dhf

21
DENGUE HAEMORRHAGIC FEVER PENDAHULUAN Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit infeksi yang umumnya ditemukan di daerah tropis dan ditularkan lewat hospes perantara jenis serangga khusus Aedes spesies. Demam Berdarah Dengue adalah penyakit demam berdarah akut yang terutama menyerang anak-anak dengan manifestasi klinisnya perdarahan dan menimbulkan syok yang dapat berakibat kematian. Nyamuk Aedes aegypti biasanya menggigit baik di dalam maupun di luar rumah, biasanya pagi dan sore hari ketika anak-anak sedang bermain. Penyebab penyakit ini adalah virus Dengue, termasuk dalam kelompok Flavivirus dari famili Togaviridae. Virus ini ditularkan dari orang sakit ke orang sehat melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti. Cara penularan penyakit Demam Berdarah Dengue yang terjadi secara propagatif (virus penyebabnya berkembang biak dalam badan vektor), berkaitan dengan gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang merupakan vektor utama dan vektor sekunder Demam Berdarah Dengue di Indonesia. 1 DEFENISI Dengue haemorrhagic fever adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus dengue (arbovirus) yang masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypti dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu ; DEN-1, DEN2, DEN-3, DEN-4. 1 1

Upload: fanny-sary

Post on 14-Apr-2016

216 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

penyakit dalam

TRANSCRIPT

DENGUE HAEMORRHAGIC FEVER

PENDAHULUAN

Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit infeksi yang umumnya ditemukan di

daerah tropis dan ditularkan lewat hospes perantara jenis serangga khusus Aedes spesies.

Demam Berdarah Dengue adalah penyakit demam berdarah akut yang terutama menyerang

anak-anak dengan manifestasi klinisnya perdarahan dan menimbulkan syok yang dapat

berakibat kematian. Nyamuk Aedes aegypti biasanya menggigit baik di dalam maupun di

luar rumah, biasanya pagi dan sore hari ketika anak-anak sedang bermain. Penyebab penyakit

ini adalah virus Dengue, termasuk dalam kelompok Flavivirus dari famili Togaviridae.

Virus ini ditularkan dari orang sakit ke orang sehat melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti. Cara penularan penyakit Demam Berdarah Dengue yang terjadi secara

propagatif (virus penyebabnya berkembang biak dalam badan vektor), berkaitan dengan

gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang merupakan vektor utama

dan vektor sekunder Demam Berdarah Dengue di Indonesia.1

DEFENISI

Dengue haemorrhagic fever adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus dengue

(arbovirus) yang masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypti dan

mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu ; DEN-1, DEN2, DEN-3, DEN-4.1

EPIDEMIOLOGI

Demam ini endemik di daerah Asia tropik, dimana suhu panas dan praktek

penyimpanan air di rumah menyebabkan populasi Aedes Aegypti banyak dan permanen. Pada

keadaan ini infeksi dengan virus dengue dari semua tipe sering terjadi.2

Istilah haemorrhagic fever di Asia Tenggara pertama kali digunakan di Filipina pada

tahun 1953. Pada tahun 1958 meletus epidemi penyakit serupa di Bangkok. Setelah tahun

1958 penyakit ini dilaporkan berjangkit dalam bentuk epidemi di beberapa negara lain di

1

Asia Tenggara, diantaranya di Hanoi (1958), Malaysia (1962-1964), Saigon (1965) yang

disebabkan virus dengue tipe 2, dan Calcutta (1963) dengan virus tipe 2 dan chikungu

berhasil diisolasi dari beberapa kasus. Di Indonesia DBD pertama kali dicurigai di Surabaya

pada tahun 1968, tetapi konfirmasi virologis baru diperoleh pada tahun 1970. Di Jakarta

kasus pertama dilaporkan pada tahun 1969. Kemudian DBD berturut-turut dilaporkan di

Bandung (1972), Yogyakarta (1972). Epidemi pertama diuar jawa dilaporkan pada tahun

1972 di Sumatera Barat dan Lampung, disusul oleh Riau, Sulawesi Utara, dan Bali (1973).

Pada tahun 1974 epidemi dilaporkan di Kalimantan Selatan dan Nusa Tenggara Barat. Pada

tahun 1993 DBD telah menyebar ke seluruh propinsi di Indonesia. Pada saat ini DBD sudah

endemis di banyak kota-kota besar, bahkan sejak tahun 1975 penyakit ini telah berjangkit di

daerah pedesan. Berdasarkan jumlah kasus DBD, Indonesia menempati urutan kedua setelah

Thailand. Sejak tahun 1968 angka kesakitan rata-rata DBD di Indonesia terus meningkat dari

0,05 (1968) menjadi 8,14 (1973), 8,65 (1983), dan mencapai angka tertinggi pada tahun 1998

yaitu 35,19 per 100.000 penduduk dengan jumlah penderita sebanyak 72.133 orang. Pada saat

ini DBD telah menyebarluas di kawasan Asia Tenggara, Pasifik Barat dan daerah Karibia.3

Morbiditas dan mortalitas DBD yang dilaporkan berbagai negara bervariasi

disebabkan beberapa faktor, antara lain status umur penduduk, kepadatan vektor, tingkat

penyebaran virus dengue, prevalensi serotipe virus dengue dan kondisi meteorologis. Secara

keseluruhan tidak terdapat perbedaan antara jenis kelamin, tetapi kematian ditemukan lebih

banyak terjadi pada anak perempuan dari pada anak laki-laki. Pada awal terjadinya wabah di

sebuah negara, pola distribusi umur memperlihatkan proporsi kass terbanyak berasal dari

golongan anak berumur <15 tahun (86-95%). Namun pada wabah selanjutnya, jumlah kasus

golongan usia dewasa muda meningkat. Di Indonesia pengaruh musim terhadap DBD tidak

begitu jelas, namun secara garis besar jumlah kasus meningkat antara September sampai

Februari dengan mencapai puncaknya pada bulan Januari.3

ETIOLOGI

Virus dengue termasuk group B arthropod borne virus (arboviruses) dan sekarang

dikenal sebagai genus flavivirus, famili Flaviviridae, yang mempunyai 4 jenis serotipe yaitu

den-1, den-2, den-3, dan den-4.3 Infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbukan

antibodi seumur hidup terhadap serotipe yang bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan

terhadap serotipe yang lain. Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat

2

terinfeksi dengan 3 atau bahkan 4 serotipe selama hidupnya. Keempat jenis serotipe virus

dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Di Indonesia pengamatan virus

dengue yang dilakukan sejak tahun 1975 di beberapa rumah sakit menunjukkan bahwa

keempat serotipe ditemukan dan bersirkulasi sepanjang tahun. Serotipe den-3 merupakan

serotipe yang dominan dan banyak berhubungan dengan kasus berat.4

CARA PENULARAN

Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus dengue,

yaitu manusia, virus, dan vektor perantara. Virus dengue ditularkan kepada manusia melalui

gigitan nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk Aedes albopictus, Aedes polynesiensis dan beberapa

spesies yang lain dapat juga menularkan virus ini, namun merupakan vektor yang kurang

berperan.5 Nyamuk Aedes tersebut dapat mengandung virus dengue pada saat menggigit

manusia yang sedang mengalami viremia. Kemudian virus yang berada di kelenjar liur

berkembang biak dalam waktu 8-10 hari (extrinsic incubation period) sebelum dapat

ditularkan kembali kepada manusia pada saat gigitan berikutnya. Virus dalam tubuh nyamuk

betina dapat ditularkan kepada telurnya (transovanan transmission), namun perannya dalam

penularan virus tidak penting. Sekali virus dapat masuk dan berkembangbiak di dalam tubuh

nyamuk, nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif). Di tubuh

manusia, virus memerlukan waktu masa tunas 46 hari (intrinsic incubation period) sebelum

menimbulkan penyakit. Penularan dari manusia kepada nyamuk hanya dapat terjadi bila

nyamuk menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum panas

sampai 5 hari setelah demam timbul.1

PATOFISIOLOGI

Volume Plasma

Virus dengue akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegpyti dan

kemudian akan bereaksi dengan antibodi sehingga terbentuklah kompleks virus antibodi

dalam sirkulasi yang akan mengaktivasi sistem komplemen. Akibat aktivasi C3 dan C5 akan

dilepaskan C3a dan C5a, yaitu peptida yang berdaya untuk melepaskan histamin dan

3

merupakan mediator kuat sebagai faktor meningkatnya permeabilitas dinding pembuluh

darah sehingga terjadi kebocoran plasma melalui endotel dinding kapiler tersebut. Bukti yang

mendukung hal ini ialah ditemukannya cairan yang tertimbun pada rongga serosa yaitu

rongga peritonium, pleura, dan perikardium.3

Trombositopenia

Nilai trombosit menurun pada masa demam dan mencapai nilai terendah pada masa

syok. Jumlah trombosit secara cepat meningkat pada masa konvalesens dan nilai normal

biasanya tercapai 7-10 hari sejak permulaan sakit. Trombositopenia dihubungkan dengan

meningkatnya megakariosit muda dalam sumsum tulang dan pendeknya masa hidup

trombosit diduga akibat meningkatnya destruksi trombosit yang disebabkan virus dengue.

Menurunnya fungsi trombosit merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya perdarahan

hebat, terutama perdarahan saluran gastrointestinal pada DHF.3

Sistem Koagulasi dan Fibrinolisis

Kelainan koagulasi juga berperan dalam perdarahan DBD. Masa perdarahan

memanjang, masa pembekuan normal, masa tromboplastin parsial yang teraktivasi

memanjang. Beberapa faktor pembekuan menurun, termasuk faktor II, V, VII, VIII, X dan

fibrinogen. Pada kasus DBD berat terjadi peningkatan fibrinogen degradation products

(FDP). Penelitian lebih lanjut faktor koagulasi membuktikan adanya penurunan aktifitas

antitrombin III. Disamping itu juga dibuktikan bahwa menurunnya aktifitas faktor VII, faktor

II dan antitrombin III tidak sebanyak seperti fibrinogen dan faktor VIII. Hal ini menimbulkan

dugaan bahwa menurunnya kadar fibrinogen dan faktor VIII tidak hanya diakibatkan oleh

konsumsi sistem koagulasi, tetapi juga oleh konsumsi sistem fibrinolisis. Kelainan fibrinolisis

pada DBD dibuktikan dengan penurunan aktifitas α-2 plasmin inhibitor dan penurunan

aktifitas plasminogen.3

Seluruh penelitian di atas membuktikan bahwa (1) pada DBD stadium akut telah

terjadi proses koagulasi dan fibrinolisis, (2) Disseminated intravascular coagulation (DIC)

secara potensi dapat terjadi juga pada DBD tanpa syok. Pada masa dini DBD, peran DIC

tidak menonjol dibandingkan dengan perubahan plasma tetapi apabila penyakit memburuk

sehingga terjadi syok dan asidosis maka syok akan memperberat DIC sehingga perannya

akan mencolok. Syok dan DIC akan saling mempengaruhi sehingga penyakit akan memasuki

4

syok ireversibel disertai perdarahan hebat, terlibatnya organ-organ vital yang biasanya

diakhiri dengan kematian. (3) Perdarahan kulit pada umumnya disebabkan oleh faktor

kapiler, gangguan fungsi trombosit dan trombositopenia; sedangkan perdarahan masif adalah

akibat kelainan mekanisme yang lebih kompleks seperti trombositopenia, gangguan faktor

pembekuan, dan kemungkinan besar oleh faktor DIC, terutama pada kasus dengan syok lama

yang tidak dapat diatasi disertai komplikasi asidosis metabolik. (4) antitrombin III yang

merupakan kofaktor heparin. Pada kasus dengan kekurangan antitrombin III, respons

pemberian heparin akan berkurang.3

Patogenesis perdarahan dan syok berdasarkan hipotesis the secondary heterologous

infection 1

Secondary heterologous dengue infection

Replikasi virus anamnestic body response Kompleks virus antibody

Agregasi trombosit aktivasi koagulasi aktivasi komplemenPenghancuran trombosit penngeluaran plasma aktivasiOleh RES platelet factor III faktor Hageman

anafilatoksinTrombositopenia koagulapati sistem kinin

konsumptif

penurunan faktor FDP kinin peningkatan pembekuan meningkat permeabilitas kapiler

gangguan fungsi perdarahan masif syoktrombositKLASIFIKASI DEMAM BERDARAH DENGUE

Derajat I : Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan

adalah uji tourniquet positif .

Derajat II : Derajat I disertai perdarahan spontan di kulit dan atau perdarahan lain.

Derajat III : Kegagalan sirkulasi dengan ciri nadi cepat dan lemah, hipotensi, kulit dingin

dan lembab, gelisah.

Derajat IV : Renjatan berat, denyut nadi dan tekanan darah tidak dapat diukur.4

5

MANIFESTASI KLINIS

a. Demam tinggi selama 5-7 hari

b. Perdarahan terutama perdarahan bawah kulit berupa ptechie, ekhimosis, hematoma

c. Epistaksis, hematemesis, melena, hematuria

d. Mual, muntah, tidak nafsu makan, diare, konstipasi

e. Nyeri otot, tulang sendi, abdomen, dan ulu hati

f. Sakit kepala

g. Pembengkakan sekitar mata

h. Pembesaran hati, limpa, dan kelenjar getah bening

i. Tanda-tanda renjatan (sianosis, kulit lembab dan dingin, tekanan darah menurun,

gelisah, CRT lebih dari dua detik, nadi cepat dan lemah)6

Infeksi dengue adalah suatu penyakit sistemik dan dinamik.Memiliki spectrum klinis

yang luas meliputi manifestasi klinis yang ringan dan berat.Setelah masa inkubasi,

penyakit dimulai tiba-tiba dan terdiri dari 3 fase yaitu : demam,kritis dan pemulihan 5

6

PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Darah lengkap : Hemokonsentrasi (hematokrit meningkat 20% atau lebih),

trombositopenia (100.000/mm3 atau kurang)

b. Serologi : Uji HI (Hemoaglutination Inhibition Test)

c. Rontgent thorak : Effusi pleura6

DIAGNOSIS BANDING

1. Demam dengue

2. Demam chikungunya

3. Malaria

4. Idiopathic thrombocytopenic purpura4

PENATALAKSANAAN

Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi kehilangan cairan

plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dansebagai akibat perdarahan.

a. Penggantian volume plasma

Kebutuhan cairan awal dihitung untuk 2-3 jam pertama, sedangkan pada kasus syok

mungkin lebih sering (setiap 30-60 menit). Tetesan dalam 24-28 jam berikutnya harus selalu

disesuaikan dengan tanda vital, kadar hematokrit, dan jumlah volume urin. Penggantian

volume cairan harus adekuat, seminimal mungkin mencukupi kebocoran plasma. Secara

umum volume yang dibutuhkan adalah jumlah cairan rumatan ditambah 5-8%.

Cairan intravena diperlukan, apabila (1) Anak terus menerus muntah, tidak mau

minum, demam tinggi sehingga tidak rnungkin diberikan minum per oral, ditakutkan

terjadinya dehidrasi sehingga mempercepat terjadinya syok. (2) Nilai hematokrit cenderung

meningkat pada pemeriksaan berkala. Jumlah cairan yang diberikan tergantung dari derajat

dehidrasi dan kehilangan elektrolit, dianjurkan cairan glukosa 5% di dalam larutan NaCl

0,45%. Bila terdapat asidosis, diberikan natrium bikarbonat 7,46% 1-2 ml/kgBB intravena

bolus perlahan-lahan. Apabila terdapat hemokonsentrasi 20% atau lebih maka komposisi

7

jenis cairan yang diberikan harus sama dengan plasma. Volume dan komposisi cairan yang

diperlukan sesuai cairan untuk dehidrasi pada diare ringan sampai sedang, yaitu cairan

rumatan + defisit 6% (5 sampai 8%).1

Berat Badan waktu masuk RS ( kg ) Jumlah cairan Ml/kg berat badan per hari

< 7 220

7-11 165

12-18 132

>18 88

Pemilihan jenis dan volume cairan yang diperlukan tergantung dari umur dan berat

badan pasien serta derajat kehilangan plasma, yang sesuai dengan derajat hemokonsentrasi.

Pada anak gemuk, kebutuhan cairan disesuaikan dengan berat badan ideal untuk anak umur

yang sama.1

Kebutuhan cairan rumatan

Berat badan (kg) Jumlah Cairan (ml)

10 100 per kg BB

10 – 20 1000 + 50 x kg ( diatas 10 kg )

>20 1500 + 20 x kg (diatas 20 kg )

Jenis Cairan (rekomendasi WHO)

1. Kristaloid:

Larutan ringer laktat (RL)

Larutan ringer asetat (RA)

Larutan garam faali (GF)

Dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat (D5/RL)

Dekstrosa 5% dalam larutan ringer asetat (D5/RA)

Dekstrosa 5% dalam 1/2 larutan garam faali (D5/1/2LGF)

(Catatan:Untuk resusitasi syok dipergunakan larutan RL atau RA tidak boleh larutan yang

mengandung dekstran)

2. Koloid:8

Dekstran 40

Plasma

Albumin 6

b. Tatalaksana demam

Umur(tahun) Paracetamol (tiap kali pemberian)

Dosis (mg) Tablet (1tab=500mg)

<1 60 1/8

1-3 60-125 1/8 – ¼

4-6 125-250 ¼ - ½

7-12 250-500 ½ - 1

c. Koreksi Gangguan Metabolik dan Elektrolit

Hiponatremia danasidosis metabolik sering menyertai pasien DBD/SSD, maka

analisis gas darah dan kadar elektrolit harus selalu diperiksa pada DBD berat. Apabila

asidosis tidak dikoreksi, akan memacu terjadinya KID, sehingga tatalaksana pasien

menjadi lebih kompleks. Pada umumnya, apabila penggantian cairan plasma

diberikan secepatnya dan dilakukan koreksi asidosis dengan natrium bikarbonat, maka

perdarahan sebagai akibat KID, tidak akan tejadi sehingga heparin tidak diperlukan.1

Pemberian Oksigen

Terapi oksigen 2 liter per menit harus selalu diberikan pada semua pasien

syok. Dianjurkan pemberian oksigen dengan mempergunakan masker, tetapi

harus diingat pula pada anak seringkali menjadi makin gelisah apabila

dipasang masker oksigen.1

Transfusi Darah

Pemeriksaan golongan darah cross-matching harus dilakukan pada setiap

pasien syok, terutama pada syok yang berkepanjangan (prolonged shock).

Pemberian transfusi darah diberikan pada keadaan manifestasi perdarahan

yang nyata. Kadangkala sulit untuk mengetahui perdarahan interna (internal

9

haemorrhage) apabila disertai hemokonsentrasi. Penurunan hematokrit

(misalnya dari 50% me.njadi 40%) tanpa perbaikan klinis walaupun telah

diberikan cairan yang mencukupi, merupakan tanda adanya perdarahan.

Pemberian darah segar dimaksudkan untuk mengatasi pendarahan karena

cukup mengandung plasma, sel darah merah dan faktor pembesar trombosit.

Plasma segar dan atau suspensi trombosit berguna untuk pasien dengan KID

dan perdarahan masif. KID biasanya terjadi pada syok berat dan menyebabkan

perdarahan masif sehingga dapat menimbulkan kematian. Pemeriksaan

hematologi seperti waktu tromboplastin parsial, waktu protombin, dan

fibrinogen degradation products harus diperiksa pada pasien syok untuk

mendeteksi terjadinya dan berat ringannya KID. Pemeriksaan hematologis

tersebut juga menentukan prognosis.1

Monitoring

Tanda vital dan kadar hematokrit harus dimonitor dan dievaluasi secara teratur

untuk menilai hasil pengobatan. Hal-hal yang harus diperhatikan pada

monitoring adalah

Nadi, tekanan darah, respirasi, dan temperatur harus dicatat setiap 15-

30 menit atau lebih sering, sampai syok dapat teratasi.

Kadar hematokrit harus diperiksa tiap 4-6 jam sekali sampai keadaan

klinis pasien stabil.

setiap pasien harus mempunyai formulir pemantauan, mengenai jenis

cairan, jumlah, dan tetesan, untuk menentukan apakah cairan yang

diberikan sudah mencukupi.

Jumlah dan frekuensi diuresis. Pada pengobatan syok, kita harus yakin

benar bahwa penggantian volume intravaskuler telah benar-benar

terpenuhi dengan baik. Apabila diuresis belum cukup 1 ml/kg/BB,

sedang jumlah cairan sudah melebihi kebutuhan diperkuat dengan

tanda overload antara lain edema, pernapasan meningkat, maka

selanjutnya furasemid 1 mg/kgBB dapat diberikan. Pemantauan jumlah

diuresis, kadar ureum dankreatinin tetap harus dilakukan. Tetapi,

apabila diuresis tetap belum mencukupi, pada umumnya syok belum

dapat terkoreksi dengan baik, maka pemberian dopamia perlu

dipertimbangkan.1

10

Mengingat pada saat awal pasien datang ,kita belum selalu dapat menentukan diagnosis

DD/DBD dengan tepat ,maka sebagai pedoaman tatalaksana awal dapat dibagi dalam 3

bagan,yaitu :1

- Tatalaksana kasus tersangka dbd,termasuk kasus dd,dbd derajat I dan dbd derajat II

tanpa peningkatan kadar hematokrit

11

- Tatalaksana kasus DBD ,termasuk kasus DBD derajat II dengan peningkatan kadar

hematokrit

12

- Tatalaksana kasus sindrom syok dengue,termasuk DBD derajat III dan IV

13

Kriteria Memulangkan Pasien

Pasien dapat dipulang apabila, memenuhi semua keadaan dibawah ini:

1. Perbaikan secara klinis

2. Tidak demam selaina 24 jam tanpa antipiretik

3. Tidak dijumpai distres pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau asidosis)

4. Hematokrit stabil

5. Jumlah trombosit cenderung naik > 50.000/pl

6. Tiga hari setelah syok teratasi

7. Nafsu makan membaik1

PROGNOSIS

Kematian telah terjadi pada 40-50% penderita dengan syok, tetapi dengan perawatan

intensif yang cukup kematian akan kurang dari 2%. Ketahanan hidup secara langsung terkait

dengan manajemen awal dan intensif.2

14

DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan

Indonesia.2009.Jakarta:Bakti Husada

2. Wahab S.2000.Ilmu Kesehatan Anak Nelson.Jakarta:EGC

3. Soedarmo.S, Gama.H, Hadinegoro.S.2012.Buku Ajar Infeksi dan Pediatri

Tropis.Jakarta:IDAI

4. Mansjoer , Arif.2000.Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid Kedua.Jakarta:

Media Aesculapius FKUI

5. World Health Organization.New Edition 2009.Dengue Guidelines for

diagnosis,treatment ,prevention and control .Available from

http://www.who.int/csr/disease/dengue/en/

6. Suriadi, Yuliani.R.2003 Buku Pegangan Praktik Klinik Asuhan Keperawatan Pada

Anak.Jakarta

15