deteksi keberadaan antigen ascaridia galli dengan imunoglobulin yolk melalui metode imunohistokimia
TRANSCRIPT
54
DETEKSI KEBERADAAN ANTIGEN Ascaridia galli DENGAN
IMUNOGLOBULIN YOLK MELALUI METODE IMUNOHISTOKIMIA
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keberadaan antigen
ekskretori/sekretori Ascaridia galli dengan metode imunohistokimia. Cacing A.
galli dewasa dipotong secara melintang dan memanjang pada bagian kepala dan
ekor. Jaringan tubuh A. galli yang dipotong diblok di dalam parafin dan preparat
histologi dibuat melalui proses tahapan dehidrasi, clearing, infiltrasi dan
embeding dengan parafin, pemotongan dan pewarnaan. Keberadaan antigen pada
jaringan cacing A. galli dideteksi dengan uji imunohistokimia. Slide dihangatkan
di dalam buffer sitrat pada temperatur 90-95oC. Aktivitas endogen dihambat
dengan H2O2 3% dan skim milk 0,1%. Slide diinkubasikan dengan antibodi
primer imunoglobulin yolk (IgY) selama satu malam pada temperatur 4oC, dan
antibodi sekunder anti-chicken IgY HRP-conjugat selama satu jam pada
temperatur ruangan. Slide diwarnai dengan kromogen AEC, conterstain dengan
Lillie Mayer Haematoxylin, dan ditutup di dalam genangan gliserin. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa antigen dapat dideteksi keberadaannya pada
bagian kutikula dan saluran cerna A. galli. Hasil tersebut merefleksikan bahwa
IgY yang terbentuk oleh rangsangan produk ekskretori/sekretori stadium L3 A.
galli dapat mengenal antigen A. galli sehingga IgY tersebut dapat digunakan
dalam imunodiagnostik.
Kata kunci: Ascaridia galli, antigen ekskretori/sekretori, imunohistokimia
ABSTRACT
The purpose of the present study was to determine the presence of antigen
in the Ascaridia galli. A. galli adult worms were cut in transversal and
longitudinal by mean of cranial and caudal. The tissue of A. galli were blocked in
paraffin and the histologic preparates were done by means of dehydration,
clearing, infiltration and embedding in paraffin, section and staining. The antigen
were detected with immunohistochemistry. Slides were warmed in citrate buffer at
90-95oC. Endogenous activities were blocked with 3% H2O2 and 0.1% skim milk.
Slides were incubated with both primary antibody yolk immunoglobulin (IgY) for
overnight at 4oC and secondary antibody rabbit anti-chicken IgY HRP-conjugate
for one hour at room temperature. Slides were stained with AEC chromogen,
counterstained with Lillie Mayer Haematoxylin, and mounted in glyserin aqueous
mount. The result showed that antigen were able detected in cuticle and intestines
of A. galli. This research concluded that IgY stimulated by the excretory/
secretory antigen of L3 stage was able to recognized A. galli antigen so the IgY
could be applied for immunodiagnostic.
Key words: Ascaridia galli, excretory/secretory antigen, immunohistochemistry
55
PENDAHULUAN
Metode deteksi antigen-antibodi telah banyak dikembangkan seiring
dengan penemuan teknologi mutakhir dalam bidang biologi molekuler bersamaan
dengan penemuan terbaru metode produksi antibodi spesifik terhadap antigen di
dalam serum dan kuning telur (yolk). Kemajuan tersebut memberi kesempatan
untuk membuat cara imunodiagnostik yang aman dan akurat (Motoi et al. 2005).
Lehr et al. (1999) menyatakan bahwa kombinasi dari konsep-konsep
imunologis dan histologis merupakan suatu jalan yang terbukti sangat berguna
dalam biologi molekuler dan biomedis, terutama dalam analisis imunoserologis
pada organ-organ dalam keadaan normal maupun patologik. Untuk tujuan tersebut
telah digambarkan pendekatan kuantitatif sejak abad terakhir ini, misalnya oleh
Ehrlich dan Landsteiner sebagai pelopor-pelopor dalam pengembangan teknik ini.
Prinsip dari teknik imunohistokimia adalah adanya ikatan antigen-antibodi
yang digunakan untuk mendeteksi suatu molekul dalam jaringan. Pada penelitian
ini, metode imunohistokimia ditujukan untuk mendeteksi antigen cacing A. galli
dengan menggunakan IgY yang dipicu oleh antigen ekskretori/sekretori stadium
L3 A. galli sebagai antibodi primer sehingga terbentuk kompleks antigen-antibodi.
Motoi et al. (2005) membuktikan bahwa IgY yang dipicu oleh antigen virus rabies
dapat digunakan pada uji imunohistokimia yang sangat rektif mengenal antigen
rabies pada sitoplasma sel-sel neuron (sel syaraf) dari ganglion trigeminal
jaringan otak tikus.
Imunohistokimia diartikan sebagai suatu metode untuk mendeteksi suatu
molekul yang ada di jaringan dengan menggunakan antibodi poliklonal atau
monoklonal terhadap molekul yang akan dideteksi (merupakan reaksi antigen-
antibodi) dan dapat memberikan gambaran kualitatif dari intensitas warna yang
terbentuk maupun gambaran kuantitatif. Teknik imunohistokimia dapat digunakan
untuk mempelajari distribusi enzim yang spesifik pada struktur sel intak
(normal/lengkap), mendeteksikan komponen sel, biomakromolekul seperti
protein, karbohidrat (Lehr et al. 1999; Ding dan Candido 2000; Nagano et al.
2004; Yarim et al. 2004; Rostaing et al. 2004; dan Motoi et al. 2005).
56
Kemajuan teknologi yang telah dicapai untuk produksi imunoglobulin yolk
(IgY) yang mudah dan efisien membuka peluang pemanfaatan IgY dalam
berbagai uji imunodiagnostik dan pencegahan penyakit infeksi. IgY telah
dimanfaatkan untuk mencegah diare dan karies pada gigi (Soejoedono et al.
2005), dan untuk mencegah rabies (Motoi et al. 2006; dan Paryati 2006). IgY
dapat dimanfaatkan untuk imunodiagnostik melalui uji imunohistokimia (Motoi et
al. 2005) dan uji ELISA (Paryati 2006). Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui keberadaan antigen A. galli dengan menggunakan IgY terhadap
ekskretori/sekretori A. galli melalui uji imunohistokimia.
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Patologi, Departemen Klinik,
Patologi dan Reproduksi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Waktu Penelitian berlangsung 2 bulan dari bulan Juni sampai dengan Juli 2007.
Rancangan Penelitian
Cacing A. galli dewasa dipotong secara transfersal dan longitudinal setebal
3 – 5 µm. Preparat objek ditetesi antibodi primer terhadap ekskretori/sekretori A.
galli, antibodi sekunder (IgY conjugate HRP, rabbit anti-chicken). Preparat objek
ditetesi dengan peroksidase, dan kromogen 3-amino-9-ethyl-carbazole (AEC).
Counterstain dilakukan dengan meneteskan Lillie Mayer Hematoksilin secara
merata dan dicuci dengan dionized water. Preparat objek ditutup dengan cover
glass yang digenangi dengan gliserin. Visualisasi endapan berwarna
(kromogranin) yang terbentuk diamati di bawah mikroskop yang menunjukkan
adanya kompleks antigen-antibodi (Lehr et al. 1999).
Uji Imunohistokimia
Preparat histologi jaringan tubuh cacing A. galli dibuat melalui proses
tahapan dehidrasi, clearing, infiltrasi dan embeding dengan parafin, pemotongan
dan pewarnaan. Jaringan diblok di dalam parafin dan disimpan di dalam lemari es
57
agar parafin menjadi lebih keras sehingga memudahkan pemotongan. Cacing A.
galli dipotong secara transfersal dan longitudinal setebal 3 – 5 µm dengan
mikrotom. Sayatan jaringan diapungkan diatas air hangat pada temperatur 60oC
dan dilekatkan pada gelas objek. Parafin dihilangkan dengan xylol (III, II, dan I)
masing-masing selama 3 menit. Rehidrasi dilakukan dengan cara merendam
preparat objek secara bergantian dalam alkohol konsentrasi 95%, 90%, 80%, dan
70% masing-masing selama 3 menit. Preparat objek dicuci (clearing) dengan
diionized water selama 15 menit. Peroksidase endogen dihilangkan dengan H2O2
3% selama 20 menit dan skim milk 0,1% selama 30 menit, dibilas dengan
diionized water dan PBS masing-masing 3 kali 5 menit (Yarim et al. 2004).
Slide (preparat objek) ditetesi antibodi primer IgY terhadap
ekskretori/sekretori A. galli secara merata. Antibodi primer yang digunakan pada
penelitian ini diperoleh dari hasil purifikasi IgY dengan metode fast performans
liquid chromatografi (FPLC) di dalam kuning telur (yolk) dari ayam yang
diimunisasi dengan antigen ekskretori/sekretori stadium L3 A. galli. Preparat
objek dimasukkan ke dalam kotak preparat (humidity chamber) diberi kertas
tissue yang ditetesi dengan PBS untuk menjaga kelembaban, dimasukkan ke
dalam lemari es pada temperatur 4oC selama satu malam, dan dicuci 3 kali 5 menit
dengan PBS. Preparat objek ditetesi antibodi sekunder (IgY conjugate HRP rabbit
anti-chicken, Promega), diinkubasi pada temperatur ruangan selama satu jam, dan
dicuci 3 kali 5 menit dengan PBS. Preparat objek ditetesi dengan peroksidase,
diinkubasi pada temperatur ruangan selama 30 menit, dan dicuci 3 kali 5 menit
dengan PBS (Ding dan Candido 2000; Inoue et al. 2003; Rostaing et al. 2004; dan
Motoi et al. 2005).
Preparat objek ditetesi kromogen AEC, diinkubasi pada temperatur
ruangan selama 3 menit, dan dicuci 3 kali 5 menit dengan PBS. Counterstain
dilakukan dengan meneteskan Lillie Mayer Hematoksilin secara merata selama
satu menit dan dicuci dengan dionized water. Preparat objek ditutup dengan cover
glass yang direkatkan dengan gliserin. Imunoreaktivitas positif dievaluasi di
bawah mikroskop dengan lensa objektif 40 kali. Visualisasi endapan berwarna
(kromogranin) yang terbentuk menunjukkan adanya kompleks antigen-antibodi
(Lehr et al. 1999).
58
HASIL PENELITIAN
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa antibodi poliklonal IgY yang
terbentuk oleh rangsangan antigen ekskretori/sekretori stadium L3 A. galli dapat
mengenal keberadaan antigen cacing A. galli. Kompleks antigen-antibodi
ditunjukkan oleh reaksi positif yang ditandai munculnya warna jingga kontras
pada potongan melintang dan memanjang pada bagian kutikula dan saluran cerna
A. galli (Gambar 12).
Gambar 12. Reaksi positif uji imunohistokimia terhadap antigen A. galli
Keterangan: A = potongan melintang (20x), B = potongan memanjang (10x).
Panah tebal = kutikula, Panah tipis = saluran cerna
B
A
20 µm
20 µm
59
PEMBAHASAN
Teknik polymer peroxidase merupakan teknik yang banyak digunakan.
Teknik ini menggunakan dua antibodi, yaitu antibodi primer dan antibodi
sekunder yang telah dikonjugasikan dengan peroksidase. Reaksi yang ditimbulkan
dapat diamati dengan mikroskop cahaya yang dapat memberikan gambaran
kualitatif dari intensitas produk warna yang terbentuk (Lehr et al. 1999).
Pembentukan kompleks reaksi antigen-antibodi tersebut berlangsung seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 13.
Gambar 13. Kompleks antigen-antibodi pada teknik polimer peroksidase
Untuk mendeteksi peroksidase, ditambahkan suatu kromogen yang dapat
menghasilkan endapan berwarna (kromogranin) pada suatu reaksi sehingga
produk dapat tervisualisasi. Tujuan umum teknik imunohistokimia adalah untuk
mengidentifikasi dan mengkarakterisasi komponen struktur dan fungsi sel, oleh
karena itu kompleks antigen-antibodi yang terjadi harus dilabel dengan suatu cara
khusus agar dapat tervisualisasi. Substansi yang cocok untuk melabel kompleks
tersebut adalah yang memberikan reaksi warna yang tegas. Kromogen yang
digunakan pada reaksi yang berperoksidase adalah AEC sehingga reaksi
berlangsung seperti yang terlihat pada Gambar 14.
Peroksidase
H2O2 Endapan merah jambu
(kromogranin)
AEC
Gambar 14. Reaksi pembentukan produk berwarna
P
60
Penambahan AEC tidak akan menghasilkan kromogranin tanpa adanya
H2O2 dan peroksidase. Antibodi primer akan bereaksi/berikatan dengan antigen
(molekul) jaringan yang dideteksi, selanjutnya antibodi yang dilabel dengan
peroksidase akan bereaksi dengan antibodi primer tersebut. Sehingga keberadaan
enzim peroksidase ini melambangkan adanya kompleks antigen-antibodi. Pada
penelitian ini, kompleks antigen-antibodi yang terbentuk pada kutikula dan
sepanjang saluran cerna cacing A. galli menghasilkan warna jingga kontras
(Gambar 12). Lehr et al. (1999) melaporkan bahwa uji imunohistokimia terhadap
karsinoma sel-sel tumor epitel pada itik membentuk dua warna yang kontras.
Warna turquoise (biru hijau) adalah representasi positif sitokeratin sel-sel tumor
sedangkan warna pink (merah jambu) adalah representasi positif vimentin stroma.
Teknik imunohistokimia adalah salah satu metode imunokimiawi yang
sudah dikembangkan pada imunodiagnostik penyakit parasitik. Yarim et al.
(2004) menyatakan bahwa uji imunohistokimia dapat mendeteksi keberadaan
enzim 3β-hydroxysteroid-dehidrogenase (3β-HSD) pada bradyzoit yang menutupi
sarcocysts di dalam otot skelet domba sebagai inang intermediet Sarcocystis spp.
Nagano et al. (2004) membuktikan bahwa antibodi primer dapat mengenal antigen
cacing Clonorchis sinensis yang berlokasi pada sel-sel epitel intestinal cacing
dewasa dan pada telur intrauterin.
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa IgY yang terbentuk oleh
rangsangan antigen ekskretori/sekretori larva L3 A. galli dapat mengenal antigen
yang berada pada kutikula dan saluran cerna A. galli.
SARAN
Dari hasil penelitian ini dapat disarankan bahwa untuk mengetahui
kemungkinan antigen ekskretori/sekretori stadium L3 dan atau IgY dapat
mengurangi kelangsungan hidup A. galli perlu dilakukan penelitian secara in vivo
dan in vitro.