desain interior angkringan banyu anget sebagai temu budaya...
TRANSCRIPT
JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 3, No.1, (2014) 2337-3520 (2301-928X Print)
1
ABSTRAK
Abstrak— Akhir dekade ini perkembangan Angkringan
sangat pesat peningkatannya. Angkringan memang bermula dari
upaya menaklukkan kemiskinan usaha ini konon dimulai pada
tahun 1950-an oleh mbah pairo karena tidak ada lahan yang
subur di desanya di kecamatan Cawas, Klaten ( Jateng ).
Awalnya para pedagang minuman dan makanan kecil ini tidak
menggunakan gerobak melainkan pikulan mereka dulu disebut
pedagang hik (dibaca Hek). Nama hik bermula pada tradisi
malam selikuran di Keraton Surakarta, pada malam tersebut
kota berhiaskan lentera (ting-ting) yang antara lain dibawa para
pedagang makanan para pedagang itu biasa berteriak
Hiik......iyeeekk.... sampai sekarang istilah hik masih dipakai di
Solo. Namun di Yogya mereka populer dengan nama angkringan
atau warung kucing (Kompas, 20-06-2004). Nama angkringan itu
sendiri diambil dari bahasa jawa yaitu angkringan yang artinya
duduk dengan posisi salah satu kaki lebih tinggi dari kaki yang
lainnya.
Karena image Angkringan di masyarakat bahwa
Angkringan selalu seperti warung pinggir jalan maka dari itu
Angkringan selalu terlihat sepi. Beberapa tinjaun pustaka
dilakukan untuk memperoleh data yang dibutuhkan dalam
mendesain Angkringan. Studi tentang pencahayaan dilakukan
untuk mendapatkan warna dan cahaya yang baik di dalam
Angkringan agar tidak terkesan penampilan warung. Tinjauan
tentang warna dilakukan untuk memperoleh pengaruh
psikologis manusia terhadap warna ketika sedang makan dan
bersantai dengan kerabat dekatnya pada saat di Angkringan.
Tinjauan tentang ergonomi adalah untuk mengetahui berapa
ukuran untuk desain furnitur dan spaceAngkringan yang tepat
agar konsumen merasa nyaman untuk berlama-lama pada saat
di Angkringan.
Adanya konsep desain modern-natural pada pemilihan
material dan bentuk pada layout denah, sirkulasi, furnitur, dan
pencahayaan yang dapat mendukung suasana. Hasil desain
tersebut adalah sebuah Angkringan dengan desain interior yang
modern-natural serta sarana temu budaya. Pengguna yang
semula adalah masyarakat umum juga mencakup untuk kawula
muda. Tujuan dari mendesain interior Angkringan Banyu Anget
ini untuk menghasilkan suasana interior yang nyaman dimana
konsumen dapat menikmati makanan dan minuman yang
disajikan dengan rileks sambil mendengarkan musik budaya
khas Jawa Timur secara tidak langsung melalui interior yang
ada.
Kata Kunci : Budaya, Modern, Natural
1. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
ngkringan memiliki lingkup sosial, mempresentasikan “
windows to the culture “, nilai, penghargaan,
pencapaian pribadi dan keberadaan sosial yang
merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari. Angkringan
memang bermula dari upaya menaklukkan kemiskinan usaha
ini konon dimulai pada tahun 1950-an oleh mbah pairo karena
tidak ada lahan yang subur di desanya di kecamatan Cawas,
Klaten ( Jateng ). Awalnya para pedagang minuman dan
makanan kecil ini tidak menggunakan gerobak melainkan
pikulan mereka dulu disebut pedagang hik (dibaca Hek).
Nama hik bermula pada tradisi malam selikuran (malam ke21)
di Keraton Surakarta, pada malam tersebut kota berhiaskan
lentera (ting-ting) yang antara lain dibawa para pedagang
makanan para pedagang itu biasa berteriak Hiik......iyeeekk....
sampai sekarang istilah hik masih dipakai di Solo. Namun di
Yogya mereka populer dengan nama angkringan atau warung
kucing (Kompas, 20-06-2004).
Nama angkringan itu sendiri diambil dari bahasa jawa
yaitu angkring yang artinya duduk dengan posisi salah satu
kaki lebih tinggi dari kaki yang lainnya. Di dalam budaya jawa
itu sendiri, cara duduk seperti ini biasanya tidak diperbolehkan
karena dianggap tidak etis apalagi bila dilakukan pada saat
makan selain nama angkringan, ada juga beberapa orang yang
menyebut angkringan dengan nama warung kucing atau
kucingan. Kata kucingan konon muncul dikarenakan nasi yang
dijual sebagai bagian dari salah satu produk yang dijual di
sana mirip dengan cara kebanyakan orang memberikan makan
kepada kucing. Porsi nasinya kira-kira hanya 3 kali suapan
dengan pasangan lauk berupa sambel dan ikan teri seperti
makanan untuk kucing.
Adapun produk-produk yang dijual di angkringan ini
kalau dilihat sebenarnya bukanlah makanan yang cepat saji
karena meskipun konsumen dapat langsung mengkonsumsi
makanan atau minuman yang telah tersaji di sana semenjak
warung ini dibuka, akan tetapi makanan atau minuman
tersebut tetap membutuhkan proses yang memakan waktu
sebelum dijual. Sebut saja nasi lengkap dengan sambalnya,
Desain Interior Angkringan Banyu Anget
Sebagai Temu Budaya Di Surabaya dengan
Konsep Modern Natural 1) Dherry Mayndra Saksana dan
2) Adi Wardoyo
Jurusan Desain Interior, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh
Nopember (ITS)
Jl. Despro no.1, 60111 Surabaya
e-mail : [email protected]
A
JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 3, No.1, (2014) 2337-3520 (2301-928X Print)
2
aneka gorengan seperti tempe, tahu, bakwan, pisang, dan lain-
lainnya, berbagai cemilan seperti kacang, krupuk, marning
jagung, serta tak ketinggalan adanya sate hati ayam dan sate
usus serta baceman kepala ayam dan tahu. Khusus mengenai
minuman, yang menjadi kekhasan tersendiri ialah minuman
atau disebut wedang jahe. Selain tentunya minuman yang lain
seperti es teh, es jeruk , es jahe susu, kopi panas maupun air
putih. Hidangan yang disajikan tidak sama kompletnya antara
angkringan satu dengan angkringan yang lainnya. Namun
yang jelas angkringan mudah dikenali karena tetap dengan ciri
khasnya yaitu gerobak kayu, minum-minuman dengan harga
yang relatif murah, dan tiga buah ceret di sebelah tempat
makanan, serta bungkusan nasi kecil dengan harga Rp 600
yang membuat kekhasan bagi pedagang angkringan.
Angkringan penuh dengan detail, membutuhkan perhatian
berbagai aspek setiap hari nilai dari interior, sisi higienis,
proses membuat, penampilan tempat pembuatan, penampilan
makanan atau minuman, servis makanan atau minuman,
sumber daya manusia, pengendalian biaya, desain menu, dan
sebagainya.” (Kompas, 20-06-2004).
Dewasa ini fungsi Angkringan bukan hanya sebagai
tempat makan tetapi juga tempat bersantai, tempat “ngobrol”
dan berkumpul sampai tempat untuk melakukan bisnis.
Perkembangan ini terjadi seiring dengan meningkatnya
kebutuhan masyarakat. Pada akhir pekan tak jarang
Angkringan dipenuhi oleh keluarga, kawula muda serta para
profesional yang ingin melepaskan kepenatan setelah bekerja
atau kuliah seminggu penuh.
Angkringan merupakan fasilitas publik yang
menyediakan kebutuhan dasar manusia, tidak dapat ditunda,
dan tidak dapat tergantikan, yaitu makan dan minum dimana
pada saat masa krisis pun manusia tetap membutuhkannya
daripada kebutuhan akan pakaian, perhiasan dan kebutuhan
lainnya yang dapat ditunda untuk mendapatkannya. Maka dari
itu, Angkringan yang mampu menyediakan tempat dan
keinginan ( dalam hal ini interior pun ikut berperan
mendukung fungsi dan image Angkringan itu sendiri ) yang
dibutuhkan masyarakat seperti fungsi di atas adalah
Angkringan yang mampu bertahan pada saat krisis sekalipun.
Perpaduan antara makanan berat dan makanan ringan kerap
dijumpai pada berbagai Angkringan, khususnya di Surabaya
pada akhir – akhir ini yang menjadi tren jenis makanan yang
banyak dikonsumsi masyarakat, khususnya kawula muda.
Culture style merupakan nama yang cocok untuk konsep
interior Angkringan yang menggunakan gaya perpaduan
budaya yang berada di Surabaya tersebut.
Angkringan Banyu Anget, apabila dibandingkan dengan
Angkringan lainnya yang menggunakan konsep yang sama,
yaitu Culture style, masih memiliki banyak kekurangan untuk
menjangkau target pasar yang lebih besar saat ini, yaitu anak
muda. Selama ini, Angkringan hanya dianggap sebagai tempat
yang kecil seperti warung dengan harga yang relatif murah
dan tempat yang tidak nyaman, karena menu dan
pelayanannya sekelas dengan warung. Seharusnya tidak
demikian, konsep “ Penampilan Bintang Lima, Harga Kaki
Lima “ yang dimaksudkan disini adalah penampilan modern
minimalis dan menu yang ditawarkan tersedia dengan harga
yang kompetitif dan berkualitas rasa makanan atau
minumannya.
Demikian pula dengan tren interior yang sedang marak
mendominasi di Surabaya yaitu : modern-natural, kerap
digunakan pada interior sebuah Angkringan dengan konsep
minimalis style. Dalam hal ini, gaya modern mewakili citarasa
barat dan natural, yang sesuai dengan iklim Asia pada
umumnya, mewakili citarasa dari timur.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana mempertemukan budaya di surabaya dalam
angkringan banyu anget dengan konsep modern natural
C. Batasan Masalah
1. Pembahasan bukan pada arsitekturalnya melainkan pada
desain interiornya saja
2. Objek desain meliputi interior, furniture, elemen estetis,
dan tidak mengubah struktur bangunan.
3. Objek perancangan pada ruang terpilih dengan luasan
300-500m2
D. Tujuan Dan Manfaat
1. Menciptakan suasana-suasana Angkringan yang dapat
untuk kalangan kawula muda jaman sekarang, khususnya
kawula muda yang dinamis, modern, dan suka berkehidupan
malam
2. Menyediakan sebuah tempat untuk mendapatkan suasana
dan nuansa yang eksklusif, berkelas, dan bernuansa modern-
natural serta adanya musik – musik dan alat – alat musik ciri
khas Jawa Timur
3. Menghasilkan interior yang modern-natural melalui aplikasi
layout, sirkulasi, furnitur, dan lighting yang modern natural
4. Melalui desain interior Angkringan dapat menarik minat
pengunjung dan tetap mempertahankan pelanggan lama
II. URAIAN PENELITIAN
A. Metode Pengumpulan Data
Dalam tahap pengumpulan data dapat terbagi menjadi dua
bagian, yaitu :
1. Data Primer
Dengan cara melakukan wawancara langsung terhadap
narasumber ( Operational Manager, Asst. Angkringan
Manager, Angkringan Supervisor, dan Waiter ) dan dilakukan
pula kegiatan survey lapangan serta pengamatan lapangan.
2. Data Sekunder
melakukan tinjauan pustaka dan studi literatul terhadap teori-
teori dan hal-hal yang mempunyai relevasi dengan proyek
Riset ini.Dalam tahap pengumpulan data dilakukan melalui
beberapa metode pengambilan data, yaitu :
1. Studi Lapangan / eksisting (survey langsung)
Dilakukan dengan melakukan survey seperti melihat,
mengamati, mencatat informasi yang diperlukan, serta
melakukan dokumentasi sebagai eksistingnya untuk
mengetahui kondisi yang sesungguhnya mengenai interior
maupun aktivitas yang ada di angkringan.
JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 3, No.1, (2014) 2337-3520 (2301-928X Print)
3
Observasi yang dilakukan dibagi menjadi 2 objek studi,
yaitu :
a. Observasi pada objek studi dalam kasus ini adalah
Angkringan Banyu Anget
b. Pengamatan secara langsung pada obyek pembanding
yang akan dijadikan studi tentang kebutuhan ruang
pada angkringan.
2. Wawancara
Wawancara dilakukan dengan :
a. Pihak asisten general manager Angkringan Banyu
Anget
b. Pengunjung Angkringan Banyu Anget
Teknik wawancara yang digunakan adalah teknik
wawancara secara mendalam (Depth Interview).
3. Studi Literatur
Diperoleh melalui pendataan beberapa jenis literatur
seperti buku, catatan, jurnal ilmiah dari sumber lain yang
relevan dan mendukung penelitian untuk memperkaya
informasi yang telah diperoleh melalui metode studi
lapangan dan wawancara.
Gambar. 1. Skema alur metode desain
B. Metode Analisa Data
Pada tahapan analisa data, approach research yang
digunakan adalah deskriptif dengan membagi tahap
pengolahan data kedalam tiga metode. Metode yang
digunakan dalam pengolahan data adalah metode induktif,
yaitu dengan cara mengumpulkan semua data yang ada
kemudian dianalisis berdasarkan literatur dan kemudian
diambil kesimpulannya. Selain itu analisis data juga dapat
menggunakan metode deduktif dan komparatif.
Metode deduktif merupakan metode mengolah dan
menganalisa data-data yang bersifat umum, kemudian
menganalisa kembali data-data tersebut menjadi bersifat lebih
detail yang sesuai dengan judul desain. Metode komparatif
merupakan metode menggabungkan data untuk melakukan
perbandingan data- data yang ada. Selanjutnya membentuk
data-data tersebut sesuai judul desain.
C. Metode Desain
Metode desain ditunjukkan pada gambar 1.
III. KONSEP DESAIN
A. Konsep Makro
Konsep makro yang diterapkan pada interior Angkringan
Banyu Anget bersumber dari upaya penyelesaian
permasalahan yang terdapat pada objek desain. Berdasarkan
analisa yang dilakukan terdapat dua aspek permasalahan yang
harus diselesaikan yaitu aspek identitas objek desain dan
aspek pemanfaatan potensi lingkungan sekitar. Pada skema
konsep desain, sitem utilitas pintar dan green futuristik
menjadi kata kunci untuk menyelesaikan permasalahan
tersebut. Yaitu menekankan kepada pencapaian unsur-unsur
kenyamanan dalam ruang, kesehatan, keselamatan,
kemudahan, komunikasi, dan mobilitas dalam bangunan serta
sebagai konsep pencitraan dari Angkringan Banyu Anget.
Dasar pertimbangan pemakaian sistem utilitas dan
perlengkapan bangunan adalah:
a. Kemudahan dalam penggunaan dan pemeliharaan
b. Kesederhanaan jaringan sistem
c. Keamanan terhadap pelaku aktifitas
d. Keamanan terhadap lingkungan
Dasar pertimbangan tersebut didasarkan pada perwujudan
identitas yang dapat mewakili visi & misi objek desain sebagai
fasilitas publik yang mengoptimalkan pelayanan terbaik untuk
pengunjung, dengan memanjakan pengunjung untuk
menikmati hidangan dan tempat yang nyaman.
Modern Natural merupakan tema langgam yang dapat
menjawab persoalan pencapaian identitas pada Angkringan
Banyu Anget. Tema modern natural sendiri merupakan konsep
perancangan sebuah produk atau hasil teknologi yang lebih
memperhatikan dampak dari keberadaannya terhadap
lingkungan baik dalam proses penciptaannya maupun hasil
produk yang diciptakan serta megoptimalkan sumber daya
sekitar untuk diterapkan dalam aplikasi desain interior.
Dengan mengangkat tema modern dan natural akan
memperlihatkan karakter budaya, khususnya Surabaya yang
peduli terhadap lingkungan guna menanggapi permintaan
pasar global yang sensitif mengenai isu lingkungan, namun
juga tidak apriori terhadap perkembangan teknologi yang
berorientasi kepada masa depan.
Konsep Pencitraan dengan langgam modern natural akan
dimunculkan dalam interior ruangan untuk membentuk
suasana melalui bentukan furniture, elemen estetis, pemilihan
material dan konsep warna pada setiap ruang
Konsep ruang interior terbuka dengan memaksimalkan
bukaan guna memaksimalkan pemandangan alam dari dalam
interior didasarkan pada sifatnya yang memberi keleluasaan
pada ruang tanpa membuat batasan yang masif. Hal tersebut
dapat membentuk interpretasi tersendiri pada pengguna yang
dapat menghapus kesan formal pada suatu angkringan
sehingga membentuk kesan menyatu dengan alam.
B. Konsep Mikro
1. Konsep Bentukan
Tema modern natural merupakan suatu bentuk desain
yang melakukan pendekatan terhadap keberadaan objek
desain dalam lingkungannya sendiri. Kesan menyatu
JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 3, No.1, (2014) 2337-3520 (2301-928X Print)
4
dengan alam dengan mengikuti pola bentukan apa adanya
menjadi dasar bentukan yang akan digunakan.
2. Konsep Warna
Warna identitas mewakili image Angkringan Banyu Anget
yang mayoritas pengunjung datang untuk mencari
ketenangan dan suasana romantis Warna tema yang
diambil dari warna warna futuristik merupakan permainan
warna bersih dan simpel, yaitu hitam, abu abu dan putih
Warna merupakan salah satu unsur terpenting dalam
identitas visual. Hal itu disebabkan karena mata manusia
merespon warna lebih cepat dibandingkan dengan elemen
desain yang lain, seperti bentuk atau rupa. Warna lah
unsur yang pertama kali dilihat ketika berada dalam suatu
ruang.
Warna dalam aspek kenyamanan dapat diuraikan pada
gambar. Gambar berikut merupakan warna yang dapat
memberikan efek relaksasi dan kenyamanan pada mata
serta dapat meningkatkan konsentrasi.
Warna yang dapat mereduksi pantulan cahaya berlebih
dari luas, yaitu warna gelap (Hitam, Cokelat, Merah, dan
turunannya)
Gambar 2 Warna Natural dan Corporite
Sumber : Google
Warna merupakan salah satu unsur terpenting dalam
identitas visual. Hal itu disebabkan karena mata manusia
merespon warna lebih cepat dibandingkan dengan elemen
desain yang lain, seperti bentuk atau rupa. Warna lah
unsur yang pertama kali dilihat ketika berada dalam suatu
ruang.
Warna dalam aspek kenyamanan dapat diuraikan pada
gambar. Gambar berikut merupakan warna yang dapat
memberikan efek relaksasi dan kenyamanan pada mata
serta dapat meningkatkan konsentrasi
Warna identitas mewakili image Angkringan Banyu
Anget yang mayoritas pengunjung datang untuk mencari
ketenangan dan suasana romantis Warna tema yang
diambil dari warna warna futuristik merupakan permainan
warna bersih dan simpel, yaitu hitam, abu abu dan putih
Gambar. 4. Warna tema modern
IV. DESAIN AKHIR
A. Ruang Terpilih 1 – Area VIP
Pada area ini konsep modern natural diterapkan melalui
rencana lantai seakan seperti di pinggir jalan raya dengan
tambahan lampu jalan, dengan memanfaatkan peggunaan
teknologi pencahayaan LED untuk memberi kesan tanpa
batas.
Gambar. 1. Perspektif 3D area VIP
B. Ruang Terpilih 2 – Area Makan Outdoor Belakang
Pada area makan outdoor belakang pengaplikasian
leveling lantai sebagai bentuk identitas daerah sekitar yang
mayoritas berkontur terasering serta penggunaan bahan
dinding wastafel batu alam untuk memunculkan kesan
menyatu dengan lingkungan sekitar.
Bentukan furnitur dan elemen estetis merupakan
transformasi bentuk sederhana dari kopi.
Gambar.1 . Perspektif 3D Area Makan Outdoor Belakang
Bahan furnitur yang digunakan juga menggunakan bahan
prefabrikasi dan daur ulang seperti pemakaian kayu bekas
pada meja makan pada area makan kamar. Dengan paduan
warna gelap dan terang serta sentuhan warna orange dapat
menimbulkan kesan bersih dan hitech pada penggunaan dan
permainan cahaya hidden lamp pada tepi plafon.
C. Ruang Terpilih 3 – Area Lesehan Outdoor Depan
Pada Area lesehan outdoor depan pengaplikasian leveling
lantai sebagai bentuk identitas daerah sekitar yang
mayoritas berkontur terasering serta penggunaan bahan
rumput asli pada lantai untuk memunculkan kesan menyatu
dengan lingkungan sekitar.
Bentukan furnitur dan elemen estetis merupakan
transformasi bentuk sederhana dari kopi.
JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 3, No.1, (2014) 2337-3520 (2301-928X Print)
5
Gambar.1 . Perspektif 3D Area Lesehan Outdoor Depan
V. KESIMPULAN/RINGKASAN
1 ) Pengembangan desain interior angkringan banyu anget
sebagai sarana temu budaya di surabaya dengan konsep
modern natural sangat penting untuk dilakukan, dengan
konsep sebagai sarana temu budaya dapat menjawab masalah
angkringan banyu anget kurangnya pengetahuan pengunjung
tentang angkringan banyu anget yang sudah beroperasional
pada tahun 2009.
2 ) Pengembangan desain interior angkringan banyu anget
sebagai sarana temu budaya di surabaya dengan konsep
modern natural dapat mencapai target pasar yang baru yaitu
kalangan anak muda, karena desain furniture dan sirkulasi
angkringan yang dapat mendukung kenyamanan pengunjung
terutama untuk kalangan muda.
3 ) Pengembangan desain interior angkringan banyu anget
sebagai sarana temu budaya di surabaya dengan konsep
modern natural dengan tujuan memperkenalkan “ Penampilan
Bintang Lima, Harga Kaki Lima “ dengan penambahan
fasilitas baru untuk menawarkan banyak pilihan aktifitas
didalam angkringan maka konsistensi dan komitmen
pengembangan interior angkringan dimasa mendatang yang
lebih hijau dan ramah lingkungan akan dapat tercapai,
sehingga semakin menarik minat pengunjung/wisatawan untuk
datang. Dan secara tidak langsung usaha tersebut dapat
meningkatkan keuntungan finansial pemerintah kota surabaya
dan Angkringan Banyu Anget sebagai pengelola, dan terlebih
ekonomi masyarakat pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Google/ budaya jawa timur ( tanggal 12 juni 2014 )
[2] Google/ kopi Gayo Aceh ( tanggal 12 juni 2014 ) [3] Google/ Kopi kintamani ( tanggal 12 juni 2014 )
[4] Google/ kopi luwak ( tanggal 12 juni 2014 ) [5] Google/ Kopi Wamena ( tanggal 12 juni 2014 )
[6] http://4.bp.blogspot.com/_9Tv1rPjdKk/TGzibU50wPI/AAAAAAAAAD
0/u8sL9n_8KTE/s1600/coffee+shop+kota+baru+1.jpg ( tanggal 3 juni 2014 )
[7] http://www.theglobal-review.com/images/news/secangkir%20kopi.jpg
( tanggal 3 juni 2014 ) [8] http://2.bp.blogspot.com ( tanggal 2 juni 2014 )
[9] http://loexie.files.wordpress.com/2012/09/spoon-lamp5.jpg, ( tanggal 1
juni 2014 ) [10] id.wikipedia.org/wiki/Gamelan ( tanggal 13 juni 2014 )
[11] umum.kompasiana.com/2009/10/07/mengenal-alat-musik-tradisonal-
gamelan-12739.html ( tanggal 13 juni 2014 ) [12] yudhipri.wordpress.com/2010/06/15/bagian-alat-musik-gamelan,
( tanggal 13 juni 2014 )