delirium

20
DELIRIUM I. PENDAHULUAN Delirium yang dikenal juga dengan sebutan acute confusionalstate adalah sebuah gangguan yang umum, serius, tetapi secara potensial dapat dicegah. Delirium merupakan sumber morbiditas dan mortalitas di antara pasien-pasien geriatri yang dirawat. Hal ini penting karena pada pasien berusia di atas 65 tahun, kejadian delirium menghabiskan 48% seluruh hari perawatan di rumah sakit. Insiden delirium juga meningkat sejalan dengan pertambahan usia populasi. Delirium adalah sebuah sindrom neuropsikiatrik yang kompleks dengan onset yang akut dan berfluktuasi. Sindrom ini mempengaruhi kesadaran dan fungsi kognitif yang mungkin diikuti oleh peningkatan aktivitas psikomotor. Selain itu, delirium juga mempengaruhi atensi dan beberapa pasien ada yang mengalami gangguan persepsi. Delirium biasanya bersifat reversible jika penyebab yang mendasarinya teridentifikasi. Sayangnya, delirium terkadang tidak terdeteksi pada pasien geriatri yang dirawat di rumah sakit, walaupun prevalensinya sekitar 10-16%. Pasien geriatric juga menjadi rentan karena pada beberapa kasus terdapat hendaya dalam fungsi kognitif dan angka kejadian delirium pada populasi ini cukup tinggi.

Upload: dwimentari1

Post on 19-Jan-2016

18 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

jxk

TRANSCRIPT

Page 1: Delirium

DELIRIUM

I. PENDAHULUAN

Delirium yang dikenal juga dengan sebutan acute confusionalstate adalah

sebuah gangguan yang umum, serius, tetapi secara potensial dapat dicegah.

Delirium merupakan sumber morbiditas dan mortalitas di antara pasien-pasien

geriatri yang dirawat. Hal ini penting karena pada pasien berusia di atas 65 tahun,

kejadian delirium menghabiskan 48% seluruh hari perawatan di rumah sakit.

Insiden delirium juga meningkat sejalan dengan pertambahan usia populasi.

Delirium adalah sebuah sindrom neuropsikiatrik yang kompleks dengan onset

yang akut dan berfluktuasi. Sindrom ini mempengaruhi kesadaran dan fungsi

kognitif yang mungkin diikuti oleh peningkatan aktivitas psikomotor. Selain itu,

delirium juga mempengaruhi atensi dan beberapa pasien ada yang mengalami

gangguan persepsi.

Delirium biasanya bersifat reversible jika penyebab yang mendasarinya

teridentifikasi. Sayangnya, delirium terkadang tidak terdeteksi pada pasien geriatri

yang dirawat di rumah sakit, walaupun prevalensinya sekitar 10-16%. Pasien

geriatric juga menjadi rentan karena pada beberapa kasus terdapat hendaya dalam

fungsi kognitif dan angka kejadian delirium pada populasi ini cukup tinggi.

II. DEFINISI

Delirium didefinisikan sebagai penurunan kognitif berfluktuasi dan gangguan

kesadaran yang beronset akut. Delirium adalah sindrom, bukan penyakit, dan

memiliki banyak penyebab, yang semuanya menghasilkan pola yang sama dari

tanda dan gejala yang berhubungan dengan tingkat kesadaran pasien dan

gangguan kognitif

Delirium adalah diagnosis klinis, gangguan otak difus yang dikarasteristikkan

dengan variasi kognitif dan gangguan tingkah laku. Delirium ditandai oleh

gangguan kesadaran, biasanya terlihat bersamaan dengan fungsi gangguan

kognitif secara global. Kelainan mood, persepsi dan perilaku adalah gejala

Page 2: Delirium

psikiatrik yang umum; tremor, asteriksis, nistagmus, inkoordinasi dan

inkontinensia urin merupakan gejala neurologis yang umum

III. EPIDEMIOLOGI

Delirium merupakan kelainan yang sering pada :

- sekitar 10 sampai 15 persen adalah pasien bedah dan 15 sampai 25 persen

pasien perawatan medis di rumah sakit. Sekitar 30 persen pasien dirawat di

ICU bedah dan ICU jantung. 40 sampai 50 pasien yang dalam masa

penyembuhan dari tindakan bedah pinggul memiliki episode delirium.

- Penyebab dari pasca operasi delirium termasuk stress dari pembedahan, sakit

pasca operasi, pengobatan anti nyeri, ketidakseimbangan elektrolit, infeksi,

demam, dan kehilangan darah.

- Sekitar 20% pasien dengan luka bakar berat dan 30-40 % pasien dengan

sindrom imunodefisiensi didapat (AIDS)

- Usia lanjut merupakan faktor resiko dari terjadinya delirium, sekitar 30 – 40

persen dari pasien yang dirawat berusia 65 tahun dan memiliki episode

delirium.

Insiden dan prevalensi delirium tergantung pada definisi yang digunakan dan

populasi yang diteliti. Prevalensi delirium pada pasien rawat inap berkisar antara

10% sampai 30%. Prevalensi ini lebih tinggi pada pasien rawat inap lanjut usia

(hingga 40%) dan pada pasien pasca operasi (setinggi 50%). Pasien yang telah

mengalami cardiotomy, operasi pinggul, atau transplantasi organ berada pada

risiko yang sangat tinggi. Prevalensi delirium pada pasien sakit parah telah

dilaporkan setinggi 80%.

IV. ETIOLOGI

Delirium mempunyai berbagai macam penyebab. Semuanya mempunyai pola

gejala serupa yang berhubungan dengan tingkat kesadaran dan kognitif pasien.

Penyebab utama dapat berasal dari penyakit susunan saraf pusat, penyakit

sistemik, dan intoksikasi atau reaksi putus obat maupun zat toksik. Penyebab

Page 3: Delirium

delirium terbanyak terletak diluar system saraf pusat, misalnya gagal ginjal dan

hati.

Neurotransmitter yang dianggap berperan adalah asetilkolin, serotonin, serta

glutamate. Area yang terutama terkena adalah formatio retikularis.

Factor predisposisi terjadinya delirium antara lain:

Usia

Kerusakan Otak

Riwayat delirium

Ketergantungan alcohol

Diabetes

Kanker

Gangguan panca indra

Malnutrisi

V. PATOFISIOLOGI

Tanda dan gejala delirium merupakan manifestasi dari gangguan neuronal,

biasanya melibatkan area di korteks serebri dan reticular activating sistem. Dua

mekanisme yang terlibat langsung dalam terjadinya delirium adalah pelepasan

neurotransmiter yang berlebihan (kolinergik muskarinik dan dopamin) serta

jalannya impuls yang abnormal. Aktivitas yang berlebih dari neuron kolinergik

muskarinik pada reticular activating sistem, korteks, dan hipokampus berperan

pada gangguan fungsi kognisi (disorientasi, berpikir konkrit, dan inattention)

dalam delirium. Peningkatan pelepasan dopamin serta pengambilan kembali

dopamin yang berkurang misalnya pada peningkatan stress metabolik. Adanya

peningkatan dopamin yang abnormal ini dapat bersifat neurotoksik melalui

produksi oksiradikal dan pelepasan glutamat, suatu neurotransmiter eksitasi.

Adanya gangguan neurotransmiter ini menyebabkan hiperpolarisasi membran

yang akan menyebabkan penyebaran depresi membran.

Berdasarkan tingkat kesadarannya, delirium dapat dibagi tiga:

1. Delirium hiperaktif

Page 4: Delirium

Ditemukan pada pasien dalam keadaan penghentian alkohol yang tiba-

tiba, intoksikasi Phencyclidine (PCP), amfetamin, dan asam lisergic

dietilamid (LSD)

2. Delirium hipoaktif

Ditemukan pada pasien Hepatic Encefalopathy dan hiperkapnia

3. Delirium campuran

Defisiensi neurotransmitter asetilkolin sering dihubungkan dengan sindrom

delirium. Penyebabnya antara lain gangguan metabolism oksidatif di otak yang

dikaitkan dengan hipoksia dan hipoglikemia. Factor lain yang berperan antara lain

meningkatnya sitokin otak pada penyakit akut. Gangguan atau defisiensi

asetilkolin atau neurotransmitter lain maupun peningkatan sitokin akan

mengganggu transduksi sinyal neurotransmitter serta second messenger system.

Pada gilirannya, kondisi tadi akan memunculkan gejala-gejala serebral dan

aktivitas psikomotor yang terdapat pada sindrom delirium.

VI. KLASIFIKASI DELIRIUM

Delirium Akibat Kondisi Medis Umum (KMU)

Delirium Akibat Intoksikasi/Putus Zat

Delirium Akibat Etiologi Beragam

Delirium yang Tidak Spesifik

VII.DIAGNOSIS

Kriteria diagnostic delirium berdasar DSM IV :

Untuk Delirium karena kondisi medis umum:

1. Gangguan kesadaran disertai berkurangnya kemampuan untuk

memusatkan perhatian, mempertahankan perhatian, atau perubahan atensi.

2. Perubahan kognisi atau gangguan persepsi, yang tidak terkait demensia.

3. Gangguan yang berkembang dalam periode yang pendek (jam ke hari),

dan berfluktuasi sepanjang hari.

Page 5: Delirium

4. Adanya bukti-bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau temuan

laboratorium bahwa gangguan disebabkan oleh pengobatan umum, atau

obat-obatan, atau gejala putus obat.

Untuk Delirium Intoksikasi Zat:

1. Gangguan kesadaran disertai berkurangnya kemampuan untuk

memusatkan perhatian, mempertahankan perhatian, atau perubahan atensi.

2. Perubahan kognisi atau gangguan persepsi, yang tidak terkait demensia.

3. Gangguan yang berkembang dalam periode yang pendek (jam ke hari),

dan berfluktuasi sepanjang hari.

4. Adanya bukti-bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau temuan

laboratorium (A) atau (B)

A. Gejala dalam kriteria 1 dan 2 berkembang selama

intoksikasi zat

B. Pemakaian medikasi secara etiologi berhubungan dengan

gangguan.

Untuk Delirium Putus Zat :

1. Gangguan kesadaran disertai berkurangnya kemampuan untuk

memusatkan perhatian, mempertahankan perhatian, atau perubahan atensi.

2. Perubahan kognisi atau gangguan persepsi, yang tidak terkait demensia.

3. Gangguan yang berkembang dalam periode yang pendek (jam ke hari),

dan berfluktuasi sepanjang hari.

4. Adanya bukti-bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau temuan

laboratorium bahwa gejala dalam kriteria (1) dan (2) berkembang selama ,

atau segera setelah suatu sindroma putus

Untuk Delirium Karena Penyebab Multiple:

1. Gangguan kesadaran disertai berkurangnya kemampuan untuk

memusatkan perhatian, mempertahankan perhatian, atau perubahan atensi.

2. Perubahan kognisi atau gangguan persepsi, yang tidak terkait demensia.

Page 6: Delirium

3. Gangguan yang berkembang dalam periode yang pendek (jam ke hari),

dan berfluktuasi sepanjang hari.

4. Adanya bukti-bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau temuan

laboratorium bahwa delirium telah memiliki lebih dari satu penyebab

(misalnya lebih dari satu penyebab kondisi medis umum, suatu kondisi

medis umum ditambah intoksikasi zat atau efek samping medikasi).

Untuk Delirium Yang Tidak Ditentukan:

Kategori ini harus digunakan untuk mendiagnosis suatu delirium yang tidak

memenuhi kriteria salah satu tipe delirium yang dijelaskan pada bagian ini.

VIII. GEJALA KLINIS

Gangguan kesadaran dan perhatian

Dari taraf kesadaran berkabut sampai dengan koma

Menurunnya kemampuan untuk mengarahkan, memusatkan,

mempertahankan dan mengalihkan perhatian.

Gangguan Kognitif Secara Umum

Distorsi persepsi, ilusi dan halusinasi-sering kali visual;

Hendaya daya piker dan pengertian abstrak, dengan atau tampa

waham yang bersifat sementara, tetapi sangat khas terdapat

inkoherensi yang ringan

Hendaya daya ingat segera dan jangka pendek, namun daya ingat

jangka panjang relative masih utuh

Disorientasi waktu, pada kasus yang berat, terdapat juga

disorientasi tempat dan orang.

Gangguan Psikomotor

Hipo- atau hiperaktivitas dan pengalihan aktivitas yang tidak

terduga dari satu ke yang lain

Waktu bereaksi yang panjang

Arus pembicaraan yang bertambah atau erkurang

Page 7: Delirium

Reaksi terperanjat meningkat

Gangguan Siklus Tidur-Bangun

Insomnia atau, pada kasus berat tidak dapat tidur sama sekali atau

terbaliknya siklus tidur-bangun; mengantuk pada siang hari.

Gejala yang memburuk pada malam hari

Mimpi yang mengganggu atau mimpi buruk, yang dapat berlanjut

menjadi halusinasi setelah bangun tidur.

Gangguan Emosional

Imisalnya depresi, anxietas atau takut, lekas marah, euforia, apatis,

atau rasa kehilangan akal.

Onset

Biasanya cepat, perjalanan penyakitnya hilang timbul sepanjang

hari, dan keadaan itu berlangsung kurang dari 6 bulan.

Kunci utama dari delirium adalah suatu gangguan kesadaran, yang dalam

DSM IV digambarkan sebagai “penurunan kejernihan kesadaran terhadap

lingkungan” dengan penurunan kemampuan untuk memusatkan,

mempertahankan, atau mengalihkan perhatian. Keadaan delirium mungkin

didahului selama beberapa hari oleh perkembangan kecemasan, mengantuk,

insomnia, halusinasi transien, mimpi menakutkan di malam hari dan kegelisahan.

Tampaknya gejala tersebut pada seorang pasien yang berada dalam resiko

delirium harus mengarahkan dokter untuk mengikuti pasien secara cermat.

A. Kesadaran

Dua pola umum kelainan kesadaran telah ditemukan pada pasien dengan

delirium. Satu pola ditandai oleh hiperaktivitas yang berhubungan dengan

peningkatan kesiagaan. Pola lain ditandai oleh penurunan kesiagaan. Pasien

delirium yang berhubungan dengan putus zat seringkali mempunyai delirium

hiperaktif yang juga dapat disertai dengan tanda otonomik, seperti kemerahan

kulit, pucat, berkeringat, takikardia, pupil dilatasi, mual, muntah, dan hipertermia.

Page 8: Delirium

Pasien dengan gejala hipoaktif kadang-kadang diklasifikasikan sebagai sedang

depresi, katatonik, atau mengalami demensia.

B. Orientasi

Orientasi terhadap waktu seringkali hilang, bahkan pada kasus delirium yang

ringan. Orientasi terhadap tempat dan kemampuan untuk mengenali orang lain

(sebagai contohnya dokter, anggota keluarga) mungkin juga terganggu pada kasus

yang berat. Pasien delirium jarang kehilangan orientasi terhadap dirinya sendiri.

C. Bahasa dan kognisi

Pasien dengan delirium seringkali mempunyai kelainan dalam bahasa seperti

melantur, tidak relevan, atau membingungkan (inkoheren) dan gangguan

kemampuan untuk mengerti pembicaraan. Tetapi DSM IV tidak lagi memerlukan

adanya kelainan bahasa untuk diagnosis, karena kelainan tersebut tidak mungkin

untuk mendiagnosis pasien yang bisu.

Fungsi kognitif lainnya yang mungkin terganggu pada pasien delirium adalah

fungsi ingatan dan kognitif umum. Kemampuan untuk menyusun,

mempertahankan, dan mengingat kenangan mungkin terganggu, walaupun

kenangan yang jauh mungkin dipertahankan. Pasien delirium juga mempunyai

gangguan kemampuan memecahkan masalah dan mungkin mempunyai waham

yang tidak sistematik, kadang-kadang paranoid.

D. Persepsi

Pasien dengan delirium seringkali mempunyai ketidakmampuan umum untuk

membedakan stimuli sensorik dan untuk mengintegrasikan persepsi sekarang

dengan pengalaman masa lalu mereka. Dengan demikian, pasien seringkali

tertarik oleh stimuli yang tidak relevan atau menjadi teragitasi jika dihadapkan

oleh informasi baru. Halusinasi juga relatif sering pada pasien delirium.

Halusinasi paling sering adalah visual atau auditoris, walaupun halusinasi juga

dapat taktil atau olfaktoris. Ilusi visual dan auditoris adalah sering pada delirium.

E. Mood

Pasien dengan delirium juga mempunyai kelainan dalam pengaturan mood.

Gejala yang paling sering adalah kemarahan, kegusaran, dan rasa takut yang tidak

beralasan. Kelainan mood lain yang sering ditemukan pada pasien delirium adalah

Page 9: Delirium

apati, depresi, dan euforia. Beberapa pasien dengan cepat berpindah-pindah di

antara emosi tersebut dalam perjalanan sehari.

F. Gejala Penyerta

Gangguan tidur bangun. Tidur pada pasien delirium secara karakteristik

terganggu. Pasien seringkali mengantuk selama siang hari dan dapat ditemukan

tidur sekejap di tempat tidunya atau di ruang keluarga. Tetapi tidur pada pasien

delirium hampir selalu singkat dan terputus-putus. Seringkali keseluruhan siklus

tidur bangun pasien dengan delirium semata-mata terbalik. Pasien seringkali

mengalami eksaserbasi gejala delirium tepat sebelu tidur, situasi klinis yang

dikenal luas sebagai sundowning. Kadang-kadang mimpi menakutkan di malam

hari dan mimpi yang mengganggu pada pasien delirium terus berlangsung ke

keadaan terjaga sebagai pengalaman halusinasi.

G. Gejala Neurologis

Pasien dengan delirium seringkali mempunyai gejala neurologis yang

menyertai, termasuk disfasia, tremor, asteriksis, inkordinasi dan inkontinesia urin.

Tanda neurologis fokal juga ditemukan sebagai bagian pola gejala pasien dengan

delirium.

IX. DEFERENSIAL DIAGNOSIS

Banyak gejala yang menyerupai delirium. Demensia dan depresi sering

menunjukkan gejala yang mirip delirium; bahkan kedua penyakit/ kondisi tersebut

acap kali terdapat bersamaan dengan sindrom delirium. Pada keadaan tersebut

informasi dari keluarga dan pelaku rawat menjadi sangat berarti pada anamnesis.

a. Delirium versus demensia

Yang paling nyata perbedaannya adalah mengenai awitannya, yaitu delirium

awitannya tiba-tiba, sedangkan pada demensia berjalan perlahan. Meskipun kedua

kondisi tersebut mengalami gangguan kognitif, tetapi pada demensia lebih stabil,

sedangkan pada delirium berfluktuasi.

Perbandingan Delirium dan Demensia

Gambaran Klinis Delirium Dementia

Page 10: Delirium

Gangguan daya ingat + + + + + +

Gangguan proses berpikir + + + + + +

Gangguan daya nilai + + + + + +

Kesadaran berkabut + + + -

Major attention deficits + + + +

Fluktuasi perjalanan penyakit (1 hari) + + + +

Disorientasi + + + + +

Gangguan persepsi jelas + + -

Inkoherensi + + +

Gangguan siklus tidur - bangun + + +

Eksaserbasi nocturnal + + +

Insight/tilikan + + +

Awitan akut/subakut + + -

b. Delirium versus skizofrenia dan depresi

Sindrom delirium dengan gejala yang hiperaktif sering keliru dianggap

sebagai pasien yang cemas (anxietas), sedangkan hipoaktif keliru dianggap

sebagai depresi. Keduanya dapat dibedakan dengan pengamatan yang cermat.

Pada depresi terdapat perubahan yang bertahap dalam beberapa hari atau minggu

sedangkan pada delirium biasanya gejala berkembang dalam beberapa jam.

Beberapa pasien dengan skizofrenia atau episode manik mungkin pada satu

keadaan menunjukkan perilaku yang sangat kacau yang sulit dibedakan dengan

delirium. Secara umum, halusinasi dan waham pada pasien skizofrenia lebih

konstan dan lebih terorganisasi dibandingkan dengan kondisi pasien delirium.

X. PENATALAKSANAAN

Tiga tujuan utama terapi delirium yaitu;

• Mencari dan mengobati penyebab delirium (diperlukan pemeriksaan fisik yang

cermat dan pemeriksaan penunjang yang adekuat. Pemeriksaan darah lengkap,

Page 11: Delirium

elektrolit, analisis gas darah, fungsi hati, dan fungsi ginjal, serta EEG atau

pencitraan otak bila terdapat indikasi disfungsi otak).

• Memastikan keamanan pasien

• Mengobati gangguan perilaku terkait dengan delirium, misalnya agitasi

psikomotor.

Sangat bijak bila tidak lagi menambahkan obat pada obat yang sudah didapat

oleh pasien (biasanya pasien sudah mendapat berbagai obat dari sejawat lain)

kecuali ada alasan yang sangat signifikan misalnya agitasi atau psikotik (dicatat di

rekam medik alasan penggunaan obat). Interaksi obat harus menjadi perhatian

serius. Antipsikotika dapat dipertimbangkan bila ada tanda dan gejala psikosis,

misalnya halusinasi, waham atau sangat agitatif (verbal atau fisik) sehingga

berisiko terlukanya pasien atau orang lain

• Haloperidol mempunyai rekam jejak terpanjang dalam mengobati delirium,

dapat diberikan per oral, IM, atau IV.

• Dosis haloperidol injeksi adalah 2-5 mg IM/IV dan dapat diulang setiap 30

menit (maksimal 20 mg/hari).

• Efek samping parkinsonisme dan akatisia dapat terjadi

• Bila diberikan IV, dipantau dengan EKG adanya pemanjangan interval QTc dan

adanya disritmia jantung

• Pasien agitasi yang tidak bisa menggunakan antipsikotika (misalnya, pasien

dengan Syndrome Neuroleptic Malignance) atau bila tidak berespons bisa

ditambahkan benzodiazepin yang tidak mempunyai metabolit aktif, misalnya

lorazepam tablet 1–2 mg peroral. Kontraindikasi untuk pasien dengan gangguan

pernafasan.

Beberapa penanganan secara psikososial dapat dilihat di bawah ini:

a. Penyediaan bantuan suportif dan orientasi:

Page 12: Delirium

- Berkomunikasi secara jelas dan tegas; berikan pengulangan secara verbal

tentang hari, tanggal, lokasi dan identitas kunci orang-orang yang

bermakna, misalnya anggota tim medis dan saudara.

- Sediakan beberapa petanda seperti jam, kalender dan jadwal harian di

dekat pasien.

- Bawalah barang-barang yang cukup akrab bagi pasien dari rumah untuk

ditaruh di sekitar pasien.

- Sediakan televisi dan radio untuk relaksasi dan membantu pasien untuk

mempertahankan kontak terhadap dunia luar.

- Libatkan keluarga dan pengasuh dalam meningkatkan perasaan aman dan

orientasi pasien.

b. Penyediaan lingkungan yang tidak ambigu:

- Sederhanakanlah ruang dengan memindahkan objek-objek yang tidak

perlu untuk mempertahankan ruang yang cukup luas di kamar tidur.

- Pertimbangkan untuk mengambil ruang yang tunggal untuk membantu

istirahat dan menghindari pengalaman sensori yang berlebihan.

- Hindari penggunaan istilah-istilah medis di tengahtengah keberadaan

pasien karena hal itu dapat menimbulkan paranoid.

- Gunakan penerangan yang adekuat, gunakan lampu antara 40-60 Watt

untuk mengurangi salah persepsi.

- Atur sumber suara (baik dari staf medis, paralatan, ataupun pengunjung),

setara tidak lebih dari 45 desibel di waktu siang dan 20 desibel di waktu

malam.

- Jaga temperatur ruangan tetap di antara 21,1oC sampai 23,8oC

c. Pertahankan kemampuan pasien

- Identifikasi dan perbaiki kesalahan sensorik, jamin keberadaan kacamata,

alat bantu dengar atau gigi palsu untuk membantu pasien. Bila ada

kesulitan dalam bahasa, pertimbangkan jasa penerjemah.

- Berikan dukungan untuk perawatan mandiri dan partisipasi dalam

pengobatan.

- Pengobatan dilakukan untuk memperoleh tidur yang tidak tertunda.

Page 13: Delirium

- Pertahankan akitivitas fisik: bagi pasien yang dapat bergerak lakukan jalan

kaki tiga kali dalam sehari, bagi yang tidak dapat berpindah tempat

berikan pergerakan selama 15 menit tiga kali sehari.

XI. PROGNOSIS

Seperempat atau lebih pasien usia lanjut yang mengalami delirium akut

selama rawat inap terus memiliki gejala seperti kurangnya perhatian, kurangnya

kesadaran terhadap lingkungan, dan disorientasi sementara hingga 6 bulan setelah

keluarnya (Levkoff et al. 1994). Prognosis jangka panjang delirium terutama

ditentukan oleh penyakit yang mendasari, dan sebagian besar literature adalah

penyakit tertentu; Namun, kebanyakan studi setuju bahwa delirium meningkatkan

risiko penurunan fungsional dan kematian.

XII.KESIMPULAN

Sindrom delirium sering tidak terdiagnosis dengan baik karena berbagai

sebab. Keterlambatan diagnosis memperpanjang masa rawat dan meningkatkan

mortalitas. Defisiensi asetilkolin yang berhubungan dengan beberapa factor

predisposisi dan factor pencetus merupkana mekanisme dasar yang harus selalu

diingat. Pencetus tersering adalah pneumonia dan infeksi saluran kemih.

Gangguan kognitif global, perubahan aktivitas psikomotor, perubahan siklus

tidur, serta perubahan kesadaran yang terjadi akut dan berfluktuatif merupakan

gejala yang sering ditemukan. Beberapa peneliti menggolongkan delirium ke

dalam beberapa tipe. Kriteria diagnosis baku menggunakan DSM-IV; instrument

baku yang digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis.

Beberapa penyakit mempunyai gejala dan tanda mirip sehingga diperlukan

kewaspadaan serta pemikiran kemungkinan diferensial diagnosis. Pengelolaan

pasien terutama ditujukan untuk mengidentifikasi serta menatalaksana factor

predisposisi dan pencetus. Penatalaksanaan non-farmakologik dan farmakologik

sama pentignnya dan diperlukan kerjasama dengan psikiater geriatric terutama

dalam pengelolaan pasien yang gelisah.