definisi-blok anestesi rb
DESCRIPTION
anastesiTRANSCRIPT
BAB 1
Anastesi Lokal
1.1 Definisi Anestesi Lokal di Bidang Kedokteran Gigi
Anestesi adalah hilangnya semua bentuk sensasi termasuk sakit, sentuhan, persepsi
temperatur dan tekanan dan dapat disertai dengan terganggunya fungsi motorik. Bila hanya
sebagian dari tubuh yang terpengaruh, dapat digunakan istilah anestesi lokal atau analgesia
lokal.
Anestesi lokal menghambat impuls konduksi secara reversibel sepanjang akson saraf
dan membran eksitabel lainnya yang menggunakan saluran natrium sebagai alat utama
pembangkit potensial aksi. Secara klinik, kerja ini dimanfaatkan untuk menghambat sensasi
sakit dari atau impuls vasokonstriktor simpatis ke bagian tubuh tertentu. Hingga saat ini
belum ada obat anestesi yang ideal, dan pengembangan obat masih terus diteliti. Namun,
walaupun relatif mudah untuk mensintesis suatu zat kimia yang mempunyai efek anestesi
lokal tetapi sangat sulit mengurangi efek toksik yang lebih kecil dari obat yang ada saat ini.
Alasan utama kesulitan tersebut adalah kenyataan bahwa toksisitas yang sangat serius dari
obat anestesi lokal merupakan perluasan efek terapinya pada otak dan sistem sirkulasi.
Anestesi lokal adalah obat yang menghasilkan blokade konduksi atau blokade lorong
natrium pada dinding saraf secara sementara terhadap rangsang transmisi sepanjang saraf,
jika digunakan pada saraf sentral atau perifer. Anestetik lokal setelah keluar dari saraf diikuti
oleh pulihnya konduksi saraf secara spontan dan lengkap tanpa diikuti oleh kerusakan
struktur saraf.
1
Obat bius lokal mencegah pembentukan dan konduksi impuls saraf. Tempat kerjanya
terutama di selaput lendir. Disamping itu, anestesia lokal mengganggu fungsi semua organ
dimana terjadi konduksi/transmisi dari beberapa impuls.
Artinya, anestesi lokal mempunyai efek yang penting terhadap SSP, ganglia otonom,
cabang-cabang neuromuskular dan semua jaringan otot. Persyaratan obat yang boleh
digunakan sebagai anestesi lokal:
1. Tidak mengiritasi dan tidak merusak jaringan saraf secara permanen
2. Batas keamanan harus lebar
3. Efektif dengan pemberian secara injeksi atau penggunaan setempat pada membran
mukosa
4. Mulai kerjanya harus sesingkat mungkin dan bertahan untuk jangka waktu yang
cukup lama
5. Dapat larut air dan menghasilkan larutan yang stabil, juga stabil terhadap pemanasan.
1.2 Struktur Anestesi Lokal
Anastesi lokal dapat digolongkan secara kimiawi dalam beberapa kelompok sebagai
berikut.
1.2.1 Senyawa ester (-COOC-)
Adanya ikatan ester sangat menentukan sifat anastesi lokal sebab pada degradasi dan
inanaktivasi di dalam tubuh, gugus tersebut akan dihidrolosis. Karena itu golongan ester
umumnya kurang stabil dan mudah mengalami metabolisme dibandingkan golongan amida.
Anestesi lokal yang tergolong dalam senyawa ester adalah kokain, benzokain (amerikain),
ametocain, prokain (Novocain), tetrakain (pontocain), kloroprokain (nesacaine).
1.2.2 Senyawa amida (-NHCO-)
2
Lidokain (xylocaine, lignocaine), mepivacaine (carbocaine), prilokain (citanest),
bupivacain (marcaine), etidokain (duranest), dibukain (nupercaine), ropikaine (naropine),
levobupivacaine (chirocaine).
1.2.3 Lainnya : fenol, benzilalkohol dan etil klorida
Semua obat tersebut di atas adalah sintesis, kecuali kokain yang alamiah.
1.3 Mekanisme Kerja
Obat bekerja pada reseptor spesifik pada saluran natrium, mencegah peningkatan
permeabilitas sel saraf terhadap ion natrium dan kalium, sehingga terjadi depolarisasi pada
selaput saraf dan hasilnya tak terjadi konduksi saraf. Potensi dipengaruhi oleh kelarutan
dalam lemak, makin larut makin poten. Ikatan dengan protein mempengaruhi lama kerja dan
konstanta dissosiasi (pKa) menentukan awal kerja. Konsentrasi minimal anestetika lokal
dipengaruhi oleh: ukuran, jenis dan mielinisasi saraf; pH (asidosis menghambat blockade
saraf), frekuensi stimulasi saraf.
Mula kerja bergantung beberapa faktor, yaitu: pKa mendekati pH fisiologis sehingga
konsentrasi bagian tak terionisasi meningkat dan dapat menembus membran sel saraf
sehingga menghasilkan mula kerja cepat, alkalinisasi anestetika lokal membuat mula kerja
cepat, konsentrasi obat anestetika lokal.
Lama kerja dipengaruhi oleh: ikatan dengan protein plasma, karena reseptor
anestetika lokal adalah protein; dipengaruhi oleh kecepatan absorpsi; dipengaruhi oleh
banyaknya pembuluh darah perifer di daerah anestesi.
1.3.1 Farmakokinetik
1.3.1.1 Absorbsi
3
Sebagian besar selaput lendir (misalnya, konjungtiva okular, mukosa trakea)
memberikan penghalang lemah untuk penetrasi anestesi lokal, mengarah ke onset cepat
tindakan. Kulit utuh, di sisi lain, membutuhkan konsentrasi air yang tinggi untuk penetrasi
dan konsentrasi tinggi lemak-larut dasar anestesi lokal untuk memastikan analgesia. Krim
EMLA (mudah meleleh terdiri dari campuran anestesi lokal) terdiri dari campuran 1:1 dari
lidokain 5% dan prilocaine 5% dalam emulsi minyak-dalam-air. Dermal analgesia yang
cukup untuk memulai jalur intravena membutuhkan waktu kontak minimal 1 jam di bawah
dressing oklusif. Kedalaman penetrasi (biasanya 3-5 mm), durasi tindakan (biasanya 1-2 h),
dan jumlah obat yang diserap tergantung pada waktu aplikasi, aliran darah dermal, ketebalan
keratin, dan dosis total diberikan. Biasanya, 1-2 g krim diterapkan per 10-cm2 daerah kulit,
dengan luas aplikasi maksimum 2000 cm2 pada orang dewasa (100 cm2 pada anak-anak
dengan berat kurang dari 10 kg).
Efek samping termasuk blansing kulit, eritema, dan edema. EMLA cream tidak boleh
digunakan pada selaput lendir, kulit rusak, bayi kurang dari 1 bulan, atau pasien dengan
kecenderungan untuk methemoglobinemia.
Penyerapan sistemik obat bius lokal yang disuntikkan tergantung pada aliran darah,
yang ditentukan oleh faktor-faktor berikut:
1. Tempat suntikan
Kecepatan absorbsi sistemik sebanding dengan banyaknya vaskularisasi tempat
suntikan: absorbsi intravena > trakeal > kaudal > para servikal > epidural > pleksus brakhialis
> skiatrik > subkutan.
2. Penambahan Vasokontriktor
Penambahan epinefrin (atau vasokonstriksi kurang umum fenilefrin) mempengaruhi
lokasi administrasi. Penyerapan menurun akibat meningkatnya serapan neuronal,
meningkatnya kualitas analgesia, memperpanjang durasi tindakan, dan efek samping toksik
4
terbatas. Efek dari vasokonstriktor yang lebih jelas dengan agen short-acting. Misalnya,
penambahan epinefrin untuk lidokain biasanya memperpanjang durasi anestesi paling sedikit
50%, tetapi epinefrin juga berpengaruh sedikit atau tidak ketika ditambahkan ke bupivakain,
yang lama durasi tindakan adalah karena tingkat tinggi protein mengikat. Epinefrin juga
dapat meningkatkan dan memperpanjang analgesia melalui aktivasi reseptor 2-adrenergik.
3. Karakteristik obat anestesi lokal
Obat anestetika lokal terikat kuat pada jaringan sehingga dapat diabsorpsi secara
lambat.
1.3.1.2 Distribusi
Distribusi dipengaruhi oleh ambilan organ ( organ uptake) dan di tentukan oleh faktor
– faktor :
1. Perfusi Jaringan
Perfusi pada organ (otak, paru-paru, hati, ginjal, dan jantung) bertanggung jawab atas
pengambilan cepat awal (fase), yang diikuti oleh redistribusi lebih lambat (fase) untuk
jaringan perfusi sedang (otot dan usus). Secara khusus, paru ekstrak sejumlah besar anestesi
lokal, akibatnya ambang batas untuk toksisitas sistemik melibatkan dosis yang lebih rendah
berikut suntikan arteri dari suntikan vena.
2. Koefisiensi partisi jaringan / darah
Protein plasma mengikat kuat cenderung untuk mempertahankan anestesi dalam
darah, sedangkan kelarutan lipid tinggi memfasilitasi pengambilan jaringan.
3. Masa jaringan
Otot menyediakan reservoir terbesar bagi agen anestesi lokal karena massa yang
besar.
1.3.1.3 Metabolisme dan ekresi
Metabolisme dan ekskresi bius lokal berbeda tergantung pada struktur:
5
1. Esters
Anestesi Ester lokal terutama dimetabolisme oleh pseudocholinesterase (plasma
cholinesterase atau butyrylcholinesterase). Hidrolisis Ester sangat cepat, dan metabolit larut
air akan dikeluarkan melalui urin. Prokain dan benzokain dimetabolisme menjadi asam p-
aminobenzoic (PABA), yang telah dikaitkan dengan reaksi alergi. Pasien dengan
pseudocholinesterase genetik abnormal pada peningkatan risiko untuk efek samping beracun,
sebagai metabolisme lebih lambat. cairan serebrospinal tidak memiliki enzim esterase,
sehingga penghentian tindakan anestesi ester intrathecally disuntik lokal, misalnya,
tetracaine, tergantung pada penyerapan mereka ke dalam aliran darah. Berbeda dengan
anestesi ester lainnya, kokain sebagian dimetabolisme (N-metilasi dan hidrolisis ester) dalam
hati dan sebagian tidak berubah diekskresi dalam urin.
2. Amida
Anestesi Amide lokal dimetabolisme (N-dealkylation dan hidroksilasi) oleh
mikrosoma P-450 enzim dalam hati. Tingkat metabolisme amida tergantung pada agen
tertentu (prilocaine> lidocaine> mepivacaine> ropivacaine> bupivakain), tapi secara
keseluruhan jauh lebih lambat dibandingkan dengan hidrolisis ester. Penurunan fungsi hati
(misalnya sirosis hati) atau hati aliran darah (misalnya, gagal jantung kongestif, vasopressors,
atau bloker H2-reseptor) akan mengurangi tingkat metabolisme dan predisposisi pasien
terhadap keracunan sistemik. Sangat sedikit obat diekskresikan tidak berubah oleh ginjal,
meskipun metabolit bergantung pada clearance ginjal.
1.4 Indikasi dan Kontraindikasi Anestesi Lokal
1.4.1 Indikasi Anestesi Lokal
• Menghilangkan rasa sakit pada gigi dan jaringan pendukung
• Sedikit perubahan dari fisiologi normal pada pasien lemah
6
• Insidensi morbiditas rendah
• Pasien pulang tanpa pengantar
• Tidak perlu tambahan tenaga terlatih
• Teknik tidak sukar dilakukan
• Persentase kegagalan kecil
• Pasien tidak perlu berpuasa
1.4.2 Kontraindikasi Anestesi Lokal
• Pasien menolak / takut/ khawatir
• Infeksi
• Di bawah umur
• Alergi
• Bedah mulut besar
• Penderita gangguan mental
• Anomali lain
1.5 Persiapan Pra-anestesi
1.5.1 Persiapan Diri Anestetis
Perawat anestesi harus sehat fisik dan psikis, memiliki pengetahuan dan keterampilan
anestesi yang memadai serta memiliki kemauan yang kuat untuk meningkatkan
kemampuannya.
Perawat anestesi yang bekerja tanpa supervisi dokter spesialis anestesi, misal perawat
anestesi yang bertugas di daerah, harus memiliki sikap mental yang kuat. Dia tidak boleh
gampang gugup dan cepat panik. Sebab tindakan anestesi merupakan tindakan yang
7
berbahaya dan mengancam jiwa pasien. Apabila perawat anestesi tidak memiliki sikap mental
yang kuat maka dia akan panik dan gugup sehingga prosedur tindakan penyelamatan pasien
tidak dapat dijalankan, akibatnya jiwa pasien melayang.
Memiliki pengetahuan teoritis semata belumlah cukup untuk menjadi perawat anestesi
yang baik. Pengetahuan tersebut harus didukung oleh sikap mental dan keterampilan yang
baik pula.
1.5.2 Persiapan sarana (alat dan obat)
Persiapan ini meliputi persiapan obat-obat anestesia, obat pendukung anestesia dan
obat resusitasi. Adapun peralatan yang disiapkan adalah :
- mesin anestesi
- set intubasi termasuk bag and mask (ambubag)
- alat pemantau tanda vital
- alat/bahan untuk antisepsis (kalau menggunakan anestesi regional)
- alat-alat penunjang :
o alat pengisap (suction)
o sandaran infus
o sandaran tangan
o bantal
o tali pengikat tangan
8
o anesthesia pin screen / boug
o dll
Sarana obat meliputi :
- obat anestesi :
o obat premedikasi
o obat induksi
o obat anestesi volatil / abar
- obat resusitasi
- obat penunjang anestesi :
o pelumpuh otot
o anti dot
o hemostatika
o obat lain sesuai dengan jenis operasi.
1.5.3 Persiapan Pasien
Persiapan pasien dapat dilakukan mulai di ruang perawatan (bangsal), dari rumah
pasien ataupun dari ruang penerimaan pasien di kamar operasi. Bergantung dengan berat
ringannya tindakan pembedahan yang akan dijalankan serta kondisi pasien.
9
Pasien dengan operasi elektif sebaiknya telah diperiksa dan dipersiapkan oleh petugas
anestesi pada H-2 hari pelaksanaan pembedahan. Sedangkan pasien operasi
darurat, persiapannya lebih singkat lagi. Mungkin beberapa jam sebelum dilaksanakan
pembedahan.
Pasien dianamnesa tentang penyakit yang dia derita, penyakit penyerta, penyakit
herediter, pengobatan yang sedang dia jalani, riwayat alergi, kebiasaan hidup (olahraga,
merokok, minum alkohol dll). Kemudian dilakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang (laboratorium dan radiologi).
Perlu pula dianamnesa riwayat pembedahan, pembiusan serta komplikasi yang
dialami pasien. Berapa lama dia menjalani perawatan. Misal, pasien yang pernah menjalani
operasi pengangkatan nevus tapi pasca operasinya dirawat di ruang rawat intensif (ICU),
maka petugas anestesi harus waspada. Pasien ini memiliki masalah yang serius.
1.5.4 Persiapan Pembedahan
Secara umum, persiapan pembedahan antara lain :
1. Pengosongan lambung : dengan cara puasa, memasang NGT.
2. Pengosongan kandung kemih.
3. Informed consent (Surat izin operasi dan anestesi).
4. Pemeriksaan fisik ulang
5. Pelepasan kosmetik, gigi palsu, lensa kontak dan asesori lainnya.
6. Premedikasi secara intramuskular ½ - 1 jam menjelang operasi atau secara intravena
jika diberikan beberapa menit sebelum operasi.
10
Lama puasa pada orang dewasa kira-kira 6-8 jam, anak-anak 4-6 jam, bayi 2 jam (stop
ASI). Pada operasi darurat, pasien tidak puasa, maka dilakukan pemasangan NGT untuk
dekompresi lambung.
Persiapan operasi harus optimal dan sempurna walaupun waktu yang tersedia amat
sempit. Keberhasilan anestesi sangat ditentukan oleh kunjungan pra anestesi.
1.5.5 Kunjungan Pra-anestesi
Kunjungan pra anestesi bertujuan untuk :
1. Mengetahui riwayat penyakit bedah dan penyakit penyerta, riwayat penyakit sekarang
dan penyakit dahulu.
2. Mengenal dan menjalin hubungan dengan pasien.
3. Menyiapkan fisik dan mental pasien secara umum (optimalisasi keadaan umum).
4. Merencanakan obat dan teknik anestesi yang sesuai.
5. Merancang perawatan pasca anestesi.
6. Memprediksi komplikasi yang mungkin terjadi.
7. Memperhitungkan bahaya dan komplikasi.
8. Menentukan status ASA pasien.
Secara umum, tujuan kunjungan pra anestesi adalah menekan mobiditas dan mortalitas.
1.5.6 Anamnesis
Dalam anamnesis, dilakukan :
1. Identifikasi pasien
2. Riwayat penyakit, riwayat penggunaan obat, riwayat alergi.
11
3. Riwayat anestesi dan pembedahan yang lalu.
Ketika pasien menyatakan alergi terhadap suatu obat/zat, maka petugas anestesi perlu
mengkonfirmasi apakah kejadian tersebut betul-betul alergi ataukah hanya rasa tidak enak
setelah penggunaan obat tersebut.
Alergi perlu diwaspadai karena alergi dapat menimbulkan bahaya besar seperti syok
anafilaktik dan edema angioneurotik.
Narkotika dan psikotropika (terutama sedatif) saat ini sudah sering disalahgunakan
oleh masyarakat awam. Hal ini perlu diwaspadai oleh petugas anestesi. Oleh karena itu,
dalam anamnesis, petugas harus mampu memperoleh keterangan yang jujur dari pasien.
Pada pasien dengan operasi darurat, mungkin di Instalasi Gawat Darurat dia telah
mendapatkan narkotika dan sedatif, namun petugas di IGD terlupa menuliskan di buku rekam
medis pasien. Agar tidak terjadi pemberian yang tumpang tindih, sebaiknya petugas anestesi
juga menanyakan hal tersebut kepada petugas IGD.
1.5.7 Pemeriksaan Fisik dan Penunjang
Pemeriksaan fisik pada prinsipnya dilakukan terhadap organ dan bagian tubuh seperti :
1. Keadaan umum : berat badan, tinggi badan, tanda-tanda vital.
2. Status gizi : obesitas, kaheksia
3. Status psikis
4. Sistemik :
a. Kepala leher :
i. Mulut : bentuk lidah, derajat Mallampati
12
ii. Gigi geligi : gigi palsu, gigi goyah
iii. Mandibula : bentuk mandibula.
iv. Hidung : tes patensi lubang hidung, obstruksi.
v. Leher : bentuk leher (kesan : pendek / kaku), penyakit di leher (sikatrik,
struma, tumor) yang akan menyulitkan intubasi.
vi. Asesori : lensa kontak.
b. Toraks (Jantung dan paru) : tanda-tanda penyakit pernapasan dan sirkulasi.
c. Abdomen : sirosis, kembung
d. Ekstremitas : melihat bentuk vena, tanda-tanda edema.
e. Tulang belakang /vertebra : jika akan dilakukan anestesi subarakhonoid ataupun
epidural. Apakah ada skoliosis, athrosis, infeksi kulit di punggung ?
f. Sistem persarafan.
Abdomen yang kembung bisa disebabkan oleh udara atau cairan (sirosis). Kembung
pada bayi akan berakibat fatal karena bayi akan kesulitan untuk bernapas. Sehingga perlu
penatalaksanaan pra bedah terhadap bayi yang kembung.
Jantung harus diperiksa secara teliti, apakah terdapat penyakit jantung ? Jika ada,
apakah masih dalam fase kompensasi atau dekompensasi ? Jantung yang dalam fase
kompensasi, masih relatif aman untuk dianestesi.
Pemeriksaan penunjang terdiri dari periksaan laboratorium dan radiologi.
Pemeriksaan laboratorium terbagi menjadi pemeriksaan rutin dan khusus.
Data laboratorium yang harus diketahui diantaranya :
13
- hemoglobin (minimal 8% untuk bedah elektif)
- leukosit
- hitung jenis
- golongan darah
- clotting time dan bleeding time
- Atas indikasi dilakukan skrining : HBSAg
- Jika usia > 40 tahun, perlu diperiksa elektrolit (terutama natrium dan kalium), ureum,
kreatinin.
- Urinalisis : tes reduksi, tes sedimen
Sedangkan pemeriksaan radiologis dan pemeriksaan lainnya yang diperlukan
diantaranya foto toraks, EKG pada pasien berusia > 40 tahun atau bila ada sangkaan penyakit
jantung, Echokardiografi (wajib pada penderita jantung), dan tes faal paru (spirometri).
Jika diperlukan, pasien dikonsulkan ke bagian lain (penyakit dalam, jantung, dll)
untuk memperoleh gambaran kondisi pasien secara lebih spesifik. Konsultasi bukan untuk
meminta kesimpulan / keputusan apakah pasien ini boleh dianestesi atau tidak. Keputusan
akhir tetap beradaa di tangan anestetis. Setelah kondisi pasien diketahui, anestetis kemudian
dapat meramalkan prognosa pasien serta merencakan teknik dan obat anestesi yang akan
digunakan. Prognosa dibuat berdasarkan kriteria yang dikeluarkan ASA (American Society
of Anesthesiologist).
ASA 1 ; tanpa ada penyakit sistemik
14
ASA 2 ; kelainan sistemik ringan sampai sedang. Misalnya apendisitis akut tanpa komplikasi
ASA 3 ; kelainan sistemik berat, ketergantungan pada obat-obat, aktivitas terbatas. Misal
ileus
ASA 4; kelainan sistemik berat yang mengancam nyawa, sangat tergantung dengan obat-
obat, aktivitas sangat terbatas.
ASA 5; dioperasi ataupun tidak, dalam 24 jam akan mati juga. Tanda-tandanya : nadi tidak
teraba, pasien ruptur aneurisma aorta.
Pasien usia > 60 tahun, pasien obesitas tergolong kategori ASA 2.
Teknik dan obat yang akan digunakan, disesuaikan dengan kondisi pasien, termasuk
kondisi ekonomi.
Apakah nanti pasien diberi anestesi umum ataukah anestesi regional ? Jika memakai
anestesi umum, teknik apa yang digunakan ? Intravena, Inhalasi atau campuran ? Apakah
nanti pasien dipasang sungkup (facemask), Laryngeal Mask Airway, Intubasi endotrakeal ?
Apakah nanti napasnya dikendalikan ataukan di-spontan-kan ? dst.
Sebelum melakukan prosedur anestesia, penting sekali memberikan informasi tentang
risiko anestesi, kepada pasien atau penanggungjawab pasien. Risiko tindakan harus
disampaikan ke pihak yang bertanggung jawab atas diri pasien, yakni pihak yang
memberikan persetujuan dan menandatangani surat izin operasi / surat izin anestesi.
1.6 Komplikasi Lokal dan Sistemik Akibat Anestesi Lokal
Dosis umum pemakaian aman dari analgesik lokal adalah 2 % lidocaine dan 1:80.000
adrenalin. Walaupun demikian, dokter bedah mulut harus mengetahui tentang komplikasi
15
yang mungkin terjadi, sehingga apabila komplikasi tersebut timbul, diagnosis awal dan
perawatan yang cocok dapat segera dilakukan untuk mencegah komplikasi bertambah parah.
1.6.1 Komplikasi Lokal
1.6.1.1 Failure to obtain analgesia
Terjadi akibat kesalahan pada teknik pemberian analgesik. Komplikasi ini juga
kadang terjadi akibat adanya infeksi. Analgesik lokal harus diberikan pada daerah yang tidak
terinfeksi. Apabila pemberian analgesik kurang, lakukan ulang prosedur pemberian analgesik.
1.6.1.2 Pain during injection
Hal ini disebabkan karena teknik yang salah, dokter harus memberikan analgesik
secara gentle dan perlahan. Rasa tidak nyaman bisa dikurangi dengan cara menghangatkan
cartridge sebelum penggunaan.
1.6.1.3 Hematoma formation
Penyebaran darah ke rongga ekstravaskuler, terlihat adanya perubahan warna kulit
menjadi lebih biru. Pencegahan dapat dilakukan dengan mengetahui anatomi, menggunakan
jarum pendek untuk nervus alveolar superior posterior, menusukkan jarum secara minimal
terhadap jaringan, dan tidak menggunakan jarum untuk memeriksa jaringan.
1.6.1.4 Intravaskular injection
Dapat dicegah dengan penggunaan jarum suntik aspirasi. Tidak ada efek lokal selain
hematoma kecil.
1.6.1.5 Blanching
Timbulnya kepucatan di kulit (warna putih) pada lokasi pemberian anestesi, hal ini
terjadi akibat kombinasi dari vasokonstriktor dengan tekanan hidrostatik dari larutan anestesi.
1.6.1.6 Trismus
16
Gangguan motoris dari nervus trigeminus, khususnya spasme M. Mastikatorius
disertai sulit membuka mulut. Penyebabnya adalah trauma pembuluh darah pada
intratemporal fossa, anestesi lokal yang bercampur alkohol dapat berdifusi ke jaringan dan
mengiritasi M.Mastikatorius yang mengakibatkan trismus, infeksi ringan di otot, atau injeksi
anestesi yang banyak akan mengiritasi jaringan serta otot dan akan mengakibatkan trismus.
1.6.1.7 Paralysis
Penyebab paralysis biasanya terjadi saat penyuntikan nervus alveolar inferior. Kadang
insersi jarum terlalu dalam masuk ke kelenjar parotis sehingga cabang-cabang saraf wajah
teranestesi, terjadi paralysis otot wajah. Pasien tidak bisa mengaktifkan orbikularis okuli.
1.6.1.8 Prolonged impairment of sensation
Bisa terjadi beberapa jam / hari setelah pemberian anestesi lokal. Penyebabnya trauma
saraf, anestetikum bercampur alkohol / larutan sterilisasi, atau karena perdarahan sekitar
saraf.
1.6.1.9 Lip trauma
Banyak terjadi pada anak-anak, cacat mental atau fisik. Disebabkan rasa baal pada
lidah dan bibir. Pencegahannya, orang tua harus mengawasi anaknya.
1.6.1.10 Visual disturbance
Karena nervus optalmikus teranestesi. Setelah efek obat hilang, penglihatan akan
kembali normal. Beritahu pasien bahwa hal ini bersifat sementara.
1.6.1.11 Lesi intra oral
Penyebabnya adalah trauma jarum terhadap jaringan mukosa.
1.6.1.12 Infeksi
Penyebabnya adalah kontaminasi jarum yang juga dapat menyebabkan trismus.
1.6.1.13 Jarum patah
17
Disebabkan oleh kesalahan teknik anestesi lokal, kelainan anatomi pasien, jarum yang
disterilkan berulang-ulang. Biasanya paling sering disebabkan oleh gerakan yang timbul
secara tiba-tiba.
1.6.2 Komplikasi Sistemik
1.6.2.1 Reaksi psikis
Pingsan / serangan vasovagal ini adalah komplikasi yang sering terjadi. Merupakan
gangguan emosional sebelum penyuntikan. Karena vasodilatasi arterial, mengakibatkan
suplai darah ke jantung berkurang yang kemudian menyebabkan penurunan umpan balik
kardiak sehingga menyebabkan hilang kesadaran mendadak.
1.6.2.2 Reaksi toksik
Jarang terjadi, hanya terjadi bila melakukan penyuntikan tanpa aspirasi ke dalam
intravaskuler atau overdosis. Tanda-tandanya konvulsi, gangguan pernapasan, dan yang
paling berat adalah syok.
1.6.2.3 Reaksi alergi
Sering / mungkin terjadi apabila kita tidak melakukan evaluasi pra anestesi. Riwayat
alergi pasien sangat penting ditanyakan. Jika ragu, lakukan skin test. Jika tidak terjadi eritema
berarti anestesi dapat dilakukan.
1.6.2.4 Interaksi obat
Dapat terjadi pada pasien yang mendapat obat sistemik. Secara umum, interaksi obat
dengan anestesi lokal sangat jarang. Namun anestesi lokal yang mengandung nor adrenalin
dapat merangsang respon tekanan darah pasienyang mendapat antidepresi trisiklik (misalnya
mitriptilin). Karena itu nor adrenalin tidak dianjurkan untuk dipakai.
18
1.7 Teknik Blok Anestesi Untuk Pencabutan Gigi Mandibula
Gambar 2.1. Anatomi mandibula.
1.7.1 Pendekatan Intra Oral
1.7.1.1 Blok nervus alveolaris inferior
Dasar pemikiran: blok n. alveolaris inferior bisa dilakukan dengan mendeponirkan
anestetikum sekitar nervus tersebut sebelum masuk ke canalis mandibularis. Metode ini
dianjurkan karena injeksi supraperiosteal biasanya tidak efektif terutama untuk region gigi-
gigi molar. Sulcus mandibularis terletak pada facies interna ramus mandibulae. Berisi
jaringan ikat longgar yang dilalui oleh n. alveolaris dan pembuluh darahnya. Sebelah
19
medialnya tertutup oleh ligamen sphenomandibularis dan m.pterygoideus medialis. Raphe
pterygomandibularis terletak tepat di bawah mukosa dan bisa di raba apabila mulut dibuka
lebar-lebar. Raphe membentang dari crista mylohyoideus pada mandibular, di sebelah
posterior molar ketiga, ke hamulus pterygoideus.
Teknik: palpasi fossa retromolar dengan jari telunjuk sehingga kuku jari menempel pada linca
oblique. Dengan barrel (bagian yang berisi anestetikum) syringe terletak di antara kedua
premolar pada sisi yang berlawanan, arahkan jarum sejajar dengan dataran oklusal gigi-gigi
mandibula ke arah ramus dan jari.
Gambar 2.2. Palpasi fossa retromolar dengan jari telunjuk.
Gambar 2.3. Kuku jari menempel pada linea oblique.
20
Tusukkan jarum pada apeks trigonum pterygomandibular dan teruskan gerakan jarum
di antara ramus dan ligamentum-ligamentum serta otot-otot yang menutupi facies interna
ramus sampai ujungnya berkontak pada dinding posterior sulcus mandibularis. Di sini di
deponirkan kurang lebih 1,5 cc anestetikum di sekitar n. alveolaris inferior. (Kedalaman
insersi jarum rata-rata 15 mm, tetapi bervariasi tergantung pada ukuran mandibula dan
perubahan proporsinya sejalan dengan pertambahan umur). N. lingualis biasanya teranestesi
dengan cara mendeponirkan sejumlah kecil anestetikum pada pertengahan perjalanan
masuknya jarum.
Gambar 2.4. Jarum ditusukkan.
Anestesia: injeksi menyeluruh biasanya untuk tujuan operatif, untuk menganestesi semua gigi
pada sisi yang diinjeksi kecuali incisivus sentral dan lateral yang menerima inervasi dari
serabut saraf sisi kontralateralnya. Anestesi biasanya kurang mnyeluruh pada aspek bukal
gigi-gigi molar karena gigi juga di inervasi oleh n. buccalis longus. Untuk ekstraksi, injeksi
mandibular perlu ditambah dengan injeksi n. buccalis longus.
Kecepatan timbulnya efek anestesi umumnya bervariasi ditandai dengan adanya
perubahan sensasi pada lidah dan bibir bawah bila dibandingkan dengan sisi lawannya.
21
Simptom ini ole beberapa pasien sering disebut sebagai rasa tertusuk jarum dan paku, rasa
membeku menjadi seperti kayu atau bengkaka. Biasannya perlu diberikan waktu jeda 34
menit setelah perubahan awal terjadi sebelum anestesi operasi yang menyeluruh dapat
diperoleh.
Administrasi dari anastesi dekat dengan foramen mandibula menyebabkan nervus
alveolaris inferior terblok begitu juga dengan nervus lingualis yang ada di sebelahnya (yang
menyuplai lidah). Ini juga membuat kita kehilangan sensasi di :
• gigi-gigi (blok nervus alveolaris inferior)
• bibir bawah dan dagu (blok nervus mentalis)
• lidah (blok nervus lingualis)
1.7.1.2 Blok nervus mentalis
Patokan anatomi: Pada mukoperiosteum lingual setinggi setengah panjang akar gigi yang
dianestesi.
Indikasi: Sebagai injeksi anestesi untuk prosedur operatif gigi premolar dan gigi anterior
Teknik : Menggunakan teknik infiltrasi. Suntikan jarum pada mukoperiosteum lingual
setinggi setengah panjang akar gigi yang dianestesi. Karena posisi dari gigi incisivus, sulit
untuk mencapai daerah ini dengan jarum yang lurus. Untuk mengatasi masalah ini, bias
digunakan “hub” yang bengkok atau jarum yang dibengkokan dengan cara menekan antara
ibu jari dengan jari lain. Cairan anestetikum dideposisikan perlahan lahan ke dalam
mukoperiosteum. Sebaiknya jangan menggunakan penekanan.
Area:
• Menginervasi tonsilla palatina dan bagian posterior membrana mukosa mulut (r.isthmus
faucium)
• Menginervasi glandula sublingualis dan membrane mukosa di atasnya (n.sublingualis)
22
• Menginervasi membrane mukosa bagian depan lidah (rr.linguales) .
Symptoms: setelah anestetikum dideponir, mukoperiosteum lingual dan lidah akan terasa
tebal.
1.7.1.3 Blok Nervus Bukalis
Area teranestesi: Jaringan bukal pada area molar bawah.
Patokan anatomi: Linea oblique eksterna dan trigonum retromolar
Indikasi: bersama dengan injeksi lingual, dapat melengkapi blok n. alveolaris inferior untuk
ekstraksi semua gigi pada sisi yang diinjeksi ( jaringan bukal pada area molar bawah ).
Teknik anestesi:
a. N. buccalis longus keluar tepat di luar foramen ovale, berjalan di antara kedua caput m.
pterygoideus externus, menyilang ramus kemudian masuk ke pipi melalui m. buccinator, di
sebelah bukal gigi molar ketiga atas. Cabang-cabang terminalnya menuju membrana mukosa
bukal dan mukoperiosteum sebelah lateral gigi-gigi molar atas dan bawah.
b. Masukkan jarum pada lipatan mukosa pada suatu titik tepat di depan gigi molar pertama.
Perlahan-lahan tusukkan jarum sejajar dengan corpus mandibula, dengan bevel mengarah ke
bawah, ke suatu titik sejauh molar ketiga, anestetikum dideponir perlahan-lahan seperti pada
waktu memasukkan jarum melalui jaringan.
Simptom: Subjektif: kesemutan dan kaku pada 2/3 anterior lidah, obyektif: tidak nyeri saat
instrumentasi.
1.7.1.4 Blok nervus mentalis
Patokan Anatomi:
Foramen mentale umumnya terletak di bawah dan di antara apeks gigi premolar pertama dan
kedua atau tepat di bawah atau di distal dari gigi premolar kedua. Pada beberapa kasus, bisa
23
terletak sampai di bawah apeks gigi premolar pertama. Dan yang sangat jarang terjadi adalah
terletak di distal gigi molar pertama.
Dasar pemikiran:
Injeksi blok : Pada injeksi mentalis ini, anestesi dideponir dalam canalis mandibularis melalui
foramen mentale. Blok sebagian pada mandibula bisa diperoleh dengan cara ini. Injeksi ini
dipakai bila blok lengkap tidak diperlukan atau bila karena alasan tertentu merupakan kontra
indikasi.
Teknik:
• Tentukan letak apeks gigi-gigi premolar. Foramen biasanya terletak di dekat salah satu
apeks akar gigi premlar tersebut.
• Tariklah pipi ke arah buukal dari gigi premolar. Masukkan jarum ke dalam membrana
mukosa di antara kedua gigi premoar kurang lebih 10 mm ekternal dari permukaan bukal
mandibula.
• Posisi syringe membentuk sudut 45° terhadap permukaan bukal mandibula, mengarah ke
apeks akar premolar kedua.
• Tusukkan jarum tersebut sampai menyentuh tulang.
• Kurang lebih ½ cc anestetikum dideponir, ditunggu sebentar kemudian ujung jarum
digerakkan tanpa menarik jarum keluar, sampai terasa masuk ke foramen, dan dideponirkan
kembali ½ cc anestetikum dengan berhati-hati.
• Selama pencarian foramen dengan jarum, jagalah agar jarum tetap membentuk sudut 45°
terhadap permukaan bukal mandibula untuk menghindari melesetnya jarum ke balik
periosteum dan untuk memperbesarkan kemungkinan masuknya jarum ke foramen.
Symptom anestesi:
24
Injeksi ini dapat menganestesi gigi premolar dan caninus untuk prosedur operatif. Untuk
menganestesi gigi incisivus, serabut saraf yang bersitumpang dari sisi yang lain juga harus di
blok. Untuk ektraksi ini harus dilakukan injeksi lingual.
Kegagalan anestesia:
Kegagalan pada injeksi ini terjadi apabila jarum tidak masuk ke dalam foramen mentale atau
jika nervus lingualis atau nn. Cervicales superficiales tidak teranestesi.
1.7.2 Teknik Gow-Gates
Pada tahun 1973, dr. George Gow-Gates mempublikasikan artikel yang menjelaskan
teknik alternatif blok mandibula. Keuntungan dan kerugiannya tercantum pada table di bawah
ini:
Nervus yang teranestesi:
♪ N. alveolaris inferior
♪ N. Mentalis
♪ N. Incisivus
♪ N. Lingualis
♪ N. Mylohyoideus
25
♪ N. Auriculotemporalis
♪ N. Buccalis
Patokan anatomi adalah sebagai berikut:
• 10 mm diatas coronoid notch
• Internal oblique ridge
• Pterygomandibular raphe
• Collum mandibula
• The contralateral mandibular bicuspids
• Garis imajiner dari sudut mulut ke tragus notch pada telinga (ekstraoral)
Teknik
1. Mintalah pasien untuk membuka lebar mulutnya.
2. Palpasi coronoid notch dan masukkan jari pada internal oblique ridge.
3. Gerakkan jari ke arah superior sekitar 10 mm.
Gambar 2.5. Gerakan jari ke arah superior.
4. Putarlah jari parallel garis imajiner dari sudut ipsilateral mulut ke notch tragus pada
26
telinga.
5. Masukkan jarum pada titik diantara kuku jari yang melakukan palpasi dengan
pterygomandibular raphe pada aspek medial jari.
5. Pastikan bevel jarum terletak pada bicuspid kontralateral.
Gambar 2.6. Persiapan memasukkan jarum anestesi.
7. Ketika melakukan suntikan, pastikan sudut jarum parallel dengan garis imajiner antara
sudut mulut dengan tragus telinga.
8. Masukkan jarum hingga berkontak dengan tulang (pada leher kondilus) pada kedalaman
kira-kira 25 mm. (Note: This is not a deeper injection, because the patient's mouth is open
wide and, as a result, the condyle has translocated anteriorly to provide a target.)
27
Gambar 2.7. Jarum ditusukkan.
9. Ketika kontak dengan tulang sudah terjadi, tarik sedikit ujung jarum sekitar 1 mm untuk
mencegah insersi pada periosteum yang akan terasa sakit.
10. Lakukan aspirasi
11. Deponir cairan anestesi pelan-pelan
Onset and duration
• Onset anestesi pada jaringan keras sekitar 4 – 12 menit, dengan area anterior yang paling
lama onsetnya.
• Nervus buccalis longi juga dapat teranestesi.
1.7.3 Teknik Vazirani-Akinosi
Pada tahun 1960, S. Vazirani mempublikasikan tulisannya yang menjelaskan blok
mandibula dengan mulut tertutup, kemudian pada tahun 1977, J.O. Akinosi mempublikasikan
tulisannya yang kemudian mempopulerkan pendekatan ini. Keuntungan dan kerugian teknik
ini dapat dilihat pada table berikut:
28
Nervus yang teranestesi
• N. Alveolaris inferior
• N. Incisivus
• N. Mentalis
• N. Lingualis
• N. Mylohyoideus
Patokan anatomi
• Linea mukogingival bukal maxilla atau ujung akar gigi maxilla
• Coronoid notch pada ramus mandibula
• Internal oblique ridge
• Occlusal plane
Teknik
1. Jarum yang digunakan berbelok kira-kira 15 derajat hingga 20 derajat. Pembengkokan ini
mengakomodasi pelebaran ramus. Jangan membengkokkan jarum lebih dari sekali.
2. Mintalah pasien membuka mulutnya sedikit saja (beberapa milimeter).
3. Palpasi coronoid notch dan masukkan jari pada internal oblique ridge.
29
Gambar 2.8. Palpasi coronoid notch.
4. Gerakkan jari ke superior kira-kira 10 mm.
5. Insersi ujung jarum diantara jari dan maxilla pada ketinggian linea mukogingival bukal
maxilla. Orientasi bengkokan jarum seperti hendak ke lateral arah lobus telinga pada sisi
yang diinjeksi. Jarum tetap parallel dengan occlusal plane.
Gambar 2.9. Insersi ujung jarum.
6. Setelah jarum diinsersikan 5 mm, pindahkan jari yang mempalpasi dan gunakan jari itu
untuk merefleksikan bibir atas sehingga lapang pandang menjadi kelihatan jelas.
7. Insersikan jarum sekitar 28 mm untuk pasien dewasa, sehingga 7 mm sisanya tetap ada di
luar jaringan (jika memakai jarum panjang).
30
Gambar 2.10. Aspirasi.
8. Lakukan aspirasi.
9. Larutan anestesi dideponir pelan-pelan.
Onset dan durasi
• Onset anestesi sekitar 3 hingga 4 menit.
• Ada kemungkinan nervus buccalis longi teranestesi dibandingkan dengan blok nervus
alveolaris inferior.
1.7.4 Teknik Fisher
Prosedur :
Posisi pasien duduk dengan setengah terlentang. Aplikasikan antiseptic di daerah trigonum
retromolar. Jari telunjuk diletakkan di belakang gigi terakhir mandibula, geser ke lateral
untuk meraba linea oblique eksterna. Kemudian telunjuk digeser ke median
untuk mencari linea oblique interna, ujung lengkung kuku berada di linea oblique
interna dan permukaan samping jari berada di bidang oklusal gigi rahang bawah.
Posisi I : Jarum diinsersikan di pertengahan lengkung kuku, dari sisi rahang yang
tidak dianestesi yaitu regio premolar.
31
Posisi II : Spuit digeser kesisi yang akan dianestesi, sejajar dengan bidang oklusal dan jarum
ditusukkan sedalam 5 mm, lakukan aspirasi bila negatif keluarkan anestetikum sebanyak 0,5
ml untuk menganestesi N. Lingualis.
Posisi III : Spuit digeser kearah posisi I tapi tidak penuh lalu jarum ditusukkan sambil
menyelusuri tulang sedalam kira-kira 10-15 mm. Aspirasi dan bila negatif keluarkan
anestetikum sebanyak 1 ml untuk menganestesi N. Alveolaris inferior. Setelah selesai spuit
ditarik kembali.
1.7.5 Teknik modifikasi Fisher
Setelah kita melakukan posisi III, pada waktu menarik kembali spuit sebelum jarum lepas
dari mukosa tepat setelah melewati linea oblique interna ,jarum digeser ke lateral (ke daerah
trigonum retromolar ), aspirasi dan keluarkan anestetikum sebanyak 0,5 ml untuk
menganestesi N. Bukalis. Kemudian Spuit ditarik keluar.
Untuk melakukan anestesi blok rahang bawah dapat dilakukan dengan memilih salah satu
teknik yaitu teknik Gow-gates, Akinosi atau teknik Fisher . Apabila kita memilih teknik
Fisher dan N. bukalis perlu dianestesi maka modifikasi teknik Fisher dapat digunakan.
1.8 Obat Anestesi yang sering Digunakan
Beberapa jenis obat anestesi lokal yang sering digunakan sehari-hari akan dibahas
dibawah ini.
1.8.1 Prokain (novokain)
1.Prokain adalah ester aminobenzoat untuk infiltrasi, blok, spinal, epidural.
2.Merupakan obat standard untuk perbandingan potensi dan toksisitas terhadap jenis obat-
obat anestetik lokal yang lain.
32
3.Diberikan intravena untuk pengobatan aritmia selama anestesi umum, bedah jantung atau
µinduced hypothermia.
4.Absorbsi berlangsung cepat pada tempat suntikan, hidrolisis juga cepat oleh enzim plasma
(prokain esterase).
5.Pemberian intravena merupakan kontra indikasi untuk penderita miastenia gravis karena
prokain menghasilkan derajat blok neuromuskuler. Prokain tidak boleh diberikan bersama-
sama sulfonamide.
6. Larutan 1-2% kadang-kadang kekuning-kuningan (amines), tidak berbahaya.
7.Tidak mempenetrasi kulit dan selaput lender/ mukosa. Jadi tidak efektif untuk surface
analgesi.
8.Dosis 15 mg/ kgBB. Untuk infiltrasi: larutan 0,25-0,5 % dosis maksimum 1000 mg. Onset:
2-5 menit, durasi 30-60 menit. Bisa ditambah adrenalin (1: 100.000 atau 1:200.000). Dosis
untuk blok epidural (maksimum) 25 ml larutan 1,5%. Untuk kaudal 25 ml larutan 1,5%.
Spinal analgesia 50-200 mg, tergantung efek yang dikehendaki, lamanya (duration) 1 jam.
1.8.2 Lidokain (lignocaine, xylocain, lidonest)
1. Lidokain adalah golongan amida. Sering dipakai untuk surface analgesi, blok infiltrasi,
spinal, epidural dan caudal analgesia dan nerve blok lainnya. Juga dipakai secara
intravena untuk mengobati aritmia selama anesthesia umum, bedah jantung dan µinduced
hypothermia. Dibandingkan prokain, onset lebih cepat, lebih kuat (intensea), lebih mahal
dan durasi lebih lama. Potensi dan toksisitas 10 kali prokain. Tertrakain tidak boleh
digunakan bersama-sama sulfonamide. Onset 5-10 menit, duration sekitar 2 jam.
2. Dosis.
3. Konsentrasi efektif minimal 0,25%.
4. Infiltrasi, mula kerja 10 menit, relaksasi otot cukup baik.
5. Kerja sekitar 1-1,5 jam tergantung konsentrasi larutan
33
6. Larutan standar 1 atau 1,5% untuk blok perifer.
7. 0,25-0,5% + adrenalin 200.000 untuk infiltrasi.
8. 0,5% untuk blok sensorik tanpa blok motorik.
9. 1% untuk blok motorik dan sensorik.
10. 2% untuk blok motorik pasien berotot (muscular).
11. 4% atau 10% untuk topical semprot faring-laring (pump spray).
12. 5% bentuk jeli untuk dioleskan di pipa trakea.
13. 5% lidokain dicampur 5% prilokain untuk topical kulit.
14. 5% hiperbarik untuk analgesia intratekal (subaraknoid, subdural)
Gambar 2.11. Lidokain.
1.8.3 Bupivakain (marcain)
Secara kimia dan farmakologis mirip lidokain. Toksisitas setaraf dengan tetrakain.
Untuk infiltrasi dan blok saraf perifer dipakai larutan 0,25-0,75%. Dosis maksimal 200mg.
Duration 3-8 jam. Konsentrasi efektif minimal 0,125%. Mula kerja lebih lambat dibanding
lidokain. Setelah suntikan kaudal, epidural atau infiltrasi, kadar plasma puncak dicapai dalam
45 menit. Kemudian menurun perlahan-lahan dalam 3-8 jam. Untuk anesthesia spinal 0,5%
34
volum antara 2-4 ml iso atau hiperbarik. Untuk blok sensorik epidural 0,375% dan
pembedahan 0,75%.
1.8.4 Kokain
Hanya dijumpai dalam bentuk topical semprot 4% untuk mukosa jalan napas atas.
Lama kerja 2-30 menit.
1.8.5 Kloroprokain (nesakain)
Derivate prokain dengan masa kerja lebih pendek.
1.8.6 EMLA (eutentic mixture of lokal anesthetic)
Campuran emulsi minyak dalam air (krem) antara lidokain dan prilokain masing-
masing 5%. EMLA dioleskan di kulit intak 1-2 jam sebelum tindakan untuk mengurangi
nyeri akibat kanulasi pada vena atau arteri atau untuk miringotomi pada anak, mencabut bulu
halus atau buang tato. Tidak dianjurkan untuk mukosa atau kulit terluka.
1.8.7 Ropivakain (naropin) dan levobupivakain (chirokain)
Penggunaannya seperti bupivakain, karena kedua obat tersebut merupakan isomer
bagian kiri dari bupivakain yang dampak sampingnya lebih ringan dibandingkan bupivakain.
Bagian isomer kanan dari bupivakain dampak sampingnya lebih besar. Konsentrasi efektif
minimal 0,25%.
35
DAFTAR PUSTAKA
Katzung, Bertram G. 1998. Farmakologi Dasar dan Klinik Ed. 4. Jakarta: EGC.
36
Howe, Geoffrey L dan Whitehead, F. Ivor H. 1992. Anestesi Lokal (alih bahasa drg. Lilian
Yuwono). Jakarta: Hipokrates.
Latief Asaid,dkk. 2007. Anestesi Lokal. Petunjuk Praktis anestesiologi. Edisi 2. Jakarta :
Penerbit bagian anestesiolgi dan Terapi Intensif Fakultas kedokteran Universitas
Indonesia.
G. Edward Morgan,Jr., Maged S. Mikhail, MichaelJ. Murray. 2006. Clinical Anesthesiology.
4th Edition. London : Prentice-Hall Int.Inc.
Gustainis, JF. , Peterson. 1981. An Alternatif method of mandibular nerve block. JADA V ( 103 ).
Jastak, JT Cs. 1995. Local anesthesia of the oral cavity. Philadelphia : W.B. Saunders Company.
Malamed, SF. 1994. Handbook of local anesthesia. 4th Ed. St. Louis : Mosby yearbook.
Gray's Anatomy of the Human Body - The Trigeminal Nerve - Yahoo! Education.
Purwanto (alih bahasa), Lilian Yuwono(ed). 1993. Petunjuk Praktis Anestesi Lokal: Atlas of
Local Anaesthesia in Dentistry. Jakarta: EGC.
37