delirium

21
BAB I PENDAHULUAN Delirium adalah kondisi yang sering dijumpai pada pasien di rumah sakit. Sindrom ini sering tidak terdiagnosis dengan baik saat pasien berada di rumah (akibat kurangnya kewaspadaan keluarga) maupun saat pasien berada di unit gawat darurat atau unit rawat jalan. Gejala dan tanda yang tidak khas merupakan salah satu penyebabnya. Setidaknya 32%-67% dari sindrom ini tidak dapat terdiagnosis oleh dokter, padahal kondisi ini dapat dicegah. Literature lain menyebutkan bahwa 70% dari kasus sindrom delirium tidak terdiagnosis atau salah terapi oleh dokter. Sindrom delirium sering muncul dalam keluhan utama atau tak jarang justru terjadi pada hari pertama pasien dirawat dan menunjukkan gejala yang berfluktuasi. Keadaan yang terakhir ini tentu jika tidak ada keterangan yang memadai dari dokter-dapat disalahartikan keluarga pasien sebagai kesalahan pengelola di rumah sakit. Kepentingan untuk mengenali delirium adalah (1) kebutuhan klinis untuk mengidentifikasi dan mengobati penyebab dasar dan (2) kebutuhan untuk mencegah perkembangan komplikasi yang berhubungan dengan delirium.

Upload: frans-gokilz

Post on 05-Jan-2016

9 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

delirium

TRANSCRIPT

Page 1: Delirium

BAB I

PENDAHULUAN

Delirium adalah kondisi yang sering dijumpai pada pasien di rumah sakit. Sindrom

ini sering tidak terdiagnosis dengan baik saat pasien berada di rumah (akibat kurangnya

kewaspadaan keluarga) maupun saat pasien berada di unit gawat darurat atau unit rawat jalan.

Gejala dan tanda yang tidak khas merupakan salah satu penyebabnya. Setidaknya 32%-67% dari

sindrom ini tidak dapat terdiagnosis oleh dokter, padahal kondisi ini dapat dicegah. Literature

lain menyebutkan bahwa 70% dari kasus sindrom delirium tidak terdiagnosis atau salah terapi

oleh dokter. Sindrom delirium sering muncul dalam keluhan utama atau tak jarang justru terjadi

pada hari pertama pasien dirawat dan menunjukkan gejala yang berfluktuasi. Keadaan yang

terakhir ini tentu jika tidak ada keterangan yang memadai dari dokter-dapat disalahartikan

keluarga pasien sebagai kesalahan pengelola di rumah sakit.

Kepentingan untuk mengenali delirium adalah (1) kebutuhan klinis untuk

mengidentifikasi dan mengobati penyebab dasar dan (2) kebutuhan untuk mencegah

perkembangan komplikasi yang berhubungan dengan delirium.

Page 2: Delirium

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI

Kata “delirium” berasal dari bahasa latin yang artinya lepas jalur. Sindrom ini

pernah dilaporkan pada masa Hippocrates dan pada tahun 1813 Sutton mendeskripsikan sebagai

delirium tremens, kemudian Wernicke menyebutnya sebagai Encephalopathy Wernicke.4

Delirium merupakan suatu sindrom, bukan suatu penyakit. Delirium adalah suatu

gangguan kesadaran, biasanya terlihat bersamaan dengan gangguan fungsi kognitif secara global.

Biasanya delirium mempunyai onset yang mendadak (beberapa jam atau hari), perjalanan singkat

dan berfluktuasi dan perbaikan yang cepat jika factor penyebab diidentifikasi dan dihilangkan.1

2.2. ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI

Intrakranial

• Epilepsi dan keadaan paska kejang 

• Trauma otak (terutama gegar otak) 

• Infeksi

       Meningitis 

         Ensefalitis 

• Neoplasma 

• Gangguan vaskular

Exstrakranial

• Obat-obatan

• Toxic

Page 3: Delirium

• Disfungsi Endokrin

• Defisiensi zat tertentu

• Infeksi sistemik

• Ketidakseimbangan elektrolit

• Trauma

• Paska operasi

Berdasarkan aktivitas psikomotor (tingkat/ kondisi kesadaran, aktivitas perilaku)

delirium diklasifikasikan menjadi 3, yaitu:3

1. Hiperaktif: didapatkan pada pasien dengan gejala putus substansi antara lain; alkohol,

amfetamin, lysergic acid diethylamide atau LSD. Pasien bisa nampak gaduh gelisah,

berteriak-teriak, jalan mondar-mandir, atau mengomel sepanjang hari.

2. Hipoaktif: didapatkan pada pasien pada keadaan hepatic encephalopathy dan hipercapnia.

3. Campuran: pada pasien dengan gangguan tidur, pada siang hari mengantuk tapi pada malam

hari terjadi agitasi dan gangguan sikap.

Mekanisme penyebab delirium masih belum dipahami secara seutuhnya. Beberapa

peneliti mengatakan bahwa delirium terjadi karena terdapat kerusakan metabolisme oksidatif

serebral dan abnormalitas pada beberapa neurotransmitter. Berikut terdapat beberapa hipotesis

mengenai delirium:2,4

a. Asetilkolin

Data studi mendukung hipotesis bahwa asetilkolin adalah salah satu dari

neurotransmiter yang penting dari pathogenesis terjadinya delirium. Hal yang mendukung teori

ini adalah bahwa obat antikolinergik diketahui sebagai penyebab keadaan bingung. Pada pasien

dengan transmisi kolinergik yang terganggu juga muncul gejala ini dan pada pasien post operatif

delirium serum antikolinergik juga meningkat.

b. Dopamine

Pada otak, hubungan timbal balik muncul antara aktivitas kolinergik dan

dopaminergik. Pada delirium muncul aktivitas berlebih dari dopaminergik. Gejala simptomatis

Page 4: Delirium

membaik dengan pemberian obat antipsikosis seperti haloperidol dan obat penghambat

dopamine.

c. Neurotransmitter lainnya

Serotonin ; terdapat peningkatan serotonin pada pasien dengan encephalopati

hepatikum. Peningkatan inhibitor GABA (Gamma-Aminobutyric acid); pada pasien dengan

hepatic encephalopati, peningkatan inhibitor GABA juga ditemukan. Peningkatan level ammonia

terjadi pada pasien hepatic encephalopati, yang menyebabkan peningkatan pada asam amino

glutamat dan glutamine (kedua asam amino ini merupakan precursor GABA). Penurunan level

GABA pada susunan saraf pusat juga ditemukan pada pasien yang mengalami gejala putus

benzodiazepine dan alkohol.

d. Mekanisme peradangan/inflamasi

Studi terkini menyatakan bahwa peran sitokin, seperti interleukin-1 dan interleukin-6,

dapat menyebabkan delirium. Saat terjadi proses infeksi, inflamasi dan paparan toksik dalam

tubuh, bahan pirogen endogen seperti interleukin-1 dilepaskan dari sel. Trauma kepala dan

iskemia, yang sering dihubungkan dengan delirium, dihubungkan dengan hubungan respon otak

yang dimediasi oleh interleukin-1 dan interleukin 6.

e. Mekanisme reaksi stress

Stress psikososial dan gangguan tidur mempermudah terjadinya delirium.

f. Mekanisme struktural

Formatio reticularis dan jalurnya memainkan peranan penting dari bangkitan

delirium. Jalur tegmentum dorsal diproyeksikan dari formation retikularis mesensephalon ke

tectum dan thalamus adalah struktur yang terlibat pada delirium. Kerusakan pada sawar darah

otak juga dapat menyebabkan delirium, mekanismenya karena dapat menyebabkan agen neuro

toksik dan sel-sel peradangan (sitokin) untuk menembus otak.

Tabel 1. Beberapa Kondisi yang Lazim Mencetuskan Kondisi Delirium 3

Iatrogenik Pembedahan, kateterisasi, urin, psysical restraints

Obat-obatan Psikotropika

Gangguan metabolic/

cairan

Insufisiensi ginjal, dehidrasi, hipoksia, azotemia,

hiperglikemia, hipernatremia, hipokalemia

Page 5: Delirium

Penyakit psikis/

psikiatrik

Demam, infeksi, stres, alcohol, putus obat (tidur), fraktur,

malnutrisi, gangguan pola tidur

Overstimulation Perawatan di ICU, atau perpindahan ruang rawat

2.3. MANIFESTASI KLINIS

Delirium ditandai dari perubahan mental akut dari pasien,perubahan fluktuatif pada

kognitif termasuk memori,berbahasa dan organisasi.3, 4

1. Gangguan atensi

Pasien dengan delirium mengalami kesulitan untuk memperhatikan. Mereka mudah

melupakan instruksi dan mungkin dapat menanyakan instruksi dan pertanyaan untuk diulang

berkali-kali. Metode untuk mengidentifikasi gangguan atensi yaitu dengan menyuruh pasien

menghitung angka terbalik dari 100 dengan kelipatan 7.

2. Gangguan memori dan disorientasi

Defisit memori, hal yang sering jelas terlihat pada pasien delirium. Disorientasi

waktu,tempat dan situasi juga sering didapatkan pada delirium.

3. Agitasi

Pasien dengan delirium dapat menjadi agitasi sebagai akibat dari disorientasi dan

kebingungan yang mereka alami. Sebagai contoh; pasien yang disorientasi menggangap

mereka dirumah meskipun ada dirumah sakit sehingga staff rumah sakit dianggap sebagai

orang asing yang menerobos kerumahnya.

4. Apatis dan menarik diri terhadap sekitar/withdrawal

Pasien dengan delirium dapat menampilkan apatis dan withdrawal. Mereka dapat terlihat

seperti depresi, penurunan nafsu makan, penurunan motivasi dan gangguan pola tidur.

5. Gangguan tidur

Pada pasien delirium sering tidur pada waktu siang hari tapi bangun pada waktu malam hari.

Pola ini digabungkan dengan disorientasi dan kebingungan yang dapat menimbulkan situasi

berbahaya pada pasien, yaitu resiko jatuh dari tempat tidur, menarik kateter atau IV dan pipa

nasogastric.

6. Emosi yang labil

Page 6: Delirium

Delirium dapat menyebabkan emosi pasien yang labil seperti gelisah, sedih, menangis dan

kadang kadang gembira yang berlebih. Emosi ini dapat muncul bersamaan ketika seseorang

mengalami delirium.

7. Gangguan perseps

Terjadi halusinasi visual dan auditori.

8. Tanda tanda neurologis

Pada delirium dapat muncul tanda neurologis antara lain: tremor gait, asterixis mioklonus,

paratonia dari otot terutama leher, sulit untuk menulis dan membaca, dan gangguan visual.

2.5. DIAGNOSA

Secara klinis penegakkan diagnosis delirium dapat menggunakan DSM IV-TR. Di

bawah ini adalah criteria diagnostik delirium berdasarkan DSM IV –TR:2

Kriteria diagnostik delirium yang berhubungan dengan kondisi medik umum:

1. Gangguan kesadaran (berkurangnya kejernihan kesadaran terhadaplingkungan dalam

bentuk memusatkan, mempertahankan dan mengalihkan perhatian).

2. Hambatan dalam fungsi kognitif (hendaya daya ingat segera dari jangka pendek namun

daya ingat jangka panjang tetap utuh, distorsi persepsi, ilusi dan halusinasi terutama

visual, hendaya daya pikir dan pengertian abstrak dengan atau tanpa waham sementara,

tetapi yang khas terdapat sedikit inkoherensi, disorientasi waktu, tempat dan orang).

3. Awitannya tiba-tiba (dalam beberapa jam atau hari), perjalanan penyakitnya singkat dan

ada kecenderungan berfluktuasi sepanjang hari.

4. Berdasarkan bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau laboratorium untuk

menemukan penyebab delirium ini.

Kriteria diagnostik delirium yang disebabkan intoksikasi zat:

1. Gangguan kesadaran (berkurangnya kejernihan kesadaran terhadaplingkungan dalam

bentuk memusatkan, mempertahankan dan mengalihkan perhatian)

Page 7: Delirium

2. Hambatan dalam fungsi kognitif (hendaya daya ingat segera dari jangka pendek namun

daya ingat jangka panjang tetap utuh, distorsi persepsi, ilusi dan halusinasi terutama

visual, hendaya daya pikir dan pengertian abstrak dengan atau tanpa waham sementara,

tetapi yang khas terdapat sedikit inkoherensi, disorientasi waktu, tempat dan orang).

3. Awitannya tiba-tiba (dalam beberapa jam atau hari), perjalanan penyakitnya singkat dan

ada kecenderungan berfluktuasi sepanjang hari.

4. Berdasarkan bukti dan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau laboratorium untuk

menemukan delirium ini (1) atau (2):

(1) Gejala pada kriteria A dan B berkembang selama

intoksikasi zat.

(2) Penggunaan intoksikasi disini untuk mengatasipenyebab

yang ada hubungan dengan gangguannya.

Kriteria diagnostik delirium yang disebabkan putus zat:

1. Gangguan kesadaran (berkurangnya kejernihan kesadaran terhadaplingkungan dalam

bentuk memusatkan, mempertahankan dan mengalihkan perhatian)

2. Hambatan dalam fungsi kognitif (hendaya daya ingat segera dari jangka pendek namun

daya ingat jangka panjang tetap utuh, distorsi persepsi, ilusi dan halusinasi terutama

visual, hendaya daya pikir dan pengertian abstrak dengan atau tanpa waham sementara,

tetapi yang khas terdapat sedikit inkoherensi, disorientasi waktu, tempat dan orang).

3. Awitannya tiba-tiba (dalam beberapa jam atau hari), perjalanan penyakitnya singkat dan

ada kecenderungan berfluktuasi sepanjang hari.

4. Berdasarkan bukti dan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau laboratorium untuk

menemukan penyakit delirium ini dalam kriteria A dan B. Keadaan ini berkembang

selama atau dalam waktu singkat sesudah sindroma putus zat.

Kriteria diagnostik delirium yang berkaitan dengan berbagai penyebab:

1. Gangguan kesadaran (berkurangnya kejernihan kesadaran terhadaplingkungan dalam

bentuk memusatkan, mempertahankan dan mengalihkan perhatian)

Page 8: Delirium

2. Hambatan dalam fungsi kognitif (hendaya daya ingat segera dari jangka pendek namun

daya ingat jangka panjang tetap utuh, distorsi persepsi, ilusi dan halusinasi terutama

visual, hendaya daya pikir dan pengertian abstrak dengan atau tanpa waham sementara,

tetapi yang khas terdapat sedikit inkoherensi, disorientasi waktu, tempat dan orang).

3. Awitannya tiba-tiba (dalam beberapa jam atau hari), perjalanan penyakitnya singkat dan

ada kecenderungan berfluktuasi sepanjang hari.

4. Berdasarkan bukti dan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau laboratorium untuk

menemukan etiologi delirium ini yang disebabkan oleh lebih dari satu penyebab kondisi

medik umum, disertai intoksikasi zat atau efek samping medikasi.

PEDOMAN DIAGNOSTIK

Untuk memastikan diagnosis, maka gejala-gejala baik yang ringan atau yang berat haruslah

ada pada setiap kondisi dibawah ini, yaitu sesuai dengan pedoman diagnostik menurut PPDGJ-

III : 4,7

1. Gangguan kesadaran dan perhatian :

Dari taraf kesadaran berkabut sampai dengan koma.

Menurunnya kemampuan untuk mengarahkan, memusatkan, mempertahankan dan

mengalihkan perhatian.

2. .      Gangguan kognitif secara umum :

Distorsi persepsi, ilusi dan halusinasi (terutama halusinasi visual)

Hendaya daya pikir dan pengertian abstrak dengan atau tanpa waham yang bersifat

sementara, tetapi sangat khas terdapat inkoherensi yang ringan

Hendaya daya ingat segera dan jangka pendek, namun daya ingat jangka panjang relatif

masih utuh.

Disorientasi waktu, pada kasus yang berat terdapat disorientasi tempat dan orang.

3. .      Gangguan psikomotor :

Page 9: Delirium

Hipoaktivitas atau hiperaktivitas dan pengalihan aktivitas yang tidak terduga dari satu ke

yang lain.

Waktu bereaksi yang lebih panjang

Arus pembicaraan yang bertambah atau berkurang

Reaksi terperanjat meningkat

4. Gangguan siklus tidur-bangun :

Insomnia atau pada kasus yang berat tidak dapat tidur sama sekali atau terbaliknya

siklus tidur-bangun (mengantuk pada siang hari).

Gejala yang memburuk pada malam hari

Mimpi yang mengganggu atau mimpi buruk yang dapat berlanjut menjadi halusinasi

setelah bangun tidur.

5. .      Gangguan emosional : misalnya depresi, ansietas atau takut, lekas marah, euforia, apatis

atau rasa kehilangan akal.

.      Onset biasanya cepat, perjalanan penyakitnya hilang timbul sepanjang hari, dan keadan

ini berlangsung kurang dari 6 bulan

2.6. DIAGNOSA BANDING

Banyak gejala yang menyerupai delirium. Demensia dan depresi sering menunjukkan

gejala yang mirip delirium; bahkan kedua penyakit/ kondisi tersebut acap kali terdapat

bersamaan dengan sindrom delirium. Pada keadaan tersebut informasi dari keluarga dan pelaku

rawat menjadi sangat berarti pada anamnesis.3

a. Delirium versus demensia

Yang paling nyata perbedaannya adalah mengenai awitannya, yaitu delirium

awitannya tiba-tiba, sedangkan pada demensia berjalan perlahan. Meskipun kedua kondisi

Page 10: Delirium

tersebut mengalami gangguan kognitif, tetapi pada demensia lebih stabil, sedangkan pada

delirium berfluktuasi.2

Tabel 2. Perbandingan Delirium dan Demensia 2

Gambaran Klinis Delirium Demensia

Gangguan daya ingat +++ +++

Gangguan proses berpikir +++ +++

Gangguan daya nilai +++ +++

Kesadaran berkabut +++ -

Major attention deficits +++ +

Fluktuasi perjalanan penyakit

(1 hari)

+++ +

Disorientasi +++ ++

Gangguan persepsi jelas ++ -

Inkoherensi ++ +

Gangguan siklus tidur- bangun ++ +

Eksaserbasi nocturnal ++ +

Insight/tilikan ++ +

Awitan akut/subakut ++ -

b. Delirium versus skizofrenia dan depresi

Sindrom delirium dengan gejala yang hiperaktif sering keliru dianggap sebagai

pasien yang cemas (anxietas), sedangkan hipoaktif keliru dianggap sebagai depresi. Keduanya

dapat dibedakan dengan pengamatan yang cermat. Pada depresi terdapat perubahan yang

bertahap dalam beberapa hari atau minggu sedangkan pada delirium biasanya gejala berkembang

dalam beberapa jam.3

Beberapa pasien dengan skizofrenia atau episode manik mungkin pada satu keadaan

menunjukkan perilaku yang sangat kacau yang sulit dibedakan dengan delirium. Secara umum,

halusinasi dan waham pada pasien skizofrenia lebih konstan dan lebih terorganisasi

dibandingkan dengan kondisi pasien delirium.2

Page 11: Delirium

2.7. TATALAKSANA

Tujuan utama adalah untuk mengobati gangguan dasar yang menyebabkan delirium,

tujuan lainnya adalah untuk memberikan bantuan fisik sensorik dan lingkungan.

a. Pengobatan farmakologis

Dua gejala utama delirium yang mungkin memerlukan pengobatan farmakologis

adalah psikosis dan insomnia. Obat yang terpilih untuk psikosis adalah Haloperidol (haldol),

obat antipsikotik golongan butyrophenon. Pemberian tergantung usia, berat badan,dan kondisi

fisik pasien, dosis awal dengan rentang antara 2 sampai 10 mg intramuscular, diulang dalam satu

jam jika pasien teragitasi. Segera setelah pasien tenang, medikasi oral dalam cairan konsentrat

atau bentuk tablet dapat dimulai. Dua dosis oral harian harus mencukupi, dengan duapertiga

dosis diberikan sebelum tidur. Untuk mencapai efek terapeutik yang sama, dosis oral harus kira-

kira 1,5 kali kali lebih tinggi dibandingkan dosis parenteral. Dosis harian efektif total haloperidol

mungkin terentang dari 5 sampai 50 mg untuk sebagian besar pasien delirium.

Droperidol (inapsine) adalah suatu butyrophenon yang tersedia sebagai suatu formula

intravena alternative, walaupun monitoring elektrokardiogram adalah sangat penting untuk

pengobatan ini. Golongan phenothiazine harus dihindari pada pasien delirium, karena obat

tersebut disertai dengan aktivitas antikolinergik yang bermakna.

Insomnia paling baik diobati dengan golongan benzodiazepine dengan waktu paruh

pendek atau hydroxizine (vistaril), 25 sampai 100 mg. Golongan benzodiazepine dengan waktu

paruh panjang dan barbiturate harus dihindari kecuali obat tersebut telah digunakan sebagai

bagian dari pengobatan untuk gangguan dasar (sebagai contohnya, putus alcohol).1

b. Non-farmakologis (pencegahan)

Berbagai literature menyebutkan bahwa pengobatan sindrom delirium sering tidak

tuntas. 96% pasienyang dirawat karena pulang dengan gejala sisa. Hanya 20% dari kasus-kasus

tersebut yang tuntas dalam 6 bulan setelah pulang. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebenarnya

prevalensi sindrom delirium di masyarakat lebih tinggi dari pada yang diduga sebelumnya.

Page 12: Delirium

Pemeriksaan penapisan oleh dokter umum atau dokter keluarga di masyarakat menjadi penting

dalam rangka menemukan kasus dini dan mencegah penyulit yang fatal.

Rudolph (2003) melaporkan bahwa separuh dari kasus yang diamatinya mengalami

delirium saat dirawat di rumah sakit. Berarti ada karakteristik pasien tertentu dan suasana/situasi

rumah sakit sedemikian rupa yang dapat mencetuskan delirium. Beberapa obat juga dapat

mencetuskan delirium, terutama yang mempunyai efekanti kolinergik dan gangguan faal

kognitif. Beberapa obat yang diketahui meningkatkan resiko delirium antara lain:

benzodiazepine, kodein, amitriptilin (antidepresan), difenhidramid,ranitidine, tioridazin,

digoksin, amiodaron, metildopa, procainamid, levodopa, fenitoin, siprofloksasin. Beberapa

tindakan sederhana yang dapat dilakukan di rumah sakit (di ruang rawat akut geriatric) terbukti

cukup efektif mampumencegah delirium. Inouye et all (1999) menyarankan beberapa

tindakanyang terbukti dapat mencegah delirium seperti yang tertera pada tabel 3

Tabel 3. Pencegahan Delirium dan Keluarannya3

Panduan intervensi Tindakan Keluaran P

Reorientasi Pasang jam dinding

Kalender

Memulihkan orientasi 0,04

Memulihkan siklus tidur

Padamkan lampu

Minum susu hangat atau the herbal

Musik yang tenang

Pemijata (massage) punggung

Tidur tanpa obat 0,001

Mobilisasi Latihan lingkup gerak sendi

Mobilisasi bertahap

Batasi penggunaan restrain

Pulihnya mobilisasi 0,06

Penglihatan Kenakan kacamata

Menyediakan bacaan dengan huruf berukuran besar

Meningkatkan kemampuan penglihatan

0,27

Page 13: Delirium

Pendengaran Bersihkan serumen prop

Alat Bantu dengar

Meningkatkan kemampuan pendengaran

0,10

Rehidrasi Diagnosis dini rehidrasi

Tingkatkan asupan cairan oral kalau perlu per infuse

BUN/Cr < 18 0,04

2.8. PROGNOSIS

Awitan delirium yang akut, gejala prodromalnya seperti gelisah dan perasaan takut

mungkin muncul pada awal awitan. Bila penyebabnya telah diketahui dan dapat dihilangkan

maka gejala-gejalanya akan hilang dalam waktu 3-7 hari dan akan hilang seluruhnya dalam

waktu dua minggu.2

Page 14: Delirium

BAB III

PENUTUP

3.1. KESIMPULAN

Sindrom delirium sering tidak terdiagnosis dengan baik karena berbagai sebab.

Keterlambatan diagnosis memperpanjang masa rawat dan meningkatkan mortalitas. Defisiensi

asetilkolin yang berhubungan dengan beberapa factor predisposisi dan factor pencetus

merupkana mekanisme dasar yang harus selalu diingat. Pencetus tersering adalah pneumonia dan

infeksi saluran kemih.

Gangguan kognitif global, perubahan aktivitas psikomotor, perubahan siklus tidur,

serta perubahan kesadaran yang terjadi akut dan berfluktuatif merupakan gejala yang sering

ditemukan. Beberapa peneliti menggolongkan delirium ke dalam beberapa tipe. Kriteria

diagnosis baku menggunakan DSM-IV; instrument baku yang digunakan untuk membantu

menegakkan diagnosis.

Beberapa penyakit mempunyai gejala dan tanda mirip sehingga diperlukan

kewaspadaan serta pemikiran kemungkinan diferensial diagnosis. Pengelolaan pasien terutama

ditujukan untuk mengidentifikasi serta menatalaksana factor predisposisi dan pencetus.

Penatalaksanaan non-farmakologik dan farmakologik sama pentignnya dan diperlukan kerjasama

dengan psikiater geriatric terutama dalam pengelolaan pasien yang gelisah.

Page 15: Delirium

DAFTAR PUSTAKA

1. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Buku Ajar Psikiatri. 2010; hal. 99-105

2. http://emedicine.medscape.com/article/288890-overview ,

3. Maslim R: Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas dari PPDGJ III,

Jakarta, 2001: 27-28.