diajukan kepada fakultas psikologi untuk memenuhi...

79
HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN KECENDERUNGAN BERPERILAKU BULLYING SISWA SMAN 70 JAKARTA SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Syarat Dalam Meraih Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi) Disusun Oleh : Farisa Handini 105070002232 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H / 2010 M

Upload: hoangkiet

Post on 06-Feb-2018

214 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3290/1/FARISA... · HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN KECENDERUNGAN BERPERILAKU BULLYING

HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN

KECENDERUNGAN BERPERILAKU BULLYING

SISWA SMAN 70 JAKARTA

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Syarat Dalam Meraih

Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)

Disusun Oleh :

Farisa Handini

105070002232

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1431 H / 2010 M

Page 2: Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3290/1/FARISA... · HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN KECENDERUNGAN BERPERILAKU BULLYING

HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN

KECENDERUNGAN BERPERILAKU BULLYING

SISWA SMAN 70 JAKARTA

Skripsi

Ditujukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Syarat

Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

Oleh : Farisa Handini

NIM : 105070002232

Di Bawah bimbingan

Pembimbing I Pembimbing II

Dra. Zahrotun Nihayah, M.Si Yufi Adriani, M.Psi, Psi NIP. 196 207 241 989 020 01 NIP. 1982 0918 2009 01 2006

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1431 H / 2010 M

Page 3: Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3290/1/FARISA... · HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN KECENDERUNGAN BERPERILAKU BULLYING

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi yang berjudul HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN KECENDERUNGAN BERPERILAKU BULLYING SISWA SMA NEGERI 70 JAKARTA telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatulllah Jakarta Pada Tanggal 10 Juni 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi.

Jakarta,10 Juni 2010

Sidang Munaqasyah

Jahja Umar, Ph.D Dra.FadhilahSuralaga,M.Si NIP. 130 885 522 NIP. 1956 12319 8303 2001

Anggota

Penguji I Penguji II Dra.FadhilahSuralaga,M.Si Dra. Zahrotun Nihayah, M.Si NIP. 1956 123 1983 03 2001 NIP. 1962 0724 19890 2001

Pembimbing I Pembimbing II

Dra. Zahrotun Nihayah, M.Si Yufi Adriani, M.Psi, Psi NIP. 1962 0724 19890 2001 NIP. 1982 0918 2009 01 2006

Page 4: Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3290/1/FARISA... · HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN KECENDERUNGAN BERPERILAKU BULLYING

Sesungguhnya dibalik kesulitan ada

kemudahan

“Al-Insyirah : 5”

Skripsi yang sederhana ini ku persembahkan untuk :

Orang-orang terkasih yaitu keluarga dan sahabat

ABSTRAK

Page 5: Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3290/1/FARISA... · HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN KECENDERUNGAN BERPERILAKU BULLYING

(A) Fakultas Psikologi (B) Mei 2010 (C) Farisa Handini

Hubungan Konsep Diri Dengan Kecenderungan Berperilaku Bullying Siswa SMA Negeri 70 Jakarta

(D) Hal, 13 tabel, 4 gambar dan 6 lampiran (E) Bullying merupakan perilaku penindasan yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang yang dianggap lebih kuat kepada yang lemah dalam bentuk fisik maupun nonfisik. Bullying bentuk fisik misalnya menjambak, memukul, menendang, dan serangan fisik lainnya. Sedangkan nonfisik berupa verbal dengan memfitnah, mempermalukan dan lainnya. Ada beberapa faktor yang mungkin mempengaruhi munculnya perilaku bullying antara lain konsep diri. Konsep diri adalah gambaran yang ada pada diri individu yang berisikan bagaimana individu melihat dirinya sendiri sebagai pribadi yang disebut pengetahuan diri, bagaimana individu merasa atas dirinya yang merupakan penilaian dirinya sendiri serta bagaimana individu menginginkan diri sendiri sebagai manusia yang diharapkan. Konsep diri terbagi menjadi konsep diri negatif dan konsep diri positif. Diduga, siswa yang memiliki konsep diri positif tidak mengarah pada perilaku bullying, sedangkan siswa berkonsep diri negatif memiliki kecenderungan berperilaku bullying.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan konsep diri dengan kecenderungan berperilaku bullying siswa SMAN 70 Jakarta. Jumlah responden 40 siswa yang diambil secara acak dari kelas XI IPA 1.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dimana data yang dihasilkan berupa data yang berbentuk bilangan. Metode yang digunakan adalah metode korelasional yaitu penelitian yang dirancang untuk menemukan hubungan antara variabel-variabel yang berbeda dalam suatu populasi. Teknik statistik yang digunakan adalah Pearson Product Momen dalam SPSS 16 for Windows.

Dari hasil uji korelasi didapatkan nilai r hitung -0,058 yang signifikan pada level 0,05 dimana r tabel 0,312 maka diperoleh kesimpulan ada hubungan antara konsep diri dengan kecenderungan berperilaku bullying siswa SMAN 70 Jakarta yang mengarah pada korelasi negatif. Artinya semakin tinggi (positif) konsep diri siswa, maka semakin rendah kecenderungan berperilaku bullyingnya. Begitupun sebaliknya, semakin rendah (negatif) konsep diri siswa, maka semakin tinggi kecenderungan berperilaku bullyingnya.

Untuk penelitian selanjutnya diharapkan mencari faktor lain yang mempengaruhi kecenderungan berperilaku bullying serta mencari faktor yang dominan mempengaruhi konsep diri

(F) Bahan bacaan 22

Kata Pengantar

Page 6: Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3290/1/FARISA... · HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN KECENDERUNGAN BERPERILAKU BULLYING

Bismillahirrahmanirrahim

Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang

senantiasa mencurahkan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini. Sholawat serta salam tidak lupa penulis sampaikan

kepada Rasulullah SAW, keluarganya, para sahabat dan pengikutnya.

Dengan selesainya penulisan skripsi ini penulis menyadari bahwa banyak

pihak yang telah membantu dan berperan serta dalam penulisan skripsi ini. Oleh

karena itu penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang tak terhingga

kepada:

1. Dekan Fakultas Psikologi yaitu Jahja Umar, Ph.D dan juga seluruh staf

pengajar dan administrasi Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dra. Zahrotun Nihayah, M.Si dan Yufi Adriani, M.Psi, Psi pembimbing

penulisan skripsi ini, yang telah meluangkan waktunya yang padat untuk

memberikan bimbingan dan saran dalam penulisan skripsi ini. Terima kasih

telah sabar membantu penulis hingga akhirnya skripsi ini diselesaikan.

3. Kepala Sekolah SMAN 70 Jakarta, Humas SMAN 70 (Bapak Burhan) dan

staf-staf lainnya yang senantiasa meluangkan waktunya untuk membantu

penulis dalam pelaksanaan penelitian ini. Semoga kebaikan dibalas oleh Allah

SWT.

4. Ayah H. Drs. Nasruddin, M.Pd dan Ibu Hj. Titin Sumarni, yang senantiasa

mendukung dan mendoakan penulis baik secara moril dan materiil untuk terus

maju dalam menyelesaikan tugas dan selalu menanamkan kepada penulis

untuk selalu jujur dalam keadaan apapun dan tak mudah menyerah adik –

adikku tersayang Yazir Haq Dasendi “Ajil” dan Derizky Kentadika “Adik”

juga kakek dan nenekku tersayang serta semua keluarga yang selalu

mendukung penulis.

Page 7: Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3290/1/FARISA... · HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN KECENDERUNGAN BERPERILAKU BULLYING

5. Sahabat-sahabatku Dalla, Alyn, Syifa yang selalu mendukung penulis dalam

keadaan suka maupun duka. Berjuang sama-sama. Semoga persahabatan kita

tak lekang oleh waktu.

6. Semua teman – teman Psikologi angkatan 2005 terutama kelas A ceria yang

selalu memberi dukungan dan semangat serta kerjasamanya selama masa

perkuliahan. Buat Ida, Amie, Leli dan teman-teman KKL atas bantuan dan

dukungan tak henti-hentinya kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Teman – teman irakian community Eva, Nurul, Ita, Tina, Oi, Bili, Amar dan

teman – teman MB Bulldozer PU, terimakasih atas dukungan dan masukannya

kepada penulis dalam mengerjakan skripsi ini.

8. Untuk sahabat terdalam penulis “bee”, terimakasih atas semua cinta dan kasih

sayang yang tulus kepada penulis, serta mengajarkan penulis untuk selalu

menghargai orang lain dan tetap sabar mendampingi penulis dalam situasi

apapun.

9. Adik-adik responden di SMAN 70 Jakarta yang telah memberikan kontribusi

yang tak ternilai sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Semoga

kesuksesan selalu menyertai kalian semua.

Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu. Semoga

Allah senantiasa membalas kebaikan semuanya dengan berlipat ganda dan penulis

berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak, Amin

Tangerang, 7 Juni 2010

Penulis

DAFTAR TABEL

Page 8: Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3290/1/FARISA... · HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN KECENDERUNGAN BERPERILAKU BULLYING

1. Tabel 2.1 Kerangka berfikir .................................................................40

2. Tabel 3.1 Dimensi dan indikator konsep diri .........................................44

3. Tabel 3.2 Blue print konsep diri ……….........................................46

4. Tabel 3.3 Aspek dan indikator bullying .........................................47

5. Tabel 3.4 Blue print bullying ……….....................................................47

6. Tabel 3.5 Pedoman skala .................................................................48

7. Tabel 3.6 Blue print try out konsep diri ……………………………….51

8. Tabel 3.7 Blue print try out bullying ……………………………………52

9. Tabel 4.1 Gambaran umum responden ………………………………...55

10. Tabel 4.2 Hasil uji normalitas konsep diri ……………………………..57

11. Tabel 4.3 Hasil uji normalitas bullying …………………………………58

12. Tabel 4.4 Descriptive statistics ………………………………………….60

13. Tabel 4.5 Kategori konsep diri ………………………………………….61

14. Tabel 4.6 Kategori bullying ……………………………………………..62

15. Tabel 4.7 Hasil Spearman’s rank correlations …………………………..62

Page 9: Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3290/1/FARISA... · HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN KECENDERUNGAN BERPERILAKU BULLYING

DAFTAR LAMPIRAN 1. Hasil skoring skala konsep diri saat penelitian

2. Hasil skoring skala kecenderungan berperilaku bullying saat penelitian

3. Validitas dan reliabilitas skala konsep diri dan skala kecenderungan berperilaku

bullying saat try out

4. Skala konsep diri dan kecenderungan berperilaku bullying saat penelitian

5. Surat izin penelitian

6. Surat keterangan telah melakukan penelitian di SMA Negeri 70 Jakarta Selatan

Page 10: Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3290/1/FARISA... · HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN KECENDERUNGAN BERPERILAKU BULLYING

DAFTAR ISI

ABSTRAK................................................................................................. i

KATA PENGANTAR............................................................................... ii

DAFTAR TABEL DAN GAMBAR......................................................... iv

DAFTAR LAMPIRAN.............................................................................. v

DAFTAR ISI............................................................................................... vi

BAB I PENDAHULUAN ……..………….……...……………………… 1

1.1 Latar Belakang …………………..………….……………………. 1

1.2. Identifikasi Masalah ………….…………….…………………… 8

1.3. Rumusan Masalah …………..……..………...………………… 9

1.4. Batasan Masalah ………………………..………………………... 9

1.5. Tujuan dan Manfaat penelitian ....................................................... 10

1.6. Sistematika Penulisan .................................................................... 10

BAB II LANDASAN TEORI .................................................................... 12

2.1 Perilaku Bullying ............................................................................. 12

2.1.1 Definisi Perilaku Bullying ....................................................... 12

2.1.2 Bentuk – bentuk Bullying ......................................................... 14

2.1.3 Faktor Penyebab Terjadinya Bullying ..................................... 15

2.1.4 Penanggulangan Bullying ......................................................... 16

2.1.5 Dampak Perilaku Bullying ...................................................... 19

2.2 Konsep Diri …………………………………………..…………. 22

2.2.1 Pengertian Konsep Diri ……….…….…………………..….. 22

2.2.2 Jenis – Jenis Konsep Diri ………….…………..…………... 24

2.2.3 Aspek – Aspek Konsep Diri …….………………..………... 30

2.3 Remaja ............................................................................................. 32

2.3.1 Definisi Remaja ..................................................................... 32

2.3.2 Ciri-ciri Remaja ..................................................................... 33

Page 11: Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3290/1/FARISA... · HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN KECENDERUNGAN BERPERILAKU BULLYING

2.4 Hubungan Konsep Diri Dengan Kecenderungan Berperilaku Bullying

Siswa SMAN 70 Jakarta ................................................................ 37

2.5 Kerangka Berfikir ........................................................................... 38

2.7 Hipotesis ......................................................................................... 40

BAB III METODE PENELITIAN ............................................................ 41

3.1 Jenis Penelitian .................................................................................. 41

3.1.1 Pendekatan Penelitian ............................................................... 41

3.1.2 Metode Penelitian ...................................................................... 41

3.2 Variabel Penelitian ............................................................................. 41

3.2.1 Definisi Konseptual ................................................................... 42

3.2.2 Definisi Operasional Variabel ................................................... 42

3.3 Pengambilan Sampel .......................................................................... 43

3.3.1 Populasi dan Sampel ................................................................ 43

3.3.2 Teknik Pengambilan Sampel ...................................................... 43

3.4 Teknik Pengumpulan Data .................................................................. 44

3.4.1 Metode Dan Instrumen Penelitian .............................................. 44

3.4.2 Instrumen Penelitian ................................................................... 44

3.4.3 Teknik Uji Instrumen ................................................................. 48

3.4.3.1 Uji Validitas ................................................................ 48

3.4.3.2 Uji Reliabilitas ............................................................ 49

3.5 Hasil Uji Coba Alat Ukur ..................................................................... 50

3.6 Teknik Analisis Data ........................................................................... 53

3.7 Prosedur Penelitian .............................................................................. 53

BAB IV PRESENTASI DAN ANALISIS DATA ....................................... 55

4.1 Gambaran Umum Responden .............................................................. 55

4.2 Uji Persyaratan ..................................................................................... 56

4.2.1 Uji Normalitas ............................................................................. 56

4.2.2 Uji Hipotesis .............................................................................. 59

Page 12: Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3290/1/FARISA... · HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN KECENDERUNGAN BERPERILAKU BULLYING

4.3 Deskripsi Hasil Penelitian ................................................................. 60

4.3.1 Kategori Skor Konsep Diri ....................................................... 60

4.3.2 Kategori Skor Bullying ............................................................. 61

4.4 Hasil Penelitian .................................................................................. 62

4.4.1 Hasil Utama Penelitian .............................................................. 63

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN ....................................... 64

5.1 Kesimpulan .......................................................................................... 64

5.2 Diskusi .................................................................................................. 64

5.3 Saran ...................................................................................................... 66

5.3.1 Saran Teoritis …………………………………………………... 66

5.3.2 Saran Praktis …………………………………………………… 67

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 13: Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3290/1/FARISA... · HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN KECENDERUNGAN BERPERILAKU BULLYING

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kekerasan merupakan suatu fenomena krisis moral. Krisis yang didapat

dari berbagai macam tekanan hidup. Suatu krisis yang bisa menjadi barometer

kegagalan membina “character building” para remaja dan masyarakat. Banyak

sekali kasus kekerasan di kalangan remaja. Kekerasan antar sebaya atau yang

biasa dikenal dengan bullying merupakan suatu tindak kekerasan fisik dan

psikologis yang dilakukan seseorang atau kelompok, yang dimaksudkan untuk

melukai, membuat takut atau membuat tertekan seseorang (anak atau siswa) lain

yang dianggap lemah, yang biasanya secara fisik lebih lemah, minder dan kurang

mempunyai teman, sehingga tidak mampu mempertahankan diri.

Alasan bullying seringkali tidak jelas, biasanya menggunakan kedok

perpeloncoan, penggemblengan mental, ataupun aksi solidaritas. Terjadinya

kekerasan antar sebaya semakin menguat, mengingat adanya faktor pubertas dan

krisis identitas yang normal terjadi pada perkembangan remaja. Dalam rangka

mencari identitas dan ingin eksis, biasanya remaja gemar membentuk geng. Geng

remaja sebenarnya sangat normal dan bisa berdampak positif, namun jika orientasi

geng kemudian “menyimpang” hal ini kemudian menimbulkan banyak masalah

dan timbullah bullying tersebut. Dari relasi antar sebaya juga ditemukan bahwa

beberapa remaja menjadi pelaku bullying karena “balas dendam” atas perlakuan

Page 14: Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3290/1/FARISA... · HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN KECENDERUNGAN BERPERILAKU BULLYING

2

penolakan dan kekerasan yang pernah dialami sebelumnya, misalnya saat SD atau

SMP. (www.waingapu.com)

Lingkungan secara makro pun turut berpengaruh terhadap munculnya

bullying, baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara sosiokultural,

bullying dipandang sebagai wujud rasa frustrasi akibat tekanan hidup dan hasil

imitasi dari lingkungan orang dewasa. Tanpa sadar, lingkungan memberikan

referensi kepada remaja bahwa kekerasan bisa menjadi sebuah cara pemecahan

masalah. Misalnya saja lingkungan preman yang sehari – hari dapat dilihat di

sekitar mereka dan juga aksi kekerasan dari kelompok – kelompok massa. Belum

lagi tontonan kekerasan yang disuguhkan melalui media visual. Walaupun tak

kasat mata, senioritas pun turut memberikan atmosfer dominansi dan

menumbuhkan perilaku menindas. (Neneng Muchlisoh, 2006)

Di tahun 2007, beberapa kali kita dikejutkan oleh serangkaian berita-

berita tentang kekerasan di sekolah. Diawali dengan berita tentang siswa STPDN,

berita tentang geng SMA di Jakarta. Ternyata di tahun 2008 kekerasan di

kalangan remaja masih saja terjadi, berita yang terbaru adalah tahun 2009, yaitu

kejadian serupa dengan label senioritas dimana senior “mengerjai” junior (adik

kelas). Istilah yang digunakan seseorang atau sekelompok orang yang

mengintimidasi orang lain disebut sebagai bullying. Kebanyakan pelaku bullying

atau biasa disebut bully di sekolah adalah mereka yang berkedudukan sebagai

kakak kelas atau senior dan target atau sasaran bullying mereka adalah para siswa

baru. Pada dasarnya pelaku bullying tidak memperhitungkan alasan mengapa

mereka melakukan bullying tersebut. Terkadang pelaku hanya mencari alasan

Page 15: Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3290/1/FARISA... · HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN KECENDERUNGAN BERPERILAKU BULLYING

3

yang dapat diterima atas tindakan yang ia lakukan, misalnya melakukan bullying

untuk mendisiplinkan adik kelas atau korban, tetapi perilaku tersebut berlangsung

selama periode yang cukup lama dan membuat korban mengalami luka fisik

maupun psikologis. Hasil penelitian Dina Wiyasti (2004) tentang gambaran

penyebab terjadinya bullying oleh senior terhadap junior di SMU “Z”

menunjukkan bahwa salah satu penyebab terjadinya bullying adalah karena adik

kelas bersikap tidak menghargai seniornya.

Bullying adalah sebuah situasi di mana terjadinya penyalahgunaan

kekuatan/kekuasaan yang dilakukan seorang/sekelompok. Pihak yang kuat disini

tidak hanya berarti kuat dalam ukuran fisik atau mental. (Semai Jiwa Amini,

SEJIWA 2008). Perilaku bullying didefinisikan sebagai suatu bentuk agresi fisik

dan atau psikologis yang dilakukan secara berulang oleh seorang atau kelompok

yang lebih kuat kepada seorang atau kelompok yang lebih lemah, dengan tujuan

untuk menyakiti. Perilaku ini dilakukan secara berulang dalam frekuensi yang

cukup banyak (Fekkes, Pijpers & Vanhorick, 2005) dengan maksud untuk

menyakiti korban (Olweus, 1993 ; Berger, 2007 ; Limber & Nation, Brinson, 2005

dalam Deta Armatia, 2008).

Penelitian terbaru Deta Armatia dalam Berger (2007) menunjukkan bahwa

sebenarnya para bullies tersebut merasa dirinya kuat (powerfull), bukan merasa

tidak aman (insecure). Jika anak – anak yang agresif cenderung untuk dijauhi,

para bullies remaja memiliki kecenderungan untuk dihormati, ditakuti, atau

bahkan disukai. Pada masa remaja, para bullies menikmati memiliki status sosial

tingkat tinggi di mana perilaku bullying mendapatkan dukungan dari teman –

Page 16: Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3290/1/FARISA... · HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN KECENDERUNGAN BERPERILAKU BULLYING

4

teman mereka, dengan mereka melihat bahwa teman – temannya ikut menikmati

dan menonton saat ia memukul korban, teman – teman sekelas yang

menertawakan, komentar – komentar kejam yang ia lontarkan pada korban, dan

teman – teman sebayanya yang turut menyebar gosip yang ia buat. (Bukowski &

Sippola ; Cillessen & Mayeux ; Estell, Cairns, Farmer, & Cains ; Hawley &

Vaughn dalam Berger, 2007 ).

Hal ini sesuai dengan perilaku bullying di sekolah yang dilakukan oleh

senior kepada junior, dimana perilaku bullying tidak dianggap perilaku yang

salah, dan senior sebagai pelaku bullying cenderung dihormati, ditakuti, bahkan

juga disukai.

Faisal dalam Ahsit (2009) menyatakan bahwa seringkali remaja yang

tumbuh dan dibesarkan dalam pola asuh yang keliru dan negatif ataupun

lingkungan yang kurang mendukung, cenderung berperilaku negatif. Hal ini dapat

disebabkan karena sikap orang tua yang suka memukul, mengabaikan, kurang

memperhatikan, melecehkan, menghina, sikap tidak adil, suka marah – marah dan

sebagainya. Hal tersebut dianggap oleh remaja (anak) sebagai hukuman,

kesalahan, kebodohan dirinya. Jadi remaja akan menilai berdasarkan apa yang ia

alami yang didapat dari keluarga dan lingkungannya.

Terkait penjelasan di atas, dapat disimpulkan masa remaja merupakan

masa perubahan sikap dan perilaku dalam pencarian jati dirinya, di antaranya

perubahan dalam kematangan mental, emosional, fisik, dan sosial. (Hurlock,

1980). Pada masa remaja, individu mulai mencari dan menemukan nilai – nilai

baru dengan cara menguji informasi yang ada pada dirinya, mengevaluasi kembali

Page 17: Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3290/1/FARISA... · HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN KECENDERUNGAN BERPERILAKU BULLYING

5

informasi yang ada dan menyesuaikan kembali dengan konsep baru (Craig, 1986).

Reaksi emosional remaja terhadap perubahan fisiknya sangat penting untuk

diperhatikan. Remaja menjadi lebih memperhatikan image tubuh, kemenarikan

fisik (physical attraction), tipe tubuh dan ideal concept, yaitu konsep tentang diri

sebagaimana yang diinginkan oleh individu.

Dalam hal tersebut, dapat dicerna bahwa remaja sedang dalam masa

pencarian identitas. Pencarian identitas pada saat sekarang ini suatu kebutuhan

yang bahkan lebih nyata lagi dan mendesak bagi kebanyakan individu yang

terlibat di dalam zaman teknologi kontemporer yang terus – menerus berubah

secara tepat dan tidak pandang bulu ini. Satu cara pendekatan terhadap masalah

identitas adalah dengan mencoba berbagai peran dan cara berperilaku. Banyak

ahli percaya bahwa masa remaja sebaiknya merupakan masa bereksperimen pada

waktu mana anak muda dapat bereksplorasi dengan ideologi dan minat yang

berbeda. Para ahli itu khawatir akan adanya kompetisi (persaingan) akademis dan

tekanan karier yang merenggut kesempatan para remaja untuk bereksplorasi.

Dalam pembentukan identitas, masa remaja sama pentingnya dengan masa

kanak – kanak yang sudah terjadi sebelumnya. Dalam masa remaja berbagai

peristiwa terjadi dengan begitu cepat. Seringkali timbul suatu perasaan hilang

kendali, dan perasaan dimana terkadang sama – sama dirasakan oleh si anak

maupun orang tuanya. Dan hampir dapat dipastikan bahwa sampai pada derajat

tertentu, pada waktu tertentu dan karena alasan tertentu, pasti timbul kepedihan

psikologis, kebingungan, dan rasa tidak bahagia. Terhadap kebingungan dan

kegalauannya itu ada sebagian remaja yang memberi reaksi dengan menyatakan

Page 18: Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3290/1/FARISA... · HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN KECENDERUNGAN BERPERILAKU BULLYING

6

perasaannya lewat tindakan. Remaja – remaja seperti ini seringkali berontak dan

melawan semua bentuk otorita. Akibatnya, mereka sendiri seringkali menjadi

sebab dari berbagai masalah. Secara fisik mereka seringkali bengis terhadap

sesamanya atau terhadap siapapun yang mengganggu jalannya. Orang – orang

muda ini bertindak sesuka hatinya dan begitu memuja identitas kelompoknya serta

penerimaan kelompok terhadap dirinya. Kekerasan yang mereka tujukan keluar,

kepada sesamanya dan orang lain kelihatannya adalah refleksi dari kegalauan

yang terjadi di dalam diri mereka. (Gordner, Dr. James E. 1988)

Pengalaman menunjukkan bahwa remaja yang telah mendapat status sosial

yang jelas dalam usia dini, tidak menampakkan gejolak emosi yang terlalu

menonjol seperti rekan – rekannya yang lain yang harus menjalani masa transisi

dalam tempo yang cukup panjang. Masalahnya adalah jika seorang remaja tidak

berhasil mengatasi situasi – situasi kritis dalam rangka konflik peran, itu karena ia

terlalu mengikuti gejolak emosinya maka besar kemungkinan ia akan

terperangkap ke jalan yang salah. Kasus – kasus kenakalan remaja yang

disebutkan di atas, seringkali disebabkan oleh kurang adanya kemampuan remaja

untuk mengarahkan emosinya secara positif. Bisa dikarenakan kurangnya

dukungan positif dari lingkungan terdekat remaja, termasuk orang tuanya sendiri.

(Sarlito, 2002)

Menurut Jersild dalam Corey dikutip dari Yulia (2004), konsep diri terdiri

dari pikiran dan perasaan individu, dimana pikiran dan perasaan itu bersifat

dinamis sehingga sering berubah – ubah. Konsep diri dapat berubah sebagai hasil

penghargaan (achievement) dan interaksi dengan teman / lingkungan. Semakin

Page 19: Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3290/1/FARISA... · HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN KECENDERUNGAN BERPERILAKU BULLYING

7

stabil suatu lingkungan individu semakin yakin akan apa yang ia pikir tentang

dirinya maka konsep dirinya semakin stabil. Tetapi meskipun konsep diri

mengalami perkembangan pada masa remaja akhir dan dewasa konsep diri

seseorang sudah relatif menetap.

Konsep diri merupakan suatu cara untuk memprediksi tingkah laku

individu. Selain itu, masuk ke dalam golongan konsep diri positif atau negatif

tergantung pada individu itu sendiri dalam bertingkah laku. Seseorang dikatakan

memiliki konsep diri negatif jika dia menyakiti dan memandang dirinya lemah,

tidak berdaya, tidak kompeten, tidak menarik, cenderung bersikap pesimistik

terhadap kesempatan yang ada seperti perilaku bullying yang sudah dijelaskan di

atas. Dengan konsep diri negatif remaja akan mudah menyerah, selalu

menyalahkan dirinya maupun orang lain jika mengalami kegagalan. Sedangkan

seseorang dengan konsep diri positif akan terlihat lebih penuh percaya diri dan

selalu bersikap positif terhadap segala sesuatu bahkan terhadap kegagalan yang

ditemuinya akan dianggap sebagai pelajaran berharga untuk melangkah ke arah

yang lebih baik. (Jasinta F. Rini, 2002 dalam Fikriyah, Fatimatul, 2009). Tidak

dapat disangkal bahwa konsep diri mempunyai peranan yang penting dalam

menentukan perilaku individu.

Adanya konsep diri pada individu menjadikan manusia sebagai makhluk

yang unik, di mana setiap individu mempunyai pemahaman sendiri tentang

dirinya yang diyakininya sebagai bagian dari dirinya. Kualitas dan keunikan yang

menjadi ciri khas individu dapat dilihat dalam kehidupan mereka sehari – hari

sebagai makhluk sosial. Konsep diri mungkin merupakan penuntut yang lebih

Page 20: Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3290/1/FARISA... · HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN KECENDERUNGAN BERPERILAKU BULLYING

8

kuat lagi bagi peranan tersebut yang membedakan manusia dari makhluk hidup

yang lainnya. (RB, Burns. 1993).

Konsep diri terbentuk dan berkembang dipengaruhi oleh pengalaman atau

kontrak eksternal dengan lingkungannya dan juga pengalaman internal tentang

dirinya. Pengalaman internal ini akan mempengaruhi respon terhadap pengalaman

eksternalnya. Lalu bagaimana dengan konsep diri remaja tersebut, dimana yang ia

lakukan tidak lepas dengan ikatan kelompoknya. Konsep diri merupakan faktor

yang sangat menentukan dalam perilaku seseorang, karena setiap orang

bertingkah laku sesuai dengan konsep dirinya, atau secara sederhana dapat

dikatakan bahwa konsep diri merupakan pandangan – pandangan atau

penghayatan dan perasaan tentang diri sendiri. Hal inilah yang menarik peneliti

membuat penelitian dengan judul HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN

KECENDERUNGAN BERPERILAKU BULLYING SISWA SMAN 70

JAKARTA. Peneliti melakukan penelitian di SMAN 70 Jakarta dengan alasan,

yaitu menurut penuturan dan beberapa informasi bahwa sekolah tersebut

merupakan salah satu sekolah yang fenomenal dengan kasus tawuran antar pelajar

dan tindakan bullying. Atas dasar inilah peneliti kemudian memutuskan untuk

melakukan penelitian di SMA tersebut.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas penulis

mengidentifikasi masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana gambaran perilaku bullying siswa SMAN 70 Jakarta ?

Page 21: Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3290/1/FARISA... · HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN KECENDERUNGAN BERPERILAKU BULLYING

9

2. Bagaimana konsep diri siswa SMAN 70 Jakarta ?

3. Adakah hubungan yang signifikan antara konsep diri dengan kecenderungan

berperilaku bullying siswa kelas XI SMAN 70 Jakarta ?

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat

dirumuskan masalah pokok dalam penelitian ini adalah “Apakah ada hubungan

yang signifikan antara konsep diri dengan kecenderungan berperilaku bullying

siswa SMAN 70 Jakarta ?”

1.4 Batasan Masalah

1. Perilaku Bullying yang dimaksud adalah perilaku penindasan yang dilakukan

seseorang atau kelompok yang dianggap lebih kuat kepada yang lemah dalam

bentuk fisik maupun nonfisik. Dalam bentuk fisik misalnya menjambak,

memukul, menendang serta merusak barang. Sedangkan nonfisik berupa

verbal (memfitnah, mempermalukan) dan nonverbal (mengisolasi, meneror,

menunjukkan gerak tubuh yang kasar).

2. Konsep diri yang dimaksud adalah persepsi individu mengenai kemampuan

dirinya dalam hal akademik, sosial, emosional, dan fisik individu itu sendiri

sesuai dengan konstrak yang ada dari teori Shavellson.

3. Siswa yang diteliti yaitu siswa kelas XI SMAN 70 Jakarta, remaja

pertengahan (15 – 18 tahun), di mana teman sebaya masih memiliki peran

penting, namun individu sudah lebih mampu mengarahkan diri sendiri (self -

Page 22: Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3290/1/FARISA... · HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN KECENDERUNGAN BERPERILAKU BULLYING

10

directed) dan mulai mengembangkan kematangan tingkah laku, membuat

keputusan yang akan dicapai.

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.5.1 Tujuan

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah mengungkap

adanya hubungan yang signifikan antara konsep diri dengan kecenderungan

berperilaku bullying siswa kelas XI SMAN 70 Jakarta.

1.5.2 Manfaat

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menambah wacana dalam

psikologi perkembangan remaja. Bagi pengembangan keilmuan diharapkan hasil

penelitian ini dapat menjadi bahan masukan dan pustaka umtuk mengkaji masalah

konsep diri dan kecenderungan berperilaku bullying siswa SMA.

Secara praktis diharapkan penelitian ini bermanfaat bagi para pendidik

siswa, serta umumnya bagi masyarakat pemerhati masalah remaja.

1.6 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Bab I Pendahuluan yang meliputi latar belakang, identifikasi masalah,

rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat

penelitian, dan sistematika penulisan.

Page 23: Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3290/1/FARISA... · HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN KECENDERUNGAN BERPERILAKU BULLYING

11

Bab II Kajian pustaka yang meliputi teori tentang perilaku bullying yang

meliputi definisi perilaku bullying, bentuk – bentuk bullying, faktor

penyebab terjadinya bullying, penanggulangan bullying, dampak

perilaku bullying. Konsep diri yang meliputi pengertian konsep

diri, jenis – jenis konsep diri, aspek – aspek konsep diri. Dan

remaja yang di antaranya definisi remaja, ciri-ciri remaja. Serta

penjelasan hubungan konsep diri dengan kecenderungan

berperilaku bullying siswa SMAN 70 Jakarta.

Bab III Metode Penelitian yang meliputi jenis penelitian, variabel

penelitian, pengambilan sampel, teknik pengumpulan data, teknik

analisis data, prosedur penelitian

Bab IV Presentasi dan analisis data meliputi ; gambaran umum subjek

penelitian, presentasi data, hasil penelitian.

Bab V Kesimpulan meliputi : kesimpulan, diskusi, dan saran.

Page 24: Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3290/1/FARISA... · HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN KECENDERUNGAN BERPERILAKU BULLYING

12

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Perilaku Bullying

2.1.1 Definisi Perilaku Bullying

Istilah bullying diilhami dari kata bull (bahasa Inggris) yang berarti

”banteng” yang suka menanduk. Pihak pelaku bullying sering disebut bully.

Bullying adalah sebuah situasi dimana terjadinya penyalahgunaan

kekuatan/kekuasaan yang dilakukan oleh seseorang/sekelompok.(Semai Jiwa

Amini, 2008)

Menurut Ken Rigby, bullying merupakan sebuah hasrat untuk menyakiti.

Hasrat ini diperlihatkan ke dalam aksi, menyebabkan seseorang menderita. Aksi

ini dilakukan secara langsung oleh seseorang atau kelompok yang lebih kuat,

tidak bertanggung jawab, biasanya berulang, dan dilakukan dengan perasaan

senang. (Ponny Retno Astuti, 2008)

Sullivan, 2000 menyatakan bahwa bullying sebagai bentuk kenakalan

remaja dikalangan siswa, memerlukan model intervensi yang baik dan terencana

untuk sebuah perubahan. Bullying merupakan bagian dari kegagalan membangun

kecerdasan yang komprehensif. (pernyataan Mendiknas Bambang Sudibyo dalam

seminar ”Bullying ; masalah tersembunyi dalam dunia pendidikan di Indonesia”,

Jakarta 29 April 2006 dikutip dari harian Kompas, 1 Mei 2006. dalam buku

Meredam Bullying). Selain itu bullying juga dapat berupa perilaku tidak langsung,

misalnya dengan mengisolasi atau dengan sengaja menjauhkan seseorang yang

Page 25: Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3290/1/FARISA... · HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN KECENDERUNGAN BERPERILAKU BULLYING

13

dianggap berbeda. Baik bullying langsung maupun tidak langsung pada dasarnya

bullying adalah bentuk intimidasi fisik ataupun psikologis yang terjadi berkali-kali

dan secara terus-menerus membentuk pola kekerasan.

Sedangkan Barbara (2001) dalam Nurbaiti (2009) mendefinisikan bullying

(penindasan) adalah tindakan intimidasi yang dilakukan pihak yang lebih kuat

terhadap pihak yang lebih lemah. Sementara menurut Heald (2002) dalam Andy

Herlambang (2008) bullying adalah tindak kekerasan disertai keinginan untuk

menyakiti, mengancam, menakut – nakuti atau membuatnya dalam keadaan tidak

nyaman, berlangsung dalam jangka waktu yang lama, baik fisik maupun

psikologis, yang dilakukan oleh seseorang maupun kelompok terhadap orang lain

yang tidak mampu mempertahankan dirinya. Teori lain yang menghubungkan

antara bullying dan agresi mengemukakan bahwa bullying adalah tingkah laku

agresif yang bertujuan untuk mendominasi, menyakiti, atau mengucilkan orang

lain Sheras (2002) dalam Andy Herlambang (2008).

Dari penjelasan definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa bullying

merupakan perilaku penindasan yang dilakukan seseorang atau kelompok yang

dianggap lebih kuat kepada yang lemah dalam bentuk fisik maupun nonfisik.

Dalam bentuk fisik misalnya menjambak, memukul, menendang, dan serangan

fisik launnya. Sedangkan nonfisik berupa verbal (merusak barang, memfitnah,

mempermalukan) dan nonverbal (mengisolasi, meneror, menunjukkan gerak

tubuh yang kasar).

Page 26: Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3290/1/FARISA... · HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN KECENDERUNGAN BERPERILAKU BULLYING

14

2.1.2 Bentuk – Bentuk Bullying

Bentuk-bentuk bullying, antara lain;

1. Bullying secara fisik: menarik rambut, meninju, memukul, mendorong,

menusuk.

2. Bullying secara emosional: menolak, meneror, mengisolasi atau menjauhkan,

menekan, memeras, memfitnah, menghina, dan adanya diskriminasi berdasarkan

ras, ketidakmampuan, dan etnik.

3. Bullying secara verbal: memberikan nama panggilan, mengejek, dan

menggosip.

4.Bullying secara seksual: ekshibisionisme, berbuat cabul, dan adanya pelecehan

seksual.

Bullying dapat dilakukan dalam salah satu bentuk di atas atau kombinasi

dari beberapa bentuk perilaku bullying. Pada perilaku bullying tidak

memperhitungkan alasan pelaku melakukan bullying. Terkadang pelaku hanya

mencari alasan yang dapat diterima atas tindakan yang ia lakukan, misalnya

melakukan bullying untuk mendisiplinkan adik kelas atau korban, tetapi perilaku

tersebut berlangsung selama periode yang cukup lama dan membuat korban

mengalami luka baik fisik maupun psikologis.

Pada umumnya anak laki – laki lebih sering melakukan bullying. Hal

tersebut dikarenakan hubungan pertemanan di antara sesama laki – laki lebih

keras, lebih kuat, dan lebih agresif daripada hubungan pertemanan di antara

sesama perempuan. Selain itu, laki – laki lebih sering menggunakan perilaku

Page 27: Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3290/1/FARISA... · HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN KECENDERUNGAN BERPERILAKU BULLYING

15

bullying aktif seperti menyerang korban daripada perilaku bullying pasif seperti

memperlihatkan mimik muka jahat. Bukan berarti laki – laki tidak pernah

melakukan bullying dalam bentuk pasif. (Luthfiah, 2002)

2.1.3 Faktor Penyebab Terjadinya Bullying

Kebanyakan perilaku bullying berkembang dari berbagai faktor

lingkungan yang kompleks. Tidak ada faktor tunggal menjadi penyebab

munculnya bullying. Faktor-faktor penyebabnya antara lain:

Faktor keluarga: Anak yang melihat orang tuanya atau saudaranya melakukan

bullying sering akan mengembangkan perilaku bullying juga. Ketika anak

menerima pesan negatif berupa hukuman fisik di rumah, mereka akan

mengembangkan konsep diri dan harapan diri yang negatif, yang kemudian

dengan pengalaman tersebut mereka cenderung akan lebih dulu meyerang orang

lain sebelum mereka diserang. Bullying dimaknai oleh anak sebagai sebuah

kekuatan untuk melindungi diri dari lingkungan yang mengancam.

Faktor sekolah: Karena pihak sekolah sering mengabaikan keberadaan bullying

ini, anak-anak sebagai pelaku bullying akan mendapatkan penguatan terhadap

perilaku mereka untuk melakukan intimidasi anak-anak yang lainnya. Bullying

berkembang dengan pesat dalam lingkungan sekolah yang sering memberikan

masukan yang negatif pada siswanya misalnya, berupa hukuman yang tidak

membangun sehingga tidak mengembangkan rasa menghargai dan menghormati

antar sesama anggota sekolah.

Faktor kelompok sebaya: Anak-anak ketika berinteraksi dalam sekolah dan

Page 28: Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3290/1/FARISA... · HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN KECENDERUNGAN BERPERILAKU BULLYING

16

dengan teman sekitar rumah kadang kala terdorong untuk melakukan bullying.

Kadang kala beberapa anak melakukan bullying pada anak yang lainnya dalam

usaha untuk membuktikan bahwa mereka bisa masuk dalam kelompok tertentu,

meskipun mereka sendiri merasa tidak nyaman dengan perilaku tersebut.

Dari penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan mengenai penyebab

terjadinya bullying, antara lain :

1. Lingkungan sekolah yang kurang baik

2. Senioritas tidak pernah diselesaikan

3. Guru memberikan contoh kurang baik pada siswa

4. Ketidakharmonisan di rumah

5. Karakter anak

2.1.4 Penanggulangan Bullying

Untuk mencegah dan menghambat munculnya tindak kekerasan di

kalangan remaja, diperlukan peranan dari semua pihak yang terkait dengan

lingkungan kehidupan remaja. Sedini mungkin anak – anak memperoleh

lingkungan yang tepat. Keluarga semestinya dapat menjadi tempat yang nyaman

untuk anak dapat mengungkapkan pengalaman – pengalaman dan perasaannya.

Orang tua hendaknya mengevaluasi pola interaksi yang dimiliki selama ini dan

menjadi model yang tepat dalam berinteraksi dengan orang lain. Berikan

penguatan atau pujian pada perilaku prososial yang ditunjukkan oleh anak.

Selanjutnya dorong anak untuk mengembangkan bakat atau minatnya dalam

Page 29: Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3290/1/FARISA... · HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN KECENDERUNGAN BERPERILAKU BULLYING

17

kegiatan mereka dan orang tua tetap harus berkomunikasi dengan guru jika anak

menunjukkan adanya masalah yang bersumber dari sekolah.

Bullying sudah menjadi masalah global yang kemudian tidak bisa kita

abaikan lagi. Banyak hal yang harus bisa kita lakukan untuk meyelamatkan

perkembangan psikologis anak-anak dan remaja kita. Kekerasan sejak dini bukan

merupakan bagian dari perkembangan psikologis mereka, oleh sebab itu banyak

elemen harus ikut terlibat, baik orang tua, pihak sekolah, bahkan pemerintah.

Beberapa hal yang bisa dilakukan antara lain:

1. Orang tua membiasakan diri memberikan feedback positif bagi anak sehingga

mereka belajar untuk berperilaku sosial yang baik dan mereka mendapatkan

model interaksi yang tepat bukan seperti perilaku bullying dan agresi.

Kemudian, menggunakan alternatif hukuman bagi anak dengan tidak

melibatkan kekerasan fisik maupun psikologis. Selain itu, orang tua mau

menjalin relasi dengan sekolah untuk berkonsultasi jika anaknya sebagai

pelaku bullying ataupun korban.

2. Pihak sekolah menciptakan lingkungan yang positif misalnya dengan adanya

praktik pendisiplinan yang tidak menggunakan kekerasan. Selain itu juga,

meningkatkan kesadaran pihak sekolah untuk tidak mengabaikan keberadaan

bullying. (www.kabarindonesia.com)

3. Kurikulum sekolah semestinya mengandung unsur pengembangan sikap

prososial dan guru – guru memberikan penguatan dan penerapannya dalam

kehidupan sehari – hari di sekolah. Sekolah sebaiknya mendukung kelompok

kegiatan agar diikuti oleh seluruh siswa. Selanjutnya sekolah menyediakan

Page 30: Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3290/1/FARISA... · HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN KECENDERUNGAN BERPERILAKU BULLYING

18

akses pengaduan atau forum dialog antar siswa dan sekolah, atau orang tua

dan sekolah, dan membangun aturan sekolah dan sanksi yang jelas terhadap

tindakan bullying.

4. Membangun kesadaran atas buruknya akibat bullying di komunitas sekolah,

termasuk siswa, dan orang tua siswa, dan perlunya menyebarluaskan

pengawasan dan perilaku bersahabat, bertanggung jawab, jujur, adil, tekun

belajar, dan takwa sebagai insan manusia.

Bullying sebagai bentuk agressifitas seseorang atau kelompok yang

bertujuan menyakiti orang lain, telah menjadi tradisi yang berlangsung hampir di

sekolah – sekolah bahkan di dalam masyarakat. Dikutip dari tesis Willem

Sopacua, 2006 Pascasarjana psikologi UI, bahwa upaya untuk mengurangi

perilaku bullying tersebut merupakan impian indah menyongsong harapan hari

esok adalah menjadikan komunitas siswa pada SMA Z sebagai komunitas yang

”Bersahabat”, memiliki nilai – nilai toleransi yang tinggi, memiliki kesadaran

untuk menghargai teman, dan memahami pentingnya sebuah komunikasi efektif

di antara siswa.

Ada satu program yang dinamakan ”Program Sahabat”, adalah program

bersama tim intervensi untuk menanggulangi perilaku bullying di sekolah.

Program sahabat adalah program yang dibuat dalam rangka menekan angka

perilaku bullying supaya semakin berkurang. Dengan melihat bahwa bullying ini

bisa teratasi hanya dengan melibatkan semua elemen dalam komunitas sekolah

SMA Z yakni ; guru, orangtua, siswa untuk aktif dan berpartisipasi bersama

Page 31: Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3290/1/FARISA... · HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN KECENDERUNGAN BERPERILAKU BULLYING

19

membentuk nilai – nilai etika persahabatan sehingga menjadi nilai yang betul

tertanam dalam diri setiap siswa.

Program ini untuk membangun komitmen, antara lain Kasih Sayang, Baik

Budi, Harmoni dan Tanggung Jawab.

1. Kasih sayang, berkonotasi cinta. Saling berbagi, saling memberi, membuat

orang lain merasa nyaman, menghilangkan rasa marah (Diane Tillman dan

Diana Hsu, 2004).

2. Baik budi, berkonotasi memberi dengan tulus, berbuat jujur, membantu orang

yang sedang dalam kesulitan, rendah hati, menerima apa adanya, adil dan

toleransi

3. Harmoni, dikonotasikan sebagai prinsip hidup bersama dengan damai, toleran,

tenang, saling menghargai dan saling mengakui adanya perbedaan.

4. Tanggung jawab, berkonotasi melakukan sesuatu dengan sebaik – baiknya,

membantu orang lain ketika mereka membutuhkan bantuan, menjaga,

merawat barang, diri sendiri, mampu menciptakan dunia yang lebih baik.

2.1.5 Dampak Perilaku Bullying

Peristiwa bullying yang dialami korban ternyata menimbulkan dampak

negatif pada dirinya, baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek. Bullying

ternyata tidak hanya menimbulkan dampak negatif dalam segi psikologis, namun

juga dari segi fisik. Riauskina, Djuwita, dan Soesetio (2005) menyebutkan bahwa

salah satu dampak dari bullying yang jelas terlihat adalah kesehatan fisik.

Beberapa dampak fisik yang biasanya ditimbulkan bullying adalah sakit kepala,

Page 32: Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3290/1/FARISA... · HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN KECENDERUNGAN BERPERILAKU BULLYING

20

sakit tenggorokan, flu, batuk, bibir pecah-pecah, dan sakit dada. Bagi para korban

bullying yang mengalami perilaku agresif langsung juga mungkin mengalami

luka-luka pada fisik mereka.

Bullying mungkin merupakan bentuk agresivitas antarsiswa yang memiliki

akibat paling negatif bagi korbannya. Hal tersebut disebabkan karena dalam

peristiwa bullying terjadi ketidakseimbangan kekuasaan dimana para pelaku

memiliki kekuasaan yang lebih besar sehingga korban merasa tidak berdaya untuk

melawan mereka. Hasil dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa korban

bullying akan cenderung mengalami berbagai macam gangguan yang meliputi

kesejahteraan psikologis yang rendah (low psychological well-being), penyesuaian

sosial yang buruk, gangguan psikologis, dan kesehatan yang memburuk (Rigby,

dalam Riauskina, Djuwita, dan Soesetio, 2005).

Korban bullying juga bisa mengalami penyesuaian sosial yang buruk

sehingga ia terlihat seperti membenci lingkungan sosialnya, enggan ke sekolah,

selalu merasa kesepian, dan sering membolos sekolah. Apabila kita melihat lebih

jauh lagi maka korban bullying juga dapat memancing timbulnya gangguan

psikologis rasa cemas berlebihan, selalu merasa takut, depresi, ingin bunuh diri,

dan gejala-gejala gangguan stres pasca-trauma (post-traumatic stress disorder).

Seorang psikolog terkemuka bernama Abraham Maslow menyebutkan bahwa

manusia termotivasi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya.

Kebutuhan-kebutuhan tersebut memiliki tingkatan atau hirarki, mulai dari yang

paling rendah (bersifat dasar/fisiologis) sampai yang paling tinggi (aktualisasi

diri). Maslow menjelaskan bahwa seseorang baru dapat melakukan aktualisasi

Page 33: Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3290/1/FARISA... · HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN KECENDERUNGAN BERPERILAKU BULLYING

21

diri, yaitu keinginan untuk mewujudkan dan mengembangkan potensi diri, apabila

orang tersebut telah merasa bahwa kebutuhan fisiologis (seperti makan dan

minum), rasa aman, kebutuhan sosial, dan kebutuhan akan harga diri telah

terpenuhi dengan baik.

Seorang yang menjadi korban bullying dapat mengalami kesulitan untuk

bersosialisasi dengan lingkungannya, selalu merasa ketakutan dan tidak aman,

bahkan merasa bahwa dirinya tidak lagi mempunyai harga diri akibat perilaku

bullying yang diterimanya. Memahami teori Maslow maka hal tersebut dapat

membuat korban bullying kesulitan untuk mengembangkan potensi-potensi yang

ada di dalam dirinya.

Salah satu contohnya adalah sebuah kisah nyata yang penulis dapatkan

dari seorang siswa. Ia adalah seorang anak yang mempunyai potensi besar dalam

bidang sepakbola sehingga dirinya memutuskan untuk bergabung dalam eskul

sepakbola di sekolahnya dengan harapan dapat lebih mengembangkan potensinya.

Namun apa yang terjadi? Ternyata sejak bergabung di eskul tersebut, dirinya

kerap kali menjadi korban bullying dari kakak-kakak kelas yang juga anggota

eskul tersebut. Pada akhirnya, akibat rasa takut dan cemas yang terus menerus

oleh perilaku bullying yang diterimanya, membuat dirinya kesulitan untuk

mengembangkan potensi yang ada di dalam dirinya. Sayang sekali, padahal siswa

tersebut sebenarnya dapat membantu sekolahnya untuk mencetak prestasi dalam

bidang sepakbola dengan potensi yang dimilikinya namun karena bullying, hal

tersebut tidak dapat terwujud.

Page 34: Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3290/1/FARISA... · HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN KECENDERUNGAN BERPERILAKU BULLYING

22

2.2 Konsep Diri

2.2.1 Pengertian Konsep Diri

Sejak kecil individu telah dipengaruhi dan dibentuk oleh berbagai

pengalaman yang dijumpai dari hubungannya dengan orang lain, terutama dengan

orang – orang terdekat, maupun yang didapatkan dalam peristiwa – peristiwa

kehidupan. Sejarah hidup individu dari masa lalu dapat membuat dirinya

memandang diri lebih baik atau lebih buruk dari kenyataan yang sebenarnya

(Centi, 1993).

Charles Horton Cooley, kita melakukan dengan membayangkannya

looking-glass self (diri cermin); seakan - akan kita menaruh cermin di depan kita.

Dengan mengamati diri kita maka sampailah kita pada gambaran dan penilaian

mengenai diri kita. Inilah yang disebut self-concept atau konsep diri adalah

pikiran dan keyakinan seseorang mengenai dirinya sendiri.

Konsep diri merupakan gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya,

yang dibentuk melalui pengalaman – pengalaman yang diperoleh dari interaksi

dengan lingkungan. Konsep diri bukan merupakan faktor bawaan, melainkan

berkembang dari pengalaman yang terus – menerus. Dasar dari konsep diri

individu ditanamkan pada saat dini kehidupan anak dan menjadi dasar yang

mempengaruhi tingkah lakunya di kemudian hari. William D. Brooks : Konsep

diri adalah persepsi yang bersifat fisik, sosial & psikologis mengenai diri kita,

yang didapat dari pengalaman & interaksi kita dengan orang lain.

Konsep diri adalah pandangan & perasaan tentang diri kita. Persepsi

tentang diri ini dapat bersifat psikologis, sosial, & fisis. Konsep diri bukan

Page 35: Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3290/1/FARISA... · HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN KECENDERUNGAN BERPERILAKU BULLYING

23

sekedar gambaran deskriptif tentang diri, tetapi juga penilaian tentang diri kita. (T.

Safaria, Msi). Tidak ada seorangpun yang terlahir secara langsung memilki

konsep diri, ia berkembang seiring perjalanan hidup seseorang. Umumnya konsep

diri muncul dari dorongan dalam diri seseorang & pengaruh dari luar terhadap

seseorang.

Harry Stack Sullivan, jika kita diterima oleh orang lain, dihormati, &

disenangi karena keadaan diri kita, maka kita akan cenderung bersikap

menghormati & menerima diri kita. Sebaliknya, bila orang lain selalu

meremehkan, menyalahkan, & menolak kita, kita cenderung tidak menyenangi

diri sendiri.

William H. Fitts (1971) mengemukakan bahwa konsep diri merupakan

aspek penting dalam diri seseorang, karena konsep diri seseorang merupakan

kerangka acuan (frame of reference) dalam berinteraksi dalam lingkungan. Ketika

individu mempersepsikan dirinya, bereaksi terhadap dirinya, memberikan arti dan

penilaian serta membentuk abstraksi tentang dirinya, berarti ia menunjukkan suatu

kesadaran diri dan kemampuan untuk keluar dari dirinya sendiri untuk melihat

dirinya seperti yang ia lakukan terhadap dunia di luar dirinya. (Hendriati

Agustiani, 2006)

Konsep diri menurut Rogers adalah kesadaran batin yang tetap, mengenai

pengalaman yang berhubungan dengan aku dan membedakan aku dari yang bukan

aku. Konsep diri ini terbagi menjadi 2 yaitu konsep diri real dan konsep diri ideal.

Untuk menunjukkan apakah kedua konsep diri tersebut sesuai atau tidak, Rogers

mengenalkan 2 konsep lagi, yaitu Incongruence dan Congruence. Incongruence

Page 36: Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3290/1/FARISA... · HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN KECENDERUNGAN BERPERILAKU BULLYING

24

adalah ketidakcocokan antara self yang dirasakan dalam pengalaman aktual

disertai pertentangan dan kekacauan batin. Sedangkan Congruence berarti situasi

di mana pengalaman diri diungkapkan dengan seksama dalam sebuah konsep diri

yang utuh, integral, dan sejati.

Berdasarkan pendapat ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa konsep

diri merupakan satu hal yang sangat penting dalam pengitegrasian kepribadian,

memotivasi tingkah laku sehingga pada akhirnya akan tercapainya kesehatan

mental. Sehingga konsep diri dapat didefinisikan sebagai gambaran yang ada pada

diri individu yang berisikan bagaimana individu melihat dirinya sendiri sebagai

pribadi yang disebut pengetahuan diri, bagaimana individu merasa atas dirinya

yang merupakan penilaian dirinya sendiri serta bagaimana individu menginginkan

diri sendiri sebagai manusia yang diharapkan.

2.2.2 Jenis – Jenis Konsep Diri

Menurut Callhoun dan Acocella (1990), dalam perkembangannya konsep

diri terbagi dua, yaitu konsep diri positif dan konsep diri negatif.

1. Konsep Diri Positif

Konsep diri positif lebih kepada penerimaan diri bukan sebagai suatu

kebanggaan yang besar tentang diri. Konsep diri yang positif bersifat stabil

dan bervariasi. Individu yang memiliki konsep diri positif adalah individu

yang tahu betul dirinya, dapat memahami dan menerima sejumlah fakta yang

sangat bermacam – macam tentang dirinya, evaluasi terhadap dirinya sendiri

menjadi positif dan dapat menerima keberadaan orang lain. Individu yang

Page 37: Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3290/1/FARISA... · HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN KECENDERUNGAN BERPERILAKU BULLYING

25

memiliki konsep diri positif akan merancang tujuannya secara realitas, yaitu

tujuan yang memiliki kemungkinan besar untuk tercapai, mampu menghadapi

kehidupan di depannya serta menganggap bahwa hidup adalah sebuah

penemuan.

Menurut Jalaludin dalam Fitriyanti, orang yang memiliki konsep diri

positif ditandai dengan lima hal :

a. Kemampuan mengatasi masalah

b. Merasa setara dengan orang lain

c. Menerima pujian tanpa rasa malu

d. Ia menyadari, bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan,

keinginan dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui masyarakat.

e. Ia mampu memperbaiki dirinya karena ia sanggup mengungkapkan aspek

– aspek kepribadian yang tidak disenangi dan berusaha mengubahnya.

2. Konsep Diri Negatif

Calhoun dan Acocella (1993) membagi konsep diri negatif menjadi dua

tipe, yaitu;

a. Pandangan individu tentang dirinya sendiri tidak teratur, tidak memiliki

perasaan kestabilan dan keutuhan diri. Individu tersebut benar – benar

tidak tahu siapa dirinya, kekuatan atau kelemahannya atau yang dihargai

dalam kehidupannya.

b. Pandangan individu tentang dirinya sendiri terlalu stabil dan teratur. Hal

ini bisa terjadi karena individu dididik terlalu keras, sehingga menciptakan

Page 38: Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3290/1/FARISA... · HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN KECENDERUNGAN BERPERILAKU BULLYING

26

citra diri yang tidak mengizinkan adanya penyimpangan dari seperangkat

hukum yang dalam pikirannya merupakan cara hidup yang tepat.

Singkatnya, individu yang memiliki konsep diri negatif terdiri dari dua

tipe. Tipe pertama yaitu individu yang tidak tahu dirinya dan tidak mengetahui

kekurangan dan kelebihan yang dimilikinya. Sedangkan tipe kedua adalah

individu yang memandang dirinya dengan sangat teratur dan stabil.

Menurut William D. Brooks dan Philip Emmert, ada empat tanda orang

yang memiliki konsep diri negatif, yaitu :

a. Peka terhadap kritikan orang lain, tidak tahan terhadap kritik yang

diterimanya, mudah marah, baginya koreksi sering kali dipersepsi sebagai

usaha menjatuhkan harga dirinya

b. Sangat responsif terhadap pujian, bersifat hiper kritis terhadap orang lain,

selalu mengeluh, mencela atau meremehkan apapun atau siapapun, mereka

tidak bisa mengungkapkan penghargaan atau kelebihan orang lain

c. Merasa tidak disenangi orang lain, merasa tidak diperhatikan, karena itu ia

bereaksi kepada orang lain sebagai musuh, tidak pernah mempersalahkan

dirinya, tetapi akan menganggap dirinya sebagai korban dari sistem sosial

yang tidak beres

d. Cenderung bersifat pesimis terhadap kompetisi, seperti terungkap dalam

keengganannya untuk bersaing dengan orang lain dalam membuat prestasi.

Page 39: Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3290/1/FARISA... · HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN KECENDERUNGAN BERPERILAKU BULLYING

27

William H. Fitts (1971), mengemukakan bahwa konsep diri merupakan

aspek penting dalam diri seseorang, karena konsep diri seseorang merupakan

kerangka acuan dalam berinteraksi dengan lingkungan. Fitts (1971) membagi

konsep diri dalam dua dimensi pokok, yang sebagai berikut ; (Hendriati

Agustiani, 2006)

1. Dimensi Internal meliputi : identity self (diri sebagai objek), behavioral self

(diri sebagai pelaku), judging self (diri sebagai penilai).

a. Diri identitas (identity self), kemungkinan merupakan aspek dasar dari

konsep diri. Merupakan segi ”siapa saya?” dari konsep diri atau label dan

simbol yang dikenakan pada diri oleh seseorang untuk menjelaskan

dirinya dan membentuk identitasnya. Kemungkinan sumber utama bagi

materi diri identitas adalah diri pelaku ”behavioral self”.

b. Diri pelaku (behavioral self), seseorang melakukan sesuatu sesuai

dorongan stimuli internal dan eksternal. Konsekuensi perilaku tersebut

mempengaruhi kelanjutan atau disudahinya perilaku tersebut juga

menentukan apakah suatu perilaku akan diabstraksikan, disimbolisasikan

dan digabungkan ke dalam diri identitas.

c. Diri penilai (judging self), interaksi antara diri identitas dan diri pelaku

serta integrasinya ke dalam konsep diri melibatkan diri penilai. Salah satu

kapasitas manusia adalah kamampuan untuk sadar akan dirinya serta

mengamati dirinya dalam bertindak dan menilai diri sendiri.

2. Dimensi Eksternal meliputi : physical self (diri fisik), moral / ethical self (diri

Page 40: Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3290/1/FARISA... · HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN KECENDERUNGAN BERPERILAKU BULLYING

28

moral), personal self (diri pribadi), family self (diri keluarga), social self (diri

sosial).

a. Physical Self, persepsi individu terhadap keadaan dirinya secara fisik,

seperti kesehatan, penampilan dan keadaan tubuh.

b. Moral – Ethical Self, persepsi individu terhadap keadaan dirinya dilihat

dari standar pertimbangan nilai moral dan etika.

c. Personal Self, persepsi individu terhadap keadaan pribadinya.

d. Family Self, menunjukkan persepsi individu yang berhubungan dengan

kedudukannya sebagai anggota keluarga.

e. Social Self, persepsi individu terhadap interaksi dirinya dengan orang lain

atau lingkungan di sekitarnya. (Hendriati Agustiani, 2006)

Penelitian ini mengarah pada dimensi internal konsep diri yaitu identitas

diri. Identitas diri menurut kamus lengkap psikologi J.P Chaplin adalah diri atau

aku individual, kepribadian, suatu kondisi kesamaan dalam sifat – sifat

karakteristik yang pokok – pokok. Dalam the penguin dictionary of psychology,

personal identity the sense or feeling of being the same person, based mainly on

common sensibility and continuity of aims, purposes, and memories. Sedangkan

dalam kamus Chaplin, personal identity adalah rasa kesinambungan pribadi

melewati waktu, kekerasan hati, sekalipun banyak menghadapi perubahan

lingkungan dan struktural dengan berlalunya waktu.

Identitas diri merupakan faktor dari identitas sosial, dimana seseorang

akan mengikuti kelompok sosialnya yang pada akhirnya seseorang tersebut

Page 41: Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3290/1/FARISA... · HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN KECENDERUNGAN BERPERILAKU BULLYING

29

mengidentifikasikan dirinya pada kelompok sosialnya. Identitas sosial merupakan

produk dari proses identifikasi sosial. Identitas sosial mencerminkan karakteristik

yang khas dimana anggota kelompok sosial melakukan identifikasi. Proses

identifikasi sosial ini berlangsung tiga tahapan. Pertama, identifikasi berlangsung

secara tidak sadar (secara sendirinya). Kedua, umumnya muncul secara irasional

berdasarkan perasaan atau kecenderungan diri yang tidak diperhitungkan secara

rasional, dan ketiganya identifikasi mempunyai kegunaan untuk melengkapi

sistem norma – norma, cita – cita dan pedoman – pedoman tingkah laku orang

yang mengidentifikasi itu. Identifikasi dilakukan orang kepada orang lain yang

dianggapnya ideal dalam satu segi untuk memperoleh sistem norma – norma,

sikap – sikap dan nilai – nilai yang dianggap ideal. (Gerungan, 1977)

Persepsi identitas remaja berkembang secara perlahan – lahan melalui

berbagai identifikasi masa kanak – kanak. Nilai dan standard moral anak sebagian

besar merupakan nilai dan standard orang tua mereka. Pada waktu para remaja

beralih ke dunia sekolah yang lebih luas, nilai – nilai kelompok sebaya menjadi

bertambah penting, seperti juga halnya kata – kata pujian dari guru dan orang

sekitarnya.

Jika pandangan dan nilai orang tua sangat berbeda dengan nilai teman

sebaya serta tokoh penting lainnya, kemungkinan akan adanya konflik itu besar

dan remaja tersebut mungkin mengalami apa yang disebut kebingungan peran.

Remaja mencoba peran yang satu bergantian dengan peran lain dan menghadapi

kesulitan mensintesiskan berbagai peran yang berbeda menjadi satu identitas.

Page 42: Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3290/1/FARISA... · HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN KECENDERUNGAN BERPERILAKU BULLYING

30

Shavelson dkk. (Marsh & Hattie, 1996) dalam Dewi Maulina, 2004

mengemukakan konsep diri terbagi dua, yaitu :

1. Konsep diri akademik, terdiri dari kemampuan individu pada mata pelajaran

tertentu.

2. Konsep diri non-akademik terdiri dari, komponen social, komponen emosi,

dan komponen fisik individu.

2.2.3 Aspek – Aspek Konsep Diri

Konsep diri merupakan gambaran mental yang dimiliki seorang individu.

Gambaran mental yang dimiliki individu mempunyai tiga aspek yaitu

pengetahuan yang memiliki individu mengenai dirinya sendiri, pengharapan yang

dimiliki individu untuk dirinya sendiri serta penilaian mengenai diri sendiri.

(Calhoun & Acocella, 1990)

1. Pengetahuan

Dimensi pertama dari konsep diri adalah pengetahuan. Pengetahuan yang

dimiliki individu merupakan apa yang individu ketahui tentang dirinya sendiri.

Hal ini mengacu pada istilah – istilah kuantitas seperti usia, jenis kelamin,

kebangsaan, pekerjaan, dan sesuatu yang merujuk pada istilah – istilah

kualitas seperti individu yang egois, baik hati, tenang dan bertempramen

tinggi. Pengetahuan dapat diperoleh dengan membandingkan diri individu

dengan kelompok pembandingnya. Pengetahuan yang dimiliki individu

tidaklah menetap sepanjang hidupnya, pengetahuan bisa berubah dengan cara

Page 43: Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3290/1/FARISA... · HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN KECENDERUNGAN BERPERILAKU BULLYING

31

merubah tingkah laku individu tersebut atau dengan cara merubah kelompok

pembanding.

2. Harapan

Dimensi kedua dari konsep diri adalah harapan. Harapan adalah apa yang

diinginkan individu untuk dirinya di masa yang akan datang dan harapan bagi

setiap orang berbeda – beda. Sedangkan penilaian adalah pengukuran yang

dilakukan individu tentang keadaan dirinya saat ini dengan apa yang menurut

dirinya dapat dan terjadi. Selain individu mempunyai satu set pandangan

tentang siapa dirinya, individu juga memiliki satu set pandangan lain, yaitu

tentang kemungkinan menjadi apa di masa mendatang (Rogers dalam Calhoun

& Acocella, 1990). Singkatnya setiap individu memiliki pengharapan bagi

dirinya sendiri dan pengharapan tersebut berbeda – beda pada setiap individu.

3. Penilaian

Dimensi terakhir dari konsep diri adalah penilaian terhadap diri sendiri.

Individu berkedudukan sebagai penilai dirinya sendiri setiap hari. Penilaian

terhadap dirinya sendiri adalah pengukuran individu tentang keadaannya saat

ini dengan apa yang menurutnya dapat dan terjadi pada dirinya.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa konsep diri yang

dimiliki individu terdiri dari tiga aspek, yaitu pengetahuan tentang diri sendiri,

harapan mengenai diri sendiri, dan penilaian terhadpa diri sendiri. Pengetahuan

adalah apa yang diketahui individu tentang dirinya baik dari segi kualitas dan

kuantitas, pengetahuan ini bisa diperoleh dengan membandingkan diri dengan

Page 44: Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3290/1/FARISA... · HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN KECENDERUNGAN BERPERILAKU BULLYING

32

kelompok pembanding dan pengetahuan yang dimiliki individu dapat berubah –

ubah.

2.3 Remaja

2.3.1 Definisi Remaja

Dalam perkembangan kepribadian seseorang, maka remaja mempunyai

arti khusus, namun begitu masa remaja mempunyai tempat yang tidak jelas dalam

rangkaian proses perkembangan seseorang. Istilah adolescence atau remaja

berasal dari kata latin adolescere, yang berarti ”tumbuh” atau ”tumbuh menjadi

dewasa”. Hurlock (1980) menjelaskan istilah adolescence seperti yang

dipergunakan saat ini, mempunyai arti yang lebih luas, mencakup kematangan

mental, emosional, sosial, dan fisik. Hal ini sejalan dengan Santrock (2000) yang

mengatakan bahwa usia remaja ditandai oleh terjadinya perubahan yang besar

dalam aspek fisik yaitu terjadinya pubertas, perubahan kognitif, maupun

perubahan psikososial.

Sarlito (2004) mengemukakan bahwa seringkali orang mendefinisikan

remaja sebagai periode transisi antara masa anak – anak ke masa dewasa, atau

masa usia belasan tahun, atau jika seseorang menunjukkan tingkah laku tertentu

seperti sudah diatur, mudah terangsang perasaannya dan sebagainya. Menurut

Hurlock (1980) masa remaja merupakan suatu periode transisi di mana seseorang

berubah secara fisik dan psikologis dari seorang anak menjadi orang yang dewasa.

Purwadasmita (1991) dalam kamus umum bahasa indonesia dikutip dari

Ahsit Santoso (2009) mengatakan bahwa pengertian remaja adalah mulai dewasa,

Page 45: Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3290/1/FARISA... · HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN KECENDERUNGAN BERPERILAKU BULLYING

33

atau biasa disebut sebagai gerbang menuju kedewasaan. Sedangkan Luthfiah

(2002) mengatakan masa remaja merupakan periode perubahan yang sangat pesat

baik dalam perubahan fisiknya maupun perubahan sikap dan perilakunya. Ada

empat perubahan yang bersifat universal selama masa remaja, yaitu :

1. Meningkatnya emosi, ini tergantung intensitasnya pada tingkat perubahan

fisik dan psikologis yang terjadi ; perubahan emosi ini banyak terjadi pada

awal remaja.

2. Perubahan tubuh, minat dan peran yang diharapkan oleh kelompok sosial

untuk diperankan, menimbulkan masalah baru, sehingga selama masa ini

remaja merasa ditimbuni masalah.

3. Dengan berubahnya minat dan perilaku, maka nilai – nilai juga berubah. Apa

yang dianggap penting atau bernilai pada masa kanak – kanak sekarang tidak

lagi. Bila pada masa kanak – kanak kuantitas yang dipentingkan, sekarang segi

kualitaslah yang diutamakan.

4. Sebagian besar remaja bersikap ambivalensi terhadap setiap perubahan.

Mereka menginginkan dan menuntut kebebasan, tetapi mereka sering takut

bertanggung jawab akan akibatnya dan meragukan kemampuan mereka untuk

melaksanakan tanggung jawab tersebut.

2.3.2 Ciri-ciri Remaja

Masa remaja merupakan masa transisi atau masa peralihan dari masa anak

menuju masa dewasa. Pada masa ini individu mengalami berbagai perubahan,

baik fisik maupun psikis. Perubahan yang tampak jelas adalah perubahan fisik, di

Page 46: Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3290/1/FARISA... · HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN KECENDERUNGAN BERPERILAKU BULLYING

34

mana tubuh berkembang pesat sehingga mencapai bentuk tubuh orang dewasa

yang disertai pula dengan berkembangnya kapasitas reproduktif. Selain itu remaja

juga berubah secara kognitif dan mulai mampu berfikir abstrak seperti orang

dewasa. Pada periode ini pula remaja mulai melepaskan diri secara emosional dari

orang tua dalam rangka menjalankan peran sosialnya yang baru sebagai orang

dewasa. (Clarke – Stewart & Friedman, 1987 ; Ingersoll, 1989 dalam Hendriati

Agustiani, 2006)

Secara umum masa remaja dibagi menjadi tiga bagian, yaitu sebagai

berikut ; (Konopka, 1973 dalam Pikunas, 1976 ; Ingersoll, 1989 dalam Hendriatai

Agustiani, 2006)

1. Masa remaja awal (12 – 15 tahun), pada masa ini adanya penerimaan terhadap

bentuk dan kondisi fisik serta adanya konformitas yang kuat dengan teman

sebaya.

2. Masa remaja pertengahan (15 – 18 tahun), teman sebaya masih memiliki peran

penting, namun individu sudah lebih mampu mengarahkan diri sendiri (self -

directed) dan mulai mengembangkan kematangan tingkah laku, membuat

keputusan yang akan dicapai.

3. Masa remaja akhir (19 – 22 tahun), masa ini adalah persiapan akhir untuk

memasuki peran – peran orang dewasa, keinginan yang kuat untuk menjadi

matang dan diterima dalam kelompok teman sebaya dan orang dewasa.

Menurut Erikson (1968), seorang remaja bukan sekedar mempertanyakan

siapa dirinya, tapi bagaimana dan dalam konteks apa atau dalam kelompok apa dia

Page 47: Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3290/1/FARISA... · HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN KECENDERUNGAN BERPERILAKU BULLYING

35

bisa menjadi bermakna dan dimaknakan. Dengan kata lain, identitas seseorang

tergantung pula pada bagaimana orang lain mempertimbangkan kehadirannya.

Pada masa remaja terjadi perubahan yang sangat penting pada identitas diri

(Harter, 1990). Pada masa remaja, mereka sangsi akan identitas dirinya dan tidak

hanya sangsi akan personal sense dirinya tapi juga untuk pengakuan dari orang

lain dan dari lingkungan bahwa dirinya merupakan individu yang unik dan

khusus. Berhubung perkembangan tidak hanya berisi pemasakan dan reaksi

lingkungan terhadap pemasakan tadi, melainkan juga berisi pengaruh lingkungan

terhadap remaja, maka juga dibicarakan mengenai pengaruh teman sebaya sekolah

dan keluarga terhadap perkembangan remaja, berhubung dengan itu juga

dibicarakan mengenai perkembangan sosial remaja dan pengisian waktu luangnya.

(Siti Rahayu, 2004)

Dalam kehidupan sosial, remaja sangat tertarik pada kelompok sebayanya

sehingga tak jarang orang tua di nomor duakan sedangkan kelompoknya di nomor

satukan. Apa – apa yang diperbuatnya ingin sama dengan anggota kelompok

lainnya, bila tidak sama ia akan merasa turun harga dirinya dan menjadi rendah

diri (Zulkifli, 1995).

Remaja memiliki kebutuhan afiliasi yang sangat kuat. Dengan peer

affiliation, seseorang mengukuhkan konsep – konsep dirinya, mengitegrasikan

individu ke kelompoknya dan memudahkan proses ia mengembangkan diri dari

orang tuanya. Dalam kelompok teman sebaya, remaja dapat memenuhi

kebutuhannya, misalnya kebutuhan mencari pengalaman baru, kebutuhan

berprestasi, kebutuhan diterima statusnya, kebutuhan harga diri, rasa aman yang

Page 48: Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3290/1/FARISA... · HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN KECENDERUNGAN BERPERILAKU BULLYING

36

belum tentu dapat diperoleh di rumah maupun sekolah. Pada masa ini keadaan

emosi remaja tidak stabil, mereka mudah marah, sedih ataupun senang.

Ketidakstabilan emosi ini juga mempengaruhi tingkah laku mereka yang

terkadang menjadi tidak terkendali seperti memunculkan perilakumenyimpang

dalam kehidupan sosial. Selain karena emosi yang tidak stabil, terkadang

pengaruh dari kelompok mereka yang memprovokatori dirinya untuk ikut terlibat

dalam semua perilaku yang dilakukan baik yang positif maupun negatif bagi

lingkungannya.

Gambaran remaja mengenai dirinya mulai berubah, dari hanya mengacu

pada kondisi fisik, tingkah laku, dan atribut eksternal lainnya menjadi mengarah

pada kualitas – kualitas yang terdapat di dalam dirinya, yaitu trait, nilai,

keyakinan, dan ideology (Damon & Hart ; Livesly & Bromley dalam Shaffer,

2002). Pada masa ini remaja mulai mampu untuk berfikir abstrak atau berfikir

tentang apa yang akan mereka lakukan di masa mendatang.

Remaja menjadi lebih menyadari bahwa mereka bukan merupakan orang

yang sama dalam segala situasi, misalnya ketika berhubungan dengan orang tua,

teman, pacar, guru, dan sebagainya. Pada perkembangannya, konsep diri pada

akhirnya akan mulai menetap dan stabil pada masa remaja akhir. Pada masa

remaja awal (11 – 14 tahun) walaupun tampak stabil, konsep diri masih dapat

berubah karena pengaruh dari teman sebaya. Konsep diri mulai sulit berubah pada

remaja akhir, yaitu usia sekitar 18 – 21 tahun. Pada masa ini, konsep diri

seseorang sudah mantap karena konsep mengenai diri yang dibentuknya sudah

relatif menetap dan stabil. Remaja akhir pada dasarnya mempunyai konsep diri

Page 49: Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3290/1/FARISA... · HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN KECENDERUNGAN BERPERILAKU BULLYING

37

yang lebih stabil dari pada remaja awal. (Steinberg, 1990, Gunarsa ; Offer &

Howard dalam Hapsari, 2001 dalam Dewi Maulina, 2004)

2.4 Hubungan Konsep Diri Dengan Kecenderungan Berperilaku Bullying

Siswa SMAN 70 Jakarta

Hubungan konsep diri dengan kecenderungan berperilaku bullying terlihat

dari apa yang sudah dipaparkan di atas. Konsep diri juga berhubungan dengan

komunikasi interpersonal antar individu. Mereka (senior) melakukan itu karena

adanya rasa ingin dihargai dan dihormati oleh juniornya. Di sini akan berpengaruh

terhadap konsep diri baik dari senior maupun junior.

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa bullying dengan perilaku

senioritas pada remaja mempunyai hubungan satu sama lain. Bullying merupakan

tindak kekerasan yang dilakukan dan biasanya remaja terutama SMA yang sedang

dalam masa pencarian jati dirinya, mereka haus akan kehormatan, yang

mengharuskan adik kelasnya menghormati kakak kelasnya yang terkadang

melalui cara kekerasan yang biasa disebut senioritas. Dan senioritas itu

dipengaruhi oleh agresivitas remaja yang berlebihan, yang tidak dapat

menempatkan sesuatu pada tempatnya. Sebenarnya bullying tidak hanya meliputi

kekerasan fisik, seperti memukul, menjambak, menampar, memalak, dll. Tetapi

juga dapat berbentuk kekerasan verbal, seperti memaki, mengejek, menggosip,

dan berbentuk kekerasan psikologis, seperti mengintimidasi, mengucilkan,

mendiskriminasikan. Berdasarkan sebuah survei terhadap perlakuan bullying,

sebagian besar korban melaporkan bahwa mereka menerima perlakuan pelecehan

Page 50: Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3290/1/FARISA... · HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN KECENDERUNGAN BERPERILAKU BULLYING

38

secara psikologis (diremehkan). Kekerasan secara fisik, seperti didorong, dipukul,

dan ditempeleng lebih umum di kalangan remaja pria.

Dan itu semua berhubungan dengan konsep diri remaja tersebut. Di mana

kebanyakan memiliki konsep diri yang negatif, yaitu tidak dapat mengakui

kelemahan yang ada dalam dirinya. Itu juga dipengaruhi oleh keluarga dan

lingkungan sekitar yang selalu mendukung mereka melakukan itu semua.

Dengan melihat konsep diri seseorang melalui tingkah lakunya, maka kita

dapat mengetahui bahwa orang yang memiliki konsep diri yang negatif cenderung

memiliki rasa tidak percaya diri, tidak berani mencoba hal – hal yang baru, tidak

berani mencoba hal yang menantang, takut gagal, takut sukses, merasa diri bodoh,

rendah diri, merasa diri tidak berharga, merasa tidak layak untuk sukses, pesimis,

dan masih banyak perilaku lainnya. Sebaliknya orang yang konsep dirinya positif

akan selalu optimis, berani mencoba hal – hal baru, berani sukses, berani gagal,

percaya diri, antusias, merasa diri berharga, berani menetapkan tujuan hidup,

bersikap dan berfikir positif, dan dapat menjadi seorang pemimpin yang handal.

(Gunawan, 2005 dalam Siti Homsiah, 2009)

2.5 Kerangka Berfikir

Masa remaja adalah tahapan yang penting dalam rentang kehidupan

manusia karena pada masa ini dikenal antara lain sebagai masa dimana individu

melakukan pencarian identitas diri. Pencarian identitas diri tersebut diambil dari

lingkungan sekitarnya. Baik pengaruh positif maupun pengaruh negatif, akan

terlihat pada perilaku kesehariannya.

Page 51: Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3290/1/FARISA... · HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN KECENDERUNGAN BERPERILAKU BULLYING

39

Pengaruh positif berupa pengalaman yang positif contohnya seseorang

yang dapat menerima penilaian tentang dirinya dari orang lain, menyadari

kekurangan dan kelebihan yang dimiliki dan mampu memperbaiki dirinya saat

dinilai kurang baik dari lingkungannya. Pengalaman positif tersebut menghasilkan

perilaku yang positif sehingga terbentuklah konsep diri yang positif pula. Oleh

karena itu, seseorang yang memiliki konsep diri positif kecenderungan untuk

berperilaku negatifnya rendah.

Sedangkan pengaruh negatif berasal dari pengalaman negatif seseorang

dimana pandangan dirinya terlalu teratur, hal ini bisa terjadi karena individu

dididik terlalu keras oleh keluarganya sehingga membuat individu tertekan dengan

keadaan tersebut. Singkatnya, individu yang selalu mengalami keadaan negatif

akan timbul dalam dirinya konsep diri yang negatif pula sehingga menghasilkan

perilaku yang negatif seperti bullying.

Page 52: Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3290/1/FARISA... · HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN KECENDERUNGAN BERPERILAKU BULLYING

40

Tabel 2.1

Pengalaman : - Keluarga - Teman

sebaya - Lingkungan

masyarakat

Pengaruh positif Pengaruh negatif

Konsep Diri Negatif

Konsep Diri Positif

Kecenderungan berperilaku

Bullying rendah

Kecenderungan berperilaku

Bullying tinggi

2.6 Hipotesis

Berdasarkan kerangka berfikir di atas, maka peneliti mengajukan hipotesis

sebagai berikut :

H1 : “Ada hubungan negatif yang signifikan antara konsep diri dengan

kecenderungan berperilaku bullying siswa SMAN 70 Jakarta”.

Ho : “Tidak ada hubungan negatif yang signifiksan antara konsep diri dengan

kecenderungan berperilaku bullying siswa SMAN 70 Jakarta”.

Page 53: Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3290/1/FARISA... · HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN KECENDERUNGAN BERPERILAKU BULLYING

41

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

3.1.1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

kuantitatif, yaitu penelitian yang informasinya atau datanya dikelola dengan

statistik. Dengan kata lain, data yang didapat dari hasil kuesioner diolah secara

statistik dengan menggunakan skala kategori.

3.1.2. Metode Penelitian

Metode yang digunakan adalah metode korelasional, yaitu menentukan

tingkat hubungan variabel-variabel yang berbeda dalam suatu populasi (Sevilla,

1993). Jadi, metode korelasional mencari hubungan di antara variabel – variabel

yang diteliti. (Iqbal Hasan, 2002), dalam hal ini hubungan konsep diri dengan

kecenderungan bullying siswa SMAN 70 Jakarta.

3.2 Variabel Penelitian

Variabel adalah suatu karakteristik yang mempunyai dua atau lebih nilai

atau sifat yang satu sama lain terpisah (Sevilla, 1993). Variabel terbagi dua

macam, yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Dalam penelitian ini yang

menjadi kedua variabel tersebut adalah sebagai berikut :

1. Variabel bebas : konsep diri

Page 54: Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3290/1/FARISA... · HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN KECENDERUNGAN BERPERILAKU BULLYING

42

2. Variabel terikat : kecenderungan berperilaku bullying

3.2.1. Definisi Konseptual

1. Konsep diri adalah pandangan & perasaan tentang diri individu tentang

bagaimana individu melihat dirinya sendiri sebagai pribadi yang disebut

pengetahuan diri, bagaimana individu merasa atas dirinya yang merupakan

penilaian dirinya sendiri serta bagaimana individu menginginkan diri sendiri

sebagai manusia yang diharapkan. Dapat juga dimasukkan ke dalam identitas

diri dimana remaja ini mencari jati diri dia yang sebenarnya dengan

melakukan identifikasi terhadap lingkungan sekitarnya.

2. Bullying adalah perilaku agresif yang dilakukan secara sadar oleh individu

atau kelompok yang memiliki kekuatan terhadap orang yang lemah, bertujuan

untuk menyakiti korban, dan dilakukan secara berulang – ulang, dalam

periode waktu tertentu.

3.2.2. Definisi Operasional Variabel

Konsep diri yang dimaksud dalam penelitian ini adalah skor yang

diperoleh melalui pengukuran dengan skala persepsi konsep diri dalam bidang

akademik, fisik, emosional, dan sosial.

Perilaku bulllying yang dimaksud adalah skor yang diperoleh melalui

pengukuran dengan skala perilaku bullying dengan aspek bullying fisik dan

bullying nonfisik, serta gabungan antara fisik dan nonfisik.

Page 55: Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3290/1/FARISA... · HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN KECENDERUNGAN BERPERILAKU BULLYING

43

3.3 Pengambilan Sampel

3.3.1. Populasi dan sampel

Populasi adalah keseluruhan anggota (Kerlinger, 1973). Populasi

penelitian ini adalah siswa – siswi kelas XI SMAN 70 Jakarta Selatan, baik laki –

laki maupun perempuan. Sampel adalah beberapa bagian kecil atau cuplikan yang

ditarik dari populasi (Ferguson, 1976). Sampel pada penelitian ini adalah kelas XI

IPA 1 SMAN 70 Jakarta yang terdiri dari 70% perempuan dan 30% laki – laki.

Selain itu, Guilford dan Fruchter 1978 menjelaskan bahwa responden yang

berjumlah lebih atau sama dengan 30 orang dapat dinyatakan sebagai jumlah yang

mendekati kurva normal dari satu populasi dan dapat digunakan sebagai sampel

dari suatu penelitian, selama penyebaran distribusi sampel tersebut tidak

menyeleweng jauh dari kurva normal.

3.3.2. Teknik Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dalam penelitian ini random sampling yang

menggunakan undian. Fox (1969) menyebutnya sebagai teknik fishbowl. Prosedur

ini dapat dilakukan melalui, pertama menetapkan nomor-nomor pada anggota

populasi yang terkumpul dalam daftar sampling. Kemudian tulis nomor anggota

pada potongan kertas kecil, satu nomor untuk setiap anggota populasi.

Selanjutnya, menggulung semua kertas kecil tersebut lalu diletakkan dalam kotak

untuk dikocok dan kertas yang keluar adalah yang dijadikan sampel. (Sevilla,

1993)

Page 56: Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3290/1/FARISA... · HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN KECENDERUNGAN BERPERILAKU BULLYING

44

3.4 Teknik Pengumpulan Data

3.4.1. Metode Dan Instrumen Penelitian

Untuk memperoleh data dalam penelitian, peneliti menggunakan kuesioner

yang dibuat dalam bentuk pernyataan. Kuesioner adalah teknik pengumpulan data

yang dilakukan dengan menyertakan atau mengirimkan daftar pernyataan untuk

diisi sendiri oleh responden, yaitu orang yang memberikan tanggapan atau

menjawab pernyataan – pernyataan yang diajukan.

3.4.2. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner dalam

bentuk skala, yaitu skala konsep diri dan skala bullying.

1. Dimensi dan indikator Konsep Diri

Pembuatan item skala konsep diri, peneliti mengacu pada teori Shavelson

dkk yang telah dijelaskan pada kajian teori, meliputi dimensi dan indikator

seperti tergambar pada tabel 3.1.

Table 3.1 Dimensi dan indikator Konsep Diri

Dimensi

Konsep Diri

Sub-ranah Indikator

Konsep Diri

Akademik

• Membaca

• Menulis

• Persepsi individu mengenai

seberapa baik kemampuan

dirinya dalam membaca dan

menulis

Page 57: Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3290/1/FARISA... · HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN KECENDERUNGAN BERPERILAKU BULLYING

45

Konsep Diri

Sosial

• Teman Sebaya

• Keluarga

• Persepsi individu dalam

kemampuan menjalin interaksi

dengan teman sebaya, keluarga

• Persepsi individu mengenai

seberapa besar, individu diterima

dan disukai oleh teman sebaya,

keluarga

Konsep Diri

Emosional

• Diri Pribadi Persepsi individu terhadap keadaan –

keadaan emosi yang dialaminya, baik

yang bersifat sementara maupun

menetap

Konsep Diri

Fisik

• Kemampuan fisik

• Penampilan fisik

• Persepsi individu terhadap

kemampuannya untuk terlibat di

dalam kegiatan – kegiatan fisik

• Persepsi individu mengenai daya

tarik fisiknya

Tabel 3.1 yang dikemukakan oleh Shavelson dkk ini hanya merupakan

salah satu kemungkinan representasi organisasi hirarkis dari konsep diri. Model

konsep diri yang mereka kemukakan seseungguhya lebih menyangkut pada

struktur pengorganisasian dimensi atau komponen itu sendiri. Jadi, pada dasarnya

model konsep diri hirarki dari Shavelson dkk, ini bukan komponen konsep diri

“harga mati”, sehingga sama sekali tidak menutup kemungkinan untuk membagi

konsep diri ke dalam dimensi – dimensi yang berbeda. (Djakababa, 1998 dalam

Dewi Maulina, 2004)

Page 58: Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3290/1/FARISA... · HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN KECENDERUNGAN BERPERILAKU BULLYING

46

Table 3.2 Blue Print Konsep Diri

Aspek Indicator Fav Unfav Jumlah

item

Konsep Diri

Akademik

Kemampuan dalam

bidang akademik

1, 3, 5, 7,

9, 11, 13,

15, 17, 19

21, 23,

25, 27,

29, 31,

33, 35,

37

19

Konsep Diri

Sosial

Menjalin interaksi

dengan teman, keluarga,

dan lingkungan

2, 4, 6, 8,

10, 12,

14, 16,

18, 20,

22, 24, 26

39, 41,

43, 45,

47, 49,

51, 53,

55, 57,

59

24

Konsep Diri

Emosional

Persepsi individu tentang

emosi yang dialaminya

28, 30,

32, 34,

36, 38

54, 56,

58, 60,

61

11

Konsep Diri

Fisik

Kemampuan dalam

kegiatan fisik dan

mengenai daya tarik fisik

40, 42,

44, 46,

48, 50, 52

62, 63,

64, 65,

66, 67,

68

14

Total 36 32 68

2. Aspek dan indikator Bullying

Penyusunan item – item pernyataan skala perilaku bullying mengacu pada

teori yang dikemukakan oleh Randall (1997) yang aspek dan indikatornya

diambil dari jenis dan bentuk bullying yang meliputi :

Page 59: Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3290/1/FARISA... · HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN KECENDERUNGAN BERPERILAKU BULLYING

47

Tabel 3.3 Aspek dan indikator Bullying

Aspek Indikator

Bullying bersifat fisik Menjambak, memukul, menendang, mendorong,

mencakar, meludahi dan berbagai serangan fisik

lainnya. Termasuk merusak barang orang lain.

Bullying yang bersifat

nonfisik / psikologis

• Verbal, meminta uang atau barang, mengolok –

olok, memfitnah, mempermalukan.

• Nonverbal, mengisolasi, mengirimkan catatan

yang menjelekkan, memasang mimik muka yang

jahat dan gerak tubuh yang kasar.

Gabungan bullying fisik dan

nonfisik

Bersifat fisik dan psikologis (verbal dan nonverbal).

Dari aspek tersebut menghasilkan blue print sebagai berikut :

Table 3.4 Blue print kecenderungan berperilaku Bullying

Aspek Indikator Fav Unfav Jumlah

item

Bullying bersifat

fisik

Menjambak, memukul,

mendorong.

1, 2, 5,

6, 9

39, 40, 42,

44

9

Bullying bersifat

non fisik

- Verbal

- Nonverbal

12, 13,

20, 24,

36, 41,

43, 45,

46, 49

16, 17,

21, 25,

28, 29,

8, 11, 30,

31

3, 4, 7, 10,

14, 15, 18,

19, 22, 23,

14

27

Page 60: Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3290/1/FARISA... · HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN KECENDERUNGAN BERPERILAKU BULLYING

48

32, 33,

37, 38,

47, 48,

50

26, 27, 34,

35

Total 28 22 50

Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala model Likert

dengan 4 jenjang pilihan, yaitu ; sangat setuju, setuju, tidak setuju, sangat tidak

setuju. Dengan masing – masing skor sebagai berikut :

Tabel 3.5 Pedoman skala

Favorable Skor Unfavorable Skor

Sangat setuju 4 Sangat setuju 1

Setuju 3 Setuju 2

Tidak Setuju 2 Tidak Setuju 3

Sangat Tidak Setuju 1 Sangat Tidak Setuju 4

3.4.3 Teknik Uji Instrumen

3.4.3.1 Uji Validitas

Validitas adalah derajat ketepatan suatu alat ukur tentang pokok isi atau

arti sebenarnya yang diukur (Sevilla, 1993). Pengujian validitas dilakukan untuk

mengetahui apakah skala psikologi mampu menghasilkan data yang akurat sesuai

dengan tujuan ukurnya (Azwar, 2005). Dalam uji validitas skala yang digunakan

dalam penelitian ini akan dihitung koefisien korelasi di antara skor-skor skala

dengan program SPSS 16.0 menggunakan korelasi product-moment, yaitu :

Page 61: Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3290/1/FARISA... · HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN KECENDERUNGAN BERPERILAKU BULLYING

49

( ) ( )

( ) ( )2222 )()( YYnXXn

YXXYnr∑−∑∑−∑

∑∑−∑=

Keterangan ;

rxy = angka indeks korelasi “r” Product Moment

X = skor skala 1

Y = skor skala 2

N = banyaknya subjek

Item-item yang dapat dikatakan valid adalah item-item yang memiliki

koefisien validitas minimal 0,30. Sesuai dengan yang dikatakan oleh Cronbach

dalam Azwar (2005), dikatakannya bahwa koefisien yang berkisar antara 0,30

sampai dengan 0,50 telah dapat memberikan kontribusi yang baik terhadap

efisiensi lembaga pelatihan.

3.4.3.2 Uji Reliabilitas

Reliabilitas adalah derajat ketepatan dan ketelitian atau akurasi yang

ditunjukkan oleh instrument pengukuran (Sevilla, 1993). Pada penelitian ini

pengukuran reliabilitas akan dihitung dengan cara menghitung koefisien

reliabilitas alpha Cronbach, dengan program SPSS 16.0. Setelah dilakukan uji

coba diperoleh koefisien alpha untuk skala konsep diri sebesar 0,814 dan untuk

skala kecenderungan berperilaku bullying sebesar 0,891. dalam Kuncono (2005)

terdapat kaidah reliabilitas (r) menurut Guillford yaitu :

Sangat reliable : > 0,9

Page 62: Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3290/1/FARISA... · HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN KECENDERUNGAN BERPERILAKU BULLYING

50

Reliable : 0,7 – 0,9

Cukup reliable : 0,4 – 0,7

Kurang reliable : 0,2 – 0,4

Tidak reliable : < 0,2

Oleh karena itu dapat ditafsirkan bahwa untuk koefisien reliabilitas skala

konsep diri sebesar 0,814 dikatakan reliable. Sedangkan untuk koefisien

reliabilitas skala kecenderungan berperilaku bullying sebesar 0,891 dikatakan

reliable.

Kepada konsistensi atau keterpercayaan hasil ukur, yang mengandung

makna kecermatan pengukuran (Azwar, 2007). Pengukuran reliabilitas bertujuan

untuk melihat seberapa jauh alat ukur yang digunakan dalam penelitian

memberikan hasil pengukuran yang konsisten bila dilakukan pengukuran kembali

terhadap hal yang sama.

α= 2 [ 1 – s1² + s2² ] __________ S

3.5 Hasil Uji Coba Alat Ukur

Untuk menganalisis validitas butir item konsep diri dan kecenderungan

berperilaku bullying dengan menggunakan penghitungan SPSS 16.0 dengan

memasukkan skor tiap butir item. Butir item dinyatakan valid jika memiliki

validitas diantara 0,3 – 0,5 (Azwar 2006).

Pada penelitian ini sampel yang digunakan sebanyak 33 orang. Hasil

penghitungan uji coba dengan menggunakan teknik pearson product moment

dihasilkan 21 item valid dari 68 item skala konsep diri yang diuji cobakan. Hal ini

Page 63: Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3290/1/FARISA... · HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN KECENDERUNGAN BERPERILAKU BULLYING

51

menunjukkan bahwa alat ukur skala konsep diri yang ada memiliki reliabilitas

baik sehingga memungkinkan atau layak digunakan dalam penelitian.

Table 3.6 Blue Print Konsep Diri

Aspek Indikator Fav Unfav Jumlah

item

Konsep Diri

Akademik

Kemampuan dalam

bidang akademik

1, 3, 5, 7,

9, 11, 13,

15, 17, 19

21, 23,

25, 27,

29, 31,

33, 35,

37

19

Konsep Diri

Sosial

Menjalin interaksi

dengan teman, keluarga,

dan lingkungannya

2*, 4*,

6*, 8*,

10*, 12*,

14*, 16*,

18*, 20*,

22, 24*,

26

39*, 41*,

43*, 45,

47*, 49,

51*, 53,

55, 57,

59

24

Konsep Diri

Emosional

Persepsi individu

terhadap emosi yang

dialaminya

28, 30,

32, 34,

36, 38

54*, 56,

58, 60,

61

11

Konsep Diri

Fisik

Kemampuan dalam

kegiatan fisik dan

mengenai daya tarik

fisiknya

40*, 42*,

44*, 46,

48, 50, 52

62, 63*,

64, 65,

66, 67,

68

14

Total 36 32 68

*item yang valid

Page 64: Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3290/1/FARISA... · HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN KECENDERUNGAN BERPERILAKU BULLYING

52

Sedangkan hasil penghitungan uji coba skala bullying dengan

menggunakan teknik Pearson’s product moment dihasilkan 23 item valid dari 50

item skala bullying yang diujicobakan. Item yang dinyatakan valid ini karena

memiliki nilai r hitung > 0.3.

Table 3.7 Blue print kecenderungan berperilaku Bullying

Aspek Indikator Fav Unfav Jumlah item

Bullying bersifat

fisik

Menjambak, memukul,

mendorong, serangan

fisik lainnya

1, 2*, 5*,

6*, 9

39*, 40,

42, 44

9

Bullying bersifat

non fisik

- Verbal

- Nonverbal

12*, 13,

20, 24,

36*, 41*,

43, 45,

46, 49*

16, 17*,

21, 25*,

28*, 29*,

32*, 33*,

37*, 38,

47*, 48,

50*

8*, 11,

30*, 31

3, 4, 7,

10*, 14,

15*, 18*,

19, 22, 23,

26, 27*,

34, 35

14

27

Total 28 22 50

*item yang valid

3.6 Teknik Analisis Data

Pengolahan data dalam penelitian merupakan suatu langkah penting dan

mutlak dilaksanakan agar data yang diperoleh memiliki arti, sehingga penelitian

Page 65: Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3290/1/FARISA... · HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN KECENDERUNGAN BERPERILAKU BULLYING

53

yang dilakukan memberikan kesimpulan yang besar. Analisa data-data yang

digunakan adalah analisa statistik sebagai cara untuk mengetahui hubungan antara

variabel bebas yaitu konsep diri dengan variabel terikat yaitu kecenderungan

berperilaku bullying.

3.7 Prosedur Penelitian

1. Tahap persiapan penelitian

a) Alat penelitian : (a) membuat skala penelitian untuk mengukur konsep diri

dan kecenderungan berperilaku bullying (b) melakukan uji coba skala

kepada kelompok try out sebanyak 33 responden dan 40 responden untuk

field test (c) analisa item yang telah di uji coba (d) menyusun dan

merapihkan skala yang telah di uji coba untuk penelitian yang

sesungguhnya.

b) Subjek penelitian : (a) meminta izin kepada pihak SMAN 70 Jakarta (b)

melakukan diskusi dengan guru.

2. Tahap pelaksanaan penelitian

Pelaksanaan penelitian diadakan tanggal 1 Maret 2010 untuk uji coba skala

dan tanggal 4 Maret 2010 untuk field test skala dengan tahapan pelaksanaan

sebagai berikut : (a) mengumpulkan responden dalam satu ruangan yang telah

ditentukan oleh guru (b) membagikan skala penelitian kepada responden (c)

menjelaskan petunjuk pengisian (d) memberikan kesempatan kepada

Page 66: Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3290/1/FARISA... · HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN KECENDERUNGAN BERPERILAKU BULLYING

54

responden yang ingin bertanya (e) meminta responden untuk memeriksa

kembali sebelum mengumpulkan skala penelitian

3. Tahap Pengolahan Data

a) Melakukan scoring

b) Menghitung hasil

c) Membuat tabulasi data

4. Tahap Analisis

a) Menganalisis data yang telah diperoleh

b) Membuat hasil analisis

c) Membuat kesimpulan dan saran

5. Tahap Penyusunan Laporan Penelitian

Menulis keseluruhan prosedur penelitian beserta hasil dan analisanya.

Page 67: Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3290/1/FARISA... · HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN KECENDERUNGAN BERPERILAKU BULLYING

55

BAB IV

PRESENTASI DAN ANALISIS DATA

4.1 Gambaran Umum Responden

Responden penelitian ini adalah 40 siswa kelas XI IPA 1 SMAN 70

Jakarta. Adapun gambaran responden secara umum akan dilihat dalam dua

kategori yaitu jenis kelamin dan usia responden. Berikut tabel gambaran

responden :

Tabel 4.1 Gambaran Umum Responden

Kategori Jumlah Persentase

Jenis Kelamin

Laki-laki

Perempuan

12

28

30 %

70 %

Jumlah 40 100 %

Usia

15 tahun

16 tahun

17 tahun

2

10

28

5 %

25 %

70 %

Jumlah 40 100 %

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa jumlah responden laki-laki sebanyak

12 siswa dan responden perempuan sebanyak 28 siswa. Dalam bentuk presentase,

jumlah responden laki-laki sebanyak 30 % sedangkan jumlah responden

perempuan sebanyak 70 %. Hal tersebut menggambarkan bahwa jumlah

responden perempuan lebih banyak daripada responden laki-laki. Berdasarkan

Page 68: Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3290/1/FARISA... · HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN KECENDERUNGAN BERPERILAKU BULLYING

56 tingka usia, jumlah responden dengan usia 15 tahun sebanyak 2 orang, 16 tahun

sebanyak 10 orang, dan usia 17 tahun sebanyak 28 orang. Dalam presentase,

jumlah responden usia 15 tahun sebanyak 5 %, usia 16 tahun sebanyak 25 %, dan

usia 17 tahun sebanyak 70 %. Dapat dilihat bahwa jumlah terbanyak responden

adalah siswa perempuan dan kemudian siswa laki-laki.

4.2 Uji Persyaratan

Uji persyaratan adalah syarat untuk melakukan analisis lebih lanjut dalam

mengolah data. Uji persyaratan yang digunakan adalah uji normalitas dan uji

korelasional dengan menggunakan SPSS 16.0. Uji normalitas bertujuan untuk

mengetahui distribusi data dalam variabel yang akan digunakan dalam penelitian

berdistribusi normal atau tidak. Untuk mengetahui kapasitas sebaran data yang

diperoleh harus dilakukan uji normalitas terhadap data yang bersangkutan.

Dengan demikian, analisis statistik yang pertama kali harus dilakukan

dalam rangka analisis data adalah analisis statistik berupa uji normalitas. Data

yang terdistribusi normal maka perhitungan datanya menggunakan metode

statistik parametrik. Uji korelasional adalah uji yang dilakukan untuk mengetahui

apakah ada hubungan antara variabel yang satu dengan variabel yang lain.

4.2.1 Uji Normalitas

Analisis statistik pertama yang harus digunakan dalam rangkaian analisis

data adalah uji statistik berupa uji normalitas. Adapun uji normalitas yang

Page 69: Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3290/1/FARISA... · HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN KECENDERUNGAN BERPERILAKU BULLYING

57 digunakan dalam penelitian ini menggunakan Shapiro Wilk, karena responden

pengujian kurang dari 100 (Kuncono, 2004). Adapun hipotesis statistiknya adalah:

Ho : Populasi berdistribusi normal.

H1 : Populasi tidak berdistribusi normal.

Pengambilan keputusan berdasarkan nilai probabilitas dengan α = 0.05,

yaitu:

Jika probabilitas > 0.05, maka Ho diterima.

Jika probabilitas < 0.05, maka Ho ditolak.

Berdasarkan uji normalitas konsep diri dengan Shapiro Wilk didapat nilai

0.241 yang lebih besar dari α = 0.05, jadi berdasarkan nilai yang didapat maka Ho

diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa data konsep diri berdistribusi

normal. Berikut ini table uji normalitas skala konsep diri.

Tabel 4.2 Hasil uji normalitas Konsep Diri

Shapiro-Wilk

Statistic Df Sig.

KONSEP DIRI .965 40 .241 a. Lilliefors Significance Correction

Page 70: Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3290/1/FARISA... · HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN KECENDERUNGAN BERPERILAKU BULLYING

58

Sedangkan uji normalitas skala bullying dengan Shapiro-wilk dengan nilai

0,675 yang berarti lebih besar daripada nilai α = 0.05, jadi dapat disimpulkan

bahwa skala bullying berdistribusi normal. Berikut ini tabel uji normalitas skala

bullying.

Table 4.3 Hasil uji normalitas Bullying

Shapiro-Wilk

Statistic Df Sig.

BULLYING .980 40 .675 a. Lilliefors Significance Correction

Page 71: Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3290/1/FARISA... · HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN KECENDERUNGAN BERPERILAKU BULLYING

59

4.2.2 Uji Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

(Ha): Ada hubungan negatif yang signifikan antara konsep diri dengan

kecenderungan berperilaku bullying siswa SMAN 70 Jakarta.

(Ho): Tidak ada hubungan negatif yang signifikan antara konsep diri dengan

kecenderungan berperilaku bullying siswa SMAN 70 Jakarta.

Page 72: Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3290/1/FARISA... · HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN KECENDERUNGAN BERPERILAKU BULLYING

60 Pengujian hipotesis perlu dilakukan untuk mengetahui apakah koefisien

korelasi yang didapatkan signifikan pada taraf signifikansi yang ditentukan atau

tidak. Dalam melakukan uji hipotesis, cara yang umum dilakukan adalah dengan

membandingkan nilai r tabel dan nilai r hitung yang didapatkan.

Ho diterima jika rhitung < rtabel

Karena nilai rhitung yang didapat (- 0.058) < rtabel ((Sig. 5% ; N 40 = 0.312),

maka hipotesis alternatif (Ha) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang

signifikan antara konsep diri dengan kecenderungan berperilaku bullying diterima.

Arah hubungan yang dihasilkan menunjukkan arah yang negatif, yang bermakna

bahwa semakin tinggi konsep diri akan diikuti dengan menurunnya

kecenderungan berperilaku bullying.

4.3 Deskripsi Hasil Penelitian

Tabel 4.4

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

KONSEP DIRI 40 46.00 73.00 59.9250 6.23632

BULLYING 40 33.00 64.00 49.0500 8.13650

Valid N (listwise) 40

4.3.1 Kategori Skor Konsep Diri

Kategorisasi ini bertujuan untuk menempatkan responden ke dalam

kategori-kategori atau kelompok yang berjenjang, yaitu: tinggi, sedang, dan

rendah. Adapun responden yang masuk pada kategori rendah adalah responden

yang memiliki skor di bawah 53, responden yang masuk pada kategori sedang

Page 73: Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3290/1/FARISA... · HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN KECENDERUNGAN BERPERILAKU BULLYING

61 adalah responden yang memiliki skor antara 53 – 66 dan responden yang masuk

pada kategori tinggi adalah responden yang memiliki skor diatas 66. Berikut ini

tabel hasil kategorisasi skor penyebaran skala konsep diri berdasarkan jumlah skor

yang diperoleh responden.

Tabel 4.5 Kategori skor skala konsep diri

Kategori Rentang

skor

Frekuensi Persen

(%)

Positif X > M + 1SD > 66 7 17,5 %

Cukup positif M - 1SD < X < M + 1SD 53 – 66 30 75 %

Negatif X < M – 1SD < 53 3 7,5 %

Total 40 100%

Pada tabel diatas menunjukkan bahwa mayoritas sampel atau sebanyak 30

responden berada dalam kategori konsep diri cukup positif (75 %), sedangkan 3

responden dalam kategori negatif (7,5 %) dan 7 responden termasuk ke dalam

kategori positif (17,5 %).

4.3.2 Kategori Skor Bullying

Adapun responden yang masuk pada kategori rendah adalah responden

yang memiliki skor di bawah 40, responden yang masuk pada kategori sedang

adalah responden yang memiliki skor antara 40 – 57 dan responden yang masuk

pada kategori tinggi adalah responden yang memiliki skor diatas 57. Berikut ini

tabel hasil kategorisasi skor penyebaran skala bullying berdasarkan jumlah skor

yang diperoleh responden.

Page 74: Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3290/1/FARISA... · HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN KECENDERUNGAN BERPERILAKU BULLYING

62

Tabel 4.6 Kategori skor skala bullying

Kategori Rentang

skor

Frekuensi Persen (%)

Tinggi X > M + 1SD > 57 6 15 %

Sedang M - 1SD < X < M + 1SD 40 – 57 30 75 %

Rendah X < M – 1SD < 40 4 1 %

Total 40 100%

Pada tabel diatas menunjukkan bahwa mayoritas sampel atau sebanyak 30

responden berada dalam kategori sedang (75 %), sedangkan 4 responden dalam

kategori rendah (1 %) dan 6 responden termasuk ke dalam kategori tinggi (15 %).

4.4 Hasil Penelitian

Seperti yang telah dikemukakan pada bab 1, bahwa tujuan penelitian ini

adalah untuk mengetahui apakah ada hubungan antara konsep diri dengan

kecenderungan berperilaku bullying siswa SMAN 70 Jakarta. Berikut hasil

penghitungan SPSS 16.0 dengan rumus Spearmen’s Rank Corelation :

Tabel 4.7 Hasil Spearman’s Rank Correlations

Correlations

KONSEP DIRI BULLYING

Correlation Coefficient 1.000 -.058

Sig. (2-tailed) . .720

KONSEP DIRI

N 40 40

Correlation Coefficient -.058 1.000

Sig. (2-tailed) .720 .

Spearman's rho

BULLYING

N 40 40

Page 75: Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3290/1/FARISA... · HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN KECENDERUNGAN BERPERILAKU BULLYING

63

Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan dengan teknik spearman’s

rank correlations, maka diperoleh korelasi (r) hitung sebesar – 0,058. Dari tabel di

atas dapat disimpulkan bahwa nilai koefisien korelasi antara konsep diri dengan

kecenderungan berperilaku bullying adalah bernilai – 0,058 dan bernilai negatif.

4.5 Hasil Utama Penelitian

Hasil penelitian ini adalah terdapat hubungan negatif yang signifikan

antara konsep diri dengan kecenderungan berperilaku bullying siswa SMAN 70

Jakarta, sehingga semakin positif konsep diri maka akan diikuti dengan

menurunnya kecenderungan berperilaku bullying.

Page 76: Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3290/1/FARISA... · HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN KECENDERUNGAN BERPERILAKU BULLYING

64

BAB V

KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisa data serta pengujian hipotesis, maka dapat

diambil kesimpulan bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan antara

konsep diri dengan kecenderungan berperilaku bullying. Dengan kata lain,

semakin tinggi (positif) konsep diri seseorang maka semakin rendah

kecenderungan seseorang untuk berperilaku bullying atau sebaliknya semakin

rendah (negatif) konsep diri maka semakin tinggi kecenderungan berperilaku

bullying.

5.2 Diskusi

Berdasarkan kesimpulan di atas, hubungan konsep diri dengan

kecenderungan berperilaku bullying siswa SMAN 70 Jakarta dapat dijelaskan

sebagai berikut. Siswa yang memiliki konsep diri positif semakin rendah

kecenderungan berperilaku bullying. Hal ini dapat dijadikan tolak ukur bahwa

seseorang yang memiliki konsep diri positif menimbulkan perilaku yang positif

pula, dan sebaliknya seseorang yang memiliki konsep diri negatif maka cenderung

untuk menghasilkan perilaku yang negatif pula.

Rendahnya konsep diri memberi pengaruh besar terhadap perilaku negatif,

sebagai akibat dari rendahnya etika serta ketidakpeduliannya terhadap orang lain

maupun norma-norma sosial yang berlaku, yang pembentukannya berawal dari

Page 77: Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3290/1/FARISA... · HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN KECENDERUNGAN BERPERILAKU BULLYING

65

pembelajaran aturan yang tidak jelas, tidak tegas, dan tidak konsisten dari

keluarganya. (Umar Yusuf, 2009)

Menurut Roger, konsep diri berada dalam kesadaran seseorang, kesadaran

individu ini merupakan data mengenai individu yang bersangkutan yang

dievaluasi oleh individu tersebut. Dengan demikian individu mempertahankan

konsistensi dan kongruensi antara diri dan pengalaman – pengalaman, sehingga

kebanyakan cara bertingkah laku individu merupakan hal – hal yang konsisten

dengan konsep dirinya.

Menurut Ken Rigby, bullying merupakan sebuah hasrat untuk menyakiti.

Hasrat ini diperlihatkan ke dalam aksi, menyebabkan seseorang menderita. Aksi

ini dilakukan secara langsung oleh seseorang atau kelompok yang lebih kuat,

tidak bertanggung jawab, biasanya berulang, dan dilakukan dengan perasaan

senang.

Seseorang yang memiliki konsep diri positif dapat menciptakan situasi

komunikasi antarpribadi yang baik dan sehat. Konsep diri positif akan mendorong

seseorang untuk berperilaku positif, begitu juga sebaliknya. (Ainul Hildah, 2001).

Dari penelitian yang sudah dijelaskan di atas tentang konsep diri

menyimpulkan bahwa konsep diri dipengaruhi oleh lingkungan baik keluarga

maupun masyarakat, karena konsep diri merupakan produk sosial yang dibentuk

melalui proses internalisasi dan organisasi pengalaman–pengalaman psikologis

(perasaan yang terluka), yang merupakan hasil eksplorasi individu terhadap

lingkungan fisik dan refleksi dari dirinya yang diterima dari orang penting

(significant other) di sekitarnya. Dengan kata lain, seseorang dapat memahami

Page 78: Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3290/1/FARISA... · HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN KECENDERUNGAN BERPERILAKU BULLYING

66

dirinya sendiri melalui orang lain, yaitu orang lain yang dianggap penting oleh

individu yang bersangkutan.

Dalam Luthfiah, 2002 menyatakan semakin tinggi self-esteem maka

semakin rendah kecenderungan berperilaku bullying, sebaliknya semakin rendah

self-esteem maka semakin tinggi kecenderungan untuk berperilaku bullying.

Penelitian sebelumnya, yang telah disebutkan di atas sejalan dengan

penelitian ini yaitu hubungan konsep diri dengan kecenderungan berperilaku

bullying siswa SMAN 70 Jakarta. Bahwa konsep diri yang positif akan

menghasilkan perilaku yang positif pula sehingga kecenderungan berperilaku

bullying mengarah pada tingkat yang rendah. Apabila konsep dirinya negatif,

maka menghasilkan perilaku yang negatif pula dan kecenderungan berperilaku

bullying mengarah ke tingkat yang tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

sebagian besar responden (75%) memiliki konsep diri cukup positif.

5.3 Saran

5.3.1. Saran Teoritis

1. Menelaah lebih lanjut secara teliti dan menghindari abiguitas pada tiap item.

Hal ini dapat validitas dan reliabilitas pada penelitian lebih lanjut dan dalam

pembuatan item tidak terlalu banyak namun mewakili setiap indikator sehingga

tidak membuat responden jenuh dan tetap reliabel.

2. Untuk penelitian selanjutnya mencari faktor yang mempengaruhi

kecenderungan berperilaku bullying, seperti lingkungan keluarga dan

masyarakat yang cukup berpengaruh atas perilaku yang ditampilkan.

Page 79: Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3290/1/FARISA... · HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN KECENDERUNGAN BERPERILAKU BULLYING

67

5.3.2. Saran Praktis

1. Orang tua agar bekerja sama dengan pihak sekolah dengan mengadakan

pertemuan dalam kegiatan konseling antara orang tua dan guru untuk terus

memperhatikan peningkatan atau penurunan siswa dalam hal tingkah laku

maupun pelajaran.

2. Dari pihak sekolah sebaiknya kegiatan BK atau bimbingan konseling lebih

diefektifkan untuk lebih mengetahui apa saja yang terjadi di lingkungan

sekolah misalnya, interaksi siswa dengan siswa, ataupun siswa dengan guru.