perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id pengaruh metode .../pengaruh... · pemasukan semen ke...
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PENGARUH METODE THAWING TERHADAP KUALITAS
SPERMATOZOA SEMEN BEKU SAPI FH (Friesian holstein)
Oleh :
Adya Dian Pradana
H0507012
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ ii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL .......................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. viii
RINGKASAN ................................................................................................. ix
SUMMARY .................................................................................................... xi
I. PENDAHULUAN..................................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................. 3
C. Tujuan Penelitian ............................................................................... 3
D. Manfaat Penelitian ............................................................................. 3
II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 4
A. Sapi FH (Friesian Holstein) .............................................................. 4
B. Semen dan Spermatozoa .................................................................... 5
C. Pejantan sebagai Penghasil Semen .................................................... 7
D. Pengenceran Semen ........................................................................... 8
E. Semen Beku dan Thawing ................................................................. 9
F. Evaluasi Kualitas Spermatozoa ......................................................... 10
HIPOTESIS ............................................................................................. 12
III. MATERI DAN METODE ...................................................................... 13
A. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................ 13
B. Bahan dan Alat Penelitian .................................................................. 13
C. Pelaksanaan Penelitian ....................................................................... 13
D. Analisis Data ..................................................................................... 16
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 17
A. Motilitas Spermatozoa ....................................................................... 17
B. Spermatozoa Hidup ............................................................................ 19
C. Spermatozoa Normal ......................................................................... 20
D. Membran Plasma Utuh Spermatozoa ................................................ 21
V. KESIMPULAN ....................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 25
LAMPIRAN .................................................................................................... 27
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
DAFTAR TABEL
Tabel Judul Halaman
1. Rerata motilitas spermatozoa (%) ................................................................ 17
2. Rerata spermatozoa hidup (%) ..................................................................... 19
3. Rerata spermatozoa normal (%) ................................................................... 21
4. Rerata membran plasma utuh spermatozoa (%) .......................................... 22
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Judul Halaman
1. Diagram batang rerata motilitas spermatozoa .............................................. 18
2. Diagram batang rerata spermatozoa hidup ................................................... 20
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Rincian pengadaan semen beku dari BBIB Singosari ................................ 28
2. Gambar pejantan sapi FH ............................................................................ 29
3. Gambar hasil pengamatan peubah penelitian .............................................. 31
4. Tabulasi data hasil pengamatan thawing. .................................................... 33
5. Analisis variansi dan uji lanjut motilitas spermatozoa. ............................... 35
6. Analisis variansi dan uji lanjut spermatozoa hidup. .................................... 37
7. Analisis variansi spermatozoa normal ......................................................... 39
8. Analisis variansi membran plasma utuh spermatozoa. ............................... 40
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian dari
pembangunan sektor pertanian yang memiliki nilai strategis, terutama dalam
memenuhi kebutuhan pangan. Salah satu komoditas dari subsektor peternakan
yang memiliki banyak manfaat dan berpotensi untuk dikembangkan di
Indonesia adalah peternakan sapi perah, meskipun produksi susu dalam
negeri yang berasal dari peternakan sapi perah belum mampu untuk
mencukupi kebutuhan konsumsi dalam negeri.
Suplai susu nasional saat ini masih lebih banyak berasal dari impor.
Berdasarkan Road Map perbibitan (2008) produksi sapi perah dalam negeri
hanya mampu memenuhi sekitar 30% dari kebutuhan konsumen, sehingga
sisanya (70%) dipenuhi melalui impor dalam bentuk susu bubuk. Pemenuhan
kebutuhan susu secara nasional diperlukan upaya melalui produksi dalam
negeri, antara lain dengan meningkatkan populasi dan produktivitas sapi
perah (Ditjen Peternakan, 2009). Alternatif penyelesaian masalah tersebut
salah satunya adalah dengan penerapan teknologi Inseminasi Buatan (IB).
Teknologi ini digunakan untuk meningkatkan populasi dan memperbaiki
mutu genetik ternak serta sebagai sarana dalam pelaksanaan program
pengembangbiakan ternak.
Tujuan IB adalah sebagai suatu sarana yang diciptakan manusia untuk
meningkatkan populasi dan produksi ternak secara kuantitatif dan kualitatif.
Dalam perkembangan lebih lanjut, program IB tidak hanya mencakup
pemasukan semen ke dalam saluran reproduksi betina, tetapi juga
menyangkut seleksi dan pemeliharaan pejantan, penampungan, penilaian,
pengenceran, penyimpanan atau pengawetan (pembekuan), pengangkutan
semen, inseminasi, pencatatan dan penentuan hasil inseminasi pada ternak
betina.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
Perkembangan teknologi telah memungkinkan preservasi benih dalam
bentuk semen beku. Penggunaan semen beku sangat menguntungkan karena
praktis dan dapat disimpan dalam nitrogen cair untuk waktu yang lama.
Semen mengalami berbagai kejadian pengolahan yang dikerjakan manusia
sejak diejakulasikan sampai penempatannya dalam saluran reproduksi betina.
Kejadian pengolahan tersebut misalnya penampungan, pengujian,
pengenceran dan penyimpanan. Prosedur thawing apabila dilakukan dengan
cara yang tidak tepat akan merusak kualitas semen. Cara penanganan yang
tidak tepat ini dapat menurunkan angka konsepsi dan mengakibatkan tujuan
IB tidak tercapai (Gustari dan Prihatno, 2010).
Thawing adalah proses pencairan kembali semen beku sebelum
dideposisikan ke dalam saluran reproduksi betina. Thawing semen beku dapat
dilakukan dengan berbagai cara dan dengan menggunakan berbagai medium.
Berbagai pendapat tentang suhu untuk thawing semen beku yang
dikemukakan oleh beberapa peneliti antara lain: Salisbury dan VanDemark
(1978) cit Gustari dan Prihatno (2010) menyatakan thawing pada suhu 50C
menghasilkan pergerakan spermatozoa yang lebih baik dibanding thawing
pada suhu 380C. Sedangkan menurut Toelihere dan Taurin (1979), thawing
semen beku dilakukan dalam air kran memberikan hasil yang lebih baik
daripada thawing memakai air es.
Selain faktor suhu, faktor waktu thawing juga perlu diperhatikan.
Pelaksanaan IB di lapangan seringkali memerlukan waktu yang cukup lama
sejak straw dikeluarkan dari kontainer sampai dideposisikan ke dalam saluran
reproduksi betina. Keadaan ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti tidak
adanya portable container, jarak yang ditempuh sebelum melaksanakan IB,
serta ketrampilan inseminator. Hal tersebut dapat menurunkan kualitas semen
yang ada didalamnya. Penelitian Gustari (1993) menunjukkan adanya
penurunan persentase motilitas spermatozoa seiring dengan bertambahnya
waktu thawing, yaitu 45-48%, 44-46% dan 35-40% jika lama thawingnya
berturut-turut 5, 10 dan 15 menit.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian tentang pengaruh metode thawing terhadap kualitas spermatozoa
semen beku sapi FH.
B. Rumusan Masalah
Peningkatan produktivitas ternak dilakukan dengan berbagai cara,
antara lain dengan perkawinan silang, perbaikan manajemen, pemberian
pakan tambahan, serta penerapan assisted reproductive technology (ART)
diantaranya Inseminasi Buatan (IB). Keberhasilan IB dipengaruhi berbagai
hal diantaranya ketepatan deteksi estrus, kualitas semen, penanganan semen
dan deposisi semen yang tepat. Penanganan semen dalam hal ini meliputi
penyimpanan, transportasi dan thawing. Thawing adalah proses pencairan
kembali semen beku dengan tujuan supaya dapat dideposisikan ke dalam
saluran reproduksi betina. Dibutuhkan suhu dan waktu yang tepat untuk
melakukan thawing terhadap semen beku sapi FH. Hal ini perlu diperhatikan
untuk menghindari penurunan motilitas dan daya hidup spermatozoa,
sehingga service per conception dan conception rate dapat diperbaiki serta
tujuan IB dapat tercapai.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui metode thawing yang
terbaik dilihat dari kualitas spermatozoa semen beku sapi FH dalam
meningkatkan keberhasilan IB.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui metode thawing yang terbaik sehingga menghasilkan
spermatozoa yang lebih berkualitas dalam pelaksanaan IB.
2. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber informasi tentang
kualitas spermatozoa setelah thawing sehingga dapat digunakan sebagai
pedoman inseminator di lapangan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Sapi FH (Friesian Holstein)
Populasi sapi perah di Indonesia dalam dasawarsa terakhir jumlahnya
cukup mengalami fluktuasi dengan tingkat perkembangan yang cukup baik,
rata-rata 1,2% pertahun (wilayah Asia hanya 0,48% dan dunia 0,51%).
Menurut Ditjen Peternakan jumlah populasi sapi perah di Indonesia tahun
2010 adalah 409.281 ekor. Populasi sapi perah di propinsi Jawa Tengah yaitu
14.280 ekor. Kondisi ini menunjukkan bahwa perbaikan kualitas sapi perah
telah berjalan dengan baik meskipun belum mencapai angka yang optimal.
Sapi FH tergolong bangsa sapi perah yang dewasa kelaminnya (sexual
maturity) lambat. Sapi FH betina umumnya baru dapat dikawinkan pertama
kali pada umur 18 bulan, sehingga beranak pertama kali adalah pada umur
28-30 bulan. Fungsi reproduksi sapi ini rata-rata baik, persentase kemandulan
yang rendah dan gangguan siklus reproduksi serta kesukaran melahirkan
(partus) jarang dijumpai. Sapi FH merupakan bangsa sapi perah yang
berbadan besar (large breeds). Rata-rata bobot badan induk sapi betina adalah
675 kg dan sapi jantannya mencapai bobot antara 900-1100 kg. Bobot badan
maksimum dapat dicapai setelah sapi tersebut mencapai umur antara 6-7
tahun. Demikian pula pedet yang dilahirkan dapat mencapai bobot lebih
kurang 8% dari bobot induknya, yaitu rata-rata ± 42 kg (35-50 kg)
(Mukhtar, 2006).
Bangsa ternak sapi perah di Jawa Tengah pada umumnya adalah bangsa
sapi perah FH dan peranakannya. Bangsa sapi FH merupakan bangsa sapi
perah yang memiliki tingkat produksi tertinggi dibandingkan dengan bangsa
sapi perah lainnya. Tingkat produksi susu rata-rata setiap satu masa laktasi
(10 bulan) adalah sekitar 3.050 liter atau sekitar 10 liter/ekor/hari, di tempat
asalnya produksi susu tiap masa laktasi rata-rata sebanyak 7.245 liter atau
sekitar 20 liter perhari. Rendahnya tingkat produksi ini menyebabkan
peternak memerlukan input produksi yang tinggi untuk mempertahankan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
usaha ternak dan pencapaian produksi optimal (Syarief dan Sumoprastowo,
1984 cit Putranto, 2006).
Reproduksi pada sapi betina ditandai dengan timbulnya birahi pertama
dan kesanggupan untuk menghasilkan sel telur, dan pada sapi jantan ditandai
dengan kemampuan berkopulasi dan menghasilkan sel mani. Efisiensi
reproduksi sangat penting dalam manajemen sapi perah. Indikator efisiensi
reproduksi tersebut diantaranya adalah umur pertama beranak yaitu 24 bulan,
umur dari kawin pertama adalah 15 bulan, bobot badan dara dikawinkan
>270 kg, jarak beranak 12-13 bulan, S/C = 1,0-1,5, lama laktasi 10 bulan,
lama pengeringan 2 bulan (BBPTU Sapi Perah Baturaden, 2009).
Berdasarkan penelitian Dudi et al., (2006) berkaitan dengan sifat reproduksi
sapi perah rakyat diperoleh bahwa umur pertama beranak, lama kering
kandang, service per conception (S/C) dan calving interval (CI) sapi FH di
wilayah Sumedang berturut-turut nilainya adalah 3,5 tahun (3-4 tahun), 45-60
hari, S/C : 2 dan 15-16 bulan.
B. Semen dan Spermatozoa
Semen atau mani dalam ilmu reproduksi hewan adalah zat cair yang
keluar dari tubuh melalui penis sewaktu kopulasi yang terdiri dari bagian
yang berupa sel dan bagian yang tidak bersel. Sel-sel yang hidup dan
bergerak disebut spermatozoa sedangkan cairan dimana sel-sel itu berenang
disebut seminal plasma (Partodihardjo, 1982). Salisbury dan VanDemark
(1985) menyatakan bahwa spermatozoa normal memiliki kepala, leher, badan
dan ekor. Apabila diamati menggunakan mikroskop bagian dinding depan
kepala tampak sekitar 2/3 bagian tertutup oleh akrosom. Tempat sambungan
dasar akrosom dan kepala disebut cincin nukleus, diantara kepala dan badan
terdapat sambungan pendek yaitu leher yang berisi sentriole proksimal,
disebut sebagai pusat kinetik aktifitas spermatozoa. Bagian badan mulai dari
leher dan berlanjut ke cincin sentriol. Bagian badan dan ekor mampu
bergerak bebas, meskipun tanpa kepala. Ekor serupa cambuk, membantu
spermatozoa bergerak maju.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
Morfologi spermatozoa terbagi atas bagian kepala dan ekor. Kepala
spermatozoa dibagi menjadi dua daerah yaitu daerah akrosom anterior yang
dibungkus oleh tudung akrosom dan daerah post akrosomal posterior. Barth
dan Oko (1989) cit Arifiantini et al., (2005) menyatakan bahwa ekor sperma
terbagi atas tiga bagian yaitu bagian tengah (midpiece), bagian utama
(principal piece) dan bagian ujung (endpiece). Bagian tengah spermatozoa
adalah bagian yang dimulai dari distal bagian penghubung sampai annulus
yaitu suatu struktur yang membentuk batas antara bagian tengah dengan
bagian utama. Bagian utama ekor sperma merupakan bagian yang dimulai
dari annulus sampai ke bagian ujung sedangkan bagian ujung ekor
merupakan bagian akhir dari aksonema yang meruncing sempurna.
Menurut pendapat Salisbury dan VanDemark (1985), Spermatozoa sapi
jantan memiliki ukuran panjang keseluruhan 70µ. Kepalanya yang berisi
bahan chromatin, berukuran panjang 8-10µ, lebarnya sekitar 4µ, tebalnya
sekitar 1µ. Sedangkan bagian badan memiliki panjang 8-10µ, tetapi tebalnya
hanya 1µ. Ekornya yang berkurang garis tengahnya secara bertahap dari
sambungan dengan bagian badan di cincin sentriol ke ujungnya, kira-kira
panjangnya 50µ. Kepala spermatozoa mengandung inti yang berisi kromosom
yang mengandung DNA (Deoxyribo Nukleid Acid) yang bersenyawa dengan
protein sebagai pembawa formula genetik. Bagian ekor berfungsi sebagai
penggerak. Sesuai dengan morfologi spermatozoa dan pola metabolismenya
dengan dasar produksi energi, spermatozoa hidup dapat mendorong dirinya
sendiri maju ke depan di dalam lingkungan zat cair.
C. Pejantan sebagai Penghasil Semen
Inseminasi buatan sebagai salah satu bioteknologi dalam bidang
reproduksi merupakan salah satu alternatif yang tepat untuk meningkatkan
produksi ternak secara intensif. Keberhasilan IB sangat ditentukan oleh
persentase kebuntingan yang dihasilkan, dimana kebuntingan ini dipengaruhi
oleh kualitas semen (faktor pejantan), kualitas sel telur yang sangat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
berhubungan dengan status reproduksi ternak betina (faktor betina) dan waktu
inseminasi (Situmorang et al., 2001 cit Hidayatin, 2002).
Salisbury dan VanDemark (1985) berpendapat bahwa pada umumnya
konsentrasi sejalan dengan perkembangan seksual dan kedewasaan sapi
jantan, sesuai dengan kualitas makanan yang diberikan dan pengaruh
kesehatan reproduksi dan ukuran testis. Selain itu terdapat perbedaan-
perbedaan mengenai konsentrasi spermatozoa dari pejantan yang satu dengan
yang lain, perbedaan diantara kelompok umur pejantan yang berbeda,
perbedaan musim dalam satu tahun dan perbedaan tempat geografis.
Berkaitan dengan volume yang diejakulasikan Salisbury dan
VanDemark (1985) menyatakan bahwa volume air mani sapi jantan yang
diejakulasikan tidaklah sama antara sapi jantan yang satu dengan yang lain,
atau pada tiap-tiap jantan itu sendiri. Pada umumnya volume air mani, akan
bertambah banyak sesuai dengan umur, besar tubuh, perubahan keadaan
kesehatan reproduksinya, daya kekuatan dan frekuensi penggunaannya. Sapi
jantan yang masih muda akan menghasilkan air mani sedikit, yaitu 1 sampai 2
ml atau lebih rendah dari itu, sedangkan sapi jantan yang telah dewasa dan
potensial serta memiliki bobot badan 907,2 kg atau lebih, dapat menghasilkan
air mani tiap ejakulasi 10-15 ml serta akan semakin menurun setelah
mencapai puncak kedewasaannya.
Sapi jantan normal menghasilkan 12 sampai 17 juta dan domba 12 juta
spermatozoa per gram testis per hari. Babi menghasilkan 25 sampai 30 juta
sperma per gram testis per hari karena waktu spermatogenesis yang relatif
singkat dan banyak spermatozoa yang dihasilkan dari spermatogonia tipe A.
Jadi produksi harian untuk seekor sapi jantan dengan satu testis seberat 400
gram, domba dengan satu testis dengan berat 250 gram dan babi dengan satu
testis dengan berat 300 gram masing-masing mencapai 12 milyar, 7 milyar
dan 15 milyar spermatozoa. Jumlah spermatozoa mempunyai korelasi tinggi
dengan berat dan ukuran testis (Feradis, 2010).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
D. Pengenceran Semen
Menurut Partodihardjo (1982), pada pengenceran semen perlu diketahui
asal mula dan syarat pengencer, pengencer harus dapat menjamin kebutuhan
fisik dan kimia semen selama pendinginan. Pengencer merupakan media yang
dapat memenuhi kebutuhan fisik dan kimia spermatozoa yang mempunyai
fungsi memperbanyak volume semen, penyedia zat makanan dan
bakteriostatik.
Fungsi pengenceran semen adalah untuk memperbanyak volume,
memberi media yang cocok untuk hidup spermatozoa, menjaga pH, tekanan
osmotik dan sebagai perlindungan (krioproktektan). Pengenceran semen perlu
menghindari adanya panas yang berlebihan, bahan kimia toxic, berhubungan
dengan udara luar, sinar matahari langsung dan guncangan (Lindsay et
al.,1982 cit Sari, 2008). Syarat utama pengencer adalah harus mengandung
energi (fruktosa, glukosa), buffer atau penyangga (Tris, Na2HCO3, Na2,
HPO4), isotonis (tekanan osmose di dalam sel sama dengan di luar sel),
mineral, antibiotik, tidak bersifat racun, murah dan mudah disiapkan,
memberikan kemungkinan untuk uji kualitas, serta mengandung
cryoprotectani. Ditinjau dari komposisi bahan penyusunnya dikenal berbagai
pengencer semen antara lain : fosfat kuning telur, sitrat kuning telur, corne
university extender (CUE), illini variable temperature (IVT), air susu, kuning
telur-air kelapa dan berbagai pengencer komersial, seperti spermasol dan
laichipos (Toelihere, 1985 cit Hidayatin, 2002).
Khasiat kuning telur terletak pada lipoprotein dan lechitin yang
terkandung di dalamnya yang bekerja mempertahankan dan melindungi
integritas selubung lipoprotein dari sel spermatozoa. Kuning telur juga
mengandung glukosa, yang lebih banyak digunakan oleh sel-sel spermatozoa
sapi untuk metabolisme dari fruktosa yang terdapat di dalam semen, berbagai
protein, vitamin-vitamin yang larut dalam air maupun yang larut dalam
minyak, dan mungkin memiliki viskositas yang mungkin menguntungkan
spermatozoa (Feradis, 2010).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
E. Semen Beku dan Thawing
Semen beku adalah semen yang telah diencerkan dan selanjutnya
dibekukan pada suhu tertentu yang bertujuan untuk menghambat aktifitas dan
metabolisme spermatozoa. Keuntungan semen beku adalah semen yang
berasal dari pejantan unggul dapat dipakai secara efisien sepanjang tahun,
dapat mengatasi hambatan waktu dan jarak, memungkinkan perkawinan
selektif dengan pejantan unggul untuk wilayah yang luas, biaya pengangkutan
relatif murah. Sedangkan beberapa kerugian dari semen beku adalah biaya
produksi dan penyimpanan yang cukup tinggi, dari beberapa pejantan 10-20%
menghasilkan semen yang tidak tahan terhadap pembekuan serta dapat
berpotensi menyebarluaskan penyakit-penyakit bakterial dan viral
(Partodihardjo, 1982).
Semen beku sapi adalah semen yang berasal dari pejantan sapi terpilih
yang diencerkan sesuai prosedur proses produksi sehingga menjadi semen
beku dan disimpan di dalam rendaman nitrogen cair pada suhu -1960C pada
kontainer. Pejantan unggul merupakan pejantan sapi yang sudah diseleksi
berdasarkan standar bibit yang berlaku yaitu garis keturunannya
(pedigree/silsilah), kemampuan produksi dan reproduksi keturunannya
(progeny). Mutu semen beku sapi yang memenuhi standar harus didukung
oleh penanganan yang baik dan benar agar mutu semen beku sapi dapat
dipertahankan hingga siap untuk diinseminasikan (SNI, 2005).
Hasil survei di Kabupaten Blora, Jawa Tengah diketahui bahwa para
inseminator melakukan thawing lebih dari 1 menit (>60 detik) yaitu 900-1800
detik (15-30 menit) dengan menggunakan air sumur atau PDAM. Menurut
pendapat mereka hal tersebut tidak ber akibat pada kualitas semen yang
diinseminasikan walaupun pada kenyataannya angka service per conception
di wilayah tersebut tinggi (2,7-2,8%) yang membuktikan sering terjadinya
kawin berulang pada sapi induk yang diinseminasikan sehingga berakibat
pada rendahnya angka kebuntingan yaitu <60% (Affandhy et al., 2006).
Berbagai penelitian tentang metode thawing telah dilakukan oleh
beberapa peneliti pada berbagai jenis ternak. Di Amerika Serikat, thawing
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
biasanya dilakukan dengan memasukkan straw ke dalam air es yang bersuhu
50C selama 5-6 menit (Toelihere dan Taurin, 1979). Menurut DeJarnette dan
Marshall (2005) thawing menggunakan air hangat 350C menghasilkan tingkat
motilitas yang lebih tinggi dibandingkan thawing di udara yaitu straw diambil
dari kontainer dan langsung dimasukkan ke dalam gun IB (75% vs 71%).
Sedangkan menurut Pratiwi et al., (2006), kualitas terbaik diperoleh pada
perlakuan lama thawing 0 menit (45 detik) dengan menunjukkan persentase
motilitas dan sel hidup spermatozoa pada straw beku Limousin sebesar
41,50% dan 66,50% dan straw beku Brahman sebesar 40% dan 29,58%.
F. Evaluasi Kualitas Spermatozoa
Evaluasi semen terdiri dari uji makroskopis, mikroskopis, biokemis dan
biologis. Uji yang rutin digunakan dalam suatu Balai Inseminasi Buatan
(BIB) adalah uji makroskopis dan uji mikroskopis. Uji makroskopis meliputi
volume, warna, konsistensi, dan bau. Volume semen dalam uji ini mencapai
(2-10 ml), semen yang normal berwarna putih kekuningan, sedangkan yang
abnormal berwarna kuning atau coklat, dan semen memiliki bau yang
spesifik. Uji mikroskopis terdiri dari motilitas massa dan individu, viabilitas,
konsentrasi dan abnormalitas (Hunter, 1982 cit Sari, 2008).
Motilitas dan daya hidup spermatozoa sangat penting digunakan
sebagai patokan untuk menentukan kualitas spermatozoa. Kualitas
spermatozoa dikatakan baik apabila tingkat motilitas dan daya hidup
spermatozoanya tinggi karena sangat penting artinya dalam proses fertilisasi
dan dapat meningkatkan keberhasilan IB. Dalam hal semen beku, apabila
tingkat motilitas setelah thawing kurang dari 20% akan menghasilkan tingkat
konsepsi yang rendah, sedangkan untuk ukuran normal tingkat motilitasnya
minimal 40-45% (Roberts, 1986 cit Gustari dan Prihatno, 2010).
Gerakan-gerakan individual spermatozoa dapat terlihat dibawah
perbesaran mikroskop 45 x 10 pada selapis tipis semen di atas gelas objek
yang ditutupi gelas penutup. Gerakan individual spermatozoa yang baik
adalah pergerakan progresif atau gerakan aktif maju ke depan. Gerakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
melingkar dan gerakan mundur sering merupakan tanda-tanda cold shock atau
media yang tidak isotonik dengan semen. Gerakan berayun atau berputar
ditempat sering terlihat pada semen yang tua, apabila kebanyakan
spermatozoa telah berhenti bergerak maka dianggap mati (Feradis, 2010).
Ada dua macam spermatozoa abnormal yang diperiksa (Salisbury dan
VanDemark, 1985) yaitu abnormalitas primer yang meliputi kelainan pada
kepala seperti kepala tanpa ekor, ekor ganda, kerusakan akrosom,
makrosefalus, mikrosefalus, ekor melingkar, kepala pyriform, tapered head
dan asesoris bagian tengah. Sedangkan abnormalitas sekunder meliputi
kerusakan ekor, ekor melipat, ekor melengkung, butiran sisa sitoplasma,
kepala tanpa ekor atau ekor tanpa kepala.
Penilaian persentase Membran Plasma Utuh (MPU) dilakukan dengan
menggunakan metode Hypoosmotic Swelling (HOS Test). Medium
hipoosmotik dibuat dengan melarutkan 0,3 g fruktosa dan 0,7 g Na Citrat ke
dalam 100 ml aquabidest. Setelah dicampurkan, sediaan diinkubasi dalam
waterbath bersuhu 370C selama 30 menit. Evaluasi dilakukan di bawah
mikroskop cahaya pada perbesaran 400 kali. Penilaian dilakukan dengan
sistem skor 0 sampai 100%. Spermatozoa yang terpapar pada medium
hipoosmotik dan memperlihatkan pembengkokan ekor adalah spermatozoa
yang normal menurut Casper et al. (1996) cit Arifiantini et al., (1999).
Semen beku harus disimpan dan terendam penuh dalam nitrogen cair
suhu -1960C pada kontainer kriogenik. Penyimpanan semen beku dalam
kontainer tersebut dapat menggunakan canister dan goblet sesuai jenis/tipe
kontainer. Persentase jumlah pergerakan spermatozoa hidup dan bergerak
maju/progresif memiliki nilai berkisar antara 0%-100%. Pemeriksaan semen
beku segera sesudah dicairkan kembali (post thawing) pada suhu 370C selama
30 detik harus menunjukkan spermatozoa hidup dan bergerak maju (motil
spermatozoa) minimal 40 (empat puluh) persen dan gerakan individu
spermatozoa minimal 2 (dua) (SNI, 2005).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
III. MATERI DAN METODE
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Produksi Ternak, Jurusan
Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Penelitian dilaksanakan pada tanggal 1 September sampai 5 Oktober 2011,
B. Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah semen beku sapi FH,
diperoleh dari Balai Besar Inseminasi Buatan (BBIB) Singosari, Malang
(Lampiran 1). Semen beku yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari 3
pejantan yaitu Prime, Yecha dan Mohze (Lampiran 2). Peralatan yang
digunakan antara lain mikroskop, mikropipet, gelas obyek, ependorff tube,
pewarna eosin-nigrosin, larutan hipoosmotik, alkohol, aquabidest,
termometer, inkubator, kontainer, N2 cair, hand counter dan alat tulis.
C. Pelaksanaan Penelitian
1. Rancangan Percobaan
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL)
dengan lima perlakuan thawing masing-masing diulang sebanyak 15 kali.
Peubah yang diamati meliputi motilitas spermatozoa, spermatozoa hidup,
spermatozoa normal, membran plasma utuh spermatozoa (MPU). Data
hasil pengamatan dianalisis dengan sidik ragam. Apabila hasil analisis data
menunjukkan adanya pengaruh nyata, maka dilanjutkan dengan Uji Jarak
Berganda Duncan’s (DMRT). Adapun perlakuan thawing yang diberikan
adalah :
S37W0,5 = dengan air bersuhu 370C selama 0,5 menit
S27W1 = dengan air bersuhu 270C selama 1 menit
S27W5 = dengan air bersuhu 270C selama 5 menit
S27W10 = dengan air bersuhu 27oC selama 10 menit
SUW1 = dengan metode thawing di udara selama 1 menit
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
Pemakaian suhu dan waktu thawing pada penelitian ini berdasarkan
atas beberapa alasan. Suhu 370C dipakai karena merupakan suhu yang
sesuai dengan keadaan dari saluran reproduksi betina sedangkan suhu
270C dipakai karena merupakan suhu air kran sehingga akan lebih efisien
dan praktis bagi para inseminator di lapangan tanpa memakai air hangat.
Sedangkan waktu thawing yang digunakan pada penelitian ini berdasarkan
pelaksanaan oleh para inseminator yang membutuhkan waktu berbeda-
beda, tergantung kondisi yang ada di lapangan.
2. Pengambilan Data
a. Motilitas Spermatozoa
Persentase motilitas adalah persentase spermatozoa yang
bergerak ke depan, dihitung dengan menggunakan mikroskop pada
perbesaran 400 kali. Penilaian dilakukan dengan menghitung secara
subyektif persentase spermatozoa yang pergerakannya progresif maju
ke depan dibandingkan dengan yang tidak bergerak. Menggunakan
standar penilaian 0-100% (Toelihere, 1993). Hasil pengamatan
motilitas spermatozoa dapat dilihat pada gambar 8, lampiran 3.
b. Spermatozoa Hidup
Satu tetes semen diteteskan di atas objek glass dan ditambahkan
dengan satu tetes eosin-nigrosin, kemudian dibuat preparat ulas dan
dikeringkan. Selanjutnya diamati ± 100 spermatozoa menggunakan
mikroskop dengan perbesaran 400 kali dan dihitung spermatozoa yang
hidup (tidak menyerap warna) dan spermatozoa yang mati (berwarna
merah bagian kepala) kemudian dihitung persentasenya
(Feradis, 2010). Hasil pengamatan spermatozoa hidup dapat dilihat
pada gambar 6, lampiran 3.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
c. Spermatozoa normal
Perhitungan persentase spermatozoa normal dilakukan dengan
menggunakan pewarna yang digunakan untuk pemeriksaan persentase
spermatozoa hidup di bawah mikroskop dengan perbesaran 400 kali.
Perhitungannya adalah dengan membandingkan antara spermatozoa
yang normal dengan total spermatozoa yang diamati pada luas
pandang yang sama (Feradis, 2010). Hasil pengamatan spermatozoa
normal dapat dilihat pada gambar 9, lampiran 3.
d. Membran Plasma Utuh
Sebanyak 0,02 ml semen yang telah dilakukan thawing
dicampur dengan 1,0 ml larutan hipoosmotik, kemudian diinkubasi
selama 30 menit pada suhu 37oC, kemudian diamati menggunakan
mikroskop dengan perbesaran 400 kali kemudian dihitung persentase
spermatozoa bengkak diantara ± 100 spermatozoa yang diamati. Hasil
pengamatan membran plasma utuh spermatozoa dapat dilihat pada
gambar 7, lampiran 3.
Dasar rnetode penghitungan ini adalah hukum osmosis. Bila
spermatozoa terpapar pada medium hipoosmotik, maka air akan
mengalir ke dalam spermatozoa sampai tercapai keseimbangan
osmotik antara larutan di dalarn dan di luar spermatozoa, sehingga
spermatozoa menjadi bengkak. Spermatozoa yang terpapar pada
medium hipoosmotik dan memperlihatkan pembengkokan ekor adalah
spermatozoa yang normal. Menurut Casper et al. (1996) cit Arifiantini
et al., (1999).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
D. Analisis Data
Data hasil evaluasi kualitas spermatozoa ditabulasi (Lampiran 4)
kemudian dianalisis dengan Sidik Ragam. Apabila didapatkan hasil
berpengaruh nyata, maka dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan’s
(DMRT) untuk mengetahui perbedaan antar mean (Mattjik dan Sumertajaya,
2002). Pengolahan data menggunakan program SAS versi 9.1 (Lampiran 5, 6,
7 dan 8). Model matematika yang digunakan adalah sebagai berikut :
Keterangan :
Yij = Nilai pengamatan pada satuan perlakuan ke-i ulangan ke-j
µ = Nilai tengah perlakuan
τi = Pengaruh perlakuan ke-i
εij = Galat percobaan pada perlakuan ke-i ulangan ke-j.
Yij = µ + τi + εij
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Motilitas Spermatozoa
Persentase motilitas spermatozoa yang mendapatkan perlakuan suhu
dan waktu dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Rerata motilitas spermatozoa (%)
Ulangan Perlakuan
S37W0,5 S27W1 S27W5 S27W10 SUW1 1 80 70 65 80 60 2 75 70 70 75 65 3 80 70 70 80 65 4 75 70 70 80 70 5 80 65 70 80 70 6 80 70 70 75 75 7 80 70 75 65 75 8 75 75 75 60 80 9 80 70 70 60 80 10 80 75 75 65 75 11 80 70 70 60 80 12 75 75 75 65 70 13 70 75 70 65 75 14 75 70 75 70 80 15 75 70 75 65 75
Rerata 77,33A 71,00B 71,67B 69,67B 73,00B
Keterangan : Superskrip yang berbeda menunjukkan perbedaan yang sangat nyata.
Motilitas merupakan salah satu kriteria untuk menilai kualitas
spermatozoa sehingga layak untuk digunakan dalam IB. Berdasarkan tabel 1
didapatkan rerata persentase motilitas spermatozoa tertinggi yaitu pada
S37W0,5 dengan nilai 77,33%. Hal ini diduga karena thawing dengan suhu
370C selama 0,5 menit menyebabkan meningkatnya laju metabolisme dalam
spermatozoa sehingga persentase pergerakkan spermatozoa yang prograsif
maju ke depan akan meningkat pula. Sedangkan rerata persentase motilitas
spermatozoa terendah yaitu pada S27W10 dengan nilai 69,67%. Hasil analisis
variansi menunjukkan bahwa perlakuan suhu dan waktu berpengaruh sangat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
nyata terhadap persentase motilitas spermatozoa (P<0,01) dengan nilai P
sebesar 0,0013 (Lampiran 5).
Gambar 1. Diagram batang rerata motilitas spermatozoa
Hasil uji Beda Duncan menunjukkan bahwa perlakuan S37W0,5
berbeda sangat nyata terhadap perlakuan SUW1, S27W5, S27W1 dan
S27W10 tetapi perlakuan SUW1, S27W5, S27W1 dan S27W10 saling
berbeda tidak nyata. Toelihere (1981) menyatakan bahwa penilaian motilitas
semen sebaiknya dilakukan pada suhu 370C, hal ini disebabkan karena kadar
metabolisme dan motilitas spermatozoa berbeda-beda menurut suhu. Setiap
peningkatan 100C diatas suhu lingkungan akan meningkatkan kadar
metabolisme dua kali lipat atau lebih dan mengurangi daya tahan hidup dua
kali lipat pula.
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi motilitas spermatozoa
menurut Ichwandi (2004) antara lain temperatur, pH, viskositas dan faktor
mekanik (misalnya pengocokan dan sentrifugasi). Persentase motilitas dari
perlakuan antara suhu dan waktu dapat dinyatakan memenuhi ketentuan uji
setelah thawing yaitu ≥ 40%, sesuai dengan pendapat Zenichiro et al., (2002)
cit Sari (2008). Presentase motilitas spermatozoa dengan perlakuan suhu 370C
dan waktu 30 detik memberikan hasil yang terbaik, hal ini sesuai dengan
pendapat Toelihere (1993) bahwa thawing pada suhu 380C sampai 400C
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
menghasilkan daya tahan hidup spermatozoa yang lebih baik bila
dibandingkan dengan thawing pada suhu rendah.
Berdasarkan SNI semen beku sapi (2005), pemeriksaan semen beku
segera sesudah dicairkan kembali (post thawing) pada suhu 370C selama 30
detik harus menunjukkan spermatozoa hidup dan bergerak maju (motil
spermatozoa) minimal 40 (empat puluh) persen dan gerakan individu
spermatozoa minimal 2 (dua) atau sedang. Hal ini menunjukkan bahwa hasil
pengamatan motilitas spermatozoa dengan perlakuan suhu dan waktu thawing
pada penelitian ini memenuhi persyaratan dari SNI semen beku sapi sehingga
layak digunakan dalam pelaksanaan IB.
B. Spermatozoa Hidup
Persentase spermatozoa hidup yang mendapatkan perlakuan suhu dan
waktu dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Rerata spermatozoa hidup (%)
Ulangan Perlakuan
S37W0,5 S27W1 S27W5 S27W10 SUW1 1 100 100 100 97 93 2 98 100 99 91 97 3 99 100 99 84 91 4 100 98 98 90 96 5 96 100 100 74 99 6 87 94 98 97 98 7 99 97 100 96 98 8 100 97 98 94 98 9 98 99 98 96 96 10 98 96 100 97 96 11 97 98 98 93 93 12 98 99 99 85 99 13 96 100 99 92 97 14 97 100 99 88 97 15 99 100 98 95 94
Rerata 97,47B 98,53B 98,87A 91,27C 96,13B
Keterangan : Superskrip yang berbeda menunjukkan perbedaan yang sangat nyata.
Berdasarkan tabel 2 didapatkan rerata persentase spermatozoa hidup
tertinggi yaitu pada S27W5 dengan nilai 98,87%, sedangkan rerata persentase
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
spermatozoa hidup terendah yaitu pada S27W10 dengan nilai 91,27%. Hasil
analisis variansi menunjukkan bahwa perlakuan suhu dan waktu berpengaruh
sangat nyata terhadap persentase spermatozoa hidup (P<0,01) dengan nilai P
sebesar 0,0001 (Lampiran 6).
Gambar 2. Diagram batang rerata spermatozoa hidup
Hasil uji Beda Duncan menunjukkan bahwa perlakuan S27W5 berbeda
sangat nyata terhadap perlakuan S27W1, S37W0,5, SUW1 dan S27W10.
Perlakuan S27W1, S37W0,5, SUW1 berbeda sangat nyata terhadap perlakuan
S27W10 tetapi perlakuan S27W1, S37W0,5 dan SUW1 saling berbeda tidak
nyata. Sanjaya dan Toelihere (1975) cit Toelihere dan Taurin (1979)
melakukan penelitian mengenai berbagai macam metode thawing,
menyimpulkan bahwa untuk Indonesia, metode thawing yang paling baik dan
paling praktis adalah thawing dengan air kran, dengan catatan bahwa semen
beku yang sudah dicairkan kembali harus segera diinseminasikan dalam
waktu kurang dari 5 menit.
Persentase spermatozoa hidup dengan perlakuan suhu dan waktu pada
penelitian ini menunjukkan nilai yang layak untuk digunakan pada IB.
Pernyataan ini sesuai dengan yang disampaikan oleh Toelihere (1993), bahwa
semen yang baik memiliki persentase spermatozoa hidup diatas 50%.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
C. Spermatozoa Normal
Persentase spermatozoa normal yang mendapatkan perlakuan suhu dan
waktu dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Rerata spermatozoa normal (%)
Ulangan Perlakuan
S37W0,5 S27W1 S27W5 S27W10 SUW1 1 74 90 79 85 88 2 80 98 82 84 78 3 67 93 75 92 70 4 74 91 80 89 80 5 76 94 78 91 69 6 91 80 89 88 88 7 87 82 97 78 95 8 94 87 94 94 96 9 76 78 83 78 94 10 85 75 91 87 94 11 88 88 85 90 78 12 91 84 89 84 87 13 89 77 87 83 80 14 94 94 87 91 81 15 87 86 83 87 78
Rerata 83,53 86,47 85,27 86,73 83,73
Keterangan : Tidak berbeda nyata.
Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa perlakuan suhu dan waktu
berpengaruh tidak nyata terhadap persentase spermatozoa normal (P>0,05)
dengan nilai P sebesar 0,53 (Lampiran 7). Sari (2008) mengungkapkan bahwa
semakin cepat perubahan suhu thawing dapat mengurangi tekanan
spermatozoa dan melewati masa kritis dengan cepat, sehingga jumlah
spermatozoa hidup dan normal akan lebih banyak. Hal ini dapat dinyatakan
bahwa waktu thawing yang singkat dapat memberikan spermatozoa yang
hidup lebih maksimal. Kondisi spermatozoa abnormal yang banyak dijumpai
dalam penelitian ini umumnya adalah abnormalitas primer yaitu merupakan
morfologi tidak normal yang terjadi selama proses spermatogenesis.
Abnormalitas primer ditandai oleh kepala terlalu besar (macrocephalic) atau
kepala terlalu kecil (microcephalic).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
Berdasarkan tabel 3 diperoleh hasil bahwa perlakuan suhu dan waktu
menunjukkan persentase abnormalitas yang masih layak untuk digunakan
dalam IB. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Partodiharjo (1982) bahwa,
lebih dari 20% spermatozoa yang abnormal menunjukkan kualitas
spermatozoa yang tidak memenuhi kriteria untuk IB. Abnormalitas
spermatozoa dapat dikurangi kemungkinannya dengan penanganan yang lebih
baik pasca diejakulasikan (Toelihere, 1993).
D. Membran Plasma Utuh Spermatozoa
Persentase membran plasma utuh spermatozoa yang mendapatkan
perlakuan suhu dan waktu dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4. Rerata membran plasma utuh spermatozoa (%)
Ulangan Perlakuan
S37W0,5 S27W1 S27W5 S27W10 SUW1 1 93 62 72 87 80 2 62 78 79 86 83 3 30 74 80 79 86 4 79 67 73 65 77 5 88 68 69 38 76 6 61 73 90 65 72 7 67 79 83 90 85 8 77 84 88 78 79 9 79 77 71 78 66 10 88 64 77 85 80 11 68 73 88 91 63 12 68 74 57 80 65 13 72 71 77 90 66 14 60 91 83 88 71 15 62 75 81 77 62
Rerata 70,27 74,00 77,87 78,47 74,07
Keterangan : Tidak berbeda nyata.
Membran plasma utuh adalah suatu keadaan yang menunjukkan fungsi
fisiologis membran yang terjaga sebagai kontrol terhadap transport air
sehingga cairan di luar sel tidak dapat memasuki sel. Hasil analisis variansi
menunjukkan bahwa perlakuan suhu dan waktu berpengaruh tidak nyata
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
terhadap persentase membran plasma utuh spermatozoa (P>0,05) dengan nilai
P sebesar 0,08 (Lampiran 8).
Spermatozoa setelah thawing sangat rentan terhadap kerusakan sebagai
akibat adanya perubahan tiba-tiba dalam kondisi osmotik yang diinduksi oleh
adanya pengeluaran gliserol yang cepat (Salisbury dan Van Demark, 1985).
Ditambahkan pula bahwa rendahnya persentase membran plasma utuh
spermatozoa pada thawing dengan suhu tinggi menyebabkan protein yang
terdapat dalam semen mengalami denaturasi sehingga terjadi perubahan
protoplasma yang komplek dan tidak dapat diperbaiki kembali, sehingga
terjadi kematian pada spermatozoa. Hal ini diperkuat oleh Natal et al., (1999)
cit Ichwandi (2004) bahwa persentase membran plasma utuh spermatozoa
terbaik akan diperoleh bila thawing semen beku dilakukan pada suhu 270C
dan 370C selama 30 detik.
Persentase membran plasma utuh spermatozoa yang mengalami
penurunan terjadi disebabkan oleh adanya kerusakan membran spermatozoa
karena penyerapan cairan yang tidak stabil saat spermatozoa diletakkan pada
medium dengan tekanan osmose rendah. Sehingga terlihat spermatozoa yang
tidak mengalami pembengkakan (Sari, 2008).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
V. KESIMPULAN
Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini bahwa metode thawing
terbaik berdasarkan motilitas spermatozoa adalah suhu 370C selama 0,5 menit,
sedangkan berdasarkan spermatozoa normal adalah suhu 270C selama 5 menit.