dewan perwakilan daerah republik indonesia -------- … · 2018-07-05 · hak asal usul dan hak...

15
Nomor: RISALAHDPD/KMT.I-RDPU/II/2018 DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ----------- RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMITE I DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA MASA SIDANG III TAHUN SIDANG 2017-2018 I. KETERANGAN 1. Hari : Selasa 2. Tanggal : 13 Februari 2018 3. Waktu : 10.37 WIB - 11.53 WIB 4. Tempat : R.Sidang 2A 5. Pimpinan Rapat : 1. Drs. H. Akhmad Muqowam (Ketua) 2. Drs. H. A. Hudarni Rani, S.H. (Wakil Ketua) 6. Sekretaris Rapat : 7. Acara : RDPU membahas evaluasi Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa dengan narasumber Prof. Dr. Bagir Manan, SH, MCL. 8. Hadir : Orang 9. Tidak hadir : Orang

Upload: buidien

Post on 31-Mar-2019

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA -------- … · 2018-07-05 · Hak asal usul dan hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam ... Desa minimal berdomisili di desa tersebut

Nomor: RISALAHDPD/KMT.I-RDPU/II/2018

DEWAN PERWAKILAN DAERAH

REPUBLIK INDONESIA

-----------

RISALAH

RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMITE I

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

MASA SIDANG III TAHUN SIDANG 2017-2018

I. KETERANGAN

1. Hari : Selasa

2. Tanggal : 13 Februari 2018

3. Waktu : 10.37 WIB - 11.53 WIB

4. Tempat : R.Sidang 2A

5. Pimpinan Rapat : 1. Drs. H. Akhmad Muqowam (Ketua)

2. Drs. H. A. Hudarni Rani, S.H. (Wakil Ketua)

6. Sekretaris Rapat :

7. Acara : RDPU membahas evaluasi Undang-Undang No. 6 Tahun

2014 tentang Desa dengan narasumber Prof. Dr. Bagir

Manan, SH, MCL.

8. Hadir : Orang

9. Tidak hadir : Orang

Page 2: DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA -------- … · 2018-07-05 · Hak asal usul dan hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam ... Desa minimal berdomisili di desa tersebut

RDPU KOMITE I DPD RI MS I TS 2017-2018

(SELASA, 13 FEBRUARI 2018) (PAGI)

1

II. JALANNYA RAPAT:

PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI)

Baik.

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Bismillah. Alhamdulilah.

Selamat pagi dan salam sejahtera untuk kita semua.

Yang sama-sama kita hormati Prof. Bagir Manan, yang saya hormat teman-teman,

Pimpinan dan Anggota Komite I Dewan Perwakilan Daerah.

Pertama-tama mari kita bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa Allah Subhanahu

Wa Ta'ala, Alhamdulilah. Pagi hari ini yang hadir masih diberi kesehatan, kewarasan,

kesadaran, yang tidak hadir tentu tidak waras dan tidak sadar. Sehingga yang hadir ini bisa

melaksanakan tugas konstitusional kita secara bertanggungjawab kepada negara dan rakyat,

yang tidak hadir tidak bertanggungjawab kepada rakyat dan kepada negara. Sehingga

ujungnya adalah, apakah uang yang diterima kehormatan saban bulan itu, halal atau tidak ini?

Iya kan, iya karena itu Prof. Saya kira ketidak beranian bicara profesor ini, perlu dihilangkan

Prof. Berani bicara untuk NKRI itu Prof. Ibu dan sekalian, yang hadir ini Prof. Alhamdulilah,

sudah korum dari segi kewilayahan, dari barat ada, tengah ada, timur ada itu DPD

kewilayahan Prof. Dari Timur ada Pak Jacob Komigi, dari Papua Barat Prof. Kemudian

Guston dari Jawa Timur, itu jadi dari wilayah timur 1 orang cukup, walaupun anggota

sebenarnya paling banyak, karena 14 Provinsi pak, 14 orang di ruangan ini mestinya, yang

datang artinya baru 1/14 dari 100% berapa itu? Nah luar biasa, 100:14 berarti yah kurang

dari, 7% saya kira. Guston dari Jawa Timur, mewakili tengah, kemudian Pak Hudarni ini

Prof. Ini dari mewakili Barat Sumatera, 10 orang hadir, 10 orang hadir 2 orang, 20%

lumayan, kalau dari timur itu 2 dari 14 karena Pak Khaly dari Gorontalo, dari timur,

kemudian Pak Rizal ini dari barat, 1 dari 10 orang, jadi 10% dari barat yang hadir ya. Saya

sendiri dari tengah Prof. Jadi tengah itu 2 orang juga Prof. Alhamdulilah Prof. 2 dari 40

orang, 2 dari ya 40 orang, 2 dari 10 orang ya 10 orang, jadi artinya 20%, sama ini antara

Sumatera, Barat dan Tengah.

Prof. Bagir dan bapak sekalian, perjalanan Undang-Undang Desa ini luar biasa Prof.

Jadi undang-undang ini merupakan upaya sistemik dari pembentuk undang-undang, untuk

melawan ketiadaan penghormatan kepada desa, menjadi penghormatan kepada desa Prof.

Karena itu paradigmanya dirubah, dari Undang-Undang 23, 32 itu ada paradigma baru yang

kemudian menjadi Undang-Undang 6 ini. Sayang Prof. paradigma tidak ditangkap baik oleh

pemerintah, sehingga kalau kemarin di HPN saya katakan, saya Prof. Di HPN saya katakan

apa itu definisi? Saya sampai sampaikan itu, di dalam paparan saya. Sebab definisi desa di

dalam Undang-Undang 6 berbeda dengan di 32, berbeda dengan di 22, berbeda dengan di 5

79, berbeda dengan Undang-Undang di 1968, dan sampai kemudian Undang-Undang 1 tahun

45. Berbeda semua ini definisinya itu, nah karena itu aksentuasinya adalah, perbedaan itu

karena political will pembuat undang-undang berbeda, mungkin perubahan filosofinya

berubah, sosialnya berubah, dan lain-lain, dan lain-lain. Nah di dalam, coba ini Prof. Bagir

sudah diberi belum? Ini Prof. Ini yang ditampilkan itu terlalu kecil sih ya. Nah di dalam

Undang-Undang 6 itu definisinya itu adalah, kesatuan masyarakat hukum yang memiliki

batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan,

RAPAT DIBUKA PUKUL 10.37 WIB

Page 3: DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA -------- … · 2018-07-05 · Hak asal usul dan hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam ... Desa minimal berdomisili di desa tersebut

RDPU KOMITE I DPD RI MS I TS 2017-2018

(SELASA, 13 FEBRUARI 2018) (PAGI)

2

kepercayaan setempat berdasarkan, prakarsa masyarakat. Ini hal yang baru dibanding yang

lama. Hak asal usul dan hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem

pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Nah ruang lingkupnya itu Prof. Ada 4 Prof. 1. Adalah Pemerintahan Daerah. yang ke

2. Adalah Pemerintahan Desa. Yang ke 3. Pembinaan Kemasyarakatan Desa dan

Pemberdayaan Masyarakat Desa. Ini ruang lingkup Undang-Undang Desa Prof. Nah

berkaitan dengan paradigma baru Prof. Saya kira di halaman 2 paparan dari yang disiapkan

Tenaga Ahli, Kabag Set. Itu memang barangkali Prof. Bagir juga agak kaget, ketika misalnya

kok ada asas rekognisi ini apa gitu kan, kemudian subsideril apa? Saya kira di dalam berbagai

undang-undang rekognisi itu, ya mohon maaf, tidak banyak, bahkan hanya 1 undang-undang

yang menggunakan ini. Tadi saya sampaikan bahwa, rekognisi itu adalah pengakuan desa vis

a vis melawan negara, berhadapan dengan negara. Nah ini rekognisi pengakuan, dia tidak

dilahirkan, dia bukan sebuah ordinasi, dia bukan anak buah. Yang kemudian asas subsideritas

ini penting sekali Prof. Karena itu di dalam diantara sekian asas ya, subsideritas itu adalah

kesempatan hak masyarakat desa untuk mengurus dan mengatur rumah tangga sendiri

berdasar pada skala desa Prof. Jadi inilah yang membedakan bahwa skalanya bagaimana?

Skala itu memastikan bahwa dia punya urusan sendiri, dia punya hak mengatur sendiri tadi

itu sebagai tindak lanjut dari definisi. Nah tujuannya itu adalah desa yang kuat, maju, mandiri

dan demokratis. Nah kalau menggunakan idem politiknya Soekarno barangkali adalah,

Trisakti itu ada di sini ini, tidak pakai Trisakti tapi bahwa sebetulnya secara budaya, secara

ekonomi, secara sosial itu ada di Undang-Undang Desa. Nah ini Prof. Ini kemudian di dalam

regulasi lebih lanjut, pelembagaan, ini terjadi kemudian biasnya mulai dari situ Prof. Pertama

dalam kemunculan Perpres 11 Prof. Tentang Tupoksi Kementerian Dalam Negeri. Yang

Kedua Tupoksi Kemendes 12 Tahun 2015. Nah 4 sekawan tadi itu Prof. Itu di belah jadi dua,

Pemerintahan Desa di Kemendagri, selebihnya itu di Kemendes. Secara teori manajemen

bahwa tidak framentasi di pusat saja, potensi framentasi di bawah terjadi. Nah framentasi di

pusat, pasti terjadi framentasi di daerah. Jadi peluang framentasi, itu bukan peluang,

framentasi itu diciptakan pemerintah dengan Perpres 11 12 itu. Padahal kalau kita ngeliat

BAB I Poin 16 Prof. Menteri adalah menteri yang mengenai urusan desa itu titik. Hari ini

logika umum, logika akademik, logika masyarakat ya, yang menangani orang desa ya

Menteri Kementerian, Menteri Desa gitu. Nah resiko dari tadi Prof. Resiko dari 11 12 tadi, ke

atasnya berbeda Prof. Mendagri kepada Menteri Wiranto, kemudian Pak Eko itu ke atasnya

kepada Bu Puan. Jadi, Jaka Sembung naik ojek itu disitu Prof. Enggak nyambung gitu loh.

Lah ke bawahnya Prof. Jadi pada tataran regulasi yang dibuat, baik itu, apa Peraturan Menteri

utamanya, itu saling berantem begitu Prof. Jadi inilah Jaka Sembung naik ojek pak, niatnya

baik, kemudian pemerintah di dalam peregulasi dan pelembagaannya itu enggak karu-karuan

ini. Jadi kalau ini desa di periode sekarang ini berhasil (tidak jelas 10:02) Prof. Jadi karena

memang dari sisi regulasi sudah diciptakan seperti itu. Nah belum lagi Prof. Di DPR Prof.

Desa ini sekarang menjadi ruangnya Komisi V, bukan Komisi II, padahal baik filosofinya, itu

ada di Komisi II, filosofi pemerintahan, filosofi desa itu di Komisi II. Ya ini mohon maaf,

karena mungkin pengalaman Menteri yang dulu, di DPR itu tidak pernah di Komisi II, tapi

hanya di Komisi V Prof. Sehingga menumpang dengan SKP 3 Menteri pada waktu itu, bahwa

untuk tingkatan pertama infrastruktur, ya ini, ujungnya infrastruktur tetap di Komisi V, jadi

yang namanya tadi itu, rekognisi subsider itu, itu diembat langsung di situ Prof. Jadi dalam

bahasa Komite I itu NKRI, Negara Kok Republik Indonesia itu di situ Prof.

Nah itu baru satu di dalam Perpres 11 Tahun 2015 dan Perpres 12, bah suatu kali Prof.

Saya sampaikan kepada seorang Menteri, “Mas” saya bilang, “apa dulu waktu membuat

Perpres 11 12 itu tidak sampean cermati?” saya bilang, “Kenapa Mas Muqowam?”, “ini kok

sampean belah ini bagaimana?” saya bilang “4 kewenangan kok di belah (tidak jelas 11:20)

Page 4: DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA -------- … · 2018-07-05 · Hak asal usul dan hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam ... Desa minimal berdomisili di desa tersebut

RDPU KOMITE I DPD RI MS I TS 2017-2018

(SELASA, 13 FEBRUARI 2018) (PAGI)

3

bagaimana?” saya bilang, “masa iya?” “piye? kan Presiden tanda tangan kan mesti ada paraf

dari jenengan” tadi saya katakan, jadi nah ini itu baru Perpres. Nah kemudian pak, di dalam

PP, PP selanjutnya itu misalnya di dalam PP 8, juntonya PP 22 15, kemudian junto PP 60

tahun 2014 tentang Dana Desa Yang Bersumber Dari APBN ya. Itu ada 2 hal, di dalam Pasal

7 Undang-Undang Desa itu Prof. Bahwa dalam hal Dana Desa itu 4 kriteria dipakai, luas

wilayah, jumlah penduduk, tingkat kemiskinan, dan urusan geografis, ini diembat semua

sama pemerintah, model PKI yang dimunculkan, mau besar mau kecil, mau miskin mau

enggak miskin, mau jauh dari infrastruktur atau tidak, sama pokoknya jumlahnya sekian. Ini

Bu Sri Mulyani waktu di Komite IV saya katakan, “ Bu TAP 25 belum di cabut” kaget bu

Menteri, tapi menjadi Menteri terbaik di dunia, tolak ukurnya pun enggak jelas, ya kaya

Anton Sihombing menjadi Presiden satu-satunya di dunia, Pak Jokowi kalah, Anton

Sihombing itu Presiden Sihombing sedunia, Effendy Simbolon Presiden Simbolon sedunia,

kan gitukan, Pak Jokowi Presiden Indonesia, tapi Effendy Simbolon itukan Presiden

Simbolon sedunia, ini Pak Rizal Sirait Presiden Sirait sedunia bisa aja gitukan.

Jadi Prof. Di dalam itu, 4 ini enggak di samain pemerintah, bahkan temu di awalnya

itu 100% kita kritik 90 10, kita kritik terus 80 20 sekarang ini Prof. Tapi kembali bahwa tidak

menemukan tempatnya, desa besar, desa kecil dan (13:13 tidak jelas) tempatnya, jadi saya

kepada Bu Sri Mulyani saya katakan bahwa, “Bu TAP 25 belum di cabut loh, kenapa Dana

Desa model PKI?” saya katakan, jadi enggak menemukan kesejahteraan masyarakat, enggak

akan ketemu ini Prof. Lalu yang kedua ada soal pentahapan, Dana Desa itu perdefinisi aturan,

kan sama dengan dana-dana pusat, dana-dana daerah Prof. Sehingga yang dipakai pun juga

ya Undang-Undang APBN, ya Undang-Undang 33, kan gitukan, ya Undang-Undang 23,

tetapi dalam hal ini kemudian ada pentahapan itu Prof. Ya atas namanya macam-macam, tapi

bahwa seorang Kepala Desa saya kira kita menemukan di lapangan, mereka mendapatkan

honorarium itu, berkala, kolo-kolo Prof. Jadi 3 bulan sekali, ada yang 4 bulan sekali gitu,

tergantung banyak hal yang membuat mereka kemudian, tidak on time dalam menerima

bulanan itu, padahal itu namanya hasil tetap, penghasilan tetap itukan namanya tetap ya tetap

waktunya, tetap jumlahnya dan lain-lain. Kemudian ada PP 47 Prof. Ini tentang Pelaksanaan

Undang-Undang 6, ya Pasal 1 (tidak jelas 14:37-14:38) kepastian hukum terhadap lembaga

berwenang mengenai desa. Ini soal tadi saya sampaikan mengenai definisi mengenai,

Menteri. Nah yang menarik Prof. MK Prof. MK itu mengabulkan atas gugatan organisasi

Apkasi tingkat kecamatan, tentang bahwa kepala desa yang tadinya berbunyi calon Kepala

Desa minimal berdomisili di desa tersebut itu 1 tahun, itu dikabulkan tuntutannya dengan,

bahwa siapapun Warga Negara Indonesia boleh menjadi Kepala Desa dimanapun. Jadi ini

yang, jadi atas nama HAM, atas nama NKRI, jadi orang Babel pas main ke Madiun, ini

karena Pak Hudarni suka ke Madiun enggak tau ada apa di sana, lewat di Ngawi, ada

pendaftaran Pilkada, boleh pak. Saya sudah sampaikan ke Pak Arif, ke Pak Wahid, dan

Patrialis pada waktu itu, “ini kenapa jadi begini keputusan?” saya bilang, “ini atas namanya

mengalir dari Undang-Undang Pemda”, “salah besar” saya katakan begitu pak. Ini kok

kemudian menjadi kelas bebas, tapikan hari inikan luar biasa, itu penjaga ideologi bangsa,

wah bebas sekali itu kampanye untuk mempertahankan jabatan itu gitu pak. Terus kemudian

Prof.

Misalnya lagi adalah, adanya Permendes 19 2017, ini tentang Penetapan Prioritas

penggunaan. Okelah kalau prioritas tapi ada suplemen Prof. Kalau kamu bikin bendungan,

kalau kamu bikin olahraga, kalau kamu bikin Kudes, kalau kamu bikin Bumdes, ini nanti

akan dapat ini, padahal di subsideritas itu enggak boleh itu Prof. Jadi malahan ini yang terjadi

negara, pemerintah mengeluarkan undang-undang pak. Kemudian lagi misalnya adalah ada

Permendes 4 2015 tentang Bumdes, tidak mengedepankan semangat gotong royong dan

kekeluargaan sebagaimana terjadi (tidak jelas 16:54) desa.

Page 5: DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA -------- … · 2018-07-05 · Hak asal usul dan hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam ... Desa minimal berdomisili di desa tersebut

RDPU KOMITE I DPD RI MS I TS 2017-2018

(SELASA, 13 FEBRUARI 2018) (PAGI)

4

Jadi banyak sekali Prof. yang di situ, nah kami Prof. Udah kalau dengan pemerintah,

saya kira sudah gas poll rem blong Prof. Mereka satu aja orang dia bilang bungun tuo, blubu

tengen nutu kiwo udah, jadi kita gas poll rem blong, mereka ngedelewer kaga, jadi luar biasa

ini Prof. laki-laki menemukan tempatnya ketika misalnya ada guyon ini, Pak Eko Menteri ini

suatu hari ke desa, dan dia nanya ke desa “ini beras ini pabriknya di mana ya?” katanya

begitu pak, bukan di tanam di mana, tapi pabriknya di mana beras itu Prof. Di Thailand ya?

Jadi bukan di tanam di mana, ini industrinya di mana beras ini katanya, jadi Prof. Karena itu

kemudian ada beberapa pendapat, yang kemudian, ya kalau gitu coba semangat aktifis desa

ini ya makanya hari ini kita diskusi, ada narasumber Prof. Bagir Manan, kira-kira bagaimana

ini langkah-langkah teman-teman itu kalau men JR itu pak? Bisa JR, dilaksanakan tertutup,

Ini Prof. Bagir kan sudah sangat memahami di situ, jadi di sana itu mau di suntik sehat kita

enggak ngerti, di suntik mati pun kita enggak ngerti Prof. Itu yang, suasana kebatinan kita

bahwa, nah itu pingin tanya kepada Prof. Bagir ini, jadi peluang untuk secara logika, secara

keilmuan, secara prosedur, secara substansi, ini apakah memungkinkan untuk mendapatkan

kemenangan sudah barang pasti Prof. Kalau proses dilakukan iya-iya saja, tapi kalau enggak

menangkan percuma saja, walaupun itu sebetulnya memang sekali lagi, ya kita pun tidak tahu

apa yang akan terjadi, ketika kita melakukan JR sendiri itu Prof. Tapi paling tidak,

pemahaman kita di Komite I Prof. Itu bisa mendapatkan tempat, bahwa di dalam rangka

melakukan (tidak jelas 19:05) republik, salah satu yang harus dilakukan dan memang itu

dibuka, adalah melalui jalur Judicial Review Prof. Saya kira demikian sebagai pengantar, ini

hadir juga Pak Badri pak dari Banten.

Salam.

Demikian Prof. Sebagai pengantar monggo, terima kasih.

PEMBICARA: Prof. Dr. BAGIR MANAN, S.H., MCL. (NARASUMBER)

Bapak Ketua, Bapak Wakil Ketua dan yang terhormat semua Anggota, saya ucapkan

terima kasih, ini kedua kalinya saya di Komite I sebetulnya di bagian lain saya pernah juga di

undang untuk diskusi dan lain-lain.

Diskusi yang lalu itu saya menyampaikan catatan-catatan, dan kemudian catatan itu

sudah saya tulis tadi sudah saya serahkan. Sebelumnya juga melalui, Sekretaris saya di

Bandung, saya kirimkan ke sini makalah saya tentang Peradilan Desa atau apa waktu itu,

Peradilan Desa. Nah hari ini juga, karena juga ini mendadak juga diberi tahu saya belum

menyiapkan tertulis, mudah-mudahan nanti ada tulisannya. Saya ingin bicara dulu tentang

tren umum perjalanan pemerintahan negara kita ini, antara hubungan antara pusat dan daerah

atau pusat dan desa itu, pernah ada tren sentralistik gitu ya, jadi semua ingin di Jakarta,

menyesuaikan diri dengan Jakarta, sampai-sampai misalnya Undang-Undang 5 79 tentang

Desa itu, seluruh yang, apa, pemerintahan asli ini diberi nama sama desa, sehingga misalnya

Marga di Sumatera Selatan berubah jadi desa gitu, Nagari di Sumatera Barat berubah jadi

desa, Gampung di Aceh Merubah jadi desa, dan kemudian reformasi kita kembalikan gitu ya,

itu tadi sudah sesuaikan Bapak Ketua, reformasi kita kembalikan, sehingga boleh

menggunakan itu nama-nama kembali, terutama dimulai dengan Undang-Undang 32 2004 itu

ketika reformasi itu.

Nah, desa, saya kembalikan desa, desa dalam bentuk sugepranata asli itu kan

sebetulnya, suatu pranata, institusi yang sudah ada sejak dulu kala, gitu ya, baik pada masa

Hindia Belanda apalagi zaman republik itu eksistensinya tetap dipelihara gitu, tetap dijaga,

bahkan Undang-Undang Dasar Pasal 18 memberi, memberi peluang eksistensi itu. Sekarang

kita akan, atau, berkali-kali ada undang-undang yang berkaitan dengan desa. Pertanyaan saya

adalah, apakah kita akan membuat Undang-Undang tentang Desa, ataukah kita membuat

Page 6: DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA -------- … · 2018-07-05 · Hak asal usul dan hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam ... Desa minimal berdomisili di desa tersebut

RDPU KOMITE I DPD RI MS I TS 2017-2018

(SELASA, 13 FEBRUARI 2018) (PAGI)

5

Undang-Undang tentang Pemerintahan Desa? Itu satu gitu ya, nanti saya uraikan. Yang kedua

apakah desa itu merupakan substruktur dari susunan pemerintahan Indonesia ini, khususnya

merupakan substruktur dari pemerintahan daerah atau di daerah? Ataukah dia di luar itu? Dia

merupakan lembaga yang unik yang kita atur tersendiri gitu ya, bahwa, bahwa harus ada

hubungan gerak kesatuan iya betul, tapi, tapi penempatannya gitu di mana gitu. Yang

pertama, pertanyaan pertama, apakah kita akan mengatur tentang desa atau pemerintahan

desa? Tadi sudah saya sampaikan bahwa desa itu merupakan pranata asli yang sudah ada

sejak dulu kala dan pengertian desa, itu disepakati oleh ahli-ahli merupakan satu kesatuan

masyarakat hukum ya. Disebut sebagai satu kesatuan masyarakat hukum, itu seolah-olah

merupakan satuan kenegaraan sebetulnyaa desa itu, karena itu karena itu mempunyai

“kelengkapan-kelengkapan kenegaraan”, selain mempunyai pemerintahan, dia mempunyai

lembaga-lembaga penyelenggara yang lain, sampai Peradilan Desa ada gitu, membuat

peraturan ada gitu, mempunyai kekayaan desa dan mempunyai warga desa gitu, itu, itu ininya

itu, kalau kita akan mengatur tentang desa dalam pengertian historical itu, bahwa itu

mengatur hal itu, kalau kita mengatur hal yang sudah eksis itu, fungsi pengaturannya apa?

Apakah fungsi pengaturannya itu ingin melakukan penyesuaian-penyesuaian pengertian desa

itu, sehingga dia mempunyai fungsi modern. Itu satu kemudian yang kedua bagaimana

hubungannya dengan struktur penyelenggaraan negara, organisasi negara kita yang ada,

misalnya, bagaimana hubungannya dengan satuan pemerintah daerah lain dan yang lainnya

dan kemudian dengan pusat? Ya dan lain-lain gitu ya. Termasuk tadi kalau kita seperti

dikatakan Pak Ketua, bahwa bagaimana kita menempatkan fungsi pemerintahan desa?

Apakah dia, apa pengertiannya mengatur dan mengurus rumah tangga atau pemerintahannya

sendiri itu apakah sama dengan pengertian misalnya kabupaten mempunyai hak mengatur

dan mengurus rumah tangga kabupaten gitu ya. Darimana dia mempunyai urusan itu?

Apakah urusan-urusan itu urusan desa itu ada sebetulnya urusan yang memang secara

tradisional sudah merupakan urusan rumah tangganya ya, ataukah mereka artinya negara

hanya tinggal, hanya, hanya mengakui saja yang sudah ada itu ? Gitu ya. Yang kedua apakah

negara dapat menambahkan urusan-urusan baru dalam bentuk penyerahan urusan, bentuk

tugas pembantuan dan sebagainya ataukah dapat melakukan, memberikan penugasan pada

desa? Nah ini menurut saya, menurut saya itu harus jelas, yang ingin kita atur tentang desa itu

harus jelas, yang ingin kita atur tentang desa itu apakah sekadar fungsi pemerintahan desa

sebagai substruktur di pemerintahan dari pusat sampai ke daerah, provinsi, kabupaten, kota

sampai ke bawah itu? Ataukah memang ini merupakan suatu, satu-satuan pemerintahan

sendiri dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia? Sebagaimana kita mempunyai Daerah

Istimewa Yogyakarta misalnya, dia, dia mempunyai keunikan tersendiri yang negara

mengakui keunikannya itu, sehingga hubungannya bersifat khusus.

Nah kalau itu yang diatur maka, hal-hal yang berkaitan dengan hak desa, hak asli

desa, hak tanah desa itu bisa diatur, tapi kalau hanya mengatur pemerintahan desa, berarti dia

hanya mengatur aspek pemerintahan, aspek administrasi dari penyelenggaraan pemerintahan

dapat merupakan substruktur meskipun otonom terhadap pemerintah pusat. Nah ini, ini yang

barang kali menimbulkan kerancuan-kerancuan itu. Kemudian sebagai konsekuensinya itu

kalau kita mengatur desa dalam arti mengukuhkan dalam rangka, memelihara keaslian itu

dalam bentuk proses, dalam bentuk tentu dengan disertai perubahan-perubahan diperlukan

sehingga dia dapat medern, itu konsekunsinya adalah bagaimana bentuk hubungannya

dengan pemerintah, misalnya kabupaten dengan kecamatan, dengan provinsi dengan

pemerintah pusat, sehingga mereka bisa mengaturnya bagaimana? Misalnya begini kita

bicara tentang bantuan desa ya, apakah bantuan desa itu sebagai satu bentuk, apa, penyerahan

uang yang sepenuhnya diserahkan kepada daerah untuk mengaturnya ataukah dia merupakan

bagian dari sistem anggaran negara kita gitu ya, ya tentu meskipun diserahkan dalam bentuk

Page 7: DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA -------- … · 2018-07-05 · Hak asal usul dan hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam ... Desa minimal berdomisili di desa tersebut

RDPU KOMITE I DPD RI MS I TS 2017-2018

(SELASA, 13 FEBRUARI 2018) (PAGI)

6

sebagai penyerahan sepenuhnya kepada daerah, tetap harus ada fungsi kendali, supaya

berhasil dengan baik gitu ya. Ini, ini masalah ya.

Kemudian yang ketiga, bagaimana pengorganisasian dari hubungan antara desa

dengan satuan lebih atas? Saya takut seperti tadi jelaskan Pak Ketua, bahwa seolah-olah

semua fungsi pemerintahan di pusat merasa boleh ikut mengatur urusan itu, kesehatan boleh,

pemerintahan dalam negeri boleh, sosial boleh, desa boleh gitu ya, ini karena tadi, tidak ada

kesatuan konsepsinya desa itu apa, sebetulnya ya, sebab kita bisa menempatkan kalau desa

itu suatu satuan yang di luar struktur pemerintahan, itu dapat dikatakan ini segala sesuatu di

bawah presiden misalnya. Saya punya pengalaman begini bapak-bapak, ketika saya masih di

Dewan Pers itu mengenai 2 hal uang ke desa itu, yaitu pertama mengenai, apa, dana sekolah,

bantuan kepada sekolah dan yang kedua yang kaitan dana desa yang ada sekarang ini. Harus

diakui bahwa, tidak, hampir semua kepala desa, perangkat desa sebetulnya mereka tidak siap

untuk mempergunakan itu sebagaimana mestinya. Pengalaman kami di Pers itu mengenai

bantuan sekolah, wartawan pun bisa menjadikannya sebagai suatu objek untuk, untuk, untuk

diperas, untuk didapatkan itu.

Satu cerita begini Bapak Ketua, sampai-sampai Kepala Sekolah tidak berani ngantor

di kantor sekolahnya, karena dia dikejar-kejar wartawan untuk mendapat bagian itu, ya, itu

yang kami terima laporannya, kemudian kalau, kalau wartawan abal-abal itu tidak

menemukan kesalahannya suatu ketika pernah terjadi begini. Mereka membangun ruangan,

oleh wartawan itu diukur lebar kayunya gitu, kayu tiang-tiang, menurut spesifikasinya 10cm,

ini kok cuman 9cm gitu ya, anda berarti ada sesuatu yang tidak beres kalau ada ini kami akan

laporkan, dalam bentuk begitu jadi hal itu. Begitu pula bantuan desa yang dulu gitu ya, itu,

itu, loh ini kita dikasih uang untuk apa? Sebab rasanya kita enggak punya kebutuhan apa,

termasuk di sekolah, akhirnya mereka belikan motor gitu ya, itu terjadi. Suatu ketika saya di

Jawa Barat, itu dipertemukan dengan seluruh Anggota DPRD dari satu kabupaten, (menit

32:48 tidak jelas, red.) kita mendiskusikan dengan Pers mengenai persoalan-persoalan

bantuan desa ini, mereka merasa banyak sekali seperti cerita tadi hambatan macam-macam.

Banyak sekali desa itu tidak, tidak, tidak siap benar dengan uangnya akan dipakai untuk apa,

direncanakan untuk apa, dan, dan, dan berpikirnya hanyak untuk desanya saja, bukan satu

sistem gitu ya. Contohnya begini bapak-bapak, dalam diskusi itu ada kebutuhan jalan desa,

khususnya desa di Jawa inikan antara desa yang satu dengan desa yang lainkan berbatasan

langsung saja sebetulnya, kalau kita di Sumatera atau Kalimantan barangkali dibatas hutan

kosong macam-macam, itu pun, sehingga diskusi kita mengatakan, misalnya akan membuat

jalan, mestinya jalan itu harus merupakan sistem antar desa itu, bukan hanya memikirkan

jalan di desanya sendiri, shingga mestinya perencanaan membuat jalan desa itu kalau seperti

itu dia harus bersama-sama, saya kebetulan ini tidak untuk di inikan, saya minggu yang lalu

ketemu Menteri Sosial, yang sangat mudah dekat sebagai teman, saya ceritakan, salah satu

persoalannya itu pak menteri adalah, bukan hanya sekadar mengawasi pelaksanaannya, tapi

merecanakan penggunaan uang desa itu untuk apa, program pembangunan itu harus sudah

awalnya seperti itu, pengertian bimbingan itu bukan bimbingan penggunaannya tapi

bimbingan mulai perencanaannya, sehingga, sehingga betul-betul berguna, pakai untuk

pengairan atau apa, apakah pengairan untuk desa itu bagaimana konsekuensi dengan desa

lain?

Itu mestinya ada seperti itu, itu, itu pengalaman, lagi-lagi kembali kepada tatanan

yang ini, bagaimana sebetulnya bentuk hubungan antara desa ini dengan, dengan struktur

pemerintah yang lebih atas, mudah kita ngomongkan pengawasan apa-apa, sebab, apa, kita

bisa membagi 3 sumber wewenang desa itu, 3 ada beberapa sumber wewenang desa itu.

Pertama tadi adalah, mereka berhak mengatur mengurus sesuatu yang memang sudah secara

tradisional adalah hak desa itu, hak desa itu. Ada penyakitnya Pak Ketua pengalaman saya

Page 8: DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA -------- … · 2018-07-05 · Hak asal usul dan hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam ... Desa minimal berdomisili di desa tersebut

RDPU KOMITE I DPD RI MS I TS 2017-2018

(SELASA, 13 FEBRUARI 2018) (PAGI)

7

ketika di Birokrasi, sesuatu kehidupan tradisional yang sudah berjalan dengan baik itu

kadang-kadang masih mau dicampuri, akan diatur gitu ya. Suatu ketika, ketika saya masih di

Birokrasi di Departemen Kehakiman, datanglah ingin mengatur misalnya subak di, di, di

Bali, saya katakan “subak sudah berjalan ribuan tahun, kenapa kita harus atur lagi?” gitu ya.

Nah itu contoh, hal-hal seperti itu, mengapa kita masih harus, harus, harus campur, paling-

paling kalau dia ada perlu peningkatan, fasilitas apa yang harus kita berikan agar dia

mempunyai peningkatan yang lebih besar. Hal-hal yang seperti itu, sehingga betapa penting

kita mempunyai identifikasi tentang urusan asli daerah itu, desa itu, dan tentu tidak sama

antara daerah satu dengan daerah lain. Termasuk juga sumber pendapatan yang kita sebut asli

ya. Saya punya pengalaman di Sumatera Selatan, artinya waktu mempelajari ini, bagi mereka

yang berasal dari Sumatera Selatan, salah satu sumber pendapatan Marga Sumatera Selatan

itu adalah, mereka punya lubuk-lubuk marga, saya tidak tahu, mengerti lubuk, lubuk itu, apa,

semacam, air gitu ya, dan di sana ikan, waktu-waktu tertentu maka mereka mengambil ikan

dan itu untuk desa, ketika keluar Undang-Undang 5 79, semua itu di, di, diambil menjadi

urusan pemerintahan semuanya, sehingga desa menjadi tidak punya sumber pendapatan. Hal-

hal seperti itu mengapa harus dicampur lagi? Paling-paling harus dikontrol ada

manajemennya mustinya. Nah kerelaan-kerelaan seperti ini penting untuk membangunnya

itu, bahwa pengertian mengatur itu bisa mengatur, sekadar untuk mengarahkan sesuatu yang

asli.

Yang kedua sumber urusan desa itu, adalah yang memang diberikan oleh pusat

kepada atau oleh undang-undang kepada desa, sesuatu yang di, di, diserahkan urusan tertentu

yang dipertimbangkan oleh undang-undang lebih efisien kalau ini diselenggarakan, begitu

pula dari kabupaten atau dari provinsi itu, tetapi, kalau ada penyerahan urusan yang seperti

itu, bukan hanya sekadar menyerahkannya, tetapi jangan sampai itu malahan jadi

memberatkan desa itu, dia harus disertai dengan bantuan-bantuan perangkat, bantuan-bantuan

keuangan, bantuan-bantuan manajemennya gitu. Yang ketiga, yang kita kenal adalah

pembantuan, zaman Belanda dulu biasa sekali, itu pemerintah pusat itu misalnya membantu

pemerintah pusat untuk memungut pajak misalnya itu zaman Belanda dulu, membantu

pemerintah pusat untuk menjaga keamanan ya, mereka orang mencuri kerbau apa-apa maka

yang dicari itu kepala desa dulu, untuk mencarinya. Zaman Hindia Belanda dulu seperti itu

pembantuan itu, tapi dapat juga sebagai konsekuensi negara kesatuan itu daerah itu, desa itu

hanya ditugasi saja ya, sebagai suatu fungsi, fungsi penugasan itu. Nah barang kali yang

begini lagi-lagi ini tergantung kepada, yang ingin kita atur apa? Mengatur desanya atau

mengatur pemerintahannya saja, sebab kalau kita mengatur pemerintahannya, maka kita ada

soal di mana tempat hak ulayat? Gitu, kalau itu pemerintahan desa, karena dia di luar itu, gitu

ya, tapi kalau kita mengatur tentang desa, itu dimungkinkan itu hal-hal seperti diatur dalam

Undang-Undang 6 14 itu macam-macam gitu ya. Jadi kita harus pisahkan antara fungsi

manajemen ya, fungsi-fungsi manajemen, fungsi untuk menata pemerintahan itu dan fungsi-

fungsi kewenangannya gitu, kewenangan-kewenangan daerah itu dan fungsi

keorganisasiannya gitu ya, itu, itu harus, harus dipisahkan dengan baik, termasuk semacam

undang-undang lalu itu bicara tentang lembaga-lembaga, lembaga-lembaga desa itu ya,

lembaga desa itu bisa sesuatu hal yang memang merupakan tradisi yang baik.

Ketika saya masih di birokrasi bapak-bapak dan ibu-ibu, suatu ketika saya keliling

Sumatera Barat, karena waktu itu saya termasuk menggagaskan penyelesaian sengketa-

sengketa kecil melalui mediasi, saya keliling Sumatera Barat, betapa banyak di lingkungan-

lingkungan Nagari itu yang tidak pernah ada perkara-perkara kecil itu yang sampai ke

pengadilan, saya bilang “kenapa?”, ya ini lembaga kerabatan adat ala Minang Kabau di

daerah itu yang menanganinya itu, jadi, jadi itu pelembagaan-pelembagaan seperti itu, itu

ada, tapi lagi-lagi tergantung apakah ini hanya mengatur tentang pemerintahan atau mengatur

Page 9: DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA -------- … · 2018-07-05 · Hak asal usul dan hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam ... Desa minimal berdomisili di desa tersebut

RDPU KOMITE I DPD RI MS I TS 2017-2018

(SELASA, 13 FEBRUARI 2018) (PAGI)

8

tentang keseluruhan desa sebagai sistem, gitu. Itu, yang, yang, yang bagian, yang, yang

mampu kita perhatikan, dan saya sependapat dengan Bapak Ketua, terlalu banyak lembaga

yang mencampuri desa itu malah menimbulkan masalah ya, kementerian masing-masing

merasa berwenang ya. Sampai kembali tadi kepada ketika Bapak Menteri Sosial tadi ketemu,

saya gunakan kesempatan, inikan paling tidak desa itu yang saya ketahui, Departemen Sosial

punya urusannya dengan desa, Departemen Dalam Negeri ada urusan, Kementerian Desa

urusannya desa dengan masing-masing tupoksinya itu, saya katakan, “paling tidak Pak

Menteri ini harus disatukan, tidak bisa masing-masing, meskipun niatnya baik, tetapi kalau

masing-masing kan tentu”, sebab kita harus membedakan antara istilah sama-sama bekerja

dengan bekerjasama, kita butuhkan kerjasama, bukan sekadar sama-sama bekerja. Itu yang

sedang kita, saya menghayati, saya dapat merasakan apa keluhan-keluhan yang disampaikan

Bapak Ketua dan itu sangat dirasakan oleh teman-teman di tingkat desa itu kalau kita turun

ke desa.

Itulah dulu problematik yang ingin saya sampaikan, yang perlu kita, kita letakan sejak

awal kita, apakah yang akan menjadi basis pengaturan tentang desa ini? Tentu saja bapak,

kok, kok Pak Bagir hanya bicara tentang desa yang asli saja ya, sedangkan ada kemungkinan

desa baru misalnya daerah transmigrasi gitu ya, tapi kalau kita bicara tentang bahwa yang

ngatur desa, satu kali dia dibentuk sebagai desa, dia harus diperlakukan sama gitu mestinya

gitu ya, walaupun dia suatu, suatu hal yang, yang dibentuk kemudian, sebab desa yang

tradisional juga, sebetulnya bentuknya juga hanya kita tidak tahu, kapan dibentuknya gitu ya,

mengapa harus dibedakan itu antara desa adat dengan desa, desa hanya dia belum mempunyai

adat istiadatnya, ini sudah punya adat istiadat. Ini, berarti dia tidak akan mempunyai misalnya

pranata-pranata asli, tetapi dia mempunyai hak-hak tertentu yang dapat diuruskan.

Kira-kira itu dulu pak pengantar dari saya, terima kasih.

PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI)

Baik, Prof. Saya barangkali perlu berpendapat ini, Undang-Undang Desa ini

memberikan ruang yang sama Prof. Antara desa dan desa adat, sehingga dalam definisinya

itu, memang sudah sedemikian rupa, antara isi dengan drafting-nya adalah desa dan desa

adat, atau yang disebut dengan nama lain selanjutnya disebut desa adalah, ini udah sehati-hati

mungkin perumusan definisi itu. Sehati-hati begini pun, di lapangan masih ada diametral, di

Bali misalnya antara desa adat dengan desa Denas, Makraman dengan desa, itu di undang-

undang ini enggak ada, bahkan kemudian mau mengkonversi menjadi apa boleh, lah

pemahaman ini Prof. Yang tidak dimiliki pemerintah, bahkan kelurahan menjadi desa pun

boleh, desa menjadi desa adat boleh, desa adat menjadi desa boleh, Jadi oprasi itu boleh

apapun disitu.

Nah ini sekali lagi pak, ini kalau bicara dari badan, makanya kalau, mohon maaf, sakit

kanker kalau udah di otak, itu paling parah Prof. Tapi kalau sakit kanker masih di kaki,

otaknya masih waras Prof. Tapi kalau yang kena sakit itu kepalanya pusat, ke bawah pasti

jelek, pasti enggak benar Prof. Jadi udah sedemikian hati-hati Prof. Rumusan ini dilakukan,

sehingga ruang konversi itu sangat dimungkinkan hanya pemerintah lambat, lelet, tidak tahu

bahkan pak. Dalam undang-undang sudah ada itu Prof. Jadi kontak Binwasnya,

pembinaannya, “nih hak pemerintah pusat membina itu ini kewenangannya, provinsi ini,

kabupaten ini”, sudah ada semua Prof. Bahkan kemudian, kok ada undang-undang? Iya biar

paham itu pemerintah, kenapa pemerintah? Prof. Sekali lagi, itu adalah sebagai stakeholder

utama, masyarakat stakeholder berikutnya.

Nah karena itu Binwas, hari ini wasnya Prof. Yang dikencangin Prof. Jadi kalau saya

dan kita punya anak, maka, kan beda itu, “nak, kamu jangan pergi ke sana diskotik”, kan

Page 10: DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA -------- … · 2018-07-05 · Hak asal usul dan hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam ... Desa minimal berdomisili di desa tersebut

RDPU KOMITE I DPD RI MS I TS 2017-2018

(SELASA, 13 FEBRUARI 2018) (PAGI)

9

beda kemudian “hei kamu jangan ke sana loh ya” beda, nah ini pemerintah pakai yang kedua

ini Prof. Enggak dikasih tahu, itu diskotik ini, adalah tempat ini, orangnya ini, nanti akan ada

begini, enggak, “hey jangan ke sana loh kamu loh ya” ini pemerintah hari ini, jadi terlalu

kasar secara karcis pemerintah ini Prof. Sehingga di ruangan ini, ruang yang kedap dari

hukum, ini ruang rapat, kedap hukum ini Prof. Enggak bisa dilaporkan ngomong apapun di

ruangan ini, kecuali kalau saya ngomong di luar. Yang namanya Satgas Desa, itu unorgenized

Prof. Yang dipimpin oleh Pak Bibit Samad, ya mohon maaf, saya hormat kepada beliau, saya

kenal dengan beliau, tapi pada aspek KPK dan Polisinya dipake oleh Kemendes Prof.

Menakut-nakuti, inikan, jadi itu Satgas Dana Desa, itu unorgenized, itu liar bahkan karena

enggak ada dalam struktur pemerintahan enggak ada, liar itu Prof. Apa LSM? Kalo LSM

bolehlah, tapi nempelnya di pemerintah ini Prof. Satgas Dana Desa ini, kemudian lagi

misalnya, kehadiran di Kejaksaan ini Prof. Namanya TP4D Tim Pemantau Pembangunan

Program Pembangunan Desa, pak nama sama Jaksa pak, Prof. Jaksa lewat saja takut Prof.

Apa lagi kalau kemudian datang pak, ini mohon maaf di Jawa Tengah ini, bukannya tidak

terjadi, kalau ada TP4D turun, kasih duit atau tidak Prof. Enggak dikasih takut kalau

diperkarakan, enggak dikasih ini Prof. Kalau dikasih duit dari mana? Akhirnya kemudian

udunan Kepala Desa sekecamatan itu, saya tanya “Berapa kasih?”, “17juta mas”, “Hah, dari

mana kamu dapat duit?”, “Kita udunan”, “Kenapa kamu kasih?”, “Loh, daripada kita nanti

dirangket pak” katanya. Jadi alternatif bagi desa itu enggak ada hal lain pak, itu terjajah betul

dengan kebijakan seperti itu pak. Kemarin di HPN saya katakan, ya ada wartawan sontoloyo

itu, iya, yang dia datang ke desa, “Pak, bapak melanggar ini ya?”, Padahal enggak ada bukti,

jadi dicari-cari ini terus Prof. LSM sama, jadi nasib Prof. Jadi orang desa itu Prof.

Jadi kalau hari ini ada Prof. Bagir yang orang desa jadi Profesor itu saya kira eksepsi

Prof. Ke depan saya kira enggak ada lagi itu orang desa jadi profesor karena tekanan seperti

itu Prof. Jadi saya mengandaikan ini Prof. Dalam desa ini samain orang nikah Prof. Nama

sama dengan orang nikah, mempelai itu loh pada dasarnya orang masih lemah, dari hukum

dia lemah, statusnya lemah, tanpa orang tua yang me itu, ga akan dia proses terjadi itu, itulah

desa kita Prof. semestinya, tapi hari ini bisa dianggap sebagai keluarga yang sudah mapan

Prof. Mestinya ini loh nak, ini Samawa, Sakinah Mawadah Warohmah itu adalah ideal type

sebuah keluarga gitukan. Jangan kemudian, “awas yo kamu nanti kedepan harus begitu”,

enggak begitu, hari ini kasihan Prof. Jadi karena itu apa yang kita lakukan ini kita dengar dari

teman-teman APSI, APDESI. Kami sudah mentok Prof. Terus terang saja, dalam hal desa

Komite I sudah mentok Prof. Menteri sudah datang kesini, tapi tadi itu bunghentuo blubu

tengen huntu kiwo tadi itu. Saya kira itu, saya merespon.

Oh, Silakan-silakan Prof.

PEMBICARA: Prof. Dr. BAGIR MANAN, S.H., MCL. (NARASUMBER)

Kalau dari state belum tentu dari yang lain pak ketua, sebetulnya bukan lagi persoalan

undang-undang tentang desanya sebetulnya yang ini ya, memang tidak ada undang-undang

yang sempurna itu sudah, sudah logis gitu, itu, itu ya, berbagai inikan, kalau ada revisi itu,

tapi dari segi prinsip, prinsip sudah diatur. Inikan berkaitan dengan, apa, policy melaksanakan

undang-undang itu, policy melaksanakan undang-undang itu satu. Kemudian kedua berkait

dengan tatanan birokrasi kita gitu ya, terus terang di depan bapak-bapak, saya diberbagai

sebagai orang universitas kalau kami berbicara, saya katakan ada, paling tidak ada dua

sumber persoalan besar dari segi korupsi misalnya, pertama ada tatatan birokrasi kita, kedua

tatanan politik kita gitu ya, sehingga saya katakan memerangi korupsi di Indonesia kalau kita

nyimpang sedikit, kalau dua hal ini tidak pernah kita benahi secara mendasar, apapun

kekuatan KPK itu sulit sekali. Coba bayangkan di tengah-tengah, apa, gencarnya kita

Page 11: DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA -------- … · 2018-07-05 · Hak asal usul dan hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam ... Desa minimal berdomisili di desa tersebut

RDPU KOMITE I DPD RI MS I TS 2017-2018

(SELASA, 13 FEBRUARI 2018) (PAGI)

10

mempersoal korupsi, ada saja yang tertangkap tangan dan itu pejabat, kan aneh gitu ya, ini,

ini, jadi, jadi inikan soal, soal policy melaksanakan undang-undang ini dan soal manajemen

tatanan birokrasi dari, dari ini, semacam bagaimana, bagaimana orang, setiap orang data ke

desa untuk ya, mencari-cari kesalahan gitu, ya tentu saja manusia tidak sempurna. Jadi

menurut saya apakah tidak itu yang kita inginkan, dan untuk menemukan persoalan secara

jelas, DPD mesti melibatkan lembaga-lembaga netral lain, misalnya universitas itu untuk

melakukan penelitian betul gitu ya, misalnya Sumatera Barat dengan Andalas, sehingga kita

tahu benar, apa sih persoalannya, yang dihadapi desa sekarang ini, apakah memang mereka

tahu ataukah memang mereka dalam penindasan dan sebagainya. Kira-kira itu.

PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI)

Baik ada yang mau merespon, silakan Pak Badri.

PEMBICARA: H. AHMAD SUBADRI, S.Pd.I. (PROVINSI BANTEN)

Terima kasih, bapak-bapak pimpinan, dan bapak-bapak para anggota, serta yang saya

hormati Pak Profesor Bagir Manan sebagai narasumber. Di forum RDPU saat ini, ini banyak

sekali ilmu yang bisa kami dapat dari paparan singkat Pak Profesor Bagir tadi, antara lain

melihat ya, persoalan, apa namanya, undang-undang ini terkait dengan desa atau

pemerintahan desa gitu, ini kalau saya lihat dari namanya Undang-Undang 6 Tahun 2014 ini

kan tentang desa, kemudian dari definisinya juga sangat luas tadi, ya, mengakomodir

pengertian desa, kemudian desa adat, dan atau nama lain di situ didefinisikan bahwa,

masyarakat, apa, kesatuan masyarakat hukum, kemudian tadi batas wilayah, ada wewenang,

mengatur dan mengurus urusan pemerintahan ini. Lalu dalam undang-undang itu juga ada

ruang lingkup, ruang lingkup penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan

pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa.

Di undang-undang itu juga terdapat asas, asas pengaturan undang-undang desa, ini

asas-asasnya, ya ini menurut saya sempurna ini Prof. Ya, soal rekognisi, subsidaritas,

keberagaman, kebersamaan, kegotong-royongan dan seterusnya, termasuk kemandirian

partisipasi sampai kemudian tujuannya adalah bagaimana menciptakan desa yang kuat maju,

mandiri dan demokratis. Kalau dari tema-teman yang dibuat dalam undang-undang itu, itu

saya pikir sudah sangat baik dari sisi konsepsi, hanya memang tadi dalam sisi policy,

pelaksanaan ini yang kemudian banyak menimbulkan permasalahan, tanpa dilakukan

penelitian oleh perguruan tinggi sekalipun, dalam praktiknya Pak Prof. Ya, kita baik secara

individu karena kebetulan saya juga lahir dan sampai saat ini masih di desa, gitu, di Banten,

dan kita juga sering melakukan pengawasan, kemudian kunjungan atau juga merapat dengan

para pemangku kepentingan di desa, jadi dari situ saja sudah banyak persoalan itu, sejak awal

persoalan itu, bermula dari elite sendiri ya, misalnya soal Dagri dan Kemendes, itu, itukan

berebut, apa, kewenangan di situ, lalu dari sisi tadi perspektif hukumkan juga banyak pasal-

pasal di dalam undang-undang itu yang belum diterbitkan PP-nya misalnya, itu juga dari awal

sudah muncul menjadi sebuah persoalan, belum lagi soal adanya dana desa, ada Bumdes gitu.

Nah ini, ini semua menimbulkan banyak persoalan, sebenarnya kalau dari sisi

konsepsinya tadi bahwa, desa itu memunculkan kegotong-royongan, kebersamaan,

kemandirian, harusnya pemerintah pusat itu jangan terlalu jauh mengatur, gitu, karena justru

kalau terlalu jauh mengatur itu menghilangkan kemandirian tadi, gitu, bahkan dengan adanya

dana itu, bukannya melapangkan mereka, malah menyusahkan, ya, menyusahkan dari sisi,

tadi perencanaannya dibatasi, enggak boleh ini, enggak boleh itu, bahkan sesuatu yang

dibutuhkan oleh desa itu, misalnya pak ketua, apa, di desa-desa inikan masih banyak, ya,

Page 12: DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA -------- … · 2018-07-05 · Hak asal usul dan hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam ... Desa minimal berdomisili di desa tersebut

RDPU KOMITE I DPD RI MS I TS 2017-2018

(SELASA, 13 FEBRUARI 2018) (PAGI)

11

belum punya kantor, ya, jangankan kantor permanen gitu, kantor yang, yang, seadanya juga,

ini sering kali kantor desa itu berpindah-pindah, tergantung siapa pemenang kepala desanya,

jadi kalau saya jadi kepala desa ya berkantor di rumah saya, gitu, kalau besok Pak Bagir yang

kepala desa di kantornya Pak Bagir, gitukan, belum lagi nanti alat tulis kantornya hilang,

segala macam itu, ya, dokumen-dokumen penting juga hilang karena yang kalah enggak

terima, gitu, jadi ini problem-problem dalam praktik yang sangat banyak, itu, termasuk

sekarang malah muncul lagi, ya, tuntutan dari kepala desa, karena mereka merasa dipasung

hak politiknya misalnya, ya, Bupati, Gubernur, Walikota, Menteri sampai Presiden boleh, ya,

berpartai, desa tidak boleh, ya, padahal sama-sama penjabat yang dipilih, itu.

Lalu soal persyaratan orang nyalon kepala desa, misalnya, ya, kalau dulukan ada

batasan siapa yang berwenang nyalon atau berhak nyalon itu, sekarang orang luar desa itu,

jalan-jalan lewat di desa ada pengumuman pembukaan, apa, pendaftaran calon kepala desa,

ya, saya bisa daftar gitu, seketika, gitu, walaupun kita bukan orang desa tersebut. Jadi dalam

perspektif hukum saya kira memang ini menyisakan banyak persoalan, gitu, kalau kita

bicaranya dari segi, apa, asas-asas, kemudian juga soal adat yang sudah berlaku, ya, itu-itu

tentu, yang disampaikan Prof. Bagir saya kira sangat komprehensif ya, memandang desa ini

sebagai suatu kesatuan, “seperti sebuah negara”, gitu, karena ada lembaga-lembaga yang

mengatur lainnya, dan fakta Pak Prof. Ya, ini di desa ini, sebenarnyakan Undang-Undang

Desa terutama menyangkut dana desa ini, ini lahir karena desakan, bukan karena kesadaran

dari atas, bahwa memang desa itu harus diperkuat, gitu, tapi karena tuntutan yang sangat kuat

dari desa, dari bawah, sehingga dibuatlah undang-undang ini untuk mengakomodir aspirasi

itu, tetapi ini mengakomodirnya tidak secara utuh, ya, hanya, hanya serpihan-serpihan yang

di, yang diakomodir dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014.

Termasuk tadi soal, soal dana desa, padahal bagaimana mungkin sebuah

pemerintahan, kalau kita baca undang-undang sebelumnya, 5 79 dan seterusnya itu Prof.

Desa itu, itu diberi tugas untuk, bagaimana mereka, aparat desa ini melayani masyarakat, ya,

dari mulai soal, apa, bikin KTP, Kartu Keluarga, Surat Kematian, kemudian numpang nikah

dan seterusnya, sampai ke masalah-masalah sosial kemasyarakatan, jadi desa, kepala desa,

atau perangkat desa yang bagus, menurut masyarakat, itu bukan karena dia bisa mampu

menciptakan clean goverment, misalnya, tapi kepala desa yang rajin, kalau ada orang yang

meninggal dia turun, ya, sampai ikut nguburin, ikut tahlil, ya, kalau ada isra mi’rar, ada

Maulid dia nyumbang, bahkan orang nikahan pun, pesta di kampung itu, itu turut

mengundang itu pasti nomor 1 kepala desa Prof. Saya Anggota DPD RI ini, yang katanya

pejabat negara, itu mungkin bisa nomor 2 setelah Sekdes, karena, nomor 3 setelah Sekdes,

karena menurut masyarakat desa itu, kepala desa itu sangat tinggi kedudukannya, ya, sampai

istilahnya, urusan tikus beranak saja harus diurus sama kepala desa itu. Nah sementara, dan

dia juga punya tugas untuk membangun, tapi waktu itu kan tidak ada dana, dan desa tidak

boleh, hanya dia, hanya bisa mendapatkan dana bantuan desa misalnya, dari kabupaten paling

jumlahnya, ya, berapa juta gitu, ada juga Banprov, ini sekarang kita dengan adanya dana desa

yang sudah mencapai 1 miliar lebih seolah-olah itu bisa menjawab persoalan, padahal

enggak, karena uang 1 miliar itu kalau diucapkan memang besar pak, 1 miliar misalnya, tapi

ketika dipraktikan untuk belanja pembangunan, itu enggak ada apa-apanya, itu, kita bikin

rumah 1 unit saja, uang 1 miliar untuk ukuran tertentu sangat sederhana itu, sangat kecil gitu.

Jadi saya kira kembali lagi bahwa kita ingin melihat dari sisi perspektif hukum, kalau saya

lihat undang-undang produk reformasi ini, ya, tidak sekuat produk orde baru, ya, kita lihat

saja enggak, seperti enggak konsisten dari ketentuan umum, dari asas-asas, sampai kemudian

pasal-pasalnya itu, ada melompat-lompat gitu, disatu sisi asasnya begitu sangat ideal, gitukan,

ada ketentuan umum juga baik, tapi pasal-pasalnya enggak menjawab, enggak, enggak

relevan dengan, yang sangat fundamental tadi. Itu Prof. Yang saya ingin sampaikan sebagai

Page 13: DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA -------- … · 2018-07-05 · Hak asal usul dan hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam ... Desa minimal berdomisili di desa tersebut

RDPU KOMITE I DPD RI MS I TS 2017-2018

(SELASA, 13 FEBRUARI 2018) (PAGI)

12

sebuah komentar itu, nah kemudian saran dari Prof. Ini bagaimana kita dari DPD, ya, karena

tumpuan masyarakat juga, termasuk para kepala desa, ya, untuk tadi, saya kalau enggak salah

pimpinan mengatakan, apakah ada celah kita untuk melakukan uji materi, misalnya, ya

terkait, apa, pasal-pasal tertentu yang itu bisa mengembalikan pada, kebutuhan yang

diperlukan oleh, oleh desa gitu. Saya kira itu, terima kasih.

PEMBICARA: Drs. H. ACHMAD HUDARNI RANI, S.H. (WAKIL KETUA KOMITE

I DPD RI)

Terima kasih, Pak Subadri, ada yang lain? Pak, tidak ada? Ada tambah? Tidak ada ya,

jadi itu Pak Prof. satu hanya, jadi memang ada hal lagi yang perlu disampaikan bahwa, inikan

dimensinya undang-undang ini, ada yang mengatakan bagus tinggal pelaksanaan saja ya, jadi

apa yang disampaikan tadi untuk bahan-bahan itu, silakan Prof.

PEMBICARA: Prof. Dr. BAGIR MANAN, SH, MCL. (NARASUMBER)

Itu, ini, pengalaman saya hampir tiap hari dulu di DPR karena saya sebagai birokrasi

di Departemen antara lain ada keluhan Anggota Dewan pada waktu itu Bapak-bapak kadang-

kadang aturan pelaksanaan itu seperti kita pembentuk Undang-Undang hanya memesankan

agar buat celana saja, tapi pelaksanaanya jas dan celana lengkap jadi jauh melampaui apa

yang diarahkan membentuk Undang-Undang begitu. Apalagi ditambah tadi soal kaitan

diskresi yang terlalu luas begitu. Saya ingin inikan Bapak-bapak, saya mulai dengan bantuan

pusat kepada daerah khususnya desa bagaimana menjamin agar ini terlaksana dengan baik.

Di negeri Belanda itu ada kaidah tentang yang namanya subsidi bebas di bantu jadi

Pemerintah atau APBN tidak menentukan ini akan dipakai untuk apa, misalnya bantuan

kepada museum begitu ya, sudah tahu tentu museum. Ukurannya pada outputnya nanti,

outputnya itu akan menentukan apakah dia pada anggaran yang akan datang dapat lagi atau

tidak begitu ya, jadi tidak dikendalikan dari awal disini bahwa hanya boleh ini, sedangkan

kenyataan dilapangan kan tidak selalu sama, seluruh Indonesia pasti tidak sama maka itu

silakan pakai tapi nanti kalau ternyata menurut penilaian dari Pemerintah dan DPR, parlemen

bahwa anda tidak menggunakan sebagaimana mestinya maka anda tahun ini kami tidak kasih

atau kami kurangi nah itu,d an itu berkaitan dengan fungsi lebih luas dalam sistem demokrasi

itu pelajaran dulu yang saya temukan mereka makin mengarahkan kepada fungsi pengawasan

yang sifatnya represif, tidak preventif daerah otonomi itu. Jadi Bapak yang terhormat

menyebutkan bahwa kalau terlalu banyak dicampuri unsur kemandiriannya tidak ada lagi

berkurang ... (menit 67.45 kurang jelas, red.) menjadi kurang pengawasan preventif itu

termaksud cara mengkrakeng sebetulnya kebebasan ini, itu diberbagai negara mereka lebih

menekankan kepada pengawasan. Represif kalau salah baru kita inikan begitu, kalau tidak ya

tidak, nah saya tidak tahu stelse kita yang mana, yang ingin dijadikan apa, dijadikan model di

ini kita, urusan hal-hal seperti itu.

Kemudian yang kedua terlepas dari berbagai Undang-Undang, tapi pada dasarnya

konsep umum Undang-Undang inikan sudah benar sebetulnya ingin membuat Pemerintahan

desa itu hanya tinggal kita memperbaiki bagian-bagian misalnya tidak ada konsistensi dan

sebagainya kalau itu dapat diterima saya kembali kepada persoalan apakah kita, sebab begini

Undang-Undang yang tidak sempurna itu dapat disempurnakan dalam praktik artinya praktik

yang menterjemahkannya sehingga mission besarnya dapat tercapai. Banyak sekali itu yang

seperti itu ya, yang ditangkap misalnya apakah apa yang diinginkan oleh pembentuk Undang-

Undang sebetulnya walaupun rumusan normatifnya tidak bagus, tidak banyak dan

sebagainya. Bisa dirumuskan tapi tentu ini sangat tentukan oleh sikap kita dalam

Page 14: DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA -------- … · 2018-07-05 · Hak asal usul dan hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam ... Desa minimal berdomisili di desa tersebut

RDPU KOMITE I DPD RI MS I TS 2017-2018

(SELASA, 13 FEBRUARI 2018) (PAGI)

13

menjalankan pemerintahan apakah kita ingin memenuhi fungsi missionnya apakah sekadar

bunyi Undang-Undangnya itu bisa juga seperti itu. Nah seandainya itu bisa kita dorong. Tadi

Bapak Ketua mengatakan kita sudah, sepertinya sudah capai untuk mendorong kalau itu bisa

kita dorong bisa mencek hal-hal yang sifatnya dilapangan misalnya tadi kok semua orang

mengawasi dan semua yang mengawasi minta-minta bagiannya berartikan sebab memang

penyakit pengawasan kan begitu makin banyak yang mengawasi makin malah itu tidak jalan,

itu malah makin. Jadi kalau itu benar maka sebetulnya yang harus dipersoalkan ada pada

tingkat polisnya, pada tingkat manajemennya. Pada tingkat organisasian dari polis itu apakah

perlu semua pihak begitu jaksa segala macam ikut mengawasi ya, jaksa kok sampai ikut-ikut

mengawasan preventif itu bagaimana, jaksa itu turun tangan kalau ada dugaan tindak pidana

begitu ya. Sekarang saya lihat di Pilkada semua ingin mengawasi, KPK ingin mengawasi,

semua ingin mengawasi begitu ya, ini sebetulnya bertentangan dengan prinsip-prinsip

manajemen, bertentangan dengan prinsip apa, administrasi pemerintahan yang baik bahwa

buat semua mengawasi sebab semakin banyak mengawasi menimbulkan kebinggungan

malah makin menimbulkan pelanggaran-pelanggaran tapi kok tidak ada yang mengingatkan

begitu ya, iya itulah konsekuensinya kemarin mana nah ini, sedangkan organisasi modern

itukan makin sederhana mekanismenya sehingga mudah di kontrol. Saya setuju dengan ini

tapi kita harus menemukan sebetulnya penyakit intinya ada dimana begitu apakah polysi

ataukan pada administrasi penyelenggaraanya, unsur-unsur manajemennya bisa begitu

banyak campur tangan pengawasannya, bentuk pengawasannya yang tidak jelas ya tadi

seperti jaksa pun ikut mengawasi uang desa apa, dia kalau ada laporan tindak pidana baru

mestinya, polisi juga begitu ini semua mengawasi ya itu nah ini harus berani kita persoalkan

begitu ya, harus berani kita persoalkan kalau tidak desa itu korban saja. Saya pernah

membebaskan Kepala Desa di Jawa Barat karena soal-soal dulu uang pembangunan

namanya, uang pembangunan desa macam-macam itu ya karena dia korban saja begitu ya,

korban saja. Di suatu daerah saya juga pernah bebaskan seorang terdakwa karena dia

dianggap apa, melakukan korupsi dia uangnya katakan memang kami pakai uangnya pak, tapi

kalau ada tamu ya kita pakai begitu bukan karena, jadi saya bebaskan saja kira-kira begitu.

PIMPINAN RAPAT: Drs. H. ACHMAD HUDARNI RANI, S.H. (WAKIL KETUA

KOMITE I DPD RI)

Masih ada yang lain? Cukup, terima kasih. Jadi yang kita tangkap itu memang kalau

kita bicara tentang Undang-Undang yang sempurna kan sulit juga ya, tapi bagaimana kita

memanfaatkan Undang-Undang ini untuk bagaimana bermanfaat bagi desa itu, tapi yang

kemarin itu kita sudah ketemu dengan semua apalah, hukum pada tingkat tertinggi termaksud

persoalan TP4D itu maksud mereka baik, tapi sebenarnya dalam praktik dilapangan sampai

desa-desa itu apa disampaikan Pak Subandri, sama Pak itu juga kejadian bagaimana nanti kita

upayakan supaya ini benar-benar terdapat ini dan penyakit intinya.

Kami kembalikan lagi kepada Pak Ketua.

PIMPINAN RAPAT: Drs. H. AKHMAD MUQOWAM (KETUA KOMITE I DPD RI)

Iya Prof. saya kira tambah ini harus mempersoalkan tadi jaksa, polisi karena ini bukan

karena mencari perkara, tidak proposional disitu Prof. ini sama dengan, ini kan diluar itu beda

pendapat biasa. Suami, istri, anak biasa berbeda pendapat tapi kalau kemudian sang suami itu

kemudian lagi ada begitu menghadirkan polisi, ini Pak Polisi saya lagi berdebat dengan istri

saya dan anak saya, Polisi dihadirkan itu tidak benar, ini seperti itu jadi rumah tangga kok

dimasuki Polisi, Jaksa inikan over bodoh ini. Baik jadi saya kira langkah kita untuk secara

Page 15: DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA -------- … · 2018-07-05 · Hak asal usul dan hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam ... Desa minimal berdomisili di desa tersebut

RDPU KOMITE I DPD RI MS I TS 2017-2018

(SELASA, 13 FEBRUARI 2018) (PAGI)

14

pengetahuan ini kalau ada pihak yang me-JR saya kira logic Prof. dan saya kira Komite I

dalam posisi, dalam konteks amar ma'ruf nahi munkar ini Prof. bukan amar ma'ruf nahi

mangkur bukan. Dalam amar ma'ruf nahi munkar saya kira bisa kita lakukan itu jangan di

macam-macam ini karena saya bicara yang benar dan yang salah.

Demikian Prof. Terima kasih. Baik.

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

RAPAT DITUTUP PUKUL 11.53 WIB