deskripsi

24
TINJAUAN MATA KULIAH Mata kuliah ini membahas dan mendiskusikan berbagai teori dalam tiga paradigma pembangunan yang tumbuh dan berkembang di dalam disiplin ilmu sosial, terutama sosiologi dan ekonomi. Menurut beberapa pakar, teori-teori pembangunan dapat dikelompokkan ke dalam dua paradigma, yaitu Modernisasi dan Ketergantungan (Lewellen 1995; Larrain 1994; Kiely 1995). Di dalam paradigma Modernisasi termasuk teori-teori makro tentang pertumbuhan ekonomi dan perubahan sosial, dan mikro tentang nilai-nilai individu yang menunjang proses perubahan tersebut. Sedangkan paradigma Ketergantungan mancakup teori-teori Keterbelakangan (Underdevelopment), Ketergantungan (Dependent Development), dan Sistem Dunia (World System Theory) sesuai dengan klasifikasi Larrain (1994). Berbeda dengan pengelompokan diatas, yang membagi teori pembangunan ke dalam dua paradigma, kuliah ini mengelompokannya ke dalam tiga paradigma atau perspektif, yaitu Modernisasi, Keterbelakangan dan Ketergantungan. Dalam hal ini, tidak ada perbedaan dalam perspektif Modernisasi. Di dalam Paradigma Keterbelakangan termasuk Teori Underdevelopment Baran, Frank, Amin, dan Wallerstein (World System Theory), karena mereka lebih mencurahkan perhatian kepada pengaruh ekonomi global terhadap keterbelakangan di Dunia Ketiga. Sedangkan Associated Dependent Development (Cardoso dan Faletto) dan Dependent Development (Evans) dimasukkan ke dalam Paradigma Ketergantungan, karena kedua teori ini lebih memberikan perhatian kepada kemungkinan pertumbuhan ekonomi di negara-negara yang sedang membangun, walaupun ada ketergantungan terhadap ekonomi global. Modul ini disusun untuk menjelaskan teori-teori pembangunan sebagaimana klasifikasi diatas, dengan melakukan sedikit analisis tentang perkembangannya melalui hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan oleh para ahli. Sebelum sampai kepada diskusi tentang berbagai teori dan paradigma pembangunan sebagaimana disebutkan diatas, pada bagian awal kuliah ini akan dibahas latar belakang kemunculan teori dan paradigma tersebut, berdasarkan pengalaman Eropa. Pembicaraaan tentang sejarah ini terpusat kepada hubungan antara proses perkembangan masyarakat Eropa (sejak feodalisme sampai kapitalisme dan imperralisme) dengan kemunculan beberapa teori ekonomi, perubahan sosial dan pembangunan. Secara khusus, bagian ini terbagi menjadi dua periode, yaitu sejarah sebelum dan setelah 1945. Pada bagian berikutnya, dibicarakan pandangan Karl Marx dan Rostow berkenaan dengan teori perubahan dan pertumbuhan bertahap. Kedua pakar ini perlu dibicarakan secara khusus, karena kontribusinya yang

Upload: davedogawa

Post on 25-Nov-2015

50 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

jkjkjkjk

TRANSCRIPT

TINJAUAN MATA KULIAH Mata kuliah ini membahas dan mendiskusikan berbagai teori dalam tiga paradigma pembangunan yang tumbuh dan berkembang di dalam disiplin ilmu sosial, terutama sosiologi dan ekonomi. Menurut beberapa pakar, teori-teori pembangunan dapat dikelompokkan ke dalam dua paradigma, yaitu Modernisasi dan Ketergantungan (Lewellen 1995; Larrain 1994; Kiely 1995). Di dalam paradigma Modernisasi termasuk teori-teori makro tentang pertumbuhan ekonomi dan perubahan sosial, dan mikro tentang nilai-nilai individu yang menunjang proses perubahan tersebut. Sedangkan paradigma Ketergantungan mancakup teori-teori Keterbelakangan (Underdevelopment), Ketergantungan (Dependent Development), dan Sistem Dunia (World System Theory) sesuai dengan klasifikasi Larrain (1994). Berbeda dengan pengelompokan diatas, yang membagi teori pembangunan ke dalam dua paradigma, kuliah ini mengelompokannya ke dalam tiga paradigma atau perspektif, yaitu Modernisasi, Keterbelakangan dan Ketergantungan. Dalam hal ini, tidak ada perbedaan dalam perspektif Modernisasi. Di dalam Paradigma Keterbelakangan termasuk Teori Underdevelopment Baran, Frank, Amin, dan Wallerstein (World System Theory), karena mereka lebih mencurahkan perhatian kepada pengaruh ekonomi global terhadap keterbelakangan di Dunia Ketiga. Sedangkan Associated Dependent Development (Cardoso dan Faletto) dan Dependent Development (Evans) dimasukkan ke dalam Paradigma Ketergantungan, karena kedua teori ini lebih memberikan perhatian kepada kemungkinan pertumbuhan ekonomi di negara-negara yang sedang membangun, walaupun ada ketergantungan terhadap ekonomi global. Modul ini disusun untuk menjelaskan teori-teori pembangunan sebagaimana klasifikasi diatas, dengan melakukan sedikit analisis tentang perkembangannya melalui hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan oleh para ahli. Sebelum sampai kepada diskusi tentang berbagai teori dan paradigma pembangunan sebagaimana disebutkan diatas, pada bagian awal kuliah ini akan dibahas latar belakang kemunculan teori dan paradigma tersebut, berdasarkan pengalaman Eropa. Pembicaraaan tentang sejarah ini terpusat kepada hubungan antara proses perkembangan masyarakat Eropa (sejak feodalisme sampai kapitalisme dan imperralisme) dengan kemunculan beberapa teori ekonomi, perubahan sosial dan pembangunan. Secara khusus, bagian ini terbagi menjadi dua periode, yaitu sejarah sebelum dan setelah 1945. Pada bagian berikutnya, dibicarakan pandangan Karl Marx dan Rostow berkenaan dengan teori perubahan dan pertumbuhan bertahap. Kedua pakar ini perlu dibicarakan secara khusus, karena kontribusinya yang cukup besar terhadap permikiran tentangperubahan sosial danpembangunan. Dalam hal ini, Marx mewakili dasar-dasar pandangan klasik sedangkan Rostow dianggap mewakili pandangan modern. Kemudian dilanjutkan dengan teori Modernisasi, yang disusul dengan kritik terhadap teori ini. Selanjutnya, diskusi diarahkan kepada kemunculan teori Keterbelakangan dan Ketergantungan sebagai reaksi terhadap berbagai kelemahan teori Modernisasi. Hal ini dilakukan untuk melihat pasang-surut teori-teori pembangunan, sejak kelahiran teori Modernisasi awal Tahun 1950an, sampai kemunculan teori Ketergantungan dan New Comparative Pilitical Economy (NCPE) awal 1980an. Secara ringkas, kritik yang tajam terhadap kegagalan teori Modernisasi tidak seluruhnya benar, hal ini dapat dibuktikan secara empiris dalam bagian selanjutnya. Apabila dipahami dengan seksama, pandangan NCPE sesungguhnya merupakan kebangkitan dari teori Modernisasi yang telah dianggap gagal di Amerika Latin, dimana teori ini seolah-olah telah banyak melakukan penyesuaian sepanjang waktu. Pada bagian akhir kuliah dibahas kasus penerapan teori modernisasi di Indonesia dan membandingkannya dengan Malaysia dan Thailand. Dalam pembahasan tiga negara ini, perhatian diarahkan kepada hubungan antara pertumbuhan ekonomi (dengan indikator GNP per kapita), dengan beberapa indikator prediktor, terutama hutang luar negeri dan penanaman modal asing (PMA). Kasus ini disajikan agar mahasiswa dapat melihat operasionalisasi teori pembangunan (khususnya teori Ketergantuangan) dalam praktek pembangunan di ketiga negara tersebut. Dengan contoh ini, mahasiswa dapat melihat teknik dan prosedur yang bisa digunakan untuk menganalisis fenomena pembangunan di negara-negara yang sedang berkembang. Dengan demikian, analisis tentang teori pembangunan diharapkan akan lebih luas. Selain membahas konsep-konsep dan teori, secara empiris dapat dilihat juga implementasi dan hasil-hasilnya di tiga negara tersebut. Penyajian tentang hal ini perlu dilakukan mengingat berbagai kepustakaan yang tersedia dalam Teori Pembangunan di Indonesia, belum banyak melakukan analisis teoritis dan empiris, sehingga hubungan diantara kedua dimensi ini belum jelas. Perlu dipahami misalnya, kebijakan dan strategi pembangunan di beberapa negara yang didasarkan kepada teori yang sama, tetapi menghasilkan kinerja pembangunan yang berbeda. Kebijakan dan strategi pembangunan di Indonesia, pada dasarnya sama dengan di Malaysia dan Thailand, juga Amerika Latin, yaitu menganut teori Modernisasi. Di negara-negara ini, bantuan luar negeri (hutang luar negeri dan PMA) telah menjadi mesin utama pertumbuhan dan perkembangan ekonomi, sesuai dengan teori Modernisasi. Namun, penerapan teori ini di tiga negara kasus, telah menghasilkan kinerja pembangunan yang berbeda. Analisis tentang beberapa hal yang meneyebabkan perbedaan ini dikemukakan dalam bagian akhir modul, yang berfokus kepada faktor-faktor internal di tiga negara kasus tersebut. II. Tujuan Instruksional Umum Mata KuliahPenyajian mata kuliah Teori dan Paradigma Pembangunan ini bertujuan agar mahasiswa dapat:1. Memahami pengertian teori dan paradigma dalam studi pembangunan;(1) Mengetahui proposisi dan perkembangan beberapa teori pembangunan dalam paradigma modernisasi, keterbelakangan dan ketergantungan.(2) Mengetahui hubungan antara teori-teori pembangunan (development theories) dengan praktek kebijakan dan strategi pembangunan, baik pada tingkat nasional maupun daerah;(3) Mengenal berbagai kasus untuk melihat penerapan teori pembangunan di beberapa negara dunia ketiga.III. Tujuan Instruksional Khusus Mata KuliahSetelah mengikuti (modul) mata kuliah ini, mahasiswa diharapkan akan: (1) dapat menjelaskan teori-teori dalam tiga paradigma studi pembangunan, yaitu modernisasi, keterbelakangan dan ketergantuangan beserta beberapa varians di dalamnya;(2) mampu menguraikan persamaan dan perbedaan antara proses peru-bahan dan pembangunan melalui proses evolusi dan difusi;(3) mampu mengidentifikasi dan menganalisis masalah-masalah dalam pembangunan baik pada tingkat nasional, propinsi maupun unit wilayah lain yang lebih kecil; (4) dapat mengaplikasikan beberapa kebijakan, strategi dan pendekatan pembangunan yang cocok baik pada tingkat nasional, propinsi maupun unit wilayah lain yang lebih kecil.BAB IPENDAHULUAN

A. Latar BelakangSecara historis, teori Dependensi lahir atas ketidakmampuan teori Modernisasi membangkitkan ekonomi negara-negara terbelakang, terutama negara di bagian Amerika Latin. Secara teoritik, teori Modernisasi melihat bahwa kemiskinan dan keterbelakangan yang terjadi di negara Dunia Ketiga terjadi karena faktor internal di negara tersebut. Karena faktor internal itulah kemudian negara Dunia Ketiga tidak mampu mencapai kemajuan dan tetap berada dalam keterbelakangan. Paradigma inilah yang kemudian dibantah oleh teori Dependensi. Teori ini berpendapat bahwa kemiskinan dan keterbelakangan yang terjadi di negara-negara Dunia Ketiga bukan disebabkan oleh faktor internal di negara tersebut, namun lebih banyak ditentukan oleh faktor eksternal dari luar negara Dunia Ketiga itu.B. Rumusan MasalahAdapun beberapa hal yang menjadi rumuasan masalah dalam makalah ini, antara lain:1. Bagaimana sejarah perkembangan Teori Dependensi?2. Bagaimana asumsi-asumsi dasar Teori Dependensi?3. Bagaimana Teori Dependensi tersebut?4. Bagaimana kritik terhadap Teori Dependensi?

C. Tujuan1. Untuk mengetahui bagaimana sejarah perkembangan Teori Dependensi.2. Untuk mengetahui bagaimana asumsi-asumsi dasar tentang Teori Dependensi.3. Untuk mengetahui bagaimana teori Dependensi itu.4. Untuk mengetahui bagaimana kritik terhadap Teori Dependensi.

BAB IPEMBAHASAN

A. Sejarah Perkembangan Teori Dependensi

Secara historis, teori Dependensi lahir atas ketidakmampuan teori Modernisasi membangkitkan ekonomi negara-negara terbelakang, terutama negara di bagian Amerika Latin.[footnoteRef:2][1] Secara teoritik, teori Modernisasi melihat bahwa kemiskinan dan keterbelakangan yang terjadi di negara Dunia Ketiga terjadi karena faktor internal di negara tersebut. Karena faktor internal itulah kemudian negara Dunia Ketiga tidak mampu mencapai kemajuan dan tetap berada dalam keterbelakangan. [2: ]

Paradigma inilah yang kemudian dibantah oleh teori Dependensi. Teori ini berpendapat bahwa kemiskinan dan keterbelakangan yang terjadi di negara-negara Dunia Ketiga bukan disebabkan oleh faktor internal di negara tersebut, namun lebih banyak ditentukan oleh faktor eksternal dari luar negara Dunia Ketiga itu. Faktor luar yang paling menentukan keterbelakangan negara Dunia Ketiga adalah adanya campur tangan dan dominasi negara maju pada laju pembangunan di negara Dunia Ketiga. Dengan campur tangan tersebut, maka pembangunan di negara Dunia Ketiga tidak berjalan dan berguna untuk menghilangkan keterbelakangan yang sedang terjadi, namun semakin membawa kesengsaraan dan keterbelakangan. Keterbelakangan jilid dua di negara Dunia Ketiga ini disebabkan oleh ketergantungan yang diciptakan oleh campur tangan negara maju kepada negara Dunia Ketiga. Jika pembangunan ingin berhasil, maka ketergantungan ini harus diputus dan biarkan negara Dunia Ketiga melakukan roda pembangunannya secara mandiri. Ada dua hal utama dalam masalah pembangunan yang menjadi karakter kaum Marxis Klasik: 1. Negara pinggiran yang pra-kapitalis adalah kelompok negara yang tidak dinamis dengan cara produksi Asia, tidak feodal dan dinamis seperti tempat lahirnya kapitalisme, yaitu Eropa. 2. Negara pinggiran akan maju ketika telah disentuh oleh negara pusat yang membawa kapitalisme ke negara pinggiran tersebut. Ibaratnya, negara pinggiran adalah seorang putri cantik yang sedang tertidur, ia akan bangun dan mengembangkan potensi kecantikannya setelah disentuh oleh pangeran tampan. Pangeran itulah yang disebut dengan negara pusat dengan ketampanan yang dimilikinya, yaitu kapitalisme. Pendapat inilah yang kemudian dibantah oleh teori Dependensi. Bantahan teori Dependensi atas pendapat kaum Marxis Klasik ini juga ada dua hal. 1. Negara pinggiran yang pra-kapitalis memiliki dinamika tersendiri yang berbeda dengan dinamika negara kapitalis. Bila tidak mendapat sentuhan dari negara kapitalis yang telah maju, mereka akan bergerak dengan sendirinya mencapai kemajuan yang diinginkannya. 2. Justru karena dominasi, sentuhan dan campur tangan negara maju terhadap negara Dunia Ketiga, maka negara pra-kapitalis menjadi tidak pernah maju karena tergantung kepada negara maju tersebut. Ketergantungan tersebut ada dalam format neo-kolonialisme yang diterapkan oleh negara maju kepada negara Dunia Ketiga tanpa harus menghapuskan kedaulatan negara Dunia Ketiga, (Arief Budiman, 2000:62-63). Disamping itu, lahirnya teori dependensi ini juga dipengaruhi dan merupakan jawaban atas krisis teori Marxis ortodoks di Amerika Latin. Menurut pandangan Marxis ortodoks, Amerika Latin harus mempunyai tahapan revolusi industri borjuis sebelum melampaui revolusi sosialis proletar. Namun demikian Revolusi Repuplik Rakyat Cina (RRC) tahun 1949 dan revolusi Kuba pada akhir tahun 1950-an mengajarkan pada kaum cendikiawan, bahwa negara dunia ketiga tidak harus mengikuti tahapan-tahapan perkembangan tersebut. Tertarik pada model pembanguan RRC dan Kuba, banyak intelektual radikal di Amerika Latin berpendapat, bahwa negara-negara Amerika Latin dapat saja langsung menuju dan berada pada tahapan revolusi sosialis.

B. Asumsi Dasar Teori Dependensi Keadaan ketergantungan dilihat dari satu gejala yang sangat umum, berlaku bagi seluruh negara dunia ketiga. Teori dependensi berusaha menggambarkan watak-watak umum keadaan ketergantungan di Dunia Ketiga sepanjang perkembangan kapitalisme dari Abad ke-16 sampai sekarang Ketergantungan dilihat sebagai kondisi yang diakibatkan oleh faktor luar, sebab terpenting yang menghambat pembangunan karenanya tidak terletak pada persoalan kekurangan modal atau kekurangan tenaga dan semangat wiraswasta, melainkan terletak pada diluar jangkauan politik ekonomi dalam negeri suatu negara. Warisan sejarah kolonial dan pembagian kerja internasional yang timpang bertanggung jawab terhadap kemandekan pembangunan negara Dunia Ketiga Permasalahan ketergantungan lebih dilihatnya sebagai masalah ekonomi, yang terjadi akibat mengalir surplus ekonomi dari negara Dunia Ketiga ke negara maju. Ini diperburuk lagi kerena negara Dunia Ketiga mengalami kemerosotan nilai tukar perdagangan relatifnya. Situasi ketergantungan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari proses polarisasi regional ekonomi global. Disatu pihak, mengalirnya surplus ekonomi dari Dunia Ketiga menyebabkan keterbalakangannya, satu faktor yang mendorong lajunya pembangunan dinegara maju. Keadaan ketergantungan dilihatnya sebagai suatu hal yang mutlak bertolak belakang dengan pembangunan. Bagi teori dependensi, pembangunan di negara pinggiran mustahil terlaksana. Sekalipun sedikit perkembangan dapat saja terjadi dinegara pinggiran ketika misalnya sedang terjadi depresi ekonomi dunia atau perang dunia. Teori dependensi berkeyakinan bahwa pembangunan yang otonom dan berkelanjutan hampir dapat dikatakan tidak mungkin dalam situasi yang terus menerus terjadi pemindahan surplus ekonomi ke negara maju. Teori Dependensi juga lahir atas respon ilmiah terhadap pendapat kaum Marxis Klasik tentang pembangunan yang dijalankan di negara maju dan berkembang. Aliran neo-marxisme yang kemudian menopang keberadaan teori Dependensi ini.C. Teori Dependensi (Ketergantungan)Secara garis besar, teori Dependensi adalah suatu keadaan dimana keoutusan-keputusan utama yang mempengaruhi kemajuan ekonomi di Negara berkembang seperti keputusan mengenai harga komoditi, pola investasi, hubungan moneter, dibuat oleh individu atau institusi di luar Negara yang bersangkutan.[footnoteRef:3][2] [3: ]

Pada umumnnya memberikan gambaran melalui analisis dialektesis yaitu suatu analisis yang menganggap bahwa gejala-gejala social yang dapat diamati sehari-hari pasti mempunyai penyebab tertentu[footnoteRef:4][3]. Teori ini menjadi titik tolak penyusaian ekonomi terbelakang pada system dunia, sedemikian rupa sehingga menyebabkan terjadinya penyerahan sumber penghasilan daerah ke pusat, sehingga mengakibatkan perekonomian daerah menjadi terbelakang. [4: ]

Menurut Servaes (1986), teori-tteori Dependensi dan keterbelakangan lahir sebagai hasil revolusi intelektual secara umum pada pertengahan tahun 60-an sebagai tantangan para ilmuan Amerika Latin terhadap pandangan Barat mengenai pembangunan . meskipun paradigm Dependensi dapat dikatakan asli Amerika Latin, namun bapak pendiri perspektif ini adalah Baran, yang bersama Magdoff dan Sweezy merupakan juru bicara kelompok North American Monthly Review.Baran merupakan orang pertama dalam mengemukakan bahwa pembangunan dan keterbelakangan harus dilihat sebagai suatu proses yang: (a) saling berhubungan dan berkesinambungan (interrelated and continuous process), dan (b) merupakan dua aspek dari satu proses yang sama, daripada suatu keadaan eksistensi yang orisinil.Teori-teori mengenai ketergantungan dan keterbelakangan telah digambarkan dalam studi-studi yang dilakukan Celso Furtado, Andre Gunder Frank, Theotonio Dos Santos, Fernando Henrique Cardoso dan lain-lain. Pada umumnya mereka itu membahas secara serius masalah colonial yang secara historis membekas pada pertumbuhan di negara-negara Amerika Latin, Afrika dan Asia. Menurut mereka, kecuali dengan suatu pengenalan yang eksplisit akan konsekuensi hubungan tersebut, maka mustahil dapat diperoleh suatu pengertian yang akurat mengenai situsi yang sekarang di negara-negara tersebut. Dengan kata lain bahwa keterbelakangan yang ada sekarang ini merupakan konsekuensi masa penjajahan yang telah dialami oleh negara-negara baru.Proses keterbelakangan yang melanda negara-negara baru, menurut Furtado (1972) meliputi tiga tahapan historis yang terdiri dari[footnoteRef:5][4]: [5: ]

1. Tahap keuntungan-keuntungan komparatif. Selama periode seusai revolusi industry, ketika system divisi tenaga kerja internasional diciptakan dan ekonomi dunia distrukturkan, negara-negara industry pada umumnya menspesialisasikan diri pada kegiatan-kegiatan yang ditandai dengan kemajuan teknik yang menyebar. 2. Tahap substitusi impor. Terbentuknya suatu kelompok social kecil dengan keistimewaan (privilages) dikalangan bangsa-bangsa yang terbelakang menimbulkan suatu keharusan untuk mengimpor sejumlah barang-barang tertentu guna memenuhi pola konsumsi yang telah diadopsi kelompok ini dalam meniru bangsa yang kaya.3. Tahap berkembangnya perusahaan multi-nasional (PMN). Timbulnya PMN telah menjadi suatu fenomena terpenting dalam tatanan ekonomi internasional, karena transaksi internal yang dilakukan oleh PMN telah mengambil alih operasi pasar yang ada selama ini. Cardozo menunjukkan unsur keempat yang menunjang proses keterbelakangan ini, yaitu semakin mantapnya elit-elit local domestic di Negara berkembang oleh elit internasional. Suatu analisis kelas menunjukkan bahwa kemimpinan di banyak Negara berkembang-khususnya di Negara yang paling terintegrasi ke dalam ekonomi pasar dunia-adalah didukung oleh jalinan hubungan-hubungan bisnis, social dan politik yang dibina selama bertahun-tahun dan dipimpin oleh negara-negara maju.Sterusnya Baran dan Hobsbauw (1961) menegaskan bahwa untuk menanggulangi masalah keterbelakangan, harus dipahami lebih dulu mengapa negara-negara tersebut menjadi terbelakang? Dalam teori tahapan pertumbuhan ekonomi dan model-model pembangunan yang dipengaurhinya tampak seakan-akan negara-negara yang disebut terbelakang itu muncul begitu saja entah dari mana.Dalam teori semacam itu, negara-negara yang belum berkembang itu digambarkan seolah-olah tidak punya riwayat sejarah, dan mereka begitu saja dikelompokkan bersama di bawah satu label: masayarakat tradisional.Padahal sekarang ini, bahkan suatu pengenalan yang sederhana mengenai sejarah menunjukkan bahwa ketrbelakangan bukan sesuatu yang orisinal atau tradisional, dan tidak pula bahwa masa lalu atau masa kini dari Negara terbelakang mengingatkan pada aspek mana pun dari negara-negara yang kini telah maju (Frank, 1972).Hubungan ketrgantungan tersebut bukan semata-mata dibidang ekonimi saja. Para penulis seperti Freire (1968) dan Rayan (1971) menunjukkan bahwa disebarluaskannya idoelogi-ideologi, system-sistem keyakinan, konglomerasi nilai-nilai, dan lain-lain dari negara-negara maju di negara-negara satelit merupakan suatu cara untuk melegitimasikan struktur-struktur kekuasaan yang ada sekarang, berikut keadaan ketergantungan tadi.D. Kritik Terhadap Teori DependensiSetelah menghadapi sekian banyak tudingan dari teorisi Dependensi, banyak juga para analis pembangunan yang berpegangan pada teori awal tadi yang merasa bahwa hal-hal yang dikemukakan dalam teori Dependensi itu sesuatu yang dilebih-lebihkan. Adapun yang menuduh :kaum dependista telah mendistorsikan sejarah dalam kupasan mereka, terutama yang menyangkut hubunagan antara negara-negara maju dengan negara-negara terbelakang. Namun, nyatanya teori Dependensi dan keterbelakangan tersebut memang mendapat pengaruh yang besar di tengah negara-negara sedang berkembang.Menurut Servaes (1986), hal-hal yang dikritik pada teori Dependensi dan keterbelakangan itu pada pokoknya adalah[footnoteRef:6][5]: [6: ]

1. Bahwa pandangan kaum dependensia tentang kontradiksi yang fundamental di dunia antara Pusat dan Periferi ternyata tidak berhasil memperhitungkan struktur-struktur kelas yang bersifat internal dan kelas produksi di Periferi yang menghambat terbentukya tenaga produktif.2. Bahwa teori Dependensi cenderung untuk berfokus kepada masalah pusat dan modal internasional karena kedua ha itu dipersalahkan sebagai penyebab kemiskinan dan keterbelakangan, ketimbang masalah pembentukan kelas-kelas local.3. Teori Dependensi telah gagal dalam memperbedakan kapitalis dengan feodalis; atau bentuk-bentuk pengendalian produser masa prakapitalis lainnya dan apropriasi surplus.4. Teori Dependensi mengabaikan produktifitas tenaga kerja sebagai titik sentral dalam pembangunan ekonomi nasional, dan meletakkan tenaga penggerak (motor force) dari pembangunan kapitalis dan masalah keterbelakangan pada transfer surplus ekonomi Pusat ke Periferi.5. Teori Dependendi juga dinilai menggalakan suatu ideology berorientasi ke Dunia Ketiga yang meruntuhkan potensi solodaritas kelas internasional dengan menyatukan semuanya sebagai musuh, yakni baik elit maupun massa yang berada di bangsa-bangsa Pusat.6. Teori Dependensi dinilai statis karena ia tidak mampu menjelaskan dan memperhitungkan perubahan-perubahan ekonomi di negara-negara terbelakang menurut waktunya.

BAB IIIKESIMPULANTeori Dependensi adalah suatu keadaan dimana keoutusan-keputusan utama yang mempengaruhi kemajuan ekonomi di Negara berkembang seperti keputusan mengenai harga komoditi, pola investasi, hubungan moneter, dibuat oleh individu atau institusi di luar Negara yang bersangkutan.Secara historis, teori Dependensi lahir atas ketidakmampuan teori Modernisasi membangkitkan ekonomi negara-negara terbelakang, terutama negara di bagian Amerika Latin. Secara teoritik, teori Modernisasi melihat bahwa kemiskinan dan keterbelakangan yang terjadi di negara Dunia Ketiga terjadi karena faktor internal di negara tersebut. Karena faktor internal itulah kemudian negara Dunia Ketiga tidak mampu mencapai kemajuan dan tetap berada dalam keterbelakangan. Setelah menghadapi sekian banyak tudingan dari teorisi Dependensi, banyak juga para analis pembangunan yang berpegangan pada teori awal tadi yang merasa bahwa hal-hal yang dikemukakan dalam teori Dependensi itu sesuatu yang dilebih-lebihkan. Adapun yang menuduh :kaum dependista telah mendistorsikan sejarah dalam kupasan mereka, terutama yang menyangkut hubunagan antara negara-negara maju dengan negara-negara terbelakang. Namun, nyatanya teori Dependensi dan keterbelakangan tersebut memang mendapat pengaruh yang besar di tengah negara-negara sedang berkembang.

A. Latar Belakang Teori Dependensia muncul sebagai kritik dan alternatif dari teori Modernisasi. Muncul sebagai jawaban atas kegagalan program yang dijalankan oleh Komisi Ekonomi PBB untuk Amerika Latin yang dikenal ECLA. Teori ini mengacu pada teori struktural, dimana untuk menjelaskan tingkah laku manusia dan proses sosial yang terjadi dengan cara mencari faktor-faktor lingkungan material manusia sebagai penyebabnya. Aliran ketergantungan muncul dari pertemuan dua kecenderungan intelektual utama, yaitu :1. Berakar pada diskusi pemikiran strukturalis Amerika Latin tentang pembangunan, yang akhirnya membentuk tradisi CEPAL. 2. Tradisi Marxis, yang selanjutnya mengandung beberapa orientasi teoretis: Marxisme klasik, Marxisme-Leninisme, neo-Marxisme. Konsep neo-Marxisme mencerminkan tranformasi pemikiran Marxis dari pendekatan tradisional, yang menekankan konsep pembangunan dan pada dasarnya berpandangan Eropasentris, ke pendekatan baru, yang menekankan konsep keterbelakangan dan mencerminkan pandangan Dunia Ketiga. Marxisme (seperti yang ditafsirkan oleh Lenin), memandang imperialisme dalam perspektif pusat; neo-Marxisme, sebaliknya, memandang imperialisme dari sudut pandang pinggiran. Analisis Marxis tentang kelas secara spesifik didasarkan pada pengalaman Eropa dan menekankan misi emansipatoris kaum proletariat industri, sementara kelompok neo-Marxis memiliki pandangan yang jauh lebih terbuka mengenai potensi revolusioner kelompok-kelompok lain, misalnya petani. Teori struktural sering dianggap bersumber pada teori yang dilontarkan oleh Karl Marx, terutama teorinya tentang bangunan bawah atau base, dan bagunan atas atau superstructure. Dalam salah satu karyanya, Marx Dab Engels pernah menyatakan bahwa masa depan dari teori Negara-negara yang terbelakang dapat dilihat pada Negara-negara yang sudah maju. Bagi Marx, dunia akan berkembang menuju kapitalisme global. Oleh karena itu tidak dapat dihindari lagi, seluruh Negara di dunia akan menjadi Negara kapitalis. Masyarakat terdiri atas berbagai komponen yang memiliki perbedaan-perbedaan kepentingan bahkan cenderung konflik. Teori ketergantungan mengacu pada pendapat Karl Marx tentang masyarakat yang digambarkan sebagai satu kesatuan sistem atas dua struktur utama: 1. Struktur atas/ superstructure (bangunan atas/ idea tau non material)2. Struktur bawah/ base structure (bangunan bawah/ kondisi material)Dimana struktur atas digerakkan oleh struktur bawah. Struktur bawah adalah sistem ekonomi, sedangkan struktur atas terdiri dari sistem budaya, ideologi, politik dan sistem sosial. Struktur bawah digambarkan oleh adanya pertentangan kelas antara pemilik modal (borjuis) dan pekerja (proletar) atau dengan kata lain sebagai aspek struktur gejala sosial. Jadi, bila struktur bawah berubah, maka struktur atas akan mengikutinya (aspek materi lebih penting dari aspek ide). Perkembangan masyarakat diungkapkan dalam analisis materialisme-dialektika yang mempengaruhi sistem-sistem dalam struktur atas. Pertentangan kelas tersebut kemudian menghasilkan perkembangan masyarakat.B. Tokoh-tokoh Penganut Teori Dependensia dan Beberapa PemikirannyaTeori dependensia telah dikembangkan sebagian besar oleh ilmuwan Amerika Latin antara lain: Celso Furtado, Theotonio Dos Santos, Fernando Henrique Cardoso, Oswaldo Sunkel, Enzo Faletto, Marini, dan Andre Gundre Frank serta Paul Baran. Kedua orang terakhir adalah ilmuwan non Amerika Latin yang sama-sama mengembangkan teori dependensia1. Furtado dan Sunkel Dipengaruhi oleh ECLA Dianggap sebagai pelopor Teori Dependensia) Celso Furtado adalah ekonom Brasil yang pada awalnya menganut paham modernisasi dan tergabung dalam program ECLA. Ia percaya bahwa masalah utama negara berkembang adalah kurangnya modal. Atas dasar itu, untuk memecahkan masalah tersebut, dilakukanlah substitusi impor. Awalnya Furtado merasa optimis melihat pertumbuhan industri di Brasil. Namun, pembangunan yang terjadi di Brasil justru membawa kudeta militer di Brasil. Furtado pun kecewa dan pesimis karena pembangunan terlalu menitik beratkan pada pertumbuhan industri dan menciptakan ketergantungan negara ketiga pada pihak asing. Sejak peristiwa kudeta di Brasil itu, Furtado meninggalkan Brasil dan pindah ke Paris untuk menerukan analisis terhadap pertumbuhan ekonomi (pembangunan) di negara Amerika Latin. Hasil pemikirannya membawa usulan bahwa negara berkembang harus mengambil sikap berdikari. Pemerintah hrus berani berjuang merestrukturisasi seluruh ekonomi sehingga teknologi modern harus disebarluaskan ke seluruh lapisan sector produksi. Sebab menurut Furtado, hal itulah yang akan menjamin pemertaan distribusi pendapatan dan akhinya akan mengakhiri marjinalisasi rakyat.

2. Cardoso dan Faletto Dipengaruhi Marxist Fernando Cordosa adalah Ekonom Brasil. Sedangkan Enzo Faletto adalah ilmuwan Chile. Menurut mereka, persoalan pembangunan yang ada di dunia tidak dapat dibatasi hanya pada pembahasan industri substitusi impor substitusi impor, atau hanya sekedar memperdebatkan strategi pertumbuhan dalam bentuk pilihan antara orientasi ekspor atau impor, pasar domestik atau pasar dunia. Persoalannya justru terletak pada ada atau tidaknya gerakan kerakyatan dan kesadaran kepentingan politik rakyat. Oleh karena itu, dalam pandangan Cardoso, yang perlu diperhatikan adalah justru usaha-usaha untuk membangkitkan gerakan kerakyatan, perjuangan kelas, perumusan kembali kepentingan politik, dan pembanguan aliansi politik yang diperlukan untuk menjaga struktur masyarakat, tetapi sekaligus juga membuka peluang adanya transformasi sosial. Dia berpendapat bahwa yang penting adalah bagaimana mengerti proses historis terjadinya keterbelakangan dinegara pingir dan deskripsi tentang keterbelakangan yang terjadi tersebut setelah bersentuhan dengan negara maju.

3. Dos Santos dan Marini Dipengaruhi Neo-Marxisme Dos Santos adalah adalah ekonom yang turut pindah ke Santiago, Chili. Bersama Marini dia melakukan analisis dan mengenalkan istilah baru terhadap pemikiran pebanguan ekonomi pada saat itu. Istilah yang dia keluarkan adalah the new dependence sebagai bentuk kritik terhadap kesalahan kebijakan substitusi impor. Menurut Dos Santos, rakyat Amerika Latin pada dasarnya menjadi bagian dari sistem kapitalis dunia. Dalam definisinya terungkap bahwa negara-negara pinggiran atau satelit pada dasarnya hanya merupakan bayangan dari negara-negara pusat atau metropolis. Dos santos menyatakan bahwa negara pinggiran atau satelit juga bisa berkembang, meskipun perkembangan ini merupakan perkembangan yang tergantung, perkembangan ikutan. Dari segi sejarah perkembangan, ia membedakan tiga bentuk ketergantungan, yaitu : Ketergantungan colonial : ditandai oleh monopoli perdagangan yang dilengkapi dengan monopoli tanah, tambang, dan tenaga kerja di negara jajahan. Ketergantungan finansial-industrial : ditandai dengan konsentrasi keuangan di centre dan investasi modal di negara periphery. Ketergantungan teknologis-industrial : ditandai dengan munculnya perusahaan multinasional. Negara-negara pinggiran, dalam usaha mengatasi keterbelakangannya percaya bahwa bila mereka bisa melakukan industrialisasi di negerinya, mereka bisa mengatasi persoalan yang ada. Persoalan tersebut antara lain : Negara-negara pinggiran yang mau melakukan industrialisasi membutuhkan valuta asing untuk mengimpor teknologi. Neraca perdagangan internasional negara-negara pinggiran terus mengalami defisit. Adanya monopoli teknologi dari negara-negara pusat membuat negara-negara pinggiran harus membayang sewa bila mau meminjam teknologi tersebut.

4. Gundre Frank Penggerak Teori Dependensia Andre Gundre Frank bergabung dengan lingkaran penganut teori dependensia pada tahun 1960-an, dan dialah yang menjadi motor penggerak perkembangan teori ini. Karena, dia menjadi terkenal secara internasioal setelah berhasil menyebarluaskan teori tersebut di kalangan akademis negara-negara berbahasa Inggris. Analisis Frank menekankan pada penggunaan surplus ekonomi yang menjadi sebab dari underdevelopment (keterbelakangan). Ada hubungan antara negara metropolis dan negara satelit. Mirip dengan istilah prebisch = pinggir dan pusat. Bagi Frank, sistem kapitalis dunia ditandai oleh struktur monopolis-satelite dimana metropolis mengeksploitasi satellite. Satelite cenderung semakin didominasi oleh metropolis dan semakin tergantung. Pada teori Frank, suatu pembangunan di negara satelit dipengaruhi oleh 3 komponen utama, yaitu: 1. Modal asing; 2. Pemerintah lokal di negara satelit; 3. Kaum borjuis lokal. Hasil pembangunan hanya terjadi di 3 kalangan tersebut, sedangkan rakyat kecil hanya sebagai buruh. Bagi Frank keterbelakangan hanya bisa diatasi melalui revolusi, yaitu revolusi yang melahirkan sistem sosialis Berbasis pada perspektif ini, aliran ketergantungan berpandangan bahwa aliran modernisasi tidak akan dapat mensejahterakan masysarakat Dunia Ketiga karena aliran ini mempertahankan statusquo kelompok yang berkuasa (yaitu Negara maju yang kapitalistik dan imperialis). Ciri-cirinya:1. Kehidupan ekonomi negara pinggir tergantung ke negara pusat2. Terjadinya kerjasama modal asing dengan kelas borjuasi dan kelas penguasa3. Terjadi ketimpangan yang kaya dan yang miskin terjadi ekploitasi rakyat kecil.

5. Raul Prebisch Menurut Prebisch, adanya teori pembagian kerja secara internasional yang didasarkan pada teori keunggulan komparatif, membuat Negara-negara di dunia melakukan spesialisasi produksinya. Oleh karena itu negara-negara di dunia dibagi menjadi 2 kelompok, Negara-negara pusat yang menghasilkan barang industri dan Negara-negara pinggiran yang memproduksikan barang-barang pertanian. Dengan kata lain, negara-negara dibagi atas negara maju (industri) dan terbelakang (pertanian), yang saling berdagang. Ada negara pusat dan negara pinggiran. Hubungan pusat dan pinggiran tak seimbang, tidak saling menguntungkan EKPLOITASI.

6. Paul Baran Baran berpendapat sentuhan Negara kapitalis maju kepada Negara pra kapitalis akan mengakibatkan Negara-negara pra kapitalis tersebut terhambat kemajuannya dan akan terus hidup dalam keterbelakangan. Perkembangan kapitalisme di Negara pinggiran berbeda dengan kapitalisme di Negara pusat. Di negara-negara pinggiran, sistem kapitalisme seperti terkena penyakit kretinisme. Dari studinya tentang kapitalisme di negara2 terbelakang melalui investasi modal asing, ternyata yang ada justru membuat surplus pada negara maju. Alasannya karena hasil investasi tersebut diambil oleh pendatang/ investor dan sebaliknya di negara berkembang/ pinggiran tidak terjadi akumulasi modal, tetapi malah penyusutan modal. 7. Robert A. PackenhamMenyebutkan kekuatan dan kelemahan dari teori ketergantungan

C. Ketajaman konsep ketergantungan Bagaimana mengukur derajat ketergantungan ? Tidak cukup hanya diukur konsepnya tapi juga derajajatnya. Perlu dipakai perhitungan kwantitatif.Menurut Christopher Chase-Dunn Melakukan perhitungan kwantitatif, yaitu mengukur investasi modal asing dan ketergantungan berpengaruh bagi pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pendapatan. Uraian mekanisme menunjukkan hasil negatif dan positif.

C. Makna ketergantungan Suatu keadaan dimana perekonomian Negara-negara tertentu dikondisikan oleh pembangunan dan perluasan perekonomian negara lain Hubungan ketergantungan terjadi bila negara yang dominan dapat memperluas dan self sustaining tapi sebaliknya tidak terjadi pada negara yang tidak dominan

D. Bentuk-bentuk ketergantungan dunia ketiga1. Kolonialisme2. Finansial3. Industrial dan teknologiE. Perdebatan tentang Imperialisme dan kolonialisme Teori GodMenyatakan bahwa motivasi utama dari orang-orang Eropa untuk mengarungi samudra dan berpetualang ke Negara-negara lain adalah untuk menyebarkan agama. Teori GloryMenjelaskan bahwa dorongan utama dari imperialism dan kolonialisme bukan kepentingan agama atau ekonomi tetapi kehausan akan kekuasaan dan kebesaran. Teori GoldImperialisme dan kolonialisme terjadi karena dorongan untuk mencari pasar dan investasi yang lebih menguntungkan