diare (he)

25
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sampai saat ini penyakit diare masih menjadi masalah kesehatan dunia terutama di negara berkembang. Besarnya masalah tersebut terlihat dari tingginya angka kesakitan dan kematian akibat diare (Salwan, 2008). Dari tahun ke tahun diare tetap menjadi salah satu penyakit yang menyebabkan mortalitas dan malnutrisi pada anak. Diare atau dikenal dengan sebutan mencret memang merupakan penyakit yang masih banyak terjadi pada masa kanak dan bahkan menjadi salah satu penyakit yang banyak menjadi penyebab kematian anak yang berusia di bawah lima tahun (balita). Karenanya, kekhawatiran orang tua terhadap penyakit diare adalah hal yang wajar dan harus dimengerti. Justru yang menjadi masalah adalah apabila ada orang tua yang bersikap tidak acuh atau kurang waspada terhadap anak yang mengalami diare. Menurut data World Health Organization(WHO) pada tahun 2009, diare adalah penyebab kematian kedua pada anak dibawah 5 tahun. Secara global setiap tahunnya ada sekitar 2 miliar kasus diare dengan angka kematian 1.5 juta pertahun. Pada negara berkembang, anak-anak usia dibawah 3 tahun rata-rata mengalami 3 episode diare 1

Upload: yoslianto-sarampang

Post on 28-Dec-2015

22 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

tentang penyakit diare

TRANSCRIPT

Page 1: DIARE (HE)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Sampai saat ini penyakit diare masih menjadi masalah kesehatan dunia

terutama di negara berkembang. Besarnya masalah tersebut terlihat dari tingginya

angka kesakitan dan kematian akibat diare (Salwan, 2008). Dari tahun ke tahun

diare tetap menjadi salah satu penyakit yang menyebabkan mortalitas dan

malnutrisi pada anak. Diare atau dikenal dengan sebutan mencret memang

merupakan penyakit yang masih banyak terjadi pada masa kanak dan bahkan

menjadi salah satu penyakit yang banyak menjadi penyebab kematian anak yang

berusia di bawah lima tahun (balita). Karenanya, kekhawatiran orang tua terhadap

penyakit diare adalah hal yang wajar dan harus dimengerti. Justru yang menjadi

masalah adalah apabila ada orang tua yang bersikap tidak acuh atau kurang

waspada terhadap anak yang mengalami diare.

Menurut data World Health Organization(WHO) pada tahun 2009, diare

adalah penyebab kematian kedua pada anak dibawah 5 tahun. Secara global setiap

tahunnya ada sekitar 2 miliar kasus diare dengan angka kematian 1.5 juta

pertahun. Pada negara berkembang, anak-anak usia dibawah 3 tahun rata-rata

mengalami 3 episode diare pertahun. Setiap episodenya diare akan menyebabkan

kehilangan nutrisi yang dibutuhkan anak untuk tumbuh, sehingga diare

merupakan penyebab utama malnutrisi pada anak (WHO, 2009).

Untuk skala nasional berdasarkan data dari Profil Kesehatan Indonesia

tahun 2008, penderita diare pada tahun tersebut adalah 8.443 orang dengan angka

kematian akibat diare adalah 2.5%. Angka ini meningkat dari tahun sebelumnya,

yaitu 1.7% dengan jumlah penderita diare adalah 3.661 orang. Untuk tahun 2006,

penderita diare di Indonesia adalah 10.280 orang dengan angka kematian 2.5%.

Sementara dari data Profil Kesehatan Provinsi Sumatra Utara tahun 2008, diare

menduduki urutan kedua dari sepuluh penyebab terbanyak kunjungan ke

1

Page 2: DIARE (HE)

puskesmas setelah Influenza dengan tingkat kematian pada penyakit diare

mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya. Tahun 2008 Case

Fatality Rate (CFR) akibat diare sebesar 4.78% dengan 10 penderita meninggal

dari 209 kasus. Angka ini naik dari tahun sebelumnya yaitu dengan CFR 1.31%

dengan 4 penderita meninggal dari 304 kasus.

Salah satu langkah dalam pencapaian target Millenium Development

Goals/ MDG’s (Goal ke-4) adalah menurunkan kematian anak menjadi 2/3 bagian

dari tahun 1990 sampai pada 2015. Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga

(SKRT), Studi Mortalitas dan Riset Kesehatan Dasar dari tahun ke tahun

diketahui bahwa diare masih menjadi penyebab utama kematian balita di

Indonesia. Penyebab utama kematian akibat diare adalah tata laksana yang tidak

tepat baik di rumah maupun di sarana kesehatan. Untuk menurunkan kematian

karena diare perlu tata laksana yang cepat dan tepat (Kemenkes, 2011).

Berbagai faktor mempengaruhi terjadinya kematian, malnutrisi, ataupun

kesembuhan pada pasien penderita diare. Diare disebabkan faktor cuaca,

lingkungan, dan makanan. Perubahan iklim, kondisi lingkungan kotor, dan kurang

memerhatikan kebersihan makanan merupakan faktor utamanya. Penularan diare

umumnya melalui 4F, yaitu Food, Fly , Feces, dan Finger. Pada balita, kejadian

diare lebih berbahaya dibanding pada orang dewasa dikarenakan komposisi tubuh

balita yang lebih banyak mengandung air dibanding dewasa. Jika terjadi diare,

balita lebih rentan mengalami dehidrasi dan komplikasi lainnya yang dapat

merujuk pada malnutrisi ataupun kematian.

Oleh karena itu, upaya pencegahan diare yang praktis adalah dengan

memutus rantai penularan tersebut. Sesuai data UNICEF awal Juni 2010,

ditemukan salah satu pemicu diare baru, yaitu bakteri Clostridium difficile yang

dapat menyebabkan infeksi mematikan di saluran pencernaan. Bakteri ini hidup di

udara dan dapat dibawa oleh lalat yang hinggap di makanan.

(lifestyle.okezone.com).

2

Page 3: DIARE (HE)

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. PENGERTIAN DIARE

Menurut WHO (1999) secara klinis diare didefinisikan sebagai

bertambahnya defekasi (buang air besar) lebih dari biasanya/lebih dari tiga kali

sehari, disertai dengan perubahan konsisten tinja (menjadi cair) dengan atau tanpa

darah. Secara klinik dibedakan tiga macam sindroma diare yaitu diare cair akut,

disentri, dan diare persisten. Sedangkan menurut menurut Depkes RI (2005), diare

adalah suatu penyakit dengan tanda-tanda adanya perubahan bentuk dan

konsistensi dari tinja, yang melembek sampai mencair dan bertambahnya

frekuensi buang air besar biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari. Menurut

Simadibrata (2006) diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk

cair atau setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari

biasanya lebih dari 200 gram atau 200 ml/24 jam.

Diare akut diberi batasan sebagai meningkatnya kekerapan, bertambah

cairan, atau bertambah banyaknya tinja yang dikeluarkan, akan tetapi hal itu

sangat ocialc terhadap kebiasaan yang ada pada penderita dan berlangsung tidak

lebih dari satu minggu. Apabila diare berlangsung antara satu sampai dua minggu

maka dikatakan diare yang berkepanjangan (Soegijanto, 2002).

B. KLASIFIKASI DIARE

Departemen Kesehatan RI (2000), mengklasifikasikan jenis diare menjadi empat

kelompok yaitu:

1. Diare akut: yaitu diare yang berlangsung kurang dari empat belas hari

(umumnya kurang dari tujuh hari).

2. Disentri; yaitu diare yang disertai darah dalam tinjanya.

3. Diare persisten; yaitu diare yang berlangsung lebih dari empat belas

hari secara terus menerus.

3

Page 4: DIARE (HE)

4. Diare dengan masalah lain: anak yang menderita diare (diare akut dan

persisten) mungkin juga disertai penyakit lain seperti demam, gangguan

gizi atau penyakit lainnya.

Menurut Suraatmaja, (2007)di bagi menjadi 2 yaitu:

1. Berdasarkan lamanya diare:

a. Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari.

b. Diare kronik, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari

dengan kehilangan berat badan atau berat badan tidak bertambah

(failure to thrive) selama masa diare tersebut.

2. Berdasarkan mekanisme patofisiologik:

a. Diare sekresi (secretory diarrhea)

b. Diare osmotic (osmotic diarrhea)

Diare akut dapat mengakibatkan: (1) kehilangan air dan elektrolit serta gangguan

asam basa yang menyebabkan dehidrasi, asidosis ocialc dan hipokalemia, (2)

Gangguan sirkulasi darah, dapat berupa renjatan hipovolemik sebagai akibat diare

dengan atau tanpa disertai muntah, (3) Gangguan gizi yang terjadi akibat

keluarnya cairan berlebihan karena diare dan muntah (Soegijanto, 2002).

C. ETIOLOGI

Diare dapat menyebabkan hilangnya sejumlah besar air dan elektrolit,

terutama natrium dan kalium dan sering disertai dengan asidosis ocialc. Dehidrasi

dapat diklasifikasikan berdasarkan ocial air dan atau keseimbangan serum

elektrolit. Setiap kehilangan berat badan yang melampaui 1% dalam sehari

merupakan hilangnya air dari tubuh. Kehidupan bayi jarang dapat dipertahankan

apabila ocial melampaui 15% (Soegijanto, 2002). Menurut World

Gastroenterology Organization Global Guidelines 2005, etiologi diare akut dibagi

atas empat penyebab:

1. Bakteri : Shigella, Salmonella, E. Coli, Gol. Vibrio, Bacillus cereus,

Clostridium perfringens, Stafilokokus aureus, Campylobacter

aeromonas.

4

Page 5: DIARE (HE)

2. Virus : Rotavirus, Adenovirus, Norwalk virus, Coronavirus, Astrovirus.

3. Parasit : Protozoa, Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Balantidium

coli, Trichuris trichiura, Cryptosporidium parvum, Strongyloides

stercoralis.

4. Non infeksi : malabsorpsi, keracunan makanan, alergi, gangguan

motilitas, imunodefisiensi, kesulitan makan, dll. (Simadibrata, 2006).

Menurut Haroen N.S, Suraatmaja dan P.O Asnil (1998), ditinjau dari sudut

patofisiologi, penyebab diare akut dapat dibagi dalam dua golongan yaitu:

1. Diare sekresi (secretory diarrhoe), disebabkan oleh:

a. Infeksi virus, kuman-kuman ocialc dan apatogen seperti

shigella, ocialc, E. Coli, golongan vibrio, B. Cereus, clostridium

perfarings, stapylococus aureus, comperastaltik usus halus yang

disebabkan bahan-bahan kimia makanan (misalnya keracunan

makanan, makanan yang pedas, terlalau asam), gangguan psikis

(ketakutan, gugup), gangguan saraf, hawa dingin, alergi dan

sebagainya.

b. Defisiensi imum terutama SIGA (secretory imonol bulin A)

yang mengakibatkan terjadinya berlipat gandanya bakteri/flata

usus dan jamur terutama canalida.

2. Diare ocial (ocial ocialc) disebabkan oleh:

a. Malabsorpsi makanan: karbohidrat, lemak (LCT), protein,

vitamin dan mineral.

b. Kurang kalori protein.

c. Bayi berat badan lahir rendah dan bayi baru lahir.

Sedangkan menurut Ngastiyah (2005), penyebab diare dapat dibagi dalam

beberapa ocial yaitu:

1. Faktor infeksi

a. Infeksi enteral merupakan penyebab utama diare pada anak, yang

meliputi: infeksi bakteri, infeksi virus (enteovirus, ocialcss, virus

echo coxsackie). Adeno virus, rota virus, astrovirus, dll) dan

5

Page 6: DIARE (HE)

infeksi parasit : cacing (ascaris, trichuris, oxyuris, strongxloides)

protozoa (entamoeba histolytica, giardia lamblia, trichomonas

homunis) jamur (canida albicous).

b. Infeksi parenteral ialah infeksi diluar alat pencernaan makanan

seperti otitis media akut (OMA) ocialcs/tonsilofaringits,

bronkopeneumonia, ensefalitis dan sebagainya. Keadaan ini

terutama terdapat pada bayi dan anak berumur dibawah dua (2)

tahun.

2. Faktor malaborsi : Malaborsi karbohidrat, lemak dan protein.

a. Faktor makanan

b. Faktor psikologis

D. CARA PENULARAN DIARE

Diare dapat ditularkan dengan berbagai cara yang mengakibatkan timbulnya

infeksi antara lain:

1. Makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi, baik yang sudah

dicemari oleh serangga atau kontaminasi oleh tangan yang kotor.

2. Bermain dengan mainan yang terkontaminasi, apalagi pada bayi sering

memasukan tangan/ mainan / apapun kedalam mulut. Karena virus ini

dapat bertahan dipermukaan udara sampai beberapa hari.

3. Pengunaan sumber air yang sudah tercemar dan tidak memasak air

dengan benar

4. Pencucian dan pemakaian botol susu yang tidak bersih.

5. Tidak mencuci tangan dengan bersih setelah selesai buang air besar atau

membersihkan tinja anak yang terinfeksi, sehingga mengkontaminasi

perabotan dan alat-alat yang dipegang

E. MANIFESTASI KLINIS

Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung

sejumlah ion natrium, klorida, dan bikarbonat. Kehilangan air dan elektrolit ini

bertambah bila ada muntah dan kehilangan air juga meningkat bila ada panas. Hal

ini dapat menyebabkan dehidrasi, asidosis ocialc, dan hipovolemia. Dehidrasi

6

Page 7: DIARE (HE)

merupakan keadaan yang paling berbahaya karena dapat menyebabkan

hipovolemia, kolaps kardiovaskuler dan kematian bila tidak diobati dengan tepat.

Dehidrasi yang terjadi menurut tonisitas plasma dapat berupa dehidrasi ocialc,

dehidrasi hipertonik (hipernatremik) atau dehidrasi hipotonik. Menurut derajat

dehidrasinya oci tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan, dehidrasi sedang atau dehidrasi

berat (Juffrie, 2010).

Diare akut karena infeksi dapat disertai muntah-muntah, demam,

tenesmus, hematoschezia, nyeri perut dan atau kejang perut. Akibat paling fatal

dari diare yang berlangsung lama tanpa rehidrasi yang adekuat adalah kematian

akibat dehidrasi yang menimbulkan renjatan hipovolemik atau gangguan

biokimiawi berupa asidosis ocialc yang berlanjut. Seseoran yang kekurangan

cairan akan merasa haus, berat badan berkurang, mata cekung, lidah kering, tulang

pipi tampak lebih menonjol, turgor kulit menurun serta suara menjadi serak.

Keluhan dan gejala ini disebabkan oleh deplesi air yang ocialc. Karena kehilangan

bikarbonat (HCO3) maka perbandingannya dengan asam karbonat berkurang

mengakibatkan penurunan Ph darah yang merangsang pusat pernapasan sehingga

frekuensi pernapasan meningkat dan lebih dalam (pernapasan Kussmaul).

Gangguan kardiovaskuler pada tahap hipovolemik yang berat dapat berupa

renjatan dengan tanda-tanda denyut nadi cepat (> 120 x/menit), tekanan darah

menurun sampai tidak terukur. Pasien mulai gelisah, muka pucat, akral dingin dan

kadang-kadang sianosis. Karena kekurangan kalium pada diare akut juga dapat

timbul aritmia jantung. Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal

menurun sampai timbul oliguria/anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatsi akan

timbul penyulit nekrosis tubulus ginjal akut yang berarti suatu keadaan gagal

ginjal akut.

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Menurut Hassan dan Alatas (1998) pemeriksaan laboratorium pada diare adalah:

1. Feses

a. Makroskopis dan Mikroskopis

7

Page 8: DIARE (HE)

b. Ph dan kadar gula pada tinja dengan kertas lakmus dan tablet

clinitest, bila diduga terdapat intoleransi gula.

c. Biakan dan uji resisten.

2. Pemeriksaan keseimbangan asam basa dalam darah, dengan

menentukan Ph dan cadangan alkalin atau dengan analisa gas darah.

3. Ureum kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.

4. Elektrolit terutama natrium, kalium dan fosfor dalam serium.

5. Pemeriksaan Intubasi deudenum untuk mengetahui jenis jasad renik

atau parasit.

G. PENCEGAHAN

Pada dasarnya ada tiga tingkatan pencegahan penyakit secara umum yakni:

pencegahan tingkat pertama (Primary Prevention) yang meliputi promosi

kesehatan dan pencegahan khusus, pencegahan tingkat kedua (Secondary

Prevention) yang meliputi diagnosis dini serta pengobatan yang tepat, dan

pencegahan tingkat ketiga (tertiary prevention) yang meliputi pencegahan

terhadap cacat dan rehabilitasi (Nasry Noor, 1997).

1. Pencegahan Primer

Pencegahan primer penyakit diare dapat ditujukan pada ocial

penyebab, lingkungan dan ocial pejamu. Untuk ocial penyebab

dilakukan berbagai upaya agar mikroorganisme penyebab diare

dihilangkan. Peningkatan air bersih dan sanitasi lingkungan, perbaikan

lingkungan biologis dilakukan untuk memodifikasi lingkungan. Untuk

meningkatkan daya tahan tubuh dari pejamu maka dapat dilakukan

peningkatan status gizi dan pemberian imunisasi

a. Penyediaan Air Bersih

Sebagian besar kuman infeksius penyebab diare ditularkan

melalui jalur fecal-oral mereka dapat ditularkan dengan

memasukkan kedalam mulut, cairan atau benda yang tercemar

dengan tinja misalnya air minum, jari-jari tangan, makanan yang

8

Page 9: DIARE (HE)

disiapkan dalam panic yang dicuci dengan air tercemar (Depkes

RI, 2006).

Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air yang

benar-benar bersih mempunyai resiko menderita diare lebih kecil

dibandingkan dengan masyarakat yang tidak mendapatkan air

bersih (Depkes RI, 2006).

b. Tempat Pembuangan Tinja

Tempat pembuangan tinja yang tidak memenuhi syarat

sanitasi akan meningkatkan risiko terjadinya diare berdarah pada

anak balita sebesar dua kali lipat dibandingkan keluarga yang

mempunyai kebiasaan membuang tinjanya yang memenuhi syarat

sanitasi (Wibowo, 2003).

c. Status Gizi

Pada ada anak dengan malnutrisi, kelenjar timusnya akan

mengecil dan kekebalan sel-sel menjadi terbatas sekali sehingga

kemampuan untuk mengadakan kekebalan nonspesifik terhadap

kelompok ocialc berkurang (Suharyono, 1986)

d. Pemberian Air Susu Ibu (ASI)

Pada bayi yang tidak diberi ASI secara penuh, pada 6

bulan pertama kehidupan resiko terkena diare adalah 30 kali lebih

besar. Pemberian susu formula merupakan cara lain dari

menyusui. Penggunaan botol untuk susu formula biasanya

menyebabkan risiko tinggi terkena diare sehingga oci

mengakibatkan terjadinya gizi buruk (Depkes RI, 2006

e. Kebiasaan Mencuci Tangan

Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan

perorangan yang penting dalam penularan kuman diare adalah

mencuci tangan. Mencuci tangan dengan sabun, terutama sesudah

buang air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum

menyiapkan makanan, sebelum menyuapi makanan anak dan

9

Page 10: DIARE (HE)

sebelum makan, mempunyai dampak dalam kejadian diare

(Depkes RI, 2006).

f. Imunisasi

Diare sering timbul menyertai campak sehingga

pemberian imunisasi campak juga dapat mencegah diare oleh

karena itu beri anak imunisasi campak segera setelah berumur 9

bulan (Depkes RI, 2006). Anak harus diimunisasi terhadap

campak secepat mungkin setelah usia 9 bulan. Diare dan disentri

sering terjadi dan berakibat berat pada anak-anak yang sedang

menderita campak dalam 4 mingggu terakhir. Hal ini sebagai

akibat dari penurunan kekebalan tubuh penderita. Selain

imunisasi campak, anak juga harus mendapat imunisasi dasar

lainnya seperti imunisasi BCG untuk mencegah penyakit TBC,

imunisasi DPT untuk mencegah penyakit diptheri, pertusis dan

tetanus, serta imunisasi polio yang berguna dalam pencegahan

penyakit polio (Depkes RI, 2006).

2. Pencegahan Skunder

a. Pencegahan tingkat kedua ini ditujukan kepada sianak yang

telah menderita diare atau yang terancam akan menderita

yaitu dengan menentukan ocialc dini dan pengobatan yang

cepat dan tepat, serta untuk mencegah terjadinya akibat

samping dan komplikasi. Prinsip pengobatan diare adalah

mencegah dehidrasi dengan pemberian oralit (rehidrasi) dan

mengatasi penyebab diare. Diare dapat disebabkan oleh

banyak ocial seperti salah makan, bakteri, parasit, sampai

radang. Pengobatan yang diberikan harus disesuaikan dengan

klinis pasien. Obat diare dibagi menjadi tiga, pertama

kemoterapeutika yang memberantas penyebab diare seperti

bakteri atau parasit, obstipansia untuk menghilangkan gejala

diare dan spasmolitik yang membantu menghi langkan kejang

perut yang tidak menyenangkan. Sebaiknya jangan

mengkonsumsi golongan kemoterapeutika tanpa resep dokter.

10

Page 11: DIARE (HE)

Dokter akan menentukan obat yang disesuaikandengan

penyebab diarenya ocial bakteri, parasit. Pemberian

kemoterapeutika memiliki efek samping dan sebaiknya

diminum sesuai petunjuk dokter (Fahrial Syam, 2006).

3. Pencegahan Tertier

a. Pencegahan tingkat ketiga adalah penderita diare jangan

sampai mengalami kecatatan dan kematian akibat dehidrasi.

Jadi pada tahap ini penderita diare diusahakan pengembalian

fungsi fisik, psikologis semaksimal mungkin. Pada tingkat ini

juga dilakukan usaha rehabilitasi untuk mencegah terjadinya

akibat samping dari penyakit diare. Usaha yang dapat

dilakukan yaitu dengan terus mengkon sumsi makanan

bergizi dan menjaga keseimbangan cairan. Rehabilitasi juga

dilakukan terhadap mental penderita dengan tetap

memberikan kesempatan dan ikut memberikan dukungan

secara mental kepada anak. Anak yang menderita diare selain

diperhatikan kebutuhan fisik juga kebutuhan psikologis harus

dipenuhi dan kebutuhan ocial dalam berinteraksi atau

bermain dalam pergaulan dengan teman sepermainan.

H. PENGOBATAN

Menurut Kemenkes RI (2011), prinsip tatalaksana diare pada balita adalah

LINTAS DIARE (Lima Langkah Tuntaskan Diare), yang didukung oleh Ikatan

Dokter Anak Indonesia dengan rekomendasi WHO. Rehidrasi bukan satu-satunya

cara untuk mengatasi diare tetapi memperbaiki kondisi usus serta mempercepat

penyembuhan/menghentikan diare dan mencegah anak kekurangan gizi akibat

diare juga menjadi cara untuk mengobati diare. Adapun program LINTAS DIARE

yaitu:

1. Rehidrasi menggunakan Oralit osmolalitas rendah

2. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut

3. Teruskan pemberian ASI dan Makanan

4. Antibiotik Selektif

11

Page 12: DIARE (HE)

5. Nasihat kepada orang tua/pengasuh

a. Oralit

Untuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah

tangga dengan memberikan oralit osmolaritas rendah, dan bila tidak tersedia

berikan cairan rumah tangga seperti air tajin, kuah sayur, air matang. Oralit saat

ini yang beredar di pasaran sudah oralit yang baru dengan osmolaritas yang

rendah, yang dapat mengurangi rasa mual dan muntah. Oralit merupakan cairan

yang terbaik bagi penderita diare untuk mengganti cairan yang hilang. Bila

penderita tidak oci minum harus segera di bawa ke sarana kesehatan untuk

mendapat pertolongan cairan melalui ocial. Pemberian oralit didasarkan pada

derajat dehidrasi (Kemenkes RI, 2011).

Diare tanpa dehidrasi

Umur < 1 tahun : ¼ - ½ gelas setiap kali anak mencret

Umur 1 – 4 tahun : ½ - 1 gelas setiap kali anak mencret

Umur diatas 5 Tahun : 1 – 1½ gelas setiap kali anak mencret

Diare dengan dehidrasi ringan sedang

Dosis oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama 75 ml/ kg bb dan

selanjutnya diteruskan dengan pemberian oralit seperti diare tanpa

dehidrasi.

Diare dengan dehidrasi berat

Penderita diare yang tidak dapat minum harus segera dirujuk ke

Puskesmas untuk di ocial.(Kemenkes RI, 2011)

Untuk anak dibawah umur 2 tahun cairan harus diberikan dengan sendok dengan

cara 1 sendok setiap 1 sampai 2 menit. Pemberian dengan botol tidak boleh

dilakukan. Anak yang lebih besar dapat minum langsung dari gelas. Bila terjadi

muntah hentikan dulu selama 10 menit kemudian mulai lagi perlahan-lahan

misalnya 1 sendok setiap 2-3 menit. Pemberian cairan ini dilanjutkan sampai

dengan diare berhenti (Juffrie, 2010).

12

Page 13: DIARE (HE)

b. Zinc

Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh. Zinc

dapat menghambat enzim INOS (Inducible Nitric Oxide Synthase), dimana

ekskresi enzim ini meningkat selama diare dan mengakibatkan hipersekresi epitel

usus. Zinc juga berperan dalam epitelisasi dinding usus yang mengalami

kerusakan morfologi dan fungsi selama kejadian diare (Kemenkes RI, 2011).

Pemberian Zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan tingkat

keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi volume tinja,

serta menurunkan kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan berikutnya.

Berdasarkan bukti ini semua anak diare harus diberi Zinc segera saat anak

mengalami diare. Dosis pemberian Zinc pada balita:

1. Umur <6 bulan : ½ tablet (10 mg) per hari selama 10 hari

2. Umur > 6 bulan : 1 tablet (20 mg) per hari selama 10 hari.

Zinc tetap diberikan selama 10 hari walaupun diare sudah berhenti. Cara

pemberian tablet zinc : Larutkan tablet dalam 1 sendok makan air matangatau

ASI, sesudah larut berikan pada anak diare (Kemenkes RI, 2011).

c. Pemberian ASI/makanan

Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan gizi pada

penderita terutama pada anak agar tetap kuat dan tumbuh serta mencegah

berkurangnya berat badan. Anak yang masih minum ASI harus lebih sering di beri

ASI. Anak yang minum susu formula juga diberikan lebih sering dari biasanya.

Anak usia 6 bulan atau lebih termasuk bayi yang telah mendapatkan makanan

padat harus diberikan makanan yang mudah dicerna dan diberikan sedikit lebih

sedikit dan lebih sering. Setelah diare berhenti, pemberian makanan ekstra

diteruskan selama 2 minggu untuk membantu pemulihan berat badan (Kemenkes

RI, 2011).

13

Page 14: DIARE (HE)

d. Pemberian antibiotika hanya atas indikasi

Antibiotika tidak boleh digunakan secara rutin karena kecilnya kejadian

diare pada balita yang disebabkan oleh bakteri. Antibiotika hanya bermanfaat

pada penderita diare dengan darah (sebagian besar karena shigellosis), suspek

kolera (Kemenkes RI, 2011).

e. Pemberian Nasihat

Menurut Kemenkes RI (2011), ibu atau pengasuh yang berhubungan erat

dengan balita harus diberi nasehat tentang:

i. Cara memberikan cairan dan obat di rumah

ii. Kapan harus membawa kembali balita ke petugas kesehatan bila :

1. Diare lebih sering

2. Muntah berulang

3. Sangat haus

4. Makan/minum sedikit

5. Timbul demam

6. Tinja berdarah

7. Tidak membaik dalam 3 hari.

Obat-obat yang diberikan untuk mengobati diare ini dapat berupa :

a. Kemoterapi

b. Obstipansia

c. Spasmolitik

d. Probiotik

I. KOMPLIKASI

Menurut Ngastiyah komplikasi dari diare ada:4

1. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, ocialc atau hipertonik)

2. Renjatan hipovolemik.

3. Hipokalemia(dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah,

bradikardia, perubahan elektrokardiogram)

14

Page 15: DIARE (HE)

4. Hipoglikemia.

5. Intoleransi sekunder akibat kerusakan vili mukosa usus dan defisiensi

enzim lactase.

6. Kejang, terjadi pada dehidrasi hipertonik.

7. Malnutrisi ocial protein, (akibat muntah dan diare, jika lama atau

kronik).

15

Page 16: DIARE (HE)

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Gastroenteritis adalah buang air besar yang tidak normal atau bentuk tinja

yang encer dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya, untuk neonotus bila lebih

dari 4 kali dan untuk anak lebih dari dan terjadi secara mendadak berlangsung 7

hari dari anak yang sebelumnya. Bila hal ini terjadi maka tubuh anak akan

kehilangan cairan tubuh sehingga menyebabkan dehidrasi.

Hal ini membuat tubuh tidak dapat berfungsi dengan baik dan dapat

membahayakan jiwa, khususnya pada anak dan orang tua. Diare ini oci

menyebapkan beberapa komplikasi,yaitu dehidrasi, renjatan hivopolemik, kejang,

bakterimia, mal nutrisi,hipoglikemia,intoleransi skunder akibat kerusakan mukosa

usus.

B. SARAN

16

Page 17: DIARE (HE)

DAFTAR PUSTAKA

1. Depkes RI. (2011). Pedoman Teknis Imunisasi Tingkat Puskesmas. Depkes

RI.

2. Juffrie, Mohammad. Dkk. (2010). Gastroenterologi-hepatologi Jilid I.

Jakarta: IDAI.

3. Mansjoer,Arif, dkk., (2000). Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3. Jakarta:

Medica Aesculpalus FKUI.

4. Ngastiyah, (2005). Perawatan Anak Sakit. Jakarta ; EGC

5. Simadibrata, M, Setiati S. (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi

IV. Pusat Penerbitan Departemen.

6. Soegijanto S. 2006. Ilmu Penyakit Anak “Diagnosa dan Penatalaksanaan”.

Surabaya: Airlangga University Press.

7. Suraatmaja, S. (2007). Aspek Gizi Air Susu Ibu. Jakarta: EGC.

17