dengan manusia, baik perseorangan maupun kelompok dan dengan · beberapa pendapat ahli manajemen...
TRANSCRIPT
II. LANDASAN TEORI
1. TINJAUAN TENTANG MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA
Beberapa pendapat ahli manajemen tentang pengertian manajemen
sumber daya manusia / manajemen personalia dapat penulis kemukakan
sebagai berikut:
1. Pendapat LPPM (adalah lembaga perburuhan):
Manajemen Personalia adalah pekerjaan manajemen yang berhubungan
dengan manusia, baik perseorangan maupun kelompok dan dengan
sumbangannya pada efektifitas perusahaan (Padmoseputro, 1973 : 1).
2. Pendapat Manulang: Manajemen Personalia adalah seni dan ilmu perencanaan, pelaksanaan dan pengontrolan tenaga kerja untuk tercapainya tujuan yang telah ditentukan terlebih dahulu dengan adanya kepuasan hati pada did para pekerja atau dengan kata lain manajemen personalia adalah suatu ilmu yang mempelajari bagaimana memberikan fasilitas untuk perkembangan pekerja dan rasa partisipasi pekerja dalam suatu unit efektifitas (Manulang, 1981 :14).
3. Pendapat Nitisemito:
Manajemen Personalia adalah suatu ilmu untuk melaksanakan antara lain
planning, organizing, controlling sehingga efektivitas dan efisiensi
personalia dapat ditingkatkan semaksimal mungkin dalam pencapaian
tujuan (Nitisemito, 1990 : 12).
4. Pendapat Flippo:
Manajemen Personalia adalah perencanaan,pengorganisasian, pengarahan
dan pengendalian atas pengadaan tenaga kerja, pengembangan, kompensasi,
8
integrasi, pemeliharaan dan pemisahan sumber daya manusia dengan tujuan
untuk mencapai sasaran perorangan, organisasi dan masyarakat (Flippo,
1992 : 10).
5. Pendapat Handoko:
Manajemen Sumber Daya Manusia adalah penarikan, seleksi,
pengembangan, pemeliharaan dan penggunaan sumber daya manusia untuk
mencapai baik tujuan-tujuan individu maupun organisasi (Handoko, 1994 :
«)•
Pendapat-pendapat tersebut di atas ternyata memberikan pengertian yang
berbeda tetapi pada prinsipnya adalah sama. Dengan demikian penulis dapat
menyimpulkan dengan dua tujuan sebagai berikut:
• Manajemen Personalia adalah cabang dari ilmu manajemen disamping
cabang-cabang yang lainnya seperti production management, financial
management dan office management.
• Manajemen Personalia dapat dinyatakan sebagai seni dan ilmu dalam
kepemimpinan, pembimbingan dalam hubungan kerja yang dilaksanakan
berdasarkan fungsi-fungsi manajemen dan berusaha untuk mencapai tujuan
yang telah ditentukan terlebih dahulu.
2. ARTI DAN PENTINGNYA DISIPLES
Betapa pentingnya karyawan dalam negara dan masyarakat khususnya
dalam sebuah perusahaan. Oleh karena itu keberhasilan karyawan dalam
9
mengembangkan kewajibannya itu sangat tergantung pada kesediaannya untuk
berkorban dan bekerja keras dengan menjauhkan diri dari rasa vasted interest
atau mementingkan diri sendiri atau golongan, lebih-lebih para karyawan
pimpinan, mereka perlu sekali kedisiplinan mental yang teguh untuk dapat
bekerja dengan efektif dan efisien sehingga tujuan dari instansi atau
perusahaan dapat tercapai.
2.1 Arti Kedisiplinan
Arti dari kedisiplinan ini dapat kami kelompokan sebagai berikut:
1. Kedisiplinan dalam arti kuno atau tradisional
Surono mengatakan: Disiplin adalah peraturan yang dilakukan dengan tegas dan ketat. Tidak saja disiplin itu menghendaki dilaksanakannya segala peraturan dengan murni bahkan hal-hal yang kecil tidak boleh disampingkan juga. Dan disiplin menghendaki adanya kepastian dan keharusan dijatuhkan hukuman kepada siapapun yang berani melanggar ataupun mengabaikan peraturan yang telah ditetapkan. Sebaiknya sanksi tersebut dilakukan secara mutlak, tidak boleh ditawarkan ( Surono, 1981 : 2 ).
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan sasaran dari pada
disiplin kuno adalah pada hukuman yang bersifat phisik dan diharapkan
dari hukum phisik kini akan dapat merubah tingkah laku mereka untuk
lebih disiplin.
2. Kedisiplinan dalam arti moderen
Disiplin dalam arti moderen berbeda dengan disiplin dalam arti
kuno. Nitisemito mengatakan bahwa:
10
Disiplin diartikan sebagai suatu sikap, tingkah laku dan perbuatan
yang sesuai dengan peraturan dari perusahaan atau instansi baik
yang tertulis ataupun yang tidak tertulis. ( Nitisemito, 1990 : 260 )
Jadi jelas di sini, bahwa disiplin moderen menghendaki ditaatinya
sebagian besar peraturan-peraturan oleh karyawan dan sasarannya bukan
pada hukum yang bersifat phisik tetapi pada perubahan tingkah laku,
dimana untuk merubah tingkah laku tersebut diperlukan beberapa
motivasi tertentu. Maksud disiplin berdasarkan sasaran ataupun disiplin
moderen di dalam lingkungan kerja dapat didaftarkan sebagai berikut:
1. Disiplin bukanlah suatu sistem hukum, tetapi suatu pembentukan
tingkah laku.
2. Masa lampau memberikan pengalaman yang dalam merumuskan dan
merubah tingkah laku, tetapi tidak merupakan penentuan yang pasti
benar dalam menentukan yang benar dan salah.
3. Sumbangan terhadap pencapaian tujuan yang bertolak dari aturan
penuntun yang layak, juga jika melanggar peraturan tersebut.
4. Penerapan disiplin perseorangan berdasarkan sasaran menjadikan
setiap orang bertanggung jawab terhadap outputnya sendiri,
pelaksanaan >ang tinggi unggul yang mencapai hasil yang lebih baik
diperlukan dengan lebih banyak toleransi dan perlakuan lemah
terhadap pelanggaran peraturan yang dimungkinkan bagi mereka yang
berpotensi menonjol.
11
Biasanya orang menerima disiplin itu dengan ikhlas dan rela
walaupun kadang-kadang terasa agak berat. Ini disebabkan dengan sabar
bahwa dia memasukkan dirinya ke dalam kesatuan tadi sebagai wadah
organisasi, tidak karena paksaan lain, tidak pula terdorong oleh
kepentingan diri pribadi. Orang menerima disiplin dengan ikhlas dan rela
biasanya berdasarkan keyakinan akan perlu adanya kesatuan utuh dan
kokoh untuk mencapai tujuan bersama.
2.2 Indikator Kedisiplinan
Berikut ini adalah faktor-faktor yang merupakan indikator dari
kedisiplinan kerja yang dapat digunakan untuk mengetahui apakah
kedisiplinan tenaga kerja dalam suatu perusahaan adalah tinggi atau
rendah. Beberapa indikator kedisiplinan antara lain adalah:
2.2.1. Absensi. Tenaga kerja yang tidak masuk kerja dikarenakan
bermacam-macam alasan, misal : cuti, keperluan keluarga, sakit dan alpa.
Banyak tidaknya tenaga kerja yang tidak masuk kerja akan mencerminkan
disiplin tidaknya tenaga kerja dalam perusahaan itu. Tinggi rendahnya
kedisiplinan tenaga kerja berpengaruh langsung pada produktivitas.
Dalam meneliti mengapa tenaga kerja tidak masuk kerja sebaiknya
pemimpin perlu mengambil tindakan tegas terhadap tenaga kerja yang
memang beretikad tidak baik, sebab bila tidak diambil tindakan tegas maka
akan menimbulkan tindakan-tindakan negatif. Flippo memberikan
perumusan untuk menghitung adanya tingkat absensi sebagai berikut:
12
ML ABSENSI = X 100 %
MW + ML
Keterangan:
ML : Mondays Lost = Jumlah Absensi
MW : Monday Worked = Jumlah Masuk
Selanjutnya dijelaskan pula bahwa:
"When the figure resist to six percent above considerable, attention should
be given to the problem."
( Bila angka tersebut telah mencapai enam persen ke atas, maka dianggap
perlu memberikan perhatian terhadap masalah tersebut).
( Flippo, 1992 : 271)
Perlu untuk diketahui apabila angka tersebut telah mencapai enam
persen ke atas, maka perlu memberikan perhatian terhadap masalah
tersebut. Untuk lebih memperjelas absensi tersebut dapat dirinci, misal
berapa tenaga kerja yang tidak masuk karena alpa, sakit, izin, cuti.
Adapun sebab-sebab dari absensi antara lain :
a. Alpa
Diantara alasan tenaga kerja yang tidak masuk kerja yang lebih
mencerminkan tidak ada kedisiplinan adalah alpa. Dengan alpa tersebut
menunjukkan apakah tenaga kerja yang bersangkutan bosan terhadap
pekerjaan atau tidak, atau mungkin tidak senang dengan lingkungan
kerjanya atau memang dengan mereka tidak disiplin atau malas.
13
b. Izin
Seringnya karyawan minta izin tidak masuk kerja perlu mendapat
perhatian karena mungkin keperluan dimaksud tersebut hanya
merupakan alasan yang dicari-cari saja, sedangkan pekerja tersebut
hanya mempergunakan waktu tersebut untuk mencari kerja lain atau
mengerjakan pekerjaan lain diluar tanggung jawab yang seharusnya
dipenuhi dalam perusahaan dimana ia bekerja.
c. Sakit
Karyawan tidak masuk karena sakit biasanya diluar kemauannya.
Namun kalau jumlahnya sangat menyolok sebaiknya diadakan penelitian
apakah sakitaya dikarenakan oleh pekerjaannya, ruang kerja kurang
sehat, adanya tekanan moral atau mungkin memang pura-pura sakit.
d.Cuti
Cuti adalah hak yang diberikan oleh perusahaan kepada karyawan
dan kadang-kadang rasa enggan dari karyawan untuk menggunakan hak
cutinya karena lebih senang masuk bekerja, walaupun hal ini jarang
sekali terjadi. Tetapi ada perusahaan tertentu yang memberikan adanya
bonus tambahan bagi karyawannya yang tidak memanfaatkan waktu cuti
yang diberikan.
2.2.2. Labour Turn Over. Yang dimaksud dengan Labour Turn Over
adalah keluar-masuknya tenaga kerja di suatu perusahaan dengan ukuran
tertentu. Masalah pemutusan hubungan kerja pada suatu perusahaan adalah
hal yang sangat sulit untuk dihindarkan, yang perlu diperhatikan adalah
14
sering tidaknya karyawan tersebut memutuskan atau diputuskan hubungan
dari perusahaan yang bersangkutan. Bethel menyatakan bahwa formula
perhitungan Labour Turn Over adalah sbb :
PI + P2 365 L.T.O = { ( A + S) : ( X ) } X 100%
2 M
Keterangan:
L.T.O = Labour turn Over
A = Jumlah tenaga kerja yang diterima dalam satu periode
S • Jumlah tenaga kerja yang keluar atau berhenti dalam satu
periode
PI = Jumlah tenaga kerja di awal periode
P2 = Jumlah tenaga kerja di akhir periode ( Bethel, 1962 :416)
Dan menurut Purwito, bahwa pada umumnya labour turn over
dikatakan tinggi apabila telah mencapai dua persen ke atas (Purwito, 1977 :
42).
Namun nampaknya di Indonesia LTO ini cenderung rendah namun
bukan karena kedisiplinan yang tinggi dari tenaga kerja tersebut melainkan
tenaga kerja yang bersangkutan sulit untuk mencari lapangan kerja yang
lain. Jadi perusahaan yang LTO-nya tinggi dapat dibayangkan rendahnya
kedisiplinan tenaga kerja perusahaan tersebut. Adapun pemutusan tenaga
kerja dapat dibedakan menjadi dua macam antara lain:
15
1. Pemutusan hubungan kerja dari pihak perusahaan
Segala bentuk pemberhentian tenaga kerja dengan tidak hormat yang
mungkin tenaga kerja tersebut dikarenakan korupsi atau melakukan
kesalahan besar jadi bukan karena pensiun ataupun meninggal dunia.
2. Pemutusan hubungan kerja dari pihak tenaga kerja
Hal ini biasanya akan terjadi apabila tenaga kerja tersebut sudah tidak
menyenangi pekerjaanya, mungkin tidak puas akan gaji ataupun
incentive yang diterimanya, merasa kurang diperhatikan, pekerjaan yang
dilakukan terasa terlalu berat, tidak ada kesempatan untuk
mengembangkan bakat atau sebab-sebab lain.
2.2.3. Adanya keterlambatan kerja. Adanya keterlambatan kerja diluar
kebiasaan dapat menunjukkan indikator kedisiplinan tenaga kerja yang
dalam hal ini pada umumnya disebabkan oleh karena kemalasan. Jadi pada
hal ini umumnya disebabkan oleh faktor manusianya dan bukan faktor lain
diluar manusia yang bekerja tersebut dan bila kemalasan para pekerja
dibiarkan berlarut-larut maka akan menyebabkan produktivitas menurun.
Untuk menilai turunnya produktivitas tersebut harus dilihat dari
segi jumlah dan kualitasnya. Untuk itu Woeryo dan Saleh Safraji
mengemukakan:
Dalam menentukan suksesnya suatu pekerjaan dengan
menggunakan produktivitas sebagai ukuran, harus diperhatikan bahwa
16
output memiliki dua aspek yaitu jumlah/kuantitas dan kualitas ( Woeryo,
1972 :72).
Adapun rumusan yang dipakai dalam menghitung keterlambatan
atau keterlambatan Skerja adalah:
Jam Keterlambatan % Keterlambatan = X 100 %
Jam Kerja
2.3 Usaha-usaha Menegakkan Kedisiplinan.
Sebelum membahas lebih lanjut mengenai usaha-usaha dalam
rangka menegakkan kedisiplinan perlu dikemukakan agar para karyawan
dapat melaksanakan tugasnya dengan baik maka mereka harus mempunyai
kesempatan yang wajar, bantuan yang cukup dan dorongan untuk
memajukan potensinya.
Untuk itu seorang pemimpin harus dapat memperhatikan beberapa
hal antara lain:
a. Unsur manusia dalam kegiatan
b. Keinginan para karyawan
c. Mengusahakan agar karyawan dapat menyatukan diri dengan
kepentingan perusahaan
Selanjutaya usaha-usaha dalam menegakkan kedisiplinan antara
lain dapat dikemukakan sebagai berikut:
1. Menetapkan peraturan dan tata tertib tertulis yang mengikat, artinya
perusahaan harus memiliki peraturan dan tata tertib kerja yang disertai
17
dengan tindakan atau sanksi-sanksi bagi yang melanggarnya. Sanksi
akan merupakan ancaman bagi karyawan yang dapat mendorong mereka
untuk dapat bekerja lebih di si pi in.
2. Memenuhi keinginan dan kebutuhan karyawan, dari macam-macam
kebutuhan manusia dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu
kebutuhan material seperti gaji atau upah, incentive dan sebagainya.
Kebutuhan non-material seperti rasa aman, penghargaan, karier,
kenaikan pangkat dan Iain-lain. Untuk menegakkan kedisiplinan,
seyogyanya kebutuhan karyawan tersebut terpenuhi dan tentunya
disesuaikan dengan keadaan perusahaan. Kebutuhan apa yang paling
menonjol diselidiki terlebih dahulu untuk mcncapai jalan seksama.
Kebutuhan yang paling menonjol tersebut mendorong pekerja untuk
melakukan sesuatu dan biasanya sangat dipengaruhi oleh latar belakang
pendidikannya, bidang tugas yang menjadi tanggung jawabnya.
3. Membuat suasana kerja atau working condition yang baik.
Yang dimaksud dengan suasana kerja atau working condition yang baik
adalah:
Segenap keadaan pekerjaan yang berhubungan dengan keadaan
lingkungan tempat untuk bekerja, dimana menghendaki tempat
kerja yang cukup penerangan, hawa yang segar, jam kerja yang
cukup serta tempat yang aman (Harsono, 1980 : 20).
Dari pendapat ini dapat disimpulkan bahwa suasana kondisi kerja
yang cukup baik harus diperhatikan beberapa faktor antara lain:
IX
- penerangan
- udara bersih
-jamkerja
- keamanan waktu kerja
4. Disiplin diri adalah usaha seseorang untuk mengendalikan reaksi
terhadap keadaan yang mereka tidak senangi dan usaha mereka untuk
mengatasi ketidaksenangan itu. Untuk dapat mendisiplinkan diri sendiri
adalah dengan berusaha memupuk kebiasaan yang lebih dapat diterima
yaitu:
a. Percaya untuk dapat menghilangkan kebiasaan lama dan membentuk
kebiasaan baru yang lebih konstruktif
b. Berusaha untuk merubah sedikit demi sedikit dari kebiasaan lama dan
berusaha maju berdasarkan keberhasilan yang telah dicapai.
5. Peranan pengawas dalam hubungannya dengan disiplin.
Menurut Strauss dan Sayles bahwa:
Masalah acapkali timbul dari kegagalan manajemen untuk menjelaskan tuntutan pekerjaan atau tidak cukup memperhatikan kemajuan pekerja. Di sini tentunya dibutuhkan komunikasi yang baik. Banyak masalah yang berkaitan dengan disiplin semata-mata kesalahpahaman yang mudah sekali diselesaikan dengan pembicaraan tatap muka (Strauss, 1982:115).
Untuk itu sebagai manajer atau pengawas tentunya harus
memusatkan diri membantu bawahannya memperoleh jalan keluar,
sehingga pelanggaran terhadap peraturan dapat dihindari. Berhubungan
dengan hal tersebut maka bagaimanakah peranan pengawas dalam
hubungan menegakkan kedisiplinan bawahan.
19
Dalam manajemen kepegawaian oleh Moekijat diuraikan sebagai berikut:
1." la tidak meniadakan pembicaraan dengan bawahan yang hasil pekerjaannya atau kelakuannya kurang baik.
2. la tidak mengecam bawahannya di hadapan orang lain. la selalu mengatakan soal-soal demikian itu di bawah empat mata,
3. la tidak menggunakan alat untuk memaksa pegawai untuk memperbaiki pekerjaannya.
4. la tidak menghukum pegawai yang berbuat jahat atau salah akan tetapi memaafkan bagi yang telah mengakui kesalahannya.
5. la mengetahui bahwa semua orang tidak luput dari kesalahan. 6. Keras atau lunaknya celaan tergantung pada kegagalan pegawai dalam
menjalankan kewajiban dan pekerjaannya (Moekijat, 1979 : 196).
2.4 Pentingnya Disiplin Bagi Karyawan
Seorang pimpinan perusahaan harus menyisihkan waktu kerjanya
untuk keperluan disiplin. Disiplin dapat merupakan suatu proses
perkembangan yang konstruktif bagi setiap pegawai, suatu pengalaman
yang dapat dijadikan pelajaran untuk perkembangan selanjutnya asal saja
hal ini dilakukan dengan sepantasnya. Lagipula tindakan-tindakan disiplin
tidak hanya memiliki implikasi langsung atau mental karyawan, tetapi
dapat berpengaruh atas efektifitas kerja.
Dewasa ini terutama di negara kita sering timbul keluhan-keluhan
terhadap mis-management, kemacetan-kemacetan usaha, merosotnya
produksi, korupsi dan Iain-lain. Maka sangatlah perlu adanya suatu disiplin
yang sehat. Disiplin kerja sering diabaikan oleh karyawan yang kurang
bertanggung jawab, kurang sadar akan tugas dan kewajibannya sebagai
abdi masyarakat. Karena itu hendaknya menyadari kepentingan bangsa dan
negara adalah kepentingan yang diutamakan. Kita harus mengikhlaskan
r 20
dan menjauhkan segala kepentingan pribadi dan golongan yang kiranya
dapat menghambat tujuan yang murni. Hendaknya kita dapat memerintah
diri sendiri dan menahan hawa nafsu pribadi dengan self discipline.
3. ARTI DAN PENTINGNYA PRODUKTIVITAS •
3.1 Arti Produktivitas
Upaya suatu organisasi ataaau perusahaan untuk mencapai tujuan
demi terjaganya kelangsungan hidup tentu ditopang dengan menjaga agar
produktivitasnya tetap stabil, bahkan bila perlu ditingkatkan. Produktivitas
kerja merupakan hassil kerja berupa barang atau jassa dengan sumber-
sumber berupa tanah, bahan baku, mesin-mesin dan alat-alat serta tenaga
yang terpakai dalam proses produksi itu.
Hal ini didukung oleh pengertian produktivitas yang dirumuskan
oleh ILO (1979 : 3) sebagai berikut : "Produktivitas adalah suatu
perbandingaan antara apa yang dihasilkan / output dengan apa yang
dimasukkan / input." Perumusan tersebut berlaku dalam perusahaan
industri dan ekonomi secara keseluruhan.
Produktivitas kerja menunjukkan adanya kaitan antara kerja dengan •
satuan waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan produk dari seorang
tenaga kerja. Dengan demikian pengertian produktivitas kerja merupakan
bagian dari produktivitas total.
21
Hidayat (1986 : 6) membedakan produktivitas atas produktivitas
total dan produktivitas partial, ia menyatakan :
"Dalam arti yang sederhana dan teknis produktivitas adalah ratio antara output dengan input yang terpakai. Karena merupakan ratio (perbandingan) maka produktivitas dapat ditulis sebagai O/I. Kalau dalam pengertian tersebut semua input yang dipakai untuk menghasilkan output ikut serta diperhitungkan maka diperoleh konsep produktivitas total. Tetapi kalau yang dihitung sebagai input hanya sebagian saja (tidak semua input) maka ratio tersebut merupakan konsep produktivitas partial."
Moore dan Hendrick (1989 : 36 ) memberikan pengertian
produktivitas sebagai berikut: " Seseorang yang memotong rumput dengan
mesin pemotong dapat memotong rumput lebih banyak dalam satu jam
daripada ia melakukan dengan tangan."
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa produktivitas
tenaga kerja diartikan sebagai hasil yang dapat dicapai didalam suatu
proses produksi yang dilakukan oleh faktor produksi tenaga kerja persatuan
waktu. Seorang tenaga kerja dinilai produktif bila mampu menghasilkan
output (hasil kerja) yang lebih banyak dari tenaga kerja yang lain untuk
satuan waktu yang sama.
Menurut Winardi bahwa:
"Produktivitas adalah jumlah hasil yang dicapai oleh seorang pekerja
atau unit faktor produksi lain dalam jangka waktu tertentu." (Winardi,
1982 :253)
22
Dikatakan pula oleh pendapat lain bahwa:
"Produktivitas adalah sebagai kesediaan para pekerja untuk
menggerakkan tenaga di dalam menghasilkan barang-barang dan jasa-
jasa yang menjadi tujuan usaha dalam perusahaan tertentu." ( Wiyadi,
1964: 175)
Jadi produktivitas kerja adalah jumlah hasil yang dicapai seorang
pekerja dalam hubungannya dengan jam orang rata-rata dari tenaga kerja
yang diberikan dalam proses tersebut. Proses produksi adalah tahapan-
tahapan pelaksanaan pekerjaan, yakni kegiatan-kegiatan dan proses yang
dilakukan untuk menyelesaikan pekerjaan melalui cara-cara atau teknik
pembuatan bahan baku menjadi barang jadi. Disiplin kerja adalah suatu
sikap atau tingkah laku dan perbuatan yang sesuai dengan peraturan dari
perusahaan dan instansi baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis.
Manusia sebagai tenaga kerja adalah merupakan faktor utama yang
menentukan produksi dan produktivitas. Pada umumnya dikatakan bahwa
masalah produktivitas ini bisa dipaksakan, tetapi hal ini akan dapat
mengakibatkan merosotnya tingkat kedisiplinan kerja karyawan tentu bisa
mengakibatkan disalah satu sisi adalah hasil produksi menurun.
Adanya penggunaan tenaga kerja menusia dalam jumlah besar
dibutuhkan adanya kesadaran dan kerjasama dari tenaga kerja sebagai
pelaksana untuk merealisasikan tujuan perusahaan. Untuk itulah
dibutuhkan adanya kebijaksanaan pimpinan perusahaan dalam memotivasi
23
tenaga kerja yang ada di dalam perusahaan agar mereka berusaha
menggunakan skill serta kemampuan semaksimal mungkin.
3.2 Faktor-faktor Yang Menentukan Produktivitas Kerja
Produktivitas kerja banyak ditentukan oleh beberapa faktor yaitu
ekstem dan intern. Adapun faktor ekstem adalah faktor-faktor yang berasal
dari perusahaan, sedangkan faktor intern adalah faktor yang berasal dari
tenaga kerja itu sendiri.
a. Faktor-faktor yang berasal dari perusahaan meliputi:
l.Upahlnsentif
Yaitu balas jasa dalam bentuk uang yang diberikan di atas upah dasar
yang merupakan pendorong yang paling ampuh, sehingga akan
menimbulkan gairah kerja.
2. Pembagian Tugas atau Pekerjaan Yang Tepat
Pembagian tugas yang tepat sesuai kemampuan melaksanakan
tugasnya sehingga dapat menentukan tinggi rendahnya produktivitas
kerja.
3. Pengaturan Lay-out Mesin-mesin
Hal ini dapat menentukan tinggi rendahnya produktivitas kerja,
karena penyusunan layout yang tepat atau sesuai dengan proses
produksi yang efisien dapat menghemat waktu sehingga karyawan
akan dapat menyelesaikan tugasnya dengan baik.
24
4. Kondisi Alat-alat Kerja
Dengan kondisi alat-alat kerja yang baik atau moderen menyebabkan
pekerjaan akan lebih cepat selesai sehingga hal ini dapat
meningkatkan produktivitas kerja.
5. Lingkungan
Keadaaan lingkungan kerja merupakan faktor yang dapat menentukan
produktivitas kerja, hal ini meliputi penerangan, ventilasi, kebisingan
dan Iain-lain,
b. Faktor-faktor yang berasal dari pekerjaan itu sendiri meliputi:
l.Umur/Usia
Umumnya produktivitas yang tinggi dicapai antara usia 35 sampai 45
tahun, sedangkan sesudah itu produktivitas kerja akan menurun.
2. Jenis Kelamin
Bagi pekerjaan yang banyak membutuhkan tenaga biasanya pekerja
pria lebih produktif. Namun untuk jenis pekerjaan yang
membutuhkan banyak ketelitian biasanya pekerja wanita lebih
produktif.
3. Bakat dan Pribadi Pekerja
Bagaimanapun juga pekerja yang memiliki bakat, lebih produktif
dibandingkan dengan yang tidak memiliki bakat atas pekerjaannya.
25
4. Pengalaman
Bekerja yang memiliki pengalaman banyak dapat menjadi lebih
terampil dalam bekerja, sehingga dapat meningkatkan produktivitas
kerjanya.
5. Perhatian dan Motivasi
Meskipun seorang pekerja memiliki bakat dan pengalaman, namun
kurangnya perhatian dan motivasi terhadap pekerjaannya akan sulit
meningkatkan produktivitasnya.
6. Kondisi Fisik
Bila kondisi fisik pekerja baik, maka dapat bekerja dengan giat dan
tidak cepat lelah. Apabila kondisi pekerja dalam kondisi lemah, maka
kemungkinan untuk dapat meningkatkan produktivitasnya adalah
kecil sekali. Untuk itu dalam hal ini perlu istirahat yang cukup agar
dapat mencapai produktivitas yang maksimal.
3.3 Pengukuran Produktivitas
Untuk dapat mengetahui apakah produktivitas cenderung
memngkat, maka diperlukan adanya pengukuran melalui perhitungan
secara kuantitatif. Berdasarkan ruang lingkupnya, maka menurut Hidayat
(1986 : 11), pengukuran produktivitas dibedakan dalam 4 (empat) kategori,
yaitu:
1. Tingkat ekonomi makro
2. Tingkat sektor industri
26
3. Tingkat usaha
4. Tingkat individu
Pengukuran produktivitas tingkat unit usaha atau tingkat perusahaan
dapat dilakukan dengan dua model menurut Aroef (1986 : 61) yaitu model
teknik industri dan model akuntansi. Pengukuran model teknik industri
telah dikembangkan oleh Mundell. Model teknik industri ini mensyaratkan
bahwa perusahaan yang akan diukur produktivitasnya harus mempunyai
waktu standar untuk bekerja. Adapun pengukuran dengan model akuntansi
adalah dari model Pospac dari Norwey dengan menggunakan data
akuntansi seperti neraca dan rugi-laba.
Secara umum pengukuran produktivitas berarti perbandingan yang
dapat dibedakan dalam tiga jenis yang sangat berbeda (Sinungan, 1992 :
23) yaitu:
1. Perbandingan-perbandingan antara pelaksanaan sekarang dengan pelaksanaan secara historis yang tidak menunjukkan apakah pelaksanaan sekarang ini memuaskan namun hanya mengetengahkan apakah meningkat atau berkurang serta tingkatannya.
2. Perbandingan pelaksanaan antara satu unit (perorangan, tugas, seksi, proses) dengan lainnya. Pengukuran seperti ini menunjukkan pencapaian relatif.
3. Perbandingan pelaksanaan sekarang dengan targetnya, dan inilah yang terbaik untuk memusatkan perhatian pada sasaran atau tujuan.
3.4 Pengukuran Produktivitas Tenaga Kerja
Berikut ini adalah rumusan untuk mengukur produktivitas partial
tenaga kerja dengan masukan tunggal:
Keluaran (fisik atau nilai) 1. Produktivitas Tenaga Kerja =
Jumlah jam tenaga kerja (waktu)
27
Keluaran (fisik atau nilai) 2. Produktivitas Tenaga Kerja =
Jumlah pekerja (fisik)
Keluaran (fisik atau nilai) 3. Produktivitas Tenaga Kerja •
gaji dan upah (nilai)
Dari ketiga rumusan tersebut di atas yang digunakan dalam
penelitian ini adalah rumusan kedua di atas lebih tepat digunakan untuk
mengetahui seberapa besar kemampuan pekerja dalam mencapai hasil
produksi selama periode waktu tertentu ( Kussriyanto, 1993 : 2 ).
3.5 Peningkatan Produktivitas
Kussriyanto (1993 : 3) menyebutkan bahwa metode untuk
meningkatkan produktivits dapat dikategorikan kedalam empat
kemungkinan berikut:
1. Pengurangan sedikit sumber daya untuk memperoleh jumlah produksi yang sama.
2. Pengurangan sumber daya sekedar untuk memperoleh jumlah produksi yang lebih besar.
3. Penggunaan jumlah sumber daya yang sama untuk memperoleh jumlah produksi yang lebih besar.
4. Penggunaan jumlah sumber daya yang lebih besar untuk memperoleh jumlah produksi yang jauh lebih besar lagi.
Sedang menurut Hidayat ( 1986 : 8 ) peningkatan produktivitas
dapat terjadi kalau salah satu dari lima situasi yang dijelaskan berikut ini
tercapai:
1. Keluaran meningkat; masukan berkurang 2. Keluaran meningkat; masukan konstan 3. Keluaran meningkat; masukan meningkat, tetapi lebih lambat 4. Keluaran konstan; masukan berkurang 5. Keluaran turun; masukan juga berkurang, tetapi lebih cepat
28
3.6 Hubungan Antara Kedisiplinan dan Produktivitas
Atas dasar pengertian kedisiplinan dan produktivitas di atas maka
dengan mudah dapat dimengerti bahwa apabila dalam suatu pemsahaan
tenaga kerjanya kurang berdisiplin dalam melaksanakan tugasnya, maka
produktivitas pemsahaan menjadi rendah sehingga berpengaruh langsung
terhadap hasil produktivitas. Demikian pula sebaliknya, apabila dalam
suatu pemsahaan disiplin tenaga kerjanya tinggi maka produktivitasnya pun
tinggi demikian pula hasil produktivitasya akan lebih baik.
Pola pemikiran di atas tidaklah berlaku secara timbal balik, artinya
apabila suatu ketika terjadi peningkatan hasil produksi pada suatu
pemsahaan maka secara tidak langsung berarti bahwa telah terjadi
perbaikan terhadap kedisiplinan tenaga kerja pada pemsahaan tersebut. Hal
ini belum tentu, sebab turunnya produksi juga dipengaruhi oleh faktor-
faktor lain seperti raw-material, mesin, penambahan kerja dan lain
sebagainya. Tidak dapat disangkal lagi bahwa pengaruh kedisiplinan kerja
karyawan terhadap produktivitas adalah sangat besar. Hal ini disebabkan
karena kedisiplinan tenaga kerja berhubungan erat dengan produktivitas.
4. HDPOTESA
Berdasarkan perumusan masalah dan tujuan penelitian maka hipotesa
yang diajukan adalah:
29
1. Diduga bahwa faktor- faktor yang merupakan indikator kedisiplinan yaitu
tingkat absensi, labour turn over, keterlambatan kerja mempunyai
pengaruh yang bermakna terhadap produktivitas tenaga kerja bagian
produksi.
2. Diduga bahwa tingkat absensi adalah indikator kedisiplinan yang
mempunyai pengaruh dominan (lebih besar) terhadap produktivitas bagian
produksi dibandingkan faktor-faktor lainnya.
5. SCOPE ANALISA
Karyawan yang digunakan sebagai sampel penelitian skripsi ini adalah
karyawan bagian produksi yaitu tenaga kerja langsung Perusahaan Eternit
Hero Malang.