perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id analisis yuridis ... · insan setiyawan e1106138 fakultas...

79
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i ANALISIS YURIDIS TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 2143K / PID / 2006 DALAM PERKARA TINDAK PIDANA ILLEGAL LOGGING Penulisan Hukum ( Skripsi ) Disusun Dan Diajukan Untuk Melengkapi Syarat-Syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana Dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Disusun Oleh : INSAN SETIYAWAN E1106138 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

Upload: buidiep

Post on 10-Mar-2019

220 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS YURIDIS ... · INSAN SETIYAWAN E1106138 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

i

ANALISIS YURIDIS TERHADAP

PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 2143K / PID / 2006

DALAM PERKARA TINDAK PIDANA ILLEGAL LOGGING

Penulisan Hukum

( Skripsi )

Disusun Dan Diajukan Untuk

Melengkapi Syarat-Syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana

Dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

Surakarta

Disusun Oleh :

INSAN SETIYAWAN

E1106138

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2010

Page 2: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS YURIDIS ... · INSAN SETIYAWAN E1106138 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Penulisan Hukum ( Skripsi )

ANALISIS YURIDIS TERHADAP

PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 2143K/ PID/ 2006

DALAM PERKARA TINDAK PIDANA ILLEGAL LOGGING

Oleh :

INSAN SETIYAWAN

NIM. E1106138

Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum

( Skripsi ) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Surakarta, Oktober 2010

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Winarno Budyatmojo S.H, M.S Siti Warsini S.H, M.H

NIP. 196005251987021002 NIP. 194709111980032002

Page 3: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS YURIDIS ... · INSAN SETIYAWAN E1106138 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iii

PENGESAHAN PENGUJI

Penulisan Hukum ( Skripsi )

ANALISIS YURIDIS TERHADAP

PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 2143K/ PID/ 2006

DALAM PERKARA TINDAK PIDANA ILLEGAL LOGGING

Oleh :

Insan Setiyawan

NIM. E1106138

Telah diterima dan dipertahankan di hadapan

Dewan Penguji Penulisan Hukum ( Skripsi )

Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada :

Hari : Kamis

Tanggal : 21 Oktober 2010

DEWAN PENGUJI

1. Ismunarno S.H, M.Hum :...................................................................

Ketua

2. Siti Warsini S.H, M.H :...................................................................

Sekretaris

3. Winarno Budyatmojo S.H, M.S : ...................................................................

Anggota

Mengetahui Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret Surakarta,

Muhammad Jamin, S.H, M.Hum

NIP 196109301986011001

Page 4: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS YURIDIS ... · INSAN SETIYAWAN E1106138 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iv

PERNYATAAN

Nama : INSAN SETIYAWAN

NIM : E1106138

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum ( skripsi ) berjudul :

” ANALISIS YURIDIS TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG

NOMOR 2143K/ PID/ 2006 DALAM PERKARA TINDAK PIDANA ILLEGAL

LOGGING ” adalah betul – betul karya sendiri. Hal- hal yang bukan karya saya

dalam penulisan hukum ( Skripsi ) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dan

ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan

saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa

pencabutan penulisan hukum ( skripsi ) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan

hukum ( skripsi ) ini.

Surakarta, Oktober 2010

Yang membuat

pernyataan

Insan Setiyawan

NIM E1006138

Page 5: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS YURIDIS ... · INSAN SETIYAWAN E1106138 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

v

MOTTO

Belajarlah dari sebuah pengalaman,

sebab pengalaman itu dapat menjadi guru yang paling berharga,

serta dari pengalaman itu sendiri dapat menjadikan

kita lebih berhati-hati dalam melangkah,

dan lebih mantab lagi dalam menatab masa depan.

Sukses tidak diukur dari posisi yang dicapai seseorang dalam hidup,

tapi dari kesulitan – kesulitan yang berhasil diatasi

ketika berusaha meraih sukses,

sebab sukses itu yang dapat menentukan hanya diri kita sendri,

masa depan kita ada ditangan kita sendiri.

Demi massa

Sesungguhnya manusia itu dalam kerugian

Kecuali orang-orang yang beriman dan berbuat amal sholeh,

Serta saling berwasiat dalam kebenaran dan saling-saling berwasiat kepada

Kesabaran ( Q.S. Al- ‘Ashr )

Setiap kita ( manusia ) diberi waktu yang sama dalam sehari ( 24 jam )

Namun dari perbedaan pemanfaatan waktu tersebut

Ada yang senang, ada yang susah, ada yang beruntumg, ada yang merugi,

ada yang baik, ada yang jahad

Itu semua tergantung pada kita ( manusia ) untuk memilih yang menjadi

pilihannya,

Apapun itu harus dijalani sebab sudah menjadi suatu keputusan yang diambil.

Page 6: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS YURIDIS ... · INSAN SETIYAWAN E1106138 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vi

HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini Kupersembahkan Buat :

H. Bimo Padmo Suwito – Hj. Widayati Nama tersebut adalah kedua Orang Tuaku yang tercinta dan yang paling ku

sayang pusat rodho dan do’a

Beserta Ke empat Saudaraku, ( Widihastuti, Amd. , Ernanti Wahyurini, SE. , Trias Susilowati, Adi Prastama,

SE. ) Terima Kasih atas Doa dan Dukungannya selalu, Sehingga dapat terselesaikannya

Skripsi ini.

Seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Khususnya Dosen Pembimbing Skripsi I Bapak Winarno Budyatmojo, S.H, M.S

dan Pembimbing Skripsi II Ibu Siti Warsini, S.H, M.H.

Keluarga Besar Villa Bengawan Mas yaitu Sobat-Sobat saya yang kucintai, Shan Anul Hasani, Akbar Mahar, David Setiyawan, Rizky, Dicky

Terima Kasih atas Doa, Semangat, dan Dukungannya selama ini, sehingga dapat terselesaikannya skripsi ini.

Teman Seperjuangan

Ahmad Akbar, Akbar Mahar, David Setiyawan, Wulung Firmansyah, Agus Yulianto, Agus Dwi Purnomo, Yanuar Hendra,Johan Hardianto S.H Isyanna TSO S.H, Russiana S.H, Imroatul Qoriah, Nidia Ulfa S.H

Terima kasih atas dukungan dan bimbingamu.

Belahan Jiwaku Lia Listyorini Terima kasih sekali atas Doa, Dukungan, Semangat yang telah diberikan pada

saya, dan selalu setia menemani saya disaat apapun itu, Sehingga dapat terselesaikannya Skripsi ini,

Semoga kita diberi kemudahan dalam melangkah kedepannya, serta selalu dalam lindungan Allah SWT.

Tidak lupa saya ucapkan terima kasih pada

Mas Alex dan Semua karyawan yang ada dibawah naungan Pratama Auto Service Management,

Page 7: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS YURIDIS ... · INSAN SETIYAWAN E1106138 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vii

ABSTRAK

INSAN SETIYAWAN, E 1106138, ANALISIS YURIDIS TERHAD AP PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 2143K/ PID/ 2006 DALAM PERKARA TINDAK PIDANA ILLEGAL LOGGING , Penulisan Hukum, Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret, 2010. Penulisan Hukum ini bertujuan untuk mengetahui apakah dasar hukum yang digunakan oleh Hakim Mahkamah Agung dalam memutus perkara tindak pidana illegal logging, serta untuk mengetahui apakah Putusan Mahkamah Agung tersebut dalam perkara tindak pidana illegal logging telah sesuai dengan Undang-Undang nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan. Penulisan hukum ini merupakan penulisan hukum yang bersifat deskriptif dan apabila dilihat dari tujuannya termasuk merupakan penulisan hukum normatif. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder. Sedangkan tekhnik pengumpulan data yang dipergunakan yaitu dengan melihat putusan hakim serta penelitian kepustakaan baik buku - buku, peraturan perundang-undangan, dokumen-dokumen, dan sebagainya. Analisis data menggunakan tekhnik analisis data logika deduktif dengan pendekatan kualitatif. Berdasarkan dari hasil penulisan dan analisis data yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan kalau perkara tersebut adalah perkara pidana tentang tindak pidana illegal logging, dimana dasar hukum yang digunakan oleh hakim mahkamah agung dalam memutus perkara tersebut yaitu dengan pasal 50 ayat (3) huruf h jo pasal 78 ayat (7) Undang – Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Kemudian dari penulisan itu dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa penggunaan kaidah hukum oleh hakim tersebut adalah benar dan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, namun karena undang-undang itu tidak mengatur batas minimum pemberian sanksi pidana, serta adanya sifat selektifitas terhadap subyek hukumnya, membuat hukumnya tidak maksimal, sehingga dalam pencapaian supremasi hukumnya dalam negara juga terhambat. Implikasi Teoritis penulisan hukum ini adalah sebagai sarana untuk dapat memberikan ide atau pemikiran dalam perkembangan Ilmu Hukum Pidana pada umumnya dan Hukum Pidana pada khususnya, terutama mengenai dasar hukum yang digunakan hakim dalam memutus perkara tindak pidana illegal logging dan putusan mahkamah agung itu sudah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, berdasarkan substansi hukum yang berlaku dalam rangka penegakan hukum pidana illegal logging di Indonesia, sedangkan implikasi praktisnya adalah hasil penulisan hukum ini diharapkan dapat sebagai bahan masukan bagi pemerintah maupun pemerintah daerah dalam rangka penyusunan dan pengambilan keputusan berbagai kebijakan kehutanan khususnya di bidang kebijakan pemberantasan illegal logging. Kata Kunci : Tindak Pidana, Illegal Logging, UU No 41 tahun 1999, Putusan.

Page 8: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS YURIDIS ... · INSAN SETIYAWAN E1106138 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vii

ABSTRACT

INSAN SETIYAWAN, E 1106138, AN JURIDICAL ANALYSIS O N THE SUPREME COURT’S VERDICT NUMBER 2134K/ PID/ 2006 IN ILLEGAL LOGGING CRIMINAL CASE, Law Writing, Law Fac ulty of Sebelas Maret University, 2010.

This writing aims to find out the legal foundation the Judge of Supreme Court uses in deciding the illegal logging criminal case, as well as to find out whether or not the Supreme Court’s Verdict in the illegal logging criminal case has been consistent with the Act Number 41 of 1999 about forestry.

This law writing belongs to a descriptive writing and viewed from the objective belongs to a normative writing. The data type employed was secondary data. Meanwhile technique of collecting data used was judge’s verdict as well as the library research including books, legislations, documents, and etc. The data analysis was done using deductive logic data analysis technique with qualitative approach.

Considering the result of writing and data analysis conducted, it can be concluded that such case is the criminal case of illegal logging, in which the legal foundation the Judge of Supreme Court uses in deciding the case is the article 50 clause (3) letter h jo article 78 clause (7) of Act Number 41 of 1999 about Forestry. Then, from the writing it can be concluded that the use of law norm by the judge is correct and consistent with the provision of legislation prevailing, but because the act does not regulates the minimum limit of punishment sentencing, as well as there is selectivity attitude toward the law subject, the law becomes not maximal, so that the achievement of law supremacy in the state is also inhibited.

The theoretical implication of writing is that it serves as the means of providing idea or thinking in the Criminal Law Discipline development generally and Criminal Law particularly, especially concerning the legal foundation the judge uses in deciding the illegal logging criminal case and the Supreme Court’s verdict has been consistent with the Act Number 41 of 1999 about Forestry, based on the law substance prevailing in the attempt of enforcing the illegal logging in Indonesia, meanwhile the practical implication is the result of law writing is expected as the input material to the government and local government in developing and decision making concerning the forestry policy particularly concerning the policy of illegal logging eradication.

Keywords: Criminal Action, Illegal Logging, Act Number 41 of 1999, Verdict

Page 9: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS YURIDIS ... · INSAN SETIYAWAN E1106138 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

viii

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur yang sedalam-dalamnya penulis

panjatkan ke hadirat Allah SWT yang selalu menyertai, menemani, dan

memberikan kekuatan kepada saya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

ini guna memperoleh gelar kesarjanaan di Fakultas Hukum Universitas Sebelas

Maret, skripsi ini yang berjudul ” ANALISIS YURIDIS TERHADAP PUTUSAN

MAHKAMAH AGUNG NOMOR 2143K/PID/2006 DALAM PERKARA

TINDAK PIDANA ILLEGAL LOGGING ” tanpa ada kesulitan yang berarti.

Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhhamad SAW yang telah

membawa kaumnya dari zaman jahilliyyah ke zaman yang penuh dengan

pengetahuan.

Berhasilnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, maka pada

kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. DR. Dr. Syamsulhadi, SpKj selaku Rektor Universitas Sebelas

Maret Surakarta.

2. Bapak Muhammad Jamin S.H, M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Bapak Winarno Budyatmojo S.H, M.S Selaku Dosen Pembimbing Skripsi

I dan Ibu Siti Warsini S.H, M.H Selaku Dosen Pembimbing Skripsi II,

Saya mengucapkan banyak terima kasih yang sedalam-dalamnya atas

bimbingannya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan lancar dan

baik.

4. Bapak Harjono S.H, M.H selaku ketua program Non Reguler Fakultas

Hukum Universitas Sebelas Maret.

5. Bapak Hernawan Hadi, S.H, M.H, selaku Pembimbing Akademik saya di

Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.

6. Seluruh Dosen Pengajar Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

Page 10: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS YURIDIS ... · INSAN SETIYAWAN E1106138 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ix

7. Seluruh pegawai di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

8. Semua teman-temanku kelas A dan Kelas B angkatan 2006 Fakultas

Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Semoga amal kebaikan dan segala bimbingannya serta bantuan yang telah

diberikan kepada penulis mendapatkan balasan dari Allah SWT. Amin ya robbal

alamin.

Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna dan

bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.

Surakarta, Oktober 2010

Penulis

Insan Setiyawan

Page 11: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS YURIDIS ... · INSAN SETIYAWAN E1106138 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................. i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................. ii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ............................................. iii

HALAMAN PERNYATAAN ............................................................... iv

HALAMAN MOTTO ............................................................................. v

HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................. vi

ABSTRAK . ............................................................................................. vii

KATA PENGANTAR ............................................................................ viii

DAFTAR ISI ............................................................................................ x

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah..................................................... 1

B. Rumusan Masalah............................................................... 6

C. Tujuan Penulisan Hukum.................................................... 6

D. Manfaat Penulisan Hukum.................................................. 7

E. Metode Penulisan Hukum................................................... 7

F. Sistematika Penulisan Hukum............................................. 12

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori.................................................................... 14

1. Tinjauan tentang Tindak Pidana................................... 14

2. Tinjauan tentang Hutan dan Illegal Logging................ 18

3. Tinjauan tentang Putusan Mahkamah Agung............... 25

B. Kerangka Pemikiran............................................................. 29

1. Bagan kerangka pemikiran............................................ 29

2. Penjelasan kerangka pemikiran..................................... 30

BAB III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Putusan................................................................. 32

B. Hasil Penelitian dan Pembahasan......................................... 35

Page 12: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS YURIDIS ... · INSAN SETIYAWAN E1106138 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xi

1. Dasar hukum yang dipakai hakim Mahkamah Agung

Nomor 2143k/Pid/2006 dalam perkara

tindak pidana illegal logging........................................... 35

2. Putusan Mahkamah Agung Nomor 2143K/Pid/2006

dalam perkara tindak pidana illegal logging telah sesuai

dengan Undang-Undang No.41 tahun 199.................... 61

BAB IV. PENUTUP

A. Kesimpulan.......................................................................... 65

B. Saran.................................................................................... 66

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 13: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS YURIDIS ... · INSAN SETIYAWAN E1106138 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sumber daya alam “bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di

dalamnya (hutan) dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar

kemakmuran rakyat. Hutan adalah karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa,

yang dianugerahkan kepada bangsa Indonesia, merupakan kekayaan yang dikuasai

negara, agar hutan dapat memberikan manfaat serbaguna bagi umat manusia.

Untuk itu, kegiatan pemanfaatan hutan bertujuan untuk memperoleh manfaat yang

optimal bagi kesejahteraan seluruh masyarakat secara berkeadilan dengan tetap

menjaga kelestariannya.”

Kejahatan terhadap lingkungan saat ini sering terjadi, misalnya saja

kejahatan terhadap sektor kehutanan, kehutanan adalah sektor yang paling sering

mendapatkan tekanan ekploitasi berlebihan, laju kerusakan hutan menurut versi

WALHI (Wahana Lingkungan Hidup) pernah mencapai angka 3,4 juta hektar

setiap tahun, kerugian akibat illegal logging pun berkisar 40-65 trilyun setiap

tahunnya. Tahun 2003 laju kerusakan menurun menjadi 3,2 juta hektar dan 2005

berkisar 2,4 juta hektar, penurunan angka laju kerusakan ini bukan disebabkan

oleh efektivitas penegakan hukum, melainkan semakin langkanya kayu yang

dapat dijarah oleh para penjahat kehutanan. Illegal logging tidak satu-satunya

kejahatan di sektor kehutanan yang menyebabkan kondisi hutan kritis ( M.

Hamdan, 2000 : 3 ).

Pemanfaatan hasil hutan kayu ini, sebenarnya telah diatur dalam

ketentuan atau peraturan perundang-undangan yang berlaku baik berupa Undang-

Undang, Peraturan Pemerintah maupun peraturan perundang-undangan yang

merupakan peraturan pelaksanaan yang berada di bawahnya. “Ketentuan

pemanfaatan hasil hutan kayu telah diatur melalui Izin Usaha Pemanfaatan Hasil

Hutan Kayu (IUPHHK) pada hutan alam dan atau yang sebelumnya disebut Hak

Page 14: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS YURIDIS ... · INSAN SETIYAWAN E1106138 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

Pengusahaan Hutan Tanaman (HPHT) dan atau Hak Pengusahaan Hutan

Tanaman Industri (HPHTI).

Izin usaha tersebut kegiatannya meliputi pemanenan atau penebangan,

penanaman, pemeliharaan, pengamanan, pengolahan, dan pemasaran hasil hutan

kayu. Namun demikian, fakta di lapangan ternyata banyak ditemukan praktek

menyimpang dari aturan terutama dalam kegiatan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil

Hutan Kayu (IUPHHK) pada hutan alam.

Prakteknya, usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan alam

banyak ditemui pelanggaran hukum. Di sini terdapat berbagai praktek

pelanggaran hukum yang dapat dikategorikan sebagai “kejahatan penebangan

kayu secara ilegal di kawasan hutan dan peredarannya atau dikenal dengan Illegal

logging. Sebenarnya peraturan-perudangan telah mengaturnya, seperti yang

tercantum di dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan.

Telah ada ketentuan bahwa “setiap orang dilarang membawa alat-alat berat yang

lazim digunakan untuk menebang, memotong, atau membelah pohon di dalam

kawasan hutan tanpa izin pejabat yang berwenang”. Tidak dapat dipungkiri

bahwa terdapat banyak penyimpangan dalam pelaksanaan pemanfaatan hasil

hutan kayu, dengan sebutan illegal logging yang dikenal sebagai penebangan

kayu secara ilegal di kawasan hutan tersebut dapat kategorikan sebagai tindakan

melanggar hukum. Pelanggaran hukum illegal logging ini sebenarnya telah cukup

lama terjadi dengan tingkat pelanggaran yang fluktuatif dari waktu ke waktu.

Sepanjang sejarah penebangan kayu secara ilegal di kawasan hutan, “tahun 1998

adalah awal menggilanya illegal logging. Pelanggaran hukum penebangan kayu

secara ilegal ini bukan hanya di hutan produksi, tetapi juga di hutan lindung dan

hutan konservasi.

Sebelumnya, illegal logging sudah ada namun tidak separah yang terjadi

pada tahun itu dan tahun-tahun berikutnya. Peningkatan illegal logging semakin

menjadi-jadi seiring dengan tumbuh suburnya industri perkayuan baik yang legal

maupun ilegal. Terlebih lagi setelah adanya perangkat unit penggergajian yang

dapat dipindah dengan mudah (mobil) dan adanya pasar kayu ilegal mengiringi

maraknya praktek-praktek illegal logging.

Page 15: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS YURIDIS ... · INSAN SETIYAWAN E1106138 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

Maraknya praktek illegal logging menimbulkan keprihatinan mendalam

dari berbagai kalangan baik dari dalam maupun luar negeri. Dari dalam negeri,

adalah para pihak yang merupakan pemerhati kehutanan, dari berbagai unsur

masyarakat. Di berbagai tempat mereka mengungkapkan keprihatinannya atas

pelanggaran hukum penebangan kayu secara ilegal dan penegakan hukumnya.

Pada bulan April 2003, Ketua Majelis Ulama Indonesia menyatakan dukungannya

terhadap upaya pemberantasan illegal logging. Di samping itu ada beberapa

lembaga swadaya masyarakat dalam negeri salah satunya yaitu WALHI (Wahana

Lingkungan Hidup), dan LSM lainnya juga ikut mamantau kegiatan terkait

dengan illegal logging.

Para pihak dari luar negeri pun tidak ketinggalan juga mendorong dan

mendukung berbagai kegiatan dalam upaya penegakan hukum illegal logging

tersebut. Langkah-langkah konkrit banyak dilakukan untuk mendukung kegiatan

tersebut antara lain melalui kerjasama dengan organisasi internasional antara lain

International Tropical Timber Organizatioa (ITTO) dan World Wide Fun for

Nature (WWF).

Terkait dengan hal tersebut mereka melakukan tekanan-tekanan antara

lain: kampanye anti kayu tropis; kampanye agar Indonesia membatasi

pemanfaatan sumber daya hutannya. Di samping itu di Era Ekolabelling di mana

negara-negara lain hanya menerima impor kayu dari hutan yang dikelola secara

lestari. Oleh karena itu kayu hasil illegal logging tidak akan dapat diterima oleh

negara-negara yang tergabung dalam ITTO. Sedangkan WWF telah menyusun

target pengelolaan hutan berkelanjutan untuk seluruh dunia yang dimulai sejak

tahun 1985. Sebagian besar industri dan perdagangan perkayuan di Inggris

menyetujui rencana tersebut.

Setelah melihat perkembangan pemberantasan illegal logging yang

kurang mengembirakan, Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY)

menginstruksikan kepada seluruh aparat penegak hukum untuk menindak tegas

beking illegal logging tanpa pandang bulu. Instruksi lisan ini disampaikan

presiden seusai meninjau langsung kondisi penjarahan Taman Nasional Tanjung

Page 16: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS YURIDIS ... · INSAN SETIYAWAN E1106138 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

Puting tanggal 11 Nopember 2004 dalam pertemuan di Pangkalan Bun,

Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah.

Padahal, sebelumnya berbagai program pengamanan hutan telah

dicanangkan dan kebijakan telah digulirkan. Sebagai misal, telah dibentuk

Operasi Wanalaga dan Operasi Wanabahari yang ditetapkan dengan Instruksi

Presiden Nomor 5 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Penebangan Kayu Ilegal

(Illegal Logging) dan Peredaran Hasil Hutan Illegal di Kawasan Ekosistem

Leuseur dan Taman Nasional Tanjung Puting. Pelaksanaan Operasi Wanalaga

dan Operasi Wanabahari telah berhasil menangkap sebagian pelaku kejahatan

illegal logging di beberapa provinsi di Indonesia.

Ada contoh kasus yang diambil dari putusan mahkamah agung dalam

perkara tindak pidana illegal logging, kasus posisinya sebagai berikut : orang

yang melakukan kejahatan Tindak Pidana Illegal logging, kasus posisinya yaitu

Bahwa ia Terdakwa H. Patta bin Latappe, pada hari Kamis tanggal 20 Oktober

2005 sekira jam 09.00 WITA atau setidak-tidaknya dalam tahun 2005, bertempat

di Jalan Raya Lawo, Kelurahan Ompo, Kecamatan Lalabata, Kabupaten Soppeng

atau setidak-tidaknya pada tempat lain yang masih termasuk dalam daerah hukum

Pengadilan Negeri Watansoppeng yang berwenang untuk memeriksa dan

mengadili perkaranya, telah mengangkut, menguasai, atau memiliki hasil hutan

yang tidak dilengkapi bersama-sama dengan surat keterangan sahnya hasil hutan.

Perbuatan Terdakwa tersebut dilakukan dengan cara sebagai berikut :

Pada waktu dan tempat sebagaimana tersebut di atas, ia Terdakwa H.

Patta bin Latappe memuat kayu berbentuk kayu jati bulat sebanyak kurang lebih

80 potong dengan ukuran bervariasi antara 2 sampai 3 meter kira-kira sebanyak 3

kubik dari kampung LattiE Desa Sering, Kecamatan Donri-donri, Kabupaten

Soppeng menuju ke Lapajung, Kecamatan Lalabata, Kabupaten Soppeng dengan

menggunakan mobil truk Colt Mitsubishi warna kuning DD 9925 AY milik saksi

Abd. Wahid. Sewaktu kayu tersebut diangkut oleh Terdakwa tidak dilengkapi

dengan SKSHH (Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan) dan juga tidak dilengkapi

oleh Daftar Pengangkutan (DP) sehingga pada saat ditangkap oleh petugas

Kepolisian, Terdakwa H. Patta hanya dapat memperlihatkan Surat Pengantar dari

Page 17: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS YURIDIS ... · INSAN SETIYAWAN E1106138 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

Desa Sering dan SKU saja, sedangkan syarat atau prosedur pengangkutan kayu

harus dilengkapi dengan SKSHH atau Daftar Pengangkutan ; Perbuatan ia

Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 50 ayat (3) huruf h

jo. Pasal 78 ayat (7) Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan.

Bahwa praktik pengangkutan kayu yang berasal dari hutan hak atau

hutan tanaman rakyat tersebut dapat dimaklumi, oleh karena aparat terkait sama

sekali tidak melakukan sosialisasi terhadap ketentuan yang diamanatkan oleh

Undang - Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Dalam hal ini

Terdakwa tidak pernah melakukan perbuatan pidana oleh karena segala tindakan

Terdakwa telah memenuhi beberapa kewajiban selaku warga negara seperti

membayar pungutan retribusi kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Soppeng

yang sebelumnya telah diterbitkan dokumen yang berkaitan dengan asal usul dan

pengangkutan kayu miliknya tidaklah memenuhi unsur objektif dari suatu tindak

pidana yakni tidak ada unsur “melawan hukum” atau “wederrechtelijk”.

ICW melakukan pendataan terhadap 205 terdakwa pembalak liar 2005-

2008. Khusus untuk proses hukum di Mahkamah Agung, misalnya sekitar 82,76

persen dari perkara illegal logging yang diproses ternyata hanya menjerat Supir

Truk, Petani, dan operator teknis lainnya. Lebih dari 85 persen putusan hakim

dikategorikan tidak berpihak pada semangat pemberantaan illegal logging. 71,43

persen terdakwa aktor utama divonis bebas (71,43%), dan 14,29 persen hanya

diganjar kurang dari 1 tahun.Kenyataan inilah yang ditemukan ICW. Aktor utama

yang terdiri dari direktur, manajer, komisaris utama, cukong, penegak hukum,

kontraktor cenderung divonis bebas atau kurang dari setahun. Sementara petani

yang memungut kayu di hutan dan supir truk diproses dan dijatuhi hukuman

hingga dua tahun di Mahkamah Agung

(http://jacsky.multiply.com/journal/item/105/)

Bahwa dalam hukum pidana yang menjadi perhatian adalah perbuatan-

perbuatan yang bersifat melawan hukum saja, perbuatan-perbuatan inilah yang

dilarang dan diancam dengan pidana. Langemeyer mengatakan untuk melarang

perbuatan yang tidak bersifat melawan hukum, yang tidak dapat dipandang keliru,

itu tidak masuk akal. (Moeljatno, 1983 : 130)

Keberhasilan dari setiap kegiatan memang menjadi harapan, namun

demikian ada efek samping atau dampak negatif yang timbul dan hal itu tidak

Page 18: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS YURIDIS ... · INSAN SETIYAWAN E1106138 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

tentu tidak diharapkan. Permasalahan timbul terutama terhadap industri primer

hasil hutan kayu yang telah memperoleh izin dari pejabat yang berwenang dan

juga permasalahan ikutannya yaitu ketenagakerjaan. Industri perkayuan

khususnya industri primer hasil hutan kayu menjadi kesulitan untuk memperoleh

bahan baku kayu. Persaingan ketat untuk mancari bahan baku membuat beberapa

industri perkayuan, khususnya industri primer hasil hutan kayu menjadi kolap dan

banyak yang gulung tikar.

Dengan berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk melakukan

Penulisan secara Normatif dengan melihat salah satu putusan yang terkait dengan

kasus illegal logging, dimana penulis mengambil putusan yang telah incraht

(berkekuatan hukum tetap), yaitu Putusan Mahkamah Agung. Oleh karena itu

penulis mengambil judul ”ANALISIS YURIDIS TERHADAP PUTUSAN

MAHKAMAH AGUNG NOMOR 2143K / PID / 2006 DALAM PERKA RA

TINDAK PIDANA ILLEGAL LOGGING ”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis merumuskan

permasalahan sebagai berikut :

1. Apakah Dasar hukum yang digunakan oleh Hakim Mahkamah Agung

dalam memutus Perkara Tindak Pidana Illegal Logging ?

2. Apakah Putusan Mahkamah Agung nomor 2143 K/ PID /2006 dalam

perkara tindak pidana Illegal Logging telah sesuai dengan Undang-

Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan ?

C. Tujuan Penulisan Hukum

Tujuan Penulisan Hukum ini adalah untuk memberikan arah dalam

melangkah sesuai dengan maksud Penulisan Hukum. Adapun tujuan yang akan

dicapai oleh penulis dalam penulisan hukum ini adalah :

Page 19: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS YURIDIS ... · INSAN SETIYAWAN E1106138 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

1. Tujuan Obyektif

Tujuan Obyektif merupakan tujuan yang memperoleh data dalam

rangka mengetahui jawaban permasalahan. Sedangkan tujuan dari penelitian

ini sendiri adalah :

a. Untuk mengetahui Dasar Hukum yang digunakan oleh Hakim

Mahkamah Agung dalam memutus perkara Tindak Pidana illegal

logging .

b. Untuk mengetahui Putusan Mahkamah Agung nomor 2143 K/ PID

/2006 dalam perkara tindak pidana illegal logging telah sesuai dengan

Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.

2. Tujuan Subyektif

Tujuan Subyektif merupakan motif subyektif penyusunan penulisan

hukum. Tujuan dari penulisan hukum ini antara lain sebagai berikut :

a. Untuk memperoleh data yang lengkap dan jelas sebagai bahan utama

dalam menyusun penulisan hukum sebagai persyaratan dalam

mencapai gelar Sarjana di bidang Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

b. Memperluas pengetahuan dan pemahaman aspek hukum dalam teori

dan praktek, terutama dibidang hukum pidana berkaitan dengan

Tindak Pidana Illegal logging dalam sistem hukum pidana di

Indonesia.

D. Manfaat Penulisan Hukum

Dalam penulisan hukum tentunya sangat diharapkan adannya manfaat

dan kegunaan yang dapat diambil dalam penulisan hukum tersebut. Adapun

manfaat yang didapat dari penulisan hukum ini adalah :

1. Manfaat Teoritis

a. Hasil penulisan hukum ini diharapkan dapat memberikan menfaat

pada pengembangan ilmu hukum pada umumnya dan hukum pidana

Page 20: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS YURIDIS ... · INSAN SETIYAWAN E1106138 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

pada khususnya, terutama mengenai dasar hukum yang digunakan

hakim dalam memutus perkara tindak pidana illegal logging dan

putusan Mahkamah Agung itu sudah sesuai dengan Undang-Undang

Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, berdasarkan substansi

hukum yang berlaku dalam rangka penegakan hukum pidana illegal

logging

b. Hasil penulisan hukum ini diharapkan dapat memperkaya referensi

dan literatur dalam dunia kepustakaan tentang tindak pidana illegal

logging.

c. Hasil penulisan hukum ini dapat dipakai sebagai acuan terhadap

penulisan-penulisan hukum sejenis untuk tahap berikutnya.

2. Manfaat Praktis

a. Hasil penulisan hukum ini diharapkan dapat sebagai bahan masukan

bagi pemerintah maupun pemerintah daerah dalam rangka

penyusunan dan pengambilan keputusan berbagai kebijakan

kehutanan khususnya di bidang kebijakan pemberantasan illegal

logging.

b. Dengan penulisan hukum ini diharapkan dapat meningkatkan dan

mengembangkan kemampuan penulis dalam bidang hukum sebagai

bekal untuk terjun kedalam masyarakat nantinya.

c. Hasil penulisan hukum ini diharapkan dapat membantu pihak-pihak

yang terkait dengan masalah yang diteliti.

E. Metode Penulisan Hukum

Inti dari metodologi penulisan hukum dalam setiap penulisan hukum

adalah menguraikan tentang tata cara bagaimana suatu penulisan hukum itu harus

dilaksanakan guna mendapatkan data yang valid. Sebagai uraian tentang tata cara

atau ( tehnik ) penulis yang harus dilakukan, maka metodologi penulisan hukum

pada pokoknya mencangkup :

Page 21: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS YURIDIS ... · INSAN SETIYAWAN E1106138 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penyusunan penulisan

hukum ini adalah penulisan hukum normatif atau penulisan hukum

kepustakaan, yaitu penulisan hukum yang dilakukan dengan cara meneliti

bahan pustaka atau data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer ,

bahan hukum sekunder, bahan hukum tersier. Bahan-bahan tersebut disusun

secara sistematis, dikaji, kemudian, ditarik kesimpulan dalam hubungannya

dengan masalah yang diteliti ( soerjono soekanto, 2006:10 ).

Penentuan metode penulisan hukum ini didasari dari adanya

penerapan aturan atau norma hukum bidang kehutanan yang melahirkan

peristiwa hukum baik yang menyimpang maupun yang sesuai dengan norma

hukum tersebut. Peristiwa hukum yang menyimpang tersebut adalah illegal

logging di mana hal ini membawa dampak terhadap perilaku kehidupan

sosial yang tidak dikehendaki dan tidak disadari sebelumnya.

Oleh karena itu di sini akan diuraikan bagaimana peristiwa hukum

yang bersifat menyimpang dari ketentuan atau norma hukum bidang

kehutanan sebagai tolok ukurnya. Sebagai tolok ukurnya antara lain Inpres

Nomor 4 Tahun 2005 Tentang Pemberantasan Penebangan Kayu Secara

Ilegal di Kawasan Hutan dan Peredarannya di seluruh Indonesia,

2. Sifat Penelitian

Ilmu hukum mempunyai karakteristik sebagai ilmu yang dilihat

dari sifatnya, maka penulisan hukum ini bersifat deskriptif yaitu penulisan

hukum yang dimaksudkan untuk memberikan data seteliti mungkin tentang

manusia, keadaan, atau gejala-gejala lainnya yang timbul dari hukum.

3. Pendekatan Penelitian

Didalam penulisan hukumterdapat beberapa pendekatan tersebut,

penulisan hukum akan mendapatkan informasi dari berbagai aspek

mengenai isu yang sedang dicoba untuk dicari jawabanya. Pendekatan-

Page 22: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS YURIDIS ... · INSAN SETIYAWAN E1106138 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

pendekatan yang digunakan dalam penelitian hukum adalah pendekatan

undang-undang (statute approach), pendekatan kasus (case approach),

pendekatan komparatif (comparative approach), pendekatan historis

(historical approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach),

(Peter Mahmud Marzuki, 2006:93).

Dari keempat pendekatan tersebut, pendekatan yang relevan

dengan penulisan hukum yang penulis angkat adalah pendekatan

perundang-undangan (statute approach). Yang dimaksud dengan

pendekatan undang-undang (statute approach) adalah pendekatan dengan

regulasi dan legislasi, dimana dalam penulisan hukum ini regulasi yang

digunakan sebagai acuan adalah Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999

tentang Kehutanan.

4. Jenis dan Sumber Data Penelitian

Sumber-sumber penulisan hukum dapat dibedakan menjadi

sumber-sumber penelitian yang berupa bahan hukum primer dan bahan

hukum sekunder. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang

bersifat autoritatif yang artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum

primer terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah

dalam perbutan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim.

Sedangkan bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang hukum

yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum

meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum, dan

komentar-komentar atas putusan pengadilan (Peter Mahmud Marzuki,2005 :

141).

Data dalam penulisan hukum ini diperoleh dari dua sumber yaitu

sumber data primer dan sekunder. Sumber data sekunder dalam penulisan

hukum normatif ini adalah :

a. Bahan Hukum Primer

Bahan Hukum Primer berupa terdiri dari Undang-Undang Dasar 1945

dan Amandemennya, Putusan Mahkamah Agung, Kitab Undang-

Page 23: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS YURIDIS ... · INSAN SETIYAWAN E1106138 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

Undang Hukum Pidana (KUHP), Undang-Undang Nomor 41 tahun

1999 Tentang Kehutanan. Di samping itu juga berbagai peraturan

pelaksanaannya seperti Peraturan Pemerintah, Peraturan Daerah, dan

yurisprudensi yang terkait dengan illegal logging.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan Hukum Sekunder terdiri dari buku-buku referensi, jurnal-jurnal

hukum yang terkait, dan media massa yang mengulas atau terkait

dengan tindak pidana Illegal Logging.

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan Hukum Tersier digunakan untuk memberikan penjelasan

terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, yaitu

kamus hukum dan kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),

ensiklopedia,dan lain-lain.

5. Teknik Pengumpulan Data

Karena penulisan hukum yang penulis angkat merupakan penulisan

hukum normatif, maka dalam pengumpulan datanya dilakukan dengan studi

kepustakaan atau studi dokumen. Teknik ini merupakan cara pengumpulan

data dengan membaca, mempelajari, mengkaji, dan menganalisis serta

membuat catatan dari buku literatur, peraturan perundang-undangan,

dokumen dan hal-hal lain yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.

6. Teknik Analisis Data

Penulisan hukum ini menggunakan teknik analisis data dengan

logika deduktif. Menurut Johnny Ibrahim yang mengutip pendapat Bernard

Arief Shidarta, logika deduktif merupakan suatu teknik untuk menarik

kesimpulan dari hal yang bersifat umum menjadi kasus yang bersifat

individual. Penalaran deduktif adalah penalaran yang bertolak dari aturan

hukum yang berlaku umum pada kasus individual dan konkret yang

dihadapi (Johnny Ibrahim, 2006 : 249-250). Sedangkan Prof. Peter Mahmud

marzuki yang mengutip pendapat Philipus M. Hadjon menjelaskan metode

Page 24: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS YURIDIS ... · INSAN SETIYAWAN E1106138 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

deduksi sebagaimana silogisme yang diajarkan oleh Aristoteles, penggunaan

metode deduksi berpangkal dari pengajuan premis major (pernyataan

bersifat umum). Kemudian diajukan premis minor (bersifat khusus), dari

kedua premis itu kemudian ditarik suatau kesimpulan atau conclusion.

Akan tetapi didalam argumentasi hukum, silogisme hukum tidak

sesederhana silogisme tradisional (Peter Mahmud Marzuki,2006 : 47). Jadi

dapat disimpulkan bahwa logika deduktif yaitu menjelaskan suatu hal yang

bersifat umum kemudian menariknya menjadi kesimpulan yang lebih

khusus.

Dalam penulisan hukum ini, data yang diperoleh dengan cara

menginventarisasi sekaligus mengkaji penelitian dari studi kepustakaan,

aturan perundang-undangan beserta dokumen-dokumen yang dapat

membantu menafsirkan norma untuk menjawab permasalahan yang diteliti.

Tahap terakhir yaitu dengan menarik kesimpulan dari data yang diolah,

sehingga pada akhirnya dapat menjawab komparasi pengaturan yang

berkaitan dengan Illegal Logging (pembalakan liar).

F. Sistematika Penulisan Hukum

Dalam Penulisan Hukum ( Skripsi ) ini terdiri dari empat bab yang

masing-masing terdiri atas beberapa sub bab sesuai pembahasan dan materi yang

diteliti. Sistematika penulisan itu sendiri sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam Bab ini diuraikan tentang Latar Belakang Masalah,

Rumusan Masalah, Tujuan Penulisan Hukum, Manfaat Penulisan

Hukum, Metode Penulisan Hukum, Sistematika Penulisan Hukum.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini memuat dua kategori yaitu kerangka teori dan

kerangka pemikiran. Kerangka Teori berisikan tentang Tinjauan

Page 25: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS YURIDIS ... · INSAN SETIYAWAN E1106138 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

tentang Tindak Pidana, Tinjauan tentang Hutan dan Illegal

Logging, dan Tinjauan tentang Putusan Mahkamah Agung.

Sedangkan Kerangka Pemikiran berisikan kerangka atau landasan

yang penulis gunakan dalam penulisan hukum ini.

BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini berisi mengenai Dasar hukum yang digunakan oleh

Hakim Mahkamah Agung dalam memutus Perkara Tindak Pidana

ILLEGAL LOGGING dan menganalisis Putusan Mahkamah Agung

nomor 2143 K/ PID /2006 dalam perkara tindak pidana ILLEGAL

LOGGING telah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 41 Tahun

1999 tentang Kehutanan.

BAB IV : PENUTUP

Dalam bab ini terdiri dari kesimpulan dan saran dari hasil

penelitian dan pembahasan yang dilakukan oleh penulis.

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 26: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS YURIDIS ... · INSAN SETIYAWAN E1106138 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Tinjauan tentang Tindak Pidana

a. Pengertian Tindak Pidana ( Strafbaar feit )

Pembentukan undang-undang menggunakan perkataan ”strafbaar

feit” untuk menyebutkan apa yang dikenal dengan ”tindak pidana” didalam

suatu Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Kata ”feit” sendiri dalam

bahasa belanda berarti ”sebagian dari suatu kenyataan” dan ”strafbaar”

berarti ”dapat dihukum”, sehingga secara harfiah perkataan ”strafbaar

feit” dapat diterjemahkan sebagai ”sebagian dari suatu kenyataan yang

dapat dihukum” (P.A.F Lamintang, 1997 : 181).

Para ahli hukum mempunyai pandangannya sendiri dalam

memberikan pengertian mengenai tindak pidana. Beberapa ahli hukum

yang memberikan definisi diantaranya yaitu :

1) Menurut Moeljatno mendefinisikan tindak pidana sebagai perbuatan

pidana yaitu perbuatan yang dilarangan oleh suatu aturan hukum yang

disertai ancaman ( sanksi ) yang berupa pidana tertentu, bagi barang

siapa yang melanggar larangan tersebut.

2) Menurut Pompe strafbaar feit sebenarnya tidak lain dari suatu

tindakan yang menurut rumusan Undang-Undang dinyatakan sebagai

tindakan yang dapat dihukum.

3) Menurut Vos memberikan definisi strafbaar feit adalah suatu

kelakuan manusia yang diancam pidana oleh peraturan perundang-

undangan.

4) Menurut R. Tresna memberikan definisi peristiwa pidana sebagai

suatu perbuatan atau rangkaian perbuatan manusia, yang bertentangan

dengan Undang-Undang atau peraturan perundang-undangan lainnya,

Page 27: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS YURIDIS ... · INSAN SETIYAWAN E1106138 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

terhadap perbuatan mana diadakan tindakan penghukuman ( Adami

Chazawi, 2002 : 72 ).

b. Unsur-unsur Tindak Pidana

Untuk menguraikan pengetahuan hukum pidana, terdapat dua

pandangan mengenai unsur-unsur tindak pidana, yaitu :

1) Pandangan Monistis , yaitu bahwa untuk adanya tindak pidana maka

harus ada perbuatan pidana dan pertanggungjawaban pidana. Para ahli

yang berpendapat demikian tidak memisahkan antara unsur adanya

perbuatan, unsur pemenuhan rumusan undang-undang, dan unsur sifat

melawan hukum sebagai perbuatan pidana dengan unsur kemampuan

bertanggungjawab, unsur adanya kesalahan, dan unsur alasan

penghapusan pidana sebagai pertanggungjawaban pidana.

2) Pandangan Dualistis, yaitu bahwa adanya pemisahan antara perbuatan

pidana dengan pertanggungjawaban pidana, dimana jika hanya ada

unsur perbuatan yang memenuhi rumusan undang-undang serta

melawan hukum saja maka sudah cukup untuk mengatakan bahwa itu

adalah tindak pidana dan dapat dipidana.

Selain dari kedua pandangan tersebut, unsur-unsur tindak pidana

juga dikemukakan oleh para ahli hukum, unsur akan disampaikan menurut

Moeljatno, R. Tresna, Vos, dan Jonkers. Menurut Moeljatno, unsur tindak

pidana adalah :

1) Perbuatan;

2) Yang dilarang ( oleh aturan hukum );

3) Ancaman pidana ( bagi yang melanggar larangan ).

Menurut R. Tresna, Tindak Pidana terdiri dari Unsur-unsur, yaitu :

1) Perbuatan/ rangkaian perbuatan ( manusia );

2) Yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;

3) Diadakan tindakan penghukuman.

Page 28: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS YURIDIS ... · INSAN SETIYAWAN E1106138 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

Menurut batasan yang diberikan oleh Vos, unsur-unsur tindak

pidana yaitu :

1) Kelakuan manusia;

2) Diancam dengan pidana;

3) Dalam peraturan perundang-undangan.

Menurut Batasan yang diberikan Jonkers, unsur-unsur Tindak

Pidana antara lain :

1) Perbuatan;

2) Melawan hukum ( yang berhubungan dengan );

3) Kesalahan ( yang dilakukan oleh orang yang dapat );

4) Dipertanggungjawabkan.

Selain pendapat dari pakar ahli hukum, terdapat juga pandangan

dari Undang-Undang ( kenyataan tindak pidana itu dirumuskan menjadi

tindak pidana itu dirumuskan menjadi tindak pidana tertentu dalam pasal-

pasal peraturan perundang-undangan yang berlaku). Dari rumusan-

rumusan tindak pidana tertentu yang terdapat dalam KUHP, maka unsur-

unsur tindak pidana yaitu :

1) Unsur tingkah laku ( aktif dan pasif );

2) Unsur sifat melawan hukum;

3) Unsur kesalahan ( schuld ), terdiri dari kesengajaan, kelalaian atau

culpa;

4) Unsur akibat konstitutif;

5) Unsur keadaan yang menyertai;

6) Unsur syarat tambahan untuk dapat dituntut pidana;

7) Syarat tambahan untuk memperberat pidana;

8) Unsur syarat tambahan untuk dapat dipidana.

Perbuatan yang dapat dikategorikan termasuk di dalam suatu

perbuatan melawan hukum atau tindak pidana atau tidak, maka dapat dilihat

dari unsur-unsur perbuatan tersebut. Adapun yang termasuk dalam unsurunsur

tindak pidana menurut Hazewinkel Suringa meliputi :

Page 29: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS YURIDIS ... · INSAN SETIYAWAN E1106138 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

1) Unsur kelakuan orang:

2) Unsur akibat (pada tindak pidana yang dirumuskan secara materiil);

3) Unsur Psikis (dengan sengaja atau dengan alpa);

4) Unsur objektif yang menyertai keadaan tindak pidana, seperti di muka

umum;

5) Unsur syarat tambahan untuk dapat dipidananya perbuatan (pasal 164,

165 KUHP) disyaratkan tindak pidana terjadi;

6) Unsur melawan hukum.

c. Penggolongan Tindak Pidana

Penggolongan jenis-jenis tindak pidana didalam KUHP, terdiri atas

kejahatan dan pelanggaran. Penggolongan untuk kejahatan di dalam Buku

II KUHP dan pelanggaran didalam Buku III KUHP. Undang-undang

hanya memberikan penggolongan kejahatan dan pelanggaran, tetapi tidak

memberikan artian yang jelas. Para pembentuk KUHP berusaha untuk

menemukan suatu pembagian yang lebih tepat mengenai jenis-jenis

tindakan melawan hukum, semula telah membuat suatu pembagian yang

disebut rechtsdelicten dan wetsdelicten.

Sesuai dengan penjelasan di atas tersebut didasarkan pada sebuah

azas, yaitu :

1) Merupakan suatu kenyataan bahwa memang terdapat sejumlah

tindakan-tindakan yang mengandung suatu ”onrecht” hingga orang

pada umumnya memandang pelaku-pelakunya pantas untuk di hukum,

walaupun tindakan tersebut oleh undang-undang tidak dinyatakan

sebagai tindakan-tindakan yang terlarang didalam undang-undang.

2) Tetapi terdapat sejumlah tindakan-tindakan di mana orang pada

umumnya baru mengetahui sifatnya dari tindakan tersebut sebagai

tindakan-tindakan yang bersifat melawan hukum, hingga pelakunya

dapat dihukum setelah tindakan tersebut dinyatakan sebagai tindakan

yang dilarang di dalam Undang-Undang.

Page 30: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS YURIDIS ... · INSAN SETIYAWAN E1106138 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

Perbedaan antara kejahatan dan pelanggaran dalam KUHP ada

kecenderungan untuk mengikuti pandangan kuantitatif, sekalipun ada

penyimpangan dalam beberapa hal kejahatan dan pelanggaran mempunyai

derajat yang sama (Bambang Poernomo,1982 : 96-97).

Perbuatan dapat dikatakan tindak pidana atau tidak, bukan hanya

diukur dari unsur yang terdapat di dalamnya, tetapi pada dasarnya tindak

pidana itu sendiri terbagi atas beberapa bagian yang mana di dalam

pembagian tersebut diharapkan dapat mempermudah di dalam mencerna

serta memahami semua aturan yang terdapat didalam peraturan

perundangundangan, yang mana pembagian dari tindak pidana meliputi

atas :

1) Tindak pidana kejahatan dan tindak pidana pelanggaran;

2) Tindak pidana formal dan tindak pidana materiil;

3) Tindak pidana dengan kesengajaan dan tindak pidana kealpaan;

4) Tindak pidana aduan dan tindak pidana bukan aduan;

5) Tindak pidana commissionis, tindak pidana omissionis, dan tindak

pidana commissionis per omisionem commisa;

6) Delik yang berlangung terus dan delik yang tidak berlangsung terus;

7) Delik tunggal dan delik berganda;

8) Tindak pidana sederhana dan tindak pidana yang ada pemberatannya;

9) Tindak pidana ringan dan tindak pidana berat;

10) Tindak pidana ekoonomi dan tindak pidana politik.

2. Tinjauan tentang Hutan dan Illegal Logging

a. Pengertian tentang Hutan

Pada umumnya persepsi umum tentang hutan adalah penuh pohon-

pohonan yang tumbuh tak beraturan atau suatu areal tertentu yang

ditumbuhi pepohonan dan didiami berbagai jenis binatang. Pengertian

hutan merujuk kepada aneka hal yang bersifat liar ( wild ), tumbuh sendiri

Page 31: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS YURIDIS ... · INSAN SETIYAWAN E1106138 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

atau tidak dipelihara ( natural ), atau untuk menekankan sifat-sifat liar dari

sesuatu.

Dalam buku Sukardi bahwa hutan adalah sejumlah pepohonan yang

tumbuh pada lapangan yang cukup luas, sehingga suhu , kelembaban,

cahaya, angin, dan sebagainya tidak lagi menentukan lingkungannya, akan

tetapi dipengaruhi oleh tumbuh-tumbuhan atau pepohonan baru asalkan

tumbuh pada tempat yang cukup luas dan tumbuhnya cukup rapat baik

secara horisontal maupun vertikal ( Sukardi, 2005 : 12 ).

Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur dalam

pengertian tentang hutan, yaitu :

1) Unsur lapangan atau lahan yang cukup luas;

2) Unsur pohon, flora, dan fauna;

3) Unsur lingkungan.

Selain definisi hutan ada juga definisi mengenai hukum kehutanan,

Hukum Kehutanan adalah himpunan peraturan bidang kehutanan yang

tertulis maupun tidak tertulis yang memberikan sanksi kepada

pelanggarnya, dan mengatur hubungan hukum antara pengelolaan hutan,

pengguna hutan dan hasil hutan beserta kekayaan alam yang terkandung

didalamnya dengan memperhatikan konservasi sumber daya alam hayati

dan ekosistemnya.

b. Pengertian tentang Illegal Logging

Berdasarkan unsur-unsur serta pembagian tindak pidana maka

tindakan pembalakan liar atau sering disebut degan illegal logging termasuk

dalam tindak pidana. Illegal logging meliputi serangkaian pelanggaran

peraturan yang mengakibatkan eksploitasi sumber daya hutan yang

berlebihan, pelanggaran-pelanggaran ini terjadi disemua lini tahapan industri

kayu, misalnya pada tahap penebangan, tahap pengangkutan kayu

gelondongan, tahap pemrosesan dan tahap pemasaran dan bahkan meliputi

pengunaan cara-cara korup untuk mendapatkan akses ke kehutanan dan

Page 32: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS YURIDIS ... · INSAN SETIYAWAN E1106138 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

pelanggaran-pelanggaran keuangan, seperti penghindaran pajak, pelanggaran

juga terjadi karena kebanyakan batas-batas administratif kawasan hutan

nasional, dan kebanyakan unit-unit hutan produksi yang disahkan secara

nasional yang beroperasi dalam kawasan ini, tidak diduga dilapangkan dengan

melibatkan masyarakat setempat.

Dilihat dari uraian singkat dari arti illegall logging tersebut maka

dapat digambarkan bahwa tindak pidana illegal logging merupakan tindak

pidana yang sangat kompleks, sehingga diperlukannya usaha pencegahan

sejak dini baik dalam bentuk penal ( hukum pidana ) dan non penal ( diluar

hukum pidana ). Hal ini dianggap perlu karena dampak dari tindak pidana

illegal logging tidak hanya berdampak buruk bagi sektor ekonomi saja, tapi

di dalam kerusakan ekosistem dapat berakibat jangka panjang.

Mengenai istilah illegal logging, sampai saat ini belum ada

terminologi yang jelas dan tegas, baik definisinya maupun ruang lingkup

cakupan aktivitasnya. Namun demikian di masyarakat awam, istilah illegal

logging lebih populer dan dikenal sebagai pengertian penebangan secara

liar. Di dalam Buku Kajian Kebijakan Prioritas Departemen Kehutanan

istilah illegal logging diartikan sebagai ”pembalakan haram” Penggunaan

istilah illegal logging cenderung dipakai karena alasan kesederhanaan dan

kepraktisan pengucapan dan oleh karenanya itu sehinga lebih mudah

diingat.

Tidak adanya kejelasan dan ketegasan dalam pendefinisian maka

mengakibatkan munculnya beberapa terminologi illegal logging yang

beragam. Hal tersebut menyebabkan berbagai pihak membuat definisi

sendiri sesuai domain dan kepentingannya masing-masing. Dengan

demikian membuat ruang lingkup definisi illegal logging menjadi sangat

beragam.

Ada beberapa aspek yang kemungkinan menjadi penyebab

munculnya terminologi illegal logging beragam, antara lain:

Page 33: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS YURIDIS ... · INSAN SETIYAWAN E1106138 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

1) Aspek Padanan Bahasanya. Jika illegal adalah praktek tidak legal atau

tidak sah, dan logging adalah pemanenan kayu, maka illegal logging

mempunyai definisi sebagai praktek pemanenan kayu yang tidak sah.

2) Aspek Simplifikasi. Kondisi ini lahir atas dasar kepraktisan dan

kesederhanaan dalam memandang kasus dan kondisi permasalahan

degradasi sumber daya hutan.

3) Aspek Integratif. Kondisi ini lahir karena ketidakpuasan dalam dua

pendefinisian sebelumnya. Illegal logging didefinisikan sebagai

praktek pemanenan kayu yang meliputi juga proses-prosesnya yang

tidak legal atau tidak mengikuti prosedur dan tata cara yang diteapkan.

Proses tersebut terdiri dari proses menuju pemanenan kayu meliputi

perencanaan, izin dan modal, aktivitas pemanenan dan pasca

pemanenan meliputi pengangkutan, tata niaga, pengolahan, hingga

penyelundupan. Pada akhirnya, definisi illegal logging meliputi juga

ruang lingkup illegal logging-nya sendiri serta ruang lingkup illegal

processing dan illegal trade.

Beraneka ragam pengertian illegal logging menurut berbagai

pihak dapat diuraikan sebagai berikut:

1) Pengertian Menurut Sumber Kehutanan

Istilah illegal logging mulai dikenal dan memasyarakat sejak istilah

itu tercantum di dalam dokumen resmi peraturan perundang-

undangan tentang Pemberantasan Penebangan Kayu Ilegal ( illegal

logging ) dan Peredaran Hasil Hutan Ilegal di Kawasan Ekosistem

Leuser dan Taman Nasional Tanjung Putting. Dengan demikian secara

harfiah Inpres tersebut mengartikan Illegal Logging sebagai

penebangan kayu ilegal atau tidak sah. Kemudian di dalam ketentuan

lain, dengan substansi materi yang diatur sama, dokumen tertulisnya

”Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2005 Tentang Pemberantasan

Penebangan Kayu Secara Ilegal di Kawasan Hutan dan Peredarannya

di Seluruh Wilayah Republik Indonesia.” Dengan demikian dapat

Page 34: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS YURIDIS ... · INSAN SETIYAWAN E1106138 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

dianalogikan bahwa Inpres ini mengartikan Illegal Logging sebagai

penebangan kayu secara ilegal di kawasan hutan.

Di dalam sumber lain dari Buku Pintar Penyuluhan Kehutanan

Kejaksaan menjelaskan bahwa:

Penebangan liar atau illlegal logging atau penebangan kayu secara tidak sah adalah kegiatan penebangan kayu/pohon-pohon di kawasan hutan negara tanpa izin yang sah. IIlegal logging juga diartikan sebagai penebangan di luar areal/blok tebangan yang telah ditentukan, penebangan di kawasan lindung, dan penebagan di luar batas izin/hak pengusahaan hutan. (Anonim, Buku Pintar..., Loc. Cit)

Sedangkan salah satu sumber dari Departemen Kehutanan, yaitu:

Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan medefinisikan sebagai

berikut: Illegal Logging sebagai kegiatan pemanenan, pengangkutan,

pengolahan, dan pemasaran kau bulat alam atau tanaman dari suatu

kawasan hutan negara maupun kawasa hutan hak yang tidak sesuai

dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

2) Pengertian Menurut Lembaga dan Pendapat Pakar

Banyak kalangan, baik lembaga atau institusi maupun para pakar

memberikan pengertian terhadap istilah illegal logging.

a) Lembaga Swadaya Masyarakat Forest Wacht Indonesia dan

Global Forest Wacht

Forest Wacht Indonesia dan Global Forest Wacht menyebut

illegal logging sebagai ”pembalakan ilegal” yang digambarkan

sebagai semua praktek atau kegiatan kehutanan yang berkaitan

dengan pemanenan, pengolahan, dan perdagangan kayu yang

tidak sesuai dengan hukum Indonesia.

b) Menurut Para Pakar

Menurut Sumitro, yang dikutip Alip Winarno et. al., “dari sisi

administratif yang dimaksud dengan illegal logging adalah

Page 35: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS YURIDIS ... · INSAN SETIYAWAN E1106138 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

pemungutan kayu di luar yang direncanakan oleh Departemen

Kehutanan melalui RKT.”

Sedangkan menurut Haba yang dikutip Nurdjana et.al.,

Luasnya jarigan kejahatan illegal loging yang mencerminkan luasnya pengertian illegal logging itu sendiri, menunjukkan adanya suatu rangkaian kegiatan yang merupakan suatu mata rantai yang saling terkait mulai dari sumber atau produsen kayu ilegal atau melakukan penebangan kayu secara ilegal hingga ke konsumen atau pengguna bahan baku kayu. ( Ibid )

3) Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang

Kehutanan. Cakupan makna illegal logging menurut Undang-Undang

Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, antara lain:

a) Pasal 50 ayat (3) huruf “e” dan huruf “f” :

Huruf e : “menebang pohon atau memanen atau memungut hasil

hutan di dalam hutan tanpa memiliki hak atau izin dari pejabat

yang berwenang”.

Huruf f : “menerima, membeli atau menjual, menerima tukar,

menerima titipan, menyimpan atau memiliki hasil hutan yang

diketahui atau patut diduga berasal dari kawasan hutan yang

diambil atau dipungut secara tidak sah”.

b) Pasal 50 ayat (3) huruf “h” :

“mengangkut, menguasai, atau memiliki hasil hutan yang tidak

dilengkapi bersama-sama dengan surat keterangan sahnya hasil

hutan”.

c) Pasal 50 ayat (3) huruf ”j” dan huruf “k”

Huruf j : “ membawa alat-alat berat dan atau alat-alat lainnya

yang lazim atau patut diduga akan digunakan untuk mengangkut

hasil hutan di dalam kawasan hutan, tanpa izin pejabat yang

berwenang”.

Page 36: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS YURIDIS ... · INSAN SETIYAWAN E1106138 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

Huruf k : “ membawa alat-alat yang lazim digunakan untuk

menebang, memotong, atau membelah pohon di dalam kawasan

hutan tanpa izin pejabat yang berwenang”.

c. Faktor-Faktor Penyebab Praktek Illegal Logging

Banyak faktor yang menyebabkan tumbuh dan berkembangnya

Illegal logging di Indonesia, baik faktor yang bersifat langsung maupun

tidak langsung. Akar dari semua faktor tersebut adalah praktek korupsi

yang sudah terstruktur dalam birokrasi-birokrasi pemerintah. Faktor-faktor

tersebut diantaranya:

1) Kegagalan Pasar Hasil Hutan

Faktor ini secara tidak langsung berpengaruh terhadap munculnya

praktek Illegal logging di Indonesia. Pasar gagal dalam menyediakan

kayu legal untuk kebutuhan industri sehingga timbulah pasar kayu

ilegal, baik di dalam maupun di luar negeri.

2) Praktek Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme

Korupsi, kolusi, dan nepotisme yang mendarah daging dalam struktur

birokrasi pemerintah ataupun institusi hukum dan peradilan menjadi

faktor utama tumbuh dan berkembangnya praktek Illegal logging di

Indonesia. Aksi suap-menyuap dalam pelaksanaan praktek Illegal

logging telah menjadi hal biasa untuk memperlancar praktek tersebut.

Praktek suap-menyuap tersebut berkembang mulai dari pemerintah,

baik pusat maupun daerah, dan juga aparat hukum dan keadilan.

3) Kebijakan Pemerintah tentang Kehutanan

Pemerintah, baik lokal atau pusat, telah mengeluarkan peraturan-

peraturan yang secara tidak langsung mendukung tumbuh dan

berkembangnya praktek Illegal logging. Kebijakan tersebut biasanya

dibuat berdasarkan agenda-agenda tersembunyi anggota dewan.

4) Ketidakpastian dan Keringanan Hukum

Sanksi hukum yang dikenakkan kepada para cukong kayu Illegal

logging terlalu ringan sehingga mereka tidak terdisinsentif untuk tidak

Page 37: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS YURIDIS ... · INSAN SETIYAWAN E1106138 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

melakukan praktek tersebut. Dan juga Undang-Undang yang

melandasi hukum tersebut terkdang tidak jelas dan masih

dimungkinkan adanya bias sehingga para cukong kayu ilegal masih

mempunyai celah untuk lolos dari hukum.

5) Kurangnya koordinasi antara Departemen-departemen pemerintah.

Koordianasi antar departemen-depertmen pemerintah dan juga aparat

hukum dan peradilan kurang sehingga menimbulkan celah untuk

melakukan perbuatan suap-menyuap untuk memperlancar dalam

lingkungan departemen tertentu.

6) Integritas dan transparansi antar aparat hukum rendah.

Integritas penegak hukum (Polisi hutan, Polri, Jaksa, TNI, hakim)

yang sangat rendah yang berpotensi melahirkan kompromi-kompromi

dalam proses penegakan hukum. Transparansi pelaksanaan hukum

yang rendah juga memungkinkan terjadinya praktek korupsi dan

kolusi mendukung Illegal logging menjadi lebih mudah.

3. Tinjauan tentang Putusan Mahkamah Agung

Penegakan hukum di Indonesia dapat diibaratkan bagai menegakkan

benang basah. Law enforcement hanya slogan dan retorika tak bermutu.

Kenyataan di lapangan menunjukkan, hukum bukan lagi keadilan melainkan

identik dengan uang. Hukum dan keadilan dapat dibeli, pengadilan tak ubahnya

seperti balai lelang. Siapa yang menjadi pemenang, bergantung pada jumlah

penawaran. Pemenangnya tentu yang mampu memberikan penawaran tertinggi.

Kalau lelang dilakukan dalam amplop tertutup, di pengadilan tawar menawar

dilakukan dalam sidang terbuka. Akibatnya, hukum menjadi barang mahal di

negeri ini. Setidaknya ada 5 (lima) faktor yang mempengaruhi penegakan

hukum, mencakup :

a. substansi hukum, yaitu peraturan perundang-undangan;

b. faktor struktur hukum, yaitu penegak hukum (yang menerapkan hukum);

c. faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum;

Page 38: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS YURIDIS ... · INSAN SETIYAWAN E1106138 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

d. faktor masyarakat, yaitu lingkungan tempat hukum tersebut berlaku atau

diterapkan,dan;

e. faktor budaya, yaitu hasil karya, cipta, dan rasa yang didasarkan pada

karsa manusia di dalam pergaulan hidup.

Dari faktor-faktor tersebut, bagi sosiolog hukum yang lebih diutamakan

adalah integritas penegak hukum ketimbang substansi hukumnya. Soetandyo

Wignyosubroto mengutip pendapat Taverne menyatakan, berikanlah aku hakim

yang baik, jaksa yang baik, dan polisi yang baik, meski dengan undang-undang

yang kurang baik sekalipun, hasil yang dicapai pasti akan lebih baik.

a. Pengertian Mahkamah Agung

Pengertian mahkamah agung menurut Undang-Undang Nomor 5

tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun

1985 Tentang Mahkamah Agung :

Menurut Pasal 1 yang berbunyi :

“ Mahkamah Agung adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman

sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 ”.

Menurut Pasal 2 yang berbunyi :

“ Mahkamah Agung adalah Pengadilan Negara Tertinggi dari semua

lingkungan peradilan, yang dalam melaksanakan tugasnya terlepas dari

pengaruh pemerintah dan pengaruh-pengaruh lainnya ”.

Berdasarkan ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik

Indonesia Nomor III/MPR/1978 tentang kedudukan dan hubungan Tata

kerja Lembaga Tertinggi Negara dengan/ atau antar lembaga-lembaga

Tinggi Negara dihubungkan dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun

1970 tentang Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, Mahkamah Agung

diberi kekuasaan dan kewenangan untuk :

1) Memeriksa dan memutus;

2) Permohonan kasasi;

Page 39: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS YURIDIS ... · INSAN SETIYAWAN E1106138 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

3) Sengketa tentang kewenangan mengadili;

4) Permohonan peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap.

5) Memberikan pertimbangan dalam bidang hukum, baik diminta

maupun tidak, kepada Lembaga Tinggi Negara;

6) Memberikan nasihat hukum kepada Presiden selaku Kepala Negara

untuk pemberian atau penolakan grasi;

7) Menguji secara materiil hanya terhadap peraturan perundangan-

undangan dibawah undang-undang;

8) Melaksanakan tugas dan kewenagan lain berdasarkan Undang-

Undang.

Untuk dapat menyelenggarakan kekuasaan dan kewenangan

tersebut dengan sebaik-baiknya, Mahkamah Agung melaksanakan hal-hal

sebagai berikut :

1) Wewenang pengawasan meliputi :

a) Jalannya peradilan;

b) Pekerjaan pengadilandan tingkah laku para hakim di semua

lingkungan peradilan;

c) Pengawasan yang dilakukan terhadap penasihat hukum dan notaris

sepanjang yang menyangkut peradilan;

d) Pemberian peringatan, teguran, dan petunjuk yang diperlukan.

2) Meminta keterangan dan pertimbangan dari :

a) Pengadilan disemua lingkungan peradilan;

b) Jaksa Agung;

c) Pejabat lain yang diserahi tugas penuntutan perkara pidana.

3) Membuat peraturan sebagai pelengkap untuk mengisi kekurangan atau

kekosongan hukum yang diperlukan bagi kelancaran jalannya

peradilan.

4) Mengatur sendiri administrasinya baik mengenai administrasi peradilan

maupun administrasi umum.

Page 40: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS YURIDIS ... · INSAN SETIYAWAN E1106138 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

b. Pengertian Putusan

Putusan hakim dapat diartikan sebagai putusan pengadilan yang

merupakan hasil akhir dari proses peradilan tersebut berupa putusan

pengadilan, atau sering juga digunakan kata kata putusan hakim, oleh

karena hakimlah yang memimpin sidang pengadilan itu. Peradilan

menunjuk kepada proses mengadili, sedang pengadilan merupakan salah

satu lembaga dalam proses tersebut. Lembaga-lembaga lain yang terlibat

dalam proses mengadili adalah kepolisian, kejaksaan, dan advokat.

Macam-macam putusan hakim, menurut isinya maka putusan

hakim pada tahap akhir ada tiga macam, yaitu :

1) Putusan Pemidanaan ( strafrecht )

Putusan pemidanaan adalah putusan yang berisi penghukuman atau

putusan yang berisi pernyataan salah terdakawa. Hal ini sesuai dengan

asas dalam hukum pidana, tiada pidana tanpa kesalahan jo. Pasal 193

ayat (1) KUHAP jo. Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Nomor 14

Tahun 1970 jo. Pasal 183 KUHAP. Jadi terdakwa dipidana sebagai

akibat kesalahan.

2) Putusan Bebas (vrijspraak)

Apabila didakwakan kepadanya tidak terbukti dengan sah dan

menyakinkan, maka hakim memutus bebas terhadap terdakwa (Pasal

191 ayat (1) KUHAP).

3) Putusan Lepas dari segala tuntutan hukum (onslag van

allerechtsvervolging)

Putusan ini dijatuhkan jika perbuatan terdakwa yang terbukti itu tidak

merupakan suatu tindak pidana baik kejahatan maupun pelanggaran

(Pasal 191 ayat (2) KUHAP).

Terhadap putusan hakim yang bebas maupun yang lepas dari segala

tuntutan hukum mempunyai akibat hukum yang sama yaitu tidak adanya

pidana sehingga terdakwa segera dibebaskan dalam hal ia ditahan, serta

biaya perkara ditanggung dan terdakwa harus direbilitir. Terhadap putusan

Page 41: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS YURIDIS ... · INSAN SETIYAWAN E1106138 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

bebas tidak dapat diajukan banding atau diajukan kasasi, tetapi terhadap

putusan lepas dari segala tuntutan hukum dapat diajukan permohonan

kasasi.

B. Kerangka Pemikiran

1. Bagan Kerangka Pemikiran

Tindak Pidana ILLEGAL LOGGING

UU NO. 41 Tahun 1999 tentang

KEHUTANAN

BANDING Pengadilan Tinggi

Pengadilan Negeri

PUTUSAN

KASASI MAHKAMAH AGUNG

Page 42: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS YURIDIS ... · INSAN SETIYAWAN E1106138 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

2. Penjelasaan Kerangka Pemikiran

Tindak Pidana Illegal Logging telah diatur dalam Undang-Undang

Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan , itu digunakan sebagai pijakan

yang kuat bagi para penegak hukum dalam melakukan pemidanaan dengan

tegas praktek-praktek tindak pidana illegal logging (pembalakan liar) yang

sekarang masih banyak terjadi, sehingga banyak kerugian yang dialami

Negara karena praktek illegal logging tersebut. Pada kasus Tindak Pidana

Illegal Logging (pembalakan liar) yang dilakukan oleh tersangka, bahwa

tersangka telah mengangkut hasil hutan ( kayu ) yang tanpa dilengkapi oleh

Surat-surat yang sah, oleh sebab itu tersangka ditangkap oleh penegak

hukum dan dtangani serta diproses di Pengadilan Negeri setempat untuk

dapat mempertanggungkan perbuatannya. Dalam penanganan kasus tersebut

dari pengadilan negeri sampai dengan Mahkamh Agung.

Page 43: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS YURIDIS ... · INSAN SETIYAWAN E1106138 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Praktek Pemanfaatan hutan, utamanya dalam hal pemanfaatan hasil hutan

kayu pada hutan alam banyak ditemui adanya pelanggaran hukum yang dapat

dikategorikan sebagai illegal logging. “Dalam operasi yustisi, untuk menjerat para

pelaku pada umumnya mendasari pada Pasal 50, ayat (3), dan Pasal 78, Undang-

Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan.

Di samping, itu juga mendasari pada Peraturan Pemerintah Nomor 34

Tahun 2002 Tentang Tata Hutan dan Rencana Pengelolaan Hutan, Serta

Pemanfaatan Hutan, dan peraturan perundang-undangan yang merupakan

peraturan pelaksanaan yang berada di bawahnya.

Secara faktual bahwa dalam pelaksanaan pemanfaatan hasil hutan kayu

tersebut muncul adanya berbagai penyimpangan, yang dapat kategorikan sebagai

tindakan melanggar hukum antara lain illegal logging atau penebangan kayu

secara ilegal di kawasan hutan. Pelanggaran hukum illegal logging ini sebenarnya

telah cukup lama terjadi dengan tingkat pelanggaran yang berbeda-beda dari

waktu ke waktu.

“Penebangan kayu secara ilegal di kawasan hutan samakin menjadi-jadi

sejak tahun 1998. Mengingat besarnya luasan kerusakan hutan kita, maka

pelanggaran hukum penebangan kayu secara ilegal ini perlu mandapatkan

penanganan serius. Pelanggaran ini bukan hanya di hutan produksi, tetapi juga di

hutan lindung dan hutan konservasi. ”Mulai dari tahun 1991, sekitar 580 konsesi

usaha kayu telah menguasai lahan yang jumlahnya lebih dari 60 juta ha, hampir

sepertiga wilayah daratan negeri tersebut dan lebih dari 41 persen lahan yang

dinyatakan sebagai hutan, sebagaimana ditulis Djamaludin pada tahun 1991.

Proses Panjang dan Merepotkan Para Pencuci Kayu,

Seperti halnya pelaku pembunuhan, pelaku illegal logging mau tidak mau harus

menyisakan satu alat buktinya. Sisa pohon yang ditebang sebagai korban, gergaji

mesin sebagai alat, dan kayu yang ditebang itu sendiri sebagai motif dan sekali

Page 44: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS YURIDIS ... · INSAN SETIYAWAN E1106138 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

lagi sekaligus proceed of crime. Apabila kayu tersebut tetap berada di hutan tentu

tidak ada masalah. Tapi, pelaku tentunya harus membawa proceed of crime ini

keluar, karena pada kayu itulah terdapat nilai kekayaan yang ingin diperolehnya.

Tentunya tidak seperti membawa uang, membawa kayu apalagi dalam jumlah

besar, akan sangat mencurigakan. Oleh karena itu pelaku illegal logging perlu

suatu hal yang dapat ‘melegalkan’ peredaran kayu tersebut. Hal tersebut yaitu

Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan. Akhirnya setelah melalui beberapa proses

korupsi, SKSHH pun didapat. Sampai tahap ini saja setidaknya tiga perundang-

undangan sudah dilanggar ( http://my.opera.com/Grahat/blog ).

Sebelumnya, illegal logging sudah ada namun tidak separah yang terjadi

pada tahun itu dan tahun-tahun berikutnya. Maraknya praktek illegal logging ini

menimbulkan keprihatinan mendalam dari berbagai kalangan baik dari dalam

maupun luar negeri. Tentu saja muncul pertanyaan, mengapa praktek illegal

logging terus berlangsung.

A. Deskripsi Putusan

Sebagaimana diketahui bahwa di dalam proses penyelesaian perkara

pidana dalam jalur litigasi, harus melewati pemeriksaan perkara pidana tingkat

pertama, dimana ada tiga kegiatan pokok, yaitu :

1) Penyidikan,

2) Penuntutan,

3) Persidangan dipengadilan Negeri.

Setelah (3) ketiga kegiatan pokok tersebut dilalui dan diakhiri dengan pembacaan

vonis oleh majelis hakim, berarti proses pemeriksaan perkara pidana tingkat

pertama berakhir. Namun setelah vonis dibacakan, perkara belum tentu tuntas

dalam arti putusanmenjadi berkekuatan hukum tetap. Baru dikatakan selesai

dalam arti tuntas (berkekuatan hukum tetap) apabila jaksa penuntut umum atau

terdakwa menerima putusan, atau kedua-duanya tidak menentukan sikap setelah

hari ketujuh setelah putusan dibacakan. Putusan tidak menjadi tetap apabila jaksa

penuntut umum atau terdakwa, ataupun kedua-duanya tidak menerima vonis yang

Page 45: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS YURIDIS ... · INSAN SETIYAWAN E1106138 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

dijatuhkan majelis hakim dan melawan putusan itu dengan upaya hukum (Adami

Chazawi, 2006 : 3).

Upaya hukum banding dapat diajukan ke Pengadilan Tinggi oleh pihak

(jaksa penuntut umum atau terdakwa atau kedua-duanya) sesuai dengan syarat

yang telah ditentukan. Syarat tersebut yakni apabila : (1) amar putusan pengadilan

tingkat pertama bukan pembebasan dan lepas dari tuntutan hukum yang

menyangkut masalah kurang tepatnya penerapan hukum, dan bukan pengadilan

dalam perkara dengan pemeriksaan acara cepat; (2) diajukan dalam waktu 7 (

tujuh ) hari sejak putusan diucapkannya putusan. Jika salah satu terdakwa yang

tidak hadir waktu dibacakannya putusan, jangka waktu pengajuan banding yaitu

selama 7 (tujuh) hari sejak disampaikannya pemberitahuan putusan oleh

pengadilan yang memutus; (3) pemohon banding harus menandatangani

pernyataan tidak menerima putusan dan mengajukan banding di kepaniteraan

pengadilan negeri yang memutus; (4) pemohon banding tidak harus membuat

memori banding, tetapi sebaiknya perlu untuk menyampaikan memori banding

yang isinya membuat tentang hal yang menjadi obyek keberatan dan alasan-alasan

keberatan (Adami Chazawi, 2006 : 223-224).

Selanjutnya adalah upaya hukum kasasi yang diajukan ke Mahkamah

Agung. Upaya hukum ini diajukan oleh pihak yang merasa tidak puas atas

putusan pengadilan yang diterimanya. Putusan yang dapat dilawan dengan upaya

hukum kasasi adalah semua putusan terakhir, selain putusan Mahkamh Agung

yang amarnya bukan pembebasan (Adami Chazawi,2006 : 236).

Adapun untuk diterimanya permohonan kasasi, harus memenuhi syarat

formil dan syarat materiil. Syarat formil yaitu : (1) permohonan kasasi harus

menandatangani pernyataan kasasi di kantor kepaniteraan pengadilan yang

memutus pertama kali dalam waktu 14 (empat belas) hari. Apabila melampaui 14

hari dianggap menerima putusan dan permohonan kasasinya tidak akan di terima

Mahkamh Agung ; (2) pemohon kasasi harus mengajukan memori kasasi yang

memuat alasan-alasan menoilak atau keberatan terhadap putusan yang dilawan

kasasi dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak pemohon menyatakan

mengajukan upaya kasasi. Lewat jangka waktu 14 (empat belas) hari, permohonan

Page 46: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS YURIDIS ... · INSAN SETIYAWAN E1106138 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

kasasinya tidak akan dipertimbangkan oleh Mahkamah Agung dan diputus ” tidak

dapat diterima ”. kemudian syarat materiil yang harus dipenuhi yaitu berupa

alasan-alasan keberatan mengenai hukumnya. Pengadilan Mahkamah Agung

berwenang memeriksa dan memutus mengenai hukumnya (judec juris), bukan

mengenai pembuktian yang didasarkan atas fakta-fakta yang menjadi wewenang

pengadilan dibawahnya (judec factie). Untuk itu, pemohon kasasi harus mampu

mengemukakan alasan-alasan keberatan mengenai hukumnya saja. Alasan-alasan

itu sebgai berikut, yaitu bahwa : (1) ada hukum yang seharusnya diterapkan tetapi

tidak diterapkan oleh judec factie; (2) judec factie telah menerapkan hukum tetapi

tidak sebagaimana mestinya; (3) judec factie telah menjalankan proses (prosesuil)

pengadilan yang menyalahi hukum; dan (4) judec factie dalam mengadili dan

memutus telah melampaui batas wewenangnya (Adami Chazawi,2006 : 247-249).

Kemudian terdapat pula upaya hukum luar biasa yaitu kasasi demi

kepentingan hukum dan peninjauan kembali (PK). Kasasi demi kepentingan

hukum atau kasasi luar biasa pada prinsipnya sama dengan kasasi biasa hanya saja

: (1) hanya boleh diajukan satu kali oleh jaksa penuntut umum atas nama Jaksa

Agung; (2) diajukan terhadap putusan selain putusan Mahkamh Agung yang telah

mempunyai kekuatan hukum tetap; (3) putusan Mahkamah Agung nantinya tidak

boleh merugikan pihak yang berkepentingan; (4) dapat diajukan sewaktu-waktu

melalui kantor kepaniteraan pengadilan negeri pemutus pertama kali yang harus

disertai dengan risalah kasasi, Ditunjukan kepada ketua Mahkamh Agung.

Upaya hukum luar biasa berikutnya adalah Peninjauan Kembali (PK).

Upaya PK dapat diajukan ke Mahkamah Agung hanya oleh terpidana, dengan

ketentuan : (1) diajukan terhadap putusan pengadilan yang telah mempunyai

kekuatan hukum tetap; dan (2) diajukan dengan alasan-alasan tertentu, yaitu

adanya keadaan baru, adanya pelbagai putusan yang didalamnya terdapat saling

bertentangan, dan atau adanya kekeliruan yang nyata didalam putusan (Adami

Chazawi, 2006 : 264).

Page 47: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS YURIDIS ... · INSAN SETIYAWAN E1106138 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

35

B. Hasil Penelitian dan Pembahasan

1. Dasar hukum yang digunakan Hakim Mahkmah Agung dalam

memutus perkara Nomor 2143K/Pid/2006 dalam perkara Tindak

pidana Illegal Logging.

Berdasarkan judul penelitian, maka penulis paparkan tentang putusan

Mahkamah Agung yang penulis ambil sebagai bahan primer penulisan hukum ini.

Akan tetapi walaupun amar putusan setiap tingkat peradilan telah ada dalam

putusan Mahkamah Agung tersebut, penulis juga melihat kepada putusan

pengadilan negeri yang memutus perkara pertama kali serta putusan pengadilan

tinggi. Berikut ini pemaparannya :

a. Pemaparan Putusan Mahkamah Agung Nomor 2143K/Pid/2006

1) KASUS POSISI

Kasus Posisi dalam perkara ini yaitu bahwa :

Bahwa ia Terdakwa H. Patta bin Latappe, pada hari Kamis tanggal 20

Oktober 2005 sekira jam 09.00 Wita atau setidak-tidaknya dalam tahun

2005, bertempat di Jalan Raya Lawo, Kelurahan Ompo, Kecamatan

Lalabata, Kabupaten Soppeng atau setidak-tidaknya pada tempat lain yang

masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Watansoppeng

yang berwenang untuk memeriksa dan mengadili perkaranya, telah

mengangkut, menguasai, atau memiliki hasil hutan yang tidak dilengkapi

bersama-sama dengan surat keterangan sahnya hasil hutan. Perbuatan

Terdakwa tersebut dilakukan dengan cara sebagai berikut :

Pada waktu dan tempat sebagaimana tersebut di atas, ia Terdakwa H.

Patta bin Latappe memuat kayu berbentuk kayu jati bulat sebanyak + 80

potong dengan ukuran bervariasi antara 2 – 3 meter kira-kira sebanyak 3

kubik dari kampung LattiE Desa Sering, Kecamatan Donri-donri,

Page 48: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS YURIDIS ... · INSAN SETIYAWAN E1106138 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36

Kabupaten Soppeng menuju ke Lapajung, Kecamatan Lalabata, Kabupaten

Soppeng dengan menggunakan mobil truk Colt Mitsubishi warna kuning

DD 9925 AY milik saksi Abd. Wahid. Sewaktu kayu tersebut diangkut

oleh Terdakwa tidak dilengkapi dengan SKSHH (Surat Keterangan Sahnya

Hasil Hutan) dan juga tidak dilengkapi oleh Daftar Pengangkutan (DP)

sehingga pada saat ditangkap oleh petugas Kepolisian, Terdakwa H. Patta

hanya dapat memperlihatkan Surat Pengantar dari Desa Sering dan SKU

saja, sedangkan syarat atau prosedur pengangkutan kayu harus dilengkapi

dengan SKSHH atau Daftar Pengangkutan.

2) Amar Putusan Pengadilan Negeri

Berikut ini amar putusan pengadilan negeri yang terdapat dalam

putusan mahkamah agung Nomor 2143K/PID/2006 tersebut, yakni

Pengadilan Negeri Watansoppeng dengan Putusannya bernomor

04/Pid.B/2006/ PN.Wsp, yang berbunyi sebagai berikut :

Mengadili :

a) Menyatakan Terdakwa H. Patta bin Latappe telah terbukti secara sah

dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana mengangkut hasil

hutan yang tidak dilengkapi bersama-sama dengan surat keterangan

sahnya hasil hutan (SKSHH) ;

b) Menjatuhkan pidana oleh karena itu kepada Terdakwa dengan pidana

penjara selama 6 (enam) bulan dan 20 (dua puluh) hari dan denda

sebesar Rp.20.000.000,- (dua puluh juta rupiah) subsidair 1 (satu)

bulan kurungan ;

c) Menetapkan lamanya penahanan yang telah dijalani oleh Terdakwa

dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan ;

d) Menetapkan Terdakwa tetap ditahan ;

e) Menyatakan barang bukti berupa :

Page 49: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS YURIDIS ... · INSAN SETIYAWAN E1106138 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

37

(1) 1 (satu) unit mobil truk warna kuning merk Mitsubishi No.Pol.

DD 9925 AY dikembalikan kepada pemiliknya yaitu Abdul

Wahid ;

(2) kayu jati bulat ukuran 2-3 meter jumlah 80 potong dikembalikan

kepada Negara melalui Dinas Kehutanan dan Perkebunan

Kabupaten Soppeng ;

f) Membebankan kepada Terdakwa untuk membayar biaya perkara

sebesar Rp.2.500,- (dua ribu lima ratus rupiah) ;

3) Amar Putusan Pengadilan Tinggi :

Sebagaimana telah penulis kemukakan dalam paragraf-paragraf awal

bab ini, bahwa salah satu pihak yang tidak merasa puas terhadap suatu

putusan pengadilan negeri dapat melakukan upaya hukum, salah satunya

banding. Jaksa Penuntut Umum dalam perkara pidana ini adalah sebagai

pihak yang tidak puas terhadap Putusan Pengadilan Negeri Watansoppeng

tersebut, yang kemudian mengajukan permohonan Banding dan diterima

oleh Pengadilan Tinggi Makasar :

Pengadilan Tinggi Makasar, memperbaiki Putusan Pengadilan Negeri

tersebut, sehingga dalam putusan bernomor 104/Pid/2006/PT.MKS

tersebut amarnya berbunyi sebagai berikut :

Megadili :

a) Menerima permintaan banding dari Penuntut Umum ;

b) Memperbaiki putusan Pengadilan Negeri Watansoppeng, tanggal 2

Maret 2006 Nomor : 04/Pid.B/2006/PN.Wsp, yang dimintakan banding

sekedar sebagaimana telah dipertimbangkan tersebut di atas, sehingga

amarnya berbunyi sebagai berikut :

1. Menyatakan, bahwa Terdakwa H. Patta bin Latappe terbukti secara

sah dan meyakinkan bersalah telah melakukan tindak pidana

“mengangkut, menguasai dan memiliki hasil hutan yang tidak

Page 50: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS YURIDIS ... · INSAN SETIYAWAN E1106138 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38

dilengkapi bersama-sama dengan surat keterangan sahnya hasil

hutan” ;

2. Menjatuhkan pidana oleh karena itu dengan pidana penjara selama

1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan denda sebesar Rp.20.000.000,-

(dua puluh juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut

tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 3

(tiga) bulan ;

3. Menetapkan masa penahanan yang sudah dijalani dikurangkan

seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan ;

4. Menyatakan Terdakwa tetap berada dalam tahanan ;

5. Memerintahkan barang bukti berupa :

(a) 1 (satu) unit mobil truk warna kuning merk Mitsubishi Nomor

Polisi DD 9925 AY ;

(b) 80 (delapan puluh) potong kayu jati bulat ukuran 2-3 meter

dirampas untuk negara ;

6. Membebankan kepada Terdakwa untuk membayar biaya perkara

kedua tingkat peradilan untuk tingkat banding sebesar Rp.2.500,-

(dua ribu lima ratus rupiah) ;

Mengingat akan akta tentang permohonan kasasi No. 01/Akta

Pid/2006/ PN.Wsp, yang dibuat oleh Panitera pada Pengadilan Negeri

Watansoppeng yang menerangkan, bahwa pada tanggal 20 Juli 2006

Terdakwa mengajukan permohonan kasasi terhadap putusan Pengadilan

Tinggi tersebut ;

Memperhatikan memori kasasi tanggal 20 Juli 2006 dari Terdakwa

sebagai Pemohon Kasasi yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri

Watansoppeng pada tanggal 24 Juli 2006 ;

Membaca surat-surat yang bersangkutan :

Menimbang, bahwa putusan Pengadilan Tinggi tersebut telah

diberitahukan kepada Terdakwa pada tanggal 12 Juli 2006 dan Terdakwa

mengajukan permohonan kasasi pada tanggal 20 Juli 2006 serta memori

kasasinya telah diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Watansoppeng

Page 51: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS YURIDIS ... · INSAN SETIYAWAN E1106138 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

39

pada tanggal 24 Juli 2006 dengan demikian permohonan kasasi beserta

dengan alasan-alasannya telah diajukan dalam tenggang waktu dan dengan

cara menurut undang-undang, oleh karena itu permohonan kasasi tersebut

formal dapat diterima ;

Menimbang, bahwa alasan-alasan yang diajukan oleh Pemohon Kasasi

pada pokoknya sebagai berikut :

1. Bahwa pertimbangan hukum majelis Hakim Tinggi telah keliru dalam

menerap- kan hukum dalam perkara ini, alasan hukumnya adalah kayu

bulat yang dibeli Terdakwa dari pihak ketiga adalah berasal dari hutan

hak milik. Hal ini dapat dibaca dari beberapa bukti surat yang telah

diajukan oleh Terdakwa kepada pihak penyidik dan dilampirkan dalam

berkas pemeriksaan perkara ini, seperti yang diuraikan dalam memori

kasasi ;

Bahwa dengan mencermati seluruh dokumen yang diajukan oleh

Terdakwa kepada penyidik dan kemudian dilampirkan dalam berkas

perkara ini, maka asal usul kayu yang diangkut oleh Terdakwa ternyata

bukan merupakan hasil hutan yang berasal dari kawasan hutan lindung,

hutan negara atau hutan konservasi melainkan berasal dari tanah milik, di

mana fungsi dan pemanfaatan kayu hutan tanah milik ditentukan oleh

pemegang haknya sepanjang tidak melanggar ketentuan perundang-

undangan yang berlaku. Hal ini sejalan dengan ketentuan Pasal 36 ayat

(1) Undang-undang No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yang berbunyi

: “pemanfaatan hutan hak dilakukan oleh pemegang hak atas tanah yang

bersangkutan, sesuai dengan fungsinya”. Dalam hal ini termasuk

pemungutan hasil hutan berupa pepohonan yang ada di atasnya ;

Bahwa pemanfaatan hasil hutan hak/hutan tanaman rakyat oleh

Terdakwa dimaksudkan untuk memenuhi keperluan pembuatan perabot

rumah maupun rangkaian rumah kayu karena ukurannya sangat kecil

dan bukan untuk kebutuhan proyek atau perusahaan pemasok kayu jati di

Kabupaten Soppeng, sehingga sangatlah bijaksana apabila terhadap

Page 52: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS YURIDIS ... · INSAN SETIYAWAN E1106138 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

40

Terdakwa diberikan kesempatan untuk mengelola hasil hutan yang telah

dibeli dari pihak ketiga tersebut ;

Bahwa sesuai dengan dokumen-dokumen tersebut sangatlah jelas jika

praktik yang dilakukan di daerah Kabupaten Soppeng selama ini adalah

dengan melengkapi dokumen seperti tersebut di atas, sehingga diduga

kuat setiap pengangkutan kayu yang dilakukan pengusaha kayu jati di

Kabupaten Soppeng tidak dilengkapi dengan SKSHH (Surat Keterangan

Sahnya Hasil Hutan) karena tidak ada sosialisasi dari aparat terkait.

Bahkan dokumen yang diajukan tersebut juga telah dilengkapi Surat

Keterangan Angkutan yang dibuat oleh Kepala Desa setempat ; Bahwa

kayu bulat yang diangkut Terdakwa tersebut pada dasarnya tidak

merugikan kepentingan negara, bahkan sebaliknya Terdakwa telah

melakukan pembayaran retribusi kepada kas daerah sesuai Perda No.20

Tahun 1999 dan Peraturan Bupati Soppeng No.01/II/2005 sebesar 100

m3 x Rp.30.000,- = Rp.3.000.000,- (tiga juta rupiah). hal ini sudah tepat

dan sejalan dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku di mana

hasil hutan yang berasal dari hutan hak/hutan rakyat yang langsung

ditanam oleh yang bersangkutan tidak dikenakan pembayaran DR (dana

reboisasi) sesuai dengan Keputusan Menteri Kehutanan No.128/Kpts-

II/2003 dan PSDH (provisi sumber daya hutan) sebagaimana diatur

dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Keputusan Menteri Kehutanan No.124/Kpts-

II/2003 ;

Bahwa dengan demikian sangatlah keliru pertimbangan hukum majelis

Hakim Tinggi yang tidak mempertimbangkan dokumen-dokumen yang

diajukan oleh Terdakwa sebagai suatu iktikad baik untuk melengkapi

dokumen pengangkutan kayu hasil hutan hak/hutan rakyat yang jika

dicermati Surat Keputusan Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan

Kabupaten Soppeng Nomor : 522.21/45/ Hutbun/2005, maka merupakan

kewajiban pejabat untuk membantu pengusaha yang tidak paham dan

tidak tahu sama sekali dokumen SKSHH yang harus diterbitkan setelah

keluarnya Surat Keputusan Kadishutbun tersebut ;

Page 53: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS YURIDIS ... · INSAN SETIYAWAN E1106138 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

41

Bahwa disamping itu alasan hukum majelis Hakim Tinggi tersebut sangat

keliru oleh karena hanya mendasarkan kepada pertimbangan hukum,

Terdakwa telah mengangkut, menguasai dan memiliki hasil hutan yang

tidak dilengkapi bersama-sama dengan surat keterangan sahnya hasil

hutan, padahal surat keterangan dan rekomendasi dari Kepala Desa

Sering seharusnya menjadi pertimbangan hukum bagi majelis Hakim.

Pertimbangan hukum majelis Hakim menjatuhkan pidana kepada

Terdakwa dengan alasan hukum Terdakwa telah melakukan illegal

logging, sehingga menjatuhkan pidana kepada Terdakwa adalah

pertimbangan hukum yang menyimpang dan tidak sejalan dengan

kebijakan di bidang penegakkan hukum kehutanan selama ini. Hal ini

dapat dibaca dari pendapat Menteri Kehutanan RI yang memberikan

pandangan tentang kekeliruan yang dilakukan oleh pihak kepolisian yang

berbunyi : “soal sulitnya pengusaha mebel dan kerajinan mendapatkan

bahan baku akibat OHL II, Menhut mengakui. Karena, Polisi

menganggap kayu hutan rakyat tanpa surat keterangan sah hasil hutan

(SKSHH) sebagai illegal logging”. (dikutip dari Harian Kompas edisi

Kamis, 6 Juli 2006 halaman 18) ;

Bahwa tindakan Polisi terhadap kayu yang berasal dari hutan rakyat

tanpa dilengkapi dengan SKSHH merupakan illegal logging seperti

dilansir olehMenteri Kehutanan tersebut meskipun dibenarkan oleh

Menhut sendiri akan tetapi anggapan seperti itu justru menimbulkan

permasalahan di lapangan oleh karena menyebabkan timbulnya

kekurangan bahan baku mebel dan kerajinan bagi pengusaha kecil

sehingga diperlukan suatu regulasi atau revisi penatausahaan kayu yang

berasal dari hutan tanaman rakyat. Hal ini sejalan dengan penjelasan

Menhut yang berbunyi : “saat ini kami sedang merevisi penatausahaan

hutan agar kayu hutan tanaman rakyat cukup memakai surat keterangan

asal usul dari Lurah,” kata Kaban (dikutip dari Harian Kompas edisi

Kamis, 6 Juli 2006 halaman 18) ;

Page 54: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS YURIDIS ... · INSAN SETIYAWAN E1106138 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

42

Bahwa dengan demikian, maka praktik pengangkutan hasil hutan

tanaman rakyat yang dilakukan oleh Terdakwa selama ini sudah sejalan

dengan kebijakan pemerintah maupun pemerintah daerah dalam era

otonomi daerah saat ini, mengingat Terdakwa telah membayar retribusi

kepada kas daerah/Pemerintah Kabupaten Soppeng, sesuai dengan Surat

Keputusan Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Soppeng

Nomor 522.21/45/Hutbun/2005 tanggal 23 Agustus 2005 tentang Izin

Pemungutan Kayu Tanah Milik An. H. Patta di Desa Sering, Desa Pesse,

Kecamatan Donri-Donri, Kelurahan Lalabata Rilau, Kelurahan Bila

Kabupaten Soppeng ;

Bahwa dengan demikian penggunaan SKSHH atas kayu yang berasal

dari hutan tanaman rakyat/hutan hak menimbulkan permasalahan yang

cukup serius dan pemerintah dalam hal ini Menteri Kehutanan RI akan

memberlakukan suatu ketentuan yang cukup pragmatis bagi pengusaha

kayu yang berasal dari hutan hak/hutan tanaman rakyat untuk kebutuhan

bahan baku mebel dan kerajinan yakni cukup hanya memakai surat

keterangan asal usul dari Lurah atau Desa setempat ;

Bahwa dengan tidak dipertimbangkan secara memadai atas segala

dokumen yang diajukan oleh Terdakwa sejak di depan penyidik dan kini

dilampirkan dalam memori kasasi ini, maka Judex Facti telah keliru

menerapkan asas pembagian beban pembuktian yakni Majelis Hakim

kurang memberikan pertimbangan yang mendalam atas bukti-bukti yang

diajukan oleh Terdakwa sehingga pertimbangan hukum Majelis Hakim

Tinggi seharusnya dibatalkan ;

2. Bahwa sesuai dengan uraian keberatan ke-1 di atas, telah terbukti apabila

Majelis Hakim Tinggi telah keliru dan salah menerapkan hukum dengan

memberikan pertimbangan hukum Terdakwa telah melakukan illegal

logging. Padahal sesuai dengan asas hukum pidana yang berlaku,

penjatuhan pidana kepada Terdakwa dikenakan apabila perbuatan

Terdakwa tersebut terbukti secara fakta hukum di depan sidang telah

Page 55: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS YURIDIS ... · INSAN SETIYAWAN E1106138 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

43

melakukan perbuatan yang memenuhi unsur-unsur dari tindak pidana

yang didakwakan kepadanya ;

Bahwa dalam perkara ini perbuatan Terdakwa dalam melakukan

pengangkutan kayu miliknya dengan menggunakan mobil truk milik

Abdul Wahid, tidak ada sifat melawan hukum, oleh karena sangat jelas

dan terbukti di depan sidang bahwa hasil hutan berupa kayu adalah

berasal dari hutan hak/hutan tanaman rakyat (sesuai bukti jual beli/ganti

rugi dari La Henreng, La Huleng, dan La Hatta) yang didukung dengan

keterangan saksi-saksi di depan sidang ;

Bahwa selanjutnya untuk memastikan jika hasil hutan tersebut adalah

milik Terdakwa telah dilengkapi dengan surat rekomendasi

No.03/DS/VII/2005 tanggal 4 Juli 2005 dari Kepala Desa Sering dan

Surat Keterangan Kepala Desa Sering jika Terdakwa memiliki kayu

tanah milik dalam keadaan tidak sengketa di luar kawasan bertanggal 4

Juli 2005;

Bahwa setelah terpenuhi adanya kepastian jika hutan hak/hutan tanaman

rakyat adalah milik Terdakwa, maka selanjutnya Terdakwa mengajukan

Surat Permohonan Izin Pemungutan Kayu Tanah Milik (IPKTM) tanggal

5 Juli 2005 yang ditujukan kepada Bupati Soppeng cq. Kadishutbun

Kabupaten Soppeng ;

Bahwa di samping itu dokumen yang dimiliki Terdakwa adalah Surat

Keterangan Asal Usul kayu jati milik Terdakwa tanggal 27 Agustus

2005, sehingga dengan dokumen tersebut telah jelas dan terbukti menurut

hukum apabila hasil hutan hak yang diangkut Terdakwa adalah benar-

benar jelas asal usulnya bukan dari kawasan hutan lindung, hutan negara

atau hutan konservasi ;

Bahwa selanjutnya setelah asal usul kayu sudah jelas, maka Terdakwa

memenuhi kewajibannya kepada negara sebelum lahirnya Surat

Keputusan Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Soppeng

Nomor 522.21/ 45/Hutbun/2005 tanggal 23 Agustus 2005 tentang Izin

Pemungutan Kayu Tanah Milik An. H. Patta di Desa Sering, Desa Pesse,

Page 56: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS YURIDIS ... · INSAN SETIYAWAN E1106138 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

44

Kecamatan Donri-donri, Kelurahan Lalabata Rilau, Kelurahan Bila

Kabupaten Soppeng, dimana Terdakwa telah membayar kepada

Negara/Pemerintah Kabupaten Soppeng sebesar Rp.3.000.000,- (tiga juta

rupiah) sesuai dengan bunyi bagian keempat huruf d konsideran

“memutuskan” yang berbunyi” melunasi pembayaran pungutan retribusi

berdasarkan ketentuan yang berlaku sesuai Perda No.20 Tahun 1999 dan

Peraturan Bupati Soppeng No.01/II/2005 jumlah sebesar 100 m3 x

30.000,- = Rp.3.000.000,- (tiga juta rupiah) ;

Bahwa sesuai dengan ketentuan yang berlaku tidak diwajibkan adanya

pembayaran Dana Reboisasi (DR) sesuai Keputusan Menteri Kehutanan

No.128/ Kpts-II/2003 dan Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) sesuai

Pasal 2 dan 3 Keputusan Menteri Kehutanan No.124/Kpts-II/2003

terhadap hasil hutan yang berasal dari hutan hak/hutan tanaman rakyat ;

Bahwa setelah dokumen-dokumen mengenai kepastian hukum

kepemilikan tanah dan hasil hutan berupa kayu, keterangan asal usul

kayu serta surat keputusan Kepala Dishutbun Kabupaten Soppeng telah

dilengkapi oleh Terdakwa, maka untuk mengangkut kayu yang masih

dalam wilayah Kabupaten Soppeng tersebut dibuatlah Surat Keterangan

Angkutan No.26/DS/IX/2005 tanggal 26 September 2005 ;

Bahwa dari rangkaian perbuatan Terdakwa tersebut di atas, sama sekali

tidak ditemukan adanya sifat melawan hukum, bahkan praktik semacam

ini merupakan suatu kebiasaan dan sudah umum dalam pengangkutan

kayu hasil hutan di dalam wilayah Kabupaten Soppeng yang berasal dari

hutan hak/hutan tanaman rakyat. Bahwa apabila perbuatan Terdakwa

dianalisis secara mendalam, maka perbuatan Terdakwa bukan merupakan

tindak pidana oleh karena tidak memiliki sifat melawan hukum ;

Bahwa mencermati perbuatan Terdakwa tersebut, maka menurut kajian

hukum pidana yang berlaku “sifat melawan hukum” dari perbuatan

Terdakwa telah hilang sama sekali, sehingga sesuai hukum apabila

Terdakwa dilepaskan dari segala tuntutan ;

Page 57: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS YURIDIS ... · INSAN SETIYAWAN E1106138 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

45

Bahwa praktik pengangkutan kayu yang berasal dari hutan hak/hutan

tanaman rakyat tersebut dapat dimaklumi, oleh karena aparat terkait sama

sekali tidak melakukan sosialisasi terhadap ketentuan yang diamanatkan

oleh Undang-undang No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan ;

Bahwa dalam hal ini Terdakwa tidak pernah melakukan perbuatan pidana

oleh karena segala tindakan Terdakwa telah memenuhi beberapa

kewajiban selaku warga negara seperti membayar pungutan retribusi

kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Soppeng yang sebelumnya telah

diterbitkan dokumen yang berkaitan dengan asal usul dan pengangkutan

kayu miliknya tidaklah memenuhi unsur objektif dari suatu tindak pidana

yakni tidak ada unsur “melawan hukum” atau “wederrechtelijk” ;

Bahwa dalam hukum pidana yang menjadi perhatian adalah perbuatan-

perbuatan yang bersifat melawan hukum saja, perbuatan-perbuatan inilah

yang dilarang dan diancam dengan pidana. Langemeyer mengatakan

untuk melarang perbuatan yang tidak bersifat melawan hukum, yang

tidak dapat dipandang keliru, itu tidak masuk akal. (Prof. Moeljatno, S.H.

dalam Azas-azas Hukum Pidana, Penerbit Bina Aksara, Tahun 1983,

halaman 130) ;

3. Bahwa pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Tinggi pada

halaman 5 alinea ketiga mengindikasikan apabila pertimbangan hukum

Pengadilan Negeri telah menerapkan hukum sesuai dengan ketentuan

yang berlaku. Hal ini dapat dibaca dan dicermati dalam pertimbangan

hukum yang berbunyi : “Menimbang, bahwa setelah mempelajari dengan

teliti dan seksama berkas dari penyidik, berita acara persidangan, barang

bukti dan salinan resmi putusan Pengadilan Negeri Watansoppeng,

tanggal 10 Maret 2006 Nomor :04/Pid.B/2006/PN.Wsp. yang dimintakan

banding, Pengadilan Tinggi menilai bahwa putusan Hakim tingkat

pertama tersebut telah tepat dan benar, baik dalam menerapkan hukum,

dalam menilai hasil pembuktian maupun dalam mempertimbangkan

kesalahan Terdakwa, sekarang pertimbangan tersebut diambil alih

Page 58: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS YURIDIS ... · INSAN SETIYAWAN E1106138 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

46

sebagai pendapat dan pertimbangan Pengadilan Tinggi sendiri dalam

memutuskan perkara tersebut dalam tingkat banding” ;

Bahwa dengan demikian secara hukum pertimbangan hukum Pengadilan

Negeri pada dasarnya diakui sendiri oleh Majelis Hakim Pengadilan

Tinggi sebagai suatu putusan yang telah memberikan pertimbangan

hukum yang tepat dan tidak ada suatu alasan hukum bagi majelis untuk

mengubah jumlah hukuman yang dikenakan kepada Terdakwa ;

Bahwa yang lebih memahami dan mengetahui fakta hukum yang terjadi

di depan sidang baik dari proses pemeriksaan perkara maupun barang

bukti yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum berupa 1 (satu) unit

mobil truk warna kuning merek Mitsubishi No.Pol. DD 9925 AY dan 80

(delapan puluh) potong kayu jati bulat adalah Majelis Hakim tingkat

pertama, sehingga hukuman yang dikenakan kepada Terdakwa oleh

Majelis Hakim Pengadilan Negeri adalah sudah setimpal dengan

perbuatan Terdakwa ;

Bahwa di samping itu Majelis Hakim Pengadilan Negeri juga dalam

menjatuhkan putusan kepada Terdakwa tidak menyimpang dari tuntutan

Jaksa Penuntut Umum yang menuntut hukuman penjara kepada

Terdakwa selama 1 (satu) tahun. Kemudian oleh Majelis Hakim

Pengadilan Negeri menghukum Terdakwa dengan hukuman penjara

selama 6 (enam) bulan dan 20 (dua puluh) hari. Di lain pihak Majelis

Hakim Pengadilan Tinggi tanpa suatu fakta hukum yang memberatkan

Terdakwa yang terungkap di depan sidang tiba-tiba menambah hukuman

penjara atas diri Terdakwa selama 1 (satu) tahun dan 6 (enam) bulan atau

melampaui tuntutan Jaksa Penuntut Umum. Begitu pula pidana kurungan

pengganti menjadi 3 (tiga) bulan dari kurungan pengganti sebelumnya

oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri selama 1 (satu) bulan ;

Bahwa pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Tinggi yang

serta merta menambah masa hukuman Terdakwa tanpa mendasarkan

pertimbangan hukumnya kepada suatu fakta hukum yang terungkap di

depan sidang adalah pertimbangan hukum yang tidak adil dan keliru serta

Page 59: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS YURIDIS ... · INSAN SETIYAWAN E1106138 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

47

cenderung sewenang-wenang, oleh karena suatu pertimbangan hukum

atas suatu perbuatan yang didakwakan kepada Terdakwa seharusnya

mengacu kepada hasil pemeriksaan sidang yang menimbulkan keyakinan

bagi Hakim. Apabila Majelis Hakim Pengadilan Tinggi dalam

memutuskan perkara ini tanpa suatu pertimbangan hukum yang mengacu

kepada fakta hukum (des factum) yang terungkap selama persidangan,

maka menjadi alasan bagi Majelis Hakim pada tingkat kasasi untuk

membatalkan putusan Pengadilan Tinggi tersebut dengan alasan hukum

terjadi kekeliruan dan kesalahan dalam memberikan pertimbangan

hukum ;

Bahwa dengan demikian putusan Majelis Hakim tinggi tersebut tidak

didasarkan kepada alasan hukum yang menjadi dasar diajukannya

permohonan banding oleh Jaksa Penuntut Umum melainkan hanya

pendapat semata-mata dari Hakim Tinggi dengan tidak mengaitkan fakta

hukum terungkap di depan sidang, sehingga putusan majelis Hakim

tinggi dimaksud seharusnya dibatalkan ;

4. Bahwa pertimbangan hukum majelis Hakim tinggi yang menjadi alasan

hukuM penambahan pidana yang dijatuhkan kepada Terdakwa karena

tidak sesuai dengan bobot akibat kejahatan yang terbukti dilakukan oleh

Terdakwa adalah pertimbangan hukum yang keliru. Hal ini sesuai dengan

bunyi pertimbangan hukum Pengadilan Tinggi pada halaman 5 alinea

keempat yang berbunyi :

“Menimbang, bahwa walaupun demikian halnya, Pengadilan Tinggi tidak

sependapat mengenai pidana yang dijatuhkan oleh Hakim tingkat

pertama atas diri Terdakwa tersebut, sebab tidak sesuai dengan bobot

akibat kejahatan yang terbukti dilakukan oleh Terdakwa tersebut, …....”;

Bahwa pertimbangan hukum dimaksud sangatlah keliru dan bertentangan

dengan hukum, dengan alasan Terdakwa sebelum melakukan

pengangkutan kayu tersebut telah melengkapi dokumen-dokumen

sebanyak 7 (tujuh) macam yang menjadi alasan Terdakwa untuk

mengangkut kayu yang dibeli dari pihak ketiga. Sehingga pertimbangan

Page 60: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS YURIDIS ... · INSAN SETIYAWAN E1106138 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

48

hukum Majelis Hakim Pengadilan Tinggi yang tidak mempertimbangkan

dokumen-dokumen yang diajukan Terdakwa sebagai kelengkapan dalam

mengangkut hasil hutan berupa kayu jati bulat sebanyak 80 ( delapan

puluh ) batang adalah suatu pertimbangan hukum yang keliru khususnya

dalam menerapkan asas audi et alteram partem ( dengarlah kedua belah

pihak ) ;

Bahwa upaya Terdakwa untuk melengkapi dokumen atau surat-surat

sebelum melakukan pengangkutan kayu miliknya tersebut seharusnya

dipertimbangkan oleh Majelis Hakim sebagai suatu iktikad baik bagi

Terdakwa untuk tunduk dan patuh serta taat kepada hukum yang berlaku,

bahkan Terdakwa telah melakukan pembayaran atas pungutan retribusi

kepada Pemerintah KabupatenSoppeng sebesar Rp.3.000.000,00 ( tiga

juta rupiah ), sesuai Perda No.20 Tahun 1999 dan Peraturan Bupati

Soppeng No.01/II/2005, sesuai dengan Surat Keputusan Kepala Dinas

Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Soppeng Nomor

522.21/45/Hutbun/2005 tanggal 23 Agustus 2005 tentang Izin

Pemungutan Kayu Tanah Milik An. H. Patta di Desa Sering, Desa Pesse,

Kecamatan Donri-Donri, Kelurahan Lalabata Rilau, Kelurahan Bila,

Kabupaten Soppeng ;

Bahwa dengan demikian segala alasan yang dijadikan pertimbangan

hukum oleh Majelis Hakim Pengadilan Tinggi dalam menjatuhkan

pidana bagi Terdakwa adalah sangat keliru dan seharusnya

dikesampingkan seluruhnya oleh Majelis Hakim pada Mahkamah Agung

RI ;

Bahwa di samping itu seharusnya menjadi fokus perhatian bagi Majelis

Hakim Pengadilan Tinggi mengenai kebiasaan masyarakat lokal di dalam

suatu wilayah daerah/kabupaten dalam melengkapi surat-surat yang

diperlukan dalam mengangkut kayu hasil hutan. Terdakwa dalam

memahami aturan hukum yang dibuat oleh pemerintah bersama dengan

legislatif tidak secara maksimal. Dengan kata lain pemahaman

masyarakat lokal tentang Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan

Page 61: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS YURIDIS ... · INSAN SETIYAWAN E1106138 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

49

(SKSHH) adalah suatu dokumen yang masih asing bagi pengusaha kayu

di Kabupaten Soppeng, sehingga apabila ketentuan tersebut diterapkan di

Kabupaten Soppeng secara tegas, maka dapat dipastikan tidak ada

peluang bagi warga masyarakat untuk memanfaatkan kayu meskipun

kayu tersebut berasal dari lahan miliknya sendiri. Dan sebagai akibatnya

adalah para pengusaha kayu akan terpuruk dan tidak ada bahan baku

untuk membuat perabot rumah tangga maupun bahan baku rumah

panggung atau rumah permanen sebagai suatu kebutuhan pokok berupa

sandang bagi warga Kabupaten Soppeng ;

Bahwa kebiasaan bagi masyarakat lokal di Kabupaten Soppeng, apabila

sudah mengurus segala kelengkapan dokumen atau surat-surat sebanyak

7 (tujuh) macam tersebut, maka sesuai pemahaman mereka surat-surat

yang di perlukan untuk menguasai dan memiliki serta mengangkut hasil

hutan sudah lengkap, sehingga kelengkapan dokumen tersebut

seharusnya dijadikan pertimbangan hukum untuk melepaskan Terdakwa

dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum ;

Bahwa sangat kaku dan keliru pemahaman Majelis Hakim Judex Facti

yang hanya berpatokan kepada ketiadaan SKSHH sehingga Terdakwa

dijatuhi pidana yang cukup berat, sehingga dokumen-dokumen yang

dimiliki Terdakwa untuk kelengkapan administrasi lebih dari cukup,

apabila dianalisis seluruh dokumen tersebut sangat jelas dan terang asal

usul kayu yang dimiliki Terdakwa, bahkan telah melakukan pembayaran

retribusi kepada Pemerintah Kabupaten Soppeng sebesar Rp.3.000.000,-

(tiga juta rupiah) ;

5. Bahwa terkait dengan substansi penerbitan SKSHH yang tidak

dikeluarkan oleh Kadishutbun Kabupaten Soppeng meskipun telah

memenuhi persyaratan diterbitkannya SKSHH, maka seharusnya

pertanggungjawaban pidananya tidak dibebankan kepada Terdakwa

selaku orang atau subyek hukum yang telah memenuhi persyaratan

penerbitan SKSHH tersebut ;

Page 62: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS YURIDIS ... · INSAN SETIYAWAN E1106138 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

50

Bahwa dalam hal ini segala pertimbangan hukum Majelis Hakim Judex

Facti yang tidak mempertimbangkan soal penerbitan SKSHH oleh pihak

yang berwajib dalam hal ini Kepala Dishutbun Kabupaten Soppeng

seharusnya menghilangkan beban dan tanggungjawab pidana bagi

Terdakwa terkait dengan ketiadaan SKSHH yang dipegang oleh

Terdakwa sehingga Majelis Hakim telah menjatuhkan pidana kepada

Terdakwa karena dianggap telah melakukan kesalahan yakni tindak

pidana “mengangkut, menguasai dan memiliki hasil hutan yang tidak

dilengkapi bersama-sama dengan surat keterangan sahnya hasil hutan

(SKSHH)” ;

Bahwa pada dasarnya pengangkutan hasil hutan berupa kayu bulat yang

dilakukan oleh Terdakwa hanyalah usaha kecil-kecilan dengan tujuan

agar kayu bulat tersebut dapat diolah menjadi perabot rumah tangga atau

balok kecil yang telah menjadi keluhan utama bagi usaha perabot rumah

tangga di seluruh Indonesia. Hal ini menjadi suatu permasalahan besar

yang dirasakan oleh pelaku usaha perabot rumah tangga oleh karena

semakin kurangnya bahan baku untuk membuat perabot rumah tangga

dengan alasan tidak adanya peluang untuk memperoleh hasil hutan baik

dari hutan hak/hutan rakyat maupun kawasan hutan negara ;

Bahwa menyimak pendapat Menteri Kehutanan RI, maka pada dasarnya

dokumen baik rekomendasi maupun surat keterangan yang dikeluarkan

oleh Kepala Desa Sering yang dimiliki oleh Terdakwa dalam

pengangkutan kayu tersebut sudah mencukupi dan apabila revisi

penatausahaan hutan yang dijanjikan oleh Menhut tersebut, maka

keberpihakan pemerintah kepada pengusaha mebel dan kerajinan yang

biasanya memperoleh kayu dari hutan rakyat/hutan hak akan semakin

berkembang dan tidak mempersulit pengadaan bahan baku demi

kelangsungan usahanya ;

Bahwa dengan demikian apa yang dilakukan oleh pengusaha mebel yang

biasanya omzetnya kecil tersebut dapat tetap memenuhi bahan baku

mebel dan kerajinan tanpa melakukan suatu pelanggaran hukum,

Page 63: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS YURIDIS ... · INSAN SETIYAWAN E1106138 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

51

meskipun sangat diperlukan sosialisasi yang mantap agar regulasi yang

dikeluarkan oleh pemerintah dapat dilaksanakan secara efektif ;

6. Bahwa pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Tinggi pada

alinea ketiga halaman 6 angka 1 s/d halaman 7 angka 6 yang berbunyi :

“Menimbang, bahwa untuk mempertimbangkan tentang pidana yang

dijatuhkan kepada Terdakwa Pengadilan Tinggi mempertimbangkan

sebagai berikut : 1. Bahwa saat ini dst……..” yang menjadi alasan

penambahan masa hukuman penjara bagi Terdakwa adalah alasan hukum

yang dibuat-buat dan sangat berlebihan, dengan mengesampingkan

dokumen dan fakta hukum yang terungkap selama persidangan

berlangsung, sehingga pertimbangan hukum Majelis Hakim Tinggi

tersebut seharusnya dikesampingkan. Alasan hukumnya adalah masalah

illegal logging dan illegal trade yang menjadi pertimbangan hukum bagi

Majelis telah keliru melihat atau mencermati bukti-bukti atau dokumen

yang diajukan oleh Terdakwa berupa Surat Keterangan Asal Usul Kayu

dari Kepala Desa Sering dan Surat Keterangan Angkutan dari Kepala

Desa Sering. Sehingga pertimbangan hukum Majelis Hakim Tinggi

dimaksud seharusnya dikesampingkan ;

Bahwa dalam pertimbangan hukum Majelis Hakim Tinggi pada halaman

6 angka 1 mengemukakan bahwa illegal logging dan illegal trade benar-

benar merajalela yang menyebabkan kerugian negara baik di bidang

pajak maupun di dalam pelestarian hutan sehingga merusak ekosistem.

Pertimbangan tersebut ada benarnya akan tetapi tidak tepat dan keliru

diterapkan dalam perkara ini. Alasan hukumnya adalah Majelis Hakim

Tinggi tidak pernah mempertimbangkan bahwa Terdakwa melakukan

pengangkutan hasil hutan berupa kayu tersebut adalah berasal dari hutan

hak/hutan tanaman rakyat yang dilengkapi dengan Surat Keputusan

Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Soppeng Nomor

522.21/45/Hutbun/2005 tanggal 23 Agustus 2005 tentang Izin

Pemungutan Kayu Tanah Milik An. H. Patta di Desa Sering, Desa Pesse,

Kecamatan Donri-Donri, Kelurahan Lalabata Rilau, Kelurahan Bila,

Page 64: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS YURIDIS ... · INSAN SETIYAWAN E1106138 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

52

Kabupaten Soppeng, dan Terdakwa telah membayar retribusi kepada

Pemerintah Kabupaten Soppeng sebesar Rp.3.000.000,00 ( tiga juta

rupiah );

Bahwa sesuai dengan ketentuan yang berlaku tidak diwajibkan adanya

pem- bayaran Dana Reboisasi (DR) sesuai Keputusan Menteri Kehutanan

No.128/ Kpts-II/2003 dan Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) sesuai

Pasal 2 dan 3 Keputusan Menteri Kehutanan No.124/Kpts-II/2003 bagi

hasil hutan yang berasal dari hutan hak/hutan tanaman rakyat. Dengan

demikian perbuatan Terdakwa mengangkut hasil hutan tersebut tidaklah

merugikan negara melainkan telah membayar berbagai pungutan retribusi

yang dibebankan

kepada Terdakwa ;

Bahwa di samping itu sesuai dengan ketentuan Pasal 36 ayat (1) Undang-

undang No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, maka pemanfaatan hutan

hak dilakukan oleh pemegang hak atas tanah yang bersangkutan, sesuai

dengan fungsinya. Dalam hal ini Terdakwa mengambil hasil hutan

miliknya adalah sesuai dengan peruntukan hutan tersebut yakni kayu jati

yang ditanam di atasnya diperuntukkan bagi kebutuhan mebel dan

kerajinan, dan tidak secara serampangan melakukan penebangan

sehingga tidak merusak ekosistem hutan yang ada ;

Bahwa dalam pertimbangan hukum halaman 7 angka 4 dengan serta

merta Majelis Hakim Tinggi menyatakan bahwa hasil hutan tersebut

peredarannya adalah illegal dan didapat dari penebangan liar yang

membawa akibat rusaknya hutan……dst……. adalah suatu pertimbangan

hukum yang sama sekali tidak berdasarkan kepada fakta hukum yang

terungkap selama persidanganberlangsung. Bahkan Majelis Hakim

Tinggi cenderung mengesampingkan faktahukum yang dapat dijadikan

alasan hukum untuk memutuskan perkara inisehingga pertimbangan

Majelis Hakim Tinggi seharusnya dikesampingkan. Seharusnya Majelis

Hakim Tinggi tidak menutup mata dalam memutuskan perkara ini akan

tetapi haruslah berpatokan kepada fakta hukum yang terungkap di depan

Page 65: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS YURIDIS ... · INSAN SETIYAWAN E1106138 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

53

sidang bahwa hasil hutan berupa kayu yang diangkut oleh Terdakwa

adalah berasal dari hutan hak/hutan tanaman rakyat, hal ini terbukti dari

Surat Keterangan Asal usul Kayu dari Kepala Desa Sering dan Surat

Keterangan Angkutan dari Kepala Desa Sering kemudian dilengkapi pula

dengan Surat Keputusan Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan

Kabupaten Soppeng Nomor 522.21/45/Hutbun/2005 tanggal 23 Agustus

2005. Tentang Izin Pemungutan Kayu Tanah Milik An. H. Patta di Desa

Sering, Desa Pesse, Kecamatan Donri-Donri, Kelurahan Lalabata Rilau,

Kelurahan Bila, Kabupaten Soppeng ;

7. Bahwa pertimbangan hukum Majelis Hakim Tinggi pada alinea kedua

halaman 7 yang berbunyi : “Menimbang, bahwa tentang barang bukti

berupa 1 (satu) unit mobil truk warna kuning merek Mitsubishi No.Polisi

DD 9925 AY, Pengadilan Tinggi tidak sependapat dengan putusan

Hakim Tingkat pertama yang mengembalikan barang bukti tersebut

kepada pemiliknya bernama Abdul Wahid, dengan pertimbangan sebagai

berikut : 1. Bahwa pemberantasan dst…” Bahwa pertimbangan hukum

Majelis Hakim Tinggi tersebut adalah keliru dan sangat tidak sesuai

dengan rasa keadilan masyarakat pada umumnya. Alasan hukumnya

adalah, bahwa sesuai dengan pertimbangan hukum Majelis Hakim

Tingkat Pertama pada alinea kedua halaman 8 sangat jelas dan tegas

mempertimbangkan bahwa kepemilikan kayu jati tersebut adalah sah

tetapi pengangkutannya tidak sah, dimana pertimbangan hukum tersebut

telah diambil alih oleh Majelis Hakim Tinggi, sehingga sudah terbukti

menurut hukum bahwa Terdakwa tidak melakukan penebangan liar

(illegal logging), karena asal usul kayu yang diangkut dengan mobil

milik Abdul Wahid tersebut adalah jelas bukan hasil kejahatan,

melainkan hanyalah karena tidak diangkut secara bersama-sama dengan

SKSHH. Meskipun demikian kayu milik Terdakwa yang diangkut oleh

Abdul Wahid dengan menggunakan mobil yang dibeli dengan cicilan

tersebut telah dilengkapi dengan Surat Keterangan Angkutan No.26/DS/

IX/2005 tanggal 26 September 2005 dari Kepala Desa Sering ;

Page 66: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS YURIDIS ... · INSAN SETIYAWAN E1106138 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

54

Bahwa hubungan antara Terdakwa dengan Abdul Wahid dalam hal

pengang- kutan kayu yang bukan berasal dari penebangan liar tersebut

melainkan berasal dari hutan tanaman rakyat/hutan hak adalah dilandasi

dengan perjanjian sewa menyewa di mana Terdakwa membayar ongkos

angkut kepada pemilik mobil (Abdul Wahid) sebesar Rp.200.000,- (dua

ratus ribu rupiah) jadi tidak benar pertimbangan hukum Majelis Hakim

Tinggi yang menyatakan mobil tersebut dipinjam oleh Terdakwa untuk

dipergunakan mengangkut kayu milik Terdakwa ;

Bahwa majelis Hakim tinggi keliru dan tidak cermat mempelajari berkas

perkara ini sehingga serta merta mengenakan ketentuan Pasal 78 ayat

(14) Undang-undang No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan atas mobil

milik Abdul Wahidtersebut, oleh karena setiap putusan Pengadilan

seharusnya mempertimbangkan segi sosial yang dapat ditimbulkan dari

pertimbangan hukumnya. Dalamperkara ini Abdul Wahid yang membeli

mobil tersebut dengan mencicil daripihak ketiga dan sampai saat ini

belum lunas merupakan satu-satunya sumberpenghidupan untuk mencari

nafkah guna memenuhi kebutuhan hidup isteri dan anak-anaknya,

sehingga sangatlah berlebihan dan keliru apabila mobil tersebut dirampas

untuk negara, di lain pihak Abdul Wahid bersama dengan isteri dan anak-

anaknya hanya menggantungkan hidupnya dari penghasilan sewa atas

mobil tersebut. Bahwa sangat ironis apabila Majelis Hakim Tinggi secara

kaku mengenakan Pasal 78 ayat (14) Undang-undang No.14 Tahun 1999

tersebut di lain pihak perbuatan yang dilakukan Abdul Wahid hanya

mengangkut hasil hutan yang berasal dari hutan hak/hutan tanaman

rakyat yang telah dilengkapi dengan Surat Keterangan Angkutan

No.26/DS/IX/2005 dari Kepala Desa Sering tertanggal 26 September

2005 ;

Bahwa perampasan barang bukti satu unit mobil truk merek Mitsubishi

warna kuning No.Pol. DD 9925 AY untuk negara yang diterapkan oleh

Majelis Hakim Tinggi sungguh sangat bertentangan dengan salah satu

tujuan hukum yaitu kemanfaatan, di mana hukum dibuat dan

Page 67: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS YURIDIS ... · INSAN SETIYAWAN E1106138 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

55

diberlakukan dalam suatu komunitas masyarakat seharusnya

dipertimbangkan kemanfaatan yang diakibatkan oleh suatu putusan

Pengadilan. Dengan kata lain apakah Abdul Wahid selaku pemilikmobil

yang hanya secara kebetulan melakukan perjanjian sewa menyewa

dengan Terdakwa untuk mengangkut hasil hutan hak milik Terdakwa

secara tiba-tiba harus menderita dan sengsara oleh karena sumber

penghidupannya dirampas untuk negara ? Bahwa alasan hukum tersebut

patut dipertimbangkan secara matang oleh Majelis Hakim Tingkat Kasasi

agar supaya hukum benar-benar mengayomi atau melindungi sumber

kehidupan setiap warga negara guna dapat melangsungkan

kehidupannya;

8. Bahwa putusan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi dalam perkara ini telah

keliru dan salah menerapkan hukum, khususnya mengenai hukuman

denda kepada Terdakwa sebesar Rp.20.000.000,- (dua puluh juta rupiah).

Alasan hukumnyaadalah bahwa penerapan hukuman berupa denda

kepada Terdakwa adalahsangat berlebihan dan menimbulkan ketidak

adilan bagi Terdakwa, oleh karena Terdakwa belum menikmati hasil

hutan hak berupa kayu tiba-tiba di tangkapdan diproses oleh pihak

Kepolisian dan semua kayu bulat yang diangkut oleh mobil Abdul Wahid

telah disita oleh petugas sehingga tidak ada keuntungan yang diperoleh

Terdakwa dari hasil hutan hak tersebut, bahkan seluruhnya disita

termasuk mobil yang digunakan untuk mengangkut kayu tersebut ;

Bahwa pengenaan hukuman denda kepada Terdakwa tersebut sangatlah

berlebihan dan tidak pernah dipertimbangkan oleh Majelis Hakim Judex

Facti dalam pertimbangan hukumnya, namun secara serta merta dalam

amar putusannya telah mengenakan hukuman berupa denda sebesar

Rp.20.000.000,- (dua puluh juta rupiah) kepada Terdakwa, sehingga

apapun alasannya putusan Majelis Hakim Judex Facti dimaksud

seharusnya dibatalkan karena bertentangan dengan ketentuan hukum

acara yang berlaku khususnya mengenai setiap putusan harus disertai

dengan pertimbangan hukum. sebaliknya apabila putusan Hakim tidak

Page 68: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS YURIDIS ... · INSAN SETIYAWAN E1106138 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

56

memberikan pertimbangan hukum yang cukup, maka putusan tersebut

seharusnya dibatalkan, sesuai dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung

tanggal 8 Mei 1957 No.117 K/Sip/1955 yang berbunyi : putusan

Pengadilan Tinggi dapat dibatalkan apabila tidak disertai alasan yang

cukup (onvoldoende gemotiveerd) ;

Bahwa dengan demikian Terdakwa mohon kepada Majelis Hakim

Mahkamah Agung agar dapat membatalkan putusan Hakim Judex Facti

yang serta merta menghukum Terdakwa untuk membayar denda sebesar

Rp.20.000.000,- (dua puluh juta rupiah) di lain pihak Terdakwa belum

menikmati kayu yang kini telah disita oleh penyidik yang ditaksir senilai

Rp.2.000.000,- (dua juta rupiah) ;

Bahwa selain hal tersebut yang patut dipertimbangkan oleh Majelis

Hakim Mahkamah Agung adalah umur Terdakwa yang telah mencapai di

atas 75 tahun, sehingga kondisi kesehatannya apabila tetap ditahan akan

semakin menurun baik fisik maupun kejiwaannya juga semakin melemah

sehingga sangat riskan terhadap berbagai penyakit, sehingga Terdakwa

mohon agar Terdakwa dilepaskan dari segala tuntutan Jaksa Penuntut

Umum ;

4) Amar Putusan Mahkamah Agung

Dalam Putusan Mahkamah Agung membatalkan permohonan Kasasi

dari Pemohon Kasasi/ Terdakwa , Karena tidak adanya bukti yang cukup

kuat untuk dapat menahan terdakwa. Sehingga Amar Putusan Mahkamah

Agung Berbunyi sebagai berikut :

Mengadili :

a) Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi/Terdakwa : H.

PATTA bin LATAPPE tersebut ;

b) Membebankan Pemohon Kasasi/Terdakwa tersebut untuk membayar

biaya perkara dalam tingkat kasasi ini sebesar Rp.2.500,- (dua ribu

lima ratus rupiah).

Page 69: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS YURIDIS ... · INSAN SETIYAWAN E1106138 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

57

Sesuai dengan Perumusan masalah yang ada di awal bab, berikut ini

pembahasan Putusan Mahkamah Agung tersebut diatas .

Sebagaimana diketahui, untuk dapat dinyatakan bahwa seseorang

telah melakukan perbuatan melawan hukum maka harus memenuhi unsur

sifat melawan hukumnya terlebih dahulu atau rumusan delik atau

perbuatan pidana , seperti yang telah dirumuskan dalam peraturan pidana.

Dengan demikian, dapat dipahami bahwa yang dimaksudkan dengan unsur

sifat “perbuatan sifat melawan hukum” adalah suatu perbuatan dari

petindak sebagai pelaku langsung (manus ministra) yang telah dinyatakan

melanggar ketentuan hukum, yang meliputi ketentuan perundang-

undangan yang berlaku sebagai hukum positif , ketentuan berupa asas-asas

hukum yang bersifat hukum publik atau umum (Henny mono, 2007 : 61 ).

Dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 2143K/Pid/2006 tersebut,

berdasarkan fakta-fakta dipersidangan tingkat pertama, Majelis Hakim

Pengadilan Negeri Makasar memutuskan bahwa perbuatan terdakwa telah

memenuhi unsur-unsur pasal-pasal yang didakwakan, yaitu Pasal 50 ayat 3

huruf h jo Pasal 78 ayat 7 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang

Kehutanan, Bunyi pasal-pasal tersebut sebagai berikut :

a) Pasal 50 ayat (3) huruf h Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999

tentang Kehutanan menyatakan bahwa :

” Setiap orang dilarang mengangkut, menguasai, atau memiliki hasil

hutan yang tidak dilengkapi bersama-sama dengan surat keterangan

sahnya hasil hutan”;

b) Pasal 78 ayat (7) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang

Kehutanan menerangkan bahwa :

” Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3) huruf h, diancam dengan pidana

penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp

10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) ”.

Page 70: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS YURIDIS ... · INSAN SETIYAWAN E1106138 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

58

Terdakwa H.Patta bin Latappe terbukti memenuhi unsur-unsur dari

pasal-pasal yang didakwakan tersebut, sehingga bunyi amar putusannya

pada butir pertama yaitu secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan

tindak pidana mengangkut hasil hutan yang tidak dilengkapi bersama-sama

dengan surat keterangan sahnya hasil hutan (SKSHH). Pidana yang

dijatuhkan adalah pidana penjara selama 6 (enam) bulan dan 20 (dua

puluh) hari dan denda sebesar Rp.20.000.000,- (dua puluh juta rupiah)

subsidair 1 (satu) bulan kurungan. Kemudian Barang Bukti dikembalikan

kepada pemiliknya dan dikembalikan kepada Negara melalui Dinas

Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Soppeng.

Demikian pula dengan Pengadilan Tinggi Negeri Makasar yang

menerima permintaan banding dari Jaksa Penuntut Umum, juga

menerapkan kaidah hukum yang sama, namum Putusan Pengadilan Tinggi

ini untuk memperbaiki Putusan Pengadilan Negeri yang memutuskan

sebelumnya, sepanjang mengenai lamanya pidana yang dijatuhkan atas diri

terdakwa. Lamanya pidana penjara yang dijatuhkan adalah selama 1 (satu)

tahun 6 (enam) bulan dan denda sebesar Rp. 20.000.000,00 ( dua puluh

juta rupiah ) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka

akan diganti dengan pidana kurungan selama 3 ( tiga ) bulan.

Kemudian , terhadap putusan Pengadilan Tinggi Makasar tersebut

Jaksa penuntut Umum sebagai pemohon banding ternyata sudah puas akan

putusan majelis hakim, tetapi di lain pihak putusan dari Pengadilan Tinggi

membuat terdakwa tidak terima akan Putusan terhadap diri terdakwa oleh

karena itu terdakwa mengajukan permohonan kasasi terhadap Putusan

Pengadilan Tinggi tersebut. Mengingat akan akta tentang permohonan

kasasi Nomor 01/Akta Pid/2006/PN.Wnp, yang dibuat oleh Panitera pada

Pengadilan Negeri Watansoppeng yang menerangkan bahwa pada tanggal

20 juli 2006 Terdakwa mengajukan permohonan kasasi terhadap putusan

Pengadilan Tinggi tersebut. Sehingga Mahkamah Agung berdasarkan

pertimbangannya tersebut memutuskan untuk menolak permohonan kasasi

dari Pemohon Kasasi atau Terdakwa, serta menetapkan uang sebesar Rp.

Page 71: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS YURIDIS ... · INSAN SETIYAWAN E1106138 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

59

2.500,00 ( dua ribu lima ratus rupiah ) dibebabankan kepada pemohon

kasasi atau terdakwa untuk membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi

ini.

Dalam hal seperti ini, apabila permohonan kasasi gugur atau ditolak,

maka putusan yang dimintakan kasasi yaitu Putusan Pengadilan Tinggi

Makasar menjadi incraht van gewijsde atau berkekuatan hukum tetap.

Kemudian, pihak yang bersangkutan ( Jaksa Penuntut Umum dan

Terdakwa ) dianggap menerima Putusan Pengadilan Tinggi Makasar

tersebut.

Jika melihat Undang-Undang yang berlaku sekarang, terdapat

perubahan atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang kehutanan.

Pada tanggal 11 Maret 2004 telah diundangkan Peraturan Pemerintah

Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan atas

Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Kemudian

pada tanggal 13 agustus 2004, Peraturan Pemerintah tersebut ditetapkan

menjadi Undang-Undang, sehingga menjadi Undang-Undang Nomor 19

Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang

Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi Undang-Undang.

Tetapi Harus diakui juga, bahwa Undang-Undang Kehutanan

mempunyai kelemahan mendasar. Ketentuan Pidana diatur hanya di satu

pasal, yakni Pasal 78. Yang kemudian, di Pasal 80 ditegaskan, segala

pelanggaran diluar yang diatur Pasal 78 hanya dijatuhi sanksi administratif

dan denda. Artinya, pembalakan yang dilakukan berdasarkan izin,

meskipun izin tersebut cacat, dan hutan ditebang jauh lebih luas dibanding

luas yang diizinkan, atau bahkan seklalipun si pembalak menghancurkan

hutan sedemikian rupa, ia hanya bisa dijerat sanksi administratif. Luar

biasa lemahnya Undang-Undang ini (http://febridiansyah.wordpress.com).

Menurut Ilmu pengetahuan Hukum , jika terdapat perubahan Undang-

Undang maka Hakim dapat memilih kaidah hukum yang akan diterapkan

dalam menangani suatu perkara. Tetapi dalam putusan Mahkamah Agung

Page 72: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS YURIDIS ... · INSAN SETIYAWAN E1106138 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

60

tentang perkara Tindak Pidana Illegal Logging ini, Hakim tetap

menggunakan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan

untuk memidanakan terdakwa.

Menurut pendapat Penulis , berdasarkan Kasus Posisi dilihat dari

Tempus delicti atau waktu perbuatan pidana oleh terdakwa, Ketika itu

peraturan yang berlaku adalah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 2004 tersebut, namun Hakim juga tidak

menggunakan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang itu untuk

memidanakan terdakwa. Meskipun perbuatan pidana itu dilakukan setelah

adanya pengundangan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tetapi

Hakim tidak menggunakan Undang-Undang tersebut melainkan Hakim

tetap menggunakan Undang-Undang yang lama yaitu Undang-Undang

Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.

Bahwa dirubahnya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 menjadi

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004

sampai ditetapkannya peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang ini

menjadi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004, tidak merubah kaidah

hukum dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 secara total.

Perubahan tersebut hanya berupa penambahan ketentuan baru dalam bab

penutup yang dijadikan Pasal 83A dan Pasal 83B. Sedangkan pasal-pasal

yang digunakan oleh Hakim dalam memutus perkara yaitu Pasal 50 ayat

(3) huruf h dan Pasal 78 ayat (7) untuk memidanakan terdakwa tidak

mengalami perubahan sama sekali. Sehingga, kalau Penulis boleh

berpendapat bahwa benar jika Hakim tetap menggunakan Undang-undang

Nomor 41 Tahun 1999 untuk memidanakan terdakwa, dengan asumsi

bahwa hakim dapat memilih hukumnya.

Setelah Penulis kembali meninjau dalam hal pemberian atau

penjatuhan sanksi pidana, Hakim yang memutus perkara ini menjatuhkan

sanksi pidana yang relatif ringan. Hal ini disebabkan karena Undang-

Undang yang dipakai juga tidak mengatur mengenai batas minimum

pemberian sanksi pidana, yang mana menurut penulis belum dapat

Page 73: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS YURIDIS ... · INSAN SETIYAWAN E1106138 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

61

memberikan rasa kepuasan bagi masyarakat yang menghendaki tegaknya

keadilan. Alasan ini cukup konkrit , apabila dilihat dari dampak negatif

yang sangat merugikan yang ditimbulkan dari perbuatan illegal di bidang

Kehutanan ini.

2. Putusan Mahkamah Agung Nomor 2143K/PID/2006 dalam Perkara

Tindak Pidana Illegal Logging telah sesuaikah dengan Undang-

Undang Nomor 41 Tahun 1999.

a. Ketentuan Pidana dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor

2143K/Pid/2006.

Dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 2143K/Pid/2006 tersebut,

berdasarkan fakta-fakta dipersidangan tingkat pertama, Majelis Hakim

Pengadilan Negeri Makasar memutuskan bahwa perbuatan terdakwa telah

memenuhi unsur-unsur pasal-pasal yang didakwakan, yaitu Pasal 50 ayat 3

huruf h jo Pasal 78 ayat 7 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang

Kehutanan.

Bahwa dalam putusan Pengadilan Negeri Watansoppeng Menyatakan

Terdakwa H. Patta bin Latappe telah terbukti secara sah dan meyakinkan

bersalah melakukan tindak pidana mengangkut hasil hutan yang tidak

dilengkapi bersama-sama dengan surat keterangan sahnya hasil hutan

(SKSHH). Sehingga Pengadilan Negeri Menjatuhkan pidana oleh karena

itu kepada Terdakwa dengan pidana penjara selama 6 (enam) bulan dan 20

(dua puluh) hari dan denda sebesar Rp.20.000.000,- (dua puluh juta

rupiah) subsidair 1 (satu) bulan kurungan.

Demikian pula dengan Pengadilan Tinggi Negeri Makasar yang

menerima permintaan banding dari Jaksa Penuntut Umum, juga

menerapkan kaidah hukum yang sama, namum Putusan Pengadilan Tinggi

ini untuk memperbaiki Putusan Pengadilan Negeri yang memutuskan

sebelumnya, sepanjang mengenai lamanya pidana yang dijatuhkan atas diri

Page 74: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS YURIDIS ... · INSAN SETIYAWAN E1106138 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

62

terdakwa. Lamanya pidana penjara yang dijatuhkan adalah selama 1 (satu)

tahun 6 (enam) bulan dan denda sebesar Rp. 20.000.000,00 ( dua puluh

juta rupiah ) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka

akan diganti dengan pidana kurungan selama 3 ( tiga ) bulan.

Kemudian , terhadap putusan Pengadilan Tinggi Makasar tersebut

Jaksa penuntut Umum sebagai pemohon banding ternyata sudah puas akan

putusan majelis hakim, tetapi di lain pihak putusan dari Pengadilan Tinggi

membuat terdakwa tidak terima akan Putusan terhadap diri terdakwa oleh

karena itu terdakwa mengajukan permohonan kasasi terhadap Putusan

Pengadilan Tinggi tersebut. Mengingat akan akta tentang permohonan

kasasi Nomor 01/Akta Pid/2006/PN.Wnp, yang dibuat oleh Panitera pada

Pengadilan Negeri Watansoppeng yang menerangkan bahwa pada tanggal

20 juli 2006 Terdakwa mengajukan permohonan kasasi terhadap putusan

Pengadilan Tinggi tersebut. Sehingga Mahkamah Agung berdasarkan

pertimbangannya tersebut memutuskan untuk menolak permohonan kasasi

dari Pemohon Kasasi atau Terdakwa, serta menetapkan uang sebesar Rp.

2.500,00 ( dua ribu lima ratus rupiah ) dibebabankan kepada pemohon

kasasi atau terdakwa untuk membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi

ini.

b. Ketentuan Pidana yang ada dalam Undang-Undang Nomor 41

Tahun 1999 tentang Kehutanan.

Ketentuan pidana yang diatur dalam Pasal 50 dan sanksi pidananya

dalam Pasal 78 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang

Kehutanan, merupakan salah satu dari upaya perlindungan hutan dalam

rangka mempertahankan fungsi hutan secara lestari. Maksud dan tujuan

dari pemberian sanksi pidana yang berat terhadap setiap orang yang

melanggar hukum di bidang kehutanan ini adalah agar dapat menimbulkan

efek jera bagi pelanggar hukum di bidang kehutanan (penjelasan umum

paragaraf ke 18 <delapan belas> UU Nomor 41 Tahun 1999). Efek jera

Page 75: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS YURIDIS ... · INSAN SETIYAWAN E1106138 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

63

yang dimaksud bukan hanya kepada pelaku yang telah melakukan tindak

pidana kehutanan, akan tetapi juga ditujukan kepada orang lain yang

mempunyai kegiatan dalam bidang kehutanan sehingga timbul rasa enggan

melakukan perbuatan melanggar hukum karena sanksi pidana yang berat.

Ada tiga jenis pidana yang diatur dalam Pasal 78 Undang-Undang

Nomor 41 Tahun 1999 yaitu pidana penjara, pidana denda, dan pidana

perampasan benda yang digunakan untuk melakukan perbuatan pidana.

Ketiga jenis pidana ini dapat pula dijatuhkan kepada pelaku secara

kumulatif. Ketentuan pidana tersebut dapat dicermati dalam rumusan

sanksi pidana yang diatur dalam Pasal 78 Undang-Undang Nomor 41

Tahun 1999. Jenis pidana itu merupakan sanksi yang diberikan kepada

pelaku yang melakukan kejahatan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 50

Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999.

Ketentuan Pidana yang ada di dalam Undang-Undang Nomor 41

Tahun 1999 tentang Kehutanan, bahwa terdakwa dalam putusan

pengadilan negeri didakwa dengan dakwaan Pasal 50 ayat (3) Jo Pasal 78

ayat (7) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Bunyi

dari kedua Pasal tersebut adalah sebagai berikut :

a) Pasal 50 ayat (3) huruf h Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999

tentang Kehutanan menyatakan bahwa :

” Setiap orang dilarang mengangkut, menguasai, atau memiliki

hasil hutan yang tidak dilengkapi bersama-sama dengan surat

keterangan sahnya hasil hutan”;

b) Pasal 78 ayat (7) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang

Kehutanan menerangkan bahwa :

” Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3) huruf h, diancam dengan pidana

penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp

10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) ”.

Page 76: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS YURIDIS ... · INSAN SETIYAWAN E1106138 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

64

Dalam ketentuan pidana yang ada di dalam putusan Pengadilan Negeri

Watansoppeng, oleh karena itu kepada Terdakwa dengan pidana penjara

selama 6 (enam) bulan dan 20 (dua puluh) hari dan denda sebesar

Rp.20.000.000,- (dua puluh juta rupiah) subsidair 1 (satu) bulan kurungan.

Sedangkan Ketentuan Pidana yang ada dalam Putusan Pengadilan

Tinggi Makassar, Putusan Pengadilan Tinggi ini untuk memperbaiki

Putusan Pengadilan Negeri yang memutuskan sebelumnya, sepanjang

mengenai lamanya pidana yang dijatuhkan atas diri terdakwa. Lamanya

pidana penjara yang dijatuhkan adalah selama 1 ( satu ) tahun 6 (enam)

bulan dan denda sebesar Rp. 20.000.000,00 ( dua puluh juta rupiah )

dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka akan diganti

dengan pidana kurungan selama 3 ( tiga ) bulan.

Ketentuan Pidana yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 41

Tahun 1999 tentang Kehutanan yaitu menurut Pasal 78 ayat (7), berbunyi

sebagai berikut : ” Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3) huruf h, diancam dengan

pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp

10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) ”.

Menurut Penulis, bahwa Putusan Mahkamah Agung Nomor

2143K/Pid/2006 tersebut telah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 41

Tahun 1999 tentang Kehutanan, sebab Majelis Hakim dalam memutus

perkara menggunakan dasar hukum Undang-Undang ini yaitu

menggunakan Pasal 50 ayat (3) jo Pasal 78 ayat (7) Undang-Undang

Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.

Tetapi Majelis hakim dalam menjatuhkan ketentuan pidana mungkin

terlalu sedikit, sebab terdakwa benar-benar bersalah dan terbukti kalau

terdakwa mengangkut kayu tanpa dilengkapi dengan Surat Keterangan

Sahnya Hasil Hutan (SKSHH). Seharusnya Terdakwa menerima pidana

lebih dari 1 (satu) tahun dan juga denda lebih dari Rp. 20.000.000,00 (dua

puluh juta rupiah), supaya terdakwa ada rasa jera dalam melakukan Tindak

Pidana Illegal Logging tersebut.

Page 77: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS YURIDIS ... · INSAN SETIYAWAN E1106138 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

65

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penulisan dan pembahasan yang telah dilakukan, maka

dapat Penulis ambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Terkait mengenai tindak pidana Illegal Logging dan berdasarkan perkara

yang telah diputus Mahkamah Agung dalam Putusan Nomor

2143K/Pid/2006, maka dapat dinyatakan bahwa tindak pidana illegal logging

adalah tindak pidana mengangkut, menguasai, atau memiliki hasil hutan yang

tidak dilengkapi bersama-sama dengan surat keterangan sahnya hasil hutan.

Sehingga kaidah Hukum terdapat pada Putusan Mahkamah Agung tersebut

adalah Pasal 50 ayat (3) huruf h, dan Pasal 78 ayat (7) Undang-Undang

Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan . Setidak-tidaknya dalam perkara

tersebut sudah dapat mewakili dari sekian banyaknya kasus illegal logging

yang terjadi di Negara ini serta dapat ditarik suatu kesimpulan yang lain

bahwa Pelaku Tindak Pidana Illegal Logging adalah mereka-mereka yang

hanya mengangkut kayu-kayu tanpa dilengkapi Surat Sahnya Hasil Hutan,

sedangkan pemilik modalnya atau Cukongnya sangatlah sulit untuk ditangkap

dan dijerat hukuman sebab, Cukongnya itu berpindah-pindah tempat itu

menyebabkan kesulitan bagi penegak hukum untuk menangkapnya. Salah

satu dari perkara tersebut yaitu dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor

2143K/Pid/2006 dalam perkara tindak pidana illegal logging. Pada perkara

yang diputus Mahkamah Agung dalam putusannya bernomor

2143K/Pid/2006 . Pelakunya adalah Orang yang mengangkut kayu dari hutan

untuk dibawa ketempat lain. Pelaku tidak memiliki izin resmi berupa surat

keterangan sahnya hasil hutan (SKSHH), dan hanya membawa surat

keterangan atau pengantar dari desa sering dan SKU saja bahwa kayu-kayu

yang diangkutnya adalah milik perorangan. Disisi lain ini merupakan suatu

contoh belum mengertinya masyarakat atas Undang-Undang juga tidak

Page 78: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS YURIDIS ... · INSAN SETIYAWAN E1106138 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

66

mengakomodasi pengaturan mengenai siapa-siapa saja yang dapat dikenakan

sanksi pidana terkait perbuatannya yang melanggar hukum dalam Undang-

Undang ini,serta belum sempat diaturnya secara rincimengenai hutan adat,

mengingat masyarakat adat adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dengan

hutan disekitar tempat tinggal tersebut.

2. Penggunaan kaidah hukum oleh hakim yang memutus perkara dalam putusan

yang telah incracht atau sudah pasti dan sudah mempunyai kekuatan hukum

tetap. Semua itu telah benar dan telah sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku, yaitu Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999

tentang Kehutanan. Namun dalam pemberian sanksi pidananya terhadap

pelaku terlalu relatif ringan, dan tidak akan mendapatkan efek jera bagi

pelakunya, karena Undang-Undang yang dipakai memang tidak mengatur

mengenai batas minimum pemberian sanksi pidana. Yang mana menurut

penulis belum mendapatkan atau memberikan rasa kepuasan bagi masyarakat

yang mendambakan tegaknya hukum dan keadilan. Hal ini sangatlah

beralasan karena perbuatan melawan hukum ini sangat merugikan dan

berdampak negatif cukup besar terhadap upaya untuk mewujudkan suatu

Negara yang makmur dan sejahtera.

B. Saran

Dari Penulisan Hukum yang penulis lakukan, ada beberapa saran yang

dapat disampaikan, yaitu sebagai berikut :

1. Definisi dan pengertian tentang illegal logging agar lebih diperjelas lagi,

sehingga dapat memudahkan para pihak terutama para penegak hukum agar

tidak mengalami kesulitan dalam menetapkan perbuatan seseorang, apakah

termasuk tindak pidana illegal logging atau tidak;

a. Ada pemberian batas minimum khusus mengenai sanksi pidana setiap

perbuatan yang digolongkan sebagai tindak pidana illegal logging, agar

penegak hukum ( khususnya bagai Hakim ) tidak sewenag-wenang dalam

Page 79: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS YURIDIS ... · INSAN SETIYAWAN E1106138 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET ... ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

67

menjatuhkan sanksi pidana kepada pelaku. Hal ini juga dimaksudkan

untuk memberikan rasa keadilan demi tegaknya hukum;

b. Adanya koordinasi lebih ditingkatkan lagi antara para penegak hukum

yang bergerak dilapangan, seperti Departemen Kehutanan, TNI, dan

POLRI dalam melakukan pengawasan di sejumlah wilayah yang rawan,

sehingga tidak terjadi tumpang tindih kewenangan atau bahkan lepas

tangan karena merasa bukan kewenangannya.

2. Diantara Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan dengan

Putusan Mahkamam Agung harus lebih disesuaikan lagi dalam penjatuhan

sanksi Pidana agar pelaku kejahatan merasa Jera.

a. Memberikan pengaturan tentang batasan-batasan secara jelas agar dapat

memudahkan pemerintah setempat di dalam memberikan ijin hak

pengusaha hutan (HPH) kepada pengusaha kayu, sehingga diharapkan

dapat mengontrol kegiatan usaha tersebut;

b. Untuk menghindari kriminalisasi terhadap masyarakat dalam operasi

pemberantasan PKI (Penebangan Kayu Illegal), sudah menjadi

keniscayaan bahwa konflik-konflik kehutanan dan tata batas hutan harus

diselesaikan.