determinan kinerja tenaga perawat di wilayah …
TRANSCRIPT
DETERMINAN KINERJA TENAGA PERAWAT DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS PLUS LAHUSA KABUPATEN
NIAS SELATAN TAHUN 2019
TESIS
OLEH :
IRWAN SISTIM BUULOLO
1602011251
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
INSTITUSI KESEHATAN HELVETIA
MEDAN
2019
DETERMINAN KINERJA TENAGA PERAWAT DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS PLUS LAHUSA KABUPATEN
NIAS SELATAN TAHUN 2019
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan Masyarakat (M.K.M)
Pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi
Promosi Kesehatan
Fakultas Kesehatan Masyarakat Institusi Helvetia
Oleh :
Irwan Sistim Buulolo
1602011251
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
INSTITUSI KESEHATAN HELVETIA
MEDAN
2019
Telah Diuji Pada Tanggal, 11 September 2019
PANITIA PENGUJI TESIS
KETUA : Dr. Asriwati, S.Kep, Ns, Spd, M.Kes
ANGGOTA : 1. Dr. Anto, SKM, M.Kes, MM
2. Dr. Achmad Rifai, SKM, M.Kes
3. Nur Aini, S.pd, M.Kes
8
ABSTRAK
DETERMINAN KINERJA TENAGA PERAWAT DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS PLUS LAHUSA KABUPATEN
NIAS SELATAN TAHUN 2019
IRWAN SISTIM BUULOLO
1602011251
Kesehatan merupakan salah satu keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan
sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan
ekonomis, pelayanan kesehatan menigkatkan derajat kesehatan, kesejahteraan
dalam pelayanan.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis Determinan Kinerja Tenaga
Perawat Di Wilayah Kerja Puskesmas Plus Lahusa Kabupaten Nias Selatan Tahun
2019. Metode penelitian yang digunakan adalah servey analitic dengan
pendekatan cross sectional study, populasi dalam penelitian ini seluruh perawat
yang bekerja di Puskesmas Plus Lahusa berjumlah 62 orang dan sampel dalam
penelitian ini yaitu total sampel. Analisis uji yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu Univariat, Bivariat dan Multivariat.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan di Puskesmas Plus
Lahusa Kabupaten Nias Selatan Tahun 2019 mengenai dominan berpengaruh
dalam variabel ini adalah insentif yang sangat mempengaruhi kinerja tenaga
perawat di Puskesmas Plus Lahusa Kabupaten Nias Selatan Tahun 2019 di dapat
bahwa ada pengaruh yang signifikan antara pendidikan pvalue = 0,001,
kepemimpinan pvalue= 0,002, motivasi pvalue= 0,007, disiplin pvalue= 0,010,
insentif pvalue= 0,000, lingkungan kerja pvalue= 0,258, kemampuan kerja
pvalue= 0.040 dengan kinerja perawat. Hal ini menyimpulkan bahwa analisis
multivariat didapatkan variabel insentif yang paling dominan berpengaruh
terhadap kinerja tenaga perawat di wilayah kerja Puskesmas Plus Lahusa
Kabupaten Nias Selatan.
Disarankan kepada pihak puskesmas perlu peningkatan insentif atau
memberikan penghargaan dalam bentuk pencapaian kinerja dalam meningkatkan
dorongan kinerja perawat.
Kata Kunci : Kemampuan Kerja, Kinerja Perawat, Insentif,
Daftar Pustaka : 24 Buku, 16 Jurnal ,10 Internet
9
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadiran Tuhan Maha Esa atas segala berkat dan
anugrah-Nya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal
yang berjudul “Determinan Kinerja Tenaga Perawat di Wilayah Kerja
Puskesmas Plus Lahusa Kabupaten Nias Selatan Tahun 2019” .
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tesis ini tidak dapat diselesaikan
tanpa bantuan berbagai pihak, baik dukungan moril, materi dan sumbangan
pemikiran. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada :
1. Dr. dr Hj. Razia Begum Suroyo, M.Sc., M.Kes selaku Pembina Yayasan
Helvetia Medan.
2. Iman Muhammad, SE., S.Kom., M.M., M.Kes., selaku Ketua Yayasan
Helvetia Medan.
3. Dr. H. Ismail Efendi, M.Si., selaku Rektor Institusi Kesehatan Helvetia.
4. Dr. Asriwati S.Kep., Ns., S.Pd., M.Kes., selaku Dekan Fakultas Kesehatan
Masyarakat Institusi Kesehatan Helvetia.
5. Dr. Anto, SKM., M.Kes., M.M, selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu
Kesehatan Masyarakat Institusi Kesehatan Helvetia.
6. Dr. Asriwati S.Kep., Ns., S.Pd., M.Kes. selaku pembimbing I yang telah
memberikan bimbingan dan mencurahkan waktu, perhatian, ide, dan
pemikiran selama penyusunan tesis ini.
10
7. Dr. Anto, SKM, M.Kes, M.M. Selaku dosen pembimbing II yang telah
meluangkan waktu dan memberikan pemikiran dalam membimbing penulis
selama penyusunant tesis ini.
8. Seluruh Dosen Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat yang telah
mendidik dan mengajarkan berbagai ilmu yang bermanfaat bagi penulis.
9. Bapak Lurusan Hati SKM selaku kepala Puskesmas Plus Lahusa Kabupaten
Nias Selatan yang membantu dan mengijinkan peneliti untuk melakukan
penelitian ditempat beliau memimpin.
10. Teristimewa kepada kedua orang tua saya yang selalu memberikan
dukungan baik moril maupun materil, mendoakan dan seluruh motivasi
penulis dalam penyelesaian tesis ini.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh
karena itu, penulis menerima kritik dan saran demi kesempurnaan tesis ini.
Semoga Tuhan yang Maha Esa selalu memberikan rahmat dan Hidayah-Nya atas
segala kebaikan yang telah diberikan.
Medan, Oktober 2019
Penulis
Irwan Sistim Buulolo
11
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Irwan Sistim Buulolo, lahir di Desa Bawofarono pada
Tanggal 02 Desember 1993, dari pasangan Bapak Asarudin Buulolo dan Ibu Yuni
Hati Manao.
Riwayat pendidikan formal penulis dimulai SD N 1 Lahusa pada tahun 2000-
2006. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SMP N 1 Lahusa 2006-2009.
Dan pendidikan selanjutnya Tahun 2009-2012 di SMK N 1 Lahusa. Selanjutnya
dari tahun 2012-2016 saya menamat kan pendidikan S1 di Universitas Darma
Agung Medan dan sekarang melanjutkan pendidikan magister S2 di Institusi
Kesehatan helvetia sampai dengan sekarang.
12
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. .........
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................. .........
ABSTRACT ......................................................................................................... i
ASBTRAK ............................................................................................................ ii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ............................................................................. v
DAFTAR ISI ........................................................................................................ xi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ x
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xi
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xii
BAB-I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................ 1
1.2. Perumusan Masalah ........................................................................ 6
1.3. Tujuan Penelitian ............................................................................ 7
1.3.1.Tujuan Umum ........................................................................ 7
1.3.2.Tujuan Khusus ....................................................................... 7
1.4. Manfaat Penelitian .......................................................................... 8
1.4.1. Manfaat Ilmiah ...................................................................... 8
1.4.2. Manfaat Institusi .................................................................... 8
1.4.3. Manfaat praktis ...................................................................... 8
BAB-II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 8
2.1. Penelitian Terdahulu ....................................................................... 8
2.2. Telaah Teori .................................................................................... 10
2.2.1.Defenisi Kinerja ..................................................................... 10
2.2.2.Standar Kinerja ....................................................................... 13
2.2.3.Fungsi Standar Kinerja ........................................................... 14
2.2.4.Persyaratan Standar Kinerja .................................................... 14
2.2.5.Tujuan Dan Manfaat Kinerja .................................................. 15
2.2.6.Persyaratan Penilaian Kinerja ................................................. 17
2.2.7.Mengukur Kinerja Tenaga Kesehatan ..................................... 20
2.2.8.Kriteria Dalam Penilaian Kinerja ............................................ 22
2.2.9.Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja ........................... 23
2.2.10.Penilaian Kinerja .................................................................. 24
2.2.11.Metode Penelaian Kinerja ..................................................... 26
2.3. Landasan Teori................................................................................ 32
2.3.1. Macam-macam Tenaga keshatan ........................................... 33
13
2.3.2.Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Kesehatan .......... 35
2.3.2.1. Pendidikan .......................................................................... 35
2.3.2.1.1. Tolak Ukur atau Indikator pendidikan .............................. 36
2.3.2.2. Kepemimpinan ................................................................... 37
2.3.2.2.1. Teori kepemimpinan ........................................................ 37
2.3.2.2.2. Kategori perilaku Kepemimpinan .................................... 38
2.3.2.2.3. Perilaku Kepemimpinan Efektif ....................................... 39
2.3.2.2.4. Perbedaan Leadership Dan Headship ............................... 40
2.3.2.2.5. Fungsi Dan perang Kepemimpinan Dalam organisasi ...... 42
2.3.2.2.6. Hubungan Kepemimpinan terhadap Kinerja .................... 44
2.3.2.2.7. Indikator Kepemimpinan yang digunakan Penulis ........... 44
2.3.2.3. Motivasi ............................................................................. 46
2.3.2.3.1. Teori Motivasi ................................................................. 47
2.3.2.3.2. Dimensi Motivasi yang digunakan penulis ....................... 52
2.3.2.4. Disiplin Kinerja .................................................................. 53
2.3.2.4.1. Pengertian Disiplin Kinerja .............................................. 53
2.3.2.4.2. Teori Disiplin Kinerja ...................................................... 53
2.3.2.4.3. Macam-macam Disiplin Kinerja ...................................... 53
2.3.2.4.4. Tujuan dan manfaat disiplin kinerja dalam organisasi ...... 54
2.3.2.4.5. Mengatur dan mengelola Disiplin .................................... 56
2.3.2.4.6. hubungan Disiplin kerja terhadap Kinerja ........................ 58
2.3.2.5. Insentif ............................................................................... 58
2.3.2.5.1. Tujuan Pemberian Insentif ............................................... 59
2.3.2.5.2. Jenis-jenis pemberian Insentif .......................................... 60
2.3.2.5.3. Indikator Pemberian Insentif ............................................ 61
2.3.2.6. Lingkungan Kerja ............................................................... 62
2.3.2.6.1. Lingkungan Kerja Fisik ................................................... 63
2.3.2.6.2. Jenis-Jenis Lingkungan kerja ........................................... 64
2.3.2.7. Kemampuan Kerja .............................................................. 64
2.3.2.7.1. Jenis-jenis Kemampuan ................................................... 65
2.3.2.7.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi Kemampuan ............... 66
2.3.2.7.3. Dimensi dan Indikator Kemampuan Kerja ....................... 66
2.3.3. Puskesmas ............................................................................. 66
2.3.3.1. Tujuan Puskesmas .............................................................. 67
2.3.3.2. Fungsi Puskesmas ............................................................... 67
2.3.4. Kerangka Teori ...................................................................... 69
2.4. Kerangka Konsep ............................................................................ 70
2.5. Hipotesisi Penelitian ........................................................................ 71
BAB-III METODE PENELITIAN .................................................................... 72
14
3.1. Desain Penelitian ............................................................................ 72
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian .......................................................... 72
3.2.1. Lokasi Penelitian ................................................................... 72
3.2.2. Waktu Penelitian .................................................................. . 72
3.3. Populasi Dan Sampel Penelitian. .................................................... 72
3.3.1. Populasi ................................................................................ . 72
3.3.2. Sampel ................................................................................. . 72
3.4. Defenisi Operasional ....................................................................... 73
3.5. Instrumen Penelitian ........................................................................ 75
3.6.Pengumpulan Data .......................................................................... . 76
3.5.1. Jenis Data ............................................................................. . 76
3.5.2. Teknik Pengumpulan Data ..................................................... 76
3.7. Pengolahan dan Analisa .................................................................. 77
3.7.1 Pengolahan Data. .................................................................. 77
3.7.2 Analisa Data ......................................................................... 77
3.7.3. Penyajian Data ...................................................................... 78
3.7.4. Kontrol Kualitas ................................................................... 78
3.7.5. Uji Validitas dan Reliabilitas ................................................ 79
3.7.6. Etika Penelitian..................................................................... 84
BAB-IV HASIL PENELITIAN ........................................................................... 85
4.1. Gambar Umum Tempat Penelitian................................................... 85
4.1.1 Data Geografi ......................................................................... 85
4.1.2 Visi dan Misi Puskesmas Plus Lahusa .................................... 85
4.1.3 Tujuan Puskesmas Di Kecamatan Lahusa Kabupaten Nias
Selatan .................................................................................. 86
4.2. Hasil Penelitian ............................................................................... 88
4.2.1. Analisis Univariat .................................................................. 88
4.2.2. Analisis Bivariat .................................................................... 91
4.2.3. Analis Multivariat .................................................................. 96
BAB-V PEMBAHASAN ..................................................................................... 98
5.1. Pengaruh Pendidikan Dengan Kinerja Tenaga Perawat Di Wilayah
Kerja Puskesmas Plus Lahusa Tahun 2019 ...................................... 98
5.2. Pengaruh Kepemimpinan Dengan Kinerja Tenaga Perawat Di
Wilayah Kerja Puskesmas Plus Lahusa Tahun 2019 ........................ 99
5.3. Pengaruh Motivasi Dengan Kinerja Tenaga Perawat Di Wilayah
Kerja Puskesmas Plus Lahusa Tahun 2019 ...................................... 101
5.4. Pengaruh Disiplin Dengan Kinerja Tenaga Perawat Di Wilayah
Kerja Puskesmas Plus Lahusa Tahun 2019 ...................................... 103
15
5.5. Pengaruh Insentif Dengan Kinerja Tenaga Perawat Di Wilayah
Kerja Puskesmas Plus Lahusa Tahun 2019 ...................................... 104
5.6. Pengaruh Lingkungan Kerja Dengan Kinerja Tenaga Perawat Di
Wilayah Kerja Puskesmas Plus Lahusa Tahun 2019 ........................ 106
5.7. Pengaruh Kemampuan Kerja Dengan Kinerja Tenaga Perawat Di
Wilayah Kerja Puskesmas Plus Lahusa Tahun 2019 ........................ 107
5.8. Analisis Multivariat ......................................................................... 109
BAB-VI KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 111
6.1. Kesimpulan ..................................................................................... 111
6.2. Saran .............................................................................................. 112
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 114
LAMPIRAN ........................................................................................................ 114
16
DAFTAR GAMBAR
Gambar Judul Halaman
1. Kerangka Teori ................................................................................ 69
2. Kerangka Konsep ............................................................................. 70
17
DAFTAR TABEL
Tabel Judul Halalaman
Tabel 3.1. Hasil Uji Validitas dan Rebilialitas Kinerja 80
Tabel 3.2. Hasil Uji Validitas dan Rebilialitas Kepemimpinan 81
Tabel 3.3. Hasil Uji Validitas dan Rebilialitas Motivasi 81
Tabel 3.4. Hasil Uji Validitas dan Rebilialitas Disiplin Kinerja 82
Tabel 3.5. Hasil Uji Validitas dan Rebilialitas Insentif 82
Tabel 3.6. Hasil Uji Validitas dan Rebilialitas Lingkungan Kerja 83
Tabel 3.7. Hasil Uji Validitas dan Rebilialitas Kemampuan Kerja 83
Tabel 4.1. Distribusi karakteristik perawat di Puskesmas Plus Lahusa Tahun
2019 88
Tabel 4.2. Distribusi karakteristik perawat berdasarkan kepemimpinan,
motivasi, disiplin kerja, insentif, lingkungan kerja serta kemampuan
kerja di Puskesmas Plus Lahusa Tahun 2019 90
Tabel 4.3. Pengaruh Pendidikan Terhadap Kinerja Perawat Di Puskesmas Plus
Lahusa Tahun 2019 91
Tabel 4.4. Pengaruh Kepemimpinan Terhadap Kinerja Perawat Di Puskesmas
Plus Lahusa Tahun 2019 92
Tabel 4.5. Pengaruh Motivasi Terhadap Kinerja Perawat Di Puskesmas Plus
Lahusa Tahun 2019 93
Tabel 4.6. Pengaruh Disiplin kerja Terhadap Kinerja Perawat Di Puskesmas
Plus Lahusa Tahun 2019 94
Tabel 4.7. Pengaruh Insentif Terhadap Kinerja Perawat Di Puskesmas Plus
Lahusa Tahun 2019 94
Tabel 4.8. Pengaruh Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja Perawat Di
Puskesmas Plus Lahusa Tahun 2019 95
Tabel 4.9. Pengaruh Kemampuan Kerja Terhadap Kinerja Perawat Di
Puskesmas Plus Lahusa Tahun 2019 96
18
Tabel 4.10. Analisis Multivariat Pengaruh kinerja tenaga Perawat Di Puskesmas
Plus Lahusa Kabupaten Nias SelatanTahun 2019 97
19
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Judul Halaman
1. Lembar Persetujuan Perbaikan (Revisi)
2. Lembar Bimbingan Tesis I Dan II
3. Surat Survei Awal Dari Institusi Kesehatan Helvetia Medan
4. Surat Balasan Survei Awal Dari Puskesmas Plus Lahusa Kabupaten Nias
Selatan.
5. Surat Permohonan Izin Penelitian Dari Institusi Kesehatan Helvetia Medan
6. Surat Balasan Hasil Penelitian Dari Puskesmas Plus Lahusa Kabupaten Nias
Selatan.
7. Surat Permohonan Uji Validitas Dan Reliabilitas Dari Institusi Kesehatan
Helvetia Medan
8. Surat Balasan Uji Validitas Dan Reliabilitas Dari Puskesmas Luahagundre
20
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan tentu bukan merupakan kata baru dalam kamus keseharian warga
terutama keutamaan atau penting nya frasa yang diambil dari kata sehat ini.
Kesehatan merupakan impian siapa pun untuk terhindar dari berbagai penyakit
agar aktifitas menjalankan kegiatan sehari-hari menjadi lancar tanpa gangguan
suatu apa pun. Namun hal yang masih disayangkan masyarakat umum nya tidak
memperdulikan kesehatan mereka sendiri sampai kemudian mereka benar-benar
sakit dengan kata lain orang cenderung ingin sehat ketika mereka dalam posisi
sakit sementara mereka berada dalam kondisi sehat atau fit maka kesehatan akan
dilupakan dengan tidak memperhatikan pola makan, istirahat dan aktifitas yang
berlebihan(1).
Konsep “sehat”, World Health Organization (WHO) merumuskan dalam
cakupan yang sangat luas, yaitu “keadaan yang sempurna baik fisik, mental
maupun sosial, tidak hanya terbebas dari penyakit atau kelemahan/cacat”. Dalam
definisi ini, sehat bukan sekedar terbebas dari penyakit atau cacat. Orang yang
tidak berpenyakit pun tentunya belum tentu dikatakan sehat. Dia semestinya
dalam keadaan yang sempurna, baik fisik, mental, maupun sosial. Pengertian
sehat yang dikemukan oleh WHO ini merupakan suatau keadaan ideal, dari sisi
biologis, psikologis, dan sosial sehingga seseorang dapat melakukan aktivitas
secara optimal(2).
21
Departemen kesehatan merupakan lembaga yang berada dalam naungan
langsung Kementerian Kesehatan oleh karena nya pengertian kesehatan secara
langsung didefinisikan oleh Kemenkes sementara Depkes hanya tinggal
menyebarluaskan saja(3).Definisi kesehatan menurut Kemenkes yang tertulis
dalam UU No. 23 tahun 1992 merupakan keadaan normal dan sejahtera anggota
tubuh, sosial dan jiwa pada seseorang untuk dapat melakukan aktifitas tanpa
gangguan yang berarti dimana ada kesinambungan antara kesehatan fisik, mental
dan sosial seseorang termasuk dalam melakukan interaksi dengan lingkungan (4).
Pelayanan kesehatan merupakan faktor penting dalam meningkatkan derajat
kesehatan dan kesejahteraan setiap insan di seluruh dunia. Setiap orang
mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan dan pemerintah
bertanggung jawab atas ketersediaan segala bentuk upaya kesehatan yang
bermutu, aman, efesien, dan terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat (pasal 19
UU No. 36 Tahun 2009). Salah satu upaya tersebut yaitu dengan peningkatan
ketersediaan dan pemerataan fasilitas pelayanan kesehatan dasar seperti
puskesmas di setiap daerah(5).
Tenaga perawat adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang
kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan
di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk
melakukan upaya kesehatan. Sarana kesehatan adalah tempat yang digunakan
untuk menyelenggarakan upaya kesehatan(5).Pemeliharaan kesehatan adalah
upaya penaggulangan dan pencegahan gangguan kesehatan yang memerlukan
pemeriksaan, pengobatan dan/atau perawatan termasuk kehamilan dan
22
persalinan. Pendidikan kesehatan adalah proses membantu sesorang, dengan
bertindak secara sendiri-sendiri ataupun secara kolektif, untuk membuat
keputusan berdasarkan pengetahuan mengenai hal-hal yang memengaruhi
kesehatan pribadinya dan orang lain(6).
Menurut Perkins, Jauh sebelum Paune mengemukakan pendapat mengenai
kesehatan, Perkins, seorang ahli medis telah mengungkapkan pada tahun 1938
bahwasannya kesehatan merupakan keseimbangan yang dinamis antara fungsi dan
bentuk tubuh dalam kaitannya dengan lingkungan sekitar yang memperngaruhi
kedua elemen tersebut. Dalam mendifinisikan kesehatan, White yang seorang
dokter memiliki cara untuk mengartikan kesehatan secara sederhana. Menurut
White, kesehatan merupakan keadaan normal pada sesorang yang tidak
memilikim keluhan atau absennya gejala-gejala penyakit yang diidentifikasi
secara medis pada saat proses pemeriksaan berlangsung(7).
Geografi dan demografi UPTD (unit pelaksana teknis dinas) puskesmas
perawatan plus lahusa terletak dibagian timur kota kabupaten nias selatan dan
berlokasi dikecamatan lahusa, UPTD puskesmas perawatan plus lahusa memiliki
luas wilayah 6,251 Ha, yang memiliki desa terdiri dari 23 desa dengan jumlah
kependudukan sebanyak 24,632 jiwa, dengan pembagian jenis kelamin yaitu laki-
laki sebanyak 11,585 jiwa dan perempuan sebanyak 13,047 jiwa. Jumlah kk
sebanyak 4,338 kk dan rumah 3,609 unit. UPTD pusekesmas perawatan lahusa
memiliki sarana kesehatan yang terletak didesa/dusun yaitu puskesmas 1 unit,
pustu (puskesmas pembantu) 1 unit, poskesdes (pos kesehatan desa) 3unit, dan
posyandu (pos pelayanan keluarga berencana kesehatan terpadu) 23 unit,
23
denganjumlah pegawai tenega perawat yaitu62 orang diantaranya 15 orang
perawat ASN, 30 orang PTTD daerah dan 17 orang tenaga sukarela yang bekerja
dipuskesmas Plus Lahusa Kabupaten Nias Selatan(8).
Berdasarkan survey yang peneliti lakukan diwilayah kerja UPTD Puskesmasn
Plus Lahusa Kab. Nias Selatan, ada beberapa tenaga perawat yang telah peneliti
wawancarai salah satunya adalah tenaga kesehatan Bidan, Perawat dan Dokter.
Dari segi wawancara tersebut peneliti menemukan ada beberapa faktor yang
mempengaruhi sistem kinerja tenaga kesehatan di Puskesmas Plus Lahusa
diantaranya (1) Pendidikan itu suatu pembelajaran pengetahuan atau ketrampilan
dan kebiasaan sekolompok orang yang diturunkan suatu generasi kegenerasi
berikutnya melalui pengajaran latihan atau penelitian. (2) Kepemimpinan suatu
kemampuan atau kekuatan dalam diri seseorang untuk mempengaruhi orang lain
dalam bekerja dimana tujuan supaya dapat mencapai target. (3) Motivasi
seseorang yang memberi dorongan kepada orang lain agar tujuannya dapat
tercapai sehingga kinerja itu bisa diselesaikan. (4) Kedisiplinan suatu kondisi
yang tercipta dan terbentuk melalui proses dengan keserangkaian sikap yang
menunjukkan sistem kinerja (5) Insentif upah yang diberi untuk mendorong
semangat kerja baik dalam suatu perusahaan maupun sistem pemerintahan (6)
Lingkungan Kerja salah satu sikap yang berinteraksi satu sam lain disalam suatu
organisasi kerja dan (7) Kemampuan kerja mampu menyelesaikan tugas dan
bertanggung jawab yang telah diberi oleh atasan. Dari ketujuh faktor yang disebut
diatas masih kurangnya dilaksanakan atau dilakukanterhadap petugas/karyawan di
Puskesmas tersebut dan masih banyak lagi yang dikeluhkan dalam pelayanan
24
kesehatan yaitu kurangnya ketegasan dalam kepemimpinan untuk memonitoring
team kerja dan untuk menciptakan suasana lingkungan kerja yang menyenangkan
dalam mendukung tindakan-tindakan yang dilakukan dalam bekerja team (9).
Menurut Thoha2013 dalam buku kepemimpinan mengemukakan bahwa suatu
organisasi akan berhasil atau bahkan gagal, sebagian besar ditentukan oleh
kepemimpinan yang ada. Kepemimpinan adalah suatu kekuatan yang
menggerakan perjuangan atau kegiatan menuju sukses. Kepemimpinan juga
berarti proses mempengaruhi aktivitas kelompok dalam rangka perurumusan dan
pencapaian tujuan(9).
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja tenaga perawat di
wilayah kerja puskesamas plus lahusa kabupaten nias selatan 2018 di antaranya
yang berhubungan dengan Pendidikan, kepemimpinan, motifasi, kedisplinan,
Insentif, Lingkungan kerja, dan Kemampuan kerja.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahannya
sebagai berikut :
1. Apakah Pendidikan berpengaruh dengan kinerja tenaga perawat di wilayah
kerja Puskesmas Plus Lahusa Kabupaten Nias Selatan tahun 2019 ?
2. Apakah kepemimpinan berpengaruh dengan kinerja tenaga perawat di
wilayah kerja Puskesmas Plus Lahusa Kabupaten Nias Selatan tahun 2019 ?
3. Apakah motivasi berpengaruh dengan kinerja tenaga perawat di wilayah kerja
Puskesmas Plus Lahusa Kabupaten Nias Selatan tahun 2019 ?
25
4. Apakah kedisiplinan berpengaruh dengan kinerja tenaga perawat di wilayah
kerja Puskesmas Plus Lahusa Kabupaten Nias Selatan kesehatan 2019 ?
5. Apakah insentif berpengaruh dengan kinerja tenaga perawatdi wilayah kerja
Puskesmas Plus Lahusa Kabupaten Nias Selatan tahun 2019 ?
6. Apakah lingkungan kerja berpengaruh dengan kinerja tenaga perawat di
wilayah kerja Puskesmas Plus Lahusa Kabupaten Nias Selatan tahun 2019 ?
7. Apakah kemampuan kerja berpengaruh dengan kinerja tenagaperawat di
wilayah kerja Puskesmas Plus Lahusa Kabupaten Nias Selatan kesehatan
tahun 2019 ?
8. Variabel apakah yang berpengaruh dengan kinerja tenaga perawat di wilayah
kerja Puskesmas Plus Lahusa Kabupaten Nias Selatan tahun 2019 ?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk menganalisisDeterminanpkinerja Tenaga Perawat di Wilayah Kerja
Puskesmas Plus Lahusa Kabupaten Nias Selatan tahun 2019.
1.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini bertujuan:
1. Untuk menilai pengaruh pendidikan dengankinerjatenaga perawat.
2. Untuk menilai pengaruh kepemimpinan dengan kinerja tenaga perawat.
3. Untuk menilai pengaruh motivasi dengan kinerja tenaga perawat.
4. Untuk menilai pengaruh kedisiplinan dengan kinerja tenaga perawat.
5. Untuk menilai pengaruh insentif dengan kinerja tenagaperawat.
6. Untuk menilai pengaruh lingkungan kerja dengan kinerja tenaga perawat.
26
7. Untuk menilai pengaruh kemampuan kerja dengan kinerja tenaga perawat.
8. Untuk menilai variabel yang paling berpengaruh dengan kinerja tenaga
perawat.
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat Ilmiah
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai pendahuluan untuk peneliti
berikutnya tentang determinan kinerja tenaga perawat di wilayah kerja
Puskesmas.
1.4.2.Manfaat Institusi
1. Puskesmas
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang berguna
tentang pelaksanaan determinan kinerja tenaga perawat di wilayah kerja
Puskesmas Plus Lahusa Kabupaten Nias Selatan.
2. Dinas Kesehatan Kabupaten Nias Selatan.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan masukaninformasi dalam
menyusun kebijakan dan strategi program-program kesehatan terutama yang
berhubungan dengan determinan kinerja tenaga perawat di Puskesmas Plus
Lahusa Kabupaten Nias Selatan.
1.4.3. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi penulis untuk meningkatkan dan
mengembangkan kemampuan, pengetahuan, wawasan serta kemampuan menulis
karya ilmiah yang berkaitan dengan kinerja kesehatan.
27
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Peneliti Terdahulu
Berdasarkan penelitian yang dilakukan meutia dewi dengan judul pengaruh
kualitas pelayanan terhadap kepuasan pasien pengguna bpjs pada rumah sakit
rehabilitas, penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh Kinerja dan
Kelengkapan Fasilitas Pelayanan Medis terhadap Kepuasan Pasien Pengguna
BPJS Kesehatan. Koefisien determinasi (R2 ) diperoleh sebesar 0,589 atau sebesar
58,9% variabel bukti fisik, kehandalan, daya tanggap, jaminan dan empaty
memberikan pengaruh terhadap kepuasan pasien pengguna BPJS pada Rumah
Sakit Rehabilitasi Medik, dan sisanya sebesar (100-58,9%) = 42,1% dipengaruhi
oleh variabel lain yang tidak termasuk dalam penelitian ini.(10).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Putri Yuliana Hermawanti
dengan judul pengaruh kinerja dan kelengkapan fasilitas pelayanan medis
terhadap kepuasaan penggunaan pelayanan BPJS dipuskesmas Windusari
Kabupaten Magelang. pengaruh kelengkapan fasilitas pelayanan medis terhadap
kepuasan pasien pengguna BPJS Kesehatan di Puskesmas Windusari Kabupaten
Magelang. Koefisien korelasi (r) menunjukkan nilai sebesar 0,715. Sedangkan,
koefisien determinasi (r2 ) sebesar 0,511. Hal ini menunjukkan bahwa besarnya
pengaruh kelengkapan fasilitas pelayanan medis terhadap kepuasan pasien
pengguna BPJS Kesehatan di Puskesmas Windusari Kabupaten Magelang sebesar
51,1%. Berdasarkan hasil uji t diperoleh t hitung sebesar 11,254. Jika
28
dibandingkan dengan ttabel sebesar 1,979 pada taraf signifikansi 5%, maka nilai
thitung>tabel.(10)
Kinerja berpengaruh kuat terhadap kepuasan pasien pengguna BPJS
Kesehatan di Puskesmas Windusari Kabupaten Magelang. Besar sumbangan
efektif dari variabel kinerja terhadap kepuasan pasien pengguna BPJS Kesehatan
di Puskesmas Windusari adalah sebesar 56,6%. Kelengkapan fasilitas pelayanan
kesehatan berpengaruh kuat terhadap kepuasan pasien pengguna BPJS Kesehatan
di Puskesmas Windusari Kabupaten Magelang. Besar sumbangan efektif dari
variabel kelengkapan fasilitas pelayanan medis terhadap kepuasan pasien
pengguna BPJS Kesehatan di Puskesmas Windusari adalah sebesar 11,1% . (10)
Kinerja tenaga kesehatan mampu mempertahankan dan meningkatkan
pembangunan kesehatan dengan kajian mengenai kinerja memberikan kejelasan
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kinerja personelPenelitian yang
dilakukan oleh Ilyas 2015 terhadap kinerja Puskesmas menyimpulkan bahwa ada
beberapa faktor yang langsung berkaitan dengan kinerja seorang medis yaitu
penghasilan, manfaat supervisi, pengembangan karier, pelatihan. Dengan kata lain
bahwa faktor-faktor tersebut bisa meningkatkan kinerja personal dan organisasi.
Simanjuntak 2013 menyatakan bahwa kinerja perusahaan dan kinerja setiap orang
juga sangat bergantung pada kemampuan manajerial atau pimpinan baik dengan
membangun sistem kerja dan hubungan industrial yang harmonis, maupun dengan
mengembangkan kompetensi pekerja, serta dengan menumbuhkan motivasi dan
memobilisasi seluruh karyawan untuk bekerja secara optimal.(11)
29
Dari hasil penelitian Ngadarodjatun, menunjukan bahwa pengetahuan petugas
baik dengan tercapainya kinerja lebih besar dari pada pengetahuan petugas yang
kurang baik, dapat dilihat dari cara kinerjanya tercapai 89,7%. Sikap positif
menunjukan lebih besar dibandingkan sikap negatif yang mencapai kinerja 81,3%,
dalam pengaruh motivasi dengan kinerja petugas lebih besar dengan motivasi
yang rendah tercapainyan kinerja petugas sebanyak 91,7%, gaya kepemimpinan
juga menunjukan pengaruh kepemimpinan dengan kinerja petugas sangat
mempengaruhi kepemimpinan kepala puskesmas yang bertanggung jawab penuh
terhadap kinerja petugas lebih besar dibandingkan dengan kepemimpinan yang
kurang baik dengan tercapainya kinerja sebanyak 84,0%, juga kompensasi yang
diberikan kepada petugas kinerja tercapainya kinerja lebih baik besar
dibandingkan dengan kompensasi yang kurang dengan kinerja petugas sebanyak
84,6%.(12)
2.2. Telaah Teori
2.2.1. Definisi Kinerja Tenaga kesehatan
Kinerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai pegawai dalam suatu organisasi.
Kinerja adalah tingkat kemampuan pegawai dalam mencapai pelaksanaan kerja.
Darmawan (2005) menyebutkan bahwa : “kinerja merupakan hasil kerja yang
dicapai seseorang atau kelompok dalam suatu organisasi dalam kurun waktu
tertentu, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing”. Dalam
rangka untuk mencapai tujuan organisasi yang bersangkutan secara illegal, tidak
melanggar hukum atau ketentuan-ketentuan yang ditetepkan serta sesuai dengan
moral maupun etika kerja(10).
30
Kinerja karyawan (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan
kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya
sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya (Mangkunegara, 2009).
Tingkat keberhasilan suatu kinerja meliputi aspek kuantitatif dan kualitatif.
Sedangkan, menurut Siswanto (dalam Muhammad Sandy, 2015) kinerja ialah
prestasi yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan
yang diberikan kepadanya(11).
Menurut Henry Simamora (2015), kinerja adalah tingkat terhadap mana para
pegawai mencapai persyaratan-persyaratan pekerjaan. Rivai memberikan
pengertian bahwa kinerja atau prestasikerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan
seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu di dalam melaksanakan
tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja,
target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan
disepakati bersama(12).
Penilaian Kinerja (performance appraisal) adalah proses evaluasi seberapa
baik karyawan mengerjakan pekerjaan mereka ketika dibandingkan dengan satu
set standar, dan kemudian mengkomunikasikannya dengan para karyawan
Menurut Amins (2012), penilaian kinerja (performance appraisal) merupakan
suatu proses yang dilakukan secara sistematis terhadap kinerja pegawai atau
Sumberdaya Manusia (SDM) berdasarkan pekerjaan yang ditugaskan atau
dibebankan kepada mereka. Sedangkan Ivancevich menyatakan penilaian kinerja
merupakan aktivitas yang digunakan untuk menentukan pada tingkat mana
seorang pekerja menyelesaikan pekerjaannya secara efektif(13).
31
Berdasarakan definisi penilaian kinerja di atas dapat disimpulkan bahwa
penilaian kinerja merupakan suatu proses evaluasi yang dilakukan secara
sistematis terhadap karyawan berdasarkan pekerjaan yang ditugaskan atau
dibebankan kepada mereka untuk menentukan pada tingkat mana seorang
karyawan menyelesaikan pekerjaannya secara efektif ketika dibandingkan dengan
satu set standar, dan kemudian mengkomunikasikannya dengan para karyawan.
Berdasarkan pengertian kinerja dari beberapa pendapat para ahli tersebut,
dapat ditafsirkan bahwa kinerja karyawan erat kaitannya dengan hasil pekerjaan
seseorang dalam suatu organisasi, hasil pekerjaan tersebut dapat menyangkut
kualitas, kuantitas dan ketepatan waktu.
konsep utama organisasi yang menunjukkan seberapa jauh tingkat
kemampuan pelaksanaan tugas-tugas organisasi dilakukan dalam rangka
pencapaian tujuan.
Pelayanan kesehatan merupakan salah satu bagian dari bentuk pelayanan
publik. (Sabela, Robi, dan Tuti Khairani. (2014) Kinerja (performance) pada
dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh karyawan(14).
Kinerja merupakan suatu fungsi dari motivasi dan kemampuan. Untuk
menyelesaikan tugas dan pekerjaan, seseorang harus memiliki derajat kesediaan
dan tingkat kemampuan tertentu(14).
Kinerja merupakan tanggung jawab setiap individu terhadap pekerjaan,
Membantu mendefenisikan harapan kinerja, mengusahakan kerangka kerja bagi
supervisor dan pekerja saling berkomunikasi (Wibowo, 2010). Kinerja merupakan
hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat dengan tujuan strategis
32
organisasi, kepuasan konsumen dan memberikan kontribusi ekonomi. (Amstrong
dan Baron dalam wibowo, 2010) Kinerja merupakan fungsi interaksi antara
kemampuan (ability), motivasi (Motivation) dan kesempatan (Opportunity), yaitu
artinya kinerja merupakan fungsi dari kemampuan, motivasi dan kesempatan.
(Robbins dalam Rivai dan Basri, 2005) Kinerja adalah hasil kerja yang dapat
dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam satu organisasi, sesuai
dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalamrangka mencapai
tujuan organisasi yang bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan
sesuai dengan moral dan etika(15).
2.2.2. Standar Kinerja
Standar kinerja merupakan tingkat kinerja yang diharapkan dalam suatu
organisasi, dan merupakan pembanding (benchmark) atau tujuan atau target
tergantung pada pendekatan yang diambil. Standar kerja yang baik harus realistis,
dapat diukur dan mudah dipahami dengan jelas sehingga bermanfaat baik bagi
organisasi maupun para karyawan (Abdullah, 2014)(16). Standar kinerja menurut
Wilson (2012) adalah tingkat yang diharapkan suatu pekerjaan tertentu untuk
dapat diselesaikan, dan merupakan pembanding (benchmark) atas tujuan atau
target yang ingin dicapai, sedangkan hasil pekerjaan merupakan hasil yang
diperoleh seorang karyawan dalam mengerjakan pekerjaan sesuai persyaratan
pekerjaan atau standar kinerja(17).
33
2.2.3. Fungsi Standar Kinerja
Standar kinerja sebagaimana yang dijelaskan Abdullah (2014) memiliki
fungsi antara lain:
1. Sebagai tolak ukur (benchmark) untuk menentukan keberhasilan dan ketidak
berhasilan kinerja ternilai.
2. Memotivasi karyawan agar bekerja lebih keras untuk mencapai standar.
Untuk menjadikan standar kinerja yang benar-benar dapat memotivasi
karyawan perlu dikaitkan dengan reward atau imbalan dalam sistem
kompensasi.
3. Memberikan arah pelaksanaan pekerjaan yang harus dicapai, baik kuantitas
maupun kualitas.
4. Memberikan pedoman kepada karyawan berkenaan dengan proses
pelaksanaan pekerjaan guna mencapai standar kinerja yang ditetapkan(18).
2.2.4. Persyaratan Standar Kinerja
Agar dapat digunakan sebagai tolok ukur (benchmark), maka standar kinerja
harus memiliki persyaratan persyaratan tertentu. Persyaratan persyaratan standar
kinerja sebagaimana yang dijelaskan Abdullah (2014) antara lain:
1. Terdapat hubungan yang relevan dengan strategi organisasi.
2. Mencerminkan keseluruhan tanggung jawab karyawan dalam melaksanakan
pekerjaannya.
3. Memperhatikan pengaruh faktor-faktor di luar kontrol karyawan.
4. Memperhatikan teknologi dan proses produksi.
34
5. Sensitif, dapat membedakan antara kinerja yang dapat diterima dan yang
tidak dapat diterima.
6. Memberikan tantangan kepada karyawan.
7. Realistis, dapat dicapai oleh karyawan.
8. Berhubungan dengan waktu pencapaian standar.
9. Dapat diukur dan ada alat ukur untuk mengukur pencapaian standar.
10. Standar harus konsisten.
11. Standar harus adil.
12. Standar harus memenuhi ketentuan undang-undang dan peraturan
ketenagakerjaan(18).
2.2.5. Tujuan dan Manfaat Penilaian Kinerja
Penilaian adalah evaluasi terhadap hasil kerja pegawai, baik perorangan
maupun kelompok dalam suatu organisasi. Hasil kerja dapat merupakan
penampilan individu maupun kelompok kerja personel. Penampilan hasil karya
tidak terbatas pada personel yang memangku jabatan fungsional maupun struktur,
tetapi juga kepada keseluruhan jajaran personel di dalam organisasi.
Menurut Bangun (2012), penilaian kinerja memiliki berbagai manfaat antara
lain :
1. Evaluasi antar individu dalam organisasi:
Penilaian kinerja dapat bertujuan untuk menilai kinerja setiap individu dalam
organisasi. Tujuan ini dapat memberi manfaat dalam menentukan jumlah dan
jenis kompensasi yang merupakan hak bagi setiap individu dalam organisasi.
Kepentingan lain atas tujuan ini adalah sebagai dasar dalam memutuskan
35
pemindahan pekerjaan (job transferring) pada posisi yan tepat, promosi pekerjaan,
mutasi atau demosi sampai tindakan pemberhentian.
2. Pengembangan diri setiap individu dalam organisasi:
Penilaian kinerja pada tujuan ini bermanfaat untuk pengembangan karyawan.
Setiap individu dalam organisasi dinilai kinerjanya, bagi karyawan yang memiliki
kinerja rendah perlu dilakukan pengembangan baik melalui pendidikan maupun
pelatihan. Karyawan yang berkinerja rendah disebabkan kurangnya pengetahuan
atas pekerjaannya akan ditingkatkan pendidikannya, sedangkan bagi karyawan
yang kurang terampil dalam pekerjaannya akan diberi pelatihan yang sesuai.
3. Pemeliharaan sistem:
Berbagai sistem yang ada dalam organisasi, setiap subsistem yang ada saling
berkaitan antara satu subsistem dengan subsitem lainnya. Salah satu subsistem
yang tidak berfungsi dengan baik akan mengganggu jalannya subsistem yang lain.
Oleh karena itu, sistem dalam organisasi perlu dipelihara dengan baik. Tujuan
pemeliharaan sistem akan memberi beberapa manfaat antara lain, pengembangan
perusahaan dari individu, evaluasi pencapaian tujuan oleh individu atau tim,
perencanaan sumber daya manusia, penentuan dan identifikasi kebutuhan
pengembangan organisasi, dan audit atas sistem sumber daya manusia.
4. Dokumentasi
Penilaian kinerja akan memberi manfaat sebagai dasar tindak lanjut dalam
posisi pekerjaan karyawan di masa akan datang. Manfaat penilaian kinerja disini
berkaitan dengan keputusan-keputusan manajemen sumber daya manusia,
36
pemenuhan secara legal manajemen sumber daya manusia, dan sebagai kriteria
untuk pengujian validitas(18).
2.2.6. Persyaratan Penilaian Kinerja
Dalam syarat-syarat penilaian kinerja ada beberapa aspek yang harus
diperhatikan oleh penilai, karena persyaratan tersebut sangat menentukan hasil
penilaian kinerja selanjutnya. Adapun persyaratan yang harus diperhatikan seperti
yang dikemukakan oleh Moeheriono (2012) adalah sebagai berikut:
1. Input (Potensi)
Agar penilaian kinerja tidak membias dan tercapai sasaran sesuai dengan yang
dikehendaki oleh organisasi maka perlunya ditetapkan, disepakati, dan diketahui
aspek-aspek yang akan dinilai atau dievaluasi sebelumnya, sehingga setiap
karyawan sudah mengetahui dengan pasti aspek-aspek apa saja yang akan dinilai.
Dengan demikian, akan tercipta ketenangan kerja selama penilaian pada
karyawan.
1). Who? Pertanyaan ini mencakup: a) siapakah yang harus dinilai? apakah
seluruh karyawan yang ada dalam perusahaan dari jabatan yang tertinggi
sampai dengan yang terendah, b) siapakah yang harus menilai? Pelaksanaan
evalusi kinerja dapat dilakukan oleh atasan langsung atau atasan tidak
langsung. Atau dapat ditunjuk orang tertentu yang menurut pimpinan
perusahaan dianggap memiliki keahlian dalam bidangnya.
(1) What? Apakah yang harus dinilai? pertanyaan ini mencakup: a) objek atau
materi apa saja yang dinilai, hasil kerja, kemampuan sikap, kepemimpinan
kerja dan motivasi kerja ataukah disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan,
37
b) dimensi waktu, yaitu kapan kinerja yang dicapai pada saat ini (current
performance), dan potensi apa saja yang dapat dikembangkan pada waktu
yang akan datang (future potencial).
(2) Why? Mengapa penilaian kinerja itu harus dilakukan? Hal ini digunakan
untuk: a) memelihara potensi kerja karyawan, b) menentukan kebutuhan
pelatihan, c) sebagai dasar untuk mengembangan karier, d) sebagai dasar
untuk promosi jabatan.
(3) When? kapan waktu pelaksanaan penilaian kinerja dapat dilakukan secara
formal dan informal a) kapan penilain kinerja secara formal dilakukan secara
periodik, apakah setiap hari, minggu, bulan, triwulan, semester atau setiap
tahun b) apakah penilaian kinerja secara informal dilakukan secara terus
menerus dan setiap saat atau setiap hari kerja.
(4) Where? dimanakah penilaian kinerja dapat dilakukan: a) di tempat kerja (on
the job evaluation) pelaksanaan penilaian kinerja di tempat kerja yang
bersangkutan, atau di tempat lain yang masih dalam lingkungan perusahaan
sendiri, b) di luar tempat kerja (off the job evaluation) pelaksanaan penilaian
kinerja dapat dilakukan di luar perusahaan sendiri.
(5) How? bagaimanakah penilaian tersebut dilakukan yaitu dengan menggunakan
metode tradisional ataukah metode modern. Penilaian dengan menggunakan
metode tradisional ini, antara lain dengan metode rating scale dan metode
employee comparison, sedangkan penilaian dengan menggunakan metode
modern, antara lain dengan Management By Objective/MBO dan assessment
center.
38
Setelah beberapa pertanyaan di atas dapat dijawab, maka akan semakin jelas
baik bagi karyawan, atasan, supervisor, maupun perusahaan, bagaimana
pengukuran kinerja seharusnya dilaksanakan, berikut ini adalah tahapan yang
perlu diperhatikan dan dilakukan oleh atasan sebelum seorang karyawan akan
dinilai.
1. Menetapkan ukuran-ukuran keberhasilan pekerjaan terlebih dahulu dengan
tepat dan lengkap, serta menguraikan dalam bentuk perilaku yang dapat
diamati dan diukur secara cermat dan tepat. Ukuran-ukuran keberhasilan
tersebut sering menggunakan ciri kepribadian dalam bentuk sifat, prakarsa,
kemampuan dalam bekrja sama, daan prestasi kerja.
2. Menetapkan standar kerja yang dapat diterima karyawan , sebagai standar
pekerjaan yang masuk akal, rasional dapat dicapai dengan upaya tertentu.
Standar kerja tersebut ditetapkan bersama-sama antara atasan dan karyawan
yang akan dinilai dan dilakukan secara berkala pada setiap periode. Selain itu,
dalam menyusun formulir evaluasi dan aspek yang akan dinilai harus
disesuaikan dengan bidang tugas dan tanggung jawab karyawan masing-
masing. Jika ada ketidaksesuaian antara aspek yang dinilai, maka akan
membingungkan karyawan, akibatnya hasil penilaian terjadi deviasi. Artinya
akan timbul ketidaksesuaian antara yang dkerjakan karyawan dengan hasil
evaluasi kinerja.
1. Proses (Pelaksanaan)
Dalam fase pelaksanaan ini, proses komunikasi dan konsultasi antara individu
dan kelompok harus dilakukan sesering mungkin, supaya dapat menjamin seluruh
39
aspek dalam sistem penilaian kinerja secara menyeluruh dari pokok- pokok yang
berhubungan dengan praktik
2. Output (Hasil)
Perlunya ada kejelasan hasil penilaian dari atasan, seperti manfaat, dampak,
dan risiko, serta tindak lanjut dari rekomendasi penilaian. Selain itu, perlu
diketahui pula apakah hasil penilaian tersebut berhasil meningkatkan kualitas
kerja, motivasi kerja, etos kerja, dan kepuasan kerja karyawan, yang akhirnya
akan direfleksikan pada peningkatan kinerja perusahaan(19).
2.2.7. Mengukur Kinerja tenaga kesehatan
Menururt Bangun (2012), suatu pekerjaan dapat diukur melalui jumlah,
kualitas, ketepatan waktu mengerjakannya, kehadiran,pendidikan, lingkungan
kerja, kemampuan bekerja sama yang dituntut suatu pekerjaan tertentu.
1. Jumlah pekerjaan.
Dimensi ini menunjukkan jumlah pekerjaan yang dihasilkan individu atau
kelompok sebagai persyaratan yang menjadi standar pekerjaan. Setiap pekerjaan
memiliki persyaratan yang berbeda sehingga menuntut karyawan harus memenuhi
persyaratan tersebut baik pengetahuan, keterampilan, maupun kemampuan yang
sesuai. Berdasarkan persyaratan pekerjaan tersebut dapat diketahui jumlah
karyawan yang dibutuhkan untuk dapat mengerjakannya, atau setiap karyawan
dapat mengerjakan berapa unit pekerjaan.
2. Kualitas pekerjaan.
Setiap karyawan dalam perusahaan harus memenuhi persyaratan tertentu
untuk dapat menghasilkan pekerjaan sesuai kualitas yang dituntut suatu pekerjaan
40
tertentu. Setiap pekerjaan mempunyai standar kualitas tertentu yang harus
disesuaikan oleh karyawan untuk dapat mengerjakannya sesuai ketentuan.
Karyawan memiliki kinerja baik bila dapat menghasilkan pekerjaan sesuai
persyaratan kualitas yang dituntut pekerjaan tersebut.
3. Ketepatan waktu
Setiap pekerjaan memiliki karakteristik yang berbeda, untuk jenis pekerjaan
tertentu harus diselesaikan tepat waktu, karena memiliki ketergantungan atas
pekerjaan lainnya. Jadi, bila pekerjaan pada suatu bagian tertentu tidak selesai
tepat waktu akan menghambat pekerjaan pada bagian lain, sehingga memengaruhi
jumlah dan kualitas hasil pekerjaan.
4. Kehadiran
Suatu jenis pekerjaan tertentu menuntut kehadiran karyawan dalam
mengerjakannya sesuai waktu yang ditentukan. Ada tipe pekerjaan yang menuntut
kehadiran karyawan selama delapan jam sehari untuk lima hari kerja seminggu.
Kinerja karyawan ditentukan oleh tingkat kehadiran karyawan dalam
mengerjakannya.
5. Kemampuan kerja sama
Tidak semua pekerjaan dapat diselesaikan oleh satu orang karyawan saja.
Untuk jenis pekerjaan tertentu mungkin harus diselesaikan oleh dua orang
karyawan atau lebih, sehingga membutuhkan kerja sama antarkaryawan sangat
dibutukan. Kinerja karyawan dapat dinilai dari kemampuannya bekerjasama
dengan rekan sekerja lainnya(20).
41
2.2.8. Kriteria Dalam Penilain Kinerja
Menurut Robbins (dalam Amins, 2012), ada tiga kriteria dalam melakukan
penilaian kinerja individu, yakni:
1. Hasil kerja individu (individual task outcomes)
Hasil kerja individu tergantung pada perilaku seseorang dalam melakukan
pekerjaannya. Pengukuran hasil kerja individu dilakukan dengan melakukan
evaluasi hasil tugas dari seseorang atau produk apa yang dihasilkan. Umumnya
hasil kerja individu berupa data atau informasi, jasa dan benda. Evaluasi
pengukurannya berupa kuantitas dan kualitas yang dihasilkan. Kualitas dilihat dari
ketepatan, keterampilan, ketelitian dan kerapian hasil kerja. Kuantitas dilihat dari
jumlah keluaran atau seberapa cepat seseorang dapat menyelesaikan tugas-tugas
ekstra atau mendesak.
2. Perilaku (behaviors)
Pengertian perilaku disini adalah perilaku yang sering dilakukan dan
berkaitan dengan tugas yang harus ia lakukan dalam melaksanakan pekerjaannya.
Untuk mengukur kinerja berdasarkan perilaku kerja dapat dilakukan dengan
mengevaluasi aktivitas atau kegiatan yang dilakukan oleh karyawan dalam
kaitannya dengan pekerjaannya. Pengukuran berdasarkan perilaku akan
menghasilkan obyektivitas, yaitu keluaran yang mampu dihasilkan karyawan
sesuai dengan kapasitas yang dimilikinya.
3. Ciri (traits)
Ciri individu merupakan sifat bawaan seseorang yang mencakup antara lain;
percaya diri, dapat diandalkan, dapat bekerjasama, dan berpengalaman. Untuk
42
pengukuran kinerja berdasarkan cirri individu dapat dilakukan dengan mengukur
prestasi kerja berdasarkan fungsi karyawan. Namun demikian, pengukuran kinerja
lebih baik ditekankan pada kriteria perilaku daripada kriteria karakteristik(21).
2.2.9. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Menurut Mangkunegara (2013), faktor yang mempengaruhi pencapaian
kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation)(16).
1. Faktor Kemampuan (Ability)
Secara psikologis, kemampuan (ability) terdiri dari kemampuan potensi (IQ)
dan kemampuan reality (knowledge + skill). Artinya, pimpinan dan karyawan
yang memiliki IQ di atas rata-rata (IQ 110-120) apalagi IQ superior, very
superior, gifted dan genius dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya
dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka akan lebih mudah
mencapai kinerja maksimal.
2. Faktor Motivasi (Motivation)
Motivasi diartikan suatu sikap (attitude) pimpinan dan karyawan terhadap
situasi kerja (situation) di lingkungan organisasinya. Mereka yang bersikap positif
(pro) terhadap situasi kerjanya akan menunjukkan motivasi kerja tinggi dan
sebaliknya jika mereka bersikap negatif (kontra) terhadap situasi kerjanya akan
menunjukkan motivasi kerja yang rendah. Situasi yang dimaksud mencakup
anatara lain hubungan kerja, fasilitas kerja, iklim kerja, kebijakan pimpinan, pola
pimpinan kerja dan kondisi kerja.
Menurut Simamora (dalam Mangkunegara, 2013), kinerja (performance)
dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu:
43
1. Faktor individual yang terdiri dari:
1). Kemampuan dan keahlian
2). Latar belakang
3). Demografi
2. Faktor psikologis yang terdiri dari:
1). Persepsi
2). Attitude
3). Personality
4). Pembelajaran
5). Motivasi
3. Faktor organisasi yang terdiri dari:
1). Sumber daya
2). Kepemimpinan
3). Penghargaan
4). Struktur
5). Job design(22).
2.2.10. Penilaian Kinerja
Menurut Mathis dan Jackson (2009), penilaian kinerja dapat dilaksanankan
oleh siapa saja yang paham benar tentang penilaian karyawan secara individual.
Kemungkinannya antara lain adalah:
1. Para atasan yang menilai karyawannya.
44
Penilaian karyawan oleh atasan secara tradisional didasarkan atas asumsi
bahwa atasan langsung adalah orang yang berkualitas untuk mengevaluasi kinerja
karyawan secara realistis, objektif, dan adil.
2. Karyawan yang menilai atasannya
Konsep dari para atasan dan manajer yang dinilai oleh karyawan atau anggota
kelompok saat ini sedang digunakan di sejumlah organisasi. Salah satu contoh
utama dari jenis penilaian ini terjadi di akademi atau di perguruan tinggi, dimana
para mahasiswa mengevaluasi kinerja dari para dosen di dalam kelas.
3. Anggota kelompok yang menilai satu sama lain
Untuk menggunakan anggota kelompok sebagai penilai adalah jenis penilaian
lainnya dengan adanya potensi untuk membantu ataupun menyakiti. Penilaian
rekar kerja khususnya berguna di saat atasan tidak memiliki kesempatan untuk
mengobservasi setiap kinerja karyawan, tetapi rekan kerja anggota kelompok
melakukannya.
4. Sumber-sumber dari luar
Penilaian mungkin saja dilakukan oleh pihak luar. Para ahli dari luar mungkin
dipanggil untuk meninjau hasil kerja seorang pimpinan akademi. Konsumen atau
klien dari organisasi merupakan sumber yang jelas bagi penilaian pihak luar.
5. Penilaian karyawan sendiri.
Penilaian diri sendiri dilakukan dalam beberapa kondisi tertentu. Intinya, hal
ini merupakan alat pengembangan diri yang memaksa karyawan untuk
memikirkan kekuatan dan kelemahan mereka dan menetapkan tujuan untuk
pengembangan.
45
6. Penilaian dengan multisumber (360o)
Penilaian multisumber merupakan penilaian yang masih relatif baru dan
jumlahnya tidak banyak. Umpan balik multisumber ini menyadari bahwa manajer
tidak lagi sebagai sumber satu-satunya untuk informasi penilaian kinerja.
Sebaliknya, umpan balik dari berbagai kolega dan konstitusi dikumpulkan dan
kemudian diberikan kepada manajer, untuk kemudian membantu manajer
membentuk umpan balik yan diperoleh dari seluruh sumber tadi(15).
2.2.11. Metode Penilaian Kinerja
Metode penilaian kinerja dapat dilakukan melalui:
1. Rating Scale
Penilaian prestasi metode ini didasarkan pada suatu skala dari sangat baik,
baik, cukup, kurang baik, dan jelek. Bentuk ini sangat umum dipakai oleh
organisasi dan dilakukukan secara subyektif oleh penilai. Evaluasi ini
membandingkan hasil pekerjaan karyawan dengan faktor kriteria yang dianggap
penting bagi pelaksanaan kerja tersebut (Rachmawati, 2008).
Kelebihan metode ini adalah tidak mahal dalam penyusunan dan
administrasinya, penilai hanya memerlukan sedikit latihan, tidak memakan waktu,
dan dapat diterapkan untuk sejumlah karyawan yang besar. Kelemahan pertama
metode ini adalah kesulitan dalam menentukan kriteria yang relevan dengan
pelaksanaan kerja. Apalagi kalau formulir akan diterapakan untuk semua
pekerjaan. Suatu kriteria penting bagi pekerjaan tertentu mungkin tidak tercakup
dalam formulir penilaian. Dan bila kriteria prestasi kerja tertentu sulit
diidentifikasikan, formulir bisa berisi variabel-variabel kepribadian yang tidak
46
relevan dan mengurangi arti penilaian. Evaluasi deskriptif tersebut juga dapat
diinterpretasikan dengan sangat bervariasi oleh para penilai. Atau dengan kata
lain, tipe penilaian ini merupakan peralatan penilaian yang subyektif. Bias penilai
cenderung tercermin dalam skala penilaian (Handoko, 2011).
2. Checklist
Checklist adalah penilaian yang didasarkan pada suatu standar unjuk kerja
yang sudah dideskrisipkan terlebih dahulu, kemudian penilai memeriksa apakah
karyawan sudah mengerjakannya. Standar-standar unjuk kerja, misalnya pegawai
hadir dan pulang tepat waktu, pegawai bersedia bilamana diminta untuk lembur,
pegawai patuh pada atasan, dan lain-lain (Rachmawati, 2008). Metode penilaian
checklist dimaksudkan untuk mengurangi beban penilai. Penilai tinggal memilih
kalimat-kalimat atau kata-kata yang menggambarkan prestasi kerja dan
karakteristik-karakteristik karyawan. Penilai biasanya adalah atasan langsung.
Kebaikan checklist adalah ekonomis, mudah administrasinya, latihan bagi penilai
terbatas, dan terstandardisasi. Kelemahannya meliputi penggunaan kriteria
kepribadian di samping kriteria prestasi kerja, kemungkinan terjadinya bias
penilai (terutama halo effect), interpretasi salah terhadap item-item checklist dan
penggunaan bobot yang tidak tepat, serta tidak memungkinkan penilai
memberikan penilaian relatif (Handoko, 2011).
3. Graphic Rating Scale (Skala Penilain Grafik)
Skala penilain grafik memungkinkan penilai untuk memberikan nilai terhadap
kinerja karyawan secara kontinu. Ada dua tipe skala penilaian grafik yang
digunakan saat ini. Kadang-kadang keduanya digunakan untuk menilai orang
47
yang sama. Jenis pertama dan yang paling umum digunakan adalah mendata
seluruh kriteria pekerjaan (kuantitas pekerjaan, kualitas pekerjaan). Jenis kedua
lebih bersifat perilaku, dengan perilaku spesifik didata dan efektivitasnya dari
masing- masing perilaku yang dinilai.
4. Metode Uraian Ringkas
Metode ini dilakukan dengan cara meminta atau memerintahkan kepada
pekerja yang dinilai, untuk menguraikan secara ringkas mengenai segala sesuatu
yang telah dikerjakannya selama suatu jangka wakt terentu. Dalam perintah atau
instruksinya harus jelas mengenai apa saja yang harus diuraikan oleh pekerja yang
dinilai, agar tidak menguraikan sesuau yang tida perlu. Metode ini baik atau
efektif untuk memperoleh informasi/data yang akan digunakan sebagai umpan
balik (feed back) bagi pekerja yang diperlukan dalam memperbaiki kelemahan
atau kekurangannya dalam bekerja.
5. Metode Distribusi/Penyebaran Kemampuan
Meode ini bermaksud mengetahui semua aspek dalam kemampuan pekerja secara
individual dengan menempatkannya di dalam grafik untuk mengetahui posisinya
dalam sebaran/distribusi kurve normal, atau kurve yang miring ke kanan (positif)
atau kurve yang miring ke kiri (negatif). Nilai/angka untuk membuat kurve
sebaran kemampuan dapat diperoleh dari jumlah keseluruhan dari nilai/angka
semua aspek yang dinilai dan dapat pula hanya untuk salah satu aspek atau
masing-masing aspek yang dinilai.
Perusahaan yang kompetitif seharusnya memiliki sebaran kemampuan kerja
yang mengikuti kurve miring ke kanan, yang berarti sebanyak 75% pekerjanya
48
memiliki kemampuan tinggi. Setiap pekerja secara individual berdasarkan hasil
peniaian kinerja dapat mengetahui /diketahui kedudukan atau posisi kemampuan
kerjanya, berdasarkan kurve yang menggambarkan sebaran kemampuan yang
dimilikinya (Nawawi, 2005).
6. Critical Incident Methods (Metode Peristiwa Kritis)
Metode peristiwa kritis merupakan metode penilaian yang mendasarkan pada
catatan-catatan penilai yang menggambarkan perilaku karyawan sangat baik atau
sangat jelek dalam kaitannya dengan pelaksanaan kerja. Catatan-catatan ini
disebut dengan peristiwa-peristiwa kritis. Metode ini sangat berguna dalam
memberikan umpan balik kepada karyawan, dan mengurangi kesalahan kesan
terakhir. Kelemahan-kelemahan metode ini adalah bahwa para atasan sering tidak
berminat mencatat peristiwa-peristiwa kritis atau cenderung mengada-ada, dan
bersifat subyektif (Handoko, 2011).
7. Field Review Method (Metode Peninjauan Lapangan)
Dengan metode ini, wakil ahli departemen personalia turun ke lapangan dan
membantu para penyelia dalam penilaian mereka. Spesialis personalia
mendapatkan informasi khusus dari atasan langsung tentang prestasi kerja
karyawan. Kemudian ahli itu mempersiapkan evaluasi atas dasar informasi
tersebut. Evaluasi dikirim kepada penyelia untuk review, perubahan, persetujuan
dan pembahasan dengan karyawan yang dinilai. Spesialis personalia bisa mencatat
penilaian pada tipe formulir penilaian apapun yang digunakan perusahaan
(Handoko, 2011).
8. Tes dan Observasi Prestasi Kerja
49
Bila jumlah pekerjaan terbatas, penilaian prestasi kerja bisa didasarkan pada
tes pengetahuan dan ketrampilan. Tes mungkin tertulis atau peragaan
ketrampilam. Agar berguna tes harus reliabel dan valid (Handoko, 2011).
9. Metode-metode Evaluasi Kelompok
Metode-metode penilaian kelompok berguna untuk pengambilan keputusan
kenaikan upah, promosi dan berbagai bentuk penghargaan organisasional karena
dapat menghasilkan ranking karyawan dari yang terbaik sampai terjelek.
10. Self – Appraisals (Penilaian Diri Sendiri)
Penilaian diri sendiri adalah penilaian karyawan untuk dirinya sendiri dengan
harapan pegawai tersebut dapat mengidentifikasi aspek-aspek perilaku kerja yang
perlu diperbaiki pada masa yang akan datang. Pelaksanaannya, organisasi atau
atasan penilai mengemukakan harapan-harapan yang diinginkan dari karyawan,
tujuan organisasi, dan hambatan yang dihadapi organisasi. Kemudian berdasarkan
informasi tersebut, pegawai dapat mengidentifikasi aspek-aspek perilaku yang
perlu diperbaiki. Salah satu kebaikan dari metode ini adalah dapat mencegah
terjadinya perilaku membenarkan diri (defensive behaviour) (Rachmawati, 2008).
Teknik evaluasi ini berguna bila tujuan evaluasi adalah untuk melanjutkan
pengembangan diri. Bila karyawan menilai dirinya, perilaku defensif cenderung
tidak terjadi, sehingga upaya perbaikan diri juga cenderung dilaksanakan
(Handoko, 2011).
Penilaian diri sendiri dilakukan dalam beberapa kondisi tertentu. Intinya, hal
ini merupakan alat pengembangan diri yang memaksa karyawan untuk
memikirkan kekuatan dan kelemahan mereka dan menetapkan tujuan untuk
50
pengembangan. Jika seorang karyawan bekerja secara terisolasi dengan suatu
keterampilan yang unik, si karyawan bisa menjadi satu-satunya yang memiliki
kualifikasi untuk menilai perilaku mereka sendiri. Meskipun demikian, karyawan
mungkin tidak menilai diri mereka sendiri sebagaimana para atasan menilai
mereka; mereka mungkin menggunakan standar yang agak berbeda. Beberapa
riset menunjukkan bahwa orang cenderung lebih toleran dalam menilai diri
mereka sendiri, sedangkan penelitian lainnya tidak demikian. Meskipun ada
kesulitan dalam penilaian diri sendiri, penilaian karyawan jenis ini dapat beguna
dan menjadi sumber yang kredibel untuk informasi penilaian (Mathis dan
Jackson, 2002).
Karyawan dapat menilai dirinya sendiri, apakah hasil pekerjaannya sudah
mencapai atau belum sesuai standar pekerjaan. Berdasarkan hasil analisis
pekerjaan, karyawan dapat menilai kinerjanya sendiri. Berbagai perusahaan sudah
mempercayakan karyawannya untuk menilai dirinya sendiri sepanjang karyawan
itu sudah dipercaya untuk memberi keterangan diri tentang hasil pekerjannya.
Hasil penilaian yang lebih tepat bila karyawan memberikan penilaian atas
kinerjanya, karena sebenarnya merekalah yang lebih tahu tentang prestasi
kerjanya. Namun jarang sekali seorang karyawan dengan jujur menilai kinerjanya
yang sebenarnya. Secara kenyataan, kebanyakan orang menilai kinerjanya lebih
tinggi dari hasil penilaian yang dilakukan oleh penilai yang sebenarnya (Bangun,
2012).
11. Psychological Appraisals (Penilaian Psikologis)
51
Penilaian psikologis adalah proses penilaian yang dilakukan oleh para ahli
psikologi untuk mengetahui potensi seseorang yang berkaitan dengan pelaksanaan
pekerjaan seperti kemampuan intelektual, motivasi, dan lain-lain yang bersifat
psikologis. Penilaian ini biasanya dilakukan melalui serangkaian tes psikologi
seperti tes kecerdasan, tes kecerdasan emosional, dan tes kepribdian, yang
dilakukan melaui wawancara atau tes-tes tertulis(15).
2.3. Landasan Teori
Tenaga kesehatan berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Tentang
Kesehatan No 36 tahun 2014 merupakan setiap orang yang mengabdikan diri
dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuandan keterampilan melalui
pendidikan di bidang kesehatan untuk jenistertentu yang memerlukan kewenangan
dalam melakukan upaya kesehatan. Tenaga kesehatan juga memiliki peranan
penting untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan yang maksimal kepada
masyarakat agar masyarakat mampu meningkatkan kesadaran, kemauan,dan
kemampuan hidup sehat sehingga mampu mewujudkan derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya sebagai investasi bagi pembangunansumber daya manusia yang
produktif secara sosial dan ekonomi(23).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati (2008) perilaku
tenaga kesehatan mempengaruhi kepatuhan ibu hamil dalammengkonsumsi tablet
Fe. Kepatuhan ibu hamil dapat lebih ditingkatkanlagi apabila petugas kesehatan
mampu memberikan penyuluhan,khususnya mengenai manfaat tablet besi dan
kesehatan ibu selama kehamilan. Penelitian lainnya dilakukan oleh Susanti
(2002), dengan hasil terdapat hubungan bermakna antara faktor pelayanan petugas
52
kesehatan (seperti pemeriksaan kasus anemia, konseling dan pemberiantablet Fe)
dengan kepatuhan konsumsi tablet Fe. Selain memberikan penyuluhan tenaga
kesehatan juga memiliki berbagai macam perananpenting lainnya di dalam proses
meningkatkan derajat kesehatan(23).
2.3.1 Macam-Macam Tenaga Kesehatan
Menurut Potter dan Perry (2007) macam-macam peran tenaga kesehatan dibagi
menjadi beberapa, yaitu :
1. Sebagai komunikator
Komunikator adalah orang yang memberikan informasi kepadaorang yang
menerimanya. Menurut Mundakir (2006) komunikatormerupakan orang ataupun
kelompok yang menyampaikan pesan atau stimulus kepada orang atau pihak lain
dan diharapkan pihak lain yang menerima pesan (komunikan) tersebut
memberikan respons terhadap pesan yang diberikan. Proses dari interaksi antara
komunikator ke komunikan disebut juga dengan komunikasi. Selama proses
komunikasi, tenaga kesehatan secara fisik dan psikologis harus hadir secara utuh,
karna tidak cukup hanya dengan mengetahui teknik komunikasi dan isi
komunikasi saja tetapi juga sangat penting untuk mengetahui sikap, perhatian, dan
penampilan dalam berkomunikasi.
2. Sebagai motivator
Motivator adalah orang yang memberikan motivasi kepada oranglain.
Sementara motivasi diartikan sebagai dorongan untuk bertindak agar mencapai
suatu tujuan tertentu dan hasil dari dorongan tersebut diwujudkan dalam bentuk
perilaku yang dilakukan (Notoatmodjo,2007). Menurut Syaifudin (2006) motivasi
53
adalah kemampuanseseorang untuk melakukan sesuatu, sedangkan motif adalah
kebutuhan, keinginan, dan dorongan untuk melakukan sesuatu.
Tenaga kesehatan sebagai motivator tidak kalah penting dari peran lainnya.
Seorang tenaga kesehatan harus mampu memberikanmotivasi, arahan, dan
bimbingan dalam meningkatkan kesadaran pihak yang dimotivasi agar tumbuh ke
arah pencapaian tujuan yang diinginkan (Mubarak, 2012). Tenaga kesehatan
dalam melakukan tugasnya sebagai motivator memiliki ciri-ciri yang perlu
diketahui, yaitu melakukan pendampingan, menyadarkan, dan mendorong
kelompok untuk mengenali masalah yang dihadapi, dan dapat mengembangkan
potensinya untuk memecahkan masalah tersebut (Novita, 2011).
3. Sebagai fasilitator
Fasilitator adalah orang atau badan yang memberikan kemudahan dalam
menyediakan fasilitas bagi orang lain yang membutuhkan. Tenaga kesehatan
dilengkapi dengan buku pedoman pemberian tablet zat besi dengan tujuan agar
mampu melaksanakan pemberian tablet zat besi tepat pada sasaran sebagai upaya
dalam menurunkan angka prevalensi anemia (Santoso, 2004). Tenaga kesehatan
juga harus membantu klien untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal
agarsesuai dengan tujuan yang diharapkan.
4. Sebagai konselor
Konselor adalah orang yang memberikan bantuan kepada oranglain dalam
membuat keputusan atau memecahkan suatu masalah melalui pemahaman
terhadap fakta-fakta, harapan, kebutuhan dan perasaan-perasaan klien (Depkes RI,
2006). Proses dari pemberian bantuan tersebut disebut juga konseling. Tujuan
54
umum dari pelaksanaan konseling adalah membantu ibu hamil agar mencapai
perkembangan yang optimal dalam menentukan batas-batas potensi yang dimiliki,
sedangkan secara khusus konseling bertujuan untuk mengarahkan perilaku yang
tidak sehat menjadi perilaku sehat, membimbing ibu hamil belajar membuat
keputusan dan membimbing
ibu hamil mencegah timbulnya masalah selama proses kehamilan (Mandriwati,
2008).
Seorang konselor yang baik harus memiliki sifat peduli dan mau mengajarkan
melalui pengalaman, mampu menerima orang lain, mau mendengarkan dengan
sabar, optimis, terbuka terhadap pandanganinteraksi yang berbeda, tidak
menghakimi, dapat menyimpan rahasia,mendorong pengambilan keputusan,
memberi dukungan, membentuk dukungan atas dasar kepercayaan, mampu
berkomunikasi, mengerti perasaan dan kekhawatiran klien, serta mengerti
keterbatasan yang dimiliki oleh klien (Simatupang, 2008)(24).
2.3.2. Determinan/Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Pelayanan
Kesehatan
2.3.2.1. Pendidikan
Pendidikan adalah suatu proses, tekhnik, dan metode belajar mengajar dengan
maksud mentransfer suatu pengetahuan dari seseorang kepada orang lain melalui
prosedur yang sistematis dan terorganisir yang berlangsung dalam jangka waktu
yang relative lama.
Sedangkan menurut pusat bahasa departemen pendidikan nasional,
pendidikan adalah proses mengubah sikap dan tata cara seseorang atau kelompok
55
orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan
pelatihan (Harsono; 2011)(25).
Disamping bekerja seringkali pendidikan merupakan syarat pokok untuk
memegang fungsi tertentu, pada dasarnya fungsi pendidikan adalah sama dengan
fungsi latihan yaitu memperlancar dalam melaksanakan tugas, kegiatan
memperbaiki dan pengembangan tingkah laku, keterampilan dan pengetahuan
pegawai yang bersangkutan.
Pendidikan merupakan suatu proses yang berkesinambungan yang tidak dapat
dipisahkan dari sistem organisasi. Adanya pegawai yang baru dan yang akan
menempati posisi baru, mendorong pihak kepegawaian senantiasa
menyelenggarakan program pendidikan dan pelatihan(25).
2.3.2.2.1. Tolak Ukur atau Indikator Pendidikan
Menurut UU SISDIKNAS No. 20 (2003), indikator tingkat pendidikan terdiri
dari jenjang pendidikan dan kesesuaian jurusan. Jenjang pendidikan adalah
tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta
didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan, yaitu
terdiri dari :
1. Pendidikan dasar: Jenjang pendidikan awal selama 9 (sembilan) tahun
pertama masa sekolah anak-anak yang melandasi jenjang pendidikan
menengah.
2. Pendidikan menengah: Jenjang pendidikan lanjutan pendidikan dasar.
56
3. Pendidikan tinggi: Jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang
mencakup program sarjana, magister, doktor, dan spesialis yang
diselenggarakan oleh perguruan tinggi(26).
2.3.2.2. Kepemimpinan
Pengertian Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang untuk mengarahkan
orang lain yang terorganisir sesuai dengan keinginan dan ketetapan demi
tercapainya tujuan organisasi(27).
Pada hakekatnya, para pemimpin dapat mempengaruhi moral dan kepuasan
kerja, kehidupan kerja, dan terutama tingkat prestasi suatu organisasi. Untuk
mencapai semua hal tersebut, seorang pemimpin harus mempunyai kemampuan
dan keterampilan kepemimpinan dalam melakukan pengarahan kepada
bawahannya untuk.mencapai tujuan suatu perusahaan(27).
2.3.2.2.1. Teori Kepemimpinan
Yukl (2009:4) merangkum beberapa pendapat para ahli tentang definisi
kepemimpinan, yaitu:
1. Kepemimpinan adalah perilaku individu yang mengarahkan aktivitas
kelompok untuk mencapai sasaran bersama (Hemphill,Coons1957 h.7)
2. Kepemimpinan adalah pengaruh tambahan yang melebihi dan berada di atas
kebutuhan mekanis dalam mengarahkan organisasi secara rutin (D. Katz &
Kahn, 1978, h. 528).
3. Kepemimpinan dilaksanakan ketika seseorang memobilisasi sumber daya
institusional, politis, psikologis, dan sumber-sumber lainnya untuk
57
membangkitkan melibatkan dan memenuhi motivasi pengikutnya
(Burns,1978, h. 18).
4. Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi aktivitas kelompok yang
terorganisir untuk mencapai sasaran (Rauch & Behling, 1984, h. 46)(27).
2.3.2.2.2. Kategori Perilaku Pemimpin
Berdasarkan analisis yang dilakukan oleh para ahli yang dirangkum dalam
buku Yukl (2009:62), terdapat hasil yang menunjukkan bahwa para bawahan
memandang perilaku penyelia mereka terutama berdasarkan dua kategori yang
terdefinisi secara luas, yang satu berhubungan dengan tujuan tugas dan yang
lainnya berhubungan dengan hubungan antar pribadi.
1. Pertimbangan. pemimpin bertindak dalam cara yang bersahabat dan
mendukung, memperlihatkan perhatian terhadap bawahan, dan
memperhatikan kesejahteraan mereka. Contohnya meliputi melakukan
kebaikan kepada bawahan, meluangkan waktu untuk mendengarkan
permasalahan bawahan, mendukung atau berjuang bagi bawahan,
berkonsultasi dengan bawahan mengenai hal penting sebelum dilaksanakan,
bersedia menerima saran dari bawahan, dan memperlakukan bawahan sebagai
sesamanya.
2. Struktur memprakarsai (iniating structure). Pemimpin menentukan
dan membuat struktur perannya sendiri dan peran para bawahan ke arah
pencapaian tujuan formal. Contohnya meliputi mengkritik pekerjaan yang
buruk, menekeankan pentingnya memenuhi tenggat waktu, menugaskan
bawahan, mempertahankan standar kinerja tertentu, meminta bawahan untuk
58
mengikuti prosedur standar, dan menawarkan pendekatan baru terhadap
masalah, dan mengkoordinasikan aktivitas para bawahan yang berbeda-
beda(27).
Pertimbangan dan struktur memprakarsai menjadi penting untuk
menghubungkan kategori-kategori perilaku yang independen.
2.3.2.2.3. Perilaku Kepemimpinan Efektif
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Likert (dalam Yukl, 2009:65),
ditemukan tiga jenis perilaku kepemimpinan yang dapat dibedakan antara manajer
yang efektif dan manajer yang tidak efektif.
Setiap jenis perilaku dijelaskan secara singkat yaitu:
1. Perilaku yang Berorientasi Tugas.
Para manajer yang efektif tidak menggunakan waktu dan usahanya dengan
melakukan pekerjaan yang sama seperti para bawahannya. Sebaliknya, para
manajer yang lebih efektif berkonsentrasi pada fungsi- fungsi yang berorientasi
pada tugas seperti merencanakan dan mengatur pekerjaan, mengkoordinasi kan
kegiatan para bawahan, dan menyediakan keperluan, peralatan dan bantuan teknis
yang dibutuhkan. Di samping itu, para manajer efektif memandu para
bawahannya dalam menetapkan sasaran kinerja yang tinggi, tetapi realistis.
2. Perilaku yang Berorientasi Hubungan
Bagi para manajer yang efektif perilaku yang berorientasi tugas tidak terjadi
dengan mengorbankan perhatian terhadap hubungan antarmanusia. Para manajer
yang efektif lebih penuh perhatian, mendukung, dan membantu para bawahan.
Perilaku mendukung yang berkorelasi dengan kepemimpinan yang efektif
59
meliputi memperlihatkan kepercayaan dan rasa dipercaya, bertindak ramah dan
perhatian, berusaha memahami permasalahan bawahan, membantu
mengembangkan bawahan dan memajukan karier mereka, selalu memberi
informasi kepada bawahan, memperlihatkan apresiasi terhadap ide-ide para
bawahan, dan memberikan pengakuan atas kontribusi dan keberhasilan bawahan.
3. Kepemimpinan Partisipatif
Para manajer yang efektif menggunakan lebih banyak supervisi kelompok dari
pada mengendalikan tiap bawahan sendiri-sendiri. Pertemuan berkelompok
memudahkan partisipasi bawahan dalam pengambilan keputusan, memperbaiki
komunikasi, mendorong kerjasama, dan memudahkan pemecahan konflik.Peran
manajer dalam pertemuan kelompok yang utama adalah harus memandu diskusi
dan membuatnya mendukung, konstruktif, dan berorientasi pada pemecahan
masalah. Namun penggunaan partisipasi tidak menyiratkan hilangnya tanggung
jawab dan manajer tersebut tetap bertanggungjawab atas semua keputusan dan
hasilnya(27).
2.3.2.2.4. Perbedaan Leadership dan Headship
Banyak ahli manajemen mendefinisikan leadership dalam arti luas, dalam arti
meliputi banyak cara yang dilakukan oleh leaders dan headers serta berbagai
sumber yang digunakan untuk mengungkapkan kekuasannya. Akan dapat pula
didefinisikan secara lebih sempit, seperti yang dilakukan oleh C.A Gibb (1969),
yang membedeakan antara leadership dengan headship:
1. Headship diselenggarakan melalui suatu sistem yang diorganisasikan dan
tidak berdasarkan pengakuan spontan para anggotanya.
60
2. Tujuan kelompok dipilih oleh kepala (head person) sesuai dengan minat dan
tidak ditentukan oleh kelompok itu sendiri secara internal.
3. Dalam headship hanya ada sedikit atau bahkan tidak ada sama sekali tindakan
bersama dalam mencapai tujuan.
4. Dalam headship, ada jurang sosisal yang lebar antara anggota kelompok dan
kepala, yang mengusahakan agara ada jarak sosial ini, sebagai suatu alat
bantu untuk memaksa ke kelompoknya.
5. Kewibawaan seorang pemimpin (leader) secara spontan diakui oleh para
anggota kelompok yang bersangkutan dan terutama oleh para pengikutnya.
Sedangkan kewibawaan seorang kepala (the head) timbul karena adanya
kekuasaan dari luar kelompok yang mendukung seseorang itu terhadap kelompok
yang bersangkutan, yang tidak dapat disebut sebagai para pengikut
sesungguhnaya. Mereka menerima dominasi kepalanya (headship) dalam hal
penderitaan suatu hukuman daripada upaya pengikutnya dalam arti menginginkan
hadiah.
Baik kedudukan (status) maupun penghormatan (esteem) tidak dapat
ditafsirkan secara kaku. Dalam setiap kelompok akan berbeda. Itulah sebabnya
kepemimpinan (leadership) pada hakikat dapat dibagikan kepda para anggotanya
dalam derajat tertentu dan dalam situasi yang sama. Istilah kepala, ketua, direktur,
menteri, presiden dan lain-lainnya, pada umumnya berkaitan dengan pengertian
kekeapalaan (headship).
61
2.3.2.2.5. Fungsi dan Peran Kepemimpinan dalam Organisasi
Fungsi pemimpin dalam organisasi kerap kali memiliki spesifikasi berbeda
dengan bidang kerja atau organisasi lain. Perbedaan ini disebabkan oleh beberapa
macam hal, antara lain: macam organisasi, situasi sosial dalam organisasi, dan
jumlah anggota kelompok (Ghiselli & Brown, 1973).
Fungsi pemimpin dalam organisasi menurut Terry (1960), dapat
dikelompokkan menjadi empat :
1. Perencanaan
2. Pengorganisasian
3. Penggerakan
4. Pengendalian
Dalam menjalankan fungsinya pemimpin mempunyai tugas- tugas tertentu,
yaitu mengusahakan agar kelompoknya dapat mencapai tujuan dengan baik,
dalam kerja sama yang produktif, dan dalam keadaan yang bagaimanapun yang
dihadapi kelompok. Menurut Gerungan (1981), tugas pemimpin adalah:
1. Memberi struktur yang jelas terhadap situasi-situasi rumit yang dihadapi
kelompok
2. Mengawasi dan menyalurkan tingkah laku kelompok
3. Merasakan dan menerangkan kebutuhan kelompok pada dunia luar, baik
mengenai sikap-sikap, harapan, tujuan, dan kekhawatiran kelompok.
Pemimpin dalam suatu organisasi memilki peranan yang sangat penting, tidak
hanya secara internal bagi organisasi yang bersangkutan, akan tetapi juga dalam
62
menghadapi berbagai pihak di luar organisasi yang kesemuanya dimaksudkan
untuk meningkatkan kemampuan organisasi mencapai tujuannya.
1. Peranan yang bersifat interpersonal
1) Selaku simbol keberadaan organisasi. Peranan tersebut dimainkan dalam
berbagai kegiatan yan sifatnya legal dan seremonial. Menghadiri berbagai
upacara resmi, memenuhi undangan atasan, rekan setingkat, para bawahan,
dan mitra kerja
2) Selaku pemimpin yang bertanggungjawab untuk memotivasi dan memberikan
arahan kepada para bawahan yang dalam kenyataannya berurusan dengan para
bawahan.
3) Peran selaku penghubung dimana seorang manajer harus mampu menciptakan
jaringan yang luas dengan memberikan perhatian khusus kepada mereka yang
mampu berbuat sesuatu bagi organisasi.
2. Peranan yang bersifat informasional
1) Seorang manajer adalah pemantau arus informasi yang terjadi dari dan ke
dalam organisasi.
2) Peran sebagai pembagi informasi
3) Peran selaku juru bicara organisasi
3. Peranan pengambilan keputusan
1) Sebagai entepreneur, seorang pemimpin diharapkan mampu mengkaji terus
menerus situasi yang dihadapi oleh organisasi, untuk mencari dan menemukan
peluang yang dapat dimanfaatkan, meskipun kajian tersebut sering menuntut
terjadinya perubahan dalam organisasi.
63
2) Peredam gangguan
3) Pembagi sumber daya dan dana.
2.3.2.2.6. Hubungan Kepemimpinan terhadap Kinerja
Kemajuan ataupun kemunduran organisasi sangat ditentukan oleh komponen-
komponen yang ada di dalamnya, pemimpin maupun pegawainya. Menurut Georg
Von Krogh, Ikujiro Nonaka, dan Lise Rechsteiner (2011), kepemimpinan
didistribusikan di tiga lapisan kegiatan: lapisan inti penciptaan pengetahuan lokal,
lapisan kondisional yang menyediakan sumber daya dan konteks penciptaan
pengetahuan, dan lapisan struktural yang membentuk kerangka keseluruhan dan
arah untuk penciptaan pengetahuan dalam organisasi.
Pemimpin memegang peran kunci dalam memformasikan strategi organisasi,
sehingga perannya akan mempengaruhi keberhasilan organisasi. Dalam
perusahaan tidak hanya produk ataupun jaminan jasa saja yang menentukan
keberhasilan, kualitas pelayanan, profesionalitas dan kinerja pegawai turut pula
memberikan andil pegawai (Su’ud, 200). Kinerja tentunya tidak akan dapat
terbentuk apabila tidak adanya semangat didalam tugas dan pekerjaan.
Untuk itu pengaruh dari kepemimpinan sangat penting di dalam memberikan
semangat dan motivasi kepada pegawai. Kepemimpinan yang buruk akan
berakibat pada adanya penurunan kinerja pegawai yang akan
berdampak pada terjadinya penurunan kinerja total pegawai.
2.3.2.2.7. Indikator Kepemimpinan yang Digunakan Penulis
Dalam penelitian ini penulis menggunakan indikator yang dikemukakan
oleh Likert (dalam Yukl, 2009) yaitu:
64
1. Perilaku yang Berorientasi Tugas
Para manajer yang efektif tidak menggunakan waktu dan usahanya dengan
melakukan pekerjaan yang sama seperti para bawahannya. Sebaliknya, para
manajer yang lebih efektif berkonsentrasi pada fungsi- fungsi yang berorientasi
pada tugas seperti merencanakan dan mengatur pekerjaan, mengkoordinasi kan
kegiatan para bawahan, dan menyediakan keperluan, peralatan dan bantuan teknis
yang dibutuhkan. Di samping itu, para manajer efektif memandu para
bawahannya dalam menetapkan sasaran kinerja yang tinggi, tetapi realistis.
2. Perilaku yang Berorientasi Hubungan
Bagi para manajer yang efektif perilaku yang berorientasi tugas tidak terjadi
dengan mengorbankan perhatian terhadap hubungan antarmanusia. Para manajer
yang efektif lebih penuh perhatian, mendukung, dan membantu para bawahan.
Perilaku mendukung yang berkorelasi dengan kepemimpinan yang efektif
meliputi memperlihatkan kepercayaan dan rasa dipercaya, bertindak ramah dan
perhatian, berusaha memahami permasalahan bawahan, membantu
mengembangkan bawahan dan memajukan karier mereka, selalu memberi
informasi kepada bawahan, memperlihatkan apresiasi terhadap ide-ide para
bawahan, dan memberikan pengakuan atas kontribusi dan keberhasilan bawahan.
3. Kepemimpinan Partisipatif
Para manajer yang efektif menggunakan lebih banyak supervisi kelompok dari
pada mengendalikan tiap bawahan sendiri-sendiri. Pertemuan berkelompok
memudahkan partisipasi bawahan dalam pengambilan keputusan, memperbaiki
komunikasi, mendorong kerjasama, dan memudahkan pemecahan konflik. Peran
65
manajer dalam pertemuan kelompok yang utama adalah harus memandu diskusi
dan membuatnya mendukung, konstruktif, dan berorientasi pada pemecahan
masalah. Namun penggunaan partisipasi tidak menyiratkan hilangnya tanggung
jawab dan manajer tersebut tetap bertanggungjawab atas semua keputusan dan
hasilnya(27).
2.3.2.3. Motivasi
Pengertian motivasi adalah suatu proses yang mendorong atau mempengaruhi
seseorang untuk mendapatkan atau mencapai apa yang diinginkannya baik itu
secara positif maupun negatif. Motivasi akan memberikan perubahan pada
seseorang yang muncul akibat dari perasaan, jiwa dan emosi sehingga mendorong
untuk melakukan tindakan sesuatu yang disebabkan karena kebutuhan, keinginan
dan tujuan tersebut(27).
Sedangkan menurut Veithzal (2011:837), motivasi adalah serangkaian sikap
dan nilai-nilai yang mempengaruhi individu untuk mencapai hal yang spesifik
sesuai dengan tujuan individu(26)
.Sikap dan nilai tersebut merupakan suatu yang
invesible yang memberikan kekuatan untuk mendorong individu tersebut
bertingkah laku dalam mencapai tujuan. Apabila individu termotivasi, mereka
akan membuat pilihan yang positif untuk melakukan sesuatu, karena pada
dasarnya motivasi dapat memacu karyawan untuk bekerja keras sehingga dapat
memuaskan keinginan mereka dan meningkatkan produktivitas kerja mereka serta
pada akhirnya akan berpengaruh terhadap pencapaian tujuan organisasi.
Berdasarkan pengertian motivasi diatas maka dapat disimpulkan bahwa
motivasi merupakan sesuatu yang timbul dari dalam diri seseorang untuk
66
mencapai tujuan tertentu dan juga bisa dikarenakan dorongan orang lain. Akan
tetapi motivasi yang baik merupakan motivasi yang muncul dari dalam diri sendiri
tanpa adanya paksaan(27).
2.3.2.3.1. Teori Motivasi
Banyak teori tentang motivasi dan penemuan riset yang mencoba
menjelaskan hubungan antara perilaku dan hasilnya. Menurut Gibson (2012) teori
motivasi dapat dikelompokkan dalam dua kategori yaitu: teori kepuasan dan teori
proses. Teori kepuasan memusatkan perhatian pada faktor-faktor dalam diri orang
yang menggerakkan, mengarahkan, mendukung dan menghentikan perilaku. Teori
proses menguraikan dan menganalisis bagaimana perilaku itu digerakkan,
diarahkan, didukung dan dihentikan(27).
Empat teori penting tentang kepuasan adalah teori hierarki kebutuhan dari
Maslow, teori ERG dari Aldefre dan teori dua faktor dari Hezberg dan teori
kebutuhan Mc Clelland.
Rincian dari teori-teori tersebut dipaparkan sebagai berikut:
1. Hirarki Kebutuhan Maslow
Inti teori Maslow ialah bahwa kebutuhan masnusia tersusun dalam satu
hierarki. Tingkat kebutuhan yang paling rendah adalah kebutuhan fisiologis dan
tingkat yang tertinggi adalah kebutuhan perwujudan diri (self-actualization
needs).
Kebutuhan-kebutuhan tersebut didefinisikan sebagai berikut:
1. Fisiologis: kebutuhan akan makan minum, tempat tinggal, dan bebas dari rasa
sakit.
67
2. Keselamatan dan keamanan (safety and security): krbutuhan akan kebebasan
dari ancaman, yakni aman dari ancaman kejadian atau lignkungan.
3. Rasa memiliki (belongingness), sosial, dan cinta: kebutuhan akan teman
afiliasi interaksi dan cinta.
4. Harga diri (estems): kebutuhan akan penghargaan diri dan penghargaan dari
orang lain.
5. Perwujudan diri (self actualization): kebutuhan untuk memenuhi diri sendiri
dengan maksimum penggunaan kemampuan, keahlian dan potensi.
Teori maslow mengasumsikan bahwa orang berusaha memenuhi kebutuhan
yang lebih pokok (fisiologis) sebelum mengarahkan perilaku memenuhi
kebutuhan yang lebih tinggi (perwujudan diri). Hal yang penting dalam teori
maslow ialah bahwa kebutuhan yang telah dipenuhi mereda daya motivasinya.
Apabila seseorang pekerjaanya dari organisasi tempat ia bekerja, maka uang tidak
mempunyai daya motivasi lagi.
2. Teori ERG Alderfer
Aldefler setuju dengan pendapat Maslow bahwa setiap orang mempunyai
kebutuhan yang tersusun dalan suatu hirarki. Akan teteapi, hiraki kebutuhannya
hanya meliputi tiga perangkat kebutuhan, yaitu :
1) Eksistensi: ini adalah kebutuhan yang dipuaskan oleh faktor-faktor seperti
makanan, air, udara, upah dan kondisi kerja.
2) Keterkaitan: ini adalah kebutuhan yang dipuaskan oleh hubungan sosial dan
hubungan antar pribadi yang bermanfaat.
68
3) Pertumbuhan: ini adalah kebutuhan dimana individu meras puas dengan
membuat suatu kontribusi (sumbangan) yang krearif dan produktif.
Penjelasan Aldefler tentang kebutuhan berbeda dengan Maslow dalam
beberapa hal. Pertama, Aldefler mengajukkan suatu kebutuhan tiga hirarki –
Eksistensi (E), Keterkaitan (R), dan Pertumbuhan (G), yaitu fisiologis dan
keselamatan; kebutuhan akan keterkaitan sama dengan kategori kebutuhan rasa
akan memiliki, sosial, dan cinta; dan kebutuhan akan pertumbuhan sama dengan
kategori harga diri dan perwujudan diri. Kedua, teori ERG dan hierarki kebutuhan
Maslow berbeda dalam cara bagaimana orang melangkah melalui rangkaian
kebutuhan. Maslow mengemukakan bahwa kebutuhan yang tidak terpenuhi
adalah kebutuhan utama, dan bahwa tingkat kebutuhan yang lebih tinggi
berikutnya tidak akan tergerak apabila kebutuhan utama belum dipenuhi secara
wajar. Seseorang maju keatas hirarki kebutuhan, segera setelah terpenuhi tingkat
kebutuhan lebih rendah. Sebaliknya, teori ERG Aldefler mengemukakan bahwa
sebagai tambahan terhadap proses kemajuan pemuasan yang dikemukakan oleh
Maslow, juga terjadi proses pengurangan keputusan. Yaitu, jika seseorang terus
menerus terhambat dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan,
maka kebutuhan akan keterkaitan akan muncul kembali sebagai kekuatan
motivasi utama yang menyebabkan individu tersebut mengarahkan kembali
upayanya menuju pemenuhan kategori kebutuhan yang lebih rendah. Jadi
hambatan tersebut mengarah pada upaya pengurangan karena menimbulkan usaha
untuk memenuhi kebutuhan yang lebih rendah.
3. Teori Dua Faktor dari Hezberg
69
Hezberg mengembangkan teori kepuasan yang disebut teori dua faktor
tentang motivasi. Dua faktor ini dinamakan faktor yang membuat orang merasa
tidak puas dan faktor yang membuat orang merasa puas (dissatisfiers-satisfiers)
atau faktor-faktor motivator iklim baik atau ekstrinstik-intrinstik tergantung dari
orang yang membahasa teori tersebut. Penelitian Hezberg menghasilkan dua
kesimpulan khusus mengenai teori tersebut. Pertama, ada serangkaian kondisi
ekstrinstik, keadaan pekerjaan (job context), yang menghasilkan ketidakpuasan
dikalangan karyawan jika kondisi tersebut tidak ada. Jika kondisi tersebut ada,
maka tidak perlu memotivasi karyawan. Kondisi tersebut adalah faktor-faktor
yang membuat orang merasa tidak puas (dissatisfier) atau disebut juga faktor-
faktor iklim baik (Hygiene factors), karena faktor- faktor tersebut diperlukan
untuk mempertahankan tingkat yang paling rendah yaitu “tidak adanya ketidak
puasan”. Faktor-faktor tersebut mencakup :
1) Upah
2) Jaminan pekerjaan
3) Kondisi kerja
4) Status
5) Prosedur perusahaan
6) Mutu supervisi
7) Mutu hubungan antar pribadi diantara rekan sekerja, dengan atasan dan
dengan bawahan.
70
Kedua, serangkaian kondisi intrinstik, isi pekerjaan (job content) yang apabila
ada dalam pekerjaan tersebut akan menggerakkan tingkat motivasi yang kuat,
yang dapat menghasilkan prestasi kerja yang baik.
Faktor-faktor dari rangkaian ini disebut pemuas atau motivator, yang
meliputi:
1) Prestasi (achievment)
2) Pengakuan (recognition)
3) Tanggung jawab (responsibility)
4) Kemajuan (advancement)
5) Pekerjaan itu sendiri (the work it self)
6) Kemungkinan berkembang (the possibility of growth)
Model Hezberg pada dasarnya mengasumsikan bahwa kepuasan bukanlah
konsep berdimensi satu. Penelitiannya menyimpulkan bahwa diperlukan dua
kontinum untuk menafsirkan kepuasan kerja secara tepat.
4. Teori kebutuhan Mc Clelland
Mc Clelland mengajuka teori motivasi yang berkaitan erat dengan konsep
belajar. Mc Clelland (1962) dalam Gibson (2006) berpendapat bahwa banyak
kebutuhan yang diperoleh dari kebudayaan. Tiga dari kebutuhan yang dipelajari
adalah kebutuhan prestasi (need for achievment), kebutuhan berafiliasi (need for
affiliation), dan kebutuhan berkuasa (need for power). Mc Clelland
mengemukakan bahwa jika kebutuhan seorang sangat kuat, dampaknya ialah
memotivasi orang tersebut untuk menggunakan perilaku yang mengarah ke
pemuasan kebutuhannya. Sebagai contoh, seseorang mempunyai kebutuhan
71
berprestasi yang tinggi mendorong untuk menetapkan tujuan yang penuh
tantangan, dan bekerja keras untuk mencapai tujuan tersebut serta menggunakan
keahlian dan kemampuan yang diperlukan untuk mencapainya(27).
2.3.2.3.2. Dimensi Motivasi yang Digunakan Penulis
Hezberg mengemukakan dua faktor tentang motivasi yaitu :
1. Faktor Motivator
Ada serangkaian kondisi ekstrinstik, keadaan pekerjaan (job context), yang
menghasilkan ketidakpuasaan dikalangan karyawan jika kondisi tersebut tidak
ada. Jika kondisi tersebut ada, maka tidak perlu memotivasi karyawan. Kondisi
tersebut adalah faktor-faktor yang membuat orang merasa tidak puas
(dissatisfairs) atau isebut juga faktor-faktor iklim baik (hygiene factors), karena
faktor-faktor tersebut diperlukan untuk mempertahakan tingkat yang paling
rendah yaitu “tidak adanya ketidakpuasaan”. Faktor-faktor tersebut mencakup:
upah, jaminan pekerjaan, kondisi kerja, status, prosedur perusahaan, mutu
supervisi, hubungan antar pribadi diantara rekan sekerja, dengan atasan dan
dengan bawahan.
2. Faktor Iklim Baik
serangkaian kondisi intrinstik, isi pekerjaan (job context) yang apabila ada dalam
pekerjaan tersebut akan menggerakkan tingkat motivasi yang kuat, yang dapat
menghasilkan prestasi kerja yang baik. Jika kondisi ini tidak ada, maka akan
timbul rasa ketidakpuasaan yang berlebihan. Faktor-faktor lain dari rangkaian ini
disebut pemuas atau motivator, yang meliputi: prestasi (achievment), pengakuan
72
(recognition), tanggung jawab (responsibility), kemajuan (advancement),
pekerjaan itu sendiri (the work it self)(27).
2.3.2.4. Disiplin Kinerja
2.3.2.4.1. Pengertian Displin Kinerja
Disiplin kerja merupakan suatu sikap, tingkah laku, dan perbuatan yang
sesuai dengan peraturan baik tertulis maupun tidak tertulis yang dibuat oleh
manajemen perusahaan demi tercapainya tujuan perusahaan, dan bila melanggar
akan ada sanksi atas pelanggarannya(15).
2.3.2.4.2. Teori Disiplin Kinerja
Disiplin kerja adalah suatu alat yang digunakan para manajer untuk
berkomunikasi dengan karyawan agar mereka bersedia untuk mengubah suatu
perilaku serta sebagai suatu upaya untuk meningkatkan kesadaran dan kesediaan
seseorang mentaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma yang berlaku
(Rivai dan Jauvani, 2009)(15).
Menurut Davis (2011) mengemukakan bahwa disiplin kerja dapat diartikan
sebagai pelaksanaan manajemen untuk memperteguh pedoman-pedoman
organisasi. Jadi, disiplin kerja merupakan salah satu fumgsimanajemen sumber
daya manusia sebagai pedoman dalam melaksanakan tugas-tugas bagi
karyawannya.
2.3.2.4.3. Macam-Macam Disiplin Kinerja
Ada 2 bentuk disiplin kerja, yaitu disiplin preventif dan disiplin korektif :
1. Disiplin Preventif
73
Suatu upaya untuk menggerakkan pegawi mengikuti dan mematuhi pedoman
kerja, aturan-aturan yang telah digariskan oleh perusahaan. Tujuan dasarnya
adalah untuk menggerakan pegawai berdisiplin diri. Dengan cara preventif,
pegawai dapat memelihara dirinya terhadap peraturan perusahaan.
2. Disiplin Korektif
Suatu upaya menggerakan pegawai dalam menyatukan suatu peraturan dan
mengarahkan untuk tetap mematuhi peraturan sesuai dengan pedoman yang
berlaku pada perusahaan.
2.3.2.4.4. Tujuan dan Manfaat Disiplin Kinerja dalam Organisasi
Tujuan utama tindakan pendisiplinan adalah memastikan bahwa perilaku-
perilaku pegawai konsisten dengan aturan-aturan yang ditetapkan oleh organisasi
(Henry Simamora, 2001). Berbagai aturan yang disusun oleh organisasi adalah
tuntunan untuk mencapai tujuan organisasi yang ditetapkan. Ketika suatu aturan
dilanggar, efektivitas organisasi berkurang sampai dengan tingkat tertentu,
tergantung pada kerasnya pelanggaran. Sebagai contoh, apabila seseorang
pegawai terlambat sekali bekerja dampaknya terhadap organisasi mungkin
minimal, akan tetapi apabila secara konsisten terlambat bekerja adalah
masalahyang lain karena terjadi perubahan persoalan menjadi serius mengingat
akan berpengaruh signifikan pada produktivitas kerja, dan moral pegawai lainnya.
1. Menurut Hani Handoko (2001), berpendapat bahwa pendisiplinan untuk
memperbaiki kegiatan di waktu yang akan datang bukan menghukum
kegiatan di masa lalu. Sementara itu, sasaran-sasaran tindakan pendisiplinan
hendaknya positif yang bersifat mendidik dan mengoreksi, bukan tindakan
74
negatif yang menjatuhkan pegawai yang berbuat salah. Tindakan negatif ini
biasanya mempunyai berbagai pengaruh sampingnya yang merugikan seperti
hubungan emosional terganggu, absensi meningkat, antipati atau kelesuan,
dan ketakutan pada penyelia.
2. Menurut Bejo Siswanto (2005), menguraikan bahwa maksud dan sasaran dari
disiplin kerja adalah terpenuhinya beberapa tujuan seperti:
1) Tujuan umum disiplin kerja. Tujuan umum disiplin kerja adalah demi
keberlangsungan perusahaan sesuai dengan motif organisasi bagi yang
bersangkutan baik hari ini, maupun hari esok.
2) Tujuan khusus disiplin kerja. Tujuan khusus antara lain:
(1) Untuk para pegawai menepati segala peraturan dan kebijakan ketenagakerjaan
maupun peraturan, serta kebijakan perusahaan yang berlaku, baik yang tertulis
maupun yang tidak tertulis, serta melaksanakan perintah manajemen.
(2) Dapat melaksanakan pekrjaan sebaik-baiknya, serta mampu memberikan
servis yang maksimum pada pihak tertentu yang berkepentingan dengan
perusahaan sesuai dengan bidang pekerjaan yang diberikan kepadanya.
(3) Dapat menggunakan dan memelihara sarana dan prasarana barang dan jasa
perusahaan sebaik-baiknya
(4) Dapat bertindak dan berperilaku sesuai dengan norma-norma yang berlaku
pada perusahaan.
(5) Tenaga kerja mampu memperoleh tingkat produktivitas yang tinggi sesuai
dengan harapan perusahaan, baik dalam jangka pendek maupun jangka
panjang.
75
2.3.2.4.5. Mengatur dan Mengelola Disiplin
Menurut Rivai (2013) setiap manajer harus dapat memastikan bahwa
karyawan tertib dalam tugas. Dalam konteks disiplin, makna keadilan harus
dirawat dengan konsisten. Jika karyawan menghadapi tantangan tindakan
disipliner, pemberi kerja harus dapat membuktikan bahwa karyawan yang terlihat
dalam kelakuan yang tidak patut dihukum. Di sini para penyelia perlu berlatih
bagaimana cara mengelola disiplin dengan baik. Untuk mengelola disiplin
diperlukan adanya standar disiplin yang digunakan untuk menentukan bahwa
karyawan telah diperlukan secara wajar(15).
1. Standar Disiplin
Beberapa standar dasar disiplin berlaku bagi semua pelanggaran aturan, apakah
besar atau kecil. Semua tindakan disipliner perlu mengikuti prosedur minimum,
aturan komunikasi, dan ukuran capaian. Tiap karyawan dan penyelia perlu
memahami kebijakan perusahaan serta mengikuti prosedur secara penuh.
Menurut Soejono (2008) adapun disiplin kerja dipengaruhi oleh faktor yang
sekaligus sebagai indikator dari disiplin kerja yaitu:
1. Ketepatan waktu.
Para pegawai datang ke kantor tepat waktu, tertib dan teratur, dengan begitu dapat
dikatakan disiplin kerja baik.
2. Menggunakan peralatan kantor dengan baik.
Sikap hati-hati dalam menggunakan peralatan kantor dapat mewujudkan bahwa
seseorang memiliki disiplin kerja yang baik, sehingga peralatan kantor dapat
terhindar dari kerusakan.
76
3. Tanggung jawab yang tinggi.
Pegawai yang senantiasa menyelesaikan tugas yang dibebankan kepadanya sesuai
dengan prosedur dan bertanggung jawab atas hasil kerja, dapat pula dikatakan
memiliki disiplin kerja yang baik.
4. Ketaatan terhadap aturan kantor.
Pegawai memakai seragam kantor, menggunakan kartu tanda pengenal/identitas,
membuat ijin bila tidak masuk kantor, juga merupakan cerminan dari disiplin
yang tinggi.
2. Penegakkan Standar Disiplin
Indikator yang digunakan dalam standar displin kerja (Hasibuan, 2012),
yaitu:
1) Waskat.
Waskat (pengawasan melekat) adalah tindakan nyata dan paling efektif dalam
mewujudkan kedisiplinan karyawan perusahaan. Dengan waskat berarti atasan
harus aktif dan langsung mengawasi perilaku, moral, sikap, gairah kerja, dan
prestasi kerja bawahannya. Hal ini berarti atasan harus selalu ada/hadir di tempat
kerja agar dapat mengawasi dan memberikan petunjuk, jika ada bawahannya yang
mengalami kesulitan dalam menyelesaikan pekerjaannya.
2) Sanksi Hukuman.
Sanksi hukuman berperan penting dalam memelihara kedisiplinan karyawan.
Dengan sanksi hukuman yang semakin berat, karyawan akan semakin takut
melanggar peraturan-peraturan perusahaan, sikap, dan perilaku indispliner
karyawan akan berkurang.
77
3) Ketegasan.
Ketegasan pimpinan dalam melakukan tindakan akan mempengaruhi kedisiplinan
karyawan perusahaan. Pimpinan harus berani dan tegas bertindak untuk
menghukum setiap karyawan yang indispliner sesuai dengan sanksi hukuman
yang telah ditetapkan. Pimpinan yang berani bertindak tegas menerapkan
hukuman bagi karyawan yang indisipliner akan disegani dan diakui
kepemimpinannya oleh bawahan. Dengan demikian, pimpinan akan dapat
memelihara kedisiplinan karyawan perusahaan.
2.3.2.4.6. Hubungan Disiplin Kerja terhadap Kinerja
Menurut Hasibuan (2012), kedisiplinan merupakan fungsi operatif MSDM
yang terpenting karena semakin baik disiplin karyawan, semakin tinggi prestasi
kerja yang dapat dicapainya. Tanpa disiplin karyawan yang baik, sulit bagi
organisasi perusahaan mencapai hasil yang optimal(29).
Disiplin yang baik mencerminkan besarnya rasa tanggungjawab seseorang
terhadap tugas-tugas yang diberikan kepdanya. Hal ini mendorong gairah kerja,
semangat kerja, dan terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat.
Oleh karena itu, setiap manajer selalu berusaha agar para bawahannya mempunyai
disiplin yang baik. Seorang manajer diakatakan efektif dalam kepemimpinannya
jika para bawahannya berdisplin baik(15).
2.3.2.5. Insentif
Insentif sebagai sarana motivasi yang mendorong para pengawai untuk
bekerja dengan kemampuan optimal, yang dimaksudkan sebagai pendapatan
ekstra diluar gaji atau upah yang telah ditentukan. Pemberian insetif dimaksudkan
78
agar dapat memenuhi kebutuhan hidup para karyawan atau pekerja serta keluarga
mereka(28).
Istilah sistem insentif pada umumnya digunakan untuk menggambarkan
rencana pembayaran upah yang dikaitkan secara langsung maupun tidak langsung
dengan berbagai standar kinerja karyawan. Insentif dapat dirumuskan sebagai
balas jasa yang diberikan oleh perusahaan atau lembaga guna memadai para
karyawan yang memiliki prestasi kerja lebih dari standar kerja yang telah
ditetapkan. Insentif merupakan suatu faktor pendorong bagi karyawan untuk
bekerja lebih baik agar kinerja karyawan dapat meningkat(28).
Menurut A.A Anwar Prabu Mangkunegara, sebagai berikut: Insentif kerja
adalah suatu penghargaan dalam bentuk uang yang di berikan oleh pihak
pemimpin organisasi kepada karyawan agar mereka bekerja dengan motivasi yang
tinggi dan prestasi dalam mencapai tujuan-tujuan organisasi atau dengan kata lain,
insentif kerja merupakan pemberian uang diluar gaji yang dilakukan oleh pihak
pemimpin organisasi sebagai pengakuan terhadap prestasi kerja dan kontribusi
karyawan kepada organisasi.
2.3.2.5.1. Tujuan Pemberian Insentif
Tujuan pemberian insentif adalah untuk menimbulkan semangat kerja
karyawan, sedangkan semagat kerja adalah iklim atau suasana dijumpai pada
setiap sudut organisasi dimana dapat dijalani dalam golongan para karyawan yang
sama-sama bekerja. Semangat kerja itu sendiri sangat menentukan antara
karyawan satu dengan yang lain dalam bekerja sama untuk mencapai perusahaan,
79
selain itu semangat kerja juga ikut menentukan keberhasilan perusahaan dalam
pekerjaannya(28).
Tujuan pemberian insentif adalah untuk memenuhi kepentingan berbagai
pihak, yaitu :
1. Bagi perusahaan :
1) Mempertahankan tenaga kerja yang terampil dan cakap agar loyalitasnya
tinggi terhadap perusahaan.
2) Mempertahankan dan meningkatkan moral kerja karyawan yang ditunjukan
menurunnya tingkat perputaran tenaga kerja dan absensi.
3) Meningkatkan produktivitas perusahaan yang berarti hasil produksi bertambah
untuk setiap unit persatuan waktu dan perjualan meningkat.
2. Bagi karyawan:
1) Meningkatkan standar kehidupannya dengan di terimanya pembayaran diluar
gaji pokok.
2) Meningkatkan semangat kerja karyawan sehingga mendorong mereka untuk
berprestasi lebih baik.
2.3.2.5.2. Jenis –Jenis Pemberian Insentif
Menurut ahli manajemen sumber daya manusia Sondang P. Siagian, jenis-
jenis insentif tersebut adalah:
1. Piece work adalah tehnik yang digunakan untuk mendorong para karyawan
meningkatkan produktivitas kerja.
80
2. Bonus adalah insentif yang diberikan kepada karyawan yang mampu bekerja
sedemikian rupa sehingga tingkat produksi yang baku telampaui.
3. Komisi adalah bonus yang diterima karena berhasil melaksanakan tugas dan
sering diterapkan oleh tenaga-tenaga penjualan.
4. Insentif bagi ekskutif adalah instensif yang diberikan pada karyawan
khususnya manejer atau karyawan memiliki kedudukan tinggi dalam suatu
perusahaan misalnya untuk membayar cicilan rumah, kendaraan bermotor
atau pendidikan anak.
5. Kurva kematangan adalah yang diberikan kepada kerja yang masa kerja dan
golongan pangkat dan penghasilan yang lebih tinggi lagi, misalnya dalam
bentuk penelitian ilmia atau dalam bentuk beban besar yang mengajar yang
lebih besar dan sebagainya.
6. Rencana instensif kelompok adalah kenyataan bahwa dalam organisasi
kinerja bukan keberhasilan individual melainkan karena keberhasilan
kelommpok kerja yang mampu bekerja suatu tim.
2.3.2.5.3. Indikator Pemberian Insentif
Dalam perancanaan pemberian insentif karyawan, sebuah lembaga harus
menentukan indikator-indikator yang dijadikan sebagai perhitungan atau
pertimbangan dasar penyusunan insentif.
Menurut Lijan Poltak Sinambela dalam bukunya, Kinerja Pegawai Teori
Pengukuran dan Implikasi,Indikator yang menjadi pertimbangan dalam pemberian
insentif antara lain:
81
1. Kinerja, Sistem insentif dngan cara ini langsung menggaitkan besarnya
insentif dengan kinerja yang telah ditunjukkan oleh karyawan yang
bersangkutan, berarti besarnya insentif tergantung pada banyak sedikitnya
hasil yang dicapai dalam waktu kerja karyawan.
2. Lama kerja, Besarnya insentif ditentukan atas dasr lamanya karyawan
melaksankan atau menyelesaikan suatu pekerjaan, car perhitungan dapat
menggunakan perjam, perhari, perminnggu atau perbulan.
3. Sinioritas, Sistem insentif ini didasarkan pada masa kerja atau sinioritas
karyawan yang bersangkutan dalam suatu organisasi, dasar pemikiran
karyawan senior menunjukkan adanya kesetiaan yang tinggi dari karyawan
yang bersangkutan pada organisasi dimana mereka bekerja.
4. Kebutuhan, Cara ini menunjukkan bahwa insentif pada karyawan didasarka
pada tingkat urgensi kebutuhan hidup yang layak dari karyawan, berarti
insentif yang diberikan adalah wajar apabila dapat dipergunakan untuk
memenuhi kebutuhan pokok, tidak berlebihan namun tidak
berkekurangan(28)
2.3.2.6. Lingkungan Kerja
Pada umumnya, setiap organisasi baik yang berskala besar, menengah,
maupun kecil, semuanya akan berinteraksi dengan lingkungan di mana
organisasiatau perusahaan tersebut berada. Lingkungan itu sendiri mengalami
perubahan-parubahan sehingga, organisasi atau perusahaan yang bisa bertahan
hidup adalahorganisasi yang bias menyesuaikan diri dengan perubahan
lingkungan.Sebaliknya, organisasi akan mengalami masa kehancuran apabila
82
organisasitersebut tidak memperhatikan perkembangan dan perubahan
lingkungandisekitarnya. Lingkungan kerja adalah tempat di mana pegawai
melakukanaktifitas setiap harinya. Lingkungan kerja yang kondusif memberikan
rasa amandan memungkinkan pegawai untuk dapat bekerja optimal. Lingkungan
kerjadapat memengaruhi emosional pegawai. Jika pegawai menyenangi
lingkungankerjanya maka pegawai tersebut akan betah di tempat kerjanya,
melakukanaktifitasnya sehingga waktu kerja dipergunakan secara efektif.
Produktifitas akantinggi dan prestasi kerja pegawai juga tinggi(29).
Lingkungan kerja dapat diartikan sebagai kekuatan-kekuatan yang
memengaruhi, baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap kinerja
organisasi atau perusahaan. Menurut Sedarmayati bahwa lingkungan kerjaadalah
keseluruhan alat perkakas dan bahan yang dihadapi, lingkungan sekitarnyadimana
seseorang bekerja, metode kerjanya, serta pengaturan kerjanya, baiksebagai
perseorangan maupun sebagai kelompok. Sementara itu, menurut Bambang
Kussrianto bahwa lingkungan kerja merupakan salah satu faktor
yangmemengaruhi kinerja seorang karyawan(29).
2.3.2.6.1. Lingkungan Kerja Fisik
Lingkungan kerja fisik dapat diartikan semua keadaan yang ada di sekitar
tempat kerja, yang dapat memengaruhi kinerja karyawan. lingkungan kerja
fisikyaitu semua keadaan berbentuk fisik yang terdapat disekitar tempat kerja
dimanadapat memengaruhi kerja karyawan baik secara langsung maupun tidak
langsung. Lingkungan kerja fisik adalah kondisi fisik dalam perusahaandisekitar
83
tempat kerja, seperti sirkulasi udara, warna tembok, keamanan, ruanggerak dan
lain-lain(29).
Lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang dapat memengaruhi kegiatan
produksi, sehingga dapat memaksimalkan kinerja tenaga kesehatan.
2.3.2.6.2. Jenis - Jenis Lingkungan Kerja
1. Lingkungan Internal.
lingkungan interal adalah komponen-komponen yang ada dalam lingkup
organisasi atau perusahaan.
2. Lingkungan Eksternal.
Lingkungan eksernal adalah komponen-komponen yang ada diluar organisasi atau
perusahaan. Bagaimanapun juga, lingkungan eksternal pada saat sekarang ini
sangat bergejolak, perubahanperubahan yang terjadi didalamnya sangat dinamis
dan kadang-kadang pengaruhnya tidak dapat diperkirakan terlebih dahulu(29).
2.3.2.7. Kemampuan Kerja
kemampuan menunjukkan potensi orang untuk melaksanakan tugas atau
pekerjaan. kemampuan seseorang merupakan perwujudan dari pengetahuan dan
ketrampilan yang dimiliki. Oleh sebab itu, Karyawan yang memiliki kemampuan
tinggi dapat menunjang tercapainya visi dan misi organisasi untuk segera maju
dan berkembang pesat, guna mengantisipasi kompetisi global. Kemampuan yang
dimiliki seseorang akan membuatnya berbeda dengan yang mempunyai
kemampuan rata-rata atau biasa saja(30).
Menurut Thoha (2011) kemampuan merupakan salah satu unsur dalam
kematangan berkaitan dengan pengetahuan atau keterampilan yang dapat
84
diperoleh dari pendidikan, pelatihandan suatu pengalaman. Menurut Kaleta
(2006:170) Kemampuan kerja merujuk suatu fitur yangkompleks dan tingkat
mencerminkan interaksi antara volume kedua kegiatan fisik dan mentaldan
kemampuan fungsional pekerja, kesehatan mereka dan penilaian subjektif dari
status merekadalam kondisi organisasi dan sosial yang diberikan. Soelaiman
(2007:112) menyatakan bahwakemampuan adalah sifat yang dibawa lahir atau
dipelajari yang memungkinkan seseorang yangdapat menyelesaikan pekerjaannya,
baik secara mental ataupun fisik.
2.3.2.7.1. Jenis–Jenis Kemampuan
Ada 3 jenis kemampuan dasar yang harus dimiliki untuk mendukung
seseorang dalam melaksanakan pekerjaan atau tugas, sehingga tercapai hasil yang
maksimal (Robert R.Katz, dalam Moenir 2008), yaitu:
1. Technical Skill (Kemampuan Teknis) Adalah pengetahuan dan penguasaan
kegiatan yangbersangkutan dengan cara proses dan prosedur yang
menyangkut pekerjaan dan alat-alat kerja.
2. Human Skill (Kemampuan bersifat manusiawi) Adalah kemampuan untuk
bekerja dalamkelompok suasana di mana organisasi merasa aman dan bebas
untuk menyampaikan masalah.
3. Conceptual Skill (Kemampuan Konseptual) Adalah kemampuan untuk
melihat gambar kasaruntuk mengenali adanya unsur penting dalam situasi
memahami di antara unsur-unsur itu(30).
85
2.3.2.7.2. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kemampuan
Menurut Michael Zwell dalam wibowo (2007:102) mengungkapkan bahwa
terdapat beberapa factor yang dapat mempengaruhi kemampuan seseorang
karyawan, yaitu sebagaiberikut :
1. Keyakinan dan Nilai – nilai.
2. Keterampilan
3. Pengalaman
4. Karakteristik kepribadian
5. Motivasi
6. Isu emosional
2.3.2.7.3. Dimensi dan Indikator Kemampuan Kerja
Gibson (2001) menjelaskan ada beberapa Kemampuan yang diperlukan
dalam suatu instansi agar pegawai dapat mengerjakan tugas yang dibebankan
padanya. beberapa kemampuan yang harus dimiliki oleh karyawan untuk
mencapai efektifitas dan efisiensi kerja :
1. Kemampuan berinteraksi yang meliputi indicator
2. Kemampuan konseptual (Conceptual ability)
3. Kemampuan Teknis(30).
2.3.3. Puskesmas
Pusat kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas adalah
fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan
masyarakat dan upaya perseorangan tingkat pertama dengan lebih mengutamakan
86
upaya promotif dan preventif, untuk ,mencapai derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya diwilayah kinerjannya (mankes, 2014)(31).
Puskesmas mempunyai tugas melaksanakan kebijakan kesehatan untuk
mencapai tujuan pembangunan kesehatan diwilayah kerjanya dalam rangka
mendukung terwujudnay kecamatan sehat.
Dalam melaksanakan tugasnya puskesmas menyelenggarakan fungsi :
1. Menyelenggarakan UKM tingkat pertama diwilayah kerjanya
2. Menyelenggarakan UKP tingkat pertama diwilayah kerjanya
2.3.3.1. Tujuan Puskesmas
Tujuan pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah
mendukung tercapainyan tujuan pembangun kesehatan nasional yakni :
meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi orang yang
bertempat tinggal diwilayah puskesmas agar terwujud derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya (Trihono 2010).
2.3.3.2. Fungsi Puskesmas
Puskesmas diharapkan dapat bertindak sebagai motivator, fasilitator dan turut
serta memantau terselenggaranya proses pembangunan di wilayah kerjanya agar
berdampak positif terhadap kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya. Hasil yang
diharapkan dalam menjalankan fungsi ini antara lain adalah terselenggaranya
pembangunan di luar bidang kesehatan yang mendukung terciptanya lingkungan
dan perilaku sehat. Upaya pelayanan yang diselenggarakan meliputi :
1. Pelayanan kesehatan masyarakat yang lebih mengutamakan pelayanan
promotif dan preventif, dengan kelompok masyarakat serta sebagian besar
87
diselenggarakan bersama masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah kerja
puskesmas.
2. Pelayanan medik dasar yang lebih mengutamakan pelayanan,kuratif dan
rehabilitatif dengan pendekatan individu dan keluarga pada umumnya melalui
upaya rawat jalan dan rujukan ( Depkes RI, 2007).
Fungsi dari Puskesmas adalah:
1. Sebagai pusat pembangunan kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya.
2. Membina peran serta masyarakat di wilayah kerjanya dalam rangka
kemampuan untuk hidup sehat.
3. Memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan masyarakat di
wilayah kerjanya(31).
88
2.3.4. Kerangka Teori
Kerangka teori dijelaskan pada skema dibawah ini :
Sumber. (Modufikasi bangun 2012 dan mengkunegara 2013)
Gambar 2.1. Kerangka Teori.
Faktor Individua
kinerja
Faktor Organisasi
Faktor Psikologi
Ketrampilan Kemampuan kerja
Demografi
Persepse
Attitude
Personality
Motivasi
Sumber daya
Struktur
Kepemimpinan
Lingkungan kerja
Insentif
Kedisiplinan kinerja
Desain pekerjaan
Pendidikan
89
2.4. Kerangka Konsep
Kerangka konsep merupakan uraian tentang hubungan antara variabel yang
terkait dalam masalah utama yang akan diteliti, sesuai dengan rumusan masalah
dan tinjauan pustaka. Kerangka konsep yang digunakan dalam penelitian ini
dikembangkan dari beberapa teori yang telah dijabarkan pada bab II, dan telah
dimodifikasi disesuaikan dengan keadaan/kekhasan di Puskesmas Plus Lahusa,
serta digabungkan dengan pendapat para pakar.
Kerangka konsep pada umumnya digambarkan dalam bentuk skema.
Kerangka konsep dibuat dalam hubungan antara variabel-variabel penelitian, yaitu
variabel independen, meliputi karakteristik pendidikan, kepemimpinan, motivasi,
kedisiplinan, insentif, lingkungan kerja dan kemampuan kerja dengan variabel
dependen yaitu kinerja. Kerangka konsep dalam penelitian ini secara lengkap
digambarkan dalam skema di bawah ini.
Gambar. 2.2. kerangka Konsep
Motivasi
Disiplin Kinerja Kinerja
Kepemimpinan
Pendidikan
Insentif
Lingkungan Kerja
Kemampuan Kerja
90
2.5. Hipotesis Penelitian
1. Ada pengaruh antara pendidikan dengan kinerja tenaga perawat di Puskesmas
Plus Lahusa Kabupaten Nias Selatan.
2. Ada pengaruh antara kepemimpinan dengan kinerja tenaga perawat di
Puskesmas Plus Lahusa Kabupaten Nias Selatan.
3. Ada pengaruh antara motivasi dengan kinerja tenaga perawat di puskesmas
plus lahusa Kabupaten Nias Selatan.
4. Ada pengaruh antara disiplin dengan kinerja tenaga perawat di Puskesmas
Plus Lahusa Kabupaten Nias Selatan.
5. Ada pengaruh antara insentif dengan kinerja tenaga perawat di Puskesmas
Plus Lahusa Kabupaten Nias Selatan.
6. Ada pengaruh antara lingkungan kerja dengan kinerja tenaga perawat di
Puskesmas Plus Lahusa Kabupaten Nias Selatan.
7. Ada pengaruh antara kemampuan kerja dengan kinerja tenaga perawat di
Puskesmas Plus Lahusa Kabupaten Nias Selatan.
8. Ada variabel yang paling berpengaruh dengan kinerja tenaga perawat di
Puskesmas Plus Lahusa Kabupaten Nias Selatan.
91
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah survey analitic dengan pendekatan
cross sectional study yang bertujuan menganalisis kinerja tenaga perawat di
wilayah kerja Puskesmas Plus Lahusa Kabupaten Nias Selatan Tahun 2019 yang
diamati pada periode waktu yang sama.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1. Lokasi Penelitian
Lokasi yang dipilih sebagai tempat penelitian adalah wilayah kerja
Puskesmas Plus Lahusa Kabupaten Nias Selatan.
3.2.2. Waktu Penelitian
Penelitian akan dilakukan pada bulan Agustus mendatang di Puskesmas Plus
Lahusa Kabupaten Nias Selatan.
3.3. Populasi Dan Sampel Penelitian
3.3.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh tenaga perawat yang bekerja di
puskesmas Plus Lahusa Kabupaten Nias Selatan sebanyak 62 orang tenaga
perawat.
3.3.2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah bagian dari populasi yang akan
ditelitiyaitu tenaga perawat yang berjumlah 62 orang. Teknik pengambilan sampel
dilakukan dengan cara total sampling sebanyak 62 orang tenaga perawat.
92
3.4. Defenisi Operasional dan Kriteria Objektif
1. Pendidikan
Defenisi Operasional :
Pendidikan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Jenjang terakhir yang
ditempuh yang telah dibuktikan dengan ijazah.
Kriteria Objektif :
Rendah : apabila total skor jawaban sampel < 8
Tinggi : apabila total skor jawaban sampel ≥ 8
Skala : Ordinal
2. kepemimpinan
Defenisi Operasional :
Kepemimpinan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sikap ketegasan
dalam bekerja.
Kriteri Objektif :
Tidak Baik : apabila total skor jawaban sampel < 8
Baik : apabila total skor jawaban sampel ≥ 8
Skala : Ordinal
3. Motivasi
Defenisi Operasional :
Motivasi yang dimaksud dengan penelitian ini adalah keadaan dalam pribadi
yang mendorong keinginan individu dalam mencapai tujuan.
Kriteria Objektif :
Tidak Baik : apabila total skor jawaban sampel < 8
93
Baik : apabila total skor jawaban sampel ≥ 8
Skala : Ordinal
4. Disiplin
Defenisi Operasional :
Disiplin yang dimaksud dalam penelitian ini adalah setiap perseorangan dan
juga kelompok yang menjamin adanya kepatuhan terhadap perintah dan
berinisiatif untuk melakukan sesuatu tindakan yang diperlukan.
Kriteria Objektif :
Tidak Baik : apabila total skor jawaban sampel < 8
Baik : apabila total skor jawaban sampel ≥ 8
Skala : Ordinal
5. Insentif
Defenisi Operasional :
Insentif dalam penelitian ini adalah gaji tambahan yang bersifat khusus yang
diberikan kepada tenaga perawat untuk lebih giat bekerja.
Kriteria Objektif :
Tidak Mendukung : apabila total skor jawaban sampel < 8
Mendukung : apabila total skor jawaban sampel ≥ 8
Skala : Ordinal
6. Lingkungan Kerja
Defenisi Operasional :
Lingkungan kerja dalam penelitian ini adalah tempat kerja perawat atau
lingkungan fisik yang mempengaruhi kerja parawat.
94
Kriteria Objektif :
Tidak Baik : apabila total skor jawaban sampel < 8
Baik : apabila total skor jawaban sampel ≥ 8
Skala : Ordinal
7. Kemampuan
Defenisi Operasional :
Kemampuan dalam penelitian ini adalah bertindak cepat dalam melakukan
kerja, inovatif dan bertanggung jawab.
Kriteria Objektif :
Tidak Baik : apabila total skor jawaban sampel < 8
Baik : apabila total skor jawaban sampel ≥ 8
Skala : Ordinal
8. kinerja Tenaga perawat
Definisi Operasional :
Kinerja dalam penelitian ini adalah kerja yang dicapai pegawai dalam suatu
organisasi.
Kriteria Objektif :
Tidak Baik : apabila total skor jawaban sampel < 8
Baik : apabila total skor jawaban sampel ≥ 8
Skala : Ordinal
3.5. Intrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa kuesioner yang
terbagi dalam dua variabel yaitu variabel independen dan variabel dependen.
95
3.6. Pengumpulan Data
3.6.1. Jenis Data
1. Data Primer.
Data primer adalah data yang didapatkan secara langsung terhadap objek
penelitian. Dilakukan dengan wawancara langsung dengan alat bantu kuesioner
tentang Determinan Kinerja Tenaga Kesehatan.
2. Data Sekunder.
Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan mencari dan menggunakan
data yang sudah ada di dalam maupun di luar puskesmas.
Data pada penelitian ini adalah adalah data primer. Data primer diperoleh
dengan membagikan kuesioner.
3.6.2. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
primer dan data sekunder.
1. Kuantitatif meliputi :
1). Data primer diperoleh dari kuesioner yang diisi responden berupa data tentang
karakteristik umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan dan pendapatan.
2). Data sekunder diperoleh dari penelusuran dokumen/laporan UPDT Puskesmas
Plus Lahusa Kabupaten Nias Selatan dan bahan pustaka terkait.
3). Data tertier diperoleh melalui studi kepustakaan yaitu jurnal yang
terpublikasikan, sumber dari internet seperti, keputusan menteri kesehatan,
dan peraturan pemerintah sarta undang-undang.
96
2. Kualitatif, meliputi :
Data primer diperoleh dari hasil wawancara kepada informasi, observasi dan
dokumentasi hasil penelitian.
3.7. Pengolahan dan Analisa
3.7.1 Pengolahan Data
a. Editing
Dilakukan pengecekan kelengkapan pada data yang terkontrol dengan
memeriksa ulang kesalahan atau kekurangan dalam pengumpulan data untuk
dapat diperbaiki dan dilengkapi.
b. Tabulating
Untuk memperoleh dalam menganalisa dan mengelolah data maka data
disusun distribusi frekuensi.
c. Coding
Analisa data dilakukan secara deskriptif dengan melakukan persentase data
yang terkumpul dan disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi.
3.7.2 Analisa Data
1. Analisis Univariat.
Analisi univariat yaitu analisi yang menggambarkan secara tunggal variabel-
variabel penelitian baik variabel dependen maupun variabel independen dalam
bentuk distribusi frekuensi.
2. Analisis Bivariat
97
Analisi bivariat dilakukan dengan mendeskripsikan penyajian data dari dua
variabel secara silang dengan menggunakan uji Chi-Square (X2
hitung > X2 tabel
(3,841) atau nilai p<0,05.
3. Analisi Multivariat
Analisis multivariat bertujuan untuk melihat kemaknaan korelasi antara
variabel bebas (independen variable) dengan variabel terikat (dependent variable)
di lokasi penelitian secara simultan dan sekaligus menentukan faktor-faktor yang
lebih dominan berpengaruh dengan Binari logistic regression.
3.7.3. Penyajian Data
Penyajian data yang digunakan dalam penelitian ini adalah narasi tabel,
gambar.
3.7.4. Kontrol Kualitas
1. Standarisasi Petugas Lapangan
Standarisasi petugas dilaksanakan dengan melaksanakan pelatihan kepada
tenaga pewawancara untuk mendapatkan pemahaman yang sama dengan gold
standar (peneliti). Untuk tenaga kesehatan, peneliti menggunakan tenaga dari
puskesmas yang sudah terlatih sebanyak 2 orang dengan latar belakang akademis
kesehatan, dalam proses pengumpulan sampel, alat yang digunakan sama.
2. Standarisasi metode dan alat ukur
Standarisasi alat ukur, dilaksanakan dengan mengadjust pada posisi normal
sebelum digunakan. Untuk kuesioner, Standarisasi dilaksanakan dengan
melaksanakan uji coba kuesioner berlangsung selama 1 bulan (Januari-Februari
2019). Tenaga pewawancara terdiri dari 2 orang yang berkualitas sarjana
98
kesehatan masyarakat, yang juga bekerja dibagian kinerja tenaga kesehatan
dipuskesmas.
3. Pengawasan Reliabilitas
Reliabilitas adalah keajekan dari suatu pengukuran kepengukuran lainnya.
Kerana menilai keajekan dari suatu pengukuran kepengukuran lainnya, maka
reliabilitas disebut juga konsisten. Reliabilitas meliputi dua aspek (kothari, 1985):
(1) Stabilisasi dan (2) Kesamaan. Stabilisasi adalah konsistensi hasil satu
pengukuran ke pengukuran oleh seorang pengamat, terhadap subyek penelitian
yang sama dan dengan instrumen yang sama (konsistensi intra pangamat).
Kesamaan (equivalence) adalah konsistensi antara hasil pengukuran seorang
pengamat dan hasil pengukuran oleh pengamat lainnya, terhadapa subyek
penelitian yang sama dan dengan intrumen yang sama, biasa disebut konsistensi
antar pengamat. Menilai realibilitas, keajekan antara satu pengukuran dan
pengukuran lainnya diukur dengan ukuran yang disebut koefesien, keajekan
pengukuran dites melalui uji coba (pilo study), dilakukan pada populasi studi
beberapa waktu sebelum penelitian yang sesungguhnya, tetapi dapat juga
dilakukan pada sampel lainnya yang mempunyai karakteristik yang sama
reliabilitas pada dasarnya mengukur kekuatan hubungan, dan ukuran kekuatan
hubungan itu mempunyai batas maksimum dan minimum yang jelas.
3.7.5. Uji Validitas dan Reliabilitas
Uji validitas dan reliabilitas kuesioner instrumen pengumpulan data dilakukan
sebelum penelitian dilaksanakan. Validitas merupakan sejauh mana alat ukur
(pengukuran, tes, instrumen) mengukur alat yang memang sesungguhnya hendak
99
diukur. Kuesioner yang valid adalah apabila nilai rhitung lebih besar dari nilai rtabel
dengan menggunakan korelasi product moment.
Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana pengukuran
individu-individu pada situasi-situasi yang berbeda memberikan hasil yang sama.
Uji reliabilitas digunakan untuk mengukur konsiten alat ukur apakah alat
pengukur yang digunakan dapat diandalkan dan tetap konsisten jika pengukuran
tersebut diulang dengan menggunakan metode r Cronboach’s Alpha. Apabila nilai
Cronboach Alpha yang diperoleh lebih besar dari r Cronboach Alphatabel, maka
dinyatakan reliabel. Nilai r Cronboach’s Alpha. Tabel untuk reliabilitas adalah 0,700.
Tabel 3.1 Hasil Uji Validitas dan Rebilialitas Kinerja
Variabel Butir Corrected Cronbacs’ Keterangan
Pertanyaan Item-Total h Alpha
Correlation
Kinerja 0,957 Valid
1 0,921 Valid
2 0,934 Valid
3 0,959 Valid
4 0,887 Valid
5 0,921 Valid
Hasil uji validitas dan reliabelitas kinerja sebanyak 5 pertanyaan yang
diajukan mempunyainilai rhitung ( corrected item total correlation ) lebih besar dari
rtabel (0,878) sehingga item pertanyaan tersebut diasumsikan valid. Nilai rcronbach’s
Alpha tabel variabel kinerja 0,957 lebih besar dari 0,700, maka variabel kinerja
dinyatakan reliabel.
100
Tabel 3.3 Hasil Uji Validitas dan Rebilialitas Kepemimpinan
Variabel Butir Corrected Cronbacs’ Keterangan
Pertanyaan Item-Total h Alpha
Correlation
Kepemimpinan 0,954 Valid
1 0,913 Valid
2 0,913 Valid
3 0,952 Valid
4 0,913 Valid
5 0,903 Valid
Hasil uji validitas dan reliabelitas kepemimpinan sebanyak 5 pertanyaan yang
diajukan mempunyainilai rhitung ( corrected item total correlation ) lebih besar dari
rtabel (0,878) sehingga item pertanyaan tersebut diasumsikan valid. Nilai rcronbach’s
Alpha tabel variabel kepemimpinan 0,954 lebih besar dari 0,700, maka variabel
kepemimpinan dinyatakan reliabel
Tabel 3.4 Hasil Uji Validitas dan Rebilialitas Motivasi
Variabel Butir Corrected Cronbacs’ Keterangan
Pertanyaan Item-Total h Alpha
Correlation
Motivasi 0,945 Valid
1 0,904 Valid
2 0,904 Valid
3 0,944 Valid
4 0,892 Valid
5 0,883 Valid
Hasil uji validitas dan reliabelitas motivasi sebanyak 5 pertanyaan yang
diajukan mempunyainilai rhitung ( corrected item total correlation ) lebih besar dari
rtabel (0,878) sehingga item pertanyaan tersebut diasumsikan valid. Nilai rcronbach’s
Alpha tabel variabel motivasi 0,945 lebih besar dari 0,700, maka variabel motivasi
dinyatakan reliabel.
101
Tabel 3.5 Hasil Uji Validitas dan Rebilialitas Disiplin Kinerja
Variabel Butir Corrected Cronbacs’ Keterangan
Pertanyaan Item-Total h Alpha
Correlation
Disiplin Kinerja 0,978 Valid
1 0,936 Valid
2 0,975 Valid
3 0,984 Valid
4 0,949 Valid
5 0,949 Valid
Hasil uji validitas dan reliabelitas disiplin kinerja sebanyak 5 pertanyaan yang
diajukan mempunyainilai rhitung ( corrected item total correlation ) lebih besar dari
rtabel (0,878) sehingga item pertanyaan tersebut diasumsikan valid. Nilai rcronbach’s
Alpha tabel variabel disiplin kinerja 0,978 lebih besar dari 0,700, maka variabel
disiplin kinerja dinyatakan reliabel.
Tabel 3.6 Hasil Uji Validitas dan Rebilialitas Insentif
Variabel Butir Corrected Cronbacs’ Keterangan
Pertanyaan Item-Total h Alpha
Correlation
Insentif 0,978 Valid
1 0,936 Valid
2 0,975 Valid
3 0,984 Valid
4 0,949 Valid
5 0,949 Valid
Hasil uji validitas dan reliabelitas insentif sebanyak 5 pertanyaan yang
diajukan mempunyainilai rhitung ( corrected item total correlation ) lebih besar dari
rtabel (0,878) sehingga item pertanyaan tersebut diasumsikan valid. Nilai rcronbach’s
Alpha tabel variabel insentif 0,978 lebih besar dari 0,700, maka variabel insentif
dinyatakan reliabel.
102
Tabel 3.6 Hasil Uji Validitas dan Rebilialitas Lingkungan Kerja
Variabel Butir Corrected Cronbacs’ Keterangan
Pertanyaan Item-Total h Alpha
Correlation
Lingkungan 0,967 Valid
1 0,891 Valid
2 0,944 Valid
3 0,969 Valid
4 0,916 Valid
5 0,969 Valid
Hasil uji validitas dan reliabelitas lingkungan kerja sebanyak 5 pertanyaan
yang diajukan mempunyainilai rhitung ( corrected item total correlation ) lebih
besar dari rtabel (0,878) sehingga item pertanyaan tersebut diasumsikan valid. Nilai
rcronbach’s Alpha tabel variabel lingkungan kerja 0,967 lebih besar dari 0,700, maka
variabel lingkungan kerja dinyatakan reliabel.
Tabel 3.6 Hasil Uji Validitas dan Rebilialitas Kemampuan Kerja
Variabel Butir Corrected Cronbacs’ Keterangan
Pertanyaan Item-Total h Alpha
Correlation
Kempampuan 0,967 Valid
1 0,896 Valid
2 0,945 Valid
3 0,969 Valid
4 0,920 Valid
5 0,969 Valid
Hasil uji validitas dan reliabelitas kemampuan kerja sebanyak 5 pertanyaan
yang diajukan mempunyainilai rhitung ( corrected item total correlation ) lebih
besar dari rtabel (0,878) sehingga item pertanyaan tersebut diasumsikan valid. Nilai
rcronbach’s Alpha tabel variabel kemampuan kerja 0,967 lebih besar dari 0,700, maka
variabel kemampuan kerja dinyatakan reliabel.
103
3.7.5. Etika Penelitian
Peneliti dalam melaksanakan seluruh kegiatan penelitian harus memegang
teguh sikap ilmiah (scientific attitude) serta menggunakan prinsip-prinsip etika
penelitian. Meskipun intervensi yang dilakukan dalam penelitian tidak memiliki
risiko yang dapat merugikan atau membahayakan subyek penelitian, namun
peneliti perlu mempertimbangkan aspek sosioetika dan menjunjung tinggi harkat
dan martabat kemanusiaan.
104
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1. Gambar Umum Tempat Penelitian
4.1.1. Data Geografi
UPTD Puskesmas Perawatan Plus Lahusa terletak di Bagian Timur Kota
Kabupaten Nias Selatan, berlokasi di Kecamatan Lahusa dengan Memiliki Luas
Wilayah 6.241 Ha, terdiri dari 23 Desa. Jumlah Penduduk yang menjadi
tanggungannya sebanyak : 22.632 jiwa, Jumlah KK sebenyak 4.338 KK dan
Jumlah Rumah sebanyak 3.609 unit.
Sarana Kesehatan yang ada dikecamatan Lahusa Kabupaten Nias Selatan
yaitu :
1. Puskesmas : 1
2. Pustu : 1
3. Poskesdes : 3
4. Posyandu : 23
4.1.2. Visi Dan Misi Puskesmas Plus Lahusa
1. Visi
Menjadi Puskesmas yang bermutu, Profesional dan Komunikatif
dimasyarakat Kecamatan Lahusa yang sehat dan mandiri.
2. Misi
1). Memberikan Pelayanan Kesehatan yang berkualitas.
2). Meningkatkan sumber daya manusia yang profesional.
3). Mengelola sarana dan prasarana yang memadai.
4). Menjalin Kerjasama Masyarakat, Lintas Sektor dan pihak Swasta dalam
Pelayanan Kesehatan.
105
5). Mengelola Manajemen yang Efektif dan Efisien.
4.1.3. Tujuan Puskesmas Di Kecamatan Lahusa Kabupaten Nias Selatan
Meningkatkan kesadaran, kemauan masyarakat agar mampu hidup sehat dan
mandiri demi terwujudnya derajat kesehatan yang bermutu di wilayah Kecamatan
Lahusa.
Situasi ketenagaan di Puskesmas Plus Lahusa dapat dilihat pada tabel berikut:
Tenaga Kerja n
Dokter 1
Perawat 62
Bidan 45
Penyuluhan Kesehatan Masyarakat 5
Asisten Apoteker 2
Resesionis 1
Fisioterapi 1
Perawat Gigi 1
Psikologi 1
THL 2
Jumlah 121
Pelayanan dalam gedung/bangunan Induk di wilayah kerja UPTD Puskesmas
Plus Lahusa perawatan yang jenis pelayanannya meliputi :
1. Ruang Pendaftaran dan rekam medis
2. Ruang tunggu pasien
3. Ruang periksaan umum
4. Ruang periksaan gigi dan mulut
5. Ruang KIA/KB
6. Ruang fisioterapi
7. Ruang tindakan/emergensi
106
8. Ruang imunisasi
9. Ruang kepala puskesmas
10. Ruang administrasi
11. Ruang konseling
12. Ruang promosi kesehatan
13. Ruang farmasi/apotek
14. Ruang gizi
15. Laboratorium
16. Kamar mandi
17. Gudang obat
18. Aula (ruang pertemuan)
19. Rumah dinas pegawai
UPTD Puskesmas Plus Lahusa bertanggung jawab atas wilayah kerja yang
ditetapkan dalam bentuk kegiatan/program yang terdiri dari :
1. Upaya Kesehatan Wajib
a. Pelayanan promosi kesehatan
b. Pelayanan kesehatan lingkungan
c. Pelayanan kesehatan ibu, anak, dan keluarga berencana
d. Pelayanan gizi
e. Pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit
2. Upaya Kesehatan Pengembangan
Upaya pengembangan merupakan unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan
yang mempunyai tugas melaksanakan pelayanan, pembinaan dan pengendalian
107
Puskesmas kecamatan, pengembangan upaya kesehatan, pendidikan, pelatihan
tenaga kesehatan diwilayah kerjanya.
4.2. Hasil Penelitian
4.2.1. Analisis Univariat
Tabel 4.1. Distribusi karakteristik perawat di Puskesmas Plus Lahusa Tahun
2019
Karakteristik n (%)
Jenis Kelamin
Laki-Laki 26 41,94
Perempuan 36 58,06
Umur
20-35 36 58,06
36-50 16 25,81
>51 10 16,13
Pendidikan
SPK 4 6,45
D3 Keperawatan 37 59,68
S1 Keperawatan 12 19,35
Ners 9 14,52
Pekerjaan
TKS 17 27,42
PTTD 30 48,39
PNS 15 24,19
Berdasarkan tabel 4.1 diperoleh distribusi frekuensi kelompok jenis kelamin
dari 62 responden, mayoritas berjenis kalamin perempuan sebanyak 36 orang
(58,06%) dan minoritas berjenis kelamin laki-laki 26 orang (41,94%).
Berdasarkan disrtibusi frekuensi kelompok umur, mayoritas responden adalah
kelompok umur 20-35 tahun sebanyak 36 orang (58,06%) sedangkan minoritas
kelompok umur >51 tahun sebanyak 10 orang (16,13%).
108
Berdasarkan distribusi frekuensi tingkat pendidikan, mayoritas responden
memiliki tingkat pendidikan D3 Keperawatan sebanyak 37 orang (59,68%)
sedangkan minoritas responden memiliki tingkat pendidikan SPK sebanyak 4
orang (6,45%).
Berdasarkan distribusi frekuensi tingkat pekerjaan, mayoritas responden
memiliki tingkat pekerjaan PTTD sebanyak 30 orang (48,39), sedangkan
minoritas responden memiliki tingkat pekerjaan PNS sebanyak 15 orang
(24,19%).
109
Tabel 4.2. Distribusi karakteristik perawat berdasarkan kepemimpinan,
motivasi, disiplin kerja, insentif, lingkungan kerja serta
kemampuan kerja di Puskesmas Plus Lahusa Tahun 2019
Karakteristik N %
Kepemimpinan
Tidak Baik 22 35,48
Baik 40 64,52
Motivasi
Tidak Baik 35 56,5
Baik 27 43,5
Disiplin Kerja
Tidak Baik 39 62,9
Baik 23 37,1
Insentif
Tidak Baik 40 64,5
Baik 22 35,5
Lingkungan Kerja
Tidak Baik 35 56,5
Baik 27 43,5
Kemampuan Kerja
Tidak Baik 39 62,9
Baik 23 37,1
Kinerja
Tidak Baik 36 58,1
Baik 26 41,9
Berdasarkan tabel 4.2 diperoleh disitribusi karakteristik kepemimpinan diatas
dapat dilihat bahwa pengaruh kepemimpinan dengan kinerja perawat, mayoritas
memiliki responden baik sebanyak 40 orang (64,5%) dan minoritas responden
tidak baik sebanyak 22 orang (35,5%). pengaruh motivasi dengan kinerja perawat,
mayoritas memiliki responden tidak baik sebanyak 35 orang (56,5%) dan
minoritas responden baik sebanyak 27 orang (43,5%). pengaruh disiplin kerja
dengan kinerja perawat, mayoritas memiliki responden tidak disiplin sebanyak 39
orang (62,9%) dan minoritas responden disiplin sebanyak 23 orang (37,1%).
pengaruh insentif dengan kinerja perawat, mayoritas memiliki responden tidak
110
cukup sebanyak 40 orang (64,5%) dan minoritas responden cukup sebanyak 22
orang (35,5%). pengaruh lingkungan kerja dengan kinerja perawat, mayoritas
memiliki responden tidak baik sebanyak 35 orang (56,5%) dan minoritas
responden baik sebanyak 27 orang (43,5%). pengaruh kemampuan kerja dengan
kinerja perawat, mayoritas memiliki responden tidak baik sebanyak 39 orang
(62,9%) dan minoritas respondentidak baik sebanyak 23 orang (37,1%), dan
pengaruh kinerja perawat, mayoritas memiliki responden kurang baik sebanyak
36 orang (58,1%) dan minoritas responden baik sebanyak 26 orang (41,9%).
4.4.2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui pengaruh determinan kinerja
tenaga perawat di wilayah kerja UPTD Puskesmas Lahusa Kabupaten Nias
Selatan Tahun 2019 dengan menggunakan uji Chi square, maka diperoleh hasil
sebagai berikut :
Tabel 4.3. Pengaruh Pendidikan Terhadap Kinerja Perawat Di Puskesmas
Plus Lahusa Tahun 2019
Pendidikan
Kinerja Perawat
Jumlah pvalue Tidak Baik Baik
n % n %
SPK 3 75,0 1 25,0 4 100,0
0,001
D3 Keperawtan 27 73,0 10 27,0 37 100,0
S1 Keperawtan 6 50 6 50 12 100,0
Ners 0 0,0 9 100,0 9 100,0
Total 36 58,1 26 41,9 62 100,0
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa dari 4 orang responden yang
berpendidikan SPK mayoritas responden memiliki kinerja tidak baik sebanyak 3
orang (75,0%) dan minoritas responden memiliki kinerja baik sebanyak 1 orang
111
(25,0%). Dari 37 orang responden yang berpendidikan D3 Keperawatan mayoritas
responden memiliki kinerja tidak baik sebanyak 27 orang (73,0%) dan minoritas
responden memiliki kinerja baik sebanyak 10 orang (27,0%). Dari 12 orang
responden yang berpendidikan S1 Keperawatan rata-rata memiliki kinerja tidak
baik sebanyak 6 orang (50,0%) dan responden memiliki kinerja baik sebanyak 6
orang (50,0%). Dari 9 orang responden yang berpendidikan Ners mayoritas
responden memiliki kinerja baik sebanyak 9 orang (100,0%).
Hasil analisis bivariat dengan menggunakan uji-square diperoleh nilai
Pvalue= 0,001 (pvalue< 0,05), artinya Ho ada pengaruh, ini menunjukkan bahwa
ada pengaruh yang signifikan antara pendidikan dengan kinerja tenaga perawat di
UPTD Puskesmas Plus Lahusa Tahun 2019.
Tabel 4.4. Pengaruh Kepemimpinan Terhadap Kinerja Perawat Di
Puskesmas Plus Lahusa Tahun 2019
Kepemimpinan
Kinerja perawat
Jumlah Pvalue Tidak Baik Baik
n % N %
Tidak
Mendukung 19 86.4 3 13,6 22 100,0
0,002 Mendukung 17 42,5 23 57,5 40 100.0
Total 36 58,1 26 41,9 62 100,0
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa dari 22 orang responden yang
memiliki kepemimpinan tidak baik mayoritas responden memiliki kinerja tidak
baik sebanyak 19 orang (86,4%) dan minoritas responden memiliki kinerja baik
sebanyak 3 orang (13,6%). Dari 40 orang responden yang memiliki
kepemimpinan baik mayoritas responden memiliki kinerja baik sebanyak 23
112
orang (57,5%) dan minoritas responden memiliki kinerja tidak baik sebanyak 17
orang (42,5%).
Hasil analisis bivariat dengan menggunakan uji-square diperoleh nilai
Pvalue= 0,002 (pvalue< 0,05), artinya Ho ada pengaruh, ini menunjukkan bahwa
ada pengaruh yang signifikan antara kepemimpinan dengan kinerja tenaga
perawat di UPTD Puskesmas Plus Lahusa Tahun 2019.
Tabel 4.5. Pengaruh Motivasi Terhadap Kinerja Perawat Di Puskesmas Plus
Lahusa Tahun 2019
Motivasi
Kinerja perawat
Jumlah Pvalue Tidak Baik Baik
n % N %
Tidak Baik 26 74.3 9 25,7 35 100,0
0,007 Baik 10 37,0 17 63,0 27 100.0
Total 36 58,1 26 41,9 62 100,0
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa dari 35 orang responden yang
memiliki motivasi tidak baik mayoritas responden memiliki kinerja tidak
termovasi sebanyak 26 orang (74,3%) dan minoritas responden memiliki kinerja
termotivasi sebanyak 9 orang (25,7%). Dari 27 orang responden yang memiliki
motivasi baik mayoritas responden memiliki kinerja termotivasi sebanyak 17
orang (63,0%) dan minoritas responden memiliki kinerja tidak termotivasi
sebanyak 10 orang (37,0%).
Hasil analisis bivariat dengan menggunakan uji-square diperoleh nilai
Pvalue= 0,007 (pvalue< 0,05), artinya Ho ada pengaruh, ini menunjukkan bahwa
ada pengaruh yang signifikan antara motivasi dengan kinerja tenaga perawat di
UPTD Puskesmas Plus Lahusa Tahun 2019.
113
Tabel 4.6. Pengaruh Disiplin Terhadap Kinerja Perawat Di Puskesmas Plus
Lahusa Tahun 2019
Disiplin
Kinerja perawat
Jumlah Pvalue Tidak Baik Baik
n % N %
Tidak Baik 28 71.8 11 28,2 39 100,0
0,010 Baik 8 34,8 15 65,2 23 100.0
Total 36 58,1 26 41,9 62 100,0
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa dari 39 orang responden yang
memiliki disiplin tidak baik mayoritas responden memiliki kinerja tidak disiplin
sebanyak 28 orang (71,8%) dan minoritas responden memiliki kinerja dsiplin
sebanyak 11 orang (28,2%). Dari 23 orang responden yang memiliki disiplin baik
mayoritas responden memiliki kinerja disiplin sebanyak 15 orang (65,2%) dan
minoritas responden memiliki kinerja tidak disiplin sebanyak 8 orang (34,8%).
Hasil analisis bivariat dengan menggunakan uji-square diperoleh nilai
Pvalue= 0,010 (pvalue< 0,05), artinya Ho ada pengaruh, ini menunjukkan bahwa
ada pengaruh yang signifikan antara disiplin dengan kinerja tenaga perawat di
UPTD Puskesmas Plus Lahusa Tahun 2019.
Tabel 4.7. Pengaruh Insentif Terhadap Kinerja Perawat Di Puskesmas Plus
Lahusa Tahun 2019
Insentif
Kinerja perawat
Jumlah Pvalue Tidak Baik Baik
n % N %
Tidak
Mendukung 31 77.5 9 22,5 40 100,0
0,000 Mendukung 5 22,7 17 77,3 22 100.0
Total 36 58,1 26 41,9 62 100,0
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa dari 40 orang responden yang
memiliki insentif mayoritas responden memiliki kinerja insentif tidak baik
114
sebanyak 31 orang (77,5%) dan minoritas responden memiliki kinerja insentif
baik sebanyak 9 orang (22,5%). Dari 22 orang responden yang memiliki insentif
baik mayoritas responden sebanyak 17 orang (77,3%) dan minoritas responden
memiliki kinerja insentif tidak baik sebanyak 5 orang (22,7%).
Hasil analisis bivariat dengan menggunakan uji-square diperoleh nilai
Pvalue= 0,000 (pvalue< 0,05), artinya Ho ada pengaruh, ini menunjukkan bahwa
ada pengaruh yang signifikan antara insentif dengan kinerja tenaga perawat di
UPTD Puskesmas Plus Lahusa Tahun 2019.
Tabel 4.8. Pengaruh Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja Perawat Di
Puskesmas Plus Lahusa Tahun 2019
Lingkungan
Kinerja perawat
Jumlah Pvalue Tidak Baik Baik
n % N %
Tidak Baik 23 65.7 12 34,3 35 100,0
0,258 Baik 13 48,1 14 51,9 27 100.0
Total 36 58,1 26 41,9 62 100,0
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa dari 35 orang responden yang
memiliki lingkungan kerja tidak baik mayoritas responden memiliki kinerja
lingkungan tidak baik sebanyak 23 orang (65,7%) dan minoritas responden
memiliki kinerja lingkungan baik sebanyak 12 orang (34,3%). Dari 27 orang
responden yang memiliki lingkungan kinerja baik mayoritas responden sebanyak
14 orang (51,9%) dan minoritas responden memiliki lingkungan kinerja tidak baik
sebanyak 13 orang (48,1%).
Hasil analisis bivariat dengan menggunakan uji-square diperoleh nilai
Pvalue= 0,258 (pvalue> 0,05), lebih besar dari 0,05 artinya Ho di tolak, ini
115
menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan antara lingkungan kerja
dengan kinerja tenaga perawat di UPTD Puskesmas Plus Lahusa Tahun 2019.
Tabel 4.9. Pengaruh Kemampuan Kerja Terhadap Kinerja Perawat Di
Puskesmas Plus Lahusa Tahun 2019
Kemampuan
Kinerja perawat
Jumlah Pvalue Tidak Baik Baik
n % N %
Tidak Baik 27 69.2 12 30,8 39 100,0
0,040 Baik 9 39,1 14 60,9 23 100.0
Total 36 58,1 26 41,9 62 100,0
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa dari 39 orang responden yang
memiliki kemampuan kerja mayoritas responden memiliki kemampuan tidak baik
sebanyak 27 orang (69,2%) dan minoritas responden memiliki kemampuan kerja
baik sebanyak 12 orang (30,8%). Dari 23 orang responden yang memiliki
kemampuan baik mayoritas responden sebanyak 14 orang (60,9%) dan minoritas
responden memiliki kemampuan kerja tidak baik sebanyak 9 orang (39,1%).
Hasil analisis bivariat dengan menggunakan uji-square diperoleh nilai
Pvalue= 0,040 (pvalue< 0,05), artinya Ho ada pengaruh, ini menunjukkan bahwa
ada pengaruh yang signifikan antara kemampuan kerja dengan kinerja tenaga
perawat di UPTD Puskesmas Plus Lahusa Tahun 2019.
4.2.3. Analisis Multivariat
Analisi multivariat dilakukan untuk mengetahui pengaruh kinerja tenaga
perawat di wilayah Puskesmas Plus Lahusa Kabupaten Nias Selatan Tahun 2019
dengan menggunakan uji logistic regression, maka diperoleh hasil sebagai
berikut:
116
Tabel 4.10. Analisi Multivariat Pengaruh Kinerja Tenaga Perawat Di
Wilayah Kerja Puskesmas Plus Lahusa Kabupaten Nias
Selatan Tahun 2019
Variabel Sig Exp (B)
95% C for Exp (B)
Lower Upper
Pendidikan
Kepemimpinan
Motivasi
Displin
Insentif
Lingkungan kerja
Kemampuan kerja
Constant
0,002
0,441
0,399
0,950
0,009
0,505
0,994
0,000
6,692
2,269
2,313
1,069
13,026
1,755
1,007
,000
2,068
0,282
0,329
0,132
1,913
0,335
0,179
21,658
18,259
16,258
8,649
88,677
9,193
5,673
Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa variabel insentif (Sig 0,009
dan Exp B 13,026) memilik pengaruh yang dominan dalam kinerja tenaga perawat
di wilayah kerja Puskesmas Plus Lahusa Kabupaten Nias Selatan Tahun 2019.
117
BAB V
PEMBAHASAN
5.1 Pengaruh Pendidikan Dengan Kinerja Tenaga Perawat Di Wilayah
Kerja Puskesmas Plus Lahusa Tahun 2019
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa dari 4 orang responden yang
berpendidikan SPK mayoritas responden memiliki kinerja tidak baik sebanyak 3
orang (75,0%) dan minoritas responden memiliki kinerja baik sebanyak 1 orang
(25,0%). Dari 37 orang responden yang berpendidikan D3 Keperawatan mayoritas
responden memiliki kinerja tidak baik sebanyak 27 orang (73,0%) dan minoritas
responden memiliki kinerja baik sebanyak 10 orang (27,0%). Dari 12 orang
responden yang berpendidikan S1 Keperawatan rata-rata memiliki kinerja tidak
baik sebanyak 6 orang (50,0%) dan responden memiliki kinerja baik sebanyak 6
orang (50,0%). Dari 9 orang responden yang berpendidikan Ners mayoritas
responden memiliki kinerja baik sebanyak 9 orang (100,0%).
Hasil analisis bivariat dengan menggunakan uji-square diperoleh nilai
Pvalue= 0,001 (pvalue< 0,05), artinya Ho ada pengaruh, ini menunjukkan bahwa
ada pengaruh yang signifikan antara pendidikan dengan kinerja tenaga perawat di
UPTD Puskesmas Plus Lahusa Tahun 2019.
Disamping bekerja seringkali pendidikan merupakan syarat pokok untuk
memegang fungsi tertentu, pada dasarnya fungsi pendidikan adalah sama dengan
fungsi latihan yaitu memperlancar dalam melaksanakan tugas, kegiatan
memperbaiki dan pengembangan tingkah laku, keterampilan dan pengetahuan
pegawai yang bersangkutan.
118
Pendidikan merupakan suatu proses yang berkesinambungan yang tidak dapat
dipisahkan dari sistem organisasi. Adanya pegawai yang baru dan yang akan
menempati posisi baru, mendorong pihak kepegawaian senantiasa
menyelenggarakan program pendidikan dan pelatihan. (25)
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Netty dengan menggunakan Chi-
Square diperoleh nilai pvalue 0,000 ada pengaruh pendidikan dengan Hubungan
Antara Kinerja Parawat Dengan Tingkat Kepuasan Pasien Rawat Inap
Dipuskesmas Kartasura, menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan
seseorang semakin besar peluang keinginan dan harapannya.
Asumsi peneliti makin tinggi pendidikan seseorang maka semakin besar ilmu
yang dia tahu di dalam bidangnya, makanya pendidikan sangat besar pengaruhnya
didalam dunia kinerja. Merekomendasikan kepada perawat yang memiliki
pendidikan rendah dengan masa kerja lama untuk melanjutkan pendidikan ke
jenjang yang lebih tinggi sedangkan perawat dengan masa kerja yang sedikit
dengan pendidikan yang rendah untuk mengikutipelatihan - pelatihan atau kursus
untuk meningkatkan kompetensi.
5.2 Pengaruh Kepemimpinan Dengan Kinerja Tenaga Perawat Di Wilayah
Kerja Puskesmas Plus Lahusa Tahun 2019
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa dari 22 orang responden yang
memiliki kepemimpinan tidak puas mayoritas responden memiliki kinerja tidak
puas sebanyak 19 orang (86,4%) dan minoritas responden memiliki kinerja puas
sebanyak 3 orang (13,6%). Dari 40 orang responden yang memiliki
kepemimpinan baik mayoritas responden memiliki kinerja baik sebanyak 23
119
orang (57,5%) dan minoritas responden memiliki kinerja tidak baik sebanyak 17
orang (42,5%).
Hasil analisis bivariat dengan menggunakan uji-square diperoleh nilai
Pvalue= 0,002 (pvalue< 0,05), artinya Ho ada pengaruh, ini menunjukkan bahwa
ada pengaruh yang signifikan antara kepemimpinan dengan kinerja tenaga
perawat di UPTD Puskesmas Plus Lahusa Tahun 2019.
Pertimbangan pemimpin bertindak dalam cara yang bersahabat dan
mendukung, memperlihatkan perhatian terhadap bawahan, dan memperhatikan
kesejahteraan mereka. Contohnya meliputi melakukan kebaikan kepada bawahan,
meluangkan waktu untuk mendengarkan permasalahan bawahan, mendukung atau
berjuang bagi bawahan, berkonsultasi dengan bawahan mengenai hal penting
sebelum dilaksanakan, bersedia menerima saran dari bawahan, dan
memperlakukan bawahan sebagai sesamanya
Penelitian ini sejalan dengan Gerry V.A Terok tentang Pengujian hubungan
antara kepemimpinan dan kinerja tenaga kesehatan di Puskesmas Tuminting Kota
Manado dilakukan dengan menggunakan uji statistik Chi-Square dengan nilai p =
0,001 atau (p<0,05). Hal ini berarti bahwa H1 di terima dan H0 di tolak atau
terdapat hubungan antara kepemimpinan dan kinerja tenaga kesehatan di
Puskesmas Tuminting Kota Manado.(42)
Menurut asumsi peneliti dari 22 orang responden terdapat 19 orang yang
memiliki kepemimpinan tidak baik dikarenakan ketegasan seorang pimpinan
masih mereka belum terima/senangi dan juga gaya pemimpinan masih millenial
juga mereka belum terima sedangkan 3 orang diantaranya memiliki kinerja baik
120
dikarenakan mereka masih muda dan juga masih gaya millenial didalam dirinya
untuk melakukan suatu kerja, sedangkan dari 40 orang responden yang memiliki
kepemimpinan baik terdapat 23 orang yang kerjanya baik dikarenakan sifat
seorang pimpinan yang memperlakukan mereka tidak ada perbedaan dengan
dirinya jadi potensi kerja mereka sangat transparan baik perawat maupun
pimpinan dan 17 orang dari kepemimpinan kurang baik disebabkan sifat sorang
pemimpin yang berjiwa kerja keras, tegas dan disiplin membuat mereka tertekan
dengan gaya kepemimpinannya. (43)
kepemimpinan dengan kinerja perawat di wilayah puskesmas plus lahusa,
gaya kepemimpinan harus ditingkatkan dari segi pelayanan dan juga SDM dalam
memberikan kinerja yang lebih bagus dan menciptakan situasi yang lebih matang
dalam kepemimpinan. (44)
5.3 Pengaruh Motivasi Dengan Kinerja Tenaga Perawat Di Wilayah Kerja
Puskesmas Plus Lahusa Tahun 2019
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa dari 35 orang responden yang
memiliki motivasi tidak baik mayoritas responden memiliki kinerja tidak
termovasi sebanyak 26 orang (74,3%) dan minoritas responden memiliki kinerja
termotivasi sebanyak 9 orang (25,7%). Dari 27 orang responden yang memiliki
motivasi baik mayoritas responden memiliki kinerja termotivasi sebanyak 17
orang (63,0%) dan minoritas responden memiliki kinerja tidak termotivasi
sebanyak 10 orang (37,0%).(45)
Hasil analisis bivariat dengan menggunakan uji-square diperoleh nilai
Pvalue= 0,007 (pvalue < 0,05), artinya Ho ada pengaruh, ini menunjukkan bahwa
121
ada pengaruh yang signifikan antara motivasi dengan kinerja tenaga perawat di
UPTD Puskesmas Plus Lahusa Tahun 2019.
Motivasi adalah suatu proses yang mendorong atau mempengaruhi seseorang
untuk mendapatkan atau mencapai apa yang diinginkannya baik itu secara positif
maupun negatif. Motivasi akan memberikan perubahan pada seseorang yang
muncul akibat dari perasaan, jiwa dan emosi sehingga mendorong untuk
melakukan tindakan sesuatu yang disebabkan karena kebutuhan, keinginan dan
tujuan tersebut.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Ngadaradjatun akk berdasarkan
analisis bivariat uji hubungan menggunakan Chi-Square diperoleh pvalue 0,000
yang berarti ada pengaruh antara motivasi dengan tercapainya kinerja dengan nilai
p=0,000 (p<0,05). Hasil penelitian ini sesuai dengan penjelasan motivasi bahwa
motivasi kurang baik akan mempengaruhi kinerja kurang baik.
Menurut asumsi peneliti bahwa ada pengaruh motivasi dengan kinerja
perawat dari 35 responden terdapat 26 orang kinerja masih belum termotivasi
dikarenakan pendidikan yang masih kurang dan juga pengalaman kerja jadi
dalam bertindak untuk memberikan pelayanan maupun dalam memberikan
pengarahan tentang penyuluhan didalam masyarakat masih kurang sedangkan 9
orang diantaranya memiliki kinerja yang memotivasi dikarenakan pendidikan
yang tinggi, dan juga pengalaman kerja yang banyak, tinggkat pengetahuannya
juga yang sangat luas. Dari 27 orang responden yang memiliki motivasi kinerja
baik terdapat 17 orang yang memang memberikan motivasi baik didalam kerja
maupun diluar kerja di karenakan mereka memiliki pendidikan yang bagus dan
122
juga pengalaman yang besar untuk memberikan pengarahan-pengarahan terhadap
pelayanannya. Dan terdapat 10 orang yang kinerja motivasinya kurang
dikarenakan masih belum memiliki pengalaman kerja yang baik. Harapan
kedepan dipuskemsmas plus lahusa agar meningkatkan dorongan kerja dan
memberikan pelatihan-pelatihan untuk bisa termotivasi didalam memberikan
peleyanan kepada masyarakat.
5.4 Pengaruh Disiplin Kerja Dengan Kinerja Tenaga Perawat Di Wilayah
Kerja Puskesmas Plus Lahusa Tahun 2019
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa dari 39 orang responden yang
memiliki disiplin tidak baik mayoritas responden memiliki kinerja tidak disiplin
sebanyak 28 orang (71,8%) dan minoritas responden memiliki kinerja dsiplin
sebanyak 11 orang (28,2%). Dari 23 orang responden yang memiliki disiplin baik
mayoritas responden memiliki kinerja disiplin sebanyak 15 orang (65,2%) dan
minoritas responden memiliki kinerja tidak disiplin sebanyak 8 orang (34,8%).
Hasil analisis bivariat dengan menggunakan uji-square diperoleh nilai
Pvalue= 0,010 (pvalue <0,05), artinya Ho ada pengaruh, ini menunjukkan bahwa
ada pengaruh yang signifikan antara disiplin dengan kinerja tenaga perawat di
UPTD Puskesmas Plus Lahusa Tahun 2019.
Disiplin kerja suatu alat yang digunakan para pemimpin untuk berkomunikasi
dengan karyawan agar mereka bersedia untuk mengubah suatu perilaku serta
sebagai suatu upaya untuk meningkatkan kesadaran dan kesediaan seseorang
mentaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma yang berlaku.
Menurut asumsi peneliti dari 39 orang responden yang memiliki tingkat
kedisiplinan tidak baik terdapat 28 orang yang kurang menyukai dengan
123
peraturan-peraturan pimpinan serta keteagasan seorang pimpinan yang merubah
mainset seorang perawat juga masih belum mereka terima jadi kinerjanya menjadi
terganggu dengan sikap pimpinannya. Dan 11 responden diantarany memiliki
kedisiplinan yang baik karena mereka sangat menyukai sikap dan peraturan-
peraturan yang diberlakukan di wilayah kerja puskesmas plus lahusa untuk
memberikan pelayanan yang lebih baik. Dari 23 orang responden terdapat 15
orang yang memiliki tingkat kedisiplinan yang baik dikarenakan merasa sangat
taat dan menuruti semua aturan yang diberlakuakan di wilayah kerja puskesmas
plus lahusa dan itu akan berpengaruh dengan kinerja baik mereka karena
kedisiplinan adalah salah satu cara menciptakan suasana kerja yang baik. Dan 8
orang diantaranya belum bisa menjalankan kedisiplinan dan perarturan-peraturan
yang diberlakukan dikarenakan jiwa dan kondisi kerja yang masih bisa
dipengaruhi. (46)
5.5 Pengaruh Insentif Dengan Kinerja Tenaga Perawat Di Wilayah Kerja
Puskesmas Plus Lahusa Tahun 2019
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa dari 40 orang responden yang
memiliki insentif mayoritas responden memiliki kinerja insentif tidak baik
sebanyak 31 orang (77,5%) dan minoritas responden memiliki kinerja insentif
baik sebanyak 9 orang (22,5%). Dari 22 orang responden yang memiliki insentif
baik mayoritas responden sebanyak 17 orang (77,3%) dan minoritas responden
memiliki kinerja insentif tidak baik sebanyak 5 orang (22,7%).
Hasil analisis bivariat dengan menggunakan uji-square diperoleh nilai
Pvalue= 0,000 (pvalue< 0,05), artinya Ho ada pengaruh, ini menunjukkan bahwa
124
ada pengaruh yang signifikan antara insentif dengan kinerja tenaga perawat di
UPTD Puskesmas Plus Lahusa Tahun 2019.
Istilah sistem insentif pada umumnya digunakan untuk menggambarkan
rencana pembayaran upah yang dikaitkan secara langsung maupun tidak langsung
dengan berbagai standar kinerja karyawan. Insentif dapat dirumuskan sebagai
balas jasa yang diberikan oleh perusahaan atau lembaga guna memadai para
karyawan yang memiliki prestasi kerja lebih dari standar kerja yang telah
ditetapkan.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Nurani dengan menggunakan
uji chi-square dengan Variabel insentif dengan item bonus, komisi, dan
pembagian laba berpengaruh signifikan dan positif secara parsial terhadap kinerja
karyawan di departemen penjualan CV Logam Indonesia di Tulungagung.
Berdasarkan uji probabilitas t-statistik, dengan t-hitung (10.386) dan sig. Sebesar
0,000 yang lebih kecil dari 0,05 yang berarti variabel insentif berpengaruh
signifikan dan positif terhadap kinerja karyawan di departemen penjualan CV
Logam Indonesia di Tulungagung pada taraf nyata 5%. Besarnya kontribusi
variabel insentif terhadapat kinerja karyawan sebesar 61,70% sedangkan sisanya
38,30% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dikaji dalam penelitian ini
Menurut asumsi peneliti bahwa ada pengaruh insentif dengan kinerja perawat
dari 40 orang responden terdapat 31 orang yang memiliki insentif tidak cukup
disebabkan karena pendidikan yang mereka miliki tidak sebanding dengan yang di
tawarkan terhadap mereka jadi kinerja yang mereka lakukan/kerjakan pun tidak
memberikan efek yang baik karena kurangnya dorongan dari upah yang pihak
125
puskesmas tawarkan kepada mereka karena insentif salah satu cara mendorong
kerja yang lebih baik. Dan 9 orang diantaranya memilih insentif yang ditawarkan
kepada mereka disebabkan pendidikan mereka yang memang sebanding dengan
upahnya kinerja pun memberikan efek lebih baik. Dari 22 orang yang memiliki
insentif cukup terdapat 17 orang yang memiliki semangat kerja dalam
memberikan penyuluhan atau pelayanan dan juga memberikan mendorong
kesehatan lebih dimanfaatkan dikalangan masyarakat karena insentif yang mereka
terima atau yang ditawrkan oleh puskesmas bisa memenuhi kebutuhannya dan
juga keluarganya. Dan 5 orang diantaranya tidak berpotensi memberikan kerja
yang baik disebabkan insentif yang tawarkan itu belum bisa memenuhi
kebutuhannya maupun keluarganya. Harapan untuk memberikan insentif kepada
pegawai harus sesuai dengan kebutuhan pribadi atau keluarga perawat karena
insentif salah satu cara merangsang kerja yang berpotensi tinggi dan semangat
tinggi bagi perawat dalam kinerja.
5.6 Pengaruh Lingkungan Kerja Dengan Kinerja Tenaga Perawat Di
Wilayah Kerja Puskesmas Plus Lahusa Tahun 2019
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa dari 35 orang responden yang
memiliki lingkungan kerja tidak baik sebanyak 23 orang (65,7%) dan minoritas
responden memiliki kinerja lingkungan baik sebanyak 12 orang (34,3%). Dari 27
orang responden yang memiliki lingkungan kinerja baik mayoritas responden
lingkungan ya sebanyak 14 orang (51,9%) dan minoritas responden memiliki
lingkungan kinerja tidak baik sebanyak 13 orang (48,1%).
Hasil analisis bivariat dengan menggunakan uji-square diperoleh nilai
Pvalue= 0,258 (pvalue>0,05), lebih besar dari 0,05 artinya Ho tidak ada pengaruh
126
lingkungan kerja dengan kinerja, yang signifikan antara lingkungan kerja dengan
kinerja tenaga perawat di UPTD Puskesmas Plus Lahusa Tahun 2019.
Pada umumnya, setiap organisasi baik yang berskala besar, menengah,
maupun kecil, semuanya akan berinteraksi dengan lingkungan di mana organisasi
atau perusahaan tersebut berada. Lingkungan itu sendiri mengalami perubahan-
parubahan sehingga, organisasi atau perusahaan yang bisa bertahan hidup adalah
organisasi yang bisa menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan.
Sebaliknya, organisasi akan mengalami masa kehancuran apabila organisasi
tersebut tidak memperhatikan perkembangan dan perubahan lingkungan
disekitarnya.
Asumsi peneliti dari 35 orang responden terdapat 23 orang yang lingkungan
kerjanya tidak baik disebabkan kurangnya transparan terhadap sesama pegawai
dan 12 orang yang lingkungan kerjanya masih bisa dipengaruhi. Dari 27 orang
responden yang memiliki lingkungan kerja yang bagus terdapat 14 orang pegawai
yang sangat berpengaruh atau berinteraksi untuk menciptakan lingkungan kerja
dan pelayanan yang bagus, dan 13 orang diantaranya masih kurang berinteraksi.
lingkungan kerja adalah salah satu cara untuk menimbulkan suasana baik bagi
perawat baik dari luar maupun dari dalam kinerja yang memiliki pengaruh tinggi
dalam melaksanakan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, solidaritas dan
kerja sama yang baik. (47)
5.7 Pengaruh Kemampuan Kerja Dengan Kinerja Tenaga Perawat Di
Wilayah Kerja Puskesmas Plus Lahusa Tahun 2019
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa dari 39 orang responden yang
memiliki kemampuan kerja mayoritas responden memiliki kemampuan tidak baik
127
sebanyak 27 orang (69,2%) dan minoritas responden memiliki kemampuan kerja
baik sebanyak 12 orang (30,8%). Dari 23 orang responden yang memiliki
kemampuan baik mayoritas responden sebanyak 14 orang (60,9%) dan minoritas
responden memiliki kemampuan kerja tidak baik sebanyak 9 orang (39,1%).
Hasil analisis bivariat dengan menggunakan uji-square diperoleh nilai
Pvalue= 0,040 (pvalue< 0,05), artinya Ho ada pengaruh, ini menunjukkan bahwa
ada pengaruh yang signifikan antara kemampuan kerja dengan kinerja tenaga
perawat di UPTD Puskesmas Plus Lahusa Tahun 2019.
kemampuan menunjukkan potensi orang untuk melaksanakan tugas atau
pekerjaan. kemampuan seseorang merupakan perwujudan dari pengetahuan dan
ketrampilan yang dimiliki. Oleh sebab itu, Karyawan yang memiliki kemampuan
tinggi dapat menunjang tercapainya visi dan misi organisasi untuk segera maju
dan berkembang pesat, guna mengantisipasi kompetisi global.
Menurut asumsi peneliti bahwa ada pengaruh kemampuan kerja dengan
kinerja dari 39 orang responden yang memiliki kemampuan kerja tidak baik
terdapat 27 orang kemampuan kerja tidak baik disebabkan pendidikannya yang
masih minim dan juga potensi kerjanya yang masih kurang belum memiliki
pengalaman kerja yang luas dan itu membuat dia tidak bisa bersaing dengan yang
lain dan juga pengetahuannya yang belum memadai dalam bekerja. Sedangkan 12
orang diantaranya memiliki potensi kerja yang tinggi dan bisa diandalkan untuk
memberikan pelayana-pelayanan kesehatan kepada masyarakat karena
kemampuan kerjanya sangat berpotensi didalam dirinya. Dari 23 orang responden
yang memiliki kamampuan kerja baik terdapat 14 orang responden yang memiliki
128
potensi kerjanya sangat bagus dan juga di barengi dengan pendidikan yang
mereka peroleh akan mendukung kegiatan-kegiatan yang mereka lakukan
dilapangan baik dalam melakukan pelayanan maupun penyuluhan dan akan
mensukseskan visi dan misi puskesmas plus lahusa dengan kemampuan yang
mereka miliki saat ini. Dan 9 orang diantaranya kemampuan kerjanya tidak baik
dikarenakan pendidikannya dan juga pengetahuannya yang belum mampu
melakukan kerja yang memang bener-bener sesuai dengan visi misi puskesmas
plus lahusa. Harapan peneliti, perawat puskesmas plus lahusa harus bersinergi dan
menjalan kan visi misi puskesmas untuk bisa bersaing dengan puskesmas-
puskesmas baik nasional maupun internasional dalam memberikan pelayanan
kepada masyarakat, dan perawat puskesmas plus lahusa diwajibkan mengikuti
seminar-seminar maupun pelatihan-pelatihan untuk memacu kemampuan yang
lebih besar lagi. (48)
5.8 Analisi Multivariat
Hasil uji Regresi Logistik Sederhana menunjukkan Berdasarkan tabel diatas
dapat diketahui bahwa variabel Insentif (Sig 0,009 dan Exp B 13,026) memiliki
hubungan yang dominan dalam Determinan Kinerja Perawat Di Wilayah Kerja
Puskesmas Plus Lahusa Kabupaten Nias Selatan Tahun 2019. Artinya responden
mengharapkan variable insentif besar yang berpeluang 13,026 kali lebih untuk
mendorong semangat kerja dan potensi tinggi di dalam bekerja karena insentif ini
sebagai sarana motivasi yang mendorong para pegawai untuk bekerja dengan
kemampuan optimal, yang dimaksudkan sebagai pendapatan ekstra diluar gaji
atau upah ataupun penghargaan dalam bentuk pencapaian kinerja yang telah
129
ditentukan. Pemberian insetif dimaksudkan agar dapat memenuhi kebutuhan
hidup para karyawan atau pekerja serta keluarga mereka. Berdasarkan informasi
salah satu pegawai di Puskesmas Plus Lahusa kabupaten Nias Selatan Tahun 2019
insentif atau upah diluar gaji harus disetarakan sesuai dengan kebutuhan pegawai
dan juga kebutuhan keluarganya. Puskesmas diharapkan memberikan perhatian
lebih bagi pegawai-pegawai yang diutus untuk memberikan pelayanan kepada
masyarakat baik penyuluhan kesehatan, maupun pengobatan dalam kesehatan
yang membuat para pegawai semakin semangat dalam menjalankan profesinya
sebagai seorang perawat dalam bidangnya masing-masing. (49)
Hasil kinerja pegawai dapat dicapai oleh seseorang apabila insentif itu bisa
membuat pegawai berterima dengan yang ditawarkan kepada dia juga mendorong
untuk lebih giat melaksanakan tugasnya dan melakukan setiap pekerjaan dengan
hasil yang optimal dapat mempengaruhi faktor-faktor seperti kepuasan gaji dan
intensif yang diperoleh. (50)
Tenaga perawat mempunyai motivasi yang sangat tinggi , karena merasa
bahwa kebutuhannya terpenuhi sehingga mendorong untuk lebih giat lagi
melaksanakan tugasnya yang berkaitan dengan frekuensi kinerjanya,
mengemukakan bahwa pendapatan atau upah akan berpengaruh untuk
meningkatkan motivasi kerja.
130
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan diwilayah kerja UPTD
Puskesmas Plus Lahusa Kabupaten Nias Selatan tahun 2019 mengenai faktor yang
paling dominan yang mempengaruhi kinerja tenaga perawat di wilayah kerja
Puskesmas Plus Lahusa Kabupaten Nias Selatan Tahun 2019 dapat disimpulkan
bahwa :
1. Ada pengaruh yang signifikan antara pendidikan dengan Kinerja perawat, Di
Wilayah Kerja Puskesmas Plus Lahusa Kabupaten Nias Selatan.
2. Ada pengaruh yang signifikan antara kepemimpinan dengan Kinerja Tenaga
Perawat Di Wilayah Kerja Puskesmas Plus Lahusa Kabupaten Nias Selatan.
3. Ada pengaruh yang signifikan antara motivasi dengan Kinerja Tenaga
Perawat Di Wilayah Kerja Puskesmas Plus Lahusa Kabupaten Nias Selatan.
4. Ada pengaruh yang signifikan antara disiplin dengan Kinerja Tenaga Perawat
Di Wilayah Kerja Puskesmas Plus Lahusa Kabupaten Nias Selatan.
5. Ada pengaruh yang signifikan antara insentif dengan Kinerja Tenaga Perawat
Di Wilayah Kerja Puskesmas Plus Lahusa Kabupaten Nias Selatan.
6. Tidak ada pengaruh yang signifikan antara lingkungan kerja dengan Kinerja
Tenaga Perawat Di Wilayah Kerja Puskesmas Plus Lahusa Kabupaten Nias
Selatan.
131
7. Ada pengaruh yang signifikan antara kemampuan kerja dengan Kinerja
Tenaga Perawat Di Wilayah Kerja Puskesmas Plus Lahusa Kabupaten Nias
Selatan.
8. Berdasarkan analisis multivariat didapatkan bahwa variabel insentif yang
paling dominan mempengaruh kinerja Perawat di wilayah kerja Puskesmas
Plus Lahusa Kabupaten Nias Selatan.
6.2. Saran
1. Disarankan kepada perawat-perawat untuk melanjutkan pendidikannya dan
mengikuti pelatihan-pelatihan dalam meningkatkan tingkat pelayanannya.
2. Diharapakan kepada Kepala Puskesmas untuk selalu memonitoring kerja
perawat dalam melaksanakan tugas.
3. Perlunya peningkatan kedisiplinan terhadap perawat untuk menjaga pelayanan
yang lebih baik dibidang pelayanan maupun dalam penyuluhan.
4. Diharapkan kepada Kepala Puskesmas agar selalu melakukan apel pagi dan
memberikan pengarahan hingga memotivasi para perawat dalam melaksanakan
tugas.
5. Untuk mendorong semangat kerja perlu pemberian penghargaan dalam bentuk
pencapaian kerja untuk meningkatan semangat kerja perawat.
6. Disarankan lingkungan fisik puskesmas lebih ditingkatkan lagi dan juga
hubungan para perawat lebih transparan terhadap sesama contoh menghargai
pendapat perawat lain dalam memberikan masukan tentang pelayanan
Puskesmas.
132
7. Perlunya pelatihan-pelatihan kepada perawat untuk lebih terampil dalam
melaksanakan tugas.
8. Diharapkan tesis ini dapat dijadikan sebagai bahan refrensi untuk penelitian
lanjutan, dengan varibel yang berbeda dan lebih mendalam lagi terhadap
Determinan Kinerja Tenaga Perawat Diwilayah Kerja Puskesmas Plus Lahusa
Kabupaten Nias Selatan Tahun 2019.
133
DAFTAR PUSTAKA
1. Ferry Efendi M. Keperawatan Kesehatan Komunitas: teori dan praktik
dalam keperawatan. Ferry Efendi; 2009.
2. World Health Organization. Definisi Sehat WHO: WHO; 1947 [cited 2016
20 February]. Available from: www.who.int.
3. Depkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan
pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI.
4. Kemenkes. Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019.
Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2015.
5. Widiastuti T. Strategi pesan promosi kesehatan cegah flu burung.
MIMBAR, J Sos dan Pembang. 2012;28(2):163–72.
6. Barus P. Analisis Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga Petani di Desa
Tiga Juhar Kecamatan Senembah Tanjung Muda Hulu Kabupaten Deli
Serdang.
7. Saragih NM. Pengaruh Karakteristik Individu dan Karakteristik Pekerjaan
Terhadap Perilaku Kewarganegaraan Organisasi (Organizational
Citizenship Behavioral) dengan Budaya Kerja sebagai Moderasi pada PT.
Jasamarga (Persero) Tbk Cabang Belmera Medan. 2018;
8. Widiastuti T. Strategi pesan promosi kesehatan cegah flu burung.
MIMBAR, J Sos dan Pembang. 2012;28(2):163–72.
9. Afifah U. Perhatian Keluarga Dan Bimbingan Rohani Islam Terhadap
Kesehatan Mental Pasien Rawat Inap Rumah Sakit Dr. H. Abdul Moeloek
Bandar Lampung. UIN Raden Intan Lampung; 2017
10. Magelang WK. Pengaruh Kinerja Dan Kelengkapan Fasilitas Pelayanan
Medis Terhadap Kepuasaan Pasien Pengguna BPJS Di Puskesmas
Windusari Kabupaten Magelang. :57–66
11 Dewi M. Pengaruh Kualitas Pelayanan terhadap Kepuasan Pasien Pengguna BPJS
pada Rumah Sakit Rehabilitasi Medik Kabupaten Aceh Timur. 2016;5(2):535–44.
12. Septyani W. Pengaruh pola asuh orang tua terhadap kenakalan remaja
(studi kasus di komplek departemen kesehatan ciputat). UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta: Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, 2017; 2017.
.13. Indonesia DKR. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun
2009 Tentang Kesehatan. Lembaran Negara Republik Indones Nomor.
2011;144.
14. Indonesia U-UR. Sistem pendidikan nasional. Jakarta Direktorat Pendidik
Menengah Umum. 2003;
15. Sari IPTP. Pendidikan kesehatan sekolah sebagai proses perubahan
perilaku siswa. J Pendidik Jasm Indones. 2013;9(2).
16. Rochmatun S. Hikmat Shalat Bagi Perkembangan Mental Dan Kesehatan
Jasmani. Unisnu; 2015.
17. Sony PD. Perbandingan Efikasi Terapi Kombinasi Sulfadoksin-
Pirimetamin+ Artesunat Dengan Sulfadoksin-Pirimetamin+ Amodiakuin
134
Pada Penderita Malaria Falciparum Tanpa Komplikasi.
18. Alfian R. Konsep kepemimpinan menurut saʻîd hawwa dalam kitab al-asâs
fî al-tafsîr dan al-islâm. 2014;
19. Samsuni S. Manajemen sumber daya manusia. Al-Falah J Ilm Keislam dan
Kemasyarakatan. 2017;17(1):113–24.
20. Salutondok Y, Soegoto AS. Pengaruh kepemimpinan, motivasi, kondisi
kerja dan disiplin terhadap kinerja pegawai di kantor sekretariat DPRD
Kota Sorong. J EMBA J Ris Ekon Manajemen, Bisnis dan Akunt.
2015;3(3).
21. Kristiyanti LMS. Pengaruh Emotional Quotient dan Self Efficacy Terhadap
Kinerja Auditor (Studi Kasus Kantor Akuntan di Surakarta dan
Yogyakarta). J Akunt dan Pajak. 2015;16(01).
22. Tampubolon BD. Analisis faktor gaya kepemimpinan dan faktor etos kerja
terhadap kinerja pegawai pada organisasi yang telah menerapkan SNI 19-
9001-2001. J Stand. 2007;9(3):106–15.
23. Saputra M, Harahap TK. Analisis Kinerja Tenaga Medis Puskesmas
Kecamatan Kampar Utara Kabupaten Kampar. J Online Mhs Bid Ilmu Sos
dan Ilmu Polit. 2016;3(2):1–15.
24. Rozarie CVRA De, Indonesia JTKR. Manajemen sumber daya manusia.
2017;
25. Rai IGA. Audit kinerja pada sektor publik: konsep, praktik, studi kasus.
Penerbit Salemba; 2008.
26. Mauliza P, Yusuf R, Ilhamsyah TR. Pengaruh Etos Kerja Islami dan Gaya
Kepemimpinan Transformasional Terhadap Komitmen Organisasional
Serta Implikasinya Pada Kinerja Pegawai Wilayatul Hisbah Kota Banda
Aceh. + 6282160229553. 2016;2(2):185–200.
27. Putri AD. Analisis Peningkatan Kinerja Karyawan Melalui Pelatihan dan
Pengembangan Pada Bank Tabungan Negara Syariah Cabang Tegal Jawa
Tengah. Skripsi, Fak Ekon dan Bisnis Islam IAIN Purwokerto, Purwokerto.
2016;
29. Subianto M. Pengaruh Gaji dan Insentif terhadap Kinerja Karyawan pada
PT. Serba Mulia Auto di Kabupaten Kutai Barat. Jurnal Kalimantan Timur,
Univ Mulawarman(http//ejournal adbisnis fisipunmul ac id/handle), J Adm
Bisnis. 2016;4(03).
30. Ambarsari L. Pengaruh Lingkungan Kerja Dan Keselamatan Kesehatan
Kerja (K3) Terhadap Kinerja Karyawan Pada PT. Total Bangun Persada
Tbk. Universitas Muhammadiyah Surakarta; 2015.
31. Nawawi M. Pengaruh motivasi dan kompetensi tenaga kesehatan terhadap
kinerja pusat kesehatan masyarakat. Mimb J Sos dan Pembang. 2012;28(1).
32. Widiati E. Pengaruh Motivasi Kerja, Disiplin Kerja Dan Budaya Organisasi
Terhadap Kinerja Pegawai Kesehatan Pada Rumah Sakit Panti Secanti
Gisting. J Magister Manaj Vol 1 No 1, April 2012 109. 2012;142.
33. Indonesia PNR. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur
Sipil Negara. 2014;
34. Kuswandari RP. Pengaruh Dzikir untuk Mengurangi Skala Nyeri pada Ibu
Post Sectio Caesarea (SC). FKIK UMY; 2016.
135
35. Mandang EF, Lumanauw B, Walangitan MB. Pengaruh Tingkat
Pendidikan Dan Pelatihan Terhadap Kinerja Pada PT. Bank Rakyat
Indonesia (PERSERO), Tbk Cabang Manado. J Emba J Ris Ekon
Manajemen, Bisnis dan Akunt. 2017;5(3).
36. Wungow JF, Lambey L, Pontoh W. Pengaruh tingkat pendidikan, masa
kerja, pelatihan dan jabatan terhadap kualitas laporan keuangan pemerintah
Kabupaten Minahasa Selatan. J Ris Akunt Dan Audit Goodwill".
2016;7(2).
37. Ananto R, Lataruva E. Analisis Pengaruh Gaya Kepemimpinan, Motivasi
dan Disiplin Kerja Terhadap Kinerja Pegawai (Studi Empiris Pada PT DHL
Global Forwarding Semarang Branch). Fakultas Ekonomika dan Bisnis;
2014.
38. Novianty R. Pengaruh Pemberiaan Insentif Terhadap Semangat Kerja
Karyawan CV. Citra Sarana.
39. Efendi F, Makhfudli M. Keperawatan kesehatan komunitas. Universitas
Airlangga; 2010.
40. Sarworini F. Hubungan Kemampuan dan Motivasi Terhadap Kinerja
Pegawai Dinas Kependudukan, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten
Karanganyar. Faculty Of Social and Political Science; 2007.
41. Sitorus I. BPJS Kesehatan di Puskesmas Sei. Tualang Raso kota
Tanjungbalai. 2018
42. Pakpahan ES. Pengaruh Pendidikan dan Pelatihan terhadap Kinerja
Pegawai (Studi pada Badan Kepegawaian Daerah Kota Malang). J Adm
Publik. 2014;2(1):116–21.
43. Salutondok Y, Soegoto AS. Pengaruh kepemimpinan, motivasi, kondisi
kerja dan disiplin terhadap kinerja pegawai di kantor sekretariat DPRD
Kota Sorong. J EMBA J Ris Ekon Manajemen, Bisnis dan Akunt.
2015;3(3).;
44. Media E, Hipertensi P, Pengunjung P, Talaga P, Majalengka K. Jurnal
Kesehatan Masyarakat. 2013;9(02):1–8.
45. Ardyanti V, Palutturi S. LABUANG BAJI MAKASSAR Relation of
Leadership Style to the Nurse Performance in Labuang Baji Hospital
Makassar PENDAHULUAN Kinerja merupakan hasil kerja yang dapat
dicapai seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai
dengan wewenang dan ta. :1–10.
46. Baru PMDDKTKPPRSSLKP. No Title. PENGARUH Motiv DAN
DISIPLIN KERJA TERHADAP KINERJA PERAWAT PADA RUMAH
SAKIT SWASTA LANCANG KUNING PEKANBARU. 5(1).
47. Epidemiologi B, Tadulako U, Tadulako U. Hubungan Disip Dan Beban
Kerja Dengan Kinerja Perawat 1. Epidemiologi B, Tadulako U, Tadulako
U. Hubungan Disip Dan Beban Kerja Dengan Kinerja Perawat Di Ruang
Rawat Inap Rumah Sakit Umum ( RSUD ). :29–38. Di Ruang Rawat Inap
Rumah Sakit Umum Daerah ( RSU. :29–38
136
48. Program M, Ilmu S, Fakultas K, Kesehatan I, Tribhuwana U, Malang T, et
al. Nursing News Volume 2, Nomor 2, 2017. 2017;2:688–99.
49. Rawat P, Di I, Kartasura P. cross sectional . :1–9.
50. Mangkunegara P. Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia [Internet].
2009. Available from: http://repository.widyatama.ac.id/xmlui/bitstream/ha
ndle/123456789/6788/Bab 2.pdf?sequence=9
137
KUESIONER PENELITIAN
DETERMINAN KINERJA TENAGA PERAWAT DI WILAYAH
KERJA PUSKESMAS PLUS LAHUSA KABUPATEN
NIAS SELATAN
2019
Petunjuk Pengisian Kuesioner
1. Bacalah pertanyaan dengan teliti
2. Pilih salah satu jawaban yang dianggap paling benar dengan memberi
tanda silang ( )
Pada jawaban yang telah disediakan.
3. Mohon jawaban diisi sendiri sesuai kinerja tenaga perawat dalam
pelayanan dipuskesmas.
IDENTITAS RESPONDEN
No Responden :...............................(Diisi oleh peneliti)
Tgl.Wawancara :...............................(Diisi oleh peneliti)
1. Nama Responden :
2. Jenis Kelamin : L/P
3. Umur Responden :.........tahun
4. Pendidikan : a, SPK; b, D III Keperaawata/Kebidanan; c,
S.Kep Ns; d, S2
5. Pekerjaan : a, PNS; b, Honorer
6. Alamat Responden :
138
No Pernyataan kinerja Ya Tidak
1 Saya memberikan pelayanan keperawatan yang
lebih baik kepada pasien
2 Saya melakukan pekerjaan sesuai dengan
tupoksi
3 Pelayanan yang sangat efektif efisien terhadap
masyarakat sesuai dengan motto puskesmas
4 Kualitas pelayanan Puskesmas Plus Lahusa
sudah Terakreditas Baik dilengkapi sarana dan
prasarana yang memadai
5 Pendokumentasi yang dibentuk sudah sesuai
dengan asuhan keperawatan
No Pernyataan Kepemimpinan Ya Tidak
1 Kepala Puskesmas sangat bertanggung jawab
terhadap kerja perwat.
2 Hubungan kepala Puskesmas terhadap pegawai
sangat berdampak positif terhadap kualitas kerja
3 Kepala Puskesmas selalu memonitoring team kerja
4 Hubungan antara kepala puskesmas kepada
masyarakat sangat baik
5 Selalu memberikan arahan bimbingan kepada
perawat
No Pernyataan motivasi Ya Tidak
1 Saya mencoba dengan sangat sungguh-sungguh
untuk meningkatkan kinerja saya di masa
mendatang.
2 Saya ingin tahu bagaimana kemajuan yang saya
capai ketika sedang menyelesaikan tugas.
3 Prestasi pegawai selalu dinilai dengan teliti dan
benar.
139
4 Atasan selalu memberikan pujian bila ada
perawat yang menjalankan tugas pekerjaan
dengan memuaskan.
5 Saya suka mempengaruhi perawat agar
mengikuti cara saya melakukan sesuatu.
No Pernyataan Disiplin Ya Tidak
1 Apakah anda selalu datang ketempat kerja
sebelum jam kerja dimulai.
2 Saya selalu merapikan peralatan kerja setelah
pekerjaan selesai.
3 Saya melaksanakan tugas pekerjaan sesuai
dengan aturan yang sudah dijadwalkan
4 Saya selalu mematuhi perintah atasan.
5 Saya berkerja sesuai dengan latar belakang
pendidikan yang dimiliki.
No Insentif Ya Tidak
1 Dalam melakukan penyuluhan diluar pelayanan
puskesmas pegawai selalu mendapatkan insentif
diluar gaji pokok?
2 Puskesmas selalu memberikan insentif sesuai
dengan tingkat pendidikan
3 Insentif dapat mendorong kinerja yang lebih
baik?
4 Insentif yang diterima selalu berdasarkan diluar
kerja puskesmas
5 Insentif yang bapak/ibu terima selalu tepat
waktu?
No
Lingkungan fisik Ya Tidak
1 Ruangan tempat anda bekerja dengan udara
140
yang panas dapat membuat anda lebih terampil
dalam mengerjakan pekerjaan anda sehingga
pekerjaan dapat diselesaikan tepat waktu.
2 Warna cat abu-abu pada dinding ruang kerja
anda membuat anda merasa nyaman.
3 Tempat kerja saya menjamin keamanan
pegawainya dalam bekerja.
4 Fasilitas kerja yang tersedia saat ini sudah
cukup memadai untuk mendukung aktivitas
kerja.
5 Lingkungan fisik kerja tenaga perawat tenang
dan bebas dari suara bising
No Kemampuan kerja Ya Tidak
1 Saya mampu melakuakan pekerjaan karena
sudah berpengalaman dan kompeten
2 Pelatihan meningkatkan kemampuan sesuai
dengan SOP
3 Saya selalu mampu menyelesaikan tugas tepat
waktu
4 Saya mampu mengerjakan tugas berdasarkan
intervensi yang sudah direncanakan
5 Saya dapat berkolaborasi dengan team kerja
Nias Selatan September 2019
Sampel
(..........................................)
141
Hasil pengolahan data
Hasil Univariat
Pendidikan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid SPK 4 6,5 6,5 6,5
D3 keperawatan 37 59,7 59,7 66,1
S1 Keperawatan 12 19,4 19,4 85,5
Ns 9 14,5 14,5 100,0
Total 62 100,0 100,0
Kepemimpinan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak Puas 22 35,5 35,5 35,5
Puas 40 64,5 64,5 100,0
Total 62 100,0 100,0
Motivasi
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak Termotivasi 35 56,5 56,5 56,5
Termotivasi 27 43,5 43,5 100,0
Total 62 100,0 100,0
Disiplin
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak Disiplin 39 62,9 62,9 62,9
Disiplin 23 37,1 37,1 100,0
Total 62 100,0 100,0
142
Insentif
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak Cukup 40 64,5 64,5 64,5
Cukup 22 35,5 35,5 100,0
Total 62 100,0 100,0
Lingkungan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Tidak 35 56,5 56,5 56,5
Ya 27 43,5 43,5 100,0
Total 62 100,0 100,0
Kemampuan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Tidak 39 62,9 62,9 62,9
Ya 23 37,1 37,1 100,0
Total 62 100,0 100,0
Kinerja
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak Baik 36 58,1 58,1 58,1
Baik 26 41,9 41,9 100,0
Total 62 100,0 100,0
143
Hasil Bivariat / Hubungan
Kepemimpinan * Kinerja Crosstabulation
Kinerja
Total Tidak Baik Baik
Kepemimpinan Tidak Puas Count 19 3 22
Expected Count 12,8 9,2 22,0
% within Kepemimpinan 86,4% 13,6% 100,0%
Puas Count 17 23 40
Expected Count 23,2 16,8 40,0
% within Kepemimpinan 42,5% 57,5% 100,0%
Total Count 36 26 62
Expected Count 36,0 26,0 62,0
% within Kepemimpinan 58,1% 41,9% 100,0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 11,215a 1 ,001
Continuity Correctionb 9,486 1 ,002
Likelihood Ratio 12,256 1 ,000
Fisher's Exact Test ,001 ,001
Linear-by-Linear
Association 11,034 1 ,001
N of Valid Cases 62
a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9,23.
b. Computed only for a 2x2 table
144
Motivasi
Motivasi * Kinerja Crosstabulation
Kinerja
Total Tidak Baik Baik
Motivasi Tidak Termotivasi Count 26 9 35
Expected Count 20,3 14,7 35,0
% within Motivasi 74,3% 25,7% 100,0%
Termotivasi Count 10 17 27
Expected Count 15,7 11,3 27,0
% within Motivasi 37,0% 63,0% 100,0%
Total Count 36 26 62
Expected Count 36,0 26,0 62,0
% within Motivasi 58,1% 41,9% 100,0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 8,685a 1 ,003
Continuity Correctionb 7,223 1 ,007
Likelihood Ratio 8,833 1 ,003
Fisher's Exact Test ,004 ,003
Linear-by-Linear
Association 8,545 1 ,003
N of Valid Cases 62
a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11,32.
b. Computed only for a 2x2 table
145
Disiplin kerja
Disiplin * Kinerja Crosstabulation
Kinerja
Total Tidak Baik Baik
Disiplin Tidak Disiplin Count 28 11 39
Expected Count 22,6 16,4 39,0
% within Disiplin 71,8% 28,2% 100,0%
Disiplin Count 8 15 23
Expected Count 13,4 9,6 23,0
% within Disiplin 34,8% 65,2% 100,0%
Total Count 36 26 62
Expected Count 36,0 26,0 62,0
% within Disiplin 58,1% 41,9% 100,0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 8,140a 1 ,004
Continuity Correctionb 6,690 1 ,010
Likelihood Ratio 8,209 1 ,004
Fisher's Exact Test ,007 ,005
Linear-by-Linear
Association 8,008 1 ,005
N of Valid Cases 62
a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9,65.
b. Computed only for a 2x2 table
146
Insentif
Insentif * Kinerja Crosstabulation
Kinerja
Total Tidak Baik Baik
Insentif Tidak Cukup Count 31 9 40
Expected Count 23,2 16,8 40,0
% within Insentif 77,5% 22,5% 100,0%
Cukup Count 5 17 22
Expected Count 12,8 9,2 22,0
% within Insentif 22,7% 77,3% 100,0%
Total Count 36 26 62
Expected Count 36,0 26,0 62,0
% within Insentif 58,1% 41,9% 100,0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 17,487a 1 ,000
Continuity Correctionb 15,310 1 ,000
Likelihood Ratio 18,095 1 ,000
Fisher's Exact Test ,000 ,000
Linear-by-Linear
Association 17,205 1 ,000
N of Valid Cases 62
a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9,23.
b. Computed only for a 2x2 table
147
Lingkungan Kerja
Lingkungan * Kinerja Crosstabulation
Kinerja
Total Tidak Baik Baik
Lingkungan Tidak Count 23 12 35
Expected Count 20,3 14,7 35,0
% within Lingkungan 65,7% 34,3% 100,0%
Ya Count 13 14 27
Expected Count 15,7 11,3 27,0
% within Lingkungan 48,1% 51,9% 100,0%
Total Count 36 26 62
Expected Count 36,0 26,0 62,0
% within Lingkungan 58,1% 41,9% 100,0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 1,932a 1 ,165
Continuity Correctionb 1,277 1 ,258
Likelihood Ratio 1,934 1 ,164
Fisher's Exact Test ,200 ,129
Linear-by-Linear
Association 1,900 1 ,168
N of Valid Cases 62
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11,32.
b. Computed only for a 2x2 table
148
Kemampuan
Kemampuan * Kinerja Crosstabulation
Kinerja
Total Tidak Baik Baik
Kemampuan Tidak Count 27 12 39
Expected Count 22,6 16,4 39,0
% within Kemampuan 69,2% 30,8% 100,0%
Ya Count 9 14 23
Expected Count 13,4 9,6 23,0
% within Kemampuan 39,1% 60,9% 100,0%
Total Count 36 26 62
Expected Count 36,0 26,0 62,0
% within Kemampuan 58,1% 41,9% 100,0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 5,383a 1 ,020
Continuity Correctionb 4,218 1 ,040
Likelihood Ratio 5,396 1 ,020
Fisher's Exact Test ,033 ,020
Linear-by-Linear
Association 5,297 1 ,021
N of Valid Cases 62
a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9,65.
b. Computed only for a 2x2 table
149
Hasil Multivariat
Logistic Regression
Case Processing Summary
Unweighted Casesa N Percent
Selected Cases Included in Analysis 62 100,0
Missing Cases 0 ,0
Total 62 100,0
Unselected Cases 0 ,0
Total 62 100,0
a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.
Dependent Variable Encoding
Original Value Internal Value
Tidak Baik 0
Baik 1
Block 0: Beginning Block
Classification Tablea,b
Observed
Predicted
Kinerja
Percentage Correct
Tidak Baik Baik
Step 0 Kinerja Tidak Baik 36 0 100,0
Baik 26 0 ,0
Overall Percentage 58,1
a. Constant is included in the model.
b. The cut value is ,500
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Step 0 Constant -,325 ,257 1,599 1 ,206 ,722
150
Variables not in the Equation
Score df Sig.
Step 0 Variables Pendidikan 14,623 1 ,000
Kepemimpinan 11,215 1 ,001
Motivasi 8,685 1 ,003
Disiplin 8,140 1 ,004
Insentif 17,487 1 ,000
Lingkungan 1,932 1 ,165
Kemampuan 5,383 1 ,020
Overall Statistics 30,926 7 ,000
Block 1: Method = Enter
Classification Tablea
Observed
Predicted
Kinerja
Percentage Correct
Tidak Baik Baik
Step 1 Kinerja Tidak Baik 29 7 80,6
Baik 6 20 76,9
Overall Percentage 79,0
a. The cut value is ,500
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
95% C.I.for EXP(B)
Lower Upper
Step 1a Pendidikan 1,901 ,599 10,063 1 ,002 6,692 2,068 21,658
Kepemimpinan ,819 1,064 ,593 1 ,441 2,269 ,282 18,259
Motivasi ,838 ,995 ,710 1 ,399 2,313 ,329 16,258
Disiplin ,067 1,067 ,004 1 ,950 1,069 ,132 8,649
Insentif 2,567 ,979 6,880 1 ,009 13,026 1,913 88,677
Lingkungan ,563 ,845 ,444 1 ,505 1,755 ,335 9,193
Kemampuan ,007 ,882 ,000 1 ,994 1,007 ,179 5,673
Constant -12,085 3,174 14,494 1 ,000 ,000
a. Variable(s) entered on step 1: Pendidikan, Kepemimpinan, Motivasi, Disiplin, Insentif, Lingkungan, Kemampuan.
151
MASTER DATA
No. Responden
Jenis Kelamin
Umur Pendidikan Pekerjaan
Variabel
Kepemimpinan Motivasi Disiplin Kinerja
Insentif Lingkungan
Kerja Kemampuan
Kerja Kinerja
1 1 1 2 2 2 2 1 2 1 2 1
2 2 2 2 1 2 2 2 2 1 1 1
3 2 2 3 2 2 2 2 2 1 2 2
4 1 1 2 1 2 2 2 1 2 1 1
5 2 2 3 1 2 2 1 1 1 2 1
6 1 1 2 1 2 2 2 2 1 1 2
7 2 1 2 2 2 2 2 1 2 1 1
8 1 1 2 1 2 2 2 1 1 1 2
9 2 1 2 1 1 2 2 2 1 1 1
10 2 1 2 2 1 1 1 1 1 1 1
11 2 1 3 1 2 2 2 2 1 2 2
12 2 2 2 2 2 1 2 1 1 1 1
13 2 1 2 1 1 1 1 1 2 2 1
14 2 1 2 2 2 1 2 2 1 1 2
15 1 1 2 3 2 1 1 1 2 1 1
16 2 1 2 2 2 2 2 2 1 2 1
17 1 2 2 1 2 2 1 1 2 1 2
18 2 1 2 2 1 1 1 1 1 1 1
19 1 2 3 2 2 2 2 2 2 1 2
20 1 1 2 2 1 1 1 1 1 1 1
21 1 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2
22 1 3 4 3 1 1 1 1 1 1 2
23 2 1 2 2 2 2 2 1 2 2 2
24 1 1 2 3 1 1 1 1 1 1 1
25 2 2 2 2 2 1 1 1 2 2 1
26 1 1 2 2 1 1 1 1 1 1 1
27 2 1 2 3 2 1 1 1 2 2 1
28 1 2 2 2 2 1 1 2 1 1 2
29 2 1 3 1 2 2 2 1 2 2 1
30 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1
31 2 1 3 1 2 1 1 1 2 1 1
32 2 1 2 1 2 1 1 1 1 2 1
33 1 1 2 3 1 1 1 1 2 1 1
34 2 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1
35 2 1 2 2 1 1 1 1 1 1 1
36 2 1 2 2 2 2 1 2 2 2 2
37 2 1 2 2 1 2 1 1 1 1 1
38 2 3 2 3 2 1 1 2 2 2 2
152
39 2 2 3 3 2 1 1 1 2 2 1
40 2 1 4 2 2 2 1 2 1 1 2
41 1 2 4 1 2 2 2 2 2 2 2
42 1 1 1 2 1 2 1 1 1 1 1
43 1 1 3 1 2 2 2 2 2 2 2
44 1 1 2 2 1 1 1 1 1 1 1
45 1 1 2 2 1 1 1 1 2 1 1
46 2 1 1 2 2 2 2 2 1 2 2
47 2 3 3 3 1 1 1 1 2 1 1
48 1 3 1 3 2 1 1 1 1 1 1
49 2 1 3 2 2 2 2 2 2 2 2
50 1 1 4 2 2 2 1 1 1 2 2
51 1 3 2 3 2 1 2 2 2 1 1
52 2 2 4 2 2 1 1 2 1 1 2
53 1 3 2 3 1 1 1 1 1 1 1
54 2 1 4 2 2 1 2 2 2 2 2
55 2 3 4 3 1 1 1 1 1 1 2
56 1 1 4 1 2 2 2 1 2 1 2
57 2 2 3 2 1 1 1 1 1 1 1
58 1 3 2 3 2 2 2 2 2 2 2
59 2 2 2 2 2 1 1 1 1 1 1
60 2 3 3 3 1 1 1 1 2 2 2
61 2 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1
62 2 3 4 3 2 1 1 1 2 2 2
KETERANGAN
Jenis Kelamin : 1. Laki-laki
2. perempuan
Umur : 1. 20-35 Tahun
2. 36-50 Tahun
3. > 50
Pendidikan : 1. SPK
2. D3 Keperawatan
3. S1 Keperawatan
4. Ners
Pekerjaan : 1. TKS
2. PTTD
3. PNS
153
DOKUMENTASI
Gambar Wawancara Dengan Responden
154
Gambar Wawancara Dengan Responden
155
DOKUMENTASI
156
157
SURAT BALASAN PENELITIAN
158
159
160
161
162
163