desain bangunan olahraga dan pengaruhnya terhadap
TRANSCRIPT
1
Desain Bangunan Olahraga dan Pengaruhnya terhadap Kenyamanan Termal Atlet
Isna Naziladinka, Widyarko
Arsitektur Interior, Fakultas Teknik Universitas Indonesia Kampus Baru UI Depok 16424
Tel: +62217863512 Fax: +62217863514
*e-mail: [email protected]
Abstrak
Kenyamanan termal bagi atlet memiliki kondisi yang khusus karena berkaitan dengan aktivitas yang dilakukan sangat berat sehingga membutuhkan udara yang lebih sejuk di dalam bangunan. Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui standar dan faktor yang mempengaruhi kenyamanan termal atlet serta melihat hubungan antara desain bangunan terhadap kualitas kenyamanan termal bagi atlet. Skripsi ini membahas dua bangunan olahraga yang terletak di Kota DKI Jakarta dan keduanya digunakan untuk kegiatan olahraga bola basket secara rutin, namun berada pada kondisi lingkungan mikro yang berbeda. Dengan kondisi tersebut dapat dilihat adanya perbedaan desain bangunan yang berpengaruh terhadap kenyamanan termal bagi atlet saat beraktivitas olahraga di dalamnya. Perbedaan desain tersebut terlihat pada persentase bukaan dan letak bukaan yang tidak memenuhi kriteria yang ada. Kata Kunci: Olahraga, Kenyamanan Termal, Olahraga dan Arsitektur, Bangunan Olahraga
Sports Building Design and Its Effect on Athlete’s Thermal Comfort
Abstract
Thermal comfort for athletes has a special condition because it is related with very heavy activities that require cooler air inside the building. This thesis aims to determine the standards and factors that affect on the thermal comfort of athletes as well as see the relationship between the design of the building and the quality of thermal comfort for athletes. This thesis discusses about two sports buildings which both are usually used by athletes to basketball and both are located in Jakarta City, but the two sports buildings have different micro-environment conditions. Due to the conditions can be seen the differences in building design that affects on the thermal comfort for athletes when during sports activities in it. Design differences are seen in the percentage of openings and the location of openings that do not meet the existing criteria. Keywords: Sport, Thermal Comfort, Sport and Architecture, Sports Building Pendahuluan
Manusia dalam melakukan suatu kegiatan memerlukan suatu kenyamanan. Kenyamanan
yang memiliki parameter terukur dalam hal ini adalah kenyamanan termal, seperti suhu,
kelembapan, serta kecepatan angin. Termasuk bagi para atlet, karena aktivitas yang dilakukannya
Desain Bangunan ..., Isna Naziladinka, FT UI, 2017
2
sangat tinggi membuat kenyamanan termal yang diperlukan oleh mereka lebih besar
dibandingkan saat melakukan aktivitas normal. Sehingga, wadah untuk berkegiatan olahraga
tersebut perlu memiliki kenyamanan termal yang baik agar dapat mengoptimalkan aktivitas
olahraga yang dilakukan oleh atlet.
Akan tetapi, saat ini kondisi wadah untuk berkegiatan olahraga tidak didukung dengan
kualitas bangunan olahraga yang baik. Sehingga banyak bangunan olahraga yang tidak
memperhatikan pada aspek-aspek kenyamanan termal. Padahal Jakarta merupakan daerah yang
memiliki iklim tropis lembap, sehingga radiasi matahari, kelembapan udara, dan curah hujan di
daerah ini tinggi. Faktor-faktor iklim tersebut berpengaruh sangat besar terhadap aspek
kenyamanan fisik manusia terutama aspek kenyamanan termal (termis) (Karyono, 2013, p. 1).
Oleh sebab itu, suatu bangunan olahraga harus dapat menghasilkan kualitas udara yang sejuk ke
dalam bangunan untuk dapat mendukung atlet dalam melakukan kegiatan olahraga. Untuk
menghasilkan kualitas yang sesuai dengan kebutuhan atlet tersebut, diperlukan suatu kondisi
yang khusus agar bangunan tersebut memiliki kenyamanan termal yang ideal.
Skripsi ini membahas mengenai standar yang mempengaruhi kenyamanan termal atlet
saat melakukan olahraga bola basket, faktor terkait yang mempengaruhi kualitas kenyamanan
termal bagi para atlet, serta melihat hubungan secara langsung antara desain bangunan olahraga
terhadap kualitas kenyamanan termal bagi para atlet.
Tinjauan Teoritis PERFORMA TERMAL PADA DESAIN BANGUNAN OLAHRAGA
Iklim Tropis
Menurut Tri Harso Karyono (2013) iklim tropis memiliki beberapa karakteristik,
misalnya kelembapan udara yang tinggi hingga dapat mencapai angka di atas 90%, suhu
udara relatif tinggi, antara 15 hingga 35ºC, radiasi matahari yang menyengat dan
mengganggu, serta curah hujan tinggi yang dapat mencapai angka di atas 3000 mm/tahun.
Faktor-faktor iklim tersebut berpengaruh sangat besar terhadap aspek kenyamanan fisik
manusia terutama aspek kenyamanan termal (termis).
Masalah yang harus diperhatikan pada wilayah beriklim tropis seperti Indonesia adalah
bagaimana menciptakan suhu ruang agar berada di bawah 28,3ºC, dimana suhu tersebut
Desain Bangunan ..., Isna Naziladinka, FT UI, 2017
3
merupakan batas nyaman, ketika suhu udara di luar ruang pada siang hari berkisar 32ºC.
Beberapa pendekatan yang dapat dilakukan dalam kaitannya dengan modifikasi iklim secara
alamiah untuk mencapai kenyamanan yang optimal adalah sebagai berikut: (Karyono, 2013,
p. 5)
• Penanaman pohon
Penanaman pohon lindung di sekitar bangunan dilakukan sebagai upaya menghalangi
radiasi matahari langsung pada material keras seperti halnya atap, dinding, halaman parkir
atau halaman yang ditutup dengan material keras, seperti beton dan aspal, akan sangat
membantu untuk menurunkan suhu lingkungan. (Karyono, 2013, p. 5)
• Penggunaan material berkonduktivitas rendah
Menggunakan bahan-bahan dengan dimensi tebal agar kapasitas menyimpan panas tinggi.
Hal tersebut dipengaruhi oleh nilai konduktivitas termal dari suatu material.
Konduktivitas termal merupakan suatu kemampuan material untuk menghantarkan panas.
Semakin tinggi nilai konduktivitas termal suatu material, semakin besar daya serap
terhadap radiasi matahari. Berikut ini merupakan nilai konduktivitas termal suatu
material. (Gambar 1)
Penggunaan material dengan nilai konduktivitas yang tinggi pada suatu bangunan dapat
meningkatkan suhu di dalam bangunan. Oleh sebab itu, bangunan di daerah tropis
sebaiknya menggunakan material dengan konduktivitas rendah agar panas siang hari tidak
langsung masuk ke dalam bangunan. (Devalentino, Eka, & Maskalah, 2013, p. 1)
Gambar 1. Nilai konduktivitas material Sumber: Konduktivitas Termal, Devalentino, Eka, & Maskalah, 2013, p. 1
Desain Bangunan ..., Isna Naziladinka, FT UI, 2017
4
• Meminimalkan perolehan panas (heat gain) dari radiasi matahari pada bangunan
Hal ini dilakukan dengan cara menghalangi radiasi matahari langsung pada dinding-
dinding transparan yang dapat mengakibatkan terjadinya efek rumah kaca, yang berarti
akan menaikkan suhu dalam bangunan. Kemudian, mengurangi transmisi panas dari
dinding-dinding masif yang terkena radiasi matahari langsung. (Karyono, 2013, p. 5)
• Memaksimalkan pelepasan panas melalui ventilasi silang
Memaksimalkan pelepasan panas dalam bangunan melalui terjadinya aliran udara silang
di dalam bangunan. Aliran udara silang dapat terjadi apabila bangunan menerapkan sistem
ventilasi silang pada bangunan. Georg Lippsmeier (1994) mengatakan bahwa ventilasi
silang merupakan faktor yang sangat penting bagi kenyamanan ruang. Karena aliran udara
yang dihasilkan dari ventilasi tersebut sangat berpengaruh dalam menciptakan ‘efek
dingin’ pada tubuh manusia, sehingga sangat membantu pencapaian kenyamanan termal
(Karyono, 2013, pp. 5-6). Jenis, posisi dan ukuran dari bukaan sangat mempengaruhi efek
aliran udara dari ventilasi silang tersebut (Lippsmeier, 1994, p. 102). Baik atau buruknya
aliran udara yang dihasilkan dari ventilasi, bergantung pada posisi dari bukaan tersebut.
Gambar berikut ini merupakan efek aliran udara pada ruang yang dihasilkan dari beberapa
posisi bukaan. (Lechner, 2015, p. 298)
Posisi ventilasi yang saling berhadapan seperti pada Gambar 2 merupakan kondisi
ventilasi yang paling ideal karena dapat membuat aliran udara di dalam ruang mengalir
secara terus menerus.
Pada Gambar 3, posisi ventilasi saling berdekatan dan simetris. Baik atau buruknya aliran
udara yang terjadi dari posisi ventilasi tersebut tergantung pada arah angin.
Gambar 2. Ventilasi silang berhadapan Sumber: Heating, Cooling, Lighting (4th Edition), 2015, p. 298
Desain Bangunan ..., Isna Naziladinka, FT UI, 2017
5
Sedangkan pada Gambar 4, ventilasi memiliki posisi yang tidak simetris. Aliran udara
yang dihasilkan dari posisi ventilasi yang tidak simetris tersebut tidak menghasilkan aliran
udara yang cukup baik bagi ruang, karena aliran udara tertahan pada dinding. Sehingga
aliran udara yang masuk ke dalam ruang tidak maksimal. (Lechner, 2015, p. 298)
Selain itu, perlu juga penerapan sistem stack ventilation pada bangunan tersebut. Stack
ventilation daat memicu adanya aliran udara di dalam bangunan yang disebabkan oleh
adanya perbedaan tekanan secara vertikal. Stack ventilation sangat bagus untuk pendingan
secara pasif pada bangunan. (Galani, 2015, p. 4) (Gambar 5)
Gambar 3. Ventilasi silang berdekatan Sumber: Heating, Cooling, Lighting (4th Edition), 2015, p. 298
Gambar 4. Ventilasi silang tidak simetris Sumber: Heating, Cooling, Lighting (4th Edition), 2015, p. 298
Desain Bangunan ..., Isna Naziladinka, FT UI, 2017
6
Karakteristik Desain Bangunan Olahraga yang Ideal
Setelah melakukan gerakan aktif, tubuh kita akan mendapat lebih banyak oksigen dan
jantung mulai bekerja secara terus menerus, yang dapat meningkatkan sirkulasi darah,
mempercepat metabolisme, yang akan berdampak positif tidak hanya pada kesehatan tetapi
juga pada penampilan seseorang secara keseluruhan. (Oleg, 2014, p. 1)
Volkov Oleg (2014) menjelaskan bahwa kegiatan olahraga atau aktivitas fisik
meningkatkan konsumsi oksigen akibat kerja otot, oleh karena itu aktivitas sistem
pernapasan manusia juga meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa bernapas dan udara yang
kita hirup sangat penting dalam olahraga. Selain desain bangunan, akustik, dan penerangan,
iklim merupakan salah satu faktor paling penting yang mempengaruhi kualitas udara di
dalam sebuah bangunan, terutama bangunan olahraga. (p. 1)
Menurut Departemen Pekerjaan Umum (Standar Tata Cara Perencanaan Teknik
Bangunan Gedung Olahraga, 2012, p. 14), terdapat beberapa kriteria yang harus hadir dalam
sebuah bangunan olahraga, seperti:
• Tata cahaya, mengenai kriteria tingkat penerangan dalam ruang untuk mencegah
terjadinya efek silau yang mengganggu saat berkegiatan
• Tata warna, mengenai kriteria koefisien refleksi yang digunakan pada komponen
bangunan, seperti dinding, lantai dan langit-langit
• Tata udara, mengenai kriteria bukaan yang hadir dalam gedung serta peletakan ventalisi
udara
• Tata suara, mengenai kriteria tingkat kebisingan lingkungan maksimal yang diizinkan
Gambar 5. Stack Ventilation Sumber: Ruhilla, Rimanshu, Passive and Active Ventilation, 2015
Desain Bangunan ..., Isna Naziladinka, FT UI, 2017
7
Dari kriteria tersebut yang berpengaruh terhadap kenyamanan termal bangunan olahraga,
yaitu (Departemen Pekerjaan Umum, 2012):
• Tata udara, yaitu penggunaan ventilasi alami harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
• Luas bukaan minimum adalah 6 % dari luas lantai efektif
• Peletakan ventilasi alami harus diatur mengikuti pergerakan udara silang
Tata udara sangat berperan penting dalam kenyamanan termal bangunan karena
memperlihatkan bagaimana terjadinya aliran udara di dalam bangunan. Aliran udara tersebut
akan berpengaruh terhadap suhu udara di dalam ruang yang erat kaitannya dengan zona
kenyamanan para pengguna bangunan khususnya atlet dalam melakukan kegiatannya
sehingga menghasilkan sebuah kenyamanan termal.
KENYAMANAN TERMAL BAGI OLAHRAGAWAN/ATLET
Kenyamanan Termal
Menurut ASHRAE (American Society for Heating, Refrigerating and Air
Conditioning) (1997), kenyamanan termal merupakan sebuah kondisi pemikiran yang
mengekspresikan kepuasan suhu lingkungannya. Kondisi kenyamanan termal berbeda
bagi setiap orang, zona kenyamanan merupakan tujuan dari perancangan termal sebuah
bangunan karena hal tersebut merupakan kondisi yang dianggap nyaman bagi sebagian
besar manusia (Lechner, 2015, p. 72). Menurut Lechner (2015), manusia merupakan
mesin biologis yang membakar makanan sebagai bahan bakar dan mendapatkan panas
sebagai hasil dari pembakaran tersebut. Tubuh manusia harus selalu berada pada situasi
untuk menghadapi beban termal secara konstan. Tubuh manusia mencoba untuk
mempertahankan suhu sekitar 37ºC, jika terjadi sedikit penyimpangan akan menimbulkan
stress/beban yang cukup tinggi. Jika suhu tubuh manusia berbeda 10-15 derajat lebih
tinggi atau 20 derajat lebih rendah dari 37ºC, hal tersebut akan mengakibatkan kematian
(pp. 64-65). Norbert Lechner (2015) mengatakan bahwa untuk mempertahankan
keseimbangan termal, seseorang yang sedang bergerak sangat aktif akan menghasilkan
panas 6 kali lebih besar dibandingkan dengan seseorang yang sedang berbaring atau
bersandar.
Kenyamanan termal bagi seseorang bergantung pada aktivitas yang dilakukan
serta pakaian yang digunakan saat mereka beraktivitas (Oleg, 2014, p. 7). Aktivitas
tersebut berkaitan dengan zona kenyamanan yang akan dijelaskan melalui grafik
Desain Bangunan ..., Isna Naziladinka, FT UI, 2017
8
psikometrik, sedangkan pakaian memiliki nilai yang berbeda pada tiap bahan maupun
jenis pakaian yang digunakan. Hal tersebut akan dijelaskan sebagai berikut:
• Grafik Psikometrik
Grafik psikometrik adalah sebuah cara untuk menjelaskan hubungan timbal-balik
kondisi termal lingkungan, yang menjelaskan efek kombinasi antara suhu udara dan
kelembapan (Lechner, 2015, p. 68). Ketika panas tubuh meningkat akibat aktivitas
yang dilakukan, maka zona kenyamanan bagi tubuh juga akan bergeser (Gambar 6).
Dari grafik psikometrik tersebut dapat terlihat bahwa ketika melakukan aktivitas
fisik, zona kenyamanan bagi tubuh manusia akan bergeser ke arah kiri yang artinya
membutuhkan suhu yang lebih dingin.
Semakin berat aktivitas yang dilakukan, semakin besar pula panas tubuh yang
dihasilkan (Gambar 7). Sehingga suhu yang lebih dingin dibutuhkan untuk membantu
menghilangkan panas tubuh yang dihasilkan saat melakukan aktivitas fisik, seperti
berolahraga. (Lechner, 2015, p. 74)
Gambar 6. Grafik psikometrik saat melakukan aktivitas fisik Sumber: Heating, Cooling, Lighting (4th Edition), 2015, p. 74
Desain Bangunan ..., Isna Naziladinka, FT UI, 2017
9
• Pakaian
Manusia tidak memiliki bulu yang dapat memberikan perlindungan termal
seperti yang ada pada hewan berdarah panas lainnya, mereka telah mengembangkan
kemampuan untuk melindungi dirinya sendiri. Pakaian berfungsi sebagai lapisan
isolasi yang mengelilingi tubuh. Hal tersebut dapat mempengaruhi perpindahan panas
secara konveksi, radiasi dan dengan penguapan. Clo adalah ukuran kuantitatif dari
total tahan panas untuk kulit ke permukaan luar tubuh dalam berpakaian; jika nilai clo
0 adalah kondisi manusia saat tidak berpakaian dan 4.0 adalah nilai maksimum yang
masih tetap menyediakan untuk ruang untuk melakukan gerakan tubuh dasar. Efek
pakaian pada kenyamanan berubah dengan tingkat aktivitas. (Gambar 8) (Moore,
1993, p. 35)
Gambar 7. Produksi panas pada tubuh Sumber: Heating, Cooling, Lighting (4th Edition), 2015, p. 67
Gambar 8. Nilai clo pada pakaian Sumber: Environmental Control System: Heating, Cooling, Lighting, 1993, p. 35
Desain Bangunan ..., Isna Naziladinka, FT UI, 2017
10
Kenyamanan termal bagi atlet bergantung pada kegiatan olahraga yang dilakukan
oleh atlet tersebut. Semakin berat olahraga yang dilakukan oleh atlet tersebut semakin
besar pula panas tubuh yang dikeluarkan sehingga membutuhkan suhu udara dalam ruang
yang lebih kecil untuk mempercepat pendinginan tubuh. Selain itu, pakaian yang
digunakan oleh atlet juga berpengaruh terhadap panas tubuh yang dihasilkan karena
semakin tebal pakaian yang digunakan juga dapat meningkatkan panas dalam tubuh.
Kondisi lingkungan seperti musim yang menghasilkan perbedaan suhu lingkungan dapat
mempengaruhi aktivitas para atlet serta pakaian yang akan digunakan. Hal tersebut juga
berpengaruh terhadap bagaimana performa atlet ketika melaksanakan kegiatannya.
Studi Kasus
Studi kasus dilakukan pada bangunan olahraga yang menerapkan penggunaan penghawaan
alami yang berpengaruh terhadap kenyamanan termal dalam bangunan. Analisa bangunan akan
dikaitkan pada aspek-aspek yang telah dibahas dalam studi literatur. Tujuan dari studi kasus ini
adalah untuk melihat bagaimana kenyamanan termal dalam bangunan olahraga tersebut ketika
digunakan untuk berlatih oleh para atlet, khususnya atlet bola basket.
Gedung olahraga yang akan dijadikan studi kasus dalam bahasan ini adalah gedung olahraga
GOR Balai Rakyat Condet dan gedung olahraga Cougar Arena Basket. Gedung olahraga tersebut
dipilih karena memiliki kondisi yang sama yaitu aktif digunakan untuk kegiatan olahraga bola
basket secara rutin dalam rangka menciptakan sebuah prestasi. Kedua GOR tersebut memiliki
kondisi lingkungan mikro yang sangat berbeda, namun tetap berada di kota yang sama yaitu DKI
Jakarta. Pertimbangan lain dalam pemilihan studi kasus ini adalah tingginya tingkat aktivitas
pada masing-masing GOR.
Metode analisa studi kasus yang dilakukan berupa pengukuran suhu dan kelembapan
serta penyebaran kuesioner terhadap atlet yang melakukan kegiatan olahraga bola basket di
dalam GOR tersebut. Pengukuran tersebut dilakukan pada kedua studi kasus yang berbeda
dengan kondisi cuaca yang sama, sehingga tercipta sebuah komparasi yang sebanding. Alat ukur
yang digunakan saat proses pengukuran adalah hygrometer digital yang berfungsi untuk
mengukur suhu udara dan kelembapan di dalam ruang.
Desain Bangunan ..., Isna Naziladinka, FT UI, 2017
11
Tabel 1. Perbandingan studi kasus 1 dan studi kasus 2
Indikator GOR Balai Rakyat
Condet Cougar Arena Tebet Standar
Vegetasi Vegetasi di sekitar
GOR Balai Rakyat
condet tidak melindungi
bangunan dari radiasi
matahari
Vegetasi di sekitar
Cougar Arena tidak
melindungi bangunan
dari radiasi matahari
Vegetasi
dapat
melindungi
bangunan
dari radiasi
matahari
Pengukuran Luar Dalam Luar Dalam
20 – 25.6 ºC Suhu Udara
25.5 –
30.6°C
28.5 –
30.1ºC
27.9 –
31.0°C
30.1 –
31.1ºC
Kelembapan 70% -
89%
75% -
81%
75% -
94%
69% -
70% 80%
Persentase
Bukaan 5.6% 4.2% 6%
Aliran Udara Tidak adanya aliran
udara yang masuk ke
dalam bangunan
Terdapat aliran udara
yang minim masuk ke
dalam bangunan
Terdapat
ventilasi
silang di
dalam
bangunan
Data hasil pengukuran dan kuesioner, kedua gedung olahraga tersebut menunjukan bahwa
bangunan tersebut tidak memiliki kenyamanan termal yang ideal. Hal tersebut dibuktikan
dengan angka-angka pengukuran yang jauh dari standar psikometrik. Standar psikometrik yang
ada berkisar antara 20 -25 ºC, sedangkan GOR Balai Rakyat memiliki suhu ruang yang tinggi
Desain Bangunan ..., Isna Naziladinka, FT UI, 2017
12
sekitar 28.5 – 30.1ºC, dan Cougar Arena yang memiliki suhu dalam ruang sekitar 30.1 –
31.1ºC. Kondisi kelembapan kedua bangunan tersebut juga tidak memenuhi standar yang
ditentukan menurut Lechner (2015) yaitu persentase maksimal kelembapan yang terjadi di
dalam bangunan adalah 80%. GOR Balai Rakyat Condet memiliki nilai kelembapan yang
cukup tinggi yang berkisar antara 75% - 81%. Sedangkan pada Cougar Arena kelembapan yang
terjadi di dalam bangunan tersebut berkisar antara 69% - 70%. Kedua gedung olahraga sama-
sama menampilkan hasil pengukuran yang tidak memenuhi standar kenyamanan termal, bahkan
pada salah satu bangunan memiliki suhu yang lebih tinggi dibandingkan suhu di luar bangunan.
Suhu Luar – Suhu Dalam GOR Balai Rakyat Condet CougarArena Tebet
0.5 °C 0.2 °C 0.7 °C 0.5 °C 0.9 °C 0.3 °C
1.8 °C 0.7 °C
Suhu Luar – Suhu Dalam GOR Balai Rakyat Condet CougarArena Tebet
0.5 °C (-) 0.6 °C (-) 2.8 °C 0.1 °C (-) 3.0 °C (-) 0.5 °C (-) 0.1 °C (-) 2.2 °C
Pada Tabel 3 tanda minus (-) menandakan bahwa keadaan suhu di dalam bangunan lebih
besar dibandingkan dengan suhu di luar bangunan. Jika dilihat dari perbandingan range
perbedaan suhu pada kedua studi kasus saat digunakan (Tabel 2) maupun tidak digunakan
(Tabel 3) memeperlihatkan bahwa perbedaan suhu pada Cougar Arena Tebet lebih rendah
dibandingkan dengan GOR Balai Rakyat Condet. Sehingga dapat dikatakan bahwa kondisi
GOR Balai Rakyat lebih panas dibandingkan Cougar Arena. Akan tetapi, pada GOR Balai
Tabel 2. Tabel perbandingan range perbedaan suhu di luar dan di dalam bangunan pada kedua studi kasus saat tidak digunakan
Tabel 3. Tabel perbandingan range perbedaan suhu di luar dan di dalam bangunan pada kedua studi kasus saat digunakan
Desain Bangunan ..., Isna Naziladinka, FT UI, 2017
13
Rakyat persentase bukaan lebih besar yaitu 5.6%, sedangkan pada Cougar Arena sebesar 4.2%.
Persentase bukaan kedua bangunan tersebut memiliki kesamaan yaitu tidak mencapai
persyaratan yang ditentukan oleh Dinas Pekerjaan Umum (2012) yaitu sebesar 6%. Namun
setelah dikaji lebih lanjut, ternyata walaupun persentase bukaan ada GOR Balai Rakyat lebih
mendekati persyaratan, tetapi GOR tersebut lebih panas karena terlihat dari kondisi letak
bukaan GOR Balai Rakyat dengan Cougar Arena berbeda. Kedua gedung olahraga tersebut
sama-sama tidak menerapkan prinsip aliran udara silang atau ventilasi silang ke dalam desain
bangunannya. Akan tetapi, letak bukaan ada Cougar Arena lebih rendah dibandingkan GOR
Balai Rakyat sehingga terdapat sedikit aliran udara yang masuk ke dalam Cougar Arena. Selain
itu, terlihat dari penggunaan material atap pada kedua bangunan tersebut yang terbuat dari baja
galvalume atau zincalume. Baja tersebut merupakan perpaduan antara 43.5% zinc, aluminium
55% dan silicon 1.5%. Zinc dan aluminium memiliki nilai konduktivitas termal yang tinggi,
zinc 116 W/(m.K), sedangkan aluminium sebesar 237 W/(m.K). Hal tersebut membuat nilai
konduktivitas dari zincalume menjadi tinggi.
Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa kedua bangunan olahraga tersebut tidak
memenuhi standar kenyamanan termal yang telah dijelaskan pada studi literatur. Oleh sebab
itu, saya memberikan saran pengembangan untuk kedepannya sebaiknya kriteria persentase
bukaan pada bangunan olahraga dimaksimalkan hingga mencapai kriteria yang ditentukan yaitu
sebesar 6%. Selain itu, perlu lebih diperhatikan letak bukaan yang berpengaruh terhadap
bagaimana terjadinya aliran udara di dalam bangunan olahraga. Hal ini disebabkan walaupun
persentase bukaan sudah memenuhi kriteria, tetapi kondisi di dalam bangunan tetap tidak
terjadi aliran udara yang baik, karena letak bukaan yang ada tidak memicu terjadinya aliran
udara silang. Sehingga membuat para atlet yang menggunakan gedung tersebut merasa tidak
nyaman. Kemudian perlu juga menghindarkan penggunaan material yang memiliki daya serap
radiasi matahari yang tinggi seperti baja galvalum, baja dan lain sebagainya untuk mengurangi
suhu panas yang terjadi di dalam gedung olahraga. Penanaman pohon yang rimbun disekitar
gedung olahraga juga diperlukan untuk mengurangi efek radiasi matahari langsung pada
bangunan.
Kesimpulan
Desain Bangunan ..., Isna Naziladinka, FT UI, 2017
14
Kenyamanan termal pada bangunan olahraga merupakan salah satu aspek penting dalam
keberlangsungan kegiatan olahraga bagi para atlet. Aspek yang menjadi tolok ukur suatu
bangunan olahraga untuk menciptakan kenyamanan termal adalah suhu udara dan kelembapan,
serta aliran udara yang terjadi di dalam bangunan. Aspek tersebut sangat dipengaruhi oleh
beberapa faktor penting terkait dengan desain suatu bangunan, seperti adanya vegetasi di sekitar
bangunan, adanya bukaan yang memicu terjadinya ventilasi silang, dan penggunaan material
yang tidak menyerap radiasi matahari.
Akan tetapi dari hasil studi kasus, dapat dinyatakan bahwa kedua studi kasus ini tidak
memiliki kenyamanan termal yang sesuai dengan kriteria. Berdasarkan hasil pengukuran yang
telah didapat, suhu udara di dalam GOR Balai Rakyat Condet ini berkisar antara 28.5 – 30.1ºC
dan Cougar Arena berkisar antara 30.1 – 31.1ºC. Kondisi persentase bukaan kedua studi kasus
juga tidak memenuhi kriteria yang seharusnya yaitu 6%, akan tetapi persentase bukaan kedua
studi kasus lebih rendah yaitu sebesar 5.6% dan 4.2%. Selain itu, kedua studi kasus tersebut
menggunakan atap baja galvalum yang memiliki nilai konduktivitas tinggi. Hal tersebut
memperlihatkan bahwa kedua studi kasus memiliki nilai kenyamanan termal yang rendah karena
dipengaruhi oleh faktor fisik pada masing-masing gedung olahraga tersebut. Faktor fisik
bangunan tersebut antara lain minimnya jumlah persentase bukaan, tidak terjadinya aliran udara
silang dalam bangunan, minimnya jumlah vegetasi, serta penggunaan material yang memiliki
nilai konduktivitas yang tinggi.
Kajian pada studi kasus telah membuktikan bahwa faktor-faktor desain yang dijelaskan di
atas sangat berpengaruh terhadap kualitas kenyamanan termal dalam suatu bangunan olahraga.
Dalam konteks bangunan olahraga sebagai wadah untuk melakukan kegiatan olahraga,
diperlukan kondisi termal yang paling nyaman untuk aktivitas tersebut sehingga kegiatan dapat
dilakukan dengan optimal. Hal ini menunjukkan bahwa peranan perencana sangat besar terhadap
keberlangsungan olahraga yang akan dilakukan oleh para atlet. Dimana bangunan yang memiliki
kenyamanan termal yang baik, tentunya akan menghasilkan kegiatan olahraga baik. Kegiatan
olahraga yang baik, juga akan menciptakan kualitas dan prestasi olahraga yang baik. Oleh sebab
itu, bangunan olahraga itu harus dirancang sesuai dengan standar yang telah ditentukan sehingga
dapat menghadirkan kenyamanan termal yang ideal.
Desain Bangunan ..., Isna Naziladinka, FT UI, 2017
15
Saran
Hasil penelitian yang dilakukan ini tidak luput dari kekurangan, masih banyak hal yang
perlu diamati untuk mengukur kenyamanan termal bagi atlet. Untuk melengkapi penelitian ini,
diharapkan selanjutnya penelitian dapat dilakukan dengan mempertimbangkan aspek the
spectactor dan atlet. Selain itu, pengukuran yang dilakukan pada studi kasus juga sebaiknya
dilakukan di beberapa titik di dalam bangunan tersebut serta penelitian dilakukan juga dengan
membandingkan antara bangunan olahraga yang baik dan tidak agar terlihat perbedaannya.
Referensi
Buku
Departemen Pekerjaan Umum. (2012). Standar Tata Cara Perencanaan Teknik Bangunan
Gedung Olahraga. Bandung: Yayasan LPMB.
Karyono, T. H. (2013, Juni). Kenyamanan Termal dalam Arsitektur Tropis. In T. H. Karyono,
Arsitektur dan Kota Tropis Dunia Ketiga: Suatu Bahasan tentang Indonesia. Jakarta:
Rajawali Pers.
Lechner, N. (2015). Heating, Cooling, Lighting (4th Edition). Canada: John Wiley & Sons, Inc.
Lippsmeier, G. (1994). Bangunan Tropis. Jakarta: Erlangga.
Moore, F. (1993). Environmental Control System: Heating, Cooling, Lighting. United States:
McGraw-Hill, Inc.
Jurnal
Devalentino, K., Eka, D., & Maskalah, U. (2013). Konduktivitas Termal. Surabaya: Jurusan
Fisika, Fakultas MIPA Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Galani, T. (2015, December 2). Stack Ventilation. Retrieved from Scribd:
https://www.scribd.com/presentation/291983406/Stack-Ventilation
Oleg, V. (2014). Indoor Climate in Air-Supported Structure. Finland: Mikkeli University.
Desain Bangunan ..., Isna Naziladinka, FT UI, 2017