delirium
DESCRIPTION
deliriumTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Delirium adalah kondisi yang sering dijumpai pada pasien di rumah sakit. Sindrom
ini sering tidak terdiagnosis dengan baik saat pasien berada di rumah (akibat kurangnya
kewaspadaan keluarga) maupun saat pasien berada di unit gawat darurat atau unit rawat jalan.
Gejala dan tanda yang tidak khas merupakan salah satu penyebabnya. Setidaknya 32%-67% dari
sindrom ini tidak dapat terdiagnosis oleh dokter, padahal kondisi ini dapat dicegah. Literature
lain menyebutkan bahwa 70% dari kasus sindrom delirium tidak terdiagnosis atau salah terapi
oleh dokter. Sindrom delirium sering muncul dalam keluhan utama atau tak jarang justru terjadi
pada hari pertama pasien dirawat dan menunjukkan gejala yang berfluktuasi. Keadaan yang
terakhir ini tentu jika tidak ada keterangan yang memadai dari dokter-dapat disalahartikan
keluarga pasien sebagai kesalahan pengelola di rumah sakit.
Kepentingan untuk mengenali delirium adalah (1) kebutuhan klinis untuk
mengidentifikasi dan mengobati penyebab dasar dan (2) kebutuhan untuk mencegah
perkembangan komplikasi yang berhubungan dengan delirium.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. DEFINISI
Kata “delirium” berasal dari bahasa latin yang artinya lepas jalur. Sindrom ini
pernah dilaporkan pada masa Hippocrates dan pada tahun 1813 Sutton mendeskripsikan sebagai
delirium tremens, kemudian Wernicke menyebutnya sebagai Encephalopathy Wernicke.4
Delirium merupakan suatu sindrom, bukan suatu penyakit. Delirium adalah suatu
gangguan kesadaran, biasanya terlihat bersamaan dengan gangguan fungsi kognitif secara global.
Biasanya delirium mempunyai onset yang mendadak (beberapa jam atau hari), perjalanan singkat
dan berfluktuasi dan perbaikan yang cepat jika factor penyebab diidentifikasi dan dihilangkan.1
2.2. ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI
Intrakranial
• Epilepsi dan keadaan paska kejang
• Trauma otak (terutama gegar otak)
• Infeksi
Meningitis
Ensefalitis
• Neoplasma
• Gangguan vaskular
Exstrakranial
• Obat-obatan
• Toxic
• Disfungsi Endokrin
• Defisiensi zat tertentu
• Infeksi sistemik
• Ketidakseimbangan elektrolit
• Trauma
• Paska operasi
Berdasarkan aktivitas psikomotor (tingkat/ kondisi kesadaran, aktivitas perilaku)
delirium diklasifikasikan menjadi 3, yaitu:3
1. Hiperaktif: didapatkan pada pasien dengan gejala putus substansi antara lain; alkohol,
amfetamin, lysergic acid diethylamide atau LSD. Pasien bisa nampak gaduh gelisah,
berteriak-teriak, jalan mondar-mandir, atau mengomel sepanjang hari.
2. Hipoaktif: didapatkan pada pasien pada keadaan hepatic encephalopathy dan hipercapnia.
3. Campuran: pada pasien dengan gangguan tidur, pada siang hari mengantuk tapi pada malam
hari terjadi agitasi dan gangguan sikap.
Mekanisme penyebab delirium masih belum dipahami secara seutuhnya. Beberapa
peneliti mengatakan bahwa delirium terjadi karena terdapat kerusakan metabolisme oksidatif
serebral dan abnormalitas pada beberapa neurotransmitter. Berikut terdapat beberapa hipotesis
mengenai delirium:2,4
a. Asetilkolin
Data studi mendukung hipotesis bahwa asetilkolin adalah salah satu dari
neurotransmiter yang penting dari pathogenesis terjadinya delirium. Hal yang mendukung teori
ini adalah bahwa obat antikolinergik diketahui sebagai penyebab keadaan bingung. Pada pasien
dengan transmisi kolinergik yang terganggu juga muncul gejala ini dan pada pasien post operatif
delirium serum antikolinergik juga meningkat.
b. Dopamine
Pada otak, hubungan timbal balik muncul antara aktivitas kolinergik dan
dopaminergik. Pada delirium muncul aktivitas berlebih dari dopaminergik. Gejala simptomatis
membaik dengan pemberian obat antipsikosis seperti haloperidol dan obat penghambat
dopamine.
c. Neurotransmitter lainnya
Serotonin ; terdapat peningkatan serotonin pada pasien dengan encephalopati
hepatikum. Peningkatan inhibitor GABA (Gamma-Aminobutyric acid); pada pasien dengan
hepatic encephalopati, peningkatan inhibitor GABA juga ditemukan. Peningkatan level ammonia
terjadi pada pasien hepatic encephalopati, yang menyebabkan peningkatan pada asam amino
glutamat dan glutamine (kedua asam amino ini merupakan precursor GABA). Penurunan level
GABA pada susunan saraf pusat juga ditemukan pada pasien yang mengalami gejala putus
benzodiazepine dan alkohol.
d. Mekanisme peradangan/inflamasi
Studi terkini menyatakan bahwa peran sitokin, seperti interleukin-1 dan interleukin-6,
dapat menyebabkan delirium. Saat terjadi proses infeksi, inflamasi dan paparan toksik dalam
tubuh, bahan pirogen endogen seperti interleukin-1 dilepaskan dari sel. Trauma kepala dan
iskemia, yang sering dihubungkan dengan delirium, dihubungkan dengan hubungan respon otak
yang dimediasi oleh interleukin-1 dan interleukin 6.
e. Mekanisme reaksi stress
Stress psikososial dan gangguan tidur mempermudah terjadinya delirium.
f. Mekanisme struktural
Formatio reticularis dan jalurnya memainkan peranan penting dari bangkitan
delirium. Jalur tegmentum dorsal diproyeksikan dari formation retikularis mesensephalon ke
tectum dan thalamus adalah struktur yang terlibat pada delirium. Kerusakan pada sawar darah
otak juga dapat menyebabkan delirium, mekanismenya karena dapat menyebabkan agen neuro
toksik dan sel-sel peradangan (sitokin) untuk menembus otak.
Tabel 1. Beberapa Kondisi yang Lazim Mencetuskan Kondisi Delirium 3
Iatrogenik Pembedahan, kateterisasi, urin, psysical restraints
Obat-obatan Psikotropika
Gangguan metabolic/
cairan
Insufisiensi ginjal, dehidrasi, hipoksia, azotemia,
hiperglikemia, hipernatremia, hipokalemia
Penyakit psikis/
psikiatrik
Demam, infeksi, stres, alcohol, putus obat (tidur), fraktur,
malnutrisi, gangguan pola tidur
Overstimulation Perawatan di ICU, atau perpindahan ruang rawat
2.3. MANIFESTASI KLINIS
Delirium ditandai dari perubahan mental akut dari pasien,perubahan fluktuatif pada
kognitif termasuk memori,berbahasa dan organisasi.3, 4
1. Gangguan atensi
Pasien dengan delirium mengalami kesulitan untuk memperhatikan. Mereka mudah
melupakan instruksi dan mungkin dapat menanyakan instruksi dan pertanyaan untuk diulang
berkali-kali. Metode untuk mengidentifikasi gangguan atensi yaitu dengan menyuruh pasien
menghitung angka terbalik dari 100 dengan kelipatan 7.
2. Gangguan memori dan disorientasi
Defisit memori, hal yang sering jelas terlihat pada pasien delirium. Disorientasi
waktu,tempat dan situasi juga sering didapatkan pada delirium.
3. Agitasi
Pasien dengan delirium dapat menjadi agitasi sebagai akibat dari disorientasi dan
kebingungan yang mereka alami. Sebagai contoh; pasien yang disorientasi menggangap
mereka dirumah meskipun ada dirumah sakit sehingga staff rumah sakit dianggap sebagai
orang asing yang menerobos kerumahnya.
4. Apatis dan menarik diri terhadap sekitar/withdrawal
Pasien dengan delirium dapat menampilkan apatis dan withdrawal. Mereka dapat terlihat
seperti depresi, penurunan nafsu makan, penurunan motivasi dan gangguan pola tidur.
5. Gangguan tidur
Pada pasien delirium sering tidur pada waktu siang hari tapi bangun pada waktu malam hari.
Pola ini digabungkan dengan disorientasi dan kebingungan yang dapat menimbulkan situasi
berbahaya pada pasien, yaitu resiko jatuh dari tempat tidur, menarik kateter atau IV dan pipa
nasogastric.
6. Emosi yang labil
Delirium dapat menyebabkan emosi pasien yang labil seperti gelisah, sedih, menangis dan
kadang kadang gembira yang berlebih. Emosi ini dapat muncul bersamaan ketika seseorang
mengalami delirium.
7. Gangguan perseps
Terjadi halusinasi visual dan auditori.
8. Tanda tanda neurologis
Pada delirium dapat muncul tanda neurologis antara lain: tremor gait, asterixis mioklonus,
paratonia dari otot terutama leher, sulit untuk menulis dan membaca, dan gangguan visual.
2.5. DIAGNOSA
Secara klinis penegakkan diagnosis delirium dapat menggunakan DSM IV-TR. Di
bawah ini adalah criteria diagnostik delirium berdasarkan DSM IV –TR:2
Kriteria diagnostik delirium yang berhubungan dengan kondisi medik umum:
1. Gangguan kesadaran (berkurangnya kejernihan kesadaran terhadaplingkungan dalam
bentuk memusatkan, mempertahankan dan mengalihkan perhatian).
2. Hambatan dalam fungsi kognitif (hendaya daya ingat segera dari jangka pendek namun
daya ingat jangka panjang tetap utuh, distorsi persepsi, ilusi dan halusinasi terutama
visual, hendaya daya pikir dan pengertian abstrak dengan atau tanpa waham sementara,
tetapi yang khas terdapat sedikit inkoherensi, disorientasi waktu, tempat dan orang).
3. Awitannya tiba-tiba (dalam beberapa jam atau hari), perjalanan penyakitnya singkat dan
ada kecenderungan berfluktuasi sepanjang hari.
4. Berdasarkan bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau laboratorium untuk
menemukan penyebab delirium ini.
Kriteria diagnostik delirium yang disebabkan intoksikasi zat:
1. Gangguan kesadaran (berkurangnya kejernihan kesadaran terhadaplingkungan dalam
bentuk memusatkan, mempertahankan dan mengalihkan perhatian)
2. Hambatan dalam fungsi kognitif (hendaya daya ingat segera dari jangka pendek namun
daya ingat jangka panjang tetap utuh, distorsi persepsi, ilusi dan halusinasi terutama
visual, hendaya daya pikir dan pengertian abstrak dengan atau tanpa waham sementara,
tetapi yang khas terdapat sedikit inkoherensi, disorientasi waktu, tempat dan orang).
3. Awitannya tiba-tiba (dalam beberapa jam atau hari), perjalanan penyakitnya singkat dan
ada kecenderungan berfluktuasi sepanjang hari.
4. Berdasarkan bukti dan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau laboratorium untuk
menemukan delirium ini (1) atau (2):
(1) Gejala pada kriteria A dan B berkembang selama
intoksikasi zat.
(2) Penggunaan intoksikasi disini untuk mengatasipenyebab
yang ada hubungan dengan gangguannya.
Kriteria diagnostik delirium yang disebabkan putus zat:
1. Gangguan kesadaran (berkurangnya kejernihan kesadaran terhadaplingkungan dalam
bentuk memusatkan, mempertahankan dan mengalihkan perhatian)
2. Hambatan dalam fungsi kognitif (hendaya daya ingat segera dari jangka pendek namun
daya ingat jangka panjang tetap utuh, distorsi persepsi, ilusi dan halusinasi terutama
visual, hendaya daya pikir dan pengertian abstrak dengan atau tanpa waham sementara,
tetapi yang khas terdapat sedikit inkoherensi, disorientasi waktu, tempat dan orang).
3. Awitannya tiba-tiba (dalam beberapa jam atau hari), perjalanan penyakitnya singkat dan
ada kecenderungan berfluktuasi sepanjang hari.
4. Berdasarkan bukti dan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau laboratorium untuk
menemukan penyakit delirium ini dalam kriteria A dan B. Keadaan ini berkembang
selama atau dalam waktu singkat sesudah sindroma putus zat.
Kriteria diagnostik delirium yang berkaitan dengan berbagai penyebab:
1. Gangguan kesadaran (berkurangnya kejernihan kesadaran terhadaplingkungan dalam
bentuk memusatkan, mempertahankan dan mengalihkan perhatian)
2. Hambatan dalam fungsi kognitif (hendaya daya ingat segera dari jangka pendek namun
daya ingat jangka panjang tetap utuh, distorsi persepsi, ilusi dan halusinasi terutama
visual, hendaya daya pikir dan pengertian abstrak dengan atau tanpa waham sementara,
tetapi yang khas terdapat sedikit inkoherensi, disorientasi waktu, tempat dan orang).
3. Awitannya tiba-tiba (dalam beberapa jam atau hari), perjalanan penyakitnya singkat dan
ada kecenderungan berfluktuasi sepanjang hari.
4. Berdasarkan bukti dan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau laboratorium untuk
menemukan etiologi delirium ini yang disebabkan oleh lebih dari satu penyebab kondisi
medik umum, disertai intoksikasi zat atau efek samping medikasi.
PEDOMAN DIAGNOSTIK
Untuk memastikan diagnosis, maka gejala-gejala baik yang ringan atau yang berat haruslah
ada pada setiap kondisi dibawah ini, yaitu sesuai dengan pedoman diagnostik menurut PPDGJ-
III : 4,7
1. Gangguan kesadaran dan perhatian :
Dari taraf kesadaran berkabut sampai dengan koma.
Menurunnya kemampuan untuk mengarahkan, memusatkan, mempertahankan dan
mengalihkan perhatian.
2. . Gangguan kognitif secara umum :
Distorsi persepsi, ilusi dan halusinasi (terutama halusinasi visual)
Hendaya daya pikir dan pengertian abstrak dengan atau tanpa waham yang bersifat
sementara, tetapi sangat khas terdapat inkoherensi yang ringan
Hendaya daya ingat segera dan jangka pendek, namun daya ingat jangka panjang relatif
masih utuh.
Disorientasi waktu, pada kasus yang berat terdapat disorientasi tempat dan orang.
3. . Gangguan psikomotor :
Hipoaktivitas atau hiperaktivitas dan pengalihan aktivitas yang tidak terduga dari satu ke
yang lain.
Waktu bereaksi yang lebih panjang
Arus pembicaraan yang bertambah atau berkurang
Reaksi terperanjat meningkat
4. Gangguan siklus tidur-bangun :
Insomnia atau pada kasus yang berat tidak dapat tidur sama sekali atau terbaliknya
siklus tidur-bangun (mengantuk pada siang hari).
Gejala yang memburuk pada malam hari
Mimpi yang mengganggu atau mimpi buruk yang dapat berlanjut menjadi halusinasi
setelah bangun tidur.
5. . Gangguan emosional : misalnya depresi, ansietas atau takut, lekas marah, euforia, apatis
atau rasa kehilangan akal.
. Onset biasanya cepat, perjalanan penyakitnya hilang timbul sepanjang hari, dan keadan
ini berlangsung kurang dari 6 bulan
2.6. DIAGNOSA BANDING
Banyak gejala yang menyerupai delirium. Demensia dan depresi sering menunjukkan
gejala yang mirip delirium; bahkan kedua penyakit/ kondisi tersebut acap kali terdapat
bersamaan dengan sindrom delirium. Pada keadaan tersebut informasi dari keluarga dan pelaku
rawat menjadi sangat berarti pada anamnesis.3
a. Delirium versus demensia
Yang paling nyata perbedaannya adalah mengenai awitannya, yaitu delirium
awitannya tiba-tiba, sedangkan pada demensia berjalan perlahan. Meskipun kedua kondisi
tersebut mengalami gangguan kognitif, tetapi pada demensia lebih stabil, sedangkan pada
delirium berfluktuasi.2
Tabel 2. Perbandingan Delirium dan Demensia 2
Gambaran Klinis Delirium Demensia
Gangguan daya ingat +++ +++
Gangguan proses berpikir +++ +++
Gangguan daya nilai +++ +++
Kesadaran berkabut +++ -
Major attention deficits +++ +
Fluktuasi perjalanan penyakit
(1 hari)
+++ +
Disorientasi +++ ++
Gangguan persepsi jelas ++ -
Inkoherensi ++ +
Gangguan siklus tidur- bangun ++ +
Eksaserbasi nocturnal ++ +
Insight/tilikan ++ +
Awitan akut/subakut ++ -
b. Delirium versus skizofrenia dan depresi
Sindrom delirium dengan gejala yang hiperaktif sering keliru dianggap sebagai
pasien yang cemas (anxietas), sedangkan hipoaktif keliru dianggap sebagai depresi. Keduanya
dapat dibedakan dengan pengamatan yang cermat. Pada depresi terdapat perubahan yang
bertahap dalam beberapa hari atau minggu sedangkan pada delirium biasanya gejala berkembang
dalam beberapa jam.3
Beberapa pasien dengan skizofrenia atau episode manik mungkin pada satu keadaan
menunjukkan perilaku yang sangat kacau yang sulit dibedakan dengan delirium. Secara umum,
halusinasi dan waham pada pasien skizofrenia lebih konstan dan lebih terorganisasi
dibandingkan dengan kondisi pasien delirium.2
2.7. TATALAKSANA
Tujuan utama adalah untuk mengobati gangguan dasar yang menyebabkan delirium,
tujuan lainnya adalah untuk memberikan bantuan fisik sensorik dan lingkungan.
a. Pengobatan farmakologis
Dua gejala utama delirium yang mungkin memerlukan pengobatan farmakologis
adalah psikosis dan insomnia. Obat yang terpilih untuk psikosis adalah Haloperidol (haldol),
obat antipsikotik golongan butyrophenon. Pemberian tergantung usia, berat badan,dan kondisi
fisik pasien, dosis awal dengan rentang antara 2 sampai 10 mg intramuscular, diulang dalam satu
jam jika pasien teragitasi. Segera setelah pasien tenang, medikasi oral dalam cairan konsentrat
atau bentuk tablet dapat dimulai. Dua dosis oral harian harus mencukupi, dengan duapertiga
dosis diberikan sebelum tidur. Untuk mencapai efek terapeutik yang sama, dosis oral harus kira-
kira 1,5 kali kali lebih tinggi dibandingkan dosis parenteral. Dosis harian efektif total haloperidol
mungkin terentang dari 5 sampai 50 mg untuk sebagian besar pasien delirium.
Droperidol (inapsine) adalah suatu butyrophenon yang tersedia sebagai suatu formula
intravena alternative, walaupun monitoring elektrokardiogram adalah sangat penting untuk
pengobatan ini. Golongan phenothiazine harus dihindari pada pasien delirium, karena obat
tersebut disertai dengan aktivitas antikolinergik yang bermakna.
Insomnia paling baik diobati dengan golongan benzodiazepine dengan waktu paruh
pendek atau hydroxizine (vistaril), 25 sampai 100 mg. Golongan benzodiazepine dengan waktu
paruh panjang dan barbiturate harus dihindari kecuali obat tersebut telah digunakan sebagai
bagian dari pengobatan untuk gangguan dasar (sebagai contohnya, putus alcohol).1
b. Non-farmakologis (pencegahan)
Berbagai literature menyebutkan bahwa pengobatan sindrom delirium sering tidak
tuntas. 96% pasienyang dirawat karena pulang dengan gejala sisa. Hanya 20% dari kasus-kasus
tersebut yang tuntas dalam 6 bulan setelah pulang. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebenarnya
prevalensi sindrom delirium di masyarakat lebih tinggi dari pada yang diduga sebelumnya.
Pemeriksaan penapisan oleh dokter umum atau dokter keluarga di masyarakat menjadi penting
dalam rangka menemukan kasus dini dan mencegah penyulit yang fatal.
Rudolph (2003) melaporkan bahwa separuh dari kasus yang diamatinya mengalami
delirium saat dirawat di rumah sakit. Berarti ada karakteristik pasien tertentu dan suasana/situasi
rumah sakit sedemikian rupa yang dapat mencetuskan delirium. Beberapa obat juga dapat
mencetuskan delirium, terutama yang mempunyai efekanti kolinergik dan gangguan faal
kognitif. Beberapa obat yang diketahui meningkatkan resiko delirium antara lain:
benzodiazepine, kodein, amitriptilin (antidepresan), difenhidramid,ranitidine, tioridazin,
digoksin, amiodaron, metildopa, procainamid, levodopa, fenitoin, siprofloksasin. Beberapa
tindakan sederhana yang dapat dilakukan di rumah sakit (di ruang rawat akut geriatric) terbukti
cukup efektif mampumencegah delirium. Inouye et all (1999) menyarankan beberapa
tindakanyang terbukti dapat mencegah delirium seperti yang tertera pada tabel 3
Tabel 3. Pencegahan Delirium dan Keluarannya3
Panduan intervensi Tindakan Keluaran P
Reorientasi Pasang jam dinding
Kalender
Memulihkan orientasi 0,04
Memulihkan siklus tidur
Padamkan lampu
Minum susu hangat atau the herbal
Musik yang tenang
Pemijata (massage) punggung
Tidur tanpa obat 0,001
Mobilisasi Latihan lingkup gerak sendi
Mobilisasi bertahap
Batasi penggunaan restrain
Pulihnya mobilisasi 0,06
Penglihatan Kenakan kacamata
Menyediakan bacaan dengan huruf berukuran besar
Meningkatkan kemampuan penglihatan
0,27
Pendengaran Bersihkan serumen prop
Alat Bantu dengar
Meningkatkan kemampuan pendengaran
0,10
Rehidrasi Diagnosis dini rehidrasi
Tingkatkan asupan cairan oral kalau perlu per infuse
BUN/Cr < 18 0,04
2.8. PROGNOSIS
Awitan delirium yang akut, gejala prodromalnya seperti gelisah dan perasaan takut
mungkin muncul pada awal awitan. Bila penyebabnya telah diketahui dan dapat dihilangkan
maka gejala-gejalanya akan hilang dalam waktu 3-7 hari dan akan hilang seluruhnya dalam
waktu dua minggu.2
BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
Sindrom delirium sering tidak terdiagnosis dengan baik karena berbagai sebab.
Keterlambatan diagnosis memperpanjang masa rawat dan meningkatkan mortalitas. Defisiensi
asetilkolin yang berhubungan dengan beberapa factor predisposisi dan factor pencetus
merupkana mekanisme dasar yang harus selalu diingat. Pencetus tersering adalah pneumonia dan
infeksi saluran kemih.
Gangguan kognitif global, perubahan aktivitas psikomotor, perubahan siklus tidur,
serta perubahan kesadaran yang terjadi akut dan berfluktuatif merupakan gejala yang sering
ditemukan. Beberapa peneliti menggolongkan delirium ke dalam beberapa tipe. Kriteria
diagnosis baku menggunakan DSM-IV; instrument baku yang digunakan untuk membantu
menegakkan diagnosis.
Beberapa penyakit mempunyai gejala dan tanda mirip sehingga diperlukan
kewaspadaan serta pemikiran kemungkinan diferensial diagnosis. Pengelolaan pasien terutama
ditujukan untuk mengidentifikasi serta menatalaksana factor predisposisi dan pencetus.
Penatalaksanaan non-farmakologik dan farmakologik sama pentignnya dan diperlukan kerjasama
dengan psikiater geriatric terutama dalam pengelolaan pasien yang gelisah.
DAFTAR PUSTAKA
1. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Buku Ajar Psikiatri. 2010; hal. 99-105
2. http://emedicine.medscape.com/article/288890-overview ,
3. Maslim R: Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas dari PPDGJ III,
Jakarta, 2001: 27-28.