diagnosis dan terapi skizofren

19
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Skizofrenia merupakan suatu deskripsi sindroma dengan variasi penyebab (ban yang belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronisatau "deteriorating") yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada pengaruh genetik, fisik, dan social budaya. 1 Pada umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan karakterist pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar (inappropiate) atau tumpu Kesadaran yang jernih (clear consciousness) dan kemampuan intelektual biasanya t terpelihara, walaupun kemunduran kognitif tertentu dapat berkembang kemudian. 1 Di Amerika Serikat prevalensi skizofrenia seumur hidup dilaporkan secara bervariasi terentang dari 1 sampai 1,5 %; konsisten dengan angka terse Epidemological Catchment Area (ECA) yang disponsori oleh National Institue of M Helath (NIHM) melaporkan prevalensi seumur hidup sebesar 1,3 %. 2 Skizofrenia adalah sama-sama prevalensinya antara laki-laki dan wanita. Tet dua jenis kelamin tersebut menunjukkan perbedaan dalam onset dan perjalanan peny Laki-laki mempunyai onset lebih awal daripada wanita. Usia puncak onset untuk la adalah 15 sampai 25 tahun; untuk wanita usia puncak adalah 25 sampai 35 tahun. O skizofrenia sebelum usia 10 tahun atau sesudah 50 tahun adalah sangat jarang. 2 Penanganan pasien skizofrenia dibagi secara garis besar menjadi: 1. Terapi somatik: terdiri dari obat anti psikotik 2. Terapi psikososial 3. Perawatan rumah sakit (Hospitalize) Walaupun medikasi antipsikotik adalah inti dari pengobatan skizofrenia, pen telah menemukan bahwa intervensi psikososial dapatmemperkuat perbaikan klinis. Modalitas psikososial harus diintegrasikan secara cermat ke dalam regimen obat d mendukung regimen tersebut. Sebagian besar pasien skizofrenia mendapatkan manfaa pemakaian kombinasi pengobatan antipsikotik dan psikososial. 2 BAB II 1

Upload: nindya-kirana

Post on 21-Jul-2015

83 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

BAB I PENDAHULUAN1.1 Latar BelakangSkizofrenia merupakan suatu deskripsi sindroma dengan variasi penyebab (banyak yang belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau "deteriorating") yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan pengaruh genetik, fisik, dan social budaya.1 Pada umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar (inappropiate) atau tumpul (bluntted). Kesadaran yang jernih (clear consciousness) dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun kemunduran kognitif tertentu dapat berkembang kemudian.1 Di Amerika Serikat prevalensi skizofrenia seumur hidup dilaporkan secara bervariasi terentang dari 1 sampai 1,5 %; konsisten dengan angka tersebut, penelitian Epidemological Catchment Area (ECA) yang disponsori oleh National Institue of Mental Helath (NIHM) melaporkan prevalensi seumur hidup sebesar 1,3 %.2 Skizofrenia adalah sama-sama prevalensinya antara laki-laki dan wanita. Tetapi, dua jenis kelamin tersebut menunjukkan perbedaan dalam onset dan perjalanan penyakit. Laki-laki mempunyai onset lebih awal daripada wanita. Usia puncak onset untuk laki-laki adalah 15 sampai 25 tahun; untuk wanita usia puncak adalah 25 sampai 35 tahun. Onset skizofrenia sebelum usia 10 tahun atau sesudah 50 tahun adalah sangat jarang.2 Penanganan pasien skizofrenia dibagi secara garis besar menjadi: 1. Terapi somatik: terdiri dari obat anti psikotik 2. Terapi psikososial 3. Perawatan rumah sakit (Hospitalize) Walaupun medikasi antipsikotik adalah inti dari pengobatan skizofrenia, penelitian telah menemukan bahwa intervensi psikososial dapat memperkuat perbaikan klinis. Modalitas psikososial harus diintegrasikan secara cermat ke dalam regimen obat dan harus mendukung regimen tersebut. Sebagian besar pasien skizofrenia mendapatkan manfaat dari pemakaian kombinasi pengobatan antipsikotik dan psikososial.2

BAB II1

TINJAUAN PUSTAKA2.1 DefinisiSkizofrenia merupakan suatu deskripsi sindroma dengan variasi penyebab (banyak yang belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau "deteriorating") yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan pengaruh genetik, fisik, dan social budaya.1 Skizofrenia adalah diagnosis psikiatri yang menggambarkan gangguan mental yang ditandai oleh kelainan dalam persepsi atau ungkapan realitas. Distorsi persepsi dapat mempengaruhi semua lima indera, termasuk penglihatan, pendengaran, rasa, bau dan sentuhan, tapi paling sering bermanifestasi sebagai halusinasi pendengaran, delusi paranoid atau aneh, atau pidato teratur dan berpikir dengan disfungsi sosial atau pekerjaan yang signifikan. Timbulnya gejala biasanya terjadi pada dewasa muda, dengan sekitar 0,4-0,6% dari populasi yang terkena. Diagnosa didasarkan pada yang dilaporkan sendiri pasien pengalaman dan perilaku yang diamati. Tidak ada tes laboratorium untuk skizofrenia saat ini ada.11

2.2 Gejala12Tanda pertama dari skizofrenia biasanya muncul saat masa remaja atau awal masa dewasa, tetapi tanda tersebut juga telah diketahui muncul pada orang diatas 40 tahun. Laki-laki maupun wanita memiliki risiko menderita skizofrenia. Gejala pada pria cenderung muncul di usia yang lebih muda daripada wanita. Gejala skizofrenia bervariasi dari satu orang ke orang lain, tetapi secara umum dikategorikan menjadi:5 A. Gejala positif yang biasanya tidak ada pada orang sehat dan dianggap 'ada' sebagai akibat dari gangguan tersebut. Halusinasi Mendengar, melihat atau merasakan sesuatu yang tidak ada pada kenyataannya. Halusinasi dapat muncul pada 5 indera manapun: pendengaran, penglihatan, peraba, pengecap,penghidu. Mendengar suara merupakan halusinasi yang paling umum pada skizofrenia

2

Delusi Kepercayaan tidak rasional dan salah yang dipegang kuat akibat ketidakmampuan untuk membedakan pengalaman yang nyata dan tidak nyata.

Pikiran kacau Menyebabkan asosiasi longgar. Mengambil kesimpulan yang tidak berdasarkan realitas. Kurang adanya penalaran logis.

Gelisah Keadaan tidak menyenangkan berupa peningkatan ketegangan dan rasa mudah tersinggung.

B. Gejala negatif dapat dilihat sebagai perilaku yang 'hilang' (misalnya kurang: dorongan atau inisiatif, respon emosional, antusiasme, interaksi sosial). Kebanyakan orang memiliki kemampuan psikologis tersebut tetapi skizofrenia mengalami beberapa derajat penurunan. Kurangnya dorongan atau inisiatif Menghabiskan banyak waktu di tempat tidur tanpa motivasi untuk melakukan apapun. Menarik diri/depresi Memberikan kesan kalau orang tersebut lebih suka menyendiri dan tidak mau bertemu orang lain Apati Mengalami perasaan kekosongan. Tidak mampu meneruskan rencana Kurangnya respon emosi Kurang tanda emosi normal, tidak merasa bahagia ataupun sedih, misalnya berkurangnya ekspresi wajah. C. Gejala afektif yang dapat mempengaruhi suasana hati seperti pikiran depresi, kecemasan, kesepian atau bunuh diri. D. Gejala kognitif meliputi masalah dengan konsentrasi dan memori misalnya kurangnya perhatian, kelambatan pikiran, kurangnya tilikan (pemahaman & penerimaan) mengenai penyakit. Kebanyakan orang dengan skizofrenia mengalami beberapa episode psikotik (masa dimana gejala positif lebih relevan) selama hidup. Gejala positif biasanya bervariasi dari waktu ke 3

waktu dan mungkin memburuk selama masa kekambuhan dan membaik ketika sedang remisi. Orang dengan skizofrenia dapat menjalani hidup yang secara relatif normal diantara episode psikotik, tampak sehat dan stabil secara emosional, meskipun gejala negatif sering muncul setelah episode pertama dan dapat menetap untuk waktu yang lama dan memburuk setelah itu. Suatu pola berkelanjutan atau berulang dari penyakit ini dikenal sebagai skizofrenia kronis. Kebanyakan pasien dengan skizofrenia akan memerlukan terapi jangka panjang untuk mengatasi gangguan, yang umumnya akan mencakup penggunaan obat.

2.2.1 Simptom Skizofrenia.13A. Kay dan kawan-kawan membagi simtom skizofrenia atas4,5: 1. Simtom positif Waham Kekacauan proses pikir Perilaku halusinasi Gaduh gelisah Waham/ide kebesaran Kecurigaan/kejaran Permusuhan 2. Simtom negatif Afek tumpul Penarikan emosional Kemiskinan rapport Penarikan diri dari hubungan sosial secara pasif/apatis Kesulitan dalam pemikiran abstrak Kurangnya spontanitas dan arus percakapan Pemikiran stereotipik 3. Simtom psikopatologi umum Kekhawatiran somatis Ansietas Rasa bersalah Ketegangan (tension)

4

Mannerisme dan sikap tubuh Depresi Retardasi motorik Ketidakkooperatifan Isi pikiran yang tidak biasa Disorientasi Perhatian buruk Kurangnya daya nilai dan daya tilikan Gangguan dorongan kehendak Pengendalian impuls yang buruk Preokupasi Penghindaran sosial secara aktif B. Stahl membagi simtom skizofrenia atas 5 dimensi6: 1. Simtom positif 2. Simtom negatif 3. Simtom kognitif 4. Simtom agresif 5. Ansietas/depresi

2.3 Pedoman diagnostik1,11,13Skizofrenia didiagnosis pada dasar dari profil gejala. Saraf berkorelasi tidak memberikan cukup berguna kriteria. Diagnosis didasarkan pada pengalaman diri yang dilaporkan orang, dan kelainan pada perilaku dilaporkan oleh keluarga, teman atau rekan kerja, diikuti oleh penilaian klinis oleh seorang psikiater, pekerja sosial, psikolog klinis, atau profesional kesehatan mental lainnya. Penilaian psikiatris termasuk sejarah psikiatri dan beberapa bentuk pemeriksaan mental status. A. Kriteria Diagnostik Skizofrenia Menurut Statistik Manual of Mental Disorders (DSMIV-TR).11,13 Kriteria standar yang paling banyak digunakan untuk mendiagnosa skizofrenia berasal dari American Psychiatric Association's diagnostik dan statistik Manual of Mental Disorders,

5

versi DSM-IV-TR, dan organisasi kesehatan dunia International Statistical Classification of Diseases and Related Health Problems, ICD-10. Kriteria terakhir biasanya digunakan di negara-negara Eropa, sementara kriteria DSM digunakan di Amerika Serikat dan seluruh dunia, dan juga berlaku dalam penelitian. Kriteria ICD-10 lebih menekankan pada gejala peringkat pertama Schneiderian, walaupun, dalam prakteknya, perjanjian antara kedua sistem tinggi. Menurut edisi keempat revisi Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-IV-TR), didiagnosis dengan skizofrenia, tiga kriteria diagnostik harus dipenuhi: 1. Gejala khas: dua atau lebih hal berikut, masing-masing hadir untuk banyak waktu selama satu bulan (atau kurang, jika gejala yang dikirimkan dengan perawatan). Delusi Halusinasi Pidato tidak terorganisir, yang merupakan manifestasi dari gangguan pemikiran formal Perilaku tidak terorganisir (misalnya berpakaian tidak tepat, menangis sering) atau perilaku catatonic Gejala Negatif - afektif (kekurangan atau penurunan respons emosional), alogia (kekurangan atau penurunan berbicara) atau avolition (kekurangan atau penurunan motivasi) Jika delusi dihakimi menjadi aneh, atau halusinasi terdiri dari mendengar suara satu yang berpartisipasi dalam komentar-komentar dari pasien tindakan atau mendengar dua atau lebih suara bercakap-cakap dengan satu sama lain, hanya gejala yang diperlukan di atas. Kriteria disorganisasi pidato hanya bertemu jika cukup parah secara substansial mengganggu komunikasi. 2. Disfungsi sosial/pekerjaan: untuk sebagian besar waktu sejak terjadinya gangguan, satu atau lebih bidang utama dari fungsi seperti bekerja, hubungan interpersonal, atau perawatan diri, yang tajam di bawah tingkat yang dicapai sebelum awal. 3. Durasi: terus-menerus tanda-tanda dari gangguan bertahan selama sekurang-kurangnya enam bulan. Periode enam bulan ini harus menyertakan minimal satu bulan gejala (atau kurang, jika gejala yang dikirimkan dengan perawatan).

6

Skizofrenia tidak didiagnosis jika ada gejala gangguan suasana hati atau pembangunan disorder, atau gejala hasil langsung dari kondisi medis umum atau zat, seperti penyalahgunaan obat atau obat-obatan. Subtipe DSM-IV-TR berisi lima sub-classifications skizofrenia. Tipe paranoid: di mana delusi dan halusinasi hadir tapi memikirkan gangguan, perilaku tidak terorganisir, dan meratakan afektif absen. (DSM kode 295.3/ICD kode F20.0) Tipe Disorganized jenis: bernama hebephrenic skizofrenia di ICD. Di mana pemikiran gangguan dan mempengaruhi datar yang hadir bersama-sama. (DSM kode 295.1/ICD kode F20.1) Tipe Catatonic jenis: subjek mungkin hampir bergerak atau pameran gelisah, tujuan gerakan. Gejala ini dapat termasuk catatonic pingsan dan fleksibilitas lilin. (DSM kode 295.2/ICD kode F20.2) Tipe tidak terinci: gejala psikotik hadir tapi kriteria untuk tipe paranoid, tidak terorganisir, atau catatonic belum dipenuhi. (DSM kode 295.9/ICD kode F20.3) Tipe Sisa /Residual: di mana positif gejala hadir pada intensitas rendah hanya. (DSM kode 295.6/ICD kode F20.5) ICD-10 mendefinisikan dua subtipe tambahan. Post-Schizophrenic depresi: episode depresi yang timbul akibat penyakit penderita skizofrenia di mana beberapa gejala penderita skizofrenia tingkat rendah mungkin masih ada. (ICD kode F20.4) Skizofrenia sederhana: berbahaya dan progresif pengembangan gejala negatif yang menonjol dengan tidak ada sejarah psikotik episode. (ICD kode F20.6) B. Kriteria Diagnostik Skizofrenia Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia edisi ketiga (PPDGJ III)1,13 Skizofrenia ditandai adanya distorsi pikiran dan persepsi yang mendasar dan khas, dan adanya afek yang tidak wajar atau tumpul.7 Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia edisi ketiga (PPDGJ III) membagi simtom skizofrenia dalam kelompok-kelompok penting, dan yang sering terdapat secara bersama-sama untuk 7

diagnosis. Kelompok simtom tersebut7 Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas): a. Thought echo, thought insertion, thought withdrawal, dan thought broadcasting. - Thought echo : isi pikiran diri sendiri yang berulang atau bergema dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda; - Thought insertion or withdrawal : isi pikiran yang asing dari luar masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); - Thought broadcasting : isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau umum mengetahuinya. b. Waham dikendalikan, waham dipengaruhi, atau passivity yang jelas merujuk pada pergerakan tubuh atau pergerakan anggota gerak, atau pikiran, perbuatan atau perasaan khusus, dan persepsi delusional. - Delusion of control : waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan tertentu dari luar; atau - Delusion of influence : waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu kekuatan tertentu dari luar; atau - Delusion of passivity : waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap sesuatu kekuatan dari luar. - Delusional perception : pengalaman inderawi yang tidak wajar, yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat. c. Halusinasi auditorik: - suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku pasien, atau - mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri (diantara berbagai suara yang berbicara). - jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagi tubuhSuara halusinasi (d) Waham - waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dam kemampuan diatas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau komunikasi dengan makhluk asing dari dunia lain).

8

Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas: (e) halusinasi yang menetap dari panca-indera apa saja, apabila disertai baik oleh waham yang mengambang maupun setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai ide-ide berlebihan (over- valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus berulang. (f) Arus pikiran yang terputus (break) atau mengalami sisipan (interpolation), yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme; (g) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh gelisah (excitement), posisi tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor; (h) Gejala-gejala "negatif", seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan respon emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika; Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek kehidupan perilaku pribadi (personal behaviour), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendir (self absorbed atitude), dan penarikan diri secara sosial. Pedoman diagnostik: Untuk menegakkan diagnosis skizofrenia harus ada sedikitnya satu simtom tersebut di atas yang amat jelas (dan biasanya dua simtom atau lebih, apabila simtom tersebut kurang tajam atau kurang jelas) dari simtom yang termasuk salah satu dari kelompok (a) sampai dengan (d) tersebut di atas, atau paling sedikit dua simtom dari kelompok (e) sampai dengan (h) yang harus selalu ada secara jelas selama kurun waktu satu bulan atau lebih.7,2. 3

2.4 Penatalaksanaan Skizofrenia3,4,5,6 2.4.1 Terapi Somatik (Medikamentosa)Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati Skizofrenia disebut antipsikotik. Antipsikotik bekerja mengontrol halusinasi, delusi dan perubahan pola fikir yang terjadi pada Skizofrenia. Pasien mungkin dapat mencoba beberapa jenis antipsikotik sebelum 9

mendapatkan obat atau kombinasi obat antipsikotik yang benar-benar cocok bagi pasien. Antipsikotik pertama diperkenalkan 50 tahun yang lalu dan merupakan terapi obat-obatan pertama yang efekitif untuk mengobati Skizofrenia. Terdapat 3 kategori obat antipsikotik yang dikenal saat ini, yaitu antipsikotik konvensional, newer atypical antipsycotics, dan Clozaril (Clozapine).3,4,5,6 a. Antipsikotik Konvensional3,4,5,6 Obat antipsikotik konvensional. Walaupun sangat efektif, antipsikotik konvensional sering menimbulkan efek samping yang serius. Contoh obat antipsikotik konvensional antara lain : 1. Haldol (haloperidol) 5. Stelazine ( trifluoperazine) 2. Mellaril (thioridazine) 6. Thorazine ( chlorpromazine) 3. Navane (thiothixene) 7. Trilafon (perphenazine) 4. Prolixin (fluphenazine) Akibat berbagai efek samping yang dapat ditimbulkan oleh antipsikotik konvensional, banyak ahli lebih merekomendasikan penggunaan newer atypical antipsycotic. Ada 2 pengecualian (harus dengan antipsikotok konvensional). Pertama, pada pasien yang sudah mengalami perbaikan (kemajuan) yang pesat menggunakan antipsikotik konvensional tanpa efek samping yang berarti. Biasanya para ahli merekomendasikan untuk meneruskan pemakaian antipskotik konvensional. Kedua, bila pasien mengalami kesulitan minum pil secara reguler. Prolixin dan Haldol dapat diberikan dalam jangka waktu yang lama (long acting) dengan interval 2-4 minggu (disebut juga depot formulations). Dengan depot formulation, obat dapat disimpan terlebih dahulu di dalam tubuh lalu dilepaskan secara perlahan-lahan. Sistem depot formulation ini tidak dapat digunakan pada newer atypic antipsycotic. b. Newer Atypcal Antipsycotic3,4,5,6 Obat-obat yang tergolong kelompok ini disebut atipikal karena prinsip kerjanya berbda, serta sedikit menimbulkan efek samping bila dibandingkan dengan antipsikotik konvensional. Beberapa contoh newer atypical antipsycotic yang tersedia, antara lain : Risperdal (risperidone) yang paling lama penggunannya disebut antipsikotik

10

Seroquel (quetiapine) Zyprexa (olanzopine) Para ahli banyak merekomendasikan obat-obat ini untuk menangani pasien-pasien dengan Skizofrenia. c. Clozaril Clozaril mulai diperkenalkan tahun 1990, merupakan antipsikotik atipikal yang pertama. Clozaril dapat membantu 25-50% pasien yang tidak merespon (berhasil) dengan antipsikotik konvensional. Sangat disayangkan, Clozaril memiliki efek samping yang jarang tapi sangat serius dimana pada kasus-kasus yang jarang (1%), Clozaril dapat menurunkan jumlah sel darah putih yang berguna untuk melawan infeksi. Ini artinya, pasien yang mendapat Clozaril harus memeriksakan kadar sel darah putihnya secara reguler. Para ahli merekomendaskan penggunaan Clozaril bila paling sedikit 2 dari obat antipsikotik yang lebih aman tidak berhasil. Sediaan Obat Anti Psikosis dan Dosis Anjuran1,2,3,8 No 1. 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Nama generik Klorpromazin Haloperidol Perfenazin Flufenazin Flufenazin dekanoat Levomeprazin Trifluperazin Tioridazin Sulpirid Pimozid Risperidon Sediaan Tablet 25 dan Dosis 100 150 - 600 mg/hari

mg,injeksi 25 mg/ml Tablet 0,5 mg, 1,5 mg,5 5 - 15 mg/hari mg Injeksi 5 mg/ml Tablet 2, 4, 8 mg Tablet 2,5 mg, 5 mg Inj 25 mg/ml Tablet 25 mg Injeksi 25 mg/ml Tablet 1mg dan 5mg Tablet 50 dan 100 mg Tablet 200 mg Injeksi 50 mg/ml Tablet 1 dan 4 mg Tablet 1, 2, 3 mg 12 - 24 mg/hari 10 - 15 mg/hari 25 mg/2-4 minggu 25 - 50 mg/hari 10 - 15 mg/hari 150 - 600 mg/hari 300 - 600 mg/hari 1 -4 mg/hari 1 - 4 mg/hari 2 - 6 mg/hari

Cara penggunaan 1. Pada dasarnya semua obat anti psikosis mempunyai efek primer (efek klnis) yang sama pada dosis ekivalen, perbedaan terutama pada efek samping sekunder.

11

2. Pemilihan jenis obat anti psikosis mempertimbangkan gejala psikosis yang dominan dan efek samping obat. Pergantian obat disesuaikan dengan dosis ekivalen. 3. Apabila obat anti psikosis tertentu tidak memberikan respon klinis dalam dosis yang sudah optimal setelah jangka waktu yang memadai, dapat diganti dengan obat psikosis lain (sebaiknya dari golongan yang tidak sama), dengan dosis ekivalennya dimana profil efek samping belum tentu sama. 4. Apabila dalam riwayat penggunaan obat anti psikosis sebelumnya jenis obat antipsikosis tertentu yang sudah terbukti efektif dan ditolerir dengan baik efek sampingnya, dapat dipilih kembali untuk pemakaian sekarang 5. Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan: o Onset efek primer (efek klinis) : sekitar 2-4 minggu o Onset efek sekunder (efek samping) : sekitar 2-6 jam o Waktu paruh 12-24 jam (pemberian 1-2 kali perhari) o Dosis pagi dan malam dapat berbeda untuk mengurangi dampak efek samping (dosis pagi kecil, dosis malam lebih besar) sehingga tidak begitu mengganggu kualitas hidup pasien 6. Mulai dosis awal dengan dosis anjuran dinaikkan setiap 2-3 hari sampai mencapai dosis efektif (mulai peredaan sindroma psikosis) dievaluasi setiap 2 minggu dan bila perlu dinaikkan dosis optimal dipertahankan sekitar 8-12 minggu (stabilisasi) diturunkan setiap 2 minggu dosis maintanance dipertahankan 6 bulan sampai 2 tahun (diselingi drug holiday 1-2 hari/mingu) tapering off (dosis diturunkan tiap 2-4 minggu) stop 7. Untuk pasien dengan serangan sndroma psikosis multi episode terapi pemeliharaan dapat dibarikan palong sedikit selama 5 tahun. 8. Efek obat psikosis secara relatif berlangsung lama, sampai beberapa hari setelah dosis terakhir yang masih mempunyai efek klinis. 9. Pada umumnya pemberian oabt psikosis sebaiknya dipertahankan selama 3 bulan sampai 1 tahun setelah semua gejala psikosis mereda sama sekali. Untuk psikosis reaktif singkat penurunan obat secara bertahap setelah hilangnya gejala dalam kueun waktu 2 minggu 2 bulan.

12

10. Obat antipsikosis tidak menimbulkan gejala lepas obat yang hebat walaupun diberikan dalam jangka waktu yang lama, sehingga potensi ketergantungan obat kecil sekali. 11. Pada penghentian yang mendadak dapat timbul gejala Cholinergic rebound yaitu: gangguan lambung, mual muntah, diare, pusing, gemetar dan lain-lain. Keadaan ini akan mereda dengan pemberian anticholinergic agent (injeksi sulfas atrofin 0,25 mg IM dan tablet trihexypenidil 3x2 mg/hari) 12. Obat anti pikosis long acting (perenteral) sangat berguna untuk pasien yang tidak mau atau sulit teratur makan obat ataupun yang tidak efektif terhadap medikasi oral. Dosis dimulai dengan 0,5 cc setiap 2 minggu pada bulan pertama baru ditingkatkan menjadi 1 cc setap bulan. Pambarian anti psikosis long acting hanya untuk terapi stabilisasi dan pemeliharaan terhadap kasus skizofrenia. 13. Penggunaan CPZ injeksi sering menimbulkan hipotensi ortostatik pada waktu peubahan posisi tubuh (efek alpha adrenergik blokade). Tindakan mengatasinya dengan injeksi noradrenalin (effortil IM) Haloperidol sering menimbulkan sindroma parkinson. Mengatasinya dengan tablet trihexyphenidyl 3-4x2 mg/hari, SA 0,5-0,75 mg/hari Pemilihan Obat untuk Episode (Serangan) Pertama3,4,5,6 Newer atypical antipsycoic merupakn terapi pilihan untuk penderita Skizofrenia episode pertama karena efek samping yang ditimbulkan minimal dan resiko untuk terkena tardive dyskinesia lebih rendah. Biasanya obat antipsikotik membutuhkan waktu beberapa saat untuk mulai bekerja. Sebelum diputuskan pemberian salah satu obat gagal dan diganti dengan obat lain, para ahli biasanya akan mencoba memberikan obat selama 6 minggu (2 kali lebih lama pada Clozaril) Pemilihan Obat untuk keadaan relaps (kambuh)3,4,5,6 Biasanya timbul bila pendrita berhenti minum obat, untuk itu, sangat penting untuk mengetahui alasan mengapa penderita berhenti minum obat. Terkadang penderita berhenti minum obat karena efek samping yang ditimbulkan oleh obat tersebut. Apabila hal ini terjadi, dokter dapat menurunkan dosis menambah obat untuk efek sampingnya, atau mengganti dengan obat lain yang efek sampingnya lebih rendah.

13

Apabila penderita berhenti minum obat karena alasan lain, dokter dapat mengganti obat oral dengan injeksi yang bersifat long acting, diberikan tiap 2- 4 minggu. Pemberian obat dengan injeksi lebih simpel dalam penerapannya. Terkadang pasien dapat kambuh walaupun sudah mengkonsumsi obat sesuai anjuran. Hal ini merupakan alasan yang tepat untuk menggantinya dengan obat obatan yang lain, misalnya antipsikotik konvensonal dapat diganti dengan newer atipycal antipsycotic atau newer atipycal antipsycotic diganti dengan antipsikotik atipikal lainnya. Clozapine dapat menjadi cadangan yang dapat bekerja bila terapi dengan obat-obatan diatas gagal. Pengobatan Selama fase Penyembuhan3,4,5,6 Sangat penting bagi pasien untuk tetap mendapat pengobatan walaupun setelah sembuh. Penelitian terbaru menunjukkan 4 dari 5 pasien yang behenti minum obat setelah episode petama Skizofrenia dapat kambuh. Para ahli merekomendasikan pasien-pasien Skizofrenia episode pertama tetap mendapat obat antipskotik selama 12-24 bulan sebelum mencoba menurunkan dosisnya. Pasien yang mendertia Skizofrenia lebih dari satu episode, atau balum sembuh total pada episode pertama membutuhkan pengobatan yang lebih lama. Perlu diingat, bahwa penghentian pengobatan merupakan penyebab tersering kekambuhan dan makin beratnya penyakit. Efek Samping Obat-obat Antipsikotik3,4,5,6 Karena penderita Skizofrenia memakan obat dalam jangka waktu yang lama, sangat penting untuk menghindari dan mengatur efek samping yang timbul. Mungkin masalah terbesar dan tersering bagi penderita yang menggunakan antipsikotik konvensional gangguan (kekakuan) pergerakan otot-otot yang disebut juga Efek samping Ekstra Piramidal (EEP). Dalam hal ini pergerakan menjadi lebih lambat dan kaku, sehingga agar tidak kaku penderita harus bergerak (berjalan) setiap waktu, dan akhirnya mereka tidak dapat beristirahat. Efek samping lain yang dapat timbul adalah tremor pada tangan dan kaki. Kadang-kadang dokter dapat memberikan obat antikolinergik (biasanya benztropine) bersamaan dengan obat antipsikotik untuk mencegah atau mengobati efek samping ini. Efek samping lain yang dapat timbul adalah tardive dyskinesia dimana terjadi pergerakan mulut yang tidak dapat dikontrol, protruding tongue, dan facial grimace. Kemungkinan terjadinya efek samping ini dapat dikurangi dengan menggunakan dosis efektif terendah dari obat antipsikotik. Apabila penderita yang menggunakan antipsikotik

14

konvensional mengalami tardive dyskinesia, dokter biasanya akan mengganti antipsikotik konvensional dengan antipsikotik atipikal. Obat-obat untuk Skizofrenia juga dapat menyebabkan gangguan fungsi seksual, sehingga banyak penderita yang menghentikan sendiri pemakaian obat-obatan tersebut. Untuk mengatasinya biasanya dokter akan menggunakan dosis efektif terendah atau mengganti dengan newer atypical antipsycotic yang efek sampingnya lebih sedikit. Peningkatan berat badan juga sering terjadi pada penderita Sikzofrenia yang memakan obat. Hal ini sering terjadi pada penderita yang menggunakan antipsikotik atipikal. Diet dan olah raga dapat membantu mengatasi masalah ini. Efek samping lain yang jarang terjadi adalah neuroleptic malignant syndrome, dimana timbul derajat kaku dan termor yang sangat berat yang juga dapat menimbulkan komplikasi berupa demam penyakit-penyakit lain. Gejala-gejala ini membutuhkan penanganan yang segera.

2.4.2 Terapi Psikososiala. Terapi perilaku2 Teknik perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan latihan ketrampilan sosial untuk meningkatkan kemampuan sosial, kemampuan memenuhi diri sendiri, latihan praktis, dan komunikasi interpersonal. Perilaku adaptif adalah didorong dengan pujian atau hadiah yang dapat ditebus untuk hal-hal yang diharapkan, seperti hak istimewa dan pas jalan di rumah sakit. Dengan demikian, frekuensi perilaku maladaptif atau menyimpang seperti berbicara lantang, berbicara sendirian di masyarakat, dan postur tubuh aneh dapat diturunkan. b. Terapi berorintasi-keluarga2 Terapi ini sangat berguna karena pasien skizofrenia seringkali dipulangkan dalam keadaan remisi parsial, keluraga dimana pasien skizofrenia kembali seringkali mendapatkan manfaat dari terapi keluarga yang singkat namun intensif (setiap hari). Setelah periode pemulangan segera, topik penting yang dibahas didalam terapi keluarga adalah proses pemulihan, khususnya lama dan kecepatannya. Seringkali, anggota keluarga, didalam cara yang jelas mendorong sanak saudaranya yang terkena skizofrenia untuk melakukan aktivitas teratur terlalu cepat. Rencana yang terlalu optimistik tersebut berasal

15

dari ketidaktahuan tentang sifat skizofreniadan dari penyangkalan tentang keparahan penyakitnya. Ahli terapi harus membantu keluarga dan pasien mengerti skizofrenia tanpa menjadi terlalu mengecilkan hati. Sejumlah penelitian telah menemukan bahwa terapi keluarga adalah efektif dalam menurunkan relaps. Didalam penelitian terkontrol, penurunan angka relaps adalah dramatik. Angka relaps tahunan tanpa terapi keluarga sebesar 25-50 % dan 5 - 10 % dengan terapi keluarga. c. Terapi kelompok2 Terapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana, masalah, dan hubungan dalam kehidupan nyata. Kelompok mungkin terorientasi secara perilaku, terorientasi secara psikodinamika atau tilikan, atau suportif. Terapi kelompok efektif dalam menurunkan isolasi sosial, meningkatkan rasa persatuan, dan meningkatkan tes realitas bagi pasien skizofrenia. Kelompok yang memimpin dengan cara suportif, bukannya dalam cara interpretatif, tampaknya paling membantu bagi pasien skizofrenia. d. Psikoterapi individual2 Penelitian yang paling baik tentang efek psikoterapi individual dalam pengobatan skizofrenia telah memberikan data bahwa terapi alah membantu dan menambah efek terapi farmakologis. Suatu konsep penting di dalam psikoterapi bagi pasien skizofrenia adalah perkembangan suatu hubungan terapetik yang dialami pasien sebagai aman. Pengalaman tersebut dipengaruhi oleh dapat dipercayanya ahli terapi, jarak emosional antara ahli terapi dan pasien, dan keikhlasan ahli terapi seperti yang diinterpretasikan oleh pasien. Hubungan antara dokter dan pasien adalah berbeda dari yang ditemukan di dalam pengobatan pasien non-psikotik. Menegakkan hubungan seringkali sulit dilakukan; pasien skizofrenia seringkali kesepian dan menolak terhadap keakraban dan kepercayaan dan kemungkinan sikap curiga, cemas, bermusuhan, atau teregresi jika seseorang mendekati. Pengamatan yang cermat dari jauh dan rahasia, perintah sederhana, kesabaran, ketulusan hati, dan kepekaan terhadap kaidah sosial adalah lebih disukai daripada informalitas yang prematur dan penggunaan nama pertama yang merendahkan diri. Kehangatan atau profesi persahabatan yang berlebihan adalah tidak tepat dan kemungkinan dirasakan sebagai usaha untuk suapan, manipulasi, atau eksploitasi.

2.4.3 Perawatan di Rumah Sakit (Hospitalization)16

Indikasi utama perawatan rumah sakit adalah untuk tujuan diagnostik, menstabilkan medikasi, keamanan pasien karena gagasan bunuh diri atau membunuh, prilaku yang sangat kacau termasuk ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar.2 Tujuan utama perawatan dirumah sakit yang harus ditegakkan adalah ikatan efektif antara pasien dan sistem pendukung masyarakat. Rehabilitasi dan penyesuaian yang dilakukan pada perawatan rumahsakit harus direncanakan. Dokter harus juga mengajarkan pasien dan pengasuh serta keluarga pasien tentang skizofrenia.2 Perawatan di rumah sakit menurunkan stres pada pasien dan membantu mereka menyusun aktivitas harian mereka. Lamanya perawatan rumah sakit tergantung dari keparahan penyakit pasien dan tersedianya fasilitas pengobatan rawat jalan. Rencana pengobatan di rumah sakit harus memiliki orientasi praktis ke arah masalah kehidupan, perawatan diri, kualitas hidup, pekerjaan, dan hubungan sosial. Perawatan di rumah sakit harus diarahkan untuk mengikat pasien dengan fasilitas perawatan termasuk keluarga pasien. Pusat perawatan dan kunjungan keluarga pasien kadang membantu pasien dalam memperbaiki kualitas hidup.2 Selain anti psikosis, terapi psikososial ada juga terapi lainnya yang dilakukan di rumah sakit yaitu Elektro Konvulsif Terapi (ECT). Terapi ini diperkenalkan oleh Ugo cerleti(1887-1963). Mekanisme penyembuhan penderita dengan terapi ini belum diketahui secara pasti. Alat yang digunakan adalah alat yang mengeluarkan aliran listrik sinusoid sehingga penderita menerima aliran listrik yang terputus putus. Tegangan yang digunakan 100-150 Volt dan waktu yang digunakan 2-3 detik 2,7. Pada pelaksanaan Terapi ini dibutuhkan persiapan sebagai berikut: Pemeriksaan jantung, paru, dan tulang punggung. Penderita harus puasa Kandung kemih dan rektum perlu dikosongkan Gigi palsu , dan benda benda metal perlu dilepaskan. Penderita berbaring telentang lurus di atas permukaan yang datar dan agak keras. Bagian kepala yang akan dipasang elektroda ( antara os prontal dan os temporalis) dibersihkan. Diantara kedua rahang di beri bahan lunak dan di suruh agar pasien menggigitnya 2,7,9,10. Frekuensi dilakukannya terapi ini tergantung dari keadaan penderita dapat diberi:

17

2-4 hari berturut - turut 1-2 kali sehari 2-3 kali seminggu pada keadaan yang lebih ringan Maintenance tiap 2-4 minggu Dahulu sebelum jaman psikotropik dilakukan 12-20 kali tetapi sekarang tidak dianut lagi2,7

. ndikasi pemberian terapi ini adalah pasien skizofrenia katatonik dan bagi pasien

karena alasan tertentu karena tidak dapat menggunakan antipsikotik atau tidak adanya perbaikan setelah pemberian antipsikotik 7. Kontra indikasi Elektro konvulsiv terapi adalah Dekompensasio kordis, aneurisma aorta, penyakit tulang dengan bahaya fraktur tetapi dengan pemberian obat pelemas otot pada pasien dengan keadaan diatas boleh dilakukan. Kontra indikasi mutlak adalah tumor otak 7,9,10. Sebagai komplikasi terapi ini dapat terjadi luksasio pada rahang, fraktur pada vertebra, Robekan otot-otot, dapat juga terjadi apnue, amnesia dan terjadi degenerasi sel-sel otak.2,7,9,10.

KEPUSTAKAAN1. Maslim R. Diagnosis Gangguan Jiwa: Ringkasan Ringkas dari PPDGJ-III. Jakarta: PT. Nuh Jaya, 2003 2. Kaplan, Sadock, Grebb. Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Prilaku Psikiatri Klinis Jilid Satu. Jakarta: Binarupa Aksara, 1997. 3. National Institue of Mental Health, National Institues of Health. www.nimh.nih.gov diakses tanggal 26 Desember 2011. 4. Expert Consensus Treatment Guidelines for Schizophrenia: A Guide for Patients and Families. www.nmah.com diakses tanggal 26 Desember 2011. 5. Schizophrenia. www.merck.com diakses tanggal 26 Desember 2011. 6. Schizophrenia. www.emedicine.com diakses tanggal 26 Desember 2011.

18

7. Maramis W.F. Catatan lmu kedokteran jiwa. Airlangga universiti Press. Surabaya. 475481,1980. 8. Maslim R. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik : PT Nuh Jaya, 1999 9. Schizophrenia Treatment. www. Psychiatrist4u.co.uk diakses tanggal 26 Desember 2011. 10. Introducing Schizophrenia. www. Emedicine.com diakses tanggal 26 Desember 2011. 11. Dianogsis Schizophrenia. www.news-medical.net diakses tanggal 26 Desember 2011. 12. Gejala Skizofrenia. www. skizofrenia.co.id. diakses tanggal 26 Desember 2011. 13. Loebis B. Skizofrenia:Penanggulangan Memakai Antipsikotik. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Psikiatri pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 19 Juli 2007.

19