design method

Upload: marcella-ismanto

Post on 10-Mar-2016

6 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

arsitektur

TRANSCRIPT

DESIGN METHODSTUPA 1Nama / NIM : Marcella Ismanto / 00000007369

Untuk merancang sebuah arsitektur, arsitek dari zaman ke zaman menggunakan metode-metode yang terus berevolusi dan unik. Masing-masing arsitek memiliki caranya sendiri dalam merancang dan mencari ide; semuanya memilii kekurangan dan kelebihanwalaupun tentu tidak ada yang sempurna. Metode pertama dinamakan biomorphic architecture. Pada metode ini, rancangan arsitektur dipengaruhi oleh anatomi hewan, tumbuhan dan manusia (segala sesuatu yang berhubungan dengan alam). Metode ini dapat menciptakan bentuk yang lebih beragam dan bahkan memunculkan bentuk baru; seperti karya H.P. Berlage yang merancang sebuah kandil berdasarkan bentuk ubur-ubur. Di lain pihak, arsitek Vitruvius menerapkan proporsi tubuh manusia dalam perancangan bangunan. Kemudian terdapat metode quadrature dan triangulation, dimana perancangan menggunakan metode matematis dalam membagi suatu area menjadi beberapa bentuk. Kedua metode ini dapat menghasilkan rancangan-rancangan yang kompleks dan harmonis secara proporsi. Salah satu pelopor arsitek modern, Louis Sullivan, juga menggunakan metode quadrature dan metode lain untuk merancang.Salah satu metode yang menarik ialah dengan menggunakan inspirasi dari musik. Arsitektur digambarkan sebagai sebuah musik atau suara yang membeku. Cara yang digunakan Ernst Chladni untuk menangkap unsur-unsur musik menjadi sebuah arsitektur ialah dengan menaburkan pasir ke atas sebuah piringan besi atau kaca, kemudian menggesek senar biola di sisinya. Metode ini dapat menghasilkan sebuah pola (pattern) yang rumit (berbeda-beda bergantung pada ketebalan senar, fleksibilitas piringan, dsb). Selain itu, metode lain yang cukup terkenal yaitu dengan menejermahkan interval nada menjadi angka, kemudian dirumuskan kembali sehingga membentuk sebuah ruang. Walaupun begitu, saat arsitek-arsitek mengembangkan metode ini, banyak arsitek lain yang juga menejermahkannya secara struktural. Seorang arsitek, Bragdon, merasa tidak puas dengan metode menerjamhkan musik yang tradisional sehingga akhirnya bereksperimen dengan komposisi cahaya yang dapat bergerak. Dari konsep ini, instrument bernama luxorgan dan clavilus pun diciptakan. Lewat instrumen ini, ide Bragdon mengenai rancangan empat dimensional pun lahir. Menjelang abad ke-20, banyak arsitek-arsitek ataupun designer yang tertarik pada konsep empat dimensional ini. Salah satu contohnya ialah invisible architecture rancangan Marcos Novas yang dieksibisikan di Venice Biennale 2000. Instalasi ini terdiri dari bentuk tiga dimensional yang tidak dapat dilihat oleh mata manusia namun dimonitori oleh komputer. Saat tangan orang menyentuk bentuk ini, komputer akan mengenali gerakan ini dan merespon dengan menghasilkan sebuah suara yang khas.Proporsi menjadi sebuah aspek yang penting dalam bekerja dengan komposisi musik. Palladio, salah satu arsitek terkemuka pada zaman Renaissance, merancang villanya sedemikian rupa sehingga menghasilkan sebuah proporsi ruang yang sesuai dengan komposisi musik. Villa-villa rancangan Palladio diungkapkan bahwa masing-masing memiliki sebuah diagram atau pola yang sama, yaitu tartan / band grid. Arsitek lain, Le Corbusier belakangan pun percaya bahwa golden section merupakan kunci dari keindahan arsitektur. Namun karena proporsi irasional sulit diterapkan pada konstruksi bangunan, ia akhirnya menggunakan deret Fibonacci. Walaupun tidak semua orang meyakini keindahan golden section, penerapan proporsi yang konsisten dianggap dapat membuat orang dapat memiliki relasi secara visual dengan elemen-elemen pada komposisi arsitektur.Alvar Aalto pun menerapkan sistem porporsional pada rancangan bangunan, yang dapat terlihat dari Villa Mairea (1939). Metode rancangan Aalto terinspirasi gerakan pengunjung sehingga sirkulasi menjadi lebih cair dan fleksibel. Selain itu, bentuk dan organisasi spesifik pun diterapkan untuk menonjolkan fungsi ruang yang lebih penting. Oleh karena itu, ruang publik yang ia rancang seringkali memiliki bentuk yang tidak biasa (cenderung memiliki bentuk seperti kipas yang mencerminkan denah teater Yunani). Aalvar sendiri menjelaskan metode rancangannya dengan metode yang lebih abstrak; yaitu dengan bermain-main dengan coretan. Selain itu terdapat pula metode aleatorism oleh Alexander Cozens dengan cara membuat goresan-goresan tinta tidak sengaja dengan menggunakan kuas. Kemudian kertasnya dilecekkan dan diluruskan kembali sehingga menghasilkan pola-pola tinta yang acak. Selain itu, terdapat cara yang unik pula oleh Max Ernest; yaitu dengan metode frottage, yaitu dengan menggosok sebuah kertas pada permukaan yang bertekstur, dan grattage yaitu sebuah teknik dimana cat dilepas secara paksa dari kanvas.Selain metode-metode abstrak dan surealis, berkembang pula metode perancangan yang rasional dan objektif, terutama dikembangkan oleh arsitek-arsitek di Bauhaus. Menurut metode ini, rancangan arsitektural harus didasari oleh argumen yang solid juga berdasarkan dasar pengetahuan yang dapat diukur, diamati dan dianalisa. Lewat metode ini, ilmu pengetahuan lain seperti anatomi, geografi, material, dsb dipelajari lebih dalam demi mendapatkan rancangan yang sesuai. Contoh pengaplikasian dari metode ini dapat dilihat. Hugo Haring, misalnya, mengusulkan sebuah metode yang dinamakan Leistungsform, dimana sebuah bentuk seharusnya didapatkan lewat sebuah aksi khusus dan parameter spasial. Metode ini ia terapkan pada rancangan kandang sapi (1924-1925) di gut Garkau. Kandang sapi pada umumnya berbentuk persegi yang mudah dibangun dan diperluas, sedangkan rancangan Hugo Haring berbentuk oval dan sulit untuk dibangun. Walaupun begitu, Hugo Haring berargumen bahwa rancangan miliknya dapat memaksimalkan gerak sapi di kandang tersebut. Menurutnya, untuk mencapai konsep ini, seseorang harus memahami rahasia asal muasal bentuk. Dikatakan bahwa, hal ini dapat dicapai jika fungsinya benar-benar dipahami.Momentum baru pada metode perancangan meningkat pada 1960 berkat perkembangan aplikasi komputer. Muncul ide-ide mengenai sebuah mesin arsitektural yang dapat memproduksi sebuah rancangan dengan sendirinya. Selain itu, Stiny dan Mitchell membuat program yan gdapat menghasilkan denah dan tampak dengan karakteristik Palladian. Walaupun begitu, program perancangan arsitektural menjadi tidak berguna tidak memiliki fungsi mengevaluasi atau pemilahan. Seorang arsitek, Christopher Alexander, mengungkapkan bahwa salah satu masalah utama dari merancang arsitektural adalah dengan membuat pertanyaan secara linguistik yang bersifat abstrak. Ia lebih memilih sebuah metode dengan cara mengurai masalah menjadi bagian-bagian, kemudian dipecahkan dan digabungkan menjadi sebuah hirarki. Dari konsep tersebut, ia pun mengembangkan bahasa pola (pattern language). Metode ini dapat menghasilkan sebuah karya yang berkualitas dan tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata. Ia menjelaskan bahwa bangunan adalah sebuah proses tiada akhir dimana hasil terbaik didapatkan saat arsitek membantu manusia / klien dapat menemukan sebuah pola yang tepat. Bahasa pola ini dimaksudkan pada relasi antara objek, sebuah solusi dari masalah sederhana pada rancangan, dan masing-masing pola tidak dapat diaplikasikan secara sama seluruhnya. Contohnya ialah sebuah pola pada diagram bahwa bagian depan kafe sebaiknya dihadapkan pada jalan.Arsitek lain, Jacques Nivolas Louis Durand, mengusulkan sebuah metode yang lebih terukur dari metode Alexander; yaitu teori tipologi. Ia menganggap bahwa arsitektur merupakan seni dalam mengatur elemen-elemen seperti kolom, pintu masuk, tangga, dll secara ekonomis dan sederhana. Kebanyakan penganut teori tipologi mempercayai bahwa tipologi membagi bangunan menjadi berbagai klasifikasi. Misalnya adalah sebuah gereja basilika dimana denah memiliki organisasi linear dengan aula tengah yang didampingi dua atau empat lorong. Tipologi ini telah populer selama puluhan tahun dan banyak gereja yang walaupun terlihat berbeda, namun tetap termasuk pada kategori basilika ini. Neue Staatsgalerie (1978 1983) karya James Stirling merupakan sebuah rancangan tipologi postmodern yang terkenal. Ia menggabungkan dua pola tipologi yang sama sekali berbeda dalam perancangan bangunan namun tetap menghasilkan sebuah rancangan yang utuh. Menggabungkan dua tipologi yang berbeda cukup populer pada masa itu dan diterapkan pula oleh Le Corbusier dalam The Notre Dame du Haut chapel di Ronchamp. Ia menggabungkan organisasi longitudinal dan denah cruciform dalam rancangan chapelnya. Metode tipologi bukanlah satu-satunya metode yang memiliki preseden. Arsitek, seperti Ludwig Mies van der Rohe, khususnya dapat merancang suatu arsitektur yang terinspirasi dari sebuah arsitektur kuno. Pada German Pavilion di Barcelona rancangannya, ia mengambil banyak preseden dari karya-karya arsitektur ataupun seni kuno, seperti dari sebuah lukisan dari De Sitjl , Prairie Houses karya Frank Lloyd Wright, Parthenon di Athena, dsb. Walaupun begitu, saat menggunakan preseden, amat diharuskan untuk mengubah dan mengembangkannya, tidak mengambilnya mentah-mentah.Untuk metode rancangan yang merespons terhadap konteks arsitektural, terdapat metode regionalisme. Metode ini berusaha mengangkat aspek-aspek yang didapat dari lokasi suatu bangsa. Pada metode ini, arsitek lebih banyak memberi perhatian pada pemilihan material yang berasal dari lokal. Bukan hanya befungsi sebagai estetika, melainkan karena material local cenderung lebih cocok pada iklim dan cuaca pada daerah konteks tersebut. Selain itu terdapat istilah critical regionalism oleh Kenneth Frampton dimana konsep ini lebih berfokus pada spesialisasi local demi menghindari kesamaan pada rancangan modern. Oleh karena itu, ia menyarankan arsitek lain untuk menggunakan material lokal secara tektonik, yaitu memperlihatkan konstruksi asli, dibandingkan dengan konstruksi yang bersifat abstrak yang khas dari rancangan modern. Contohnya ialah sebuah rumah rancangan Mario Botta di Ticino, Swiss. Ia mengaplikasikan sebuah rancangan yang sederhana dan bersifat geometris namun tetap memiliki aspek-aspek dari bangunan lokal lewat pemilihan warna dan material. Tidak hanya itu, terdapat pula sebuah metode yang dinamakan contextualism. Metode ini diterapkan oleh O. M. Ungers dengan menggambar sebuah diagram abstrak mengenai morfologi lingkungan (seperti sudut atap, tekstur, dsb) kemudian membuat sebuah komposisi baru yang mengandung aspek-aspek tersebut.Metode lain dinamakan superposition dan scaling. Arsitek Peter Eisenman, misalnya, telah bereksperimen dengan banyak metode rancangan yang kompleks. Mungkin dapat dikatakan, ia mengembangkan metode yang berbeda-beda untuk projek yang berbeda-beda. Scaling merupakan contoh ang baik untuk menjelaskan metode rancangan Eisenman. Selain itu, terdapat pula metode melipat yang sering diasosiasikan dengan origami. Terdapat pula sebuah metode yang cukup menarik, yaitu metode diagram. Metode ini berkaitan dengan organisasi, relasi, dan kemungkinan-kemungkinan. Ben van Berkel dan Caroline Bos pun menghasilkan banyak jenis diagram, seperti notasi music, gambar dari bangunan industry, dsb.Secara kesimpulan, metode-metode yang telah dijabarkan di atas masing-masing memiliki kekurangan dan kelebihan. Metode-metode ini pun diterapkan sesuai dengan tugas dan keperluan masing-masing rancangan. JIka bangunan ini ingin menarik perhatian orang banyak dan ingin bersifat monumental, akan baik untuk menggunakan metode aleatory, surrealist, atau deconstructivist; jika ingin menghasilkan bangunan yang murah, maka metode modular dapat diterapkan. Dengan ini, maka pemilihan metode yang tepat yang sesuai dengan fungsi bangunan akan menjadikan arsitektur itu berhasil. Walaupun begitu, sebagai seorang arsitek, intuisi dapat menjadi metode pilihan. Seorang arsitek terkenal Frank Lloyd Wright mengungkapkan bahwa inspirasi designnya berasal dari mimpi. Entah apa yang dikatakannya benar atau tidak, inspirasi saja tidak cukup. Bagaimana kita melihat dan mengolah inspirasi itulah yang akan menentukan hasilnya.