desain kawasan konservasi mangrove untuk meningkatkan

14
Bonorowo Wetlands 5 (2): 63-76, December 2015 ISSN: 2088-110X, E-ISSN: 2088-2475 DOI: 10.13057/bonorowo/w050202 Desain kawasan konservasi mangrove untuk meningkatkan resiliensi Delta Cimanuk, Indramayu, Jawa Barat terhadap perubahan iklim The desain of mangrove conservation area to increase resilience of Cimanuk Delta, Indramayu, West Java to climate change HADIANA, AGUSTINUS M. SAMOSIR Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor 16680, Jawa Barat Manuskrip diterima: 13 Maret 2015. Revisi disetujui: 12 Juli 2015. Abstract. Hadiana, Samosir AM. 2015. The design of mangrove conservation area to increase resilience of Cimanuk Delta, Indramayu, West Java to climate change. Bonorowo Wetlands 5: 63-76. Indramayu is one of coastal area in North Java many encountered caused impact by climate change, this seemed from storm intensity, abrasion and flood that happened more frequent. One of the management effort to reduce these impacts is the conservation. Conservation planning integrated into one form designation of conservation areas. This research aim was to determine the variable of coastal resources that are related to protection and gave the alternative plan of conservation area as an effort to brought back Cimanuk Delta condition toward climate change. The plan in scenario one generated core zone about 97,27 km 2 , limited utilization zone 75,35 km², sustainable fisheries zone 149,30 km², and others zone 116,07 km² of total aquatic study in Coastal of Indramayu (Delta Cimanuk) that have a total area about 437,9890 km². The plan in scenario two generated core zone about 102,07 km², and the plan in scenario three generated core zone about 120,45 km. Overall, the location that always selected as a conservation area located around Cemara, Pabean Ilir, Cantigi and Pagirikan Coastal area. Keywords: Cimanuk Delta, conservation, coastal area, planning, scenario PENDAHULUAN Indramayu merupakan salah satu daerah pesisir Utara Jawa yang pantainya mengalami banyak perubahan selama 12 tahun terakhir. Perubahan yang terjadi utamanya diakibatkan perubahan iklim. Hal ini terlihat dari intensitas badai, banjir, abrasi, dan sedimentasi yang semakin sering. Salah satu upaya untuk mencegah dampak perubahan iklim adalah dengan melindungi pesisir melalui hutan mangrove dan sempadan pantai. Ekosistem mangrove selain sebagai pelindung pesisir dari abrasi, badai, dan lainnya, juga memiliki fungsi sebagai penyedia sumber makanan, daerah mencari makan, membesarkan diri, dan memijah bagi biota. ekosistem mangrove di Indramayu terbentang sepanjang pesisir, yang sebagian besar berada di Daerah Aliran Sungai (DAS) Cimanuk dan bermuara di Delta Cimanuk. Sumberdaya ikan di Delta Cimanuk ini cukup banyak diantaranya sekitar 98 jenis ikan dari 39 famili (Samosir et al. 2014). Pemanfaatan sumber daya ikan di Delta Cimanuk dilakukan secara berlebihan yang mana semua jenis ikan dalam berbagai ukuran ditangkap tanpa diseleksi berdasarkan ukuran. Hal ini menjadi masalah bagi sumberdaya ikan di Delta Cimanuk. Oleh karena itu diperlukan upaya pengendalian penangkapan yang ditargetkan, mengingat potensi sumber daya ikan di Delta Cimanuk ini mempunyai peran yang sangat penting bagi kehidupan generasi yang akan datang. Salah satu upaya pengelolaan tersebut adalah melalui pendekatan konservasi, dengan pendekatan ini pemanfaatan tidak dapat dipisahkan dari aspek perlindungan dan pelestarian. Bentuk perencanaan yang direkomendasikan dari pendekatan konservasi adalah penetapan kawasan konservasi. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan variabel ekologi dan sosial sumber daya pesisir dan lingkunganya yang berhubungan dengan perlindungan dan memberikan alternatif rancangan kawasan konservasi sebagai upaya untuk meningkatkan resiliensi Delta Cimanuk terhadap perubahan iklim. BAHAN DAN METODE Lokasi dan waktu penelitian Pengambilan data pada penelitian ini dilakukan bulan Juli hingga September 2014 yang berlokasi di Delta Sungai Cimanuk, Indramayu, Provinsi Jawa Barat (Gambar 1). Data penelitian yang diambil meliputi data primer dan sekunder, terdiri dari fitur konservasi dan fitur biaya. Pengumpulan data Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui observasi lapangan (pemetaan partisipatif) dan melalui hasil wawancara semi terstruktur dengan pengguna terkait (stakeholder) di wilayah tersebut, meliputi kondisi sumber daya perikanan dan sosial budaya masyarakat. Data sekunder berupa data spasial kondisi pesisir Indramayu yang diperoleh dari Dinas Perikanan dan Kelautan serta Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Indramayu

Upload: others

Post on 19-Oct-2021

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Desain kawasan konservasi mangrove untuk meningkatkan

Bonorowo Wetlands 5 (2): 63-76, December 2015 ISSN: 2088-110X, E-ISSN: 2088-2475DOI: 10.13057/bonorowo/w050202

Desain kawasan konservasi mangrove untuk meningkatkan resiliensiDelta Cimanuk, Indramayu, Jawa Barat terhadap perubahan iklim

The desain of mangrove conservation area to increase resilience of Cimanuk Delta, Indramayu,West Java to climate change

HADIANA, AGUSTINUS M. SAMOSIRDepartemen Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor 16680, Jawa Barat

Manuskrip diterima: 13 Maret 2015. Revisi disetujui: 12 Juli 2015.

Abstract. Hadiana, Samosir AM. 2015. The design of mangrove conservation area to increase resilience of Cimanuk Delta, Indramayu,West Java to climate change. Bonorowo Wetlands 5: 63-76. Indramayu is one of coastal area in North Java many encountered causedimpact by climate change, this seemed from storm intensity, abrasion and flood that happened more frequent. One of the managementeffort to reduce these impacts is the conservation. Conservation planning integrated into one form designation of conservation areas.This research aim was to determine the variable of coastal resources that are related to protection and gave the alternative plan ofconservation area as an effort to brought back Cimanuk Delta condition toward climate change. The plan in scenario one generated corezone about 97,27 km2, limited utilization zone 75,35 km², sustainable fisheries zone 149,30 km², and others zone 116,07 km² of totalaquatic study in Coastal of Indramayu (Delta Cimanuk) that have a total area about 437,9890 km². The plan in scenario two generatedcore zone about 102,07 km², and the plan in scenario three generated core zone about 120,45 km. Overall, the location that alwaysselected as a conservation area located around Cemara, Pabean Ilir, Cantigi and Pagirikan Coastal area.

Keywords: Cimanuk Delta, conservation, coastal area, planning, scenario

PENDAHULUAN

Indramayu merupakan salah satu daerah pesisir UtaraJawa yang pantainya mengalami banyak perubahan selama12 tahun terakhir. Perubahan yang terjadi utamanyadiakibatkan perubahan iklim. Hal ini terlihat dari intensitasbadai, banjir, abrasi, dan sedimentasi yang semakin sering.Salah satu upaya untuk mencegah dampak perubahan iklimadalah dengan melindungi pesisir melalui hutan mangrovedan sempadan pantai.

Ekosistem mangrove selain sebagai pelindung pesisirdari abrasi, badai, dan lainnya, juga memiliki fungsisebagai penyedia sumber makanan, daerah mencari makan,membesarkan diri, dan memijah bagi biota. ekosistemmangrove di Indramayu terbentang sepanjang pesisir, yangsebagian besar berada di Daerah Aliran Sungai (DAS)Cimanuk dan bermuara di Delta Cimanuk. Sumberdayaikan di Delta Cimanuk ini cukup banyak diantaranyasekitar 98 jenis ikan dari 39 famili (Samosir et al. 2014).

Pemanfaatan sumber daya ikan di Delta Cimanukdilakukan secara berlebihan yang mana semua jenis ikandalam berbagai ukuran ditangkap tanpa diseleksiberdasarkan ukuran. Hal ini menjadi masalah bagisumberdaya ikan di Delta Cimanuk. Oleh karena itudiperlukan upaya pengendalian penangkapan yangditargetkan, mengingat potensi sumber daya ikan di DeltaCimanuk ini mempunyai peran yang sangat penting bagikehidupan generasi yang akan datang. Salah satu upayapengelolaan tersebut adalah melalui pendekatan konservasi,dengan pendekatan ini pemanfaatan tidak dapat dipisahkan

dari aspek perlindungan dan pelestarian. Bentukperencanaan yang direkomendasikan dari pendekatankonservasi adalah penetapan kawasan konservasi.

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan variabelekologi dan sosial sumber daya pesisir dan lingkunganyayang berhubungan dengan perlindungan dan memberikanalternatif rancangan kawasan konservasi sebagai upayauntuk meningkatkan resiliensi Delta Cimanuk terhadapperubahan iklim.

BAHAN DAN METODE

Lokasi dan waktu penelitianPengambilan data pada penelitian ini dilakukan bulan

Juli hingga September 2014 yang berlokasi di Delta SungaiCimanuk, Indramayu, Provinsi Jawa Barat (Gambar 1).Data penelitian yang diambil meliputi data primer dansekunder, terdiri dari fitur konservasi dan fitur biaya.

Pengumpulan dataData yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari

data primer dan data sekunder. Data primer diperolehmelalui observasi lapangan (pemetaan partisipatif) danmelalui hasil wawancara semi terstruktur dengan penggunaterkait (stakeholder) di wilayah tersebut, meliputi kondisisumber daya perikanan dan sosial budaya masyarakat. Datasekunder berupa data spasial kondisi pesisir Indramayuyang diperoleh dari Dinas Perikanan dan Kelautan sertaDinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Indramayu

Page 2: Desain kawasan konservasi mangrove untuk meningkatkan

Bonorowo Wetlands 5 (2): 63-76, December 201564

Jawa Barat. Analisis zonasi kawasan konservasi dilakukandengan perangkat Marxan dengan dua macam input data,yaitu data fitur konservasi dan data fitur biaya.

Fitur konservasiFitur konservasi merupakan parameter ekologi yang

harus dilindungi. Pada penelitian ini fitur tersebut berupasumber daya perikanan dan habitatnya serta daerah yangharus dilindungi, yaitu arboretrum mangrove, mangrove,sempadan pantai dan daerah rawan abrasi. Berdasarkanstudi pendahuluan, dipilih prioritas sumber daya perikananuntuk penentuan kawasan konservasi. Pertimbangan yangdigunakan, yaitu jumlahnya yang terancam atau merupakansumber daya perikanan ekonomis penting. Fitur yangterpilih berupa sumber daya ikan kerapu lumpur(Ephinephelus sp.), benur udang windu (Penaeusmonodon) kakap putih (Lates calcarifer) dan kuro(Eleutheronema sp.).

Fitur biayaFitur biaya dalam input Marxan berupa data tentang

pemanfaatan sumber daya, kawasan, dan ancaman terhadapsumber daya yang meliputi instalasi minyak, ancaman

minyak, fishing ground, PPI, tambak, wisata pancing,pemukiman penduduk, sebaran sedimen, dan pemanfaatanmangrove. Data tersebut diperoleh dari pengamatanlangsung di lapangan dan hasil wawancara denganmasyarakat pengguna langsung sumber daya tersebut.Penentuan jumlah responden dan teknik pengambilancontoh dalam penelitian ini dilakukan secara accidentalsampling kepada nelayan sekitar.

Daerah Kajian/Area of Interest (AOI)Area of Interest (AOI) merupakan daerah lingkup

kajian dalam penentuan kawasan konservasi. AOI yangtelah ditentukan dibentuk menjadi beberapa planning unit(pu) dengan satuan unit perencanaan heksagonal. Blok-blok bangunan dari sistem konservasi yang perangkat lunakMarxan evaluasi dan pilih sebagai bentuk solusi (Loos2006). Penentuan AOI dan pu merupakan hal penting danutama dalam analisis Marxan. Daerah lingkup yang dikajipada penelitian ini terletak di sekitar Delta SungaiCimanuk, yang mana Delta ini berbatasan langsung denganLaut Jawa di Indramayu Jawa Barat (Gambar 2).

Gambar 1. Peta lokasi penelitian di Delta Cimanuk Indramayu Jawa Barat

Page 3: Desain kawasan konservasi mangrove untuk meningkatkan

HADIANA et al. – Desain kawasan konservasi mangrove untuk resiliensi 65

Gambar 2. Area of Interest (Daerah lingkup yang dikaji)

Batasan lokasi studi ini didasarkan atas kewenanganpengelolaan daerah Indramayu untuk mengelola laut, yangmana sesuai Undang-Undang nomor 32 tahun 2004 tentangpemerintah daerah, suatu kabupaten/kota memilikikewenangan pengelolaan laut sejauh 4 mil (untuk wilayahyang berbatasan dengan laut yang luas).

Bentuk yang dapat diadopsi dalam satuan pu yaitusegitiga, persegi empat, dan heksagonal. Bentuk heksagonaldipilih karena memiliki bentuk paling natural dan lebihmendekati lingkaran sehingga memiliki rasio tepi yangrendah. Bentuk heksagonal juga memiliki keluaran yanglebih halus dibandingkan dengan satuan planning unitlainnya (Loos 2006).

Analisis zonasi kawasan konservasiAnalisis zona kawasan konservasi menggunakan

perangkat lunak Marxan yang bekerja secara algoritma.Tujuan dari analisis ini mencari nilai cost yang palingrendah dengan menggunakan dua macam input data, yaitudata fitur konservasi dan data fitur biaya. Pada fiturmasing-masing parameter konservasi mempunyai tingkatkepentingan dan kualitas data yang berbeda-beda, sehinggafaktor dendanya juga berbeda. Analisis perangkat lunakMarxan menggunakan algoritma untuk mencari nilai biayaterendah sebagai kawasan konservasi. Hal ini merupakankombinasi sederhana dari nilai biaya daerah terpilih dannilai penalti yang tidak memenuhi target (Munro 2006).Nilai biaya terendah merupakan solusi terbaik, yangdihitung dari formula matematika:

Keterangan:

Planning unit cost: Nilai cost (biaya) yang terpilih diplanning unit ke-i = 1,2,…,n; adalah banyaknya satuanperencanaan.

BLM: Boundary lenght modifier, adalah kontrol pentingdari batas relative cost terpilih di planning unit. BLMbernilai 0 maka boundary length tidak dimasukkan dalamfungsi obyektif.

Boundary cost: Batas dari area terpilih/perimeter ke-iFeature penalty: Penalty yang ditambahkan dalam

fungsi obyektif untuk setiap target tidak terpenuhi padasetiap perencanaan ke-i, penalty ini opsional, dapat tidakdimasukkan dalam fungsi obyektif.

Pembobotan fiturPenentuan bobot nilai fitur konservasi dan fitur biaya

terbilang sangat unik, yaitu berdasarkan tingkatkepentingan data dan kualitas data. Fitur konservasi denganbobot tinggi diperhitungkan untuk meningkatkan nilai costapabila target konservasi tidak terpenuhi, sedangkan bobotuntuk fitur biaya diperhitungkan untuk tidak terpilih sebagaikawasan konservasi. Hal ini karena kawasan tersebut sudahtermanfaatkan sehingga akan meningkatkan biayapengelolaan apabila dialihkan menjadi kawasan konservasi.Penentuan bobot kedua jenis data fitur ditentukanberdasarkan tingkat kepentingan dan kualitas data, yangartinya kualitas data dinilai tinggi jika pengambilan datanyaberdasarkan hasil penelitian, sedangkan kualitas datadinilai rendah jika pengambilan datanya berdasarkanwawancara. Penentuan nilai faktor denda pada tiap fiturkonservasi ditentukan secara subyektif oleh penulis, karenasejauh ini tidak ada aturan khusus dalam menentukan nilaifaktor denda pada tiap spesies. Ball dan Possingham (2000)menyarankan menggunakan SPF di atas 1. Hal inidibenarkan oleh Loos (2006) yang menyatakan bahwa nilaiSPF kecil (0,1) mangakibatkan target tidak terpenuhi. Data

Page 4: Desain kawasan konservasi mangrove untuk meningkatkan

Bonorowo Wetlands 5 (2): 63-76, December 201566

tiap fitur masing-masing dimasukkan dalam satuanperencanaan. Data konservasi dimasukkan kedalam satuanperencanaan fitur konservasi, demikian juga dengan fiturbiaya, sehingga menghasilkan dua macam data yang bisadianalisa lebih lanjut.

Pembobotan fitur konservasiSemakin tinggi tingkat kepentingan dan kualitas data,

bobot nilai faktor denda juga akan semakin tinggi. Berikutmerupakan kriteria penentuan nilai faktor denda pada tiapfitur konservasi (Tabel 2).

Kesehatan mangrove berdasarkan morfometrik daunKhusus mangrove dan sempadan pantai, perhitungan

nilai skor dilakukan dengan menambahkan variabel nilaikesehatan. Populasi morfometrik daun dilihat berdasarkanbanyaknya sebaran normal yang terbentuk pada grafikdistribusi log normal. Semakin sedikit populasimorfometrik yang terbentuk maka suatu populasi mangrovesemakin sehat, berarti morfometrik daun semakin relatifkonstan. Jumlah populasi menggambarkan tekananlingkungan yang diterima oleh suatu populasi mangrove(Barret dan Rosenberg 1981 in Rahadyan 2003):

1-CV= koefisien keragamanSD = simpangan bakuà = Nilai rata-rata ukuran morfometrik daun

Nilai koefisien keragaman (1-CV) yang besarmenunjukkan bahwa populasi memiliki nilai-nilaimorfometrik daun yang memencar, dengan pemencarantersebut kompetisi antar individu dalam suatu populasiberkurang serta menunjukan adanya daya adaptasi yangluas terhadap lingkungannya. Nilai koefisien keragaman(1-CV) yang rendah menunjukkan bahwa suatu populasimemiliki nilai morfometrik daun yang mengelompok.Morfometrik daun yang sehat (tidak mengalami stress)seharusnya relatif konstan diantara individu- individu yangsejenis dalam suatu populasi. Makin sedikit populasimorfometrik daun yang terbentuk, maka populasi bisadikatakan semakin sehat, karena morfometrik daunyarelatif konstan. Nilai 1-CV ini dipengaruhi letak suatupopulasi tumbuh dalam suatu zonasi.

Pembobotan fitur biayaPenentuan nilai masing-masing fitur ditentukan dengan

skor (weighting score) relatif satu sama lain terhadap biayapengelolaan suatu kawasan yang berpengaruh terhadaptinggi rendahnya tingkat kepentingan. Penentuan nilai skorfitur biaya tidak memperhatikan kualitas data yang didapat,karena semua fitur biaya mempunyai kualitas data yangsama dalam mendapatkannya Tabel 3 merupakan kriteriapenentuan nilai skor biaya pada tiap fitur biaya.

Pengaturan BLM (Boundary Length Modifier)Penentuan nilai BLM akan bervariasi dari satu daerah

ke daerah lain (Ila 2010). Menurut Possingham et al.

(2000), nilai BLM dipilih berdasarkan keseluruhan bentangalam dari daerah penelitian, serta tujuan dari analisis yangdilakukan. Nilai BLM untuk map unit UTM berkisar antara0-1, sedangkan map unit degree berkisar antara 0-10000(Darmawan dan Darmawan 2007). Nilai kisaran BLMtersebut sudah dapat memberikan variasi pengelompokkansatuan perencanaan yang terpilih. Hal ini dikarenakan padapenelitian ini menggunakan map unit degree, maka untukmenentukan BLM optimum digunakan BLM yang berkisarantara 0-10000, sehingga dipilih empat nilai BLM yangberbeda, yaitu 1, 10, 100, dan 1000.

Penentuan skenarioSkenario zona kawasan konservasi merupakan solusi

alternatif yang ditawarkan untuk merancang desainkawasan konservasi. Menggunakan perangkat lunakMarxan, para perancang dapat mencoba berbagai skenarioperencanaan kawasan yang berbeda dan melihat hasil.Berdasarkan hasil tersebut perancang dapat memilihskenario terbaik untuk perencanaan kawasan konservasi(Possingham et al. 2005). Skenario tersebut didapatkan darihasil perhitungan Marxan berdasarkan target konservasiyang berbeda-beda yang bertujuan untuk memberikanbeberapa alternatif desain kawasan konservasi sehingganantinya menjadi pilihan dalam menetapkan suatu kawasankonservasi yang sesuai karakteristik dan keadaanlingkungannya. Berdasarkan observasi yang dilakukanterhadap beberapa skenario, maka ditetapkan tiga skenariodengan empat BLM dan target yang berbeda, maka prosestersebut menghasilkan 12 hasil yang berbeda. Berikutmerupakan rancangan skenario berdasarkan target fiturkonservasi yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 4.

Target konservasi dihitung berdasarkan persentasewilayah yang ditetapkan untuk dikonservasi. Persentasetersebut merupakan persentase dari total luas target yangmenjadi fitur konservasi dalam Area of Interest. Penentuanpersentase skenario terbagi dalam tiga bagian, yaitu daerahperlindungan mangrove yang difungsikan untukmelindungi dari ancaman abrasi. Sumberdaya perikananuntuk melindungi kondisi yang sudah terancam dan mulaiterancam. Habitat untuk melindungi daerah sebaran ikanbaik larva maupun dewasa. Jika semakin tinggi presentasemaka fitur tersebut maka mutlak sebesar presentasetersebut dilindungi. Sehingga presentase perlindungandaerah lindung mangrove dan sumberdaya perikanan akanlebih tinggi dibandingkan habitat, karena pada skenariokawasan ini terjadi overlay antar fitur. Sehinggapresentasenya kumulatif dari fitur yang terjadi overlay.

Tabel 2. Kriteria penentuan nilai faktor denda fitur konservasi

Tingkat kepentingan Kualitas data Nilai skor

Sangat tinggi Tinggi 15Tinggi Tinggi 12Sedang Tinggi 9Rendah Rendah 4Sangat rendah Rendah 2Keterangan: Kualitas Data: tinggi = 3, sedang = 2, rendah = 1.Tingkat Kepentingan: sangat tinggi = 5, tinggi = 4, sedang = 3,rendah = 2, sangat rendah = 1

Page 5: Desain kawasan konservasi mangrove untuk meningkatkan

HADIANA et al. – Desain kawasan konservasi mangrove untuk resiliensi 67

Tabel 3. Kriteria penentuan nilai skor fitur biaya

Tingkat kepentingan Nilai skorSangat Tinggi 5Tinggi 4Sedang 3Rendah 2Sangat Rendah 1

Tabel 4. Skenario kawasan konservasi

Fitur konservasiSkenario

1Skenario

2Skenario

3% Target % Target % Target

Daerah rawan abrasi 60 60 65Mangrove dan Sempadan pantai 50 50 55Arboretrum 30 40 45Nursery Ground

Penaeus monodon 30 40 50Ephinephelus sp. 20 35 40Lates calcarifer 15 35 40Eleutheronema sp. 15 30 40

Nursery Ground lainya 10 15 20Spawning Ground 10 15 20Feeding Ground 10 15 20

Tabel 5. Sidik ragam rancangan acak lengkap

SumberKeragaman(Sk)

DerajatBebas(Db)

JumlahKuadrat

(Jk)

KuadratTengah F Hit F

Tab

Perlakuan i-1 JKP KTP KTP/KTSSisa/Galat i-(i-1) JKS KTSTotal ji-1 JKT

Analisis data analisis Rancangan Acak Lengkap (RAL)Analisis RAL yang digunakan untuk melihat pengaruh

perlakuan perbedaan tempat terhadap pertumbuhan daunmangrove (Mattjik dan Sumertajaya 2013). Modelrancangannya sebagai berikut.

Y ij = µ + τi +∑ ijY ij : Pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulanganke-j

µ : Rataan umumτi : Pengaruh perlakuan ke-i∑ij : Galat pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

Hipotesis yang dapat di uji dari RAL adalah sebagaiberikut.

H0 : Tidak ada τi (perlakuan tempat) yangberpengaruh terhadap pertumbuhan daun mangrove

H1 : Minimal ada satu τi (perlakuan tempat) yangberpengaruh terhadap pertumbuhan daun mangrove

Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan hipotesistersebut adalah apabila Fhit < Ftab maka gagal tolak H0 danapabila Fhit > Ftab maka tolak H0. Analisis sidik ragamuntuk rancangan kelompok ini disajikan pada Tabel 5.

Uji Lanjut BNJ (Benar Nyata Jujur)Uji lanjut BNJ sering juga disebut uji Turkey (Honestly

Significant Difference = HSD) (Mattjik dan Sumertajaya2013). Uji BNJ dapat digunakan untuk membandingkansemua pasangan perlakuan yang ada.

KeteranganBNJ : Beda Nyata Jujurqα : Nilai F tabel pada selang kelas kepercayaanp : Jumlah perlakuanfe : Derajat bebas galat KTG: Kuadrat tengah galatr : Perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perubahan kondisi pesisir Indramayu (Delta Cimanuk)Pesisir Indramayu atau dikenal dengan Delta Cimanuk,

secara geografis terletak pada garis lintang 06˚11’–06˚ 20’LS, dan garis bujur 108˚ 09’–108˚19’ BT. Sebelah utaraberbatasan dengan Laut Jawa, di sebelah selatan denganJalan Raya Indramayu–Jakarta, di sebelah timur denganKali Cimanuk Lama dan di sebelah barat dengan Kali Cilet.

Sebaran mangrove di Delta Cimanuk setiap tahunnyamengalami perubahan yang cukup tinggi, terlebih setelahtahun 2001. Tahun 2001 sampai tahun 2014 pesisirIndramayu mengalami perubahan yang cukup signifikan.Hal ini di akibat dari perubahan iklim yang menyebabkanintensitas bencana alam menjadi cukup sering di pesisirIndramayu. Luas hutan mangrove di Delta Cimanuk padatahun 1990 adalah 7.127,56 ha, terdiri dari 4 Resort PolisiHutan (RPH), yaitu RPH Cemara (1.748,30 ha), RPHCangkring (2.080,73 ha), RPH Purwa (1.903,18 ha), danRPH Pabean (1.395,35 ha), termasuk dalam BagianKesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Indramayu,Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Indramayu. Luashutan mangrove di Kabupaten Indramayu pada tahun 2001adalah 6.353,60 ha, yang tersebar di Kec. Losarang, Kec.Cantigi, Kec. Indramayu, dan Kec. Sindang (Deputi BidangKelembagaan Koperasi dan UKM Kantor Menteri NegaraUrusan Koperasi dan UKM RI dan LPPM IPB 2001).

Kondisi saat ini kawasan Pantura Indramayumengalami tingkat abrasi, intrusi, dan sedimentasi yangcukup tinggi. Areal pantai yang terkena abrasi seluas 2.153,12 ha tersebar di 7 (tujuh) kecamatan dan 28 (dua puluhdelapan) desa. Rata- rata tingkat abrasi di PanturaIndramayu antara 2-5 m/tahun, dan proses sedimentasi padamuara sungai sangat cepat. Intrusi air laut ke darat sejauh 17Km. Sedimentasi yang terjadi di kawasan pesisirIndramayu, salah satu akibatnya berupa pendangkalanmuara-muara sungai di wilayah pesisir dan perairan.Pendangkalan mengganggu aktifitas ekonomi danlingkungan hidup di sekitarnya, seperti yang terjadi dibeberapa muara Sub DAS yang terdapat di wilayah pesisirKabupaten Indramayu.

Page 6: Desain kawasan konservasi mangrove untuk meningkatkan

Bonorowo Wetlands 5 (2): 63-76, December 201568

Gambar 3. Perubahan pesisir Indramayu (Delta Cimanuk) Jawa Barat (1980-2014)

Tabel 6. Nilai faktor denda pada tiap fitur konservasi

Fitur Konservasi TingkatKepentingan

KualitasData

Nilaiskor

Nursery GroundPenaeus monodon 5 3 15Ephinephelus sp. 4 3 12Lates calcarifer 3 3 9Eleutheronema sp. 3 3 9

Daerah Rawan Abrasi 5 3 15Arboretrum 4 3 12Mangrove dan sempadan pantai 4 3 12Nursery Ground lainya 4 3 12Feeding Ground 3 2 6Spawning Ground 3 2 6Keterangan: Kualitas Data: tinggi = 3, sedang = 2, rendah = 1Tingkat kepentingan: sangat tinggi = 5, tinggi = 4, sedang = 3,rendah = 2, sangat rendah = 1

Perubahan kondisi pesisir Indramayu yang signifikandari tahun 2002 hingga tahun 2014 yaitu di Desa PabeanIlir dan Pagirikan (Gambar 3). Desa Pagirikan dari tahun2002-2014 mengalami abrasi disebabkan banyak faktordiantaranya adanya bendungan dan sungai buatan dari aliransungai Cimanuk utama terdapat bendungan. Selain ituakibat perubahan iklim yang menyebabkan intensitas badaisemakin sering terjadi. Sementara Desa Pabean Ilir daritahun 2002-2014 sebagian besar wilayahnya mengalamisedimentasi, namun di salah satu bagian desanya terdapatabrasi akibat peralihan air ke tempat Pabean yang lain.

Fitur konservasiFitur konservasi merupakan parameter ekologi yang

dilindungi sehingga fitur ini akan menjadi suatu acuanpembuatan kawasan konservasi. Fitur konservasi dalampenelitian ini adalah sumber daya perikanan dan

habitatnya, yaitu benur udang windu (Penaeus monodon),kerapu lumpur (Ephinephelus sp.), kakap putih (Latescalcarifer), kuro (Eleutheronema sp.), feeding ground,spawning ground dan nursery ground. Fitur konservasiyang berupa daerah lindung, yaitu arboretrum, mangrovedan sempadan pantai, dan daerah rawan abrasi (Gambar 4).Berdasarkan tingkat kepentingan dan kualitas data, nilaiSPF pada setiap fitur konservasi disajikan pada Tabel 6.

Benur windu (Penaeus monodon)Benur windu Penaeus monodon merupakan komoditas

penting yang sudah langka di wilayah pesisir Indramayu.Tahun 2000 Indramayu merupakan wilayah yang memilikikelimpahan benur windu yang cukup tinggi, sehinggaIndramayu terkenal dengan daerah pengekspor benurwindu di Indonesia. Kelimpahan benur windu untuksekarang sangat langka diakibatkan eksploitasi berlebihanyang ditangkap secara terus menerus tanpa dibiarkan untuktumbuh dan memijah. Selain itu juga di wilayah pesisirIndramayu kondisinya sudah tidak terlalu mendukungakibat kegiatan antrophogenik, sehingga hanya beberapawilayah yang memang cocok sebagai habitat benur Windu.Benur windu dimasukan kedalam fitur konservasi yangmana status kepentingan dalam konservasi sangat pentingsehingga dalam pemberian nilai denda 15 (Gambar 5).

Kerapu Lumpur (Ephinephelus sp.)Ikan kerapu merupakan salah satu ikan laut ekonomis

penting dan merupakan komoditas ekspor. Umumnya benihikan kerapu lumpur (Ephinephelus sp.) yang dibudidayakan masih berasal dari alam. Benih yangberukuran kecil mudah ditangkap dengan alat sodo/sudu,dan bubu. Ikan kerapu yang berukuran besar ditangkapdengan pancing, bagan, sero, dan bubu. Ikan kerapu dipesisir Indamayu hanya ditemukan di wilayah Pabean Ilirsaja. Ikan kerapu membutuhkan lokasi yang cocok untuk

Page 7: Desain kawasan konservasi mangrove untuk meningkatkan

HADIANA et al. – Desain kawasan konservasi mangrove untuk resiliensi 69

melakukan pemijahan yang pada umumnya di muarasungai dengan kondisi mangrove yang cukup baik, supayaanak-anaknya dapat dengan mudah mendapatkan sumbermakanan bagi pertumbuhannya. Ikan kerapu dimasukandalam fitur konservasi dengan pemberian nilai denda 12(Gambar 5).

Kakap putih (Lates calcarifer)Ikan kakap putih (Lates calcarifer) merupakan jenis ikan

yang mempunyai nilai ekonomis tinggi, sehinggapopulasinya semakin jarang akibat penangkapan yangberlebihan. Ikan kakap putih di Delta Cimanukkeberadaannya sudah sangat jarang, hanya didaerahtertentu saja yang bisa ditemukan. Keberadaan ikan kakapdi Indramayu hanya ditemukan di Pabean Ilir dan Cantigi-Cemara, yang mana kondisi lingkungannya masih cukupbaik dengan keberadaan mangrove lebih baik dibandingkandengan pesisir Indramayu yang lainya. Keadaanlingkungan yang masih baik merupakan habitat cocok bagilarva ikan kakap putih, karena sumber makanan masihmelimpah dan kadar salinitas tidak terlalu tinggi bagi larva.Ikan kakap putih masuk dalam fitur konservasi dengan nilaidenda 9 (Gambar 5).

Kuro (Eleutheronema sp.)Ikan kuro (Eleutheronema sp.) merupakan jenis ikan

tangkapan utama yang bernilai ekonomis, dan cenderungdieksploitasi di perairan pesisir Indramayu. Penangkapanyang cenderung berlebih dapat memengaruhi keberadaanikan kuro di perairan. Upaya untuk mengatasi hal itu perludilakukan upaya pengelolaan sumber daya ikan kuro. Ikankuro masuk dalam fitur konservasi dengan nilai denda 9(Gambar 5).

Daerah memijah (Spawning Ground)Daerah ini merupakan daerah yang cukup penting bagi

kehidupan ikan dan biota akuatik lainya. Biasanya padabeberapa jenis ikan tertentu tidak dapat melakukanpemijahan jika kondisi lingkungannya tidak mendukung.Pesisir Indramayu yang merupakan daerah memijah hanyaterdapat di Pabean Ilir dan Cemara. Hal ini menjadiancaman yang cukup serius bagi kehidupan biota perairan diwilayah tersebut, jika ada pun wilayah tersebut belum tentumenjadi wilayah yang cocok untuk memijah karena adanyaancaman bagi kehidupan larva ikan dan biota yangmelakukan pemijahan diwilayah tersebut. Ikan atau biotalainya dalam melakukan pemijahan, terdapat beberapayang melakukan migrasi untuk memijah kemudian kembalilagi ke tempat awalnya sehingga sifat atau siklus seperti itudisebut katadromus dan anadromus. Daerah memijahdimasukan dalam fitur konservasi dengan nilai denda 9(Gambar 5).

Daerah asuhan ikan (Nursery Ground)Daerah asuh ikan di Indramayu terdapat di muara

sungai. Kondisi muara sungai di Indramayu mengalamipenurunan karena dicemari aktivitas daratan, sepertilimbah, baik limbah industri maupun limbah rumah tangga.Penurunan kesuburan ini dapat mengakibatkanberkurangnya produksi perikanan. Oleh karena itu, daerahasuhan dinilai sangat penting untuk mempengaruhipertimbangan konservasi, yaitu dengan melibatkan daerahasuh sebagai kategori fitur konservasi dengan nilai dendasebesar 12. Daerah asuh yang ditetapkan terletak di PesisirDesa Pabean Ilir, Pagirikan dan Cemara-Cantigi (Gambar5).

Gambar 4. Sebaran fitur konservasi di Pesisir Indramayu (Delta Cimanuk) Jawa Barat

Page 8: Desain kawasan konservasi mangrove untuk meningkatkan

Bonorowo Wetlands 5 (2): 63-76, December 201570

A B C

D E F

G H

Gambar 5. Peta sebaran fitur-fitur konservasi. A. Benur windu, B. Kakap putih, C. Kerapu lumpur, D. Kuro, E. Feeding ground, F.Nursery ground, G. Spawing ground, H. Arboretrum

Daerah mencari makan (feeding ground)Secara naluri, ikan mempunyai insting untuk berpindah

tempat ke lokasi yang produktivitas primernya lebih tinggi.Proses keberlanjutan hidup ikan tersebut, salah satu indikasitingginya produktivitas perairan adalah keberadaanfitoplankton yang bisa ditentukan dengan klorofil.Meskipun tidak ada batasan pasti dalam penentuan daerahmencari makan. Batas penentuan wilayah menggunakanhubungan parameter fisik perairan di Delta Cimanuk yangada kaitannya dengan klorofil sebagai penentu keseburan.Pentingnya daerah mencari makan terhadap keberadaandan kelangsungan hidup sumber daya larva, menjadikandaerah mencari makan penting untuk dilibatkan sebagaifitur konservasi yang bertujuan untuk mempengaruhipertimbangan konservasi, yaitu dengan nilai denda sebesar6 (Gambar 5).

ArboretrumArboretrum merupakan kawasan hutan lindung yang

dikelola oleh Perhutani dan Dinas Kehutanan. Hutanmerupakan sumber daya alam penting yang memerankanfungsi strategis bagi kehidupan masyarakat danlingkungan, keberadaannya wajib diurus dan dikeloladengan baik untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.Arboretrum di Indramayu sendiri pengelolaannyadilakukan oleh Perhutani yang mana didalamnyamerupakan pohon mangrove.

Wilayah Arboretrum di Indramayu perlu dilakukanevaluasi ulang sebagai wilayah konservasi mangrovedikarenakan wilayah yang sebelumnya diduga sudahbanyak perubahan dan kerusakan lingkungan yangdiakibatkan oleh perubahan iklim. Arboretrum ini akanmenjadi fitur konservasi yang bertujuan untuk

Page 9: Desain kawasan konservasi mangrove untuk meningkatkan

HADIANA et al. – Desain kawasan konservasi mangrove untuk resiliensi 71

mempengaruhi pertimbangan konservasi, yaitu dengan nilaidenda sebesar 12 (Gambar 5).

Sebaran mangrove, sempadan pantai dan kesehatanmangrove

Hutan mangrove adalah tipe hutan khas yang terdapatdi sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhioleh pasang surut. Sebagian besar mangrove dijumpai disepanjang garis pantai bersubstrat lumpur yang tidakdipengaruhi oleh angin dan arus kuat. Mangrove juga dapattumbuh pada pantai berpasir, pantai yang terdapat terumbukarang dan di sekitar pulau-pulau (Kitamura et al. 1997).Hutan mangrove di Indramayu terdapat disepanjang pesisirDelta Cimanuk yang memiliki fungsi strategis bagi kondisiperikanan di Indramayu. Fungsi hutan mangrove tersebutsebagai daerah spawning ground, nursery ground, feedingground dan pelindung pantai. Sempadan pantai adalahdaratan sepanjang tepian yang lebarnya proporsionaldengan bentuk dan kondisi fisik pantai, minimal 100(seratus) meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat(Peraturan Pemerintah RI No. 60 Tahun 2007). Sempadanpantai ini berfungsi sebagai pengatur iklim, sumber plasmanutfah, dan benteng wilayah daratan dari pengaruh negatifdinamika laut.

Indeks kesehatan mangrove menggunakan dua kategori,yaitu melihat banyaknya morfometrik daun yang terbentuk,dan melihat pemencaran nilai-nilai morfometrik daun. Jenismangrove yang digunakan untuk melihat kesehatannyayaitu jenis mangrove Rhizophora sp. yang memilikikelimpahan paling dominan di setiap desa tersebut.Berdasarkan sebaran mangrove dan sempadan pantai dari

ke lima desa, diketahui bahwa kondisi kesehatanmangrove.

Nilai sebaran kesehatan mangrove dari kelima desa(Tabel 7 dan Gambar 6), didapatkan bahwa Desa Cantigimemiliki nilai pemencaran morfometrik daun (1-CV)paling tinggi dibandingkan desa yang lain dengan nilai 1-CV 0,92. Nilai 1- CV ini menunjukkan bahwa semakintinggi nilai 1-CV, maka kompetisi antar individu dalamsuatu populasi berkurang serta menunjukan daya adaptasiyang luas terhadap lingkungannya. Perbedaan lokasimempengaruhi terhadap pertumbuhan daun mangrovesecara nyata pada jenis yang sama. Oleh karena itu,pentingnya hutan mangrove dan sempadan pantai terhadapkeberadaan dan kelangsungan hidup sumber daya ikanmenjadikan dasar dari pembuatan kawasan konservasi.Hutan mangrove, sempadan pantai dan kesehatanmangrove dimasukkan dalam fitur konservasi, yaitu dengannilai denda sebesar 12.

Tabel 7. Nilai kesehatan mangrove pada lima desa

Desa Tingkatkepentingan

Kualitasdata

1-CV Nilaiskor

Rata-rata

Karangsong 4 3 0,90 3,60 0,50Pabean Ilir 5 3 0,80 4,01 0,51Pagirikan 4 3 0,79 3,18 0,42Cantigi 4 3 0,92 3,71 0,51Cemara 5 3 0,90 4,51 0,53Keterangan: Kualitas Data: tinggi = 3, sedang = 2, rendah = 1.Tingkat kepentingan: sangat tinggi = 5, tinggi = 4, sedang = 3,rendah = 2, sangat rendah = 1

Gambar 6. Sebaran mangrove, sempadan pantai dan kesehatan mangrove

Page 10: Desain kawasan konservasi mangrove untuk meningkatkan

Bonorowo Wetlands 5 (2): 63-76, December 201572

Daerah rawan abrasiKenaikan muka air laut memberikan dampak secara

langsung pada perubahan garis pantai akibat meningkatnyaintensitas abrasi sebagai konsekuensi dari perubahan iklim,sehingga mengakibatkan kerusakan pantai (Yulianti et al.2013). Kerusakan yang terjadi saat ini memberikan dampakabrasi pada pantai. Hal ini menyebabkan semakinmundurnya garis pantai ke darat. Upaya untukmeminimalisasi hal ini diperlukan pembangunan strukturperlindungan pantai untuk menjaga garis pantai. Selainmenjaga garis pantai, pembangunan struktur pantai jugauntuk melindungi pantai dari gempuran ombak denganmereduksi energi gelombang supaya tidak meluap kedaerah daratan pantai. Oleh karena itu daerah rawan abrasidimasukkan dalam fitur konservasi, yaitu dengan nilaidenda sebesar 15 (Gambar 5).

Fitur biayaFitur biaya merupakan pemanfaatan yang berada di

Pesisir Indramayu (Delta Cimanuk). Kesembilan fiturtersebut masuk ke dalam fitur biaya karena memilikidampak terhadap fitur konservasi yang ditargetkan, yaitumempengaruhi keberadaan sumber daya dan kawasan yangakan dilindungi. Berdasarkan kriteria penentuan nilai skorfitur biaya yang diperoleh dari pertimbangan tingkatkepentingan fitur biaya tersebut, dibuat skor tiap fitur biayasebagaimana tercantum pada Tabel 8 dan Gambar 7.

BLMBoundary Length Modifier (BLM) merupakan pengaturan

dalam Marxan untuk membuat batasan perimeter untuk

kawasan konservasi. Manfaat dari pengaturan BLM dapatterlihat dari fitur yang muncul dalam solusi setelahmenjalankan Marxan. Berikut merupakan rata-rata dari 12hasil output Marxan yang dicobakan dengan kisaran BLMdari 1 hingga 1000.

Hasil rata-rata dari 12 output Marxan menghasilkanvariasi dan kecenderungan yang berbeda pada tiap BLM-nya, yaitu peningkatan harga (cost) berbanding lurusdengan meningkatnya nilai BLM (Tabel 9). Hal ini pulasama, semakin meningkat BLM nilai luas semakinmeningkat pula, namun berbeda untuk nilai panjang batassemakin menurun dengan meningkatnya nilai BLM.Kondisi ini digambarkan pada grafik (Gambar 8 dan 9).

Tabel 8. Nilai skor pada tiap fitur biaya

Fitur Biaya TingkatKepentingan

KualitasData

NilaiSkor

Instalasi Minyak Sangat tinggi Tinggi 15Ancaman Minyak Tinggi Tinggi 12Tambak Tinggi Tinggi 12PPI Sedang Tinggi 9PemanfaatanMangrove

Sedang Rendah 6

Sebaran Sedimen Sedang Rendah 6PemukimanPenduduk

Sedang Tinggi 9

Fishing Ground Sedang Rendah 6Wisata Pancing Sedang Rendah 6Keterangan: Kualitas Data: tinggi = 3, sedang = 2, rendah = 1.Tingkat kepentingan: sangat tinggi = 5, tinggi = 4, sedang = 3,rendah = 2, sangat rendah = 1

Gambar 7. Peta Fitur Biaya di Delta Cimanuk Indramayu, Jawa Barat

Page 11: Desain kawasan konservasi mangrove untuk meningkatkan

HADIANA et al. – Desain kawasan konservasi mangrove untuk resiliensi 73

Hubungan antara BLM dan luas, terlihat bahwa terdapatpeningkatan luas seiring meningkatnya nilai BLM, yangmana pada nilai BLM 100 menjadi puncak peningkatan danmengalami penurunan di BLM 1000 (Gambar 9). Hal inimenunjukkan bahwa pada BLM 100 merupakan solusi yangmempunyai luas paling besar diantara BLM yang lain. Olehkarena itu BLM 100 menjadi skenario yang efektif dalampembuatan kawasan konservasi.

Hubungan antara BLM dan panjang batas, terlihatbahwa terdapat penurunan nilai Panjang batas seiringmeningkatnya nilai BLM dan mengalami kenaikan di BLM1000 (Gambar 10). Hal ini dikarenakan nilai BLM yangtinggi akan berimplikasi terhadap biaya yang tinggi.

Berdasarkan grafik hubungan antara BLM dan panjangbatas serta BLM dan luas, terlihat bahwa BLM 100merupakan BLM optimal. Hal ini karena BLM 100merupakan BLM dengan solusi terluas yang dihasilkan dannilai dengan panjang batas rendah, sehingga BLM 100merupakan desain yang lebih efektif menghasilkan solusiluas dan panjang batas yang kecil.

Tabel 9. Perbandingan BLM rata-rata tiap skenario

BLM CostLuas Panjang batas(km²) (km)

1 4269514,21 1.363 1.331.023.33310 34121977,79 1.391 1.332.756.316100 1446889,89 1.426 1.321.920.0001000 153175399,40 1.422 1.322.286.667

Gambar 8. Hubungan antara BLM dan luas

Gambar 9. Hubungan antara BLM dan panjang batas

Wilayah konservasiMenentukan target wilayah konservasi merupakan hal

yang sangat penting dalam sistematis perencanaankonservasi dan sejauh mana sistem konservasi akan sangattergantung pada titik referensi ini. Penetapan tiga skenarioini dimaksud untuk mencari solusi ruang optimum,berdasarkan observasi lapang dan analisis simulasi targetkonservasi dengan meragamkan fitur konservasi dan fiturbiaya yang sudah ditentukan pada tiap skenario. Hasiloptimal terdapat pada BLM 100, sehingga desain skenariotiap kawasan konservasi menggunakan BLM 100 agarruang yang dihasilkan seoptimal mungkin. Berdasarkandari tiga hasil skenario tersebut, dihasilkan desain kawasankonservasi antara lain adalah sebagai berikut.

Skenario SatuDesain kawasan konservasi di Delta Cimanuk

difokuskan di lima desa, yaitu Desa Karangsong, PabeanIlir, Pagirikan, Cantigi, dan Cemara. Hasil desain kawasankonservasi skenario satu disajikan pada Gambar 10.

Berdasarkan hasil dari skenario satu, terlihat bahwarekomendasi zona inti terpilih, yaitu pesisir Desa PabeanIlir dan Cemara dengan perbandingan luas sebesar 22,20%dari luas total perairan pesisir Indramayu (Delta Cimanuk).Luas rekomendasi zona inti sebesar 97,27 km², zonapemanfaatan terbatas 75,35 km², zona perikananberkelanjutan 149,30 km², dan zona lainnya 116,07 km²dari total luas kajian perairan di pesisir Indramayu (DeltaCimanuk) sebesar 437,98 km².

Skenario DuaDesain kawasan konservasi di Delta Cimanuk

difokuskan di lima desa, yaitu Desa Karangsong, PabeanIlir, Pagirikan, Cantigi, dan Cemara. Hasil desain kawasankonservasi skenario dua disajikan pada Gambar 11.

Berdasarkan hasil dari skenario dua, terlihat bahwarekomendasi zona inti terpilih, yaitu pesisir Desa PabeanIlir dan Cemara dengan perbandingan luas sebesar 23,30%dari luas total perairan pesisir Indramayu (Delta Cimanuk).Luas rekomendasi zona inti sebesar 102,07 km², zonapemanfaatan terbatas 25,31 km², zona perikananberkelanjutan 152,55 km², dan zona lainnya 158,06 km²dari total luas kajian perairan di pesisir Indramayu (DeltaCimanuk) sebesar 437,98 km².

Skenario TigaDesain kawasan konservasi di Delta Cimanuk

difokuskan di lima desa, yaitu Desa Karangsong, PabeanIlir, Pagirikan, Cantigi, dan Cemara. Hasil desain kawasankonservasi skenario tiga disajikan pada Gambar 12.

Berdasarkan hasil dari skenario tiga, terlihat bahwarekomendasi zona konservasi terpilih, yaitu pesisir DesaPabean Ilir dan Cemara dengan perbandingan luas sebesar27,50% dari luas total perairan pesisir Indramayu (DeltaCimanuk). Luas rekomendasi zona inti sebesar 120,45 km²,zona pemanfaatan terbatas 29,55 km², zona perikananberkelanjutan 150,00 km², dan zona lainnya 137,98 km²dari total luas kajian perairan di pesisir Indramayu (DeltaCimanuk) sebesar 437,98 km².

Page 12: Desain kawasan konservasi mangrove untuk meningkatkan

Bonorowo Wetlands 5 (2): 63-76, December 201574

Gambar 10. Kawasan konservasi pada skenario satu

Gambar 11. Kawasan konservasi pada skenario dua

Page 13: Desain kawasan konservasi mangrove untuk meningkatkan

HADIANA et al. – Desain kawasan konservasi mangrove untuk resiliensi 75

Gambar 12. Kawasan konservasi pada skenario tiga

PembahasanKondisi pesisir Indramayu mengalami abrasi dan

sedimentasi yang cukup tinggi. Proses sedimentasi padagaris pantai masih berlangsung, disebabkan oleh sungaiCimanuk yang bermuara di daerah ini. Sungai tersebutmembawa material sedimen dalam jumlah besar. Sedimenini tersebar di Laut Jawa dan diendapkan kembali di garispantai, yang mengakibatkan pantai timur Indramayumengalami akresi dan membentuk Delta. Delta SungaiCimanuk terbentuk pada tahun 1947 ketika bendunganyang berada di Desa Pabean Udik, Kabupaten Indramayuhancur diterjang banjir. Saat itu aliran Sungai Cimanukmengalami perubahan, sebagian aliran sungai mengalir kearah timur laut, mencari jalan terdekat menuju garis pantaisehingga membentuk delta baru yang dapat kita lihatkondisinya hingga saat ini. Energi Sungai Cimanuk yangsangat kuat, khususnya pada musim hujan mencapai debit1200 m³/detik Kondisi ini mencirikan dominasi energisungai dibandingkan dengan energi gelombang laut(Teddy et al. 1998). Sementara proses abrasi terjadi sejaktahun 1980, khususnya Delta Cimanuk mengalamiperubahan garis pantai dan mempengaruhi pembentukanDelta Cimanuk. Perubahan garis pantai akibat abrasi mulaiterlihat setelah pembentukan bendungan yang sebelumnyahancur diterjang banjir. Pembentukan bendungan padamulanya memang sangat berguna. Namun setelah 1-2 tahunpembentukan bendungan mulai terlihat dampak yangkurang bagus. Kondisi tersebut terlihat aliran sungaiCimanuk mulai terhambat. Keterhambatan aliran SungaiCimanuk menyebabkan energi air laut yang menuju daratanmenjadi lebih besar dibandingkan energi dari air sungai.Akibatnya pesisir Indramayu mengalami abrasi secara terus

menerus hingga saat ini yang merupakan dampak dariperubahan iklim.

Desain hasil kawasan konservasi skenario satu memilikiluas 97,27 km² untuk zona intinya. Skenario inikeseluruhannya melingkupi daerah pesisir Desa PabeanIlir, Cemara, Pagirikan, Karangsong dan Cantigi. Skenariosatu dirancang untuk melindungi daerah rawan abrasi,mangrove dan sempadan pantai serta arboretrum. Hal inidiharapkan pada skenario satu, dapat melindungi daerahatau kawasan di Delta Cimanuk, sehingga dengandilindunginya daerah atau kawasan dapat meningkatkanresiliensi Delta Cimanuk. Skenario dua memiliki luas102,07 km² untuk zona intinya. Skenario inikeseluruhannya melingkupi daerah pesisir DesaKarangsong, Pabean Ilir, Cemara, Pagirikan dan Cantigi.Skenario dua dalam perlindungannya difokuskan untuksumber daya pesisir Delta Cimanuk, berupa sumber dayaperikanan dan habitatnya. Sumber daya perikanan danhabitatnya, yaitu benur windu, ikan kerapu lumpur, kakapputih, ikan kuro, nursery ground, feeding ground, danspawning ground. Skenario tiga memiliki luas 120,45 km²untuk zona intinya, melingkupi daerah pesisir DesaKarangsong, Pabean Ilir, Cemara, Pagirikan dan Cantigi.

Hasil dari ketiga skenario yang terpilih, menunjukkanwilayah yang baik dan efektif untuk dikonservasi. Hal inidilihat dari bentuk wilayah yang terpilih. Ketiga skenariotersebut mempunyai bentuk yang cenderung hampir sama,yaitu mengumpul di lokasi pesisir Pabean Ilir, Cantigi,sebagian Pagirikan dan Cemara. Lokasi tersebut terpilihkarena terdapat sumber daya yang tidak ditemukan di lokasipesisir lain, seperti kondisi mangrove sebagai habitat(nursery ground, feeding ground, dan spawning ground)

Page 14: Desain kawasan konservasi mangrove untuk meningkatkan

Bonorowo Wetlands 5 (2): 63-76, December 201576

relatif baik dan terdapatnya daerah rawan abrasi yang perludilindungi. Selain itu hal yang harus diperhatikan dalampengelolaan kawasan, semakin luas suatu kawasankonservasi, semakin berpeluang terjadinya konflik antarapemanfaatan dan pengelolaan konservasi. Penentuankawasan konservasi juga perlu memperhatikan kondisipemanfaatan di lingkungan tersebut. Kawasan denganlokasi yang sudah termanfaatkan akan berpotensi adanyabentrok antara upaya perlindungan dan pemanfaatan. Halini dapat dilihat dari persepsi masyarakat yang padaumumnya minim akan pengetahuan tentang kawasankonservasi, sehingga akan mempengaruhi efektifitaspengelolaan. Sementara dalam pengelolaan zonasi kawasankonservasi yang dapat dilakukan di Delta Cimanuk adalahzona inti, perlunya dilakukan restorasi untuk perlindunganbagi sumberdaya perikanan, daerah rawan abrasi, danhabitat biota. Zona pemanfaatan terbatas diantaranya untuksport fishing dan tambak tumpang sari. Zona perikananberkelanjutan diantaranya untuk pembatasan ukurantangkap dan pelarangan alat tangkap sero.

KESIMPULAN

Berdasarkan ketiga rancangan skenario, variabelekologi yang digunakan dalam menentukan kawasankonservasi adalah sumber daya dan habitatnya diantaranyabenur windu, ikan kerapu lumpur, kakap putih, kuro,nursery ground, feeding ground, dan spawning ground.Daerah yang dilindungi adalah arboretrum, mangrove dansempadan pantai, serta daerah rawan abrasi. sementaravariabel sosialnya adalah instalasi minyak, ancamanminyak, fishing ground, PPI, tambak, wisata pancing,pemukiman penduduk, sebaran sedimen, dan pemanfaatanmangrove. Kawasan konservasi yang diusulkan adalahpesisir Desa Pabean Ilir, Cantigi, Cemara, dan sebagianPagirikan.

DAFTAR PUSTAKA

Ball IR, Possingham HP. 2000. MARXAN (V1.8.2): Marine ReserveDesign Using Spatially Explicit Annealing, a Manual book. Australia.

Darmawan A, Darmawan A. 2007. Pengantar Marxan. Materi PerangkatLunak Marxan Untuk Perancangan dan Pengelolaan KawasanPerlindungan Laut. The Nature Conservancy – Coral Triangel Centre.Bali.

Deputi Bidang Kelembagaan Koperasi dan UKM Kantor Menteri NegaraUrusan Koperasi dan UKM RI dan LPPM IPB. 2001. ProfilKarakteristik Kawasan Rehabilitasi Ekosistem Pesisir dan Lautan DesaKarangsong Kec. Indramayu. Indramayu. Dinas Perikanan danKelautan (Bidang Tata Ruang), Kabupaten Indramayu.

Ila L. 2010. Kajian Kawasan Konservasi Laut Batuaga Siompu,Liwutongkidi, dan Kadatua (Basilika) Kabupaten Buton SulawesiTenggara dengan aplikasi Marxan [Tesis]. Sekolah Pascasarjana,Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Kitamura SC, Anwar A,, Baba S. 1997. Handbook of Mangrove inIndonesia. ISME, Japan.

Loos SA. 2006. Exploration of MARXAN for Utility in Marine ProtectedArea Zoning. [Thesis]. Department of Geography, University ofVictoria, Australia.

Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2013. Perancangan Percobaan denganAplikasi SAS dan Minitab. IPB Pr. Bogor.

Munro KG. 2006. Evaluating Marxan as a Terrestrial ConservationPlanning Tool. [Thesis]. The Faculty of Graduates Studies, theUniversity of British Columbia. Columbia.

P3GL [Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan]. 2002.Citra satelit landsat 7 ETM+, kawasan muara S.Cimanuk. PusatPenelitian Geoteknologi-LIPI, Bandung.

Peraturan Pemerintah RI No. 60 Tahun 2007 Tentang Kawasan KonservasiSumber daya Ikan.

Possingham HP, Franklin J, Wilson KA and Regan TJ. 2005. The roles ofspatial heterogeneity and ecological processes in conservationplanning. In: Lovett GM, Jones CG, Turner MG, Weathers KC (eds.).Ecosystem Function in Heterogeneous Landscapes. Springer, NewYork

Possingham H, Ball I, Andelman S. 2000. Mathematical Methods ForIdentifying Representative Reserve Networks. In: Ferson S, BurgmanMA (eds.). Quantitative Methods for Conservation Biology. Springer-Verlag, New York.

Rahadyan A. 2003. Kondisi Ekosistem Mangrove Berasarkan IndikatorKualitas Lingkungan dan Ukuran Morfometrik Daun Disebelah Utaradan Selatan Sungai Kembang Kuning, Cilacap Jawa Tengah.[Skripsi]. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Samosir AM, Sulistiono, Rahardjo MF. 2014. Dinamika EkosistemMangrove di Indramayu dan Implikasinya Bagi Mitigasi DampakKenaikan Paras Laut. [Laporan Akhir Strategis]. IPB, Bogor.

Steward RR, Possingham HP. 2005. Efficiency, costs, and trade-off inmarine reserve system design. Environ Modell Assess 10: 203-213.

Teddy H, Ruswanto, Nandang, Dadi S. 1998. Pemetaan GeologiLingkungan Daerah Indramayu, Jawa Barat. (Pemetaan geologilingkungan untuk menunjang perencanaan tataruang dan pengelolaanlingkungan). Laporan Intern No. 8/LAPPGTTLTD/ 1998-1999.Direktorat Geologi Tata Lingkungan, Bandung.

Yulianti P, Wardiatno Y, Samosir AM. 2013. Mangrove ecosystemresilience to sea level rise: a case study of Blanakan Bay, SubangRegency, West Java, Indonesia. Jurnal Ilmu dan Manajemen Perairan1 (1): -.