departement pendidikan nasional

Upload: endangfitriyanti-dan-hendrafajaranwar

Post on 08-Jul-2015

5.384 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

DEPARTEMENT PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS TERBUKADAFTAR NILAI UJIAN Masa Ujian : 20111 UPBJJ : 71 / SURABAYA Program : 089 Studi : PGSD - S1 Tgl Lahir : 09051974 Reg : 20091 Pertama MATA KULIAH IDIK4012 PDGK4500 PDGK4501 PEBI4223 Manajemen Berbasis Sekolah Tugas Akhir Program Pemantapan Kemampuan Profesional Pendidikan Lingkungan Hidup Kepada Yth. WINDI LISTRIYANI 818518577 PAMEKASAN KAB.PAMEKASAN 69300 Masa SKS Grade Mutu Keterangan Ujian 20111 2 B 6 20111 4 A 16 20111 4 A 16 20111 3 A 12 Pondok Cabe, 14-09-2011

Jumlah Kredit yang : 13 diambil Jumlah Mutu yang diperoleh Index Prestrasi Semester : 50 : 3.84

Rektor

MENYIASATI UJIAN TAP S1 PGSD

Mar 5, '07 3:03 AM untuk

MENYIASATIUJIAN TUGAS AKHIR PROGRAM (TAP) S-1 PGSD

Imam Maliki/ UPBJJ Malang

Abstrak : Tugas Akhir Program (TAP) merupakan evaluasi akhir program yang harus diikuti semua mahasiswa FKIP-UT progrm S-1. Melalui ujian TAP mahasiswa diharapkan mampu memecahkan masalah pembelajaran secara kreatif dan inovatif, dengan cara memahami dan menghubungkan berbagai konsep yang telah dipelajari dengan pengalaman praktik sehar-hari dalam mengelola kelas binaannya. Untuk itu, mahasiswa dituntut menggunakan model peneliti Penelitian Tindakan Kelas ( PTK) dalam menyelesaikan soal ujian TAP. Ini berarti, mahasiswa peserta ujian TAP dituntut menggunakan model pemecahan masalah untuk menyelesaikan soal kasus pembelajaran yang dihadapi, dengan mengetengahkan ide, gagasan, dan temuan perbaikan yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan mutu teknis dan hasil pembelajaran dalam kelas binaannya.

Kata-kata Kunci : Ujian, TAP, S-1 PGSD FKIP UT

Pendahuluan Bagi mahasiswa FKIP UT, Tugas Akhir Program (TAP) merupakan evaluasi akhir program yang harus diikuti semua mahasiswa progrm S-1 yang telah menempuh sejumlah mata kuliah tertentu yang dipersyaratkan. Mata kuliah yang

dipersyaratkan bagi mahasiswa UT S-1 yang akan menempuh TAP antara lain, telah lulus mata kuliah bidang keilmuan, kependidikan, dan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Mata kuliah yang dipersyaratkan tersebut merupakan mata kuliah yang dapat memberi dan menambah wawasan keilmuan dan profesi keguruan kepada

mahasiswa guna meningkatkan profesionalitas mahasiswa tersebut sebagai guru di masa depan. Melalui TAP mahasiswa dilatih dan diuji kompetensi akademiknya. Latihan dan ujian kompetensi akademik itu dilakukan dengan cara memahami dan

menghubungkan berbagai konsep yang telah dipelajari dengan pengalaman nyata sehar-hari dalam mengelola kelas binaannya. Ini berarti, mahasiswa dituntut dapat menerapkan konsep-konsep yang telah dipelajari tersebut ke dalam konteks pembelajaran nyata dilakukannya sehar-hari. Dengan kata lain, melalui ujian TAP mahasiswa diharapkan mampu memecahkan masalah pembelajaran secara kreatif dengan menelorkan gagasan dan temuan untuk meningkatkan mutu pembelajaran yang dibinanya. Untuk mencapai harapan tersebut, ujian TAP disusun dengan

mempertimbangkan pelibatan pola pikir pemecahan masalah. Pola pikir ini, menuntut mahasiswa berpikir secara komprehensif berdasarkan teori yang telah dipelajari dan memperbandingkan teori tersebut dengan pengalaman sehari-hari dalam konteks kelas yang dibinanya. Dengan berpikir komprehensif dengan cara membandingkan antara pemahaman teoretis dan pengalaman praktis, diharapkan ditemukan jawaban logis atas masalah dan kasus yang dihadapi dalam kelas nyata binaannya. Wujud kongretnya adalah mahasiswa mampu mengerjakannya dengan menggunakan cara berpikir ilmiah, logis, dan sistematis. Ujian TAP memiliki nuansa berbeda dengan ujian UKT pada masa lalu. Ujian UKT dilaksanakan dengan mengetengahkan kasus yang terjadi dalam

pembelajaran. Kasus pembelajaran tersebut dikaji dengan menggunakan model pemecahan masalah. Model pemecahan masalah menuntut mahasiswa berpikir

komprehensif dengan memanfaatkan teori yang relevan untuk memecahkan masalah kasuistik pembelajaran. Dengan kata lan, model pemecahan masalah menuntut mahasiswa membandingkan dan menghubung-hubungkan teori dengan pengalaman praktis pembelajaran sehari-hari dalam menyelesaikan soal ujian UKT. Berbeda dengan ujian UKT, ujian TAP di samping menuntut mahasiswa menggunakan model pemecahan masalah, juga menuntut mahasiswa

menggunakan model peneliti Penelitian Tindakan Kelas ( PTK) dalam menyelesaikan soal. Peneliti PTK menggunakan model pemecahan masalah untuk menyelesaikan kasus pembelajaran. Tujuannya adalah untuk memperbaiki mutu teknis dan hasil pembelajaran. Dengan demikian diharapkan, pemanfaatan cara berpikir peneliti PTK untuk menghadapi ujian TAP, mendorong mahasiswa (yang nota bene adalah guru) berlatih menggali dan menemukan suatu formula pemecahan masalah kasuistik, dengan asumsi formula pemecahan masalah kasuistik tersebut

memberikan harapan munculnya perbaikan mutu teknis dan hasil pembelajaran. Sehingga ke depan, kasus pembelajaran yang ditemukan mahasiswa peserta TAP dalam praktik pembelajaran sehari-hari di kelas binaannya, diharapkan dapat diselesaikan secara kreatif dan inovatif; dengan menelorkan suatu model

perbaikan mutu pembelajaran yang memberikan harapan munculnya mutu teknis dan hasil pembelajaran yang lebih baik. Namun karena PTK merupakan hal baru dalam dunia kependidikan, maka para mahasiswa yang akan menempuh TAP dan ujian TAP perlu dibekali berbagai hal terkait dengan karakteristik PTK. Oleh karena itu, paper kecil ini dibuat sebagai bahan panduan diskusi mahasiswa S-1 PGSD yang akan menempuh TAP dan ujian TAP. Arah pembicaraannya mengacu pada pertanyaan-pertanyaan sebagai beikut, (1) apa sajakah kemungkinan permasalahan (kasus) pembelajaran yang dihadapi,

(2) apa sajakah alternatif pemecahan yang mungkin dapat dipakai untuk masalah tersebut, (3) bagaimanakah kekuatan dan kelemahan alternatif pemecahan yang mungkin tersebut, dan (4) alternatif manakah yang terbaik untuk pemecahan kasus yang ditemukan tersebut.

Karakteristik PTK Karakteristik Penelitian Tindakan Kelas ( PTK) dapat ditelusuri dari hakikat kinerja PTK itu sendiri. PTK pada hakikatnya merupakan penelitian yang dilakukan guru di dalam kelasnya binaannya sendiri. Dalam PTK guru harus melakukannya dengan merefleksi diri, dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sebagai guru. Dengan membaiknya kinerja guru diharapkan hasil belajar siswa akan meningkat (Wardani, 2002: 1.4). Dengan kata lain, PTK dilakukan guru di kelasnya untuk memecahkan masalah yang dihadapi dengan harapan ditemukan model perbaikan

pembelajaranya. Dengan demikian, ke depan diharapkan kinerja guru dalam pembelajaran yang dibinanya menjadi lebih baik, yang pada gilirannya akan mengangkat hasil pembelajaran itu menjadi lebih baik. Sejalan dengan penjelasan tersebut, PTK pada hakikatnya merupakan sebuah model penelitian yang memiliki karakteristik yang khas, yang berbeda dengan penelitian yang lain. Karakterisdtik yang khas dari PTK itu adalah (1) masalah dalam PTK muncul sebagai wujud kesadaran guru terhadap kondisi pembelajaran yang dilaksanakannya sehari-hari. Ini berarti peneliti PTK adalah guru itu sendiri. Oleh karena peneliti PTK adalah guru itu sendiri dan kancah penelitiannya adalah kelas binaannya sendiri, maka data yang ditemukan, analisis data yang dilakukan, dan alternatif perbaikan yang ditawarkan berpeluang lebih tepat dan lebih baik untuk

perbaikan pembelajaran. Hal ini terjadi, karena permasalahan dalam kelas yang dibinanya.

guru sudah sangat mengenal

(2) PTK dilakukan guru dengan cara merefleksi diri. Artinya, guru mencoba mengingat kembali apa yang dikerjakannya di kelas, bagaimana dampak

tindakannya itu bagi siswa, mengapa dampaknya seperti itu, dan lain-lain. Dari situ guru mencoba menelaah kelemahan dan kekuatan tindakannya, untuk kemudian mencoba memperbaiki kelemahan-kelemahan tindakannya tersebut, sehingga ditemukan suatu model perbaikan pembelajarannya. (3) PTK dilakukan di dalam kelas yang divina guru itu sendiri. Oleh karena itu, fokus penelitian dalam PTK adalah aktivitas belajar-mengajar guru tersebut dalam kelas binaannya. Artinya, guru tidak perlu mencari objek penelitian yang bukan kelas binaannya. Hal ini akan membantu guru sebagai peneliti, mempertahankan kealamiahan kelas. Kealamiahan kelas amat penting untuk menggali data penelitian yang akurat. (4) PTK bertujuan memperbaiki pembelajaran. Jadi, PTK dilakukan guru untuk memperbaiki pembelajaran yang dilakukan dalam kelas binaannya. Dengan kata lain, PTK dilakukan guru didasari oleh pemahaman bahwa dalam pembelajarannya dirasakan adanya masalah yang terjadi. Masalah itu kemudian dicoba direnungkan; direnungkan mengapa masalah itu terjadi dan apa saja sebabnya. Setelah ditemukan latar berlakang terjadinya dan penyebabnya, kemudian diidentifikasi beberapa kemungkinan alternatif pemecahannya. Alternatif pemecahan yang teridentifikasi itu kemudian dianalisis kekuatan dan

kelemahannya. Barulah kemudian dipilih dan ditentukan alternatif terbaik dari beberapa alternatif tersebut untuk memperbaiki pembelajaran dalam kelas binaannya.

Penjelasan di atas memberikan gambaran tentang langkah-langkah melakukan PTK. Secara ringkas langkah-langkah PTK dimaksud adalah (1) mengidentifikasi masalah, (2) menganalisis dan merumuskan masalah merencanakan perbaikan, dan (4) melaksanakan PTK. Melaksanakan PTK dimulai dari (1) persiapan, (2) analisis data, (3) refleksi tindakan, dan (4) tindak lanjut.

Sumber Permasalahan Pembelajaran di SD

Pembelajaran merupakan suatu proses membelajarkan siswa. Sebagai suatu proses, pembelajaran melibatkan sejumlah unsur yang terkait dengan

keterlaksanaan proses tersebut. Unsur yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran adalah (1) tujuan pembelajaran (TPU dan TPK), (2) proses

pembelajaran (materi pelajaran, metode dan teknik mengajar, sumber belajar), dan (3) evaluasi proses dan hasil belajar siswa, serta (4) pelaku pembelajaran (guru dan siswa). Masing-masing unsur yang terkait dengan proses pembelajaran dapat menjadi sumber permasalahan pembelajaran. Permasalahan pembelajaran dapat timbul dari tujuan pembelajaran, dari materi pembelajaran, dari proses pembelajaran, atau dari evaluasi pembelajarannya.. Artinya, dapat saja terjadi pembelajaran tidak berhasil seperti yang diharapkan karena tujuannya, materi pelajarannya, proes belajar mengajarnya, atau evaluasinya yang tidak mendukung keberhasilan pembelajaran tersebut. Oleh karena itu untuk dapat mencari pemecahan masalah dan mencari alternatif perbaikan pembelajarannya perlu diketahui lebih dahulu sumber atau tempat masalah itu timbul.

Jika diduga penyebab ketidakberhasilan pembelajaran itu karena tujuannya, perlu ditelaah mengapa tujuan menjadi penyebab permasalahan pembelajaran. Apakah tujuan tersebut kurang spesifik; kalimatnya multi tafsir? Atau apakah tujuannya tidak terukur, sehingga pembelajaran sulit diketahui keberhasilannya? Jika demikian keadaannya, maka tujuan tersebut harus diperbaiki lebih dahulu agar spesifik dan terukur. Jika permasalahan pembelajaran muncul karena materi pelajaran tidak tepat, maka materi pelajaran harus ditata kembali. Apakah mungkin yang kurang tepat itu urutannya, tataannya, atau relevansinya dengan tujuan?. Atau mungkin teknik pembelajaran yang direncanakannya tidak mendukung pencapaian tujuan, alat evaluasinya tidak relevan dengan materi dan tujuan, dan sebagainya. Jika semua unsur pembelajaran sudah sesuai dengan arah dan tujuan pembelajaran, akan tetapi hasil pembelajaran belun seperti yang diharapkan, maka perhatian kita alihkan lepada pelaksanaan rencana pelajaran tersebut. Ada kemungkinan, dan ini yang paling sering terjadi, pelaksanaan pembelajaran tidak sesuai dengan yang direncanakan. Jika pelaksanaan yang tidak berjalan

sebagaimana mestinya, perlu ditelaah unsur atau bagian mana yang tidak sesuai. Apakah gurunya. Dengan kata lain, jika kita melaksanakan pembelajaran akan tetapi tidak berhasil secara maksimal, maka perlu ditelaah (dengan merefleksi permasalahan) unsur apa atau siapa yang menjadi penyebanya. Jika telah diketemukan kurang maksimalnya pembelajaran disebabkan oleh siswanya atau

penyebanya, kemudian dicari kemungkinan alternatif pemecahnnya. Kemungkinankemungkinan alternatif pemecahan tersebut dipilih yang menurut kita terbaik untuk kemudian dicoba dalam pembelajaran nyata. Jika tampak hasilnya membaik, dicek

lagi dengan dicoba dilaksanakan dalam pembelajaran nyata berikutnya. Demikian seterusnya, sehingga ditemukan solusi terbaik untuk pembelajaran tersebut.

Pemecahan Permasalahan Pembelajaran di SD

Seperti telah dijelaskan di depan, untuk mejawab soal-soal TAP mahasiswa (yang nota bene adalah guru) harus menggunanakan pola pikir peneliti PKP. Peneliti PKP untuk mendapatkan alternatif terbaik dari alternatif perbaikan pembelajaran yang didapatkan, perlu melakukan langkah dan berpikir sebagaimana dijelaskan di bawah ini.1. Membaca dan mempelajari kasus dengan cermat 2. Mengidentifikasi berbagai informasi kunci atau informasi yang penting yang terdapat di dalam kasus tersebut 3. Mengaitkan informasi-informasi tersebutsehingga akhirnya muncul

permasalahan atau pertanyaan dari kasus tersebut 4. Menganalisis penyebab munculnya permasalahan dari kasus tersebut 5. Menggali dan mengembangkan alternatif pemecahan masalah dari kasus tersebut 6. Menganalisis kekuatan dan kelemahan masing-masing alternatif yang

dikembangkan pada poin 5 7. Memilih salah satu alternatif yang dianggap paling baik dan efektif untuk melakukan perbaikan 8. Menyusun dan menuliskan jawaban atas kasus yang ditanyakan dalam Buku Jawab Ujian (BJU) TAP. Untuk memperjelas uraian langkah penyelesaian soal TAP, seperti tuntutan soal dan pola pikir peneliti PKP dapat diperhatikan contoh pemecahan kasus

Pembelajaran Bahasa Indonesia berikut.

Kasus Pelajaran Bahasa Indonesia Pak Insan Kamil mengajarkan mata pelajaran Bahasa Indonesia di kelas II SD Suaka Maju Topik yang diajarkan adalah Membaca Permulaan. Metode yang digunakan adalah metode SAS. Selama plajaran berlangsung siswa dilatih membaca dengan langkah-langkah yang dianjurkan dalam metode SAS. Akan tetapi para siswa membaca tujuh langkah membaca permulaan yang disarankan metode SAS tampak seperti menghafal unsur-unsur kalimat tersebut. Akibatnya, hasil pembelajaran membaca permulaan tidak seperti yang diharapkan. Para siswa mampu membaca (membunyikan) tetapi tidak mampu menunjuk unsur kalimat yang dibaca pada waktu membacanya. 1. Selama pelajaran berlangsung siswa Pak Insan Kamil kurang mampu menunjuk unsur kalimat yang dibaca pada waktu pembacaan berlangsung 2. Evaluasi hasil belajar siswa yang dilakukan Pak Insan Kamil menunjukkan bahwa 25 % siswa mendapatkan nilai kurang baik; siswa belum mampu membaca unsur kalimat dengan tepat

Dari kasus itu dapat diketahui bahwa para siswa SD kelas II yang Pak Insan Kamil bina dalam pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia menunjukan bahwa ada sebagian siswa yang mendapatkan masalah. Masalah itu adalah sebagian siswa Belem mampu membaca dengan penunjukan yang benar anatara yang dibaca dengan penunjuknya, sehingga dari evaluasi yang dilakukan ditemukan siswa yang hasil

belajarnya kurang mencapai 25%. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah :1. Mengapa sebagian siswa Pak Insan Kamil kurang mampu membaca dengan penunjukan unsur yang dibacanya secara tepat? Tindakan apa yang harus dilakukan untuk mengatasi hal tersebut? 2. Bagaimana perbaikan pelaksanaan metode SAS harus dilakukan agar hasil belajar siswa menjadi lebih baik? Untuk menyelesaikan permasalahan kasus pembelajaran yang dilakukan Pak Ahmad tersebut perlu dilakukan langkah berikut. 1. Siswa yang kurang mampu membaca dengan penunjukan yang tepat, seperti telah dijelaskan di atas, disebabkan pada saat latihan membaca siswa kurang mendapatkan perhatian ketepatan penunjuk dengan yang dibacanya. Tujuh langkah metode SAS yang dianjurkan tidak dilaksanakan guru secara benar. Para siswa waktu membaca seperti membaca kelimat biasa. Pada hal langkah (1) metode SAS kalimat dibaca sebagai kalimat, (2), kalimat dibaca berdasar unsur kata-katanya, (3) kalimat dibaca berdasar unsur suku katanya, (4) kalimat dibaca berdasar unsur fonem (huruf) nya, (5) kalimat dibaca berdasar unsur suku katanya, (6) kalimat dibaca berdasar unsur katanya, dan langkah (7) kalimat dibaca sebagai kalimat. Dengan langkah pembacaan seperti itu diharapkan pembelajaran membaca permulaan melibatkan siswa secara mental dalam bentuk proses struktural-analitissintetis (SAS). 2. Untuk memperbaiki teknik pembelajaran membaca permulaan sebagaimana dijelaskan tersebut, guru harus melakukan beberapa perbaikan teknis penggunan metode SAS. Perbaikan teknik pembelajaran tersebut dapat

DEPARTEMENT PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS TERBUKADAFTAR NILAI UJIAN Masa Ujian : semua UPBJJ : 71 / SURABAYA Program : 089 Studi : PGSD - S1 Tgl Lahir : 30051987 Reg : 20092 Pertama MATA KULIAH Kepada Yth. UMMI KULSUM 819754742 PAMEKASAN KAB.PAMEKASAN 69300

IDIK4007 IDIK4007 IDIK4008 IDIK4010 MKDK4001 MKDK4001 MKDK4002 MKDK4005 PDGK4304 PDGK4305 PDGK4306 PDGK4401 PDGK4402 PDGK4403 PDGK4404

Masa SKS Grade Mutu Keterangan Ujian Metode Penelitian 20092 2 D 2 Metode Penelitian 20101 2 D 2 Penelitian Tindakan Kelas 20092 2 B 6 Komputer dan Media Pembelajaran 20111 3 A 12 Pengantar Pendidikan 20092 3 D 3 Pengantar Pendidikan 20101 3 E 0 Perkembangan Peserta Didik 20101 2 D 2 Profesi Keguruan 20101 2 C 4 Bahasa Inggris untuk Guru SD 20092 3 D 3 Keterampilan Menulis 20092 2 C 4 Pembel. Berwawasan Kemasyarakatan 20101 3 B 9 Materi & Pembelajaran PKn SD 20101 3 C 6 Penulisan Karya Ilmiah 20102 2 C 4 Pendidikan Anak di SD 20102 4 D 4 Pengantar Pendidikan Luar Biasa 20102 3 C 6

PDGK4405 PDGK4406 PDGK4502 PDGK4503 PDGK4504 PDGK4505 PEMA4210 PKNI4317

Materi dan Pembelajaran IPS SD Pembelajaran Matematika SD Pengemb. Kur. & Pembel. di SD Materi & Pembelajaran IPA SD Materi & Pembel. B. Indonesia SD Pembaharuan dalam Pembel. di SD Statistika Pendidikan Hak Asasi Manusia (HAM)

20102 20102 20111 20111 20111 20111 20101 20101

3 3 4 3 3 3 3 2

C C D A C C C C

6 6 4 12 6 6 6 4

Jumlah Kredit yang : 63 diambil Jumlah Mutu yang diperoleh Index Prestrasi Semester : 117 : 1.85

Pondok Cabe, 14-09-2011

Rektor Universitas Terbuka

DEPARTEMENT PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS TERBUKADAFTAR NILAI UJIAN Masa Ujian : semua UPBJJ Program Studi Tgl Lahir Reg Pertama : 71 / SURABAYA : 089 : PGSD - S1 : 12061985 : 20092 Kepada Yth. DEWI PURNAMAWATI 819531443 PAMEKASAN KAB.PAMEKASAN 69300

IDIK4007 IDIK4008 IDIK4010 MKDK4001 MKDK4002 MKDK4005 PDGK4304 PDGK4305 PDGK4306 PDGK4401 PDGK4402 PDGK4403 PDGK4404 PDGK4405 PDGK4406 PDGK4502 PDGK4503

Masa SKS Grade Mutu Keterangan Ujian Metode Penelitian 20092 2 C 4 Penelitian Tindakan Kelas 20092 2 A 8 Komputer dan Media Pembelajaran 20111 3 B 9 Pengantar Pendidikan 20092 3 D 3 Perkembangan Peserta Didik 20101 2 B 6 Profesi Keguruan 20101 2 B 6 Bahasa Inggris untuk Guru SD 20092 3 A 12 Keterampilan Menulis 20092 2 B 6 Pembel. Berwawasan Kemasyarakatan 20101 3 A 12 Materi & Pembelajaran PKn SD 20101 3 B 9 Penulisan Karya Ilmiah 20102 2 B 6 Pendidikan Anak di SD 20102 4 E 0 Pengantar Pendidikan Luar Biasa 20102 3 B 9 Materi dan Pembelajaran IPS SD 20102 3 B 9 Pembelajaran Matematika SD 20102 3 B 9 Pengemb. Kur. & Pembel. di SD 20111 4 D 4 Materi & Pembelajaran IPA SD 20111 3 C 6 MATA KULIAH

PDGK4504 PDGK4505 PEMA4210 PKNI4317

Materi & Pembel. B. Indonesia SD Pembaharuan dalam Pembel. di SD Statistika Pendidikan Hak Asasi Manusia (HAM)

20111 20111 20101 20101

3 3 3 2

D C C A

3 6 6 8

Jumlah Kredit yang : 58 diambil Jumlah Mutu yang diperoleh Index Prestrasi Semester : 141 : 2.43

Pondok Cabe, 14-09-2011

Rektor Universitas Terbuka

Home In English Opini Pendidikan Teknik Informasi Pengetahuan Umum Download Home Pendidikan, Pendidikan Sekolah Contoh Kasus pembelajaran IPA kelas V SD

Contoh Kasus pembelajaran IPA kelas V SD

Monday, July 4, 2011, 14:35 Pendidikan, Pendidikan Sekolah 1 views Add a comment

Kasus pembelajaran IPA kelas V SD

Bu Is akan mengajarkan IPA dengan topik pernapasan pada manusia, di kelas V SD. Ia mempersiapkan media berupa gambar organ pernapasan dan model organ pernapasan dan model organ pernapasan manusia. Ia juga mempersiapkan LKS tentang nama nama organ pernapasan manusia. Sebelum mengajar, Bu Is memberikan apersepsi bahwa salah satu ciri makhluk hidup adalah bernapas. Bu Is juga menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai yaitu tentang macam/nama organ pernapasan manusia dan fungsi masingmasing organ tersebut. Setelah itu, Bu Is memulai mengajar materi tentang organ pernapasan. Ia menyuruh semua murid menarik napas untuk membuktikan bahwa manusia bernapas dan untuk mengetahui dimana letak organ organ pernapasan tersebut. Bu Is memasang organ pernapasan manusia di papan tulis, dan tanya jawab tentang nama nama organ pernapasan manusia. Setelah itu Bu Is memberikan LKS sebagai latihan secara berkelompok. Siswa melaporkan hasil diskusinya dan kelompok lain menanggapinya. Untuk menambah pemahaman siswa, Bu Is menunjukkan model organ pernapasan manusia. Hal ini juga bertujuan membuat siswa lebih tertarik untuk mengetahui siswa lebih tertarik untuk mengetahui letak dan fungsi organ pernapasan manusia. Sambil menunjukkan pada model, Bu Is mengadakan tanya jawab tentang fungsi masing-masing organ pernafasan pada manusia. Setelah itu Bu Is mengadakan evaluasi, dan setelah dikoreksi, Bu Is tidak menyangka bahwa hasilnya tidak memuaskan. Hasil nilai murid yang mencapai 75 ke atas hanya 10 orang dari 30 siswa. Bu Is merenung, mengapa target tidak tercapai, padahal dia menargetkan 75 % siswa mendapat nilai 75 ke atas ? 1. Mengidentifikasi masalah yang penting1. Bu Is mengajarkan materi IPA dengan topik organ pernapasan manusia kelas V SD. 2. Media yang digunakan adalah gambar dan model organ pernapasan manusia. 3. LKS yang berisi gambar organ pernapasan manusia dan siswa disuruh untuk menjelaskan nama.

4. Mengadakan apersepsi dengan menyatakan bahwa salah satu ciri makhluk hidup adalah bernapas. 5. Menyampaikan tujuan pembelajaran yaitu supaya siswa siswa mengetahui tentang nama nama organ pernapasan manusia dan fungsinya. 6. Metode yang dipakai demonstrasi, tanya jawab, penugasan, diskusi, ceramah. 7. Setelah hasil ulangan diperiksa ternyata hanya ada 10 orang siswa yang nilainya 75 ke atas dari 30 orang siswa.

2. Bu Is sudah merencanakan dan melaksanakan pembelajaran dengan baik, ternyata hasilnya kurang memuaskan. 3. Analisis penyebab masalah a. Bu Is terlalu banyak menggunakan metode, sehingga dalam pelaksanaan masing masing metode kurang tuntas. b. Bu Is tidak memberikan pemantapan materi dan kesimpulan di akhir kegiatan belajar mengajar. c. Bu Is kurang menguasai materi 4. Alternatif pemecahan masalah1. Seharusnya dalam proses belajar mengajar, Bu Is tidak terlalu banyak menggunakan metode, karena hal itu justru membuat proses pemahaman konsep menjadi tidak mantap. Pilih beberapa metode saja yang dianggap paling tepat untuk mengajarkan materi tersebut. 2. Pada akhir proses belajar mengajar, seharusnya Bu Is memberikan pemantapan dan kesimpulan, supaya siswa lebih paham terhadap materi yang diajarkan. 3. Sebelum mengajar seharusnya Bu Is sudah menguasai materi sehingga dalam pelaksanaannya berjalan dengan lancar, jelas, dan agar yang disampaikan mudah di serap oleh siswa.

5. Pemecahan masalah Jika diamati lebih dalam, kasus yang muncul dalam pembelajaran Bu Is adalah karena kurang menguasai materi. Padahal salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru adalah kompetensi professional. Artinya ia harus memiliki pengetahuan yang luas serta dalam dari bidang studi yang akan diajarkan serta penguasaan metodologis dalam arti memiliki pengetahuan konsep teoritik, mampu memiliki metode yang tepat serta mampu menggunakan berbagai metode dalam PBM. Guru juga harus memiliki pengetahuan luas tentang landasan kependidikan dan pemahaman terhadap murid.

Hal ini juga seperti yang dikemukakan oleh Robert W. Richey ( 1974 ) bahwa ciri ciri profesionalisasi jabatan guru salah satunya adalah para guru di tuntut memiliki pemahaman serta ketrampilan yang tinggi dalam hal bahan pengajar, metode, anak didik dan landasan kependidikan. Johnson ( 1980 ) menjabarkan cakupan kemampuan professional guru diantaranya adalah penguasaan materi pelajaran yang etrdiri atas penguasaan bahan yang harus diajarkan dan konsep-konsep dasar keilmuan dari bahan yang diajarkannya. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka penguasaan materi bagi seorang guru adalah mutlak adanya. Jadi untuk mengatasi kasus tersebut di atas, hal yang paling penting yang harus dikerjakan adalah peningkatan kompetensi guru dengan cara rajin membaca, menerapkan dan mengembangkan ilmunya. Dengan langkah seperti ini, diharapkan dapat meningkatkan kualitas guru yang berimbas pada peningkatan prestasi siswa. Jadi kasus di atas tidak akan terulang kembali.Tags: ipa, kasus, pembelajaran, SD About the Author

Macam-macam Model Pembelajaran Untuk Mengatasi Masalah Pendidikan IPS di SDBAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) pada jenjang pendidikan dasar memfokuskan kajiannya kepada hubungan antar manusia dan proses membantu pengembangan kemampuan dalam hubungan tersebut. Pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dikembangkan melalui kajian ini ditunjukan untuk mencapai keserasian dan keselarasan dalam kehidupan masyarakat.

Pendidikan IPS sudah lama dikembangkan dan dilaksanakan dalam kurikulumkurikulum di Indonesia, khususnya pada jenjang pendidikan dasar. Pendidikan ini tidak dapat disangkal telah membawa beberapa hasil, walaupun belum optimal. Secara umum penguasaan pengetahuan sosial atau kewarganegaraan lulusan pendidikan dasar relatif cukup, tetapi penguasaan nilai dalam arti penerapan nilai, keterampilan sosial dan partisipasi sosial hasilnya belum menggembirakan. Kelemahan tersebut sudah tertentu terkait atau dilatarbelakangi oleh banyak hal, terutama proses pendidikan atau pembelajarannya, kurikulum, para pengelola dan pelaksananya serta faktor-faktor yang berpengaruh lainnya. Beberapa temuan penelitian dan pengamatan ahli memperkuat kesimpulan tersebut. Dalam segi hasil atau dampak pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial atau IPS terhadap kehidupan bermasyarakat, masih belum begitu nampak. Perwujudan nilai-nilai sosial yang dikembangkan di sekolah belum nampak dalam kehidupan sehari-hari, khususnya keterampilan masih sosial para sosial para lulusan dalam pendidikan berbagai dasar memprihatinkan, partisipasi kegiatan

kemasyarakatan semakin menyusut. Banyak dari penyebab yang melatarbelakangi pelaksana, Berkenaan pendidikan IPS belum dapat

memberikan hasil seperti yang diharapkan. Faktor penyebabnya dapat berpangkal kurikulum, rancangan, pelaksanaan dengan ataupun dan faktor-faktor rancangan kondisi pendukung pembelajaran pembelajaran. kurikulum

IPS, beberapa penelitian memberi gambaran

tentang

tersebut. Hasil penelitian Balitbang, Depdikbud tahun 1999 menyebutkan bahwa Kurikulum 1994 tidak disusun berdasarkan basic competencies melainkan pada materi, sehingga dalam kurikulumnya banyak memuat konsep-konsep teoritis (Boediono, et al. 1999: 84). Hasil evaluasi kurikulum IPS SD tahun 1994 menggambarkan adanya kesenjangan kesiapan siswa dengan bobot materi sehingga materi yang disajikan, terlalu dianggap sulit bagi siswa, kesenjangan antara tuntutan materi dengan fasilitas pembelajaran dan buku sumber, kesulitan menejemen waktu serta keterbatasan kemampuan melakukan pembaharuan metode mengajar (Depdikbud, 1999).

Dalam implementasi materi

Muchtar,

SA.

(1991) menemukan IPS

lebih

menekankan aspek pengetahuan, berpusat pada guru, mengarahkan bahan berupa informasi yang tidak mengembangkan berpikir nilai serta hanya membentuk budaya menghafal dan bukan berpikir kritis. Dalam pelaksanaan Soemantri, N. (1998) menilai pembelajaran IPS sangat menjemukan karena penyajiannya bersifat monoton dan ekspositoris sehingga siswa kurang antusias dan mengakibatkan pelajaran kurang menarik padahal menurut Sumaatmadja, N. (1996: 35) guru IPS wajib berusaha secara optimum merebut minat siswa karena minat merupakan modal utama untuk keberhasilan pembelajaran IPS. Selanjutnya Como dan Snow (dalam Syafruddin, 2001: 3) menilai bahwa model pembelajaran IPS yang diimplementasikan saat ini masih bersifat konvensional sehingga siswa sulit memperoleh pelayanan secara optimal. Dengan pembelajaran seperti itu maka perbedaan individual siswa di kelas tidak dapat terakomodasi sehingga sulit tercapai tujuan-tujuan spesifik pembelajaran terutama bagi siswa berkemampuan rendah. Model pembelajaran saat ini juga lebih menekankan pada aspek kebutuhan formal dibanding sebagai kebutuhan pekerjaan real siswa sehingga dan proses belum pembelajaran terkesan administratif

mengembangkan potensi anak secara optimal. Berdasarkan hal-hal di atas nampak, bahwa pada satu sisi betapa pentingnya peranan pendidikan IPS dalam mengembangkan pengetahuan, nilai. Sikap, dan keterampilan sosial agar siswa menjadi warga masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang baik namun di pihak lain masih banyak masalah-masalah tersebut diperlukan penelitian berkaitan dengan pembelajaran IPS. Salah satu upaya yang memadai untuk itu adalah dengan melakukan model pembelajaran. 2. Rumusan Masalah Adapun yang menjadi pokok permasalahan dari penulisan makalah ini adalah : 1) Apa itu pendidikan IPS? 2) Apa saja permasalahan pendidikan IPS di sekolah dasar?

3) Apa yang dimaksud dengan model pembelajaran? 4) Bagaimana mengembangkan model pembelajaran untuk mengatasi masalah pendidikan IPS di sekolah dasar? 3. Tujuan Penulisan Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah: 1) Untuk menjelaskan tentang pendidikan IPS. 2) Menggambarkan permasalahan pendidikan IPS di SD. 3) Untuk menjelaskan tentang model pembelajaran. 4) Mendeskripsikan pengembangan model pembelajaran untuk mengatasi masalah pendidikan IPS di SD. 4. Manfaat Penulisan Dengan adanya penulisan makalah yang bertajuk tentang pengembangan model pembelajaran untuk mengatasi masalah pendidikan IPS di Sekolah Dasar maka seluruh pihak yang memiliki keterkaitan dengan masalah tersebut bisa memahami apa yang menjadi pokok permasalahan yang terjadi. Agar nantinya masalah tersebut tidak menjadi masalah yang menghambat maksud ataupun tujuan yang ingin dicapai. Selain itu dalam penulisan makalah ini apa yang menjadi solusi dalam pemecahan masalah bisa ditemukan dan pihak-pihak yang terkait dapat mengembangkan potensi diri dalam mengelolah teknik model pembelajaran yang baik dan efisien. BAB II PEMBAHASAN 1. Pendidikan IPS IPS adalah suatu bahan kajian yang terpadu yang merupakan penyederhanaan, adaptasi, seleksi dan modifikasi yang diorganisasikan dari konsep-konsep dan keterampilan-keterampilan Sejarah, Geografi, Sosiologi, Antropologi, dan Ekonomi

(Puskur, 2001: 9). Geografi, Sejarah dan Antropologi merupakan disiplin ilmu yang memiliki keterpaduan yang tinggi. Pembelajaran Geografi memberikan wawasan berkenaan dengan peristiwa-peristiwa dengan wilayah-wilayah, sedangkan Sejarah memberikan kebulatan wawasan berkenaan dengan peristiwa-peristiwa dari berbagai periode. Antropologi meliputi studi-studi komparatif yang berkenaan dengan nilai-nilai kepercayaan, struktur sosial, aktivita-aktivitas ekonomi, organisasi politik, ekspresi-ekpresi dan spritual, teknologi, dan benda-benda budaya dari budaya-budaya terpilih. Ilmu Ekonomi tergolong kedalam ilmu-ilmu tentang kebijakan pada aktivitas-aktivitas yang berkenaan dengan pembuatan keputusan. Sosiologi merupakan ilmu-ilmu tentang perilaku seperti konsep peran, kelompok, institusi, proses interaksi dan kontrol sosial. Muriel Crosby menyatakan bahwa IPS diidentifikasi sebagai studi yang

memperhatikan pada bagaimana orang membangun kehidupan yang lebih baik bagi dirinya dan anggota keluarganya, bagaimana orang memecahkan masalahmasalah, bagaimana orang hidup bersama, bagaimana orang mengubah dan diubah oleh lingkungannya (Leonard S. Kenworthi, 1981:7). IPS menggambarkan interaksi individu atau kelompok dalam masyarakat baik dalam lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Interaksi antar individu dalam ruang lingkup lingkungan mulai dari yang terkecil misalkan keluarga, tetangga, rukun tetangga atau rukun warga, desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten, provinsi, negara dan dunia. Jadi, dapat disimpulkan bahwa Pendidikan IPS adalah disiplin ilmu-ilmu sosial ataupun integrasi dari berbagai cabang ilmu sosial seperti: sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, dan antropologi yang mempelajari masalah-masalah sosial. Pendidikan IPS di SD telah mengintegrasikan bahan pelajaran tersebut dalam satu bidang studi. Materi pelajaran IPS merupakan penggunaan konsep-konsep dari ilmu sosial yang terintegrasi dalam tema-tema tertentu. Misalkan materi tentang pasar, maka harus ditampilkan kapan atau bagaimana proses berdirinya (sejarah), dimana pasar itu berdiri (Geografi), bagaimana hubungan antara orang-orang yang berada di pasar (Sosiologi), bagaimana kebiasaan-kebiasaan orang menjual atau membeli di pasar (Antropologi) dan berapa jenis-jenis barang yang diperjualbelikan (Ekonomi).

Dengan demikian Pendidikan IPS di sekolah dasar adalah disiplin ilmu-ilmu sosial seperti yang disajikan pada tingkat menengah dan universitas, hanya karena pertimbangan tingkat kecerdasan, kematangan jiwa peserta didik, maka bahan pendidikannya disederhanakan, diseleksi, diadaptasi dan dimodifikasi untuk tujuan institusional didaksmen (Sidiharjo, 1997). 2. Permasalahan Pendidikan IPS di SD Tujuan utama Ilmu Pengetahuan Sosial ialah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa dirinya sendiri maupun yang menimpa masyarakat. Tujuan tersebut dapat dicapai manakala program-program pelajaran IPS di sekolah diorganisasikan secara baik. Dari rumusan tujuan tersebut dapat dirinci sebagai berikut (Awan Mutakin, 1998). 1) Memiliki kesadaran dan kepedulian terhadap masyarakat atau lingkungannya, melalui pemahaman terhadap nilai-nilai sejarah dan kebudayaan mastarakat. 2) Mengetahui dan memahami konsep dasar dan mampu menggunakan metode yang diadaptasi dari ilmu-ilmu sosial yang kemudian dapat digunakan untuk memecahkan masalah-masalah sosial. 3) Mampu menggunakan model-model dan proses berpikir serta membuat keputusan untuk menyelesaikan isu dan masalah yang berkembang di masyarakat. 4) Menaruh perhatian terhadap isu-isu dan masalah-masalah sosial, serta mampu membuat analisis yang kritis, selanjutnya mampu mengambil tindakan yang tepat. 5) Mampu mengembangkan berbagai potensi sehingga mampu membangun diri sendiri agar survive yang kemudian bertanggung jawab membangun masyarakat.

Menurut Noman Sumantri bahwa tujuan Pendidikan IPS pada tingkat sekolah adalah: 1) Menekankan tumbuhnya nilai kewarganegaraan, moral, ideologi negara dan agama. 2) Menekankan pada isi dan metode berfikir ilmuwan. 3) Menekankan reflective inquiry. PIPS menurut NCCS mempunyai tujuan informasi dan pengetahuan (knowledge and information), nilai dan tingkah laku (attitude and values), dan tujuan keterampilan (skill): sosial, bekerja dan belajar, kerja kelompok, dan keterampilan intelektual (Jarolimele, 1986: 5-8). Secara umum, pencapaian tujuan Pendidikan IPS lulusan pendidikan SD belumlah optimal. Kelemahan tersebut dilatarbelakangi oleh banyak hal, terutama proses pendidikan dan pembelajarannya. Dalam proses pendidikan IPS di SD, pembelajarannya kurang memperhatikan karakteristik anak usia sekolah dasar, yakni terkait dengan perkembangan psikologis siswa. Menurut Jean Piaget (1963), anak dalam kelompok usia SD (6-12 tahun) berada dalam perkembangan kemampuan intelektual/kognitifnya pada tingkatan konkrit operasional. Mereka memandang dunia dalam keseluruhan yang utuh dan menganggap tahun yang akan datang sebagai waktu yang masih jauh. Yang mereka pedulikan adalah sekarang (=konkrit) dan bukan masa depan yang belum bisa mereka pahami (=abstrak). Padahal bahan materi IPS penuh dengan pesan-pesan yang bersifat abstrak. Konsep-konsep seperti waktu, perubahan, kesinambungan (continuity) arah mata angin, lingkungan, ritual, akulturasi, kekuasaan, demokrasi, nilai, peranan, permintaan atau kelangkaan adalah konsepkonsep abstrak yang dalam program studi IPS harus dibelajarkan kepada siswa SD. Jika hal ini dibiarkan terus, maka pembelajaran IPS dapat menjadi pelajaran yang membosankan bagi siswa. Dan baik secara langsung maupun tidak akan berdampak pada tujuan pendidikan IPS yang diharapkan. Untuk mengatasi

permasalahan tersebut diperlukanlah model pembelajaran yang sesuai untuk materi IPS di SD dan memperhatikan karakteristik anak usia SD. 3. Model Pembelajaran 1) Pengertian Model Belajar-Mengajar Dalam keseharian istilah model dimaksudkan terhadap pola atau bentuk yang akan menjadi acuan. Dalam konteks pendidikan agaknya tidak jauh juga maknanya, yakni sebagai kerangka konseptual berkenaan dengan rancangan yang berisi langkah teknis dalam kesatuan strategis yang harus dilakukan dalam mendorong terjadinya situasi pendidikan; dalam wujud perilaku belajar dan mengajar dengan kecenderungan berbeda antara satu dengan lainnya atau dengan yang biasanya. Dengan demikian sebuah model dalam konteks pembelajaran, tidaklah dapat diterima sebagai sebuah model jika tidak memperliahatkan ciri khususnya sebagai sesuatu yang berbeda dari yang lainnya. Adapun menurut Sarifudin (Wahab, Azis, 1990: 1) yang dimaksud dengan model belajar mengajar adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang terorganisasikan secara sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, yang berfungsi sebagai pedoman dan bagi perancang pengajaran aktivitas dan para guru dalam Dengan merencanakan melaksanakan belajar mengajar.

demikian, model belajar-mengajar khususnya dapat diartikan sebagai satuan cara, yang berisi prosedur, langkah teknis yang harus dilakukan dalam mendekati sasaran proses dan hasil belajar hingga mencapai efektifitasnya, menurut kesesuaian dengan setting waktu, tempat dan subjek ajarnya. 2) Macam-macam Model Mengajar a. Model-model Pemrosesan Model-model yang berorientasi pada kemampuan pemrosesan informasi dari siswa dan cara memperbaiki kemampuannya dalam menguasai informasi, merujuk pada cara orang menangani stimulus dari lingkungannya, mengorganisasikan data, menginderai masalah, melahirkan konsep dan

pemecahan masalah, dan menggunakan simbol verbal da non-verbal. Sungguhpun model-model yang termasuk ke dalam rumpun ini berkesan akademik namun tetap peduli akan hubungan sosial dan pengembangan diri. Model-model yang termasuk dalam rumpun ini antara lain adalah; Model Berpikir (Inquiry Training Model), Inkuiri Ilmiah (Scientific Inquiry), Perolehan Konsep (Concept), Model Advance Organizer (Advance Organizer Model), dan Ingatan (Memory). Model berpikir yang dikembangkan Hilda Taba, dirancang terutama untuk pengembangan proses mental induktif dan penalaran akademik atau pembentukan teori, namun kapasitasnya berguna pula untuk pengembangan personal dan sosial. b. Model-model Personal Model-model yang termasuk ke dalam rumpun personal berorientasi pada pengembangan diri individu, model-model ini menekankan proses pembentukan individu dalam mengorganosasikan realitasnya yang unik. Fokus pengembangan diri berkesan menekankan pada pembinaan emosional antara individu dalam hubungan produktif dengan lingkungannya hingga diharapkan menghasilkan hubungan interpersonal yang lebih kaya dan kemampuan pemrosesan yang lebih efektif lagi. Terliput ke dalam rumpun ini adalah; Pengajaran Non-Direktif (Non-directive Teaching), Pelatihan Kesadaran (Awraness Training), Sinektic (Synectics), Sistem Konseptual (Conceptual System) dan Pertemuan Kelas (Classroom Meeting). c. Model-model Interaksi Sosial Model-model pembelajaran yang termasuk rumpun Interaksi Sosial, menekankan hubungan antara individu dengan masyarakat dan dengan individu lainnya. Fokus model ini terletak pada proses di mana dengan proses ini realitas dinegosiasi memberikan prioritas pada perbaikan kemampuan individu untuk berhubungan dengan yang lainnya, bergelut dengan proses demokratik dan bekerja secara produktif dalam masyarakat. Termasuk ke dalam rumpun model ini, antara lain : Investigasi Kelompok (Group Investigation), Inkuiri Sosial (Social Inquiry), Metode Laboratorium

(Laboratory Method), Yurisprudensial (Yurisprudential), Bermain Peran (Role Playing) dan Simulasi Sosial (Social Simulation). d. Model Behavioral Model-model yang termasuk ke dalam rumpun behavioral berpijak pada landasan teoritis yang sama, yakni teori tingkah laku (Behavioral Theory). Dalam penerapannya, model ini banyak menggunakan istilah lain seperti teori belajar, teori belajar sosial, modifikasi tingkah laku, dan terapi tingkah laku. Ciri pokoknya menekankanpada usaha mengubah tingkah laku teramati ketimbang struktur psikologis yang mendasarinya dan tingkah laku yang tidak teramatinya. Model ini mendasarkan pada prinsip kontrol stimulus dan penguatan (Stimulus Control and Reinforcement). Lebih dari model lainnya model behavioral memiliki keterpakaian yang luas dan teruji keefektifannya pada aneka tujuan seperti pendidikan, pelatihan, tingkah laku interpersonal da pengobatan. Tercakup kedalam model ini, antara lain: Manajemen Kontingensi (Contingency Management), Kontrol Diri (Self Control), Relaksasi (Relaxation), Reduksi Stres (Stress Reducation), Pelatihan Asertif (Assertive Training), Desentisasi (Desensitization) dan Pelatihan Langsung (Direct Training). 4. Pengembangan Model Pembelajaran Untuk Mengatasi Masalah Pendidikan IPS di SD Sejumlah model pendekatan pembelajaran tersebut diatas, masing-masing mengedepankan keunggulan dalam mengupayakan pencapaian sasaran yang diyakini oleh setiap pengembangannya, namun untuk penerapan praktis di tempat yang sangat mungkin berbeda, harus dikalkulasikan dengan berbagai aspek kondisional yang tentu tidak sama. Sekurang-kurangnya dimana, oleh, atau dengan dan terutama untuk siapa proses pembelajaran dilakukan. Khusus berkaitan dengan kebutuhan pembelajaran pada anak usia pertumbuhan, dari sejumlah model tersebut tentunya dapat dirujuk model pendekatan yang menjadi rujukan di atas dengan sebutan model Cognitive Emotion and Social Development. Dasar pandangannya adalah anak merupakan produk berbagai pengaruh, mulai dari keluarganya, kesehatan, kondisi sosial ekonomi dan sekolah. Bahwa masing-

masing pendekatan pada pandangan teoritis berkenaan dengan stressingnya, dalam praktisnya dapat terjadi saling berkait antara satu pendekatan dengan pendekatan lain secara bersamaan. Untuk itu, memenuhi keperluan teknis operasional dalam mengembangkan pembelajaran Pengetahuan Sosial berbasis pendekatan nilai khususnya, berikut dipetikan langkah teknis sejumlah model pilihan yang dipandang mewakili tuntutan karakteristik materil, peserta didik dan setting sosial yang menjadi lingkungan kultur dan belajar SD/MI umumnya di tanah air. Beberapa dari sejumlah pendekatan yang menjadi rujukan tersebut, secara parsial terliput dalam kerangka teknis model pilihan berikut, antara lain: Model Inkuiri, VCT, Bermain Peta, ITM (STS), Role Playing, dan Portofolio. 1) Model Inkuiri a) Makna Pembelajaran Inkuiri Model inkuiri adalah salah satu model pembelajaran yang memfokuskan kepada pengembangan kemampuan siswa dalam berpikir reflektif kritis, dan kreatif. Inkuiri adalah salah satu model pembelajaran yang dipandang modern yang dapat dipergunakan pada berbagai jenjang pendidikan, mulai tingkat pendidikan dasar hingga menengah. Pelaksanaan inkuiri di dalam pembelajaran Pengetahuan Sosial dirasionalisasi pada pandangan dasar bahwa dalam model pembelajaran tersebut, siswa didorong untuk mencari dan mendapatkan informasi melalui kegiatan belajar mandiri. Model inkuiri pada hakekatnya merupakan penerapan metode ilmiah khususnya di lapangan Sains, namun dapat dilakukan terhadap berbagai pemecahan problem sosial. Savage Amstrong mengemukakan bahwa model tersebut secara luas dapat digunakan dalam proses pembelajaran Social Studies (Savage and Amstrong, 1996). Pengembangan strategi pembelajaran dengan model inkuiri dipandang sanagt Sosial sesuai yang dengan karakteristik materil pendidikan Pengetahuan bertujuan mengembangkan

tanggungjawab individu dan kemampuan berpartisipasi aktif baik sebagai anggota masyarakat dan warganegara. b) Langkah-langkah Inkuiri

Langkah-langkah yang harus ditempuh di dalam model inkuiri pada hakekatnya tidak berbeda jauh dengan langkah-langkah pemecahan masalah yang dikembangkan oleh John Dewey dalam bukunya How We Think. Langkah-langkah tersebut antara lain: Langkah pertama, adalah orientation, siswa mengidentifikasi masalah, dengan pengarahan dari guru terutama yang berkaitan dengan situasi kehidupan sehari-hari. Langkah kedua hypothesis, yakni kegiatan menyusun sebuah hipotesis yang dirumuskan sejelas mungkin sebagai antiseden dan konsekuensi dari penjelasan yang telah diajukan. Langkah ketiga definition, yaitu mengklarifikasi hipotesis yang telah diajukan dalam forum diskusi kelas untuk mendapat tanggapan. Langkah keempat exploration, pada tahap ini hipotesis dipeluas kajiannya dalam pengertian implikasinya dengan asumsi yang dikembangkan dari hipotesis tersebut. Langkah kelima evidencing, fakta dan bukti dikumpulkan untuk mencari dukungan atau pengujian bagi hipotesa tersebut. Langkah keenam generalization, pada tahap ini kegiatan inkuiri sudah sampai pada tahap mengambil kesimpulan pemecahan masalah (Joyce dan Weil, 1980). 2) Model Pembelajaran VCT a) Makna Pembelajaran VCT VCT adalah salah satu teknik pembelajaran yang dapat memenuhi tujuan pancapaian pendidikan nilai. Djahiri (1979: 115) mengemukakan bahwa Value Clarification Technique, merupakan sebuah cara bagaimana menanamkan dan menggali/ mengungkapkan nilai-nilai tertentu dari diri peserta didik. Karena itu, pada prosesnya VCT berfungsi untuk: a) mengukur

atau mengetahui tingkat kesadaran siswa tentang suatu nilai; b) membina kesadaran siswa tentang nilai-nilai yang dimilikinya baik yang positif maupun yang negatif untuk kemudian dibina kearah peningkatan atau pembetulannya; c) menanamkan suatu nilai kepada siswa melalui cara yang rasional dan diterima siswa sebagai milik pribadinya. Dengan kata lain, Djahiri (1979: 116) menyimpulkan bahwa VCT dimaksudkan untuk melatih dan membina siswa tentang bagaimana cara menilai, mengambil keputusan terhadap suatu nilai umum untuk kemudian dilaksanakannya sebagai warga masyarakat. b) Langkah Pembelajaran Model VCT Berkenaan dengan teknik pembelajaran nilai Jarolimek

merekomendasikan beberapa cara, antara lain: a. Teknik evaluasi diri (self evaluation) dan evaluasi kelompok (group evaluation) Dalam teknik evaluasi diri dan evaluasi kelompok pesertadidik diajak berdiskusi atau tanya-jawab tentang apa yang dilakukannya serta diarakan kepada keinginan untuk perbaikan dan penyempurnaan oleh dirinya sendiri: 1) Menentukan tema, dari persoalan yang ada atau yang ditemukan peserta didik 2) Guru bertanya berkenaan yang dialami peserta didik 3) Peserta didik merespon pernyataan guru 4) Tanya jawab guru dengan peserta didik berlangsung terus hingga sampai pada tujuan yang diharapkan untuk menanamkan niai-nilai yang terkandung dalam materi tersebut. b. Teknik Lecturing

Teknik lecturing, dilalukan guru gengan bercerita dan mengangkat apa yang menjadi topik bahasannya. Langkah-langkahnya antara lain: 1) Memilih satu masalah / kasus / kejadian yang diambil dari buku atau yang dibuat guru. 2) Siswa dipersilahkan memberikan tanda-tanda penilaiannya dengan menggunakan kode, misalnya: baik-buruk, salah benar, adil tidak adil, dsb. 3) Hasil kerja kemudian dibahas bersama-sama atau kelompok kalau dibagi kelompok untuk memberikan kesempatan alasan dan argumentasi terhadap penilaian tersebut. c. Teknik menarik dan memberikan percontohan Dalam teknik menarik dan memberi percontohan (example of axamplary behavior), guru membarikan dan meminta contoh-contoh baik dari diri peserta didik ataupun kehidupan masyarakat luas, kemudian dianalisis, dinilai dan didiskusikan. d. Teknik indoktrinasi dan pembakuan kebiasan Teknik indoktrinasi dan pembakuan kebiasan, dalam teknik ini peserta didik dituntut untuk menerima atau melakukan sesuatu yang oleh guru dinyatakan baik, harus, dilarang, dan sebagainya. e. Teknik tanya-jawab Teknik tanya-jawab guru mengangkat suatu masalah, lalu mengemukakan pertanyaan-pertanyaan sedangkan peserta didik aktif menjawab atau mengemukakan pendapat pikirannya. f. Teknik menilai suatu bahan tulisan Teknik menila suatu bahan tulisan, baik dari buku atau khusus dibuat guru. Dalam hal ini peserta didik diminta memberikan tanda-tanda

penilaiannya dengan kode (misal: baik - buruk, benar tidak-benar, adil tidak-adil dll). Cara ini dapat dibalik, siswa membuat tulisan sedangkan guru membuat catatan kode penilaiannya. Selanjutnya hasil kerja itu dibahas bersama atau kelompok untuk memberikan tanggapan terhadap penilaian. g. Teknik mengungkapkan nilai melalui permainan (games). Dalam pilihan ini guru dapat menggunakan model yang sudah ada maupun ciptaan sendiri. 3) Model Bermain Peta Keterampilan menggunakan dan menafsirkan peta dan globe merupakan salah satu tujuan penting dalam pembelajaran Pengetahuan Sosial. Keterampilan menginterpretasi peta maupun globe perlu dilakukan peserta didik secara fungsional. Peta dan globe memberikan manfaat, yaitu: a) siswa dapat memperoleh gambaran mengenai bentuk, besar, batas-batas suatu daerah; b) memperoleh pengertian yang lebih jelas mengenai istilah-istilah geografi seperti: pulau, selat, semnanjung, samudera, benua dan sebagainya; c) memahami peta dan globe, diperlukan beberapa syarat yaitu : (a) arah, siswa mengerti tentang cara menentukan tempat di bumi seperti arah mata angin, meridian, paralel, belahan timur dan barat; (b) skala, merupakan model atau gambar yang lebih kecil dari keadaan yang sebenarnya; (c) lambang-lambang, merupakan simbosimbol yang mudah dibaca tanpa ada keterangan lain; (d) warna, menggunakan berbagai warna untuk menyatakan hal-hal tertentu misalnya: laut, beda tinggi daratan, daerah, negara tertentu dsb. 4) Pendekatan ITM (Ilmu-Teknologi dan Masyarakat) a) Kebermaknaan Model Pendekatan ITM Pendekatan ITM (Ilmu, Teknologi, dan Masyarakat) atau juga disebut STS (Science-Technology-Society) muncul menjadi sebuah pilihan jawaban atas kritik terhadap pengajaran Ilmu Pengetahuan Sosial yang bersifat tradisional (texbook), yakni berkisar masih pada pengajaran tentang fakta-fakta dan teori-teori tanpa menghubungkannya dengan dunia nyata yang integral. ITM dikembangkan kemudian sebagai sebuah pendekatan guna mencapai tujuan

pembelajaran yang berkaitan langsung dengan lingkungan nyata dengan cara melibatkan peran aktif peserta didik dalam mencari informasi untuk meemcahkan masalah yang ditemukan dalam kehidupan kesehariannya. Pendekatan ITM menekankan pad aktivitas peserta didik melalui penggunaan keterampilanproses dan mendorong berpikir tingkat tinggi, seperti; melakukan kegiatan pengumpulan data, menganalisis data, melakukan survey observasi, wawancara dengan masyarakat bahkan kegiatan di laboratorium dsb. Oleh karena itu, permasalahan tentang kemasyarakatan sebagaimana adanya tidak terlepas dari perkembangan ilmu dan teknologi, dapat dijawab melalui inkuiri. Dalam kegiatan pembelajaran tersebut peserta didik menjadi lebih aktif dalam menggali permasalahan berdasarkan pada pengalaman sendiri hingga mampu melahirkan kerangka pemecahan masalah dan tindakan yang dapat dilakukan secara nyata. Karena itu, pendekatan ITM dipandang dapat memberi kontribusi langsung terhadap misi pokok pembelajaran pengetahuan sosial, khusus dalam mempersiapkan warga negara agar memiliki kemampuan: a) memahami ilmu pengetahuan di masyarakat, b) mengambil keputusan sebagai warga negara, c) membuat hubungan antar pengetahuan, dan d) mengingat sejarah perjuangan dan peradaban luhur bangsanya. b) Langkah Pendekatan ITM Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan pembelajaran pendekatan ITM antara lain: 1. Menekankan pada paham kontruktivisme, bahwa setiap individu peserta didik, telah memiliki sejumlah pengetahuan dari pengalamannya sendiri dalam kehidupan faktual di lingkungan keluarga dan masyarakat. 2. Peserta didik dituntut untuk belajar dalam memecahkan permasalahan dan dapat menggunakan sumber-sumber setempat (nara sumber dan bahanbahan lainnya) untuk memperoleh informasi yang dapat digunakan dalam pemecahan masalah.

3. Pola pembelajaran bersifat kooperatif (kerja sama) dalam setiap kegiatan pembelajaran serta menekankan pada keterampilan proses dalam rangka melatih peserta didik berfikir tingkat tinggi. 4. Peserta didik menggali konsep-konsep melalui proses pembelajaran yang ditempuh dengan cara pengamatan (observasi) terhadap objek-objek yang dipelajarinya. 5. Masalah-masalah aktual sebagai objek kajian, dibahas bersama guru dan peserta didik guna menghindari terjadi kesalahan konsep. 6. Pemilihan tema-tema didasarakan urutan integratif. 7. Tema pengorganisasian pokok dari sejumlah unit ITM adalah isu dan masalah sosial yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan. c) Tahapan Metode Pendekatan ITM (1) Tahap Eksplorasi Kegiatan eksplorasi merupakan tahap pengumpulan data lapangan dan data yang berkaitan dengan nilai. Peserta didik dengan bantuan LKS secara berkelompok melakukan pengamatan langsung. Eksplorasi dilakukan guna membuktikan konsep awal yang mereka miliki dengan konsep ilmiah. (2) Tahap Penjelasan dan Solusi Dari data yang telah terkumpul berdasarkan hasil pengamatan, diharapkan peserta didik mampu memberikan solusi sebagai alternatif jawaban tentang persoalan lingkungan. Peserta didik didorong untuk menyampaikan gagasan, menyimpulkan, memberikan argumen dengan tepat, membuat model, membuat poster yang berkenaan dengan pesan lingkungan, membuat puisi, menggambar, membuat karangan, serta membuat karya seni lainnya.

(3) Tahap Pengambilan Tindakan Peserta didik dapat membuat keputusan atau mempertimbangkan alternatif pengenalan yang tindakan dan masalah dan dan akibat-akibatnya yang telah pengembangan mempengaruhi dengan gagasan publik menggunakan Berdasar pemecahannya, mengatasi pengetahuan keterampilan diperolehnya.

mereka dapat bermain peran (Role Playing) membuat kebijakan strategis diperlukan untuk dalam permasalahan lingkungan tersebut. (4) Diskusi dan Penjelasan Berikutnya guru dan peserta didik melakukan diskusi kelas dan penjelasan konsep melalui tahapan sebagai berikut: Masing-masing lingkungannya. Guru memberikan kesempatan kepada anggota kelas lainnya untuk memberikan tanggapan atau informasi yang relevan terhadap laporan kelompok temannya. Guru bersama peserta didik menyimpulkan konsep baru yang diperoleh kemudian mereka diminta melihat kembali jawaban yang telah disampaikan sebelum kegiatan eksplorasi. Guru membimbing peserta didik merkonstruksi kembali pengetahuan langsung dari objek yang dipelajari tentang alam lingkungannya. (5) Tahap Pengembangan dan Aplikasi Konsep Guru bertanya pada peserta didik tentang hal-hal yang diliahat dalam kehidupan sehari-hari yang merupakan aplikasi konsep baru yang telah ditemukan. kelompok melaporkan hasil temuan pengamatan

Guru dan peserta didik mendiskusikan sikap dan kepedulian yang dapat mereka tumbuhkan dalam kehidupan sehari-hari berkaitan dengan konsep baru yang telah ditemukan. (6) Tahap Evaluasi Pada tahapan evaluasi, guru memperlihatkan gambar suasana

lingkungan yang berbeda yaitu lingkungan yang terpelihara dan yang tidak terpelihara. Kemudian menggunakan pertanyaan pancingan pada peserta didik sehingga mampu memberikan penilaian sendiri tentang keadaan kedua lingkungan tersebut. (7) Kegiatan Penutup Kegiatan penutup merupakan kegiatan penyimpulan yang dilakukan guru dan peserta didik dari seluruh rangkaian pembelajaran. Sebagai bagian penutup, guru menyampaikan pesan moral. 5) Model Role Playing a) Kebermaknaan Penggunaan Model Role Playing Role Playing adalah salah satu model pembelajaran yang perlu menjadi pengalaman belajar peserta didik, terutama dalam konteks pembelajaran Pengetahuan Sosial dan Kewarganegaraan didalamnya. Sebagai langkah teknis, role playing sendiri tidak jarang menjadi pelengkap kegiatan pembelajaran yang dikembangkan dengan stressing model pendekatan lainnya, seperti inkuiri, ITM, Portofolio, dan lainnya. Secara komprehensif makna penggunaan role playing dikemukakan George Shaftel (Djahiri, 1978: 109) antara lain: 1) untuk menghayati sesuatu/hal/kejadian sebenarnya dalam realitas kehidupan; 2) agar memahami apa yang menjadi sebab dari sesuatu serta bagaimana akibatnya; 3) untuk mempertajam indera dan perasaan siswa terhadap sesuatu; 4) sebagai penyaluran/pelepasan tensi (kelebihan energi psykhis) dan perasaan-perasaan; 5) sebagai alat diagnosa keadaan; 6) ke

arah pembentukan konsep secara mandiri; 7) menggali peran-peran dari pada dalam suatu kehidupan/kejadian/keadaan; dalam mengklarifikasikan (memperinci) pola menggali dan meneliti berpikir, berbuat dan nilai-nilai (norma) dan peranan budaya dalam kehidupan; 9) membantu siswa keterampilannya dalam membuat/ mengambil keputusan menurut caranya sendiri; 10) membina siswa dalam kemampuan memecahakan masalah. b) Langkah-langkah Role Playing Adapun langkah-langkahnya, Djahiri (1978: 109) mengangkat urutan teknis yang dikembangkan Shaftel yang terdiri dari 9 langkah dalam tabel berikut. No . 1. Urutan Langkah Penjelasan umum Kegiatan dan Pelakunya 1.1. Mencari atau mengemukakan permasalahan (oleh guru atau bersama siswa). 1.2. Memperjelas masalah/ topik tersebut (guru). 1.3. Mencari bahan-bahan, keterangan atau penjelasan lebih lanjut, dengan menunjukan sumbernya (guru & siswa). 1.4. Menjelaskan tujuan, makna dari role 2. Memilih para pelaku 2.1. playing. Menganalisis peran yang harus

dimainkan (guru bersama siswa). 2.2. 3. Menentukan Observer 3.1. Memilih para pelakunya observer (dibantu dan

guru). Menentukan

menjelaskan tugas dan peranannya

4.

(guru & siswa). Menentukan jalan cerita4.1. gariskan jalan ceritanya. 4.2. tegaskan peran-peran yang ada didalamnya. 4.3. berikut gambaran situasi keadaan

5.

cerita tersebut (guru + siswa). Pelaksanaan (bermain) 5.1. Mulai melakonkan permainan tersebut 5.2. Menjaga agar setiap peran berjalan. 5.3. Jagalah agar babakan-babakan

No . 6.

Urutan Langkah Diskusi dan permainan 6.1.

terlihat jelas. Kegiatan dan Pelakunya Telaah setiap peran, posisi, dan

permainan. 6.2. diskusikan hal tersebut berikut saran perbaikannya. 6.3. Siapkan permainan ulangan. dan7.1. Seperti sub 5 dan sub 6 serta 8.1. Setiap pelaku mengemukakan perasaan dan

7.

Permainan diskusi

ulang

8.

penelaahan Mempertukarkan pikiran, dan kesimpulan pengalaman

pengalaman, pendapatnya.

membuat

8.2. Observer mengemukakan penilaian pendapatnya. 8.3. Siswa dan guru membuat kesimpulan dan merangkainya dengan topik / konsep yang sedang dipelajarinya.

6) Model Portofolio a) Makna Pembelajaran Portofolio Protofolio dalam pendidikan mulai dipergunakan sebagai salah satu jenis model penilaian (Assesment) yang berbasis produk, yakni penilaian yang didasarkan pada segala hasil yang dapat dibuat atau ditunjukan peserta didik, kemudian dihimpun dalam sebuah map jepit (portofolio) untuk dijadikan bahan pertimbangan guru dalam memberikan asesmen otentik terhadap kinerja peserta didik. Sapriya (Winataputra, 2002: 1.16) menegaskan bahwa: portofolio

merupakan karya terpilih kelas/siswa secara keseluruhan yang bekerja secara kooperatif membuat kebijakan publik untuk membahas pemecahan terhadap suatu masalah kemasyarakatan. Makna pembelajaran berbasis portofolio dalam pembelajaran Pengetahuan Sosial adalah memperkenalkan kepada peserta didik dan membelajarkan mereka pada metode dan langkah-langkah yang digunakan dalam proses politik kewarganegaraan/kemasyarakatan. b) Langkah-langkah Penbelajaran Portofolio Secara teknis pendekatan portofolio dimulai dengan membagi peserta didik dalam kelas ke dalam beberapa kelompok, lajimnya dilakukan menjadi 4 atau sesuai menurut keadaan dan keperluannya. Berdasarkan urutannya, setiap kelompok membidangi tugas dan tanggungjawab masing-masing, antara lain: (1) Kelompok portofolio-satu; Menjelaskan masalah, dalam tugasnya kelompokini bertanggung jawab untuk menjelaskan masalah yang telah mereka pilih untuk dikaji dalam kelas. (2) Kelompok portofolio-dua; Menilai kebijakan alternatif yang diusulkan untuk memecahkan masalah, dalam tugasnya kelompok ini bertanggung

jawab untuk menjelaskan kebijakan saat ini dan atau kebijakan yang dirancang untuk memecahkan masalah. (3) Kelompok portofolio-tiga; Membuat satu kebijakan publik yang didukung oleh kelas, dalam tugasnya kelompok ini bertanggung jawab untuk membuat satu kebijakan publik tertentu yang disepakati untuk didukung oleh mayoritas kelas serta memberikan pembenaran terhadap kebijakan tersebut. (4) Kelompok portofolio-empat; Membuat satu rencana tindakan agar pemerintah (setempat) dalam masyarakat mau menerima kebijakan kelas. Dalam tugasnya kelompok ini bertanggung jawab untuk membuat suatu rencana tindakan yang menujukkan bagaimana warganegara dapat mempengaruhi pemerintah (setempat) untuk menerima kebijakan yang didukung oleh kelas.

BAB III PENUTUP 1. Kesimpulan Pendidikan IPS adalah disiplin ilmu-ilmu sosial ataupun integrasi dari berbagai cabang ilmu sosial seperti: sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, dan antropologi yang mempelajari masalah-masalah sosial. Dalam proses pendidikan IPS di SD, pembelajarannya kurang memperhatikan karakteristik anak usia sekolah dasar, yakni terkait dengan perkembangan psikologis siswa. Anak dalam kelompok usia SD (6-12 tahun) berada dalam perkembangan kemampuan intelektual/kognitifnya pada tingkatan konkrit operasional. Padahal bahan materi IPS penuh dengan pesan-pesan yang bersifat abstrak. Konsep-konsep seperti waktu, perubahan, lingkungan, ritual, akulturasi, demokrasi, nilai, peranan merupakan konsep-konsep abstrak yang dalam program studi IPS harus dibelajarkan kepada siswa SD.

Jika hal ini dibiarkan terus, maka pembelajaran IPS dapat menjadi pelajaran yang membosankan bagi siswa. Untuk mengatasi permasalahan tersebut diperlukanlah model pembelajaran yang sesuai untuk materi IPS di SD dan memperhatikan karakteristik anak usia SD. Adapun model pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah pendidikan IPS di SD adalah : a. Model Inkuiri b. Model Pembelajaran VCT c. Model Bermain Peta d. Pendekatan ITM (Ilmu-Teknologi dan Masyarakat) e. Model Role Playing f. Model Portofolio 2. Saran Dalam mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, kita harus memiliki sikap mental positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa dirinya sendiri maupun yang menimpa masyarakat. Untuk mencapai tujuan tersebut, program-program pelajaran IPS di sekolah haruslah diorganisasikan secara baik. Sejumlah model pendekatan pembelajaran yang telah dijelaskan diatas, masingmasing mengedepankan keunggulan dalam mengupayakan pencapaian sasaran yang diyakini oleh setiap pengembangannya, namun untuk penerapan praktis di tempat yang sangat mungkin berbeda. Oleh karena itu harus dikalkulasikan dengan berbagai aspek kondisional yang tentu tidak sama.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Lamri Ichas Hamid dan Tuti Istianti Ichas. 2006. Pengembangan Pendidikan Nilai dalam Pembelajaran Pengetahuan Sosial di Sekolah Dasar. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional http://educare.e-fkipunla.net/index2.php? option=com_content&do_pdf=1&id=10 http://massofa.wordpress.com/2008/02/27/pendekatan-konsep-ilmu-teknologidan-masyarakat-dalam-pembelajaran-ips-di-sd/ http://pardi74.multiply.com/video/item/1 http://pips-sd.blogspot.com/2008_09_01_archive.html http://re-searchengines.com/0805arief7.html http://www.puskur.net/produkpuskur/form/upload/52_Kajian%20Kebijakan %20Kurikulum

KASUS PEMBELAJARAN SD MATA KULIAH : TUGAS AKHIR PROGRAM (TAP) KODE MATA KULIAH : PDGK 4500 NAMA TUTOR : M. KHOLID, M.Pd. TUGAS KE : 2 (DUA) TANGGAL : 01 NOVEMBER 2009 WAKTU : 60 MENIT Kasus

Oct 31, '09 2:11 AM untuk

Ibu Desi adalah guru bahasa Indonesia di SD Bina Mulya. Ketika memasuki ruang kelas, serentak para siswa bersiap dan berdoa, kemudian Bu Desi menerima salam, melakukan presensi untuk mengetahui kehadiran siswa-siswanya. Kemudian Bu Desi melakukan dialog sebagai berikut: Bu Desi : Anak-anak, pelajaran bahasa Indonesia hari ini kita akan belajar menulis prosa. Sebelum kita belajar bagaimana menulis prosa sederhana, apakah ada pertanyaan tentang materi sebelumnya? Siswa : Tidak ada bu ! Bu Desi : Baiklah, kalu tidak ada pertanyaan, apakah kalian punya pengalaman pribadi yang berkesan sampai hari ini?

Siswa : Punya bu ...! jawab siswa serentak. Kemudian Bu Desi meminta salah seorang siswa untuk menceritakan pengalaman pribadinya di depan kelas, namun tidak ada siswa yang berani bercerita di depan kelas. Bu Desi : Baiklah, kalau kalian masih belum berani bercerita, ibu akan menjelaskan terlebih dahulu bagaimana cara menulis prosa! Lalu dengan lancar Bu Desi menjelaskan langkah demi langkah bagaimana cara menulis prosa. Beberapa siswa berusaha memperhatikan penjelasan Bu Desi dengan serius dan sesekali mencatat hal-hal yang dianggap penting, namun sebagian siswa terlihat sedang berbicara dengan astiknya. Bu Desi tidak memperhatikan siswanya yang ribut dan terus bercerita pengalaman Bu Desi sambil menjelaskan bagaimana menulis prosa sehingga seluruh langkah menulis prosa selesai. Bu Desi : Baiklah anak-anak.... apakah ada pertanyaan tentang bagaimana menulis prosa ? Siswa : Tidak ada Bu! Bu Desi : Nah...kalau tidak ada pertanyaan, ibu minta kalian membuat prosa sederhana dari pengalaman pribadi kalian sebanyak 5 paragraf, apakah kalian paham tugas ini? Siswa : Paham Bu ...! jawab siswa serentak. Setelah 30 menit berlalu, Bu Desi meminta siswa untuk mengumpulkan hasil pekerjaan siswa. Bu Desi : Baiklah anak-anak... pelajaran hari ini kita akhiri sampai di sini, pekerjaan kalian ini akan Ibu Koreksi dan besok hasilnya akan Ibu bagi. Lalu Bu Desi menutup pelajaran dan meninggalkan kelas. Pada pertemuan berikutnya, Bu Desi menepati janjinya untuk membagikan hasil siswa membuat prosa sederhana. Bu Desi memperlihatkan wajah kecewa, karena dari 24 siswa hanya 6 siswa yang mampu membuat prosa sederhana sesuai dengan penjelasan Bu Desi, sedangkan yang lainnya masih belum menunjukkan hasil yang sesuai dengan penjelasan Bu Desi. 1 Identifikasikan 2 (dua) kelebihan dan kekurangan pengelolaan pembelajaran yang dilakukan Bu Desi! ( skor 4) 2 Jika Anda sedang menghadapi siswa seperti yang dihadapi Bu Desi, yaitu diminta untuk bercerita tidak berani, diminta untuk bertanya tidak ada yang bertanya, Strategi apa yang akan Anda tempuh untuk memotivasi siswa Anda, sehingga siswa menjadi berani mengungkapkan pendapat atau menceritakan pengalamannya, dan berani bertanya saat mereka belum jelas atas penjelasan materi pelajaran ! (skor 6) 3 Jelaskan langkah-langkah dalam menulis sebuah prosa sederhana! (skor 4) 4 Sebutkan beberapa indikator yang menjadi pertimbangan Bu Desi dalam menilai hasil perkerjaan siswa, yaitu prosa sederhana! (skor 6) 5 Jika Anda akan mengajar mata pelajaran Matematika pokok bahasan menentukan jaring-jaring balok dan kubus dengan memvariasikan metode ceramah, diskusi, dan eksperimen. Buatlah Rencana Pembelajaran (RP) dengan komponen: Identitas (Mata Pelajaran, Kelas/Semester,

Alokasi Waktu) SK, KD, Indikator, Tujuan Pembelajaran, Materi Pokok, Metode, Kegiatan pembelajaran (Kegiatan Awal, Kegiatan Inti, Kegiatan Akhir), Alat dan Sumber, Penilaian (prosedur penilaian, jenis penilaian, alat penilaian)! (skor 20) SKOR MAKSIMUM 40 Sebelumnya: GERAK LURUS BERATURAN Selanjutnya : PREDIKSI SOAL CPNSD LAMPUNG 2009-2010