desain interior angkringan banyu anget sebagai temu budaya...

5
JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 3, No.1, (2014) 2337-3520 (2301-928X Print) 1 ABSTRAK AbstrakAkhir dekade ini perkembangan Angkringan sangat pesat peningkatannya. Angkringan memang bermula dari upaya menaklukkan kemiskinan usaha ini konon dimulai pada tahun 1950-an oleh mbah pairo karena tidak ada lahan yang subur di desanya di kecamatan Cawas, Klaten ( Jateng ). Awalnya para pedagang minuman dan makanan kecil ini tidak menggunakan gerobak melainkan pikulan mereka dulu disebut pedagang hik (dibaca Hek). Nama hik bermula pada tradisi malam selikuran di Keraton Surakarta, pada malam tersebut kota berhiaskan lentera (ting-ting) yang antara lain dibawa para pedagang makanan para pedagang itu biasa berteriak Hiik......iyeeekk.... sampai sekarang istilah hik masih dipakai di Solo. Namun di Yogya mereka populer dengan nama angkringan atau warung kucing (Kompas, 20-06-2004). Nama angkringan itu sendiri diambil dari bahasa jawa yaitu angkringan yang artinya duduk dengan posisi salah satu kaki lebih tinggi dari kaki yang lainnya. Karena image Angkringan di masyarakat bahwa Angkringan selalu seperti warung pinggir jalan maka dari itu Angkringan selalu terlihat sepi. Beberapa tinjaun pustaka dilakukan untuk memperoleh data yang dibutuhkan dalam mendesain Angkringan. Studi tentang pencahayaan dilakukan untuk mendapatkan warna dan cahaya yang baik di dalam Angkringan agar tidak terkesan penampilan warung. Tinjauan tentang warna dilakukan untuk memperoleh pengaruh psikologis manusia terhadap warna ketika sedang makan dan bersantai dengan kerabat dekatnya pada saat di Angkringan. Tinjauan tentang ergonomi adalah untuk mengetahui berapa ukuran untuk desain furnitur dan spaceAngkringan yang tepat agar konsumen merasa nyaman untuk berlama-lama pada saat di Angkringan. Adanya konsep desain modern-natural pada pemilihan material dan bentuk pada layout denah, sirkulasi, furnitur, dan pencahayaan yang dapat mendukung suasana. Hasil desain tersebut adalah sebuah Angkringan dengan desain interior yang modern-natural serta sarana temu budaya. Pengguna yang semula adalah masyarakat umum juga mencakup untuk kawula muda. Tujuan dari mendesain interior Angkringan Banyu Anget ini untuk menghasilkan suasana interior yang nyaman dimana konsumen dapat menikmati makanan dan minuman yang disajikan dengan rileks sambil mendengarkan musik budaya khas Jawa Timur secara tidak langsung melalui interior yang ada. Kata Kunci : Budaya, Modern, Natural 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ngkringan memiliki lingkup sosial, mempresentasikan “ windows to the culture “, nilai, penghargaan, pencapaian pribadi dan keberadaan sosial yang merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari. Angkringan memang bermula dari upaya menaklukkan kemiskinan usaha ini konon dimulai pada tahun 1950-an oleh mbah pairo karena tidak ada lahan yang subur di desanya di kecamatan Cawas, Klaten ( Jateng ). Awalnya para pedagang minuman dan makanan kecil ini tidak menggunakan gerobak melainkan pikulan mereka dulu disebut pedagang hik (dibaca Hek). Nama hik bermula pada tradisi malam selikuran (malam ke21) di Keraton Surakarta, pada malam tersebut kota berhiaskan lentera (ting-ting) yang antara lain dibawa para pedagang makanan para pedagang itu biasa berteriak Hiik......iyeeekk.... sampai sekarang istilah hik masih dipakai di Solo. Namun di Yogya mereka populer dengan nama angkringan atau warung kucing (Kompas, 20-06-2004). Nama angkringan itu sendiri diambil dari bahasa jawa yaitu angkring yang artinya duduk dengan posisi salah satu kaki lebih tinggi dari kaki yang lainnya. Di dalam budaya jawa itu sendiri, cara duduk seperti ini biasanya tidak diperbolehkan karena dianggap tidak etis apalagi bila dilakukan pada saat makan selain nama angkringan, ada juga beberapa orang yang menyebut angkringan dengan nama warung kucing atau kucingan. Kata kucingan konon muncul dikarenakan nasi yang dijual sebagai bagian dari salah satu produk yang dijual di sana mirip dengan cara kebanyakan orang memberikan makan kepada kucing. Porsi nasinya kira-kira hanya 3 kali suapan dengan pasangan lauk berupa sambel dan ikan teri seperti makanan untuk kucing. Adapun produk-produk yang dijual di angkringan ini kalau dilihat sebenarnya bukanlah makanan yang cepat saji karena meskipun konsumen dapat langsung mengkonsumsi makanan atau minuman yang telah tersaji di sana semenjak warung ini dibuka, akan tetapi makanan atau minuman tersebut tetap membutuhkan proses yang memakan waktu sebelum dijual. Sebut saja nasi lengkap dengan sambalnya, Desain Interior Angkringan Banyu Anget Sebagai Temu Budaya Di Surabaya dengan Konsep Modern Natural 1) Dherry Mayndra Saksana dan 2) Adi Wardoyo Jurusan Desain Interior, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Despro no.1, 60111 Surabaya e-mail : [email protected] A

Upload: dangthuy

Post on 18-Mar-2019

236 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Desain Interior Angkringan Banyu Anget Sebagai Temu Budaya ...digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-40189-3410100062-paper.pdf · Awalnya para pedagang minuman dan makanan kecil

JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 3, No.1, (2014) 2337-3520 (2301-928X Print)

1

ABSTRAK

Abstrak— Akhir dekade ini perkembangan Angkringan

sangat pesat peningkatannya. Angkringan memang bermula dari

upaya menaklukkan kemiskinan usaha ini konon dimulai pada

tahun 1950-an oleh mbah pairo karena tidak ada lahan yang

subur di desanya di kecamatan Cawas, Klaten ( Jateng ).

Awalnya para pedagang minuman dan makanan kecil ini tidak

menggunakan gerobak melainkan pikulan mereka dulu disebut

pedagang hik (dibaca Hek). Nama hik bermula pada tradisi

malam selikuran di Keraton Surakarta, pada malam tersebut

kota berhiaskan lentera (ting-ting) yang antara lain dibawa para

pedagang makanan para pedagang itu biasa berteriak

Hiik......iyeeekk.... sampai sekarang istilah hik masih dipakai di

Solo. Namun di Yogya mereka populer dengan nama angkringan

atau warung kucing (Kompas, 20-06-2004). Nama angkringan itu

sendiri diambil dari bahasa jawa yaitu angkringan yang artinya

duduk dengan posisi salah satu kaki lebih tinggi dari kaki yang

lainnya.

Karena image Angkringan di masyarakat bahwa

Angkringan selalu seperti warung pinggir jalan maka dari itu

Angkringan selalu terlihat sepi. Beberapa tinjaun pustaka

dilakukan untuk memperoleh data yang dibutuhkan dalam

mendesain Angkringan. Studi tentang pencahayaan dilakukan

untuk mendapatkan warna dan cahaya yang baik di dalam

Angkringan agar tidak terkesan penampilan warung. Tinjauan

tentang warna dilakukan untuk memperoleh pengaruh

psikologis manusia terhadap warna ketika sedang makan dan

bersantai dengan kerabat dekatnya pada saat di Angkringan.

Tinjauan tentang ergonomi adalah untuk mengetahui berapa

ukuran untuk desain furnitur dan spaceAngkringan yang tepat

agar konsumen merasa nyaman untuk berlama-lama pada saat

di Angkringan.

Adanya konsep desain modern-natural pada pemilihan

material dan bentuk pada layout denah, sirkulasi, furnitur, dan

pencahayaan yang dapat mendukung suasana. Hasil desain

tersebut adalah sebuah Angkringan dengan desain interior yang

modern-natural serta sarana temu budaya. Pengguna yang

semula adalah masyarakat umum juga mencakup untuk kawula

muda. Tujuan dari mendesain interior Angkringan Banyu Anget

ini untuk menghasilkan suasana interior yang nyaman dimana

konsumen dapat menikmati makanan dan minuman yang

disajikan dengan rileks sambil mendengarkan musik budaya

khas Jawa Timur secara tidak langsung melalui interior yang

ada.

Kata Kunci : Budaya, Modern, Natural

1. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

ngkringan memiliki lingkup sosial, mempresentasikan “

windows to the culture “, nilai, penghargaan,

pencapaian pribadi dan keberadaan sosial yang

merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari. Angkringan

memang bermula dari upaya menaklukkan kemiskinan usaha

ini konon dimulai pada tahun 1950-an oleh mbah pairo karena

tidak ada lahan yang subur di desanya di kecamatan Cawas,

Klaten ( Jateng ). Awalnya para pedagang minuman dan

makanan kecil ini tidak menggunakan gerobak melainkan

pikulan mereka dulu disebut pedagang hik (dibaca Hek).

Nama hik bermula pada tradisi malam selikuran (malam ke21)

di Keraton Surakarta, pada malam tersebut kota berhiaskan

lentera (ting-ting) yang antara lain dibawa para pedagang

makanan para pedagang itu biasa berteriak Hiik......iyeeekk....

sampai sekarang istilah hik masih dipakai di Solo. Namun di

Yogya mereka populer dengan nama angkringan atau warung

kucing (Kompas, 20-06-2004).

Nama angkringan itu sendiri diambil dari bahasa jawa

yaitu angkring yang artinya duduk dengan posisi salah satu

kaki lebih tinggi dari kaki yang lainnya. Di dalam budaya jawa

itu sendiri, cara duduk seperti ini biasanya tidak diperbolehkan

karena dianggap tidak etis apalagi bila dilakukan pada saat

makan selain nama angkringan, ada juga beberapa orang yang

menyebut angkringan dengan nama warung kucing atau

kucingan. Kata kucingan konon muncul dikarenakan nasi yang

dijual sebagai bagian dari salah satu produk yang dijual di

sana mirip dengan cara kebanyakan orang memberikan makan

kepada kucing. Porsi nasinya kira-kira hanya 3 kali suapan

dengan pasangan lauk berupa sambel dan ikan teri seperti

makanan untuk kucing.

Adapun produk-produk yang dijual di angkringan ini

kalau dilihat sebenarnya bukanlah makanan yang cepat saji

karena meskipun konsumen dapat langsung mengkonsumsi

makanan atau minuman yang telah tersaji di sana semenjak

warung ini dibuka, akan tetapi makanan atau minuman

tersebut tetap membutuhkan proses yang memakan waktu

sebelum dijual. Sebut saja nasi lengkap dengan sambalnya,

Desain Interior Angkringan Banyu Anget

Sebagai Temu Budaya Di Surabaya dengan

Konsep Modern Natural 1) Dherry Mayndra Saksana dan

2) Adi Wardoyo

Jurusan Desain Interior, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh

Nopember (ITS)

Jl. Despro no.1, 60111 Surabaya

e-mail : [email protected]

A

Page 2: Desain Interior Angkringan Banyu Anget Sebagai Temu Budaya ...digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-40189-3410100062-paper.pdf · Awalnya para pedagang minuman dan makanan kecil

JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 3, No.1, (2014) 2337-3520 (2301-928X Print)

2

aneka gorengan seperti tempe, tahu, bakwan, pisang, dan lain-

lainnya, berbagai cemilan seperti kacang, krupuk, marning

jagung, serta tak ketinggalan adanya sate hati ayam dan sate

usus serta baceman kepala ayam dan tahu. Khusus mengenai

minuman, yang menjadi kekhasan tersendiri ialah minuman

atau disebut wedang jahe. Selain tentunya minuman yang lain

seperti es teh, es jeruk , es jahe susu, kopi panas maupun air

putih. Hidangan yang disajikan tidak sama kompletnya antara

angkringan satu dengan angkringan yang lainnya. Namun

yang jelas angkringan mudah dikenali karena tetap dengan ciri

khasnya yaitu gerobak kayu, minum-minuman dengan harga

yang relatif murah, dan tiga buah ceret di sebelah tempat

makanan, serta bungkusan nasi kecil dengan harga Rp 600

yang membuat kekhasan bagi pedagang angkringan.

Angkringan penuh dengan detail, membutuhkan perhatian

berbagai aspek setiap hari nilai dari interior, sisi higienis,

proses membuat, penampilan tempat pembuatan, penampilan

makanan atau minuman, servis makanan atau minuman,

sumber daya manusia, pengendalian biaya, desain menu, dan

sebagainya.” (Kompas, 20-06-2004).

Dewasa ini fungsi Angkringan bukan hanya sebagai

tempat makan tetapi juga tempat bersantai, tempat “ngobrol”

dan berkumpul sampai tempat untuk melakukan bisnis.

Perkembangan ini terjadi seiring dengan meningkatnya

kebutuhan masyarakat. Pada akhir pekan tak jarang

Angkringan dipenuhi oleh keluarga, kawula muda serta para

profesional yang ingin melepaskan kepenatan setelah bekerja

atau kuliah seminggu penuh.

Angkringan merupakan fasilitas publik yang

menyediakan kebutuhan dasar manusia, tidak dapat ditunda,

dan tidak dapat tergantikan, yaitu makan dan minum dimana

pada saat masa krisis pun manusia tetap membutuhkannya

daripada kebutuhan akan pakaian, perhiasan dan kebutuhan

lainnya yang dapat ditunda untuk mendapatkannya. Maka dari

itu, Angkringan yang mampu menyediakan tempat dan

keinginan ( dalam hal ini interior pun ikut berperan

mendukung fungsi dan image Angkringan itu sendiri ) yang

dibutuhkan masyarakat seperti fungsi di atas adalah

Angkringan yang mampu bertahan pada saat krisis sekalipun.

Perpaduan antara makanan berat dan makanan ringan kerap

dijumpai pada berbagai Angkringan, khususnya di Surabaya

pada akhir – akhir ini yang menjadi tren jenis makanan yang

banyak dikonsumsi masyarakat, khususnya kawula muda.

Culture style merupakan nama yang cocok untuk konsep

interior Angkringan yang menggunakan gaya perpaduan

budaya yang berada di Surabaya tersebut.

Angkringan Banyu Anget, apabila dibandingkan dengan

Angkringan lainnya yang menggunakan konsep yang sama,

yaitu Culture style, masih memiliki banyak kekurangan untuk

menjangkau target pasar yang lebih besar saat ini, yaitu anak

muda. Selama ini, Angkringan hanya dianggap sebagai tempat

yang kecil seperti warung dengan harga yang relatif murah

dan tempat yang tidak nyaman, karena menu dan

pelayanannya sekelas dengan warung. Seharusnya tidak

demikian, konsep “ Penampilan Bintang Lima, Harga Kaki

Lima “ yang dimaksudkan disini adalah penampilan modern

minimalis dan menu yang ditawarkan tersedia dengan harga

yang kompetitif dan berkualitas rasa makanan atau

minumannya.

Demikian pula dengan tren interior yang sedang marak

mendominasi di Surabaya yaitu : modern-natural, kerap

digunakan pada interior sebuah Angkringan dengan konsep

minimalis style. Dalam hal ini, gaya modern mewakili citarasa

barat dan natural, yang sesuai dengan iklim Asia pada

umumnya, mewakili citarasa dari timur.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana mempertemukan budaya di surabaya dalam

angkringan banyu anget dengan konsep modern natural

C. Batasan Masalah

1. Pembahasan bukan pada arsitekturalnya melainkan pada

desain interiornya saja

2. Objek desain meliputi interior, furniture, elemen estetis,

dan tidak mengubah struktur bangunan.

3. Objek perancangan pada ruang terpilih dengan luasan

300-500m2

D. Tujuan Dan Manfaat

1. Menciptakan suasana-suasana Angkringan yang dapat

untuk kalangan kawula muda jaman sekarang, khususnya

kawula muda yang dinamis, modern, dan suka berkehidupan

malam

2. Menyediakan sebuah tempat untuk mendapatkan suasana

dan nuansa yang eksklusif, berkelas, dan bernuansa modern-

natural serta adanya musik – musik dan alat – alat musik ciri

khas Jawa Timur

3. Menghasilkan interior yang modern-natural melalui aplikasi

layout, sirkulasi, furnitur, dan lighting yang modern natural

4. Melalui desain interior Angkringan dapat menarik minat

pengunjung dan tetap mempertahankan pelanggan lama

II. URAIAN PENELITIAN

A. Metode Pengumpulan Data

Dalam tahap pengumpulan data dapat terbagi menjadi dua

bagian, yaitu :

1. Data Primer

Dengan cara melakukan wawancara langsung terhadap

narasumber ( Operational Manager, Asst. Angkringan

Manager, Angkringan Supervisor, dan Waiter ) dan dilakukan

pula kegiatan survey lapangan serta pengamatan lapangan.

2. Data Sekunder

melakukan tinjauan pustaka dan studi literatul terhadap teori-

teori dan hal-hal yang mempunyai relevasi dengan proyek

Riset ini.Dalam tahap pengumpulan data dilakukan melalui

beberapa metode pengambilan data, yaitu :

1. Studi Lapangan / eksisting (survey langsung)

Dilakukan dengan melakukan survey seperti melihat,

mengamati, mencatat informasi yang diperlukan, serta

melakukan dokumentasi sebagai eksistingnya untuk

mengetahui kondisi yang sesungguhnya mengenai interior

maupun aktivitas yang ada di angkringan.

Page 3: Desain Interior Angkringan Banyu Anget Sebagai Temu Budaya ...digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-40189-3410100062-paper.pdf · Awalnya para pedagang minuman dan makanan kecil

JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 3, No.1, (2014) 2337-3520 (2301-928X Print)

3

Observasi yang dilakukan dibagi menjadi 2 objek studi,

yaitu :

a. Observasi pada objek studi dalam kasus ini adalah

Angkringan Banyu Anget

b. Pengamatan secara langsung pada obyek pembanding

yang akan dijadikan studi tentang kebutuhan ruang

pada angkringan.

2. Wawancara

Wawancara dilakukan dengan :

a. Pihak asisten general manager Angkringan Banyu

Anget

b. Pengunjung Angkringan Banyu Anget

Teknik wawancara yang digunakan adalah teknik

wawancara secara mendalam (Depth Interview).

3. Studi Literatur

Diperoleh melalui pendataan beberapa jenis literatur

seperti buku, catatan, jurnal ilmiah dari sumber lain yang

relevan dan mendukung penelitian untuk memperkaya

informasi yang telah diperoleh melalui metode studi

lapangan dan wawancara.

Gambar. 1. Skema alur metode desain

B. Metode Analisa Data

Pada tahapan analisa data, approach research yang

digunakan adalah deskriptif dengan membagi tahap

pengolahan data kedalam tiga metode. Metode yang

digunakan dalam pengolahan data adalah metode induktif,

yaitu dengan cara mengumpulkan semua data yang ada

kemudian dianalisis berdasarkan literatur dan kemudian

diambil kesimpulannya. Selain itu analisis data juga dapat

menggunakan metode deduktif dan komparatif.

Metode deduktif merupakan metode mengolah dan

menganalisa data-data yang bersifat umum, kemudian

menganalisa kembali data-data tersebut menjadi bersifat lebih

detail yang sesuai dengan judul desain. Metode komparatif

merupakan metode menggabungkan data untuk melakukan

perbandingan data- data yang ada. Selanjutnya membentuk

data-data tersebut sesuai judul desain.

C. Metode Desain

Metode desain ditunjukkan pada gambar 1.

III. KONSEP DESAIN

A. Konsep Makro

Konsep makro yang diterapkan pada interior Angkringan

Banyu Anget bersumber dari upaya penyelesaian

permasalahan yang terdapat pada objek desain. Berdasarkan

analisa yang dilakukan terdapat dua aspek permasalahan yang

harus diselesaikan yaitu aspek identitas objek desain dan

aspek pemanfaatan potensi lingkungan sekitar. Pada skema

konsep desain, sitem utilitas pintar dan green futuristik

menjadi kata kunci untuk menyelesaikan permasalahan

tersebut. Yaitu menekankan kepada pencapaian unsur-unsur

kenyamanan dalam ruang, kesehatan, keselamatan,

kemudahan, komunikasi, dan mobilitas dalam bangunan serta

sebagai konsep pencitraan dari Angkringan Banyu Anget.

Dasar pertimbangan pemakaian sistem utilitas dan

perlengkapan bangunan adalah:

a. Kemudahan dalam penggunaan dan pemeliharaan

b. Kesederhanaan jaringan sistem

c. Keamanan terhadap pelaku aktifitas

d. Keamanan terhadap lingkungan

Dasar pertimbangan tersebut didasarkan pada perwujudan

identitas yang dapat mewakili visi & misi objek desain sebagai

fasilitas publik yang mengoptimalkan pelayanan terbaik untuk

pengunjung, dengan memanjakan pengunjung untuk

menikmati hidangan dan tempat yang nyaman.

Modern Natural merupakan tema langgam yang dapat

menjawab persoalan pencapaian identitas pada Angkringan

Banyu Anget. Tema modern natural sendiri merupakan konsep

perancangan sebuah produk atau hasil teknologi yang lebih

memperhatikan dampak dari keberadaannya terhadap

lingkungan baik dalam proses penciptaannya maupun hasil

produk yang diciptakan serta megoptimalkan sumber daya

sekitar untuk diterapkan dalam aplikasi desain interior.

Dengan mengangkat tema modern dan natural akan

memperlihatkan karakter budaya, khususnya Surabaya yang

peduli terhadap lingkungan guna menanggapi permintaan

pasar global yang sensitif mengenai isu lingkungan, namun

juga tidak apriori terhadap perkembangan teknologi yang

berorientasi kepada masa depan.

Konsep Pencitraan dengan langgam modern natural akan

dimunculkan dalam interior ruangan untuk membentuk

suasana melalui bentukan furniture, elemen estetis, pemilihan

material dan konsep warna pada setiap ruang

Konsep ruang interior terbuka dengan memaksimalkan

bukaan guna memaksimalkan pemandangan alam dari dalam

interior didasarkan pada sifatnya yang memberi keleluasaan

pada ruang tanpa membuat batasan yang masif. Hal tersebut

dapat membentuk interpretasi tersendiri pada pengguna yang

dapat menghapus kesan formal pada suatu angkringan

sehingga membentuk kesan menyatu dengan alam.

B. Konsep Mikro

1. Konsep Bentukan

Tema modern natural merupakan suatu bentuk desain

yang melakukan pendekatan terhadap keberadaan objek

desain dalam lingkungannya sendiri. Kesan menyatu

Page 4: Desain Interior Angkringan Banyu Anget Sebagai Temu Budaya ...digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-40189-3410100062-paper.pdf · Awalnya para pedagang minuman dan makanan kecil

JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 3, No.1, (2014) 2337-3520 (2301-928X Print)

4

dengan alam dengan mengikuti pola bentukan apa adanya

menjadi dasar bentukan yang akan digunakan.

2. Konsep Warna

Warna identitas mewakili image Angkringan Banyu Anget

yang mayoritas pengunjung datang untuk mencari

ketenangan dan suasana romantis Warna tema yang

diambil dari warna warna futuristik merupakan permainan

warna bersih dan simpel, yaitu hitam, abu abu dan putih

Warna merupakan salah satu unsur terpenting dalam

identitas visual. Hal itu disebabkan karena mata manusia

merespon warna lebih cepat dibandingkan dengan elemen

desain yang lain, seperti bentuk atau rupa. Warna lah

unsur yang pertama kali dilihat ketika berada dalam suatu

ruang.

Warna dalam aspek kenyamanan dapat diuraikan pada

gambar. Gambar berikut merupakan warna yang dapat

memberikan efek relaksasi dan kenyamanan pada mata

serta dapat meningkatkan konsentrasi.

Warna yang dapat mereduksi pantulan cahaya berlebih

dari luas, yaitu warna gelap (Hitam, Cokelat, Merah, dan

turunannya)

Gambar 2 Warna Natural dan Corporite

Sumber : Google

Warna merupakan salah satu unsur terpenting dalam

identitas visual. Hal itu disebabkan karena mata manusia

merespon warna lebih cepat dibandingkan dengan elemen

desain yang lain, seperti bentuk atau rupa. Warna lah

unsur yang pertama kali dilihat ketika berada dalam suatu

ruang.

Warna dalam aspek kenyamanan dapat diuraikan pada

gambar. Gambar berikut merupakan warna yang dapat

memberikan efek relaksasi dan kenyamanan pada mata

serta dapat meningkatkan konsentrasi

Warna identitas mewakili image Angkringan Banyu

Anget yang mayoritas pengunjung datang untuk mencari

ketenangan dan suasana romantis Warna tema yang

diambil dari warna warna futuristik merupakan permainan

warna bersih dan simpel, yaitu hitam, abu abu dan putih

Gambar. 4. Warna tema modern

IV. DESAIN AKHIR

A. Ruang Terpilih 1 – Area VIP

Pada area ini konsep modern natural diterapkan melalui

rencana lantai seakan seperti di pinggir jalan raya dengan

tambahan lampu jalan, dengan memanfaatkan peggunaan

teknologi pencahayaan LED untuk memberi kesan tanpa

batas.

Gambar. 1. Perspektif 3D area VIP

B. Ruang Terpilih 2 – Area Makan Outdoor Belakang

Pada area makan outdoor belakang pengaplikasian

leveling lantai sebagai bentuk identitas daerah sekitar yang

mayoritas berkontur terasering serta penggunaan bahan

dinding wastafel batu alam untuk memunculkan kesan

menyatu dengan lingkungan sekitar.

Bentukan furnitur dan elemen estetis merupakan

transformasi bentuk sederhana dari kopi.

Gambar.1 . Perspektif 3D Area Makan Outdoor Belakang

Bahan furnitur yang digunakan juga menggunakan bahan

prefabrikasi dan daur ulang seperti pemakaian kayu bekas

pada meja makan pada area makan kamar. Dengan paduan

warna gelap dan terang serta sentuhan warna orange dapat

menimbulkan kesan bersih dan hitech pada penggunaan dan

permainan cahaya hidden lamp pada tepi plafon.

C. Ruang Terpilih 3 – Area Lesehan Outdoor Depan

Pada Area lesehan outdoor depan pengaplikasian leveling

lantai sebagai bentuk identitas daerah sekitar yang

mayoritas berkontur terasering serta penggunaan bahan

rumput asli pada lantai untuk memunculkan kesan menyatu

dengan lingkungan sekitar.

Bentukan furnitur dan elemen estetis merupakan

transformasi bentuk sederhana dari kopi.

Page 5: Desain Interior Angkringan Banyu Anget Sebagai Temu Budaya ...digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-40189-3410100062-paper.pdf · Awalnya para pedagang minuman dan makanan kecil

JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 3, No.1, (2014) 2337-3520 (2301-928X Print)

5

Gambar.1 . Perspektif 3D Area Lesehan Outdoor Depan

V. KESIMPULAN/RINGKASAN

1 ) Pengembangan desain interior angkringan banyu anget

sebagai sarana temu budaya di surabaya dengan konsep

modern natural sangat penting untuk dilakukan, dengan

konsep sebagai sarana temu budaya dapat menjawab masalah

angkringan banyu anget kurangnya pengetahuan pengunjung

tentang angkringan banyu anget yang sudah beroperasional

pada tahun 2009.

2 ) Pengembangan desain interior angkringan banyu anget

sebagai sarana temu budaya di surabaya dengan konsep

modern natural dapat mencapai target pasar yang baru yaitu

kalangan anak muda, karena desain furniture dan sirkulasi

angkringan yang dapat mendukung kenyamanan pengunjung

terutama untuk kalangan muda.

3 ) Pengembangan desain interior angkringan banyu anget

sebagai sarana temu budaya di surabaya dengan konsep

modern natural dengan tujuan memperkenalkan “ Penampilan

Bintang Lima, Harga Kaki Lima “ dengan penambahan

fasilitas baru untuk menawarkan banyak pilihan aktifitas

didalam angkringan maka konsistensi dan komitmen

pengembangan interior angkringan dimasa mendatang yang

lebih hijau dan ramah lingkungan akan dapat tercapai,

sehingga semakin menarik minat pengunjung/wisatawan untuk

datang. Dan secara tidak langsung usaha tersebut dapat

meningkatkan keuntungan finansial pemerintah kota surabaya

dan Angkringan Banyu Anget sebagai pengelola, dan terlebih

ekonomi masyarakat pada umumnya.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Google/ budaya jawa timur ( tanggal 12 juni 2014 )

[2] Google/ kopi Gayo Aceh ( tanggal 12 juni 2014 ) [3] Google/ Kopi kintamani ( tanggal 12 juni 2014 )

[4] Google/ kopi luwak ( tanggal 12 juni 2014 ) [5] Google/ Kopi Wamena ( tanggal 12 juni 2014 )

[6] http://4.bp.blogspot.com/_9Tv1rPjdKk/TGzibU50wPI/AAAAAAAAAD

0/u8sL9n_8KTE/s1600/coffee+shop+kota+baru+1.jpg ( tanggal 3 juni 2014 )

[7] http://www.theglobal-review.com/images/news/secangkir%20kopi.jpg

( tanggal 3 juni 2014 ) [8] http://2.bp.blogspot.com ( tanggal 2 juni 2014 )

[9] http://loexie.files.wordpress.com/2012/09/spoon-lamp5.jpg, ( tanggal 1

juni 2014 ) [10] id.wikipedia.org/wiki/Gamelan ( tanggal 13 juni 2014 )

[11] umum.kompasiana.com/2009/10/07/mengenal-alat-musik-tradisonal-

gamelan-12739.html ( tanggal 13 juni 2014 ) [12] yudhipri.wordpress.com/2010/06/15/bagian-alat-musik-gamelan,

( tanggal 13 juni 2014 )