dengan perubahan perilaku dalam kemerdekaan …repository.uksw.edu › bitstream › 123456789 ›...

17
46 BAB V HUBUNGAN PROGRAM COMMUNITY ORIENTED POLICING DENGAN PERUBAHAN PERILAKU DALAM KEMERDEKAAN BERAGAMA DI SALATIGA Setiap masyarakat mendapatkan praktek manfaat dari keagamaan secara penuh tanpa halangan. Rasa hormat yang sungguh sungguh atas hak asasi manusia mendasar ini dapat menjadi sebuah kekuatan untuk mencegah, mengatasi, dan mengakhiri konflik. Oleh karena itu, cara beragama yang benar harus terlihat secara konkrit dalam perilaku penganutnya yang jujur, ikhlas dan lapang dada. Perbedaan agama dalam bingkai kerukunan beragama harus dijadikan dorongan untuk mencari formula hubungan yang lebih baik dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dengan demikian, agama hadir sebagai rahmat, hadir sebagai anugerah iman yang memberikan landasan ketulusan, kejujuran dan keadilan. Pada bagian ini merupakan pembahasan, peneliti membahas sejauh mana “Hubungan Program Community Oriented Policing Dengan Perubahan Perilaku Dalam Kemerdekaan Beragama di Salatiga”, yang meliputi aspek kognisi, afeksi dan psikomotorik. 5.1. Perubahan Sosial Dalam Kemerdekaan Beragama Perubahan yang terjadi di masyarakat merupakan sebuah proses dimana setiap manusia mengalami perubahan terus menerus. Suatu perubahan itu merupakan gejala gejala sosial yang ada pada masyarakat, dari mulai sifat individual sampai sifat kompleks (Lauer 1993). Kombinasi antara fungsional tentang struktur dan fungsi masyarakat sebagai teori konflik antar kelas sosial. Perubahan sosial merupakan hasil dari konflik

Upload: others

Post on 11-Feb-2021

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 46

    BAB V

    HUBUNGAN PROGRAM COMMUNITY ORIENTED POLICING

    DENGAN PERUBAHAN PERILAKU DALAM

    KEMERDEKAAN BERAGAMA DI SALATIGA

    Setiap masyarakat mendapatkan praktek manfaat dari keagamaan

    secara penuh tanpa halangan. Rasa hormat yang sungguh – sungguh atas

    hak asasi manusia mendasar ini dapat menjadi sebuah kekuatan untuk

    mencegah, mengatasi, dan mengakhiri konflik. Oleh karena itu, cara

    beragama yang benar harus terlihat secara konkrit dalam perilaku

    penganutnya yang jujur, ikhlas dan lapang dada.

    Perbedaan agama dalam bingkai kerukunan beragama harus

    dijadikan dorongan untuk mencari formula hubungan yang lebih baik

    dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dengan demikian, agama

    hadir sebagai rahmat, hadir sebagai anugerah iman yang memberikan

    landasan ketulusan, kejujuran dan keadilan.

    Pada bagian ini merupakan pembahasan, peneliti membahas sejauh

    mana “Hubungan Program Community Oriented Policing Dengan

    Perubahan Perilaku Dalam Kemerdekaan Beragama di Salatiga”, yang

    meliputi aspek kognisi, afeksi dan psikomotorik.

    5.1. Perubahan Sosial Dalam Kemerdekaan Beragama

    Perubahan yang terjadi di masyarakat merupakan sebuah proses

    dimana setiap manusia mengalami perubahan terus menerus. Suatu

    perubahan itu merupakan gejala – gejala sosial yang ada pada masyarakat,

    dari mulai sifat individual sampai sifat kompleks (Lauer 1993). Kombinasi

    antara fungsional tentang struktur dan fungsi masyarakat sebagai teori

    konflik antar kelas sosial. Perubahan sosial merupakan hasil dari konflik

  • 47

    kelas di masyarakat, karena konflik selalu menjadi bagian dari masyarakat

    (Dahrendoft, 1959).

    Perubahan sosial terjadi karena masyarakat menginginkan

    perubahan tersebut, perubahan masyarakat terjadi karena ada dorongan

    dari luar sehingga masyarakat sadar ataupun tidak mengikuti perubahan.

    LSM Kampoeng Percik Salatiga bekerja sama dengan pihak kepolisian

    untuk membentuk suatu perubahan dengan mengadakan program

    community oriented policing (COP/POLMAS) program inilah yang

    menjadi faktor dalam perubahan sosial. Bapak Heri T. Wibowo1

    (Koordinator COP/POLMAS), menuturkan sebagai berikut :

    “LSM Kampoeng Percik bekerja sama dengan polisi untuk

    membentuk suatu program yang bertujuan menyetarakan

    polisi dan masyarakat. Selain itu, masyarakat agar bisa tahu

    hukum, norma-norma hukum dan nilai-nilai hukum.

    Gebrakan baru dalam masyarakat ini yang nantinya akan

    membentuk masyarakat yang mandiri agar perubahan sosial

    nampak pada masyarakat awam. Konsep kegiatan selalu

    diarahkan bagaimana mengatasi konflik di dalam

    bermasyarakat? Hal-hal seperti itu yang terus dilakukan

    agar masyarakat dan polisi memiliki tanggung jawab

    terhadap konflik tersebut. Kami sering mengundang pak

    lurah, pak camat, pak bekel, tokoh agama, tokoh

    masyarakat, tokoh perempuan, tokok pemuda diundang ke

    Percik untuk dapat mengikuti diskusi, pelatihan - pelatihan,

    sosialisasi COP yang dimaksudkan agar pembekalan dari

    kegiatan COP dapat memberikan hasil dan perubahan

    bahwa masyarakat berpartisipasi, mampu melakukan

    perubahan, pembaharuan dalam bermasyarakat”.

    Pelibatan tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh perempuan, tokoh

    pemuda dilakukan atas dasar pertimbangan bahwa “para tokoh” itu adalah

    figur-figur yang tentu memiliki pengaruh ditengah-tengah masyarakat.

    Dengan demikian, pelibatan mereka adalah mutlak dilakukan dalam

    1Hasil wawancara Bapak Heri Wibowo T. (Koord. COP/POLMAS) pada tanggal, 15 Juni 2014,

    pukul 11.00 di LSM Kampoeng Percik

  • 48

    perspektif penyelesaian masalah dengan pendekatan kekeluargaan. Dalam

    teori Lauer dan Dahrendorf menjelaskan bahwa konflik dalam struktur

    masyarakat itu berasal dari luar sehingga masyarakat tidak menyadari akan

    hadirnya konflik tersebut. Sehingga, diperlukan program COP/POLMAS

    dalam suatu lingkungan masyarakat dalam bentuk forum kemitraan polisi

    masyarakat.

    Pertemuan atau rapat rutin (bulanan) yang dilakukan oleh pengurus

    atau anggota FKPM tersebut bertujuan selain sosialisasi, juga sebagai

    forum kekeluargaan untuk saling mengenal satu dengan yang lain. Hal ini

    dianggap penting sebab sebelum masuknya program COP/POLMAS di

    wilayah ini pandangan mereka mengenai perbedaan beragama masih

    sangat kurang seperti yang diutarakan oleh Bp. HM. Syafii2 (Ketua

    FKPM) seperti berikut :

    “Pernah suatu ketika di acara pengajian salah satu

    kyai berceramah mengenai agama, disini itu kalau ada

    ceramah dimasjid menggunakan pengeras suara jadi satu

    kampung bisa mendengar, suatu ketika pak kyai ini

    berceramah menjelekan agama lain. Saya yang mendengar

    tidak nyaman dengan ceramah itu maka saat ceramah itu

    selesai kyai ini saya tegur. Karena gini mbak jika tidak di

    tegur membuat orang-orang yang mendengar menjadi

    percaya malah jadi fanatik itu juga tidak bagus dan sudah

    banyak warga sini yang fanatik, maka perlu adanya

    pertemuan untuk para warga agar pengetahuan mengenai

    kemerdekan beragama lebih membuka pandangan mereka”.

    Pertemuan pengurus dan anggota FKPM yang berasal dari satu

    kelurahan, Bapak HM. Syafii3 (ketua FKPM), menuturkan sebagai berikut:

    “Dalam setiap bulan pengurus FKPM Pulutan

    mengadakan pertemuan intensif mbak pertemuan ini

    dilakukan agar pengurus, anggota FKPM dapat bekerja

    sama dapat bertukar ide, terkadang kami juga mengundang

    pihak kepolisian dan LSM Percik untuk memberikan

    masukan, melihat perkembangan dan program

    2 Hasil wawancara Bapak HM. Syafii (ketua FKPM) pada tanggal, 19 juni 2014 pukul 2014 dikediaman beliau. 3 Ibid...

  • 49

    COP/POLMAS direncanakan oleh pengurus di sini. Tetapi,

    jika ada agenda kegiatan pertemuan ya kami pengurus juga

    sering untuk rapat dan bertemu”.

    Dengan demikian, maka rapat rutin (bulanan) itu adalah sebagai

    wadah untuk saling bertemu secara kekeluargaan. Selain itu, pertemuan ini

    sekaligus juga berfungsi sebagai wadah mengidentifikasi masalah dan

    mencari serta menemukan alternatif solusi bagi penyelesaian masalah.

    Dalam konteks seperti ini, maka dapat dikatakan bahwa LSM

    Kampoeng Percik dan pihak kepolisian dalam membangun hubungan

    komunikasi dengan masyarakat lewat program COP/POLMAS, dalam

    kasus di kelurahan Pulutan ini tidak hanya berwacana, namun kepolisian

    dalam beberapa hal benar-benar telah melakukan reformasi dan

    transformasi fungsi dan perannya dalam membantu masyarakat. Tentu ada

    harapan yang ingin dicapai oleh polisi lewat program COP/POLMAS ini,

    salah satunya adalah polisi lebih mendekatkan diri dengan masyarakat

    agar dapat merubah citra masyarakat yang terlanjur negatif terhadap

    program ini. Minimal dalam kasus Pulutan tanda-tanda perubahan citra

    kepolisian ke arah yang lebih baik dengan adanya berbagai macam

    kegiatan kemerdekan beragama yang dibuat oleh COP/POLMAS maupun

    FKPM. Pelatihan yang dilakukan dapat membuat pandangan mereka

    mengenai kemerdekaan semakin luas.

    5.2. Program Hak Asasi Manusia (HAM) Dalam Kebersamaan

    Beragama

    Hak asasi manusia adalah hak dasar yang dimiliki manusia sejak

    lahir. John Locke menyatakan bahwa HAM adalah hak – hak yang

    memberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta sebagai hak yang

    kodrati. (Effendi, 1994)

    Dalam pasal 1 UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM disebutkan

    bahwa, “Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada

  • 50

    hakekat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa

    dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan

    dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang, demi

    kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”.

    Dalam negara yang mengamalkan kebebasan beragama, agama –

    agama lain bebas dilakukan dan ia tidak menghukum atau menindas

    pengikut kepercayaan lain yang berbeda dari agama resmi. Kebebasan

    memeluk agama di Indonesia sudah dijamin dalam konstitusi yang

    tercantum dalam pasal 28E ayat (1) UU dasar Tahun 1945.

    Sosialisasi tentang COP/POLMAS dilakukan melalui kegiatan

    cultural event, dalam bentuk kegiatan pertunjukan seni rakyat seperti

    wayangan, kethoprak dan tarian. Pengenalan tentang COP/POLMAS

    dilakukan di sela – sela pertunjukan seni rakyat tersebut. Cara sosialisasi

    seperti ini sengaja dipilih untuk menarik perhatian warga masyarakat agar

    hadir dalam pertunjukan seni rakyat yang juga sekaligus bermuatan

    sosialisasi tentang COP/POLMAS.

    Dalam tahap selanjutnya kegiatan COP/POLMAS diarahkan pada

    upaya pengembangan substansi COP/POLMAS di dalam berbagai bentuk

    kegiatan, seperti talkshow di radio, penerbitan buletin, stiker, sarasehan,

    seminar, diskusi tematik. Masyarakat menyambut positif program tersebut

    hingga pada tahun 2007 sampai 2014 salah satu program POLMAS/COP

    terbentuk di kelurahan Pulutan dengan kegiatan Hak Asasi Manusia dalam

    kebersamaan beragama di kelurahan Pulutan kota Salatiga memberikan

    dampak yang positif hingga saat ini. Dari hasil wawancara dengan Bapak

    HM Syafii (ketua FKPM)4,

    “COP/POLMAS berbasis kemerdekaan beragama di

    desa Pulutan sudah ada sejak tahun 2007, kegiatan pertama

    kali yang dilakukan pentas seni itu kita wayangan mbak,

    4Hasil wawancara Bapak HM Syafii (ketua FKPM) pada tanggal 19 Juni 2014, jam 16.00 di

    kediaman beliau.

  • 52

    Begitu pula dengan pengalaman salah satu pengurus kegiatan

    COP/POLMAS seperti yang diutarakan NN anggota FKPM5, sebagai

    berikut:

    “Kegiatan COP/POLMAS sangat memberikan

    dampak positif mbak. Kegiatan itu membuat pola pikir dan

    pandangan mengenai perbedaan menjadi semakin terbuka,

    dulu itu saya akui mbak kalau saya fanatik terhadap agama

    walaupun agama saya Kristen, masalah awal itu gara – gara

    kompor gas bantuan dari pemerintah itu, awalnya saya

    protes kok saya tidak di kasih, lalu saya akhirnya datang ke

    rumah pak Syafii, itu malah sempet geger mbak. Tapi, pada

    akhirnya pak Syafii menengahi permasalahn ini melalui

    program FKPM, ini kejadinya sudah sangat lama mbak

    sebelum saya mengikuti POLMAS ini. Namun, berjalannya

    waktu saya memutuskan untuk mengikuti kegiatan ini, yang

    awalnya saya mengikuti kegiatan sarasehan warga.Saya

    mulai aktif dengan setiap kegiatan, lalu pada akhirnya saya

    ditunjuk untuk menjadi salah satu pengurus COP/POLMAS

    Pulutan dan menjadi salah satu penggerak warga agar lebih

    aktif dalam program COP/POLMAS sampai sekarang.

    Pada saat suami saya meninggalpun saya datang ke

    rumah pak Syafii, meminta untuk kelompok pengajian

    Pulutan datang kerumah untuk dapat mengirimkan doa

    untuk suami saya, di waktu yang sama saya juga

    mengadakan ibadah penghiburan. Ya mungkin orang yang

    mendengar cerita saya aneh tapi disisi lain saya

    menerapkan bahwa perbedaan itu menjadi salah satu cara

    untuk mengubah pola pikir saya untuk lebih terbuka

    terhadap agama lain dan itu menjadi hak asasi mereka.

    Kegiatan COP/POLMAS memang sangat membantu warga

    Pulutan mbak, karena dalam setiap penyelesaian selalu

    dengan pendekatam kekeluargaan agar lebih terbuka”.

    Kegiatan awal sosialisasi COP/POLMAS dilakukan oleh atau

    melalui FKPM, yakni dengan mensosialisasikan atau menjelaskan tentang

    pentingnya COP/POLMAS dan FKPM sebagai forum kemitraan yang

    berperan menyelesaikan masalah-masalah sosial yang ada. Menariknya

    pendekatan yang dicetuskan dalam proses penyelesaian masalah-masalah

    sosial itu adalah pendekatan kekeluargaan, artinya “petugas” akan

    5Hasil wawancara dengan NN anggota FKPM pada tanggal, 20 Juni 2014, pukul 16.00

    dikediaman beliau

  • 53

    melakukan „strategi jemput bola‟ untuk mengatasi, menanggulangi dan

    menyelesaikan permasalahan. Strategi jemput bola ini adalah keputusan

    FKPM untuk datang langsung ke rumah warga yang mengalami masalah

    dan berdialog langsung, tujuannya selain memberikan dukungan moral, juga

    diharapkan kedekatan secara kekeluargaan itu dapat membuat mereka yang

    mengalami masalah bisa lebih terbuka.

    Hak asasi manusia dalam kemerdekaan beragama harus dijunjung

    tinggi dan keberadaan hak asasi manusia dilindungi oleh negara, hukum,

    pemerintah dan setiap orang harus bisa toleransi terhadap setiap umat

    beragama.

    5.3. Program COP/POLMAS terhadap Perubahan Perilaku

    Masyarakat Pulutan

    Setiap kegiatan yang dilakukan pasti membawa dampak.Termasuk

    kegiatan POLMAS/COP berbasis kemerdekaan beragama. Dalam bab ini

    menjelaskan perubahan perilaku masyarakat kelurahan Pulutan. Berbicara

    dampak positif kegiatan COP/POLMAS ini bisa dilihat dari aspek kognisi,

    afeksi dan psikomotorik

    1. Aspek Kognisi : Program POLMAS/COP terhadap Perubahan

    Perilaku Masyarakat Pulutan

    Bloom (1975) membagi tahapan kognisi menjadi 6 bagian

    diantaranya pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan

    evaluasi. Tahap awal untuk memperoleh pengetahuan atau pengalaman

    baru, masyarakat Pulutan mendapatkan informasi mengenai program

    POLMAS/COP dari pihak kepolisian yang bekerjasama dengan LSM

    Kampoeng Percik untuk dapat mensosialisasikan program POLMAS/COP

    berbasis kemerdekaan beragama. LSM Kampoeng Percik melihat bahwa

    kelurahan memiliki potensi. Peranan LSM Kampoeng Percik dan pihak

    kepolisian sebagai fasilitator, membantu menggali motivasi, dan

    menyadarkan masyarakat melalui program POLMAS/COP dalam

    kemerdekaan beragama. Langkah awal yang dilakukan unutk

  • 54

    mensosialisasikan adalah dengan adanya cultural event, diskusi tematik,

    dialog antar masyarakat Pulutan, LSM Kampoeng Percik dan kepolisian.

    LSM Kampoeng Percik beserta pihak kepolisian tutut mencari

    jalan keluar dan memberikan informasi pengalaman dari luar ke dalam

    masyarakat melalui berbagai metode. LSM Kampoeng Percik banyak

    melakukan sosialisasi dan pelatihan kepada masyarakat Pulutan, dari

    setiap pelatihan yang diberikan masyarakat selalu dibekali pengetahun,

    informasi dan pengalaman mengenai POLMAS/COP. Bapak HM. Syafii6,

    (ketua FKPM) menuturkan sebagai berikut :

    “Pada tahun 2007 saya lupa tanggal berapa, saya

    didatangi petugas kepolisian ditawari untuk mengadakan

    POLMAS/COP tetapi, pada saat itu saya belum mengenal

    LSM Kampoeng Percik. Tawaran itu tidak serta merta saya

    terima saya harus diskusi dan pelajari dulu program ini

    seperti apa, peran masyarakat itu seperti apa, fungsi dan

    kegunaan seperti apa. Tetapi, saat itu setelah saya pelajari

    ini merupakan peluang besar bagi kami, karena tujuan dari

    program ini untuk mensejajarkan polisi dan masyarakat.

    Kemudian peluang lain adalah agar masyarakat bisa

    langsung berpartisipasi dan ambil bagian dalam program

    ini. Kemudian dibentuklah pengurus hingga pada akhirnya

    FKPM Pulutan bekerja sama dengan LSM Kampoeng

    Percik Salatiga. Pihak polisi dan LSM Kampoeng Percik ini

    membekali pengetahun, memberikan informasi dan

    pengalaman mengenai POLMAS/COP berbasis

    kemerdekaan beragama agar masyarakat bisa lebih bisa

    hidup damai”.

    Warga kelurahan Pulutan dapat memahami, mencerna dan

    menganalisis pengetahuan baru serta dapat diimplementasikan dalam

    bentuk baru yang bermanfaat untuk kehidupan bermasyarakat. Program

    kerja yang selama ini dilakukan juga memberikan dampak kepada warga

    Pulutan untuk menjadi lebih terbuka. Yanti7 (warga Pulutan), menuturkan

    sebagai berikut :

    6Hasil wawancara Bapak HM. Syafii (ketua FKPM), Pada tanggal, 19 Juni 2014 jam 16.00 di

    kediaman beliau. 7Hasil wawancara Yanti (warga Pulutan), Pada tanggal, 21 Juni 2014, jam 15.00 di kediaman

    beliau

  • 55

    “Sebelum warga Pulutan mengenal Program

    POLMAS/COP banyak kejadian. Salah satunya ketika

    salah satu tetangga kami yang beragama lain ingin

    bertempat tinggal di daerah ini beliau ketakutan karena

    wilayah ini mayoritas muslim, beliau terasingkan karena

    warga Pulutan tertutup, pada akhirnya beliau ini pindah

    rumah ini kejadiannya sudah sangat lama mbak. Tetapi,

    Pulutan yang sekarang berbeda, setelah ada program

    POLMAS/COP ini masuk di wilayah kami serta adanya

    pelatihan, sosialisasi, diskusi warga semakin terbuka, warga

    semakin menerima perbedaan dan terbuka dengan agama

    lain, sewaktu hari - hari besarpun warga non muslim ikut

    merayakan dengan berkunjung kerumah untuk

    mengucapkan selamat. Pada hari raya Lebaran salah satu

    warga membagi-bagikan THR kepada semua warga tanpa

    melihat itu Islam atau Kristen dan yang warga non muslim

    waktu hari raya Natal membagi-bagikan kue. Jadi begitu

    mbak disini toleransi beragamnya kuat.

    Program POLMAS/COP berbasis kemerdekaan beragama

    memberikan dampak yang positif bagi warga Pulutan. Sehingga warga

    Pulutan sangat menghargai perbedaan agama setelah mengikuti program

    COP/POLMAS dilingkungan mereka. Sebagai contoh kasus di atas, bahwa

    perbedaan melengkapi kehidupan bermasyarakat, setiap warga bisa

    menghargai perbedaan dan bisa terbuka serta mengubah pola pikir dalam

    kehidupan beragama.

    2. Aspek Afeksi : Menggambarkan tingkat kepuasan masyarakat

    terhadap program POLMAS/COP

    Tahapan afektif merupakan komponen emosional atau perasaan.

    Krethwohl etr al (1974) membagi atas lima tingkatan, yakni : penerima,

    partisipasi atau merespons, penilaian, mengorganisasi nilai, pembentukan

    pola atau karakteristik nilai-nilai.

    a. Tingkat penerimaan, masyarakat memiliki keinginan memperhatikan

    suatu fenomena khusus atau stimulus, misalnya dalam kasus ini,

    adalah pengenalan program POLMAS/COP. Tugas LSM Kampung

    Percik dan kepolisian mengarahkan perhatian masyarakat Pulutan

    pada fenomena yang menjadi objek pembelajaran afektif. Misalnya

  • 56

    LSM Kampoeng Percik mengarahkan masyarakat desa agar senang,

    dan tertarik pada setiap kegiatan POLMAS/COP. Pihak kepolisian di

    bantu oleh LSM Kampoeng Percik dalam mengenalkan program

    POLMAS/COP, memiliki metode-metode yang bertujuan untuk

    menarik minat masyarakat Pulutan. Metode-metode itu bisa berupa

    cultural event, sosialisasi dengan kemasan yang santai tetapi mengena

    pada masyarakat.

    Dalam sosialisasi terkadang ditengah-tengah materi diselipkan

    candaan-candaan yang menghibur baik itu datang dari celetukan

    warga, atau dari penyampain materi, sehingga suasana tidak menjadi

    membosankan. Penulis sendiri juga pernah mengikuti langsung

    penyampaian materi yang dilakukan staff-staff LSM Kampoeng

    Percik, dan memang penyampaian materi tidak formal, terlihat

    masyarakat nampak antusias mengikutinya. Mbak Chritin8 (Staff LSM

    Kampoeng Percik), menuturkan sebagai berikut :

    “Disetiap kegiatan POLMAS/COP memang tidak

    selalu formal, tetapi dikemas secara sederhana dengan

    menggunakan bahasa-bahasa yang sering diucapkan

    mereka agar mereka yang mengikuti kegiatan ini bisa

    paham dan mengerti.Malahan dari pihak kami selalu

    membuat sesuatu yang berbeda, misalnya menggunakan

    media pewayangan atau ketoprak, donar darah, jalan santai

    dll”.

    8Hasil wawancara dengan Mbak Christin staff LSM Kampoeng Percik pada tanggal 18 Juni 2014,

    pukul 10.30 di LSM Kampoeng Percik

  • 57

    Gambar 5

    Pelatihan Program POLMAS/COP

    Sumber : Data Primer, 2010

    b. Tingkat responding, responding merupakan partisipasi aktif

    masyarakat Pulutan, yaitu sebagai bagian dari perilakunya. Pada

    tingkat ini masyarakat Pulutan tidak saja memperhatikan fenomena

    khusus tetapi ia juga bereaksi. Hasil pembelajaran pada ranah ini

    menekankan pada pemerolehan respons, berkeinginan memberi

    respons, atau kepuasan dalam memberi respons. Tingkat yang tinggi

    pada kategori ini adalah minat, yaitu hal-hal yang menekankan pada

    pencarian hasil dan kesenangan pada aktivitas khusus. Pada tahap ini

    LSM Kampoeng Percik dan pihak kepolisian memperbanyak diskusi-

    diskusi yang berkaitan dengan COP/POLMAS berbasis kemerdekaan

    beragama, hal ini dapat memancing respon dari masyarakat Pulutan.

    Bapak HM. Syafii (ketua FKPM)9, menuturkan sebagai berikut :

    “Partisipasi masyarakat mengikuti kegiatan ini

    bagus mbak, baik tua muda, Islam Kristen dadi siji (jadi

    satu) waktu ada pertemuan 1 bulan sekali konsep acara ide,

    acara mau dibikin seperti apa ya mereka ikut berbicara

    mbak, malahan acara yang kemarin itu acara donor darah,

    jalan sehat itu yang mengusulkan ya warga, jadi usulan –

    usulan warga itu kami tampung, kami rapatkan dengan

    9Hasil wawancara Bapak HM Syafii (ketua FKPM) Pada tanggal, 23 Juni 2014, pukul 16.00 di

    kediaman beliau.

  • 58

    pengurus. Program FKPM ini menjadikan warga berani

    untuk bicara, mengutarakan pendapat ”.

    Gambar 6

    Partisipasi Masyarakat Dalam Diskusi Tematik

    Sumber: Data Primer, 2009

    c. Tingkat valuing, valuing melibatkan penentuan nilai, keyakinan atau

    sikap yang menunjukkan komitmen. Derajat rentangannya mulai dari

    menerima suatu nilai, misalnya keinginan untuk meningkatkan

    keterampilan, sampai pada tingkat komitmen. Valuing atau penilaian

    berbasis pada internalisasi dari seperangkat nilai yang spesifik. Hasil

    belajar pada tingkat ini berhubungan dengan perilaku yang konsisten

    dan stabil agar nilai dikenal secara jelas. Dalam hal ini masyarakat

    Pulutan memiliki keinginan untuk meningkatkan program

    POLMAS/COP melalui pelatihan-pelatihan yang diajarkan oleh pihak

    LSM Kampoeng Percik dan pohak kepolisian. LSM Kampoeng Percik

    dan kepolisian sendiri banyak melakukan pelatihan-pelatihan kepada

    masyarakat Pulutan untuk membangun, sikap toleransi. Penentuan

    sikap dan keyakinan masyarakat Pulutan tepat masyarakat menunjukan

    komitmen-komitmen mereka dalam bentuk mengikuti kegiatan, ikut

    menyampaikan ide. Bapak HM. Syafii10

    (ketua FKPM), mengutarakan

    sebagai berikut :

    10

    Hasil wawancara Bpk. HM. Syafii (ketua FKPM Pulutan), Rabu, 18 Juni 2014, pukul 16.00 di

    kediaman beliau

  • 59

    “Dari awal terbentuknya pengurus FKPM sampai

    pada penyusunan agenda kerja warga saya tekankan

    komitmen untuk tidak membawa agama dalam setiap

    kegiatan. “Panjenengan agama nopo mawon, aliran nopo

    mawon mang paringke ndalem, kempalan mboten usah

    dibeto, ampun ndamel geger wonten deso”, (kamu mau

    agama apa saja, aliran apa saja, taruhlah dirumah,

    pertemuan tidak usah di bawa tetapi jangan membuat

    keributan di desa), komitmen yang ditekankan membawa

    perubahan bagi warga sini mbak untuk yakin dengan yang

    dilakukan. Nilai-nilai yang ada dalam COP/POLMAS bisa

    dilakukan warga”.

    d. Tingkat Organization, pada tingkat organization, nilai satu dengan

    nilai lain dikaitkan, konflik antar nilai diselesaikan, dan mulai

    membangun sistem nilai internal yang konsisten. Hasil pembelajaran

    pada tingkat ini berupa konseptualisasi nilai atau organisasi sistem

    nilai. Sebelum masyarakat Pulutan mengetahui adanya kegiatan

    COP/POLMAS, Masyarakat Pulutan memiliki kesamaan sistem nilai

    yaitu, masyarakat tertutup dan memandang polisi secara negatif.

    Namun, setelah adanya program COP/POLMAS masyarakat mulai

    mengubah pola pikir dan cara pandang mereka mengenaipolisi dan

    lebih bisa menerima dengan perbedaan. Bpk. HM. Syafii (ketua

    FKPM)11

    , menuturkan sebagai berikut :

    “Dulu memang warga sini itu warganya fanatik,

    sulit menerima tetangga baru yang berbeda dengan

    keyakinannya. Sikap tertutup, acuh, cuek itu selalu

    ditunjukan warga sini mbak. tetapi adanya program

    COP/POLMAS bisa mengendalikan konflik yang ada di

    masyarakat, salah satunya di tetangga sebelah sebuah

    keluarga cekcok dan sampai istrinya diancam untuk

    dibunuh, saat itu istri lapor kepada pihak kepolisian tetapi,

    dari pihak kepolisian mengembalikan kepada pengurus

    FKPM datang kerumah saya yang ada akhirnya

    diselesaikan secara kekeluargaan melalui FKPM sebagai

    penengah dan dari pengurus FKPM mengeluarkan SKB

    (surat keputusan bersama) yang nantinya disepakati

    bersama antara kedua belah pihak untuk tidak

    mengulanginya”.

    11

    Ibid…

  • 60

    e. Tingkat characterization adalah ranah afektif tertinggi. Pada tingkat

    ini masyarakat Pulutan memiliki sistem nilai yang mengendalikan

    perilaku sampai pada waktu tertentu hingga terbentuk perubahan

    perilaku. Hasil pembelajaran pada tingkat ini berkaitan dengan pribadi,

    emosi, dan sosial. Bapak HM. Syafii12

    (ketua FKPM), menuturkan

    sebagai berikut:

    “Sini dulu terkenal dengan anak pemudanya suka

    minum-minum keras mbak itu ya sebenarnya jg

    dipengaruhi dan di sponsori oleh orang-orang tua, melalui

    pendekatan yang saya lakukan secara terus menerus,

    banyak pemuda yang pekewuh (sungkan) terhadap saya

    sejak saat itu mereka mulai mengurangi minumnya dan

    sekarang mereka sudah menghilangkan kebiasaan itu mbak,

    malahan salah satu pemuda yang terlibat minum-minuman

    keras sekarang menjadi pegiat COP”

    3. Aspek Psikomorik : Keterampilan masyarakat memahami nilai-nilai

    yang terkandung dalam POLMAS/COP

    Pada aspek Psikomotorik, aspek ini merupakan ranah yang

    berkaitan dengan keterampilan (skill) atau kemampuan bertindak setelah

    seseorang menerima pengalaman belajar tertentu. Seiring berjalannya

    waktu proses program POLMAS/COP mengalami perkembangan pada

    program ini karena masyarakat Pulutan mampu untuk mengembangkan

    program ini, masyarakat Pulutan dapat bertindak dan mengambil

    keputusan yang bijak dalam setiap permasalahan, Bapak HM. Syafii

    (Ketua FKPM)13

    , menuturkan sebagai berikut:

    “Ya selama program ini berlangsung hambatan yang

    mencolok itu tidak ada dari warga Pulutan sendiri mbak.

    Tetapi, masih adanya warga yang tidak mengetahui tentang

    norma-norma hukum, sumber daya manusia (dalam hal ini

    pengurus) belum semuanya optimal jadi hanya masih

    bekerja sesuai dengan pemahaman mereka sendiri

    12 Hasil wawancara dengan Bapak HM. Syafii (ketua FKPM) Rabu, 18 Juni 2014, pukul 16.00 di kediaman beliau 13

    Hasil wawancara dengan Bapak. HM. Syafii (Ketua FKPM) Rabu, 18 Juni 2014 , pukul 16.00

    dikediaman beliau

  • 61

    mengenai COP, yang masih jadi kekhawatiran sekarang itu

    ancaman dari eksternal, misalnya saja pas kemarin itu

    mbak, disini kalau sholat tarawih semua warga datang ke

    masjid, tetapi di lapangan Pulutan ada banyak anak-anak

    muda di luar Pulutan yang pacaran di lapangan situ mbak,

    waktu saya di masjid perasaan saya tidak enak, saya keluar

    dan segera kelapangan saya senteri itu mbak langsung pada

    bingung dan bubar, pacarannya diatas motor dan mengarah

    ke hubungan seperti itu, ini saya sempat bicarakan di

    pertemuan FKPM keputusan bersama dari pengurus untuk

    setiap warga yang melihat untuk diberi teguran, warga kami

    mbak sudah bisa menerapkan nilai-nilai yang terkandung

    pada COP keputusan bersama dan sadarnya dengan

    mengambil tindakan yang bijak memberikan dampak

    positif dalam kehidupan bermasyarakat.”

    Kemandirian masyarakat untuk bisa mengembangkan program

    POLMAS/COP sangat bagus, program yang dilakukan itu sesuai dengan

    harapan masyarakat dan diakui oleh masyarakat Pulutan bahwa kegiatan

    ini memberikan dampak yang positif bagi kehidupan beragama, Bapak

    HM. Syafii14

    (ketua FKPM) menuturkan harapan masyarakat sebagai

    berikut :

    “Harapan kedepan meratanya hukum di Pulutan,

    bisa menyelesaikan konflik dengan kekeluargaan, damai.

    Bisa terus berpartisipasi dengan program ini, tumbuh rasa

    bebas dari gangguan orang-orang yang tidak bertanggung

    jawab. Sosok polisi di masyarakat Pulutan sudah

    merupakan mitra di dalam mengemban tugas bersama,

    FKPM diharapkan menjadi rujukan masyarakat di berbagai

    persoalan kemasyarakatan. Masyarakat bisa menjadi polisi

    dalam keluarganya dan kampung. Sekarang ini FKPM

    Pulutan menjadi pilot project tingkat Nasional.

    Dari berbagai pernyataan yang disampaikan oleh masyarakat

    kelurahan Pulutan, mereka mengatakan bahwa program COP/POLMAS

    kemerdekaan beragama banyak memberikan dampak yang positif

    sehingga kelurahan Pulutan menjadi pilot project tingkat nasional.

    Dimana program tersebut membawa perubahan sosial yang cukup baik

    dalam kehidupan bermasyarakat.

    14 Ibid

  • 62

    5.4 Hambatan Dalam Program COP/POLMAS

    Hambatan yang terjadi dari program ini yang mencolok adalah

    tidak dari warga Pulutan tetapi dari luar warga Pulutan. Dan masih ada

    warga yang tidak mengetahui tentang norma-norma hukum, sumber daya

    manusia yang belum semuanya optimal jadi hanya masih bekerja sesuai

    dengan pemahaman mereka mengenai COP, hingga saat ini yang menjadi

    kekhawatiran sekarang itu ancaman eksternal, Bapak HM. Syafii15 (ketua

    FKPM) menuturkan sebagai berikut :

    “Kemarin itu mbak, disini kalau sholat tarawih semua

    warga datang ke masjid, tetapi di lapangan Pulutan ada banyak

    anak-anak muda di luar Pulutan yang pacaran di lapangan situ

    mbak, waktu saya di masjid perasaan saya tidak enak, saya

    keluar dan segera kelapangan saya senteri itu mbak langsung

    pada bingung dan bubar, pacarannya diatas motor dan mengarah

    ke hubungan seperti itu, ini saya sempat bicarakan di pertemuan

    FKPM keputusan bersama dari pengurus untuk setiap warga

    yang melihat untuk diberi teguran, warga kami mbak sudah bisa

    menerapkan nilai-nilai yang terkandung pada COP keputusan

    bersama dan sadarnya dengan mengambil tindakan yang bijak

    memberikan dampak positif dalam kehidupan bermasyarakat.”

    15