departemen ilmu kesehatan mata fakultas...

15
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN PUSAT MATA NASIONAL RUMAH SAKIT MATA CICENDO BANDUNG Laporan Kasus : Manajemen Pterigium Rekuren dengan Simblefaron Penyaji : Erlinda Agustina Pembimbing : Dr. Susi Heryati, SpM(K) Telah diperiksa dan disetujui oleh Pembimbing Dr. Susi Heryati, SpM(K) Rabu, 06 Februari 2019 Pukul 07.30 WIB

Upload: dangliem

Post on 03-Mar-2019

236 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2019/02/Managemen... · hiperplasia jaringan konjungtiva dan merusak lapisan epitel, membrana

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN

PUSAT MATA NASIONAL RUMAH SAKIT MATA CICENDO

BANDUNG

Laporan Kasus : Manajemen Pterigium Rekuren dengan Simblefaron

Penyaji : Erlinda Agustina

Pembimbing : Dr. Susi Heryati, SpM(K)

Telah diperiksa dan disetujui oleh

Pembimbing

Dr. Susi Heryati, SpM(K)

Rabu, 06 Februari 2019

Pukul 07.30 WIB

Page 2: DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2019/02/Managemen... · hiperplasia jaringan konjungtiva dan merusak lapisan epitel, membrana

1

Management Recurrent Pterygium with Symblepharon

ABSTRACT

Introduction: Pterygium is an ocular disease characterised by the growth of fibrovascular conjunctiva on the cornea. It occurs more often in individuals exposed to ultraviolet radiation. Surgical treatment is the primary treatment for pterygium. Unfortunately, the rate of recurrenceis high in men and tropical regions. Purpose: To report a case of management recurrent pterygium with symblepharon Case Report: A sixty-six years old man came to Cicendo Eye Hospital with a recurrent of reddish membrane on his both eyes as a chief complaint. He underwent pterygial surgery on his both eyes 1 year ago in 45 Hospital Kuningan. Ophthalmological examination revealed visual acuity right eye (RE) was 0.2 F1 PH 0.32 and left eye (LE) was 0.08 PH 0.25 with esotropia in primary gaze and restriction lateral gaze eye movement. From the anterior segment examination of his both eyes revealed symblepharon, fibrovascular membrane extended from conjunctiva to cornea, shortening of the fornix, scarring of the cornea RE and opacity of the lens. The patient was diagnosed as Pterygium Recurrent Grade III-IV RE et Grade II-III LE + Symblepharon OU + Scarring of the Right Cornea + Senile Imature Cataract OU. The patient was treated with pterygium excision + CAG + 5 FU + symblepharectomy RE. Therapies given are combination form of Polymicin B sulphate, neomycin sulphate and dexamethasone ed 6xOD, artificial tears 6xOD, Mefenamic acid tab 3x500 mg. Conclusion: Pterygium is a conjunctival fibrovascular growth that is degenerative and invasive. Pterigium is mostly occurred in men related to male outdoor activities. Recurrent pterygium is a postoperative complication of primary pterygium. Excision of pterygium, combined with symblepharectomy, administration of fluorouracil were the methods that can be the main choice in the treatment of recurrent pterygium with simblepharon. Keywords: Cag, Fluorouracil, Pterygium, Recurrent Pterygium, Symblepharon. I. Pendahuluan

Pterigium adalah pertumbuhan konjungtiva dan jaringan fibrovaskular pada

kornea superfisial yang berbentuk sayap akibat suatu proses degenerasi dan

hiperplasia jaringan konjungtiva dan merusak lapisan epitel, membrana Bowman

dan stroma superfisial kornea. 1,2,12 Prevalensi pterigium di dunia 10,2% dan

kejadiannya lebih sering terjadi pada wilayah tropis.3 Prevalensi terbesar terjadi di

Cina (53%) dan terkecil terjadi di Saudi Arabia (0,07%).4 Di Indonesia, prevalensi

Page 3: DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2019/02/Managemen... · hiperplasia jaringan konjungtiva dan merusak lapisan epitel, membrana

2

pterigium 8,3% dengan prevalensi laki-laki 8,5% dan pada perempuan 8%.5

Meskipun etiologi dan patogenesis pterigium masih belum diketahui secara pasti,

beberapa faktor risiko telah dihubungkan dengan pterigium. Faktor risiko utama

pterigium adalah paparan terhadap sinar ultraviolet. Selain itu, kegiatan di luar

ruangan dalam durasi yang lama, trauma lingkungan berupa angin atau debu dan

inflamasi kronik.3,4

Pilihan utama terapi pterigium adalah pembedahan dimana komplikasi dari

pterigium primer berupa rekurensi sekitar 30-50% dan simblefaron. Simblefaron

adalah perlengketan konjungtiva palpebral ke konjungtiva bulbar.16-20 Tatalaksana

rekurensi pterigium dengan simblefaron yaitu simblefarektomi yang

dikombinasikan dengan eksisi pterigium, penutupan defek dengan teknik tandur

konjungtiva dan dengan terapi tambahan seperti mitomicin C atau fluorouracil.10,11,

Makalah ini memaparkan sebuah kasus laki-laki dengan pterigium rekurensi

dengan simblefaron serta penatalaksanaan simblefarektomi yang dikombinasikan

dengan eksisi pterigium, penutupan defek dengan teknik tandur konjungtiva dan

aplikasi 5FU (fluorouracil).

II. Laporan Kasus

Pasien Tn. A usia 66 tahun datang ke unit Infeksi dan Imunologi PMN RS Mata

Cicendo Bandung pada tanggal 15 Januari 2019 dengan keluhan utama adanya

selaput kemerahan yang timbul pada kedua mata sejak 1 tahun sebelum masuk

rumah sakit. Keluhan disertai dengan rasa mengganjal, buram, penglihatan ganda,

berair, juling dan tidak fokus. Riwayat juling dirasakan sejak 2 tahun yang lalu dan

timbul secara perlahan-lahan sebelum selaput bertambah besar. Pasien bekerja

sebagai petani. Riwayat tidak memakai kacamata pelindung saat bekerja di sawah

(+). Riwayat keluhan serupa dirasakan sejak 2 tahun sebelum masuk rumah sakit.

Riwayat operasi pterigium ODS di RSUD 45 Kuningan sejak 1 tahun yang lalu.

Tidak ada riwayat hipertensi, diabetes mellitus, asma, alergi. Pemeriksaan fisik

status generalisata didapatkan kesadaran compos mentis. Tekanan darah 110/70

mmHg, nadi 80x/menit, respirasi 20x/menit, suhu 36,2˚ C, berat badan 47 Kg dan

skala nyeri 3. Pemeriksaan oftalmologis didapatkan visus dasar mata kanan adalah

Page 4: DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2019/02/Managemen... · hiperplasia jaringan konjungtiva dan merusak lapisan epitel, membrana

3

0.2 F1 PH 0.32 dan mata kiri adalah 0.08 PH tetap. Tekanan intra okular palpasi

kedua mata dalam batas normal. Gerakan bola mata kanan adalah -2

(superotemporal, temporal dan inferotemporal) dan gerakan bola mata kiri adalah -

1 (superotemporal, temporal dan inferotemporal). Pemeriksan segmen anterior

kedua mata, pada palpebral superior dan inferior ditemukan simblefaron,

pemendekan fornix. Pemeriksaan segmen anterior kedua mata, konjungtiva bulbi

ditemukan adanya simblefaron, pterigium grade III-IV pada mata kanan dan

pterigium grade II-III pada mata kiri. Pada kornea kedua mata ditemukan adanya

head pterigium dan sikatrik pada mata kanan. Untuk pemeriksaan lainnya sepeti

bilik mata depan, pupil dan iris tidak ditemukan adanya kelainan. Pada lensa kedua

mata ditemukan agak keruh. Pada pemeriksaan segmen posterior dalam batas

normal. Pasien didiagnosa dengan Pterigium Rekuren Grade III-IV OD et Grade II-

III OS + Simblefaron ODS + Katarak Senilis Imatur ODS. Pasien direncanakan

untuk dilakukan tindakan simblefarektomi yang dikombinasikan dengan eksisi

pterigium + CAG + 5 FU OD pada tanggal 17 Januari 2019.

Gambar 2.1 Mata Kanan Sebelum Operasi (A) dan Mata Kiri (B)

Pada tanggal 17 Januari 2019, pasien dilakukan operasi dimana prosedur operasi

eksisi pterigium dengan simblefarektomi yang dimulai dengan jahitan traksi atau

fiksasi sebanyak 4 buah pada palpebral superotemporal, palpebral superonasal,

palpebral inferotemporal, palpebral inferonasal(A), dilakukan simblefarektomi

dengan memisahkan konjungtiva dari jaringan parut yang mendasarinya serta

pengangkatan jaringan parut subkonjungtiva (B), membersihkan kepala pterygium

dari kornea dan memisahkan serta mengeluarkan tubuh pterigium (C), membelah

A B

Page 5: DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2019/02/Managemen... · hiperplasia jaringan konjungtiva dan merusak lapisan epitel, membrana

4

konjungtiva menjadi flap untuk membuat fornix dan flap penutup sclera (D),

aplikasi 5FU (fluorouracil) selama 3 menit pada subkonjungtiva bagian inferonasal

(E), dilakukan rekonstruksi subkonjungtiva pada inferonasal, fiksasi flap rotasi di

fornix superonasal dan pemasangan sponge pada kulit palpebral inferonasal (F),

dilakukan pengambilan graft pada bagian konjungtiva superotemporal dengan

ukuran 5x6 mm (G), dilakukan pemasangan graft pada bagian eksisi pterigium

(gambar H) dan dilakukan penjahitan pada graft (gambar I).

Pada POD I pada tanggal 18 Januari 2019, didapatkan visus dasar mata kanan

adalah 0.125 PH 0.32 dan mata kiri adalah 0.08 PH tetap. Tekanan intra okular

palpasi kedua mata dalam batas normal. Gerakan bola mata kanan adalah -1

(superotemporal, temporal dan inferotemporal) dan gerakan bola mata kiri adalah

-1 (superotemporal, temporal dan inferotemporal).

A B

C D

E F

Page 6: DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2019/02/Managemen... · hiperplasia jaringan konjungtiva dan merusak lapisan epitel, membrana

5

Gambar 2.2 Dokumentasi Prosedur. Jahitan traksi atau fiksasi (A), dilakukan simblefarektomi (B), eksisi pterigium (C), membelah konjungtiva menjadi 2 flap (D), aplikasi 5 FU (fluorouracil) selama 3 menit (E), rekonstruksi subkonjungtiva pada inferonasal, fiksasi flap rotasi dan pemasangan sponge pada kulit palpebral inferonasal (F), pengambilan graft (G), dilakukan pemasangan graft (gambar H) dan penjahitan pada graft (gambar I).

Pemeriksaan palpebral kanan ditemukan blefarospasme, sekret dan palpebral mata

kiri ditemukan simblefaron. Pada pemeriksaan segmen anterior kedua mata,

konjungtiva bulbi mata kanan ditemukan adanya injeksi silier, graft intak, hecting

intak dan konjungtiva bulbi mata kiri ditemukan pterigium grade II-III. Pada kornea

kedua mata ditemukan adanya sikatrik pada mata kanan dan head pterigium pada

mata kiri. Untuk pemeriksaan lainnya sepeti bilik mata depan, pupil dan iris tidak

ditemukan adanya kelainan. Pada lensa kedua mata ditemukan agak keruh. Pasien

didiagnosa dengan Post Eksisi Pterigium + CAG + 5FU + Simblefarektomi OD +

Simblefaron OS + KSI ODS + Pterigium grade II-III OS + Esotropia ec Restriksi.

Pasien mendapatkan terapi kombinasi berupa polimiksin B sulfat, neomisin sulfat

H

I

G

Page 7: DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2019/02/Managemen... · hiperplasia jaringan konjungtiva dan merusak lapisan epitel, membrana

6

dan deksametason ed 8xOD, airmata artifisial 1 tetes/jam OD, Ciprofloxacin 2x500

mg dan Asam Mefenamat tab 3x500 mg, saran rawat jalan dan kontrol ke poli

Infeksi dan Imunologi 1 minggu yang akan datang.

Gambar 2.3 Mata Kanan Setelah Operasi Pada POD 8 tanggal 25 Januari 2019, pasien datang ke poli Infeksi dan

Imunologi. Pasien merasakan tidak ada keluhan dari mata kanan. Pada pemeriksaan

status generalisata, tanda-tanda vital dalam batas normal. Pemeriksaan oftamologis

didapatkan visus dasar mata kanan adalah 0.125 PH 0.32 dan mata kiri adalah 0.08

PH tetap. Gerakan bola mata kanan adalah -1 (superotemporal, temporal dan

inferotemporal) dan gerakan bola mata kiri adalah -1 (superotemporal, temporal

dan inferotemporal). Tekanan intraokular palpasi kedua mata dalam batas normal.

Pemeriksaan palpebra superior dan inferior mata kanan tenang dan mata kiri

ditemukan simblefaron. Pada pemeriksaan segmen anterior kedua mata,

konjungtiva bulbi mata kanan ditemukan adanya graft intak, hecting intak dan mata

kiri ditemukan pterigium grade II-III. Pada kornea kedua mata ditemukan adanya

sikatrik pada mata kanan dan head pterigium pada mata kiri. Untuk pemeriksaan

lainnya sepeti bilik mata depan, pupil dan iris tidak ditemukan adanya kelainan.

Pada lensa kedua mata ditemukan agak keruh. Pasien didiagnosa dengan Post Eksisi

Pterigium + CAG + 5FU + Simblefarektomi OD + Simblefaron OS + KSI ODS +

Pterigium grade II-III OS + Esotropia ec Restriksi + Sikatrik Kornea OD. Pasien

mendapatkan terapi kombinasi berupa Polimiksin B sulfat, neomisin sulfat dan

dexametason ed 6xOD, airmata artifisial 6xOD, Asam Mefenamat tab 3x500 mg,

aff hecting frost suture dan kontrol ke poli Infeksi dan Imunologi 1 minggu yang

Page 8: DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2019/02/Managemen... · hiperplasia jaringan konjungtiva dan merusak lapisan epitel, membrana

7

akan datang. Prognosis pada pasien ini quo ad vitam ad bonam, quo ad functionam

dubia, dan quo ad sanationam dubia.

III. Diskusi

Pterigium adalah pertumbuhan konjungtiva dan jaringan fibrovaskular pada

kornea yang dapat merusak lapisan epitel, membrana bowman dan stroma

superfisial kornea. Pertumbuhan ini umumnya terletak pada celah kelopak bagian

nasal ataupun temporal konjungtiva yang meluas ke daerah kornea. Pterigium

berbentuk segitiga dengan puncak di bagian sentral atau di daerah kornea. Pasien

dengan pterigium dapat tidak bergejala, tanpa keluhan atau justru memberikan

keluhan mata iritatif, merah dan mungkin akan memberikan keluhan seperti buram,

berair, rasa mengganjal dan penglihatan ganda. Pterigium dapat disertai dengan

garis besi yang terletak di epitel kornea anterior dari pterigium yang dinamakan

stocker’s line.1–4

Prevalensi pterigium pada laki-laki lebih besar daripada perempuan

8%. Peningkatan kejadian pterigium dicatat di daerah tropis atau di zona

khatulistiwa antara 30 derajat lintang utara dan selatan. Hal ini telah dikaitkan

dengan radiasi matahari yang berlebihan dan meskipun patogenesis pterigium tidak

dipahami dengan jelas, sinar ultraviolet (UV) diterima secara luas. menjadi faktor

risiko tunggal yang paling penting dalam penyebabnya. Radiasi UV memicu

serangkaian peristiwa yang dapat menghasilkan kerusakan pada DNA seluler, RNA

dan matriks ekstraseluler.5,6,7

Perubahan yang diperantarai radiasi UV pada sel stem limbus merupakan inisiasi

patogenesis pterigium. Sel pterigium mengekspresikan sejumlah sitokin inflamasi,

faktor pertumbuhan (growth factor, GH), dan matrix-metallo-proteinase (MMP)

berkontribusi pada inflamasi, fibrogenesis, dan vaskulasrisasi, dan invasi pterigium.

Fibroblast limbus distimulasi oleh radiasi UV, sehingga akan mensekresi GH dan

MMP yang akan menyebabkan remodeling matriks ekstraselular dan disolusi

membran Bowman dan invasi pterigium. (Gambar 3.1). Faktor resiko lain pterigium

adalah debu, udara yang panas, bekerja di luar ruangan, dan riwayat operasi

pterigium sebelumnya pada pterigium rekuren.4-7

Page 9: DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2019/02/Managemen... · hiperplasia jaringan konjungtiva dan merusak lapisan epitel, membrana

8

Karakteristik ini sesuai dengan karakteristik pasien, yaitu seorang laki-laki

berdomisili di daerah tropis. Faktor resiko pada pasien adalah pekerjaan sebagai

petani dimana pasien sering terpapar sinar matahari, debu dan angin. Pasien ini

memiliki keluhan yang merupakan keluhan umum pada pterigium seperti

penglihatan buram, berair, rasa mengganjal dan penglihatan ganda.

Gambar 3.1 Patogenesis Pterigium. Dikutip dari : Zhou et al.7

Berdasarkan atas ukuran lesi pterigum, pterigium terdiri atas empat grade.

Grade I menutupi sampai limbus, grade II menutupi kornea 2 mm, grade III

mencapai tepi pupil dan grade IV menutupi pupil, seperti tercantum pada Gambar

3.2.8

Gambar 3.2 Gambaran grade pterigium berdasarkan atas ukuran lesinya.

A= grade I; B=grade II; C=grade III; dan D=grade IV. Dikutip dari : Ribeiro et al.8

Sel induk basal limbal

Fibroblast limbal

Perubahan sel induk

basal limbal

Fibroblas pterigium

Inflamasi

b-FGF/TGF-β↑ UV

Proliferasi epitel

Proliferasi fibrovaskuler

Disolusi lapisan bowman

Invasi pterigium

Degenerasi elastoid

Page 10: DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2019/02/Managemen... · hiperplasia jaringan konjungtiva dan merusak lapisan epitel, membrana

9

Berdasarkan atas kemerahan badan pterigium, pterigium terdiri atas beberapa

derajat (grade), seperti pada Gambar 3.3. Grade I tidak disertai perubahan warna

menjadi kemerahan, grade II terdiri atas sebagian warna kemerahan, dan grade III

memiliki perubahan warna merah yang nyata.919,20 Diagnosis pada pasien ini adalah

pterigium grade III-IV OD et grade II-III OS + simblefaron ODS + KSI ODS +

esotropia ec restriksi.

Gambar 3.3. Gambaran grade pterigium berdasarkan atas kemerahan

badan pterigium. A= grade I; B=grade II; dan C=grade III. Dikutip dari: Safi et al.9

Pilihan utama terapi pterigium adalah pembedahan. Komplikasi dari pterigium

primer berupa rekurensi sekitar 30-50% dan simblefaron. Pterigium rekurensi

adalah suatu rekurensi kornea berupa pertumbuhan kembali dari jaringan

fibrovaskuler melebihi 1-2 mm melewati limbus dan menuju kornea. Tingkat

kekambuhan adalah 10,9% (pada pterigium primer), 37,5% (berulang pterigium),

dan 14,8% (semua pterigium) setelah eksisi pterigium.16,17,18

Pada pasien ditemukan simblefaron. Simblefaron merupakan perlengkatan

konjungtiva palpebral dan konjungtiva bulbar. Penyebab umum simblefaron adalah

luka bakar termal atau kimia dan cedera. Gambaran klinis simblefaron adalah

gerakan mata menjadi terbatas, diplopia dan lagophthalmos. Jenis-jenis

simblefaron, tergantung pada luasnya adhesi adalah sebagai berikut simblefaron

Page 11: DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2019/02/Managemen... · hiperplasia jaringan konjungtiva dan merusak lapisan epitel, membrana

10

anterior, simblefaron posterior yang adhesi terjadi di bagian fornik dan simblefaron

total.

Gambar 3.4. Jenis-Jenis Simblefaron. A dan D= Simblefaron Anterior; B dan E

Simblefaron Posterior; C= Simblefaron Total Dikutip dari: Khurana AK.19

Untuk setiap simblefaron, lokasi ditetapkan dengan menggunakan U: Upper Lid

atau L: Lower Lid, dan N: Nasal, M: Midlde atau T: Temporal. Tingkat keparahan

dinilai berdasarkan tiga parameter diatas antara lain (1) panjang simblefaron

vertikal terpendek yang diukur dari limbus ke lid margin dari pemendekan forniks,

dikatakan sebagai mild jika panjangnya lebih besar dari konjungtiva palpebral (A);

sebagai moderate jika panjangnya lebih besar dari konjungtiva tarsal tetapi lebih

pendek dari konjungtiva palpebra (B) atau sebagai severe jika panjangnya lebih

pendek dari konjungtiva tarsal normal (C).24

Gambar 3.5 Tingkat Keparahan Simblefaron (Panjang Simblefaron Vertikal

Terpendek). Mild (A); moderate (B); atau severe (C). Dikutip dari: Tseng Scheffer C.G.24

Page 12: DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2019/02/Managemen... · hiperplasia jaringan konjungtiva dan merusak lapisan epitel, membrana

11

(2) Lebar horizontal terpanjang simblefaron dibandingkan dengan panjang kelopak

mata. Dikatakan sebagai mild jika lebarnya kurang dari 1/3 (A); moderate jika

lebarnya lebih besar dari 1/3 tetapi kurang dari 2/3 (B); atau sebagai severe jika

lebarnya lebih besar dari 2/3 tutupnya (C).24

Gambar 3.5 Tingkat Keparahan Simblefaron (Lebar Horizontal Terpanjang

Simblefaron). Mild (A); Moderate (B); atau Severe (C). Dikutip dari: Tseng Scheffer C.G.24 (3) Keparahan dan lokasi aktivitas inflamasi simblefaron. Aktivitas inflamasi

dinilai sebagai “0” jika absent (A); “1+” jika mild (B); “2+” jika moderate (C);

atau “3+” jika severe ditandai dengan adanya vaskularisasi dan ada atau tidak

adanya jaringan parut berwarna putih (D).24

Gambar 3.5 Tingkat Keparahan Simblefaron (Keparahan dan Lokasi Aktivitas Inflamasi

Simblefaron). 0” jika absent (A); “1+” jika mild (B); “2+” jika moderate (C); atau “3+” jika severe (D). Dikutip dari: Tseng Scheffer C.G.24 Tatalaksana untuk rekurensi pterigium dengan simblefaron adalah

simblefarektomi yang dikombinasikan dengan eksisi pterigium dan terapi tambahan

berupa fluorouracil atau mitomicin C yang memiliki efek antimetabolit yang kuat.

Beberapa indikasi dari eksisi pterigium antara lain adanya pterigium yang menutupi

aksis visual, adanya keluhan tidak nyaman pada mata yang signifikan, iritasi yang

berat ataupun alasan kosmetik. Pada pasien ini dilakukan simblefarektomi yang

dikombinasikan dengan eksisi pterigium, penutupan defek dengan teknik tandur

konjungtiva (conjunctival autograft), 5FU (fluorouracil). Eksisi pterigium atau

dikenal sebagai bare sclera yang melibatkan memotong kepala dan tubuh pterigium

sambil membiarkan scleral bed untuk reepitelisasi sehingga memiliki tingkat

Page 13: DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2019/02/Managemen... · hiperplasia jaringan konjungtiva dan merusak lapisan epitel, membrana

12

kekambuhan tinggi, antara 24 persen hingga 89 persen. Penutupan defek dengan

teknik tandur konjungtiva dengan cara pengambilan autograft yang biasanya dari

konjungtiva bulbar superotemporal dan penjahitan graft di atas skleral bed yang

terbuka setelah eksisi pterigium dan dalam beberapa studi, dimana rekurensi pada

pterigium primer 29% dan pada pterigium rekuren 33% dengan menggunakan

teknik ini. Terapi tambahan seperti fluorouracil (5-FU) yang merupakan analog

pirimidin dapat mengganggu sintesis DNA dan RNA dengan menghambat enzim

timidilatate sintetase dan menginduksi apoptosis dalam proliferasi fibroblast

dimana angka rekurensi penggunaan 5-FU pada kasus pterigium sebesar 27%.

Mitomycin C (MMC) telah digunakan sebagai inhibitor proliferasi fibroblast

dengan menghambat sintesis DNA yang menyebabkan kematian sel dan beberapa

penelitian menentukan bahwa semua konsentrasi MMC, dari 0,002% hingga

0,04%, diberikan selama 3 hingga 5 menit, mengurangi secara signifikan

kekambuhan pterigium bila dibandingkan dengan eksisi dengan bare sclera serta

tingkat kekambuhan untuk penggunaan MMC intraoperatif dalam operasi

pterigium primer bervariasi dari 6,7% hingga 22,5%.10,11,13-15,21-23 Prognosis pada

pasien ini quo ad vitam ad bonam karena tidak mengancam jiwa, sedangkan quo ad

functionam dan sanationam dubia ad bonam karena bisa menyebabkan rekuren

yang akan mengganggu penglihatan.

IV. Simpulan

Pterigium merupakan pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang bersifat

degeneratif dan invasif. Pterigium banyak diderita oleh laki-laki karena umumnya

aktifitas laki-laki lebih banyak di luar ruangan. Pterigium rekuren merupakan

komplikasi post operasi dari pterigium primer. Pembedahan berupa

simblefarektomi yang dikombinasikan dengan eksisi pterigium, bedah tandur

konjungtiva serta pemberian aplikasi 5FU (fluorouracil) merupakan metode yang

dapat menjadi pilihan utama dalam terapi pterigium rekuren dengan simblefaron.

Page 14: DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2019/02/Managemen... · hiperplasia jaringan konjungtiva dan merusak lapisan epitel, membrana

13

DAFTAR PUSTAKA

1. Singh SK. Pterygium: epidemiology prevention and treatment. Community Eye Health. 2017;30(99):S5-S6.)

2. Liu L, Wu J, Geng J, Yuan Z, Huang D. Geographical prevalence and risk factors for pterygium: a systematic review and meta-analysis. BMJ Open. 2013;3(11).

3. Rezvan F, Khabazkhoob M, Hooshmand E, Yekta A, Saatchi M, Hashemi H. Prevalence and risk factors of pterygium: a systematic review and meta-analysis. Surv Ophthalmol. 2018 Sep. Hlm. 719–35.

4. Hovanesian John A. Pterygium Pathogenesis, Actinic Damage and Recurrence. Dalam: Pterygium Techniques and Technologies for Surgical Success. California: SLACK Incorporated; 2012. Hlm. 5-10

5. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Riset Kesehatan Dasar 2013. 2013.

6. Todani A, Melki SA, Pterygium: current concepts in pathogenesis and treatment. Intl Opthal Clinc. 2009. Hlm. 21–30.

7. Zhou W-P, Zhu Y-F, Zhang B, Qiu W-Y, Yao Y-F. The role of ultraviolet radiation in the pathogenesis of pterygia (Review). Mol Med Rep. 2016 Jul;14(1):3–15.

8. Ribeiro LAM, Ribeiro LFGM, Castro PR de A, Silva FDL da, Ribeiro VMWAM, Portes AJF, et al. Characteristics and prevalence of pterygium in small communities along the Solimões and Japurá rivers of the Brazilian Amazon Rainforest . Vol. 70, Rev Bras de Oftalmol . 2011;70(6): 358–62.

9. Safi H, Kheirkhah A, Mahbod M, Molaei S, Hashemi H, Jabbarvand M. Correlations Between Histopathologic Changes and Clinical Features in Pterygia. J Ophthalmic Vis Res. 2016;11(2):153–8 .

10. Aminlari A, Singh R, Liang D. Management of Pterygium. Cornea. 2010:37 - 38.

11. Alpay A, Uğurbaş SH, Erdoğan B. Comparing techniques for pterygium surgery. Clin Ophthalmol. 2009;3:69-74.

12. Cantor LB, Rapuano CJ, Cioffi GA. Clinical Approach to Depositions and Degenerations of the Conjunctiva, Cornea and Sclera. Dalam: External Disease and Cornea. New York: AAO; 2016.

13. Kim DJ, Lee JK, Chuck RS, Park CY. Low recurrence rate of anchored conjunctival rotation flap technique in pterygium surgery. BMC Ophthalmol. 2017;17(1):187. Published 2017 Oct 10. doi:10.1186/s12886-017-0587-z

14. Kim SH, Oh J-H, Do JR, Chuck RS, Park CY. A comparison of anchored conjunctival rotation flap and conjunctival autograft techniques in pterygium surgery. Cornea. 2013 Dec;32(12):1578–81.

15. Akhter W, Tayyab A, Kausar A, Masrur A. Reducing postoperative pterygium recurrence: comparison of free conjunctival auto-graft and conjunctival rotation flap techniques. J Coll Physicians Surg Pak. 2014 Oct;24(10):740–4.

Page 15: DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS …perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2019/02/Managemen... · hiperplasia jaringan konjungtiva dan merusak lapisan epitel, membrana

14

16. Tan, Donald T.H., Ang Leonard P.K., Chua Jocelyn L.L. Current Concepts and Techniques in Pterygium Treatment. Singapore: Lippincott Williams & Wilkins; 2007. Hlm. 308

17. Khurana AK, Khurana Aruj K, Khurana Bhawna. Disease of Conjunctiva. Dalam: Comprehensive Ophthalmology. 6th Edition. India: Jaypee Highlights Medical Publishers; 2015. Hlm. 34-3.

18. Anduze Alfred L. Complications. Dalam: Pterygium Practical Guide to Management. 1st Edition. India: Jaypee Brothers Medical Publishers; 2009. Hlm. 96

19. Khurana AK, Khurana Aruj K, Khurana Bhawna. Disease of The Eye. Dalam: Comprehensive Ophthalmology. 6th Edition. India: Jaypee Highlights Medical Publishers; 2015. Hlm. 376

20. Ahmed E. Disease of The Eyelids. Dalam: Comprehensive Manual of Ophthalmology. 1st Edition. India: Jaypee Highlights Medical Publishers; 2011. Hlm. 142.

21. Mahar PS, Manzar N. Pterygium recurrence related to its size and corneal involvement. J Col Physicians Surg Pak. 2013;23(2):120–123.

22. Thakur SK, Khaini KR, Panda A. Role of low dose mitomycin C in pterygium surgery. Nepal J Ophthalmol. 2012;4(1):203–205.

23. Erickson Benjamin P. Conjunctival Flaps. USA: Encyclopedia of Ophthalmology; 2014. Hlm. 1-2

24. Tseng Scheffer C.G., Blanco Gabriela. Cryopreserved Amnion Graft for Fornix Reconstruction. The Ocular Surface Research and Education Foundation. 2006