dewan perwakilan rakyat republik …...apa saja point penting rencana kebijakan pemerintah yang...

67
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RISALAH RAPAT KERJA DENGAN MENTERI AGAMA RI, KEPALA BPOM DAN DIREKTUR LPPOM MUI Tahun Sidang : 2018-2019 Masa Persidangan : V Jenis Rapat/ke- : Rapat Kerja Komisi VIII DPR RI / ke - 6 Sifat Rapat : Terbuka. Hari, Tanggal : Kamis, 16 Mei 2019 Waktu : Pukul 14.00 WIB Tempat : Ruang Rapat Komisi VIII DPR RI Gedung Nusantara II lantai 1 Jl. Jenderal Gatot Subroto Jakarta 10270 Ketua Rapat : DR. H.M. Ali Taher, S.H., M.Hum Sekretaris Rapat : Sigit Bawono Prasetyo, S.Sos., M.Si. Acara : Pembahasan Kebijakan RPP tentang Jaminan Produk Halal Hadir : 1. 25 orang dari 49 orang Anggota Komisi VIII DPR RI. 2. Menteri Agama RI 3. Kepala BPOM 4. Direktur LPPOM MUI 5. Kepala BPKH

Upload: others

Post on 22-Jan-2020

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

RISALAH

RAPAT KERJA DENGAN MENTERI AGAMA RI, KEPALA BPOM DAN DIREKTUR LPPOM MUI

Tahun Sidang : 2018-2019

Masa Persidangan : V

Jenis Rapat/ke- : Rapat Kerja Komisi VIII DPR RI / ke - 6

Sifat Rapat : Terbuka.

Hari, Tanggal : Kamis, 16 Mei 2019

Waktu : Pukul 14.00 WIB

Tempat : Ruang Rapat Komisi VIII DPR RI Gedung Nusantara II lantai

1 Jl. Jenderal Gatot Subroto – Jakarta 10270

Ketua Rapat : DR. H.M. Ali Taher, S.H., M.Hum

Sekretaris Rapat : Sigit Bawono Prasetyo, S.Sos., M.Si.

Acara : Pembahasan Kebijakan RPP tentang Jaminan Produk Halal

Hadir : 1. 25 orang dari 49 orang Anggota Komisi VIII DPR RI.

2. Menteri Agama RI

3. Kepala BPOM

4. Direktur LPPOM MUI

5. Kepala BPKH

- 2 -

KETUA RAPAT (Dr. H.M. ALI TAHER, SH. M.Hum/F-PAN): Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh, Selamat siang, dan Selamat sejahtera untuk kita semua. Yang terhormat Saudara Menteri Agama Republik Indonesia beserta jajarannya, Yang terhormat Saudara Ketua MUI beserta jajarannya, Yang terhormat Saudara Kepala Badan POM beserta jajarannya, Yang terhormat Saudara Pimpinan dan Anggota Komisi VIII DPR Republik Indonesia, Mengawali pada rapat ini pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala, Tuhan Yang Maha Kuasa. Hanya kepada-Nyalah kita menyembah dan hanya kepada-Nyalah kita memohon pertolongan dan hanya kepada-Nyalah tempat kita kembali karena pada hari ini kita masih diberikan kesehatan untuk dapat mengikuti Rapat Kerja dan Rapat Dengar Pendapat Komisi VIII DPR RI dengan Menteri Agama, Ketua MUI dan Kepala Badan POM. Sebelum kita lanjutkan marilah kita berdoa menurut agama dan keyakinan kita masing-masing. Bagi yang muslim, kami ajak untuk membaca Ummul Kitab. Dan bagi non muslim Saudara-saudaraku yang terhormat menurut agama masing-masing.

(Berdoa mulai)

(Berdoa selesai)

Hadirin yang kami hormati, Sesuai dengan acara rapat-rapat DPR RI Masa Persidangan ke-V, Tahun Sidang 2018-2019 yang telah diputuskan dalam Rapat Konsultasi Pengganti Rapat Badan Musyawarah DPR RI tanggal 20 Maret 2019 serta sesuai dengan keputusan Rapat Internal Komisi VIII DPR RI tanggal 8 Mei 2019, maka pada hari ini Kamis 16 Mei 2019 Komisi VIII DPR RI menyelenggarakan Rapat Kerja dan RDP Komisi VIII DPR RI dengan agenda pembahasan kebijakan RPP tentang jaminan produk halal. Menurut laporan dari Sekretariat Komisi VIII DPR Republik Indonesia, rapat pada hari ini telah hadir: tandatangan 19, hadir 15, Fraksi 10, ijin 1 dari 49 Anggota Komisi VIII DPR RI dan lebih dari setengah Anggota dan Fraksi di DPR. Sesuai dengan Tata Tertib DPR Pasal 251 Ayat (1) kuorum telah tercapai. Atas persetujuan Saudara Menteri Agama RI, Ketua MUI, dan Kepala BPOM serta rekan-rekan Anggota Komisi VIII DPR RI maka rapat ini kami buka dan dinyatakan terbuka untuk umum.

(RAPAT : SETUJU)

Hadirin yang kami hormati,

- 3 -

Sesuai dengan undangan pada hari ini acara rapat-rapat kerja dan RDP Komisi VIII DPR RI pada hari ini adalah sebagai berikut:

1. Pengantar Ketua Rapat, 2. Penjelasan Menteri Agama RI tentang kebijakan RPP Jaminan Produk Halal, 3. Penjelasan Ketua MUI, dan Kepala BPOM terkait kebijakan RPP Jaminan

Produk Halal, 4. Tanya-jawab, 5. Kesimpulan rapat, 6. Penutup.

Apakah acara tersebut dapat disetujui?

(RAPAT : SETUJU) Selanjutnya apakah rapat ini diakhiri pada pukul 16.00 ya?

(RAPAT : SETUJU) Nanti setelah ini ada rapat lagi khusus mengenai Haji. Jadi dua kali rapat. Hadirin yang kami hormati, Terkait dengan agenda pada hari ini yaitu mengenai kebijakan Rancangan Peraturan Pemerintah mengenai Jaminan Produk Halal, Komisi VIII DPR RI mengadakan rapat untuk menindaklanjuti amanat Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal yang telah ditetapkan, ditandatangani oleh Presiden pada tanggal 17 Oktober 2014. Undang-Undang tersebut mengamanatkan mengenai pembentukan pelaksanaan Undang-Undang melalui Peraturan Pemerintah. Mengacu pada Pasal 65 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tersebut menyebutkan mengenai batas waktu penetapan peraturan pelaksana yaitu bahwa peraturan pelaksana Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama 2 tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan. Berdasakan hal tersebut Komisi VIII DPR RI pada hari ini ingin mendapat penjelasan dari Menteri Agama, Ketua MUI, Kepala BPOM mengenai amanat Undang-Undang tersebut mengenai beberapa hal sebagai berikut:

1. Bagaimanakah progress pembentukan Peraturan Pemerintah sebagai Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang sampai saat ini,

2. Apa saja point penting rencana kebijakan Pemerintah yang terkait dengan pengaturan mengenai jaminan produk halal,

3. Apa saja permasalahan atau kendala dan pembentukan RPP yang dihadapi dan apa usulan maupun solusi yang akan ditangani.

Hadirin yang kami hormati, Demikian pengantar yang dapat kami sampaikan. Semoga Allah Subhanahu Wata’ala, Tuhan Yang Maha Kuasa memberkati kita semua. Selanjutnya sesuai dengan acara yang telah kita sepakati kami persilakan kepada Menteri Agama, Ketua MUI, Kepala BPOM untuk memberikan penjelasan secara bergantian. Yang pertama kepada yang terhormat Bapak Menteri Agama Republik Indonesia.

- 4 -

MENTERI AGAMA RI: Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh. Yang saya hormati Ketua Komisi VIII DPR RI, Yang saya hormati para Wakil Ketua Komisi VIII, Yang terhormat seluruh Anggota Komisi VIII yang hadir dalam Raker kita pada siang menjelang sore ini, Yang saya hormati Kepala Badan POM, juga Ketua Kepala LPPOM MUI serta seluruh jajarannya, para peserta Rapat Kerja dan hadirin yang berbahagia. Pertama tentu saya ingin menyampaikan rasa syukur bahwa pada siang hari ini kita mengadakan Rapat Kerja yang secara khusus mengagendakan pembahasan kebijakan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Jaminan Produk Halal. Jadi untuk diketahui bahwa PP (Peraturan Pemerintah) tentang Jaminan Produk Halal ini tidak lagi berbentukan Rancangan karena terhitung sejak 3 Mei yang lalu ini sudah diundangkan. Jadi Bapak Presiden sudah menandatangani PP tersebut dan Kementerian Hukum dan HAM telah mengundangkannya pada tanggal 3 Mei yang lalu. Oleh karenanya beberapa hal yang menjadi kandungan dari PP dimaksud akan kami sampaikan secara singkat. Pertama adalah terkait dengan tujuan jaminan produk halal. Untuk diketahui bahwa tujuan penyelenggaraan jaminan produk halal tentu berdasarkan Undang-Undang dan ditegaskan kembali melalui PP. Pertama adalah memberikan kenyamanan, keamanan, keselamatan dan kepastian, ketersediaan produk halal bagi masyarakat dalam mengkonsumsi dan menggunakan produk. Dan yang kedua adalah meningkatkan nilai tambah bagi pelaku usaha untuk memproduksi dan menjual produk-produk halal. Selanjutnya terkait dengan fungsi dan tugas Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal. Maka amanat yang diberikan kepada Menteri Agama. Amanat Undang-Undang dan juga ditegaskan dalam PP tersebut adalah Kementerian Agama. Dalam hal ini Menteri Agama bertanggungjawab dalam penyelenggaraan jaminan produk halal. Maka untuk melaksanakan penyelenggaraan jaminan produk halal dibentuklah Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal yang berkedudukan dibawah dan bertanggungjawab kepada Menteri. Dan dalam melaksanakan wewenang penyelenggaraan jaminan produk halal BPJPH bekerjasama dengan Kementerian atau Lembaga terkait, lembaga pemeriksa halal dan Majelis Ulama Indonesia. Bapak Ketua, para Wakil Ketua dan seluruh Anggota Komisi VIII yang saya hormati, Persiapan yang sedang kami lakukan sebagian telah dilakukan dan yang akan terus kita upayakan. Kami pilah menjadi persiapan infrastruktur dan supra struktur. Terkait persiapan infrastruktur, pertama adalah pengembangan sistem informasi manajemen halal dan alat pengolah data. Jadi untuk diketahui bahwa hampir seluruh proses registrasi terkait dengan upaya memperoleh sertifikasi halal, itu sepenuhnya akan dilakukan secara online. Jadi kita memanfaatkan perkembangan IT yang ada. Sehingga sekarang yang sedang kita bangun adalah sistem aplikasi yang kita beri nama sistem informasi manajemen halal (si halal). Jadi teknologi informasi inilah yang nanti akan memudahkan kita semua. Selain juga

- 5 -

membangun transparansi dan akuntabilitas dari proses registrasi dan segala sesuatu yang terkait dengan jaminan produk halal. Yang kedua, terkait dengan persiapan infrastruktur adalah pembangunan gedung pusat layanan halal yang dibiayai melalui SBSN. Jadi sekarang ini Kantor Gedung Pusat Layanan Halal yang berlokasi di Jalan Raya Pondok Gede Nomor 13, di Jakarta Timur sedang dilakukan proses pembangunan disana. Dan mudah-mudahan tidak ada kendala sampai dengan tuntasnya pembangunan gedung. Yang nanti akan dilengkapi dengan fungsi laboratorium, fungsi komunikasi informasi dan edukasi terkait dengan jaminan produk halal. Selanjutnya yang terkait dengan persiapan supra struktur. Ada beberapa hal, pertama adalah terkait dengan penyusunan regulasi pelaksanaan Undang-Undang Jaminan Produk Halal. Jadi yang telah disahkan itu pertama adalah Undang-Undang itu sendiri. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 sebagai rujukan utama. Lalu Alhamdulillah kemarin baru saja diundangkan Peraturan Pemerintah terkait dengan JPH ini. Lalu juga ada Peraturan Menteri Agama Nomor 9 Tahun 2018 tentang pengelolaan keuangan badan penyelenggara jaminan produk halal. Lalu juga keputusan Menteri Agama Nomor 719 Tahun 2018 tentang pusat layanan halal pada Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal. Sementara sejumlah regulasi yang tengah disusun, pertama adalah sejumlah rancangan Peraturan Menteri Agama yaitu yang terkait dengan penyelenggaraan jaminan produk halal dan yang terkait dengan produk yang bersertifikat halal pada 17 Oktober 2019. Dan juga yang terkait dengan penahapan jenis produk yang wajib bersertifikat halal. Tentu termasuk didalamnya adalah yang terkait dengan bahan-bahan yang berasal dari tumbuhan, hewan, mikroba, dan bahan-bahan yang dihasilkan melalui proses kimiawi, proses biologi dan proses rekayasa genetik yang diharamkan berdasarkan fatwa MUI. Jadi itulah yang sedang disusun sejumlah RPMA. Selanjutnya terkait dengan persiapan supra struktur ini adalah mengenai penyusunan standar halal antar negara yang dilaksanakan atas dasar kerjasama BPJPH dengan BSN dan KAN, dan Kementerian Luar Negeri. Ada Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang sistem manajemen halal, tentang pemotongan halal pada unggas, tentang pemotongan halal pada ruminansia dan tentang rumah pemotongan hewan. Berikutnya adalah persiapan mengenai pengelolaan keuangan BPJPH. Jadi Alhamdulillah, BPJPH telah ditetapkan oleh Kementerian Keuangan sebagai satuan kerja. Selanjutnya adalah persiapan mengenai persiapan keuangan BPJPH. Jadi Alhamdulillah BPJPH telah ditetapkan oleh Kementerian Keuangan sebagai satuan kerja Badan Layanan Umum melalui keputusan Menteri Keuangan tertanggal 2 Januari 2019 yang lalu. Sehingga lalu kemudian BPJPH adalah sebuah instansi dibawah Kementerian Agama yang hakikatnya adalah instansi Pemerintah yang menerapkan pola pengelolaan keuangan BLU (Badan Layanan Umum). Saat ini BPJPH tengah menyusun tariff BLU yang sedang dalam proses review oleh PKBLU Kementerian Keuangan. Berikutnya persiapan yang sedang dilakukan adalah kerjasama BPJPH dengan sejumlah Kementerian dan Lembaga terkait juga dengan LPH dan Majelis Ulama Indonesia. Dan seluruh bentuk kerjasama, apakah dalam MoU ataukah dalam hal perjanjian kerjasama lainnya itu hampir semuanya beberapa minggu terakhir ini terhenti karena seluruhnya menunggu terbitnya PP. Jadi dengan telah terbitnya PP maka mudah-mudahan seluruh draft atau rancangan kerjasama BPJPH dengan sejumlah Kementerian dan Lembaga termasuk juga dengan MUI dan dengan BPOM ini akan segera bisa kita realisasikan.

- 6 -

Khusus yang terkait kerjasama dengan MUI. Ini kerjasamanya, pertama yang sangat penting adalah mengenai sertifikasi auditor halal. Karena MUI-lah yang memilii kewenangan untuk memberikan sertifikasi bagi auditor halal. Lalu juga yang terkait dengan penetapan kehalalan produk. Ini melalui fatwanya. Dan yang ketiga adalah menyangkut akreditasi Lembaga Pemeriksa Halal (LPH). Jadi mudah-mudahan ini bisa segera kita wujudkan. Ada pun label halal Indonesia. BPJPH telah menetapkan label halal yang berlaku nasional. Dan telah memperoleh hak cipta atas label halal dari Ditjen Kekayaan Intelektual Kemenkumham dengan nomor merk Indonesia. IDM 000635899 tertanggal 24 Oktober 2018.

- 7 -

Berikutnya Bapak Ketua dan seluruh Anggota Komisi VIII DPR RI yang saya hormati, Adalah mengenai kondisi. KETUA RAPAT: Pak Menteri, ada tidak contoh labelnya? MENTERI AGAMA RI: Sebenarnya contohnya ada tapi. Siap kita tayangkan belum? KETUA RAPAT: Sambil jalan nanti disiapkan. MENTERI AGAMA RI: Saya tidak tahu dibawa atau tidak. Selanjutnya terkait dengan kondisi anggaran keuangan BPJPH. Jadi sebagaimana yang kita sepakati bersama. Tahun Anggaran 2019 anggaran BPJPH sebesar Rp201.416.463.000,-. Dengan alokasi sebagaimana tabel yang ada pada halaman 10, pada bahan yang kami siapkan. Jadi terkait dengan jenis belanja, belanja pegawai, belanja barang, belanja modal. Masing-masing pagunya dan presentasinya sebagaimana yang ada dalam tabel tersebut. Secara khusus ingin kami laporkan dalam kesempatan Rapat Kerja ini adalah terkait dengan penyiapan SDM di Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal. Jadi kami memang masih sangat membutuhkan tambahan ….. (rekaman terputus). …….belanja pegawai, belanja modal. Masing-masing pagunya dan presentasinya yang ada dalam tabel tersebut. Secara khusus kami ingin melaporkan pada kesempatan Rapat Kerja kali ini adalah terkait dengan penyiapan SDM di Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal. Jadi kami memang masih sangat membutuhkan tambahan SDM khususnya yang membidangi verifikasi. Jadi para verifikator dan pengawas JPH. Verifikator memang bertugas untuk menerima permohonan pendaftaran sertifikasi halal dari pelaku usaha untuk di verifikasi sebelum dilakukan pemeriksaan dan/atau pengujian produk halal yang dilakukan oleh Lembaga Pemeriksa Halal. Sementara pengawas jaminan produk halal diperlukan untuk melakukan pengawasan terhadap jaminan produk halal sesuai dengan ketentuan yang diamanahkan oleh Undang-Undang. Sementara SDM yang eksternal itu kami terus memerlukan adanya tambahan auditor halal, karena jumlah LPH yang ada sekarang memang masih harus perlu ditambah lebih banyak lagi. Untuk diketahui bahwa mungkin nanti bisa disempurnakan data terkininya oleh LPPOM MUI. Data yang kami miliki bahwa sesuai dengan adanya Undang-Undang JPH maka LPH yang ada itu berfungsi sebagai Lembaga Pemeriksa Halal dengan para auditor halal yang ada didalamnya. LPPOM MUI saat ini selain yang di Pusat memiliki 33 LPPOM Provinsi yang tentu masing-masing juga berfungsi sebagai LPH dan memiliki auditor halal tidak kurang dari 1190 orang. Namun tentu ini belum memadai dibandingkan dengan estimasi kami bahwa nanti per 17 Oktober 2019, ketika ini sudah harus memulai BPJPH.

- 8 -

Memulai fungsi dan tugasnya maka tentu diperlukan auditor halal yang jauh lebih banyak dan LPH-LPH yang lebih banyak. Oleh karenanya kami beberapa waktu yang lalu telah melakukan pelatihan, melatih tidak kurang dari 112 calon auditor halal dan 34 LPH sebanyak 4 angkatan. Ini bekerjasama dengan Badan Diklat, dan Litbang Kementerian Agama. Dan mudah-mudahan dalam waktu yang tidak terlalu lama bisa mengikuti uji kompetensi dari MUI sehingga lalu kemudian LPH-nya dan auditor halalnya itu bisa mendapatkan sertifikasi. Berikutnya beberapa hal yang perlu juga diketahui bersama. Ini yang mendasar, karena sering juga menimbulkan pertanyaan di masyarakat. Terkait dengan hal-hal yang substansial mengenai jaminan produk halal ini. Pertama adalah produk yang wajib bersertifikasi halal. Itu apa sebenarnya? Jadi sebenarnya bisa disederhanakan kedalam 2 jenis produk yaitu barang, dan yang kedua adalah jasa. Yang terkait dengan barang yang wajib bersertifikat halal adalah jenis barang meliputi makanan, minuman, obat-obatan, kosmetika, produk kimiawi, produk biologi, produk rekayasa genetic, dan barang gunaan yang dipakai, digunakan atau dimanfaatkan oleh masyarakat. Khusus mengenai barang gunaan yang dipakai, digunakan, dimanfaatkan oleh masyarakat yang wajib bersertifikat halal, hanya bagi barang gunaan yang berasal dari dan/atau mengandung unsur hewan. Jadi misalnya bulpoin ini meskipun ini barang digunakan, barang gunaan tapi kalau tidak ada unsur hewannya itu artinya tidak memerlukan sertifikasi halal. Misalnya kulkas beberapa waktu yang lalu, lemari es sempat muncul juga, apakah itu perlu disertifikasi halal. Kalau tidak ada unsur hewannya ya tentu tidak. Jadi yang wajib bersertifikat halal adalah yang mengandung unsur hewan. Barang gunaan yang dipakai terdiri dari atas sandang, penutup kepala, aksesories. Barang gunaan yang digunakan terdiri atas perbekalan, kesehatan rumah tangga, peralatan rumah tangga, perlengkapan peribadatan bagi umat Islam, kemasan makanan dan minuman, dan alat tulis, dan perlengkapan kantor. Barang gunaan yang dimanfaatkan yakni alat kesehatan. Khusus terkait jasa maka jasa ini meliputi layanan usaha yang terkait dengan penyembelihan, pengolahan, penyimpanan, pengemasan, pendistribusian, penjualan dan penyajian. Secara lebih rinci dalam PP Nomor 31 Tahun 2019 itu diurai terkait dengan barang dan jasa ini. Selanjutnya produk belum bersertifikat halal. Jadi produk yang belum bersertifikat halal pada 17 Oktober 2019 nanti tetap dapat masuk beredar dan diperdagangkan diwilayah Indonesia selama memiliki ijin edar, ijin usaha perdagangan, dan/atau ijin impor. Kewajiban bersertifikat halal sesuai peraturan Perundang-undangan tentang penahapan jenis produk yang wajib bersertifikat halal. Jadi nanti akan ada regulasi secara khusus yang memberikan kejelasan tentang penahapan dari sejumlah barang yang harus bersertifikat halal ini. Jadi untuk tahap pertama 5 tahun terhitung mulai 17 Oktober 2019, 5 tahun kedepan itu adalah prioritas bagi barang-barang makanan dan minuman. Lalu nanti 5 sampai 7 tahun berikutnya itu adalah yang terkait dengan obat-obatan, kosmetika dan produk barang-barang lainnya. Selanjutnya adalah penahapan yang tidak berlaku. Jadi itu adalah penahapan makanan dan minuman. Itu mulai 17 Oktober 2019 sampai dengan 17 Oktober 2024. Sementara selain produk makanan dan minuman dimulai dari tanggal 17 Oktober 2019 sampai dengan 17 Oktober 2026. Sementara penahapan tidak berlaku bagi produk hewan yang kewajiban kehalalannya sudah ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan. Dan yang kedua adalah produk sudah bersertifikat halal sebelum Undang-Undang Jaminan Produk Halal berlaku.

- 9 -

Berikutnya adalah yang terkait dengan produk obat, produk biologi dan alat kesehatan. Jadi untuk produk obat, produk biologi dan alat kesehatan yang bahan bakunya belum bersumber dari bahan halal dan/atau cara pembuatannya belum halal dapat beredar dengan mencantumkan informasi asal bahan sampai ditemukan bahan yang halal dan/atau cara pembuatannya yang halal. Produk obat, produk biologi dan alat kesehatan yang akan dilakukan sertifikasi halal memenuhi persyaratan keamanan, kemanfaatan dan mutu, juga harus memenuhi cara pembuatan yang baik dan halal. Ketentuan untuk memenuhi cara pembuatan produk obat, produk biologi, dan alat kesehatan yang baik dan halal diatur dengan Peraturan Presiden. Ini jadi kita masih ada 1 regulasi lagi yaitu Peraturan Presiden dibidang kesehatan yang akan mengatur produk obat, produk biologi dan alat kesehatan ini. Berikutnya adalah keterangan tidak halal. Pelaku usaha yang memproduksi produk dari bahan yang berasal dari bahan yang diharamkan wajib mencantumkan keterangan tidak halal. Keterangan tidak halal ini dapat berupa gambar, tanda dan/atau tulisan yang dicantumkan pada kemasan produk pada bagian tertentu dari produk dan/atau pada tempat tertentu pada produk. Jadi ini fleksible. Jadi bisa memilih opsi. Ini bukan akumulasi tapi alternative saja. Terakhir adalah yang terkait dengan saksi. Hal-hal terkait sangsi dapat diuraikan sebagai berikut: bahwa pelaku usaha yang tidak memisahkan lokasi, tempat dan alat proses produk halal itu bisa dikenakan sangsi. Juga pelaku usaha yang mencantumkan label halal tidak sesuai dengan ketentuan. Juga pelaku usaha untuk tidak melakukan registrasi sertifikat halal luar negeri. Juga pelaku usaha yang tidak menjaga kehalalan produk yang telah memperoleh sertifikat halal. Juga setiap orang yang terlibat dalam penyelenggaraan Jaminan Produk Halal yang tidak menjaga kerahasiaan formula yang tercantum dalam informasi yang diserahkan pelaku usaha. Ketentuan mengenai tata cara pengenaan sangsi akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Agama itu yang menjadi bagian yang sekarang tengah sedang berproses. Demikianlah Bapak Ketua, Bapak Wakil Ketua dan seluruh Anggota Komisi VIII DPR RI yang saya hormati, Beberapa hal yang patut kami sampaikan dalam kesempatan Raker ini. Sebelum kami mengakhiri. Ini ada catatan dari Kepala BPJPH bahwa kami mohon maaf yang sebesar-besarnya belum dapat mempublikasikan logo sebelum grand lounching, sebelum peluncuran ini. Demi menjaga pemalsuan dan hal-hal lain yang tidak diinginkan. Jadi kami belum bisa mempublikasikan secara terbuka karena Raker ini Raker terbuka. KETUA RAPAT: Masih rahasia. MENTERI AGAMA RI: Ya masih rahasia. Pada saatnya tentu akan kami publikasikan. Demikian. Terima kasih. Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh.

- 10 -

KETUA RAPAT: Wa’allaikumsalam Warahmatullahi Wabarakaatuh. Terima kasih Pak Menteri. Jadi PP ini sudah ada nomornya, sudah diputuskan, tinggal pelaksanaan lainnya. Jadi jelas ya. Selanjutnya mewakili Ketua MUI yaitu Bapak Lukman Hakim yang bukan Saefudin. PERWAKILAN KETUA MUI (LUKMAN HAKIM): Terima kasih. Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh. Para Pimpinan yang saya muliakan, Para Anggota Dewan yang saya hormati. Alhamdulillah, pada siang hari ini perjalanan 10 tahun lebih tentang Undang-Undang Jaminan Produk Halal dan PP bisa menuju kepada titik cerah. Dan baru saja kami mendengar juga penyampaian dari Bapak Menteri Agama yang kami hormati dan juga Kepala Badan POM. Informasi yang kami terima tentang PP memang kami juga mendapatkan informasi baru beberapa hari yang lalu tentang PP Jaminan Produk Halal yang telah ditandatangani oleh Bapak Presiden Republik Indonesia. Namun sayangnya sampai hari ini memang kami belum mendapat copy PP tersebut. Jadi Majelis Ulama Indonesia belum mendapat copy atau bahkan juga konfirmasi tahapan-tahapan PP tersebut. Namun demikian berdasarkan surat dari Dewan Perwakilan Rakyat. Mohon ijin kami membacakan surat yang tertulis dari Pimpinan Majelis Ulama Indonesia yang ditandatangani oleh Sekjen dan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia. Pada kesempatan kali ini saya hadir selaku salah satu Ketua Majelis Ulama Indonesia yang kebetulan juga adalah saya sebagai Direktur Lembaga Pengkajian Pangan Obat-Obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia yang selama ini menjalankan fungsi-fungsi, proses sertifikasi halal di Majelis Ulama Indonesia. Berdasarkan surat dari Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor: PW07083/DPR RI/V/2019, tanggal 10 Mei 2019. Majelis Ulama Indonesia dimintai pandangan berkaitan dengan kebijakan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Jaminan Produk Halal. Berkenaan dengan substansi masalah tersebut maka sikap dan pandangan Majelis Ulama Indonesia adalah sebagai berikut:

1. MUI pada prinsipnya mendukung agar Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal dapat segera dibentuk sesuai dengan amanat yang diperintahkan dalam kurun waktu yang ditentukan. Tentu saja ini adalah peran Majelis Ulama Indonesia sebagai shodiqul Hukumah, sebagai mitra Pemerintah dan kita selalu sepakat dengan keputusan-keputusan politik yang dihasilkan oleh Pemerintah dan DPR. Hal ini untuk menjamin agar implementasi Undang-Undang Jaminan Produk Halal dapat berjalan sesuai dengan kerangka waktu yang telah ditentukan yaitu 5 tahun. Setelah diundangkan dapat diberlakukan secara penuh.

- 11 -

Berkaitan dengan substansi kebijakan RPP sesuai dengan tugas pokok dan fungsi serta kewenangan yang atributif diberikan oleh Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 kepada Majelis Ulama Indonesia dalam proses Jaminan Produk Halal maka Majelis Ulama Indonesia mengusulkan materi sebagai berikut: ini tetap kami sampaikan karena memang sampai hari ini kami belum mendapatkan copy dari PP tersebut. Mudah-mudahan bisa sesuai dengan apa yang tertulis dalam PP.

Pertama adalah tentang sertifikasi auditor. Salah satu factor penentu dalam penyelenggaraan Jaminan Produk Halal adalah keberadaan auditor halal. Ia adalah pihak yang bertanggungjawab atas verifikasi data terkait bahan baku, bahan tambahan, bahan penolong dan proses produksi. Data dan informasi dari auditor halal merupakan pijakan utama Komisi Fatwa dalam menetapkan kehalalan produk. Secara syari Majelis Ulama Indonesia memandang kedudukan auditor halal merupakan saksi atau … Komisi Fatwa untuk mengetahui secara pasti data dan informasi terkait bahan baku, bahan tambahan, bahan penolong dan proses produksi. Tanggung jawab auditor halal merupakan bagian dari taddabur mas’alah. Identifikasi masalah yang merupakan bagian dari rangkaian proses penetapan fatwa. Ketepatan putusan Komisi Fatwa sangat bergantung pada validitas laporan dari auditor halal sesuai kaidah fiqih …. Hukum atas sesuatu merupakan bagian dari identifikasi atau …. Jadi Majelis Ulama Indonesia sangat memandang posisi auditor halal sangat kritis didalam penetapan halal ini.

Oleh karena itu sudah sangat tepat jika Undang-Undang Jaminan Produk Halal Pasal 14 Ayat (2) huruf f mengamanatkan sertifikasi calon auditor halal kepada Majelis Ulama Indonesia. Karena merupakan rangkaian yang tidak dapat dipisahkan dari proses penetapan fatwa kehalalan produk. Terkait dengan hal ini Majelis Ulama Indonesia berpandangan bahwa pengaturan mengenai persyaratan, tata cara dan mekanisme sertifikasi auditor halal menjadi bagian penting dari kebijakan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah. Majelis Ulama Indonesia sudah bersepakat dengan Pemerintah bahwa sertifikasi auditor halal tersebut dilakukan dengan cara uji kompetensi melalui lembaga sertifikasi profesi atau LSP. Dan Alhamdulillah Januari 2017, Majelis Ulama Indonesia sudah siap menjalankan amanat tersebut dengan mendapatkan lisensi dari BNSP untuk LSP-nya (Badan Nasional Sertifikasi Profesi).

Yang kedua (b), penetapan kehalalan produk. Penetapan kehalalan produk merupakan aktifitas penetapan hukum Islam. Karena tidak bisa dilakukan oleh sembarang institusi. Sudah pada tempatnya apabila Undang-Undang JPH mengamanatkan hal ini kepada Majelis Ulama Indonesia. Hal itu karena Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia Anggotanya terdiri dari para Ulama yang berasal dari Lembaga Fatwa Ormas Islam, Perguruan Tinggi Islam dan Pondok Pesantren. Dalam menetapkan kehalalan produk Majelis Ulama Indonesia melandaskan pada sistem dan prosedur penetapan fatwa atau … yang selama ini berlaku di Majelis Ulama Indonesia. Hal itu karena penetapan fatwa suatu hukum yang tidak dilandaskan atas metode yang jelas termasuk kategori membuat-buat hukum atau tahakkum yang dilarang oleh ajaran Islam …, dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta, ini halal dan ini haram untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah, dia adalah beruntung. Oleh karena itu materi PP yang berkaitan dengan mekanisme penetapan kehalalan produk harus memuat materi yang sesuai dengan pedoman dan prosedur penetapan kehalalan produk yang berlaku di Majelis Ulama Indonesia. Jadi Pimpinan, dan para Anggota serta hadirin yang kami hormati,

- 12 -

Majelis Ulama Indonesia juga telah memiliki SOP penetapan fatwa. Sehingga prosedur-prosedur dan juga sudah kami bakukan. Yang ketiga atau c adalah akreditasi LPH. Berdasarkan ketentuan Pasal 10 Ayat (1) huruf c, salah satu lingkup kewenangan Majelis Ulama Indonesia adalah melakukan akreditasi LPH atau Lembaga Pemeriksa Halal. Sesuai dengan Tupoksi Majelis Ulama Indonesia maka dalam lingkup ini adalah berkaitan dengan aspek-aspek syariah dalam tata kelola LPH. Dengan demikian materi ini harus menjadi penting sebagai muatan dalam RPP. Jadi ini sangat kami fokuskan didalam masalah syariahnya karena LPH dalam konteks asesor atau auditor barangkali dalam bicara halal itu berbeda dengan lembaga pemeriksa pada sertifikasi mutu. Misalnya kalau dalam seritifikasi mutu ada Intertek atau ada tuf misalnya perusahaan-perusahaan itu. Jika itu mengajukan menjadi LPH tentu itu tidak masuk didalam kategori yang kami maksud di Majelis Ulama Indonesia. Karena LPH dan disitu ada auditor yang kita memahami itu sebagai juga saksi daripada ulama itu tentu sangat jauh kaitannya atau keterkaitannya dengan lembaga-lembaga sertifikasi atau LPH seperti yang kami maksud tadi. Untuk itulah maka penting peran Majelis Ulama Indonesia didalam akreditasi LPH dalam konteks yang seperti itu. Yang keempat (d), kerjasama internasional. Berkaitan dengan kerjasama internasional Majelis Ulama Indonesia sangat concern terkait kerjasama saling mengakui sertifikat halal dari masing-masing lembaga sertifikasi halal di Luar Negeri. Sebuah produk bahan baku import misalnya yang telah mendapat seritifikat halal dari lembaga yang sudah menjalin kerjasama dengan Indonesia, tidak akan dilihat dan diteliti lagi dalam proses penetapan kehalalannya karena mengikat kepada kerjasama lembaga sertifikasi halal ini. Hal ini sangat krusial bagi Majelis Ulama Indonesia karena hal ini sama saja kita di Indonesia khususnya Majelis Ulama Indonesia sebagai lembaga yang diamanahi oleh Undang-Undang untuk penetapan kehalalan produk mengakui standar penetapan fatwa kehalalan produk oleh lembaga terkait di Luar Negeri. Yang kita tahu di Indonesia Majelis Ulama Indonesia menganut kepada man haz-nya didalam penetapan fatwa kepada mahzab syafi’I. Dan kalau kita bekerjasama dengan lembaga-lembaga halal di Luar Negeri belum tentu sepaham atau sama dengan Indonesia, posisi fatwa Indonesia. Maka hal ini menjadi concern bagi Majelis Ulama Indonesia ketika produk dari Luar Negeri bersertifikat halal Lembaga Luar Negeri secara regulasi tentu kita tidak lagi mengkaji. Tetapi ketika kita tidak mengkaji ternyata penetapannya berbeda dengan apa yang dimiliki oleh Indonesia. Itu akan menjadi masalah di Indonesia. Jadi inilah alasan kenapa kami melihat hal kerjasama internasional menjadi hal yang sangat krusial bagi Majelis Ulama Indonesia dalam konteks kaitannya fatwa. Oleh karena itu Majelis Ulama Indonesia berkepentingan agar kerjasama Luar Negeri dalam penyelenggaraan Jaminan Produk Halal itu memperhatikan aspek-aspek syariah dan berkesesuaian dengan yang berlaku di Indonesia. Selama ini MUI menentukan persyaratan ketat untuk melakukan kerjasama saling pengakuan sertifikat halal kepada Luar Negeri. Terutama terkait dengan standar kehalalan produknya. Hal ini dilakukan sebagai upaya perlindungan terhadap keyakian umat Islam di Indonesia bahwa produk yang tersertifikasi halal benar-benar sesuai dengan ajaran Islam yang dianut oleh umat Islam di Indonesia. Yang kelima (e) tentang logo halal. Dalam hal lolo halal Majelis Ulama Indonesia berpandangan perlunya mempertahankan logo halal yang telah berlaku selama ini sebagai bentuk kesinambungan yang secara factual telah diakui dan dikenali masyarakat secara luas. Sesuai dengan politik legislasi yang digariskan dalam Undang-Undang JPH maka dalam penyelenggaraan Jaminan Produk Halal diberikan jangka waktu

- 13 -

persiapan 5 tahun terhitung sejak disahkannya Undang-Undang pada tanggal 17 Oktober 2014. Dengan demikian pada tahun ini merupakan batas akhir persiapan pelaksanaan pemberlakuan secara penuh. Jadi Majelis Ulama Indonesia masih berpandangan Tahun 2019 ini adalah implementasi secara penuh. Dengan melihat capaian dan perkembangan penyusunan RPP perlu menjadi perhatian semua pihak agar skema pemberlakuan Undang-Undang Jaminan Produk Halal dapat terlaksana dengan baik. Jakarta, 10 Mei 2019. Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia, Sekretaris Jenderal ditandatangani DR. H. Anwar Abas. Ketua Umum ditandatangani Prof. DR. Kyai Haji Ma’ruf Amin. Terlebihnya kami sampaikan ucapan salam dari Pimpinan Majelis Ulama Indonesia dan mewakilkan kepada kami untuk hadir memenuhi undangan ini. Terima kasih. Wabillauhitaufiq Walhidayah, Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh. KETUA RAPAT: Wa’allaikumsalam Warahmatullahi Wabarakaatuh. Terima kasih Pak Lukman Hakim yang saya hormati, mewakili MUI. Saya ingin tanya, ada 2 surat yang disampaikan kepada kita yaitu dalam bentuk nota surat resmi MUI dengan sekaligus juga pandangan dan sikap MUI. Saya kira Pak Kyai tolong bacakan juga poin-poinnya, 3 poin dari MUI sebagai keberatannya supaya audiens paham. PERWAKILAN KETUA MUI (LUKMAN HAKIM): Baik. Mungkin ini copy saja. Kami memang pernah menyampaikan surat keberatan dari Majelis Ulama Indonesia. Tapi ini sekali lagi kedalam konteks ini kami memang belum mendapat informasi PP seperti apa. KETUA RAPAT: Tidak apa-apa. PERWAKILAN KETUA MUI (LUKMAN HAKIM): Tidak apa-apa ya Pak. Jadi dengan ijin Pimpinan kami sampaikan bahwa memang Majelis Ulama Indonesia pernah menyampaikan surat keberatan atas materi rancangan PP tentang peraturan pelaksana Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal tertanggal 20 Februari 2018. F-PG (Dr. H. DEDING ISHAK, SH, MM): Itu kepada Presiden Pak ya? PERWAKILAN KETUA MUI (LUKMAN HAKIM):

- 14 -

Kepada Presiden. F-PG (Dr. H. DEDING ISHAK, SH, MM): Terima kasih. KETUA RAPAT: Supaya ini menjadi satu kesatuan materi yang disampaikan resmi oleh MUI dihadapan Rapat Kerja ini supaya menjadi Bahasa. PERWAKILAN KETUA MUI (LUKMAN HAKIM): Kepada Yth. Presiden Republik Indonesia Bapak Ir. H. Joko Widodo Di tempat. Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh. Salam silaturahmi kami sampaikan, semoga Bapak Presiden senantiasa dalam petunjuk dan lindungan Allah Subhanahu Wata’ala dan sukses dalam menjalankan tugas kenegaraan. Aamiin. Sehubungan dengan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang pelaksanaan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal yang diajukan Kementerian Agama Republik Indonesia kepada Bapak Presiden melalui Sekretariat Negara. Dengan ini Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan keberatan dan ketidaksetujuan terhadap materi dalam RPP tersebut khususnya yang terkait dengan kewenangan dan tugas Majelis Ulama Indonesia. Keberatan dan ketidaksetujuan MUI tersebut setelah memperhatikan dan mempertimbangkan hal-hal berikut:

1. Pada prinsipnya Majelis Ulama Indonesia mendukung agar Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal dapat diimplementasikan dalam rangka melindungi umat Islam dari mengkonsumsi produk makanan, minuman, obat-obatan dan kosmetika yang tidak halal. Untuk itu MUI terlibat aktif dalam pembahasan harmonisasi RPP tersebut di Kementerian Hukum dan HAM bersama Kementerian Agama dan Kementerian serta Lembaga terkait lainnya.

2. Dalam proses pembahasan harmonisasi MUI telah menyampaikan usulan materi yang berkaitan dengan tugas dan kewenangan Majelis Ulama Indonesia sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal dan usulan Majelis Ulama Indonesia telah dibahas dan disetujui dalam forum harmonisasi tersebut. Namun dalam RPP tersebut mengalami perubahan yang tidak sesuai dengan hasil pembahasan.

3. Adapun materi usulan MUI yang sudah disepakati dalam harmonisasi namun mengalami perubahan dalam RPP yang diajukan adalah terkait dengan: a. kerjasama pelaksanaan Jaminan Produk Halal antara BPJPH dan MUI, b. sertifikasi auditor halal, c. sistem dan prosedur penetapan kehalalan produk, d. akreditasi lembaga pemeriksa halal, e. kerjasama internasional dengan lembaga sertifikasi halal Luar Negeri, dan f. penetapan kedaruratan produk obat-obatan.

- 15 -

Demikian surat keberatan ini kami sampaikan. Dan selanjutnya kami bersedia untuk memberikan keterangan lebih lanjut

apabila diperlukan. Atas perhatian Bapak Presiden kami sampaikan terima kasih. Majelis Ulama Indonesia, Sekretaris Jenderal ditandatangani DR. H. Anwar Abas. Ketua Umum ditandatangani Prof. DR. Kyai Haji Ma’ruf Amin. Terima kasih. KETUA RAPAT: Terima kasih. Kenapa ini penting untuk dibacakan. Karena prinsip-prinsip penyusunan peraturan perundang-undangan, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang PPP (Pembentukan Peraturan Perundang-undangan) secara mutatis mutandis Pasal 97, pokok-pokok yang sudah masuk tetapi dimungkinkan ada hal-hal yang bersifat sub sistem perlu didiskusikan bisa mendapat turunan … atau PMA yang lain-lain kebawah. Nah ini yang perlu didengar oleh semua orang. Nah oleh karena itu kerangka berpikirnya mesti disebutkan. Jika suatu saat muncul persoalan ini kita sudah terbuka menyampaikan di forum public. Saya kira itu ya. Lanjut kepada yang terhormat Ibu Kepala Badan POM, Ibu Penny K. Lukito. Kami persilakan. KEPALA BPOM (PENNY K. LUKITO): Terima kasih. Bismillahirahmanirrahim. Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh. Yang kami hormati Bapak Ketua Komisi VIII DPR RI, dan Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Yang terhormat para Anggota Komisi VIII DPR RI, Yang terhormat Bapak Menteri Agama Republik Indonesia, Pak Ketua BPJPH, dan Bapak Ketua LPPOM MUI. Alhamdulillah, pada hari ini Badan POM bisa melakukan Rapat Dengar Pendapat bersama dengan Komisi VIII DPR RI terkait dengan Jaminan Produk Halal Undang-Undang Pelaksanaan daripada Undang-Undang Jaminan Produk Halal. Kami pun menyampaikan rasa syukur dengan telah terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2019 tentang peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. Dan kami tentunya Badan POM siap untuk mendukung. Hal ini menjadi hal yang penting karena memang terutama adalah para pelaku usaha, para produsen obat dan makanan sudah sangat menunggu bagaimana Undang-Undang ini bisa diterapkan. Karena tidak hanya para produsen, para pelaku usaha juga ingin mentaati peraturan yang ada tapi juga ini akan merupakan aspek daya saing bagi produk-produk obat dan makanan. Namun tentu

- 16 -

saja dengan kekhususan yang ada dari produk obat dan makanan, banyak beberapa hal yang menjadi perhatian yang saya kira akan ada pengaturan yang lebih jauh didalam PP ini. Dan kami siap untuk bekerjasama dengan institusi yang akan melaksanakannya yaitu BPJPH dalam hal ini. Kami akan menjelaskan sedikit tentang pengawasan obat dan makanan yang akan dilakukan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan. Pengawasan obat dan makanan yang dilakukan oleh Badan POM tentunya memiliki aspek permasalahan yang berdimensi luas dan kompleks. Karena ini menyangkut aspek-aspek keamanan, mutu dan khasiat atau manfaat dari produk obat tradisional, kosmetik, suplemen kesehatan dan pangan. Oleh karena itu memang sistem pengawasan dilakukan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan secara komprehensif sejak awal proses suatu produk hingga produk tersebut beredar ditengah masyarakat. Sistem pengawasan dilakukan melalui pengaturan dan standarisasi, penilaian aspek keamanan, khasiat mutu produk sebelum diijinkan dan juga melalui pengambilan sampel dan pengujian laboratorium produk yang beredar setiap peringatan kepada public yang didukung oleh penegakan hukum. Pengaturan … disamping pre market pengujian sebelum pemberian perijinan dari aspek keamanan, mutu khasiat dan manfaat. Juga kami melakukan pengawasan pre market dan post market dikaitkan dengan label, iklan. Seperti label misalnya klaim, aspek halal, nutrisi dan juga aspek iklan. Nah lingkup tugas Badan Pengawas Obat dan Makanan dibidang pengawasan obat dan makanan prinsipnya mencakup pre market dan post market. Ini adalah suatu tindakan preventif yang … melalui pre market evaluation untuk melindungi konsumen. Penilaian dilakukan terhadap produk-produk sebelum beredar termasuk juga penilaian terhadap bahan baku, seperti asal bahan baku tersebut, apakah berasal dari hewan, atau nabati. Nah apabila itu dari hewan, apakah itu mengandung unsur kehalalan, halal atau tidak. Dan dalam hal mengandung bahan berasal dari unsur yang tidak halal maka pada label obat tradisional dan suplemen makanan harus mencantumkan tanda khusus yaitu khususnya adalah berupa tulisan mengandung babi berwarna hitam, dalam kotak berwarna hitam diatas dasar putih. Sedangkan kalau yang pangan mengandung babi harus mencantumkan gambar babi berwarna merah untuk pangan. Nah selama ini setelah diberlakukannya PP Nomor 31 Tahun 2019. Tentunya selama ini sebelumnya pengawasan selama ini dilakukan untuk implementasi yang bersifat volunteery. Tapi dengan adanya Undang-Undang Jaminan Produk Halal dan adanya PP Nomor 31 Tahun 2009 menjadi mandatory tentunya banyak sekali pengaturan yang dibutuhkan karena memang khusus untuk produk obat misalnya. Banyak aspek yang harus disesuaikan oleh para produsen. Sebagai contoh bahwa produk obat untuk bahan baku masih hampir 95% berasal dari bahan baku impor sehingga memang membutuhkan suatu pengakuan bersama dengan pihak luar negeri terkait dengan kandungan yang ada didalamnya. Dan juga ada aspek formula yang tentu saja tidak dengan mudah bisa diganti. Bisa jadi asal bahan berasal dari sumber-sumber hewani yang belum ada pengganti. Ada juga produk obat yang sifatnya sangat menentukan kehidupan life saving dan masih belum ada produk substitusinya. Dan ini semua tentunya memerlukan pentahapan dalam penerapannya. Nah setelah diberlakukannya PP Nomor 31 Tahun 2019 ini maka kedepan kami siap untuk bekerjasama didalam peraturan ini pun sudah disebutkan dalam Pasal 15 antara Badan Pengawas Obat dan Makanan, dan BPJPH akan dilakukan kerjasama yang dikaitkan dengan sertifikasi halal bagi obat-obatan, kosmetik, suplemen dan pangan, dan pengawasan produk halal. Kemudian rekomendasi untuk pencabutan sertifikat halal. Sosialisasi, edukasi dan publikasi dan tugas lain yang

- 17 -

terkait dengan penyelenggaraan Jaminan Produk Halal sesuai dengan tugas masing-masing tentunya. Dan kami siap untuk melakukan hal tersebut. Aspek pentahapan saya kira sangat ditunggu oleh para pelaku usaha dalam hal ini. Tadi sudah disampaikan oleh Bapak Menteri yang dikaitkan dengan pentahapan-pentahapan yang diharapkan. Dimana pangan akan berlaku pada. Terlebih dahulu dan nanti akan disusul oleh produk-produk lain yang lebih membutuhkan waktu transisi untuk bisa menerapkannya untuk para pelaku usaha mentaati peraturan yang berlaku. Yang perlu kami sampaikan disini adalah beberapa permasalahan yang nanti akan secara berkesinambungan dan intensif akan dikerjasamakan berkoordinasi dengan BPJPH antara lain adalah pertama, tadi sudah disampaikan. Dikaitkan dengan penahapan, dengan penetapan jenisnya. Jenis makanan, jenis obat, apakah makanan, obat dan kosmetik dalam waktu penahapan yang berbeda. Kemudian juga dibutuhkan adanya harmonisasi. Harmonisasi dalam metode analisis dan saling pengakuan. Untuk menghindari perbedaan hasil pengujian produk pada saat pengawasan post market nanti. Ini juga untuk menghindari pemberian sangsi pada produk yang tidak sesuai persyaratan padahal produk tersebut telah dilakukan pengujian oleh lembaga sertifikasi halal. Jadi intinya adalah perlunya ada harmonisasi. Kesamaan dalam metode analisa. Dalam pengujian dilakukan oleh Badan POM dan Lembaga Sertifikasi Halal. Kemudian yang kedua adalah kedepan akan ada pertukaran data dan informasi untuk mekanisme untuk pencantuman logo dan pencabutan sertifikasi halal. Dan dibutuhkan joint inspection untuk efisiensi pemeriksaan sarana atau efisiensi sumber daya yang bisa kita kerjasamakan bersama. Hal yang kedua adalah dikaitkan dengan tadi, kesiapan dari pelaku usaha. Karena sebagian besar pelaku usaha pangan, obat tradisional, dan kosmetik adalah UMKM sehingga perlu disusun kebijakan untuk memfasilitasi UMKM. Kemudian khususnya untuk obat. Tadi sudah saya sampaikan masih ada berbagai obat yang sifatnya life saving tapi belum ada alternatifnya tentunya dibutuhkan juga satu transisi. Kemudian juga ada dedicated facility untuk pembuatan obat dan makanan untuk memisahkan yang halal dan non halal. Yang selama ini juga sudah menjadi aspek pengawasan untuk good manifacture yang praktis yang dilakukan oleh Badan POM. Kemudian yang selanjutnya adalah sertifikasi halal produk impor atau produk local yang mengandung bahan baku impor melalui mekanisme saling pengakuan antar lembaga sertifikasi halal antar negara. Saya kira itu kita butuhkan untuk lebih mengefisienkan sumber daya dan waktu yang dibutuhkan untuk melakukan sertifikasi halal. Selanjutnya kedepan kami mengharapkan dengan BPJPH dalam waktu secepatnya akan menyusun satu memori kerjasama sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 15 tersebut. Dan bersama-sama dengan BPJPH juga akan menyusun peraturan Menteri Agama tentang penahapan jenis produk yang dilakukan dengan sertifikasi halal dengan peraturan Menteri Agama tentang penyelenggaraan Jaminan Produk Halal. Dan bersama dengan BPJPH juga menyusun metode analisa sebagai dasar pengujian obat dan makanan yang sama bersinergi. Dan tentunya kita akan bersama-sama melakukan sosialisasi, edukasi, dan publikasi terhadap pelaku usaha untuk masyarakat konsumen. Saya kira demikian. Terima kasih. Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh.

- 18 -

KETUA RAPAT: Wa’allaikumsalam Warahmatullahi Wabarakaatuh. Terima kasih Ibu Kepala BPOM, Ibu Penny yang terhormat. Dan sudah selesai. Saya hanya mengingatkan ada beberapa rekomendasi dari BPOM yang perlu mendapatkan irisan bersama-sama yaitu 1. Terkait dengan MoU masing-masing pihak, Kementerian Agama dalam hal ini Badan. Kemudian MUI dengan BPOM terkait dengan: 1. Jenis-jenis rekomendasi tadi itu. Ada berapa poin. Baik itu menyangkut masalah koordinasi dan kerjasama, penetapan jenis makanan, harmonisasi, pertukaran joint inspection, kemudian kesiapan pelaku usaha dan sebagainya, kemudian sosialisasi, dan seterusnya. Itu harus dilakukan secara bersama-sama. Tidak bisa sepihak. Kemudian juga ada persoalan kerjasama internasional tadi. Itu juga harus mendapat perhatian bersama-sama. Kemudian juga menyangkut masalah kelembagaan, baik pusat maupun di daerah. Mekanisme kerja seperti apa. Secara vertikal maupun horisontal. Kemudian bagaimana dengan aspek perencanaan. Kemudian aspek implementasinya, kemudian yang tidak kalah penting adalah aspek penegakan hukumnya jika antara sertifikasi dengan fakta itu tidak sejalan. Kita makan dimana-mana kadang-kadang tertulis itu halal tapi isinya tidak. Itu juga perlu pengawasan yang maksimal. Dan hal-hal ini kan memerlukan irisan secara bersama-sama. Jadi rekomendasi sekian poin tadi dari Ibu adalah perlu mendapatkan diskusi bersama-sama dilain waktu, di lain kesempatan. Selanjutnya di meja Pimpinan sudah ada beberapa. Sekarang giliran DPR Pak ya. Tadi kan dari Pemerintah semua tuh. Nah giliran. Meski bulan puasa kita sampai malamlah. Dari Anggota yang terhormat Ibu Hj. Endang Maria Astuti. Kami persilakan. F-PG (HJ. ENDANG MARIA ASTUTI, S.Ag, SH, MH): Terima kasih Pimpinan. Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh. Pimpinan dan Anggota Komisi VIII yang saya cintai, Pak Menteri beserta seluruh jajarannya, Perwakilan dari MUI dan juga dari Kepala BPOM semuanya beserta jajaran yang berkesempatan hadir. Jadi kalau mengenai masalah produk halal ini saya sebagai warga negara Indonesia tentu sangat apalagi Muslim. Sangat menginginkan sekali bahwa produk halal ini menjadi virusnya Indonesia untuk membuat orang-orang diluar atau non Muslim itu pun juga menjadi sangat yakin terhadap segala apakah itu makanan, sembelihan. Sebagaimana kalau kita melihat di Amerika. Orang Amerika non Muslim sekarang justru yang diburu adalah makanan produk yang halal. Nah itu. Ketika diwawancarai kan mereka justru merasa yakin menjadi sehat dan sebagainya. Nah bagaimana virus ini di Indonesia juga mewabah. Artinya orang tidak akan takut merasa tertipu. Tetapi tentu saja dengan kerja keras. Nah upaya kerja keras yang

- 19 -

harus selalu update ini bukan suatu hal yang ringan. Ketika saya di DPRD Provinsi dulu, BPOM ini mohon maaf rajin turun kalau menjelang hari lebaran. Padahal kan produk halal kan tidak harus menjelang lebaran baru turun, sidak. Nah bagaimana kerjasama yang baik atau MUI, Kementerian Agama, Kepala BPOM untuk menyakinkan umat Islam atau seluruh masyarakat Indonesia itu bahwa kita meskipun bukan negara Adikuasa tapi mampu memberikan kenyamanan kepada mereka. Dan mereka justru kalau tidak mendapatkan garansi itu merasa kehadiran negara itu tidak ada. Nah ini bagaimana memformulasikan yang seperti itu. Dengan demikian kan nanti orang akan mencari. Sekarang di Hongkong saja yang dijual juga kan produk halal. Dari pariwisatanya mereka takut income devisanya tidak akan masuk karena apa? karena yang datang ke Hongkong kebanyakan orang Muslim. Sementara makanan disana tidak halal kebanyakan. Oleh karena itu mereka mencari formulasi, mencari uang sebanyak-banyaknya dengan itu. Lah di Indonesia kan ini kan mayoritas, bagaimana ini mampu diwujudkan sebaik mungkin dalam segala jenis produk-produk yang mestinya itu mendpaat sertifikasi halal. Baik dari sisi prosesingnya sampai bahan baku dan sebagainya. Terlebih-lebih yang sangat mengkhawatirkan saat ini barangkali saya memberikan masukannya barangkali. Pertanyaannya secara umum yaitu persoalan obat. Orang ingin minum obat itu karena ingin sehat. Tetapi kalau dari bahan baku, prosessingnya ini tidak mencerminkan kehalalan bagaimana orang punya sugesti positif untuk sembuh dan sebagainya. Kemudian bagaimana orang itu ibaratnya kecanduan ketika ada produk halal yang akan dikonsumsi, akan diminum oleh mereka. Ini yang mungkin belum ada di Indonesia sampai … seperti itu. Yang ada saya lihat di media massa dan sebagainya adalah baru mengenai masalah kosmetik. Orang mencari itu pun pasti ada sisi-sisi lubang yang dicari celah-celahnya untuk menyisipi halal ditampilannya tetapi barangkali dari prosesnya itu mungkin juga bisa jadi tidak halal. Nah apalagi menjelang seperti ini kita lihat di pemberitaan misalnya sejak dulu yang namanya anggur cap orang tua itu selalu dicari orang tua. Sugestinya … minum obat itu adalah sehat sembuh. Ternyata itu ada mirasnya dan sebagainya. Ini tentu kan menipu masyarakat. Bagaimana upaya yang dilakukan oleh BPOM. Kerja sama yang baik dengan BPJPH dan MUI tentunya, ini memang kedepan anggarannya tidak sedikit Pimpinan. Karena apa? Multiplayer effectnya luar biasa. Tetapi seluruh sendi-sendi kehidupan ini akan masuk disana. Jangankan kok yang masalah obat, makanan, minuman itu tadi. Makanan saja ditipu sedemikian rupa. Yang tidak kalah asingnya, contoh misalnya di masyarakat adalah bakso. Sering di oplos dan sebagainya. Nah ini upaya yang dilakukan untuk bisa menyakinkan masyarakat bahwa jangan kamu melakukan penipuan seperti itu dengan meraup untung yang banyak tetapi merugikan masyarakat. Karena itu kan impactnya pasti akan lari kepada kesehatan. Nah ini yang nantinya kedepan harus mendapatkan perhatian dari kita semua. Kemudian mengenai, menurut … PP tentang pelaksanaan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 ini sudah disahkan. Seperti diketahui disertifikasi. Nah saat ini sertifikasinya kan dipegang oleh BPOM. Iya kan? Masih dalam LP POM MUI. Nah bagaimana transisi ini Pak, pengalihan transisi, pengajuan sertifikasi dari BPJPH itu tadi agar supaya lebih mudah. Kemudian yang berikutnya pengaturan mengenai tariff antar lembaga. Ini tentu kan harus juga dibicarakan. Tentunya sedikit tidak mudah. Sehingga orang sering kali, waduh biayanya mahal nih kalau disertifikasi. Mahal nanti, keluarnya nanti mahal. Ini bagaimana tariff antar lembaga pemeriksaan halal itu bisa standar di masyarakat. Orang tidak merasa itu menjadi mahal. Kemudian standar pengajuan produk sertifikasi ini tidak berbelit harapan kita. Yang dibawah itu pasti akan mengeluh seperti itu. Merasa apa berbelit sehingga malaslah ngurus. Sehingga

- 20 -

ketika konsumsi yang harus dimakan oleh mohon maaf orang-orang yang tidak mampu mereka sudah harus menjaga kesehatan. Mungkin tidak punya jaminan kesehatan, BPJS mungkin ini juga tidak punya tapi sudah jatuh tertimpa tangga. Makanan-makanan ringan saja ini akhirnya juga menjadi tidak sehat karena makananya tidak halal. Nah ini yang kita harapkan. Perlindungan negara hadir lewat situ. Ini harus menjadi pemikiran kita bersama. Apakah pengajuan itu mengganggu. Kalau secara keseluruhan akan mengganggu investasi Indonesia. Saya kira kan ini menjadi pemikiran. Ketika kita berkaca tadi, ada Hongkong, kemudian ada juga Amerika. Yang ingin mereka tampilkan di pariwisata saja menariknya dengan cara itu. Oh ini komunitas yang datang ke Negeri Singapura itu muslim. Nah itu justru itu menjadi daya tarik. Tetapi justru di Indonesia malah ditinggalkan. Ini harus menjadi pemikiran. Kemudian bagaimana pelaksanaan Jaminan Produk Halal di Daerah mengingat BPJPH itu tidak dapat membuka cabang disetiap daerah. Nah ini kan menjadi kesulitan tersendiri ketika masyarakat ingin mengakses tentunya sudah banyak rintangan terlebih dahulu. Apa solusi yang ingin dihadirkan oleh Pemerintah kehadirannya untuk negara, bangsa dan masyarakat. Tentunya itu Pimpinan yang bisa saya sampaikan. Terima kasih. Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh. KETUA RAPAT: Wa’allaikumsalam Warahmatullahi Wabarakaatuh. Terima kasih Ibu Endang Maria Astuti. Lanjut ke Pak Haji Choirul Muna. F-P.NASDEM (DRS. KH. CHOIRUL MUNA): Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh. Pimpinan Komisi VIII, Anggota Komisi VIII yang terhormat, Bapak Menteri, Bapak Kepala BPJPH, Bapak Ketua MUI atau yang mewakilinya, Kepala BPOM yang kami hormati dan yang hadir ditempat ini. Sedikit saja. Saya hanya ingin mengerti karena yang kita ketahui sebagai Ormas. Kadang-kadang kita juga sering menemukan berbagai macam penyembelihan yang dianggapnya halal. Jadi banyak ayam itu disembelih hanya depan ini saja. Padahal itu sebetulnya ada, orang yang tahu itu kepala itu dipuntes dulu gitu baru itu dibelek. Katanya kalau namanya darah itu mengalir dulu. Jadi inilah yang seperti ini. Pertanyaan saya kalau namanya ada masyarakat yang menemukan penyembelihan-penyembelihan seperti itu kalau kita mengadu itu kemana. Karena kita tidak ada solusi pengaduan tentang penyembelihan-penyembelihan yang tidak halal disana. Kita kebingungan. Mau kemana ini. Mau mengadu supaya ini ada solusinya. Kemudian yang kedua, kita ini mayoritas negara Islam. Mayoritas masyarakatnya Islam. Tapi kenapa opini ditempat kita ini bahwa penyembelihan yang ada di Indonesia itu pertama kali masih diragukan. Keduanya itu kurang higienis. Sehingga yang terjadi bahwa negara lain mau mengimpor daging dari Indonesia ini tanda tanya, ini higienis atau tidak. Lebih baik kan ambil dari New Zealand yang orang Islamnya hanya 1% tetapi dianggapnya disana lebih halal, lebih

- 21 -

higienis, lebih tepat untuk diambil dari sana, baik itu negara-negara yang ada di Jazirah Arab maupun Eropa dan Amerika. Oleh karenanya apa solusi bagaimana supaya Indonesia ini dianggap lebih kredible dalam penyembelihannya, kehalalannya, dan higienis disitu. Oleh karenanya kami mohon betul persoalan ini untuk segera ditindaklanjuti. Kemudian yang terakhir, kita Komisi VIII pernah sidak di pasar-pasar yang pernah ada di perbatasan. Seperti yang ada di Batam, Pekanbaru, kemudian juga di Kaltara. Itu menemukan produk-produk China itu yang tanpa label bahwa ini itu halal atau tidak. Banyak makanan-makanan yang ada disana itu tidak pakai label halal. Padahal itu produk China, produk dari Taiwan. Bagaimana ini bisa masuk tanpa sepengetahuan BPOM. Kami mohon BPOM untuk menindaklanjuti. Karena ini banyak sekali temuan-temuan yang kita lakukan disana. Terima kasih. Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh. KETUA RAPAT: Terima kasih Pak Muna. Terutama dari perbatasan ya. Jumlah pelabuhan masuk itu banyak sekali. Saking banyaknya jadi tidak terhitung. Nah oleh karena itu mungkin perlu juga BPOM bisa melihat bahwa sumber-sumber masuk ke pelabuhan itu juga baik darat maupun laut dan udara itu sangat penting. Lanjut Pak Ustadz Samsu Niang. F-PDIP (Drs. H. SAMSU NIANG, M.Pd.): Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh. Yang saya hormati Pimpinan Komisi beserta seluruh Anggota Komisi VIII, Tentu yang saya hormati dan saya muliakan Bapak Menteri Agama, Majelis Ulama Indonesia, Badan POM. Nama saya Haji Samsu Niang. Daerah Pemilihan Sulawesi II. Alhamdulillah terpilih kembali. Terima kasih atas kesempatan yang diberikan kepada kami. Saya hanya mau simple saja Pak. Ini bisa tanya langsung Pak Ketua? KETUA RAPAT: Bisa.

- 22 -

F-PDIP (Drs. H. SAMSU NIANG, M.Pd.): Badan POM, berapa petugasnya yang ada di seluruh Indonesia? KEPALA BPOM (PENNY K. LUKITO): Iya Pak terima kasih. Kami sekitar 3800 tersebar diseluruh Indonesia. Tahun ini ditambah 1000. Ditambah 1067 CPNS baru tahun ini. Memang diperkuat dengan SDM baru. Penyidiknya sekitar 500. Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang untuk penindakan. Kemudian kami baru juga mendapatkan tambahan 40 kantor dilevel Kota/Kabupaten. Sebelumnya di 34 Ibukota Provinsi. Sekarang ditambah 40 Kota/Kabupaten terutama di perbatasan kami tempatkan. F-PDIP (Drs. H. SAMSU NIANG, M.Pd.): Terima kasih. Kalau Kementerian Agama. Baru petugas PNS-nya yang menangani tentang ini berapa itu Pak? Petugas BPJPH-nya yang menangani ini. Auditornya Pak di Kementerian Agama. MENTERI AGAMA RI: Kalau auditornya tentu kami belum, seperti yang tadi kami laporkan. Selama ini proses sertifikasi halal dilakukan oleh MUI. LPPOM MUI membawahi 33 Provinsi. Nah lalu kemudian tidak kurang dari 1190 yang ada di MUI. Nah kami ingin menambah auditor halal ini, lalu kemarin kami baru melatih 112 orang. Tapi tentu setelah PP ini keluar kita akan mengakselerasi penambahan auditor halal. F-PDIP (Drs. H. SAMSU NIANG, M.Pd.): Terima kasih Pak Ketua. Saya kira kalau kita melihat orang-orang yang ada di Balai POM maupun Kementerian Agama, maupun Majelis Ulama. Saya kira masih sangat sedikit dibanding daripada produk-produk yang harus diawasi di lapangan. Jadi jelas, banyak sekarang produk-produk yang dianggap halal kenyataannya tidak halal. Karena kurangnya pengawasan dilapangan. Ini yang menjadi problem kita. Dan saya bersyukur kalau tadi Kementerian Agama baru membuat bangunan untuk laboratorioum dan lain sebagainya. Jadi mudah-mudahan kedepan ini Majelis Ulama maupun Kementerian Agama serta Balai POM ini memang harus bersinergi dalam rangka untuk membuat alat-alat yang canggih betul. Kalau di Luar Negeri alat-alat untuk mensertifikasi, untuk melihat kehalalan suatu produk itu memang alatnya lengkap. Nah bagaimana Majelis Ulama dengan Balai POM ini bersinergi? Mungkin Balai POM mengatakan ini halal, sementara Majelis Ulama tidak mengatakan halal. Ini yang perlu ada sinergi sebenarnya disini dalam rangka untuk memberikan kerangka dalam rangka untuk menentukan kehalalan. Ini perlu Pak. Alat infrastrukturnya semuanya lengkap untuk mengetahui halal atau tidak. Mungkin itu tadi Majelis Ulama mengatakan bahwa untuk menentukan kehalalan itu dibutuhkan orang-orang tertentu yang mengetahui secara … begitu. Mungkin saja Balai POM mengatakan seperti ini. Ini perlu ada sinergi Pak. Perlu ada suatu tempat yang khusus untuk menangani yang seperti itu. Ini yang tidak ada saya lihat.

- 23 -

Jadi kedepan ini mungkin ada rekomendasi dari Komisi VIII, buat sarana infrastruktur untuk itu untuk menentukan itu karena ini penting. Karena kebanyakan kita ini masyarakat Indonesia itu adalah Muslim. Ini yang tidak kita miliki. Kemudian jumlah pengawasan masih sangat minim. Jadi ini perlu ditambah ini alat pengontrol ini dalam rangka untuk mengantisipasi. Apalagi dalam bulan Puasa ini saya lihat banyak sekali produk-produk yang sifatnya seperti Aqua diganti dan lain sebagainya beredar itu terutama produk Aqua itu diganti airnya dan lain sebagainya. Ini semuanya perlu pengawasan. Tapi Balai POM petugasnya hanya sedikit. Saya yakin tidak bisa mengantisipasi produk-produk yang ada beredar sekarang ini. Saya kira itu yang menjadi harapan saya. Perlu ada tempat yang dibikin oleh Pemerintah bekerjasama dengan ketiga Kementerian Agama, kemudian Balai POM, kemudian Majelis Ulama untuk membuat laboratorium yang canggih, apakah tadi Kementerian Agama yang disupport ini anggarannya ini … dipercanggih lagi supaya betul-betul nanti tempat ini menjadi laboratorium yang betul-betul memberikan jaminan halal pada masyarakat kita di Indonesia. Kemudian yang kedua, pengawasannya ini harus ditambah, auditornya harus ditambah. Kalau ini Cuma jumlahnya sedikit sementara penduduk Indonesia yang ratusan juta saya kira tidak mungkin kita menemukan suatu produk yang halal. Sementara yang kita tahu bahwa produk-produk sekarang ini bukan orang Islam yang punya. Itu yang menjadi hambatan kita. Saya kira demikian Pak Ketua. Terima kasih. Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh. KETUA RAPAT: Terima kasih Pak Haji Ustadz Samsu Niang. Kita tambah dulu sampai 16.30 paling lama ya.

(RAPAT : SETUJU)

Jadi Pak Samsu Niang tadi menegaskan, nanti tolong dibicarakan antara MUI, Kemeneterian Agama dan BPOM yang menentukan atau yang memiliki otoritas. Yang menentukan otoritas bahwa halal atau tidaknya itu kan MUI ya? MUI kan? Birokrasinya itu adalah BPJPH. Mitra kerja termasuk BPPOM. Nah ini menjadi pertanyaan yang sangat penting. Jadi artinya sudah diatur. Artinya mekanisme otoritas itu adalah MUI, yang punya kewenangan hukum. Tinggal factor tadi, laporan Kementerian Agama bagus tadi antara persiapan infrastruktur dan juga supra struktur itu dipercepat berdasarkan langkah-langkah konkrit dan checklist sekaligus. Nah didalamnya termasuk irisan-irisan kerjasama diatur sedemikian rupa. Raker yang akan datang kita sudah bisa mendapatkan informasi itu. Lanjut kepada Pak Kyai Haji Deding Ishak MM. Silakan. F-PG (Dr. H. DEDING ISHAK, SH, MM): Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh. Deding Ishak, Anggota Komisi VIII mewakili Jabar III. Alhamdulillah Allah mempensiunkan saya.

- 24 -

Pertama saya mengapresiasi Pak Menteri Agama dan Pemerintah, serta MUI. Bagaimana pun Pimpinan DPR tentu bersyukur bahwa Undang-Undang yang didambakan oleh bangsa kita khususnya kaum muslimin itu sudah bisa lahir. Memang sering kali di negeri kita ini ketika Undang-Undangnya sudah lahir dan tentu Pak Ace sendiri yang juga salah satu pemrakarsanya sudah terbit. Nah persoalannya di Peraturan Perundang-undangan pelaksanaannya. Jadi disini problem, lama juga. Sehingga Undang-Undang ini tidak bisa diimplementasikan. Sementara permasalahan terkait dengan kebutuhan payung hukum ini sangat kuat sekali. Pertama saya ingin menitipkan saja, mengingatkan semua. Bahwa posisi MUI ini adalah stakeholder utama. Jadi bukan sekedar complement. Jadi pelengkap. Oleh karenanya saya berharap merujuk pada surat yang disampaikan oleh MUI kepada Pak Presiden saya menilai agak serius …. Jadi mestinya bola panas ini tidak digulirkan di Komisi VIII. Ini bisa diselesaikan diantara Pemerintah dengan MUI dan BPOM. Tetapi tidak masalah karena semangat kita adalah semangat kebersamaan. Semangat untuk cek and balances dan tentu saja DPR juga bisa menyampaikan pandangan. Setidaknya memberikan solusi. Jadi pertama harapan kami tentu. Mudah-mudahan apa yang disampaikan oleh MUI terkait dengan keberatan dan ketidaksetujuan terhadap beberapa materi substansi yang krusial itu bisa dicarikan titik temu. Karena bagaimana pun MUI ini seperti yang saya katakan tadi adalah jadi pemangku kepentingan utama. Bahkan secara jelas meskipun ada perubahan birokrasi dalam administrasi Pemerintahan. Tapi sebetulnya MUI ini menjadi faktor utama karena MUI masih memiliki dan dimandatkan atau punya kewenangan terkait dengan otoritas halal tidak halalnya sebuah produk. Bukan Pemerintah. Oleh karenanya merujuk dari sana. Jadi saya berharap ini ada solusi yang secepatnya bisa ditangani sehingga RPP ini kalau memang harus ada revisi ada perubahan sepanjang untuk kemaslahatan bersama dan kebaikan kemaslahatan umat saya rasa itu bisa dilakukan. Oleh karenanya tentu pertanyaan saya, sejauh ini bagaimana keterlibatan MUI dalam proses penyusunan PP ini begitu. Jadi kalau sekedar. Jadi mestinya memang MUI dilibatkan sejak awal dan terus ... sampai pada akhir itu. Sehingga kalau dikenali aspirasi apa yang menjadi tuntutan atau kebutuhan dari MUI sendiri. Jadi saya tidak bicara karena sudah disampaikan terkait dengan point-point yang. Yang kedua, ini terkait dengan jumlah auditor yang masih minim. Jadi kami juga mendorong seperti analognya dengan KPK Pak. KPK ini dibentuk sebagai … pos untuk pemberantasan korupsi. Tetapi kita tahu bahwa lembaga itu adalah lembaga baru sehingga kekurangan penyidik. Nah untuk melaksanakan aktivitas KPK itu. KPK meminta kepada penegak hukum dalam hal ini Polri untuk penyediaan penyidik. Nah kenapa justru MUI ini punya pengalaman dan sudah diakui secara nasional maupun … sebagai lembaga yang memproses sertifikasi halal dengan penyediaan auditor yang ada. Jadi Pemerintah tentu mengutamakan MUI. Dan MUI bisa diberikan kepercayaan sebagai penyedia auditor tentunya bersama Badan Jaminan Produk Halal ini. Jadi seperti itu bisa kerjasama artinya sehingga kebutuhan itu. Yang kedua juga bisa kerjasama dengan Pemerintah Daerah melalui Kementerian Dalam Negeri. Jadi saya tambah juga Kementerian Dalam Negeri. Karena sepengetahuan saya ketika saya menjadi bendahara MUI Jawa Barat waktu itu ada LPPOM disitu mereka sudah melakukan kerjasama yang intensif. Kemudian Pak Sodik juga salah seorang Ketua. Waktu itu sudah melakukan kerjasama dengan Pemerintah Daerah. Dimana justru itu sangat simpatis, sangat baik sekali Pemerintah Daerah menyediakan APBD, anggaran bagi UKM-UKM yang melakukan sertifikasi halal ketika itu. Jadi ada percepatan. Akselerasi bisa dilakukan. Dan dana

- 25 -

ini bisa dilakukan dengan berbagai pihak termasuk Pemerintah Daerah, Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Jadi itu catatan saya, Pak Kyai Haji DR. Ace Hasan Syadzily dan Pak Iskan. Terima kasih. Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh.

- 26 -

WAKIL KETUA KOMISI VIII DPR RI (Dr. H. TB. ACE HASAN SYADZILY, M.Si/F-PG): Terima kasih. Selanjutnya Ibu Dra. Wenny Haryanto, S.H. Silakan Bu. F-PG (Dra. WENNY HARYANTO, S.H.): Terima kasih Pimpinan. Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh. Saya Wenny Haryanto dari Dapil Kota Depok, Kota Bekasi Jabar VI. Alhamdulillah saya berhasil lolos di Pileg kemarin mengalahkan Menteri Agama. Dapilnya sama soalnya. Mohon maaf Pak Menteri. Yang saya hormati seluruh Pimpinan Komisi VIII beserta seluruh Anggota, Yang saya banggakan Pak Menteri Agama beserta seluruh jajaran, Yang saya hormati Ketua MUI beserta seluruh jajaran, Yang saya hormati Kepala BPJPH beserta jajaran, Dan yang saya hormati Kepala BPOM beserta seluruh jajaran, Sehubungan dengan telah disahkannya Peraturan Pemerintah RI Nomor 31 Tahun 2019 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. Maka ada beberapa hal yang ingin saya tanyakan. Yang pertama, bagaimana standar prosedur dan kriteria produk halal dan produk farmasi seperti vaksin, kosmetik dan obat. Yang bahan baku pembuatannya masih diperoleh dari Luar Negeri yang tidak selalu berasal dari negara muslim atau negara yang memiliki jaminan produk halal. Kemudian yang kedua mengenai vaksin dan obat yang masih belum jelas kehalalannya yang menyebabkan orang tua gamang dalam memberikan vaksin kepada anak-anaknya, bayinya. Bagaimana Pemerintah mengatasi hal tersebut dalam menciptakan generasi penerus yang sehat dan tidak membahayakan orang lain. Yang ketiga, mengenai kosmetika halal. Kosmetik halal yang saat ini di Indonesia hanya terdapat 1 perusahaan besar dengan 3 nama dagang yang berbeda yaitu wardah, makeover, emina. Mereka itu 1 perusahaan dengan 3 nama kosmetik yang berbeda. Sejak kemunculan merk-merk dagang ini dan mereka berhasil menguasai pasar dan membuat persepsi baru dikalangan masyarakat mengenai produk kosmetik yang halal. Sehingga kosmetik di luar 3 tersebut merasa bahwa kosmetik mereka tidak sesuai dengan produk syariah. Tidak sesuai syariah. Hal ini membuat produsen lain khawatir dan terutama terhadap merk-merk dagang asing yang walaupun sudah diproduksi didalam negeri tetapi tetap memakai nama asing. Nah bagaimana Pemerintah menanggulangi masalah ini dikaitkan dengan iklim investasi dan persaingan usaha di Indonesia. Yang keempat, terkait dengan banyaknya rumah makan yang menyajikan hidangan yang mengandung babi, tidak halal. Namun tidak ada petunjuk tidak halal di rumah makan tersebut. Nah sehingga itu bisa membahayakan bagi umat muslim yang terlanjur masuk ke dalam restoran itu dan tidak diberitahu. Ya kan bagaimana pun mereka mengolah makanannya itu, peralatannya tidak dipisah. Menggunakan

- 27 -

wajan yang sama, mengolah dengan wajan yang sama untuk mengolah produk yang tidak halal. Nah itu bagaimana jalan keluarnya. Terima kasih.

Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh. WAKIL KETUA KOMISI VIII DPR RI (Dr. H. TB. ACE HASAN SYADZILY, M.Si/F-PG): Terima kasih Ibu Wenny. Sebelum saya lanjutkan ke Pak Kyai Surahman. Saya ingin perkenalkan pemain baru di Komisi VIII. Namanya Bapak Ahmad Baidowi. Partainya sama dengan Pak Menteri dari Dapil Madura, Jawa Timur. Ini sahabat saya di Komisi II juga Pak. Selanjutnya Pak Surahman Hidayat. Lagi keluar. Selanjutnya Ibu Desy Ratnasari. Silakan Bu Desy. F-PAN (HJ. DESY RATNASARI, M.SI, M.Psi): Bismillahirahmanirrahim. Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh. Terima kasih Pimpinan Komisi VIII. Seluruh Anggota Komisi VIII, Bapak Menteri Agama beserta seluruh jajaran, Ketua MUI beserta seluruh jajaran, dan Kepala BPOM bersama seluruh jajaran yang sudah hadir pada hari ini. Saya hanya ingin membuat pernyataan saja. Ada 3 pernyataan yang ingin saya sampaikan. Terkait dengan paparan yang disampaikan di rapat hari ini. Yang paling pertama sekali adalah paparan dari Bapak Menteri Agama terkait dengan rasionalisasi karena defisit anggaran BPIH di penyelenggaraan Haji tahun ini. Yang ingin saya sampaikan pernyataannya adalah jangan sampai efisiensi untuk mengurangi biaya satuan manasik di KUA. WAKIL KETUA KOMISI VIII DPR RI (Dr. H. TB. ACE HASAN SYADZILY, M.Si/F-PG): Teh Desy, Nanti setelah ini baru kita bicara soal Haji. F-PAN (HJ. DESY RATNASARI, M.SI, M.Psi): Maaf agak sedikit roaming. Mohon maaf mungkin saya agak terlambat datang. Jadi saya tidak mendengarkan paparan Pak Menteri. Oke, kalau begitu saya langsung ke BPJPH. Ada dua hal juga yang ingin saya sampaikan. Yang paling pertama sekali bahwa saat ini BPJPH memang secara struktur organisasinya belum sampai ditingkat Kabupaten ataupun Kota sehingga bisa mencapai atau menyelaraskan atau pun mewujudkan terjadinya nota kesepahaman

- 28 -

walaupun itu masih dalam bentuk draft di point pertama halaman 7 yaitu draft MoU antara Kementerian Agama dengan Kementerian Perdagangan, Perindustrian, Kesehatan, Pertanian, Kementerian Luar Negeri, dan Koperasi UMKM terutama. Karena saat ini banyak sekali. Disisi lain Pemerintah Indonesia terkait dengan Kementerian Perindustrian atau Perdagangan atau Koperasi dan UMKM mendorong terjadiya UMKM tapi kemudian tidak didukung juga oleh infrastruktur atau supra strukturnya sehingga mereka bisa berkembang untuk menjadi produk yang memang halal, produknya memang aman, produknya memang sehat untuk dikonsumsi atau diperdagangkan sehingga value daripada produk UMKM ini bisa bersaing di pasar tingkat Kabupaten ataupun Kota. Lalu kemudian kalau akses itu menjadi mudah. Tadi sudah disampaikan oleh Pak Deding bahwa MUI sendiri di tingkat bawah sudah ada nota kesepahaman bersama Pemda akan lebih baik kalau ini memang bisa dimunculkan sehingga mempermudah adanya akses untuk pendaftaran, pemeriksaan atau pun mendapatkan sertifikasi bagi para UMKM di daerah. Sehingga biaya pendaftarannya menjadi murah dibandingkan sekarang yang masih dalam tingkat Provinsi. Itu yang pertama. Yang keduanya, saya ingin menanggapi surat Majelis Ulama Indonesia terkait point e. nomor 3 point e, kerjasama internasional dengan lembaga sertifikasi halal Luar Negeri. Saya sebetulnya ingin mengetahui lebih lanjut. Ini tadinya mau pertanyaan tapi pasti akan jadi panjang. Jadi saya mau bikin pernyataan saja. Saya ingin, kalau memang ternyata Pemerintah Republik Indonesia khususnya BPJPH akan melakukan kerjasama secara internasional. Pesan saya, jangan sampai membuat kerugian besar bagi pasar Indonesia ataupun para pemain perdagangan produk halal di Indonesia. Yang mana sebetulnya dengan adanya sertifikasi halal dalam negeri ini justru menjadi bisa pemasukan. Artinya produk-produk yang diimpor harus lolos dulu sertifikasi halal misalnya. Harus sudah mulai agak sedikit galak sebetulnya Pemerintah Indonesia mengingat kita pasar kita. Pasar produk halal kita ini adalah pasar yang besar. 80% masyarakat Indonesia adalah masyarakat muslim. Lalu kemudian jangan sampai ngasih karpet merah untuk produk import. Hanya karena mereka sudah punya cap halal di negaranya. Tadi Ibu Kepala BPOM sudah menyatakan bahwa saat ini untuk menganalisa isi hanya berdasarkan kepada pertukaran informasi saja atau pun pertukaran informasi tentang produk-produk halal ataupun ingrediance yang halal dari produk tersebut dinegaranya. Betul saya Bu? Soalnya tadi saya baca. Apakah persepsi saya benar? Sepertinya wajah itu tidak menunjukan bahwa persepsi saya benar. …. Kalau tidak salah disini tugasnya adalah. Tadi ada, saya baca. Sebentar Bu, saya cari. Bahwa berdasarkan kepada, kalau misalnya ada produk import. Lalu kemudian kita tidak tahu isinya apa. Iya kan Bu? Betul tidak Bu? KEPALA BPOM (PENNY K. LUKITO): Bagaimana Bu? F-PAN (HJ. DESY RATNASARI, M.SI, M.Psi): Kan misalnya ada produk import. Lalu kita tidak tahu isinya apa. Sertifikasi halal produk import atau pun produk local yang mengandung bahan baku impor melalui mekanisme saling pengakuan antara lembaga sertifikasi halal antar negara. Itu maksud saya. Maksud saya, kenapa saya bisa ngomong gini? Karena kebetulan saya ingat betul ketemu sama Pak Menteri waktu itu di Malaysia ketika kita sama-sama Kunker.

- 29 -

Bapak lagi mau ada konferensi OKI atau pun apa. Sama Ibu waktu itu ketemu. Waktu itu kami bertemu dengan Badan Sertifikasi Halal Negara Malaysia. Lalu mereka bilang kepada kami, menyampaikan bahwa bisa tidak Bu. Kalau memang kami mau mengekspor ke Indonesia produk halal kami. Kami tidak perlu lagi 2 kali di cek halalnya oleh MUI katanya. Nah maksud saya, ini kan berarti I am sorry. Saya tidak punya Bahasa yang cukup halus. Saya bukan politikus, saya praktisi, saya professional. Jadi mungkin saja mereka ingin cut off, meng-cut budget untuk kemudian. Itu kan berarti harus keluar budget lagi. Mereka inginkan cut off. Nah maksud saya, jangan sampai kerjasama yang dituliskan di surat MUI ini. Mohon maaf kalau persepsi suratnya berbeda dengan apa yang saya persepsikan, apa yang saya baca. Kalau memang kerjasama itu akan menghilangkan cut off itu dengan istilah bahwa ini akan mempermudah mereka untuk menjual produknya di Indonesia. Terus terang saya tidak setuju, karena Indonesia rugi. Kasihan industri-industri Indonesia. Nanti tidak bisa bersaing dengan mereka. Indonesia harus bayar untuk mendapatkan sertifikasi halal, mereka tidak usah. Tapi mereka bisa jualan disini. So be carefull. Saya tidak setuju hal itu terjadi. Kalau memang Bapak Menteri nanti BPJPH-nya akan melakukan kerjasama untuk sertifikasi luar negeri. Memberikan karpet merah buat mereka tapi membuat orang Indonesia sendiri yang memproduksi produk-produk halalnya kalah bersaing dengan mereka. Sehingga mereka tidak memberikan karpet merah bagi bangsa negara Indonesia sendiri. Lalu hal yang lain. Hal-hal yang ingin saya sampaikan, bahwa tadi Pak Samsu Niang menyampaikan auditor harus diperbanyak. Tentunya untuk mendapatkan sertifikasi auditor harus disesuaikan dengan Badan Sertifikasi Nasional yang mengeluarkan sertifikasi profesi apa pun. Itu harus sesuai dengan hal yang berlaku, aturan yang berlaku. Lalu kemudian Pak Samsu Niang menyampaikan, harus menyediakan infrastruktur. Menurut saya Indonesia yang saat ini sedang defisit anggaran dimana-mana realitasnya seperti itu. Tentunya infastruktur menjadi sebuah opsi yang tidak prioritas. Tapi bagaimana hal ini juga bisa berjalan, pengawasan bisa berjalan atau tadi yang disampaikan Ibu Wenny bisa berjalan. Tentunya anggaran sosialisasi yang sudah dimiliki oleh BPJPH yang sudah dimiliki oleh BPOM, yang sudah dimiliki oleh MUI itu dimanfaatkan untuk memberikan kesadaran menyeluruh yang terinternalisasi pada seluruh individu. Bahwa masuk ke restoran sudah harus tahu. Sudah bukan masuk, ah amanlah disini. Take it for granted. Pastilah ini orang Indonesia, tidak akan jual babi misalnya. Tidak usah begitu harus benar-benar, masuk restoran sudah harus lihat. Ada sertifikasi halal yang memang tertancap didepannya. Baru itu. Nah kesadaran ini yang harus dimiliki. Sehingga tidak perlu lagi pengawasan yang butuh dana besar tadi. Tapi di kemudian hari di RPJMN-nya sudah harus disiapkan anggaran untuk membangun infrastruktur itu. …, sebelum infrastruktur itu terbangun tentunya penyelenggaraan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya mengkonsumsi produk halal di Indonesia itu yang harus ditingkatkan karena itu less budget. Tidak Cuma sekedar sebuah ceremonial yang diselenggarakan di hotel-hotel. Lalu kemudian ini loh produk halal, ini loh pentingnya. Tentunya ini menjadi kerja bersama, entah itu MUI dengan para ulamanya, Kementerian Agama dengan para penyuluh agamanya misalnya itu bisa bekerjasama. Menurut saya itu less budget. Itu yang bisa dilakukan juga. Jadi Pimpinan, itu saja pesan dari saya. Semoga bisa dilaksanakan. Tidak hanya sebagai sebuah kesimpulan yang ditulis saja, tapi dilakukan oleh Pemerintah karena kami disini sebagai wakil dari rakyat Indonesia yang sudah memilih kita. Terima kasih. Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh.

- 30 -

KETUA RAPAT: Maksudnya itu MD3 Pak Menteri. Aspirasi. Bu Desy begitu ya, aspirasi? F-PAN (HJ. DESY RATNASARI, M.SI, M.Psi): Enggak sih. Saya ingin didengerin dan dilaksanakan saja. Karena percuma kalau kami berbicara karena sekian puluh ribu atau sekian ratus ribu rakyat yang sudah memilih kami di Dapil kami tapi kemudian Pemerintah tidak melaksanakan hal itu saya takut nanti di Yaumul Hisab nanti kita saling berdebat. Terima kasih. KETUA RAPAT: Terima kasih Ustadzah Desy Ratnasari. Sekarang bulan Puasa, semuanya menjadi Ustadz dan Ustadzah, subhanallah. Luar biasa. Sangat spiritualis ya. Religius ya. Kyai Dja’far Shodiq. Kami persilakan. F-NASDEM (K.H. DJA’FAR SHODIQ, S.H.): Terima kasih Pimpinan. Bapak Menteri, beserta seluruh staf yang saya hormati, Tadi saya sudah menyimak keterangan dari BPOM, BPJPH. Disini saya melihat bahwa Tahun 2019 ini adalah puncak daripada kalau kita belajar 5 tahun setelah Undang-Undang itu disahkan. Apa masih butuh waktu lebih lama lagi Pak, sementara permasalahan sudah didepan mata. Jadi artinya kalau kita masuk ke sebuah mall atau itu sudah jelas Pak. Banyak orang karena berjilbab dia salah pilih restoran. Sang pemilik restoran pelayannya bilang, maaf Bu ini produk tidak halal. Terpaksa dia pindah tempat. Itu bertaburan sekarang dan semakin fulgar. Mohon maaf, produk-produk tidak halal ini, babi-babi ini sudah makin merajalela di kampung-kampung dan lain sebagainya, dan orang tidak tahu. Maksud saya pekerjaan kita ini sampai kapan bisa tuntas Pak. Saya melihat Kepala Badan sering di media MoU dengan Universitas ini, produk halal MoU-MoU. Sampai kapan kegiatan seperti ini gitu loh maksud saya. Sementara ada BPOM. Kenapa tidak sinergi dengan BPOM saja. Apakah kita masih memerlukan Universitas itu untuk sebuah pengkajian produk halal atau bagaimana. Maksudnya MoU itu apa? Apa yang di MoU-kan? Kita itu action di lapangan Pak. Semua orang dengan kasat mata, setiap Muslim, ulama bisa melihat dengan kasat mata ini halal, ini haram. Kalau kita mau lihat seperti itu. Saya mempunyai saran, yang pertama adalah ya paling tidak dengan kekurangan tenaga tadi memberdayakan Kementerian Agama ini kan sampai ke Kecamatan. Kenapa mereka-mereka tidak diberdayakan. Misalkan ya sedikit nakut-nakutin mereka pelaku pedagang curang misalkan. Pakai baju petugas halal dari Kementerian Agama. Dengan baju saja mereka sudah takut Pak. Saya tidak pernah melihat action disebuah tempat dari Kementerian Agama, dari BPOM, apalagi didaerah-daerah tentang barang yang tidak halal ini Pak. Jadi sekali lagi, kita harus menggunakan bagaimana cara seragam-seragam kayak narkoba gitu loh Pak. Ini

- 31 -

sudah mewabah Pak. Narkoba itu orang kampung Badan Anti Narkoba. Itu lebih kelihatan Pak, lebih menakuti masyarakat. Seakan-akan kita ini ada tapi tidak ada. Ini yang dirasakan di masyarakat bawah. Mohon maaf. Ini kita melihat seperti itu. Sehingga sering terjadi polemik. Satu contoh misalkan, mohon maaf ya yang kemarin vaksin rubella. MUI dengan tegas mengatakan bahwa itu haram. Ditingkat bawah Pak MasyaAllah Pak kyai-kyai berantem Pak. Kyai yang satu nuding Kyai yang lain. Madrasah satu saling tuding Pak. Saya dilapangan tahu Pak. Pernah seorang Gubernur masuk ke Pondok Pesantren bawa Pondok itu didemoh oleh Kyai yang lain. Ini Kyai tidak takut pada produk haram. Tapi satu sisi MUI mengatakan ini jelas haram tapi darurat. Nah hukum-hukum yang seperti ini kan akhirnya bimbang. Menjadikan Kyai di kampung ini bertengkar. Ini fakta Pak. Saya pelaku di lapangan. Haramnya MUI tapi diberi celah halal. Sehingga seorang dokter mengatakan hadir di Pondok Pesantren itu, ini haram menurut versi dokter itu. Nah inilah, mari kita punya garis yang tegas. Jangan bikin gaduh terus. KPK … polemic ini. Sementara saya sering berdiskusi dengan teman-teman BPOM, dengan teman-teman Kementerian, dengan teman-teman MUI di level bawah Pak. Seakan-akan ada saling rebutan. Entah yang direbutin itu apa, saya tidak tahu Pak. Mari kita akhiri, kita selesaikan dengan elegant demi umat, dengan masyarakat. Jangan lagi ada ego-ego sectoral yang pada akhirnya yang menjadi korban masyarakat. Kalau saya bahas satu per satu. Sampai sekarang belum muncul Pak ada kata-kata tidak halal, tidak ada. Yang ada halal. Halal itu pun dipertanyakan. Apa betul halal. Ada tulisan dari MUI, dengan tulisan arab, warnanya khas begitu. Itu mereka masih mempertanyakan. Apa betul-betul halal. Siapa yang bertanggungjawab, siapa yang mengeluarkan ini. Nah kadang-kadang BPOM mengatakan tidak halal. Oknum-oknum Pak. Nah sinergitas yang seperti ini, polemic seperti ini kapan tuntasnya, kapan selesainya, sehingga kita-kita ini satu korps atas nama Pemerintah ya jelas anggaplah sampai … Pemerintah, kita adalah dari pengawas DPR, pengawas Pemerintah sehingga kita dilapangan atas nama rakyat bisa monitor setiap saat dan ada rill action dilapangan. Jangan ada kasus terus dikomentari setelah itu jadi polemic juga pun dibiarkan. Tapi action dilapangan. Saya akan senang Pak, mohon maaf ya. Entah siapa yang melakukan dari Kementerian Agama. Jika di mall-mall itu ada orang berjalan, berjalan saja Pak. Ada petugas halal. Berjalan saja itu sudah, bagi kami sudah, mereka akan takut Pak. Mohon maaf Pak, saya monitor Pak. Dari tiap tahun ke tahun mereka pelaku pembuat tidak halal semakin berani dan semakin canggih, semakin tertutup, semakin rapih. Saya pernah coba beberapa kali masuk karena istri saya pakai jilbab, maaf Pak ini tidak halal Pak. Bagaimana kita membedakan. Ini sudah dempet semua Pak, mohon maaf. Terus siapa yang memonitor mereka, kami. Kami langsung monitor mereka. Mereka swasta. Tapi kalau Bapak-Bapak ini akan lebih perhatikan mereka. Sampean siapa? BPOM. Sampean siapa? Dari Kementerian Agama. Sampean siapa? Dari MUI. Waduh. Itu Pak menggetarkan mereka. Kecil tapi maknanya sangat besar. Saya kira itu. Saya tidak perlu membahas satu per satu. Apalagi tadi dikatakan oleh MUI tentang kerjasama internasional yang tidak percaya begitu saja terhadap produk-produk yang dinyatakan halal oleh Luar Negeri. Saya mengapresiasi kalau memang itu vaksin rubella itu mengatakan haram karena punya cara tersendiri. Tapi kenapa harus diberi celah lagi. Tidak. Artinya darurat. Ini hak hukumnya kok kayak. Lalu apa kaitannya dengan yang dikatakan akan menseleksi walaupun itu sudah dihalalkan oleh lembaga internasional. Sehingga hukum itu kayak, mohon maaf ya. Bahasa saya kayak banci gitu loh Pak. Kayak haram, kayak tidak. Nah ini … Pak. Mohon maaf sekali lagi. Di bawah berantem Kyai

- 32 -

Pak. Yang satu dengan yang lain sudah saling tuding gara-gara keputusan MUI yang seperti itu. Terima kasih. Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh. KETUA RAPAT: Wa’allaikumsalam. Maksudnya konsistensi fatwa ya. Oke. Terima kasih. Terakhir dari Kyai Surahman. Tidak ada? Kalau tidak dari meja Pimpinan. Pak Sodik, Pak Iskan baru Pak Ustadz Ace.

- 33 -

WAKIL KETUA KOMISI VIII DPR RI (Dr. Ir. H. D. SODIK MUDJAHID, M.Sc/F-GERINDRA): Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh. Pak Menteri Agama yang saya hormati, Ketua MUI dan Kepala BPOM yang saya hormati. Pertama, seperti yang disampaikan oleh Dokter Deding tadi. KETUA RAPAT: Sebentar-sebentar. Sampai jam 17.00 ya?

(RAPAT : SETUJU)

WAKIL KETUA KOMISI VIII DPR RI (Dr. Ir. H. D. SODIK MUDJAHID, M.Sc/F-GERINDRA): Sebagai mantan Ketua MUI di Jawa Barat saya paham sekali Pak posisi MUI. Hanya tinggal bagaimana kedepan setelah ada Peraturan Pemerintah ini. MUI tetap diberi ruang yang proporsional dan professional. Bukan hanya sekedar pemberi fatwa tapi juga diberi ruang terlibat didalam proses-proses yang lain yang masih sesuai dengan Peraturan Pemerintah yang ada. Saya kira Pak Menteri Agama bisa mengatur itu bersama dengan Kepala BPJPH. Yang kedua, ktia sering bangga ke negeri lain. Oh negeri ini lebih terbuka, lebih jelas soal kehalalannya. Saya kira tidak usah terkesima dengan hal itu. Kenapa? Karena di luar itu lebih kepada aspek wisatanya. Katakanlah Mexico, Belgia maju katanya halalnya. Kenapa? Karena itu bagian dari wisata mereka untuk membuka sebanyak-banyaknya bagi wisatawan-wisatawan Muslim. Kalau kita saya kira lebih dari itu Pak. Kenapa? Karena kita sudah Muslim mayoritas. Jangan-jangan kalau pertimbangan wisata kita harus terbalik Pak. Kita harus membuka sebanyak-banyaknya produk tidak halal untuk membuka turis yang non Muslim, kecuali dari Timur Tengah. Saya ingin mengingatkan bahwa kita lebih mendasar. Memberikan jaminan halal kepada mayoritas penduduk Indonesia yang ingin melaksanakan Islam dengan sebaik-baiknya. Masjid sudah dibina, madrasah sudah tambah, pesantren ada Undang-Undangnya tapi ada satu masalah yang tidak ada kalah pentingnya yakni kepastian soal halal ini. Nah itulah sekali lagi, kami sangat mengharapkan koordinasi antara BPOM, BPJPH dan MUI kita tingkatkan terus. Karena ini adalah amanat negara, amanat Undang-Undang kepada pemeluk agama diberikan dukungan seluas-luasnya untuk melaksanakan ajarannya termasuk melaksanakan yang halal ini. Yang ketiga Bapak Kepala BPJPH dan BPOM mohon nanti dalam prioritas kita, dalam pentahapan itu prioritasnya di kaji lebih cermat lagi Pak ya. Untuk hal-hal didalam negeri apa saja. Saya kira makanan mungkin kita tidak terlalu repot ya Bu ya, karena kita kan budaya halal. Tapi obat-obatan atau kosmetik, dan satu Pak soal pemotongan hewan Pak. Saya kira ini harus merupakan bagian yang kita prioritaskan dalam pentahapan itu.

- 34 -

Dan yang tidak kalah pentingnya adalah kerjasama BPJPH dan … soal pengawasan dari produk-produk dari Luar Negeri, baik makanan, obat-obatan dan kosmetika dan lain-lain. Makanan saja Pak. Makanan kan sekarang sudah semakin melimpah Pak. Barang-barang impor untuk makanan, untuk obat-obatan dan lain sebagainya. Ini yang perlu kita prioritaskan. Selain makanan yang didalam negeri yang saya katakan tadi, pada dasarnya makanan didalam negeri local itu sudah terjamin budaya halal. Itu yang tadi pemotongan dan lain-lainnya. Saya kira itu Pak. Dan yang terakhir Pak Menteri dan Komisi VIII, bagaimana kita mempercepat program ini dengan dukungan biaya yang maksimum ya Pak ya untuk BPJPH. Dibawah BPJPH itu ada lembaga pemeriksaan Pak ya? Itu kita harus perbanyak, karena mereka kan membiayai sendiri ya Pak ya. Jadi ketika kita belum mampu membiayai dengan biaya kita langsung kita dorong pembukaan Lembaga Pemeriksa Halal. Kita dorong itu. Dan mohon di cek lagi Pak, apakah memang selama ini terlalu ketat hanya Perguruan Tinggi yang boleh itu, dan Ormas-Ormas ya. Nah mungkin itu bisa diperluas tanpa mengurangi mutu untuk halal sebagian dari strategi kita mempercepat program dengan ketentuan dana dari APBN. Begitu Pak. Jadi sekali lagi saya betul-betul mengharapkan. Kalau Bu Desy tadi mewakili Dapilnya. Saya Dapil, dan juga seluruh Indonesia saya kira mewakili warga Muslim. Saya ingin mempercepat RUU Pesantren secepatnya pembangunan Masjid dan Madrasah saya kira ini adalah sama pentingnya untuk menjamin halal. Mohon maaf Pak, kalau boleh mengutip sebuah hadist kan begitu Pak ya. Makanan yang lahir dari, tubuh yang lahir dari makanan yang haram itu susah diajak jadi orang benar, dan katanya lebih pantas untuk …. Kalau kita boleh mencuplik sebuah hadist bagaimana sih negara bangsa kita jika tubuh-tubuhnya lebih banyak yang tumbuh dari makanan-makanan yang belum halal. Jadi Pak Menteri Agama, sekali lagi saya melihat begitu pentingnya saya membangun Pesantren, Madrasah dan Masjid maka sama penting dengan memperhatikan BPJPH ini karena menyangkut masa depan bangsa. Terima kasih Pimpinan. Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh. KETUA RAPAT: Wa’allaikumsalam. Demikian dari Pak Sodik. Kemudian dilanjut Pak Kyai Iskan. WAKIL KETUA KOMISI VIII DPR RI (H. ISKAN QOLBA LUBIS, MA/F-PKS): Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh. Ada beberapa pertanyaan yang saya sampaikan. Pertama, Pak Menteri Agama perlu menjawab surat yang dari Majelis Ulama yang ditujukan ke Presiden Republik Indonesia karena Menteri Agama itu kan pembantu Presiden. Jadi pasti sangat teknis. Ini bagaimana? Apakah memang PP-nya itu masih bisa diubah atau bagaimana, karena disini dikatakan bahwa masukan-masukan yang disampaikan oleh Majelis Ulama itu tidak diakomodasi dalam PP. Disini masih Rancangan. Tapi ternyata Pak Menteri Agama mengatakan sudah disahkan, dan sudah ada nomornya. Berarti kan sudah resmi. Itu bagaimana kedepannya. Karena saya lihat

- 35 -

memang dulu juga pernah saya bilang, Indonesia ini kan memang unik ya dan memang khas ya. Di Luar Negeri memang Majelis Ulama itu dia memfungsikan sebagai … negara. Artinya produk-produk itu mengikat. Jadi sangat kuat. Nah ini yang kita hadapi di Indonesia. Memang kita juga menghargai Majelis Ulama itu dia tidak mau juga terlalu dengan bagian dari Pemerintah. Karena dia ingin juga netral sebagai ujung tombak masyarakat tetapi kadang-kadang dalam regulasi kita ada kesulitan. Maka sebagai contoh saya lihat, dulu saya pernah jadi Dewan Pengawas Syariah di Asuransi. Fatwa-fatwa Majelis Ulama itu luar biasa tentang perbankan, tentang asuransi. Tapi untuk melegalkan kan itu kan dibuat peraturan PBI (Peraturan Bank Indonesia). Sebelum ada OJK. Itu membuktikan bahwa secara nilai dia sangat diakui di Indonesia tapi ada kendala legalitasnya itu tidak bisa. Artinya perbankan tidak mau, mungkin bukan tidak mau. Takut juga dia dituntut orang nanti kalau produk fatwa Majelis Ulama yang ada dalam buku itu, yang ada nomor itu kan resmi fatwa itu. Tetapi harus dibuat dalam bentuk PBI (Peraturan Bank Indonesia). Sebetulnya persis isinya itu, materinya itu yang seperti itu. Ini membuktikan bahwa Majelis Ulama sebagai lembaga sangat diakui oleh negara juga. Nah kedepan juga yang menjadi masalah kita. Jadi saya berharap imigrasi dari Majelis Ulama ini dalam bentuk produk halal yang sudah berjalan dengan kita cukup berterima kasih, kerja keras mereka, mereka kadang-kadang pinjam, laboratoriumnya dan segala macam. Itu bagaimana Pak Menteri proses imigrasinya ke lembaga yang baru ini. Apakah mereka itu “ditinggalkan saja” atau bagaimana. Yang paling bagus ya win-win solution. Apalagi saya lihat. Memang tadi saya agak tertarik juga bahwa bagaimana Majelis Ulama mengatakan ini halal tidak, tiba-tiba yang melakukan audited itu tidak dia kenal. Jadi apa harus kita buat dalam RPP itu khusus untuk melegalkan auditnya itu harus setahu Majelis Ulama. Ada apa? Saya sih merasa ada kendala legalitas ini bagaimana kedua berjalan dengan mulus. Sebab kalau masing-masing ngotot juga merugikan umat. Karena dua ini potensi. Ini tentang lembaga Pak ya. Ini dari dulu memang saya sangat memperhatikan ini. Nah mungkin Pak Menteri Agama perlu menyelesaikan kedepan, berembuklah. Kalau kita orang Medan bilang “kompak-kompaklah kalian” istilahnya begitu ya. Yang kedua, produk halal itu kan adalah produk kepercayaan. Jadi orang luar mungkin tidak terlalu percaya di Indonesia ini tentang produk yang dihasilkan Indonesia. Kalau kita lihat juga kasihan ya. Kalau kita lihat umpamanya proses ayam itu dipotong dibelakang-belakang Bekasi sana, belakang rumah, kemudian diletakan didepan itu datang lalat. Orang lain asing itu lihat wih. Dia mungkin “gawatlah” kata dia begitu ya. Mungkin Bapak/Ibu lebih tahu. Nah kalau mungkin kedepan itu ibaratkan daging yang … yang jelas gedungnya steril, semua diperiksa. Orang jadi yakin gitu ya. Jadi jangan aneh. Ayam yang dimakan Jamaah Haji itu ayam yang didatangkan dari Belgia. Dan saya perhatikan memang di Belgia itu ada walaupun dia non Muslim tapi timnya itu orang Islam, standarnya. Yang menyembelihnya itu harus sholat Jamaah. Kok mereka bisa begitu. Tidak mau mereka Islamya Cuma Islam KTP. Ternyata di New Zealand juga begitu. Bukan orang New Zealand itu Muslim, tapi dia patuh sama Undang-Undang. Kalau memang peraturan di negara itu Majelis Ulama mengatakan harus dipercaya tukang sembelihnya ya harus sholat 5 kali ke Masjid. Dan ternyata jangan dianggap oleh pengusaha kalau produk halal itu jadi mahal. Itu salah cara berpikirnya. Produk halal itu trend. Jadi ternyata di New Zealand itu juga orang-orang non Muslim pun dia beli itu yang sudah ada sertifikat halal lebih mahal. Kenapa? Ini masalah trend masalah bahwa produk halal itu lebih higienis, lebih halal, lebih baik. Dia berani bayar lebih mahal. Jangan kita mau beli ayam lebih murah tapi jelas sembelihnya bagaimana. Kita juga berani beli. Jadi jangan kita anggap produk halal itu sebagai bentuk tantangan tapi dia peluang

- 36 -

kedepannya. Ini bagaimana membentuk image masyarakat … itu ya. Jadi saya melihat produk halal kita belum seatle di masyarakat. Yang sudah dilaksanakan oleh Majelis Ulama itu juga cukup bagus tapi belum masuk kepada jenis-jenis unggas tadi ya. Masih berkeliaran saya lihat ya. Mereka seenaknya juga cara memotongnya. Kadang-kadang belum dipotong sudah dilempari, ditimpalin lagi. Jadi matinya mati dipotong atau karena dilempar. Dan yang terakhir saya berharap, anggarannya itu harus dibesarkan. Jangan hanya Cuma 25 Miliar, 50 Miliar itu tidak bisa ngapa-ngapain. Padahal kita umpamanya mau mengimport daging yang harganya Triliunan. Jadi harus seimbang juga. Ya kalau kita Cuma kasih receh-receh Jaminan Produk Halal ini ya begitu-begitu saja. Jadi kita sudah kalah dengan. Singapura sudah membuat produk halal. Dia menjual ke negara-negara Eropa. Di Eropa sekarang penduduk Muslimnya 50 Juta ya. Jadi 500 Juta penduduk Eropa, 50 Juta Muslim. Dan kesadaran mereka terhadap halal tinggi. Jadi ternyata yang jualan kesana ternyata orang-orang Malaysia, dan orang-orang Thailand. Kita negara Muslim terbesar tapi tidak bisa jualan produk halal ya. Jadi tolong Pak Menteri Agama ini diperhatikan. Saya lihat 5 tahun ini tidak terlalu maju BPJPH ini. Jadi harus perhatian. Anggaranlah utama. Karena dari segi anggaran itu nanti saya ingin melihat di Indonesia ada satu tempat penyembelihan yang higienis halalan thoyiban. Sesuai dengan standar BPOM masalah standarisasi mutu barangnya tetapi juga halalan thoyiban. Ketika ada orang disitu, wah Indonesia hebat. Jadi ternyata … itu tidak terlalu penting bagi dia. Bukan karena dia halal hukum Islam, enggak. Tapi dilihat ini memang lebih bagus dagingnya. Dan itu mungkin juga Majelis Ulama memikirkan kedepan. Kan saya lihat di trend global sekarang, mereka tidak mau memotong hewan itu seperti cara memotong kita ya. Diikat kakinya, disembelih. Kata mereka itu tidak manusiawi. Sekarang itu kan trendnya disuntik, tidak sadar dia sekitar 30 detik, dan disitulah dia disembelih dan tidak merasa sakit. Tapi ada alat yang menentukan. Ketika umpamanya dia disembelih sudah mati duluan. Itu ketahuan. Akhirnya dijual juga. Jadi produk tidak halal juga. Tapi tentu nanti ini daging halal, ini daging yang tidak halal. Lebih mahal dagingnya yang halal tadi. Nah itu kan sudah sangat teliti ya. Saya berharap kita ingin ada seperti itu di Indonesia. Tempat pemotonga begitu, bisa ditentukan, dan kita dengan Ketua nanti bisa berkunjung kesitu. Ini yang diawasi oleh Menteri Agama dan dilaksanakan oleh Badan Jaminan Produk Halal. Itu sudah ada belum Pak kira-kira? Sudah ada. Nah nanti perlu kita lihat situ. Di Jakarta ya? Jadi ini yang kita sampaikan kepada yang lainnya. Ini barangkali masukan dari saya. Terima kasih Pak Ketua. Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh. KETUA RAPAT: Terima kasih. Terakhir Pak Ace, silakan. WAKIL KETUA KOMISI VIII DPR RI (Dr. H. TB. ACE HASAN SYADZILY, M.Si/F-PG): Terima kasih Pak Ketua, Pimpinan, serta para Anggota. Pak Menteri, Ibu BPOM, Ketua Majelis Ulama Indonesia,

- 37 -

Pertama, kita harus memahami bahwa semangat filosofis dari Undang-Undang Jaminan Produk Halal ini adalah bahwa negara sekarang bertanggungjawab terhadap kehalalan sebuah produk. Yang 5 tahun yang lalu itu belum memiliki legalitas untuk itu. Kemarin 5 tahun yang lalu peran itu dimainkan oleh civil society yang disebut dengan Majelis Ulama Indonesia. Tentu semangatnya adalah bahwa justru dengan hadirnya negara ikut berperan aktif didalam melindungi warga negaranya yang menginginkan produknya halal maka seharusnya terjadi peningkatan yang lebih akseleratif. Maka untuk itulah Undang-Undang ini disusun. Apa yang disampaikan oleh para Anggota Bapak/Ibu sekalian, itu menunjukkan bahwa kita masih memiliki kegelisahan bahwa proses akselerasi untuk memastikan produk halal menjadi seperti yang diharapkan didalam Undang-Undang ini, ini kelihatannya masih belum berjalan secara maksimal. Penyebabnya menurut saya sederhana. Karena proses transisi dari MUI dipegang oleh BPJPH ini belum mengalami sinkronisasi yang bersifat koordinatif atau apa. Itu tentu tercermin dari surat ini. Setidaknya itu penilaian saya. Saya mohon maaf Pak Ketua MUI. Setidaknya saya melihat itu. Jadi proses transisinya tidak berlangsung secara simultan. Begitu kang Deding ya? Jadi ini menjadi satu hal yang menurut saya tentu membuat kita semua menjadi sangat prihatin, kalau mau dikatakan prihatin ya. Untuk itu maka menurut saya, memang kita harus menghilangkan ego kita karena ini adalah lagi-lagi ini persoalan perjuangan umat. Dan seperti yang disampaikan oleh Pak Kyai Iskan tadi bahwa tugas ini memang harus kita dorong sedemikian rupa menjadi lebih cepat. Termasuk diantaranya, terus terang saja seperti yang disampaikan oleh Bu Desy misalnya. Selama ini kan infrastruktur yang dimiliki oleh MUI dengan perangkatnya sampai ke tingkat Provinsi, sampai ke tingkat Kabupaten dan mungkin juga untuk RPP yang sekarang seharusnya juga kita sudah punya pengorganisasian yang sangat kuat untuk memastikan itu semua. Jadi oleh karena itu mungkin ini juga bagian dari pertanyaan saya Pak Menteri. Sejauhmana pengorganisasiannya misalnya dengan Pemda, atau dengan MUI daerah atau bagaimana pola koordinasi yang dibangun. Kenapa? Karena lagi-lagi ini kan soal kebutuhan kita terhadap, jangan sampai masyarakat juga mengalami kesulitan untuk bisa terutama saya kira pelaku-pelaku usaha, terutama UKMK. Karena kewajiban untuk mendapatkan sertifikasi halal ini dalam Undang-Undang sifatnya wajib. Kalau wajib itu kan artinya secara hukum mengikat, kalau tidak yang kena Pemerintah juga. Dianggapnya nanti Pemerintah melanggar Undang-Undang dan itu tentu ada sangsinya, sebagaimana tadi disampaikan oleh Pak Menteri. Jadi harapan kami kehalalan sebuah produk saya kira tadi disebut oleh beberapa teman-teman dari Anggota Komisi VIII, bukan semata-mata ini kewajiban agama tetapi juga sudah menjadi gaya hidup bahkan non muslim pun sudah menggunakan itu dengan sebaik-baiknya. Pertama itu. Yang kedua, saya tentu waktu penyusunan Undang-Undang ini sama sekali kita tidak ingin menghilangkan peran seperti organisasi kemasyarakatan, termasuk diantaranya Majelis Ulama, dan BPJPH saya percaya betul bahwa pasti akan melibatkan semua stakeholder didalam proses penyusunan Peraturan Pemerintah ini. Kenapa? Karena lagi-lagi kita harus meletakkan Pemerintah konteksnya disini adalah sebagai mungkin regulator, sebagai regulator. Tetapi pelaksanaannya dilapangan, LPH-nya dari kalangan Perguruan Tinggi dan Ormas Islam, kemudian auditornya juga bisa bersumber dari MUI, dari LPPOM atau yang lain yang memiliki kompetensi khusus menurut pendekatan syariah. Nah yang harus dipastikan adalah bahwa ya ini tadi soal keterbukaan kita untuk menyusun ini semua. Saya terus terang saja misalnya, mungkin kalau pendekatannya bisnis banyak juga misalnya

- 38 -

dari pengusaha, asosiasi, pengusaha makanan dan minuman yang mungkin bagi mereka belum mengetahui tentang ini. Apalagi saya kira obat ya. Tadi yang disampaikan oleh Pak Kyai Dja’far saya kira juga menunjukkan bahwa di masyarakat pun juga kepercayaan public terhadap apa yang sudah dikeluarkan, misalnya seperti rubella itu masih ada bahkan mohon maaf Pak Menteri ya, saya punya masuk dalam grup WA. Dia salah seorang yang bekerja di instansi Kementerian Agama. Bahkan tidak percaya terhadap sertifikasi rubella yang dianggap halal itu. Semacam ini kan juga lucu. Padahal kita tahu bahwa itu penting untuk kesehatan tumbuh kembang anak. Yang ketiga, saya kira kedepan Pak Kepala JPH, kita harus lebih intensif untuk betul-betul mensosialisasikan BPJPH ini dan sertifikasi ini karena ini berbeda dengan 5 tahun yang lalu. Karena ditanganinya kalau MUI saya kira pasti akan instrumentnya walaupun sudah baik tapi kan sekarang sudah diambil alih negara. Jadi instrumentnya lebih merata atau lebih massif, lebih hebat, dan tentu kita harapkan BPJPH bisa mensosialisasikan dengan baik kepada masyarakat. Dan saya berharap Pak nanti, mungkin kita bisa dapat juga PP-nya yang sudah ditandatangan itu Pak. Kan ini RPP-nya kita belum ada nih Pak. PP-nya yang sudah ditandatangani tadi Pak Menteri bilang. Itu penting juga untuk kita pelajari Pak. Bagaimana kita mensosialisasikan kepada masyarakat kalau kita belum baca juga PP-nya. Yang tahu mungkin Cuma BPOM saja mungkin. Kita sendiri belum dapat. MUI belum dapat juga. Nah itu kan lucu juga. Padahal ini adalah kebijakan public yang penting untuk diketaui oleh masyarakat. Saya kira demikian. Terima kasih. KETUA RAPAT: Terima kasih. Pas jam 17.00. Saya tawarkan bagi kita. Langsung dijawab dulu 5 menit-5 menit atau skors dulu, break dulu sholat, ke toilet dan seterusnya. Jadi berapa menit? 10 menit? Sepertempat jam, Pak Menteri? Kita kan masih ada agenda acara setelah ini kan dengan PIHU lagi. Oke. Kita skors dulu seperempat jam ya. Jam 17.15 kita masuk lagi? Setuju?

(RAPAT DISKORS PUKUL 16.58 WIB)

(SKORS RAPAT DIBUKA PUKUL 17.14 WIB)

Untuk PIHU mungkin sebelum Maghrib sudah selesailah. Setelah itu baru Ibu dan MUI. Kalau Bu Penny dulu ya? Pak Menteri nanti yang terakhir ya? Kesimpulannya. Kemudian Pak Lukman Hakim yang bukan Menteri. Kami persilakan Bu Penny Silakan. KEPALA BPOM (PENNY K. LUKITO):

- 39 -

Baik. Terima kasih Pak. Pertama, kami menyampaikan terima kasih atas segala masukan dan pertanyaan dan bersyukur bisa hadir dalam Rapat Dengar Pendapat ini karena mitra kami selama ini di DPR adalah Komisi IX. Jadi pada hari ini saya sebagai Pimpinan merasa mendapatkan banyak masukan dan juga menjadi inspirasi bagi kami untuk kedepan lebih intensif lagi dan lebih ekstensif lagi kami mengembangkan upaya-upaya dikaitkan dengan pengawasan, yang dikaitkan dengan jaminan produk halal untuk obat dan makanan. Untuk itu mungkin saya sedikit memberikan secara general jawaban dari beberapa pertanyaan yang ditujukan kepada kami. Pada intinya adalah selama ini memang Badan POM juga sudah melakukan pengawasan aspek halal tentunya dikaitkan dengan cara produksi produk obat dan makanan yang baik, apakah itu cara produksi, pembuatan obat yang baik, pembuatan kosmetik yang baik. Itu tentunya dilihat dari aspek keamanan, kualitas dan manfaat atau khasiatnya, atau dikaitkan dengan thoyibnya. Dan kami menjamin dikaitkan dengan aspek halal tentunya bersama-sama dengan MUI dalam penerapannya didalam labelnya, didalam iklan dan labelnya. Dan kemudian dalam post market kami membantu untuk mengawasi post market dengan melakukan sampling, pengujian dan untuk itu pun juga Alhamdulillah dalam Pemerintahan Bapak Presiden Jokowi dalam 3 tahun terakhir ini saya memimpin Badan POM banyak sekali perkuatan yang sudah diberikan oleh Pak Presiden. Kami sudah mendapatkan legal basis yang dikaitkan dengan penguatan kelembagaan. Sehingga ada Deputi Penindakan, kemudian juga ada 20 laboratorium pengujian yang sudah mempunyai instrument untuk uji DNA hewan termasuk didalamnya adalah babi. Kemudian juga berbagai upaya-upaya intensif dikaitkan dengan operasi-operasi pemeriksaan, pengawasan dan penindakan. Itu sudah banyak kami lakukan. Tadi sudah disampaikan bahwa Badan POM terdengar hanya pada saat lebaran saja. Saya kira itu adalah masa lalunya Badan POM. Tapi saya yakin dalam 3 tahun terakhir ini sudah banyak sekali berbagai upaya pengawasan yang sifatnya rutin, memang sudah ada dan termasuk juga itu tentunya uji untuk DNA babi dibeberapa tempat. Dibeberapa balai yang memang sudah mempunyai laboratorium, yang mempunyai kemampuan instrument PCR tersebut. Dan ada juga selain daripada pengawasan rutin kami juga banyak melakukan operasi-operasi yang sifatnya nasional, daerah, bahkan internasional yang dikaitkan dengan berbagai pengawasan secara umum. Tentunya dengan adanya implementasi dari Undang-Undang Jaminan Produk Halal yang sekarang sudah keluar PP-nya, kedepan kami akan mempunyai kekuatan lagi bersama-sama dengan BPJPH untuk melakukan pengawasan yang lebih intensif dalam aspek halalnya. Terutama mungkin nanti kami akan banyak melakukan joint inspection mungkin bersama, dan juga mungkin bersinergi karena Badan POM mempunyai fungsi 4 hal. Tentunya 3 hal kaitannya. Disamping juga kami melakukan pengawasan premarket dan post market. Tugas Badan POM juga mendorong memfasilitasi pengembangan industri obat dan makanan. Dan juga kami banyak melakukan upaya mengedukasi masyarakat untuk menjadi konsumen yang cerdas. Tadi disampaikan oleh Ibu Desy Ratnasari tentang upaya untuk juga melakukan …. Saya kira nanti aspek halal akan menjadi aspek didalam KIE (Komunikasi Informasi dan Edukasi) akan lebih secra intensif akan menjadi agenda kami. Tentunya nanti akan kita kembangkan instrumennya bersama-sama dengan BPJPH. Dan itu tentu akan lebih kuat apabila kami didampingi oleh Kementerian Agama dalam hal ini.

- 40 -

Saya ingin menyampaikan juga sedikit respon terhadap tadi penyataan Ibu Desy yang dikaitkan dengan saling pengakuan bersama. Kami melihatnya juga ini adalah dikaitkannya dalam 2 hal tentunya. Kalau ada saling pengakuan, itu biasa juga berlaku secara umum. Apabila berlaku … local. Karena tentu kami juga mempunyai keinginan menjadi eksportir dari produk-produk halal. Jadi asalkan itu berlaku … artinya adalah produk kita juga akan bisa diterima langsung sertifikat halalnya tentunya akan menguntungkan bagi upaya ekspor kita untuk produk-produk halal. Khususnya dengan adanya nanti penerapan Undang-Undang produk halal ini. Harapan kita adalah setidaknya kita sebagai konsumen halal. Tapi juga kita bisa juga menjadi eksportir produk halal yang juga terkemuka. Saya kira itu yang bisa saya sampaikan. Kami juga banyak mengembangkan kemitraan. Tentunya sumber daya kami juga terbatas, tapi dengan kemitraan itu akan semakin memperluas tangan kita dalam melakukan pengawasan dikaitkan tadi pertanyaan tentang mensertifikasi rumah makan. Itu sebetulnya bukan tugas fungsi ruang lingkup dari Badan POM tapi kami siap untuk melakukannya dengan melakukan kerjasama dengan Pemerintah Daerah sebagai institusi Pemerintah Daerah ada sebetulnya yang mempunyai tanggung jawab untuk sertifikasi halal. Tapi kami bisa mendampingi karena Badan POM ada diseluruh Provinsi dan sekarang juga kami ada 40 Kota dan Kabupaten. Demikian. Dan terkait dengan vaksin, tentunya tugas dan fungsi Badan POM dikaitkan dengan vaksin dan obat adalah dikaitkan dengan pengawasan thoyibnya kembali lagi, pengawasan aspek mutu, khasiatnya. Tapi dalam posisinya di Badan POM dalam mendukung industri juga kami selalu mengarahkan untuk berupaya mendorong penggunaan dari bahan baku halal. Dan itu juga sudah menjadi upaya kami bersama dengan Kementerian Kesehatan dan industri obat. Saya kira itu yang bisa saya sampaikan. Pada intinya adalah kami siap dengan kompetensi yang dipunyai oleh Badan POM dan sumber daya yang ada. Dan kami siap untuk bekerjasama dengan Kementerian Agama untuk lebih secara intensif dan ekstensif melakukan pengawasan pada khususnya di aspek jaminan produk halal. Terima kasih. Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh. KETUA RAPAT: Wa’allaikumsalam. Saya pertanyaan satu saja Ibu, 20 laboratorium itu bisa digunakan bersama dengan MUI jika ada MoU? Bisa ya. Pertanyaan kedua, menurut Ibu Undang-Undang Produk Halal ini itu merupakan kebutuhan atau rekayasa politik? Jawab saja. KEPALA BPOM (PENNY K. LUKITO): (suara tidak terekam). KETUA RAPAT: Oh ya sudah. Terima kasih. Pak Lukman MUI.

- 41 -

PERWAKILAN KETUA MUI (LUKMAN HAKIM): Terima kasih. Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh. Pimpinan yang saya hormati, dan Para Anggota Dewan yang kami muliakan. Menanggapi barangkali tidak satu per satu kami ingin jawab tetapi secara keseluruhan bahwa Majelis Ulama Indonesia dari sejak awal penyusunan Undang-Undang ini sangat focus dan terus mengikuti selama 10 tahun penyusunan Undang-Undang dan sampai kepada PP. Majelis Ulama Indonesia focus terutama terhadap substantive. Jadi kami menjalankan selama ini katakan kita bisa sebut sistem Jaminan Halal dan dengan adanya Undang-Undang justru kita berpikir, dengan hadirnya Pemerintah maka empowering proses sertifikasi halal itu bisa semakin kuat. Dan kemudian juga law enforcement sweeping dan itu harus petugas Pemerintah PPNS. Maka itulah, dari dulu waktu penyusunan Undang-Undang MUI sangat ikut berperan aktif dalam penyusunan Undang-Undang. Tetapi sejak awal juga kami selalu konsisten. Yang kami kawal adalah subtansinya. Jadi substansi halal itu karena tadi kaitannya tentang isbat dan penetapan hukum halal maka kami karena merasa bertanggungjawab di negeri ini sehingga kita mengharapkan beberapa point itu terus menjadi focus di Majelis Ulama Indonesia. Dan kehadiran BPJPH pada konteks substansi ini tidak bisa mengintervensi substansi. Sifatnya hanya sebagai administrasi. Jadi poin yang kami sampaikan didalam surat kepada Presiden waktu itu dalam penyusunan draft. Ini memang 2018 sudah lama Saudara Pimpinan. Itu karena kekhawatiran kami terhadap draft PP waktu itu yang secara subtantif memang tidak bisa kami kawal. Karena rapatnya waktu itu terlalu melibatkan banyak … ya barangkali waktu itu di instansi Pemerintah. Sehingga dengan terpaksa dan berat hati kami harus menulis surat ini untuk menguatkan secara substansi itu Majelis Ulama Indonesia tetap dan akan berperan dan tidak ingin terintervensi. Itu sebetulnya semangat dari Majelis Ulama Indonesia. Maka seperti contoh auditor. Artinya pemilihan auditor, pelatihan sampai kepada penetapan auditor itu bagi kami merupakan bagian dari substansi penetapan. Maka itu tidak terinvensi oleh apapun. Ya karena ketika kita bicara auditor secara ketentuan internasional itu kan tidak bisa diskriminasi masalah agama. Pemerintah akan berat menghadapi itu. Ketika auditornya harus orang Islam. Kalau itu ada di Majelis Ulama Indonesia, Majelis Ulama sudah pada posisinya. Akan mengatakan bahwa auditor halal harus orang Islam. Kan begitu. Jadi itu sebetulnya kekhawatiran kami dalam konteks Perundang-undangan yang ada di Indonesia atau pun secara internasional. Ketika menetapkan auditor-auditor lembaga halal misalnya harus orang Islam, itu di negara-negara sekuler akan dikatakan itu adalah diskriminatif. Kenapa anda tidak mengajukan secara kompetensi. Ini auditor ini basisnya agama atau kompetensi. Itu kami mendapatkan diskusi-diskusi itu secara internasional sudah kami terima. Sehingga ini sangat kami kawal serius. Auditor, kemudian LPH, termasuk Lembaga Halal Internasional. Karena Lembaga Halal Internasional juga didunia internasional, lembaga halal itu sama konteksnya ketika dia berada di negara-negara sekuler maka mereka tidak boleh masuk pada ranah diskriminatif. Ketika auditor halal itu harus orang Islam itu dianggap sebagai diskriminatif. Mereka mengatakan bahwa

- 42 -

auditor harus memiliki kompetensi ini-ini-ini, tanpa melibatkan agama. Nah kami harus hati-hati dalam konteks itu. Maka didalam akreditasi Lembaga Internasional juga kami terlibat. Memang selain itu juga seperti yang tadi Ibu Desy sampaikan, kami focus juga terhadap 2 hal dalam Lembaga Internasional tadi dengan sifat sekulerism yang ada di negara-negara eksportir. Yang kedua juga standar yang berbeda. Ketika Majelis Ulama Indonesia memiliki standar halal dengan prosedur yang kita kenal sangat rigit Pak. Kalau mungkin dari Anggota Dewan yang kami hormati bisa melakukan kunjungan atau survey ke internasional, bagaimana standar halal Majelis Ulama Indonesia yang selama ini diterapkan pasti akan menemukan rigit dan sulit. Sebetulnya bukan rigit dan sulit tapi kami memang itulah standar yang ada di Indonesia. Nah itu tidak kami temukan di negara-negara lain. Tetapi kerjasama harus tetap kita lakukan. Karena kita juga tidak ingin membebankan biaya sertifikasi ketika produk itu atau bahan itu berada di Luar Negeri. Maka kita akan akreditasi selama mereka mengikuti standar kita. Bisa dibanding misalnya Indonesia dengan Jakim saat ini sebelum ada BPJPH dan standar MUI itu pasti akan sangat berbeda. Dan yang kedua Jakim dan Thailand sejak tahun 1997 sudah mengusulkan Asean One Asean Halal logo. Tujuannya apa? adalah untuk supaya masuknya mudah ke Indonesia. Dan sejak Tahun 1997 kami dulu dengan Kementerian Agama di Asean meeting dan Kementerian Agama menolak ide itu. Tujuannya apa? Kita juga ingin melindungi penguasaha kita. Selain juga memang standarnya berbeda. Jadi tentu saja upaya Malaysia yang disampaikan tadi melalui Bu Desy dan melalui upaya-upaya MoU itu akan sangat menguntungkan mereka pada konteks perdagangan Internasional. Nah ini akan berbeda ketika kita bicara MRA (Mutual Recognition Agreement) yang seperti disampaikan oleh Ibu Kepala Badan POM. Bahkan ketika MRA memang kalau kita bawa kepada skema ISO maka itu akan terjadi Pak. Maka itu dari awal selalu kami mengatakan halal tidak masuk kepada skema ISO. Halal adalah sebuah standar khusus. Jadi istilahnya adalah national differences. Kita bisa bawa halal kepada isu national differences. Tidak kepada kepada isu ISO. Nah seketika isu national differences maka kita akan bisa menghindari hal-hal yang tadi dikhawatirkan oleh Ibu Desy Ratnasari sekaligus juga kita bisa menguatkan standar kita. Tapi ketika halal itu dibawa kepada ranah ISO maka skema MRA yang tadi sudah dijelaskan oleh Ibu Kepala Badan POM itu adalah suatu hal yang tidak kita bisa kita tolak. Dan ketika masuk kepada skema ISO maka dia akan masuk kepada skema misalnya non diskriminatif. Nah itulah kemudian dari awal kami. MUI focus didalam itu Pak. Kami sangat senang sebetulnya Pemerintah bisa terlibat didalam halal ini seperti yang tadi kami sampaikan bahwa akan ada empowering halal, akan ada law enforcement, dan lain-lain. Tetapi kami sangat focus terhadap substansi itu. Substansi-substansi yang kepentingan Majelis Ulama Indonesia termasuk juga kepentingan untuk membela pengusaha Indonesia. Itu yang saya kira secara substansi. Tambahan Pak yang ingin kami sampaikan, ada 2 hal. Pertama, Majelis Ulama Indonesia selama ini memang memiliki auditor. Sudah 30 tahun dan sudah ada 1000 lebih auditor kami yang juga memiliki kompetensi dan tentu juga agama. Agama Islam semuanya. Ini barangkali mungkin yang bisa disinkronkan saja dengan BPJPH karena sekarang ini sudah menjadi ranahnya secara registrasi administrative dengan BPJPH itu bisa saja. Itu satu hal yang sangat mungkin. Tambahan mungkin Pak Ketua, karena tadi disinggung tentang masalah vaksin. Dan memang masalah surat kepada Presiden juga kami menuliskan point f itu tentang penetapan kadaluarsa, kedaruratan Pak. Jadi tentang vaksin rubella ini adalah salah satu juga yang memicu ada surat ini yang salah satunya adalah bahwa kami Majelis Ulama Indonesia harus jujur Pak. Ada dua hal kondisi saat itu. Di

- 43 -

Indonesia MR penyakit Rubella itu sudah mulai outbreak. Dan itu kami dapat informasi dari Pemerintah dari Menteri Kesehatan. Suatu kondisi yang tidak bisa kita tolak dan itu laporan resmi dari Pemerintah. Tetapi kondisi juga yang harus kami sampaikan juga bahwa vaksin rubella secara material dia memang bersentuhan dengan barang yang haram. Jadi kami harus menyatakan 2 hal, bahwa barangnya ini bersentuhan dengan barang yang halal maka harus kami katakan itu haram secara zat. Secara zat kita harus nyatakan bahwa itu haram. Tapi karena … maka kemudian harus kita katakan, tidak menghalalkan tetapi … Pemerintah bertanya, kalau ini haram tetapi kondisinya seperti ini boleh tidak dipakai. Nah itu jawabannya. Jadi maka kemudian ada dua. Hanya mungkin kita sosialisasi yang kurang barangkali. Itu saja Pak tambahannya. Terima kasih Pimpinan. KETUA RAPAT: Terima kasih Pak Lukman. Jadi itu sikap MUI sudah jelas. Terakhir Pak Menteri. MENTERI AGAMA RI: Terima kasih Pak Ketua. Jadi yang penting yang perlu dipahami bersama adalah prinsip dasarnya dulu karena banyak disinggung tadi relasi hubungan antara MUI dalam hal ini LPPOM MUI dengan BPJPH Kementerian Agama Pemerintah, ini seperti apa. Karena lalu dikaitkan dengan surat dan lain sebagainya. Jadi sertifikasi halal ini core-nya, inti dari bisnis proses dari sertifikasi halal itu adalah penetapan kehalalan produk. Dan itu hanya tunggal milik MUI. Undang-Undang tegas mengatakan. Otoritas kewenangan menyatakan apalah sebuah produk, apakah itu barang, apakah itu jasa, itu halal atau tidak, itu ada ditangan MUI tidak dilain. Jadi tidak benar kalau tadi ada BPOM juga mengeluarkan ini halal atau tidak. Pemerintah tidak punya kewenangan itu. Itu satu yang tetap dijamin oleh Undang-Undang. Tidak hanya PP tapi Undang-Undang 34 Tahun 2014. Yang kedua, kewenangan dari MUI itu adalah sertifikasi LPH (Lembaga Pemeriksa Halal). Jadi untuk menentukan apakah sebuah produk itu halal atau tidak, apakah dia boleh mendapatkan sertifikasi halal itu harus melalui Lembaga Pemeriksa Halal. Institusi yang memverifikasi, meneliti melakukan pemeriksaan laboratorium dan lain sebagainya, bahan-bahannya terdiri dari apa, dan seterusnya, dan seterusnya. Nah apakah sebuah LPH ini boleh bekerja atau tidak, layak atau tidak maka dia harus memperoleh sertifikat. Yang mengeluarkan sertifikat itu hanya MUI. Yang kedua. Yang ketiga, LPH dalam bekerja itu harus memiliki para auditor halal. Orang-orang yang memiliki kompetensi untuk menentukan apakah sebuah jenis produk ini halal atau tidak. Lagi-lagi setiap auditor halal itu harus mendapatkan sertifikat. Dan yang mengeluarkan sertifikat itu hanya MUI. Jadi 3 kewenangan, 3 otoritas mutlak, pertama sertifikat bagi auditor halal, sertifikat bagi Lembaga Pemeriksa Halal dan kewenangan menetapkan kehalalan sebuah produk dalam hal ini fatwa, apakah ini halal atau tidak, itu hanya dan tetap dimiliki oleh MUI tidak yang lain. Lalu dimana kewenangan BPJPH? Kewenangan BPJPH adalah persoalan, pertama registrasi yang sifatnya administrative. Ketika pelaku usaha ingin meregistrasikan produknya

- 44 -

apakah dalam bentuk barang atau jasa sehingga memerlukan sertifikasi halal maka seluruh persyaratan-persyaratan administrative itu dilakukan sepenuhnya oleh BPJPH. Maka menjawab pertanyaan, apakah BPJPH itu harus memiliki Kantor Cabang di daerah-daerah, perwakilan-perwakilan. Undang-Undang mengatakan dapat membentuk perwakilan. Itu artinya bisa iya, bisa tidak. Tergantung urgensi kebutuhan. Kami sekarang ini sedang fokus untuk membenahi konsentrasi di Kantor Pusat. Karena semua sistem administrasi, registrasi dan lain sebagainya itu semuanya akan di handle melalui online system aplikasi. Jadi tidak memerlukan Kantor Perwakilan di daerah. Semuanya bisa mengakses sistem aplikasi yang berbasis digital online. Nah mungkin nanti 2-3 tahun kedepan kita akan lihat apakah akan ada kebutuhan mendesak untuk memiliki Kantor Perwakilan. Tapi saat ini kami focus. Nah yang diperbanyak itu justru LPH-nya. Itulah lalu kemudian kami bekerjasama dengan sejumlah Perguruan Tinggi, sejumlah Ormas-ormas Isla, berbagai macam kalangan untuk dia bisa menjadi LPH yang nanti tentu harus memiliki auditor halal yang semuanya itu akan dilihat diuji kompetensinya oleh MUI. Lalu juga bagian yang perlu saya sampaikan terkait dengan surat ini. Karena ini banyak hampir Anggota menyoroti. Mohon dipahami Bapak/Ibu sekalian yang terhormat. Surat ini dilayangkan pada 2 Februari 2018. Itu artinya lebih dari setahun yang lalu. Untuk diketahui bahwa proses pembahasan sampai lalu kemudian ditetapkan itu 2 tahun lebih terkait dengan PP itu. Jadi mungkin pada Februari 2018 ini memang masih sedang on going, prosesnya sedang berlangsung. Ya tentu persoalan-persoalan yang disampaikan 6 butir ini masih merupakan dinamika karena melibatkan banyak stakeholder. Tapi khusus untuk point b, c, d, itu amanat Undang-Undang. Tidak mungkin disimpangi oleh PP yang terkait oleh sertifikasi auditor halal yang terkait dengan sistem dan prosedur penetapan kehalalan produk dan akreditasi LPH. Pastilah ini menjadi kewenangan MUI. Karena ini perintah Undang-Undang. Tidak mungkin PP menyimpangi Undang-Undang. Sementara kaitannya dengan kerjasama internasional dan lain sebagainya. Betul, bahwa ini menjadi kewenangan BPJPH. Mengapa? Karena kerjasama internasional itu G2G antar negara. Maka harus lembaga negara yang menjadi leading sector. Namun demikian BPJPH tentu tidak mungkin berjalan sendiri ketika melakukan kerjasama internasional. Jadi yang dikhawatirkan oleh Bu Desy tadi, tentu kepentingan domestic, kepentingan nasional tentu akan menjadi prioritas utama. Dan itu tidak hanya terjadi di BPJPH dan kami. Semua kerjasama internasional, apakah dilakukan oleh Kemenlu, oleh Kementerian Perdagangan, semua Kementerian/Lembaga itu akan mempertimbangkan kepentingan nasional. Dan karenanya terus melibatkan stakeholder para pemangku kepentingan. Dalam hal ini tentu MUI tidak bisa ditinggalkan dan yang lain tidak hanya MUI, banyak dunia pelaku bisnis, dunia usaha dan lain sebagainya. Prinsip dasarnya adalah resiprokal tadi itu, kesetaraan, kederajatan dalam kerjasama internasional. Terakhir Bapak Ketua, tentu itu masukan sifatnya yang kaitannya dengan penyembelihan, tempat penyembelihan. Pak Choirul Muna, tadi Bu Endang yang kaitannya juga dengan Kantor Cabang dan lain sebagainya, juga Pak Dja’far Sodik. Itu semuanya masukan-masukan yang tentu kami akan perhatikan untuk mulai 17 Oktober. Jadi tadi kenapa action-nya belum. Karena memang Undang-Undang mengatakan baru 5 tahun setelah Undang-Undang itu disahkan. Undang-Undang itu disahkan pada 17 Oktober 2014. Jadi baru nanti 17 Oktober 2019 kami baru punya kewenangan untuk action, tadi istilahnya Pak Dja’far Sodik tadi. Jadi sekarang kita sedang membenahi. Demikian Pak Ketua. Mudah-mudahan bisa menambah pemahaman kita bersama.

- 45 -

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh. KETUA RAPAT: Wa’alaikumsalam Warahmatullahi Wabarakaatuh. Saya kira lengkaplah sudah umpan balik dari Pemerintah maupun DPR sudah kita dengar bersama. Saya hanya memberikan catatan. Pertama, ya segera Undang-Undang ini dengan kewenangan masing-masing melakukan penguatan kelembagaan. Satu itu. Yang kedua, mempercepat proses aspek turunan regulasinya. Ketiga, kesiapan SDM-nya. Sarana prasarananya. Kemudian tidak kalah pentingnya empowering-nya. Kemudian selanjutnya adalah standarisasi. Yang ditunggu masyarakat standarisasi. Tadi ada 3 point dari Ibu Penny tadi itu kan, penjagaan mutu, kualitas, kemudian khasiat, macam-macam, bagaimana dengan halalnya. Kan perlu juga. Kemudian terkait lagi adalah sosialisasi. Ini juga sangat penting melibatkan seluruh stakeholder. Apalagi masyarakat luas. Kemudian saya kira itu saja yang perlu tambahkan. Sekarang mari kita lihat bersama-sama draft kesimpulan. 7 menit lagi saya … saya buka. Jadi setelah buka, setelah itu tutup, skors lagi, sholat, masuk lagi untuk rapat selanjutnya. Mari saya bacakan. Pada Rapat Kerja Komisi VIII DPR Republik Indonesia dengan Menteri Agama RI, dan Rapat Dengar Pendapat dengan MUI, dan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan dengan agenda kebijakan PP tentang kebijakan peraturan tentang produk halal. Disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:

1) Komisi VIII DPR RI mendesak Kementerian Agama RI untuk segera menyelesaikan infrastruktur dan suprastruktur yang dibutuhkan untuk penyelenggaraan Jaminan Produk Halal.

2) Komisi VIII DPR RI mendesak Kementerian Agama RI untuk memperhatikan masukan dan saran Pimpinan dan Anggota Komisi VIII DPR RI dalam menyelenggarakan Jaminan Produk Halal antara lain sebagai berikut: a. Meningkatkan koordinasi dan sinergi dengan MUI untuk memastikan

peralihan Penyelenggaraan Jaminan Produk Halal dari LPPOM MUI ke BPJPH berjalan dengan baik.

b. Meningkatkan koordinasi dan kerjasama dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Pemerintah Daerah, MUI, Ormas Islam, dan Perguruan Tinggi untuk melakukan pengawasan terhadap kehalalan produk yang beredar di wilayah hukum Indonesia dan untuk memenuhi auditor halal.

c. Membuat kebijakan mengenai mekanisme penyelesaian pengaduan terkait dengan Jaminan Produk Halal yang beredar di masyarakat.

d. Memastikan bahwa kerjasama internasional mengenai Jaminan Produk Halal harus memprioritaskan kepentingan Indonesia.

Kalau ada tambahan kami persilakan. Kalau kurang ditambahkan silakan. Atau dianggap cukup. Cukup? Bu Penny? Pak Lukman? Pak MUI?

- 46 -

MENTERI AGAMA RI: Saya sedikit saja. Prinsipnya sama. Hanya di butir angka 2d. memastikan bahwa kerjasama internasional mengenai Jaminan Produk Halal harus memprioritaskna kepentingan nasional secara proprosional. Karena kalau kerjasama antar negara itu kan tidak bisa sepihak, kepentingan 1 pihak saja. Jadi prinsipnya proporsional, kepentingan nasional secara proporsional. KETUA RAPAT: Begini saja, memastikan kerjasama internasional mengenai Jaminan Produk Halal harus memprioritaskan kepentingan nasional. Begitu saja ya? Saya kira cukup ya? F-PAN (HJ. DESY RATNASARI, M.SI, M.Psi): Pimpinan ijin. Menyampaikan saja sedikit, 2 menit. Saya tahu semua kerjasama internasional akan memprioritaskan kepentingan nasional. Pada akhirnya Anggota Dewan tidak bisa mendeteksi sebagian besar kepentingan nasional itu proporsinya. Seperti tadi Pak Menteri sampaikan akan menjadi proporsional. Kita tidak bisa ikut campur Pimpinan. Kita hanya bisa menyampaikan dari sekarang bahwa banyak kerjasama internasional khususnya di urusan perdagangan Indonesia selalu kalah di WTO. Saya pergi disana. Orang-orang kita kalah Pak Menteri. Entah itu pengacaranya, entah itu orang-orang kita. Karena kita selalu menempatkan diri kita menjadi orang yang butuh terhadap orang lain. Itu juga harus disampaikan. Makanya saya selalu bilang, jangan menggelar karpet merah untuk orang lain tapi tidak menggelar karpet merah untuk produk kita sendiri. Itu saja. Semua pasti saya yakin. Wacananya adalah proporsional menempatkan kepentingan nasional. Tapi pada saat ketika kita memilih G2G kita tidak punya kekuatan untuk menyampaikan bahwa ini proporsional atau ini tidak proporsional, semuanya betul-betul eksekutif memegang. Itu saja Pimpinan. Terima kasih. KETUA RAPAT: Terima kasih. Itu masukan dari Bu Desy. Jangan hanya gelar karpet merah, karpet biru juga. Silakan Pak Deding. F-PG (Dr. H. DEDING ISHAK, SH, MM): Pak Ketua, saya rasa penting point ini Pak. Jadi memang sekarang kan sebetulnya sudah apple to apple antara legislative dengan eksekutif. Bahkan sebetulnya berdasarkan Undnag-Undang tentang Peraturan Perundang-undangan. Kalau dulu ini kan kita ini sebatas membahas Undang-Undang dengan Pemerintah ini. Sekarang ini kita masuk ke pemantauan pembentukan Peraturan Pelaksana Undang-Undang, PP dan sebagainya. Kita DPR itu masuk Pak. Nah jadi oleh karena

- 47 -

ada kewajiban sebetulnya Pemerintah untuk melaporkan. Oleh karenanya ini perlu ditambah. Jadi saya bukan khawatir, tapi antisipasi dan memungkinkan ada ruang kita untuk terus memantau sehingga tadi kegiatan-kegiatan yang sifatnya kerjasama internasional mengenai Jaminan Produk Halal harus memperhatikan kepentingan nasional dan dilaporkan kepada DPR, Komisi VIII. Begitu Pak. KETUA RAPAT: Mau ditambahkan apa enggak nih? Kalau menurut saya dengan sendirinya. Pada saat Raker, RDP itu dengan sendirinya. F-PG (Dr. H. DEDING ISHAK, SH, MM): Kalau tidak ditegaskan seperti ini, sepertinya itu. Kalau menurut saya perlu ada … (suara tidak jelas). KETUA RAPAT: Oh ada kalimat penegas. MENTERI AGAMA RI: Ketua, Kerjasama itu kan macam-macam sekali. Apakah misalnya yang sangat teknis misalnya terkait dengan monitoring atau study banding misalnya. Itu apakah juga harus dilaporkan hal-hal yang sangat teknis. Kan bukan itu maksudnya. Nah oleh karenanya kewenangan DPR tentu tetap tidak terkurangi dalam fungsi pengawasannya untuk melihat semuanya. Tidak hanya kerjasama internasional. Semua aspek yang dilakukan oleh eksekutif itu bisa diawasi oleh DPR sebenarnya. KETUA RAPAT: Tetap saja pada kepentingan nasional, yang kita tangkap walaupun yang lain-lain dengan pikiran kita juga bisa melakukan pengawasan apa saja. Begitu Pak Deding? F-PG (Dr. H. DEDING ISHAK, SH, MM): … memahami masalah teknis itu. Tetapi sering kali Pak Menteri. Karena ini kita yang tertulis saja kita sering abaikan, umpamanya soal kebutuhan-kebutuhan teknis misalkan soal ketika kita rapat misalkan bahan-bahan harus masuk dan sebagainya itu secara tidak bisa dilaksanakan sepenuhnya. Tidak pernah konsisten. Jadi ini sebetulnya lebih penegasan saja. Jadi sebetulnya mestinya sudah harus berjalan karena seharusnya seperti itu. Meniscayakan seperti itu, harus diberitahukan. Tapi kalau teman-teman juga bisa memahami dan memastikan menjamin bahwa memang ini akan seperti itu tentu bukan yang teknis, yang prinsip. Itu akan disampaikan. Saya rasa tidak ada masalah. Tetapi kalau menurut saya, tentu kita melaporkan ke DPR ini yang proporsional juga. Bukan masalah-masalah

- 48 -

yang teknis tapi yang prinsip mesti harus dilaporkan kepada DPR. Ini sebagai penegasan saja. Begitu. Terima kasih. KETUA RAPAT: Terima kasih. Menurut Pak Menteri bagaimana? Kalau saya kata “nasional” itu artinya sudah pada fungsi cek and balances antara Pemerintah dengan DPR. Jadi kalau dilaporkan itu dengan sendirinya. Kalau menurut saya. Bagaimana dengan teman-teman yang lain? WAKIL KETUA KOMISI VIII DPR RI (Dr. Ir. H. D. SODIK MUDJAHID, M.Sc/F-P.GERINDRA): Ya benar. Bahwa secara prosedur kan itu sudah menjadi kewenangan DPR untuk menerima laporan. Apa betul Pak Deding? Dan benar bahwa tidak hanya kejasama internasional. Tapi saya takut nih waktunya ini jadi agak panjang. Saya agak sejalan dengan Bu Desy sebetulnya dari segi substansi. Saya agak khawatir loh Pak karena menyangkut hal yang sensitive halal. Demi memprioritaskan kepentingan nasional. Makanya yang nyerempet-nyerempet tidak halal juga kita terima. Itu saya lebih khawatir soal itu Pak dibandingkan soal yang ini. Jadi minta jaminan yang lebih pasti bahwa dengan tidak mengurangi kepentingan nasional kita tidak akan bergeser satu titik pun ketika itu akan mengganggu substansi kehalalannya. Nah ini yang mungkin. KETUA RAPAT: (suara tidak jelas). WAKIL KETUA KOMISI VIII DPR RI (Dr. Ir. H. D. SODIK MUDJAHID, M.Sc/F-P.GERINDRA): Kalau soal dilaporkan kepada DPR Pak Deding. Memang kita maklum kekhawatiran Pak Deding. Jangankan tertulis, tertulis pun begitu ya sering terabaikan. Tapi sebetulnya sudah tercakup dengan fungsi DPR kalau dari sisi itu Pak. KETUA RAPAT: …. Jadi begini, kalau usul saya kata ”nation” itu sudah menunjukkan fungsi-fungsi supra struktur negara berjalan. Termasuk didalamnya adalah trias politica. Didalamnya juga ada cek and balances. Ya saya kira sampai titik … ya. WAKIL KETUA KOMISI VIII DPR RI (Dr. Ir. H. D. SODIK MUDJAHID, M.Sc/F-P.GERINDRA): Pimpinan,

- 49 -

Kalau ini sudah disepakati yang tadi, apakah sejalan dengan Bu Desy ya? Jangan sampai demi kepentingan nasional kita agak bergeser loh substansi kehalalannya. Itu yang saya khawatirkan. Terima kasih. KETUA RAPAT: Pak Lukman. PERWAKILAN KETUA MUI (LUKMAN HAKIM): Mungkin yang point 2a. redaksi saja. Secara prinsip meningkatkan koordinasi dan sinergi dengan Majelis Ulama Indonesia untuk memastikan penyelenggaraan Jaminan Produk Halal berjalan dengan baik. Saya kira cukup seperti itu, karena secara komponen-komponen atau organ-organ di MUI. KETUA RAPAT: Oke, saya ulangi.

2 (a). Meningkatkan koordinasi dan sinergi dengan MUI untuk memastikan penyelenggaraan Jaminan Produk Halal berjalan dengan baik.

PERWAKILAN KETUA MUI (LUKMAN HAKIM): Yang 2 (a) itu tidak ada kata “peralihan”. KETUA RAPAT:

2 (a). Meningkatkan koordinasi dan sinergi dengan MUI untuk memastikan penyelenggaraan Jaminan Produk Halal berjalan dengan baik.

WAKIL KETUA KOMISI VIII DPR RI (Dr. Ir. H. D. SODIK MUDJAHID, M.Sc/F-P.GERINDRA): Ijin Pimpinan. Kalau peralihan itu tidak ada itu tercakup di 2 (b). Saya juga tadi mempunyai pikiran yang sama. Bukan hanya masa peralihan tapi untuk semua kegiatan. Tapi ternyata semua kegiatan itu ada di point 2 (b). Maka saya berpikir bahwa selain kita berpikir kepentingan yang panjang tapi khusus peralihan juga perlu sinergi. Begitu Pak. Pikiran saya begitu. Sekali lagi kalau hanya untuk semuanya, itu sudah tercover Pak di point 2 (b). PERWAKILAN KETUA MUI (LUKMAN HAKIM): Ya kami memahami kalau peralihan itu kan pengambila alihan. Dan itu berarti pengambil alihan bisa sebagian atau seluruhnya. Kalau mau pakai peralihan, peralihan yang mana. Sementara fungsi kan masih ada di MUI yang tadi disampaikan oleh Pak Menteri. WAKIL KETUA KOMISI VIII DPR RI (Dr. Ir. H. D. SODIK MUDJAHID, M.Sc/F-P.GERINDRA):

- 50 -

Jadi kita paham bahwa sinergi ini harus dibina terus dalam semua kegiatan. Nah kalau berpikirnya maka sebetulnya (a) tidak. Tapi saya berpikir lagi khusus untuk peralihan yang agak sedikit sensitive itu maka kita perlu ada pemisahan antara point 2 (a) dengan point 2 (b). Begitu Pak. Tadi saya berpikirnya begitu. F-PG (Dr. H. DEDING ISHAK, SH, MM): Pak, kalau saya setuju kalau (a) ini sebagai usul dari MUI dari Pak Lukman. 2 (a). Meningkatkan koordinasi dan sinergi dengan MUI untuk memastikan penyelenggaraan Jaminan Produk Halal berjalan dengan baik. Karena tadi ditemukan masalah itu. Point (b), itu MUI-nya tidak ada perlu itu karena memang ada kebutuhan di luar MUI. Meningkatkan koordinasi kerjasama dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan, Pemerintah Daerah, Perguruan Tinggi. Itu boleh juga. KETUA RAPAT: Berarti 2 (b)-nya, MUI, Ormas Islam dicoret? F-PG (Dr. H. DEDING ISHAK, SH, MM): Ya Ormas Islam kan disitu. KETUA RAPAT: MUI dan Ormas Islam tidak perlu lagi. Dicoret karena sudah diatas. Ormas Islam sudah masuk dalam wilayah MUI kan. Jadi 2 (b), meningkatkan koordinasi dengan kerjasama dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan, Pemerintah Daerah dan Perguruan Tinggi untuk melakukan pengawasan terhadap kehalalan produk yang beredar diwilayah itu. Begitu ya? WAKIL KETUA KOMISI VIII DPR RI (Dr. Ir. H. D. SODIK MUDJAHID, M.Sc/F-P.GERINDRA): Mohon maaf Pak. Saya kira … penting Pak Ketua MUI. Kalau dicoret MUI di poin (b) maka kerjasama dan sinergi dengan MUI hanya pada peralihan saja. KETUA RAPAT: Dan di Pusat saja. WAKIL KETUA KOMISI VIII DPR RI (Dr. Ir. H. D. SODIK MUDJAHID, M.Sc/F-P.GERINDRA): Padahal kan … semua. KETUA RAPAT: Oke. Tambahkan lagi.

- 51 -

WAKIL KETUA KOMISI VIII DPR RI (Dr. Ir. H. D. SODIK MUDJAHID, M.Sc/F-P.GERINDRA): Jadi dalam pikiran kerjasama itu dalam semua tahap. Itu ada dalam point 2 (b) tapi karena dalam masa transisi ini ada suatu yang penting maka dipikir ada kalimat khusus dalam point 2. Tapi kalau dalam masa transisinya dianggap tidak ada yang begitu penting dan sensitive sudahlah cukup 2 (b). Begitu Pak pola berpikirnya. KETUA RAPAT: Sudah ya? Kita putuskan hamdalah, Alhamdulillahirrabbil’alamin.

(RAPAT : SETUJU)

Doa dulu dong Pak Lukman. PERWAKILAN KETUA MUI (LUKMAN HAKIM): Allahumma laka shumtu wabika amantu wa 'ala rizqika afthartu birahmatika yaa arhamar rahimin. KETUA RAPAT: Sambil buka kita tutup. Kemudian. PERWAKILAN KETUA MUI (LUKMAN HAKIM): Sedikit tambahan mungkin Pak. Mohon maaf. Nomor 2 (d) itu kan, Memastikan bahwa kerjasama internasional. Itu didalam produk halal ini pengalaman kami saja Pak. Ini perlu dituliskan atau tidak. Didalam Jaminan Produk Halal kerjasama internasional itu tidak selalu G2G. Pelaku sertifikasi halal di Luar Negeri itu … Pak. KETUA RAPAT: Nanti akan ada pembahasan didalam aturan teknisnya akan masuk dengan sendirinya. F-PAN (HJ. DESY RATNASARI, M.SI, M.Psi): Ijin Pimpinan satu lagi. Maaf banget. Saya mendukung apa yang dipikirkan oleh Pak Lukman sebagai Ketua MUI terkait dengan bahwa auditor halal itu jangan disatukan dengan konsep MRA atau ISO. Indonesia kenapa tidak berani untuk menunjukkan bahwa kita berbeda dengan yang lain. Siapa lagi yang akan melindungi masyarakat Indonesia yang Muslim kalau bukan kita yang hanya berdasarkan kepada kepentingan kompetensi, hak asasi manusia. Loh kalau kita orang Islam, siapa yang mau jagain orang kita. Kita mau menyerahkan kepada negara sekuler misalnya. Aturan negara secular yang harus menyamakan bahwa ini based on kompetensi, but we are talking about akhirat juga kalau gitu kalau berbicara soal halal. Oke dalam urusan yang lain. Kita agak sedikit memberikan sebuah compromising tapi di urusan kehalalan dan

- 52 -

perlindungan umat ini tidak boleh ada sebuah compromising untuk urusan ini. We can be different. Orang kita punya negara kok. Kita punya kedaulatan. Kenapa kita takut untuk berbeda. Terima kasih. KETUA RAPAT: Terima kasih. Itu penegasan nanti dalam perumusan masalah-masalah. Yang jelas kita sudah tutup tadi ya. Jadi saya kira silakan sholat. Nanti 18.30 kita masuk lagi dengan agenda Haji. Terima kasih. MUI, Pak Lukman terima kasih. Bu Penny dan teman-teman terima kasih. Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh.

(RAPAT DI SKORS PUKUL 17.57 WIB)

(RAPAT DIBUKA PUKUL 19.00 WIB) (rekaman terputus). Selanjutnya Kementerian Agama RI melaporkan berdasarkan kesimpulan rapat tersebut telah dilakukan dengan Kementerian Keuangan dan Kementerian terkait lainnya. Sehubungan dengan sumber pembiayaan point ke-4 yaitu bersumber dari APBN sebesar 183 Miliar sekian. Rapat tersebut menghasilkan kesimpulan bahwa Kementerian Keuangan tidak dapat membiayai anggaran untuk tambahan kuota sebanyak 10.000 Jamaah tersebut dari APBN karena terkait dengan pelayanan langsung kepada Jamaah. Berdasarkan hal tersebut Kementerian Agama mengharapkan perlunya tambahan anggaran yang berasal dari nilai manfaat keuangan Haji sesuai dengan amanat:

1. Pasal 48 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umroh yang menyebutkan bahwa besaran BPIH yang bersumber dari BPIH nilai manfaat, dana efisiensi, dan/atau sumber lain yang sah berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. Ditetapkan oleh Presiden atau usul Menteri setelah mendapat persetujuan dari DPR RI.

2. Pasal 26 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji bahwa salah satu tugas dan tugas BPKH adalah BPKH wajib mengelola keuangan Haji secara transparan dan akuntable untuk sebesar-besarnya kepentingan Jamaah Haji dan kemaslahatan umat Islam.

Atas dasar tersebut pada hari ini Komisi VIII DPR RI mengadakan rapat agar permasalahan pembiayaan indirect cost BPIH, penambahan kuota Jamaah Haji dapat dibahas secara tuntas. Hal itu mengingat Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 2019 sudah semakin mendekati masa operasional. Jangan sampai karena permasalahan ini Penyelenggara Ibadah Haji terkendala dalam persiapannya. Selain itu Komisi VIII DPR RI telah mendapatkan banyak masukan, aspirasi dan keluhan dari masyarakat terkait persiapan penyelenggaraan Ibadah Haji khususnya mengenai pelaksanaan manasik haji ditingkat Kecamatan yang sampai hari ini belum terselenggara.

- 53 -

Hadirin yang kami hormati, Demikian pengantar yang dapat kami sampaikan. Semoga Allah Subhanahu Wata’ala memberikan kita semua kebaikan dan keberkahan. Selanjutnya sesuai dengan acara yang telah kita sepakati bersama. Kami persilakan kepada Menteri Agama RI dan Kepala BPKH untuk memberikan penjelasannya. Pertama kami persilakan kepada Bapak Menteri Agama. Kami persilakan. MENTERI AGAMA RI: Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh. Bapak Ketua Komisi yang saya hormati, Bapak Wakil Ketua yang terhormat, dan Seluruh Anggota Komisi VIII DPR RI yang terhormat, Yang saya hormati Kepala Badan Pelaksana BPKH, Seluruh jajaran Kementerian Agama yang berbahagia. Langsung saja. Kami ingin menyampaikan, melanjutkan pengantar yang tadi telah disampaikan oleh Bapak Ketua Komisi bahwa betul ketika kita menyelenggarakan Rapat Kerja kita terakhir pada tanggal 23 April yang lalu disepakati bahwa karena ada tambahan kuota 10.000 Jamaah maka diperlukan anggaran sebesar Rp183.729.060.559,- yang disepakati dalam Raker terdahulu pada tanggal 23 April itu akan diambil dari sumber APBN BA BUN. Setelah Raker tersebut kami melakukan sejumlah pertemuan dengan jajaran Kementerian Keuangan juga melibatkan BPKH dan setelah mengalami beberapa pertemuan ternyata merujuk kepada Pasal 45 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 yang baru tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umroh ternyata kajian hukum menyimpulkan bahwa regulasi tidak memungkinkan untuk membiayai kegiatan keperluan seperti akomodasi, konsumsi, transportasi dan lain sebagainya yang terkait langsung dengan Jamaah Haji itu bersumberkan dari ABPN. Karena APBN hanyalah yang terkait dengan petugas atau yang secara tidak langsung dengan Jamaah. Oleh karenanya kemudian kami melakukan kajian mendalam dan dalam kesempatan Rapat Kerja ini kami ingin mengusulkan solusi dari upaya untuk menutupi kekurangan 183,7 Miliar tersebut. Pertama adalah yang terkait dengan relokasi tambahan efisiensi pengadaan layanan di Arab Saudi oleh Kementerian Agama itu sendiri yang nanti akan kami jelaskan. Yang kedua adalah rasionalisasi kegiatan-kegiatan operasional Haji Tahun 2019. Dan yang ketiga adalah tambahan nilai manfaat keuangan Haji dari BPKH. Bapak Ketua dan seluruh Wakil Ketua, serta Anggota Komisi VIII DPR RI yang saya hormati, Dari 183,7 Miliar kekurangan tersebut kita bersyukur bahwa BPKH bersedia untuk memberikan tambahan nilai manfaat keuangan Haji. Sehingga lalu kemudian bisa menyisihkan sebesar 100 Miliar Rupiah untuk menutupi kekurangan tersebut. Sehingga masih tersisa kekurangan 83,7 sekian Miliar. Lalu kami melakukan kajian untuk efisiensi kegiatan-kegiatan operasional Haji dan lalu kemudian kita pun bersyukur bahwa realisasi penggunaan dana dalam pengadaan akomodasi di

- 54 -

Mekah ternyata ada efisiensi yang bisa disisihkan kembali sebesar 50 Miliar Rupiah. Setelah sebelumnya itu relokasi efisiensi pengadaan akomodasi di Mekah pada rapat tanggal 23 April itu sudah kita sisihkan 50 Miliar Rupiah. Dan ini untuk yang kedua kalinya kita bisa mensisihkan 50 Miliar kembali. Sehingga sisa kekurangan menjadi 33,7 Miliar. Lalu kemudian melakukan 3 upaya rasionalisasi untuk menutupi kekurangan 33,7 Miliar tersebut. Pertama adalah melakukan penyesuaian jumlah kloter untuk 10.000 jamaah tambahan tersebut. Yang semula kami rencanakan 25 kloter menjadi 20.000 kloter. Mengapa ini bisa kita lakukan? Karena kita kembali bersyukur bahwa kita bisa melakukan … penerbangan. Jadi untuk diketahui Tahun lalu sebelum mengalami tambahan 10.000 dengan kuota yang sama sekitar 204.000 Jamaah itu kloternya memang ada 511 kloter tapi flightnya itu ada 507. Artinya dalam 1 penerbangan itu terdiri lebih dari 1 kloter. Ada yang 2 kloter, ada 3 yang kloter dengan catatan bahwa 1 kloter itu tidak penuh sebanyak kapasitas seat yang ada di pesawat tersebut. Karena ini sisa-sisa dari embarkasi yang bersangkutan. Nah dengan adanya tambahan 10.000 lalu kemudian kita melakukan pemadatan kloter sehingga lalu kemudian bisa kita hitung 20.000 kloter. Itu artinya kita bisa menyisihkan dana sebesar Rp247.080.217,50. Itu didapat dari 5 kloter yang berhasil disisihkan. Dimana setiap kloter itu harus disediakan 3 orang kapasitas yang harus disediakan di Mekah sebagai ketentuan untuk selisih kapasitas itu. Jadi perhitungannya menjadi 5 kloter kali 3 orang, kali per orang akomodasi di Mekah itu sebesar 4350 Saudi Riyal, dan kursnya Rupiah itu 3786,67 maka bisa didapat angka Rp247.080.217,50. Yang kedua, kami melakukan penghapusan biaya safeguarding khusus untuk 10.000. Dengan asumsi nampaknya tidak lagi diperlukan safeguarding khusus untuk tambahan 10.000. Jadi safeguarding tetap pada kuota reguler yang 204 ribu tapi yang 10.000 safeguarding-nya itu kita hilangkan. Sehingga lalu kemudian ada tambahan dana sebesar Rp987.566.537,30. Yang ketiga, rasionalisasi yang kami lakukan adalah melakukan penyesuaian biaya satuan manasik Haji di KUA. Dimana per orang semula dianggarkan Rp85.000,- per Jamaah sebesar 63.092 per Jamaah. Dengan penyesuaian seperti ini maka didapat efisiensi dengan perhitungan khusus di Jawa, jamaah-jamaah yang berasal dari Jawa sebesar 114.066 orang itu dikalikan efisiensinya sebesar Rp21.908,- maka didapat angka Rp14.993.747.568,-. Sementara Jamaah yang datang dari Luar Jawa mengapa dibedakan, karena frekuensi manasik Haji di Jawa itu hanya 6 kali sementara di luar Jawa itu 8 kali. Sehingga hitung-hitungan total, baik yang dari Jawa maupun dari luar Jawa dana efisien yang bisa dihimpun sebesar Rp32.508.580.144,-. Dengan demikian Bapak Ketua dan seluruh Anggota Komisi VIII yang saya hormati, total efisiensi yang bisa dilakukan adalah sebesar Rp33.743.226.898,80. Maka dengan demikian besaran kebutuhan anggaran BPIH untuk tambahan 10.000 kuota Haji reguler yang semula Rp353.729.060.559,- berubah menjadi sebesar Rp319.985.833.660,20. Dari tabel yang kami paparkan di halaman 4 akan kita dapatkan kejelasan terkait dengan kebutuhan dana sebesar 319,9 Miliar tersebut. Lalu kemudian dana yang telah tersedia sesuai dengan hasil Raker kita terdahulu tanggal 23 April, itu jumlahnya ada 170 Miliar sehingga masih ada kekurangan dana 149,9 Miliar itu bisa ditutupi dengan, Pertama, tambahan nilai manfaat dari BPKH sebesar 100 Miliar Rupiah dan lalu tambahan dari efisiensi akomodasi Mekah sebesar 49,9 sekian Miliar. Sehingga lalu kemudian seluruh kekurangan itu bisa ditutupi dari kedua sumber yang kami sebutkan. Pertama, nilai manfaat dari BPKH. Dan yang kedua adalah tambahan efisiensi akomodasi Mekah.

- 55 -

Masih ada 1 hal lagi yang perlu mendapatkan persetujuan dalam Raker ini adalah terkait dengan hasil kesepakatan kita pada Raker yang lalu bahwa untuk biaya pelaksanaan manasik Jamaah Haji di KUA sebesar 120 Miliar Rupiah. Yang semula dialokasikan bersumber dari dana kemaslahatan yang selama ini dikelola oleh BPKH. Ternyata setelah kami kaji ini mengalami kerumitan yang tidak sederhana. Pertama adalah pembiayaan kegiatan yang dananya bersumber dari dana kemaslahatan itu harus dilaksanakan dengan mekanisme hibah. Yang dalam pelaksanaannya, penerapan mekanisme hibah itu memerlukan proses yang tidak sederhana karena membutuhkan waktu yang tidak sedikit. Dana itu harus ditransfer terlebih dahulu ke rekening Satker-Satker yang ada. Untuk diketahui jumlah Satker kita itu tidak kurang dari 520, karena itu jumlah Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota seluruh Indonesia. Jadi dana kemaslahatan itu harus disetor dulu ke rekening Satker, dan Satker di setiap Kabupaten/Kota harus membuka rekening baru dulu, baru dana hibah itu bisa ditransfer lalu setelah itu kemudian harus ditutup dan dilaporkan ke Kementerian Keuangan terlebih dahulu. Jadi dari sisi waktu itu sangat menkhawatirkan kita semua. Oleh karenanya melalui Rapat Kerja kali ini, kami mohon persetujuan dari seluruh Pimpinan dan Anggota Dewan untuk mengalihkan peruntukan sumber pengadaan dana 120 Miliar Rupiah ini. Yang semula dari dana kemaslahatan menjadi, dari nilai manfaat yang ada yang selama ini dikelola oleh BPKH. Sehingga kebutuhan pengadaan dana untuk manasik Haji tetap bisa dilakukan. Hanya bedanya sumbernya saja yang kemudian kita alihkan. Yang semula dana nilai manfaat itu untuk manasik Haji, lalu kemudian kita alihkan untuk membiayai sebagian biaya akomodasi Jamaah di Mekah. Sehingga lalu kemudian kalau peruntukannya, nilai manfaat itu untuk pengadaan akomodasi Jamaah khususnya yang Lansia itu dimungkinkan oleh regulasi oleh Peraturan Perundang-undangan. Demikianlah paparan kami terkait dengan agenda Raker kita pada malam hari ini. Mudah-mudahan bisa dimaklumi dan bisa mendapatkan persetujuan dari Raker ini. Terima kasih. Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh. KETUA RAPAT: Wa’allaikumsalam Warahmatullahi Wabarakaatuh. Terima kasih Pak Menteri atas penjelasannya sudah sangat detail dan solutif. Selanjutnya dipersilakan kepada Bapak Kepala Badan Pelaksana. Pak Anggito kami persilakan. KEPALA BPKH (ANGGITO): Bismillahiramanirrahim. Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh. Yang terhormat Pimpinan, Ketua, Wakil Ketua dan para Anggota Komisi VIII DPR RI, Yang terhormat Bapak Menteri Agama, Bapak Sekjen, Bapak Dirjen PHO dan jajaran PHO, Bapak/Ibu sekalian yang terhormat,

- 56 -

Menindaklanjuti apa yang disampaikan Bapak Menteri. Mungkin yang menyangkut BPKH ada 2. Satu, kebutuhan tambahan dukungan kepada pembiayaan tambahan kuota Jamaah sebanyak 10.000. Kepada BPKH ditugaskan untuk mendapat 100 Miliar dan Alhamdulillah kami menyatakan kesiapannya dan kesanggupannya seperti yang disampaikan oleh Bapak Menteri Agama tersebut. Dengan demikian total pembiayaan tambahan dari BPKH itu menjadi 220 Miliar. Totalnya itu 120 Miliar berdasarkan keputusan RDP, tanggal 23 April yang lalu. Kemudian hari ini Alhamdulillah kami menyatakan kesiapannya untuk meningkatkan, menambah dan juga melakukan efisiensi, realokasi 100 Miliar tambahan dari nilai manfaat. Nilai manfaat tersebut akan bersumber dari 2 pokok yaitu satu adalah investasi surat berharga dan surat berharga korporasi, bekerjasama dengan Kementerian Keuangan Pak. Jadi kami sudah mendesain sebuah prosedur dan penerbitan surat berharga yang memberikan tambahan penerimaan nilai manfaat bagi kami. Kami juga melakukan efisiensi biaya operasional BPKH sendiri Pak. Jadi kami tidak ingin mengorbankan jamaah tunggu tapi kami mengorbankan biaya operasional kami untuk mendukung pelaksanaan tambahan 10.000 kuota tersebut. Yang kedua, kami juga ingin menyatakan kami tidak keberatan dengan permintaan Bapak Menteri Agama untuk merelokasi kegiatan kemaslahatan sebesar 120 Miliar, dari semula untuk manasik Haji di KUA menjadi pelayan Haji kepada jamaah Haji khususnya Haji Lansia Pak. Karena sesuai dengan asnaf dari prioritas program kemaslahatan Tahun 2019. Bapak/Ibu sekalian, Mungkin kami ingin tambahkan sedikit bahwa prosedur yang tadi disampaikan Bapak Menteri itu berasal dari prosedur dari Kementerian Keuangan Pak, bukan dari kami. Jadi alokasi dana hibah itu juga baru kami ketahui bahwa untuk melakukan transfer dari dana kemaslahatan kepada Satker itu harus melalui proses hibah. Dan proses hibah itu harus melakukan begitu banyak prosedur, MoU, kemudian PKS, kemudian harus membuka rekening di masing-masing Satker yang jumlahnya untuk KUA itu 520. Sehingga kami sangat memahami pro problem birokrasi yang ada ditransfer dana hibah tersebut. Demikian Bapak/Ibu sekalian. Mungkin saya perlu tambahkan untuk kepentingan public saja bahwa per 1 April 2019 dana BPKH telah terkumpul 115 Triliun. Aman dan tidak berkurang, bahkan meningkat 10 Triliun dibandingkan tahun yang lalu. Prioritas penempatan dan investasi keuangan Haji adalah event keuangan perbankan Syariah dan objek investasi surat berharga … yang aman, beresiko rendah, likuid dan optimal. Mulai Tahun 2019 BPKH juga sudah memulai kerjasama investasi pelayahan Haji di Arab Saudi sesuai dengan prioritas investasi langsung BPKH. Demikian Bapak/Ibu sekalian. Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih. Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh. KETUA RAPAT: Wa’allaikumsalam Warahmatullahi Wabarakaatuh. Terima kasih.

- 57 -

Kalau melihat dari 2 penjelasan Pak Menteri dengan Pak Kepala BPKH ini nampaknya, apa perlu ada pertanyaan lagi? Jadi saya mulai dari Bu Endang, Bu Desy, Bu Wenny, Pak Sodik. Silakan Bu. F-PG (HJ. ENDANG MARIA ASTUTI, S.Ag, SH, MH): Terima kasih Pimpinan. Rekan-rekan Anggota Komisi VIII, Pak Menteri, Pak Dirjen dan jajarannya, Pak Anggito Kepala BPKH. Menanggapi mengenai masalah apa yang tadi sudah dipaparkan. Ini memang nampaknya kita kemarin ada sedikit kesalahan yang memang ini tadi barusan diurai oleh Pak Menteri mengenai masalah efisiensi. Termasuk tadi Pak Anggito juga menyebut, penggunaan masalah efisiensi. Ini berarti kalau efisiensi kan misalnya dana yang telah tersedia ini mestinya digunakan oleh Bapak dari Kementerian Agama. Misalnya disini SAR oleh BPKH 65 Miliar. Karena disana ternyata digunakan hanya bisa, memang dipepet-pepet hanya bisa. Ternyata bisa mengeluarkan hanya 60 Miliar. Ini namanya efisiensi. Tetapi kalau yang tadi disampaikan ke Bapak, ini kemudian di otak-atik itu saya kira kita menyebutnya adalah dirasionalisasi. Jadi kita menyebutnya dirasionalisasi. Ini lebih rasional. Oh ternyata kebutuhan kita tidak sebesar 65, oh ini bisa dikurangi. Berarti kan rasionalisasi. Nah oleh karena itu, kita Komisi VIII juga nanti akan menjadi salah ketika penyebutan efisiensi. Harusnya sudah digunakan ada efisiensi yang dikembalikan dan nanti kepada BPKH. Jadi ini yang perlu dikoreksi. Kemudian melihat alur keuangan karena dari APBN tidak bisa. Tadi ada efisiensi 50. Ini bukan efisiensi yang 50 Miliar tetapi Kementerian Agama merasionalisasi item a, b, c, sebesar 50 Miliar. Tetapi kalau ini saya bisa menerima dan tentunya dari BPKH saya kira bukan. Mestinya BPKH adalah nanti memberikan tambahan dana untuk menutupi kekurangan yang ada di Kementerian Agama itu bukan setelah efisiensi. Efisiensinya Bapak menerima sejumlah 65 total habis. Nanti akan dikembalikan lagi kepada BPKH hasil efisiensinya nanti. Jadi sekarang ini BPKH mestinya menggelontorkan itu semuanya. Dan ketika ada efisiensi nah itu baru. Tetapi itu mungkin kalau asumsi saya salah. Tetapi menurut saya mestinya seperti itu sih. Jadi efisiensi baru Bapak berikan setelah selesai ada efisiensi dikembalikan kepada BPKH. Mengenai satu hal, mengenai dana hibah tadi yang 120 Miliar itu dipergunakan yang bersumber dari dana kemaslahatan umat untuk sosialisasi. Kalau ini uang harus dihibahkan terlebih dahulu kepada Satker berarti ini. Bukankah ini mengikuti polanya otonomi daerah. Padahal kalau Satker-Satker di Kabupaten/Kota, Provinsi, Kanwil itu kan bukan otonomi daerah kalau di Kementerian Agama. Coba dicarikan kebenarannya. Atau dicari dulu kebenarannya, kenapa harus dihibahkan terlebih dahulu. Kalau menurut saya hibah itu hanya untuk Pemerintah Daerah, sementara Satker yang dibawah bukan milik Pemerintah Daerah. Ini menurut saya Pimpinan. Terima kasih. KETUA RAPAT: Terima kasih. Lanjut Ibu Desy.

- 58 -

F-PAN (HJ. DESY RATNASARI, M.SI, M.Psi): Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh. Terima kasih Pimpinan. Terima kasih kepada Pak Menteri Agama beserta seluruh jajaran dan juga Pak Kepala BPKH, Badan Pelaksana BPKH. Saya sangat mengapresiasi sekali gerak cepat Pimpinan BPKH dan juga Menteri Agama beserta jajarannya untuk segera bisa mengakomodir kebutuhan perwujudan kuota tambahan dari Pemerintah Arab Saudi dengan beragam skema strategi pengelolaan keuangan yang Alhamdulillah semoga Allah memudahkan untuk kemudian bisa dilaksanakan. Yang ingin menjadi catatan saya adalah mungkin ini pernyataan Ketua, Pimpinan Komisi dan seluruh Pimpinan. Bahwa tadi saya sudah sampaikan diawal. Terkait dengan poin 3 dihalaman 4, penyesuaian biaya satuan manasik di KUA dari semula sebesar Rp85.000 per jamaah menjadi sebesar Rp63.092,- per jamaah. Nah tentunya penyesuaian biaya penyelenggaraan manasik ini. Saya sangat mengharapkan sekali tidak mengurangi kualitas daripada pelaksanaan. Mungkin Pak Menteri dan jajarannya akan bilang, oh enggak Bu Inshaa Allah. Tapi begitu dilapangan saya yakin istilah pengurangan ini akan dijadikan sebagai sebuah. Mohon maaf lahir dan bathin, su’uddzon disaat bulan Ramadhan. Akan dijadikan sebagai sebuah skema untuk misalnya, tadinya manasik 5 jam. Tapi kan ada pengurangan ini efisiensi jadinya 2 jam. Padahal kita kan tidak pernah tahu. Saya yakin Pak Menteri tidak bisa melakukan pengawasan diseluruh Satker misalnya untuk bisa melakukan hal itu. Saya tidak ingin pengurangan atau pun penyesuaian biaya pelaksanaan manasik ini menjadi penurunan kualitas, baik dari segi kualitas maupun dari segi kuantitas manasik yang didapatkan oleh Jamaah. Kalau dari sisi kuantitas mungkin tadi sudah disebutkan. Di Jawa 6 kali, terus kemudian di luar Jawa 8 kali. Tapi justru substansi yang didalamnya itulah yang kemudian harus dijaga. Jangan sampai skema penyesuaian ini kemudian bisa dijadikan sebagai sebuah konsep pemikiran untuk mengurangi kualitas pelaksanaan manasik. Hal yang lain yang ingin saya sampaikan di tahun lalu. Ada beberapa buku manasik atau manasik KIT yang tidak sampai tepat waktu pendistribusiannya. Tentunya jika penyesuaian satuan biaya manasik ini terjadi lalu dimanfaatkan oleh oknum-oknum untuk kemudian mengurangi kualitas ditambah pendistribusian KIT atau buku manasik ini juga menjadi tidak cepat sampai alangkah kasihannya bagi manasik haji ataupun jamaah Haji yang notabene tidak paham untuk bagaimana tata laksana pelaksanaan Haji di Tahun 2019 ini. Tentunya ini saya mohon Pak Dirjen juga bisa cukup waspada untuk terus mengawasi pendistribusian seluruh kebutuhan jamaah di urusan untuk pengetahuan dan pelaksanaan jamaah Haji di Tahun 2019 ini bisa terlaksana dengan baik. Itu saja Pimpinan. Terima kasih. Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh. Oh maaf saya lupa. Saya Desy Ratnasari Fraksi Partai Amanat Nasional 472 Dapil Jabar IV. Terima kasih.

- 59 -

KETUA RAPAT: Namanya Ibu Desy Ratnasari. Lanjut Ibu Wenny. F-PG (DRA. WENNY HARYANTO, S.H.): Terima kasih Pimpinan. Yang saya hormati Pimpinan dan jajaran, Yang saya hormati Kemenag dan jajaran, Yang saya hormati Ketua BPKH dan jajaran. Pertama-tama saya perkenalkan saya Wenny Haryanto dari Fraksi Partai Golkar Dapil Jabar VI Kota Depok, Kota Bekasi. Pertama-tama saya mengucapkan, menyampaikan apresiasi atas solusi yang didapat untuk mengatasi kekurangan pembiayaan dimana BPKH menutupi kekurangannya 100M, kemudian Kemenag bisa mendapatkan 50M, kemudian kekurangannya 33,7M berusaha dicari dengan berbagai macam cara. Nah saya ingin mengomentari terkait penghematan biaya yang dikaitkan dengan penyesuaian jumlah kloter dari 25 kloter menjadi 20 kloter. Saya berharap bahwa itu tidak mengorbankan kenyamanan Jamaah. Saya ingin tahu semula per kloternya itu berapa orang, kemudian setelah diciutkan menjadi 20 kloter itu per kloter jadi berapa orang? Kemudian kalau yang kedua, kalau melihat ternyata setelah betul-betul dia hemat ternyata Kemenag bisa menghemat 33,7 Miliar dengan cara penyesuaian biaya manasik itu. Nah pertanyaan saya alangkah baiknya kalau kedepannya. Kalau ternyata memang betul-betul bisa dihemat mengapa kita tidak kedepannya juga betul-betul menghemat sehingga ternyata kalau bisa dihemat sebesar 33,7M. Berarti kedepan harusnya juga bisa lebih efisien lagi biayanya. Terima kasih. Wassalamuallaikum Warahmatullahi. KETUA RAPAT: Wa’allaikumsalam. Bedanya hemat sama rasionalisasi atau relokasi berbeda Bu. Nanti kita jelaskan. Pak Ustadz, Pak Sodik terakhir. WAKIL KETUA KOMISI VIII DPR RI (Dr. Ir. H. D. SODIK MUDJAHID, M.Sc/F-P.GERINDRA): Terima kasih Pimpinan. Ada 1 sisa yang belum ditanyakan yang belum ditanyakan oleh teman-teman yang tadi. Mohon penjelasan dari Kepala Badan Pelaksana BPKH. Efisiensi yang 50 Miliar itu Pak dari biaya operasional BPKH, boleh kami tahu itu dari sector-sektor apa saja. Kami pun tidak ingin ada pengurangan katakanlah kinerja dari BPK. Hanya itu Pak Pimpinan.

- 60 -

Terima kasih. Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh. KETUA RAPAT: Wa’allaikumsalam Warahmatullahi Wabarakaatuh. Saya kira dari saya pendek saja. Memang tolong jelaskan apa efisiensi dengan relokasi. Seingat saya kalau efisiensi itu kalau sudah berjalan. Program berjalan kemudian antara rill cost, dan lain-lain, kemudian terjadi pengurangan, kemudian ada sisa itu namanya efisiensi. Tapi kalau belum berjalan dia mungkin relokasi atau rasionalisasi. Itu saja. Silakan. Kami mempersilakan jawaban Pak Menteri dan Pak Anggito. Silakan. Waktunya pendek-pendek saja. Kita ambil kesimpulan. MENTERI AGAMA RI: Baik. Terima kasih. Pertama kepada Ibu Endang, kaitannya dengan hibah. Jadi ini memang regulasinya seperti itu, peraturannya. Jadi kita tidak bisa menghindar dari ketentuan seperti itu bahwa penggunaan dana kemaslahatan yang selama ini dikelola oleh BPKH ketika ingin digunakan untuk pembiayaan manasik Haji di KUA-KUA itu harus melewati mekanisme hibah. Itu artinya harus ditransfer ke Satker yang bersangkutan. Tidak di Kementerian Agama Pusat tapi Satker di daerah itu. Jadi ada 520. Belum lagi seperti yang tadi disampaikan, harus ada PKS, harus ada ketentuan-ketentuan lain, perjanjian dan lain sebagainya. Jadi itu memang complicated dari sisi waktu. Lalu yang terkait dengan Ibu Desy. Ini menjawab Ibu Endah juga. Ada istilah efisiensi, ada istilah rasionalisasi. Mohon dibedakan. Efisiensi itu ketika kita seperti kasus akomodasi Mekah. Kita dalam hal ini Panja BPIH telah menyepakati bahwa besaran per Jamaah untuk akomodasi di Mekkah itu 4350 Saudi Riyal. Setelah kita melakukan negosiasi penjajakan lalu kemudian 100% sudah kita dapat ternyata setelah ternyata kita hitung per jamaahnya jatuhnya itu hanya 4218 dari pagu ketika realisasinya itu lalu kemudian ada selisih 132 Saudi Riyal per jamaah. Itu adalah efisiensi. Kalau rasionalisasi adalah sebelum digunakan. Sebelum anggaran dana itu dibelanjakan, seperti tadi manasik haji. Kita Panja bersepakat per orang untuk manasik baik di Jawa maupun di luar Jawa itu pagunya Rp85.000,- mengapa? Karena itu untuk makan. Jadi setiap manasik itu disediakan makan dan snack. Sehingga pagunya itu 85. Nah lalu kemudian. Ya ini curhat juga. Ini teman-teman di jajaran dibawah itu kan setelah tidak bisa menggunakan sumber APBN BA BUN, kita kan harus berpikir darimana ini karena waktunya. Kita sisir semua. Masih ada tidak, sudah sulit semua. Tapi alhamdulillah ini hikmah Ramadhan juga, berkah Ramadhan. Akhirnya kita menemukan biaya manasik itu ada makan, ada snack. Lalu kita lihat jamnya berapa. Ternyata hanya 4 jam per sekali manasik itu. Kita berpikir akhirnya, kalau hanya 4 jam mungkin cukup snack saja tidak perlu makan. Karena kita dapatkan lagi sumber dari rasionalisasi tadi itu. Sehingga yang tadinya 85.000, lalu kemudian kita jadikan hanya Rp63.092,- itu adalah rasionalisasi. Kita

- 61 -

rasionalkan dan belum kita belanjakan. Sehingga nanti yang hanya 4 jam itu cukup kita sediakan snack. Mudah-mudahan cukuplah kalau 4 jam tidak diberikan makan karena tidak ada sumber yang bisa dirasionalisasikan lagi. Jadi itu perbedaannya. Jadi sekali lagi jumlah jam manasik itu sama sekali tidak kurang. Yang dikurangi adalah konsumsi makannya yang dihilangkan. Tapi snack tetap dipertahankan. Terkait dengan distribusi buku manasik, mudah-mudahan tahun ini tidak ada masalah karena tahun ini langsung dibagikan oleh Bank Penerima Setoran. Jadi ketika jamaah melunasi setoran awalnya maka pada saat itu juga dia akan menerima buku manasik. Karena seluruh manasik, istilahnya manasik KIT itu semua dibuat oleh Bank Penerima Setoran. Demikian penjelasan kami. WAKIL KETUA KOMISI VIII DPR RI (Dr. Ir. H. D. SODIK MUDJAHID, M.Sc/F-P.GERINDRA): Bisa ijin Pimpinan. KETUA RAPAT: Silakan. WAKIL KETUA KOMISI VIII DPR RI (Dr. Ir. H. D. SODIK MUDJAHID, M.Sc/F-P.GERINDRA): Pak Menteri yang terhormat, dan kita semua. Terima kasih atas penjelasan efisiensi atau rasionalisasi. Tapi yang lebih penting lagi kedepan Pak, angka-angka itulah yang menjadi dasar perencanaan kita pada tahun yang akan datang. Angka setelah rasionalisasi dan angka setelah efisiensi. Jangan angka yang sebelumnya. Terima kasih Pimpinan. KETUA RAPAT: Terima kasih. Silakan Bu Desy. F-PAN (HJ. DESY RATNASARI, M.SI, M.Psi): Tanya lagi. Saya kurang paham sebetulnya. Biasanya saya tidak pernah ikut Panja BPIH tapi agak menjadi sebuah pertanyaan buat saya bagi KBIH misalnya. Saya kurang tahu. Skema KBIH juga pelunasannya ke Himbara tetap, atau beda pembayaran pelunasan. Tetap menggunakan himbara atau KBIH? Maksud saya begini, kalau ternyata memang KBIH-KBIH itu pelunasannya misalnya dilakukan secara kolektif. Katakanlah secara kolektif misalnya. Dilakukan oleh Pimpinannya pelunasannya kepada Himbara. Nah apakah itu juga dalam pengkolektifan atau pendistribusiannya juga dilakukan secara kolektif manasik KIT tersebut. Kan yang saya tangkap, Bapak kan yang personal individu-individu yang ke Himbara. KETUA RAPAT: Ya langsung Pak Menteri.

- 62 -

MENTERI AGAMA RI: Jadi prinsipnya setiap Jamaah Haji reguler ketika dia melunasi setoran awalnya dia langsung menerima buku manasik Haji yang diterbitkan oleh Kementerian Agama. Yang kedua, KBIH biasanya juga memproduksi mengeluarkan buku-buku lain, apa kumpulan doa, tata cara, itu masing-masing KBIH punya modifikasi dan setiap KBIH dimungkinkan untuk memungut biaya tambahan untuk menambah frekeunsi manasiknya, atau seragam batiknya atau macam-macam itu kita batasi maksimal per jamaah Rp3.500.000,-. Tidak boleh lebih supaya tidak jor-joran. KETUA RAPAT: Terima kasih. Pak Anggito. Silakan. KEPALA BPKH (ANGGITO): Terima kasih Pimpinan. F-NASDEM (K.H. DJA’FAR SHODIQ, S.H.): Ijin Pimpinan. Satu saja Pak Menteri, disini dihalaman 5 ada keterangan bahwa kuota Haji 204.000 Jamaah ditambah 10.000 berarti 214.000, tapi dibawah tertulis 212.518. Kira-kira 2000 jamaahnya kemana ini Pak Menteri. Kok menghilang, apa tidak dibiayai atau bagaimana itu. Ini halaman 5 saya baca. 204.000 ditambah 10.000, 214.000. Satu saja itu Pak. Mohon keterangan. Terima kasih. KETUA RAPAT: Silakan Pak Menteri. MENTERI AGAMA RI: Jadi betul ini. Teliti sekali Pak Dja’far Shodiq ini. Terima kasih. Jadi 212.518 itu adalah Jamaah Reguler yang biasa. Lalu ada 1482, ini mohon maaf tidak kami cantumkan. 1482 itu adalah TPHD yang dia bayar sendiri tapi kuotanya menggunakan kuota jamaah reguler, tapi itu daerah yang mengalokasikan dan dia bayar juga seperti Jamaah. F-NASDEM (K.H. DJA’FAR SHODIQ, S.H.): Terima kasih Pak Menteri. Tak kira siluman Pak. KETUA RAPAT: Pak Anggito, silakan.

- 63 -

KEPALA BPKH (ANGGITO): Terima kasih. Mungkin ada 1 atau 2 pertanyaan terkait efisiensi. Yang kedua mengenai, saya menambahan mengenai metode atau pun mekanisme hibah. Satu, efisiensi itu berasal dari pengadaan Riyal Pak. Kami membeli pada waktu itu pada rata-rata harga Rp14.050. Kemudian pada waktu kami membukukan itu sebagai transfer pada Kementerian Agama dibukukan pada harga Rp14.200, bahkan sekarang Rp14.400. Jadi sebetulnya kita mendapatkan berkah Ramadhan juga ini Pak dengan kurs sekarang ini. Yang kedua, efisiensi dari RAKT kami Pak. Jadi pada waktu Bapak mensetujui RKAT kami kan jumlahnya 286 Miliar tapi setelah kami sisir dan kami sudah menetapkan RAKT internal itu dibawah itu Pak. Jadi selisih dari RAKT yang Bapak tetapkan dengan RAKT yang kita rencanakan sendiri itu bisa direalokasikan Pak untuk nilai manfaat. Kemudian yang kedua mengenai hibah Pak. Jadi sebetulnya hibah itu karena dana BPKH itu dana umat, dana public Pak. Kemudian untuk masuk ke Satker itu harus menggunakan mekanisme hibah. Itu sesuai dengan PMK Nomor 99 Tahun 2017 Peraturan Menteri Keuangan. Jadi yang mengatur mekanisme dana yang berasal dari non APBN masuk kepada dana satuan kerja Pemerintah Pusat. Demikian Pak saya kira yang terkait dengan 2 hal. Terima kasih. KETUA RAPAT: Silakan Pak Dasopang.

- 64 -

WAKIL KETUA KOMISI VIII DPR RI (H. MARWAN DASOPANG/F-PKB): Ada yang perlu kita hindari kalau bahasanya efisiensi. Seperti yang disampaikan oleh Pak Ketua tadi, bukankah efisiensi itu nanti kita evaluasi setelah pelaksanaan. Disambung dengan Bu Endang tadi itu mestinya efisiensi disetor dulu ke BPKH. Ini masih berjalan belum pelaksanaan. Satu. Yang kedua, bila ini efisiensi nanti kita salah cara penetapan anggaran. Kenapa kita menetapkan tinggi ternyata sekalipun itu banyak hal yang berubah situasinya. Saya pikir kalimat yang pas realokasi tadi itu. Jadi kita belum menemukan efisiensi. Karena nanti setelah selesai kan kita akan menemukan efisiensi lagi Pak. Jadi nanti begini, ini sudah efisiensi sekarang. Selesai besok masih ada efisiensi lagi. Itu kan terlalu bagaimana itu. Sudah 2 kali diperas kok masih ada lagi. Lah jadi kita belum menemukan apa-apa. Jadi dari uang yang ada kita realokasikan saja. Supaya apa yang kita putuskan yang lalu itu rasional Pak. Tapi kalau kita sebut ini efisiensi, nanti ada lagi efisiensi tidak rasional semua Pak. Kalau pun sebetulnya ada situasi yang berubah. Katakana barokah Ramadhan kata Pak Anggito tadi. Nah kita tetapkan tinggi, tahu-tahu turun. Itu barokah sebetulnya. Tapi dalam hal penetapan anggaran itu seolah-olah kita tidak paham. Loh sudah diperas, kok diperas lagi masih ada. Sudahlah kita carikan kalimat yang pas itu. Terima kasih. KETUA RAPAT: Jadi jangan sampai diperas lagi efisiensi lagi, diperas efisiensi lagi. Nanti carilah mungkin kalimat yang paling pas adalah realokasi atau terserahlah. Tapi maksudnya belum ada kegiatan kok efisiensi gitu loh. Tapi apa pun alasannya bahwa niat baik kita ini mendapatkan solusi yang terbaik di bulan suci Ramadhan. Okelah apa pun alasannya bahwa kita meresponi tambahan 10.000 itu selalu ada solusi. Dan saya merenung-renung bahwa ternyata 10.000 itu diperuntukan bagi Jamaah Reguler. Ya terima kasihlah. Ini kan sebuah kehendak yang baik dari kita untuk rakyat kita. Mudah-mudahan barokahlah. Marilah kita baca kesimpulan rapat sekarang. Pada Rapat Kerja Komisi VIII DPR RI dengan Menteri Agama RI, dan Rapat Dengar Pendapat dengan Kepala Badan Pelaksana BPKH dengan agenda revisi pembiayaan indirect cost BPIH, penambahan kuota Jamaah Haji 1440 Hijriyah, disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: 1. Komisi VIII DPR RI mengapresiasi upaya dan komitmen Kementerian Agama RI dalam melaksanakan keputusan tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji untuk kuota awal dan kuota tambahan. 2. Komisi VIII DPR RI menyetujui beberapa hal sebagia berikut:

a. Revisi kebutuhan tambahan anggara untuk penambahan kuota 10.000 Jamaah sebesar 319 Miliar sekian.

b. Kekurangan anggaran untuk tambahan kuota sebesar 149 Miliar sekian, kekurangan pasca rasionalisasi yang semula akan dibiayai dari APBN dialihkan pembiayaannya menjadi beban nilai manfaat keuangan Haji dari BPKH sebesar 100 Miliar, dan sisanya dari realokasi anggaran layanan akomodasi di Mekah dan peningkatan layanan trasportasi antar Kota sebesar 49 Miliar sekian. Selanjutnya Komisi VIII DPR RI mendesak BPKH untuk segera menyelenggarakan anggaran sebesar 100 Miliar.

c. Realokasi dana kemaslahatan sebesar 120 Miliar yang semula akan digunakan untuk manasik di KUA dialihkan penggunaannya untuk membiayai

- 65 -

sebagian akomodasi jamaah di Mekah. Manasik Haji diambil dari indirect cost BPIH Tahun 1440 Hijriyah/ 2019 Masehi.

d. Penggunaan anggaran untuk manasik Haji di KUA dapat segera dilakukan mengingat waktu yang tersedia untuk penyelenggaraan manasik sudah sangat terbatas. (Bahasanya masih kita perbaiki).

3. Komisi VIII DPR RI mendorong Kementerian Agama untuk menjaga kualitas pelayanan meskipun dilakukan rasionalisasi terhadap beberapa komponen anggaran. Coba dicek lagi kalimat per kalimat. Menurut saya point b. selanjutnya itu tidak perlu lagi karena sudah dengan sendirinya diangka 100 Miliar itu. Coba didrop saja itu. Silakan Pak. KEPALA BPKH (ANGGITO): Kami justru membutuhkan kalimat itu Pak. Tapi jangan mendesak Pak, meminta saja Pak. KETUA RAPAT: Jangan mendesak, meminta saja. KEPALA BPKH (ANGGITO): Justru kami perlukan karena ini adalah. KETUA RAPAT: Oke-oke. Jadi selanjutnya Komisi VIII DPR RI. WAKIL KETUA KOMISI VIII DPR RI (Dr. Ir. H. D. SODIK MUDJAHID, M.Sc/F-P.GERINDRA): Itu bukan selanjutnya. Karena sudah dijawab diatas. KETUA RAPAT: Selanjutnya tidak usah lagi. Komisi VIII DPR RI mendorong BPKH untuk segera menyediakan anggaran sebesar 100 Miliar. F-PAN (HJ. DESY RATNASARI, M.SI, M.Psi): Pimpinan, daripada “mendorong”, lebih baik “menugaskan” saja. Mengamanatkan. Saya tidak tega Pak nanti dibilangnya mau menangin Partai Amanat Nasional. KETUA RAPAT: Komisi VIII DPR RI mengamanatkan BPKH untuk segera menyediakan anggaran sebesar 100 Miliar untuk keperluan yang dimaksud. Ada lagi?

- 66 -

MENTERI AGAMA RI: Koreksi angka saja supaya akurat di butir 2b yang terakhir,… Rp49.985.833.660,20. Ada 20 sen. KETUA RAPAT: Koma 20. Oke. KEPALA BPKH: Menambahkan saja karena ini untuk kepatuhan kami. Jadi biaya akomodasi jamaah Lanjut Usia di Mekah. KETUA RAPAT: Dimana? KEPALA BPKH: 2(c) Pak. KETUA RAPAT:

2(c) Realokasi dana kemaslahatan sebesar 120 Miliar yang semula akan

digunakan untuk manasik di KUA dialihkan penggunaannya untuk membiayai sebagian akomodasi jamaah Lansia di Mekah. Manasik Haji diambil dari indirect cost BPIH Tahun 1440 Hijriyah/ 2019 Masehi.

Bagus. Terima kasih. Cukup?

Mungkin rapat ini yang paling cepat selama saya menjadi Ketua Komisi VIII. Luar biasa. Berkah Ramadhan. Terima kasih. Mungkin ada closing statement dari Pak Menteri. Pak Anggito cukup? Demikian Saudara-Saudara sekalian. Ikhtiar, upaya kita untuk mendiskusikan dan mengakomodasikan pikiran-pikiran ini tidak lain adalah dalam rangka memberikan kemaslahatan dan kemanfaatan kita bersama untuk membangun negeri kita lebih baik lagi. Terima kasih. Kita tutup dengan hamdalah, Alhamdulillahirrobil’alamin. Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh.

(RAPAT DITUTUP PUKUL 20.00 WIB)

- 67 -