delirium

29
DELIRIUM I.PENDAHULUAN Delirium adalah suatu sindrom yang ditandai dengan gangguan kesadaran dan kognisi yang terjadi secara akut dan berfluktuasi. Delirium merupakan salah satu jenis Gangguan Mental Organik yang sering dijumpai di klinik. Kondisi ini begitu penting karena dalam menegakkan diagnosisnya diperlukan kecermatan dan ketelitian sehingga kesalahan diagnosis yang dapat berakibat fatal bagi pasien dapat dihindari. 1 Delirium dikategorikan sebagai diagnosis psikiatri yang berkarakteristik gangguan kesadaran, perhatian, orientasi, dan memori. Pasien juga biasanya tidak dapat menggunakan bahasa tanpa disorganisasi. Gangguan ini dapat berubah dalam jam dan hari. Kesadaran yang naik turun merupakan kunci utama yang dapat memisahkan delirium dengan diagnosis banding lain yaitu demensia dan disorientasi merupakan kunci utama untuk memisahkan delirium dengan gangguan psikotik fungsional. Pada demensia, fungsi kognitif terganggu meskipun pasien sadar. Sedangkan pada penderita gangguan psikotik fungsional, pasien mengalami delusi dan halusinasi tetapi orientasi terhadap waktu dan tempat tidak lazim terganggu. 2 1

Upload: musdalifah-mimous

Post on 30-Dec-2015

163 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

delirium

TRANSCRIPT

Page 1: Delirium

DELIRIUM

I. PENDAHULUAN

Delirium adalah suatu sindrom yang ditandai dengan gangguan kesadaran

dan kognisi yang terjadi secara akut dan berfluktuasi. Delirium merupakan salah

satu jenis Gangguan Mental Organik yang sering dijumpai di klinik. Kondisi ini

begitu penting karena dalam menegakkan diagnosisnya diperlukan kecermatan

dan ketelitian sehingga kesalahan diagnosis yang dapat berakibat fatal bagi pasien

dapat dihindari.1

Delirium dikategorikan sebagai diagnosis psikiatri yang berkarakteristik

gangguan kesadaran, perhatian, orientasi, dan memori. Pasien juga biasanya tidak

dapat menggunakan bahasa tanpa disorganisasi. Gangguan ini dapat berubah

dalam jam dan hari. Kesadaran yang naik turun merupakan kunci utama yang

dapat memisahkan delirium dengan diagnosis banding lain yaitu demensia dan

disorientasi merupakan kunci utama untuk memisahkan delirium dengan

gangguan psikotik fungsional. Pada demensia, fungsi kognitif terganggu

meskipun pasien sadar. Sedangkan pada penderita gangguan psikotik fungsional,

pasien mengalami delusi dan halusinasi tetapi orientasi terhadap waktu dan tempat

tidak lazim terganggu.2

II. DEFINISI

Delirium adalah suatu sindrom yang ditandai dengan gangguan kesadaran

dan kognisi yang terjadi secara akut dan berfluktuasi. Delirium memperlihatkan

adanya gangguan kesadaran dan kognisi, tetapi yang harus diingat bahwa delirium

bukan merupakan penyakit tetapi merupakan gejala sehingga dalam menentukan

adanya delirium harus berdasarkan penyebabnya. Untuk itu delirium dibagi atas:

Delirium yang berhubungan dengan kondisi medik umum

Delirium yang diinduksi oleh zat

1

Page 2: Delirium

Delirium yang berkaitan dengan berbagai penyebab.1

III. ETIOLOGI

Penyebab delirium biasanya multifaktorial tetapi penyebab yang paling

sering adalah obat (terutama obat antikolinergik, psikoaktif, dan opioid),

dehidrasi, dan infeksi. Pada 10 – 20% pasien, penyebab delirium masih belum

diketahui.3,4

Hipotesis neurotransmitter terutama yang terlibat dalam delirium adalah

acetylcholine dan daerah utama neuroanatomi yang terkena adalah formation

reticularis. Beberapa laporan menyebutkan bahwa faktor penyebab terjadinya

delirium adalah karena terjadi penurunan aktivitas acethylcholine dalam otak.1

Pada faktanya, perkembangan delirium berkaitan erat dengan hubungan

kompleks antara pasien yang rentan (pasien dengan faktor predisposisi) dan

paparan dari faktor presipitasi. Faktor predisposisi meliputi sindroma otak

(demensia, stroke, parkinson), usia tua, gangguan sistem sensoris, keracunan

alkohol, dan faktor pencetus lainnya.3,4

Faktor presipitasi delirium meliputi penggunaan obat (biasanya lebih dari

tiga jenis obat), infeksi, dehidrasi, syok, hipoksia, anemia, imobilitas, kurang gizi,

penggunaan kateter pada kandung kemih, rawat inap di rumah sakit, nyeri, kurang

tidur, dan stres emosional. Gagal ginjal yang menyebabkan keracunan obat juga

dapat menyebabkan delirium akibat gagalnya metabolisme dan kurangnya

pembuangan residu obat karena ginjal yang tidak berfungsi.3,5

Paparan dari anastesi juga meningkatkan resiko, terutama paparan yang

lama dan penggunaan antikolinergik selama operasi. Penggunaan opioid setelah

operasi juga dapat meningkatkan resiko terkena delirium. Pada pasien yang tua di

ICU, resiko delirium sangat tinggi.3

Kategori Penyebab

Delirium

Contoh

2

Page 3: Delirium

Penyebab neurologis

Gangguan

serebrovaskuler

Stroke hemoragik, Stroke iskemik, TIA (Transient

Ischemic Attack)

Migrain Migrain konfusional (migrain dengan kesadaran yang

terganggu)

Peradangan atau

infeksi

Ensefalomyelitis akut, Abses Otak, Vaskulitis Sistem

Saraf Pusat, Ensefalitis, Meningitis, Meningoensefalitis

Kejang Status Epileptikus tanpa konvulsi,

Trauma Subdural Hematom, Trauma Otak

Tumor Karsinomatosis Menings, Primer atau metastasis Tumor

Otak

Penyebab Non-Neurologis

Obat Antikolinergik, Antiemetik, Antihistamin,

Antihipertensi, Antipsikotik, Antispasmodinamik,

Benzodiazepin, Kortikosteroid, Digoxin, Dopamin

Agonis, Hipnotik, Relaksan Otot, Opioid, Sedatif,

Trisiklik Antidepresan

Endokrin Insufisiensi Adrenal atau Pituitari, Sindroma Cushing,

Hiperparatiroid, Hipertiroid, Hipotiroid

Hematologi Sindroma hiperviskositas, Leukemia, Polisitemia,

Trombositosis

Infeksi Demam, Pnemonia, Sepsis, Infeksi Sistemik, Infeksi

Kandung Kemih

Cedera Terbakar, Cedera Listrik, Emboli Lemak, Heatstroke,

3

Page 4: Delirium

hipotermia

Metabolisme Gangguan Asam-Basa, Abnormalitas Cairan dan

Elektrolit, Ensefalopati Hepatik atau Uremik,

Hiperosmolalitas, Hiperglikemia, Hipertermia,

Hipoglikemia, Hipoksia, Ensefalopati Wernicke

Vaskular Anemia, Aritmia Jantung, Gagal Jantung, Status

Hipoperfusi, Syok

Defisiensi Vitamin Defisiensi Thiamin, Defisiensi Vitamin B12

Sindroma withdrawal Alkohol, Barbiturat, Benzodiazepin, Opium

Penyebab Lainnya Perubahan Lingkungan, Impaksi Fekal, Hipertensi

Ensefalopati, Terlalu Lama di ICU, Gangguan Mental,

Setelah Operasi, Deprivasi Sensoris, Kurang Tidur,

Toksin yang mempengaruhi Sistem Saraf Pusat

Gambar 1. Berbagai Penyebab Delirium.3,6

IV. EPIDEMIOLOGI

Penelitian mengenai epidemiologi delirium masih sangat sedikit. Diduga sekitar

10 – 15% pasien rawat bedah umum pernah mengalami delirium, 15 – 25% pasien

rawat medik umum pernah mengalami delirium selama dirawat di rumah sakit.

Resiko paling banyak terjadi pada usia lebih tua sekitar 10-40%, pasien dengan

kanker 25%, pasien dengan AIDS 30-40%. Juga diperkirakan sekitar 30% pasien

bedah ICU pernah mengalami delirium. Yang tertinggi yaitu 90% ditemukan pada

pasien post cardiotomy. 6

V. PATOGENESIS

Patogenesis delirium masih belum dipahami. Studi elektroensefalografik

menunjukkan terjadinya perlambatan difusi pada latar belakang aktivitas kortikal 4

Page 5: Delirium

otak yang tidak berkorelasi dengan penyebab yang mendasarinya. Penelitian

neuropsikologi dan neuroimaging mengungkapkan gangguan umum pada fungsi

kortikal luhur, dengan disfungsi dalam korteks prefrontal, struktur subkortikal,

thalamus, ganglia basalis, korteks frontal, korteks temporoparietal, korteks

fusiform, dan gyrus lingual, terutama pada sisi yang dominan. Hipotesis

terkemuka untuk patogenesis delirium fokus pada peran neurotransmisi,

peradangan, dan stres kronik.3

Bukti ekstensif mendukung peranan defisiensi kolinergik. Administrasi

obat antikolinergik dapat menyebabkan delirium pada manusia dan hewan, dan

aktivitas serum antikolinergik meningkat pada pasien dengan delirium.

Dopaminergik berlebih juga berkontribusi pada delirium, kemungkinan

dikarenakan oleh efek pelepasan asetilkolin. Sitokin, terutama interleukin-1,

interleukin-2, interleukin-6, TNF-α, dan interferon dapat menyebabkan delirium

dengan meningkatkan permeabilitas darah-otak dan mengubah neurotransmisi.3

Stres kronis yang disebabkan oleh penyakit atau trauma dapat

mengaktifkan sistem saraf simpatik dan aksis hipotalamus-hipofisis-

adrenokortikal mengakibatkan peningkatan kadar sitokin serta hiperkortisolisme

memiliki efek merusak pada serotonin di hippokampal (5 - hydroxytryptamine [5-

HT]) reseptor 5-HT, yang berkontribusi pada delirium. Mengingat heterogenitas

dan sifat multifaktorial delirium, ada kemungkinan bahwa beberapa mekanisme

patogen juga berkontribusi terhadap perkembangan delirium.3

VI. MANIFESTASI KLINIS

Gejala klinis delirium tampak pada periode singkat dari beberapa jam

hingga beberapa hari. Gejala itu bahkan berfluktuasi sepanjang hari, sehingga

terkadang pasien akan mengalami keadaan tanpa gejala sama sekali. Beberapa ciri

gejala delirium terdapat di bawah ini:

Onsetnya akut

Terjadi tiba-tiba, biasanya dalam periode jam atau hari.

5

Page 6: Delirium

Berfluktuasi

Gejala datang dan pergi atau meningkat dan menurun pada periode 24 jam.

Tidak fokus

Kesulitan memfokuskan perhatian dan kesulitan mengikuti pembicaraan atau

mengikuti komando.

Pikiran yang tidak terorganisasi

Dapat dilihat dalam cara bicara yang tidak teratur atau inkoheren dan ide-ide

yang tidak logis.

Penurunan kesadaran

Kesadaran berkabut dan penurunan pasti kesadaran akan lingkungannya.

Defisit fungsi kognitif

Biasanya terjadi deficit global atau lokal pada kognisi termasuk disorientasi,

deficit memori, dan gangguan bahasa.

Gangguan persepsi

Ilusi atau halusinasi pada 30% pasien.

Gangguan psikomotor

Variasi gangguan psikomotor pada delirium:

o Hiperaktif, ditandai dengan agitasi dan kewaspadaan.

o Hipoaktif, ditandai dengan letargi, disertai penurunan fungsi motorik.

o Campuran

Gangguan siklus tidur-bangun

6

Page 7: Delirium

Ditandai dengan gangguan siklus tidur dan mengantuk, biasanya di siang hari,

insomnia di malam hari, tidur yang terfragmentasi, atau pembalikan siklus

bangun dan tidur.

Gangguan emosional

Sering terjadi dan bermanifestasi dalam gejala-gejala, seperti merasa takut,

paranoia, cemas, depresi, iritabilitas, apati, marah, atau euforia.1,4,7

VII. DIAGNOSIS

Terdapat beberapa langkah dalam mendiagnosis delirium. Pemeriksa dapat

menyimpulkannya melalui pemeriksaan status mental, kriteria diagnosis standar,

riwayat, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang:3

Pemeriksaan Status Mental3

Pasien dengan tanda-tanda gangguan kognitif memerlukan pemeriksaan status

mental. Penilaian akan perhatian pasien dinilai terlebih dahulu. Tes sederhana

dapat berupa pengulangan nama-nama tiga benda, kemampuan berhitung, dan

penamaan hari dalam seminggu ke depan dan belakang. Kurangnya perhatian

harus dibedakan dengan memori jangka pendek yang buruk.

Kriteria diagnostik Standar DSM-IV8,10

Setelah penilaian awal, berikutnya adalah menilai menggunakan kriteria

diagnostik standar seperti DSM (Diagnostic and Statistical Manual of Mental

Disorders) dapat digunakan. Terdapat beberapa kriteria diagnosis delirium

dalam DSM-IV:

1. Kriteria diagnostik delirium yang berhubungan dengan kondisi medik

umum

a. Gangguan kesadaran (berkurangnya kejernihan kesadaran terhadap

lingkungan dalam bentuk memusatkan, mempertahankan, dan

mengalihkan perhatian)

7

Page 8: Delirium

b. Hambatan dalam fungsi kognitif (hendaya daya ingat segera dan

jangka pendek namun daya ingat jangka panjang tetap utuh,

distorsi persepsi, ilusi dan halusinasi terutama visual, hendaya daya

pikir dan pengertian abstrak dengan atau tanpa waham sementara,

tetapi yang khas terdapat sedikit inkoherensi, disorientasi waktu,

tempat, dan orang)

c. Awitannya tiba-tiba (dalam beberapa jam atau hari), perjalanan

penyakitnya singkat dan ada kecenderungan berfluktuasi sepanjang

hari

d. Berdasarkan bukti dan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau

laboratorium untuk menemukan penyebab delirium ini

2. Kriteria diagnostik delirium yang disebabkan intoksikasi zat

a. Gangguan kesadaran (berkurangnya kejernihan kesadaran terhadap

lingkungan dalam bentuk memusatkan, mempertahankan, dan

mengalihkan perhatian)

b. Hambatan dalam fungsi kognitif (hendaya daya ingat segera dan

jangka pendek namun daya ingat jangka panjang tetap utuh,

distorsi persepsi, ilusi dan halusinasi terutama visual, hendaya daya

pikir dan pengertian abstrak dengan atau tanpa waham sementara,

tetapi yang khas terdapat sedikit inkoherensi, disorientasi waktu,

tempat, dan orang)

c. Awitannya tiba-tiba (dalam beberapa jam atau hari), perjalanan

penyakitnya singkat dan ada kecenderungan berfluktuasi sepanjang

hari

d. Berdasarkan bukti dan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau

laboratorium untuk menemukan delirium (i) atau (ii):

8

Page 9: Delirium

i. Gejala pada kriteria a dan b berkembang selama intoksikasi

zat

ii. Penggunaan intoksikasi disini untuk mengatasi penyebab

yang ada hubungan dengan gangguannya. Intoksikasi zat

yang menimbulkan delirium a.l: Alkohol, amfetamin (atau

yang mirip dengan amfetamin), kanabis, kokain,

halusinogen, inhalan, opioid, fensiklidin, sedatif, hipnotik,

ansiolitik, dsb. Juga zat lain seperti simetidin, digitalis,

benztropin

3. Kriteria diagnostik delirium yang disebabkan putus zat

a. Gangguan kesadaran (berkurangnya kejernihan kesadaran terhadap

lingkungan dalam bentuk memusatkan, mempertahankan, dan

mengalihkan perhatian)

b. Hambatan dalam fungsi kognitif (hendaya daya ingat segera dan

jangka pendek namun daya ingat jangka panjang tetap utuh,

distorsi persepsi, ilusi dan halusinasi terutama visual, hendaya daya

pikir dan pengertian abstrak dengan atau tanpa waham sementara,

tetapi yang khas terdapat sedikit inkoherensi, disorientasi waktu,

tempat, dan orang)

c. Awitannya tiba-tiba (dalam beberapa jam atau hari), perjalanan

penyakitnya singkat dan ada kecenderungan berfluktuasi sepanjang

hari

d. Berdasarkan bukti dan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau

laboratorium untuk menemukan penyakit delirium ini dalam

kriteria (i) dan (ii). Keadaan ini berkembang selama atau dalam

waktu singkat sesudah sindroma putus zat

4. Kriteria diagnostik delirium yang berkaitan dengan berbagai penyebab

9

Page 10: Delirium

a. Gangguan kesadaran (berkurangnya kejernihan kesadaran terhadap

lingkungan dalam bentuk memusatkan, mempertahankan, dan

mengalihkan perhatian)

b. Hambatan dalam fungsi kognitif (hendaya daya ingat segera dan

jangka pendek namun daya ingat jangka panjang tetap utuh,

distorsi persepsi, ilusi dan halusinasi terutama visual, hendaya daya

pikir dan pengertian abstrak dengan atau tanpa waham sementara,

tetapi yang khas terdapat sedikit inkoherensi, disorientasi waktu,

tempat, dan orang)

c. Awitannya tiba-tiba (dalam beberapa jam atau hari), perjalanan

penyakitnya singkat dan ada kecenderungan berfluktuasi sepanjang

hari

d. Berdasarkan bukti dan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau

laboratorium untuk menemukan etiologi delirium ini yang

disebabkan oleh lebih dari satu penyebab kondisi medik umum,

disertai intoksikasi zat atau efek samping medikasi

Sejalan dengan DSM-IV-TR, gambaran utama dari delirium adalah

kesadaran berkabut tentang lingkungan. Gejala yang secara umum terjadi pada

delirium adalah awitannya akut dan hampir sebagian besar dari delirium diawali

perubahan pola tidur, kelelahan yang sulit dijelaskan, mood yang berfluktuasi,

fobia terhadap tidur, gelisah, cemas, dan mimpi buruk yang sering muncul.1

Riwayat Pasien3

Riwayat diperoleh dengan menganamnesis keluarga, pengasuh, dan teman-

teman pasien. Hal ini dapat menentukan apakah perubahan status mental yang

terjadi merupakan delirium atau demensia. Riwayat juga dapat membedakan

gangguan jiwa lainnya dan delirium. Gangguan mental delirium

menyebabkan kurangnya perhatian atau kesadaran yang berfluktuasi, dan

timbulnya gangguan mental hampir selalu subakut. Sundowning merupakan

hal yang umum pada penderita demensia. Riwayat juga harus mencakup 10

Page 11: Delirium

penggunaan alkohol dan obat-obatan dengan fokus terutama pada obat-obatan

dengan efek pada sistem saraf pusat. Penambahan atau pengurangan dosis juga

perlu diperhatikan.

Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang3, 9

Pemeriksaan Fisik harus fokus pada tanda vital, status hidrasi, potensi infeksi,

dan pemeriksaan neurologis. Pada pemeriksaan neurologis, yang terpenting

ialah menguji tingkat kesadaran. Menguji tingkat kesadaran ada dua cara,

yaitu secara kualitatif dan kuantitatif. Pada kualitatif dapat ditemukan :

Compos mentis yaitu sadar sepenuhnya, dapat menjawab pertanyaan di

sekelilingnya

Apatis yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan

sekitarnya atau acuh tak acuh

Delirium yaitu gelisah, disorientasi, memberontak, berteriak-teriak,

berhalusinasi, kadang berkhayal

Somnolen yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang lambat,

mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang dan

kemudian tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal

Stupor yaitu keadaan seperti tertidur lelap tetapi ada respon terhadap nyeri

Koma yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap rangsangan

apapun

Pada kuantitatif dengan menggunakan GCS (Glasgow Coma Scale):

1. Menilai respon membuka mata (E)

(4) : spontan

(3) : dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata).

(2) : dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri, misalnya menekan

kuku jari)

(1) : tidak ada respon

2. Menilai respon verbal/bicara (V)

(5) : orientasi baik

(4) : bingung, berbicara mengacau ( sering bertanya berulang-ulang )

disorientasi tempat dan waktu.

11

Page 12: Delirium

(3) : kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih jelas, namun

tidak dalam satu kalimat. Misalnya “aduh…, bapak…”)

(2) : suara tanpa arti (mengerang)

(1) : tidak ada respon

3. Menilai respon motorik (M)

(6) : mengikuti perintah

(5) : melokalisir nyeri (menjangkau dan menjauhkan stimulus saat diberi

rangsang nyeri)

(4) : withdraws (menghindar / menarik ekstremitas atau tubuh menjauhi

stimulus saat diberi rangsang nyeri)

(3) : fleksi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas dada

dan

kaki ekstensi saat diberi rangsang nyeri).

(2) : ekstensi abnormal (tangan satu atau keduanya ekstensi di sisi tubuh,

dengan jari mengepal dan kaki ekstensi saat diberi rangsang nyeri).

(1) : tidak ada respon

Hasil pemeriksaan tingkat kesadaran berdasarkan GCS disajikan dalam simbol E,

V, dan M. Selanjutnya nilai-nilai dijumlahkan. Nilai GCS yang tertinggi adalah 15

yaitu E4V5M6 dan terendah adalah 3 yaitu E1V1M1. Setelah dilakukan skoring

maka dapat diambil kesimpulan :

Compos Mentis (GCS: 15-14)

Apatis (GCS: 13-12) /

Somnolen (GCS: 11-10)

Delirium (GCS: 9-7)

Stupor (GCS: 6-4)

Coma (GCS: 3)

Pemeriksaan penunjang biasanya mencakup CT-Scan atau MRI,

pemeriksaan penunjang untuk tersangka infeksi (misalnya kultur darah, x-ray

dada, dan urinalisis), dan pemeriksaan elektrolit, BUN, kreatinin, glukosa, level

darah terhadap obat-obatan yang diduga memiliki efek toksik, dan pemeriksaan

urin terhadap obat-obatan.3

12

Page 13: Delirium

Jika diagnosis masih belum jelas, pemeriksaan lebih lanjut seperti GDA,

tes fungsi hati, pengukuran serum kalsium dan albumin, TSH, vitamin B12, ESR,

ANA, dan VLDR. Dan jika masih belum jelas lagi, pengujian dapat mencakup

analisa CSF (terutama untuk menyingkirkan meningitis, ensefalitis, atau

perdarahan subarakhnoid), pengukuran serum amonia, dan pemeriksaan logam

berat.3

VIII. DIAGNOSA BANDING

Delirium seringkali didiagnosis banding dengan demensia. Perbedaan

paling nyata tampak pada awitannya, yaitu delirium awitannya tiba-tiba,

sedangkan pada demensia berjalan perlahan, meskipun kedua kondisi tersebut

mengalami gangguan kognitif, tetapi pada demensia lebih stabil, sedangkan pada

delirium berfluktuasi.1

Gambaran Klinis Delirium Demensia

Gangguan Daya Ingat +++ +++

Gangguan Proses Pikir +++ +++

Gangguan Daya Nilai +++ +++

Gangguan Berkabut +++ -

Major Attention Deficits +++ +

Fluktuasi Perjalanan Penyakit (1 hari) +++ +

Disorientasi +++ ++

Gangguan Persepsi Jelas ++ -

Inkoherensi ++ +

Gangguan Siklus Tidur-Bangun ++ +

13

Page 14: Delirium

Eksaserbasi Nokturnal ++ +

Insight/Tilikan ++ +

Awitan Akut/Subakut ++ -

Gambar 2. Perbedaan Klinis Delirium dan Demensia.1

Delirium juga harus dibedakan dari skizofrenia dan gangguan depresi.

Beberapa pasien dengan gangguan psikotik terutama skizofrenia atau episode

manik mungkin pada satu keadaan menunjukkan perilaku yang sangat kacau sulit

dibedakan dengan delirium. Secara umum, halusinasi dan waham pada pasien

skizofrenia lebih konstan dan lebih terorganisasi dibandingkan dengan kondisi

pasien delirium.1

Pasien mungkin mengalami gejala hipoaktif dari delirium mungkin

menunjukkan gejala yang sama dengan pasien depresi berat, tetapi untuk

membedakannya dapat dilakukan pemeriksaan EEG.1

IX. PENATALAKSANAAN

Dalam mengobati delirium, hal yang paling utama adalah mengobati

penyebabnya. Bila penyebabnya akibat toksisitas antikolinergik, maka digunakan

pisostigmin salisilat 1-2 mg intravena atau intramuskular dan dapat diulang 15-30

menit bila diperlukan.1,3, 7

Dua gejala utama delirium yang memerlukan terapi obat yaitu psikosis dan

insomnia. Obat yang dianggap cocok untuk psikosis adalah haloperidol.

Pemberian dosis obat tergantung umur, berat badan, dan kondisi pasien tersebut.

Umumnya pemberian haloperidol berkisar antara 2-10 mg intramuskular dan

dapat diulang satu jam kemudian bila pasien masih menunjukkan agitasi.1,3,7

Segera bila pasien sudah tenang dapat diberikan obat secara peroral yang

terbagi atas dua dosis yaitu sepertiganya diberikan pada pagi hari dan dua pertiga

pada saat tidur. Untuk mencapai dosis yang sama seperti suntikan, maka jumlah

14

Page 15: Delirium

dosis yang diberikan peroral satu setengah kali dari dosis suntik. Dosis efektif

haloperidol pada kebanyakan penderita delirium berkisar antara 5-50 mg.1,3

Pemberian golongan fenotiazine, sebaiknya dihindari karena dihubungkan

dengan aktivitas antikolinergik yang bermakna. Insomnia sebaiknya diatasi

dengan golongan benzodiazepine yang mempunyai waktu paruh pendek atau

menengah seperti lorazepam 1-2 mg sebelum saat tidur.1,3,

Walaupun dikatakan bahwa terapi kejang listrik (ECT) dapat memperbaiki

delirium, tetapi sebaiknya tidak digunakan. Jikalau delirium ada hubungannya

dengan nyeri yang sangat atau sesak nafas, jangan ragu-ragu untuk memberikan

opioid .karena dapat mengatasi nyeri dan dapat membuat tidur.1,11

Gambar 3. Terapi untuk delirium.3

X. PROGNOSIS

Angka morbiditas dan mortalitas lebih tinggi pada pasien delirium ketika

mereka dirawat di rumah sakit atau yang mengidap delirium selama rawat inap, 35

15

Page 16: Delirium

sampai 40% dari pasien rawat inap dengan delirium meninggal dalam waktu 1

tahun. Delirium karena kondisi tertentu (misalnya, hipoglikemia, keracunan obat

atau alkohol, infeksi, faktor iatrogenik, toksisitas obat, ketidakseimbangan

elektrolit) biasanya cepat sembuh dengan pengobatan.3, 11, 12

Pasien delirium dapat sembuh total. Namun, pemulihan mungkin lambat

(hari, minggu, bahkan bulan), terutama pada orang tua, sehingga pasien lebih lama

di rumah sakit, Pasien juga dapat mengalami peningkatan risiko dan tingkat

keparahan komplikasi, biaya meningkat, dan cacat jangka panjang. Beberapa

pasien tidak pernah sepenuhnya pulih dari delirium. Dua tahun setelah delirium

terjadi, risiko kognitif, penurunan fungsional, dan kematian meningkat.3,11,12

KESIMPULAN

Delirium adalah suatu sindrom yang ditandai dengan gangguan

kesadaran dan kognisi yang terjadi secara akut dan berfluktuasi. Yang

disebabkan oleh multifaktorial dibagi atas dua yaitu neurologis dan non

neurologis. Patogenesis delirium sampai saat ini masih belum dipahami

tapi beberapa hipotesis menyatakan patogenesis fokus pada peran

16

Page 17: Delirium

neurotransmisi, peradangan, dan stres kronik. Gejala klinik delirium yaitu :

Onsetnya akut, Berfluktuasi, Tidak fokus, Pikiran yang tidak terorganisasi,

Penurunan kesadaran, Defisit fungsi kognitif, Gangguan persepsi,

Gangguan psikomotor, Gangguan siklus tidur-bangun, Gangguan

emosional.

Untuk mendiagnosis delirium dilakukan Pemeriksaan Status

Mental, Kriteria diagnostik Standar DSM-IV, Riwayat Pasien, Pemeriksaan

Fisik dan Pemeriksaan Penunjang. Obat yang diberikan yaitu untuk gejala

psikotik dan insomnia yaitu benzodiazepine dan haloperidol

Pasien delirium dapat sembuh total. Namun, pemulihan mungkin

lambat (hari, minggu, bahkan bulan), terutama pada orang tua, sehingga

pasien lebih lama di rumah sakit, Pasien juga dapat mengalami

peningkatan risiko dan tingkat keparahan komplikasi, biaya meningkat,

dan cacat jangka panjang. Beberapa pasien tidak pernah sepenuhnya pulih

dari delirium

17

Page 18: Delirium

DAFTAR PUSTAKA

1. Elvira SD, Hadisukanto G. Buku Ajar Psikiatri: Delirium. Jakarta:

Badan Penerbit FKUI. 2010. p.99-105.

2. Greenberg DB. Preventing Delirium at the End of Life: Lessons From

Recent Research. Primary Care Companion J Clin Psychiatry

2003;5(2): 61-7. Tersedia dari:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC353038.

3. Huang J. Delirium. The Merck Manual for Health Care Professional.

Merck; 2013 [diunduh tanggal 7 Februari 2014]. Tersedia dari:

http://www.merckmanuals.com/professional/neurologic_disorders/deli

rium_and_dementia/delirium.html.

4. Inouye SK. Delirium in Older Persons. N Engl J Med 2006; 354: 1157-

65. Tersedia dari:

http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMra052321.

5. Mayo Clinic Staff. Delirium. Diseases and Conditions [document on

the internet]. Mayoclinic online; 2012 Aug 15 [diunduh 7 Februari

2014]. Tersedia dari:

http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/delirium/basics/definiti

on/con-20033982.

18

Page 19: Delirium

6. Brown T, Boyle M. ABC of psycological Medicine. Delirium. Mayou

R, Sharpe M, Carson A.Editors. London : BMJ publishing Group

2013. P. 49-51

7. Amir N, Pamusu D, Aritonang I. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran

(PNPK) Jiwa/Psikiatri. Delirium. Jakarta : PP PDSKJI. 2012. P.4-6

8. Maslim, Rusdi. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-

III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya. 2001.

p.27-8.

9. Jennet B. Development of Glasgow Coma and Outcome Scales. Nepal

J of Neuroscience 2005;2: 24-48. Tersedia dari:

www.neuroscience.org.np/14j.pdf .

10. First MB, Tasmon A. Clinical Guide To The Diagnosis And

Treathment of Mental disorder. Delirium, Dementia and amnestic

disorder. New York : John Wiley. 2006. P 84-91

11. National Institutes of Health. Delirium [document on the Internet].

Medline Plus Online; 2013 [diperbaharui tanggal 27 Februari 2013;

diunduh 8 Februari 2014]. Tersedia dari:

http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000740.htm.

12. Australian Government. Complication of Delirium [document on the

Internet Perth: Curtin University; 2009 [diunduh tanggal 8 Februari

2014]. Tersedia dari:

http://cra.curtin.edu.au/local/docs/delirium_training_package/

ManagementOfConfusionFinalMarch09/module01/complications-

delirium.html.

19