diabetes melitus tipe 1

48
BAB I PENDAHULUAN Diabetes Melitus (DM) sudah dikenal sejak berabad-abad sebelum masehi. Pada 200 tahun sebelum masehi, Aretaeus menyebutnya sebagai penyakit aneh dan menamai penyaki tersebut dengan diabetes dari kata diabere yang berarti siphon atau tabung untuk mengalirkan cairan dari satu tempat ketempat lain. Dia menggambarkan penyakit itu sebagai melelehnya daging dan tungkai kedalam urine. Tahun 1674 Willis melukiskan urin tadi seperti digelimangi madu dan gula. Oleh karena itu, sejak itu nama penyakit tersebut ditambah dengan kata mellitus yang berarti madu atau manis. Kemudian pada tahun 1921 ditemukan insulin oleh seorang ahli bedah muda Frederick Grant Banting dan Charles Herbert Best yang mulai mengubah dunia dalam penanganan penyakit diabetes mellitus. 1 Diabetes Mellitus sering disebut sebagai the great imitator, karena penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan. Gejalanya sangat bervariasi. DM dapat timbul secara perlahan-lahan sehingga pasien tidak menyadari akan adanya perubahan seperti minum yang menjadi lebih banyak, buang air kecil ataupun berat badan yang menurun. Gejala- gejala tersebut dapat berlangsung lama tanpa diperhatikan, sampai kemudian orang tersebut pergi kedokter dan diperiksa kadar glukosa darahnya. 2 1

Upload: gita-ratnasari

Post on 23-Dec-2015

127 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

diabetes melitus tipe 1

TRANSCRIPT

Page 1: diabetes melitus tipe 1

BAB I

PENDAHULUAN

Diabetes Melitus (DM) sudah dikenal sejak berabad-abad sebelum masehi. Pada 200 tahun

sebelum masehi, Aretaeus menyebutnya sebagai penyakit aneh dan menamai penyaki tersebut

dengan diabetes dari kata diabere yang berarti siphon atau tabung untuk mengalirkan cairan dari

satu tempat ketempat lain. Dia menggambarkan penyakit itu sebagai melelehnya daging dan

tungkai kedalam urine. Tahun 1674 Willis melukiskan urin tadi seperti digelimangi madu dan

gula. Oleh karena itu, sejak itu nama penyakit tersebut ditambah dengan kata mellitus yang

berarti madu atau manis. Kemudian pada tahun 1921 ditemukan insulin oleh seorang ahli bedah

muda Frederick Grant Banting dan Charles Herbert Best yang mulai mengubah dunia dalam

penanganan penyakit diabetes mellitus.1

Diabetes Mellitus sering disebut sebagai the great imitator, karena penyakit ini dapat

mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan. Gejalanya sangat

bervariasi. DM dapat timbul secara perlahan-lahan sehingga pasien tidak menyadari akan adanya

perubahan seperti minum yang menjadi lebih banyak, buang air kecil ataupun berat badan yang

menurun. Gejala-gejala tersebut dapat berlangsung lama tanpa diperhatikan, sampai kemudian

orang tersebut pergi kedokter dan diperiksa kadar glukosa darahnya.2

Klasifikasi utama DM adalah DM tipe 1 dan DM tipe 2. Diabetes melitus tipe 1 biasanya

terjadi pada anak-anak (<40 tahun) dan meliputi 5% dari seluruh kasus sedangkan DM tipe 2

biasanya terjadi pada usia paruh baya (>40 tahun) dan meliputi 95% dari seluruh kasus.1 DM tipe

1 adalah kelainan sistemik akibat gangguan metabolisme glukosa yang ditandai dengan

hiperglikemia kronis. Keadaan tersebut disebabkan kerusakan sel beta pankreas baik oleh proses

autoimun maupun idiopatik sehingga produksi insulin berkurang bahkan terhenti.4

Di seluruh penjuru dunia jumlah penyandang Diabetes mellitus terus mengalami

peningkatan. Demikian pula jumlah penyandang DM tipe 1 terus meningkat. Di Amerika Serikat

pada tahun 2007 dilaporkan terdapat 186 300 anak usia kurang dari 20 tahun yang menyandang

DM tipe 1 atau tipe 2. Angka tersebut sama dengan 0,2% penduduk Amerika pada kelompok

umur tersebut. Di Finlandia, tidak sulit menemukan DM tipe 1 karena angka kejadiannya

dilaporkan paling tinggi di dunia, sedangkan Jepang memiliki angka paling rendah. Di Indonesia

1

Page 2: diabetes melitus tipe 1

jumlah pasti penyandang DM tipe 1 belum diketahui meskipun angkanya dilaporkan meningkat

cukup tajam akhir-akhir ini. Sebagai gambaran saja, jumlah anak DM tipe 1 dalam Ikatan

Keluarga Penderita DM Anak dan Remaja (IKADAR) jumlahnya sudah mencapai 400-an orang.

Karena belum banyaknya jumlah DM pada anak yang ditemukan di Indonesia, maka orang tua

dan dokter sering tak waspada dengan penyakit tersebut. Banyak orang tua bahkan tidak percaya

anaknya menyandang DM dan baru menyadari saat sakitnya sudah cukup berat.

Dalam perjalanan penyakit DM dapat menimbulkan bermacam-macam komplikasi yaitu

komplikasi jangka pendek dan jangka panjang. Komplikasi jangka pendek antara lain

hipoglikemi dan ketoasidosis. Ketoasidosis diabetik (KAD) dapat dijumpai pada saat diagnosis

pertama DM tipe 1 atau pasien lama akibat pemakaian insulin yang salah. Risiko terjadinya

KAD meningkat antara lain pada anak dengan kontrol metabolik yang jelek, riwayat KAD

sebelumnya, masa remaja, pada anak dengan gangguan makan, keadaan sosio-ekonomi kurang,

dan tidak adanya asuransi kesehatan. Komplikasi jangka panjang terjadi akibat perubahan

mikrovaskular berupa retinopati, nefropati, dan neuropati. Retinopati merupakan komplikasi

yang sering didapatkan, lebih sering dijumpai pada pasien DM tipe 1 yang telah menderita lebih

dari 8 tahun.5

2

Page 3: diabetes melitus tipe 1

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Diabetes mellitus adalah gangguan metabolisme yang dapat disebabkan berbagai macam

etiologi, disertai dengan adanya hiperglikemia kronis akibat gangguan sekresi insulin atau

gangguan kerja dari insulin, atau keduanya. Sedangkan DM tipe-1 adalah kelainan sistemik

akibat terjadinya gangguan metabolisme glukosa yang ditandai oleh hiperglikemia kronik.

Keadaan ini diakibatkan oleh kerusakan sel-β pankreas baik oleh proses autoimun maupun

idioptaik sehingga produksi insulin berkurang bahkan terhenti..4,6

2.2 Epidemiologi

Angka kejadian diabetes mellitus tipe 1 di USA adalah sekitar 1 dari 1.500 anak (pada anak usia

5 tahun) dan sekitar 1 dari 350 anak (pada usia 18 tahun). Puncak kejadian diabetes mellitus tipe

1 adalah pada usia 5-7 tahun serta pada masa awal pubertas seorang anak. Kejadian pada laki dan

perempuan sama. Insiden tertinggi diabetes mellitus tipe 1 terjadi Finlandia, Denmark serta

Swedia yaitu sekitar 30 kasus baru setiap tahun dari setiap 100.000 penduduk. Insiden di

Amerika Serikat adalah 12-15/100.000 penduduk/tahun, di Afrika 5 / 100.000 penduduk/tahun,

di Asia TImur kurang dari 2 / 100.000 penduduk/tahun.7

Insiden di Indonesia sampai saat ini belum diketahui. Namun dari data nasional untuk

penyakit DM pada anak dari UKK Endokrinologi Anak PP IDAI, terjadi peningkatan dari jumlah

sekitar 200-an anak dengan DM pada tahun 2008 menjadi sekitar 580-an pasien pada tahun

2011. Sangat dimungkinkan angkanya lebih tinggi apabila kita merujuk pada kemungkinan anak

dengan DM yang meninggal tanpa terdiagnosis sebagai ketoasidosis diabetikum ataupun belum

semua pasien DM tipe 1 yang dilaporkan. Data anak dengan DM di Subbagian endokrinologi

anak IKA FK UNS/RSUD Dr. Moewardi Surakarta tahun 2008 – 2010 adalah sebanyak 11

penderita DM dengan 4 orang meninggal karena KAD ( semuanya DM tipe 1).7

3

Page 4: diabetes melitus tipe 1

2.3 Etiologi

Etiologi DM tipe 1 diakibatkan oleh kerusakan sel beta pankreas karena paparan agen infeksi

atau lingkungan, yaitu racun, virus, dan makanan.

1. Faktor genetik

Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu

predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I. Kecenderungan

genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA (human leucosite

antigen). HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen

transplantasi dan proses imun lainnya.

2. Faktor-faktor imunologi

Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi terarah

pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang

dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing, yaitu autoantibodi terhadap sel-sel pulau

Langerhans dan insulin endogen.

3. Faktor lingkungan

Virus atau toksin tertentu (rubella kongenital, mumps, coxsackievirus dan

cytomegalovirus) dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi sel beta.

Beberapa teori ilmiah yang menjelaskan penyebab diabetes mellitus tipe 1 sebagai berikut:

1. Hipotesis sinar matahari

Teori hipotesis sinar matahari menyatakan bahwa waktu yang lama dihabiskan dalam

ruangan, dimana akan mengurangi paparan sinar matahari kepada anak-anak, yang akan

mengakibatkan berkurangnya kadar vitamin D. Bukti menyebutkan bahwa vitamin D

memainkan peran integral dalam sensitivitas dan sekresi insulin. Berkurangnya kadar

vitamin D, dan jarang terpapar dengan sinar matahari, dimana masing-masing telah

dikaitkan dengan peningkatan risiko diabetes mellitus tipe 1.8

2. Hipotesis higiene "Hipotesis kebersihan"

Teori ini menyatakan bahwa kurangnya paparan dengan prevalensi patogen, dimana kita

menjaga anak-anak kita terlalu bersih, dapat menyebabkan hipersensitivitas autoimun,

yaitu kehancuran sel beta yang memproduksi insulin di dalam tubuh oleh leukosit. Dalam

4

Page 5: diabetes melitus tipe 1

penelitian lain, peneliti telah menemukan bahwa lebih banyak eksposur untuk mikroba

dan virus kepada anak-anak, semakin kecil kemungkinan mereka menderita penyakit

reaksi hipersensitif seperti alergi. Penelitian yang berkelanjutan menunjukkan bahwa

"pelatihan" dari sistem kekebalan tubuh mungkin berlaku untuk pencegahan tipe 1

diabetes.9

3. Hipotesis Susu Sapi

Teori ini menjelaskan bahwa eksposur terhadap susu sapi dalam susu formula pada 6

bulan pertama pada bayi dapat menyebabkan kekacauan pada sistem kekebalan tubuh dan

meningkatkan risiko untuk mengembangkan diabetes mellitus tipe 1 di kemudian hari.

Dimana protein susu sapi hampir identik dengan protein pada permukaan sel beta

pankreas yang memproduksi insulin, sehingga mereka yang rentan dan peka terhadap

susu sapi maka akan direspon oleh leukosit, dan selanjutnya akan menyerang sel sendiri

yang menyebabkan kerusakan sel beta pankreas sehingga terjadi dibetes mellitus tipe 1.10

2.4 Patofisiologi

DM tipe 1 disebut juga sebagai insulin-dependent diabetes mellitus (IDDM) atau juvenile

diabetes. Dalam kasus ini diperlukan insulin pengganti untuk menjaga kadar gula darah normal.

Kasus ini bisa terjadi pada usia berapa saja namun paling sering terjadi pada anak-anak dan

dewasa muda dengan puncak insiden sebelum usia sekolah dan pubertas. DM tipe 1 paling sering

dimediasi oleh proses autoimun (± 90% kasus), atau oleh penyebab idiopatik (± 10% kasus) yang

menyebabkan destruksi sel-sel beta pankreas. Kecepatan destruksi sel beta tersebut bervariasi

pada masing-masing penderita. Penderita DM tipe 1 memiliki risiko yang lebih besar untuk

mengalami ketoasidosis.12

Pada penyakit ini terjadi kelainan katabolik dimana tidak ada insulin yang bersirkulasi,

glukagon plasma meningkat, dan sel beta pankreas gagal merespon semua stimuli insulinogenik.

Insulin eksogen dapat membalikkan kondisi katabolik, mencegah ketosis, menurunkan

hiperglukagonemia dan menurunkan gula darah. Tipe ini dibagi lagi menjadi 2 subtipe, yaitu: 12

a. Immune-mediated type 1 diabetes mellitus (type 1A)

5

Page 6: diabetes melitus tipe 1

Diabetes tipe 1 disebabkan oleh infeksi atau toksin lingkungan yang menyerang orang

dengan sistem imun yang secara genetis merupakan predisposisi untuk terjadinya suatu

respon autoimun yang kuat yang menyerang antigen sel β-pankreas. Faktor ekstrinsik yang

diduga mempengaruhi fungsi sel β-pankreas meliputi kerusakan yang disebabkan oleh virus,

seperti virus penyakit gondok (mumps) dan virus coxsackie B4, oleh agen kimia yang

bersifat toksik, atau oleh sitotoksin perusak dan antibodi yang dirilis oleh imunosit yang

disensitisasi. Gen yang berhubungan dengan lokus HLA berperan dalam 40% dari risiko

genetik tersebut. Gen lain yang berperan dalam 10% risiko genetik pada subtipe ini telah

ditemukan pada region polimorfik 5’ dari gen insulin. Region tersebut mempengaruhi

ekspresi gen insulin pada thymus dan menimbulkan deplesi insulin-specific T lymphocytes.

16 region genetik lain yang berhubungan dengan penyakit ini juga telah ditemukan namun

peranannya masih belum jelas. Gen-gen HLA yang khusus diduga meningkatkan kerentanan

terhadap virus diabetogenik atau mungkin dikaitkan dengan gen-gen yang merespon sistem

imun tertentu yang menyebabkan terjadinya predisposisi pada pasien sehingga terjadi respon

autoimun terhadap sel-sel pulaunya (pulau-pulau Langerhans) sendiri atau yang dikenal

dengan istilah autoregresi.11,12

Pada fase awal terjadi insulitis (infiltrasi limfositik pada pulau Langerhans), diikuti oleh

apoptosis sel beta. Kebanyakan pasien dengan DM tipe 1 memiliki antibodi terhadap islet

cells (ICA), insulin (IAA), glutamic acid decarboxylase (GAD65), dan tyrosine

phosphatases (IA-2 and IA2-). Deteksi antibodi tersebut telah digunakan untuk screening

adanya penyebab autoimun dari diabetes, terutama pada saudara kandung dari penderita, dan

orang dewasa dengan gambaran atipikal dari DM tipe 2. Kadar antibodi tersebut menurun

seiring dengan peningkatan durasi penyakit dan dengan terapi insulin. Beberapa pasien

dengan gejala DM tipe 1 yang lebih ringan pada awalnya memiliki sel beta dengan fungsi

yang cukup untuk menghindari ketosis, namun seiring dengan menurunnya massa sel beta,

ketergantungan akan insulin akan timbul. Bentuk yang lebih ringan ini disebut sebagai latent

autoimmune diabetes of adulthood (LADA).12

b. Idiopathic type 1 diabetes mellitus (type 1B)

Pada kurang dari 10% kasus, tidak ditemukan adanya autoimunitas terhadap sel beta

pankreas yang dapat menjelaskan timbulnya insulinopenia dan ketoasidosis. Grup ini

6

Page 7: diabetes melitus tipe 1

merupakan minoritas yang kebanyakan berasal dari Asia atau Afrika. Belakangan terdapat

penelitian yang menemukan bahwa sekitar 4% dari orang Afrika Barat yang menderita

diabetes dengan kerentanan terhadap ketosis mengalami mutasi homozigot dari gen PAX-4

(Arg133trp) yang berperan dalam perkembangan pancreatic islets.12

Diabetes tipe 1 merupakan bentuk diabetes parah yang berhubungan dengan terjadinya ketosis

apabila tidak diobati. Diabetes ini muncul ketika pankreas sebagai pabrik insulin tidak dapat atau

kurang mampu memproduksi insulin. Akibatnya, insulin tubuh kurang atau tidak ada sama

sekali. Penurunan jumlah insulin menyebabkan gangguan jalur metabolik antaranya penurunan

glikolisis (pemecahan glukosa menjadi air dan karbondioksida), peningkatan glikogenesis

(pemecahan glikogen menjadi glukosa), terjadinya glukoneogenesis. Glukoneogenesis

merupakan proses pembuatan glukosa dari asam amino, laktat, dan gliserol yang dilakukan

counterregulatory hormone (glukagon, epinefrin, dan kortisol). Tanpa insulin, sintesis dan

pengambilan protein, trigliserida, asam lemak, dan gliserol dalam sel akan terganggu.

Seharusnya terjadi lipogenesis namun yang terjadi adalah lipolisis yang menghasilkan keton

bodies. Glukosa menjadi menumpuk dalam peredaran darah karena tidak dapat diangkut ke

dalam sel. Kadar glukosa lebih dari 180mg/dl, ginjal tidak dapat mereabsorbsi glukosa dari

glomelurus sehingga timbul glikosuria. Glukosa menarik air dan menyebabkan osmotik diuretik

dan menyebabkan poliuria. Poliuria menyebabkan hilangnya elektrolit lewat urine, terutama

natrium, klorida, kalium, dan fosfat merangsang rasa haus dan peningkatan asupan air

(polidipsi). Sel tubuh kekurangan bahan bakar (cell starvation) pasien merasa lapar dan

peningkatan asupan makanan (polifagia).11

Biasanya, diabetes tipe ini sering terjadi pada anak dan remaja tetapi kadang-kadang juga

terjadi pada orang dewasa, khususnya yang non obesitas dan mereka yang berusia lanjut ketika

hiperglikemia tampak pertama kali. Keadaan tersebut merupakan suatu gangguan katabolisme

yang disebabkan karena hampir tidak terdapat insulin dalam sirkulasi, glukagon plasma

meningkat dan sel-sel B pankreas gagal merespon semua stimulus insulinogenik. Oleh karena

itu, diperlukan pemberian insulin eksogen untuk memperbaiki katabolisme, mencegah ketosis,

dan menurunkan hiperglukagonemia dan peningkatan kadar glukosa darah.11

7

Page 8: diabetes melitus tipe 1

2.5 Perjalanan Penyakit

Perjalanan penyakit ini melalui beberapa periode menurut ISPAD Clinical Practice Consensus

Guidelines tahun 2009, yaitu :

1. Periode pra-diabetes

Pada periode ini gejala-gejala klinis diabetes belum Nampak karena baru ada proses

destruksi sel β-pankreas. Predisposisi genetic tertentu memungkinkan terjadinya proses

destruksi ini. Sekresi insulin mulai berkurang ditandai dengan mulai berkurangnya sel β-

pankreas yang berfungsi. Kadar C-peptide mulai menurun. Pada periode ini autoantibodi

mulai ditemukan apabila dilakukan pemeriksaan laboratorium.

2. Periode manifestasi klinis

Pada periode ini, gejala klinis DM mulai muncul. Pada periode ini sudah terjadi sekitar

90% kerusakan sel β-pankreas. Karena insulin sangat kurang, maka kadar gula daraj akan

tinggi/meningkat. Kadar gula darah yang melebihi 180 mg/dl akan menyebabkan diuresis

osmotic. Keadaan ini menyebabkan terjadinya pengeluaran cairan dan elektrolit melalui

urin (polyuria, dehidrasi, polidipsi). Karena gula darah tidak dapat di-uptake ke dalam

sel, penderita akan merasa lapar (polifagi), tetapi berat badan akan semakin kurus. Pada

periode ini penderita memelurkan insulin dari luar agar gula darah di uptake ke dalam sel.

3. Periode honey-moon

Periode ini disebut juga fase remisi parsial atau sementara. Pada periode ini sisa-sisa sel

β-pankreas akan bekerja optimal sehingga akan diproduksi insulin dari dalam tubuh

sendiri. Pada saat ini kebutuhan insulin dari luar tubuh akan berkurang hingga kurang

dari 0,5 U/kg berat badan/hari. Namun periode ini hanya berlangsung sementara, bisa

dalam hitungan hari ataupun bulan, sehingga perlu adanya edukasi pada orang tua bahwa

periode ini bukanlah fase remisi yang menetap.

4. Periode kertergantungan insulin yang menetap

Periode ini merupakan periode terakhir dari penderita DM. Pada periode ini penderita

akan membutuhkan insulin kembali dari luar tubuh seumur hidupnya.

8

Page 9: diabetes melitus tipe 1

2.6 Diagnosis

Glukosa darah puasa dianggap normal bila kadar glukosa darah kapiler < 126 mg/dL (7

mmol/L). Glukosuria saja tidak spesifik untuk DM sehingga perlu dikonfirmasi dengan

pemeriksaan glukosa darah. Diagnosis DM dapat ditegakkan apabila memenuhi salah satu

kriteria sebagai berikut14:

1. Ditemukannya gejala klinis poliuria, polidpsia, polifagia, berat badan yang menurun, dan

kadar glukasa darah sewaktu >200 mg/ dL (11.1 mmol/L).

2. Pada penderita yang asimtomatis ditemukan kadar glukosa darah sewaktu >200 mg/dL

atau kadar glukosa darah puasa lebih tinggi dari normal dengan tes toleransi glukosa yang

terganggu pada lebih dari satu kali pemeriksaan.

Pada anak biasanya tes toleransi glukosa (TTG) tidak perlu dilakukan untuk

mendiagnosis DM tipe-1, karena gambaran klinis yang khas. Indikasi TTG pada anak adalah

pada kasus-kasus yang meragukan yaitu ditemukan gejala-gejala klinis yang khas untuk DM,

namun pemeriksaan kadar glukosa darah tidak menyakinkan. Dosis glukosa yang digunakan

pada TTG adalah 1,75 g/kgBB (maksimum 75 g). Glukosa tersebut diberikan secara oral (dalam

200- 250 ml air) dalam jangka waktu 5 menit. Tes toleransi glukosa dilakukan setelah anak

mendapat diet tinggi karbohidrat (150-200 g per hari) selama tiga hari berturut-turut dan anak

puasa semalam menjelang TTG dilakukan. Selama tiga hari sebelum TTG dilakukan, aktifitas

fisik anak tidak dibatasi. Anak dapat melakukan kegiatan rutin sehari- hari. Sampel glukosa

darah diambil pada menit ke 0 (sebelum diberikan glukosa oral), 60 dan 120. Penilaian hasil tes

toleransi glukosa yaitu14:

1. Anak menderita DM apabila:

- Kadar glukosa darah puasa ≥140 mg/dL (7,8 mmol/L) atau

- Kadar glukosa darah pada jam ke 2 ≥200 mg/dL (11,1 mmol/L)

2. Anak dikatakan menderita toleransi gula terganggu apabila:

- Kadar glukosa darah puasa <140 mg/dL (7,8 mmol/L) dan

- Kadar glukosa darah pada jam ke 2: 140-199 mg/dL (7,8-11 mmol/L)

3. Anak dikatakan normal apabila :

9

Page 10: diabetes melitus tipe 1

- Kadar glukosa darah puasa (plasma) <110 mg/dL (6,7 mmol/L) dan

- Kadar glukosa darah pada jam ke 2: <140 mg/dL (7,8-11 mmol/L)

Gambar 1. Skema langkah-langkah diagnosis DM13

Untuk menegakkan diagnosis DM tipe 1, maka perlu dilakukan pemeriksaan penunjang, yaitu C-

peptide <0,85 ng/ml. C-peptide ini merupakan salah satu penanda banyak sel β-pankreas yang

masih berfungsi. Pemeriksaan lain adalah adanya autoantibodi, yaitu Islet Cell Autoantibodies

(ICA), Glutamic acid decarboxylase autoantibodies (65K GAD), IA2 autoantibodies (dikenal

sebagai ICA 512 atau tyrosine phosphatase) dan Insulin autoantibodies (IAA). Adanya

autoantibodi mengkonfirmasi DM tipe 1 karena proses autoimun. Sayangnya pemeriksaan

autoantibodi ini relative mahal.13

2.7 Penatalaksaan

10

Page 11: diabetes melitus tipe 1

Sama seperti DM pada orang dewasa, DM tipe 1 tidak dapat disembuhkan, tetapi kualitas hidup

dapat dipertahankan seoptimal mungkin dengan kontrol metabolik yang baik. HbA1c merupakan

parameter kontrol metabolik standar pada DM. Nilai HbA1c yang diinginkan adalah <7% karena

berarti kontrol metabolik baik.4 Tatalaksana pasien dengan DM tipe 1 tidak hanya meliputi

pengobatan berupa pemberian insulin. Ada hal-hal lain selain insulin yang perlu diperhatikan

dalam tatalaksana agar penderita mendapatkan kualitas hidup yang optimal dalam jangka pendek

maupun jangka panjang. Terdapat 5 pilar manajemen DM tipe 1 yaitu6 :

1. Insulin

Insulin merupakan terapi yang mutlak harus diberikan penderita DM tipe 1. Dalam

pemberian insulin perlu diperhatikan jenis insulin, dosis insulin, regimen yang

digunakan, cara menyuntik serta penyesuaian dosis yang diperlukan.4,6

a. Jenis insulin : kita mengenal beberapa jenis insulin, yaitu insulin kerja cepat, kerja

pendek, kerja menengah, kerja panjang, maupun insulin campuran (campuran kerja

cepat/pendek dengan kerja menengah). Pengunaan jenis insulin tergantung regimen

yang digunakan.

b. Regimen : kita mengenal dua macam regimen, yaitu regimen konvensional serta

regimen intensif. Regimen konvensional/mix-split regimen dapat berupa pemberian

dua kali suntik/hari atau tiga kali suntik/hari. Sedangkan regimen intensif berupa

pemberian regimen basal bolus. Pada regimen basal bolus dibedakan antara insulin

yang diberikan untuk memberikan dosis basal maupun dosis bolus.

c. Cara menyuntik : terdapat beberapa tempat penyuntikan yang baik dalam hal

absorpsinya yaitu daerah abdomen, lengan atas lateral, lateral paha. Daerah bokong

tidak dianjurkan karena paling buruk absorpsinya.

d. Penyesuain dosis : kebutuhan insulin akan berubah tergantung dari beberapa hal,

seperti hasil monitor gula darah, diet, olahraga, maupun usia pubertas (terkadang

kebutuhan meningkat hingga 2 unit/kg berat badan/hari), kondisi stress maupun saat

sakit

e. Dosis total insulin : adalah 0,5 - 1 UI/kg BB/hari. Selama pemberian perlu dilakukan

pemantauan glukosa darah atau reduksi air kemih. Gejala hipoglikemia dapat timbul

karena kebutuhan insulin menurun selama fase ”honeymoon”. Pada keadaan ini, dosis

11

Page 12: diabetes melitus tipe 1

insulin harus diturunkan bahkan sampai kurang dari 0,5 UI/kg BB/hari, tetapi

sebaiknya tidak dihentikan sama sekali.

Tabel 1. Jenis Insulin6

2. Diet

Secara umum diet pada anak DM tipe 1 tetap mengacu pada upaya untuk

mengoptimalkan proses pertumbuhkan. Untuk itu pemberian diet terdiri dari 50-55%

karbohidrat, 15-20 % protein dan 30% lemak. Pada anak DM tipe 1 asupan kalori perhari

harus dipantau ketat karena terkait dengan dosis insulin yang diberikan selain monitoring

pertumbuhannya. Kebutuhan kalori perhari sebagaimana kebutuhan pada anak

sehat/normal. Ada beberapa anjuran pengaturan persentase diet yaitu 20% makan pagi,

25% makan siang, serta 25 % makan malam, diselingi dengan 3 kali snack masing-

masing 10% total kebutuhan kalori perhari.6 Jumlah kebutuhan kalori untuk anak usia 1

tahun sampai dengan usia pubertas dapat juga ditentukan dengan rumus sebagai berikut4 :

1000 + (usia dalam tahun x 100) = ....... Kalori/hari

3. Aktivitas fisik/exercise

12

Page 13: diabetes melitus tipe 1

Anak DM bukannya tidak boleh berolahraga. Justru dengan berolahraga akan membantu

mempertahankan berat badan ideal serta menurunkan berat badan apabila obese.

Olahraga akan membantu menurunkan kadar gula darah serta meningkatkan sensitivitas

tubuh terhadap insulin. Namun perlu diketahui pula bahwa olahraga dapat meningktakan

risiko hipoglikemia maupun hiperglikemia (bahkan ketoacidosis). Sehingga pada anak

DM memiliki beberapa persyaratan untuk menjalankan olahraga, diantaranya adalah

target gula darah sebelum olahraga. Apabila gula darah sebelum olahraga diatas 250

mg/dl serta didapatkan adanya ketonemia maka dilarang berolahraga. Apabila kadar gula

darah dibawah 90 mg/dl, maka sebelum berolahraga perlu menambah diet karbohidrat

untuk mencegah hipoglikemia.6

4. Edukasi

Langkah yang tidak kalah penting adalah edukasi baik untuk penderita maupun orang

tuanya. Keluarga perlu diedukasi tentang penyakitnya, apa yang boleh dan tidak boleh

pada penderita DM, penggunaan insulin, monitor gula darah dan target darah ataupun

HbA1C yang diinginkan.6

5. Monitoring control glikemik

Monitoring ini menjadi evaluasi apakah tatalaksana yang diberikan sudah baik atau

belum. Control glikemik akan memperbaiki kualitas hidup pasien, termasuk mencegah

komplikasi baik jangka pendek maupun jangka panjang. Pasien harus melakukan

pemeriksaan gula darah berkala dalam sehari. Setiap 3 bulan memeriksa HbA1c.

Disamping itu, efek samping pemberian insulin, komplikasi yang terjadi, serta

pertumbuhan dan perkembangan perlu dipantau.6

Tabel 2. Target control metabolik pada anak dengan DM tipe 16

Target

metabolik

Baik sekali

(mg/dL)

Baik

(mg/dL)

Sedang

(mg/dL)

Kurang

(mg/dL)

prepandial < 120 <140 < 180 >180

postprandial <140 <200 <240 >240

Urin reduksi - - + - >+

HbA1c <7 % 7 – 7,9 % 8 – 9 % >10%

13

Page 14: diabetes melitus tipe 1

2.8 Penyulit Diabetes Melitus

Dalam perjalanan penyakit DM, dapat terjadi penyulit akut dan menahun.

a. Penyulit akut

1. Ketoasidosis diabetic

Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah keadaan dekompensasi metabolik yang ditandai oleh

trias hiperglikemia, asidosis dan ketosis, terutama disebabkan oleh defisiensi insulin

absolut atau relatif. Akibat diuresis osmotik biasanya mengalami dehidrasi berat bahkan

sampai syok. KAD memiliki beberapa faktor pencetus seperti infeksi, infark myokard akut,

pankreatitis akut, pemakaian obat steroid, dan menghentikan atau mengurangi dosis

insulin.12,14

Pada KAD selain defisiensi insulin absolut atau relatif juga terdapat peningkatan

hormon kontraregulator (glukagon, kortisol, katekolamin, dan hormon pertumbuhan) yang

menyebabkan peningkatan produksi glukosa hati sehingga pasien jatuh dalam keadaan

hiperglikemia. Walaupun kadar glukosa dalam darah tinggi, namun glukosa tersebut tidak

dapat digunakan oleh sel untuk proses oksidasi sehingga terjadi peningkatan lipolisis.

Produk akhir dari lipolisis adalah benda keton seperti asam asetoasetat, aseton, β-

hydroxybutirate. Benda keton inilah yang bertanggung jawab terhadap timbulnya ketosis.12

Gejala klinis pasien KAD seperti pernafasan yang cepat dan dalam (Kussmaul),

dehidrasi dan kadang-kadang disertai syok. Pasien KAD biasanya juga datang ke rumah

sakit dengan keluhan muntah, nyeri perut akibat gastroparesis atau dilatasi lambung.

Diagnosi KAD ditegakkan berdasarkan temuan adanya kadar glukosa darah > 250 gr/dL,

pH darah < 7.35, ion bikarbonat (HCO3-) rendah, anion gap yang tinggi, dan didapatkan

keton serum maupun keton dalam urine positif. 12,14

Prinsip pengobatan KAD adalah :

a. penggantian cairan dan garam yang hilang

b. menekan lipolisis sel lemak dengan pemberian insulin

14

Page 15: diabetes melitus tipe 1

c. mengatasi pencetus KAD

d. pemberian kalium bila terjadi hipokalemia

e. glukosa bila kadar glukosa mencapai < 200 mg%

f. bikarbonat diberikan bila pH darah < 7.1 atau hiperkalemia > 6.5 mmol/L

g. di samping itu dapat diberikan antibiotik bila pencetus KAD adalah infeksi.

Beberapa komplikasi yang mungkin terjadi selama pengobatan KAD adalah edema paru,

infark myokard akut, hipertrigliseridemia dan komlikasi iatrogenik (hipoglikemia,

hiperkloremia, hipokalemia, hipokalsemia dan edema serebri).

2. Hiperglikemik Hiperosmolar non ketotik

Koma Hiperglikemia ini dicirikan dengan hiperglikemi, hiperosmolar, dan dehidrasi

tanpa disertai keadaan ketotik. Koma dapat terjadi jika osmolaritas melebihi 330

mOsm/kg. Insufisiensi ginjal atau gangguan vaskular dapat menjadi penyebab terjadinya

hiperglikemia hiperosmolar non ketotik ini. Di samping itu beberapa obat seperti diuretik

dan fenitoin juga dapat menjadi penyebab. 12,14

Defisiensi insulin menyebabkan penurunan penggunaan glukosa oleh otot, lemak, dan

hati. Di saat yang bersamaan terjadi peningkatan glukoneogenesis di hati serta glikolisis

di otot dan lemak yang menyebabkan hiperglikemia yang berat. Keadaan hiperglikemik

tersebut memicu glukosuri dan diuresis osmotik. Ketosis tidak terjadi karena masih

terdapatnya insulin dalam jumlah yang cukup untuk mencegah lipolisis namun tidak

adekuat untuk menghambat hiperglikemi. Pada pasien tersebut dehidrasi akan terjadi bila

cairan masuk tidak bisa mengimbangi banyaknya cairan yang keluar. Pada dehidrasi yang

berat, aliran perfusi darah ke ginjal akan berkurang yang kemudian menyebabkan

bertambah beratnya kerusakan ginjal yang sebelumnya terjadi. Akibatnya ekskresi

glukosa melalui urin menurun, sehingga kadar glukosa dalam darah akan meningkat. Hal

ini menyebabkan osmolaritas kapiler juga meningkat. Bila nilai osmolaritas melebihi 330

mOsm/kg, air akan ditarik keluar dari jaringan otak sehingga dapat memicu terjadinya

koma. Gejala poliuri, polidipsi, dan badan lemah dapat terjadi beberapa hari sebelum

keadaan hiperglikemik, hiperosmolar non ketotik. Dari pemeriksaan fisik didapatkan

tanda-tanda dehidrasi (tekanan darah turun, nadi meningkat, turgor kulit berkurang,

15

Page 16: diabetes melitus tipe 1

mukosa kering,dll). Dan juga tampak tanda-tanda kelainan neurologis seperti gelisah,

kejang, sampai koma. 12,14

3. Hipoglikemia

Berbagai faktor yang merupakan predisposisi hipoglikemia adalah :

a. Kadar insulin yang berlebih

i. Dosis berlebihan baik oleh pasien maupun tenaga kesehatan

ii. Peningkatan bioavailabilitas insulin

b. Peningkatan sensitivitas insulin

iii. Penurunan berat badan

iv. Post partum

v. Gangguan menstruasi

c. Asupan karbohidrat yang tidak adekuat

vi. Porsi makan kurang atau telat makan

vii. Muntah dan diare

d. Pemakaian obat yang meningkatkan kerja obat hipoglikemik oral atau insulin

(salisilat, sulfonamide meningkatkan kerja sulfonilurea).

Gejala pasien dengan hipoglikemia terdiri dari gejala autonomik seperti berkeringat,

jantung berdebar, tremor, lapar ; gejala neuroglikopenik seperti bingung, mengantuk,

sulit berbicara, inkoordinasi, perilaku yang berbeda, gangguan visual, parestesi ; serta

malaise. Terapi hipoglikemia pada diabetes berupa glukosa oral ataupun glukosa

intravena. Pada pemberian glukosa intravena, pemberiannya harus lebih hati-hati

karena bersifat toksik terhadap jaringan bila glukosa yang diberikan berkonsentrasi

tinggi( 50 % atau lebih). Di samping pemberian glukosa dapat juga diberikan

glukagon intramuskular. 12,14

b. Penyulit menahun

1. Makroangiopati :

a. Pembuluh darah jantung

b. Pembuluh darah tepi

16

Page 17: diabetes melitus tipe 1

Penyakit arteri perifer sering terjadi pada penyandang diabetes. Biasanya terjadi dengan

gejala tipikal intermittent claudicatio, meskipun sering tanpa gejala. Terkadang ulkus

iskemik kaki merupakan kelainan yang pertama muncul.

c. Pembuluh darah otak

2. Mikroangiopati:

a. Retinopati diabetik

Retinopati diabetik adalah komplikasi vaskular yang berkorelasi kuat dengan durasi

diabetes, hiperglikemia kronis, adanya nefropati dan hipertensi. Untuk mengurangi

progresivitas dari retinopati maka kontrol terhadap gula darah dan tekanan darah harus

dioptimalkan. Adanya retinopati bukanlah kontraindikasi untuk memberikan aspirin

sebagai terapi kardioprotektif, karena pemberiannya tidak meningkatkan risiko

perdarahan retina. Terapi aspirin tidak mencegah timbulnya retinopati.14 Pembedahan

fotokoagulasi dengan laser memiliki keuntungan dengan menurunkan risiko kehilangan

penglihatan, tetapi tidak memberikan keuntungan dalam hal mengembalikan tajam

penglihatan.12

b. Nefropati diabetik

Nefropati diabetik dapat terjadi pada 20-40 % pasien dengan diabetes. Mikroalbuminuria

persisten (30 – 299 mg/24 jam) dapat mengindikasikan stadium awal suatu nefropati pada

pasien diabetes. Untuk mengurangi risiko terhadap nefropati diabetik, kontrol terhadap

glukosa darah dan tekanan darah haruslah optimal. Penggunaan ACE Inhibitor dan ARB

dapat mengurangi kehilangan fungsi ginjal melalui efeknya dalam menurunkan tekanan

darah sistolik.

c. Neuropati

Neuropati diabetik dapat bervariasi dalam manifestasi klinisnya, dapat lokal atau difus.

Yang paling sering adalah polineuropati simetris distal dan neuropati autonomik diabetik.

Gejala yang sering dirasakan kaki terasa terbakar dan bergetar sendiri, dan lebih terasa

sakit di malam hari. 12,14

2.9 Prognosis

Lebih dari 60% pasien dengan DM tipe 1 tidak mengalami komplikasi serius dalam jangka

panjang, tetapi banyak yang mengalami kebutaan, end stage renal disease (ESRD), dan dalam

17

Page 18: diabetes melitus tipe 1

beberapa kasus kematian dini. Risiko ESRD dan retinopati proliferatif dua kali lebih tinggi pada

laki-laki saat terjadinya diabetes sebelum usia 15 tahun. Pasien dengan DM tipe 1 yang bertahan

hidup dalam periode 10-20 tahun setelah onset penyakit tanpa komplikasi fulminan memiliki

probabilitas tinggi untuk memiliki hidup yang sehat. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi hasil

jangka panjang adalah pendidikan pasien, kesadaran, motivasi, dan tingkat kecerdasan.15

Pasien diabetes tipe 1 juga memiliki prevalensi tinggi untuk menderita neuropati. Dalam

sebuah penelitian prospektif dari 27 pasien yang memiliki diabetes tipe 1 dengan durasi penyakit

rata-rata 40 tahun, hampir 60% dari subyek menunjukkan tanda-tanda atau gejala neuropati,

termasuk gejala neuropati sensori (9 pasien), nyeri (3 pasien), dan gejala carpal-tunnel (5 pasien).

American Diabetes Association (ADA) menekankan pentingnya pemantauan yang bertujuan

untuk mengurangi morbiditas akibat komplikasi akut maupun kronis.15 Perawatan di rumah sakit

maupun secara mandiri di rumah, meliputi5 :

- keadaan umum, tanda vital, kemungkinan infeksi.

- kadar gula darah (juga dapat dilakukan di rumah dengan menggunakan glukometer)

setiap sebelum makan utama dan menjelang tidur malam hari.

- kadar HbA1C (setiap 3 bulan).

- pemeriksaan keton urine (terutama bila kadar gula > 250 mg/dl).

- mikroalbuminuria (setiap 1 tahun).

- fungsi ginjal.

- funduskopi untuk memantau terjadinya retinopati (biasanya terjadi setelah 3-5 tahun

menderita DM tipe-1, atau setelah pubertas).

- tumbuh kembang.

18

Page 19: diabetes melitus tipe 1

BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien

Nama : NKDT

Umur : 17 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Suku Bangsa : Bali (Indonesia)

Agama : Hindu

Status : Belum Menikah

Pekerjaan : Pelajar

Alamat : Denpasar

Tgl Masuk RS : 24 Juli 2014

Tgl Pemeriksaan : 14 Agustus 2014

3.2 Keluhan Utama

Penurunan Kesadaran

3.3 Anamnesis

Riwayat penyakit sekarang

Pasien datang ke Unit Rawat Darurat RSUP sanglah dengan keluhan penurunan kesadaran.

Penurunan kesadaran ini sudah dimulai sejak 2 hari SMRS. Berdasarkan heteroanamnesis yang

dilakukan didapatkan bahwa keadaan pasien semakin lama semakin memberat sehingga sulit

diajak berkomunikasi dan cenderung mengamuk. Sampai pada akhirnya pasien tidak sadar

19

Page 20: diabetes melitus tipe 1

kemudian pasien masuk ke ICU Rumah Sakit Puri Raharja. Dikatakan bahwa pasien sempat

sadar sehingga memungkinkan dipindahkan ke ruang perawatan biasa. Tapi beberapa jam

kemudian pasien tidak sadar kembali dan kemudian di rujuk ke RSUP sanglah. Dikatakan bahwa

pasien belum pernah mengalami hal ini sebelumnya.

Pasien juga mengeluh merasa sesak nafas sejak 2 hari SMRS. Sesak nafas yang dialami

pasien tidak dipengaruhi oleh perubahan posisi. Sesak nafas tersebut bersifat cepat dan dalam.

Batuk dan panas badan disangkal oleh pasien. Namun pasien merasa sering mual dan sesekali

memuntahkan makanannya. Pada anamnesis terakhir dikatakan bahwa pasien mengalami kejang,

yang semakin lama intensitasnya semakin sering. Kejang dirasa di seluruh tubuh dan pada saat

kejang pasien dalam keadaan sadar. Pasien juga merasa sangat lemas. Buang air besar dan buang

air kecil dikatakan dalam batas normal. Pasien telah terdiagnosa menderita diabetes militus tipe I

sejak berumur 11 tahun dengan terapi insulin, namun tidak teratur.

Riwayat Pengobatan

Pasien pernah mendapatkan terapi insulin namun tidak teratur. Pasien juga pernah

mendapatkan metformin 1x2 namun tidak teratur. Selain itu pasien juga mendapatkan novorapid

kurang lebih sebanyak 10 unit.

Riwayat penyakit sebelumnya

Pasien telah terdiagnosis menderita diabetes militus tipe I sejak berumur 11 tahun. Pasien

mendapatkan terapi insulin, namun dikatakan pemakaiannya tidak teratur. Terakhir pasien

mendapatkan insulin 1 bulan yang lalu.

Pada waktu kecil pasien sering mengalami kejang demam apabila panas tinggi. Riwayat

penyakit lain disangkal oleh pasien dan keluarga pasien.

Riwayat keluarga

Dikatakan bahwa ibu pasien menderita kencing manis. Riwayat penyakit lain dalam

keluarga disangkal oleh pasien dan keluarga pasien.

Riwayat pribadi dan sosial

20

Page 21: diabetes melitus tipe 1

Pasien adalah seorang pelajar sekolah menengah atas. Keseharian pasien sama seperti

anak-anak yang lain belajar di sekolah. Akan tetapi pasien telah terdiagnosis menderita diabetes

militus tipe I sehingga pasien cenderung lemah dan kadang harus bolos sekolah karena kondisi

pasien yang tidak bisa ditoleransi lagi. Setiap minggu pasien harus kontrol ke poliklinik penyakit

dalam RSUP sanglah untuk memeriksakan dirinya secara rutin.

Pasien merupakan anak ke-4 dari 4 bersaudara. Kakak pasien yang lain sudah menjalani

pemeriksaan untuk mendeteksi secara dini apakah memiliki penyakit yang serupa dengan pasien

terkait dengan faktor risiko bahwa ibu dari pasien adalah penderita diabetes militus tipe II. Pada

pemeriksaan terhadap 2 saudara pasien yang lain adalah tidak ditemukan penyakit serupa dengan

pasien.

Pada keseharian, pasien mengkonsumsi makanan yang bergizi dan cenderung memiliki

nafsu makan yang meningkat belakangan ini. Tapi berdasarkan penuturan keluarga bahwa pasien

cenderung terlihat lebih kurus dibandingkan dengan beberapa tahun yang lalu. Pasien tidak

pernah mengkonsumsi alkohol maupun merokok. Pasien juga bukan merupakan perokok pasif.

3.4 Pemeriksaan Fisik

Tanda Tanda Vital:

Kondisi Umum : Lemah

Kesadaran : Compos mentis

Gizi : Baik

GCS : E4V5M6

Tekanan darah : 120/80 mmHg

Nadi : 86 kali/menit

Respirasi : 18 kali/menit

Suhu aksila : 36 0C

Tinggi badan : 160 cm

Berat badan : 54 kg

BMI : kg/m2

Pemeriksaan Umum

Mata : Anemis -/-, Ikterus -/-, Reflek Pupil +/+ isokor, oedeme palpebrae -/-

21

Page 22: diabetes melitus tipe 1

THT

Telinga : Sekret -/-, hiperemis -/-

Hidung : Sekret (-)

Tenggorokan : Tonsil T1/T1, faring hiperemi (-), coated tongue(+)

Leher : JVP PR ± 1 cmH2O kelenjar tiroid normal,

pembesaran kelenjar getah bening (-)

Thorax : Simetris

Cor : Inspeksi :Tidak tampak pulsasi iktus cordis

Palpasi : Tidak teraba iktus kordis

Perkusi : Batas atas jantung ICS II

Batas bawah jantung setinggi ICS V

Batas kanan jantung PSL kanan

Batas kiri jantung MCL kiri ICS V

Auskultasi : S1S2 tunggal regular murmur (-)

Pulmo : Inspeksi : Simetris

Palpasi : Pergerakan simetris, taktil vokal fremitus simetris

Perkusi : Sonor/sonor

Auskultasi : Vesikuler +/+, Ronki -/-, Wheezing -/-

+/+ -/- -/-

+/+ -/- -/-

Abdomen :

Inspeksi : distensi (-)

Auskultasi : bising usus (+) normal

Palpasi : hepar/lien tidak teraba, ginjal tidak teraba, nyeri tekan (-).

Perkusi : timfani

Inguinal dan genetalia : dalam batas normal

Ekstremitas : Hangat , edema

3.5 Pemeriksaan Penunjang

22

Page 23: diabetes melitus tipe 1

A. Pemeriksaan Darah lengkap

B. Pemeriksaan Kimia darah (12 – 8 – 2014)

Parameter Result Unit Remarks Reference range

Albumin 2,71 g/dL Rendah 3,40-4,80

BS Acak 204 mg/dL Tinggi 70-140

BUN 16 mg/dL Normal 8,00 – 23,00

Creatinine 1,81 mg/dL Tinggi 0,07– 1,20

Natrium (Na) 140 mmol/L Normal 136-145

Kalium (K) 2,9 Mmol/L Rendah 3,50-5,10

C. Hasil Analisa Gas Darah

23

Parameter Result (24/07/14)Result (11/08/14)

UnitReference

range

WBC 20,6 13,78 103/μL 4.1 – 11.0

- Ne - - 10,45 75,8% 103/μL 2.5 – 7.5

- Ly - - 2,3 16,7% 103/μL 1.0 – 4.0

- Mo - - 0,53 3,8% 103/μL 0.1 – 1.2

- Eo - - 0,33 2,4% 103/μL 0.0 – 0.5

- Ba - - 0,02 0,1% 103/μL 0.0 – 0.1

RBC - 3,29 106/μL 4,50 – 5,90

HGB 13,3 9,4 g/dL 13,50-17,50

HCT 38.5 27,3 % 41,0 – 53,0

MCV - 83 fL 80,0 –100,0

MCH - 28,5 pg 26,0 – 34,0

MCHC - 34,4 g/dL 31,0 – 36,0

RDW - 12,8 % 11,6 – 14,8

PLT 284 246 103/μL 150 – 440

MPV - 7,8 fL 6,80 – 10,0

Page 24: diabetes melitus tipe 1

E. Hasil

Urinalisis

tanggal 12

Agustus

2014

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai NormalMAKROSKOPIKPH 8 5 – 7Protein 25(+) mg/dl NegatifGlukosa 100(++) mg/dl NegatifUrobilinogen Normal mg/dl NormalBilirubin Negatif (-) mg/dl NegatifKeton Negatif (-) mg/dl NegatifNitrit Negatif (-) mg/dl NegatifLeukosit 0-1 Leu/ul NegatifEry 0-1 Ery/ul Negatif

SEDIMEN

3.6 Assesment

DM tipe I

KAD

Hipokalemia ec Shift

BS tidak terkontrol

ISK

Sepsis

ACKD ec prerenal on CKD ec GNC dd/DKD

Anemia ringan NN on CKD

24

Pemeriksaan Hasil tgl

24/07/14

Hasil tgl

12/08/14

Satuan Nilai Normal

Ph 7,02 7,46 7,37-7,45

pCO2 17 50 mmHg 35,00-45,00

pO2 172 43 mmHg 80,00-100,0

BEecf - 11,8 mmol/L -2-2

HCO3 4,4 35,6 mmol/L 22,00-26,00

SO2 99% 82 % 95%-100%

TCO2 26,2 37,1 mmol/L 24,00-30,00

Page 25: diabetes melitus tipe 1

Hipoalbumin ec loss

Epilepsi Symtomatic dengan bangkitan Parsial Sederhana ec metabolik dd/electrolit

inbalance dd/idiopatik

3.7 Penatalaksanaan

- MRS

- IVFD NaCl 0,9% 20 tetes/menit

- Diet DM 1900 kcal, CKD, 42 gram protein, Rendah garam dan Rendah purin

- Mobilisasi bertahap Fisioterapi @hari

- Cefixime 2x100mg po

- As Folat 2x2mg po

- Novorapid 3x18 unit sc

- Lantus 1x26 unit sc

- Spironolactone 1x50mg po

Neuro (mengobati kejang)

- O2 4Lpm via nasal canule

- Injeksi diazepam 10 mg iv bolus lambat kec <5mg/menit (bila kejang) diberikan sampai

kejang berhenti

- Fenitoin 100mg dalam 100cc NaCl 0,9% @8 jam iv dihabiskan dalam 30 menit

- Clobazam 10mg/24 jam po (malam)

3.8 Planning

Evaluasi vital sign dan keluhan pasien

Lanjut Fisioterapi secara rutin memperbaiki mobilisasi

Pemeriksaan darah lengkap dan kimia darah untuk monitor perkembangan pasien

3.9 Prognosis

Ad vitam: dubius ad bonam

25

Page 26: diabetes melitus tipe 1

Ad fungsionam: dubius ad bonam

BAB IV

PEMBAHASAN

Pada pasien ini didiagnosis diabetes mellitus tipe 1. Dari kepustakaan, diabetes mellitus tipe 1

merupakan penyakit yang disebabkan oleh destruksi sel β-pankreas karena proses autoimun

sehingga mengakibatkan defisiensi insulin dan hiperglikemia. Defisiensi insulin dapat

mencetuskan keadaan dekompensasi metabolic akut yang disebut ketoasidosis metabolic akut

(KAD), dan juga mengakibatkan komplikasi mikrovaskular akibat hiperglikemia kronik.

Berdasarkan gejala klinis DM tipe 1 umumnya terdiagnosis pada usia anak-anak, gejala biasanya

tidak disadari sampai akhirnya hiperglikemia sampai keadaan kritis. Gejala awal berupa

penurunan berat badan, polyuria, polidipsi, polifagi dan penglihatan kabur. Apabila terjadi

ketoacidosis penderita mengeluh nyeri abdomen, mual, muntah, myalgia dan sesak, disertai

dengan gangguan hemodinamik dan dalam keadaan berat dapat terjadi gangguan kesadaran. Hal

ini sejalan dengan anamnesis dimana pada anamnesis ditemukan adanya keluahan utama berupa

penurunan kesadaran. Penurunan kesadaran ini sudah dimulai sejak 2 hari SMRS. Berdasarkan

heteroanamnesis yang dilakukan didapatkan bahwa keadaan pasien semakin lama semakin

memberat sehingga sulit diajak berkomunikasi dan cenderung mengamuk. Sampai pada akhirnya

pasien tidak sadar kemudian pasien masuk ke ICU Rumah Sakit Puri Raharja. Pasien juga

mengeluh merasa sesak nafas sejak 2 hari SMRS. Sesak nafas yang dialami pasien tidak

dipengaruhi oleh perubahan posisi. Sesak nafas tersebut bersifat cepat dan dalam. Pasien juga

merasa sering mual dan sesekali memuntahkan makanannya. Pada anamnesis terakhir dikatakan

bahwa pasien mengalami kejang, yang semakin lama intensitasnya semakin sering. Pasien juga

merasa sangat lemas. Buang air besar dan buang air kecil dikatakan dalam batas normal. Nafsu

makan pasien meningkat namun dikatakan pasien jauh lebih kurus dibandingkan saat pasien

masih anak-anak.

26

Page 27: diabetes melitus tipe 1

Dari kepustakaan, pemeriksaan fisik pada pasien DM tipe I dengan komplikasi KAD

ringan dapat ditemukan sesak nafas dan hiperapnea, namun pada keadaan yang berat dapat

dijumpai pernafasan kussmaul. Pemeriksaan fisik menunjukkan takikardia, hipotensi, mukosa

kering, turgor kulit menurun, nyeri abdomen dan perubahan status mental. Hal ini sejalan dengan

kasus dimana pada pemeriksaan fisik pada tanggal 24 Juli 2014 ditemukan pernafasan kussmaul,

pada vital sign ditemukan takikardia dengan pulse rate 128 kali/menit, dengan tekanan darah

120/40 mmHg, dengan mukosa bibir yang kering, nyeri tekan pada abdomen, dan adanya

perubahan status mental seiring dengan penurunan kesadaran yang dialami oleh pasien.

Pada pemeriksaan penunjang yaitu kadar gula darah pada diabetes mellitus tipe I

umumnya dapat ditemukankadar gula darah sewaktu >200 mg/dl atau kadar gula darah puasa

>126 mg/dl atau kadar gula darah 2 jam postprandial > 200 mg/dl. Hal ini sejalan dengan yang

ditemukan pada pasien yaitu kadar gula darah sewaktu pada tanggal 24 Juli 2014 yaitu high.

Menurut kepustakaan bila telah terjadi komplikasi yaitu ketoasidosis diabetic berat maka akan

ditemukan kadar glukosa plasma > 250 mg/dL, pH arterial < 7.00, bikarbonat serum <10 mEq/L,

keton dalam urine +, keton serum +, osmolalitas efektif serum bervariasi, anion gap >12,

kesadaran koma. Pada kasus ini, pada tanggal 24 juli 2014 ditemukan kadar glukosa darah

sewaktu dengan hasil high, pH yaitu 5, bikarbonat serum 4,4 mEq/L. Oleh karena itu pasien ini

telah mengalami keadaan KAD.

Komplikasi lainnya yang terjadi pada pasien ini yaitu ISK. Diagnosis ISK didasari oleh

hasil pemeriksaan penunjang didapatkan peningkatan WBC sebesar 20,6 x 103/μL dan lekosituria

pada urinalisis. Meningkatnya kepekaan terhadap infeksi pada diabetes melitus disebabkan oleh

berbagai faktor (multifaktorial), baik yang disebabkan oleh hiperglikemi maupun gangguan

immunitas. Salah satu bukti bahwa hiperglikemi sebagai salah satu penyebab rentannya infeksi

pada diabetes melitus  ialah pada penderita dengan ketoasidosis dimana ditemukan hiperglikemi

berat sering ditemukan komplikasi infeksi. Penderita diabetes melitus ternyata lebih banyak

kuman di tubuhnya. Pada keadaan hiperglikemi kuman gram positif akan lebih subur tumbuhnya,

sedang gram negatif kurang. selain itu terjadi Gangguan fungsi sel  neutrofil dan monosit. 

Selain itu pasien juga didiagnosis ACKD ec prerenal on CKD ec GNC dd/DKD. Hal ini

didasari karena dari hasil pemeriksaan darah didapatkan peningkatan kreatinin sebesar 1,81

mg/dL dan penurunan hemoglobin sebesar 9,4 g/dL. Nefropati diabetic adalah gangguan fungsi

27

Page 28: diabetes melitus tipe 1

ginjal akibat kebocoran selaput penyaring darah. Sebagaimana diketahui, ginjal terdiri dari jutaan

unit penyaring (glomerolus). Setiap unit penyaring memiliki membrane atau selaput penyaring.

Kadar gula yang tinggi dalam darah akan bereaksi dengan protein sehingga merubah struktur dan

fungsi sel, termasuk membrane basal glomerolus. Akibatnya, penghalang protein rusak dan

terjadi kebocoran protein ke urine (albuminuria). Hal ini berpengaruh buruk pada ginjal. Jika

kondisi ini berlanjut akan sampai tahap gagal ginjal terminal. Gagal ginjal, menyebabkan fungsi

ekresi, filtrasi dan hormonal ginjal terganggu. Akibatnya terganggu pengeluaran zat zat racun

lewat urin, zat racun tertimbun di tubuh. Tubuh membengkak dan timbul resiko kematian. Ginjal

juga memproduksi hormone eritropoetein yang berfungsi mematangkan sel darah merah.

Gangguan pada ginjal menyebabkan penderita menderita anemia.

Pada kasus, pasien juga didiagnosis Epilepsi Symtomatic dengan bangkitan Parsial

Sederhana ec metabolik dd/electrolit inbalance dd/idiopatik. Hal ini didasari oleh karena dari

anamnesis didapatkan pasien mengalami kejang, yang semakin lama intensitasnya semakin

sering. Kejang dirasa di seluruh tubuh dan pada saat kejang pasien dalam keadaan sadar. Epilepsi

simptomatik disebabkan oleh kelainan/lesi pada susunan saraf pusat. Misalnya post trauma

kapitis, infeksi susunan saraf pusat (SSP), gangguan metabolik, malformasi otak kongenital,

asphyxia neonatorum, lesi desak ruang, gangguan peredaran darah otak. Dimana kejang parsial

sederhana menurut kepustakaan gejalanya yaitu pada saat serangan pasien akan tetap sadar.

Pasien akan mengalami gejala berupa: “deja vu” (perasaan di mana pernah melakukan sesuatu

yang sama sebelumnya), perasaan senang atau takut yang muncul secara tiba-tiba dan tidak dapat

dijelaskan, perasaan seperti kebas, tersengat listrik atau ditusuk-tusuk jarum pada bagian tubih

tertentu, gerakan yang tidak dapat dikontrol pada bagian tubuh tertentu dan halusinasi. Pada

kasus ini, pasien menderita kejang demam pada saat kecil, sehingga kemungkinan penyebab

kejangnya adalah karena sudah terdapat lesi di susunan saraf pusat yang mencetuskan timbulnya

kejang.

Penatalaksanaan diabetes melitus menurut kepustakaan yaitu menormalkan kadar

glukosa darah dengan terapi insulin yang mendekati keadaan fisiologis, serta menghindari

terjadinya hipoglikemia, diet, dan terapi insulin. Umumnya kebutuhan insulin adalah antara 0,5 –

1 unit/kg/hari dan umumnya pasien membutuhkan 0,6 unit/kg/hari. Hal ini sejalan dengan kasus,

dimana pada pasien diberikan drip insulin jika kalium ≥ 3,3 dilakukan bolus 10 unit subkutan

28

Page 29: diabetes melitus tipe 1

sebanyak 4 unit/jam, jika blood sugar ≥ 250 mg/dL maka dilakukan drip insulin 2 unit/jam, jika

blood sugar 200 – 250 gram/dL maka dilakukan drip 1 unit/ jam. Target blood sugar yaitu 140 –

180 gram/dl, diturunkan setiap jam 50 – 75 gram/dL. Pada kasus, pasien diberikan insulin Novo

rapid dan Lantus (insulin glarginine) masing-masing 3x18 unit sc dan 1x26 unit sc. Pemberian

insulin ini digunakan untuk menetralkan kadar glukosa darah. Pemberian insulin ini dosisnya

diatur sedemikian rupa agar menyerupai kadar fisiologi tubuh sehingga tidak terjadi komplikasi

jangka pendek perupa hipoglikemia.

Penatalaksanaan KAD berdasarkan kepustakaan yaitu diberikan terapi cairan, terapi

insulin, kalium, bikarbonat, antibiotika. Pada terapi cairan apabila tidak ditemukan gagal jantung,

cairan diberikan (NaCl 0,9%) 15-20 ml/kgBB/jam atau lebih pada 1 jam pertama (1-1,5L).

pilihan cairan ditentukan oleh kadar elektrolit serum dan produksi urine. Bila kadar natrium

serum meningkat, diberikan NaCl 0,45% 4-14 ml/kg berat badan/jam. Terapi cairan ini

diupayakan sudah mengganti deficit cairan dalam 24 jam. Hal tersebut sudah sesuai dengan

kasus dimana pasien diberikan IVFD NaCl 0,9% 20 tetes/menit.

Pada kasus ini, pasien juga diberikan terapi untuk mengobati beberapa komplikasi yang

dialami oleh pasien antara lain adalah spironolactone (aldosterone antagonist). Aldosterone

antagonist ini diberikan sesuai dengan diagnosis pasien yang menderita gangguan ginjal. Cara

kerja aldosterone antagonist ini adalah mencegah tubuh menyerap terlalu banyak garam dan

menjaga kadar potasium agar tidak terlalu rendah. Spironolactone ini juga digunakan untuk

mengobati edema pada pasien dengan gangguan ginjal (nefritik syndrome). Selain itu juga dapat

untuk mengobati hipokalemia, dimana pada pasien didapatkan kadar kalium yang rendah. Obat

tambahan yang diberikan untuk pasien adalah asam folat dengan cara kerja menambah

pembentukan sel darah merah karena pasien mengalami anemia ringan akibat dari CKD.

Pada kasus, pasien juga didiagnosis dengan ISK dengan adanya tanda-tanda sepsis. Sehingga ada

indikasi pemberian antibiotik yaitu cefixime. Cefixime ini diindikasikan untuk mengobati infeksi

saluran kemih tanpa komplikasi yang disebabkan oleh bakteri Escherichia coli dan Proteus

mirabilis.

Selain terapi di atas, pasien diberikan terapi untuk mengatasi kejang yang dialami

pasien. Bagian neurologi memberikan obat antikejang serta pemberian oksigen. Selain terapi

29

Page 30: diabetes melitus tipe 1

medikamentosa, pasien juga direncanakan menjalani fisioterapi untuk memperbaiki mobilisasi

agar bisa beraktifitas seperti semula.

BAB V

SIMPULAN

Diabetes mellitus tipe 1 merupakan penyakit yang disebabkan oleh destruksi sel β-pankreas

karena proses autoimun sehingga mengakibatkan defisiensi insulin dan hiperglikemia. Defisiensi

insulin dapat mencetuskan keadaan dekompensasi metabolic akut yang disebut ketoasidosis

metabolic akut (KAD), dan juga mengakibatkan komplikasi mikrovaskular akibat hiperglikemia

kronik. Berdasarkan gejala klinis DM tipe 1 umumnya terdiagnosis pada usia anak-anak, gejala

biasanya tidak disadari sampai akhirnya hiperglikemia sampai keadaan kritis. Gejala awal berupa

penurunan berat badan, polyuria, polidipsi, polifagi dan penglihatan kabur. Apabila terjadi

ketoacidosis penderita mengeluh nyeri abdomen, mual, muntah, myalgia dan sesak, disertai

dengan gangguan hemodinamik dan dalam keadaan berat dapat terjadi gangguan kesadaran.

Terdapat 5 pilar manajemen DM tipe 1 yaitu insulin, diet, exersice, edukasi, monitoring control

glikemik.

Pasien NKTD, perempuan berusia 17 tahun, belum menikah dan bekerja sebagai pelajar,

memiliki keluhan penurunan kesadaran. Penurunan kesadaran ini sudah dimulai sejak 2 hari

SMRS, keadaan pasien semakin lama semakin memberat sehingga sulit diajak berkomunikasi

dan cenderung mengamuk. Sampai pada akhirnya pasien tidak sadar. Pasien juga mengeluh

merasa sesak nafas, merasa sering mual dan sesekali memuntahkan makanannya. Pada

anamnesis terakhir dikatakan bahwa pasien mengalami kejang. Pasien telah terdiagnosa

menderita diabetes militus tipe I sejak berumur 11 tahun dengan terapi insulin, namun tidak

teratur. Pasien saat ini telah mengalami komplikasi berupa ISK dan CKD. Penatalaksanaan yang

diberikan yaitu drip insulin, diet (DM 1900 kcal, CKD, 42 gram protein, Rendah garam dan

Rendah purin), mobilisasi bertahap fisioterapi setiap hari, monitoring dan KIE. Pasien juga

diberikan obat-obatan untuk penyembuhan ISK dan CKD.

30

Page 31: diabetes melitus tipe 1

31