274409377 makalah-diabetes-melitus-tipe-2

37
Diabetes Melitus Tipe 2 Krissi Stiffensa Saparang Mahasiswa Fakultas Kedokteran UKRIDA Fakultas Kedokteran UKRIDA Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510 Email :[email protected] Pendahuluan Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua- duanya. Di antara penyakit degeneratif, diabetes adalah salah satu di antara penyakit tidak menular yang akan meningkat jumlahnya. Diabetes sudah merupakan salah satu ancaman utama bagi kesehatan umat manusia pada abad 21. Meningkatnya prevalensi diabetes mellitus di beberapa negara berkembang, akibat peningkatan kemakmuran di negara bersangkutan, akhir- akhir ini banyak disoroti. Peningkatan pendapatan per kapita dan perubahan gaya hidup terutama di kota-kota besar, menyebabkan peningkatan prevalensi penyakit jantung koroner (PJK), hipertensi, hiperlipidemia, diabetes, dan lain-lain. 1 Melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang, differential diagnosis, working diagnosis, etiologi, epidemiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, 1

Upload: lody-mamesah

Post on 11-Apr-2017

187 views

Category:

Health & Medicine


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 274409377 makalah-diabetes-melitus-tipe-2

Diabetes Melitus Tipe 2Krissi Stiffensa Saparang

Mahasiswa Fakultas Kedokteran UKRIDA

Fakultas Kedokteran UKRIDA

Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510

Email :[email protected]

Pendahuluan

Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan

karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau

kedua-duanya. Di antara penyakit degeneratif, diabetes adalah salah satu di antara penyakit

tidak menular yang akan meningkat jumlahnya. Diabetes sudah merupakan salah satu

ancaman utama bagi kesehatan umat manusia pada abad 21. Meningkatnya prevalensi

diabetes mellitus di beberapa negara berkembang, akibat peningkatan kemakmuran di negara

bersangkutan, akhir-akhir ini banyak disoroti. Peningkatan pendapatan per kapita dan

perubahan gaya hidup terutama di kota-kota besar, menyebabkan peningkatan prevalensi

penyakit jantung koroner (PJK), hipertensi, hiperlipidemia, diabetes, dan lain-lain.1

Melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang, differential diagnosis, working

diagnosis, etiologi, epidemiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, penatalaksanaan, preventif,

komplikasi, serta prognosis, tinjauan pustaka ini mencoba untuk menjelaskan faktor yang

mempengaruhi pasien datang dengan keluhan pada skenario 3, yaitu lemas sejak 2 minggu

yang lalu. Pasien memiliki riwayat diabetes sejak 5 tahun yang lalu dan minum obat secara

teratur. Dengan demikian diambil hipotesis bahwa OS menderita diabetes mellitus tipe II.

Melalui tinjauan pustaka ini, akan lebih dijelaskan bagaimana diagnosis dan terapi yabg

benar dan baik buat pasien diabetes mellitus tipe II.

Pembahasan

Skenario 3

1

Page 2: 274409377 makalah-diabetes-melitus-tipe-2

Seorang laki-laki berusia 45 tahun, datang ke dokter untuk berkonsultasi karena ia

merasa semakin lemas sejak 2 minggu yang lalu. Pasien memiliki riwayat diabetes mellitus

sejak 5 tahun yang lalu dan minum metformin dan glibenklamid secara teratur.

A. Anamnesis

Anamnesis atau wawancara medis merupakan tahap awal dari rangkaian pemeriksaan

pasien, baik secara langsung pada pasien yang bersangkutan atau secara tidak langsung

melalui keluarga maupun relasi terdekatnya. Setelah anamnesis, kita dapat merumuskan

masalah-masalah pasien dan dilanjutkan dengan proses pengkajiannya. Kemudian ditetapkan

rencana pengelolaan terhadap pasien, yaitu rencana pemeriksaan untuk diagnosis,

pengobatan, maupun penyuluhannya, dan diikuti dengan pelaksanaan rencana tersebut

beserta evaluasi atau tindak lanjuitnya.22

Data anamnesis, terdiri atas beberapa kelompok data penting sebagai berikut:

Identitas. Identitas meliputi nama lengkap pasien, umur atau tanggal lahir, jenis

kelamin, nama orang tua atau penanggung jawab, alamat, pendidikan, pekerjaan, suku bangsa

dan agama.3

Keluhan Utama. Keluhan utama merupakan bagian paling penting dari anamnesis

dan pemeriksaan fisik. Anamnesis ini biasanya memberikan informasi terpenting untuk

mencapai diagnosis banding, dan memberikan wawasan vital mengenai gambaran keluhan

yang menurut pasien paling penting.4 Pada skenario 3, keluhan utama pasien adalah lemas

sejak 2 minggu yang lalu. Pasien memiliki riwayat diabetes sejak 5 tahun yang lalu dan

minum obat secara teratur.

Riwayat Penyakit Sekarang (RPS). RPS adalah cerita kronologis, terinci dan jelas

mengenai keadaan kesehatan pasien sejak sebelum keluhan utama sampai pasien datang

berobat.2 Biasa pasien datang dengan keluhan khas DM berupa poliuria, polidipsia, polifagia,

dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.1

3P (poliuri, polidipsia, polifagia). Pada poliuri tanyakan apakah pasien merasa haus

atau lelah yang lebih dari biasanya, mengalami penurunan berat badan lebih dari 5% akhir-

akhir ini. Eksplorasi tentang frekuensi dan pola poliuria, mulai terjadi gejala, adakah faktor

presipitasi, bagaimana pola dan jumlah asupan cairan perhari. Tanyakan adakah gangguan

2

Page 3: 274409377 makalah-diabetes-melitus-tipe-2

penglihatan, sakit kepala, trauma kepala yang dapat merupakan gejala awal diabetes

insipidus. Terakhir tanyakan tentang obat-obat yang digunakan pasien. Begitu pula pada

polidipsia perlu ditanyakan berapa banyak minum setiap harinya, berapa sering dan berapa

banyak pasien berkemih, apakah malam hari ketika ingin berkemih sampai menyebabkan

pasien terbangun, apakah di keluarga terdapat riwayat penyakit diabetes atau ginjal, serta

apakah ada obat yang diminum secara rutin akhir ini. Sedangkan pada polifagia, bisa

ditanyakan adakah perubahan kebiasaan makan, program diet yang dijalani, serta bagaimana

asupan makanan, kualitas, dan kuantitas.5

Diabetes mellitus bisa timbul akut berupa ketoasidosis diabetik, koma hiperglikemia,

disertai efek osmotik diuretik dari hiperglikemia (poliuria, polidipsi, nokturia), efek samping

diabetes pada organ akhir (IHD, retinopati, penyakit vaskular perifer, neuropati perifer), atau

komplikasi akibat meningkatnya keretanan terhadap infeksi (misalnya ISK, ruam kandiada).

Keadaan ini juga bisa ditemukan secara tidak sengaja saat melakukan pemeriksaan darah atau

urin.2 Maka hal di atas harus ditanyakan secara lengkap melalui anamnesis.4

Riwayat Penyakit Dahulu (RPD). RPD penting untuk mencatat secara rinci semua

masalah medis yang pernah timbul sebelumnya dan terapi yang pernah diberikan, seperti

adakah tindakan operasi dan anastesi sebelumnya, kejadian penyakit umum tertentu.4

Pada pasien yang diketahui mengidap diabetes mellitus perlu ditanyakan bagaimana

manifestasinya dan apakah obat yang didapat, bagaimana pemantauan untuk control, seperti

frekuensi pemeriksaan pemeriksaan urin, tes darah, HbA1C, buku catatan, kesadaran akan

hipoglikemia, serta tanyakan mengenai komplikasi sebelumnya.4

1. Riwayat masuk rumah sakit karena hipoglikemia/hipergikemia

2. Penyakit vaskular: iskemia jantung (MI, angina, CCF), penyakit vaskular perifer

(klaudikasio, nyeri saat beristirahat, ulkus, perawatan kaki, impotensi),

neuropati perifer, neuropati otonom (gejala gastroparesis – muntah, kembung,

diare)

3. Retinopati, ketajaman penglihatan, terapi laser

4. Hiperkolesterolemia, hipertrigliserida

5. Disfungsi ginjal (proteinuria, mikroalbuminuria)

3

Page 4: 274409377 makalah-diabetes-melitus-tipe-2

6. Hipertensi – tetapi

7. Diet, berat badan, atau olahraga

Riwayat Pribadi dan Sosial. Secara umum menanyakan bagaimana kondisi sosial,

ekonomi dan kebiasaan-kebiasaan pasien seperti merokok, mengkonsumsi alkohol, dan hal

yang berkaitan. Asupan gizi pasien juga perlu ditanyakan, meliputi jenis makanannya,

kuantitas dan kualitasnya. Begitu pula juga harus menanyakan vaksinasi, pengobatan, tes

skrining, kehamilan, riwayat obat yang pernah dikonsumsi, atau mungkin reaksi alergi yang

dimiliki pasien. Selain itu, harus ditanyakan juga bagaimana lingkungan tempat tinggal

pasien.4

Riwayat Keluarga. Riwayat keluarga berguna untuk mencari penyakit yang pernah

diderita oleh kerabat pasien karena terdapat kontribusi genetik yang kuat pada berbagai

penyakit. Sedangkan riwayat sosial penting untuk memahami latar belakang pasien, pengaruh

penyakit yang diderita terhadap hidup dan keluarga mereka. Selain itu yang juga perlu

diperhatikan adalah riwayat berpergian (penyakit endemik).4

B. Pemeriksaan Fisis

Tujuan pemeriksaan fisis umum adalah mendapatkan atau mengidentifikasi keadaan

umum pasien saat diperiksa, dengan penekanan pada tanda-tanda kehidupan (vital sign),

keadaan sakit, keadaaan gizi, dan aktivitas baik dalam keadaan berbaring atau pun berjalan.

Pemeriksaan tanda-tanda vital meliputi pemeriksaan tekanan darah, denyut nadi, pernapasan,

dan suhu tubuh. Derajat kesadaran juga perlu diidentifikasi bersamaan dengan keadaan umum

pasien.2

Diabetes mellitus merupakan penyakit yang memiliki efek kepada seluruh tubuh.

Maka dalam pemeriksaan fisik harus dilakukan pemeriksaan secara lengkap. Dan biasanya

ditemukan beberapa kelainan sebagai berikut:6

4

Page 5: 274409377 makalah-diabetes-melitus-tipe-2

Gambar 1. Keadaan-keadaan yang mungkin ditemukan dalam pemeriksaan fisik.6

5

Page 6: 274409377 makalah-diabetes-melitus-tipe-2

Selanjutnya dilakukan pemeriksaan fisis sesuai tiga keluhan utama pada pasien DM

yaitu poliuria, polidipsia, dan polifagia.

Poliuri. Pada poliuri perlu dilakukan evaluasi status hidrasi pasien, perhatikan adakah

kekeringan pada kulit dan membran mukosa, penurunan turgor, dan elastisitas kulit, serta

berkurangnya keringat.5

Polidipsi. Pada keadaan ini perlu diperiksa tanda-tanda dehidrasi, seperti mukosa

mulut atau bibir yang kering dan turgor kulit yang turun.5

Polifagia. Pemeriksaan fisis yang perlu dilakukan pertama adalah evaluasi antropometri serta penilaian keadaan gizi pasien, apakah normal, gemuk,

atau kurus. Hal ini dinilai dengan mengukur tinggi serta berat badan. Nilai normal berkisar ± 10% dari 90% x (tinggi badan cm-100) x 1 kg. Untuk menentukan

status gizi dapat pula dipakai indeks massa tubuh. Indeks massa tubuh (IMT) dihitung dengan rumus IMT = BB (kg) / TB (m2). 2,5

Tabel 1. Klasifikasi IMT (kg/m2)2,5

BB kurang <18,5

BB normal 18,5-22,9

BB lebih ≥23,0

Dengan resiko 23,0-24,9

Obesitas I 25,0-29,9

Obesitas II ≥30

Pada skenario 3, pasien memiliki IMT 22,5, yang artinya adalah berat badan normal.

C. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium. Walaupun oleh masyarakat umum DM sering disebut

sebagai penyakit kencing manis atau kencing gula, namun diagnosis DM harus didasarkan

atas pemeriksaan kadar glukosa darah, dan tidak dapat ditegakkan hanya berdasarkan adanya

glukosuria saja. Dalam menentukan diagnosis DM harus diperhatikan asal bahan darah yang

diambil, waktu pengambilan, dan cara pemeriksaan yang dipakai.1,7

6

Page 7: 274409377 makalah-diabetes-melitus-tipe-2

Bahan pemeriksaan kadar glukosa darah. Untuk diagnosis, bahan pemeriksaan

yang dianjurkan untuk menentukan kadar glukosa darah adalah plasma darah vena dengan

metoda pemeriksaan cara enzimatik. Pada kondisi tertentu dimana sulit mendapatkan darah

vena, dapat juga dipakai darah utuh (whole blood) vena atau kapiler dengan memperhatikan

angka-angka kriteria diagnosis yang berbeda sesuai dengan pembakuan oleh WHO.

Pemeriksaan dengan serum sama baiknya dengan plasma bila serum dipisahkan dari darah

lengkap dalam waktu kurang dari 1 jam. Glukosa dalam serum atau plasma yang disimpan

pada suhu 40C dapat bertahan sampai glukosa yang lebih rendah secara bermakna. Selain

plasma vena, pada kondisi tertentu bila sulit mendapatkan darah vena, dapat juga dipakai

darah kapiler. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah vena mungkin akan berbeda dengan

hasil pemeriksaan dengan menggunakan sampel darah kapiler. Hal ini disebabkan karena

kadar glukosdarah kapiler lebh tinggin 7-10% daripada kadar glukosa darah vena. Pada

keadaan puasa, perbedaan kadar glukosa darah vena dan arteri 2-3 mg/dl, dan setelah makan

perbedaan ini dapat mencapai 20-30 mg/dl. Kadar glukosa darah arteri dapat tidak berbeda

dengan kadar glukosa darah kapiler.7

Waktu pengambilan sampel darah. Berdasar waktu pengambilan sampel darah,

dikenal beberapa jenis pemeriksaan kadar glukosa darah, yaitu kadar glukosa darah sewaktu,

kadar glukosa darah puasa, kadar glukosa darah 2 jam setelah makan (post prandial), dan

kadar glukosa jam ke-2 Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO).7

Pada pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu, pengambilan sampel darah dilakukan

tanpa perlu memperhatikan waktu terakhir makan. Pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu

plasma vena dapat digunakan untuk pemeriksaan penyaring dan memastikan diagnosis,

sedangkan pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu darah kapiler hanya untuk pemeriksaan

penyaring saja. Pada pemeriksaan kadar glukosa darah puasa, pengambilan sampel darah

dilakukan setelah penderita berpuasa paling sedikit 8 jam sebelum pemeriksaan. Pemeriksaan

kadar glukosa darah puasa dari plasma vena dapat digunakan untuk pemeriksaan penyaring,

memastikan diagnosis, memantau hasil pengobatan, dan pengendalian DM. Sedangkan

pemeriksaan kadar glukosa darah puasa dari darah kapiler hanya digunakan untuk

pemeriksaan penyaring, memantau hasil pengobatan, dan pengendalian DM.7

Pemeriksaan kadar glukosa darah 2 jam setelah makan (post prandial) sukar dilakukan

standarisasi karena jenis dan jumlah makanan yang dimakan sukar disamakan. Selain itu

7

Page 8: 274409377 makalah-diabetes-melitus-tipe-2

sukar pula mengamati apakah pasien dalam tenggang waktu 2 jam untuk tidak makan atau

minum lagi. Namun pemeriksaan glukosa darah 2 jam post prandial masih bermanfaat untuk

memantau pengobatan dan pengendalian DM.7

Pemeriksaan kadar glukosa darah jam ke-2 Tes Toleransi Glukosa (TTGO)

merupakan pemeriksaan laboratorium yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis DM bila

berdasarkan hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa atau sewaktu diagnosis DM belum

dapat dipastikan. Dengan demikian, pemeriksaan ini tidak diperlukan bagi penderita dengan

gejala khas DM dan kadar glukosa darah puasa dan atau sewaktu yang memenuhi kriteria

diagnostik DM.7

Cara pelaksanaan TTGO (WHO, 1999)7

1. Tiga hari sebelum pemeriksaan makan seperti biasa (karbohidrat cukup)

2. Kegiatan jasmani seperti biasa dilakukan

3. Puasa paling sedikit 8 jam, mulai malam hari sebelum pemeriksaan, minum air putih

diperbolehkan

4. Diperiksa kadar glukosa darah puasa

5. Diberikan 75 gram glukosa (orang dewasa) atau 1,75 gram/kgBB (anak-anak),

dilarutkan dalam air 250 ml dan diminum habis dalam waktu 5 menit.

6. Diperiksa kadar glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa

7. Selama proses pemeriksaan pasien yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok

Untuk kemudahan, America Diabetes Association (ADA) dan Perkumpulan

Endokrinologi Indonesia (PERKENI, 2002) menganjurkan pemeriksaan kadar glukosa darah

pada jam ke-2 TTGO saja. Penilaian hasil pemeriksaan kadar glukosa darah jam ke-2 TTGO

tercantum pada table dibawah.7

Tabel 1. Penilaian Hasil Pemeriksaan TTGO Jam Kedua.7

Kadar glukosa darah (mg/dl) Penilaian

<140 TTGO normal

8

Page 9: 274409377 makalah-diabetes-melitus-tipe-2

140-199 Toleransi glukosa terganggu (TGT)

≥200 Diabetes Melitus

Metode pemeriksaan kadar glukosa darah. Metode pemeriksaan glukosa darah

terbagi menjadi 2 kelompok, yaitu metode kimia dan metoe enzimatik. Metode pemeriksaan

yang dianjurkan adalah metode enzimatik. Prinsip metode kimia adalah berdasarkan atas

kemampuan reduksi. Dengan metode ini, selain glukosa darah terukur pula zat-zat yang

mempunyai kemampuan untuk mereduksi sehingga akan diperoleh hasil yang lebih tinggi

daripada keadaan seharusnya. Sedangkan metode enzimatik, metode ini bersifat spesifik

terhadap glukosa. Dikenal dua maca metode enzimatik, yaitu metode glucose oxidase dan

metode hexokinase.7

Manfaat pemeriksaan laboratorium. Dalam pengelolaan DM, pemeriksaan

laboratorium dapat berfungsi sebagai pemeriksaan penyaring (screening), menegakkan

diagnosis, pemantauan hail pengobatan, dan pengendalian DM. dalam usaha menegakkan

diagnosis Dm secara dini perlu dilakukan pemeriksaan penyaring dan berdasarkan hail

pemeriksaan penyaring yang diperoleh barulah ditentukan apakah perlu dilakukan

pemeriksaan lebih lanjut dengan pemeriksaan diagnostik.7

Pemeriksaan penyaring DM. Ada perbedaan antara uji diagnostik DM dan

pemeriksaan penyaring. Uji diagnostik DM dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejala

atau tanda DM, sedangkan pemeriksaan penyaring bertujuan untuk mengidentifikasi mereka

yang tidak bergejala, yang mempunyai resiko DM. Serangkaian uji diagnostik akan dilakukan

kemudian pada mereka yang hasil pemeriksaan penyaringnya positif, untuk memastikan

diagnosis definitif. Pemeriksaan penyaring dikerjakan pada kelompok dengan salah satu

resiko DM, seperti usia yang lebih dari 45 tahun, berat badan lebih (BBR > 110% idaman

atau IMT > 23 kg/m2), hipertensi (≥ 140/90 mmHg), riwayat DM dalam garis keturunan,

riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat atau BB lahir bayi > 4000 gram, kolesterol

HDL ≤ 35 mg/dl dan atau trigliserida ≥ 250 mg/dl. Bagi kelompok resiko tinggi dengan hasil

pemeriksaan penyaring negatif, pemeriksaan perlu dilakukan setiap tahun. Bagi mereka yang

berusia diatas 45 tahun tanpa faktor resiko, pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap 3

tahun.1,7

9

Page 10: 274409377 makalah-diabetes-melitus-tipe-2

Pemeriksaan penyaring berguna untuk menjaring pasien DM, toleransi glukosa

terganggu (TGT) dan glukosa darah puasa terganggu (GDPT), sehingga dapat ditentukan

langkah yang tepat untuk mereka. Pasien dengan TGT dan GDPT merupakan tahapan

sementara menuju DM. setelah 5-10 tahun kemudia 1/3 kelompok TGT akan berkembang

menjadi DM, 1/3 tetap TGT, dan 1/3 lainnya kembali normal. Adanya TGT sering berkaitan

dengan resistensi insulin. Pada kelompok TGT ini resiko terjadinya aterosklerosis lebih tinggi

dibandingkan kelompok normal. TGT sering berikatan dengan penyakit kardiovaskular,

hipertensi, dan displipidemia. Peran aktif para pengelola kesehatan sangat diperlukan agar

deteksi DM dapat ditegakkan sedini mungkin dan pencegahan primer dan sekunder dapat

segera diterapkan.1

Pemeriksaa penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah

sewaktu atau kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan tes toleransi glukosa

oral (TTGO) standar.1

Tabel 2. Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa Sebagai Patokan Penyaring dan Diagnosis

DM (mg/dl)1

Bukan DM Belum pasti DM DM

Kadar glukosa darah sewaktu (mg/dl)Plasma vena <110 110-199 ≥200

Darah kapiler <90 90-199 ≥200

Kadar glukosa darah puasa (mg/dl)Plasma vena <110 110-125 ≥126

Darah kapiler <90 90-109 ≥110

Pemeriksaan diagnostik DM. Diagnostik klinis DM biasanya akan dipikirkan bila ada keluhan khas berupa poliuria, polidipsia, polifagia, dan

penuruan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya, serta keluhan lain. Bila terdapat keluhan khas dan pemeriksaan glukosa darah sewaktu ≥200 mg/dl

atau kadar glukosa darah puasa ≥126 mg/dl, maka diagnosis DM dapat ditegakkan. Bila tidak ada keluhan khas, hasil pemeriksaan kadar darah yang baru satu

kali saja abnormal belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis DM. pada keadaan ini perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dengan mendapatkan sekali

lagi nilai abnormal pada hari yang lain, baik kadar glukosa darah puasa ≥126 mg/dl dan atau kadar glukosa darah sewaktu ≥200 mg/dl. Pada penderita tanpa

keluhan khas DM, bila hasil pemeriksaan kadar glukosa darah dalam batas peralihan yaitu kadar glukosa darah puasa antara 110-125 mg/dl atau kadar glukosa

10

Page 11: 274409377 makalah-diabetes-melitus-tipe-2

darah sewaktu anatara 110-199 mg/dl, harus dilakukan TTGO untuk memastikan diagnostik DM. Penilaian hasil tanpa pemeriksaan kadar glukosa darah jam ke-2

TTGO pada penderita tanpa keluhan khas DM yang hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa antara 110-125 mg/dl tercantum pada tabel dibawah.7

Tabel 3. Hasil Pemeriksaan TTGO Tanpa Keluhan Khas DM dan Kadar Glukosa Darah

Puasa 110-12 mg/dl.7

Kadar glukosa darah puasa (mg/dl) Penilaian

<140 Glukosa darah puasa terganggu (GDPT)

140-199 Toleransi glukosa terganggu (TGT)

≥200 DM

Penilaian hasil pemeriksaan kadar glukosa darah jam ke-2 TTGO pada penderita

tanpa keluhan khas DM yang hasil pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu antara 110-199

mg/dl tercantum pada table dibawah ini.7

Tabel 4. Hasil Pemeriksaan TTGO Tanpa Keluhan Khas DM dan Kadar Glukosa Darah

Sewaktu 110-199 mg/dl.7

Kadar glukosa darah sewaktu (mg/dl) Penilaian

<140 Normal

140-199 Toleransi Glukosa Terganggu (TGT)

≥200 DM

Pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan diagnosis DM dapat dilakukan

berdasarkan algoritma dibawah ini.

Pemeriksaan laboratorium untuk penilaian hasil pengobatan. Pemeriksaan ini

bertujuan untuk memantau keberhasilan pengobatan dalam rangka mencegah terjadinya

komplikasi DM. Jenis pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan untuk menilai hasil

pengobatan DM adalah pemeriksaan kadar glukosa darah, kadar A1C, pemeriksaan glukosa

darah mandiri, pemeriksaan glukosa urin, dan pemeriksaan benda keton urin.7

11

Page 12: 274409377 makalah-diabetes-melitus-tipe-2

1. Pemeriksaan kadar glukosa darah. Pemeriksaan kadar glukosa darah puasa atau 2

jam setelah makan perlu dilakukan untuk menyesuaikan dosis obt yang diberikan

pada penderita DM.

2. Pemeriksaan kadar hemoglobin A1C (A1C). A1C merupakan hemoglobin

terglikosilasi dan dikenal juga sebagai gliko-hemoglobin yang merupakan komponen

kecil hemoglobin, bersifat stabil dan terbentuk secara perlahan melalui reaksi non-

enzimatik dari hemoglobin dan glukosa. Reaksi non-enzimatik ini berlangsung terus-

menerus sepanjang eritrosit (kira-kira 120 hari), sehingga eritrosit tua mengandung

A1C lebih tinggi daripada eritrosit muda. Proses glikosilasi non-enzimatik ini

dipengaruhi langsung oleh kadar glukosa darah. Karena eritrosit bersifat permeabel

dialalui glukosa maka pengukuran kadar A1C mencerminkan keadaan glikemik

selama masa 120 hari. Berdasarkan waktu paruh A1C yang lamanya sekitar setengah

dari masa hidup eritrosit yaitu 60 hari, maka pemeriksaan kadar A1C digunakan untuk

memantau keadaan glikemik untuk kurun waktu 2-3 bulan yang lampau. Nilai normal

kadar A1C adalah 5-8% dari kadar Hb total. Pada penderita DM dengan hiperglikemi

kronik, jumlah protein yang terglikosilasi (A1C) akan meningkat. Pemeriksaan A1C

digunakan untuk menilai efek perubahan pengobatan 8-12 minggu sebelumnya tetapi

tidak dapat dipakai untuk menilai hasil pengobatan jangka pendek. Pemeriksaan ini

dianjurkan untuk dilakukan sedikitnya 2 kali dalam setahun.

3. Pemeriksaan glukosa darah mandiri. Sampel darah untuk pemeriksaan ini adalah

darah kapiler dan diperlukan reagen kering. Pada umumnya pemeriksaan ini

sederhana dan mudah dilakukan. Yang perlu diingat adalah alat pemriksaan perlu

dikaliberasi. PDGM dianjurkan bagi pasien yang mendapat pengobatan dengan

insulin atau pemicu sekresi insulin.

4. Pemeriksaan glukosa urin. Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan yang kurang

akurat karena tidak semua peningkatan kadar glukosa darah akan disertai dengan

terjadinya glukosuria. Pemeriksaan glukosa urin hanya dilakukan pada penderita yang

tidak dapat atau tidak mau memeriksa kadar glukosa darah.

5. Pemeriksaan benda keton. Pemeriksaan benda keton darah maupun urin cukup

penting dilakukan terutama pada penderita DM tipe-2 terkendali buruk, misalnya

kadar glukosa darah >300 mg/dl, penderita DM tipe-2 dengan penyulit akut, serta

12

Page 13: 274409377 makalah-diabetes-melitus-tipe-2

terdapat gejala keto asidosis diabetik (KAD), dan pada penderita DM tipe-2 yang

sedang hamil. Pemeriksaan benda keton dapat dilakukan dengan metode carik celup,

metode Rothera, dan metode Gerhardt. Benda keton dalam darah yang penting adalah

asam betahidroksi butirat. Bila kadar benda keton darah <0.6 mmol/L dianggap

normal, kadar benda keton darah diatas 1 mmol/L disebut ketosis, dan kadar benda

keton darah diatas 3 mmol/L merupakan indikasi adanya KAD. Dengan melakukan

pemeriksaan ini, diharapkan penyulit akut DM dapat dicegah, khusunya KAD, yang

mempunyai angka kematian yang tinggi.

Pemeriksaan laboratorium untuk pengendalian DM. penyebab terjadinya

komplikasi pada penderita DM bukan secara langsung oleh kadar glukosa darah yang tinggi

tetapi akibat yang ditimbulkan oleh zat-zat metabolit lain yang terbentuk akibat sel tidak

dapat menggunakan glukosa. Oleh karena itu DM dikatakan terkendali dengan baik bila

kadar glukosa darah terkendali, disamping status gizi, tekanan darah, kadar lipid, dan kadar

A1C juga terkendali baik.7

Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan untuk menilai status pengendalian

DM adalah pemeriksaan kadar glukosa darah puasa, kadar glukosa darah 2 jam post prandial,

kadar A1C, pola lipid darah yang meliputi kadar kolesterol total, kolesterol HDL, kolesterol

LDL, dan trigliserida. Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium tersebut diatas dapat

ditetapkan status pengendalian DM sebagaimana yang tercantum pada tabel dibawah ini.7

Tabel 5. Kriteria Pengendalian DM.7

Pemeriksaan laboratorium Baik Sedang Buruk

Glukosa darah puasa (mg/dl) 80-109 110-125 ≥126

Glukosa darah 2 jam (mg/dl) 80-144 145-179 ≥180

A1C (%) <6,5 6,5-8 >8

Kolesterol total (mg/dl) <200 200-239 ≥240

Kolesterol LDL (mg/dl) <100 100-129 ≥130

Kolesterol HDL (mg/dl) >45

Trigliserida (mg/dl) <150 150-199 >20013

Page 14: 274409377 makalah-diabetes-melitus-tipe-2

IMT (kg/m2) 18,5-22,9 23-25 >25

Tekanan darah (mmHg) <130/80 130-140/80-90 >140/90

Untuk penderita berumur lebih dari 60 tahun kadar glukosa darah lebih tinggi yaitu

kadar glukosa darah puasa <150 mg/dl dan kadar glukosa darah sesudah makan <200 mg/dl.

Demikian pula dengan kadar lipid, tekanan darah, dan lain-lain mengacu pada batasan kriteria

pengendalian sedang. Hal ini dilakukan mengingat sifat-sifat khusus penderita usia lanjut dan

juda mencegah kemungkinan timbulnya efek samping dan interaksi obat.7

D. Differential Diagnosis

LADA.

MODY.

E. Working Diagnosis

Diabetes mellitus tipe II. DM merupakan penyakit menahun, dapat menyerang

segala lapisan umur dan sosial ekonomi, dan ditandai oleh kadar glukosa darah yang melebihi

nilai normal, atau yang biasanya disebut hiperglikemi. Secara umum, hiperglikemia

ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan glukosa darah sewaktu ≥200 mg/dl atau ≥126

mg/dl.1,8

Dalam beberapa dekade akhir ini hasil penelitian baik klinik maupun laboratorik

menunjukkan bahwa diabetes mellitus merupakan suatu keadaan heterogen baik sebab

maupun macamnya. Walaupun secara klinis terdapat 2 macam diabetes, tetapi sebenarnya

ada yang berpendapat diabetes hanya merupakan suatu spectrum defisiensi insulin. Individu

yang kekurangan insulin secara total atau hampir total dikatakan sebagai diabetes “Juvenile

onset” atau “insulin dependent” atau “ketosis prone”, karena tanpa insulin dapat terjadi

kematian dalam beberapa hari yang disebabkan ketoasidosis. Pada ekstrem yang lain terdapat

individu yang “stable” atau “maturity onset” atau “non-insulin dependent”. Orang-orang ini

hanya menunjukkan defisiensi insulin yang relatif dan walaupun banyak diantara mereka

mungkin memerlukan suplementasi insulin, tidak akan terjadi kematian karena ketoasidosis

14

Page 15: 274409377 makalah-diabetes-melitus-tipe-2

walaupun insulin eksogen dihentikan. Bahkan diantara mereka mungkin terdapat kenaikan

jumlah insulin secara absolute bila dibandingkan dengan orang normal, tetapi ini biasanya

berhubungan dengan obesitas dan atau inaktifasi fisik.1

Sesuai dengan konsep mutakhir, kedua kelompok besar diabetes dapat dibagi lagi atas

kelompok kecil. Pada satu kelompok besar “IDDM” (Insulin Dependent Diabetes

Mellitus)atau diabetes tipe 1, terdapat hubungan dengan HLA tertentu pada kromosom 6 dan

beberapa auto-imunitas serologik dan cell-mediated. Infeksi virus pada atau dekat sebelum

onset juga disebut-sebut berhubungan dengan patogenesis diabetes. Pada percobaan binatang,

virus, dan toksin diduga berpengaruh pada kerentanan proses auto-imunitas ini.1

Kelompok besar lainnya “NIDDM” (Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus) atau

diabetes tipe 2, tidak mempunyai hubungan dengan HLA, virus atau autoimunitas dan

biasanya mempunyai sel beta yang masih berfungsi, sering memerlukan insulin tetapi tidak

bergantung kepada insulin seumur hidup.1

Dalam teminologi juga terdapat perubahan dimana pada klasifikasi WHO 1985 tidak

lagi terdapat istilah tipe 1 dan tipe 2. Tetapi karena istilah ini sudah mulai dikenal umum,

maka untuk tidak membingungkan, kedua istilah ini masih dapat dipakai tetapi tanpa

mempunyai arti khuss seperti implikasi etiopatogenik. Istilah ini pun kemudian kembali

digunakan oleh ADA pada tahun 1997 sampai 2005, sehingga DM tipe 1 dan tipe 2

merupakan istilah yang saat ini dipakai ketimbang IDDM dan NIDDM.1

F. Etiologi

Faktor penyebab. Bukti menunjukkan bahwa diabetes mellitus memiliki berbagai

penyebab, termasuk hereditas, lingkungan (infeksi, makanan, toksin, dan stress), perubahan

gaya hidup pada orang yang secara genetik rentan, serta faktor kehamilan.9

Diabetes mellitus tipe 1. DM tipe ini disebabkan destruksi sel beta, dan umumnya

menjurus ke defisiensi insulin absolute melalui proses imunologik atau idiopatik.1

Diabetes mellitus tipe 2. Penyebab DM tipe 2 bervariasi, mulai yang predominan

resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif, sampai yang perdominan gangguan sekresi

insulin bersama resistensi insulin.1

15

Page 16: 274409377 makalah-diabetes-melitus-tipe-2

Diabetes mellitus tipe lain. Sedangkan diabetes mellitus tipe lain dapat disebabkan

oleh defek genetik fungsi sel beta, defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas,

endokrinopati, obat atau zat kimia, infeksi (seperti rubella kongenital, CMV), imunologi,

serta sindroma genetik lain.1

G. Epidemiologi

Diantara penyakit degeneratif, diabetes adalah salah satu diantara penyakit tidka

menular yang meningkat jumlahnya. Diabetes merupakan salah satu ancaman utama bagi

kesehatan umat manusia pada abad 21. WHO membuat perkiraan bahwa pada tahun 2000

jumlah pengidap diabetes diatas umur 20 tahun berjumlah 150 juta orang dan dalam kurun

waktu 25 tahun kemudian, pada tahun 2025, jumlah ini akan membengkak menjadi 300 juta

orang.1

Secara epidemiologik, diabetes sering kali tidak terdeteksi dan dikatakan onset atau

mulai terjadinya diabetes adalah 7 tahun sebelum diagnosis ditegakkan, sehingga morbiditas

dan mortalitas dini terjadi pada kasus yang tidak terdeteksi dini. Penelitian lain menyatakan

bahwa dengan adanya urbanisasi, populasi diabetes tipe 2 akan meningkat 5-10 kali lipat

karena terjadi perubahan perilaku rural-tradisional menjadi urban. Faktor resiko yang berubah

secara epidemiologic diperkirakan adalah bertambahnya usia, lebih banyak dan lamanya

obesitas, distribusi lemak tubuh, kurangnya aktifitas jasmani, dan hiperinsulinemia. Semua

faktor ini berinteraksi dengan beberapa faktor genetik yang berhubungan dengan terjadinya

DM tipe 2.1

H. Patofisiologi

Diabetes mellitus tipe 2 merupakan penyakit kronis yang disebabkan oleh salah satu

atau lebih faktor berikut, yaitu kerusakan sekresi insulin, produksi glukosa yang tidak tepat di

dalam hati, atau penurunan sensitivitas reseptor insulin perifer. Faktor genetik merupakan hal

yang signifikan, dan awitan diabetes dipercepat oleh obesitas serta gaya hidup sering duduk.

Sekali lagi stress tambahan dapat menjadi faktor penting.9

Pada diabetas mellitus tipe 2, jumlah insulin normal malah mungkin lebih banyak

tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel berkurang. Reseptor insulin

ini dapat diibaratkan sebagai lubang kunci pintu masuk ke dalam sel. Pada keadaan tadi

jumlah lubang kuncinya yang kurang, hinga walaupun anak kunci (insulin) banyak, tetapi 16

Page 17: 274409377 makalah-diabetes-melitus-tipe-2

karena lubang kunci (reseptor) kurang, maka glukosa yang masuk sel akan sedikit, sehingga

sel akan kekurangan bahan bakar (glukosa) dan glukosa di dalam pembuluh darah meningkat.

Dengan demikian keadaan ini sama dengan pada DM tipe 1. Perbedaannya adalah DM tipe 2

di samping kadar glukosa tinggi, juga kadar insulin tinggi, dan normal. Keadaan ini disebut

resistensi insulin.10

Penyebab resistensi insulin pada DM tipe 2 sebenarnya tidak begitu jelas, tetapi

faktor-faktor yang berperan antara lain, obsitas terutama yang bersifat sentral, kurang gerak

badan, diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat, Kurang gerak badan, diet tinggi lemak dan

rendah karbohidrat, dan faktor keturunan (herediter).10

Pada DM tipe 2 jumlah sel beta berkurang sampai 50-60% dari normal. Yang

menyolok adalah peningkatan jumlah jaringan amilois pada sel beta yang disebut amilin.10

Baik pada DM tipe 1 ataupun tipe 2 kadar glukosa darah jelas meningkat dan bila

kadar itu melewati batas ambang ginjal, maka glukosa itu akan keluar melalui urin.10

Kekurangan glukosa sebagai sumber energi pada sel menyebabkan berbagai macam

akibat diantaranya muncul dari tingginya kadar glukosa dalam darah disebabkan adanya

resistensi insulin atau sejumlah abnormalitas genetik dari reseptor insulin. Pada sebagian

besar pasien DM tipe 2 mengalami hiperinsulinemia pada awalnya sebagai bentuk

kompensasi terhadap kurangnya glukosa yang masuk ke dalam sel, konsekuensi terjadinya

hiperinsulinemia berkepanjangan adalah terjadinya defiensi insulin yang dalam keadaan ini

relatif.10

Sel kekurangan sumber enegi dan menimbulkan respon glikogenesis,

glukoneogenesis, dan lipolisis unutk menghasilkan glukosa unutk energi. Hal ini

memperparah hiperglikemia. Penghancuran protein dan lemak tubuh menyebabkan

penurunan berat badan. Glukosa disekresi di urin dalam bentuk diuresis yang selanjutnya

dapat menyebabkan kehilangan cairan dan garam tubuh. Pasien menjadi dehidrasi, selalu

merasa haus dan minum air dalam jumlah banyak (polidipsia).10

Sekresi insulin residual berarti bahwa seseorang dengan diabetes mellitus tipe 2 tidak

mengalami ketoasidosis diabetik, namun orang tersebut dapat mengalami koma hiperosmolar

non-ketotik (HONK) yang diinduksi oleh hiperglikemia berkepanjangan serta dehidrasi dan

hipernatremia.10

17

Page 18: 274409377 makalah-diabetes-melitus-tipe-2

Efek dari menderita diabetes melitus dapat bermanifestasi mempengaruhi banyak

sistem dalam tubuh seperti pada mata, ginjal dan pada persarafan (neuropati diabetik). Pada

neuropatik diabetik proses kejadiannya berawal dari hiperglikemia berkepanjangan yang

berakibat terjadinya peningkatan aktivitas jalur dipol, sintesis advance glycosilation end

products (AGEs), pembentukan radikal bebas dan akttivasi protein kinase C (PKC). Aktivasi

berbagai jalur tersebut berujung pada kurangnya vasodilatasi, sehingga aliran darah ke saraf

menurun bersama dengan rendahnya mioinositol dalam sel yang terjadi karena efek

hiperglikemia (sorbitol da fruktoda) yang merusak sel saraf.10

Manifestasi neuropati diabatik sangat bervariasi mulai dari tanpa keluhan yang

terdeteksi dengan pemeriksaan elektrofisologis, hingga keluhan nyeri hebat. Bisa juga

keluhannya dalam bentuk neuropati lokal atau sistemik, yang semua itu bergantung pada

lokasi dan jenis saraf yang terkena lesi. Rasa yang dikeluhkan pasien karena neuropati

diabetik bervariasi mulai dari kesemutan, kebas, tebal, mati rasa, rasa terbakar, seperti

ditusuk, disobek, dan ditikam.10

18

Page 19: 274409377 makalah-diabetes-melitus-tipe-2

I. Manifestasi Klinis

Keluhan khas DM berupa poliuri, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan

yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain yang mungkin dikemukakan pasien

adalah lemah, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus

vulvae pada pasien wanita.1

Berikut adalah tanda dan gejala diabetes mellitus serta akibatnya.9

1. Poliuria dan polidipsia, yang disebabkan oleh osmolalitas serum yang tinggi akibat

kadar glukosa serum yan tinggi.

2. Anoreksia atau polifagia.

3. Penurunan berat badan (10% hingga 30%) karena tidak dapat metabolisme

karbohidrat, lemak, dan protein yang normal, sebagai akibat fungsi insulin yang rusak

atau tidak ada.

4. Sakit kepala, rasa cepat lelah, mengantuk, tenaga yang berkurang, dan gangguan pada

kinerja sekolah serta pekerjaan, semua ini disebabkan oleh kadar glukosa intrasel

yang rendah.

5. Kram otot, iribilitas, dan emosi yang labil, akibat ketidakseimbangan elektrolit.

6. Gangguan penglihatan, seperti penglihatan kabur, akibat pembengkakan yang

disebabkan glukosa.

7. Baal dan kesemutan, akibat kerusakan jaringan saraf.

8. Gangguan rasa nyaman dan nyeri pada abdomen, akibat neuropati otonom yang

menimbulkan gastroparesis dan konstipasi.

9. Mual, diare, atau konstipasi, akibat dehidrasi dan ketidakseimbangan elektrolit

ataupun neuropati otonom.

10. Infeksi atau luka pada kulit yang lambat sembuhnya, serta rasa gatal pada kulit.

11. Infeksi kandida yang rekuren pada vagina atau anus.

J. Penatalaksanaan

19

Page 20: 274409377 makalah-diabetes-melitus-tipe-2

Pilar Penatalaksanaan DM

1. Edukasi

2. Terapi gizi medis

3. Latihan jasmani

4. Intervensi farmakologis

Nonmedikamentosa. Pilar penatalaksanaan DM dimulai dengan pendekatan non

farmakologi, yaitu berupa pemberian edukasi, perencanaan makan atau terapi nutrisi medik,

kegiatan jasmani, dan penurunan berat badan bila didapat berat badan lebih atau obesitas.

Bila dengan langkah-langkah pendekatan non farmakologi tersebut belum mampu mencapai

sasaran pengendalian DM, maka dilanjutkan dengan penambahan terapi medikamentosa atau

intervensi farmakologi1

Rencana diet pada pasien diabetes dimaksudkan untuk mengatur jumlah kalori dan

karbohidrat yang dikonsumsi setiap hari. Jumlah kalori yang disarankan bervariasi,

bergantung pada kebutuhan, apakah untuk mempertahankan, menurunkan atua meningkatkan

berat tubuh. Rencana diet harus dikonsultasi dahulu dengan ahli gizi yang terdaftar dan

berdasarkan pada riwayat diet pasien, makanan yang lebih disukai, gaya hidup, latar belakang

budaya, dan aktivitas fisik.1

Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan penyandang

diabetes. Di antaranya adalah dengan memperhitungkan kebutuhan kalori basal yang

besarnya 25-30 kalori / kg BB ideal, ditambah atau dikurangi bergantung pada beberapa

faktor yai tu jenis kelamin, umur, aktivitas, berat badan, dll.1

Latihan fisik mempermudah transport glukosa ke dalam sel-sel dan meningkatkan

kepekaan terhadap insulin. Pada individu sehat, pelepasan insulin menurun selama latihan

fisik sehingga hipoglikemia dapat dihindarkan. Namun, pasien yang mendapat suntikan

insulin, tidak mampu untuk memakai cara ini, dan peningkatan ambilan glukosa selama

latihan fisik dapat menimbulkan hipoglikemia.1

Medikamentosa. Pasien-pasien dengan gejala diabetes mellitus tipe 2 dini dapat

mempertahankan kadar glukosa darah normal hanya dengan menjalankan rencana diet dan

20

Page 21: 274409377 makalah-diabetes-melitus-tipe-2

latihan fisik saja. Tetapi, sebagai penyakit yang progresif, obat-obat oral hipoglikemik juga

dianjurkan. Obat-obatan yang digunakan adalah pensensitif insulin dan sulfoniurea.10,11

Dua tipe pensensitif yang tersedia adalah metformin dan tiazolidinedion. Metformin

yang merupakan suatu biguanid, dapat memberikan sebagai terapi tunggal pertama dengan

dosis 500 hingga 1700 mg/hari. Metformin menurunkan prouksi glukosa hepatik,

menurunkan absorbsi glukosa pada usus, dan meningkatkan kepekaan insulin, khususnya di

hati. Metformin tidak meningkatkan berat badan seperti insulin sehingga biasa digunakan,

khususnya pada pasien dengan obesitas. Asidosis laktat jarang terjadi namun merupakan

komplikasi yang serius, khususnya pada insufisiensi ginjal dan gagal jantung kongestif.

Sedangkan tiazolidinedion meningkatkan kepekaan insulin perifer dan menurunkan produksi

glukosa hepatik.10,11

Efek obat-obatan ini kelihatannya menjadi perantara interaksi dengan proliferator

peroksisom reseptor inti yang mengaktifkan reseptor gamma (PPAR-gamma). Dua analog

tiazolidinedion, yaitu rosiglitazon dengan dua dosis 4 hingga 8 mg/hari dan pioglitazon

dengan dosis 30 hingga 45 mg/hari, dapat diberikan sebagai terapi tunggal atau

dikombinasikan dengan metformin, sulfonilurea, atau insulin. Obat-obatan ini dapat

menyebabkan retensi air dan tidak dianjurkan untuk diberikan pada pasien dengan gagal

jantung kongestif. 10,11

Bila kadar glukosa tidak dapat dikontrol secara optimal dengan menggunakan cara-

cara yang sudah dijelaskan, pasien-pasien diabetik tipe 2 dengan sisa sel-sel pulau

Langerhans yang masih berfungsi, merupakan calon yang tepat untuk menggunakan

sulfonilurea. Obat-obat ini merangsang fungsi sel beta dan meningkatkan sekresi insulin.

Sebaliknya, pasien-pasien dengan diabetes tipe 1 yang telah kehilangan kemampuannya

untuk menyekresi insulin, pengobatan dengan sulfonilurea menjadi tidak efektif. Efek

potensial yang merugikan akibat penggunaan agen-agen hipoglikemik oral. Namun, sulfonil

urea generasi kedua menyebabkan sedikit retensi air atau tidak ada sama sekali, yang

merupakan masalah potensial dengan beberapa agen generasi pertama. Dua bahan

sulfonilurea yang paling sering digunakan adalah glipizid 2,5 hingga 40 mg/hari, dan gliburid

2,5 hingga 25 mg/hari. Gliburid memiliki waktu paruh yang lebih lama dari pada glipizid,

dan dosis total hariannya dapat diberikan sekali sehari. Gabungan sulfonilurea dengan

pensensitif insulin adalah terapi obat yang paling sering digunakan untuk pasien ini, absorbsi

21

Page 22: 274409377 makalah-diabetes-melitus-tipe-2

karbohidrat dapat diturunkan atau diperlambat dengan mengonsumsi akarbosa preprandial,

yaitu penghambat alfa glukosida yang bekerja pada usus halus dengan menyekat pencernaan

kompleks karbohidrat.10,11

Pasien-pasien dengan gejala diabetes mellitus tipe 2 dini dapat mempertahankan kadar

glukosa darah normal hanya dengan menjalankan rencana diet dan latihan fisik saja. Tetapi,

sebagai penyakit yang progresif, obat-obat oral hipoglikemik juga dianjurkan. Obat-obatan

yang digunakan adalah pensensitif insulin dan sulfoniurea.10,11

Dua tipe pensensitif yang tersedia adalah metformin dan tiazolidinedion. Metformin

yang merupakan suatu biguanid, dapat memberikan sebagai terapi tunggal pertama dengan

dosis 500 hingga 1700 mg/hari. Metformin menurunkan prouksi glukosa hepatik,

menurunkan absorbsi glukosa pada usus, dan meningkatkan kepekaan insulin, khususnya di

hati. Metformin tidak meningkatkan berat badan seperti insulin sehingga biasa digunakan,

khususnya pada pasien dengan obesitas. Asidosis laktat jarang terjadi namun merupakan

komplikasi yang serius, khususnya pada insufisiensi ginjal dan gagal jantung kongestif.

Sedangkan tiazolidinedion meningkatkan kepekaan insulin perifer dan menurunkan produksi

glukosa hepatik.10,11

Efek obat-obatan ini kelihatannya menjadi perantara interaksi dengan proliferator

peroksisom reseptor inti yang mengaktifkan reseptor gamma (PPAR-gamma). Dua analog

tiazolidinedion, yaitu rosiglitazon dengan dua dosis 4 hingga 8 mg/hari dan pioglitazon

dengan dosis 30 hingga 45 mg/hari, dapat diberikan sebagai terapi tunggal atau

dikombinasikan dengan metformin, sulfonilurea, atau insulin. Obat-obatan ini dapat

menyebabkan retensi air dan tidak dianjurkan untuk diberikan pada pasien dengan gagal

jantung kongestif. 10,11

Bila kadar glukosa tidak dapat dikontrol secara optimal dengan menggunakan cara-

cara yang sudah dijelaskan, pasien-pasien diabetik tipe 2 dengan sisa sel-sel pulau

Langerhans yang masih berfungsi, merupakan calon yang tepat untuk menggunakan

sulfonilurea. Obat-obat ini merangsang fungsi sel beta dan meningkatkan sekresi insulin.

Sebaliknya, pasien-pasien dengan diabetes tipe 1 yang telah kehilangan kemampuannya

untuk menyekresi insulin, pengobatan dengan sulfonilurea menjadi tidak efektif. Efek

potensial yang merugikan akibat penggunaan agen-agen hipoglikemik oral. Namun, sulfonil

urea generasi kedua menyebabkan sedikit retensi air atau tidak ada sama sekali, yang

22

Page 23: 274409377 makalah-diabetes-melitus-tipe-2

merupakan masalah potensial dengan beberapa agen generasi pertama. Dua bahan

sulfonilurea yang paling sering digunakan adalah glipizid 2,5 hingga 40 mg/hari, dan gliburid

2,5 hingga 25 mg/hari. Gliburid memiliki waktu paruh yang lebih lama dari pada glipizid,

dan dosis total hariannya dapat diberikan sekali sehari. Gabungan sulfonilurea dengan

pensensitif insulin adalah terapi obat yang paling sering digunakan untuk pasien ini, absorbsi

karbohidrat dapat diturunkan atau diperlambat dengan mengonsumsi akarbosa preprandial,

yaitu penghambat alfa glukosida yang bekerja pada usus halus dengan menyekat pencernaan

kompleks karbohidrat.10,11

K. Preventif

Mengingat jumlah pasien DM yang membengkak dan besarnya biaya perawatan

pasien DM yang terutama disebabkan oleh karena komplikasinya, maka upaya yang paling

baik adalah pencegahan. Menurut WHO tahun 1994, upaya pencegahan pada diabetes ada

tiga jenis atau tahap, yaitu:1

Pencegahan primer. Semua aktivitas yang ditujukan untuk pencegah timbulnya

hiperglikemia pada individu yang beresiko untuk jadi diabetes atau pada populasi umum.1

Pencegahan sekunder. Menemukan pengidap DM sedini mungkin, misalnya dengan

tes penyaringan terutama pada populasi resiko tinggi. Dengan demikian pasien DM yang

sebelumnya tidak terdiagnosis dapat terjaring, hingga dengan demikian, dapat dilakukan

upaya untuk mencegah komplikasi atau kalaupun sudah ada komplikasi masih reversibel.1

Pencegahan tersier. Semua upaya untuk mencegah komplikasi atau kecacatan akibat

komplikasi itu. Usaha ini meliputi mencegah timbulnya komplikas, mencegah progresi dari

pada komplikasi itu supaya tidak menjadi kegagalan organ, serta mencegah kecacatan tubuh.1

Dalam menyelenggarakn upaya pencegahan ini diperlukan suatu strategi yang efisien

dan efektif untuk mendapatkan hasil yang maksimal, yaitu pendekatan populasi atau

masyarakat serta pendekatan individu beresiko tinggi.1

L. Komplikasi

Komplikasi diabetes mellitus meliputi:9

1. Penyakit mikrovaskuler, termasuk retinopati, nefropati, dna neuropati

23

Page 24: 274409377 makalah-diabetes-melitus-tipe-2

2. Displipidemia

3. Penyakit makrovaskuler, termasuk penyakit arteri koroner, arteri perifer, dan arteri

serebri

4. Ketoasidosis diabetik

5. Sindrom hiperosmoler hiperglikemik nonketotik

6. Kenaikan berat badan yang berlebihan

7. Ulserasi kulit

8. Gagal ginjal kronis

M. Prognosis

Prognosis DM pada umumnya baik hanya butuh pengobatan seumur hidup dan

menjaga agar gula darah terkontrol dengan baik.

Kesimpulan

Melalui tinjauan pustaka diatas telah dipaparkan apa yang menimbulkan keluhan

pasien pada skenario 3, yaitu l lemas sejak 2 minggu yang lalu. Pasien memiliki riwayat

diabetes sejak 5 tahun yang lalu dan minum obat secara teratur. Dengan demikian diambil

hipotesis bahwa OS menderita diabetes mellitus tipe II. Melalui anamnesis, pemeriksaan fisik

dan penunjang, differential diagnosis, working diagnosis, etiologi, epidemiologi,

patofisiologi, manifestasi klinis, penatalaksanaan, prevemtif, komplikasi, serta prognosis,

tinjauan pustaka ini mencoba untuk menjelaskan faktor yang mempengaruhi sehingga pasien

datang dengan keluhan tersebut, dan bagaimana cara diagnosis serta terapi yang benar dan

baik.

Daftar Pustaka

1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S. Ilmu penyakit dalam.

Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI; 2006.h.1874-91.

2. Anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta; Interna Publishing; 2011.h.11-25, 47-8, 61,

155-65.

24

Page 25: 274409377 makalah-diabetes-melitus-tipe-2

3. Welsby PD. Pemeriksaan fisik dan anamnesis klinis. Jakarta: EGC; 2010.h.181-3.

4. Gleadle Jonathan. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Penerbit

Erlangga; 2007.h.12-21.

5. Setiati S, Rinaldi I, Ranitya R, Purnamasari D. Lima puluh masalah kesehatan di bidang

ilmu penyakit dalam. Buku kedua. Jakarta: Interna Publishing; 2011.h.24-31,163-7.

6. Boon, Nicholas A. Walker, Brian. Davidson’s Principles and Practice of Medicine. 20th Edition. Elsevier.

2006.

7. Halim SL, Iskandar I, Edward H, Kosasih R, Sudiono H. Kimia klinik. Jakarta: Bagian

Patologi Klinik Fakultas Kedokteran UKRIDA; 2013.h.51-68.

8. Setiati S, Sari DP, Rinaldi I, Ranitya R, Pitoyo CW. Lima puluh masalah kesehatan di

bidang ilmu penyakit dalam. Buku kesatu. Jakarta: Interna Publishing; 2008.h.292-9.

9. Komalasari R, Tampubolon AO, Ester M. Buku ajar patofisiologi. Jakarta: EGC;

2012.h.519-21.

25