambatan

sehingga tidak mencapai tahap perkembangan yang optimal” (hlm.105).

Menurut Muhammad (2008) anak-anak yang mengalami cacat mental

adalah anak-anak yang mengalami keadaan perkembangan yang kurang

atau tidak lengkap dalam fungsi intelektual dan sosial. Biasanya juga

mengalami masalah dalam pembelajaran dan kurang memiliki kemampuan

dalam menjalani aktivitas sehari-hari.

Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa anak

tunagrahita adalah anak yang mengalami hambatan dalam perkembangan

intelektual atau kecerdasan dan sosialnya.

b. Penyebab

Terdapat banyak penyebab cacat mental, seperti penyakit yang diderita

semasa kehamilan, kerusakan dalam metabolisme, penyakit pada otak atau

kromosom yang abnormal, faktor lingkungan, pola makan yang tidak baik,

dan perawatan yang tidak sesuai.

Page 49: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

Menurut Abdurrachman dan Sudjadi S (1994) tunagrahita dapat

disebabkan oleh berbagai faktor, yaitu:

1) Faktor genetik

a) Kerusakan/ kelainan biokimiawi

Para ahli biokimiawi telah mengidentifikasi sejumlah substansi

kimia yang dapat berpengaruh terhadap kondisi genetik abnormal

misalnya materi kimia berupa karbohidrat, lemak, dan asam amino.

b) Abnormalitas kromosomal (chromosomal abnormalities)

Abnormalitas kromosom paling umum ditemukan adalah sindroma

down atau sindroma mongol (mongolism). Dalam tubuh manusia

ada 46 kromosom yang tersusun dalam 23 pasang. Pada anak

sindroma Down memiliki 47 kromosom karena pasangan

kromosom ke-21 terdiri dari 3 kromosom.

2) Penyebab tunagrahita pada masa prenatal

a) Ibu yang ketika hamil terkena infeksi rubella (cacar).

b) Faktor rhesus (Rh).

3) Penyebab tunagrahita pada masa perinatal

Berbagai peristiwa pada saat kelahiran yang memungkinkan terjadinya

retardasi mental yang terutama adalah luka-luka saat kelahiran, sesak

napas (asphyxia), dan prematuritas.

4) Penyebab tunagrahita pada masa postnatal

Penyakit-penyakit akibat infeksi dan problema nutrisi yang diderita

pada masa bayi dan awal masa kanak-kanak dapat menyebabkan

retardasi mental, antara lain:

a) Encephalitis menunjuk pada suatu peradangan sistem saraf pusat

yang disebabkan oleh virus tertentu.

b) Meningitis adalah suatu kondisi yang berasal dari infeksi bakteri

yang menyebabkan peradangan pada selaput otak (meninges) dan

menimbulkan kerusakan pada sistem saraf pusat.

c) Malnutrisi.

d) Kekurangan nutrisi.

Page 50: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

5) Penyebab sosiokultural

Peran nyata dari lingkungan dalam perkembangan kemampuan

intelektual masih belum dapat dipahami secara jelas, tetapi para

psikolog dan pendidik umumnya mempercayai bahwa lingkungan

sosial budaya berpengaruh terhadap kemampuan intelektual.

Menurut Hildayani, dkk (2010) penyebab retardasi mental secara

umum dapat terjadi karena:

1) Faktor genetik

Keterbelakangan mental adalah suatu bentuk sebagai akibat adanya

sebuah kromosom tambahan pada pasangan ke-21 dari autosom

(pasangan yang normal).

2) Biologis non-keturunan

Retardasi mental tidak hanya dapat terjadi karena faktor genetik tetapi

juga banyak hal nongenetik yang menyebabkan keterbelakangan

mental, termasuk radiasi, gizi ibu yang buruk ketika hamil, obat-

obatan, dan faktor rhesus.

3) Lingkungan

Selain keadaan genetik dan biologis, faktor lingkungan juga dapat

berperan sebagai penyebab retardasi mental, terutama berkaitan

dengan kesempatan stimulasi yang diberikan kepada anak, sebagai

contoh karena penolakan orang tua atau keadaan ekonomi keluarga

yang sangat kekurangan.

Sedangkan Amin (1995) berpendapat terdapat beberapa faktor

penyebab tunagrahita:

1) Faktor keturunan

2) Gangguan metabolisme dan gizi

Kelainan yang disebabkan oleh kegagalan metabolisme dan

kekurangan gizi, antara lain:

a) Phenylketonuria

Kelainan ini merupakan salah satu akibat gangguan metabolisme

asam amino.

Page 51: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

b) Gargoylism

Gargoylism disebabkan oleh adanya kerusakan metabolisme

saccharide yang menjadi tempat penyimpanan asam

mucopolysaccharide di dalam hati, limpa kecil, dan otak.

c) Cretinism

Kelainan ini disebabkan oleh keadaan hypohyroidism kronik yang

terjadi selama masa janin atau segera setelah dilahirkan.

3) Infeksi dan keracunan

a) Rubella

b) Syphilis bawaan

c) Syndrome gravidity beracun

4) Trauma dan zat radioaktif

a) Trauma otak

b) Zat radioaktif

5) Masalah pada kelahiran

Kelainan dapat juga disebabkan oleh masalah-masalah yang terjadi

pada waktu kelahiran (perinatal), misalnya kelahiran yang disertai

hypoxia, trauma mekanis terutama pada kelahiran yang sulit.

6) Faktor lingkungan (sosial budaya)

Beberapa faktor lingkungan yang dapat menyebabkan ketunagrahitaan

antara lain:

a) Pengalaman negatif atau kegagalan dalam melakukan interaksi

yang terjadi selama periode perkembangan.

b) Ketidakseimbangan nutrisi/gizi dan kurangnya perawatan medis.

c) Keadaan ekonomi keluarga.

d) Latar belakang pendidikan orang tua.

e) Kurangnya kasih sayang orang tua terutama dari ibu.

Grossman dalam Muhammad (2008) memaparkan sembilan faktor

yang menjadi penyebab timbulnya cacat mental:

1) Penyakit yang disebabkan minuman keras.

2) Trauma.

Page 52: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

3) Metabolisme atau pola makan yang tidak baik.

4) Penyakit dalam otak.

5) Pengaruh saat masa kehamilan yang tidak diketahui.

6) Kromososm yang abnormal.

7) Gangguan semasa kehamilan.

8) Gangguan psikiatris.

9) Pengaruh lingkungan (hlm. 102).

Dari pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa penyebab

tunagrahita antara lain karena:

1) Faktor keturunan.

2) Faktor penyakit yang terjadi saat prenatal (saat dalam kandungan ibu).

3) Faktor penyakit yang terjadi saat natal (saat dilahirkan).

4) Faktor penyakit yang terjadi saat postnatal (setelah lahir).

5) Faktor lingkungan/sosial-budaya.

c. Karakteristik

Anak tunagrahita memiliki karakteristik yang berbeda dibanding

dengan anak normal lainnya. Berikut diuraikan beberapa pendapaat ahli

mengenai karakteristik anak tunagrahita.

Amin (1995) karakteristik anak tunagrahita menurut tingkat

ketunagrahitaannya:

1) Karakteristik anak tunagrahita ringan

Anak tunagrahita ringan banyak yang lancar berbicara tetapi kurang

perbendaharaan kata-katanya. Mereka mengalami kesukaran berpikir

abstrak tetapi mereka masih dapat mengikuti pelajaran akademik baik

di sekolah biasa maupun di sekolah khusus. Perkembangan intelektual

tertinggi anak tunagrahita ringan adalah sesuai dengan tingkat

kecerdasan anak normal usia 12 tahun.

2) Karakteristik anak tunagrahita sedang

Anak tunagrahita sedang hampir tidak bisa mempelajari pelajaran-

pelajaran akademik. Perkembangan bahasanya lebih terbatas. Mereka

Page 53: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

35

hampir selalu bergantung pada perlindungan orang lain, tetapi dapat

membedakan bahaya dan tidak bahaya. Mereka masih mempunyai

potensi untuk belajar memelihara diri dan menyesuaikan diri terhadap

lingkungan, dan dapat mempelajari beberapa pekerjaan yang

mempunyai arti ekonomi. Pada umur dewasa mereka baru mencapai

kecerdasan yang sama dengan anak umur 7 atau 8 tahun.

3) Karakteristik anak tunagrahita berat dan sangat berat

Anak tunagrahita berat dan sangat berat sepanjang hidupnya akan

selalu tergantung pada pertolongan dan bantuan orang lain. Mereka

tidak dapat memelihara diri mereka sendiri dan berpartisipasi dengan

lingkungan. Jika berbicara makna kata-katanya sangat sederhana.

Kecerdasan seorang anak tunagrahita berat dan sangat berat hanya

dapat berkembang paling tinggi seperti anak normal yang berumur 3

atau 4 tahun.

Menurut Direktorat Pendidikan Luar Biasa (2004) karakteristik siswa

tunagrahita adalah sebagai berikut

1) Penampilan fisik tidak seimbang, misalnya kepala terlalu kecil/

besar,

2) Tidak dapat mengurus diri sendiri sesuai usia,

3) Perkembangan bicara/bahasa terlambat,

4) Tidak ada/ kurang sekali perhatiannya terhadap lingkungan

(pandangan kosong),

5) Koordinasi gerakan kurang (gerakan sering tidak terkendali),

6) Sering keluar ludah (cairan) dari mulut (ngiler) (hlm.19).

Menurut Hildayani, dkk, (2010) ecara umum, terlihat bahwa anak

dengan retardasi mental memiliki karakteristik tertentu yang dapat diamati

sebagai berikut:

1) Menunjukkan ada kendala pada aspek rentang perhatian, daya ingat

dan cara belajar.

2) Aktivitas bermain yang dilakukan anak dengan retardasi mental

serupa dengan anak yang usianya jauh lebih kecil dari mereka.

Dari pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa karakteristik

anak tunagrahita adalah sebagai berikut:

Page 54: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36

1) Mengalami gangguan perkembangan bahasa terutama pada anak

tunagrahita sedang dan berat.

2) Kemampuan intelektual anak tunagrahita dibawah anak normal.

3) Anak tunagrahita ringan dan sedang tidak mengalami masalah dalam

hal bina diri dan menyesuaikan diri terhadap lingkungan.

d. Klasifikasi

Klasifikasi anak tunagrahita diperlukan untuk pemberian layanan

khusus sesuai dengan taraf kemampuannya.

Menurut Abdurrachman dan Sudjadi (1994) ada empat kelompok

pembedaan untuk keperluan pembelajaran yaitu:

1) Taraf perbatasan atau lamban belajar (the boderline or the slow

learner) (IQ 70-85),

2) Tunagrahita mampu didik (educable mentally retarded) (IQ 50-70

atau 75),

3) Tunagrahita mampu latih (trainable mentally retarded) (IQ 30 atau 35

sampai 50 atau 55), dan

4) Tunagrahita mampu rawat (dependent or profoundly mentally

retarded) (IQ di bawah 25 atau 30) (hlm. 26).

Klasifikasi anak tunagrahita menurut Somantri (2006):

1) Tunagrahita ringan, disebut juga moron atau debil. Kelompok ini

memiliki IQ antara 68-52 menurut Skala Binet, sedangkan menurut

Skala Weschler (WISC) memiliki IQ 69-55. Mereka masih dapat

belajar membaca, menulis, dan berhitung sederhana.

2) Tunagrahita sedang, disebut juga imbesil. Kelompok ini memiliki IQ

51-36 pada Skala Binet dan 54-40 menurut Skala Weschler (WISC).

Mereka dapat dididik mengurus diri sendiri, melindungi diri sendiri

dari bahaya seperti menghindari kebakaran, berjalan di jalan raya,

berlindung dari hujan, dan sebagainya.

3) Tunagrahita berat, sering disebut idiot. Kelompok ini dibedakan lagi

antara anak tunagrahita berat dan sangat berat. Tunagrahita berat

(severe) memiliki IQ antara 32-20 menurut Skala Binet dan antara 39-

25 menurut Skala Weschler (WISC). Tunagrahita sangat berat

Page 55: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

37

(profound) memiliki IQ dibawah 19 menurut Skala Binet dan IQ

dibawah 24 menurut Skala Wischler (WISC). Anak tunagrahita berat

memerlukan bantuan perawatan secara total dalam hal berpakaian,

mandi, makan, dan lain-lain. Bahkan mereka memrlukan perlindungan

dari bahaya sepanjang hidupnya.

Hidayani, dkk, (2010) menyebutkan para ahli melakukan klasifikasi

gangguan anak dengan retardasi mental menjadi 3 (tiga) tingkatan, yaitu:

1) Retardasi mental tingkat ringan dengan kategori pendidikan mampu

didik dan memiliki IQ antara 69-55 menurut Skala Wechsler.

2) Retardasi mental tingkat sedang dengan kategori pendidikan mampu

latih dan memiliki IQ antara 54-40 menurut Skala Wechsler.

3) Retardasi mental tingkat berat dengan kategori pendidikan mampu

latih dengan bantuan dan memiliki IQ antara 39-25 menurut Skala

Wechsler (hlm. 6.8).

Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa klasifikasi anak

tunagrahita adalah sebagai berikut:

a) Tunagrahita ringan (mampu didik) dengan IQ 69-55 menurut Skala

Wechsler.

b) Tunagrahita sedang (mampu latih) dengan IQ 54-40 menurut Skala

Wechsler.

c) Tunagrahita berat (mampu rawat) dengan IQ 39-25 menurut Skala

Wechsler.

6. Anak Tunadaksa

a. Pengertian

Anak tunadaksa sering disebut dengan istilah anak cacat tubuh. Anak

tunadaksa masih dapat belajar dengan menggunakan semua indranya tetapi

akan menemui kesulitan apabila mereka harus belajar dengan kegiatan

melakukan ketrampilan fisik. Seringkali orang menilai bahwa anak

tunadaksa adalah yang mengalami kehilangan anggota tubuh. Penilaian

tersebut tentu saja kurang benar karena yang termasuk anak tunadaksa

Page 56: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38

tidak hanya yang kehilangan anggota badan. Untuk lebih memahami anak

tunadaksa, berikut dijelaskan beberapa pengertian dari pendapat ahli.

Direktorat Pendidikan Luar Biasa (2004) tunadakasa adalah “anak

yang mengalami kelainan atau cacat yang menetap pada alat gerak (tulang,

sendi, otot) sedemikian rupa sehingga memerlukan pelayanan pendidikan

khusus” (hlm. 13).

Menurut Somantri (2006) tunadaksa berarti “suatu keadaan rusak atau

terganggu sebagai akibat gangguan bentuk atau hambatan pada tulang,

otot, sendi dalam fungsinya yang normal” (hlm. 121).

Sedangkan Wardani, dkk (2009) menjelaskan anak tunadaksa dapat

didefinisikan sebagai “penyandang bentuk kelainan atau kecacatan pada

sistem otot, tulang dan persendian yang dapat mengakibatkan gangguan

koordinasi, komunikasi, adaptasi, mobilisasi, dan gangguan perkembangan

keutuhan pribadi” (hlm.7.3).

Menurut pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa anak tunadaksa

adalah anak yang mengalami gangguan atau kelainan pada otot, tulang,

dan sendinya sehingga mengalami gangguan dalam fungsi alat geraknya.

b. Penyebab

Seperti juga kondisi ketunaan yang lain, tunadaksa dapat disebabkan

oleh beberapa faktor. Di bawah ini dipaparkan beberapa penyebab

ketunadaksaan menurut pendapat ahli.

Menurut Somantri (2006) ketunadaksaan dapat disebabkan oleh

beberapa hal, yaitu:

1) Sebab-sebab yang timbul sebelum kelahiran:

a) Faktor keturunan,

b) Trauma dan infeksi pada waktu kehamilan,

c) Usia ibu yang sudah lanjut pada waktu melahirkan anak,

d) Pendarahan pada waktu kehamilan,

e) Keguguran yang dialami ibu.

2) Sebab-sebab yang timbul pada waktu kelahiran:

Page 57: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

39

a) Penggunaan alat-alat pembantu kelahiran (seperti tang, tabung,

vacuum, dan lain-lain) yang tidak lancar,

b) Penggunaan obat bius pada waktu kelahiran.

3) Sebab-sebab sesudah kelahiran:

a) Infeksi,

b) Trauma,

c) Tumor,

d) Kondisi-kondisi lainnya.

Efendi (2006) menjelaskan kondisi kelainan pada fungsi anggota tubuh

atau tunadaksa dapat terjadi pada saat:

1) Sebelum anak lahir (prenatal), diantaranya:

a) Faktor genetik.

b) Kerusakan pada sistem saraf pusat.

c) Anoxia prenatal.

d) Gangguan metabolisme pada ibu.

e) Faktor rhesus.

2) Saat lahir (neonatal), diantaranya:

a) Kesulitan saat persalinan.

b) Pendarahan pada otak saat dilahirkan.

c) Kekurangan oksigen.

3) Setelah anak lahir (postnatal), diantaranya:

a) Faktor penyakit, seperti meningitis (radang selaput otak),

enchepalitis (radang otak), influensa, diphteria, partusis, dll.

b) Faktor kecelakaan, misalnya kecelakaan lalu lintas, terkena

benturan benda keras, terjatuh dari tempat yang berbahaya bagi

tubuhnya khususnya bagian kepala yang melindungi otak.

c) Pertumbuhan tubuh/tulang yang tidak sempurna.

Dari pendapat diatas dapat dilihat bahwa penyebab tunadaksa dapat

terjadi dikarenakan penyakit atau kecelakaan yang terjadi saat sebelum

dilahirkan (prenatal), saat dilahirkan (neonatal), dan setelah dilahirkan

(postnatal).

Page 58: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

40

c. Karakteristik

Untuk mengenal anak tunadaksa maka perlu diketahui

karakteristiknya.

Karakteristik siswa tunadaksa menurut Direktorat Pendidikan Luar

Biasa (2004) adalah sebagai berikut:

1) Anggota gerak tubuh kaku/lemah/lumpuh,

2) Kesulitan dalam gerakan (tidak sempurna, tidak lentur/tidak

terkendali),

3) Terdapat bagian anggota gerak yang tidak lengkap/tidak

sempurna/lebih kecil dari biasa,

4) Terdapat cacat pada alat gerak,

5) Jari tangan kaku dan tidak dapat menggenggam,

6) Kesulitan pada saat berdiri,/ berjalan/ duduk dan menunjukkan

sikap tubuh tidak normal (hlm. 14).

Menurut Wardani, dkk (2009) karakteristik anak tunadaksa ditinjau

dari beberapa segi, antara lain:

1) Karakteristik akademis anak tunadaksa meliputi ciri khas kecerdasan,

kemampuan kognisi, persepsi dan simbolisasi mengalami kelainan

karena terganggunya sistem cerebral sehingga mengalami hambatan

dalam belajar, dan mengurus diri. Anak tunadaksa karena kelainan

pada sistem otot dan rangka tidak terganggu sehingga dapat belajar

seperti anak normal.

2) Karakteristik sosial/emosional anak tunadaksa menunjukkan bahwa

konsep diri dan respon serta sikap masyarakat yang negatif terhadap

anak tunadaksa mengakibatkan anak tunadaksa merasa tidak mampu,

tidak berguna, dan menjadi rendah diri. Akibatnya, kepercayaan

dirinya hilang dan akhirnya tidak dapat menyesuaikan diri dengan

lingkungan sosialnya. Mereka juga menunjukkan sikap mudah

tersinggung, mudah marah, lekas putus asa, rendah diri, kurang dapat

bergaul, malu dan suka menyendiri, serta frustasi berat.

3) Karakteristik fisik/kesehatan anak tunadaksa biasanya selain

mengalami cacat tubuh, juga mengalami gangguan lain, seperti sakit

Page 59: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

41

gigi, berkurangnya daya pendengaran, penglihatan, gangguan bicara,

dan gangguan motorik.

Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa anak tunadaksa

memiliki karakteristik:

1) Dari segi fisik anak tunadaksa sudah dapat dikenali karena memang

mengalami gangguan pada tulang, otot, sendi, dan saraf.

2) Anak tunadaksa memiliki kemampuan intelektual yang sama dengan

anak normal, ada yang di bawah rata-rata, rata-rata, dan di atas rata-

rata.

3) Dalam hal penyesuaian diri dengan lingkungan anak tunadaksa

tergantung dari sikap penerimaan keluarga dan masyarakat di sekitar

anak tunadaksa tinggal.

4) Ada beberapa anak tunadaksa yang mengalami gangguan selain pada

tulang, otot, sendi, dan saraf yaitu juga mengalami gangguan

penglihatan, pendengaran, dan gangguan kesehatan lainnya.

d. Klasifikasi

Untuk memudahkan dalam pemberian layanan khusus maka anak

tunadaksa perlu diklasifikasikan.

Menurut Abdurrachman dan Sudjadi (1994) klasifikasi anak tunadaksa

berdasarkan pada jenis-jenis gangguan atau kerusakan fisik dan kesehatan,

sebagai berikut:

1) Cerebral palsy,

2) Spina bifida,

3) Muscular dystrophy,

4) Head trauma,

5) Amputasi,

6) Penyakit kronis,

7) Epilepsi,

8) Juvenile diabetic mellitus,

9) Diabetis shock,

Page 60: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

42

10) Diabetis koma,

11) Cistic fibroses,

12) Hemophilia,

13) Luka bakar,

14) Poliomyelitis spinal cords.

Menurut Frances G. Koening dalam Somantri (2006) tunadaksa dapat

diklasifikasikan sebagai berikut:

1) Kerusakan yang dibawa sejak lahir atau kerusakan yang merupakan

keturunan, meliputi:

a) Club-foot (kaki seperti tongkat).

b) Club-hand (tangan seperti tongkat).

c) Polydactylism (jari-jari yang lebih dari lima pada masing-masing

tangan atau kaki).

d) Syndactylism (jari-jari yang berselaput atau menempel satu dengan

yang lainnya).

e) Torticolis (gangguan pada leher sehingga kepala terkulai ke muka).

f) Spina-bifida (sebagian dari sumsum tulang belakang tidak

tertutup).

g) Cretinism (kerdil/katai).

h) Mycrocephalus (kepala yang kecil, tidak normal).

i) Hydrocephalus (kepala yang besar karena berisi cairan).

j) Clefpalats (langit-langit mulut yang berlubang).

k) Herelip (gangguan pada bibir dan mulut).

l) Congenital hip dislocation (kelumpuhan pada bagian paha).

m) Congenital amputation (bayi yang dilahirkan tanpa anggota tubuh

tertentu).

n) Fredresich ataxia (gangguan pada sumsum tulang belakang).

o) Coxa valga (gangguan pada sendi paha, terlalu besar).

p) Syphilis (kerusakan tulang dan sendi akibat penyakit syphilis).

2) Kerusakan pada waktu kelahiran:

Page 61: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

43

a) Erb’s palsy (kerusakan pada syaraf lengan akibat tertekan atau

tertarik waktu kelahiran).

b) Fragilitas osium (tulang yang rapuh dan mudah patah).

3) Infeksi:

a) Tuberkolusis tulang (menyerang sendi paha sehingga menjadi

kaku).

b) Osteomyelitis (radang di dalam dan di sekeliling sumsum tulang

karena bakteri).

c) Poliomyelitis (infeksi virus yang mungkin menyebabkan

kelumpuhan).

d) Pott’s disease (tuberkolusis susmsum tulang belakang).

e) Still’s disease (radang pada tulang yang menyebabkan kerusakan

permanen pada tulang).

f) Tuberkolusis pada lutut atau pada sendi lain.

4) Kondisi traumatik atau kerusakan traumatik:

a) Amputasi (anggota tubuh dibuang akibat kecelakaan).

b) Kecelakaan akibat luka bakar.

c) Patah tulang.

5) Tumor:

a) Oxostosis (tumor tulang).

b) Osteosis fibrosa cystica (kista atau kantang yang berisi cairan di

dalam tulang).

6) Kondisi-kondisi lainnya:

a) Flatfeet (telapak kaki yang rata, tidak berteluk).

b) Kyphosis (bagian belakang sumsum tulang belakang yang cekung).

c) Lordosis (bagian muka sumsum tulang belakang yang cekung).

d) Perthe’s disease (sendi paha yang rusak atau mengalami kelainan).

e) Rickets (tulang yang lunak karena nutrisi, menyebabkan kerusakan

tulang dan sendi).

f) Scilosis (tulang belakang yang berputar, bahu dan paha yang

miring) (hlm. 123-125).

Page 62: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

44

Sedangkan Efendi (2006) mengklasifikasikan anak tunadaksa

dikelompokkan menjadi:

1) Anak tunadaksa ortopedi (orthopedically handicapped), ialah anak

tunadaksa yang mengalami kelainan, kecacatan, ketunaan tertentu pada

bagian tulang, otot tubuh, ataupun daerah persendian, baik dibawa

sejak lahir (congenital) maupun yang diperoleh kemudian (karena

penyakit atau kecelakaan) sehingga terganggunya fungsi tubuh secara

normal.

2) Anak tunadaksa saraf (neurologically handicapped), yaitu anaka

tunadaksa yang mengalami kelainan akibat gangguan pada susunan

saraf otak.

Wardani, dkk (2007) menggolongkan anak tunadaksa bermacam-

macam. Salah satu diantaranya dilihat dari sistem kelainannya yang terdiri

dari (1) kelainan pada sistem cerebral (cerebral system) dan (2) kelainan

pada sistem otot dan rangka (musculus skeletal system).

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa anak

tunadaksa dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1) Anak tunadaksa yang mengalami kelainan pada bagian tulang, otot,

dan sendi.

2) Anak tunadaksa yang mengalami kelainan pada sistem saraf.

7. Anak Tunalaras

a. Pengertian

Berbeda dengan kecacatan lain, tunalaras mencakup populasi yang

sangat heterogen. Sebagian orang awam mengasosiasikan bahwa anak

tunalaras adalah anak yang sering menimbulkan keonaran dan keresahan,

baik di sekolah maupun masyarakat seperti mabuk, mencuri, membolos

sekolah, dan lain-lain. Tunalaras juga mempunyai istilah yang bervariasi

seperti gangguan emosional, perilaku menyimpang, kelainan tingkah laku.

Dalam PLB istilah yang resmi digunakan adalah tunalaras.

Page 63: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

45

Direktorat Pendidikan Luar Biasa (2004) mengemukakan pengertian

tunalaras sebagai berikut:

Tunalaras adalah anak yang mengalami kesulitan dalam penyesuaian

diri dan tingkah laku tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku

dalam lingkungan kelompok usia maupun masyarakat pada umumnya,

sehingga merugikan dirinya maupun orang lain, dan karenanya

memerlukan pelayanan pendidikan khusus demi kesejahteraan dirinya

maupun lingkungannya (hlm.32).

Menurut Undang-Undang Pokok Pendidikan Nomor 12 Tahun 1952

dalam Efendi (2006) anak tunalaras adalah individu yang mempunyai

tingkah laku menyimpang/berkelainan, tidak memiliki sikap, melakukan

pelanggaran terhadap peraturan dan norma-norma sosial dengan frekuensi

yang cukup besar, tidak/kurang mempunyai toleransi terhadap kelompok

dan orang lain, serta mudah terpengaruh oleh suasana, sehingga membuat

kesulitan bagi diri sendiri maupun orang lain (hlm. 143).

Somantri (2006) mendefinisikan anak tunalaras adalah “anak yang

mengalami hambatan emosi dan tingkah laku sehingga kurang dapat atau

mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan baik terhadap

lingkungannya dan hal ini akan mengganggu situasi belajarnya” (hlm.

140).

Sedangkan Wardani, dkk (2009) menyebut anak tunalaras apabila:

1) Menunjukkan penyimpangan perilaku yang terus-menerus menurut

norma yang berlaku sehingga menimbulkan ketidakmampuan belajar

dan penyesuaian diri.

2) Penyimpangan itu tetap ada walaupun telah menerima layanan belajar

serta bimbingan.

Belum ada definisi tunalaras yang berlaku secara universal karena

sulitnya memberikan definisi yang mencakup keadaan tunalaras secara

jelas. Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa anak

tunalaras adalah anak yang mengalami gangguan perilaku yang

menyimpang dari norma-norma yang berlaku secara terus menerus

sehingga membutuhkan pelayanan pendidikan khusus.

Page 64: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

46

b. Penyebab

Ada bermacam-macam teori tentang penyebab ketunalarasan.

Kauffman dalam Sunardi (1995) mengklasifikasikan penyebab

ketunalarasan menjadi tiga kelompok, yaitu:

1) Faktor keluarga, seperti peran orang tua, jumlah anak, pola interaksi

dalam keluarga, hadirnya orang tua tiri, hadirnya anggota keluarga

lain, dan lain-lain.

2) Faktor biologis, seperti kelainan genetika, kelainan perilaku, gegar

otak, kekurangan gizi atau salah makan, penyakit atau kecacatan

tubuh.

3) Faktor sekolah, seperti: pendidik yang tidak sensitif terhadap

kepribadian anak, harapan pendidik yang lebih rendah kepada anak-

anak yang menyandang kecacatan, teknik pengendalian perilaku yang

tidak konsisten di sekolah, penyajian materi yang bagi anak tidak jelas

manfaatnya, pola pemberian imbalan (reinforcement) yang keliru, dan

model/contoh yang tidak baik dari orang-orang di lingkungan sekolah

(hlm. 62).

Patton dalam Efendi (2006) mengklasifikasikan penyebab

ketunalarasan secara umum, yaitu: a) faktor penyebab bersifat internal

adalah faktor-faktor yang langsung berkaitan dengan kondisi individu itu

sendiri, seperti keturunan, kondisi fisik dan psikisnya, dan b) faktor

penyebab eksternal adalah faktor-faktor yang berasal dari luar individu

terutama lingkungan, baik lingkungan keluarga, masyarakat, dan sekolah

(hlm. 147) .

Menurut Somantri (2006) faktor-faktor yang menyebabkan

ketunalarasan adalah:

1) Kondisi/ keadaan fisik,

2) Masalah perkembangan,

3) Lingkungan keluarga,

4) Lingkungan sekolah,

Page 65: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

47

5) Lingkungan masyarakat.

Muhammad (2008) menyampaikan bahwa faktor penyebab

ketunalarasan antara lain:

1) Aspek keluarga dan suasana di rumah, misalnya orang tua bercerai,

orang tua terlalu sibuk bekerja hingga mengabaikan anaknya, dan

kemiskinan yang menjadikan anak rendah diri.

2) Aspek pergaulan dan suasana di sekolah, misalnya sering diejek karena

kekurangan yang ada pada diri anak.

Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa penyebab ketunalarasan

dikarenakan faktor kondisi anak dan lingkungan tempat tinggalnya.

c. Karakteristik

Setiap anak memiliki karakteristik yang berbeda-beda, begitu pula

dengan anak tunalaras. Untuk memberikan pelayanan khusus maka perlu

mengetahui karakteristik anak terlebih dahulu supaya anak dapat dengan

mudah menerima peleayanan tersebut.

Karakteristik menurut Direktorat Pendidikan Luar Biasa (2004) anak

tunalaras adalah sebagai berikut:

1) Cenderung membangkang.

2) Mudah terangsang emosinya/ emosional/ mudah marah.

3) Sering melakukan tindakan aggresif, merusak, mengganggu.

4) Sering bertindak melanggar normal sosial/ norma susila/ hukum.

Efendi (2006) ciri-ciri yang menonjol pada kepribadian anak tunalaras,

antara lain “kurang percaya diri, menunjukkan sikap curiga terhadap orang

lain, rendah diri, dan sebaliknya menunjukkan sikap permusuhan terhadap

lingkungan/otorita, mengisolasi diri, kecemasan yang berlebihan, tidak

memiliki ketenangan jiwa, sering melakukan perkelahian atau bentrokan”

(hlm.160).

Page 66: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

48

Menurut Muhammad (2008) anak tunalaras menunjukkan ciri-ciri

sebagai berikut:

1) Tidak dapat berbicara dengan fasih walaupun telah mencapai usia

yang cukup untuk mampu berbicara.

2) Prestasi kognitif kurang baik.

3) Perkembangan sosial yang tidak baik.

4) Menunjukkan tingkah laku yang hiperaktif.

5) Suka mengganggu orang lain.

6) Suka membelokkan pembicaraan.

7) Suka menyendiri.

8) Sering melamun.

9) Pemarah.

10) Kurang sabar.

11) Sering marasa gelisah (hlm.131).

Wardani, dkk (2009) memberikan pandangan mengenai karakteristik

anak tunalaras dari segi akademik, sosial/emosional, dan fisik/kesehatan.

1) Karakteristik akademik, yang terdiri dari:

a) Pencapaian hasil belajar yang jauh di bawah rata-rata.

b) Seringkali dikirim ke kepala sekolah atau bimbingan konseling

untuk tindakan disipliner.

c) Sering kali tidak naik kelas atau bahkan keluar sekolahnya.

d) Sering kali membolos sekolah.

e) Lebih sering dikirim ke lembaga kesehatan dengan alasan sakit,

perlu istirahat.

f) Anggota keluarga terutama orang tua lebih sering mendapat

panggilan dari petugas kesehatan atau bagian absensi.

g) Orang yang bersangkutan lebih sering berurusan dengan polisi.

h) Lebih sering menjalani masa percobaan dari yang berwenang.

i) Sering melakukan pelanggaran hukum dan pelanggaran tanda-

tanda lalu lintas.

j) Lebih sering dikirim ke klinik bimbingan.

2) Karakteristik sosial/emosional, yang terdiri dari:

Page 67: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

49

a) Perilaku tidak diterima oleh masyarakat dan biasanya melanggar

norma budaya, dan perilaku melanggar aturan keluarga, sekolah,

dan rumah tangga.

b) Perilaku ditandai dengan adanya tindakan agresif.

c) Melakukan kejahatan remaja.

d) Adanya hal-hal yang menimbulkan penderitaan bagi anak

e) Adanya rasa gelisah

3) Karakteristik fisik/kesehatan

Pada aspek ini, karakteristik anak ditandai dengan adanya gangguan

makan, tidur, dan gerakan. Anak sering merasa adanya sesuatu yang

beres pada jasmaninya, ia merasa cemas pada kesehatannya, buang air

tidak terkendali, jorok, dan lain-lain.

Dari beberapa pendapat yang telah menguraikan karakteristik anak

tunalaras dapat disimpulkan sebagai berikut:

1) Cenderung membangkang.

2) Mudah terangsang emosinya/ emosional/ mudah marah.

3) Sering melakukan tindakan aggresif, merusak, mengganggu.

4) Sering bertindak melanggar normal sosial/ norma susila/ hukum.

5) kurang percaya diri,

6) menunjukkan sikap curiga terhadap orang lain.

7) mengisolasi diri,

8) kecemasan yang berlebihan,

9) Prestasi kognitif kurang baik.

10) Menunjukkan tingkah laku yang hiperaktif

11) Suka menyendiri dan sering melamun.

12) Pemarah dan kurang sabar.

13) Sering marasa gelisah.

14) Sering kali tidak naik kelas, membolos sekolah, dan bahkan keluar

sekolahnya.

Page 68: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

50

15) gangguan makan, tidur, dan gerakan. Anak sering merasa adanya

sesuatu yang beres pada jasmaninya, ia merasa cemas pada

kesehatannya, buang air tidak terkendali, jorok, dan lain-lain.

d. Klasifikasi

Untuk memudahkan pelayanan dan pengorganisasian pendidikan anak

tunalaras, maka perlu diadakan klasifikasi.

Kauffman dalam Sunardi (1995) mengklasifikasikan anak tunalaras

dalam dua klasifikasi, antara lain:

1) Klasifikasi psikiatris

a) Tingkat ringan atau sedang

Neurosis/psychoneurosis/gangguan kepribadian: penyimpangan

perilaku ditandai dengan konflik emosi dan kecemasan, tetapi

masih mempunyai hubungan dengan dunia nyata.

b) Tingkat berat

(1) Psychosis: penyimpangan perilaku ditandai dengan

penyimpangan pola-pola perilaku normal dalam berfikir,

berbicara, dan bertindak.

(2) Schizophrenia: gangguan jiwa ditandai dengan distorsi berfikir,

persepsi tidak normal, dan perilaku atau emosi yang aneh.

(3) Autism: gangguan jiwa tingkat berat pada masa kanak-kanak,

ditandai dengan isolasi diri secara berlebihan, perilaku aneh,

keterlambatan perkembangan, biasanya mulai dapat diamati

pada usia sebelum 21/2 tahun.

2) Klasifikasi behavioristik

Pada kelompok ini jenis-jenis gangguan perilaku yang terjadi antara

lain:

a) Gangguan pengendalian diri; meliputi tindakan menyerang orang

lain, pemarah, merusak, nakal, tidak kooperatif, menolak arahan,

tidak pernah diam, ramai, pembohong, berbicara kasar, iri, suka

Page 69: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

51

bertengkar, tidak bertanggungjawab, tidak memperhatihkan,

gangguan perhatian, pendendam.

b) Agresif berkelompok; meliputi tingkah laku berteman dengan

anak-anak jahat, mencuri secara berkelompok, setia pada teman

yang nakal, menjadi anggota geng, keluar rumah sampai larut,

bolos sekolah, lari dari rumah.

c) Cemas, menarik diri; meliputi sikap yang takut/tegang, sangat

pemalu, menyendiri, sedih/depresi, terlalu sensitif, mudah

tersinggung, kurang percaya diri, mudah bingung, sering menangis,

sangat tertutup.

d) Kekurangdewasaan/kekurangmatangan; meliputi gejala gangguan

pemusatan perhatian, melamun, lemah koordinasi, tidak

berinisiatif/pasif, kesulitan mengingat, mengantuk,

pembosan/kurang minat, dan ceroboh (: 28-34).

Efendi (2006) mengklasifikasikan anak tunalaras menjadi:

1) Tunalaras kategori kesulitan penyesuaian sosial, kelompok anak yang

mengalami kesulitan penyesuaian sosial dikarenakan adanya hal-hal

yang bersifat fungsional,

2) Tunalaras kategori gangguan emosi, yaitu kelompok anak yang

mengalami kesulitan penyesuaian sosial dikarenakan adanya hal-hal

yang bersifat neurotic dan psikotic, yang bentuk gangguannya antara

lain anxiety neurotis, astenica neurotic, dan hysterica konversia.

Cruickshank dalam Somantri (2006) mengemukakan bahwa anak

tunalaras dapat diklasifikasikan sebagai anak yang mengalami hambatan

sosial dan gangguan emosi. Anak tunalaras yang mengalami hambatan

sosial dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1) The semi-socialize child

Anak pada kelompok ini dapat mengadakan hubungan sosial, tetapi

terbatas pada lingkungan tertentu, misalnya keluarga dan

kelompoknya.

Page 70: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

52

2) Children arrested at a primitive level or socialization

Anak dalam kelompok ini perkembangan emosinya berhenti pada level

atau tingkatan yang rendah. Mereka anak yang tidak pernah mendapat

bimbingan ke arah sikap sosial dan terlantar dalam pendidikan,

sehingga ia melakukan apa saja yang dikehendakinya.

3) Children with minimum socialization capacity

Anak tidak mempunyai kemampuan sama sekali untuk belajar sikap-

sikap sosial. Ini disebabkan oleh pembawaan/kelainan atau anak tidak

pernah mengenal hubungan kasih sayang sehingga anak pada golongan

ini banyak bersikap apatis dan egois.

Anak tunalaras yang mengalami gangguan emosi dapat

diklasifikasikan sebagai berikut:

1) Neurotic behavior

Anak pada kelompok ini masih dapat bergaul dengan orang lain, akan

tetapi mereka mempunyai permasalahan pribadi yang mampu

diselesaikannya. Keadaan ini disebabkan oleh keadaan atau sikap

keluarga yang menolak atau sebaliknya, terlalu memanjakan anak serta

pengaruh pendidikan yaitu karena kesalahan Pembelajaran atau juga

adanya kesulitan belajar yang berat.

2) Children with psychotic processes

Anak pada kelompok ini mengalami gangguan yang sangat berat

sehingga memerlukan penanganan yang lebih khusus. Mereka sudah

menyimpang dari kehidupan nyata, sudah tidak memiliki kesadaran

diri serta tidak memiliki identitas diri. Hal ini disebabkan oleh

gangguan pada sistem syaraf sebagai akibat dari keracunan misalnya,

minuman keras dan obat-obatan dalam (hlm. 141).

Sedangkan Resembera, dkk dalam Wardani, dkk, (2009)

mengklasifikasikan anak tunalaras menjadi 2 kelompok yaitu:

1) Tingkah laku anak tunalaras yang beresiko tinggi, yaitu hiperaktif,

agresif, pembangkang, delinkuensi dan anak yang menarik diri dari

pergaulan sosial.

Page 71: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

53

2) Tingkah laku anak tunalaras yang beresiko rendah, yaitu autisme dan

skizofrenia (hlm. 7.29).

Dari beberapa pendapat di atas belum ada kesamaan dalam

mengklasifikasikan anak tunalaras tetapi dapat disimpulkan bahwa anak

tunalaras dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1) Neurosis/psychoneurosis/gangguan kepribadian.

2) Psychosis.

3) Schizophrenia.

4) Autism.

5) Gangguan pengendalian diri.

6) Agresif.

7) Cemas, menarik diri.

8) Kekurangdewasaan/kekurangmatangan.

8. Anak Berkesulitan Belajar

a. Pengertian

Kesulitan belajar merupakan terjemahan dari istilah bahasa Inggris

learning disability, learning artinya belajar dan disability artinya

ketidakmampuan; sehingga terjemahan yang benar seharusnya adalah

ketidakmampuan belajar. Istilah kesulitan belajar digunakan karena

dirasakan lebih optimistik. Banyak orang, termasuk guru tidak dapat

membedakan antara kesulitan belajar dengan tunagrahita. Hal ini

dikarenakan anak-anak yang mengalami kesulitan belajar menunjukkan

prestasi belajar dan kemampuan dalam pembelajaran yang dibawah rata-

rata. Untuk membedakan antara kesulitan belajar dengan tunagrahita maka

perlu mengetahui terlebih dahulu pengertian dari kesulitan belajar, berikut

diuraikan beberapa pengertian kesulitan belajar.

Menurut Direktorat Pendidikan Luar Biasa (2004) anak yang

berkesulitan belajar spesifik (specific learning disability) adalah

anak yang secara nyata mengalami kesulitan dalam tugas-tugas

akademik khusus (terutama dalam hal kemampuan membaca, menulis,

dan berhitung atau matematika), diduga disebabkan karena faktor

Page 72: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

54

disfungsi neurologis, bukan disebabkan karena faktor intelegensi

(intelegensinya normal bahkan ada yang di atas normal), sehingga

memerlukan pelayanan pendidikan khusus (hlm.26).

Suharmini (2005) menjelaskan bahwa kesulitan belajar adalah “suatu

keadaan pada seorang anak yang mengalami ketidakmampuan dalam

belajar yang disebabkan gangguan proses belajar di dalam otak, yang

dapat berupa gangguan persepsi (visual atau auditoris), gangguan dalam

proses integratif atau gangguan ekspresif” (hlm. 83).

Somantri (2006) mengatakan bahwa kesulitan belajar atau learning

disabilities merupakan “istilah generik yang merujuk kepada keragaman

kelompok yang mengalami gangguan dimana gangguan tersebut

diwujudkan dalam kesulitan-kesulitan yang signifikan yang dapat

menimbulkan gangguan proses belajar” (hlm.196).

Wardani, dkk (2009) mendefinisikan anak kesulitan belajar adalah

anak yang mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademiknya, yang

disebabkan oleh adanya disfungsi minimal otak atau dalam psikologis

dasar sehingga prestasi belajarnya tidak sesuai dengan potensi

sebenarnya, dan untuk mengembangkan potensinya secara optimal

mereka memerlukan pelayanan pendidikan secara khusus (hlm.8.5).

The Board of the Association for Children and Adulth with Learning

Disabilities (ACALD) dalam Abdurrahman (2009) mengemukakan

definisi anak kesulitan belajar yang dikutip oleh Lovitt sebagai berikut:

kesulitan belajar khusus adalah suatu kondisi kronis yang diduga

bersumber neurologis yang secara selektif mengganggu perkembangan,

integrasi, dan/atau kemampuan verbal dan/atau nonverbal.

Kesulitan belajar khusus tampil sebagai suatu kondisi

ketidakmampuan yang nyata pada orang-orang yang memiliki intelegensi

rata-rata hingga superior, yang memiliki sistem sensoris yang cukup, dan

kesempatan belajar yang cukup pula. Berbagai kondisi tersebut bervariasi

dalam perwujudan dan derajatnya.

Kondisi tersebut dapat berpengaruh terhadap harga-diri, pendidikan,

pekerjaan, sosialisasi, dan/atau aktivitas kehidupan sehari-hari sepanjang

kehidupan (hlm. 8).

Page 73: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

55

Dari beberapa pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa

kesulitan belajar merupakan suatu keadaan dimana seorang individu

mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tugas-tugas akademik yang

disebabkan oleh faktor disfungsi neurologis bukan karena faktor

intelegensi (intelegensinya normal bahkan diatas rata-rata).

b. Penyebab

Penyebab kesulitan belajar perlu diketahui supaya dapat dilakukan

usaha-usaha preventif maupun kuratif.

Pendapat beberapa ahli tentang penyebab kesulitan belajar, antara lain

Brock menjelaskan kesulitan belajar spesifik disebabkan karena masalah

neurologis, Merrill menjelaskan kesulitan belajar spesifik merupakan ujud

dari disfungsi minimal otak, Adelman & Taylor menjelaskan bahwa

penyebab kesulitan belajar spesifik adalah neurological dysfunction.

Kesulitan belajar spesifik juga dapat disebabkan karena kerusakan otak

bayi pada waktu masih ada dalam kandungan atau selama kelahiran, atau

bisa juga disebabkan karena faktor organik atau biologis (Suharmini,

2005:90).

Kephart dalam Somantri (2006) mengelompokkan penyebab kesulitan

belajar ini dalam tiga kategori utama yaitu: kerusakan otak, gangguan

emosional, dan pengalaman (hlm. 196).

Wardani, dkk (2009) mengutip Hallahan dan Kauffman

mengemukakan 3 faktor penyebab kesulitan belajar, yaitu:

1) Faktor organis/biologis

Timbulnya kesulitan belajar khusus pada anak disebabkan oleh adanya

disfungsi dari sistem saraf pusat.

2) Faktor genetis

Munculnya anak-anak berkesulitan belajar khusus, dapat disebabkan

oleh faktor genetis atau keturunan.

3) Faktor lingkungan

Page 74: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

56

Faktor lingkungan yang menyebabkan anak mengalami kesulitan

belajar contohnya guru-guru yang tidak mempersiapkan program

pengajarannya dengan baik, kondisi keluarga yang tidak menunjang,

dan lain-lain (hlm. 8.5).

Abdurrahman (2009) menjelaskan penyebab utama kesulitan belajar

(learning disabilities) adalah faktor internal, yaitu kemungkinan adanya

disfungsi neurologis yang dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara

lain:

1) Faktor genetik,

2) Luka pada otak karena trauma fisik atau kekurangan oksigen,

3) Biokimia yang hilang,

4) Biokimia yang dapat merusak otak,

5) Pencemaran lingkungan,

6) Gizi yang tidak memadai,

7) Pengaruh-pengaruh psikologis dan sosial yang merugikan

perkembangan anak (deprivasi lingkungan).

Mercer & Pullen dalam Gargiulo (2012:202) menjelaskan penyebab

kesulitan belajar antara lain: trauma, genetik / keturunan, kelainan

biokimia, dan lingkungan.

Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa penyebab

kesulitan belajar adalah sebagai berikut:

1) Masalah neurologis,

2) Gangguan emosional,

3) Faktor lingkungan,

4) Faktor genetik,

5) kelainan biokimia.

Page 75: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

57

c. Karakteristik

Dalam memberikan layanan pendidikan perlu diketahui karakteristik

anak kesulitan belajar supaya anak merasa tidak terbebani dalam

menyelesaikan tugas akademiknya.

Ciri-ciri anak berkesulitan belajar menurut Direktorat Pendidikan Luar

Biasa (2004) adalah sebagai berikut:

1) Anak yang mengalami kesulitan membaca (disleksia)

a) Perkembangan kemampuan membaca terlambat,

b) Kemampuan memahami isi bacaan rendah,

c) Kalau membaca sering banyak kesalahan.

2) Anak yang mengalami kesulitan menulis (disgrafia)

a) Kalau menyalin tulisan sering terlambat selesai,

b) Sering salah menulis huruf b dengan p, p dengan q, v dengan u,

2 dengan 5, 6 dengan 9, dan sebagainya,

c) Hasil tulisannya jelek dan tidak terbaca,

d) Tulisannya banyak salah/terbalik/huruf hilang,

e) Sulit menulis dengan lurus pada kertas tak bergaris.

3) Anak yang mengalami kesulitan berhitung (diskalkulia)

a) Sulit membedakan tanda-tanda: +, -, :, >, <, =

b) Sulit mengoperasikan hitungan/bilangan,

c) Sering salah membilang dengan urut,

d) Sering salah membedakan angka 9 dan 6, 17 dengan 71, 2

dengan 5, 3 dengan 8, dan sebagainya

e) Sulit membedakan bangun-bangun geometri (hlm.27-28).

Westwood dalam Suharmini (2005) mengemukakan beberapa

karakteristik siswa yang mengalami kesulitan belajar spesifik:

1) Perkembangan bicaranya terlambat.

2) Mengalami masalah atau gangguan persepsi dalam menulis atau

membaca.

3) Mengalami masalah atau gangguan pada persepsi auditory.

4) Gangguan pada proses integratif

5) Kesukaran dalam recalling kata-kata, kesukaran dalam memberikan

nama pada obyek yang dikenal (dysnomia).

6) Lemah dalam menunjukkan arah kanan atau kiri.

7) Mengalami disfungsi minimal otak.

8) Hiperaktif atau ada gangguan dalam memusatkan perhatian.

Page 76: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

58

9) Tidak terampil.

10) Lemah dalam koordinasi motorik.

11) Tingkat motivasi rendah.

12) Ada masalah atau gangguan emosional (hlm. 87-88).

Menurut Clement yang dikutip oleh Hallahan dan Kauffman dalam

Wardani, dkk (2007) terdapat sepuluh gejala yang sering dijumpai pada

anak berkesulitan, yaitu: a) hiperaktif, b) gangguan persepsi motorik, c)

emosi yang labil, d) kurang koordinasi, e) gangguan perhatian, f) impulsif,

g) gangguan memori dan berpikir, h) kesulitan pada akademik khusus

(membaca, matematika, dan menulis), i) ganggguan dalam berbicara dan

mendengar, dan j) hasil electroencephalogram (EEG) tidak teratur serta

tanda neurologis yang tidak jelas (hlm. 8.13).

Karakteristik Anak Berkesulitan Belajar menurut Somantri (2006)

dikelompokkan sebagai berikut:

1) Aspek kognitif

Masalah-masalah kemampuan bicara, membaca, menulis,

mendengarkan, berpikir, dan matematis semuanya merupakan

penekanan terhadap aspek akademik atau kognitif. Tidak jarang anak

yang mengalami kesulitan membaca menunjukan kemampuan

berhitung yang tinggi. Hal tersebut membuktikan bahwa anak

berkesulitan belajar memiliki kemampuan kognitif yang normal, akan

tetapi kemampuan tersebut tidak berfungsi secara optimal sehingga

terjadi keterbelakangan akademik yakni terjadinya kesenjangan antara

apa yang mestinya dilakukan anak dengan apa yang dicapainya secara

nyata.

2) Aspek bahasa

Masalah bahasa anak berkesulitan belajar menyangkut bahasa reseptif

maupun ekspresif. Bahasa reseptif adalah kecakapan menerima dan

memahami bahasa. Sedangkan bahasa ekspresif adalah kemampuan

mengekspresikan diri secara verbal. Di dalam proses belajar

Page 77: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

59

kemampuan berbahasa merupakan alat untuk memahami dan

menyatakan pikiran.

3) Aspek motorik

Masalah motorik anak berkesulitan belajar biasanya menyangkut

keterampilan motorik-perseptual yang diperlukan untuk

mengembangkan keterampilan meniru pola. Kemampuan ini sangat

diperlukan untuk menggambar, menulis atau menggunakan gunting.

Keterampilan tersebut sangat memerlukan koordinasi yang baik antara

tangan dan mata yang dalam banyak hal koordinasi tersebut tidak

dimiliki anak berkesulitan belajar.

4) Aspek sosial dan emosi

Terdapat dua karakteristik sosial-emosional anak berkesulitan belajar

ialah: kelabilan emosional dan ke-impulsif-an. Kelabilan emosional

ditunjukakan oleh sering berubahnya suasana hati dan temperamen.

Tingkat impulsive merujuk kepada lemahnya pengendalian terhadap

dorongan-dorongan untuk berbuat seseuatu.

Lerner dan Johns dikutip oleh Gargiulo (2012) menjelaskan

karakteristik individu dengan kesulitan belajar:

1) Gangguan perhatian.

2) Miskin kemampuan motorik.

3) Kesulitan dalam proses psikologis dan pengolahan informasi.

4) Kurangnya strategi kognitif yang diperlukan untuk belajar.

5) Kesulitan berbicara.

6) Kesulitan Membaca

7) Kesulitan menulis.

8) Kesulitan berhitung.

9) Kurang terampil dalam bersosialisasi (hlm. 204).

Dari beberapa pendapat yang telah menjelaskan karakterisik anak

berkebutuhan khusus maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1) terdapat gangguan atau masalah pada otak,

2) kesulitan pada akademik khusus (membaca, matematika, dan menulis),

Page 78: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

60

3) kemampuan berbicara terlambat dan bermasalah,

4) gangguan perhatian,

5) motivasi rendah,

6) tidak terampil dan lemah dalam koordinasi motorik,

7) kurang bersosialisai, dan

8) gangguan emosi dan perilaku.

d. Klasifikasi

Menentukan klasifikasi anak kesulitan belajar tidaklah mudah karena

merupakan kelompok kesulitan yang heterogen. Betapa pun sulitnya

membuat klasifikasi kesulitan belajar, klasifikasi tetap diperlukan untuk

menentukan strategi pembelajaran yang tepat.

Kirk dan Gallagher dikutip oleh Wardani, dkk, (2007) menjelaskan

bahwa kesulitan belajar dibedakan dua kategori besar, yaitu: a) kesulitan

belajar yang berhubungan dengan perkembangan (developmental learning

disabilities), dan b) kesulitan belajar akademik (academic learning

disabilities) (hlm. 8.5).

Abdurrahman (2009) mengklasifikasikan kesulitan belajar secara garis

besar dalam dua kelompok sebagai berikut:

1) Kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan

(developmental learning disabilities). Mencakup:

a) Gangguan motorik dan persepsi,

b) Kesulitan belajar bahasa dan komunikasi,

c) Kesulitan belajar dalam penyesuaian perilaku.

2) Kesulitan belajar akademik (academic learning disabilities).

Menunjuk pada adanya kegagalan-kegagalan pencapaian prestasi

akademik yang sesuai adanya kapasitas yang diharapkan. Kegagalan-

kegagalan tersebut mencakup penguasaan keterampilan dalam

membaca, menulis, dan/atau matematika.

Dari pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa anak berkebutuhan

khusus diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:

Page 79: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

61

1) Kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan

(developmental learning disabilities),

2) Kesulitan belajar akademik (academic learning disabilities).

9. Anak Berbakat

a. Pengertian

Pengertian mengenai anak berbakat sangat beragam. Banyak pakar

yang memberikan pengertian tentang keberbakatan menurut sudut pandang

masing-masing. Pengertian keberbakatan merupakan konsep yang tidak

mudah dipahami secara harfiah, mengingat keberbakatan sedikit banyak

terkait dengan persoalan budaya. Untuk itu, di bawah ini disampaikan

beberapa pengertian keberbakatan.

Menurut Direktorat Pendidikan Luar Biasa (2004) anak berbakat atau

anak yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa adalah “anak

yang memiliki potensi kecerdasan (intelegensi), kreativitas, dan

tanggungjawab terhadap tugas (task commitment) di atas anak-anak

seusianya (anak normal), sehingga untuk mewujudkan potensinya menjadi

prestasi nyata, memerlukan pendidikan khusus” (hlm. 22).

Definisi USOE dikutip oleh Munandar (2004) tentang anak berbakat

adalah mereka yang oleh orang-orang profesional diidentifikasi sebagai

anak yang mampu mencapai prestasi yang tinggi karena mempunyai

kemampuan-kemampuan yang unggul. Anak-anak tersebut memerlukan

program pendidikan yang berdiferensiasi dan/atau pelayanan di luar

jangkauan program sekolah biasa agar dapat merealisasikan sumbangan

mereka terhadap masyarakat msupun untuk pengembangan diri sendiri.

Kemampuan tersebut, baik secara potensial maupun telah nyata, meliputi:

1) Kemampuan intelektual umum.

2) Kemampuan akademik khusus.

3) Kemampuan berpikir kreatif-produktif.

4) Kemampuan memimpin.

5) Kemampuan dalam salah satu bidang seni.

Page 80: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

62

6) Kemampuan psikomotor (seperti dalam olah raga) (hlm. 23).

Konsep keberbakatan menurut Renzulli, dkk dalam Munandar (2004)

yang dikenal dengan “Three-Ring Conception” menyatakan bahwa tiga

ciri pokok yang merupakan kriteria (persyaratan) keberbakatan ialah

keterkaitan antara:

1) Kemampuan umum diatas rata-rata,

2) Kreativitas di atas rata-rata, dan

3) Pengikatan diri terhadap tugas (task commitment cukup tinggi) (hlm.

24).

Somantri (2006) menyatakan dalam konsep luas dan terpadu istilah

keberbakatan akan mencakup anak yang memiliki kecakapan intelektual

superior, yang secara potensial dan fungsional mampu mencapai

keunggulan akademik di dalam kelompok populasinya; dan/atau berbakat

tinggi dalam bidang tertentu, seperti matematika, IPA, seni, musik,

kepemimpinan sosial, dan perilaku kreatif tertentu dalam interaksi dengan

lingkungan dimana kecakapan dan unjuk kerjanya itu ditampilkan secara

konsisten.

Menurut Muhammad (2008) anak-anak genius adalah “anak-anak yang

memiliki potensi ataupun kemampuan yang tinggi dalam bidang

akademik, selain dapat membuat suatu kreasi yang unik, kreatif, dan

mengagumkan”(hlm.145).

Dari beberapa pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa

pengertian anak berbakat adalah anak yang memiliki potensi yang tinggi

baik dalam bidang akademik maupun kreativitas dan menunjukkan

komitmen tinggi dalam melaksanakan tugasnya.

b. Penyebab

Seperti halnya anak berkebutuhan khusus lainnya keberbakatan juga

ada penyebabnya.

Beberapa faktor penyebab keberbakatan menurut Tarmidi (2008):

1) Kemampuan/ kecakapan alami,

Page 81: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

63

2) Motivasi dan kemauan dari dalam diri, dan faktor genetik,

3) Lingkungan yang menaungi anak, dan

4) Kesempatan yang diberikan oleh lingkungan.

Clark dikutip oleh Gargiulo (2012), “the development of intelligence is

enhanced or inhibited by the interaction between the genetic pattern of an

individual and the opportunities provided by the environment throughout

the individual’s lifespan” (hlm.582).

Yang artinya kurang lebih adalah "perkembangan kecerdasan

ditingkatkan atau dihambat oleh interaksi antara pola genetik dari individu

dan peluang yang disediakan oleh lingkungan selama kehidupan individu".

Dari kedua pendapat tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa

penyebab keberbakatan adalah faktor genetik dan lingkungan.

c. Karakteristik

Setiap manusia memiliki karakteristik yang menunjukkan kepribadian

mereka. Sesuai dengan pengertian keberbakatan yang multikriteria, maka

ciri-ciri anak berbakat meliputi beberapa karakteristik khusus. Di bawah

ini diuraikan beberapa ciri-ciri atau karakteristik anak berbakat.

Munandar (1985) ciri-ciri anak berbakat meliputi ciri-ciri fisik, mental-

intelektual, emosional, dan ciri-ciri sosial:

1) Ciri-ciri fisik, antara lain:

a) Sehat.

b) Perkembangan psikomotorik lebih cepat dari rata-rata.

2) Ciri-ciri mental-intelektual antara lain:

a) Usia mental lebih tinggi daripada rata-rata anak normal.

b) Daya tangkap dan pemahaman lebih cepat dan luas.

c) Dapat berbicara lebih dini.

d) Hasrat ingin tahu lebih besar dan selalu mencari jawabannya.

e) Kreatif.

f) Mandiri dalam bekerja dan belajar serta mempunyai cara belajar

yang khas.

Page 82: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

64

3) Ciri-ciri emosional, antara lain:

a) Punya kepercayaan diri yang kuat.

b) Konsisten dengan keinginannya sampai terpenuhi.

c) Peka terhadap situasi di sekelilingnya.

d) Senang dengan hal-hal yang baru.

4) Ciri-ciri sosial, antara lain:

a) Senang bergaul dengan anak-anak yang lebih tua.

b) Suka permainan yang mengandung pemecahan masalah.

c) Suka bekerja sendiri.

Ciri-ciri keberbakatan menurut Hawadi, dkk (2001) meliputi empat

dimensi, yaitu:

1) Dimensi I: ciri-ciri belajar

a) Mudah menangkap dan mengingat pelajaran.

b) Memiliki perbendaharaan kata yang luas.

c) Penalaran tajam.

d) Daya konsentrasi baik.

e) Memiliki pengetahuan umum yang luas.

f) Gemar membaca.

g) Mampu mengungkapkan pikiran, perasaan atau pendapat secara

lisan/tertulis dengan lancar dan jelas.

h) Mempunyai rasa ingin tahu yang besar dan mampu

mengidentifikasi masalah.

2) Dimensi II: ciri-ciri tanggung jawab terhadap tugas

a) Tekun dan ulet.

b) Mampu berprestasi sendiri tanpa dorongan orang lain dan selalu

berusaha berprestasi baik.

c) Ingin mendalami bidang pengetahuan yang diberikan di dalam

kelas.

d) Menunjukkan minat terhadap masalah orang dewasa.

e) Senang dan rajin belajar penuh semangat.

f) Cepat bosan dengan tugas rutin.

Page 83: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

65

g) Dapat mempertahankan pendapatnya.

h) Menunda pemuasan kebutuhan sesaat untuk mencapai tujuan di

kemudian hari.

3) Dimensi III: ciri-ciri kreativitas

a) Mempunyai rasa ingin tahu yang mendalam.

b) Sering mengajukan pertanyaan yang berbobot.

c) Memberikan banyak gagasan dan mampu menyatakan pendapat

secara spontan.

d) Mempunyai/menghargai rasa keindahan.

e) Menonjol dalam satu atau lebih bidang studi.

f) Dapat mencari pemecahan masalah dari berbagai segi.

g) Mempunyai rasa humor dan daya imajinasi.

h) Mampu mengajukan gagasan pemecahan masalah yang berbeda

dari orang lain dan menghasilkan bermacam-macam gagasan.

i) Mampu menghadapi masalah dari berbagai sudut pandang.

4) Dimensi IV: ciri-ciri kepemimpinan

a) Sering dipilih menjadi pemimpin atau ketua.

b) Disenangi oleh teman dan dapat bekerja sama secara positif serta

berpengaruh bagi orang lain.

c) Mempunyai banyak inisiatif dan memiliki tanggung jawab serta

rasa percaya diri yang besar.

d) Mudah menyesuaikan diri terhadap situasi yang baru.

e) Aktif berperan dalam kegiatan sekolah dan senang membantu

orang lain.

f) Menyukai situasi yang mengandung tantangan dan berani

mengambil resiko.

Menurut Munandar (2004) seseorang disebut berbakat apabila

memiliki tiga kelompok ciri-ciri yang berpautan, jika hanya memiliki salah

satu dari kelompok ciri-ciri maka belum mencerminkan keberbakatan.

Kelompok ciri-ciri keberbakatan tersebut adalah sebagai berikut:

1) Kemampuan di atas rata-rata (intelegensi).

Page 84: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

66

2) Kreativitas

3) Pengikatan diri terhadap tugas.

Sumiharso (2008) menyebutkan karakteristik anak berbakat domain

intelektual-koginitif, domain persepsi-emosi, domain motivasi dan nilai-

nilai hidup, domain aktifitas, serta domain relasi sosial adalah sebagai

berikut:

1) karakteristik intelektual-kognitif

a) Menunjukkan atau memiliki ide-ide yang orisinal, gagasan-

gagasan yang tidak lazim, pikiran-pikiran kreatif.

b) Mampu menghubungkan ide-ide yang nampak tidak berkaitan

menjadi suatu konsep yang utuh.

c) Menunjukkan kemampuan bernalar yang sangat tinggi.

d) Mampu menggeneralisir suatu masalah yang rumit menjadi suatu

hal yang sederhana dan mudah dipahami.

e) Memiliki kecepatan yang sangat tinggi dalam memecahkan

masalah.

f) Menunjukkan daya imajinasi yang luar biasa.

g) Memiliki perbendaharaan kosakata yang sangat kaya dan mampu

mengartikulasikannya dengan baik.

h) Biasanya fasih dalam berkomunikasi lisan, senang bermain atau

merangkai kata-kata.

i) Sangat cepat dalam memahami pembicaraan atau pelajaran yang

diberikan.

j) Memiliki daya ingat jangka panjang (long term memory) yang

kuat.

k) Mampu menangkap ide-ide abstrak dalam konsep matematika

dan/atau sains.

l) Memiliki kemampuan membaca yang sangat cepat.

m) Banyak gagasan dan mampu menginspirasi orang lain.

n) Memikirkan sesuatu secara kompleks, abstrak, dan dalam.

Page 85: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

67

o) Mampu memikirkan tentang beragam gagasan atau persoalan

dalam waktu yang bersamaan dan cepat mengaitkan satu dengan

yang lainnya.

2) karakteristik persepsi/emosi

a) Sangat peka perasaannya.

b) Menunjukkan gaya bercanda atau humor yang tidak lazim (sinis,

tepat sasaran dalam menertawakan sesuatu hal tapi tanpa terasa

dapat menyakiti perasaan orang lain).

c) Sangat perseptif dengan beragam bentuk emosi orang lain (peka

dengan sesuatu yang tidak dirasakan oleh orang-orang lain).

d) Memiliki perasaan yang dalam atas sesuatu.

e) Peka dengan adanya perubahan kecil dalam lingkungan sekitar

(suara, aroma, cahaya).

f) Pada umumnya introvert.

g) Memandang suatu persoalan dari berbagai macam sudut pandang.

h) Sangat terbuka dengan pengalaman atau hal-hal baru

i) Alaminya memiliki ketulusan hati yang lebih dalam dibanding

anak lain.

3) karakteristik motivasi dan nilai-nilai hidup

a) Menuntut kesempurnaan dalam melakukan sesuatu

(perfectionistic).

b) Memiliki dan menetapkan standar yang sangat tinggi bagi diri

sendiri dan orang lain.

c) Memiliki rasa ingin tahu dan kepenasaran yang sangat tinggi.

d) Sangat mandiri, sering merasa tidak perlu bantuan orang lain, tidak

terpengaruh oleh hadiah atau pujian dari luar untuk melakukan

sesuatu (self driven).

e) Selalu berusaha mencari kebenaran, mempertanyakan dogma,

mencari makna hidup.

Page 86: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

68

f) Melakukan sesuatu atas dasar nilai-nilai filsafat yang seringkali

sulit dipahami orang lain.

g) Senang menghadapi tantangan, pengambil risiko, menunjukkan

perilaku yang dianggap “nyerempet-nyerempet bahaya” .

h) Sangat peduli dengan moralitas dan nilai-nilai keadilan, kejujuran,

integritas.

i) Memiliki minat yang beragam dan terentang luas.

4) karakteristik aktifitas

a) Punya energi yang seolah tak pernah habis, selalu aktif beraktifitas

dari satu hal ke hal lain tanpa terlihat lelah.

b) Sulit memulai tidur tapi cepat terbangun, waktu tidur yang lebih

sedikit dibanding anak normal.

c) Sangat waspada.

d) Rentang perhatian yang panjang, mampu berkonsentrasi pada satu

persoalan dalam waktu yang sangat lama.

e) Tekun, gigih, pantang menyerah.

f) Cepat bosan dengan situasi rutin, pikiran yang tidak pernah diam,

selalu memunculkan hal-hal baru untuk dilakukan.

g) Spontanitas yang tinggi.

5) karakteristik relasi sosial

a) Umumnya senang mempertanyakan atau menggugat sesuatu yang

telah mapan.

b) Sulit melakukan kompromi dengan pendapat umum.

c) Merasa diri berbeda, lebih maju dibanding orang lain, merasa

sendirian dalam berpikir atau pada saat merasakan suatu bentuk

emosi.

d) Sangat mudah jatuh iba, empatik, senang membantu.

e) Lebih senang dan merasa nyaman untuk berteman atau berdiskusi

dengan orang-orang yang usianya jauh lebih tua.

Page 87: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

69

Wardani dkk (2009) karakteristik anak berbakat ditinjau dari segi

akademik, sosial/emosional, dan fisik/kesehatan:

1) Karakteristik akademik

a) Memiliki perhatian yang lama terhadap suatu bidang akademik

khusus,

b) Memiliki pemahaman yang sangat maju tentang konsep, metode,

dan terminologi dari bidang akademik khusus,

c) Mampu mengaplikasikan berbagai konsep dari bidang akademik

khusus yang dipelajari pada aktivitas-aktivitas dalam bidang-

bidang lain,

d) Kesediaan mencurahkan sejumlah besar perhatian dan usaha untuk

mencapai standar yang tinggi dalam suatu bidang akademik,

e) Memiliki sifat kompetitif yang tinggi dalam suatu bidang akademik

khusus dan motivasi yang tinggi untuk berbuat yang terbaik, dan

f) Belajar dengan cepat dalam suatu bidang akademik khusus.

2) Karakteristik sosial/emosional.

a) Diterima oleh mayoritas dari teman-teman sebaya dan orang

dewasa,

b) Keterlibatan mereka dalam berbagai kegiatan sosial, mereka

memberikan sumbangan positif dan konstruktif,

c) Kecenderungan dipandang sebagai juru pemisah dalam

pertengkaran dan pengambil kebijakan oleh teman sebayanya,

d) Memiliki kepercayaan tentang kesamaan derajat semua orang dan

jujur,

e) Perilakunya tidak defensif dan memiliki tenggang rasa,

f) Bebas dari tekanan emosi dan mampu mengontrol ekspresi

emosional sehingga relevan dengan situasi,

g) Mampu mempertahankan hubungan abadi dengan teman sebaya

dan orang dewasa,

h) Mampu merangsang perilaku produktif bagi orang lain, dan

Page 88: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

70

i) Memiliki kapasitas yang luar biasa untuk menanggulangi situasi

sosial dengan cerdas dan humor.

3) Karakteristik fisik/kesehatan.

a) Memiliki penampilan yang menarik dan rapi, dan

b) Kesehatannya berada lebih baik atau di atas rata-rata.

Dari beberapa pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa

karakteristik anak berbakat dapat dilihat dari beberapa segi, yaitu:

1) Karakteristik intelektual/kognitif/akademik.

2) Karakteristik sosial/emosional.

3) Karakteristik fisik/kesehatan.

d. Klasifikasi

Untuk memudahkan dalam pemberian layanan pendidikan maupun

untuk mengembangkan potensinya maka keberbakatan perlu

diklasifikasikan. Berikut diuraikan beberapa pendapat tantang klasifikasi

keberbakatan.

Banyak ahli yang mengklasifikasikan anak berbakat, Abdurrahman

dan Sudjadi (1994) menguraikan beberapa klasifikasi anak berbakat

menurut para ahli:

1) Klasifikasi anak berbakat menurut Sternberg (berdasarkan teori

triarchic)

a) Keberbakatan analitik meliputi kemampuan memilah masalah dan

memahami bagian-bagian dari masalah tersebut.

b) Keberbakatan Sintetik tampak pada orang yang memiliki

kemampuan memahami, intuitif, kreatif, atau yang benar-benar

cakap dalam mengatasi situasi-situasi yang relatif baru.

c) Keberbakatan Praktis meliputi penerapan kemampuan analitik

maupun sintetik dalam kehidupan sehari-hari, dalam situasi

pragmatik.

Page 89: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

71

2) Klasifikasi anak berbakat menurut Gardner berdasarkan teori

Intelegensi Majemuk, menyatakan bahwa intelegensi ada 7 macam:

linguistik, logis-matematis, spatial, musikal, jasmani kinestetik,

interpersonal, dan intrapersonal.

3) Klasifikasi menurut Gagne:

a) Bakat( intelektual, kreatif, sosioafektif, dan sensorimotor)

b) Talents(akademik, teknik, artiatik, interpersonal, dan atletik

c) Bakat adalah nama dari karakteristik pribadi, sedangkan talents

adalah nama dari aktivitas manusia.

Feldhusen dalam Hawadi, dkk (2001) membagi keberbakatan dalam

tiga kategori yaitu keberbakatan ringan (IQ=115-129), keberbakatan

sedang (IQ=130-144) , dan keberbakatan tinggi (IQ=145 keatas), menurut

Skala Weschler (hlm. 7)

Belum ada kesepakatan dari para ahli dalam mengklasifikasikan anak

berbakat, sehingga banyak pendapat tentang klasifikasi anak berbakat.

Tetapi dari pendapat yang telah diuraikan di atas penulis menarik

kesimpulan bahwa klasifikasi anak berbakat adalah sebagai berikut:

1) Linguistik,

2) Logis-matematis,

3) Spatial,

4) Musikal,

5) Jasmani kinestetik,

6) Interpersonal, dan

7) Intrapersonal.

10. Hasil Penelitian yang Relevan

Berdasarkan hasil penelitian Esti Wardani (2012) tentang upaya

peningkatan akses pendidikan melalui identifikasi anak berkebutuhan khusus

di Kecamatan Sidoharjo Kabupaten Sragen tedapat anak berkebutuhan khusus

di kecamatan tersebut dengan prosentase sebagai berikut:

Page 90: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

72

a. Berdasarkan kelainannya

Tabel 2.1. Distribusi Frekuensi Anak Berkebutuhan Khusus Berdasarkan

Jenis Kelainan

No Jenis Kelainan Frekuensi (f) Persentase (P)

1 Tunanetra 4 6,25%

2 Tunarungu wicara 5 7,81%

3 Tunagrahita 32 50%

4 Tunadaksa 8 12,5%

5 Tunalaras 2 3,13%

6 Tunaganda 13 20,31%

Jumlah (N) 64 100%

(Sumber: Esti Wardani, 2012: 63)

b. Berdasarkan umurnya

Tabel 2.2. Distribusi Frekuensi Anak Berkebutuhan Khusus Berdasarkan

Kelompok Usia

No Kelompok Umur Frekuensi (f) Persentase (P)

1 0-6 tahun 19 29,69%

2 7-12 tahun 21 32,81%

3 13-15 tahun 13 20,31%

4 16-18 Tahun 11 17,19%

Jumlah (N) 64 100%

(Sumber: Esti Wardani, 2012: 66)

Dari hasil penelitian diatas ada persamaan dan perbedaan dengan masalah

yang diteliti. Persamaannya terletak pada bidang kajian yang diteliti yaitu

berdasarkan kelainannya dan berdasarkan umurnya sedangkan perbedaannya

terletak pada batasan masalahnya yaitu berdasarkan kelainannya peneliti akan

meneliti tentang anak tunanetra, anak tunarungu, anak tunagrahita, anak

tunadaksa, anak tunalaras, anak kesulitan belajar, dan anak berbakat dan juga

berdasarkan umurnya peneliti hanya akan membatasi pada umur 7-18 tahun.

Page 91: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

73

B. KERANGKA BERFIKIR

Keberadaan anak berkebutuhan khusus di Kabupaten Wonogiri jumlahnya

tidak diketahui secara terperinci sehingga dalam pemberian pelayanan khusus

untuk anak berkebutuhan khusus belum maksimal.

Gambar 2.1. Skema Kerangka Berfikir

Anak

berkebutuhan

khusus

Prevalensi

keseluruhan

Klasifikasi

berdasarkan

kelainanan

Klasifikasi

berdasarkan umur

Prosentase di

setiap

kecamatan

P Jumlah yang

sudah terlayani

pendidikannya

dan yang belum

terlayani

pendidikannya

Page 92: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

74

C. HIPOTESIS

Berdasarkan tujuan penelitian, kajian teori dan hasil penelitian yang relevan

serta kerangka berfikir yang telah diuraikan di atas maka dapat diajukan hipotesis

bahwa:

1. Terdapat sejumlah anak berkebutuhan khusus di Kabupaten Wonogiri pada

Tahun 2012.

2. Anak berkebutuhan khusus dengan beberapa kelainan.

3. Anak berkebutuhan khusus yang berusia 7-18 tahun.

4. Di setiap Kecamatan terdapat Anak berkebutuhan khusus yang prevalensinya

berbeda-beda.

5. Ada beberapa Anak berkebutuhan khusus yang sudah terlayani pendidikannya

dan ada juga yang belum terlayani pendidikannya.

Page 93: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

75

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat penelitian

Tempat penelitian merupakan suatu lokasi yang digunakan dalam

memperoleh data penelitian. Dalam penelitian ini akan mengambil lokasi di

seluruh Kabupaten Wonogiri yang terdiri dari 25 kecamatan yaitu:

a. Kecamatan Baturetno

b. Kecamatan Batuwarno

c. Kecamatan Bulukerto

d. Kecamatan Eromoko

e. Kecamatan Girimarto

f. Kecamatan Giritontro

g. Kecamatan Giriwoyo

h. Kecamatan Jatipurno

i. Kecamatan Jatiroto

j. Kecamatan Jatisrono

k. Kecamatan Karangtengah

l. Kecamatan Kismantoro

m. Kecamatan Manyaran

n. Kecamatan Ngadirojo

o. Kecamatan Nguntoronadi

p. Kecamatan Paranggupito

q. Kecamatan Pracimantoro

r. Kecamatan Puhpelem

s. Kecamatan Purwantoro

t. Kecamatan Selogiri

u. Kecamatan Sidoharjo

v. Kecamatan Slogohimo

w. Kecamatan Tirtomoyo

Page 94: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

76

x. Kecamatan Wonogiri

y. Kecamatan Wuryantoro

2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian merupakan waktu yang digunakan untuk melaksanakan

penelitian. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Januari sampai bulan Juli

2012 dengan rincian kegiatan sebagai berikut:

NO KEGIATAN Bulan

Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli

1 Pengajuan judul

2 Penyusunan proposal

dan perizinan

3 Pengumpulan data

4 Pengolahan data

5 Penyusunan laporan

Tabel 3.1 Jenis Kegiatan dan Waktu Penelitian

B. Rancangan/Desain Penelitian

Dalam melaksanakan penelitian perlu dibuat suatu rancangan/desain

penelitian terlebih dahulu untuk memudahkan jalannya penelitian.

Rancangan/desain penelitian berupa metode yang digunakan dalam penelitian.

Menurut Sugiyono (2010) secara umum metode penelitian diartikan sebagai “cara

ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu” (hlm.3)

sedangkan menurut Hasan (2002) metode penelitian adalah “tatacara bagaimana

suatu penelitian dilaksanakan” (hlm. 21). Nasir (1999) juga berpendapat bahwa

“metode penelitian memandu si peneliti tentang urut-urutan bagaimana penelitian

dilakukan” (hlm. 51). Dari pendapat ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa

Page 95: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

77

metode penelitian adalah cara yang digunakan untuk mendapatkan data dalam

penelitian.

Ada beberapa jenis metode yang dapat digunakan dalam melaksanakan

penelitian.

Menurut Sugiyono (2010) metode penelitian dapat dibedakan menjadi

“penelitian survey, expostfacto, eksperimen, naturalistik, policy research, action

research, evaluasi, sejarah, research and development” (hlm. 6).

Nasir (1999) mengelompokkan metode penelitian dalam lima kelompok

umum sebagai berikut:

a. Metode Sejarah

b. Metode Deskripsi/ Survei:

1) Metode survei;

2) Metode deskriptif berkesambungan;

3) Metode studi kasus;

4) Metode analisa pekerjaan dan aktivitas;

5) Metode studi komperatif;

6) Metode studi waktu dan gerakan.

c. Metode Eksperimental.

d. Metode Grounded Research.

e. Metode penelitian Tindakan. (hlm. 54)

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

penelitian deskriptif dengan jenis penelitian metode survei.

C. Populasi dan Sampel

Dalam sebuah penelitian diperlukan subjek sebagai sumber data atau

informasi. Subjek dalam penelitian disebut populasi dan sampel.

1. Populasi

Menurut Arikunto (2006) bahwa “populasi adalah keseluruhan subyek

penelitian.” (hlm. 130). Menurut Sugiyono (2010) “populasi adalah wilayah

generalisasi yang terdiri atas: obyek/ subyek yang mempunyai kualitas dan

karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari kemudian

ditarik kesimpulannya” (hlm. 117) sedangkan menurut Nasir (1999) “populasi

adalah kumpulan dari individu dengan kualitas serta ciri-ciri yang telah

Page 96: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

78

ditetapkan” (hlm. 325) dan menurut Singarimbun (1995) “populasi atau

universe ialah jumlah keseluruhan dari unit analisa yang ciri-cirinya akan

diduga” (hlm. 152).

Dari beberapa pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa populasi

adalah keseluruhan subyek penelitian yang mempunyai karakteristik tertentu

yang ditetapkan oleh peneliti. Dalam penelitian ini mengambil populasi

seluruh anak yang diduga berkebutuhan khusus di Kabupaten Wonogiri.

2. Sampel

Arikunto (2006) berpendapat bahwa “Sampel adalah sebagian atau wakil

dari populasi yang diteliti” (hlm. 131) sedangkan menurut Sugiyono (2010)

“sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimilki oleh

populasi tersebut” (hlm. 118).

Dari pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa sampel merupakan

bagian dari populasi. Dalam penelitian ini tidak menggunakan sampel karena

seluruh populasi dijadikan subyek penelitian tanpa kecamatan Purwantoro.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan cara untuk mendapatkan data yang

diperlukan dalam suatu penelitian dan akan mendukung suatu penelitian. Dalam

penelitian ini data dikumpulkan melalui kuesioner atau angket yang disebarkan di

tiap kecamatan sekabupaten Wonogiri.

1. Kuesioner atau angket

a. Pengertian kuesioner atau angket

Menurut Sugiyono (2010) kuesioner merupakan “teknik

pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat

pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya”

(hlm. 199).

Page 97: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

79

Menurut Arikunto (2006) kuesioner adalah “sejumlah pertanyaan

tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden

dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui” (hlm.

151).

Menurut Hasan (2002) kuesioner atau angket adalah “sejumlah

pertanyaan yang digunakan untuk memperoleh data dari responden, dalam

arti laporan tentang pribadinya atau hal-hal lain yang diketahui” (hlm. 28).

Menurut Faisal (1981) angket adalah alat serta teknik pengumpulan

data yang:

1) mengandalkan informasi atau keterangan dari sumber data

responden, dan

2) data dikumpulkan melalui daftar pertanyaan tertulis (hlm. 4).

Dari pendapat ahli diatas dapat disimpulkan bahwa angket adalah

pengumpulan data dengan cara memberi pertanyaan tertulis kepada

responden.

b. Jenis-jenis kuesioner atau angket

Menurut Suharsimi Arikunto (2006) kuesioner dapat dibeda-

bedakan atas beberapa jenis, tergantung pada sudut pandangan:

1) Dipandang dari cara menjawab, maka ada:

a) Kesioner terbuka, yang memberi kesempatan kepada

responden untuk menjawab dengan kalimatnya sendiri.

b) Kuesioner tertutup, yang sudah disediakan jawabannya

sehingga responden tinggal memilih.

2) Dipandang dari jawaban yang diberikan ada:

a) Kuesioner langsung, yaitu responden menjawab tentang

dirinya.

b) Kuesioner tidak langsung, yaitu responden menjawab

tentang orang lain.

3) Dipandang dari bentuknya maka ada:

a) Kuesioner pilihan ganda, yang dimaksud adalah sama

dengan kuesioner tertutup.

b) Kuesioner isian, yang dimaksud adalah kuesioner terbuka.

c) Check list. Sebuah daftar, dimana responden tinggal

membubuhkan tanda check (√) pada kolom yang sesuai.

d) Rating scale, (skala bertingkat), yaitu sebuah pernyataan

diikuti oleh kolom-kolom yang menunjukkan tingkatan-

Page 98: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

80

tingkatan, misalnya mulai dari sangat setuju sampai ke

sangat tidak setuju (hlm. 152).

Menurut Winarno Surakhmad (1998):

1) Pada umumnya, ada dua bentuk angket:

a) Angket berstruktur. Sifatnya tegas, konkrit dan dengan

pertanyaan-pertanyaan yang terbatas. Responden diminta

tidak lebih dari mencek atau mengisi skala-skala atau

lajur-lajur pertanyaan yang sudah tertentu.

b) Angket tak berstruktur. Disini diperlukan dari ressponden

sebuah jawaban yang lebih banyak membutuhkan cara

berfikir reflektif, dan karena itu biasanya memerlukan

jawaban yang panjang.

2) Bentuk-bentuk pertanyaan dalam angket:

a) Bentuk daftar cek. Pertanyaan diurai dalam bentuk daftar,

dan tugas responden hanyalah membubuhi tanda-tanda cek

sesuai dengan petunjuk yang diberikan oleh penyelidik.

b) Bentuk benar-salah. Setiap pertanyaan yang diajukan dapat

dijawab benar atau salah (sering pula ditambah ragu-ragu).

c) Bentuk skala. Pertanyaan yang dirumuskan dalam sebuah

daftar diberi lajur-lajur jawaban yang tingkat-tingkat

kebenarannya ditetapkan oleh skala (alternatif) yang

menyertai pertanyaan itu.

d) Bentuk pilihan berganda. Sebuah pertanyaan disusul

dengan beberapa kemungkinan jawaban responden

diminta memilih satu dari sekian banyak jawaban.

e) Bentuk pengisian. Sebuah pertanyaan ditulis dalam kalimat

pertanyaan atau perumusan, dan satu atau beberapa kata

dihilangkan. Di tempat kosong inilah diharapkan

responden menulis jawabannya.

f) Bentuk penggenapan. Sebuah pertanyaan dalam kalimat

pertanyaan atau perumusan tidak diselesaikan, dan

responden diminta untuk menggenapi kalimat itu dengan

pendapatnya sendiri.

g) Bentuk terbuka. Pertanyaan dirumuskan lengkap.

Disediakan ruangan bagi responden untuk menjawabnya

dengan sesuka hati.

h) Bentuk situasi. Responden dihadapkan pada situasi-situasi

yang menghadapi masalah tertentu. Dengan mempelajari

situasi itu (baik hypotetik maupun aktual), responden

diminta memberi respons dalam bentuk analisa,

interpretasi atau keputusan terhadap situasi itu (hlm. 182-

186).

Page 99: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

81

Menurut Nazir (1999) jenis pertanyaan dalam kuesioner ada dua,

yaitu:

1) Pertanyaan berstruktur.

Pertanyaan berstruktur adalah pertanyaan yang dibuat

sedemikian rupa sehingga responden dibatasi dalam memberi

jawaban kepada beberapa alternatif saja ataupun kepada satu

jawaban saja .

2) Pertanyaan terbuka.

Pertanyaan terbuka atau pertanyaan tidak berstruktur adalah

pertanyaan yang dibuat sedemikian rupa dan jawabannya dan

cara pengungkapannya dapat bermacam-macam. Kebaikan dari

pertanyaan terbuka adalah adanya kebebasan bagi responden

untuk menjawab (hlm. 250-253).

Menurut Singarimbun (1995) jenis pertanyaan dalam kuesioner:

1) Pertanyaan tertutup. Kemungkinan jawabannya sudah

ditentukan terlebih dahulu dan responden tidak diberi

kesempatan memberikan jawaban lain.

2) Pertanyaan terbuka. Kemungkinan jawabannya tidak

ditentukan terlebih dahulu dan responden bebas memberikan

jawaban.

3) Kombinasi tertutup dan terbuka. Jawabannya sudah ditentukan

tetapi kemudian disusul dengan pertanyaan terbuka.

4) Pertanyaan semi terbuka. Pada pertanyaan semi terbuka,

jawabannya sudah tersusun tetapi masih ada kemungkinan

tambahan jawaban (hlm. 177-178).

c. Isi kuesioner atau angket

Menurut Nazir (1999) secara umum isi dari kuesioner dapat

berupa:

1) Pertanyaan tentang fakta.

Isi dari kuesioner berisi pertanyaan tentang fakta-fakta yang

dianggap dikuasai oleh responden. Fakta-fakta tersebut, bisa

saja berhubungan dengan responden, dengan suatu keadaan

ataupun dengan orang-orang yang dikenal oleh responden

sendiri.

2) Pertanyaan tentang pendapat (opinian).

Pertanyaan mengenai pendapat secara relatif lebih sukar

dijawab oleh responden dibandingkan dengan pertanyaan

tentang fakta, tidak berapa memerlukan pikiran bagi

responden. Tidak demikian halnya jika pertanyaan tersebut

adalah mengenai pendapat, baik tentang suatu keadaan atau

suatu situasi. Jawaban pertanyaan tentang pendapat pada

Page 100: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

82

umumnya, bersifat laten dan baru muncul jika ditanyakan. Juga

pertanyaan mengenai pendapat banyak sekali seginya,

menyangkut masalah moral, kebudayaan, harga diri, dan

sebagainya. Disamping itu, pendapat tentang sesuatu

mempunyai intensitas yang berbeda. Pertanyaan mengenai

pendapat juga sangat sensitif sifatnya.

3) Pertanyaan tentang persepsi diri.

Pertanyaan dalam kuesioner dapat juga mengenai cara

responden menilai sesuatu tentang perilakunya sendiri dalam

hubungannya dengan orang lain atau lingkungan (hlm. 246-

248).

Menurut Singarimbun (1995) isi pertanyaan dalam kuesioner:

1) Pertanyaan tentang fakta.

2) Pertanyaan tentang pendapat sikap.

3) Pertanyaan tentang informasi.

4) Pertanyaan tentang persepsi-diri (hlm. 176-177).

d. Keuntungan dan kelemahan kuesioner atau angket

Menurut Suharsimi Arikunto (2006):

1) Keuntungan kuesioner

a) Tidak memerlukan hadirnya peneliti.

b) Dapat dibagikan secara serentak kepada banyak responden.

c) Dapat dijawab oleh responden menurut kecepatannya

masing-masing dan menurut waktu senggang responden.

d) Dapat dibuat anonim sehingga responden bebas, jujur dan

tidak malu-malu menjawab.

e) Dapat dibuat terstandar sehingga bagi semua responden

dapat diberi pertanyaan yang benar-benar sama.

2) Kelemahan kuesioner

a) Responden sering tidak teliti dalam menjawab sehingga ada

pertanyaan yang terlewati tidak terjawab, padahal sukar

diulang untuk diberikan kembali kepadanya.

b) Sering sukar dicari validitasnya.

c) Walaupun dibuat anonim, kadang-kadang responden

dengan sengaja memberikan jawaban yang tidak betul atau

tidak jujur.

d) Sering tidak kembali, terutama jika dikirim lewat pos.

Menurut penelitian, angket yang dikirim lewat pos angka

pengembaliannya sangat rendah, hanya sekitar 20%

(Anderson).

e) Waktu pengembaliannya tidak bersama-sama, bahkan

kadang-kadang ada yang terlalu lama sehingga terlambat

(hlm. 152-153).

Page 101: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

83

Dalam penelitian ini menggunakan jenis angket terbuka dengan bentuk

pertanyaan isian dengan isi pertanyaan berupa fakta yang berhubungan dengan

kondisi responden. Penelitian dilakukan dengan menyebarkan angket ke 25

kecamatan di kabupaten Wonogiri. Angket berjumlah 856 buah, yang masing-

masing disebar 850 angket ke 850 SD/MI di Wonogiri dan 6 angket ke 6 SLB di

Wonogiri. Angket disebarkan ke masing-masing sekolah dengan bantuan Dinas

Pendidikan Kabupaten Wonogiri, yang kemudian menyerahkan angket kepada

UPTD Pendidikan masing-masing kecamatan di Wonogiri untuk diberikan kepada

tiap-tiap sekolah di kecamatan. Angket ditujukan kepada sekolah untuk diisi oleh

pihak sekolah (kepala sekolah/guru) dan diisi dengan informasi sesuai dengan

keadaan di sekolah tersebut. Angket berisikan data guru, jumlah siswa, dan

rincian tentang siswa berkebutuhan khusus di sekolah tersebut jika ada. Setelah

angket diisi oleh pihak sekolah selanjutnya dikembalikan lagi ke UPTD

Pendidikan masing-masing kecamatan kemudian diserahkan kepada Dinas

Pendidikan Kabupaten Wonogiri untuk selanjutnya diserahkan kepada peneliti.

E. Analisis Data

Data yang terkumpul terdiri dari data kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif

akan disajikan secara kualtitatif, sedangkan data kuantatif akan diolah dengan

teknik statistik deskriptif sederhana.

Menurut Sugiyono (2010) statistik deskriptif adalah “statistik yang digunakan

untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data

yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan

yang berlaku untuk umum atau generalisasi” (hlm. 207-208).

Teknik analisis statistik deskriptif dalam penelitian ini menggunakan

perhitungan statistik sederhana. Data yang diperoleh akan disajikan dalam bentuk

frekuensi dan persentase untuk memberikan gambaran mengenai distribusi subjek

menurut kategori-kategori tertentu. Adapun yang akan dijadikan kategori dalam

penyusunan data ini antara lain: prevalensi anak berkebutuhan khusus, klasifikasi

Page 102: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

84

anak berkebutuhan khusus berdasarkan kelainannya, klasifikasi anak

berkebutuhan khusus berdasarkan umurnya, prosentase anak berkebutuhan khusus

di tiap kecamatan, dan jumlah anak berkebutuhan khusus yang sudah terlayani

pendidikannya. Proses analisis data diolah dengan berbagai tahapan sebagai

berikut:

1. Persiapan

Pada tahap ini kegiatan yang dilaksanakan adalalah mengecek angket yang

telah dikembalikan dari tiap kecamatan.

2. Tabulasi

Pada tahap tabulasi kegiatan yang dilaksanakan antara lain:

a. Menghitung jumlah siswa dari setiap sekolah.

b. Menghitung data perkecamatan yang terdiri dari nama sekolah, jumlah

siswa, dan data anak berkebutuhan khusus.

c. Menghitung data jumlah sekolah, jumlah siswa, dan data anak

berkebutuhan khusus sekabupaten.

3. Penerapan data sesuai dengan pendekatan penelitian

Pada tahap ini, menilai masing-masing item dalam tabel menggunakan

persentase dengan rumus sebagai berikut:

P = N

f x 100%

Keterangan :

P : persentase

f : frekuensi

N : jumlah seluruh individu

100% : bilangan tetap (sudijono, 2000: 40-41)

Page 103: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

85

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi Data

Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Wonogiri pada tanggal 5 Juni

sampai 4 Juli 2012. Penelitian ini mengangkat judul ” Prevalensi Anak

Berkebutuhan Khusus Di Kabupaten Wonogiri Tahun 2012”, dengan tujuan

penelitian adalah untuk mengetahui: Prevalensi anak berkebutuhan khusus di

Kabupaten Wonogiri tahun 2012; Klasifikasi anak berkebutuhan khusus

berdasarkan kelainanannya; Klasifikasi anak berkebutuhan khusus berdasarkan

umurnya; Prosentase anak berkebutuhan khusus di tiap kecamatan dan Jumlah

anak berkebutuhan khusus yang sudah terlayani pendidikannya.

Kabupaten Wonogiri merupakan salah satu kabupaten yang terdapat di

provinsi Jawa Tengah. Kabupaten Wonogiri memiliki luas wilayah 182.236,02

Hektar atau 5,59% luas wilayah Propinsi Jawa Tengah secara geografis terletak

antara 7032’ dan 8015’ Lintang Selatan (LS) dan antara 110041’ dan 111018’

Bujur Timur (BT). Kondisi topografi yang sebagian besar tanahnya berbukit

berupa pegunungan kapur, tidak rata dengan kemiringan rata-rata 300, ketinggian

tanah cukup bervariasi antar wilayah kecamatan yaitu mulai dari 106 meter

sampai dengan lebih dari 600 meter dpl (di atas permukaan laut). Kabupaten

Wonogiri memiliki batas wilayah yaitu batas sebelah Utara berbatasan dengan

Kabupaten Sukoharjo dan Kabupaten Karanganyar, sebelah Timur berbatasan

dengan Kabupaten Magetan dan Kabupaten Ponorogo Propinsi Jawa Timur,

sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Pacitan Propinsi Jawa Timur dan

Samudra Indonesia dan sebelah Barat berbatasan dengan Propinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta. Secara administrasi Kabupaten Wonogiri terbagi atas 25

Kecamatan. Berikut daftar kecamatan yang terdapat di kabupaten Wonogiri,

Page 104: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

86

Tabel 4.1 Daftar nama kecamatan di kabupaten Wonogiri

Sumber: Data Penelitian 2012

Kabupaten Wonogiri yang terdiri dari 25 kecamatan ini memiliki 251 Desa

dan 43 Kelurahan serta 2.306 Dusun/Lingkungan. Berdasarkan hasil registrasi

penduduk pada tahun 2007 jumlah penduduk Wonogiri sebanyak 1.181.114 jiwa

sedangkan sampai akhir bulan Desember tahun 2008 sebanyak 1.212.677 jiwa,

atau mengalami tingkat pertumbuhan sebesar 0,03%. Sedangkan proporsi jumlah

penduduk terbanyak berdasarkan pada kelompok umur adalah umur 26-60 tahun

yaitu sebesar 51,28%, berdasarkan tingkat pendidikan terbanyak adalah tamat

Sekolah Dasar/Sederajat yaitu sebesar 38,02%.

No Nama Kecamatan

1 Baturetno

2 Batuwarno

3 Bulukerto

4 Eromoko

5 Girimarto

6 Giritontro

7 Giriwoyo

8 Jatipurno

9 Jatiroto

10 Jatisrono

11 Karangtengah

12 Kismantoro

13 Manyaran

14 Ngadirojo

15 Nguntoronadi

16 Paranggupito

17 Pracimantoro

18 Puhpelem

19 Purwantoro

20 Selogiri

21 Sidoarjo

22 Slogohimo

23 Tirtomoyo

24 Wonogiri

25 Wuryantoro

Page 105: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

87

B. Hasil Penelitian

Data yang telah terkumpul diolah dengan terlebih dahulu melakukan

rekapitulasi data yang telah terkumpul berdasarkan kecamatan. Berdasarkan data

hasil penelitian yang diperoleh, angket yang disebar sebanyak 856 buah kepada

sekolah baik SD/MI/SLB di Wonogiri, dapat terkumpul sebanyak 676 buah.

Rincian dari masing-masing angket yang terkumpul adalah 671 angket dari

SD/MI di kabupaten Wonogiri dan 5 angket dari SLB di kabupaten Wonogiri.

Sehingga angket yang tidak kembali berjumlah 180 buah.

Terdapat 1 kecamatan yang tidak mengembalikan angket kepada Dinas

Pendidikan Kabupaten Wonogiri dan juga kepada peneliti yaitu kecamatan

Purwantoro. Sehingga, angket yang terkumpul hanya dari 24 kecamatan di

kabupaten Wonogiri. Itupun, tidak semua sekolah pada 24 kecamatan dapat

mengembalikan data secara penuh kepada Dinas Pendidikan Kabupaten Wonogiri

ataupun kepada peneliti. Beberapa angket yang tidak kembali dikarenakan lokasi

yang jauh dari Dinas Pendidikan Kabupaten Wonogiri sehingga pada beberapa

sekolah yang tidak mengembalikan angket. Termasuk kecamatan yang telah

disebutkan yaitu kecamatan Purwantoro yang memiliki jarak tempuh yang jauh

dari Dinas Pendidikan Kabupaten Wonogiri, sehingga pada batas tenggang waktu

pengumpulan instrumen tidak dapat mengumpulkan pada Dinas Pendidikan atau

pada peneliti.

Data yang diperoleh dan data yang diolah melalui tahapan rekapitulasi

dalam penelitian ini antara lain adalah,

a. Distribusi Frekuensi Prevalensi Anak Berkebutuhan khusus di Kabupaten

Wonogiri tahun 2012

Sebelum dipaparkan prevalensi Anak Berkebutuhan Khusus di kabupaten

Wonogiri yang sudah bersekolah, terlebih dahulu akan dipaparkan jumlah siswa

secara keseluruhan dari SD/MI/SLB di kabupaten Wonogiri adalah sebagai

berikut,

Page 106: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

88

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Prevalensi siswa SD/MI/SLB di Kabupaten

Wonogiri tahun 2012

No Siswa yang bersekolah

SD/ MI/ SLB

Frekuensi

(F)

Presentase

(P)

1 Laki-laki 35.563 51,88 %

2 Perempuan 32.987 48,12 %

Jumlah (N) 68.547 100 %

Sumber : Data penelitian 2012

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa jumlah siswa SD/MI/SLB

sesuai dengan data yang telah terkumpul tanpa Kecamatan Purwantoro adalah

68.547, dengan jumlah siswa laki-laki sebanyak 35.563 anak atau 51,88% dan

siswa perempuan sebanyak 32.987 anak atau 48,12%. Untuk lebih memudahkan

dalam pembacaan tabel maka akan disajikan akan disajikan dalam bentuk diagram

sebagai berikut:

Grafik 4.1 Prosentase Siswa di Kabupaten Wonogiri

Dari diagram diatas dapat diketahui bahwa prosentase paling banyak dari

siswa bersekolah di SD/ MI/ SLB adalah siswa laki-laki dengan prosentase

51,88%.

46.00%

47.00%

48.00%

49.00%

50.00%

51.00%

52.00%51.88%

48.12%

Prevalensi Siswa SD/SLB

Page 107: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

89

Selanjutnya, untuk dapat mengetahui jumlah Anak Berkebutuhan Khusus di

kabupaten Wonogiri yang sudah bersekolah berikut akan dipaparkan rincian

datanya.

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Prevalensi Anak Berkebutuhan khusus di

Kabupaten Wonogiri tahun 2012

No ABK yang bersekolah Frekuensi (F) Presentase (P)

1 Laki-laki 1.244 67,31 %

2 Perempuan 606 32,69 %

Jumlah (N) 1.850 100 %

Sumber : Data Penelitian 2012

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa jumlah Anak Berkebutuhan

Khusus (ABK) yang bersekolah di Kabupaten Wonogiri tanpa Kecamatan

Purwantoro adalah 1.850 anak dengan jumlah anak laki-laki sebanyak 1.244 anak

atau 67,31% dan anak perempuan sebanyak 606 anak atau 32,69%. Untuk lebih

memudahkan dalam membaca tebel maka akan disajikan dalam bentuk diagram

sebagai berikut:

Grafik 4.2 Prevalensi Anak Berkebutuhan Khusus di Kabupaten Wonogiri

0.00%

10.00%

20.00%

30.00%

40.00%

50.00%

60.00%

70.00%67.31%

32.69%

Prevalensi Anak Berkebutuhan Khusus

Page 108: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

90

Berdasarkan diagram diatas dapat diketahui bahwa prosentase anak

berkebutuhan khusus yang sudah bersekolah terbanyak ialah siswa ABK laki-laki

dengan prosentase 67,31%.

b. Distribusi Frekuensi klasifikasi anak berkebutuhan khusus berdasarkan

kelainanannya

Berikut akan dipaparkan klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)

berdasarkan kelainannya adalah sebagai berikut:

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi klasifikasi anak berkebutuhan khusus berdasarkan

kelainanannya

Sumber : Data Penelitian 2012

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa jumlah anak berkebutuhan

khusus di Wonogiri tanpa Kecamatan Purwantoro berjumlah 1860 dengan jumlah

kebutuhan khusus paling banyak adalah kesulitan belajar sebanyak 1.335 anak

atau 71,77% dan kebutuhan khusus paling sedikit adalah tunanetra sebanyak 11

anak atau 0,61%. Untuk memudahkan dalam pembacaan tabel maka akan

disajikan diagram sebagai berikut:

No Jenis Berkebutuhan

Khusus

Frekuensi

(F)

Presentase

(P)

1 Tunanetra 11 0,61 %

2 Tunarungu 99 5,32 %

3 Tunagrahita 174 9,35 %

4 Tunadaksa 38 2,04 %

5 Tunalaras 158 8,49 %

6 Kesulitan belajar 1.335 71,77 %

7 Tunaganda 13 0,70 %

8 Berbakat 32 1,72 %

Jumlah (N) 1860 100%

Page 109: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

91

Grafik 4.3 Prosentase Anak Berkebutuhan Khusus Berdasarkan Kelainannya

Berdasarkan diagram diatas dapat diketahui bahwa jenis kelainan yang paling

banyak dialami oleh anak berkebutuhan khusus di Kabupaten Wonogiri adalah

kesulitan belajar dengan prosentase 71,77%.

c. Distribusi Frekuensi Klasifikasi anak berkebutuhan khusus berdasarkan umur

Berikut akan dipaparkan Klasifikasi anak berkebutuhan khusus

berdasarkan umur adalah sebagai berikut:

0.00%

10.00%

20.00%

30.00%

40.00%

50.00%

60.00%

70.00%

80.00%

0.61%5.32%

9.35%

2.04%

8.49%

71.77%

0.70% 1.72%

berdasarkan kelainan

Page 110: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

92

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Klasifikasi anak berkebutuhan khusus

berdasarkan umur.

No Umur ( tahun) Frekuensi (F) Presentase (P)

1 7 220 11,82 %

2 8 267 14,35 %

3 9 297 15,97 %

4 10 319 17,15 %

5 11 322 17,31 %

6 12 233 12,52 %

7 13 108 5,80 %

8 14 54 2,89 %

9 15 21 1,13 %

10 16 10 0,59 %

11 17 5 0,26 %

12 18 4 0,21 %

Jumlah (N) 1860 100 %

Sumber : Data Penelitian 2012

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa Anak Berkebutuhan

Khusus yang diklasiifikasikan adalah Anak Berkebutuhan Khusus yang berusia

7 – 18 tahun di kabupaten Wonogiri tanpa Kecamatan Purwantoro, dan anak

berkebutuhan khusus dengan prosentase paling banyak adalah ABK dengan

usia 11 tahun sebanyak 322 anak atau 17,31% dan paling sedikit adalah usia 18

tahun sebanyak 4 anak atau 0,21%. Untuk memudahkan dalam pembacaan

tabel maka akan disajikan dalam bentuk diagram sebagai berikut:

Page 111: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

93

Grafik 4.4 Prosentase Anak Berkebutuhan Khusus Berdasarkan Umur

Berdasarkan diagram diatas dapat diketahui prosentase terbanyak anak yang

menyandang kebutuhan khusus adalah usia 11 tahun yaitu sebesar 17,15%.

0.00%

2.00%

4.00%

6.00%

8.00%

10.00%

12.00%

14.00%

16.00%

18.00%

7th 8th 9th 10th 11th 12th 13th 14th 15th 16th 17th 18th

11

.82

%

14

.35

%

15

.97

% 17

.15

%

17

.31

%

12

.52

%

5.8

0%

2.8

9%

1.1

3%

0.5

9%

0.2

6%

0.2

1%

Berdasarkan Umur

Page 112: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

94

d. Distribusi Frekuensi Prosentase anak berkebutuhan khusus di tiap kecamatan

Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Anak Berkebutuhan Khusus di Tiap Kecamatan

No Nama Kecamatan Frekuensi

(F)

Presentase

(P)

1 Baturetno 18 0,97 %

2 Batuwarno 97 5,22 %

3 Bulukerto 106 5,70 %

4 Eromoko 109 5,86 %

5 Girimarto 136 7,31 %

6 Giritontro 45 2,42 %

7 Giriwoyo 7 0,38 %

8 Jatipurno 34 1,83 %

9 Jatiroto 38 2,04 %

10 Jatisrono 162 8,71 %

11 Karangtengah 22 1,18 %

12 Kismantoro 45 2,41 %

13 Manyaran 13 0,69 %

14 Ngadirojo 106 5,7 %

15 Nguntoronadi 15 0,81 %

16 Paranggupito 15 0,8 %

17 Pracimantoro 84 4,52 %

18 Puhpelem 8 0,44 %

19 Purwantoro - -

20 Selogiri 111 5,97 %

21 Sidoarjo 92 4,94 %

22 Slogohimo 218 11,72 %

23 Tirtomoyo 50 2,68 %

24 Wonogiri 314 16,89 %

25 Wuryantoro 15 0,81 %

Jumlah (N) 1860 100 %

Sumber : Data Penelitian 2012

Berdasarkan data di atas dapat diketahui bahwa dari 25 kecamatan tanpa

Kecamatan Purwantoro terdapat 1860 ABK dengan jumlah anak berkebutuhan

khusus paling banyak terdapat di Kecamatan Wonogiri sebanyak 314 atau

16,89 % dan jumlah ABK paling sedikit terletak pada Kecamatan Giriwoyo

dengan jumlah anak berkebutuhan khusus sebanyak 7 anak atau 0,38%.. untuk

lebih memudahkan dalam pembacaan tabel maka akan disajikan dalam bentuk

diagram sebagai berikut:

Page 113: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

95

Grafik 4.5 Prosentase Anak Berkebutuhan Khusus di Tiap Kecamatan

Berdasarkan diagram diatas dapat diketahui bahwa prosentase anak

berkebutuhan khusus paling banyak terdapat di kecamatan Wonogiri dengan

jumlah prosentase adalah 16,89%.

0.00%

2.00%

4.00%

6.00%

8.00%

10.00%

12.00%

14.00%

16.00%

18.00%

Bat

ure

tno

Bat

uw

arn

o

Bu

luke

rto

Ero

mo

ko

Gir

imar

to

Gir

ito

ntr

o

Gir

iwo

yo

Jati

pu

rno

Jati

roto

Jati

sro

no

Kar

angt

enga

h

Kis

man

toro

Man

yara

n

Nga

dir

ojo

Ngu

nto

ron

adi

Par

angg

up

ito

Pra

cim

anto

ro

Pu

hp

elem

Pu

rwan

toro

Selo

giri

Sid

oar

jo

Slo

goh

imo

Tirt

om

oyo

Wo

no

giri

Wu

ryan

toro

0.9

7%

5.2

2%

5.7

0%

5.8

6%

7.3

1%

2.4

2%

0.3

8%

1.8

3%

2.0

4%

8.7

1%

1.1

8% 2

.41

%

0.6

9%

5.7

0%

0.8

1%

0.8

0%

4.5

2%

0.4

4%

5.9

7%

4.9

4%

11

.72

%

2.6

8%

16

.89

%

0.8

1%

Prosentase ABK di Tiap Kecamatan

Page 114: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

96

e. Distribusi Frekuensi Jumlah anak berkebutuhan khusus yang sudah terlayani

pendidikannya

Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Anak Berkebutuhan Khusus yang Sudah

Terlayani Pendidikannya dan yang Belum Terlayani Pendidikannya

No ABK Frekuensi (F) Presentase (P)

1 Terlayani Pendidikan 1.850 99,47%

2 Belum Terlayani Pendidikan 10 0,53%

Jumlah (N) 1.860 100 %

Sumber : Data Penelitian 2012

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui jumlah anak berkebutuhan khusus

yang sudah terlayani pendidikannya di kabupaten Wonogiri tanpa Kecamatan

Purwantoro sebanyak 1850 anak atau 99,47 % sedangkan anak berkebutuhan

khusus yang belum terlayani pendidikannya sebanyak 10 anak atau 0,53 %. Untuk

memudahkan dalam pembacaan tabel maka akan disajikan dalam bentuk diagram

sebagai berikut:

Grafik 4.6 Prosentase Anak Berkebutuhan Khusus yang Sudah Terlayani

Pendidikannya dan yang Belum Terlayani Pendidikannya

0.00%

10.00%

20.00%

30.00%

40.00%

50.00%

60.00%

70.00%

80.00%

90.00%

100.00%

Category 1 Category 3

99.47%

0.53%

Yang Sudah dan Belum Terlayani Pendidikannya

Page 115: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

97

Dari diagram tersebut dapat diketahui prosentase anak berkebutuhan khusus

yang sudah terlayani pendidikannya adalah sebesar 99,47% dan anak

berkebutuhan khusus yang belum terlayani sebesar 0,53%.

C. Pembahasan

Pada bagian pembehasan kali ini akan dipaparkan mengenai Prevalensi anak

berkebutuhan khusus di kabupaten Wonogiri tahun 2012, Klasifikasi anak

berkebutuhan khusus berdasarkan kelainanannya, Klasifikasi anak berkebutuhan

khusus berdasarkan umurnya, Prosentase anak berkebutuhan khusus di tiap

kecamatan, Jumlah anak berkebutuhan khusus yang sudah terlayani

pendidikannya

1. Prevalensi anak berkebutuhan khusus di kabupaten Wonogiri tahun 2012

Kadri (2010) menyebutkan bahwa prevalensi adalah jumlah keseluruhan

orang yang menggambarkan kondisi tertentu yang menimpa sekelompok

penduduk tertentu (point prevalence), atau pada periode tertentu (period

prevalence) tanpa melihat kapan kondisi itu mulai dibagi dengan jumlah

penduduk yang mempunyai resiko tertimpa penyakit pada waktu titik tertentu atau

periode tertentu.

Berdasarkan pendapat di atas, dalam penelitian ini dijelaskan bahwa

prevalensi merupakan jumlah keseleruhan Anak Berkebutuhan Khusus di

kabupaten Wonogiri. Sebelum dijelaskan mengenai jumlah Anak berkebutuhan

khusus di Wonogiri akan dijelaskan jumlah siswa SD/MI dan SLB di kabupaten

Wonogiri tanpa Kecamatan Purwantoro secara keseluruhan yaitu berjumlah

68.547 siswa, dengan siswa laki-laki berjumlah 35.563 atau sekitar 51,88 % dan

siswa perempuan sebesar 32.987 atau sekitar 48,12 %.

Page 116: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

98

Sedangkan Jumlah keseluruhan Anak Berkebutuhan Khusus di kabupaten

Wonogiri tanpa Kecamatan Purwantoro berdasarkan penelitian yang dilakukan

oleh peneliti adalah sebanyak 1.860 ABK atau sekitar 2,71 % dari siswa

SD/MI/SLB di kabupaten Wonogiri yang berjumah 68.547 siswa. Secara lebih

rinci anak berkebutuhan khusus laki-laki sebesar 1.244 atau sekitar 67,31 % dan

perempuan berjumlah 606 atau sekitar 32,69 %.

Hasil penelitian di atas yang mejelaskan bahwa jumlah anak berkebutuhan

khusus di kabupaten wonogiri 2,71 % dari 68.547 siswa. Prevalensi anak

berkebutuhan khusus dengan jumlah yang jauh lebih sedikit dibandingkan dengan

siswa normal, juga dijelaskan oleh Tina Tuslina (2012) bahwa diperkirakan antara

3-7 % atau sekitar 5,5-10,5 juta anak usia di bawah 18 tahun menyandang

ketunaan atau masuk kategori anak berkebutuhan khusus.

(http://edukasi.kompasiana.com/2012/05/20/perkembangan-pendidikan-anak-

berkebutuhan-khusus-di-indonesia/ ). Data tersebut juga didukung oleh penelitian

yang dilakukan oleh Esti Wardani (2012) yang mengadakan penelitian di

kabupaten Sragen, Jawa Tengah dengan melakukan pendataan terhadap anak

berkebutuhan khusus diperoleh data bahwa dari 14.619 jiwa di kabupaten sragen

terdapat Anak berkebutuhan khususn yang mencapai jumlah sebesar 0,44%.

2. Klasifikasi anak berkebutuhan khusus berdasarkan kelainanannya

Anak berkebutuhan khusus dapat diklasifikasikan dalam beberapa jenis,

seperti yang dikemukakan oleh Dembo dikutip oleh Abdurrachman dan

Sudjadi S (1994) klasifikasi anak berkebutuhan khusus adalah seperti berikut

ini:

a. Tunagrahita (mental retardation);

b. Berkesulitan belajar (learning disabilities);

c. Gangguan perilaku atau gangguan emosi (behavior disorders);

d. Gangguan bicara dan bahasa (speech and language disorder);

e. Kerusakan pendengaran (hearing impairments);

f. Kerusakan penglihatan (visual impairments);

Page 117: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

99

g. Kerusakan fisik dan gangguan kesehatan (physical and other health

impairments);

h. Cacat berat atau cacat ganda (severe and multiple handicaps); dan

i. Berkecerdasan luar biasa tinggi atau berbakat (gifted and talented) (hlm.

11).

Sesuai dengan pendapat di atas, pada penelitian ini penelti membatasi

pengklasifikasian anak berkebutuhan khusus yang terdiri dari Tunanetra,

Tunarungu, Tunagrahita, Tunadaksa, Tunalaras, Kesulitan belajar, Berbakat dan

Tunaganda.

Berdasarkan data penelitian ini, didapatkan hasil bahwa anak berkebutuhan

khusus berjumlah 1.860 siswa. Secara rinci dapat dipaparkan bahwa Tunanetra

sebanyak 11 dengan prosentase 0,61 % Tunanetra sebanyak 11 dengan prosentase

0,61 %, Tunarungu sebanyak 99 dengan prosentase 5,32 %, Tunagrahita

sebanyak 174 dengan prosentase 9,35 %, Tunadaksa sebanyak 38 dengan

prosentase 2,04 %, Tunalaras sebanyak 158 dengan prosentase 8,49 %, Kesulitan

belajar sebanyak 1.335 dengan prosentase 71,77 %, Tunaganda sebanyak 13

dengan prosentase 0,70 %, Berbakat sebanyak 32 dengan prosentase 1,72 %.

Berdasarkan data di atas didapatkan hasil bahwa jumlah kebutuhan khusus

paling banyak adalah adalah jenis kebutuhan khusus Kesulitan Belajar yang

mencapai jumlah sebesar 71,77 % dari 1.860 siswa berkebutuhan khusus yang

terdapat di kabupaten Wonogiri pada tahu 2012.

3. Klasifikasi anak berkebutuhan khusus berdasarkan umurnya

Usia atau umur anak berkebutuhan khusus dalam penelitian ini

dikhususkan pada usia 7-18 tahun. Hal ini didasarkan pada kriteria WHO

mengenai batasan seseorang dikatakan sebagai anak sampai pada usia 18 tahun.

Selain itu juga dikarenakan penelitian ini dibatasi pada jenjang pedidikan SD/MI

dan SLB.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh hasil berupa data

yang menjelaskan bahwa usia 7 tahun sebanyak 220 dengan prosentase 11,82 %,

Page 118: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

100

8 tahun sebanyak 267dengan prosentase 14,35 %, 9 tahun sebanyak 297 dengan

prosentase 15,97 %, 10 tahun sebanyak 319 dengan prosentase 17,15 %, 11 tahun

sebanyak 322 dengan prosentase 17,31 %, 14 tahun sebanyak 54 dengan

prosentase 12,52 %, 13 tahun sebanyak 108 dengan prosentase 5,80 %, 14 tahun

sebanyak 54 dengan prosentase 2.89, 15 tahun sebanyak 21 dengan prosentase

1,13 %, 16 tahun sebanyak 10 dengan prosentase 0,59 % , 17 tahun sebanyak 5

dengan prosentase 0,26 %, 18 tahun sebanyak 4 dengan prosentase 0,21 %

Berdasarkan data di atas dapat diperoleh data bahwa anak berkebutuhan

khusus paling banyak dialami anak berusia 11 tahun dengan jumlah 322 siswa

atau sekitar 17,31 % dari 1.860 siswa SD/MI/SLB di kabupaten Wonogiri.

Sedangkan usia paling sedikit yang mengalami berkebutuhan khusus adalah usia

18 tahun sebanyak 4 dengan prosentase 0,21 %.

4. Prosentase anak berkebutuhan khusus di tiap kecamatan

Kabupaten Wonogiri terdiri dari 25 kecamatan, dan di masing-masing

kecamatan terdapat anak berkebutuhan khusus. Namun, berdasarkan hasil

pendataan yang dilakukan dalam penelitian ini hanya dapat terdata 24 kecamatan

saja. 1 kecamatan yaitu kecamatan Purwantoro tidak dapat dilaporkan datanya

dikarenakan pada usia anak berkebutuhan khusus yang diserahkan tidak sesuai

dengan usia yang diidentifikasi oleh peneliti.

Berdasarkan hasil penelitian dapat diperoleh data jumlah anak

berkebutuhan khusus tiap kecamatan, secara rinci adalah Kecamatan Baturetno

terdapat 18 anak atau 0,97%. Kecamatan Batuwarno terdapat 97 anak atau 5,22%.

Kecamatan Bulukerto terdapat 106 anak atau 5,70% . Kecamatan Eromoko

terdapat 109 anak atau 5,86%. Kecamatan Girimarto terdapat 136 anak atau

7,31%. Kecamatan Giritontro terdapat 45 anak atau 2,42%. Kecamatan Giriwoyo

terdapat 7 anak atau 0,38%. Kecamatan Jatipurno terdapat 34 anak atau 1,83%.

Kecamatan Jatiroto terdapat 38 anak atau 2,04%. Kecamatan Jatisrono terdapat

162 anak atau 8,71%. Kecamatan Karangtengah terdapat 22 anak atau 1,18%.

Kecamatan Kismantoro terdapat 45 anak atau 2,41%. Kecamatan Manyaran

terdapat 13 anak atau 0,69%. Kecamatan Ngadirojo terdapat 106 anak atau 5,7%.

Page 119: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

101

Kecamatan Nguntoronadi terdapat 15 anak atau 0,81%. Kecamatan Paranggupito

terdapat 15 anak atau 0,8%. Kecamatan Pracimantoro terdapat 84 anak atau

4,52%. Kecamatan Puhpelem terdapat 8 anak atau 0,44%. Kecamatan Selogiri

111 anak atau 5,97%. Kecamatan Sidoarjo terdapat 92 anak atau 4,94%.

Kecamatan Slogohimo terdapat 218 anak atau 11,72%. Kecamatan Tirtomoyo

terdapat 50 anak atau 2,68%. Kecamatan Wonogiri terdapat 314 anak atau

16,89%. Kecamatan Wuryantoro terdapat 15 anak atau 0,81%.

Berdasarkan data di atas dapat diketahui jumlah kecamatan yang memiliki

jumlah anak berkebutuhan khusus paling banyak pada jenjang pendidikan SD/MI

dan SLB adalah kecamatan Wonogiri sebanyak 314 anak berkebutuhan khusus

atau sekitar 16,89 % dari 1860 anak berkebutuhan khusus di kabupaten Wonogiri.

Sedangkan kecamatan yang memiliki anak berkebutuhan paling sedikit menurut

data penelitian yang diperoleh dalam penelitian ini adalah pada kecamatan

Griwoyo dengan jumlah anak berkebutuhan khusus 7 siswa atau sekitar 0,38 %

dari 1860 siswa berkebutuhan khusus secara keseluruhan di kabupaten Wonogiri.

Data yang didapat di atas didapatkan berdasarkan perolehan angket yang

dikembalikan oleh masing-masing kecamatan kepada peneliti atau kepada Dinas

Pendidikan Kabupaten Wonogiri.

5. Jumlah anak berkebutuhan khusus yang sudah terlayani pendidikannya

Anak Berkebutuhan Khusus pada usia 7-18 tahun di Kabupaten Wonogiri

tanpa Kecamatan Purwantoro berjumlah 1.860 siswa. Sedangkan anak

berkebutuhan khusus di kabupaten Wonogiri sesuai dengan perolehan angket

dapat diketahui bahwa yang sudah terlayani pendidikannya sebesar 1.850 siswa

atau sekitar 99,47 % dari 1860 anak berkebutuhan khusus di kabupaten Wonogiri.

Sedangkan anak yang belum terlayani pendidikannya sebanyak 10 anak atau

sekitar 0,53 % dari 1860 anak berkebutuhan khusus di kabupaten Wonogiri.

Data yang diperoleh di atas berdasarkan pada hasil perolehan angket yang

dikembalikan oleh tiap kecamatan kepada peneliti atau kepada Dinas Pendidikan

Kabupaten Wonogiri.

Page 120: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

102

BAB V

SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan pada tujuan penelitian ini dan setelah dilakukan penelitian,

maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Dari data yang terkumpul dapat diketahui bahwa prevalensi anak

berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun di Kabupaten Wonogiri

tanpa Kecamatan Purwantoro sebanyak 1.860 anak atau 2,71% dari 68.547

populasi anak dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 1.252 atau 67,31% dan

jenis kelamin perempuan sebanyak 608 atau 32,69%.

2. Bardasarkan data yang telah diidentifikasi menunjukkan bahwa di Kabupaten

Wonogiri tanpa Kecamatan Purwantoro terdapat anak berkebutuhan khusus

dengan jenis kelainan tunanetra sebesar 11 anak atau 0,61%, tunarungu

sebesar 99 anak atau 5,32%, tunagrahita sebesar 174 anak atau 9,35%,

tunadaksa sebesar 38 anak atau 2,04%, tunalaras sebesar 158 anak atau

8,49%, kesulitan belajar sebesar 1.335 anak atau 71,77%, berbakat sebesar 32

anak atau 1,72%, dan tunaganda sebesar 13 anak atau 0,70%.

3. Di Kabupaten Wonogiri tanpa Kecamatan Purwantoro terdapat anak

berkebutuhan khusus dengan usia 7 tahun sebanyak 220 anak atau 11,82%, 8

tahun sebanyak 267 atau 14,35%, 9 tahun sebanyak 297 anak atau 15,97%,

10 tahun sebanyak 319 anak 17,15%, 11 tahun sebanyak 322 anak atau

17,31%, 12 tahun sebanyak 233 anak atau 12,52%, 13 tahun sebanyak 108

anak 5,80%, 14 tahun sebanyak 54 anak atau 2,89%, 15 tahun sebanyak 21

anak atau 1,13%, 16 tahun sebanyak 10 anak atau 0,59%, 17 tahun sebanyak

5 anak atau 0,26%, 18 tahun sebanyak 4 anak atau 0,21%.

4. Setiap kecamatan di Kabupaten Wonogiri tanpa Kecamatan Purwantoro

memiliki prosentase anak berkebutuhan khusus yang berbeda-beda.

Kecamatan Baturetno terdapat 18 anak atau 0,97%. Kecamatan Batuwarno

terdapat 97 anak atau 5,22%. Kecamatan Bulukerto terdapat 106 anak atau

5,70% . Kecamatan Eromoko terdapat 109 anak atau 5,86%. Kecamatan

Page 121: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

103

Girimarto terdapat 136 anak atau 7,31%. Kecamatan Giritontro terdapat 45

anak atau 2,42%. Kecamatan Giriwoyo terdapat 7 anak atau 0,38%.

Kecamatan Jatipurno terdapat 34 anak atau 1,83%. Kecamatan Jatiroto

terdapat 38 anak atau 2,04%. Kecamatan Jatisrono terdapat 162 anak atau

8,71%. Kecamatan Karangtengah terdapat 22 anak atau 1,18%. Kecamatan

Kismantoro terdapat 45 anak atau 2,41%. Kecamatan Manyaran terdapat 13

anak atau 0,69%. Kecamatan Ngadirojo terdapat 106 anak atau 5,7%.

Kecamatan Nguntoronadi terdapat 15 anak atau 0,81%. Kecamatan

Paranggupito terdapat 15 anak atau 0,8%. Kecamatan Pracimantoro terdapat

84 anak atau 4,52%. Kecamatan Puhpelem terdapat 8 anak atau 0,44%.

Kecamatan Selogiri 111 anak atau 5,97%. Kecamatan Sidoarjo terdapat 92

anak atau 4,94%. Kecamatan Slogohimo terdapat 218 anak atau 11,72%.

Kecamatan Tirtomoyo terdapat 50 anak atau 2,68%. Kecamatan Wonogiri

terdapat 314 anak atau 16,89%. Kecamatan Wuryantoro terdapat 15 anak atau

0,81%.

5. Dari 1860 anak berkebutuhan khusus yang terdata terdapat 1850 anak

berkebutuhan khusus yang sudah terlayani pendidikannya sehingga anak

berkebutuhan khusus yang belum terlayani pendidikannya sebanyak 10 anak

atau 0,53%.

B. Implikasi

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data tentang prevalensi dan

klasifikasi anak berkebutuhan khusus di Kabupaten Wonogiri.

Implikasi dari penelitian ini adalah:

1. Ditemukan banyak Anak Berkebutuhan Khusus di kabupaten Wonogiri baik

di SD maupun SLB, sehingga akses pelayanan Anak Berkebutuhan Khusus

ditambah,

2. Berdasarkan hasil penelitian, banyak Anak Berkebutuhan Khusus di

Kabupaten Wonogiri terutama jenis Kesulitan Belajar. Untuk dapat

menyimpulkan jenis kelainan secara tepat perlu diadakan Identisifikasi dan

Asesmen,

Page 122: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PREVALENSI ANAK ...... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) prevalensi anak berkebutuhan khusus dengan rentang usia 7-18 tahun sebanyak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

104

3. Untuk jenjang pendidikan untuk Anak Berkebutuhan Khusus diusahakan

menyesuaikan dengan tingkat usianya. Sehingga tidak ada ABK yang tinggal

kelas sehingga usianya sama dengan anak pada umumnya,

4. Setiap kecamatan di kabupaten Wonogiri memiliki prosentase ABK yang

berbeda-beda, sehingga diharapkan setiap kecamatan dapat meningkatan

layanan pendidikan bagi ABK,

5. Masyarakat di kabupaten Wonogiri diharapkan dapat memperhatikan

keberadaan ABK, sehingga semua ABK di kabupaten Wonogiri mendapatkan

layanan pendidikan.

C. Saran

1. Saran terhadap hasil penelitian

a. Pemerintah dapat menambah layanan pendidikan bagi ABK di kabupaten

Wonogiri

b. Pemerintah dan Masyarakat dapat bekerjasama dalam melakukan

Identfikasi dan Asesmen pada ABK untuk menentukan jens kelainan dan

memberikan layanan pendidikan dengan tepat,

c. Pemerintah membuat kebijakan bahwa ABK tidak ada yang tinggal kelas,

sehingga usianya dapat sesuai denjang pendidikannya,

d. Pemerintah bersama masyarakat meningkatkan akses layanan pendidikan

bagi ABK di kabupaten Wonogiri baik secara formal maupun non formal

e. Pemerintah dapat meningkatkan jumlah sekolah inklusi di kabupaten

Wonogiri agar setiap ABK dapat terlayani pendidikannya

2. Saran bagi peneliti selanjutnya

Untuk peneliti selanjutnya dapat meneliti langsung ke masyarakat untuk

melengkapi data yang telah terkumpul pada penelitian ini.