diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh...

124
i UNIVERSITAS DIPONEGORO ANALISIS KESTABILAN LERENG PIT 7 WEST B TAMBANG BATUBARA PT. BUMA SITE BINUNGAN, BERAU, KALIMANTAN TIMUR TUGAS AKHIR Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana AGUS SABAR SABDONO 21100112130051 FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG JUNI 2017

Upload: haquynh

Post on 12-May-2018

239 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

i

UNIVERSITAS DIPONEGORO

ANALISIS KESTABILAN LERENG PIT 7 WEST B

TAMBANG BATUBARA PT. BUMA SITE BINUNGAN,

BERAU, KALIMANTAN TIMUR

TUGAS AKHIR

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

AGUS SABAR SABDONO

21100112130051

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

JUNI 2017

Page 2: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

ii

HALAMAN PENGESAHAN

Tugas Akhir ini diajukan oleh

Nama : Agus Sabar Sabdono

NIM : 21100112130051

Jurusan/Departemen : Teknik Geologi

Judul Tugas Akhir : Analisis Kestabilan Lereng Pit 7 West B Tambang

Batubara PT. BUMA Site Binungan, Berau,

Kalimantan Timur

Telah berhasil dipertahankan dihadapan Tim Penguji dan diterima sebagai bagian

persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Strata-1 pada

Departemen Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro.

TIM PENGUJI

Pembimbing I : Ir. Wahju Krisna Hidajat, M.T.

Pembimbing II : Devina Trisnawati, S.T., M. Eng.

Penguji : Ahmad Syauqi Hidayatillah, S.T., M.T.

Semarang, 8 Juni 2017

Mengetahui,

Ketua Departemen Teknik Geologi

Najib, S.T., M. Eng., Ph.D

NIP. 197710202005011001

Page 3: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

iii

LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS

Dengan ini saya menyatakan, bahwa dalam Tugas Akhir ini tidak terdapat

karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan dari suatu

Perguruan Tinggi. Berdasarkan pengetahuan saya, tidak terdapat karya atau

pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara

tertulis diakui dalam naskah ini dan disebutkan dalam Daftar Pustaka.

Nama : Agus Sabar Sabdono

NIM : 21100112130051

Tanda Tangan :

Tanggal : 8 Juni 2017

Page 4: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

iv

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademika Universitas Diponegoro, saya yang bertanda tangan di

bawah ini :

Nama : Agus Sabar Sabdono

NIM : 21100112130051

Departemen : Teknik Geologi

Fakultas : Teknik

Jenis Karya : Tugas Akhir

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada

Universitas Diponegoro Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive

Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :

ANALISIS KESTABILAN LERENG PIT 7 WEST B TAMBANG

BATUBARA

PT. BUMA SITE BINUNGAN, BERAU, KALIMANTAN TIMUR

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas

Royalti/Noneksklusif ini Universitas Diponegoro berhak menyimpan, mengalih

media/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat

dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya

sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Semarang

Pada Tanggal : 8 Juni 2017

Yang menyatakan

Agus Sabar Sabdono

Page 5: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

v

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan syukur alhamdulillah atas segala rahmat, berkat,

dan karunia Allah SWT yang telah memberikan kekuatan, kelancaran dan

kesabaran sehingga dapat terselesaikannya Tugas Akhir ini. Tugas Akhir ini

berjudul Analisis Kestabilan Lereng Pit 7 West B Tambang Batubara

PT. BUMA Site Binungan, Berau, Kalimantan Timur, diajukan untuk memenuhi

salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Departemen

Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro, Semarang.

Dalam Laporan Tugas Akhir ini, penulis berusaha memberikan analisis

kestabilan lereng daerah penelitian studi Tugas Akhir pada Blok Penambangan

Batubara PT.BUMA Site Binungan yang masuk kedalam area Cekungan Tarakan

(Sub-Cekungan Berau). Pekerjaan yang dilakukan antara lain analisis geologi

regional daerah penelitian, pembuatan sayatan, pembuatan penampang, survey

lapangan, analisis kondisi geologi lokasi penelitian, pembuatan permodelan

lereng, dan melakukan analisis kestabilan lereng. Berdasarkan bab dan sub-bab

dalam laporan Tugas Akhir ini, penulis berharap informasi dapat diterima

pembaca dengan mudah sehingga pembaca dapat memperoleh informasi yang

dibutuhkan tentang daerah penelitian.

Laporan Tugas Akhir ini masih memiliki kekurangan, dan jauh dari kata

sempurna, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran demi

kesempurnaan laporan ini serta laporan yang akan datang. Penulis telah

memberikan yang terbaik dalam penelitian maupun penyusunannya dan semoga

laporan Tugas Akhir ini bisa bermanfaat bagi semua pihak, terutama yang sedang

melakukan penelitian terkait denga tema yang sama. Amin.

Semarang, 8 Juni 2017

Penulis

Page 6: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

vi

HALAMAN PERSEMBAHAN

“Tugas Akhir ini saya persembahkan untuk Bapak Sapardi Joko Damono,

S.P.d.i,.M.Pd., Ibu Suji, Adik Muhammad Akbar Jamaludin dan keluarga Trah

Eyang Mijo Mangun Tinoyo, Trah Eyang Harto Suripto”

Dan Kami jadikan di bumi gunung-gunung yang kukuh supaya ia

meneguhkannya. Dan Kami jadikan padanya celah-celah sebagai jalan supaya

mereka mendapatkan petunjuk (Al Anbiyaa : 31)

Dan engkau lihat gunung-gunung itu, engkau kira ia tetap di tempatnya

padahal dia berjalan seperti awan berjalan. Perbuatan Allah yang

mengukuhkan segala sesuatu. Sesungguhnya Dia mengetahui apa-apa

yang kamu kerjakan (An Naml : 88)

Dan apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi

itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian kami pisahkan

keduannya, dan dari air kami jadikan sesuatu yang hidup. Maka mengapakah

mereka tiada juga beriman? (Al-Anbiya : 30)

Ya Tuhan kami, jauhkanlah azab jahannam dari kami karena sesungguhnya

azabnya itu adalah kebinasaan yang kekal. Sungguh, jahannam itu seburuk-

buruk tempat menetap dan tempat kediaman. (QS. Al-Furqon[25] : 65-66)

Page 7: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

vii

UCAPAN TERIMA KASIH

Dalam penyusunan Laporan Tugas Akhir ini, penulis banyak mendapat

bantuan dan bimbingan baik secara langsung maupun tidak langsung, untuk itu

penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang besar kepada :

1. Najib, S.T., M. Eng., Ph.D sebagai ketua Departemen Teknik Geologi

Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Semarang.

2. Ir. Wahju Krisna Hidajat, M.T. dan Devina Trisnawati, S.T., M. Eng., sebagai

dosen pembimbing Tugas Akhir yang telah memberikan ilmu dan

bimbinganya sehingga Tugas Akhir ini dapat diselesaikan dengan baik.

3. Ibu dan Bapak yang selalu memberikan kasih sayang, perhatian, semangat dan

dorongan doa serta bantuan moral, material sehingga Tugas Akhir ini dapat

terselesaikan.

4. Kepada Departemen Engineering PT. BUMA Site Binungan, Berau,

Kalimantan Timur. I Gusti Ngurah Agung, Irfandi Oky P, Asto Budoyo K,

Dian Oktavianto, Jheny Eka Wijaya, Petsi Chandra, Izaku Mike A, Ibnu

Widigdo, Ayu, Sarjono, Agung Kurniawan, Ridwansyah Sitepu, Ardian

Adkhan, Syamsuar, Doni Setiawan, Anang, Muhammad Ulya, Yunita Sari.

5. Kakak Agung Iswanto yang juga sedang melaksanakan skripsi, yang

memberikan semangat, ide dan motivasi.

6. Sahabat KKN UNDIP Tim I tahun 2016 Desa Giyono, Kecamatan Jumo,

Kab.Temanggung. Latifah Chikmawati, Kurnia Rizqia Rahmawati, Alifa

Rizqia Rahmawati, Dahona Lenthe Lavinia, Theresia Evelyn, Mona Pradipta

H, M. Khoirur Rijal, Imam Oktariadi, Gilang Mustika Aji.

7. Andi, Sukri dan rekan-rekan MT PT. BUMA Site Binungan sebagai teman

ngobrol dan sharing-sharing pengalaman selama berada di Mess Binungan

yang ikut memberikan supportnya.

8. Kepada seluruh teman-teman Geologi UNDIP khususnya angkatan 2012 yang

selalu memberi motivasi dan dukungannya, dan pihak-pihak lain yang tidak

dapat penulis sebutkan satu persatu.

Semarang, 8 Juni 2017

Penulis

Page 8: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

viii

ABSTRAK

Indonesia memiliki potensi sumber daya alam yang besar, salah satunya adalah

batubara. Batubara memiliki peranan penting dalam sektor energi sebagai energi

alternatif pembangkit listrik atau penggerak sektor industri. Batubara ditambang

secara terbuka atau open pit mining. Proses penambangan batubara khususnya

pada tahap eksploitasi harus memperhatikan tingkat kestabilan lereng agar proses

penambangan dapat berjalan dengan baik, aman dan kondusif. Keamanan lokasi

penambangan menjadi prioritas utama demi tercapainya Zero Harm (kondisi tidak

terjadi atau meminimalkan kecelakaan yang bisa merugikan perusahaan).

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kondisi geologi dan

tingkat kestabilan lereng tambang pada Pit 7 West B PT. BUMA Site Binungan

yang berada di Desa Sambaliung, Kecamatan Tanjung Redeb, Kabupaten Berau,

Provinsi Kalimantan Timur. Metode yang digunakan meliputi studi pustaka,

observasi lapangan serta analisis data primer maupun sekunder, sedangkan

software yang digunakan dalam pengolahan data adalah minescape, roclab,

rocscience slide 6, autocad dan arc gis. Hasil penelitian menunjukkan pada Pit 7

West B masuk ke dalam Formasi Latih (Tml) dengan litologi penyusun berupa

batupasir kuarsa, batulempung dan batubara. Struktur geologi primer berupa

perlapisan, parallel laminasi, wavy ripple, normal graded bedding dan nodul.

Struktur geologi sekunder berupa mudcrack, convolute, kekar tarik dan kekar

gerus. Berdasarkan hasil measuring stratigraphy dapat diketahui lingkungan

pengendapan berada pada kawasan rawa atau lacustrine, dengan litologi dari tua

ke muda berupa batupasir, batulempung, batubara. Bidang perlapisan antara

batubara, batulempung dan batupasir memiliki strike/dip N 2280

E/510 dan N 220

0

E/480. Analisis kestabilan lereng dilakukan terhadap lereng lowwall dan highwall

pada kondisi aktual maupun desain tahun 2017 dan didapatkan hasil untuk kondisi

aktual lereng lowwall memiliki nilai FK rata-rata 4,1 dan lereng highwall

memiliki FK rata-rata 3,5 sedangkan untuk desain penambangan tahun 2017

didapatkan nilai FK rata-rata lereng lowwall sebesar 2,6 dan nilai FK untuk

lereng highwall sebesar 1,8 sehingga keduanya dinyatakan aman/stabil.

Kata Kunci : Pit 7 West B, Kondisi Geologi, Analisis Kestabilan Lereng

Page 9: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

ix

ABSTRACT

Indonesia has large potential resource, one of them is coal. Coal has significant

contribution in part of energy as alternative energy as electrical generator or

power in industrial sector. Coal is mined openly or open pit mining. Coal mining

process, especially in exploitation stage, must pay attention to slope stability

grade so that the mining process can be done well, safely and conducively. A safe

mining location becomes main priority to achieve Zero Harm (zero accident

condition or minimalize accident that can cause disadvantage for the company).

This research aims to know the geology condition and slope stability mining level

in Pit 7 West B PT.BUMA Site Binungan that located in Sambaliung Village,

Tanjung Redeb District, Berau Regency, East Borneo Province. Method that used

in this research are literature study, in site observation, primary and secondary

data analysis, while the software used in data processing is minescape, roclab,

rocscience slide 6, autocad and arc gis. Result shows that Pit 7 West B included

in Latih Formation (Tml) which consists of quartz sandstone, mudstone, and coal

lithology. Primary geology structure are bedding, parallel lamination, wavy

ripple, normal graded bedding and nodul, while secondary geology structure are

mudcrack, convolute, shear joint and tension joint. Based on stratigraphy

measurement report, it is known that depositional environment is located in

swamp area or lacustrine, with lithology order from older to young: sandstone,

mudstone, coal. Bedding side between coal, mudstone, and sandstone have

strike/dip N 2280E/51

0 and N 220

0 E/48

0. Slope stability analysis done to lowwall

and highwall slopes,both in actual condition and 2017 design. Result shows that

actual contour lowwall slope has FK mean value 4,1 and highwall slope has FK

mean value 3,5, while for 2017 mining design shows FK mean value 2,6 for the

lowwall slope and 1,8 for highwall slope,so both are declared safe.

Keyword : Pit 7 West B, Geological Condition, Slope Stability Analysis

Page 10: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................... iii

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI......................... iv

KATA PENGANTAR ............................................................................................ v

HALAMAN PERSEMBAHAN .......................................................................... vi

UCAPAN TERIMA KASIH .............................................................................. vii

ABSTRAK .......................................................................................................... viii

ABSTRACT .......................................................................................................... ix

DAFTAR ISI ........................................................................................................... x

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xii

DAFTAR TABEL ................................................................................................ xv

DAFTAR ISTILAH ........................................................................................... xvi

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1

1.2 Tujuan Penelitian ................................................................................. 2

1.3 Manfaat Penelitian ............................................................................... 3

1.4 Perumusan Masalah ............................................................................. 3

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ................................................................... 4

1.6 Penelitian Terdahulu ............................................................................ 6

1.7 Kerangka Pikir Penelitian .................................................................... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Geologi Regional Daerah Penelitian ................................................... 8

2.2 Rock Quality Designation .................................................................. 17

2.3 Massa Batuan ..................................................................................... 19

2.4 Bidang Diskontinuitas ...................................................................... 20

2.5 Geological Strength Index ................................................................. 22

2.6 Faktor Kerusakan ............................................................................... 24

2.7 Window Mapping ............................................................................... 26

2.8 Mekanisme Keruntuhan ..................................................................... 30

2.9 Jenis Longsoran ................................................................................. 33

2.10 Kestabilan Lereng ............................................................................ 36

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metodologi Penelitian ........................................................................ 49

3.2 Tahapan Penelitian............................................................................. 49

3.3 Alat dan Bahan .................................................................................. 51

3.4 Sumber Data ...................................................................................... 52

3.5 Hipotesis ............................................................................................ 53

3.6 Diagram Alir Penelitian ..................................................................... 53

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kondisi Geologi Pit 7 West B ........................................................... 55

4.2 Data Pemboran Geologi ..................................................................... 72

4.3 Pemetaan Geoteknik .......................................................................... 75

4.4 Penampang Lereng Pit 7 West B ....................................................... 78

Page 11: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

xi

4.5 Analisis Kestabilan Lereng ................................................................ 82

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ...................................................................................... 104

5.2 Saran ................................................................................................ 105

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 12: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

xii

DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1 Peta Administrasi Lokasi Penelitian ........................................... .5

Gambar 1.2 Sayatan Lereng Pit 7 West Section 1-1‟ ...................................... .6

Gambar 1.3 Penampang Lereng Pit 7 West Section 1-1‟ ................................ .6

Gambar 1.4 Analisis Desain Awal Lereng Pit 7 West Section 1-1‟ ............... .6

Gambar 1.5 Kondisi Lereng Pit 7 West Section 1-1‟ Counter Weight ........... .7

Gambar 1.6 Analisis Desain Awal Pit 7 West Section 1-1‟ FK 1.35 .............. .7

Gambar 1.7 Analisis Desain Awal Pit 7 West Section 1-1‟ Sidecase ............. .8

Gambar 1.8 Kerangka Pikir Penelitian ........................................................... .9

Gambar 2.1 Cekungan Tarakan Kalimantan Timur ........................................11

Gambar 2.2 Peta Geologi Daerah sekitar Berau, Kalimantan Timur ..............13

Gambar 2.3 Stratigrafi Daerah Berau, Kalimantan Timur ..............................16

Gambar 2.4 Perhitungan Rock Quality Designation (Deere, 1963)………….20

Gambar 2.5 Konsep dasar massa batuan (Wylie dan Mah, 2004) ...................21

Gambar 2.6 Diagram GSI berdasarkan Hoek dan Marinos (2000) .................25

Gambar 2.7 Representasi antara Undisturbed Rockmass dan Blasted Rock

(Hoek dan Karzulovic, 2000) .......................................................28

Gambar 2.8 Bentuk longsoran busur (Hoek dan Bray, 1981) .........................35

Gambar 2.9 Longsoran bidang (Hoek dan Bray, 1981) ..................................36

Gambar 2.10 Bentuk longsoran baji (Hoek dan Bray, 1981) .........................36

Gambar 2.11 Bentuk longsoran guling (Hoek dan Bray, 1981) ....................37

Gambar 2.12 Sketsa lereng dan gaya yang bekerja .........................................45

Gambar 2.13 Gaya yang bekerja pada dinding lereng (A.W.Bishop,1955)… 46

Gambar 2.14 Sketsa gaya yang bekerja pada satu sayatan ..............................46

Gambar 2.15 Upaya peningkatan kestabilan lereng ........................................49

Gambar 2.16 Tahapan Penurunan MAT..........................................................50

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian ................................................................56

Gambar 4.1 Sisi selatan Pit 7 West B ..............................................................58

Gambar 4.2 Sisi utara Pit 7 West B .................................................................58

Gambar 4.3 Kenampakan Pit 7 West B dari puncak sidewall .........................59

Gambar 4.4 Peta Lokasi Pit 7 West B ..............................................................59

Gambar 4.5 Peta geologi Pit 7 West B.............................................................60

Gambar 4.6 Kontak lapisan batubara dan batulempung ..................................60

Gambar 4.7 Batubara seam X dengan sisipan amber ......................................61

Gambar 4.8 Batulempung di sebelah tenggara seam X ...................................62

Gambar 4.9 Batupasir diantara seam X1 dan X5 ............................................62

Gambar 4.10 Kondisi lereng extremely weathered sisi timur Pit 7 West B.....63

Gambar 4.11 Kenampakan lereng distinctly weathered sisi barat Pit West B .64

Gambar 4.12 Struktur perlapisan batubara, batulempung dan batupasir .........65

Gambar 4.13 Struktur wavy ripple ..................................................................65

Gambar 4.14 Struktur paralel laminasi ...........................................................66

Gambar 4.15 Struktur nodul pada batulempung ..............................................66

Gambar 4.16 Struktur normal graded bedding ................................................66

Gambar 4.17 Struktur kekar tarik dan kekar gerus ..........................................67

Gambar 4.18 Struktur convolute antara seam X dan X1 .................................68

Gambar 4.19 Struktur mudcrack pada bench ..................................................69

Page 13: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

xiii

Gambar 4.20 Rekahan 1-4 cm pada batulempung extremely weathered ........69

Gambar 4.21 Bidang erosional pada tebing batupasir sisipan batubara .........70

Gambar 4.22 Kolom measuring stratigraphy Pit 7 West B .............................71

Gambar 4.23 Lanjutan 1 kolom measuring stratigraphy Pit 7 West B ...........72

Gambar 4.24 Lanjutan 2 kolom measuring stratigraphy Pit 7 West B ...........73

Gambar 4.25 Sekuen stratigrafi sedimen klastik endapan danau air tawar dan

lakustrin (Nichols, 2009) ...........................................................74

Gambar 4.26 Peta geologi teknik Pit 7 West B................................................80

Gambar 4.27 Penampang aktual sayatan A-A‟ dan B-B‟ ................................81

Gambar 4.28 Penampang desain tahun 2017 sayatan A-A‟ dan B-B‟ ............82

Gambar 4.29 Penampang aktual sayatan C-C‟ dan D-D‟ ................................82

Gambar 4.30 Penampang desain tahun 2017 sayatan C-C‟ dan D-D‟ ............83

Gambar 4.31 Penampang aktual sayatan E-E‟ dan F-F‟ .................................83

Gambar 4.32 Penampang desain tahun 2017 sayatan E-E‟ dan F-F‟ ..............84

Gambar 4.33 Analisis kestabilan lereng sayatan A-A‟ sisi highwall ..............84

Gambar 4.34 Analisis kestabilan lereng desain highwall sayatan A-A‟ .........86

Gambar 4.35 Analisis kestabilan lereng aktual sayatan A-A‟ sisi lowwall ....86

Gambar 4.36 Analisis kestabilan lereng desain lowwall sayatan A-A‟ ...........87

Gambar 4.37 Grafik FK kondisi aktual sayatan A-A‟ .....................................88

Gambar 4.38 Analisis kestabilan lereng sayatan B-B‟ sisi highwall ...............88

Gambar 4.39 Analisis kestabilan lereng desain highwall sayatan B-B‟ ..........89

Gambar 4.40 Analisis kestabilan lereng aktual sayatan B-B‟ sisi lowwall .....89

Gambar 4.41 Analisis kestabilan lereng desain lowwall sayatan B-B‟ ...........90

Gambar 4.42 Grafik FK kondisi aktual sayatan B-B‟ .....................................90

Gambar 4.43 Analisis kestabilan lereng aktual sayatan C-C‟ sisi highwall ....91

Gambar 4.44 Analisis kestabilan lereng desain highwall sayatan C-C‟ ..........91

Gambar 4.45 Analisis kestabilan lereng sayatan C-C‟ sisi lowwall ................92

Gambar 4.46 Analisis kestabilan lereng desain lowwall sayatan C-C‟ ...........92

Gambar 4.47 Grafik FK aktual terhadap jarak horizontal sayatan C-C‟ .........94

Gambar 4.48 Analisis kestabilan lereng sayatan D-D‟ sisi highwall ..............94

Gambar 4.49 Analisis kestabilan lereng desain highwall sayatan D-D‟ .........95

Gambar 4.50 Analisis kestabilan lereng aktual sayatan D-D‟ sisi lowwall .....96

Gambar 4.51 Analisis kestabilan lereng desain lowwall sayatan D-D‟ ...........96

Gambar 4.52 Grafik FK kondisi aktual sayatan D-D‟ .....................................96

Gambar 4.53 Analisis kestabilan lereng aktual sayatan E-E‟ sisi highwall ....97

Gambar 4.54 Analisis kestabilan lereng desain highwall sayatan E-E‟ ..........97

Gambar 4.55 Analisis kestabilan lereng aktual sayatan E-E‟ sisi lowwall ......98

Gambar 4.56 Analisis kestabilan lereng desain lowwall sayatan E-E‟ ...........99

Gambar 4.57 Grafik FK kondisi aktual sayatan E-E‟ ..................................... .99

Gambar 4.58 Analisis kestabilan lereng sayatan F-F‟ sisi highwall.............. .100

Gambar 4.59 Analisis kestabilan lereng desain highwall sayatan F-F‟ ..........101

Gambar 4.60 Analisis kestabilan lereng aktual sayatan F-F‟ sisi lowwall .... .102

Gambar 4.61 Analisis kestabilan lereng desain lowwall sayatan F-F‟ ...........102

Gambar 4.62 Grafik nilai FK aktual sayatan F-F‟ ......................................... .102

Gambar 4.63 Lereng highwall sayatan B-B‟ desain 2017 ............................. 104

Gambar 4.64 Lereng highwall sayatan C-C‟ desain 2017 ............................ .104

Page 14: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

xiv

Gambar 4.65 Lereng highwall sayatan E-E‟ desain 2017 ............................. .105

Page 15: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

xv

DAFTAR TABEL Tabel 1.1 Jadwal kegiatan penelitian.................................................................5

Tabel 2.1 Kualitas batuan berdasarkan nilai RQD (Deere, 1963) ....................20

Tabel 2.2 Pedoman memperkirakan faktor kerusakan (Hoek,2002) ................26

Tabel 2.3 Tingkat pelapukan batuan ................................................................29

Tabel 2.4 Tingkat kekuatan batuan ..................................................................29

Tabel 2.5 Bentuk blok batuan ...........................................................................30

Tabel 2.6 Jenis-jenis ketidakselarasan ..............................................................31

Tabel 2.7 Bentuk ketidakselarasan ...................................................................31

Tabel 2.8 Tingkat kekasaran.............................................................................31

Tabel 2.9 Jenis material pengisi .......................................................................32

Tabel 2.10 Nilai parameter mi (Hoek,2001) ....................................................33

Tabel 2.11 Penyebab longsor di beberapa tempat ............................................41

Tabel 2.12 Hubungan nilai FK dengan intensitas longsor (Bowles, 1989) ......47

Tabel 3.1 Alat dan bahan ..................................................................................53

Tabel 3.2 Sumber data. .....................................................................................54

Tabel 4.1 Tingkat pelapukan terhadap kedalaman ...........................................77

Tabel 4.2 Geometri lereng Pit 7 West B ...........................................................81

Tabel 4.3 Nilai FK aktual dan desain ..............................................................103

Page 16: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

xvi

DAFTAR ISTILAH Bench : jalan datar diantara 2 buah lereng.

Blasting : peledakan batuan pada lokasi tambang, untuk

menghilangkan lapisan overburden.

Disposal : tempat penimbunan lapisan overburden hasil dari

proses blasting.

Hauling Road : jalan utama yang digunakan sebagai jalur transportasi

pengangkutan batubara, overburden, dan mobilitas LV

tambang.

HD : High Dump (Truk pengangkut batubara atau material

OB).

Highwall : lereng dengan kemiringan memotong perlapisan batuan.

Load : beban muatan HD yang melintasi hauling road.

Lowwall : lereng dengan kemiringan searah perlapisan batuan.

MA : million years ago (juta tahun yang lalu), kurun waktu

kejadian dalam skala waktu geologi.

Overburden : lapisan batuan selain batubara di lokasi penambangan,

seperti batupasir, batulempung, serpih lempungan dan

sebagainya.

Pit : lokasi penambangan batubara.

Seam : perlapisan batubara.

Seismic load : gelombang yang dihasilkan dari proses blasting.

Sidewall : dinding lereng tambang yang di desain tegak lurus yang

merupakan bagian sisi dari pit.

Sump : cekungan yang di desain untuk menampung air pada

lokasi tambang dan berada di elevasi terendah.

Page 17: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pertumbuhan penduduk Indonesia yang setiap tahunnya meningkat secara

signifikan, menyebabkan peningkatan kebutuhan hidup. Upaya pemerintah

untuk menyediakan kebutuhan terutama di sektor energi, yang memberikan

sumbangan besar terhadap keberlangsungan pemenuhan kebutuhan berupa

pasokan energi listrik dan bahan bakar fosil. Indonesia merupakan negara

yang kaya akan sumber daya alam berupa hutan, batubara, gas bumi, panas

bumi, flora dan fauna. Kekayaan alam yang dimiliki, seyogyanya bisa

dimanfaatkan se-optimal mungkin agar tercapainya stabilitas energi nasional.

Sektor batubara merupakan penyumbang energi terbesar setelah migas,

dengan menurunya harga jual migas dunia, yang mempengaruhi harga jual

migas nasional menjadikan batubara sebagai energi alternatif pengganti bahan

bakar minyak. Batubara dapat digunakan sebagai bahan bakar pembangkit

generator listrik, bahan bakar kereta api dan industri lain yang membutuhkan

pasokan batubara. Melimpahnya batubara di Indonesia, sehingga menjadikan

Indonesia sebagai negara pengekspor batubara terbesar ke-3 di dunia dengan

total cadangan 237.295 juta ton, setelah Cina dan Amerika Serikat (BP

Statistical Review of World Energy, 2015)

PT. BUMA (Bukit Makmur Mandiri Utama) adalah perusahaan

penambangan batubara yang berlokasi di Kalimantan Timur dan berdiri sejak

1998. Perusahaan ini menyediakan jasa kepada pemilik hak eksploitasi

(owner) batubara di Indonesia meliputi semua proses, termasuk survey geologi

dan perencanaan, pengangkatan lapisan, penambangan batubara, produksi,

reklamasi serta rehabilitasi.

Proses penambangan batubara diawali dengan tahapan eksplorasi,

eksploitasi dan rehabilitasi. Proses eksplorasi merupakan tahapan pencarian

lokasi yang memiliki potensi sumber daya yang potensial untuk dilakukan

penambangan, sedangkan proses eksploitasi adalah pengambilan sumber daya

dari lokasi sumber ditemukanya menuju ke lokasi pengolahan yang kemudian

Page 18: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

2

akan di distribusikan ke pasar atau industri yang membutuhkanya. Rehabilitasi

memiliki peranan yang penting agar lahan bekas penambangan menjadi lahan

yang tetap dapat ditumbuhi oleh vegetasi seperti sebelum dilakukan

penambangan.

Penambangan batubara khususnya pada tahap eksploitasi, harus

memperhatikan tingkat kestabilan lereng tambang demi terciptanya

lingkungan penambangan yang aman dan kondusif. Tingkat kestabilan lereng

tambang sendiri dapat diketahui setelah dilakukan penyelidikan geoteknik

yang meliputi pengeboran geoteknik, pengujian sifat fisik dan sifat mekanik

batuan. Lereng dinyatakan stabil apabila memenuhi kriteria Bowles (1989)

yang menyatakan bahwa lereng dengan nilai FK>1,25 berada pada kondisi

stabil/aman. Kestabilan lereng tambang dipengaruhi oleh faktor internal

maupun eksternal. Faktor internal meliputi kondisi massa batuan, desain

tambang yang digunakan dan kondisi geologi lokasi penambangan, sedangkan

faktor eksternal meliputi intensitas curah hujan dan tingkat pelapukan.

Penelitian ini memberikan gambaran mengenai kondisi geologi di lokasi

penambangan, dengan menekankan pada aspek kestabilan lereng dinding

lowwall dan highwall pada kondisi aktual dan rencana desain tambang pada

tahun 2017. Analisis kestabilan lereng ini diharapkan dapat memberikan

masukan terhadap desain penambangan yang paling optimal untuk digunakan

serta memberikan gambaran mengenai kondisi dari masing-masing lereng,

sehingga dapat dilakukan tindakan lebih lanjut untuk meminimalkan resiko

terjadinya kecelakaan operasional yang dapat merugikan perusahaan.

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian yang dilakukan memiliki tujuan :

1. Mengetahui kondisi geologi lokasi penambangan.

2. Mengetahui tingkat kestabilan lereng tambang.

3. Mengetahui desain lereng tambang yang paling optimal untuk

dikembangkan.

Page 19: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

3

4. Mengetahui langkah-langkah untuk meningkatkan kestabilan lereng

tambang.

1.3 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada :

1. Mahasiswa yang sedang belajar atau melakukan penelitian tentang

kestabilan lereng dinding tambang sehingga dapat digunakan sebagai

referensi atau literatur yang dapat menambah wawasan dan daftar pustaka.

2. Masyarakat ataupun pihak yang sedang membaca penelitian ini, sehingga

dapat mengetahui potensi sumber daya yang berada di wilayah Tanjung

Redeb, Berau, Kalimantan Timur

3. Instansi tempat dilakukanya penelitian yaitu PT. BUMA khususnya

departemen engineering dengan mempertimbangkan hasil analisis faktor

keamanan, sehingga dapat dilakukan penyesuaian desain tambang yang

paling optimal untuk digunakan.

1.4 Perumusan Masalah

1.4.1 Rumusan Masalah

1. Terjadinya kasus longsoran di lereng pertambangan mengakibatkan

terhentinya aktivitas penambangan.

2. Segi keamanan lokasi penambangan menjadi prioritas utama demi

tercapainya Zero Harm (kondisi tidak terjadi/meminimalkan

kecelakaan yang bisa merugikan perusahaan).

3. Desain tambang yang optimal dapat memberikan hasil produksi

maksimal tanpa mengesampingkan segi keamanan pada lingkungan

penambangan.

1.4.2 Batasan Masalah

Batasan permasalahan dalam penelitian tugas akhir ini adalah :

1. Lokasi penelitian dilakukan pada Pit 7 West B tambang batubara

PT.BUMA site Binungan, Kalimantan Timur.

Page 20: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

4

2. Window mapping dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui

gambaran kondisi di lapangan secara cepat dan efektif.

3. Analisis kestabilan lereng dilakukan dengan parameter dari data

hasil pengeboran yang merupakan data sekunder, sedangkan untuk

data primer berupa kondisi batuan di lapangan meliputi:

jenis litologi, stratigrafi lapisan, arah strike/dip, struktur geologi dan

persebaran batuan.

4. Kriteria keruntuhan yang digunakan dalam analisis kestabilan lereng

adalah Hoek dan Brown (1989).

5. Analisis kestabilan lereng menggunakan permodelan dengan

software Rockscience Slide 6.

6. Nilai faktor keamanan yang dianggap aman adalah FK>1,25

(Bowles, 1989).

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

1.5.1 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan pada Pit 7 West B tambang batubara PT. BUMA

site Binungan, Berau, Kalimantan Timur (Gambar 1.1, halaman 5) pada

lereng lowwall dan highwall, untuk menuju ke lokasi dapat

menggunakan transportasi udara dari Bandara Adi Sucipto Yogyakarta

menuju Bandara Sepinggan, Balikpapan dengan waktu tempuh selama

3 jam, kemudian dilanjutkan kembali dengan transportasi udara menuju

ke Bandara Kalimarau, Berau dengan waktu tempuh selama 1,5 jam,

selanjutnya perjalanan dilanjutkan dengan transportasi darat menuju ke

site penambangan dengan waktu selama 30 menit.

1.5.2 Waktu Penelitian

Rentang waktu penelitian dilakukan selama 2 bulan dimulai pada bulan

Desember 2016 dan berakhir pada akhir bulan Februari 2017, untuk

rincian waktu penelitian beserta jadwal kegiatan dapat dilihat pada

Tabel 1.1 halaman 5.

Page 21: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

5

Tabel 1.1 Jadwal kegiatan penelitian

Kegiatan

Bulan

Desember 2016 Januari 2017 Februari 2017

Minggu ke- III IV I II III IV I II

Tahap Pendahuluan

(Studi literatur)

Tahap Pengambilan

Data Lapangan

Tahap Pengolahan

Data

Pembuatan Laporan

dan Presentasi

PETA ADMINISTRASI LOKASI PENELITIAN

Gambar 1.1 Peta administrasi lokasi penelitian

1.6 Penelitian Terdahulu

Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya pada daerah sekitar lokasi

penelitian, seperti pada Tabel 1.2 halaman 6.

Page 22: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

6

Tabel 1.2 Penelitian terdahulu

No Judul Peneliti Tujuan Metode Hasil

1 Peta Geologi Berau,

Kalimantan Timur

Situmorang

dan Burhan

(1995)

Mengetahui

kondisi

geologi

daerah

penelitian

Pemetaan

Geologi

Peta

Geologi

daerah

sekitar

Berau,

Kalimantan

Timur

2 Analisis struktur

geologi Suaran, Berau,

Kalimantan Timur

PT. Indra

Geodia

(1996)

Mengetahui

struktur

geologi

daerah

penelitian

Interpretasi

liniasi dari

SAR dan

posisi

perlapisan,

pengamatan

pola struktur

Struktur

geologi

berupa

lipatan,

formasi

pembawa

batubara,

struktur

breksiasi

pada jalur

sesar

3 Analisis kestabilan

lereng Pit 7 West

PT.Berau

Coal

Mengetahui

tingkat

kestabilan

lereng Pit 7

West

Bishop,

Circular

Failure,

Counter

Weight,

Rocscience

Slide 6

Nilai FK

lereng

4 Analisis kestabilan

lereng Pit 7 West

PT. BUMA Mengetahui

tingkat

kestabilan

lereng Pit 7

West

Bishop,

Circular

Failure,

Sidecase,

Rocscience

Slide 6

Nilai FK

lereng

Page 23: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

7

1.7 Kerangka Pikir Penelitian

Kerangka pikir dalam penelitian yang dilakukan, seperti pada Gambar 1.2 di

bawah ini.

Gambar 1.2 Kerangka pikir penelitian

Kawasan Berau merupakan

bagian dari Cekungan Tarakan

yang masuk kedalam Sub-

Cekungan Berau dengan Formasi

Latih yang terdapat sumberdaya

batubara

Penambangan batubara di

kabupaten Berau dikerjakan oleh

beberapa kontraktor tambang,

salah satunya PT.BUMA BINSUA

Longsor yang terjadi pada lokasi penambangan dapat

menghambat operasional penambangan dan kecelakaan yang

merugikan pihak perusahaan

Diperlukan adanya analisis untuk mengetahui tingkat

kestabilan lereng dinding tambang, untuk meminimalkan

terjadinya resiko kecelakaan akibat longsornya dinding

tambang

Pemetaan geologi Pemetaan geologi teknik

Peta geologi, permodelan lereng

tambang Peta geoteknik, massa batuan, GSI,

density, sudut geser dalam, dan

kohesi

Analisis Kestabilan Lereng menggunakan

Software Rocscience Slide 6

- Mengetahui tingkat kestabilan lereng dinding tambang

- Merekomendasikan langkah untuk meningkatkan

kestabilan lereng dinding tambang

Page 24: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Geologi Regional Daerah Penelitian

2.1.1 Fisiografi Cekungan Tarakan

Cekungan Tarakan merupakan salah satu dari 3 (tiga) Cekungan

Tersier utama yang terdapat di bagian timur continental margin Kalimantan

dari utara ke selatan: Cekungan Tarakan, Cekungan Kutai dan Cekungan

Barito, yang dicirikan oleh hadirnya batuan sedimen klastik sebagai

penyusunnya yang dominan, berukuran halus sampai kasar dengan beberapa

endapan karbonat. Fisiografi, Cekungan Tarakan meliputi kawasan daratan

dan sebagianya lagi kawasan lepas pantai, di bagian utara dibatasi oleh

tinggian Semporna yang terletak sedikit ke utara antara perbatasan

Indonesia-Malaysia, di sebelah selatan oleh Punggungan Mangkalihat yang

memisahkan Cekungan Tarakan dengan Cekungan Kutai, kearah barat dari

cekungan meliputi kawasan daratan sejauh 60 sampai 100 km dari tepi

pantai hingga Tinggian Kuching, ke arah timur batas cekunganya melewati

kawasan paparan benua dari Laut Sulawesi.

Cekungan Tarakan adalah daerah rendahan di sebelah utara Cekungan

Kutai di bagian timur Pulau Kalimantan yang bersama dengan berbagai

cekungan lainnya menjadi pusat pengendapan sedimen

dari bagian timur laut Sundaland selama zaman Kenozoikum (65,5-0,01

MA) . Batas Cekungan Tarakan di bagian barat dibatasi oleh lapisan Pra-

Tersier Tinggian Kuching dan dipisahkan dari Cekungan Kutai oleh

kelurusan timur-barat Tinggian Mangkalihat seperti yang terlihat pada

Gambar 2.1 halaman 9.

Proses pengendapan Cekungan Tarakan di mulai dari proses

pengangkatan. Transgresi yang diperkirakan terjadi pada Kala Eosen sampai

Miosen Awal (23-16 MA) bersamaan dengan terjadinya proses

pengangkatan gradual pada Tinggian Kuching dari barat ke timur. Pada

Kala Miosen Tengah (16-11,6 MA) terjadi penurunan (regresi) pada

Cekungan Tarakan, yang dilanjutkan dengan terjadinya pengendapan

Page 25: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

9

progradasi ke arah timur dan membentuk endapan delta, yang menutupi

endapan prodelta dan batial. Cekungan Tarakan mengalami proses

penurunan secara lebih aktif lagi pada Kala Miosen sampai Pliosen

(23-2,6 MA). Proses sedimentasi delta yang tebal relatif bergerak ke arah

timur terus berlanjut selaras dengan waktu.

Gambar 2.1 Cekungan Tarakan Kalimantan Timur

(Sumber: Core-Lab G&G Evaluation Simenggaris Block dengan modifikasi, 2009).

Cekungan Tarakan berupa depresi berbentuk busur yang terbuka

ke timur ke arah Selat Makasar atau Laut Sulawesi yang meluas

ke utara Sabah dan berhenti pada zona subduksi di Tinggian Semporna

dan merupakan cekungan paling utara di Kalimantan. Tinggian

Kuching dengan inti lapisan Pra-Tersier (145-65,5 MA) terletak di

sebelah baratnya, sedangkan batas selatannya adalah Ridge Suikersbood

dan Tinggian Mangkalihat.

Ditinjau dari fasies dan lingkungan pengendapannya, Cekungan

Tarakan terbagi menjadi empat sub cekungan, yaitu Tidung Sub-basin,

Tarakan Sub-basin, Muara Sub-basin dan Berau Sub-basin.

1. Tidung Sub-basin: Terletak paling utara dan untuk sebagian besar

berkembang di daratan, terisi sedimen berumur Oligosen sampai

Miosen Akhir (33,9-5,3 MA). Dipisahkan dengan Berau sub-basin

di bagian selatan oleh Sekatak Ridge.

Page 26: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

10

2. Berau Sub-basin: Terletak pada bagian selatan dan sebagian besar

berkembang di daratan. Terisi oleh sedimen berumur Eosen Akhir

sampai Miosen Akhir (55,8-5,3 MA).

3. Tarakan Sub-basin: Terletak pada bagian tengah dan merupakan

sub cekungan paling muda. Perkembangan paling utara ke arah

lepas pantai dan terisi dengan Formasi Tarakan-Bunyu yang

berumur Miosen Akhir (11,6-5,3 MA).

4. Muara Sub-basin merupakan deposenter paling selatan dan

perkembangan sedimennya ke arah lepas pantai di utara Tinggian

Mangkalihat. Muara Sub-basin dipisahkan dengan Berau sub-

basin, di utaranya oleh Suikerbrood Ridge, yaitu suatu Tinggian

yang berarah Barat-Timur.

2.1.2 Kondisi Geologi Sub Cekungan Berau

Daerah Binungan terletak pada Cekungan Tarakan, salah satu

dari 3 cekungan utama di mandala Kalimantan Timur yang terbentuk

pada kurun Tersier. Cekungan Tarakan terdiri dari empat anak

cekungan (sub-basin) yaitu : Tidung, Tarakan, Muras dan Berau.

Daerah Binungan termasuk dari Cekungan Berau yang

merupakan anak cekungan (sub basin) dari Cekungan Tarakan, yang

terletak pada pantai Timurlaut Kalimantan Timur dan sebagian kecil

berada di bagian Tenggara Sabah. Luas cekungan seluas 300 km2

arah Utara-Selatan dan 150 km2

arah Timur-Barat. Bagian Selatan

dibatasi oleh Tinggian Mangkalihat yang merupakan pemisah antara

Cekungan Tarakan dan Cekungan Kutai, di bagian Utara oleh

Tinggian Kalimantan Utara (Malaysia), di sebelah Barat oleh

Tinggian Sekatak dan dibagian Selatan dan Anak Cekungan

Tidung di bagian Utara seperti Gambar 2.2 halaman 11.

Page 27: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

11

Gambar 2.2 Peta Geologi Daerah sekitar Berau, Kalimantan Timur (Situmorang dan

Burhan, 1995 dengan modifikasi).

Secara umum, geologi daerah Binungan terbentuk dari batuan

Formasi Latih atau dikenal juga sebagai Formasi Lati. Batuannya

berupa sedimen deltaik yang terdiri dari fraksi klastik halus serta

lapisan batubara, dengan ketebalan bervariasi mulai dari <1 meter

sampai dengan 8 meter. Data hasil pemboran eksplorasi

menunjukkan dominasi batuan sedimen secara berurutan adalah

batulanau, batulempung, batupasir, dan batubara. Pada beberapa

lokasi yang relatif sempit, kadang terbentuk ”channel system”,

yakni hilangnya lapisan fraksi halus atau batubara digantikan oleh

lapisan batupasir.

a) Struktur Geologi

Analisis struktur yang diperoleh dari rangkuman hasil penelitian PT.

Indera Geodia tahun 1996 (interpretasi liniasi dari SAR dan posisi

perlapisan) dan hasil pengamatan pola struktur terhadap daerah

yang baru dibuka, khususnya di daerah kupasan rencana jalan ke

Suaran.

Struktur Lipatan

Page 28: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

12

Struktur lipatan yang terbentuk di daerah Binungan terdiri dari:

1. Sinklin Binungan

Dengan arah Utara yang membentuk sayap (Timur dan Barat)

relatif simetris dengan kemiringan 100-12

0, mendekati Sungai

Binungan, sinklin ini menunjam secara landai.

2. Antiklin Rantau

Arah Utara-Barat Laut, dimulai dari sebelah Utara Sungai Berau

sampai Binungan Selatan. Sayap Barat Daya dengan

kemiringan 500-70

0 sedangkan sayap Timur Laut dengan

memiliki kemiringan 100-12

0.

3. Sinklin Suaran

Sinklin Suaran membentuk lipatan terbuka dengan bentuk sayap

relatif simetris dan menunjam ke arah Barat Laut dengan

kemiringan 100-30

0. Terdapat dua struktur sesar yang terjadi di

daerah Binungan ini, yaitu Sesar Binungan dan Sesar Kelay

yang merupakan sesar ikutan (secondary fault). Sesar Binungan

merupakan sesar utama memanjang 5 km dengan arah

Barat Laut-Tenggara, sesar ini merupakan tipe sesar gunting

(scissors-type fault). Daerah Barat diinterpretasi sebagai sesar

naik relatif terhadap bagian Timur, hal ini didasarkan data

sebagai berikut :

Pengulangan berupa lapisan datar dari formasi pembawa batubara

(coal measures) dengan penampakan kedua kemiringan lapisan

kearah Barat dengan batas bagian Selatan dari sesar.

1. Adanya kenampakan pelurusan (lineament)

2. Ditemukan material terbreksikan (breciated) dengan

komponen batugamping dan batupasir pada jalur sesar

3. Terdapat kemiringan relatif besar dekat zona sesar

Sesar Kelai berarah Timur-Barat dengan pergeseran (throw) sekitar

30 m. Sesar ini diintepretasikan sebagai sesar naik dimana daerah

Utara sesar bergerak naik relatif terhadap daerah Selatan.

Page 29: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

13

b) Stratigrafi

Secara regional, daerah Sub-Cekungan Berau merupakan bagian

dari Cekungan Tarakan dan tersusun oleh batuan sedimen, batuan

vulkanik dan batuan beku dengan kisaran umur dari Tersier sampai

Kwarter (65,5-0,01 MA). Formasi yang menyusun stratigrafi

Anak Cekungan Berau terdiri dari 4 (empat) formasi utama.

Urutan dari yang tertua yaitu Formasi Birang (Formasi

Globigerina Marl), Formasi Latih (Formasi Batubara Berau),

Formasi Labanan (Formasi Domaring) dan Formasi Sinjin seperti

yang ditunjukkan oleh Gambar 2.3 halaman 14.

1. Formasi Birang

Tersusun dari perselingan antara napal, batu gamping,

tufa hablur di bagian atas, serta perselingan antara napal,

rijang, konglomerat, batupasir kwarsa, dan batugamping

di bagian bawah. Napal kelabu, kompak, mengandung

foraminifera besar terutama orbituid. Konglomerat kompak,

tersusun dari batuan beku, kwarsa dan kwarsit berukuran

kerikil, membulat tanggung sampai menyudut tanggung

dengan matriks berupa pasir berbutir halus sampai kasar.

Batupasir kwarsa, kelabu-coklat kekuningan, berbutir halus-

sedang, membundar tanggung, kompak, berlapis baik sampai

dua meter, mengandung mineral kwarsa, mineral bijih,

fragmen batuan dan mineral hitam. Batugamping, berwarna

putih, sangat kompak, berlapis baik dan berselang-seling

dengan batupasir kwarsa yang mengandung foraminifera

besar dan kecil yang sangat berlimpah.

Page 30: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

14

Formasi ini disebut juga Formasi Globigerina Marl yang

berumur Oligo-Miosen (33,9-5,3 MA) dan diendapkan di

lingkungan laut dangkal. Ketebalan formasi ini lebih dari 110

meter.

Gambar 2.3 Stratigrafi daerah Berau Kalimantan Timur (Situmorang dan Burhan, 1995 dengan

modifikasi).

2. Formasi Latih ( disebut juga Formasi Lati)

Formasi Latih tersusun dari perselingan antara batupasir

kwarsa, batulempung, batulanau dan batubara di bagian atas,

dan bersisipan dengan serpih pasiran dan batugamping di

bagian bawah. Batupasir kwarsa, berwarna kelabu muda,

Page 31: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

15

coklat kekuningan, hingga ungu, berbutir halus hingga

kasar, membulat tanggung hingga menyudut, berlapis baik,

selang-seling dengan batulempung berwarna kelabu hingga

kehitaman dan terdapat sisa tumbuhan.

Batulanau, berwarna kelabu kekuningan, berselingan dengan

batupasir kwarsa, umumnya tidak gampingan. Batubara,

berwarna coklat-hitam, selang-seling dengan batupasir

kwarsa dan batulempung, tebal dari beberapa centimeter

hingga 5,5 meter. Serpih pasiran, berwarna coklat kemerahan,

berbutir halus sampai sedang. Batugamping merupakan

sisipan di bagian bawah, berwarna putih, sangat kompak

dan berlapis baik. Ketebalan Formasi Latih kurang lebih

600 m (Klompe, 1941). Umur Miosen Tengah dan diendapkan

pada lingkungan delta, estuarin dan laut dangkal.

Formasi ini menjemari dengan atas Formasi Birang. Nama

lain dari formasi ini adalah Formasi Batubara Berau (Klompe,

1941). Sebagai lapisan pembawa batubara (coal bearing),

Formasi Latih cukup luas sebarannya, meliputi sebagian

besar wilayah KPPT Berau Coal, termasuk daerah Binungan,

yang dibagi menjadi blok 1-4, 5, 6 dan blok 7. Berdasarkan

kedudukan posisi stratigrafinya Formasi Latih dibagi menjadi

dua yaitu :

a. Formasi Latih bagian atas yang terbentuk dari

pengulangan pengendapan (selang seling) yang terdiri

dari satuan: batupasir kwarsa, batu lanau, batu lempung

dan batubara (Klompe, 1941).

b. Formasi Latih bagian bawah, terbentuk dari sisipan

serpih pasiran dan batugamping. Batugamping berwarna

putih, sangat kompak dan berlapis baik dengan

ketebalan 600 meter, berumur Miosen Tengah (16-11,6

MA). Umumnya batuan tersebut diendapkan pada

Page 32: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

16

lingkungan delta, estuarin sampai laut dangkal. Formasi

Latih bagian bawah ini menjemari dengan bagian atas

Formasi Birang (Klompe, 1941).

3. Formasi Labanan

Formasi Labanan tersusun dari perselingan konglomerat,

batupasir, batulanau,batulempung dengan sisipan batugamping

dan batubara. Konglomerat, terdiri dari fragmen batuan

beku (andesit, basalt) kwarsa, kwarsit, berukuran kerikil,

membundar tanggung-menyudut tanggung, matriks tersusun

dari pasir halus-kasar. Batupasir, berwarna kelabu-coklat,

kompak, berbutir halus sampai sedang, gampingan, fragmen

terdiri dari batuan beku, kwarsa dan mineral bijih.

Batulanau, berwarna kelabu kotor, kompak, mengandung

sisa tumbuhan, perlapisan kurang baik. Batulempung,

berwarna kelabu kehijauan, mengandung sisa tumbuhan dan

fosil moluska. Batugamping, berwarna putih-kecoklatan,

pasiran, kompak, berlapis baik. Batubara berwarna

coklat-kehitaman, tebal di bagian atas hanya beberapa

centimeter, sedangkan di bagian bawah mencapai 1,5 meter.

Tebal Formasi Labanan lebih kurang 450 meter, umur

Miosen Akhir (11,6-53 MA) dan terletak secara tidak selaras

di atas Formasi Latih. Lingkungan pengendapannya adalah

fluviatil. Nama lain dari Formasi Labanan ini adalah Formasi

Domaring (Klompe, 1941).

4. Formasi Sinjin

Formasi ini tersusun dari perselingan tuf, aglomerat, tuf lapili,

lava andesit piroksen, tuf terkersikan, batulempung tufaan dan

kaolin. Tuf berwarna putih kecoklatan-ungu, berbutir halus,

lunak-kompak, berselingan dengan aglomerat dan tuf lapili,

berwarna kelabu kehijauan, kehitaman, mengandung andesit

dan basalt. Lava andesit piroksen menunjukkan struktur

Page 33: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

17

aliran. Tuf terkersikan berwarna coklat muda-ungu,

berlapis baik, berbutir sangat halus, mengandung mineral

kwarsa, feldspar dan mineral hitam. Batulempung tufaan,

kelabu kotor-kelabu kecoklatan, kompak, berlapis buruk,

mengandung sisa tumbuhan. Tebal formasi ini lebih dari

500 meter, umurnya diduga Pliosen (5,3-2,6 MA) dan terletak

secara tidak selaras di atas Formasi Labanan (Klompe, 1941).

2.2 Rock Quality Designation (RQD)

RQD (Rock Quality Designation) merupakan metode untuk memperkirakan

kualitas dari massa batuan secara kuantitatif. RQD didefinisikan sebagai

persentase dari perolehan inti bor (core) yang secara tidak langsung

didasarkan pada jumlah bidang lemah dan jumlah bagian yang lunak dari

massa batuan yang diamati dari inti bor (core), hanya bagian yang utuh

dengan panjang lebih besar dari dua kali diameter inti yang dijumlahkan

kemudian dibagi panjang total pengeboran (core run). RQD (Rock Quality

Designation) dihitung dari data pemboran dengan menggunakan rumus

(Deere, 1963).

𝑅𝑄𝐷 =Ʃ Panjang batuan inti > 2 𝑘𝑎𝑙𝑖 𝑑𝑖𝑎𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 𝑏𝑎𝑡𝑢𝑎𝑛 𝑖𝑛𝑡𝑖

Panjang total inti batuan yang didapat × 100%

(2.1)

Keuntungan dalam penggunaan RQD ialah pengerjaan yang sederhana, hasil

yang diinginkan cepat diperoleh dan biaya murah. RQD merupakan

petunjuk kualitas batuan yang mempertimbangkan tingkat pelapukan, lunak,

hancur dan terkekarkan sebagai bagian dari suatu massa batuan. Hubungan

antara nilai RQD dan kualitas massa batuan dapat dilihat pada Tabel 2.1

halaman 18.

Page 34: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

18

Tabel 2.1 Kualitas batuan berdasarkan nilai RQD (Deere, 1963).

Kualitas Batuan RQD (%)

Sangat buruk

Buruk

Sedang

Baik

Sangat baik

0-25

25-50

50-75

75-90

90-100

Metode langsung digunakan dalam perhitungan nilai RQD apabila tersedia

data core logs. Selama pengukuran panjang core pieces, harus dilakukan

pada sepanjang garis tengahnya. Inti bor yang retak ataupun pecah akibat

aktivitas pemboran maka digabungkan dan dihitung sebagai satu batuan

utuh. Inti bor yang mengalami pecah dikarenakan proses alami maka tidak

diperhitungkan pada perhitungan RQD seperti pada Gambar 2.4.

Panjang total pengeboran (core run) = 100 cm

RQD = panjang core >2 𝑥 𝑑

panjang core total X 100%

RQD = 28+11+20+25

100 X 100%

RQD = 84 %

Gambar 2.4 Perhitungan Rock Quality Designation (Deere, 1963).

Page 35: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

19

2.3 Massa Batuan

Hoek (2009), massa batuan merupakan susunan dari sistem blok-blok

batuan utuh yang dipisahkan oleh bidang-bidang diskontinuitas yang

masing-masing saling bergantung sebagai sebuah kesatuan unit yang berupa

joint, bidang perlapisan dan patahan. Massa batuan dibentuk dengan adanya

diskontinuitas, tegangan overburden dan perubahan akibat proses pelapukan

(Hunt, 2007). Pada Gambar 2.5 di bawah menjelaskan bahwa konsep dasar

dari massa batuan berasal dari batuan utuh yang memiliki sifat homogen dan

kemudian adanya bidang diskontinuitas membuat kekuatan massa batuan

menjadi berkurang.

Gambar 2.5 Konsep dasar massa batuan (Wylie dan Mah, 2004).

Adanya bidang diskontinuitas ini membedakan kekuatan massa batuan

dengan kekuatan batuan utuh atau intact rock. Massa batuan akan memiliki

kekuatan yang lebih kecil dibandingkan dengan batuan utuh. Variasi yang

besar dalam hal komposisi dan struktur dari batuan serta sifat dan

keberadaan bidang diskontinuitas yang memotong batuan akan membawa

komposisi dan struktur yang kompleks terhadap suatu massa batuan.

Menurut Hoek dan Brown (1980), sifat atau karateristik massa batuan

dapat menentukan dalam pekerjaan penggalian seperti terowongan dan

lereng. Kekuatan massa batuan, kuat geser, kekuatan batuan utuh dan

Page 36: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

20

perilaku tegangan-regangan batuan menjadi parameter penting dalam

perhitungan desain, kegiatan pemboran dan peledakan dalam suatu

pertambangan.

2.4 Bidang Diskontinuitas

Secara umum bidang diskontinuitas merupakan bidang yang membagi

massa batuan menjadi bagian-bagian yang terpisah. Menurut Wyllie dan Mah

(2004), bidang diskontinuitas dapat berupa bidang perlapisan, joint ataupun

patahan. Bidang diskontinuitas dapat mempengaruhi kuat geser batuan

termasuk bentuk dan tingkat kekasaran permukaan batuan.

Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa bidang

diskontinuitas terbentuk karena tegangan tarik yang terjadi pada batuan. Hal

ini yang membedakan antara diskontinuitas alami yang terbentuk oleh

peristiwa geologi atau geomorfologi, dengan diskontinuitas artifisial yang

terbentuk akibat aktivitas manusia misalnya pemboran, peledakan dan proses

pembongkaran material batuan. Menurut Brady dan Brown (2004), struktur

diskontinuitas pada batuan disebut sebagai struktur batuan sedangkan batuan

yang tidak pecah disebut sebagai material batuan yang bersama struktur

batuan, membentuk massa batuan.

Beberapa macam bidang diskontinuitas sebagai berikut (Brady dan

Brown, 2004):

1. Fault atau patahan

Fault atau patahan adalah bidang diskontinuitas yang secara jelas

memperlihatkan tanda-tanda bidang tersebut mengalami pergerakan.

Tanda-tanda tersebut diantaranya adalah adanya zona hancuran maupun

slickenside atau jejak yang terdapat disepanjang bidang fault. Fault

dikenal sebagai weakness zone karena akan memberikan pengaruh pada

kestabilan massa batuan dalam wilayah yang luas.

2. Joint atau kekar

Joint adalah bidang diskontinuitas yang terbentuk secara alami tanpa

ada tanda-tanda pergeseran yang terlihat. Kelompok joint yang sejajar

Page 37: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

21

disebut joint set dan saling berpotongan membentuk joint system.

Joint berdasarkan lokasi terjadinya atau tempat terbentuknya dapat

dikelompokkan menjadi :

a) Foliation joint adalah bidang diskontinuitas yang terbentuk sepanjang

bidang foliasi pada batuan metamorf.

b) Bedding joint adalah bidang diskontinuitas yang terbentuk sepanjang

bidang perlapisan pada batuan sedimen.

3. Fold atau Lipatan

Lipatan adalah bidang diskontinuitas pada batuan yang terbentuk

karena batuan mengalami deformasi sehingga terlipat. Lipatan dapat

berskala luas ataupun lokal. Selama proses perlipatan, tegangan dan

tekanan dapat meningkat sehingga dapat mengurangi kuat geser batuan.

4. Crack

Crack adalah bidang diskontinuitas yang berukuran kecil atau tidak

menerus. Crack untuk menjelaskan pecahan atau crack yang terjadi pada

saat pengujian batuan, peledakan dan untuk menjelaskan mekanisme

pecahnya batuan.

5. Rupture

Rupture adalah pecahan atau bidang diskontinuitas yang terjadi

karena proses ekskavasi atau pekerjaan manusia yang lain.

6. Fissure

Fissure adalah bidang diskontinuitas yang berukuran kecil, terutama

yang tidak terisi atau terbungkus oleh material isian.

7. Bedding Plane

Merupakan istilah untuk bidang perlapisan pada batuan sedimen.

Bedding terdapat pada permukaan batuan yang mengalami perubahan

ukuran dan orientasi butir dari batuan tersebut serta perubahan

mineralogi yang terjadi selama proses pembentukan batuan sedimen.

Bidang perlapisan dapat mengurangi kuat geser.

Page 38: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

22

8. Shear Zone

Shear Zone adalah bidang pergeseran yang berisi material hancuran

akibat tergerus oleh pergerakan kedua sisi massa batuan dengan ukuran

celah yang lebih lebar dari kekar. Ketebalan material hancuran yang

berupa batu atau tanah ini bervariasi dari ukuran milimeter sampai

meter.

9. Cleat

Cleat merupakan rekahan pada lapisan batubara dengan arah memotong

dan searah dengan lapisan batubara.

10. Vein

Vein merupakan bidang diskontinuitas yang berupa material atau

mineral yang mengisi celah pada batuan. Vein dapat berupa batuan beku

akibat proses mineralisasi. Vein dapat menambah kekuatan massa batuan

dan dapat mengurangi kekuatan batuan.

2.5 Geological Strength Index (GSI)

Dalam penggunaan Kriteria Keruntuhan Hoek-Brown, GSI merupakan

hal paling penting dimana merepresentasikan kekuatan batuan dan

deformasi dari hasil laboratorium dan pengamatan di lapangan (Hoek,

1998). Kekuatan massa batuan terkekarkan tergantung kepada sifat/kekuatan

batuan yang utuh dan juga kepada bebas atau tidaknya blok-blok batuan

yang menyusun massa batuan tersebut untuk meluncur dan berotasi di

bawah kondisi tegangan yang berbeda. Hal tersebut dikontrol oleh bentuk

geometri dari blok-blok batuan tersebut. Suatu blok batuan yang menyudut

dengan bidang permukaan kasar akan mempunyai kekuatan massa batuan

yang lebih besar dibandingkan dengan blok batuan yang membundar dan

bidang permukaannya terlapukan.

GSI diperkenalkan oleh Hoek dkk (1995) ditujukan untuk

memperkirakan berkurangnya kekuatan suatu massa batuan yang

disebabkan oleh kondisi geologi yang berbeda. Menurut Marinos dkk

(2005), GSI menggambarkan pengklasifikasian massa batuan dengan

Page 39: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

23

parameter yaitu litologi, kondisi diskontinuitas, struktur diskontinuitas,

bentuk massa batuan yang merepresentasikan proses geologi yang terjadi.

Pada Gambar 2.6 di bawah menjelaskan bahwa Joint Condition

menurut Bieniawski (1989) merepresentasikan permukaan diskontinuitas

dan Rock Quality Designation menunjukkan spasi diskontinuitas. Menurut

Hoek dkk (2013) hubungan antara GSI, Joint Condition dan RQD dapat

ditentukan dengan persamaan sebagai berikut :

GSI = 1,5 Jcond + RQD/2 …………………...(2.2)

Gambar 2.6 Diagram GSI berdasarkan Hoek dan Marinos (2000).

Page 40: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

24

2.6 Faktor Kerusakan (Disturbance Factor)

Nilai D merupakan faktor kerusakan yang tergantung derajat

kerusakan massa batuan yang disebabkan oleh peledakan maupun pelepasan

tegangan. Dalam desain suatu lereng pada tambang terbuka dengan kriteria

Hoek-Brown dengan asumsi massa batuan insitu tidak terganggu

(undisturb in-situ rock masses) dimana D=0 adalah terlalu optimistis

(Hoek, 2002). Kerusakan massa batuan dapat disebabkan oleh peledakan

dan pelepasan tegangan (stress release) akibat lepasnya overburden, oleh

karena itu harus dipertimbangkan adanya faktor untuk mempertimbangkan

tingkat kerusakan massa batuan akibat proses tersebut, untuk

mengakomodasi hal tersebut, Hoek (2002) memperkenalkan faktor

kerusakan massa batuan/disturbance factor (D) yang merupakan nilai

tingkat kerusakan massa batuan yang diakibatkan oleh peledakan maupun

pelepasan tegangan. Pedoman untuk menentukan besaran nilai D disajikan

pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Pedoman untuk memperkirakan faktor kerusakan (Hoek, 2002).

Massa Batuan Deskripsi Massa Batuan Nilai D

Kualitas peledakan yang sangat baik atau

pengeboran menggunakan alat bor

terowongan yang menghasilkan

kerusakan minimum massa batuan di

sekitar terowongan

D = 0

Penggalian mekanik pada massa batuan

lemah (tanpa peledakan) menghasilkan

gangguan minimal.

Penggalian lubang bukaan tambang

menghasilkan pengangkatan lantai yang

jelas, sehingga gangguan bisa sangat

besar.

D = 0

D = 0.5

Page 41: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

25

Massa Batuan Deskripsi Massa Batuan Nilai D

Kualitas peledakan yang buruk pada

terowongan batuan keras, tingkat

kerusakan lokal besar, berpengaruh 2

sampai 3 m massa batuan sekitarnya.

D = 0,8

Pengaruh peledakan skala kecil pada

lereng, mengakibatkan kerusakan

menengah pada massa batuan.

D = 0,7

(Peledakan

Baik)

D = 1,0

(Peledakan

Buruk)

Kemiringan lereng tambang terbuka

yang sangat besar, mengalami gangguan

yang besar karena hasil peledakan dan

juga karena pengaruh dari pemindahan

overburden.

Pada beberapa batuan lemah, penggalian

dapat dilakukan dengan menggaruk dan

mendorong dengan alat mekanik, dan

mengakibatkan tingkat kerusakan yang

kecil pada lereng.

D = 1,0

(Peledakan

Produksi)

D = 0,7

(Penggalia

n

Mekanik)

Penentuan nilai D (Disturbance Factor), juga perlu memperhatikan luasan

daerah yang terkena efek dari peledakan (Hoek, 2012). Pada lereng yang

akan dianalisis, tidak semua daerah akan terkena dampak dari peledakan

atau dengan kata lain nilai D tidak dapat disamaratakan. Daerah tersebut

dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu Disturbed Rock Mass dan Undisturbed

Rock Mass Gambar 2.7 halaman 26. Cara perhitungan menurut Hoek dan

Karzulovic (2000), dapat dinyatakan sebagai berikut :

T =1,5 x H ………………………………………….(2.3)

Tabel 2.2 Lanjutan

Page 42: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

26

Gambar 2.7 Representasi antara Undisturbed Rockmass dan Blasted Rock

(Hoek dan Karzulovic, 2000).

2.7 Window Mapping

Pemetaan geoteknik merupakan metode dalam mendapatkan

gambaran kondisi lapangan, dalam assessment geoteknik dan pit tambang.

Menurut Wyllie dan Mah (2004), terdapat beberapa metode yang umum

dipakai antara lain scanline mapping dan window mapping. Metode-metode

ini dapat dilakukan di lereng tambang baik highwall maupun lowwall.

Highwall merupakan lereng terjal yang arah kemiringannya memotong atau

tegak lurus dari bidang perlapisan batubara sedangkan lowwall merupakan

lereng landai yang arah kemiringannya sejajar dengan bidang perlapisan

batubara (Swana dkk, 2012). Tujuan dilakukannya geotechnical mapping

yaitu untuk mengumpulkan data antara lain :

1. Kehadiran, karakteristik dan keberagaman bidang diskontinuitas seperti

bedding, kekar maupun patahan di lereng tambang.

2. Keberagaman karakteristik dan kekuatan massa batuan pada lereng

tambang.

3. Kondisi massa batuan (pelapukan, kekuatan, kekar, bentuk blok, GSI).

Hal-hal yang dimasukkan dalam Window Mapping antara lain lokasi

mapping, koordinat, elevasi dan orientasi lereng. Parameter yang dihitung

antara lain (Australian Standard, 2005) :

Page 43: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

27

1. Deskripsi Massa Batuan, yang terdiri dari tingkat pelapukan, tingkat

kekuatan, bentuk blok batuan, jumlah set discontinuity.

Untuk pedoman dalam deskripsi massa batuan sebagai berikut seperti

pada Tabel 2.3-2.5 halaman 27-28 :

Tabel 2.3 Tingkat pelapukan batuan (Australian Standard, 2005)

Pelapukan

Kode Istilah Pengertian

RS Tanah residu Tanah terbentuk pada batuan yang sangat

lapuk, struktur dan material penyusunya

massa batuan sudah tidak diketemukan

XW Sangat lapuk Pelapukan batuan yang meluas dan memiliki

material tanah dan akan memisahkan diri atau

dapat dihancurkan dengan tangan di dalam air

DW Lapuk Tegas Perybahan warna yang kontras, biasanya

karena pelapukan mineral besi (Fe) dan

kekuatan massa batuan telah berubah karena

pelapukan

SW Lapuk samar Sedikit mengalami perubahan warna, sedikit

menunjukan perubahan pada kekuatan batuan

FR Segar Tidak terdapat perubahan warna atau zat

warna

Tabel 2.4 Tingkat kekuatan batuan (Australian Standard, 2005)

Kekuatan

Kode Istilah Is(50) (MPa) Pengertian

EL Rendah sekali <0,03 Mudah dihancurkan dengan tangan

untuk material yang mengandung

tanah

VL Sangat rendah 0,03-0,1 Material hancur dibawah pukulan

kuat dengan ujung runcing palu, dan

dapat di kelupas dengan pisau,

sangat sulit untuk memotong sample

triaksial menggunakan tangan.

Potongan diatas 30 mm dapat

dihancurkan menggunakan tekanan

jari

L

Rendah

0,1-0,3

Dapat digores dengan pisau, retakan

dengan jarak 1-3 mm yang

ditunjukan oleh sampel dengan

pukulan kuat pada ujung palu. Satu

potongan inti batuan yang

panjangnya 150 mm dan diameter

Page 44: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

28

Kode

Istilah

Is(50) (MPa)

Pengertian

50 mm dapat dihancurkan dengan

tangan, sisi yang runcing pada inti

batuan rapuh dan hancur ketika

dipegang

M Sedang 0,3-1 Sangat dapat digores dengan pisau,

potongan inti batuan panjang 150

mm dan diameter 50 mm dapat

dihancurkan dengan tangan dengan

susah

H Tinggi 1-3 Potongan inti batuan panjang 150

mm dan diameter 50 mm tidak dapat

dihancurkan menggunakan tangan

tetapi dapat dihancurkan dengan

palu dengan sekali pukulan

VH Sangat Tinggi 3-10 Sampel batuan hancur dengan

dengan lebih dari 1 kali pukulan,

batuan bergetar karena pukulan

EH Tinggi Sekali >10 Sampel batuan membutuhkan

banyak pukulan dengan palu untuk

menghancurkan ikantan marerial ,

batuan bergetar karena pukulan

Tabel 2.5 Bentuk blok batuan (Australian Standard, 2005)

Bentuk

Kode Istilah Pengertian

BLK Kubus Seperti bentuk kubus dengan sisi yang menyerupai

TAB Berlembar Berbentuk lempengan dengan tebal lebih kecil

dibandingkan panjang atau lebarnya

COL Balok Tinggi bidang lebih besar dibandingkan lebar dan

tebalnya

IRR Tidak

Beraturan

Bentuk bidang tidak beraturan

2. Deskripsi Diskontinuitas, yang terdiri dari tipe diskontinuitas, orientasi

bidang diskontinuitas, panjang, spasi, bentuk, kekasaran, material

pengisi dan ketebalan.

Untuk pedoman dalam bidang diskontinuitas sebagai berikut seperti

pada Tabel 2.6-2.9 pada halaman 29-30 :

Page 45: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

29

Tabel 2.6 Jenis-jenis ketidakselarasan (Australian Standard, 2005)

Jenis Ketidakselarasan

Kode Istilah Pengertian

B Bedding

parting

Kekar sejajar dengan perlapisan batuan

J Joint Kekar yang memotong perlapisan batuan

C

Cleat

Celah kekar yang tertutup material lain didalam

batubara

F Fault Ketidakselarasan mayor yang memotong sepanjang

perlapisan batuan dengan offset yang terlihat jelas atau

perpindahan sepanjang sebuah bidang. Sesar dapat

bersih atau terdapat zona sempit material pengisi

S Bedding

shear

Zona sempit dari pergeseran parallel terhadap salah

satu perlapisan sepanjang kontak antara dua lapisan

yang berdekatan atau seluruhnya dengan sebagian

lapisan, biasanya lempung, sepanjang pergeseran yang

terjadi. Permukaan yang halus dan tegas muncul

Z Fault/Shear

zone

Zona lempengan yang terdapat banyak parallel atau

sesar mendatar karena perpindahan. Seringkali terdiri

dari hancuran atau material yang telah bergerser.

Tabel 2.7 Bentuk ketidakselarasan (Australian Standard, 2005)

Bentuk Ketidakselarasan

Kode Istilah Pengertian

P Datar Permukaan ketidakselarasan adalah bidang datar

C Kurva Permukaan ketidakselarasan bebentuk melengkung,

bisa cekung atau cembung. Bentuk lengkungan bisa

satu sumbu (silinder) atau dua sumbu (bola)

W Bergelombang Permukaan ketidakselarasan bergelombang atau

undulasi dan tersusun atas pengulangan bentuk

cekung-cembungdari bidang tengah ketidakselarasan

S Putus-putus Permukaan ketidakselarasan tersusun atas bidang

runcing

Tabel 2.8 Tingkat kekasaran (Australian Standard, 2005)

Kekasaran

Kode Pengertian Kode Pengertian Kode Pengertian

1 Putus-putus-kasar 4 Bergelombang-

Kasar 7 Datar-

kasar

2 Putus-putus-halus 5 Bergelombang-

halus 8 Datar-

halus

3 Putus-putus-

runcing 6 Bergelombang-

runcing 9 Datar-

runcing

Page 46: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

30

Tabel 2.9 Jenis material pengisi (Australian Standard, 2005)

Material Pengisi

Kode Pengertian Kode Pengertian Kode Pengertian

A Clayed

sand/sandy clay O Coal T Silt

B Carbonaceous

matter P Pyrite X Clean, no

infill atau

coating

C Calcite Q Quartz Y Clay

G Graphite R Resin (amber)

L Limonite/iron

staining S Sand

2.8 Mekanisme Keruntuhan

2.8.1 Konsep Keruntuhan Hoek and Brown

Dalam analisis desain suatu lereng memperkirakan kekuatan dan

karakteristik deformasi suatu massa batuan merupakan hal yang sangat

penting (Hoek dkk, 2000), hal ini dikarenakan kekuatan batuan utuh

yang didapatkan dari pengujian laboratorium belum mencerminkan

kekuatan massa batuan, untuk itu diperlukan adanya rumusan yang

menghubungkan kekuatan batuan utuh dengan kekuatan massa batuan.

Rumusan Hoek dan Brown (1980) digunakan untuk memperkirakan

kekuatan massa batuan berdasarkan hubungan antara blok batuan dan

kondisi permukaan diantara blok batuan tersebut.

Hoek dan Brown (1980) mengusulkan metode untuk mendapatkan

kekuatan massa batuan terkekarkan yang dikenal sebagai Original

Hoek-Brown Criterion. Kriteria ini dimulai dari kekuatan batuan utuh

dengan faktor-faktor untuk mengurangi kekuatan tersebut berdasarkan

karakteristik pada bidang diskontinuitas di dalam massa batuan. Kriteria

ini terus dikembangkan oleh Hoek, dkk (1995) dengan memasukkan

konsep Geological Strength Index (GSI). Nilai GSI diperoleh dari hasil

deskripsi geologi berdasarkan struktur dan kondisi permukaan.

Nilai mi dapat ditentukan dengan menggunakan Tabel 2.10 halaman 31.

Page 47: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

31

Rock Type Class Group Texture

Coarse Medium Fine Very Fine

Sedimentary Clastic Conglomerate

(21±3)

Sandstone (17±4) Siltstone

(7±2)

Claystone

(4±2)

Breccias

(19±5)

Greywacke

(18±3)

Shale

(6±2)

Marls

(7±2)

Non Clastic Carbonates Crystalline

Limestone

(12±3)

Sparitic Limestone

(10±2)

Micritic Limestone

(9±2)

Dolomites

(9±3)

Evaporites Gypsum

(8±2)

Anhydrite

(12±2)

Organic Coal

(8-21)

Chalk

(7±2)

Metamorphic

Non Foliated

Marble

(9±3)

Hornfels

(19±4)

Metasandstone

(19±3)

Quartzites

(20±3)

Slightly Foliated Migmatite

(29±3)

Amphibolites

(26±6)

Gneiss

(28±5)

Foliated Schist

(12±3)

Phyllites

(7±3)

Slates

(7±4)

Vulcanic Plutonic Light Granite

(32±3)

Diorite

(25±5)

Granodiorite

(29±3)

Dark Gabbro

(27±3)

Norite

(20±5)

Dolerite

(16±5)

Hypabissal

Hypabissal

(20±5)

Diabase

(15±5)

Peridotite

(25±5)

Vulcanic Lava Rhyollite

(25±5)

Dacite

(25±3)

Obsidian

(19±3)

Andesite

(25±5)

Basalt

(25±5)

Pyroclastic Agglomerat

(19±3)

Breccia

(19±5)

Tuff

(13±5)

Tabel 2.10 Nilai parameter mi (Hoek, 2001).

Page 48: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

32

2.8.2 Konsep Keruntuhan Mohr-Coloumb

Hoek dan Brown (1997) menyatakan bahwa kebanyakan software

geoteknik masih mengacu pada kriteria keruntuhan Mohr-Coulomb yang

terlebih dahulu menentukan sudut geser dalam dan nilai kohesi yang

setara untuk masing-masing massa batuan. Melalui penyesuaian pada

plot Mohr-Coulomb, dihasilkan persamaan untuk mendapatkan nilai

sudut geser dalam dan kohesi (Hoek dkk, 2002) :

…….…(2.4)

𝑐 = 𝜎𝑐𝑖 1+2𝑎 𝑠 + 1−𝑎 𝑚𝑏𝜎3𝑛 𝑠+ 𝑚𝑏𝜎3𝑛 𝑎−1

1+𝑎 2+𝑎 1+ 6𝑎𝑚𝑏 𝑠+ 𝑚𝑏𝜎3𝑛 𝑎−1 1+𝑎 2+𝑎 .......(2.5)

……………. (2.6)

Nilai 𝜎3max merupakan batas akhir dari hubungan tegangan kriteria

Hoek-Brown dan Mohr-Coloumb. Penentuan nilai σ3max pada lereng

didapatkan berdasarkan rumusan (Hoek-Brown Criterion Edisi 2002) :

91.0

max3 '72.0

'

'

H

cm

cm

…………...(2.7)

γ merupakan bobot isi batuan dan H merupakan tinggi lereng. Nilai 𝜎′𝑐𝑚

merupakan besarnya kuat tekan massa batuan yang diperoleh dari

persamaan :

𝜎′𝑐𝑚 = 𝜎𝑐𝑖 . 𝑚𝑏+4𝑠−𝑎 𝑚𝑏−8𝑠 (

𝑚𝑏4

+𝑠)𝑎−1

2(1+𝑎)(2+𝑎) ………………..(2.8)

2.9 Jenis Longsoran

Hoek dan Bray (1981) mengklasifikasikan longsoran pada tambang

terbuka menjadi 4 jenis longsoran yaitu Longsoran Busur

(Circular Failure), Longsoran Bidang (Plane Failure), Longsoran Baji

(Wedge Failure), dan Longsoran Guling (Toppling Failure).

1

3

1

31

'6212

'6sin'

a

nbb

a

nbb

msamaa

msam

cin /max'33

Page 49: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

33

1. Longsoran Busur

Longsoran busur merupakan longsoran batuan yang terjadi

sepanjang bidang luncur yang berbentuk busur Gambar 2.8 halaman 33.

Longsoran busur paling umum terjadi di alam, terutama pada batuan yang

lunak (tanah). Pada batuan yang keras longsoran busur hanya dapat terjadi

jika batuan tersebut sudah mengalami pelapukan dan mempunyai bidang-

bidang lemah (rekahan) yang sangat rapat dan tidak dapat dikenal lagi

kedudukannya. Longsoran busur akan terjadi jika partikel individu pada

suatu tanah atau massa batuan sangat kecil dan tidak saling mengikat.

Penurunan sebagian permukaan atas lereng yang berada disamping

rekahan menandakan adanya gerakan lereng yang pada akhirnya akan

menimbulkan kelongsoran lereng.

Gambar 2.8 Bentuk longsoran busur (Hoek dan Bray, 1981).

2. Longsoran Bidang

Longsoran bidang merupakan suatu longsoran batuan yang terjadi

sepanjang bidang luncur yang dianggap rata. Bidang luncur tersebut dapat

berupa bidang sesar, rekahan (joint) maupun bidang perlapisan batuan.

Longsoran bidang dapat terjadi jika ditemukan tiga kondisi antara lain

(Hoek dan Bray, 1981):

1. Kemiringan dari bidang diskontinuitas harus melebihi sudut

geser dalam.

2. Kemiringan dari bidang diskontinuitas harus lebih kecil dari

kemiringan muka lereng.

Page 50: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

34

Secara umum longsoran bidang dapat terjadi apabila memenuhi

beberapa syarat seperti pada Gambar 2.9 halaman 34:

1. Jurus bidang luncur (αp) sejajar atau mendekati sejajar

terhadap jurus bidang permukaan lereng (αf) dengan

perbedaan maksimal 20°.

2. Kemiringan bidang luncur (ψp) harus lebih kecil kemiringan

bidang permukaan lereng (ψf).

3. Kemiringan bidang luncur (ψp) lebih besar daripada sudut

geser dalam.

4. Terdapatnya bidang bebas yang merupakan batas lateral dari

massa batuan yang longsor.

Gambar 2.9 Longsoran bidang (Hoek dan Bray, 1981).

3. Longsoran Baji

Pada Gambar 2.10 halaman 35, merupakan kondisi dimana

terjadinya longsoran baji. Longsoran ini hanya bisa terjadi pada batuan

yang mempunyai lebih dari satu bidang lemah yang saling berpotongan

membentuk baji (plane A dan plane B), dalam kondisi yang sangat

sederhana longsoran baji terjadi pada sepanjang garis potong kedua bidang

lemah tersebut (line of intersection).

Page 51: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

35

Gambar 2.10 Bentuk longsoran baji (Hoek dan Bray, 1981).

4. Longsoran Guling

Longsoran guling terjadi pada lereng terjal untuk batuan yang keras

dengan bidang-bidang lemah tegak atau hampir tegak dan arahnya

berlawanan dengan arah kemiringan lereng. Kondisi untuk mengguling

ditentukan oleh sudut geser dalam dan kemiringan sudut bidang

gelincirnya, suatu balok dengan tinggi h terletak pada bidang miring

dengan sudut kemiringan sebesar α yang disajikan pada Gambar 2.11.

Longsoran dapat terjadi bila ψ > 900+Ø-α dimana ψ adalah kemiringan

bidang lemah, Ø adalah sudut geser dalam dan α adalah kemiringan lereng.

Gambar 2.11 Bentuk longsoran guling (Hoek dan Bray, 1981).

2.10 Kestabilan Lereng

2.10.1 Faktor yang Mempengaruhi Ketidakstabilan Lereng

Faktor-faktor penyebab lereng rawan longsor meliputi faktor

internal (dari tubuh lereng sendiri) maupun faktor eksternal (dari luar

lereng), antara lain: kegempaan, iklim (curah hujan), vegetasi,

morfologi, batuan/tanah maupun situasi setempat (Anwar dan

Page 52: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

36

Kesumadharma, 1991, dalam Hirnawan, 1994), tingkat kelembaban

tanah (moisture), adanya rembesan, dan aktifitas geologi seperti

patahan (terutama yang masih aktif), rekahan dan liniasi (Sukandar,

1991).

Proses eksternal penyebab longsor yang dikelompokkan oleh

Brunsden 1993, dalam Dikau et.al., 1996 diantaranya adalah :

1) Pelapukan (fisika, kimia dan biologi) dan erosi.

2) penurunan tanah (ground subsidence).

3) deposisi (fluvial, glasial dan gerakan tanah)

4) getaran dan aktivitas seismik.

5) jatuhan tepra.

6) perubahan rezim air

Pelapukan dan erosi sangat dipengaruhi oleh iklim yang

diwakili oleh kehadiran hujan di daerah setempat, curah hujan kadar

air/water content (%) dan kejenuhan air/saturation (Sr :%). Pada

beberapa kasus longsor, hujan sering sebagai pemicu karena hujan

meningkatkan kadar air tanah yang menyebabkan kondisi

fisik/mekanik material tubuh lereng berubah. Kenaikan kadar air akan

memperlemah sifat fisik-mekanik tanah dan menurunkan Faktor

Kemanan lereng (Hirnawan dan Zakaria, 1991).

Penambahan beban di tubuh lereng bagian atas

(pembuatan/peletakan bangunan, misalnya dengan membuat

perumahan atau villa di tepi lereng atau di puncak bukit) merupakan

tindakan beresiko mengakibatkan longsor. Demikian juga pemotongan

lereng pada pekerjaan cut&fill, jika tanpa perencanaan dapat

menyebabkan perubahan keseimbangan tekanan pada lereng. Letak

atau posisi tanaman keras dan kerapatannya mempengaruhi Faktor

Keamanan Lereng (Hirnawan, 1993), hilangnya tumbuhan penutup

menyebabkan alur-alur pada beberapa daerah tertentu. Penghanyutan

yang semakin meningkat akhirnya mengakibatkan terjadinya longsor

(Pangular, 1985). Dalam kondisi ini erosi tentunya memegang peranan

Page 53: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

37

penting. Penyebab lain dari kejadian longsor adalah gangguan-

gangguan internal, yaitu yang datang dari dalam tubuh lereng sendiri

terutama karena ikut-sertanya peranan air dalam tubuh lereng. Kondisi

ini tak lepas dari pengaruh luar, yaitu iklim yang diwakili oleh curah

hujan. Jumlah air yang meningkat dicirikan oleh peningkatan kadar

airtanah, derajat kejenuhan, atau muka airtanah. Kenaikan airtanah

akan menurunkan sifat fisik dan mekanik tanah dan meningkatkan

tekanan pori (m) yang berarti memperkecil ketahananan geser dari

massa lereng (lihat rumus Faktor Keamanan 2.10, pada halaman 41).

Debit air tanah juga membesar dan erosi di bawah permukaan (piping

atau subaqueous erosion) meningkat, akibatnya lebih banyak fraksi

halus (lanau) dari masa tanah yang dihanyutkan, lebih jauh ketahanan

massa tanah akan menurun (Bell, 1984, dalam Hirnawan, 1993).

Kejadian di Sodonghilir dan Taraju (1992) Bukit Lantiak, Padang dan

Sagalaherang, Ciamis (1999), dan kejadian di beberapa tempat lainnya

umumnya disebabkan penurunan sifat fisik dan mekanik tanah karena

kehadiran air dalam tubuh lereng, Tabel 2.11 halaman 40.

A. Cuaca / Iklim

Curah hujan sebagai salah satu komponen iklim, akan

mempengaruhi kadar air/water content (%) dan kejenuhan

air/saturation (Sr, %). Pada beberapa kasus longsor di Jawa Barat,

air hujan seringkali menjadi pemicu terjadinya longsor. Hujan

dapat meningkatkan kadar air dalam tanah dan lebih jauh akan

menyebabkan kondisi fisik tubuh lereng berubah-ubah. Kenaikan

kadar air tanah akan memperlemah sifat fisik-mekanik tanah

(mempengaruhi kondisi internal tubuh lereng) dan menurunkan

faktor kemanan lereng (Hirnawan dan Zufialdi, 1993).

Kondisi lingkungan geologi fisik sangat berperan dalam

kejadian gerakan tanah selain kurangnya kepedulian masyarakat

karena kurang informasi ataupun karena semakin merebaknya

Page 54: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

38

pengembangan wilayah yang mengambil tempat di daerah yang

mempunyai masalah lereng rawan longsor.

B. Ketidakseimbangan Beban di Puncak dan di Kaki Lereng

Beban tambahan di tubuh lereng bagian atas (puncak)

mengikutserta-kan peranan aktivitas manusia. Pendirian atau

peletakan bangunan, terutama memandang aspek estetika belaka,

misalnya dengan membuat perumahan (real estate) atau villa di

tepi-tepi lereng atau di puncak-puncak bukit merupakan tindakan

ceroboh yang dapat mengakibatkan longsor. Kondisi tersebut

menyebabkan berubahnya keseimbangan tekanan dalam tubuh

lereng. Sejalan dengan kenaikan beban di puncak lereng, maka

keamanan lereng akan menurun.

Pengurangan beban di daerah kaki lereng berdampak

menurunkan Faktor Keamanan. Makin besar pengurangan beban di

kaki lereng, makin besar pula penurunan faktor keamanan

lerengnya, sehingga lereng makin labil atau makin rawan longsor.

Aktivitas manusia berperan dalam kondisi seperti ini. Pengurangan

beban di kaki lereng diantaranya oleh aktivitas penambangan bahan

galian, pemangkasan (cut) kaki lereng untuk perumahan, jalan dan

lain-lain, atau erosi (Hirnawan, 1993).

Kasus longsor yang disebabkan oleh kondisi

ketidakseimbangan beban pada lereng antara lain:

1) longsor di tempat penggalian trass di tepi jalan raya

Lembang akibat penggalian bahan baku bangunan dengan

cara membuat tebing yang hampir tegak lurus.

2) longsor sekitar jalan di Bandung Utara akibat pemangkasan

untuk kawasan perumahan (real estate).

3) longsoran di tepi sungai Cipeles (Jalan Raya Bandung-

Cirebon) juga diakibatkan oleh kondisi ketidakseimbangan

beban.

Page 55: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

39

C. Vegetasi / Tumbuh-tumbuhan

Hilangnya tumbuhan penutup, dapat menyebabkan alur-alur

pada beberapa daerah tertentu. Penghanyutan makin meningkat dan

akhirnya terjadilah longsor (Pangular, 1985). Dalam kondisi

tersebut berperan pula faktor erosi. Letak atau posisi penutup

tanaman keras dan kerapatannya mempengaruhi faktor keamanan

lereng. Penanaman vegetasi tanaman keras di kaki lereng akan

memperkuat kestabilan lereng, sebaliknya penanaman tanaman

keras di puncak lereng justru akan menurunkan Faktor Keamanan

Lereng sehingga memperlemah kestabilan lereng (Hirnawan,

1993).

Penyebab lain dari kejadian longsor adalah gangguan

internal yang datang dari dalam tubuh lereng sendiri terutama

karena ikut sertanya peranan air dalam tubuh lereng.

Page 56: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

40

Tabel 2.11 Kejadian longsor di Indonesia (Sumber:http.earthquake.usgs.gov, 2001)

Waktu

Kejadian

Lokasi Penyebab Kerugian&korban jiwa

8 Januari

1999

Desa Pupuan, Tegal-

alang, Gianyar, Bali

Bukit >700 tinggi 100

m runtuh

- 39 meninggal

- Irigasi Subak

terganggu

3 Februari

1999

Desa Gemawang, Kec.

Jambu, Kab. Semarang

Hujan lebat -7 orang meninggal

- rumah hancur

7 Juli 1999 Desa Bontosolama,

Sinjai, Sulawesi Selatan

Hujan deras -> 11 orang meninggal

- Kerugian Rp. 4,2 M

9 Desember

1999

Bukit Lantiak, Sungai

Muara, Padang

Bukit terjal 450

Tidak ada hujan

-56 orang tewas

24 Februari

2000

Desa Windusakti, Kab.

Brebes, Jawa Tengah

Hujan deras -10 orang tewas

30 Oktober

2000

Kab.

Cilacap&Banyumas,

Jawa Tengah

Hujan deras terus

menerus

-24 orang tewas

-88 rumah tertutup

lumpur

-113 rumah rusak

3-9

November

2000

Desa Simongari, Bukit

Menoreh, Purworejo

Hujan deras terus

menerus

-56 orang tewas

-531 KK kehilangan

tempat tinggal

11

Desember

2000

Dusun Ngaran, Kab.

Kulonprogo, Yogyakarta

Hujan sangat lebat

dan lama

-17 tewas

-80 KK kehilangan

tempat tinggal

9 Januari

2001

Desa Kanding,

Somogede, Banyumas

Hujan terus menerus -39 rumah terendam

lumpur

-cekdam rusak

24 Januari

2001

Desa Aek Lotong,

Sipirok, Tapanuli Selatan

Gempa struktur sesar

Sumatera

-34 rumah rusak berat

8 Februari

2001

Desa Wangunrejo,

Nyalindung, Sukabumi

Hujan deras 2 pekan

menerus

-ruas jalan padanan

km 62&km 71 rusak

berat

D. Naiknya Muka Airtanah

Kehadiran airtanah dalam tubuh lereng biasanya menjadi

masalah bagi kestabilan lereng. Kondisi ini tak lepas dari pengaruh

luar, yaitu iklim (diwakili oleh curah hujan) yang dapat

Page 57: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

41

meningkatkan kadar air tanah, derajat kejenuhan, atau muka

airtanah. Kehadiraran airtanah akan menurunkan sifat fisik dan

mekanik tanah. Kenaikan muka air tanah meningkatkan tekanan

pori yang berarti memperkecil ketahanan geser dari massa lereng,

terutama pada material tanah (soil). Kenaikan muka airtanah juga

memperbesar debit air tanah dan meningkatkan erosi di bawah

permukaan (piping atau subaqueous erosion). Akibatnya lebih

banyak fraksi halus (lanau) dari masa tanah yang dihanyutkan,

ketahanan massa tanah akan menurun (Bell, 1984 dalam Hirnawan,

1993).

2.10.2 Cara Analisis Kestabilan Lereng

Faktor Keamanan (F) lereng tanah dapat dihitung dengan

berbagai metode. Longsoran dengan bidang gelincir (slip surface), F

dapat dihitung dengan metode sayatan (slice method) menurut

Fellenius atau Bishop, untuk suatu lereng dengan penampang yang

sama, cara Fellenius dapat dibandingkan nilai faktor keamanannya

dengan cara Bishop. Dalam mengantisipasi kelongsoran suatu lereng,

sebaiknya nilai F yang diambil adalah nilai F yang terkecil, dengan

demikian antisipasi akan diupayakan maksimal. Data yang diperlukan

dalam suatu perhitungan sederhana untuk mencari nilai F (faktor

keamanan lereng) adalah sebagai berikut :

a. Data lereng (terutama diperlukan untuk membuat penampang

lereng) meliputi: sudut lereng, tinggi lereng, atau panjang lereng

dari kaki lereng ke puncak lereng. b. Data mekanika tanah

sudut geser dalam (Ф: derajat)

bobot satuan isi tanah basah (𝛾wet: g/cm3 atau kN/m

3 atau

ton/m3)

kohesi (c: kg/cm2 atau kN/m

2 atau ton/m

2)

kadar air tanah (ω: %)

Page 58: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

42

Data mekanika tanah yang diambil sebaiknya dari sampel tanah

tak terganggu. Kadar air tanah (ω) diperlukan terutama dalam

perhitungan yang menggunakan komputer (terutama bila memerlukan

data 𝛾dry bobot satuan isi tanah kering, yaitu : 𝛾dry = 𝛾 wet /( 1 + 𝜔 ).

Pada lereng yang dipengaruhi oleh muka air tanah nilai F (dengan

metode sayatan, Fellenius) adalah :

𝐹 =cL +tan θ Ʃ(Wi cos α i−μi×Ii)

Ʃ(Wi sin α i) …………………….…………(2.9)

Keterangan :

C : kohesi (kN/m2)

θ : sudut geser dalam (derajat)

𝞪 : sudut bidang gelincir tiap sayatan (derajat)

µ : tekanan air pori (kN/m2)

l : panjang bidang gelincir pada tiap sayatan (m)

L : jumlah panjang bidang gelincir

µi+Ii: tekanan pori di setiap sayatan (kN/m)

W : luas tiap bidang sayatan (m2)×bobot satuan isi tanah (ᵞ,kN/m

3)

Pada lereng yang tidak dipengaruhi oleh muka air tanah, nilai F adalah :

𝐹 =cL +tan θ Ʃ(Wi cos α i)

Ʃ(Wi sin α i) …………………………………………………(2.10)

Cara analisis kestabilan lereng banyak dikenal, tetapi secara garis

besar dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu: cara pengamatan

visual, cara komputasi dan cara grafik (Pangular, 1985) sebagai

berikut:

1) Cara pengamatan visual adalah cara dengan mengamati

langsung di lapangan dengan membandingkan kondisi lereng

yang bergerak atau diperkirakan bergerak dan yang tidak, cara

ini memperkirakan lereng labil maupun stabil dengan

memanfaatkan pengalaman di lapangan (Pangular, 1985). Cara

ini kurang teliti, tergantung dari pengalaman seseorang. Cara ini

dipakai bila tidak ada resiko longsor terjadi saat pengamatan.

Page 59: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

43

Cara ini mirip dengan memetakan indikasi gerakan tanah dalam

suatu peta lereng.

2) Cara komputasi adalah dengan melakukan hitungan berdasarkan

rumus (Fellenius, Bishop, Janbu, Sarma, Bishop modified dan

lain-lain). Cara Fellenius dan Bishop menghitung Faktor

Keamanan lereng dan dianalisis kekuatannya. Menurut Bowles

(1989), pada dasarnya kunci utama gerakan tanah adalah kuat

geser tanah yang dapat terjadi akibat beberapa faktor :

(a) tak terdrainase.

(b) efektif untuk beberapa kasus pembebanan.

(c) meningkat sejalan peningkatan konsolidasi (sejalan dengan

waktu) atau dengan kedalaman.

(d) berkurang dengan meningkatnya kejenuhan air (sejalan

dengan waktu) atau terbentuknya tekanan pori yang berlebih

atau terjadi peningkatan air tanah. Dalam menghitung besar

faktor keamanan lereng dalam analisis lereng tanah melalui

metode sayatan, hanya longsoran yang mempunyai bidang

gelincir yang dapat dihitung.

3) Cara grafik adalah dengan menggunakan grafik yang sudah

standar (Taylor, Hoek & Bray, Janbu, Cousins dan

Morganstren). Cara ini dilakukan untuk material homogen

dengan struktur sederhana. Material yang heterogen (terdiri atas

berbagai lapisan) dapat didekati dengan penggunaan rumus (cara

komputasi). Stereonet, misalnya diagram jaring Schmidt

(Schmidt Net Diagram) dapat menjelaskan arah longsoran atau

runtuhan batuan dengan cara mengukur strike/dip kekar-kekar

(joints) dan strike/dip lapisan batuan.

Rumus perhitungan faktor keamanan lereng (material tanah)

yang diperkenalkan untuk mengetahui tingkat kestabilan lereng

ini seperti pada Gambar 2.12 halaman 44. Rumus dasar Faktor

Keamanan (Factor of Safety) lereng (material tanah) yang

Page 60: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

44

diperkenalkan oleh Fellenius dan kemudian dikembangkan oleh

Lambe&Whitman (1969), Parcher&Means (1974):

Gambar 2.12 Sketsa lereng dan gaya yang bekerja (Zakaria, 2009)

Gaya normal merupakan gaya yang dimiliki oleh suatu benda

untuk menolak atau memberikan perlawanan terhadap gaya

yang berasal dari atas, sedangkan gaya geser adalah gaya yang

dimiliki oleh batuan untuk melakukan perlawanan terhadap

desakan atau tarikan. Mekanisme arah gaya yang bekerja pada

masing-masing lereng seperti Gambar 2.13 halaman 45 dan gaya

yang bekerja pada sebuah lereng seperti pada Gambar 2.14

halaman 45. Semakin besar gaya normal dan gaya geser yang

dimiliki suatu lereng maka lereng akan semakin stabil,

sedangkan untuk densitas (kN/m3) semakin besar nilainya akan

menurunkan tingkat kestabilan suatu lereng dan nilai kohesi,

sudut geser dalam (phi) jika semakin besar nilainya maka lereng

akan semakin stabil.

Page 61: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

45

Gambar 2.13 Gaya yang bekerja pada dinding lereng (A.W.Bishop,1955)

Gambar 2.14 Sketsa gaya yang bekerja pada satu sayatan (Zakaria, 2009)

Berdasarkan penelitian-penelitian yang dilakukan dan studi-studi yang

menyeluruh tentang keruntuhan lereng, maka dibagi 3 kelompok

rentang Faktor Keamanan (F) ditinjau dari intensitas kelongsoranya

(Bowles, 1989), seperti yang diperlihatkan pada Tabel 2.12 halaman

46.

Page 62: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

46

Tabel 2.12 Hubungan nilai faktor keamanan dengan intensitas longsoran (Bowles, 1989)

Nilai Faktor Keamanan Kejadian/Intensitas Longsor

F < 1,07 Longsor terjadi biasa/sering (lereng labil)

F antara 1,07-1,25 Longsor pernah terjadi (lereng kritis)

F > 1,25 Longsor jarang terjadi (lereng relatif stabil)

2.10.3 Cara Peningkatan Kestabilan Lereng

Pengelolaan lingkungan dimaksudkan untuk mengurangi,

mencegah dan menanggulangi dampak negatif serta meningkatkan

dampak positif. Kajiannya didasarkan pada studi kelayakan teknik

atau studi geologi yang mencakup geologi teknik, mekanika tanah dan

hidrogeologi. Dengan demikian pendekatan dalam menangani lereng

rawan longsor selain didasarkan oleh hasil rekomendasi studi

kelayakan teknik atau studi geologi, juga didasarkan oleh pengelolaan

lingkungannya. Pengelolaan yang baik akan sangat mempengaruhi

kestabilan suatu lereng jika lereng memiliki resiko untuk terjadi

longsor, hal ini dapat kita ketahui dari kondisi batuan yang sudah

lapuk, tingkat ketinggian serta kemiringan lereng. Diharapkan

mengenai lereng rawan longsor dapat dikenal lebih jauh lagi sehingga

dapat mengantisipasi kekuatan dan keruntuhan suatu lereng.

Hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi

penurunan kondisi fisik dan mekanik perlu diketahui pula. Pengaruh

kenaikan kadar air, peletakan beban, penanaman vegetasi dan kondisi

kegempaan/getaran terhadap tubuh lereng, merupakan kajian yang

paling baik untuk mengenal kondisi suatu lereng. Secara umum

pencegahan/penanggulangan lereng longsor adalah mencoba

mengendalikan faktor-faktor penyebab maupun pemicunya, meskipun

demikian, tidak semua faktor-faktor tersebut dapat dikendalikan tetapi

dapat dikurangi. Beberapa cara pencegahan atau upaya stabilitas

lereng seperti Gambar 2.15, halaman 48 adalah sebagai berikut :

Page 63: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

47

(1) Mengurangi beban di puncak lereng dengan cara :

Pemangkasan lereng, pemotongan lereng atau cut biasanya

digabungkan dengan pengisian/pengurugan atau fill di kaki

lereng, pembuatan undak-undak dan sebagainya

(2) Menambah beban di kaki lereng dengan cara :

Menanam tanaman keras (biasanya pertumbuhannya cukup

lama).

Membuat dinding penahan (bisa dilakukan relatif cepat,

dinding penahan atau retaining wall harus didesain terlebih

dahulu)

Membuat „bronjong‟, batu-batu bentuk menyudut diikatkan

dengan kawat, bentuk angular atau menyudut lebih kuat dan

tahan lama dibandingkan dengan bentuk bulat, dan

sebagainya

(3) Mencegah lereng jenuh dengan airtanah atau mengurangi

kenaikan kadar airtanah di dalam tubuh lereng seperti Gambar

2.16, halaman 49. Kadar airtanah dan muka airtanah biasanya

meningkat pada musim hujan, pencegahan dengan cara :

Membuat beberapa penyalir air (dari bambu atau pipa

paralon) di kemiringan lereng dekat ke kaki lereng.

Kegunaanya agar muka airtanah yang naik di dalam tubuh

lereng akan mengalir keluar, sehingga muka airtanah turun.

Menanam vegetasi dengan daun lebar di puncak-puncak

lereng sehingga evapotranspirasi meningkat. Air hujan yang

jatuh akan masuk ke tubuh lereng (infiltrasi). Infiltrasi

dikendalikan dengan cara tersebut.

Penanaman rerumputan jika disertai dengan desain drainase

juga akan mengendalikan run-off.

Memperbanyak saluran drainase dengan tujuan air tidak

terlalu lama menggenang pada tubuh lereng ang akan

berakibat pada meningkatnya beban lereng.

Page 64: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

48

(4) Mengendalikan air permukaan dengan cara:

Membuat desain drainase yang memadai sehingga air

permukaan dari puncak-puncak lereng dapat mengalir lancar

dan infiltrasi berkurang.

Penanaman vegetasi rerumputan juga mengurangi air larian

(run-off) sehingga erosi permukaan dapat dikurangi.

Pembuatan parit di sepanjang bench lereng dengan tujuan

untuk mengurangi intensitas air yang masuk ke dalam tubuh

lereng

Pembuatan tempat penampungan air yang berada pada

elevasi terendah.

Gambar 2.15 Upaya peningkatan kestabilan lereng (Zakaria, 2009)

Page 65: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

49

Gambar 2.16 Tahapan penurunan muka air tanah (MAT) Zakaria, 2009

Revegetasi

Pipa penyaliran

Dinding

penahan

Drainase

Page 66: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

50

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metodologi Penelitian

Penelitian Tugas Akhir dilakukan dengan menggabungkan 3 metode, yaitu

metode studi pustaka, metode observasi lapangan dan metode analisis dari data

primer maupun data sekunder. Studi pustaka digunakan untuk mendapatkan

gambaran awal mengenai penelitian yang akan dilakukan dari penelitian terdahulu

yang bersumber pada buku, jurnal ataupun paper yang berkaitan dengan

penelitian. Observasi lapangan dilakukan dengan tujuan untuk mengumpulkan

data yang diperlukan untuk keperluan analisis, sedangkan analisis merupakan

tahapan untuk mendapatkan hasil berupa nilai (value) dari parameter-parameter

yang didapatkan selama observasi sehingga dapat dikembangkan menjadi sebuah

laporan maupun rekomendasi.

3.2 Tahapan Penelitian

Tahapan dalam penelitian Tugas Akhir dibuat dengan tujuan agar

penelitian yang dilakukan dapat terstruktur dan terjadwalkan dengan baik,

sehingga data yang diperoleh dapat maksimal. Berikut ini tahapan penelitian yang

dilakukan.

1. Tahapan Pendahuluan

Kondisi lereng tambang yang tidak stabil, menimbulkan resiko terjadinya

kecelakaan yang dapat berakibat fatal dan merugikan pihak perusahaan,

maka dari itu diperlukan adanya analisis mengenai tingkat kestabilan

lereng untuk meminimalkan timbulnya kerugian ataupun korban jiwa pada

lokasi penambangan. Tahapan lanjutan setelah didapatkan rumusan

masalah adalah studi literatur. Literatur diambil dari buku, jurnal, dan

penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian yang akan

dilakukan.

2. Tahapan Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian berupa data primer dan data

sekunder. Data primer didapatkan melalui observasi secara langsung di

Page 67: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

51

lapangan, sedangkan data sekunder didapatkan dari uji laboratorium.

Observasi dilakukan pada Pit 7 West B site Binungan PT.BUMA, untuk

mendapatkan data mengenai jenis batuan, kondisi batuan, jarak kekar,

kondisi kekar, air tanah serta orientasi dari kekar.

3. Tahapan Analisis Data

Analisis dilakukan dengan mengolah data yang didapatkan menggunakan

software Autocad 7, Rocscience Slide 6, Minescape 4.1, Roclab,

Corel Draw X4, Ms. Office 7, Ms. Power Point 7 dan Ms.Excell 7. Berikut

tahapan dalam pengolahan data yang didapatkan :

a. Pembuatan Peta Lokasi Penelitian.

b. Pembuatan Penampang Lereng.

c. Pengolahan Data dari Sifat Mekanik Batuan.

d. Penentuan Nilai Kestabilan Lereng.

Setelah didapatkan permodelan penampang lereng tambang dari software

Rocscience Slide 6 dan nilai FoS didapatkan, maka dapat dilakukan

rekomendasi untuk meningkatkan nilai kestabilan lereng atau

mempertahankan model lereng tambang yang ada karena nilainya yang

sudah stabil/mantap yakni dengan acuan Nilai FK>1,25.

4. Tahapan Pembuatan Laporan

Laporan dibuat berdasarkan dari hasil analisis yang didapatkan. Hasil

analisis memberikan kesimpulan berupa kondisi lereng tambang apakah

stabil atau tidak stabil, jika lereng tambang tidak stabil maka diperlukan

suatu upaya untuk menstabilkan lereng dengan mengubah sudut lereng

atau melakukan pemompaan airtanah yang masih terperangkap dalam pori

batuan tempat lereng tersebut berada. Rekomendasi dilakukan sampai

didapatkan hasil yang diinginkan, yaitu kondisi lereng dalam keadaan

aman/safety.

3.3 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian Tugas Akhir seperti pada

Tabel 3.1 di bawah ini:

Page 68: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

52

Tabel 3.1 Alat dan bahan.

No Alat dan Bahan Kegunaan

1 Peralatan lapangan meliputi :

a. Palu Geologi

b. GPS

(Global Positioning System)

c. Kompas Geologi “Brunton”

d. Meteran

e. Alat Tulis, Clipboard, Peta

Topografi

a. Mengambil sampel batuan.

b. Menentukan koordinat lokasi

penelitian.

c. Mengukur nilai strike/dip

perlapisan, mengukur

trend/plunge struktur garis dan

menetukan arah utara.

d. Mengukur dimensi singkapan.

e. Memudahkan dalam mencatat

hasil yang didapatkan di

lapangan.

2 Safety Equipment, meliputi sepatu

safety, helm, rompi pelindung,

kacamata

Melindungi diri dari

kemungkinan terjadinya

kecelakaan di lapangan, baik ke

badan, kaki, kepala, mata dan

bagian tubuh lainya.

Page 69: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

53

No Alat dan Bahan Kegunaan

3 Software meliputi :

a. ArcGis

b. Autocad

c. Rocscience Slide 5

d. Minescape

e. Ms. Office Word 2007

f. Ms. Office Excell 2007

g. Ms. Office Power Point

2007

h. PhotoScape

a. Membuat peta lokasi penelitian.

b. Membuat desain lereng dari

peta topografi lokasi penelitian.

c. Membuat permodelan lereng

dan analisis kestabilan lereng.

d. Membuat permodelan lokasi

tambang.

e. Membuat laporan.

f. Mengolah data angka dari uji

lab.

g. Membuat slide presentasi.

h. Mengolah foto yang didapatkan

dari lapangan.

3.4 Sumber Data

Penyusunan Tugas Akhir ini memerlukan sumber data yang dikelompokan

menjadi 2, seperti pada Tabel 3.2 dibawah :

Tabel 3.2 Sumber data.

Data Primer Data Sekunder

1) Kondisi batuan meliputi: jenis

litologi, warna, tingkat pelapukan,

kekuatan, bentuk blok, ukuran blok

2) Kondisi diskontinuitas meliputi: dip/d

ip direction lereng, bentuk

diskontinuitas, kekasaran, material

pengisi, dan tebal bidang

diskontinuitas.

3) Jarak spasi kekar

4) Kondisi kekar

5) Orientasi Kekar

6) Kondisi Air Tanah

7) Orientasi lereng meliputi strike/dip

lapisan

a. Peta geologi lembar

muaralasan skala 1:250.000,

Sukardi dkk (1995)

b. Topografi Pit 7 West B

c. Data pemboran di lokasi

penelitian.

Tabel 3.1 Lanjutan

Page 70: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

54

3.5 Hipotesis

Berdasarkan dari tinjauan pustaka didapatkan hipotesis sebagai berikut :

1. Litologi penyusun di lokasi penelitian adalah batupasir, batulempung,

batubara dan batugamping dari 1 Formasi Latih (Tml).

2. Struktur geologi pada umumnya berupa kekar gerus dan kekar tarik (Peta

Geologi lembar Muaralasan, Sukardi dkk, 1995).

3. Tingkat kestabilan lereng tambang lebih dipengaruhi oleh struktur geologi

yang ada serta jenis litologinya.

4. Pelapukan batuan pada bagian atas dinding tambang lebih intensif yang

menyebabkan berkurangnya tingkat kestabilan lereng tambang.

3.6 Diagram Alir Penelitian

Penelitian Tugas Akhir ini memiliki tahapan pelaksanaan serta rincian data

yang dibutuhkan seperti pada Gambar 3.1 halaman 54.

Page 71: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

55

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian.

Page 72: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

56

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kestabilan lereng mempunyai peranan penting dalam keberlangsungan proses

penambangan. Proses penambangan khususnya batubara dilakukan secara open pit

mining, dikarenakan batubara merupakan batuan sedimen yang penyebaranya

secara lateral sehingga lebih mudah untuk dilakukan penambangan terbuka

dibandingkan penambangan dengan sistem terowongan (tunnels). Kestabilan

lereng pada tambang terbuka baik single slope ataupun overall slope harus sesuai

dengan kriteria minimum stabilitas lereng, sesuai dengan kriteria Bowles (1989)

yang menyatakan bahwa lereng dengan nilai FK>1,25 berada dalam kondisi

aman. Penelitian ini dilakukan terhadap lereng lowwall dan highwall pada Pit 7

West B berdasarkan pada kontur aktual dan desain terbaru penambangan. Total 6

buah sayatan dibuat dari arah barat laut-tenggara, sehingga diharapkan dapat

memberikan hasil yang maksimal terhadap kondisi lereng pada lokasi penelitian.

4.1 Kondisi Geologi Pit 7 West B

Penelitian dilakukan di wilayah operasional penambangan PT.BUMA Site

Binungan tepatnya berada di Desa Sambaliung, Kecamatan Tanjung Redeb,

Kabupaten Berau, Provinsi Kalimantan Timur. Daerah ini dalam peta geologi

masuk kedalam lembar muaralasan, Kalimantan Timur dan termasuk dalam

Formasi Latih (Tml) dengan litologi penyusun terdiri dari batupasir kuarsa,

batulempung, batulanau, batubara, serpih pasiran dan batugamping di bagian

bawah. Lokasi penelitian seperti yang terlihat pada Gambar 4.1-4.3 halaman 56-

57. Morfologi di daerah ini berupa rawa yang tersusun atas crest (tinggian) dan

through (lembah) dengan elevasi terendah -20 mdpl dan tertinggi 40 mdpl

(berdasarkan pada kontur topografi aktual week 53 tahun 2016). Struktur geologi

primer berupa perlapisan batubara, batupasir dan batulempung yang telah

mengalami deformasi, sedangkan untuk struktur geologi sekunder didominasi

oleh kekar tarik dan kekar gerus.

Penelitian dilakukan pada sisi dinding barat dan timur dari Pit 7 West B yang

mencakup area lowwall dan highwall Gambar 4.4 halaman 57. Pada area lowwall

perlapisan batubara dan batulempung memiliki nilai strike/dip

Page 73: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

57

N 2280

E/510 dan N 220

0 E/48

0 sesuai dengan peta geologi Gambar 4.5 halaman

58.

Gambar 4.1 Sisi selatan Pit 7 West B (PT.BUMA Site Binungan)

Gambar 4.2 Sisi utara Pit 7 West B (PT.BUMA Site Binungan)

Page 74: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

58

Gambar 4.3 Kenampakan Pit 7 West B dari puncak sidewall

Gambar 4.4 Peta lokasi Pit 7 West B

Page 75: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

59

Gambar 4.5 Peta geologi Pit 7 West B

4.1.1 Litologi

Pada lokasi penelitian di Pit 7 West B ditemukan batuan penyusun

terdiri dari batubara, batupasir kuarsa dan batulempung. Dengan kondisi

fresh sampai distinctly weathered. Kontak antara batulempung dengan

batubara memiliki stike/dip N 2280

E/510,

seperti pada Gambar 4.6.

Gambar 4.6 Kontak batubara seam X dengan batulempung

Coal

Batulempung

Page 76: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

60

Batubara yang ditemukan memiliki struktur massif dengan kekar

yang berbentuk blocky. Kekar terisi oleh material amber yang

berasal dari getah pohon dikotil yang ikut tersedimentasikan pada

waktu jutaan tahun yang lalu, sehingga mengalami diagenesis dan

terjadi proses pengkayaan unsur karbon, material yang tadinya

liquid yang berupa resin/getah ikut mengalami konsolidasi atau

pemadaatan yang mengisi material rekahan pada batubara, seperti

pada Gambar 4.7.

Gambar 4.7 Batubara seam X dengan sisipan amber

Batulempung dengan struktur massif dan nodul berupa batupasir

(inklusi pasir di dalam batulempung) dengan karakteristik warna

abu-abu, ukuran butir <1/256 mm, bentuk butir well rounded,

sortasi very well sorted dan kemas tertutup seperti pada Gambar

4.8 halaman 60. Batulempung terendapkan di lingkungan yang

berarus tenang, pada umumnya endapan batulempung dengan

ketebalan >5 meter terendapakan di daerah delta atau muara

sungai selain itu dapat juga terendapkan di continental shelf dan

continental slope dengan karakteristik yang berbeda jika

dibandingkan dengan endapan batulempung pada daerah sungai.

Amber

Page 77: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

61

Komponen karbonat akan lebih banyak pada batulempung yang

terendapkan di kawasan marine/laut.

Batupasir dengan karakteristik wana putih pucat-kuning

kecoklatan, struktur massif dan shear fracture, ukuran butir dari

berbutir halus-kasar (1/8-1 mm), bentuk butir well rounded,

sortasi very well sorted dan kemas tertutup, kenampakanya seperti

pada Gambar 4.9.

Gambar 4.8 Batulempung di sebelah tenggara seam x dengan keterdapatan nodul

Gambar 4.9 Batupasir diantara seam X1 dan X5 dengan kenampakan kekar gerus

Nodul

Shear Fracture

Page 78: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

62

Berdasarkan pada kontak antar lapisan yang terjadi, dapat diketahui

umur relatifnya. Batulempung berumur lebih tua dibandingkan dengan

batubara, kemudian di bagian atas tebing lowwall dan highwall

dijumpai batupasir yang telah mengalami distinctly weathered sampai

extremely weathered. Kenampakan lereng sisi timur merupakan sisi

lowwall dari Pit 7 West B seperti pada Gambar 4.10 di bawah,

sedangkan lereng sisi barat merupakan bagian highwall Pit 7 West B

seperti pada Gambar 4.11 halaman 62. Pada bagian bawah tebing

terdapat material longsoran hasil dari proses pelapukan. Proses

pelapukan berlangsung intensif diakibatkan oleh kondisi geografi

Kalimantan yang dilewati oleh garis khatulistiwa sehingga pelapukan

fisik lebih dominan terjadi. Air hujan melarutkan unsur-unsur mineral

yang tidak resisten menyebabkan terjadinya oksidasi pada batuan,

mineral hornblende ataupun biotit yang kaya akan unsur Fe membentuk

oksida besi (FeO2) yang terlihat seperti karat pada batuan, serta

menimbulkan bau logam pada batuan.

Gambar 4.10 Kondisi lereng extremely weathered sisi timur Pit 7 West B

N

Page 79: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

63

Gambar 4.11 Kenampakan lereng distinctly weathered sisi barat Pit West B

4.1.2 Struktur Geologi

Struktur geologi memiliki pengaruh yang besar terhadap kestabilan

suatu lereng. Keberadaan struktur geologi menurunkan nilai kestabilan

lereng. Berdasarkan proses pembentukanya struktur geologi dapat

dibedakan menjadi 2 yaitu :

a. Struktur Geologi Primer

Struktur geologi primer yang ditemukan berupa perlapisan, wavy

ripple, parallel laminasi, nodul dan normal graded bedding.

Perlapisan adalah struktur sedimen yang terbentuk dari kontak antara

2 batuan atau lebih yang berbeda dengan tebal >1 cm seperti yang

terlihat pada Gambar 4.12 halaman 63. Wavy ripple terbentuk karena

perubahan arah arus pada waktu sedimentasi seperti pada Gambar

4.13 halaman 63 dan laminasi adalah perlapisan yang terbentuk dari

kontak antar batuan ataupun masih dalam satu jenis batuan yang

tebalnya <1 cm seperti pada Gambar 4.14 halaman 64, terbentuk

ketika pengendapan material sedimen berlangsung secara lambat

dalam arus yang tenang. Nodul adalah material batupasir didalam

batulempung seperti pada Gambar 4.15 halaman 64, dan normal

gradded bedding adalah lapisan yang terbentuk dari pemilahan

Coal

sandstone

N

Page 80: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

64

material pada waktu pengendapan yang berukuran kasar ke halus

atau sebaliknya seperti Gambar 4.16 halaman 64.

Gambar 4.12 Struktur perlapisan batubara, batulempung dan batupasir pada sidewall di sebelah

tenggara lokasi penelitian

Gambar 4.13 Struktur wavy ripple pada batupasir antara seam X dan X1

Page 81: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

65

Gambar 4.14 Struktur paralel laminasi pada batupasir yang berada di antara seam X dan X1

Gambar 4.15 Struktur nodul pada batulempung diantara seam X1 dan X5 lereng highwall

Gambar 4.16 Struktur normal graded bedding antara seam X1 dan X5

Page 82: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

66

b. Struktur Geologi Sekunder

Pada lokasi Pit 7 West B dijumpai geologi sekunder berupa kekar

tarik, kekar gerus, convolute dan mudcrack dengan jarak spasi

rekahan untuk kekar tarik sebesar 5 cm dan panjang mencapai 15 cm

dengan nilai plunge/trend 670/N335

0E, sedangkan pada batupasir

yang telah mengalami extremely weathered didapatkan nilai

plunge/trend 840/N89

0E, 70

0/N330

0E, 80

0/N89

0E, 67

0/N333

0E,

750/N51

0E, 75

0/335

0E, 90

0/N15

0E, 72

0/N328

0E, seperti pada Gambar

4.17.

Gambar 4.17 Struktur kekar tarik dan kekar gerus

Struktur convolute merupakan struktur yang terbentuk akibat adanya

aktivitas tektonik serta pengaruh gravitasi bumi sehingga massa air

yang terkandung di dalam material sedimen tiba-tiba menghilang

atau berpindah tempat seperti yang terlihat pada Gambar 4.18

halaman 66.

Kekar tarik

Kekar

gerus

Page 83: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

67

Gambar 4.18 Struktur convolute pada batupasir yang berada diantara seam X dan X1

Pada batulempung memiliki nilai porositas tinggi, namun

permeabilitasnya rendah, sehingga batulempung dapat

menyimpan air tetapi tidak dapat mengalirkanya. Batulempung

dalam kondisi jenuh air memiliki berat jenis yang lebih besar

dibandingkan dengan batulempung dalam kondisi kering. Ketika

terjadi pelepasan kadar air dari batulempung akibat proses

pemanasan secara langsung oleh cahaya matahari, mengakibatkan

struktur ikatan pada batulempung menjadi tidak stabil dan

menimbulkan retakan yang berpola, struktur inilah yang dikenal

sebagai mudcrack, seperti yang terlihat pada Gambar 4.19

halaman 67. Mudcrack merupakan struktur penciri top (lapisan

atas) suatu batuan, karena struktur ini hanya dapat terbentuk pada

bagian atas suatu batuan, berbeda dengan batupasir yang relatif

memiliki porositas dan permeabilitas yang lebih baik jika

dibandingkan dengan batulempung. Batupasir yang telah

mengalami extremely weathered mengakibatkan ikatan antar

komponen penyusunya menjadi tidak stabil seperti Gambar 4.20

halaman 67. Kondisi seperti inilah yang berpotensi memicu

terjadinya suatu longsoran.

Page 84: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

68

Gambar 4.19 Mudcrack pada bench di lereng lowwall

Gambar 4.20 Rekahan 1-4 cm pada batulempung extremely weathered

Morfologi dinding lereng dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti

curah hujan, intensitas cahaya matahari ataupun karena

penggalian yang dilakukan selama penambangan berlangsung.

Pembentukan bidang erosional diakibatkan oleh air permukaan

yang berasal dari air hujan mengerosi material yang menjadi

bidang perlintasanya mengakibatkan bentukan concave dan

convec yang memiliki pola tertentu, kenampakan bidang erosional

seperti pada Gambar 4.21 halaman 68.

N

N

Page 85: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

69

Gambar 4.21 Bidang erosional pada tebing batupasir sisipan batubara

4.1.3 Unit Stratigrafi

Stratigrafi adalah pemerian urutan tingkat batuan yang berumur tua ke

muda dalam suatu formasi batuan. Stratigrafi dibedakan menjadi 3 yaitu

kronostratigrafi, litostratigrafi dan biostratigrafi. Dalam penelitian ini

pembuatan unit stratigrafi (measuring stratigraphy) dengan

menggunakan prinsip litostratigrafi. Prinsip ini meletakan unit batuan

berdasarkan urutan kejadian pembentukan, batuan yang berumur lebih

muda berada di atas batuan yang lebih tua. Hasil penampang measuring

stratigraphy adalah sebagai berikut, sesuai Gambar 4.22-4.24 halaman

69-71. Berdasarkan pada penampang stratigrafi tersebut, dapat

dilakukan interpretasi mengenai fasies lingkungan pengendapan dan

transport energy selama proses transportasi hingga kompaksi.

Penentuan lingkungan pengendapan didasarkan pada bottom dan top

dari penampang stratigrafi, kemudian adanya struktur sedimen dapat

digunakan untuk menentukan energi pengendapan.

N

Page 86: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

70

Gambar 4.22 Kolom measuring stratigraphy Pit 7 West B

Page 87: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

71

Gambar 4.23 Lanjutan 1 kolom measuring stratigraphy Pit 7 West B

Page 88: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

72

Gambar 4.24 Lanjutan 2 kolom measuring stratigraphy Pit 7 West B

Stratigrafi tersusun atas batulempung, batupasir kuarsa dan batubara

dengan ketebalan dominan batulempung dan batupasir. Struktur sedimen

bervariasi yaitu perlapisan, parallel laminasi, normal graded bedding,

wavy ripple, convolute dan nodul. Pada bagian atas lapisan terdapat

bekas endapan rawa yang membentuk crest (bukit) and through

(lembah), yang sebagian besar telah mengalami pelapukan dan telah

menjadi soil. Berdasarkan pada model stratigrafi Nichols (2009) pada

Gambar 4.25 halaman 72, dapat diinterpretasikan lingkungan

pengendapan batuan pada Pit 7 West B ini berada di lingkungan rawa

(shallow lake) atau lacustrine.

Page 89: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

73

Gambar 4.25 Sekuen stratigrafi sedimen klastik pada endapan danau air tawar dan lakustrin

(Nichols, 2009)

4.2 Data Pemboran Geologi

Berdasarkan pada hasil pemboran dapat diketahui bahwa sumur bor 1 yang

berada pada koordinat 538372 E, 220436 N terdiri atas satuan litologi dari

yang tua ke muda berupa batulempung, batulempung pasiran, batupasir dan

batubara. Tingkat pelapukan untuk batulempung termasuk dalam kategori FR

Page 90: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

74

(fresh rock)/batuan segar, sedangkan untuk batulempung pasiran berada pada

tingkat pelapukan FR-DW (Distinctly Weathered)/lapuk tegas, dan untuk

batupasir berada pada kategori FR-DW-RS (tanah residu), serta batubara

dalam tingkat FR. Tingkat kekuatan batuan berada pada level low (rendah)

dengan kisaran GSI untuk batulempung antara 35-60, batulempung pasiran

antara 55-60, batupasir antara 15-60 dan batubara antara 40-50 (Lampiran

1.1-1.2).

Pada sumur bor 2 yang berada pada koordinat 538350 E, 220466 N terdiri

atas satuan litologi dari yang tua ke muda berupa batulanau, batubara,

batulempung dan batupasir. Tingkat pelapukan untuk batulanau berada pada

kategori DW-SW(slightly weathered)/lapuk samar, sedangkan untuk batubara

berada pada kategori FR, serta batulempung berada pada kategori FR-SW

-DW dan batupasir berada pada tingkat FR-SW. Tingkat kekuatan batuan

untuk batulanau berada pada level VL (sangat rendah)-L (rendah), batubara

berada pada level L, batulempung berada pada level VL-L-M (sedang),

dengan kisaran GSI untuk batulanau antara 25-35, batubara 40-50,

batulempung 35-60 dan batupasir 25-60 (Lampiran 1.3-1.4).

Pada sumur bor 3 yang berada pada koordinat 538312 E, 220487 N terdiri

atas satuan litologi dari yang tua ke muda berupa batulempung, batupasir,

batulempung pasiran, batubara dan betulempung lanauan. Tingkat pelapukan

untuk batulempung dan batupasir berada pada kategori FR-SW, batubara

pada tingkat FR dan batulempung lanauan berada pada DW-RS. Tingkat

kekuatan batuan untuk batulempung dan batupasir berada pada level VL-L,

batulempung pasiran pada level VL, batubara pada level VL dan batulempung

lanauan berada pada level VL, dengan kisaran GSI untuk batulempung antara

25-66, batupasir antara 20-77, batulempung pasiran antara 60-66, batubara

antara 40-50 (Lampiran 1.5-1.6).

Pada sumur bor 4 yang berada pada koordinat 538278 E, 220524 N terdiri

atas satuan litologi dari yang tua ke muda berupa batupasir, batulempung,

batulempung pasiran dan batupasir lempungan. Tingkat pelapukan untuk

batupasir pada kategori FR-SW-DW-XW(sangat lapuk), batulempung pada

Page 91: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

75

kategori FR-SW, batulempung pasiran antara FR-DW dan batupasir

lempungan antara XW-RS. Tingkat kekuatan batuan untuk batupasir berada

pada level VL-L, batulempung dan batulempung pasiran pada level L, dengan

kisaran GSI untuk batupasir antara 25-77, batulempung antara 55-60,

batulempung pasiran antara 45-60 dan batupasir lempungan antara 25-30

(Lampiran 1.7-1.8).

Pada sumur bor 5 yang berada pada koordinat 538204 E, 220589 N terdiri

atas satuan litologi dari yang tua ke muda berupa batupasir, batulempung, dan

batulanau. Tingkat pelapukan untuk batupasir dan batulempung berada pada

kategori FR-SW-DW, dan batulanau antara DW-RS. Tingkat kekuatan batuan

untuk batupasir dan batulempung berada pada level VL-M, batulanau berada

pada level VL, dengan kisaran GSI untuk batupasir antara 35-65,

batulempung antara 35-60 dan batulanau antara 30-40 (Lampiran 1.9-1.10).

Pada sumur bor 6 yang berada pada koordinat 538166 E, 220625 N terdiri

atas satuan litologi batulempung, batupasir, batubara dan batulanau. Tingkat

pelapukan untuk batulempung berada pada kategori FR-SW-DW, batupasir

pada kategori FR-SW, batubara pada kategori FR dan batulanau pada kategori

XW-RS. Tingkat kekuatan untuk batulempung antara VL-L, batupasir dan

batulanau berada pada level L, batubara pada level VL, dengan kisaran GSI

untuk batulempung antara 35-66, batupasir antara 50-66, batubara antara

40-50 dan batulanau antara 35-40 (Lampiran 1.11-1.12).

Berdasarkan pada 6 sumur pengeboran dapat disimpulkan mengenai

kisaran nilai GSI, kekuatan batuan dan tingkat pelapukan sampai pada

kedalaman 55 m seperti pada Tabel 4.1 halaman 75. Litologi batulempung

memiliki nilai GSI pada rentang 25-66, batupasir memiliki nilai GSI pada

rentang 20-77 dan batubara pada rentang 25-50. Kekuatan batuan untuk

batulempung berada antara M (sedang, 0,3-1 MPa)-VL (sangat rendah, 0,03

-0,1 MPa), untuk batupasir berada antara M (sedang, 0,3-1 MPa)-EL (rendah

sekali, <0,03) dan batubara antara L (rendah, 0,1-0,3 MPa)-VL (sangat

rendah, 0,03-0,1 MPa).

Page 92: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

76

Tabel 4.1 Tingkat pelapukan terhadap kedalaman

No Kedalaman Tingkat Pelapukan

1 0-5 m RS (Tanah residu)-SW (Lapuk samar)

2 5-10 m SW (Lapuk samar)-DW (Lapuk tegas)

3 10-20 m DW (Lapuk tegas)-SW (Lapuk samar )-FR

(Batuan segar)

4 20-55 m SW (Lapuk samar)- FR (Batuan segar)

4.3 Pemetaan Geoteknik (Window Mapping Method)

Pemetaan geoteknik dilakukan pada Pit 7 West B sepanjang pelamparan

batuan dan dibagi menjadi 4 STA, pada masing-masing STA dilakukan

pendeskripsian terhadap massa batuan, dan bidang diskontinuitas. Pada STA

1 yang terletak pada koordinat 538525 E, 220690 N ditemukan litologi

penyusun lereng lowwall berupa batulempung, batupasir dan batubara di

bagian bawah. Batubara yang ditemukan merupakan batubara seam X dengan

kenampakan warna hitam, kilap cemerlang, cerat berwarna hitam, pecahan

berbentuk kubus dan sebagian tidak beraturan, tingkat kekerasan sangat

tinggi, cleat terisi oleh material amber, tingkat pelapukan termasuk ke dalam

FR (batuan segar) dan ukuran blok ±270 m3, besarnya nilai GSI adalah 50.

Pada bagian bawah dari seam X ditemukan batulempung dengan karakteristik

warna abu-abu, kilap lempung, struktur laminasi, tingkat pelapukan termasuk

ke dalam DW (lapuk tegas), kekuatan batuan sedang, bentuk kubus dan

ukuran blok ±480 m3, besarnya nilai GSI adalah 60, kemudian di bagian

bawah batulempung ditemukan batupasir dengan karakteristik warna

kecoklatan, ukuran butir pasir halus (1/2-1mm), bentuk butir well rounded,

sortasi baik, kemas tertutup, struktur massif, tingkat pelapukan termasuk ke

dalam XW (lapuk sekali) pada bagian atas sedangkan pada bagian bawah

masih termasuk ke dalam DW. Tingkat kekuatan rendah dengan bentuk blok

tidak beraturan, ukuran blok ±270 m3, besarnya nilai GSI adalah 55. Pada

bagian bawah batupasir ditemukan litologi berupa batulempung dengan

karakteristik warna abu-abu, kilap lempung, struktur nodul, tingkat pelapukan

termasuk ke dalam DW (lapuk tegas) dan kekuatan batuan rendah, sedangkan

bentuk blok tidak beraturan dengan ukuran ±450 m3, besarnya nilai GSI

adalah 25, kemudian pada bagian atas lereng lowwall ditemukan tanah

Page 93: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

77

dengan karakteristik warna coklat kemerahan yang diperkirakan merupakan

hasil dari pelapukan batupasir yang termasuk ke dalam RS (tanah residu)

dengan tingkat kekuatan batuan sangat rendah, bentuk blok tidak beraturan,

ukuran blok ±300 m3, besarnya nilai GSI adalah 5. Ketidakselarasan yang

ditemukan berupa kekar gerus dengan plunge/trend 870/N125

0E, panjang

kekar 17-25 cm dengan lebar kekar 1 cm, bentuk blok batuan berupa kubus

dan memiliki tingkat kekasaran 8 (ISRM), (Lampiran 2.1).

Pada STA 2 yang terletak pada koordinat 538518 E, 220687 N yang

berada pada kaki lereng ditemukan litologi berupa batulempung dengan

karakteristik warna abu-abu kehijauan, kilap lempung, struktur laminasi

dengan tingkat pelapukan DW (lapuk tegas) dan kekuatan batuan tinggi,

bentuk blok tidak beraturan dengan ukuran ±420 m3, besarnya nilai GSI

adalah 40, bergerak kearah barat laut ditemukan litologi yang berumur lebih

muda berupa batupasir dengan karakteristik warna putih kecoklatan, ukuran

butir pasir halus (1/4-1/2 mm), sortasi baik, kemas tertutup struktur massif,

laminasi, wavy ripple. Tingkat pelapukan termasuk ke dalam DW, kekuatan

batuan sedang dengan bentuk blok tidak beraturan dan ukuran ±510 m3,

besarnya nilai GSI adalah 25, selanjutnya ke arah barat laut ditemukan

litologi berupa batulempung dengan karakteristik warna abu-abu, kilap

lempung, struktur laminasi, tingkat pelapukan termasuk DW, dan kekuatan

batuan rendah. Bentuk blok tidak beraturan dengan ukuran blok ±526 m3,

besarnya nilai GSI adalah 40, kemudian ditemukan batupasir dengan

karakteristik warna abu-abu, ukuran butir pasir halus (1/4-1/2mm), struktur

massif, laminasi dan convolute, tingkat pelapukan antara XW-DW dengan

kekuatan batuan rendah, bentuk blok tidak beraturan, ukuran blok ±560 m3,

besarnya nilai GSI adalah 25, selanjutnya ditemukan batulempung dengan

karakteristik warna abu-abu, kilap lempung, struktur massif, tingkat

pelapukan DW dan kekuatan batuan sedang, bentuk blok tidak beraturan

dengan ukuran ±425 m3, besarnya GSI adalah 40 (Lampiran 2.2).

Pada STA 3 yang terletak pada koordinat 538393 E, 220626 N yang

berada pada kaki lereng, ditemukan litologi berupa batubara seam X1 dengan

Page 94: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

78

karakteristik warna kehitaman, kilap kusam, cerat berwarna hitam, pecahan

berbentuk kubus dengan tingkat pelapukan termasuk ke dalam FR (batuan

segar) dan kekuatan batuan tinggi, bentuk blok kubus dengan ukuran ±434

m3, besarnya nilai GSI adalah 50. Ditemukan juga batupasir dengan

karakteristik warna putih pucat, ukuran pasir sedang (1/4-1/2 mm) dengan

struktur normal graded bedding, tingkat pelapukan termasuk DW (lapuk

tegas) dan tingkat kekuatan batuan sedang, bentuk blok kubus dan sebagian

tidak beraturan dengan ukuran blok ±1505 m3, besarnya nilai GSI adalah 25,

kearah barat laut ditemukan batulempung dengan karakteristik warna abu

-abu, kilap lempung, tingkat pelapukan termasuk FR (batuan segar) dengan

kekuatan batuan sangat tinggi, bentuk blok berupa kubus dengan ukuran

±2460 m3, besarnya nilai GSI adalah 40, selanjutnya ditemukan batupasir

dengan karakteristik warna kecoklatan, ukuran butir pasir sedang (1/4-1/2

mm) yang termasuk ke dalam FR (batuan segar) dengan tingkat kekuatan

sedang, bentuk blok berupa kubus dengan ukuran ±2730 m3, besarnya nilai

GSI adalah 30, serta ditemukan batulempung dengan warna abu-abu,

termasuk dalam DW (distinctly weathered) dengan tingkat kekuatan batuan

sedang, bentuk blok kubus dan memiliki ukuran ±2550 m3, besarnya nilai

GSI adalah 30. Bidang diskontinuitas yang ditemukan berupa kekar dengan

plunge/trend 840/N89

0E, 80

0/N89

0E, 75

0/N51

0E, 90

0/N15

0E, panjang kekar

antara 10-50 cm, jarak kekar antara 1-2 cm, dan bentuk dari bergelombang

-putus-putus untuk tingkat kekasaran pada range 1 dan 5 (ISRM), (Lampiran

2.3).

Pada STA 4 yang terletak pada koordinat 538475 E, 220790 N

ditemukan litologi berupa batubara seam X5 dengan karakteristik warna

hitam, cerat hitam, kilap kusam, pecahan tidak beraturan, termasuk ke dalam

FR (batuan segar) dengan tingkat kekuatan tinggi, bentuk blok berupa kubus

dengan ukuran ±240 m3, besarnya nilai GSI adalah 50, selanjutnya ditemukan

batupasir dengan karakteristik warna putih pucat-kecoklatan, termasuk ke

dalam DW (lapuk tegas), tingkat kekuatan rendah, bentuk blok kubus dengan

ukuran ±1200 m3,besarnya GSI adalah 20 (Lampiran 2.4).

Page 95: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

79

4.3.1 Peta Geologi Teknik

Data yang didapatkan dari pemetaan geoteknik kemudian disusun menjadi peta

geoteknik seperti pada Gambar 4.26 di bawah.

Gambar 4.26 Peta geologi teknik Pit 7 West B

4.4 Penampang Lereng Pit 7 West B

Penelitian dilakukan pada lereng lowwall dan highwall tambang batubara

Pit 7 West B. Total 6 sayatan berarah baratlaut-tenggara dibuat untuk

memudahkan dalam melakukan analisis kestabilan lereng, dengan sayatan

tersebut diharapkan dapat mewakili kondisi aktual pada lereng tersebut.

Geometri penampang seperti pada Tabel 4.2 halaman 79.

Permodelan penampang pada Gambar 4.27,4.29,4.31 pada halaman 79-81

dibuat berdasarkan pada kontur aktual week 53 tahun 2016, yang

merepresentasikan kondisi Pit 7 West B saat ini. Dalam proses eksploitasi

selanjutnya, pada tahun 2017 ini direncanakan pembuatan desain tambang

terbaru untuk mengoptimalkan hasil penambangan batubara. Desain tambang

ini memiliki elevasi terendah (RL) -30 mdpl dan elevasi tertinggi 38 mdpl,

seperti pada Gambar 4.28,4.30 dan 4.32 halaman 80-82.

Page 96: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

80

Tabel 4.2 Geometri lereng Pit 7 West B. Section Bench Width

(m)

Single Slope

Heigh (m)

Single Slope

Angle (0)

Overall

Height (m)

Overall

Slope Angle

(0)

A-A‟ 10,7 20 30 98 48

B-B‟ 11,1 8 50 70 41

C-C‟ 12,4 14,7 48 94 48,5

D-D‟ 9,5 11 47 71,7 49,7

E-E‟ 22,2 17 47 84 44,2

F-F‟ 13,2 17,5 56 92 50,6

Gambar 4.27 Penampang aktual sayatan A-A‟ dan B-B‟

Gambar 4.28 Penampang desain tambang tahun 2017 sayatan A-A‟ dan B-B‟

Page 97: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

81

Gambar 4.29 Penampang aktual sayatan C-C‟ dan D-D‟

Gambar 4.30 Penampang desain tambang tahun 2017 sayatan C-C‟ dan D-D‟

Page 98: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

82

Gambar 4.31 Penampang aktual sayatan E-E‟ dan F-F‟

Gambar 4.32 Penampang desain tambang tahun 2017 sayatan E-E‟ dan F-F‟

4.5 Analisis Kestabilan Lereng

Analisis kestabilan lereng merupakan suatu tindakan untuk mengetahui

tingkat kestabilan suatu lereng. Serangkaian data diperlukan meliputi litologi

penyusun kawasan lereng, nilai unit weight/density, kohesi dan nilai sudut

geser dalam (phi), selain itu profil bagian atas penampang menyesuaikan dari

kontur topografi aktual yang melewati sayatan. Pada penelitian ini dilakukan

juga analisis terhadap rencana desain tambang yang akan dilakukan pada

tahun 2017, sehingga dihasilkan 2 analisis kestabilan lereng yaitu analisis

kondisi aktual lereng dan analisis rancangan desain tambang tahun 2017.

Page 99: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

83

Analisis dilakukan dengan membuat 6 sayatan di sepanjang area

penambangan Pit 7 West B berarah barat-timur.

4.5.1 Sayatan A-A’

Gambar 4.33 Analisis kestabilan lereng aktual sayatan A-A‟ sisi highwall

Sayatan A-A‟ memiliki panjang 354 meter yang membentang dari

barat laut ke tenggara pada peta. Dengan sayatan yang dibuat

didapatkan morfologi kontur aktual sehingga dapat dibuat permodelan

lereng seperti pada Gambar 4.33 halaman 82. Permodelan lereng dibuat

dan dianalisis menggunakan software Minescape, Autocad 7, dan

Rocscience Slide 6. Elevasi di titik A adalah 28 mdpl dan elevasi di titik

A‟ adalah 46 mdpl dengan tinggi maksimal lereng adalah 98 m yang

dihitung dari elevasi -50 mdpl. Seismic load menunjukan pengaruh

gelombang gempa yang dihasilkan dari proses blasting yang

mengakibatkan getaran gelombang kearah horisontal maupun vertical

sebesar 0,02 g. Sudut yang dibentuk antara perlapisan batupasir,

batulempung dan batubara memiliki dip antara 450-50

0 dengan arah

strike N 2150 E, secara umur relatif dapat diketahui dari penampang

lereng, bahwa batupasir berumur lebih tua dari batulempung dan

batulempung berumur lebih tua dari batubara.

Analisis kestabilan lereng dilakukan dengan metode bishop karena

metode ini memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan metode

lainya, diantaranya perhitungan yang sederhana, cepat dan memberikan

hasil perhitungan faktor keamanan yang cukup teliti. Pada analisis ini,

menggunakan total 20 slice. Nilai material properties didapatkan dari

A

A

Page 100: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

84

hasil uji laboratorium, setelah dilakukan input terhadap parameter

densitas, kohesi dan sudut geser dalam didapatkan hasil kestabilan

lereng minimal dinding highwall sayatan A-A‟ sebesar 3,1 yang

menyatakan bahwa lereng dalam kondisi aman sesuai dengan kriteria

dari Bowles, 1989.

Gambar 4.34 Analisis kestabilan lereng desain highwall sayatan A-A‟

Desain pada Gambar 4.34 di atas memiliki panjang 354 m dengan

elevasi minimum (base) -50 m tinggi maksimal sisi highwall 65 m dan

sisi lowwall 76 m dengan single slope 650

rata-rata overall slope 500.

Batubara yang masuk ke dalam area ini adalah seam X dan X1 dengan

tebal masing-masing 4 m dan 3 m.

Berdasarkan pada hasil analisis didapatkan nilai FK 1,9 yang

menyatakan bahwa desain highwall ini aman untuk digunakan dalam

proses penambangan (Bowles,1989).

Gambar 4.35 Analisis kestabilan lereng aktual sayatan A-A‟ sisi lowwall

A A

A

A

Page 101: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

85

Analisis kestabilan lereng sisi lowwall seperti pada Gambar 4.35 di atas,

memiliki nilai FK 1,5 yang menandakan bahwa lereng ini aman

(stable). Nilai FK terendah berada pada lapisan soil, sehingga upaya

untuk meningkatkan nilai stabilitas lereng dapat dilakukan dengan

menghilangkan lapisan soil dengan tebal sekitar 2-8 m, karena soil

memiliki sifat menampung air sehingga ikatan antar partikel pada soil

akan menurun seiring bertambahnya volume air yang masuk. Kekuatan

gesernya pun akan menurun, sehingga dapat memicu terjadinya

longsoran. Perlakuan lain yang dapat diterapkan adalah dengan

merapikan bench dan lereng lowwall, melakukan pengeboran pada sisi

lowwall secara tegak lurus untuk mengeluarkan air yang tersimpan

dalam formasi batuan terutama pada batupasir karena batuan ini

memiliki nilai porositas dan permeabilitas yang cukup baik, sehingga

akan berpengaruh pada stabilitas dinding lereng, pembuatan parit pada

bench juga akan memberikan dampak positif sehingga air hujan akan

mengalir melalui parit dan penyerapan air oleh batuan pada dinding

semakin berkurang. Desain lowwall pada Gambar 4.36 memiliki 3

slope dan 2 bench dengan kemiringan 470, dari hasil analisis

didapatkan nilai FK 1,9 yang menandakan bahwa desain ini aman untuk

digunakan (Bowles, 1989)

Gambar 4.36 Analisis kestabilan lereng desain lowwall sayatan A-A‟

A

A

Page 102: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

86

Gambar 4.37 Grafik FK kondisi aktual terhadap jarak horizontal (koordinat x) sayatan A-A‟

Berdasarkan pada grafik yang ditunjukan oleh Gambar 4.37 di atas

dapat diketahui bahwa nilai FK mengalami kenaikan sampai jarak 135

m kemudian mengalami kenaikan secara signifikan mulai 146 m sampai

jarak 155 m dan mengalami penurunan kembali sampai jarak 160 m,

naik kembali sampai jarak 170 m dan turun secara drastis sampai pada

jarak 180 m.

2. Sayatan B-B’

Gambar 4.38 Analisis kestabilan lereng aktual sayatan B-B‟ sisi highwall

Sayatan B-B‟ seperti pada Gambar 4.38 memiliki panjang 354

meter yang membentang dari barat laut ke tenggara pada peta. Elevasi

di titik B adalah 21,1 mdpl dan elevasi di titik B‟ adalah 19 mdpl

dengan tinggi maksimal lereng adalah 71 m yang dihitung dari elevasi -

50 mdpl. Hasil analisis kestabilan lereng minimum dinding highwall

B B

Page 103: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

87

sayatan B-B‟ sebesar 2,6 yang menandakan bahwa lereng dalam kondisi

aman (Bowles,1989)

Gambar 4.39 Analisis kestabilan lereng desain highwall sayatan B-B‟

Desain pada Gambar 4.39 di atas memiliki panjang 354 m dengan

elevasi minimum (base) -50 m tinggi maksimal sisi highwall 70 m dan

sisi lowwall 63 m dengan single slope 650

rata-rata overall slope 520.

Batubara yang masuk ke dalam area ini adalah seam X, X1, dan X5

dengan tebal masing-masing 4 m, 3 m, 2 m.

Berdasarkan pada hasil analisis didapatkan nilai FK 1,7 yang

menyatakan bahwa desain highwall ini aman untuk digunakan dalam

proses penambangan (Bowles, 1989). Analisis kestabilan lereng untuk

sisi lowwall seperti pada Gambar 4.40 memiliki nilai FK 3,8 yang

menandakan bahwa lereng ini aman (stable) sesuai kriteria Bowles

(1989).

Gambar 4.40 Analisis kestabilan lereng aktual sayatan B-B‟ sisi lowwall

B’ B

B B

Page 104: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

88

Gambar 4.41 Analisis kestabilan lereng desain lowwall sayatan B-B‟

Desain lowwall pada Gambar 4.41 memiliki 2 slope dan 1 bench

dengan kemiringan 460. Dari hasil analisis didapatkan nilai FK 2,1 yang

menandakan bahwa desain ini aman untuk digunakan (Bowles, 1989).

Gambar 4.42 Grafik FK kondisi aktual terhadap jarak horizontal (koordinat x) sayatan B-B‟

Berdasarkan pada Gambar 4.42 di atas dapat diketahui bahwa nilai FK

mengalami kenaikan secara signifikan dari jarak 126 m sampai jarak

150 m, kemudian mengalami penurunan sampai jarak 172 m. Naik

turunya nilai FK dipengaruhi tinggi lereng, sudut lereng, elevasi dan

litologi yang ada. Semakin tinggi lereng nilai FK akan semakin kecil

dan litologi dengan densitas lebih besar berpengaruh menurunkan nilai

kestabilan lereng begitu pula dengan sudut lereng, semakin kecil sudut

kelerengan (lereng landai) lereng akan cenderung lebih stabil.

B’ B

Page 105: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

89

3. Sayatan C-C’

Gambar 4.43 Analisis kestabilan lereng aktual sayatan C-C‟ sisi highwall

Sayatan C-C‟ Gambar 4.43 memiliki panjang 354 meter yang

membentang dari barat laut ke tenggara pada peta. Elevasi di titik C

adalah 36 mdpl dan elevasi di titik C‟ adalah 39 mdpl dengan tinggi

maksimal lereng adalah 94 m yang dihitung dari elevasi -50 mdpl.

Hasil analisis kestabilan lereng minimum dinding highwall sayatan

C-C‟ sebesar 2,7 yang menyatakan bahwa lereng dalam kondisi aman

sesuai dengan kriteria dari Bowles (1989).

Gambar 4.44 Analisis kestabilan lereng desain highwall sayatan C-C‟

Desain pada Gambar 4.44 di atas memiliki panjang 354 m dengan

elevasi minimum (base) -50 m tinggi maksimal sisi highwall 82 m dan

sisi lowwall 82 m dengan single slope 650

rata-rata overall slope 520.

Litologi penyusun lereng lowwall dan highwall adalah batupasir,

batubara dan batulempung, kontak perlapisan batubara, batupasir

C C

C C

Page 106: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

90

dengan batulempung memiliki strike/dip N 2220

E/ 460. Batubara yang

masuk ke dalam area ini adalah seam X, X1, dan X5 dengan tebal

masing-masing 4 m, 3 m, 2 m.

Berdasarkan pada hasil analisis didapatkan nilai FK 1,4 yang

menyatakan bahwa desain highwall ini aman untuk digunakan dalam

proses penambangan (Bowles,1989). Analisis lereng untuk sisi lowwall

seperti pada Gambar 4.45 di bawah didapatkan nilai FK 2,2 dan

menurut Bowles (1989) termasuk dalam kategori lereng aman/stabil.

Gambar 4.45 Analisis kestabilan lereng aktual sayatan C-C‟ sisi lowwall

Gambar 4.46 Analisis kestabilan lereng desain lowwall sayatan C-C‟

Desain lowwall pada Gambar 4.46 memiliki 3 slope dan 2 bench

dengan kemiringan 460. Dari hasil analisis didapatkan nilai FK 1,9 yang

menandakan bahwa desain ini aman untuk digunakan (Bowles, 1989).

Pada prinsipnya keberadaan lapisan soil menurunkan nilai kestabilan

lereng, untuk mencegah terjadinya longsoran dapat dilakukan dengan

C’ C

C C’

Page 107: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

91

membuang lapisan soil (elevasi diatas 40 mdpl) karena soil memiliki

sifat menampung air sehingga akan mengurangi kekuatan ikatan antar

partikel selain itu juga akan menurunkan kekuatan geser seiring

bertambahnya volume air yang terserap. Perlakuan lain yang dapat

diterapkan adalah dengan melakukan pengeboran pada sisi lowwall

secara tegak lurus untuk mengeluarkan air yang tersimpan dalam

formasi batuan terutama pada batupasir, karena batuan ini memiliki

porositas dan permeabilitas yang tergolong baik sehingga akan

berpengaruh pada stabilitas dinding lereng lowwall, pembuatan parit

pada bench juga akan memberikan dampak positif sehingga air hujan

akan mengalir melalui parit dan penyerapan air oleh batuan pada

dinding semakin berkurang. Manifestasi air yang keluar dari dinding

lereng baik lowwall maupun highwall mengindikasikan bahwa

dibelakang lapisan batuan tersebut terdapat air bertekanan yang

tersimpan pada batuan porous dan sewaktu-waktu dinding penahan

(impermeable layer) tidak kuat menahan pergerakan air yang keluar

menuruni lereng, akan terjadi longsoran yang diikuti dengan semburan

air formasi. Hal ini dapat diketahui memalui rembesan air pada dinding

lereng yang bukan diakibatkan karena hujan, gelembung-gelembung air

pada dasar tambang di bagian sump ataupun genangan air. Struktur

geologi berupa sesar akan menjadi tempat keluarnya air pada dinding

lereng, jika struktur sesar jumlahnya relatif banyak maka akan menjadi

media keluarnya aliran mata air dan ini sangat membahayakan proses

penambangan. Berdasarkan pada Gambar 4.47 halaman 92 dapat

diketahui bahwa nilai FK mengalami kenaikan secara signifikan mulai

jarak 150 m hingga 172 m dan mengalami penurunan secara signifikan

pula sampai pada jarak 193 m.

Page 108: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

92

Gambar 4.47 Grafik FK aktual terhadap jarak horizontal (koordinat x) sayatan C-C‟

4. Sayatan D-D’

Gambar 4.48 Analisis kestabilan lereng aktual sayatan D-D‟ sisi highwall

Sayatan D-D‟ memiliki panjang 354 meter yang membentang dari

barat laut ke tenggara pada peta. Elevasi di titik D adalah

12 mdpl dan elevasi di titik D‟ adalah 16 mdpl dengan tinggi maksimal

lereng adalah 71,7 m yang dihitung dari elevasi -50 mdpl. Hasil analisis

kestabilan lereng minimum dinding highwall sayatan D-D‟ sebesar 3,4

seperti Gambar 4.48 yang menyatakan bahwa lereng dalam kondisi

aman sesuai dengan kriteria Bowles (1989).

D D’

Page 109: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

93

Gambar 4.49 Analisis kestabilan lereng desain highwall sayatan D-D‟

Desain pada Gambar 4.49 memiliki panjang 354 m dengan elevasi

minimum (base) -50 m tinggi maksimal sisi highwall 70 m dan sisi

lowwall 74 m dengan single slope 650

rata-rata overall slope 520.

Litologi penyusun lereng lowwall dan highwall adalah batupasir,

batubara dan batulempung, kontak perlapisan batubara, batupasir

dengan batulempung memiliki strike/dip N 2180

E/ 470. Batubara yang

masuk ke dalam area ini adalah seam X, X1, dan X5 dengan tebal

masing-masing 4 m, 3 m, 2 m.

Berdasarkan pada hasil analisis didapatkan nilai FK 1,4 yang

menyatakan bahwa desain highwall ini aman untuk digunakan dalam

proses penambangan (Bowles,1989). Analisis lereng untuk yang sisi

lowwall seperti pada Gambar 4.50 halaman 96, didapatkan nilai FK 2,8

yang menandakan bahwa lereng ini berada pada kondisi aman/stabil

(Bowles,1989). Desain lowwall pada Gambar 4.51 halaman 94

memiliki 2 slope dan 1 bench dengan kemiringan 470. Dari hasil

analisis didapatkan nilai FK 2,2 yang menandakan bahwa desain ini

aman untuk digunakan (Bowles, 1989).

D D’

Page 110: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

94

Gambar 4.50 Analisis kestabilan lereng aktual sayatan D-D‟ sisi lowwall

Gambar 4.51 Analisis kestabilan lereng desain lowwall sayatan D-D‟

Gambar 4.52 Grafik FK kondisi aktual terhadap jarak horizontal (koordinat x) sayatan D-D‟

Berdasarkan pada Gambar 4.52 di atas dapat diketahui bahwa nilai

FK dari jarak 140-155 m mengalami penurunan seiring berkurangnnya

elevasi kemudian mengalami peningkatan secara signifikan sampai

jarak 165 m dan pada jarak 165-170 nilai FK cenderung stabil hal ini

dikarenakan melalui bench dengan litologi yang sama, kemudian naik

D D’

D’ D

Page 111: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

95

secara signifikan sampai jarak 180 m dan turun kembali sampai jarak

200 m.

5. Sayatan E-E’

Gambar 4.53 Analisis kestabilan lereng aktual sayatan E-E‟ sisi highwall

Sayatan E-E‟ pada Gambar 4.53 memiliki panjang 354 meter yang

membentang dari barat laut ke tenggara pada peta. Elevasi di titik E

adalah 33 mdpl dan elevasi di titik E‟ adalah 22 mdpl dengan tinggi

maksimal lereng adalah 84 m yang dihitung dari elevasi -50 mdpl.

Hasil analisis kestabilan lereng minimum dinding highwall sayatan

E-E‟ sebesar 3,5 sehingga dapat dinyatakan bahwa lereng dalam kondisi

aman sesuai dengan kriteria Bowles (1989).

Gambar 4.54 Analisis kestabilan lereng desain highwall sayatan E-E‟

Desain pada Gambar 4.54 memiliki panjang 254 m dengan elevasi

minimum (base) -50 m tinggi maksimal sisi highwall 80 m dan sisi

lowwall 78 m dengan single slope 650

rata-rata overall slope 520.

E E

E E

Page 112: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

96

Litologi penyusun lereng lowwall dan highwall adalah batupasir,

batubara dan batulempung, kontak perlapisan batubara, batupasir

dengan batulempung memiliki strike/dip N 2270

E/ 460. Batubara yang

masuk ke dalam area ini adalah seam X, X1, dan X5 dengan tebal

masing-masing 4 m, 3 m, 2 m.

Berdasarkan pada hasil analisis didapatkan nilai FK 1,5 yang

menandakan bahwa desain highwall ini aman untuk digunakan dalam

proses penambangan (Bowles,1989). Analisis kestabilan lereng sisi

lowwall seperti pada Gambar 4.55 didapatkan nilai FK 2,8 yang

menandakan bahwa lereng ini aman (safety) sesuai kriteria Bowles

(1989). Desain lowwall pada Gambar 4.56 halaman 97 memiliki 3

slope dan 2 bench dengan kemiringan 460. Dari hasil analisis

didapatkan nilai FK 1,9 yang menandakan bahwa desain ini aman untuk

digunakan (Bowles, 1989).

Gambar 4.55 Analisis kestabilan lereng aktual sayatan E-E‟ sisi lowwall

Gambar 4.56 Analisis kestabilan lereng desain lowwall sayatan E-E‟

E’ E

E E

Page 113: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

97

Gambar 4.57 Grafik FK kondisi aktual terhadap jarak horizontal (koordinat x) sayatan E-E‟

Berdasarkan pada Gambar 4.57 dapat diketahui bahwa kenaikan

dan penurunan nilai FK sepanjang jarak sayatan terjadi secara

fluktuatif. Nilai FK pada jarak 95-105 m mengalami penurunan hal ini

dikarenakan mengikuti topografi lereng, kemudian mengalami kenaikan

sampai jarak 115 m seiring melewati bench yang relative lebih stabil,

kemudian mengalami penurunan kembali dan mengalami kenaikan

signifikan dari jarak 118-142 m.

6. Sayatan F-F’

Gambar 4.58 Analisis kestabilan lereng aktual sayatan F-F‟ sisi highwall

Sayatan F-F‟ Gambar 4.58 memiliki panjang 354 meter yang

membentang dari barat laut ke tenggara pada peta. Ke arah timur sejauh

137 m morfologi berupa lereng bergelombang-berbukit dengan sudut

lereng 150

(Van Zuidam, 1983). Bergerak ke arah timur sejauh 218 m

F F’

Page 114: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

98

dijumpai morfologi dataran dengan sudut lereng 0-20

(Van Zuidam,

1983). Litologi penyusun lereng lowwall dan highwall adalah batupasir,

batubara dan batulempung, kontak perlapisan batubara dengan

batulempung memiliki strike/dip N 2280

E/ 510

dan kontak batubara

dengan batupasir memiliki strike/dip N 2200 E/48

0. Batubara yang

masuk ke dalam area penambangan Pit 7 West B ini terdapat 3 seam

yaitu seam X, X1 dan X5 dengan tebal masing-masing 4 m, 3 m dan 2

m.

Hasil analisis kestabilan lereng minimum dinding highwall dengan

FK 2,3. Nilai seismic load merupakan ukuran dari getaran yang

dihasilkan dari proses blasting terhadap kondisi lereng tambang

disekitarnya. Pada area Pit 7 West B memiliki nilai seismic load 0.02g

dan kapasitas jalan Hauling untuk 1 HD sebesar 561 kN karena HD

yang beroperasi pada Pit ini adalah tipe HD 785 . Kesimpulan untuk

lereng pada area ini adalah aman sesuai kriteria Bowles (1989).

Gambar 4.59 Analisis kestabilan lereng desain highwall sayatan F-F‟

Desain pada Gambar 4.59 memiliki panjang 276 m dengan elevasi

minimum (base) -50 m tinggi maksimal sisi highwall 85 m dan sisi

lowwall 71 m dengan single slope 650

rata-rata overall slope 520.

Litologi penyusun lereng lowwall dan highwall adalah batupasir,

batubara dan batulempung, kontak perlapisan batubara, batupasir

dengan batulempung memiliki strike/dip N 2200

E/ 460. Batubara yang

F

F’

Page 115: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

99

masuk ke dalam area ini adalah seam X, X1, dan X5 dengan tebal

masing-masing 4 m, 3 m, 2 m.

Berdasarkan pada hasil analisis didapatkan nilai FK 1,5 yang

menandakan bahwa desain highwall ini aman untuk digunakan dalam

proses penambangan (Bowles,1989). Analisis kestabilan lereng sisi

lowwall seperti pada Gambar 4.60 halaman 100 didapatkan nilai FK 8,4

menandakan bahwa lereng ini aman/stabil, karena morfologi lerengnya

yang tidak terlalu tinggi sehingga nilai FK nya sangat besar. Desain

lowwall pada Gambar 4.61 halaman 100 memiliki 2 slope dan 1 bench

dengan kemiringan 460. Dari hasil analisis didapatkan nilai FK 2,2 yang

menyatakan bahwa desain ini aman untuk digunakan (Bowles, 1989)

Gambar 4.60 Analisis kestabilan lereng aktual sayatan F-F‟ sisi lowwall

Gambar 4.61 Analisis kestabilan lereng desain lowwall sayatan F-F‟

F F’

F F’

Page 116: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

100

Gambar 4.62 Grafik FK aktual terhadap jarak horizontal (koordinat x) sayatan F-F‟

Berdasarkan pada Gambar 4.62 dapat diketahui bahwa nilai FK

dari penampang lereng sayatan F-F‟ pada jarak 88-100 m mengalami

kenaikan sampai 2,7 kemudian mengalami penurunan sampai jarak 110

m dengan FK 2,5 dan mengalami kenaikan secara signifikan sampai

jarak 120 m dengan FK 3,7 kemudian mengalami penurunan sampai

pada jarak 130 m dengan FK 2,3.

Rangkuman nilai FK aktual dan desain terdapat pada Tabel 4.3 di

bawah ini.

Tabel 4.3 Nilai FK aktual dan desain

No Sayatan Nilai FK Lowwall Nilai FK Highwall

Aktual Desain Aktual Desain

1 A-A‟ 1,5 1,9 3,1 1,9

2 B-B‟ 3,8 2,2 2,6 1,7

3 C-C‟ 2,2 1,9 2,7 1,3

4 D-D‟ 2,8 2,2 3,4 1,5

5 E-E‟ 2,8 1,9 3,5 1,5

6 F-F‟ 8,4 2,2 2,3 1,5

4.6 Rekomendasi

Optimalisasi dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan kestabilan

lereng tambang tanpa mengesampingkan perolehan produksi penambangan

batubara. Nilai FK dapat ditingkatkan hingga mencapai 2, dengan cara

memperkecil sudut lereng (single slope) pada tiap-tiap jenjang. Pada sayatan

Page 117: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

101

B-B‟, C-C‟ dan E‟E‟ pada desain lereng highwall Pit 7 West B. Sudut desain

lereng highwall sebelumnya adalah 650, setelah dilakukan perubahan sudut

menjadi 28-350

didapatkan nilai FK sebesar ≥2 .

1. Sayatan B-B’

Merubah sudut lereng highwall menjadi 290

didapatkan nilai FK 2

dari yang sebelumnya memiliki FK 1.7 seperti Gambar 4.63 halaman

102.

2. Sayatan C-C’

Merubah sudut lereng highwall menjadi 280

didapatkan FK baru

sebesar 2 dari yang sebelumnya 1.8 seperti Gambar 4.64.

3. Sayatan E-E’

Merubah sudut lereng highwall menjadi 310 didapatkan nilai FK

baru sebesar 2 dari yang sebelumnya 1.5 seperti Gambar 4.65

halaman 103.

NEW FK 2

NEW FK 2

Gambar 4.63 Lereng highwall sayatan B-B‟ desain 2017

Gambar 4.64 Lereng highwall sayatan C-C‟ desain 2017

C C’

B B’

Page 118: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

102

NEW FK 2

Gambar 4.65 Lereng highwall sayatan E-E‟ desain 2017

E E’

Page 119: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

103

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

1. Kondisi geologi pada Pit 7 West B, tersusun atas litologi batupasir kuarsa,

batulempung dan batubara dan struktur geologi didominasi oleh kekar

gerus dan kekar tarik. Struktur sedimen terdiri atas perlapisan, parallel

laminasi, wavy ripple, convolute, nodul dan normal gradded bedding

dengan strike/dip perlapisan batulempung, batubara dan batubara,

batupasir sebesar N 2280 E/51

0, N 220

0 E/48

0, trend/plunge untuk kekar

gerus dan kekar tarik berarah N 890 E/84

0, N 89

0 E/80

0, N 51

0E/75

0,

N 150E/90

0. Berdasarkan pada hasil measuring stratigraphy dapat

diketahui bahwa lokasi penelitian memiliki lingkungan pengendapan rawa

(shallow lake, model Nichols, 2009).

2. Tingkat kestabilan lereng lowwall dan highwall Pit 7 West B berada pada

kategori aman/stabil (Bowles,1989), dengan rentang nilai FK kondisi

aktual highwall antara 2,3-3,5 dan lowwall antara 1,5-8.4, sedangkan

untuk nilai FK desain highwall berkisar antara 1,3-1,9 dan lowwall antara

1,9-2,2.

3. Optimalisasi nilai FK untuk lereng desain highwall untuk sayatan B-B‟

dapat dilakukan dengan merubah sudut lereng dari 650

menjadi 290

sehingga didapatkan nilai FK 2 dari yang sebelumnya 1,7, sedangkan

untuk lereng desain highwall sayatan C-C‟ dilakukan dengan merubah

sudut lereng dari 650

menjadi 280

sehingga didapatkan nilai FK baru

sebesar 2 dari yang sebelumnya 1,3. Optimalisasi lereng desain highwall

sayatan E-E‟ dengan melakukan perubahan sudut lereng menjadi 310

sehingga didapatkan FK baru sebesar 2 dari yang sebelumnya 1,5.

4. Peningkatan stabilitas lereng dapat dilakukan dengan memperkecil sudut

kelerengan atau menurunkan tinggi lereng serta menghilangkan lapisan

tanah penutup pada elevasi di atas 40 mdpl.

Page 120: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

104

5.2 Saran

1. Rekomendasi sudut lereng desain highwall adalah 280-35

0, sehingga

didapatkan nilai FK≥2.

2. Pembuatan parit pada sepanjang bench merupakan upaya yang efektif dan

efisien untuk meningkatkan stabilitas lereng serta mengurangi intensitas

rembesan air pada dinding lereng dari air hujan.

Page 121: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

105

DAFTAR PUSTAKA

Australian Standart. 2005. Technical Memorandum for Geothecnical Mapping:

Quensland.

Azizi, M.A. 2012. Analisis Resiko Kestabilan Lereng Tambang Terbuka (Studi

Kasus Tambang Mineral X). Prosiding Simposium dan Seminar

Geomekanika ke-1: Jakarta.

Azizi, M.A. 2014. Pengembangan Metode Reliabilitas Penentuan Kestabilan

Lereng Tambang Terbuka Batubara di Indonesia. Disertasi (tidak

dipublikasikan). Jurusan Rekayasa Teknik Pertambangan Institut Teknologi

Bandung: Bandung.

Bachtiar Andang. 2008. Geologi Pulau Kalimantan. Bandung. ITB. Slide PPT

Bieniawski, Z.T. 1989. Engineering rock mass classification. John Wiley

Interscience: New York.

Bowles, J.E. 1984. Physical and Geotechnical Properties of Soil: Second Edition.

McGraw-Hill: New York, USA.

Brady, B.H.G and Brown, E.T. 2004. Rock Mechanics for Underground Mining

Third Edition. Kluwer Academic Publishers: Boston, USA.

Deere, D.U. 1963. Technical Description of Rock Cores for Engineering

Purposes. Felsmechanik und Ingenieurgeologie (Rock Mechanics and

Engineering Geology), 1(1). 16-22.

Fossen Haakson. 2010. Structural Geology. New York. Cambridge University

Press.

Hoek, E and Brown, E.T. 1980. Empirical Strength Criterion for Rock Masses.

Journal of the Geotechnical Engineering Division: Proceedings of American

Society of Civil Engineers, Vol. 106.

Hoek, E and Brown, E.T. 1997. Technical Note Practical Estimates of Rock Mass

Strength. Elsevier: International Journal Rock Mechanics and Mining

Sciences Vol 34, No 8 pages 1165-1186.

Hoek, E and Bray, J.W. 1981. Rock Slope Engineering. The Institution of Mining

and Metallurgy. 3rd edition : London.

Hoek, E and Karzulovic, A. 2000. Rock Mass Properties for Surface Mines. Slope

Page 122: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

106

Hoek, E and Marinos, P. 2000. GSI: Geologically Friendly Tool for Rock Mass

Strength Estimation. Proceeding of the International Conference

Geotechnical and Geological Engineering: Melbourne.

Hoek, E., Read, J., Karzulovic, A., Chen, Z.Y. 2000. Rock Slopes for Civil and

Mining Engineering. Proceeding of the International Conference

Geotechnical and Geological Engineering: Melbourne.

Hoek,E., Torres, C.C., Corkum, B. 2002. Hoek Brown Criteria Failure Criteria

2002. NARMS-TAC Conference: Toronto.

Hoek, E., Carter, T.G., Diedrichs, M.S. 2013. Quantification of Geological

Strength Index Chart. Proceedings of 47th Geomechanic Symposium: San

Fransisco.

Lisle Richard J. 2004. Geological Structures and Map : A Practical Guide.

Oxford,UK. Cardiff University.

Nichols Gary. 2009. Sedimentology Stratigraphy. United Kingdom. Willey-

Blackwell.

Ragan Donald D. 2009. Structural Geology An Introduction to Geometrical

Techniques. New York. Cambridge University Press.

Reineck Singh. 1980. Depositional Sedimentary Environments. New York.

Departement of Geology. Lucknow University India.

Stability in Surface Mining Conference: Society for Mining, Metallurgical and

Exploration 2000 p 59-70

Sukamto. 1996.Peta Geologi Indonesia. Skala 1:5000000. Puslitbang Sumber

Daya Geologi: Bandung.

Sukardi.1995. Peta Geologi Lembar Muaralasan, Kalimantan Skala 1:250000.

Puslitbang Sumber Daya Geologi: Jakarta.

Suwana, G.W. Desain Lereng Final Dengan Metode RMR, SMR, dan Analisis

Kestabilan Lereng pada Tambang Terbuka. Kabupaten Tanah Laut,

Kalimantan Selatan. Buletin Sumber Daya Geologi Volume 7 Nomor 2:

Bandung.

Wesley Laurence D. 2010. Fundamentals of Soil Mechanics for Sedimentary and

Residual Soils. New Jersey. John Willey & Sons,inc.

Zakaria Zulfiadi. Analisis Kestabilan Lereng. Jurusan Teknik Geologi

Universitas Padjajaran:Bandung

Page 123: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

107

Page 124: Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh …eprints.undip.ac.id/54650/1/Agus_Sabar_Sabdono_21100112130051_2017...Beserta perangkat yang ada ... dan mempublikasikan tugas

cviii